2017
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4984
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “HIKAYAT DELI”
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
MEDAN
2017
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
Pembimbing
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra Fakultas Ilmu Budaya
dalam Bidang Bahasa dan Sastra Melayu.
DISETUJUI OLEH
Diterima oleh.
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Bahasa Dan Sastra Melayu
pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.
Pada
Hari :
Tanggal :
Dekan,
Panitia Ujian.
SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tantangan serta cobaan sering sekali hadir namun penulis masih
diberikan nikmat kesabaran, keikhlasan dan nikmat iman sehingga penulis dapat
menjalani semuanya dengan tenang dan baik. Shalawat seiring salam penulis
hadiahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW semoga kita semua
menyelesaikan sebuah tulisan sastra yang berbentuk skripsi dengan judul Nilai-
Nilai Pendidikan Karakter Dalam “Hikayat Deli”. Skripsi ini penulis ajukan
untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu Fakultas
Penulis menyadari skripsi ini bukanlah titik dari segala kebenaran. Untuk
itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan
Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan baik moril
dan materil, dorongan, semangat, dan do‟a dari berbagai pihak. Untuk itu dengan
mengucap syukur penulis ingin mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang
terdalam kepada orang-orang yang berjasa bagi penulisan skripsi ini. Ucapan
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
USU, serta pada Wakil Dekan dan seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu
Budaya USU.
2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku Ketua Program Studi Bahasa
Dan Sastra Melayu FIB USU beserta Ibu Dra. Mawar Mardiah
ini.
baik.
7. Kepada orang yang penulis cintai lebih dari segala hal di bumi,
penulis. Apapun yang penulis lakukan tidak akan bisa membalas jasa
Ayahanda dan Ibunda atas seluruh kasih sayang juga cinta yang
untuk segala kasih sayang, pelajaran hidup, semangat dan do‟a yang
Bang Arie beri kepada penulis. Berharap kita kelak akan bisa
Jadilah seperti apa hakikat manusia, berbakti kepada orang tua dan
benarnya.
11. Spesial terima kasih kepada si termanis Rosina Holizah Siregar, S.S.,
FIB USU angkatan 2012, terima kasih untuk canda tawa dan suka duka
13. Kepada senior dan junior di Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu
FIB USU, terima kasih untuk pengalaman yang telah diberikan kepada
penulis.
Markotop, Anto, Steven, Jaka, Audio, Nocang, Putal dll serta teman-
penyelesaian skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan dan
Amin.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 5
Hikayat Deli...................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Sastra semula berarti alat untuk mengajar, ‘sas’ (mengajar) dan ‘tra’ (alat),
kemudian berarti kumpulan tulisan yang indah, baik lisan maupun tulisan dengan
ciri utama imajinasi (Ratna, 2011 : 488). Karya sastra juga lahir akibat dorongan-
suatu masyarakat. Oleh karena itu, karya sastra juga sering bercerita tentang
sejarah dan bertujuan untuk mendidik. Dengan karya sastra yang demikian, maka
Syaifuddin (2014 : 10) menyatakan bahwa mitos adalah salah satu genre
cerita dalam khasanah karya sastra tradisi yang kerap disebut sebagai sastra lisan
dan berkaitan dengan sejarah, perilaku, karakter, dan jati diri dari masyarakat
segala hal yang berakaitan dengan masyarakat baik itu perilaku, karakter maupun
jati diri. Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Tradisi (2015)
diungkapkan bahwa mitos sebagai karya sastra tradisi boleh menjadi alat
Hal ini juga sejalan dan diperkuat oleh pendapat Yunus (1991 : 93)
Peristiwa mitos dan yang dimitoskan kerap ada di dalam isi teks karya sastra yang
Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi
biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit
Salah satu hikayat yang juga merupakan karya sastra sejarah dan
contoh hikayat yang sangat konkrit untuk dikaji secara mendalam karena dalam
Hikayat Deli banyak menceritakan bagaimana kepribadian dan jati diri manusia
Melayu yang digambarkan oleh setiap tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Di
1
Wan Syaifuddin, 2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi. Yogyakarta:
Gading Publishing, hlm. 139.
2
http://kbbi.web.id/hikayat.
pendidikan karakter.
pemerintahan serta melalui media masa seperti karya sastra, mengingat Indonesia
saat ini sedang menghadapi krisis perilaku yang dicerminkan oleh menurunnya
rasa hormat kepada orang tua dan guru serta rendahnya rasa tanggungjawab
individu.
studi masa lampau manusia yang bermakna, yang dapat dijadikan cermin untuk
melihat masa sekarang dan sekaligus pula merupakan suatu pedoman atau kiblat
yang terdapat dalam Hikayat Deli sebagai pedoman bagaimana berperilaku yang
baik, karena pada hakikatnya manusia dan budaya tak akan pernah terlepas, ketika
manusia mendiami suatu wilayah pasti akan terbentuk sebuah kebudayaan yang
baru dimana tempat para manusia membuat suatu karya seni, bahasa, agama,
terdapat dalam Hikayat Deli, penulis merasa sangat cocok apabila menggunakan
dan logos) adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan manusia (Ratna, 2011
: 52). Jadi, secara luas antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia dan
menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan nonfisik. Dalam penelitian ini
Hikayat Deli ini sebagai objek penelitiannya untuk menjaga kelestarian tradisi
etnik Sumatera Timur serta menjadi bahan bacaan untuk pendidikan karakter.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
Deli?
Hikayat Deli.
antropologi sastra.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra
penelitian sejenis.
Sumatera Utara.
KAJIAN PUSTAKA
Hikayat Deli yang disusun oleh Prof. Wan Syaifuddin, M.A. Ph.D., dan
Dra. Tengku Syafrina, M.Hum merupakan suatu karya sastra yang memiliki nilai
dan penelusuran penulis, Hikayat Deli belum pernah diteliti oleh mahasiswa
objek kajian yang berbeda telah banyak dibahas oleh Mahasiswa yang berfokus
pada bidang sastra. Contohnya pembahasan yang dilakukan oleh Rendy Novrizal
(Universitas Sumatera Utara, 2014) dengan judul “Jati Diri Masyarakat Melayu
Serdang Dalam Tradisi Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis (Kajian
Antropologi Sastra)”. Rendy mengkaji tentang (1) bagaimana latar dan tahap
pelaksanaan/ penggunaan silat lintau (2) apa makna teks dan konteks yang
terkandung dalam silat lintau (3) bagaimana pembentukan jati diri masyarakat
sosialnya.
Penulis telah berusaha untuk membedah Hikayat Deli mulai dari unsur-
metode analisis konten karena penulis membahas suatu karya sastra yang
kosmologi yang dahulunya berpegang pada mitos dan fantasi, namun seiring
membuat kosmologi yang baru, kepercayaan yang menjadi material dan empiris.
Walaupun begitu masyarakat Melayu itu sendiri tidak terlalu terikat pada
kosmologi yang baru, hakikat nyata masyarakat melayu yang masih berpegang
masyarakatnya dan hal ini bisa dilihat dari filosofi kehidupan sehari-hari
masyarakat Melayu yang memiliki banyak pantangan dari nenek moyang serta
dapat dilihat dari karya-karya klasik Melayu seperti gurindam, syair, pantun,
juga tidak akan dapat terlepas hubungannya dengan dunia, artinya masyarakat
Melayu juga memiliki pemahaman dan pengamatan pada lingkungan hidup serta
timbullah pemikiran dan pengambilan sikap mengenai mana yang boleh dilakukan
mengantarkan pada pemahaman yang lebih baik, bahkan alam dengan gejala-
gejala yang muncul pasti ada yang mengatur dan mengendalikan, yaitu
diantaranya mitos.
Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Melayu Tradisi Wan
Syaifuddin mengatakan bahwa ada beberapa ciri tertentu dalam khazanah sastra
secara lisan.
kelima unsur ini berlaku dalam setengah susunan kata- puitis dan
teratur indah.3
Berdasarkan ciri sastra lisan diatas terutama pada ciri ketiga dapat dilihat
bahwa aspek pemikiran masyarakat Melayu sangat luas tentang alam nyata dan
alam ghaib (alamiah). Selain itu dalam penyampaian bentuk pemikirannya yang
disampaikan secara lisan ada kaitannya pula dengan sistem kepercayaan dan
agama yang mereka anut seperti animisme, Hindu, Budha, dan Islam. Sehingga
3
Ibid., hlm. 199-122.
yang baik dianggap sangat penting. Menurut para psikolog bahwa budi pekerti
yang sedang berkembang. Untuk itu rasanya sinergi antara pendidikan sekolah
yang dilakukan oleh guru dan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua ketika
orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi
laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, menghormati orang lain dan karakter
mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles
bahwa karakter itu erat kaitannya dengan habbit atau kebiasaan yang terus -
menerus dilakukan.
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai budi pekerti yang
berpikiran baik, berhati baik dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup
yang maju, mandiri dan sejahtera. Ketiga, fungsi penyaring. Pendidikan karakter
berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
sosial, dan tanggung jawab. Konsep pendidikan karakter yang dikemukakan oleh
bahwa strukturalisme menekankan karya sastra harus terpusat kepada karya sastra
itu sendiri, tidak boleh memperhatikan sastrawan sebagai pencipta atau pembaca
sebagai penikmat karya sastra. Hal ini juga dipertegas kembali oleh kritikus abad
modern, Piaget (Hawkes, 1977 : 16), struktur pada gilirannya dianggap sebagai
memiliki tiga ciri pokok, yaitu: kesatuan, transformasi, dan regulasi diri. Karya
luar dirinya.
menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya
sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom oleh karena itu karya
semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya
pendekatan yang menitikberatkan pada kajian semesta disebut mimetik, yang lebih
yang memberi perhatian penuh pada karya sastra itu sendiri disebut pendekatan
objektif.
Berangkat dari segala pemikiran diatas, maka penelitian ini hanya dibatasi
terdiri atas dua kata, yaitu antropolgi dan sastra. Secara singkat antropologi
(anthropos + logos) berarti ilmu tentang manusia, sedangkan sastra (sas + tra)
berarti alat untuk mengajar. Secara etimologis kelompok kata tersebut belum
Tetapi secara luas yang dimaksud dengan antropologi sastra adalah ilmu
pengetahuan dalam hubungan ini karya sastra yang dianalisis dalam kaitannya
antropologi.
analisis interdisipliner yang lahir sebagai penyempurna dari psikologi sastra dan
sosiologi sastra atau bisa disebut sebagai penggabungan dari dua disiplin ilmu
yakni psikologi sastra dan sosiologi sastra. Hal ini diperkuat juga oleh Ratna
pada dua hal. Pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi yang berbau sastra untuk
melihat estetikanya. Kedua, meneliti karya sastra dari sifat pandang etnografi,
bersumber kepada tiga hal yaitu: (a) manusia/ orang, (b) artikel tentang sastra, (c)
bidang sastra tergolong upaya pemahaman karya dari aspek ekstrinsik. Aspek-
aspek yang melingkupi di luar estetika struktur sastra tersebut, dibedah, dihayati,
dan dibahas mendalam. Unsur ekstrinsik sastra yang menarik perhatian analisis
konten cukup banyak, antara lain meliputi: (a) pesan moral/ etika, (b) Nilai
pendidikan (didaktis), (c) nilai filosofis, (d) nilai religius, (e) nilai kesejarahan dan
sebagainya.
pemahaman suatu karya sastra yang berkaitan dengan kebudayaan. Hal ini sangat
manusia baik dari segi sosial, perilaku, sistem kepercayaan maupun kesenian dan
manusia sebagai pelaku budaya dan oleh sebab itu, membedah Hikayat Deli akan
konten nilai pendidikan (didaktis) dalam bentuk paparan etnografi sebagai alat
bedahnya.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian sastra sangat banyak metode yang ditawarkan oleh para
ahli. Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan
(Endraswara, 2004 : 8). Dalam penelitian ini penulis memilih studi kepustakaan
memandang dan menggunakan data dalam suatu objek yang akan diteliti. Dan
objek dalam penilitian ini adalah Hikayat Deli yang disusun oleh Prof. Wan
Sumber penelitian yang dilakukan oleh penulis terdiri dari sumber data
primer dan sekunder. Data primer adalah sumber data yang berupa buku yang
Data primer:
Syafrina, M.Hum.
Cetakan : Pertama
data primer. Dalam penelitian ini penulis juga mencari referensi yang mendukung
pustaka, membaca, menyimak, dan mencatat. Teknik pustaka adalah teknik yang
membaca Hikayat Deli yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan dapat
memahami makna kata yang disampaikan melalui bahasa yang dijadikan media
melainkan memandang sastra sebagai teks. Di dalam teks ada konteks yang
bersifat polisemi. Maka, peneliti harus menukik ke arah teks dan konteks sehingga
deskriptif. Analisis yang dkerjakan secara utuh dan menyeluruh. Berangkat dari
secara keseluruhan.
karakter.
Berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan
dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah alat tulis, skripsi,
tesis, disertasi, jurnal penelitian, buku dan bahan yang tertulis lainnya yang
Dalam hal ini penulis memperoleh data objek kajian dari buku Hikayat Deli yang
disusun oleh Prof. Wan Syaifuddin, M.A dan Dra. Tengku Syafrina, M.Hum di
PEMBAHASAN
4.1 Ringkasan dan Unsur-unsur yang Membangun Isi Teks Cerita Hikayat
Deli
4.1.1 Ringkasan
Alkisah inilah hikayat keturunan raja negeri Deli. Maka adalah dahulu
kalanya bangsa kerajaan datang dari Deli Akbar dan Hindustan bernama
Bahasyitd Sjech Matiyoeddin yang terlalu amat indah perkataannya lagi amat
masyur wartanya, lagi terlalu besar kerajaan baginda itu; beberapa lagi amat
negeri yang takluk mengantar upeti kepadanya. Adapun asal baginda itu dari pada
anak cucu Sultan Iskandar Zulkarnain. Jikalau baginda itu ianya semacam diatas
kanan dan di kiri dan seratus hulu balang pahlawan yang gagah berani di hadapan
dan di belakang dan kanan dan di kiri dan seratus hakim pandita ulama-ulama dan
beberapa pula dari pada beduanda dan sida-sida rakyat tiada termaknai
banyaknya. Baginda melakukan adil dan hsyaf murah tiada chali dari pada tapus
pereksa masyurla wartanya pada segala negeri yang lain. Banyak laga senteri
masuk berniaga ke negeri itu terlalu ramai sehari-hari. Demikianlah adil dan
Adalah baginda itu berputera dua orang laki-laki, yang tuanya bernama
Muhammad Dalik, itulah yang akan ganti kerajaan ayahandanya di Deli Akbar
dan yang muda bernama Muhammad Darekan, itulah yang menjadi raja
paduka anakandanya itu, maka kedua puteranya itu sehari-hari bertambah besar
sayang, maka telah baginda menyuruhkan mengaji qur‟an dan kitap kepada ulama
pengajiannya, maka baginda lagi suruh belajar menuntut ilmu dunia kuat dan
kebal, gagah berani dan dari pada ilmu peperangan, maka tiada beberapa lamanya
maka anakanda kedua itu pun habisla sudah diketahuilah segala ilmu dunia
sebagaimana yang telah dititahkan oleh ayahanda bagindanya itu, maka sampailah
umurnya dua puluh dua tahun maka ia pun berfikir, keduanya hendak bermohon
kepada ayahandanya baginda pergi berlayar melihat negeri cina dan lainya karena
negeri itu khabarnya terlalu ramai dan masyur warganya dan besar kerajaannya
menyembah halnya ia hendak pergi itu akan melihat temasa negeri orang, maka
ayahanda bonda kedua pun terkejut mendengar sabda anakandanya itu, maka
ayahanda bonda karena ayahanda bonda sudalah tua. Jikalau adapun yang lain
tiadalah sama dengan anakanda dan jikalau anakandaku pergi, jika dapat gering
atau satu hal di negeri orang bukanlah ayahanda bonda menaruh percintaan
ayahandanya itu akan tetapi didalam hatinya ia hendak pergi juga, maka ia pun
anakanda Muhammad Darekan dialah tinggal dengan ayahanda, jika ananda pergi
sekali pun tiadalah berapa lamanya didalam satu tahun mudah-mudahan Insya
Allah Taalah ananda mengadap itu, maka ia pun jikalau begini pikirannya baiklah
aku bermusyawarah dengan hulu balang menteri apalah pula pada pikirannya
maka baginda pun beritah kepada puteranya itu: hai anakanda biarlah ayahanda
bermusyawarah dengan hulu balang menteri bagaimana pula pada bicaranya dan
Maka baginda suruh panggil hulubalang menteri maka sekaliannya itu pun
datang mengadap, maka baginda pun bertitah hai hulu balang menteri apalah
kedua hendak bermohon pergi belajar ke negeri cina dan lain-lain negeri hendak
melihat termaksud adat negeri orang karena khabarnya negeri cina itu terlalu besar
kerajaannya dan ramai segala dagang masuk berniaga maka sembah segala
hulubalang itu: Ampun tuanku Sjah Alam pada pikiran patik patut juga paduka
ananda itu pergi akan melihat pada masa itu supaya diketahuinya bagaimana adat
lembaga dan peraturan negeri orang, tetapi janganlah keduanya ananda itu pergi,
dan Muhammad Darekan ialah tinggal, karena dia belum sempurna akalnya, maka
telah hulu balang menteri bersembah: Ia Syah Alam, pada pikiran patik sekalipun
ini telah benarlah bagaimana sembahnya paduka ananda itu datang mengadap
karena banyak sudah hulu balang menteri hadir menanti maka menteri pergilah
menyelakan putera baginda itu : Ampun Tuanku kedua yang Sri Paduka ayahanda
ayahanda baginda menyelakan, maka ia pun bersikap pakaian lalu turun keduanya
maka baginda pun melihat kedua puteranya itu dan hulubalang menteri terlalu
Maka baginda pun bertitah: Hai putera ayahanda kedua, telah sudahlah
semuanya ini telah patutlah juga bagaimana permintakan anada Muhammad Dalik
dan Muhammad Darekan ialah tinggal dengan ayahanda. Maka baginda pun
tinggal dengan ayahanda karena tuan belum sempurna akal, lagi biarlah kakanda
tuan pergi daahulu supaya dia boleh melihat negeri orang dan supaya tahu adat
lembaganya.
Sjah Alam, jikalau begitu kepada pikiran Sjah Alam dan hulubalang menteri,
patiklah tinggal akan tetapi patik pahunkan jikalau kakanda patik balik maka
patiklah pergi pula akan melihat negeri orang. Maka baginda pun suka sedikit
kehendak anakku itu. Maka baginda pun bertitah kepada hulu balang menteri
menyuruh siapkan bahtera akan kenaikan ananda perginya itu dengan sucukupnya
alat seperti alat pakaian kenaikan anak raja-raja, maka menteri pun berkerahlah
akan menyiapkan bahtera di dalam tujuh hari bahtera pun sudah siap. Maka
sudah siap.
ulama, nasionalis, dan budayawan yang berpegang teguh pada cara hidup dan
menulis dengan maksud mendidik dan membentuk ketahanan diri supaya dapat
4
Wan Syaifuddin, Perspektif Tradisionalisme Melayu Esei-Esei Sastra Tradisi, Medan:
USU PRESS, 1999, hlm. 51.
yang kebanyakan tidak menyenangi Barat dan pasti pula dengan penghasilan
bentuk-bentuk karya yang demikian juga sifatnya.5 Tidak terkecuali suatu karya
teori kesusastraan Melayu yang berlandaskan pada akidah Islam dan budaya
Melayu. Dimana, ada tiga teras yang mendasari penghasilan kesusastraan Melayu,
yaitu teras kebijakan, teras ketaqwaan dan teras ketata susilaan yang lahir dari
hasil dari penafsiran pengarang Melayu terhadap alam yang juga memiliki teras-
moral dan pendidikan ke arah kemajuan dan peningkatana taraf hidup dan budi
kepada Nabi Muhammad, SAW lalu menyatan tujuan atau sasaran baiknya dalam
penulisan sebuah karya. Setelah itu barulah teks penulisan terlaksana, manakala
5
Ibid.,
6
Ibid., hlm. 52.
7
Ibid.,
4.1.2.1 Penokohan
ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1998 : 165). Sebuah
karya sastra tidak akan sempurna tanpa adanya tokoh. Tokoh merupakan salah
satu bagian penting dari suatu karya sastra. Tokohlah yang berperan sebagai
pelaku dalam cerita. Penokohan sering juga disamakan artinya dengan karakter
dan perwatakan. Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari pada tokoh dan
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca. Tokoh cerita
adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(a) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dan banyak diceritakan.
8
Ibid.,
Sebuah karya sastra umumnya memiliki tokoh utama dan tokoh tambahan
yang memiliki karakter yang berbeda, ada yang menjadi tokoh protagonis dan ada
memiliki peranan penting dalam sebuah cerita yaitu tokoh utama. Dalam
penceritaannya tokoh utama menjadi inti dari suatu ide cerita yang disampaikan
tokoh-tokoh yang penting saja berupa tokoh utama dan tokoh tambahan dengan
A. Tokoh utama
Muhammad Dalik adalah tokoh utama yang sangat penting dalam cerita
hikayat ini. Muhammad Dalik adalah orang yang berani untuk mengambil resiko
dengan memilih pergi merantau ke negeri orang dari pada menjadi raja
berikut:
“maka sampailah waktu yang dikatakan oleh nujum itu, maka sekalian
hulubalang dan anak raja-raja dan hamba rakyat berkumpullah, maka
Muhammad dalik ia pun menghadapan menjunjung duli ayahanda bondanya
menita ampun, dan kepada adindanya Muhammad Darekan : Hai adinda
janganlah tuan berpilu rasa, tuanlah yang tinggal melihatkan ayahanda bunda
kita kerana dia sudah tua, dan baik-baiklah tuan berbicara dengan segala orang-
orang besar-besar dan hulubalang menteri akan menjaga negeri ayahanda
kita”.(HD:9)
(Gotjah Pahlawan) tidak hanya ditunjukkan melalui bahasa dan kata-katanya yang
baik tetapi juga diperkuat dengan perilakunya. Berikut kutipan teks yang dapat
“maka kira-kira empat lima bulan Muhammad Dalik di situ aman pergi ke
negeri Aceh berjalan-jalan menyamarkan dirinya seperti orang fakir miskin,
telah sampai ke negeri itu dia pun tinggal di mesjid tiada dia menyatakan diriya
anak raja”.(HD:11)
“maka ia pun telah bertitah kepada Bentara: Hai datuk Bentara bolehlah
sembahkan ke bawah ini duli baginda yang titahnya itu telah hamba junjung
akan hamba pohonkan. Tiadalah hamba mau karena tiadalah patut dan
layaknya, karena sepanjang adat raja-raja tiada begitu, lagi pun jikalau
didengar oleh raja Pahang puteranya dibuat yang demikian itu niscayalah kecil
hati”.(HD:55-56)
B. Tokoh Pendukung
Sultan Aceh adalah tokoh pendukung yang berperan sebagai raja si Gotjah
Pahlawan yang mempunyai kekuasaan dan banyak negeri jajahan. Dalam teks HD
digambarkan bahwa sultan aceh adalah orang yang mampu memanfaatkan situasi
lainnya. Hal-hal diatas dapat dilihat dari kutipan teks sebagai berikut:
“..hai adinda Gotjah Pahlawan apalah fikiran adinda dan sekalian hulubalang
menteri yang kakanda bermaksud hendak mengambil negeri Pahang dan lain-
lain negeri juga supaya mengikut perintah kita dan lagipun putera bendahara
Pahang itu ada dua orang perempuan terlalu cantik parasnya dan budi
pekertinya”. (HD:21)
Hasrat tinggi yang dimiliki Sultan Aceh bukan hanya bisa dilihat dari kutipan teks
diatas tetapi juga diperkuat oleh kutipan teks lain yang juga menggambarkan
“Maka diperbuatnya demikian itu dan jikalau diketahui oleh raja-raja dan
Orang Besar-Besar itu kelakuan Sultan Mahkota Alam telah cenderung hatiya
kepada isteri Sri Paduka itu yang bernama Puteri Chairulbariyah. Maka segala
raja-raja dan Orang Besar-Besar itu takutlah kemudian hari orang yang
membuat kebaktian kepada Raja-Raja, selangkan Sri Paduka begitulah taat
dan banyak kebaktiannya mengerjakan kerja Raja itulah takdir Allah Taala
kedatang malang kepadanya”.(HD:167)
Disamping karakter negatif yang tergambar di tokoh sang raja terdapat pula
terdahulu dalam menghargai adat istiadat yang berlaku, berikut kutipan teks yang
“maka baginda pun bertitah katanya : ya kakanda dan adinda janganlah tuan-
tuan berkecil hati yang kita tiada mengobahkan adat dan istiadat kakanda
masing-masing bagaimana yang telah sudah begitu juga”(HD:51)
“..ya adinda Gotjah Pahlawan beserta segala raja-raja dan Orang Besar-Besar
dan hulubalang menteri dan hamba rakyat yang paduka dan adinda serta
sekaliannya menjunjung titah kakanda akan menyerang negeri orang akan
membuang nyawa dengan susah payah kena ombak dan angin, maka dari hal
itu kakanda terima kasih banyak syukur kepada Tuhan Robbil Alamin yang
kebaktian paduka adinda sekalian itu tiadalah terbalas kakanda melainkan
kakanda pulangkan kepada Ya Tuhan Rabbil Arsyil asim”.(HD:51)
Hikayat Deli yang pada akhirnya menerima Gotjah Pahlawan di daerahnya yaitu,
Percut Sungai Lalang setelah Gotjah Pahlawan dikhianati dan memutuskan untuk
pergi dari Negeri Aceh. Berikut kutipan teks yang dapat menggambarkan tokoh
Tengku Kejuruan:
“... : Ampun Tuanku patik kedua dititahkan oleh Paduka Ayahanda yang
dianya sudah tahu yang diharapnya jikalau ianya mangkat ke bawah duli yang
akan menanamkannya yang maksudnya ke bawah duli hendak dikawinkannya
dengan puteranya”.(HD:176)
4.1.2.2 Latar
digunakan pengarang dalam karyanya dan sebagai sesuatu yang sangat dibutuhkan
pada cerita. Latar memberikan kesan realistis dan jelas kepada pembaca, dimana
dan situasi apa yang sedang digambarkan pada cerita. Dimana, dengan adanya
latar, pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi
latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab (Nurgiyantoro, 1998 : 217).
fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut lagi, Leo Hamalian (dalam
Aminuddin, 2002 : 68) menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya
tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap,
jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi
suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir itu dapat dimasukkan
dalam setting yang bersifat psikologis. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga
unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat
tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar waktu berhubungan
sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang
tergolong latar spritual. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh
227-235).
Dalam Hikayat Deli dapat ditemukan beberapa latar, namun latar tempat
dalam cerita ini tidak begitu dominan, karena alur yang selalu berpindah tempat.
Dari pernyataan diatas maka penulis akan memaparkan latar tempat berdasarkan
awal cerita dimulai, negeri yang akan menjadi tujuan untuk ditaklukkan serta
1. Negeri Deli.
Latar tempat yang pertama adalah dimana sang tokoh utama dilahirkan
hingga beranjak dewasa dan memilih untuk pergi merantau. Latar tempat ini dapat
“Alkisah inilah hikayat keturunan Raja Negeri Deli. Maka adalah dahulu
kalanya bangsa kerajaan datang dari Deli Akbar..”.(HD:4)
2. Pasai
Latar tempat yang ke dua adalah dimana sang tokoh utama telah sampai
“...maka kepada malam kedua puluh limanya itu kira-kira pukul sembilan,
maka takdir Allah Subhanawataala dimana tentang kuala Pasai turunlah angin
dengan ombaknya..”.(HD:10)
3. Siak
Latar tempat yang ke tiga adalah dimana sang tokoh utama memulai untuk
4. Kedah
Latar tempat yang ke empat adalah dimana sang tokoh utama melanjutkan
“Maka Gotjah Pahlawan pun berlayarlah ke negeri Kedah. Maka sampai di sini ia
pun menyuruh kepada panglima perang kanan dan panglima perang kiri jadi
utusan membawa surat kepada raja Kedah;....”.(HD:25)
5. Perak
Latar tempat yang ke lima adalah dimana sang tokoh utama melanjutkan
“Maka Gotcah Pahlawan pun berlayarlah ke negeri Perak. Maka sampai situ
meriam pun dipasanng”. (HD:26)
6. Selangor
Latar tempat yang ke enam adalah dimana sang tokoh utama melanjutkan
7. Johor
Latar tempat yang ke tujuh adalah dimana sang tokoh utama tetap
“Gotjah Pahlawan pun setelah itu pergi menuju Kuala Johor, dan dibunyikan
meriam atas peringatan kedatangan mereka”. (HD:29)
Latar tempat yang ke delapan adalah negeri tujuan selanjutnya yang ingin
ditaklukkan dan di negeri Pahang inilah Gotjah Pahlawan harus menempuh jalan
9. Kelantan
“Maka layar pun turun. Maka perahu itu pun semuanya menuju negeri
Kelantan. Maka di dalam dua puluh empat hari kumpullah semuanya di Kuala
Kelantan itu”. (HD:77)
10. Trengganu
11. Petani
melanjutkan lagi perintah sang raja untuk mengambil negeri-negeri lain dan di
12. Melaka
Latar Tempat yang ke dua belas adalah dimana sang tokoh utama
“maka telah sampailah perjanjian sepuluh hari itu, maka segala kapal-kapal
dan penjajap pun hingga rapat di kuala Melaka itu. Maka meriam pun
ditembakkan ke darat serta lela, rentak, senapang, pemuras, bunyinya seperti
bertih direndang tiadalah apa yang kedengaran...”.(HD:91)
13. Kemuja
Latar tempat yang ke tiga belas adalah tempat yang kemudian akan di
14. Bangkahulu
Latar tempat yang ke empat belas adalah dimana sang tokoh utama
“Maka kenaikan itu seperti burung terbang lakunya. Maka telah sampai lima
hari dan lima malam tiada berhenti berdayung berganti-ganti. Maka telah
sampai pukul dua belas siang di kuala Bangkahulu”.(HD:123)
Gotjah Pahlawan.
“Maka layar pun dibuka tiada berhenti berlayar siang dan malam; maka
sampailah di kuala Sambas, maka meriampun dipasang mengatakan angkatan
Sri Paduka sudah datang”.(HD:160)
Latar tempat yang ke enam belas ini adalah tempat akhir Gotjah Pahlawan
“Maka sampailah tiga malam berlayar itu masuklah di kuala Percut Sungai
Lalang pukul dua belas siang, kapal pun berlabuh meriam pun dipasang”.
(HD:170)
B. Latar Waktu
Uraian tentang Hikayat Deli merupakan nama – nama tempat dan zaman
terjadinya suatu peristiwa, latar yang terdapat dalam legenda ini menghidupkan
kembali suatu peristiwa pada zaman itu. Latar waktu terjadinya cerita yakni saat
“Adapun negeri Malaka itu dahulunya dua kali sudah diperang oleh Sultan
Iskandar Muda bergelar Sultan Mahkota Alam dari pada tangan Portugis tiada
juga kalah”. (HD:25)
Latar sosial mengarah kepada hal – hal yang berkaitan dengan perilaku
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan
Teks Hikayat Deli memiliki latar sosial yang terdiri dari beberapa perilaku
kehidupan sosial. Latar sosial yang paling menonjol dalam cerita ini adalah
kemudian memanggil orang-orang tua untuk melihat hari yang baik untuk
melangkah dan lain sebagainya. Hal ini bisa dilihat dari kutipan teks sebagai
berikut:
“...: Hai nujum boleh lihatkan di dalam ramai, yang puteraku ini hendak
berlangkag pada hari apa dan saatnya yang baik, maka nujum pun
membukalah ramainya maka dilihatnyalah kepada lima belas hari bulan hari
kamis waktu tengah naik...”. (HD:9)
Tema berasal dari bahasa Latin yang berarti „tempat meletakkan suatu
perangkat‟. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita
karya fiksi yang diciptakannya (Scharbach dalam Aminuddin, 2002 : 91). Tema
merupakan dasar cerita yang paling penting dari seluruh cerita. Selain itu, tema
juga merupakan tujuan cerita, atau ide pokok di dalam suatu cerita yang
merupakan patokan untuk membangun suatu cerita. Nurgiyantoro (1998 : 68) juga
Oleh karena itu, tema menjadi salah satu unsur dan aspek cerita rekaan yang
memberikan kekuatan dan sekaligus sebagai unsur pemersatu kepada sebuah fakta
dapat dirasakan pada semua fakta dan alat penceritaan di sepanjang sebuah cerita
rekaan.
kepahlawan yang dijumpai teks dalam ketiga teks cerita dapat dilihat dari dalam
kutipan berikut :
“...adapun asal baginda itu dari pada anak cucu Sultan Iskandar
Zulkarnain. Jikalau baginda itu ianya semacam diatas tahta kerajaan
melakukan hukumannya, maka empat puluh menteri menghadap di
kanan dan di kiri dan seratus hulubalang pahlawan yang gagah berani
di hadapan dan di belakang dan kanan dan di kiri dan seratus hakim
pandita ulama-ulama dan beberapa pula dari pada beduanda dan sida-
sida rakyat tiada termaknai banyaknya. Baginda melakukan adil dan
4.1.2.4 Alur
Alur atau Plot menurut Semi (1984 : 45), adalah bahwa alur atau plot
merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai buah
cerita. Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa
masalah. Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang
berikut:
“Maka Muhammad Dalik pun dia bertanya kepada orang itu, katanya, “apa
yang digaduhkan ke dalam negeri ini? Maka kata orang Aceh; sekarang ada
orang Tapa di ulu negeri Aceh ini terlalu gagahnya dan beraninya dan
beberapa sudah orang yang gagah disuruhnya oleh Sultan akan
membunuhnya dan beberapa sudah yang mati dan rusak dibuatnya, maka kata
Muhammad Dalik: boleh tuan sembahkan kepada sultan, mudah-mudaha
Insya Allah Taala berkat daulat bolehlah hamba membunuhnya”.(HD:11)
negeri Sambas yang kemudian ia mendengar kabar bahwa Sultan Aceh telah jatuh
cinta pada istrinya Gotjah Pahlawan, hingga akhirnya Gotjah Pahlawan memilih
untuk meninggalkan medan peperangan dan kembali ke aceh serta pada keputusan
Sultan Aceh.
“Maka dari sekalian halnya yang adinda nyatakan itu supaya kakanda boleh
ingat hingga sampai diketahui oleh anak cucu cicit kemudian hari. Maka
sekarang adinda bermohonlah pada ini hari adinda tiadalah lagi akan
menjunjung titah kakanda dan Puteri Chairulbariyah telah adinda ceraikan
dan boleh kakanda ambil akan menjadi pemijit kaki kakanda”. (HD:169)
tokoh utama Gotjah Pahlawan telah pergi dan menemukan kerajaan yang baru
untuk ia tempati. Kerajaan yang dimaksudkan penulis di sini adalah kerajaan yang
berada di Kuala Percut Sungai Lalang dengan raja yang bernama Tengku
Kejuruan Hitam.
“...Maka Sri Paduka bertanya: Apa nama negeri ini dan siapa rajanya? Maka
datuk itu bersembah: Ampun Tuanku nama negeri ini Percut dan nama
kampung ini Sungai Lalang dan nama Rajanya Tengku Kejuruan Hitam”.
(HD:170)
dinikahkan dengan puteri dari Tengku Kejuruan Hitam dan membuka kampung
“Maka pada suatu hari Sri Paduka pun berfikir di dalam hatinya hendak
membuat satu kampung akan dijadikan kota tempatnya tinggal selama-
lamanya. Maka ia pun menghadap Tengku Kejuruan yang bahasa dianya
“sesudahnya siap catnya itu, maka parit pun dibuatlah keliling lebar dua belas
depa, dalamnya dua depa setengah dijadikan kota. Maka dinamainyalah Kota
Dalam sampai ada sekarang ini boleh dilihat bekas paritnya”.(HD:185)
pemerintah, dunia usaha, dan media masa serta karya yang imajinatif, seperti
Karakter mulia individu itu berarti disetiap individu memiliki pengetahuan tentang
potensi dirinya yang ditandai dengan nilai-nilai, seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat,
bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati dan rela berkorban. Individu
juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
Teks
04 1. Religius “…Adapun asal baginda itu dari pada Kata Kunci: “...Hakim
banyaknya…”.
ilmu dunia kuat dan kebal, gagah berani menambah ketaatan atau
Allah SWT.
meninggal. Sedangkan
kenduri biasanya
digunakan untuk
memperingati hajatan
bahagia seperti
pernikahan, dll.
isyaf murah tiada chali dari pada tapus melakukan adil dan isyaf
Kata Kunci:
menggambarkan sosok
jujur.
04-05 3. Disiplin “...Maka baginda pun melihat puteranya Kata Kunci: “...Habislah
dipelajarinya telah
diketahuinya.
19 5. Menghargai prestasi “...Maka Baginda pun santap; maka Kata Kunci: “...Laksamana
ini kita kurnia pangkat
sesudahnya Baginda pun berfikir dalam yang lebih besar supaya
suka hatinya,...”
hatinya baiklah ini malam kita panggil
Deskripsi: Berkat prestasi
hulubalang menteri kita hendak
Laksamana maka baginda
bermasjoearatkan Laksamana ini kita memberikan kenaikan
pangkat sebab prestasi
kurnia pangkat yang lebih besar supaya yang telah diukir olehnya
sebagai bentuk sebuah
suka hatinya dan kita dapat nama yang penghargaan.
saja.
itu.
sudah datang…….”.
pada bicaranya,...”
Deskripsi: Musyawarah
diadakan musyawarah
terlebih dahulu.
9-10 10. Semangat Kebangsaan “……..Maka Muhammad Darikan ia Kata Kunci: “....Janganlah
beta ini akan pergi, beta harap sekalian tidak lagi melarang atau
besar dan anak raja-raja janganlah tuan- untuk dapat beliau pergi
11-12
“…….Maka Muhammad Dalik pun dia
mengadap……”.
5 11. Rasa Ingin Tahu “……..Maka sampailah umurnya dua Kata Kunci: “...Mengadap
tersebut.
makan, maka berfikir orang Pasai itu: rasa ingin tahu orang-
ini satu orang tiada dia mau makan, orang Pasai siapa
kawannya, maka katanya itu raja kami mau makan dikenduri itu
dari negri Deli akbar yang kami ini dan apa penyebabnya.
10 12. Kerja Keras “……..Maka sauh pun di bongkar Kata Kunci: “Maka dalam
oranglah, maka bilal dan khatib pun pelayaran itu dua puluh
sampailah ke tepi……”.
13
“……Maka lalu diperangnya berturut-
…..”.
12-13 13. Bersahabat “…….Maka Lebei Hitam pun segera Kata Kunci: “...Maka
sudah orang yang mati dan rusak tangan untuk sebagai tanda
itu.
15
“……Maka ramailah di dalam tiga hari Kata Kunci: “...Bersuka-
dan tiga malam makan dan minum sukaan kerana tiada akan
segalanya.
Deskripsi: Jelas di dalam
yang menyebabkan
150 16. Peduli Lingkungan Maka Permaisuri pun telah mendengar Kata Kunci:
tiadalah berhajat yang lain yang ini pun gunung emas yang tempat
sepanjang masa.
102 17. Peduli Sosial “...Maka jenazah Baginda itu pun Kata Kunci:
orang lain.
malang kepadanya”.
20-21 18. Tanggungjawab “…….Maka baginda pun seraya Kata Kunci: “...Sekarang
5.1 Kesimpulan
Deli yang disusun oleh Prof. Wan Syaifuddin, M.A. Ph.D., dan Dra. Tengku
1. Penokohan
memiliki sikap gagah berani, sopan santun, rendah hati, setia serta
bijaksana
berhasrat tinggi, tidak setia, pandai mengambil hati, serta menghargai adat
Adapaun latar yang terdapat dalam cerita Hikayat Deli adalah sebagai berikut:
Melaka; 13. Kemuja; 14. Bangkahulu; 15. Sambas; 16. Kuala Percut
Sungai Lalang.
- Latar Waktu adapun latar waktu yang terdapat dalam cerita Hikayat Deli
- Latar Sosial yang paling menonjol dalam cerita ini adalah kehidupan
kemudian memanggil orang-orang tua untuk melihat hari yang baik untuk
3. Tema
Adapun tema dalam cerita Hikayat Deli yang diangkat menggambarkan tentang
kepahlawanan dan keinginan untuk membangun masyarakat.
4. Alur
Alur yang terdapat dalam Hikayat Deli terbagi atas beberapa jenis diantaranya
yaitu:
Religius;
Jujur;
Disiplin;
Kreatif;
Menghargai prestasi;
Mandiri;
Toleransi
Demokratis
Semangat kebangsaan;
Kerja keras;
Bersahabat;
Cinta damai;
Peduli lingkungan;
Peduli sosial;
Tanggungjawab.
5.2 Saran
Dalam penulisan skripsi ini pasti masih dipenuhi dengan beragam macam
kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari sumber-sumber yang didapatkan
selama proses penelitian, sehingga untuk itu penulis mengharapkan agar skripsi
ini masih mendapat kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala
kekeliruan. Selain itu besar harapan penulis agar skripsi ini berguna untuk para
pembaca sebagai bahan pelajaran, dimana untuk kita ketahui bersama bahwa
pendidikan karakter sangat diperlukan untuk membentuk setiap diri individu dapat
menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu skripsi ini juga nantinya berguna
sebagai acuan atau referensi jika nantinya ada tulisan yang saling terkait.
Buku
Argesindo.
University Press.
Pradopo, Rachmad Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Syaifuddin, Wan dan Tengu Syafrina. 2003. Hikayat Deli. Medan: Yandiria
Agung.
Wiratha, I Made. 2006. Pedoman Penulisan: Usulan Peneltian, Skripsi, dan Tesis.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Skripsi
Hardi, Rini Salsa Bella. 2014. “Nila-nilai Budaya Masyarakat Melayu Langkat Di
Secanggang Pada Tradisi Ahoi (Kajian Antropologi Sastra)” dalam
Skripsi S-1 belum diterbitkan. Medan: Univeristas Sumatera Utara.
Novrizal, Rendy. 2014. “Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi
Beladiri Silat Lintau Di Kedatukan Batang Kuis (Kajian Antropologi
Sastra)” dalam Skripsi S-1 belum diterbitkan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Website
http://kbbi.web.id/hikayat.