Anda di halaman 1dari 118

REPRESENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

PADA TOKOH YAN


DALAM FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI
(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik
Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

INGE YULISTIA DEWI


6662 111485

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
“Man Jadda WaJada”
Siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil

“Hasil tidak akan pernah mengkhianati sebuah proses, jika hasil


tidak sesuai dengan yang diharapkan, coba dilihat lagi apa proses
yang dijalani sudah sesuai, jika iya anggap saja itu ujian iman
dari-Nya., Ikhlas dan bersabarlah”

Kupersembahkan Skripsi yang


penuh dengan perjuangan ini
untuk kedua Orang Tuaku,
Kakak dan Adikku, dan mereka
yang telah memberikan kasih
sayang, dukungan, serta
doanya disetiap waktu
ABSTRAK

Inge Yulistia Dewi. NIM 6662111485. Skripsi. Representasi Nilai-Nilai


Pendidikan Karakter Pada Tokoh Yan dalam Film Sebelum Pagi Terulang
Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Program Studi Ilmu
Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. 2015. Mia Dwianna W. S.Sos., M.Ikom; Puspita Asri
Praceka, S.Sos., M.Ikom.
Latar belakang masalah penelitian ini adalah krisis moral yang terjadi saat ini
yang diakibatkan lemahnya nilai-nilai pendidikan karakter. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan
dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film merupakan bagian dari
komunikasi massa yang dilengkapi dengan audio dan visual. Film Sebelum Pagi
Terulang Kembali merupakan film yang mengusung tema korupsi, salah satu
problematika yang diakibatkan lemahnya pendidikan karakter. Metode yang
digunakan adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Penelitian ini
menggunakan teori konstruksi sosial emosi untuk melihat karakter sesorang dan
dianalisis menggunakan model semiotika Peirce yang terdiri atas sign, object, dan
interpretant. Unit analisis yang dipilih merupakan adegan-adegan yang
diperankan oleh Yan yang dianggap merepresentasikan nilai-nilai pendidikan
karakter didukung dengan element yang terdapat dalam film. Hasil penelitian
menunjukkan sign dalam film ini berupa perilaku tanggung jawab, jujur, kerja
keras dan peduli sosial yang ditunjukkan oleh Yan, objectnya adalah tokoh yaitu
Yan yang didukung dengan ekpresi atau mimik wajah dan juga gestur tubuh yang
diperlihatkan olehnya diadegan yang ia perankan, dan interpretant dalam
penelitian ini adalah perilaku yang ditunjukkan oleh sosok Yan menggambarkan
karakter tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa tokoh Yan merepresentasikan nilai-nilai pendidikan
karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang muncul dalam bentuk
sikap, perilaku dan dialognya. Nilai-nilai karakter-karakter yang ditemukan antara
lain, tanggung jawab, peduli sosial, kerja keras, dan jujur.
Kata Kunci : Representasi, Pendidikan Karakter, Film, Semiotika
ABSTRACT

Inge Yulistia Dewi. NIM 6662111485. Thesis. Representation Values Character


Education on Figure Yan in Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Semiotics
Analysis Charles Sanders Peirce). Course of study Communication Science.
The Faculty of Social and Political Science. Sultan Agung Tirtayasa University.
2015. Mia Dwianna W. S. Sos., M.Ikom; Puspita Asri Praceka, S. Sos., M.Ikom.
background of the problem of this research is a moral crisis that is happening
today because weakness of values of character education built. The purpose of
this research to determine the representation of the values of character education
on figure Yan in film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film is part of mass
communication which is equipped with audio and visual. Film Sebelum Terulang
Kembali is a film with corruption theme,  one result of the lack of character
education. The method used is qualitative and constructivist paradigm. This
research uses the theory of social construction of emotion to see the character of
someone and analyzed using a model semiotics Peirce's consisting of sign, object,
and interpretant. The unit of analysis is selected from the scenes that played by
Yan and considered to represent the values of character education is supported by
the elements contained in the film.  The results showed ‘sign’ at the film in the
form of behavior that responsibility, honesty, hard work and social care shown by
Yan, 'object' is a figure that is Yan supported by facial expressions and bodily
gestures shown by him at the scene that he played, and interpretant in this
research is the behavior shown by the figure Yan described the character of
responsibility, honesty, hard work and social care.  Conclution from this research
is figure Yan represents the values of character education in the film sebelum pagi
terulang kembali and appearing in the form of attitudes, behavior and dialogue.
The values of characters are found, among others, responsibility, social care,
hard working, and honest.
Keywords: Representation, Character Education, Film, Semiotics
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, yang tak henti-

hentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat

menyusun skripsi ini sampai selesai. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul “Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Film

Sebelum Pagi Terulang Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)” ini,

penulis buat dengan segenap niat, usaha dan kemampuan untuk menyelesaikan

jenjang pendidikan strata satu. Adapun skripsi ini mengangkat makna tanda dalam

sebuah film dengan menggunakan model semiotika yang merupakan salah satu

bidang kajian ilmu komunikasi.

Selesainya pengerjaan skripsi ini, penulis rasakan sebagai sebuah hal yang

patut disyukuri, terlebih dengan berbagai proses yang penulis lalui. Proses-proses

itulah yang memberikan pembelajaran dan pengalaman yang amat berharga untuk

penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih,

kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi

ini:

1. Prof. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor UNTIRTA beserta seluruh

jajarannya.

i
2. Dr. Agus Sjafari, S,Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik beserta jajarannya

3. Begitupun Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UNTIRTA Kandung

Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan Bidang Keuangan FISIP

UNTIRTA Mia Dwianna W, S.Sos., M.IKom., dan Wakil Bidang

Kemahasiswaan FISIP Untirta Ismanto, S.Sos., M.M.

4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

5. Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.IKom selaku Sekretaris Jurusan Program

Studi Ilmu Komunikasi dan juga dosen pembimbing II yang telah

memberikan arahan, motivasi dan dukungannya selama penulis

mengerjakan skripsi

6. Mia Dwianna, S.Sos., M.IKom selaku dosen pembimbing I yang juga

telah memberikan arahan, support dan motivasi kepada penulis untuk

segera menyelesaikan penelitian ini

7. Ayahanda M. Sayuti dan Ibunda Rofiatul Himah yang senantiasa tidak

pernah lelah mendoakan dan mensupport putrinya agar selalu semangat

kuliah dan mengerjakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Serta selalu

menjadi inspirasi dan semangat peneliti dalam menjalani itu semua

8. Dua jagoan penulis, Anggha Rovika dan Aldo Ali Muhammed yang

senantiasa menjadi kakak dan adik penulis terimakasih atas segala doa,

motivasi dan support nya

9. Bapak Ibu dosen Ilmu Komunikasi UNTIRTA terimakasih atas segala

ilmu yang telah diberikan

ii
10. Lasja F. Susatyo dan Drs. Suparlan, M.Ed yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk membalas email penulis sehingga dapat membantu

menyelesaikan skripsi ini

11. Kakak-kakak kesayangan Mba ami, Teh Ninis, Teh Dian, Teh Evita,

Aday, A anas, Ka aim, Jaro terimakasih atas segala bimbingan dan

ilmunya selama ini

12. Bang Taro yang telah memberikan referensi buku yang amat berguna

untuk penelitian ini

13. Teman seperjuangan Husnul, Mala, Lia, Cipong, Tumieq, Cumel, Acut,

Veny, Danti, Sisil, Risda, Lupeh, Tata, Diana, Reni, Yuda, Eki, Anton,

Budy, Beny. terimakasih telah menemani dalam susah, senang, galau, dan

mau berproses bersama sampai pada akhirnya skripsi ini pun selesai tapi

semoga pertemanan kita belum dan tidak akan pernah selesai

14. Segenap kawan-kawan Ilmu Komunikasi UNTIRTA, kakak-kakak tingkat,

adik-adik tingkat dan khususnya angkatan 2011 thanks for all memories

and keep fight and keep on growth!

15. Keluarga BEM FISIP HARMONI, KBM FISIP 2014 (HIMAKOM,

HIMANE, FOSMAI, ORANGE, DPM FISIP) terimakasih atas kerja sama,

kerja keras dan kerja luar biasa selama masa kepengurusan

16. Keluarga IMIKI PPT UNTIRTA, UMC, KeMANGTEER Serang, dan

UTv terimakasih untuk segala ilmu, pengalaman dan pembelajaran serta

terimakasih telah dan pernah menjadi wadah untuk penulis berproses

selama masa kuliah

iii
17. Komite Beasiswa CAP terimakasih telah memberi kesempatan dan

kepercayaannya kepada penulis. Begitupun teman seperjuangan di Batch 1

Kiki, Popo, Ghea dan Andi.

18. Dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tak bisa

penulis sebutkan satu-persatu

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Kesalahan yang terdapat

dalam pembuatan skripsi ini mutlak milik penulis. Penulis berharap agar skripsi

ini dapat berguna bagi penulis sendiri dan juga bagi mahasiswa di Ilmu

Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan dapat menambah referensi

bagi yang membutuhkan. Penulis juga tidak menutup saran dan kritik yang

membangun untuk kemajuan penulis dikehidupan mendatang. Semoga kita semua

tidak pernah bosan untuk terus berkembang bersama proses dengan segenap

keikhlasan. Aamiin.

Serang, Juli 2015

Inge Yulistia Dewi

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7
1.3 Identifikasi Masalah ............................................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
1.5.1 Manfaat Akademis .................................................................... 9
1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10
2.1 Komunikasi Massa .............................................................................. 10
2.2 Film Sebagai Media Massa ................................................................. 12
2.3 Representasi ........................................................................................ 16
2.4 Nilai-nilai Pendidikan Karakter .......................................................... 19
2.5 Teori Konstruksi Sosial Emosi ........................................................... 25
2.6. Semiotika Charles Sanders Peirce...................................................... 28
2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 31
2.7 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 32
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 36
3.1 Metode Penelitian .............................................................................. 36

v
3.2 Paradigma Penelitian........................................................................... 37
3.3 Unit Analisis ....................................................................................... 38
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................... 38
3.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 39
3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 41
3.7 Triangulasi Data Penelitian ................................................................. 44
3.8 Jadwal Penelitian ................................................................................ 45
BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 47
4.1 Gambaran Objek Penelitian ................................................................ 47
4.1.1 Deskripsi Film ............................................................................ 47
4.1.2 Tokoh Yan.................................................................................. 50
4.2 Deskripsi dan Anaslisis Data Penelitian ............................................. 52
4.3 Pembahasan ......................................................................................... 83
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 89
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 89
5.2 Saran.................................................................................................... 89
5.2.1 Akademis ................................................................................... 90
5.2.2 Praktis ........................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ix
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 34


Tabel 3.1 Tabel Analisis Data ......................................................................... 44
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian............................................................................. 46
Tabel 4.1 Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ..................................... 52
Tabel 4.2 Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ....................... 54
Tabel 4.3 Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri ............................................. 58
Tabel 4.4 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Rumah........................................ 62
Tabel 4.5 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Rumah ......................... 63
Tabel 4.6 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Kantor ........................................ 67
Tabel 4.7 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Kantor .......................... 70
Tabel 4.8 Tabel Scene Tangga Kantor ............................................................ 75
Tabel 4.9 Tabel Scene Garasi Rumah Yan...................................................... 78
Tabel 4.10 Tabel Analisis Scene Garasi Rumah Yan ...................................... 80

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Triangle Meaning ......................................................................... 30


Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................ 31
Gambar 3.1 Triangle Meaning ......................................................................... 42

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Representasi menurut Wibowo (2011:122) merupakan proses merekam

ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi menurut

Danesi masih dalam Wibowo didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar,

bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau

memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam

bentuk fisik tertentu.

Dilihat dari pengertian tersebut, peneliti berasumsi bahwa produk dari

representasi dapat berupa film. Film dapat menjadi bentuk fisik dalam

penyampaian pesan. Di sebuah film lah pesan -pesan disampaikan menggunakan

tanda berupa gambar, bunyi dan lain-lain.

Banyak hal yang dapat direpresentasikan melalui sebuah tanda dalam

sebuah media. Hal-hal yang berangkat dari kehidupan nyata yang kemudian coba

dikonstruksikan dalam sebuah media misalnya melalui film. Contohnya mengenai

nilai-nilai pendidikan karakter yang coba direpresentasikan dalam sebuah film.

Karakter merupakan hal dasar yang melekat pada setiap individu. Menurut

Lickona dalam Zubaedi (2011:29) karakter berkaitan dengan konsep moral (moral

knowing), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior).

Berdasarkan ketiga komponen ini dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung

oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan

1

 

perbuatan kebaikan. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa individu yang

memiliki karakter baik pastilah memiliki moral dan budi pekerti yang baik.

Arus modernisasi yang terjadi saat ini membuat perubahan dalam

kehidupan bermasyarakat. Salah satunya perubahan dalam segi moral. Peneliti

melihat realita yang terjadi dari pemberitaan dimedia bahwa bangsa ini sedang

mengalami krisis moral. Krisis moral yang dimaksud diantaranya banyaknya

remaja yang terjebak pergaulan bebas sampai pada melakukan sex bebas dan

penggunaan obat-obat terlarang. Belum lagi tawuran yang melibatkan siswa

sekolah. Bukan hanya dikalangan remaja, krisis moral ini juga terjadi pada

kalangan dewasa, dapat dilihat dilayar televisi begitu banyaknya pejabat

pemerintahan yang terkena kasus korupsi sehingga merugikan negara yang

berdampak ke berbagai sektor salahsatunya adalah kemiskinan.

Berangkat dari permasalahan tersebut, pendidikan karakter dirasa relevan

untuk mengurangi krisis moral yang kini kerap terjadi. Pendidikan karakter inilah

yang menjadi bagian dalam membentuk akhlak dan moral bangsa. Seperti halnya

yang dicetuskan oleh Kementrian Pendidikan Nasional dalam tema hari

pendidikan pada tahun 2010 yakni “Pendidikan karakter untuk membangun

peradaban bangsa Indonesia”. Senada dengan hal tersebut, mantan Presiden

Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Mei 2010

mencanangkan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. Gerakan ini diharapkan

menjadi solusi atas rapuhnya karakter bangsa saat ini. Inilah yang peneliti rasa

bahwa pendidikan karakter merupakan suatu hal yang penting dalam memperbaiki

karakter bangsa.

 

Creasy dalam Zubaedi (2011:18) mengartikan pendidikan karakter

sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh dan berkembang dengan

kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam

hidupnya serta mempunyai keberanian melakukan yang ‘benar’ meskipun

dihadapkan pada berbagai tantangan.

Suyadi (2013: 7-9) memaparkan bahwa Kementrian Pendidikan Nasional

telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta

didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Dalam buku Pengembangan

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun melalui Badan Penelitian

dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010, 18 nilai karakter tersebut

yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,

rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air,

menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Dono Baswardono yang dikutip oleh Suyadi dalam bukunya (2013:7)

Nilai-nilai karakter ada dua macam, yakni nilai-nilai karakter inti dan nilai-nilai

karakter turunan. Nilai-nilai karakter inti bersifat universal dan berlaku sepanjang

zaman tanpa ada perubahan, sedangkan nilai-nilai karakter turunan sifatnya lebih

fleksibel sesuai dengan konteks budaya lokal. Contoh, nilai karakter jujur yang

merupakan nilai karakter yang tetap berlaku sepanjang zaman. Dalam praktiknya,

nilai kejujuran dapat berubah-ubah. Salah satu contohnya adalah “Pendidikan Anti

Korupsi” atau “Kantin Kejujuran”. Hal ini merupakan keturunan dari salah satu

 

nilai karakter, yakni jujur. Jadi, nilai inti karakter adalah kejujuran itu sendiri,

bukan pada anti korupsi atau kantin kejujuran.

Zubaedi (2011:106) Proses pendidikan karakter tidak hanya melalui

kelas-kelas formal seperti sekolah namun juga dapat dilakukan secara non-formal.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan

karakter dapat dilakukan melalui media lain seperti media massa misalnya. Media

televisi yang merupakan salah satu media massa elektronik dapapt menyajikan

acara-acara yang bermutu guna mengedukasi khalayak yang melihatnya. Menurut

hasil penelitian American Psychological Association (APA) pada tahun 1995

terungkap bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk

berprilaku baik. Adapun tayangan yang kurang bermutu akan mempengaruhi

seseorang untuk berprilaku buruk. Bahkan penelitian ini menyimpulkan, bahwa

hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah hasil pelajaran yang

mereka terima dari media semenjak usia anak-anak.

Kemudian Zubaedi (2011:177) mengemukakan media massa perlu

berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memiliki unsur cultural of power

dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat

kuat dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku masyarakat. Prinsip-prinsip

dalam pendidikan karakter perlu diinternalisasikan dalam program-program yang

ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam

mengatasi krisis karakter bangsa.

Salah satu media massa yang dirasa juga efektif dan dapat diterima oleh

setiap lapisan masyarakat adalah film. Film yang merupakan salah satu media

 

komunikasi massa ini mampu untuk menarik perhatian sehingga film dapat

mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan yang

dibawanya. Sebuah film dapat mempengaruhi psikologis seorang, jika film

tersebut sedih maka khalayak yang menontonnya akan merasa sedih pula bahkan

menangis. Begitu juga jika film tersebut bahagia maka khalayak yang

menontonnya pun akan turut bahagia. Selain itu dari sebuah film penonton bisa

mencontoh suatu hal seperti fashion, contohnya pakaian yang dikenakan oleh

tokoh dalam sebuah film dapat membuat penonton ingin memiliki pakaian yang

serupa dengan tokoh tersebut.

Film merupakan media presentasi yang lengkap, disajikan dengan bentuk

audio maupun visual. Dalam film sebuah gambar, garis, simbol, suara dan

gerakan mempunyai makna tertentu. Makna-makna tersebutlah yang diharapkan

akan menimbulkan efek yang diharapkan. Bukan hanya sebagai media hiburan,

film juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Film yang baik adalah film

yang juga mempunyai unsur edukasi didalamnya.

Di Indonesia tiap tahunnya banyak film-film yang bermunculan. Namun

hanya sedikit yang berkualitas. Seperti pernyataan aktor senior Slamet Rahardjo,

menurutnya film yang berkualitas di Indonesia kurang dari lima tiap tahunnya.

Selain itu menurutnya tayangan televisi saat ini pendekatannya lebih ke sensasi.

Pola pikir masyarakat dibentuk dengan sesuatu yang sensasional, bukan tontonan

yang cerdas dari sisi esensi 1 . Misalnya bisa kita lihat film horor yang lebih

banyak mempertontonkan adegan vulgar daripada adegan seram sehingga cerita

                                                            
1
 http://entrepreneur.bisnis.com/read/20130724/267/152946/slamet-rahardjo-indonesia-miskin-
film-berkualitas diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 23:02 WIB 

 

horor menjadi bias, belum lagi dengan pemeran yang memakai pakaian-pakaian

seksi. Namun bukan berarti tidak ada film yang memiliki unsur edukasi atau

pendidikan. Seperti Film berjudul ‘Laskar Pelangi’ yang layak ditonton karena

bercerita mengenai anak-anak yang memiliki keterbatasan keadaan namun tetap

memiliki motivasi belajar yang tinggi untuk meraih mimpi mereka. Kemudian

film ‘Kita vs Korupsi’ yang merupakan film omnibus untuk menggambarkan

bahwa tindak korupsi dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada tahun

2014 lalu rilis sebuah film yang berjudul Sebelum Pagi Terulang Kembali, Film

ini bercerita mengenai keluarga yang pada awalnya harmonis kemudian hancur

seketika karena praktik korupsi. Film ini mengajarkan bahwa korupsi merupakan

suatu hal yang salah dan berdampak buruk.

Film Sebelum Pagi Terulang Kembali atau biasa disingkat SPTK

mendapatkan penghargaan dari Apresiasi Film Indonesia 2014 sebagai film cerita

panjang bioskop ini, berusaha mengajak khalayak untuk tidak terlibat dalam

tindak korupsi. Peneliti melihat film ini merupakan film yang edukatif dan layak

untuk ditonton. Dengan mengambil tema korupsi, film ini mencoba

menkontruksikan realitas yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini.

Adanya praktek korupsi yang terjadi dikalangan pemerintahan bahkan sampai

pemanfaatan kedekatan hubungan emosional. Selain itu korupsi merupakan salah

satu dampak dari krisis moral yang terjadi saat ini.

Film ini memang menceritakan mengenai korupsi, namun jika dilihat lebih

dalam menurut peneliti film ini juga mengandung makna yang tersirat. Film yang

mengandung unsur edukasi ini juga memperlihatkan mengenai karakter-karakter



 

tiap individunya. Film ini mengajarkan kita untuk jujur dan berani menghadapi

resiko dari pilihan yang telah kita ambil. Sosok Yan yang merupakan seorang

ayah yang memilki karakter yang jujur ingin mengajari anak-anaknya untuk

bersikap jujur pula. Bukan hanya Yan namun juga karakter tiap individu dalam

film ini dapat menjadi sebuah pelajaran dalam kehidupan nyata.

Dari masalah yang telah peneliti uraikan, peneliti akan memilih film ini

untuk diteliti lebih mendalam. Peneliti melihat ada pesan yang tersembunyi

mengenai nilai-nilai pendidikan karakter untuk orang yang menonton film ini.

Nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah film tidak diperlihatkan secara

langsung dan jelas sehingga harus direpresentasikan. Peneliti akan menggunakan

analisis semiotika, karena semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis

untuk mengkaji sebuah tanda. Peneliti mencoba memahami setiap makna tanda

pada tiap scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang

menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Dari latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan, maka peneliti

memilih judul “Representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan

dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali” untuk diteliti menggunakan

analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, sekiranya

perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam pada film ini. Maka dari itu peneliti

merumuskan masalah penelitian dengan “Bagaimana representasi nilai-nilai



 

pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang

Kembali?”

1.3. Identifikasi Masalah

Dari rumusan masalah diatas maka identifikasi masalah penelitian ini

adalah sebagai berikut,

1. Bagaimana Sign merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter

pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

2. Bagaimana Object merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter

pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

3. Bagaimana interpretant merepresentasikan nilai-nilai pendidikan

karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang

Kembali?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya

penelitian ini adalah untuk,

1. Menjelaskan sign dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan

karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang

Kembali.

2. Menjelaskan object dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan

karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang

Kembali.

 

3. Menjelaskan interpretant dalam merepresentasikan nilai-nilai

pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi

Terulang Kembali.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang baik dalam hal

akademis maupun praktis. Manfaat penelitian ini adalah ;

1.5.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

perkembangan kajian mengenai media, khusunya komunikasi massa. Selain

itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan baru dalam

kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai film, terutama jika dilihat dari

analisis semiotika.

1.5.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan

juga dapat memberikan masukan bagi para penggiat film dalam

merepresentasikan permasalahan sosial melalui sebuah film dan membuat

film yang berkualitas. Begitupun untuk masyarakat bahwa film dapat

menjadi media pembelajaran atau pendidikan sehingga masyarakat lebih jeli

dalam memilih film yang berkualitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi Massa

Effendy dalam bukunya ilmu, teori dan filsafat komunikasi (2005:42)

mengemukakan bahwa Komunikasi merupakan suatu elemen yang penting dalam

kehidupan karena berkaitan dengan interaksi antar individu. Tentunya tanpa ada

komunikasi tidak akan terjadi interaksi. Namun konteks komunikasi bukan hanya

terjadi pada individu antar individu tapi juga kelompok, organisasi ataupun media

massa. Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan Communication

yang berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis

yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua

orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung

selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si

penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu. 

Komunikasi Massa menurut Nurudin (2004:1) adalah studi ilmiah tentang

media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca atau pendengar atau

penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka.

Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction To

The Study of Communication yang dikutip oleh (Nurudin, 2011:11), memberikan

defenisinya mengenai komunikasi massa yakni sebagai berikut :

“First, mass communication is communication addressed to the


masses, to an extremely large audience. This does not mean that the
audience includes all people or everyone who reads or everyone who
watches television; rather it means an audience that is large and generally

10
11

rather poorly defined. Second, mass communication is communication


mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is
perhaps most easily and most logically defined by its forms: television,
radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes.”

Jika diartikan maka, pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang

ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak

berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang

membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa

khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua,

komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar

yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan

lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar,

majalah, dan film).

Dalam Ardianto (2004:6-12) menyebutkan bahwa komunikasi massa dapat

dijelaskan melalui beberapa karakterisitik yakni, 1). Komunikator dalam

komunikasi massa merupakan komunikator yang terlembagakan, 2). Pesan

bersifat umum, 3). Komunikan bersifat anonim dan heterogen, 4). Media massa

menimbulkan keserempakan, 5). Komunikasi mengutamakan isi ketimbang

hubungan, 6). Komunikasi massa bersifat satu arah, 7). Stimulasi alat indera

terbatas, 8). Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect).

Fungsi Komunikasi Massa menurut Effendy dalam Ardianto (2004:18-19)

mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum anatara lain adalah : 1).

Fungsi Informasi, media massa merupakan penyebar informasi bagi pembaca,

pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media


12

massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya, 2). Fungsi Pendidikan,

media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education).

Cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai,

etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media

massa dapat melakukannya melalui drama, cerita,diskusi dan artikel, 3). Fungsi

Mempengaruhi, Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat

pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayak dapat

terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar.

Komunikasi massa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi

melalui media film. Film yang merupakan media massa yang juga terlembagakan

serta pesan disampaikannya bersifat umum. Komunikasi massa melalui media

sebuah film dapat memberikan informasi, memberikan pendidikan dan pada

akhirnya akan mempengaruhi khalayak.

2.2. Film Sebagai Media Massa

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang mendapat

tempat di masyarakat. Film merupakan hasil proses kreatif para sineas yang

memadukan berbagai unsur seperti gagasan, system nilai, pandangan hidup,

keindahan, norma, tingkah laku manusia, dan kecanggihan teknologi. Sehingga

film tidak bebas nilai karena didalamnya terdapat pesan yang dikembangkan

sebagai karya kolektif. Film merupakan visualisasi dari kehiduan yang terjadi

secara nyata dimasyarakat yang menyimpan banyak pesan. Layaknya media


13

komunikasi massa lainnya, film dapat digunakan dengan berbagai fungsi seperti

hiburan, penerangan, pendidikan, bahkan sebagai alat kontrol sosial.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 Film

adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa

pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada

pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi

lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses

elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat

dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik,

dan atau lainnya.

Ardianto (2004:145) Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak

menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam

film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.

Kelebihan film yang menyajikan informasi dalam bentuk audio dan visual

menjadikan film lebih dirasa efektif dalam menyampaikan pesan kepada

khalayak. Namun bukan berarti film tidak memiliki kekurangan, pemaknaan

sebuah film dapat menjadi multitafsir, diperlukan analisa tersendiri untuk

memahami unsur-unsur semiotik yang ditampilkan dalam film.

Berbeda dengan membaca sebuah buku yang jelas memerlukan daya pikir

atau imajinasi untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam sebuah cerita atau

tulisan, film tidak demikian. Penonton film dianggap pasif karena hanya tinggal

menonton saja. Dalam ilmu jiwa sosial terdapat gejala yang disebut identifikasi

psikologis, seorang penonton memahami ceritanya sehingga menyamakan


14

pribadinya dengan salah satu peran yang ada dalam film tersebut. Karena film

merupakan media komunikasi massa yang dirasa cukup ampuh dalam

mempengaruhi penontonnya maka film pun dijadikan media pembelajaran atau

alat bantu untuk memberikan penjelasan.

Film dapat mempengaruhi pandangan khalayak yang menontonnya.

Seorang pembuat film pastilah memiliki tujuan untuk apa film itu dibuat atau

pesan apa yang akan disampaikan pada khalayak. Setiap film dibuat mempunyai

pesan tersendiri. Misalnya dalam film laskar pelangi yang menceritakan anak anak

yang berjuang untuk pendidikan di pelosok negeri ini hingga sukses. Memiliki

pesan untuk tidak mudah menyerah dan keterbatasan bukan merupakan suatu

kekurangan. Begitupun film lainnya pastilah memilki pesan-pesan tersendiri yang

ingin disampaikan ke masyarakat.

Menurut Effendy (2005:209) Film adalah medium komunikasi massa yang

ampuh sekali bukan saja untuk hiburan tetapi juga untuk penerangan dan

pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium

penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu

dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan. Melainkan medium penerangan

dan pendidikan yang komplit.

Film yang berkualitas menurut Effendy (2005:226-227) adalah film yang

memenuhi tri fungsi film (hiburan, pendidikan dan penerangan), film yang

bersifat konstruktif bukan destruktif, film mengandung artistik, etika dan logis,

kemudian film juga bersifat persuasif.


15

Pratista dalam bukunya Memahami Film (2008:1) mengatakan bahwa

film memiliki dua unsur pembentuk yakni; unsur naratif (bahan atau materi yang

akan diolah) dan unsur sinematik (cara atau gaya untuk mengolahnya). Film

memiliki struktur yang terdiri atas; 1). Shot (proses pengambilan atau perekaman

gambar); 2). Scene adalah sekumpulan shot berupa satu segmen pendek dari

keseluruhan cerita dan terikat oleh ruang, waktu, isi cerita, tema, karakter, atau

motif; 3). Sequence merupakan satu segmen besar yang memperlihatkan satu

rangkaian peristiwa utuh. Satu sequence terdiri atas beberapa scene yang saling

berhubungan.

Elemen pokok dalam unsur naratif untuk membantu berjalannya sebuah

alur cerita adalah; 1). Pelaku cerita yang merupakan motivator utama yang

menjalankan alur cerita, 2). Permasalahan atau konflik, 3). Tujuan yang ingin

dicapai pelaku cerita (Pratista, 2008:44).

Unsur sinematik sebuah film terdiri dari; 1). Mise-en-scene adalah segala

hal yang terletak dihadapan kamera yang akan diambil gambarnya. Mise-en-scene

memiliki empat aspek utama yakni setting atau latar, kostum dan make-up, tata

cahaya, serta pemain dan pergerakannya; 2). Sinematografi berupa kamera dan

film (teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya), framing

(hubungan kamera dan objek yang akan diambil), dan durasi gambar (lamanya

sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera); 3). Editing merupakan proses

pemilihan gambar serta penyambungan gambar yang telah diambil dan

menghubungkan tiap shot; 4). Suara yang terdiri dari seluruh suara yang keluar

dari gambar (film) dapat berupa dialog, musik dan efek suara (Pratista, 2008:1-2)
16

Sumarno dalam Mudjiono (2011:133-135) menyebutkan jenis-jenis film

yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Teatrical Film (Film Teatrikal)

Film teatrikal disebut juga film cerita, merupakan ungkapan cerita yang

dimainkan oleh manusia dengan unsur dramatis dan memiliki unsur yang kuat

terhadap emosi penonton. Cerita dengan unsur dramatis ini dijabarkan dengan

berbagai tema. Lewat tema inilah film teatrikal digolongkan beberapa jenis yakni

Film Aksi (Action Film), Film Spikodrama, Film Komedi, dan Film Musik.

2. Non-teatrical

Film jenis ini merupakan film yang diproduksi dengan memanfaatkan

realitas asli, dan tidak bersifat fiktif. Film-film jenis ini lebih cenderung untuk

menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun

pendidikan. Film jenis ini dibagi dalam, Film Dokumenter, Film Pendidikan dan

Film Animasi.

Film yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah film karya Lasja F.

Susatyo yakni Sebelum Pagi Terulang Kembali. Rilis pada tahun 2014 dan masuk

ke dalam nominasi Festival Film Indonesia tahun 2014. Film ini mengangkat tema

mengenai tindak pidana korupsi.

2.3. Representasi

Danesi dalam Wibowo (2011:122) berpendapat bahwa representasi dapat

didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk

menghubungkan, menggambarkan, memotret atau memproduksi sesuatu yang


17

dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan

kata lain, proses menaruh X dan Y secara bersamaan itu sendiri. Menentukan

makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk,

konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan

sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan.

Sebenarnya, salah satu dari berbagai tujuan utama semiotika adalah untuk

mempelajari faktor-faktor tersebut. Danesi (2010:25) memberikan contoh hal-hal

yang ditimbulkan representasi, perhatikan seks, sebagai sebuah objek. Seks adalah

sesuatu yang hadir didunia sebagai fenomena biologis dan emosional. Sekarang

sebagai objek, seks dapat direpresentasikan (secara literal “presentasi kembali”)

dalam bentuk fisik tertentu. Misal dalam budaya kita, representasi umum seks

meliputi: (1) Foto dua orang yang sedang berciuman secara romantis; (2) Puisi

yang menggambarkan pelbagai aspek emosional seks atau; (3) Film erotis yang

menggambarkan aspek seks yang lebih fisik.

Sederhananya representasi adalah bagaimana seseorang atau sesuatu

digambarkan dalam sebuah media. Seperti yang dijelaskan Eriyanto (2005:113)

Representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok,

gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

Noviani (2002:62) Ada tiga elemen yang terlibat dalam representasi.

Pertama, objek merupakan sesuatu yang direpresentasikan. Kedua, representasi

sendiri (tanda). Ketiga, seperangkat aturan yang menghubungkan tanda dengan

pokok persoalan (Coding). Coding membatasi makna-makna yang mungkin

muncul dalam proses interpretasi tanda. Suatu tanda mempunyai aspek yang
18

esensial karena menghubungkan dengan objek yang diidentifikasi, satu tanda

hanya mengacu pada satu objek atau kelompok objek yang telah ditentukan secara

jelas. Oleh karena itu, dalam representasi terdapat kedalaman makna. Representasi

mengacu pada sifatnya orisinal.

Hall (1997:15) konsep representasi menempati tempat baru yang penting

dalam studi kebudayaan. Representasi menghubungkan makna dan bahasa dengan

kebudayaan. Representasi menurut Hall adalah bagian utama dari sebuah proses,

dimana makna dproduksi dan dipertukarkan diantara anggota-anggota sebuah

masyarakat kebudayaan. Representasi melibatkan penggunaan bahasa, baik dalam

bentuk tanda dan gambar yang merepresentasikan sesuatu.

Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana produksi makna hingga

penggunaan konstruksi sosial (Hall, 1997:24):

1. Pendekatan Reflektif (Reflective Approach), sebuah makna bergantung

pada objek, orang, ide atau peristiwa dalam dunia nyata. Bahasa

mempunya fungsi seperti sebuah cermin yakni untuk memantulkan makna-

makna atau arti sebenarnya seperti apa yang telah ada didunia nyata.

2. Pendekatan Intensional (Intentional Approach), Pendekatan ini

menyatakan bahwa penutur, penulis atau siapapun menyampaikan

pengertiannya yang unik pada dunia melalui bahasa. Seseorang

menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan

cara pandangnya terhadap sesuatu.


19

3. Pendekatan Konstruktivis (constructionist approach), dalam pendekatan

ini dipercaya bahwa seseorang mengkonstruksi makna lewat bahasa yang

digunakan.

2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Muslich menyatakan (2011:2) banyak faktor yang menyebabkan

runtuhnya potensi bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah faktor

pendidikan. Pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan

mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena

mencapai tigal hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa.

Dalam Narwanti (2011:1-2) Karakter merupakan kata yang sudah tidak

asing ditelinga kita. Salah satu Founding Father dan merupakan Presiden

Republik Indonesia pertama, Ir.Soekarno menyatakan tentang pentingnya nation

and character building. Karakter dalam American Herritage Dictionary,

merupakan kualitas sifat, ciri, atribut, serta kemampuan khas yang dimiliki

individu yang membedakannya dari pribadi yang lain. Sedangkan menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter memiliki arti tabiat; sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Menurut Lickona dalam Suyadi (2013: 5) mendefinisikan karakter sebagai

“A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.”

Selanjutnya, Lickona menyatakan,

“Character so conceived has three interrelated parts: moral


knowing; moral feeling and moral behavior”. Karakter mulia (good
character) mencakup pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing) yang
menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya
20

benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan demikian,


karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitives) sikap
(attitude), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan.

Helen G. Douglas dalam Muchlas (2013:41) menyatakan “Character is’nt

inherited. One Builds its daily by the way one thinks and acts, thought by thought,

action by action” yang artinya Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang

dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan,

pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan.

Pernyataan yang dikemukakan Helen bahwa karakter merupakan sesuatu

yang dibangun, ini dapat berarti karakter merupakan sesuatu yang dibentuk.

Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan program yang dicanangkan oleh

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono saat peringatan Hari Pendidikan

Nasional tahun 2010 yakni Pendidikan Karakter dari pendidikan dasar samapai

perguruan tinggi.

Lickona juga dalam Muchlas (2013:44) mendefinisikan pendidikan

karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang

memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis.

Berkaitan dengan semakin mendesaknya implementasi pendidikan

karakter di Indonesia, dalam Muchlas (2013: 52) Pusat Kurikulum Bdan

Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional

mempublikasikan Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, dan didalamnya

disebutkan bahwa pendidikan karakter berfungsi (1) Mengembangkan potensi

dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) Memperkuat
21

dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) Meningkatkan peradaban

bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Di pedoman itu diidentifikasi

sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil kajian empirik pusat

kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan

pendidikan nasional.

Nilai-nilai tersebut terdiri atas 18 butir yang telah dirumuskan oleh

Kementerian Pendidikan Nasional yang disusun melalui Badan Penelitian dan

Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 (Suyadi, 2013:8-9). Nilai-nilai

tersebut adalah sebagi berikut;

1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan

ajaran agama (aliran Kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.

2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara

pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan

yang benar dan melakukan yang benar), sehingga menjadikan orang yang

bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan

terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis,

pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan

terbuka, serta dapathidup tenang ditengah perbedaan tersebut.

4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk

peraturan atau tata tertib yang berlaku.


22

5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-

sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan

berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai

segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara

baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan

berarti tidak boleh kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh

melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.

8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan

hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.

9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang mencerminkan

penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan

dipelajari secara lebih mendalam.

10. Semangat kebangsaan dan nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau

individu dan golongan.

11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga,

setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi,

politik dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain

yang dapat merugikan bangsa sendiri.


23

12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan

mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi

yang lebih tinggi.

13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan

terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta

kerja sama secara kolaboratif dengan baik.

14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai,

aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau

masyarakat tertentu.

15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan

waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal,

majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi

dirinya.

16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga

dan melestarikan lingkungan sekitar.

17. Peduli Sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian

terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.

18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan

tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial,

masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

Namun dalam implementasinya disatuan pendidikan, Pusat Kurikulum

menyarankan agar dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan
24

sesuai kondisi masing-masing sekolah, misalnya bersih, rapih, nyaman, disiplin,

sopan, dan santun (Muchlas, 2013:52)

Berbagai upaya dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter tidak

hanya dilakukan di sebuah lembaga pendidikan secara formal. Namun juga dapat

dilakukan melalui sebuah media massa seperti, televisi, film, surat kabar, majalah

dan tabloid. Media televisi merupakan media yang dirasa efektif dan merupakan

media massa yang populer dan juga digemari oleh setiap lapisan masyarakat, baik

anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Sebuah televisi dapat menyajikan

sebuah berita, sinetron, film maupun informasi lainnya berbentuk audio dan

visual.

Zubaedi (2011:174) mengemukakan Media televisi sesungguhnya

memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orang tua dalam

menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan.

Televisi tidak hanya memperlihatkan tingkah laku sehingga dapat mengajarkan

penontonnya sehingga dapat menimbulkan efek kepada penonton untuk mengikuti

apa yang ia lihat ditelevisi.

Zubaedi (2011:176-177) namun disayangkan acara televisi saat ini

khususnya untuk anak-anak dan remaja belum sepenuhnya membawakan pesan-

pesan pendidikan. Dunia pertelevisian justru kini terancam oleh unsur-unsur

vulgarisme, kekerasan, dan pornografi. Semestinya media massa dapat berfungsi

sebagai instrumen pendidikan yang memilki cultural of power dalam membangun

masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat dalam

membangun pola perilaku masrakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter


25

perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media

massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter

bangsa.

2.5. Teori Konstruksi Sosial Emosi

Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan

sekarang dari organisme manusia dan ditujukan ke arah dunia luarnya. Emosi

timbul secara otomatis karena usaha kita untuk berhubungan dengan kehidupan.

Emosi juga berhubungan dengan usaha untuk merasa puas atau kecewa karena

keinginan kita yang terarah terpenuhi atau tidak (Sitorus,2002:220)

Harre dalam Morissan (2009:79) menyatakan bahwa emosi adalah konsep

yang dikonstruksikan sebagaimana aspek lainnya dari pengalaman manusia

karena emosi ditentukanoleh bahasa serta aturan moral dari suatu kelompok sosial

dan budaya. Dalam buku yang sama Averill menjelaskan bahwa emosi adalah

sistem kepercayaan yang akan memandu definisi seseorang mengenai situasi yang

dihadapinya. Emosi terdiri atas norma-norma sosial internal serta aturan tentang

bagaimana mengatur perasaan. Berbagai norma dan aturan ini memberikan

petunjuk kepada seseorang bagaimana menentukan dan merespon emosi.

Emosi memiliki unsur atau komponen psikologi didalamnya, namun

mengidentifikasi serta memberi label pada perasaan merupakan hal yang

dipelajari secara sosial didalam kebudayaan. Dengan kata lain, kemampuan untuk

memahami emosi itu adalah dikonstruksikan secara sosial. Bagaimana suatu


26

emosi diberi label merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan

bagaimana mengalami atau merasakan emosi.

Menurut Averill (Morissan, 2009:79-80) tidak ada respon tunggal yang

mampu untuk menentukan suatu emosi karena seluruh respons yang muncul harus

dilihat secara bersama-sama. Ia menyebut kondisi ini sebagai sindrom emosi

(emotions syndromes), yaitu satu perangkat atau satu set respons yang muncul

bersama-sama. Sindrom emosi dikonstruksikan secara sosial karena orang belajar

melalui interaksi dalam menentukan respons atau tingkah laku yang mana yang

akan digunakan untuk memaknai suatu emosi serta bagaimanan menunjukkan

emosi itu.

Setiap emosi memiliki objek, yaitu kepada apa dan siapa emosi itu

diarahkan. Setiap emosi memiliki jangkauan dan objek terbatas. Jika anda marah,

maka anda marah pada seseorang. Averill pernah melaksanakan suatu studi untuk

mengetahui sikap orang terhadap sejumlah emosi. Ia mengajukan 500 daftar kata

dan istilah yang menggambarkan emosi seseorang. Hasil studi tersebut

menunjukkan bahwa ternyata jauh lebih banyak kata atau istilah yang diberi label

atau dipandang sebagai negatif (misalnya marah, cemburu, dan lain-lain)

dibandingkan positif (keberanian, kesenangan, kebahagiaan). Ia menyimpulkan

orang akan cenderung memberikan label positif kepada emosi yang berorientasi

pada tindakan atau aksi, dan label negatif kepada emosi yang muncul diluar

kontrol atau kemampuan seseorang. Misalnya, keberanian merupakan sebuah

emosi sebagai hasil dari tindakan yang berani. Emosi secara umum oleh

masyarakat cenderung dipandang sebagai sesuatu yang berada diluar kontrol,


27

sesuatu yang hanya terjadi begitu saja. Jadi, adalah logis jika emosi yang

dipandang positif tadi bukanlah sebagai emosi dan lebih dipandang sebagai suatu

tindakan, sedangkan emosi negatif lebih sering dianggap sebagai emosi yang

sesungguhnya. Hal ini menjadi alasan mengapa kata atau istilah mengenai emosi

lebih banyak dipandang negatif dari pada positif. Namun pada kebudayaan

berbeda studi Averill bisa menjadi berbeda (Morissan, 2009:80).

Menurut Averill dalam buku Teori Komunikasi (Morissan, 2009:80-81)

terdapat empat aturan yang mengatur emosi, 1). Aturan mengenai penilaian (rules

of appraisal), aturan ini memberitahu apakah emosi itu, kepada siapa emosi

diarahkan serta apakah emosi itu positif ataukah negatif?, 2). Aturan tingkah laku

(rules of behavior) memberitahu bagaimana memberikan respon kepada perasaan

apakah perasaan itu harus disembunyikan atau diungkapkan secara pribadi atau

ditunjukkan secara terbuka kepada publik, 3). Aturan mengenai pendapat (rules of

prognosis) menentukan kemajuan dan arah emosi, berapa lama emsoi harus

dipertahamkan, bagaimana memulai dan mengakhirinya, bagaimana tahapannya

dan seterusnya?, 4). Aturan mengenai atribusi (rules of attribution) menentukan

bagaimana suatu emosi harus dijelaskan atau dibenarkan. Apa yang anda katakan

kepada orang lain mengenai emosi itu? Bagaimana mengungkapkannya secara

publik. Contohnya jika anda marah kepada seseorang, aturan penilaian

memberitahu kepada anda apakah emosi yang sedang dialami itu dan siapa target

yang menjadi sasaran emosi itu dan apakah emosi itu positif atau negatif. Aturan

tingkah laku akan memandu sikap tindak anda, termasuk bagaimana

mengekspresikan kemarahan. Apakah anda akan memukul seseorang ataukah


28

hanya diam, apakah harus menyerang atau mundur. Aturan mengenai pendapat

akan memandu anda mengenai berapa lama kemarahan itu harus bertahan serta

tahapan-tahapan kemarahan yang harus dilalui. Terakhir, aturan atribusi yang

akan membantu anda menjelaskan kemarahan.

Jadi emosi bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, emosi ditentukan

dan ditangani menurut apa yang telah dipelajari dalam interaksi sosial dengan

orang lain. Kita belajar aturan-aturan mengenai emosi semenjak masa anak-anak

dan sepanjang hidup kita. Menurut Averill, manusia secara emosional dapat

berubah. Jika anda memasuki suatu situasi kehidupan baru. Anda akan

mempelajari cara-cara lain dalam memahami emosi sehingga perasaan, ekspresi

dan cara anda mengelola emosi juga akan berubah (Morissan, 2009:81).

Teori mengenai konstruksi sosial emosi dalam penelitian ini digunakan

untuk melihat karakter aktor yang ditunjukkan oleh emosinya. Emosi yang

ditunjukkan akan memberikan reaksi atau respon berupa tindakan sehingga

karakter aktor dapat dilihat melalui respon dari emosi yang ditunjukkan.

2.6. Semiotika Charles Sanders Peirce

Morissan (2009:27) berpendapat bahwa Semiotika adalah studi mengenai

tanda (signs) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi

komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda

mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada diluar

diri.
29

Tidak jauh berbeda Sobur (2006:15) mengemukakan Semiotika adalah

suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah

perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, di

tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Van zoest dalam Sobur (2006:96) mengartikan semiotik sebagai ilmu

tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsingnya,

hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka

yang mempergunakannya.

Menurut Peirce dalam Sobur (2006:115) salah satu bentuk tanda adalah

kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpan

adalah tanda yang ada dalam benak seorang tentang objek yang dirujuk sebuah

tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seorang, maka

munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotika.

Seperti yang dikemukakan oleh Van Zoest dalam Sobur (2006:128), film

dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem

tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.Film

umumnya dibagun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai

sistem tanda yang bekerjasama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang

diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara: kata yang

diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-

gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film
30

adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan

sesuatu.

Peirce dalam Sobur (2006:41) mengemukakan teori segitiga makna atau

triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object

(Denotatium), dan interpretasi (Interpretant).

Gambar 2.1 Triangle Meaning

2.7.

Sumber : Rachmat Kriyantono, 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh

panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan)

hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda

yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik)

dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan

tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang

menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang

menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna


31

yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal

yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari

sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

2.7. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam Sugiyono (2009:92) merupakan suatu hal yang

penting untuk memberikan arah bagi peneliti dalam proses penelitiannya. Maksud

dari kerangka berpikir adalah upaya terbentuknya suatu alur penelitian yang jelas

dan diterima secara akal. Dibawah ini merupakan kerangka berpikir peneliti dalam

melaksanakan penelitian mengenai representasi pendidikan karakter dalam film

Sebelum Pagi Terulang Kembali.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Komunikasi Film Sebelum Pagi


Massa Terulang Kembali
 
 
 
 
  Semiotika Peirce

   

Tanda Objek Interpretant

Teori Konstruksi
Sosial Emosi

Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam


Film Sebelum Pagi Terulang Kembali
32

2.8. Penelitian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan dengan penelitian yang telah ada

sebelumnya, maka peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah

ada sebelumnya, sebagai berikut :

1. Skripsi berjudul “Representasi Budaya Pendidikan Pesantren dalam Film 3

Doa 3 Cinta” yang telah disusun oleh Maslim Lesmana pada tahun 2012 ,

Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Trirtayasa. Penelitian

ini termasuk penelitian kualitatif Deskriptif. Dengan objek penelitiannya

berupa scene-scene dalam film 3 Doa 3 Cinta yang dianggap

menggambarkan budaya pendidikan pesantren. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisis semiotika Peirce.

Hasil dari penelitian ini adalah Representasi budaya pendidikan yang

diceritakan dalam film ini disimbolkan melalui setiap adegan-adegan yang

dimainkan oleh para pemain. Didukung dengan kostum, yang digunakan

dan juga dialog-dialog yang diucapkan para pemain. Dalam film ini dapat

ditemukan simbol-simbol yang bisa merepresentasikan budaya pendidikan

pesantren seperti gedung pondok pesantren, santri, usatdz, peci, kegiatan

islami ataupun hal-hal yang berkaitan dengan pondok pesantren.

Representasi pendidikan pesantren dalam film ini masih bersifat tradisonal.

2. Skripsi yang disusun oleh Reno Kurniawan mahasiswa Universitas

Komputer Indonesia Bandung pada tahun 2013 dengan judul Representasi

Kekerasan dalm Film Crows Zero. Penelitian ini menggunakan analisis

semiotika john fiske dengan paradigma kritis. Dengan objek penelitiannya


33

berupa scene-scene film Crows Zero yang dianggap menggambarkan

kekerasan.

Hasil dari penelitian ini adalah Representasi kekerasan dalm film Crows

Zero, terdapat tiga level yang sesuai dengan kode-kode televisi John Fiske.

Pada level realitas penyampaian pesan kekerasan yang terkodekan melalui

penampilan, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, gerakan, dan ekspresi.

Level representasi mengulas tentang teknis dalam film Crwos Zero mulai

dari segi kamera, editing, efek suara hingga dalam kode konsvensional

seperti konflik dan dialog banyak tersampaikan pesan kekerasan. Dan yang

terakhir level ideologi, pesan yang disampaikan dalam film inimelalui

adegan-adegan yang ada pada tiap sequencenya, kemudian dihubungankan

dengan teori ideologi hegemoni Antonio Gramsci yang mengacu pada

dominasi suatu kelas sosial atas yang lain, bagaimana tokoh utama Genji

digambarkan sebagai hegemonik yang berhasil membuat perubahan

disekolah suzuran.
34

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu Peneliti


Item
Maslim Lesman Reno Kurniawan Inge Yulistia Dewi

Representasi Budaya Representasi Kekerasan Representasi Nilai-

Pendidikan Pesantren dalm Film Crows Zero Nilai Pendidikan

Judul dalam Film 3 Doa 3 Karakter dalam Film

Cinta Sebelum Pagi Terulang

Kembali

Tahun 2012 2013 2015

Universitas Sultan Universitas Komputer Universitas Sultan


Penerbit
Ageng Tirtayasa Indonesia Bandung Ageng Tirtayasa

Teori Semiotika Peirce Semiotika John Fiske Semiotika Peirce

Paradigma Kritis Kritis Konstruktivis

Metodologi Kualitatif Deskriptif Kualitatif Kualitatif Deskriptif

Untuk mengetahui Untuk mengetahui Untuk mengetahui

sebuah budaya makna semiotik tentang nilai-nilai pendidikan

Tujuan pendidikan pesantren pesan kekerasan yang karakter di

direpresentasikan terdapat dalam film representasikan dalam

dalam film Crows Zero sebuah fillm


35

Film ini Setelah di analisis

merepresentasikan dengan menggunakan

budaya pendidikan analisis semiotika john

pesantren dengan fiske, melalui lvel

ditandai gambar- realitas, representasi dan


Hasil -
gambar seperti pondok ideologi film ini

pesantren, santri, merepresentasikan

ustadz, peci dan kekerasan.

kegiatan islami

lainnya.

Penelitian ini Penelitian ini

menggunakan analisis menggunakan analisis


Persamaan semiotika Peirce semiotika John Fiske
dengan dengan metodologi dengan paradigma kritis -

Peneliti yang digunakan dan metodologi yang

kualitatif. digunakan kualitatif.

Paradigma yang Objek yang ditelitinya

digunakan merupakan merupakan pesan


Perbedaan
paradigma kritis kekerasan sedangkan
dengan -
sedangkan peneliti peneliti mengenai pesan
peneliti
menggunakan pendidikan karakter.

konstruktivis
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memilih metode penelitian kualitatif. Seperti

yang dikemukakan Moleong (2007:6) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah. Metode yang digunakan merupakan kualitatif deskriptif.

Sevilla dalam Wibowo (2011:11) Metode penelitian deskriptif adalah suatu

metode yang digunakan untuk menekankan pengetahuan yang seluas-luasnya

terhadap objek penelitian pada saat tertentu.

Penelitian ini juga memfokuskan pada analisis semiotika, yang merupakan

ilmu dalam mengkaji tanda-tanda yang ada didalam suatu objek. Analisis

semiotika merupakan salah satu penelitian yang dapat dikelola dengan

menggunakan kualitatif. Analisis semiotika dalam penelitian ini digunakan untuk

mengkaji setiap tanda-tanda yang mewakili makna nilai-nilai pendidikan karakter

di scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan atau

menjelaskan gejala sosial yang telah diteliti. Peneliti akan menjelaskan dan

mendeskripsikan mengenai representasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam film

36
37

sebelum pagi terulang kembali yang di analisis menggunakan model semiotika

Charles Sander Peirce.

3.2. Paradigma Penelitian

Paradigma menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:49) adalah

kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau

proposisi yang mengarahkan cara berpikir penelitian. Sedangkan Wimmer dan

Dominick dalam Kriyantono (2009:48) menyebut pendekatan dengan paradigma

yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana

peneliti melihat dunia.Vardiansyah dalam bukunya filsafat komunikasi (2005:27)

berpendapat bahwa paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap

diri, dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),

bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Secara sederhana peneliti melihat

paradigma merupakan sudut pandang peneliti dalam melihat realitas. Paradigma

dalam penelitian ini merupakan paradigma konstruktivisme.

Wibowo (2011:10) mengatakan konstruktivisme memandang bahwa

pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya

pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan dan

kebenaran adalah diciptakan bukan sekedar dikemukakan oleh pikiran manusia.

Pemikiran konstruktivis juga melihat bahwa realitas bukan merupakan suatu

bentukan secara alamiah namun sengaja dibentuk dan dikonstruksikan melalui

interaksi sosial berupa simbolik dan bahasa. Dalam penelitian ini peneliti

mencoba merekonstruksi nilai-nilai pendidikan karakter dari film Sebelum Pagi

Terulang Kembali.
38

3.3. Unit Analisis

Sumber data menurut Nimmo dalam Ritonga (2004:81) dapat berupa pidato,

dokumen tertulis, foto, surat kabar, acara televisi, dan gaya tubuh. Kemudian unit

analisis merupakan bagian-bagian yang dipilih dari pesan keseluruhan. Unit

analisis mana yang digunakan dalam penelitian bergantung dari tujuan penelitian

atau hipotesis penelitian. Secara sederhana unit analisis merupakan sampel dalam

penelitian kualitatif karena hanya mengambil beberapa bagian.

Dalam penelitian ini, unit analisis dikumpulkan melalui observasi atau

pengamatan secara menyeluruh pada objek penelitian dengan menonton Film

Sebelum Pagi Terulang Kembali. Setelah menonton film tersebut peneliti memilih

beberapa scene yang diperankan oleh Yan dan didalamnya terdapat makna tanda

yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter serta didukung juga dengan

melihat elemen penting dari mise-en-scene. Elemen penting tersebut dalam Vera

(2014:93) adalah setting, tata cahaya, kostum dan make-up, akting dan pergerakan

pemain. Kemudian dalam proses pemaknaannya dilakukan dengan analisis

semiotika peirce.

3.4. Instrumen Penelitian

Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kulitatif (2010:59)

mengemukakan dalam penelitian kualitatif, yang menjadi intrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai human intrument berfungsi

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan

membuat kesimpulan atas temuannya.


39

Oleh karenanya dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi

instrumen pnelitian sebagai pengumpul data utama. Peneliti berperan sebagai

subjek yang berusaha memaknai makna nilai-nilai pendidikan karakter yang

tersebar dalam bentuk tanda-tanda di film sebelum pagi terualang kembali.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan periset untuk mengumpulkan data (Kriyantono, 2009:93).

Dalam pemilihan teknik pengumpulan data disesuaikan dengan metodologi

penelitian. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif sehingga peneliti

menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut,

a. Observasi

Untuk mendapatkan data primer, peneliti menggunakan teknik observasi.

Metode pengumpulan data dalam sebuah observasi, dilakukan secara

sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala

atau fenomena obyek yang diteliti.

Dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah obeservasi dengan menonton

DVD film Sebelum Pagi Terulang Kembali kemudian mengamatinya dan

memilih scene-scene yang mewakili nilai-nilai pendidikan karakter. Data yang

diambil berupa potongan salah satu adegan dalam scene yang mewakili nilai-

nilai pendidikan karakter.


40

b. Dokumentasi

Selain menggunakan observasi untuk memperoleh data primer. Peneliti

juga menggunakan teknik dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder.

Dokumen dalam Sugiyono (2010:82) merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dalam pengumpulan data dalam bentuk tulisan

bisa berupa catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi,

peraturan kebijakan. Sedangkan pengumpulan data dalam bentuk gambar dan

karya bisa berupa gambar, foto, film, patung, sketsa dan lain-lain.

Kriyantono dalam bukunya Teknik Praktis Riset Komunikasi (2009:118)

menegaskan bahwa dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang

sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. tujuannya untuk

mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian ialah

pendayagunaan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa

informasi yang tersedia seperti internet. Hal ini diperlukan sebagai bahan

dokumentasi.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa artikel mengenai

review film Sebelum Pagi Terulang Kembali, dan hal-hal lainnya yang

berhubungan dengan penelitian yang diambil dari situs internet. Kemudian

peneliti juga menggunakan beberapa buku yang dijadikan sumber referensi

dalam pemaparan mengenai semiotika, fiilm, metodologi penelitian dan

sebagainya.
41

3.6. Teknik Analisis Data

Moleong dalam Kriyantono (2009:165) mendefinisikan analisis data sebagai

proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono (2010:88)

menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun seara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-

bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan

kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengoragnisasikan data,

menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Adapun tahapan dalam menganalisis permasalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Melihat film yang akan dikaji yakni film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

2. Inventarisasi data, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui

dokumentasi ataupun studi kepustakaan. Dan memilih scene-scene yang

dianggap mewakili nilai-nilai pendidikan karakter.

3. Membedah atau menganalisis data sistem tanda yang disampaikan di film

tesebut menganai nilai-nilai pendidikan karakter menggunakan model

analisis semiotik Charles Sanders Peirce yang terdiri atas sign,object dan

interpretant.
42

4. Penarikan kesimpulan, penilaian dari data yang ditemukan baik dilapangan

maupun hasil pemikiran peneliti disatukan kemudian dianalisis.

Selanjutnya dalam hal menganaslis scene-scene yang telah dipilih peneliti

menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce dalam penelitian ini.

Charles Sanders Peirce mengemukakan triangle meaning atau dikenal juga

dengan model triadic dengan bagan seperti berikut,

Gambar 3.1 Triangle Meaning

Sumber : Rachmat Kriyantono, 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. hlm.266

Gambar tersebut merupakan tiga unsur yang membentuk sebuah segitiga

dengan panah dua arah antar unsurnya. Hal tersebut dapat berarti ada sebuah

hubungan dimana tiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Dalam Kriyantono (2009:265) semiotika menurut peirce berangkat dari

tiga elemen utama yang disebut Triangle Meaning.

a. Tanda atau sign merupakan sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat

ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang

merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda

tersebut disebut objek.


43

b. Objek merupakan konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau

sesuatu yang dirujuk tanda.

c. Penggunaan tanda atau Interpretant merupakan konsep pemikiran dari

orang yang menggunakan tanda ke suatu makna tertentu atau makna yang

ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Peirce juga membedakan tanda atau sign atas ikon, indeks dan simbol.

Dalam Vera (2014:24) Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang

diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama

dengan apa yang dimaksudkannya, misalnya kesamaan peta dengan wilayah

geografis yang digambarkannya. Indeks merupakan suatu tanda yang mempunyai

kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya, misalnya tanda asap dengan

api. Kemudian Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan

denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan

oleh suatu kesepakatan bersama (Konvensi), misalnya warna merah pada bendera

Indonesia dilambangkan sebagai keberanian, belum tentu diartikan sama di negara

lainnya.
44

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis tiap scene yang telah

dipilih dengan menggunakan tabel analisis data sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tabel Analisis Data

SIGN IKON

INDEKS

SIMBOL

OBJECT

INTERPRETANT

3.7. Triangulasi Data Penelitian

Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan

pengecekan keabsahan data. Karena dalam penelitian kualitatif data yang

diperoleh bukan merupakan angka yang dapat diuji statistik maka dalam

penelitian ini peneliti menggunakan tekik Triangulasi. Sugiyono (2010:125)

menyatakan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

Ada 3 macam teknik triangulasi, yakni triangulasi sumber, triangulasi

teknik, dan triangulasi waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik

triangulasi sumber. Sugiyono (2010:127) menjelaskan bahwa triangulasi sumber


45

dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai

sumber.

Oleh karena itu untuk menguji kredibilitas data mengenai makna nilai-nilai

pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali, maka perlu

dilakukan pengujian data yang telah diperoleh dengan membandingkan hasil dari

pengamatan, dengan orang-orang yang berkaitan dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang

yang terlibat dalam pembuatan film Sebelum Pagi Terulang Kembali yakni Lasja

Fauzia Susatyo selaku sutradara yang merupakan orang dibalik layar yang

berusaha mempengaruhi khalayak dengan film tersebut. Kemudian peneliti juga

mewawancarai seorang pengamat mengenai pendidikan karakter. Selanjutnya

hasil wawancara dibandingkan dengan hasil pengamatan peneliti.

Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan seperti penelitian

kuantitatif, tetapi harus dideskripsikan dan dikategorikan, mana yang memiliki

sudut pandang yang sama,dan mana yang berbeda dari spesifikasi sumber data

tersebut. Sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai penelitian ini.

3.7. Jadwal Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dikampus Universitas Sultan Ageng

Tirtyasa yang bertempat di jalan raya Jakarta kilometer 4 Kota Serang Provinsi

Banten. Dengan jadwal Penelitian yang direncanakan sebagai berikut :


46

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

Bulan
Agenda
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agst
Pra-Riset dan
Penyusunan Bab 1-3
Pengumpulan dan
Analisis Data
Analisis Film dan
Pengelolaan Data
Penyusunan Bab 4-5
Sidang Skripsi
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Objek Penelitian

4.1.1. Deskripsi Film

Film yang diproduksi oleh Cangkir Kopi

Production ini merupakan film lanjutan dari

film omnibus Kita vs Korupsi yang dirilis

pada tahun 2012. Dalam film yang digarap

oleh sutradara Lasja Fauzia Susatyo ini

bercerita mengenai kehidupan sebuah keluarga

yang dipimpin oleh seorang ayah bernama


Poster Film Sebelum Terulang Kembali
Sumber : http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s026-14-
499072_sebelum-pagi-terulang-kembali#.VZ8RW1-qqko   Yan yang bekerja sebagai wakil ketua di Dinas

Perhubungan. Yan merupakan seorang yang dikenal lurus dan jujur. Ia

memiliki seorang istri yang merupakan dosen filsafat di Universitas ternama

di Indonesia. Mereka memiliki tiga orang anak yang memiliki watak yang

berbeda-beda. Anak kedua Yan bernama Satria merupakan seorang

kontraktor muda yang mandiri namun ambisius terhadap kemajuan bisnisnya.

Keambisiusannya semakin terlihat ketika bertemu dengan Hasan, calon adik

iparnya yang merupakan seorang anggota Dewan yang haus kekuasaan.

Hasan adalah calon suami dari adik Satria bernama Dian dan mereka akan

segera menikah. Hasan membantu Satria untuk mendapatkan proyek Muara

Tanjung di kantor tempat Yan bekerja. Kebetulan proyek tersebut merupakan

proyek yang ditangani Yan, karenya itulah sebelumnya Satria berusaha

47
48

meminta pada ayahnya agar ia menjadi sub-kontraktor proyek tersebut,

namun Yan menolak hal tersebut. Tapi pada akhirnya Satria mendapatkan

tender di tempat Yan bekerja atas bantuan Hasan dan menyuap Himawan

yang merupakan ketua di Dinas Perhubungan. Meski bukan Yan yang

membantu Satria dalam mendapatkan tender tersebut, namun pergunjingan di

kantor tempat Yan bekerja menganggap bahwa Yan sama saja dengan pejabat

lainnya yang memanfaatkan jabatannya untuk membantu anaknya

memenangkan tender proyek tersebut. Hal ini membuat Yan memutuskan

untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Dalam melaksanakan segala hal penunjang proyeknya Satria dibantu oleh

kakaknya yang menganggur yakni Firman. Ia bertugas sebagai kurir yang

mengambil berkas-berkas keperluan proyek dengan cara menyogok

(memberikan sejumlah uang untuk ditukar dengan dokumen keperluan

proyek). Keadaan tersebut tidak bertahan lama ketika polisi mulai mengetahui

akan transaksi yang tidak beres dalam proyek tersebut. Polisi mulai mengikuti

dan menyelidiki aktivitas Firman dan Satria. Keluarga yang dulunya hangat

dan harmonis harus hancur karena tindakan korupsi yang dilakukan anaknya.

Satria dan Firman ditangkap dan mendekam dipenjara akibat perbuatannya.

Yan memilih untuk tetap berhenti dari pekerjaannya meski ditawarkan untuk

kembali bekerja di Dinas perhubungan oleh Sul rekan kerjanya yang

menggantikan Himawan sebagai ketua yang baru di Dinas Perhubungan.

Akibat kejadian tersebut, bukan hanya Satria dan Firman yang ditangkap

namun juga Hasan dan rekan kerjanya. Kemudian diluar kejadian tersebut,
49

Dian akhirnya tidak jadi menikah dengan Hasan karena ternyata selama ini

Hasan membohoginya, ia telah menikah dan punya anak.

Berikut tim produksi film Sebelum Pagi Terulang Kembali,

Produser Eksekutif: Natalia Soebagjo - Dadang Trisasongko - Juhani

Grossmann / Produser: M. Abduh Aziz / Co. Produser: Icang Tisnamiharja -

Syaiful Akbar / Produser Pelaksana : Taufik Kusnandar / Sutradara

: Lasja Fauzia Susatyo / Ide Cerita: M. Abduh Aziz / Penulis Skenario:

Sinar Ayu Massie / Penata Sinematografi: Nur Hidayat / Penata Artistik:

Oscart Firdaus / Penyunting Gambar: Sastha Sunu / Penata Musik : Riza

Arshad - Mian Tiara / Penata Suara: Khikmawan Santosa - Yusuf Pattawari

Penghargaan yang diterima Film Sebelum Pagi Terulang Kembali,

1. Pemenang Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun

2014 sebagai Film Cerita Panjang Bioskop terbaik.

2. Pemenang Piala Dewantara dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun

2014 sebagai Poster Film terbaik.

3. Pemenang Piala Citra dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014

sebagai Pengarah Sinematografi terbaik.

4. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Film

Bioskop terbaik.

5. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai

Pemeran Pendukung Pria terbaik.


50

6. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai Penulis

Skenario Asli terbaik.

7. Nominasi dalam Festival Film Indonesia pada tahun 2014 sebagai

Penyunting Gambar terbaik.

4.1.2. Tokoh Yan

Yan merupakan seorang ayah yang bekerja di

Dinas Perhubungan dan menjabat sebagai Wakil

Ketua. Ia menikah dengan Ratna yang

merupakan seorang dosen Filsafat di salah satu

Universitas Negeri yang ada di Indonesia. Ia

Sumber : Scene SPTK  dikaruniai 3 orang anak yang memiliki kisah

hidup yang berbeda-beda. Anak pertama bernama Firman, bercerai dengan

istrinya dan akhirnya pindah kerumah Yan. Firman bekerja bersama Satria

yang tidak lain adalah adiknya. Satria merupakan anak kedua Yan dan Ratna,

yang belajar hidup mandiri sejak kecil. Namun kemandiriannya membuat ia

berambisius akan kemajuan bisnis kontraktornya sehingga ia sempat meminta

kepada Yan untuk memasukkan perusahaan subkontraktornya dan memegang

proyek pelabuhan yang sedang digarap oleh Yan.

Yan yang dipandang sebagai orang yang lurus oleh kolega ditempatnya

bekerja dengan tegas menolak permintaan Satria tersebut. Tapi munculah

sosok Hasan yang merupakan calon suami dari anak ketiga Yan yakni Dian,

seorang gadis yang lugu dan penyayang anak jalanan dan rela berhenti

bekerja karena mau menikah dengan Hasan yang merupakan seorang anggota
51

dewan. Hasan menawarkan akan membantu Satria agar dapat mendapatkan

proyek Pelabuhan tersebut. Selang beberapa waktu, Satria akhirnya

memegang seluruh proyek Pelabuhan Muara Tanjung berkat bantuan Hasan

dengan cara yang ‘kotor’. Mengetahui hal tersebut Yan memilih untuk

mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya sebagai Wakil Ketua Dinas

Perhubungan.

Akibat kejadian tersebut, keluarga yang awalnya harmonis dan hangat

kini mulai goyah. Firman dan Satria menjadi incaran Komisi Pemberantasan

Korupsi dan akhirnya tertangkap begitupun Hasan. Nenek Soen yang

merupakan ibunda Yan meninggal dunia. Dian sibungsu akhirnya tidak jadi

menikah dengan Hasan karena ia baru mengetahui jika Hasan telah menikah

dan memiliki seorang anak. Satria dan Firman akhirnya menetap dipenjara.

Kemudian Yan yang ditawarkan untuk kembali ke Dinas Perhubungan

menolak tawaran tersebut.


52

4.2. Deskripsi dan Analisis Data Penelitian

Peneliti menggunakan model semiotika Peirce untuk menganalisis tanda-

tanda yang ditunjukkan oleh sosok Yan pada film Sebelum Pagi Terulang

Kembali. Peneliti berupaya untuk menemukan nilai-nilai pendidikan karakter

yang ada dalam scene-scene yang diperankan oleh Yan di film tersebut. Temuan

dalam bentuk tanda kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk analisis yang

tersistematis, dengan mengacu pada identifikasi masalah yang telah dirumuskan

sebelumnya.

Peneliti memfokuskan pada scene yang dianggap menggambarkan nilai-

nilai pendidikan karakter. Scene diklasifikasikan kedalam tanda menurut Peirce

berupa icon, index dan symbol untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan

model segi tiga semiotika Peirce yakni sign, object dan interpretant.

Untuk memudahkan dalam analisis dan pembahasan dalam setiap scene,

peneliti menuliskannya dalam bentuk tabel yang selanjutnya akan peneliti

deskripsikan.

4.1. Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung


Type of Shot Frame Script
Very Long Shot INT. Ruang Rapat Dinas
Perhubungan
Yan duduk disebelah Himawan
(44) disebuah ruangan rapat
dengan 10 bapak-bapak lainnya.
Di depan Yan ada tulisan nama
dan jabatannya: Wakil Ketua,
dan di depan Himawan
tulisannya Ketua.
53

Himawan : “Saya minta


integrasi laporannya. Pak Sul ini
gimana sih pak Sul? Pak Sul
kan yang memasukkan
subkontraktor itu kemari.
Mestinya pak Sul paham dan
mengerti full spec dari produk
mereka”

Himawan : “Pelabuhan ini


Medium Shot sudah lewat satu bulan dari fase
satu”
Sul : “Begini pak...”
Belum selesai Sul menjelaskan
Yan angkat bicara mengenai hal
tersebut.
Yan : “Maaf pak, begini..”

Yan : “Keterlambatan ini karena


Long Shot desain ulang tetrapod untuk
breakwater dan itu
tanggungjawab saya” (Yan
menunjuk kedadanya sendiri)
“Karena saya yang
memutuskan, pak Sul ini Cuma
membantu mendesain ulang itu
saja pak”

Himawan kesal, lalu berdiri


Long Shot meninggalkan ruangan. Rapat
selesai.
54

Sul : “Harusnya kamu yang


Very Long Shot diposisi dia. Kalau saja kamu
dengar apa kata saya, bayar
bayar bayar. Sudah dimana
kamu”

Yan : “Bukan begitu Sul, tidak


Close Up ada proyek yang lewat saya
tanpa ada desain yang benar”
(Sambil menunjuk kepada Sul)
 

4.2. Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung


SIGN : IKON :

Yan sebagai wakil ketua Dinas (Visual) Yan angkat bicara mengenai proyek

Perhubungan merasa bertanggungjawab Muara Tanjung .

atas proyek pelabuhan muara tanjung (Audio) Ini merupakan tanggungjawab saya,

akhirnya angkat bicara mengenai karena saya yang memutuskan.

keterlambatan proyek tersebut. INDEX :

Yan yang memutuskan desain ulang tetrapod

untuk breakwaters

SYMBOL :

Sebagai wakil ketua sudah seharusnya Yan

memiliki sikap bertanggungjawab karena ia

adalah seorang pemimpin.


55

OBJECT :

Sosok Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan

INTERPRETANT :

Yan angkat bicara mengenai proyek muara tanjung yang telah lewat fase satu. Karena dia

yang memutuskan desain ulang tetrapod untuk breakwaters. Posisi Yan sebagai wakil

ketua di Dinas Perhubungan memang mengharuskan ia memiliki sikap bertanggungjawab.

 
Scene yang diambil pada menit ke 8 sampai menit ke 8 detik ke 57 ini

menampilkan suasana rapat mengenai proyek Muara Tanjung yang dilakukan

dalam sebuah ruangan yang dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua dan staff lainnya di

Dinas Perhubungan. Himawan sebagai ketua di Dinas Perhubungan meminta Sul

bawahannya untuk menjelaskan mengenai keterlambatan proyek Muara Tanjung.

Ketika Sul ingin menjelaskan, Yan selaku wakil ketua di Dinas Perhubungan

angkat bicara mengenai keterlambatan proyek tersebut.

Sign dalam scene ini adalah perilaku Yan yang menunjukkan rasa

tanggung jawab sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan dan juga atas apa yang

telah ia putuskan. Icon yang merupakan bagian dari sign diwakilkan oleh Sikap

Yan yang angkat bicara mengenai keterlambatan proyek Muara Tanjung dengan

didukung pernyataan Yan “Ini merupakan tanggungjawab saya, karena saya yang

membuat keputusan” jika dilihat dari pernyataan Yan, maka menandakan bahwa

Yan merupakan orang yang bertanggung jawab. Index yang diwakilkan oleh

keputusan Yan untuk mendesain ulang tetrapod untuk breakwaters hal tersebut

merupakan sebab dari keterlambatan proyek Muara Tanjung. Symbol diwakilkan

oleh sikap Yan yang bertanggungjawab sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan
56

dan atas apa yang telah ia putuskan sehingga menyebabkan keterlambatan proyek

pelabuhan Muara Tanjung.

Dalam Suyadi (2013:9) Tanggungjawab merupakan salah satu nilai dalam

pendidikan karakter yang dirumuskan oleh Kemendiknas melalui Badan

Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010 lalu.

Tanggungjawab diartikan sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri,

sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

Selain itu dalam Martono (2008:62) juga dijelaskan bahwa tanggungjawab

adalah kewajiban menanggung sesuatu. Ia wajib memberikan jawaban atas

tindakannya, dan jika ia lalai dalam tanggungjawab ada resiko yang harus

ditanggungnya. Orang yang bertanggungjawab tidak akan berperilaku dan

berkata-kata sembarangan. Ia mampu membedakan mana yang benar atau salah,

baik atau buruk. Jadi, tanggungjawab merupakan masalah moral, yaitu norma atau

nilai yang dipilihnya. Dan perilaku yang ditunjukkan Yan dalam scene ini

menandakan sebuah rasa tanggungjawab. Ia berani angkat bicara atas keputusanya

sehingga menyebabkan keterlambatan pada proyek pelabuhan Muara Tanjung.

Object dalam scene ini yakni sosok Yan sebagai wakil ketua di Dinas

Perhubungan. Yan sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan digambarkan memiliki

rasa tanggungjawab terhadap pekerjaannya. Yan dapat mengatur emosinya

sehingga menimbulkan reaksi yang positif. Ia menunjukkan sikap tanggungjawab

dengan memberikan jawaban kepada Himawan atas sesuatu yang telah

diputuskannya sehingga menyebabkan keterlambatan dalam proyek Muara

Tanjung. Dalam adegan tersebut diambil secara medium shot dengan mengambil
57

fokus Yan dan Himawan, seakan ingin memperlihatkan ekspresi Yan dan juga

gestur Tubuh Yan ketika berbicara dengan Himawan.

Sebagai seorang wakil ketua sudah sepatutnya Yan mempunyai rasa

tanggungjawab, karena wakil ketua merupakan jabatan yang strategis selain ketua

untuk memberikan sebuah keputusan. Bukan hanya seorang wakil ketua, tapi juga

sebagai manusia kita harus memiliki sikap tanggungjawab. Bukan hanya

tanggungjawab terhadap diri sendiri dengan menjadi manusia yang bermoral dan

melaksanakan kewajibannya namun juga terhadap keluarga, masyarakat, negara

dan agama. Tanggung jawab terhadap keluarga dapat dilakukan dengan menjaga

nama baik keluarga. Tanggungjawab kepada masyarakat dapat dilakukan dengan

menjaga ketertiban umum karena sejatinya manusia merupakan makhluk sosial

yang saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Tanggungjawab

kepada negara dengan mentaati setiap norma-norma atau aturan yang berlaku

dalam negara tersebut dan selanjutnya tanggungjawab terhadap agama dengan

mematuhi aturan yang telah dibuat oleh Tuhan, dengan beribadah dan mengikuti

segala ketentuan-Nya.

Interpretant dalam scene ini yakni Yan yang angkat bicara mengenai

proyek Muara Tanjung yang sedang dibahas dalam rapat di Dinas Perhubungan.

Meski Himawan selaku ketua bertanya pada Sul bawahannya, namun Yan yang

menjawab pertanyaan dari Himawan mengenai keterlambatan proyek tersebut.

Karena Yan merasa bahwa dirinyalah yang bertanggungjawab akan hal tersebut.

Ia yang memutuskan untuk mendesain ulang tetrapod untuk breakwaters sehingga

proyek tersebut mengalami keterlambatan. Hal tersebut memiliki makna bahwa

seseorang harus bertanggungjawab atas tindakannya, dan siap menanggung resiko


58

yang terjadi akibat keputusannnya tanpa mengorbankan orang lain untuk

disalahkan.

Selain scene diatas, scene yang merepresentasikan karakter tanggungjawab

juga terletak pada scene menit ke 41 detik ke 58 ketika Yan memutuskan

mengundurkan diri dari jabatan dan pekerjaannya. Saat itu Yan menjadi

pergunjingan kolega dikantornya karena Satria yang merupakan anaknya

memegang semua proyek pelabuhan Muara Tanjung. Mereka berpikir bahwa Yan

menerima suap sehingga Satria dapat menangani proyek tersebut.

4.3. Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri

Type of Shot Frame Script


Medium Long Proyek Muara Tanjung akhirnya
Shot jatuh ke Satria. Saat Sul
presentasi mengenai proyek
pelabuhan Muara Tanjung
Himawan memanggil Yan ke
ruangannya.
Himawan : “Yan, Ke ruangan
saya. Sekarang!”

Close Up Yan kaget dan mengangguk.


Lalu Yan yang duduk
disamping Sul membereskan
berkas yang ia punya dan
langsung bergegas menuju
ruangan Himawan
59

Long Shot Kemudian Yan keluar dari


ruangan Himawan.
Ternyata Yan memutuskan
mengundurkan diri dari jabatan
dan pekerjaannya.

Long Shot Yan pun kembali kerumah


bersama Jaka membawa barng-
barangnya.
Yan : “Ayo Jak, tetap berjalan
yang tegap”
Long Shot

Scene yang diambil pada menit ke 44 detik ke 57 hingga menit ke 45

detik 55 ini didalamnya juga terdapat penggambaran tanggung jawab. Dalam

scene ini sign ditunjukkan oleh sikap Yan yang memutuskan untuk mengundurkan

diri dari jabatan dan pekerjaannya. Icon dalam scene ini diperlihatkan ketika Yan

mengajak Jaka untuk pergi meninggalkan kantor dengan membawa barang-

barangnya. Index dalam scene ini adalah Yan dicurigai menerima suap untuk

memasukkan Satria sebagai subkontraktor proyek pelabuhan Muara Tanjung.

Kemudian symbol dalam scene ini Yan mengambil resiko dari opini yang

berkembang di kantor Yan, sehingga ia memutuskan untuk mengundurkan diri

dari jabatan dan pekerjaannya.


60

Object dalam scene ini adalah sosok Yan yang memposisikan diri sebagai

orang tua Satria dan juga wakil ketua Dinas Perhubungan. Akibat dari masuknya

Satria sebagai subkontraktor yang memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung,

Yan diisukan menerima suap. Padahal sebelumnya Yan dikenal sebagai orang

yang lurus dan jujur. Karena hal itulah ia memutuskan untuk mengundurkan diri

dari pekerjaannya.

Interpretant dalam scene ini adalah Sikap Yan sebagai seorang ayah

merasa bertanggungjawab atas hal yang dilakukan oleh anaknya yakni Satria.

Tanpa sepengetahuan Yan, Satria masuk sebagai subkontraktor proyek pelabuhan

Muara Tanjung melalui ‘jalur belakang’ namun isu yang berkembang di kantor

Yan adalah Yan menerima suap dari Satria. Sehingga Yan sebagai wakil ketua

Dinas Perhubungan memutuskan untuk mengundurkan diri.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Muchlas (2013:56) mengenai

kurikulum nilai karakter tanggungjawab disebutkan bahwa bertanggungjawablah

pada apa pun yang engkau lakukan, jangan menyalahkan orang lain, atau sekedar

minta maaf karena kesalahan yang engkau perbuat. Dari yang peneliti analisis,

Yan yang merasa bertanggungjawab atas proyek pelabuhan Muara Tanjung

memutuskan mengundurkan diri karena Satria anaknya mendapatkan seluruh

proyek pelabuhan Muara Tanjung tersebut dengan menyuap dan tanpa

sepengetahuan Yan. Isu yang berkembang di kantor Yan, yang menerima suao

tersebut adalah Yan karena Yan jugalah yang bertanggung jawab memegang

proyek tersebut. Sebagai ayah yang mengetahui hal tersebut ia memutuskan untuk

mengundurkan diri dari pekerjaannya.


61

Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object dan interpretant dalam

secene-scene tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa scene-scene tersebut dapat

merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter, karena tanggungjawab

merupakan salah satu nilai pendidikan karakter. Tanggung jawab itu

direpresentasikan melalui perilaku yang ditunjukkan oleh Yan yang berani

memberikan jawaban dan menerima resiko atas apa yang telah diputuskannya.

Sikap bertanggung jawab juga tak lepas dari kejujuran. Seseorang yang

bertanggung jawab mesti berperilaku jujur dengan apa yang telah dilakukan dan

dikatakannya. Beberapa kasus yang terjadi seperti masalah yang diangkat dalam

film ini, yakni korupsi salah satunya akibat lemahnya kesadaran dalam tanggung

jawab. Maraknya korupsi di negeri ini banyak dilakukan oleh para pemangku

jabatan di Pemerintahan. Jika saja mereka bertanggung jawab pada diri sendiri

dengan menjadi orang yang lebih bermoral dan melaksanakan kewajibannya

sebagai pemegang amanah dari rakyat dan juga bertanggung jawab pada negara

dengan mengikuti aturan dan norma yang berlaku, maka tindak pidana korupsi

dapat terminimalisir karena sudah ada undang-undang No. 31 tahun 1999 jo

undang-undang No.20 tahun 2011 tentang tindak pidana korupsi dan

pemberantasannya sehingga pelakunya akan mendapatkan hukuman jika terbukti

melakukan korupsi. Selanjutnya selain bertanggung jawab pada diri sendiri dan

negara, seseorang juga harus memiliki rasa bertanggung jawab kepada tuhan dan

sadar bahwa korupsi sama saja mengambil hak orang lain dan itu merupakan

perbuatan yang dilarang. Dengan kesadaran akan tanggung jawab tersebut tindak

pidana korupsi bisa saja diminimalisir dimulai dari diri sendiri.


62

Oleh karenanya sikap bertanggung jawab perlu ditanamkan, bukan hanya

bertanggung jawab pada diri sendiri namun juga terhadap keluarga, masyarakat,

negara dan agama.

4.4. Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Rumah

Type of Shot Frame Script


Medium Shot INT. Ruang kerja Yan di rumah
Waktu menunjukkan malam
hari. Yan masih berada diruang
kerjanya ditemani oleh Ratna
istrinya. Yan masih bekerja,
mengecek sesuatu, menggaris
bawahi tulisan. Pakai kaca
pembesar dan menghitung spek.
Ratna memijati punggung Yan

Ratna : “ Yan kenapa sih masih


kamu yang ngerjain kaya
Extreme Long beginian?”
Shot Yan : “Terus, siapa lagi kalau
bukan saya”
(Sambil tetap mengerjakan
kerjaannya)

SFX : Atmosfir (hening)


 
63

4.5. Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Rumah


SIGN : IKON :

Yan dengan ditemani Ratna Yan yang ditemani Ratna sedang diruang kerja

masih bekerja di ruang kerjanya mengerjakan proyek muara tanjung

meski sudah larut malam INDEX :

dengan lampu yang membantu (Visual) Yan mengerjakan proyek muara tanjung

memberi penerangan (Audio) “aaah, siapa lagi kalau bukan saya?”

SYMBOL :

Yan tetap bekerja keras meski sudah malam

OBJECT :

Sosok Yan

INTERPRETANT :

Yan berusaha menyelesaikan rancangan proyek muara tanjung meski sudah malam hari

karena tidak ada yang mengerjakannya lagi kecuali dia.

 
Scene yang diambil pada menit ke 17 detik ke 48 sampai menit ke 18 detik

ke 2 ini menampilkan Yan yang sedang menyelesaikan pekerjaannya di ruang

kerja ditemani sang istri, Ratna.

Sign dalam scene ini diwakilkan oleh Perilaku Yan yang menunjukkan

sikap pekerja keras. Ia masih mengerjakan desain proyek Muara Tanjung meski

waktu sudah menunjukkan malam hari. Icon yang merupakan bagian dari sign

dapat dilihat dalam kedua frame tersebut, Yan ditemani Ratna sedang berada

diruang kerja mengerjakan proyek Muara Tanjung. Index dalam scene ini

ditunjukkan oleh Yan yang mengerjakan proyek Muara Tanjung karena tidak ada

lagi yang mengerjakannya, didukung dengan pernyataan Yan “aaah, siapa lagi
64

kalau bukan saya?”. Kata-kata tersebut menyiratkan bahwa tidak ada lagi yang

mengerjakannya kecuali dia, sehingga ia harus bekerja keras menyelesaikan

pekerjaannya itu. Kemudian Symbol diwakilkan oleh suasana dan waktu yang

telah menunjukkan malam hari. Pada malam hari biasanya digunakan sebagai

waktu untuk istirahat dari segala rutinitas yang telah dilakukan sepanjang hari.

Kerja keras merupakan salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter,

mempunyai arti yakni perilaku yang menunjukkan upaya bersungguh-sungguh

(berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas,

permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya (Suyadi, 2013:8).

Pekerjaan apapun yang seseorang tekuni harus dilakukan dengan baik dan

profesional karena merupakan bagian dari tanggung jawab kepada diri sendiri dan

perusahaan atau lembaga tempat ia bekerja. Jangan sampai melakukan pekerjaan

yang sia-sia yang tidak ada manfaatnya dan jangan juga bermalas-malasan dalam

bekerja sehingga sering menunda pekerjaan yang akhirnya pekerjaan yang harus

diselesaikan menjadi menumpuk.

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan waktu, harus pandai-pandai

memanfaatkan waktu yang dimiliki untuk bekerja dalam hal apapun yang

bermanfaat. Seseorang yang bekerja keras akan melakukan pekerjaannya dengan

tekun. Jika seseorang ingin tercapai tujuannya, kerja keras adalah salah satu

kuncinya. Tidak mungkin sebuah pekerjaan yang dilakukan akan berhasil sesuai

dengan apa yang kita inginkan jika dilakukan dengan bermalas-malasan dalam

bekerja.

Object dalam scene ini yakni sosok Yan yang sedang bekerja diruang kerja

rumahnya mengerjakan proyek Muara Tanjung. Diambil secara medium shot


65

memperlihatkan Yan dan Ratna. Yan sibuk dengan berkas-berkas yang

dimilikinya dan Ratna yang memijat punggunya seakan mengerti kelelahan

suaminya. Sosok Yan dalam scene ini digambarkan sebagai sosok Pekerja keras.

Ia masih mau mengerjakan proyek Muara Tanjung hingga selesai karena tidak ada

lagi yang mau mengerjakannya kecuali dia. Hal itu dipertegas dengan

pernyataannya “Kalau bukan saya siapa lagi?” ketika sang istri Ratna bertanya

“Yan, kenapa sih masih kamu yang ngerjain beginian?”. Yan dapat mengatur

emosinya sehingga menimbulkan reaksi yang positif dengan bekerja keras untuk

menyelesaikan pekerjaanya itu. Jika yang timbul merupakan emosi yang negatif

bisa saja Yan bersikap acuh dan memilih mengacuhkan pekerjaan itu.

Mereka yang memiliki sifat pekerja keras akan memanfaatkan waktu

secara optimal untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Bekerja secara

sungguh-sungguh dan semangat. Waktu yang dimiliki setiap manusia adalah sama

yakni 24 jam. Idealnya waktu tersebut dapat dibagi menjadi sepertiga menjadi 8

jam untuk beribadah, 8 jam untuk bekerja dan 8 jam lagi untuk beristirahat.

Namun, hal tersebut bukan merupakan sebuah patokan waktu yang harus

dilakukan oleh setiap orang. Masing-masing orang memiliki kemampuan dan

daya tahan tubuh yang berbeda-beda, ada yang menghabiskan lebih dari sepertiga

waktunya untuk bekerja. Kemampuan-kemapuan itulah yang digunakan untuk

mengisi aktivitas dalam menghabiskan waktunya.

Interpretant dalam scene ini yakni Yan berusaha menyelesaikan rancangan

proyek Muara Tanjung meski sudah malam hari, karena tidak ada yang

mengerjakannya lagi kecuali dia. Menandakan sosok Yan merupakan orang yang

bekerja keras dan sungguh-sungguh terhadap pekerjaannya.


66

Seseorang yang bekerja keras, akan menjalani pekerjaannya dengan

sungguh-sungguh, ulet dan juga tekun. Tekun menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia merupakan orang yang bekerja secara teratur, mampu menahan rasa

bosan atau jemu, dan mau belajar dari kesalahan (orang lain maupun dirinya)

dimasa lalu agar tidak terulang kembali. Sedangkan ulet adalah kemauan keras

dalam berusaha mencapai tujuan dan cita-cita. Seorang pekerja keras tidak akan

mudah putus asa dan tidak mengenal kata menyerah sebelum pekerjaannya

selesai. Oleh karenanya kerja keras merupakan hal yang harus ditanam pada setiap

orang agar pantang menyerah dan bersungguh-sungguh dalam bekerja sampai

pekerjaan itu selesai.

Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object dan interpretant tersebut

diatas, peneliti menyimpulkan bahwa scene tersebut dapat merepresentasikan

salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter yakni pekerja keras. Hal tersebut

digambarkan oleh Yan yang bersungguh-sungguh menyelesaikan pekerjaannya

meski sudah malam hari, karena tidak ada lagi yang mengerjakannya kecuali dia.
67

4.6. Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Kantor

Type of Shot Frame Script


Close Up Satria datang ke kantor Yan
untuk memberikan proposal
muara tanjung yang diminta
Yan.
Satria : “Yah, saya sudah bicara
dengan Hasan. Dia bilang dia
bisa mengatur anggaran di DPR.
Kalau ayah bisa ajuin lebih
awal, saya bisa masuk sebagai
sub-kontraktornya. Sekarang
tinggal ayah atur didalam”

Close Up Yan : “Itu ayah ngga bisa”

Close Up Satria : “Saya juga ngga bisa


gratis yah. Saya juga tetap harus
kompetisi dengan yang lainnya
lewat proses tender”

Close Up Yan : “Yaaa, tapi atur didalam


apa itu?”
68

Close Up Satria : “Ya, kalau ngga ayah


kasih tau saja tim penilainya
siapa. Biar saya nanti sama
teman-teman yang urus
langsung ke tim penilainya”.

Medium Long (Menggeleng tak percaya)


Shot Yan : “Jadi, kamu bantu ayah
biar ayah bantu kamu?”

Close Up Satria : “Kapan saya minta


bantuan ayah? Kapan ayah
bantu saya? Firman terus yang
dibantu”.

Close Up Yan : “Jadi menurutmu ayah


ngga pernah bantu kamu?”

Satria : “Ayah lebih banyak


Close Up bantu Jaka dibanding bantu
saya”
69

Close Up (Yan menggelengkan kepala)


Yan : “Jadi kamu pikir begitu?”

Close Up Satria : “Ya, yasudahlah semua


juga tahu. Dia anak emas ayah.
Kalau saya, saya mau jungkir
balik juga selalu salah dimata
ayah”

Close Up Yan : “Jadi kamu mau medali?”

(Sambil menggelengkan

kepalanya)

Close Up Satria : “Kesempatan. Saya tau


benar pembangunan ini. Dari
kecil saya selalu ikut ke
pelabuhan. Saya orang yang
tepat”

Yan : “Kamu ini abis ngobrol


Close Up dengan siapa sih?” (Sambil
menggelengkan kepalanya)
“Kok bisa kamu ngomong gini
ke ayah kamu” Lanjutnya
70

Close Up Satria : (menggelengkan kepala)


“Ayah minta tolong sama saya,
saya tolong ayah. Ayah bilang
sama saya bantu Firman, saya
bantu Firman. Saya orang yang
tepat, kita keluarga yang
bermartabat kok. Masalahnya
sekarang adalah ketika ada
kesempatan maju untuk saya,
kenapa itu ngga dari ayah saya
sendiri”

Close Up Yan hanya menggelengkan


kepala mendengar yang
dibicarakan Satria. Kemudian
Satria meninggalkan ruangan
Yan
 
4.7. Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Kantor
SIGN : IKON :

Yan menolak permintaan Satria (Visual) Yan menolak permintaan Satria untuk

untuk membantunya menjadi membantunya dari dalam agar mendapatkan proyek

subkontraktor proyek Pelabuhan Muara Tanjung.

Muara Tanjung. (Audio) “Itu ayah ngga bisa”.

INDEX :

Yan diminta untuk membantu Satria mendapatkan

proyek Muara Tanjung dari dalam (Dinas

Perhubungan).
71

SYMBOL :

Meski Satria merupakan anak dari Yan, Yan tidak

ingin memanfaatkan hubungan emosional keluarga

menjadi kepentingan bisnis Satria.

OBJECT :

Sosok Yan

INTERPRETANT :

Hubungan emosional antara Yan dan Satria sebagai ayah dan anak, tidak disalahgunakan

oleh Yan untuk membantu anaknya mendapatkan proyek ditempat ia bekerja. Meski

Satria memaksa Yan tetap tidak menerima permintaan Satria.

 
Scene yang diambil pada menit ke 24 detik ke 48 sampai menit ke 25 detik

ke 44 ini memperlihatkan Yan dan Satria yang sedang berbincang diruang kerja

Yan di Dinas Perhubungan. Satria yang bekerja sebagai kontraktor meminta Yan

yang merupakan ayahnya untuk membantunya menjadi Sub-kontraktor proyek

Muara Tanjung. Tetapi Yan menolak permintaan Satria.

Sign dalam scene ini diwakilkan oleh Perilaku Yan yang berusaha untuk

menjaga kejujurannya dalam bekerja. Ia menolak membantu Satria untuk

mengatur dari dalam (Dinas Perhubungan) agar Satria menjadi sub-kontraktor

proyek Muara Tanjung, meski proyek tersebut dibawah tanggung jawabnya

sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan. Icon yang merupakan bagian dari sign

dapat dilihat yakni Sikap Yan yang menolak membantu Satria dengan berkata “Itu

ayah ngga bisa” kata ‘ngga bisa’ disini berarti Yan menolak membantu Satria

yang memintanya untuk mengatur dari dalam agar Satria dapat menjadi sub-

kontraktor proyek Muara Tanjung. Index dalam scene ini ditunjukkan oleh Yan
72

yang diminta membantu Satria dari tempatnya bekerja karena Satria merupakan

anak kandungnya. Kemudian Symbol diwakilkan oleh Yan yang tidak

memanfaatkan hubungan emosionalnya untuk kepentingan pribadi anaknya.

Jujur merupakan salah satu dari nilai-nilai pendidikan karakter. Jujur

adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan,

perkataan dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan

melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai

pribadi yang dapat dipercaya (Suyadi, 2013:8).

Kejujuran merupakan hal penting dalam kehidupan manusia dalam

menjalin hubungan dengan orang lain, rekan kerja, bahkan kepada keluarga.

Dalam agama islam kejujuran menjadi salah satu sifat wajib yang harus dimiliki

para Rasul. Jujur merupakan kunci kepercayaan bukan hanya dimata sang

Pencipta namun juga dimata manusia. Dalam hal pekerjaan jika seseorang

bersikap jujur dapat meningkatkan kualitas orang tersebut. Ia akan menjadi orang

yang dipercaya oleh rekan bisnisnya. Kejujuran juga memberikan rasa damai

karena tidak berbohong dan menipu orang lain. Ketidakjujuran biasanya akan

menimbulkan rasa bersalah dan membuat hidup tidak tenang karena khawatir

ketidakjujurannya akan terungkap.

Jujur merupakan salah satu sifat positif yang harus dimiliki manusia.

Kejujuran berhubungan dengan hati nurani. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,

Jujur diartikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas.

Bersikap jujur dapat dilakukan dari hal terkecil, seperti berbicara dan bertindak

sesuai kenyataan, dan dalam lingkup pendidikan jujur dapat dimulai dengan tidak

mencontek ketika sedang ujian atau mengerjakan tugas.


73

Object dalam scene ini yakni sosok Yan yang digambarkan sebagai sosok

yang lurus dan jujur dalam bekerja. Dalam adegang ini banyak yang diambil

secara close up untuk memperlihatkan lebih jelas ekspresi muka Yan dan Satria

ketika berbicara. Yan berbicara secara tegas ketika menolak permintaan Satria

untuk membantunya. Sikap yang diberikan Yan merupakan gambaran dari sikap

seseorang yang memegang amanah. Ia enggan mencampur adukkan urusan

keluarga dengan urusan pekerjaannya. Walaupun Satria merupakan anaknya dan

Yan merupakan orang yang bertanggung jawab atas proyek tersebut di Dinas

Perhubungan, tapi Yan enggan menyalahgunakan jabatannya dengan membantu

Satria untuk memenangkan proyek tersebut dengan cara yang salah. Sebagai

seorang pemimpin sudah selayaknya Yan mencerminkan sikap yang jujur.

Seorang pemimpin adalah orang yang dapat dipercaya untuk menjaga amanah

yang dititipkan padanya demi kepentingan bersama dalam hal ini adalah

masyarakat.

Perilaku jujur yang ditunjukkan Yan merupakan sebuah emosi yang

positif, ia mampu mengolah emosinya saat berbicara dengan Satria. Meski Satria

merupakan anak kandungnya, ia tidak mau memanfaatkan posisi jabatannya

untuk membantu Satria mendapatkan proyek Muara Tanjung. Jika yang timbul

adalah emosi negatif bisa saja Yan memanfaatkan jabatannya untuk membantu

anaknya. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Yan.

Interpretant dalam scene ini ialah Yan yang tidak memanfaatkan

hubungan emosional antara keduanya untuk kepentingan pribadi anaknya. Pada

dunia kerja hal demikian dapat saja terjadi. Sosok Satria yang merupakan sosok

ambisus terhadap perkembangan bisnisnya memanfaatkan hubungan emosional


74

yakni ikatan keluarga untuk memudahkan kepentingan pribadinya. Sosok Yan

diuji kejujurannya, jika iya menerima permintaan Satria maka akan berimbas pada

pekerjaanya dan menunjukkan bahwa ia merupakan orang yang tidak bisa

memegang amanah atau tidak dapat dipercaya. Maraknya korupsi yang terjadi di

negeri ini salah satunya juga timbul dari hal diatas, memanfaatkan kedekatan

untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan disebut dengan Nepotisme.

Senada dengan scene tersebut, ada scene pada menit ke 42 hingga menit

ke 42 detik 56 yang menunjukkan karakter jujur. Dalam scene ini Sul

menanyakan kepada Yan soal Satria yang memegang seluruh proyek pelabuhan

Muara Tanjung. Namun Yan yang juga sebagai ayahnya Satria tidak mengetahui

perihal tersebut.
75

4.8. Tabel Scene Tangga Kantor

Type of Shot Frame Script


Low Angle, Long Beberapa waktu berselang,
Shot Satria akhirnya mendapatkan
proyek Pelabuhan Muara
Tanjung tersebut tanpa
sepengetahuan Yan.
Sul yang mengetahui hal
tersebut mengejar Yan dan
menanyakan hal tersebut
padanya.

Sul : “Yan?” (Sambil menuruni


tangga mengejar Yan)
Yan : “Ya Sul?”
Sul : “Saya dengar Yan”
Yan : “Soal?”
Sul : “Saya tau kamu tidak
menerima suap. Saya tau persis
kamu”
Yan : “Soal apa ini?”

Low Angle, Long Sul : “Muara tanjung, Satria


Shot sekarng pegang semua itu
pelabuhan”
Yan : “Kok saya baru tau?”
Sul : “Satria ngga ngomong
apa-apa. Tapi kamu tau dia
mampu kan?”
Sul : “Bahkan saya tau kamu
tidak menerima uang
sepeserpun”
76

Yan : “Terus?”
Sul : “Temen-temen pikir kamu
makan semua itu uang. Mereka
kan masih terikat sama kontrak
lama. Ah kamu ini bikim susah
banyak orang”

Medium Shot Sul : “Saya saran begini, bicara


dengan Himawan agar mau.
Bagi sedikit dengannya dan
saya yakin kamu disini sampai
pensiun”
Sul pun berlalu dan pergi.

Long Shot Yan sempat berdiam sejenak


dan akhirnya ikut berlalu

Dalam scene ini Sign ditunjukkan dalam sikap Yan yang tidak mengetahui

perihal Satria yang memegang proyek pelabuhan Muara Tanjung. Belum Icon nya

adalah Sul yang bertanya kepada Yan kenapa hal tersebut dapat terjadi bahkan

tanpa sepengetahuan Yan. Index dalam scene ini Satria yang memegang proyek

pelabuhan Muara Tanjung ketika mereka masih terikat dengan kontrak lama.

Symbol nya adalah Meski Yan merupakan ayah dari Satria ia tidak mengetahui

perihal Satria yang menjadi subkontraktor proyek tersebut.

Object dalam scene ini jelaslah sosok Yan yang merupakan wakil ketua

Dinas Perhubungan sekaligus ayah dari Satria. Sebagai orang yang dikenal lurus
77

oleh rekan kerjanya. Yan tidak mengetahui jika Satria memegang proyek

pelabuhan Muara Tanjung yang sedang di tanganinya. Karena hal tersebutlah,

Yan diisukan menerima suap oleh rekan-rekan kerjanya.

Interpretant dalam scene ini adalah Yan tetap berusaha jujur dengan

amanah yang diberikan padanya sebagai wakil ketua Dinas Perhubungan dan juga

orang yang bertanggungjawab atas proyek tersebut. Sehingga ia tidak mungkin

menerima suap sehingga Satria dapat memegang proyek pelabuhan Muara

Tanjung disaat mereka masih terikat kontrak dengan yang lama.

Suap yang ditampilakan dalam kedua scene diatas merupakan salah satu

bentuk dari korupsi. Hal mendasar terjadinya korupsi adalah kecurangan atau

ketidakjujuran. Seorang koruptor dapat melakukan mark up, menyuap atau

menerima suap, bahkan memanipulasi data untuk memperkaya diri atau

kelompoknya. Orang yang jujur sering menjadi minoritas bahkan dapat saja

disingkirkan, sebab itulah banyak orang yang tidak berani jujur karena berbagai

ancaman yang diterimanya. Komisi Pemberantasan Korupsi membuat sebuah

gerakan yakni “Berani Jujur Hebat!”2 . Gerakan ini dilakukan untuk menyebarkan

nilai-nilai kejujuran diantaranya adalah “Berani untuk jujur” karena memang

bersikap jujur pada zaman sekarang harus memiliki keberanian untuk

mendapatkan resiko dari keputusan yang telah dibuat. Dimulai dari lingkup

sekolah gerakan ini dapat dilakukan dengan gerakan anti mencontek karena

mencontek salah satu perbuatan curang. Oleh karena itu untuk meperbaiki moral

bangsa salah satunnya dengan bersikap jujur dimulai dari hal yang kecil.

                                                            
2
http://beranijujur.net/ diakses pada tanggal 29 Juni 2015 pukul 23:48 WIB 
78

Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object, dan interpretant tersebut

diatas, peneliti menyimpulkan bahwa scene ini dapat merepresentasikan salah satu

dari nilai-nilai pendidikan karakter yakni bersikap jujur. Digambarkan oleh sosok

Yan yang tidak memanfaatkan jabatan dan hubungan emosionalnya untuk

kepentingan bisnis anak kandungnya.

4.9. Tabel Scene Garasi Rumah Yan

Type of Shot Frame Script


Very Long Shot Setelah kejadian terbongkarnya
perselingkuhan Firman yang
merupakan anak Yan dengan
Nisa yang tidak lain istri Jaka.
Jaka memutuskan untuk
mengundurkan diri sebagai
supir pribadi Yan.
Jaka : “Pak, saya mau bicara
pak”
Yan : “Ya?”

Close Up Jaka : “Sekarang saya sudah


talak 3 pak”

Medium Close Jaka : “Saya pikir bapak juga


Up tahu”
Yan hanya menjawab dengan
mengangguk.
79

Close Up Jaka : “Saya mau berhenti pak”

Close Up Yan : “Jak, saya ikut perihatin.


Tapi kalau omongan saya masih
laku. Kamu cari tempat
semacam ruko dipinggiran. Lalu
cari tahu bagaimana caranya
buka cetak foto. Nanti saya
modalin”

Close Up Jaka : “Terimakasih pak. Tapi


saya ngga bisa pak. Saya ingat
omongan bapak...”

Medium Long Jaka : “Walaupun kita orang


Shot ngga punya. Tapi kita harus
punya harga diri. Mari pak”
Jaka pamit lalu pergi
meninggalkan Yan.

 
80

4.10. Tabel Analisis Scene Garasi Rumah Yan


SIGN : IKON :

Yan menyarankan kepada (Audio)

Jaka untuk membuka Ketika Yan mengatakan “Jak, saya ikut perihatin.

tempat cetak foto. Yan Tapi kalau omongan saya masih laku. Kamu cari

juga yang akan membantu tempat semacam ruko dipinggiran. Lalu cari tahu

memberi modal. bagaimana caranya buka cetak foto. Nanti saya

modalin”

INDEX :

Yan ingin membantu Jaka membuka usaha karena

Jaka memutuskan untuk berhenti sebagai supir

pribadinya.

SYMBOL :

Yan menunjukkan rasa pedulinya untuk membantu

Jaka agar bisa membuka usaha cetak foto sesuai

hobinya

OBJECT :

Sosok Yan sebagai majikan

INTERPRETANT :

Yan ingin membantu Jaka yang memutuskan berhenti menjadi supirnya dengan

menyarankan kepadanya untuk membuka usaha cetak foto dan Yan akan

membantu untuk modal usaha tersebut.


81

Scene ini menampilakn setting di garasi rumah Yan. Jaka menghampiri

Yan dan mengatakan ia akan berhenti sebagai supir. Yan sebagai majikannya

berusaha menawarkan bantuan dengan memodalinya sebuah usaha cetak foto,

namun Jaka menolaknya.

Sign dalam scene ini diwakilkan oleh Perilaku Yan yang berusaha untuk

peduli terhadap Jaka dengan memodalinya sebuah usaha. Icon discene ini

didapatkan dari kata-kata Yan secara langsung terhadap Jaka “Kamu cari tempat

semacam ruko dipinggiran. Lalu cari tahu bagaimana caranya buka cetak foto.

Nanti saya modalin” terlihat didalamnya Yan berusaha peduli dan mencoba untuk

membantunya. Index dalam scene ini ketika Jaka memutuskan untuk berhenti

bekerja sebagai supir Yan. Oleh karenanya symbol dalam scene ini ketika Yan

menunjukkan rasa pedulinya untuk membantu Jaka agar bisa membuka usaha

cetak foto sesuai hobinya.

Peduli sosial merupakan salah satu nilai yang ada pada pendidikan

karakter. Peduli sosial merupakan sikap dan perbuatan yang mencerminkan

kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya

(Suyadi, 2013:9).

Tidak sedikit orang yang berprilaku individualis yakni mementingkan diri

sendiri dan acuh terhadap sekitar. Peduli akan sesama merupakan ajaran yang juga

disarankan ditiap agama untuk saling membantu terhadap sesamanya. Rasa peduli

pada setiap orang tidak datang begitu saja, tapi juga dapat ditimbulkan melalui

proses pembelajaran.

Rasa peduli terhadap sesama sangatlah penting karena hakikatnya manusia

merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri didunia ini, manusia
82

berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan memiliki jiwa sosial manusia akan

lebih mudah menghargai terhadap sesamanya tanpa melihat status sosialnya.

Bayangkan jika setiap orang tidak memiliki rasa peduli sosial, maka didunia ini

akan berlaku hukum rimba, yang kuatlah yang bertahan. Orang yang tertindas

akan semakin tertindas, setiap orang mempertahankan ego masing-masing untuk

kemajuan diri sendiri. Peduli terhadap sesama dapat mengurangi beban

penderitaan orang lain, selain itu dengan rasa peduli terhadap sesama akan

terwujudnya hidup gotong-royong, hubungan yang akrab dan dapat

menghilangkan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya. Selain itu semua,

dengan adanya rasa peduli sosial atau peduli sesama akan terwujud sebuah

persatuan dan kesatuan, tidak ada yang mengedepankan ego pribadi hal inilah

yang akan membuat kondisi masyarakat yang harmonis dan terbebas dari rasa

dengki.

Object dalam scene ini yakni sosok Yan yang digambarkan sebagai

seorang yang peduli terhadap sesamanya yang dalam hal ini merupakan supirnya.

Sikap yang ditunjukkan Yan merupakan hal yang patut diteladani sebagai

makhluk sosial. Selain itu, ia memperlihatkan kepedulian sebagai majikan kepada

orang yang bekerja untuknya. Sebagai makhluk sosial sudah semestinya untuk

saling membantu terhadap sesama, saling mengasihi dan peduli terhadap keadaan

sekitarnya. Memberikan bantuan bukan hanya lewat harta, namun juga tenaga,

pikiran dan apapun yang dapat dilakukan dan bermanfaat untuk sesama.

Interpretant dari scene ini adalah Yan ingin membantu Jaka yang

memutuskan berhenti menjadi supirnya dengan menyarankan kepadanya untuk

membuka usaha cetak foto dan Yan akan membantu untuk modal usaha tersebut.
83

Sikap peduli yang ditunjukkan Yan kepada Jaka merupakan sebuah contoh

karakter yang baik.

Kepedulian sosial haruslah ditingkatkan, agar kesenjangan sosial dapat

dipersempit bahkan tak ada jarak. Sebagai makhluk sosial kita harus memberikan

kontribusi dalam bentuk aksi nyata agar terciptanya kenyaman dan ketentraman

hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan penjelasan mengenai sign, object dan interpretant tersebut

diatas, peneliti menyimpulkan bahwa scene tersebut dapat merepresentasikan

nilai-nilai pendidikan karakter, karena sikap peduli sosial merupakan bagian dari

nilai-nilai pendidikan karakter. Hal tersebut digambarkan dari perilaku yang

ditunjukkan oleh Yan yang menawarkan bantuan kepada Jaka untuk membuka

usaha.

4.3. Pembahasan

Film merupakan salah satu bentuk dari komunikasi massa yang mempunyai

peran penting dalam mempengaruhi khalayak yang menontonnya karena dapat

digunakan sebagai sarana menyampaikan pesan. Dari fungsinya film dapat

digunakan untuk hiburan, pendidikan bahkan dapat menjadi alat kontrol sosial.

Dalam penelitian ini peneliti ingin menjelaskan fungsi film sebagai media

informasi dan pembelajaran dalam pendidikan.

Film Sebelum Pagi Terulang Kembali merupakan film lanjutan dari Film

Kita Vs Korupsi dengan mengambil tema yang serupa yakni mengenai korupsi.

Film ini diproduksi oleh Cangkir Kopi Production sebagai Production House
84

bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga beberapa Non

Government Organization (NGO) yang fokus dalam masalah korupsi.

Bercerita mengenai tindak korupsi yang dilakukan oleh orang terdekat

hingga mengorbankan keharmonisan sebuah keluarga. Film ini juga coba

menggambarkan sebuah realitas dalam dunia kerja yang memanfaatkan kedekatan

emosional agar urusannya dipermudah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Lasja selaku sutradara film ini menginginkan masyarakat untuk sadar bahwa

perubahan dapat dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat mereka sendiri.

Dapat dimulai dengan megetahui bagaimana tindak korupsi itu dapat terjadi,

karena hal kecil pun dapat dikatakan sebagai tindak korupsi seperti membayar

calo (pungutan liar) agar memperoleh kemudahan atau privillege 3 .

Untuk menampilkan realitas kedalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali,

Lasja bersama crew melakukan diskusi dengan KPK dan juga menganalisis

beberapa bundel contoh kasus yang pernah ditangani 4 . Penelitian ini tidak

mengambil fokus pada kasus korupsi yang disajikan, namun pada nilai-nilai

pendidikan karakter yang coba dimunculkan. Maraknya korupsi yang terjadi di

Indonesia salah satunya karena lemahnya penanaman nilai-nilai pendidikan

karakter. Hal tersebut juga disepakati oleh Lasja selaku sutradara 5 .

Suparlan yang merupakan seorang konsultan dan pernah menjadi Kasubag

Monitoring Pelaksanaan Rencana dan Program bagian Perencanaan Setditjen

Dikdasmen mengatakan bahwa pendidikan karakter memang menjadi salah satu

                                                            
3
Wawancara via email dengan Lasja Fauzia Susatyo yang merupakan sutradara dari film Sebelum
Pagi Terulang Kembali pada tanggal 3 juni 2015 pukul 13.05 WIB.
4
Ibid.
5
Wawancara lanjutan dengan Lasja pada tanggal 29 juni 2015 pukul 12.42 WIB.
85

faktor yang sangat penting, karena korupsi terbentuk sebagai proses kehidupan

sementara pendidikan merupakan proses kehidupan itu sendiri secara singkat

Suparlan berpendapat bahwa pendidikan karakter ikut berpengaruh terhadap

perilaku korupsi di negeri ini. Ia pun mengatakan bahwa film dapat dijadikan

sebagai media dalam penyampaian nilai-nilai pendidikan karena film tergolong

media tiga dimensi yang menyenangkan, dapat menyesuaikan sesuai usia, dan

mengangkat berbagai substansi dari yang sederhana sampai yang kompleks salah

satunya pendidikan karakter dan film merupakan salah satu media yang efektif

karena dapat memberikan panduan lebih konkrit dengan adanya peragaan yang

divisualisasikan tidak seperti buku 6 .

Peneliti telah melihat, memperhatikan dan menganalisis aktor dalam

berperan dan mengatur emosi yang pada akhirnya menimbulkan tindakan sebagai

sebuah respon dari konflik yang ada. Dari scene-scene yang telah dianalis

menggunakan model semiotika Peirce, nilai-nilai pendidikan karakter dalam Sign

direpresentasikan melalui dialog dan perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh

aktor yang berperan dalam film ini. Tindakan-tindakan tersebut merupakan respon

dari konflik atau situasi yang sedang terjadi. Seperti yang dikatakan Suparlan,

untuk melihat bahwa karakter seseorang dapat dilihat melalui sikap (attidtude)

dan perilaku (behavior). Sikap lebih pada faktor psikologis dan perilaku lebih

kepada faktor aktivitas fisik. Misalnya kejujuran, sikap jujur adalah

kecenderungan untuk berbuat jujur sedangkan perilaku jujur adalah pelaksanaan

                                                            
6
Wawancara via email dengan Drs. Suparlan, M.Ed mantan Kasubag Monitoring Pelaksanaan
Rencana dan Program bagian Perencanaan Setditjen Dikdasmen dan juga penulis artikel mengenai
pendidikan salah satunya pendidikan karakter. Salah satu artikelnya mengenai pendidikan karakter
dapat dilihat di http://suparlan.com/2/2012/07/23/pendidikan-karakter/. Wawancara dilakukan
pada tanggal 21 juni 2015 pukul 11.16 WIB.
86

dalam kehidupan nyata atau setelah dilakukannya kejujuran itu7 . Sehingga

perilaku atau tindakan dan juga dialog yang ditampilkan oleh aktor merupakan

sign untuk merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum

Pagi Terulang Kembali.

Yan yang merupakan aktor yang berperan dalam film ini merupakan object

yang merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Yan berperan sebagai

subjek yang memunculkan karakter. Sosok Yan harus mengatur emosi dan

direspon melalui sebuah tindakan. Tindakan atau perilaku itulah yang akan dilihat

sebagai karakter. Tindakan tersebut dapat dihasilkan dari sebuah interaksi dengan

lingkungan sekitar, karena seperti yang telah disampaikan Douglas bahwa

karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan

hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan (Muchlas, 2013:41).

Sebagai seorang aktor mendalami peran merupakan hal yang penting agar

pesan yang dimaksud dapat tersampaikan. Dari mimik wajah atau ekspresi, bahasa

tubuh, intonasi dalam sebuah dialog merupakan hal-hal yang mendukung untuk

memperkuat pesan yang dimaksud. Seorang aktor merupakan penggerak cerita

dan pembentuk alur cerita sehingga karakter yang diperankannya harus dihayati

agar alur cerita sesuai dengan apa yang diinginkan pembuat film.

Sehingga para pemain atau aktor dijadikan sebagai object dalam

merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter, karena sesuai dengan

pengertiannya bahwa object merupakan sesuatu yang merujuk pada tanda.

Dibantu juga dengan type of shot yang memperlihatkan ekspresi dan juga gestur

tubuh object .

                                                            
7
Ibid.
87

Selanjutnya interpretant yang merupakan makna dari sign yang ditunjukkan

oleh object dalam film ini mencoba untuk menjelaskan pesan yang ingin

disampaikan. Dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam

film Sebelum Pagi Terulang Kembali ini, interpretant berguna sesuai dengan

pengertiannya bahwa interpretant merupakan pemaknaan dari tanda itu sendiri,

sehingga dalam penelitian ini peneliti berusaha menafsirkan makna dari tanda

yang muncul dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang berkaitan dengan

nilai pendidikan karakter. Makna-makna yang terdapat dalam scene ini antara

lain memperlihatkan Yan sebagai sosok yang jujur, bertanggung jawab, peduli

sosial, dan kerja keras.

Pada dasarnya sign, object, dan interpretant merupakan satu kesatuan dalam

merepresentasikan sebuah pesan yang ingin disampaikan melalui sebuah film

ditiap frame atau scenenya. Dalam penelitian ini film Sebelum Pagi Terulang

Kembali berusaha untuk merepresentasikannya lewat object yang diwakili oleh

tokoh atau aktornya yang menampilkan dialog atau berupa tindakan sehingga

dapat menjadi sign yang akhirnya dapat dimaknai menjadi sebuah pesan yang

dimaksud melalui interpretant.

Setelah dianalisis peneliti mendapatkan hasil bahwa sosok Yan dalam film

ini dapat merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter melalui adegan-adegan

dalam tiap scene nya yang ditandai dengan perilaku, sikap, bahasa tubuh dan

dialog. Hal lain yang peneliti temukan bahwa peran aktor dalam mengatur emosi

membentuk respon berupa tindakan yang menjadi dasar untuk melihat karakter

seseorang.
88

Meski film ini mengusung tema tindak pidana korupsi, tetapi film Sebelum

Pagi Terulang Kembali ini dapat dijadikan sebagai film yang representatif untuk

media pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter. Hal tersebut dikarenakan

salah satu faktor penyebab terjadinya tindak korupsi adalah akibat lemahnya

pendidikan karakter. Jika di analisis lebih dalam ada pesan dan makna-makna

yang tersembunyi dari konflik atau adegan di film Sebelum Pagi Terulang

Kembali ini. Dari hasil analisis peneliti menemukan karakter-karakter seperti

tanggung jawab, kerja keras, jujur, dan peduli sosial ditunjukkan oleh sosok Yan

dalam film ini yang merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter yang

dirumuskan oleh Kemendiknas. Dalam film ini juga karakter dibentuk oleh diri

sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungan. Karakter-karakter tersebut muncul

dalam bentuk sikap, perilaku dan dialog yang disampaikan oleh pemainnya 
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Film merupakan sarana komunikasi massa yang efektif termasuk untuk

media penerangan atau pendidikan karena bentuknya yang menyajikan audi dan

visual. Dalam sebuah film terdapat tanda-tanda yang memiliki pesan yang ingin

disampaikan pada khalayak.

Berikut adalah kesimpulan penelitian yang didapatkan dengan

menggunakan semiotika Peirce :

1. Nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film sebelum pagi

terulang kembali, direpresentasikan oleh sign dalam bentuk perilaku Yan

yang bertanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial. Perilaku-

perilaku tersebut terlihat melalui adegan dan dialog yang melibatkan tokoh

Yan.

2. Nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film sebelum pagi

terulang kembali, direpresentasikan oleh object melalui sosok Yan yang

diperlihatkan sebagai wakil ketua dinas perhubungan, sebagai seorang

ayah dan juga sebagai seorang majikan. Dengan dibantu type of shot yang

memperlihatkan ekspresi wajah dan gestur tubuh Yan dalam

meperlihatkan sikapnya.

3. Nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film sebelum pagi

terulang kembali, direpresentasikan oleh interpretant melalui Yan yang

diidentifikasi memiliki sikap yang bertanggung jawab, jujur, kerja keras

89
90

dan peduli sosial sebagai seseorang yang menjabat sebagai wakil ketua

Dinas Perhubungan, sebagai sosok ayah dan juga sebagai seorang majikan.

Terlihat dari yang dirujuk oleh sign dan object.

4. Setelah dilakukan penelitian pada scene-scene yang diperankan oleh Yan

dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali karya Lasja F. Susatyo ini,

peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi

Terulang Kembali ini merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter

antara lain, tanggung jawab, peduli sosial, kerja keras, dan jujur melalui

sikap, perilaku dan dialog yang disampaikan oleh pemainnya.

5.2. Saran

1. Akademis

Peneliti ingin menyampaikan bahwa sebagai salah satu bidang kajian

ilmu komunikasi, semiotika yang digunakan untuk menganalisis makna

tanda dalam gambar, film, iklan, video game atau media apapun yang

memproduksi tanda kenyataannya masih membutuhkan ruang-ruang atau

forum diskusi secara akademik khususnya di Program Studi Ilmu

Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan belum

banyaknya referensi yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan

penelitian serupa. Hal tersebut dimaksudkan agar penelitian yang

menggunakan semiotika dapat berkembang terus di Indonesia.


91

2. Praktis

Berdasarkan keseluruhan dari hasil analisis penelitian ini, peneliti

ingin menyampaikan beberapa hal berupa saran yang diharapkan dapat

menjadi rekomendasi positif bagi masyarakat.

Sebagai salah satu bentuk media massa, film merupakan sarana yang

efektif dalam menyampaikan pesan salah satunya dalam bidang

pendidikan. Film merupakan media audio visual yang dapat

mempengaruhi khalayak yang menontonnya. Banyak jenis-jenis film yang

ada di Indonesia, namun sedikit yang mengandung makna edukasi. Begitu

miris jika melihat film-film yang berkualitas justru sepi peminat. Peneliti

berharap masyarakat lebih jeli dalam memilih film yang berkualitas.

Selain itu peneliti juga berharap para sineas film, dapat lebih

mengedepankan pesan moral, edukatif dan inspiratif untuk disampaikan

dalam sebuah film, karena mengingat pengaruh sebuah film bagi khalayak

yang menontonnya. Khalayak dapat meniru adegan, gaya hidup atau

apapun yang ditampilkan dalam sebuah film. Hal inilah yang harus

menjadi bahan pertimbangan jika menginginkan karakter penerus bangsa

yang bermoral dan berkarakter baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala. 2004. Komunikasi Massa Sebuah Pengantar.


Bandung: Simbiosa Rektama Media
Bungin, Burhan. 2008. Sosisologi Komunikasi. Jakarta: Kencana
Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai
Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra
Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Remaja
Eriyanto, 2005. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKIS Pelangi Aksara
Hall, Stuart. 1997. Representation : Cultural Representation and Signifing
Practices. California : Sage Publications Ltd
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Martono, Lydia Harlina & Satya Joewena. 2008. Menangkal Narkoba dan
Kekerasan. Jakarta : Balai Pustaka
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Morissan dan Andy Cory. 2009. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia
Muchlas, dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: PT.Bumi Aksara
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter : Pengintegrasian 18 Nilai Bentuk
Karakter dalam Mata Pelajaran. Yogyakarta : Familia Grup Relasi Inti
Media
Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Rosdakarya
Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang : Cespur

ix
________2011.Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada Pendidikan. Jakarta : Kencana
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta : Homerian Pustaka
Ritonga, M. Jamiluddin. 2004. Riset Kehumasan. Jakarta : Grasindo
Sitorus, Eka. 2002. The Art of Acting. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya
Sugiarto. 2000. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
________2010. Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Vardiansyah, Dani. 2005. Filsafat Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Indeks
Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor : Ghalia
Indonesia
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis
Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta : Mitra Wacana Media
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya Dalam
Lembaga. Jakarta: Kencana

Jurnal

Ghufron, Anik. Integrasi Nilai-nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan


Pembelajaran dalam Cakrawala Pendidikan. (Yogyakarta, UNY, Mei
2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY)

Yoyon Mudjiono. Kajian Semiotika dalam Film. (Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.1.
April 2011, IAIN Ampel Surabaya)

Ratna, Maharani Patria. 2014. Gerakan Tangan Sebagai Isyarat Dalam


Masyarakat Jepang dan Masyrakat Indonesia. Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro : Jurnal Zumi Vol.3 No.1

x
Sumber Lain

http://entrepreneur.bisnis.com/read/20130724/267/152946/slamet-rahardjo-
indonesia-miskin-film-berkualitas diakses pada 8 April 2015 pukul 23:02

http://filmindonesia.or.id/movie diakses pada 1 juni 2015 pukul 11.53 WIB

http://beranijujur.net/ diakses pada tanggal 29 Juni 2015 pukul 23:48 WIB

xi
 
 
 
LAMPIRAN-LAMPIRAN
 

Wawancara by email dengan Lasja F. Susatyo (Sutradara Film SPTK) pada tanggal 3 Juni
2015 Pukul 13.05 WIB
 
 

Wawancara by email dengan Drs. Suparlan pada tanggal 21 Juni 2015 Pukul 11.16 WIB
 
 
http://entrepreneur.bisnis.com/read/20130724/267/152946/slamet-rahardjo-indonesia-miskin-
film-berkualitas 
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-s026-14-499072_sebelum-pagi-terulang-
kembali#.VZ8RW1-qqko
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
http://beranijujur.net/id
 

 
 
Lampiran Surat Tugas Dosen Pembimbing Skripsi
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Buku Bimbingan Skripsi
 
Surat Tugas Dosen Pembimbing Skripsi
 
Kartu Sit-in Sidang 
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Data Pribadi

1. Nama : Inge Yulistia Dewi


2. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Juli 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Status Pernikahan : Belum Menikah
6. Alamat : Kp. Rancasema Pasir RT.04 RW.01
Kel/Desa : Kadu Agung Timur
Kec. Cibadak, Kab. Lebak
7. Nomor Telepon / HP : 087772690836
8. e-mail : ngengeinge@gmail.com

Pendidikan Formal :

Sekolah / Institusi / Jenjang


Periode (Tahun) Jurusan
Universitas Pendidikan

SDN Muara Ciujung Barat 02


1999 – 2005 - Sekolah Dasar
Rangkasbitung
Sekolah Menengah
2005 – 2008 SMPN 1 Rangkasbitung -
Pertama
Sekolah Menengah
2008 – 2011 SMAN 1 Rangkasbitung IPA
Atas
Universitas Sultan Ageng
2011 - 2015 Ilmu Komunikasi S1
Tirtayasa

Pengalaman Organisasi :

Periode Organisasi Posisi


2011 – Sekarang Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Pengurus PPT Untirta
Indonesia (IMIKI)
2011 – 2015 Anggota
Untirta Movement Community
2011 -2012 Untirta Tv MCR
2012 Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Departemen Kaderisasi
2013 Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Sekretaris Umum
2014 Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP Ketua BEM
2014 -Sekarang Kesemat Mangrove Volunteer Serang Volunteer

Anda mungkin juga menyukai