Skripsi
Oleh :
PATRISIUS SUSILO HADI PURNOMO
NIM : 019114082
i
ii
iii
Veni Creator Spiritus,
mentes tu orum visita:
Imple superna gratia
quae tu creasti pectora.
Accende lumen sensibus,
infunde amorem cordibus,
Infirma nostri corporis
virtute firmans perpeti.
Deo Patri sit gloria,
et Filio, qui a mortuis
Surrexit, ac Paraclito,
In saeculorum saecula.
Amen.
(Hrabanus Maurus, abad ke-9)
....Kebijaksanaan....
Aku berdoa dan akupun diberi pengertian, aku bermohon lalu roh
kebijaksanaan datang kepadaku. Dialah yang lebih kuutamakan daripada
tongkat kerajaan dan takhta, dan dibandingkan dengannya kekayaan
kuanggap bukan apa-apa. Permata yang tak terhingga nilainya tidak
kusamakan dengan dia, sebab segala emas di bumi hanya pasir saja di
hadapannya, dan perak dianggap lumpur belaka di sampingnya. Ia kukasihi
lebih dari kesehatan dan keelokan rupa, dan aku lebih suka memiliki dia
daripada cahaya sebab kilau daripadanya tidak kunjung hentinya. Namun
demikian besertanya datang pula kepadaku segala harta milik, dan kekayaan
tak terhingga ada ditangannya.
(Kitab Kebijaksanaan 7: 7-11)
iv
^xáxÇtÇztÇ AAA
fxuxÜtÑtÑâÇ uxátÜÇçt AAA
gt~ ~tÇ Äxu|{ uxÜtÜà| wtÜ| ^xut{tz|ttÇA
AAA ^xut{tz|ttÇ twtÄt{ {|wâÑ AAA
`xá~| AAA
[|wâÑ ÑxÇâ{ ÑxÜ}âtÇztÇA
UxÜ}âtÇz ÅxÄtãtÇ wxÜ|àt?
uxÜ}âtÇz ÅxÄtãtÇ {âÜt@{âÜtA
gt~ {tÇçt àxÜutàtá àxÜÄxÑtáÇçt ÇçtãtA
;ctàÜ|á|âá? ECCL<
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
vi
ABSTRACT
The Preschooler’s Comprehension
about Gender Identity and Gender Role
By:
Patrisius Susilo Hadi Purnomo
Psychology Faculty
Sanata Dharma University
2009
vii
ABSTRAK
Pemahaman Anak Prasekolah
mengenai Identitas Gender dan Peran Gender
Oleh:
Patrisisus Susilo Hadi Purnomo
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
2009
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-
ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Dibuat di Yogyakarta
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
perijinan dan persetujuan yang diberikan dalam penelitian dan karya ini.
2. Ibu Agnes Indar, S.Psi., M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi.
telah Ibu berikan kepada saya sehingga karya ini dapat terbentuk.
S.Psi., selaku dosen penguji pada saat ujian pendadaran skripsi. Terima
kasih atas saran dan masukan yang telah ibu dan bapak berikan, semua
akademik dan dosen kepala program studi. Trimakasih atas semangat dan
Mbak Evy&Mas Supriyadi serta Aar dan Rafa, Mbak Sr. Kristi PK yang
x
telah mendukung dan tak henti-henti mendoakanku sehingga akhirnya
6. Puella mea, terima kasih atas cinta, kesabaran, masukan dan semua
Kris, Aris, Cyrill, Astrid, Deka, Hari, serta teman - teman semuanya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua bantuan
material, dukungan, doa, saran, serta sharingnya sehingga karya ini dapat
terwujud.
telah ikut membantu memperlancar proses ini. Kepada Pak Gie, Mas
12. Semua pihak - pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. 10
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 10
D. Manfaat Penelitian…………………………………………… 10
xii
A. Identitas Gender dan Peran Gender ...……………………….. 11
a. Faktor Biologis………………………………………… 17
xiii
Prasekolah ……………………………………………………… 33
44
D. Subjek Penelitian ………………………………………………
45
E. Metode Pengumpulan Data ……………………………………
53
58
G. Analisis Data………………………………………………….
A. Pelaksanaan Penelitian……………………………………….. 61
I. Subjek I ……………………………………………… 68
V. Subjek V ……………………………………………… 78
xiv
VI. Subjek VI …………………………………………… 80
D. Pembahasan ……………………………………………………… 96
110
B. Saran ………………………………………………………………
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR SKEMA
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2002) yang memasuki taman kanak-kanak dan sudah siap memulai karir sekolah
mereka (Watson & Lindgren, 1973). Salah satu tugas perkembangan anak
perbedaan seks dan tata caranya. Ahli lain, Wenar & Kerig (2000) juga
sebagai laki-laki atau perempuan. Hal tersebut berarti bahwa anak usia prasekolah
harus mulai memahami jenis kelamin, baik jenis kelamin dirinya sendiri dan jenis
biologis sebagai laki-laki atau perempuan, dan gender mengacu pada dimensi
sosial sebagai laki-laki dan perempuan. Dua aspek gender mengandung sebutan
khusus – identitas gender dan peran gender. Identitas gender atau gender identity
ialah rasa sebagai laki-laki atau perempuan, yang diperoleh oleh sebagian besar
anak-anak pada waktu berusia 3 tahun. Menurut Santrock (1995) peran gender
atau gender role adalah seperangkat harapan yang menggambarkan laki-laki dan
perempuan seharusnya berpikir, bertindak dan merasa. Wenar & Kerig (2000)
perasaan yang sesuai untuk laki-laki dan perempuan, dan anak-anak harus belajar
1
2
Menurut Kinsey Institute dalam Yustina (2006), sejak lahir hingga usia
tiga tahunan seorang anak menemukan identitas jenis kelaminnya atau gender
identity. Di usia tiga tahun anak mulai mengenal apa yang disebut dengan peran
jenis kelamin atau gender role, yaitu kesadaran tentang apa yang lazim dilakukan
laki-laki dan perempuan. Dasar dari pengetahuan peran jenis ini adalah
oleh berbagai faktor, antara lain faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor
pertama adalah faktor biologis antara lain kromosom seks dan hormon. Faktor
kedua adalah faktor lingkungan, antara lain orangtua, teman sebaya, sekolah dan
Organ-organ jenis kelamin laki-laki mulai berbeda dari organ-organ jenis kelamin
androgen, yakni kelas hormon jenis kelamin laki-laki yang utama. Tingkat
Hal senada juga diungkapkan Allan & Barbara (1999), bahwa masa enam
hingga delapan minggu setelah pembuahan, sebuah janin jantan (XY) menerima
membentuk testis kemudian dosis berikutnya untuk mengubah otak dari susunan
otak betina menjadi susunan otak jantan. Jika janin jantan tidak mendapatkan
hormon jantan yang mencukupi pada waktu yang tepat, satu dari dua hal mungkin
susunan otak yang cenderung feminin daripada maskulin. Kedua, seorang anak
laki-laki yang secara genetis pria namun dengan otak sepenuhnya wanita dan alat
kelamin pria. Orang ini akan menjadi transgender. Ini adalah seorang yang secara
sebagai pria genetik dengan sepasang alat kelamin pria dan wanita.
dipengaruhi oleh lingkungan sosial anak, melalui belajar sosial. Huston (1983)
menonton apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orang lain. Kebudayaan,
sekolah, teman-teman sebaya, media dan anggota keluarga adalah sumber belajar
dalam memahami identitas gender dan peran gender. Sejak bayi sudah tampak
tampak, misalnya bayi perempuan dibungkus dengan selimut warna merah jambu
dan anak laki-laki dengan selimut warna biru. Orangtua cenderung memilih baju
dengan warna yang dianggap sesuai dengan jenis kelamin anak. Rasanya tidak
nyaman kalau anak laki-laki memakai baju merah jambu, tetapi sebaliknya tidak
serta berperilaku sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku. Hal tersebut
dijelaskan dalam Berk (2007) bahwa sejak lahir, orangtua mempunyai perlakuan
yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Banyak orangtua menyatakan
yang sesuai dengan gendernya. Orangtua memberi anak laki-laki mereka mainan
alat-alat servis, dan bola kaki serta memberi anak perempuan mereka mainan yang
secara khusus memilih baju-baju anaknya berdasarkan jenis kelamin, akan tetapi
pada kenyataannya bayi ataupun anak-anak mereka diberi baju ataupun aksesoris
lain yang menunjukkan bayi mereka laki-laki atau perempuan. Medeline Shakin
melakukan penelitian terhadap 24 bayi laki-laki dan 24 bayi perempuan, 75% bayi
perempuan mengenakan baju warna merah jambu dan aksesoris yang dipakai
bayi-bayi tersebut juga menunjukkan jenis kelaminnya. Sedang 79% anak laki-
5
laki dalam penelitian tersebut memakai baju warna biru; sisanya mengenakan baju
dengan berbagai warna lainnya. Sekalipun warna baju tidak memperlihatkan jenis
tetapi juga berbagai perlakuan yang lain. Orangtua lebih bisa menerima anak
perempuan yang bermanja-manja daripada bila hal tersebut dilakukan oleh anak
perhatian dalam segi penampilan. Anak laki-laki dianggap tidak pantas bila
menangis tetapi orangtua tidak berkeberatan bila itu terjadi pada anak perempuan
(Naland, 2007).
walaupun itu mungkin terlihat permainan untuk perempuan atau untuk laki-laki,
mungkin si laki-laki yang bermain masak-masakan akan terlihat kasar dan tangkas
ketika dia memasak, atau ketika bermain boneka dia akan sradak-sruduk
memegang bonekanya karena dia laki-laki, jika perempuan dia akan memanjakan
bonekanya, memegang dengan halus bonekanya, itu sudah naluri mereka yang
akan keluar. Bukan mainannya yang dibedakan, ini untuk perempuan ini untuk
tentang identitas gender dan peran gender. Dalam observasi awal di TK Pertiwi
Tunas Abadi, Cepu, Jawa Tengah, dicatat bahwa guru mencoba memberikan
gambaran tentang identitas gender dan peran gender kepada siswa di kelasnya. Di
tengah waktu belajar menulis huruf kelas Nol-kecil, salah seorang guru meminta
siswa mengulangi tulisan di papan tulis. Karena sebagian besar anak angkat
tangan, guru menunjuk siswa yang tidak angkat tangan, Dino. Pada saat itu Dino
tidak mau maju karena takut, di lain sisi guru berusaha agar Dino berani maju ke
depan kelas, “Masak anak laki-laki takut. Ayo Dino”. Karena Dino tetap tidak
mau maju, guru berkata “Dino anak laki-laki atau perempuan?”. Dino tetap takut
dan diam dan guru terus berusaha agar Dino mau maju, “Dino, anak laki-laki
nggak boleh takut. Masa kalah sama anak perempuan. Anak perempuan aja
banyak yang mau maju. Masak Dino mau kalah sama anak perempuan. Ayo Dino
berani ya? Kita belajar bareng-bareng”. Guru menggandeng Dino untuk maju ke
depan kelas.
pemahaman anak tentang identitas gender dan peran gender. Menurut hasil
dalam sosialisasi perilaku gender. Mereka mengajar satu sama lain apa perilaku
yang dapat diterima oleh gendernya dan apa perilaku yang tidak dapat ditolerir.
Buhrmester (1993) dan Maccoby (1989, 1993) (dalam Santrock, 1995) juga
teman sebaya yang sama jenis kelaminnya cenderung dihargai oleh teman-teman
7
jelas untuk sama dengan dan menyukai teman-teman sebaya yang sama jenis
kelamin.
dari media, hal tersebut juga dijelaskan dalam Santrock (2007) bahwa pada iklan
kecantikan, produk kebersihan, dan perkakas rumah tangga, sementara kaum laki-
laki dalam iklan-iklan mobil, minuman, dan perjalanan. Dibanding dengan masa
seorang anak akan melihat dunia dan masyarakat sekitarnya, yang memberikan
anak berusia kurang dari lima tahun masih sulit memahami dasar pemahaman
tentang gender, dan mereka tidak mengerti bahwa laki-laki dan perempuan
identitas gender dan peran gender sebagai laki-laki atau perempuan. Kesulitan
yang dialami anak dalam memahami identitas gender dan peran gender bisa
disebabkan karena tingkat dominasi sisi maskulin atau sisi feminin seseorang. Hal
tersebut dijelaskan oleh Hartington (dalam Rezki, 2006). Seseorang yang dominan
perusak, kasar dan keras terhadap orang lain. Ia terus menerus tidak dapat
Di lingkungan sosial kita sekarang ini, banyak kita lihat laki-laki yang
sebagai penata rias ataupun tukang masak– dan perempuan yang mempunyai
agar kelak dapat bekerja sesuai kemampuan anak, terlepas dari kehadirannya
lebih mengalami kesulitan dalam memahami identitas gender dan peran gender
peran seks. Dalam penelitian tersebut, William memberikan suatu kisah kepada
anak berusia 4 sampai 9 tahun tentang seorang anak laki-laki bernama Gheorge
yang suka bermain boneka. Dalam penetian tersebut didapatkan, subjek berusia 4
tahun menyatakan ‘boleh-boleh saja George bermain dengan boneka. Tak ada
9
aturan untuk hal tersebut dan anak laki-laki akan melakukannya bila
boneka. Pada subjek 9 tahun, anak-anak mempunyai perbedaan antara apa yang
boleh dilakukan anak laki-laki dan perempuan, dan apa itu ‘salah’. Seorang anak
buruk, tetapi bermain boneka tidaklah buruk. Anak tersebut juga mengatakan:
‘Jangan sekali-kali kamu membanting jendela. Dan jika bermain boneka, boleh,
dikatakan bahwa anak berusia 4-9 tahun masih dalam tahap belajar mengenai
dan peran gender anak berusia 4-9 tahun yang dilakukan di luar negri (dengan
mengenai identitas gender dan peran gender. Mungkin anak juga mengalami
kesulitan dalam pemahaman identitas gender dan peran gender. Penelitian ini
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
LANDASAN TEORI
diperoleh oleh sebagian besar anak-anak pada waktu berusia 3 tahun (Santrock,
dirinya yang diwujudkan dalam proses mental dan perilaku sadar. Menurut
11
12
prasekolah dalam mengkategorisasi dan memahami diri dan orang lain sebagai
perilaku, minat, sikap, kemampuan dan ciri kepribadian yang sesuai dan
diterima oleh masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Demikian pula Vasta
hukum tentang perilaku yang sesuai bagi laki-laki dan perempuan serta diterima
oleh masyarakat.
peran gender adalah kesadaran tentang apa yang lazim dilakukan laki-laki dan
bahwa perbedaan gender merupakan akibat dari pembedaan peran pria dan
kekuatan dan status sedangkan kaum pria memilikinya dan mereka mengatur
menerima gaji yang lebih rendah, dan jarang dijumpai berkedudukan tinggi
sosial dan pembagian tenaga kerja merupakan hal yang penting pada perbedaan
melalui observasi dan peniruan perilaku gender, dan melalui mekanisme hadiah
dan hukuman anak-anak mengalami perilaku gender yang sesuai dan tidak
rumah, di sekolah, tetangga, dan televisi, anak-anak terbuka secara luas terhadap
anak perempuan mereka agar bersikap dan berperilaku feminin dan maskulin.
gender anak terjadi lewat observasi dan imitasi, serta lewat hadiah dan hukuman
anak mengalami perilaku gender yang tepat dan gender yang tidak tepat.
perempuannya menjadi feminin –”Karen, kamu adalah anak yang baik ketika
kamu mau main boneka dengan lemah lembut”– dan mengajarkan anak laki-
lakinya menjadi maskulin –”Keith, anak laki-laki sebesar kamu tidak boleh
menangis”. Fagot, Rodgers, & Leinbach (2000) juga menjelaskan bahwa anak-
anak selalu belajar tentang gender dari observasi orang dewasa dalam
Interaksi anak dengan lingkungan sosial adalah kunci dari pandangan teori
perkembangan kognitif gender menetapkan tipe gender anak terjadi setelah anak
berpikir dirinya laki-laki atau perempuan. Suatu saat mereka memahami secara
15
pertama anak mempelajari identitas mereka –misal, “aku adalah anak laki-laki”–
“meskipun aku memakai gaun, aku tetaplah seorang anak laki-laki”. Hal
Teori skema gender menyatakan bahwa tipe gender muncul ketika anak-
disebut gender yang tepat dan gender yang tidak tepat dalam budaya mereka.
persepsi individu. Skema gender mengatur dunia dalam lingkup laki-laki dan
perilaku-perilaku tipe gender dari orang lain. Pada waktu yang sama, mereka
16
jenis kelamin mereka sendiri, mereka memilih skema gender berdasar hal
tersebut –‘hanya anak laki-laki yang menjadi dokter’ dan ‘memasak adalah
dirinya. Persepsi diri mereka kemudian menjadi tipe gender dan menyajikan
Skema 1
Skema Gender
menghadapi boneka. Jika Billy adalah anak dengan gender yang terskema, filter
tinggi. Jika pertanyaan ‘bolehkah anak laki-laki bermain boneka?’ dijawab ‘ya’
mempelajarinya lebih jauh. Jika jawabannya ‘tidak’, dia akan merespon dengan
menghindari mainan yang tidak sesuai dengan gendernya. Tetapi jika Billy
adalah anak dengan gender yang tak terskema, secara sederhana dia akan
bertanya pada dirinya ‘Apakah aku suka mainan ini?’ dan merespon
berdasarkan ketertarikan.
a. Faktor Biologis
jenis kelamin manusia, yakni material genetis yang menentukan jenis kelamin
organ jenis kelamin laki-laki mulai bebeda dari organ-organ jenis kelamin
androgen, yakni hormon jenis kelamin laki-laki yang utama. Tingkat androgen
Erikson berpendapat bahwa, karena struktur jenis kelamin, laki-laki lebih suka
mengganggu dan agresif, perempuan lebih suka bersikap inklusif dan pasif.
menjelaskan bahwa hormon dalam aliran darah sebelum atau setelah masa
dewasa, otak anak laki-laki 10 persen lebih besar dibanding otak anak
perempuan, hal tersebut disebabkan karena anak laki-laki memiliki lebih banyak
verbal. Karena anak perempuan memiliki corpus collosum yang lebih besar –
koordinasi antara dua belahan otak lebih baik– maka anak perempuan
2007)
pula oleh hormon ibu saat mengandung. Penelitian ini menyebutkan kadar
perilaku bayi perempuan yang dikandungnya kelak ketika telah lahir. Setelah
kakak atau adik, orangtua laki-laki, dan bagaimana orangtua menerapkan peran
setelah lahir. Semakin tinggi kadar hormon testosteron si ibu, semakin besar
perkembangannya.
kasar, ribut, sedangkan anak perempuan bermain dengan sopan dan lemah
yang lain agar dapat diajak bermain rumah-rumahan dengan peran pasar-
yang besar dengan anak laki-laki lainnya, agar dapat bermain kejar-kejaran,
(Berk, 2007)
20
b. Faktor Lingkungan
1. Orangtua
persen laki-laki dan 92 persen wanita berharap bayi pertama mereka adalah
berharap anak laki-laki sebagai anak pertama mereka –75 persen laki-laki dan
anak. Ibu-ibu diberi tanggung jawab mengasuh dan merawat anak-anak; ayah
perlakuan yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Banyak orangtua
dengan mainan yang sesuai dengan gendernya. Orangtua memberi anak laki-
laki mereka mainan yang menekankan aksi dan kompetisi, seperti tembak-
tembakan, mobil-mobilan, alat-alat servis, dan bola kaki serta memberi anak
bersaing dan mengontrol emosi merupakan hal yang penting bagi anak laki-
santun merupakan hal yang penting bagi anak perempuan. Secara umum anak
yang tomboy.
2. Teman Sebaya
penelitian yang diikuti anak-anak prasekolah dan kelompok bermain pada usia
sekolah, anak-anak yang diberi banyak waktu bermain dengan teman berjenis
aktifitas, agresi, dan tingkat bermain seperti orang dewasa (Martin & Faber,
mengajar satu sama lain apa perilaku yang dapat diterima oleh gendernya dan
apa perilaku yang tidak dapat ditolerir (Pramono, 2004). Buhrmester (1993)
untuk menjadi sama dan menyukai teman-teman sebaya yang berjenis kelamin
perempuan, tetapi sebaliknya ini tidak dibenarkan bagi anak laki-laki, yang
anak laki-laki. Pramono (2004) berpendapat bahwa seorang anak akan melihat
relasi dengan orang lain. Sekolah dan guru memainkan peranan yang sangat
setiap hari melalui perilaku oleh guru, staff, anggota sekolah. Mereka mulai
Berikut ini merupakan bias sekolah dan guru pada anak laki-laki dan
perempuan. Menurut DeZolt & Hull (2001) (dalam Santrock, 2007), beberapa
bahasa.
lebih bermasalah.
Ahli lain, Myra dan David Sadker (2000) (dalam Santrock, 2007) mempunyai
pandangan:
4. Media
cenderung ditampilkan sebagai ibu rumah tangga dan dalam peran-peran yang
yang ragamnya banyak, dan laki-laki dewasa ditampilkan lebih agresif dan
konstruktif.
berfokus pada perceraian keluarga, kumpul kebo, dan perempuan dalam status
peran yang lebih tinggi. Bahkan dengan banyaknya program televisi tersebut
26
yang sama kepada mereka dibanding dengan kaum laki-laki (Santrock, 2007).
karakteristik peran gender laki-laki antara lain aktif, kompetitif, percaya diri
bersifat pemimpin, mandiri, asertif, agresif, kurang hangat dan kurang bisa
karakteristik peran gender perempuan antara lain lebih bersikap manis, rapi,
B. Anak Prasekolah
anak pada usia sekitar 4-6 tahun. Batasan usia tersebut melihat kondisi umum
dimana usia rata-rata anak TK berada pada rentang 4-6 tahun. Murtadlo (2007)
menjelaskan di Indonesia, yang dimaksud dengan anak usia dini adalah anak
usia 0-6 tahun. Jadi, sedikit berbeda dari konsep usia dini yang berlaku di
prasekolah. Menurut Stone & Church (1973), anak prasekolah adalah anak yang
berusia antara 2 sampai 4,5 tahun. Ahli lain (Watson & Lindgren,1973)
menggolongkan anak prasekolah sebagai anak yang berusia 2,5 sampai 5 tahun,
yang sudah siap memulai karir sekolah mereka dan memasuki taman kanak-
yang terentang dari akhir masa bayi hingga usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Sampai
akan dibatasi hanya pada usia tertentu, yaitu usia 4-6 tahun saja, atau ditetapkan
untuk semua umur sebelum memasuki Sekolah Dasar. Ahli lain, Mulyadi (2004)
29
anak usia 3-5 tahun. Beberapa negara memulai lebih awal (2 tahun) dan
beberapa negara lain mengakhiri lebih lambat (6 tahun). Dinyatakan pula bahwa
Statement menyebutkan bahwa Program Anak Usia Dini adalah program pada
sekolah, pusat, atau lembaga lain yang memberikan layanan bagi anak sejak
lahir hingga usia 8 tahun. Program tersebut termasuk penitipan anak, penitipan
anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah baik swasta
mereka mengelompokkan usia anak dalam 0-3 tahun (First Three Years of life),
dan bahwa anak prasekolah adalah anak yang berusia 4 sampai 6 tahun yang
Secara fisik anak di usia 2-6 tahun tubuhnya menjadi lebih panjang dan
lebar, kemampuan motorik anak semakin baik, dan anak-anak lebih mampu
pertumbuhan fisik anak tampak di usia 3 sampai 6 tahun, tetapi lebih perlahan
dibanding masa janin dan bayi. Anak laki-laki rata-rata lebih tinggi, berat, dan
lebih berotot dibanding anak perempuan. Sistem organ dalam semakin mantap,
Menurut teori Psikososial Erikson, anak usia 3-5 tahun (anak usia
ketika anak prasekolah menghadapi dunia sosial yang luas, mereka lebih
di pada tahap ini, Erikson percaya bahwa sebagian besar rasa bersalah segera
Teori Psikoseksual Freud menjelaskan bahwa anak usia 3-6 tahun berada
pada tahap palik. Tahap palik adalah tahap perkembangan ketiga Freud. Tahap
palik terjadi antara usia 3-6 tahun; kata tersebut berasal dari bahasa Latin
‘phallus’, yang berarti penis. Selama tahap palik, baik anak laki-laki dan
2007)
7 tahun berada pada tahap kedua perkembangan yakni tahap operasional. Pada
dapat secara simbolik menjelaskan dunia, menurut Piaget, mereka masih kurang
mental Piaget adalah anak melakukan secara mental apa yang mereka lakukan
usia 3 hingga 5 tahun, meliputi proses kesadaran seseorang, sosial kognitif, dan
32
kenyataan sosial dan fisik tetapi masih sangat kurang untuk menghadapi
cakrawala sosial serta lingkungan fisik yang semakin meluas. Hanya sedikit
anak yang mengetahui perbedaan seks lebih dari sekedar unsur dasarnya, dan
lebih sedikit lagi yang mengetahui tentang arti sopan-santun seksual. Masih
diragukan apakah setiap anak yang memasuki awal masa kanak-kanak benar-
benar mengerti mengenai penampilan seks yang benar, dan mereka hanya
dapat mengerti arti dari pernyataan dan perintah yang sederhana, dan dapat
mengerti apa yang dikatakan orang lain masih dalam taraf yang rendah. Masih
tentang benar dan salah masih terbatas pada situasi rumah dan harus diperluas
bimbingan untuk perilaku yang benar dan salah. Hati nurani berfungsi sebagai
sebagai hal yang benar dan salah bilamana mereka sudah besar dan terlepas
berkembang dengan cara yang berbeda, dipengaruhi berbagi faktor (Marriage and
hormonal, faktor sosial meliputi pelabelan sosial dan pengaruh lingkungan sosial,
dan faktor belajar kognitif meliputi pemahaman konsep yang didapat melalui
dan perkembangan gender terjadi –atau tidak terjadi– pada waktu yang jelas atau
periode tertentu, dan selanjutnya mungkin tidak berubah. Proses dimulai pada
masa prenatal dengan perbedaan kromosom seks (XX dan XY), perkembangan
gonad-gonad janin, dan pengaruh hormon pada janin termasuk pengaruh pada
otak. Model utamanya adalah perempuan (X-X), dan beberapa ekstra menjadi
laki-laki (X-Y).
Ketika lahir, hampir semua bayi secara sosial diberi label sebagai laki-laki
diperlakukan secara berbeda, tergantung pada label jenis kelaminnya. Anak mulai
anak mampu berbahasa, usia 18 bulan sampai 2 tahun, anak dapat menyebut
dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Hal ini merupakan ekspresi awal
kesadaran anak sebagai laki-laki dan perempuan dimulai sejak usia 8 bulan
antara usia 1 dan 2 tahun, anak-anak menyadari perbedaan fisik antara laki-laki
akan hal tersebut. Antara usia dua belas bulan sampai delapan belas bulan, anak-
anak mulai memilih mainan yang cocok dengan gender mereka. Anak perempuan
memilih untuk bermain dengan boneka dan benda berwarna merah muda. Anak
laki-laki memilih truk mainan dan senjata (Hirsh-Pasek, Golinkoff, & Eyer,
2006). Di usia 4 tahun, identitas gender anak mulai stabil, dan mereka tahu bahwa
orang lain saat berusia antara dua sampai tiga tahun. Mula-mula mereka bisa
melakukannya terhadap dirinya sendiri dan kemudian barulah terhadap orang lain.
Hal tersebut disebabkan karena sepanjang hari mereka mendengar diri mereka
disebut laki-laki atau perempuan. Untuk menebak gender orang lain mereka harus
menebak kriteria apa yang harus digunakan seperti panjang rambut dan pakaian
melakukan ‘sesuatu yang semestinya dilakukan anak laki-laki’ dan ‘sesuatu yang
laki-laki secara alamiah mengadopsi peran ayah dan anak perempuan mengadopsi
2007).
Anak-anak usia dini berpegang pada perbedaan gender dengan lebih tegas
dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua. Karena anak-anak usia dini tidak
pernyataan bahwa ibu bisa menjadi pekerja bangunan dan pada saat yang
bersamaan juga bisa menjadi ibu. Tampaknya, mereka perlu mempelajari dahulu
pandangan yang lebih kaku tentang gender sebelum bisa melebarkan kategorinya.
Namun, jika mereka melihat baik ayah maupun ibu mengurus bayi dan membuat
kue, akan lebih sulit bagi mereka untuk memegang kategori stereotip gender yang
menentukan anak laki-laki dan perempuan, tidak berpegang pada jenis kelamin
yang kaku akan membuat mereka lebih nyaman, khususnya jika orangtua mereka
gender
prasekolah dalam mengkategorisasi dan memahami diri dan orang lain sebagai
sejak awal kehidupan, setelah bayi dilahirkan. Pemahaman sebagai laki-laki dan
sakit anak laki-laki diberi selimut biru dan anak perempuan diberi selimut merah
muda, dengan tujuan mudah mengenali, sebab wajah bayi laki-laki dan
sebagai laki-laki atau perempuan, misal “ini anak laki-laki ya, wah gantengnya”
(Naland, 2007).
perempuan dengan berbeda, dari pakaian, dekorasi kamar tidur, mainan, aturan
dalam memahami identitas gender dan peran gender mereka (Santrock, 1995;
Naland, 2007).
Sekolah dan guru juga berperan dalam sosialisasi sebagai anak laki-laki
antara anak laki-laki dan perempuan dengan melihat teman mereka di sekolah,
dari cara berpakaian, gaya rambut, mainan yang dimainkan, cara bermain, dan
cara berperilaku. Guru juga memberi perlakuan yang berbeda bagi anak laki-laki
perempuan, anak laki-laki lebih dituntut untuk berkompetisi dan anak perempuan
berkumpul dengan anak laki-laki dan anak perempuan bermain dengan anak
perempuan, bahkan bila anak bermain di luar dengan anak berjenis kelamin lain
38
maka anak tersebut akan diejek atau dikucilkan dari kelompoknya. Pembentukan
pemahaman juga tak lepas dari peranan media, yang mana banyak peran ditujukan
dengan jelas bagi anak laki-laki dan perempuan, dari pekerjaan, tokoh jagoan, dan
iklan yang sangat mempengaruhi perilaku mereka (Santrock, 1995; Berk, 2007).
2002) yang memasuki taman kanak-kanak dan sudah siap memulai karir sekolah
mereka (Watson & Lindgren,1973). Di usia ini anak harus menguasai tugas
mengetahui perbedaan seks dan tata caranya (Hurlock, 1998). Hal tersebut berarti
bahwa anak prasekolah harus mulai memahami jenis kelamin baik jenis kelamin
dirinya sendiri dan jenis kelamin orang lain seperti teman, orangtua, dan guru.
Selain harus mulai memahami jenis kelamin diri sendiri dan orang lain, anak juga
diharapkan memahami identitas gender dan peran gendernya serta mulai belajar
belajar sosial yakni dengan imitsi dan modeling. Anak laki-laki belajar bagaimana
perilaku maskulin, seperti yang dilakukan ayah mereka, dan anak perempuan
tetapi bila mereka mengimitasi model yang tidak cocok mereka mendapatkan
mereka juga melakukan imitasi dari guru, orang lain bahkan dari tokoh jagoan di
39
Santrock 2007).
Skema 2
Skema Penelitian
Proses Pemahaman
METODE PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
B. Jenis Penelitian
tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati (Bogdan dan Taylor, dalam
faktual, dan akurat tentang fakta-fakta atau keadaan tertentu, yaitu mengetahui
pemahaman anak prasekolah tentang identitas gender dan peran gender. Travers
dan Sevilla (dalam Halida, 2004), mengatakan bahwa data yang diperoleh
saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
41
42
C. Variabel Penelitian
atas diri sendiri dan orang lain sebagai laki-laki dan perempuan.
ini berupa pernyataan atau respon anak dari hasil wawancara sebagai data utama
pemahaman anak prasekolah mengenai identitas gender yang akan diteliti antara
lain:
lain.
b. Pemahaman Ciri
c. Perasaan
berupa pernyataan atau respon anak dari hasil wawancara sebagai data utama dan
anak prasekolah mengenai peran gender yang akan diteliti antara lain:
a. Perasaan
Perasaan yang sering muncul dan dialami anak sebagai laki-laki atau
perempuan.
b. Minat
c. Kemampuan
d. Perilaku
Perilaku dan tutur kata anak sebagai anak laki-laki atau perempuan serta
D. Subjek Penelitian
perempuan yang berusia 5 sampai 6 tahun yang mengikuti program belajar Taman
Kanak-kanak. Anak usia 5 sampai 6 tahun termasuk anak usia prasekolah dimana
pada usia ini anak diharapkan telah menyelesikan tugas perkembangan. Salah satu
tugas perkembangan anak prasekolah adalah mengetahui perbedaan seks dan tata
caranya.
Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak berusia 5-6 tahun yang
Bakti Kanisius Sengkan, Sleman, Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini dipilih
prasekolah, jadi subjek dalam penelitian ini adalah anak prasekolah. Subjek yang
penerimaan orang baru, sehingga didapatkan 8 subjek yang terdiri dari 4 subjek
perempuan dengan jumlah yang sama diharapkan dapat mewakili keseluruhan dari
Dari kedelapan subjek yang dipilih dalam penelitian ini tidak mengalami
gangguan atau kelainan kromosom sex, struktur otak dan hormon. Semua subjek
tidak termasuk dalam kasus khusus dalam pengaruh biologis tersebut. Sehingga
dalam penelitian ini faktor biologis seperti kromosom sex, struktur otak dan
wawancara. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu termasuk mengetahui perilaku subjek secara verbal dan
non verbal (Poerwandari, 2001). Informasi dan data mengenai diri subjek sendiri,
juga diperoleh dari orang-orang terdekat subjek (significant others) yaitu orangtua
sekolah.
diajukan tidak berdasarkan urutan yang pasti tetapi berkembang dan disesuaikan
Tabel 1
Pedoman Wawancara
Pemahaman anak prasekolah mengenai Identitas Gender
No Komponen Pertanyaan
gambar)
Tabel 2
Pedoman Wawancara
Pemahaman anak prasekolah mengenai peran gender
No Komponen Pertanyaan
1. Perasaan yang sering Apa yang kamu lakukan bila kamu senang?
muncul dan dialami Apa yang kamu lakukan bila kamu marah/ada
mengenai perasaan
perempuan.
perempuan. perempuan?
tari/ menggambar)
4. Perilaku dan tutur kata Pakaian apa yang sering kamu pakai?
laki-laki dan
perempuan.
orangtua dalam memberikan penjelasan tentang identitas gender dan peran gender
sekolah dan guru dalam memberikan pemahaman tentang identitas gender dan
peran gender kepada para siswa serta hasil pengamatan guru terhadap pemahaman
subjek mengenai identitas dan peran gender yang tampak dalam kegiatan belajar
Tabel 3
Tanggal lahir/Usia
perempuan.
perempuan.
perempuan.
termasuk aturan-aturan/batasan-batasan di
rumah)
peran gender
berinteraksi)
televisi kesukaan)
gender. berperilaku
Tabel 4
1. Interaksi Guru
Teman di sekolah
perempuan.
perempuan.
perempuan.
Data penelitian ini akan didukung dengan data observasi. Observasi adalah
kata lain dari pengamatan yang berarti kegiatan memperhatikan secara akurat,
dalam fenomena tersebut, dengan tujuan mendapat data tentang suatu masalah,
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya (Ardiardani & Tri,
2004).
memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi sesuai dengan
kondisi subjek yang diamati (Ardiardani & Tri, 2004), sehingga peneliti langsung
53
terjun dalam kehidupan sehari-hari subjek. Hal-hal yang ingin diamati adalah
dilakukan oleh dua orang pengamat untuk mengurangi kelemahan observasi yang
dilakukan oleh satu orang, yaitu ketidakobyektifan (Ardiardani & Tri, 2004).
berupa reaksi dan aktivitas subjek menyangkut pemahaman subjek terhadap peran
gender. Observasi dilakukan pada saat subjek mengikuti kegiatan bermain dan
belajar di sekolah serta pada saat subjek bermain dan berinteraksi dengan orang
perilaku mewarnai, peneliti mengajak subjek untuk mewarnai salah satu gambar
yang dipilih subjek dari duapuluh gambar tidak berwana yang ditawarkan kepada
subjek. Dua puluh gambar terdiri dari 10 gambar yang stereotip bagi anak laki-
laki dan 10 gambar yang stereotip bagi anak perempuan. Gambar-gambar tersebut
triangulasi. Teknik triangulasi adalah suatu teknik untuk menyelidiki validitas dan
yang masuk akal dari rancangan program untuk pengerjaan hasil sementara, untuk
memperoleh hasil akhir, mencoba untuk bisa mendapatkan lebih dari satu ukuran
dari lebih dari satu sumber untuk setiap kaitan dalam rangkaian (Miles &
54
Huberman, 1992). Triangulasi juga diartikan sebagai teknik check and recheck
ganda, dan teori yang berbeda-beda. Teknik triangulasi yang akan digunakan oleh
subjek utama (SU), dan subjek pendukung (SP) yakni orangtua dan guru.
G. Analisis Data
Penelitian ini akan memiliki dua data, yaitu data verbatim dari hasil
wawancara sebagai data utama, dan data observasi sebagai data pendukung.
Penelitian ini akan menggunakan metode analisis isi atau content analysis karena
bahwa data deskriptif dianalisis menurut isinya, sehingga analisis semacam ini
1. Organisasi Data
Tahap awal dari pengolahan dan analisis data adalah organisasi data.
Organisasi dilakukan agar peneliti memperoleh kualitas data yang baik, dapat
analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini. Data yang diorganisir
adalah data mentah berupa verbatim hasil wawancara, yang pada awalnya
terhadap subjek yang berupa catatan lapangan. Data yang diorganisir juga
termasuk data yang sudah dikoding dan telah dikategorikan. Data-data tersebut
pengambilan data.
2. Pengkodean Data
pengkodean. Proses koding dan analisis untuk data verbatim ini diawali dengan
menyusun data verbatim dan catatan lapangan dalam kolom, dimana di samping
kanan data diberi kolom kosong yang akan digunakan untuk pengkodean.
pengkodean.
analisis tematik. Analisis ini digunakan untuk mencari pola dari data yang ada.
Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi atau data yang dapat
yang biasanya terlihat dengan itu, atau hal-hal diantara/gabungan dari yang
Tabel 5
Kode dalam Wawancara
Pemahaman anak prasekolah mengenai Identitas Gender
No Komponen Kode Arti Kode
orang lain.
kemampuan
Tabel 6
Kode dalam Wawancara
Pemahaman anak prasekolah mengenai peran gender
No Komponen Kode Arti Kode
perasaan anak
perempuan
laki
kemampuan anak
perempuan
perilaku anak
perempuan
3. Interpretasi
muncul dalam data verbatim hasil wawancara setelah diperkuat dengan data
H. Prosedur Penelitian
1. Persiapan penelitian
Tahap awal yang dilakukan peneliti dalam proses penelitian ini adalah
menentukan tema dan tujuan penelitian. Peneliti lalu mencari referensi atau
dasar teori yang sesuai dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam
penelitian ini. Setelah dasar teori terbentuk, maka peneliti menyiapkan panduan
59
penelitian ini dan dengan tujuan penelitian sehingga hasil penelitian yang
diperoleh sesuai dengan apa yang ingin diungkap atau sesuai dengan tujuan dari
penelitian ini.
2. Perijinan penelitian
memperoleh kesediaan dan ijin dari subjek serta orangtua subjek untuk
4. Pelaksanaan penelitian
nyaman dan aman ketika dilakukan pengambilan data sehingga diperoleh data
A. Pelaksanaan Penelitian
dan peran gender ini dilaksanakan pada 28 Juli 2008 s.d.27 Maret 2009, di
sekolah dan di rumah subjek. Tempat pertama adalah di sekolah subjek, TK Indria
Bhakti Kanisius Sengkan, Sleman. Di sekolah ini peneliti melakukan survei dan
observasi kepada para subjek serta melakukan wawancara dengan guru. Tempat
peneliti melakukan survei, observasi, dan wawancara dengan subjek serta dengan
orangtua.
20 Oktober 2008 sampai 27 Maret 2009, setelah mendapatkan ijin dari pihak
subjek, dengan cara survei, observasi dan wawancara dengan subjek serta
orangtua subjek.
Survei dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat kegiatan anak
gender dan peran gender, serta sebagai langkah awal subjek dalam usaha
61
62
pemilihan sampel penelitian, dan juga merupakan sebuah pendekatan kepada tiap
subjek agar subjek tidak merasa asing dengan peneliti, sehingga wawancara
dengan para subjek dapat dilakukan tanpa hambatan. Observasi dalam penelitian
kepada subjek utama, orangtua masing-masing subjek dan guru kelas, guna
pelaksanaan penelitian:
Tabel 7
Waktu Tempat
No. Subjek Kegiatan
Penelitian Penelitian
28 Juli 2008 s.d.
di sekolah Survei awal
1. 18 Oktober 2008
Permohonan ijin lisan &
10 Oktober 2008 di rumah
Survei
23 Oktober 2008
s.d. 17 Desember di sekolah Survei
2008
2. I
9 Januari 2009 di sekolah Observasi
15 Januari 2009 di rumah Wawancara & Observasi
17 Januari 2009 di sekolah Observasi
27 Januari 2009 di sekolah Wawancara guru
10 Pebruari 2009 di rumah Wawancara
63
responden untuk tiap subjek. Pertama subjek utama, kedua subjek pendukung
yakni orangtua subjek utama dan yang ketiga subjek pendukung yakni guru kelas
subjek. Sehingga didapatkan tiga data wawancara (lihat lampiran A). Teknik
wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian semi terstruktur.
Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan urutan yang pasti (lihat tabel 1, 2, 3,
dan 4,) tetapi berkembang dan disesuaikan dengan situasi subjek saat subjek
dengan memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi sesuai
dengan kondisi subjek yang diamati (Ardiardani & Tri, 2004), sehingga peneliti
langsung terjun dalam kehidupan sehari-hari subjek. Hal-hal yang ingin diamati
berupa reaksi dan aktivitas subjek menyangkut pemahaman subjek terhadap peran
gender. Observasi dilakukan pada saat subjek mengikuti kegiatan bermain dan
belajar di sekolah serta pada saat subjek bermain dan berinteraksi dengan orang
lain di lingkungan rumah setiap subjek. Hasil observasi dicatat dalam sebuah
catatan lapangan yang kemudian disusun agar mendapatkan data observasi yang
gambar tak berwarna, dan meminta subjek untuk memilih salah satu gambar untuk
diwarnai ketika wawancara (lihat lampiran B, gambar dalam penelitian). Hal ini
B. Deskripsi Subjek
Tabel 8
C. Hasil Penelitian
identitas jenis kelamin, pemahaman ciri, dan perasaan) serta pemahaman anak
mengenai peran gender (antara lain perasaan, minat, kemampuan dan perilaku).
Namun sebelum lebih jauh mengetahui pemahaman keseluruhan subjek, baik jika
I. Subjek I
a. Identitas Gender
Subjek juga mampu menyebutkan ciri-ciri laki-laki dan perempuan antara lain
b. Peran Gender
Perasaan yang sering muncul pada diri subjek antara lain gembira dan
marah. Subjek merasa sering kesal dan marah bila subjek sakit hati, disakiti orang
lain. Ketika subjek merasa kesal, subjek menangis. Subjek juga sering merasa
69
gembira. Menurut subjek, anak perempuan lebih sering merasa sedih, dan anak
waktu bermain, subjek memilih bermain ayunan dan prosotan. Subjek juga suka
bermain boneka bila di rumah, serta lebih suka memakai rok. Subjek juga suka
warna pink. Menurut subjek, anak laki-laki lebih sering membaca, boleh juga
menari. Anak laki-laki juga menyukai robot, mobil, dan truk. Anak perempuan
kejaran dan lompat-lompat. Subjek juga pernah mengejar capung ketika di rumah.
Menurut subjek semua anak laki-laki dan perempuan sering menangis. Anak laki-
laki lebih sering memukul dan sering berteriak-teriak karena suaranya keras.
70
2. Subjek II
a. Identitas Gender
sehingga subjek dapat menunjukkan bahwa diri subjek, keluarga subjek dan
Subjek juga mengenal ciri-ciri laki-laki dan perempuan meski secara sederhana,
T: Kamu lebih senang mana? Jadi anak perempuan atau jadi anak laki-laki?; J: Perempuan; T:
Nggak mau jadi anak laki-laki?; J: (geleng-geleng); T: Kenapa nggak mau? Takut nggak jadi
71
manis ya?; J: (senyum) Nggak gitu, maksudnya tuh, jadi bosen tu lo pakai celana terus; T:
Ooo gitu, tapi kalau jadi anak perempuan bisa pakai celana, bisa pakai rok?; J: He e.
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
perempuan.
b. Peran Gender
Subjek sering marah dan menangis karena kakak subjek sering jahil, dan
subjek lebih merasa bahagia bila kakak subjek tidak mengganggu. Subjek juga
merasa takut terhadap hewan melata seperti ular dan cacing. Menurut subjek, anak
mewarnai, tetapi subjek tidak suka pelajaran menari dan drumband karena
membuat subjek lelah. Seringkali subjek merasa senang ketika waktu istirahat,
karena subjek suka bermain. Di rumah subjek seringkali bermain Barbie. Subjek
juga memiliki kesukaan terhadap makanan seperti mie, sosis, dan coklat. Subjek
juga senang nonton. Menurut subjek, anak perempuan suka warna pink, ungu, biru
dan coklat, anak laki-laki suka warna merah dan tidak boleh suka warna pink.
apa kegiatan di sekolah yang disenangi?; J: Cuma main tok, sama belajar tok; T: Kalau di
rumah, sukanya ngapain?; J: Nonton TV; T: Acara TV apa yang paling kamu suka?; J: Jalan
Sesama; T: Kalau di sekolah kamu mewarnai tu suka nggak?; J: Suka, tapi kotor tangannya;
T: Barbie-barbie itu punya siapa?; J: Punyaku; T: Kalau pelajaran menggambar tu kamu suka
nggak?; J: Gambar suka, tapi kalau gambar yang lain males kecuali orang; T: Cn Ag suka
sama pakaian yang gimana?; J: Yang kayak begini, trus kaya begini. Yang kayak di Barbie
ini lo.
Subjek pandai merias boneka dan menyanyi. Menurut subjek, anak laki-
sekolah yang pendiam. Tetapi subjek seringkali berperilaku lebih aktif seperti
berteriak-teriak, dan lompat-lompat bahkan dari atas kursi. Menurut subjek, anak
perempuan boleh memakai celana tetapi anak laki-laki tidak boleh memakai rok
dan sepatu hak tinggi. Di sekolah, anak laki-laki sering menangis, tetapi menurut
subjek anak perempuan yang lebih boleh sering menangis. Anak laki-laki lebih
sering marah dan lebih sering berteriak-teriak karena suaranya keras. Anak laki-
laki lebih banyak berbicara dan bercerita, tetapi anak perempuan lebih sering
mendengarkan.
(lihat lampiran S II, Sb 45-50, 142-149, 235-247, 261-266, 295-304, 324-326, 333-335)
T: Cn Ag banyak ngomong ya?; J: Emang; T: Tapi kalau di sekolah tu Cn Ag pendiam; J:
Misalnya aku punya rumah kayak gini toh, trus adanya yang buat muter-muter ke atas toh.
Trus aku triak-triak dari atas. Woi-woi terjun-terjun. Parasut; T: Kamu suka triak-triak juga?;
J: He e; T: Di sekolah, mainan apa yang kamu senengin?; J: Ada donat-donatan. Aku suka.
Cuma tak kumpulin tu lo donat-donatannya trus tak masukin tas di bawa pulang; T: Eee, jadi
menurutmu yang lebih sering ngomong di sekolah tu cowok?; T: Cn Ag kalau di rumah suka
loncat-loncat?; J: Lha! Lha! Lha! (subjek jalan kesana-kemari sambil lompat-lompat dan lari-
lari kecil); J(kakak subjek): Ya dia suka loncat-loncat. Malahan dari atas kursi turun ke lantai
aja pakai loncat; T: Kalau menurutmu yang biasa teriak-teriak sambil loncat-loncat tu anak
laki-laki atau anak perempuan?; J: Cewek
73
3. Subjek III
a. Identitas Gender
Subjek juga dapat menunjukkan ciri-ciri seperti ciri-ciri fisik, seperti panjang
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
laki-laki.
74
b. Peran Gender
Perasaan subjek yang sering muncul adalah sedih, marah, gembira dan
bangga. Subjek merasa bangga bila mendapatkan suatu prestasi berbentuk hadiah
dan merasa gembira bila mengalami suasana baru yang memuaskan. Subjek juga
merasa kawatir bila subjek kurang mampu mencapai prestasi. Menurut subjek
anak perempuan lebih sering merasa sedih dan anak laki-laki lebih sering marah.
rumah, subjek seringkali bermain mobil-mobilan dan susun bentuk. Subjek juga
tertarik dengan robot, subjek juga beimaginasi menjadi robot, seringkali subjek
acara kartun TV. Menurut subjek, anak perempuan suka bermain ayunan, boneka,
kupu-kupu dan memilih membeli mainan kupu-kupu atau membeli makanan yang
(lihat lampiran S III, Sb 98-105, 195-227, 238-253, 259-265, 272-280, 320-321, 346-350,
356-357, 361-366)
J: Pingin jadi ini lo (subjek menunjuk gambar yang sedang diwarnai); T: Pingin jadi tentara?;
J: Nggak. Pingin jadi ini lo, robot beneran; T: Ooo pingin jadi robot beneran; T: Kamu kalau
di rumah main apa?; J: Main petak umpet; T: Main petak umpet? Trus siapa yang nyariin?; J:
Tapi susah, karena nggak ada yang nyariin. Tapi aku sembunyi di dalam lemari aja.; T: Kalau
di sekolah main apa?; J: Main sepeda-sepedaan nggak boleh ma Niko. Mau main lagi nggak
75
boleh lagi. Tapi trus dipinjemin temen; T: Dipinjemin temen?; J: He e; T: Kan ada pelajaran
menggambar, menyanyi, drumband, menari. Terus yang kamu senengi pelajaran apa?; J:
Menggambar sama drumband; T: Menggambar dan drumband; J: Tapi drumbandnya lama
banget; T: Kamu pegang apa kalau drum?; J: Pegang bass, sama yang prek-prek-prek; T: Ooo
senar drum; T: Kamu kalau di rumah suka main mobil-mobilan?; J : Itu di bawah; T: Ooo
kamu suka main mobil-mobilan toh?; J: Sama main rangkai rangkaian; T: Ooo main balok,
bikin rumah, bangun-bangun?, J: Iya; T: Kamu punya main robot-robotan kayak gini nggak?;
J: Ooo itu aku beli di pak-e jualan mainan yang di sekolah; T: Ooo kamu suka to robot-
robotan, sampe pilih gambarnya yang robot-robotan; J: Emang, emang suka.
Menurut subjek, anak perempuan pandai menggambar kupu-kupu dan anak laki-
Di sekolah, subjek termasuk anak yang aktif, subjek suka bermain kejar-
kejaran. Subjek juga bersuara cukup keras ketika di kelas. Menurut subjek,
perempuan itu harus dilindungi. Perempuan lebih sering menangis. Laki-laki tidak
boleh memakai rok. Laki-laki lebih sering merokok, dan perempuan tidak boleh
merokok. Laki-laki punya suara lebih keras. Anak laki-laki dan perempuan tidak
(lihat lampiran S III, Sb 1-2, 29-36, 61-71, 91-96, 110-112, 114-118, 322-334, 359-360)
J: Di sini tu cowoknya ada tiga, ceweknya satu; T: Ceweknya harus di?; J: Diamani; T: Iya,
harus dilindungi, karena sendirian; J: Kalau ada penjahat aku sama adeku harus nglindungi; T:
Iya, harus berani; J: Aku sekarang dah dikasih tahu bedanya..bedanya orang ngrokok pa
nggak; T: Bedanya orang ngrokok pa nggak? Yang boleh merokok laki-laki atau perempuan?;
J: Cowok; T: Kalau cewek nggak boleh?; J: Nggak; T: Kamu di sekolah suka lari-lari nggak?;
J: Ya suka tapi jarang; T: Jadi kamu tu suka nggak kalau misalnya di tangga lari suaranya
gedebuk, gedebuk; J: Ooo suka.. Soale di kejar Niko gitu lo; Tanya : Trus kalau di kelas
ngomonge keras-keras?; J: Iya; T: Kayak nyuruh duduk temenmu gitu?; J: Iya; T: Jadi boleh,
anak laki-laki bicaranya keras-keras gitu? J: Ya jangan. Jangan sering-sering gitu lo; T: Jadi
boleh mana anak laki-lakiatau anak perempuan yang ngomongnya keras-keras gitu?; J: Ya
anak laki-laki. Tapi nggak boleh sering-sering, soalnya nanti kalau nanti dah SD mundak
ngganggu temennya yang baru belajar.
76
4. Subjek IV
a. Identitas Gender
Subjek juga dapat menunjukkan ciri-ciri seperti ciri-ciri fisik, seperti panjang
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
perempuan.
b. Peran Gender
Perasaan subjek yang sering muncul adalah marah dan gembira. Subjek
gembira bila subjek dapat bermain sesuai yang subjek inginkan. Subjek juga
serta menonton tv. Setiap hari subjek lebih suka menggunakan rok dan memakai
baju yang bagus agar tampak cantik. Subjek suka dengan warna pink. Subjek
bercita-cita menjadi dokter anak. Menurut subjek anak perempuan suka acara tv
yang untuk perempuan, anak laki-laki suka warna coklat, anak laki-laki tidak
boleh suka warna pink, dan anak perempuan tidak boleh suka warna coklat.
anak perempuan lebih pandai berhitung, sedangkan anak laki-laki lebih pintar
bermain sepeda.
juga berusaha tampil cantik dengan berias. Menurut subjek anak laki-laki tidak
boleh berambut panjang dan memakai rok, tetapi anak perempuan boleh berambut
pendek dan memakai celana. Anak laki-laki lebih nakal, lebih sering marah-
78
marah, lebih sering ngobrol di kelas dan lebih sering menangis. Semua anak, bila
5. Subjek V
a. Identitas Gender
Subjek juga dapat menunjukkan ciri-ciri seperti ciri-ciri fisik, seperti panjang
rambut serta ciri-ciri perilaku seperti memakai rok atau celana, memakai anting-
anting.
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
laki-laki.
b. Peran Gender
Perasaan subjek yang sering muncul adalah marah, kesal , senang dan
bosan. Subjek marah dan kesal bila teman subjek membuat subjek kesal dan bila
keinginan subjek tidak terpenuhi. Dan subjek merasa senang bila subjek ditelpon
ayah subjek dari luar kota. Menurut subjek, anak perempuan sering merasa sedih.
memakai baju yang bagus-bagus beserta aksesoris yang keren, menyukai warna
merah dan hitam. Subjek juiga suka menonton tv. Menurut subjek, anak laki-laki
ketika memanggil seseorang. Di sekolah tak jarang subjek memukul teman dan
subjek, anak-anak laki-laki tidak boleh memakai rok, tidak boleh berambut
panjang dan tidak boleh sering menangis. Anak perempuan boleh sering
menangis, tetapi anak perempuan tidak boleh nakal karena suka menangis.
6. Subjek VI
a. Identitas Gender
pakaian dan ciri-ciri perilaku seperti anak perempuan lebih sering menangis, anak
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
laki-laki.
b. Peran Gender
senang, sedih dan kesal. Subjek merasa gembira ketika mendengarkan musik dan
ketika ditelpon ayah subjek. Subjek kesal bila subjek disakiti oleh teman subjek.
pelajaran drumband dan menyanyi. Subjek juga tetarik untuk bermain drum.
Subjek terkadang ikut membantu paman subjek. Subjek juga pintar dalam
menari.
teman-teman subjek yang di rumah. Subjek juga sering berbicara keras, terkadang
anjing dan boneka yang subjek punya. Subjek seringkali mengalah, dan penurut.
termasuk anak yang penurut karena subjek menerima aturan di rumah bahwa
83
subjek tidak boleh menonton TV. Menurut subjek, anak laki-laki lebih nakal
dibanding anak perempuan, cara berjalan anak laki-laki lebih cepat dari anak
perempuan. Anak perempuan lebih sering menangis dan tidak boleh berteriak-
teriak.
(lihat lampiran S VI, Sb 1-5, 29-33, 87-90, 94-97, 103-105, 112-115, 135-140, 149-161,
180-195, 224-234)
T: Kamu kalau di kelas nakal nggak?; J: Kadang nakal, kadang nggak; J: Aku pernah
dibentak Fano toh “heh, ni sepedaku”. Ya udah trus aku jalan. Daripada kubilangin bu guru
trus dia bilang “heh, awas lho”; T: Ooo kamu pernah digituin Fano toh?; J: (angguk); T:
Kamu menghindar biar nggak ribut? Atau karena kamu takut?; J: Biar nggak ribut. Kalau
Niko juga pernah, trus berantem; T: Emang yang boleh nakal tu anak laki-laki atau anak
perempuan toh?; J: Semuanya nggak boleh. Kata bu guru, semua nggak boleh nakal. Nanti
nggak ada temen T: Boleh mana anak laki-laki atau anak perempuan yang sering nangis?; J:
Anak perempuan; T: Anak perempuan? Kalau nakal, lebih boleh sering mana?; J: Cowok,
cowok kan nolongin cewek; T: Ooo dibelain. Nanti kalau ada preman, “he kenapa kamu
gangguin temen aku?”; T: Kamu kalau di rumah teriak-teriak nggak toh?; J: Kadang kalau
aku nggak tahu Ati pergi tu aku bilang “Ati!, Ati!; T: Tapi sering nggak teriakmu?; J: Nggak
sering; T: Kalau anak perempuan boleh nggak teriak-teriak?; J: Nggak boleh, ngomongnya
harus pelan-pelan. Tanya-tanya dulu; T: Kalau laki-laki jalannya gimana toh? Beda nggak,
anak laki-laki sama perempuan jalannya?; J: Kalau anak perempuan pelan, tapi kalau anak
laki-laki kencang. Kalau anak perempuan jalannya kenceng-kenceng nanti capek atau jatuh;
T: Kalau jalanmu cepet, cepet atau pelan-pelan?; J: Pelan-pelan, kayak gini; T: Cepet juga
ya?; J: Kalau jalan pelan-pelan, tapi kalau lari, cepet. Pas main tembak-tembakan itu aku
prosotan aja, aku bilang, aku di belakang aja, sembunyi di balik pohon.; T: Jadi nunggu,
nggak usah lari-lari?; J: Iya
7. Subjek VII
a. Identitas Gender
Subjek juga dapat menunjukkan ciri-ciri laki-laki dan perempuan dari cara
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
laki-laki.
b. Peran Gender
Perasaan subjek yang sering muncul sedih dan marah, sedih karena subjek
jarang bertemu dengan ayah subjek karena ayah subjek bekerja di luar kota.
Subjek merasa marah bila subjek tidak diijijkan bermain. Selain dilarang bermain,
dan suka menggambar truk. Subjek seringkali membeli mainan di penjual mainan
di sekolah. Warna kesukaan subjek adalah ungu, biru, orange, merah. Menurut
subjek anak perempuan lebih suka bermain boneka barbie, sedangkan anak laki-
(lihat lampiran S VII, Sb 8-12, 15-18, 81-82, 85-93, 123-132, 141-152, 187-190, 244-250)
T: Kamu tu suka truk toh?; J: (angguk); T: Suka mana truk sama tembak-tembakan?; J: Suka
truk sama kereta; T: Suka main apa saja?; J: Mobil-mobilan; T: Belajar sama nulis? Kamu di
sekolah diajari nyanyi, diajari gambar sama Pak Wawan, diajari nari sama Bu Retno, diajari
drumband sama Pak Rinto, trus diajarin membaca dan menulis sama Bu Titik. Na yang paling
kamu senengi belajar apa?; J: Nggambar truk; T: Ooo nggambar truk sama Pak Wawan?; J:
(angguk); T: Kamu nggak punya boneka?; J: Punya, laki-laki; T: Bonekanya apa?; J: Anjing;
T: Warna yang paling kamu sukai warna apa?; J: Warna-warni; T: Yang kamu sukai warna
apa?; J: Ungu, biru, orange, merah; T: Mainan apa saja yang kamu punya?; J: Mainan hewan;
T: Hewan-hewanan punya?; J: Punya; T: Mainan mobil-mobilan punya?; J: Punya. Aku
punya truk; T: Truknya panjang sekali
Menurut subjek, laki-laki lebih pintar membaca dan menggambar serta mampu
menyelesaikan tugas dengan cepat. Subjek juga sudah mulai mampu mandiri,
seperti makan, mandi, pakai baju sendiri. Menurut subjek anak perempuan hanya
Subjek seringkali beli mainan, berbicara dengan suara keras atau berteriak-
teriak, namun tidak agresif. Menurut subjek anak laki-laki tidak boleh memakai
rok, tidak boleh berambut panjang, dan lebih sering nakal dengan memukul. Anak
8. Subjek VIII
a. Identitas Gender
Subjek juga mengenal ciri-ciri laki-laki dan perempuan meski secara sederhana,
tentang identitas gender dan memiliki kesesuaian identitas gender sebagai anak
perempuan.
b. Peran Gender
Perasaan subjek yang sering muncul adalah marah dan kesal. Subjek
marah dan kesal karena rebutan mainan, diejek teman, juga karena ibu atau kakak
yang membuat kesal subjek. Jika subjek marah dan kesal, subjek seringkali
mempunyai pengetahuan bahwa anak laki-laki lebih sering marah, dan anak
Subjek juga suka Hello Kitty, Barbie, dan Mickey Mouse. Makanan kesukaan
subjek adalah mie dan ayam. Subjek suka warna pink. Di sekolah, subjek berminat
pada kegiatan berenang dan pelajaran mewarnai. Dalam keseharian, subjek lebih
suka memakai celana. Menurut subjek, laki-laki menyukai warna biru, dan laki-
laki lebih suka bermain terus sehingga tugas dari guru tidak selesai.
(lihat lampiran S VIII, Sb 32-44, 152-180, 183-186, 230-238, 252-256, 285-289, 291-294)
T: Di sekolah suka main apa?; J: Ayunan; T: Suka main bongkar pasang?; J: Suka; T: Br Dw
suka lari-lari nggak kalau di sekolah?; J: Suka; T: Siapa temennya lari-lari kalau di sekolah?;
J: Dv; T: Kamu suka hello kitty po?; J: (angguk); T: Kamu punya gambar apa lagi di rumah?;
J: Barbie; T: Terus?; J: Mickie mouse; T: Trus putri-putrian punya nggak?; J: Punya; T: Putri
salju punya nggak?; J: Nggak; T: Kamu sering nonton TV kalau di rumah?; J: Suka; T: Apa
acara yang kamu suka?; J: Spongebob; T: Spongebob? Kalau si unyil suka nggak?; J: Suka;
T: Kalau Bolang?; J: Suka; T: Kalau Doraemon?; J: Enggak; T: Kamu suka makan apa kalau
di rumah?; J: Mie; T: Terus?; J: Ayam; T: Kamu suka warna apa?; J: Biru sama pink; T:
Kamu di sekolah diajarin nyanyi?; J: (angguk); T: Diajari menari?; J: (angguk); T:
Menggambar?; J: (angguk); T: Drumband?; J: Dah nggak mau lagi; T: Loh dah nggak mau
lagi. Yang paling kamu senengi pelajaran apa?; J: Mewarnai; T: Trus kamu kalau di rumah
main apa?; J: Guru-guruan; T: Siapa yang jadi muridnya?; J: Boneka; T: Kamu nggak suka
berenang po?; J: Suka; T: Tapi kok mas sius nggak pernah lihat kamu berenang; J:
Renangnya setelah semuanya pulang; T: Kamu suka baju apa?; J: Celana; T: Kamu kalau
pergi ke gereja suka pakai apa?;
J: Celana.
mandiri, mampu mandi dan mempersiapkan diri sendiri. Menurut subjek anak
berlari-lari. Menurut subjek, anak perempuan boleh memakai celana, anak laki-
laki tidak boleh berambut panjang dan memakai anting-anting, anak laki-laki dan
perempuan tidak boleh memukul. Menurut subjek anak laki-laki lebih nakal.
(lihat lampiran S VIII, Sb 44-47, 68-77, 84-99, 140-143, 194-197, 219-220, 303-307, 321-
323)
T: Kamu kalau di rumah nakal nggak? Suka mukul temenmu nggak?; J: Mukul ibu; T: Wah,
mukul ibu? Mukul ibu toh. Kalau mas kamu pukul nggak?; J: He e. Bu nanti aku ngompol
lagi ya; T: Loh, kamu masih suka ngompol toh?; T: Kamu kalau di rumah suka ngomong
teriak-teriak nggak?; J: Suka; T: Terus kamu juga suka lari-lari di rumah?; J: Suka
89
Dari keseluruhan pemahaman anak mengenai identitas gender dan peran gender di atas maka didapatkan data gabungan yang
Tabel 9
Rangkuman Pemahaman Identitas Gender dan Peran Gender
Identitas Gender Peran Gender
Perasaan yang
Identifikasi Perasaan
Subjek semestinya dan
Jenis Ciri-ciri sebagai laki- Minat Kemampuan Perilaku
yang sering
Kelamin laki/perempuan
muncul
Gembira, kesal Menari, Kejar-kejaran,
Sesuai dan marah. menggambar, Bernyanyi, lompat-lompat.
Mampu, Nyaman sebagai
I (Fisik dan Perempuan sering menyanyi, bermain menggambar, Perempuan sering
sesuai. anak perempuan
perilaku) sedih, laki-laki ayunan, prosotan, berhitung menangis, laki-laki
sering marah boneka sering memukul
Menggambar, Merias Berteriak-teriak,
Sesuai
Mampu, Nyaman sebagai Marah, bahagia, mewarnai, bermain boneka, lompat-lompat.
II (Fisik dan
sesuai anak perempuan takut boneka, barbie. menyanyi. Perempuan sering
perilaku)
Perempuan suka Laki-laki menangis dan
90
Kejar-kejaran,
Sesuai Sedih, gembira, Robot, drumband,
Mampu, Nyaman sebagai Menggambar bersuara keras,
III (Fisik dan marah, bangga, menggambar,
sesuai anak laki-laki dan bercerita perempuan harus
perilaku) khawatir bersepeda
dilindungi
Dari data yang telah terkumpul, dapat dilihat bahwa subjek dalam penelitian
ini dapat menunjukkan pemahaman mereka mengenai identitas gender dan peran
gender. Peneliti mencoba menyatukan semua data tiap subjek menjadi data penelitian
secara umum, dengan harapan agar data penelitian ini dapat menunjukkan tentang
bagaimana pemahaman anak prasekolah mengenai identitas gender dan peran gender.
tersebut para subjek telah dapat mengidentifikasi diri sendiri, orangtua dan
keluarga, teman dan orang lain di lingkungan subjek sebagai laki-laki dan
perempuan.
b. Pemahaman Ciri
yang muncul dari pemahaman subjek antara lain ciri-ciri fisik seperti panjang-
seperti anting-anting dan kalung, laki-laki lebih agresif dan aktif, perempuan
c. Perasaan
perasaan yang sesuai dan nyaman sebagai laki-laki atau perempuan. Hal
a. Perasaan
muncul pada subjek perempuan, antara lain gembira, bahagia, malu, takut,
kesal dan marah. Perasaan yang sering muncul pada subjek laki-laki antara
lain senang, gembira, bangga, berani, sedih, kesal, marah, khawatir, dan
bosan.
seharusnya lebih sering merasa gembira, senang, sedih, dan lebih mudah
malu. Anak laki-laki seharusnya lebih sering merasa gembira, marah, dan
sedih.
94
b. Minat
antara lain bermain ayunan, prosotan, putaran, boneka, barbie serta lebih suka
menonton acara tv yang untuk perempuan. Anak perempuan suka warna pink,
ungu, biru. Anak laki-laki seharusnya lebih sering membaca, suka bermain
mobil-mobilan, main sepeda, robot, truk, menggambar robot dan roket, dan
boleh menari. Anak laki-laki seharusnya suka warna biru dan merah.
c. Kemampuan
sepeda dengan baik. Menurut para subjek seharusnya semua anak harus pintar
d. Perilaku
Perilaku subjek laki-laki antara lain lebih aktif, agresif, bersuara keras,
memakai celana tetapi tidak boleh merokok. anak perempuan tidak boleh
nakal karena suka menangis, dan harus dilindungi. Anak laki-laki lebih sering
lebih cepat dari anak perempuan. Anak laki-laki tidak boleh berambut
96
panjang, tidak boleh memakai rok dan sepatu hak tinggi serta memakai
memilih gambar kupu-kupu, Putri Salju, dan Hello Kitty sedangkan anak laki-
laki memilih gambar robot, Batman, mobil, dan truk. Anak perempuan lebih
D. Pembahasan
Anak prasekolah adalah anak yang berusia 5 sampai 6 tahun (Santrock, 2002)
yang memasuki taman kanak-kanak dan sudah siap memulai karir sekolah mereka
atas dirinya dan orang lain sebagai laki-laki atau perempuan serta mampu
gender dan peran gender. Pemahaman anak prasekolah mengenai identitas gender
atas diri sendiri dan orang lain sebagai laki-laki dan perempuan. Pemahaman anak
prasekolah tentang peran gender adalah perasaan, minat, kemampuan dan perilaku
97
mengenai perasaan, minat, kemampuan dan perilaku anak laki-laki dan perempuan.
mengidentifikasi jenis kelamin, pemahaman ciri-ciri dan perasaan atas diri sendiri dan
mengidentifikasi diri sendiri, orangtua dan keluarga, teman dan orang lain di
lingkungan subjek sebagai laki-laki dan perempuan. Kedelapan subjek juga mampu
menunjukkan ciri-ciri laki-laki dan perempuan, antara lain ciri-ciri fisik seperti
dan ciri-ciri perilaku seperti memakai celana-rok dan kaos-gaun, aksesoris seperti
anting-anting dan kalung, laki-laki lebih agresif dan aktif, perempuan yang mudah
menangis. Kedelapan subjek juga mempunyai perasaan yang sesuai dan nyaman
pemahaman mengenai identitas gender. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa anak
prasekolah di Indonesia yang berusia 5-6 tahun telah memiliki pemahaman mengenai
kelamin diri sendiri dan orang lain, mampu menunjukkan ciri-ciri laki-laki dan
perempuan, serta memiliki rasa nyaman sebagai anak laki-laki atau anak perempuan.
98
atau anak perempuan? Dalam Marriage and Family Encyclopedia (2007) dijelaskan
bahwa ketika lahir, hampir semua bayi secara sosial diberi label sebagai laki-laki atau
secara berbeda, tergantung pada label jenis kelaminnya. Anak mulai mengembangkan
body image dirinya sebagai laki-laki dan perempuan. Setelah anak mampu berbahasa,
usia 18 bulan sampai 2 tahun, anak dapat menyebut dirinya sebagai laki-laki atau
perempuan.
Demikian pula dengan kedelapan subjek dalam penelitian ini, mereka juga
mendapatkan label dari orangtua, tetangga, guru, ataupun teman sebaya sebagai laki-
laki atau perempuan. Pelabelan tersebut dimaksudkan untuk membantu anak dalam
anak laki-laki atau perempuan –disebut juga sebagai pemahaman anak mengenai
peran gender–. Pemahaman anak mengenai peran gender tersebut meliputi aspek
Pemahaman anak yang tampak dalam aspek pikiran, minat, kemampuan dan
perilaku tersebut merujuk pada karakteristik peran gender sebagai laki-laki atau peran
gender sebagai perempuan. Berdasarkan pendapat para ahli (dalam Vasta, 1995;
Berk, 2007; dan Handayani&Novianto, 2004) karakter peran gender laki-laki antara
lain aktif, mandiri, kompetitif, percaya diri bersifat pemimpin, asertif, agresif, kurang
hangat dan kurang bisa mengekspresikan kehangatan, serta kurang responsif terhadap
99
antara lain lebih bersikap manis, rapi, kalem/tenang, berjiwa asuh, suka merasa
perasaan antara lain seperti senang, gembira, bangga, berani, sedih, kesal, marah,
khawatir, dan bosan; demikian pula pada keempat subjek perempuan memiliki
perasaan antara lain seperti gembira, bahagia, malu, takut, kesal dan marah.
senang, sedih, dan lebih mudah malu, sedangkan anak laki-laki seharusnya lebih
Dari penelitian di atas ditemukan bahwa minat anak perempuan antara lain
bermain ayunan, prosotan, putaran, boneka, barbie serta lebih suka menari,
menggambar, menyanyi, mewarnai, bongkar pasang. Minat anak laki-laki antara lain
serta lebih suka menggambar, drumband, bicara-bicaraan dengan anjing dan boneka.
kupu, capung dan melodi drumband. Anak perempuan seharusnya juga lebih memilih
berhadiah, dan suka menonton acara tv yang untuk perempuan. Anak perempuan suka
warna pink, ungu, biru. Anak laki-laki seharusnya memiliki minat lebih sering
membaca, suka bermain mobil-mobilan, main sepeda, robot, truk, menggambar robot
dan roket, dan boleh menari. Anak laki-laki seharusnya suka warna biru dan merah.
seharusnya memiliki kemampuan dalam menggambar mobil dan robot serta mampu
bermain sepeda dengan baik. Menurut kedelapan subjek seharusnya semua anak
keempat subjek laki-laki ditemukan bahwa perilaku subjek laki-laki antara lain lebih
antara lain lebih sering menangis dan boleh sering menangis, serta sering
dan memakai celana tetapi tidak boleh merokok. Anak perempuan tidak boleh nakal
karena suka menangis, dan harus dilindungi. Kedelapan juga menunjukkan bahwa
perilaku anak laki-laki antara lebih seperti sering marah-marah, lebih nakal dengan
suaranya keras, dan cara berjalannya lebih cepat dari anak perempuan. Anak laki-laki
tidak boleh berambut panjang, tidak boleh memakai rok dan sepatu hak tinggi serta
meski belum dapat memberikan batasan yang pasti mengenai perasaan, minat,
kemampuan dan perilaku bagi anak laki-laki dan perempuan. Dari penelitian ini juga
ditemukan bahwa sebagian kecil anak laki-laki memiliki pemahaman peran gender
yang kurang tepat pada aspek perilaku –penurut dan mengalah; sebagian besar anak
perempuan memiliki pemahaman peran gender yang kurang tepat pada aspek perilaku
Karakteristik peran gender laki-laki antara lain aktif, kompetitif, percaya diri bersifat
pemimpin, mandiri, asertif, agresif, kurang hangat dan kurang bisa mengekspresikan
kehangatan, serta kurang responsif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan emosi.
Karakteristik peran gender perempuan antara lain lebih bersikap manis, rapi,
kalem/tenang, berjiwa asuh, suka merasa kasihan, suka berafiliasi, ekspresif, hangat
keberadaan orang.
sebagian kecil anak laki-laki terutama dalam aspek perilaku. Pernyataan tersebut
didasari oleh peran gender Padahal seharusnya anak laki-laki diharapkan mempunyai
sifat pemimpin; Dan kekurangpahaman peran gender pada sebagian besar anak
bersikap manis dan kalem/tenang. Hal tersebut berarti bahwa anak perempuan lebih
mengalami kesulitan pemahaman peran gender terutama pada aspek perilaku. Faktor
pengasuhan adalah salah satu faktor yang mungkin membuat anak kurang paham
bahwa pola pengasuhan dalam kultur Jawa menunjukkan adanya perbedaan antara
laki-laki dan wanita. Anak laki-laki dipersiapkan untuk bertanggung jawab terhadap
istri dan anak-anaknya. Anak laki-laki dididik untuk dapat mencari nafkah dan diberi
rumah dan untuk itu dia dibebaskan dari tugas-tugas rumah tangga. Akibatnya, anak
Berbeda dengan anak laki-laki, anak wanita sejak kecil dipersiapkan untuk menjadi
ibu dan istri yang berbakti kepada suami. Untuk itu ia banyak dibekali keterampilan-
membiasakan laki-laki untuk lebih banyak terlibat dalam tugas-tugas yang bersifat
Akibatnya, laki-laki menjadi gagap ketika harus terjun kepada masyarakat, sementara
wanita lebih trampil dan luwes karena sudah terbisa mengelola rumah tangga.
Pembiasaan ini juga membuat laki-laki dan wanita Jawa memiliki perbedaan dalam
beberapa proses belajar. Bussey & Bandura (1999) dalam Santrock (2007) bahwa
pemahaman anak mengenai identitas gender dan peran gender didapatkan melalui
belajar sosial yakni dengan observasi, imitasi dan modeling. Anak laki-laki belajar
mengimitasi perilaku maskulin, seperti yang dilakukan ayah mereka serta orang lain
104
di lingkungan rumah dan sekolah, dan anak perempuan belajar dari mengimitasi
perilaku feminin dari ibu mereka serta orang lain di lingkungan rumah dan sekolah.
mendapatkan penghargaan, tetapi bila mereka mengimitasi model yang tidak cocok
bahwa laki-laki kelak harus bekerja dan perempuan memasak. Hal tersebut
merupakan hasil belajar sosial dari lingkungan. Mereka juga mengetahui bahwa laki-
laki berambut pendek, tidak memakai rok, dan tidak boleh menggunakan sepatu hak
tinggi. Hal tersebut juga merupakan pengalaman anak-anak yang didapatkan dari
skema tentang bagaimana menjadi laki-laki dan perempuan, yang disebut sebagai
pengalamannya dalam skema gender, atau kategori maskulin dan feminin, yang
digunakan untuk menginterpretasikan dunia. Dan pada akhirnya anak dapat memberi
label jenis kelamin mereka sendiri, mereka memilih skema gender berdasar hal
tersebut –‘hanya laki-laki yang menekuni pekerjaan kasar’ dan ‘memasak adalah
105
Persepsi diri tersebut kemudian menjadi tipe gender dan menyajikan semacam skema
Orangtua sangat memiliki andil yang besar dalam awal perkembangan anak.
peran gender dengan melakukan belajar sosial kepada orangtua mereka. Dalam
anak tentang identitas gender dan peran gender. Orangtua memberikan pengetahuan
mengenai laki-laki dan perempuan, seperti ciri fisik dan perilaku. Sebagian besar
orangtua juga memberikan aturan tentang mainan dan permainan serta perilaku yang
memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih mainan dan permainan yang
disukai. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Santrock (1997), Berk (2007), Naland
(2007) bahwa sejak lahir, orangtua mempunyai perlakuan yang berbeda pada anak
laki-laki dan perempuan. Perlakuan tersebut antara lain pakaian, dekorasi kamar tidur,
menguatkan anak dalam memahami identitas gender dan peran gender mereka.
Sekolah dan guru juga berperan dalam sosialisasi sebagai anak laki-laki dan
perempuan bagi siswa-siswa mereka. Dari hasil penelitian tampak bahwa sekolah dan
memberikan aturan seperti cara berpakaian, perlakuan guru dan maian serta materi
106
pengajaran yang disediakan bagi anak laki-laki dan perempuan. Guru juga
kemampuan dan perilaku yang sesuai bagi anak laki-laki dan perempuan. Dengan
demikian anak-anak semakin tahu perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan
dengan melihat teman mereka di sekolah, dari cara berpakaian, gaya rambut, mainan
yang dimainkan, cara bermain, dan cara berperilaku. Hal tersebut juga dijelaskan
dalam Bhuiyan (2007), dan Santrock (2007), dimana guru memberi perlakuan yang
berbeda bagi anak laki-laki dan perempuan. Dimana anak laki-laki cenderung
Dari penelitian ini juga tampak bahwa teman sebaya mempunyai peranan
yang besar dalam pembentukan pemahaman identitas gender dan peran gender. Anak
laki-laki seringkali berkupul dan bnermain dengan anak laki-laki, demikian pula anak
teman. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Santrock (1995) dan Berk (2007) bahwa
teman sebaya juga memainkan peranan yang penting. Anak laki-laki berkumpul
dengan anak laki-laki dan anak perempuan bermain dengan anak perempuan, bahkan
bila anak bermain di luar dengan anak berjenis kelamin lain maka anak tersebut akan
diejek atau dikucilkan dari kelompoknya. Teman sebaya juga saling mengajarkan
perilaku kepada teman bermain mereka, dan anak berusaha menirukan perilaku yang
Pembentukan pemahaman juga tak lepas dari peranan media, yang mana
banyak peran ditujukan dengan jelas bagi anak laki-laki dan perempuan, dari
pekerjaan, tokoh jagoan, dan iklan yang sangat mempengaruhi perilaku mereka.
dan perempuan di televisi (Durkin dalam Santrock, 2007). Anak prasekolah mungkin
tradisional seperti laki-laki sebagai tentara, pemimpin perusahaan, pekerja kasar, atau
mungkin pekerjaan non-tradisional seperti laki-laki sebagai juru masak, pekerja salon,
saja semakain menyulitkan anak dan memungkinkan anak berpikir ambigu mengenai
pemahaman anak tentang identitas gender dan peran gender. Pemahaman anak
mengenai identitas gender dan peran gender juga dipengaruhi oleh faktor biologis.
Kromosom sex, hormon dan struktur otak mempunyai pengaruh yang signifikan.
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam perilaku gender. Karena struktur
jenis kelamin, laki-laki lebih suka mengganggu dan agresif, perempuan lebih suka
bersikap inklusif dan pasif (Erikson dalam Santrock, 1995). Hormon dalam aliran
(Bernhardt, 1997; Starzyk & Quinsey, 2001; Ramirez, 2003, dalam Papalia, et al,
2007).
Karena subjek dalam penelitian ini tidak mengalami kelainan pada faktor
biologis, maka dapat dikatakan bahwa kedelapan subjek tidak mengalami hambatan
PENUTUP
A. Kesimpulan
laki-laki atau perempuan. Hal tersebut berarti bahwa anak prasekolah telah
dapat mengidentifikasi jenis kelamin diri sendiri dan orang lain, telah memiliki
sesuai sebagai laki-laki dan perempuan. Faktor biologis dan faktor lingkungan
kemampuan dan perilaku anak laki-laki dan perempuan. Faktor biologis dan
109
110
dan perilaku yang hampir sama. Hal tersebut mungkin disebabkan karena telah
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
tumbuh hingga melewati masa dewasa. Anak juga akan berkembang untuk
menjadi lebih dan lebih setiap waktu. Setiap perkembangan selalu disertai tugas
pengaruh yang signifikan. Masyarakat luas, termasuk orangtua serta sekolah dan
masyarakat memperhatikan dan mulai memberikan batasan yang jelas tentang hal-
hal yang sesuai bagi laki-laki dan perempuan, agar generasi berikutnya tidak
perkembangan. Mengingat cukup banyak hal menarik yang perlu diteliti pada usia
dan peran gender, dengan maksud memperkaya ranah penelitian psikologi secara
DAFTAR PUSTAKA
Ardiardani, T., & Tri, R.I. (2004). Observasi dan Wawancara. Malang:
Bayumedia Publishing
Berk, L.E. (2006). Child Development –4th ed. Boston: Allyn and Bacon
Berk, L.E. (2007). Development Through the Lifespan -4th ed. USA: Pearson
Education, Inc.
Creswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among
Five Traditions. London: SAGE Publications
Echols, J. M., & Shadily, H. (2000). An English – Indonesian Dictionary -25th ed.
Jakarta: Gramedia.
Halida, Aril. (2004). Sikap Pihak yang Dikenai dan Pihak Pengguna Tes
Psikologi. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
Hirsh-Pasek, K., Golinkoff, R M., & Eyer, D. (2006). Einstein Tak pernah
Menghafal: Bagaimana Sesungguhnya Anak-Anak Belajar–dan Mengapa
Mereka Harus Banyak Bermain dan Sedikit Menghafal. Bandung: Kaifa
113
Murtadlo, U.S. (2007). Pendidikan Usia Dini di Awal sekolah dasar. Diunduh 11
Maret, 2008, dari http://ummusyauqy.wordpress.com/2007/10/28/
pendidikan-usia-dini-di-awal-sekolah-dasar
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human Development -10th
ed. New York: McGraw-Hill.
Pease, A., & Pease, B. (1999). Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read
Maps, diterjemahkan oleh Isma B. Koesalamwardi. Jakarta: PT. Cahaya
Insan Suci
Rezki. (2006). Gadis Kecilku yang Tomboi. Diunduh 14 Juli, 2007, dari
http://rezki-s.blogspot.com/2006/11/gadis-kecilku-yang-tomboi.html
Vasta, R. (1995). Child Psychology: The Modern Science–2nd ed. Canada: John
Wiley & Sons. Inc.
Watson, R.I. & Lindgren, H.C. (1973). Psychology of The Child-3rd ed. Japan:
Toppan Printing Company, CTD.
Yustina, R. (2006). Seks Pada Anak. Diunduh 30 Juli, 2007, dari http://www.mail-
archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg02749.html
Lampiran
Data Trianggulasi,
Rangkuman Observasi,
Surat Ijin,
dan Lembar Persetujuan
116
A. Trianggulasi
Trianggulasi Data Subjek I
Komponen Data Subjek Data Orangtua Data Guru
dan tidak menginginkan menjadi anak perempuan, hal tersebut terlihat dari
laki-laki kesukaan subjek bermain ayunan dan
bermain dengan anak perempuan yang
lainnya
Subjek merasa sering kesal dan marah bila
subjek sakit hati, disakiti orang lain.
Ketika subjek merasa kesal, subjek Guru subjek juga menyadari bahwa
Perasaan II menangis. Subjek juga sering merasa subjek mudah menangis, apalagi bila
gembira. Menurut subjek, anak perempuan diganggu teman subjek
lebih sering merasa sedih, dan anak laki-
laki sering merasa marah
Subjek menyukai kegiatan menari,
menggambar dan menyanyi. Ketika waktu
bermain, subjek memilih bermain ayunan Menurut orangtua subjek, subjek di Menurut guru, bila di sekolah, subjek
dan prosotan. Subjek juga suka bermain rumah suka mewarnai, menggambar suka bermain ayunan, puter-puteran.
Minat boneka bila di rumah, serta lebih suka dan melipat. Subjek suka bermain Subjek juga menyukai kegiatan
memakai rok. Subjek juga suka warna mobil-mobilan dan pasaran Subjek juga mewarnai, menggambar dan
pink. Menurut subjek, anak laki-laki lebih suka melihat film kartun bernyanyi
sering membaca, boleh juga menari. Anak
laki-laki juga menyukai robot, mobil, dan
118
Subjek merasa bahwa subjek adalah anak Orangtua subjek menjelaskan bahwa
Guru subjek mengatakan bahwa
perempuan yang tidak nakal seperti anak subjek suka menjadi anak perempuan,
Perasaan I subjek nyaman menjadi anak
laki-laki dan subjek senang menjadi anak bahkan subjek mampu berdandan dan
perempuan
perempuan menyiapkan diri sendiri
Perasaan subjek yang sering muncul
adalah marah dan gembira. Subjek Orang tua subjek mengatakan bahwa
gembira bila subjek dapat bermain sesuai perasaan subjek muncul secara Guru subjek mengatakan bahwa
Perasaan II
yang subjek inginkan. Subjek juga mudah seimbang antara marah, sedih, dan subjek ingin menjadi pusat perhaian
malu. Menurut subjek anak perempuan gembira
lebih mudah malu
Di sekolah, subjek lebih menyukai
pelajaran menyanyi dan sering bermain
puter-puteran. Di rumah subjek suka
bermain boneka, sepeda, pasang-
Menurut orangtua subjek, subjek suka Menurut guru, subjek suka berdandan
pasangan. Acara TV kesukaan subjek
Minat bermain boneka, menyanyi dan dan menyanyi, subjek seringkali
adalah Dora. Setiap hari subjek lebih suka
menggambar meminta sesuatu kepada neneknya
menggunakan rok dan memakai baju yang
bagus agar tampak cantik. Subjek suka
dengan warna pink. Subjek bercita-cita
menjadi dokter anak. Menurut subjek anak
127
membuat subjek kesal dan bila keinginan sebentar dengan perilaku agresif
subjek tidak terpenuhi. Dan subjek merasa
senang bila subjek ditelpon ayah subjek
dari luar kota. Menurut subjek, anak
perempuan sering merasa sedih
Menurut orangtua subjek, subjek
berminat pada mobil-mobilan dan
Subjek suka bermain sepedaan, berminat sepedaan. Hampir semua mainan subjek
pada drum, bila di sekolah berminat pada adalah mobil-mobilan, bahkan hampir
pelajaran drumband. Subjek suka terlihat semua gambar dibuku subjek adalah
mencolok seperti memakai baju yang gambar mobil. Subjek termasuk anak Menurut guru, di sekolah subjek
Minat bagus-bagus beserta aksesoris yang keren, yang terbuka, suka bercerita tentang senang menggambar dan bermain
menyukai warna merah dan hitam. Subjek setiap hal yang menarik dan hal yang sepeda
juiga suka menonton tv. Menurut subjek, dialami setiap hari. Hampir setiap saat
anak laki-laki suka main sepeda dan anak subjek bermain sepedaan, tak peduli
perempuan suka main ayunan panas siang hari, bahkan subjek pernah
bersepeda sampai tempat yang terlalu
jauh
Subjek memiliki kemampuan membaca Menurut orangtua subjek, subjek Menurut guru, subjek pintar
Kemampuan
yang baik. Menurut subjek, semua anak memiliki daya ingat yang baik dan menirukan gaya oranglain dan
130
harus pintar membaca dan menulis imaginasi serta kreatif, subjek juga menggambar, sampai menghasilkan
pintar menggambar banyak gambar di rumah
Menurut orangtua subjek, subjek Guru mengatakan, subjek termasuk
Subjek seringkali berbicara dengan suara berperilaku sewajarnya anak laki-laki, anak yang terbuka, mengutarakan apa
keras, ketika menyanyi atau ketika pernah bermain adik-adikan dengan yang dipikirkan. Di kelas, subjek juga
memanggil seseorang. Di sekolah tak kakak sepupu subjek, tapi tidak sampai seringkali berulah sehingga membuat
jarang subjek memukul teman dan menggendong boneka, karena subjek oranglain kesal. Subjek juga mampu
membuat gaduh. Subjek juga seringkali tidak tertarik dengan boneka. Subjek menunjukkan bagaimana anak laki-
bersepeda keliling perumahan. Menurut juga cenderung agresif, buru-buru, laki dan perempuan berperilaku yang
Perilaku
subjek, anak-anak laki-laki tidak boleh kurang teliti. Subjek juga seringkali seharusnya, seperti perempuan
memakai rok, tidak boleh berambut terbuka mengungkapkan apa yang gampang nangis dan laki-laki harus
panjang dan tidak boleh sering menangis. dipikirkan. Subjek termasuk anak yang lebih kuat, anak laki-laki lebih bisa
Sedangkan anak perempuan boleh sering aktif, bahkan subjek seperti tidak bersepeda daripada anak perempuan.
menangis, tetapi anak perempuan tidak mempunyai rasa kecapaian, aktif Subjek juga merupakan anak yang
boleh nakal karena suka menangis bermain sepeda, lari-lari kesana-kemari, agresif, ringan tangan, bahkan karena
loncat-loncat hingga berkeringat hal kecil yang membuat subjek kesal
131
sedih dan kesal. Subjek merasa gembira subjek tak sering merasa sedih. Subjek sedikit tersinggung dan malu. Jika
ketika mendengarkan musik dan ketika tampak senang bila mendapat telpon subjek marah, subjek lebih cenderung
ditelpon ayah subjek. Subjek kesal bila dari ayah subjek. Jika subjek marah diam
subjek disakiti oleh teman subjek. Bila seringkali diungkapkan dengan diam
subjek menghadapi masalah, subjek dan bila subjek terlalu takut subjek
cenderung mengalah. Menurut subjek, menangis, subjek juga memiliki rasa
anak laki-laki dan perempuan sering sayang pada binatang
merasa senang dan sedih
Subjek suka bermain sepedaan, tembak-
tembakan, bermain kereta dan bicara-
bicaraan dengan anjing dan boneka. Di Menurut orangtua subjek, subjek
sekolah subjek berminat pada pelajaran berminat pada drum. Subjek suka
Menurut guru, di sekolah subjek
drumband dan menyanyi. Subjek juga dengan boneka, tetapi boneka yang
Minat senang bermain kejar-kejaran, sesekali
tetarik untuk bermain drum. Menurut bukan berwajah perempuan atau seperti
bermain sepeda
subjek anak perempuan suka bermain barbie, melainkan boneka yang
ayunan dan masak-masakan, sedangkan berbentuk binatang
anak laki-laki suka bermain mobil-
mobilan
Subjek terkadang ikut membantu paman Menurut orangtua subjek, subjek pandai Menurut guru, subjek pintar membaca,
Kemampuan
subjek. Subjek juga pintar dalam bermain bergaul dan dan pintar berkomunikasi menulis mewarnai, bercerita dan
133
drumband dan mewarnai. Menurut subjek, dengan orang lain tak terbatas usia berhitung. Subjek juga mampu
anak perempuan pandai menari mengerjakan tugas dengan cepat
Subjek seringkali bermain sampai tempat
yang jauh dengan teman-teman subjek di
rumah. Subjek juga sering berbicara keras,
terkadang di sekolah berperilaku agresif. Guru mengatakan, subjek tidak hanya
Subjek juga bermain peran dengan anjing bermain dengan anak laki-laki saja,
dan boneka yang subjek punya. Subjek melainkan juga dengan anak
seringkali mengalah, dan penurut. Subjek Menurut orangtua subjek, subjek perempuan. Subjek seringkali
mengalah dengan tujuan untuk termasuk anak yang keras kepala, susah bercerita banyak dengan teman subjek
Perilaku menghindari perkelahian, dan subjek dinasehati. Subjek suka teriak-teriak, baik di kelas maupun di luar kelas.
termasuk anak yang penurut karena subjek dan suka berlari-lari sehingga tampak Subjek termasuk anak yang ramah dan
menerima aturan di rumah bahwa subjek energik aktif dalam kelas, termasuk dalam
tidak boleh menonton TV. Menurut menjawab pertanyaan dari guru.
subjek, anak laki-laki lebih nakal Subjek juga merupakan anak yang
dibanding anak perempuan, cara berjalan mudah terpengaruh
anak laki-laki lebih cepat dari anak
perempuan. Anak perempuan lebih sering
menangis dan tidak boleh berteriak-teriak.
134
perempuan boleh memakai celana dan dipuaskan. Bila tidak, subjek marah dan yang bersifat kompetitif
lebih sering menangis berteriak-teriak. Subjek selalu aktif dan
berkeringat
pendek rambut, aksesoris, dan paras perempuan, tetapi masih sebatas ciri-ciri perempuan, meski yang sederhana saja
cantik-tampan yang kelihatan saja
Subjek lebih suka menjadi anak Orangtua subjek menjelaskan bahwa Guru subjek mengatakan bahwa
Perasaan I perempuan, dan tidak mau menjadi anak subjek suka menjadi anak perempuan, subjek nyaman menjadi anak
laki-laki tampak dari subjek suka berdanda perempuan
Perasaan subjek yang sering muncul
adalah marah dan kesal. Subjek marah dan Orang tua subjek mengatakan bahwa
kesal karena rebutan mainan, diejek teman, subjek lebih sering merasa senang bila
juga karena ibu atau kakak yang membuat di rumah, terlebih bila keinginan subjek
Guru subjek mengatakan bahwa
kesal subjek. Jika subjek marah dan kesal, terpenuhi. Subjek termasuk anak yang
Perasaan II subjek adalah anak yang sering
subjek seringkali meluapkannya dengan mudah bosen dengan hal yang
ngambek dan gampang menangis
menangis. Subjek juga takut terhadap ular. dilakukan. Menurut orangtua subjek,
Menurut subjek bahwa anak laki-laki lebih subjek termasuk anak yang suka
sering marah, dan anak perempuan lebih menangis
sering senang dan sedih
Menurut orangtua subjek, subjek suka
Subjek suka bermain boneka, ayunan, main pasaran, masak-masakan, Menurut guru, di sekolah subjek
Minat bongkar pasang, kejar-kejaran, dan guru- sepedaan, menggambar, merangkai seringkali bermain masak-masakan,
guruan, subjek juga mempunyai mobil- bunga, serta berdandan. Menurut mewarnai dan bermain sepeda
mobilan. Subjek juga suka Hello Kitty, orangtua subjek minat subjek masih
139
Barbie, dan Mickey Mouse. Acara TV sering berubah, setiap hari selalu
kesukaan subjek adalah Spongebob si berbeda.
Unyil, dan Bolang. Makanan kesukaan
subjek adalah mie dan ayam. Subjek suka
warna pink. Di sekolah, subjek berminat
pada kegiatan berenang dan pelajaran
mewarnai. Dalam keseharian, subjek lebih
suka memakai celana. Menurut subjek,
laki-laki menyukai warna biru, dan laki-
laki lebih suka bermain terus sehingga
tugas dari guru tidak selesai
Subjek merasa memiliki kemampuan
Berbeda dengan orangtua subjek,
seperti berhitung, membaca, mewarnai,
orangtua subjek menilai subjek belum
mencocokkan, dan menggambar. Subjek Menurut guru, subjek mempunyai
banyak memiliki kemampuan seperti
juga merupakan anak yang mandiri, banyak kemampuan di bidang
membaca, mewarnai dan menyanyi.
Kemampuan mampu mandi dan mempersiapkan diri pelajaran seperti mewarnai, berhitung,
Namun orangtua subjek menilai bahwa
sendiri. Menurut subjek anak perempuan membaca, menulis, menyanyi dan
subjek cukup mandiri, seperti mampu
pintar menyanyi, sedangkan anak laki-laki menari
mandi, ganti baju, berdandan, makan
hanya suka ngomong
sendiri
140
B. Rangkuman Observasi
seringkali subjek mengulangi mewarnai pada bagian yang sama agar tampak lebih jelas. Subjek
mewarnai secara serabutan, belum searah. Subjek lebih cenderung memilih warna cerah
Seringkali subjek membuat jengkel guru dengan perilakunya yang usil dan tidak dapat
mengikuti pelajaran dengan baik. Seringkali subjek terlambat menyelesaikan tugas, karena lebih
Perilaku di Sekolah sering berbicara.Subjek seringkali berbicara keras, agresif secara verbal dan perilaku. Subjek
seringkali bermain sepeda dan kejar-kejaran. Subjek seringkali membeli mainan ketika waktu
istirahat.
3. III Subjek cenderung lebih tenang. Subjek aktif dan kreatif, seringkali menggambar dan bermain
Perilaku di Rumah bongkar pasang. Subjek juga suka bermain robot. Subjek juga sering membantu orangtua,
membeli suatu barang.
Subjek memilih gambar robot. Subjek sangat antusias dan terkadang tampak terburu-buru dalam
Perilaku Mewarnai menggambar. Subjek seringkali memberikan tekanan. Subjek mewarnai secara serabutan, belum
searah. Subjek cenderung memilih warna gelap.
Subjek selalu ingin tampil menarik di depan orang lain termasuk guru dan teman, dengan cara
selalu berias dan menggunakan aksesoris seperti bando atau penjepit rambut. Subjek juga
Perilaku di Sekolah tampak lembut dan halus dalam bertutur kata. Subjek tampak cukup antusias dalam kelas
4. IV terutama dalam menjawab pertanyaan dari guru. Subjek seringkali bermain masak-masakan dan
juga bersepeda.
Subjek seringkali menggunakan rok. Subjek tampak pemalu dengan orang baru yang datang ke
Perilaku di Rumah
rumahnya. Subjek tampak aktif dan selalu ingin bermain di luar rumah, seperti bersepeda,
143
sopan.
Subjek memilih gambar Batman. Subjek tampak berhati-hati, kurang memberi tekanan, dan
Perilaku Mewarnai
memperhatikan kerapian. Subjek lebih memilih warna yang terang.
Subjek tampak cukup dapat mengikuti pelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas. Subjek
Perilaku di Sekolah juga sering bercerita dengan teman sebangku. Subjek seringkali bermain membentuk bangunan.
Subjek kerapkali membeli mainan.
Subjek sering berbicara dengan suara keras dan kasar pada anggota keluarga yang lain. Subjek
7. VII
Perilaku di Rumah seringkali bermain sepeda dan mobil-mobilan. Subjek juga sering berlari-lari meskipun di dalam
rumah.
Subjek memilih gambar truk. Sumbek tampak memberi tekanan dan tampak terburu-buru.
Perilaku Mewarnai
Subjek cenderung memilih warna gelap.
Meski terkesan sebagai anak pendiam dan tak banyak bicara, subjek tampak aktif mengikuti
Perilaku di Sekolah pelajaran terutama dalam mengerjakan tugas. Subjek lebih sering memilih bermain ayunan dan
panjat-panjatan.
Subjek tampak aktif. Subjek seringkali bermain boneka dan sepeda, bahkan subjek juga bermain
8. VIII Perilaku di Rumah panjat pohon dan sepak bola. Subjek seringkali berbicara keras dan kasar. Bahkan subjek juga
sering memukul anggota keluarga yang lain bila keinginannya tidak terpenuhi.
Subjek memilih gambar Hello Kitty. Subjek tampak terburu-buru dan dan kurang
Perilaku Mewarnai memperhatikan kerapian seta tidak menyelesaikan mewarnai gambar. Warna yang dipilih subjek
adalah warna terang
145
C. Surat Ijin
Dengan surat ini, saya meminta ijin kepada Bapak/Ibu untuk melakukan penelitian pada
putra/putri Bpak/Ibu. Adapun tujuan ijin penelitian ini adalah pengambilan data untuk
mendukung penyusunan skripsi yang saya lakukan guna memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.
Penelitian ini akan saya lakukan mulai bulan Oktober 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana pemahaman anak prasekolah terhadap identitas gender
dan peran gender. Penelitian ini selain melibatkan siswa juga melibatkan guru dan orangtua
guna mendapatkan data yang lebih lengkap berkisar latar belakang dan karakteristik anak.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan data utama, dan
observasi untuk mendapatkan data pendukung.
Saya berharap Bapak/Ibu berkenan membantu peneliti dalam melakukan riset ini. Semoga
penelitian ini dapat menghasilkan suatu wacana yang berguna bagi anak, orangtua, guru dan
peneliti. Atas perhatian dan ijin Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.
INFORMED CONSERN
146
D. Lembar Persetujuan
Form Persetujuan
….……………………,…..*
( …………………………….)**