Anda di halaman 1dari 142

KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PADA

BANGUNAN KANTOR POS BESAR MEDAN DAN LAWANG SEWU


SEMARANG

SKRIPSI

OLEH

PRATIWI NINGTYAS
150406035

DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PADA
BANGUNAN KANTOR POS BESAR MEDAN DAN LAWANG SEWU
SEMARANG

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Dalam Departemen Arsitektur

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

PRATIWI NINGTYAS

150406035

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PADA

BANGUNAN KANTOR POS BESAR MEDAN DAN LAWANG SEWU

SEMARANG

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 24 Juli 2019

Penulis,

(Pratiwi Ningtyas)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i

ABSTRAK

Arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada wilayah Nusantara Indonesia


memiliki ciri karakteristik yang brasal dari arsitektur Eropa. Kantor Pos Besar
Medan dan Lawang Sewu Semarang merupakan bangunan bersejarah yang
memiliki nilai sejarah dan gaya arsitektur kolonial Belanda yang dinilai memiliki
beberapa persamaan dan perbedaan dalam bentukan, fungsi dan perletakan.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang karakteristik arsitektur kolonial Belanda
yang ada di Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik arsitektur kolonial Belanda kedua
bangunan tersebut dengan melihat aspek fisik. Penelitian dilakukan dengan tahap
pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat kemudian mendeskripsikan
hasil penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil dari
penelitian mengdeskripsikan tentang karakteristik arsitektur kolonial Belanda
pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.

Keywords : Arsitektur, Arsitektur Kolonial Belanda, Karakteristik Arsitektur

Kolonial Belanda, Kantor Pos Besar Medan, Lawang Sewu

Semarang.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ii

ABSTRACT

Dutch colonial architecture found in the Indonesian Archipelago region has the
brasal characteristics of European architecture. Medan Great Post Office and
Lawang Sewu Semarang are historic buildings that have historical value and
Dutch colonial architectural style which are considered to have some similarities
and differences in form, function and placement. This study describes the
characteristics of Dutch colonial architecture in the Medan Post Office and
Lawang Sewu Semarang. This study aims to determine the characteristics of the
Dutch colonial architecture of the two buildings by looking at the physical
aspects. The study was conducted with the stage of data collection by observing
and taking notes and then describing the results of the study using a qualitative
descriptive approach. The results of the study describe the characteristics of the
Dutch colonial architecture in the Kantor Pos Besar Medan building and Lawang
Sewu Semarang.

Keywords : Architecture, Dutch Colonial Architecture, Characteristics of Dutch

Colonial Architecture, Medan Great Post Office, Lawang Sewu

Semarang.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini

dengan judul “Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Kantor

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang”. Penelitian ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk menempuh Sarjana Teknik Program Studi Arsitektur di

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna karena menyadari segala

keterbatasan yang ada. Penulis berusaha untuk menghasilkan penelitian ini dengan

sebaik-baiknya agar berguna bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penulis sangat

membutuhkan dukungan dan bantuan pikiran dengan bentuk kritik dan saran yang

membangun.

Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak

yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis sehingga pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis.

2. Kedua orang tua, ayahanda Alm.Purwadi S.T.,M.T dan Ibunda Supinah dan

kepada saudara kandung saya Bandung Willy Wicaksana S.T.,M.T, Yerry

Wengku Palaga S.T.,M.T dan Desi Supi Purwani A.Md serta kakak ipar

saya Nur Lupita A.Md dan Yullya Hani S.T yang selalu memberikan doa,

dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
iv

3. Bapak Ir.Novrial M.Eng selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan bimbingan saran,

petunjuk, pengetahuan dan pengarahan selama penyusunan penelitian ini.

4. Ibu Isnen Fitri S.T., M.Eng, dan Bapak Dr. Imam Faisal Pane S.T., IPM,

selaku Dosen Penguji Studi Perencanaan Lingkungan Binaan II yang telah

memberikan saran dan masukan untuk penelitian ini.

5. Bapak dan Ibu Staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik

Arsitektur Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

6. Teman seperjuangan penulis selama proses penyusunan skripsi, Natasha

Shafira Jiemy dan Fahmi Ilmi Roihan.

7. Saudara saya yang di Bogor dan Yogyakarta yaitu Tiara Elok dan Tika serta

untuk semua Pakde saya yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih

sayang kepada penulis.

8. Buat Muhammad Yazdi Siregar dan keluarga yang telah senantiasa

memberikan dukungan, semangat dan motivasi sehingga penulis mampu

berjuang kembali untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat Yalmon Supriono yang senantiasa meluangkan waktu, memberikan

dukungan, semangat, motivasi, dan tenaga kepada penulis.

10. Sahabat-sahabat saya, Masita Hanjayani, Rafika Hilmi, Uswatun Panjaitan,

Andita Retnoningrum, Diandra Fakhira, Abduh, Nurul Izza, Azura Tia, Deni

Saadah, Putri Ayu, dan Franssisco yang telah memberikan waktu, tenaga

dan dukungan kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
v

11. Seluruh sahabat dan kerabat yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu atas

dukungannya yang sangat baik.

Dengan selesainya laporan penelitian ini, penulis menerima saran dan

kritik yang membangun agar Tugas Akhir ini dapat lebih baik lagi. Penulis

berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik pada penulis pada

khususnya maupun bagi semua pihak pada umumnya.

Medan, 24 Juli 2019

Pratiwi Ningtyas

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.5. Batasan Penelitian ...................................................................................... 6
1.6. Kerangka Berfikir ...................................................................................... 7
1.7. Sistematika Penulisan ................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 10
2.1. Arsitektur ................................................................................................... 10
2.2. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia ............................................. 12
2.3. Arsitektur Kolonial Belanda ...................................................................... 13
2.4. Sejarah Kolonial Belanda Di Indonesia ..................................................... 15
2.5. Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia......................... 16
2.6. Periodesasi Arsitektur Kolonial Belanda ................................................... 17
2.6.1. Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19) ................................. 17
2.6.2. Arsitektur Transisi (1890-1915) ......................................................... 19
2.6.3. Arsitektur Kolonial Modern (1915- 1940) ......................................... 20
2.7. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda ................................................ 22
2.8. Sejarah Bangunan Kantor Pos Besar Medan ............................................. 33
2.9. Sejarah Bangunan Lawang Sewu Semarang ............................................. 35

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 39


3.1. Jenis Penelitian ......................................................................................... 39
3.2. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 40
3.2.1. Studi Literatur ..................................................................................... 40
3.2.2. Observasi ............................................................................................ 41
3.2.3. Wawancara ......................................................................................... 42
3.2.4. Foto Dan Survey Visual ..................................................................... 44
3.3. Sumber Data .............................................................................................. 45
3.3.1. Sumber Data Primer ........................................................................... 45
3.3.2. Sumber Data Sekunder ....................................................................... 46
3.4. Metoda Analisa Data ................................................................................. 47
BAB IV DESKRIPSI OBJEK DAN KAWASAN PENELITIAN ............... 49
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................................ 49
4.2. Deskripsi Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan Dan Lawang
Sewu Semarang ......................................................................................... 51
4.3. Deskripsi Transportasi Menuju Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu
Semarang ................................................................................................... 52
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ...................................................... 54
5.1. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada
Kantor Pos Besar Medan ........................................................................... 54
5.2. Karakteristik Kolonial Belanda Kantor Pos Besar Medan Berdasarkan
Bentuk, Fungsi dan Perletakan .................................................................. 58
5.3. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada
Lawang Sewu Semarang............................................................................ 76
5.4. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu Semarang
Berdasarkan Bentukan, Fungsi, dan Perletakan ........................................ 82
5.5. Karakteristik Arsitektur Periode Indische Empire style (Abad 18-19) Pada
Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ............................ 102
5.6. Karakteristik Arsitektur Periode Transisi (1890-1915) Pada Kantor Pos
Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang............................................... 103
5.7. Karakteristik Arsitektur Periode Kolonial Modern (1915-1940) Pada Kantor

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
viii

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ........................................ 105


5.8. Analisis Perbedaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos Besar
Medan dan Lawang Sewu Semarang ......................................................... 106
5.9. Analisis Persamaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos
Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang............................................... 113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 117
6.1. Kesimpulan.............................................................................................. 117
6.2. Saran ....................................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 121

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ix

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN

5.1. Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Kantor Pos Besar Medan

dan Ketiga Periode di Indonesia .................................................................. 54

5.2. Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Lawang Sewu Semarang

dan Ketiga Periode di Indonesia ................................................................ 76

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
x

DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN

1.1. Flowchart Kerangka Berfikir ....................................................................... 7

2.1. Berbagai Bentuk Gable ................................................................................ 23


2.2. Berbagai Bentuk Gevel ................................................................................ 23
2.3. Menara Atau Tower ..................................................................................... 24
2.4. Nok Acroteire atau Hiasan Puncak Atap ..................................................... 24
2.5. Berbagai Bentuk Dormer ............................................................................. 25
2.6. Berbagai Bentuk Windwijer ......................................................................... 25
2.7. Balustrade ................................................................................................... 26
2.8. Tympanum ................................................................................................ 27
2.9. Berbagai Bentuk Geveltoppen ..................................................................... 28
2.10. Ragam Hias Material Logam ..................................................................... 28
2.11. Ragam Hias Tubuh Bangunan ................................................................... 29
2.12. Cerobong Asap Semu................................................................................. 29
2.13. Berbagai RagamKolom .............................................................................. 30
2.14. Tipologi Fasad Kolonial Belanda .............................................................. 31
2.15. Entrance Dengan 2 Pintu............................................................................ 32
2.16. Cripedome ................................................................................................ 32
2.17. Tipologi Jendela ......................................................................................... 33
2.18. Arsitek Ir. Simon Snuyf ............................................................................. 34
2.19. Kantor Pos Besar Medan ............................................................................ 35
2.20. Arsitek Prof. Jacob F. Klinkhamer ............................................................. 37
2.21. Lawang Sewu Semarang ............................................................................ 38

4.1. Lokasi Bangunan Kantor Pos Besar Medan................................................. 50


4.2. Lokasi Bangunan Lawang Sewu Semarang ................................................. 50
4.3. Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan ......................................... 51
4.4. Bangunan Disekitaran Lawang Sewu Semarang ......................................... 52
4.5. Transportasi Menuju Objek Penelitian......................................................... 53

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
xi

5.1. Bentukan Gable Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan ......................... 59
5.2. Bentukan Gevel Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan ......................... 60
5.3. Gevel Di Tiap Sisi Bangunan ....................................................................... 61
5.4. Tower dan Dormer Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan .................... 63
5.5. Tampak Atas Kantor Pos Besar Medan ....................................................... 63
5.6. Balustrade Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan.................................. 65
5.7. Tympanum Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan ................................ 66
5.8. Geveltoppen puncak pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan .................. 67
5.9. Ragam Hias Luar Pada Bangunan Kantor Besar Medan ............................. 68
5.10. Ragam Hias Dalam Pada Bangunan Kantor Besar Medan ........................ 70
5.11. Lantai Marmer Pada Kantor Besar Medan ................................................ 70
5.12. Tampak Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan.................................... 71
5.13. Denah Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan ...................................... 72
5.14. Kolom Dalam Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan .......................... 73
5.15. Kolom luar Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan .............................. 73
5.16. Entrance Duan Daun Pintu Pada Kantor Pos Besar Medan ....................... 74
5.17. Jendela Kayu Pada Kantor Besar Medan ................................................... 75
5.18. Bentukan Gable Gedung A dan B Pada Lawang Sewu Semarang ............ 82
5.19. Bentuk Gevel Pada Lawang Sewu Semarang ............................................ 83
5.20. Tower Pada Lawang Sewu Semarang ........................................................ 84
5.21. Atap Dormer Pada Lawang Sewu Semarang ............................................. 85
5.22. Balustrade Bangunan A dan C Pada Lawang Sewu Semarang.................. 86
5.23. Tympanum Lawang Sewu Semarang......................................................... 87
5.24. Geveltoppen Dipuncak Tower Lawang Sewu Semarang........................... 88
5.25. Seniman Bernama Johannes Lourens Schouten ......................................... 89
5.26. Kaca Patri Lawang Sewu Semarang .......................................................... 90
5.27. Lantai marmer Lawang Sewu Semarang ................................................... 92
5.28. Keterangan Gedung A-D Lawang Sewu Semarang ................................... 94
5.29. Denah Gedung A Lawang Sewu Semarang ............................................... 95
5.30. Fasad Simetris Lawang Sewu Semarang ................................................... 96
5.31. Kolom-kolom Lawang Sewu Semarang .................................................... 97

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
xii

5.32. Dua Daun Pintu Lawang Sewu Semarang ................................................ 99


5.33. Cipredoma Lawang Sewu Semarang ......................................................... 100
5.34. Jendela Besar Berbingkai Kayu Lawang Sewu Semarang ........................ 101

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk arsitektur yang

berkembang selama masa pendudukan Belanda di Indoensia (Nusantara, 2010)

dengan memiliki unsur Eropa yang masuk ke dalam komposisi penduduk

sehingga menambah keanekaragaman arsitektur yang ada di Indonesia.

Perkembangan asritektur kolonial di Indonesia diawali dengan datangnya

penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat)

dalam berbagai segi kehidupan. Hal tersebut antara lain dapat dilihat dalam

bentuk kota dan bangunannya. Umumnya, jenis bangunan arsitektur kolonial

Belanda yang tersebar di Indonesia adalah bangunan Pusat Pemerintahan,

Perkantoran (Kantor Pos, Bank, Pengadilan) Stasiun, Rumah Sakit, Gereja dan

sebagainya.

Bangunan kolonial Belanda yang terdapat di wilayah Nusantara

(Indonesia) sebagian besar memiliki karakteristik yang khas dari arsitektur

kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Arsitektur kolonial Belanda di

Indonesia yang dirancang sesuai dengan iklim setempat bergaya art-deco dengan

perletakan disudut kota dapat ditemukan di wilayah Nusantara (Indonesia) salah

satunya Kota Medan dan Kota Semarang. Bangunan yang terdapat di Nusantara

(Indonesia) memiliki bentuk fisik dan kesamaan ciri yang ada pada karakteristik

arsitektur kolonial Belanda, terutama pada jenis bangunan kantor. Beberapa

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
2

bangunan kantor kolonial Belanda tersebut diantaranya adalah (1) Kantor Pos

Besar di Medan (2) Lawang Sewu di Semarang (3) Kantor Stasiun Percobaan

(AVROS) di Medan.

Munculnya bangunan kolonial Belanda di sejumlah kota wilayah

Nusantara (Indonesia) memberikan dampak dan perubahan dalam aspek

kehidupan terutama pada bagian bangunan dan tatanan kota Nusantara

(Indonesia). Kota bersejarah dengan bangunan bergaya kolonial secara umum

memiliki persamaan, yakni fakta bahwa bangunan bersejarah bergaya kolonial

terbagi menjadi dua bagian. Bagian yang berasal dari penduduk lokal dan bagian

yang merupakan hasil dari cipta karya pendatang orang asing, karena proses dari

imposisi kota yang mereka hasilkan. Oposisi antara belahan campuran dan asing

berakar pada sifat komunitas kolonial yang menekan dan karena hal ini, kota

dengan bangunan kolonial sering kali dikatakan sebagai kota duality atau kota

ganda (B. Adji Murtomo, 2008).

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang merupakan

bangunan bersejarah yang memilki karakeristik arsitektur kolonial Belanda

dengan gaya Eropa (art-deco) dan memiliki nilai sejarah tinggi pada bangunannya.

Kedua bangunan dalam penelitian ini dinilai memiliki beberapa kesamaan dalam

bentuk arsitekturalnya. Kantor Pos Besar Medan yang berada di sudut Jalan Balai

Kota Medan dibangun pada tahun 1911 diarsiteki oleh Ir. Simon Snuyf. Beliau

adalah seorang jawatan pemerintahan BOW (Burgelijke Openbare Werken) yang

berasal dari Belanda. Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki keunikan pada

sebuah bentukan bangunannya, bangunan tersebut memiliki luas 1200 meter

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
3

persegi, dengan tinggi mencapai 20 meter (Backshall, Leffman, Reader, &

Stedman, 2003). Sedangkan, Lawang Sewu Semarang yang berada di ujung

Bodjongweng Semarang (Jalan Pemuda) bertepatan disudut pertemuan

Bojongwenf dan Semarang Naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal) juga

memiliki keunikan dengan julukan seribu pintu tersebut dibangun pada tahun

1902 diarsiteki oleh Prof. Klinkhamer dan B.J.Quendag yang berasal dari

Amsterdam. Kedua bangunan tersebut memiliki ciri kerakteristik arsitektur

kolonial Belanda yang berfungsi sebagai Kantor merupakan salah satu bangunan

bersejarah dan warisan budaya yang dilindungi.

Hingga kini, bangunan Kantor Pos Besar Medan masih berdiri kokoh di

Medan dan mempertahankan fungsinya hingga saat ini, dan bangunan Lawang

Sewu Semarang dahulunya difungsikan sebagai kantor pusat perusahaan jawatan

kereta api Hindia-Belanda yang sekarang beralih fungsi menjadi museum. Kantor

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki ciri karakteristik

arsitektur kolonial Belanda dengan gaya Eropa yang dapat dilihat dari segi fisik

bangunan bagian dalam maupun bagian luar. Bangunan Kantor Pos Besar dan

Lawang Sewu Semarang dengan karakteristik arsitektur kolonial Belanda kini

masih asli serta utuh dengan baik. Karakteristik yang dimiliki memiliki ciri-ciri

karakteristik dari tiga periode yang ada di Indonesia yaitu; Indische Empire style

(Abad 18-19), Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial Modern

(1915-1940).

Dari latar belakang yang sampaikan, penelitian ini mendeskripsikan,dan

memahami karakteristik arsitektur kolonial Belanda serta memahami periode

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4

dalam karakteristik kolonial Belanda yang diterapkan pada bangunan Kantor Pos

Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Karakteristik yang ada, penting untuk

ditelaah dan berguna untuk menyelamatkan identitas bangunan kolonial Belanda

yang masih ada sampai saat ini di kota Nusantara, serta dapat menjadi tolak ukur

pengetahuan tentang karakteristik arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Kajian

karakteristik bangunan peninggalan kolonial Belanda dapat dimanfaatkan sebagai

inspirasi perencanaan arsitektur pada masa kini dan masa mendatang dengan

memahami ciri khas karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang ada.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang disebutkan di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu :

1. Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektural kolonial

Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang

Sewu Semarang?

2. Bagaimana karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat

pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5

1.3 Tujuan Penelitian

Terkait permasalahan penelitian yang telah diuraikan, tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektural

kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang.

2. Mendeskripsikan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang

terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian baik bagi penulis maupun pembaca yaitu; untuk

mengetahui karakteristik arsitektur kolonial Belanda di Indonesia, khususnya pada

bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi sumbangan positif dalam

mengungkap ragam arsitektur kolonial, khususnya dalam perkembangan arsitektur

di Indonesia. Hal ini juga menawarkan kontribusi yang tepat dalam penelitian

untuk memahami warisan budaya demi mempertahankan karakteristik arsitektur

kolonial Belanda yang terdapat di tiap daerah Indonesia.

Hasil penelitian ini dapat juga memberikan manfaat kepada seluruh

kalangan masyarakat baik secara teoritis maupun secara praktis. Dalam teoritis

dari hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada

masyarakat luas dalam memahami dan mengatahui karakteristik arsitektur

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
6

kolonial Belanda terutama yang terdapat di bangunan Kantor Pos Besar Medan

dan Lawang Sewu Semarang. Sedangkan manfaat praktis dari hasil penelitian ini

yaitu dapat menjadi bahan pertimbangan dalam suatu desain.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini terbatas, hanya berfokus pada karakteristik arsitektur

kolonial Belanda dari aspek fisik bangunan bagian luar dan dalam bangunan

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain; Geble, Gevel,

Tower Atau Menara, Dormer, Cerobong Asap Semu, Tympanum, Geveltoppen,

Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan, Ragam Hias Material Logam, Denah

Simetris, Fasade Simetris, Jendela Besar Berbingkai Kayu, Kolom-Kolom

Berjajar, Cripedoma, Material Batu Bata dan Kayu (Tanpa Pelapis), Cripedoma,

Nok Acroterie (Hiasan Puncak Atap), dan Windwijer (Petunjuk Angin).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
7

1.6 Kerangka Berpikir

Peneliti menyajikan kerangka berfikir untuk keteraturan langkah yang

dilakukan dari awal rumusan masalah sampai menuju kesimpulan. Kerangka

berfikir dalam penelitian digambarkan dalam sebuah diagram:

LATAR BELAKANG
Bangunan kolonial Belanda yang terdapat di wilayah Nusantara sebagian besar memiliki
karakteristik yang khas dari arsitektur kolonial Belanda. Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia yang
dirancang sesuai dengan iklim setempat dengan perletakan disudut kota ini dapat ditemukan di wilayah
Nusantara (Indonesia) salah satunya kota Medan dan kota Semarang. Bangunan yang terdapat di
Nusantara (Indonesia) memiliki bentuk fisik dan kesamaan ciri yang ada pada karakteristik kolonial
Belanda terutama pada jenis bangunan kantor.

RUMUSAN TUJUAN MANFAAT


MASALAH
Mengetahui persamaan Manfaat penelitian baik bagi
Apa saja persamaan dan dan perbedaan penulis maupun pembaca
perbedaan karakteristik karakteristik fisik yaitu; untuk mengetahui
fisik arsitektural kolonial arsitektural kolonial karakteristik arsitektur
Belanda yang terdapat Belanda yang terdapat kolonial Belanda di
pada Bangunan Kantor pada Bangunan Kantor Indonesia, khususnya pada
Pos Besar Medan dan Pos Besar Medan dan bangunan Kantor Pos Besar
Lawang Sewu Semarang? Lawang Sewu Medan dan Lawang Sewu
Semarang. Semarang. Dengan demikian
Bagaimana karakteristik hasil penelitian ini
fisik arsitektural kolonial Mendeskripsikan diharapkan dapat bermanfaat
Belanda yang terdapat karakteristik fisik untuk memberi sumbangan
pada bangunan Kantor arsitektural kolonial positif dalam mengungkap
Pos Besar Medan dan Belanda yang terdapat ragam Arsitektur Kolonial,
Lawang Sewu Semarang? pada bangunan Kantor khususnya dalam
Pos Besar Medan dan perkembangan Arsitektur di
Lawang Sewu Semarang. Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA

OBJEK PENELITIAN METODE PENELITIAN

Jenis penelitian deskriptif


kualitatif. Pengumpulan data
ANALISA DAN PEMBA- dengan studi literatur,
HASAN wawancara, observasi dan
pengambilan foto ke lapangan.

KESIMPULAN DAN
SARAN

Gambar 1.1

Flowchart Kerangka Berfikir (penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
8

1.7 Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada laporan

penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai

berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, kerangka berpikir dan

sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Bab kajian pustaka ini berisi tentang teori yang akan digunakan untuk

melakukan pembahasan di bab lima. Tinjauan yang dimaksud yaitu

mengenai arsitektur, arsitektur kolonial Belanda, perkembangan arsitektur

kolonial Belanda, periodesasi arsitektur kolonial Belanda di indonesia,

fungsi dan bentuk arsitektur, karakteristik arsitektur kolonial Belanda,

bangunan bersejarah, sejarah bangunan Kantor Pos Besar Medan dan

sejarah bangunan Lawang Sewu Semarang.

3. Bab III Metodologi Penelitian

Merupakan bab metodelogi penelitian yang berisi langkah-langkah

pelaksanaan penelitian dari cara pengambilan data, sampai dengan cara

pengambilan kesimpulan dan saran. Maka penelitian akan dilakukan

dengan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian berusaha untuk

menuturkan pemecahan masalah yang ada saat ini berdasarkan data-data,

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
9

turut juga menyajikan data, menganalisis dan mengdeskripsikan suatu

objek penelitian berdasarkan data yang ada.

4. Bab IV Deskripsi Objek Dan Kwasan Penelitian

Berisi deskripsi lokasi objek penelitian, menjelaskan kedekatan bangunan

terhadap sekelilingnya, dan menjelaskan transportasi untuk menuju lokasi

objek penelitian.

5. Bab V Hasil Dan Pembahasan

Berisi hasil dan pembahasan penelitian secara sistematis berdasarkan

landasan teori dan kerangka berfikir serta metodelogi yang digunakan

untuk mengkaji pokok permasalahan dan kasus studi yang diteliti. Hasil

dari proses pembahasan, berupa deskripsi serta pengkajian perbandingan

dan persamaan terkait fungsi, bentukan, dan perletakan berdasarkan

karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar

Medan dan Lawang Sewu Semarang.

6. Bab VI Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil dan pembahasan pada

Bab V.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
10

BAB-II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arsitektur

Kata arsitektur dalam bahasa Yunani yaitu ’archi’ yang berarti kepala,

ketua dan tecton yang berarti tukang, sehingga architecton berarti kepala tukang,

merujuk kepada profesi, kemahiran dan keahlian menukang dalam hal bangunan.

Pekerjaan merancang dengan memperhitungkan segala sesuatu yang berhubungan

dengan rancang bangun, sehingga menjadikan arsitektur sebagi ilmu pengetahuan

yang menggabungkan seni dan teknologi.

Arsitektur adalah sebagai benda, konsep, pola dan wujudnya adalah

interprestasi dan simbol-simbol emosi yang dapat ditemukan di dalam pikiran

manusia yang memberikan tanggapan terhadap arsitektur (Prof. Ir. Eko

Budihardjo, 1997).

Arsitektur adalah cerminan dari kebudayaan, oleh karena itu, dari sebuah

karya arsitektur, kita dapat mengetahui latar belakang budaya satu bangsa,

(Hidayatun, 2005)

Arsitektur adalah hasil proses perancangan dan pembangunan seseorang

atau sekelompok orang dalam rangka memenuhi kebutuhan ruang untuk

melaksanakan kegiatan tertentu. Arsitektur juga berarti seni bangunan, ilmu yang

mempelajari tentang bangunan lebih (Mangun Wijaya, 1992). Arsitektur dalam

bahasa jawa kuno adalah Wastuwidya (vastu-wastu = bangunan, vidia-widia =

ilmu). Pengertian yang lebih luas dan menyeluruh jika dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
11

kata-kata Yunani Archtectonicas (seni bangunan) yang berarti pembangunan uta-

ma atau ahli pembangunan.

Arsitektur merupakan wujud aktivitas ’desain’ yang cukup tua sejalan

dengan peradaban manusia itu sendiri. Sejak surutnya masa kejayaan kebudayaan

Hindu dan Islam di Indonesia, pada masa kolonial awal pembangunan perumahan

dan kawasan hunian memiliki kecenderungan mengadopsi kebudayaan arsitektur

yang ada di Eropa (Hersanti, 2008).

Menurut Wardani (2009) Arsitektur selalu berkembang sejajar dengan

perkembangan kota, walau periodisasi perkembangannya tidak selalu sama. Hal

ini dimungkinkan karena perkembangan arsitektur mempunyai gaya atau style

tersendiri yang tidak selalu sama dengan perkembangan kota. Perkembangan

arsitektur sejalan dengan perkembangan perbedaan manusia dari periode ke

periode berikutnya. Dimana manusia membutuhkan ruang sebagai wadah kegiatan

hidup dengan aman, nyaman, bermanfaat, dan dapat memberikan kenikmatan, dan

rasa kebahagiaan.

Beberapa pendapat diatas tentang arsitektur, maka dapat disimpulkan

bahwa arsitektur adalah suatu teknik merancang dan merencanakan ruang sebagai

wadah aktifitas kehidupan manusia yang nyaman dan memberikan rasa aman serta

kebahagiaan pada waktu dan periode tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
12

2.2. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia

Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangasaan

secara umum periodesasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar

yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses

oksidentalisasi. Perkembangan arsitektur mulai dari masa prasejarah akhir yang

ditandai dengan ditemukannya kubur batu di Pasemah, Gunung Kidul dan

Bondowoso. Kemudian situs-situs megalitikum punden perundak di Leuwilang,

Matesih, Pasirangin.

Sebagaimana diketahui bahwa sejarah budaya yang melahirkan

peningggalan budaya termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut

diatas maka dapat dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama

peradapan Islam (bisa termasuk arsitektur lokal atau tradisonal, dan pra modern)

dan arsitektur modern (termasuk arsitektur kolonial dan pasca kolonial).

Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan bangunan panggung

berstruktur kayu telah ada sebelum atau bersamaan dengan pembangunan

candi-candi. Hal ini, ditunjukkan dari berbagai keterangan pada relief candi-candi

dimana terdapat informasi tentang arsitektur lokal atau tradisonal (Isnen Fitri,

2006).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
13

2.3. Arsitektur Kolonial Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental

(Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan.

Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau

tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan

bangunan-bangunan (Wardani, 2009).

Arsitektur kolonial Belanda lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik,

yakni gaya yang berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri

menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik

(cripedoma). Kolom-kolom dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk

ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relif

mitos Yunani atau Romawi di atas deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum

(konstruksi dinding berbentuk segitiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas

pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Arsitektur kolonial Belanda merupakan arsitektur yang memadukan antara

budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan

diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum

kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit

banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial, disamping itu juga adanya pengaruh

dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada

(Safeyah, 2006).

Arsitektur kolonial Belanda merupakan arsitektur yang memadukan antara

budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
14

diperuntukan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia pada masa sebelum

kemerdekaan (Safeyah, 2006).

Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di

Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni (1) fasade simetris, (2) material

dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, (3) entrance mempunyai dua daun pintu,

(4) pintu masuk terletak di samping bangunan, (5) denah simetris, (6) jendela

besar berbingkai kayu, (7) terdapat dormer (bukaan pada atap) (Wardani, 2009).

Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya

Eropa kedaerah jajahannya, arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda

yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan

Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942 (Soekiman,2011).

Menurut Wardani (2009) arsitektur kolonial adanya pencampuran budaya,

membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi fenomena budaya yang unik.

Arsitektur kolonial di berbagai tempat di Indonesia apabila diteliti lebih jauh,

mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara tempat yang satu

dengan yang lain. Beberapa pendapat mengenai arsitektur kolonial Belanda, maka

dapat disimpulkan bahwa arsitektur kolonial Belanda merupakan bangunan

peninggalan pemerintah Belanda dan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang

merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
15

2.4. Sejarah Kolonial Belanda Di Indonesia

Kolonial di wilayah Indonesia didahului oleh kemunduran dari pengaruh

Majapahit yang berhasil mempersekutukan Nusantara. Diawali dengan

perdagangan bilateral yang dilakukan oleh persekutuan dagang Hindia Timur atau

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) kemudian ekspansi ke penguasaan

perdagangan dan wilayah. Sebelumnya ekspansi Portugis yang dipimpin oleh

Alfonso De Albuquerque masuk melalui pendudukan yang dimulai di Malaka

pada tahun 1511, setelah Malaka ditaklukkan oleh Postugis, sasaran berikutnya

adalah kepulauan Maluku yang berpusat dikepulauan Banda dan Ternate dengan

maksud menguasai perdagangan rempah yang sangat menguntungkan di Asia.

Dimulai dari perhubungan dagang dengan masyarakat setempat, Portugis

dan perusahaan Belanda yang dikenal sebagai VOC lalu kemudian meluas pada

bangunan kerjasama dengan raja-raja karena pada masa itu umumnya

pemerintahan Indonesia berbentuk karajaan. Sehingga pada saat itu raja-raja

takhluk dan tunduk dengan pemerintahan kolonial yang disebut dengan

pemerintahan Hindia Belanda.

Untuk mengukuhkan penguasaan perdagangan rempah di Nusantara,VOC

mendirikan pos-pos dagang yang terdiri dari gudang, penginapan bagi pedagang

utama dan pegawainya di berbagai kota di wilayah Nusantara seperti Maluku,

Banda, Batavia dan Makasar. Namun hubungan yang bergejolak dengan

penduduk asli dan saingan Eropa, memerlukan pertahanan dan tingkat

kelengkapan bagi pos dagang tersebut, sehingga akhirnya VOC membangun

benteng-benteng dibeberapa dikota dagang tersebut. Setelah VOC memindahkan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
16

pusat perdagangan di Batavia maka baru pertama dimulainya arsitektur kolonial

menjadi kenyataan dengan didirikannya “Fort Batavia” yang kemudian

berkembang pulau kota Batavia sebagai merupakan cikal kota Jakarta sekarang

ini.

2.5. Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia

Sejarah mencatat, bahwa bangsa Eropa yang pertama kali datang ke

Indonesia adalah Portugis, yang kemudian diikuti oleh Spanyol, Inggris dan

Belanda. Pada mulanya kedatangan mereka dengan maksud berdagang. Mereka

membangun rumah dan pemukimannya di beberapa kota di Indonesia yang

biasanya terletak dekat dengan pelabuhan. Dinding bangunan terbuat dari kayu

dan papan dengan penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi konflik

mulailah dibangun benteng. Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam

benteng tersebut, mulailah bangsa Eropa membangun beberapa bangunan dari

bahan batu bata. Batu bata dan para tukang didatangkan dari negara Eropa.

Mereka membangun banyak rumah, gereja dan bangunan-bangunan umum

lainnya dengan bentuk tata kota dan arsitektur yang sama persis dengan negara

asal mereka. Dari era ini pulalah mulai berkembang arsitektur kolonial Belanda di

Indonesia. Setelah memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun rumah

dan bangunan di daerah tropis lembab, maka mereka mulai memodifikasi

bangunan mereka dengan bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat meningkatkan

kenyamanan di dalam bangunan.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
17

2.6. Periodesasi Arsitektur Kolonial Belanda

Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dalam

perkembangannya menurut Handinoto (2012) terbagi menjadi tiga periode yaitu;

Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan

Arsitektur Kolonial modern (1915-1940), dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.6.1 Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19)

Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah

pemerintahaan tahun 1811-1815 wilayah Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai

oleh Belanda. Pada tahun 1865 oleh karena jarak yang jauh dan komunikasi yang

sulit dengan pemerintahan Belanda sehingga perkembangan kemajuan arsitektur

modern di Belanda tidak sampai gemanya ke Indonesia. Pada saat itu, di Hindia

Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang dipelopori oleh Gubernur

Jendral Hw yang dikenal dengan the Empire Syle,atau The Ducth Colonial Villa.

Indische Empire Style adalah suatu gaya arsitektur kolonial yang

berkembng pada abad 18-19, sebelum terjadinya “westernasi” pada kota-kota di

Indonesia di awal abad ke-20. Pada mulanya gaya arsitektur tersebut muncul di

daerah pinggiran kota Batavia (Jakarta) sekitar pertengahan abad-17, tapi

kemudian berkembang di daerah urban, dimana banyak terdapat penduduk Eropa.

Munculnya gaya arsitektur tersebut adalah sebagai akibat suatu kebudayaan yang

disebut sebagai “ Indische Culture”, yang berkembang di Hindia Belanda

sampaiakhir abad ke-19.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
18

Arsitektur Indische Empire style di Indonesia menurut Handinoto (2008),

diperkenalkan oleh Herman Willen Daendels saat dia bertugas sebagai Gubernur

Jendral Hindia Belanda (1808-1811). Indische Empire Style (gaya Imperial)

adalah suatu arsitektur yang berkembang pada pertengahan abad ke-18 sampai

akhir abad ke-19. Arsitektur Indische Empire Style pada mulanya muncul di

daerah pinggiran kota Batavia (Jakarta), munculnya gaya tersebut sebagai akibat

dari suatu kebudayaan Indische Culture yang berkembang di Hindia Belanda.

Indische secara harfiah berarti “Indies” atau Hindia. Kebudayaan Indische adalah

percampuran kebudayaan Eropa, Indonesia dan sedikit kebudayaan dari orang

China peranakan.

Handinoto (2012) mengungkapkan karakteristik arsitektur Indische

Empire Style antara lain; Denahnya berbentuk simetris, ditengah terdapat “central

room” yang terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. “central room”

tersebut berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang (voor galeri

dan achter galeri). Teras tersebut biasanya sangat luas dan diujungnya terdapat

barisan kolom yang bergaya Yunani (Doric, Ionic, Corinthian). Dapur, kamar

mandi atau WC, gudang dan daerah service lainnya merupakan bagian yang

terpisah dari bangunan utama dan letaknya ada dibagian belakang. Kadang-

kadang disamping bangunan utama terdapat paviliun yang digunakan sebagai

kamar tidur tamu. Kalau rumah tersebut berskala besar biasanya terletak pada

sebidang tanah yang luas dengan kebun di depan, samping dan belakang.

Bangunan Indische Empire Style memiliki tembok yang tebal, langit-langit tinggi,

terdapat gevel dan tower diatas dan lantai berbahan marmer.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
19

Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19) menurut Handinoto

(2006), memiliki karakter konstruksi atap perisai dengan penutup atap genteng,

bahan bangunan konstruksi utamanya adalah batu bata (baik kolom maupun

tembok), pemakaian kayu terutama pada kuda-kudanya, kusen maupun pintunya

kayu dan pemakaian bahan kaca belum banyak dipakai.

2.6.2. Arsitektur Transisi (1890-1915)

Peralihan abad 19-20 di Hindia Belanda dipenuhi oleh banyak perubahan

masyarakat. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi dan

perubahan sosial akibat dari kebijakan politik pemerintah kolonial waktu itu juga

mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Perubahan

gaya arsitektur pada jaman transisi atau peralihan dari gaya arsitektur “Indische

Empire” (abad 18-19) menuju arsitektur “Kolonial Modern” (setelah 1915) sering

terlupakan karena waktu yang relative singkat (1890-1915). Hal yang sama terjadi

pada arsitektur di Indonesia setelah kemerdekaan, antara tahun 1950-an sampai

1960-an, timbul bentuk atau gaya yang disebut “arsitektur jengki” yang relative

kurang dikenal dalam perjalanan arsitektur Indonesia setelah kemerdekaan.

Sebelum munculnya gaya arsitektur yang sering disebut sebagai “kolonial

modern” sesudah tahun 1915, terdapat apa yang disebut sebagai gaya arsitektur

transisi. Gaya arsitektur transisi ini sering luput dari penglihatan sejarawan

arsitektur. Bahkan sering digolongkan sebagai arsitektur kolonial modern. Pada

umumnya arsitektur transisi mempunyai bentukkan denah yang hampir mirip

dengan arsitektur “Indische Empire”. Ciri-ciri seperti adanya teras depan dan teras

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
20

belakang serta ruang utama. Masing terdapat bangunan samping yang sering

disebut “paviliun”. Arsitektur transisi ini sudah tidak tampak kolom-kolom atau

pilar dengan daya Yunani yang menjadi ciri khas gaya “Indische Empire”

(Handinoto, 2010). Arsitektur transisi mengunakan adanya gevel-gevel pada

arsitektur Belanda yang terletak ditepi sungai muncul kembali, ada usaha untuk

memberikan kesan romantis pada tampak dan ada usaha untuk membuat menara

(tower). Atap pelana dan perisai dengan penutup genteng masih banyak dipakai

dan ada usaha untuk memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap

(dormer).

Menurut Handinoto (2006), karakter arsitektur transisi memiliki konstruksi

atap pelana dan perisai, penutup atap genteng, pemakaian ventilasi pada atap

(dormer), bentuk atap tinggi, penggunaan bentuk lengkung, kolom order yunani

sudah mulai ditinggalkan, kolom-kolom sudah memakai kayu dan beton, dinding

pemikul, Bahan bangunan utama bata dan kayu dan pemakaian kaca (terutama

pada jendela) masih sangat terbatas.

2.6.3. Arsitektur Kolonial Modern (1915- 1940)

Gerakan pembaharuan dalam arsitektur baik di tingkat nasional maupun

internasional. Hal ini mempengaruhi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.

Pada awal abad 20, arsitek-arsitek yang baru datang dari luar negeri Belanda

memunculkan pendekatann untuk rangcangan arsitektur di Hindia Belanda.

Aliran baru ini, semula masih memegang unsur-unsur mendasar bentuk klasik,

memasukkan unsur-unsur yang terutama dirancang untuk mengantisipasi matahari

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
21

hujan tropik lebat. Selain unsur-unsur arsitektur tropis, juga memasukkan

unsur-unsur arsitektur tradisional (asli) Indonesia.

Menurut Handinoto (1993), arsitektur modern merupakan sebuah protes

yang dilontarkan oleh Arsitek-arsitek Belanda sesudah tahun 1900 atas Empire

Style. Arsitek Belanda yang berpendidikan akademis mulai berdatangan ke Hindia

Belanda, mereka mendapatkan suatu gaya arsitektur yang cukup asing, karena

arsitektur Empire Style yang berkembang di Perancis tidak mendapatkan

sambutan di Belanda.

Arsitektur kolonial modern memiliki karakteristik denah lebih bervariasi,

sesuai dengan anjuran kreatifitas dalam arsitektur modern. Bentuk simetri banyak

dihindari, pemakaian teras keliling bangunan sudah tidak dipakai lagi, sebagai

gantinya sering dipakai elemen penahan sinar. Berusaha untuk menghilangkan

kesan tampak arsitektur gaya “Indische Empire” (tampak tidak simetri lagi),

tampak bangunan lebih mencerminkan “Form Follow Function” atau “Clean

Design”. Bentuk atap masih didominasi oleh atap pelana atau perisai, dengan

bahan penutup genteng atau sirap. Sebagian bangunan dengan konstruksi beton,

memakai atap datar dari bahan beton yang belum pernah ada pada jaman

sebelumnya. Karakteristik Bangunan Kolonial Belanda di Indonesia memiliki

karakteristikyang berbeda-beda, perbedaan karakteristikpada bangunan dapat kita

lihat berdasarkan gaya arsitektur pada bangunan tersebut.

Karakteristik arsitektur kolonial Moderen (1915-1940) menurut Handinoto

(2006), antara lain; menggunakan atap datar dari bahan beton, pemakaian gevel,

sudah mulai memakai bahan kaca dalam jumlah yang besar, penggunaan warna

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
22

putih yang dominan, dinding hanya berfungsi sebagai penutup dan penggunaan

kaca (terutama pada jendela) yang cukup lebar.

2.7. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda

Karakteristik menurut Adenan (2012), dapat diartikan sebagai salah satu

atribut atau fitur yang membentuk dan membedakan sebuah individu.

Karakteristik dapat dipahami sebagai satu atau sejumlah ciri khas yang terdapat

pada individu atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk membedakan

individu atau kelompok tersebut dari individu atau kelompok lainnya.

Menurut Fajarwati (2011), karakteristik dari sebuah objek arsitektur

merupakan keberagaman atau kekhasan yang tersusun menjadi ciri-ciri objek

arsitektural atau susunan elemen dasar yang terangkai sehingga membuat objek

tersebut mempunyai kualitas atau kekhasan yang membedakan dengan objek lain.

Menururt Isnen Fitri (2006) secara umum, ciri dan karakteristik arsitektur

kolonial di Indonesia yaitu: (1) menggunakan gevel (gable) pada tampak

bangunan. Bentuk gable bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable

gambrel gable, pediment (dengan entablure). (2) penggunaan tower pada

bangunan, bentuknya bermacam-macam ada yang bulat, segiempat ramping, dan

ada yang dikombinasikan dengan gevel depan. (3) penggunaan dormer.

(4) penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah, ventilasi yang lebar dan

tinggi, membuat serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan

sinar matahari.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
23

Sebagai arsitektur kolonial Belanda di Indonesia ini memiliki karakteristik

tertentu yang membedakannya dari arsitektur lainnya di Indonesia. Karakteristik

bangunan kolonial ini dapat terlihat secara fisik dan non fisik. Krakteristik fisik

dapat terlihat dari fasad bangunan, material, dan pembentukan bangunannya

(lantai, dinding, dan atap), serta ragam hias dari bangunan tersebut. Berikut

merupakan beberapa karakteristik fisik yang dapat dilihat dari beberapa

karakteristik yang digunakan pada bangunan kolonial (Wardani, 2009 dan

Handinoto 1996).

I. Gable dan Gavel

Gable dan gevel bagian bentukan segitiga, vertical ujung atas dari

bangunan yang atapnya pelana (dua sisi miring), setengah lingkaran dan persegi.

Gable dan Gevel ini biasa terletak di atas atap bangunan dan akan terlihat

ditampak bangunan. Gable dan Gevel berfungsi sebagai ventilasi masuknya udara

kedalam ruangan.

Gambar 2.1. Gambar 2.2.

Berbagai Bentuk Gable (Handinoto 1996) Berbagai Bentuk Gevel (Handinoto 1996)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
24

II. Tower atau Menara

Tower merupakan ujung dari sebuah bangunan dari atap bangunan yang

memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi

enam, bulat, hingga bentuk-bentuk geometris lainnya, dan beberapa di antara

memadukannya dengan gevel didepan. Tower atau menara biasanya berfungsi

sebagai penanda pintu masuk bagian depan bangunan dan tempatnya di paling

atas .

Gambar 2.3.

Menara Atau Tower (Handinoto 1996)

III. Nok Acroteire atau Hiasan Puncak Atap

Nok merupakan hiasan puncak atap terletak di atas atap yang biasanya

digunakan sebagai penghias atap rumah-rumah para petani terbuat dari daun

alang-alang (Stroo). Kemudian di negara Belanda hiasan ini dibuat menggunakan

bahan semen.

Gambar 2.4.

Nok Acroteire atau Hiasan Puncak Atap (Soekiman, 2000)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
25

IV. Dormer

Dormer merupakan atap dengan luas langit-langit cukup besar dengan

bentukkan yang menjulang tinggi keatas dan besar. Dormer dipadukan dengan

adanya gable diatasnya memiliki fungsi untuk penghawaan dan pencahayaan pada

bangunan serta sebagai penanda tempat masuk bangunan.

Gambar 2.5.

Berbagai Bentuk Dormer (Handinoto, 1996)

V. Windwijer atau Petunjuk Angin

Petunjuk arah terletak di atas tower atau atap yang berfungsi sebagai

petunjuk arah angin, biasanya diletakkan diatas nok dandapat berputar mengikuti

arah angin.

Gambar 2.6.

Berbagai Bentuk Windwijer (Soekiman, 2000)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
26

VI. Balustrade

Balustrade merupakan susuan dari balok horizontal, dibagi kedalam tiga

bagian sebagai hiasan dari bawah keatas; architrave, frieze, dan cornice. Ukuran

dan porporsi berbeda dari setiap aliran yang ada (dorik, ionic, korintein).

Balustrade biasa terletak dibagian depan pintu sebagai teras dan memiliki fungsi

sebagai pagar pembatas balkon, ataupun dek bangunan. Balustrade biasanya

terbuat dari beton cor ataupun dari bahan metal.

Gambar 2.7.

Balustrade (Yulianto Sumalyo, 2003)

VII. Tympanum

Tympanum merupakan bagian dari bentuk geometri dan hiasan (dekorasi)

yang berbentuk segitiga (kadang juga setengah lingkaran) diatas pintu, jendela

atau portico di Indonesia banyak digunakan pada bagian atas portico, bentukan

atap, serta diatas pintu dan jendela. Tympanum juga sebagai lambang dari masa

pra-kristen • Diwujudkan pohon hayat, kepala kuda, roda matahari, Masa

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
27

Kristenan • Lambang gambar salib, gambar hati, jangkar, Lambang Roma

Katholik • Miskelk dan hostie.

Gambar 2.8.

Tympanum (Handinoto, 1996)

VIII. Geveltoppen

Geveltoppen merupakan hiasan kemuncak tampak depan terletak dipuncak

gevel atau tower. Hiasan yang dipatahkan seringkali berupa huruf yang distilisasi

sehingga menjadi motif ragam hias. Bentuk segitiga pada bagian depan rumah

disebut voorschot, yang dihias dengan papan kayu yang dipasang vertikal yang

dipergunakan sampai abad ke-19, memiliki arti simbolik antara lain :

• Lambang Manrune, mengandung arti kesuburan, digambarkan dengan huruf

“M” atau bunga tulip atau leli. • Oelebord/uilebord/oelenbret, berupa papan kayu

berukir. • Hiasan berupa Makelaar, yaitu papan kayu berukir, panjang 2m,

ditempel secara vertikal, diwujudkan seperti pohon palem, orang berdiri, dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
28

Gambar 2.9.

Berbagai Bentuk Geveltoppen (Soekiman, 2000)

IX. Ragam Hias Material Logam

Hiasan logam yang melengkapi bangunan rumah dari bahan besi seperti

pagar serambi (stoep), penyangga atap pada bagian depan rumah (kerbil),

penunjuk arah mata angin, lampu taman, lampu ruangan, dan kursi kebun.

Berfungsi sebagai hiasan pada bangunan.

Gambar 2.10.

Ragam Hias Material Logam (Soekiman, 2000)

X. Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan

Ragam hiasan biasanya berupa lubang angin di atas pintu atau jendela

(bovenlicht). Serta hiasan ornament pada dinding bangunan. Berikut beberapa

hiasan pada tubuh bangunan;• Adanya ornamen ikal-ikal sulur tumbuhan berakhir

membentuk lambing Aries ram yaitu kambing bertanduk. • Kolom Doric, Ionic,

Korinthia, Komposit. • Gaya Doric, sesuai dengan watak dan jiwa bangsa Doria

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
29

yang berjiwa militer, cocok sebagai hiasan bangunan pemerintahan atau penguasa.

• Gaya Ionic, bangsa Ionia menyukai keindahan dan keserasian. • Gaya Korinthia,

menunjukkan kekayaan, kemakmurandan kemewahan. • Komposit, merupakan

perpaduan antara Ionic dan Korinthia

Gambar 2.11.

Ragam Hias Tubuh Bangunan (Handinoto, 1996)

XI. Cerobong Asap Semu

Cerobong merupakan hiasan atau salurana asap yang menjulang tinggi

yang terletak dibagian atas atap. Di Belanda, digantikan dengan cerobong asap

semu yang berukuran pendek atau diwujudkan hiasan batu berukir ragam hias

bunga.

Gambar 2.12.

Cerobong Asap Semu (Handinoto, 1996)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
30

XII. Material Dari Batu Bata dan Kayu (tanpa Pelapis)

Penggunaan material batu bata dan kayu (tanpa pelapis) biasanya

digunakan pada bangunan kolonial Belanda. Material yang digunakan sesuai

dengan karakter dan material lokal yang terdapat di daerah Indonesia.

XIII. Denah Simetris

Bentukan simetris pada bangunan kolonial Belanda menggunakan susunan

dua jalur kolom (ruang) dengan koridor di tengah bangunan, sehingga terbentuk

garis simetri bangunannya. Penataan ini sesuai dengan studi yang menunjukkan

mengenai pola simetris bangunan kolonial. Aspek simetris pada bangunan dapat

dilihat secara sebagian, dalam arti simetris pada unit ruang. Aspek simetris dapat

terlihat pada tatanan fasad, yang terdiri atas penataan pintu dan jendela utama.

XIV. Kolom-Kolom Berjajar

Karakteristik kolonial Belanda memiliki kolom-kolom yang berderet

dibagian fasad serta sebagian kolom menerapkan perkembangan dari gaya klasik

di Eropa( Doric, Ionic, Corinthian). Kolom tersebut berfungsi sebagai penopang

beban atas bangunan agar tidak memberikan beban terhadap dinding.

Gambar 2.13.

Berbagai Ragam Kolom (Soekiman, 2000)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
31

XV. Fasad Simetris

Fasad bangunan memiliki komposisi yang simetris dengan perulangan

yang seimbang serta bentuk yang terpusat menurut skala, wujud dan perketakkan

unsur-unsur fasad bangunan seperti pada kolom, jendela, serta tower dan memiliki

nilai yang tinggi pada entrance sebagai komposisi yang dominan pada fasad

bangunan.

Gambar 2.14.

Tipologi Fasad Kolonial Belanda (Handinoto, 1996)

XVI. Entrance Mempunyai 2 Daun Pintu

Penggunaan entrance utama bangunan kolonial biasanya menggunakan

pintu dengan 2 daun pintu. Sedangkan pintu lain didalam ruangan menggunakan

pintu dengan 1 daun pintu. Serta tipe rumah Kolonial memiliki ciri-ciri pintu

rumah telah bergeser ke pinggir.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
32

Gambar 2.15.

Entrance Dengan 2 Pintu (Penelitian, 2019)

XVII. Cripedoma

Cripredome merupakan trap-trap anak tangga untuk naik menuju

bangunan (untuk masuk kebangunan melewati beberapa tingkat tangga). Trap ini

terletak di bagian depan pintu masuk atau entrance.

Gambar 2.16.

Cripedoma (Penelitian, 2019)

XVIII. Jendela Berbingkai Kayu

Bangunan kolonial belanda identic dengan jendela-jendela besar dengan

bingkai kayu. Terdapat 3 tipe bentuk jendela yaitu jendela tunggal dengan bukaan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
33

satu arah, jendela rangkap ganda yaitu jendela dengan dua rangkap (kayu diluar,

kaca didalam), dan jendela ganda yaitu jendela dengan dua bukaan keluar.

Gambar 2.17.

Tipologi Jendela (Handinoto, 1996)

2.8. Sejarah Bangunan Kantor Pos Besar Medan

Pada tahun 1800-an kota Medan semakin berkembang pesat sejak

Perkebunan menjadi usaha utama di Tanah Deli. Nienhuys adalah pemimpin

perusahaan perkebunan dari Belanda di Medan, dengan memproduksi tembakau

Deli yang kualitasnya kemudian terkenal ke seluruh Eropa. Tembakau tersebutla

yang kemudian mengangkat nama Medan dan membawanya ke arah

pembangunan yang lebih maju. Pengusaha-pengusaha tembakau lain dari Eropa

banyak bekerjasama dengan Kesultanan Deli untuk membangun perusahaan.

Mereka menyewa lahan untuk membangun perusahaan-perusahaan yang

mendukung operasional perdagangan. Perkembangan bisnis tembakau kemudian

diikuti oleh pembangunan sejumlah infrastruktur, seperti jalur kereta api dan

kantor pelayanan umum. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimal operasional

usaha perkebunan tembakau. Salah satu dampak dari kemajuan perusahaan

tembakau adalah pembangunan Kantor Pos Besar Medan. Kantor Pos Besar

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
34

Medan merupakan bangunan bersejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh di

kota medan. Letaknya berada di persimpangan jalan balai kota tepatnya

menghadap ke Lapangan Merdeka Medan yang dulunya disebut “esplanade”.

Gambar 2.18.

Arsitek Ir. Simon Snuyf (Wikipedia)

Bangunan Kantor Pos Besar merupakan bangunan bersejarah dan warisan

budaya Kota Medan yang dilindungi dalam Perda Kota Medan No.2 Tahun 2012

ini dibangun pada tahun 1909-1911 oleh seorang arsitek bernama Ir. Simon Snuyf

yang dulu merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk

Indonesia pada masa pemerintahan Belanda. Bangunan megah yang berdiri

disudut Lapangan Merdeka bergaya art-deco memiliki luas bangunan 1200 M²

dengan tinggi 20 meter, Panjang 60 meter dan Lebar 20 meter. Bangunan tersebut

dibangun sebagai fungsi kantor pos dari awal berdirinya hingga saat ini.

Diatas bangunan bertuliskan ANNO 1911 yang menjadi salah satu bukti tahun

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
35

dibangunnya Kantor Pos Besar Medan. Bangunan tersebut merupakan proyek

besar pertama dilakukan oleh Ir.Simon Snuyf. Bangunan bersejarah tersebut

memiliki aspek historis yang kental terutama dari segi bentuk arsitektur

bangunannya yang sangat unik dan nampak sekali sudah sangat lama dan berbeda

dengan bangunan-bangunan modern yang berada disekelilingnya.

Gambar 2.19.

Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

2.9. Sejarah Bangunan Lawang Sewu Semarang

Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang kaya akan

bangunan berjarah. Menurut surat keputusan pemerintah kota Semarang

no 646/50/tahun 1992, terdapat 101 bangunan bersejarah yang dilindungi di

wilayah kotamadya dati II Semarang. Salah satunya bangunan bersejarah yang

dilindungi oleh surat keputusan ini adalah Lawang Sewu.

Lawang sewu adalah bangunan peninggalan Belanda yang terletak di sudut

kawasan Tugu Muda, Kota Semarang. Nama Lawang Sewu Merupakan gedung

berpintu banyak, julukan tersebut merupakan dalam Bahasa Jawa yang diberikan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
36

masyarakat Semarang sejak puluhan tahun lalu. Lawang artinya pintu, dan Sewu

artinya seribu. Karena sulit dihitung maka jumlahnya dianggap seribu. Gedung ini

dibangun oleh NIS di Semarang pada tahun 1904 dan diresmikan pada tahun 1907

sebagai kantor pusat administrasi kereta api di Jawa Tengah atau Het

Hoofdkantoopvan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij yaitu kantor

pusat administrasi NIS pada tahun 1862 dan perusahaan kereta api swasta

Semarang-Joeana Stroomtraam Maatschappij (SJS) pada tahun 1881. NIS adalah

perusahaan kereta api swasta dari Belanda yang memperoleh konsesi dari

Pemerintah Hindia Belanda untuk membangun jalur kreta api yang

menghubungkan Semarang dengan daerah subur di wilayah Surakarta Dan

Yogyakarta atau yang disebut sebagai Vostenlanden (Jongkie Tio, 2000).

Pada awalnya, NIS tidak berniat membangun jalan rel untuk kereta api

antar kota di pantai utara Jawa Timur ini karena saat itu daerah ini masih banyak

rawa, hutan belukar, tanahnya lembek dan jumlah penduduknya sedikit. Namun

demikian NIS kemudian menyatakan sanggup melaksanakan pembangunan jalan

rel ini karena perusahaan kereta api ini sudah menjadi besar berkat angkutan gula,

tembakau, kayu dan lain-lain yang berlimpah dari wilayah Solo, Yogyakarta dan

Kedung ke pelabuhan Semarang. Pada tahun 1863, Nedelandsch Indische

Spoorweg Maatscappij (NIS) berhasil membangun jalur kereta api antara

Semarang-Solo-Yogyakarta, termasuk linatsan cabang Kedung Jati-Ambarawa,

selesai di bangun. Keseluruhan jalur itu sepanjang 206 kilometer.

Awalnya administrasi perkantoran NIS diselenggarakan di Stasiun

Samarang NIS. Pertumbuhan Jaringan yang pesat itu, dengan sendirinya diikuti

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
37

aktivitas yang juga menjadi semakin sibuk, Demikian pula jumlah personil teknis

maupun administrative. Salah satu akibatnya kantor pengelolaan di Stasiun

Samarang NIS tidak lagi memadai. Sebagai jalan keluar sementara NIS menyewa

beberapa bangunan milik perorangan. Tetapi karena dirasa tidak efisien dan lokasi

kantor di Stasiun Samarang NIS berada di kawasan rawa-rawa yang kurang sehat,

akhirnya, diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru.

Pilihan jatuh ke lahan yang pada jaman itu berada di pinggir kota berdekatan

dengan kediaman Residen. Lahan untuk kantor ini terletak di ujung Bodjongweg

Semarang (sekarang dinamakan Jalan Pemuda), lokasinya di sudut pertemuan

Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS

mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada

Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, seorang arsitek di

Amsterdam.

Gambar 2.20.

Arsitek Prof. Jacob F. Klinkhamer (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
38

Seluruh proses perancangan bangunan tersebut dilakukan di Nederland, baru

kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang, Melihat dari blueprint

Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di

Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat

dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903. Bangunan Lawang Sewu memiliki

lima bangunan yang dibangun secara bertahap dan dibangun dengan gaya

art-deco. Pembangunan Lawang Sewu juga dilaksanakan dengan

mempertimbangkan iklim tropis panas di wilayah Semarang.

Pelaksanaan pembangunan dimulai 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907.

Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan

percetakan, dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa

tahun, bangunan kantor ini dirasa tidak memadai lagi untuk menampung aktifitas

kantor yang makin banyak, sehingga diputuskan diperluas dengan membangun

gedung baru di sisi Timur Laut. Rancang bangun gedung baru berukuran 23 m x

77 m. Perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan tahun

1916-1918.

Gambar 2.21.

Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
39

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena

dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi

komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.

Penelitian yang dimaksud deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

mendeskripsikan suatu objek secara sistematis, faktual dan akurat. Pendekatan

kualitatif digunakan sebagai pemahaman tentang aspek-aspek yang mengandung

suatu ciri dalam desain pada bangunan tersebut. Penelitian ini merupakan studi

yang bersifat observasi, dokumentasi dan eksplorasi. Penelitian ini dimaksud

untuk memahami hasil kajian arsitektur pada bangunan bersejarah pada Kantor

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Tujuan utama pada penelitian ini

adalah sebagai upaya mempertahankan dan memahami unsur Arsitektur Kolonial

Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.

Dalam studi ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan mengamati

dan mencatat kemudian mendeskripsikan hasil penelitian tersebut menggunakan

pendekatan deskriptif. Studi ini mendeskripsikan tentang arsitektur pada bangunan

bersejarah berdasarkan pemahaman Arsitektur Kolonial Belanda dengan fokus

pada segi fisik bangunan arsitektur kolonial agar dapat mengetahui karakteristik

fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
40

Lawang Sewu Semarang, untuk itu penelitian ini menggunakan metodologi

kualitatif meliputi pengamatan, dokumentasi, telaah dokumen dan menghasilkan

data deskriptif.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data dengan

menggunakan sumber data yang didapat melalui lisan dan tertulis. Pada penelitian

ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data antara lain studi literatur,

observasi, wawancara dan foto (dokumentasi).

Dalam hal ini, peneliti hanya mengumpulkan data langsung mengenai

studi literatur, observasi dan wawancara pada narasumber yang memahami

tentang bangunan Kantor Pos Besar Medan, sedangkan data Lawang Sewu

Semarang didapatkan melalui studi literatur. Data-data yang didapat berupa data

sejarah bangunan, riwayat fisik bangunan serta gambar arsitektur bangunan

dahulu dan saat ini dikumpulkan dengan menyesuaikan dengan metode

pengumpulan data.

3.2.1 Studi Literatur

Studi literatur menjadi dasar acuan dalam pengumpulan data sekunder.

Kegiatan studi literatur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu

mengumpulkan data dengan menelaah teori-teori mengenai objek penelitian

melalui buku dan jurnal, mencari sumber informasi melalui media elektronik

(internet).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
41

3.2.2. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui

pengamatan terhadap objek penelitian. Dalam melakukan observasi terdapat dua

cara yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung

dilakukan dengan cara mengamati secara langsung pada objek penelitian,

sedangkan observasi tidak langsung dilakukan dengan cara mengamati objek yang

terdapat dari hasil rekaman berupa buku atau catatan.

Dalam penelitian ini, studi banding dilakukan secara langsung menuju

lokasi penelitian dan bangunan sekitar sebagai acuan dasar dalam memahami

kondisi bangunan dengan mengambil data fisik dengan cara dokumentasi di

lapangan. Observasi yang dilakukan yaitu berupa aspek fisik dari karakteristik

arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar

Medan dan Lawang Sewu Semarang. Karakteristik kolonial Belanda yang akan

observasi yaitu; Geble Atau Gevel, Tower Atau Menara, Dormer, Cerobong Asap

Semu, Tympanum, Geveltoppen, Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan, Fasade

Simetris, Entrance Mempunyai 2 Pintu, Denah Simetris, Jendela Besar Berbingkai

Kayu, Kolom Kolom Berjajar, Cripedoma, Material Batu Bata dan Kayu

(Tanpa Pelapis), Cripedoma, Nok Acroterie (Hiasan Puncak Atap), dan Windwijer

(Petunjuk Angin).

Karakteristik yang ada dapat dilihat dari fisik bangunan Kantor Pos Besar

Medan dan Lawang Sewu Semarang baik dari luar bangunan maupun dalam

bangunan. Karakteristik yang telah diobservasi akan dilakukaan analisa dengan

kesamaan jenis lalu di deskripsikan secara terperinci dalam pembahasan terkait

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
42

persamaan dan perbedaan bentuk, fungsi dan perletakan. Karakteristik yang ada

juga menyamakan dengan karakteristik pada kemasing tiga periode yaitu; Indische

Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur

KolonialModern (1915-1940).

3.2.3. Wawancara

Teknik wawancara (interview) adalah teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui

bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan keterangan

pada peneliti. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan individu yang

akan menjadi informan kunci yaitu Human Capital Supervisior Kantor Pos Besar

Medan. Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara dengan

pertanyaan mengenai sejarah bangunan dan data fisik bangunan berkaitan dengan

karakteristik kolonial belanda pada objek penelitian. Wawancara terbagi menjadi

dua bagian, diantaranya sebagai berikut:

1. Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur merupakan pertanyaan yang telah tersusun dan

akan diajukan kepada narasumber terkait permasalahan penelitian. Alat yang

diperlukan untuk memenuhi pengumpulan data berupa perekam suara dan kamera.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur dengan

menyiapkan beberapa pertanyaan mengenai karakteristik arsitektur kolonial

Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar dan Lawang Sewu Semarang yaitu:

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
43

1. Siapa dan pada tahun berapa bangunan Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang ini dibangun?

2. Dimana lokasi bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang ini dibangun?

3. Apa saja karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat Kantor

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?

4. Apa saja karakteristik yang paling dominan atau menarik dari bangunan

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?

5. Apakah ragam hias pada dinding yang dimiliki ada kaitan dari

fungsi bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?

6. Apakah fungsi dari bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang sama seperti dulu?

7. Apa arsitektur yang digunakan dari bangunan Kantor Pos Besar Medan

Lawang Sewu Semarang?

8. Bagaimana bentukan arsitektur yang diterapkan dari Kantor Pos Besar

Medan dan Lawang Sewu Semarang?

9. Apakah terdapat perubahan dalam segi material maupun bentuk pada

bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?

10. Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektur kolonial

Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
44

2. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang tidak tersusun

atau dilakukan secara spontan. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan

pertanyaan tidak berdasarkan pada pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

Hal ini dikarenakan narasumber yang memberikan keterangan secara spontan

memberikan pernyataan diluar dari pertanyaan yang tersusun.

3.2.4. Foto Dan Survey Visual

Survey visual dalam penelitian ini dilakukan untuk mengambil gambar

yang berhubungan dengan karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang dengan menggunakan media

kamera. Foto atau survey visual yang diambil berupa; Geble Atau Gevel, Tower

Atau Menara, Dormer, Cerobong Asap Semu, Tympanum, Geveltoppen, Ragam

Hias Pada Tubuh Bangunan, Fasade Simetris, Entrance Mempunyai 2 Pintu,

Denah Simetris, Jendela Besar Berbingkai Kayu, Kolom Kolom Berjajar,

Cripedoma, Material Batu Bata dan Kayu (Tanpa Pelapis), Cripedoma, Nok

Acroterie (Hiasan Puncak Atap), dan Windwijer (Petunjuk Angin). Selanjutnya

foto- foto hasil survey lapangan dapat dijadikan dalam kajian serta mendeskripsi

mengenai karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan

dan Lawang Sewu Semarang.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
45

3.3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan sumber

yang didapatkan melalui dokumen data terkait pembahasan dan studi literatur

(data sekunder). Data lainnya diapatkan dari sumber langsung melalui tindakan

wawancara, observasi dan dokumentasi (data primer). Dalam hal ini, peneliti

menggunakan kedua sumber data pada bangunan Kantor Pos Besar Medan yaitu

data primer dan sekunder untuk memperoleh data penelitian. Namun, pada

bangunan Lawang Sewu Semarang menggunakan sumber data sekunder. Berikut

penjelasan sumber data primer dan sekunder.

3.3.1. Sumber Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh dari berbagai sumber yang

memberitahu informasi secara langsung atau memberikan data langsung dari

tangan pertama. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengelola Kantor

Pos Besar Medan melalui tindakan wawancara terhadap narasumber (informan)

atau pelaku yang memahami atau menguasai tentang objek penelitian dan data

fisik yang terdapat pada bangunan tersebut melalui pengamatan langsung berupa

dokumentasi.

Narasumber adalah individu atau pelaku yang memahami atau menguasai

tentang objek penelitian. Penelitian ini membahas terkait karakteristik arsitektur

pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang, dalam hal

ini untuk mengetahui keterkaitan karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang

terdapat pada kedua bangunan tersebut. Dalam penentuan informan akan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
46

digunakan metode penentuan suatu individu dapat menjadi informan berdasarkan

persyaratan dan tujuan tertentu seperti memiliki data yang valid, bersedia

memberikan informasi yang tepat dan lengkap, dan memiliki pengetahuan terkait

sejarah yang berkaitan dengan topik penelitian.

Dalam penelitian ini, pada bangunan Kantor Pos Besar Medan peneliti

melakukan wawancara kepada satu orang yaitu Human Capital Supervisior yang

berperan dalam memberikan izin untuk dapat mengamati secara langsung objek

penelitian dan memberikan informasi mengenai sejarah bangunanm dan

memberikan penjelasan mengenai arsitektur yang diterapkan terhadap bangunan

Kantor Pos Besar Medan.

Pada bangunan Lawang Sewu Semarang, peneliti melakukan wawancara

kepada pihak pemandu Lawang Sewu Semarang yang menjadi narasumber dalam

memberikan penjelasan mengenai sejarah bangunan, menjelaskan data-data yang

ada dan arsitektur yang diterapkan pada bangunan Lawang Sewu Semarang.

3.3.2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan dapat menambah

informasi dari sumber data primer. Data sekunder mengacu pada kumpulan

informasi yang didapat berdasarkan data yang telah ada. Data sekunder antara lain

seperti melakukan dokumentasi dilapangan yang didapat dan studi kepustakaan

melalui jurnal, skripsi dan buku yang terkait dengan pembahasan dan permasalan

penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
47

3.4. Metoda Analisa Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif yang menjadi dasar peneliti dalam menginterpretasi data dan

kesimpulan yang didapatkan secara verbal. Penelitian kualitatif ini menggunakan

metode analisa data secara deduktif yaitu dengan menganalisis teori-teori yang

berkaitan dengan objek penelitian, kemudian membandingkan teori-teori tersebut

pada objek penelitian agar dapat ditarik kesimpulan.

Jenis penelitian ini merupakan gabungan dari deskripsi dan analisa

perbandingan. Peneliti mengumpulkan data dan melakukan deskripsi serta

menganalisis terhadap permasalahan penelitian mengenai karakteristik arsitektur

kolonial Belanda berdasarkan dari bentukan, fungsi dan perletakan pada bangunan

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Adapun tahapan-tahapan

untuk menganalisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu :

1. Data-data yang telah yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa. Dalam

tahap ini, data studi pustaka yang telah dikumpulkan dianalisa dengan hasil

observasi dan dokumentasi di lapangan untuk mendapatkan data fisik

mengenai evaluasi teori dan metode dalam mengetahui karakteristik

arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang

Sewu Semarang.

2. Mendeskripsikan serta menganalisis data yang didapat kemudian dilakukan

pengkajian mengenai karakteristik arsitektural kolonial Belanda pada Kantor

Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
48

3. Melakukan pembahasan dengan mendeskripsikan karakteristik arsitektur

kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang

Sewu Semarang. Kemudian melakukan perbandingan terhadap bangunan

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang terkait karakteristik

arsitektur kolonial Belanda.

4. Deskripsi hasil, hasıl penelitian di evaluasi dan dideskripsikan agar dapat

menentukan kesimpulan dan saran. Diakhir kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
49

BAB IV

DESKRIPSI OBJEK DAN KWASAN PENELITIAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

Dalam menentukan objek penelitian, penulis mengacu pada bangunan

bersejarah kolonial Belanda dengan gaya Eropa pada Kantor Pos Besar Medan

dan Lawang Sewu Semarang. Kedua bangunan tersebut menjadi pilihan objek

untuk mengkaji persamaan dan perbedaan karakteristik pada masing-masing

bangunan karena memiliki karakteristik yang terdapat pada bangunan di Eropa.

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang merupakan

bangunan arsitektur kolonial Belanda dengan pendekatan gaya Eropa (art-deco).

Bangunan Kantor Pos Besar Medan ini terletak di Jalan Balai Kota Kelurahan

kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan

posisi menghadap ke Lapangan Merdeka. Sedangkan pada bangunan Lawang

Sewu Semarang terletak di Jalan Pemuda Kota Semarang di sudut pertemuan

Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal) Provinsi

Jawa Tengah.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
50

Gambar 4.1

Lokasi Bangunan Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Tugu
Muda
Semarang

Gambar 4.2

Lokasi Bangunan Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
51

4.2. Deskripsi Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan dan Lawang

Sewu Semarang

Deskripsi kawasan penelitian ini memperlihatkan kedekatan bangunan

Kantor Pos Besar dengan bangunan sekitarnya. Antara lain sebagai berikut:

1. Grand Aston 7. Bangunan Kantor Pos 8. Bank BCA 9. Ruko


City Hall

❼ ❽❾❿

2. Bank Indonesia ❺ 10. Caffe



❷ ⓫
3. Grand Inna ❶ 11. Lapangan Merdeka

6. Hauz Home Center


4. The Reiz Condo
Gambar 4.3

Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
52

Deskripsi kawasan penelitian ini memperlihatkan kedekatan bangunan

Lawang Sewu Semarang dengan bangunan sekitarnya. Antara lain sebagai

berikut:

❷ ❸

Tugu ❹
Muda

Semarang

❶ ❹

1. Tugu Muda Semarang, 2.Dinas Perindustrian Semarang, 3. Gedung


Bank Danamond 4. Lawang Sewu Semarang
Gambar 4.4.

Bangunan Disekitaran Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

4.3. Deskripsi Transportasi Menuju Kantor Pos Besar Medan dan Lawang

Sewu Semarang

Untuk mencapai ke Kantor Pos Besar Medan dapat menggunakan

beberapa pilihan angkutan umum yaitu: becak, taxi, bus serta jasa online. Bisa

juga menggunakan kendaraan pribadi untuk menempuh lokasi penelitian.

Sedangkan untuk mencapai ke objek Lawang Sewu Semarang, dapat

menggunakan beberapa pilihan kendaraan seperti kendaraan pribadi, bus, taxi dan

jasa online.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
53

❶ ❸


1. Angkutan Umum, 2. Becak, 3. Bus, 4. Kendaraan Pribadi


(Moto Dan Mobil), 5. Jasa Online (Grab Dan Gojek)

Gambar 4.5.

Transportasi Menuju Objek Penelitian (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
54

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Kantor Pos Besar

Medan

Bangunan Kantor Pos Besar Medan menerapkan karakteristik kolonial

Belanda dengan gaya bangunan art-deco yang dapat dilihat pada Fisik

bangunannya. Berdasarkan Wardani 2009 dan Handinoto 1996, menjelaskan

beberapa karakteristik kolonial Belanda yang digunakan pada bangunan kolonial

Belanda. Berikut tabel karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat

pada Kantor Pos Besar Medan dan ketiga periode di Indonesia:

Tabel 5.1. Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Kantor Pos Besar Medan
dan Ketiga Periode di Indonesia

No Karakteristik Indische Transisi Kolonial

Arsitektur Kolonial Ada Tidak Empire 1890- Modern

Belanda Style 1915 1915-

Abad 18-19 1940

I Geble dan Gevel 


 

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
55

II Tower Atau Menara 


 

III Nok Acroterie   



(Hiasan Puncak

Atap)

IV Dormer 

V Windwijer (Petunjuk   

Angin)

VI Balustrade 

VII Tympanum 

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
56

VIII Geveltoppen 

IX Ragam Hias Materi- 



al Logam

X Ragam Hias Pada  



Tubuh Bangunan

XI Cerobong Asap  

Semu

XII Material Batu Bata   



dan Kayu (Tanpa

Pelapis)

XIII Denah Simetris 


  

XIV Kolom-Kolom Ber- 



jajar

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
57

XV Fasade Simetris 

XVI Entrance Mempu- 



nyai 2 Pintu

XVII Cripedoma 

XVIII Jendela Berbingkai 
   
Kayu

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
58

5.2. Karakteristik Kolonial Belanda Kantor Pos Besar Medan Berdasarkan

Bentuk, Fungsi dan Perletakan

Dari tabel 5.1 di atas, pada sub bab 5.2 akan menjelaskan dan

mendeskripsikan karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda berdasarkan

bentukan, perletakan dan fungsi karakteristik yang terdapat di Kantor Pos Besar

Medan. Karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar

Medan antara lain: Gable, Gevel, Tower, Dormer, Balustrade, Tympanum,

Geveltopen, Ragam Hias Material Logam, Ragam hias Pada Tubuh Bangunan,

Denah Simetris, Kolom-Kolom Berjajar, Fasad Simetris, Entrance Dua Pintu Dan

Jendela Berbingkai Kayu. Analisis karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda

berdasarkan bentukan, fungsi dan perletakan yang terdapat di Kantor Pos Besar

Medan tersebut sebagai berikut:

I. Gable Dan Gevel

Bangunan Kantor Pos Besar yang di bangunan oleh seorang arsitek

bernama Ir. Simon Snuyf yang dulu merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan

Umum Belanda untuk Indonesia pada masa pemerintahan Belanda, memiliki

karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang dapat dilihat dari fisik bangunanya.

Bangunan megah yang berdiri disudut lapangan merdeka ini memiliki luas

bangunan 1200 M² dengan tinggi 20 meter, Panjang 60 meter dan Lebar 20 meter.

Karakteristik fisik yang dimiliki berupa Gable. Gable pada Kantor Pos Besar

Medan memiliki bentuk persegi. Gable berbentuk persegi dipadukan jendela

bukaan. Perletakan geble pada Kantor Pos Besar Medan mengelilingi atap yang

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
59

berbentuk persegi delapan. Gable yang dipadukan dengan jendela bukaan ini

difungsikan sebagai ventilasi udara agar suasana bangunan Kantor Pos Besar

Medan tidak panas. Gable pada bangunan akan terlihat jelas dari bagian depan

tampak bangunan kantor pos besar Medan.

Gambar 5.1.

Bentukan Gable Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
60

Gevel yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar akan terlihat jelas di

tampak bangunan dengan memiliki bentukan pediment yaitu bentuk segitiga.

Gevel berbentuk segitiga dengan warna dominan putih dan orange serta memiliki

jendela setengah lingkaran terbuat dari kayu dan sebagian jendela menggunakan

jerjak besi. Bukaan banyak terdapat pada gevel guna untuk udara dan sinar

matahari yang masuk ke dalam bangunan tidak terlalu besar. Gevel dengan posisi

mengelilingi atap dormer memiliki overstack sepanjang 1 meter, sehingga air

hujan tidak langsung mengenai bagian depan gevel. Perletakkan gevel dibagian

mengelilingi dormer sebagai tanda bagian entrance atau pintu masuk bangunan.

Gambar 5.2.

Bentukan Gevel Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
61

Posisi gevel dapat terlihat pada gambar diatas. Posisi gevel yang berbeda

masing-masing menghadap kearah Lapangan Merdeka serta menghadap ke arah

jalan Balai Kota Medan. Masing-masing gevel memiliki bentukan sama yaitu

segitiga. Gevel memiliki warna orange mengenalkan warna khas dari sebuah

pengiriman barang atau pos. Warna putih yang digunakan sebagai tanda tidak

menghilangkan dominan warna bangunan pada zaman dulunya.

Gambar 5.3.

Gevel Di Tiap Sisi Bangunan (Penelitian, 2019)

Gable dan gevel pada bangunan Kantor Pos Besar Medan sering di

tampilkan pada bangunan bergaya kolonial Belanda lainnya. Hal tersebut

dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos Besar Medan yang

menyatakan:

“Bentukan bangunan Kantor Pos Besar ini memiliki karakteristik arsitektur

kolonial Belanda. Dapat kita lihat pada bagian tampak bangunan memiliki

bentukan atap kecil-kecil yang dinamakan gevel atau gable di tiap sisi atap yang

berbentuk segi delapan. Warna pada bangunan ini dominan orange yang

melambangkan dari bangunan ini yaitu Pos. Serta sebuah kesepakatan bahwa pos

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
62

menggunakan dominan warna orange (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah,

Human Capital Supervisior)”.

II. Tower Atau Menara dan Dormer

Tower yang terdapat Kantor Pos Besar Medan ini berbentuk segi delapan.

Penggunaan tower di atas bangunan banyak dilakukan arsitek Belanda di

Indonesia mulai tahun 1900-an sampai tahun 1940-an (Hadinoto 1996). Tower

berbentuk segidelapan diberi buka-bukaan kecil dengan material kayu. Bukaan

kecil pada tower sebagai ornament dan memiliki fungsi untuk penghawaan serta

pencahayaan pada bangunan agar ruangan tidak panas, hal ini menyesuaian

terhadap iklim lokal di Indonesia khususnya di Kota Medan yang mempunyai

iklim tropis. Tower juga sebagai penanda entrance bangunan atau pintu utama

bangunan.

Tower ini berdiri diatas atap dormer, jika dari fasad dormer pada bangunan

Kantor Pos Besar Medan berbentuk segidelapan dan ukuran yang lebih besar dari

gevel dan gable. Dormer dilihat dari dalam akan tampak megah yang disebut

vestibule. Vestibule yang difungsikan sebagai tempat berkumpul. Atap dormer

berbahan genteng di setiap sisinya dekelilingi oleh gable dengan bentuk persegi.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
63

Tower Atau Menara

Atap Dormer

Gambar 5.4.

Tower dan Dormer Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Gambar 5.5.

Tampak Atas Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
64

Jika dilihat dari atas bangunan, atap dormer berbentuk segi delapan dengan

memiliki gabungan di tiap sisi terlihat seperti bentukkan sangkar burung.

Bentukan sangkar burung diartikan sebagai fungsi bangunan yaitu Pos. Hal

tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos Besar Medan

yang menyatakan:

“Bangunan ini yang besar ini dinamakan tower yang di fungsikan dari

dalam sebagai tempat berkumpul yang bernama vestibule. Atap yang disebut

sebagia atap dormer ini dari tampaknya biasa saja namun jika kita lihat dari

atasakan tampak seperti snagkar burung. Sangkar burung ini dikaitkan dengan

fungsi Pos. Kantor Pos Besar ini yang merupakan pusat pengiriman barang.

Tower yang paling atas memiliki bentukan yang sama mengikuti atap dormer

yaitu segi delapan (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital

Supervisior)”.

III. Balustrade

Kantor pos besar memiliki balustrade pada bagian samping bangunan,

balustrade yang terdapat pada bangunan kantor pos hanya ada di bagian samping

bangunan. Balustrade yang di fungsikan sebagai pagar pembatas balkon, ataupun

dek bangunan serta berfungsi sebagai selasar pejalan pada lantai atas dan selasar

(teras) pada bagian bawah. Dengan adanya balustrade pada bangunan, dapat

sebagai penahan hujan masuk kearea selasar ataupun ruangan. Balustrade pada

bangunan kolonial Belanda sering digunakan, balustrade yang ditampilkan akan

terlihat pada tampak dengan adanya kolom-kolom yang berderet.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
65

Gambar 5.6.

Balustrade Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)


\

IV. Tympanum

Tympanum merupakan dekorasi atau hiasan pada bagian atas pintu masuk

bangunan atau entrance. Bagian entrance bangunan Kantor Pos Besar akan terlihat

sebuah hiasan dekorasi berbentuk setengah lingkaran dengan berbahan kaca dan

sisi setengah lingkaran berbahan kayu. Tympanum berbahan kaca pada bangunan

Kantor Pos Besar Medan dibuat langsung dari negara Belanda.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
66

Tympanum dengan bentuk setengah lingkaran ini memiliki warna yang cerah

dengan gabungan ornament persegi dan juga hiasan bunga, tympanum tersebut

memberikan kesan romantic pada bangunan. Hal tersebut dipertegas oleh hasil

wawancara dengan pihak Kantor Pos Besar Medan yang menyatakan:

“Dekorasi pada atas pintu memiliki ornament berupa perpaduan

kotak-kotak kecil dengan sisi-sisi setengah lingkaran di penuhi seperti bunga

kecil. Ornament ini memiliki warna-warna yang cerah. Ornament ini terbuat dari

kaca yang di datangkan langsung dari Belanda (Narasumber: Pak Junaidi

Abdillah,Human Capital Supervisior)”.

Gambar 5.7.

Tympanum Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
67

V. Geveltoppen

Geveltoppen adalah hiasan puncak pada bagian atap. Karakteristik yang

dimiliki kolonial Belanda kerap menggunakan hiasan pada bagian atap bangunan

yang difungsikan sebagai hiasan atap. Selain geveltoppen yang digunakan pada

bagian atas atap biasa juga mengggunakan petunjuk arah mata angin. Pada

bangunan Kantor Pos Besar Medan ini hanya memiliki hiasan puncak dibagian

tower. Bentukkan geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan ini seperti

bentukkan silang yang tidak memiliki arti khusus terhadap bangunan. Hal tersebut

dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan:

“Jika kita lihat bagian atas tower seperti antena, itu merupakan hiasan

bangunan dengan bentukkan silang. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human

Capital Supervisior)”.

Gambar 5.8.

Geveltoppen puncak pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
68

VI. Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan dan Ragam Hias Material Logam

Ragam hias pada tubuh luar bangunan Kantor Pos Besar Medan sudah

terlihat pada tampak bangunannya. Ragam hias yang di tampilkan berbeda-beda,

diantaranya ukiran terompet zaman dahulu, tulisan anno 1911 dan lambang

burung Pos. Ragam hias yang ditampilkan dari ukiran terompet menceritakan arti

fungsi pos. Anno 1911, merupakan bahasa Belanda yang diartikan sebagai tahun

berdirinya bangunan Kantor Pos Besar Medan. Lambang burung pos suatu

lambang dari fungsi bangunan dan juga suatu lambang pos Indonesia. Dari semua

ragam hias yang ditampilkan dalam tubuh bangunan Kantor Pos Besar Medan

merupakan bentuk sebuah perkenalan fungsi bangunan tersebut terhadap

masyarakat.

b c
a

a. Terompet, b. tahun, c. lambang Pos Indonesia

Gambar 5.9.

Ragam Hias Luar Bangunan Pada Kantor Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
69

Ragam hias lainnya terdapat juga di dalam tubuh bangunan Kantor Pos

Besar Medan. Ragam hias bagian dalam terdapat di area Vestibule, yang

merupakan tempat berkumpul dengan memiliki atap menjulang keatas berlapis

kuningan terlihat megah, dihiasi lampu hias gantung yang antic dan lantai

bermaterialkan marmer dengan ukuran 80 kali 80 cm kini beberapa masih ada.

Selain ragam hias vestibule yang megah dengan dihiasin lampu gantung

yang antic dan marmer yang ukuran besar, ada juga ornament binatang dan

tumbuhan pada dinding bangunan. Ornament yang ditampilkan yaitu burung,

bukit, dan tiang telepon. Dari kemasing-masing ornament yang di tampilkan

memiliki arti tersendiri, seperti burung, kabel telepon dan terompet merupakan

lambang suatu fungsi bangunan pos yaitu komunikasi atau menyampaikan suatu

pesan dizaman dulu. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak

Kantor Pos yang menyatakan:

“Ragam hias yang di tampilkan pada bagian dalam bangunan sama

halnya dengan yang diluar semua ragam menceritakan bangunannya sendiri atau

memperkenalkan diri sendiri apa bangunan ini. Semua tidak terlepas dari ragam

yang ditampilkan dari ornament burung, terompet dan lainnya. (Narasumber:

Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
70

b c

a. Kuningan Vestibule, B. Ornament Burung, C. Ornament Gambar


Terompet

Gambar 5.10

Ragam Hias Dalam Bangunan Pada Kantor Besar Medan (Penelitian, 2019)

Gambar 5.11.

Lantai Marmer Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)


VII. Fasad Simetris dan Denah Simetris

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
71

Bangunan Kantor Pos Besar Medan ini memiliki luas 1200 M² dengan

tinggi 20 meter, Panjang 60 meter dan Lebar 20 meter. Pada bagian bangunan

Kantor Pos Besar Medan memiliki denah dan fasad yang simetris, dengan bentuk

persegi panjang dan denah pada bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan

memiliki konfigurasi massa L serta memiliki dua lantai yang difungsikan sangat

baik dari dulu hingga sekarang sebagai kantor pengantar barang. Denah simetris

berfungsi sebagai hubungan ruangan secara langsung satu dengan yang lain atau

dihubungkan ruang yang berbeda dan terpisah. Fasad yang simetris berfungsi

sebagai penyeimbang suatu bangunan akan terlihat porporsi atau balance dalam

skala yang sama dalam bangunannya. Hal tersebut dipertegas oleh hasil

wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan:

“Dari tampak atau fasad jika perhatikan simetris, pada denah bangunan

ini juga memilki bentukkan huruf l dan bangunan ini memiliki 2 lantai dan tiap

ruang masih digunakan sebagai kegiatan kantor pos dalam pengiriman barang

(Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”

Gambar 5.12.

Tampak Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Ahmad Mansuri Alkindi, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
72

Gambar 5.13.

Denah Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Ahmad Mansuri Alkindi, 2019)

VIII. Kolom-Kolom Berjajar

Pada bagian dalam bangunan Kantor Pos yang berfungsi sebagai tempat

berkumpul dinamakan vestibule akan terlihat kolom-kolom yang mengelilingi

interior bagian vestibule. Kolom tersebut memiliki uluran 60 kali 60 dengan space

antar kolom 4 meter tidak memiliki bentukan yang unik seperti kolom Eropa

seperti doric di zaman dahulu. Bagian luar juga terlihat kolom yang sama besar.

Kolom bagian luar merupakan balustrade yang difungsikan sebagai pagar

pembatas balkon, ataupun dek bangunan dan penahan beban atas bangunan agar

tidak menahan beban pada dinding. Pernyataan terkait kolom dipertegas oleh

pihak Kantor Pos yang mengatakan:

“Terlihat pada bagian vestibule yang difungsikan sebagai tempat

berkumpul terdapat kolom-kolom yang berdiri kokoh mengelilingi bentukan ling-

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
73

karan pada vestibule.Kolom yang besar ini memiliki space yang cukup luas antar

kolom lainnya. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah,Human Capital Supervisior)”.

Gambar 5.14.

Kolom Dalam Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Gambar 5.15.

Kolom Luar Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
74

IX. Entrance Mempunyai 2 Pintu

Pada bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki entrance dengan dua

daun pintu. Dua daun pintu ini biasa digunakan pada kolonial Belanda pada

bangunannya sebagai pintu masuk utama. Pintu dengan tinggi 2,5 meter dan lebar

2 meter ini menggunakan material kayu yang sangat kokoh dan juga tebal. Pintu

ini juga di hiasin tympanum atau hiasan pada atas pintu. Pada bagian Kantor Pos

Besar Medan kebanyakan memiliki dua daun pintu yang berbahan kayu. Pintu ini

memiliki pegangan pintu dengan motif yang unik, dan pada tampilan tympanum

pintu juga memiliki ornament yang terbilang sulit dicari di Indonesia karena

ornament serta bahannya didatangkan langsung dari Belanda. Pintu tersebut

hingga saat ini sangat kokoh berdiri dengan ketebalan 20cm. Hal tersebut

dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan:

“Untuk bagian entrance bangunan ini memiliki dua daun pintu dengan

bahan kayu, serta lebar pintu yang terbilang lebar dan juga panjang pintu juga

tinggi, tidak pada pintu pada umumnya. Disetiap pintu-pintu lainnya juga

memiliki dua daun pintu namun dengan lebar yang berbeda. Pintu pada entrance

ditandai dengan memiliki hiasan diatasnya. (Narasumber: Pak Junaidi

Abdillah, Human Capital Supervisior)

Gambar 5.16.

Entrance Dua Daun Pintu Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
75

X. Jendela Besar Berbingkai Kayu

Pada bagian ventilasi atau bukaan Kantor Pos Besar Medan terlihat pada

gambar berbahan kayu dan bentuk bukaan perpaduan setengah lingkaran dan

persegi. Bukaan terdapat pada Kantor Pos Besar Medan ini terbilang banyak dan

disetiap sisi bangunan ada. Banyaknya bukaan yang ada pada bangunan sebagai

jalur masuknya udara kedalam ruangan dan juga cahaya. Sebagian bukaan pada

bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki jendela bermaterialkan dari kaca

dengan jerjak besi dan ada sebagian bermaterialkan dari kayu. Bentuk dari bukaan

pada bangunan Kantor Pos Besar Medan berbeda-beda, ada yang setengah

lingkaran dan persegi panjang. Keadaan pada bukaan tersebut sebagian ada yang

baik dan sebagian ada yang tidak baik. Keadaan tidak baik ditandai seperti

ditanami oleh tanaman liar, debu dan berkarat. Banyaknya bukaan pada bangunan

kantor pos membuat ruangan menjadi sejuk. Pernyataan terkait kolom

dipertegas oleh pihak Kantor Pos Besar Medan yang mengatakan:

“pada bangunan ini dari segi tampak atau fasad sudah jelas memiliki

banyak bukaan sehingga bangunan ini terasa sejuk. Dari tampak juga kita bisa

tau jendela yang yang digunakan yaitu berbentuk setengah lingkaran dan persegi

panjang. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.

Gambar 5.17.

Jendela Kayu Pada Kantor Besar Medan (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
76

5.3. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu

Semarang

Bangunan Lawang Sewu Semarang menerapkan karakteristik kolonial

Belanda dengan gaya bangunan art-deco yang dapat dilihat pada Fisik

bangunannya. Berdasarkan Wardani 2009 dan Handinoto 1996, menjelaskan

beberapa karakteristik kolonial Belanda yang digunakan pada bangunan kolonial

Belanda. Berikut tabel karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat

pada Lawang Sewu Semarang:

Dari penjelasan karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat

pada Lawang Sewu Semarang, karakteristik tersebut juga memiliki kesamaan

pada karakteristik dalam ketiga periode yang berbeda-beda yaitu:

Tabel 5.2.Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Lawang Sewu Semarang


dan Ketiga Periode di Indonesia
No Karakteristik Indische Transisi Kolonial

Arsitektur Kolonial Ada Tidak Empire 1890-1915 Modern

Belanda Style 1915-1940

Abad 18-19

I Geble dan Gevel 

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
77

II Tower Atau 

Menara

III Nok Acroterie 


(Hiasan Puncak

Atap)

IV Dormer   

V Windwijer (Pe- 

tunjuk Angin)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
78

VI Balustrade  

VII Tympanum 

VIII Geveltoppen 

IX Ragam Hias

Material Logam

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
79

X Ragam Hias Pada 


 
Tubuh Bangunan

XI Cerobong Asap 

Semu

XII Material Batu Ba-  

ta dan Kayu

(Tanpa Pelapis)

XIII Denah Simetris 


   

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
80

XIV Kolom-Kolom 

Berjajar

XV Fasade Simetris 

XVI Entrance

Mempunyai 2

Pintu

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
81

XVII Cripedoma 

XVIII Jendela
   
Berbingkai Kayu

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
82

5.4. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu

Semarang Berdasarkan Bentukan, Fungsi, dan Perletakan

I. Gable dan Gevel

Pada bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat gable dan gevel. Gable

pada bangunan Lawang Sewu terdapat dibagian atas atap bermaterialkan genteng

pada gedung A sebagai galeri atau pameran dan gedung B yang difungsikan

sebagai ruang retail. Gable pada gedung A memiliki 8 gable yang berbentuk

persegi dengan atap kerucut. Gable pada gedung B memiliki 6 gable yang

berbentuk segidelapan dengan atap kerucut. Kedua gable yang terdapat pada

gedung A dan B difungsikan sebagai ventilasi udara dan sebagai hiasan penanda

bangunan Lawang Sewu merupakan bangunan kolonial. Kedua gable tersebut

akan terlihat jelas pada fasad bangunan samping gedung A dan B. Kedua gable

memiliki kisi-kisi yang sebagai jalur masuk udara dan juga sebagai ornament pada

gable.

Gambar 5.18.

Bentukan Gable Gedung A dan B Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
83

Gevel yang terdapat bangunan Lawang Sewu Semarang akan terlihat jelas

pada bagian fasad depan bangunan dari Tugu Muda Semarang. Gevel pada

bangunan tersebut memiliki bentukan pediment atau bentukan segitiga dengan

pewarnaan dominan putih, tidak hanya gevel bewarna putih bangunan

keseluruhan Lawang Sewu juga bewarna putih. Gevel pada bangunan juga

memiliki tiga pintu yang berdaun dua pintu. Gevel tersebut memiliki hiasan

puncak dengan ornament berupa relief. Relief ini menggambarkan roda kereta api

bersayap yang sampai jaman Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang

perkeretaapian Indonesia. Di atas roda bersayap terdapat relief seperti yang ada di

candi-candi di Jawa

Gambar 5.19.

Bentuk Gevel Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
84

II. Tower atau Menara dan Dormer

Bangunan Lawang Sewu memiliki dua tower yang menjulang tinggi

dengan bentukan kubah. Tower tersebut akan terlihat pada fasad depan bangunan,

kedua tower tersebut memiliki hiasan puncak. Kedua tower yang berbentuk kubah

ini memiliki bukaan atau ventilasi yang berbentuk persegi, guna untuk

memanilisirkan udara yang masuk ke dalam bangunan. Tower tersebut mengampit

bagian gevel yang berbentuk segitiga. Tower yang penjulang tinggi diantara

bentukan lainnya juga sebagai penanda pintu masuk atau entrance bangunan.

Gambar 5.20.

Tower Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Tower pada bangunan Lawang Sewu Semarang tersebut berdekatan

dengan atap dormer yang dinamakan vestibule. Vestibule pada bangunan tersebut

memiliki ragam hias bermaterialkan kaca yang disebut kaca patri. Dormer

bermaterialkan atap genteng pada bangunan memiliki bentukan segidelapan, jika

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
85

dari fasad depan akan terlihat dormer sedikit lebih tinggi dari gevel bangunan dan

dormer tersebut terlihat dari atas diapit oleh bangunan yang sebagai jalur masuk

bangunan dan selasar menuju courtyard atau taman belakang bangunan. Dormer

tersebut difungsikan juga sebagai penanda pintu masuk atau entrance bangunan.

Menuju courtyard
belakang

Bagian menuju
pintu masuk

Gambar 5.21.

Atap Dormer Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

III. Balustrade

Bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki balustrade pada bagian

gedung A dan C. Balustrade pada bagian gedung A akan terlihat pada fasad depan

bangunan atau terlihat dari pintu masuk utama dilindungi oleh atapnya yang

merupakan balkon luas yang terhubung langsung dengan bangsal utama

bangunan. Balustrade lainnya terdapat di gedung C yang akan terlihat dari fasad

samping kiri bangunan. Balustrade yang terdapat pada gedung A dan C ini

berfungsi sebagai atap yang merupakan balkon dan juga sebagai atap selasar pada

bagian bawah (teras) dan selasar atas. Adanya balustrade pada bangunan dapat

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
86

juga sebagai perluasan ruang, karena letaknya yang melekat langsung di samping

ruang di lantai atas, dapat menegaskan perbedaan lantai dasar dan atas, dan dapat

membuat bidang dinding menjadi "bernyawa". Dengan adanya balustrade

tampilan fasad bisa lebih dinamis.

Gambar 5.22.

Balustrade Bangunan A dan C Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

IV. Tympanum

Tympanum merupakan dekorasi atau hiasan pada bagian atas pintu masuk

atau entrance bangunan. Bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat tympanum

dibagian pintu masuk atau entrance yang terletak pada sudut pertemuan kedua

sayap bangunan. Tympanum tersebut difungsikan sebagai hiasan pada atas pintu

masuk dengan memiliki bentukan setengah lingkaran dan ukiran besi yang

berbentuk persegi dengan ujung bentukan oval, ukiran tersebut mengikuti

bentukan tympanum yang berbentuk setengah lingkaran. Tympanum dengan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
87

ukiran yang sederhana tersebut juga sebagai penanda pintu masuk, sesuai dengan

filosofi NIS, Direksi NIS bahwa bangunan itu di satu sisi harus mengesankan

keserdehanaan tapi di satu sisi juga harus dirancang dengan baik.

Gambar 5.23.

Tympanum Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

V. Geveltoppen

Geveltoppen adalah hiasan puncak yang tepatnya diatas tower atau diatas

atap bangunan. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki geveltoppen

yang letaknya di atas tower yang berbentuk kubah. Geveltoppen yang terdapat

pada bangunan tersebut berfungsi sebagai hiasan puncak pada bangunan dan

sebagai penanda pintu masuk atau entrance. Bangunan Lawang Sewu Semarang

memiliki dua geveltoppen yang letaknya sama di atas tower berbentuk

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
88

kubah. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga, sedangkan

puncak menara dihiasi hiasan perunggu berbentuk bulat.

Gambar 5.24.

Geveltoppen Dipuncak Tower Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

VI. Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan

Bangunan Lawang Sewu Semarang yang menarik dalam perancangan

gedung ini adalah ragam hias pada pintu masuk gedung adminstrasi NIS dihiasi

ornamen karya seniman Jl. Schouten. Di ruang penerima terdapat kaca patri

buatan J.L. Schouten dari studio Prinsenhoft di Delft.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
89

Gambar 5.25.

Seniman Bernama Johannes Lourens Schouten

(http://www.vanderkrogt.net/standbeelden/object. php?record=ZH14am)

Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama gedung

ini. Lukisan kaca patri pada salah satu sisi Lawang Sewu Semarang memiliki

warna-warna dominasi hijau biru kuning. Lukisan kaca pada bangunan Lawang

Sewu Semarang bertepatan menghadap ke arah timur yang merupakan arah

terbitnya matahari. Lukisan Kaca ini berada pada setengah lantai dari lobi

penerimaan menuju lantai dua. Terdapat 3 lukisan yang terkait satu sama lain.

Relief yang tergambar pada tiap sesi lukisan kaca melambangkan latar belakang

dari pada bangunan Lawang Sewu Semarang sendiri. Berikut merupakan

pembahasan pada tiap lukisan kaca patri:

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
90

❶ ❷ ❸

Gambar 5.26.

Kaca Patri Lawang Sewu Semarang

(Sumber foto:htttp:// indonesianheritagerailway.com)

1. Kaca patri sebelah kanan atas menggambarkan keadaan dua kota besar

penyokong perekonomian Amsterdam, yakni Semarang & Batavia, pada masa

itu di dua kota inilah terletak pelabuhan besar yang menghubungkan

Nusantara dan Negeri Belanda, dari kedua pelabuhan inilah komoditas terbaik

di dunia di angkut dan kemudian untuk dijual demi kemakmuran Amsterdam

pada khususnya dan Negeri Belanda pada umumnya. Masa Penjajahan

dilakukan oleh Belanda dengan prinsip Gold, Glory, Gospel. Gold dilakukan

dengan mengeksploitasi kekayaan rempah-rempah di tanah subur Indonesia

menggambarkan Kota Maritim yaitu Batavia dan Semarang, kedua kota yang

merupakan bandar–bandar besar, dan sebagai pusat aktivitas maritim untuk

mendukung kesejahteraan kota Amsterdam. Hal ini juga kita bisa lihat dari

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
91

sejarah sebelum kolonial masuk, bandar Semarang tersebut sudah ramai sejak

zaman dahulu kala, yaitu sejak zaman Mataram Kuno.

2. Kaca patri bagian tengah bawah menggambar adanya roda terbang yang

mempunyai sayap dan dua orang wanita yang terdapat di kaca patri ini

menggambarkan sosok figur Dewi Fortuna dan Dewi Venus. Dewi fortuna

yang memberikan keberuntungan dan sosok Dewi Venus, dewi yang

digambarkan sebagai perempuan cantik yang penuh rasa cinta dan kasih

sayang. Kedua dewi tersebut mempunyai ikatan kepada bumi pertiwi untuk

memberikan kejayaaan pada kereta api.

3. Kaca patri sebelah kiri atas terdapat banyak dedaunan menggambarkan

kemakmuran tanah Pulau Jawa dan keindahan alamnya. Lukisan ini

menggambarkan keberagaman flora dan fauna yang merupakan perpaduan

Barat dan Timur. Kekayaan flora dan fauna tersebut diartikan sebagai

pelindung jalur kereta api di Jawa.

Lukisan kaca patri merupakan salah satu ornamen pada bangunan Lawang

Sewu yang menggambarkan cerita atau sejarah dibalik bangunan tersebut.

Lukisan ini juga sebagai dari perubahan fungsi bangunan dari kantor pusat kereta

api, hingga tempat wisata sekaligus museum sejarah per-keretaapian Indonesia.

Tidak hanya kaca patri sebagai ragam hias pada tubuh bangunan Lawang

Sewu Semarang, pada bangunan Lawang Sewu Semarang juga memiliki hiasan

pada lantai bangunan yang dilapisi bahan marmer cokelat dan hitam, serta

keramik putih kusam berukuran 30 x 30cm. Lantai bermaterialkan marmer

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
92

terdapat pada ruangan dalam maupun selasar dengan lebar selasar 1,5 meter yang

menghubungkan ruang yang satu dengan ruang yang lainnya.

Gambar 5.27.

Lantai marmer Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

VII. Denah dan Fasad Simetris

Lawang Sewu Semarang dibangun pada masa pemerintahan kolonial

Belanda, mulai dari 27 Februari 1904 hingga 1 Juli 1907. Lokasi yang dipilih

adalah di ujung Jalan Pemuda Semarang (Bodjongweg). Perencanaan

pembangunan kantor tersebut dipercayakan kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer dan

B.J. Ouendag dari Amsterdam. Bangunan ini didirikan diatas lahan seluas 14.216

m2 untuk Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta (Het Hoofdkantoor van de

Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij-NIS) dan merupakan bukti awal

sejarah perkembangan perkeretaapian di Indonesia.

Bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki denah dan fasad yang

simetris. Bangunan Lawang Sewu Semarang terdiri atas beberapa gedung

diantaranya bangunan A, B, C, dan D, kompleksnya bangunan Lawang Sewu

Semarang dibangun secara bertahap. Bangunan pertama yang didirikan adalah

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
93

rumah penjaga (gedung D) dan percetakan (gedung C) yang dulunya digunakan

sebagai bangunan direksi. Gedung utama (gedung A).Pada tanggal 1 Juli 1907

gedung A, gedung C, gedung D, dan gedung G selesai dibangun. Berikut

diantaranya penjelasan dari beberapa bangunan:

1. Gedung A, Gedung A adalah bangunan utama kantor NIS. Gedung

berlantai tiga memiliki luas 5.473,28 m² yang saat ini dimanfaatkan

sebagai tempat pameran dan menjadi objek wisata dengan konfigurasi

massa “L”. Konfigurasi massa L ini bagian depannya tampak berbentuk

seperti layang-layang dengan pintu masuk utama terletak pada sudut

pertemuan kedua sayap. Pada bagian Vestibula di lantai dasar dirancang

sangat menarik dengan pintu kaca patri, lantai, dan dinding marmer.

Ruang tersebut merupakan pengantar ke ruang di dalamnya tempat tangga

utama berada, dengan hamparan jendela besar berkaca patri dari J. L.

Schouten di Delft.Pada bagian bangunan memiliki selasar yang mengikuti

konfigurasi massa L berfungsi untuk menghubungkan berbagai ruangan.

2. Gedung B, Gedung B merupakan perluasan dari gedung A, terdiri dari dua

lantai utama, satu lantai ruang atap dan memiliki bentukan yang

sederhana. Gedung B yang memiliki luas 4.145,21 m² secara umum dalam

kondisi baik dan saat ini sedang dalam proses pemeliharaan dan

perbaikan. Gedung B ini difungsikan sebagai ruang retail, ruang sewa

perkantoran, food hall, dan fitness center.

3. Gedung C, Gedung C terdiri dari 2 lantai, lantai 1 dahulu berfungsi

sebagai tempat mencetak tiket dan jadwal kereta api NIS. Bangunan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
94

memiliki ukuran panjang 17 m, lebar 10 m, tinggi 11 m, dan luas 342 m².

Dinding menghadap ke barat. Gedung C saat ini dalam kondisi terawat

baik dan difungsikan sebagai ruang pameran di lantai 1 (satu) sedangkan

lantai 2 (dua) untuk sementara digunakan sebagai kantor Divisi Heritage

dan Arsitektur PT Kereta Api Indonesia (Persero). Di sisi tenggara

terdapat bangunan tambahan yang digunakan untuk ruang audio-visual.

4. Gedung D, Gedung D merupakan bangunan satu lantai yang beratap

limas dengan ukuran panjang 15,8 m, lebar 6,25 meter, dan luas 197 m².

Gedung D terawat baik dan saat ini sedang dalam proses pemeliharaan dan

perbaikan.

5. Gedung E, Gedung satu lantai ini memiliki luas 135 m², beratap pelana

dengan penutup genteng, dan pintu serta jendela yang memiliki jalusi

kayu. Gedung E terawat baik dan saat ini sedang dalam proses

pemeliharaan dan perbaikan.

Gambar 5.28.

Keterangan Gedung A-D Lawang Sewu Semarang

(Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan, PT KAI (Persero) 2010)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
95

Gambar 5.29.

Denah Gedung A Lawang Sewu Semarang

(Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan, PT KAI (Persero) 2010)

Selain denah, bangunan Lawang Sewu Semarang juga memiliki fasad

yang simetris, fasad simetris ini dapat dilihat dari tampak depan dari Tugu Muda

Semarang dan dapat dilihat dari jalan Pemuda Semarang. Fasad simetris tersebut

akan terlihat adanya kolom-kolom yang berjajar, kolom-kolom berjajar tersebut

sangat identik dengan bangunan kolonial. Tidak hanya kolom yang berjajar,

banyaknya pintu dan jendela juga merupakan salah satu dari indentik bangunan

kolonial. Dari fasad yang simetris dilihat dari Tugu Muda Semarang, kita akan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
96

melihat adanya tower di kedua sisi bangunan, tower tersebut menandakan pintu

masuk bangunan Lawang Sewu Semarang.

Gambar 5.30.

Fasad Simetris Lawang Sewu Semarang

(Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan, PT KAI (Persero) 2010)

Masing-masing denah dan fasad simetris berfungsi sebagai hubungan ruangan

secara langsung satu dengan yang lain atau dihubungkan ruang yang berbeda dan

terpisah. Fasad yang simetris berfungsi sebagai penyeimbangkan suatu bangunan

akan terlihat porporsi atau balance dalam skala yang sama dalam bangunannya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
97

VIII. Kolom-Kolom Berjajar

Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki kolom yang dilihat dari

dimensi kolom yang digunakan relatif tebal dengan bentukan ziggurat. Kolom

tersebut masih belum menggunakan tulangan melainkan hanya terbuat dari batu

bata yang disusun dalam sistem pasangan dua bata dengan ukuran 60x80 cm.

Kolom-kolom yang berjajar pada bangunan Lawang Sewu Semarang dapat dilihat

dari fasad bangunan samping dari jalan Pemuda Semarang. Kolom tersebut

berfungsi sebagai pengantar beban atas bangunan atau penopang atap agar tidak

memberikan beban pada dinding. Kolom-kolom secara detail terlihat memiliki

bentukan lengkung dibagian atasnya yang memberikan kesan kolonial serta pada

kolom terlihat adanya mengekspos bahan batu bata.

Gambar 5.31.

Kolom-kolom Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
98

IX. Emtrance Mempunyai Dua Pintu

Menurut Prabowo (2017) dalam bahasa Jawa, Lawang Sewu berarti

“seribu pintu”. Istilah tersebut digunakan karena bangunan Lawang Sewu

memiliki pintu yang banyak walaupun sebenarnya jumlahnya tidak mencapai

seribu, hanya 342 pintu. Menurut Haryadi (2011) masyarakat menyebut bangunan

ini dengan Lawang Sewu Semarang karena memiliki banyak pintu pada setiap

ruang maupun koridornya.

Pada daerah entrance atau pintu masuk Lawang Sewu Semarang diapit

oleh dua menara. Pintu masuk atau entrance terdapat dibagian depan bangunan A

menggunakan dua daun pintu dengan lebar 4 meter dengan tinggi 3,5 meter yang

difungsikan sebagai pintu masuk para wisata. Entrance tersebut merupakan pintu

berdaun ganda atau dua daun pintu dengan panel tebal dan kedap yang terbuat dari

kayu yang berwarna coklat dengan bentukan persegi dan dikombinasikan hiasan

atas pintu berbentuk setengah lingkaran yang tiap sisi pintu terdapat hiasan

bermaterialkan besi. Tidak hanya bagian entrance yang memilki dua daun pintu,

pada bagian selasar bangunan A dengan memiliki banyak pintu dimana pola pintu

mengikuti setiap sela-sela pengisi antar kolom terdapat bukaan untuk boventlicht

yang terdapat diatas pintu sebagai ventilasi udara.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
99

Gambar 5.32.

Dua Daun Pintu Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Sesuai dengan filosofi NIS, Direksi NIS memberi arahan bahwa bangunan

itu di satu sisi harus mengesankan keserdehanaan tapi di satu sisi juga harus

dirancang dengan baik. Pengecualian di gedung administrasi NIS adalah pada

ruang penerima (entrance hall) di sudut bangunan, yang sengaja dirancang megah.

X. Cipredoma

Bangunan kolonial identik dengan adanya cipredoma atau tarp-trap anak

tangga di bagian pintu masuk atau pada bagian pintu tertentu menuju bagian

ruangan. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat 3 cipredoma tepatnya

dibagian depan pintu masuk atau entrance, dan dua di bagian belakang bangunan

A. Cipredoma atau trap-trap pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki 6

anak tangga dengan ketinggian 15cm. Dibagian entarance atau pintu masuk

memiliki anak tangga yang difungsikan sebagai jalur pintu masuk ke bagian

dalam bangunan yang akan terlihat langsung kaca patri.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
100

Sedangkan cipredoma bagian belakang bangunan A difungsikan sebagai jalur

kebagian halaman dalam (inner courtyard) di belakang bangunan Lawang Sewu

Semarang.

Gambar 5.33.

Cipredoma Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

XI. Jendela Besar Berbingkai Kayu

Bangunan kolonial juga identik dengan ventilasi atau jendela yang

berbahan kayu atau berbingkai kayu. Bangunan Lawang Sewu Semarang dalam

satu ruangan, memiliki jumlah jendela ditambah dengan pintu yang dapat

mencapai 5 hingga 10 buah jendela. Tipe jendela yang digunakan pada bangunan

tersebut adalah jendela ganda dengan krepyak dengan ukuran skala yang demikian

tinggi 3 meter dengan ukuran lebar 2,5 meter yang berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
101

memaksimalkan udara yang masuk ke dalam ruangan. Selain itu ukuran seperti ini

juga dapat memberi kesan megah dan monumental. Jendela yang difungsikan

sebagai ventilasi masuknya udara dalam bangunan berbentuk setengah lingkaran

dibagian atas dan persegi dibagian bukaan jendela. Jendela-jendela pada bangunan

tersebut akan terlihat pada fasad bangunan, jendela tersebut dapat dilihat pada

fasad terlihat dibagian lantai atas bangunan dalam perletakan jendela yang

mengikuti bangunan berbentuk L. Jendela bangunan tersebut juga terdapat pada

bgian tower dengan bentuk persegi. Wibawa (2015) mengungkapkan Masyarakat

menyebut Lawang Sewu demikian karena terdapat banyak jendela yang berukuran

besar. Jendela yang lebar dan tinggi ini kemudian sering dianggap sebagai pintu

atau lawang pula.

Gambar 5.34.

Jendela Besar Berbingkai Kayu Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
102

Dari kajian analisis dan deskripsi karakteristik fisik arsitektur kolonial

Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang berdasarkan bentuk, fungsi dan perletakan tersebut terdapat juga

memiliki kesamaan dalam karakteristik ketiga periode di Indonesia, yaitu:

5.5. Karakteristik Arsitektur Periode Indische Empire Style (Abad 18-19)

Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

Bangunan Kantor Pos Besar Besar Medan memiliki kesesuaian

karakteristik fisik dalam periode Indische Empire (abad 18-19). Karakteristik

yang dimiliki berupa Dinding Yang Tebal, Denah Simetris, Ragam Hias, Pintu

Dan Jendela Berbahan Kayu. Dinding pada bangunan Kantor Pos Besar Medan

memiliki ketebal dengan ukuran 30cm. Karakteristik fisik yang dimiliki berupa

ragam hias pada tubuh bangunan berupa lantai bermaterialkan marmer. Lantai

marmer pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dengan ukuran 80x80cm kini

masih ada dan sebagian lagi sudah diganti dengan keramik yang berukuran

60x60cm. Karakteristik fisik dengan langit-langit yang tinggi pada bangunan

Kantor Pos Besar Medan dinamakan vestibule. Vestibule tersebut memiliki langit-

langit warna emas yang difungsikan sebagai tempat berkumpul. Serta karakteritik

Indische Empire pada bangunan Kantor Pos Besar Medan yang dimiliki yaitu

bagian pintu dan jendela yang bermaterialkan dari kayu.

Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan ciri

karaktersitik fisik pada periode Indishce Empire Style. Karakteristik fisik yang

dimiliki antara lain sama halnya dengan Kantor Pos Besar Medan, namun pada

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
103

bangunan Lawang Sewu Semarang tersebut memiliki halaman (inner courtyard) di

belakang bangunan. Memiliki bagian servis bangunan berupa toilet terdapat di

bagian belakang bangunan yang terpisah dari bangunan utama dan terdapat juga

teras depan dan belakang pada bangunan yang panjang sebagai penguhubung

bangunan atau ruangan pada bangunan. Memiliki langit-langit yang tinggi

terdapat pada bagian pintu utama dengan dihiasi kaca patri. Kusen maupun pintu

pada bangunan Lawang Sewu Semarang juga berbahan kayu serta atap

bermaterialkan atap genteng atau tanah liat.

5.6. Karakteristik Arsitektur Periode Transisi (1890-1915) Pada Kantor Pos

Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki ciri karakteristik fisik

dengan periode Transisi (1890-1915). Bangunan Kantor Pos Besar memiliki

karakteristik fisik yaitu; Gevel, Gable, Tower, Atap Dormer Berbahan Genteng,

Denah Dan Fasad Simetris. Tiap-tiap bagian karakteristik yang dimiliki terlihat

jelas pada fisik bangunannya serta peletakkannya juga berbeda. Seperti gable yang

terdapat pada bagian sisi-sisi dormer untuk menandakan bagian pintu masuk

utama bangunan. Atap dormer berbahan genteng memiliki skala lebih besar

berbentuk segidelapan yang difungsikan bagian dalam sebagai tempat berkumpul.

Bagian sisi atap dormer memiliki gable yang berbentuk persegi dibagian tiap sisi

segidelapan yang difungsikan sebagai ventilasi agar bagian dalam ruangan terasa

dingin. Atap dormer pada bagian atas terdapat tower yang berbentuk segidelapan,

bentuk yang sama dengan skala paling kecil dari dormer difungsikan sebagai

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
104

ventilasi ruangan. Denah Kantor Pos Besar Medan yang berbentuk L memiliki

bentukan simetris dan fasad bangunan yang simetris. Bentukan denah dengan

konfigurasi massa L ini menggunakan atap pelana dengan bahan genteng dan

bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan ditiap sisi bagian dormer terdapat

gevel yang berbentuk segitiga. Gevel tersebut memiliki bagian jendela-jendela

besar yang berbentuk setengah lingkaran dan persegi menggunakan bahan kayu

dan sebagian menggunakan kaca.

Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki ciri yang sama antara

lain: Gevel, Gable, Tower, Atap Dormer Berbahan Genteng, Atap Pelana, Denah

Dan Fasad Simetris. Bagian gevel pada bangunan Lawang Sewu terdapat

bentukkan segitiga yang letaknya dibagian depan bangunan atau pintu masuk

bangunan, gevel tersebut memiliki hiasan puncak diatas dan memiliki tiga pintu

dengan dua daun pintu, tower pada Lawang Sewu Semarang dari fasad depan

akan terlihat dengan bentukkan kubah yang menjulang keatas, tower tersebut

memiliki hiasan perunggu dipuncak serta ditiap sisinya memiliki jendela-jendela

kecil sebagai ventilasi serta penambahan untuk cahaya ruangan. Dormer pada

bagian bangunan Lawang Sewu Semarang letaknya dibagian tengah bangunan

berbentuk segidepan dengan bahan atap genteng. Dormer pada bagian dalamnya

disebut juga dengan vestibule, vestibule tersebut identik dengan ragam hias kaca

patri. Denah dan fasad simetris, fasad simsteris dapat dilihat dari depan Tugu

Muda dan samping bangunan dari jalan Pemuda Semarang. Fasad simetris

tersebut akan terlihat adanya kolom-kolom yang berjejer serta banyaknya pintu

dan jendela pada bangunan berbentuk setengah lingkaran dan persegi. Denah

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
105

simetris, bangunan Lawang Sewu memiliki 4 gedung yang terpisah dan memiliki

fungsi yang berbeda. Dari ke empat gedung yang terpisah salah satu contoh denah

simetris yaitu gedung A difungsikan sebagai tempat galeri memiliki denah

berlantai tiga yang simetris, denah tersebut dapat dilihat dari adanya sekat-sekat

antar ruang yang berulang. Bangunan Lawang Sewu Semarang juga menggunkan

atap pelana pada bagian bentukan konfigurasi massa L bermaterialkan atap

genteng.

5.7. Karakteristik Arsitektur Periode Kolonial Modern (1915-1940) Pada

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki karakteristik fisik dengan

periode Kolonial Modern (1915-1940). Bangunan Kantor Pos Besar Medan

memiliki fisik dibagian luar yang terdapat kateristik sama dengan periode kolonial

modern yaitu; Dinding Berwarna Putih, Memiliki Gevel, dan Pada Bagian Jendela

Berbahan Kaca. Terlihat dari tampak bangunan kantor pos besar memiliki warna

pada dinding dengan warna putih. Kantor Pos Besar Medan dominan dengan

bangunan bewarna putih pada fasad bangunan agar keaslian warna bangunan

Kantor Pos Besar Medan dahulu tidak hilang. Periode arsitektur modern memiliki

karakteristik berupa gevel, gevel dengan perletakan ditiap sisi depan bangunan

sebagai tanda entrance bangunan atau pintu utama untuk masuk kebangunan.

Bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan juga memiliki banyak bukaan sebagai

ventilasi ruangan dengan berbahan kaca.Terlihat bagian gevel bangunan terdapat

bagian kaca yang cukup besar dengan berbentuk setengah lingkaran.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
106

Bangunan Lawang Sewu Semarang juga memiliki ciri karakteristik fisik

pada arsitektur periode kolonial modern. Ciri tersebut antara lain: Dinding

Berwarna Putih, Memiliki Gevel, dan pada bagian Jendela Berbahan Kaca.

Lawang Sewu Semarang dari keseluruhan bangunan memiliki dinding dominan

bewarna putih. Pada bagian fasad depan bangunan akan telihat gevel dengan

bentukan segitiga yang sebagai tanda pintu masuk ke bangunan Lawang Sewu

Semarang. Bangunan tersebut juga identik dengan banyak pintu dan jendela, pintu

pada bangunan tersebut bermaterialkan kayu dan jendela bermaterialkan kaca

dengan bentukan setengah lingkaran.

5.8. Analisis Perbedaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos

Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

Analisis perbedaan mengenai karakteristik arsitektur kolonial Belanda

pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang tersebut

dapat dilihat dari kesesuaian hasil analisa dan pembahasan berdasarkan

karakteristik fisik yang terdapat kedua bangunan. Persamaan dapat dijelaskan dari

bentukan, fungsi dan perletakan sebagai berikut:

I. Gable dan Gevel

Pada bagian gable dan gevel di bangunan Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang keduanya memiliki perbedaan dari bentukan dan

perletakkan, antara lain sebagai berikut Kantor Pos Besar Medan memiliki

gable berbentuk segiempat dengan penutup pelana dan gevel berbentuk

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
107

segitiga. Sedangkan pada Lawang Sewu Semarang memiliki gable dan

gevel dengan dua bentukan pada bangunan dibagian gedung yang berbeda,

gable berbentuk segiempat pada gedung A dengan penutup bentukan

segiempat dan bentukan segidelapan pada gedung B dengan penutup

berbentuk segidelapan. Gevel berbentuk segitiga, ini lebih dominan dengan

gevel bangunan di Eropa pada umumnya. Perletakan gable dan gevel pada

kedua bangunan tersebut memiliki perbedaan, yaitu gable Kantor Pos Besar

Medan terletak di sekelilingan atap dormer yang berbentuk segidelapan dan

gevel terletak di bagian sisi fasad dormer dan lebih tepatnya menghadap

kejalan balai kota dan mengarah ke lapangan merdeka. Perletakan gable

pada Lawang Sewu Semarang terletak diatas atap pelana gedung A dan

gedung B Lawang Sewu dan gevel terletak di fasad depan bangunan.

II. Tower atau Menara

Tower atau menara yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan

dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan berupa bentukan, fungsi

dan perletakannya. Perbedaan bentuk tower dari dua bangunan tersebut

yaitu: Kantor Pos Besar Medan memiliki bentukaan tower berbentuk

segidelapan dengan penutup berbentuk segidelapan, sedangkan Lawang

Sewu Semarang memiliki dua tower berbentuk kubah yang menjulang

keatas. Tower dari kedua bangunan tersebut memiliki fungsi yang berbeda

yaitu tower Kantor Pos Besar Medan difungsikan sebagai hiasan pada fasad

dan sebagai ventilasi udara dalam ruangan vestibule, sedangkan fungsi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
108

tower pada Lawang Sewu Semarang difungsikan sebagai hiasan pada fasad

dan sebagai penanda pintu masuk bangunan. Perletakan tower Kantor Pos

Besar Medan terletak di atas atap dormer dengan satu jenis tower dan dapat

dilihat dari fasad depan bangunan, sedangkan Lawang Sewu Semarang

perletakan tower terletak di kiri dan kanan pada fasad depan bangunan.

III. Dormer

Dormer Kantor Pos Besar Medan dan Lawang sewu Semarang memiliki

perbedaan fungsi dan perletakkan. Untuk fungsi dormer pada Kantor Pos

Besar Medan difungsikan sebagai penutup ruangan vestibule atau tempat

berkumpul dan sebagai penanda pintu masuk, sedangkan pada Lawang Sewu

Semarang dormer difungsikan sebagai penutup ruangan vestibule atau tempat

galeri kaca patri. Pada perletakan dormer Kantor Pos Besar Medan terletak

ditengah-tengah gevel, jika dilihat dormer terlihat bagian fasad depan

bangunan, sedangkan perletakan dormer Lawang Sewu Semarang terletak

ditengah bagian bangunan, atau diampit oleh bagian ruangan pintu masuk

yang dinamakan gevel dan ruangan selasar menuju bagian courtyard

belakangan bangunan.

IV. Balustrade

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki balustrade

dengan bentukan dan perletakkan yang berbeda. Balustrade pada Kantor Pos

Besar Medan memiliki bentukan persegi dengan ujung menyerupai bentukan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
109

dormer segidelapan, sedangkan bentukan balustrade pada Lawang Sewu

Semarang berbentuk persegi dengan ujung bagian berbentuk ziggurat. Hal

tersebut adanya gabungan bentukan balustrade pada bangunan Eropa dan

bangunan nusantara Indonesia, namun tidak lebih dominan seperti balustrade

yang dominan seperti ionic atau doric dengan memiliki ukiran yang khas.

Perletakan balustrade pada Kantor Pos Besar Medan di bagian samping pintu

masuk bangunan, tepatnya samping bangunan mengarah kelapangan merdeka,

sedangkan perletakan balustrade pada Lawang Sewu Semarang terletak di

depan bangunan gedung A dan samping bangunan gedung D.

V. Geveltoppen

Geveltoppen Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki

perbedaan berupa bentukan dan perletakan. Bentuk geveltoppen dari bangunan

Kantor Pos Besar Medan berbentuk konfigurasi massa X dengan bahan logam

namun tidak memiliki arti yang khusus, sedangkan geveltoppen pada Lawang

Sewu Semarang geveltooppern berbentuk lingkaran yang tidak memiliki arti

signifikan terhadap bangunan ataupun sejarah. Untuk perletakan geveltoppen

pada Kantor Pos Besar Medan terletak di bagian puncak atap tower. Dengan

memiliki satu geveltoppen, sedangkan geveltoppen Lawang Sewu Semarang

terletak di atas kedua puncak tower bagian kiri dan kanan pada fasad

bangunan, dengan dua geveltoppen dimasing-masing tower.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
110

VI. Ragam Hias Material Logam

Kantor Pos Besar Medan memiliki ragam hias material logam sedangkan pada

Lawang Sewu Semarang tidak memiliki ragam hias bermaterialkan logam.

Perbedaan tersebut meliputi bentukan, fungsi dan perletakan. Bentuk ragam

hias pada Kantor Pos Besar Medan berbentuk segidelapan dengan ukiran yang

sulit di buat karena tempahan langsung dari belanda, Fungsi ragam lampu hias

bermaterialkan logam tersebut sebagai lampu hias pada ruangan vestibule

(ruang berkumpul) dan perletakan ragam hias bermaterialkan logam tersebut

terletak di bagian tengah vestibule, akan terlihat langsung dari pintu masuk

atau entrance bangunan. Adanya hiasan material logam pada bangunan

tersebut memberikan kesan suasana pada bangunan Belanda atau Eropa.

VII. Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan

Ragam hias pada tubuh bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki perbedaan berupa bentukan, fungsi dan perletakan.

Perbedaan dari bentukan ragam hias pada tubuh bangunan Kantor Pos Besar

Medan berbentuk burung, terompet, dan tulisan Belanda, sedangkan ragam

hias tubuh bangunan Lawang Sewu Semarang berbentuk persegi berupa kaca

patri berlukiskan dewi fortuna dan dewi venus. Fungsi dari ragam hias Kantor

Pos Besar Medan berfungsi sebagai bentuk perkenalan fungsi bangunan

terhadap masyarakat, sedangkan fungsi pada Lawang Sewu Semarang kaca

patri berfungsi sebagai pengenalan sejarah bangunan Lawang Sewu Semarang,

dan sebagai hiasan pada ruangan vestibule. Untuk perletakan pada ragam hias

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
111

Kantor Pos Besar Medan tersebut terletak dibagian dinding luar yang

beratapkan dormer, yang menghadap ke jalan Balai Kota Medan, hal tersebut

mempermudah suatu pengenalan fungsi bangunan tersebut terhadap

masyarakat, sedangkan perletakan ragam hias Lawang Sewu Semarang

terletak di dinding ruangan vestibule (ruang galeri), hal tersebut memberikan

kesan romantic dan elegant pada warna kaca patri, selain itu juga secara tidak

langsung ketika wisatawan berkunjung melihat langsung kedalam ruangan

adanya kacar patri sebagai bentuk pengenalan sejarah bangunan.

VIII. Denah Simetris

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki denah

simetris dari bentukan, fungsi dan perletakan yang berbeda. Bentukan denah

simetris pada Kantor Pos Besar Medan berbentuk sangkar burung dan

berbentuk konfigurasi masa L, sedangkan bentukan denah simetris dari

Lawang Sewu Semarang berbentuk konfigurasi masa L. hal ini karena adanya

ciri karakteristik pada bangunan kolonial Belanda dengan denah yang simetris.

Untuk perbedaan perletakan denah simetris yang dimiliki pada Kantor Pos

Besar Medan terlihat pada denah bagian belakang, karena adanya pemisahan

ruangan yang berderet dengan ruangan lainnya. Perletakan denah simetris

pada Lawang Sewu Semarang terlihat pada denah bagian konfigurasi massa L

dibagian denah gedung A, adanya pemisahan ruangan yang berderet dengan

ruangan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
112

IX. Kolom-Kolom Berjajar

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kolom yang

berjajar dari bentukan dan perletakan yang berbeda. Bentuk kolom berjajar

pada Kantor Pos Besar Medan memiliki bentuk persegi dengan ujung

bentukkan segidelapan dan mengikuti bentukan setengah lingkaran pada

bagian atas kolomnya, sedangkan pada kolom Lawang Sewu Semarang

memiliki bentuk persegi dengan ujung berbentuk ziggurat. Perletakan kolom

berjajar pada Kantor Pos Besar Medan terlihat dibagian dalam ruang vestibule

dan pada bagian samping bangunan konfigurasi massa L, sedangkan

perletakan kolom yang berjajar pada Lawang Sewu Semarang terletak pada

konfigurasi massa L, dan akan terlihat pada fasad bangunan bagian samping.

X. Cripedoma

Lawang Sewu Semarang memiliki cipredoma berbeda dengan Kantor Pos Be-

sar Medan yang tidak memiliki cipredoma. Cipredoma pada Lawang Sewu

Semarang berbentuk persegi atau berbentuk tangga pada umumnya (persegi),

berfungsi sebagai anak tangga menuju bangunan atau menuju sebuah ruangan

dan terletak di bagian fasad depan bangunan, dan terletak di belakang menuju

courtyard bagian belakang bangunan.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
113

5.9. Analisis Persamaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos

Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

Analisis persamaan mengenai karakteristik arsitektur kolonia Belanda

pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang tersebut

dapat dilihat dari kesesuaian hasil analisa dan pembahasan berdasarkan

karakteristik fisik yang terdapat kedua bangunan. Persamaan dapat dijelaskan dari

bentukan, fungsi dan perletakan sebagai berikut:

I. Gable dan Gevel

Gable dan gevel pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu: fungsi gable dan gevel pada

bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang keduanya

sebagai ventilasi udara dalam ruangan, hiasan dan sebagai penanda pintu

masuk bangunan.

II. Balustrade

Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki kesamaan fungsi, yaitu balustrade difungsikan sebagai selasar atas

dan teras bawah bangunan serta penahan hujan dan panas.

III. Dormer

Dormer pada Kantor Pos Besar dan Lawang Sewu Semarang memiliki

kesamaan bentuk, yaitu: dormer pada bangunan Kantor Pos Besar Medan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
114

berbentuk segidelapan dengan penutup berbentuk segidelapan. Bentukan

dormer lebih besar dari bagian bentukan bangunan tersebut, namun beentukan

dormer Lawang Sewu Semarang tidak lebih besar dari bentukan bangunan

tersebut.

IV. Geveltoppen

Gaveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu geveltoppen difungsikan sebagai

hiasan puncak pada tower atau menara dan sebagai tanda pintu masuk.

V. Denah Simetris

Denah simetris yang dimiliki Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu denah simetris berfungsi

sebagai hubungan ruangan secara langsung dengan yang lain atau

penghubung ruangan dengan ruangan yang berbeda atau terpisah.

VI. Kolom-Kolom Berjajar

Kolom berjajar yang dimiliki kedua bangunan memiliki kesamaan dalam

fungsi, yaitu: kolom tersebut berfungsi sebagai penahan beban atas bangunan

atau atap agar tidak memberikan beban pada dinding.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
115

VII. Tympanum

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan

dalam bentukan, fungsi dan perletakan tympanum, yaitu: bentuk tympanum

berbentuk setengah lingkaran yang mengukuti bentukan ventilasi atas pintu.

Fungsi tympanum difungsikan sebagai hiasan atas pada pintu dengan memiliki

lukisan dan ukiran yang terbuat dari besi. Dan perletakan tympanum pada

kedua bangunan tersebut terletak di atas pintu dibagian entrance atau pintu

masuk bangunan

VIII. Fasad Simetris

Fasad simetri Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki

bentuk, fungsi dan perletakan yang sama, antara lain: bentuk fasad simetris

berbentuk garis lurus yang balance yang dapat dilihat dari fasad bangunan.

Fungsi fasad yang simetris berfungsi sebagai penyeimbangkan suatu bangunan

akan terlihat porporsi atau balance dalam skala yang sama dalam

bangunannya. Dan perletakan fasad simetris dapat dilihat pada fasad samping

dan depan.

IX. Entrance Mempunyai Dua Pintu

Entrance mempunyai dua pintu Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki bentukan, fungsi dan perletakan yang sama, antara lain:

bentukan entrance dengan dua daun pintu berbentuk persegi. Fungsi entrance

dengan dua daun pintu difungsikan sebagai pintu utama masuk bangunan. Dan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
116

perletakan entrance dengan dua daun pintu terletak di depan bagian bangunan,

terlihat pada bagian fasad depan bangunan.

X. Jendela Berbingkai Kayu

Jendela berbingkai kayu Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang dari bentukan, fungsi dan perletakan memiliki kesamaan, antara

lain: bentuka jendela berbingkai kayu berbentuk mengikuti bentukan pintu dan

jendela (persegi dan setengah lingkaran). Fungsi jendela berbingkai kayu

difungsikan sebagai perletakan daun pintu, jendela, kaca dan teralis, selain

fungsi dapat juga sebagai menambah keindahan dari bangunan tersebut. Dan

perletakan jendela berbingkai kayu terletak dipingiran pintu atau jendela. Hal

ini karena pada umumnya bangunan kolonial memiliki jendela dan pintu yang

berbahan kayu dan juga menyamakan dari suatu bangunan nusantara

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
117

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan karakteristik fisik kolonial

Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang adalah : Gable, Gevel, Tower, Dormer, Balustrade, Tympanum,

Geveltopen, Ragam Hias Material Logam, Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan,

Denah Simetris, Kolom-Kolom Berjajar, Fasad Simetris, Entrance Dua Pintu,

Cipredoma dan Jendela Berbingkai Kayu. Masing-masing karakteritik fisik

memiliki persamaan dan perbedaan, dari segi bentukan, fungsi dan perletakan.

Perbedaan karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang antara lain yaitu:

1. Gable dan gevel pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki perbedaan dalam bentuk dan perletakan.

2. Tower dan menara pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki perbedaan bentukan, fungsi dan perletakan.

3. Dormer pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki perbedaan fungsi dan perletakan.

4. Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki perbedaan bentuk dan perletakan.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
118

5. Geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki perbedaan dari bentukan dan perletakan.

6. Ragam hias material logam terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang tidak memiliki ragam hias.

7. Ragam hias tubuh bangunan pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang

Sewu Semarang jauh berbeda dari bentukan, fungsi dan perletakan .

8. Denah simetris pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

berbedaan dari bentukan dan perletakan.

9. Kolom-kolom berjajar pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki perbedaan dari bentukan dan perletakan.

10. Cipredoma terdapat pada Lawang Sewu Semarang sedangkan Kantor Pos

Besar Medan tidak memiliki cipredoma. Cipredoma tersebut memiliki

perbedaan dengan bentukan, fungsi dan perletakan.

Kesamaan karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang antara lain yaitu:

1. Gable dan gevel pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi.

2. Dormer pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki kesamaan bentuk.

3. Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

meiliki kesamaan fungsi.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
119

4. Tympanum pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki kesamaan pada bentukan, fungsi dan perletakan.

5. Geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang

memiliki kesamaan fungsi.

6. Denah simetris dan fasad simetris pada Kantor Pos Besar Medan dan

Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi

7. Kolom-kolom sejajar pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki kesamaan pada bagian fungsi.

8. Entrance dua pintu pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Sema-

rang memiliki kesamaan dalam bentukan,fungsi dan perletakan.

9. Jendela berbingkai kayu pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu

Semarang memiliki kesamaan pada bentukan, fungsi dan perletakan.

Karakteristik fisik berdasarkan pada masing-masing periode antara lain

Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan

Arsitektur Kolonial Modern (1915-1940) dapat disimpulkan;

1. Periode indische empire style memiliki ciri karakteristik fisik pada

bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain

denah simetris, ragam hias berupa lantai berbahan marmer, langit-langit

tinggi dan jendela material kayu. Namun pada bagian bangunan Lawang

Sewu Semarang terdapat courtyard di bagian belakang bangunan sedangkan

pada Kantor Pos Besar Medan tidak ada courtyard. Dari hasil temuan pada

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
120

Lawang Sewu Semarang merupakan bangunan periode indische empire

style, hal ini memiliki kesamaan dalam ciri karakteristik indische empire.

2. Periode arsitektur transisi memiliki ciri karakteristik fisik pada bangunan

Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain denah

simetris, memiliki gevel, dormer, tower, atap dengan bahan genteng, dan

jendela yang berbahan kaca. Dari hasil temuan pada bangunan Kantor Pos

Besar Medan merupakan bangunan periode transisi, hal ini adanya

kesamaan ciri karakteristik yang dimiliki.

3. Periode Arsitektur Modern memiliki ciri karakteristik fisik pada bangunan

Kantor Pos Besar Medan antara lain bangunan Kantor Pos Besar Medan

memiliki warna dominan putih, bagian jendela berbahan kaca, atap

berbahan genteng dan memiliki gevel.

6.2. Saran

Dalam ini, hasil yang dibahas hanya fokus karakteristik fisik arsitektur

kolonial Belanda. Untuk penelitian selanjutnya dapat mengkaji secara

khusus membahas karakteristik kolonial Belanda pada bagian Non Fisik,

seperti budaya kolonial Belanda.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
121

DAFTAR PUSTAKA

Adenan, Khaerani, Etc. (2012).Karakter Visual Arsitektur A.F. Aalbersdi

Bandung (1930-1946)- Studi Kasus: Kompleks Villa’s dan Woonhuizen.

Bandung. Jurnal lingkungan binaan Indonesia.

Ahmad Mansuri Alkindi (ahmadmansurialkindi@gmail.com). 6 Mei

2019.Kantor Pos Besar Medan Cad. E-mail kepada Pratiwi Ningtyas

(pratiwiningtyas5@gmail.com)

B. Adji Murtomo, 2018. Arsitektur Kolonial Kota Lama Semarang. Jurnal Ilmiah

Perancangan Kota dan Permukiman

Backshall, S. Leffman, D. Reader, L. & Stedman, H. (2003). The Rough Guide

to Indonesia. England: Rough Guides.

Fajarwati, Nur Annisa. (2011). Pelestarian Bangunan Utama Eks Rumah Dinas

Residen Kediri. Malang: e-journal arsitektur vol.4, Universitas Brawijaya.

Handinoto. (2012). Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada masa Kolonial.

Yogyajakta: Graha Ilmu.

Handinoto. (1993). Arsitek G.C. Citroen dan Perkembangan Arsitektur Kolonial

Belanda di Surabaya (1915-1940). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur.

Surabaya: Universitas Kristen Petra press.

Handinoto. (2006). Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad 19 ke Awal

Abad 20 ( Studi Kasus Kompleks Bangunan Militer di Jawa pada Peralihan

Abad 19 ke 20).Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. Surabaya. Universitas

Kristen Petra.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
122

Hersanti, Pangarsa, Antariksa. 2008. Tipologi Rancangan Pintu dan Jendela

Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayutangan Malang Arsitektur

e-Journal, Volume 1 Nomor 3. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Haryadi, Dwi. 2011. Upaya Perlindungan Benda Cagar Budya Lawang Sewu

Semarang. Bangka Belitung: Universitas Bangka Belitung

Handinoto.1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di

Surabaya 18701940.Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan

Penerbit Andi.

Hersanti, Pangarsa, Antariksa. 2008. Tipologi Rancangan Pintu dan Jendela

Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayutangan Malang Arsitektur e-

Journal, Volume 1 Nomor 3. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Hidayatun, M. I., & Wonoseputro, C. (June 2005). Telaah Elemen-elemen

Arsitektur Gereja Puhsarang Kediri, sebuah pengayaan kosakata arsitektur

melayu (nusantara). International Seminar on Malay Architecture as Lingua

Franca (pp. 308-317). Jakarta: Trisakti University.

Isnen, Fitri. 2006. Sejarah Teori Arsitektur Tiga. Medan: Universitas Sumatera

Utara

Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang Nomor 646

Tahun 1992 Tentang Konservasi Bangunan-bangunan Kuno / Bersejarah

Di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
123

Lostand, Wander. 1976. Kaca Patri di Lawang Sewu.Posted on February 2,2018


Mangunwijaya, Y.B. (1992). Wastu Citra. Jakarta: Gramedia

Nusantara, D. (2010, Mei 29).Arsitektur Kolonial Retrieved from Pelestarian

Arsitektur:http://deninusantara.blogspot.co.id/2010/05/arsitektur

kolonial.html.

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pelestarian

Bangunan Dan Lingkungan Cagar Budaya.

Prabowo, Faisal. 2017. Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di

Semarang, Bandung: Seminar Heritage IPLBI

Prof. Ir. Eko Budihardjo, 1997. Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, Jakarta:

Djambatan

Safeyah.M. (2006).Perkembangan arsitektur kolonial di kawasan potroagung.

Jurnal rekayasa perencanaan.

Soekiman, Djoko, Prof, Dr. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup

Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX).

Yayasan Bentang Budaya. Yogyakarta

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia.2005. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta; Balai Pustaka

Unit Conservation & Heritage. 2013. Lawangsewu in

Watercolor.Bandung : PT. Kereta Api Indonesia.

Wardani, Laksmi. (2009). Gaya Desain Kolonial Belanda pada Interior Gereja

Katolik Hati Kudus Yesus Surabaya. Surabaya: Jurnal Dimensi Interior

Universitas Kristen Petra press.

Wibawa, Bebet Adi. 2015. Perubahan Fungsi bangunan Lawang Sewu dan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
124

Image Kota Semarang tahun 1904-2009. Semarang: Universitas Negeri

Semarang

Yulianto, Sumalyo. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia. Gadjah

Mada University Press P.O Box 14, Bulaksumur, Yogyakarta

Yulianto,Sumalyo. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Gadjah Mada University Press

P.O Box 14, Bulaksumur, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai