Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium
Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid.
Terdiri dari 12-24 merozoitovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval
hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria
jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan
demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh,
malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya
komplikasi.

B. Penyebab
Menurut Harijanto (2000), plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering
dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
1. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar
67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia
telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada
pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar
(Slamet, 2002, hal 103).
2. Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia
(menghisap darah).
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48
derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu
g. Lebih senang hidup di daerah rawa

C. Penularan dan Penyebaran Penyakit Malaria


Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar
melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh
nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang
sehat yang digigit nyamuk tersebut.
Jenis-jenis vector (perantara) malaria yaitu:
a. Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara di derah pantai
b. Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan
c. Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkembunan, kehutanan
dan pegunungan.
d. Penularan yang lain melalui tranfusi darah, namun kemungkinannya sangat kecil.

D. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh
nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit
dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini
tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam
lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi
zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi
Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah
nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2-
3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual.
Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah
masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya
sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer,
2001, hal. 409).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi
parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke
dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati
(Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni
dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan
beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.”
Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari.
Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml
darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah
di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses
kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah
merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan
lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“.
Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan
dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita
merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing
yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup
yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh
nyamuk.

E. Manifestasi Klinis
Plasmodium vivax ( malaria tertiana ) yaitu :
1. Meriang
2. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi
dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama
2 minggu setelah infeksi)
3. Keringat dingin
4. Kejang-kejang
5. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya
parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang
dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey
epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis
definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam
darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif
tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai
100%).
a. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite
dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga
memudahkan identifikasi spesies parasit.
b. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger
prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5
mikro liter untuk sedian tipis.
c. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium
yang tepat.
d. Identifikasi spesies plasmodium
e. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium
dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium.
QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan
diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat
membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung
parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit
yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama
menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap
yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak
DNA.

G. Penatalaksanaan
Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun
lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-
obatan kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam
seperti paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya
membantu kesembuhan.
Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena
harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit
malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian
Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti
Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine,
Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.
Penatalaksanaan malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut
Tjay & Rahardja (2002) antara lain salah satunya adalah :
Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini
disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)

H. Pencegahan
Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke
daerah malaria bisa melakukan hal-hal berikut:
1. Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam rumah
2. Memasang tirai di pintu dan jendela
3. Memasang kawat nyamuk
4. Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit
5. Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang
digigit nyamuk.
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria:
1. Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100% efektif
2. Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk
3. Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai influenza
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MALARIA TERTIANA

A. Pengkajian
1. Identitas
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria, terutama pada anak dengan gizi
buruk. Infeksi akan berlangsung lebih hebat pada usia muda atau sangat muda karena
belum matangnya sistem imun sedangkan pada usia tua disebabkan ole penururnan
daya tahan tubuh. Selain itu semua, malaria juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
pekerjaan, pendidikan dan migrasi penduduk. Hal ini di sebabkan mobilisasi
penduduk yang cukuo tinggi dan trasportasi yang semakin cepat memungkinkan
terjadinya kasus-kasus impor di semua daerah yang sudah tereliminasi malaria.
(Setiati, 2014, hal. 595)
2. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan utama
Biasanya klien dengan penyakit malaria datang kerumah sakit dengan keluhan
demam, tidak mau makan, kepala tersa pusing, perut bagian kanan terasa sakit,
terasa mual dan ingin muntah. (Wijaya, 2013, hal. 190)
b. Alasan masuk rumah sakit
Pasien yang dibawa kerumah sakit biasanya diawali dengan gejala badan terasa
lemah, nyeri kepala, tidak nafsu makan dan mual muntah. (Marnia, 2016, hal.
121)
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klein yang menderita penyakit malaria pada saat dilakukan pengkajian
keluhan yang dirasakan oleh pasien dalah masih terasa demam, lemas, mual, tidak
mau makan. (Wijaya, 2013, p. 190)
d. Riwayat kesehatan terdahulu
e. Riwayat penyakit sebelumnya
Biasanya pasien yang mengalami penyakit malaria mempunyai riwayat pernah
mengalami penyakit malaria sebelumnya dan pernah dirawat dirumah sakitatau
berobat dengan gejala atau penyakit yang sama. (Wijaya, 2013, p. 190)
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya pasien yang menderita penyakit malria ini di dalam keluarganya juga
ada yang menderita penyakit malaria. (Wijaya, 2013, p. 190)
g. Riwayat pengobatan
Tannyakan riwayat minum obat malaria sebelunya dan apakah pernah
mendapatkan trasfusi darah sebelunya. (Marnia, 2016, hal. 126)
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaaan umum
1) Kesadaran
Gelisah,ketakutan,kacau mental,disorientas,deliriu atau koma (Kunoli, 2012,
hal. 195).
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah normal atau sedikit menurun.
b) Denyut perifer kuat dan cepat.
c) RR: takipnea dengan penurunan kedalaman pernafasan
d) Demam 400 pada malaria berat (Kunoli, 2012, hal. 194)
b. Body system
1) Sistem pernafasan
a) Ispeksi : Takipnia dengan penurunan kedalam pernafasan,nafas pendek
pada istirahat dan aktivitas. (Kunoli, 2012)pada malaria berat frekuensi
nafas pada balita >40 kali/menit sedangkan frekuensi nafas pada anak
berusia dibawah satu tahun >50 kali/menit. (Marnia, 2016, hal. 122)
c. Sistem kardiovaskuler
1) Palpasi: denyut perifer kuat dan cepat
2) Auskultasi: tekanan darah normal atau sedikit menurun. (Kunoli, 2012, hal.
194)
d. Sistem persarafan
Kesadaran: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas, delirium atau koma.
(Kunoli, 2012, hal. 195)

e. Sistem perkemihan
Inspeksi: penurunan haluaran urin dan kosentrasi urin. (Kunoli, 2012, hal. 195)
f. Sistem pencernaan
1) Inspeksi: anoreksia, mual dan muntah, diare atau kontipasi.
2) Palpasi: distensi abdomen (Kunoli, 2012, hal. 195)
g. Sistem integument
1) Inspeksi: pendarahan (hematoma, petekie dan purpura), pucat.
2) Palpasi: kulit hangat (Kunoli, 2012, hal. 195)
h. Sistem muskulokeletal
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan (Kunoli, 2012, hal. 194)
i. Sistem endokrin
Pada sistem kardiovaskular dan endokrin dan Metabolisme tidak “tertulari” parasit
sehingga penyakit parasit pada organ-organ tubuh ini tidak dibahas. (Natadisatra,
2010, hal. 66)
j. Sistem reproduksi
Malaria lebih sering dijumpai pada kehamilan trimester 1 dan 2 dibandingkan
pada wanita yang tidak hamil. (Setiati, 2014, hal. 605)
k. Sistem pengindraan
Konjungtiva anemis, sklera ikterik (Zainuddin, 2014, hal. 27)
l. Sistem imunitas
Respon imunitas selluler dan humoral normal terhadap antigen. (Setiati, 2014, hal.
606)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan
tubuh; prosedur tindakan invasive
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Kunoli, FJ (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV. MEDIA INFO
TRANS.

Marnia. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

Natadisatra, D. (2010). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Nurarif, AH, & Kusuma, H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda NIC-
NOC. Jogjakarta: Aksi Media.

PPNI, tp (2017). Status Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Setiati, S. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbitan Internal.

Wijaya, AS (2013). KMB2 keperawatan Medikal Bedah. Bengkulu: Buku Medis.

Wilkinson, JM (2013). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Zainuddin, AA (2014). Panduan Praktik Klinis. Jakarta: IDI.

Anda mungkin juga menyukai