Anda di halaman 1dari 145

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP TURI-TURIAN

SIMANJUNTAK SI TOLU SADA INA DI DESA HUTABULU

MEJAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

ARISKA YANTI SIHOTANG

NIM. 150703041

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Ariska Yanti Sihotang, 2020, Judul skrpsi : ANALISIS SOSILOGI SASTRA


TERHADAP TURI-TURIAN SIMANJUNTAK SI TOLU SADA INA DI DESA
HUTABULU MEJAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA
SAMOSIR”.

Dalam penelitian ini penulis membahas analisis Sosiologi Sastra Terhadap Turi-
turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur
instrinsik cerita rakyat Simanjuntak Si Tolu Sada Ina, nilai-nilai sosiologi sastra
yang terkandung dalam cerita rakyat Simanjuntak Si Tolu Sada Ina dan untuk
memaparkan pandangan masyarakat desa Hutabulu Mejan terhadap cerita rakyat
Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Cerita Simanjuntak Si Tolu Sada Ina merupakan
salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba terkhususnya
tentang marga, tepatnya berada di Desa Hutabulu Mejan, Kecamatan Balige
Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: unsure
instrinsik cerita, nilai-nilai sosiologi sastra, dan pandangan masyarakat Desa
Hutablu Mejan terhadap cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina .
Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi di dalam cerita Turi-turian Simanjuntak
Si Tolu Sada Ina terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita serta
menggali nilai budaya dan adat istiadat marga di dalamnya, Metode yang
digunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan tehnik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori struktural
dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur instrinsik yang ada dalam cerita ini
meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan.
Cerita rakyat Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina mengisahkan seorang ibu
yang selalu sabar dan tabah dengan perlakukan anak tirinya sendiri sampai pada ia
mau meninggal ia menyampaikan pesan yang sampai saat ini masih berlaku
dikalangan masyarakat khususnya marga Simanjuntak dan Sihotang apalagi saat
pesta adat mereka tidak boleh digabungkan.

Kata Kuci: Sosiologi Sastra, Cerita Rakyat, Turi-turian Simanjuntak Si Tolu


Sada Ina.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana sastra pada Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul skripsi ini yaitu “ANALISIS
SOSILOGI SASTRA TERHADAP TURI-TURIAN SIMANJUNTAK SI TOLU
SADA INA DI DESA HUTABULU MEJAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN
TOBA SAMOSIR”(TSSI). Judul ini penulis mengambil berdasarkan cerita dan
sejarah masyarakat Batak Toba yang terdapat di Kecamatan Balige, Kabupaten
Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Untuk memudahkan skripsi ini, penulis membaginya lima bab. Bab I
merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah. tujuan
penelitian, manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang mencakup
kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III merupakan
metodologi penelitian mencakup metode dasar, sumber data penelitan, instrumen
penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data. Bab IV merupakan
pembahasan yang mencakup: meliputi unsur instrinsik TSSI, nilai-nilai sosiologi
sastra TSSI, dan pandangan masyarakat terhadap TSSI. BAB V mencakup
kesimpulan dan saran,
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat banyak
terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, Penulis sangat
menginginkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama penulis.

Medan, 2020
Penulis,

Ariska Yanti Sihotang


Nim. 150703041

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HATA PATUJOLO

Mauliate ma dipasahat roha nipanurat ima tu Amonta Pardenggan basa i.


Ala asi dohot holong ni rohana boi dipasidung panurat skripsi on. Jala gabe boi
dapot gelar sarjana sastra sian Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Adong pe skripsi na marjudul “ANALISIS
SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP TURI-TURIAN SIMANJUNTAK SI TOLU
SADA INA DI DESA HUTABULU MEJAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN
TOBA SAMOSIR”.
Harapon roha ni panurat skripsi on boi gabe songon informasi na
marlapatan tu angka panjaha. Songon na lao pamurahon panjaha mangantusi
skripsi on, dison nunga dibagi-bagi panurat skripsi on gabe lima bab. Bab I ima
songon patujolona namarisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dohot manfaat penelitian. Bab II ima tinjauan pustaka na marisi
kepustakaan yang relevan dohot teori na dibahen panurat. Bab III ima metode
pengumpulan data dohot metode analisis data. Bab IV ima na marisi pembahasan
parmasalahon dohot Bab V ima na marisi hata panimpulihon dohot saran sian
panjaha.
Panurat manyadari molo skripsi on dao dope sian hata singkop, alani ima
harapon roha ni panurat sian panjaha songon namangalehon kritik manang saran
na boi gabe mambahen singkop jala denggan skripsi on, anggiat ma boi marguna
skripsi on tu saluhut panjaha.

Medan, 2020
Penulis,

Ariska Yanti Sihotang


NIM: 150703041

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis tiada hentinya mengucapkan syukur dan

terima kasih kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan

dan karunia untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terwujudnya penulisan

skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah membantu dan

membimbing penulis, baik dari ide-ide, masukan, saran, tenaga maupun materi.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima

kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, beserta wadek I, II,dan III Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. sebagai Ketua Program Studi Sastra

Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi

Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH.M.Pd. selaku Dosen Pembimbing 1

yang telah banyak meluangkan waktu, serta memberikan arahan bimbingan,

motivasi dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Rosita Ginting. M.Hum, selaku Dosem Pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktu dan tenaga, serta memberikan masukan, saran

dalam memberikan arahan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Ibu Dra. Herlina, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

meluangkan waktu, serta memerikan saran dan masukan saat dalam

bimbingan pemilihan judul.

7. Abangda Alumni Risdo Saragih S.S yang telah membantu memberikan

masukan berupa nasehat yang sangat baik, ide, motivasi, saran dan bimbingan

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teristimewa penulis ucapkan kedua orang tua tercinta S. Sihotang dan D. br.

Purba yang selalu memberikan semangat, doa, motivasi, kasih sayang, serta

dukungan kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Teristimewa kepada abang dan adek-adek ku tersayang Hendry Ovander

Sihotang, Harianto Sihotang, Ricardo Sihotang dan Dwi Putri Patricia

Sihotang yang selalu mendukung, memberikan semangat, doa motivai, serta

kasih sayang kepada penulis.

10. Teristimewa kepada saudara/saudariku Asricka Simatupang, Halomoan

Simanullang, Reppilesia Simanullang, Elmi Purba, Romida Winda Sari

Purba, Pita Purba, tanteku tersayang tante rika purba dan seluruh anggota

keluarga yang telah memberikan semangat, doa, kasih sayang, serta dukungan

kepada penulis.

11. Tekhusus buat seseorang yang sangat penulis sayangi Irwel Hutabarat yang

selalu memberikan semangat, membantu dalam pengerjaan skripsi, doa,

motivasi, kasih sayang, serta dukungan kepada penulis.

12. Teruntuk Sahabatku Hesty Adelina Purba, Maisaroh Tanjung, Aryana

Miftahul Khairiyah, Ennika Riandina Manullang, Putri Natalia Tambunan,

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


David CR Sianipar yang telah memberikan banyak kenangan serta dukungan.

doa dan motivasi kepada penulis.

13. Teruntuk Teman satu kos Desty Rawati Sihotang, kak Ertina Manullang, kak

Herdina Purba, kak Yanti Naipospos yang telah memberikan masukan,

dukungan, serta doa kepada penulis.

14. Teman-teman seperjuangan stambuk 2015, Andreu Simatupang, Erick

Sihotang, Nove Vintrisca Hasugian, Nahda Mahira, Enda Syahputra Ginting,

Perdana Pratama Manihuruk, Donny dan yang lainnya telah memberikan

semangat serta kebersamaan yang diberikan selama perkuliahan.

15. Adek-adek Junior IMASBA yang telah memberikan semangat kepada penulis

sehingga penulis sampai ditahap skripsi ini.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah tulus

memberikan doa, serta dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 7

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ..................................................................... 7

2.1.1 Pengertian Sastra ............................................................................. 8

2.1.2 Pengertian Sosiologi ........................................................................ 9

2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra ............................................................. 11

2.2 Teori Yang Digunakan ............................................................................. 12

2.2.1 Teori Struktural .............................................................................. 13

2.2.2.1 Tema................................................................................... 13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.1.2 Alur/Plot ............................................................................. 14

2.2.1.3 Latar/Setting ....................................................................... 14

2.2.1.4 Perwatakan/Penokohan ...................................................... 15

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra ................................................................... 15

2.2.2.1 Unsur Sistem Sosial ........................................................... 17

2.2.2.2 Sistem Nilai dan Ide ........................................................... 17

2.2.2.3 Peralatan Budaya ............................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 19

3.1 Metode Dasar ........................................................................................... 19

3.2 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 20

3.3 Sumber Data Penelitian ............................................................................ 20

3.4 Instrumen Penelitian................................................................................. 21

3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 21

3.6 Metode Analisis Data ............................................................................... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 24

4.1 Unsur-unsur Instrinsik Terhadap cerita Turi-turian Simanjuntak Si

Tolu Sada Ina ........................................................................................... 24

4.1.1 Tema ................................................................................................. 24

4.1.2 Alur atau Plot .................................................................................... 29

4.1.3 Latar atau Setting .............................................................................. 42

4.1.4 Perwatakan atau Penokohan ............................................................. 46

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Analisis Nilai-nilai Sosiologi Dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu

Sada Ina Di Desa Hutabulu Mejan Kabupaten Balige .............................. 72

4.2.1 Sistem Kekerabatan .......................................................................... 72

4.2.2 Tanggung Jawab ............................................................................... 73

4.2.3 Kasih Sayang .................................................................................... 75

4.2.4 Pertentangan ..................................................................................... 76

4.2.5 Konflik .............................................................................................. 77

4.3 Pandangan Masyarakat desa Hutabulu Mejan Pada Turi-turian

Simanjuntak SiTolu Sada Ina Di Desa Hutabulu Mejan Kabupaten

Balige ....................................................................................................... 82

4.4 Sarana Sastra ............................................................................................ 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 84

5.1 Kesimpulan............................................................................................... 84

5.2 Saran ......................................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 88

Lampiran .................................................................................................................. 91

1. Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina


2. Foto Penelitian
3. Daftar Biodata Informan
4. Daftar Pertanyaan atau Coesioner
5. Surat Izin Penelitian
6. Surat Penelitian

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan KBBI (2005), Marga merupakan kelompok kekerabatan yang

eksogam dan unilinear, baik secara matrilinear (garis keturunan ibu) maupun

patrilinear (garis keturunan ayah). Selain sebagai nilai identitas, marga dalam

Batak Toba ini bertujuan untuk membina kekompokan dan solidaritas sesama

anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur. Walau pun keturunan suatu

leluhur pada saatnya marga tersebut akan terbagi-bagi cabang, namun sebagai

keluarga besar, marga yang terbagi-bagi tersebut akan selalu mengingat

kesatuannya dalam marga pokoknya. Marga dalam suku Batak diambil dari nama

Si Raja Batak. Si Raja Batak kemudian mempunyai keturunan dan nama-nama

dari keturunanya inilah yang kelak berkembang menjadi marga suku Batak

(Siahaan: 1964). Dengan adanya keutuhan marga, maka kehidupan sistem

kekerabatan Dalihan Natolu akan tetap lestari (Sinaga, 1998).

Suku Batak merupakan penduduk asli di Provinsi Sumatera Utara. Etnik

Batak memiliki 5 sub etnis yang terdiri dari Suku etnik Toba, Karo, Simalungun,

Pakpak, Angkola Mandailing. Setiap sub suku Batak memiliki batas-batas

wilayah kebudayaan yang jelas. Pada tahun 1961 suku Karo mendiami wilayah

paling utara di Sumatera Utara yang wilayahnya berada di daerah dataran tinggi.

Di sebelah selatan dan tenggara wilayah Karo di diami oleh Batak Simalungun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang bertempat di daerah induk Simalungun. Sedangkan di sebelah barat orang

Karo di diami suku Batak Pakpak menempati daerah induk Dairi di bagian

wilayah paling selatan di Provinsi Sumatera Utara merupakan lokasi orang Batak

Angkola Mandailing, di mana Angkola mendiami induk Angkola dan Sipirok

sedangkan Mandailing mendiami daerah induk Mandailing ulu pakatan dan

bagian selatan padanglawas. Sementara itu, wilayah orang Batak Toba paling luas

meliputi kawasan tepi Danau Toba, pulau Samosir, dataran tinggi Toba, daerah

Asahan Silindung, daerah Antar Barus dan Sibolga (Bangun, 1982 : 95).

Sastra daerah merupakan bagian dari kebudayaan yang mempunyai tujuan

membantu manusia untuk menyingkap rahasia, memberi makna eksistensinya,

serta untuk membuka jalan kebenaran, karena sastra merupakan jalan ke empat

menuju kebenaran di samping agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan (Sibarani,

2003:1-2).

Pada prinsipnya nilai budaya suatu etnis yang ada di Indonesia tidak akan

pernah hilang dari dirinya hal ini dapat kita lihat dari kebudayaan daerah yang

memiliki ciri khas tertentu. Kebudayaan daerah itu dapat diketahui melalui prosa

rakyat daerah tersebut yang merupakan bagian Folklor. Folklor adalah sebagian

dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun,

diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,

baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau

alat pembantu pengingat (Danandjaya, 1986 : 2).

Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah

kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk yang sama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


artinya dengan kata kolektif (collectivity). Menurut Alan Dundes, folk adalah

sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan,

sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu

antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama,

mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan

agama yang sama (Danandjaya, 1984:1).

Folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan

tipenya :

(1) folklor lisan (verbal folklore)

(2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore)

(3) folklor bukan lisan (non verbal folklor), Brunvand (1968:2)

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentu-

bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain (a)

bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel

kebangsawanan, (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo,

(c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun,

gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng,

dan (f) nyayian rakyat, Danandjaja (1984:22).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Cerita Rakyat merupakan sastra

cerita dari zaman dahulu yang hidup dikalangan rakyat dan diwariskan secara

lisan. Cerita rakyat di definisikan sebagai kesusastraan dari rakyat, yang

penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan (alwi dkk, 2003:210).

Cerita rakyat/Turi-turian juga dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai

aspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu cerita rakyat

diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya secara

lisan (Suripan Sadi Hutomo, 1991:4). Dalam cerita rakyat/Turi-turian Simanjuntak

Si Tolu Sada Ina termaksud bagian dari folklor lisan dimana bentuk lisan maupun

contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (memonic device)

James Dananjaya, 1997:2.

Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina merupakan salah satu sejarah

yang sakral di Desa Hutabulu Mejan yang memiliki arti dan dampak kepada

masyarakat tersebut, dan simbolnya bahwasanya di Desa Hutabulu Mejan

mempunyai Tugu Sobosihon Boru Hotang beserta dengan ketiga anaknya yaitu

Mardaup Simanjuntak, Sitombuk Simanjuntak dan Hutabulu Simanjuntak yang

masing-masing memiliki konflik yang berbeda-beda.

Dalam objek penelitian ini merupakan cerita rakyat/turi-tuian, dimana

penulis akan menjelaskan mengenai norma, etiket serta nilai-nilai sosiologi sastra

dan pandangan masyarakat sekitar tentang Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada

Ina. Penelitian terhadap Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini sangat

minim dan generasi saat ini tidak begitu peduli lagi dengan cerita rakyat/Turi-

turian terhadap marganya sendiri.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji

norma, etiket serta nilai-nilai sosiologi sastra dan pandangan masyarakat tentang

cerita/Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina dan sepanjang pengetahuan

penulis, cerita/Turi-tuian tersebut belum pernah ada orang yang menganalisisnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah sangat penting bagi pembuatan skripsi, karena dengan

adanya perumusan masalah maka deskripsi masalah akan terarah sehingga

hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca.

Sugiyono (2015:55) mengatakan, suatu pertanyaan yang akan dicarikan

jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan masalah dapat dikatakan

sebagai hal-hal yang akan diteliti oleh penulis, dan merupakan penggambaran

hubungan Antarvariabel.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan

masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1) Apa saja unsur-unsur instrinsik turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina pada

masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu Mejan ?

2) Nilai sosiologi sastra apa saja yang terdapat dalam turi-turian Simanjuntak Si

Tolu Sada Ina pada masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu Mejan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan di atas maka

penelitian ini betujuan:

1) Untuk mengetahui unsur-unsur instrinsik turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada

Ina pada masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu Mejan Kecamatan Balige

Kabupaten Toba Samosir.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2) Untuk mengetahui nilai-nilai sosiologi sastra yang terdapat dalam turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina pada masyarakat Batak Toba di Desa Hutabulu

Mejan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dikemukakan di atas, maka

manfaat penelitian ini adalah:

1) Sebagai salah satu informasi untuk memahami turi-turian Simanjuntak Si Tolu

Sada Ina.

2) Menambah wawasan tentang fungsi sosial yang terdapat dalam cerita tersebut.

3) Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan perhatian dalam

penelitian budaya Batak Toba, khususnya cerita rakyat.

4) Menunjang program pemerintah dalam upaya dan mengembangkan budaya

nasional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat di perlukan kajian pustaka.

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber

dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan

nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang di teliti.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

relevan, buku-buku yang di gunakan dalam pengkajian ini adalah tentang sastra

dan sosiologi. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku lain yang

mendukung dalam penulisan skripsi ini. Adapun buku-buku lain yang di gunakan

adalah:

1. Ratna (2011) yang berjudul Paradigma Sosiologi Sastra. Buku ini

menjelaskan tentang pemahaman teori dan cara kerja teori dalam

menganalisis objek. Kontribusi buku tersebut dalam penulisan skripsi ini

adalah membantu penulis dalam memahami teori, dan cara kerja teorinya,

sehingga memudahkan penulis dalam menganalisis objek.

2. Prof. Dr. Faruk (2016) yang berjudul Pengantar Sosiologi Sastra (Edisi

Revisi), dalam buku ini dijelaskan tentang pemahaman teori dan cara kerja

teori. Buku ini memberikan pemahaman tentang cara kerja teori dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menganalisis objek, dan beragam nilai-nilai sosiologi sastra yang dapat

diperoleh dari Legenda atau Cerita Rakyat. Kontribusi dari buku ini adalah

memberikan pemahaman kepada penulis tentang pemahaman teori dan cara

kerja teori sehingga memudahkan penulis dalam memahami teori yang

digunakan serta memudahkan penulis dalam menganalisis objek.

3. Nababan (2016) dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Sosiologi Sastra

Terhadap Cerita Rakyat Sionom Hudon Di Kecamatan Parlilitan, Kabupaten

Humbang Hasundutan. Skripsi ini membahas tentang teori sosiologi sastra,

unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita

rakyat Sionom Hudon dengan tujuan untuk memaparkan unsur intrinsik dan

nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita rakyat Sionom

Hudon. Kontribusi skripsi tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah

membantu penulis dalam memahami teori sosiologi sastra serta menemukan

unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam suatu

cerita rakyat.

2.1.1 Pengertian Sastra

Sumardjo & Saini (1984: 22-23), menyatakan bahwa sastra adalah

uangkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide,

semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kontret yang membangkitkan

pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran,

pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi atau

ungkapan, bentuk dan bahasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

1987:3). Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam

peradapan manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Berarti penelitian sastra

dapat berfungsi bagi kepentingan diluar sastra dan kemajuan sastra itu sendiri.

Kepentingan diluar sastra, seperti agama, filsafat, dan sebagainya. Sedangkan

kepentingan sastra adalah untuk meningkatkan kualitas cipta sastra. Peranan

penelitian sastra bagi aspek diluar sastra dipengaruhi oleh kandungan sastra

sebagai dokumen zaman. Di dalamnya, karya sastra akan menjadi aksi sejarah

dapat mengembangkan ilmu lain. Penelitian sastra tidak semata-mata

mengandalkan nalar, tetapi juga perlu penghayatan mendalam.

Beberapa ahli sastra mendefenisikan pengertian sastra adalah sebagai


berikut:
1. “Luxemburg (1984:23) mengatakan sastra dapat dipandang
sebagai suatu gejala sosial. Karena sastra ditulis dalam kurun
waktu tertentu yang langsung berkaitan dengan norma-norma dan
adat istiadat zaman itu dan pengarang sastra merupakan bagian
dari suatu masyrakat atau menempatkan dirinya sebagai angota
dari masyarakat tersebut”.
2. “Damono (1984:20) mengatakan “Lembaga sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri
merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran
kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan sesuatu kenyataan
sosial”.

2.1.2 Pengertian Sosiologi

Kata sosiologi adalah istilah yang mempunyai hubungan dengan

masyarakat. Sosiologi sebagai sebuah ilmu merupakan pengetahuan

kemasyrakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat

dikontrol secara kritis oleh orang lain. Dalam Soekanto (1990:3) mengatakan

bahwa secara etimologi, kata sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


logos. Socius adalah kumpulan kelompok, sedangkan logos berarti uraian ataupun

pengetahuan. Atas dasar pengertian demikian, sosiologi dapat diartikan sebagai

ilmu tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia

lain, yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis

tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-

manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat. Pengertian yang

sederhana tentang sosiologi seperti di atas tampak dalam beberapa batasan tentang

sosiologi yang diungkapkan oleh beberapa ahli, seperti oleh Ognum dan Nimkoff

(1962:2) bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi

sosioal dan hasilnya yaitu organisasi sosial “Wellek dan Warren dalam (semi,

1989:53) mengatakan: “sosiologi yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra

yang menjadi pokok, atas tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut

dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”.

Sosiologi di sisi lain sebagai ilmu membicarakan tentang aspek-aspek

kemasyarakatan yang salah satu dapat dimanfaatkan, untuk membicarakan sebuah

karya sastra nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk

mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk

masyarakat itu sendiri dan menciptakan masyarakat demi terjadinya hubungan

yang harmonis secara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.

Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau

kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam

hubungannya dengan manusia-manusia lainnya serta proses pembudayaannya.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Banyak hal yang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan, kehidupan

pribadinya, lingkungan serta harapan-harapan menjadi hal yang menarik dalam

penelitian sebuah cipta karya satra dengan menggambarkan fenomena dari hasil

pengamatan pengarang, masyarakat yang membacanya memperoleh hal yang

bermakna dalam hidupnya. Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk

mencari tentang nilai-nilai sosial dalam sebuah cerita atau dapat dipergunakan

untuk mencerminkan situasi sosial yang terdapat dalam masyarakat.

Sesuai dengan penjelasan diatas, seperti kita ketahui bahwa manusia

merupakan mahkluk sosial yang memiliki peran masing-masing, saling

melengkapi, dan saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra

Wellek dan Warren dalam (semi, 1989:53) mengatakan: “sosiologi sastra

yaitu tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak

disampaikan. Semi (1985:46) mengatakan pendekatan ini bertolak dari pandangan

bahwa karya sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui karya

sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang

mereka ketahui dengan sejelas-jelasnya. Sosiologi sastra adalah penelitian yang

berfokus pada masalah manusia, karena sering sastra mengungkapkan perjuangan

hidup manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, dan

perasaan.

Permasalahan yang terjadi dalam sosiologi sastra Menurut Swingewood

(dalam Damono 1978:8) kebanyakan tulisan sosiologi sastra sangat buruk

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mutunya, setidak-tidaknya karangan semacam itu biasanya tidak ilmiah,

pandangan sosiologis sangat ketinggalan dan sering hanya berisi hubungan-

hubungan ngawor antara teks sastra dengan sejarah.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka pengertian sosiologi sastra

adalah cabang dari disiplin ilmu sosilogi dan sastra yang terbentuk dan

terdentifikasi dengan baik antara kesenian dengan hubungan masyarakat yang ada

didalamnya.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis memaparkan tentang pengertian

sosiologi sastra untuk mengkaji cerita ini. Dan untuk melihat aspek-aspek atau

unsur-unsur yang terdapat didalam karya sastra.

2.2 Teori Yang Digunakan

Secara etimologis, kata teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti

kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah

teruji kedalamannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam

penelitian. Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu

karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan

berpijak.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori struktural dan

teori sosiologi sastra untuk mengkaji cerita ini. Untuk melihat aspek-aspek atau

unsur-unsur yang terdapat didalam karya sastra, diterapkan teori struktural.

Dengan teori struktural diharapkan hasil yang optimal dari karya yang dianalisis.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.1 Teori Struktural

Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya

sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek-aspek atau

unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Semi

(1993:44) mengatakan bahwa, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra

dari segi instrintik yang membangun suatu karya sastra yaitu: tema, alur, latar,

penokohan, dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi

merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu.

Pada dasarnya penelitian struktural, yaitu suatu penelitian yang membahas

unsur-unsur instrinsik karya sastra. Unsur-unsur Instrinsik yang dimaksud adalah

tema, alur/plot, latar/setting, dan perwatakan/penokohan.

2.2.1.1 Tema

Menurut Fananie (2000:84) menyatakan, “tema adalah ide, gagasan dan

pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra. Sudjiman

(1978:74), tema adalah gagasan, ide atau pikiran utama di dalam karya sastra yang

terungkap ataupun yang tidak terungkap. Tema merupakan gagasan umum yang

menopang sebuah karya sastra yang terkandung didalamnya menyangkut

persamaan dan perbedaan, Staton (Nababan 2016:18).

Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas, maka penulis menyimpulkan

bahwa tema adalah pokok pikiran dalam suatu karya sastra. Tema biasanya

bersifat tersirat yang dapat dipahami setelah membaca keseluruhan cerita.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.1.2 Alur/Plot

Semi ( Yulianti, 2013:10) menyatakan “bahwa alur atau plot adalah

struktur rangkaian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus

sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Alur atau plot

terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang disebabkan

sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan masalah atau konflik.

Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang

dikemukakan oleh Lubis (1981:17), yaitu: pengarang mulai melukis suatu

keadaan (Situation), peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak (Generating

Circumtances), keadaan mulai memuncak (Rising Action), Peristiwa mencapai

puncak (Climax), dan pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua

peristiwa (Denoument).

2.2.1.3 Latar/Setting

Bersama dengan unsur tokoh dan alur cerita, unsur latar merupakan

sebuah fakta cerita yang secara konkret dapat ditemukan dalam cerita fiksi. Latar

atau setting dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai

peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi, serta tidak dapat terjadi

begitu saja tanpa kejelasan landas tumpu. Terutama untuk cerita fiksi anak yang

dalam banyak hal memerlukan rincian konkret yang lebih menjelaskan “apa dan

bagaimana” nya dalam berbagai peristiwa yang dikisahkan.

Jadi, latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa

didalam penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat,

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


namun juga waktu, musim, peristiwa penting, dan sejarah masa kepemimpinan

seseorang dimasa lalu, dan lain-lain.

2.2.1.4 Perwatakan/Penokohan

Pada umumnya perwatakan atau karakter disebut juga penokohan. Dalam

sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini

disebabkan karena alur meyakinkan karakter-karakter pada tokoh yang beraksi

dan bereaksi. Sehingga hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena

perwatakan adalah sifat menyeluruh manusia atau tokoh dalam karya sastra,

termasuk perasaan, keinginan, cara berfikir, dan cara untuk bertindak.

Perwatakan adalah karakter tokoh. Dalam hal ini mempunyai sifat atau

karakter bertujuan untuk dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh

lainnya. Unsur perwatakan dalam sebuah karya sastra lebih diutamakan dalam

meninjau perkembangan jiwa tokoh itu sendiri. Aspek perwatakan merupakan

imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalita sehingga harus mampu

mendeskripsikan diri setiap tokoh dalam sebuah karya sastra.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sastra merupakan

pencerminan masyarakat. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan

mampu memberi pengaruh bagi masyarakat. Sosiologi dapat diartikan sebagai

ilmu pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam

hubungannya dengan manusia-manusia lainnya secara umum disebut masyarakat.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam penelitian skripsi ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra

sebagai landasan teori dalam menganalisis cerita rakyat terhadap Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Menurut teori ini, karya sastra dilihat hubungan

dengan kenyataannya, dimana karya sastra itu mencerminkan kenyataan-

kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala yang berbeda di luar karya

sastra dan diacu oleh sosiologi sastra. Selanjutnya dalam menganalisis cerita Turi-

turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina tersebut digunakan teori sosiologi sastra

yang dikemukakan oleh Ratna (2003:339) model analisis karya sastra dalam

kaitannya dengan masyarakat dapat dilakukan meliputi tiga macam yaitu:

1) Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu

sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi.

Pada umumnya disebut aspek ekstrinsik, model hubungan, yang terjadi disebut

refleksi.

2) Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antara struktur,

bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika.

3) Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu,

dilakukan oleh disiplin tertentu.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis yang pertama yakni

dengan menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung didalam karya

sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah

terjadi dan menghubungkan dengan kenyataan yang pernah terjadi sebelumnya.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra.

Masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur-unsur

budaya. Unsur-unsur budaya yang dimaksud yakni:

2.2.2.1 Unsur sistem sosial

Sistem sosial meliputi sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem

pendidikan, dan sistem undang-undang, struktur dalam setiap sistem ini dikenal

sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur

hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam jalinan masyarakat.

2.2.2.2 Sistem nilai dan ide

Merupakan sistem yang memberi makna kepada kehidupan msyarakat,

bukan saja terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut

supaya bagaimana menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain. Sementara

sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat.

2.2.2.3 Peralatan Budaya

Peralatan budaya itu menciptakan material dan penggunaan yang berupa

perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan masyarakat.

Menghubungkan dengan Kenyataan yang pernah terjadi atau latar

belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra.

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang

dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga memperhatikan

peristiwa-peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari

hubungan antara manusia dengan situasi dan kondisi yang berbeda.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kenyataan atau latar belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra

ini yakni:

1) Sistem kekerabatan, yang merupakan bagian yang sangat penting dalam

struktur sosial. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk

menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan

adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki

hubungan darah atau hubungan perkawinan.

2) Tanggung Jawab adalah kesadaran manusia ajakan tingkah laku atau

perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga

berarti berbuat sebagai perwujudan atau perbuatannya.

3) Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau kasih sayang dan akan

menunjukkan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Rasa kasih sayang

tak dapat dilihat tetapi hanya dapat dirasakan oleh individu tertentu yang

mempunyai perasaan itu, kasih sayang adalah suatu kasih sayang yang

meyenangkan.

4) Pertentangan merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam

berbagai keadaan akibat daripada timbulnya keadaan ketidaksetujuan. Kontroversi

dan pertentangan diantara dua pihak atau lebih pihak secara berketerusan.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang

tepat untuk melakukan sesuatu dan logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto

(Nababan.2006:24) menyatakan “metodologi adalah cara melakukan sesuatu

dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan,

menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi metode penelitian adalah

ilmu mengenai suatu cara yang dilaksanakan untuk mencapai suatu pembahasan.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses

pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengklasifikasikan pada pokok

permasalahan untuk mendapatkan sesuatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Metode dasar dalam penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian

skripsi ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk

menuturkan pemecahan masalah yang ada. Masalah yang akan dituturkan adalah

tentang struktur dan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina, metode ini menyajikan dan menganalisis data yang

diperoleh dari informan.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah di Desa

Hutabulu Mejan, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera

Utara. Di Desa ini penulis dapat memperoleh keterangan tentang Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina.

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan diteliti

penulis memperolehnya dari penelitian lapangan. Alasan penulis untuk memilih

lokasi penelitian karena di kecamatan tersebut terdapat Turi-turian Simanjuntak Si

Tolu Sada Ina, dan di kecamatan tersebut masih ada terdapat tokoh adat yang

masih dapat dijadikan informan untuk penelitian ini.

3.3 Sumber Data Penelitian

Arikunto (2010:263) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu

penelitian adalah subjek dari mana dapat diperoleh. Secara umum sumber data

dapat diklasifikasi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Person (orang) adalah sasaran peneliti untuk bertanya mengenai

variable/masalah yang diteliti.

2. Paper (kertas) adalah berupa dokumen, warkat, keterangan arsip, pedoman,

surat keputusan (SK) dan sebagainya.

3. Place (tempat) adalah sumber data keadaan di tempat berlangsungnya suatu

kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen/alat penelitian penulis gunakan rekaman suara melalui rekaman

suara (reconding voice) dengan HP, buku tulis untuk mencatat informasi, foto

untuk dokumentasi gambar, dan video untuk dokumentasi gambar yang bergerak

beserta suara.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang dilakukan peneliti untuk

mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian lapangan.

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1). Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat

penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang

digunakan penulis adalah teknik mencatat.

2). Metode Wawancara

Metode wawancara adalah suatu metode yang digunakan penulis untuk

memperoleh keterangan langsung dengan cara tanya jawab dan bertatap muka

dengan informan yang telah dipilih bisa memberikan informasi yang mendukung

objek cerita rakyat akan diteliti dengan menggunakan dua macam teknik, yaitu :

a). Teknik rekam : menggunakan tape recorder

b). Teknik catat : mencatat semua informasi tentang cerita yang disampaikan oleh

para informan dengan menggunakan buku dan alat tulis.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3). Metode Kepustakaan

Metode Kepustakaan adalah mengumpulkan data dengan membaca buku-

buku yang relevan untuk membantu menyelesaikan dan melengkapi data yang

berhubungan dengan penulisan skripsi.

3.6 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam menganalisis data penelitian ini

adalah metode struktural dan metode sosiologi sastra. Metode struktural

menganalisis: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan. Metode

sosiologi sastra digunakan untuk menganalisis nilai-nilai sosiologi sastra dalam

cerita rakyat Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina.

Analisis Data adalah Proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

menyusun dan memilih mana yang penting yang akan dipelajari, membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Untuk

metode struktural dan teori sosiologi sastra, penulis menggunakan langkah-

langkah sebagai berikut:

1). Mengklasifikasi data yang diperoleh dari lapangan.

2). Mendata peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dalam Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina pada Masyarakat Batak Toba.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3). Menganalisis unsur-unsur instrinsik karya sastra dalam Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina pada Masyarakat Batak Toba.

4). Menentukan nilai-nilai sosiologi yang terdapat dalam Turi-turian Simanjuntak

Si Tolu Sada Ina pada Masyarakat Batak Toba.

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Turi-turian Si Manjuntak Si Tolu Sada Ina

Dalam skripsi ini penulis lebih menekankan pada analisis unsur pembentuk

Turi-turian yang terdiri atas tema, karakter, alur dan latar (fakta cerita), konflik,

sudut pandang, simbolisme, dan ironi (sarana sastra). Untuk mengkaji objek

penelitian penulis berfokus pada tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi

sastra yaitu penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial

penulisnya, penelitian yang mengungkap sastra sebagai manifestasi peristiwa

sejarah dan keadaan sosial budaya.

4.1.1 Tema

Tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman

manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema

menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada

nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita. Tema merupakan elemen yang relevan

dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita adalah makna yang terkandung

dalam sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan

cara yang sederhana.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita dan tema merupakan

sasaran tujuan dalam sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik yang tertulis

maupun secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan

kepada pembacanya atau pendengarnya.

Di dalam Turiturian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini, penulis menyatakan

tema cerita adalah kesabaran seorang ibu terhadap perilaku anak tirinya. Hal ini

dapat dilihat dari sinopsis cerita :

”....Tingki mambukkahon salaoar dalom posoposo i, Raja Parsuratan gabe

tarhatotong huhut muruk alana posoposo na dibereng dang posoposo lahi-

lahi. Mangahap sangkapna nunga tarjaha mambahen rohana muruk jala

jongjong mangalangkai posoposo i, mardalan mandapothon Sobosihon

sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi,

alai dipaoto-otohon ho au dohot mangalehon posoposo boru-boru naeng hu

abing...on ma sapata na tu ho alana nunga manggabusi au.” Raja

Parsuratan mangarukhon pisoi tingkos diandora Sobosihon sahat parbue

andora na sambola hambirang targotap, dungi marlojong ibana

maninggalhon acara dibagasan haadongan gaor. Alai Raja Parsuratan dang

pajumpang huhut marhasil mambunuh anggi na, alai parbue andora

sambola hambirang Sobosihon inong panoroni na nunga gabe tumbal na.

Jadi posoposo lahi-lahi na i dibahen goarna “Raja Mardaup Simanjuntak”

dohot lapatan sian hajadian na diahap Sobosihon boru Sihotang....”

“....Dung diboto alus ni halak na malo i poso-poso lahi-lahi, Raja

Parsuratan pintor mangarangrangi roha jungkat na asa poso-poso i dang

marhosa pas ditubuhon. Pas among dohot inong panoroni dangadong di

jabuna, mangkarejo gogo ibana naeng mamonggol hau namangambati

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dorpi pas dihumaliang ni tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon,

hau namangambati dorpi ni tiang tonga jabu asa tingki inong na

manubuhon, hau namangambati dorpi i ruppak tingki di hunduli, Dung

posoposo i naeng celaka, tarhapit alana bolo naeng manubuhon inang na

dijabu ingkon pasandehon daging na ditiang i dohot kaen tiopan na

dipangke bolo manubuhon do ditambathon disi. Alai roha jungkat Raja

Parsuratan daong tarpatulus alana hau i maponggol andorangso posoposo i

tubu, tombus ma pantar jabui das mambahen Sobosihon tarsonggot dohot

peak di tumbara ni jabu, dung i disima Sobosihon pintor manubuhon dohot

posoposo na hipas sopola pangurupion datu maranak. Alani i posoposo na

dibahen goar na “Raja Sitombuk Somanjuntak.”....

“.....Sahat ma tingkina Sobosihon naeng manubuhon gelleng na palimahon.

Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu,

sian na dao Raja Marsundung nunga mamereng nasida...”sude nunga

masuk tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu

sian turpuk tataring.” Api pe magalak sian tataring, sude halak maraburan

kaluar jabu apalagi Sobosihon. “Api..api..api...tolong” gora Sobosihon

huhut busesaon, alana Sobosihon dang sanggup be naeng marlojong,

ujungna dijama ibana ma bona ni bulu na adong di topi alaman ni jabu.

Lambung ni jabu i pe mamintor marroan dohot marusaha margotong-

royong mangintopi api. Alani holsoan nasida dang be mamereng

Sobosihon na nunga hansitan sahat ujung na Sobosihon manubuhon

gelleng na di alaman jabu. Dung i dibahen goarna “Raja Hutabulu

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Simanjuntak” dohot lapatan ibana di tubuhon serep bona ni bulu.

Sobosihon tongtong gogo bagar sian manubuhon na dirasahon na alana

pangalaho gelleng panoroni Raja Parsuratan tu ibana. Lamma Sobosihon

martahan alana dongan saripena Raja Marsundung dohot sajabuna Somba

Debata Siahaan sumurung boru Lubis na mansai holong tu ibana....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Saat membuka celana dalam bayi, Raja Parsuratan begitu heran dan

marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya

sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri melangkahi bayi itu,

berjalan menghampiri Sobosihon dan berkata; “Aku mendengar dari orang

lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi engkau menipuku

dengan memberikan anak perempuan untuk aku pangku,,, inilah akibatnya

bagi mu karena telah membohongiku” Raja Parsuratan menghujamkan pisau

tersebut tepat didada Sobosihon sampai membuat buah dada sebelah kirinya

terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau. Raja

Parsuratan tidak berhasil menemukan dan membunuh adiknya akan tetapi

buah dada sebelah kiri Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka

bayi laki-laki itu diberi nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan makna

yang mempunyai arti akan kejadian yang dialami Sobosihon boru

Sihotang....”

“....Setelah mengetahui jawaban orang pintar itu bayi laki-laki, Parsuratan

langsung merancang niat jahatnya agar bayi itu tidak bernyawa saat

dilahirkan. Pada saat ayah dan ibu tirinya tidak ada dirumah, dia bekerja

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keras untuk memotong kayu penghalang papan tepat disekeliling tiang

tengah rumah supaya ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu

rubuh ketika diduduki, setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit karena

setiap ibu rumah tangga yang hendak bersalin akan menyandarkan badannya

ditiang itu dan kain pegangan yang di pakai untuk bersalin juga

digantungkan disitu. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena

kayu itu patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai

membuat Sobosihon kaget dan tergeletak dikolong rumah, seketika itu

Sobosihon langsung melahirkan dan bayinya selamat tanpa bantuan dukun

beranak. Oleh karena itu bayi tersebut diberi nama “Raja Sitombuk

Simanjuntak.”....

“....Tibalah waktunya Sobosihon untuk melahirkan anak kelima. Warga

kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari

kejauhan Raja Marsundung sudah mengamat-amati mereka...”semua telah

masuk kedalam rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap

rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur, semua orang

berhamburan keluar rumah termasuk Sobosihon. “Api....api....api....tolong”

teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena Sobosihon sudah tidak sangup

lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang bambu yang berada

dipinggir pekarangan rumahnya. tetangganya disekitaran itupun langsung

berdatangan dan berusaha bergotong-royong memadamkan api. Karena

paniknya mereka tidak lagi memperhatikan Sobosihon yg sudah kesakitan

sampai akhirnya Sobosihon melahirkan anaknya di pekarangan rumah.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kemudian diberi nama “Raja Hutabulu Simanjuntak” dengan arti dia

dilahirkan dibawah pohon bambu. Sobosihon selalu kuat dalam setiap

persalinan yang dialaminya karena perlakuan anak tirinya Raja Parsuratan

terhadapnya. apalagi Sobosihon bertahan karena Suaminya Raja

Marsundung dan keluarga Somba Debata Siahaan terutama Boru Lubis yang

sangat sayang kepadanya....”

4.1.2 Alur atau Plot

Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot. Alur atau plot merupakan

rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur tidak dapat

diketahui bagaimana jalan cerita tersebut apakah alur maju atau alur mundur.

Plot merupakan sebuah rangkaian kejadian-kejadian dalam cerita yang

disusun sebagai interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari

keseluruhan cerita yang harus diolah dan disiasati secara kreatif.

Alur atau plot dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina adalah

sebagai berikut :

a). Situation (Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian cerita. Setiap awal cerita

pembaca akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah

cerita. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Alai Raja Marsundung hona parmaraan alani ripena boru Hasibuan

monding dung nasida mampuna dua gelleng bayoa dohot boru. Gabe

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mambahen Raja Marsundung Simanjuntak mangoli muse dohot Sobosihon

boru Sihotang....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Namun Raja Marsundung dahulu ditimpa musibah karena istrinya boru

Hasibuan meninggal dunia setelah mereka memiliki dua orang anak yaitu

laki-laki dan perempuan. Sehingga membuat Raja Marsundung menikah

lagi dengan Sobosihon boru Sihotang....”

b). Generating cirtumtances (Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak, dimana pada bagian ini timbul

masalah di keluarga Raja Marsundung kalau istrinya sakit parah sampai

meninggal dunia, sehingga abangnya menyuruh dia untuk menikah lagi, namun

anaknya Parsuratan tidak setuju ayahnya untuk menikah lagi. Hal ini dapat dilihat

pada sinopsis cerita:

“...Dung sadia leleng, Raja Marsundung Simanjuntak malum sian sahit na

diahap ibana, ro ma Somba Debata Siahaan mandapothon Raja

Marsundung, didok ibana ma “mangoli ma ho muse, asa haduan adong na

mangurus ho molo marsahit ho”. Dung mambege hata sian Somba Debata

Siahaan, pittor ro anggina Tuan Maruji Hutagaol mandok “ah...unang be

mangoli ho...” nangpe gelleng na Raja Parsuratan tong dang mangolohon ala

haduan gabe adong annon mangalu-alu arta tading-tadingan amongna

mambahen Raja Pasuratan dang lomo rohana ala ibana mabiar dang dapotan

arta tading-tadingan bolo ibana mampunasa anggi lahi-lahi sian ripe

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


paduahon amongna haduan. Raja Parsuratan gabe gelleng na jungkat dohot

mongkus ni arta sampai mambahen ibana naeng mangarajai sude arta ni

amongna....”

“....Marsogotnai Raja Marsundung Simanjuntak mambahen tahi, ibana

mangolohon na naeng mangoli muse, dungi lao ma ibana dohot Somba

Debata borhat manaripari Tao Toba, dung sahat nasida diluat huta si Raja

Oloan, halaki manorushon pardalanan manuruk huta Parsuratan tarhilala

daona tu bogasan lobi hurang 51.6KM. Tingki i nunga bot ari, sidungi

pajumpang ma Raja Marsundung Simanjuntak dohot sada halak boru na

margoar Sobosihon boru Sihotang dohot sahalak lahi-lahi ampuna rupa

mansai roa disimanjujung na digoari Raja Sigodang Ulu Sihotang.

Haganjiloni tarida tu anakna ala dipapunjung jolma na godang, boruna

margoar Sobosihon boru Sihotang nunga marumur tolu puluh taon dang

adong dope lahi-lahi na ro mangaririt ibana...”

Terjemahan Dalam Bahasa Indonesia

“....Kemudian tidak begitu lama, Raja Marsundung sembuh dari sakit yang

dialaminya, datanglah Somba Debata Siahaan menghampiri Raja

Marsundung, katanya “Menikahlah engkau lagi, supaya kelak ada yang

mengurusmu apabila engkau sakit”. Saat mendengar perkataan Somba

Debata Siahaan, langsung datang adiknya Tuan Maruji Hutagaol

mengatakan “Ah...tidak usah engkau menikah lagi...” bahkan anaknya si

Parsuratan juga tidak menyetujui hal tersebut karena nantinya jadi ada yang

menggugat harta warisan ayahnya membuat Parsuratan tidak senang karena

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dia takut tidak kebagian warisan jika dia mempunyai adik laki-laki dari istri

kedua ayah nantinya. Parsuratan menjadi anak yang jahat dan serakah akan

harta sampai membuat dirinya ingin menguasai semua harta ayahnya....”

“....Keesokan harinya Raja Marsundung mengambil keputusan, dia

menyetujui untuk menikah lagi, lalu pergilah dia bersama Somba Debata

berangkat menyeberangi Danau Toba. Sesampainya mereka di daerah Si

Raja Oloan, mereka melanjutkan perjalanan memasuki perkampungan

Parsuratan yang jaraknya lumayan jauh ke dalam sekitar 51.6 km. Saat itu

hari sudah sore, akhirnya jumpalah Raja Marsundung dengan seorang

wanita yang bernama Sobosihon boru Sihotang dan melihat seorang lelaki

memiliki rupa yang sangat aneh di kepalanya dinamai Raja si Godang Ulu

Sihotang. Keanehan ini tampak pada anak-anaknya karena mereka sering

dikucilkan banyak orang, Putrinya yang bernama Sobosihon sudah berumur

tiga puluhan tahun belum ada laki-laki yang mau datang untuk

melamarnya....”

c). Ricing Action (Keadaan mulai memuncak)

Pada tahap ini pengarang mulai memunculkan maksud dan tujuan dalam

cerita Simanjuntak Si Tolu Sada Ina. Kejadian cerita ini mulai memuncak ketika

lahir anak laki-laki pertama Raja Parsuratan dan Sobosihon, sehingga membuat

Raja Parsuratan ingin membunuh adik tirinya dengan cara yang keji. Dalam

bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Dungi digokhon sada huta, naeng mambahen aek ni unte ala haroan

posoposo nasida. Raja Parsuratan pe dohot ro tusi dohot sangkap ni

jungkatna mamboan piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot

digonting na, alai posoposo lahi-lahi i nunga ditukkarhon dohot posoposo

boru-boru. Haroroan Raja Parsuratan mambahen Sobosihon jadi busesahon

alana ibana nunga mamboto roha jungkatna, alai dongan sahutana turut

andar gabe lungun dohot sonang alana sallengon sahuta mamboto bolo

ibana dang hea burju tu Sobosihon inong panoroni ibana, alai nasida dang

mamboto haroroan Raja Parsuratan na naeng mambunuh anggi panoronion

na, inna ma; “dia jolo hu ompa anggihu” dang sadia leleng posoposo i

koncing diabingan Raja Parsuratan, “anggi hu nunga makoncingi au, jadi

sombu ma au na manggattihon na... on ma tingki na au naeng manolothon

piso sidung hu pakkehon salaoar dalom na, husip na”...“diama asa hu

pasanghon salaoar dalom na” dung i Sobosihon mandok “Sombu ma au

sambing manggattihon...” alai Parsuratan manggogoi naeng manggattihon

na dos na asing manuruh Sobosihon dung mangoloi halomoanna. Tingki

mambukkahon salaoar dalom posoposo i, Raja Parsuratan gabe tarhatotong

huhut muruk alana posoposo na dibereng dang posoposo lahi-lahi.

Mangahap sangkapna nunga tarjaha mambahen rohana muruk jala jongjong

mangalangkai posoposo i, mardalan mandapothon Sobosihon sambil

mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi, alai

dipaoto-otohon ho au dohot mangalehon posoposo boru-boru naeng hu

abing...on ma sapata na tu ho alana nunga manggabusi au.” Raja Parsuratan

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mangarukhon pisoi tingkos diandora Sobosihon sahat parbue andora na

sambola hambirang targotap, dungi marlojong ibana maninggalhon acara

dibagasan haadongan gaor. Alai Raja Parsuratan dang pajumpang huhut

marhasil mambunuh anggi na, alai parbue andora sambola hambirang

Sobosihon inong panoroni na nunga gabe tumbal na. Jadi posoposo lahi-lahi

i dibahen goarna “Raja Mardaup Simanjuntak” dohot lapatan ampuna

Lapatan na rap dohot hajadian na diahap Sobosihonboru Sihotang....”

Terjemahan dalam Bahasa Batak

“....Sesudah itu, diundang satu kampung untuk acara makan bersama atas

syukuran kelahiran bayi mereka. Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke

acara itu dengan niat busuknya membawa pisau penyadap pohon enau di

dalam sarung yang terselip di pinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu

sudah ditukarkan dengan bayi perempuan. Kehadiran Raja Parsuratan

membuat Sobosihon panik dan gelisah karena dia sudah tahu maksud

jahatnya, namun orang yang di kampung justru terharu dan bahagia karena

selama ini satu kampung sudah tahu kalau dia tidak pernah baik kepada

Sobosihon ibu tirinya, padahal mereka tidak tahu kalau kedatangan Raja

Parsuratan ingin membunuh adik tirinya, katanya; ”Sini aku ingin

menggendong adikku” tak lama kemudian bayi itu kencing di pangkuan

Raja Parsuratan, “biar aku saja yang menggantikannya. Inilah kesempatanku

untuk menyelipkan pisau ketika kupakaikan celana dalamnya, bisiknya”

berikan padaku celana dalamnya untuk ku pasangkan” Lalu Sobosihon

berkata “biar ibu saja menggantikannya...” namun Parsuratan bersikeras

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ingin menggantinya sampai yang lain menyuruh Sobosihon untuk menuruti

keinginannya. Saat membuka celana dalam bayi, Raja parsuratan begitu

heran dan marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki.

Merasa niatnya sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri

melangkahi bayi itu, berjalan menghampiri Sobosihon dan berkata; “Aku

mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi

engkau menipuku dengan memberikan anak perempuan untuk aku pangku,,,

inilah akibatnya bagi mu karena telah membohongi ku” Raja Parsuratan

menghujamkan pisau tersebut tepat di dada sebelah kiri Sobosihon sampai

buah dadanya terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan

kacau. Raja Parsuratan tidak berhasil menemukan dan membunuh adiknya

akan tetapi buah dada Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka

bayi laki-laki itu diberi nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan arti yang

mempunyai makna dengan kejadian yang dialami Sobosihon....”

d). Klimakx (Peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

Peristiwa mencapai puncak terjadi ketika Raja Parsuratan berkali-kali

mencelakai setiap adik tiri laki-laki yang dilahirkan oleh ibu tirinya, bahkan ingin

membunuh adik tiri perempuannya untuk mengambil darah karena dia sedang

membangun rumah ukir, namun jadi Si Pareme yang terbunuh dan membakar

hidup-hidup adik perempuannya hanya karena terlambat mengantarkan makan

siangnya ke sawah. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Tingki mambukkahon salaoar dalom posoposo i, Raja Parsuratan gabe

tarhatotong huhut muruk alana posoposo na dibereng dang posoposo lahi-

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lahi. Mangahap sangkapna nunga tarjaha mambahen rohana muruk jala

jongjong mangalangkai posoposo i, mardalan mandapothon Sobosihon

sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi,

alai dipaoto-otohon ho au dohot mangalehon posoposo boru-boru naeng hu

abing...on ma sapata na tu ho alana nunga manggabusi au.” Raja Parsuratan

mangarukhon pisoi tingkos diandora Sobosihon sahat parbue andora na

sambola hambirang targotap, dungi marlojong ibana maninggalhon acara

dibagasan haadongan gaor. Alai Raja Parsuratan dang pajumpang huhut

marhasil mambunuh anggi na, alai parbue andora sambola hambirang

Sobosihon inong panoroni na nunga gabe tumbal na. Jadi posoposo lahi-lahi

i dibahen goarna “Raja Mardaup Simanjuntak” dohot lapatan ampuna

lapatan na rap dohot hajadian na diahap Sobosihon boru Sihotang....”

“....Pas among dohot inong panoroni dangadong di jabuna, mangkarejo

gogo ibana naeng mamonggol hau namangambati dorpi pas dihumaliang ni

tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon, hau namangambati dorpi

ni tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon, hau namangambati

dorpi i ruppak tingki di hunduli, Dung posoposo i naeng celaka, tarhapit

alana bolo naeng manubuhon inang na dijabu ingkon pasandehon daging na

ditiang i dohot kaen tiopan na dipangke bolo manubuhon do ditambathon

disi. Alai roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau i

maponggol andorangso posoposo i tubu, tombus ma pantar jabui das

mambahen Sobosihon tarsonggot dohot peak di tumbara ni jabu, dung i

disima Sobosihon pintor manubuhon dohot posoposo na hipas sopola

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pangurupion datu maranak. Alani i posoposo na dibahen goar na “Raja

Sitombuk Somanjuntak....”

“....Sahat ma tingkina Sobosihon naeng manubuhon gelleng na palimahon.

Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu,

sian na dao Raja Marsundung nunga mamereng nasida...”sude nunga masuk

tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian turpuk

tataring.” Api pe magalak sian tataring, sude halak maraburan kaluar jabu

apalagi Sobosihon. “Api..api..api...tolong” gora Sobosihon huhut busesaon,

alana Sobosihon dang sanggup be naeng marlojong, ujungna dijama ibana

ma bona ni bulu na adong di topi alaman ni jabu. Lambung ni jabu i pe

mamintor marroan dohot marusaha margotong-royong mangintopi api.

Alani holsoan nasida dang be mamereng Sobosihon na nunga hansitan sahat

ujung na Sobosihon manubuhon gelleng na di alaman jabu. Dung i dibahen

goarna “Raja Hutabulu” dohot lapatan ibana di tubuhon serep bona ni bulu...

”....Raja Parsuratan manjou pambunu gararon dohot mamboan raut, “adong

dua anak boru modom di jabu among hu, jadi ho ingkon mambunu anak

boru na daong mamakke golang, lao ma andorang so mataniari

binsar...idokna”. Dungi pambunu ilao huhut pintor mambunu na daong

mamakke golang, sialna Sipareme anggi sisolhot Parsuratan ma na tarbunu

huhut mudarna nunga ditarehon na lao di lehon tu Raja Parsuratan.

Parsatongkinan bangke Sipareme di dabuhon tu lombang-lombang na so boi

dituruni(na ombas on tarpeak dirura dipintu-pintu, parbalohan holang-

holang Balige dohot Siborong-borong). Di manogot ni ari, Hagohan Naindo

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nunga mangangguk alani mamereng angkang na nunga mago sian podoman.

Raja Parsuratan totong huhut tarsonggot pas mamereng Hagohan Naindo

tontong mangolu, baru manyadari alana dipamate i anggi sisolhot na....”

”....Raja Parsuratan manuru anggina Si boru Hagohan Naindo mamboan

manganna tonga ari tu saba, diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat

sipanganon na di hunti diginjang simanjujung anggina i jolo pintor

manamoathon aek na mohop tu bohina. Si Boru Hagohan Naindo

mangangguk hacciton alana bohina malala sidung i muse Raja Parsuratan

mambuet durame jala manutupi pamatang na iompakhon sage i dohot api

sampe Siboru Hagohan Naindo tartutung ngolu-ngolu. Dunghon dang

marhosa be ibana ditanom sopola parbinotoan iboto-ibotona. Alai ganup

parroha na busuk tong do taranggo bouna, ala adong jolma mamereng

hajadian i huhut manceritahon tu iboto na....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Saat membuka celana dalam bayi, Raja Parsuratan begitu heran dan

marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya

sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri melangkahi bayi itu,

berjalan menghampiri Sobosihon dan berkata; “Aku mendengar dari orang

lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi engkau menipuku

dengan memberikan anak perempuan untuk aku pangku. Inilah akibatnya

bagi mu karena telah membohongiku” Raja Parsuratan menghujamkan

pisau tersebut tepat di dada sebelah kiri Sobosihon sampai buah dadanya

terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau. Raja

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Parsuratan tidak berhasil menemukan dan membunuh adiknya akan tetapi

buah dada Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka bayi laki-

laki itu diberi nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan arti yang

mempunyai makna dengan kejadian yang dialami Sobosihon boru

Sihotang....”

“....Pada saat ayah dan ibu tirinya tidak ada di rumah, dia bekerja keras

untuk memotong kayu penghalang papan tepat di sekeliling tiang tengah

rumah, supaya ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh

ketika diduduki, setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit karena setiap

ibu rumah tangga yang hendak bersalin akan menyandarkan badannya di

tiang itu dan kain pegangan yang dipakai untuk bersalin juga digantungkan

di situ. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena kayu itu

patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai membuat

Sobosihon kaget dan tergeletak di kolong rumah, seketika itu Sobosihon

langsung melahirkan dan bayinya selamat tanpa bantuan dukun beranak.

Oleh karena itu bayi tersebut diberi nama “Raja Sitombuk Simanjuntak....”

“....Tibalah waktunya Sobosihon untuk melahirkan anak ke lima. Warga

kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari

kejauhan Raja Marsundung sudah mengamat-amati mereka...”semua telah

masuk ke dalam rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap

rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur, semua orang

berhamburan keluar rumah termasuk Sobosihon. “api....api....api....tolong”

teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena Sobosihon sudah tidak sanggup

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang bambu yang berada di

pinggir pekarangan rumahnya. Tetangganya di sekitaran itupun langsung

berdatangan dan berusaha bergotong-royong memadamkan api. Karena

paniknya mereka tidak lagi memperhatikan Sobosihon yg sudah kesakitan

sampai akhirnya Sobosihon melahirkan anaknya di pekarangan rumah.

Kemudian diberi nama “Raja Hutabulu” dengan arti dia dilahirkan di bawah

pohon bambu....”

“....Raja Parsuratan memanggil pembunuh bayaran dengan membawa pisau,

“ada dua gadis tidur di rumah ayahku, jadi kamu harus membunuh gadis

yang tidak memakai gelang, pergilah sebelum matahari terbit, katanya”.

Lalu pembunuh itu pergi dan langsung membunuh yang tidak memakai

gelang, sayangnya Sipareme adik kandung Parsuratanlah yang terbunuh dan

darahnya sudah ditampung untuk diberikan kepada Raja Parsuratan.

Sementara mayat Sipareme dibuang ke lembah yang tak dapat dituruni

(yang saat ini terletak di lembah Sipintu-pintu, perbatasan antara Balige

dengan Siborong-borong). Di pagi hari, Hagohan Naindo telah menangis

karena melihat kakaknya sudah hilang dari tempat tidur. Raja Parsuratan

heran dan kaget saat melihat Hagohan Naindo masih hidup, dia baru

menyadari bahwa yang dibunuh adalah adik kandungnya sendiri....”

“....Raja Parsuratan menyuruh adiknya Si Boru Hagohan Naindo

membawakan makan siangnya, namun karena adiknya ini telat

membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu

mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencampakkan air panas ke wajahnya. Si Boru Hagohan Naindo meraung-

raung kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja

Parsuratan mengambil jerami dan menutupi badannya lalu menyulut jerami

itu dengan api sehingga Si Boru Hagohan Naindo terbakar hidup-hidup.

Setelah tak bernyawa lagi dia ditanam tanpa sepengetahuan saudara-

saudaranya. Namun setiap perbuatan busuk akan tercium juga baunya,

karena ada orang melihat kejadian itu dan menceritakan kepada

saudaranya.....”

e). Denoument (Pengarang memberi pencerahan soal semua peristiwa)

Dalam tahap penyelesaian ini, Sobosihon yang selalu sabar dan tabah

dengan kelakuan anak tirinya sehingga sebelum dia meninggal, Sobosihon

menyampaikan pesan kepada kelima anaknya saat mereka sedang berkumpul di

rumah dan Raja Parsuratan lagi berada di sawah. Dalam bagian ini hal tersebut

dapat dilihat dari sinopsis cerita :

Tarlobi hamu pungu dison, inong naeng mampasahat poda tu hamuna ingot

haduan alana dang adong parbadaan haduan;

- Unang lupahon hamu songon dia pambahenon ni angkang doli muna i Si


Raja Parsuratan, alai unang dibaloshon hamu hajukkatan nai alana ompung
ta mulai jadi nabolon ma mambalashon na i.
- Raja Parsuratan i angkang doli hamu na panggatti ni among muna doi, didia
ibana hundul unang dapothon hamu jala bolo hamu lagi hundul di sada
inganan molo ibana ro tinggalhon ibana, alana ibana ma panggatti among si
hamu na ingkon diparsangapi.
- Unang hamu manusai rohana agia pe ibana manusai hamu, bolo hamu
naeng mamuruni api di tataring jabu mu manang didia sambing jala timus
na tarhombus alogo tu jabu muna tudia angkang dolimu adong paittophon
ma api asa unang haruar iluna alani timus mi agia pe gabe tarlambat
paradehon lompa-lompa mu.
- Unang marbadai dohot angkang dolimu, alana suan-suanon mu adong
nasundung tubu mandoppak tu humaliang jabu na contoh na suanon pisang

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mu na lagi tubu jala marsantung asa lobi denggan taba ma i tumagon dung
borasna adong gabe dibuet gelleng na jala hamu dang boi manahan sitik mu
gabe marbadai.

Sae mampasahathon poda Sobosihon manghombushon hosa parpudi.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“Berhubung kalian kumpul di sini, ibu ingin menyampaikan pesan untuk

kalian ingat kelak supaya tidak ada perselisihan nantinya;

” –Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu Raja Parsuratan,
akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya Mula Jadi Na
Bolon (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
-Raja Parsuratan itu adalah abangmu sebagai ganti ayah bagimu, dimana dia
duduk janganlah kamu menghampirinya dan jika kamu sedang duduk di suatu
tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah ganti ayah bagimu
yang harus kamu hormati.
-Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila
kamu sedang menyalahkan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu asapnya
terhembus angin ke rumahnya atau ke arah dimana abangmu berada
padamkanlah apimu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata karena asap
apimu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.
-Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanamanmu ada yang
condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya, seumpama tanaman
pisangmu tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja dari pada setelah
buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa menahan emosimu
dan jadi bertengkar.”

Setelah menyampaikan pesan tersebut Sobosihon menghembuskan nafas

terakhirnya....”

4.1.3 Latar atau Setting

Latar disebut juga istilah setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya

peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra, Latar/setting adalah

tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang

terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat,

namun waktu, peristiwa penting dan bersejarah. Dengan mengetahui dan

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memahami latar dalam sebuah karya sastra yang di tuangkan menjadi cerita akan

memudahkan pembaca untuk memahami apa yang di bacanya.

Penjelasan mengenai latar adalah sebagai berikut, 1) latar tempat adalah

tempat di dalam wujud fisiknya yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. 2) latar

waktu merupakan keterangan kapan suatu peristiwa dalam cerita berlangsung, 3)

latar sosial merupakan penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok

sosial, sikap adat dan kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang pada

dasarnya melatari peristiwa.

Latar tempat dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina adalah terjadi

di daerah Kabupaten Toba Samosir, adapun nama desa tersebut adalah desa

Hutabulu Mejan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

Latar waktu yang terjadi dalam Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina

adalah pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.

Sedangkan latar sosial pada Cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada

Ina berkaitan dengan perilaku kehidupan Sosial masyrakat. Sobosihon Boru

Sihotang adalah istri kedua dari Raja Marsundung yang sudah memiliki dua anak

yaitu Raja Parsuratan dan Sipareme, Namun Raja Parsuratan sangat haus akan

warisan sehingga berkali-kali dia selalu ingin membunuh anak dari ibu tirinya

Sobosihon pada saat ingin melahirkan anak pertama, kelima yang disaksikan oleh

warga kampung setempat dan anak keempat perempuannya saat itu terlambat

mengantarkan makan siang Raja Parsuratan sampai membuat dia marah besar lalu

dia langsung menyiramnya pake air panas dan dibakar hidup-hidup. Namun ada

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang melihat kejadian itu, bahkan pada saat Raja Parsuratan akan membagikan

harta warisan disaksikan banyak orang atau dipanggil tua-tua kampung. Dalam

bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Dungi digokhon sada huta, naeng mambahen aek ni unte ala haroan

posoposo nasida. Raja Parsuratan pe dohot ro tusi dohot sangkap ni

jungkatna mamboan piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot

digonting na, alai posoposo lahi-lahi i nunga ditukkarhon dohot posoposo

boru-boru. Haroroan Raja Parsuratan mambahen Sobosihon jadi busesahon

alana ibana nunga mamboto roha jungkatna, alai dongan sahutana turut

andar gabe lungun dohot sonang alana sallengon sahuta mamboto bolo

ibana dang hea burju tu Sobosihon boru Sihotang inong panoroni ibana, alai

nasida dang mamboto haroroan Raja Parsuratan na naeng mambunuh anggi

panoronion na....”

“....Sahat ma tingkina Sobosihon naeng manubuhon gelleng na palimahon.

Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu,

sian na dao Raja Marsundung nunga mamereng nasida...”sude nunga masuk

tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian turpuk

tataring.” Api pe magalak sian tataring, sude halak maraburan kaluar jabu

apalagi Sobosihon. “Api..api..api...tolong” gora Sobosihon huhut busesaon,

alana Sobosihon dang sanggup be naeng marlojong, ujungna dijama ibana

ma bona ni bulu na adong di topi alaman ni jabu. Lambung ni jabu i pe

mamintor marroan dohot marusaha margotong-royong mangintopi api....”

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Dunghon dang marhosa be ibana ditanom sopola parbinotoan iboto-

ibotona. Alai ganup parroha na busuk tong do taranggo bouna, ala adong

jolma mamereng hajadian i huhut manceritahon tu iboto na....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Sesudah itu, diundang satu kampung untuk acara makan bersama atas

syukuran kelahiran bayi mereka. Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke

acara itu dengan niat busuknya membawa pisau penyadap pohon enau

didalam sarung yang terselip di pinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu

sudah di tukarkan dengan bayi perempuan. Kehadiran Raja Parsuratan

membuat Sobosihon panik dan gelisah karena dia sudah tahu maksud

jahatnya, namun orang kampung yang turut hadir justru terharu dan bahagia

karena selama ini satu kampung sudah tahu kalau dia tidak pernah baik

kepada Sobosihon ibu tirinya, padahal mereka tidak tau kalau kedatangan

Raja Parsuratan ingin membunuh adik tirinya....”

“....Tibalah waktunya Sobosihon untuk melahirkan anak ke lima. Warga

kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari

kejauhan Raja Marsundung sudah mengamat-amati mereka...”semua telah

masuk kedalam rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap

rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur, semua orang

berhamburan keluar rumah termasuk Sobosihon. “api....api....api....tolong”

teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena Sobosihon sudah tidak sanngup

lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang bambu yang berada

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dipinggir pekarangan rumahnya. tetangganya di sekitaran itupun langsung

berdatangan dan berusaha bergotong-royong memadamkan api....”

“....Setelah tak bernyawa lagi dia ditanam tanpa sepengetahuan saudara-

saudaranya. Namun setiap perbuatan busuk akan tercium juga baunya,

karena ada orang yang melihat kejadian tersebut dan menceritakan kepada

saudaranya....”

4.1.4 Perwatakan atau Penokohan

Terbentuknya sebuah cerita adalah karena adanya tokoh-tokoh dalam cerita,

tokoh-tokoh dalam sebuah cerita sangat memegang peran penting. Penokohan

adalah terknik bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita

sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh, (Siswandarti 2009:44).

Dalam sebuah cerita tokoh memiliki peran yang berbeda-beda, ada yang

baik hati, ada yang sombong, ada yang bodoh, ada yang pintar, ada yang kaya dan

ada yang miskin, ada yang berperan sok kaya, dan ada juga yang berperan sok

miskin dan lain sebagainya. Peran yang sering muncul dalam sebuah cerita adalah

tokoh utama.

Pelukisan perwatakan dapat digambarkan secara langsung atau tidak

langsung dari penokohan yang terdapat dalam sebuah cerita. Membicarakan tokoh

secara tidak langsung kita juga sudah membicarakan perwatakan. Perwatakan

merupakan ciri keseluruhan yang dimiliki para tokoh.

Berikut ini akan di perhatikan watak dari para tokoh-tokoh yang terdapat

dalam cerita Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1). Tuan Somanimbil Simanjuntak

Tuan Somanimbil Simanjuntak adalah Orang yang baik hati serta

mempunyai warisan berupa sawah, perkebunan dan hewan ternak kerbau yang

ampir semua di Hutabulu Mejan milik Tuan Somanimbil Simanjuntak. Dalam

bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Tuan Somanimbil Simanjuntak dohot ripe na boru limbong na tading

jala rap mangolu di huta i. Adong do saba, hauma dohot pinahan ima horbo

na lao dibahen mangalungku saba di huta i....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Tuan Somanimbil Simanjuntak dan istrinya Boru Limbong untuk hidup

bersama di perkampungan itu. Mereka memiliki sawah, perkebunan, dan

hewan ternak yaitu kerbau untuk dijadikan membajak sawah di kampung

tersebut....”

2). Boru Limbong

Boru Limbong adalah Istri dari Tuan Somanimbil Simanjuntak mereka

dikarunia tiga orang anak laki-laki.

3). Somba Debata Siahaan

Somba Debata Siahaan adalah anak pertama dari Tuan Somanimbil

Simanjuntak dan Boru Limbong yang memiliki sifat penyang, baik hati kepada

adik-adiknya, dan selalu memberikan saran yang baik supaya tidak ada masalah

didalam keluarga. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


”....Dungi Somba Debata Siahaan dohot ripena boru Lubis ro tu

Parlumbanan Balige lao mangurus anggina na marsahit....”

”....Dung sadia leleng, Raja Marsundung Simanjuntak malum sian sahit na

diahap ibana, ro ma Somba Debata Siahaan mandapothon Raja

Marsundung, didok ibana ma “mangoli ma ho muse, asa haduan adong na

mangurus ho molo marsahit ho....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Lalu Somba Debata Siahaan dan Istrinya boru Lubis datang ke

Parlumbanan Balige untuk mengurus adiknya yang sedang sakit....”

”....Kemudian tidak begitu lama, Raja Marsundung sembuh dari sakit yang

dialaminya, datanglah Somba Debata Siahaan Menghampiri si Marsundung,

katanya “Menikahlah kau lagi, supaya kelak ada yang mengurus mu apabila

kau sakit....”

4). Raja Marsundung Simanjuntak

Dalam Cerita Turi-turian Simanjuntak SI tolu Sada Ina, maka secara fisik

tokoh ini seorang Laki-laki. Raja Marsundung Simanjuntak adalah anak kedua

dari Tuan Somanimbil Simanjuntak dan Boru Limbong yang terkenal di Hutabulu

Mejan. Mempunyai kepribadian yang baik terhadap istri, serta memiliki sifat yang

baik hati, penuh kasih sayang terhadap keluarga dan selalu sabar kepada anak

pertamanya atas setiap kejahatan yang dilakukan. Dalam bagian ini hal tersebut

dapat dilihat dari sinopsis cerita:

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


”....nangpe gelleng na Raja Parsuratan tong dang mangolohon ala haduan

gabe adong annon mangalu-alu arta tading-tadingan amongna mambahen

Raja Pasuratan dang lomo rohana ala ibana mabiar dang dapotan arta

tading-tadingan bolo ibana mampunasa anggi lahi-lahi sian ripe paduahon

amongna haduan....”

“....Dung sahat arina, Raja Marsundung dapot barita bolo ripena Sobosihon

boru Sihotang naeng mardenggan pamatang, dungi mambahen roha Raja

Marsundung mansai sonang. Alai mambege barita hasonangan i Raja

Parsuratan dang sonang mampuna anggi sian inang Panoroni, mansai

busesaon jala mabiar ibana....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....bahkan anaknya Raja Parsuratan juga tidak menyetujui hal tersebut

karena nantinya jadi ada yang menggugat harta warisan ayahnya membuat

Parsuratan tidak senang karena dia takut tidak kebagian warisan jika dia

mempunyai adik laki-laki dari istri kedua ayah nantinya....”

“....Setelah tiba waktunya, Raja Marsundung mendapatkan kabar bahwa

istrinya Sobosihon boru Sihotang sedang mengandung, akhirnya Sobosihon

hamil... membuat hati Marsundung sangat bahagia. Namun Mendengar

kabar gembira itu Parsuratan tidak begitu senang mempunyai adik dari ibu

tirinya, dia sangat gelisah dan takut....”

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5). Tuan Maruji Hutagaol

Di dalam cerita ini, Tuan Maruji Hutagaol adalah anak ketiga dari Tuan

Somanimbil Simanjuntak dan Boru Limbong, setelah menikah dia tinggal di

Porsea bersama istrinya. Memiliki Sifat yang biasa-biasa saja dan tidak terlalu

mau ikut campur dalam setiap perselisihan pada keluarga.

6). Boru Lubis

Di dalam cerita ini, Boru lubis ini adalah istri dari Somba Debata Siahaan,

yang memiliki sifat penolong, baik hati dan mau membantu keluarga yang sedang

kesulitan, bahkan mau mengurus adik somba Debata yang sedang sakit. Dalam

bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Dungi Somba Debata Siahaan dohot ripena boru Lubis ro tu

Parlumbanan Balige lao mangurus anggina na marsahit. Dibagasan adat

Batak Toba molo naeng mangurus ibana holan boru Lubis. Bolo boru

Pasaribu ima ripeni anggina tongka mangkatai tu ibana dohot songoni

parumaen na dang boi mangkatai dohot ibana alana songoni adat na....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Lalu Somba Debata Siahaan dan Istrinya boru Lubis datang ke

Parlumbanan Balige untuk mengurus adiknya yang sedang sakit. Di dalam adat

Batak Toba yang layak mengurus dia hanya Boru Lubis. Kalau Boru Pasaribu

adalah istri adiknya pantang bicara dengan dia begitu juga menantunya tidak

boleh berbicara dengan dia sebab begitu adatnya....”

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7). Boru Hasibuan

Dalam Cerita ini. Boru Hasibuan adalah Istri pertama Raja Marsundung

Simanjuntak, memiliki sifat yang baik hati dan sayang kepada Suaminya. Namun

Boru Hasibuan jatuh sakit sampai membuat dia meninggal dunia. Dalam bagian

ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Di sada tingki ro ma jea tu parsaripeon Raja Marsundung, ibana

mamereng ripe na boru Hasibuan marsahit renge gabe mambahen Raja

Marsundung lungun. Sahat ujung ni turpuk, ripena Boru Hasibuan nunga

marujung ngolu, gelleng lahi-lahi Raja Parsuratan naung tubu matoras. Sian

na gelleng Raja Parsuratan nunga diajarhon manjae, jadi Parsuratan ma

torus manarihon among Raja Marsundung dohot pinahan horbo nasida....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Suatu ketika timbullah masalah dikeluarga Raja Masundung, dia melihat

istrinya boru Hasibuan sakit parah sampai membuat Raja Marsundung

begitu sedih. Hingga akhirnya takdir berkata lain, Istrinya Boru Hasibuan

telah meninggal dunia, puteranya si Parsuratan sudah tumbuh menjadi

dewasa. Dari kecil parsuratan sudah di ajari untuk hidup mandiri, sehingga

parsuratan yang selalu mengurus bapaknya Raja Marsundung dan ternak

kerbau mereka....”

8). Sobosihon Boru Sihotang

Setelah kita melihat dan membaca cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu

Sada Ina ini, kita bisa mengetahui bahwa Sobosihon Boru Sihotang ini merupakan

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tokoh utama dalam cerita tersebut. Secara fisik tokoh ini adalah seorang

perempuan yang merupakan anak dari Raja Si Godang Ulu Sihotang yang

terkenal di daerah Si Raja Oloan. Ia memiliki sifat yang baik, penuh kasih sayang

terhadap anak-anaknya terutama anak yang selalu menjahatinya. Sobosihon sosok

orang yang patut dicontoh dan ditelandani karena dia tidak pernah sedikitpun

dendam walaupun sudah berkali-kali dia dilukai oleh anak tirinya itu. Dalam

bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita :

“....Sobosihon lao manjumpai among na Raja Sigoda Ulu Sihotang tu huta si

Raja Oloan dohot mansaritahon nipi na i. “Marahua ho ro tu son boru hu”?

au ro tuson naeng mambaritahon tu among ala au marnipi naso denggan

among “aha nipi mu boru hu”?... nabudari marnipi au tingki lao maridi tu

aek godang hu bukka ma abit hu... tolhas ro ma ronggur pintor mangaroro

parbue andora hu sambola hambirang”. Bah...pertanda buruk do on, inna

dibagasan roha si Godang Ulu Sihotang....”

“....Raja Parsuratan pe dohot ro tusi dohot sangkap ni jungkatna mamboan

piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot digonting na, alai

posoposo lahi-lahi i nunga ditukkarhon dohot posoposo boru-boru.

Haroroan Raja Parsuratan mambahen Sobosihon jadi busesahon alana ibana

nunga mamboto roha jungkatna....”

“....haroroan Raja Parsuratan na naeng mambunuh anggi panoronion na,

inna ma; “dia jolo hu ompa anggihu” dang sadia leleng posoposo i koncing

diabingan Raja Parsuratan, “anggi hu nunga makoncingi au, jadi sombu ma

au na manggattihon na... on ma tingki na au naeng manolothon piso sidung

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hu pakkehon salaoar dalom na, husip na”...“diama asa hu pasanghon salaoar

dalom na” dung i Sobosihon mandok “Sombu ma au sambing

manggattihon...” alai Parsuratan manggogoi naeng manggattihon na dos na

asing manuruh Sobosihon dung mangoloi halomoanna....”

“....Mangahap sangkapna nunga tarjaha mambahen rohana muruk jala

jongjong mangalangkai posoposo i, mardalan mandapothon Sobosihon

sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu lahi-lahi,

alai dipaoto-otohon ho au dohot mangalehon posoposo boru-boru naeng hu

abing...on ma sapata na tu ho alana nunga manggabusi au.” Raja Parsuratan

mangarukhon pisoi tingkos diandora Sobosihon sahat parbue andora na

sambola hambirang targotap, dungi marlojong ibana maninggalhon acara

dibagasan haadongan gaor....”

“....roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau i maponggol

andorangso posoposo i tubu, tombus ma pantar jabui das mambahen

Sobosihon tarsonggot dohot peak di tumbara ni jabu, dung i disima

Sobosihon pintor manubuhon dohot posoposo na hipas sopola pangurupion

datu maranak. Alani i posoposo na dibahen goar na “Raja Sitombuk

Somanjuntak”....”

“.....Api..api..api...tolong” gora Sobosihon huhut busesaon, alana Sobosihon

dang sanggup be naeng marlojong, ujungna dijama ibana ma bona ni bulu

na adong di topi alaman ni jabu. Lambung ni jabu i pe mamintor marroan

dohot marusaha margotong-royong mangintopi api. Alani holsoan nasida

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dang be mamereng Sobosihon na nunga hansitan sahat ujung na Sobosihon

manubuhon gelleng na di alaman jabu....”

“.....Sobosihon tongtong gogo bagar sian manubuhon na di rasahon na alana

pangalaho gelleng panoroni Si Parsuratan tu ibana. Lamma Sobosihon

martahan alana dongan saripena Raja Marsundung dohot sajabuna Somba

Debata Siahaan sumurung boru Lubis na mansai holong tu ibana....”

“....Sobosihon mansai lungun hamagoan dongan sampe dohot gelleng

siampudan nasida na tong manusui nangpe na opat gellengna i na hurang

magodang....”

“....Sobosihon marsahit sampe parsahitonna renge, lamma ibana nunga

mamboto bolo Sipareme dipamate dohot mudarna gabe dibahen sampuran

set gorga Raja Parsuratan sampe mambahen ibana tongtong marsak roha

mambereng pangalaho ni gelleng na i....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Sobosihon pergi menjumpai Bapaknya Raja si Godang Ulu ke desa Si

Raja Oloan dan menceritakan mimpi tersebut. “Ada apa kau kemari

puteriku..?” Aku kemari ingin memberitahu Bapak bahwa aku mimpi yang

tidak baik pak, “Mimpi apa itu puteriku? ..Semalam aku bermimpi saat

pergi mandi ke sungai, ku bukakanlah bajuku...tiba-tiba datang petir

langsung menyambar buah dadaku sebelah kiri.” Bah.. ini pertanda buruk,

dalam hati Raja si Godang Ulu....”

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke acara itu dengan niat busuknya

membawa pisau penyadap pohon enau di dalam sarung yang terselip di

pinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu sudah di tukarkan dengan bayi

perempuan. Kehadiran Raja Parsuratan membuat Sobosihon panik dan

gelisah karena dia sudah tahu maksud jahatnya,...”

“....kedatangan Raja Parsuratan ingin membunuh adik tirinya, katanya; ”sini

aku ingin menggendong adikku” tak lama kemudian bayi itu kencing

dipangkuan Raja Parsuratan, “biar aku saja yang menggantikannya...inilah

kesempatanku untuk menyelipkan pisau ketika kupakaikan celana

dalamnya, bisiknya” berikan padaku celana dalamnya untuk ku pasangkan”

Lalu Sobosihon berkata “biar ibu saja menggantikannya...”namun

Parsuratan bersikeras ingin menggantinya sampai yang lain menyuruh

Sobosihon untuk menuruti keinginannya....”

“....Merasa niatnya sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri

melangkahi bayi itu, berjalan menghampiri Sobosihon dan berkata; “Aku

mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi

engkau menipuku dengan memberikan anak perempuan untuk aku pangku,,,

inilah akibatnya bagi mu karena telah membohongi ku” Raja Parsuratan

menghujamkan pisau tersebut tepat di dada Sobosihon sampai buah dadanya

terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau....”

“....niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena kayu itu patah sebelum

sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai membuat Sobosihon

kaget dan tergeletak dikolong rumah, seketika itu Sobosihon langsung

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melahirkan dan bayinya selamat tanpa bantuan dukun beranak. Oleh karena

itu bayi tersebut di beri nama “Raja Sitombuk Simanjuntak”....”

“.....“api....api....api....tolong” teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena

Sobosihon sudah tidak sanngup lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang

batang bambu yang berada dipinggir pekarangan rumahnya. tetangganya di

sekitaran itupun langsung berdatangan dan berusaha bergotong-royong

memadamkan api. Karena paniknya mereka tidak lagi memperhatikan

Sobosihon yg sudah kesakitan sampai akhirnya Sobosihon melahirkan

anaknya dipekarangan rumah....”

“....Sobosihon selalu kuat dalam setiap persalinan yang dialaminya karena

perlakuan anak tirinya Raja Parsuratan terhadapnya. apalagi Sobosihon

bertahan karena Suaminya Raja Marsundung dan keluarga Somba Debata

Siahaan terutama Boru Lubis yang sangat sayang kepadanya....”

“....Sobosihon boru Sihotang begitu sedih kehilangan suaminya dan anak

bungsu mereka masih menyusui bahkan keempat anaknya juga masih belum

cukup dewasa....”

“....Sobosihon jatuh sakit hingga penyakitnya parah, apalagi dia tahu kalau

Sipareme dibunuh dan darahnya dijadikan campuran pewarna ukiran rumah

Raja Parsuratan sehingga membuat dia selalu bersusah hati melihat

kelakuan anak tirinya itu....”

Pada kutipan diatas, terbukti bahwa Sobosihon Boru Hotang memiliki sifat

yang sangat penyabar dengan perlakuan anak tirinya terhadapnya, karena sebelum

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ia meninggal ia menyampaikan pesan kepada ketiga anaknya supaya tidak ada

perselisihan kepada abang mereka kelak terutama tentang harta warisan.

9). Raja Parsuratan Simanjuntak

Dalam cerita ini, maka secara fisik tokoh ini seorang laki-laki yang terkenal

dengan ejekan Parhorbo Jolo di Hutabulu Mejan. Raja Parsuratan ini adalah anak

dari Raja Marsundung Simanjuntak dan istri pertama dari Boru Hasibuan. Ia

memiliki sifat yang jahat, licik, serakah dan selalu memanfaat situasi yang ada,

bahkan anak yang durhak terhadap Ibu tirinya yang begitu baik padanya. Raja

Parsuratan orang yang tidak patut kita contoh dan teladani. Dalam bagian ini hal

tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita :

“....nangpe gelleng na Raja Parsuratan tong dang mangolohon ala haduan

gabe adong annon mangalu-alu arta tading-tadingan amongna mambahen

Raja Pasuratan dang lomo rohana ala ibana mabiar dang dapotan arta

tading-tadingan bolo ibana mampunasa anggi lahi-lahi sian ripe paduahon

amongna haduan. Raja Parsuratan gabe gelleng na jungkat dohot mongkus

ni arta sampai mambahen ibana naeng mangarajai sude arta ni amongna....”

“....Alai mambege barita hasonangan i Raja Parsuratan dang sonang

mampuna anggi sian inang Panoroni, mansai busesaon jala mabiar

ibana...“bolo annon posoposo na ditubuhon gelleng lahi-lahi, anon au gabe

dang habagian pinungka nangpe sude gabe mampuna anggi panoroni, au

dang boi holan na sip songonon, au ingkon mambahen sesuatu inna ibana

sambil mangalean mangan horbo....”

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Raja Parsuratan pe dohot ro tusi dohot sangkap ni jungkatna mamboan

piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot digonting na....”

“....anggi hu nunga makoncingi au, jadi sombu ma au na manggattihon na...

on ma tingki na au naeng manolothon piso sidung hu pakkehon salaoar

dalom na, husip na”...“diama asa hu pasanghon salaoar dalom na” dung i

Sobosihon mandok “Sombu ma au sambing manggattihon...” alai Parsuratan

manggogoi naeng manggattihon na dos na asing manuruh Sobosihon dung

mangoloi halomoanna. Tingki mambukkahon salaoar dalom posoposo i,

Raja Parsuratan gabe tarhatotong huhut muruk alana posoposo na dibereng

dang posoposo lahi-lahi. Mangahap sangkapna nunga tarjaha mambahen

roha muruk jala jongjong mangalangkai posoposo i, mardalan mandapothon

Sobosihon sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i anggihu

lahi-lahi, alai dipaoto-otohon ho au dohot mangalehon posoposo boru-boru

naeng hu abing...on ma sapata na tu ho alana nunga manggabusi au.” Raja

Parsuratan mangarukhon pisoi tingkos diandora Sobosihon sahat parbue

andora na sambola hambirang targotap, dungi marlojong ibana

maninggalhon acara dibagasan haadongan gaor. Alai Raja Parsuratan dang

pajumpang huhut marhasil mambunuh anggi na, alai parbue andora sambola

hambirang Sobosihon inong panoroni na nunga gabe tumbal na....”

“....Pas among dohot inong panoroni dangadong di jabuna, mangkarejo

gogo ibana naeng mamonggol hau namangambati dorpi pas dihumaliang ni

tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon, hau namangambati dorpi

ni tiang tonga jabu asa tingki inong na manubuhon, hau namangambati

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dorpi i ruppak tingki di hunduli, Dung posoposo i naeng celaka, tarhapit

alana bolo naeng manubuhon inang na dijabu ingkon pasandehon daging na

ditiang i dohot kaen tiopan na dipangke bolo manubuhon do ditambathon

disi. Alai roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau i

maponggol andorangso posoposo i tubu, tombus ma pantar jabui das

mambahen Sobosihon tarsonggot dohot peak di tumbara ni jabu....”

“....sian na dao Raja Marsundung nunga mamereng nasida...”sude nunga

masuk tu bagasan jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian

turpuk tataring.” Api pe magalak sian tataring,....”

“....Gebe Raja Parsuratanma manggantihon hundulan amongna na jala

kepala disada keluarga. “Au ingkon mamanfaathon situasion naeng

manghuasai sude angka hangoluan di inong panoroni, anggi hu jala anggi

panoroni lahi-lahi setiap ganup ari....”

”....Raja Parsuratan torus mamparhaseaon gogo ni onom anggina, gelleng

sasada na i dohot ripena lao manarushon sude hauma dohot saba pinungka

ni amongna hinan na lao dikarejoi sadenggan-dengganna sahat ujung

parhepengon Raja Parsuratan maningkat....”

“....Timbul ma niat jungkat Rasa Parsuratan tu anggi panoroni na. “au

ingkon mambunuh anggi ponoroni hu na lao mandapathon mudarna asa hu

bahen sampuran set jubu gorga i pas nasida modom, didokna”....”

“....Raja Parsuratan manjou pambunu gararon dohot mamboan raut,

“adong dua anak boru modom di jabu among hu, jadi ho ingkon mambunu

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


anak boru na daong mamakke golang, lao ma andorang so mataniari

binsar, idokna”....”

“....Raja Parsuratan manuru anggina Si boru Hagohan Naindo mamboan

manganna tonga ari tu saba, diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat

sipanganon na di hunti diginjang simanjujung anggina i jolo pintor

manamoathon aek na mohop tu bohina. Si Boru Hagohan Naindo

mangangguk hacciton alana bohina malala sidung i muse Raja Parsuratan

mambuet durame jala manutupi pamatang na iompakhon sage i dohot api

sampe Siboru Hagohan Naindo tartutung ngolu-ngolu....”

“....Raja Parsuratan jala didokhon ibana bukanna dang olo mambagi arta

tading-tadingan among alai: “paima hamu dapot dua bulan on jolo”....”

“....Raja Parsuratan mambagi songon sian horbo dibagi gabe hae parjolo

dohot hae parpudi. Taringot on mansai ganjil dibalik i sasintongna Raja

Parsuratan nunga mampasiding tujoloan ni ari asa gabe ibana na torus

manggunahon hagogoan horbo asa mangalungku saba dohot manarik

pedati, makana ibana mambagi cara songoni,...”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....bahkan anaknya Raja Parsuratan juga tidak menyetujui hal tersebut

karena nantinya jadi ada yang menggugat harta warisan ayahnya membuat

Parsuratan tidak senang karena dia takut tidak kebagian warisan jika dia

mempunyai adik laki-laki dari istri kedua ayah nantinya. Parsuratan menjadi

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


anak yang jahat dan serakah akan harta sampai membuat dirinya ingin

menguasai semua harta ayahnya....”

“....Namun Mendengar kabar gembira itu Parsuratan tidak begitu senang

mempunyai adik dari ibu tirinya, dia sangat gelisah dan takut... “jika nanti

bayi yang dilahirkan anak laki-laki, aku jadi tidak kebagian harta bahkan

semuanya menjadi milik adik tiriku...aku tidak bisa tinggal diam seperti ini,

aku harus melakukan sesuatu” katanya sambil memberi makan kerbau....”

“....Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke acara itu dengan niat busuknya

membawa pisau penyadap pohon enau di dalam sarung yang terselip di

pinggangnya,...”

....“Adikku telah mengencingiku biar aku saja yang menggantikannya, inilah

kesempatanku untuk menyelipkan pisau ketika kupakaikan celana

dalamnya, bisiknya” berikan padaku celana dalamnya untuk ku pasangkan”

Lalu Sobosihon berkata “biar ibu saja menggantikannya...” namun

Parsuratan bersikeras ingin menggantinya sampai yang lain menyuruh

Sobosihon untuk menuruti keinginannya. Saat membuka celana dalam bayi,

Raja parsuratan begitu heran dan marah karena bayi yang dilihatnya

bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya sudah terbaca membuat hatinya

geram serta berdiri melangkahi bayi itu, berjalan menghampiri Sobosihon

dan berkata; “Aku mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah

adikku laki-laki, tetapi engkau menipuku dengan memberikan anak

perempuan untuk aku pangku,,, inilah akibatnya bagi mu karena telah

membohongi ku” Raja Parsuratan menghujamkan pisau tersebut tepat di

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dada Sobosihon sampai buah dadanya terpotong, lalu dia lari meninggalkan

acara dalam keadaan kacau. Raja Parsuratan tidak berhasil menemukan dan

membunuh adiknya akan tetapi buah dada Sobosihon ibu tirinya telah

menjadi tumbalnya,....”

“....Pada saat ayah dan abu tirinya tidak ada di rumah, dia bekerja keras

untuk memotong kayu penghalang papan tepat disekeliling tiang tengah

rumah supaya ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh

ketika di duduki, setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit karena setiap

ibu rumah tangga yang hendak bersalin akan menyandarkan badannya di

tiang itu dan kain pegangan yang dipakai untuk bersalin juga digantungkan

di situ. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak berhasil karena kayu itu

patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu sampai membuat

Sobosihon kaget dan tergeletak dikolong rumah....”

“....dari kejauhan Raja Marsundung sudah mengamat-amati mereka...

”semua telah masuk kedalam rumah, aku harus dari belakang untuk

membakar atap rumah dari bagian dapur”. Api pun menyala dari dapur....”

“....Raja Parsuratan yang menggantikan kedudukan ayahnya menjadi kepala

keluarga. “Aku harus memanfaatkan situasi ini menguasai semua aspek

kehidupan ibu tiri, adikku dan terutama adik laki-laki tiriku setiap hari....”

“....Raja Parsuratan terus memanfaatkan tenaga keenam adiknya, anak

tunggalnya serta istrinya untuk mengusahakan semua kebun dan sawah

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


peninggalan mendiang ayahnya untuk dikelola sebaik mungkin hingga

akhirnya perekonomian Raja Parsuratan meningkat....”

“....Timbul niat jahat Raja Parsuratan terhadap adik tirinya. “Aku harus

membunuh adik tiriku untuk mendapatkan darahnya supaya ku jadikan

campuran pewarna rumah gorga itu pada saat mereka tidur...katanya”....”

“....Raja Parsuratan memanggil pembunuh bayaran dengan membawa pisau,

“ada dua gadis tidur dirumah ayahku, jadi kamu harus membunuh gadis

yang tidak memakai gelang, pergilah sebelum matahari terbit, katanya”....”

“....Raja Parsuratan menyuruh adiknya Si Boru Hagohan Naindo

membawakan makan siangnya, Namun karena adiknya ini telat

membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu

mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung

mencampakkan air panas ke wajahnya. Si Boru Hagohan Naindo meraung-

raung kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja

Parsuratan mengambil jerami dan menutupi badannya lalu menyulut jerami

itu dengan api sehingga SiBoru Hagohan Naindo terbakar hidup-hidup....”

“....Raja Parsuratan melihat lalu mengatakan bahwa bukanya tidak mau

membagi warisan dan kemudian dia berkata: “tunggu kalianlah dapat dulu

dua bulan”....”

“....Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan paha

depan (Parjolo) dan paha belakang (Parpudi). Hal ini sangat aneh namun

dibalik keanehan itu sebenarnya Raja Parsuratan telah mengantisipasi

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kedepannya supaya hanya dia yang selalu memanfaatkan tenaga kerbau

untuk membajak sawah dan menarik pedati, makanya dia membagi dengan

cara demikian....”

Dalam kutipan diatas kita bisa melihat betapa jahat dan serakahnya

perlakuan Raja Parsuratan terhadap Ibu tirinya dan Adik-adiknya hanya untuk

menguasai harta warisan sepeninggalan ayahnya.

10). Sipareme

Dari cerita ini, Secara fisik tokoh ini adalah seorang perempuan, Sipareme

merupakan anak dari Raja Marsundung Simanjuntak dan Istrinya Boru Limbong.

Ia memiliki sifat yang baik, penuh kasih sayang dan patuh terhadap orang tua

yang patut kita contoh dan kita teladani. Dalam bagian ini hal tersebut dapat

dilihat dari sinopsis cerita :

“....Ditingki botni ari ibana mamereng anggi boru-boru na lagi solhot,

Sipareme nunga anak boru dohot anggi ponoroni Hagohan Naindo mulai

bajar-bajar. Pas nasida marmeami di humaliang jabu, Hagohan Naindo

mamereng golang na dipakke angkangna jala tertarik tu golang i jala

diinjam ibana pintor dipakkehon Hagohan Naindo....”

“....Giot ganup borngin Sipareme dohot Hagohan Naindo mambau lage

nangpe nasida modom rappak dohot Sobosihon sopola mampangoluhon

lampun tarlumobi nasida jotjot manutup pamatang dohot lagena asa

manghindari pangharatan rongit....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Pada sore hari dia melihat kedua adik perempuannya tampak akrab,

Sipareme yang sudah gadis dan adik tirinya Hagohan Naindo mulai remaja.

Saat mereka bermain di pekarangan rumah, Hagohan Naindo melihat gelang

yang dipakai kakaknya dan tertarik dengan gelang tersebut sehingga

dipinjamnya dan langsung dipakai Hagohan Naindo....”

“....Hampir setiap malam Sipareme dan Hagohan Naindo mengayam tikar

bahkan mereka tidur sama-sama bersama dengan Sobosihon tanpa

menyalahkan lampu apalagi mereka sering menutupi badan dengan tikar

untuk menghindari gigitan nyamuk...”

11). Raja Si Godang Ulu Sihotang

Dalam cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini mempunyai sifat

yang baik terhadap anak-anaknya. Ia adalah ayah dari Sobosihon Boru Sihotang,

Namun karena banyak kepalanya membuat satu kampung takut bahkan tidak ada

yang mau dekat dengan anak perempuannya hingga pada waktunya dia sangat

senang karena ada yang datang kerumah untuk melamar anaknya. Dalam bagian

ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Tingki i nunga bot ari, sidungi pajumpang ma Raja Marsundung

Simanjuntak dohot sada halak boru na margoar Sobosihon boru Sihotang

dohot sahalak lahi-lahi ampuna rupa mansai roa disimanjujung na digoari

Raja Sigodang Ulu Sihotang. Haganjiloni tarida tu anakna ala dipapunjung

jolma na godang, boruna margoar Sobosihon boru Sihotang nunga marumur

tolu puluh taon dang adong dope lahi-lahi na ro mangaririt ibana....”

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....adong among na ro marga Simanjuntak tu son, tudosna ibana naeng

mangaririt boru, alai umur na nunga matua among dung nunga mabalu

ibana, boha roha ni among?”... sian bugasan roha among na mansai sonang

alana adong ro tu jabu naeng ro mangaririt boruna arupe nunga mabalu,

dungi dialusi Raja Sigodang Ulu Sihotang “jouma jolo ibana tu jabu, asa hu

boto dohot mangkatai tu ibana”,...

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Saat itu hari sudah sore, akhirnya jumpalah Raja Marsundung dengan

seorang wanita yang bernama Sobosihon boru Sihotang dan melihat seorang

lelaki memiliki rupa yang sangat aneh di kepalanya dinamai Raja si Godang

Ulu Sihotang. Keanehan ini tampak pada anak-anaknya karena mereka

sering dikucilkan banyak orang, Putrinya yang bernama Sobosihon sudah

berumur tiga puluhan tahun belum ada laki-laki yang mau datang untuk

melamarnya....”

.....“ada bapak yang datang marga Simanjuntak ke sini, sepertinya dia ingin

melamar seseorang, tapi umurnya sudah tua pak dan dia sudah duda,

bagaimana menurut Bapak?”.... dalam hati Bapaknya sangat bahagia karena

akhirnya ada yang datang ke rumah ingin melamar puterinya walaupun

sudah duda. Lalu Si Godang Ulu menjawab “panggillah dulu dia ke rumah,

supaya bapak tahu dan ingin berbicara kepadanya”,....

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12). Boru Pasaribu

Dalam cerita ini, Boru Pasaribu adalah menantu dari Raja Si Godang Ulu

yang patut kita teladani ataupun dicontoh. Ia memiliki sifat yang ramah, baik hati,

dan patut terhadap perkataan mertuanya, mau menolong orang lain apalagi saat itu

dia baru saja melahirkan sudah langsung mau disuruh pergi menemani Sobosihon.

Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Raja si Godang Ulu Sihotangpe pintor manggauk dohot manuruh boru

Pasaribu parumaen lao rappak dohot Sobosihon mulak tu Parlumbanan

Balige. Diari i parumaen na pe baru dope manubuhon poso, didok ibana

ma...”Au baru lima ari manubuhon posoposo menek (posoposo boru-boru),

au mabiar posoposo hu manang mahua bolo au dohot. “Dang na mahua i

parumaen hu, numaeng on Sobosihon satongkin nai na lao manubuhon”...

inna Raja si Godang Ulu. Alani turutna tu simatuana ujungna boru Pasaribu

mangolohon....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Raja si Godang Ulu pun langsung memanggil dan menyuruh Boru

Pasaribu menantu perempuannya pergi bersama dengan Sobosihon kembali

ke Parlumbanan Balige. Pada saat itu menantunya ini juga baru saja

melahirkan, katanya...“Aku baru saja lima hari melahirkan bayi kecilku

(bayi perempuan), aku takut bayi ku kenapa-kenapa jika aku ikut. “tidak

apa-apa menantuku, saat ini Sobosihon sebentar lagi akan melahirkan...”

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kata Raja si Godang Ulu. Karena taatnya kepada mertuanya akhirnya Boru

Pasaribu mau....”

13). Raja Mardaup Simanjuntak

Dalam cerita ini, kita bisa mengetahui bahwa Raja Mardaup Simanjuntak

adalah anak pertama Raja Marsundung Simanjuntak dan Istri kedua Sobosihon

Boru Sihotang. Ia memiliki sifat yang baik. penurut, bahkan dia selalu mengingat

pesan Ibunya agar tidak haus akan warisan sepeninggalan ayahnya. Semasa Ia

bayi, abang tirinya ingin membunuhnya oleh karena itu dia diberi nama Raja

Mardaup Simanjuntak dan sudah dipertunangkan dengan paribannya sewaktu

dilahir. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Saoloma nasida jala pintor lao manaruhon Siboru Naompon tu jabu

ompung nasida. Dunghon sahat tu huta Si Raja Oloan dungi nasida mulak tu

Balige dohot pariban na Boru Sihotang pahoppu Si Godang Ulu na nunga

ripe Raja Mardaup jala dipasu-pasu tolu halak gelleng lahi-lahi, ima: Na

Mora Tano, Na Mora Sende dohot Tuan Si Badogil....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Mereka setuju dan langsung pergi mengantarkan Si Boru Naompon ke

rumah ompung mereka. Setelah sampai ke daerah Si Raja Oloan lalu mereka

kembali ke balige bersama paribannya Boru Sihotang cucu Si Godang Ulu yang

telah menjadi istri Raja Mardaup dan dikaruniai tiga orang anak laki-laki yaitu:

Na Mora Tano, Na Mora Sende dan Tuan Si Badogil....”

14). Si Boru Hagohan Naindo Simanjuntak

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam cerita ini, Si Boru Hagohan Naindo Simanjuntak adalah anak kedua

dari Raja Marsundung Simanjuntak dan Sobosihon Boru Hotang. Ia memiliki sifat

yang baik hati, sayang kepada Ibunya, rajin serta penurut. Hingga pada akhirnya

dia dibunuh dengan cara yang keji oleh abang tirinya sendiri. Dalam bagian ini hal

tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Raja Parsuratan manuru anggina Si boru Hagohan Naindo mamboan

manganna tonga ari tu saba, diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat

sipanganon na di hunti diginjang simanjujung anggina i jolo pintor

manamoathon aek na mohop tu bohina. Si Boru Hagohan Naindo

mangangguk hacciton alana bohina malala sidung i muse Raja Parsuratan

mambuet durame jala manutupi pamatang na iompakhon sage i dohot api

sampe Siboru Hagohan Naindo tartutung ngolu-ngolu. Dunghon dang

marhosa be ibana ditanom sopola parbinotoan iboto-ibotona....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Raja Parsuratan menyuruh adiknya Si Boru Hagohan Naindo

membawakan makan siangnya, Namun karena adiknya ini telat

membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu

mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung

mencampakkan air panas ke wajahnya. Si Boru Hagohan Naindo meraung-

raung kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja

Parsuratan mengambil jerami dan menutupi badannya lalu menyulut jerami

itu dengan api sehingga SiBoru Hagohan Naindo terbakar hidup-hidup.

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Setelah tak bernyawa lagi dia ditanam tanpa sepengetahuan saudara-

saudaranya....”

15). Raja Sitombuk Simanjuntak

Dalam cerita ini, maka secara fisik tokoh seorang laki-laki, Raja Sitombuk

Simanjuntak adalah anak ketiga dari Raja Marsundung Simanjuntak dan

Sobosihon. Ia memiliki sifat yang penurut, baik dan ssyang kepada ibunya sendiri.

16). Si Boru Naopon

Dalam Cerita ini, maka secara fisik tokoh seorang perempuan, Si Boru

Naopon ini adalah anak keempat dari Raja Marsundung Simanjuntak dan

Sobosihon Boru Hotang. Dia mempunyai kepribadian yang baik sampai membuat

dia trauma tinggal di Balige karena perlakuan abang tirinya yang jahat. Dalam

bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis cerita:

“....Hamateon Siboru Hagohan Naindo mambahen Siboru Naompon tarmali

tondi mandalani ngolu di Balige. Ibana torus marabur ilu mangingot

hajadian na dirasaon kedua angkang na. Ibana mangido tolong tu tolu

ibotona asa lao manaruhon tu huta Si Raja Oloan tu jabu ompung na Raja

Si Godang ulu....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Kematian SiBoru Hagohan Naindo membuat SiBoru Naompon trauma

menjalani hidup di Balige. Dia sering menangis mengingat kejadian yang dialami

kedua kakaknya. Dia meminta kepada tiga saudaranya untuk mengantarnya ke

daerah Si Raja Oloan ke rumah ompungnya Raja Sigodang Ulu....”

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17). Raja Hutabulu Simanjuntak

Dalam cerita ini, maka secara fisik tokoh seorang laki-laki, Raja Hutabulu

Simanjuntak ini adalah anak kelima dari Raja Marsundung Simanjuntak dan

Sobosihon Boru Hotang, Ia mempunyai kepribadian yang patut dicontoh dan

diteladani, kita juga dapat melihat bahwa tokoh ini memiliki sifat yang bijaksana,

baik hati dan sayang terhadap Ibu, abang dan kakaknya. Namun saat dia kecil juga

ingin dibunuh oleh abang tirinya Raja Parsuratan bahkan saat ia masih kecil ia

sudah ditinggal ayahnya. Dalam bagian ini hal tersebut dapat dilihat dari sinopsis

cerita:

“....Alani holsoan nasida dang be mamereng Sobosihon na nunga hansitan

sahat ujung na Sobosihon manubuhon gelleng na di alaman jabu. Dung i

dibahen goarna “Raja Hutabulu Simanjuntak” dohot lapatan ibana di

tubuhon serep bona ni bulu....”

“....Sobosihon mansai lungun hamagoan siadopanna jala gelleng siampudan

nasida manusui dope jala na opat gellengna i na hurang magodang....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Karena paniknya mereka tidak lagi memperhatikan Sobosihon yg sudah

kesakitan sampai akhirnya Sobosihon melahirkan anaknya dipekarangan

rumah. Kemudian di beri nama “Raja Hutabulu Simanjuntak” dengan arti

dia dilahirkan di bawah pohon bambu....”

“....Sobosihon begitu sedih kehilangan suaminya dan anak bungsu mereka

masih menyusui bahkan keempat anaknya juga belum cukup dewasa....”

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Analisis Nilai-nilai Sosiologi yang Terkandung Dalam Turi-turian

Simanjuntak SiTolu Sada Ina Di Kabupaten Toba Samosir.

Berdasarkan tinjauan dari unsur-unsur instrinsik di atas, dapatlah di analisis

nilai-nilai sosioligis Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina dengan

menggunakan pendekatan sosiologis tanpa menghilangkan konteks sastra karena

tidak terlepas dari unsur-unsur karya sastra tersebut.

Karya sastra ini lebih menekankan pada pembahasan nilai-nilai sosilogis

maka objek bahasanya adalah interaksi dari pada tokoh-tokoh dalam cerita

tersebut sehingga menghasilkan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam karya

sastra itu sendiri. Beberapa nilai sosiologis yang terdapat dalam Cerita Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina di Kabupaten Toba Samosir adalah sebagai berikut:

4.2.1 Sistem Kekerabatan

Pada cerita Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina terdapat sistem

kekerabatan dimana Raja Parsuratan mau membagikan harta warisan

sepeninggalan Ayahnya kepada ketiga adik tirinya itu.

Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

Raja Parsuratan mandok hata: “nuaeng dijolo ria raja au naeng mambagihon

arta tading-tadingan natua-tua nami”. Songonon ma parbagianon na:

1. Taringot tu saba, alana au gelleng sian ripe na parjolo among, jadi tano
parjumaan na parjolo manginsir aek ima puna hu dohot alani inong ta dua
halak jadi tano gabe dibagi dua bidangna.
2. Taringot ni sasude horbo puna mandiang among ta, alana au gelleng sian
ripe na parjolo among, jadi hae parjolo setiap horbo ima jambar hu, bolo
hae parpudi ima jambar muna natolu gelleng sian ripe paduahon among.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lalu Raja Parsuratan berkata; “Sekarang dihadapan tua-tua kampung aku

akan membagikan harta warisan sepeninggalan orang tua kita”. Beginilah

pembagiannya:

1. Mengenai sawah, karna aku adalah anak dari istri pertama ayah, maka
tanah persawahan yang pertama di aliri air adalah milik ku dan karna ibu
kita dua orang maka tanah akan dibagi dua luasnya.
2. Mengenai semua kerbau milik mendiang ayah kita karna aku adalah anak
dari istri pertama ayah, maka paha depan (Parjolo) setiap kerbau
merupakan bagian ku, sedangkan paha belakang (Parpudi) adalah bagian
kamu bertiga anak istri ayah yang kedua.

Pembagian warisan itu ditetapkan dihadapan tua-tua kampung dan tidak ada

seorang pun yang berbicara menentang pembagian itu. Mengenai pembagian

warisan ternak, Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan

paha depan (Parjolo) dan paha belakang (Parpudi).

4.2.2 Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah suatu kesadaran diri manusia akan tingkah laku atau

perbuatannya dengan kewajiban menanggung segala sesuatu berdasarkan

kesadaran diri baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga

berarti berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya walaupun hal tersebut bukan

direncanakan sebelumnya. Sebagai Orang tua mereka harus lebih memperhatikan

perlakuan anak-anaknya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut ini:

“....Raja si Godang Ulu Sihotangpe pintor manggauk dohot manuruh boru

Pasaribu parumaen lao rappak dohot Sobosihon mulak tu Parlumbanan

Balige. Diari i parumaen na pe baru dope manubuhon poso, didok ibana

ma...”Au baru lima ari manubuhon posoposo menek (posoposo boru-boru),

au mabiar posoposo hu manang mahua bolo au dohot. “Dang na mahua i

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


parumaen hu, numaeng on Sobosihon satongkin nai na lao manubuhon”...

inna Raja si Godang Ulu. Alani turutna tu simatuana ujungna boru Pasaribu

mangolohon....”

“....Di bangso batak Toba gelleng na paling tua ima pangganti among. Gebe

Raja Parsuratanma manggantihon hundulan amongna na jala kepala disada

keluarga....”

“....Raja Parsuratan manuru anggina Si boru Hagohan Naindo mamboan

manganna tonga ari tu saba,...”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Raja si Godang Ulu pun langsung memanggil dan menyuruh Boru

Pasaribu menantu perempuannya pergi bersama dengan Sobosihon kembali

ke Parlumbanan Balige. Pada saat itu menantunya ini juga baru saja

melahirkan, katanya...“Aku baru saja lima hari melahirkan bayi kecilku

(bayi perempuan), aku takut bayi ku kenapa-kenapa jika aku ikut. “tidak

apa-apa menantuku, saat ini Sobosihon sebentar lagi akan melahirkan...”

kata Raja si Godang Ulu. Karena taatnya kepada mertuanya akhirnya Boru

Pasaribu mau....”

“....Dalam suku batak Toba anak tertua adalah pengganti Bapak. Sehingga

Raja Parsuratan yang menggantikan kedudukan ayahnya menjadi kepala

keluarga....”

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Raja Parsuratan menyuruh adiknya Si Boru Hagohan Naindo

membawakan makan siangnya, Namun karena adiknya ini telat

membawakan makan siang ke sawah,...”

4.2.3 Kasih Sayang

` Kasih Sayang adalah perasaan cinta atau sayang dan akan menunjukan rasa

perhatian yang mungkin akan berlebihan. kasih sayang dalam Turi-turian

Simanjuntak SiTolu Sada Ina terlihat dari perhatian Sobosihon kepada Raja

Marsundung dan anak-anaknya terutama kepada anak tirinya Raja Parsuratan.

Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut ini:

“- Unang lupahon hamu songon dia pambahenon ni angkang doli muna i Si


Raja Parsuratan, alai unang dibaloshon hamu hajukkatan nai alana ompung
ta mulai jadi nabolon ma mambalashon na i.
- Raja Parsuratan i angkang doli hamu na panggatti ni among muna doi, didia
ibana hundul unang dapothon hamu jala bolo hamu lagi hundul di sada
inganan molo ibana ro tinggalhon ibana, alana ibana ma panggatti among si
hamu na ingkon diparsangapi.
- Unang hamu manusai rohana agia pe ibana manusai hamu, bolo hamu
naeng mamuruni api di tataring jabu mu manang didia sambing jala timus
na tarhombus alogo tu jabu muna tudia angkang dolimu adong paittophon
ma api asa unang haruar iluna alani timus mi agia pe gabe tarlambat
paradehon lompa-lompa mu.
- Unang marbadai dohot angkang dolimu, alana suan-suanon mu adong
nasundung tubu mandoppak tu humaliang jabu na contoh na suanon pisang
mu na lagi tubu jala marsantung asa lobi denggan taba ma i tumagon dung
borasna adong gabe dibuet gelleng na jala hamu dang boi manahan sitik mu
gabe marbadai.”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

” –Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu Raja Parsuratan
akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya Mula Jadi Na
Bolon (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
-Raja Parsuratan itu adalah abangmu sebagai sebagai ganti ayah bagimu,
dimana dia duduk janganlah kamu menghampirinya dan jika kamu sedang
duduk di suatu tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah
ganti ayah bagimu yang harus kamu hormati.
-Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila
kamu sedang menyalahkan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


asapnya terhembus angin ke rumahnya atau ke arah dimana abang mu
berada padamkanlah api mu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata
karena asap api mu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.
-Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanaman mu ada
yang condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya, seumpama
tanaman pisang mu tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja dari
pada setelah buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa
menahan emosimu dan jadi bertengkar.”

4.2.4 Pertentangan

Pertentangan dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat, salah paham,

dendam, tidak menerima kondisi dan keberadaan orang lain. Pertentangan yang di

maksudkan dalam cerita ini adalah saat Raja Parsuratan memberikan syarat

terhadap ketiga adiknya supaya dalam dua bulan yang di dapatkan.

Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini:

“....Dung dibereng Raja Parsuratan jala didokhon ibana bukanna dang olo

mambagi arta tading-tadingan among alai: “paima hamu dapot dua bulan on

jolo....”

“....Ro arina dua bulan jala Raja Hutabulu mangumpulhon ria raja muse, ni

jolo ria raja, Raja Parsuratan mandok hata tu anggina “dia do bulan na

nunga didapot mi, nunga adong dua?”. Sasude na mambege tarhatotong,

Hape na dimaksud Raja Parsuratan dang na taringot solang ari dua bulan,

alai taringot mandapothon dua biji bulan. Jadi sursar ma ria raja gabe

manaritahon tolu namaraha-maranggi i....”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“....Setelah Raja Parsuratan melihat lalu mengatakan bahwa bukanya dia

tidak mau membagi warisan dan kemudian dia berkata; “tunggu kalianlah

dapat dulu dua bulan”....”

“....Dua bulan kemudian Raja Hutabulu mengumpulkan tua-tua kampung

lagi, di hadapan tua-tua kampung Raja Parsuratan berkata pada adiknya;

“mana bulan yang sudah kamu dapat, sudakah ada dua?”. semua yang

mendengarnya heran ternyata yang dimaksud Raja Parsuratan bukanlah

mengenai tenggang waktu dua bulan, tetapi tentang mendapatkan dua buah

bulan. maka tua-tua kampung bubar dengan mengecewakan tiga

bersaudara itu....”

4.2.5 Konflik

Konflik (conflict), yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting

(jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel), merupakan unsur

yang esensial dalam pengembangan plot. konflik adalah sesuatu yang dramatik,

mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan

adanya aksi dan aksi balasan. Konflik atau perselisihan yang terdapat dalam cerita

Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina menjadi salah satu pemicu utama

terjadinya cerita tersebut.

Hal ini dapat kita lihat dalam sinopsis cerita sebagai berikut :

“....Pas mardalan nasida di dataran timbo silangit, tolhas Raja Hutabulu

mamereng sagumul bongka na madabu sian ginjang jala dilele dung i

ditangkup ma pangke ulos ganjang jala dibalut ibana. Raja Parsuratan

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mamereng anggina marlojong huhut mandok: “anggihu, barang aha na

ditangkup mi?”, dialusi anggina: “angkang na hu pasangap, dang dope hu

boto aha na hutangkup jala hu bungkus on, alai ahu olo mambungkana jala

mandongkon aha isi ulos on tu angkang bolo nunga mulak hita tu huta,

asalhon angkang marjanji ingkon mambagihon arta tading-tadingon among

ta”. Dang marpikkir ganjang Raja Parsuratan pe setuju jala nasida mulak tu

huta. Raja Parsuratan mancaritahon tu kedua angkang na huhut taringot

padan Raja Parsuratan naeng mambagi arta tading-tadingan.

“....Raja Hutabulu mandok sangkapna “adong na madabu siang ginjang jala

hu tangkup huhut hu bungkus dohot ulos ganjang hu, ro on pas hami sedang

dalam pardalanan tu silangit dohot angkang hu na hu pasangapi on, angkang

nami on naeng mamboto aha isi sian bungkuson na au sambing dang

mamboto aha isina. Alai angkang na hu pasangapi on naeng marjanji ingkon

mangalehon parbagianan arta tading-tadingan among nami on bolo au

mampatudu jala mambagi barang na naeng hita bereng on”. Diparsintong

Raja Parsuratan ma hata na i jala dihatindanghon tu sude jolma angka na

pungu dialaman jabu Raja Marsundung among nasida. Jadi ni jolo angka ria

raja, Raja Hutabulu mambuka bungkuson ulos i jala taridama sorbuk tihas

asar nipidong na tartutung dibugasan na. Dung dibereng Raja Parsuratan jala

didokhon ibana bukanna dang olo mambagi arta tading-tadingan among

alai: “paima hamu dapot dua bulan on jolo”....”

“....pas borgin ari Raja Hutabulu lao tu mual jala hundul marangan-angan

sambil mandok “didiama au mandapothon dua bulan i?”, Pas mamereng tu

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ginjang langit ibana mamereng posisi bulan dohot manatap tubugasan ni aek

bugasan mual i adong halilu ni bulan. Lao hatop ibana manjumpangi kedua

angkangna jala mandokhon bolo ibana manjumpai dua biji bulan. Dohot

roha busisaon kedua angkangna jala Raja Hutabulu mulai manggokhon ria

raja. Nunga ro sasude na tarlumobi Raja Parsuratan, dung i Raja Hutabulu

jongjong jala mangkatai “among-among sasudena ria raja na hupasangapi,

mansai talumobi angkang na hu pasangapi, ho mandokhon dung dapot dua

biji bulan baru ma ho mangalehon arta tading-tadingan sian among ta alai

nuaeng au nunga mandapothon i”. Ria raja nadisi mardalan ro tu mual i.

Dung sahat disi, Raja Hutabulu mampatuduhon tu bagasan aek dibugasan

mual jala tarbereng adong halilu bulan disi, laos ibana mampatuduhon tu

sabola ginjang disi muse tarida adong bulan. Ujungna Raja Parsuratan dang

dapot be mangelak jala dibahen ma parbagianan arta tading-tadingan dung

nasida mulak tu alaman jabu raphon dohot ria raja....”

“....Raja Parsuratan mandok hata: “nuaeng dijolo ria raja au naeng

mambagihon arta tading-tadingan natua-tua nami”. Songonon ma

parbagianon na:

1. Taringot tu saba, alana au gelleng sian ripe na parjolo among, jadi tano
parjumaan na parjolo manginsir aek ima puna hu dohot alani inong ta
dua halak jadi tano gabe dibagi dua bidangna.
2. Taringot ni sasude horbo puna mandiang among ta, alana au gelleng
sian ripe na parjolo among, jadi hae parjolo setiap horbo ima jambar hu,
bolo hae parpudi ima jambar muna natolu gelleng sian ripe paduahon
among.

Parbagianan arta tading-tadingan i ditontuhon dijolo ria raja jala dang adong

sahalak pe na boi mangkatai mangalo parbagianan i. Taringot parbagianan

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


arta pinahan, Raja Parsuratan mambagi songon sian horbo dibagi gabe hae

parjolo dohot hae parpudi.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

“....Ketika mereka berjalan di dataran tinggi Silangit, tiba-tiba Raja

Hutabulu melihat segumpal benda jatuh dari atas dan dikejarnya lalu

ditangkapnya menggunakan kain panjang lalu di bungkusnya. Raja

Parsuratan melihat adiknya berlari dan berkata; “adikku, benda apa yang

tadi kamu tangkap?”, sahut adiknya; “Abang yang kuhormati, aku belum tau

apa yang kutangkap dan ku bungkus ini, tetapi aku akan membukanya dan

memberitahukan apa isi kain ini pada abang apabila kita sudah kembali ke

kampung, asalkan abang berjanji akan membagikan harta peninggalan

mendiang ayah kita”. tanpa pikir panjang Raja Parsuratan pun setuju dan

mereka kembali ke kampung. Raja Hutabulu menceritakan kepada kedua

abangnya dan juga tentang janji parsuratan akan membagi harta warisan....”

“....Raja Hutabulu menyatakan maksudnya, “ada sesuatu yang jatuh dari

atas dan kutampung lalu kubungkus dengan kain panjang ku, ini terjadi

dalam perjalanan aku dan abang yang kuhormati sewaktu di Silangit, abang

kami ini ingin mengetahui apa isi dari bungkusan yang aku sendiri juga

belom tahu isinya. Namun abang yang kuhormati ini telah berjanji akan

memberikan pembagian warisan peninggalan mendiang ayah kami apabila

aku menunjukkan dan membagi benda yang akan kita lihat ini”. perkataan

tersebut dibenarkan oleh Raja Parsuratan dan disaksikan oleh semua orang

yang berkumpul dihalaman rumah Raja Marsundung ayah mereka. Maka di

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hadapan para tua-tua Raja Hutabulu membuka bungkusan kain itu dan

tampaklah abu bekas sarang burung yang terakar di dalamnya. Setelah Raja

Parsuratan melihat lalu mengatakan bahwa bukanya dia tidak mau membagi

warisan dan kemudian dia berkata: “tunggu kalianlah dapat dulu dua bulan”.

“....saat malam hari pergilah Raja Hutabulu kesumur duduk termenung dan

berkata; “dimanalah aku mendapatkan dua bulan itu?”, saat dia melihat

keatas langit dia melihat posisi bulan dan menatap kepermukaan air dalam

sumur disitu ada bayangan bulan. segera dia bergegas menjumpai kedua

abangnya dan mengatakan bahwa dia menemukan dua buah bulan. Dengan

rasa was-was kedua abangnya dan Raja Hutabulu kembali mengundang tua-

tua kampung. setelah semuanya hadir termasuk Raja Parsuratan, lalu Raja

Hutabulu berdiri dan berkata; “bapak-bapak sekalian kumpulan yang

terhormat, amat terlebih abang yang ku hormati, kamu berkata setelah dapat

dua buah bulan barulah kamu memberikan warisan dari mendiang ayah kita

dan sekarang aku sudah menemukannya”. Seluruh yang hadir disitu berjalan

menuju sumur. setibanya disana, Raja Hutabulu menunjukkan kepermukaan

air di dalam sumur dan terlihat ada bayangan bulan disitu, kemudian dia

menunjukkan ke arah atas dimana juga terlihat ada bulan. Akhirnya Raja

Parsuratan tidak dapat lagi mengelak dan dilakukanlah pembagian warisan

setelah mereka dan tua-tua kampung kembali kehalaman rumah....”

“....Lalu Raja Parsuratan berkata; “Sekarang di hadapan tua-tua kampung

aku akan membagikan warisan sepeninggalan orang tua kita”. Beginilah

pembagiannya;

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Mengenai sawah, karna aku adalah anak dari istri pertama ayah, maka tanah
persawahan yang pertama di aliri air adalah milik ku dan karna ibu kita dua
orang maka tanah akan dibagi dua luasnya.
2. Mengenai semua kerbau milik mendiang ayah kita karna aku adalah anak dari
istri pertama ayah, maka paha depan (Parjolo) setiap kerbau merupakan
bagian ku, sedangkan paha belakang (Parpudi) adalah bagian kamu bertiga
anak istri ayah yang kedua.

Pembagian warisan itu ditetapkan dihadapan tua-tua kampung dan tidak ada

seorang pun yang berbicara menentang pembagian itu. Mengenai pembagian

warisan ternak, Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan

paha depan (Parjolo) dan paha belakang (Parpudi)....”

Dalam cerita ini, tua-tua kampung adalah kumpulan tua-tua kampung atau

dikatakan ria raja. Dimana mereka adalah sebagai saksi pendengar akan harta

warisan yang disampaikan oleh Raja Parsuratan di depan tua-tua kampung ini.

4.3 Pandangan Masyarakat Terhadap Turi-turian Simanjuntak SiTolu Sada

Ina di Kabupaten Toba Samosir

Masyarakat di desa Hutabulu Mejan sangat menjaga dan taat pada aturan

norma adat, hal ini dibuktikan dengan terawatnya Tugu Sobosihon Boru Hotang.

Letak Tugu Sobosihon Boru Hotang tidak begitu jauh dari desa Hutabulu Mejan

yang berada di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. Bahkan Tugu ketiga

anak Sobosihon Boru Hotang ini pun ada dibelakang salah satu rumah masyarakat

Hutabulu Mejan tersebut.

Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina adalah sebuah cerita yang sangat

relevan bagi masyarakat desa Hutabulu Mejan yang di pandang dari segi pola

kehidupan masyarakat tesebut hingga saat ini masih diyakini kebenarannya oleh

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masyarakat desa Hutabulu. Nilai-nilai budaya yang tekandung dalam cerita Turi-

turian Simanjuntak SiTolu Sada Ina tidak terlepas dengan pola budaya masyarakat

dewasa ini. Bahkan Masyarakat desa Hutabulu Mejan masih mempercayai atau

meyakini adanya Sobosihon Boru Sihotang, dimana jika ada yang datang

berkunjung ke Makam Sobosihon Boru Sihotang lalu mereka meminta sesuatu

atau untuk menyembuhkan penyakit jika kedatangannya tulus maka yang percaya

akan disembuhkan dan dikabulkan oleh Sobosihon Boru Sihotang ini. Hal ini

dapat dilihat dari cara pandang masyarakat terhadap cerita tersebut.

Menurut Oppung Yemima salah satu juru kunci penulis dari Desa Hutabulu

Mejan bahwa Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina adalah suatu tempat yang

masih banyak di kunjungi banyak orang terutama marga Sihotang yang percaya

akan Sobosihon Boru Hotang bisa mengobati orang sakit pada saat ada yang

datang berziara kemakam Sobosihon Boru Hotang ini langsung sembuh bahkan

segala sakit yang dibuat orang lain ataupun ingin meminta jodoh bagi orang yang

masih percaya akan hal tersebut,

4.4 Sarana Sastra

Sarana sastra dapat di artikan sebagai metode (pengarang) memilih dan

menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. pengarang

meleburkan fakta dan tema dengan bantuan sarana-sarana sastra seperti konflik,

sudut pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya. Sarana sastra yang paling

signifikan terdiri dari karakter utama, konflik utama dan tema utama.

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Turi-turian Simanjuntak Sitolu Sada Ina memaparkan secara khusus kisah

hidup keturunan Raja Marsundung Simanjunak anak kedua dari Raja Tuan

Somanimbil Simanjuntak dan istrinya boru Limbong. Dalam cerita ini, Raja

Marsundung Simanjuntak yang membawa garis keturunan Simanjuntak hingga

sekarang. Keturunan pertama Simanjuntak (Raja Marsundung Simanjuntak) yang

lahir dari boru Hasibuan adalah Raja Parsuratan Simanjuntak (parhorbo jolo) dan

puterinya bernama Sipareme. Namun karena boru Hasibuan sakit-sakitan hingga

meninggal dunia, Raja Marsundung Simanjuntak kembali menikah dengan

Sobosihon boru Sihotang dan memiliki lima anak dengan tiga anak laki-laki yang

bernama Raja Mardaup Simanjuntak, Raja Sitombuk Simanjuntak, Raja Hutabulu

beserta kedua puterinya bernama Siboru Hagohan Naindo Simanjuntak dan

Siboru Naompon Simanjuntak.

Turi-turian Simanjuntak Sitolu Sada Ina masih sangat relevan terhadap

masyarakat Hutabulu Mejan dan seluruh marga Simanjuntak maupun Sihotang.

Sebutan “Parhobo jolo-pudi” merupakan sindiran masyarakat karena pembagian

warisan sawah dan kerbau yang sangat aneh sepeninggalan ayahanda yang dibuat

oleh Raja Parsuratan terhadap adik-adiknya di Balige. Keturunan Simanjuntak

dikenal dengan “Si Tolu Sada Ina” (tiga anak satu ibu) adalah tiga bersaudara

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lahir dari Sobosihon boru Sihotang yang merupakan istri kedua Raja Marsundung

Simanjuntak. Bahkan konflik antara Parhorbo jolo dengan Parhorbo pudi masih

tetap ada, karena pesan yang disampaikan Sobosihon boru Sihotang sebelum dia

meninggal tetap dijaga oleh anak-anaknya. Hubungan sosial mereka tetap berjalan

dengan baik, namun dalam Adat mereka tidak boleh bertemu.

Dalam cerita ini menceritakan sifat Raja Parsuratan yang jahat dan serakah

akan harta warisan sepeninggalan ayahhanda.

Penulis menggunakan pendekatan sosiologi dalam membahas Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Sosiologi dan sastra mempunyai hubungan yang erat karena lahir dari

masyarakat dan untuk masyarakat. Sosiologi mempunyai objek dari

berbagai kehidupan masyarakat yang terjadi dalam masyarakat begitu

juga dengan sastra yang mempelajari masyarakat khususnya budaya.

2. Sebuah karya sastra dianalisis dengan menggunakan pendekatan

struktural yaitu unsur-unsur pembentuk cerita (instrinsik).

3. Tema dalam cerita terhadap Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina

menggambarkan kisah terhadap Sobosihon boru Sihotang yang baik hati

dan selalu sabar dengan anak tirinya bernama Raja Parsuratan, Raja

Parsuratan begitu jahat dan serakah akan harta warisan sepeninggalan

ayah mereka Raja Marsundung Simanjuntak dan sangat dikenal oleh

masyarakat setempat di Hutabulu Mejan.

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Latar/setting dalam cerita terhadap Turi-turian Simanjuntak Si Tolu

Sada Ina yaitu a). Latar tempat yang terjadi di daerah Kabupaten Toba

Samosir, desa Hutabulu Mejan Kecamatan Balige Kabupaten Toba

Samosir. b). Latar waktu yang terjadi pada pagi hari, siang hari, sore

hari, dan malam hari. c). Latar sosial dalam Cerita Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina berkaitan dengan perilaku kehidupan

Sosial masyrakat seperti Raja Parsuratan yang selalu memanfaatkan

kesempatan untuk kepentingan dirinya sendiri.

5. Perwatakan dalam cerita Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini

terdiri dari beberapa tokoh yaitu: Tuan Somanimbil Simanjuntak, boru

Limbong, Somba Debata Siahaan, Raja Marsundung Simanjuntak, Tuan

Maruji Hutagaol, boru Pasaribu, boru Lubis, boru Hasibuan, Sobosihon

boru Sihotang, Raja Parsuratan, Sipareme, Raja Si Godang Ulu, dukun

beranak, Raja Mardaup Simanjuntak, Si boru Hagohan Naindo, Raja

Sitombuk Simanjuntak, Si boru Naopon, Raja Hutabulu, dan masyarakat

Hutabulu mejan (tua-tua kampung).

6. Adapun nilai-nilai sosiologi yang ada dalam cerita terhadap Turi-turian

Simanjuntak Si Tolu Sada Ina ini:

a). Sistem kekerabatan

b). Kasih Sayang

c). Tanggung Jawab

d). Pertentangan

e). Konflik

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Saran

Adapun saran yang penulis simpulkan dari penulis skripsi ini antara lain

sebagai berikut ini:

1. Dilakukan penelitian terhadap karya sastra tulisan dan lisan agar

kelestariannya tidak punah atau dikikis perkembangan zaman sekarang ini.

2. Peneliti mengharapkan kepada Marga Simanjuntak terkhusus di perantauan

untuk tetap menjaga tarombo si Raja Batak supaya tidak terjadi perkawinan

dengan sesama marga Simanjuntak.

3. Kepada seluruh masyarakat dan Orang tua mengajarkan Tarombo batak

maupun sejarah Marga Simanjuntak kepada anak-anak generasi sekarang ini

agar keturunan Simanjuntak Si Tolu Sada Ina tahu dan tidak hilang begitu

saja

4. Memiliki hasil penelitian dalam bentuk buku, audio, foto, dan audiovisual.

5. Pembugaran cagar budaya terhadap budaya-budaya tradisional agar tidak

hilang keasliannya dan keutuhan budaya tersebut.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Alwi, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Bangun, Payung. (1982). “Kebudayaan Batak” dalam Manusia dan Kebudayaan

di Indonesia (ed, Koendjaraningrat). Jakarta: Djambatan.

Brunvand, J. H. (1968). The study of american folklore: an introduction. New

York: W.W Norton & Co. Ltd

Damono, Sapardi Djoko. (1984). Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa departemen

pendidikan dan kebudayaan.

Departeman Pendidikan Nasioal, (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi

ketiga Balai Pustaka, Jakarta

Danandjaja, James. (1986). Folklor Indonesia.cetakan ke-2.jakarta: Grafitipers.

Danandjaja, James. (1997). Foklore Jepang (dilihat dari kacamata indonesia).

Jakarta: Pustaka Utama grafiti.

Danandjaja, James. (1984). Folkor Indonesia. Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain.

Jakarta: Grafiti Pers.

Fananie, Zainuddin. (2000). Telaah Sastra.Surakarta:Muhammadiyah Universiti

Perss.

Hutomo, Suripan, Sadi. (1991). Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi

Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KBBI. (2005). PT. Gramedia

Lubis, Mochtar. (1981). Teknik Mengarang.Jakarta:Kurnia Esa.

Luxemburg, Jan Van. dkk. (1984). Pengantar Ilmu Sastra. Terj Dick Hartoko.

Jakarta: PT Gramedia.

Nababan, Astina Octavia. (2016). “Tinjauan Sosiologi Sastra Terhadap Cerita

Rakyat Sionom Hudon Di Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang

Hasundutan” (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

Ratna. Nyoman Khuta. (2011). Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Prof.Dr.Faruk. (2016). Pengantar Sosiologi Sastra (Edisi Revisi)

Siahaan, N. (1964). Sejarah Kebudayaan Batak. Medan : CV. Napitupulu

Universitas Indonesia.

Sibarani, Robert. (2003). Kearifan lokal hakikat,peran, dan metode tradisi lisan,

jakarta:Asosiasi Tradisi Lisan.

Saini K.M dan Sumardjo, Jakob. (1984). Memahami Kesusastraan.

Bandung:Alumni.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung:

Aflabeta.

Saini K.M dan Sumardjo, Jakob (1984). Memahami Kesusastraan.

Bandung:Alumni.

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sudjiman, Panuti. (1978). Sosiologi Sastra Sebagai Pengantar. Jakarta: Dian

Utama.

Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi Sebagai Pengantar.Jakarta:Raja Grafindo

Persada.

Semi, Atar. (1993). Metode Penelitian Sastra.Bandung:Angkasa.

Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press.

Siswandarti, (2009). Teori Pengkajin Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Wellek, Rene dan Warren Austin. (1993). Teori Kesussastraan (terjemahan

melalui Budiyanto).Jakarta:Gramedia.

https://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-

dan-menurut-para-ahli/

https://www.google.com/amp/s/moondoggiesmusic.com/contoh-daftar

pustaka/amp/

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1: SINOPSIS CERITA RAKYAT

TURI-TURIAN SIMANJUNTAK SI TOLU SADA INA

Najolo disada dolok ni tao Toba, adong ma sada huta na margoar

Parlumbanan Balige, sonari nunga gabe Hutabulu Mejan. Disi mangolu ma sada

Raja na margoar Tuan Somanimbil Simanjuntak dohot ripe na boru limbong na

tading jala rap mangolu di huta i. Adong do saba, hauma dohot pinahan ima horbo

na lao dibahen mangalungku saba di huta i. Tuan Somanimbil Simanjuntak dohot

ripena boru limbong nunga di pasu-pasu tolu anakkon lahi-lahi ima:

1. Somba Debata Siahaan

2. Raja Marsundung Simanjuntak

3. Tuan Maruji Hutagaol

Dung marpiga taon anak sian Tuan Somanimbil Simanjuntak dohot ripe na

boru limbong nunga mampuna hangoluan nasida be. Gelleng Somanimbil

Simanjuntak na parjolo ima Somba Debata Siahaan mangolihon boru Lubis nasida

lao maninggalhon huta hatubuan nung leleng marhuta disada huta dolok Balige.

Gelleng paduahon Raja Marsundung Simanjuntak na mangolihon boru Hasibuan

marhuta di Hutabulu Mejan dohot Among na Somanimbil Simanjuntak, alai Raja

Marsundung hona parmaraan alani ripena boru Hasibuan monding dung nasida

mampuna dua gelleng bayoa dohot boru. Gabe mambahen Raja Marsundung

Simanjuntak mangoli muse dohot Sobosihon boru Sihotang. Dungi gelleng na

patoluhon margoar Tuan Maruji Hutagaol nunga mangoli tu boru Pasaribu nasida

tading di Huta Porsea. Ditingki i, dung mangolu dope Among nasida Tuan

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Somanimbil Simanjuntak mampasahathon poda tu tolu gelleng na asa unang

adong parbadaan manang pargulutan pinungka na dibagi dos hon tu tolu gelleng

lahi-lahi na i.

Raja Marsundung Simanjuntak gelleng paduahon sian Tuan Somanimbil

Simanjuntak dohot boru Limbong. Ditingki i Raja Marsundung dohot ripe

naparjolo boru Hasibuan di pasu-pasu sada gelleng lahi-lahi margoar “Raja

Parsuratan dohot sada gelleng boru-boru margoar Sipareme. Nasida tading di huta

Parlumbanan Balige. Hangoluan nasida dilehon godang pinahan horbo, saba

dohot tano na adong di Parlumbanan Balige tarlumobi satongana puna Raja

Marsundung, sahat tu sadari on di huta Hutabulu jotjot mandok Raja Marsundung

manggoari “Simanjuntak Parhorbo”.

Di sada tingki ro ma jea tu parsaripeon Raja Marsundung, ibana mamereng

ripe na boru Hasibuan marsahit renge gabe mambahen Raja Marsundung lungun.

Sahat ujung ni turpuk, ripena Boru Hasibuan nunga marujung ngolu, gelleng lahi-

lahi Raja Parsuratan naung tubu matoras. Sian na gelleng Raja Parsuratan nunga

diajarhon manjae, jadi Parsuratan ma torus manarihon among Raja Marsundung

dohot pinahan horbo nasida.

Raja Marsundung gabe ama na mabalu, ibana nunga narumur 50-taon.

Disada tingki ibana marsahit renge gabe dang tolap be mampature dirina alana

ripena boru Hasibuan do mangurus sude haporluon na. Alana Sipareme alang

mangurus ibana. Dungi Somba Debata Siahaan dohot ripena boru Lubis ro tu

Parlumbanan Balige lao mangurus anggina na marsahit. Dibagasan adat Batak

Toba molo naeng mangurus ibana holan boru Lubis. Bolo boru Pasaribu ima

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ripeni anggina tongka mangkatai tu ibana dohot songoni parumaen na dang boi

mangkatai dohot ibana alana songoni adat na.

Dung sadia leleng, Raja Marsundung Simanjuntak malum sian sahit na

diahap ibana, ro ma Somba Debata Siahaan mandapothon Raja Marsundung,

didok ibana ma “mangoli ma ho muse, asa haduan adong na mangurus ho molo

marsahit ho”. Dung mambege hata sian Somba Debata Siahaan, pittor ro anggina

Tuan Maruji Hutagaol mandok “ah...unang be mangoli ho...” nangpe gelleng na

Raja Parsuratan tong dang mangolohon ala haduan gabe adong annon mangalu-

alu arta tading-tadingan amongna mambahen Raja Pasuratan dang lomo rohana

ala ibana mabiar dang dapotan arta tading-tadingan bolo ibana mampunasa anggi

lahi-lahi sian ripe paduahon amongna haduan. Raja Parsuratan gabe gelleng na

jungkat dohot mongkus ni arta sampai mambahen ibana naeng mangarajai sude

arta ni amongna.

Marsogotnai Raja Marsundung Simanjuntak mambahen tahi, ibana

mangolohon na naeng mangoli muse, dungi lao ma ibana dohot Somba Debata

borhat manaripari Tao Toba, dung sahat nasida diluat huta si Raja Oloan, halaki

manorushon pardalanan manuruk huta Parsuratan tarhilala daona tu bogasan lobi

hurang 51.6KM. Tingki i nunga bot ari, sidungi pajumpang ma Raja Marsundung

Simanjuntak dohot sada halak boru na margoar Sobosihon boru Sihotang dohot

sahalak lahi-lahi ampuna rupa mansai roa disimanjujung na digoari Raja Sigodang

Ulu Sihotang. Haganjiloni tarida tu anakna ala dipapunjung jolma na godang,

boruna margoar Sobosihon boru Sihotang nunga marumur tolu puluh taon dang

adong dope lahi-lahi na ro mangaririt ibana.

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sobosihon tertarik tu Raja Marsundung Simanjuntak dung nasida

marsitandaan, ibana lao manopoti among na, inna ma “adong among na ro marga

Simanjuntak tu son, tudosna ibana naeng mangaririt boru, alai umur na nunga

matua among dung nunga mabalu ibana, boha roha ni among?”... sian bugasan

roha among na mansai sonang alana adong ro tu jabu naeng ro mangaririt boruna

arupe nunga mabalu, dungi dialusi Raja Sigodang Ulu Sihotang “jouma jolo ibana

tu jabu, asa hu boto dohot mangkatai tu ibana”, dungi laoma Sobosihon boru

Sihotang manopot Raja Marsundung diboan tu jabu ni tulang Sigodang Ulu.

Didokkon among na “bolo naeng mangaririt boru do ho bere, hu paloas do ho na

lao mangaririt boru hi, aru pe nunga mabalu ho dang pola parsoalan tu au bere...

dang adong na salah bolo naeng serius do sian roham naeng mangaririt boru hu”.

Parbagason holan adat pe dibahen, pandongani pangoli lahi-lahi ima angkang si

Somba Debata Siahaan. Dungi Sobosihon boru Sihotang gabe ripe sah Raja

Marsundung dohot mamboan ibana tu huta Parlumbanan Balige na laho rappak

mangolu dohot Sobosihon.

Dung sahat arina, Raja Marsundung dapot barita bolo ripena Sobosihon

boru Sihotang naeng mardenggan pamatang, dungi mambahen roha Raja

Marsundung mansai sonang. Alai mambege barita hasonangan i Raja Parsuratan

dang sonang mampuna anggi sian inang Panoroni, mansai busesaon jala mabiar

ibana...“bolo annon posoposo na ditubuhon gelleng lahi-lahi, anon au gabe dang

habagian pinungka nangpe sude gabe mampuna anggi panoroni, au dang boi holan

na sip songonon, au ingkon mambahen sesuatu inna ibana sambil mangalean

mangan horbo. Parsandang Sobosihon boru Sihotang mambahen ibana torus

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


manghilala adong na manggugai haru nunga mamasuki bulan paualuhon. Pas

borngin ni ari modom ma Sobosihon dohot Raja Marsundung, marnipi ma

Sobosihon sampe tardungo ibana dohot hodok ngali, dibagasan nipi Sobosihon

tarbereng songon hanataan na ingkon diahap ibana. Torang ma ari, Sobosihon

mampaias jabu jala mambahen sipanganon manogot tu Raja Marsundung. Dung

nasida sidung sarapan, Sobosihon lao manjumpai among na Raja Sigoda Ulu

Sihotang tu huta si Raja Oloan dohot mansaritahon nipi na i. “Marahua ho ro tu

son boru hu”? au ro tuson naeng mambaritahon tu among ala au marnipi naso

denggan among “aha nipi mu boru hu”?... nabudari marnipi au tingki lao maridi tu

aek godang hu bukka ma abit hu... tolhas ro ma ronggur pintor mangaroro parbue

andora hu sambola hambirang”. Bah...pertanda buruk do on, inna dibagasan roha

si Godang Ulu Sihotang.

Raja si Godang Ulu Sihotangpe pintor manggauk dohot manuruh boru

Pasaribu parumaen lao rappak dohot Sobosihon mulak tu Parlumbanan Balige.

Diari i parumaen na pe baru dope manubuhon poso, didok ibana ma...”Au baru

lima ari manubuhon posoposo menek (posoposo boru-boru), au mabiar posoposo

hu manang mahua bolo au dohot. “Dang na mahua i parumaen hu, numaeng on

Sobosihon satongkin nai na lao manubuhon”... inna Raja si Godang Ulu. Alani

turutna tu simatuana ujungna boru Pasaribu mangolohon. Raja si Godang Ulu

Sihotang mampasahathon tona na” uju Sobosihon naeng tubu-tubuan ingkon

adong mara mangodam posoposo bolo na ditubuhon i posoposo lahi-lahi, ho

parumaen hu pintor tukkarhon posoposo boru-boru mu dohot ingkon diabing, di

patarus sampe parmaraan na mandondoni Sibosihon gabe salpu, haduan paduahon

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


posoposo on molo nunga matoras, gabe halaki jadi marpariban nunga dipaorohon

tingki tubu”. Dung tona dipasahat nasida pintor mulak ma tu Parlumbanan Balige.

Sahat tingkina Sobosihon boru Sihotang naeng manubuhon dohot diuroi

datu maranak, ujungna tubu ma posoposo ni Raja Marsundung, pintor diparidihon

ma posoposo i dohot di tukarhon dos tona na dipasahat Raja Si Godang Ulu. Alai

tingki i tarbege barita sahat tu sude sahutai bolo posoposo na ditibuhon i posoposo

lahi-lahi sondot dos tu sipareon Raja Parsuratan, sampe mambahen ibana gabe

mansai busesaon... “ingkon lao do au lopus mampatangkashon langsung, bolo

sintong do posoposo lahi-lahi ingkon hu pamatehon, alana dang olo au bolo

pinungka ni among gabe tarbagi” Inna Raja Parsuratan.

Dungi digokhon sada huta, naeng mambahen aek ni unte ala haroan

posoposo nasida. Raja Parsuratan pe dohot ro tusi dohot sangkap ni jungkatna

mamboan piso pangaragat hau bagot dibagas mandar na tarsolot digonting na, alai

posoposo lahi-lahi i nunga ditukkarhon dohot posoposo boru-boru. Haroroan Raja

Parsuratan mambahen Sobosihon jadi busesahon alana ibana nunga mamboto roha

jungkatna, alai dongan sahutana turut andar gabe lungun dohot sonang alana

sallengon sahuta mamboto bolo ibana dang hea burju tu Sobosihon inong

panoroni ibana, alai nasida dang mamboto haroroan Raja Parsuratan na naeng

mambunuh anggi panoronion na, inna ma; “dia jolo hu ompa anggihu” dang sadia

leleng posoposo i koncing diabingan Raja Parsuratan, “anggi hu nunga

makoncingi au, jadi sombu ma au na manggattihon na... on ma tingki na au naeng

manolothon piso sidung hu pakkehon salaoar dalom na, husip na”...“diama asa hu

pasanghon salaoar dalom na” dung i Sobosihon mandok “Sombu ma au sambing

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


manggattihon...” alai Parsuratan manggogoi naeng manggattihon na dos na asing

manuruh Sobosihon dung mangoloi halomoanna. Tingki mambukkahon salaoar

dalom posoposo i, Raja Parsuratan gabe tarhatotong huhut muruk alana posoposo

na dibereng dang posoposo lahi-lahi. Mangahap sangkapna nunga tarjaha

mambahen rohana muruk jala jongjong mangalangkai posoposo i, mardalan

mandapothon Sobosihon sambil mandok: “au mambege sian na asing bolo tubu i

anggihu lahi-lahi, alai dipaoto-otohon ho au dohot mangalehon posoposo boru-

boru naeng hu abing...on ma sapata na tu ho alana nunga manggabusi au.” Raja

Parsuratan mangarukhon pisoi tingkos diandora Sobosihon sahat parbue andora na

sambola hambirang targotap, dungi marlojong ibana maninggalhon acara

dibagasan haadongan gaor. Alai Raja Parsuratan dang pajumpang huhut marhasil

mambunuh anggi na, alai parbue andora sambola hambirang Sobosihon inong

panoroni na nunga gabe tumbal na. Jadi posoposo lahi-lahi i dibahen goarna “Raja

Mardaup Simanjuntak” dohot lapatan sian hajadian na diahap Sobosihon boru

Sihotang.

Sahat piga bulan, Sobosihon nunga malum jala lagi mardenggan pamatang

muse. Alai sahalion ibana mardenggan pamatang posoposo boru-boru. Roma

ombasna Sobosihon boru Sihotang manubuhon jala tarbege barita tu sude sahuta

Lumban si Bagot Ni Pohan. Jadi dang mangolsohon roha Raja Parsuratan, alana

sian hasomalon halak batak gelleng boru-boru dang dohot dibagasan parbagianan

tading-tadingan, Sampe Raja Parsuratan las rohana jala hatutubuhon anggi

panoroni boruna. Dungi poso-poso i dibahen Goarna “Si Boru Hagohan Naindo

Simanjuntak”.

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Holang piga-piga taon lelengna, paduahon gelleng Sobosihon dohot Raja

Marsundung nunga balga, dung i tarbege barita bolo Sobosihon mardenggan

pamatang muse. Dang maradi-maradi Raja Parsuratan mamata-matahon

hangoluon panoronion na ibana dophon boi mangorui bagian arta tading-tading i

tu ibana haduan. Dung i lao ma ibana tu halak na malo naeng manungkun gorat ni

posoposo na naeng ditubuhon inang panoronion na. Dung diboto alus ni halak na

malo i poso-poso lahi-lahi, Raja Parsuratan pintor mangarangrangi roha jungkat

na asa poso-poso i dang marhosa pas ditubuhon. Pas among dohot inong panoroni

dangadong di jabuna, mangkarejo gogo ibana naeng mamonggol hau

namangambati dorpi pas dihumaliang ni tiang tonga jabu asa tingki inong na

manubuhon, hau namangambati dorpi ni tiang tonga jabu asa tingki inong na

manubuhon, hau namangambati dorpi i ruppak tingki di hunduli, Dung posoposo i

naeng celaka, tarhapit alana bolo naeng manubuhon inang na dijabu ingkon

pasandehon daging na ditiang i dohot kaen tiopan na dipangke bolo manubuhon

do ditambathon disi. Alai roha jungkat Raja Parsuratan daong tarpatulus alana hau

i maponggol andorangso posoposo i tubu, tombus ma pantar jabui das mambahen

Sobosihon tarsonggot dohot peak di tumbara ni jabu, dung i disima Sobosihon

pintor manubuhon dohot posoposo na hipas sopola pangurupion datu maranak.

Alani i posoposo na dibahen goar na “Raja Sitombuk Somanjuntak”.

Hamongkuson arta tading-tadingan mambahen roha dohot pikkiran Raja

Parsuratan hot naeng mangago Sobosihon boru Sihotang, sahat diari na tubu ma

gelleng paopathon ima posoposo boru-boru dohot di urupi datu maranak, nunga

dibahen goar na “Si boru Naopon”. Naung pe andorangso parkaro manubuhon

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Raja Parsuratan nunga mamboto sian halak na malo, bolo anggina na baru tubu i,

ima boru-boru, dang jadi masala tu ibana.

Marholang dua taon, Sobosihon mardenggan pamatang muse gelleng na tu

palimahon naung pe dibaritahon asa manubuhon. Hape sahali on Raja Parsuratan

nunga lao tu halak na malo naeng manungkun gorat ni posoposo anggi panoroni.

Didok jolma na malo ima “gelleng na naeng ditubuhon i, ima posoposo lahi-

lahi...” Dung Raja Parsuratan mamboto, taringot ibana tu pangidoan ni halak

Batak songon jabu:... “jabu sibaganding tua ima hatubuan ni anak dohot boru

siboan tua.” Raja Parsuratan giot hian pasudahon jabu inganan ni among dohot

inong panoroni, alana ibana pe nunga ampuna jabu dung sae muli dohot manjae.

Raja Parsuratan holan ampuna sada gelleng lahi-lahi, angkup alani ibana

manghilala haduan gabe tarasup, alana mansai godang anggina lahi-lahi na

ditubuhon inong panoroni mambahen ibana naeng torus marpambahenan na jahat

naeng dipasudahon.

Sahat ma tingkina Sobosihon naeng manubuhon gelleng na palimahon.

Jolma sahuta dohot andar marangkup datu maranak naeng mamasuki jabu, sian na

dao Raja Marsundung nunga mamereng nasida...”sude nunga masuk tu bagasan

jabu,au ingkon sian pudi naeng manutung saong jabu sian turpuk tataring.” Api pe

magalak sian tataring, sude halak maraburan kaluar jabu apalagi Sobosihon.

“Api..api..api...tolong” gora Sobosihon huhut busesaon, alana Sobosihon dang

sanggup be naeng marlojong, ujungna dijama ibana ma bona ni bulu na adong di

topi alaman ni jabu. Lambung ni jabu i pe mamintor marroan dohot marusaha

margotong-royong mangintopi api. Alani holsoan nasida dang be mamereng

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sobosihon na nunga hansitan sahat ujung na Sobosihon manubuhon gelleng na di

alaman jabu. Dung i dibahen goarna “Raja Hutabulu Simanjuntak” dohot lapatan

ibana di tubuhon serep bona ni bulu. Sobosihon tongtong gogo bagar sian

manubuhon na dirasahon na alana pangalaho gelleng panoroni Raja Parsuratan tu

ibana. Lamma Sobosihon martahan alana dongan saripena Raja Marsundung

dohot sajabuna Somba Debata Siahaan sumurung boru Lubis na mansai holong tu

ibana.

Raja Marsundung nunga leleng marsahait-sahit sahat tu ujungna ibana

monding tu tano marumur sahat ualu pulu lima taon. Sobosihon mansai lungun

hamagoan siadopanna jala gelleng siampudan nasida manusui dope jala na opat

gellengna i na hurang magodang. Di bangso batak Toba gelleng na paling tua ima

pangganti among. Gebe Raja Parsuratanma manggantihon hundulan amongna na

jala kepala disada keluarga. “Au ingkon mamanfaathon situasion naeng

manghuasai sude angka hangoluan di inong panoroni, anggi hu jala anggi

panoroni lahi-lahi setiap ganup ari” didok Raja Parsuratan. Alai Sibosohon torus

paingothon anakkon na asa nasida torus mampasangap angkang panoroni na jadi

panggatti among na.

Raja Parsuratan nunga mangoli dohot ampuna jabu na, manjae sian

natorasna. Ibana holan ampuna sahalak anakhon lahi-lahi, jadi na ibana torus

mangahap ibana tarsosak ala inong ponoroni na i. Dung sadia taon among na

monding, Raja Parsuratan torus mamparhaseaon gogo ni onom anggina, gelleng

sasada na i dohot ripena lao manarushon sude hauma dohot saba pinungka ni

amongna hinan na lao dikarejoi sadenggan-dengganna sahat ujung parhepengon

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Raja Parsuratan maningkat, torus ibana mambangun jabu gorga (jabu gorga).

“Jabu hu nunga giot sae dipature, holan tinggal mambahen gorga na lao di gorga

(najolo na lao mambahen jabu gorga dibahen mudar ni jolma sa hira campuran

warna gorga, i di bahen asa jabu i ampuna habonaron manang habiaron na), au

ingkon mambahen sada ha gogo on na lao mandapothon mudar ni jolma”.

Ditingki botni ari ibana mamereng anggi boru-boru na lagi solhot,

Sipareme nunga anak boru dohot anggi ponoroni Hagohan Naindo mulai bajar-

bajar. Timbul ma niat jungkat Rasa Parsuratan tu anggi panoroni na. “au ingkon

mambunuh anggi ponoroni hu na lao mandapathon mudarna asa hu bahen

sampuran set jubu gorga i pas nasida modom, didokna”. Giot ganup borngin

Sipareme dohot Hagohan Naindo mambau lage nangpe nasida modom rappak

dohot Sobosihon sopola mampangoluhon lampun tarlumobi nasida jotjot manutup

pamatang dohot lagena asa manghindari pangharatan rongit. Alai Raja Parsuratan

dng mamboto taringot ni on, cara ni ibana mambedahon na dia ingkon di pamate,

ibana mangalehon golang na tarbahen sian ipon tadingtadingan inong sisolhot

nasida tu anggina Sipareme ala golang i margalak di bot ni ari. Dungi Sipareme

mamakke golang i. Pas nasida marmeami di humaliang jabu, Hagohan Naindo

mamereng golang na dipakke angkangna jala tertarik tu golang i jala diinjam

ibana pintor dipakkehon Hagohan Naindo.

Tingki bot ni ari ro nasida mambau lage sahat tingkina modom. Dohot

golang i tong di tangan Hagohan Naindo. Raja Parsuratan manjou pambunu

gararon dohot mamboan raut, “adong dua anak boru modom di jabu among hu,

jadi ho ingkon mambunu anak boru na daong mamakke golang, lao ma andorang

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


so mataniari binsar, idokna”. Dungi pambunu ilao huhut pintor mambunu na

daong mamakke golang, sialna Sipareme anggi sisolhot Parsuratan ma na tarbunu

huhut mudarna nunga ditarehon na lao di lehon tu Raja Parsuratan.

Parsatongkinan bangke Sipareme di dabuhon tu lombang-lombang na so boi

dituruni(na ombas on tarpeak dirura dipintu-pintu, parbalohan holang-holang

Balige dohot Siborong-borong). Di manogot ni ari, Hagohan Naindo nunga

mangangguk alani mamereng angkang na nunga mago sian podoman. Raja

Parsuratan totong huhut tarsonggot pas mamereng Hagohan Naindo tontong

mangolu, ibana baru manyadari ala na dipamate i anggi sisolhot na. Huhut

pardalan ni ari, Sobosihon marsahit sampe parsahitonna renge, lamma ibana

nunga mamboto bolo Sipareme dipamate dohot mudarna gabe dibahen sampuran

set gorga Raja Parsuratan sampe mambahen ibana tongtong marsak roha

mambereng pangalaho ni gelleng na i. Dung parsahiton na lam renge, ibana nunga

di ordong palimahon gelleng na, salanghon Raja Parsuratan tingki i tong di saba.

Tarlobi hamu pungu dison, inong naeng mampasahat poda tu hamuna ingot

haduan alana dang adong parbadaan haduan;

- Unang lupahon hamu songon dia pambahenon ni angkang doli muna i Si


Raja Parsuratan, alai unang dibaloshon hamu hajukkatan nai alana ompung
ta mulai jadi nabolon ma mambalashon na i.
- Raja Parsuratan i angkang doli hamu na panggatti ni among muna doi, didia
ibana hundul unang dapothon hamu jala bolo hamu lagi hundul di sada
inganan molo ibana ro tinggalhon ibana, alana ibana ma panggatti among si
hamu na ingkon diparsangapi.
- Unang hamu manusai rohana agia pe ibana manusai hamu, bolo hamu
naeng mamuruni api di tataring jabu mu manang didia sambing jala timus
na tarhombus alogo tu jabu muna tudia angkang dolimu adong paittophon
ma api asa unang haruar iluna alani timus mi agia pe gabe tarlambat
paradehon lompa-lompa mu.
- Unang marbadai dohot angkang dolimu, alana suan-suanon mu adong
nasundung tubu mandoppak tu humaliang jabu na contoh na suanon pisang
mu na lagi tubu jala marsantung asa lobi denggan taba ma i tumagon dung

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


borasna adong gabe dibuet gelleng na jala hamu dang boi manahan sitik mu
gabe marbadai.

Sae mampasahathon poda Sobosihon manghombushon hosa parpudi. Poda

on ma na gabe pinompar sian pomparan Raja Mardaup, Raja Sitombuk jala Raja

Hutabulu agia mansai dipasangap jala diolohon saluhut ni pomparan Simanjuntak

Si Tolu Sada Ina.

Tarsongoni ma halaoan Sobosihon dung lima taon lelengna. Naeng

mambahen Raja Parsuratan dung sidung-sidung naeng marpambahenan na

jungkat. Sahalion ibana naeng mangago Si boru Hagohan Naindo dohot pitara

sigodang rohana alana tingki masa i muse partaonan pariama, Raja Parsuratan

manuru anggina Si boru Hagohan Naindo mamboan manganna tonga ari tu saba,

diburei ma ibana jala dimuruki torus mambuat sipanganon na di hunti diginjang

simanjujung anggina i jolo pintor manamoathon aek na mohop tu bohina. Si Boru

Hagohan Naindo mangangguk hacciton alana bohina malala sidung i muse Raja

Parsuratan mambuet durame jala manutupi pamatang na iompakhon sage i dohot

api sampe Siboru Hagohan Naindo tartutung ngolu-ngolu. Dunghon dang marhosa

be ibana ditanom sopola parbinotoan iboto-ibotona. Alai ganup parroha na busuk

tong do taranggo bouna, ala adong jolma mamereng hajadian i huhut

manceritahon tu iboto na.

Hamateon Siboru Hagohan Naindo mambahen Siboru Naompon tarmali

tondi mandalani ngolu di Balige. Ibana torus marabur ilu mangingot hajadian na

dirasaon kedua angkang na. Ibana mangido tolong tu tolu ibotona asa lao

manaruhon tu huta Si Raja Oloan tu jabu ompung na Raja Si Godang ulu. Raja

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mardaup mandok: “bolo Si Boru Naompon lao ise ma gabe mangaloppa

sipanganon jala mangurus jabu?”. Dung i Raja Hutabulu mandok “dang na jolo

angkang nunga dipaorohon dohot pariban tingki tubu? nuaeng angkang buetma

ibana na lao pandonganian angkang sahatopna asa adong na mangurus jabu jala

mangaloppa sipanganon tu hita”. Saoloma nasida jala pintor lao manaruhon

Siboru Naompon tu jabu ompung nasida. Dunghon sahat tu huta Si Raja Oloan

dungi nasida mulak tu Balige dohot pariban na Boru Sihotang pahoppu Si Godang

Ulu na nunga ripe Raja Mardaup jala dipasu-pasu tolu halak gelleng lahi-lahi,

ima: Na Mora Tano, Na Mora Sende dohot Tuan Si Badogil.

Dungi gelleng Raja Mardaup nunga matoras jala nunga mangoli, tarbege

ma barita molo di Laguboti adong sahalak anak boru na bagak boru sian Raja

Aruan, pahompu sian pangulu ponggok. Ibana mansai malo marende jala tabo

begeon suarana. Mambege barita i Raja Sitombuk na malo marmeam suling

bambu, ro martandang tu Laguboti. Sahat disan ibana mangiup sulim sopala

dituktuk pintu jabu angka anak boru nunga mambuka pintu tu ibana jala sada anak

boru na imbagak dung malo muse marende, paroroan na naeng marboru sileban

boru Aruan tu among tuana ima Somba Debata Siahaan jala tu angkang na Raja

Mardaup. Ujungna pesta adat na gok dibahen na lao marboru sileban boru Aruan.

Sian parbagason i nasida mandapothon gelleng sada halak lahi-lahi na margoar

Raja Mangambit Tua. Putri Raja Marsundung na mangolu holan Siboru Naompon

na tading rampak ompung na tingki i.

Na tingki i Raja Hutabulu naeng laon mangalap Siboru Naompon naeng

borhat tu Balige nasida mamangke sampan di Danau Toba, sampe-sampe alogo

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mangombus gogo, Raja Hutabulu marusaha marluga hole asa na asa sampan

morot pareakhon dompak tu na dituju. Tompu hole na i ponggol jala mabaor

tarboan ompak, Siboru Naompon patenanghon parsorion dohot marende;

“Ue..Luahon ahu da parau, ulushon ahu alogo manang tudiape taho, asalma tu topi

tao”. Mambege adong suara boru=boru marende, adong sada doli-doli na adong

ditonga Tao Toba jonok ni topi Marom, ibana pintor mangaluga sampan na tu asal

soara i. Dunghon manjonoki sampan i ibana mamereng adong dua halak dibagas

sampan, Dung mamboto kedua na i namarhahamaranggi onpe doli-doli i Na Mora

Jombi Sirait mangalap halaki tu Marom jala modom samalam dijabuna. On ma

pardomuan Siboru Naompon dohot Na Mora Jombi Sirait jala sonang rohana

manaruhon nasida sampe sahat tu Balige tu namarsogot na i. Dung marpiga ari

nasida marsipatandaon, nasida saoloan naeng mangoli. Na Mora Jombi Sirait pe

mulak jala mampaboa tu kedua natua-tuana naeng mangaririt Siboru Naompon,

raphon sonang nasida satolop gabe mangolohon pangidoan baoana jala borhat

naeng mangaririt Siboru Naompon.

Raja Parsuratan nunga tung matua jala molo naeng lao manang tudia ibana

bangkol lao sahalakna. Sipata pe ibana mamboan gelleng sasadana, alai i pe jotjot

dohot anggi panoronion na nari bujangan ima si Raja Parsuratan. Disada tingki

Raja Parsuratan dohot Raja Hutabulu lao mamboan hajut, nasida mardalan

mangihut dalan satapak nangkok tuat rura. Pas mardalan nasida di dataran timbo

silangit, tolhas Raja Hutabulu mamereng sagumul bongka na madabu sian ginjang

jala dilele dung i ditangkup ma pangke ulos ganjang jala dibalut ibana. Raja

Parsuratan mamereng anggina marlojong huhut mandok: “anggihu, barang aha na

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditangkup mi?”, dialusi anggina: “angkang na hu pasangap, dang dope hu boto

aha na hutangkup jala hu bungkus on, alai ahu olo mambungkana jala

mandongkon aha isi ulos on tu angkang bolo nunga mulak hita tu huta, asalhon

angkang marjanji ingkon mambagihon arta tading-tadingon among ta”. Dang

marpikkir ganjang Raja Parsuratan pe setuju jala nasida mulak tu huta. Raja

Parsuratan mancaritahon tu kedua angkang na huhut taringot padan Raja

Parsuratan naeng mambagi arta tading-tadingan. Raja mardaup dohot Raja

Sitombuk sebenarna dang hea barani mangido jambar arta tading-tadingan tu

angkang nasida.

Sampe tingkina ria raja digokhon ro marpungu manaksihon parpunguan i.

Raja Hutabulu mandok sangkapna “adong na madabu siang ginjang jala hu

tangkup huhut hu bungkus dohot ulos ganjang hu, ro on pas hami sedang dalam

pardalanan tu silangit dohot angkang hu na hu pasangapi on, angkang nami on

naeng mamboto aha isi sian bungkuson na au sambing dang mamboto aha isina.

Alai angkang na hu pasangapi on naeng marjanji ingkon mangalehon parbagianan

arta tading-tadingan among nami on bolo au mampatudu jala mambagi barang na

naeng hita bereng on”. Diparsintong Raja Parsuratan ma hata na i jala

dihatindanghon tu sude jolma angka na pungu dialaman jabu Raja Marsundung

among nasida. Jadi ni jolo angka ria raja, Raja Hutabulu mambuka bungkuson

ulos i jala taridama sorbuk tihas asar nipidong na tartutung dibugasan na. Dung

dibereng Raja Parsuratan jala didokhon ibana bukanna dang olo mambagi arta

tading-tadingan among alai: “paima hamu dapot dua bulan on jolo”. Sidung i

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


punguan ria raja pe sursar jala panimpulanna molo nunga dapot arina dua bulan

disima baru adong parbagianan arta tading-tadingan.

Ro arina dua bulan jala Raja Hutabulu mangumpulhon ria raja muse, ni

jolo ria raja, Raja Parsuratan mandok hata tu anggina “dia do bulan na nunga

didapot mi, nunga adong dua?”. Sasude na mambege tarhatotong, Hape na

dimaksud Raja Parsuratan dang na taringot solang ari dua bulan, alai taringot

mandapothon dua biji bulan. Jadi sursar ma ria raja gabe manaritahon tolu

namaraha-maranggi i. Dung dapot duang minggu tu jolo, pas borgin ari Raja

Hutabulu lao tu mual jala hundul marangan-angan sambil mandok “didiama au

mandapothon dua bulan i?”, Pas mamereng tu ginjang langit ibana mamereng

posisi bulan dohot manatap tubugasan ni aek bugasan mual i adong halilu ni

bulan. Lao hatop ibana manjumpangi kedua angkangna jala mandokhon bolo

ibana manjumpai dua biji bulan. Dohot roha busisaon kedua angkangna jala Raja

Hutabulu mulai manggokhon ria raja. Nunga ro sasude na tarlumobi Raja

Parsuratan, dung i Raja Hutabulu jongjong jala mangkatai “among-among

sasudena ria raja na hupasangapi, mansai talumobi angkang na hu pasangapi, ho

mandokhon dung dapot dua biji bulan baru ma ho mangalehon arta tading-

tadingan sian among ta alai nuaeng au nunga mandapothon i”. Ria raja nadisi

mardalan ro tu mual i. Dung sahat disi, Raja Hutabulu mampatuduhon tu bagasan

aek dibugasan mual jala tarbereng adong halilu bulan disi, laos ibana

mampatuduhon tu sabola ginjang disi muse tarida adong bulan. Ujungna Raja

Parsuratan dang dapot be mangelak jala dibahen ma parbagianan arta tading-

tadingan dung nasida mulak tu alaman jabu raphon dohot ria raja.

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Raja Parsuratan mandok hata: “nuaeng dijolo ria raja au naeng

mambagihon arta tading-tadingan natua-tua nami”. Songonon ma parbagianon na:

3. Taringot tu saba, alana au gelleng sian ripe na parjolo among, jadi tano
parjumaan na parjolo manginsir aek ima puna hu dohot alani inong ta dua
halak jadi tano gabe dibagi dua bidangna.
4. Taringot ni sasude horbo puna mandiang among ta, alana au gelleng sian
ripe na parjolo among, jadi hae parjolo setiap horbo ima jambar hu, bolo
hae parpudi ima jambar muna natolu gelleng sian ripe paduahon among.

Parbagianan arta tading-tadingan i ditontuhon dijolo ria raja jala dang

adong sahalak pe na boi mangkatai mangalo parbagianan i. Taringot parbagianan

arta pinahan, Raja Parsuratan mambagi songon sian horbo dibagi gabe hae parjolo

dohot hae parpudi. Taringot on mansai ganjil dibalik i sasintongna Raja

Parsuratan nunga mampasiding tujoloan ni ari asa gabe ibana na torus

manggunahon hagogoan horbo asa mangalungku saba dohot manarik pedati,

makana ibana mambagi cara songoni, ala biasana di halak Batak Toba bolo naeng

mambagi pinahan marpat opat, jadi pinahan i dibagi dua jala torus dibagi manjadi

sambola-sambola. Songonima torus antong songon kejadian i jolma di huta i

nagodangan manyindir Raja Parsuratan gabe digoari “Parhorbo jolo” sahat tu

pinopparna. Sedanghon tu tolu na maraha-maranggi sian Sobosihon Boru

Sihotang halaki dijou “Parhorbo pudi”.

Sian parbagianan pinungka na dibahen Raja Parsuratan gabe mabahen na

tolu maraha anggi i mambuet haputuson mampalua hak nasida ima pinungka sian

among nasida asa tu joloan ni ari dang adong be uruson manang aha tu Raja

Parsuratan. Alana saba na dibagihon Raja Parsuratan dang sae na lao mananggung

pargoluan nasida patolu. Jadi Raja Mardaup Simanjuntak, Raja Sitombuk

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Simanjuntak, dohot Raja Hutabulu Simanjuntak mambahen lahan saba na baru

diasing sian punak ni among nasida Raja Marsundung Simanjuntak. Jadi lahan

saba ni halaki dang boi dituntut Raja Parsuratan sahat tu nuaeng on.

Jadi Raja Simanjuntak Solu Sada Ina on ima sejarah na paling diingot tu

sasude pinompar sian Marga Simanjuntak dohot Sihotang. Gabe alai ni i didokhon

“Parhorbo jolo” dohot “Parhorbo pudi”ima rehe-rehe masyarakat alani

parbagiaanan arta naso tigor sian gelleng siangkangan Raja Marsundung

panadinghonna di Balige. Sian Sejarah Simanjuntak Si Tolu Sada ina on dang boi

dilupahon manang pinamahat leas. Ale bolo sundut poso nuaeng hurang lobina

nunga godang naso mamboto be. Jadi nunga seharusna sundut poso nuaeng lobi

manjalanhon Turiturian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina on gabe mandalanhon adat

istiadat mamboto budaya silsilah ni margana na gabe hamoraon adat sian halak

batak.

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TURI-TURIAN SIMANJUNTAK SI TOLU SADA INA

Dahulu kala di sebuah dataran tinggi danau Toba, ada perkampungan yang

bernama Parlumbanan Balige, yang saat ini sudah diganti menjadi Hutabulu

Mejan. Disana hidup seorang Raja yang bernama Tuan Somanimbil Simanjuntak

dan istrinya Boru Limbong untuk hidup bersama di perkampungan itu. Mereka

memiliki sawah, perkebunan, dan hewan ternak yaitu kerbau untuk dijadikan

membajak sawah di kampung tersebut. Tuan Somanimbil Simanjuntak dan

istrinya Boru Limbong sudah di karuniai tiga anak laki-laki, yaitu:

a. Somba Debata Siahaan

b. Raja Marsundung Simanjuntak

c. Tuan Maruji Hutagaol

Setelah beberapa tahun lamanya anak-anak dari Tuan Somanimbil

Simanjuntak dan Istrinya Boru Limbong telah dewasa bahkan sudah mempunyai

kehidupan mereka masing-masing. Anak pertama dari Tuan Somanimbil

Simanjuntak yaitu Somba Debata Siahaan menikahi Boru Lubis dan mereka pergi

meninggalkan kampung halaman untuk tinggal lama disebuah perkampungan

dataran tinggi Balige. Anak kedua yaitu Raja Marsundung Simanjuntak yang

menikah dengan Boru Hasibuan dan bertempat tinggal di Hutabulu Mejan

bersama dengan Ayahnya Somanimbil Simanjuntak, namun Raja Marsundung

dahulu ditimpa musibah karena istrinya boru hasibuan meninggal dunia setelah

mereka memiliki 2 orang anak yaitu laki-laki dan perempuan. Sehingga membuat

Raja Marsundung Simanjuntak menikah lagi dengan Sobosihon boru Sihotang.

Dan anak ketiganya yang bernama Tuan Maruji Hutagaol telah menikah dengan

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Boru Pasaribu dan mereka tinggal di Desa yang dinamakan Porsea. Pada saat itu,

sebelum meninggal Ayahnya Tuan Somanimbil Simanjuntak telah berpesan

kepada ketiga anaknya ini supaya tidak ada perebutan ataupun perselisihan harta

warisan yang telah dibagi ratakan kepada ketiga anak laki-lakinya ini.

Raja Marsundung Simanjuntak adalah anak kedua dari Tuan Somanimbil

Simanjuntak dan Boru Limbong. Pada saat itu Raja Marsundung dengan istri

pertamanya Boru Hasibuan dikaruniai seorang putera yang diberi nama “Raja

Parsuratan dan seorang puteri yang bernama Sipareme. Mereka tinggal di Desa

Parlumbanan Balige. Kehidupan mereka diberkati dengan banyak sekali ternak

kerbau, sawah dan tanah yang ada di Parlumbanan Balige termaksud setengah

punya Raja Marsundung, hingga pada saat itu orang di perkampungan Hutabulu

sering menyebut Raja Marsundung dengan sebutan “Simanjuntak Parhorbo”.

Suatu ketika timbullah masalah dikeluarga Raja Marsundung, dia melihat

istrinya boru Hasibuan sakit parah sampai membuat Raja Marsundung begitu

sedih. Hingga akhirnya takdir berkata lain, Istrinya Boru Hasibuan telah

meninggal dunia, puteranya si Parsuratan sudah tumbuh menjadi dewasa. Dari

kecil parsuratan sudah diajari untuk hidup mandiri, sehingga Parsuratan yang

selalu mengurus bapaknya Raja Marsundung dan ternak kerbau mereka.

Raja Marsundung menjadi duda, dia sudah berumur 50-an tahun. Suatu

ketika dia sakit parah bahkan dia tidak sanggup lagi mengurus dirinya sendiri

karena biasanya istrinya Boru Hasibuan selalu mengurus semua kebutuhannya.

Sementara Puterinya Sipareme segan mengurusnya. Lalu Somba Debata Siahaan

dan Istrinya boru Lubis datang ke Parlumbanan Balige untuk mengurus adiknya

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang sedang sakit. Didalam adat Batak Toba yang layak mengurus dia hanya Boru

Lubis. Kalau Boru Pasaribu adalah istri adiknya pantang bicara dengan dia begitu

juga menantunya tidak boleh berbicara dengan dia sebab begitu adatnya.

Kemudian tidak begitu lama, Raja Marsundung Simanjuntak sembuh dari

sakit yang dialaminya, datanglah Somba Debata Siahaan Menghampiri si Raja

Marsundung, katanya “Menikahlah kau lagi, supaya kelak ada yang mengurus mu

apabila kau sakit”. Saat mendengar perkataan Somba Debata Siahaan, langsung

datang adiknya Tuan Maruji Hutagaol mengatakan “ah...tidak usah kau menikah

lagi...” bahkan anaknya Raja Parsuratan juga tidak menyetujui hal tersebut karena

nantinya jadi ada yang menggugat harta warisan ayahnya membuat Raja

Parsuratan tidak senang karena dia takut tidak kebagian warisan jika dia

mempunyai adik laki-laki dari istri kedua ayah nantinya. Raja Parsuratan menjadi

anak yang jahat dan serakah akan harta sampai membuat dirinya ingin menguasai

semua harta ayahnya.

Keesokan harinya Raja Marsundung Simanjuntak mengambil keputusan,

dia menyetujui untuk menikah lagi, lalu pergilah dia bersama Somba Debata

Siahaan berangkat menyeberangi Danau Toba, sesampainya mereka di daerah Si

Raja Oloan, mereka melanjutkan perjalanan memasuki perkampungan Parsuratan

yang jaraknya lumayan jauh kedalam sekitar 51.6km. Saat itu hari sudah sore,

akhirnya jumpalah Raja Marsundung Simanjuntak dengan seorang wanita yang

bernama Sobosihon boru Sihotang dan melihat seorang lelaki memiliki rupa yang

sangat aneh dikepalanya dinamai Raja si Godang Ulu Sihotang. Keanehan ini

tampak pada anak-anaknya karena mereka sering dikucilkan banyak orang,

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


putrinya yang bernama Sobosihon sudah berumur tiga puluhan tahun belum ada

laki-laki yang mau datang untuk melamarnya.

Sobosihon boru Sihotang tertarik dengan Raja Marsundung setelah mereka

berkenalan, dia langsung menjumpai Bapaknya, katanya “ada bapak yang datang

marga Simanjuntak kesini, sepertinya dia ingin melamar seseorang, tapi umurnya

sudah tua pak dan dia sudah duda, bagaimana menurut Bapak?”... dalam hati

Bapaknya sangat bahagia karena akhirnya ada yang datang ke rumahnya ingin

melamar puterinya walaupun sudah duda. Lalu Raja Si Godang Ulu menjawab

“panggillah dulu dia ke rumah, supaya bapak tahu dan ingin berbicara

kepadanya”, lalu pergilah Sobosihon boru Sihotang menjumpai Raja Marsundumg

dan dibawak kerumah tulang si Godang Ulu. Kata bapaknya “kalau ingin melamar

puterikunya kau bere, aku mengizinkan mu untuk melamar puteriku, walaupun

sudah duda kau tidak masalah samaku bere... tidak ada salahnya jika tulusnya dari

hatimu ingin melamar puteri ku”. Pernikahan secara adatpun dilakukan, wali

pengantin prianya adalah abangnya si Somba Debata Siahaan. Akhirnya

Sobosihon menjadi istri sah Raja Marsundung dan membawanya ke Desa

Parlumaban Balige untuk hidup bersama Sobosihon.

Setelah tiba waktunya, Raja Marsundung mendapatkan kabar bahwa

istrinya Sobosihon boru Sihotang sedang mengandung, akhirnya Sobosihon

hamil... membuat hati Raja Marsundung sangat bahagia. Namun Mendengar kabar

gembira itu Raja Parsuratan tidak begitu senang mempunyai adik dari ibu tirinya,

dia sangat gelisah dan takut... “jika nanti bayi yang dilahirkan anak laki-laki,

nantinya aku jadi tidak kebagian harta bahkan semuanya menjadi milik adik

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tiriku...aku tidak bisa tinggal diam seperti ini, aku harus melakukan sesuatu”

katanya sambil memberi makan kerbau. Kehamilan Sobosihon membuat dia

selalu saja merasa ada yang mengganggunya apalagi sudah memasuki bulan

kedelapan. Saat malam hari tidurlah Sobosihon dan Raja Marsundung, Sobosihon

bermimpi hingga membuat dia terbangun sampai keringat dingin, didalam mimpi

sobosihon terlihat seperti kenyataan yang akan dialaminya. Tibalah pagi,

Sobosihon membersihkan rumah serta membuatkan sarapan untuk Raja

Marsundung. Setelah mereka selesai sarapan, Sobosihon pergi menjumpai

Bapaknya Raja si Godang Ulu ke desa Si Raja Oloan dan menceritakan mimpi

tersebut. “Ada apa kau kemari puteriku..?” Aku kemari ingin memberitahu bapak

bahwa aku mimpi yang tidak baik pak, “Mimpi apa itu puteriku?” “semalam aku

bermimpi saat pergi mandi ke sungai, ku bukakanlah bajuku, tiba-tiba datang petir

langsung menyambar buah dadaku sebelah kiri”. Bah...ini pertanda buruk, dalam

hati Raja si Godang Ulu.

Raja si Godang Ulu pun langsung memanggil dan menyuruh Boru

Pasaribu menantu perempuannya pergi bersama dengan Sobosihon untuk kembali

ke Parlumbanan Balige. Pada saat itu menantunya ini juga baru saja melahirkan,

katanya...“Aku baru saja lima hari melahirkan bayi kecilku (bayi perempuan), aku

takut bayi ku kenapa-kenapa jika aku ikut”. “tidak apa-apa menantuku, saat ini

Sobosihon sebentar lagi akan melahirkan...” kata Raja si Godang Ulu. Karena

taatnya kepada mertuanya akhirnya boru Pasaribu mau. Sebelum berangkat Raja

Si Godang Ulu menyampaikan pesannya “saat Sobosihon nantinya bersalin akan

ada bahaya mengancam bayinya apabila yang dilahirkan itu bayi laki-laki, kamu

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menantuku langsung tukarkan bayi perempuan mu dan harus dipangku, disusui

sampai bahaya yang menimpa Sobosihon berlalu, kelak kedua bayi itu sudah

dewasa, maka mereka sebagai berpariban telah dipertunangkan sejak lahir.”

Setelah pesan disampaikan mereka langsung pulang ke Parlumbanan Balige.

Tiba waktunya Sobosihon boru Sihotang melahirkan dan dibantu oleh

dukun beranak, akhirnya lahirlah bayi Raja Marsundung, bayi itu langsung

dimandikan dan ditukarkan sesuai pesan yang disampaikan Raja Si Godang Ulu.

Namun saat itu terdengar kabar keseluruh penduduk kampung bahwa bayi yang

dilahirkan adalah bayi laki-laki hingga sampai ke telinga Raja Pasuratan, sampai

membuatnya menjadi semakin penasaran.. “aku harus pergi untuk memastikannya

langsung, kalau benar bayi laki-laki aku harus membunuhnya, karena aku tidak

mau kalau harta Ayah menjadi terbagi” kata Raja Parsuratan.

Sesudah itu, diundang satu kampung untuk acara makan bersama atas

syukuran kelahiran bayi mereka. Raja Parsuratan juga ikut serta datang ke acara

itu dengan niat busuknya membawa pisau penyadap pohon enau di dalam sarung

yang terselip dipinggangnya, akan tetapi bayi laki-laki itu sudah di tukarkan

dengan bayi perempuan. Kehadiran Raja Parsuratan membuat Sobosihon panik

dan gelisah karena dia sudah tahu maksud jahatnya, namun orang kampung yang

turut hadir justru terharu dan bahagia karena selama ini satu kampung sudah tahu

kalau dia tidak pernah baik kepada Sobosihon ibu tirinya, padahal mereka tidak

tau kalau kedatangan Raja Parsuratan ingin membunuh adik tirinya, katanya ”sini

aku ingin menggendong adikku” tak lama kemudian bayi itu kencing dipangkuan

Raja Parsuratan, “Adikku telah mengencingi ku jadi biar aku saja yang

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menggantikannya...lalu inilah kesempatanku untuk menyelipkan pisau ketika

kupakaikan celana dalamnya, bisiknya” berikan padaku celana dalamnya untuk

kupasangkan” lalu Sobosihon berkata “biar ibu saja menggantikannya...” namun

Raja Parsuratan bersikeras ingin menggantinya sampai yang lain menyuruh

Sobosihon untuk menuruti keinginannya. Saat membuka celana dalam bayi, Raja

Parsuratan begitu heran dan marah karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi

laki-laki. Merasa niatnya sudah terbaca membuat hatinya geram serta berdiri

melangkahi bayi itu, berjalan menghampiri Sobosihon dan berkata; “Aku

mendengar dari orang lain bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki, tetapi engkau

menipuku dengan memberikan anak perempuan untuk aku pangku,,, inilah

akibatnya bagi mu karena telah membohongiku” Raja Parsuratan menghujamkan

pisau tersebut tepat didada Sobosihon sampai membuat buah dada sebelah kirinya

terpotong, lalu dia lari meninggalkan acara dalam keadaan kacau. Raja Parsuratan

tidak berhasil menemukan dan membunuh adiknya akan tetapi buah dada sebelah

kiri Sobosihon ibu tirinya telah menjadi tumbalnya, maka bayi laki-laki itu diberi

nama “Raja Mardaup Simanjuntak” dengan makna yang mempunyai arti akan

kejadian yang dialami Sobosihon boru Sihotang.

Dalam beberapa bulan, Sobosihon sudah sehat dan sedang mengandung

lagi, namun kali ini dia mengandung bayi perempuan. tibalah saatnya Sobosihon

melahirkan dan terdengar kabar keseluruh penduduk daerah Si Bagot Ni pohan.

Hal ini tidak meresahkan hati Raja Parsuratan, karena dalam tradisi orang Batak

anak perempuan tidak berhak dalam pembagian warisan, sehingga Raja parsuratan

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


turut gembira dengan kelahiran adik tiri perempuannya. Dan bayi itu diberikan

nama “Si Boru Hagohan Naindo Simanjuntak.”

Selang beberapa tahun kemudian, kedua anak Sobosihon dan Raja

Marsundung sudah besar, kemudian terdengar kabar bahwa Sobosihon hamil lagi.

Tak henti-hentinya Raja Parsuratan mengamati kehidupan ibu tirinya yang dia

anggap bisa mengurangi jatah harta warisan untuknya kelak. Lalu dia pergi ke

orang pintar untuk bertanya apa jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan ibu

tirinya. Setelah mengetahui jawaban orang pintar itu bayi laki-laki, Parsuratan

langsung merancang niat jahatnya agar bayi itu tidak bernyawa saat dilahirkan.

Pada saat ayah dan ibu tirinya tidak ada dirumah, dia bekerja keras untuk

memotong kayu penghalang papan tepat disekeliling tiang tengah rumah supaya

ketika ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh ketika diduduki, setelah

itu sang bayi akan celaka terhimpit karena setiap ibu rumah tangga yang hendak

bersalin akan menyandarkan badannya ditiang itu dan kain pegangan yang dipakai

untuk bersalin juga digantungkan disitu. Namun niat jahat Raja Parsuratan tidak

berhasil karena kayu itu patah sebelum sang bayi lahir, tembuslah lantai rumah itu

sampai membuat Sobosihon kaget dan tergeletak dikolong rumah, seketika itu

Sobosihon langsung melahirkan dan bayinya selamat tanpa bantuan dukun

beranak. Oleh karena itu bayi tersebut diberi nama “Raja Sitombuk Simanjuntak”.

Ketamakan akan harta warisan membuat hati dan pikiran Raja Parsuratan tetap

ingin mencelakai Sobosihon boru Sihotang, hingga pada akhirnya lahir anak

keempat yaitu bayi perempuan dan dibantu oleh dukun beranak, telah diberi nama

Si Boru Naopon. Bahkan sebelum proses persalinan Raja Parsuratan telah

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengetahui dari orang pintar kalau adiknya yang baru lahir ini adalah perempuan,

sehingga tidak menjadi masalah baginya.

Selang dua tahun, Sobosihon hamil lagi anak ke lima bahkan dikabarkan

akan melahirkan. Rupanya kali ini Raja Parsuratan sudah pergi ke orang pintar

untuk bertanya jenis kelamin adik tirinya itu. Katanya dukunnya “anak yang akan

lahir ini adalah bayi laki-laki”. Setelah Raja Parsuratan tahu dia teringat akan

permintaan orang Batak perihal rumah “Rumah tempat berbagai macam tuah

adalah tempat lahirnya putera dan puteri pembawa tuah”. Raja Parsuratan ingin

sekali memusnahkan rumah tempat tinggal ayah dan ibu tirinya, karena dia sendiri

sudah mempunyai rumah setelah menikah dan pisah rumah dari orang tuanya.

Raja Parsuratan hanya mempunyai seorang anak laki-laki, oleh sebab itu dia

merasa posisinya kelak jadi terancam, karena semakin banyak adik laki-laki yang

dilahirkan ibu tiriya membuatnya ingin slalu berbuat jahat untuk melenyapkannya.

Tibalah waktunya Sobosihon untuk melahirkan anak kelima. Warga

kampung turut hadir beserta dukun beranak untuk memasuki rumah, dari kejauhan

Raja Marsundung sudah mengamat-amati mereka...”semua telah masuk kedalam

rumah, aku harus dari belakang untuk membakar atap rumah dari bagian dapur”.

Api pun menyala dari dapur, semua orang berhamburan keluar rumah termasuk

Sobosihon. “Api....api....api....tolong” teriak Sobosihon dengan rasa panik, karena

Sobosihon sudah tidak sangup lagi untuk berlari, akhirnya dia memegang batang

bambu yang berada dipinggir pekarangan rumahnya. tetangganya disekitaran

itupun langsung berdatangan dan berusaha bergotong-royong memadamkan api.

Karena paniknya mereka tidak lagi memperhatikan Sobosihon yg sudah kesakitan

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sampai akhirnya Sobosihon melahirkan anaknya di pekarangan rumah. Kemudian

diberi nama “Raja Hutabulu Simanjuntak” dengan arti dia dilahirkan dibawah

pohon bambu. Sobosihon selalu kuat dalam setiap persalinan yang dialaminya

karena perlakuan anak tirinya Raja Parsuratan terhadapnya. apalagi Sobosihon

bertahan karena Suaminya Raja Marsundung dan keluarga Somba Debata Siahaan

terutama Boru Lubis yang sangat sayang kepadanya.

Raja Marsundung sudah lama sakit-sakitan sampai pada akhirnya dia

meninggal dunia sekitar umur delapan puluh lima tahun. Sobosihon begitu sedih

kehilangan suaminya dan anak bungsu mereka masih menyusui bahkan keempat

anaknya juga masih belum cukup dewasa. Dalam suku batak Toba anak tertua

adalah pengganti Bapak. Sehingga Raja Parsuratan yang menggantikn kedudukan

ayahnya menjadi kepala keluarga.“Aku harus memanfaatkan situasi ini menguasai

semua aspek kehidupan ibu tiri, adikku dan terutama adik tiriku laki-laki setiap

hari” kata Raja Parsuratan. Namun Sobosihon selalu mengingatkan anak-anaknya

agar mereka selalu menghormati abang tirinya sebagai pengganti ayahnya.

Raja Parsuratan telah menikah dan mempunyai rumah sendiri, pisah rumah

dari orang tuanya. Dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki, makanya dia

selalu merasa dirinya terancam karna ibu tirinya itu. Setelah beberapa tahun

ayahnya meninggal, Raja Parsuratan terus memanfaatkan tenaga keenam adiknya,

anak tunggalnya serta istrinya untuk mengusahakan semua kebun dan sawah

peninggalan mendiang ayahnya untuk dikelola sebaik mungkin hingga akhirnya

perekonomian Raja Parsuratan meningkat, lalu dia membangun rumah ukir

(rumah gorga). “Rumah ku sudah hampir siap dibagun, hanya saja tinggal proses

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pembuatan gorga untuk diukir relif (dahulu jika ingin membuat rumah gorga

menggunakan darah manusia sebagai campuran pewarna relif, hal tersebut agar

rumah itu mempunyai semangat atau ada keangkerannya), aku harus berbuat

sesuatu untuk mendapatkan darah manusia”.

Pada sore hari dia melihat kedua adik perempuannya tampak akrab,

Sipareme yang sudah gadis dan adik tirinya Hagohan Naindo mulai remaja.

Timbul niat jahat Raja Parsuratan terhadap adik tirinya. “Aku harus membunuh

adik tiriku untuk mendapatkan darahnya supaya ku jadikan campuran pewarna

rumah gorga itu pada saat mereka tidur, katanya”. Hampir setiap malam Sipareme

dan Hagohan Naindo mengayam tikar bahkan mereka tidur sama-sama bersama

dengan Sobosihon tanpa menyalahkan lampu apalagi mereka sering menutupi

badan dengan tikar untuk menghindari gigitan nyamuk. Namun Raja Parsuratan

tidak tahu tentang hal ini, cara dia membedakan mana yang harus dibunuh, dia

memberikan gelang yang terbuat dari gading peninggalan ibu kandung mereka

kepada adiknya Sipareme karena gelang itu menyala saat malam hari. Lalu

Sipareme memakai gelang itu. Saat mereka bermain di pekarangan rumah,

Hagohan Naindo melihat gelang yang dipakai kakaknya dan tertarik dengan

gelang tersebut sehingga dipinjamnya dan langsung dipakai Hagohan Naindo.

Saat Malam tiba mereka mengayam tikar sampai waktunya istirahat tidur.

Dan gelang tadi masih ditangan Hagohan Naindo. Raja Parsuratan memanggil

pembunuh bayaran dengan membawa pisau, “ada dua gadis tidur dirumah ayahku,

jadi kamu harus membunuh gadis yang tidak memakai gelang, pergilah sebelum

matahari terbit. katanya”. Lalu pembunuh itu pergi dan langsung membunuh yang

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tidak memakai gelang, sayangnya Sipareme adik kandung Parsuratanlah yang

terbunuh dan darahnya sudah ditampung untuk di berikan kepada Raja Parsuratan.

Sementara mayat Sipareme di buang kelembah yang tak dapat dituruni (yang saat

ini terletak dilembah Sipintu-pintu, perbatasan antara Balige dengan Siborong-

borong). Di pagi hari, Hagohan Naindo telah menangis karena melihat kakaknya

sudah hilang dari tempat tidur. Raja Parsuratan heran dan kaget saat melihat

Hagohan Naindo masih hidup, dia baru menyadari bahwa yang dibunuh adalah

adik kandungya sendiri. Dengan berjalannya waktu, Sobosihon jatuh sakit hingga

penyakitnya parah, apalagi dia tahu kalau Sipareme dibunuh dan darahnya

dijadikan campuran pewarna ukiran rumah Raja Parsuratan sehingga membuat dia

selalu bersusah hati melihat kelakuan anak tirinya itu. Saat penyakitnya semakin

memburuk, dia sudah dikelilingi kelima anaknya, sedangkan Raja Parsuratan saat

itu masih di sawah. Berhubung kalian kumpul disini, mamak ingin menyampaikan

pesan untuk kalian ingat kelak supaya tidak ada perselisihan nantinya;

” –Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu Raja Parsuratan
akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya Mula Jadi Na
Bolon (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.
-Raja Parsuratan itu adalah abangmu sebagai sebagai ganti ayah bagimu,
dimana dia duduk janganlah kamu menghampirinya dan jika kamu sedang
duduk di suatu tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah
ganti ayah bagimu yang harus kamu hormati.
-Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila
kamu sedang menyalahkan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu
asapnya terhembus angin ke rumahnya atau ke arah dimana abang mu
berada padamkanlah api mu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata
karena asap api mu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.
-Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanaman mu ada yang
condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya, seumpama tanaman
pisang mu tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja dari pada
setelah buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa menahan
emosimu dan jadi bertengkar.”

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Setelah menyampaikan pesan Sobosihon menghembuskan nafas terakhir.

Pesan inilah yang menjadi turun temurun dari keturunan Raja Mardaup, Raja

Sitombuk dan Raja Hutabulu bahkan sangat dihargai atau dituruti seluruh

keturunan Simanjuntak Sitolu Sada Ina.

Demikianlah kepergian Sobosihon setelah lima tahun lamanya. Akan

tetapi membuat Raja Parsuratan tak henti-hentinya ingin berbuat jahat. Kali ini dia

ingin mencelakai Si Boru Hagohan Naindo dengan cara liciknya karena pada saat

itu lagi musim panen, Raja Parsuratan menyuruh adiknya Si Boru Hagohan

Naindo membawakan makan siangnya, Namun karena adiknya ini telat

membawakan makan siang ke sawah, dia dicaci maki dan dimarahi lalu

mengambil makanan yang dijunjung di atas kepala adiknya itu dan langsung

mencampakkan air panas ke wajahnya. Si Boru Hagohan Naindo meraung-raung

kesakitan karena wajahnya melepuh bahkan saat itu juga Raja Parsuratan

mengambil jerami dan menutupi badannya lalu menyulut jerami itu dengan api

sehingga Si Boru Hagohan Naindo terbakar hidup-hidup. Setelah tak bernyawa

lagi dia ditanam tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya. Namun setiap

perbuatan busuk akan tercium juga baunya, karena ada orang melihat kejadian

tersebut dan menceritakan kepada saudaranya.

Kematian SiBoru Hagohan Naindo membuat SiBoru Naompon trauma

menjalani hidup di Balige. Dia sering menangis mengingat kejadian yang dialami

kedua kakaknya. Dia meminta kepada tiga saudaranya untuk mengantarnya ke

daerah Si Raja Oloan ke rumah ompungnya Raja Sigodang Ulu. Raja Mardaup

berkata “Jika SiBoru Naompon Pergi siapa yg akan memasak makanan dan

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengurus rumah?”. Lalu Raja Hutabulu berkata “Bukankah dulu abang telah

dipertunangkan dengan pariban sejak lahir? sekarang abang ambil saja dia untuk

menjadi pendamping abang secepatnya agar ada yang mengurus rumah dan

memasak makanan untuk kita”. Mereka setuju dan langsung pergi mengantarkan

Si Boru Naompon ke rumah ompung mereka. Setelah sampai ke daerah Si Raja

Oloan lalu mereka kembali ke balige bersama paribannya Boru Sihotang cucu Si

Godang Ulu yang telah menjadi istri Raja Mardaup dan dikaruniai tiga orang anak

laki-laki yaitu: Na Mora Tano, Na Mora Sende dan Tuan Si Badogil.

Setelah anak-anak Raja mardaup telah dewasa dan menikah, terdengarlah

kabar bahwa di Laguboti ada seorang gadis cantik putri dari Raja Aruan, cucu dari

Pangulu Ponggok. Dia sangat pintar bernyanyi dan merdu suaranya. Mendengar

kabar itu Raja Sitombuk yang pintar bermain seruling bambu, datang bertandang

ke Laguboti. Setibanya disana dia meniup seruling tanpa diketuk pintu rumah para

gadis telah membuka pintu untuknya dan sebagian gadis datang melihat

permainan suling itu dari dekat. Raja Sitombuk tertarik pada satu gadis tercantik

dan pintar pula menyanyi, maksud kedatangannya ingin mempersunting Boru

Aruan kepada amang tuanya yaitu Somba Debata Siahaan dan juga abangnya Raja

Mardaup. akhirnya pesta adat sepenuhpun diadakan untuk memperistri Boru

Aruan. Dari pernikahan ini mereka memperoleh seorang anak laki-laki bernama

Raja Mangambit Tua. Putri Raja Marsundung yang hidup hanya si Boru Naompon

yang tinggal bersama ompungnya saat itu.

Pada saat Raja Hutabulu mau menjemput si Boru Naompon untuk

berangkat ke Balige mereka menggunakan sampan di Danau Toba, tiba-tiba angin

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berhembus kencang, Raja Hutabulu berusaha mengayuh dayungnya agar sampan

bergerak menuju arah yang dikehendaki. tiba-tiba dayung patah dan hanyut

terbawak ombak, Si Boru Naompon menenangkan keadaan dengan bernyayi;

”Ue..Luahon ahu da parau, ulushon ahu da alogo manang tudiape taho, asalma tu

topi tao”. mendengar ada suara wanita bernyanyi, ada seorang pemuda yang

berada ditengah Danau Toba dekat bagian pantai Marom, dia langsung mengayuh

sampannya menuju sumber suara itu. setelah mendekatkan sampanya dia melihat

ada dua orang di dalam sampan, setelah mengetahui keduanya bersaudara maka

pemuda ini Na Mora Jobi Sirait membawa mereka ke Marom dan beristirahat

semalam di rumahnya. inilah pertemuan antara si Boru Naompon dengan Na

Mora Jobi Sirait dengan senang hati mengantarkan mereka sampai ke Balige

keesokan harinya. setelah beberapa hari mereka berkenalan, mereka sepakat untuk

menikah. Na Mora Jobi Sirait pun pulang dan memberitahukan kepada kedua

orang tuanya untuk melamar si Boru Naompon, dengan senang mereka setuju dan

mendukung permintaan putranya lalu berangkat melamar si Boru Naompon.

Raja Parsuratan sudah semakin tua dan jika hendak pergi kemana-mana

dia enggan pergi sendirian. kadang-kadang dia membawa anak tunggalnya, akan

tetapi sering juga bersama adek tirinya yang masih lajang yaitu Raja Hutabulu.

Suatu saat Raja Parsuratan dan Raja Hutabulu pergi dengan membawa kantongan,

mereka berjalan mengikuti jalan setapak naik turun lembah. Ketika mereka

berjalan di dataran tinggi Silangit, tiba-tiba Raja Hutabulu melihat segumpal

benda jatuh dari atas dan dikejarnya lalu ditangkapnya menggunakan kain panjang

lalu di bungkusnya. Raja Parsuratan melihat adiknya berlari dan berkata; “adikku,

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


benda apa yang tadi kamu tangkap?”, sahut adiknya; “Abang yang kuhormati, aku

belum tau apa yang kutangkap dan kubungkus ini, tetapi aku akan membukanya

dan memberitahukan apa isi kain ini pada abang apabila kita sudah kembali ke

kampung, asalkan abang berjanji akan membagikan harta peninggalan mendiang

ayah kita”. tanpa pikir panjang Raja Parsuratan pun setuju dan mereka kembali ke

kampung. Raja Hutabulu menceritakan kepada kedua abangnya dan juga tentang

janji parsuratan akan membagi harta warisan. sebenarnya Raja Mardaup dan Raja

Sitombuk tidak pernah berani meminta bagian harta warisan pada abang mereka.

Tibalah waktunya tua-tua kampung diundang datang berkumpul

menyaksikan pertemuan itu. Raja Hutabulu menyatakan maksudnya, “ada sesuatu

yang jatuh dari atas dan ku tampung lalu ku bungkus dengan kain panjang ku, ini

terjadi dalam perjalanan aku dan abang yang kuhormati sewaktu di Silangit, abang

kami ini ingin mengetahui apa isi dari bungkusan yang aku sendiri juga belom

tahu isinya. Namun abang yang kuhormati ini telah berjanji akan memberikan

pembagian warisan peninggalan mendiang ayah kami apabila aku menunjukkan

dan membagi benda yang akan kita lihat ini”. perkataan tersebut dibenarkan oleh

Raja Parsuratan dan disaksikan oleh semua orang yang berkumpul dihalaman

rumah Raja Marsundung ayah mereka. Maka dihadapan para tua-tua Raja

Hutabulu membuka bungkusan kain itu dan tampaklah abu bekas sarang burung

yang terakar di dalamnya. Setelah Raja Parsuratan melihat lalu mengatakan bahwa

bukanya dia tidak mau membagi warisan dan kemudian dia berkata; “tunggu

kalianlah dapat dulu dua bulan”. lalu kumpulan pun bubar dengan kesimpulan

bahwa setelah dapat waktunya dua bulan baru akan ada pembagian warisan.

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dua bulan kemudian Raja Hutabulu mengumpulkan tua-tua kampung lagi,

dihadapan tua-tua kampung Raja Parsuratan berkata pada adiknya; “mana bulan

yang sudah kamu dapat, sudakah ada dua?”. semua yang mendengarnya heran

ternyata yang dimaksud Raja Parsuratan bukanlah mengenai tenggang waktu dua

bulan, tetapi tentang mendapatkan dua buah bulan. maka tua-tua kampung bubar

dengan mengecewakan tiga bersaudara itu. dua minggu kemudian, saat malam

hari pergilah Raja Hutabulu kesumur duduk termenung dan berkata; “dimanalah

aku mendapatkan dua bulan itu?”, saat dia melihat keatas langit dia melihat posisi

bulan dan menatap kepermukaan air dalam sumur disitu ada bayangan bulan.

segera dia bergegas menjumpai kedua abangnya dan mengatakan bahwa dia

menemukan dua buah bulan. Dengan rasa was-was kedua abangnya dan Raja

Hutabulu kembali mengundang tua-tua kampung. setelah semuanya hadir

termasuk Raja Parsuratan, lalu Raja Hutabulu berdiri dan berkata; “Bapak-bapak

sekalian kumpulan yang terhormat, amat terlebih abang yang ku hormati, kamu

berkata setelah dapat dua buah bulan barulah kamu memberikan warisan dari

mendiang ayah kita dan sekarang aku sudah menemukannya”. Seluruh yang hadir

disitu berjalan menuju sumur. setibanya disana, Raja Hutabulu menunjukkan

kepermukaan air di dalam sumur dan terlihat ada bayangan bulan disitu, kemudian

dia menunjukkan ke arah atas dimana juga terlihat ada bulan. Akhirnya Raja

Parsuratan tidak dapat lagi mengelak dan dilakukanlah pembagian warisan setelah

mereka kembali kehalaman rumah bersamaan dengan tua-tua kampung.

Lalu Raja Parsuratan berkata; “Sekarang dihadapan tua-tua kampung aku

akan membagikan warisan peninggalan orang tua kita”. Beginilah pembagiannya;

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Mengenai sawah, karna aku adalah anak dari istri pertama ayah, maka tanah
persawahan yang pertama di aliri air adalah milik ku dan karna ibu kita dua
orang maka tanah akan dibagi dua luasnya.
2. Mengenai semua kerbau milik mendiang ayah kita karna aku adalah anak dari
istri pertama ayah, maka paha depan (Parjolo) setiap kerbau merupakan
bagian ku, sedangkan paha belakang (Parpudi) adalah bagian kamu bertiga
anak istri ayah yang kedua.

Pembagian warisan itu ditetapkan dihadapan tua-tua kampung dan tidak

ada seorang pun yang berbicara menentang pembagian itu. Mengenai pembagian

warisan ternak, Raja Parsuratan membagi dengan cara lembu dibagi berdasarkan

paha depan (Parjolo) dan paha belakang (Parpudi). Hal ini sangat aneh namun

dibalik keanehan itu sebenarnya Raja Parsuratan telah mengantisipasi kedepannya

supaya hanya dia yang selalu memanfaatkan tenaga kerbau untuk membajak

sawah dan menarik pedati, makanya dia membagi dengan cara demikian, karna

biasanya dikalangan Batak Toba bila hendak membagi ternak berkaki empat,

maka ternak itu dibagi dua dan selalu dibagi menjadi sebelah-sebelah. Begitulah

terus, jadi dengan peristiwa tersebut orang di kampung itu kebanyakan mengejek

Raja Parsuratan dengan sebutan “Parhorbo jolo” sampai pada keturunannya.

Sedangkan kepada ketiga bersaudara dari Sobosihon Boru Sihotang ini menyebut

mereka dengan “Parhorbo pudi”.

Dari hasil pembagian warisan yang dibuat oleh Raja Parsuratan membuat

ketiga bersaudara ini untuk mengambil keputusan melepaskan hak mereka atas

harta peninggalan ayah mereka supaya dikemudian hari tidak ada lagi kaitan

apapun dengan Raja Parsuratan. Karena sawah yang dibagikan oleh Raja

Parsuratan tidak cukup untuk menghidupi mereka bertiga. Maka Raja Mardaup,

Raja Sitombuk, dan Raja Hutabulu membuka lahan persawahan baru diluar

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


permukiman ayah mereka Raja Marsundung Simanjuntak. Sehingga lahan

persawahan mereka tidak dapat dituntut lagi oleh Raja Parsuratan hingga saat ini.

Jadi Simanjuntak Sitolu Sada Ina ini merupakan sejarah yang paling di

ingat oleh semua keturunan dari Marga Simanjuntak dan Sihotang. Oleh karna itu

mulanya dengan sebutan “Parhorbo jolo dan Parhorbo pudi” adalah sindiran

masyarakat karena pembagian warisan yang tidak adil dari anak sulung Raja

Marsundung sepeninggalannya di Balige. Dari sejarah Simanjuntak Si Tolu Sada

Ina ini tidak boleh dilupakan atau dianggap remeh. Namun bagi generasi muda

sekarang kurang lebihnya sudah banyak yang tidak tahu lagi. Jadi sudah

seharusnya generasi muda saat ini lebih menerapkan cerita Simanjuntak Si Tolu

Sada Ina ini untuk kegunaan adat istiadat tau akan budaya silsilah marganya yang

merupakan kekayaan budaya dari orang Batak.

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2: Foto Penelitian Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina

Gambar Lokasi Tugu Sobosihon Boru Sihotang

Gambar tempat tinggal Raja Parsuratan yang saat ini dibuat jadi pemakamannya

Gambar tempat dimana para ria raja dikumpulkan setiap berita pembagian harta

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3: Daftar Biodata Informan

1. Nama : Sambam Simanjuntak 2. Nama : Lemeria br.Simanjuntak


Umur : 70 thn Umur : 77 thn
TTGL : Paindoan, 18-10-1949 TTGL : Hutabulu, 25-10-1943
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan: Tani
Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen Protestan

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Nama : ST Sangopon Simanjuntak 4. Nama : Op.Marisi Simanjuntak
Umur : 78 thn Umur : 84 thn
TTGL : Hutabulu, 05-07-1942 TTGL : 21-04-1936
Pekerjaan : Bretani Pekerjaan: Bertani
Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen Protestan

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4 : Daftar Pertanyaan atau Cousioner

1. Bagaimana Sejarah Turi-turian Simanjuntak Si Tolu Sada Ina?

2. Kenapa ada pesan dari Sobosihon boru Sihotang? bagaimana ceritanya?

3. Apa-apa saja dampaknya jika Horbo jolo dan horbo pudi bertemu dalam satu

adat?

4. Apa manfaat dan nilai-nilai apa saja yang terandung?

5. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap Turi-turian Simanjuntak Si Tolu

Sada Ina ini?

6. Apa keistimewaan yang terdapat dalam cerita ini?

7. Apa manfaat Tugu Sobosihon boru Sihotang kepada masyarakat atau kepada

yang datang berkunjung ke Hutabulu ?

8. Apa kaitan Sobosihon boru Sihotang dengan Simanjuntak?

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai