BERSEJARAH DI BALI
Oleh :
Kelas : XIIJB 4
No. Absensi : 05
DINAS PENDIDIKAN
Laporan ini telah dibaca dan strukur penulisannya sudah sesuai dengan kaidah
penulisan laporan. Oleh karena itu dapat disahkan dan dinilai oleh Tim Penilai
yang terdiri atas : Guru PKn, Guru Bahasa Indonesia, Guru Seni Budaya dan Guru
Sejarah Indonesia.
TIM PENILAI
Penilai I Penilai II
Menyetujui
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
laporan ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................ i
Lembaran Pengesahan................................................................................ ii
Kata Pengantar............................................................................................ ii
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
BAB II Pembahasan.................................................................................... 13
B. Pengelola.......................................................................................... 15
A. Simpulan........................................................................................... 21
B. Saran-Saran....................................................................................... 21
Daftar Pustaka...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah adalah mata pelajaran wajib yang perlu dipelajari oleh semua
siswa. Dengan mempelajari sejarah, diharapkan siswa dapat mengetahui
sejarah dan menghargai jasa para pahlawan terdahulu serta menarik subjek dari
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Melalui sejarah dapat dikembangkan
nilai-nilai dan kecakapan-kecakapan sosial bagi siswa berupa nilai demokrasi,
nasionalisme, patriotisme, bertanggungjawab, mandiri dan pentingnya
pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa. Selama ini mata pelajaran sejarah di
identikan sebagai pembelajaran yang membosankan di kelas. Baik strategi,
metode maupun teknik pembelajaran lebih banyak bertumpu pada pendekatan
berbasis guru yang monoton. Guru diposisikan sebagai pokok sumber
informasi, menggunakan kaedah mengajar bercorak hafalan dengan metode
buku dan ceramah. Sebagai akibat dari proses pembelajaran seperti ini, siswa
tampak kurang bersemangat mengikuti pelajaran dan seringkali menjadi bosan
karena mereka tidak dirangsang untuk terlibat secara aktivitas dengan berbagai
varian yang semestinya dilakukan guru agar tercipta suasana belajar yang
kondusif, dimana siswa dapat melibatkan diri secara aktivitas dan kreativitas.
(Isjoni 2008). Selain tempat bersejarah Alam semesta adalah anugerah Tuhan
yang amat bernilai kepada kesejahteraan kehidupan. Alam merupakan sesuatu
yang sudah ada, telah ada dan akan ada. Alam sekitar yang tidak tercemar
memberikan kita suasana yang nyaman, indah dan menyehatkan. Salah satu
pemanfaatan alam yang tersedia adalah menjadikannya sebagai wisata alam.
Aset berharga yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah salah satunya adalah alam,
apalagi jika memiliki keelokan tersendiri. Sebab itu, banyak wilayah yang
mengambil kebijakan menjadikan alam sebagai tempat wisata.
1
Wisata alam disamping bertujuan melestarikan keindahan alam juga
merupakan suatu langkah yang dipilih untuk mengenalkan keelokan alam
semesta yang dimiliki kepada masyarakat luas. Wisata alam banyak macamnya
seperti Wisata alam air terjun, telaga, danau, gunung, laut dan masih banyak
lagi. Wisata alam bahkan sangat cocok untuk berwisata keluarga, piknik dan
sangat nyaman untuk melepas penat. Disamping itu wisata alam juga
digunakan untuk memperkenalkan pada generasi muda bahwa alam sangatlah
elok dan penting untuk dilestarikan, tak lupa untuk mengajarkan rasa syukur
kepada generasi muda. Namun pada zaman sekarang lebih banyak masyarakat
yang lebih tertarik terhadap wahana-wahana buatan manusia seperti wahana
kolam renang, juga seperti wahana bermain dan yang lainnya, sehingga wisata
alam sedikit tersisihkan. Banyak wilayah yang mengelola alam sebagai wisata
alam dengan baik dan mengemasnya dengan menarik namun adapula wilayah
yang kurang dalam mengelola keindahan alamnya, sehingga kurang menarik
perhatian masyarakatnya.
2
Keadaan seperti ini yang kalau dibiarkan akan mengakibatkan pemiskinan
warisan budaya Bali menyebabkan para ilmuwan,budayawan maupun seniman
Belanda mencoba untuk mencegahnya dan sekaligus melestarikan kebudayaan
Bali. Pada tahun 1910,W.F.J.Kroon,seorang Asisten Residen untuk Bali
Selatan,setelah memperoleh masukan/sumbangan pemikiran yang cukup dari
Th.A. Resink tentang pelestarian budaya,mencetuskan suatu gagasan untuk
mendirikan sebuah museum etnografi guna melindungi benda-benda budaya
dari kepunahan. Gagasan tersebut mendapat sambutan dari kalangan
ilmuwan,seniman,budayawan, dan dukungan segenap raja-raja seluruh bali.
Selanjutnya Kroon memerintahkan Kurt Grundler seorang arsitek
berkebangsaan Jerman yang pada saat itu sedang berada di Bali sebagai
wisatawan peneliti, untuk membuat perencanaan bersama-sama dengan para
undagi(ahli bangunan tradisional Bali), antara lain I Gusti Ketut Rai dan I
Gusti Ketut Gede Kandel dari Denpasar. Harus disadari bahwa untuk membuat
bangunan tradisional para undagi tidak mungkin mengabaikan lontar asta
kosala-klainnya, serta beberapa aspek keagamaan yang dijadikan pegangan
utama. Sedangkan Kurt Grundler sebagai perencana bangunan moderen
mungkin lebih menekankan kekuatan dan fungsinya sebagai museum. Setelah
melalui persiapan yang cukup matang akhirnya dapat diputuskan untuk
mendirikan bangunan museum yang berupa bentuk arsitektur kombinasi antara
Pura(tempat sembahyang)dan Puri(istana raja). Didirikan di atas tanah seluas
2.600 m2 meliputi tiga halaman yaitu halaman luar(jaba), halaman tengah(jaba
tengah) dan halaman dalam (Jeroan), masing-masing halaman di batasi dengan
tembok dan gapura (candi bentar dan candi kurung ) sebagai pintu masuk,
sebuah Balai Kulkul (menara kentongan) di sebelah selatan jaba tengah. Di
sudut barat laut berdiri sebuah Balai Bengong yang pada zaman kerajaan
dipergunakan sebagai tempat peristirahatn keluarga raja ketika ingin
mengamati situasi di luar istana.
3
Dan di depan gedung Tabanan terdapat sebuath beji (permandian untuk
keluarga raja). Atap bangunan dari ijuk dan di Bali hanya di pakai untuk
bangunan Pura. Pada halaman dalam terdapat tiga buah gedung masing-masing
disebut Gedung Tabanan ,Gedung Karangasem , dan Gedung Buleleng yang di
gunakan untuk memamerkan koleksi. Nama-nama gedung tersebut diambil dari
nama-nama daerah yang menyumbangkan gedung tersebut dan di anggap
mewakili gaya arsitektur Bali Selatan,Bali Timur, dan Bali Utara. Setelah
pembangunan rampung, maka museum dibuka dengan resmi pada tanggal 8
desember 1932 dengan nama Bali Museum, dan dikelola oleh Yayasan Bali
Museum. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 , Bali Museum
diambil alih oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali. Karena keadaan situasi
yang masih dalam suasana serba awal dan menghadapi perang dengan NICA
dan Jepang, kemudian pada tanggal 5 Januari 1965 diserahkan kepada
Pemerintah Pusat di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
menjadi museum umum propinsi dengan nama Museum Negeri Propinsi Bali.
Sejak tahun 1969 Pemerintah Pusat memberikan perhatian lebih serius kepada
museum-museum negeri propinsi termasuk Museum Bali. Pada masa proyek
pembangunan lima tahunan(PELITA), Museum Bali memperoleh perluasan
areal dan gedung kea rah selatan, yang berfungsi untuk ruang perpustakaan
,auditorium,labolatorium konservasi,gudang koleksi,pameran temporer,dan
kantor sehingga luas areal museum keseluruhan sampai ini menjadi 6.000m2
dengan 9 buah gedung. Sejak otonomi daerah diberlakukan pada tahun 2000,
Museum Negeri Propinsi Bali diserahkan kembali ke Pemerintah Propinsi Bali
sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Propinsi Bali
dengan nama UPTD MUSEUM BALI. Dan sejak tahun 2008 UPTD Museum
Bali berubah nama menjadi UPT.Museum Bali.
4
2. Sejarah Monumen Bom Bali
Peristiwa ini sulit dihapuskan dalam memori karena tragedi bom Bali,
tepatnya di wisata Kuta,mengakibatkan meninggalnya 202 jiwa yaitu 38 warga
negara Indonesia, 88 orang berwarganegara Australia, 6 warga negara
swediadan 7 warga negara Amerika. Lalu kemudian peristiwa berdarah ini
disebut sebagai Bom Bali I sebab bom terjadi dua kali. Tragedi ini tak bisa
dilupakan begitu saja. Untuk mengenang Bom Bali I, maka pemerintah daerah
Bali membuat sebuah monumen peringatan yang di beri nama Monumen Panca
Benua atau lebih terkenal dengan nama Monumen Ground Zero Bali. Banyak
orang yang datang dari berbagai negara setiap tahunnya saat tanggal 12,
mereka berkumpul di tempat monumen ini untuk mengenang tragedi bom Bali.
Daya tarik utama dari monumen bom bali atau Monumen Ground Zero ini
tentu saja adalah plakat besar berisi 202 nama korban yang meninggal beserta
nama negara asalnya. Selain itu, Anda akan melihat pepohonan hijau dan
bunga warna-warni menghias cantik di sekitar monumen. Beberapa turis asing
terlihat menyimak deretan nama korban Bom Bali 1 dan juga terlihat beberapa
piring sesaji yang diletakkan di sana. Tidak hanya itu, banyak pula para
wisatawan yang berkunjung ke sini sekadar untuk mengabadikan foto
kunjungan wisata. Monumen ini memang memiliki desain yang keren. Tidak
heran kalau banyak wisatawan yang tertarik berfoto dengan later belakang
monumen bom Bali ini. Saat ini, monumen bom Bali yang diresmikan pada
tanggal 12 Oktober 2004, oleh Bupati Badung yang saat itu dijabat oleh Anak
Agung Ngurah Oka Ratmadi ini telah menjadi sebuah tempat wisata di Bali
yang banyak menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung. Banyak dari
mereka yang berkunjung di Bali menempatkan Monumen Ground Zero sebagai
tujuan wisata pertama di Pulau Dewata.
5
3. Sejarah Pura Tirta Empul
Dikisahkan dalam Lontar Usana Bali bahwa Tirta Empul atau Tirta Ri
Air Hampul diciptakan oleh Bhatara Indra ketika ia sedang berperang dengan
raja Mayanadenawa dari Bedahulu, raja tersebut diceritakan amat sakti dan
memiliki kemampuan dapat menghilang. Karena kesaktiannya tersebut
Mayanadenawa menganggap dirinya sebagai Tuhan, untuk alasan itulah
kemudian Bhatara Indra memeranginya. Pada sebuah pertempuran yang
terjadi di sebuah daerah, Mayanadenawa dan pasukannya terdesak, kemudian
mereka berjalan dengan telapak kaki miring, maka dari itu, daerah tempat
pertempuran tersebut kemudian dinamakan Tampaksiring. Dalam keadaan
terdesak, Mayanadenawa menciptakan sebuah mata air beracun (Yeh Cetik)
untuk menghancurkan pasukan Bhatara Indra. Ternyata taktiknya berhasil,
karena kelelahan akibat berperang terus-menerus, akhirnya banyak pasukan
Bhatara Indra yang meminum Yeh Cetik. Tak sedikit pasukan Bhatara Indra
yang keracunan akibat meminum air beracun tersebut. Imbas dari taktik licik
itu, kekuatan pasukan Bhatara Indra berkurang banyak. Untuk menangani
masalahnya maka Bhatara Indra kemudian menancapkan senjata yang
berbentuk umbul-umbul ke tanah. Seketika itu muncul mata air yang
mengampul ke atas dari bekas tusukan senjata sang raja kahyangan tersebut.
Setelah meminum mata air itu, pasukan Bhatara Indra dapat sembuh seperti
sedia kala. Berabad-abad kemudian mata air tersebut ditata dan
disempurnakan menjadi sebuah taman air oleh raja Indrajaya Sigha
Warmadewa pada tahun 882 çaka dan diberi nama “Tirta Ri Air Hampul” atau
“Tirta Empul” yang berarti Pathirtaan yang mengepul.
6
C. Sejarah Tempat Wisata
Awal mula keberadaan Desa Penglipuran sudah ada sejak dahulu, konon
pada zaman Kerajaan Bangli. Para leluhur penduduk desa ini datang dari Desa
Bayung Gede dan menetap sampai sekarang, sementara nama “Penglipuran”
sendiri mempunyai makna sebagai Penghibur/Penglipur hati raja yang pada
saat itu raja sedih karena tidak ada orang yang dapat dipercaya dan beliau
mencari orang yang jujur, yang pada akhirnya beliau temukan ketika sedang
merenung sambil mengamati penduduk desa yang kini bernama penglipuran
ini. Namun, dari sudut pandang sejarah dan menurut para sesepuh, kata
Penglipuran berasal dari kata “Pengeling Pura” yang berarti tempat suci
mengenang para leluhur. Tempat ini sangat berarti sejak leluhur mereka datang
dari desa Bayung Gede ke Penglipuran yang jaraknya cukup jauh, oleh karena
itu masyarakat Penglipuran mendirikan pura yang sama sebagaimana yang ada
di desa Bayung Gede. Dalam hal ini berarti masyarakat Penglipuran masih
mengenal asal usul mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa Penglipuran
berasal dari kata “Penglipur” yang berarti “penghibur” karena pada jaman
kerajaan tempat ini dijadikan tempat peristirahatan. Penglipuran memiliki dua
pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya “eling” atau mengingat.
Sementara pura artinya tanah leluhur. Jadi, penglipuran artinya mengingat
tanah leluhur. Kata itu juga bisa berarti “penghibur” yang berkonteks makna
memberikan petunjuk bahwa ada hubungan sangat erat antara tugas dan
tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama. Masyarakat
desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung
Gede, Kintamani.Sebelumnya desa Panglipuran bernama Kubu Bayung.
7
Pada jaman dahulu raja bali memerintahkan pada warga-warga di
Bayung Gede untuk mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para
warga tersebut memutuskan untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari
segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad.
Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad dan prajuru adat.
Prajuru hulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu, jero singgukan, jero
cacar, jero balung dan jero pati. Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka
yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang belum ngelad.
Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah menikah atau salah seorang
cucunya telah kawin. Mereka yang baru menikah duduk pada posisi yang
paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adat. Yang membedakan desa
adat penglipuran dengan yang lain yaitu tidak adanya kasta, karena kasta yang
ada di desa ini hanya Kasta Sudra.
8
Ada beberapa versi tentang kisah gunung Batur di pulau Bali, yaitu tentang
gunung Batur yang berhubungan dengan para Dewa dan kisah tentang Kebo Iwa.
Berikut di bawah ini.
Pada suatu masa, saat pulau Bali masih sunyi tak berpenduduk, mengapung di
tengah samudera yang luas. Kala itu, pulau Bali hanya memiliki 4 gunung saja. Di
antaranya adalah.
Sejatinya 4 gunung tersebut belum mampu memaku pulau Bali, sehingga masih
belum stabil dan mengambang di atas samudera luas. Kemudian hal ini diketahui
oleh para Dewa yang bernaung di gunung Semeru. Sekedar informasi, sampai saat
ini masyarakat Bali percaya bahwa gunung Semeru merupakan Pura utama.
Setelah melakukan sidang, kemudian para dewa mengutus Dewa Naga Besukih,
Dewa Naga Tatsaka , Dewa Ananta Boga dan Dewa Benawang Nala untuk
memindahkan puncak gunung Semeru ke pulau Bali.
Dalam pemindahan ini, Dewa Benawang Nala berperan sebagai alas puncak
Semeru, Dewa Naga Tatsaka dan Dewa Naga Besukih berperan sebagai pengikat,
sementara Dewa Ananta Boga berperan sebagai pengangkut yang menerbangkan
puncak gunung Semeru. Setelah sampai di pulau Bali, kemudian puncak gunung
Semeru dibagi menjadi 2, satu bagian menjadi gunung Agung dan bagian lainnya
menjadi gunung Batur. Setelah diletakannya 2 gunung ini, kemudian pulau Bali
tidak mengambang lagi, terpaku oleh gunung Agung dan gunung Batur.
9
Pada saat ini, masyarakat Bali percaya bahwa ke-2 gunung tersebut menjadi
tempat bernaungnya para Dewa penguasa alam raya (Parahyangan Purusua
Peredana). Lanjutan dari kisah di atas, setelah gunung Batur dan gunung Agung
terletak di pulau Bali, kemudian Dewa Pasupati menugaskan beberapa putranya
untuk menempati pulau Bali. Di antaranya adalah :
Pada sebuah masa, masyarakat Bali berada dalam ketakutan atas bayang-bayang
Kebo Iwa, raksasa yang senang meminta makanan pada para penduduk. Bila tidak
dikasih, maka Kebo Iwa akan mengamuk dan menghancurkan rumah pernduduk.
Sangat menakutkan. Celakanya, musim kemarau panjang melanda perkampungan
tersebut, lumbung-lumbung penduduk mulai kosong, mereka kehabisan
persimpanan makanan, sementara Kebo Iwa masih terus meminta makanan dan
sering mengamuk. Sehingga hewan ternak milik penduduk menjadi sasarannya.
Bahkan terkadang ia memakan manusia hidup-hidup. Melihat masyarakatnya
berada dalam ketakutan, akhirnya tetua kampung mengumpulkan masyarakat
untuk berdiskusi, mencari jalan keluar dan menghancurkan Kebo Iwa. Dalam
diskusi tersebut, mereka menyepakati sebuah rencana untuk menghancurkan Kebo
Iwa. Mereka akan pura-pura berdamai dengan Kebo Iwa, meminta bantuannya
untuk menggali sebuah sumur besar dan menjajikan hadiah berupa makanan yang
sangat banyak.
10
Setelah mendengar hadiah yang ditawarkan oleh penduduk, akhirnya Kebo Iwa
bersedia membuatkan sumur untuk para penduduk. Karena tidak ada alat,
akhirnya Kebo Iwa menggali sumur dengan tangannya sendiri, sumur yang ia buat
sangat besar dan dalam. Sementara itu, para penduduk ramai-ramai
mengumpulkan kapur yang sangat banyak. Kemudian, ketika Kebo Iwa menggali
sumur yang dalam, para penduduk memasukan kapur dan air ke dalam sumur
tersebut, mengakibatkan Kebo Iwa merasakan kepanasan yang amat sangat.
Kulitnya melepuh dan masuk dalam aluran pernapasan Kebo Iwa. Akhirnya ia
mati di dalam sumur hasil galiannya. Pada akhirnya, sumur besar hasil galian
Kebo Iwa disebut dengan nama Danau Batur dan tanah hasil galiannya disebut
dengan nama gunung Batur.
11
3. Sejarah Wisata Goa Gajah
Goa ini dikenal sebagai salah satu pura yang mempunyai nilai sejarah
sangat tinggi di Pulau Bali. Pura Goa Gajah merupakan lokasi suci untuk umat
Hindu dan Budha Bali pada masa pemerintahan Dinasti Warmadewa. Dinasti
Warmadewa ini diketahui menguasai Pulau Dewata pada rentang abad 10 hingga
abad 11 Masehi. Dan meskipun sudah berusia sangat tua, kondisi Pura Goa Gajah
ini masih terjaga dengan baik. Keberadaan Pura Goa Gajah Bali ini juga tercatat
dalam beberapa prasasti. Namun tidak ada prasasti yang secara gamblang
menyebut tempat ini dengan nama Pura Goa Gajah. Prasasti Songan Tambahan
dan Prasasti Cempaga menamai pura ini dengan sebutan Er Gajah. Selanjutnya,
Prasasti Pandak Badung menyebut tempat ini dengan nama Antarakunjarapadda.
Selain itu, ada pula kitab Negarakertagama di tahun 1365 Masei yang
mencantumkan nama Badahulu dan Lwa Gajah di Bali sebagai daerah kekuasaan
Majapahit. Penemuan tempat ini berawal dari laporan seorang petinggi Hindia
Belanda di tahun 1923 yang menyebutkan keberadaan arca Ganesha, Trilingga
serta Hariti. Oleh Pemerintah Hindia Belanda, laporan itu ditindak lanjuti dengan
mendatangkan Dr. WF. Stuterhiem yang melakukan penelitian di Bali pada tahun
1925. Penelitian terkait keberadaan Pura Goa Gajah Bali pun berlanjut pada masa
setelah kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1950. Penelitian dilakukan oleh J.L
Krijgman bersama dengan staf lainnya dari Dinas Purbakala RI. Mereka
melakukan proses penelitian serta penggalian pada rentang antara 1954 hingga
1979. Walhasil, mereka berhasil menjumpai keberadaan enam patung berbentuk
perempuan serta sebuah petirtaan kuno.
12
BAB II
PEMBAHASAN
Letak monumen bom bali Ground Zero ini sangat strategis karena
letaknya yang ada di sekitar toko-toko dan tempat hiburan malam. Anda
tak akan kesulitan bila mencari tempat ini karena memang berada tepat
di jantung Kuta. Mengenang tragedi berdarah Bom Bali I,
mengingatkan bahwa kekerasan bukan jalan yang terbaik. Lokasi
monumen berada di jalan Legian Kuta, dahulunya sebelum Monumen
Ground Zero dibangun tempat ini adalah lokasi Paddy’s Pub berdiri
yang letaknya di depan Sari Club.Paddy’s Pub sendiri sekarang ini
direlokasi lebih ke selatan tepat berada di depan monumen Ground Zero
Bali. Nama Paddy’s Pub kini berubah menjadi Paddy’s Clubatau lebih
terkenal dengan sebutan Paddy’s reload.
13
4. Lokasi Desa Wisata Penglipuran
14
B. Pengelola Museum / Tempat Suci / Tempat Wisata
Pengelola Monumen Bom Bali yaitu dari Pemerintah Kab. Badung untuk
mengenang jasa para korban bom Bali.
Jero Mangku Made Warta, Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, dan Balai
Pelestarian Cagar Budaya BaliJero Mangku Made Warta, Dinas Pariwisata
Kabupaten Gianyar, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali
15
C. Jumlah Rata-Rata Kunjungan Setiap Bulan
Pada bulan September jumlah kunjungan sekitar 4.205 orang dan pada
bulan Oktober mengalami penurunan jumlah pengunjung yang datang
sekitar 3.068 orang.
Sepanjang 2017, total kunjungan wisatawan ke objek wisata mata air ini
sebanyak 642.669 jiwa. Jumlah itu terdiri dari 505.529 wisatawan asing
dan 137.140 wisatawan domestik. Jumlah itu pun tergolong meningkat
signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 524.647 orang.
Sementara 2015 tercatat total kunjungan 450.120 jiwa. “Dibanding data
2016, tahun ini mamang kunjungan naik signifikan, bahkan sampai seratus
ribu lebih kunjungan wisata
16
D. Biaya Setiap Pengunjung
Wisatawan Asing
Local / Domestics
Untuk dapat memasuki areal kawasan wisata pura Tirta Empul, setiap
pengunjung akan dikenakan biaya tiket masuknsebesar Rp 15.000/ orang.
17
Wisatawan Asing
Wisatawan Domestics
Pengunjung yang datang ke Goa Gajah harus membayar tiket sebesar Rp.
15.000/ person dan biaya parkir untuk mobil sebesar Rp. 5.000/ mobil dan
sepeda motor Rp. 5.000/ motor
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
https://www.rentalmobilbali.net
https://www.kintamani.id
https://wisatabaliutara.com
https://histori.id
https://tempatwisatadibali.info
LAMPIRAN FOTO-FOTO KUNJUNGAN
( Melakukan Pemlukatan )
4. Foto Desa Wisata Penglipuran
( melihat bentuk rumah dan keasrian desa )
5. Foto Gunung Batur
(melakukan pendakian dan melihat sunrise )
6. Foto Goa Gajah
(melihat goa yang dibuat pada zaman penjajahan )