SKRIPSI
OLEH
LA ODE IMRAN
N1B115068
Allah SWT, sang khalik sang Maha pemberi jalan kepada ummat. Yang telah
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya begitu besar yang masih diberikan kesehatan
dan kekuatan sehingga bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Begitu pula Salawat
serta Salam teriring penulis kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan rasa terimakasih
yang tak ternilai penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta,
Ayahanda La Ode Mandula dan Ibunda Wa Siiya yang telah menjadi pahlawan
hidupku yang selalu memberikan curahan dan kasih sayangnya, perhatianya, materi,
do’a serta dukunganya yang tiada terhingga selama ini, menjadi bekal dan dorongan
dalam menempuh pendidikan sampai saat ini. Semoga allah swt selalu melimpahkan
rahmat-Nya serta diberikan umur panjang, Amin. Tak lupa juga saya berterimaksi
kepada saudara saya Erniati atas segala dukungan doa, dan hiburan selama ini.
Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi dan uluran tangan berbagai
pihak. Oleh karena itu, tidak salah kiranya jika penulis mengungkapkan rasa terima
kasih. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang
langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,
terutama kepada :
v
1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun. F. S.Si., M.Si. M.Sc. selaku Rektor Universitas
Halu Oleo,
2. Dr. Akhmad Marhadi, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
3. Dr. Syahrun, S.Pd.,M.Si selaku Dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Halu Oleo dan juga menjabat sebagai Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Budaya, yang sudah banyak memberi nasehat dan masukan dalam penulisan
skripsi ini.
4. Dr. Abdul Alim, S.Pd., M.Sos selaku Ketua Jurusan Arkeologi, terima kasih pak
menempuh perkuliahan di Jurusan Arkeologi, tidak lupa juga beliau yang telah
Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberika nasehat dan mempermudah
6. ALM Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.,Hum selaku Dosen Jurusan Arkeologi,
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan arkeologi, serta inspirasi dan motivasi sehingga pola pemikiran dalam
penulisan terselesai.
7. Dr. Abdul Alim, S.Pd., M.Sos selaku Ketua Jurusan Arkeologi, terima kasih
pak atas segala nasehat dan bimbingan dalam kepengurusan berkas-berkas selama
vi
menempuh perkuliahan di Jurusan Arkeologi, tidak lupa juga beliau yang telah
8. Sandy Suseno, S.S., M.A yang telah meluangkan waktunya, memberikan Ilmu
9. Dra. Aswati M, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan tugas akhir
ini. Terima kasih bu atas segala nasehat-nasehat, bimbingan, saran, dan ilmunnya
menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih atas waktu, ilmu, nasehat, saran dan
motifasinya bu, terima kasih sudah membimbing penulis dengan sabar dan
ikhlas.
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberikan layanan
Atas hal-hal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam nuansa kebersamaan
selama ini, semoga dapat bernilai ibadah dan dapat dibalaskan oleh Allah SWT.
13. Teman – teman seperjuangan “Arkeologi 2015” yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu terima kasih atas kebersamaan, tawa, dan semangantnya selama
vii
14. “Team Wawonii”, Andi Adriansyah, , Margayanti, , Itong, La Ode Abdul
kasih atas bantuan dan canda tawanya selama dilapangan dan terima kasih atas 4
tahun kenangannya.
Dengan ini, penulis hanya bisa memanjatkan doa dan semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, amin. Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam Hasil Penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan maupun dari segi penyajianya.
Oleh karena itu penulis menggharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga karya tulis ini
Penulis
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
La Ode Imran N1B1 15 068. "Analysis of Important Values and Efforts to Preserve
Japanese Heritage Buildings During World War II in Munse Village, Konawe Islands
Regency". Guided by. Dra. Aswati M, M.Humas the first supervisor andSasadara
Hayunira, S.S., M.Sosas the second supervisor.
This study discusses archaeological objects located in the Munse Village, Kab.
Konawe Islands regency. The focus of the research discussion is ware on the important
values and conservation efforts contained in archaeological objects in Munse Village. The
methods used in the research, namely literature study, observation, and interviews. Then,
after that, data processing is carried out using morphological analysis and analysis of
important values based on the regulation of Law Number 11 of 2010 concerning Cultural
Conservation, namely Article 5.
The results showed that in Munse Village there are remains of Japanese heritage
buildings during World War II such as Tunnels, Building Structures, Surveillance Towers,
and Flywheels. Based on the results of the analysis, it shows that the remains contain
important values, namely historical, scientific, cultural, and economic values so that
conservation measures are needed. Conservation efforts that need to be carried out on
cultural resources in Munse Village are by carrying out physical protection such as
Conservation/Preservation, Restoration, Reconstruction and legal protection. This study
shows that the importance of and efforts to preserve cultural heritage can be increased by
the coordination between 3 stakeholders, namely the government, academia and the
community.
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ......................................................................................................... i
PERNYATAAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ...................................................................................................... x
xi
2.2.2 Upaya Pelestarian Tinggalan-Tinggalan Arkeologi ................... 14
3.4.4 Wawancara............................................................................... 23
3.6 Interpretasi....................................................................................... 24
xii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Nama Desa dan Luas Wilayah ........................................................... 25
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 5.7 Tampak Atas dan Tampak Samping Bak air ................................... 39
Gambar 5.9 Tampak Atas dan Tampak Samping Bak air ................................... 41
xv
BAB I
PENDAHULUAN
yang sangat strategis membuat negara-negara dari luar banyak yangingin menguasai
Indonesia. Salah satu Negara yang pernah menduduki Indonesiadalah Jepang. Selain
Indonesia yang salah satunya adalah sistem tanam paksa. Sistem tanam paksa yang
Asia di Indonesia membuat Indonesia semakin tidak stabil. Ditambah lagi terjadinya
Perang Dunia II dalam kurun waktu 1939-1945 yang membuat Indonesia semakin
perang modern menyangkut strategi, senjata dan peralatan tempur lainnya. Selain itu,
pada Perang Dunia II kekuatan politik suatu negara dalam sistem internasional berperan
penting dalam memenangkan perang. Perang Dunia II yang berlangsung antara 1939-
1945 adalah perang yang melibatkan banyak negara dan meliputi hampir seluruh
kawasan di dunia. Perang ini resmi dimulai pada 1 September 1939, yaitu saat Jerman
menginvasi Polandia. Perang ini pada mulanya berpusat di Eropa, dimana Inggris dan
sekutu-sekutunya mulai kewalahan menghadapi serangan dari Jerman dan Italia. Medan
1
2
Laut Amerika Serikat di Pasifik, dilakukan oleh Jepang dengan alasan bahwa kawasan
Asia Tenggara saat itu dikuasai oleh Negara-negara yang menjadi sekutu dari Amerika
Serikat, sehingga perlu dilindungi olehnya. Selain itu, serangan tersebut dilakukan
Jepang untuk mewujudkan ambisinya menguasai seluruh wilayah Asia (Parera, 2013).
embargo atau larangan perdagangan minyak Amerika Serikat dan Inggris, Kedua ide
untuk mempersatukan negara negara Asia di bawah kekuasaan Jepang. Ketiga Jepang
beralasan untuk membebaskan kawasan Asia dari imperialisme barat atau yang lebih di
kenal dengan perang Asia Timur Raya (Mahmud & Mansyur 2006). Selain itu salah
satu tujuan pokok pendudukan Jepang di Asia Tenggara ialah untuk memperoleh
sumber-sumber ekonomi dan untuk menciptakan suatu landasan pasok ekonomi yang
penting demi kelangsungan perang. Dilihat dari alasan keterlibatan Jepang dalam
Secara resmi Jepang menguasai Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942, ketika
gembira oleh rakyat Indonesia pada umumnya, mereka menganggap Jepang sebagai
sesama bangsa Asia akan membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan.
yang telah lama mendambakan kemerdekaan menaruh harapan yang sangat besar
3
terhadap Jepang. Pertumbuhan dan pengaruh Jepang di Indonesia dapat dikatakan cukup
singkat yaitu tahun 1942-1945 sehingga tidak banyak meninggalkan bukti fisik.Di awal
dikembangkan guna keperluan hidup dan untuk keperluan perangmelawan sekutu serta
materi tersebut merupakan produk budaya yang dianggap mencerminkan pranata dan
gagasan yang terkandung di dalamnya. Begitu pula pembangunan sarana dan prasarana
yang dibangun oleh Jepang ketika menduduki Indonesia (Hayunira, 2013). Beberapa
daerah di Indonesia yang pernah dikuasai oleh Jepang diantaranya Maluku, Papua,
Kalimantan, Jawa dan Sulawesi Tenggara. Pusat kekuasan Jepang di Sulawesi Tenggara
terletak di Kendari. Kendari merupakan salah satu dari beberapa kota penting di
Indonesia yang menjadi tujuan utama penyerangan Jepang. Kendari pada prinsipnya
terhadap Jepang.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah yang banyak ditemukan sisa-
sisa tinnggalan kolonial Jepang pada masa Perang Dunia II. Tinggalan-tinggalan ini
tersebar mulai dari Kendari, Ranomeeto, Bombana, Kolaka, Buton hingga di daerah
beragam mulai dari bangunan pertahanan, sarana perumahan, hingga bangunan rumah
pertahanan Jepang pada Perang Dunia II yang masih kita jumpai sampai sekarang.
seranganya di pulau-pulau kecil laiinya dan dengan mudah menguasainya. Salah satu
pulau kecil yang berhasil dikuasai oleh pasukan Jepang adalah Pulau Wawonii. Pulau
Wawonii merupakan bagian dari Kabupaten Konawe namun setelah pemekaran pada
tahun 2013 pulau ini berganti nama menjadi Konawe Kepulauan (Eriani, 2018).
Pulau Wawonii merupakan pulau yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah juga memiliki wilayah yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai salah
satu daerah pertahanan. Pada tahun 1942, tentara Jepang mendaratkan kapal perangnya
di salah satu daerah Wawonii yaitu Munse, kedatangan jepang mempunyai maksud
untuk menjadikan Pulau Wawonii sebagai salah satu basis pertahanan dan
menjadikanya sebagai daerah pemantau pergerakan dari tentara sekutu baik dari udara,
darat maupun laut. Setelah pasukan Jepang menguasai Wawonii, tenaga rakyat
5
tentara Jepang sebagai basis pertahanan dalam persiapan menghadapi serangan dari
Munse yang merupakan ibukota Kecamatan Wawonii Timur saat ini.Bukti penguasaan
Jepang di pulau ini ditandai dengan adanya beberapa sisabangunan aktifitas Jepang pada
masa Perang Dunia II seperti, parit-parit perlindungan, struktur bangunan, struktur bak,
dianggap kokoh bagi militer Jepang pada saat itu. Di antaranya bangunan pos monyet,
parit pertahanan, terowongan, dan menara pengintai. Bangunan kolonial Jepang ini
yang banyak dibuat di dataran Pulau Sulawesi, bangunan berfungsi agar dapat
mempertahankan daerah Jepang pada saat itu yang terjadi Perang Pasifik.Bangunan
sarana, prasarana atau infrastruktur pertahanan militer yang memiliki peranan penting
dalam mempertahankan kekuasaan suatu wilayah. Bangunan ini memiliki bentuk dan
Selain itu, bangunan ini juga memiliki keunikan dari gaya arsitekturnya yang meniru
makhluk hidup di alam yang dikenal dengan istilah zoomorphic atau arsitektur meniru
hewan, karena kebanyakan bangunan ini tersembunyi di bawah tanah (Virilio, 1998).
Munse saja namun juga terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia. Pembangunan yang
berkembang pada setiap tahunnya cukup kerap memicu kerusakan bahkan mengancam
6
pembangunan yang semakin pesat setiap tahunnya di tambah lagi acuhnya pemerintah
dan masyarakat terhadap bangunan kolonial Jepang ini menambah ancaman bagi
peradaban budaya yang memiliki peradaban maju di bidang arsitektur pada masa Perang
Dunia ke-II.
kerusakan yang sangat krusial yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Kerusakan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan sangat mempengaruhi bangunan, terutama pada letak
dan posisi bangunan itu berada. Letak dan posisi bangunan peninggalan Jepang di
Kelurahan Munse sebagian besar berada di kawasan hutan dan pemukiman masyarakat
sehingga kerusakan dan pelapukan tidak dapat terhindari. Selain itu kerusakan dan
mendalam yang dilakukan penulis di situs tersebut didasari oleh beberapa alasan,
keberadaan bunker ini sangat terancam dan keberadaan bunker ini sewaktu-waktu akan
hilang. Kedua, belum ada penelitian arkeologis yang dilakukan mengenai nilai penting
7
dan upaya pelestarian bangunan kolonial Jepang yang memiliki kedudukan dan peranan
yang penting pada masa perang dunia ke-II. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk
memahami dan mengetahui nilai penting dan upaya pelestarian bangunan kolonial
Berdasarkan uraian diatas, maka judul uang diangkat dalam peneliitian ini
adalah penelitian ini adalah “Nilai Penting dan Upaya Pelestarian Bangunan Kolonial
Kepulauan”.
1. Apa saja jenis tinggalan arkeologi pada masa pendudukan jepang di Kelurahan
2. Apa saja nilai penting yang terdapat pada tinggalan bangunan Jepang di Kelurahan
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan jenis tinggalan arkeologi pada masa pendudukan
2. Untuk menjelaskan nilai penting yang terdapat pada tinggalan bangunan Jepang di
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
sumbangsih pemikiran ilmiah bagi ilmu pengetahuan dalam bidang arkeologi dan
sejarah, khususnya tentang nilai penting tinggalan dan upaya pelestarian bangunan
Jepang pada masa Perang Dunia II di Sulawesi Tenggara dan Indonesia pada umumnya.
Sedangkan bagi masyarakat, dapat menumbuhkan kedaran untuk ikut serta menjaga dan
masa Perang Dunia II di Indonesia telah banyak dilakukan. Tinjauan pustaka dipakai
beberapa tinjauan pustaka tersebut, dapat dicari data, konsep, dan teori yang berkaitan
dengan permasalahan dalam penelitian ini. Beberapa penelitian dari segi sejarah dan
arkeologis yang relevan dengan penelitian penulis diantaranya adalah Penelitian relevan
yang dilakukan Penelitian yang dilakukan oleh Sasadara Hayunira (2013) dengan judul
tentang pendudukan Jepang di Kendari, bentuk-bentuk tingalan Jepang yang ada pada
kawasan TNI AU Ranomeeto, Konawe Selatan, fungsi dari setiap tinggalan banguna
dan fungsinya dalam kawasan tersebut, pola sebaran tinggalan bangunan, dan latar
Budaya dan teori Arkeologi Ruang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggalan
bangunan yang ada berupa struktur jembatan dan struktur bangunan berupa dinding,
kolam, ruang bersekat, sumur, penampungan air, dan fasilitas bangunan militer berupa
bungker dan baterai. Selain itu terdapat pula temuan lepas berupa pembuka botol, botol
minuman, botol obat, pecahan keramik, porselin dan peluru. Keletakan tinggalan
cenderung berbentuk linear yaitu mengikuti jaringan jalan dan sungai. Faktor yang
9
10
karena adanya faktor politik, ekonomi dan lingkungan. Persamaan penelitian penilus
belakang keletakan tinggalan bangunan pada masa Perang Dunia II. Perbedaanya
terletak pada teori yang digunakan. Adapun persamaan penelitian ini terletak pada objek
penelitiannya yakni objek sarana militer Jepang, sedangkan perbedaannya terletak pada
Sunarto (2017) dengan judul “Analisis Nilai Penting dan Sumber Daya
Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan”. Dalam skripsi yang ditulis bertujuan untuk
mengetahui sumber daya arkeologi, nilai penting, upaya pelestarian yang ada di
Militer TNI-AU HLO yang memiliki kandungan nilai penting sejarah, ilmu
Upaya Penanganan Bunker Danrem dan Pilboks Ahmad Yani Di Kota Kendari
yang ditimbulkan oleh lingkunagan abiotik dan biotik dan menjelaskan upaya
penanganan kerusakan pada bunker dan pilboks di Kota Kendari. Kesimpulan yang
dihasilkan dari penelitian ini adalah Bangunan peninggalan Jepang di Kota Kendari
11
merupakan objek arkeologi yang memiliki daya tahan dan rentan akan kerusakan dan
tinggalan masa pendudukan Jepang di Wawonii dan latar belakang keletakan tinggalan
masa pendudukan Jepang. Penelitian yang menggunakan teori arkeologi ruang dan
arkeologi medan perang dengan metode yang digunakan yaitu metode teknik
pengumpulan data berupa studi pustaka, kemudian tahap pengolahan data dan analisis
menemukan tinggalan arkeologis berupa bak, struktur tiang penyangga, lantai landasan
mesin, bak penampung, struktur dapur, gua jepang, dua struktur tidak teridentifikasi,
Adapun persamaan dari penelitian yang dilakukan Eriani dengan penulis yaitu
hamper semua memiliki kesamaan. Sedangkan perbedaan penelitian Eriani dengan yang
dilakukan penulis yaitu terletak pada judul penelitian, meskipun lokasi penelitiannya
mengalami kesamaan akan tetapi judul penelitian yang diambil memiliki perbedaan,
kemudian bagian-bagian lainya seperti teori dan analisis yang digunakan memiliki
perbedaan.
Faktor-faktor penyebab kerusakan dan pelapukan tidak akan terlepas dari faktor
lingkungan, baik faktor lingkungan biotik maupun faktor lingkungan abiotik. Faktor
lingkungan biotik meliputi organisme hidup yang ada di permukaan bumi sedangkan
12
faktor lingkungan abiotik meliputi benda mati yang ada di permukaan dan bermanfaat
bagi organisme hidup. Perbedaan yang dilakukan oleh Muhammad Awal Ramadhan dan
penulis adalah lokasi atau tempat penelitian, Muhammad Awal Ramadhan melakukan
diangkat dalam penelitian ini adalah apasaja tinggalan sarana militer Jepang yang
terdapat di situs Lapangan Udara Ambesea dan Apa fungsi tinggalan sarana militer
Jepang yang terdapat di situs Lapangan Udara Ambesea. Penelitian ini menggunakan
teori peperangan dan teori arkeologi medan pertempuran. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa Lapangan Udara Ambesea merupakan salah satu kawasan situs
bekas lapangan udara militer Jepang yang dibangun pada masa Perang Dunia II.
temuan yakni: temuan bangunan pilboks (pillbox), bangunan terowongan bawah tanah,
struktur bak air, struktur revetmen pesawat, fitur runtuhan bangunan, fitur tungku,
Udara ini menjadi salah satu bukti kehadiran Jepang di wilayah tersebut. Keberadaan
seluruh sarana-sarana militer Jepang tersebut, juga merupakan salah satu bentuk
cerminan dari budaya militeristis yang diampuh oleh pasukan Jepang pada masa Perang
13
teknologi, dan pola penempatan seluruh tinggalan sarana militernya yang ditemukan di
kawasan tersebut. Oleh karena itu, apabila ditelaah dengan seksama maka Lapangan
Udara Ambesea beserta seluruh tinggalan sarana militer Jepang yang terdapat di
dalamnya terintegrasi menjadi satu kesatuan kawasan militer yang dirancang dan
karena pada dasarnya pelestarian Cagar Budaya adalah melestarikan nilai penting
sumberdaya budaya. Nilai penting yang kuat dan dominan akan menjadi dasar dalam
dikonservasi, dihancurkan, dimodifikasi atau dibiarkan begitu saja (Pearson & Sullivan,
1995).
estetik, sejarah, ilmu pengetahuan, nilai sosial untuk masa lalu, sekarang atau generasi
mendatang. Aturan tentang nilai penting juga telah diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yakni pada pasal 5.
Dalam pasal tersebut dinyatakan, Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan
14
sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan.
Dalam UU tersebut, secara jelas menyatakan bahwa nilai penting Cagar Budaya
adalah nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau
melestarikan nilai penting sumber daya arkeologi agar tidak berkurang ataupun hilang.
berikut penjelasan kriteria-kriteria nilai penting yang terkandung dalam sumber daya
arkeologi:
1. Nilai Penting Sejarah, apabila sumberdaya budaya tersebut dapat menjadi bukti
yang berbobot dari peristiwa yang terjadi pada masa prasejarah dan sejarah,
menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu (Tanudirjo,
2004).
Merujuk pada UU Tentang Cagar Budaya No. 11. Tahun 2010 pasal 1 dan 2
yang dimaksud benda cagar budaya adalah benda alam atau buatan manusia, baik
memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Dalam
hakikat pelestarian dengan tetap menjaga suatu cagar budaya, dalam proses pelestarian
yang dilestarikan bukan hanya unsur bendawi tetapi juga unsur tak bendawi (Tanudirjo,
2008). Seiring dengan perkembangan waktu, terjadi perubahan cara pandang pelestarian
Cagar Budaya, yaitu: 1. Pelestarian bukan hanya sekedar bendanya saja (object
2.2.2.1 Perlindungan
perlindungan hukum (Non fisik). Upaya penyelamatan dilakukan agar benda cagar
budaya dapat terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam.
tersebut sesuai dengan peraturan perundang undangan, untuk memperoleh hal tersebut
maka harus ada penetapan hokum yang menyatakan sumber daya arkeologi mempunyai
2.2.2.2 Konservasi
Selain itu, objek arkeologi tidak dapat dipindahkan (non moveable) dengan
sangat rapuh (fragile) karena akan mengalami kemerosotan akibat masa. Maka, untuk
Dalam upaya penanganan objek arkeologi yang memiliki sifat terbatas, tidak
dapat diperbaruhi, sangat rapuh dan kemampuan bertahan pada bahan sangat rentang
akan kerusakan, maka dari itu membutuhkan penerapan ilmu bantu yaitu ilmu
keanekaragaman seperti makhluk hidup maupun benda mati dan memeliharanya agar
tidak punah. Istilah konservasi sendiri dikenal dengan pelestarian dan perlindungan
17
sesuai yang dikemukakan oleh Burra Charter dalam piagam ICOMOS 1964, bahwa
konservasi adalah semua proses kegiatan sedemikian rupa terhadap place untuk
melestarikan nilai penting budayanya yang diartikan dengan place yaitu situs, areal,
bangunan atau hasil karya termasuk kandungan isinya serta lingkungannya (Chawari,
2013).
sehingga perlu diadakan studi konservasi. Untuk lebih memahami tentang konservasi
sebagai salah satu kajian studi arkeologi, maka penulis menguraikan sebagai berikut
tentang konservasi :
2. Konservasi adalah semua proses kegiatan demikian rupa terhadap place untuk
cara pengawetan terhadap Benda Cagar Budaya yang telah mengalami pelapukan dan
kerusakan baik secara mekanis, fisis, kimia, maupun biologis. Konservasi ini memiliki
kembali komponen suatu bangunan pada bentuk aslinya tanpa mengabaikan nilai
Konservasi pada dasarnya merupakan kajian ilmu yang bersifat memelihara dan
melestarikan suatu objek agar tetap ada hingga di masa yang akan datang. Upaya yang
mungkin tanpa menghilangkan nilai yang ada pada objek arkeologi tersebut. Oleh
18
karena itu dalam pelaksanaannya harus melalui pedoman-pedoman yang berlaku secara
hukum. Adapun pedoman-pedoman yang sesuai dengan landasan hukum yang dipakai
2.2.2.3 Restorasi
Upaya pelestarian yang ingin mengembalikan kebentuk aslinya, hal ini dapat
baru yang merupakan tambahan sesudahnya. Cara atau teknik dapat dilakukan pada
bangunan Bunker Jepang yang secara fisik bangunan yang perlu dilestarikan dan
terdapat keunikan di dalamnya. Keunikan ini dapat dilihat elemen pada masa Kolonial
Jepang yang memiliki Arsitektur tersendiri, ciri ini dapat menjadikan ciri pembangunan
2.2.2.4 Preservasi
tanaman yang adadalam tapak. Tindakan ini dapat disertai dengan menambahkan
tersebut:
b. Mempunyai arti yang mirip dengan konservasi perbedaannya ialah: 1). Secara teknis:
preservasi mempunyai arti yang mirip dengan pelestarian, yang meliputi pekerjaan
2.2.2.5 Rekonstruksi
ulang untuk memulihkan suatu bangunan atau benda kebentuk semulan. Rekonstruksi
mencakup tiga pon penting yang pertama, memelihara bangunan awal, dengan tetap
menjaga bentuk asli dan karakteristiknya, kedua, memperbaiki hal-hal yang telah runtuh
bangunan-bangunan kolonial Jepang dengan beragam variasi bentuk dan ukuran yang
berfungsi sebagai bangunan pertahanan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk
menjelaskan nilai penting dan upaya pelestarian yang terdapat di kawasan tersebut.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data, yakni data
yang diperoleh dari penelusuran dokumen sejarah, serta sumber-sumber pustaka lainnya
seperti jurnal, skripsi, dan artikel dan data lapangan yang diperoleh dari survey,
data lapangan terkumpul, kemudian di analisa dengan analisis Nilai Penting. Hasil
analisis kemudian dikomparasikan dengan konsep nilai penting dan upaya pelestarian
yang akan digunakan dalam penelitian ini. Hasil komparasi tersebut kemudian menjadi
penelitian.
20
Landasan Konsep
Analisis Data
Interpretasi
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis,
deskriptif analisis adalah penelitian yang memberikan gambaran data arkeologis yang
penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus untuk
kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris
(Tanudirjo, 1989).
yang yang dilakukan oleh Eriani belum disebutkan mengenai nilai penting dan upaya
penelitian, informan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu seorang narasumber yang
21
22
untuk menentukan informan, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, hal
ini ditujukan kepada seseorang yang benar-benar menguasai suatu objek yang diteliti.
dalam mencapai tujuan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Studi pustaka merupakan data sekunder yang digunakan sebagai acuan terdahulu
selesai (pembuatan hasil). Studi pustaka diperoleh dari literatur buku, arsip daerah, arsip
negara dan juga dari suatu data piktorial berupa peta, foto-foto, maupun denah
mendeskripsikan lebih lanjut mengenai nilai penting dan upaya pelestarian tinggalan
3.4.2 Observasi
dan mencermati segala sesuatu pada obyek yang sekiranya dapat menunjang penelitian
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan yang
sesungguhnya. Pada tahap ini dilakukan pengukuran pada setiap tinggalan sarana militer
3.4.3 Dokumentasi
selanjutnya adalah dokumentasi. Pada penelitian ini dilakukan pemotretan pada setiap
23
tinggalan sarana militer kolonial Jepang untuk mendukung tingkat keakuratan data. Hal
ini untuk menjelaskan kondisi sesungguhnya di lapangan dan dapat disajikan dalam
laporan penelitian dalambentuk gambar atau foto. Dokumentasi dalam bentuk foto
mampu menghasilkan data dalam bentuk deskriptif yang cukup berharga dan sering
induktif yaitu untuk menentukan kaidah umum dari sebuah penelitian. Peralatan yang
3.4.4 Wawancara
penelitian. Informan yang menjadi perioritas utama dalam wawancara ini adalah orang-
orang yang pernah menjadi pelaku sejarah atau orang-orang pernah hidup di masa
penjajahan Jepang. Data wawancara merupakan pendapat dari berbagai pihak yang
permasalahan dalam penelitian ini. Metode wawancara dilakukan secara bebas (free
maupun pihak lain yang terlibat langsung dalam proses pelestarian cagar budaya.
pada penelitian ini melakukan pengolahan data dengan menggunakan beberapa analisis
untuk melihat sumber daya arkeologi yang ada di Kelurahan Munse. Penelitian ini
tinggalan jepang yang dilihat dari bentuk-bentuk yaitu bentuk struktur, kondisi
Penelitian ini juga menggunakan analisis nilai penting untuk menjawab permasalahan
mengenai kriteria penentuan nilai penting seperti nilai penting sejarah, nilai penting
ilmu pengetahuan, nilai penting kebudayaan, nilai penting ekonomis dan upaya
pelestarian pada peninggalan jepang yang ada di Kelurahan Munse agar terhindar dari
ancaman kerusakan.
3.6 Interpretasi
data yang telah dikumpulkan. Metode ini adalah tahappemecahan terhadap pertanyaan
penelitian yang diajukan. Tahap penafsiran data diperoleh dari hasil penalaran terhadap
data-data yang diperoleh dari studi literatur dengan kenyataan yang dilihat di lapangan
pengolahan data. Data yang diperoleh dari lapangan dan studi pustaka yang telah diolah
Kendari yaitu pada tahun 1906-1962. Kemudian Wawonii menjadi Kecamatan yakni
Sulawesi Tenggara. Daerah Konawe Kepulauan terdiri dari 74 desa dan 7 wilayah
kecamatan yaitu Kecamatan Wawonii Barat, Wawonii Tengah, Wawonii Timur Laut,
Wawonii Timur, Wawonii Tenggara, Wawonii Selatan dan Wawonii Utara. Luas
867,58 Km², Luas Perairan (laut) ± 646, 40 km² dan garis pantai 178 Km²
strategis karena perairan lautnya dilalui jalur pelayaran nasional kawasan Timur dan
Barat, wilayah darat Pulau Wawonii diapit oleh Laut Banda dan Selat Buton.
25
26
berikut:
Luas wilayah Kecamatan Wawonii Timur 11.983 Ha atau 13,81% dari luas
Wawonii Timur adalah Desa Lebo dengan luas 3.369 Ha atau 28.11% dengan luas
27
Kecamatan Wawonii Timur sedangkan Desa dengan luas terkecil adalah Kelurahan
Munse 1.699 Ha atau 14,18% dengan luas Kecamatan Wawonii Timur. Ibukota
terhadap Kabupaten adalah 39.0 Km dan jarak Ibukota Kecamatan terhadap Provinsi
Luas wilayah Kecamatan Wawonii Timur 11.983 Ha atau 13,81 persen dari luas
Wawonii Timuradalah Desa Lebo dengan luas 3.369 Ha atau 28.11 persen dari luas
Kecamatan Wawonii Timur Sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil adalah
Kelurahan Munse. dengan luas 1.699 Ha atau 14,18 Persen dari luas Kecamatan
Wawonii Timur. Berikut tabel daftar nama desa dan luas wilayah.
Jumlah penduduk pada kecamatan Wawonii Timur terus meningkat pada setiap
tahun. Desa Wakadawu memiliki jumlah penduduk paling yang paling banyak dengan
jumlah 425 jiwa sedangkan Desa Butuea memiliki jumlah penduduk paling sedikit
diantara desa dan kelurahan di Kecamatan Wawonii Timur, jumlah penduduk di Desa
Butuea hanya berjumlah 108 jiwa saja. Berikut tabel jumlah penduduk di setiap desa
4.2.1 Agama
adalah sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata cara peribadatan kepadatuhan dan
hubungan antara manusia. Pada waktu Jepang menduduki Sulawesi Tenggara, korban
yang pertama adalah seorang Pendeta Zending yaitu Pendeta Goueloos. Pada saat itu
semua pendeta Zending adalah orang Belanda, sehingga semua ditangkap oleh Jepang.
Demikian pula Pastor Katholik di Muna. Dengan di tangkapnya pastor dan pendeta
25
29
tersebut, maka kedua agama itu mengalami kemunduran karena ketiadaan pemimpin.
Bahkan pendeta dan pastor tersebut dianggap pengikut Belanda dan cenderung untuk
orang Belanda. Kecurigaan Jepang terhadap orang Kristen semakin bertambah, bahkan
(Hayunira,2013).
menganut agama islam. Jepang memberi kebebasan kepada rakyat untuk memeluk
agama islam. Bahkan Jepang bersikap mengambil hati terhadap pemuka-pemuka Islam.
Sampai Saat ini di Kecamatan Wawonii Timur semua penduduk beragama Islam. Hal
ini dapat dilihat dari tempat ibadah yang dapat dijumpai hanyalah masjid dan tidak ada
satupun tempat ibadah non muslim. Di bawah ini merupakan tabel tempat peribadatan
11 Saburano - - -
Jumlah 4 0 0
(Sumber: BPS Kab. Konkep, Kecamatan Wawonii Timur dalam Angka 2021)
4.2.2 Pendidikan
peningkatan sumber daya manusia di Kecamatan tersebut. Berikut tabel jumlah sarana
terjadinya persitiwa perang dunia II. Pemantik lahirnya perang dunia II dapat di lihat
ketika Jerman melakukan invasi ke Polandia dalam kurun waktu tahun 1939 – 1945.
Tidak hanya terjadi diwilayah Eropa, percikan dari perang dunia II merembes sampai
kedua benua lainnya, yakni benua Asia dan Afrika. Di benua Asia sendiri salah satu
dampak dari pendudukan perang terjadi di Indoensia. Dimana pada benua ini yang
dinobatkan sebagai negara pertama yang memiliki adidaya besar di benua Asia,
wilayah kekuatannya pada wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Menurut Hayunira
(2013), Motif dari pendudukan ini adalah untuk menjadikan daerah jajahan sebagai
pangkalan militer, memperoleh bahan mentah, pelampiasan harga pasar industri yang
tidak laku di wilayah Eropa, dan menjadikan negara jajahan sebagai migrasi penududuk
Kendari dimulai sejak tahun 24 Januari 1942 dengan menyasar dan menguasai
Lapangan Udara Kendari II. Hal ini dilakukan untuk kepentingan penyediaan bahan
32
baku industri di negara Jepang. Di wilayah Indonesia sasaran penting dari pendudukan
mereka berada pada dua wilayah, yakni wilayah Morotai dan wilayah Kendari. Kendari
dianggap sebagai sasaran wilayah strategis karena menurut strategi perang mereka
Belanda, akan tetapi ketika Jepang masuk ke Indonesia di Kendari mampu mengobrak
abrik pertahanan Belanda dan menguasai Indonesia sepenuhnya. Sehingga secara resmi
Kendari di dapuk oleh Jepang, dengan sekejap wilayah Kendari di rombak dan di
perbaiki sebagai pusat wilayah strategis penyimanan logistik alat tempur perang.
kolonial Belanda, maka Jepang mulai melirik pulau-pulau kecil yang berada di sekitar
wilayah Kendari. Hal ini dilakukan sebagai upaya dari pertahanan pendukung yang
Menurut data dari Allied Geographical Section (1945). Di sisi lain, pulau ini dianggap
sebagai jalur pelayaran nasional dan menjadi jalur pelabuhan yang mana selama musim
kemarau. Pertama kali pendudukan Jepang di pulau Wawonii di mulai dari sebuah desa
bernama Munse (Eriani, 2018). Menurut Hayat (2016), Jepang menguasai Wawonii
karena sebagai pusat pemantauan dan basis pertahanan dari gerak gerik sekutu dari jalur
laut maupun udara. Kemudian di daerah Munse, Jepang mulai membangun sarana gua
kolonial Jepang, pembangunan sarana dan prasarana militer Jepang bertujuan untuk
menunjang aktivitas kemiliteran seperti bak air, lubang dudukan mesin, gua Jepang,
roda mesin, menara pengintai, dan struktur bangunan. Secara umum, Letak situs ini
berada di daerah dataran tinggi dan daerah berbatu, banyak dari tinggalan tidak terawat
bahkan sebagian besar sudah rusak dan tertimbun dengan tanah, di area kawasan situs
banyak terdapat pohon tumbang dan bekas penebangan pohon pleh masyarakat
setempat.
Untuk mencapai lokasi situs dibutuhkan waktu 30-40 menit karena medan yang
cukup susah. Kelurahan Munse memiliki kekayaan kekayaan sumber daya arkeologi
masa pendudukan Jepang yang terdapat hampir diseluruh Kelurahan Munse namun
letaknya yang jauh dari perumahan warga serta medan yang berat untuk menuju situs.
Keberadaan sumber daya arkeologi sebagian besar berorientasi pada sisi utara dengan
Kependudukan Jepang di kawasan masih tersisa hingga saat ini adalah bangunan
pertahanan seperti menara pengintai, roda mesin, dan struktur bangunan.Selain itu
banyak temuan arkeologis yang tidak bisa teridentifikasi, karena pelapukan yang terlalu
33
34
lama yang diakibatkan oleh faktor alam sehingga membuat banyak tinggalan susah
melakukan agresi militer serta untuk mempersiapkan diri jika ada perlawanan dari
musuh sehingga bangunan-bangunan pertahanan lebih banyak terbuat dari beton yang
Munse.
wawonii tepatnya di Kelurahan Munse yaitu Terowongan dengan kondisi yang sebagian
dalam terowongan telah tertutup oleh reruntuhan tanah. Terowangan Jepang ini di
35
temukan pada titik koordinat 4° 06’ 04,0” LS dan 123° 13’ 58.8” BT berada pada
ketinggian 154 Mdpl. Dari hasil identifikasi Terowongan ini setelah dilakukan
pengukuran mempuyai ukuran pada bagian mulut terowongan memiliki tinggi 1,35
meter, panjang 6,28 meter, lebar mulut 3 meter, sedangkan pada bagian dalam
terowongan memiliki lebar 2,44 meter, serta tinggi pada bagian dalam terowongan 0,52
meter, kemudian yang menjadi panjang terowongan ini yaitu 15 meter. Tinggalan
Terowongan ini terletak dalam kawasan hutan rimbun tepatnya dibawah lereng bukit
tersebut terletak tidak jauh dari terowongan dan struktur bangunan lainnya, tinggalan
roda ini ditemukan pada koordinat 4° 06’ 04,2” LS dan 123° 13’ 58,1” BT dengan
kondisi yang tidak terawat. Setelah dilakukan identifikasi Roda yang ditemukan dengan
jumlah 2 buah yang masing-masing memiliki ukuran yang sama pada bagian sisi roda
36
Memiliki tebal yang berukuran 10,5 cm dengan diameter roda 1.10 meter, pada
bagian roda terdapat lubang kecil di bagian dalam tengah roda adapun lubang kecil
tersebut yang terdapat pada sisi kiri dan kanan roda memiliki ukuran 5 cm. Roda ini
terbuat dari material besi dan memiliki lubang yang tepat berada ditengah roda. Posisi
roda ini sudah tidak pada posisi awal ditemukan karena roda pernah dipindakan warga.
Sebagian roda sudah tertimbun tanah, selanjutnya dapat dilihat Gambar 5.3.
Struktur bangunan I berada koordinat 4° 05’ 58,3 LS dan 123° 13’ 59,2” BT.
Struktur bangunan ini memiliki ukuran lebar 3,03 meter dan panjang 3,49 meter, pada
struktur bangunan terdapat struktur fondasi yang terhubung dengan struktur, struktur
fondasi ini memiliki ukuran 2,25 meter. Sebagian struktur bangunan sudah teertimbun
tanah dan ditumbuhi rumput serta akar-akar pohon yang menjalar (lihat gambar 5.4) dan
yang terletak di kawasan hutan belantara yang letaknya di atas bukit. Struktur bangunan
ini berada pada titik koodinat 4° 6’ 04,4” LS dan 123° 19’ 58,2” BT dengan ketinggian
196 Mdpl. Struktur Bangunan yang merupakan bekas dudukan/landasan dari menara
pengintai, struktur bangunan ini berbentuk persegi delapan dengan ukuran setiap sisi
2,28 meter, tinggi bangunan dari permukaan memiliki ukuran 47 cm pada bagian barat
terdapat parit yang berukuran 1,79 meter panjang dan 33 meter lebar. Di sekitaran
struktur bangunan ditemukan pelat besi dengan kondisi yang tidak terawat memiliki
karatan pada bagian-bagian permukaan besi, pelat besi ini berbentuk persegi delapan
dengan jarak antara sisi yang satu dengan sisi yang lainya yaitu 86 cm. Adapun kondisi
struktur di bagian permukaan bagian atas banyak dipenuhi dedaunan kering serta lumut
pada bagian struktur lainnya, sedangakan untuk lingkungan sekitar struktur terdapat
.
38
Bak ini terletak pada koordinat 4° 06’ 04,1” LS dan 123° 13’ 58’3” BT dengan
ketinggian 157 Mdpl. Bak ini memiliki ukuran panjang 5,44 meter dan lebar 5,20 meter,
dan tebal 16 cm serta tinggi dari permukaan tanah 1,25 meter. Dalam bak terdapat satu
tembok pemisah. Sisi kanan memiliki ukuran panjang 3,03 meter sedangkan untuk sisi
kanan 3,01 meter. Bak yang difungsikan untuk penampungan air pada masa
kependudukan jepang yang pada saat ditemukan kondisinya sangat tidak terawat
ditambah dengan kondisi bak yang sudah tidak lagi di manfaatkan sehingga pada bagian
39
dinding luar bak di tumbuhi lumut dan bagian dalam bak yang terdapat
genangan air yang berasal dari air hujan dan ranting pohon/pohon tumbang serta
dedaunan kering, pada bagian struktur bangunan terdapat kerusakan berupa retakan
yang disebabkan pohon tumbang dan pergeseran tanah, selanjutnya dapat dilihat gambar
5.7.
Struktur ini terletak pada koordinat 4° 06’ 04,0” LS dan 123°13’ 58,4” BT
dengan ketinggian 155 Mdpl. Struktur ini memiliki ukuran panjang 1,41 meter dan lebar
2,97 meter. Material struktur ini terbuat dari campuran pasir dan batu, struktur ini
40
benbentuk persegi panjang dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian dalam dan bagian
atas, bagian atas diduga sebagai penutup ruang bagian dalam, pada struktur bangunan
ini terdapat dua lubang dengan masing-masing ukuran diameter 52 cm dan antara
lubang memiliki jarak 2.90 meter. Pada struktur juga terdapat 5 lubang yang berukuran
kecil yang terbuat dari besi dan memiliki 6 baut kecil namun 2 baut telah mengalami
kerusakan. Masing-masing lubang ini meiliki ukuran diameter 5 cm. Struktur ini
memiliki dua ruangan yang terletak dibawah tanah, kedua ruangan ini memiliki ukuran
yang sama yaitu panjang 1,27 meter dan lebar 1 meter serta tinggi 1 meter. Kondisi
bangunan ini sebagian besar masih utuh. Pada bagian atas ditumbuhi lumut dan akar-
akar pohon yang menjalar. Sedangkan di dalam ruang sebagian telah tertimbun tanah
dan terdapat banyak dedaunan kering, ranting-ranting pohon serta akar-akar pohon yang
rumah, hal ini dapat dilihat dari pembagian ruang yang tampak jelas pada struktur (lihat
foto 5.10). Struktur bangunan ini memiliki ukuran panjang 7.50 meter, tinggi struktur
41
40 cm, dan tebal 15 cm.Pada ruangan dalam terdapat ukuran panjang 7,35 meter lebar
4.30 meter. Ruangan kedua memiliki ukuran panjang 4.30 meter dan lebar 6,35 meter.
Ruangan tiga memiliki ukuran panjang 2,60 meter dan lebar 1,25 meter. Ruangan empat
Struktur sudah banyak ditumbuhi pohon dan sampah sisa aktivitas manusia di
dalam dan di luar struktur ini. Letak struktur ini tidak jauh dari pemukiman warga dan
jalan raya, pada sudut kanan bangunan terdapat tumpukan batu yang diduga merupakan
Bangunan ini berbentuk persegi dan memiliki satu pintu masuk pada bagian
Utara. Ukuran bangunan sama dengan bangunan 1. Kondisi bangunan sebagian besar
telah rusak. Pada sisi bagian Utara, Selatan dan Timur sebagian besar dinding bangunan
telah roboh. Di dalam bangunan terdiri atas 2 bak dan 1 tungku. Ukuran bak 1 panjang
1,7 meter, lebar 83 cm dan tinggi 67 cm. Ukuran bak dua yaitu panjang 1,4 meter, lebar
1meter dan tinggi 60 cm. Pada bagian Utara dinding kedua bak telah rusak. Kondisi
42
dalam bak ditumbuhi akar pohon yang menjalar dan sebagain telah tertimbun tanah. Di
sebelah bak dua terdapat bangunan yang diduga sebagai tungku, dengan ukuran panjang
85 cm dan lebar 90 cm. Pada banguna ini terdapat 3 lubang kecil yang terletak pada sisi
Selatan, Utara dan Timur. Diameter lubang 20 cm. Pada bagian tengah terdapat benda
yang berbentuk lingkaran yang terbuat dari besi dengan ukuran tinggi benda 50 cm dan
diameter 1,6 meter. Kondisi dasar benda telah rusak. Diduga benda tersebut digunakan
sebagai wadah untuk memasak. Kondisi di sekitar bangunan telah ditumbuhi rumput
dan pepohonan serta akar-akar pohon yang menjalar, lihat gambar 5.11.
Tinggalan arkeologi bangsa Jepang yang ada di Kelurahan Munse yaitu Struktur
tiang penyangga. Struktur ini terletak di bukit sekitaran kebun warga yang berada pada
titik koordinat 04° 06’ 01,7” LS dan 123°13’ 57,2” BT dengan ketinggian 140 Mdpl.
43
Struktur bangunan yang memiliki panjang 16,70 meter dan juga lebar 14 meter serta
tinggi 1,10 meter. Struktur ini mempunyai dinding beton pada setiap sisi yang
berbentuk L, adapun panjang dinding beton yang berada di sebelah utara yaitu 2,25
meter sedangkan dinding beton yang tepatnya berada di sebelah barat memiliki panjang
1,57 meter dengan setiap dinding beton memiliki tebal 15 cm. pada setiap sisi di
hubungkan dengan tiang penyangga berjumlah 73 tiang, setiap panjang struktur terdapat
tiap penyangga yang berjumlah 7 tiang sedangkan bagian lebar struktur terdapat tiang
kerusakan seperti mengalami keratakan. Pada bagian tengah dan sekitar struktur telah
ditumbuhi pohon kelapa, pala, pohon bambu dan rumput-rumput lainya, lihat gambar
5.12.
sejak semenjak penelitian awal yang dilakukan oleh Eriani S.Sos. tahun 2018.
Tinggalan Jepang yang paling dominan ditemukan adalah struktur bangunan dengan 10
temuan di Kelurahan Munse. Selain struktur bangunan tinggalan lain yang ditemukan
Konawe Kepulauan
dalam konteks penelitian dan pengembangan ilmu arkeologi, selain itu juga dapat
tinggalan cagar budaya tentunya melewati tahapan penentuan nilai penting, pembuatan
pada ketentuan Undang-Undang No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Undang-
Undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya merupakan landasan hukum dalam
menentukan nilai penting terhadap sumberdaya arkeologi. Penentuan nilai penting bagi
sumberdaya arkeologi ada beberapa kategori yaitu nilai penting sejarah, kebudayaan,
Dalam penelitian ini penulis tidak mencamtumkan nilai penting agama karena
menurut penulis tinggalan arkeologis yang ada di Kelurahan Munse tidak terkait dengan
penyebaran agama atau agama tertentu yang berkembang pada masa pendudukan jepang
di Kelurahan Munse, untuk menggati nilai penting agama yang tidak dicatumkan dalam
penelitian ini, penulis berinisiatif untuk menambahkan nilai penting ekonomis, hal ini
dilatar belakangi dari lokasi tinggalan yang berada di perbukitan dalam memiliki
pemandangan yang sangat indah apabila kita memandang dari atas bukit, dari itulah
tinggalan ini bisa dimanfaatakan sebagai tempat wisata oleh pemerintah setempat.
45
Dari uraian diatas, maka dalam penelitian ini kriteria nilai penting yang
digunakan adalah nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pendidikan
dan ekonomi hal ini merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 2010 terdapat pasal 5. Nilai
penting sejarah apabila sumberdaya arkeologi tersebut dapat menjadi bukti peristiwa
yang terjadi pada masa Prasejarah dan sejarah, berkaitan erat dengan tokoh-tokoh
tertentu.Dalam hal ini, bukan hanya ilmu arkeologi saja, tetapi juga mencangkup
disiplin ilmu yang terkait di dalamnya seperti sejarah, antropologi, arsitektur, dan lain-
penciptaan budaya, atau menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas
tertentu. Misalnya saja nilai etnik yang memberikan pemahaman latar belakang
kehidupan sosial yang merupakan jati diri suatu bangsa atau komunitas tertentu.Nilai
estetik, mempunyai kandungan unsur-unsur keindahan baik yang terkait dengan seni
rupa, seni hias, seni bangun, seni suara maupun bentuk-bentuk kesenian lain, termasuk
juga keserasian antara bentang alam dan karya budaya. Nilai penting pendidikan,
tentang masa lampau serta berperan dalam membangun jati diri bangsa dan kesadaran
arkeologi tersebut memiliki potensi yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi
Wawonii Timur, Kabupaten Konawe Kepulauan yang memiliki muatan nilai penting
sejarah. Hal ini tidak pernah terlepaas dengan masuknya bangsa kolonial di daratan
Kendari pada masa perang dunia ke II. Penyerangan terhadap Kendari di lakukan
setelah jepang menguasai Manado secara intensif pada tanggal 12 januari 1942,
kemudian pada tanggal 21 januari 1942, gabungan pasukan militer Angkatan Darat dan
Laut bertolak dari pelabuhan Bangka menuju kendari yang dipimpin oleh Laksaman
Kubo Kyuji. Pada tanggal 24 januari 1942 jepang berhasil menaklukan Belanda dan
wilayah kendari menjadi daerah kekuasaan jepang, setelah membenahi kota kendari
kemudian jepang melirik pulau-pulau kecil yang ada di Sulawesi Tenggara dan
perangnya pertama kali di pulau Wawonii pada tahun 1942 dengan mendaratkan kapal
tersebut di salah satu desa yang bernama Munse dikarenakan letaknya yang sangat dekat
dengan Teluk Kendari dan Staring Baii Ditambah lagi Perairan laut kawasan Timur dan
Barat Pulau Wawonii dilalui jalur pelayaran nasional dan merupakan satu-satunya
tempat berlabuh yang direkomendasikan cukup aman selama musim kemarau terutama
kawasan bagian Timur (Allied Geographical Section 1945). Pasukan jepang sampai ke
47
pulau Wawonii menggunakan kapal laut, Jepang sendiri menguasai Wawonii dengan
tujuan menjadikan wawonii sebagai salah satu basis pertahanan dan menjadikanya
sebagai daerah pemantau pergerakan dari tentara sekutu dari udara dan laut (Hayat,
2016). Hal yang menjadi ketertarikan jepang dalam memilih pulau Wawonii sebagai
tempat untuk mendirikan sistim pertahanan karena lokasinya yang strategis sehingga
mendukung untuk dijadikan sebagi salah satu daerah pertahanan dan daerah pendukung
pemantau pergerakan kapal laut di Area Staring Baii Teluk Kendari dan area jalur
pelayaran nasional.
Munse berupa gua pertahanan, menara, rumah, jalan, dll. Dalam melakukan
jepang. bangunan bersejarah akan memiliki nilai penting sejarah apabila bangunan
tersebut merupakan bangunan awal pada tempat tersebut kemudian memiliki keterkaitan
serta dibuktikan dengan adanya tinggalan arkeologis pada masa kependudukan Jepang
seperti terowongan sebagai tempat berlindung dari serangan musuh kemudian beberapa
temuan struktur bangunan yang digunakan bangsa jepang, sehinggahal tersebut dapat
sejarah yang mewakili suatu peristiwa serta sebagai bukti bahwa tentara Jepang pernah
Munse, hal tersebut kemudian diperkuat dengan pendapat para ahli mengenai
48
pentingnya bangunan bersejarah apabila bangunan yang memiliki nilai penting sejarah
merupakan bangunan awal yang berdiri di kawasan tersebut dan mempunyai alur
peristiwa. selain itu Munse memiliki sumber daya arkeologi yang menjadi bukti sejarah
panjang pasukan Jepang dalam menguasai wilayah tersebut dengan membangun sistim
pertahanan untuk berlindung dari serangan musuh, tinggalan bangunan Jepang yang ada
di Kelurahan Munse merupakan sebuah warisan budaya yang dapat dilindungi dan
sumber daya budaya tersebut memiliki potensi untuk di teliti lebih lanjut dalam rangka
tinggalan cagar budaya harus memiliki Nilai penting ilmu pengetahuan. salah satunya
tinggalan cagar budaya yang ada di Kelurahan Munse yang mempunyai Nilai ilmu
pengetahuan, berangkat dari hal tersebut tinggalan arkeologis yang ada di wilayah
Kelurahan Munse dapat dijadikan sebagai media pembelajaran serta objek penelitian
yang bisa dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan pada suatu penelitian,
terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun 2018, hal
ini dapat membuktikan bahwa tinggalan cagar budaya yang ada di Kelurahan Munse
mengandung nilai ilmu pengetahuan kemudian dapat dilihat dari segi ilmu lain seperti
pembelajaran dalam dunia pendidikan, pada kaum pelajar yang bisa menjadi tambahan
bukti fisik yang dapat menjadi sarana pendidikan, sehingga pelajar dapat memberikan
Kepulauan Wawonii dan pentingnya menjaga tinggalan budaya sebagai identitas dan
jati diri bangsa. Pada tinggalan arkeologis seperti terowongan dan struktur bangunan
lainya
jepang. Berdasarkan sumber data pada tinggalan arkeologi tersebut, bahwa dapat
menjadikan tinggalan arkeologis yang ada di Kelurahan Munse dapat dijadikan sebagai
salah satu objek kajian dalam bidang ilmu arkeologi, hal ini dibuktikan dengan adanya
penelitian Skripsi sebagai salah satu syarat tugas akhir oleh Mahasiswa pada Jurusan
Arkeologidi Universitas Halu Oleo (UHO) pada tahun 2018 yang memanfaatkan
bangunan, fondasi, bak air dapat diteliti lebih lanjut mengenai sturktur sebuah
bangunan. Ilmu Teknik sipil yang merupakan salah satu cabang ilmu Teknik yang
Teknik Sipil terdapat beberapa cabang ilmu seperti Teknik Struktur yang mempelajari
50
mempelajari struktur dan sifat tanah sebagai penopang bangunan (fondasi) ataupun
material bangunan.Apabila dipandang dari segi ilmu tersebut bahwa kawasan tinggalan
manusia masa lalu mengenai ilmu Teknik Sipil dengan melihat keberagaman struktur
struktur bangunan yang berkaitan dengan pemilihan bahan baku untuk pembangunan
sistim pertahanan.
Pada ranah keilmuan sejarah, tinggalan arkeologis yang ada di kecamatan munse
seperti terowongan, roda gila, menara pengintai dapat menjadi bukti fisik sehingga
mampu memberikan penjelasan mengenai kegiatan yang dilakukan oleh bangsa jepang
Sedangkan dalam segi ilmu perang (Battle) keberadaan tinggalan arkeologis tersebut
yang merupakan bangunan pertahanan pasukan tentara jepang pada masa kependudukan
Kandungan Nilai penting kebudayaan pada sumber daya budaya tersebut mampu
menjadi jati diri (Cultural Identity) bangsa atau komunitas tertentu, terdapat tiga aspek
yang menjadi tolak ukur pada Nilai penting kebudayaan yaitu Etnik, Estetika, Publik.
Sumber daya budaya yang ada di Kelurahan Munse mempunyai nilai penting
kebudayaan yang mengandung Estetika sebagai unsur keindahan baik yang terkait
dengan seni rupa, seni hias, seni bangun, seni suara maupun bentuk-bentuk kesenian
lain, termasuk juga keserasian antara bentang alam dan karya budaya. Nilai Estetika
pada tinggalan Jepang yang ada di Kelurahan Munse dapat dilihat dari seni bangunan
yang digunakan sebagai sistim pertahanan, adanya keindahan yang tercipta pada
bangunan terlihat dari struktur bangunan yang tidak memiliki aspek seni yang cukup
pertahanan.
sebuah karya Teknologi yang tercipta di masa kependudukan Jepang (Perang Dunia II).
Hal tersebut dapat dilihat dari tinggalan arkeologis berupa temuan Roda gila dan
dynamo sehingga temuan tersebut dapat mencerminkan Teknologi yang tercipta pada
upaya pelestarian seperti yang terjadi pada masa sekarang, dalam kajian CRM
52
merupakan suatu kajian yang mampu memberikan pehaman terhadap semua pihak yang
memiliki kepentingan dalam pengelolaan sumber daya budaya, namun dalam bidang
arkeologi sumber daya budaya tidak hanya sebatas pelestarian dan penelitian akan tetapi
Benda cagar budaya yang ada di Kelurahan Munse tidak hanya memiliki Nilai
penting Ilmu pengetahuan, namun tinggalan cagar budaya ini mampu memberikan
manfaat bagi khalayak masyarakat yang akan berdampak pada proses perputaran
ekonomi yang ada di sekitaran kawasan cagar budaya, meskipun tinggalan cagar budaya
yang ada di Kelurahan Munse belum ada sentuhan langsung dari pemerintah yang ada
di Konawe Kepulauan, akan tetapi bila di pandang dari nilai penting ekonomis tinggalan
arkeologis ini mampu memberikan nilai jual apabila mampu dimanfaatkan menjadi
tempat wisata budaya agar mampu mendongkrak jumlah pendapatan daerah dari aspek
perputaran ekonomi yang ada di masyarakat terutama yang berada langsung di sekitaran
Dalam proses pemanfaatan dan pengembangan sumber daya budaya tentu hal
ini dapat dilakukan dengan melibatkan masyarak secara langsung dalam perlindungan,
dengan budaya material dan lingkungan binaan yang masih berlangsung atau berfungsi
budaya bendawi dan lingkungan binaan yang telah mati (Yuwono, 1982). Pada
tinggalan arkeologis yang ada di Kelurahan Munse yaitu bangunan peninggalan Jepang
belum dilakukan kegiatan pelestarian baik itu yang dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat.
Dalam upaya pelestarian tinggalan Jepang yang ada di Kelurahan Munse perlu
baik dari pengaruh alam maupun manusia itu sendiri. sumberdaya budaya yang ada di
penting yang terkandung di dalamnya sebagai salah satu prosedur dalam upaya
pelestarian.
pelestarian yang akan dilakukan di Kelurahan Munse sebagai refleksi terhadap semua
pihak yang terkait dengan Warisan Budaya, adapun langkah kongkrit yang perlu
dilakukan dalam upaya tersebut maka tinggalan Jepang yang ada di Kelurahan Munse
sesuai dengan pengertian pelestarian berdasarkan UU No. 11 tahun 2010 yaitu dengan
melakukan kegiatan perlindungan baik itu perlindungan fisik dan perlindungan hukum
terhadap benda cagar budaya sesuai dengan Hakikat pelestarian sebagai upaya agar
54
suatu cagar budaya tetap kembali pada konteks budaya yang masih hidup, perlindungan
fisik dilakukan dengan kegiatan konservasi dan perlindungan hukum dilakukan dengan
cara penetapan secara hukum. Adapun tahapan pelestarian yang dilakukan pada
tinggalan sumberdaya arkeologi yang ada di Kelurahan Munse adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum pada sumber daya arkeologi yang akan diterapakan pada
Tinggalan Bangunan Jepang yang ada di Kelurahaan Munse harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tujuan agar sumber daya arkeologi
tersebut dapat terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan atau perbuatan
manusia.
cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa, dalam hal ini untuk melestarikan
berperan penting dalam segala tindakan atau upaya pelesterian pada tinggalan cagar
budaya yang ada di Kelurahan Munse, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.
Konawe Kepulauan mempunyai tugas dan peran sebagai salah satu Stakeholder yang
hasil wawancara mengenai upaya yang akan dilakukan Dinas dalam pelestarian cagar
budaya, Kadis menjelaskan bahwa sejauh ini langkah yang dilakukan dalam upaya
pelestariaan tinggalan budaya yang ada di Konawe Kepulauan, bahwa dengan adanya
beberapa tinggalan budaya yang belum dinyatakan sebagai Situs Cagar Budaya
55
termasuk tinggalan Kolonial Jepang yang ada di Kelurahan Munse, saat ditemui kepala
“Pemerintah Kab. Konawe Kepulauan telah memberikan arahan kepada kami untuk
melakukan pendataan terhadap tinggalan budaya yang ada di beberapa kecamatan di
Kab. Konawe Kepulauan termaksud yang ada di Kelurahan Munse, kami sudah
melakukan pendataan pada tahun 2015, yang kemudian bagaimana tinggalan Kolonial
Jepang ini bisa di masukan sebagai situs cagar budaya nasional, ini merupakan salah
satu langkah awal yang kami lakukan dalam upaya menjaga situs budaya tersebut agar
tidak rusak”.(Hasil Wawancara Kadis Pendidikan Dan Kebudayaan, Tahun 2020).
Dari hasil wawancara bersama kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.
Stakeholder ini telah melakukan pendataan agar sumber daya budaya tersebut dapat di
upayakan sebagai situs cagar budaya sebagai langkah pelestarian melalui perlindungan
hukum. Data Hasil wawancara tersebut dapat memberikan gambaran mengenai peran
Stakeholder dalam upaya pelestarian tinggalan cagar budaya, pada dasarnya Stakeholder
tinggalan cagar budaya yang kemudian pemerintah akan melakukan langkah selanjutnya
agar pemerintah dan masyarakat dapat merasakan manfaat adanya tinggalan cagar
budaya yang ada di Kelurahan Munse. Dengan adanya keterkaitan antara Stackholder
terkait dengan memperhatikan asas manfaat yang akan ditimbulkan pada situs tinggalan
Jepang di Kelurahan Munse bagi masyarakat setempat, apabila hal tersebut sudah
terpenuhi maka selanjutnya kerjasama dengan berbagai Stackholder dapat terjalin baik.
dengan mengacu pada Undang Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 mengenai
56
benda cagar dalam upaya pelestarian menjelaskan pada bagian ke-satu BAB III pasal 35
bahwa:
1. Pelestarian cagar budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat
4. pelestarian cagar budaya harus didukung oleh kegiatan yang dapat menyebabkan
kegiatan pelestarian benda cagar budaya yang harus memperhatikan aspek-aspek yang
dapat mengkoordinir semua pihak. Dengan adanya aturan yang telah dicantumkan
2. Perlindungan Fisik
Roda yang menjadi bukti peninggalan jepang yang ada di Kelurahaan Munse, tinggalan
Cagar Budaya yang terletak di kawasan perkebunan warga dalam kondisi yang tidak
terawat (kotor) banyak ditumbuhi semak belukar serta lumut yang ada di struktur
57
bangunan,struktur bangunan yang sudah tidak utuh ada beberapa bongkahan struktur
yang terlepas, Roda besi yang sudah berkarat dan berserakan. Hal ini tentu dapat
terus melakukan inventarisasi akan potensi kekayaan cagar budaya yang ada di wilayah
kerjanya, pada program kerja tahunan 2021 tahun ini, salah satunya dilakukan di pulau
2020, hal ini bertujuan untuk memperoleh data terkait potensi, kondisi dan upaya
pelestarian yang akan dilakukan pada setiap tinggalan arkeologi yang ditemukan.
Sehubungan dengan itu dalam upaya pelestarian tinggalan Kolonial Jepang yang
ada Kelurahan Munse, pemerintah melalui BPCB mulai melakukan pendataan sehingga
melalui data tersebut dapat ditentukan langkah selanjutnya dalam upaya pelestarian,
Munse dan dapat diperoleh manfaatnya oleh masyarakat utamanya yang ada di
Kelurahan Munse.
Sama halnya dengan BPCB, pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidkan
telah melakukan upaya inventarisasi tinggala budaya bendawi sebagai bentuk dari
perlindungan tersebut akan diterapkan pada tinggalan arkeologis yang ada di Kelurahan
Munse. Adapun kegiatan perlindungan fisik yang dilakukan pada Tinggalan Cagar
a. Konservasi
dalam kondisi eksisting dan memperlambat pelapukan, hal ini dilakukan dengan tetap
menjaga bentuk asli tinggalan cagar budaya. Dari hasil observasi ditemukan struktur
bangunan yang mengalami keterancaman diakibatkan oleh faktor alam maupun manusia
tanaman perkebunan warga ditambah dengan rumput liar yang merambat diatas
permukaan struktur. Pada tinggalan arkeologi di Kelurahan Munse sama sekali belum
dilakukan tindakan konservasi baik itu yang dilakukan oleh pemerintah terkait maupun
masyarakat sekitar bahkan yang menjadi penyebab besarnya kerusakan pada tinggalan
rekomendasi yang sekiranya dapat diterapkan pada tinggalan cagar budaya yang ada di
59
pada tinggalan cagar budaya, pembersihan area situs, dan pemagaran terhadap tinggalan
b. Restorasi
semula tanpa menggunakan bahan baru, hal ini dilakukan untuk memperoleh bentuk
yang sebenarnya. Pada situs bangunan peninggalan Jepang yang ada di Kelurahan
Munse belum dilakukan tindakan Restorasi sebagai langkah untuk melakukan tindakan
seperti mengembalikan beberapa bagian tinggalan cagar budaya yang hancur atau rubuh
agar bisa diketahui kondisi awal bangunan tersebut karena adanya beberapa bagian
tinggalan yang terlepas, kegiatan konsevasi ini dapat dilakukan dengan mencari bukti
c. Rekonstruksi
kembali suatu tempat sedekat mungkin dengan wujud yang semula, tahap ini biasanya
dilakukan untuk mengadakan kembali tempat-tempat yang telah rusak, upaya ini
dilakukan dengan mengetahui bukti fisik dengan didukung sumber tertulis. hal ini
arkeologi yang hilang atau rusak tanpa menghilangkan bentuk aslinya dikarenakan
Rekonstrukasi belum dilakukan pada situs peninggalan Jepang yang ada di Kelurahan
Munse. Maka dari itu sebagai upaya dalam melaksanakan pelestarian penulis
tinggalan kolonial Jepang yang ada di kelurahan munse yaitu Dinas Pariwisata.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama kepala dinas pariwisata Kab.
Konawe kepulauan menjelaskan bahwa untuk saat ini pariwisata dari sektor wisata
budaya belum sepenuhnya menjadi prioritas, akan tetapi Dinas Pariwisata akan
menyampaikan:
“Kami dari pihak Dinas Pariwisata Kab.Konawe kepulauan belum melakukan langkah-
langkah dalam meningkatkan wisata budaya, yang masih menjadi prioritas kami masih
untuk wisata alam, tetapi hal itu tidak akan kami lepas begitu saja mengenai wisata
budaya karena untuk saat ini masih dalam tahap pendataan dan kemudian kami akan
langsung koordinasikan dengan pusat untuk tahap selanjutnya”. (Hasil wawancara
kepala Dinas Pariwisata Kab. Konawe Kepulauan, Tahun 2020).
dalam bentuk apapun hal disebabkan pihak Dinas Pariwisata belum menjadikan wisata
Kepulauan. Dinas Pariwisata yang bertugas sebagai penyedia sarana prasarana, di dalam
menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat, baik dari
segi ekonomi, sosial dan kultural. Hal yang paling signifikan yang menjadi kendala
61
pada tinggalan cagar budaya yang ada di Kelurahan Munse mengenai kurangnya
fasilitas pendukung yang di area tersebut, kondisi jalan menuju tinggalan cagar budaya
masih rusak, belum adanya perawatan tehadap tinggalan Jepang tersebut. Maka dari itu
berperan dalam segala upaya pelestarian tinggalan bangunan jepang yang ada di
Sejatinya, sebuah warisan budaya merupakan aset budaya yang bersifat tak
dapat diperbaharui dan langka keberadaannya. Maka untuk menjaga eksistensi dari
bernilai penting yang mesti dijaga dan dirawat dengan bijak. Mengingat tinggalan
peristiwa sejarah masa kependudukan Jepang di pulau Wawonii. Hal ini merupakan
sempurna seperti bangunan semula. Kebanggaan ini dapat dilihat dari keberadaan
warisan kolonial tersebut, yang tidak dihancurkan secara total oleh masyarakat sekitar.
Mengingat Pulau Wawonii merupakan daerah yang sarat akan kandungan nikel yang
62
nikel untuk dikelola demi kepentingan industri. Sehingga dengan keberadaan beberapa
bangunan, walaupun memang tidak utuh lagi tetapi masih ada itikad baik dari
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Munse Kab. Konawe Kepulauan”, maka kesimpulan dari penelitian ini antara lain:
2. Nilai penting yang terdapat di Kelurahan Munse memenuhi unsur atau kriteria
yang terkandung yaitu nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan,
kembali suatu tempat sedekat mungkin dengan wujud yang semula, kemudian
63
64
6.2 Saran
Harapan penulis, supaya ada tindakan cepat serta keseriusan dalam pelestarian
tinggalan Jepang yang ada di Kelurahan Munse sebagai langkah awal untuk
budaya dan pergerakan karena pihak akademisi lebih berkompeten dan jauh
Munse. Selain itu akademisi mempu melahirkan pemikiran dan ide gagasan baru
4) jepang. Masyarakat juga sebagai pihak yang berperan besar dalam upaya
5) Dalam upaya pelestarian yang akan dilakukan pada situs bangunan peninggalan
Jepang yaitu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah seperti dengan
situs. Dengan adanya hal tersebut maka berbagai fasilitas penunjang lainya dapat
BPS Konawe Kepulauan. 2019. Kecamatan Wawonii Timur dalam Angka 2019.
Kendari: BPS Konawe Kepulauan
semua upaya yang akan dilakukan dalam pelestarian kawasan situs peninggalan jepang
yang ada di Kelurahan Munse kecamatan Wawonii timur kabupaten konawe kepulauan.
Adapun beberapa pertanyaan mengikat yang diberikan antara lain sebagai berikut:
Munse?
2. Apa upaya yang dilakukan Pemerintah dalam pelestarian tinggalan Jepang yang ada
di Keluarahan Munse?
3. Kendala apa yang menghambat dalam upaya pelestarian tinggalan Jepang tersebut?
pelestarian?
Kelurahan Munse?
PEDOMAN WAWANCARA
Data Informan :
Usia : -
Kepulauan
Alamat : Langara
Usia : -
Alamat : Langara
Usia : 53 tahun
Usia : -
Pekerjaan : Dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo
Alamat : Kendari
63
63
63