2016
Fauzan, M. Hilmy
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/18690
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KERAJAAN TANAH JAWA TAHUN 1889 - 1946
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
NIM : 120706036
Pembimbing, Tanggal,...............
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu ujian sarjana Fakultas ilmu Budaya dalam bidang
Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen,
Tanggal: 2016
PENGESAHAN
Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
untuk melengkapi salah satu syarat sarjana Fakultas Ilmu Budaya
dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan
Pada
Tanggal : 2016
Hari :
Panitia Ujian:
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kuasa berkat-Nya,
penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik, meskipun penulis sadari bahwa masih
perbaikan dan penyempurnaan tulisan dengan koreksi serta saran dari pembaca
sekalian.
Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Kerajaan Tanah Jawa Tahun 1889 - 1946”.
kesalahan kiranya dapat dimaafkan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
Medan, 2016
Penulis
M. Hilmy Fauzan
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidakakan bisa selesai tanpa bantuan,
perhatian dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Yang utama kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho-Nya skripsi
6. Seluruh Bapak Ibu Dosen dan Pegawai Departemen Sejarah, untuk semua
7. Buat kedua orang tua tercinta Ayah Sukanto dan Bunda Mahdalena
Hasibuan, yang telah membesarkan saya dengan Doa, kasih sayang tulus,
beserta dukungan, semangat, senyuman dan juga untuk segala hal yang
8. Kepada adik-adik saya yang saya sayangi Firgiawan Lestanto dan Nawrah
Zhafirah.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9. Untuk semua keluarga yang ada di Medan terkhususnya terimakasih telah
10. Untuk teman seperjuangan stambuk 2012 sekaligus keluarga yang intens
Zuli Ariny, Daniel Jonatan Tito Sigalingging, Rio Sitorus, Zetta Agustina,
persatu, terimakasih.
11. Untuk The Best Partner saya Ika Azura Margolang yang telah
12. Kepada senior-senior yang ada di Ilmu Sejarah yang telah memberikan
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV SISTEM KEPEMILIKAN TANAH DI KERAJAAN TANAH JAWA
4. 1 Tanah Raja …………………………………………………. 43
4. 2 Tanah penduduk ………………………………………........ 49
4. 3 Hancurnya Kerajaan Tanah Jawa dan Perubahan Sistem Kepemilikan
Tanah ……………………………………………………….. 57
6. 1 Kesimpulan ………………………………………………. 65
6. 2 Saran …………………………………………………….. 68
BIBLIOGRAFI …………………………………………………………. 69
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 72
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GLOSSARY
Galunggung : Tanah yang baru saja dibuka namun belum lama ini
Harangan : tanah yang kembali menjadi liar namun yang masih bisa
Tombak : Hutan belukar, atau tanah yang tidak pernah dibuka atau
Voorzitter : Hakim
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
Jawa merupakan salah satu kerajaan di Simalungun. Arifin Alamsyah Sinaga yang
merupakan turunan langsung dari Tuan Jintar Sinaga raja Tanah Jawa menjelaskan
bahwa pada awalnya nama Tanah Jawa adalah “Panatap Daoh” kemudian Tahtah
Daoh, kemudian Tanah jawa3 sehingga bisa menatap jauh karena tanahnya datar.4
Versi lain menyebutkan bahwa berasal dari kampung Urat Samosir, terkenal dengan
bernama Limbong, yang kemudian berganti nama menjadi Dolog Panribuan dan
sekarang daerah tersebut dinamakan Kecamatan Dolog Panribuan.5 Pada suatu ketika
Muharaja dibawa menghadap raja Sitanggang untuk menjelaskan dari mana asal
1
Simalungun adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara yang ibu kotanya adalah Raya.
Kabupaten Simalungun berbatasan dengan Deli Serdang dan Serdang Bedagai disebelah
utara,disebelah selatan dengan kabupaten Toba Samosir, sedangkan di sebelah barat adalah kabupaten
Karo dan disebelah timur dengan kabupaten Batu Bara.
2
Kerajaan tanah Jawa berkedudukan di daerah Pematang Tanah Jawa yang terletak diantara
Kesultanan Asahan, Kesultanan Deli dan Serdang. Kerajaan Tanah Jawa terdiri dari beberapa
perbapaan yaitu Tuan Dolog Panribuan, Tuan Djorlang Hataran, Tuan Marjandi Asih, Tuan
Hatonduan, Tuan Batangio dan Raja Girsang Sipangan Bolon
3
Tanoh = Daerah, Jawa= Datar.
4
Dr.Budi Agustono dkk., Sejarah Etnis Simalungun, Medan : USU Press, 2012, hlm. 52.
5
J. Tideman, Simeloengoen, hal. 13.
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keturunannya, Muharaja menerangkan dirinya adalah seorang pengembara. Raja
Dari nama Tanoh Jawa menimbulkan dugaan bahwa di sini pada masa
lalu menjadi tempat tinggal koloni orang Jawa Hindu. Mungkin saja bahwa imigrasi
Minangkabau dari tempat ini telah terjadi, pada masa dominasi Jawa atas Sumatera
Selatan dan Tengah (Abad XIV dan XV). Dalam memori residen Bengkulu
L.C.Wesenk disebutkan, pada tahun 1365 “Koloni orang Melayu Hindu dan orang
Jawa minimal membentang sampai arus hilir (arah 2 kilometer di timur laut terletak
patung Budha di dalam hutan seperti Avalokiteswara Roco), dan ke arus hulu sampai
Pulu Punjung”
Tanah Jawa yang mungkin paling subur dan produktif dari semua daerah ini
dan merupakan daerah paling luas di seluruh Simalungun. Di sini jalan niaga
membentang dari Labuhan Ruku melalui Pasar Maligas, Pamatang Tanah Jawa,
Girsang dan Simpangan Bolon sampai Aji Bata (yang terletak di danau Toba).
lalu menjadi tempat tinggal koloni orang Jawa Hindu. Muharaja pendiri Tanah Jawa
oleh para kepala yang ternyata merupakan pemilik tanah liar, bahkan semua tanah. Di
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sana bila sawah dibuka dan kampung dibangun, hak milik lahan itu dilimpahkan
Semua yang dimiliki kampung seperti kebun dengan buahnya menjadi satu
dan tidak lagi termasuk milik daerah; ini menjadi hak milik kampung; dan hanya bisa
kembali dimiliki raja apabila telah sengaja ditinggalkan. Jika ini ditinggalkan maka
tanah itu semaunya; selain itu dia harus menyerahkan 1/10 hasil panennya kepada
raja. Di daerah Toba kondisinya berbeda. Di sini seluruh tanah termasuk milik marga
induk; namun para kepala memiliki kekuasaan atas tanah liar dan tidak berpenghuni.
kawulanya dalam kasus penyerahan hak tanah, juga dalam pemberian sebagian
Bisa diduga pada masa lalu bahwa tanah dimiliki oleh marga yang berkuasa,
jadi untuk seluruh warga tanah dimiliki secara komunal. Dengan pembagian desa dan
banyak kekuasaan tunggal kepala urung yang berkembang, raja yang memiliki
semakin banyak hak yang terutama dianggap sebagai penguasa dan pemilik semua
6P.A.L.E van Dijk, “Laporan mengenai Simalungun” dalam TBG (terj.)., hlm. 24.
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tanah liar. Dan akhirnya atas lahan-lahan yang telah dibuka, di samping hak
Aspek spasial dan ruang lingkup dari penelitian ini adalah pada pada tahun
1889 sampai dengan tahun 1946. Peneliti tertarik mengkaji pada rentang waktu
tersebut karena secara lengkap belum ada penelitian tentang Kerajaan Tanah Jawa,
meski demikian dalam beberapa buku ada disinggung mengenai kerajaan Tanah
masyarakat dan sampai runtuhnya kerajaan Tanah Jawa pada tahun 1946 belum
banyak disinggung. Berdasarkan hal tersebut perlu saya teliti dalam penelitian skripsi
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini diberi judul “Kerajaan Tanah
Jawa 1889-1946”. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kerajaan Tanah Jawa
C. Rumusan Masalah
yang sangat penting dari sebuah penelitian karena akan memudahkan peneliti
dalam proses pengumpulan data dan analisis data. Dari latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, maka penelitian ini mencoba mengkaji Kerajaan Tanah Jawa
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Bagaimana Latar belakang berdirinya Kerajaan Tanah Jawa.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan
hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan :
Jawa.
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
E.Tinjauan Pustaka
buku dan skripsi. Namun belum ada buku yang membahas penuh tentang kerajaan
Tanah Jawa seperti, sistem pemerintahan dan sistem kepemilikan tanah. Buku-buku
yang ada saat ini hanya menyinggung secara umum tentang kerajaan Tanah Jawa.
Budi Agustono dkk, Sejarah Etnis Simalungun. (2012). Buku ini menjelaskan
secara umum mengenai sejarah kerajaan Tanah Jawa serta kerajaan-kerajaan lain di
Simalungun pada masa Prakolonial Belanda, sampai pasca Kolonial. Dalam buku itu
dijelaskan latar belakang historis kerajaan yang ada disimalungun, gambaran umum
tentang suku, agama di Simalungun pada masa Kolonial Belanda dan akhir dari
kerajaan di Simalungun.
Tanjung Kasau, Tanah Jawa dan Siantar dalam TBG terjemahan oleh Tim Penulisan
Sejarah Simalungun tahun 1894. Van Dijk mengambarkan secara umum daerah
peternakan, perdagangan, bahasa, tulisan, agama serta politik pada masa kolonial
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Simalungun yang diceritakan oleh buku ini masih terdapat unsur-unsur cerita rakyat
dalam penulisannya.
Tanah Jawa dan Raya di Simalungun” yang dimuat TBG tahun 1909. Laporan ini
pendampingnya terdiri atas beberapa kepala dari Onderafdeling Toba (wilayah pantai
barat Sumatra).
Semua buku-buku tersebut diatas relevan dengan pokok bahasan dalam skripsi
ini. Khususnya pada pembahasan tentang latar belakang sejarah berdirinya kerajaan
F. Metode Penelitian
menekankan pada aspek manusia, temporal, dan spasial. Oleh karena itu penelitian ini
akan menggunakan metode sejarah. Yang dimaksud dengan metode sejarah adalah
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau8. Metode sejarah berisi tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan
7
Dalam keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 18 Pebruari 1892 nomer 5
sebuah komisi yang terdiri atas Kontrolir klas-1 Pemerintahan di daerah luar Jawa dan Madura
P.A.L.E. van Dijk dan J.A. Kroesen ditugasi untuk mengadakan suatu penelitian lokal terhadap kondisi
di Tanjung Kasau, Siantar dan Tanah Jawa (Karesidenan Pantai Timur Sumatra) untuk menyiapkan
sebuah peraturan lebih lanjut mengenai hak-hak dan kewajiban para raja daerah ini terhadap
pemerintah Belanda.
8
Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah, terj.dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,
1985,hlm. 39.
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebuah tulisan sejarah. Tahapan-tahapan tersebut adalah heuristik, kritik, intepretasi,
dan historiografi.
kaitannya dengan hal ini, peneliti akan melakukan studi arsip dan studi pustaka.
Selain sumber primer, peneliti akan mengumpulkan sumber sekunder melalui studi
berhubungan dengan topik penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis,
yang mengarah ke judul penelitian saya, ada beberapa masalah yang saya alami
pencarian buku tersebut berada di rak nomor 335 tetapi setelah dicari buku tersebut
ternyata tidak ada dan hampir semua buku terjadi hal yang sama. Perpustakaan
mendapatkan arsip saya meminta bantuan teman yang berangkat ke Jakarta untuk
selanjutnya adalah kritik sumber. Pada tahap ini, sumber-sumber relevan yang telah
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diperoleh diverifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya.9 Oleh karena itu
perlu dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern. Kritik ekstern mencakup
seleksi dokumen. Apakah dokumen tersebut perlu digunakan atau tidak dalam
penelitian. Kemudian juga menyoroti tampilan fisik dokumen, mulai dari ejaan yang
digunakan, jenis kertas, stempel, atau apakah dokumen tersebut telah dirubah atau
masih orisinil.
penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik. Dalam tahap ini, peneliti akan
melakukan analisa dan sintesa. Analisa berarti menguraikan. Dari proses analisa akan
merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan
9
Kuntowijoyo,Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm.
99
10
Ibid., hlm. 100.
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
1. Menurut pendiri dari kerajaan Tanah Jawa11 yang berasal dari kampung Urat
Sitanggang.
11
Kerajaan tanah Jawa berkedudukan di daerah Pematang Tanah Jawa yang terletak diantara
Kesultanan Asahan, Kesultanan Deli dan Serdang. Kerajaan Tanah Jawa terdiri dari beberapa
perbapaan yaitu Tuan Dolog Panribuan, Tuan Djorlang Hataran, Tuan Marjandi Asih, Tuan
Hatonduan, Tuan Batangio dan Raja Girsang Sipangan Bolon (dengan kampung-kampung otonom:
huta Parapat Sibaganding dan Panhatan yang sempat berada dibawah kekuasaan Tuan Dolog
Panribuan).
12
J. Tideman, Simeloengoen, hal. 13.
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari nama Tanoh Jawa menimbulkan dugaan bahwa di sini pada masa lalu
menjadi tempat tinggal koloni orang Jawa Hindu. Mungkin saja bahwa
imigrasi Minangkabau dari tempat ini telah terjadi, pada masa dominasi Jawa
atas Sumatera Selatan dan Tengah (Abad XIV dan XV). Dalam memori
Melayu Hindu dan orang Jawa minimal membentang sampai arus hilir (arah 2
dari seorang putra raja Jawa berangkat ke suatu daerah asing untuk
dari tanah asalnya bersama sebuah kendi (yang terbuat dari buah labu) berisi
air dari sungai. Pertama-tama dia berangkat ke Minangkabau dan dari sana,
13
J. Tideman, Simeloengoen, hal. 101-102.
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tentang orang asing yang datang, bersama pengiringnya pergi menemuinya
dan bertanya kepadanya apa yang bisa dia lakukan di daerahnya. Orang Jawa
itu menjawab: tanah tempatku duduk adalah tanahku, air ini adalah airku. Raja
yang tidak memahami berkata begitu saja: jadi pergilah kemana engkau suka,
Jawa itu menjadi raja dan tanah itu kemudian disebut Tanah Jawa.14
Dari 2 versi tentang asal usul berdirinya Kerajaan Tanah Jawa diatas dapat
bernama Limbong yang menjadi asal usul Kerajaan Tanah Jawa dan pada saat itu
Kerajaan Tanah Jawa memiliki luas daerah 174,33 km2, letak Kerajaan Tanah
Jawa terletak diantara Kesultanan Asahan, Kesultanan Deli dan Serdang, letak
astronomis Kerajaan Tanah Jawa berada pada 02o50' 18" LU dan 99o11' 20" BU.
Nama Tanah Jawa yang berarti tanah datar memang menunjukkan Kerajaan Tanah
Jawa berada pada satu hamparan datar, menurut topografi Kerajaan Tanah Jawa
berada pada ketinggian 100-500 mdpl dengan kemiringan berkisar 95% pada
14
Dr.Budi Agustono dkk.,”Sejarah Etnis Simalungun” Medan : USU Press, 2012, hlm. 60.
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kemiringan 0-2% atau seluas 16.386 Ha. Karena terletak dekat garis khatulistiwa,
Kerajaan Tanah Jawa tergolong ke dalam daerah tropis dan daerah datar, beriklim
sedang dengan suhu maksimum rata-rata 30,3 oC dan suhu minimum rata-rata 21,1
o
C, sedangkan curah hujan rata-rata 229 mm di mana curah hujan meningkat pada
Tanah Jawa yang mungkin paling subur dan produktif dan juga merupakan
hujan yang cukup tinggi membuat lahan pertanian dan persawahan tidak kekurangan
air. Untuk menuhi kebutuhan hidupnya masyarakat Kerajaan Tanah Jawa menanam
berbagai bahan pokok di djoema mereka seperti padi, jagung, serta nira (tuak). Hasil
bumi ini tidak semua untuk kehidupan mereka sebagian diberikan kepada raja yang
berupa suhei (pajak) dan sebagian lagi diniagakan atau diperjual belikan.
15
T.B.A Purba Tambak, Sejarah Simalungun, Pematang Siantar,1982, hlm. 20.
16
Kerajaan Tanah Jawa meliputi wilayah terluas di seluruh Simalungun. Kedudukan raja
berada di Pematang Tanoh Jawa dibantu oleh partuanon-partuanon. Pada zaman Belanda, distrik
Tanoh Jawa terdiri dari Dolog Panribuan di Tigadolog. Jorlang Hataran di Tigabalata dan Bosar
Maligas di Pasarbaru. Tahun 1904 Girsang Sipanganbolon menjadi satu distrik berkedudukan di
Parapat dikepalai putera mahkota Kerajaan Siantar Tuan Sarmahata Damanik tanah raja Siantar T.
Sangnaualuah Damanik. Wilayah Girsang Sipangan Bolon masuk dalam wilayah partuanon Jorlang
Hataran. Girsang pada zaman Belanda dipimpin oleh Raja Na Onom yaitu: Tuan Sidasuhut Girsang
(Tuan Kaba) yaitu Ompu Ranjo (leluhur dr. T. Maruahal Sinaga dan T. Gindo Sinaga), Tuan
Sidahapitu Girsang, dan Porti Girsang, Tuan Sidasuhut Sipanganbolon, Tuan Sidahapitu
Sipanganbolon dan Tuan Porti Sipanganbolon. Pada saat pelantikan raja di Tanoh Jawa, Tuan Girsang
yang membawa “horbou panraja”, yang tanduknya disangkutkan di Tiang Nanggar Rumahbolon
sebagai tanda pelantikan seorang raja, sedangkan dagingnya dibagikan kepada seluruh rakyat yang
hadir untuk disantap bersama.
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perniagaan di Kerajaan Tanah Jawa membentang dari Labuhan Ruku melalui Pasar
Maligas, Pamatang Tanah Jawa, Girsang dan Simpangan Bolon sampai Aji Bata
2.3 Penduduk
dari data tersebut diketahui penduduk di wilayah Simalungun dan karo yaitu 370.000
penduduk sedangkan data yang didapat dari masa pemerintahan Jepang pada 10 maret
1943 adalah 480.000 penduduk, dari table dibawah ini dapat menunjukkan data
sensus penduduk pada tahun 1930 dan data dari pemerintahan jepang pada tahun
1943.
17
PALE van Dijk, “Laporan mengenai Simalungun” dalam TBG (terj.) hlm. 4.
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel I : Jumlah Penduduk Sumatera Timur berdasarkan sensus penduduk
tahun 1930 dan 1943.
Kepadatan
1943
Sumber : Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani : Politik Kolonial dan
Perjuangan Agraria di Suamtera Timur 1863-1947
Pada tahun 1912 atas kerjasama pemerintah Hindia Belanda dengan zending
dalam jumlah yang besar ke Simalungun terutama untuk membuka areal persawahan.
Pada tahun 1920, masyarakat Toba telah mencapai 21.832 orang, dan Mandailing
18
D. Kenan Purba dkk,.Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm. 65.
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel II: Pembagian suku-suku di Sumatera Timur, 1930
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berbicara tentang penduduk Kerajaan Tanah Jawa tidak terlepas dari unsur ;
Adat Kebiasaan.
Pakaian, dan
Rumah.
Para penduduk Kerajaan baik pria maupun wanita lebih putih dan nampak
lebih baik dari pada orang Toba. Para petinggi atau kepala pada umumnya memiliki
sejumlah istri terutama para raja dan Tuan utama. Para istri sering memotong
rambutnya sangat pendek, karena banyak wanita yang tidak suka memiliki rambut
yang panjang. Mereka memakai sejumlah giwang pada telinganya. Lubang telinga
sering ditarik sepanjang bingkai giwang sedangkan kaum pria tidak mengenakan
perhiasan apapun.
Orang kecil dalam artian tidak memiliki harta berlimpah biasanya hanya
memiliki satu orang istri yang dia peroleh lewat pembelian misalnya seperti di Toba
19
Sinamot adalah sejumlah uang yang disiapkan keluarga laki-laki untuk disampaikan/
diberikan kepada keluarga perempuan. Sejumlah uang tersebut biasanya digunakan oleh keluarga
wanita tersebut untuk pesta kawin. Marhata sinamot adalah membicarakan jumlah uang yang akan
diserahkan pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga wanita untuk biaya pesta perkawinan.
Apabila pesta itu dilakukan di tempat orang tua si wanita maka dalam istilah adat disebut dialap jual,
maka jumlah sinamot akan lebih besar bila dibandingkan dengan bila pesta adat itu dilakukan di
tempat si pemuda yang dalam istilah adat disebut taruhon jual. Menurut adat, uang sinamot yang
diterima orang tua si wanita harus dibagi kepada :
1. Sijalo bara atau pamarai, yaitu abang atau adik orang tua si wanita .
2. Tulang, yaitu saudara laki-laki dari ibu si wanita.
3. Pariban, yaitu kaka si wanita yang sudah bersuami, kalau tidak maka posisi itu
digantikan oleh namboru, yaitu saudara perempuan ayah si wanita yang sudah
berkeluarga pula.
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Toba. Mas kawin yang harus dibayar oleh orang biasa menurut adat biasanya hanya
mencapai 6 dollar, apabila pria tetap tinggal di kampung wanita. Jika dia membawa
Namun dari jumlah ini 2 dollar disetorkan kepada kepala kampung dan 4 dollar
Para kepala kampung dan Tuan kecil membayar mas kawin sebanyak 30
dollar; para raja dan Tuan besar harus membayar 200 dollar. Orang tidak perlu
menyimpan jumlah yang disebutkan. Mereka juga bisa memberikan lebih banyak
namun tidak lebih sedikit biasanya ini diatur menurut apa yang dibawa wanita dalam
perkawinan. Adat menetapkan jumlah ini. Orang biasa sering membayar 200 ringgit
untuk mas kawin dan lebih banyak lagi. Para istri kepala adat menyandang gelar atau
nama puang, dan berasal dari berbagai kedudukan. Istri pertama raja disebut puang
Istri pertama Tuan disebut Puang Huta semua istri lain menyandang nama
puang. Istri pertama harus selalu putri seorang raja atau Tuan. Para puang lainnya
juga bisa merupakan anak orang biasa. Istri pertama disebut Tuan Laen dan orang
secara semaunya bisa memilih salah satu. Para putra yang diturunkan raja lewat
puang bolon kemudian menjadi penggantinya; hanya bila tidak ada anak ini kerabat
Dalam istilah adat ke-empat penerima sinamot ini, yaitu suhut ( orang tua si wanita ), sijalo bara
( pamarai ), tulang, dan pariban disebut suhi ni ampang na opat. Di lain tempat , suhut ( orang tua si
wanita ) tidak termaksud dalam suhi ni ampang na opat, karena itu simandokhon yatitu saudara laki-
laki si wanita yang sudah berkeluarga termaksud suhi ni ampang na opat danmenerimajambar atau
bagian dari sinamot.
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pria terdekat (terutama saudara atau pamannya) akan tampil selain keturunan puang
Para raja biasanya pertama memungut puang bolon pada usia dewasa (30
tahun) dengan tujuan hanya untuk menemukan anak; anak-anak lain dari status yang
sama kemudian memberikan alasan untuk saling berperang. Busana pria hampir
seluruhnya mirip orang Melayu dan terdiri atas baju katun, sebuah kain bawah dan
penutup kepala. Celana tidak dikenakan, setidaknya di Tanah Jawa dan Siantar. Ini
dilarang, juga orang asing tidak boleh masuk rumah raja dengan celana panjang.
Kaum pria juga memakai banyak pakaian pribumi yang dirajut oleh para istrinya
dengan warna biru gelap, modelnya sama dan berkualitas sangat rendah. Kaum
wanita memakai kain penutup kepala (bulang-bulang) dan mengenakan jumpai yang
Mereka memakai kain tradisional seperti di Toba dan Silindung di atas dada
di bawah lengan dengan diikat begitu juga para wanita yang sudah menikah. Pada
Sebagai perhiasan pria dan wanita juga memakai cincin di jarinya. Senjata
terdiri atas tombak, senapan dengan batu api dan pedang kecil dalam sarung kayu,
dari luar dibungkus dengan kain merah atau hijau. Selanjutnya pisau besar dan kecil
begitu juga kapak umum yang dibawa oleh hampir setiap orang Simalungun dari
kasta rendah, digunakan di ladang dan merupakan alat sangat penting di hutan, dalam
kondisi darurat menjadi senjata ampuh di tangan yang terampil. Namun biasanya
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kapak ini sangat panjang, lebar, berat dan diasah secara tajam. Juga kaum wanita
Selain kain kepala pria juga mengenakan banyak kopiah bulat, dengan
berbagai warna dan dihiasi dengan berbagai cara. Jelas bahwa pada umumnya cara
berpakaian tradisional lenyap dan digantikan dengan cara Melayu. Ini khususnya
terjadi di daerah Tanjung Kasau, di mana baik pria maupun wanita telah menerima
cara berpakaian penduduk pantai; kaum pria juga berkain dan kaum wanita memakai
baju dan kebaya. Berbagai hiburan yang kini dilakukan oleh pria pada saat itu adalah
sepak bola Melayu (sipakraga) dan menari, apakah dengan seragam atau dengan
pakaian biasa sehari-hari; namun tentang menari tidak banyak yang dimanfaatkan
seperti di Toba. Tarian biasa memiliki banyak meni ancak (tirai) seperti yang
orang masih memakai topeng berwarna menarik, sementara beberapa pemain harus
memerankan berbagai hewan dan juga diberi pakaian demikian. Tarian berseragam di
Semua kaum wanita terlibat dalam tarian umum, banyak gerakan menarik
yang sebaliknya tidak mereka tunjukan. Gerakan mereka sangat tidak berarti.
Peralatan musik sama seperti yang digunakan di Toba. Juga di sini peralatan itu
disebut orkes: gandang atau gondang. Namun pada umumnya orang sangat sedikit
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dihibur dengan musik, ini hanya terjadi di Purba dalam perjalanan kita, daerah Toba
Juga ada prinsip sangat umum, bahwa pada siang harinya di kampung tidak
ditemukan seorangpun kecuali kepala kampung, beberapa wanita tua dan beberapa
anak. Rumah masih dibangun tinggi di atas tanah, terutama para kepala; lantai
minimal dua meter tingginya dari tanah, kadang-kadang 4 meter. Pada sejumlah
tonggak besar, yang biasanya terbuat dari kayu juar yang berdiri tegak di tanah
kemudian bertumpu pada batu besar, bentuk rumah ini hampir seluruhnya sama di
rumah Batak di tanah Toba, namun jauh lebih tinggi, lebih lebar dan lebih rapi. Di
depan rumah dan sering juga di belakangnya dibangun sebuah ruangan dengan atap
khusus, sejenis beranda depan atau belakang. Beranda depan digunakan sebagai
tempat menerima pengunjung dan ruang pertemuan, beranda belakang biasanya untuk
dapur.20
20
PALE van Dijk, , op,. cit., hlm. 6.
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
RAJA
PARBAPAAN PARTUANON
PANGULU
GAMOT
Parbapaan
hal-hal yang diperlukan tentang ilmu yang terkandung pada alam semesta,
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Partuanon
Partuanon adalah orang yang memimpin pada satu distrik di salah satu
kerajaan, partuanon memiliki gelar tuan yang diberikan langsung oleh Raja.
Pangulu
Pangulu merupakan orang yang membantu urusan dari tuan, bisanya dalam
Gamot
kepada Pangulu.
oleh sebuah dewan yang dinamakan Harajaan yaitu semacam kabinet yang terdiridari
para pembesar negeri atau orang-orang besar kerajaan. Mereka diberikan gelar yang
dibantu oleh :
2. Tuan Partenduhan
21
D. Kenan Purba dkk,.Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm. 53.
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Tuan Batangiou
4. Sidasuhut
5. Tuan Porti-Girsang
8. Tuan Sibaganding
9. Tuan Panahatan22
Selanjutnya pada tingkat Parbapaan dan Pangulu ada juga Harajaan (dewan)
istiadat langsung di pimmpin oleh Raja dibantu oleh Partuha Maujana serta
Guru/Datu.
Dalam urusan pertahanan, Raja sebagai Raja Gohara23 dibantu oleh seorang
pemilihan puanglima berdasarkan orang yang berjasa atas pertahanan kerajaan dan
kerajaan. Urusan peradilian juga dipimpin langsung oleh Raja sebagai hakim tertinggi
dan Pangulu, pada tingkat pertama dan tugas banding pada perkara-perkara kecil dan
22
Ibid., hlm. 55.
23
Hakim tertinggi yang memimpin persidangan yang biasanya hanya mengurusi perkara-
perkara besar seperti sengketa tanah pada kerapatan kerajaan.
24
Panglima tentara yang memimpin dalam urusan pertahanan kerajaan tetapi masih dibawah
perintah Raja.
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
urusan perkara adat. Dalam bidang peradilan ini dikenal 3 jenis badan peradilan atau
kerapatan yaitu:
1.Kerapatan Balei
“penghulu balai” yang memimpin persidangandi kerapatan balei dan bertindak juga
selaku jaksa (penuntut Umum) dalam perkara pidana pada Pengadilan Swapraja
tingkat “kerapatan urung”. Yaitu pelanggaran denda di antara 20-60 gulden dan
diketuai oleh Raja (Kepala Landschap) dibantu oleh Pangulu Balei dan beberapa
Gamot Harajaan.
2.Kerapatan Urung
Pada tahun 1917 gedung Kantor para Kepala Landschap (Raja) di Simalungun
dibangun dan pada setiap kantor diangkat seorang Pangulu Balei (Kepala Kantor)
3.Kerapatan Nabolon
Kerapatan Na Bolon yang langsung diketuai oleh Controleur dan anggotanya adalah
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibebankan juga tugas-tugas pelaksanaan pengaturan otonomi dan medebewind
(tugas perbantuan).25
mulai terasa sejak tahun 1889 ketika pengaruh Belanda melalui Controleur Batubara
mulai merembes ke Kerajaan Tanah Jawa, Siantar dan Panei. Begitu pula melalui
Purba (Deli/Serdang) sejak tahun 1904 mulai mempengaruhi Kerajaan Tanah Jawa,
1906 No. 22 Staatsblad No. 531 oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuklah
dikepalai oleh Asisten Residen Belanda yang pertama bernama V.C.J. Westenberg
Seribudolog akan tetapi guna memperlancar pelaksanaan dari pada surat keputusan
Pemerintah Hindia Belanda tersebut, maka buat sementara Westenberg pada tahun
1905-1907 ia tetap tinggal di Pardagangan Tomuan (Bandar) dan pada tahun 1907
25
D. Kenan Purba dkk, Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm. 55.
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
marga Purba Tambak), maka Raja-raja di Simalungun bersedia menanda tangani
Namun realisasi penyatuan Simalungun dan Tanah Karo dalam satu Afdeling baru
terlaksana pada tahun 1909 dimana Controleur Tanah Karo berkedudukan di Kaban
Pada tahun 1910 semua yang berstatus jabolon (budak) di Simalungun telah
dibebaskan atas perintah dari Pemerintah Hindia Belanda, maka tahun ini terkenal
kedudukan dan pertahanan Belanda pada tahun 1910 ini didirikanlah Markas Tentera
Belanda di Seribu Dolog, akan tetapi kemudian pada tahun 1911 markas ini
Pada tahun 1912 kedudukan Asisten Residen Simalungun dan Tanah Karo
dari Kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri berubah menjadi Swapraja yang disebut
26
T. Luckman Sinar, Bangun dan runtuhnya Kerajaan di Sumatera TImur, (Medan: Penerbit
sendiri, Tanpa tahun), hlm. 410.
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Landschap berada dalam Onder Afdeling Simalungun dibawah pemerintahan Hindia
Kerajaan) tidak lagi, karena semua kekuasaan telah dipusatkan pada Raja sebagai
Kepala Landschap.
sebagai pengganti Kerapatan atau Harungguan, tetapi baru mulai berlaku pada tahun
1917. Pada tahun 1917 gedung Kantor para Kepala Landschap (Raja) di Simalungun
dibangun dan pada setiap kantor diangkat seorang Penghulu Balei (Kepala Kantor)
Sedangkan hirarki dan tingkat-tingkat peradilan yang ada di Simalungun waktu itu
Maujana).
diketuai oleh Raja (Kepala Landschap) dibantu oleh Penghulu Balei dan
28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Pengadilan Tertinggi di Onder Afdeeling Simalungun disebut Kerapatan Na
pemerintah di daerahnya dan sebagai Voorzitter (hakim). Dalam sistem Swapraja ini
Raja-raja merasa kuasanya dikukuhkan, akan tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka
telah menjadi alat kolonial. Sebagai bukti, raja-raja ditugaskan memungut belasting
(pajak) dan bagi rakyat yang tidak mampu membayar pajak dipaksa untuk
seseorang menjadi raja, Pengangkatan menjadi raja harus dengan rapat dan
persetujuan harajaon setelah calon raja yang diajukan memenuhi syarat-syarat adat.
Dalam hal pengangkatan, Raja Tanah Jawa diangkat oleh orang-orang pemerintahan
seperti raja Siantar dan Tanjung Kasau. Dia memiliki kekuasaan paling terjamin atas
kawulanya daripada ketiganya dan memiliki wilayah paling luas serta paling subur.
Ketika itu dia memiliki kekuasaan mutlak atas seluruh daerah dan kawulanya seperti
27
D. Kenan Purba dkk, Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm. 59-60.
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
raja Siantar; ini dijelaskan kepada komisi. Raja Tanah Jawa adalah anak yang
dilahirkan dari puang bolon, seperti halnya kedua rekannya. Dia diakui dan
dikukuhkan oleh seluruh penduduk, pertama-tama oleh empat tungkat atau raja
namara. Mereka adalah Tuan Batangiya Sinaga, Hatunduhan, Dolok Paribuan, dan
Merjanjen28.
Bila raja wafat yang berhak menggantikannya adalah putera kandung dari
Puang Bolon, yang pandai serta berwibawa, Puang Bolon merupakan istri yang
diadatkan dan putri dari tondang, bila putera dari raja sudah pantas untuk menikah
namun boru tulang belum dewasa maka putera raja dapat menikah dengan putri lain
dengan istilah Puang Nai Rangringan, bila tiba waktunya boru tulang telah dewasa
makan putera raja harus dinikahkan lagi dengan boru tulangnya itu dan harus
berhak memangku kerajaan, dan jika anak puang bolon hanya laki-laki maka anak
puang poso dapat dinobatkan sebagai pemangku kerajaan29. Tetapi terkadang hal ini
meninmbulkan konflik antara anak tertua dengan anak nomor dua disini peranan
harajaon sebagai penasihat raja dibutuhkan sebagai penengah terkadang pula anak
tertua tidak menjadi raja seperti setelah raja ke-6 wafat, tahta kerajaan jatuh kepada
anak keduanya yang bernama Podang rani menjadi raja ke-7, setelah Podang rani
wafat maka beliau digantikan oleh abang tertuanya bernama Horpanaloean menjadi
raja ke-8.
28
P.A.L.E van Dijk, Loc. cit., hlm. 23-24.
29
T. Luckman Sinar, dkk, Lintas Adat dan Budaya Simalungun, Sumatera utara,
FORKALA, 2009. Hlm. 54.
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel III : Raja-raja Kerajaan Tanah Jawa :
Tuan Sorgalawan
Tuan Djontaboelan
Tuan Sorgahari
Toean Oesol
Tuan Djintanari
Tuan Horatimboel
Podang Rani
Tuan Horpanaloen
Sumber: Dr.Budi Agustono dkk.,”Sejarah Etnis Simalungun” Medan : USU Press, 2012.
31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari Silsilah diatas diterangkan raja ke-1 adalah Sorgalawan, kemudian
raja ke-2 Djontaboelan dilanjutkan oleh raja ke-3 Sorgahari. Sorgahari mempunyai
anak laki-laki 2 (dua) orang, yang pertama bernama Oesoel dan yang kedua bernama
Djintanari. Setelah Sorgahari wafat, anak pertama Sorgahari bernama Oesoel menjadi
raja ke-4 dan setelah Oesoel wafat tahta kerajaan dilanjutkan oleh adiknya bernama
Djintanari menjadi raja ke-5. Raja ke-6 bernama Timboel beliau adalah putra dari
Djintanari. Raja ke-6 ini mempunyai putra sebanyak 5 (lima) orang. Setelah raja ke-6
wafat tahta kerajaan jatuh kepada anak keduanya yang bernama Podang rani menjadi
raja ke-7, setelah Podang rani wafat maka beliau digantikan oleh abang tertuanya
Beliau bergelar Tuan Raja Maligas, beliau bermukim di Huta Pematang Tanah
jawa karena roda pemerintahan ada di Huta Pematang Tanah Jawa, karena beliau
memegang tampuk Kerajaan Tanah Jawa maka kekuasaannya adalah meliputi seluruh
wilayah Kerajaan Tanah Jawa. Pada waktu-waktu tertentu ketiga huta ini selalu
30
Simalungunonline.com.html/2016/09/l, /raja-tanah-jawa, diakses 02 Oktober 2016, jam
11.30 WIB.
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada suatu waktu beliau jatuh sakit di Huta Pematang Tanah Jawa, beliau
minta diantar berobat ke Kramat Parsiroan di Huta Raja Maligas, akan tetapi beliau
tidak kunjung sembuh bahkan akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di Huta
Raja Maligas pada tahun 1905. Bangunan makam beliau terbuat dari kayu teras yang
memakai pasak dan tiang maka beliau diberi gelar Raja Nairassang. Beliau
meninggalkan dua orang putra yang bernama Djintar dan Sangmajadi. Karena kedua
putra beliau belum cukup dewasa maka Kerajaan Tanah Jawa dipangku oleh Tuan
Raja Tanah Jawa yang ke-9 ditahun 1905 sampai dengan masa kepemimpinan
Belanda terus terjadi, di Tanah Djawa beliau sebagai salah seorang pemimpin
perlawanan rakyat yang akhirnya dapat ditundukkan oleh Belanda dan beliau dibuang
ke Batubara dan tidak pernah diakui sebagai Raja oleh Pemerintah Belanda dan
sampai akhirnya beliau kembali lagi ke Tanah Jawa. Sanggah Goraha meninggal
Setelah Tuan Djintar cukup dewasa maka beliau diangkat menjadi raja Tanah
Jawa yang ke-10 dan berkuasa dari tahun 1912 sampai dengan tahun 1917. Pada
masa Tuan Djintar diangkat menjadi raja Tanah Jawa, kondisi rumah bolon Huta
Pematang Tanah Jawa sudah tidak memenuhi syarat untuk ditempati karena sudah
tua, hal ini dapat dimaklumi karena telah dihuni oleh tiga generasi yaitu dari Tuan
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bolon yang baru tersebut dikepalai oleh Tuan Mahasar Damanik dari Sipolha. Atas
perintah raja Tanah Jawa yang baru yaitu Tuan Djintar maka dibangunlah sebuah
rumah bolon yang baru diseberang sungai Bahkisat berikut dibuat parhutaan yang
baru dinamakan Huta Dipar (artinya Huta diseberang). Letak Huta tersebut adalah
disebelah Kantor Camat Tanah Jawa yang ada sekarang ini. Diparhutaan yang baru
ini diangkat seorang penghulu yang bernama Hoela Sinaga (orang tua dari Toulong
oleh Pemerintah Belanda ke kota Medan, beliau wafat di Medan pada tahun 1918 dan
jenazahnya dibawa pulang ke Tanah Jawa oleh yang salah seorangnya bernama Tuan
Raja Ihoet Sinaga anak dari Tuan Sanggah goraha Sinaga (pemangku kerajaan Tanah
Jawa dari 1907-1912) karena kuburan raja-raja belum ada di Huta Dipar maka
Jawa didekat makam opung nininya yaitu Puang Namartuah dan opung dolinya Tuan
Timboel Madjadi, karaena kuburan Tuan Djintar terbuat dari batu dan semen maka
diberi gelar Raja Naisimin. Setelah Tuan Djintar wafat, Kerajaan Tanah Jawa untuk
sementara dipangku langsung oleh permaisurinya yaitu Puang Bolon boru Damanik
dari Bandar dari tahun 1918 sampai dengan tahun 1919. Pemerintah Belanda
meberitahutakn kepada permaisuri untuk segera memilih raja dari Tanah Jawa
selanjutnya. Puang Bolon tidak segera menjawab dan minta waktu untuk
mempertimbangkannya.
34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebagaimana diketahui yang berhak menjadi raja adalah anak Puang Bolon,
akan tetapi anak beliau hanya satu-satunya yaitu seorang putri Silandit Bou istri dari
Tuan Mahasar Ke-IV (Toean Akim Damanik dari Sipolha) . Karena Pemerintah
Belanda terus mendesak agar segera diangkat seorang Raja baru, maka Puang Bolon
boru Damanik dari Bandar menunjuk Tuan Sangmadjadi adik dari Tuan Djintar untuk
Kerajaan Tanah Jaawa. Pada tanggal 27 Juli 1921 Tuan Sangmajadi menandatangani
dengan Gouverments Besluit No.23 buln Januari 1922, sejak penanda tanganan Korte
Verklaring tersebut maka telah syahlah Tuan Sangmadjadi menjadi Raja ke-11
31
Stamboom Kerajaan Tanah Jawa tanggal 19 Januari 1937.
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Wilayah Kerajaan Tanah Jawa
nomer 21 masuk kedalam Karesidenan Pantai Timur Sumatra, yang termasuk daerah
Tanah Jawa adalah; Dolok Paribuan dengan para kepala Sibaganding, Parapat, Repa,
Panahatan, Galung dan Buntu Pasir yang terletak di danau Toba, Girsang yang terdiri
atas daerah Sidasuhut, Daporti dan Dapitu, Sipangan Bolon yang terdiri atas daerah
Sidasuhut, Daporti, Dapitu dan ompu Raja dingin, Jorlanghataran dan Silampuyang.
KERAJAAN
DISTRIK PERBAPAAN
NAGORI HARAJAAN
HUTA
1. Distrik Dolok Panribuan, Ibukota Tiga Dolok – dikepalai oleh Tuan Mintahain
Sinaga, meninggal pada waktu terjadinya “Revolusi Sosial” tgl 03-03 1946 dan
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Diatrik Jorlang Hataran, Ibukota Tiga Balata, dikepalai oleh Tuan Rottahalam Sinaga,
kemudian dipangku oleh tuan Jainahut Sinaga dan pada tahun 1940 digantikan oeh
3. Distrik Bosar Maligas, Ibukota Bosar Maligas (Pasar baru) dikepalai oleh Tuan Johan
Sebelumnya daerah ini adalah daerah perbapaan yang langsung berurusan dengan
37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semua kepala dan kepala rendahan di Tanah Jawa berada langsung di bawah
perintah raja dan juga lebih tergantung kepadanya daripada para kepala daerah yang
disebutkan sebelumnya. Para kepala daerah ini mengakui kepala urung sebagai
pimpinannya dan juga taat ketika mereka menerima perintah dari raja Tanah Jawa,
namun memerintah wilayahnya tanpa campur tangan raja dan menikmati hak-hak
membuat jalan atau menyetorkan sejumlah tertentu uang, apakah sebagai andil dalam
biaya perang atau sebagai pajak lain yang dipungut demi kepentingan perang, mereka
wajib memenuhinya seperti para kepala lain di urung itu. Selanjutnya mereka juga
wajib tampil di hadapan raja segera setelah dipanggil serta untuk memberikan upeti
tradisional. Tidak ada keterangan yang diperoleh tentang keberadaan batas-batas yang
digariskan secara cermat dengan Tanah Jawa. Namun para kepala ini juga dikenal
seperti yang lain dalam membahas daerah-daerah lain, menegakan hak-hak atas tanah
di wilayahnya.
Juga di Tanah Jawa para kepala dan kepala bawahan menjadi pengelola
kepala urung. Apabila raja ingin menyerahkan tanah yang terletak dalam batas-batas
wilayahnya kepada orang asing, dia wajib memberitahu kepala daerah terkait sebelum
menyerahkannya apakah penyerahan itu dikehendaki atau tidak. Menurut adat segera
dituntut bahwa raja dalam persoalan tanah harus membicarakan bersama para kepala
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang memiliki kepentingan dan terkait dalam kasus ini, dan karena mereka memiliki
Karena kini raja atau kepala urung tidak pernah memiliki kekuasaan mutlak
atas tanah urung dan harus meminta persetujuan para kepala terkait, nampaknya bisa
dijelaskan bahwa orang akan mengatakan tanah itu menjadi milik raja dan kepala
terkait. Dengan demikian juga bisa diduga tentang hak milik tanah di daerah yang
disebutkan itu32.
Di sepanjang pantai danau Toba daerah Tanah Jawa membentang dari huta
pertama di perbatasan daerah Sipolha sampai daerah Aji Bata, sampai di Onan Tiga
raja yang menjadi daerah taklukan Raja Girsang, juga daerah yang terletak di danau
Toba dan berada di bawah Tanah Jawa adalah Repa, Panahatan, Sibaganding,
Parapat, Buntu Pasir dan Galung. Daerah Girsang dan Sipangan Bolon yang terletak
antara pegunungan tinggi Sibatu Loteng dan Simanuk-Manuk dengan danau Toba
membentang sampai ke belakang daerah Ail yang merdeka dan hanya dipisahkan
dengan sederetan tanah sempit yang mencakup daerah Sibisa, Motung dan Aji Bata
yang merdeka dengan pantai danau Toba. Daerah Girsang dan Sipangan Bolon juga
termasuk Tanah Jawa dan mengakui raja Tanah Jawa sebagai penguasa yang sah.
Gopgopan, Sigaul dan sebagian Uluhan yang juga merdeka merupakan deretan
daerah kecil yang memisahkan Tanah Jawa dari tanah Batak yang dalam Lembaran
Negara 1892 nomer 279 berada di bawah pemerintahan langsung Gubernur Pantai
32
P.A.L.E van Dijk, “Laporan mengenai Simalungun” dalam TBG (terj.) hlm. 51.
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Barat Sumatra. Bersama para kepala daerah ini, yang hampir semuanya berhubungan
erat dengan para kepala daerah yang termasuk Tanah Jawa atau Siantar dan terletak di
tepi danau Toba, sejak dahulu hubungan persahabatan kita buat dengan akibat bahwa
Jika pada saat yang tepat kepada para kepala ini akta pengangkatan diberikan
oleh Residen Pantai Timur Sumatra dan penduduk tetap mempertahankan lembaga
adat dan hukumnya, dan jika saat itu pengairan danau Toba (sungai Asahan) diterima
sebagai batas alami antara Sumatra Barat dan Timur, maka kondisi peralihan
dibentuk sehubungan dengan hubungan kita terhadap daerah-daerah Batak yang baru
ditundukan dan saling berbatasan yang terletak di kedua daerah ini. Satu-satunya
kepala di Tanah Jawa yang saat itu percaya namun kemudian berbalik melawan
rajanya adalah kepala Dolok Paribuan, bukan kepala yang dimaksudkan dalam
laporan bulan Mei 1890 melainkan kepala yang sekitar setahun lalu berkuasa.
Meskipun ada jaminan kepada raja tentang kepatuhan dan kepercayaan, selain
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan menurut adat, namun dia tetap menolak
dengan berbagai alasan untuk memberi tanggapan atas panggilan raja, dengan tujuan
bahwa raja dan penggantinya tunduk kepada pemerintah. Hubungan erat yang dibuat
antara dia dan penguasa Raya jelas membuat dia memutuskan sampai hari ini untuk
40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Semua kepala daerah Tanah Jawa termasuk semua kepala daerah yang terletak
di danau Toba atas perintah raja Tanah Jawa bergerak untuk menyerang Dolok
Paribuan: ini jelas merupakan bukti kepatuhan mereka kepada rajanya dan pandangan
baiknya terhadap pemerintah. Oleh raja kepala pembangkang Dolok Paribuan dipecat
sebagai kepala dan putra kepala sebelumnya dengan perwalian pamannya (karena
belum mencapai usianya) diangkat menjadi kepala daerah ini sesuai dengan
33
Ibid., hlm. 52.
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
Pada masa Pra-Kolonial hak-hak atas tanah berawal dari pembukaan huta
yang selanjutnya berkembang menjadi Urung yang dibentuk oleh marga tertentu,
Marga pendiri huta inilah yang memiliki hak atas tanah-tanah tersebut. Jalur damai
ataupun perang adalah dua cara yang dipilih untuk memperluas Huta. Dengan
semakin luasnya huta maka dapat di bentuk Urung sebagai federasi dari beberapa
Ada beberapa hal yang harus dipahami untuk membatasi suatu huta :
yang mengolah tanah. Dikatakan kemudian bahwa daerah huta adalah talun
lebih luas. Disini, perbatasan huta itu terbentuk oleh djoema yang digarap
tinggal dekat djuma menyerang mereka. Orang-orang dari djoema huta lain
b. Di mana pada zaman dulu, jalur harus diperlebar. Hal ini dilakukan oleh
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
orang dari huta ini yang bertugas membersikan jalan.. Kemudian, ketika
c. Kadang-kadang lembah dan gunung atau pemisahan alami antara dua huta
ini dianggap oleh penduduknya sebagai batas tetap, yang mungkin tidak
huta lain. Dalam hal ini, orang-orang dari huta diizinkan membangun
Urung semakin luas dan dibagi menjadi beberapa wilayah kecil dibawah
kekuasaan keturunan kepala urung dan muncul pembagian lahan atas urung tersebut
oleh turunan kepala urung. Dari sini semakin bertumpulah kekuasaan atas tanah itu
ditangan kepala urung, hak-haknya atas tanah di urung semakin besar sehingga raja
dianggap penguasa dan pemilik tanah liar yang belum dibuka. Dari sini timbullah
pendapatan apapun yang berada diatas tanah tersebut menjadi hak milik raja.
terjadi sengketa antara masing masing kerajaan akan diselesaikan antara raja yang
34
Kaliamsjah Sinaga, “Laporan mengenai Hak Tanah di Tanoh Jawa” dalam TBG (terj.)
hlm. 206.
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lembah, sungai, bukit ataupun alang-alang yang telah dipilih. Tanah di Simalungun
vasalnya. Hal ini terjadi di Tanah Jawa pada tahun 1891-1892 terhadap raja Tanah
Jawa di pematang Tanah Jawa. Bila muncul pembangangkangan wakil raja di daerah,
vasalnya maka raja berhak menurunkan dari posisinya dan menggantikannya dengan
orang yang dianggap patuh kepadanya. Van dijk menegaskan bahwa tanah di
Simalungun kecuali galunggung dikuasai oleh raja urung sebagai penguasa urung.
umum warga36.
Meskipun raja bertindak sebagai kepala urung, raja wajib berunding terlebih
dahulu dengan para partuanon. Para kepala daerah serta bawahannya yang tanpa
membangun huta baru, maka terutama adalah mendapatkan izin dari raja dengan
menyebutkan nama orang yang mereka tunjuk sebagai kepala huta baru. Pihak yang
diberi hak menguasai oleh raja diwajibkan mengabdi kepada raja dengan membayar
35
Dr.Budi Agustono dkk.”Sejarah Etnis Simalungun” (Medan:USU PRESS,2012) hlm.192.
36
P.A.L.E van Dijk, “Laporan mengenai Simalungun” dalam TBG (terj.) hlm. 52.
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pajak dan kerja wajib, orang yang diberi hak memeberikan pajak tanah yang disebut
kepada orang lain untuk digarap, akan tetapi raja tidak bisa mengalihkan haknya
kepada orang lain untuk digarap. Untuk itu si penggarap yang meninggalkan
kampungnya harus membayar denda yang ditentukan oleh kepala Urung. Namun bila
masih berada dalam urung yang sama, pembayarannya dikenakan setengah dari
jumlah yang ditentukan kepala urung. Selama dia berada di luar tanah itu, maka
rumah dan perkarangan menjadi gayang-gayang na tading dan mereka bisa tetap
Simalungun. Kewajiban ini dibayarkan kepada raja dan partuanon sampai kepada
tanahnya, maka tanahnya akan hilang dan tanamannya menjadi hak milik raja. Tanah-
a. Tombak; hutan belukar, atau tanah yang tidak pernah dibuka atau tidak lagi ada
bekas pembukaannya.
b. Harangan; tanah yang kembali menjadi liar namun yang masih bisa ditemukan
37
Dr.Budi Agustono dkk, op,. cit., hlm. 195.
45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Galunggung; tanah yang baru saja dibuka namun belum lama ini ditinggalkan lagi
Di antara tanah-tanah yang tidak digarap hanya ada beberapa yang digunakan
untuk pengumpulan produk hutan atau untuk tujuan khusus lainnya, seperti untuk
lahan perburuan atau penggembalaan. Juga biasanya diduga di daerah tempat huta
dibangun di hutan, bahwa di sekitar huta hutan tidak bisa ditebangi sampai jarak 60-
100 vadem38, yang terutama demi kepentingan keamanan tempat itu. Selanjutnya
Seperti halnya hutan ini, pembukaan beberapa petak tanah kecil yang tertutup
tetap ada dimana orang memberikan penghormatan dan sesaji kepada Sinumba atau
roh-roh lain. Dari hutan tidak ada yang bisa diperoleh. Tempat-tempat suci pada
beberapa huta besar ditemukan dan masing-masing memiliki nama. Pergantian tanah
sangat banyak terjadi di daerah di mana tanaman tebu berdiri di lahan kering atau
ladang, sementara pergantian ini tidak disebutkan pada sawah basah. Biasanya suatu
ladang ditanami selama tiga tahun dan kemudian pertukaran tanah terjadi. Jika suatu
ladang ditinggalkan, maka tidak ada yang kembali karena orang lebih suka mengolah
tanah baru yang masih banyak tersedia, daripada mulai membersihkan tanah kosong
Di urung Tanah Jawa sekitar setahun lamanya yakni antara 1891 - 1892 suatu
kondisi sejenis muncul dan juga di daerah Dolok Paribuan. Kepala pemberontak
38
Vadem merupakan salah satu jenis ukuran yang digunakan untuk mengukur luas tanah, 1
vadem = dari ujung jari tangan kanan sampai ujung jari tangan kiri orang dewasa jika dibentangkan.
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Siraimbang telah menciptakan kondisi ini. Namun kini kepala tersebut oleh raja
Tanah Jawa telah diturunkan dari jabatannya dan digantikan sebagai kepala oleh
orang yang lebih terpercaya, sehingga dalam hal ini kondisi di Tanah Jawa kembali
seperti semula yaitu jika sebidang tanah yang dibuka kembali ditinggalkan, maka
tanah ini dianggap kembali liar ketika tidak ada lagi bekas pembukaan yang nampak
dan tidak lagi dijumpai tanaman yang bisa digunakan untuk makan.
Kondisi liar bisa dikatakan muncul segera setelah tidak lagi ada perbedaan
yang bisa dibuat antara tanah yang telah dibuka dan harangan39. Selama tanah ini
masih menghasilkan sesuatu dari pohon yang ditanam sebelumnya maka masih
disebut galungung40. Karena sawah tidak pernah termasuk status harangan, mereka
disamakan dengan galungung. Jika tanah itu termasuk, harangan maka hak
penggarap di atasnya lenyap, sementara hak itu tetap ada selama tanah ini masih
termasuk galungung.
39
Harangan adalah tanah yang kembali menjadi liar namun yang masih bisa ditemukan beberapa
bekas penggarapannya.
40
Galunggung adalah tanah yang baru saja dibuka namun belum lama ini ditinggalkan lagi dan
pemiliknya bisa diketahui.
47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2 Tanah Penduduk
Di Kerajaan Tanah Jawa para kepala ternyata merupakan pemilik tanah liar,
bahkan semua tanah. Di sana bila sawah dibuka dan kampung dibangun, hak milik
lahan itu dilimpahkan kepada para kepala kampung dan penduduk kampung. Semua
yang dimiliki kampung seperti kebun dengan buahnya menjadi satu dan tidak lagi
termasuk milik daerah ini menjadi hak milik kampung dan hanya bisa kembali
dimiliki raja apabila telah sengaja ditinggalkan. Penduduk tidak memiliki hak
kepemilikan atas tanah melainkan hanya hak memperusahai dan hak pakai.
Bila rakyat menginginkan tanah, maka dia harus menemui kepala urung atau
partuanon dimana lokasi tanah yang dikehendakinya itu. Dia juga harus
mengutarakan alasannya mengapa meminta tanah itu kepada penguasa ditempat itu.
Alasannya haruslah tepat karena tidaklah mudah mencabut hak yang sudah diberikan
raja kepadanya. Dia juga diwajibkan tinggal dan mengikuti adat kebiasaan ditempat
itu. Setelah itu penghulu kampung pergi untuk menyelidiki hutan yang hendak
diperladangi. Hal ini dalam istilah simalungun disebut Manririt Harangan. Kemudian
Setelah itu Penghulu menentukan batas serta luas tanah menurut banyaknya
keluarga, yaitu paling banyak 2 (dua) hektare (ha) ketentuan-ketentuan itu sebagai
berikut;
41
Suatu kegiatan memilih satu batang pohon kayu yang memiliki getah, disekeliing kayu
tersebut dibersihkan dari sampah dan dikumpulkan disekeliling pohon dengan jarak 2 meter setelah
dibersihkan diambillah sekepal tanah untuk dibawa pulang maksudnya untuk dimimpikan apakah
terdapat kesehatan dan kebahagiaan apabila tempat itu diperladangi.
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Penebangan kayu di tentukan waktunya, kemudian pembakarannya
dan pada saat ini melekatlah suatu hak atas pemakaian tanah, yaitu
gas.
atas tanah ini melekat, apabila terus menerus dikerjakan. Dalam waktu
49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Tempat tanam-tanaman keras disediakan di luar pagar disebut
partoguh atau bidei dari perkampungan dan tempat ini disebut pohon.
yaitu tanah sebelah kiri dan kanan sawahnya, ditambah bagi orang
7. Selain dari pada tanah hak perseorangan, masih terdapat lagi Hak
bersama dari kampung itu, disebut Rahatan ni Huta, yaitu hutan yang
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibolehkan, mengingat status tanah pohon itu dikerjakan secara turun-
temurun42.
sejarahnya hanya hak mengusahai yang ada pada penduduk, sekalipun hak ini dapat
ialah Swapraja. Ini terbukti dengan keluarnya peraturan oleh Pemerintah Swapraja
didaerah Simalungun pada tahun 1936 no. 13 surat tanah yang disebut GRANT –
RAJA dalam arti Hak Memperusahai, tetapi bukan Hak Memiliki. Dapat ditambahkan,
bahwa khusus di Siantar sebelum pembentukam Kota menjadi Gemeente pada tahun
oleh karenanya selama itu apabila ada terjadi jual-beli, maka menurut Hukum Adat
hanya terdapat ganti kerugian atas tanam-tanaman, yang disebut tulak sakkul atau
tolak cangkul – bukan jual – beli atas tanah. Demikian apabila Pemerintah Swapraja
memerlukan tanah untuk keperluan umum, maka yang memperusahai tanah hanya
mendapat ganti kerugian atas tanam-tanaman, yang disebut iabul. Apabila terkena
42
TBA. Purba Tambak, Sejarah Simalngun. 1982, hlm. 156.
43
Ibid,..
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tanah yang sudah pernah digarap atau Galunggung44 tidak dapat diberikan
lagi kepada orang lain dan tanah-tanah yang belum pernah diusahai masih milik
kepala urung. Apabila tanah yang sudah dibuka dibiarkan kembali menjadi hutan
maka hak penggarap terdahulu menjadi hilang dan kembali kepada penguasa. Namun
jika tanah tanah masih menghasilkan sesuatu dari pohon yang ada diatasnya hak
tanah itu masih milik penggarap karena tanah itu dianggap masih berstatus
galunggung.45
Begitu juga terjadi dengan kebun (ladang) dan tanaman yang terletak jauh dari
kampung. Jika ini ditinggalkan maka seluruh lahan termasuk tanaman di atasnya
menjadi hak milik raja. Seseorang yang meninggalkan ladangnya tidak berhak
menjual pohon atau tanah itu kepada orang lain. Dia bisa melimpahkan tanaman yang
terdapat di kampung itu atau semua yang langsung termasuk tanahnya kepada kepala
kampung dengan imbalan sesuatu. Tanah yang telah digarap dan setelah itu
tanah itu semaunya selain padi dia harus menyerahkan 1/10 hasil panennya kepada
raja. Sebagai contoh di daerah Toba kondisinya berbeda, di sini seluruh tanah
termasuk milik marga induk namun para kepala memiliki kekuasaan atas tanah liar
dan tidak berpenghuni. Mereka sering memberi pertimbangan kepada para kepala
44
Tanah yang telah dibuka namun ditinggalkan yang belum termasuk liar kembali dan
pembukanya masih bisa bertanggung jawab menuntutnya, sebagai tanda-tanda bekas pembukaan
ditanah ini dijumpai pohon-pohon yang sengaja ditanam dan dapat diambil manfaatnya.
45
Dr.Budi Agustono dkk.”Sejarah Etnis Simalungun” (Medan:USU PRESS,2012) hlm. 195.
52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bawahan dengan kawulanya dalam kasus penyerahan hak tanah, juga dalam
pemberian sebagian panen namun mereka tidak diwajibkan seperti para kepala
Simalungun. Penyerahan tanah liar di sini tidak pernah terjadi, juga sebagai akibatnya
Namun sebuah contoh pemberian tanah di sini bisa dikutip dan kasus Tuan
Schwab yang menyewa sebidang tanah hutan di daerah Maranti dari para kepala
Paralungin dan Sijorat dari Sitorang dengan harga tertentu, namun yang konsesinya
tidak disetujui oleh pemerintah. Contoh kasus tanah ini jelas menunjukan bila tanah
luas tak tergarap jelas terdapat di Toba seperti di Simalungun, para kepala merasa
dirinya sebagai pemilik dan berhak untuk menyerahkannya kepada orang lain dalam
hak sewa atau kontrak namun mereka tidak pernah bisa mengalihkan tanah marga46.
Selain tanah marga terdapat tanah yang dapat diperjual belikan oleh individu yaitu
berupa tanah sawah, sawah dapat diperjual belikan, disewakan ataupun digadaikan
tetapi transaksi harus tetap diketahui dan diadakan didepan kepala adat47.
46
P.A.L.E van Dijk, , op,. cit., hlm. 25.
47
Dr.Budi Agustono dkk, op,. cit., hlm. 199.
53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.1 Hak Mengumpulkan Hasil Bumi
Hak mengumpulkan hasil bumi yang terdapat pada tanah tidak digarap yang
dimiliki Urung juga termasuk milik huta dan tidak bisa diminta oleh pembuka huta,
namun diberikan kepada penduduk. Hak ini tidak termasuk hasil bumi di tanah
galungung. Seperti yang ditunjukan pemilik tanah di atas tidak memiliki hak atas apa
yang ada di dalam bumi. Biasanya ditetapkan bahwa penemu pertama pohon, pohon
getah dan pohon lain berhak mengumpulkan produknya, namun dia wajib
sendiri maka tidak perlu dilaporkan. Namun bila ini digunakan untuk perdagangan
maka laporan harus dibuat kepada kepala yang menguasai tanah ini. Pada kasus
pertama orang tidak membayar dan pada kasus kedua orang harus membayar upeti
kepada kepala.
panungalas atau suhei) yang dipungut oleh raja. Selain itu upeti dibayarkan kepada
pertuanan yang menyerahkan sebagian kecil kepada kepala huta, ketika kepala itu
terlibat dalam urusan ini. Besaran upeti itu ditetapkan melalui mufakat kedua pihak.
Raja selain pajak atas produk hutan, juga memungut pajak atas semua yang diangkut
dan diekspor: budak, kuda, babi, kambing, ayam, termasuk pajak (suhei).
Raja berhak menerima cukai yang diberikan kepadanya menurut adat dalam
penangkapan hewan buruan dan ternak potong, serta salah satu gading gajah yang
54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditembak atau ditangkap dan cula badak. Pemberian ini dianggap sebagai upeti. Jika
tidak menyetorkan upeti bisa menimbulkan sengketa. Terutama ketika pertuanan atau
kepala bawahan memotong seekor kerbau atau sapi, raja menuntut agar dia dikirimi
sebuah periuk yang berisi ringgit Spanyol yang terbukti terpendam. Semua uang yang
ditemukan harus disetorkan kepada raja, yang bisa memberi penemunya beberapa
dollar sebagai upah kesulitannya. Kepada orang asing sama sekali tidak ada larangan
untuk mengumpulkan hasil hutan seperti penduduk dengan syarat yang sama, namun
dengan perbedaan bahwa dia sebelumnya harus meminta ijin kepala dan dalam
mengumpulkan produk baik untuk digunakan sendiri maupun untuk dijual. Cukai
harus dibayar; yang bagi orang asing biasanya jauh lebih tinggi daripada bagi
penghuni huta48.
48
P.A.L.E van Dijk, , op,. cit., hlm. 43.
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3 Hancurnya Kerajaan Tanah Jawa dan Perubahan Sistem Kepemilikan
Tanah di Tanah Jawa
Runtuhnya Kerajaan Tanah Jawa tidak terlepas dari revolusi yang terjadi di
seperti pepatah Minangkabau. Tetapi dipihak lain banyak juga yang berkeinginan
untuk mengetahui sejelas-jelasnya apa dan bagaimana sebenarnya Revolusi Sosial itu.
Menurut mereka hal ini penting agar tidak terjadi pembohongan sejarah yang
sebenarnya terjadi. Terlepas dari pendapat yang pro dan kontra, menurut penulis
wajarlah kalau hal itu diungkapkan dalam sejarah Simalungun, karena memang
Indonesia di Sumatera Timur dengan para Sultan, Raja dan Sibayak yang ada di
Nasional Indonesia) Sumatera Timur Jalan Sukamulia Medan. Rapat ini sebagai
49
Salah satu bentuk yang diakui oleh pemerintah kolonial dan mencakup berbagai bentuk
administrasi, seperti kesultanan, kerajaan, dan keadipatian. Status swapraja berarti daerah terssebut
dipimpin oleh pribumi berhak mengatur urusan administrasi, hukum dan budaya internalnya. Contoh
daerah swapraja adalah Kesultanan Surakarta, pada masa pemerintahan Jepang daerah swapraja diganti
statusnya menjadi Kochi.
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
swapraja di Sumatera Timur yang diambil alih oleh Pucuk Pimpinan Persatuan
(P3ST) yang dipimpinnya terdiri dari orang-orang yang sama pula. Sejak semula
rencana ini sengaja mereka rahasiakan, oleh karena mereka berpendapat bahwa pihak
Pemerintah yang saat itu dipimpin oleh Gubernur Mr. Teuku Mohammad Hasan tidak
dapat diajak bekerjasama untuk melaksanakan rencana Markas Agung tersebut, oleh
karena itu rencana ini hanya mungkin dapat dilaksanakan apabila Gubernur Sumatera
sedang tidak berada di Medan50. Berkat kelicikan Abdul Karim MS, Pemerintah di
kerja keliling, maka pada tanggal 3 Maret 1946 meletuslah apa yang dinamakan oleh
laporan Gubernur Militer VII Sumatera Utara (Kolonel M. Simbolon) yang ditujukan
50
D. Kenan Purba dkk,.Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm. 97.
51
Yang dimaksud dengan Revolusi Sosial adalah perubahan yang terjadi secara cepat dan
mendasar dari masyarakat dan struktur kelas suatu negara; dan revolusi tersebut disertai sebagian
menyebabkan terajadinya pemberontakan kelas dari bawah. Revolusi sosial haruslah dipisahkan dari
berbagai jenis konflik dan proses perubahan lainnya terutama yang disebabkan oleh kombinasi dua
kejadian yang timbul secara (kebetulan) bersamaan, yaitu terjadinya perubahan struktur masyarakat
dan pergolakan kelas, serta terjadinya perubahan politik dan perubahan sosial. Sebaliknya,
pemberontakan sekalipun berhasil baik, mungkin saja melibatkan pemberontakan kelas bawah, tetapi
tidak menyebabkan timbulnya perubahan struktural. Revolusi politik mengubah struktural negara tetapi
tidak mengubah struktur sosial; dan revolusi politik tersebut tidak perlu dilakukan melalui konflik
kelas. Proses seperti industrialisasi dapat mengubah struktur sosial tanpa harus menimbulkan, atau
diakibatkan oleh pergolakan politik yang tiba-tiba atau perubahan struktur politik yang mendasar. Satu
hal yang unik dari revolusi sosial adalah perubahan mendasar perubahan struktur sosial maupun politik
yang berlangsung bersamaan dengan masing-masing saling memperkuat satu sama lain. Perubahan ini
berlangsung melalui konflik sosial politik yang kuat yang didalamnya perjuangan kelas memainkan
peranan, D. Kenan Purba dkk,.Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm. 97.
57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kepada Menteri Pertahanan RIS di Jakarta dapat diketahui bahwa pelaksanaan
terhadap Raja-raja dan para pengikut nya sejak 3 Maret 1946. Berarti gerakan
ini mereka lakukan sebulan sejak pertemuan Sukamulia dimana wakil Markas
oleh BHL adalah atas perintah Markas Agung yang disampaikan oleh
52
Organisasi ini diresmikan secara rahasia pada 20 Maret 1945 sebagai suatu organisasi
militer, dengan Inoue sebagai komandan, Jacob Siregar sebagai wakil komandan, Saleh Umar sebagai
kepala staf dan Abdullah Jusuf dan Nulung Sirait sebagai perwira staf. Para pemuda direkrut untuk
dikirim mengikuti pelatihan Talapeta dalam bidang pertanian, strategi militer dan ajaran nasionalisme
selama satu sampai tiga bulan. Jumlah kadernya sekitar 50000 orang yang terdiri dari kaum tani dan
nelayan dari etnis Batak Toba, Simalungun dan Karo yang beroperasi di dataran tinggi Sumatra Timur,
Selanjutnya masih ada nama Luat Siregar sahabat karib Xarim MS yang menjadi anggota PKI sejak
1945 dan pernah menjabat residen Sumatera Timur (April-September 1946) setelah berhasil
menyingkirkan Tengku Hafas kerabat Sultan Deli dari Bedagai. Lalu dr. Mohammad Amir seorang
ahli jiwa dokter pribadi Sultan Langkat yang menjabat Wakil Gubernur Sumatera yang setelah pecah
Revolusi Sosial membelot ke pihak Belanda (isterinya seorang Belanda). Sedangkan Saragihras
sebagai komandan BHL di Simalungun lebih berperan sebagai eksekutor atas perintah dari para aktor
intelektual di atas, D. Kenan Purba dkk,.Sejarah Simalungun, Bina Budaya Simalungun, hlm.
97.
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada 3 Maret 1946 Gerakan revolusioner ini telah mencapai puncaknya
yang sudah menjalankan kekuasaan semi - pemerintah sebab hal itu merupakan
tindakan yang secara efektif mewakili kasus pemuda bersenjata. Pada waktu raja-raja
pemerikasaan didapatilah Rumah Bolon telah rata dengan tanah setelah dibakar oleh
BHL begitu pula dengan pusaka-pusaka dan harta benda kerajaan yang tidak sempat
dilakukan dirumah batu (rumah pribadi T. Sawadin Damanik) sampai dengan tahun
1947.
Hukum di Jakarta yang mana beliau menyatakan Belanda dalam politik Devide et
Impera53 dalam waktu dekat akan membentuk Negara Bagian Sumatera Timur yang
59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diharapkan Radja Kaliamsjah bersedia dan dapat bergabung dalam Negara Sumatera
Timur yang akan lahir tersebut. Atas permintaan DR M. Hatta tersebut Radja
sebagai calon Wakil Presiden/Wakil Wali Negara Negara Sumatra Timur dengan
catatan bahwa pada saatnya Negara Sumatra Timur adalah Negara bagian yang
seluruhnya sudah hancur akibat revolusi sosia tahun 1946 yang didalangi oleh
lagi dan berdaulat di dalam Negara Republik Indonesia (tidak mungkin ada
oleh Asli Putera Daerah/Putera Asli Batak, karena pada saat tersebut saudara-
saudara dari Karo, dari Toba dan dari Tapanuli Selatan telah bersiap-siap
Asli Batak.
60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Setelah Kerajaan Tanah Jawa runtuh dan kembali ke NKRI otomatis akan ada
timbul masalah mengenai kepemilikan tanah di Tanah Jawa, dijelaskan dalam UUPA
No.5 Tahun 1960 sebagai bentuk UU baru tentang ketentuan pokok agraria yang
dikenal dengan UUPA, berlaku sebagai induk dari segenap peraturan pertanahan di
Indonesia. UUPA ini mengandung asas (prinsip) bahwa semua hak atas tanah
dikuasi oleh negara, dan asas bahwa hak milik atas tanah “dapat dicabut untuk
dalam pasal 2 dan pasal 18 UUPA. Berdasarkan pasal 2 UUPA ini negara
menjadi pengganti semua pihak yang mengaku sebagai penguasa tanah yang
sah. Negara dalam hal ini merupakan lembaga hukum sebagai organisasi
dalam proses ini bertindak sebagai pihak yang melaksanakan dan menerapkan
tahap sengketa antara tanah Negara dan tanah adat, dalam konsepsi hukum tanah
nasional mengenai tanah adat sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 1 UUPA Nomor
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia”.
54
Syafruddin Kalo, " Perbedaan persepsi mengenai penguasaan tanah dan akibatnya
terhadap masyarakat petani di Sumatera Timjur: Pada Masa Kolonial Yang Berlanjut Pada Masa
Kemerdekaan, Orde Baru dan Reformasi ", Medan: USU digital library, 2004, hlm. 3.
61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dan dalam pasal 1 ayat 2 dinyatakan pula dengan tegas: “Seluruh bumi, air
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
nasional”.
Pada pasal 2 ayat 1 ditegaskan pula bahwa semua bumi, air, dan ruang
tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat. Dalam hal ini
negara sebagai lembaga hukum menerima wewenang dari hukum dasar tertinggi
untuk melaksanakan hak penguasaan atas tanah. Semua tindakan yang diambil oleh
dengan kepentingan nasional. Wewenang ini juga bisa dijadikan sebagai sumber
bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Kemudian negara berwenang juga mengatur
dan menentukan hubungan hukum antara manusia dengan air, bumi dan ruang
angkasa itu. Negara juga berwenang untuk menentukan dan mengatur hubungan
antara orang dan tindakan hukum yang menyangkut bumi, air dan ruang
55
Ibid., hlm. 4.
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada akhirnya tanah-tanah yang ada di wilayah Tanah Jawa secara hukum
menjadi milik Negara, tetapi ada beberapa masyarakat yang menganggap bahwa
tanah yang berada di wilayah Tanah Jawa masih milik marga yang menempati tanah
tersebut, karena tanah untuk masyarakat adat simalungun bukan sekedar sebuah
keperluan primer, tanah berkaitan dengan nilai religius. Dikatakan religius karena
sehubungan dengan tata cara kepemilikan tanah harus melalu proses hukum adat.
63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
5.1 Kesimpulan
Pembahasan pada skripsi ini menjelaskan tentang sejarah Keajaan Tanah Jawa
dari tahun 1889-1946, periode tahun yang dijelaskan didalam skripsi ini mancakup
latar belakang berdirinya Kerajaan Tanah Jawa, sistem pemerintahan, dan hak
kepemilikan tanah.
bernama Nadihoyong berasal dari kampung Urat Samosir yang mengembara kedaerah
usul Kerajaan Tanah Jawa dan pada saat itu Raja Sitanggang mempersilahkan
Nadihoyong menjadi seorang raja didaerahnya dan meminta sebuah marga yaitu
Sinaga Siurat.
atau pangkat pada struktur pemerintahan yaitu Parbapaan, Partuanon, Pangulu dan
Gamot. Dalam tingkat perbapaan urusan adat istiadat langsung dipimpin oleh raja
Partuha Maujana serta guru/datu. Urusan peradilan juga dipimpin langsung oleh raja
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbapaan dan pangulu. Dalam bidang peradilan ini dikenal 3 jenis badan peradilan
atau kerapatan yaitu Kerapatan Balei, Kerapatan Urung dan Kerapatan Nabolon.
Pada masa Pra-Kolonial hak-hak atas tanah berawal dari pembukaan huta
yang selanjutnya berkembang menjadi Urung yang dibentuk oleh marga tertentu,
marga penguasa inilah yang memiliki hak atas tanah-tanah tersebut. Jalur damai
ataupun perang adalah dua cara yang dipilih untuk memperluas Huta. Setiap urung
diperintah oleh kepala urung yang disebut Raja. Urung semakin luas dan dibagi
menjadi beberapa wilayah kecil dibawah kekuasaan keturunan kepala urung dan
muncul pembagian lahan atas urung tersebut oleh turunan kepala urung, dari sini
semakin bertumpulah kekuasaan atas tanah itu ditangan kepala urung, hak-haknya
atas tanah di urung semakin besar sehingga raja dianggap penguasa dan pemilik tanah
liar yang belum dibuka. Dari sini timbullah pendapatan apapun yang berada diatas
pro-kontra apakah kejadian ini harus diungkit kembali. Masalah-masalah yang timbul
yang dulunya dimiliki oleh raja menjadi tidak bertuan, masalah ini menimbulkan
sengketa antara pihak pemerintah dengan ahli waris tanah dari kerajaan yang
memiliki tanah tersebut. Untuk menyelesaikan konflik tanah yang terjadi di Sumatera
Agraria (UUPA) seperti yang dijelaskan dalam UUPA No.5 Tahun 1960 sebagai
65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bentuk UU baru tentang ketentuan pokok agraria yang dikenal dengan UUPA,
berlaku sebagai induk dari segenap peraturan pertanahan di Indonesia. UUPA ini
mengandung asas (prinsip) bahwa semua hak atas tanah dikuasi oleh negara, dan
asas bahwa hak milik atas tanah “dapat dicabut untuk kepentingan umum”.
Kedua prinsip tersebut dengan tegas telah dituangkan dalam pasal 2 dan pasal 18
UUPA. Berdasarkan pasal 2 UUPA ini negara menjadi pengganti semua pihak
yang mengaku sebagai penguasa tanah yang sah. Negara dalam hal ini
66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2 Saran
masih terdapat banyak kejanggalan-kejanggalan yang tidak sesuai dengan fakta yang
ada, hal ini menimbulkan banyak perspektif mengenai seperti apa sebenarnya sejarah
menghargai sejarahnya. Untuk itu perlu sikap jujur dan objektif dalam
mengungkapkan data serta fakta yang ada pada setiap peristiwa yang
diteliti.
objektif, maka tidak ada lagi salah perspektif mengenai sejarah yang ada.
Perlu adanya pelurusan sejarah sebagai salah satu dasar untuk dapat
meninjau ulang data serta fakta yang ada untuk menjadikan pengetahuan
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BIBLIOGRAFI
ARSIP
Algemeen Secretariaat Grote Bundel Besluit 1891-1942 No. 53
SoK Het recht op de woeste grond in het Landschap Tanoh Djawa, Kaliamsjah
Sinaga, 1939, ANRI
Surat Keputusan Pemerintah Wilayah Pantai Timur Sumatera Dewan Hindia-
Belanda, No. 2598, Buitenzorg, 4 Juli 1904, ANRI.
Surat Pemerintah Wilayah Karesidenan Pantai Timur Sumatra C.L. Schaal Kepada
Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No.2173/4 Medan, 20 Mei 1904,
ANRI.
Surat Sekretaris I Pemerintah No. 2369 kepada Residen Pantai Timur Sumatera,
Buitenzorg, 18 Juli, ANRI.
Zelfbestuursbesluit Gouverneur der Ooskust van Sumatera No. 52, Januari 1936,
ANRI.
BUKU
Agustono, Budi, dkk., 2012, Sejarah Etnis Simalungun, Medan: USU Press.
Agustono, Budi, 1993, Bangsawan Serdang dan revolusi sosial, Medan: FS USU.
Devi, T. Keizerina, dkk., 2004, Globalisasi ekonomi dan perubahan hukum: studi
mengenai penghapusan poenale sanctie di Sumatera Timur (1870-1950),
(Globalization of economy and law reform: a study of the prohibition of
the "poenale sanctie" in East Sumatera (1870-1950), PPS USU.
68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fa'al, Fahsin M., 2005, Negara dan revolusi sosial : pokok - pokok pikiran tan
malaka, Resist Book.
Gottschalk, Louis, 1985. Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto, Jakarta :
UI Press.
J. Pelzer, Karl, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan
Agraria di Sumatera Timur 1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan.
--------------, 2004, " Perbedaan persepsi mengenai penguasaan tanah dan akibatnya
terhadap masyarakat petani di Sumatera Timjur: Pada Masa Kolonial
Yang Berlanjut Pada Masa Kemerdekaan, Orde Baru dan Reformasi ",
Medan: USU digital library.
Kroessen, J.A., 1897. Sebuah Laporan Perjalanan di Daerah Tanjung Kasau, Siantar
dan Tanah Jawa, dalam TBG.
Purba Tambak, T.B.A., 1986. Sejarah Simalungun, (Medan: Penerbit sendiri), 1983.
69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tideman, J., 2012. Simeloengoen, terj., Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi
Kabupaten Simalungun.
Sinar, Luckman T., 2009. Lintasan adat dan Budaya Simalungun, Medan: Forkala.
SUMBER WEB
SKRIPSI
70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran I: Stamboom Raja Tanah Jawa
71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran II: Raja Marpitu
Sumber: Dr.Budi Agustono dkk.,”Sejarah Etnis Simalungun” Medan : USU Press, 2012.
72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran III: Makam raja-raja Kerajaan Tanoh Djawa di Pamatang Tanah
Jawa
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Makam Tuan Sangmajadi Sinaga
74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran IV: Tuan Sangmajadi Sinaga
75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran V: Tuan Djorlang Hataran
76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran VI: Tampak palasumpak batu pondasi bekas IstanaRumah Bolon
Kerajaan Tanoh Jawa di huta Pamatang Tanoh Jawa
77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran VII: Stempel Kerajaan Tanah Djawa dan Tanda Tangan T Sang
Madjadi tanggal 2 Maret 1934 atas Perjanjian Tambahan atas Perkebunan
Permanangan Register no 56, Sesuai Perjanjian dibawah tangan dng NILS
tanggal 12 Agustus 1912.
78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran VIII: Radja Kaliamsjah Sinaga/Radja Terakhir Keradjaan Tanah
Djawa dari th 1941 s/d 1947 beserta Poeang Bolon/Permaisuri, Poeang Bolon
Salimah Damanik adalah Putri Dari Tn Sawadin Damanik ( Radja dari
Keradjaan Siantar yg terakhir ).
79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA