SKRIPSI
Oleh:
SANTI
NIM: 10533 6736 11
2015
MOTO DAN PERSEMBAHAN
~ Antoine De Saint-Exupery
vii
ABSTRACT
This research formed descriptive qualitative that described and conveyed the data
objectively. Describing the genetic structuralism in the novel Saman as research
object. The sources of the data was the novel Saman. Published by Gramedia at
2012 in Jakarta. In collecting the data, the researcher; (1) identifiying the content
of Novel Saman by Ayu Utami. (2) Classifiying data that included in genetic
structuralism from novel Saman. (3) Analysing the data that include as genetic
structuralism (the main figure existence, the social culture and politic condition of
the author and the whole opinion of the author in novel Saman). The research
focused which analyzed narratively was the genetic structuralism from extrinsic
side of the novel such as main figure, the the social culture and politic condition
of the author and the whole opinion of the author in novel Saman).
The findings of this reseach was the genetic structuralism which included in novel
Saman by AyuUtami,such as; the existence of figure namely Wisanggeni/Saman
appeared in conflict, not only external conflict but also the internal conflict or his
psychology conflict.The social culture is everything that been getting by the
people from their intellectuality as social being which covers knowledge, belief,
morality, law, custom and habbits. An author is the part of social class, so through
this class she makes bounding with the social changing.
viii
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling afdal penulis persembahkan kecuali rasa puji dan
syukur kehadirat Allah swt., yang telah memberikan nikmat berupa kesempatan,
kesehatan, ketabahan, petunjuk dan kekuatan iman sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Salam dan salawat tak lupa kita hantarkan kepada Nabi Besar
Muhammad saw beserta keluarganya dan para Sahabatnya yang tetap Istiqamah di
jalan Allah.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang
Ayu Utami.Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai
hambatan dan tantangan. Akan tetapi, semua itu dapat teratasi berkat petunjuk dari
Allah swt. serta kerja keras dan rasa percaya diri dari penulis. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
kepada semua pihak yang turut serta memberikan bantuan baik berupa materi
maupun moral, khususnya kepada: kedua orang tua tercinta, AyahandaH. Buding
ix
dan Ibunda Hj. Sittinang serta suamiku tercinta Darminyang senantiasa
memberikan semangat dan dorongan serta doa sehingga skripsi ini dapat
dengan penuh rasa kesabaran sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang
sangat berarti bagi penulis sejak penyusunan skripsi hingga skripsi ini selesai.
AndiSukriSyamsuri, M.
Hum.,DekanFakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitasMuhammadiyah
IndonesiadanSyekhAdiwijayaLatief, S. Pd., M.
dukungansertamasukan-masukannyasehinggaskripsiiniterselesaikan. Semoga
dalamsukamaupundukameskipunkelakwaktuakanmemisahkankitakarenacitadanci
x
Segenap kemampuan, tenaga dan daya pikir telah tercurahkan dalam
penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat
dalam tulisan ini dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
xi
ABSTRAK
Santi. 2015. Strukturalisme Genetik dalam Novel Saman Karya Ayu Utami.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Ansari
dan Sitti Suwadah Rimang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strukturalisme genetik
dalam novel Saman karya Ayu Utami. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yaitu memaparkan dan
menyampaikan data secara objektif. Mendeskripsikan strukturalisme genetik
dalam novel Saman karya Ayu Utami sebagai objek penelitian. Sumber data
adalah novel Saman karya Ayu Utami. Diterbitkan oleh Gramedia tahun 2012 di
Jakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: (1) Mengidentifikasi isi
novel Saman karya Ayu Utami. (2) Mengklasifikasi data yang termasuk dalam
lingkup strukturalisme genetik yang terdapat dalam novel Saman. (3)
Menganalisisis data yang termasuk strukturalisme genetik yakni (eksistensi tokoh
utama, lingkungan social budaya pengarang, lingkungan social budaya dan politik
novel Saman serta pandangan dunia pengarang dalam novel Saman). Adapun
fokus penelitian yang akan dianalisis secara naratif adalah strukturalisme genetik
dari segi ekstrinsik novel yakni eksistensi tokoh utama, lingkungan sosial budaya
pengarang, lingkungan sosial budaya dan politik novel Saman serta pandangan
dunia pengarang dalam novel Saman.
Hasil penelitian ini adalah strukturalisme genetik yang terkandung dalam
novel Saman karya Ayu Utami antara lain Eksistensi tokoh Wisanggeni/Saman
terlihat dalam konflik yang dialami, bukan hanya konflik eksternal saja namun
konflik internal atau kejiwaan dengan dirinya sendiri pun terjadi. sosial budaya
adalah segala sesuatu mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat
istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh manusia melalui akal budinya
sebagai makhluk sosial. Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial, maka
lewat suatu kelaslah ia berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang
besar. Perubahan sosial dan politik itu sendiri adalah ekspresi antagonis kelas, dan
jelas mempengaruhi kesadaran kelas.
viii
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling afdal penulis persembahkan kecuali rasa puji dan
syukur kehadirat Allah swt., yang telah memberikan nikmat berupa kesempatan,
kesehatan, ketabahan, petunjuk dan kekuatan iman sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Salam dan salawat tak lupa kita hantarkan kepada Nabi Besar
Muhammad saw beserta keluarganya dan para Sahabatnya yang tetap Istiqamah di
jalan Allah.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang
Adapun judul Skripsi ini adalah Strukturalisme Genetik dalam Novel Saman
Karya Ayu Utami. Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari
berbagai hambatan dan tantangan. Akan tetapi, semua itu dapat teratasi berkat
petunjuk dari Allah swt. serta kerja keras dan rasa percaya diri dari penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima dengan ikhlas segala koreksi dan masukan-
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
kepada semua pihak yang turut serta memberikan bantuan baik berupa materi
ix
H. Buding dan Ibunda Hj. Sittinang serta suamiku tercinta Darmin yang
senantiasa memberikan semangat dan dorongan serta doa sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan. Semoga saya bisa menjadi orang yang diharapkan oleh
keluarga. Pembimbing I Prof. Dr. Anshari, M. Hum. dan Pembimbing II Dr. Sitti.
dengan penuh rasa kesabaran sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang
sangat berarti bagi penulis sejak penyusunan skripsi hingga skripsi ini selesai.
Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Syekh Adiwijaya Latief, S.
Pd., M. Pd., Sekretaris prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bapak dan
prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Terima kasih atas doa, motivasi,
kalian semua tetap menjadi sahabatku yang selalu ada di dalam suka maupun duka
meskipun kelak waktu akan memisahkan kita karena cita dan cinta yang harus kita
capai.
x
Segenap kemampuan, tenaga dan daya pikir telah tercurahkan dalam
penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat
dalam tulisan ini dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
xii
5. Sosiologi Sastra ................................................................................... 27
6. Strukturalisme Genetik........................................................................ 33
A. Desain Penelitian....................................................................................... 47
B. Definisi Fokus ........................................................................................... 47
B. Pembahasan ............................................................................................... 86
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................... 89
B. Saran.......................................................................................................... 91
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kegiatan kreatif, imajinatif dan artistik. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan.
Bila dikaji kebudayaan, tidak dapat dilihat sebagai suatu yang statis yang tidak
pernah berubah, tetapi merupakan yang dinamis yang selalu berubah. Karya
adalah suatu hasil cipta atau hasil buatan seseorang. Sedangkan sastra adalah
suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. (Wellek dan Warren, 2013: 3).
dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif
sastra lain sebagai karya seni, begitu juga dengan kebenaran yang diungkapakan
masyarakat menjadi suatu yang sangat diharapkan karena merupakan suatu cermin
Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya, artinya,
elegannya mencipta suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta lebih
1
2
terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri, dan masyarakat.
Karya sastra itu ditampilkan dalam bentuk puisi, prosa, dan prosa liris.
Dalam bentuk karya sastra prosa muncul dalam bentuk cerpen, novel, biografi,
dan otobiografi. Jadi salah satu bentuk karya sastra berupa prosa adalah novel.
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mampu memberikan
manfaat yang besar bagi perkembangan kemanusiaan dan kehidupan manusia. Hal
ini sesuai dengan pernyataan yang seringkali kita dengar bahwa novelis dapat
novelist can teach you more about human nature than the psychologist (Wellek,
amanat dalam novelnya, tema kemanusiaan, sosial, cinta kasih, ketuhanan, dan
sebagainya.
digarap oleh dua orang pengarang berbeda pada suatu kurun waktu yang sama, di
suatu negara yang sama, akan menghasilkan karya sastra yang berbeda (Budi
Darma, 1999:54). Misalnya tema cinta, cinta itu universal, cinta ada di segala
zaman dan di segala tempat, karya sastra yang bertema cinta baik dalam bentuk
puisi, cerpen, novel, drama selalu lahir dari para sastrawa. Sastra dalam
bermanfaat. Kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari
3
menyenangkan, estetis dan keseriusan persepsi. Berarti, karya sastra tidak hanya
pembuatnya.
bagian dari kebudayaan yang berperan penting dalam kehidupan manusia yang
diwarnai dengan segala rupa nilai sejarah dan kehidupan sosial sedikitnya
tercermin dalam karya sastra elemen masyarakat yang dapat memberikan ide dan
kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat
intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman
untuk berkarya, karena siapapun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam
satu cabang kesenian yang selalu dalam peradaban manusia semenjak ribuan
tahun lalu. Kehidupan sastra di tengah peradaban manusia merupakan salah satu
dalam fungsi sastra itu sendiri, sastra di samping sebagai hiburan yang bermanfaat
kebenaran.
Pada dasarnya, suatu karya sastra dapat diteliti dan dikaji berdasarkan dua
unsur yang mendasar. Unsur tersebut meliputi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam, seperti
tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting dan sudut pandang. Sedangkan unsur
ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar, seperti masalah
dalam batin seseorang. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah
yang melatarbelakanginya.
Kemenangan Ayu Utami tidak saja telah memberi kepercayaan diri kepada
5
dengan pembacanya.
Peneliti memandang dari judul novel Saman karya Ayu Utami merupakan
bawah kekuasaan rezim Orde Baru, yang terjadi pada tahun 1990-an). Novel
terjadi di Medan pada masa Orde Baru. Peristiwa itu membawakan persoalan peka
bagi masyarakat, yaitu akan diubahnya kebun karet menjadi kebun kelapa sawit.
Akan tetapi, masyarakat merasa tidak setuju dengan adanya perubahan ini. Hal ini
Pada masa itu juga terjadi kerusuhan yang disebabkan unjuk rasa buruh yang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Beberapa manfaat secara teoretis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
novel.
2. Manfaat Praktis
Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
A. Tinjauan Pustaka
novel Saman karya Ayu Utami, sejauh pengetahuan penulis belum pernah
dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai bahan
referensi.
Yuningsi (2010) yang berjudul Analisis Strukturalisme Novel Yang Kedua Karya
menemukan sisi menarik dari ide pokok novel tersebut. Maka dalam menganalisis
novel tentu kita harus membaca novel tersebut secara teliti serta memahami dan
memiliki struktur intrinsik yang lengkap. Struktur tersebut meliputi tema, alur,
Dari analisis secara keseluruhan terhadap novel Ketika Cinta Bertasbih dapat
8
9
dikemukakan bahwa novel ini merupakan salah satu novel yang bermutu karena
diperkuat dengan latar, penokohan / perwatakan yang cocok dengan tema cerita.
Penggunaan sudut pandang orang ketiga dan style yang variatif menjadikan cerita
Habiburrahman El Shirazy adalah novel yang muncul tahun 2007. Oleh karena
itu, isi novel ini sangat dipengaruhi oleh pandangan sosial kelompok pengarang
yang tergabung di dalamnya yaitu: (1) Kehidupan yang islami, (2) pembangun
jiwa, (3) bersifat modern, (4) bahasa percakapan dimasukkan di antara baca
tulisan, (5) terdapat analisis jiwa, (6) cerita tentang zaman sekarang, (7) memiliki
pandangan hidup yang baru. Analisis strukturalisme genetik novel Ketika Cinta
masyarakatnya. Dalam hal ini, karakteristik ideologi, politik, ekonomi, dan sosial
Habiburrahman El Shirazy.
pengarang, lingkungan sosial, budaya, dan politik novel Saman serta bagaimana
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (dalam Purba, 2010: 2),
kata sastra dituliskan sebagai (1) bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai
dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). (2) kesusastraan, karya tulis yang
keaslian, keartistikan, keindahan di dalam isi dan ungkapannya; ragam sastra yang
dikenal umum ialah roman atau novel, cerita pendek, drama, epik dan lirik. (3)
kitab suci; kitab (ilmu pengetahuan). (4) pustaka; kitab primbon (berisi ramalan).
Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai
merupakan gejala yang universal. Namun, adalah suatu fenomena pula bahwa
gejala yang universal itu tidak mendapat konsep universal pula. Kriteria
kesastraan yang ada dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan kriteria
kesastraan yang ada pada masyarakat lain. Teeuw dkk. (dalam Jabrohim, 2012:
12).
Sastra mempunyai dua watak, yaitu watak universal dan watak lokal (Budi
dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun ditulis pada hakekatnya sama, yaitu
seputar cinta kasih, kebahagiaan, ketidakadilan dan lain-lain, hal-hal itulah yang
11
selalu menguasai tema sastra, dimana pun, kapan pun, dan oleh siapapun.
Dikatakan bersifat lokal karena, meskipun berwatak universal tetapi ciri-ciri lokal,
waktu (zaman) pasti ada di dalamnya seperti yang kita kenal dalam periodisasi
sastra (sastra lama dan modern). Sastra satu negara dengan sastra negara lain
meskipun temanya sama pasti berbeda, sastra suatu bangsa disuatu masa atau
kurun waktu yang sama, di negara yang sama, akan menghasilkan karya sastra
yang berbeda.
b. Sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada suatu yang lain. Sastra tidak
karyanya sendiri.
keindahannya.
sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia
(kemanusiaan).
b. Menurut Semi sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang
mediumnya.
c. Menurut Panuti Sudjiman sastra adalah karya lisan atau tulisan yang memiliki
d. Menurut Plato sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan
e. Menurut Taum sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif
atau sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Yosef ( Rimang,
hubungan antara gejala-gejala yang diamati, karena itu, teori hakikatnya berisi
Kehadiran suatu karya tentu untuk dinikmati oleh pembaca dan untuk
pengetahuan yang cukup, penikmat karya sastra pun bersifat dangkal dan sepintas.
Penikmat karya sastra dijumpai aneka ragam, baik ragam bentuk, ragam isi,
maupun ragam bahasa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang ragam karya sastra
ini akan membentuk penikmat dalam memahami sebuah karya sastra dalam
berbagai bentuk dan variasinya. Dengan karya sastra juga seseorang dapat
kualitas sastra. Escapirt (dalam Anwar, 2010: 240) menyebutkan istilah sastra
(literature marginale) selain sastra yang dianggap berbobot atau kanon. Bagi
Escarpit, masuknya sebuah buku karya sastra yang dianggap berbobot dan kanon
atau rendahan tidak ditentukan oleh kualitas abstrak penulis, karya, atau
melahirkan “kesenjangan estetis” antara “buku sastra apa yang sedang dibaca”
Sastra adalah suatu karya sastra seni yang muncul dari imajinasi atau
rekaan para sastrawan. Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang
yang terbentuk keyakinan dan karya sastra kebenaran seperti terbukti dalam
kehidupan sehari-hari.
Sastra sebagai produk budaya manusia berisi nilai-nilai yang hidup dan
hidup dan kehidupan. Sastra ditulis dengan penghayatan dan sentuhan jiwa yang
kehidupan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, mengapresiasi karya sastra
melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Maka pembaca pun memiliki kode sosial
dan historis ketika membaca karya sastra. Bayangan kehidupan sosial masa lalu
Sastra dan kehidupan tidak dapat dipisahkan. Sastra hidup karena ada
Sastra akan menjadi wahana pembangun batin, ikut menata kehidupan dan
dengan makna itu bisa dimengerti. Dihubungkan dengan makna kehidupan pada
tingkat imajinasi sastrawan adalah dialog antara dunianya dan realita. Suatu cerita
biasanya dituangkan dalam bentuk roman atau novel dan cerita pendek. Bentuk-
bentuk karya sastra inilah yang paling populer dan paling banyak dibaca orang.
bentuk campuran antara dua bentuk tersebut. Ada novel yang lebih pendek disebut
novelet atau novel pendek. Baik novel maupun cerita pendek sebenarnya
3. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata
novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan
jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain, maka jenis novel ini
Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang dapat dijadikan sebagai
sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan pengarang (Adhar, 1997:9). Novel
adalah gambaran dari kehidupan dan perilakunya sehingga terjadi perubahan jalan
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang
berlaku untuk pengertian novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris (novel) dan
yang inilah kemudian masuk ke Indonesia dari bahasa Italia novella (yang dalam
bahasa Jerman novella). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang
kecil, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dan bentuk prosa”. Abrams
Secara istilah, novel sebagai salah satu jenis karya sastra dapat
didefinisikan sebagai pemakaian bahasa yang indah yang menimbulkan rasa seni
berikut:
Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk naratif dan
berkesinambungan ditandai oleh adanya aksi dan reaksi antar tokoh, khususnya
“Fiksi (novel) merupakan salah satu bentuk narasi yang mempunyai sifat
tentangnya. Oleh karena itu ciri utama yang membedakan antara narasi (termasuk
fiksi atau novel) dengan deskripsi adalah aksi, tindak tanduk atau pelaku”. Clara
Dewasa ini, istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama
dengan istilah Indonesia novelette (dalam bahasa inggris novelette) yang berarti
sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang dari segi
formalitas bentuk, namun juga tidak terlalu pendek. Nurgiyantoro (dalam Purba,
2010: 62).
Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas
pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan
yaitu karya serius dan karya hiburan. Tetapi tidak semua yang mampu
memberikan hiburan bisa disebut sebagai sastra serius. Sebuah novel serius bukan
saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian
juga memberikan hiburan pada kita. Novel yang baik dibaca untuk
penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat
kepentingan santai belaka. Novel adalah karya sastra yang melukiskan atau
peristiwa.
Jadi, dari pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa novel berisi tentang
cerita kehidupan yang diciptakan fiktif, namun dinyatakan sebagai suatu yang
nyata. Nyata yang dimaksudkan bukanlah hal yang merujuk pada fakta yang
sebenarnya, melainkan nyata dalam arti sebagai suatu kebenaran yang dapat
diterima secara logis hubungan antara sesuatu peristiwa dengan peristiwa lain
18
dalam cerita itu sendiri, dan merupakan alat untuk memberikan informasi kepada
peminat sastra. Novel juga diartikan sebagi karangan prosa yang pangjang
1993: 694).
pegangan untuk mengetahui apakah novel atau bukan. Ciri-ciri novel adalah:
b. Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang paling
d. Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku;
Novel dibagi atas tiga jenis, yaitu novel percintaan, novel petualangan dan novel
fantasi.
a. Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria seimbang, bahkan
dalamnya pria dengan sendirinya melibatkan banyak masalah lelaki yang tidak
c. Novel fantasi bercerita tentang hal yang tidak logis yang tidak sesuai dengan
keadaan dalam hidup manusia. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep dan
gagasan sastrawan hanya dapat jelas kalau diutarakan bentuk cerita fantastik,
khusus Muchtar Lubis (dalam Tarigan 2011: 168) membagi novel atas beberapa
bagian seperti :
a. Novel psikologis, perhatian tidak ditujukan pada avontur lahir maupun rohani,
c. Novel sosial atau pendidikan, pelaku pria dan wanita tenggelam dalam
struktur dalam dan luar. Struktur dalam juga disebut struktur intrinsik, struktur
dari luar juga disebut struktur ekstrinsik. Pada gilirannya analisis pun tidak bisa
Karya sastra atau novel dibangun dari beberapa unsur, seperti tema, plot,
latar, karakter/penokohan, titik pengisah dan gaya bahasa. Ketujuh unsur tersebut
dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan. Artinya, dalam sebuah novel ketujuh
unsur ini dapat ditemukan namun tidak berdiri sendiri. Pemunculan dalam cerita
ada yang bersama, namun mungkin ada salah satu di antaranya mendapat
a. Unsur Intrinsik
1) Tema
Tema ialah inti atau landasan utama pengembangan suatu cerita. Hal yang
sedang diungkapkan oleh pengarang dalam ceritanya. Tema dapat bersumber pada
21
dan sebagainya.
proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila
mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema
146).
kemanusiaan serta hidup dan kehidupan. Dalam cerita rekaan tema berfungsi
memberi kontribusi bagi elemen cerita rekaan yang lain, seperti alur, tokoh dan
latar. Pengarang menyusun alur, menciptakan tokoh dan yang berlakuan dalam
2) Setting/Latar
Latar cerita adalah gambaran tentang waktu, tempat dan suasana yang
menjelaskan bahwa latar cerita dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat,
juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran,
latar cerita dalam cerita fiksi yang meliputi penggambaran lokasi geografis,
para tokoh.
kategori, yaitu: latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat adalah hal-
hal yang berkaitan dengan masalah geografis, tempat atau daerah terjadinya
sebuah peristiwa dalam cerita. Latar waktu adalah berkaitan dengan masalah-
masalah hid=storis, waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Latar sosial
adalah hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan sistem kehidupan
3) Sudut Pandang
Stanton (dalam Aziz, 2011: 48) mengartikan sudut pandang sebagai posisi
penyajian sudut pandang ada dua yakni, insider atau pengarang ikut mengambil
peran dalam cerita, dan outside atau pengarang berdiri sebagai orang yang berada
23
di luar cerita. Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari
tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan
gayanya sendiri.
a) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama,
luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke
dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam
dari tokoh.
hakikatnya sama saja dengan sudut pandang yang dirumuskan oleh Stanton, yaitu
a) First person-cental, atau sudut pandang orang pertama sentral atau dikenal
„aku‟nya hanya menjadi pembantu yang mengantarkan tokoh lain yang lebih
penting.
pembacanya.
yang terbatas hak berceritanya, ia hanya menceritakan apa yang dialami oleh
4) Alur (Plot)
Alur dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkain cerita yang
dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2013). Alur dapat
disebut juga rangkaian atau tahapan serta pengembangan cerita. Dari mana
alur maju, alur mundur (flash back), alur melingkar dan alur campuran.
Secara garis besar, struktur alur cerita rekaan dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu bagian awal, tengah dan akhir. Namun urutan itu tidak selamanya seperti itu,
setiap pengarang dapat secara bebas memulainya. Bagian awal sebuah cerita
rekaan, biasanya mengandung dua hal penting, yakni pemaparan (exposition), dan
bagian akhir kisah terdiri dari segala sesuatu yang berawal dari klimaks menuju
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar plot yang kita bangun tidak
saja menjadi menarik, tetapi sesuai juga dengan logika cerita, dan tidak melebar
di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Dan watak tokoh, yaitu penggambaran
karakter serta perilaku tokoh-tokoh cerita. Tokoh utama disebut dengan tokoh
protagonis dan lawannya adalah tokoh antagonis. Penokohan ialah cara pengarang
menggambarkan para tokoh di dalam cerita. Penokohan terdiri atas tokoh cerita,
Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Aminuddin (dalam Siswanto 2013: 130). Tokoh
tokoh semacam ini adalah watak yang baik dan positif. Tokoh antagonis adalah
6) Amanat
26
Amanat cerita adalah pesan moral atau nasihat yang disampaikan oleh
pengarang dengan cara tersurat yakni dijelaskan pengarang langsung atau melalui
dialog tokohnya, dan secara tersirat atau tersembunyi sehingga pembaca baru
7) Gaya Bahasa
yang menggunakan bahasa yang lugas, ada yang berbicara dengan bahasa
dengan nada cerita, gaya merupakan cara pemakaian bahasa spesifik dari seorang
b. Unsur Ekstrinsik
Secara leksikal kata ekstrinsik berasal dari luar, tidak termasuk dalam
intinya. Akan tetapi dalam karya sastra hal-hal yang berada di luar karya sastra
secara tidak langsung dapat memengaruhi bangunan atau organisme karya sastra
ekstrinsik dengan demikian, sebuah cerita rekaan tetap dipandang sebagai sesuatu
yang penting.
Wellek & Werren (dalam Aziz, 2011: 63) menggolongkan unsur ektrinsik:
sebagainya.
5. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra yaitu sosio/socius
berarti masyarakat, dan kata log/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu
masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sedangkan sastra berasal dari
intruksi. Akhiran tra berarti saran. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk
mengajar buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Maka, sosiologi sastra
Sosiologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam
konteks dan pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra (aspek-
aspek sosial dalam teks sastra). Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah
Dalam melukiskan kenyataan, selain melalui refleski, sebagai cermin, juga dengan
(mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai minesis (tiruan) masyarakat.
Endraswara (dalam Musyaropah, 2011: 22). Kendati demikian, sastra tetap diakui
sebagai ilusi atau khayalan dari kenyataan. Tentu saja sastra tidak akan semata-
mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekadar kopi kenyataan,
Sastra bukanlah sebuah tengkorak, yang layak dikubur. Sastra juga bukan
manfaat yang luar biasa. Sastra memiliki ruh yang berguna. Bersama-sama
sekali, sastra akan membangun moralitas sosial, agar manusia semakin berjiwa
sastra sebagai produk sosial budaya, dan bukan hasil dari estetik semata. Nada
pragmatika sosiologi dan sastra secara proporsional. Aspek pragmatik sastra amat
luas, bergantung peneliti sedalam apa menafsirkannya. Asumsi bahwa sastra akan
dipungkiri lagi. Sastra dan sosiologi selalu hidup berdampingan. Namun demikan,
memang jarang ahli sosiologi yang mau memanfaatkan sastra untuk memperkaya
doktrin Manifesto Komunis yang diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels,
akibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam zamannya. Abrams (dalam
Woellandhary, 2013).
akan kelas-kelas yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra
dari Hungaria dan menulis dalam bahasa Jerman. Lukacs mempergunakan istilah
dia, berarti menyusun sebuah struktur mental. Sebuah karya sastra tidak hanya
sebuah “proses yang hidup”. Sastra tidak mencerminkan realitas sebagai semacam
realitas. Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas secara jujur dan
objektif dan dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif. Selden (dalam
Woellandhary, 2013).
sebagai karya yang memberikan perasaan artistik yang bersumber dari imajinasi-
yang sesuai dengan totalitas ekstensif dunia. Penulis tidak memberikan gambaran
3). Sastra dan Marxisme: Karl Marx, Frederick Engels, Georgi Plekanov, Georg
Lukacs
Karl Marx dan Frederick Engels, dalam buku mereka yang berjudul The German
Ideology. Menurut keduanya produksi ide, konsep, dan kesadaran pertama kalinya
bertumpu pada basis ekonomi (infrastruktur). Sastra haruslah berpijak dari realitas
sosio historis. Realitas sosio historis tersebut ditandai oleh perjuangan kelas, maka
sastra harus diletakkan dalam kerangka perjuangan kelas proletar dalam rangka
menghilangkan kelas.
2013) yang menyatakan bahwa doktrin seni untuk seni harus dihancurkan karena
seni harus merupakan monitor dan propaganda proses sosial. Sastra harus menjadi
32
bagian dari perjuangan kaum proletar, harus menjadi sekrup kecil dalam
Apa yang dikemukakan oleh Marx dan Tolstoy agak berbeda dengan
Engels (dalam Wiyatmi, 2013) yang menganggap sastra adalah cermin pemantul
proses sosial, tetapi hubungan isi sastra (dan filsafat) lebih kaya dan samar-samar
tendensi politik penulis dalam sastra, harus disajikan secara tersirat saja. Semakin
novel (muatan ideologis) harus muncul secara wajar dalam situasi dan peristiwa
yang ada di dalamnya. Setiap novelis yang berusaha mencapai realisme harus
yang khas pula. Sastra haruslah tetap menunjukkan keartistikannya, tidak semata-
(pendiri partai emansipasi buruh di Rusia) yang mengatakan bahwa dalam sastra,
sosial, tetapi memiliki insting estetik yang sama sekali nonsosial dan tak terikat
Lukacs memandang sastra memang terikat pada kelas, tetapi sastra besar
tidak mungkin lahir dari dominasi borjuis. Para penulis yang menggabungkan diri
Menurutnya, sastra sama sekali bukan merupakan suatu objek kultural yang pasif,
dari pembagian kerja sosial yang luas. Bagi Lukacs, pujangga besar adalah yang
6. Strukturalisme Genetik
2002:60).
tertarik pada struktur kategori yang ada dalam suatu dunia visi, dan kurang
bagaimana struktur mental tersebut diproduksi secara historis. Dengan kata lain,
Goldmann memusatkan perhatian pada hubungan antara suatu visi dunia dengan
seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain sehingga membentuk
Strukturalisme genetik tidak dapat lepas begitu saja dari struktur dan
latar belakang kehidupan pengarang (Faruk 1999:12 -13). Orang yang dianggap
sebagai peletak dasar mazhab genetik adalah Hippolyte Taine (Sapardi Djoko
Damono dalam Zaenudin Fananie 2000:116). Taine mencoba menelaah sastra dari
sudut pandang sosiologis. Menurut Taine, sastra tidak hanya sekedar karya yang
bersifat imajinatif dan pribadi, tetapi dapat pula merupakan cerminan atau
rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya itu dilahirkan
respon dari subjek kolektif atau individu dalam situasi tertentu yang merupakan
kreasi atau percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan
aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil usaha manusia untuk
Fananie 2000:117).
35
Atar Semi (1987:7) berpendapat bahwa sosiologi adalah suatu telaah yang
subjektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial dan
proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan
pada dasarnya berurusan dengan manusia, bahkan sastra diciptakan oleh anggota
masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial
yang menggunakan bahasa sebagai media. Bahasa itu merupakan ciptaan sosial
merupakan dua bidang yang berbeda, tetapi keduanya saling melengkapi. Seperti
yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren (1995: 84), meskipun sastra dianggap
tidak hanya dirinya sendiri, karena setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh
timbal balik dari fakta-fakta sosial, kultural yang rumit dan bagaimanapun karya
sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat, sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan
Damono (dalam Faruk 1999 (a) :4-5) menemukan tiga macam pendekatan
dalam sosiologi sastra. Pertama, konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan
masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang
perhatian adalah:
1) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya itu ditulis,
3) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili
seluruh masyarakat.
Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi
perhatian:
yang statis dan lahir dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil strukturasi
struktur kategoris pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang
terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi
tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai struktur karya sastra, bagi
otonom juga tidak dapat lepas dari unsur ekstrinsik. Teks sasta sekaligus
genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama, hubungan antara makna suatu
38
unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang sama. Kedua,
hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang mengikat. Oleh karena itu,
tersebut juga bukan realitas, melainkan sebuah refleksi yang diungkapkan secara
imajinatif.
1. Fakta Kemanusiaan
politik tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni patung, dan
seni sastra (Faruk, 1999 :12). Fakta-fakta kemanusiaan pada hakikatnya dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta yang
kedua mempunyai peranan penting dalam sejarah, sedangkan fakta yang pertama
tidak memiliki hal itu. Goldmann (dalam Faruk, 1999:12) menganggap bahwa
tertentu dan arti tertentu. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha
dunia sekitar.
2. Subjek Kolektif
sosial (historis). Subjek ini juga disebut subjek trans individual. Goldmann
39
aspek, yaitu makna totalitas karya sastra, pandangan dunia pengarang, struktur
teks karya sastra, dan struktur sosial masyarakat yang terdapat dalam karya sastra
genetic memandang karya sastra dari dua sudut, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Studi diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai data
unsur-unsur intrinsik karya sastra. Hal senada juga diungkapkan (dalam Jabrohim
(2001: 82), penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua
sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Pendekatan ini mempunyai segi-segi yang
bermanfaat dan berdaya guna tinggi, apabila para peneliti sendiri tidak melupakan
bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan
faktor imajinasi
langkah. Pertama, peneliti bermula dari kajian unsur intrinsik, baik secara parsial
40
pandang yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari bagian unsur intrinsik
sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkap aspek sosial, budaya,
pada World view yang merupakan pandangan dunia pengarang memang bukan
terletak pada analisis isi, melainkan lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita
tersendiri, karena hal tersebut dapat mengabaikan hakikat sastra yang merupakan
karya sastra yang hidup pada suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri
41
merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang
Sosial budaya terdiri atas dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti
berkenaan dengan masyarakat. Budaya adalah keseluruhan hasil cipta, rasa, dan
sebagai karya yang tersusun secara teratur, terbiasa, dan sesuai dengan tata tertib.
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, cara hidup, dan
manusia sebagai anggota masyarakat kebudayaan adalah hasil budi, daya kerja
Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial, maka lewat suatu kelaslah
ia berhubungan dengan perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial
dan politik itu sendiri adalah ekspresi antagonis kelas, dan jelas memengaruhi
Gejolak batin pengarang menjadi hal yang sangat urgen dalam peristiwa
hidup, dan kehidupan melalui karya sastra. Meskipun demikian, karya sastra
berbeda dengan rumusan sejarah. Dalam sebuah karya sastra, kehidupan yang
imajinasi. Jadi, kehidupan dalam sastra merupakan kehidupan yang telah diwarnai
anggota kelas sosial, maka lewat suatu kelaslah ia berhubungan dengan perubahan
sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan politik itu sendiri adalah
ekspresi antanogis kelas, dan jelas memengaruhi kesadaran kelas (Sapardi Djoko
Damono 1978:42).
diciptakannya, sebagaimana dikatakan Griff (dalam Faruk 1999 :55) sekolah dan
latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya memengaruhi apa yang
merupakan bagian dari komunitas tertentu. Pengarang bukan hanya penyalur dari
masyarakat pengarang.
karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu Iswanto
Karya sastra yang besar menurut Goldman (dalam Fananie 2000: 165)
dianggap sebagai fakta sosial dari subjek tran-individual karena merupakan alam
semesta dan kelompok manusia. Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin
dalam karya sastra terikat oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat
historis.
44
antara sastra erat kaitannya dengan masyarakat. Sastra ada hubungan dengan
seluas-luasnya dan tidak hanya menyoroti karya sastra itu sendiri. Setiap karya
sastra adalah hasil dari pengaruh timbal balik antara faktor-faktor sosial kultural
terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau
sendirinya akan melahirkan suatu warna karya sastra tertentu pula Iswanto (dalam
sosial yang kelak disebut sosiologi sastra. Hanya saja, srukturalisme genetik tetap
mengedepankan juga aspek struktur. Baik struktur dalam maupun struktur luar
B. Kerangka Pikir
ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan peneliti sebagai landasan berpikir
untuk menemukan data dan informasi dalam penelitiaan ini guna memecahkan
masalah yang telah dipaparkan untuk itu akan menguraikan secara rinci landasan
Salah satu bentuk karya sastra yaitu novel ” Saman” karya Ayu Utami.
Cerita yang dikisahkan dalam novel merupakan suatu proses kreatif yang
bukan sekadar menceritakan jalan hidup, tetapi lebih mengarah kepada pengkajian
kedudukan.
Strukturalisme
Genetik
Intrinsik Ekstrinsik
Analisis
8.
Hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi atau cara yang disusun secara
dengan dukungan data yang difokuskan pada satu permasalahan saja sebagai
ruang atau teknis penelitian agar memeroleh data maupun kesimpulan hasil
Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada
menganalisis dan menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan kenyataan
yang ada di lapangan untuk memeroleh data. Untuk itu, peneliti dalam menjaring
B. Definisi Fokus
bentuk yang dapat diukur, agar lebih lugas dan tidak menimbulkan bias atau
47
48
dengan tujuan penelitian, dan tatanan teoritik dari fokus yang diteliti.
Untuk menghindari salah tafsir dalam penelitian ini, maka fokus akan
berikut:
a. Novel adalah cerita yang berbentuk prosa yang mengandung bahasa yang
indah yang menimbulkan rasa seni pada pembaca, yang isinya merupakan
bahwa karya sastra tidak semata-mata merupakan suatu struktur yang statis
terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi
tertentu.
d. Seorang pengarang adalah anggota kelas sosial, maka lewat suatu kelaslah ia
sosial dan politik itu sendiri adalah ekspresi antagonis kelas, dan jelas
1. Data
Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterangan atau bahan
nyata yang dapat dijadikan kajian (analisis atau kesimpulan). Data yang dimaksud
Karya Ayu Utami yaitu sosial-budaya pengarang, social, budaya, politik dalam
novel saman serta bagaimana pandangan dunia pengarang terhadap novel Saman.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh yang menjadi dasar
pengambilan data yang diperlukan. Oleh karena itu, sumber data dalam penelitian
ini adalah novel yang berjudul Saman karya Ayu Utami yang berjumlah 198
1. Data primer diperoleh dari novel Saman karya Ayu Utami yang merupakan
objek kajian dalam penelitian ini. Penulis membaca secara cermat dan
ditetapkan.
2. Data sekunder berupa pendapat atau komentar dari kritikus tentang karya
dan politik novel yang terkandung dalam novel Saman karya Ayu Utami.
6. Apabila hasil penelitian sudah dianggap sesuai, maka hasil tersebut sebagai
hasil akhir.
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan secara rinci hasil penelitian terhadap novel
Hasil penelitian ini akan dikemukakan beberapa data yang diperoleh sebagai bukti
hasil penelitian. Data yang akan disajikan pada bagian ini adalah data yang
politik novel Saman, serta pandangan dunia pengarang dalam novel Saman. Untuk
dewasa, turun ke bumi dan kembali kepada keluarganya, yaitu Pandawa. Ia tidak
51
52
Sejak saat itu orang-orang memanggil dia Frater Wisanggeni atau Romo
Wisanggeni. Tugas untuk melayani umat di manapun dan kapanpun telah siap
diemban Wis. Namun dalam hati kecil Wis, dia sangat berharap ditempatkan di
pedalaman Perabumulih. Dia merasa banyak yang bisa dikerjakan di sana, sebab
dia adalah lulusan Institut Pertanian dan mayoritas penduduk Prabumilih yang
ceritakan bahkan pada Ayahnya sendiri. Pengalaman tentang roh-roh yang ada
disekitarnya. Yang dianggap Wis adalah roh-roh adiknya yang telah lama tiada.
Dari alasan itu mengapa Wis ingin sekali ditugaskan ke Perabulih tempat di mana
ia mempunyai ikatan yang sangat erat sejak kecil. Kesempatan untuk ditugaskan
menurut Wis sendiri tempat itu tak banyak berubah. Perasaan tentang adik-
adiknya yang telah lama tiada membuka kembali akan kenangan tentang masa
lalunya. Perasaan pahit di mana Ibunya yang dikasihinya yang juga mengasihinya
53
telah lama meninggal bercampur dengan rasa keingintahuan selama ini tentang
kesedihan, apa yang tak pernah dia saksikan. Keterbelakangan dan kemiskinan
orang di desa transmigran Sei Kumbang yang berjarak tujuh puluh kilometer dari
Perabumulih.
penderitaan gadis yang dianggap gila. Sikap rasa peduli dan keibaan terhadap
orang-orang di Sei Kumbang ini, akhirnya dia meminta izin dari pastor kepala
Perabumulih agar direstui untuk membantu penduduk Sei Kumbang dan dia
berjanji akan membagi tugas antara kepastoran parokial dan membantu penduduk
di perkebunan karet.
dia dianggap tidak wajar. Jiwa sosialnya akan tergerak dan ikut membantu jika
dirasa itu sangat mengusik hatinya. Ketika dia untuk pertama kali melihat kondisi
penduduk dusun Sei Kumbang dia sangat merasakan betapa keterbelakangan serta
kemiskinan sehingga untuk membeli beras saja tidak mampu sangat mengganngu
Setiap malam Wis selalu memikirkan dan gelisah serta selalu bergelut
dengan batinnya sendiri. Lalu pada suatu saat ia memberanikan diri untuk
berbicara kepada pastor kepala Pater Westenberg mengajukan diri agar ia diberi
ijin untuk membantu warga di Sei Kumbang. Karena keterlibatan Wis terhadap
54
mendapat teguran dari pastor kepala Wis meminta maaf dan menjelaskan tentang
apa yang dialami dan yang ia kerjakan. Bahwa dia tidak bisa melihat
keterbelakangan dan kemiskinan penduduk sedangkan dia sendiri hanya bisa tidur
diranjang empuk dan menikmati masakan, sementara di luar sana ada banyak
penduduk dusun yang hanya untuk membeli beras saja tak mampu. Itulah yang
menjadikan konflik batin Wis . Konflik batin tokoh utama ( Saman) Nampak pada
Dari petikan di atas betapa Wis ingin sekali ingin membantu warga dusun
Sei kumbang dengan cara mengajukan beberapa proposalnya agar dapat dana
untuk membantu meringankan warga Sei Kumbang. Keinginan Wis pun akhirnya
dikabulkan oleh pastor kepala. Dari sinilah, Wis semakin terlibat bukan hanya
membantu warga tetapi juga terlibat dalam konflik-konflik yang dialami oleh
penduduk.
dan tekanan yang luar biasa dari aparat agar mau mengaku apa yang dituduhkan
dan SARA bahwa dia seorang komunis yang berkedok rohaniawan dilayangkan
55
pada Wis. Mau tidak mau akibat sikasaan akhirnya Wis mengaku dan membuat
dialamatkan pada dia semua itu. Penyiksaan Wis terdapat pada kutipan berikut ini:
Konflik demi konflik mulai dari kekejaman aparat yang membakar dusun,
siksaan fisik yang ia terima hingga perasaan keingintahuan kabar dari orang-orang
dusun yang membakar kantor polisi dan pabrik dan nasib Upi gadis gila yang ia
rawat, tak tertolong ketika dusun dibakar membuat Wis menanyakan tentang
Tuhan. Dalam kondisi inilah Wis mengalami konflik batin akan keberadaan
Tuhan yang selama ini dia percaya. Konflik batin Wis Nampak pada kutipan di
bawah ini :
“Ia merasa telah mati. Dan ia amat sedih karena Tuhan rupanya tidak ada.
Kristus tidak menebusnya sebab ia kini berada dalam jurang maut, sebuah
lorong gelap yang sunyi yang mencekam, dan ia dalam proses jatuh dalam
sumur yang tak berdasar, dengan kecepatan tinggi.” (Saman, 2002:105).
“Abang (Wis) pasti cepat sembuh. Tuhan menyelamatkan abang berkali-
kali, pemuda itu memegang lengannya sebelum pergi. Tapi Wis diam saja.
Ia hanya berpikir. Tidak Anson. Bukan Tuhan. Kalau Tuhan, kenapa dia
tidak menyelamatkan Upi……….”. (Saman, 2002:115)
56
Dari kutipan dan pemaparan di atas, konflik yang dialami Wis bukan
hanya konflik eksternal saja namun konflik internal atau kejiwaan dengan dirinya
dia adalah seseorang yang pernah belajar teologi dan seorang rohaniawan yang tak
lagi diragukan akan keimanannya tentang Tuhan. Dari konflik itulah akhirnya
membuat perubahan drastis dalam diri Wis. Dengan alasan politis dan keamanan
dirinya Wis menghilang dan mengganti namanya dengan nama Saman lalu
imamatnya demi mejadi seorang aktivis di antara kaum miskin papa yang
tertindas.
Ia mengaku sejak kecil memang suka bahasa terutama bahasa yang aneh-aneh,
eksotis. Bagi Ayu Utami dunia tulis menulis bukan hal yang baru. Sebelum
Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah Tempo, Editor, dan Detik di masa Orde
membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan
Ayu Utami merupakan anak bungsu dari lima bersaudara pasangan Sutaryo
dan Suhartinah yang berasal dari Yogyakarta. Sutaryo sebagai ayah Ayu Utami
bekerja sebagai jaksa, ia cukup ketat dalam mendidik anaknya untuk disiplin dan
dalam bentuk prestasi. Sebaliknya Suhartinah, sebagai ibu Ayu Utami yang dulu
pernah bekerja sebagai guru Matematika di sebuah SMP adalah orang yang
suatu hal yang teramat penting. Jika di lain pihak ayah Ayu Utami bisa kecewa
selalu siap menghibur jika anak-anaknya gagal. Kombinasi pola asuh orang tua
Ayu Utami yang seperti inilah yang membuat Ayu Utami bisa tumbuh menjadi
pribadi yang matang dan dewasa. Ayu Utami menghabiskan masa kecil di Bogor
hingga tamat sekolah dasar. Kemudian ia melanjutkan SMP di Jakarta, dan SMU
di Tarakanita Jakarta.
Semasa SMP dan SMU Ayu Utami melakukan pemberontakan pada orang
tua yaitu dengan tidak mau membaca buku, dan tidak mau belajar. Pokoknya
membaca buku bisa mempengaruhi hidupnya, Ia mau tetap orisinil. Namun soal
58
membaca, Ayu Utami masih menyisakan waktu untuk membaca Alkitab. Alkitab
mengagumi buku-buku hasil karya Michael Ondaatje dan Budi Darma. Alkitab
adalah buku satu-satunya yang ia baca mulai dari kecil sampai dewasa.
Alasannya, Alkitab ditulis oleh orang banyak dengan gaya masing-masing. Ada
yang bebentuk puisi, buku, dan surat menyurat. Wajarlah kalau dalam novel
Sejak kecil Ayu Utami gemar menulis. Ketika beranjak remaja, ia menulis
beberapa cerita pendek yang kemudian dimuat di majalah ibukota. Namun, bukan
berarti cita-cita Ayu Utami sejak kecil memang ingin menjadi penulis. Ayu Utami
mempunyai bakat melukis. Ia sering memperoleh order melukis dari teman atau
sebabnya, setelah lulus dari SMU Ayu Utami ingin melanjutkan ke Fakultas Seni
Rupa dan Desain, ITB. Akan tetapi keinginan itu ditentang orang tua. Sebagai
pelarian akhirnya Ayu Utami masuk ke Fakultas Sastra Jurusan Sastra Rusia
Saat masuk ke Fakultas Sastra itulah Ayu Utami seperti kehilangan arah.
daripada kuliah. Akan tetapi hal itu bukan merupakan pemberontakan. Ia merasa
tidak ada gunanya lulus tanpa pengalaman. Selain itu ia tidak ingin tergantung
59
soal keuangan pada orang tuanya. Kuliah sambil bekerja yang dilakukan Ayu
hal itu tidak bisa diterima oleh ayahnya. Sifat keras kepala dan kritis Ayu Utami
pernah ia jalani. Bahkan Ayu Utami pernah menjalani dunia model setelah
dipecat dari majalah Forum. Setelah itu ia sempat bergabung dengan majalah
D&R, karena namanya sudah masuk black list, tidak boleh lagi tercantum
kontributor. Saat itu memang tidak ada lagi kemungkinan bagianya untuk menjadi
Pada masa Orde Baru sekitar tahun 1993-1994, Ayu Utami mengikuti arus
Mereka cukup lama hidup dalam persembunyian menghindar dari kejaran polisi.
60
mengelabuhi pihak aparat, sehingga mereka sama sekali tidak curiga dengan
kehadirannya. Karena untuk ukuran seorang aktivis sosok Ayu Utami cukup
bersih dan rapi. Hasilnya sepak terjangnya sebagai aktivis memang tidak pernah
selama beberapa bulan, akhirnya Ayu Utami menemukan tempat terakhirnya yaitu
melahirkan Novel Saman, yang kemudian membuat heboh di tengah masa krisis
moneter.
wartawan dan aktivis. Ada dua hal yang ingin ia angkat di dalam novelnya, yaitu
politik yang lebih umum. Ia hanya berusaha untuk jujur mengungkapkan apa yang
ada dalam pikirannya. Pada masa itu, masalah seks memang masih dianggap tabu
prediksinya salah novel Saman malah menjadi best seller. Ini merupakan satu
61
bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah siap dengan hal-hal yang dianggap tabu,
seks yang dialami oleh pihak perempuan. Seperti isu keperawanan yang
maka ia sendiri yang akan rugi. Keperawanan hilang, ia merasa sudah tidak berarti
lagi.
Dalam hal menjalin cinta dengan seseorang, Ayu Utami adalah wanita
yang sangat realistis. Dalam arti, pada saat tertentu ia bisa sangat mengagumi
memang harus berakhir, ia pun bisa melupakannya sama sekali. Inilah yang
membuatnya tidak mengenal istilah patah hati dalam hidupnya. Sebab ia bisa
berteman baik dengan mantan kekasihnya, tanpa ada lagi rasa cinta. Soal laki-laki,
secara fisik Ayu Utami suka lelaki yang berbadan tegap dan rambutnya cepak.
Entah kenapa seperti itu, sebetulnya ia sebal sekali dengan militerisme, tetapi soal
laki-laki ia suka yang military look. Dari segi karakter, ia tidak terlalu tertarik
dengan laki-laki yang bicaranya terlalu banyak dan suka pesta. Kalau sebatas
teman ia senang sekali, tetapi bukan untuk menjadi pacar. Ia suka dengan laki-laki
yang military look kemungkinan arena citra laki-laki ganteng yang pertama kali ia
62
lihat adalah Pierre Tendean, orang yang dikenal sebagai salah satu pahlawan
revolusi. Seperti kita ketahui bagi orang-orang sebaya Ayu Utami, doktrin
beranjak dewasa apalagi setelah menjadi aktivis, ia benci sekali dengan tentara,
tetapi soal laki-laki ia malah tertarik dengan mereka yang bergaya militer.
Ayu Utami tidak mau menikah, itu prinsip yang kini ia pegang. Dalam
satunya yang menurutnya penting yaitu menikah itu selalu menjadi tekanan bagi
akan tetapi dalam kenyataannya menikah itu satu-satunya pilihan. Karena, kalau
tidak menikah perempuan akan diejek sebagai perawan tua, dan sebagainya. Yang
menghimbau atau mengajak atau sebetulnya bertanya kepada orang lain, kenapa
kita harus menikah. Ia menunjukkan tanpa menikah pun bisa bahagia. Di satu
pihak ia juga ingin menyadarkan masyarakat akan dua hal. Pertama, bahwa dalam
realitanya hubungan seks itu bukan hanya ada dalam pernikahan. Yang kedua,
hubungan seks dalam pernikahan sendiri bukan berarti lebih baik dari hubungan
seks di luar pernikahan. Dalam hal ini, Ayu Utami melihat masyarakat kita
segala sesuatu menjadi beres. Padahal, banyak sekali orang yang sudah menikah
tetapi masih melakukan hubungan seks di luar pasangan sahnya. Dalam hal
ibu sempat merasa sedih. Sampai sekarang Ibu Ayu Utami tetap berharap suatu
saat akan menikah. Sebaliknya, di luar pikirannya, Bapak Ayu Utami malah
menerima keputusan ini dengan enteng. Ayu Utami juga tidak mempunyai
keinginan untuk menjadi seorang ibu, menurutnya buat apa punya anak, penduduk
Indonesia yang berada di bawah kekuasaan rezim Orde Baru, yang terjadi pada
tahun 1990-an. Pemerintah pada waktu itu di bawah kekuasaan Soeharto. Pada
masa Orde Baru muncul konflik baru yang memanifestasikan dalam bentuk
Baru, diantaranya kasus tanah, perburuan, pendekatan keamanan, dan hak azasi
manusia.
terjadi di Medan pada masa Orde Baru. Peristiwa itu membawakan pesoalan peka
bagi masyarakat, yaitu akan diubahnya kebun karet menjadi kebun kelapa sawit.
Akan tetapi masyarakat merasa tidak setuju dengan adanya perubahan ini. Hal ini
Pada novel ini juga diceritakan mengenai kerusuhan yang disebabkan unjuk rasa
perlawanan dari rakyat dengan menggunakan cara kekerasan yaitu adanya aksi-
aksi aparat keamanan atau militer yang semakin brutal dan tidak terkendalikan.
telah membuka hati para aktivis untuk mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Akan tetapi LSM telah dituduh berpolitik dan mengorganisasikan rakyat
tertekan akan kondisi ekonomi akibat hutang dan monopoli perdagangan karet.
Sehingga untuk sekedar bertahan hidup mereka menjual hasil kebun kepada
Penduduk dipaksa untuk menanam kelapa sawit di bawah ancaman agar mau
menuruti kepentingan perusahaan yang baru. Dapat dilihat lihat juga tentang
hak-hak para buruh kebun karet, tapi akhirnya mereka dikorbankan oleh Gubernur
demi kepentingan penanaman kelapa sawit dan segelintir orang (pemilik modal).
dari perusahaan. Tentu mereka kalah karena petugas dan aparat telah siap
merepresif mereka.
65
pada konflik social penduduk Sei Kumbang, yang disebabkan oleh adanya kontak
sosial atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia.
Stara konflik ideologis antara lapisan-lapisan sosial bukannya tidak ada. Lapisan
elite yang biasa disebut lapisan priyayi, berpendidikan, dan kebanyakan berasal
dari atau tinggal di kota , pada umumnya memandang lapisan bawah atau wong
Semakin kuat watak komoditi dalam pertanian, maka semakin besar jarak
yang memisahkan petani dengan pasar, dan semakin besar pula ketergantungan
dagang. Seiring dengan kemunculan pedagang, muncul pula lintah darat yang
meminjamkan uang pada masa paceklik kepada petani dan yang menciptakan
dasar bagi eksploitasi modal lintah darat. Proses ini membuat kecenderungan
teraleanisasi petani pada tanahnya sendiri dalam novel Saman, ini ditunjukan
getah karet lateks pada tengkulak karena menawar lebih tinggi dan datang sambil
perkebunan karet berhutang kepada PTP atas benih, pupuk dan pembukaan lahan
transmigrasi yang ditanggung oleh PTP. Sebagai angsuran hutang lima sampai
sembilan juta, maka penduduk wajib menjual hasil perkebunan kepada PTP.
Bersamaan dengan ini meningkat pula pembayaran tunai dari tuan tanah kepada
pembayaran secara umum. Sementara itu, petani hanya sanggup membayar secara
tunai dengan cara menjual hasil produksinya. Hal ini tentu saja sangat membebani
“Ia tahu bahwa petani di transmigrasi PIR Sei Kumbang ini berutang
benih, pupuk dan pembukaan lahan yang semula ditanggung oleh PTP.
Lima sampai sembilan juta rupiah, untuk dicicil dua puluh lima tahun.
Karena itu, setiap kali mereka menjual lateks ke perseroan pembayaran
dipotong tiga puluh persen untuk mengangsur utang” (Saman, 2002: 81).
perseroan baru pengganti PTP yang bangkrut. Teror dan intimidasi dilakukan
pertama-tama dilakukan dengan menjebol rantai rumah Upi gadis gila yang
dirawat Wis lalu disusul dengan merusak dan merobohkan kincir angin yang
dibuat Wis dan penduduk sebagai rumah asap dan pembangkit listrik mini bagi
penduduk Sei Kumbang karena di tempat itu Belum teraliri listrik. Tak hanya para
penduduk yang merasa sedih, tapi Wis juga teramat terpukul. Sebagaimana yang
“ Sejak tiga tahun lalu, instalasi kecil itu menghasilkan dinamo 5000 watt.
Dusun yang kini terdiri sekitar delapan puluh rumah dan langgar itu telah
67
dan dari milik. Penguasa tersebut telah menimbun penduduk, memusatkan alat-
alat produksi, dan mengkonsentrasi milik ke dalam beberapa tangan. Akibat yang
sudah dari hal ini adalah pemusatan politik. Sebagai gantinya, datanglah
persaingan bebas, disertai oleh susunan sosial dan politik yang diselenggarakan
dengannya oleh kekuasaan ekonomi dan politik dari kelas borjuis. PTP sebagai
rencana ini ditolak oleh penduduk desa, lebih-lebih Wis yang menganggap lahan
ini milik penduduk dan perkebunan karet dibuka untuk petani bukan perusahaan.
“Kami melihat bahwa dusun ini (Sei Kumbang) saja yang belum patuh
untuk menanda tangani kesepakatan dengan perusahaan.” (Saman,
2002:92)
“Kami memang mendengar bahwa PTP merugi di kebun karet ini lalu
menyerahkan ke perusahaan baru yang mau menjadikannya kebun sawit”
(Saman, 2002:93).
karet milik penduduk dengan buldózer. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan di
bawah ini:
68
Namun perusahaan baru menggunakan teror dan intimidasi terhadap warga yang
pohon karet dan oknum satpam suruhan perusahaan kebun memperkosa istri
Anson di rumahnya, ketika Anson dan para warga sedang berkumpul untuk
salah satu pelaku. Anson yang begitu geram memimpin warga untuk meyerang
dan membakar pos. Wisanggeni tak sanggup menceggah kemarahan penduduk itu
terutama Anson. Sementara para warga khususnya Ibu-ibu dan anak perempuan
dikumpulkan di surau. Tak lama setelah para warga laki-laki pergi meyerbu pos
datang tiga jip serta sebuah mobil bak terbuka. Petugas akhirnya menangkap Wis,
sementara dusun Sie Kumbang dibakar mulai dari rumah asap dan rumah-rumah
penduduk.
“Semenit kemudian Wis melihat api muncul dari rumah asap, lalu rumah
petak keluarga Argani, lalu rumah-rumah yang lain. Ia (Wis ) menjerit
teringat Upi yang belum Ia sempat gabungkan dengan ibu-ibu. Ia
melompat untuk menyelamatkan gadisnya (Upi). Tapi dua orang dengan
seragam hitam-hitam itu menangkap dan mengunci lengannya, mendorong
punggungnya hingga dada dan pelipisnya menghantam tanah, dan
memborgol pergelangnnya sebelum ia sempat mengerang nyeri.” (Saman,
2002: 104).
69
Pemaparan konflik sosial dan politik yang terjadi pada penduduk Sei
Awal dari pembukaan lahan mereka telah menanggung hutang yang tak pernah
mereka bisa bayar terhadap perusahaan yang memberi. Tanah dan perkebunan
monopoli oleh perseroan yang telah menghutangi mereka. Di sini, dapat dilihat
betapa miskin dan keterbelakangannya penduduk di Sei Kumbang. Hal ini terbukti
pada listrik belum masuk dusun mereka, padahal jarak dusun ke Perabumulih
tentang Tuhan, agama, negara, hubungan mengenai ikon-ikon generasi Orde Baru
yaitu generasi yang terlahir dan besar selama Orde Baru, yang dibuai dengan
Dalam novel Saman tidak hanya masalah hukum dan keadilan sosial saja
keperawanan dan seksualitas. Novel Saman tidak hanya menuntut keadilan sosial
dan peningkatan status perempuan Indonesia, tetapi juga hak seksual mereka.
dipertanyakan jika dia ingin terjun ke sektor publik. Laki-laki dapat dengan lugas
dan terbuka mengungkapkan hasratnya dan tentu saja tidak ada orang yang akan
inilah yang kemudian terlihat dalam Saman, yaitu bahwa perempuan memiliki
hasrat yang sama dengan laki-laki itu bukanlah sesuatu yang buruk. Saman
Novel Saman berani mendobrak tabu yang sangat kuat membebani kaum hawa.
Dalam Saman, seks bukanlah bumbu cerita tetapi menjadi bagian dalam cerita itu
sendiri. Dengan ringan para tokoh berbicara tentang seksualitas begitu terbuka,
mereka berani menunjukkan hasratnya. Sesuatu yang selama ini dianggap tabu
mengejutkan.
pada pihak yang kalah. Perempuan dalam Saman adalah cerminan perempuan
menikah pada usia tiga puluhan dan peran mereka tidak sebatas istri atau ibu.
Mereka bisa menikmati pendidikan dan bebas menentukan sendiri profesi mereka,
melakukan sesuatu yang tidak hanya berguna bagi masyarakat, tetapi juga bagi
kaum pria. Dalam novel ini Saman sebagai lak-laki malah ditolong dan dilindungi
LSMnya.
Yasmin dan Cok membantu Saman melarikan diri dari kejaran polisi dan
mengirimnya ke New York. Proses pelarian ini cukup berbahaya, bahkan Saman
Contoh adalah Upi, gadis Lubukrantau yang menderita kelainan jiwa dan kelainan
seks. Pemerintah dan masyarakat sekitar tidak merawat dan melindungi gadis ini.
Tidak ada fasilitas kesehatan dari pemerintah untuk merawat orang-orang seperti
Upi, dan juga tidak ada perlindungan hukum dan keadilan untuk Upi. Para lelaki
hukum yang melarang perbuatan mereka. Keadaan ini dikritik oleh Ayu Utami
dengan cara menampilkan tokoh Saman yang ditampilkan sebagai seorang pastor.
72
perlindungan yang lebih bagus untuk Upi, dan selalu memikirkan keselamatannya.
Shakuntala, Yasmin, Laila, Cok. Novel ini mengisahkan masa kecil mereka
sampai saat mereka berumur tiga puluhan. Dalam novel ini juga dijabarkan
mereka tentang masalah seksual dan juga norma masyarakat yang tidak mereka
sosial di masa Orde Baru, iman kepada Tuhan yang diuji, dan bahkan juga ada
tokoh yang mempunyai masalah paling banyak dalam cerita dibandingkan dengan
Masalah pertama yang dihadapi oleh Saman yaitu muncul ketika ia telah
tempat masa kecilnya mengalami suatu perjalanan aneh yang tidak pernah ia
ceritakan kepada siapa pun. Akan tetapi Saman takut kalau keinginannya tidak
sesuai dengan keputusan yang diberikan oleh Uskup. Hal ini dapat dilihat pada
memunculkan tokoh yang bernama Romo Daru sebagai seorang pastor senior
dengan keinginan Saman. Berkat usaha Romo Daru, akhirnya Saman ditugaskan
sebagai Pastor Paroki Parid yang melayani kota kecil di Perabumilih dan Karang
Endah wilayah keuskupan Palembang. Hal ini tampak pada kutipan di bawah ini:.
agama seperti Romo, Uskup, Pastor. Kata-kata tersebut merupakan istilah yang
terdapat dalam agama Katolik. Pengarang bisa secara jelas menceritakan sesuatu
membaca Alkitab yang merupakan satu-satunya buku yang ia baca dari kecil
sampai dewasa. Alasannya, Alkitab sudah menjadi bagian dari dirinya dan ditulis
oleh orang dengan gaya masing-masing ada yang berbentuk buku, puisi, bahkan
surat menyurat. Jadi, wajarlah kalau dalam novel Saman terdapat petikan-petikan
ayat Alkitab.
keterbelakangan yang dialami oleh Upi. Upi adalah anak dari salah satu
kelainan jiwa dan kelainan seks. Pemerintah dan masyarakat sekitar tidak merawat
dan melindungi gadis ini. Tidak ada fasilitas kesehatan dan pemerintah untuk
merawat orang-orang seperti Upi, sehingga Upi harus dikurung dan dikerangkeng
di sebuah tempat yang dianggap tidak layak untuk Upi. Para lelaki bisa seenaknya
tahun 1990-an yang tercermin dalam novel Saman yang dimunculkan melalui
tokoh yang bernama Upi. Keadaan ini dikritik oleh pengarang dengan cara
menampilkan tokoh Saman sebagai seorang yang peduli pada penderitaan. Saman
yang lebih bagus bagi Upi. Semua ini ia lakukan dengan cara meminta izin kepada
Mak Argani yang merupakan orang tua Upi untuk membuatkan tempat yang lebih
baik untuk tempat tinggal Upi. Saman diperbolehkan untuk membangun tempat
tinggal Upi yang lebih sehat dan menyenangkan. Dengan membangun tempat
tinggal yang lebih baik, Saman berharap dapat lebih meringankan penderitaan
untuk tinggal lebih lama bersama penduduk transmigrasi Sei Kumbang. Dengan
selalu melihat Upi dan bisa selalu menjaganya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
di bawah ini:
“Ketika waktunya gips pada kaki Upi dibuka, Wis meminta izin dari pastor
kepala, Pater Wastenberg, untuk pergi lima hari, berangkat Senin siang
kembali Sabtu pagi. Kali ini ia membawa gergaji rantai. Juga segulung
kawat pagar, satu sak semen, dan beberapa lembar seng yang didapatnya
dari toko bangunan Kong Tek. Orang Cina itu memberinya dengan cuma-
cuma. Ia juga berbekal mi instan, sekantong beras ukuran lima liter, dan
abon. Sekali lagi Rogam mengantarnya dengan jip Ichwan. Mereka
membawa seorang dokter muda dari puskesmas. Tengah hari Rogam dan
dokter itu kembali ke utara, namun Wis tinggal di Lubukrantau, dusun
tempat tingal Upi itu adalah salah satu desa di daerah transmigrasi Sei
Kumbang. Ia telah memutuskan: meringankan penderitaan si gadis dengan
membangun sangkar yang lebih sehat dan menyenangkan, seperti
membikin kurungan besar bagi perkutut dan cicakrawa ayahnya sebab
melepaskan mereka hampir sama dengan membunuh mereka”. (Saman,
2002: 73-74).
Saman juga tidak tahan melihat kemunduran petani yang terjadi pada
penduduk transmigrasi Sei Kumbang yang harus pergi meninggalkan desa karena
harga karet mereka terus menerus diserang cendawan putih ataupun merah.
Orang-orang tidak bisa lagi menggantungkan diri dari hasil panen karet. Saman
dihadapi oleh Saman adalah dengan cara memunculkan tokoh Pater Wastenberg,
Pak Sarbini, dan Sudoyo. Pater Wastenberg adalah pastor kepala di gereja tempat
transmigrasi Sei Kumbang. Walaupun awalnya Pater Wastenberg tidak setuju atas
daripada melayani dan memelihara iman umat di sana. Akan tetapi setelah
menyetujui akan keputusan yang diambil oleh Saman. Bahkan Pater Wastenberg
perkebunan, jika Saman berhasil dalam usahanya. Hal ini dapat dilihat pada
yang memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi Saman, pengarang juga
memunculkan tokoh yang bernama Pak Sarbini. Pak Sarbini adalah teman lampau
77
ayah Saman yang kini menjadi tengkulak karet Sukasari di kawasan transmigrasi
membutuhkan jaringan yang berpengalaman dengan jalur jual beli dan pengolahan
getah lateks. Semua itu Saman dapatkan dari Pak Sarbini. Hal ini dapat dilihat
Saman yaitu dengan memberikan modal kepada Saman sebesar lima atau enam
keluarga Argani yang luasnya dua hektar. Mereka menyetujui rencana Saman.
78
kembali dengan pohon karet yang baru. Berkat bantuan mereka perkebunan karet
penduduk transmigrasi Sei Kumbang ini menjadi lebih baik. Hal ini tampak pada
“Waktu itu petani Lubukrantau sudah mulai menakik getah karet muda
yang mereka enam tahun lalu, sebagai ganti pohon-pohon yang tumbang
dimakan kapang. Bibit-bibit PR dan BPM itu sebagian dibeli Wis dan
dibiakannya sendiri. Sebelumnya, ketika sebagian pohon-pohon belum
siap disadap, orang-orang menderes tanaman tua serta memanen kedele
dan tumbuhan tumpang sari. Lalu berkat bantuan Pak Sarbini, bundel-
bundel smoked sheet yang diproduksi rumah asap sederhana di dusun itu
cukup mendapatkan pasarnya.” (Saman, 2002: 87)
Ketika kebun karet milik penduduk Sei Kumbang sudah mulai membaik.
Lubukrantau terjadi peristiwa yang menimpa Upi. Dua lelaki menjebol pintu
rumah Upi dan memperkosa gadis yang kini telah berumur dua puluh satu tahun
dan mereka juga menghancurkan menara kincir yang dulu dibangun sebagai
pembangkit listrik mini buat rumah asap. Anson yang merupakan kakak Upi
merasa yakin bahwa pemerkosaan dan perobohan menara kincir itu adalah sebagai
salah satu bentuk teror dari orang-orang yang hendak merebut lahan penduduk
mereka untuk dijadikan kebun kelapa sawit, karena ada sebagian penduduk Sei
Kumbang yang tidak menyetujui usul tersebut. Saman berusaha membantu untuk
wenang yang dilakukan oleh oknum pengusaha melalui PT ALM. Akan tetapi
Lubukrantau dan mengajari keluarga Argani berburu dan makan babi hutan.
desa dan mengumpulkan data-data tentang dusun mereka yang telah maju. Saman
juga mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM. Setelah koran-koran mulai
orang yang akan menggusur dusun tersebut tidak lagi bolak-balik dengan
membawa blanko kosong. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
wartawan. Kegiatan yang dilakukan oleh Saman seperti memotret desa, dan
wartawan ketika ia akan menulis berita. Pengarang bisa menceritakan secara jelas
pernah menjadi wartawati di majalah Matra dan Forum. Ia juga menjadi salah
80
satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen. Pengarang lebih banyak menulis esei
serta reportase dari pada menulis fiksi. Pengarang juga pernah menjadi wartawan
di majalah khusus trend pria. Bahkan ia sudah mengisi kolom tetap, sketsa, di SK
Berita Buana, yang isinya berupa renungan tentang berbagai soal politik.
Indonesia, bahasa yang masih muda, yang kurang mungkin dilakukannya sebagai
bisa keluar dari fakta yang menurut pengarang dilematis. Jadi sulit untuk bisa
Usaha yang dilakukan oleh Saman ternyata hanya bisa menunda usaha
penggusuran dusun selama beberapa bulan saja bahkan hampir setahun. Akan
Sei Kumbang mau melepaskan tanahnya. Tindakan yang mereka lakukan adalah
dengan cara menggunakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer. Aparat
Melihat kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer, Saman dan teman-
temannya berusaha untuk melawan dan memprotes tindakan tersebut. Akan tetapi
protes dan perlawanan yang dilakukan oleh Saman membuat dirinya ditangkap
berhasil lolos dari kejaran aparat militer. Selama di ruang penyekapan Saman
81
selalu disiksa untuk dimintai keterangan tentang keberadaan Anson dan teman-
pada penduduk Sei Kumbang di atas merupakan gambaran atau cerminan dari
peristiwa yang terjadi pada masa rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto
pada waktu novel tersebut ditulis. Pada masa Orde Baru ini muncul konflik
membawakan persoalan peka bagi masyarakat yaitu akan diubahnya kebun karet
menjadi kebun kelapa sawit. Masyarakat tidak setuju akan perubahan itu, hal ini
sedang dihadapi oleh Saman yaitu dengan cara memunculkan tokoh yang bernama
Saman untuk melarikan diri ke luar negeri. Saman merasa tidak mempunyai
itu, karena menurutnya semakin lama menunda keputusan, semakin sulit untuk
dengan memunculkan tokoh yang bernama Yasmin dan Cok. Yasmin dan Cok
membantu Saman melarikan diri dari kejaran polisi dengan mengirimnya ke New
York. Mereka melarikan Saman keluar dari Medan dengan cara melakukan
penyamaran pada diri Saman. Yasmin telah menyiapkan segala hal dengan rapi.
Walaupun proses pelarian ini cukup berbahaya, tetapi Yasmin dan Cok dapat
Perempuan dalam novel Saman seperti Yasmin dan Cok di atas adalah
pesat. Mereka mempunyai kepercayaan diri dan pengetahuan luas, sehingga peran
mereka tidak hanya sebagai istri atau ibu. Mereka merupakan perempuan yang
sudah tidak terlalu bergantung kepada kaum pria. Saman sebagai laki-laki malah
ditolong dan dilindungi oleh Yasmin dan Cok, ketika Saman melakukan
batasan dalam memilih peranan mereka. Tiga diantara empat karakter perempuan
belum menikah pada usia tiga puluhan dan peren mereka tidak sebatas istri atau
ibu. Mereka bisa menikmati pendidikan dan bebas menentukan sendiri profesi
mereka, melakukan sesuatu yang tidak hanya berguna bagi masyarakat, tetapi juga
bagi perkembangan kepribadian mereka masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada
Selain itu, pemunculan tokoh dalam novel Saman seperti Laila, Cok,
Shakuntala dan Saman yang belum menikah pada usia tiga puluhan ini,
mengajak atau sebetulnya bertanya kepada orang lain, kenapa kita harus menikah.
Ia menunjukkan tanpa menikah pun bisa bahagia. Di satu pihak ia juga ingin
hubungan seks itu bukan hanya ada dalam pernikahan. Yang kedua, hubungan
seks dalam pernikahan sendiri bukan berarti lebih baik dari hubugan seks di luar
pemunculan tokoh dalam novel Saman seperti Shakuntala, dan Cok yang dapat
belum ada ikatan pernikahan. Selain itu, Yasmin sebagai tokoh yang sudah
bernama Saman yang bukan suaminya sendiri. Hal ini tampak pada kutipan di
bawah ini:
“Namun tak kupahami, akhirnya justru akulah yang menjadi seperti anak
kecil: terbenam di dadanya yang kemudian terbuka, seperti bayi yang haus.
Tubuh kami berhimpit gemetar, selesai sebelum mulai, seperti tak sempat
mengerti apa yang baru saja terjadi. Tapi ia tak peduli, ia menggandengku
ke kamar. Aku tak tahu bagaimana aku akhirnya melakukannya. Ketika
usai aku menjadi begitu malu. Namun ada perasaan lega yang luar biasa
sehingga aku terlelap.” (Saman, 2002: 177).
Usaha yang dilakukan Yasmin dan Cok dalam usahanya melarikan Saman
ke luar negeri untuk menghindari kejaran polisi di atas, merupakan gambaran dari
untuk menjadi seorang aktivis. Akan tetapi pengarang merasa tersentuh setelah ia
Jurnalistik Indonesia (AJI). Mereka cukup lama hidup dalam persembunyian dari
85
kejaran polisi. Pada saat itu pengarang berkedudukan hanya sebagai kurir atau
mereka sama sekali tidak curiga akan kehadirannya. Karena untuk ukuran seorang
aktivis, sosoknya cukup bersih dan rapi. Hasilnya, sepak terjangnya sebagai
dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu pengarang mempunyai rasa simpati
pada nasib yang dialami oleh penduduk transmigrasi Sei Kumbang dan pengarang
laki-laki dan perempuan. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusi-solusi yang
tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang.
dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi
merupakan suatu gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat mempersatukan suatu
dalam karya sastra. Pandangan dunia bukan fakta. Pandangan dunia tidak
86
memiliki eksistensi objektif, tetapi merupakan ekspresi teoritis dari kondisi dan
B. Pembahasan
masyarakat saat novel tersebut diciptakan. Novel Saman merupakan refleksi dari
Baru, yang terjadi pada tahun 1990-an). Novel Saman merupakan gambaran
peristiwa sengketaan tanah dan kerusuhan yang terjadi di Medan pada masa Orde
Baru. Peristiwa itu membawakan persoalan peka bagi masyarakat, yaitu akan
diubahnya kebun karet menjadi kebun kelapa sawit. Akan tetapi masyarakat
merasa tidak setuju dengan adanya perubahan ini. Hal ini mengakibatkan oknum
menindas, memperkosa, bahkan membunuh. Pada masa itu juga terjadi kerusuhan
menggunakan cara kekerasan yaitu adanya aksi-aksi aparat keamanan atau militer
terkendalikan. Tuntutan itu dijawab dengan pentungan, gas air mata, aksi
dilakukan oleh aparat keamanan atau militer telah membuka hati para aktivis
87
ini, bukannya membawa keadaan semakin membaik, tetapi LSM dianggap sebagai
gerakan kiri atau gerakan yang melawan pemerintah. Pada masa rezim Soeharto,
LSM selalu diidentikkan sebagai “agen dan antek asing”, “penjual”, dan
LSM di mata rakyat, mengingat LSM saat itu adalah satu-satunya elemen
masyarakat yang kritis terhadap pemerintah Soeharto. Posisi LSM dan rezim
Soeharto selalu dalam posisi berlawanan. LSM telah dituduh berpolitik dan
pemuda bernama Saman, yang dalam perjalanan karirnya sebagai seorang pastor
harus menyaksikan penderitaan penduduk desa yang tertindas oleh negara melalui
novel Saman antara lain Shakuntala, Laila, Cok, dan Yasmin. Mereka muda,
pada tahun 1998, sempat menghebohkan dunia sastra Indonesia karena isinya
88
pihak-pihak yang mengkritik novel tersebut karena dianggap terlalu berani dan
panas dalam membicarakan persoalan seks. Banyak pula yang memujinya karena
Kehadiran karya sastra dalam bentuk novel tentu akan memberi solusi dari
adalah perebutan kekuasaan. Dengan membaca novel, orang dapat secara gratis
menikmatinya, sehingga pesan sosial yang ada di dalamnya dapat lebih dinikmati
Utami bisa dijadikan sebagai pembelajaran bagi pelajar dan masyarakat luas
Novel ini juga bisa dijadikan spirit baru bagi para penikmat sastra untuk
menghasilkan karya sastra seperti novel yang dapat memberikan nilai sosial bagi
memerhatikan dampak yang akan muncul dari karya novel itu sendiri apabila
A. Simpulan
yaitu:
hanya konflik eksternal saja namun konflik internal atau kejiwaan dengan dirinya
dia adalah seseorang yang pernah belajar teologi dan seorang rohaniawan yang
tak lagi diragukan akan keimanannya tentang Tuhan. Dari konflik itulah akhirnya
membuat perubahan drastis dalam diri Wis. Dengan alasan politis dan keamanan
dirinya Wis menghilang dan mengganti namanya dengan nama Saman lalu
imamatnya demi mejadi seorang aktivis di antara kaum miskin papa yang
tertindas.
wartawan dan aktivis. Ada dua hal yang ingin ia angkat di dalam novelnya, yaitu
politik yang lebih umum. Ia hanya berusaha untuk jujur mengungkapkan apa yang
ada dalam pikirannya. Pada masa itu, masalah seks memang masih dianggap tabu
89
90
prediksinya salah novel Saman malah menjadi best seller. Ini merupakan satu
bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah siap dengan hal-hal yang dianggap tabu,
tertekan akan kondisi ekonomi akibat hutang dan monopoli perdagangan karet.
Dalam novel Saman tidak hanya masalah hukum dan keadilan sosial saja yang
keperawanan dan seksualitas. Novel Saman tidak hanya menuntut keadilan sosial
dan peningkatan status perempuan Indonesia, tetapi juga hak seksual mereka.
4. Padangan dunia pengarang dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu
pengarang mempunyai rasa simpati pada nasib yang dialami oleh penduduk
bahwa laki-laki selalu mendominasi perempuan. Lebih dari itu pengarang ingin
menyeimbangkan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini terlihat dari
B. Saran
2. Bagi penikmat sastra khususnya mahasiswa yang ingin memahami suatu karya
berkembang.
3. Sudah sepatutnya uraian dalam tulisan ini tidak hanya sekadar kritik ilmiah
bagi penulis dan pembaca, tetapi dapat memberikan hikmah ilmiah dan dapat
mengkaji aspek-aspek lain dari novel berbobot lainnya sebagai suatu motivasi.
Jika perlu ada baiknya kalangan mahasiswa Pendidikan Jurusan Bahasa dan
Aziz, Siti Aida. 2011. Apresiasi dan Kajian Prosa Fiksi. Surabaya: Bintang
Surabaya.
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra. Jakarta. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Sastra.
Darma, Budi. 1999. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algensido Bandung.
Hasan. 2013. Pengertian Sastra Secara Umum dan Menurut Para Ahli (Online).
(http://jenggala.blogspot.com/2013/01/pengertian-sastra-secara-umum-dan
.html. 14 Februari 2014).
Kasmawati. 2013. Nilai Pendidikan dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna
Pabicahara. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Fkip Unismuh Makassar.
Musyaropah, Siti. 2011. Analisis Stratifikasi Sosial dalam Novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah Karya Wiwid Prasetiyo dan Alternatif Materi
Pembelajaran di SMA. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Ikip
Semarang.
Rimang, Siti Suwadah. 2011. Kajian Sastra Teori dan Praktik. Yogyakarta: Aura
Pustaka.
Satriani. 2013. Analisis Nilai Pendidikan novel Sujud Nisa di Kaki Tahajjud
Subuh karya Kartini Nainggolan. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Fkip
Unismuh Makassar.
Teeuw, A. 2003. Sastra Dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka Jaya
Wellek dan Warren, Rene Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
SINOPSIS
sabahat dari SD, mereka adalah Laila, Cok, Yasmin, dan Shakuntala. Mereka
Laila jatuh cinta kepada Sihar yang sebelumnya Laila jatuh cinta pada
seorang pastor bernama Wisanggeni, Laila menjadi terlibat sangat jauh dengan
masalah yang dihadapi Sihar sehingga mereka menjadi sangat dekat, masalah
meninggal karena kelakuan atasannya. Sihar dan Laila tepaut cinta yang
seharusnya tidak boleh terjadi diantara mereka, karena Sihar telah mempunyai
istri dan seharusnya Laila tidak boleh menjalin cinta kepada laki-laki yang telah
mempunyai istri.
dirugikan tanpa berharap imbalan, Yasmin sudah menikah. Berbeda dengan Cok
yang selalu berganti-ganti pasangan dan dikenal sebagai wanita yang binal.
Shakuntala yang merupakan sahabat dari Cok, Yasmin dan Laila yang mendapat
beasiswa seni tari di New York, dengan mendapatkan beasiswa di New York
Shakuntala mempunyai maksud untuk menjauhi ayahnya. Keempat sahabat ini
memilki jiwa social yang tinggi yang menimbulkan mereka terlibat dalam
masalah yang serius yaitu masalah yang menimpa Sihar dan Wisanggeni.
karena kecerobohan sang atasan salah satu rekan kerja sihar meninggal. Sihar
yang dibantu oleh Wis dan Yasmin yang merupakan pengacara berusaha
menuntaskan masalah tersebut. Karena masalah tersebut Laila dan Sihar menjadi
kencan tersebut digagalkan oleh Sihar karena tek tega lantaran Laila masih
perawan.
para lelaki yang tidak bertanggung jawab, Wisanggeni bertemu Upi, ketika Upi
terjebur dalam sumur, entah karena apa Wisanggeni memandang Upi berbeda dan
kenyataan bahwa Upi mengalami gangguan jiwa yang harus dimasukkan dalam
kandang dengan kaki terantai. Orang tua Upi menjelaskan bahwa mereka terpaksa
melakukan itu karena Upi sudah keterlaluan karena hampir membahyakan orang
disekitar, Upi yang dalam sakit gangguan jiwa tersebut, sering merasakan
tempat yang layak untuk Upi, hingga suatu hari Wisanggeni terlibat terlalu dalam
pada masalah didesa tersebut yaitu membantu perekonomian warga yang ada
didesa tersebut, Wisanggeni dapat membantu mereka dengan bantuan dana dari
ayahnya serta izin dari kepala pastor untuk membantu desa tersebut. Didesa itu
semakin membaik. Namun, teror demi teror menyerang desa tersebut hingga suatu
ketika warga desa dan Wis terjebak. Sehingga perkebunan tersebut dapat dikuasai
oleh perusahaan swasta dan Wisanggeni ditangkap dan siksa dalam penjara
merasa sangat bersalah dan kecewa kapada dirinya sendiri karena Upi tidak dapat
diselamatkan.
Laila dan Sihar berjanji akan berkencan di New York. Namun, Sihar tidak
sahabat Laila. Namun, Laila selalu membela Sihar dan mengagungkan Sihar,
Shakuntala tidak habis pikir dengan laila yang selalu setia mencintai orang,
berbeda dengan Shakuntala yang selalu berganti pasangan yang sesuai dengan apa
yang dinginkannya.
ayahnya, dia meminta bantuan untuk dikirimi uang dan meminta ayahnya untuk
rapi sehingga tidak ada orang yang mengenali Wisanggeni. Wisanggeni dilarikan
ke New York tanpa sepengatuhuan orang lain. Namun, tengah perjalanan itu
Selama wisanggeni pergi ke New York dia berganti nama menjadi Saman.
Saman menjadi sangat dekat dengan Yasmin dan sangat mencintai yasmin .
Perasaan dan nafsu yang selama ini di pendam selama ia menjadi pastor, kini
Ayu Utami yang nama lengkapnya Justina Ayu Utami dikenal sebagai
Katolik.
Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Selain itu, ia menyukai musik tradisional dan
musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah
senjata dan bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia
masuk dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai wartawan Matra, Forum
Berita Buana. Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut
membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan
Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu
menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap
sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia
tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus
menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam
Kalam. Karyanya yang lain, Larung, yang merupakan dwilogi novelnya, Saman
1. Saman (1998)
2. Larung (2001)
3. Bilangan Fu (2008)
b. Kumpulan Esai
2. Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang
Bilangan Fu
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Santi
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim
penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau
dibuatkan oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar.
Santi
Diketahui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
v
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN
Nama : Santi
Santi
Mengetahui
Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
tahun 2005, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan lanjutan
tingkat pertama di SMP Negeri 13 Makassar dan selesai pada tahun 2008,
pada tahun 2011. Setelah menempuh pendidikan tingkat menengah atas, pada
Berkat Rahmat Allah swt yang disertai iringan doa kedua orang tua dan
saudara. Perjuangan panjang penulis yang penuh suka dan duka di dalam
LAMPIRAN
Lampiran 1
S
Lampiran 2
PENGARANG
Lampiran 3