SKRIPSI
NIM. 150703041
MEDAN
2020
Dalam penelitian ini penulis membahas analisis Sosiologi Sastra Terhadap Turi-
turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur
instrinsik cerita rakyat Simanjuntak Si Tolu Sada Ina, nilai-nilai sosiologi sastra
yang terkandung dalam cerita rakyat Simanjuntak Si Tolu Sada Ina dan untuk
memaparkan pandangan masyarakat desa Hutabulu Mejan terhadap cerita rakyat
Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Cerita Simanjuntak Si Tolu Sada Ina merupakan
salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba terkhususnya
tentang marga, tepatnya berada di Desa Hutabulu Mejan, Kecamatan Balige
Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: unsure
instrinsik cerita, nilai-nilai sosiologi sastra, dan pandangan masyarakat Desa
Hutablu Mejan terhadap cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina .
Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi di dalam cerita Turi-turian Simanjuntak
Si Tolu Sada Ina terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita serta
menggali nilai budaya dan adat istiadat marga di dalamnya, Metode yang
digunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan tehnik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori struktural
dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur instrinsik yang ada dalam cerita ini
meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan.
Cerita rakyat Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina mengisahkan seorang ibu
yang selalu sabar dan tabah dengan perlakukan anak tirinya sendiri sampai pada ia
mau meninggal ia menyampaikan pesan yang sampai saat ini masih berlaku
dikalangan masyarakat khususnya marga Simanjuntak dan Sihotang apalagi saat
pesta adat mereka tidak boleh digabungkan.
ii
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana sastra pada Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul skripsi ini yaitu “ANALISIS
SOSILOGI SASTRA TERHADAP TURI-TURIAN SIMANJUNTAK SI TOLU
SADA INA DI DESA HUTABULU MEJAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN
TOBA SAMOSIR”(TSSI). Judul ini penulis mengambil berdasarkan cerita dan
sejarah masyarakat Batak Toba yang terdapat di Kecamatan Balige, Kabupaten
Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Untuk memudahkan skripsi ini, penulis membaginya lima bab. Bab I
merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah. tujuan
penelitian, manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang mencakup
kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III merupakan
metodologi penelitian mencakup metode dasar, sumber data penelitan, instrumen
penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data. Bab IV merupakan
pembahasan yang mencakup: meliputi unsur instrinsik TSSI, nilai-nilai sosiologi
sastra TSSI, dan pandangan masyarakat terhadap TSSI. BAB V mencakup
kesimpulan dan saran,
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat banyak
terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, Penulis sangat
menginginkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama penulis.
Medan, 2020
Penulis,
iii
Medan, 2020
Penulis,
iv
terima kasih kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan
skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah membantu dan
membimbing penulis, baik dari ide-ide, masukan, saran, tenaga maupun materi.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, beserta wadek I, II,dan III Fakultas Ilmu Budaya
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. sebagai Ketua Program Studi Sastra
5. Ibu Dra. Rosita Ginting. M.Hum, selaku Dosem Pembimbing II yang telah
skripsi ini.
vii
masukan berupa nasehat yang sangat baik, ide, motivasi, saran dan bimbingan
8. Teristimewa penulis ucapkan kedua orang tua tercinta S. Sihotang dan D. br.
Purba yang selalu memberikan semangat, doa, motivasi, kasih sayang, serta
Purba, Pita Purba, tanteku tersayang tante rika purba dan seluruh anggota
keluarga yang telah memberikan semangat, doa, kasih sayang, serta dukungan
kepada penulis.
11. Tekhusus buat seseorang yang sangat penulis sayangi Irwel Hutabarat yang
viii
13. Teruntuk Teman satu kos Desty Rawati Sihotang, kak Ertina Manullang, kak
15. Adek-adek Junior IMASBA yang telah memberikan semangat kepada penulis
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah tulus
ini.
ix
COVER ..................................................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................ ii
2.2.2.1 Tema................................................................................... 13
xi
Balige ....................................................................................................... 82
5.1 Kesimpulan............................................................................................... 84
Lampiran .................................................................................................................. 91
xii
PENDAHULUAN
eksogam dan unilinear, baik secara matrilinear (garis keturunan ibu) maupun
patrilinear (garis keturunan ayah). Selain sebagai nilai identitas, marga dalam
Batak Toba ini bertujuan untuk membina kekompokan dan solidaritas sesama
anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur. Walau pun keturunan suatu
leluhur pada saatnya marga tersebut akan terbagi-bagi cabang, namun sebagai
kesatuannya dalam marga pokoknya. Marga dalam suku Batak diambil dari nama
dari keturunanya inilah yang kelak berkembang menjadi marga suku Batak
Batak memiliki 5 sub etnis yang terdiri dari Suku etnik Toba, Karo, Simalungun,
wilayah kebudayaan yang jelas. Pada tahun 1961 suku Karo mendiami wilayah
paling utara di Sumatera Utara yang wilayahnya berada di daerah dataran tinggi.
Di sebelah selatan dan tenggara wilayah Karo di diami oleh Batak Simalungun
Karo di diami suku Batak Pakpak menempati daerah induk Dairi di bagian
wilayah paling selatan di Provinsi Sumatera Utara merupakan lokasi orang Batak
bagian selatan padanglawas. Sementara itu, wilayah orang Batak Toba paling luas
meliputi kawasan tepi Danau Toba, pulau Samosir, dataran tinggi Toba, daerah
Asahan Silindung, daerah Antar Barus dan Sibolga (Bangun, 1982 : 95).
serta untuk membuka jalan kebenaran, karena sastra merupakan jalan ke empat
2003:1-2).
Pada prinsipnya nilai budaya suatu etnis yang ada di Indonesia tidak akan
pernah hilang dari dirinya hal ini dapat kita lihat dari kebudayaan daerah yang
memiliki ciri khas tertentu. Kebudayaan daerah itu dapat diketahui melalui prosa
rakyat daerah tersebut yang merupakan bagian Folklor. Folklor adalah sebagian
diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah
kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk yang sama
sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan,
antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama,
mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan
tipenya :
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentu-
bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain (a)
bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel
(c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun,
gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng,
cerita dari zaman dahulu yang hidup dikalangan rakyat dan diwariskan secara
penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan (alwi dkk, 2003:210).
aspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu cerita rakyat
Si Tolu Sada Ina termaksud bagian dari folklor lisan dimana bentuk lisan maupun
contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (memonic device)
yang sakral di Desa Hutabulu Mejan yang memiliki arti dan dampak kepada
mempunyai Tugu Sobosihon Boru Hotang beserta dengan ketiga anaknya yaitu
penulis akan menjelaskan mengenai norma, etiket serta nilai-nilai sosiologi sastra
Ina. Penelitian terhadap Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini sangat
minim dan generasi saat ini tidak begitu peduli lagi dengan cerita rakyat/Turi-
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji
norma, etiket serta nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat tentang
sebagai hal-hal yang akan diteliti oleh penulis, dan merupakan penggambaran
hubungan Antarvariabel.
1) Apa saja unsur-unsur instrinsik turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina pada
2) Nilai sosiologi sastra apa saja yang terdapat dalam turi-turian Simanjuntak Si
Tolu Sada Ina pada masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu Mejan?
Ina pada masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu Mejan Kecamatan Balige
Simanjuntak Si Tolu Sada Ina pada masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu
Sada Ina.
2) Menambah wawasan tentang fungsi sosial yang terdapat dalam cerita tersebut.
nasional.
KAJIAN PUSTAKA
relevan, buku-buku yang di gunakan dalam pengkajian ini adalah tentang sastra
dan sosiologi. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku lain yang
mendukung dalam penulisan skripsi ini. Adapun buku-buku lain yang di gunakan
adalah:
adalah membantu penulis dalam memahami teori, dan cara kerja teorinya,
2. Prof. Dr. Faruk (2016) yang berjudul Pengantar Sosiologi Sastra (Edisi
Revisi), dalam buku ini dijelaskan tentang pemahaman teori dan cara kerja
teori. Buku ini memberikan pemahaman tentang cara kerja teori dalam
diperoleh dari Legenda atau Cerita Rakyat. Kontribusi dari buku ini adalah
unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita
rakyat Sionom Hudon dengan tujuan untuk memaparkan unsur intrinsik dan
unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam suatu
cerita rakyat.
pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran,
1987:3). Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam
peradapan manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Berarti penelitian sastra
dapat berfungsi bagi kepentingan diluar sastra dan kemajuan sastra itu sendiri.
penelitian sastra bagi aspek diluar sastra dipengaruhi oleh kandungan sastra
sebagai dokumen zaman. Di dalamnya, karya sastra akan menjadi aksi sejarah
dikontrol secara kritis oleh orang lain. Dalam Soekanto (1990:3) mengatakan
bahwa secara etimologi, kata sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan
sederhana tentang sosiologi seperti di atas tampak dalam beberapa batasan tentang
sosiologi yang diungkapkan oleh beberapa ahli, seperti oleh Ognum dan Nimkoff
sosioal dan hasilnya yaitu organisasi sosial “Wellek dan Warren dalam (semi,
yang menjadi pokok, atas tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut
karya sastra nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk
yang harmonis secara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
10
penelitian sebuah cipta karya satra dengan menggambarkan fenomena dari hasil
mencari tentang nilai-nilai sosial dalam sebuah cerita atau dapat dipergunakan
yaitu tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak
perasaan.
11
adalah cabang dari disiplin ilmu sosilogi dan sastra yang terbentuk dan
terdentifikasi dengan baik antara kesenian dengan hubungan masyarakat yang ada
didalamnya.
sosiologi sastra untuk mengkaji cerita ini. Dan untuk melihat aspek-aspek atau
Secara etimologis, kata teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti
kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah
penelitian. Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu
karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan
berpijak.
teori sosiologi sastra untuk mengkaji cerita ini. Untuk melihat aspek-aspek atau
Dengan teori struktural diharapkan hasil yang optimal dari karya yang dianalisis.
12
Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya
sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek-aspek atau
unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Semi
dari segi instrintik yang membangun suatu karya sastra yaitu: tema, alur, latar,
penokohan, dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi
2.2.1.1 Tema
(1978:74), tema adalah gagasan, ide atau pikiran utama di dalam karya sastra yang
terungkap ataupun yang tidak terungkap. Tema merupakan gagasan umum yang
bahwa tema adalah pokok pikiran dalam suatu karya sastra. Tema biasanya
13
struktur rangkaian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus
sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Alur atau plot
Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang
peristiwa (Denoument).
2.2.1.3 Latar/Setting
Bersama dengan unsur tokoh dan alur cerita, unsur latar merupakan
sebuah fakta cerita yang secara konkret dapat ditemukan dalam cerita fiksi. Latar
peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi, serta tidak dapat terjadi
begitu saja tanpa kejelasan landas tumpu. Terutama untuk cerita fiksi anak yang
dalam banyak hal memerlukan rincian konkret yang lebih menjelaskan “apa dan
didalam penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat,
14
2.2.1.4 Perwatakan/Penokohan
sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini
dan bereaksi. Sehingga hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena
perwatakan adalah sifat menyeluruh manusia atau tokoh dalam karya sastra,
Perwatakan adalah karakter tokoh. Dalam hal ini mempunyai sifat atau
karakter bertujuan untuk dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh
lainnya. Unsur perwatakan dalam sebuah karya sastra lebih diutamakan dalam
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sastra merupakan
15
Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Menurut teori ini, karya sastra dilihat hubungan
kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala yang berbeda di luar karya
sastra dan diacu oleh sosiologi sastra. Selanjutnya dalam menganalisis cerita Turi-
turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina tersebut digunakan teori sosiologi sastra
yang dikemukakan oleh Ratna (2003:339) model analisis karya sastra dalam
Pada umumnya disebut aspek ekstrinsik, model hubungan, yang terjadi disebut
refleksi.
2) Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antara struktur,
16
pendidikan, dan sistem undang-undang, struktur dalam setiap sistem ini dikenal
sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur
bukan saja terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut
supaya bagaimana menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain. Sementara
sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat.
17
ini yakni:
adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
3) Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau kasih sayang dan akan
menunjukkan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Rasa kasih sayang
tak dapat dilihat tetapi hanya dapat dirasakan oleh individu tertentu yang
mempunyai perasaan itu, kasih sayang adalah suatu kasih sayang yang
meyenangkan.
dan pertentangan diantara dua pihak atau lebih pihak secara berketerusan.
18
METODE PENELITIAN
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang
tepat untuk melakukan sesuatu dan logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto
ilmu mengenai suatu cara yang dilaksanakan untuk mencapai suatu pembahasan.
permasalahan untuk mendapatkan sesuatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang
diharapkan.
skripsi ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk
menuturkan pemecahan masalah yang ada. Masalah yang akan dituturkan adalah
Simanjuntak Si Tolu Sada Ina, metode ini menyajikan dan menganalisis data yang
19
Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan diteliti
Tolu Sada Ina, dan di kecamatan tersebut masih ada terdapat tokoh adat yang
penelitian adalah subjek dari mana dapat diperoleh. Secara umum sumber data
20
suara (reconding voice) dengan HP, buku tulis untuk mencatat informasi, foto
untuk dokumentasi gambar, dan video untuk dokumentasi gambar yang bergerak
beserta suara.
memperoleh keterangan langsung dengan cara tanya jawab dan bertatap muka
dengan informan yang telah dipilih bisa memberikan informasi yang mendukung
objek cerita rakyat akan diteliti dengan menggunakan dua macam teknik, yaitu :
b). Teknik catat : mencatat semua informasi tentang cerita yang disampaikan oleh
21
buku yang relevan untuk membantu menyelesaikan dan melengkapi data yang
menganalisis: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan. Metode
Analisis Data adalah Proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan
menyusun dan memilih mana yang penting yang akan dipelajari, membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Untuk
22
23
PEMBAHASAN
Dalam skripsi ini penulis lebih menekankan pada analisis unsur pembentuk
Turi-turian yang terdiri atas tema, karakter, alur dan latar (fakta cerita), konflik,
sudut pandang, simbolisme, dan ironi (sarana sastra). Untuk mengkaji objek
penelitian penulis berfokus pada tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi
sastra yaitu penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial
4.1.1 Tema
Tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman
menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada
nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Tema merupakan elemen yang relevan
dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita adalah makna yang terkandung
dalam sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan
Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita dan tema merupakan
sasaran tujuan dalam sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik yang tertulis
maupun secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti
24
tema cerita adalah kesabaran seorang ibu terhadap perilaku anak tirinya. Hal ini
sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi,
25
Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu,
masuk tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu
sian turpuk tataring.” Api pe magalak sian tataring, sude halak maraburan
26
“....Saat membuka celana dalam bayi, Raja Parsuratan begitu heran dan
marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya
sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri melangkahi bayi itu,
lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi engkau menipuku
tersebut tepat didada Sobosihon sampai membuat buah dada sebelah kirinya
terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau. Raja
buah dada sebelah kiri Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka
bayi laki-laki itu diberi nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan makna
Sihotang....”
langsung merancang niat jahatnya agar bayi itu tidak bernyawa saat
dilahirkan. Pada saat ayah dan ibu tirinya tidak ada dirumah, dia bekerja
27
tengah rumah supaya ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu
rubuh ketika diduduki, setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit karena
setiap ibu rumah tangga yang hendak bersalin akan menyandarkan badannya
ditiang itu dan kain pegangan yang di pakai untuk bersalin juga
digantungkan disitu. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena
kayu itu patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai
beranak. Oleh karena itu bayi tersebut diberi nama “Raja Sitombuk
Simanjuntak.”....
kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari
masuk kedalam rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap
rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur, semua orang
teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena Sobosihon sudah tidak sangup
lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang bambu yang berada
28
Marsundung dan keluarga Somba Debata Siahaan terutama Boru Lubis yang
Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot. Alur atau plot merupakan
rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur tidak dapat
diketahui bagaimana jalan cerita tersebut apakah alur maju atau alur mundur.
Alur atau plot dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina adalah
sebagai berikut :
Situation merupakan tahap awal dari bagian cerita. Setiap awal cerita
cerita. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:
monding dung nasida mampuna dua gelleng bayoa dohot boru. Gabe
29
boru Sihotang....”
Hasibuan meninggal dunia setelah mereka memiliki dua orang anak yaitu
meninggal dunia, sehingga abangnya menyuruh dia untuk menikah lagi, namun
anaknya Parsuratan tidak setuju ayahnya untuk menikah lagi. Hal ini dapat dilihat
mangurus ho molo marsahit ho”. Dung mambege hata sian Somba Debata
mangoli ho...” nangpe gelleng na Raja Parsuratan tong dang mangolohon ala
mambahen Raja Pasuratan dang lomo rohana ala ibana mabiar dang dapotan
30
amongna....”
Debata borhat manaripari Tao Toba, dung sahat nasida diluat huta si Raja
daona tu bogasan lobi hurang 51.6KM. Tingki i nunga bot ari, sidungi
margoar Sobosihon boru Sihotang nunga marumur tolu puluh taon dang
“....Kemudian tidak begitu lama, Raja Marsundung sembuh dari sakit yang
Parsuratan juga tidak menyetujui hal tersebut karena nantinya jadi ada yang
31
kedua ayah nantinya. Parsuratan menjadi anak yang jahat dan serakah akan
menyetujui untuk menikah lagi, lalu pergilah dia bersama Somba Debata
Parsuratan yang jaraknya lumayan jauh ke dalam sekitar 51.6 km. Saat itu
wanita yang bernama Sobosihon boru Sihotang dan melihat seorang lelaki
memiliki rupa yang sangat aneh di kepalanya dinamai Raja si Godang Ulu
tiga puluhan tahun belum ada laki-laki yang mau datang untuk
melamarnya....”
Pada tahap ini pengarang mulai memunculkan maksud dan tujuan dalam
cerita Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Kejadian cerita ini mulai memuncak ketika
lahir anak laki-laki pertama Raja Parsuratan dan Sobosihon, sehingga membuat
Raja Parsuratan ingin membunuh adik tirinya dengan cara yang keji. Dalam
32
alana ibana nunga mamboto roha jungkatna, alai dongan sahutana turut
andar gabe lungun dohot sonang alana sallengon sahuta mamboto bolo
ibana dang hea burju tu Sobosihon inong panoroni ibana, alai nasida dang
na, inna ma; “dia jolo hu ompa anggihu” dang sadia leleng posoposo i
mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi, alai
33
Sobosihon inong panoroni na nunga gabe tumbal na. Jadi posoposo lahi-lahi
“....Sesudah itu, diundang satu kampung untuk acara makan bersama atas
syukuran kelahiran bayi mereka. Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke
acara itu dengan niat busuknya membawa pisau penyadap pohon enau di
dalam sarung yang terselip di pinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu
membuat Sobosihon panik dan gelisah karena dia sudah tahu maksud
jahatnya, namun orang yang di kampung justru terharu dan bahagia karena
selama ini satu kampung sudah tahu kalau dia tidak pernah baik kepada
Sobosihon ibu tirinya, padahal mereka tidak tahu kalau kedatangan Raja
34
heran dan marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki.
mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi
buah dadanya terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan
akan tetapi buah dada Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka
bayi laki-laki itu diberi nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan arti yang
mencelakai setiap adik tiri laki-laki yang dilahirkan oleh ibu tirinya, bahkan ingin
membunuh adik tiri perempuannya untuk mengambil darah karena dia sedang
membangun rumah ukir, namun jadi Si Pareme yang terbunuh dan membakar
siangnya ke sawah. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:
35
sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi,
Sobosihon inong panoroni na nunga gabe tumbal na. Jadi posoposo lahi-lahi
tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon, hau namangambati dorpi
disi. Alai roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau i
36
Sitombuk Somanjuntak....”
Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu,
tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian turpuk
tataring.” Api pe magalak sian tataring, sude halak maraburan kaluar jabu
goarna “Raja Hutabulu” dohot lapatan ibana di tubuhon serep bona ni bulu...
dua anak boru modom di jabu among hu, jadi ho ingkon mambunu anak
37
manganna tonga ari tu saba, diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat
“....Saat membuka celana dalam bayi, Raja Parsuratan begitu heran dan
marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya
sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri melangkahi bayi itu,
lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi engkau menipuku
pisau tersebut tepat di dada sebelah kiri Sobosihon sampai buah dadanya
terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau. Raja
38
buah dada Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka bayi laki-
laki itu diberi nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan arti yang
Sihotang....”
“....Pada saat ayah dan ibu tirinya tidak ada di rumah, dia bekerja keras
rumah, supaya ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh
ketika diduduki, setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit karena setiap
tiang itu dan kain pegangan yang dipakai untuk bersalin juga digantungkan
di situ. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena kayu itu
patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai membuat
Oleh karena itu bayi tersebut diberi nama “Raja Sitombuk Simanjuntak....”
kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari
masuk ke dalam rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap
rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur, semua orang
teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena Sobosihon sudah tidak sanggup
39
Kemudian diberi nama “Raja Hutabulu” dengan arti dia dilahirkan di bawah
pohon bambu....”
“ada dua gadis tidur di rumah ayahku, jadi kamu harus membunuh gadis
Lalu pembunuh itu pergi dan langsung membunuh yang tidak memakai
karena melihat kakaknya sudah hilang dari tempat tidur. Raja Parsuratan
heran dan kaget saat melihat Hagohan Naindo masih hidup, dia baru
membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu
mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung
40
raung kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja
saudaranya.....”
Dalam tahap penyelesaian ini, Sobosihon yang selalu sabar dan tabah
rumah dan Raja Parsuratan lagi berada di sawah. Dalam bagian ini hal tersebut
Tarlobi hamu pungu dison, inong naeng mampasahat poda tu hamuna ingot
41
” –Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu Raja Parsuratan,
akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya Mula Jadi Na
Bolon (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
-Raja Parsuratan itu adalah abangmu sebagai ganti ayah bagimu, dimana dia
duduk janganlah kamu menghampirinya dan jika kamu sedang duduk di suatu
tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah ganti ayah bagimu
yang harus kamu hormati.
-Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila
kamu sedang menyalahkan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu asapnya
terhembus angin ke rumahnya atau ke arah dimana abangmu berada
padamkanlah apimu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata karena asap
apimu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.
-Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanamanmu ada yang
condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya, seumpama tanaman
pisangmu tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja dari pada setelah
buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa menahan emosimu
dan jadi bertengkar.”
terakhirnya....”
Latar disebut juga istilah setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya
tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang
terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat,
42
tempat di dalam wujud fisiknya yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. 2) latar
sosial, sikap adat dan kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang pada
Latar tempat dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina adalah terjadi
di daerah Kabupaten Toba Samosir, adapun nama desa tersebut adalah desa
Latar waktu yang terjadi dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina
adalah pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.
Sihotang adalah istri kedua dari Raja Marsundung yang sudah memiliki dua anak
yaitu Raja Parsuratan dan Sipareme, Namun Raja Parsuratan sangat haus akan
warisan sehingga berkali-kali dia selalu ingin membunuh anak dari ibu tirinya
Sobosihon pada saat ingin melahirkan anak pertama, kelima yang disaksikan oleh
warga kampung setempat dan anak keempat perempuannya saat itu terlambat
mengantarkan makan siang Raja Parsuratan sampai membuat dia marah besar lalu
dia langsung menyiramnya pake air panas dan dibakar hidup-hidup. Namun ada
43
harta warisan disaksikan banyak orang atau dipanggil tua-tua kampung. Dalam
“....Dungi digokhon sada huta, naeng mambahen aek ni unte ala haroan
alana ibana nunga mamboto roha jungkatna, alai dongan sahutana turut
andar gabe lungun dohot sonang alana sallengon sahuta mamboto bolo
ibana dang hea burju tu Sobosihon boru Sihotang inong panoroni ibana, alai
panoronion na....”
Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu,
tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian turpuk
tataring.” Api pe magalak sian tataring, sude halak maraburan kaluar jabu
44
ibotona. Alai ganup parroha na busuk tong do taranggo bouna, ala adong
“....Sesudah itu, diundang satu kampung untuk acara makan bersama atas
syukuran kelahiran bayi mereka. Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke
acara itu dengan niat busuknya membawa pisau penyadap pohon enau
didalam sarung yang terselip di pinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu
membuat Sobosihon panik dan gelisah karena dia sudah tahu maksud
jahatnya, namun orang kampung yang turut hadir justru terharu dan bahagia
karena selama ini satu kampung sudah tahu kalau dia tidak pernah baik
kepada Sobosihon ibu tirinya, padahal mereka tidak tau kalau kedatangan
kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari
masuk kedalam rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap
rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur, semua orang
teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena Sobosihon sudah tidak sanngup
lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang bambu yang berada
45
karena ada orang yang melihat kejadian tersebut dan menceritakan kepada
saudaranya....”
sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh, (Siswandarti 2009:44).
Dalam sebuah cerita tokoh memiliki peran yang berbeda-beda, ada yang
baik hati, ada yang sombong, ada yang bodoh, ada yang pintar, ada yang kaya dan
ada yang miskin, ada yang berperan sok kaya, dan ada juga yang berperan sok
miskin dan lain sebagainya. Peran yang sering muncul dalam sebuah cerita adalah
tokoh utama.
langsung dari penokohan yang terdapat dalam sebuah cerita. Membicarakan tokoh
Berikut ini akan di perhatikan watak dari para tokoh-tokoh yang terdapat
46
mempunyai warisan berupa sawah, perkebunan dan hewan ternak kerbau yang
jala rap mangolu di huta i. Adong do saba, hauma dohot pinahan ima horbo
tersebut....”
Simanjuntak dan Boru Limbong yang memiliki sifat penyang, baik hati kepada
adik-adiknya, dan selalu memberikan saran yang baik supaya tidak ada masalah
didalam keluarga. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:
47
”....Kemudian tidak begitu lama, Raja Marsundung sembuh dari sakit yang
katanya “Menikahlah kau lagi, supaya kelak ada yang mengurus mu apabila
kau sakit....”
Dalam Cerita Turi-turian Simanjuntak SI tolu Sada Ina, maka secara fisik
tokoh ini seorang Laki-laki. Raja Marsundung Simanjuntak adalah anak kedua
dari Tuan Somanimbil Simanjuntak dan Boru Limbong yang terkenal di Hutabulu
Mejan. Mempunyai kepribadian yang baik terhadap istri, serta memiliki sifat yang
baik hati, penuh kasih sayang terhadap keluarga dan selalu sabar kepada anak
pertamanya atas setiap kejahatan yang dilakukan. Dalam bagian ini hal tersebut
48
Raja Pasuratan dang lomo rohana ala ibana mabiar dang dapotan arta
amongna haduan....”
“....Dung sahat arina, Raja Marsundung dapot barita bolo ripena Sobosihon
karena nantinya jadi ada yang menggugat harta warisan ayahnya membuat
Parsuratan tidak senang karena dia takut tidak kebagian warisan jika dia
kabar gembira itu Parsuratan tidak begitu senang mempunyai adik dari ibu
49
Di dalam cerita ini, Tuan Maruji Hutagaol adalah anak ketiga dari Tuan
Porsea bersama istrinya. Memiliki Sifat yang biasa-biasa saja dan tidak terlalu
Di dalam cerita ini, Boru lubis ini adalah istri dari Somba Debata Siahaan,
yang memiliki sifat penolong, baik hati dan mau membantu keluarga yang sedang
kesulitan, bahkan mau mengurus adik somba Debata yang sedang sakit. Dalam
Batak Toba molo naeng mangurus ibana holan boru Lubis. Bolo boru
parumaen na dang boi mangkatai dohot ibana alana songoni adat na....”
Parlumbanan Balige untuk mengurus adiknya yang sedang sakit. Di dalam adat
Batak Toba yang layak mengurus dia hanya Boru Lubis. Kalau Boru Pasaribu
adalah istri adiknya pantang bicara dengan dia begitu juga menantunya tidak
50
Dalam Cerita ini. Boru Hasibuan adalah Istri pertama Raja Marsundung
Simanjuntak, memiliki sifat yang baik hati dan sayang kepada Suaminya. Namun
Boru Hasibuan jatuh sakit sampai membuat dia meninggal dunia. Dalam bagian
marujung ngolu, gelleng lahi-lahi Raja Parsuratan naung tubu matoras. Sian
begitu sedih. Hingga akhirnya takdir berkata lain, Istrinya Boru Hasibuan
dewasa. Dari kecil parsuratan sudah di ajari untuk hidup mandiri, sehingga
kerbau mereka....”
Sada Ina ini, kita bisa mengetahui bahwa Sobosihon Boru Sihotang ini merupakan
51
perempuan yang merupakan anak dari Raja Si Godang Ulu Sihotang yang
terkenal di daerah Si Raja Oloan. Ia memiliki sifat yang baik, penuh kasih sayang
orang yang patut dicontoh dan ditelandani karena dia tidak pernah sedikitpun
dendam walaupun sudah berkali-kali dia dilukai oleh anak tirinya itu. Dalam
among “aha nipi mu boru hu”?... nabudari marnipi au tingki lao maridi tu
piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot digonting na, alai
inna ma; “dia jolo hu ompa anggihu” dang sadia leleng posoposo i koncing
52
sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi,
Somanjuntak”....”
53
magodang....”
set gorga Raja Parsuratan sampe mambahen ibana tongtong marsak roha
Raja Oloan dan menceritakan mimpi tersebut. “Ada apa kau kemari
puteriku..?” Aku kemari ingin memberitahu Bapak bahwa aku mimpi yang
tidak baik pak, “Mimpi apa itu puteriku? ..Semalam aku bermimpi saat
langsung menyambar buah dadaku sebelah kiri.” Bah.. ini pertanda buruk,
54
pinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu sudah di tukarkan dengan bayi
aku ingin menggendong adikku” tak lama kemudian bayi itu kencing
mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi
“....niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena kayu itu patah sebelum
sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai membuat Sobosihon
55
Sobosihon sudah tidak sanngup lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang
bungsu mereka masih menyusui bahkan keempat anaknya juga masih belum
cukup dewasa....”
“....Sobosihon jatuh sakit hingga penyakitnya parah, apalagi dia tahu kalau
Pada kutipan diatas, terbukti bahwa Sobosihon Boru Hotang memiliki sifat
yang sangat penyabar dengan perlakuan anak tirinya terhadapnya, karena sebelum
56
Dalam cerita ini, maka secara fisik tokoh ini seorang laki-laki yang terkenal
dengan ejekan Parhorbo Jolo di Hutabulu Mejan. Raja Parsuratan ini adalah anak
dari Raja Marsundung Simanjuntak dan istri pertama dari Boru Hasibuan. Ia
memiliki sifat yang jahat, licik, serakah dan selalu memanfaat situasi yang ada,
bahkan anak yang durhak terhadap Ibu tirinya yang begitu baik padanya. Raja
Parsuratan orang yang tidak patut kita contoh dan teladani. Dalam bagian ini hal
Raja Pasuratan dang lomo rohana ala ibana mabiar dang dapotan arta
dang boi holan na sip songonon, au ingkon mambahen sesuatu inna ibana
57
dalom na, husip na”...“diama asa hu pasanghon salaoar dalom na” dung i
Sobosihon sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu
pajumpang huhut marhasil mambunuh anggi na, alai parbue andora sambola
tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon, hau namangambati dorpi
58
disi. Alai roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau i
masuk tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian
sasada na i dohot ripena lao manarushon sude hauma dohot saba pinungka
“adong dua anak boru modom di jabu among hu, jadi ho ingkon mambunu
59
binsar, idokna”....”
manganna tonga ari tu saba, diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat
“....Raja Parsuratan jala didokhon ibana bukanna dang olo mambagi arta
“....Raja Parsuratan mambagi songon sian horbo dibagi gabe hae parjolo
karena nantinya jadi ada yang menggugat harta warisan ayahnya membuat
Parsuratan tidak senang karena dia takut tidak kebagian warisan jika dia
mempunyai adik laki-laki dari istri kedua ayah nantinya. Parsuratan menjadi
60
mempunyai adik dari ibu tirinya, dia sangat gelisah dan takut... “jika nanti
bayi yang dilahirkan anak laki-laki, aku jadi tidak kebagian harta bahkan
semuanya menjadi milik adik tiriku...aku tidak bisa tinggal diam seperti ini,
“....Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke acara itu dengan niat busuknya
pinggangnya,...”
Raja parsuratan begitu heran dan marah karena bayi yang dilihatnya
dan berkata; “Aku mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah
61
acara dalam keadaan kacau. Raja Parsuratan tidak berhasil menemukan dan
membunuh adiknya akan tetapi buah dada Sobosihon ibu tirinya telah
menjadi tumbalnya,....”
“....Pada saat ayah dan abu tirinya tidak ada di rumah, dia bekerja keras
rumah supaya ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh
ketika di duduki, setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit karena setiap
tiang itu dan kain pegangan yang dipakai untuk bersalin juga digantungkan
di situ. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena kayu itu
patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai membuat
”semua telah masuk kedalam rumah, aku harus dari belakang untuk
membakar atap rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur....”
kehidupan ibu tiri, adikku dan terutama adik laki-laki tiriku setiap hari....”
62
“....Timbul niat jahat Raja Parsuratan terhadap adik tirinya. “Aku harus
“ada dua gadis tidur dirumah ayahku, jadi kamu harus membunuh gadis
membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu
mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung
raung kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja
membagi warisan dan kemudian dia berkata: “tunggu kalianlah dapat dulu
dua bulan”....”
depan (Parjolo) dan paha belakang (Parpudi). Hal ini sangat aneh namun
63
untuk membajak sawah dan menarik pedati, makanya dia membagi dengan
cara demikian....”
Dalam kutipan diatas kita bisa melihat betapa jahat dan serakahnya
perlakuan Raja Parsuratan terhadap Ibu tirinya dan Adik-adiknya hanya untuk
10). Sipareme
Dari cerita ini, Secara fisik tokoh ini adalah seorang perempuan, Sipareme
merupakan anak dari Raja Marsundung Simanjuntak dan Istrinya Boru Limbong.
Ia memiliki sifat yang baik, penuh kasih sayang dan patuh terhadap orang tua
yang patut kita contoh dan kita teladani. Dalam bagian ini hal tersebut dapat
Sipareme nunga anak boru dohot anggi ponoroni Hagohan Naindo mulai
64
Sipareme yang sudah gadis dan adik tirinya Hagohan Naindo mulai remaja.
Dalam cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini mempunyai sifat
yang baik terhadap anak-anaknya. Ia adalah ayah dari Sobosihon Boru Sihotang,
Namun karena banyak kepalanya membuat satu kampung takut bahkan tidak ada
yang mau dekat dengan anak perempuannya hingga pada waktunya dia sangat
senang karena ada yang datang kerumah untuk melamar anaknya. Dalam bagian
65
mangaririt boru, alai umur na nunga matua among dung nunga mabalu
ibana, boha roha ni among?”... sian bugasan roha among na mansai sonang
dungi dialusi Raja Sigodang Ulu Sihotang “jouma jolo ibana tu jabu, asa hu
“....Saat itu hari sudah sore, akhirnya jumpalah Raja Marsundung dengan
seorang wanita yang bernama Sobosihon boru Sihotang dan melihat seorang
lelaki memiliki rupa yang sangat aneh di kepalanya dinamai Raja si Godang
berumur tiga puluhan tahun belum ada laki-laki yang mau datang untuk
melamarnya....”
.....“ada bapak yang datang marga Simanjuntak ke sini, sepertinya dia ingin
melamar seseorang, tapi umurnya sudah tua pak dan dia sudah duda,
sudah duda. Lalu Si Godang Ulu menjawab “panggillah dulu dia ke rumah,
66
Dalam cerita ini, Boru Pasaribu adalah menantu dari Raja Si Godang Ulu
yang patut kita teladani ataupun dicontoh. Ia memiliki sifat yang ramah, baik hati,
dan patut terhadap perkataan mertuanya, mau menolong orang lain apalagi saat itu
dia baru saja melahirkan sudah langsung mau disuruh pergi menemani Sobosihon.
Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:
inna Raja si Godang Ulu. Alani turutna tu simatuana ujungna boru Pasaribu
mangolohon....”
ke Parlumbanan Balige. Pada saat itu menantunya ini juga baru saja
(bayi perempuan), aku takut bayi ku kenapa-kenapa jika aku ikut. “tidak
67
Pasaribu mau....”
Dalam cerita ini, kita bisa mengetahui bahwa Raja Mardaup Simanjuntak
adalah anak pertama Raja Marsundung Simanjuntak dan Istri kedua Sobosihon
Boru Sihotang. Ia memiliki sifat yang baik. penurut, bahkan dia selalu mengingat
pesan Ibunya agar tidak haus akan warisan sepeninggalan ayahnya. Semasa Ia
bayi, abang tirinya ingin membunuhnya oleh karena itu dia diberi nama Raja
dilahir. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:
ompung nasida. Dunghon sahat tu huta Si Raja Oloan dungi nasida mulak tu
ripe Raja Mardaup jala dipasu-pasu tolu halak gelleng lahi-lahi, ima: Na
rumah ompung mereka. Setelah sampai ke daerah Si Raja Oloan lalu mereka
kembali ke balige bersama paribannya Boru Sihotang cucu Si Godang Ulu yang
telah menjadi istri Raja Mardaup dan dikaruniai tiga orang anak laki-laki yaitu:
68
dari Raja Marsundung Simanjuntak dan Sobosihon Boru Hotang. Ia memiliki sifat
yang baik hati, sayang kepada Ibunya, rajin serta penurut. Hingga pada akhirnya
dia dibunuh dengan cara yang keji oleh abang tirinya sendiri. Dalam bagian ini hal
manganna tonga ari tu saba, diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat
membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu
mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung
raung kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja
69
saudaranya....”
Dalam cerita ini, maka secara fisik tokoh seorang laki-laki, Raja Sitombuk
Sobosihon. Ia memiliki sifat yang penurut, baik dan ssyang kepada ibunya sendiri.
Dalam Cerita ini, maka secara fisik tokoh seorang perempuan, Si Boru
Naopon ini adalah anak keempat dari Raja Marsundung Simanjuntak dan
Sobosihon Boru Hotang. Dia mempunyai kepribadian yang baik sampai membuat
dia trauma tinggal di Balige karena perlakuan abang tirinya yang jahat. Dalam
ibotona asa lao manaruhon tu huta Si Raja Oloan tu jabu ompung na Raja
Si Godang ulu....”
menjalani hidup di Balige. Dia sering menangis mengingat kejadian yang dialami
70
Dalam cerita ini, maka secara fisik tokoh seorang laki-laki, Raja Hutabulu
Simanjuntak ini adalah anak kelima dari Raja Marsundung Simanjuntak dan
diteladani, kita juga dapat melihat bahwa tokoh ini memiliki sifat yang bijaksana,
baik hati dan sayang terhadap Ibu, abang dan kakaknya. Namun saat dia kecil juga
ingin dibunuh oleh abang tirinya Raja Parsuratan bahkan saat ia masih kecil ia
sudah ditinggal ayahnya. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis
cerita:
71
maka objek bahasanya adalah interaksi dari pada tokoh-tokoh dalam cerita
sastra itu sendiri. Beberapa nilai sosiologis yang terdapat dalam Cerita Turi-turian
Simanjuntak Si Tolu Sada Ina di Kabupaten Toba Samosir adalah sebagai berikut:
Raja Parsuratan mandok hata: “nuaeng dijolo ria raja au naeng mambagihon
1. Taringot tu saba, alana au gelleng sian ripe na parjolo among, jadi tano
parjumaan na parjolo manginsir aek ima puna hu dohot alani inong ta dua
halak jadi tano gabe dibagi dua bidangna.
2. Taringot ni sasude horbo puna mandiang among ta, alana au gelleng sian
ripe na parjolo among, jadi hae parjolo setiap horbo ima jambar hu, bolo
hae parpudi ima jambar muna natolu gelleng sian ripe paduahon among.
72
pembagiannya:
1. Mengenai sawah, karna aku adalah anak dari istri pertama ayah, maka
tanah persawahan yang pertama di aliri air adalah milik ku dan karna ibu
kita dua orang maka tanah akan dibagi dua luasnya.
2. Mengenai semua kerbau milik mendiang ayah kita karna aku adalah anak
dari istri pertama ayah, maka paha depan (Parjolo) setiap kerbau
merupakan bagian ku, sedangkan paha belakang (Parpudi) adalah bagian
kamu bertiga anak istri ayah yang kedua.
Pembagian warisan itu ditetapkan dihadapan tua-tua kampung dan tidak ada
warisan ternak, Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan
Tanggung jawab adalah suatu kesadaran diri manusia akan tingkah laku atau
kesadaran diri baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya walaupun hal tersebut bukan
perlakuan anak-anaknya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut ini:
73
inna Raja si Godang Ulu. Alani turutna tu simatuana ujungna boru Pasaribu
mangolohon....”
“....Di bangso batak Toba gelleng na paling tua ima pangganti among. Gebe
keluarga....”
ke Parlumbanan Balige. Pada saat itu menantunya ini juga baru saja
(bayi perempuan), aku takut bayi ku kenapa-kenapa jika aku ikut. “tidak
kata Raja si Godang Ulu. Karena taatnya kepada mertuanya akhirnya Boru
Pasaribu mau....”
“....Dalam suku batak Toba anak tertua adalah pengganti Bapak. Sehingga
keluarga....”
74
` Kasih Sayang adalah perasaan cinta atau sayang dan akan menunjukan rasa
Simanjuntak SiTolu Sada Ina terlihat dari perhatian Sobosihon kepada Raja
” –Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu Raja Parsuratan
akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya Mula Jadi Na
Bolon (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
-Raja Parsuratan itu adalah abangmu sebagai sebagai ganti ayah bagimu,
dimana dia duduk janganlah kamu menghampirinya dan jika kamu sedang
duduk di suatu tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah
ganti ayah bagimu yang harus kamu hormati.
-Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila
kamu sedang menyalahkan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu
75
4.2.4 Pertentangan
dendam, tidak menerima kondisi dan keberadaan orang lain. Pertentangan yang di
maksudkan dalam cerita ini adalah saat Raja Parsuratan memberikan syarat
“....Dung dibereng Raja Parsuratan jala didokhon ibana bukanna dang olo
mambagi arta tading-tadingan among alai: “paima hamu dapot dua bulan on
jolo....”
“....Ro arina dua bulan jala Raja Hutabulu mangumpulhon ria raja muse, ni
jolo ria raja, Raja Parsuratan mandok hata tu anggina “dia do bulan na
Hape na dimaksud Raja Parsuratan dang na taringot solang ari dua bulan,
alai taringot mandapothon dua biji bulan. Jadi sursar ma ria raja gabe
76
tidak mau membagi warisan dan kemudian dia berkata; “tunggu kalianlah
“mana bulan yang sudah kamu dapat, sudakah ada dua?”. semua yang
mengenai tenggang waktu dua bulan, tetapi tentang mendapatkan dua buah
bersaudara itu....”
4.2.5 Konflik
(jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel), merupakan unsur
yang esensial dalam pengembangan plot. konflik adalah sesuatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan
adanya aksi dan aksi balasan. Konflik atau perselisihan yang terdapat dalam cerita
Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina menjadi salah satu pemicu utama
Hal ini dapat kita lihat dalam sinopsis cerita sebagai berikut :
77
boto aha na hutangkup jala hu bungkus on, alai ahu olo mambungkana jala
mandongkon aha isi ulos on tu angkang bolo nunga mulak hita tu huta,
ta”. Dang marpikkir ganjang Raja Parsuratan pe setuju jala nasida mulak tu
hu tangkup huhut hu bungkus dohot ulos ganjang hu, ro on pas hami sedang
pungu dialaman jabu Raja Marsundung among nasida. Jadi ni jolo angka ria
raja, Raja Hutabulu mambuka bungkuson ulos i jala taridama sorbuk tihas
asar nipidong na tartutung dibugasan na. Dung dibereng Raja Parsuratan jala
“....pas borgin ari Raja Hutabulu lao tu mual jala hundul marangan-angan
78
bugasan mual i adong halilu ni bulan. Lao hatop ibana manjumpangi kedua
angkangna jala mandokhon bolo ibana manjumpai dua biji bulan. Dohot
roha busisaon kedua angkangna jala Raja Hutabulu mulai manggokhon ria
mual jala tarbereng adong halilu bulan disi, laos ibana mampatuduhon tu
sabola ginjang disi muse tarida adong bulan. Ujungna Raja Parsuratan dang
parbagianon na:
1. Taringot tu saba, alana au gelleng sian ripe na parjolo among, jadi tano
parjumaan na parjolo manginsir aek ima puna hu dohot alani inong ta
dua halak jadi tano gabe dibagi dua bidangna.
2. Taringot ni sasude horbo puna mandiang among ta, alana au gelleng
sian ripe na parjolo among, jadi hae parjolo setiap horbo ima jambar hu,
bolo hae parpudi ima jambar muna natolu gelleng sian ripe paduahon
among.
Parbagianan arta tading-tadingan i ditontuhon dijolo ria raja jala dang adong
79
Hutabulu melihat segumpal benda jatuh dari atas dan dikejarnya lalu
Parsuratan melihat adiknya berlari dan berkata; “adikku, benda apa yang
tadi kamu tangkap?”, sahut adiknya; “Abang yang kuhormati, aku belum tau
apa yang kutangkap dan ku bungkus ini, tetapi aku akan membukanya dan
memberitahukan apa isi kain ini pada abang apabila kita sudah kembali ke
mendiang ayah kita”. tanpa pikir panjang Raja Parsuratan pun setuju dan
abangnya dan juga tentang janji parsuratan akan membagi harta warisan....”
atas dan kutampung lalu kubungkus dengan kain panjang ku, ini terjadi
dalam perjalanan aku dan abang yang kuhormati sewaktu di Silangit, abang
kami ini ingin mengetahui apa isi dari bungkusan yang aku sendiri juga
belom tahu isinya. Namun abang yang kuhormati ini telah berjanji akan
aku menunjukkan dan membagi benda yang akan kita lihat ini”. perkataan
tersebut dibenarkan oleh Raja Parsuratan dan disaksikan oleh semua orang
80
tampaklah abu bekas sarang burung yang terakar di dalamnya. Setelah Raja
Parsuratan melihat lalu mengatakan bahwa bukanya dia tidak mau membagi
warisan dan kemudian dia berkata: “tunggu kalianlah dapat dulu dua bulan”.
“....saat malam hari pergilah Raja Hutabulu kesumur duduk termenung dan
berkata; “dimanalah aku mendapatkan dua bulan itu?”, saat dia melihat
keatas langit dia melihat posisi bulan dan menatap kepermukaan air dalam
sumur disitu ada bayangan bulan. segera dia bergegas menjumpai kedua
abangnya dan mengatakan bahwa dia menemukan dua buah bulan. Dengan
rasa was-was kedua abangnya dan Raja Hutabulu kembali mengundang tua-
tua kampung. setelah semuanya hadir termasuk Raja Parsuratan, lalu Raja
terhormat, amat terlebih abang yang ku hormati, kamu berkata setelah dapat
dua buah bulan barulah kamu memberikan warisan dari mendiang ayah kita
dan sekarang aku sudah menemukannya”. Seluruh yang hadir disitu berjalan
air di dalam sumur dan terlihat ada bayangan bulan disitu, kemudian dia
menunjukkan ke arah atas dimana juga terlihat ada bulan. Akhirnya Raja
pembagiannya;
81
Pembagian warisan itu ditetapkan dihadapan tua-tua kampung dan tidak ada
warisan ternak, Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan
Dalam cerita ini, tua-tua kampung adalah kumpulan tua-tua kampung atau
dikatakan ria raja. Dimana mereka adalah sebagai saksi pendengar akan harta
warisan yang disampaikan oleh Raja Parsuratan di depan tua-tua kampung ini.
Masyarakat di desa Hutabulu Mejan sangat menjaga dan taat pada aturan
norma adat, hal ini dibuktikan dengan terawatnya Tugu Sobosihon Boru Hotang.
Letak Tugu Sobosihon Boru Hotang tidak begitu jauh dari desa Hutabulu Mejan
yang berada di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. Bahkan Tugu ketiga
anak Sobosihon Boru Hotang ini pun ada dibelakang salah satu rumah masyarakat
Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina adalah sebuah cerita yang sangat
relevan bagi masyarakat desa Hutabulu Mejan yang di pandang dari segi pola
kehidupan masyarakat tesebut hingga saat ini masih diyakini kebenarannya oleh
82
turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina tidak terlepas dengan pola budaya masyarakat
dewasa ini. Bahkan Masyarakat desa Hutabulu Mejan masih mempercayai atau
meyakini adanya Sobosihon Boru Sihotang, dimana jika ada yang datang
atau untuk menyembuhkan penyakit jika kedatangannya tulus maka yang percaya
akan disembuhkan dan dikabulkan oleh Sobosihon Boru Sihotang ini. Hal ini
Menurut Oppung Yemima salah satu juru kunci penulis dari Desa Hutabulu
Mejan bahwa Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina adalah suatu tempat yang
masih banyak di kunjungi banyak orang terutama marga Sihotang yang percaya
akan Sobosihon Boru Hotang bisa mengobati orang sakit pada saat ada yang
datang berziara kemakam Sobosihon Boru Hotang ini langsung sembuh bahkan
segala sakit yang dibuat orang lain ataupun ingin meminta jodoh bagi orang yang
meleburkan fakta dan tema dengan bantuan sarana-sarana sastra seperti konflik,
sudut pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya. Sarana sastra yang paling
signifikan terdiri dari karakter utama, konflik utama dan tema utama.
83
5.1 Kesimpulan
hidup keturunan Raja Marsundung Simanjunak anak kedua dari Raja Tuan
Somanimbil Simanjuntak dan istrinya boru Limbong. Dalam cerita ini, Raja
lahir dari boru Hasibuan adalah Raja Parsuratan Simanjuntak (parhorbo jolo) dan
Sobosihon boru Sihotang dan memiliki lima anak dengan tiga anak laki-laki yang
warisan sawah dan kerbau yang sangat aneh sepeninggalan ayahanda yang dibuat
dikenal dengan “Si Tolu Sada Ina” (tiga anak satu ibu) adalah tiga bersaudara
84
Simanjuntak. Bahkan konflik antara Parhorbo jolo dengan Parhorbo pudi masih
tetap ada, karena pesan yang disampaikan Sobosihon boru Sihotang sebelum dia
meninggal tetap dijaga oleh anak-anaknya. Hubungan sosial mereka tetap berjalan
Dalam cerita ini menceritakan sifat Raja Parsuratan yang jahat dan serakah
sebagai berikut:
1. Sosiologi dan sastra mempunyai hubungan yang erat karena lahir dari
dan selalu sabar dengan anak tirinya bernama Raja Parsuratan, Raja
85
Sada Ina yaitu a). Latar tempat yang terjadi di daerah Kabupaten Toba
Samosir. b). Latar waktu yang terjadi pada pagi hari, siang hari, sore
hari, dan malam hari. c). Latar sosial dalam Cerita Turi-turian
d). Pertentangan
e). Konflik
86
Adapun saran yang penulis simpulkan dari penulis skripsi ini antara lain
untuk tetap menjaga tarombo si Raja Batak supaya tidak terjadi perkawinan
agar keturunan Simanjuntak Si Tolu Sada Ina tahu dan tidak hilang begitu
saja
4. Memiliki hasil penelitian dalam bentuk buku, audio, foto, dan audiovisual.
87
Rineka Cipta.
Alwi, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Danandjaja, James. (1984). Folkor Indonesia. Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain.
Perss.
88
Luxemburg, Jan Van. dkk. (1984). Pengantar Ilmu Sastra. Terj Dick Hartoko.
Jakarta: PT Gramedia.
Sumatera Utara.
Pelajar.
Universitas Indonesia.
Sibarani, Robert. (2003). Kearifan lokal hakikat,peran, dan metode tradisi lisan,
Bandung:Alumni.
Aflabeta.
Bandung:Alumni.
89
Utama.
Persada.
Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Press.
melalui Budiyanto).Jakarta:Gramedia.
https://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-
dan-menurut-para-ahli/
https://www.google.com/amp/s/moondoggiesmusic.com/contoh-daftar
pustaka/amp/
90
Parlumbanan Balige, sonari nunga gabe Hutabulu Mejan. Disi mangolu ma sada
tading jala rap mangolu di huta i. Adong do saba, hauma dohot pinahan ima horbo
Dung marpiga taon anak sian Tuan Somanimbil Simanjuntak dohot ripe na
Simanjuntak na parjolo ima Somba Debata Siahaan mangolihon boru Lubis nasida
lao maninggalhon huta hatubuan nung leleng marhuta disada huta dolok Balige.
Marsundung hona parmaraan alani ripena boru Hasibuan monding dung nasida
mampuna dua gelleng bayoa dohot boru. Gabe mambahen Raja Marsundung
patoluhon margoar Tuan Maruji Hutagaol nunga mangoli tu boru Pasaribu nasida
tading di Huta Porsea. Ditingki i, dung mangolu dope Among nasida Tuan
91
adong parbadaan manang pargulutan pinungka na dibagi dos hon tu tolu gelleng
lahi-lahi na i.
Parsuratan dohot sada gelleng boru-boru margoar Sipareme. Nasida tading di huta
ripe na boru Hasibuan marsahit renge gabe mambahen Raja Marsundung lungun.
Sahat ujung ni turpuk, ripena Boru Hasibuan nunga marujung ngolu, gelleng lahi-
lahi Raja Parsuratan naung tubu matoras. Sian na gelleng Raja Parsuratan nunga
Disada tingki ibana marsahit renge gabe dang tolap be mampature dirina alana
ripena boru Hasibuan do mangurus sude haporluon na. Alana Sipareme alang
mangurus ibana. Dungi Somba Debata Siahaan dohot ripena boru Lubis ro tu
Toba molo naeng mangurus ibana holan boru Lubis. Bolo boru Pasaribu ima
92
marsahit ho”. Dung mambege hata sian Somba Debata Siahaan, pittor ro anggina
Raja Parsuratan tong dang mangolohon ala haduan gabe adong annon mangalu-
alu arta tading-tadingan amongna mambahen Raja Pasuratan dang lomo rohana
ala ibana mabiar dang dapotan arta tading-tadingan bolo ibana mampunasa anggi
lahi-lahi sian ripe paduahon amongna haduan. Raja Parsuratan gabe gelleng na
jungkat dohot mongkus ni arta sampai mambahen ibana naeng mangarajai sude
arta ni amongna.
mangolohon na naeng mangoli muse, dungi lao ma ibana dohot Somba Debata
borhat manaripari Tao Toba, dung sahat nasida diluat huta si Raja Oloan, halaki
hurang 51.6KM. Tingki i nunga bot ari, sidungi pajumpang ma Raja Marsundung
Simanjuntak dohot sada halak boru na margoar Sobosihon boru Sihotang dohot
sahalak lahi-lahi ampuna rupa mansai roa disimanjujung na digoari Raja Sigodang
boruna margoar Sobosihon boru Sihotang nunga marumur tolu puluh taon dang
93
marsitandaan, ibana lao manopoti among na, inna ma “adong among na ro marga
Simanjuntak tu son, tudosna ibana naeng mangaririt boru, alai umur na nunga
matua among dung nunga mabalu ibana, boha roha ni among?”... sian bugasan
roha among na mansai sonang alana adong ro tu jabu naeng ro mangaririt boruna
arupe nunga mabalu, dungi dialusi Raja Sigodang Ulu Sihotang “jouma jolo ibana
tu jabu, asa hu boto dohot mangkatai tu ibana”, dungi laoma Sobosihon boru
lao mangaririt boru hi, aru pe nunga mabalu ho dang pola parsoalan tu au bere...
dang adong na salah bolo naeng serius do sian roham naeng mangaririt boru hu”.
Somba Debata Siahaan. Dungi Sobosihon boru Sihotang gabe ripe sah Raja
Dung sahat arina, Raja Marsundung dapot barita bolo ripena Sobosihon
dang sonang mampuna anggi sian inang Panoroni, mansai busesaon jala mabiar
habagian pinungka nangpe sude gabe mampuna anggi panoroni, au dang boi holan
94
Sobosihon sampe tardungo ibana dohot hodok ngali, dibagasan nipi Sobosihon
nasida sidung sarapan, Sobosihon lao manjumpai among na Raja Sigoda Ulu
son boru hu”? au ro tuson naeng mambaritahon tu among ala au marnipi naso
denggan among “aha nipi mu boru hu”?... nabudari marnipi au tingki lao maridi tu
aek godang hu bukka ma abit hu... tolhas ro ma ronggur pintor mangaroro parbue
Diari i parumaen na pe baru dope manubuhon poso, didok ibana ma...”Au baru
Sobosihon satongkin nai na lao manubuhon”... inna Raja si Godang Ulu. Alani
95
tingki tubu”. Dung tona dipasahat nasida pintor mulak ma tu Parlumbanan Balige.
ma posoposo i dohot di tukarhon dos tona na dipasahat Raja Si Godang Ulu. Alai
tingki i tarbege barita sahat tu sude sahutai bolo posoposo na ditibuhon i posoposo
lahi-lahi sondot dos tu sipareon Raja Parsuratan, sampe mambahen ibana gabe
Dungi digokhon sada huta, naeng mambahen aek ni unte ala haroan
mamboan piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot digonting na, alai
Parsuratan mambahen Sobosihon jadi busesahon alana ibana nunga mamboto roha
jungkatna, alai dongan sahutana turut andar gabe lungun dohot sonang alana
sallengon sahuta mamboto bolo ibana dang hea burju tu Sobosihon inong
panoroni ibana, alai nasida dang mamboto haroroan Raja Parsuratan na naeng
mambunuh anggi panoronion na, inna ma; “dia jolo hu ompa anggihu” dang sadia
manolothon piso sidung hu pakkehon salaoar dalom na, husip na”...“diama asa hu
96
dalom posoposo i, Raja Parsuratan gabe tarhatotong huhut muruk alana posoposo
mandapothon Sobosihon sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i
dibagasan haadongan gaor. Alai Raja Parsuratan dang pajumpang huhut marhasil
mambunuh anggi na, alai parbue andora sambola hambirang Sobosihon inong
panoroni na nunga gabe tumbal na. Jadi posoposo lahi-lahi i dibahen goarna “Raja
Sihotang.
Sahat piga bulan, Sobosihon nunga malum jala lagi mardenggan pamatang
ombasna Sobosihon boru Sihotang manubuhon jala tarbege barita tu sude sahuta
Lumban si Bagot Ni Pohan. Jadi dang mangolsohon roha Raja Parsuratan, alana
sian hasomalon halak batak gelleng boru-boru dang dohot dibagasan parbagianan
panoroni boruna. Dungi poso-poso i dibahen Goarna “Si Boru Hagohan Naindo
Simanjuntak”.
97
tu ibana haduan. Dung i lao ma ibana tu halak na malo naeng manungkun gorat ni
posoposo na naeng ditubuhon inang panoronion na. Dung diboto alus ni halak na
na asa poso-poso i dang marhosa pas ditubuhon. Pas among dohot inong panoroni
namangambati dorpi pas dihumaliang ni tiang tonga jabu asa tingki inong na
manubuhon, hau namangambati dorpi ni tiang tonga jabu asa tingki inong na
naeng celaka, tarhapit alana bolo naeng manubuhon inang na dijabu ingkon
do ditambathon disi. Alai roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau
Parsuratan hot naeng mangago Sobosihon boru Sihotang, sahat diari na tubu ma
gelleng paopathon ima posoposo boru-boru dohot di urupi datu maranak, nunga
98
nunga lao tu halak na malo naeng manungkun gorat ni posoposo anggi panoroni.
Didok jolma na malo ima “gelleng na naeng ditubuhon i, ima posoposo lahi-
Batak songon jabu:... “jabu sibaganding tua ima hatubuan ni anak dohot boru
siboan tua.” Raja Parsuratan giot hian pasudahon jabu inganan ni among dohot
inong panoroni, alana ibana pe nunga ampuna jabu dung sae muli dohot manjae.
Raja Parsuratan holan ampuna sada gelleng lahi-lahi, angkup alani ibana
naeng dipasudahon.
Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu, sian na
jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian turpuk tataring.” Api pe
magalak sian tataring, sude halak maraburan kaluar jabu apalagi Sobosihon.
99
alaman jabu. Dung i dibahen goarna “Raja Hutabulu Simanjuntak” dohot lapatan
ibana di tubuhon serep bona ni bulu. Sobosihon tongtong gogo bagar sian
dohot sajabuna Somba Debata Siahaan sumurung boru Lubis na mansai holong tu
ibana.
monding tu tano marumur sahat ualu pulu lima taon. Sobosihon mansai lungun
hamagoan siadopanna jala gelleng siampudan nasida manusui dope jala na opat
gellengna i na hurang magodang. Di bangso batak Toba gelleng na paling tua ima
panoroni lahi-lahi setiap ganup ari” didok Raja Parsuratan. Alai Sibosohon torus
Raja Parsuratan nunga mangoli dohot ampuna jabu na, manjae sian
natorasna. Ibana holan ampuna sahalak anakhon lahi-lahi, jadi na ibana torus
mangahap ibana tarsosak ala inong ponoroni na i. Dung sadia taon among na
sasada na i dohot ripena lao manarushon sude hauma dohot saba pinungka ni
100
“Jabu hu nunga giot sae dipature, holan tinggal mambahen gorga na lao di gorga
(najolo na lao mambahen jabu gorga dibahen mudar ni jolma sa hira campuran
warna gorga, i di bahen asa jabu i ampuna habonaron manang habiaron na), au
Sipareme nunga anak boru dohot anggi ponoroni Hagohan Naindo mulai bajar-
bajar. Timbul ma niat jungkat Rasa Parsuratan tu anggi panoroni na. “au ingkon
sampuran set jubu gorga i pas nasida modom, didokna”. Giot ganup borngin
Sipareme dohot Hagohan Naindo mambau lage nangpe nasida modom rappak
pamatang dohot lagena asa manghindari pangharatan rongit. Alai Raja Parsuratan
dng mamboto taringot ni on, cara ni ibana mambedahon na dia ingkon di pamate,
nasida tu anggina Sipareme ala golang i margalak di bot ni ari. Dungi Sipareme
Tingki bot ni ari ro nasida mambau lage sahat tingkina modom. Dohot
gararon dohot mamboan raut, “adong dua anak boru modom di jabu among hu,
jadi ho ingkon mambunu anak boru na daong mamakke golang, lao ma andorang
101
mangolu, ibana baru manyadari ala na dipamate i anggi sisolhot na. Huhut
nunga mamboto bolo Sipareme dipamate dohot mudarna gabe dibahen sampuran
set gorga Raja Parsuratan sampe mambahen ibana tongtong marsak roha
di ordong palimahon gelleng na, salanghon Raja Parsuratan tingki i tong di saba.
Tarlobi hamu pungu dison, inong naeng mampasahat poda tu hamuna ingot
102
on ma na gabe pinompar sian pomparan Raja Mardaup, Raja Sitombuk jala Raja
jungkat. Sahalion ibana naeng mangago Si boru Hagohan Naindo dohot pitara
sigodang rohana alana tingki masa i muse partaonan pariama, Raja Parsuratan
manuru anggina Si boru Hagohan Naindo mamboan manganna tonga ari tu saba,
Hagohan Naindo mangangguk hacciton alana bohina malala sidung i muse Raja
api sampe Siboru Hagohan Naindo tartutung ngolu-ngolu. Dunghon dang marhosa
tondi mandalani ngolu di Balige. Ibana torus marabur ilu mangingot hajadian na
dirasaon kedua angkang na. Ibana mangido tolong tu tolu ibotona asa lao
manaruhon tu huta Si Raja Oloan tu jabu ompung na Raja Si Godang ulu. Raja
103
sipanganon jala mangurus jabu?”. Dung i Raja Hutabulu mandok “dang na jolo
angkang nunga dipaorohon dohot pariban tingki tubu? nuaeng angkang buetma
ibana na lao pandonganian angkang sahatopna asa adong na mangurus jabu jala
Siboru Naompon tu jabu ompung nasida. Dunghon sahat tu huta Si Raja Oloan
dungi nasida mulak tu Balige dohot pariban na Boru Sihotang pahoppu Si Godang
Ulu na nunga ripe Raja Mardaup jala dipasu-pasu tolu halak gelleng lahi-lahi,
Dungi gelleng Raja Mardaup nunga matoras jala nunga mangoli, tarbege
ma barita molo di Laguboti adong sahalak anak boru na bagak boru sian Raja
Aruan, pahompu sian pangulu ponggok. Ibana mansai malo marende jala tabo
dituktuk pintu jabu angka anak boru nunga mambuka pintu tu ibana jala sada anak
boru na imbagak dung malo muse marende, paroroan na naeng marboru sileban
boru Aruan tu among tuana ima Somba Debata Siahaan jala tu angkang na Raja
Mardaup. Ujungna pesta adat na gok dibahen na lao marboru sileban boru Aruan.
Raja Mangambit Tua. Putri Raja Marsundung na mangolu holan Siboru Naompon
104
“Ue..Luahon ahu da parau, ulushon ahu alogo manang tudiape taho, asalma tu topi
tao”. Mambege adong suara boru=boru marende, adong sada doli-doli na adong
ditonga Tao Toba jonok ni topi Marom, ibana pintor mangaluga sampan na tu asal
soara i. Dunghon manjonoki sampan i ibana mamereng adong dua halak dibagas
pardomuan Siboru Naompon dohot Na Mora Jombi Sirait jala sonang rohana
raphon sonang nasida satolop gabe mangolohon pangidoan baoana jala borhat
Raja Parsuratan nunga tung matua jala molo naeng lao manang tudia ibana
bangkol lao sahalakna. Sipata pe ibana mamboan gelleng sasadana, alai i pe jotjot
dohot anggi panoronion na nari bujangan ima si Raja Parsuratan. Disada tingki
Raja Parsuratan dohot Raja Hutabulu lao mamboan hajut, nasida mardalan
mangihut dalan satapak nangkok tuat rura. Pas mardalan nasida di dataran timbo
silangit, tolhas Raja Hutabulu mamereng sagumul bongka na madabu sian ginjang
jala dilele dung i ditangkup ma pangke ulos ganjang jala dibalut ibana. Raja
105
aha na hutangkup jala hu bungkus on, alai ahu olo mambungkana jala
mandongkon aha isi ulos on tu angkang bolo nunga mulak hita tu huta, asalhon
marpikkir ganjang Raja Parsuratan pe setuju jala nasida mulak tu huta. Raja
angkang nasida.
tangkup huhut hu bungkus dohot ulos ganjang hu, ro on pas hami sedang dalam
naeng mamboto aha isi sian bungkuson na au sambing dang mamboto aha isina.
among nasida. Jadi ni jolo angka ria raja, Raja Hutabulu mambuka bungkuson
ulos i jala taridama sorbuk tihas asar nipidong na tartutung dibugasan na. Dung
dibereng Raja Parsuratan jala didokhon ibana bukanna dang olo mambagi arta
tading-tadingan among alai: “paima hamu dapot dua bulan on jolo”. Sidung i
106
Ro arina dua bulan jala Raja Hutabulu mangumpulhon ria raja muse, ni
jolo ria raja, Raja Parsuratan mandok hata tu anggina “dia do bulan na nunga
dimaksud Raja Parsuratan dang na taringot solang ari dua bulan, alai taringot
mandapothon dua biji bulan. Jadi sursar ma ria raja gabe manaritahon tolu
namaraha-maranggi i. Dung dapot duang minggu tu jolo, pas borgin ari Raja
mandapothon dua bulan i?”, Pas mamereng tu ginjang langit ibana mamereng
posisi bulan dohot manatap tubugasan ni aek bugasan mual i adong halilu ni
bulan. Lao hatop ibana manjumpangi kedua angkangna jala mandokhon bolo
ibana manjumpai dua biji bulan. Dohot roha busisaon kedua angkangna jala Raja
mandokhon dung dapot dua biji bulan baru ma ho mangalehon arta tading-
tadingan sian among ta alai nuaeng au nunga mandapothon i”. Ria raja nadisi
aek dibugasan mual jala tarbereng adong halilu bulan disi, laos ibana
mampatuduhon tu sabola ginjang disi muse tarida adong bulan. Ujungna Raja
tadingan dung nasida mulak tu alaman jabu raphon dohot ria raja.
107
3. Taringot tu saba, alana au gelleng sian ripe na parjolo among, jadi tano
parjumaan na parjolo manginsir aek ima puna hu dohot alani inong ta dua
halak jadi tano gabe dibagi dua bidangna.
4. Taringot ni sasude horbo puna mandiang among ta, alana au gelleng sian
ripe na parjolo among, jadi hae parjolo setiap horbo ima jambar hu, bolo
hae parpudi ima jambar muna natolu gelleng sian ripe paduahon among.
arta pinahan, Raja Parsuratan mambagi songon sian horbo dibagi gabe hae parjolo
makana ibana mambagi cara songoni, ala biasana di halak Batak Toba bolo naeng
mambagi pinahan marpat opat, jadi pinahan i dibagi dua jala torus dibagi manjadi
tolu maraha anggi i mambuet haputuson mampalua hak nasida ima pinungka sian
among nasida asa tu joloan ni ari dang adong be uruson manang aha tu Raja
Parsuratan. Alana saba na dibagihon Raja Parsuratan dang sae na lao mananggung
108
diasing sian punak ni among nasida Raja Marsundung Simanjuntak. Jadi lahan
saba ni halaki dang boi dituntut Raja Parsuratan sahat tu nuaeng on.
Jadi Raja Simanjuntak Solu Sada Ina on ima sejarah na paling diingot tu
sasude pinompar sian Marga Simanjuntak dohot Sihotang. Gabe alai ni i didokhon
panadinghonna di Balige. Sian Sejarah Simanjuntak Si Tolu Sada ina on dang boi
dilupahon manang pinamahat leas. Ale bolo sundut poso nuaeng hurang lobina
nunga godang naso mamboto be. Jadi nunga seharusna sundut poso nuaeng lobi
istiadat mamboto budaya silsilah ni margana na gabe hamoraon adat sian halak
batak.
109
Dahulu kala di sebuah dataran tinggi danau Toba, ada perkampungan yang
bernama Parlumbanan Balige, yang saat ini sudah diganti menjadi Hutabulu
Mejan. Disana hidup seorang Raja yang bernama Tuan Somanimbil Simanjuntak
dan istrinya Boru Limbong untuk hidup bersama di perkampungan itu. Mereka
memiliki sawah, perkebunan, dan hewan ternak yaitu kerbau untuk dijadikan
Simanjuntak dan Istrinya Boru Limbong telah dewasa bahkan sudah mempunyai
Simanjuntak yaitu Somba Debata Siahaan menikahi Boru Lubis dan mereka pergi
dataran tinggi Balige. Anak kedua yaitu Raja Marsundung Simanjuntak yang
dahulu ditimpa musibah karena istrinya boru hasibuan meninggal dunia setelah
mereka memiliki 2 orang anak yaitu laki-laki dan perempuan. Sehingga membuat
Dan anak ketiganya yang bernama Tuan Maruji Hutagaol telah menikah dengan
110
kepada ketiga anaknya ini supaya tidak ada perebutan ataupun perselisihan harta
warisan yang telah dibagi ratakan kepada ketiga anak laki-lakinya ini.
Simanjuntak dan Boru Limbong. Pada saat itu Raja Marsundung dengan istri
pertamanya Boru Hasibuan dikaruniai seorang putera yang diberi nama “Raja
Parsuratan dan seorang puteri yang bernama Sipareme. Mereka tinggal di Desa
kerbau, sawah dan tanah yang ada di Parlumbanan Balige termaksud setengah
punya Raja Marsundung, hingga pada saat itu orang di perkampungan Hutabulu
istrinya boru Hasibuan sakit parah sampai membuat Raja Marsundung begitu
sedih. Hingga akhirnya takdir berkata lain, Istrinya Boru Hasibuan telah
kecil parsuratan sudah diajari untuk hidup mandiri, sehingga Parsuratan yang
Raja Marsundung menjadi duda, dia sudah berumur 50-an tahun. Suatu
ketika dia sakit parah bahkan dia tidak sanggup lagi mengurus dirinya sendiri
dan Istrinya boru Lubis datang ke Parlumbanan Balige untuk mengurus adiknya
111
Lubis. Kalau Boru Pasaribu adalah istri adiknya pantang bicara dengan dia begitu
juga menantunya tidak boleh berbicara dengan dia sebab begitu adatnya.
Marsundung, katanya “Menikahlah kau lagi, supaya kelak ada yang mengurus mu
apabila kau sakit”. Saat mendengar perkataan Somba Debata Siahaan, langsung
datang adiknya Tuan Maruji Hutagaol mengatakan “ah...tidak usah kau menikah
lagi...” bahkan anaknya Raja Parsuratan juga tidak menyetujui hal tersebut karena
nantinya jadi ada yang menggugat harta warisan ayahnya membuat Raja
Parsuratan tidak senang karena dia takut tidak kebagian warisan jika dia
mempunyai adik laki-laki dari istri kedua ayah nantinya. Raja Parsuratan menjadi
anak yang jahat dan serakah akan harta sampai membuat dirinya ingin menguasai
dia menyetujui untuk menikah lagi, lalu pergilah dia bersama Somba Debata
yang jaraknya lumayan jauh kedalam sekitar 51.6km. Saat itu hari sudah sore,
bernama Sobosihon boru Sihotang dan melihat seorang lelaki memiliki rupa yang
sangat aneh dikepalanya dinamai Raja si Godang Ulu Sihotang. Keanehan ini
112
berkenalan, dia langsung menjumpai Bapaknya, katanya “ada bapak yang datang
marga Simanjuntak kesini, sepertinya dia ingin melamar seseorang, tapi umurnya
sudah tua pak dan dia sudah duda, bagaimana menurut Bapak?”... dalam hati
Bapaknya sangat bahagia karena akhirnya ada yang datang ke rumahnya ingin
melamar puterinya walaupun sudah duda. Lalu Raja Si Godang Ulu menjawab
“panggillah dulu dia ke rumah, supaya bapak tahu dan ingin berbicara
dan dibawak kerumah tulang si Godang Ulu. Kata bapaknya “kalau ingin melamar
sudah duda kau tidak masalah samaku bere... tidak ada salahnya jika tulusnya dari
hatimu ingin melamar puteri ku”. Pernikahan secara adatpun dilakukan, wali
hamil... membuat hati Raja Marsundung sangat bahagia. Namun Mendengar kabar
gembira itu Raja Parsuratan tidak begitu senang mempunyai adik dari ibu tirinya,
dia sangat gelisah dan takut... “jika nanti bayi yang dilahirkan anak laki-laki,
nantinya aku jadi tidak kebagian harta bahkan semuanya menjadi milik adik
113
selalu saja merasa ada yang mengganggunya apalagi sudah memasuki bulan
kedelapan. Saat malam hari tidurlah Sobosihon dan Raja Marsundung, Sobosihon
bermimpi hingga membuat dia terbangun sampai keringat dingin, didalam mimpi
Bapaknya Raja si Godang Ulu ke desa Si Raja Oloan dan menceritakan mimpi
tersebut. “Ada apa kau kemari puteriku..?” Aku kemari ingin memberitahu bapak
bahwa aku mimpi yang tidak baik pak, “Mimpi apa itu puteriku?” “semalam aku
bermimpi saat pergi mandi ke sungai, ku bukakanlah bajuku, tiba-tiba datang petir
langsung menyambar buah dadaku sebelah kiri”. Bah...ini pertanda buruk, dalam
ke Parlumbanan Balige. Pada saat itu menantunya ini juga baru saja melahirkan,
katanya...“Aku baru saja lima hari melahirkan bayi kecilku (bayi perempuan), aku
takut bayi ku kenapa-kenapa jika aku ikut”. “tidak apa-apa menantuku, saat ini
Sobosihon sebentar lagi akan melahirkan...” kata Raja si Godang Ulu. Karena
taatnya kepada mertuanya akhirnya boru Pasaribu mau. Sebelum berangkat Raja
ada bahaya mengancam bayinya apabila yang dilahirkan itu bayi laki-laki, kamu
114
sampai bahaya yang menimpa Sobosihon berlalu, kelak kedua bayi itu sudah
dukun beranak, akhirnya lahirlah bayi Raja Marsundung, bayi itu langsung
dimandikan dan ditukarkan sesuai pesan yang disampaikan Raja Si Godang Ulu.
Namun saat itu terdengar kabar keseluruh penduduk kampung bahwa bayi yang
dilahirkan adalah bayi laki-laki hingga sampai ke telinga Raja Pasuratan, sampai
langsung, kalau benar bayi laki-laki aku harus membunuhnya, karena aku tidak
Sesudah itu, diundang satu kampung untuk acara makan bersama atas
syukuran kelahiran bayi mereka. Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke acara
itu dengan niat busuknya membawa pisau penyadap pohon enau di dalam sarung
yang terselip dipinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu sudah di tukarkan
dan gelisah karena dia sudah tahu maksud jahatnya, namun orang kampung yang
turut hadir justru terharu dan bahagia karena selama ini satu kampung sudah tahu
kalau dia tidak pernah baik kepada Sobosihon ibu tirinya, padahal mereka tidak
tau kalau kedatangan Raja Parsuratan ingin membunuh adik tirinya, katanya ”sini
aku ingin menggendong adikku” tak lama kemudian bayi itu kencing dipangkuan
Raja Parsuratan, “Adikku telah mengencingi ku jadi biar aku saja yang
115
Sobosihon untuk menuruti keinginannya. Saat membuka celana dalam bayi, Raja
Parsuratan begitu heran dan marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi
laki-laki. Merasa niatnya sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri
mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi engkau
pisau tersebut tepat didada Sobosihon sampai membuat buah dada sebelah kirinya
terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau. Raja Parsuratan
tidak berhasil menemukan dan membunuh adiknya akan tetapi buah dada sebelah
kiri Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka bayi laki-laki itu diberi
nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan makna yang mempunyai arti akan
lagi, namun kali ini dia mengandung bayi perempuan. tibalah saatnya Sobosihon
Hal ini tidak meresahkan hati Raja Parsuratan, karena dalam tradisi orang Batak
anak perempuan tidak berhak dalam pembagian warisan, sehingga Raja parsuratan
116
Marsundung sudah besar, kemudian terdengar kabar bahwa Sobosihon hamil lagi.
Tak henti-hentinya Raja Parsuratan mengamati kehidupan ibu tirinya yang dia
anggap bisa mengurangi jatah harta warisan untuknya kelak. Lalu dia pergi ke
orang pintar untuk bertanya apa jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan ibu
tirinya. Setelah mengetahui jawaban orang pintar itu bayi laki-laki, Parsuratan
langsung merancang niat jahatnya agar bayi itu tidak bernyawa saat dilahirkan.
Pada saat ayah dan ibu tirinya tidak ada dirumah, dia bekerja keras untuk
memotong kayu penghalang papan tepat disekeliling tiang tengah rumah supaya
ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh ketika diduduki, setelah
itu sang bayi akan celaka terhimpit karena setiap ibu rumah tangga yang hendak
bersalin akan menyandarkan badannya ditiang itu dan kain pegangan yang dipakai
untuk bersalin juga digantungkan disitu. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak
berhasil karena kayu itu patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu
sampai membuat Sobosihon kaget dan tergeletak dikolong rumah, seketika itu
beranak. Oleh karena itu bayi tersebut diberi nama “Raja Sitombuk Simanjuntak”.
Ketamakan akan harta warisan membuat hati dan pikiran Raja Parsuratan tetap
ingin mencelakai Sobosihon boru Sihotang, hingga pada akhirnya lahir anak
keempat yaitu bayi perempuan dan dibantu oleh dukun beranak, telah diberi nama
117
Selang dua tahun, Sobosihon hamil lagi anak ke lima bahkan dikabarkan
akan melahirkan. Rupanya kali ini Raja Parsuratan sudah pergi ke orang pintar
untuk bertanya jenis kelamin adik tirinya itu. Katanya dukunnya “anak yang akan
lahir ini adalah bayi laki-laki”. Setelah Raja Parsuratan tahu dia teringat akan
permintaan orang Batak perihal rumah “Rumah tempat berbagai macam tuah
adalah tempat lahirnya putera dan puteri pembawa tuah”. Raja Parsuratan ingin
sekali memusnahkan rumah tempat tinggal ayah dan ibu tirinya, karena dia sendiri
sudah mempunyai rumah setelah menikah dan pisah rumah dari orang tuanya.
Raja Parsuratan hanya mempunyai seorang anak laki-laki, oleh sebab itu dia
merasa posisinya kelak jadi terancam, karena semakin banyak adik laki-laki yang
dilahirkan ibu tiriya membuatnya ingin slalu berbuat jahat untuk melenyapkannya.
kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari kejauhan
rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap rumah dari bagian dapur”.
Api pun menyala dari dapur, semua orang berhamburan keluar rumah termasuk
Sobosihon sudah tidak sangup lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang
118
diberi nama “Raja Hutabulu Simanjuntak” dengan arti dia dilahirkan dibawah
pohon bambu. Sobosihon selalu kuat dalam setiap persalinan yang dialaminya
bertahan karena Suaminya Raja Marsundung dan keluarga Somba Debata Siahaan
meninggal dunia sekitar umur delapan puluh lima tahun. Sobosihon begitu sedih
kehilangan suaminya dan anak bungsu mereka masih menyusui bahkan keempat
anaknya juga masih belum cukup dewasa. Dalam suku batak Toba anak tertua
semua aspek kehidupan ibu tiri, adikku dan terutama adik tiriku laki-laki setiap
Raja Parsuratan telah menikah dan mempunyai rumah sendiri, pisah rumah
dari orang tuanya. Dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki, makanya dia
selalu merasa dirinya terancam karna ibu tirinya itu. Setelah beberapa tahun
anak tunggalnya serta istrinya untuk mengusahakan semua kebun dan sawah
(rumah gorga). “Rumah ku sudah hampir siap dibagun, hanya saja tinggal proses
119
menggunakan darah manusia sebagai campuran pewarna relif, hal tersebut agar
rumah itu mempunyai semangat atau ada keangkerannya), aku harus berbuat
Pada sore hari dia melihat kedua adik perempuannya tampak akrab,
Sipareme yang sudah gadis dan adik tirinya Hagohan Naindo mulai remaja.
Timbul niat jahat Raja Parsuratan terhadap adik tirinya. “Aku harus membunuh
rumah gorga itu pada saat mereka tidur, katanya”. Hampir setiap malam Sipareme
dan Hagohan Naindo mengayam tikar bahkan mereka tidur sama-sama bersama
badan dengan tikar untuk menghindari gigitan nyamuk. Namun Raja Parsuratan
tidak tahu tentang hal ini, cara dia membedakan mana yang harus dibunuh, dia
memberikan gelang yang terbuat dari gading peninggalan ibu kandung mereka
kepada adiknya Sipareme karena gelang itu menyala saat malam hari. Lalu
Hagohan Naindo melihat gelang yang dipakai kakaknya dan tertarik dengan
Saat Malam tiba mereka mengayam tikar sampai waktunya istirahat tidur.
Dan gelang tadi masih ditangan Hagohan Naindo. Raja Parsuratan memanggil
pembunuh bayaran dengan membawa pisau, “ada dua gadis tidur dirumah ayahku,
jadi kamu harus membunuh gadis yang tidak memakai gelang, pergilah sebelum
matahari terbit. katanya”. Lalu pembunuh itu pergi dan langsung membunuh yang
120
terbunuh dan darahnya sudah ditampung untuk di berikan kepada Raja Parsuratan.
Sementara mayat Sipareme di buang kelembah yang tak dapat dituruni (yang saat
borong). Di pagi hari, Hagohan Naindo telah menangis karena melihat kakaknya
sudah hilang dari tempat tidur. Raja Parsuratan heran dan kaget saat melihat
Hagohan Naindo masih hidup, dia baru menyadari bahwa yang dibunuh adalah
adik kandungya sendiri. Dengan berjalannya waktu, Sobosihon jatuh sakit hingga
penyakitnya parah, apalagi dia tahu kalau Sipareme dibunuh dan darahnya
dijadikan campuran pewarna ukiran rumah Raja Parsuratan sehingga membuat dia
selalu bersusah hati melihat kelakuan anak tirinya itu. Saat penyakitnya semakin
memburuk, dia sudah dikelilingi kelima anaknya, sedangkan Raja Parsuratan saat
itu masih di sawah. Berhubung kalian kumpul disini, mamak ingin menyampaikan
pesan untuk kalian ingat kelak supaya tidak ada perselisihan nantinya;
” –Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu Raja Parsuratan
akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya Mula Jadi Na
Bolon (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
-Raja Parsuratan itu adalah abangmu sebagai sebagai ganti ayah bagimu,
dimana dia duduk janganlah kamu menghampirinya dan jika kamu sedang
duduk di suatu tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah
ganti ayah bagimu yang harus kamu hormati.
-Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila
kamu sedang menyalahkan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu
asapnya terhembus angin ke rumahnya atau ke arah dimana abang mu
berada padamkanlah api mu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata
karena asap api mu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.
-Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanaman mu ada yang
condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya, seumpama tanaman
pisang mu tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja dari pada
setelah buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa menahan
emosimu dan jadi bertengkar.”
121
Pesan inilah yang menjadi turun temurun dari keturunan Raja Mardaup, Raja
Sitombuk dan Raja Hutabulu bahkan sangat dihargai atau dituruti seluruh
tetapi membuat Raja Parsuratan tak henti-hentinya ingin berbuat jahat. Kali ini dia
ingin mencelakai Si Boru Hagohan Naindo dengan cara liciknya karena pada saat
itu lagi musim panen, Raja Parsuratan menyuruh adiknya Si Boru Hagohan
membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu
mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung
kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja Parsuratan
mengambil jerami dan menutupi badannya lalu menyulut jerami itu dengan api
perbuatan busuk akan tercium juga baunya, karena ada orang melihat kejadian
menjalani hidup di Balige. Dia sering menangis mengingat kejadian yang dialami
daerah Si Raja Oloan ke rumah ompungnya Raja Sigodang Ulu. Raja Mardaup
berkata “Jika SiBoru Naompon Pergi siapa yg akan memasak makanan dan
122
dipertunangkan dengan pariban sejak lahir? sekarang abang ambil saja dia untuk
menjadi pendamping abang secepatnya agar ada yang mengurus rumah dan
memasak makanan untuk kita”. Mereka setuju dan langsung pergi mengantarkan
Oloan lalu mereka kembali ke balige bersama paribannya Boru Sihotang cucu Si
Godang Ulu yang telah menjadi istri Raja Mardaup dan dikaruniai tiga orang anak
kabar bahwa di Laguboti ada seorang gadis cantik putri dari Raja Aruan, cucu dari
Pangulu Ponggok. Dia sangat pintar bernyanyi dan merdu suaranya. Mendengar
kabar itu Raja Sitombuk yang pintar bermain seruling bambu, datang bertandang
ke Laguboti. Setibanya disana dia meniup seruling tanpa diketuk pintu rumah para
gadis telah membuka pintu untuknya dan sebagian gadis datang melihat
permainan suling itu dari dekat. Raja Sitombuk tertarik pada satu gadis tercantik
Aruan kepada amang tuanya yaitu Somba Debata Siahaan dan juga abangnya Raja
Aruan. Dari pernikahan ini mereka memperoleh seorang anak laki-laki bernama
Raja Mangambit Tua. Putri Raja Marsundung yang hidup hanya si Boru Naompon
123
bergerak menuju arah yang dikehendaki. tiba-tiba dayung patah dan hanyut
”Ue..Luahon ahu da parau, ulushon ahu da alogo manang tudiape taho, asalma tu
topi tao”. mendengar ada suara wanita bernyanyi, ada seorang pemuda yang
berada ditengah Danau Toba dekat bagian pantai Marom, dia langsung mengayuh
sampannya menuju sumber suara itu. setelah mendekatkan sampanya dia melihat
ada dua orang di dalam sampan, setelah mengetahui keduanya bersaudara maka
pemuda ini Na Mora Jobi Sirait membawa mereka ke Marom dan beristirahat
Mora Jobi Sirait dengan senang hati mengantarkan mereka sampai ke Balige
keesokan harinya. setelah beberapa hari mereka berkenalan, mereka sepakat untuk
menikah. Na Mora Jobi Sirait pun pulang dan memberitahukan kepada kedua
orang tuanya untuk melamar si Boru Naompon, dengan senang mereka setuju dan
Raja Parsuratan sudah semakin tua dan jika hendak pergi kemana-mana
dia enggan pergi sendirian. kadang-kadang dia membawa anak tunggalnya, akan
tetapi sering juga bersama adek tirinya yang masih lajang yaitu Raja Hutabulu.
Suatu saat Raja Parsuratan dan Raja Hutabulu pergi dengan membawa kantongan,
mereka berjalan mengikuti jalan setapak naik turun lembah. Ketika mereka
benda jatuh dari atas dan dikejarnya lalu ditangkapnya menggunakan kain panjang
lalu di bungkusnya. Raja Parsuratan melihat adiknya berlari dan berkata; “adikku,
124
belum tau apa yang kutangkap dan kubungkus ini, tetapi aku akan membukanya
dan memberitahukan apa isi kain ini pada abang apabila kita sudah kembali ke
ayah kita”. tanpa pikir panjang Raja Parsuratan pun setuju dan mereka kembali ke
kampung. Raja Hutabulu menceritakan kepada kedua abangnya dan juga tentang
janji parsuratan akan membagi harta warisan. sebenarnya Raja Mardaup dan Raja
Sitombuk tidak pernah berani meminta bagian harta warisan pada abang mereka.
yang jatuh dari atas dan ku tampung lalu ku bungkus dengan kain panjang ku, ini
terjadi dalam perjalanan aku dan abang yang kuhormati sewaktu di Silangit, abang
kami ini ingin mengetahui apa isi dari bungkusan yang aku sendiri juga belom
tahu isinya. Namun abang yang kuhormati ini telah berjanji akan memberikan
dan membagi benda yang akan kita lihat ini”. perkataan tersebut dibenarkan oleh
Raja Parsuratan dan disaksikan oleh semua orang yang berkumpul dihalaman
rumah Raja Marsundung ayah mereka. Maka dihadapan para tua-tua Raja
Hutabulu membuka bungkusan kain itu dan tampaklah abu bekas sarang burung
yang terakar di dalamnya. Setelah Raja Parsuratan melihat lalu mengatakan bahwa
bukanya dia tidak mau membagi warisan dan kemudian dia berkata; “tunggu
kalianlah dapat dulu dua bulan”. lalu kumpulan pun bubar dengan kesimpulan
bahwa setelah dapat waktunya dua bulan baru akan ada pembagian warisan.
125
dihadapan tua-tua kampung Raja Parsuratan berkata pada adiknya; “mana bulan
yang sudah kamu dapat, sudakah ada dua?”. semua yang mendengarnya heran
ternyata yang dimaksud Raja Parsuratan bukanlah mengenai tenggang waktu dua
bulan, tetapi tentang mendapatkan dua buah bulan. maka tua-tua kampung bubar
dengan mengecewakan tiga bersaudara itu. dua minggu kemudian, saat malam
hari pergilah Raja Hutabulu kesumur duduk termenung dan berkata; “dimanalah
aku mendapatkan dua bulan itu?”, saat dia melihat keatas langit dia melihat posisi
bulan dan menatap kepermukaan air dalam sumur disitu ada bayangan bulan.
segera dia bergegas menjumpai kedua abangnya dan mengatakan bahwa dia
menemukan dua buah bulan. Dengan rasa was-was kedua abangnya dan Raja
termasuk Raja Parsuratan, lalu Raja Hutabulu berdiri dan berkata; “Bapak-bapak
sekalian kumpulan yang terhormat, amat terlebih abang yang ku hormati, kamu
berkata setelah dapat dua buah bulan barulah kamu memberikan warisan dari
mendiang ayah kita dan sekarang aku sudah menemukannya”. Seluruh yang hadir
kepermukaan air di dalam sumur dan terlihat ada bayangan bulan disitu, kemudian
dia menunjukkan ke arah atas dimana juga terlihat ada bulan. Akhirnya Raja
Parsuratan tidak dapat lagi mengelak dan dilakukanlah pembagian warisan setelah
126
ada seorang pun yang berbicara menentang pembagian itu. Mengenai pembagian
warisan ternak, Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan
paha depan (Parjolo) dan paha belakang (Parpudi). Hal ini sangat aneh namun
supaya hanya dia yang selalu memanfaatkan tenaga kerbau untuk membajak
sawah dan menarik pedati, makanya dia membagi dengan cara demikian, karna
biasanya dikalangan Batak Toba bila hendak membagi ternak berkaki empat,
maka ternak itu dibagi dua dan selalu dibagi menjadi sebelah-sebelah. Begitulah
terus, jadi dengan peristiwa tersebut orang di kampung itu kebanyakan mengejek
Sedangkan kepada ketiga bersaudara dari Sobosihon Boru Sihotang ini menyebut
Dari hasil pembagian warisan yang dibuat oleh Raja Parsuratan membuat
ketiga bersaudara ini untuk mengambil keputusan melepaskan hak mereka atas
harta peninggalan ayah mereka supaya dikemudian hari tidak ada lagi kaitan
apapun dengan Raja Parsuratan. Karena sawah yang dibagikan oleh Raja
Parsuratan tidak cukup untuk menghidupi mereka bertiga. Maka Raja Mardaup,
Raja Sitombuk, dan Raja Hutabulu membuka lahan persawahan baru diluar
127
persawahan mereka tidak dapat dituntut lagi oleh Raja Parsuratan hingga saat ini.
Jadi Simanjuntak Sitolu Sada Ina ini merupakan sejarah yang paling di
ingat oleh semua keturunan dari Marga Simanjuntak dan Sihotang. Oleh karna itu
mulanya dengan sebutan “Parhorbo jolo dan Parhorbo pudi” adalah sindiran
masyarakat karena pembagian warisan yang tidak adil dari anak sulung Raja
Ina ini tidak boleh dilupakan atau dianggap remeh. Namun bagi generasi muda
sekarang kurang lebihnya sudah banyak yang tidak tahu lagi. Jadi sudah
seharusnya generasi muda saat ini lebih menerapkan cerita Simanjuntak Si Tolu
Sada Ina ini untuk kegunaan adat istiadat tau akan budaya silsilah marganya yang
128
Gambar tempat tinggal Raja Parsuratan yang saat ini dibuat jadi pemakamannya
Gambar tempat dimana para ria raja dikumpulkan setiap berita pembagian harta
129
130
131
3. Apa-apa saja dampaknya jika Horbo jolo dan horbo pudi bertemu dalam satu
adat?
7. Apa manfaat Tugu Sobosihon boru Sihotang kepada masyarakat atau kepada
132