Anda di halaman 1dari 93

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Sejarah Skripsi Sarjana

2016

Kontribusi Palang Merah Indonesia


(PMI) Cabang Pidie Terhadap Korban
Konflik Masa Daerah Operasi Militer
(DOM) di Kabupaten Pidie, 1994-1998

Tanjung, Teguh Frahara


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/17530
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KONTRIBUSI PALANG MERAH INDONESIA (PMI) CABANG PIDIE TERHADAP

KORBAN KONFLIK MASA DAERAH OPERASI MILITER (DOM) DI

KABUPATEN PIDIE, 1994-1998

SKRIPSI

DIKERJAKAN

O
L
E
H

TEGUH FRAHARA TANJUNG


120706005

DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Kontribusi Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Pidie Terhadap Korban Konflik Masa
Daerah Operasi Militer (DOM) Di Kabupaten Pidie 1994 - 1998

‘SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN
O
L
E
H

TEGUH FRAHARA TANJUNG


120706005
Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M. Hum


NIP 196409221989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya
dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Kontribusi Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Pidie Terhadap Korban Konflik Masa
Daerah Operasi Militer (DOM) Di Kabupaten Pidie 1994 - 1998

Yang diajukan oleh


Nama : TEGUH FRAHARA TANJUNG
Nim : 120706005
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing,

Drs. Edi Sumarno, M. Hum


NIP 196409221989031001 tanggal……………………….

Ketua Departemen Sejarah tanggal……………………….

Drs. Edi Sumarno, M. Hum


NIP 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PERSETUJUAN KETUA DEPARTEMEN

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua,

Drs. Edi Sumarno, M. Hum

NIP 196409221989031001

Medan, Agustus 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI OLEH DEKAN DAN PANITIA UJIAN

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana Fakultas Ilmu Budaya

dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S

NIP 196008051987031001

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M. Hum…………… (……………………………….)


2. Dra. Nurhabsyah, M.Si…………..……. (……………………………….)
3. Dra. Lila Pelita Hati, M.Si…………….. (……………………………….)
4. Dra. Peninna Simanjuntak, M.S………. (……………………………….)
5. Dra. Sri Pangestri Dewi Murni, M.A…. (……………………………….)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat serta

hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi Palang Merah Indonesia (PMI)

Cabang Pidie Terhadap Korban Konflik Masa Daerah Operasi Militer (DOM)

Di Kabupaten Pidie 1994-1998. ”

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra utara. Dalam

proses penulisannya penulis mengalami banyak rintangan dan hambatan, namun

penulis memperoleh banyak bantuan baik secara moril dan material. Untuk itu

penulis mengucapkan banyak terimakasih pada seluruh pihak yang terlibat dalam

penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam

penulisan skripsi ini, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca

demi kesempurnaan tulisan ini dan penulisan selanjutnya jika menggunakan tulisan

ini sebagai bahan referensi.

Medan, Agustus 2016


Penulis,

Teguh Frahara Tanjung


NIM: 120706005

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UCAPAN TERIMA KASIH

Adapun pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang membantu dan dengan sabar

memberikan dorongan moril dan material kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr, Budi

Agustono M.S, berkat bantuan serta segala fasilitas yang penulis terima selama

perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum sebagai Ketua Departemen Sejarah sekaligus

selaku Dosen pembimbing skripsi saya, terimakasih atas segala arahan dan

bantuannya dalam penulisan skripsi ini. Masukan dan bimbingan bapak sangat

penting dalam penelitian untuk penulisan ini.

3. Bapak Dr. Suprayitno. M.Hum sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis yang

telah sangat sabar dalam membimbing, dan memberikan nasehat serta motivasi

kepada penulis.

4. Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak/Ibu dosen Departemen Sejarah.

Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat dan penulis amalkan.

Kepada bang Ampera selaku Tata Usaha Departemen Sejarah, terimakasih atas

arahannya.

5. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Naharuddin dan Ibu Mardiyati Tanjung,

yang telah merawat, membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
saying. Adik penulis Dwi restu Tanjung terimakasih untuk doanya dan

dukungannya.

6. Seluruh informan penulis yang senang hati dan banyak memberikan bantuan

demi penyelesaian skripsi penulis. Penulis meminta maaf tidak dapat

menyebutkan nama informan satu per satu, tetapi jasa-jasa yang para informan

berikan tidak akan pernah penulis lupakan seumur hidup penulis.

7. Kepada seluruh teman-teman 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu

yang baik hati. Tidak lupa juga kepada seluruh kakak dan abang senior dan adik-

adik junior yang telah memberi banyak motivasi kepada penulis.

8. Terimakasih juga untuk Abang-abang angkatku di Kos lajang yang selalu

memberikan warna dalam hidup penulis selama menjalankan kehidupan bersama

kalian di Kos lajang yang memiliki banyak kesan dan sarat dengan pengetahuan

baru yang kalian berikan

9. Buat anak-anak Kos Marjok yang selalu menjadi orang-orang yang menasehati

penulis apabila mengalami masalah baik itu berhubungan dengan penulisan

skripsi ini maupun dalam pergaulan sehari-hari.

Dengan rasa rendah hati dan penuh suka cita penulis memohon kepada Tuhan

Yang Maha Esa agar kiranya kita selalu dilindungi dan diberkati di dalam

menjalankan aktifitas dan kegiatan kita sehari-hari. Sekali lagi penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak baik yang disebutkan atau

yang tidak dapat disebutkan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Skripsi ini tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu besar harapan penulis agar

semua pihak dapat memberikan saran dan kritik membangun demi kesempurnaan

skripsi ini.

Medan, Agustus 2016

Penulis

Teguh Frahara Tanjung

NIM: 120706005

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................x

ABSTRAK ................................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................5

1.3 Tujuan dan Manfaat ..............................................................................6

1.4 Tinjauan Pustaka ...................................................................................7

1.5 Metode Penelitian .................................................................................9

BAB II KABUPATEN PIDIE PADA MASA DAERAH OPERASI MILITER,

1994-1998

2.1 Wilayah, Penduduk Dan Pemerintahan ................................................13

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.1 Wilayah .....................................................................................13

2.1.2 Penduduk ...................................................................................16

2.1.3 Pemerintahan .............................................................................18

2.2 Penerapan Daerah Operasi Militer ........................................................21

2.2.1 Latar Belakang Penerapan DOM ..............................................22

2.2.2 Peristiwa-peristiwa Konflik ......................................................23

2.2.3 Dampak Konflik ........................................................................25

BAB III LATAR BELAKANG KETERLIBATAN PMI CABANG PIDIE

DALAM MEMBANTU KORBAN DOM, 1994-1998

3.1 Dorongan Tugas PMI............................................................................26

3.2 Rasa Empati ..........................................................................................28

3.3 Tokoh Penggagas ..................................................................................29

3.4 Didirikannya PMI Cabang Pidie ...........................................................32

BAB IV ORGANISASI PMI CABANG PIDIE, 1994-1998

4.1 Struktur Organisasi Dan Keanggotaan .............................................35

4.2 Program Kerja ...................................................................................38

4.3 Pendanaan .........................................................................................43

4.4 unit-unit PMI Cabang Pidie ..............................................................46

4.4.1 Palang Merah Remaja (PMR) ...............................................47

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.2 Korps Sukarelawan (KSR) ....................................................52

4.4.3 Satuan Penanganan Bencana (SADGANA) .........................56

4.5 Kerjasama Dengan Badan Palang Merah Internasional ICRC .........60

BAB V KONTRIBUSI PMI CABANG PIDIE MASA DAERAH OPERASI


MILITER, 1994-1998

5.1 Layanan Kesehatan ...............................................................................62

5.2 Posko-posko Pengungsian ....................................................................63

5.3 Pencarian Korban Konflik ....................................................................65

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ...........................................................................................71

6.2 Saran .....................................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................xii

DAFTAR INFORMAN ............................................................................................xiv

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pelantikan Kepengurusan Baru PMI Cabang Pidie Oleh Wakil Gubernur
Aceh Zainudin A.g Yang Juga Kepala PMI Provinsi Aceh ................. 34

Gambar 2. PMI Pidie sedang mengadakan seminar transfusi darah yang diikuti oleh
berbagai kalangan baik dari instansi pemerintahan, siswa-siswi SPK dan
Aparat pemerintah ................................................................................. 40
Gambar 3. PMI kabupaten Pidie setiap tahunnya selalu mengadakan HUT Palang
Merah Indonesia yang diikuti oleh aparatur pemerintahan, guru, siswa
SPK dan aparat Negara baik polisi maupun TNI .................................. 41
Gambar 4. Anak-anak SPK yang merupakan PMR berkumpul di balai pertemuan
menghadiri pelantikan pengurus PMI Pidie .......................................... 49

Gambar 5. Pelatihan dasar anggota KSR di halaman terbuka yang dipimpin oleh
ketua PMI Cabang Pidie bapak Sanusi dan dibantu oleh rekan dari PMI
Provinsi................................................................................................53
Gambar 6. Antusias para peserta pelatihan KSR yang dilatih oleh rekan-rekan PMI Provinsi
dalam pembuatan tenda untuk pelatihan tempat pengungsian ........................ 55

Gambar 7 Para peserta pelatihan SADGANA berfoto di dalam ruangan untuk


mengikuti pelatihan materi .................................................................... 57
Gambar 8. Salah seorang anggota SADGANA sedang mengecek kelengkapan dari
sembako-sembako yang ingin diberikan kepada masyarakat setempat 59

Gambar 9. Bekas pembakaran Rumoh Geudong di daerah Tiro, yang dilakukan Aparat
menelan duaKorban ......................................................................................... 66

Gambar 10. Angota Relawan yang sedang mengorek lobang tempat terciumnya bau bangkai
manusia di desa Tiro, dari hasil laporan masyarakat ....................................... 67

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

TABEL I. Jumlah Anggota DPRD Di Daerah Tingkat II Pidie Hasil Pemilihan

Umum, Tahun 1982, 1987, 1992 Dan 1997. ...........................................20

TABEL II. Daftar Kasus Pelanggaran HAM Kelas Berat, Sedang dan ringan Setelah

Pencabutan DOM 7 Agustus 1998. .........................................................24

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “ Kontribusi Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang
Pidie Terhadap Korban Konflik Masa Daerah Operasi Militer (DOM) Di
Kabupaten Pidie 1989-1998 ”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana latar
belakang dibentuknya PMI Cabang Pidie, karena melihat situasi dan kondisi di Aceh
khususnya di Pidie yang di tahun 1994 sampai dengan 1998 sedang diberlakukannya
darurat militer, selain itu, faktor lain yang menjadi pengamatan mengapa penulisan
ini dapat dilakukan melihat tentang bagaimana, latar belakang keterlibatan PMI
Cabang Pidie ini dalam membantu korban konflik, dan kontribusi seperti apa yang
dilakukannya.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik
(pengumpulan sumber), verifikasi ekstren dan intern (pengkritikan terhadap sumber),
interpretasi (penafsiran sumber), dan historiografi (tahap akhir penulisan). Penulisan
ini diuraikan dalam bentuk deskriptif naratif yaitu menganalisis setiap data dan fakta
agar tulisan bersifat ilmiah (objektif), tematis dan kronologis.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan menunjukan bahwa, adapun
alasan yang melatar belakangi berdirinya PMI Cabang Pidie karena, melihat situasi
kondisi di Pidie yang sudah tidak kondusif lagi, selain itu minimnya relawan dan atas
dorongan moril dari SEKDA Pidie maka dibentuklah PMI Cabang Pidie yang pada
fungsinya untuk dapat meminimalisasi konflik yang terjadi di Pidie dengan
memberikan perlindungan terhadap warga sipil yang membutuhkan bantuan., yang
mana ini merupakan tugas pokok PMI yang tertera di dalam perjanjian Genewa dan
AD/ART PMI. maka dengan dibentuknya PMI Cabang Pidie serta bekerja sama
dengan ICRC diharapkan dapat meringankan derita dari korban konflik di Kabupaten
Pidie. Pemberdayaan di sektor pelayanan kesehatan, pembangunan posko-posko
darurat serta melakukan pencarian dan mengevakuasi korban dilakukan di dalam
kontribusi PMI Cabang Pidie untuk berkontribusi pada masa DOM.

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Palang Merah Indonesia,1 merupakan wadah organisasi yang bergerak di

bidang sosial kemanusiaan. Cikal bakal PMI mulai tampak ketika pihak kolonial

Belanda membentuk sebuah organisasi sosial kemanusiaan yang merupakan

perpanjang tangan Palang Merah Belanda. Adalah “ Nederlands Rode Kruis Afdeling

Indie “ atau (NERKAI), yang relawannya merupakan orang-orang pribumi. Akan

tetapi dalam praktiknya, NERKAI tidak menerapkan sikap netral, melainkan di

bentuk hanya bertujuan untuk menyelamatkan dan merawat korban perang dari pihak

Belanda.

Tepat sebulan setelah kemerdekaan Republik Indonesia, 17 September 1945

PMI terbentuk yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno, bersama tokoh-tokoh yang

juga sudah mencita-citakan terbentuknya palang merah di Indonesia secara mandiri.

Adalah Dr. R.C.L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan, merupakan tokoh yang bersama-

sama berjuang untuk pembentukan PMI, dan baru mendapat pengakuan oleh

pemerintah 5 tahun sesudahnya, dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

1
Merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang kemanusiaan, badan ini bersifat
tidak memihak dan merupakan organisasi kemanusiaan yang diakui pemerintah, dan juga mempunyai
induk organisasi yaitu Palang Merah Intenasional yang berkantor di Genewa. Untuk kalimat
selanjutnya, penulis menggunakan kata PMI.

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kebijakan tersebut adalah: 1. Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 tanggal

16 Januari 1950 yang berisi, menunjuk perhimpunan PMI sebagai satu-satunya

organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat,

menurut Convantie Geneve/ Konvensi Genewa (1864,1906,1929,1949), 2. Keputusan

Presiden (Keppres) Nomor 246 tanggal 29 November 1963 yang berbunyi, melalui

Keppres ini pemerintah Republik Indonesia mengesahkan “ tugas pokok dan

kegiatan-kegiatan PMI yang berasaskan prikemanusiaan dan atas dasar sukarela

dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan dan paham politik, 3. Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 023 /Birhub/ 1972 yang berbunyi, berdasarkan

peraturan ini, PMI dapat menyelenggarakan pertolongan pertama maupun

mengadakan pendidikan pertolongan pertama serta dapat mendirikan pos pertolongan

pertama, 4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1980, peraturan ini memberikan

tugas khusus kepada perhimpunan PMI untuk menyelenggarakan upaya kesehatan

transpusi darah (UKTD), 5. Anggaran Dasar dan Rumah Tangga AD/ART, anggaran

dasar dan anggaran rumah tangga PMI pertama kali di sahkan oleh pemerintah

melalui keputusan Presiden RIS nomor 25 tahun 1950, namun pada

perkembangannya AD/ART dapat disempurnakan oleh Musyawarah Nasional.2

PMI yang merupakan induk organisasi palang merah di Indonesia,

menyebarkan pengaruhnya ke daerah-daerah dengan membentuk Cabang-cabang di

tiap daerah, salah satunya adalah PMI Cabang Pidie dibentuk pertengahan tahun

2
Seven Audi Sapta, KENALI PMI, Jakarta : PMI 2009, hlm 03.

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1994, oleh bapak H. Hasanusi H Wahab, sebagai perintis sekaligus ketua PMI

Cabang Pidie.

Sejalan dengan pembentukan PMI Cabang Pidie tahun 1994, sekitar priode

tahun 1990 an ke atas, keadaan di Aceh sedang terjadi gejolak konflik yang besar

antara TNI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Intensitas konflik di Aceh semakin

membesar dan mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah dengan mengharuskan

diberlakukannya Operasi Militer. Pembentukan PMI di Kabupaten Pidie tahun 1994

sangat berkaitan dengan konflik yang berlangsung di Aceh khususnya di Kabupaten

Pidie. Tujuan dibentuknya PMI Cabang Pidie sebagai upaya meminimalisasi dampak

konflik yang di terima oleh masyarakat. Selain itu PMI Cabang Pidie berkontribusi

terhadap korban konflik yang terjadi semasa diberlakukannya Daerah Operasi Militer

( DOM ), khususnya di wilayah Pidie.

Melihat keresahan dan permasalahan yang timbul di masyarakat, maka sesuai

“ Perinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional,”3 PMI

Cabang Pidie ikut berperan sebagai upaya membantu permasalahan yang muncul di

masyarakat yang disebabkan oleh konflik, yang salah satunya dengan membentuk

tim-tim kecil dari gabungan unit-unit yang ada di PMI Cabang Pidie, serta bekerja

sama dengan Badan Palang Merah Internasional, yaitu International Comitte of The

Red Cross (ICRC) untuk berupaya meminimalisasi korban konflik yang dilakukan

3
1.Kemanusiaan, 2.Kesamaan, 3.Kenetralan, 4.Kemandirian, 5.Kesukarelaan, 6.Kesatuan dan
7.Kesemestaan. Haris Munandar, Mengenal Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan SAR Nasional
( BASARNAS), Jakarta: PT Glora Aksara Pratama, 2008, hlm 8.

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PMI Cabang Pidie di wilayah-wilayah yang jauh dari jangkauan PMI Cabang Pidie,

sebagai perpanjang tangan PMI Cabang untuk menjawab keresahan masyarakat atas

konflik yang terjadi di Kabupaten ini.

Pemilihan Kabupaten Pidie sebagai wilayah penelitian disebabkan, PMI

Cabang Pidie dibentuk karena melihat situasi yang sudah tidak kondusif terjadi di

Pidie pada saat diberlakukannya Oprasi Militer. Selain itu wilayah ini merupakan

daerah terparah terjadinya konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kerap sekali menciptakan

teror hingga banyak menimbulkan korban jiwa. Berdasarkan uraian di atas, maka

penelitian yang berjudul “ Kontribusi Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang

Pidie Terhadap Korban Konflik Masa Daerah Operasi Militer (DOM) Di

Kabupaten Pidie 1994-1998 ” tentulah sangat menarik untuk dikaji. Sebab wilayah

yang akan menjadi tempat penelitian merupakan daerah dengan intensitas konflik

yang sangat besar dibandingkan wilayah lain di Provinsi Aceh. Selain itu juga

penelitian terkait kemanusiaan sangat jarang ditemukan dalam penulisan sejarah.

Alasan temporal pengambilan tahun awal penelitian 1994 disebabkan,

keberadaan PMI Cabang Pidie baru dibentuk di tahun tersebut, selain itu melihat pada

tahun 1994 masuk dalam priode waktu diberlakukannya DOM di Aceh, maka peran

PMI Cabang Pidie sangat berpengaruh terhadap upaya penanggulangan korban

konflik dan memberikan bantuan kepada masyarakat.

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Batasan akhir dari penelitian ini adalah tahun 1998. Alasan ini didasari atas

pencabutan status DOM di Aceh oleh pemerintah pusat, serta desakan yang berasal

dari rakyat Aceh kepada pemerintah pusat agar perang segera dihentikan. Dengan

melihat desakan dari rakyat yang mengharapkan perdamaian maka pada hari Jum’at,

7 Agustus 1998 Presiden B.J. Habibie di hadapan para Ulama, Menteri Pertahanan

dan Keamanan, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jendral Wiranto

mengumumkan pencabutan status DOM di Aceh.4

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pemahaman terhadap masalah yang akan dibahas dalam

penelitian “ Kontribusi Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Pidie terhadap

Korban Konflik Masa Daerah Operasi Militer (DOM) Di Kabupaten Pidie 1994-

1998 “ ini maka, perlu adanya rumusan masalah yang secara sistematis dirumuskan

sebagai berikut :

1. Bagaimana Kondisi Kabupaten Pidie Pada Masa Daerah Operasi

Militer, 1994-1998?

2. Bagaimana latar belakang Keterlibatan PMI Cabang Pidie Dalam

Membantu Korban DOM 1994-1998 ?


4
Dengan kebijakan dari Presiden B.J. Habibie dan atas desakan rakyat yang sudah
merindukan kedamaian di Aceh maka keputusan yang sudah ditunggu-tunggu pun akhirnya dilakukan
Presiden dengan memberikan kebebasan dalam menjaga keamanan wilayahnya sendiri, sejak
dicabutnya status DOM itu maka pasukan yang ditugaskan dalam Operasi Militer di Aceh ditarik
mundur untuk menjaga kesetabilan keamanan di Aceh. Neta S. Pane, sejarah dan kekuatan Gerakan
Aceh Merdeka,Solusi,Harapan dan Impian, Jakarta: PT Gramedia Widiarsana, 2001, hlm. 176-177.

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Bagaimana Perkembangan Organisasi PMI Cabang Pidie 1994-1998 ?

4. Bagaiman kontribusi PMI Cabang Pidie Masa Daerah Operasi Militer

1994-1998 ?

Dalam hal ini peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Di dalam

rencana penelitian ini, peneliti mencoba membatasi ruang lingkup permasalahan

terkait, bagaimana keterlibatan PMI Cabang Pidie pada masa situasi DOM di

Kabupaten Pidie, dan bagaimana organisasi ini pada priode awal terbentuknya,

sampai dengan kontribusi seperti apa dan berupa bantuan apa serta apa yang

diberikan PMI semasa DOM di Pidie. Selain itu penelitian ini untuk memberikan

warna baru dalam sebuah penelitian yang jarang sekali ditemukan mengambil dari

sisi kemanusiaan nya.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian merupakan suatu cara untuk dapat menjawab masalah yang kita

rumuskan. Selain itu, penelitian haruslah memiliki yang namanya tujuan dan manfaat.

Karena akan terasa sia-sia suatu penelitian jika tidak memiliki tujuan dan manfaat

yang jelas. Dan ini bukan hanya berguna bagi pribadi peneliti tapi juga bagi

masyarakat, maka dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan Kondisi Kabupaten Pidie Masa Daerah Operasi Militer

1994-1998.

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Menjelaskan PMI Cabang Pidie terlibat dalam upaya penanggulangan

korban DOM di Pidie.

3. Menjelaskan organisasi PMI Cabang Pidie di masa awal berdirinya.

4. Menjelaskan kontribusi PMI Cabang Pidie di masa Daerah Operasi

Militer ( DOM ) di Pidie.

Manfaat penelitian diharapkan :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan tambahan

kontribusi bagi pengembangan khasanah kajian ilmu-ilmu sosial.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi PMI,

khususnya PMI Cabang Pidie untuk membentuk citra positif di

masyarakat, sebagai sebuah organisasi kemanusiaan yang bersifat

Independen.

1.4 Tinjauan Pustaka

Inovasi dalam ilmu sejarah sebenarnya telah berjalan sejak awal abad ini,

khususnya ap-proachement antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, berkat proses

tersebut ruang lingkup sejarah meluas baik dalam soal pemilihan tema maupun

permasalahan yang akan diangkat.5 Jadi, tidak menutup kemungkinan tema-tema

5
Sartono Karto Dirdjo, Fungsi Studi Sejarah dan Struktur Kurikulum, Fakultas Sastra
Universitas Gajah Mada, 1992, hlm.7.

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
seputar palang merah dan permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar PMI dapat

diambil dalam sebuah penulisan sejarah.

Untuk mendapatkan gambaran bagaimana kontribusi yang dilakukan PMI

Cabang Pidie dalam oprasi kemanusiaan yang dilakukan selama 5 tahun terbentuk,

maka penulis menggunakan beberapa buku panduan sebagai telaah untuk

mendapatkan gambaran dalam penulisan ini.

Buku karangan Muchtar Kusumatmadja “Konvensi-konvensi Palang Merah

1949” (2002). Buku ini membahas hasil dari Konvensi-konvensi Palang Merah

Internasional tahun 1949, mengenai hukum dan kesepakatan yang di ambil dari

Negara anggota Palang Merah Internasional untuk dapat di patuhi oleh Negara yang

sedang bertikai.

Neta S. Pane “Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Solusi, Harapan

dan Impian”, (2001) menjelaskan tentang perjuangan rakyat aceh dari mulai masa

penjajahan Belanda, Jepang dan bahkan sampai terbentuknya GAM, dari buku ini

bisa dilihat dari pembahasan buku ini yang menceritakan rentetan sejarah konflik

bermula di Aceh sampai pada permasalahan yang terahir adalah Gerakan Aceh

Merdeka.

Haris Munandar “Mengenal Palang Merah Indonesia dan BASARNAS”,

(2008) menjadi acuan peneliti karna di dalam pembahasan buku ini menceritakan

keseluruhan aktifitas-aktifitas PMI baik dalam bentuk agenda rutin maupun yang

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak direncanakan. Selain itu buku ini juga menceritakan sejarah terbentuknya PMI

di Indonesia dan juga pembahasan sedikit terkait bagaimana PMI berkontribusi pada

pasca perang kemerdekaan.

Skripsi Pintha Priana “Aktifitas Palang Merah Indonesia Cabang Medan

(1950-1980)”, menjelaskan tentang sejarah terbentuknya PMI di Medan dan

bagaimana kegiatan rutinitasnya yang sudah terdaftar dalam agenda kerja yang

berlandaskan dasar gerakan palang merah. Kaitan nya dengan rencana penelitian ini

adalah dalam skripsi ini penulis mendapatkan gambaran bagaimana rutinitas kegiatan

palang merah secara keseluruhan dan juga terstruktur

1.5 Metode Penelitian

Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman

dan peninggalan dimasa lampau.6 Melalui metode sejarah inilah, hasil-hasil tulisan

berlandaskan sumber-sumber fakta dan nantinya akan bersifat objektif. Dalam

perkembangannya, penulisan sejarah menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial yang

telah berkembang pesat, sehingga dapat menyediakan teori dan konsep yang

merupakan alat analisis yang relevan sekali untuk keperluan analisis historis.7 Dalam

6
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Noto Susanto, Jakarta:
UIPres, 1985, hlm. 32.
7
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2014, hlm 136.

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penelitian sejarah setidaknya harus melakukan empat langkah, yaitu pengumpulan

sumber / heuristik, verifikasi kritik sejarah, interpretasi dan penulisan.8

Heuristik ialah, proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya. Dalam

metode ini peneliti mencoba melakukan pendekatan dengan menggunakan sumber

tertulis, lisan dan fisik. Untuk sumber tertulis penulis mendapatkan sumber melalui

buku-buku yang dapat diakses di perpustakaan Universitas Sumatra Utara,

Perpustakaan Daerah Pidie, dokumen-dokumen pemerintah pidie dan Arsip PMI

Cabang Pidie. Selain itu ada referensi berupa dokumen-dokumen seperti surat kabar

yang melampirkan informasi terkait gerakan tersebut maupun yang berkaitan dengan

PMI, Surat Keterangan Kerja PMI di tahun yang bersangkutan dengan judul dan

dukumen pendukung lainnya.

Pengumpulan sumber juga tidak terlepas dengan menggunakan sumber lisan

melalui proses wawancara. Karena penelitian ini bersifat kontemporer, wawancara

dapat dilakukan langsung dengan pelaku kejadian seperti mantan pimpinan PMI pada

masa itu bapak D.r. H. Hasanusi. H. Wahab dan juga staf PMI dan relawan yang

pada masa itu menjalankan operasi kemanusiaan. Selain itu sebagai warga sipil yang

juga menjadi korban dan juga yang mendapatkan kerugian yang paling banyak.

Adapun sumber fisiknya dapat dilihat dari foto-foto yang di dokumentasikan oleh

pihak-pihak yang bersangkutan baik dari PMI maupun sumber pendukung lain.

8
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm,
89.

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tahap selanjutnya adalah kritik sumber. Kritik ini dilakukan guna bertujuan

untuk membuktikan keaslian dari sumber yang didapatkan. Kritik sumber memiliki

dua macam bagian, yaitu kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal bertujuan

untuk memverifikasi pengujian terhadap bagian luar sumber sejarah, seperti

mengkritik arsip yang ditemukan maupun data-data lain.

Yang harus diteliti pertama apakah sumber yang ditemukan berkaitan dengan

objek yang akan diteliti, kemudian kedua palsu atau tidaknya data yang kita temukan

dan apakah sumber tersebut masih utuh atau sudah ada perubahan. Sementara itu

dalam kritik internal dilakukan untuk menentukan apakah isi sumber tersebut dapat

dipercaya atau tidak, apakah memuat fakta sejarah yang benar atau tidak dan kalau

perlu dilakukan perbandingan dengan sumber lain nya, selain itu yang harus

diperhatikan adalah gaya bahasa, penulisan dan juga kertas yang digunakan apakah

sesuai dengan penulisan pada masa itu.

Tahap interpretasi bertujuan membuat analisis dan sintetis terhadap data yang

telah di verifikasi. Hal ini diperlukan untuk menggabungkan sumber-sumber yang

telah diverifikasi kebenarannya, agar menjadi kesatuan yang utuh dan berkaitan,

sehingga membentuk kisah yang baru. Tahapan ini dilakukan dengan cara

menafsirkan fakta sehingga terdapat pemahaman terhadap fakta sejarah baik secara

tematis maupun kronologis dapat diungkapkan. Meskipunfakta bersifat objektif tetapi

tetap dapat mengandung sifat subjektifitas karna ditafsirkan oleh seseorang. Dengan

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kata lain, tahapan ini dilakukan dengan membuat kesimpulan, keterangan atau

informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada.

Tahapan terakhir adalah historiografi. Proses ini adalah tahapan terakhir dari

langkah-langkah penelitian sejarah, untuk melakukan pemaparan atau hasil dengan

merangkum semuanya menjadi sebuah tulisan ilmiah, hasil dari interpretasi yang

sudah dilakukan sebelumnya. Tulisan ini menjadi sebuah kisah sejarah yang baru

dengan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang digunakan

dalam penulisan ini adalah deskriptif naratif, yaitu dengan menganalisis data dan

fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan bersifat ilmiah.

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

KABUPATEN PIDIE PADA MASA DAERAH OPERASI MILITER, 1989-1998

2.1 Wilayah, Penduduk, Pemerintahan

Wilayah, penduduk dan pemerintahan merupakan unsur-unsur terbentuknya

suatu negara. Kabupaten Pidie yang merupakan bagian dari Negara Indonesia juga

terdiri dari wilayah, penduduk dan pemerintahan setingkat Kabupaten. Wilayah,

merupakan sebuah daerah yang dikuasai/ menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan.

Sedangkan penduduk, adalah orang-orang yang berdomisili tetap di suatu wilayah.

Maka dengan adanya wilayah dan penduduk, terbentuklah pemerintahan yang

mengatur penduduk dan memimpin di wilayah tertentu, begitu juga di Kabupaten

Pidie.

2.1.1 Wilayah

Pidie merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Aceh, dengan

Ibu Kota Kabupaten Sigli. Secara administratif luas wilayah sebelum terjadinya

pemekaran adalah ± 4.107.81 km2 dengan letak daerah 04,30 - 04,60 LU dan 95,75 –

96,20 BT. Batas-batas wilayahnya berada di sebelah timur dengan Aceh Utara,

sementara di bagian barat dengan Kabupaten Aceh Besar, di sebelah utara dengan

Selat Sumatera, dan terahir di sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Barat.9

Dengan batas wilayah perbukitan yang menghubungkan kabupaten satu dengan

9
Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1994, Pidie, 1994, hlm. 1.

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lainnya. Akses menuju kabupaten ini tergolong mudah, karena berada di jalur lintas

Medan-Banda Aceh. Bila ditempuh dari Banda Aceh dapat memakan waktu ± 3 jam

perjalanan untuk menuju kabupaten ini, sementara jika dari Medan menuju kabupaten

ini dapat memakan waktu ± 8 jam.

Kabupaten ini meliputi dataran rendah, pantai, dataran tinggi Lembah Tangse

dan Geumpang dengan jumlah 23 kecamatan, 127 mukim10 dengan desa sebanyak

948 desa.11 Seperti halnya kebanyakan kabupaten di Aceh, Kabupaten Pidie memiliki

iklim tropis (dataran rendah / pesisir pantai ) dan iklim sejuk ( dataran tinggi / lembah

/ pegunungan), dengan curah hujan sekitar 1.482 mm pertahun dengan suhu rata-rata

24o - 32o C.

Dengan dikaruniai wilayah yang subur dan pantai yang berbatasan dengan

selat malaka, menjadikan sebagian besar masyarakatnya memilih lapangan kerja

disektor pertanian dan peternakan, sementara sektor perikanan tidak masuk dalam

tiga besar lapangan kerja yang diminati masyarakat, melainkan sektor perdagangan

yang berada di urutan ke tiga. Pernyataan ini selaras dengan laporan Badan Pusat

Statistik yang menempatkan sektor pertanian dan peternakan berada di urutan dua ter

atas, dengan 58,44% masyarakat memilih sektor pertanian sebagai mata

pencariannya, 21,03% di sektor peternakan, semantara 3,79% masyarakat hanya

10
Dalam qanun kabupaten/kota itu disebutkan, mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di
bawah kecamatan yang terdiri dari atas gabungan beberapa gampong/desa yang mempunyai batas
wilayah tertentu. aceh.tribunnews.com/2013/04/10/mukim-atau-kemukiman, di akses tanggal 25 Mei
2016, 22:13.
11
Badan pusat statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1998, Pidie, 1998, hlm 1.

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memilih sektor perikanan dan ini berada di bawah sektor perdagangan yang

menempati urutan ke tiga dalam lapangan kerja yang diminati masyarakat Pidie

dengan 7,89%.12

Melihat besarnya minat masyarakat pada sektor pertanian maka, di dataran

rendah hampir seluruh wilayahnya dijadikan lahan pertanian padi, hal ini sudah

dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat setempat. Hanya saja, dewasa ini

seiring perkembangan zaman terjadi pergeseran pola pikir penduduk. Hampir

sepanjang jalan lintas Medan-Banda Aceh, lahan sawah yang berbatasan dengan bahu

jalan lintas kini sebagian besar beralih fungsi dengan dibangun ruko-ruko sebagai

penunjang laju ekonomi.

Sama halnya di dataran rendah, pemberdayaan dataran tinggi juga dilakukan

oleh masyarakat Kabupaten Pidie, untuk dimanfaatkan bercocok tanam seperti pohon

coklat, kopi dan tanaman-tanaman lain yang sesuai dengan iklim dataran tinggi.

Keasrian hutannya masih dapat dilihat seperti adanya hutan-hutan yang memang

tidak boleh dijamah seperti di daerah Geulumpang. Sementara di wilayah pesisir,

umumnya masyarakat pidie bekerja sebagai nelayan.

Semasa diberlakukannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, Kabupaten

Pidie menjadi sorotan nasiolal, dan semakin parah di awal-awal tahun 1994 sampai

akhir 1998. Wilayah dengan potensi sumber daya alam yang besar ini terbengkalai

akibat konflik yang terjadi. Wilayah yang Secara garis besar merupakan basis dari
12
Badan pusat statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1992, Pidie 1992, hlm 37

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pergerakan GAM ini, menjadi sangat mencekam sejak diberlakukannya Operasi

Militer. Selain itu dengan didukung struktur wilyah yang dikelilingi perbukitan,

menjadi jalur pintu keluar masuknya GAM menuju wilayah lain.

2.1.2 Penduduk

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan populasi penduduk

terbanyak ke- 4 di dunia13, dengan berbagai suku bangsa, agama dan budaya. Dengan

luas wilayah Kabupaten Pidie ± 4.107.81 km2 , persebaran penduduk sebagian besar

hampir merata hanya saja sedikit lebih banyak berada di Kecamatan Mutiara, Kota

Sigli dan Kecamatan Meureudu. Sebagian besar masyarakatnya jika di petakan

bedasarkan Suku, mayoritas adalah suku asli Aceh, sebagian kecil adalah suku-suku

lain.

Pemberlakuan DOM di Aceh, khususnya di Kabupaten Pidie menjadikan

tingkat pertumbuhan penduduk relatif rendah, menurut catatan Bandan Pusat Statistik

Kabupaten Pidie, sepanjang tahun 1989 sampai dengan 1992 saja tingkat

pertumbuhan penduduk rata-rata ± 1,90%14. Sementara sepanjang priode 1994 sampai

1998 semakin mengalami penurunan pertumbuhan penduduk. Jurnal Badan Pusat

Statistik tahun 1998, yang mencakup data pertumbuhan penduduk tahun 1994

mencatat, tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata yang dirinci menurut kecamatan di

Kabupaten Pidie mengalami fase turun, tingkat pertumbuhan penduduknya hanya

13
http://detikcom/2014/03/06 13:40:53/Negara dengan penduduk terbanyak di Dunia, RI
Masuk 4 Besar/, di akses pada tanggal 12 April 2016, 02:11.
14
Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1992, Pidie, 1992, Op. Cit hlm 27.

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sekitar ± 0,23 %.15 Ini membuktikan efek pemberlakuan DOM di Aceh khususnya di

Kabupaten Pidie sangat berimbas pada tingkat pertumbuhan penduduk.

Di antara 10 daerah tingkat II di Aceh, Kabupaten Pidie diperkirakan memiliki

jumlah janda tertinggi. Dari sensus penduduk di tahun 1990 di catat, jumlah janda di

Kabupaten Pidie mencapai ± 23.366 orang, yaitu 5,5 % dari jumlah penduduknya

masa itu.16 Sayangnya kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie tidak secara

rutin mencatat secara rutin pertahun. Melainkan hanya di data tiap sensus penduduk

secara nasional sepuluh tahun sekali. Jumlah ± 23.366 janda di Pidie tersebut bukan

berarti sepenuhnya janda yang di akibatkan korban DOM melainkan jada dari cerai

mati (baik dikarenakan usia maupun korban konflik) dan cerai hidup.

Hal lain yang terlihat dari penerapan DOM di kabupaten ini adalah, banyak

desa-desa yang mengalami ketertinggalan. Dari data yang di dapatkan dalam jurnal

Badan Pusat Statistik tahun 1995 yang merangkum tahun 1994 dikatakan, ± 590

desa17 mengalami ketertinggalan, yang penyebab utamanya adalah konflik yang

berkepanjangan terjadi di kabupaten ini. Permasalahan lain tampak pada taraf

pendidikan masyarakatnya yang masih tergolong relatif rendah. Dan juga berkaca

dari narasumber yang di temui di masyarakat sebagian besar buta huruf, bahkan untuk

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik saja mereka kurang terbiasa.

15
Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1998, Pidie, 1998, Op. Cit, hlm. 9.
16
Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1990, Pidie, 1990, hlm 29.
17
Di tahun 1994 banyak desa yang mengalami ketertinggalan dikarenakan konflik yang
berlangsung hampir separuh lebih desa di seluruh kecamatan di Kabupaten Pidie mengalami
ketertinggalan, tapi di tahun-tahun berikutnya jumlah tersebut berkurang drastis. Pada tahun 1995
menjadi 269 desa. Badan Pusat Statistik PIDIE DALAM ANGKA 1995, Pidie, hlm 17.

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penggunaan bahasa Aceh, sudah menjadi bahasa yang digunakan untuk

berkomunikasi sehari-hari masyarakat Aceh, khususnya di Pidie. Hampir secara

keseluruhan baik dari anak-anak sampai dewasa mereka menggunakan bahasa daerah

untuk berkomunikasi, hanya sedikit masyarakat yang mau menggunakan bahasa

Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari. Untuk masalah keyakinan yang dianut,

masyarakat di kabupaten ini mayoritas menganut agama islam, selian itu dalam

kesehariannya, masyarakat hidup saling rukun dan berdampingan dengan

mengedepankan sistem kekeluargaan serta budaya yang kuat.

2.1.3 Pemerintahan

Sistem pemerintahan di Kabupaten Pidie sama seperti daerah-daerah lainnya

di Indonesia, pada tingkatan Kabupaten dipimpin oleh Bupati, untuk tingkat

Kecamatan dipimpin oleh Camat, sedangkan tingkat Kelurahan/Desa dipimpin oleh

Keuchik18. Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, sistem pemerintahan yang

digunakan adalah “Sentralisasi”19 yang menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia

berarti “pemusatan pemerintahan”. Jadi bisa dipastikan masa Orde Baru segala

sesuatu terkait pengaturan kebijakan yang mengarah pada pemusatan kekuasaan,

politik, ekonomi, sosial budaya dan lain nya.

Seperti yang terkait di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang

pokok-pokok pemerintahan di daerah, dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1979

18
Keuchik adalah nama untuk pemimpin Gampong (kampung) di daerah aceh, keucik juga
merupakan pimpinan eksekutif dari pemerintahan Gampong.
19
Indriawan WS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jombang: Lintas Media, hlm 480.

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tentang pemerintahan desa, adalah dua produk undang-undang yang melegalisir

dijalankannya politik sentralisasi oleh pemerintahan Orde Baru20. Undang-undang

tahun 1974 yang dalam kesimpulannya dikatakan, bahwa segala sesuatunya

disesuaikan dengan sifat dasar dari Negara Indonesia yang mana menjadikan

kedudukan pemerintah di daerah harus diseragamkan. Yang tujuannya untuk

menjalankan azas tunggal pancasila. Jadi kebijakan yang dapat diambil harus sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pusat. Pemerintah daerah cendrung dibatasi

oleh konsep kepentingan nasional dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi, serta

beban-beban yang diberikan pusat.21

Jadi garis besarnya, pemerintah daerah lebih mengedepankan kepentingan

yang ada di pusat dengan mengenyampingkan kepentingan daerah. Selain itu dengan

didukung kekuatan dari Golongan Karya, yang memenangkan beberapa priode

pemilui tahun 1982 sampai dengan 1997 serta diberlakukannya Dwi fungsi ABRI

semakin menambah kuat daya cengkram pemerintahan orde baru yang menguasai

pemerintahan di daerah, khususnya di Pidie, sehingga pemerintah daerah pada masa

itu patuh untuk kepentingan pusat. Seperti yang di uraikan pada tabel 1 di bawah,

20
Mutiara Fahmi Razaki, Pergolakan Aceh Dalam Perspektif Syariat, Banda Aceh: Yayasan
peNA, 2014, hlm 72.
21
Ibid, hlm 73.

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 1
Jumlah Anggota DPRD Di Daerah Tingkat II Pidie Hasil Pemilihan Umum,
Tahun 1982, 1987, 1992 Dan 1997.

Tahun PPP GOLKAR PDI ABRI JUMLAH

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1982 19 7 1 5 34

1987 16 13 1 8 38

1992 13 19 1 8 41

1997 8 26 1 9 44

JUMLAH 56 65 4 30 157

Sumber Data : Badan Pusat Statistik, Pidie Dalam Angka 1996, hlm 15.

Di sisi lain, dengan tidak adanya penyebutan suatu kewenangan yang jelas,

dan masih menggantungnya apa yang harus dilakukan daerah dalam rangka

kepentingan daerah, membuat daerah benar-benar tergantung oleh keputusan pusat.22

Dengan banyaknya kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan

keinginan masyarakat sehingga muncullah kelompok yang menentang kebijakan

tersebut.

22
Ibid, hlm 73.

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Melihat kebijakan-kebijakan yang di keluarkan pemerintah pusat tidak untuk

memajukan daerah, timbul perlawanan kepada pemerintah pusat untuk menuntut ke

adilan untuk kemajuan daerah, dengan opsi tidak percaya dengan pemerintahan pusat

maka, muncul gerakan yang menentang pemerintahan dan ingin berpisah dari

kesatuan NKRI, inilah yang bernama Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Dengan

adanya gerakan perlawanan ini, maka situasi di Aceh menjadi tidak kondusif dengan

teror-teror yang dilakukan menciptakan suasana darurat di Pidie, maka dari itu

nantinya pemerintah pusat melalui laporan dari pemerintah provinsi menetapkan

DOM untuk dapat memberantas perkembangan gerakan ini.

2.2 Penerapan Daerah Operasi Militer

Daerah Operasi Militer (DOM), adalah sebuah istilah popular di kalangan

masyarakat Aceh bagi sebuah operasi militer yang hakikatnya bernama Operasi

Jaring Merah.23 Operasi ini pada mulanya diperuntukan mengamankan situasi dari

tindakan suatu gerakan yang disebut pemerintah Gerakan Aceh Merdeka,24 tapi dalam

penerapannya penggunaan kekerasan serta pelanggaran HAM terjadi sepanjang

diberlakukannya DOM. Penerapan operasi militer di Aceh sudah dilakukan sejak

tahun 1989, semenjak teror-demi teror yang dilakukan GAM sudah tidak dapat

terkontrol lagi, tetapi penerapan ini sudah optimal pada tahun 1990, dengan

23
Ibid, Mutiara Fahmi Rizky, hlm 79.
Mengutip kutipan di buku Pergolakan Aceh Dalam Perspektif syariat, sumber utama “ Nur
24

Alamsyah dan Hendra, Operasi Jaring Merah, Kompas (Harian), 26 Agustus 1998”.

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibentuknya pos-pos pemeriksaan sepanjang jalan lintas Banda Aceh-Medan oleh

aparat keamanan.

2.2.1 Latar Belakang Penerapan DOM

Kecenderungan sistem sentralistik yang diterapkan presiden Soeharto,

menimbulkan kesenjangan yang besar di daerah dengan pusat pemerintahan di Ibu

Kota Negara. Melihat kesenjangan yang terjadi di segala sektor, menjadi pemicu

permasalahan besar mengapa rakyat Aceh akhirnya memilih memberontak dan

melakukan perlawanan dengan mengangkat senjata. Teror-teror yang diciptakan

GAM, bertujuan sebagai tanda perlawanan terhadap pemerintah. Tindakan yang di

ambil pemerintah untuk menempatkan banyak personil TNI di Aceh bukan semakin

memperbaiki keadaan tapi malah memicu untuk keadaan yang lebih parah.

Latar belakang penerapan DOM di Aceh disebabkan aksi teror yang dilakukan

sudah tidak dapat terbendung lagi, hingga pemerintah mengerahkan pasukan ABRI

untuk berupaya meredam teror yang dilakukan oleh GAM. Akan tetapi, bukan

menjadi lebih baik malah keadaan semakin memburuk. Penerapan DOM di Aceh

sudah berlangsung sejak tahun 1989. Puncaknya terjadi akibat kasus perampasan

senjata yang dilakukan GAM terhadap ABRI tepatnya sejak tanggal 26 September

1989. Ini bermula dari kasus perampasan senjata ABRI yang pada saat itu sedang

melakukan kegiatan ABRI masuk desa (AMD). Kehilangan 19 pucuk senjata M 16,

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan beberapa pucuk pistol serta 2 pucuk minimi dan 4000 butir peluru25, menjadi

pemicu ditetapkannya Aceh sebagai daerah darurat militer. Penerapan DOM di Aceh

mulai dikatakan optimal di awal- awal 1990 an, peningkatan operasi militer di Aceh

dan sekaligus meningkatnya ketegangan ditandai oleh adanya sejumlah pos

pemeriksaan aparat keamanan (Check point) di sepanjang jalan raya Banda Aceh-

Medan.26

2.2.2 Peristiwa-Peristiwa Konflik

Sepanjang diterapkannya setatus DOM di Aceh timbul banyak peristiwa-

peristiwa berupa kekerasan baik secara fisik ataupun mental. Kekerasan-kekerasan

yang ditimbulkan menyebabkan banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi dalam bentuk pembunuhan, penghilangan orang

secara paksa, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan perlakuan lain yang

kejam, tidak manusiawi. Bahkan, kekerasan seksual terhadap perempuan juga kerap

kali terjadi. Selama pemberlakuan DOM di Aceh telah terjadi ± 7.727 kasus

pelanggaran HAM kelas berat, sedang dan ringan yang terungkap setelah pencabutan

DOM 7 Agustus 1998. Seperti yang di uraikan pada tabel 2 di bawah,

25
Kontras, Aceh Damai Dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu, Jakarta:
Kontras, 2006, hlm 27.
26
Ibid, hlm 29.

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2
Daftar Kasus Pelanggaran HAM Kelas Berat, Sedang Dan Ringan Setelah
Pencabutan DOM 7 Agustus 1998.

No Jenis Kasus Jumlah Kasus

1. Tewas 1.321

2. Hilang / Penculikan 1.958

3. Penyiksaan 3.430

4. Pemerkosaan 128

5. Pelecehan Sex 81

6. Pembakaran Rumah 587

7. Penjarahan Dalam Rumah 38

8. Penjarahan Sepeda Motor 122

9. Penjarahan Mobil 52

Total Kasus 7.727

Sumber Data : Kotras ( Tabloid ), No. 131, Th. IV, 4-10 April 2000

Permasalahan ini terjadi di seluruh wilayah Aceh yang menjadi basis-basis

pergerakan GAM, tidak kecuali di Kabupaten Pidie yang merupakan zona pekat dari

pergerakan ini. Kasus-kasus yang disebutkan di atas juga terjadi di Pidie. Sebagai

salah satu contoh kasus “ kejadian yang menimpa Syech Asnawi Yahya ( 32 ),

Sarjana FKIP Jabal Ghafur, Sigli. Sebagai Keucik ( Kepala Desa ) di Blang Kulam,

Kecamatan Batee, ia tak mau warganya disiksa oleh aparat diculik dengan dalih ikut

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
operasi. Karena sering adu argumen dengan aparat mengenai masalah itu, dia pun di

ambil petugas pada suatu hari tahun 1991 lalu dibawa ke Jembatan Delima, Pidie.

Lehernya dipasangi tali, lalu beberapa warga disuruh menarik tali tersebut. Dalam

situasi ini, aparat lalu menembakkan peluru ke tubuhnya. Mayat Asnawi itu baru

dapat diambil keesokan hari oleh ibunya.27 Seperti inilah gambaran mengenai

peristiwa-peristiwa yang terjadi selama diberlakukannya DOM , kerugian sangat

dirasakan dan berdampak pada kehidupan masyarakat.

2.2.3 Dampak Konflik

Pemberlakuan DOM di Aceh menimbulkan dampak buruk di segala sisi,

khususnya dari sisi kemanusiaan. banyaknya jumlah kasus pelanggaran baik ringan

maupun berat yang terjadi selama pemberlakuan DOM menimbulkan dampak besar

di masyarakat. Dari data yang sudah diuraikan di atas menunjukkan kerugian baik

secara fisik dan material terjadi selama berlangsungnya konflik di Aceh.

Dampak yang sangat jelas terlihat adalah banyaknya korban yang di

timbulkan oleh pemberlakuan DOM ± 7.727 korban, dan juga meningkatnya jumlah

janda dan anak yatim menjadi persoalan sosial di masa selanjutnya. Upaya yang

dilakukan pemerintah kurang efektif, hingga sampai saat ini bisa kita dapati banyak

dari korban-korban konflik ini yang akhirnya harus turun ke jalan dan sebagian besar

menjadi pengemis.

27
Alchaidar Sayed Mudhahar Ahmad yarmen Dinamika, Aceh Bersimbah Darah, Jakarta;
Pustaka Al-kautshar, 1998, hlm 113.

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III

LATAR BELAKANG KETERLIBATAN PMI CABANG PIDIE DALAM

MEMBANTU KORBAN DOM, 1994-1998

3.1 Dorongan Tugas PMI

Konflik yang terjadi di Aceh Khususnya di Kabupaten Pidie menitik

beratkan pada pemberantasan gerakan separatis. Permasalahan lain timbul dan

merupakan permasalahan sosial yang besar, dan dampaknya sangat dirasakan

masyarakat. Kesadaran ini timbul melihat dampak negatif yang begitu besar dialami

masyarakat. Penggunaan militer dalam memberantas gerakan separatis ini menjadi

tidak efektif karena bukan menjadi baik, tetapi memperburuk keadaan, sehingga

terjadinya kekerasan-kekerasan dan juga tindakan yang tidak sewajarnya di alami

masyarakat yang merupakan pelanggaran HAM.

Didirikannya PMI Cabang Pidie 11 Agustus 1994 menjadi latar belakang

solusi untuk membantu mengurangi derita masyarakat dan membantu meringankan

permasalahan sosial kemanusiaan yang terjadi di Pidie. Kegiatan Palang Merah yang

berfokus pada permasalahan sosial kemanusiaan, menjadi latar belakang mengapa

PMI Cabang Pidie ikut terlibat membantu pada saat konflik. Ini merupakan tugas

dari Palang Merah yang dijelaskan dalam Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai

perlindungan orang-orang sipil di waktu perang, seperti yang tertera pada hasil

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan orang-orang sipil di waktu perang

yang tertera pada bagian III, Kedudukan Dan Perlakuan Dari Orang-Orang Yang

Dilindungi, pasal 27 yang berbunyi, Orang-orang yang dilindungi, dalam segala

keadaan berhak akan penghormatan atas diri pribadi, kehormatan hak-hak

kekeluargaan, keyakinan dan praktik keagamaan serta adat istiadat kebiasaan mereka.

Mereka harus selalu di perlakukan dengan perikemanusiaan, dan harus dilindungi

hanya terhadap segala tindakan kekerasan atau ancaman-ancaman kekerasan dan

terhadap penghinaan, serta tidak boleh menjadi objek tontonan umum.28

Selain itu dalam AD/ART juga di jelaskan pada BAB IV MANDAT DAN

TUGAS POKOK pada pasal 8 dan pasal 9 poin B dan C, yang berbunyi “ pasal 8,

Mandat PMI adalah menjalankan pekerjaan Palang Merah di dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan di Luar Negeri menurut Konvensi-konvensi Jenewa tahun

1949. Pada pasal 9 poin B, tugas pokok PMI adalah, mempersiapkan dan

melaksanakan tugas-tugas bantuan penanggulangan bencana (faktor alam/ konflik)

baik di dalam maupun di luar negeri, poin C, melaksanakan tugas-tugas lain di bidang

kepalangmerahan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia.” 29 Maka dari

itu sudah sewajibnya PMI, khususnya PMI Cabang Pidie ikut berkecimpung untuk

berkontribusi dalam upaya meminimalisasi korban konflik dan mengatasi

permasalahan sosial kemanusiaan yang menimpa masyarakat.

28
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949,
Bandung: P.T. Alumni 2002, hlm 325.
29
Anggaran Dasar Rumah Tangga ( AD/ART ) Palang Merah Indonesia, Hasil Musyawarah
Nasional XIX, hlm 4.

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Rasa Empati

Rasa empati merupakan hal yang dimiliki setiap individu. Tidak terkecuali

para relawan yang bertugas dalam upaya membantu korban konflik, organisasi Palang

Merah yang bertumpu pada kegiatan-kegiatan yang berbasis sosial kemanusiaan

memang sudah seharusnya menjalankan tugas tersebut, karena merupakan tugas yang

sudah tertera dalam perjanjian Jenewa dan AD/ART PMI. Tapi semua kembali pada

individu masing-masing, mungkin ada yang menjalankannya dengan ikhlas ataupun

tidak. Rasa empati dan simpati yang timbul melihat permasalahan yang terjadi,

meringankan langkah relawan PMI untuk terjun kelapangan memberikan

kontribusinya, tidak dapat di pungkiri ketakutan dalam diri pribadi masing-masing

orang selalu menghantuinya setiap saat. Tapi kewajiban dalam tugas menuntut

relawan harus menjadi garda terdepan dalam upaya penanganan korban konflik

khususnya PMI Cabang Pidie.

Kesadaran ini timbul melihat banyaknya korban jiwa maupun kekerasan yang

terjadi, begitu juga korban dengan keadaan tidak wajar menjadikan luka tersendiri

yang sangat menyayat hati masyarakat. Maka, sudah sepantasnya rasa empati itu

timbul di setiap individu yang memiliki rasa kemanusiaan. berangkat dari kasus-

kasus ini, dengan dorongan rasa kemanusiaan tergeraklah PMI Cabang Pidie untuk

berkontribusi terhadap apa yang terjadi di Kabupaten Pidie.

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Tokoh Penggagas

Dibentuknya PMI Cabang Pidie tidak lepas dari peran seorang tokoh yang

bernama Dr. Hasanusi H Wahab, biasa di sapa dengan nama Sanusi. Beliau yang

merupakan akademisi ini bertugas di pemerintahan sebagai Kepala Dinas Kesehatan

di Kabupaten Pidie sejak tahun 1994. Sebelum berada di Pidie, beliau bertugas di

Sabang, juga sebagai Kepala Dinas Kesehatan. Beliau adalah tokoh penggerak

sekaligus ketua PMI Cabang Pidie pertama. Beliau menduduki jabatan sebagai ketua

PMI Cabang Pidie ± 3 priode atau 15 tahun. Kiprah Sanusi di dunia palang merah

termasuk senior. Beliau jugalah yang membentuk dan mendirikan PMI Cabang

Sabang, semasa beliau berdinas di sana.

Niat membangun PMI Cabang Pidie berawal dari percakapan dengan SEKDA

Pidie yang sama-sama pernah bertugas di Sabang bernama Bustami. Percakapan

tersebut disambut baik, melihat keadaan di Pidie yang memang sudah tidak kondusif

lagi. Maka dengan dasar kemanusiaan dan merupakan sebuah kewajiban di bentuklah

PMI Cabang Pidie, Seperti yang di kutip dari wawancara dengan Sanusi yang

mengatakan,

“ Sebelumnya dibentuknya PMI Cabang Pidie ini memang merupakan


untuk tugas kemanusiaan, harapan dari kami ( Bustami dan Saya) untuk
bisa merekrut relawan-relawan karna selama konflik ini terjadi di Pidie
kebutuhan akan tenaga relawan sangat minim. Beliau (Bustami) yang
menghubungi saya karenakan dia SEKDA waktu itu, dan sudah
merupakan tanggung jawabnya sebagai orang pemerintahan berupaya
memberikan rasa aman kepada masyarakat, di lihatnya pengalaman
saya dulu waktu sama-sama tugas di Sabang, saya juga membentuk PMI

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Cabang Sabang, jadi di panggilah saya untuk membentuk PMI Cabang
Pidie ini ”30
Bersamaan dengan itu, konflik di Aceh, khususnya di Pidie meningkat.

Melihat intensitas konflik yang besar, maka Bustami selaku SEKDA yang juga rekan

sesamanya di pemerintahan, memanggil Sanusi untuk membentuk PMI di Pidie.

Tujuannya adalah untuk merekrut tenaga sukarelawan selama konflik berlangsung.

Karna selama berlangsungnya darurat militer di Aceh dapat dikatakan minim bantuan

yang bersifat tenaga relawan.

Dengan mandat tersebut, maka Sanusi beserta teman-temannya di lingkungan

Dinas Kesehatan merintis berdirinya PMI di Kabupaten Pidie. Dari situasi yang

sedemikian rupa, maka dengan sigap beliau mengumpulkan kawan-kawan dan

menata struktur organisasi PMI Cabang Pidie. Didukung dengan pengalaman seliau

sebagai orang lama yang berkecimpung di Organisasi PMI menjadikan langkah untuk

membangun PMI di Kabupaten Pidie mendapatkan kemudahan. Selain didukung oleh

pengalaman yang beliau miliki, jabatan beliau sebagai Kepala Dinas Kesehatan

sangat membantu beliau dalam mengumpulkan anggota. Dukungan oleh teman-teman

baik seprofesi maupun dari profesi lain juga berpengaruh besar terhadap

mengumpulkan anggota agar dapat membangun PMI Cabang Pidie bersama-sama.

Adanya program-program kerja rutin, dan dukungan dari pemerintah daerah

setempat maka, kegiatan yang dilakukan PMI Cabang Pidie banyak yang terlaksana.

30
Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seperti pelatihan-pelatiah P3K, tanggap bencana, pelatihan membidai kegiatan

tanggap darurat penanggulangan bencana, serta seminar-seminar, yang bekerja sama

dengan PMI Provinsi Aceh untuk melatih calon-calon relawan. Kegiatan ini di

sambut baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat, karena antusias untuk

bergabung di PMI baik di kalangan pemerintahan dan sipil lumayan banyak. Kegiatan

tersebut rutin dilakukan karena mendapat dukungan dan bantuan dari pemerintah

daerah serta instansi pemerintah yang anggotanya tergabung di PMI Cabang Pidie.

Dari sinilah mulai adanya antusias masyarakat dan juga aparatur pemerintahan

yang berperan aktif membangun PMI Cabang Pidie. Selain itu juga karena

didominasi oleh orang-orang dinas kesehatan, maka fungsi sebagai tenaga medis

lebih dominan dari pada fungsi lainnya. Seperti pembentukan pelayanan publik dan

juga membentuk bulan donor darah sebagai agenda rutin, dari penuturan Sanusi

mengatakan,

“ Setelah dilantik ketua PMI Aceh, untuk langkah awal buatlah kegiatan
yang dilakukan melakukan donor darah, yang diikuti lembaga
pemerintahan dan aparat seperti POLISI dan TNI, karena tempat
penyimpanan kantong darah belum ada di PMI Cabang Pidie maka di
kirim kan lah kantong-kantong darah itu ke Banda Aceh, ini merupakan
cara kami untuk menarik minat masyarakat untuk bergabung dengan
PMI Cabang Pidie. Selain itu pelayanan kesehatan juga menjadi agenda
rutin agar PMI Cabang Pidie dapat di kenal dan di terima dulu di
masyarakat”31
dengan berjalannya program kerja yang dicanangkan memberikan stigma positif

terhadap pembentukan PMI di Pidie.

31
Ibid. Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 Didirikannya PMI Cabang Pidie

Dibentuknya PMI Cabang Pidie pada tanggal 11 Agustus 1994, merupakan

momentum awal untuk memperkenalkan PMI kepada masyarakat Pidie. Seperti yang

tertera dalam AD/ART PMI yang menyebutkan pada BAB VII, mengenai struktur

dan komponen organisasi di pasal 14. Bahwasanya, struktur PMI terdiri atas, PMI

pusat, PMI provinsi, PMI kabupaten/kota dan PMI kecamatan. 32 Dibentuknya PMI

Cabang Pidie tidak terlepas dari situasi konflik yang terjadi di masa itu.

Pemberlakuan darurat militer di Aceh khususnya di Kabupaten Pidie memaksa PMI

Cabang Pidie di periode awal terbentuknya untuk langsung menyikapi permasalahan

sosial kemanusiaan dengan berkontribusi langsung kepada masyarakat.

Setelah resmi dilantik oleh Wakil Gubernur Nangroe Aceh Darussalam

Zainudin A.g yang merangkap sebagai ketua PMI provinsi NAD, ketua beserta staf-

stafnya bergegas melakukan tindakan nyata di masyarakat dengan berfokus pada

penanganan korban konflik di Pidie. Yang unik di PMI Cabang Pidie adalah

pengurusnya terdiri dari orang-orang yang berada dalam latar belakang profesi yang

berbeda-beda, seperti jajaran staf pemerintahan daerah, ulama, kepolisian bahkan

pengusaha. Kenyataan ini diperoleh dari penuturan Hasanusi H Wahab, sembari

memperkenalkan nama-nama pengurus yang tercantum dalam foto pelantikan beliau

32
Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga ( AD/ART ) Palang Merah Indonesia, Hasil
Musyawarah Nasional XIX, Op.cit, hlm 5.

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bersama para staf lainnya yang berada di Bawah hasil wawancara ini. Seperti yang

dikutip dari pembicaraan dengan beliau,

“ Di awal berdirinya PMI ini tidak seperti sekarang, dulu pengurus-


pengurusnya terdiri dari berbagai macam latar belakang, seperti ini
(sambil menunjuk ke arah foto) Drs. Abdurrahman Kepala Dinas
Perhubungan, yang Polisi ini KOMPOL Ahmad Sofyan, terus itu kepala
SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) selanjutnya yang di ujung ini Samsul
Rizal staf di kantor bupati, saya sendiri Kepala Dinas Kesehatan. Karena
dulu juga pergaulan saya luas dan lumayan dikenal kepala-kepala dinas
di Pidie, maka saya rangkul mereka itu untuk di ajak gabung di PMI
Cabang Pidie. Tapi itupun sudah banyak yang entah kemana orang-
orangnya, yang tidak pernah saya jumpai lagi. Baru di priode berikutnya
karena pindah dinas maka alumni-alumni PMR lah yang nantinya
bergabung di PMI Cabang Pidie ini ”.33

Gambar 1
Pelantikan Kepengurusan Baru PMI Cabang Pidie Oleh Wakil Gubernur Aceh
Zainudin A.g Yang Juga Kepala PMI Provinsi Aceh.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie, 1994.

33
Op.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keberadaan PMI Cabang Pidie mendapat sambutan baik masyarakat. Selain

tindakan yang berfokus menangani meminimalisasi korban konflik, PMI Cabang

Pidie juga menjalankan kegiatan pokok lain yang dilakukan diluar dari fokus untuk

menangani korban konflik. Di antaranya adalah melakukan pembinaan remaja dengan

membentuk Palang Merah Remaja ( PMR ) di sekolah-sekolah, pembentukan Korps

Sukarelawan ( KSR ) dan Satuan Siaga Bencana ( SADGANA ), kegiatan berupa

seminar-seminar dan kegiatan seperti transfusi darah dilakukan secara rutin untuk

membangun citra di masyarakat.

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV

ORGANISASI PMI CABANG PIDIE, 1994-1998

4.1 Struktur Organisasi Dan Keanggotaan

Di dalam sebuah organisasi, adanya struktur organisasi wajib dalam

memperjelas kedudukan serta jabatan yang diemban kepada setiap orang yang berada

dalam wadah organisasi yang digelutinya. Di periode ini, yang mengisi sebagai staf

PMI Cabang Pidie terdiri dari berbagai kalangan profesi. Mereka adalah orang-orang

yang berkecimpung baik di pemerintahan, kepolisian bahkan ulama pun ikut

berkecimpung di dalamnya.

Di sebabkan faktor gejala alam (Banjir Bandang) yang menerpa Kabupaten

Pidie tahun 2007, maka banyak dokumen-dokumen penting yang tidak dapat

terselamatkan dan kemudian dibakar, salah satunya adalah struktur organisasi dan ke

anggotaan PMI Cabang Pidie. Maka untuk menjawab seperti apa susunan struktur

organisasi PMI Cabanag Pidie penulis mendapatkannya melalui wawancara dengan

Sanusi, adapun struktur awal PMI Cabang Pidie kata beliau terdiri dari,

“ Seperti ketua, wakil ketua, bendahara, sekretaris dan anggota yang


meliputi beberapa bidang seperti Kepala Ambulance, Kepala Bidang
Sumberdaya Manusia, Bagian ke organisasian, bagian transfusi darah,
dan pengadaan logistik bidang-bidang ini sengaja saya bentuk untuk
membantu berkontribusi terhadap konflik ini. Seperti kepala ambulanc,
ambulance ini kan hal fatal, jika g ada ambulanc ini bagaimana bisa

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membantu kalau lokasi yang mau di jangkau jauh, begitu juga bidang-
bidang lainnya yang sangat penting”34
Dibentuknya bidang-bidang tersebut, sebagai fokus PMI Cabang Pidie dalam

upaya penanganan korban konflik yang terjadi di Pidie. Dengan adanya bidang-

bidang tersebut memudahkan PMI dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan

terhadap permasalahan yang terjadi di masa konflik. Akan tetapi dalam

perjalanannya, keanggotaan di PMI Cabang Pidie banyak mengalami perubahan,

selain dikarenakan seleksi alam faktor lain yang mempengaruhi berupa pemindahan

tugas dinas pekerjaan, maka untuk meregenerasikan kepengurusan mulai

dipercayakan oleh alumni-alumni PMR yang dibentuk PMI Cabang Pidie untuk

bergabung. Selain itu, masyarakat yang ingin bergabung dan serius mengeluti dunia

PMI ini. Seperti kutipan dari percakapan dengan Sanusi beliau mengatakan,

“ banyak perubahan dalam struktur organisasi di PMI dikarenakan


banyak anggota yang pindah-pindah tugas. Kalau pertama-pertama itu
yang mengisi kan kepala-kepala instansi dan juga staf-staf pemerintahan,
seperti kepala SPK, sekretaris dinas kesehatan, kepala Bank Aceh, inikan
Polisi(beliau menunjuk foto). Nah nanti belakangan baru orang-orang
yang bukan dari pemerintahan,ini lagi ada kepala PU, Pengusaha,
Ulama. Sekarang baru yang muda-muda dan tidak bekerja
dipemerintahan. ”35
Dengan cara inilah, menurut pandangan Sanusi, PMI Cabang Pidie dapat

bertahan sampai sekarang, dengan terus ada regenerasi dari alumni-alumni PMR,

PMI Cabang Pidie sampai sekarang masih terus eksis. Di awal terbentuknya, anggota

34
Log.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.
35
Log.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PMI Cabang Pidie banyak mendapatkan bantuan pelatihan dari PMI Provinsi, seperti

pelatihan P3K, tanggap bencana, dan juga pelatihan-pelatihan membidai serta

pelatihan kerelawanan.

Oleh sebab itu maka, dibentuklah unit-unit PMI Cabang Pidie yang terdiri dari

Korp Sukarelawan (KSR), Satuan Siaga Bencana (SADGANA) dan unit Palang

Merah Remaja (PMR). Unit ini merupakan bagian dari PMI Cabang yang

menjalankan tugas-tugas PMI, serta dibantu dengan anak-anak SPK (Sekolah Perawat

Kesehatan) yang merupakan rekrutan PMR pertama PMI Cabang Pidie. Dengan

berbekal dasar ilmu kesehatan dan keperawatan maka sangat membantu PMI Cabang

Pidie. Dengan dibentuknya unit-unit tersebut, maka PMI Cabang Pidie bergegas

untuk membagi-bagikan tugasnya sesuai bidangnya masing-masing baik itu KSR,

SADGANA dan PMR.

4.2 Program Kerja PMI Cabang Pidie

Dalam sebuah organisasi pastilah ada yang namanya program kerja yang

merupakan target dari setiap visi misi yang akan dicapai, program kerja ini pula yang

nantinya menentukan dari kelanjutan sebuah organisasi, apakah dapat berjalan atau

akan vakum dikarenakan tidak terealisasikannya apa yang ingin dicapai dari

organisasi tersebut.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan didukung Sumber Daya Manusia yang baik dan juga terdiri dari

bermacam latar belakang profesi yang berbeda-beda, maka dapat mendorong

kemudahan untuk melakukan pendekatan ke instansi-instansi yang dapat mendukung

berjalannya program kerja dari organisasi ini. PMI Cabang Pidie dapat melakukan

kerjasama seperti dengan pemerintah daerah serta aparatur negara, baik TNI atau

POLRI. Hal ini dapat dilakukan baik itu dengan mengunakan pendekatan secara

pribadi maupun dengan cara yang mengikuti prosedurnya.

Hal pertama yang dilakukan PMI Cabang Pidie untuk memulai program

kerjanya adalah mengadakan donor darah yang bekerja sama dengan instansi

pemerintahan serta TNI dan POLRI, sebagai upaya memperkenalkan PMI Cabang

Pidie. Selain itu, agenda-agenda lain yang merupakan program kerja dari PMI juga

banyak terjalankan diantaranya seperti yang dikutip dari hasil wawancara dengan

Kepala Bidang Sumber Daya Manusia, Saifuddin Abdur beliau mengatakan,

“ Program rutin seperti melakukan donor darah, serta pembentukan


PMR, SADGANA dan KSR sebagai bagian dari PMI, kemudian juga
mengadakan transpusi darah dan kerja sama dengan kantor-kantor
pemerintahan, dengan TNI, POLRI. Karena kalau TNI inikan jika
diperintahkan sama komandan semua datang, lain dengan di
pemerintahan mana ada. Dan juga ada seminar-seminar tentang
transfusi darah kami mengadakannya dan mengundang kepala-kepala
dinas untuk dapat mengikuti seminar yang kami lakukan. Bukan hanya
itu anak-anak SPK yang merupakan PMR kita pertama juga ikut dan
mereka sangat antusias waktu itu.”36
Seperti yang tercantum di bawah ini dapat dilihat dari bagai mana salah satu

kegiatan yang dilakukan PMI Cabang Pidie berjalan yaitu seminar tranfusi darah
36
Wawancara, Saifuddin Abdur, Pidie, 21 April 2016.

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang dilakukan di aula gedung pertemuan di Pidie yang di ikuti oleh banyak instansi

baik pemerintahan, TNI, POLRI, dan anak-anak SPK ( Sekolah Perawat Kesehatan)

yang merupakan rekrutan awal PMI Cabang Pidie.

Gambar 2
PMI Pidie sedang mengadakan seminar transfusi darah yang diikuti oleh
berbagai kalangan baik dari instansi pemerintahan, siswa-siswi SPK dan Aparat
pemerintah.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Selain itu juga setiap tahunnya, PMI Cabang Pidie rutin mengadakan Upacara hari

ulang tahun PMI, yang merupakan hasil kerjasama dengan pemerintah daerah. Seperti

yang dapat di lihat pada gambar di bawah

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3
PMI kabupaten Pidie setiap tahunnya selalu mengadakan HUT Palang Merah
Indonesia yang diikuti oleh aparatur pemerintahan, guru, siswa SPK dan aparat
Negara baik polisi maupun TNI.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Dengan adanya kegiatan rutin PMI Cabang Pidie, maka dengan tidak

mengenyampingkan dari tugas-tugas utama yang merupakan tugas penting

penanggulangan korban konflik, yang dalam hal ini sudah menjadi tugas dari unit-

unit tertentu, seperti KSR (Korp Sukarelawan) yang dipimpin oleh Tengku Djalil

selaku kepalanya.

Bersamaan dengan konflik yang berkecamuk di Aceh. Maka, fokus pada saat

itu seperti yang tertuang dalam dasar Gerakan Palang Merah poin pertama dan ke

lima dikatakan ”Kemanusiaan” yang artinya palang merah merupakan organisasi

yang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan. Yang dalam prakteknya, banyak sekali

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kekerasan-kekerasan terjadi kepada sesama. Pelanggaran-pelanggaran hak asasi

manusia merupakan kejahatan yang menimpa rasa kemanusiaan yang diperlihatkan

dari pihak yang bertikai, yaitu TNI dan GAM.

Jadi demi menjunjung tinggi rasa kemanusiaan maka tindakan yang berkaitan

untuk meminimalisasi dan juga memberikan perlindungan pada sesama sudah

menjadi kewajiban PMI khususnya PMI Cabang Pidie dalam upaya meminimalisasi

korban dan memberikan perlakuan yang adil kepada siapa pun. Sementara di poin ke

lima yang berbunyi “Kesukarelaan” yang berarti dalam memberikan bantuan, maka

sikap sukarela dan tanpa mengharapkan imbalan maupun keuntungan apapun dari

pihak yang ditolong harus dimiliki dari sosok seorang relawan.

Selain itu dalam menjalankan Program kerja ini PMI tidak menjalankannya

sendiri, melainkan dibantu oleh para pendukung PMI dalam menjalankan tugas.

Seperti yang Sanusi katakan dalam wawancara dengan beliau,

“ Bantuan dari ICRC sangat membantu, misalnya dalam pendistribusian


obat-obatan kepada masyarakat di tenda-tenda pengungsian membantu
sembako-sembako ke wilayah-wilayah terpencil seperti di daerah
perbukitan Geulumpang, Keumala. kemudian selain itu membantu
pencarian korban baik dalam keadaan hidup ataupun sudah tidak
bernyawa. Mengunjungi tahanan perang dan membantunya
berkomunikasi dengan keluarga dengan cara surat menyurat, dan itu
tidak mungkin dapat terjadi bila tidak ada bantuan dari ICRC. ”37
Bantuan yang diberikan sangat bermanfaat dan membantu PMI Cabang Pidie.

Bantuan itu menjadikan kerja PMI menjadi lebih mudah dikarenakan bukan hanya

37
Op.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Palang Merah setempat saja yang turun tangan bahkan badan dari Palang Merah

Internasional juga ikut berpartisipasi dalam masalah kemanusiaan ini. Selain itu,

faktor lain yang mendukung mengapa ICRC dapat membantu dikarenakan kantor

mereka yang berada di Lhokseumawe yang tidak begitu jauh dengan Pidie, maka dari

itu dengan cepat dapat turut berpartisipasi dalam menjalankan misi kemanusiaan ini.

4.3 Pendanaan/ Donatur

Setiap Organisasi memiliki pendanaan dalam mengurus rumah tangga

organisasinya, baik itu dari iuran rutin anggota, ataupun ada penyokong dana lain

yang bersumber dari luar organisasi. Seperti halnya PMI, yang merupakan induk dari

organisasi palang merah yang ada di daerah-daerah. Melihat kenyataannya, PMI yang

juga merupakan bagian dari Palang Merah Internasional telah mengatur tatanan

tentang bagaimana pendanaan agar organisasi ini dapat berjalan.

Sesuai hasil dan kesepakatan dari Konvensi yang telah berlangsung selama

perjanjian Genewa bahwa pendanan terkait perhimpunan Palang Merah Internasional

wajib menyerahkan iuran, bahwa dalam hal pendanaan PMI di setiap tahunnya

mengelurkan dana yang diberikan pemerintah dari APBN Negara untuk

membayarkan iuran wajib ke Palang Merah Internasional.

Dalam perjalanan sejarahnya memang berdirinya PMI tidak terlepas dari

campur tangan pemerintah, tapi dalam pelaksanaannya, sikap mandiri serta netralitas

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang dipegang tetap berjalan tampa harus tunduk sepenuhnya pada pemerintah. Hal

ini bukan hanya berlaku di Negara Indonesia, melainkan juga kepada seluruh negara

yang bergabung dalam perhimpunan Palang Merah Internasional. Tiap-tiap Negara

diwajibkan membayarkan iuran rutin kepada Palang Merah Internasional untuk dapat

mengisi kas organisasi. Dana inilah yang nantinya diputar dan dikelola kembali untuk

kepentingan-kepentingan kemanusiaan.

Selain itu, pendanaan bukan hanya didapat dari tiap-tiap negara anggota,

melainkan juga dari para donatur yang juga bekerja sama dengan Palang Merah

Internasional. Pada prakteknya, dana yang sudah dikumpulkan akan dikembalikan

lagi ke negara anggota, tetapi tidak berupa uang melainkan berupa seperti alat

penunjang transportasi, alat-alat penunjang kegiatan relawan, pelatihan-pelatiah dan

bantuan-bantuan logistik baik medis maupun non medis ketika terjadi bencana

ataupun konflik tujuannya untuk memberikan kesejahteraan pada wilayah-wilayah

yang mengalami musibah.

Dana yang nantinya dikembalikan ke negara anggota kemudian juga

disalurkan ke daerah-daerah yang merupakan perpanjang tangan dari PMI pusat.

Bukan hanya dana yang juga dikembalikan ke negara anggota, di dalam negeri

sendiri, seperti PMI juga mendapatkan sokongan dana dari pihak-pihak luar yang

merupakan donator baik dari instansi pemerintahan maupun perusahaan dan lain-lain.

Apa bila PMI setempat mau melakukan kerja sama.

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PMI Cabang Pidie adalah perpanjangan tangan dari PMI pusat. Selain

mendapatkan sokongan bantuan dari Pusat, PMI Cabang Pidie juga mengelola

keberlangsungan organisasi ini dengan mencoba mendatangkan donatur-donatur baik

dari pemerintahan maupun dari pihak-pihak perusahaan dan masyarakat. Seperti yang

dilangsir oleh Detik.com dalam pemberitaannya mengatakan “ PMI Didanai APBN,

APBD, dan Sumbangan Masyarakat” yang berisikan menurut pasal 32 RUU

Kepalangmerahan mengatur pendanaan PMI bisa dikumpulkan dari bulan dana PMI,

maupun sumbangan dari masyarakat dan sumbangan lainnya. Pemerintah juga wajib

mendanai kegiatan PMI, selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dana dari APBN dan

APBD, demikian pasal 32 ayat 2 RUU Kepelangmerahan yang diperoleh

Detik.com.38

Selain itu, ini juga didukung dengan pasal 31 yang mengatur tanggung jawab

pemerintah dan pemerintah daerah terhadap kegiatan Kepalangmerahan. Tanggung

jawab pemerintah antara lain melakukan pembinaan yang berkelanjutan, memberikan

bantuan dana, fasilitas sarana dan prasarana, memberikan perlindungan terhadap

komponen PMI yang melakukan kegiatan Kepalangmerahan dan melakukan

pengawasan terhadap penyelenggaraan Kepalangmerahan.39 Inilah mengapa PMI

38
http://detikcom/2012/09/12, 17:03:34/ PMI Didanai APBN, APBD, dan Sumbangan
Masyarakat/, di akses pada tanggal 21 April 2016, 13:28.
39
Ibid

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat menjadi organisasi aktif dan merupakan satu-satunya organisasi palang merah

yang diakui pemerintah, karena PMI berkekuatan hukum.

4.4 Unit-unit PMI Cabang Pidie

Sebuah organisasi tidak terasa lengkap jika tidak dilengkapi dengan

keberadaan unit-unit yang menyokong berjalannya suatu organisasi yang telah diatur

dengan pembagian-pembagian unit tersebut. Seperti halnya yang terdapat pada PMI

Cabang Pidie, ada beberapa unit yang sengaja dibentuk untuk membantu berjalannya

aktifitas palang merah.

Keberadaan PMI Cabang Pidie mendapatkan banyak dukungan dari seluruh

elemen, selain yang mengisi juga adalah orang-orang yang memiliki kualitas di dalam

menjalankan organisasi, juga didukung karena anggotanya memiliki latar belakang

yang berbeda-beda. Adapun unit yang dibentuk adalah,:

4.4.1 Palang Merah Remaja ( PMR )

Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, dan untuk melakukan pembinaan

remaja, dibentuklah sebuah unit yang bertujuan sebagai langkah awal untuk dapat

meregenerasikan PMI Cabang Pidie di kemudian hari. Pembentukan unit Palang

Merah Remaja/ PMR membuktikan bahwa keseriusan PMI Cabang Pidie untuk dapat

menancapkan pengaruhnya kepada pemuda-pemudi setempat, dan juga mengajarkan

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akan pentingnya belajar menjadi pemimpin di kalangan remaja, agar kiranya dapat

berkontribusi baik di kalangan remaja maupun di masyarakat.

PMR sendiri merupakan salah suatu unit yang dibentuk PMI Cabang Pidie

yang bertujuan untuk dapat membina remaja dan juga dalam rangka meningkatkan

kapasitas sumberdaya PMI. Dalam perjalanannya, pembentukan PMR ditiap sekolah

merupakan bagian dari program PMI Cabang Pidie dalam menempa sumber daya

manusianya. Pembinaan dilakukan melalui beragam kegiatan secara tepat, berkualitas

dan mengandung nilai-nilai gerakan sesuai dengan prinsip dasar gerakan palang

merah.

Dalam bentuk pembinaannya, PMI Cabang Pidie membagi PMR dalam

beberapa tingkatan yang dikategorikan berdasarkan umur, dimana dalam kategori

tersebut ada tingkatan Mula, Madya dan Wira. Dari wawancara dengan Basri, yang

merupakan staf PMI Cabang Pidie di bidang Pengelolaan Sumberdaya Manusia,

beliau mengatakan,

“ Untuk kategori Mula, pembinaan sudah dilakukan sejak mulai umur 7


sampai dengan 12 tahun setingkatan (SD) Sekolah Dasar. Kemudian ada
Madya dikategorikan menurut Umur 13 sampai 16 tahun yang
merupakan lanjutan tingkat pertama atau setara dengan SMP. Terakhir
adalah katagori wira yang merupakan jenjang terahir dalam katagori
PMR yakni berumur sekitar 17 sampai dengan 21 tahun ya setara SMA
lah.”40

40
Wawancara, Basri, Pidie, 10 April 2016

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pembinaan berjenjang ini bertujuan untuk mendidik sumberdaya manusia agar dapat

merealisasikan prinsip dasar gerakan palang merah dan dapat menjalankan Tri Bakti

PMR41 dalam kehidupan bermasyarakat.

Sementara di PMI Cabang Pidie, pembentukan PMR sendiri tidak diawali

dengan tingkatan dasar yakni Mula melainkan langsung ke tingkat Madya. Ada

alasan dimana pada waktu itu anak-anak yang menjadi anggota PMR berasal dari

sekolah SPK setara dengan tingkatan SMA (Sekolah Menengah Akhir). Kenapa

dipilih SPK, dikarenakan anak-anak ini sudah memiliki dasar dari ilmu-ilmu

kesehatan dan juga teknik-teknik dasar dalam hal medis dan kesehatan. Jadi, anak-

anak SPK inilah yang merupakan PMR pertama yang dibentuk PMI Cabang Pidie

seminggu setelah terbentuknya PMI di Pidie.

41
Berbakti Kepada Masyarakat, Mempertinggi Keterampilan Serta Menjaga Kebersihan dan
Kesehatan, Mempererat persahabatan Nasional dan Internasional.
www.pmi.id/index.php/kapasitas/sukarelawan/palang-merah-remaja.html, 08 September 2013, diakses
pada tanggal 22 April 2016, 03:05.

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4
Anak-anak SPK yang merupakan PMR berkumpul di balai pertemuan
menghadiri pelantikan pengurus PMI Pidie.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Selain itu pembentukan PMR di lingkungan sekolah dijadikan sebagai bagian

kegiatan ekstra kurikurer sekolah, yang merupakan hasil kerjasama dari PMI Cabang

Pidie dan juga Sekolah yang menjadi mitra PMI setempat. Bukan hanya di Kabupaten

Pidie, bahkan juga di daerah lain PMI juga menjadikan kegiatan PMR sebagai ekstra

kurikurer di sekolah-sekolah yang menjadi mitra PMI setempat.42

Adapun pendidikan dan pelatihan kegiatan yang dilakukan di dalam

organisasi PMR ini berupa pelatihan Gerakan Kepalangmerahan yang mana materi

tersebut berkaitan dengan sejarah Palang Merah Internasional, penggunaan atribut

42
Ibid.

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lambang, penyebarluasan Perinsip dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah

internasional.

Kemudian ada pelatihan kepemimpinan dimana dalam konsepnya anggota

PMR itu dicoba untuk dilatih bagaimana cara bekerja sama dan menjalin komunikasi,

bersahabat dan dapat menjadi contoh prilaku berhidup sehat. Pada hakekatnya dalam

menjadi seorang sukarelawan nantinya hal yang paling penting yang harus dilakukan

adalah bagaimana seseorang dapat belajar bekerja sama dalam sebuah tim.

Bukan hanya dua kegiatan itu saja yang menjadi pembelajaran dalam PMR,

materi lain yang merupakan rangkaian kegiatan PMR adalah Pertolongan pertama.

Anggota PMR yang merupakan anak-anak SPK ini sudah memiliki landasan tentang

bagaimana pertolongan pertama yang harus dapat dilakukan dalam keadaan darurat

seperti P3K dan juga pelatihan membidai, memberikan napas buatan yang merupakan

pertolongan dasar.43

Kemudian, ada juga pelatihan tentang kesehatan remaja yang di dalamnya

mencakup tentang pembelajaran kesehatan pada reproduksi dan bahayanya penyakit-

penyakit menular serta bahayanya HIV/AIDS pada ruang lingkup remaja. Pelatihan

siap siaga bencana merupakan program yang wajib diberikan kepada PMR, yang

mana diharapkan nanti dapat digunakan di masyarakat dan bisa membantu ketika ada

43
Kegiatan Pertolongan Pertama, merupakan sebuah tindakan dalam ilmu kesehatan yang
tujuannya sebagai pertolongan pertama dalam keadaan darurat. Yang di antaranya pemberian napas
buatan, pembidaian apabila terjadi patah tulang, dan tindakan-tindakan dasar apabila terjadi
kecelakaan.

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
suatu bencana yang terjadi sebagai tenaga bantuan dari PMI. Dalam materi

pelatihannya, materi yang bahas berupa jenis-jenis bencana, bagaimana cara

pencegahan, serta persiapan dalam menghadapi bencana.

Dengan pelatihan-pelatihan yang telah diberikan, diharapkan nantinya dapat

berguna untuk pribadi dan juga masyarakat. Selain itu kegiatan-kegiatan yang

dilakukan dalam pelatihan di dalam PMR nantinya dipertandingkan kepada PMR lain

baik di tingkat Provinsi maupun Nasional, yang mana sesuai dengan Tri Bakti PMR

dalam poin ketiga yang berbunyi menjalin persahabatan nasional dan internasional.

Maksudnya adalah dimana anggota PMR diseluruh daerah dapat menjalin

persahabatan dan juga dapat menambah wawasan mereka dalam dunia Organisasi dan

Palang Merah Remaja. Hal ini yang disampaikan Sanusi terkait PMR

” Setelah diresmikannya PMI Cabang Pidie, maka di bentuklah Palang


Merah Remaja untuk membina remaja. Dengan kegiatan-kegiatan
materi PMR, P3K, Keorganisasian, belajar membidai dan lain nya.
Dengan adanya kegiatan di sekolah tersebut, maka muritnya menjadi
terampil dan mendapatkan ilmu baru yang tidak di dapatkan dalam
kurikulum. Selain itu kegiatan seperti JUMBARA ( Jumpa Bhakti
Gembira) yang di ikuti kurang lebih 30 siswa SPK sebagai perwujudan
dari Tri Bakti PMR poin ke 3, menjalin persahabatan Nasional dan
Internasional. Yang waktu itu di adakan di Banda Aceh”44
Namun perkembangan PMR Di Kabupaten Pidie meningkat di akhir-akhir

masa DOM tahun 1998 karena intensitas konflik sudah meredam dan perjanjian

gencatan senjata juga sudah di setujui kedua belah pihak. Seperti penuturan Saifudin

Abdur ketika di wawancarai mengenai perkembangan PMR di Pidie mengatakan,

44
Log.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“ PMR ini berkembang bukan hanya dalam ruang lingkup Anak-anak
SPK saja banyak juga nantinya yang juga bergabung menjadi mitra PMI
disekolah seperti SMA N 2 Kota Sigli, MAN Darul Ulum dan SMA N 5
Pante Raja pada akhir akhir priode 1998.”45

4.4.2 Korps Sukarela ( KSR )

Korps Sukarela adalah bagian dari unit yang ada di dalam struktur ke

Organisasian PMI baik di tingkat daerah maupun pusat KSR merupakan wadah

pengabdian bagi anggota biasa PMI yang tergabung dari berbagai kalangan yang

bersedia mengabdikan diri untuk menjadi anggota KSR serta memenuhi syarat untuk

menjadi anggota KSR.

Dalam perjalanannya, menjadi seorang sukarelawan bukan hanya sebatas

mendaftarkan diri dan juga langsung dapat bergabung begitu saja. Melainkan ada

prosedur-prosedur yang juga harus menjadi aturan untuk dapat di patuhi, yakni

“pelatihan tingkat dasar”, seperti yang dapat di lihat dari gambar di bawah. Dalam

dunia PMI, atas nama relawan memang tidak memiliki gaji. Semua dilakukan atas

dasar suka rela, bahkan malah mengeluarkan dana buka menerima pemasukan.

45
Op.cit Wawancara, Saifudin Abdur, 21 April, 2016.

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5
Pelatihan dasar anggota KSR di halaman terbuka yang dipimpin oleh ketua
PMI Cabang Pidie bapak Sanusi dan dibantu oleh rekan dari PMI Provinsi. Di
halaman belakang kantor PMI Cabang Pidie.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Dari hasil wawancara dengan anggota KSR bernama Bagus, beliau

mengatakan,

“ untuk bisa masuk KSR itu harus mengikuti pelatihan dasar selama 120
jam, karna tidak mudah untuk bisa mendapatkan selayar sebagai tanda
simbolis menjadi anggota, saya juga dulu merasakan hal yang sama
ketika masuk jadi relawan KSR di PMI ini. Di samping itu juga ada
pelatihan-pelatihan spesialisasi yang juga bertujuan untuk dirangkap
menjadi seorang SADGANA (Satuan Siaga Bencana) ”46
Dalam prosedur perjalanannya adapun tugas dari seorang Korps Sukarelawan

meliputi seperti donor darah sukarela, pertolongan pertama dan evakuasi pada

46
Wawancara, Bagus, anggota KSR PMI Cabang Pidie dari tahun 1999 sampai dengan
sekarang, tanggal 10 April, 2016.

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kecelakaan bencana dan konflik, dapur umum, penampungan darurat, pelayanan pada

program berbasis masyarakat dan juga membantu PMI Kota/Kabupaten dalam

membina PMR.47

Di Pidie sendiri pembentukan KSR oleh PMI Cabang Pidie merupakan hal

yang paling sangat dibutuhkan sebagai tenaga sukarelawan. Hal ini karena situasi dan

keadaan wilayah yang berada dalam masa konflik, fungsi KSR sangat dibutuhkan

untuk dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkannya.

Pembentukan KSR oleh PMI Cabang Pidie secara resmi berdiri sekitar

seminggu setelah dilantiknya pengurus-pengurus PMI Cabang Pidie. Ini bisa terlihat

dari antusias masyarakat yang mengikuti pelatihan dasar dalam untuk menjadi

anggota KSR, baik dari masyarakat sipil anggota kepolisian dan juga staf-staf

pemerintahan. Seperti yang terlihat pada gambar berikut,

47
www.pmi.id/index.php/kapasitas/sukarelawan/korps-sukarela-ksr.html, 08 September 2013,
diakses pada tanggal 22 April 2016, 03:15.

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 6

Antusias para peserta pelatihan KSR yang dilatih oleh rekan-rekan PMI Provinsi

dalam pembuatan tenda untuk pelatihan tempat pengungsian di halaman belakang

kantor PMI Cabang Pidie .

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Sanusi dalam wawancaranya beliau

mengatakan,

” Setelah dibentuknya KSR itu ada sekitar 30an anggotanya, waktu itu
banyak orang-orang pemerintahan yang ikut pelatihan tersebut. Selain
itu jugak ada polisi, dikarna kan PMI juga kerjasama dengan Polisi. Dan
yang melatih calon-calon KSR ini dari PMI Pusat ( Banda Aceh ) kami
hanya menyediakan fasilitas saja.”48
Dari anggota yang telah dididik inilah nantinya yang akan bergerak ketika terjadinya

konflik dan juga apabila ada bencana-bencana alam yang melandah kawasan Pidie.

48
Log.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KSR PMI Cabang Pidie memiliki peranan yang sangat penting dalam masalah

konflik di Pidie selama berlangsungnya DOM. Bersama ICRC yang merupakan

badan dari Palang Merah Internasional mereka bergerak ke wilayah-wilayah yang

terjadi konflik baik untuk mengevakuasi masyarakat maupun penanganan lain seperti

penyususran lokasi tempat-tempat ditemukannya korban di wilayah-wilayah yang

terjadi konflik, maupun melakukan evakuasi terhadap masyarakat ke tempat yang

aman dan jauh dari tempat terjadinya kontak senjata.

Unit ini sendiri juga memiliki pemimpin yang bertanggung jawab atas hasil

dari kinerja anggota-anggota KSR nya, adalah Tengku Djalil, beliau adalah relawan

yang juga mengepalai unit KSR di Kabupaten Pidie, bersama para anggota KSR

mereka nantinya yang bergerak kelapangan dengan menggunakan Ambulance.

Dengan dibekali ilmu-ilmu yang didapatkan dalam pelatihan dasar KSR ini, nantinya

tugas-tugas yang berkaitan dengan konflik ini menjadi tanggung jawab dari unit KSR

dan juga SADGANA.

4.4.3 Satuan Penanganan Bencana ( SADGANA )

Kesatuan ini juga merupakan dari unit yang ada di dalam PMI baik di Pusat

maupun di daerah-daerah. Unit ini sendiri merupakan beberapa bagian dari hasil

seleksi dari anggota KSR untuk dididik khusus menjadi SADGANA. Selain itu

anggota-anggota biasa lain yang juga bergabung dalam PMI dapat ikut bergabung dan

mengikuti seleksi dalam unit ini. Dalam unit ini ada pun yang menjadi tugas

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pokoknya adalah terfokus kepada permasalahan bencana. Dibentuknya unit ini sendiri

merupakan hasil pilihan dari anggota KSR dan juga sipil dengan memiliki tingkat

kemampuan yang khusus dalam bidang penanganan bencana, dan juga SADGANA

sendiri pun juga menjalani yang namanya pelatihan baik materi maupun praktek.

Seperti yang dapat dilihat pada foto di bawah,

Gambar 7
Para peserta pelatihan SADGANA berfoto di dalam ruangan untuk
mengikuti pelatihan materi.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Adapun tugas dan juga tanggung jawab sebagai seorang SADGANA adalah,

melaksanakan pelayanan tanggap darurat bencana, dengan bekerja sama dengan unit-

unit lain yang ada di PMI. SADGANA dapat dengan mudah melaksanakan tugas

apabila terjadi bencana di suatu wilayah. Dalam perjalanannya, SADGANA PMI

Cabang Pidie juga turut berperan besar dalam misi kemanusiaan yang terjadi di

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kabupaten ini semasa DOM berlangsung. Sebagaimana diketahui bahwasanya PMI

yang merupakan wadah organisasi sosial kemanusiaan walaupun banyak unit di

dalamnya mereka hanya menjunjung satu hal yakni kemanusiaan.

Adapun yang menjadi bagian dari SADGANA sendiri dalam menjalankan

misi kemanusiaan ini bersama ICRC dan KSR adalah mengalokasikan sembako,

kepada masyarakat yang membutuhkan bai di pengunsian maupun di wilayah-

wilayah terpencil yang berada di pedalaman Kabupaten pidie. Seperti yang terlihat di

foto salah seorang anggota SADGANA sedang mengecek ketersediaan sembako

untuk di alokasikan ke masyarakat.

Sembako- sembako ini di datangkan langsung dari PMI Provinsi dan ada juga

bantuan dari ICRC. Sembako- sembako ini masuk tidak mendapatkan hadangan

apapun. Dan mendapatkan pengawalan juga oleh aparat.

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 8
Salah seorang anggota SADGANA sedang mengecek kelengkapan dari
sembako-sembako yang ingin diberikan kepada masyarakat setempat.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

kepada para penggungsi konflik yang diungsikan di tenda-tenda pengungsian yang

dibangun PMI Cabang Pidie, dan juga memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.

Di masa konflik berlangsung memang peranan SADGANA belum begitu

baik, karena yang mendapatkan porsi yang besar pada waktu itu adalah KSR

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dikarenakan itulah yang merupakan tugas pokok mereka. SADGANA sendiri yang

merupakan bergerak dalam bidang bencana baru mendapatkan banyak porsi kerja

pada saat terjadinya Tsunami di Aceh 2006, banjir bandang dan bencana-bencana

alam lainnya.

4.5 Kerjasama Dengan Badan Palang Merah Internasional ICRC

ICRC49, adalah badan dari Palang Merah Internasional yang ikut berpartisipasi

dalam upaya untuk memberikan perlindungan terhadap korban konflik. Dengan

berkantor tidak jauh dari Pidie yaitu di Lhokseumawe. Hal yang sama juga

disampaikan oleh Sanusi dalam wawancaranya beliau mengatakan “ Kami tidak

bekerja sendiri untuk berkontribusi terhadap permasalahan konflik ini. Ada

ICRC yang juga datang membantu, kebetulan markas ICRC berada di

Lhokseumawe yang tidak begitu jauh dari Pidie.50 Dengan demikian, inilah

mengapa ICRC juga ikut berpartisipasi bersama PMI Cabang Pidie karena di Pidie

memang merupakan wilayah yang pekat dengan keadaan konflik, di mana kontak

senjata atau konflik yang terjadi dibandingkan wilayah lain inilah yang paling besar.

Adapun keterlibatan ICRC dalam upaya perdamaian konflik di Pidie yaitu ikut

bergabung bersama PMI Cabang Pidie masuk dalam tim relawan yang dibentuk PMI

49
International Comitte of The Red Cross ( ICRC ) merupakan badan internasional yang
merupakan gabungan dari seluruh palang merah nasional yang bergerak dalam penyelamatan korban
konflik di lapangan. Haji Umar Muin, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
dan Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama, 2008, hlm 15.
50
Op.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Cabang Pidie. Bantuan seperti obat-obatan, sembako, pencarian korban dan juga

kunjungan tahanan perang dilakukan ICRC bersama tim gabungan PMI Cabang

Pidie. Dari cerita Tengku Djalil beliau mengatakan,

“ pernah waktu itu kalau tidak salah akhir 95 pernah saya beserta
temen-temen ICRC dan relawan lain mengunjungi tahanan, tapi bukan
tahanan GAM, tapi di tahan dari pihak TNI, jadi kan dia tidak bisa
berhubungan dengan keluarganya, jadi dengan ada nya PMI dan ICRC
maka di bantulah untuk membuat surat kepada keluarganya, jadi waktu
itu kami yang ngantar kannya, kemudian nanti ketika udah dibalas
keluarganya kami juga yang mengantar lagi ke penjara itu”.51
Jadi sangatlah penting keberadaan ICRC ini dalam upaya membantu PMI Cabang

Pidie dalam berkontribusi terhadap konflik yang terjadi.

51
Wawancara via Telefon Selular, Tengku Djalil, Pidie, 20 April 2016.

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

KONTRIBUSI PMI CABANG PIDIE MASA DAERAH OPERASI MILITER,

1994-1998

5.1 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu dari program rutin yang di

jalankan PMI Cabang Pidie sebagai upaya memberikan kontribusinya kepada

masyarakat. Sebenarnya, kegiatan ini bukanlah kegiatan yang memang difungsikan

pada saat PMI Cabang Pidie membentuk tim-tim relawan kemanusiaan saat

terjadinya konflik. Layanan kesehatan ini merupakan bagian dari program kerja rutin

PMI Cabang Pidie yang juga dilaksanakan, melihat kebutuhan akan pelayanan

kesehatan semakin meningkat masa itu, PMI Cabang Pidie memiliki sumber daya

manusia yang banyak bergerak di bidang kesehatan. Maka dari itu sudah sepantasnya

program layanan kesehatan menjadi program kerja unggulan yang dilakukan PMI

Cabang Pidie.

Akan tetapi pada saat darurat militer di Pidie, dan dibentuknya tim-tim

relawan PMI Cabang Pidie, kegiatan pelayanan kesehatan tersebut tidak lagi terpusat

di kantor PMI Cabang Pidie, melainkan menyebar ke posko-posko darurat yang

dibangun PMI Cabang Pidie. Maka dari itu, selain di kantor cabang, kegiatan

pelayanan kesehatan ini tetap berjalan dan sangat penting perannya untuk masyarakat.

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2 Pembentukan Posko-posko Pengungsian

Konflik yang terjadi di Aceh begitu banyak memberikan kepedihan kepada

masyarakat, selain itu kehilangan harta benda bahkan nyawa sekalipun dirasakan oleh

masyarakat Aceh, terlebih-lebih di Pidie. Mendengar berondongan suara senjata api

merupakan hal yang sangat ditakutkan pada masa itu, pemandangan yang mencekam

sudah menjadi biasa pada masa konflik berlangsung.

Mereka yang tergabung dalam tim relawan PMI Cabang Pidie, mencoba

membantu dengan cara terbaik yang salah satunya adalah pembentukan Posko-posko

pengungsian. Apabila aparat mendatangi suatu wilayah merupakan bertanda bahwa

akan terjadinya kontak senjata di sekitar wilayah tersebut. Demi menghindari salah

sasaran penembakan ataupun penangkapan, masyarakat yang dibantu aparat dan PMI

Cabang Pidie memindahkan masyarakat sementara ke daerah yang lebih aman, baik

itu keluar dari desa mereka ataupun tetap di sekitar tempat mereka tinggal. Maka dari

itu lah relawan PMI Cabang Pidie membentuk posko-posko darurat.

Disinilah peranan PMI Cabang Pidie mulai tampak. Dengan diberlakukannya

darurat militer maka banyak dari masyarakat yang terpaksa mengungsi demi

mendapatkan keselamatan. Sawah, ternak, bahkan rumah terpaksa mereka tinggalkan

untuk mendapatkan perlindungan yang aman. PMI yang juga bersama aparat

membantu untuk mengefakuasi masyarakat. Menurut pengakuan masyarakat yang di

wawancarai beliau mengatakan,

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“ kami diungsikan jauh dari rumah, bahkan sampai berminggu-minggu.
Jadi semuanya ditinggalkanlah dari pada nanti jadi korban, waktu
itukan PMI juga membantu membawa kami semua dengan aparat ke
posko-posko pengungsian dengan membawa apa yang ada aja dibadan
ada juga yang sempat membawa pakaiannya”52
dengan melihat keadaan yang darurat seperti ini menjadikan relawan bekerja

keras untuk mengefakuasi masyarakat ke tempat yang lebih aman. Selain pengakuan

oleh masyarakat yang saya wawancarain hal yang sama juga diperkuat oleh Sanusi

yang saya wawancarai, beliau mengatakan,

“ kalau ada orang-orang mengungsi dikarenakan kontak senjata yang


berlangsung diwilayah nya, PMI bangun tempat-tempat pengungsian
seperti di Bernoun di Mesjid Bernoun itu samping jalan lintas Banda
Aceh Medan, di Merdeu, di Rambayan kemudian juga ada di apa ini di
Ulai Glie sekarang termasuk Pidie Jaya dan ada juga di Leum Putue ”53
dengan dibentuknya pos-pos pengungsian di wilayah-wilayah yang menjadi daerah

konflik maka selain itu tugas relawan adalah membuat dapur umum. Untuk

memenuhi logistiknya sendiri mereka mendapatkan bantuan dari ICRC dan

pemerintah daerah yang disubsidikan ke PMI untuk memberikan logistik kepada para

pengungsi. Selain itu, pelayanan kesehatan juga menjadi prioritas relawan kepada

para pengungsi konflik. Karna kessehatan menjadi tanggung jawab yang harus di

penuhi sebagai kewajiban yang mereka dapatkan, sesuai dengan isi perjanjian Jenewa

yang sudah saya jelaskan sebelumnya.

52
Wawancara Nenek/ Andong Ros Maidah, Tiro 15 Maret 2016.
53
Log.cit, Wawancara, Hasanusi H. Wahab, Pidie, tanggal 07 April 2016.

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.3 Pencarian Dan Evakuasi Korban Konflik

Tugas lain dari tim sukarelawan yang tergabung dalam oprasi Kemanusiaan

juga melakukan penyisiran-penyisiran terkait banyaknya laporan dari masyarakat

yang masuk ke PMI Cabang Pidie bahwa kehilangan anggota keluarga dan belum

kembali, kemungkinan bisa saja sudah tidak bernyawa ataupun hilang menjadi

tahanan perang.

Dalam pelaksanaannya banyak hambatan yang ditemukan oleh tim relawan,

baik itu medan yang berat, mengidentifikasi letak persisnya dimana keberadaan

korban tersebut. Lain lagi apabila ditemukan korban sudah dalam keadaan membusuk

dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Sudah menjadi tugas dari tim relawan untuk

dapat menyegerakan mengevakuasi korban tersebut untuk dibawa ke rumah sakit dan

diotopsi agar dapat mengetahui jasad siapa. Dari laporan yang sudah masuk ke PMI

Cabang Pidie maka akan disesuaikan dengan yang di laporkan masyarakat.

Selain itu PMI Cabang Pidie juga bekerjasama dengan masyarakat apabila

mendapatkan laporan terkait penemuan mayat dan juga kehilangan anggota keluarga.

PMI dan juga anggota relawan yang tergabung, di antaranya KSR, SADGANA dan

ICRC melakukan penyisiran ke sejumlah wilayah di mana konflik berlangsung.

Kerjasama yang terjalin bersama masyarakat juga sangat berpengaruh besar, karena

dengan laporan yang diberikan masyarakat maka bisa dengan mudah melacak korban

baik hidup maupun tidak. Seperti yang terjadi di daerah Tiro, dimana terjadi

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pembakaran Rumah Geudong oleh aparat TNI yang menewaskan masyarakat yang

disekap dan dibakar beserta rumah tersebut. Hal ini bisa kita lihat pada gambar yang

terlampir,

Gambar 9

Bekas pembakaran Rumoh Geudong di daerah Tiro, yang dilakukan Aparat menelan
dua korban.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Selain kejadian Rumoh Gedoung, bukti lain bahwa PMI beserta tim

sukarelawan juga menyisir wilayah yang dilaporkan oleh masyarakat kepada PMI di

Desa Tiro yakni pembongkaran jasad yang sudah terkubur dalam tanah yang sudah

mengeluarkan bau busuk dan diperkirakan korban kekerasan konflik. Seperti yang

dapat di lihat dari gambar berikut,

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 10
Angota Relawan yang sedang mengorek lobang tempat terciumnya bau bangkai

manusia di desa Tiro, dari hasil laporan masyarakat.

Sumber Data : Arsip PMI Cabang Pidie 1994.

Korban-korban yang ditemukan PMI kemudian dikirimkan ke Rumah Sakit

Umum daerah Pidie untuk seterusnya diotopsi agar mengetahui jasad siapakah

tersebut. Jadi bagi warga yang telah melaporkan kehilangan anggota keluarganya agar

dapat dihubungi apabila itu merupakan warga dari keluarga korban yang hilang

tersebut.

Hampir semua korban yang dikatakan hilang ditemukan dalam keadaan tidak

bernyawa, walaupun ada juga yang menjadi tahanan perang. Di bagian sebelumnya

disebutkan ada dari korban tersebut yang masih hidup dan menjadi tahanan perang.

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Itulah nanti yang menjadi tugas relawan PMI dan ICRC untuk mengunjungi tahanan

perang dan menjalinkan komunikasi kepada keluarga melalui surat menyurat.

Melihat banyaknya laporan dari masyarakat atas kehilangan sanak

keluarganya, dengan mendata ciri-ciri dan identitas yang diberikan pelapor maka

relawan PMI Cabang Pidie mencari korban tersebut baik dalam keadaan hidup

maupun meninggal. Selama masa konflik DOM terjadi di Pidie, ada begitu banyak

korban baik yang hilang dan meninggal maupun yang menjadi tahanan perang.

Jatuhnya banyak korban ini banyak dipengaruhi oleh keberadaan Cuak54 atau

TPO (Tenaga Pembantu Oprasional) baik di kalangan militer maupun GAM.

Keberadaan Cuak ini lah yang nantinya menjadi fitnah hingga menimbulkan korban

salah tangkap, terutama yang berada di bawah tangan aparat sendiri. Dalam kutipan

pada buku Aceh Bersimbah darah dikatakan “ di Pidie ada beberapa TPO yang cukup

dikenal sekaligus ditakuti, sebagai selain tukang pukul mereka juga diperbantukan

untuk melacak dan mengendus calon-calon korban. Tidak jarang anggota TPO

terjerat fitnah dan perlakuan semena-mena. Menurut laporan korban , selama Operasi

militer pembawaan mereka cenderung sok kuasa ( TPO ).”55 Dengan kekuasaan yang

diberikan kepada mereka makanya banyak jatuh korban dari kalangan yang belum

tentu bersalah. Mungkin cuak-cuak ini lah yang memberikan informasi dan

54
Cuak adalah warga sipil yang ditugaskn oleh Aparat sebagai mata-mata untuk melacak
keberadaan GAM begitu juga sebaliknya di kalangan GAM juga mereka menjadikan masyarakat
sebagai Cuak untuk dapat me mata-matai Aparat. Alchaidar Sayed Mudhahar Ahmad yarmen
Dinamika, Aceh Bersimbah Darah, Jakarta; Pustaka Al-kautshar, 1998, Op. Cid, hlm 104.
55
Ibid.

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengancam masyarakat agar tidak macam-macam dengan cuak agar tidak dikatakan

sebagai GAM.

Sebenarnya data mengenai korban meninggal yang ditangani PMI ada dan

tercatat dalam buku jurnal, baik itu siapa namanya, di wilayah mana ditemukan

semua dicatat dalam jurnal yang dibukukan PMI Cabang Pidie. Akan tetapi data yang

begitu akurat tersebut sudah terkena banjir bandang di tahun 2006 dan tidak dapat

terselamatkan. Dari penuturan Saifudin Abdur beliau mengatakan,

“ Akibat Banjir itu data-data penting di kantor PMI Cabang Pidie tidak
dapat terselamatkan, hanya sebagian kecil yang masih dapat di
pergunakan seperti foto-foto ini. Melihat kondisi tersebut, akhirnya
pihak PMI membakar data-data yang rusak itu.”56
Beruntung penulis masih bisa menemukan saksi hidup yang juga merupakan Ketua

PMI Pidie. Dalam wawancara dengan belian ia sempat berkata bahwa

“ Korban yang ditangani PMI Cabang Pidie banyak, sayang sekali data
tersebut sudah tidak ada lagi. Kemungkinan korban yang masuk ke PMI
waktu itu adalah sekitar seratus, bisa lebih bisa kurang karnakan data-
data yang akurat ini sudah hilang terkena banjir, tapi seingat saya ya
sekitar ± 100”.57
Untuk data yang mungkin bisa menjadi referensi lain saya mendapatkan data

tersebut dari kutipan buku yang juga merupakan hasil kutipan dari sumber lain. Pada

Buku Aceh Bersimbah darah dikatakan bahwa adapun yang korban hilang atau

penculikan sepanjang DOM berlangsung adalah sekitar ± 89 orang58. Jika dilihat dari

56
Log.cit. Wawancara, Saifuddin Abdur, Pidie, 21 April 2016
57
Log.cit. Wawancara, HASANUSI H. WAHAB, tanggal 07 April 2016.
58
Op.cid, Al Chaidar Mudhahar Ahmad Yarmen Dinamika, hlm 266 s/d 268.

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengakuan narasumber tersebut ditambah dari bukti yang juga hampir mendekati

bukan tidak mungin ada sekitar seratus atau kurang lebihnya menjadi korban dan

penculikan yang terjadi sepanjang DOM berlangsung di Pidie.

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil urian di atas dapat menjawab dari rumusan masalah yang telah

dibuat. Untuk menjawabnya penulis mencoba menguraikannya poin per poin sesuai

dari urutan rumusan masalah.

 Menjawab dari permasalahan yang terdapat pada rumusan masalah yang

pertama, mengenai bagaimana situasi Kabupaten Pidie masa daerah operasi

militer dapat di ambil kesimpulan, sepanjang pemberlakuan DOM di Aceh,

wilayah Pidie merupakan basis dari pergerakan GAM. Karena wilayahnya yang

dikelilingi perbukitan dan batas-batas wilayahnya yang menghubungkan dengan

kabupaten lain menjadi akses keluar masuknya GAM ke wilayah lain di Aceh.

Pertumbuhan penduduk yang sangat lambat dikarenakan konflik berimbas pada

taraf pendidikan masyarakat yang di bawah rata-rata. Selain itu kebijakan

pemerintah yang hanya mengedepankan kepentingan pusat menjadi pemicu

semakin parahnya situasi di Pidie.

 Yang menjadi latar belakang keterlibatan PMI Cabang Pidie dalam membantu

korban DOM adalah, merupakan tugas PMI yang tertetera pada konvensi Jenewa

1949, selain itu di perjelas oleh AD/ART PMI yang terdapat pada pasal 9 poin B

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan C. Selain itu, rasa empati yang dimiliki setiap manusia membuka jalan untuk

membantu antara sesama. Dengan gagasan dari Hasanusi H Wahab untuk

membentuk PMI Cabang Pidie maka terbuka jalan untuk menjadi relawan dalam

membantu upaya meminimalisasi korban konflik maka didirikan lah PMI pada

11 Agustus 1994.

 Dibentuknya PMI Cabang Pidie merupakan solusi terhadap permasalahan sosial

kemanusiaan yang terjadi di Pidie, organisasi ini memiliki struktur anggota

seperti ketua, wakil ketua, bendahara dan bidang-bidang yang meliputi kepala

ambulance, kepala bidang SDM, bagian tranfusi darah dan pengadaan logistik.

PMI Cabang Pidie juga memiliki program kerja rutin selain berfokus pada

penangulangan korban konflik, seperti melalukan kegiatan donor darah, seminar

kesehatan serta membentuk unit-unit sebagai bagian dari PMI Cabang Pidie yaitu

KSR, SADGANA dan PMR. PMI Cabang Pidie juga didanai oleh APBD

maupun donatur-donatur lain yang tertuang pada pasal 32 ayat 2 yang dilangsir

detik.com. adapun unit-unit yang di bentuk PMI Cabang Pidie adalah Palang

Merah Remaja (PMR), Korps Sukarela (KSR) dan Satuan siaga bencana

(SADGANA).

 Kontribusi yang dilakukan PMI Cabang Pidie terhadap konflik yang terjadi

sangatlah besar. Dengan melakukan pelayanan kesehatan di posko-posko

pengungsian serta membutuhi kebutuhan logistik pengungsi dengan membuat

dapur umum dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang sakit. Selain itu

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PMI Cabang Pidie juga melakukan penyisiran ke wilayah-wilayah yang

dilaporkan masyarakat apabila terdapat mayat, dan juga bersama aparat PMI

Cabang Pidie mengungsikan masyarakat yang berada pada zona yang akan

terjadi kontak senjata.

6.2 Saran

Konflik yang terjadi di Aceh khususnya di Kabupaten Pidie menjadi

cerminan, bahwa apa yang terjadi di Pidie merupakan tindakan kekerasan dan

merupakan planggaran HAM. Peningkatan kualitas relawan harus terus dilatih agar

selalu siaga dalam keadaan apapun. Penekanan terhadap perinsip dasar gerakan

palang merah dan bulan sabit merah internasional harus dimiliki dan diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari. Jadikan kenangan pahit terhadp konflik yang terjadi di

Pidie sebagai loncatan untuk kedepannya jauh lebih baik lagi. PMI Cabang Pidie

diharapkan dapat berupaya lebih baik lagi dalam merekrut tenaga-tenaga relawan

baik KSR maupun SADGANA.

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

AL-CHAIDAR, SAYET, MUDHARAR, AHMAD DAN, YARMEN, DINAMIKA, ACEH


BERSIMBAH DARAH, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 1998.

Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1990, Pidie, 1990.

Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1992, Pidie, 1992.

Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1994, Pidie, 1994.

Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1995, Pidie, 1995.

Badan Pusat Statistik, PIDIE DALAM ANGKA 1998, Pidie, 1998.

Draf Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tanggan ( AD/ART) Palang Merah Indonesia,
Hasil Musyawarah Nasional XIX.

Kartodirdjo, Sartono, Fungsi Studi Sejarah dan Struktur Kurikulum, Fakultas Sastra
Universitas Gajah Mada, 1992.

, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Yogyakatra : Penerbit


Ombak, 2014.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Noto Susanto, Jakarta:
UIPres, 1985.

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kontras, Aceh Damai Dengan Keadilan?Mengungkap Kekerasan Masa Lalu, Jakarta:
Kontras, 2006.

, ( Tabloid ), No. 131, Th. IV, 4-10 April 2000.

Kusumaatmadja, Mochtar. Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949. Bandung: P.T.


Alumni,2006.

Munandar, Haris, Mengenal Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan SAR Nasional(
BASARNAS), Jakarta: PT Glora Aksara Pratama, 2008.

Muin, H, Umar, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan
Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1999.

Pane, Neta, S, sejarah dan kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Solusi,Harapan dan Impian,
Jakarta: PT Gramedia Widiarsana, 2001.

Rizki, Mutiara, Fahmi, Pergolakan Aceh Dalam Perspektif Syariat, Banda Aceh:
YayasanpeNA, 2014.

Sapta, Seven Audi, KENALI PMI, Jakarta : PMI 2009.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bintang Budaya, 1995.

WS, Indriawan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jombang: Lintas Media.

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber Internet

Aceh.tribunnews.com/2013/04/10/mukim-atau-kemukiman, di akses tanggal 25 Mei 2016,


22:13 WIB.

http://detikcom/2014/03/06 13:40:53/Negara dengan penduduk terbanyak di Dunia, RI


Masuk 4 Besar/, di aksespadatanggal 12 April 2016, 02:11 WIB.

http://detikcom/2012/09/12, 17:03:34/ PMI Didanai APBN, APBD, dan Sumbangan


Masyarakat/, diakses padatanggal 21 April 2016, 13:28.

kbbi.web.id/lambang.
www.pmi.id/index.php/kapasitas/sukarelawan/palang-merah-remaja.html, 08 September
2013, diakses pada tanggal 22 April 2016, 03:05.

www.pmi.id/index.php/kapasitas/sukarelawan/korps-sukarela-ksr.html, 08 September 2013,


diakses pada tanggal 22 April 2016, 03:15

75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Dr. HASANUSI. H. WAHAB.


Umur : 78 Tahun
Jabatan di PMI Cabang Pidie : Mantan Kepala PMI Cabang Pidie, 1994-2009
Pekerjaan : Kepala yayasan Panti asuhan Mina Raya
Alamat : Padang Tiji, Jalan Lintas Banda Aceh Medan

2. Nama : Tengku Djalil


Umur : 74 Tahun
Jabatan di PMI Cabang Pidie : Mantan Kepala KSR tahun 1994-1998
Pekerjaan : Pensiunan Staf PNS, Pidie
Alamat : Jalan Blang Bintang, Banda Aceh

3. Nama : Kak Bagus


Umur : 32 Tahun
Jabatan di PMI Cabang Pidie : Kepala KSR tahun 2009 – sekarang.
Pekerjaan :-
Alamat : Kantor PMI cabang pidie Jl. Iskandar Muda

4. Nama : Basri
Umur : 30 Tahun
Jabatan di PMI Cabang Pidie : Staf PMI Cabang Pidie di bidang Pengelolaan
Sumberdaya Manusia
Pekerjaan : Honorer BPBD Pidie
Alamat : Pante Raja, Pidie

5. Nama : Drs. Saifudin Abdur


Umur : 76 Tahun
Jabatan di PMI Cabang Pidie : Mantan staf kepala SDM PMI Pidie tahun 1994-
1998
Pekerjaan : Mantan KADIS PU, Pidie

76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Alamat : Meureudu, Pidie Jaya

6. Nama : Nenek/ Andong Ros Maidah


Umur : 74 Tahun
Pekerjaan :-
Alamat : Titeu Keumala

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai