Anda di halaman 1dari 95

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Sastra Melayu Skripsi Sarjana

2017

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam


“Hikayat Deli”

Nasution, Ricky Yudhistira


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4984
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “HIKAYAT DELI”

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

NAMA : RICKY YUDHISTIRA NASUTION


NIM : 120702026

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “HIKAYAT DELI”

SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN

O
L
E
H

NAMA : RICKY YUDHISTIRA NASUTION


NIM : 120702026

Pembimbing

Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D.


NIP. 196509091994031004

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra Fakultas Ilmu Budaya
dalam Bidang Bahasa dan Sastra Melayu.

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “HIKAYAT DELI”

Yang Diajukan Oleh:

NAMA : RICKY YUDHISTIRA NASUTION


NIM : 120702026

Telah disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi oleh:


Pembimbing

Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D. Tanggal: .............................


NIP. 196509091994031004

Ketua Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu

Dr. Rozanna Mulyani, M.A. Tanggal:…………………….


NIP. 196006091986122001

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PERSETUJUAN KETUA PROGRAM STUDI

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU


Ketua Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu

Dr. Rozanna Mulyani, M.A.


NIP. 196006091986122001

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI OLEH DEKAN DAN PANITIA UJIAN

Diterima oleh.

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Bahasa Dan Sastra Melayu
pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada
Hari :
Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan,

Dr. Budi Agustono, M. S.


NIP. 196008051987031001

Panitia Ujian.

No. Nama Tanda Tangan

1. Dr. Rozanna Mulyani, M.A. (……………………..)

2. Dra. Mawar Mardiah Kembaren, M.A. Ph.D. (……………………..)

3. Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D. (.…………………….)

4. Drs. Yos Rizal, M.SP. (...…......………….....)

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobbilallamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah

SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Tantangan serta cobaan sering sekali hadir namun penulis masih

diberikan nikmat kesabaran, keikhlasan dan nikmat iman sehingga penulis dapat

menjalani semuanya dengan tenang dan baik. Shalawat seiring salam penulis

hadiahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW semoga kita semua

mendapat syafaatnya di Yaumil Akhir nantinya.

Dalam perjalanan panjang menjalani penyelesain penulisan skripsi ini,

sungguh sebuah kebahagiaan dan anugerah terindah bagi penulis dapat

menyelesaikan sebuah tulisan sastra yang berbentuk skripsi dengan judul Nilai-

Nilai Pendidikan Karakter Dalam “Hikayat Deli”. Skripsi ini penulis ajukan

untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari skripsi ini bukanlah titik dari segala kebenaran. Untuk

itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari para

pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan

menjadi khasanah ilmu bagi kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2017


Penulis,

Ricky Yudhistira Nassution


Nim. 120702026

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan baik moril

dan materil, dorongan, semangat, dan do‟a dari berbagai pihak. Untuk itu dengan

mengucap syukur penulis ingin mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang

terdalam kepada orang-orang yang berjasa bagi penulisan skripsi ini. Ucapan

terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

USU, serta pada Wakil Dekan dan seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu

Budaya USU.

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku Ketua Program Studi Bahasa

Dan Sastra Melayu FIB USU beserta Ibu Dra. Mawar Mardiah

Kembaren, M.A. Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi Bahasa Dan

Sastra Melayu yang telah membantu lancarnya penyelesaian skrispsi

ini.

3. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D., selaku dosen pembimbing

penulisan skripsi yang telah sabar membimbing penulis serta selalu

memberikan kepedulian, bantuan, dorongan, semangat, kritik, saran

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

baik.

4. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku dosen pembimbing akademik

yang telah membimbing penulis selama kuliah di Program Studi

Bahasa Dan Sastra Melayu.

Universitas Sumatera Utara


5. Seluruh staf pengajar Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu FIB

USU, yang telah memberikan penulis banyak pencerahan,

pengetahuan, pengalaman, serta wawasan. Juga kepada staf

administrasi Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu yang telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan persoalan

administrasi selama masa studi.

6. Pegawai Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan

Daerah Sumatera Utara, yang telah memberikan data dan pelayanan

yang sangat baik selama penulis melakukan penelitian.

7. Kepada orang yang penulis cintai lebih dari segala hal di bumi,

Ayahanda A. Nasution dan Ibunda Alm. Chairani, kedua orang tua

penulis. Apapun yang penulis lakukan tidak akan bisa membalas jasa

Ayahanda dan Ibunda atas seluruh kasih sayang juga cinta yang

penulis dapatkan selama ini sedari penulis masih dalam kandungan.

Terima kasih atas segala do‟a, pengorbanan, kejujuran, pesan terakhir,

dan perasan peluh yang membanjiri dan mengiringi jiwa penulis.

8. Kepada mama pengganti penulis, Ibu Halimah terimakasih untuk

segala do‟a dan kasih sayang yang diberi kepada penulis.

9. Terima kasih kepada Abangda Arie Azhari Nasution abang penulis

untuk segala kasih sayang, pelajaran hidup, semangat dan do‟a yang

Bang Arie beri kepada penulis. Berharap kita kelak akan bisa

membahagiakan orangtua kita dan benar-benar terima kasih atas

perjuangannya untuk meyakinkan penulis sampai sejauh ini. Amin.

Universitas Sumatera Utara


10. Kepada Aditya Azhar Nasution, adik penulis yang penulis sayangi.

Jadilah seperti apa hakikat manusia, berbakti kepada orang tua dan

bermimpilah karena mimpi dan harapan adalah rumah yang sebenar-

benarnya.

11. Spesial terima kasih kepada si termanis Rosina Holizah Siregar, S.S.,

yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, dorongan, semangat

kepada penulis serta ocehan-ocehannya yang mengganggu ketika

penulis sedang bersantai.

12. Kepada sahabat-sahabat di Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu

FIB USU angkatan 2012, terima kasih untuk canda tawa dan suka duka

selama masa kuliah.

13. Kepada senior dan junior di Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu

FIB USU, terima kasih untuk pengalaman yang telah diberikan kepada

penulis.

14. Kepada abang-abang, dan adik-adik SEJUJAMALTAT: Fauzi, Ucok

Markotop, Anto, Steven, Jaka, Audio, Nocang, Putal dll serta teman-

teman seangkatan Panji dan Wahyu di Teater O USU yang telah

memberikan banyak cerita, pelajaran, pengalaman dan selalu

mengingatkan untuk main game selama ini. Semoga silahturahmi

diantara kita tetap saling terjaga.

Akhirnya untuk semua orang yang telah membantu penulis dalam

penyelesaian skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan dan

Universitas Sumatera Utara


bantuan semuanya mendapat imbalan dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Amin.

Medan, Agustus 2017


Penulis,

Ricky Yudhistira Nasution


Nim. 120702026

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
ABSTRAK ..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kepustkaan yang Relevan ...................................................... 6
2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Deli...................................... 7
2.3 Mitos dalam Khazanah Sastra Lisan ...................................... 8

2.4 Konsep Pendidikan Karakter .................................................. 10

2.5 Teori yang Digunakan ............................................................ 12

2.5.1 Teori Struktural..................................................................... 12

2.5.2 Antorpologi Sastra ................................................................ 13

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Sumber Data ........................................................................... 16
3.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 17
3.3 Metode Analisis Data ............................................................. 18
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................... 19

Universitas Sumatera Utara


BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Ringkasan dan Unsur-unsur yang Membangun Isi Teks Cerita
Hikayat Deli............................................................................ 20
4.1.1 Ringkasan Hikayat Deli ................................................. 21
4.1.2 Unsur-unsur yang Membangun Cerita Hikayat Deli ..... 24
4.1.2.1 Penokohan ......................................................... 26
4.1.2.2 Latar ................................................................... 31
4.1.2.3 Tema .................................................................. 39
4.1.2.4 Alur .................................................................... 40
4.2 Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Isi Teks Hikayat Deli
4.2.1 Pendidikan Karakter ...................................................... 43

4.2.2 Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Isi Teks

Hikayat Deli...................................................... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 72
5.2 Saran ........................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


‫ابضحرق‬
‫ُينبية هرّـني مري صضحر لوب هاليْ بربٌحك ـرّس يػ بريضي‬
‫جريث‪ًّ ,‬دغ‪ًّ-‬دغ دى صلضيلَ برصيقث رمبءى‪ ,‬ميبؼوبءى‪,‬‬
‫ُضحْرس (صجبرٍ)‪ ,‬بيْؼرـي اجْ ؼبْؼي صيقث‪ -‬صيفث يحْ‪,‬‬
‫دبجب ًّحل ـليفر لرا‪ ,‬ـوبؽنث صوؽث جْاغ‪ ,‬اجْ صندر ًّحل‬
‫هرهبيني ـضث‪ .‬صبلَ صبجْ بٌحل ُينبية ادلَ ُينبية دلي‪ ,‬دهبى‬
‫ُينبية جرصبة بْمي ُبخ بريضي اؾ – اؾ صبج يػ صْدٍ د‬
‫صبحني داجش امي جحبـي ُينبية جرصبة برـْؼضي ًّحل هٌديدك‬
‫مبرمحر‪ .‬دهبى صفرجي دمحبُْي برصبم‪ ,‬ـٌديدمي مرمحر يحْ‬
‫صٌديري داـث دبٌحْك دى ديبجرمي هللْي ببراؾ هديب يػ‬
‫هٌجبمؿ ملْارغ‪ ,‬ـرؼبّلي‪ ,‬دًّي ـٌديدمي‪ ,‬ـورًحِي صرت‬
‫هللْي هدي هبس صفرجي مري صضحر يػ صضْءي دؼي جْجْى‬
‫مري صضحر يحْ صٌديري‪ ,‬جيدق جرمجْلي ُينبية دلي‪ .‬بردصرمي‬
‫ـوينيزى ـٌْلش ـٌديدمي مزمحر ـبد يٌحيد برجْجؤى هوبٌحل بؽضب‬
‫يػ جؽؽَ‪ ,‬براخلك يػ هْلي‪ ,‬برهْره‪ ,‬برجْلرًضي‪ ,‬برخْجػ‪-‬‬
‫رّيػ‪ ,‬برجيْ ـحريْجل‪ ,‬برموبػ ديٌبهش‪ ,‬برّريٌحضي الوْ‬
‫ـؽحِؤى دى جنٌْلْؼي يػ صوؤخ دجيؤي ّلَ ايوي دى جعْا مفد‬
‫جُْي يػ هِب يضب بردصرمي ـٌجبصال‪ .‬موْديي ـٌديدمي مرمحر‬
‫برـؽضي‪ )1:‬هؽوبؽني ـْجٌضي داصر اؼر برُحي ببيل‪ ,‬برـريالمْ‬
‫ببيل‪ )2 :‬هوفرمؤت دى هوببؼي ـريلنْ بؽش هلحينلحْره‪)3:‬‬
‫هٌؽنحني ـرءدبي بؽش دالن ـرؼبّلي دًّي‪ُ .‬ينبية دلي ادالَ‬
‫ُينبية يػ صبؼث مؽنريث ًّحل دمبجي صجبرا هٌدالن مرى د‬
‫دالود ببذل هٌجريحبمي ببؼيوبى مفريبدئي دى جبجي ديري‬
‫هبًْصئ هاليْ يػ دؼوبرمي ّلَ صحيبؾ جْمَ – جْمَ يػ ادا دالن‬
‫جريث‪ .‬ددالود جْؼب جرداـث ـؽؽبلئي صؤجْ صجرٍ هضيبرمحد‬
‫يػ دئؽؽؿ ـٌحػ صببؼي ببُي ـوبلجرى دى ـربٌديؽي جرُدؾ‬
‫مبجٌَ بْداي ـبد جبهي صنرغ ببيل يحْ داري صؽي صْصيأه‪,‬‬
‫ـْليحل‪ ,‬صٌي‪ ,‬اجأّـي اؼوب صرت ـٌديدمي مرمحر‪.‬‬
‫مبت مٌجي‪ُ :‬ينبية دلي‪ ,‬ـٌديدمي‪ ,‬هاليْ‪.‬‬

‫‪Universitas Sumatera Utara‬‬


ABSTRAK
Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi
cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis (sejarah),
biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit
semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta. Salah satu bentuk hikayat
adalah Hikayat Deli, dimana hikayat tersebut bukan hanya berisi apa-apa saja
yang telah disebutkan diatas akan tetapi hikayat tersebut berfungsi untuk
mendidik karakter. Dimana seperti diketahui bersama, pendidikan karakter itu
sendiri dapat dibentuk dan diajarkan melalui beberapa media yang mencakup
keluarga, pergaulan, dunia pendidikan, pemerintahan serta melalui media masa
seperti karya sastra yang sesuai dengan tujuan karya sastra itu sendiri, tidak
terkecuali Hikayat Deli. Berdasarkan pemikiran penulis pendidikan karakter pada
intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan, dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Kemudian,
pendidikan karakter berfungsi: i) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berperilaku baik; ii) memperkuat dan membangun prilaku bangsa multikultural;
iii) meningkatkan peradaban bangsa dalam pergaulan dunia. Hikayat Deli adalah
hikayat yang sangat konkrit untuk dikaji secara mendalam karena di dalamnya
banyak menceritakan bagaimana kepribadian dan jati diri manusia Melayu yang
digambarkan oleh setiap tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Di dalamnya juga
terdapat penggalian suatu sejarah masyarakatnya yang dianggap penting sebagai
bahan pembelajaran dan perbandingan terhadap khazanah budaya pada zaman
sekarang baik itu dari segi sosial, politik, seni, ataupun agama serta pendidikan
karakter.

Kata Kunci: Hikayat Deli, Pendidikan, Melayu.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra semula berarti alat untuk mengajar, ‘sas’ (mengajar) dan ‘tra’ (alat),

kemudian berarti kumpulan tulisan yang indah, baik lisan maupun tulisan dengan

ciri utama imajinasi (Ratna, 2011 : 488). Karya sastra juga lahir akibat dorongan-

dorongan asasi manusia untuk menceritakan sejarah, mengembangkan dan

menumbuhkan norma-norma serta mendidik termasuk karakter seseorang atau

suatu masyarakat. Oleh karena itu, karya sastra juga sering bercerita tentang

sejarah dan bertujuan untuk mendidik. Dengan karya sastra yang demikian, maka

kebanyakan karya sastra tersebut juga tidak terlepas dari mitos.

Syaifuddin (2014 : 10) menyatakan bahwa mitos adalah salah satu genre

cerita dalam khasanah karya sastra tradisi yang kerap disebut sebagai sastra lisan

dan berkaitan dengan sejarah, perilaku, karakter, dan jati diri dari masyarakat

pendukungnya. Artinya, mitos itu sendiri sangat berpengaruh dalam mengatur

segala hal yang berakaitan dengan masyarakat baik itu perilaku, karakter maupun

jati diri. Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Tradisi (2015)

diungkapkan bahwa mitos sebagai karya sastra tradisi boleh menjadi alat

membentuk prilaku masyarakat dan dapat memperlihatkan perkembangan dan

Universitas Sumatera Utara


kelangsungan masyarakatnya. la adalah sebagai historiografi pengajaran dan

kemegahan karaker generasi semasa masyarakat dan keturunannya.1

Hal ini juga sejalan dan diperkuat oleh pendapat Yunus (1991 : 93)

bahwa mustahil ada kehidupan tanpa mitos. Kehidupan dengan mitos-mitos

membatasi segala tindak-tanduk ketakutan atau keberanian seseorang atau

masyarakat kepada sesuatu yang ditentukan oleh mitos-mitos yang diwujudkan.

Peristiwa mitos dan yang dimitoskan kerap ada di dalam isi teks karya sastra yang

berhubungan dengan sejarah seperti hikayat.

Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi

cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis (sejarah),

biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit

semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.2

Salah satu hikayat yang juga merupakan karya sastra sejarah dan

gambaran kehidupan masyarakatnya adalah Hikayat Deli yang merupakan suatu

contoh hikayat yang sangat konkrit untuk dikaji secara mendalam karena dalam

Hikayat Deli banyak menceritakan bagaimana kepribadian dan jati diri manusia

Melayu yang digambarkan oleh setiap tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Di

dalamnya juga terdapat penggalian suatu sejarah masyarakatnya yang dianggap

penting sebagai bahan pembelajaran dan perbandingan terhadap khazanah budaya

1
Wan Syaifuddin, 2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi. Yogyakarta:
Gading Publishing, hlm. 139.
2
http://kbbi.web.id/hikayat.

Universitas Sumatera Utara


pada zaman sekarang baik itu dari segi sosial, politik, seni, ataupun agama serta

pendidikan karakter.

Pendidikan karakter itu sendiri dapat dibentuk dan diajarkan melalui

beberapa media yang mencakup keluarga, pergaulan, dunia pendidikan,

pemerintahan serta melalui media masa seperti karya sastra, mengingat Indonesia

saat ini sedang menghadapi krisis perilaku yang dicerminkan oleh menurunnya

kualitas sumber daya manusia. Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya

kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk,

meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin rendahnya

rasa hormat kepada orang tua dan guru serta rendahnya rasa tanggungjawab

individu.

Nevins (dalam Sugihastuti, 2002 : 161) mengatakan bahwa sejarah adalah

studi masa lampau manusia yang bermakna, yang dapat dijadikan cermin untuk

melihat masa sekarang dan sekaligus pula merupakan suatu pedoman atau kiblat

untuk menatap masa depan secara mantap. Untuk menggali maksud-maksud

tersebut penulis merasa perlu untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter

yang terdapat dalam Hikayat Deli sebagai pedoman bagaimana berperilaku yang

baik, karena pada hakikatnya manusia dan budaya tak akan pernah terlepas, ketika

manusia mendiami suatu wilayah pasti akan terbentuk sebuah kebudayaan yang

baru dimana tempat para manusia membuat suatu karya seni, bahasa, agama,

ekonomi, teknologi, dan perilaku sosial serta mitos.

Universitas Sumatera Utara


Untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter seorang manusia yang

terdapat dalam Hikayat Deli, penulis merasa sangat cocok apabila menggunakan

antropologi sastra sebagai landasan dasar. Secara definitif, antropologi (antrophos

dan logos) adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan manusia (Ratna, 2011

: 52). Jadi, secara luas antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia dan

kebudayaan dalam berbagai aspeknya. Antropologi itu sendiri dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan nonfisik. Dalam penelitian ini

penulis lebih mendekatkan kepada antropologi yang bersifat nonfisik. Dalam

Nyoman, (2011 : 52) dikatakan bahwa antropologi nonfisik memahami manusia

sebagai badan halus, manusia secara rohaniah termasuk masalah-masalah yang

berkaitan dengan emosional intelektual.

Hal ini jugalah yang menjadi ketertarikan penulis untuk menjadikan

Hikayat Deli ini sebagai objek penelitiannya untuk menjaga kelestarian tradisi

etnik Sumatera Timur serta menjadi bahan bacaan untuk pendidikan karakter.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apa unsur-unsur yang membangun isi teks cerita Hikayat Deli?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Hikayat

Deli?

Universitas Sumatera Utara


1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun cerita Hikayat Deli.

2. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang ada dalam isi teks

Hikayat Deli.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Membantu pembaca memahami karya sastra Hikayat Deli dalam

menerjemahkan karakteristik pendidikan karakter dalam Hikayat Deli.

2. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan

sastra Melayu terutama dalam pengkajian hikayat dengan pendekatan

antropologi sastra.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra

berikutnya dan menjadi bahan perbandingan dan rujukan terhadap

penelitian sejenis.

4. Memperkaya kajian sastra Melayu khususnya sastra Melayu di Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Hikayat Deli yang disusun oleh Prof. Wan Syaifuddin, M.A. Ph.D., dan

Dra. Tengku Syafrina, M.Hum merupakan suatu karya sastra yang memiliki nilai

sejarah tentang kebudayaan Melayu yang sangat tinggi. Sepanjang sepengetahuan

dan penelusuran penulis, Hikayat Deli belum pernah diteliti oleh mahasiswa

Universitas Sumatera Utara (USU) bahkan Universitas lain di Indonesia.

Penelitian dengan menggunakan pendekatan antropologi sastra dengan

objek kajian yang berbeda telah banyak dibahas oleh Mahasiswa yang berfokus

pada bidang sastra. Contohnya pembahasan yang dilakukan oleh Rendy Novrizal

(Universitas Sumatera Utara, 2014) dengan judul “Jati Diri Masyarakat Melayu

Serdang Dalam Tradisi Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis (Kajian

Antropologi Sastra)”. Rendy mengkaji tentang (1) bagaimana latar dan tahap

pelaksanaan/ penggunaan silat lintau (2) apa makna teks dan konteks yang

terkandung dalam silat lintau (3) bagaimana pembentukan jati diri masyarakat

Serdang di Kedatukan Batang Kuis berdasarkan kajian teks dan konteks

pelaksanaan/ penggunaannya. Penelitian ini memberi sumbangsih bagaimana

peranan pendekatan antropologi sastra dapat menyelesaikan segala permasalahan

yang berhubungan langsung dengan manusianya baik secara psikologi maupun

sosialnya.

Universitas Sumatera Utara


Kemudian Rini Salsa Bella Hardi (2014) dalam skripsinya yang berjudul

“Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Melayu Langkat Di Secanggang Pada Tradisi

Ahoi (Kajian Antropologi Sastra)” juga mengkaji bagaimana nilai-nilai budaya

masyarakat dalam tradisi Ahoi tersebut. Penelitian ini memberi sumbangsih

bagaimana antropologi sastra dapat menjelaskan bagaimana nilai-nilai yang

terkandung dalam sebuah kebudayaan.

Adapun judul yang akan dibahas oleh penulis adalah: “Nilai-Nilai

Pendidikan Karakter Dalam Hikayat Deli.”

Penulis telah berusaha untuk membedah Hikayat Deli mulai dari unsur-

unsur yang membangun sampai bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang

terkandung didalamnya. Kemudian berdasarkan bahan-bahan yang dijadikan

referensi, penulis telah membedah Hikayat Deli menggunakan antropologi sastra

metode analisis konten karena penulis membahas suatu karya sastra yang

berhubungan dengan manusia.

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Deli

Masyarakat Melayu sendiri pada mulanya memiliki tradisi pada segi

kosmologi yang dahulunya berpegang pada mitos dan fantasi, namun seiring

perkembangan zaman serta masuknya pengaruh-pengaruh budaya dari Barat

membuat kosmologi yang baru, kepercayaan yang menjadi material dan empiris.

Walaupun begitu masyarakat Melayu itu sendiri tidak terlalu terikat pada

kosmologi yang baru, hakikat nyata masyarakat melayu yang masih berpegang

Universitas Sumatera Utara


pada mitos dan fantasi juga masih melekat pada diri masing-masing

masyarakatnya dan hal ini bisa dilihat dari filosofi kehidupan sehari-hari

masyarakat Melayu yang memiliki banyak pantangan dari nenek moyang serta

dapat dilihat dari karya-karya klasik Melayu seperti gurindam, syair, pantun,

hikayat, manuskrip Melayu serta khasanah sastra Melayu yang lainnya.

Berkaitan dengan pengertian kosmologi itu sendiri masyarakat Melayu

juga tidak akan dapat terlepas hubungannya dengan dunia, artinya masyarakat

Melayu juga memiliki pemahaman dan pengamatan pada lingkungan hidup serta

pengalamannya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Dari pengalaman hidup itu

timbullah pemikiran dan pengambilan sikap mengenai mana yang boleh dilakukan

atau tidak boleh dilakukan. Keberadaan pengalaman hidup dengan keteraturannya

mengantarkan pada pemahaman yang lebih baik, bahkan alam dengan gejala-

gejala yang muncul pasti ada yang mengatur dan mengendalikan, yaitu

diantaranya mitos.

2.3 Mitos dalam Khazanah Sastra Lisan

Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Melayu Tradisi Wan

Syaifuddin mengatakan bahwa ada beberapa ciri tertentu dalam khazanah sastra

lisan khusunya Melayu, diantaranya:

1. Ciri pertama yang paling ketara adalah cara ia disampaikan, yaitu

secara lisan.

Universitas Sumatera Utara


2. Ciri kedua kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengalami

pengurangan baik isi, bentuk maupun cara pertuturannya.

3. Ciri ketiga ialah kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengandung

ciri-ciri budaya asal masyarakat yang melahirkannya sehingga

menggambarkan suasana masyarakat Melayu yang alamiah.

4. Ciri keempat menunjukkan bahwa kesusastraan lisan masyarakat

kepunyaan bersama, baik dianggap sebagai milik masyarakatnya

ataupun bukan milik perseorangan.

5. Ciri kelima dan terakhir ialah dalam kesusastraan lisan, khususnya

Melayu terdapat unsur-unsur pemikiran yang luas tentang kemampuan

dan karakter masyarakatnya, pengajaran atau bersifat didaktik dan

kelima unsur ini berlaku dalam setengah susunan kata- puitis dan

teratur indah.3

Berdasarkan ciri sastra lisan diatas terutama pada ciri ketiga dapat dilihat

bahwa aspek pemikiran masyarakat Melayu sangat luas tentang alam nyata dan

alam ghaib (alamiah). Selain itu dalam penyampaian bentuk pemikirannya yang

disampaikan secara lisan ada kaitannya pula dengan sistem kepercayaan dan

agama yang mereka anut seperti animisme, Hindu, Budha, dan Islam. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa masyarakat Melayu tidak terlepas dari mitos.

3
Ibid., hlm. 199-122.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Konsep Pendidikan Karakter

Syaifuddin (2014 : 17) dalam bukunya yang berjudul: Menjulang Tradisi

Etnik, mengatakan bahwa “dalam perbendaharaan bahasa Melayu, budi diartikan

akal, fikiran, kecerdikan, kebijaksanaan dan kebajikan. Manakala dalam falsafah

sosial budaya Melayu budilah yang menentukan dan menggerakkan perilaku.

Seseorang yang berbudi menjunjung nilai kehalusan, kemuliaan dan berdaulat,

sekaligus bersifat adil.”

Dalam khazanah budaya Melayu menjunjung tinggi nilai-nilai budi pekerti

yang baik dianggap sangat penting. Menurut para psikolog bahwa budi pekerti

dapat dilihat dari bagaimana seorang individu mendapatkan pendidikannya baik

dilingkungan pendidikan formal maupun non-formal sejak seseorang dalam usia

yang sedang berkembang. Untuk itu rasanya sinergi antara pendidikan sekolah

yang dilakukan oleh guru dan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua ketika

dirumah dianggap penting.

Thomas Lickona (dalam Masnur Muslich 2011 : 36) mendefenisikan

orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi

secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah

laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, menghormati orang lain dan karakter

mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles

bahwa karakter itu erat kaitannya dengan habbit atau kebiasaan yang terus -

menerus dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


Hal yang paling vital dalam pembentukan budi pekerti adalah bagaimana

seorang anak/ individu mendapatkan pengajaran pendidikan karakter melalui

media apapun termasuk pengajaran sastra baik di lingkungan pendidikan formal

maupun non-formal. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter kepada individu yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran

atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai budi pekerti yang

dianggap baik oleh masyarakat umum.

Zubaedi (2011:18) menerangkan pendidikan karakter memiliki tiga fungsi

utama. Pertama, fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan

karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik agar

berpikiran baik, berhati baik dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup

pancasila. Kedua, fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi

memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat,

dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam

pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa

yang maju, mandiri dan sejahtera. Ketiga, fungsi penyaring. Pendidikan karakter

berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang

tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Menurut Hasan (2011 : 10) pendidikan karakter meliputi nilai-nilai sebagai

berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,

rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli

sosial, dan tanggung jawab. Konsep pendidikan karakter yang dikemukakan oleh

Universitas Sumatera Utara


Hasan ini yang nantinya akan dijadikan penulis sebagai materi pendidikan

karakter dalam penelitian Hikayat Deli.

2.5 Teori yang Digunakan

2.5.1 Teori Sturktural

Wahyudi Siswanto (2008 : 185) dalam bukunya Teori Sastra, mengatakan

bahwa strukturalisme menekankan karya sastra harus terpusat kepada karya sastra

itu sendiri, tidak boleh memperhatikan sastrawan sebagai pencipta atau pembaca

sebagai penikmat karya sastra. Hal ini juga dipertegas kembali oleh kritikus abad

modern, Piaget (Hawkes, 1977 : 16), struktur pada gilirannya dianggap sebagai

memiliki tiga ciri pokok, yaitu: kesatuan, transformasi, dan regulasi diri. Karya

sastra merupakan kesatuan intrinsik, di dalamnya unsur-unsur memliki

kemampuan untuk membentuk unsur-unsur baru, tanpa memerlukan bantuan dari

luar dirinya.

Dari rujukan-rujukan tersebut dapat terlihat satu konsep dasar yang

menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya

sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom oleh karena itu karya

sastra dikaji dengan struktur karya sastra itu sendiri.

Teeuw dalam Wahyudi (2008 : 185) berpendapat bahwa analisis struktural

bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, dan

semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya

sastra yang bersama-sama menghasilkan makna secara menyeluruh. Dalam

Universitas Sumatera Utara


menganalisis secara struktural penelitian ini hanya membatasi pada tema, alur,

penokohan, dan latar yang ada dalam Hikayat Deli.

Dalam penelitian sastra ada beberapa model pendekatan tertentu yang

dapat diterapkan sesuai dengan fungsional pendekatannya masing-masing.

Abrams (dalam Wahyudi, 2008 : 179-180) telah mengemukakan pendapatnya

tentang komunikasi antara sastrawan dengan pembacanya. Pendekatan kajian

sastra yang menitikberatkan pada penulis disebut pendekatan ekspresif. Kemudian

pendekatan yang menitikberatkan pada kajian semesta disebut mimetik, yang lebih

menitikberatkan pada kajian pembaca disebut pendekatan pragmatik, sedangkan

yang memberi perhatian penuh pada karya sastra itu sendiri disebut pendekatan

objektif.

Berangkat dari segala pemikiran diatas, maka penelitian ini hanya dibatasi

pada model yang terakhir yaitu model pendekatan objektif.

2.5.2 Antropologi Sastra

Ratna (2011 : 6) dalam bukunya, Antropologi sastra Peranan Unsur-

Unsur Kebudayaan Dalam Proses Kreatif mengatakan bahwa antropologi sastra

terdiri atas dua kata, yaitu antropolgi dan sastra. Secara singkat antropologi

(anthropos + logos) berarti ilmu tentang manusia, sedangkan sastra (sas + tra)

berarti alat untuk mengajar. Secara etimologis kelompok kata tersebut belum

menunjukkan arti seperti dimaksudkan dalam pengertian yang sesungguhnya.

Tetapi secara luas yang dimaksud dengan antropologi sastra adalah ilmu

pengetahuan dalam hubungan ini karya sastra yang dianalisis dalam kaitannya

dengan masalah antropologi. Dengan kalimat lain, antropologi sastra adalah

Universitas Sumatera Utara


analisis terhadap karya sastra yang didalamnya terkandung unsur-unsur

antropologi.

Menurut Sudikan (dalam Ratna, 2011 : 32), antropologi sastra mutlak

diperlukan, pertama sebagai perbandingan terhadap psikologi sastra dan sosiologi

sastra. Kedua, antropologi sastra diperlukan dengan pertimbangan kekayaan

kebudayaan seperti diwariskan oleh nenek moyang.

Dari pendapat Sudikan, terlihat jelas bahwa antropologi sastra adalah

analisis interdisipliner yang lahir sebagai penyempurna dari psikologi sastra dan

sosiologi sastra atau bisa disebut sebagai penggabungan dari dua disiplin ilmu

yakni psikologi sastra dan sosiologi sastra. Hal ini diperkuat juga oleh Ratna

(2011 : 14), antropologi sastra merupakan mata rantai terakhir analisis

interdisipliner, antropologi sastra seolah-olah merupakan gabungan antara analisis

psikologis dan sosiologis, antropologi sastra sebagai orientasi sosiopsikologis.

Dalam pengertian yang lebih luas antropologi sastra mengimplikasikan peran

sastra untuk mengevokasi keberagaman budaya.

Endraswara (2008 : 107) Metode Penelitian Sastra Epistimologi, Model,

Teori dan Aplikasi, menjelaskan bahwa antropologi sastra dapat menitikberatkan

pada dua hal. Pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berbau sastra untuk

melihat estetikanya. Kedua, meneliti karya sastra dari sifat pandang etnografi,

yaitu untuk melihat aspek-aspek budaya masyarakat. Menurut Bernard (dalam

Endraswara, 2008 : 109) pada umumnya penelitian antropologi sastra lebih

bersumber kepada tiga hal yaitu: (a) manusia/ orang, (b) artikel tentang sastra, (c)

Universitas Sumatera Utara


bibliografi. Ketiga sumber ini biasanya dijadikan sebuah landasan untuk

mengungkapkan makna karya sastra.

Dalam penelitian ini, penulis menjadikan point pertama yaitu, manusia/

orang sebagai landasan untuk mengungkapkan makna yang terdapat dalam

Hikayat Deli. Kemudian penulis menggunakan metode analisis konten untuk

mencapai maksud dan tujuan dalam mengungkapkan nilai-nilai pendidikan

karakter yang terdapat dalam Hikayat Deli.

Endraswara (2008 : 160) menyatakan pada dasarnya, analisis konten dalam

bidang sastra tergolong upaya pemahaman karya dari aspek ekstrinsik. Aspek-

aspek yang melingkupi di luar estetika struktur sastra tersebut, dibedah, dihayati,

dan dibahas mendalam. Unsur ekstrinsik sastra yang menarik perhatian analisis

konten cukup banyak, antara lain meliputi: (a) pesan moral/ etika, (b) Nilai

pendidikan (didaktis), (c) nilai filosofis, (d) nilai religius, (e) nilai kesejarahan dan

sebagainya.

Berdasarkan pemaparan diatas penulis dapat menarik sebuah hipotesis

bahwa antropologi sastra adalah sebuah pendekatan terhadap penganalisisan dan

pemahaman suatu karya sastra yang berkaitan dengan kebudayaan. Hal ini sangat

berkaitan bahwa kebudayaan tidak akan pernah terlepas dari tindak-tanduk

manusia baik dari segi sosial, perilaku, sistem kepercayaan maupun kesenian dan

manusia sebagai pelaku budaya dan oleh sebab itu, membedah Hikayat Deli akan

sangat efesien jika menggunakan antropologi sastra dengan metode analisis

konten nilai pendidikan (didaktis) dalam bentuk paparan etnografi sebagai alat

bedahnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian sastra sangat banyak metode yang ditawarkan oleh para

ahli. Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan

mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subyek kajian

(Endraswara, 2004 : 8). Dalam penelitian ini penulis memilih studi kepustakaan

sebagai metodenya. Studi kepustakaan itu sendiri adalah menelaah data

berdasarkan buku-buku yang berkaitan dan bersifat deksriptif.

Bersifat deskriptif yang dimaksudkan tersebut adalah bagaimana

memandang dan menggunakan data dalam suatu objek yang akan diteliti. Dan

objek dalam penilitian ini adalah Hikayat Deli yang disusun oleh Prof. Wan

Syaifuddin, M.A. dan Dra. Tengku Syafrina, M.Hum.

3.1 Sumber Data

Sumber penelitian yang dilakukan oleh penulis terdiri dari sumber data

primer dan sekunder. Data primer adalah sumber data yang berupa buku yang

menjadi objek kajian dalam penelitian ini.

Data primer:

 Judul Naskah : Hikayat Deli

 Penyusun : Prof. Wan Syaifuddin, M.A dan Dra. Tengku

Syafrina, M.Hum.

 Penerbit : Yandira Agung

 Jumlah Halaman : 199

 Cetakan : Pertama

Universitas Sumatera Utara


 Tahun terbit : 2003

 Warna sampul : Hitam, Hijau, Putih

 Gambar sampul : Gedung Kerapatan Baru Jl. Brigjen. Katamso,

Medan 1930 (Katalog foto klasik Medan

Tempo Doeloe, Badan Warisan Sumatera).

Data sekunder adalah sumber tertulis yang mempunyai relevansi dengan

data primer. Dalam penelitian ini penulis juga mencari referensi yang mendukung

penelitian berupa buku, makalah, skripsi serta disertasi.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan tinjauan

pustaka, membaca, menyimak, dan mencatat. Teknik pustaka adalah teknik yang

menggunakan sumber-sumber tertulis sebagai objek penelitian. Dalam

pengumpulan data ini penulis menggunakan metode heuristik dan hermeneutik.

Menurut Pradopo (2007 : 135) metode heuristik adalah pembacaan karya

sastra berdasarkan sturuktural bahasanya, sedangkan hermeneutik pembacaan

karya sastra berdasarkan konvensi sastranya.

Dapat diartikan bahwa metode heuristik dapat dilakukan dengan cara

membaca Hikayat Deli yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan dapat

memahami makna kata yang disampaikan melalui bahasa yang dijadikan media

penyampai pesan oleh penyusun, sedangkan hermeunitik merupakan pembacaan

Universitas Sumatera Utara


ulang yang kemudian memahami dari segi makna sastra yang ada dibalik struktur

yang membangun Hikayat Deli.

Menurut Endraswara (2008 : 42) dalam bukunya yang berjudul:

“Metodologi Penelitian Sastra”. Pemahaman makna, tak hanya pada simbol,

melainkan memandang sastra sebagai teks. Di dalam teks ada konteks yang

bersifat polisemi. Maka, peneliti harus menukik ke arah teks dan konteks sehingga

ditemukan makna yang utuh.

3.3 Metode Analisis Data

Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis, yaitu

bagaimana memanfaatkan data yang terkumpul untuk dipergunakan dalam

memecahkan masalah penelitian (Wirartha, 2006 : 45).

Dalam penelitian Hikayat Deli penulis menggunakan metode kualitatif

deskriptif. Analisis yang dkerjakan secara utuh dan menyeluruh. Berangkat dari

pemahaman penulis terhadap pendapat yang dikemukakan oleh Wirartha, maka

analisis data dikerjakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Peneliti membaca data yang telah dikumpulkan untuk memahaminya

secara keseluruhan.

b. Peneliti mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan seluruh data

berdasarkan butir masalah (unsur yang membangun cerita serta nilai-nilai

pendidikan karakter dalam Hikayat Deli).

c. Peneliti kemudian menganalisis butir-butir masalah tersebut dengan

antropologi sastra metode analsisis konten serta memberikan penjelasan

Universitas Sumatera Utara


mengapa butir-butir masalah itu termasuk ke dalam nilai-nilai pendidikan

karakter.

d. Peneliti kemudian menarik kesimpulan yang utuh sehingga laporan

penelitian ini dapat dimanfaatkan.

3.4. Instrumen Penelitian

Dalam suatu penelitian instrumen sangat memegang peranan yang penting.

Berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan

dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah alat tulis, skripsi,

tesis, disertasi, jurnal penelitian, buku dan bahan yang tertulis lainnya yang

berhubungan dengan objek penelitian penulis sebagai bahan pengumpulan data.

Dalam hal ini penulis memperoleh data objek kajian dari buku Hikayat Deli yang

disusun oleh Prof. Wan Syaifuddin, M.A dan Dra. Tengku Syafrina, M.Hum di

perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Ringkasan dan Unsur-unsur yang Membangun Isi Teks Cerita Hikayat

Deli

4.1.1 Ringkasan

Alkisah inilah hikayat keturunan raja negeri Deli. Maka adalah dahulu

kalanya bangsa kerajaan datang dari Deli Akbar dan Hindustan bernama

Bahasyitd Sjech Matiyoeddin yang terlalu amat indah perkataannya lagi amat

masyur wartanya, lagi terlalu besar kerajaan baginda itu; beberapa lagi amat

negeri yang takluk mengantar upeti kepadanya. Adapun asal baginda itu dari pada

anak cucu Sultan Iskandar Zulkarnain. Jikalau baginda itu ianya semacam diatas

tahta kerajaan melakukan hukumannya, maka empat puluh menteri menghadap di

kanan dan di kiri dan seratus hulu balang pahlawan yang gagah berani di hadapan

dan di belakang dan kanan dan di kiri dan seratus hakim pandita ulama-ulama dan

beberapa pula dari pada beduanda dan sida-sida rakyat tiada termaknai

banyaknya. Baginda melakukan adil dan hsyaf murah tiada chali dari pada tapus

pereksa masyurla wartanya pada segala negeri yang lain. Banyak laga senteri

masuk berniaga ke negeri itu terlalu ramai sehari-hari. Demikianlah adil dan

ramah baginda itu tiadalah seorang nama teraniaya.

Adalah baginda itu berputera dua orang laki-laki, yang tuanya bernama

Muhammad Dalik, itulah yang akan ganti kerajaan ayahandanya di Deli Akbar

dan yang muda bernama Muhammad Darekan, itulah yang menjadi raja

Universitas Sumatera Utara


dihindustan. Maka baginda itupun terlalu kasih akan kedua puteranya itu

lengkaplah dengan juang pengasuhnya dibagi oleh baginda akan memeliharakan

paduka anakandanya itu, maka kedua puteranya itu sehari-hari bertambah besar

dan cerdik dan pandai berkata-kata.

Maka baginda pun melihat puteranya itu bertambah-tambah kasih dan

sayang, maka telah baginda menyuruhkan mengaji qur‟an dan kitap kepada ulama

yang besar-besar, maka tiada beberapa lamanya maka khatamlah segala

pengajiannya, maka baginda lagi suruh belajar menuntut ilmu dunia kuat dan

kebal, gagah berani dan dari pada ilmu peperangan, maka tiada beberapa lamanya

maka anakanda kedua itu pun habisla sudah diketahuilah segala ilmu dunia

sebagaimana yang telah dititahkan oleh ayahanda bagindanya itu, maka sampailah

umurnya dua puluh dua tahun maka ia pun berfikir, keduanya hendak bermohon

kepada ayahandanya baginda pergi berlayar melihat negeri cina dan lainya karena

negeri itu khabarnya terlalu ramai dan masyur warganya dan besar kerajaannya

lagipun supaya diketahuinya adat lembaga negeri orang.

Maka kedua anakanda itu pergilah mengadap ayahanda baginda

menyembah halnya ia hendak pergi itu akan melihat temasa negeri orang, maka

ayahanda bonda kedua pun terkejut mendengar sabda anakandanya itu, maka

ayahanda bonda: hai anakku mengapalah tuan kedua hendak meninggalkan

ayahanda bonda karena ayahanda bonda sudalah tua. Jikalau adapun yang lain

tiadalah sama dengan anakanda dan jikalau anakandaku pergi, jika dapat gering

atau satu hal di negeri orang bukanlah ayahanda bonda menaruh percintaan

Universitas Sumatera Utara


senatiasa kurus keringlah badan ayahanda bonda karena anakanda kedua cayaha

mata dan menggantikan kerajaan ayahanda.

Maka Muhammad Dalik pun belas kasih karena mendengar titah

ayahandanya itu akan tetapi didalam hatinya ia hendak pergi juga, maka ia pun

bersembah ayahanda dengan seboleh-bolehnya biarlah anakanda pergi juga dan

anakanda Muhammad Darekan dialah tinggal dengan ayahanda, jika ananda pergi

sekali pun tiadalah berapa lamanya didalam satu tahun mudah-mudahan Insya

Allah Taalah ananda mengadap itu, maka ia pun jikalau begini pikirannya baiklah

aku bermusyawarah dengan hulu balang menteri apalah pula pada pikirannya

maka baginda pun beritah kepada puteranya itu: hai anakanda biarlah ayahanda

bermusyawarah dengan hulu balang menteri bagaimana pula pada bicaranya dan

jikalau ayahanda sudah bermusyawarah boleh ayahanda khabarkan kepada

ananda, maka Muhammad Dalik pun diamlah.

Maka baginda suruh panggil hulubalang menteri maka sekaliannya itu pun

datang mengadap, maka baginda pun bertitah hai hulu balang menteri apalah

pikiran tuan-tuan semuanya, Muhammad Dalik dan Muhammad Darekan ialah

kedua hendak bermohon pergi belajar ke negeri cina dan lain-lain negeri hendak

melihat termaksud adat negeri orang karena khabarnya negeri cina itu terlalu besar

kerajaannya dan ramai segala dagang masuk berniaga maka sembah segala

hulubalang itu: Ampun tuanku Sjah Alam pada pikiran patik patut juga paduka

ananda itu pergi akan melihat pada masa itu supaya diketahuinya bagaimana adat

lembaga dan peraturan negeri orang, tetapi janganlah keduanya ananda itu pergi,

biarlah satu orang tinggal disini.

Universitas Sumatera Utara


Maka baginda pun bertitah : yang dimaksud Muhammad Dalik ialah pergi

dan Muhammad Darekan ialah tinggal, karena dia belum sempurna akalnya, maka

telah hulu balang menteri bersembah: Ia Syah Alam, pada pikiran patik sekalipun

ini telah benarlah bagaimana sembahnya paduka ananda itu datang mengadap

karena banyak sudah hulu balang menteri hadir menanti maka menteri pergilah

menyelakan putera baginda itu : Ampun Tuanku kedua yang Sri Paduka ayahanda

ada hadir dengan hulu balang menteri menanti di balai pengadapan.

Maka Muhammad Dalik dan Muhammad Darekan pun mendengar titah

ayahanda baginda menyelakan, maka ia pun bersikap pakaian lalu turun keduanya

diiringkan oleh menteri (beduanda dan sida-sida) telah sampai ke balai

pengadapan, maka ia pun menyembah mengangkatkan tangan menjujung duli

maka baginda pun melihat kedua puteranya itu dan hulubalang menteri terlalu

suka kelakuan tertib sopan kedua putera baginda itu.

Maka baginda pun bertitah: Hai putera ayahanda kedua, telah sudahlah

ayahanda bermusyawarah dengan hulu balang menteri, maka pikiran ayahanda

semuanya ini telah patutlah juga bagaimana permintakan anada Muhammad Dalik

dan Muhammad Darekan ialah tinggal dengan ayahanda. Maka baginda pun

bertitah kepada Muhammad Darekan : Hai ananda Muhammad Darekan, tuan

tinggal dengan ayahanda karena tuan belum sempurna akal, lagi biarlah kakanda

tuan pergi daahulu supaya dia boleh melihat negeri orang dan supaya tahu adat

lembaganya.

Universitas Sumatera Utara


Muhammad Darekan pun mengangkat tangan seraya menyembah: tuanku

Sjah Alam, jikalau begitu kepada pikiran Sjah Alam dan hulubalang menteri,

patiklah tinggal akan tetapi patik pahunkan jikalau kakanda patik balik maka

patiklah pergi pula akan melihat negeri orang. Maka baginda pun suka sedikit

hatinya mendengar sabda anadanya.

Maka baginda bertitah: hai anakku patutlah pula bagaimana kehendak

anakku ini Insya Allah Taalah ayahandalah akan menyampaikan bagaimana

kehendak anakku itu. Maka baginda pun bertitah kepada hulu balang menteri

menyuruh siapkan bahtera akan kenaikan ananda perginya itu dengan sucukupnya

alat seperti alat pakaian kenaikan anak raja-raja, maka menteri pun berkerahlah

akan menyiapkan bahtera di dalam tujuh hari bahtera pun sudah siap. Maka

menteri pun telah menyembahkan kepada baginda mengatakan bahtera telah

sudah siap.

4.1.2 Unsur-unsur yang Membangun Cerita Hikayat Deli

Pada umumnya pengarang Melayu terdiri dari para golongan-golongan

ulama, nasionalis, dan budayawan yang berpegang teguh pada cara hidup dan

budaya yang pemelayuannya serta kepercayaan agama keislamannya. Mereka

menulis dengan maksud mendidik dan membentuk ketahanan diri supaya dapat

mempertahankan kedaulatan dan budaya Melayu.4

4
Wan Syaifuddin, Perspektif Tradisionalisme Melayu Esei-Esei Sastra Tradisi, Medan:
USU PRESS, 1999, hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara


Para pengarang Melayu menulis dengan sikap kemelayuan dan keislaman

yang kebanyakan tidak menyenangi Barat dan pasti pula dengan penghasilan

bentuk-bentuk karya yang demikian juga sifatnya.5 Tidak terkecuali suatu karya

dalam bentuk hikayat, yakni Hikayat Deli.

Karya sastra yang dihasilkan oleh para pengarang Melayu menerapkan

teori kesusastraan Melayu yang berlandaskan pada akidah Islam dan budaya

Melayu. Dimana, ada tiga teras yang mendasari penghasilan kesusastraan Melayu,

yaitu teras kebijakan, teras ketaqwaan dan teras ketata susilaan yang lahir dari

adat-istiadat, ketiga-tiganya ini terungkap untuk menjadi penunjangnya sebagai

hasil dari penafsiran pengarang Melayu terhadap alam yang juga memiliki teras-

teras sedemikian rupa.6

Kewujudan teras kebajikan telah menimbulkan karya-karya kesustraan

Melayu yang bersifat didaktik, yang banyak memaparkan persoalan-persoalan

moral dan pendidikan ke arah kemajuan dan peningkatana taraf hidup dan budi

pekerti bangsa Melayu.7

Dalam karya-karyanya, pengarang Melayu mengawali penulisan dengan

memuji kebesaran kekuasaan Tuhan, kemudian diikuti dengan ucapan selawat

kepada Nabi Muhammad, SAW lalu menyatan tujuan atau sasaran baiknya dalam

penulisan sebuah karya. Setelah itu barulah teks penulisan terlaksana, manakala

pada pada pengakhirannya menyatakan secara ringkas antara pengajaran atau

5
Ibid.,
6
Ibid., hlm. 52.
7
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara


moral yang diperoleh dari sebuah karya tersebut.8 Termasuk karya sastra melayu

dalam bentuk hikayat, yaitu Hikayat Deli.

Dalam kajian penulisan skripsi ini adapun unsur-unsur yang membangun

cerita dalam Hikayat Deli tersebut, diantaranya sebagai berikut:

4.1.2.1 Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1998 : 165). Sebuah

karya sastra tidak akan sempurna tanpa adanya tokoh. Tokoh merupakan salah

satu bagian penting dari suatu karya sastra. Tokohlah yang berperan sebagai

pelaku dalam cerita. Penokohan sering juga disamakan artinya dengan karakter

dan perwatakan. Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari pada tokoh dan

perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita

sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca. Tokoh cerita

adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang

oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu

seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan

(Abrams dalam Nurgiyantoro, 1998).

Menurut Nurgiyantoro (1998: 176-177) penokohan dibedakan menjadi dua

berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh diuraikan sebagai berikut.

(a) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dan banyak diceritakan.
8
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara


(b) Tokoh tambahan adalah tokoh yang paling sedikit diceritakan dan

kehadirannya hanya ada jika ada berkaitan dengan tokoh utama.

Sebuah karya sastra umumnya memiliki tokoh utama dan tokoh tambahan

yang memiliki karakter yang berbeda, ada yang menjadi tokoh protagonis dan ada

pula tokoh antagonis.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh yang

memiliki peranan penting dalam sebuah cerita yaitu tokoh utama. Dalam

penceritaannya tokoh utama menjadi inti dari suatu ide cerita yang disampaikan

pengarang, sedangkan tokoh tambahan atau pendukung menjadi pelengkap yang

mengokohkan sebuah cerita. Dalam kesempatan ini penulis akan membahas

tokoh-tokoh yang penting saja berupa tokoh utama dan tokoh tambahan dengan

perwatakan yang paling menonjol dan berperan penting. Tokoh-tokoh dalam

Hikayat Deli (selanjutnya disebut HD) akan dipaparkan sebagai berikut:

A. Tokoh utama

1. Muhammad Dalik (Gotcah Pahlawan)

 Gagah berani, sopan santun, rendah hati, setia serta bijaksana

Muhammad Dalik adalah tokoh utama yang sangat penting dalam cerita

hikayat ini. Muhammad Dalik adalah orang yang berani untuk mengambil resiko

dengan memilih pergi merantau ke negeri orang dari pada menjadi raja

meneruskan tahta orang tuanya. Di perantauan ia juga pandai menempatkan diri

sebagaimana mestinya dan menunjukkan bahwa ia punya kemampuan untuk

Universitas Sumatera Utara


bertarung dengan baik. Hal-hal diatas dapat dilihat dari kutipan teks sebagai

berikut:

“maka kedua anakanda itu pergilah mengadap ayahanda baginda


menyembahkan halnya ia hendak pergi itu melihat temasa negeri orang, maka
ayahanda Bonda kedua pun terkejut mendengar sabda anakandanya
itu”.(HD:5)

“maka sampailah waktu yang dikatakan oleh nujum itu, maka sekalian
hulubalang dan anak raja-raja dan hamba rakyat berkumpullah, maka
Muhammad dalik ia pun menghadapan menjunjung duli ayahanda bondanya
menita ampun, dan kepada adindanya Muhammad Darekan : Hai adinda
janganlah tuan berpilu rasa, tuanlah yang tinggal melihatkan ayahanda bunda
kita kerana dia sudah tua, dan baik-baiklah tuan berbicara dengan segala orang-
orang besar-besar dan hulubalang menteri akan menjaga negeri ayahanda
kita”.(HD:9)

Keberanian, sopan santun, rendah hati serta kebijaksanaan Muhammad Dalik

(Gotjah Pahlawan) tidak hanya ditunjukkan melalui bahasa dan kata-katanya yang

baik tetapi juga diperkuat dengan perilakunya. Berikut kutipan teks yang dapat

menggambarkan hal tersebut:

“maka kira-kira empat lima bulan Muhammad Dalik di situ aman pergi ke
negeri Aceh berjalan-jalan menyamarkan dirinya seperti orang fakir miskin,
telah sampai ke negeri itu dia pun tinggal di mesjid tiada dia menyatakan diriya
anak raja”.(HD:11)

“maka ia pun telah bertitah kepada Bentara: Hai datuk Bentara bolehlah
sembahkan ke bawah ini duli baginda yang titahnya itu telah hamba junjung
akan hamba pohonkan. Tiadalah hamba mau karena tiadalah patut dan
layaknya, karena sepanjang adat raja-raja tiada begitu, lagi pun jikalau
didengar oleh raja Pahang puteranya dibuat yang demikian itu niscayalah kecil
hati”.(HD:55-56)

Universitas Sumatera Utara


“Maka terfikir Sri Paduka berkata dalam hatinya, jikalau aku habisi negeri
Aceh ini tentu aku dapat, akan tetapi tiadalah patut mendurhakan kepada Raja,
karena petua orang tua-tua Raja adil Raja disembah Raja tiada adil Raja
disangkah, artinya disangkah dengan belakang yakni ditinggal
dianya”.(HD:169)

B. Tokoh Pendukung

1. Sultan Aceh (Sultan Iskandar Muda Berpangkat Sultan Mahkota Alam)

 Berhasrat tinggi, tidak setia, pandai mengambil hati, serta

menghargai adat istiadat negeri jajahannya.

Sultan Aceh adalah tokoh pendukung yang berperan sebagai raja si Gotjah

Pahlawan yang mempunyai kekuasaan dan banyak negeri jajahan. Dalam teks HD

digambarkan bahwa sultan aceh adalah orang yang mampu memanfaatkan situasi

dan kondisi untuk mewujudkan keinginannya serta ia adalah orang

memerintahkan Gotjah Pahlawan untuk memperluas kekuasaan ke negeri Melayu

lainnya. Hal-hal diatas dapat dilihat dari kutipan teks sebagai berikut:

“..hai adinda Gotjah Pahlawan apalah fikiran adinda dan sekalian hulubalang
menteri yang kakanda bermaksud hendak mengambil negeri Pahang dan lain-
lain negeri juga supaya mengikut perintah kita dan lagipun putera bendahara
Pahang itu ada dua orang perempuan terlalu cantik parasnya dan budi
pekertinya”. (HD:21)

Hasrat tinggi yang dimiliki Sultan Aceh bukan hanya bisa dilihat dari kutipan teks

diatas tetapi juga diperkuat oleh kutipan teks lain yang juga menggambarkan

ketidaksetiaan sang raja, berikut kutipan teks tersebut:

Universitas Sumatera Utara


“Maka sungguh pun begitu tutur katanya baginda itu hati dan matanya tiada
lepas daripada melihat Tuan Puteri Komariah itu terlalu cantik rupanya dan
manis tingkah lakunya dan tegur sapanya. Maka segala yang melihat
kelakuan baginda itu pun sudah cinta dan cenderung hatinya kepada tuan
puteri itu”.(HD:53)

“Maka diperbuatnya demikian itu dan jikalau diketahui oleh raja-raja dan
Orang Besar-Besar itu kelakuan Sultan Mahkota Alam telah cenderung hatiya
kepada isteri Sri Paduka itu yang bernama Puteri Chairulbariyah. Maka segala
raja-raja dan Orang Besar-Besar itu takutlah kemudian hari orang yang
membuat kebaktian kepada Raja-Raja, selangkan Sri Paduka begitulah taat
dan banyak kebaktiannya mengerjakan kerja Raja itulah takdir Allah Taala
kedatang malang kepadanya”.(HD:167)

Disamping karakter negatif yang tergambar di tokoh sang raja terdapat pula

perilaku baik yang menggambarkan bagaimana karakter seorang raja-raja

terdahulu dalam menghargai adat istiadat yang berlaku, berikut kutipan teks yang

menggambarkan karakter tersebut:

“maka baginda pun bertitah katanya : ya kakanda dan adinda janganlah tuan-
tuan berkecil hati yang kita tiada mengobahkan adat dan istiadat kakanda
masing-masing bagaimana yang telah sudah begitu juga”(HD:51)

“..ya adinda Gotjah Pahlawan beserta segala raja-raja dan Orang Besar-Besar
dan hulubalang menteri dan hamba rakyat yang paduka dan adinda serta
sekaliannya menjunjung titah kakanda akan menyerang negeri orang akan
membuang nyawa dengan susah payah kena ombak dan angin, maka dari hal
itu kakanda terima kasih banyak syukur kepada Tuhan Robbil Alamin yang
kebaktian paduka adinda sekalian itu tiadalah terbalas kakanda melainkan
kakanda pulangkan kepada Ya Tuhan Rabbil Arsyil asim”.(HD:51)

Universitas Sumatera Utara


2. Tengku Kejuruan Hitam

 Murah Hati dan Bijaksana

Tengku Kejuruan Hitam adalah tokoh pendukung berikutnya dalam cerita

Hikayat Deli yang pada akhirnya menerima Gotjah Pahlawan di daerahnya yaitu,

Percut Sungai Lalang setelah Gotjah Pahlawan dikhianati dan memutuskan untuk

pergi dari Negeri Aceh. Berikut kutipan teks yang dapat menggambarkan tokoh

Tengku Kejuruan:

“...: Hai anakanda yang ayahanda ini berharaplah dengan sepenuh-penuhnya


sementara anakanda belum pergi ke lain negeri di sinilah bersama-sama
dengan ayahanda, anakanda berhenti dahulu akan menyenangkan badan
dalam sebulan dua bulan ini”. (HD:174)

“... : Ampun Tuanku patik kedua dititahkan oleh Paduka Ayahanda yang
dianya sudah tahu yang diharapnya jikalau ianya mangkat ke bawah duli yang
akan menanamkannya yang maksudnya ke bawah duli hendak dikawinkannya
dengan puteranya”.(HD:176)

4.1.2.2 Latar

Latar merupakan suatu unsur penting dalam penggambaran tempat yang

digunakan pengarang dalam karyanya dan sebagai sesuatu yang sangat dibutuhkan

pada cerita. Latar memberikan kesan realistis dan jelas kepada pembaca, dimana

dan situasi apa yang sedang digambarkan pada cerita. Dimana, dengan adanya

latar, pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi

latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab (Nurgiyantoro, 1998 : 217).

Aminuddin, (2002 : 67) mengemukakan bahwa setting adalah latar peristiwa

Universitas Sumatera Utara


dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki

fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut lagi, Leo Hamalian (dalam

Aminuddin, 2002 : 68) menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya

berupa tempat, waktu peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan

tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap,

jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi

suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir itu dapat dimasukkan

dalam setting yang bersifat psikologis. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga

unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat

yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dan nama tertentu, inisial

tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar waktu berhubungan

dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang

tergolong latar spritual. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh

yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas (Nurgiyantoro, 1998 :

227-235).

Universitas Sumatera Utara


A. Latar Tempat

Dalam Hikayat Deli dapat ditemukan beberapa latar, namun latar tempat

dalam cerita ini tidak begitu dominan, karena alur yang selalu berpindah tempat.

Dari pernyataan diatas maka penulis akan memaparkan latar tempat berdasarkan

awal cerita dimulai, negeri yang akan menjadi tujuan untuk ditaklukkan serta

tempat akhir dari cerita, sebagai berikut:

1. Negeri Deli.

Latar tempat yang pertama adalah dimana sang tokoh utama dilahirkan

hingga beranjak dewasa dan memilih untuk pergi merantau. Latar tempat ini dapat

dilihat dari kutipan teks sebagai berikut:

“Alkisah inilah hikayat keturunan Raja Negeri Deli. Maka adalah dahulu
kalanya bangsa kerajaan datang dari Deli Akbar..”.(HD:4)

2. Pasai

Latar tempat yang ke dua adalah dimana sang tokoh utama telah sampai

ditanah perantauan untuk pertama kalinya.

“...maka kepada malam kedua puluh limanya itu kira-kira pukul sembilan,
maka takdir Allah Subhanawataala dimana tentang kuala Pasai turunlah angin
dengan ombaknya..”.(HD:10)

3. Siak

Latar tempat yang ke tiga adalah dimana sang tokoh utama memulai untuk

menjalankan perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

Universitas Sumatera Utara


“Maka sampai di negeri Siak. Maka Gotjah Pahlawan pun menyuruh kepada
panglima perang kanan dan panglima perang kri jadi utusannya membawa
surat kepada raja Siak...”.(HD:24)

4. Kedah

Latar tempat yang ke empat adalah dimana sang tokoh utama melanjutkan

perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“Maka Gotjah Pahlawan pun berlayarlah ke negeri Kedah. Maka sampai di sini ia
pun menyuruh kepada panglima perang kanan dan panglima perang kiri jadi
utusan membawa surat kepada raja Kedah;....”.(HD:25)

5. Perak

Latar tempat yang ke lima adalah dimana sang tokoh utama melanjutkan

menjalankan perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“Maka Gotcah Pahlawan pun berlayarlah ke negeri Perak. Maka sampai situ
meriam pun dipasanng”. (HD:26)

6. Selangor

Latar tempat yang ke enam adalah dimana sang tokoh utama melanjutkan

perjalanannya setelah menaklukkan kerajaan Perak tanpa berperang.

“Maka keesokan harinya Gotjah Pahlawan pun berlayar menuju Kuala


Selangor. Maka telah sampai di kuala itu meriam pun dipasang”. (HD:27)

7. Johor

Latar tempat yang ke tujuh adalah dimana sang tokoh utama tetap

melanjutkan menjalankan perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“Gotjah Pahlawan pun setelah itu pergi menuju Kuala Johor, dan dibunyikan
meriam atas peringatan kedatangan mereka”. (HD:29)

Universitas Sumatera Utara


8. Pahang

Latar tempat yang ke delapan adalah negeri tujuan selanjutnya yang ingin

ditaklukkan dan di negeri Pahang inilah Gotjah Pahlawan harus menempuh jalan

perang untuk menaklukkan kerajaan tersebut.

“Setelah itu Gotjah Pahlawan mengajak Raja Johor bersama-samanya untuk


berangkat ke negeri Pahang. Setelah sampai di sana dilancarkan pula meriam
sebagai tanda atas kedatangan mereka di negeri Pahang”. (HD:30)

9. Kelantan

Latar tempat yang ke sembilan adalah dimana sang tokoh utama

melanjutkan lagi perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“Maka layar pun turun. Maka perahu itu pun semuanya menuju negeri
Kelantan. Maka di dalam dua puluh empat hari kumpullah semuanya di Kuala
Kelantan itu”. (HD:77)

10. Trengganu

Latar tempat yang ke sepuluh adalah dimana sang tokoh utama

melanjutkan lagi perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“Maka sesudahnya itu Gotjah Pahlawan pun berlayarlah semuanya menuju


Trengganu. Telah sampai di kualanya, maka sekalian penjajap dan kapal serta
kenaikan pun berlabuhlah semuanya”. (HD:80)

11. Petani

Latar tempat yang ke sebelas adalah dimana sang tokoh utama

melanjutkan lagi perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain dan di

latar tempat ini juga tidak terjadi peperangan.

Universitas Sumatera Utara


“Maka sesudah itu Gotjah Pahlawan pun memberi perintah kepada segala
raja-raja dan orang Besar-Besar ini malam berlayar ke negeri Petani. Maka
semuanya pun berlayarlah menuju negeri Petani”.(HD:84)

12. Melaka

Latar Tempat yang ke dua belas adalah dimana sang tokoh utama

melanjutkan lagi perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“maka telah sampailah perjanjian sepuluh hari itu, maka segala kapal-kapal
dan penjajap pun hingga rapat di kuala Melaka itu. Maka meriam pun
ditembakkan ke darat serta lela, rentak, senapang, pemuras, bunyinya seperti
bertih direndang tiadalah apa yang kedengaran...”.(HD:91)

13. Kemuja

Latar tempat yang ke tiga belas adalah tempat yang kemudian akan di

taklukkan oleh Gotjah Pahlawan.

“Maka sesudah bermusyawarat itu berangkatlah menuju negeri Kemuja


dengan beberapa hari, telah sampailah di kuala kemuja. Maka meriam pun
dipasang mengatakan angkatan Gotjah Pahlawan telah sudah datang”(HD:93)

14. Bangkahulu

Latar tempat yang ke empat belas adalah dimana sang tokoh utama

melanjutkan lagi perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain.

“Maka kenaikan itu seperti burung terbang lakunya. Maka telah sampai lima
hari dan lima malam tiada berhenti berdayung berganti-ganti. Maka telah
sampai pukul dua belas siang di kuala Bangkahulu”.(HD:123)

Universitas Sumatera Utara


15. Sambas

Adalah latar tempat terakhir Gotjah Pahlawan berperang, dimana

peperangan dihentikan di pertengahan karena sang Sultan Aceh menghianati

Gotjah Pahlawan.

“Maka layar pun dibuka tiada berhenti berlayar siang dan malam; maka
sampailah di kuala Sambas, maka meriampun dipasang mengatakan angkatan
Sri Paduka sudah datang”.(HD:160)

16. Kuala Percut Sungai Lalang

Latar tempat yang ke enam belas ini adalah tempat akhir Gotjah Pahlawan

berlabuh setelah memutuskan pergi dari kerajaan Aceh.

“Maka sampailah tiga malam berlayar itu masuklah di kuala Percut Sungai
Lalang pukul dua belas siang, kapal pun berlabuh meriam pun dipasang”.
(HD:170)

B. Latar Waktu

Uraian tentang Hikayat Deli merupakan nama – nama tempat dan zaman

terjadinya suatu peristiwa, latar yang terdapat dalam legenda ini menghidupkan

kembali suatu peristiwa pada zaman itu. Latar waktu terjadinya cerita yakni saat

masa – masa masuknya bangsa Portugis di masa kerisedenan Sumatera Timur.

Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan berikut :

“Adapun negeri Malaka itu dahulunya dua kali sudah diperang oleh Sultan
Iskandar Muda bergelar Sultan Mahkota Alam dari pada tangan Portugis tiada
juga kalah”. (HD:25)

Universitas Sumatera Utara


C. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal – hal yang berkaitan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup

berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan

hidup, adat istiadat, tradisi, spiritual, dan lain sebagainya.

Teks Hikayat Deli memiliki latar sosial yang terdiri dari beberapa perilaku

kehidupan sosial. Latar sosial yang paling menonjol dalam cerita ini adalah

kehidupan masyarakat di jaman kerajaan yang lebih cenderung kepada mitos

petuah-petuah, religiusitas yang mengacu pada islam seperti upacara kenduri,

kemudian memanggil orang-orang tua untuk melihat hari yang baik untuk

melangkah dan lain sebagainya. Hal ini bisa dilihat dari kutipan teks sebagai

berikut:

“...Jikalau begitu bolehlah hulubalang menteri siapkan orang yang akan


mengiringkan itu yang kita menanti waktu saatnya yang baik dan lagi kita
hendak kenduri dan tahlil itu tiga hari tiga malam”. (HD:7)

“...: Hai nujum boleh lihatkan di dalam ramai, yang puteraku ini hendak
berlangkag pada hari apa dan saatnya yang baik, maka nujum pun
membukalah ramainya maka dilihatnyalah kepada lima belas hari bulan hari
kamis waktu tengah naik...”. (HD:9)

Universitas Sumatera Utara


4.1.2.3 Tema

Tema berasal dari bahasa Latin yang berarti „tempat meletakkan suatu

perangkat‟. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita

sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan

karya fiksi yang diciptakannya (Scharbach dalam Aminuddin, 2002 : 91). Tema

merupakan dasar cerita yang paling penting dari seluruh cerita. Selain itu, tema

juga merupakan tujuan cerita, atau ide pokok di dalam suatu cerita yang

merupakan patokan untuk membangun suatu cerita. Nurgiyantoro (1998 : 68) juga

menegaskan bahwa “Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita,

dengan sendirinya ia akan „tersembunyi‟ di balik cerita yang mendukungnya”.

Oleh karena itu, tema menjadi salah satu unsur dan aspek cerita rekaan yang

memberikan kekuatan dan sekaligus sebagai unsur pemersatu kepada sebuah fakta

dan alat-alat penceritaan, yang mengungkapkan tentang kehidupan. Tema selalu

dapat dirasakan pada semua fakta dan alat penceritaan di sepanjang sebuah cerita

rekaan.

Dalam cerita Hikayat Deli tema yang diangkat menggambarkan tentang

kepahlawanan dan keinginan untuk membangun masyarakat. Unsur – unsur

kepahlawan yang dijumpai teks dalam ketiga teks cerita dapat dilihat dari dalam

kutipan berikut :

“...adapun asal baginda itu dari pada anak cucu Sultan Iskandar
Zulkarnain. Jikalau baginda itu ianya semacam diatas tahta kerajaan
melakukan hukumannya, maka empat puluh menteri menghadap di
kanan dan di kiri dan seratus hulubalang pahlawan yang gagah berani
di hadapan dan di belakang dan kanan dan di kiri dan seratus hakim
pandita ulama-ulama dan beberapa pula dari pada beduanda dan sida-
sida rakyat tiada termaknai banyaknya. Baginda melakukan adil dan

Universitas Sumatera Utara


hsyaf murah tiada chali dari pada tapus pereksa masyurla wartanya
pada segala negeri yang lain. Banyak laga senteri masuk berniaga ke
negeri itu terlalu ramai sehari-hari. Demikianlah adil dan ramah
baginda itu tiadalah seorang nama teraniaya…” (HD: 4)

4.1.2.4 Alur

Alur atau Plot menurut Semi (1984 : 45), adalah bahwa alur atau plot

merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai buah

interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan teks

cerita. Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa

yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau

masalah. Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang

dikemukakan oleh Lubis (1981 : 17), yaitu : 1. Situation (pengarang mulai

melukiskan suatu keadaan); 2. Generating Circumtances (Peristiwa yang

bersangkutan mulai bergerak); 3. Rising Action (keadaan mulai memuncak); 4.

Climax (peristiwa mencapai puncak); 5. Denoument (pengarang memberikan

pemecahan soal dalam semua peristiwa).

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian sebuah cerita dan

memperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah kisah atau

dapat disebut pengantar cerita.

Dalam cerita Hikayat Deli Mengisahkan tentang kepahlawan dan

perjuangan putra seorang raja untuk melanjutkan kehidupan walaupun ia tidak

menjadi seorang raja dikerajaanya sendiri, sehingga memutuskan untuk merantau

Universitas Sumatera Utara


ke berbagai negeri untuk menuntut berbagai macam ilmu. Kutipan teks sebagai

berikut:

“maka kedua anakanda itu pergilah mengadap ayahanda baginda


menyembahkan halnya ia hendak pergi itu melihat temasa negeri orang, maka
ayahanda Bonda kedua pun terkejut mendengar sabda anakandanya
itu”.(HD:5)

2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak saat Gotjah Pahlawan

memberangkatkan diri dari negerinya dan menghambakan diri kepada kerajaan

lain. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:

“Maka Muhammad Dalik pun dia bertanya kepada orang itu, katanya, “apa
yang digaduhkan ke dalam negeri ini? Maka kata orang Aceh; sekarang ada
orang Tapa di ulu negeri Aceh ini terlalu gagahnya dan beraninya dan
beberapa sudah orang yang gagah disuruhnya oleh Sultan akan
membunuhnya dan beberapa sudah yang mati dan rusak dibuatnya, maka kata
Muhammad Dalik: boleh tuan sembahkan kepada sultan, mudah-mudaha
Insya Allah Taala berkat daulat bolehlah hamba membunuhnya”.(HD:11)

3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)

Keadaan mulai memuncak ketika Gotjah Pahlawan sedang berperang ke

negeri Sambas yang kemudian ia mendengar kabar bahwa Sultan Aceh telah jatuh

cinta pada istrinya Gotjah Pahlawan, hingga akhirnya Gotjah Pahlawan memilih

untuk meninggalkan medan peperangan dan kembali ke aceh serta pada keputusan

Universitas Sumatera Utara


akhirnya Gotjah Pahlawan memilih untuk pergi dan tidak lagi mengabdi pada

Sultan Aceh.

“Maka dari sekalian halnya yang adinda nyatakan itu supaya kakanda boleh
ingat hingga sampai diketahui oleh anak cucu cicit kemudian hari. Maka
sekarang adinda bermohonlah pada ini hari adinda tiadalah lagi akan
menjunjung titah kakanda dan Puteri Chairulbariyah telah adinda ceraikan
dan boleh kakanda ambil akan menjadi pemijit kaki kakanda”. (HD:169)

4. Climax (peristiwa mencapai puncak)

Dalam cerita Hikayat Deli peristiwa mencapai puncaknya ketika sang

tokoh utama Gotjah Pahlawan telah pergi dan menemukan kerajaan yang baru

untuk ia tempati. Kerajaan yang dimaksudkan penulis di sini adalah kerajaan yang

berada di Kuala Percut Sungai Lalang dengan raja yang bernama Tengku

Kejuruan Hitam.

“...Maka Sri Paduka bertanya: Apa nama negeri ini dan siapa rajanya? Maka
datuk itu bersembah: Ampun Tuanku nama negeri ini Percut dan nama
kampung ini Sungai Lalang dan nama Rajanya Tengku Kejuruan Hitam”.
(HD:170)

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam sebuah peristiwa)

Akhir cerita dalam Hikayat Deli dikatakanlah bahwa Gotjah Pahlawan

dinikahkan dengan puteri dari Tengku Kejuruan Hitam dan membuka kampung

baru untuk ia tinggali selamanya.

“Maka pada suatu hari Sri Paduka pun berfikir di dalam hatinya hendak
membuat satu kampung akan dijadikan kota tempatnya tinggal selama-
lamanya. Maka ia pun menghadap Tengku Kejuruan yang bahasa dianya

Universitas Sumatera Utara


hendak mencari tanah perkampungan yang baik buat tempat
tinggal”.(HD:182)

“sesudahnya siap catnya itu, maka parit pun dibuatlah keliling lebar dua belas
depa, dalamnya dua depa setengah dijadikan kota. Maka dinamainyalah Kota
Dalam sampai ada sekarang ini boleh dilihat bekas paritnya”.(HD:185)

4.2 Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Isi Teks Hikayat Deli

4.2.1 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui berbagai media yang

mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,

pemerintah, dunia usaha, dan media masa serta karya yang imajinatif, seperti

karya sastra, termasuk Hikayat Deli.

Melalui Hikayat Deli diharapkan terbentuk karakter mulia individu.

Karakter mulia individu itu berarti disetiap individu memiliki pengetahuan tentang

potensi dirinya yang ditandai dengan nilai-nilai, seperti reflektif, percaya diri,

rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat,

bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati dan rela berkorban. Individu

juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu

juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik

adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional,

sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang

berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,

Universitas Sumatera Utara


lingkungan, bangsa, dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan

mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,

emosi, dan motivasinya (perasaannya).

Sedangkan pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai

karakter kepada orang-orang (maksudnya para pembaca Hikayat Deli) yang

meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut.

4.2.2 Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Isi Teks Hikayat Deli

Halaman Aspek Karakter Deskripsi Teks Keterangan

Teks

04 1. Religius “…Adapun asal baginda itu dari pada Kata Kunci: “...Hakim

anak cucu Sultan Iskandar Zulkarnain. Pandita Ulama-ulama,...”

Jikalau baginda itu ianya semacam di


Deskripsi: Bahwa Ulama
atas tahta kerajaan melakukan
adalah orang yang
hukumannya, maka empat puluh
mempunyai cukup dalam
menteri menghadap di kanan dan di kiri
ilmu pengetahuan dan
dan seratus hulu balang pahlawan yang
ketaatan terhadap ajaran
gagah berani di hadapan dan di
Agama Islam.
belakang dan kanan dan di kiri dan

seratus hakim pandita ulama-ulama dan

beberapa pula dari pada beduanda dan

Universitas Sumatera Utara


sida-sida rakyat tiada termaknai

banyaknya…”.

04 “……Maka baginda pun melihat Kata Kunci:“...Maka telah

puteranya itu bertambah-tambah kasih baginda menyuruhkan

dan sayang, maka telah baginda mengaji qur‟an dan

menyuruhkan mengaji qur‟an dan kitab kitab,...”

kepada ulama yang besar-besar, maka Deskripsi: Mengaji Al

tiada beberapa lamanya maka Qur‟an adalah suatu

khatamlah segala pengajiannya, maka ibadah yang dijalankan

baginda lagi suruh belajar menuntut oleh Umat Islam untuk

ilmu dunia kuat dan kebal, gagah berani menambah ketaatan atau

dan dari pada ilmu peperangan,..." kereligiusitasan terhadap

Allah SWT.

“…….Telah sampai tiga hari sudahlah Kata Kunci: “...Maka


08
siap semestinya, maka permaisuri pun khatamlah segala

menyembah kepada baginda sudah siap pengajiannya,...”

sekaliannya, maka baginda pun bertitah


Deskripsi: Khatam adalah
kepada menteri menyuruh memotong
selesai atau tamatnya
lembu kerbau dan kambing yang
seseorang dalam membaca
hendak dikendurikan itu serta
Al Qura‟an sebanyak 30
menitahkan lagi dua hari kita memotong
Juz.
kerbau itu memulai kenduri itu, telah

Universitas Sumatera Utara


sampai kedua harinya maka Kata Kunci: “...Memotong

berkumpulah segala hulubalang menteri lembu kerbau dan

dan anak raja-raja dan segala hamba kambing yang hendak

rakyat; maka ramailah makan dan dikendurikan,...”

minum dan tahlil dan membaca doa


Deskripsi: Memotong
selamat seperti ribut berjanji didalam
hewan seperti lembu, dan
tiga hari tiga malam itu, maka
sebagainya untuk acara
sesudahnya itu maka baginda pun telah
kenduri merupakan sebuah
bertitah kepada hulubalang menteri bila
bentuk ibadah terhadap
putera kita itu berangkat yang baiknya
ajaran Agama Islam,
pikiran tuan-tuan, maka telah
karena kenduri itu sendiri
bersembah hulubalang menteri : Ia Sjah
adalah suatu hajatan untuk
Alam pada pikiran patik baiklah tuanku
mendo‟akan seseorang
menyuruh lihatkan kepada orang yang
atau sesuatu atas bentuk
alim-alim (noedjoem) hari dan saatnya
rasa syukur yang didapat.
yang baik paduka ananda itu berlangkah
Kata Kunci: “...Maka
maka titah baginda benarlah itu; baiklah
ramailah makan dan
kita panggil orang yang alim-alim dan
minum dan tahlil dan
(noedjoem), maka baginda pun
membaca do‟a,...”
bertititah menyuruh panggil kepada

beduanda minta segera datangnya….” Deskripsi: Tahlil memiliki

makna yang hampir sama

dengan kenduri, sama-

Universitas Sumatera Utara


sama berarti melakukan

hajatan untuk mendo‟akan

seseorang, akan tetapi

tahlil biasanya merupakan

hajatan untuk mendo‟akan

orang yang telah

meninggal. Sedangkan

kenduri biasanya

digunakan untuk

memperingati hajatan

bahagia seperti

pernikahan, dll.

04 2. Jujur “…….Baginda melakukan adil dan Kata Kunci: “...Baginda

isyaf murah tiada chali dari pada tapus melakukan adil dan isyaf

pereksa masyurlah wartanya pada murah tiada chali dari

segala negeri yang lain. Banyak lagi pada tapus,...”

senterio masuk berniaga ke negeri itu


Deskripsi: Kalimat diatas
terlalu ramai sehari-hari. Demikianlah
menjelaskan bagaimana
adil, jujur, dan ramah baginda itu
baginda bertindak adil
tiadalah seorang nama teraniaya”.
untuk kemudian berbuat

jujur agar mashyur seluruh

Universitas Sumatera Utara


rakyatnya.

Kata Kunci:

“...Demikianlah adil, jujur,

dan ramah baginda,...”

Deskripsi: Jelas sudah

tertera kalimat baginda

adil, jujur, ramah yang

menggambarkan sosok

baginda memilik sifat

jujur.

04-05 3. Disiplin “...Maka baginda pun melihat puteranya Kata Kunci: “...Habislah

bertambah-tambah kasih dan sayang, sudah diketahuinyalah

maka telah baginda menyuruhkan segala ilmu dunia

mengaji qur‟an dan kitab kepada ulama sebagaimana yang

yang besar-besar, maka tiada beberapa dititahkan oleh ayahanda

lamanya maka khatamlah segala bagindanya itu”.

pengajiannya, maka baginda lagi suruh


Deskripsi: Dalam teks
belajar menuntut ilmu dunia kuat dan
tersebut dijelaskan bahwa
kebal gagah berani dan dari pada ilmu
ayah baginda
peperangan, maka tiada beberapa
memerintahkan agar
lamanya maka anakanda kedua itu pun
baginda menuntut ilmu.
habislah sudah diketahuinyalah segala

Universitas Sumatera Utara


ilmu dunia sebagaimana yang dititahkan Sehingga berkat ketekunan

oleh ayahanda bagindanya itu”. dan kedisipilnan yang

beliau lakukan maka

seluruh ilmu yang

dipelajarinya telah

diketahuinya.

19 5. Menghargai prestasi “...Maka Baginda pun santap; maka Kata Kunci: “...Laksamana
ini kita kurnia pangkat
sesudahnya Baginda pun berfikir dalam yang lebih besar supaya
suka hatinya,...”
hatinya baiklah ini malam kita panggil
Deskripsi: Berkat prestasi
hulubalang menteri kita hendak
Laksamana maka baginda
bermasjoearatkan Laksamana ini kita memberikan kenaikan
pangkat sebab prestasi
kurnia pangkat yang lebih besar supaya yang telah diukir olehnya
sebagai bentuk sebuah
suka hatinya dan kita dapat nama yang penghargaan.

gagah lagi bijaksana, maka Baginda pun

menyuruh seorang bedoeanda pun

segeralah pergi memberi tahu kepada

hulubalang menteri maka segala

hulubalang menteri pun datang naik ke

balai. Maka seketika Baginda pun

semayamlah ke balai. Maka hulubalang

menteri pun menyembah mengangkat

tangan maka Baginda pun bertitah: hai

Universitas Sumatera Utara


hulubalang menteri yang kita berfikir

laksamana ini kita kurniai pangkatnya

yang lebih besar. Dialah kita jadikan

kepala sekalian hulubalang menteri dan

orang-orang besar, kerana patutlah

dianya menjadi kepala memerintah di

dalam negeri ini dibawah titah, kerana

sudah kita lihat gagah perkasanya dan

tingkah lakunya baik budi pekertinya.

“..Ya adinda Gotjah Pahlawan beserta


51
segala raja-raja dan Orang Besar-Besar

dan hulubalang menteri dan hamba

rakyat yang paduka dan adinda serta

sekaliannya menjunjung titah kakanda

akan menyerang negeri orang akan

membuang nyawa dengan susah payah

kena ombak dan angin, maka dari hal

itu kakanda terima kasih banyak syukur

kepada Tuhan Robbil Alamin yang

kebaktian paduka adinda sekalian itu

tiadalah terbalas kakanda melainkan

Universitas Sumatera Utara


kakanda pulangkan kepada Ya Tuhan

Rabbil Arsyil asim”.

21-22 6. Mandiri “……Maka gotjah pahlawan pun Kata Kunci: “...Kakanda

mendengar titah baginda itu terlalu suka itu menyatakan diri

hatinya. Maka ia pun menyembah kemandiriannya

mengangkat tangan: yaitu sebenarnya menyelesaikan perkara

lah seperti maksud kakanda itu tanpa sakwasangka,...”

menyatakan diri kemandiriannya


Deskripsi: Dalam kalimat
menyelesaikan perkara tanpa
tersbut dijelaskan bahwa
sakwasangka. Maka mudah-mudahan
kakanda menyatakan
insyaallah taala adinda tiada mati. Maka
dirinya mampu
keahlian dan ilmu adinda lah
menyelesaikan masalah
menyempurnakan maksud kakanda itu.
perkara tanpa kecurigaan
Maka bolehlah kita berhelat
dengan sendiri, dan ini
menyiapkan segala kehelatan
menunjukkan sikap
peperangan dan menyuruh mintak
kemandirian.
siapkan perahu membuat apilan dan

menghatur meriam dan lelarentak dan

kerahkan segala jajahan tiap-tiap negeri

dua kelas pendjadjap yang berapilah di

dalam dua bulan ini bolehlah berangkat.

Maka baginda pun bertitah kepada

Universitas Sumatera Utara


gotjah pahlawan bolehlah adinda

berkirim surat kepada segala jajahan

kita mintak bagaimana fikiran adinda

saja.

Maka gotjah pahlawan pun menyuruh

membuat surat akan dikirimkan kepada

segala raja-raja yang takluk, menyuruh

siapkan dua belas pendjadjap, tiap-tiap

satu jajahan dengan apilannya dan serta

dengan lela, rentap meriam, senapan,

pemeras. Di dalam dua bulan

berkumpul segala pendjadjap itu :

negeri aceh akan berangkat pergi ke

negeri pahang, maka sudah siap

suratnya itu, maka dibagikanlah kepada

bentara akan menyuruh antarkan kepada

segala raja-raja jajahan dan

taklukannya. Maka bentara pun

menyuruhlah mengantar surat kiriman

itu.

Adapun perkataannya dalam surat itu

bunyinya: bahwa kita gotjah pahlawan

Universitas Sumatera Utara


kepala segala hulubalang menteri yang

bersemayam di negeri aceh. Sepanjang

titah Sri Baginda maka segala raja-raja

takluk rantau jajahan dengan berapilan

serta dengan alat senjata lela meriam

senapan pemeras bagaimana alat

peperangan. Di dalam dua bulan ini

boleh mem bawa perhaunya masing-

masing dalam kesendirian maklum

sebagai yang tersebut itu berkumpul di

negeri aceh. Maka dalam dua bulan itu

semuanya segala raja-raja pun datanglah

membawa masing-masing perahunya itu

berbagi-bagi rupanya dan dalam sungai

aceh itu penuh sesak perahu hingga

sampai ke laut tiada termuat orang dan

mudik maka segala raja itu pun

menghadap kepada Gotjah Pahlawan

menyatakan dirinya masing-masing

sudah datang…….”.

Universitas Sumatera Utara


51 7. Toleransi “Maka baginda pun bertitah katanya : Kata Kunci: “...Yang kita

ya kakanda dan adinda janganlah tuan- tiada mengobahkan adat

tuan berkecil hati yang kita tiada dan istiadat kakanda

mengobahkan adat dan istiadat kakanda masing-masing bagaimana

masing-masing bagaimana yang telah yang telah sudah begitu

sudah begitu juga”. juga”.

Deskripsi: Dalam teks

dipaparkan bahwa tiada

dilakukan perubahan adat

istiadat yang sudah

demikian adanya, dan jelas

dalam kalimat tersebut

tampak toleransi yang

diperbuat untuk menerima

dan memaklumi adat

istiadat orang lain yang

telah begitu adanya.

5 8. Demokratis “……Maka Muhammad Dalik pun Kata Kunci: “...Baiklah

belas kasih karena mendengar titah aku bermusyawarah

ayahandanya itu akan tetapi didalam dengan hulu balang

hatinya ia hendak pergi juga, maka menteri apalah pula pada

iapun bersembah ayahanda dengan pikirannya,...”

Universitas Sumatera Utara


seboleh-bolehnya biarlah anakanda Deskripsi: Dalam kalimat

pergi juga dan anakanda Muhammad tersebut dituliskan bahwa

Darekan dialah tinggal dengan akan ada musyawarah

ayahanda, jika ananda pergi sekali pun dengan hulu balang.

tiadalah berapa lamanya didalam satu Musyawarah adalah

tahun mudah-mudahan Insya Allah perbincangan untuk

Taalah ananda mengadap itu, maka mencapai suatu

iapun jikalau begini pikirannya baiklah kesepakatan bersama. Dan

aku bermusyawarah dengan hulu balang kemudian musyawarah

menteri apalah pula pada pikirannya sendiri adalah suatu

maka baginda pun beritah kepada tindakan untuk

puteranya itu : hai anakda biarlah mendengarkan pendapat

ayahanda bermusyawarah dengan hulu ornag lain dalam

balang menteri bagaimana pula pada mengemukakan pendapat,

bicaranya dan jikalau ayahanda sudah dan hal ini merupakan

bermusyawarah boleh ayahanda bagian dari demokrasi.

khabarkan kepada ananda, maka


Kata Kunci: “...Biarlah
Muhammad Dalik pun diamlah.”
ayahanda bermusyawarah

dengan hulu balang

menteri bagaimana pula

pada bicaranya,...”

Deskripsi: Musyawarah

Universitas Sumatera Utara


merupakan bagian

tindakan dari demokrasi,

dan dalam kalimat tersebut

jelas dipaparkan bahwa

ketika ingin mengambil

keputusan maka akan

diadakan musyawarah

terlebih dahulu.

24-25 “...Maka Gotjah Pahlawan pun

menyuruh kepada panglima perang

kanan dan panglima perang kiri jadi

utusannya membawa surat kepada raja

Siak adalah per-kataannya dalam surat

itu menyatakan yang dia hendak

menaklukkan negeri-negeri dan jikalau

tidak mau tunduk, maka

diperanginyalah dengan alat peperangan

dan kalau tunduk boleh datang

menghadap. Maka raja Siak pun

membalas surat menyatakan dia datang

menghadap. Maka Gotjah Pahlawan

pun telah mendengar bunyi surat itu ia

Universitas Sumatera Utara


pun suka hatinya”.

9. 9. Cinta Tanah Air “…….Maka ia pun bersiap-siap Kata Kunci: “...Orang

mengambil kain maka sesudahnya itu besar-besar dan hulu

ia pun turun bersama-sama dengan balang menteri akan

hulubalang menteri. Maka sampailah menjaga negeri ayahanda

waktu yang dikatakan oleh nujum itu, kita,...”

maka sekalian hulu balang dan anak


Deskripsi: Dalam teks
raja-raja dan hamba rakyat
tersebut dituliskan bahwa
berkumpulah, maka Muhammad Dalik
orang-orang besar para
ia pun mengadap dan duli ayahanda
hulu balang menteri akan
bondanya meminta ampun, dan kepada
menjaga negeri
adindanya Muhammad Darekan : Hai
makssudnya adalah
adinda janganlah tuan perpilu rasa,
menjaga dari bahaya
tuanlah yang tinggal melihatkankan
ancaman dalam maupun
ayahanda bunda kita karena dia sudah
luar negeri. Menjaga
tua, dan baik-baiklah tuan berbicara
negeri merupakan suatu
dengan segala orang besar-besar dan
bentuk perbuatan cinta
hulu balang menteri akan menjaga
akan tanah air.
negeri ayahanda kita……”.

9-10 10. Semangat Kebangsaan “……..Maka Muhammad Darikan ia Kata Kunci: “....Janganlah

pun menangis mendengar sabda tuan-tuan mengobahkan

kakanda. Maka ayahanda dan bundanya hati...”

Universitas Sumatera Utara


pun menangis serta yang mendengarnya Deskripsi: Dalam kutipan

riuhlah bunyi tangis di dalam istana itu. teks tersebut dijelaskan

Maka Muhammad Dalik pun bahwa diminta kepada

bermohonlah turun kebalai pengadap, tuan-tuan sebagai

maka ianya bersabda kepada segala pembesar negeri agar tidak

orang besar dan hulu balang menteri merubah keteguhan hati

dan anak raja-raja; maka sekarang yang Muhammad Dalik untuk

beta ini akan pergi, beta harap sekalian tidak lagi melarang atau

hulu balang menteri dan orang-orang berusaha merubah hatinya

besar dan anak raja-raja janganlah tuan- untuk dapat beliau pergi

tuan mengobahkan hati kepada membela dan menjaga

ayahanda dan adinda kita Muhammad negerinya. Dan kemudian

Darikan. Bagaimana selama-lamanya ini merupakan suatu

begitulah beta harap, maka sekalian tindakan dalam bentuk

yang mendengarkannya pun belas semangat kebangsaan atau

kasihan, maka sekalian itu pun partiotik yang

menyembah katanya : Ia tuanku Insya digambarkan dalam isi

Allah Taalah tiadalah patik sekalian ini teks.

akan hendak mengobahkan. Maka

sesudahnya itu Muhammad Dalik pun

turunlah masuk kedalam bahtera dan

sekaliannya yang mengiringkannya

Universitas Sumatera Utara


pergi itu…..”

11-12
“…….Maka Muhammad Dalik pun dia

bertanya kepada orang itu,

katanya,‟‟apa yang digaduhkan ke

dalam negri ini? Maka kata orang Aceh;

sekarang ada orang Tapa di ulu negri

Aceh ini terlalu gagahnya dan beraninya

dan beberapa sudah orang yang gagah

disuruhnya oleh sultan akan

membunuhnya dan beberapa sudah

yang mati dan rusak dibuatnya, maka

kata Muhammad Dalik; boleh tuan

sembahkan kepada sultan, mudah-

mudahan Insya Allah Taala berkat

daulat bolehlah hamba membunuhnya.

Maka orang itu bertanya: siapa nama

tuan dan darimana tuan datang? Maka

Muhammad Dalik pun berkata; hamba

ini orang musafir dan nama hamba

Lebei Hitam datang dari negri keling,

maka orang itu pun segera ia pergi

menyembahkan kepada sultan Aceh.

Universitas Sumatera Utara


Sembahnya; ampun tuanku Syah

Alameda satu orang fakir dia diam di

masjid namanya Lebei Hitam orang

yang datang dari negri keling, maka

ianya bercakap, jikalau Syah Alam

titahnya ialah boleh membunuh orang

Tapa itu, maka sultan pun bertitah

kepada orang itu; engkau boleh panggil

katakan titah kita bersama-sama engkau

kemari, maka itu orang pun pergilah

memberitahu kepada Lebei Hitam, ia

saudara hamba titah Sultan besok pergi

kita mengadap bersama-sama, maka

sahut Lebei Hitam Insya Allah Taala

baiklah, maka besok orang pun datang

memberi tahu akan mengadap, maka

Lebei Hitam pun segeralah pergi

bersama-sama paginya itu hendak

mengadap……”.

5 11. Rasa Ingin Tahu “……..Maka sampailah umurnya dua Kata Kunci: “...Mengadap

puluh dua tahun maka ia pun berfikir, ayahanda baginda

keduanya hendak bermohon kepada menyembah halnya ia

Universitas Sumatera Utara


ayahandanya baginda pergi berlayar hendak pergi itu akan

melihat negeri cina dan lainya karena melihat temasa negeri

negeri itu khabarnya terlalu ramai dan orang,...”

masyur warganya dan besar kerajaannya


Deskripsi: Sampai
lagipun supaya diketahuinya adat
mengadap ayahandanya,
lembaga negeri orang. Maka kedua
baginda ingin pergi agar
anakanda itu pergilah mengadap
bisa melihat negeri orang,
ayahanda baginda menyembah halnya ia
dan mungkin untuk
hendak pergi itu akan melihat temasa
membandingkan dengan
negeri orang, maka ayahanda bonda
negerinya. Tindakan ini
kedua pun terkejut mendengar sabda
merupakan tindakan dari
anakandanya itu………”,
rasa ingin tahu baginda

tersebut.

10 “…….Maka Muhammad Dalik dan Kata Kunci: “...Maka di

kawannya pun naiklah ke darat, maka lihat orang banyak yang

pada waktu orang pun tengok ditanya seorang yang tiada

kendurikan Raja Pasai mati, maka di mau makan, maka berfikir

panggil oleh orang Pasai akan kenduri orang Pasai,...”

itu, maka ia pun datang ke enam


Deskripsi: Dalam teks
orangnya, maka di bagi makan bersama-
tersebut pada acara
sama dengan orang yang banyak itu
kenduri Muhammad Dalik
maka Muhammad Dalik itu dianya tiada
ebagai raja Deli tidak mau

Universitas Sumatera Utara


mau makan, maka di lihat orang banyak makan, dan hal ini

yang ditanya seorang yang tiada mau menyebabkan timbulnya

makan, maka berfikir orang Pasai itu: rasa ingin tahu orang-

ini satu orang tiada dia mau makan, orang Pasai siapa

maka ditanya orang Pasai itu kepada sebenarnya yang tidak

kawannya, maka katanya itu raja kami mau makan dikenduri itu

dari negri Deli akbar yang kami ini dan apa penyebabnya.

sebab karam bahtera di laut ini, maka

ada tinggal hanya enam orang lagi, yang

lainnya semuanya mati ……”.

10 12. Kerja Keras “……..Maka sauh pun di bongkar Kata Kunci: “Maka dalam

oranglah, maka bilal dan khatib pun pelayaran itu dua puluh

banglah serta salawat akan Nabi empat hari siang malam

salallahu Allahi Wasalam, maka tiada berhenti,...”

mariampun di pasang empat buluh


Deskripsi: Dalam kutipan
empat das, maka layarpun di bukalah
teks tersebut dipaparkan
angin pun turun sedang guretan, maka
bahwa dua puluh empt hari
bahtera pun berlayar seperti pucuk di
tidak ada berhenti, dan ini
lancarkan lajunya, maka dalam
merupakan sebuah bentuk
pelayaran itu dua puluh empat hari
kerja yang teramat keras
siang malam tiada berhenti, maka
demi mencapai suatu
kepada malam kedua puluh lima itu
tujuan.

Universitas Sumatera Utara


kira-kira pukul sembilan, maka takdir

Allah Subhanawataala dimana tentang

kuala pasai turunlah angin dengan

ombaknya terlalu besar dan hujan pun

terlalu lebat tiada tampak suatu pun apa.

Maka orang yang dalam bahtera itu pun

beberapa memintak dan supaya jangan

binasa. Maka tiada juga berhentinya,

maka Muhammad Dalik pun turunlah

dalam ledakan sampai tunda enam

orang, maka bahtera itu pun tenggelam,

maka itu rebut pun adalah hentinya

sedikit: hari pun hampir siang, maka

sampan tuanda itupun di pukul ombak

sampailah ke tepi……”.

13
“……Maka lalu diperangnya berturut-

turut, maka Lebei Hitam pun di

tahankannya. Maka bunyi jetaknya itu

seperti orang membelah batu maka

Lebei Hitam pun berkata: hai saudara

hamba orang tapa, sekarang hamba

membalas boleh tuan rasa, maka Lebei

Universitas Sumatera Utara


Hitam pun ditangkapnya orang tapa itu

dihempaskanya ke tanah hingga

tenggelam empat hesta dalamnya, maka

orang tapa itu bangkit berdiri, maka

Lebei Hitam pun berlalu di tetaknya

orang tapa itu tiada dimakannya; bunyi

tetaknya itu seperti membelah batu,

maka kembali ditangkap Lebei Hitam

dihempaskannya serta dikoyakkanya

belah dua seperti orang membelah

buluh, maka orang tapa itu pun mati

…..”.

12-13 13. Bersahabat “…….Maka Lebei Hitam pun segera Kata Kunci: “...Maka

mengulurkan tangan bercabat salam, Lebei Hitam pun segera

bermakna sahabat. Maka mentri pun mengulurkan tangan

berkata inilah akan kawan tuan hamba bercabat salam, bermakna

pergi kepada orang tapa itu, maka Lebei sahabat,...”

Hitam pun berkata: baiklah saudara


Deskripsi: Mengulurkan
hamba, maka ia pun bersalam-salam
tangan untuk kemudian
dengan mentri dan segala orang yang
bersalaman adalah makna
ada disitu serta kawannya yang enam
persahabatan dan
orang pun bersalam-salaman, maka ia
kedamaian, dan dalam teks

Universitas Sumatera Utara


pun turunlah berjalan menuju tempat tersebut di tuliskan bahwa

orang tapa itu, karena sekarang banyak Lebei Hitam mengulurkan

sudah orang yang mati dan rusak tangan untuk sebagai tanda

dibuatnya, maka Lebei Hitam pun makna persahabatan.

bertanya: dari mana saudara hamba ini?

Maka orang itu pun berkabarlah: ianya

hamba ini lari karena takut dibunuh oleh

orang tapa. Maka Lebei Hitam

dikasihnya tahu pada kawannya yang

enam orang itu: ia saudara hamba

janganlah saudara hamba campur

dahulu, jikalau belum hamba rusak dan

mati, maka orang yang enam itu pun

katanya: baiklah, maka berhadaplah

orang tapa itu dengan Lebei Hitam pun

seraya berkata: hai saudara hamba

orang tapa, mengapa tuan banyak

membunuh hamba Allah Taala dan

merusaknya dengan tiada salahnya

kepada tuan hambanya, maka sekarang

ini hamba dititahakan oleh Duli Sultan

Aceh membunuh tuan hamba, maka

orang tapa itu pun berlalu gembiranya

Universitas Sumatera Utara


mendengar kata Lebei Hitam itu……”.

14-15 14. Cinta Damai “.........Maka dilihat oleh Baginda Lebei

Hitam itu datang, baginda pun segeralah

menghampiri serta di tegurnya, maka

Lebei Hitam dan mentripun mengangkat

tangan menjunjung Duli maka Baginda

pun bertitah: marilah Lebei kita naik

kita ke balai serta disuruhnya duduk

hampir sisinya, maka Lebei Hitam pun

menyembah: ampun tuanku, biarlah

patik duduk disini dengan saudara patik

mentri dan hulu balang ini. Maka

Baginda diam serta bertanya hal

ihwalnya Lebei Hitam membunuh orang

tapa itu, maka diceritakannya oleh

Lebei hitam sebagai yang dilakukannya

itu. Maka Baginda pun berfikir: patutlah

kita karuniai gelarnya, karena dia satu

orang musafir dengan gagah beraninya

dan kalau tidak ada yang membunuh

orang tapa itu niscanya banyak yang

mati dan rusak dan hamba rakyat di

Universitas Sumatera Utara


dalam negeri aceh ini. Maka Baginda

pun bertitah kepada hulubalang mentri

besok kalian tuan-tuan boleh datang,

maka sekalian mentripun menyuruhnya

mengangkat tangan serta bermohon

pulang masing-masing ke rumahnya,

maka Baginda pun bertitah menyuruh

tanam mayat orang tapa itu dan

beberapalah banyak orang yang

melihatnya maka besok paginya itu

sekalian itu hulu balang mentri maka

sekalian pun menyembah, maka

Baginda pun bertitah hai mentri hulu

balang, kita sudah berfikir di dalam hati,

maka dari hal ihwal Lebei Hitam ini dia

seorang musafir datang ke negeri kita,

maka kita titahkan dianya akan

membunuh orang tapa dan beberapalah

sudah orang mati yang gagah-gagah

berani dibunuh orang tapa itu maka

tiada lagi orang berani melawannya dan

kalau tiada dianya niscayalah banyak

rusak hamba rakyat dibuatnya, maka

Universitas Sumatera Utara


dari itu yang kita fikir patutlah kita

kurniai pangkatnya bernama

‟‟Laksamana Koedbintan‟‟ dan kalau

tiada kita kurniai orang yang demikian

itu niscayalah tiada orang yang mau

menjunjung titah kita, niscaya nama kita

pun kepada raja-raja yang lain tiadalah

baik, maka sekalian hulu balang mentri

itu pun sukalah mendengar titah

Baginda itu serta menyembah

sekaliannya. Maka Baginda pun

menyuruh menyiapkan balai seperti adat

memangkatkan orang-orang besar, dan

makan dan minum. Bersuka-suka di

dalam tiga hari tiga malam. Maka

menteri itu pun telah sudah siap maka

menteri pun menyembahkan maka

Baginda pun menyuruh mulai pekerjaan

itu.

15
“……Maka ramailah di dalam tiga hari Kata Kunci: “...Bersuka-

dan tiga malam makan dan minum sukaan kerana tiada akan

bersuka-sukaan kerana tiada akan ada ada rusuh dan kematian

Universitas Sumatera Utara


rusuh dan kematian atas rakyat atas rakyat damailah

damailah rakyat atas atas negeri rakyat,...”

segalanya.
Deskripsi: Jelas di dalam

teks dituliskan bahwa

tidak ada lagi kerusuhan

yang menyebabkan

kematian rakyat. Dan ini

merupakan bentuk dari

nilai cinta damai yang

tergambar dalam teks.

15. Gemar Membaca _

150 16. Peduli Lingkungan Maka Permaisuri pun telah mendengar Kata Kunci:

titahnya Baginda itu, maka ia pun “...Membuatkan adinda

bersembah; Ya Sri Paduka kakanda satu sungai yang bernama

Sultan Mahkota Alam, yang adinda Darussalam dan satu

tiadalah berhajat yang lain yang ini pun gunung emas yang tempat

syukurlah adinda orang dagang kepada permainan adinda,

Allah Subahanahu Wataala yang bolehlah tinggal akan

kakanda serta Raja-raja dan Orang zaman-zamanan dilihat

Besar-besar dan Menteri Hulubalang orang rupa dan namanya

dan hamba rakyat membuatkan adinda belakang hari.”

satu sungai yang bernama Darussalam

Universitas Sumatera Utara


dan satu gunung emas yang tempat Deskripsi: Dalam teks

permainan adinda, bolehlah tinggal digambarkan bagaimana

akan zaman-zamanan dilihat orang rupa bentuk nilai peduli

dan namanya belakang hari. lingkungan, dimana

dituliskan bahwa akan

dibuatkan sungai dan

gunung untuk permaisuri

agar selalu terkenang

sepanjang masa.

102 17. Peduli Sosial “...Maka jenazah Baginda itu pun Kata Kunci:

dititahkan oleh Gotjah Pahlawan “...Mengatakan jenazah

disuruhnya ambil kepada Orang Besar- Baginda Kemuja dan

Besarnya dengan hormati atau Raja- Orang Besar-Besarnya

Raja dan Orang Besar-Besar Kemuja boleh diambil semuanya

mana yang mati itu, dititahkan juga dimakamkan dengan

ambil di sebelahkan tempatnya tiada seperti adatnya raja negeri

boleh campur dengan rakyat mana yang ini”.

mati itu. Maka telah sudah siap, maka


Deskripsi: Dalam kutipan
Gotjah Pahlawan pun bertitah
teks tersebut dituliskan
menyuruhkan seorang menteri memberi
bahwa jenazah orang yang
tahu kepada Orang Besar-Besar
sudah wafat sekalipun
Kemuja, mengatakan jenazah Baginda
orang tersebut adalah

Universitas Sumatera Utara


Kemuja dan Orang Besar-Besarnya musuh bagi negeri maka

boleh diambil semuanya dimakamkan dimakamkan beliau

dengan seperti adatnya raja negeri ini”. layaknya manusia biasa.

Dan hal ini menunjukkan

kepedulian terhadap sosial

orang lain.

“...Maka Sri Paduka pun berfikir di


167
dalam hatinya lebih baiklah peperangan

ini diberhentikan, dan ia nya balik

dahulu ke negeri Aceh dengan sebuah

kapalnya saja dan segala Raja-Raja dan

Orang Besar-Besar tinggal menanti

baliknya Sri Paduka di dalam satu bulan

dan jikalau tiada datang, maka segala

Raja-Raja itu pun bolehlah balik

masing-masing ke negerinya. Maka

diperbuat oleh Sri Paduka demikian itu

supaya jangan diketahui Raja-raja itulah

akalnya Sri Paduka. Maka diperbuatnya

demikian itu dan jikalau diketahui oleh

Raja-raja dan Orang Besar-besar itu

kelakuan Sultan Mahkota Alam telah

cenderung hatinya kepada isteri Sri

Universitas Sumatera Utara


Paduka itu yang bernama Puteri

Chairulbariyah. Maka segala Raja-raja

dan Orang Besar-besar itu takutlah

kemudian hari orang yang membuat

kebaktian kepada Raja-raja, selangkan

Sri Paduka begitulah taat dan banyak

kebaktiannya mengerjakan kerja Raja

itulah takdir Allah Taala kedatangan

malang kepadanya”.

20-21 18. Tanggungjawab “…….Maka baginda pun seraya Kata Kunci: “...Sekarang

bertitah: hai paduka adinda gotjah kakanda harap paduka

pahlawan, sekarang kakanda harap adindalah yang akan

paduka adindalah yang akan memelihara atas kerajaan

memelihara atas kerajaan kakanda. kakanda,...”

Tiadalah yang lain kakanda pilih


Deskripsi: Dalam kutipan
melainkan adindalah yang berfikir di
teks dipaparkan bahwa
dalam kalbu kakanda. Maka ini hari
seorang kakak
kakanda serahkan kepada gotjah
memberikan titah kerajaan
pahlawan baginda itu maka ia pun
kepada adiknya. Hal ini
menjunjung duli seraya menyembah
merupakan bentuk
katanya: ya kakanda mudah-mudahan
tanggung jawab yang
berkat daulat kakanda adinda jununglah
dilimpahkan kepada sang

Universitas Sumatera Utara


selagi ada hayat adinda. Maka baginda adik.

pun telah mendengar sembah gotjah

pahlawan demikian itu: telah beberapa

suka hatinya baginda. Maka sudah

selesai demikian. Maka segala anak-

anak raja dan orang besar-besar dan

hulu balang menteri pun bermohon

telah pulang masing-masing

kerumahnya. Maka baginda pun masuk

kedalam istana. Maka baginda pun

berfikir kepada malam itu yang dianya

bermaksud hendak membanyakkan

jajahan mengambil negeri pahang dan

lain-lainnya. Dan lagi negeri pahang itu

dan puteri dua orang terlalu cantik

parasnya dan budi pekertinya. Maka

besok harinya baginda pun tersenyum di

balai hadap oleh gotjah pahlawan, hulu

balang menteri: hai adinda gotjah

pahlawan apalah fikiran adinda dan

sekalian hulu balang menteri yang

kakanda bermaksud hendak mengambil

negeri pahang dan lain-lain negeri juga

Universitas Sumatera Utara


supaya mengikut perintah kita dan lagi

pun putera bendahara pahang itu ada

dua orang perempuan terlalu cantik

parasnya dan budi pekertinya ……”.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis terhadap isi Hikayat

Deli yang disusun oleh Prof. Wan Syaifuddin, M.A. Ph.D., dan Dra. Tengku

Syafrina, M.Hum dapat dihasilkan beberapa simpulan yang terdapat di dalam

karya sastra ini diantaranya sebagai berikut:

A. Unsur-unsur yang membangun isi teks cerita Hikayat Deli yaitu:

1. Penokohan

Tokoh-tokoh dalam Hikayat Deli yakni:

- Tokoh Utama: 1. Muhammad Dalik (Gotcah Pahlawan) adalah tokoh yang

memiliki sikap gagah berani, sopan santun, rendah hati, setia serta

bijaksana

- Tokoh Pendukung: 1. Sultan Aceh (Sultan Iskandar Muda Berpangkat

Sultan Mahkota Alam) adalah tokoh yang memiliki kepribadian yang

berhasrat tinggi, tidak setia, pandai mengambil hati, serta menghargai adat

istiadat negeri jajahannya; 2. Tengku Kejuruan Hitam adalah tokoh yang

bersifat murah hati dan bijaksana.

Universitas Sumatera Utara


2. Latar

Adapaun latar yang terdapat dalam cerita Hikayat Deli adalah sebagai berikut:

- Latar Tempat: 1. Negeri Deli; 2. Pasai; 3. Siak; 4. Kedah; 5. Perak; 6.

Selangor; 7. Johor; 8. Pahang; 9. Kelantan; 10. Trengganu; 11. Petani; 12.

Melaka; 13. Kemuja; 14. Bangkahulu; 15. Sambas; 16. Kuala Percut

Sungai Lalang.

- Latar Waktu adapun latar waktu yang terdapat dalam cerita Hikayat Deli

ini adalah terjadinya cerita saat masa-masa masuknya Bangsa Portugis di

masa kerisedenan Sumatera Timur.

- Latar Sosial yang paling menonjol dalam cerita ini adalah kehidupan

masyarakat di jaman kerajaan yang lebih cenderung kepada mitos petuah-

petuah, religiusitas yang mengacu pada islam seperti upacara kenduri,

kemudian memanggil orang-orang tua untuk melihat hari yang baik untuk

melangkah dan lain sebagainya.

3. Tema

Adapun tema dalam cerita Hikayat Deli yang diangkat menggambarkan tentang
kepahlawanan dan keinginan untuk membangun masyarakat.

4. Alur

Alur yang terdapat dalam Hikayat Deli terbagi atas beberapa jenis diantaranya
yaitu:

- Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan), Situation


merupakan tahap awal dari bagian sebuah cerita dan memperkenalkan
terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah kisah atau dapat
disebut pengantar cerita. Dalam cerita Hikayat Deli mengisahkan tentang
kepahlawan dan perjuangan putra seorang raja untuk melanjutkan

Universitas Sumatera Utara


kehidupan walaupun ia tidak menjadi seorang raja dikerajaanya sendiri,
sehingga memutuskan untuk merantau ke berbagai negeri untuk menuntut
berbagai macam ilmu.
- Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)
adalah peristiwa yang selanjutnya mulai bergerak saat Gotjah Pahlawan
memberangkatkan diri dari negerinya dan menghambakan diri kepada
kerajaan lain.
- Rising Action (keadaan mulai memuncak), keadaan mulai memuncak
ketika Gotjah Pahlawan sedang berperang ke negeri Sambas yang
kemudian ia mendengar kabar bahwa Sultan Aceh telah jatuh cinta pada
istrinya Gotjah Pahlawan, hingga akhirnya Gotjah Pahlawan memilih
untuk meninggalkan medan peperangan dan kembali ke aceh serta pada
keputusan akhirnya Gotjah Pahlawan memilih untuk pergi dan tidak lagi
mengabdi pada Sultan Aceh.
- Climax (peristiwa mencapai puncak) dalam cerita Hikayat Deli peristiwa
mencapai puncaknya ketika sang tokoh utama Gotjah Pahlawan telah pergi
dan menemukan kerajaan yang baru untuk ia tempati.
- Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam sebuah
peristiwa), akhir cerita dalam Hikayat Deli dikatakanlah bahwa Gotjah
Pahlawan dinikahkan dengan puteri dari Tengku Kejuruan Hitam dan
membuka kampung baru untuk ia tinggali selamanya.

B. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Hikayat Deli diantaranya

adalah sebagai berikut:

 Religius;

 Jujur;

 Disiplin;

 Kreatif;

 Menghargai prestasi;

 Mandiri;

 Toleransi

 Demokratis

Universitas Sumatera Utara


 Cinta tanah air;

 Semangat kebangsaan;

 Rasa ingin tahu;

 Kerja keras;

 Bersahabat;

 Cinta damai;

 Peduli lingkungan;

 Peduli sosial;

 Tanggungjawab.

5.2 Saran

Dalam penulisan skripsi ini pasti masih dipenuhi dengan beragam macam

kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari sumber-sumber yang didapatkan

selama proses penelitian, sehingga untuk itu penulis mengharapkan agar skripsi

ini masih mendapat kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala

kekeliruan. Selain itu besar harapan penulis agar skripsi ini berguna untuk para

pembaca sebagai bahan pelajaran, dimana untuk kita ketahui bersama bahwa

pendidikan karakter sangat diperlukan untuk membentuk setiap diri individu dapat

menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu skripsi ini juga nantinya berguna

sebagai acuan atau referensi jika nantinya ada tulisan yang saling terkait.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Argesindo.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,


Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Nuh, Mohammad. 2011. LAKIP Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta:

Menteri Pendidikan Nasional.

Pradopo, Rachmad Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-unsur


Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.

Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syaifuddin, Wan dan Tengu Syafrina. 2003. Hikayat Deli. Medan: Yandiria
Agung.

Syaifuddin, Wan. 2016. Pemikiran Kreatif dan Sastra Melayu Tradisi.


Yogyakarta: Gading Publishing.

_____________.Perspektif Traadisionalisme Melayu Esei-Esei Sastra Tradisi.


Medan: USU PRESS.

Universitas Sumatera Utara


_____________.Menjulang Tradisi Etnik. Medan: USU PRESS.

Wiratha, I Made. 2006. Pedoman Penulisan: Usulan Peneltian, Skripsi, dan Tesis.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam


Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana

Skripsi

Hardi, Rini Salsa Bella. 2014. “Nila-nilai Budaya Masyarakat Melayu Langkat Di
Secanggang Pada Tradisi Ahoi (Kajian Antropologi Sastra)” dalam
Skripsi S-1 belum diterbitkan. Medan: Univeristas Sumatera Utara.

Novrizal, Rendy. 2014. “Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi
Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis (Kajian Antropologi
Sastra)” dalam Skripsi S-1 belum diterbitkan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.

Website

http://kbbi.web.id/hikayat.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai