Anda di halaman 1dari 166

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DINAMIKA RELASI MENANTU DENGAN MERTUA

YANG TINGGAL BERSAMA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi


Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Devi Putri Sari

129114131

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

“f.o.c.u.s – follow one course until successful”

(Robert Toru Kiyosaki)

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah persembahan karya sederhana kepada yang tercinta

Bapak dan Ibu:

Sudarmin & Wirati

Selesainya karya ini adalah tanda nyata Bapak dan Ibu selalu mempercayakan

harapan pada anakmu menyelesaikan tanggung jawab.

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DINAMIKA RELASI MENANTU DENGAN MERTUA

YANG TINGGAL BERSAMA

Devi Putri Sari

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami dinamika relasi menantu dengan mertua
yang tinggal bersama. Menantu dan mertua merupakan relasi keluarga yang menunjukkan
ambivalensi. Relasi kekeluargaan menantu dan mertua tinggal serumah juga menunjukkan
ketegangan, sehingga hubungan mereka renggang. Ketegangan yang terjadi menyebabkan hubungan
mereka tidak harmonis dan menantu menilai tidak dekat dengan ibu mertua. Hal ini berkaitan
dengan konsep dua nilai budaya Jawa yaitu nilai rukun dan hormat yang mengarahkan dan
menggerakkan keluarga Jawa mewujudkan keharmonisan sebagai harapan budaya itu sendiri. Kedua
hal ini saling berlawanan dan bagaimana titik temu untuk menyelaraskan sesuai cerminan keluarga
Jawa. Informan penelitian ini adalah menantu perempuan yang tinggal bersama mertua dengan
jumlah empat menantu perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi-
terstruktur. Analisis penelitian kualitatif ini menggunakan analisis fenomenologi interpretatif.
Penelitian ini mendapati dinamika relasi menantu dengan mertua berorientasi pada relasi keluarga
yang harmonis. Menantu menunjukkan dengan sikap mengalah sebagai cara menghormati mertua
dan penerimaan keadaan yang mengarah pada relasi kekeluargaan. Peran budaya Jawa mengarahkan
dan menyelaraskan tindak tanduk menantu mencerminkan norma budaya itu sendiri. Relasi menantu
terhadap mertua juga didasarkan pada keuntungan cinta yang didapat menantu selama tinggal
bersama. Menantu merasa bergantung pada bantuan mertua sehingga menantu memprioritaskan
kebersamaan dan keutuhan keluarga.

Kata kunci : relasi menantu dengan mertua, keluarga, keharmonisan, budaya Jawa.

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

THE DYNAMICS OF DAUGHTER-IN-LAW AND MOTHER-IN-LAW’S


RELATIONSHIP WHO LIVES TOGETHER

Devi Putri Sari

ABSTRACT

This research aimed to understand the dynamics of daughter-in-law and mother-in-law’s


relationship who lives together. Daughter-in-law and mother-in-law is family relationship that
shows ambivalence. The familial relationship of daughter-in-law and mother-in-law who lives
together shows tension, so there is a gap between them. The tension makes their relationship
disharmonious and not intimate. It relates to Java’s culture value, such as harmonious and
respectful that direct and stir Java’s family actualize harmony as the culture’s hope. These two
contrast at each other and how the intersection synchronize due Java’s family reflection. The
subjects were 4 daughter-in-laws that lived together with their mother-in-law. The data collected
using semi-structured interview, analyzed with interpretative phenomenology analysis. This
research found that the dynamics of daughter-in-law and mother-in-law’s relationship oriented on
harmonious family relationship. Daughter-in-law shows succumb attitude as a way to respect
mother-in-law and condition acceptance that leads to family relationship. Java’s culture role leads
and sychronize daughter-in-law behavior reflects the culture norm itself. The relationship from
daughter-in-law to mother-in-law based on affection obtained during live together. Daughter-in-law
feels dependent on mother-in-law’s help so that daughter-in-law prioritize togetherness and unity of
the family.

Keyword : relationship of daughter-in-law and mother-in-law, family, harmony, Javanese culture

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Yesus Kristus atas rahmat dan kasih-

Nya yang berlimpah menyertai anak-Nya dalam proses penulisan skripsi dengan

lancar. Perjalanan selama penulisan skripsi ini mengalami kesulitan, namun selalu

diberikan pembelajaran dan kemudahan untuk menyelesaikan pada waktu yang

tepat. Banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan segenap jajaran Dekanat.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M. App., Ph.D., selaku Kepala

Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis yang selalu memberi masukan, semangat untuk menyelesaikan studi

S1 penulis selama di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Y.B. Cahya Widiyanto, M.Si., Ph.D., selaku dosen pembimbing

skripsi yang telah membimbing dan memberi masukan sehingga penulis

dapat menyelesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesempatan yang

Bapak berikan untuk berproses bersama dan selalu memberi keyakinan di

tengah keraguan. Banyak hal dalam hidup yang Bapak ajarkan dan kenalkan

melalui proses penyelesaian skripsi ini. Hidup bukan sekedar berproses dan

dijalani namun menemukan dan menggali makna dari setiap kejadian hidup

yang terjadi. Segala proses yang terjadi memampukan penulis mengenali


x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan memahami diri lebih jauh dari sebelumnya. Terima kasih kesempatan

berdinamika dan menjembatani bertemu dengan ibu Tuti.

5. Seluruh dosen Psikologi yang mendidik dan mendampingi dengan penuh

kesabaran selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

6. Seluruh Staff dan Karyawan Psikologi Universitas Sanata Dharma yang

telah sabar melayani dan memberikan informasi selama penulis berkuliah di

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ini.

7. Para informan yang membantu untuk bersedia meluangkan waktu dan

berbagi pengalaman berharga kepada penulis. Terima kasih kesempatan

yang diberikan.

8. Bapak dan Ibu tercinta: Sudarmin dan Wirati sangat memberikan energi

positif dan cinta kasih yang selalu mengalir. Terima kasih memberikan

kesempatan menuntut ilmu, kesabaran menghadapi proses kehidupan

anakmu, doa-doa dan cinta kasih yang selalu terucap. Terima kasih air mata

yang harus mengalir untuk anakmu, mohon maaf menyakiti Bapak Ibu

sebagai orang tua yang sepenuh hati menyayangi penulis. Maaf kebaikan

Bapak dan Ibu belum terbalaskan.

9. Keluarga yang memberikan dukungan, perhatian, dan tak pernah putus

memberikan cinta kasih kepada penulis. Teruntuk Mas Nunung, Mbak Atik,

Mas Andi, Mbak Becha, dan keponakan Lia, Dhafin, Via, Falisha yang

selalu menguatkan dengan tawa mereka. Terima kasih pengertian dan

pemahaman untuk tidak menanyakan “kapan”, selalu mendampingi di saat

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesulitan dan memberikan motivasi persiapan mengenai kehidupan

selanjutnya.

10. Seluruh teman penulis di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

angkatan 2012. Terima kasih kesempatan mengenal kalian yang mengisi

jalan cerita hidup penulis, bertemu kalian adalah pengalaman yang

berharga. Canda tawa bersama teman-teman menjadi warna kenangan

dalam diri sebagai mahasiswa. Suka duka bersama teman-teman menjadikan

diri kita kuat dan menjadi sosok kita yang hebat memahami kehidupan.

Terima kasih energi positif yang ditularkan. Pertemuan kita adalah awal kita

berjalan bersama menapaki kehidupan untuk terus berlanjut dan saling

mendoakan dimana pun teman-teman berkembang. Teruntuk teman-teman

Karina, Maria, Fani, Reka, Anti, Priska, KaGue, Rini, Nia, Maureen, Oci,

Ogek, Gege, Sekar, Jeje, dan teman-teman lain yang selalu menularkan

senyum mereka.

11. Teman-teman seperjuangan menuliskan pemikiran di atas kertas putih.

Terima kasih kalian berproses bersama dan selalu menularkan energi positif

di tengah kesulitan. Teruntuk teman-teman Nia, Karina, Priska, Amel, Cia,

Edo, Ananta, Mas AP, Vincent, Kenang dan teman-teman angkatan 2011,

2013, 2014.

12. Teman-teman Klaten penulis yang memberikan energi positif dan harapan

akan ada hal baik. Terima kasih berbagi pengalaman suka duka kehidupan

yang memotivasi penulis untuk terus maju melawan hambatan. Teruntuk

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Giffari, Ayu, Titis, Tiara, Salindri, Alphin, Yeyen dan teman-teman lain

yang selalu memberi dukungan.

13. Devi Putri Sari yang telah kuat bertahan melawan diri. Terima kasih

kesempatan tumbuh dan berkembang hingga detik ini membawa diri

menjadi lebih baik. Perjalanan sesungguhnya akan segera dimulai.

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... vi


ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii


DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xix
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 10

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10


1. Manfaat Teoritis ....................................................................... 10
2. Manfaat Praktis ......................................................................... 10
BAB II: TINJAUAN TEORI......................................................................... 12
A. Keluarga ......................................................................................... 12
B. Penelitian Terkait Relasi Menantu dengan Mertua .......................... 13

C. Hubungan ....................................................................................... 16
D. Kaidah Dasar Masyarakat Jawa ...................................................... 18

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Nilai Hormat ............................................................................. 19

2. Nilai Rukun .............................................................................. 21


3. Nilai Harmoni Jawa .................................................................. 22
E. Analisis Fenomenologi Interpretatif ................................................ 23
F. Dinamika Relasi Menantu dengan Mertua ...................................... 25
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 27
A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian ............................................. 27

B. Fokus Penelitian ............................................................................. 29


C. Prosedur Penelitian ......................................................................... 29
1. Informan Penelitian................................................................... 29
2. Metode Pengambilan Data ........................................................ 31
D. Metode Analisis Data ..................................................................... 33
1. Membaca dan membaca kembali .............................................. 33

2. Membuat catatan awal .............................................................. 33


3. Mengembangkan tema .............................................................. 34
4. Mencari keterkaitan antara tema-tema yang muncul .................. 34
5. Pindah ke kasus selanjutnya ...................................................... 34
6. Mencari pola dari keseluruhan kasus ......................................... 34
E. Kredibilitas Penelitian .................................................................... 35

1. Sensitivity to context ................................................................. 35


2. Commitment and rigour ............................................................ 36
3. Coherence and transparency..................................................... 37
4. Impact and importance ............................................................. 38
F. Refleksivitas Peneliti ...................................................................... 39
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 41

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ............................................. 41


1. Persiapan Penelitian .................................................................. 41

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 42

B. Informan Penelitian ........................................................................ 43


1. Latar Belakang Informan .......................................................... 43
a. Informan 1 (N) .................................................................... 43
b. Informan 2 (Wf) .................................................................. 46
c. Informan 3 (Sr) ................................................................... 47
d. Informan 4 (Fs) ................................................................... 48

e. Informan 5 (S)..................................................................... 49
f. Informan 6 (Hm) ................................................................. 51
C. Hasil Penelitian .............................................................................. 52
1. Informan N (31) ........................................................................ 52
2. Informan Wf (30) ...................................................................... 54
3. Informan Sr (27) ....................................................................... 57

4. Informan Fs (28) ....................................................................... 59


5. Informan S (59) ........................................................................ 61
6. Informan Hm (62) ..................................................................... 62
D. Analisis Data .................................................................................. 65
1. Kekurangan ekonomi hidup mandiri ......................................... 65
2. Ketegangan pendapat ................................................................ 68

3. Sanggahan perkataan mertua ..................................................... 70


4. Diam terhadap mertua ............................................................... 72
5. Introspeksi diri .......................................................................... 74
6. Nilai rukun dan hormat ............................................................. 77
a. Kerukunan .......................................................................... 78
b. Kehormatan ........................................................................ 80

7. Mengalah untuk menghormati................................................... 82


8. Penerimaan keadaan ................................................................. 84

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Pembahasan .................................................................................... 89

1. Mengalah untuk menghormati................................................... 92


2. Penerimaan keadaan ................................................................. 94
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 104
A. Kesimpulan .................................................................................... 104
B. Keterbatasan ................................................................................... 105
C. Saran .............................................................................................. 106

1. Bagi peneliti selanjutnya ........................................................... 106


2. Bagi menantu dan calon menantu .............................................. 106
3. Bagi Mertua .............................................................................. 107
4. Bagi Praktisi ............................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
LAMPIRAN ................................................................................................. 113

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Interview Protocol ........................................................................................ 113

Lembar Persetujuan Informan 1 .................................................................... 114


Lembar Persetujuan Informan 2 .................................................................... 115
Lembar Persetujuan Informan 3 .................................................................... 116
Lembar Persetujuan Informan 4 .................................................................... 117
Lembar Persetujuan Informan 5 .................................................................... 118
Lembar Persetujuan Informan 6 .................................................................... 119

Verbatim Informan N .................................................................................... 120


Clustering of Themes N................................................................................. 144
Skema Informan N ........................................................................................ 147

xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Relasi Menantu dengan Mertua Yang Tinggal Bersama .... 26

Gambar 2. Tabel Keterangan Pelaksanaan Penelitian ................................... 42

Gambar 3. Skema Dinamika Relasi Menantu Dengan Mertua Yang Tinggal


Bersama ........................................................................................................ 103

xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia khususnya daerah Jawa memiliki konsep keluarga yang tidak

terbatas pada hubungan sedarah, melainkan adanya unsur pelebaran hubungan

(Geertz, 1983). Salah satu pelebaran hubungan yang dimaksud adalah proses

pernikahan yang terdapat istilah ‘menantu’ dan ‘mertua’. Setelah pernikahan

terjadi, menantu tinggal bersama mertua dan telah menjadi keluarga, yang disebut

keluarga batih. Keluarga batih adalah keluarga yang dari keluarga inti (ayah, ibu,

dan anak) dan adanya posisi anggota keluarga lain di dalamnya (Lee, 1982 dalam

Lestari, 2012). Hubungan keluarga batih menekankan pada hubungan

kekerabatan. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan menantu perempuan

dengan ibu mertua di keluarga yang tinggal bersama.

Fenomena menantu tinggal bersama mertua di Jawa masih sering ditemukan

di masyarakat pedesaan. Menantu menjadi bagian dalam keluarga mertua

dianggap seperti anak sendiri, sama halnya dengan mertua. Sebagai keluarga yang

tinggal seatap, mereka saling berinteraksi setiap harinya. Menantu dan mertua

memiliki perbedaan dalam hal menilai satu sama lain. Perbedaan tersebut memicu

masalah, yang mengakibatkan ketegangan, kekakuan interaksi serta membuat

jarak di antara keduanya.

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menantu yang tinggal bersama mertua sering dijumpai di berbagai daerah.

Seperti penelitian di Asia ditemukan, sebanyak 55% menantu Vietnam dan 42%

menantu di Taiwan tinggal bersama ibu mertua (Li-Ching & Yi-Fang, 2015).

Hasil tersebut mengungkapkan masih banyak menantu perempuan yang tinggal

bersama ibu mertua. Penelitian Andriyani dan Widyayanti (2015) di Indonesia

juga menyampaikan masih adanya pasangan suami istri setelah menikah tinggal

bersama orang tua suami atau istri.

Hubungan menantu dan mertua di dalam keluarga menarik untuk dibahas.

Pada dasarnya mereka memiliki hubungan yang memengaruhi satu sama lain

(Kelley et al. dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1985). Hal tersebut terjadi pada

hubungan menantu dengan mertua yang tinggal serumah. Hubungan menantu

dengan mertua saat tinggal serumah diwarnai ambivalensi, dimana terjadi

kedekatan hubungan dan juga terjadi permusuhan (Allendorf, 2015; Willson,

Shuey, & Elder, 2003). Hubungan ambigu tersebut menimbulkan konflik yang

berdampak pada interaksi keluarga (Fischer, 1983).

Allendorf (2015) dalam penelitiannya menjabarkan hubungan menantu

perempuan dan ibu mertua. Hubungan mereka yang ambivalensi digambarkan

hubungan dalam keluarga yang dekat seperti ibu dan anak namun secara

bersamaan terjadi situasi seperti orang asing. Keambiguan interaksi nampak pada

perilaku mereka dalam aktivitas sehari-hari. Sebuah penelitian mengungkapkan

kedekatan menantu dengan mertua justru memiliki hubungan yang rendah

(Fingerman, Gilligan, VanderDrift, & Pitzer, 2012). Dengan kata lain, kualitas

hubungan mereka mengarah pada hal negatif.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Salah satu informan menantu perempuan penelitian ini, Informan Wf,

menggambarkan bahwa sulitnya menganggap mertua sebagai orang tua sendiri.

Ambigu hubungan mereka diibaratkan seperti kedekatan hubungan ibu-anak, akan

tetapi secara bersamaan terhadap situasi seperti orang asing di antara keduanya.

Adanya kecenderungan dalam dirinya membedakan dan membandingkan mertua

dengan orang tua sendiri.

“..walaupun mereka bilang kamu tak anggap seperti anak


sendiri tapi tetep rasanya beda, bicaranya aja beda kalo
kita kan sama ibu kita kan biasa aja gitu lho gak pernah
sakit hati, biasa. Gini lho kalo sama ibu sendiri kan biasa
ngoko gitu lho kan gak papa kan kalo sama mertua kan lha
harus bicaranya halus seperti itu karna ya soalnya beda.
Kalo ibu sendiri bicara blak-blakan gini-gini gak akan
marah soalnya udah tau anaknya sifatnya kayak gini kalo
mertua belum tentu. Kadang kita bicara sedikit sakit hati
kadang bicara ini sedikit tersinggung kan kita harus hati-
hati.” (Wf, 30th, 36-46)

Penelitian ini difokuskan pada sudut pandang menantu perempuan. Peneliti

melihat seorang menantu yang telah menikah dan ikut tinggal bersama suami

memberikan pengalaman baru dalam hidupnya. Pengalaman menantu sebagai

anggota keluarga baru membawa pengaruh terhadap bagaimana dirinya terlibat

interaksi dengan mertua. Geertz (1983) menyampaikan wanita memiliki pengaruh

besar dalam sebuah hubungan yang bersolidaritas. Suatu penelitian di Taiwan

menunjukkan terjadi konflik tingkat tinggi dalam hubungan menantu perempuan

dan ibu mertuanya (Wu et al., 2010). Konflik tersebut terjadi akibat ibu mertua

menekan dan memojokkan menantu. Perilaku ibu mertua dianggap sebagai

penghambat menantu menjadi istri yang baik. Dengan kata lain, keluarga baru

yang dibangun menantu menentukan masa depan bagaimana relasi antara menantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan mertua dan relasi dua keluarga besar. Hal tersebut juga memunculkan

harapan akan terwujudnya suasana keluarga yang nyaman dan tenang sehingga

tidak terjadi konflik.

Menantu dihadapkan pada proses penyesuaian diri dari berbagai perubahan.

Menantu sebagai wanita yang memiliki keterlibatan lebih dengan mertua memiliki

kuasa untuk mengendalikan semua hal terkait keluarga barunya. Menantu yang

ikut suami tinggal bersama mertua membentuk interaksi intens dengan mertua

atau orang tua suami meskipun merasa asing menjadi bagian keluarga baru.

Perasaan yang dirasakan menantu seperti ketakutan disebabkan oleh adanya

kebingungan dan kecemasan karena merasa tidak nyaman berinteraksi dengan

keluarga suami (Fingerman et al., 2012; Prentice, 2008). Menurut Mulder (1992),

kedekatan jarak tidak menjamin hubungan mengarah pada keintiman atau

memiliki ikatan personal yang kuat.

Li-Ching dan Yi-Fang (2015) menyatakan frekuensi kedekatan memberikan

dampak positif dan negatif terhadap relasi menantu dan mertua yang tinggal

bersama. Menantu perempuan mendapatkan dukungan dan dampingan tentang

bagaimana membangun rumah tangga yang baik. Akan tetapi, dukungan dan

dampingan yang berlebihan menimbulkan anggapan kerugian bagi menantu. Ibu

mertua memerankan porsi lebih dalam rumah tangga menantu dimana

keterlibatannya mendominasi keputusan keluarga. Bagi menantu intensitas

dukungan mertua yang berlebihan memberikan dampak buruk seperti anggapan

sumber stres dan pembatasan dirinya berperan di keluarga (Li-Ching, 2015;

Rittenour & Soliz, 2009).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Fischer (1983) menjelaskan bahwa ibu mertua dan menantu yang tinggal

bersama memiliki batasan interpersonal menantu yang kurang jelas. Ibu mertua

memiliki perasaan menolak menantunya sebagai pilihan anak laki-lakinya.

Ketidakjelasan tersebut membawa dampak terhadap manajemen rumah tangga.

Menantu menganggap ibu mertua sebagai pengganggu kehidupan pernikahannya.

Anggapan ini menyebabkan timbulnya konflik yang lebih banyak dalam

hubungan mereka. Konflik mengurangi dan merenggangkan ruang intimasi relasi

mereka sebagai keluarga yang tinggal bersama.

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mengonstruksi

hubungan menantu-mertua. Menurut Li-Ching dan Yi-Fang (2015) menganggap

ekonomi sebagai pemicu konflik, dimana mertua mendominasi kekuasaannya

untuk menekan menantu perempuan. Campur tangan mertua yang berkuasa dalam

keluarganya mengakibatkan ketidaknyamanan dan muncul perasaan terjajah dan

terhina (Min-Jung & Yun-Jeong, 2015). Persaingan berdampak negatif terhadap

hubungan mereka apabila mertua bergantung finansial pada anak laki-laki (suami)

(Turner, Young, & Black, 2006). Konsekuensi yang diterima menantu perempuan

selama tinggal bersama menyulitkan dirinya untuk terbuka terhadap mertua.

Hubungan keluarga menantu dan mertua mengalami ketidakcocokan karena

tidak memiliki ikatan yang sama sehingga ketegangan terjadi (Allendorf, 2015).

Ketegangan berkaitan interaksi yang tidak akrab (Santi, 2015) dan adanya

interaksi yang formal antara menantu terhadap mertua (Fischer, 1983). Hal

tersebut berbeda dengan hubungan keluarga yang ideal. Anggota keluarga saling

mengakrabkan diri dan mengutamakan keterbukaan dan keharmonisan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Budaya memiliki pengaruh dan peran penting dalam hubungan menantu dan

mertua (Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Nganase & Basson, 2017). Peneliti

mengaitkan pandangan relasi menantu-mertua dengan budaya di Indonesia,

khususnya Jawa. Budaya Jawa memiliki sistem nilai yang mengatur pola interaksi

sosial di keluarga Jawa. Nilai tersebut terangkum dalam nilai rukun dan hormat.

Orientasi dua prinsip tersebut memberikan pengaruh akan tercapainya

keharmonisan sesama individu (Geertz, 1983). Bagi masyarakat Jawa meyakini

dua prinsip yang dipegangnya membantu untuk menyelaraskan perilaku hidup

mereka dengan norma budaya di lingkungan.

Budaya lebih memengaruhi pada masyarakat pedesaan daripada masyarakat

modern (Datta, Ype, & Alfons, 2003; Nganase & Basson, 2017). Interaksi

masyarakat pedesaan memiliki hubungan sosial yang tinggi (Landis, 1948, dalam

Setyawan, 2015) daripada masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, penelitian ini

juga mempertimbangan lokasi untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan.

Elemen dasar masyarakat Jawa nampak pada sebuah sistem mengenai

prinsip kehidupan (Mulder, 1992). Sistem ini dianggap sebagai pelengkap dalam

diri orang Jawa. Sistem tersebut mencakup tradisi Jawa dari berbagai aspek

kehidupan orang Jawa yang berpengaruh pada gaya hidup dan etnik di lingkup

sosial. Dengan kata lain, sistem prinsip kehidupan menjadi pengajaran orang Jawa

yang meyakini sebagai sumber kebijakan dan kebenaran untuk refleksi diri.

Pengajaran Jawa mengarahkan individu Jawa menjadi pribadi Jawa.

Menurut Handayani dan Noviyanto (2004), individu perlu mencapai dan

mempertahankan keseimbangan batin. Hal ini dapat ditunjukkan melalui


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketenangan, pengendalian diri, dan berpikir secara rasional. Individu Jawa juga

diarahkan untuk mengendalikan diri dari nafsu dan egoisme. Arahan tersebut

membantu untuk memperkuat diri dengan menyeimbangkan dan menyesuaikan

dengan tuntutan keselarasan sosial. Pengajaran Jawa memuat nilai budaya Jawa

sebagai pedoman masyarakat Jawa bertindak tanduk sehari-hari.

Nilai budaya Jawa memerankan tidak hanya mendasari perilaku, juga

menjadi pusat pemahaman. Nilai hormat merupakan salah satu nilai yang secara

konkretnya berupa tata krama. Tata krama berkaitan dengan kewajiban individu

untuk memelihara hubungan di masyarakat dan keluarga. Pemeliharaan relasi

seyogyanya dilakukan dalam setiap situasi sosial. Tata krama tidak mengenal

waktu dan tempat. Nilai budaya Jawa lainnya adalah terpeliharanya keharmonisan

sosial dalam nilai rukun. Gambaran hubungan sosial yang ideal di lingkungan

Jawa diukur melalui nilai rukun. Peran nilai rukun untuk mencegah ungkapan

perselisihan dengan menjaga keharmonisan. Petunjuk moral bagi masyarakat

Jawa secara tradisional mengandalkan nilai rukun untuk menengahi suatu

ketegangan (Geertz, 1983).

Pedoman moral dua budaya Jawa digunakan sebagai ukuran bagaimana

bertata krama yang baik dalam konteks sosial apapun. Adanya petunjuk normatif

mempermudah masyarakat Jawa untuk memelihara tindak tanduknya dengan

tenang dan mantap dalam segala hubungan. Hal tersebut menjadi kekuatan atau

strategi mereka membangun hubungan yang kuat dengan orang lain. Nilai budaya

Jawa menyatu dan tertanam dalam diri individu sebagai pusat pengertian dirinya

berelasi. Bagi hubungan keluarga, setiap anggota keluarga membutuhkan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pemahaman dan pengalaman bertindak tanduk dengan anggota keluarga lainnya.

Dalam hubungan keluarga, anggota keluarga membutuhkan pengertian dan

pengalaman bertindak tanduk (Geertz, 1983).

Patokan ideal hubungan harmoni antara menantu dan mertua adalah

kerukunan. Mereka dapat saling bekerja sama menyerasikan diri dengan

menitikberatkan pada harmoni hubungan (Geertz, 1983), sehingga perselisihan

dapat dicegah. Dengan demikian, menantu dan mertua bergotong royong

membangun hubungan keluarga yang saling menerima dan memberi satu sama

lain. Hal tersebut termasuk memahami mengenai perbedaan yang ada.

Perasaan-perasaan yang ditekan seringkali memunculkan ketegangan

terbuka dalam keluarga. Hal tersebut seharusnya dapat dicegah dengan proses

komunikasi. Pengutamaan cinta kasih dalam hubungan mereka dan penerapan

nilai moral mewujudkan keharmonisan hubungan keluarga. Perilaku dan sikap

sebagai media menantu dan mertua menunjukkan aksi kerja samanya. Bagi orang

Jawa, pengendalian diri di setiap situasi kesopanan sosial penting untuk

menunjukkan setiap hormat pada orang lain (Geertz, 1983).

Pada dasarnya, keluarga Jawa membekali anggota keluarga, dengan nilai-

nilai budaya Jawa untuk mengembangkan relasi mengarah pada hubungan

harmonis. Pemeliharaan bentuk-bentuk tata krama yang selaras menjadikan

kualitas relasi yang terjalin mengarah positif. Kesepakatan bersama menyesuaikan

tindak tanduk sebagai cara untuk menaati norma demi keserasian dan

keharmonisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Harapan budaya Jawa yang mengutamakan keharmonisan keluarga berbeda

dengan kenyataanya, terjadi pada relasi menantu dengan mertua. Adanya

perbedaan yang nampak pada relasi keluarga mereka menampilkan relasi tegang

dan berkonflik. Menantu memandang ibu mertua sebagai orang tidak dekat

dengan dirinya (Santos & Levitt, 2007), juga mendapatkan pemahaman hubungan

menantu-mertua yang tidak harmonis. Pandangan nilai budaya Jawa mengarahkan

dan menggerakkan keluarga secara aktif mengupayakan harapan budaya

terwujudkan. Penelitian ini melihat perbedaan dua hal yang saling berlawanan

arah dan tidak menemukan satu titik temu yang baik untuk mengubah arah relasi

sesuai cerminan keluarga Jawa.

Peneliti memandang menantu sebagai orang baru perlu membawa diri

masuk ke dalam relasi keluarga terutama dengan mertua. Pada sisi lain, menantu

perempuan memandang negatif terhadap sosok ibu mertua yang diakibatkan

konflik. Keterlibatan mertua pada kehidupan keluarga menantu menyulitkan

konflik itu dicegah. Dengan kata lain, menantu mengalami kesulitan menemukan

kecocokan dan kenyamanan dirinya berinteraksi dengan mertua selama tinggal

bersama. Oleh karena itu, situasi menuntut menantu berperan untuk meleburkan

pertentangan, melembutkan interaksi, dan menciptakan keharmonisan dalam

hubungan mereka.

Berdasarkan uraian tersebut, menantu memahami dasar nilai budaya Jawa

sebagai pertimbangan bagaimana mengarahkan dan memelihara hubungan selaras.

Peran menantu mengupayakan relasi dengan mertua yang penuh selisih dengan

mertua dapat mencerminkan hubungan kekeluargaan yang harmonis. Oleh karena


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

itu, peneliti tertarik melihat dinamika seorang menantu perempuan dengan ibu

mertua yang tinggal bersama dan peran budaya Jawa di dalamnya.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana dinamika relasi menantu dengan

mertua tinggal bersama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dinamika relasi menantu

dengan mertua yang tinggal bersama.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini memberikan sumbangsih pada Ilmu Psikologi terutama

Psikologi Budaya dan Psikologi Sosial mengenai pandangan masyarakat tertentu

terutama ibu mertua dan menantu perempuan mengenai pola relasi berlandaskan

nilai budaya Jawa. Selain itu, untuk mempelajari dan memahami keunikan ikatan

relasi menantu pada mertuanya sebagai masyarakat Jawa yang menjunjung nilai

keharmonisan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan paparan mengenai hal-hal berkaitan

dengan relasi masyarakat Jawa, terutama ibu mertua dan menantu perempuan.

Menantu perempuan menapaki kehidupan baru pernikahan memberikan pelajaran

melalui pengalaman berrumah tangga. Penelitian ini diharapkan memberikan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

manfaat bagi mertua dan menantu mempersiapkan, menerima, dan menyesuaikan

diri terhadap segala perubahan, serta sebagai strategi berkeluarga yang produktif.

Bagi praktisi maupun konselor terkait topik ini, diharapkan dapat membantu

menambah informasi sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan dan

program yang sesuai.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Keluarga

Pengertian keluarga selalu diasosiasikan dengan gambaran rumah tangga

(Fatimaningsih, 2015). Beberapa pandangan mendefinisikan keluarga dari berbagai

sudut, Murdock (dalam Lestari, 2012) mengartikan keluarga tidak hanya sebatas

kelompok sosial, namun memiliki empat fungsi utama yakni seksual, reproduksi,

pendidikan, dan ekonomi. Menurut Reis (dalam Lestari 2012), keluarga sebagai suatu

kelompok yang memiliki pertalian keluarga, menjadi tempat bersosialisasi dan

sumber dukungan emosi atau disebut sosialisasi pemeliharaan.

Karakteristik sebuah keluarga diuraikan Lestari (2012) menjadi dua jenis

keluarga, yakni keluarga inti dan keluarga batih. Keluarga inti terdiri dari anggota

keluarga ayah, ibu, dan anak. Suseno (1985) menambahkan dalam masyarakat Jawa,

keluarga inti merupakan pertalian kekerabatan dasar. Sedangkan keluarga batih

menurut Lestari terdiri dari anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah.

Perspektif dari keluarga Jawa mengonsepkan keluarga tidak hanya terbatas pada

keluarga inti melainkan menyebar secara sosial maupun geografis, dengan syarat

memiliki ikatan hubungan yang kuat (Geertz, 1983). Pertalian keluarga juga

menyangkut relasi dengan masyarakat, serta mencakup berbagai aspek yang

12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

mendukung yaitu kebutuhan pribadi, ekonomi, sosial, dan psikologis setiap individu

masyarakat terpenuhi dan nilai-nilai yang diyakini bersama (Geertz, 1983).

Keluarga berawal dari pernikahan sebagai pondasi utama (Lestari, 2012).

Geertz (1983) mengartikan perkawinan sebagai perubahan dan perluasan hubungan

persaudaraan. Perluasan hubungan keluarga ini memunculkan istilah menantu dan

mertua. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefiniskan menantu “istri atau

suami dari anak kita”; sedangkan mertua didefinisikan “orang tua dari istri (suami)”.

Senada dengan Purnomo (1994) mengartikan mertua adalah orang tua pasangannya

yang sekarang menjadi orang tuanya juga. Dalam masyarakat Jawa memiliki istilah

khusus untuk menyapa seperti daughter-in-law untuk mantu-wedok atau menantu

sebagai anak dan parent-in-law untuk maratuwa sebagai orang tua menantu (Geertz,

1983).

B. Penelitian Terkait Relasi Menantu dengan Mertua

Banyak penelitian meneliti dan memfokuskan pada keberlanjutan hubungan

menantu perempuan dan ibu mertua. Penelitian menguraikan banyak faktor yang

memengaruhi hubungan menantu dan mertua seperti, edukasi (Li-Ching & Yi-Fang,

2015), kedekatan (Fingerman et al., 2012; Li-Ching & Yi-Fang, 2015; Rittenour &

Soliz, 2009; Santos & Levitt, 2007), ekonomi (Li-Ching & Yi-Fang, 2015; Min-Jung

& Yun-Jeong, 2015; Turner et al., 2006), pengasuhan (Fischer, 1983), dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

ketidakcocokan (Allendorf, 2015). Hubungan menantu perempuan dengan ibu mertua

diasosiasikan hubungan negatif yang berkonflik (Allendorf, 2015).

Fokus penelitian adalah relasi menantu yang tinggal bersama ibu mertua. Li-

Ching dan Yi-Fang (2015) dalam penelitian kuantitatifnya menguraikan sebanyak

42% menantu perempuan di Taiwan dan 55% menantu perempuan di Vietnam tinggal

serumah dengan ibu mertua. Menantu mengalami dampak positif dan negatif selama

tinggal bersama ibu mertua. Menantu mendapat dukungan dan dampingan seperti

hubungan persahabatan oleh ibu mertua (Li-Ching, 2015; Li-Ching & Yi-Fang, 2015;

Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Santos & Levitt, 2007). Pada sisi lain, fokus topik

penelitian ini adalah dampak negatif dukungan yang berlebih. Ibu mertua yang

memberikan dukungan berlebih cenderung mendominasi, mengkritik, dan menekan

(Char, Saavala, & Kulmala, 2010; Fingerman et al., 2012; Fischer, 1983; Li-Ching &

Yi-Fang, 2015; Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Prentice, 2008; Rittenour & Soliz,

2009; Turner et al., 2006).

Tinggal berdekatan dengan mertua, dinilai tidak menguntungkan bagi menantu,

sebab menimbulkan perasaan tidak nyaman (Prentice, 2008; Fingerman et al., 2012).

Menurut Fischer (1983), tinggal bersama justru menimbulkan konflik lebih sering.

Hal ini mengindikasikan adanya kualitas hubungan negatif antara menantu dan

mertua (Fingerman et al., 2012). Turner et al. (2006) menjelaskan bahwa menantu

menunjukkan keraguan, ketakutan, dan kecemasan selama berinteraksi dengan ibu

mertua. Konflik seringkali terjadi setelah pernikahan, yang disebabkan menantu tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

dapat menerima komentar maupun kritikan dari ibu mertua. Faktor lain dalam

hubungan berkonflik disebabkan oleh ketidakcocokan ikatan keluarga yang

mendorong terjadinya konflik (Allendorf, 2015), dan perbedaan perspektif dalam

mengasuh anak dianggap mengganggu (Fisher, 1983). Ibu mertua cenderung

mengendalikan dan menguasai rumah tangga menantu yang memiliki pendapatan

rendah (Li-Ching & Yi-Fang, 2015; Turner et al., 2006). Keterlibatan ekonomi

berkaitan faktor ekonomi yang terbatas dengan perilaku ibu mertua yang mengejek

dan mengkritik keluarga menantu perempuan, sehingga muncul perasaan terhina dan

direndahkan (Min-Jung & Yun-Jeong, 2015). Menurut Fischer (1983), konflik relasi

menantu-mertua dikarenakan batasan interpersonal yang tidak jelas, sehingga

mengganggu interaksi mereka.

Menantu menilai keterlibatan ibu mertua membawa hal negative dalam

keluarganya (Rittenour & Soliz, 2009). Santos dan Levitt (2007) menjelaskan bahwa

kedekatan menantu dan mertua memengaruhi pandangan menantu terhadap kualitas

relasinya dengan ibu mertua. Dalam penelitian Turner et al. (2006) menemukan

menantu memandang negatif terhadap ibu mertua. Oleh karena itu, menantu

membandingkan orang tua denghan ibu mertuanya (Fischer, 1983).

Budaya juga memiliki peran dalam relasi menantu dan mertua (Datta et al.,

2003; Nganase & Basson, 2017). Menantu menganggap budaya berpengaruh negatif

dan positif terhadap perkembangan hubungan dengan mertua (Nganase & Basson,

2017). Dalam penelitian tersebut mengungkapkan menantu menganggap perilaku


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

yang berkaitan dengan rumah tangga merupakan kontruksi budaya. Hal ini

menimbulkan anggapan budaya telah bergeser dan berubah. Menurut Geertz (1983),

dalam masyarakat Jawa perilaku menantu perempuan diatur dalam norma budaya.

Dengan kata lain, menantu seyogyanya menghormati mertua. Menurut Rittenour

(2012) mengenai lingkungan yang memandang buruk hubungan menantu-mertua. Wu

et al. (2010) mengungkapkan konflik terjadi karena ketidaksesuaian ekspetasi

masyarakat terhadap hubungan menantu dan mertua.

Dalam perkembangan relasi menantu dengan mertua, Prentice (2008)

mengungkapkan dukungan ibu mertua merupakan penentu kemampuan adaptasi

menantu. Hal ini mendukung bagaimana menantu mempersepsikan hubungan

keluarga yang harmonis terutama dengan ibu mertua (Andriyani & Widyayanti,

2015). Semakin positif persepsi menantu semakin positif juga kualitas relasinya.

Menurut Min-Jung dan Yun-Jeong (2015), adanya harapan hubungan harmonis di

tengah perselisihan antara ibu mertua.

C. Hubungan

Kelly et al. (1983 dalam Sears et al., 1985) mendefinisikan hubungan adalah

sesuatu yang terjadi bila dua orang saling memengaruhi dan bergantung satu sama

lain. Menurut kacamata psikologi sosial meninjau berbagai bentuk hubungan yang

terdapat pola perilaku manusia (Sears et al., 1985).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Proses pembentukkan hubungan memiliki dasar yang digambarkan oleh

Levinger & Snoek (1972 dalam Sears et al., 1985) melalui beberapa tahapan. Berikut

jabaran tahapan individu membentuk hubungan melalui model interdependesi. Tahap

pertama disebut zero contact. Proses diawali dengan tidak ada kesadaran terhadap

kehadiran individu lain dalam situasi atau tempat. Tahap kedua adalah menyadari dan

adanya kepekaan dengan memperhatikan individu lain. Perhatian terhadap orang lain

membentuk kesan dalam diri melalui penampilan atau perilaku. Kesan yang baik

membuka kesempatan untuk berinteraksi. Tahap ketiga adalah kontak permukaan.

Interaksi awal terjadi percakapan atau surat menyurat. Pada tahap ini interaksi

berlangsung singkat dari topik pembicaraan, dampak interaksi awal dan peran sosial

yang terbatas. Tahap keempat atau tahap terakhir yang bersifat kontinuum adalah

mutualitas. Tahap ini bergantung pada intensitas keberlanjutan dan ketergantungan

tahap kontak permukaan.

Menurut Kelly et al. (1983 dalam Sears et al., 1985), adanya karakteristik yang

disebut hubungan. Pertama, faktor frekuensi interaksi yang terjadi dalam waktu yang

panjang. Kedua, terlibat dalam berbagai macam kegiatan atau peristiwa yang terjadi

bersama-sama. Ketiga, hubungan terbentuk dimulainya proses pengaruh kuat antar

dua orang. Dalam hal ini, ketergantungan emosi dengan orang lain.

Salah satu teori yang membahas persoalan hubungan adalah teori pertukaran

sosial. Seseorang akan memperhitungkan ganjaran dan kerugian yang diterima dan

diberi dalam hubungan dengan orang lain (Sears et al., 1985). Foa dan Foa (1974
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

dalam Sears et al., 1985) mendefiniskan ganjaran sebagai hal yang diterima dan

diberikan dalam hubungan. Terdapat enam bentuk ganjaran sebagai acuan seseorang

menilai hasil hubungannya. Enam ganjaran tersebut meliputi cinta, uang, status,

informasi, barang, dan jasa. Salah satu ganjaran bergantung pada pemberi adalah

cinta sebagai ganjaran utama dalam hubungan dengan dan oleh orang lain, status, dan

jasa. Menurut teori pertukaran sosial, selain enam ganjaran terdapat ganjaran dalam

hubungan yang dapat dilihat, dicium, dan diraba. Ganjaran lain yang diterima dan

diberikan berupa nasihat atau kedekatan sosial.

Dalam teori pertukaran sosial juga memperhitungkan konsekuensi negatif.

Seseorang mempertimbangkan kerugian dalam hubungannya dengan orang lain

seperti membutuhkan tenaga dan waktu. Apabila hubungan terkendala interaksi dan

tidak disetujui oleh salah satu pihak maka memungkinkan terjadi pertentangan.

Pada dasarnya, hubungan mengalami beberapa proses yang terjadi. Kuantitas

atau intensitas keberlanjutan interaksi memengaruhi kualitas hubungan. Pertimbangan

tersebut meliputi empat tahapan pembentukan hubungan, faktor-faktor yang

menentukan terjalinnya hubungan, dan pertimbangan teori pertukaran sosial. Teori

pertukaran sosial menfokuskan pada konsekuensi berupa ganjaran dan kerugian

dalam hubungan.

D. Kaidah Dasar Masyarakat Jawa

Ketenteraman dan keselarasan masyarakat merupakan dasar moralitas. Dasar

itu terletak pada hubungan selaras antara orang dalam masyarakat mereka sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

(Mulder, 1973). Geertz (1983) menyatakan nilai-nilai kemasyarakatan berlaku

sebagai petunjuk normatif dalam masyarakat. Nilai dasar kemasyarakatan tersebut

ada dalam dua nilai Kejawen. Nilai pertama menuntut orang Jawa bersikap bentuk

tata krama yang sesuai yaitu nilai hormat. Nilai kedua mengenai perilaku memelihara

sosial yang harmonis sehingga tidak menimbulkan konflik yaitu nilai rukun (Geertz,

1983). Kedua nilai dasar tersebut merupakan cerminan pola sosial masyarakat Jawa

(Suseno, 1985).

1. Nilai Hormat

Geertz (1983) mengungkapkan situasi sosial masyarakat Jawa selalu

mengutamakan tata krama, salah satunya hormat. Hormat merupakan prinsip yang

bersifat mengekang diri sendiri secara halus untuk menunjukkan hormat pada orang

lain (Handayani & Novianto, 2004). Menurut Suseno (1985), prinsip hormat

mengatur diri selaras dengan membawa diri mengikuti aturan tata krama sosial.

Bentuk penghormatan masyarakat Jawa ditunjukkan dalam sikap, pembawaan

diri, dan bahasa (Geertz, 1983). Komunikasi orang Jawa diatur dalam tataran bahasa

yaitu krama inggil, krama, ngoko madya, dan ngoko. Masing-masing tataran bahasa

tersebut menunjukkan kedudukan dan pengakuan sosial.

Dasar moral orang Jawa dipelajari dan didapat dari lingkungan (Mulder, 1973).

Keluarga sebagai lingkungan awal individu memulai dan memperkenalkan

pendidikan dasar sejak bayi (Geertz, 1983). Keluarga tidak membentuk anak menjadi

mandiri namun mampu bersosial dengan masyarakat (Mulder, 1973). Kemampuan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

bersosial yang dimiliki anak dapat mencapai kedewasaan dengan diukur tiga perasaan

yaitu wedi, isin, dan sungkan (Geertz, 1983).

Geertz (1983) mengartikan perasaan wedi sebagai perasaan takut secara jasmani

maupun sosial. Keluarga mengajarkan anak takut terhadap orang tua yang membuat

mereka menjadi penurut. Suseno (1985) menambahkan anak mendapatkan ajaran

untuk menumbuhkan rasa takut pada orang yang dihormati.

Langkah awal anak menuju pendewasaan memiliki perasaan isin. Arti kata isin

yaitu malu atau diartikan merasa bersalah (Geertz, 1983). Pada dasarnya, anak dididik

untuk malu ketika bertemu dengan orang lain. Suseno (1985) mengungkapkan

perasan isin dan hormat saling berkaitan dan kesatuan. Orang merasa isin diartikan

menaruh hormat terhadap orang yang pantas dihormati. Bagi orang Jawa, perasaan

isin merupakan kekuatan mereka menyesuaikan perilaku dengan norma di masyarakat

(Suseno, 1985).

Ciri khas nilai hormat masyarakat Jawa adalah perasaan sungkan. Menurut

Geertz (1983), anak memiliki isin sekaligus mempelajari perasaan sungkan. Hal yang

membedakan sungkan dan isin adalah perasaan basa-basi menunjukkan hormat pada

orang lain. Geertz (1983) menggambarkan isin sebagai kesopanan dengan

pengendalian diri sedangkan sungkan digambarkan pengendalian yang peka dan

lembut di masyarakat sosial. Suseno (1985) memandang sungkan sebagai perasaan

malu yang positif.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Ketiga perasaan wedi, isin, dan sungkan saling berkaitan sebagai fungsi sosial

untuk memengaruhi dan mendukung psikologis seseorang dalam tuntutan prinsip

hormat (Suseno, 1985). Seseorang melakukan dan memiliki perasaan tersebut

memiliki pribadi yang matang (Suseno, 1985), inilah konsep dewasa menurut

pandangan masyarakat Jawa (Geertz, 1983).

2. Nilai Rukun

Masyarakat Jawa memandang rukun sebagai nilai tertinggi yang

menyeimbangkan emosional (Geertz, 1983). Rukun berkaitan dengan hubungan

selaras yang harmonis. Dengan kata lain, mewujudkan kedamaian dengan

menyelaraskan diri dengan sosial (Handayani & Novianto, 2004).

Suseno (1985) memandang adanya indikasi tuntutan kerukunan terhadap

masyarakat Jawa. Rukun digambarkan tidak mengganggu ketenangan dan keselarasan

sosial yang dianggap sebagai keadaan normal. Rukun juga diartikan menghindari

konflik terjadi. Tuntutan rukun merupakan menjaga dan mengatur keselarasan dalam

bermasyarakat sosial. Pengendalian hubungan sosial yang diperlukan untuk

mencegah konflik terbuka. Handayani dan Novianto (2004) menambahkan dalam

Serat Wulangreh menggambarkan rukun menjaga keharmonisan dan kerukunan serta

mencegah timbulnya konflik.

Lingkup keluarga rukun dipandang sebagai elemen sentral (Geertz, 1983).

Suasana terbuka dalam keluarga inti memudahkan setiap anggota keluarga berlaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

ramah, spontan, simpati, dan saling percaya. Situasi hubungan keluarga itu berbeda

dengan keluarga ipar yang menjaga jarak dan adanya suasana hati-hati dan dingin

(Suseno, 1985). Menurut Geertz (1983), pertimbangan utama menyelesaikan masalah

adalah rukun. Suseno (1985) menyampaikan masyarakat Jawa menuntut dapat

mengendalikan diri dan membawa diri sebagai orang dewasa secara tenang dan rukun

menghadapi konflik. Geertz (1983) mengungkapkan rukun sebagai gambaran ideal

hubungan sosial, yang selalu diusahakan di setiap situasi keluarga maupun

masyarakat.

3. Nilai Harmoni Jawa

Dua nilai dasar Jawa saling berkesinambungan satu sama lain untuk

mengarahkan interaksi masyarakat Jawa. Nilai rukun mengatur segala bentuk proses

keputusan itu diambil. Nilai hormat menentukan kerangka bermacam interaksi. Nilai

hormat menetapkan pertimbangan hal-hal pengambilan keputusan, sedangkan nilai

rukun memastikan semua pihak menyetujui kesepakatan bersama yang sudah

ditentukan. Hal ini disebutkan sebagai syarat interaksi teratur, artinya saling

mengakui satu dengan yang lain dan memahami sikap menjalin relasi yang

mengutamakan keselarasan (Suseno, 1985).

Peran dua nilai memunculkan implikasi terhadap interaksi masyarakat Jawa.

Keselarasan sebagai prinsip yang menuntut individu menjamin kepentingan dan hak

tidak mengganggu keselarasan sosial. Keselarasan tindak tanduk dijaga dengan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

mempertimbangkan keputusan sendiri dan menghormati sistem kedudukan. Individu

mengupayakan bertindak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan norma sosial,

bukan dari kehendak sendiri. Prinsip keselarasan dianggap sebagai patokan kerangka

atau batasan bagi individu bertindak dan menemukan batasnya (Suseno, 1985).

Nilai hormat dan rukun secara utuh tidak menuntut individu terhadap sikap

batinnya, melainkan menunjukkan perilaku mencerminkan dua nilai tersebut di

masyarakat. Masyarakat Jawa menjunjung keselarasan dalam segala bentuk apa pun.

Akan tetapi, keselarasan dan tanggung jawab moral berlawanan dapat memunculkan

konflik. Artinya, sikap selaras dalam diri individu baik sejalan dengan tuntutan

tanggung jawab moral bertindak tanduk.

E. Analisis Fenomenologi Interpretatif

Topik relasi merupakan fokus utama dari penelitian ini. Relasi merupakan salah

satu aspek psikologi yang berkaitan dengan proses kehidupan informan. Secara lebih

rinci, aspek psikologi menguraikan persoalan dalam diri informan atau personal dan

sosial dimana saling memengaruhi satu sama lain. Keterkaitan dunia personal dan

sosialnya membangun sebuah harapan terhadap perkembangan relasinya.

Peneliti mengungkapkan dinamika relasi antara menantu perempuan dengan ibu

mertua yang tinggal bersama berdasarkan pengalaman menantu. Selain melihat faktor

internal informan, peneliti menganggap aspek budaya sebagai faktor eksternal

memiliki pengaruh pada dinamika relasi mereka. Hal internal dan eksternal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

menyangkut dan berkaitan pada harapan relasi menantu perempuan. Oleh karena itu,

kombinasi topik penelitian dengan metode yang tepat akan menentukan perolehan

data yang menunjang dan mendukung jawaban dari pertanyaan penelitian.

Strategi mendapat data yang sesuai dan mendalam, peneliti menggunakan IPA

(Interpretative Phenomenologi Analysis) karena dianggap sesuai dengan prinsipnya.

Menurut Smith (2013), IPA merupakan metode yang efektif digunakan untuk

penelitian di bidang psikologi. Penguraian psikologis informan mempelajari

bagaimana pemikiran dan perasaannya mengenai pengalaman ditafsirkan lebih dalam.

Inilah kekuatan IPA menggali informasi masuk lebih dalam pada ranah kognitif,

bahasa, afeksi, dan fisik dari pengalaman personal informan (Smith, 2008). Oleh

karena itu, tugas peneliti menginterpretasi dalam mengidentifikasi dan memahami

rasionalitas dari sudut pandang mental dan emosional informan (Smith, 2008).

Berdasarkan penjelasan tersebut, IPA membantu peneliti mengurai ranah

psikologis terkait dengan objek masalah penelitian yang diangkat. Peneliti mendapat

informasi melalui kacamata menantu yang merumuskan dinamika relasi melalui

proses identifikasi dan interpretasi. Hal tersebut menuntut kedalaman informasi

bagaimana relasi menantu tinggal bersama ibu mertua terkait hal yang dialami dan

dirasakan. Ketepatan prinsip IPA mengarahkan pembelajaran menggali informasi

dengan pertanyaan-pertanyaan melalui proses wawancara. Dengan demikian,

informasi sebagai data penelitian didapat tepat sasaran dan mendalam. Hasil tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

didapat menggunakan pendekatan IPA yang sesuai dengan tujuan dan pertanyaan dari

penelitian ini.

F. Dinamika Relasi Menantu Dengan Mertua

Keluarga merupakan bentuk pertalian keluarga yang diikat melalui sistem

pernikahan. Pernikahan memunculkan istilah menantu dan mertua dalam keluarga.

Menantu menjadi bagian keluarga mertua masih ada yang tinggal serumah, inilah

gambaran keluarga batih. Keluarga batih adalah keluarga yang terdiri keluarga inti

dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama (Lestari, 2012). Budaya Jawa

mengonsepkan pertalian hubungan dalam keluarga berkaitan dengan aspek kebutuhan

pribadi, ekonomi, sosial, dan psikologis serta nilai yang disepakati bersama (Geertz,

1983).

Pernikahan menandakan dimulainya jalinan relasi menantu dengan mertua.

Bagi menantu tinggal bersama mendapati keuntungan dan kerugian. Menantu

mendapat dukungan dan dampingan oleh ibu mertua strategi membangun rumah

tangga yang baik. Menantu juga merasakan ketidaknyamanan karena mertua yang

menekan dan mendominasi kepentingan keluarganya. Dampak terhadap relasi antara

dua anggota keluarga tersebut menampilkan ketegangan yang disebabkan

ketidaknyamanannya menantu.

Berkaitan dengan budaya Jawa, menurut Geertz (1983) keluarga Jawa memiliki

dua nilai yang mutlak sebagai pedoman tingkah laku mereka di dalam lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

sosial. Dua nilai tersebut dicerminkan pada nilai hormat dan rukun. Tindak tanduk

sebagai harapan budaya Jawa mewujudkan kerukunan dan suasana keluarga yang

harmonis. Apabila terjadi ketegangan, masyarakat Jawa mengandalkan nilai rukun

untuk menengahi permasalahan dan mengutamakan kerukunan.

Penjelasan tersebut mendapati bahwa arah keberlawanan antara relasi menantu

dengan mertua dan harapan budaya Jawa. Menantu diharapkan dapat mencerminkan

tindak tanduk selaras dengan norma dalam nilai Jawa. Harapan budaya berorientasi

keharmonisan kolektif sebagai petunjuk arah relasi menantu dengan mertua. Oleh

karena itu, penelitian ini mengupayakan untuk menguraikan bagaimana dinamika

relasi menantu dengan mertua yang tinggal bersama, serta untuk mewujudkan

interaksi harmonis.

Nilai budaya
Jawa

Tinggal bersama Tekanan dan Relasi menantu


(keluarga) dominasi dengan mertua

Gambar 1. Skema Relasi Menantu dengan Mertua Yang Tinggal Bersama


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif. Paradigma

penelitian kualitatif merupakan metode yang sesuai untuk mengungkapkan tujuan

penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian dengan mengeksplorasi fokus dari

penelitian. Menurut Creswell (2012), penelitian kualitatif merupakan metode atau

strategi untuk mempelajari makna dari pengalaman pribadi informan terkait masalah

penelitian. Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretatif atau penafsiran

sebagai tugas peneliti mengidentifikasi pengamatan langsung selama berinteraksi

dengan informan (Creswell, 2012).

Karakteristik yang dimiliki penelitian kualitatif membantu peneliti

menerjemahkan data dalam proses analisis interpretasi. Peneliti mempertimbangkan

faktor lingkungan atau setting penelitian, agar terfokus pada informan dan interaksi

mereka di dalam konteks penelitian. Penelitian kualitatif menuntut peneliti

mengembangkan hubungan personal langsung dengan informan sebagai strategi

untuk memahami kehidupan nyata sehari-hari. Selain itu, penelitian kualitatif

mengutamakan proses analisis data yang bersifat induktif artinya pengolahan data

berupa pola, kategori, dan tema dilakukan secara berulang-ulang hingga menemukan

rangkaian tema yang utuh (Creswell, 2012).


27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Pendekatan penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi interpretatif

(Interpretative Phenomenological Analysis atau IPA). Smith (2013) menekankan IPA

sebagai metode tepat digunakan untuk penelitian berkaitan dengan psikologi. IPA

menganalisis dan berfokus pada sisi kognisi psikologi dalam interaksi peneliti dan

informan. Proses mental dalam kognisi psikologi dan kognisi sosial merupakan

bagian dalam psikologi sosial dan klinis. Dengan demikian, IPA bekerja untuk

membantu peneliti memahami sebuah fenomena dengan menganalisis berkaitan

proses mental secara lebih dalam (Smith, 2013).

Smith (2013) menjelaskan bahwa IPA tepat digunakan untuk menginterpretasi

hal yang menarik dengan memahami melalui proses identifikasi atau penekanan.

Tujuan pendekatan IPA untuk memaksimalkan proses eksplorasi pengalaman

informan. Peneliti IPA bertugas untuk mengeksplorasi masa lalu dan masa depan

berdasarkan perspektif informan. Sumber informasi dari pengalaman informan

membantu peneliti IPA untuk menemukan bagaimana seorang berproses memaknai

dunia personal dan sosial mereka.

Pendekatan IPA menuntut peneliti kualitatif untuk terlibat langsung dalam

proses pengambilan data. Masalah penelitian dalam penelitian ini adalah relasi

menantu perempuan dengan ibu mertua. Peneliti membangun hubungan dengan

informan supaya mereka lebih leluasa mengutarakan pandangannya. Oleh karena itu,

Smith (2013) menyarankan untuk menggunakan wawancara semi-terstruktur. Hal ini

berkaitan dengan bagaimana informan mengekspresikan pikiran dan perasaan secara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

terbuka kepada peneliti. Kemudian, data dianalisis melalui proses interpretasi untuk

menemukan dan memahami dinamika menantu berelasi dengan ibu mertua yang

tinggal satu rumah.

B. Fokus Penelitian

Penelitian berfokus pada dinamika relasi menantu perempuan dengan ibu

mertua. Relasi yang dimaksudkan tinggal berdekatan atau dalam satu rumah.

Penelitian ini mengeksplorasi relasi dari sudut pandang menantu perempuan sebagai

data utama dan ibu mertua sebagai data pendukung. Sudut pandang mertua digunakan

untuk data tambahan, melengkapi, dan menyeimbangkan pandangan menantu.

Dinamika relasi informan dikaitkan dengan peran budaya Jawa untuk menyelaraskan

sikap dan perilakunya dengan norma. Budaya mengharuskan sebuah interaksi dapat

terjalin intim dan mencapai keharmonisan.

C. Prosedur Penelitian

1. Informan Penelitian

Informan penelitian ini adalah menantu perempuan dan ibu mertua. Jumlah

informan sebanyak empat menantu perempuan dan dua ibu mertua. Karakteristik

informan yaitu menantu perempuan dan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah.

Peneliti tidak membatasi lamanya waktu informan tinggal bersama dan tinggal di

rumah menantu atau ibu mertua. Peneliti mengharapkan mendapat informasi lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

mengenai pengalaman menantu perempuan dengan mempertimbangkan keleluasaan

informasi psikologis.

Pemilihan informan penelitian memperhitungkan karakteristik yang telah

ditentukan sebelumnya. Pada awalnya, peneliti mencari menantu perempuan dan ibu

mertua yang tinggal bersama di lingkungan sekitar rumah peneliti. Peneliti juga

memilih informan pendukung yaitu ibu mertua. Informan ibu mertua penelitian ini

merupakan mertua dari dua informan menantu perempuan.

Peneliti meminta kesediaan menantu perempuan dan ibu mertua sebagai

informan penelitian. Strategi untuk mendapatkan data yang autentik, peneliti

melakukan rapport dengan berkunjung ke rumah menantu perempuan dan ibu

mertua. Hal tersebut merupakan langkah awal yang penting agar informan merasa

nyaman dengan peneliti sebelum mengungkapkan pikiran dan perasaan pada orang

lain. Peneliti mendekati informan untuk bercakap-cakap untuk membangun interaksi

hangat, sekaligus menentukan kebersediaan waktu informan untuk melakukan

wawancara.

Selama proses persiapan wawancara, peneliti dan informan bersepakat

mengenai waktu, tempat, dan kenyamanan informan untuk pelaksanaan wawancara.

Informan dan peneliti mengupayakan waktu luang bersama dengan saling

menginformasikan kebersediaan waktu. Peneliti mempertimbangkan situasi rumah

saat wawancara agar informan menantu perempuan merasa nyaman menyampaikan

pengalamannya ketika tidak ada kehadiran ibu mertua. Sedangkan, salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

informan ibu mertua meminta untuk melaksanakan wawancara di luar rumahnya atau

bertempat di rumah peneliti. Hal ini mempertimbangkan situasi ketenangan dan

kenyamanan informan selama proses wawancara berlangsung. Informan ibu mertua

yang lain memilih melaksanakan wawancara di rumahnya sendiri.

2. Metode Pengambilan Data

Lokasi pengambilan data penelitian dilakukan di kota Klaten, tepatnya di Desa

Jatiwoyo dan Desa Kwoso. Peneliti mempertimbangkan wilayah pengambilan data

sebab faktor kedekatan budaya peneliti dan informan merasa tidak asing satu sama

lain. Hal ini juga mempermudah peneliti memahami berbagai hal rinci terkait fokus

penelitian. Penelitian ini menerapkan purposefully select atau sengaja memilih

informan dan lokasi dengan penuh kepercayaan untuk membantu peneliti memahami

masalah (Creswell, 2012). Informan dan lokasi pengambilan data dipilih secara

sengaja sesuai dengan karakteristik penelitian.

Proses pengambilan data dilakukan di tempat tinggal dan tempat kerja

informan. Salah satu informan menantu perempuan dan ibu mertua meminta proses

wawancara dilakukan jauh dari tempat tinggalnya. Informan menginginkan

keleluasaan dan kenyamanan dirinya mengungkapkan pikiran dan perasaan. Oleh

karena itu, peneliti memprioritaskan suasana pelaksanaan wawancara supaya

informan merasa nyaman dan terbuka menceritakan pengalaman personalnya.

Penelitian kualitatif mendapatkan data dengan melakukan wawancara. Metode

wawancara digunakan untuk mendapatkan data yang detail mencakup cerita, pikiran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

perasaan informan (Smith, 2013). Selama proses pengambilan data, peneliti

melibatkan diri dalam interaksi aktif secara langsung dengan informan. Dengan

demikian, peneliti dapat mengendalikan alur tanya jawab supaya terarah dan langsung

pada pokok permasalahan.

Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti menyusun berbagai pertanyaan

terbuka sebagai panduan wawancara. Menurut Smith (2013), panduan wawancara

merupakan serangkaian pertanyaan yang disusun bersifat terbuka dan meluas untuk

memunculkan pandangan dan penjelasan secara luas dari informan. Pertanyaan dalam

panduan wawancara mengenai eksplorasi pengalaman informan berelasi dengan ibu

mertua dan pandangan tentang nilai budaya Jawa. Panduan wawancara digunakan

secara fleksibel dan menyesuaikan cakupan ketertarikan informan. Peneliti juga

melakukan pendekatan atau rapport terhadap informan. Suasana dan interaksi yang

dekat membantu informan dan peneliti tidak merasa terinvestigasi dari pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan.

Peneliti menggunakan panduan wawancara yang diterapkan dalam wawancara

semi-terstruktur. Wawancara semi-terstruktur secara fleksibel mengikuti ketertarikan

informan mengungkapkan pengalaman, sehingga memperoleh kekayaan data.

Informasi yang menarik dan perlu penjelasan, peneliti probing atau menggali

sehingga dapat dikembangkan (Smith, 2008). Peneliti memanfaatkan informasi

menarik dari data untuk digali dalam aspek psikologis dan sosialnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

Sebelum wawancara berlangsung, peneliti meminta ijin pada informan untuk

melakukan perekaman wawancara. Perekaman bertujuan untuk merekam jawaban-

jawaban informan saat peneliti mengajukan pertanyaan. Oleh karena itu, peneliti

menggunakan fasilitas audio-recorder pada hand-phone sebagai alat perekam.

Jawaban informan yang terekam merupakan data penelitian berupa audio. Data audio

tersebut ditranskripkan melalui proses verbatim dan dianalisis pada tahap selanjutnya.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data menurut Smith (2013), yang

dijabarkan sebagai berikut:

1. Membaca dan membaca kembali

Langkah pertama pada proses analisis adalah mengumpulkan data dengan

melakukan wawancara kepada informan. Hasil wawancara dalam bentuk verbal

ditranskipkan dalam bentuk kalimat, sehingga mempermudah membaca data kembali.

Peneliti menemukan fokus analisis penelitian melalui baca data. Tugas peneliti

mengulang membaca transkrip untuk mempermudah mengembangkan struktur

wawancara.

2. Membuat catatan awal

Pada tahap ini, peneliti membuat catatan pada tranksrip data. Hal ini

memerlukan kedetailan dan memakan waktu. Peneliti melakukan identifikasi

keterkaitan kata dan bahasa pada transkrip untuk menemukan pola pikir informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

terhadap konteks yang difokuskan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memahami

kedetailan catatan dan komentar pada data. Analisis memfokuskan pada deskripsi hal

penting dan makna dalam diri mereka (fokus penelitian seperti relasi, proses, tempat,

kejadian, nilai, dan prinsip).

3. Mengembangkan tema

Pada tahap ini, peneliti mengubah catatan ke dalam bentuk tema. Hal tersebut

bertujuan untuk menghasilkan tema yang singkat dan jelas sesuai pernyataan penting

pada komentar transkrip. Catatan yang dikembangkan dalam bentuk tema untuk

memudahkan peneliti mengeksplor fokus tema-tema yang muncul. Tugas peneliti

juga memetakan dan menyambungkan pola-pola dalam data transkrip yang bertujuan

mengeksplorasi catatan.

4. Mencari keterkaitan antara tema-tema yang muncul

Peneliti menggabungkan tema menjadi struktur yang menggambarkan semua

aspek dari informan. Pada tahap ini memetakan keterkaitan tema-tema menjadi pola

atau bagan. Keterhubungan tema digunakan untuk proses analisis interpretasi tema-

tema.

5. Pindah ke kasus selanjutnya

Tahap ini mengarahkan peneliti untuk mengulang langkah awal untuk

memproses data informan lainnya. Peneliti akan menjumpai tema-tema yang muncul

pada informan satu dan kembali muncul di informan lainnya. Pada sisi lain, peneliti

menemukan tema baru muncul pada setiap informan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

6. Mencari pola dari keseluruhan kasus

Pada tahap ini, peneliti mencari pola dari keseluruhan kasus informan. Peneliti

IPA dapat melakukannya dengan mind-mapping dari tema-tema keseluruhan

informan. Tahap ini membantu peneliti untuk menganalisis dan menginterpretasinya.

E. Kredibilitas Penelitian

Pentingnya mengevaluasi validitas penelitian berguna untuk membuat penilaian

penelitian yang baik, terpercaya, dan berguna. Lucy Yardley (Smith, 2008)

menjabarkan evaluasi validitas penelitian, sebagai berikut:

1. Sensitivity to context

Penelitian kualitatif penting mempertimbangkan sensitivitas konteks. Salah

satunya penggunaan teori yang relevan dan pustaka secara empiris sebagai dasar

penjelasan makna dan konsep fokus penelitian. Sensitivitas pada teori yang

digunakan dapat relevan dengan ilmu di konteks lain yang berbeda. Penelitian

terdahulu membantu peneliti membangun pertanyaan penelitian, sebagai pembanding

dan penjelas interpretasi.

Dalam penelitian kualitatif, fokus penelitian adalah relasi menantu dengan

mertua. Peneliti menyesuaikan fokus topik penelitian dengan teori maupun pustaka

yang relevan, agar menjadi dasar yang kuat dalam penjelasannya. Teori hubungan

dan beberapa penelitian terdahulu terkait relasi membantu peneliti meletakkan

pemahaman dasar sesuai dengan tujuan penelitian.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Penelitian kualitatif yang baik menunjukkan kesensivitasan perspektif pada

konteks sosial-budaya terhadap hal yang diteliti. Proses pengambilan data

mempertimbangkan karakteristik informan dan setting pengambilan data. Pertanyaan

terbuka-tertutup mendorong informan untuk mengungkapkan pemikiran mereka tanpa

dibatasi.

Peneliti mempertimbangkan karakteristik informan dan setting pengambilan

data untuk mencapai kesensitivitasan data. Karakteristik informan penelitian berguna

untuk memperjelas dan memfokuskan perspektif. Lokasi pengambilan data

mengutamakan situasi dan kenyamanan informan menantu perempuan dan ibu

mertua.

Pada tahap analisis, peneliti menganalisis data dengan melihat makna yang

ingin disampaikan informan. Sensitivitas pada analisis berperan sebagai

pertimbangan alasan mengapa keterangan boleh dan tidak boleh diekspresikan dan

bagaimana mereka mengekspresikannya. Hal yang perlu diperhatikan dalam

menganalisis adalah keterbukaan menginterpretasikan dan mengakui kompleksitas

serta ketidakkonsistenan yang dibicarakan oleh informan. Kompleksitas makna dari

pernyataan informan satu berbeda dengan informan lain. Peneliti memanfaatkan

perbedaan tersebut sebagai kekhasan setiap informan penelitian.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

2. Commitment and rigour

Aspek komitmen merupakan prinsip untuk menyesuaikan analisis data dengan

tujuan penelitian. Kekakuan dalam penelitian kualitatif menuntut peneliti

mengupayakan konsistensi fokus penelitian dengan data yang terkumpul. Komitmen

yang tepat diterapkan dalam memilih informan penelitian, sebab kurang tepatnya

pemilihan informan dapat memengaruhi kevalidannya analisis penelitian. Kesesuaian

pemilihan informan dengan metode dan teori menunjukkan konsistensi yang jelas

untuk menginterpretasikan data.

Penelitian ini mengutamakan kesesuaian topik dengan informan untuk

mencapai tujuan penelitian. Peneliti memilih menantu perempuan yang sesuai dengan

kriteria informan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria tersebut

mempertimbangkan menantu yang tinggal dalam satu rumah dengan mertua dan tidak

membatasi berapa lama menantu tinggal bersama. Oleh karena itu, peneliti

mengupayakan kedekatan dengan informan.

3. Coherence and transparency

Kejelasan dan kekuatan argumen dalam menganalisis bergantung pada

pendekatan teoritis, pertanyaan penelitian, metode, dan interpretasi data. Proses

analisis data memperhitungkan konsistensi metode dan teori yang relevan saling

mendukung. Oleh karena itu, analisis transparansi menyajikan cukup data berupa

kutipan, kutipan teks, dan merangkum tema, untuk menunjukkan kepada pembaca

dasar analisis interpretatif. Transparansi hasil penelitian kualitatif dilihat dari


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

bagaimana pembaca dapat memahami apa yang telah diteliti dan mengapa hal

tersebut diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menyampaikan alasan dan hal-hal yang perlu

diketahui oleh pembaca secara jelas. Peneliti memberikan alasan pada setiap bagian

penelitian untuk menyampaikan transparansi proses pemikiran dalam melakukan

penelitian ini. Salah satunya pendekatan analisis fenomenologi interpretatif yang

digunakan penelitian ini untuk mengolah data sesuai tujuan penelitian yang

diharapkan. Pada proses analisis, peneliti mengupayakan kesesuaian kutipan verbatim

yang mendukung interpretasi. Penjelasan dalam interpretasi menggambarkan makna

yang disampaikan informan berdasarkan kemurnian data yang diperoleh.

4. Impact and importance

Penelitian yang baik memiliki manfaat dapat diimplentasikan secara langsung

pada kehidupan manusia. Penelitian ini memberikan pandangan baru pada pembaca

untuk memahami pandangan menantu perempuan mengenai relasi dengan ibu mertua.

Peneliti memberikan masukan untuk menantu dan mertua, serta konselor atau

praktisi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dan memberikan

pandangan baru mengenai relasi menantu perempuan dan ibu mertua di Jawa terkait

nilai-nilai moral Jawa dalam relasi mereka.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Validitas data penelitian ini menggunakan prosedur triangulasi. Smith (2008)

menjelaskan guna triangulasi dalam penelitian sebagai cara menguatkan data dari

orang atau kelompok lain. Triangulasi juga membantu penelitian mendapat

kedalaman untuk memudahkan peneliti menganalisis melalui proses interpretasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi teori sebagai cara yang sesuai

untuk memperluas deskripsi aspek psikologis yang berkaitan dengan fokus penelitian

ini. Proses triangulasi memanfaatkan referensi penelitian terdahulu melalui

pembandingan hasil penelitian dan data penelitian yang diperoleh.

F. Refleksivitas Peneliti

Saya berperan sebagai peneliti yang meneliti dinamika relasi menantu

perempuan dengan ibu mertua yang tinggal bersama. Saya, Devi Putri Sari, tinggal

dalam keluarga batih, bersama ayah dan ibu sebagai mertua dan keluarga kakak

dalam satu rumah. Selama tinggal bersama, saya mengamati interaksi menantu dan

mertua dimulai dari perubahan situasi keluarga dan relasi antar anggota keluarga.

Pengalaman tersebut menarik perhatian saya menjadi topik penelitian ini. Saya

mendapat kemudahan untuk memahami perubahan menantu perempuan dan mertua.

Saya membangun interaksi intim dengan ibu mertua dan menantu perempuan.

Mereka menyampaikan keluh kesahnya terhadap satu sama lain pada saya. Oleh

karena itu, saya mendapat kesempatan dan tidak merasa canggung lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

mengeksplorasi pengalaman sensitif informan penelitian. Hal ini mendorong

keinginan dan ketertarikan saya untuk memahami dinamika mereka lebih mendalam.

Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dalam menginterpretasikan data.

Selama menyusun penelitian ini, saya belum menikah membentuk persepsi atau

harapan akan suatu situasi tertentu, sehingga interpretasi cenderung memihak

menantu perempuan. Hal ini dikarenakan, saya sebagai calon menantu mencerminkan

pengalaman langsung di rumah yang memengaruhi keberpihakkan. Pengalaman saya

masuk dalam dunia informan penelitian menggambarkan pengalaman langsung saya

dalam keluarga. Hal ini mengurangi objektivitas dan kevalidan hasil penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan

adalah analisis fenomenologi interpretatif yang berfokus pada dinamika relasi

menantu dengan mertua tinggal bersama. Tujuan peneliti ini mengeksplorasi lebih

dalam terutama pengalaman menantu perempuan berdinamika serumah dengan

mertua. Peneliti menggunakan metode wawancara semi-terstruktur sebagai

metode pengambilan data untuk mendapat data yang lebih terperinci. Proses

pengambilan data dilakukan menggunakan handphone sebagai alat perekam. Data

kualitatif yang diperoleh berupa audio yang ditranskripkan melalui tahap

verbatim.

Awalnya, peneliti bertemu pada informan untuk meminta kesediaan waktu

sebagai bagian penting dalam penelitian ini. Peneliti juga membangun rapport

dengan menanyakan kabar dan menjelaskan secara singkat maksud penelitian ini,

agar informan merasa nyaman dan jelas bercerita dari awal hingga akhir. Selama

proses wawancara berlangsung, peneliti mengikuti arah pembicaraan informan

namun tidak terlepas dari pertanyaan panduan wawancara.

41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

2. Pelaksanaan Penelitian

Berikut keterangan waktu dan tempat pelaksanaan penelitian pada masing-

masing informan.

Gambar 2. Tabel Keterangan Pelaksaan Penelitian

No Keterangan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4


(N) (Wf) (Sr) (Fs)
1. Perizinan Selasa, 29 Jumat, 6 Selasa, 1 Selasa, 1
pada November Januari 2017 Agustus 2017 Agustus 2017
informan 2016
2. Pengambilan a. Rabu, 30 a. Senin, 16 a. Kamis, 3 a. Kamis, 3
data– November Januari Agustus Agustus
wawancara 2016 2017 2017 2017
informan 18.40 – 11.28 – 14.17 - 15.15 –
19.50 13.13 15.03 16.38
Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu
S Hm Sr Sr
b. Jumat, 09 b. Jumat, 03
Desember Maret 2017
2016 11.18 –
18.38 – 11.53
19.05 Rumah Ibu
Rumah Ibu Hm
S
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

No Keterangan Informan 5 Informan 6


(S) (Hm)
1. Perizinan pada Sabtu, 26 November Senin, 2 Januari 2017
informan 2016
2. Pengambilan data– a. Selasa, 29 November a. Jumat, 6 Januari 2017
wawancara 2016 11.16-13.39
informan 14.39 – 15.43 Rumah peneliti
Rumah Ibu S
b. Sabtu, 10 b. Rabu, 8 Maret 2017
Desember 2016 11.19 – 12.19
16.11– 16.38 Rumah Ibu Hm
Rumah Ibu S

B. Informan Penelitian

1. Latar Belakang Informan

Berikut pengalaman singkat responden penelitian sebagai menantu tinggal

bersama mertua.

a. Informan 1 (N)

N adalah perempuan berasal dari kota Sragen yang menikah dan tinggal

di kota Klaten. Sejak awal menikah N langsung tinggal di rumah mertua.

Pengalaman N tinggal bersama mertua sudah 9 tahun lamanya. Saat ini N dan

suami telah dikaruniai 2 anak laki-laki.

Pada awalnya, N dan suami memutuskan untuk mengontrak rumah

yang berjarak jauh dari rumah mertua. Selama tinggal mengontrak, N mengurus

semua pekerjaan rumah termasuk mengurus anaknya. Kesibukkan bekerja N dan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

suami harus menitipkan anaknya pada mertua pada pagi dan N menjemput pada

sore hari. Sebelum berangkat bekerja, N harus menitipkan anaknya di rumah

mertua setiap hari. Hal tersebut dikarenakan anak N lebih senang tinggal di rumah

neneknya yang memiliki teman lebih banyak dibandingkan di rumah kontrakan. N

juga merasa kesepian ketika tinggal di kontrakan karena terbiasa bercengkrama

dengan mertua. Akhirnya, keluarga N kembali pindah dan tinggal di rumah

mertua.

Selama tinggal bersama mertua, N membandingkan kebebasan

beraktivitas ketika di rumah kontrakan dan di rumah mertua. Ia mendapat

kebebasan melakukan hal sesuka hati tinggal jauh dari mertua. Berbeda ketika di

rumah mertua, N membatasi ruang geraknya untuk melakukan hal yang harus

dipikirkan terlebih dahulu. N merasa pakewuh atau tidak enak hati melakukan hal

dan meminta bantuan mertua. Oleh karena itu, N menyadari untuk menjaga sikap

di rumah mertua yang bukan rumah sendiri.

Masalah kecil atau pun besar seringkali terjadi. N membandingkan

perkataan mertua yang membuatnya mudah sakit hati dibandingkan dengan orang

tua sendiri. Perkataan atau perasaan dibatin mertua menjadi masalah sendiri dalam

diri N yang membuatnya tidak nyaman. N merasa kesal karena perkataan mertua

yang menyinggung hatinya, meskipun demikian ia mencoba berpikir positif

maksud perkataan mertua. Sebagai contoh, mertua memberikan saran pada N

untuk menyabuni wajah anak, namun N hanya membatin bahwa wajah anak perlu

sabun khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

N mendengar pembicaraan ibu mertua dan bapak mertua yang

membicarakannya. N merasa sakit hati dan menangis bahwa apa yang dibicarakan

mereka tidak benar. Kejadian tersebut membuat N memutuskan untuk

menenangkan diri dari rumah selama beberapa minggu. Pertimbangan suami

membuat N memutuskan untuk kembali ke rumah mertua. Pada awalnya, N

merasa canggung ketika berhadapan dengan mertua. Masalah membawa dampak

pada relasi N yang menghambatnya untuk lebih dekat dengan mertua. N

mengupayakan dirinya bersabar dan ikhlas menghadapi tinggal bersama mertua.

N juga mengalah pada mertua untuk menjaga relasi agar tidak merenggang hanya

karena masalah kecil.

N memiliki penilaian baik dan buruk terhadap mertuanya. Kekecewaan

N terhadap mertua disebabkan sikap keras kepala yang meyakini hal salah

menjadi benar. Akan tetapi, N memandang mertua sebagai sosok orang tua yang

sabar membantu, mengasuh anak-anak, mengajarkan kehidupan bersosialisasi di

masyarakat, dan mengajarkan N mengikhlaskan hal buruk terjadi dalam hidup.

Kesederhanaan ibu mertua membawa kecocokan N sehingga ia mudah terbuka

dan akrab.

Nilai budaya Jawa membawa N untuk menyesuaikan dengan situasi. N

membangun relasi dengan mertua dilandasi nilai hormat yang diterapkannya

selama berinteraksi. N bertindak dengan menyesuaikan tata bahasa Jawa ketika

berkomunikasi. Kesesuaian tata bahasa Jawa yang menunjukkan bahwa N

menghormati dan menghargai mertuanya. N menyadari sebagai menantu secara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

etika mengharuskan menghormati mertua. Harapan N menyatukan dua keluarga

yang tinggal bersama dengan menghindari masalah.

b. Informan 2 (Wf)

Wf menikah dan memiliki satu anak. Saat pengambilan data dilakukan,

Wf mengandung anak keduanya yang berusia 2 bulan. Pengalaman Wf tinggal

bersama mertua sudah 8 tahun lamanya. Sejak awal menikah Wf dan suami sudah

langsung tinggal bersama mertua. Salah satu cara penyesuaian diri N adalah

menganggap mertua seperti keluarga sendiri. Ia juga mengupayakan dukungan

suasana rumah nyaman agar keluarga merasa nyaman.

Faktor ekonomi keluarga Wf belum mampu tinggal mandiri. Beberapa

tahun tinggal bersama mertua, Wf mengungkapkan seringnya hal kecil

dipermasalahkan dalam keluarga. Perkataan mertua menyakiti hatinya karena

memaksa dirinya untuk ikut kegiatan gereja. Wf menilai apa yang dikatakan

mertua membuatnya tidak nyaman. Dalam keadaan hamil, Wf tidak

memperdulikan perkataan mertua. Wf mengungkapkan perasaan sakit hati karena

koreksi mertua mengenai dirinya yang tidak banyak beraktivitas. Wf menyadari

sebagai menantu perlu menjaga sikap maupun perkataan yang dapat menyinggung

perasaan mertua. Wf menyampaikan dalam menghadapi ibu mertua lebih sabar

dan nrimo. Meskipun demikian, Wf memberanikan diri menjawab mertua.

Menurut Wf, menantu dan mertua yang berbeda hubungan darah harus lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

menghormati, menghargai, dan menyayangi satu sama lain. Hal tersebut

merupakan usaha bersama membangun relasi lebih harmonis.

Nilai di lingkungan Wf mengikat untuk bertingkah laku sesuai aturan

etika budaya Jawa. Wf sebagai menantu penting menjunjung sopan santun dan

menghormati mertua. Hormat dimaksud mengalah mendahulukan orang tua,

berbicara yang sopan, dan tidak menyinggung hati. Menurut N, saling

menghormati dapat menciptakan damai dan saling menikmati dinamika dalam

keluarga.

c. Informan 3 (Sr)

Sr telah berkeluarga dan memiliki seorang anak perempuan. Sr menikah

dengan tetangganya yang berbeda RT, dimana Sr tinggal di RT 27 sedangkan

suami tinggal di RT 25. Setelah menikah, ia pindah dan tinggal di rumah

suaminya. Sr merasa tidak asing dengan mertuanya yang sudah mengenalnya

terlebih dulu. Suami Sr adalah anak tunggal yang menjadi harapan ibunya.

Sr tinggal bersama mertua sudah satu tahun. Pada awalnya, Sr merasa

khawatir dan sungkan tidak dapat melakukan hal sebebas ketika tinggal mandiri.

Sr memahami hubungan menantu dan mertua tidak selalu baik, salah satu masalah

yang sering muncul yaitu perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat dapat terjadi

dalam hal apapun. Dalam menghadapi masalah, Sr memampukan dirinya dapat

bersikap. Sr cenderung memilih cuek dalam menghadapi masalah. Mereka saling


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

menjaga relasi. Sr memandang suatu masalah dapat terjadi hanya karena

perbedaan pemahaman.

Sr mengungkapkan kehidupan masyarakat Jawa mengutamakan

keseimbangan, keselarasan, dan kesopanan. Orang Jawa memiliki daya tahan

bersahr dan nrimo keadaan buruk. Pemahaman dan pengetahuan bertindak tanduk

mengajarkan Sr menyelaraskan bagaimana bersikap sesuai etika. Pemahaman

tersebut mendorong Sr membuka diri pada mertua yang dianggapnya mengajeni

bahwa ia menerima mertua. Bagi Sr, mertua adalah sosok yang berjasa dalam

hidupnya sebagai teladan dalam hidupnya. Keterbukaan Sr terhadap mertua

membawa harapan akan hubungan rukun dan terjalin harmonis.

d. Informan 4 (Fs)

Pada tahun 2012, Fs menikah dan tinggal mandiri denan keluarga

barunya. Fs dalam kondisi hamil memutuskan keluar dari pekerjaan dan tinggal

bersama mertua. Setelah dua tahun menikah Fs dan suami dikaruniai anak,

masalah mulai muncul. Permasalahan muncul dikarenakan perbedaan cara

pengasuhan bayi yang tidak sesuai harapan menantu. Kemunculan masalah

mendorong Fs tinggal mandiri jauh dari rumah mertua. Suatu masalah membuat

relasi renggang, sehingga perlu jarak untuk mendinginkan suasana. Saat

wawancara dilakukan Fs telah tinggal selama 4 tahun bersama mertua.

Permasalahan berawal dari suami yang mementingkan bekerja daripada

memberi perhatian pada anaknya. Suasana memanas ketika Fs mengungkapkan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

keluhan mengenai ibunya pada suami yang tidak menerimanya. Fs menyalahkan

keterlibatan ibu mertua mengenai keuangan keluarga. Percekcokan tidak dapat

dihindarkan diantara mereka. Fs merasa kecewa terhadap sikap suami yang mudah

emosi sehingga memulangkan dirinya ke rumah orang tua. Masalah tersebut

menyebabkan ketidakcocokan Fs dengan ibu mertua.

Fs menenangkan diri dengan beribadah dan mengikuti kegiatan

keagamaan, pengajian. Ketenangan dan introspeksi diri yang Fs lakukan

diharapkan dapat menemukan cara mendekati dan merubah mertua menjadi lebih

baik. Relasi rukun diupayakannya menjaga keutuhannya keluarga.

Fs mengartikan budaya Jawa kental tata krama Jawa untuk bertingkah

laku. Tata krama merupakan pedoman bagaimana seharusnya Fs bertindak tanduk.

Fs menyadari menghormati mertua dengan mengalah dalam suasana tegang.

Meskipun sulit menerima mertua karena hal kecil yang dibesarkan, Fs memahami

harus menjaga sikap dan perkataannya untuk menjaga relasi rukun. Menurut Fs,

Relasi rukun tercermin dari kehidupan yang bahagia kebersamaan keluarga

bergotong royong mencegah masalah muncul. Kebersamaan keluarga juga

menunjukkan sisi keluarga yang saling melengkapi dan menerapkan tata krama

menjadikan hubungan keluarga terasa harmonis.

e. Informan 5 (S, Mertua)

S merupakan sosok istri sekaligus ibu mertua berjuang merawat

suaminya yang sakit. Ia memiliki dua anak dan saat ini tinggal bersama anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

keduanya yang telah menikah. Tinggal bersama menantu memberikan

pengalaman baru dalam hidup S. Sejak anak laki-lakinya menikah S sudah

menganggap menantu bagian dalam keluarga. Ia menilai hubungannya dengan

menantu baik, bahkan mengungkapkan menantu sudah dianggap seperti anak

sendiri.

Pengalaman tinggal bersama menantu mendorong S saling pengertian

dan menjaga perasaan satu sama lain. Masalah pun terjadi ketika anak yang

ditinggal kerja oleh menantunya, sebagai mertua harus menjaga cucunya. Akan

tetapi, S merasa senang hatinya dapat berdekatan dengan cucu-cucunya.

Dalam keluarga S mengutamakan kebersamaan dengan bergotong

royong memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga beban terasa ringan. Meskipun

demikian, S merasa kesal karena menantu tidak membantunya mengerjakan

pekerjaan rumah tangga. Dengan kata lain, S hanya memendam kekesalannya. S

mengupayakan sebagai orang tua berusaha menjaga suasana keluarga tetap

tenteram dan damai. Pada sisi lain, S memandang hal utama menyatukan satu

keluarga yang utuh.

Pemahaman S akan nilai budaya Jawa kental rasa kekeluargaan. Tindak

tanduk kekeluargaan ditunjukkan dengan rukun, ramah, dan saling bergotong

royong. Hal ini tidak hanya berlaku dalam hubungan keluarga, namun juga

dengan tetangga sehingga dapat saling srawung satu sama lain. S menyakini

suasana kerukunan dalam keluarga mencerminkan sikap dan perilaku kerukunan

dalam bermasyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Rukun dan harmonis selalu diutamakan S untuk masa depan keluarga

dan keluarga menantunya. S mengungkapkan dirinya masih kuat meringankan

beban menantu dengan harapan menantu dapat membantunya kelak. Hubungan

awal yang baik membuka harapan terhadap menantu untuk merawat dirinya di

masa tua.

f. Informan 6 (Hm, Mertua)

Hm adalah seorang ibu yang tinggal bersama keluarga anak

kandungnya. Suami Hm telah meninggal sejak anak-anaknya masih kecil. Selama

tinggal bersama permasalahan mulai muncul. Perbedaan harapan antara Hm

dengan menantunya menjadi persoalan utama. Hm mengungkapkan menantunya

beribadah di gereja. Semakin lama tinggal bersama Hm merasa menantunya

menunjukkan sikap buruk. Hm menilai menantunya malas mengerjakan pekerjaan

rumah tangga, bahkan semakin jarang mengikuti kegiatan gereja. Hal ini

menimbulkan kekecewaan dalam diri Hm yang selalu memberikan nasihat

padanya.

Hm menerima menantu tinggal bersamanya, namun ia merasa tidak

dihormati menantunya. Ia merasa tidak hargai, dihormati, dan bahkan diremehkan

ketika memberikan nasihat pada menantunya. Hal ini berdampak pada relasi

mereka yang cenderung tidak harmonis. Menantu menunjukkan sikap perlawanan

dengan menjawab perkataannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Hm bersikap dan perilaku yang baik pada menantunya. Hm memiliki

keyakinan pada budaya Jawa yang memberikan petunjuk bagaimana bertindak

tanduk yang selaras. Ia juga mengharapkan menantu dapat bertindak tanduk sesuai

pemahaman dasar nilai budaya Jawa agar menunjukkan kesopanan dan menjalin

relasi rukun pada orang lain.

C. Hasil Penelitian

Data penelitian telah diperoleh dari hasil wawancara, kemudian

ditranskripkan. Berikut penjabaran hasil pengolahan data kualitatif.

1. Informan N (31, Menantu)

Informan N tinggal bersama ibu mertua dikarenakan persoalan keuangan

dan anak. Sebelumnya, Informan N mengontrak justru membuatnya repot.

Informan N menitipkan asuhan anak-anaknya pada ibu mertuanya. Selain itu,

adanya kehangatan kebersamaan keluarga yang dirindukan Informan N. Hal ini

menjadi pertimbangan Informan N untuk tinggal bersama ibu mertua.

Kerepotan sebagai ibu rumah tangga yang bekerja menimbulkan persoalan

lain bagi Informan N. Ibu mertua sering memberikan komentar maupun

melontarkan perkataan yang membuat Informan N sakit hati. Adanya perbedaan

pendapat terhadap dirinya mengurangi interaksi relasi. Perasaan sakit hati dan

kekesalan akibat dari masalah hanya dipendam sebab takut dinilai buruk ibu

mertua. Hal ini dapat menambah ketegangan relasi mereka semakin rumit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Dalam suasana perselisihan, Informan N berusaha membela dirinya di

hadapan mertua. Pengaruh suasana hati mendominasi bagaimana Informan N

tidak mengalah menghadapi perselisihan tersebut. Ia menjawab perkataan ibu

mertua yang ditujukan padanya yang mengakibatkan dirinya merasa tidak aman.

Akan tetapi, Informan N takut apabila ia mendapat penilaian buruk dari ibu

mertua. Hal ini menyadarkan dirinya untuk mengintrospeksi diri bahwa

perilakunya salah. Informan N mendapati penyesalan dalam diri bahwa tidak

mampu mengendalikan emosinya. Bahwasanya perilaku Informan N tidak

menunjukkan kedewasaan sebagai menantu, atau ia menganggap tidak etis mertua

diperlakukan demikian.

Belajar dari pengalaman emosionalnya, Informan N mengupayakan

kesabaran setiap masalah datang. Mertua yang menerima dirinya dan keluarga

tinggal menumpang adalah pengingat bahwa ia berhutang budi. Oleh karena itu,

Informan N memanajemenkan diri sesuai dengan waktu di rumah, sehingga ia

merasa leluasa beraktivitas. Usaha lainnya, ia melakukan pendekatan dengan

lingkungan keluarga dan sosial.

Kesadaran akan pengendalian sikap dan perilaku Informan N sesuaikan

dengan pemahaman etika dalam nilai budaya Jawa. Salah satunya ia tunjukkan

dengan menunjukkan hormat pada mertua. Ketika suasana perselisihan terjadi

Informan N mengendalikan dirinya untuk tidak mendominasi perdebatan. Oleh

karena itu, ia mengalah sebagai upaya meminimalisir konflik-konflik terjadi. Ia

juga meyakini sebagai orang Jawa seharusnya menampilkan diri menjaga relasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

antar individu lain terjalin rukun. Pentingnya bersikap tidak melupakan pedoman

dasar budaya.

Peran budaya mengingatkan Informan N menyelaraskan sikap dan perilaku

dengan dua nilai Jawa. Informan N mengartikan rukun sebagai karakter yang

melekat dalam pribadi orang Jawa. Penjagaan hati dari pertengkaran supaya tidak

menyakiti dan tersakiti. Nilai lain yang menjadi fokus karakter orang Jawa adalah

hormat. Bagi Informan N menghormati juga berlaku patuh dan menghargai orang

lain seperti dalam situasi perbedaan pendapat. Penyelarasan terhadap dua nilai

tersebut, membuka matanya bahwa ada tanggung jawab sebagai menantu untuk

menjaga nama baik keluarga di hadapan masyarakat. Kendali diri akan sikap dan

perilaku dan menyesuaikan dengan prinsip budaya membantu Informan N

menjalin interaksi intim dengan mertua. Dengan kata lain, membuka diri

kehadiran mertua dalam rumah tangga mewujudkan keharmonisan yang

diharapkan. Perasaan bersyukur diterima mertua dan melakukan kegiatan bersama

merupakan bentuk penerimaan keadaan yang baik.

2. Informan Wf (30, Menantu)

Informan Wf sebagai menantu memulai membangun rumah tangga tidak

mudah dijalani. Perekonomian rumah tangganya yang belum matang, artinya

pendapatan dan pekerjaan suami saat itu belum mencukupi tinggal mandiri. Oleh

karena itu, Informan Wf dan suami tinggal bersama mertua untuk tempat tinggal

keluarganya. Meskipun demikian, ia tetap memiliki keinginan untuk hidup


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

mandiri. Tinggal berbeda atap dari ibu mertua agar keluarga kecilnya belajar

membangun rumah tangga bersama.

Bagi Informan Wf tinggal bersama mertua dianggap menimbulkan tekanan.

Suasana rumah yang tidak membuat nyaman disebabkan perkara perbedaan

pendapat antara Informan Wf dan mertua. Apa yang diinginkan mertua tidak

sesuai keinginan Informan Wf, sehingga mertua memaksakannya. Seperti

menuntut untuk mengikuti kegiatan keagamaan, komentar mengenai perannya

sebagai ibu rumah tangga dan cara pengasuhan anak. Hal ini mengakibatkan

seringnya Informan Wf mendapat teguran dan komentar negatif dari ibu mertua.

Timbulnya perasaan tersinggung mengakibatkan Informan Wf menunjukkan sikap

penolakan terhadap tuntutan tersebut. Ia mengaku malas untuk menuruti

keinginan ibu mertua.

Menurut Informan Wf memiliki cara untuk menghadapi konflik dengan ibu

mertua. Hal penting dalam suasana pertengkaran adalah membela diri, ia

menganggap bodoh apabila tidak melakukannya. Oleh karena itu, ia berani

menjawab perkataan mertua mengungkapkan ketidaksetujuan dan membantah

yang menurutnya tidak benar. Di sisi lain, ia juga mengkhawatirkan penilaian

mertua yang ditujukan padanya. Informan Wf juga mengupayakan perselisihan

tidak berdampak lama, sehingga dengan sabar dan diam menjadi efektif saat

terjadi konflik. Diam menampilkan diri Informan Wf yang tidak nyaman terlibat

perdebatan panjang. Hal tersebut merupakan caranya mengendalikan emosi tidak

terpancing marah yang justru mengakibatkan sakit hati.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

Kesadaran pentingnya menantu mengendalikan dirinya membuka diri

mengenai pandangan masyarakat. Yakni perlunya menjaga nama baik keluarga

sebagai menantu yang dilihat dari relasi dalam keluarga. Informan Wf

mempercayai bahwa relasi dengan masyarakat merupakan cerminan dari relasi

dalam keluarga. Pandangan Informan Wf orang Jawa menjunjung adatnya yakni

saling menghormati dan menjaga kerukunan. Baginya, rukun menciptakan

suasana ayem tenteram yang menyamankan dirinya. Sedangkan hormat erat

kaitannya dengan tata krama seperti sopan dalam berbicara atau tidak

menyinggung hati. Apa yang ia pahami dari budaya Jawa berusaha

dilaksanakannya, bahwa kerukunan dapat terwujud dengan menghormati mertua.

Seperti ketika ia dihadapkan perdebatan dengan ibu mertua, mengalah menjadi

cara terbaik untuk dilakukan sebagai wujud menghormati mertua. Hal ini supaya

tidak menimbulkan masalah lain yang bisa dicegah sehingga relasi dapat

mencapai kerukunan.

Keterbukaan terhadap perbedaan dengan mengalah mengajarkan Informan

Wf untuk lebih membesarkan hati menerima keadaan keluarganya bersama

mertua. Hal tersebut juga didorong keikhlasan hati dan mensyukuri setiap keadaan

yang terjadi dalam relasinya dengan mertua. Informan Wf juga mengupayakan

interaksi dekat seperti melakukan aktivitas dan berkumpul di tengah keluarga.

Sebab, Informan Wf menganggap keluarga menjadi zona nyaman untuk memberi

dan mendapat kasih sayang dari orang terkasihnya. Selain itu, keutuhan keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

menjadi prioritas Informan Wf menjaga relasi dan interaksi intim dengan ibu

mertua mewujudkan makna harmonis dalam keluarganya.

3. Informan Sr (27, Menantu)

Informan Sr menggambarkan perasaan greget selama tinggal bersama ibu

mertua. Salah satu alasannya adalah perbedaan pendapat yang selalu terjadi

diantara mereka. Persoalan pengasuhan anak dan urusan rumah tangga sering

diperdebatkan, sehingga menimbulkan cekcok. Kehadiran ibu mertua dalam

rumah tangganya dianggap membatasi gerak Informan Sr untuk melakukan hal

dengan leluasa. Pertimbangan Informan Sr dan suami memutuskan untuk

mengajak mertua tinggal bersama, sebab suami adalah anak tunggalnya. Adanya

ketakutan akan koreksi ibu mertua yang menilai salah sehingga memaksakan

caranya kepada Informan Sr.

Ketegangan hubungan dengan ibu mertua memunculkan berbagai respon

oleh Informan Sr. Bagaimana Informan Sr bersikap menghadapi masalah

terpengaruh oleh suasana hati. Apabila suasana hati buruk memunculkan perilaku

menjawab perkataan ibu mertua. Pada sisi lain Informan Sr menyadari harapan

menjauhkan relasi mereka dari percekcokan. Harapan tersebut teringat akan

penampilan perilaku anak yang seharusnya ditunjukkan pada orang tua, bahwa

tidak etis menantu menjawab perkataan ibu mertua. Oleh karena itu, Informan Sr

mengendalikan dirinya dengan bersikap diam, tidak membantah mertua. Ia

berusaha ikhlas dan sabar menyikapi perdebatan pendapat yang saling


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

mendominasi. Selain itu, Informan Sr mengakali perdebatan dengan memberikan

saran agar mertua menampungnya.

Ia menyadari dirinya sebagai orang Jawa dituntut mampu beretika terhadap

berbagai hal dalam kehidupan. Tuntutan ini juga berkaitan dengan pengutamaan

keseimbangan, keselarasan, dan kesopanan di interaksi keseharian masyarakat

Jawa. Kekhasan orang Jawa terletak pada kesopanan, kesederhanaan, dan nrimo.

Pandangan Informan Sr mengenai rukun dikaitkan dengan saling mengingatkan

dalam hubungan supaya terjalin harmonis. Ia juga mendefiniskan hormat sebagai

tata krama pada orang lain yang saling menghormati. Informan Sr juga menyadari

sebagai masyarakat Jawa menjalin hubungan harmonis dan rukun juga diartikan

menjaga kedamaian. Keharmonisan hubungan mertua dan keluarga berusaha

Informan Sr capai melalui sikapnya bertindak tanduk dengan tepat.

Bagi Informan Sr nilai hormat dan rukun memberikan pengaruh pada

dirinya untuk memperbaiki hubungan. Ia mengutamakan interaksi hubungan

dengan ibu mertua semakin intim. Sikap menghormati merupakan caranya

membalas kebaikan ibu mertua. Hubungan harus terjaga silahturahmi dan saling

menerima keadaan orang lain agar terhindar dari hal yang tidak mengenakan hati.

Informan Sr memfokuskan pada kekompakkan hubungan keluarga, terutama

dengan ibu mertua. Selama tinggal bersama memberikan dampak positif bagi

hidupnya. Perekonomian keluarga meningkat dengan usaha konveksi yang

diajarkan ibu mertua. Penyesuaian diri akan kehadiran ibu mertua yang tinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

serumah mengubah pandangannya. Selain itu, Informan Sr beruntung kehadiran

anak membantu interaksi dengan mertua mementingkan komunikasi yang jelas.

4. Informan Fs (28, Menantu)

Pengalaman Informan Fs tinggal bersama ibu mertua mengalami berbagai

konflik. Informan Fs tinggal di rumah ibu mertuanya dikarenakan keterbatasan

ekonomi dan alasan suami adalah anak tunggal. Ia mengalami perbedaan pendapat

sejak awal pernikahan dengan ibu mertuanya. Adanya ketakutan ibu mertua

menguasai urusan rumah tangganya bersama suami. Seperti persoalan cara

pengasuhan anak oleh ibu mertua yang tidak sesuai harapannya. Informan Fs

mengutamakan perkembangan anak tumbuh sesuai didikannya sebagai ibu.

Perbedaan ini mengakibatkan konflik dalam hubungan mereka. Namun, Informan

Fs tidak menyampaikan keluhan langsung pada ibu mertua melainkan kepada

suaminya.

Dalam interaksi dengan mertua, Informan Fs menunjukkan keraguan.

Hubungan harmonis antara menantu-mertua sulit terbangun karena minimnya

kepercayaan. Persoalan keuangan menyebabkan ibu mertua berbohong pada

Informan Fs dan suami. Hal ini mengakibatkan pertengkaran dengan suami

bahkan ia berkeinginan untuk berpisah dan membawa anaknya. Oleh karena

kejadian ini, tidak mudah bagi Informan Fs kembali mempercayai ibu mertuanya.

Diam adalah satu-satunya cara Informan Fs menghadapi mertua. Masalah

tidak akan selesai jika saling menunjukkan keegoisan masing-masing. Setiap kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

konflik muncul, ia introspeksi diri untuk menenangkan diri. Kegiatan keagamaan

seperti pengajian dan mencari tausiah menenangkan dirinya untuk lebih baik

dalam bersikap menghadapi masalah. Informan Fs menyakini pengajian menjadi

jalan membuka hati menerima ibu mertua.

Meskipun Informan Fs menjunjung agama sebagai sarana introspeksi diri, ia

juga mengutamakan nilai budaya Jawa sebagai arah sikap dan perilakunya.

Informan Fs sebagai orang Jawa tata krama merupakan poin utama dalam

berbahasa sangat mencerminkan diri Jawa. Pandangan Informan Fs untuk

mencapai rukun yang diartikannya bahagia dalam kebersamaan perlu

menyeimbangkan dengan berlaku sesuai tata krama budaya Jawa, yakni hormat.

Informan Fs memaknai kedua nilai Jawa sebagai pedoman memperbaiki diri demi

membangun hubungan harmonis dan menjaga kedamaian.

Menantu yang membangun hubungan dengan ibu mertua membutuhkan

kesiapan diri. Konflik terjadi menguji bagaimana Informan Fs menyikapinya

adalah dengan menjaga hati dan sikap supaya tidak menimbulkan masalah lain.

Sikap mengalah untuk menyakinkan dirinya bentuk menghormati ibu mertuanya

sebagai orang tua sendiri. Dengan kata lain, perdebatan pendapat dapat ditengahi

agar tidak menimbulkan masalah lain dengan mengalah.

Dalam pengalaman dinamika Informan Fs, nilai yang mewujudkan

introspeksi diri membantunya mampu menerima keadaan. Informan Fs percaya

membuka dan mengakrabkan diri dapat mewujudkan kerukunan dalam hubungan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

mereka. Dukungan keluarga bersama-sama dapat mencapai harapan Informan Fs

untuk hidup bahagia.

5. Informan S (59, Mertua)

Informan S merasa bahagia tinggal bersama menantu, sehingga ia dekat

dengan cucunya. Meskipun demikian, Informan S mengungkapkan kekesalan

terhadap menantu yang tidak membantu dirinya mengerjakan pekerjaan rumah

tangga. Hal ini memunculkan anggapan bertambah tanggungan dalam keluarga

sehingga bertambah pula bebannya sebagai ibu mertua. Di sisi lain, Informan S

juga merasakan keringanan beban pekerjaan rumah tangga karena dibantu

menantu.

Informan S menyadari ketebatasan ekonomi membawa menantunya tinggal

bersamanya. Ia merasa khawatir sebab keterbatasan ekonomi di keluarganya juga

berakibat menantunya terbebani. Bahkan keluarga menantunya belum mampu

tinggal mandiri. Meskipun demikian, Informan S mengupayakan pemenuhan

kebutuhan keluarga bersama. Hal ini dikarenakan, anggapan Informan S sebagai

orang tua wajib membantu anak-anaknya dalam kesulitan. Oleh karena itu,

Informan S sebagai mertua dapat kesempatan menjalin hubungan baik dengan

menantu karena kedekatan.

Kesempatan tersebut Informan S manfaatkan untuk memelihara

kekompakkan hubungannya dengan menantu. Kekompakkan diwujudkan dari

Informan S yang menjaga sikapnya dan menahan dirinya sebagai bentuk toleransi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

pada menantu. Di samping itu, kekompakkan dapat diwujudkan dari mertua dan

menantu bersama-sama menjaga keluarga saling melengkapi kekurangan. Dalam

masalah ekonomi maupun masalah lain dapat diselesaikan dengan

mengkomunikasikan bersama. Informan S mengungkapan kesederhanaan

keluarganya memicu semakin kompak dalam menanggung kekurangan secara

bersama-sama.

Berlandaskan keyakinan nilai budaya Jawa yang dipahaminya, Informan S

menggambarkan keluarga Jawa erat kaitannya dengan gotong royong. Hal ini

dibangun dengan sikap hormat dan rukun dalam keluarga. Hormat diartikan

menjaga perasaan, sedangkan rukun secara bersama-sama menghadapi kesulitan.

Saling pengertian satu sama lain juga membawa suasana harmonis dalam

keluarga. Pemahaman dasar ini membuka komunikasi pada dua keluarga sehingga

kebersamaan dan kekompakkan dapat terwujudkan.

Informan S menyakini penerapan nilai Jawa dalam kehidupan keluarga

dapat terjalin rukun. Keluarga yang rukun menampilkan ketenteraman dalam

masyarakat sosial. Bagi Informan S, keluarga yang rukun diharapkan dapat

bergotong-royong menjaga rumah tangga. Selain itu, sebagai orang tua juga

berharap kelak menantu membantu dirinya saat masa tua tiba.

6. Informan Hm (63, Mertua)

Tinggal bersama menantu mendorong Informan Hm sebagai orang tua

memberikan saran atau nasihat. Bagi Informan Hm nasihat yang diberikan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

membangun rumah tangga menantu menjadi lebih baik. Informan Hm

menginginkan menantu memiliki keaktifan kegiatan gereja. Menantu merasa tidak

cocok dengan saran Informan Hm, seringkali meresponnya dengan membantah

bahkan nampak meremehkan. Hal ini mengundang kekesalan Informan Hm

sebagai orang tua yang tidak diperhatikan dan disepelekan. Informan Hm merasa

kecewa sikap menantu yang tinggal bersamanya menunjukkan sikap tidak

menghargai dan menghormati dirinya. Perasaan kesal tersebut ia luapkan pada

anak laki-lakinya, berharap suami menantu dapat menasihati sebagai orang

terdekatnya.

Menurut Informan Hm, menantu secara terbuka menunjukkan

ketidakcocokan melalui sikapnya. Informan Hm menilai peran istri memanajemen

rumah tangga tidak menunjukkan kedewasaan bahkan dinilai seperti anak kecil.

Sikap menantu yang meremehkan nasihat Informan Hm menimbulkan perasaan

sakit hati. Bahkan, Informan Hm membandingkan pengalaman dirinya sebagai

menantu dengan menantunya saat ini. Informan Hm merasa kecewa dengan

perilaku menantunya. Oleh karena itu, Informan Hm berpandangan negatif

mengenai sikap malas menantu yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Informan Hm menilai hubungannya dengan menantu tidak harmonis, meskipun

demikian dirinya tetap memperlakukan menantu dengan baik seperti anak sendiri.

Di samping itu, Informan Hm berpandangan seharusnya menantu dapat

memposisikan diri sebagai anak dan menganggap Informan Hm seperti orang tua

sendiri. Dengan kata lain, tidak ada jarak dalam hubungan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Informan Hm menghadapi permasalahan dengan mengimbangi sikap baik

terhadap menantu. Meskipun menantu menunjukkan sikap yang menyakiti

hatinya, Informan Hm mengupayakan untuk menjaga hati menantu. Sikap

menantu yang berlawanan dengan nilai dirinya diabaikannya, namun tetap

menjaga komunikasi. Informan Hm juga membatasi dirinya tidak terlibat jauh

dalam urusan rumah tangga menantunya. Informan Hm mengendalikan dirinya

agar terhindar percekcokan dalam keluarga. Selain itu, adanya keinginan

terjaganya harmonis dalam keluarga.

Pengendalian diri Informan Hm menyesuaikan dengan nilai-nilai Jawa yang

ia pahami. Informan Hm mengutamakan tindak tanduk yang selaras dengan nilai

Jawa yang ditunjukkan dalam bertutur kata. Penampilan ini menunjukkan sikap

menghormati pada orang lain. Demikian yang Informan Hm harapkan pada

menantu agar selalu menjunjung kehormatan pada orang tua. Sikap menghormati

membawa diri mampu mengkomunikasikan masalah dengan baik sehingga

suasana tegang pun dapat kembali rukun. Hal ini dapat mewujudkan

keharmonisan itu dalam hubungan menantu dan Informan Hm.

Pemahaman akan nilai Jawa tersebut, diharapkan menantu mampu bersikap

dan berperilaku menghormati Informan Hm. Adanya kesadaran memperlakukan

Informan Hm seperti orang tua sendiri. Selain itu, dapat mengubah perilakunya

menjadi sosok istri yang sesuai perannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

D. Analisis Data

Tahap analisis selanjutnya dilakukan pemetaan dari tema berupa skema

bagaimana tema-tema saling berkaitan. Tema yang muncul telah merefleksikan

pertanyaan penelitian ini yaitu bagaimana dinamika relasi menantu dengan

mertua yang tinggal bersama. Melalui tahapan ini, peneliti mendapati uraian lebih

rinci pandangan terkait relasi mertua.

1. Kekurangan ekonomi hidup mandiri

Beberapa alasan menantu membangun rumah tangga di tengah kehadiran

sosok mertua. Pertama, faktor ekonomi dipandang sebagai faktor utama pasangan

setelah menikah untuk hidup mandiri. Kekuatan ekonomi pasangan menentukan

kehidupan selanjutnya setelah pernikahan terjadi. Pasangan yang telah menikah

menginginkan tinggal mandiri sebagai pendewasaan rumah tangga. Akan tetapi,

menantu terdesak ekonomi untuk tinggal bersama ibu mertua.

Menantu mendominasi ungkapan akan keluhan terkait pendapatan keluarga.

Pendapatan yang kecil menyulitkan memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Pekerjaan yang belum menetap sehingga pendapatan yang dihasilkan tidak

mencukupi. Hal ini terjadi dalam pengalaman menantu N, Wf, dan Fs yang

menyinggung perekonomian keluarganya.

“Sebenere ya gak ini wong siapapun yang berumah tangga


pasti ingin udah punya rumah sendiri ini masalahe ekonomi
belum punya rumah sendiri yo bertahan aja gitu aja aku
karena apa gitu gak ya itu karena belum punya itu tadi” (N,
231-235)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

“...saya disini kan gak kerja karena hamil kan kemarin kan
pendapatan hanya dari suami saya sedangkan suami saya
dulu kerja di rumah sakit aja magang kan gajinya kecil
mbak otomatis dia gak bisa memenuhi kebutuhan uangnya
dari mana dia kalo buat kontrakan buat makan kalo bisa
memenuhi kebutuhan saya juga tau kalo suami saya itu kalo
kita hidup sendiri mandiri dia belum bisa, kebutuhan sendiri
belum bisa lha dia kan masih honorer kalo kemarin kan saya
kerja jadi kita saling menopang saling membantu suami istri
bahkan gaji saya lebih besar dari suami saya kemarin
kemarin itu lho jadi kita bisa ekonominya bisa cukup kayak
gitu lho mbak bisa nabung tapi kalo kalo kerja sendiri pada
saat ini kalo buat rumah ngontrak itu ya bisa jadi ya mau
gimana lagi ya terpaksa ikut mertua..” (Wf, 395-409 &411-
412)

“...tinggal dimana gak punya rumah i maksude kan ekonomi


ya belum mencukupi buat apa buat nyewa maksude ndiriin
rumah..” (Fs, 167-169)

Menantu yang mengeluhkan finansial merupakan pertimbangan alasan

mereka tinggal bersama ibu mertua. adapun efek negatif dan negatif yang diterima

dalam interaksi kedekatan mereka. Menantu mendapat dukungan bantuan

persoalan urusan rumah tangga. pada sisi lain, tidak mendapat ruang privasi untuk

keluarganya. Ibu mertua mendorong mendominasi dan mengendalikan lebih

dalam keluarganya. Seperti Menantu Fs mengungkapkan hal tersebut.

“pas itu masak kan masih sama sama sama mertua lha itu
saya tu pengennya tu masak sendiri jadi apa ya pengennya
di sekat gitu lho. Disekat antara ini sama ini gimana ya
butuh saya cuma kamar tidur tempat masak yaudah itu aja
kalo itu kamar masih sama jadi kan ada waktu buat
keluarga bertiga itu. setelah itu saya pulang saya motor
sendiri numpak sendiri ee apa ya udah beberapa bulan
berjalan biasa gitu lah “ (Fs, 97-104)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Menantu membandingkan perilaku ibu mertua dengan ibu kandung,

berusaha memanajemenkan diri sesuai peran, dan mengikuti aturan di keluarga

suami. Masing-masing menantu mengutarakan niat baik untuk memasuki keluarga

barunya, dengan menyesuaikan diri.

“Mmm apa adanya gak dibuat-buat..ya menghargai


menghormati wayahe apa yo..wayahe kerja ya kerja
wayahe nyantaiyo nyantai” (N, 476-478)

“Gini lho kalo sama ibu sendiri kan biasa ngoko gitu lho
kan gak papa kan kalo sama mertua kan lha harus
bicaranya halus seperti itu karna ya soalnya beda. Kalo ibu
sendiri bicara blak-blakan gini-gini gak akan marah
soalnya udah tau anaknya sifatnya kayak gini kalo mertua
belum tentu.” (WF, 39-44)

Alasan kedua adalah anak. Kenyamanan anak merupakan prioritas menantu

yang kerepotan mengurus rumah tangga. Peran baru sebagai ibu sekaligus istri

yang bekerja menyulitkan menantu membagi waktu. Oleh karena itu, harapan

tinggal bersama mertua dapat meringankan pekerjaan rumah tangganya. Meskipun

demikian, menantu merasa pakewuh dan tidak leluasa. Seperti menantu N berikut

ini.

“tapi sayangnya Azam gak mau tinggal di perumahan gak


ada temenne biasane disini di lapangan main main disitu
gak ada temene terus Balik lagi kesini.” (N, 72-75)
“Enake gini dulu kan udah pernah kontrak itu kayake sepi
biasane guyon-guyon rame sama sini cerita enak kalo kalo
kontrak kan sepi kalo bapake kerja saya di rumah sama
Azam cuma berdua gak enak juga kangen kebersamaan
sama mertua..wes itu enaknya kangennya, gak enaknya
tadi og ya. Kangen kebersamaan, enaknya tadi bebas,
bebas tadi.gak enaknya ya kangen kebersamaan itu tadi,
guyon-guyon yo itu” (N, 104-111)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

“ya ada baiknya sih kalo sama mertua orang tua tu ada
baiknya pas kita mau apa gimana ya pergi kemana dia
bilang tu ada yang jaga jadi ya itulah baiknya ada masih
ada” (FS, 161-164)

2. Ketegangan pendapat

Kedekatan jarak menantu dan mertua menimbulkan ketegangan. Relasi baru

terganggu oleh karena berbagai persoalan. Menantu membicarakan mengenai

relasi yang terbangun negatif. Ketegangan terjadi didominasi perbedaan pendapat

soal pengasuhan anak perkataan ibu mertua yang cenderung menyakiti. Seperti

yang diungkapkan oleh menantu N dan Wf.

“Kadang beda prinsip, duwur basane. Contoh kecil wae


contoh kecil. Kebiasaan saya pas kecil pas magrib tivi
dimatiin terus semua ngaji nek disini gak ibu nyetel tivi,
saya ngajak anak saya ngaji padahal tivinya nyala lha
itu..itu” (N, 209-213)

“Pernah. Dulu ya dulu tu anak kecil, dulu kan masih sama


adiknya suami, adiknya suami masih tinggal disini lha kok
bicara apa bicara apa kok lama-lama bicara “oo gagas
Diaz marake stress”ngoten niku bilang gitu. Lha saya
ngopo ee kenapa kok anak kecil bisa buat orang tua stress
kayak gitu” (Wf, 474-479)

“Kekhawatiran ada sih kekhawatiran saya dulu lho ya dulu


sebelum anu kadang kan mertua itu suka mengoreksi cara
mengasuh anak terus kadang kan mertua memaksa
menggunakan caranya yang belum tentu saya setuju
dengan dengan semua itu” (Sr, 160-164)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Ada upaya keterlibatan ibu mertua dalam rumah tangga menantu yang

dianggap sebagai tekanan. Ibu mertua dianggap sebagai figur pengendali rumah

tangga menantu. Dominasi ibu mertua ditunjukkan dengan pengawasan berlebih

terhadap peran menantu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.

“...saya gak suka ya mbak kalo PA itu saya gak suka saya
pengene mertua itu diam kalo gak mau mengerjakan
yaudah gak usah dikerjakan udah suruh diem aja jadi
suasana tenang gak usah ngeloke kayak gini kayak gini
saya itu” (Wf, 829-833)
“Pakewuh ya ada yang mengawasi seperti itu ya seperti
itu gak bisa santai ya bisa kalo kita itu udah kalo kita udah
selesai pekerjaan kalo belum kan ada rasa pakewuh ada
rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan seperti itu”
(Wf, 1348-1352)

“Kalo ikut campur dalam hal dalam urusan bersama gak


papa tapi kalo urusan pribadi saya sama suami ya jangan.”
(FS, 198-200)

Kekhawatiran, kekecewaan, ketakutan, ketidaknyamanan, dan keraguan

adalah perasaan yang menggambarkan menantu saat masalah terjadi. Hal tersebut

berdampak penilaian negatif dan keraguan untuk membangun kembali relasi.

“ya itu dadine ki aku curiga, saya jadi curigaan mertuaku


kok koyo ngene yo karo wong tuwo kok ngene jadi gak
seneng gitu lho nandange kayak udah gak percaya sama
orang. Gimana to mbak kalo udah gak peracya sama orang
sampai sekarang mbak. Kadang ngene mbak dia ngomong
sama tetangga saya gini tapi ngomong sama saya beda, lha
itu lho beda. Ini orang tua saya sendiri ini tetangga saya
mau percaya yang mana.Orang tua saya yo sok ngapusi tu
lho mbak gitu.beda jadi saya gak percaya gitu ya Cuma ya
bolehlah satu dua boleh dipercayai tapi kalo percaya 100%
gak bisa i mbak kayak gitu tapi yo gitu.” (Fs, 246-257)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Menantu merasakan tekanan. Oleh karena ibu mertua selama tinggal

berdekatan. Interaksi mereka bergerak dan menjauhkan satu sama lain. Krisis

ketegangan mengakibatkan konsekuensi jangka panjangnya terhadap hubungan

yang sulit harmonis.

“Konfliknya tu gak begitu terus terusan gitu lho mungkin


saya pribadi biar agak adem antara mungkin karena
mungkin sapa tau jauh malah nanti bisa lebih baik gitu lho
nek menurut saya. pasti ya kalo pas datang kesini pasti ada
aja itu masalahnya gitu” (Fs, 61-65)

3. Sangahan perkataan mertua

Dalam suasana perselisihan, menantu menunjukkan respon perlawanan

terhadap mertua. Perkataan mertua memengaruhi munculnya rasa sakit dan

suasana hati bagaimana menantu bersikap. Menantu N, Wf, dan Sr adalah

Informan yang menjawab menjawab perkataan ketika mereka tersudutkan. Hal ini

menantu menganggap perlawanan sekaligus pembelaan diri.

“...terus agak keras saya sepele lah sepele mungkin gak


pas gak ngepasan tapi kalo pas rileks hatinya enak gitu ya
“oya bu” gitu aja.”(N, 91-93)

“Nah bilangnya kayak gitu ya saya berani membantah no


“bu kasar sama keras niku benten” saya ya bilang gitu,
beda kasar sama keras.” (Wf, 506-508)
“...kita berani karena kita tanggung jawabnya lebih ya kita
itu masih diawasi, kalo gak kalo rumah sendiri kan gak
ada yang ngawasi perbuatan kita”(Wf, 1315-1317)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

“...kadang kalo suasana hati sedang suasana hati lagi gak


mood gregetan gitu ya kadang ya njawab juga.” (Sr, 215-
217)

Perilaku menjawab menantu merupakan bentuk evaluasi perkataan mertua.

Menantu merasa terganggu akibat perkataan ibu mertua. Pada sisi lain, secara

lebih tegas dan jelas menunjukkan ketidakcocokan pada ibu mertua. Hal ini

menampakkan pengendalian diri menantu menghadapi kenyamanannya. Menantu

mengharapkan pengungkapan dapat melegakan hati, meskipun menunjukkan

keegoisan dihadapan mertua.

“Kalo orang lebih banyak yang ndableg serasa gak


berat ooiya..kalo gak ndableg pasti berat kalo
ndableg ringan mau kemana aja ringan itu gak
ndableg gak dimasukin ke hati itu enak itu orang kan
aada yang seperti itu ada orang yang hatinya kecil
sedikit sedikit gak enak hati pulang ke rumah ibunya
nangis terus curhat sharing gini-gini bikin orang tua
sana ikut mikir nah itu kan dikatakan jadi menantu
ya berat. Kalo yang ndableg itu ya dah bleh bleh
orang yang dikatakan gak digagas orang ya gak tau
yang ndableg itu yang baik apa gak kan yang tau
orang itu sendiri. ya kalo ndableg menurut saya ya
kurang gawe kalo dikatain dimasukin hati.” (Wf,
1333-1345)

“...moodnya kadang kan kalo gregeten kan mau


ngomong kan kalo dipendem malah jadi gak enak
mending dijawab aja langsung gitu...” (Sr, 222-224)

Menantu perlu membentengi diri dari perkataan mertua mengenai dirinya.

Meskipun demikian, menantu merasa khawatir dan takut mendapat penilaian

buruk dari mertua terkait perilakunya yang tidak etis dan salah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

4. Diam terhadap mertua

Menantu merespon lain perselisihan dengan diam. Menantu Wf, Sr, dan Fs

mengartikan diam untuk mengendalikan diri agar tidak memperpanjang

perselisihan. Upaya menantu menghindari ketegangan tidak mengganggu interaksi

dengan ibu mertua yang terjadi. menurut menantu bersikap diam merupakan hal

tepat daripada memaksakan keegoisan dan dominasi masing-masing atau tidak

ada yang mengalah.

“Masih banyak sabar dan diam. Saya tu lebih banyak sabar


dan diam mbak.” (Wf, 53-54)

“Diam saja. Diam saja.” (Sr, 209)


“...beda pendapat ya beda pendapat saya pengen ini ibu
gak gak sependapat sama saya otomatis daripada saya
menjawab mending saya diam” (Sr, 213-215)

“Yang penting itu gak tau nanti apa yang pasti sekarang
kadang udah di gak usah dipikirkan kesana lagi gitu ya
cuma gitu aja biar, cuma diam aja gitu usah kayak di
omongkan atau dipikirkan yaudah biar aja” (Fs, 139-143)
“Gak mungkin kita kalo anak kecil sama orang yang lebih
tua kayaknya kan gak bebas ya paling diam aja gitu aja,
menyikapinya diem aja” (Fs, 276-278)

Menantu dituntut mengendalikan diri dalam setiap situasi di keluarga.

Pengendalian diri dilakukan dengan diam dan sabar. Tujuannya adalah kepedulian

dan menjaga perasaan mertua serta menjaga interaksi keluarga. Menantu tidak

menginginkan timbul kerugian akibat masalah lain muncul.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

“gimana yo digaweyo ngalah yo sabar wong yo rung


isonggawe omah dewe ngoten. Saling membantu saling..”
(N, 100-102)
“Nek belum bisa yo tadi sabar, nrimo, njogo.. njogo ati,
sikap kadang nek rakuat kadang yo ngomong banter” (N,
176-178)

“...saya gak suka yang kayak gimana-gimana saya lebih


banyak diam tapi diam saya kan gatau apa-apa saya itu tau
cuma saya itu ya daripada mertua saya bilang apa bilang
apa sama mertua gak gak sesuai dengan hatinya juga gak
baik saya banyak diam terus kalo dia bilang apa ya
dijawab ya bu cuma gitu aja. Dia paling ya udah lega to
dia bilang kayak gitu karena kalo orang berani kalo bicara
takutnya menyinggung hatinya terus sekarang tu saya
lebih banyak diam...” (Wf, 888-894)
“kalo saya ya kan orang sini orang tua kan jadi satu kan
mbak ya saya tu eman-eman lah kayak gitu sabarlah dan
eman-eman soalnya saya juga berpikir saya saya juga tua”
(Wf, 174-177)

“ya pasti ada sesuatu satu dua kali tapi kan kita sebagai
anak ya sebagai anak harus pinter pinter menyikapi. Kalo
kita buat dipikir ya kita sendiri yang rugi makanya kita
harus sabar ikhlas” (Sr, 49-53)

Kepekaan menantu selalu dituntut dalam situasi apapun untuk mengontrol

emosi tanpa mendominasi. Ibu mertua telah menjadi orang tua bagi menantu,

sudah seharusnya menantu menjadi anak yang patuh dan ikut menjaga

keharmonisan relasi keluarga. Hal ini menjadi awal yang baik bagi menantu

perempuan membuka diri untuk mendekat dan mengutamakan dinamika


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

kebersamaan. Menantu mewujudkan interaksi terbuka sebagai kebutuhan dalam

relasi mereka.

5. Introspeksi diri

Menantu menyadari batasan bersikap dan perilaku terhadap mertua. Hal ini

ditunjukkan dengan bagaimana respon menantu cenderung membentak.

Introspeksi diri dilakukan menantu untuk menilik kepantasan bersikap dan

perilaku. Anak menantu menjaga sikap merupakan kewajiban yang tinggal di

rumah mertua, terutama bagi Menantu N dan Wf. Idealnya, mertua dihormati

seperti orang tua sendiri.

“Sini yo suka dukane banyak gak seperti rumah


sendiri, sama wong tuwo yo kudu jaga sikap, kadang
masalah apa, kecil sih tapi sah rene bukan rumah
sendiri kayake masuk dalam hati gitu” (N, 75-78)
“Jaga sikap ee misale dulu ceplas ceplos ee mungkin
ibu mungkin mertua lagi gak mood lagi mungkin ada
masalah, gak gak srek sama omongan kita malah
berabe.” (N, 525-527)

“Kalo dulu kan belum menikah belum ikut mertua


kan masih sembarangan bicara tu lho bicara masih
ceplas-ceplos, sekarang kan bicara harus sopan
karena kan disini saya kan disini kalo saya kalo saya
gak baik kan orang-orang bilang “anak sopo?” Nah
keluarga sana juga dapet nanti jelek wah mungkin
“mantune sopo to” lho kayak gitu lho kalo kita
masih muda kita masih bebas bicara pa bicara apa
terserah. Kalo sekarang ya mbak kalo sekarang udah
punya mertua harus menjaga nama baik mertua sama
keluarga ngarepnya ya lebih baik ya walaupun
sudah jadi menantu itu ya seperti itu bagaimana
tanggung Jawab ya ngerti, saling bantu membantu
saling menghargai” (Wf, 328-340)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Berbeda dengan dua menantu lain, Menantu Fs memaknai intropeksi untuk

menenangkan diri. Kegiatan keagamaan yang diikuti menyiapkan diri untuk

menengahi konflik secara lebih dewasa. Selain harapan tersebut, menantu Fs

dapat membuka hati menerima ibu mertua.

“Tapi ya bolak balik. Intropeksi diri saja


saya.sempet mau apa mau pisah itu lho” (Fs, 67-68)
“Yo mungkin nek saya pribadi yo mungkin karena
apa yo menenangkan diri di luar nek saya pengajian
opo itu sebenere kan kalo dapatnya itu anu
sebenernya orang tua yang sebenernya yang angel di
atur itu malah Tuhan amal kita gitu terus saya
berpikir oiya ya gitu jadi saya bisa merubah ibu saya
lebih baik gitu. nek saya lho dengan pengajian
seperti itu gimana saya mendekati ibu saya biar lebih
baik lagi gitulah” (Fs, 264-271)

Konflik memberikan pembelajaran pada menantu bahwa lebih dewasa

menengahinya. Inti dari penengahan konflik terletak pada kesadaran beretika,

bukan persoalan menang atau kalah. Menantu mengupayakan kesabaran dan

melakukan renungan atau intropeksi diri terhadap sikap dan perilakunya pada ibu

mertua.

“yo susah bapake kerjone neng kene aku muleh neng


kono berpisahe yo saling merenung kulo mikirke
piye opo aku ki.. Balik lagi ke sini paling yo emosi
sesaat.” (N, 295-298)

“Ya menurutku sayanya saja yang merasa hal kecil


dibesarin mungkin perasaan saya aja gitu. Nek
menurut saya lain lain digedhe-gedheke gitu
intropeksi diri aja” (Fs, 257-260)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Konflik dan etika dalam hubungan menantu dan mertua perlu dipahami

bahwa saling berkaitan. Mereka mengerti bagaimana seharusnya etika

ditempatkan ketika tinggal bersama dan menghadapi mertua. Bagi menantu N,

introspeksi diri diartikan dengan memanajemenkan diri di lingkungan keluarga

suami atau menyesuaikan diri.

“Mmm apa adanya gak dibuat-buat..ya menghargai


menghormati wayahe apa yo..wayahe kerja ya kerja
wayahe nyantaiyo nyantai” (N, 476-478)

“nek mikir lagi tadi wah aku neng kene nunut kok, wes
paling ngalah wae kan dititipi anak nek nyambut gawe
paling kayak gitu terus ngalah sabar wae” (N, 592-595)

Menantu Fs memaknai introspeksi diri sebagai bentuk penenangan diri

terhadap ketegangan. Kegiatan keagamaan menjadi sumber pencerahannya untuk

memperbaiki diri demi menjaga kedamaian dalam hubungan rumah tangga dan

mertuanya.

“Yo mungkin nek saya pribadi yo mungkin karena apa


yo menenangkan diri di luar nek saya pengajian opo itu
sebenere kan kalo dapatnya itu anu sebenernya orang
tua yang sebenernya yang angel di atur itu malah Tuhan
amal kita gitu terus saya berpikir oiya ya gitu jadi saya
bisa merubah ibu saya lebih baik gitu. nek saya lho
dengan pengajian seperti itu gimana saya mendekati ibu
saya biar lebih baik lagi gitulah” (FS, 264-271)

Menantu memahami introspeksi diri membantunya untuk menyesuaikan

dengan keadaan. Pada dasarnya, tinggal bersama menunjukkan semakin


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

berkonflik tinggi sehingga menantu perlu langkah awal untuk membuka diri di

lingkungan baru. Penyesuaiannya juga berkaitan dengan upaya menjaga nama

baik keluarga di mata masyarakat juga menjadi tanggung jawabnya.

“Dengan kita perilaku kan anakn saya bisa pinter yo


perilakune baik gak nakal bangga punya cucu yang pinter
yang solid gak buat malu keluarga“ (N, 241-243)

“Kalo dulu kan belum menikah belum ikut mertua kan


masih sembarangan bicara tu lho bicara masih ceplas-
ceplos, sekarang kan bicara harus sopan karena kan disini
saya kan disini kalo saya kalo saya gak baik kan orang-
orang bilang “anak sopo?” Nah keluarga sana juga dapet
nanti jelek wah mungkin“mantune sopo to” lho kayak gitu
lho kalo kita masih muda kita masih bebas bicara pa bicara
apa terserah. Kalo sekarang ya mbak kalo sekarang udah
punya mertua harus menjaga nama baik mertua sama
keluarga ngarepnya ya lebih baik ya” (WF, 328-338)

6. Nilai rukun dan hormat

Salah satu bentuk prinsip hidup orang Jawa dapat tergambar dari dinamika

relasi menantu-mertua. Menantu mengupayakan untuk menjaga nama baik

keluarga dengan penyesuaian etika di hadapan masyarakat. Dengan kata lain, dua

nilai budaya Jawa dianggap sebagai pemahaman etika menantu bertindak tanduk

sebagai orang Jawa. Karakter khas pribadi orang Jawa digambarkan kental akan

tata krama yakni hormat dan rukun. Dua nilai tersebut merupakan cerminan

pribadi orang Jawa yang mengutamakan keseimbangan dan keselarasan perilaku.

“Adat, kebudayaan, alus, tapi banyak juga yang gak alus


kayak lemah lembut nek pakewuh “ (N, 339-340)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

“Kalo orang Jawa tu ya mbak ya orang Jawa tu emang


halus ya bahasanya halus perasaannya halus kita kan
hidup di Jawa kan saling menghormati lha saling
menghargai lha kalo kalo adat istiadat gitu ada yang
memakai ada yang enggak. Ya kita itu di Jawa saling
rukun mbak misalnya ayem tentrem kan enak kalo saya
kalo disini saya tak buat suasananya ayem tentrem “
(Wf, 822-828)

“orang Jawa mengutamakan keseimbangan,


keselarasan, kesopanan kan dalam kehidupan sehari hari
yang notabene orang jawa itu menjunjung kesopanan
dan kesederhanaan, nerimo itu cirri khas orang jawa.
hidup orang Jawa sangat memegang teguh tradisi
misalnya di kampung saya ya itu tradisi banyak kayak
kenduri mitoni sekaten ruwatan wayangan yo kayak
gitu orang jawa” (Sr, 246-253)

“Orang Jawa, orang Jawa itu anu lebih mengutamakan


apa mbak toto kromo itu lho mbak. Lha itu juga jadi
masalah lho mbak lha saya raiso boso. Lha jadi masalah
lha ro wong tuwo tapi orang lain yang ngomong nek
wong tuwoku yo meneng wae “wong karo mbokne
pakne kok ra boso” ngoten niku. Lha nggah nggeh
waemaksude dalam tahap apa ya basa kromo yang
biasa aja yang gak halus halus. mungkin itu yang utama
yo nek wong Jowo tata krama yo mbak unggah ungguh.
Nek Jowo unggah ungguh toto kromo, bahasa tu lho”
(Fs, 306-315)

a. Kerukunan

Orang Jawa erat kaitan akan relasi yang rukun dipahami tidak terjadi

pertengkaran. Bagaimana mewujudkan kerukunan adalah dengan menjaga hati

tidak mudah terpancing pertengkaran. Menantu N memandang pertengkaran

merupakan bumbu rumah tangga bersama mertua.

“Rukun damai, ya damai kui mau.. rukun yo ra enek


pertengkaran yo walaupun cilik sithik sithik ning nek
rukun iki yo mbuh tetep bersatu neh cilik-cilik dingo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

penyedap rumah tangga. Yo nek rukun yo ngko tetep


mbalek neh. Yo koyo kui mau, pendapat koyo mau
berbedajane yo jane yo koyo ora srek neng athi sakrehne
yo menghargai menghormati..oh yowes o yowes
menghargai wae terus balek neh rukun neh” (N, 497-505)

“Rukun kalo rukun itu gak saling iri. Rukun itu gak saling
iri gak saling meri misalnya mertua saya membelikan kan
saya kan cucunya kan 4 sana satu sini satu yang masnya
dua yang maksudnya kan memang beda sana anaknya dua
mungkin dikasih dua ratus ribu sana seratus anak saya
seratus yaudah kita gak usaah meri gak usah iri terus habis
itu kalo di rumah sini kalo rukun gak saling mengadu
domba lha itu namanya rukun kadang ada mbak sesama
menatu tu saling mengadu domba sama mertua misalnya
saya dijelek-jelekan dengan kakak ipar saya kayak gitu
misalnya dijelek-jelekan pas saya gak ada kan senengnya
adu domba terus saya itu ya itu tidak iri tidak meri dan
tidak mengadu domba itu namanya dalam keluarga” (Wf,
953-966)

Di sisi lain, rukun berkaitan dengan harmonis dan bahagia. Menurut

Menantu Sr, tinggal bersama mertua harus bersedia mengingatkan dalam bertata

krama hubungan terjalin rukun dan suasana nampak harmonis. Sama halnya

menantu Fs memandang kebersamaan dapat membangun hubungan rukun.

“Rukun. Rukun dalam kita bersikap yo..opo yo ya kita


tidak boelh bertengkar bertengkar dengan saudara dengan
ataupun dengan suami sekalipun ataupun dengan mertua
sekalipun kita harus saling mengingatkan sesuatu yang
berhubungan dengan rukun itu tadi supaya kita terjalin
suatu hubungan yang baik harmonis” (Sr, 329-334)

“Rukun itu apa ya mbak rukun itu hidup bahagia. Hidup


bahagia tidak ada tekat itu ya apa lagi ya mbak ya rukun tu
kebersamaan itu kebersamaan di dalam keluarga dan tidak
ada masalah itu namanya rukun” (Fs, 367-370)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

b. Kehormatan

Menantu mempercayai untuk mencapai kerukunan perlu diimbangi

sikap dan perilaku. Nilai kedua adalah hormat yang berkaitan dengan tata krama

budaya Jawa. Tata berbicara yang sopan sesuai norma menunjukkan sikap

menghormati. Apabila situasi ketegangan terjadi, menantu menampilkan sikap

menghormati dan menghargai pendapat mertua. Menantu meyakini dengan

menghormati orang lain, orang lain juga akan menghormatinya.

“Patuh. Patuh..menghargai menghormati. Pas sharing


pendapat gini-gini ya saya menghormati.Misale
pendapat, misalebeda beda pendapat, saya dengan
mertua padahal saya punya pendapat gini ibu gini ya
menghormati pendapat mertua walaupun beda” (N,
482-491)

“Hormat. Hormat itu saling menjaga silahturahmi aja.


Apa ya mau menerima menerima keadaan orang lain
yang..mau menerima keadaan orang lain ya kita kita
harus jaga..apa ya sopan santun ya intine itu tadi
ngejeni sama orang. Orang lain pun kalo kita ngejeni
sama orang, orang lain kan senang udah merasa hormat
udah merasa dihormati sama orang lain. kita pun kalo
kita pun misal misal istilahnya tidak dijeni kita kan juga
merasa tidak enak to begitu juga sebaliknya tetangga
atau orang lain pun kalo kita kalo kita gak gak ngejeni
mereka juga mereka juga gak gak peduli dengan kita.
Intinya saling mendukung” (Sr, 316-326)

“Hormat maksudnya hormat pada orang tua, ya


misalnya orang tua berbicara ya udah didengerin dulu
baru nanti kalo udah baru kalo udah selesai dijawab
gitu. Misalnya ngomong ini ini gak
memotongpembicaraan gitu lho mbak jadi didengerke
kabeh sek baru dijawab gitu” (Fs, 361-365)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Sebagai fondasi dasar dalam bertindak tanduk, menantu memerlukan

pengorbanan selaras dengan ikatan norma budaya. Konflik maupun ketegangan

mendorong menantu agar mampu menyelaraskan diri dengan nilai. Hal ini

merupakan bentuk keberhasilan yang dapat diukur sebagai pribadi yang dewasa.

Menantu memahami bagaimana seharusnya yang dilakukan dan disikapi.

“Bahagia, ketoke yo bahagia maunya sih bahagia klop


hatinya ora enek duri-duri diantara kita duri dalam
daging..duri maksude kerikil-kerikil sing ada di hati
maksude koyo eneng sing ra penak di hati. dadi plong
kabeh ra eneng sing dongkol..” (Wf, 454-459)

“Harmonis tu ya rukun itu. harmonis tu seimbang ee


seimbangnya tu piye yo mbak harmonis..saling
melengkapi aja kalo harmonis misalnya saya kok saya
orangnya itu dalam hal misale tata krama tapi bapak saya
meninggikan menjunjung tata krama nah dadikan
melengkapi jadinya kan harmonis saling melengkapi” (Fs,
373-378)

Nilai budaya sebagai perlindungan menantu menyesuaikan perilaku

yang berlawanan menjadi selaras dengan norma. Menghormati harus ditanamkan

dalam diri menantu sehingga tercerminkan melalui sikap dan perilaku. Hal

tersebut mencapai keharmonisan yang merupakan cita-cita bersama.

7. Mengalah untuk menghormati

Menantu memiliki strategi untuk menengahi ketegangan dengan mertua.

Menantu dalam keluarga yang tinggal bersama menyadari adanya batasan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

bertindak tanduk terhadap mertua. Ketegangan dapat dihadapi dengan tenang dan

bijak seperti sikap mengalah. Menantu menunjukkan sikap mengalah karena

pemahaman etika anak menantu terhadap mertua sebagai orang tua. Sikap

mengalah diasosiasikan dengan nilai hormat.

“Kan harus menghormati orang tua kan walaupun orang


tua salah kita yang mengalah gitu biasanya gitu” (Fs, 318-
319)
“kui ibuku kudu dihormati. Kalo iso ojo sampek wong
tuokuloro ati mergo aku ngono wae mbak soale nek
ndarani wani kan yo isin iya to wong tuwo” (Fs, 332-334)

Sikap mengalah dipandang sebagai bentuk menyampaikan hormat pada

mertua. Menantu memahami mertua sehingga sikap yang ditunjukkan dalam

situasi perselisihan dapat disikapi sesuai norma budaya Jawa. Dengan kata lain,

nilai budaya Jawa dipandang petunjuk normatif tindak tanduk seseorang

berinteraksi dan membangun relasi sebagai keselarasan mencapai keharmonisan.

Penyelarasan diri dengan norma dalam nilai Jawa memerlukan

pengorbanan. Sebagai orang hidup di lingkungan yang berbudaya Jawa, menantu

menghadapi situasi rumit dengan menekan emosi dalam batin. Meskipun

ketegangan sering terjadi menantu masih mengutamakan berlanjutnya relasi

dengan mertua.

“Karena kan melu wong tuwo, yowes ngalah digawe


ngalah. Kene melu bojo opo arep karo morotuwo arep
istilahe jahat arep wani ketoke ra etis wae, melu bojo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

bojone yo isih melu wong tuwo. Moso ora ngajeni karo


wong tuwo.” (N, 430-433)
“Yo koyo kui mau, pendapat koyo mau berbedajane yo
jane yo koyo ora srek neng athi sakrehne yo menghargai
menghormati.. oh yowes o yowes menghargai wae terus
balek neh rukun neh” (N, 502-505)

“kita harus kita harus menghormati mengajeni lebih tua,


harus sering memaafkan. Ya” (Wf, 1204-1206)
“kita harus mendahulukan orang tua sih, kalo njawaninya
harus ngalah, mendahulukan orang tua ngalah itu
mendahulukan orang tua maksudnya biasa yang sopan
kalo lewat di depannya ya seperti itu.” (Wf, 1182-1186)

Keterkaitan definisi hormat menurut menantu selaras dengan bagaimana

mengalah itu diartikan. Definisi hormat digambarkan sebagai bentuk etika

kesopanan dan kepatuhan, dimana menantu melaksanakannya dengan mengalah.

Menantu mengalah dimaksudkan mendahulukan kepentingan mertua di atas

kepentingan mereka. Etika mengalah diyakini dasar sikap menantu tinggal

bersama mertua yang relasi selalu mengalami ketegangan.

Ujung dari sikap mengalah mengacu pada nilai rukun. Pemahaman menantu

mengenai nilai rukun mengutamakan inti kekeluargaan yang damai, bahagia, dan

harmonis. Menantu meyakini menanamkan sikap hormat terhadap mertua juga

memengaruhi relasi rukun dalam keluarga.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

8. Penerimaan keadaan

Sebuah tantangan menantu sebagai anggota keluarga baru untuk

menyesuaikan sesuatu yang baru. Keluarga baru yang tinggal bersama mendapat

dampingan bagaimana membangun rumah tangga oleh ibu mertua. Menantu

memaknainya dengan membuka diri sehingga memudahkan dirinya akrab

seidealnya seperti anak-ibu.

“Ya udah klop maksude udah kayak orang tua saya sendiri,
ibu juga nganggep saya kayak anak sendiri apa yo curhat-
curhat yo curhat-curhat sering malah jarang curhat ke anak
kandungnya cerita-cerita apa kan sama-sama cewek gitu
lho terus masalah ee keuangan kadang nganu sama saya
daripada anak kandungnya sendiri.” (N, 575-580)
“Tetep baik tidak ada perbedaan yang signifikan
maksudnya yo komentare ora bedo ben klop terus ora
gawe ora dadi padu jadi..pertengkaran ya ketoke
harmonis” (N, 449-451)

“kita itu wajib mencontoh seorang ibu ataupun mertua ya


memang berjasa ya memang memang mertua berjasa bagi
saya lho ya.” (Sr, 349-352)
“...harmonis dalam hubungan ya..harus tanggung jawab.”
(Sr, 337-338)

Penerimaan keadaan diartikan keterbukaan diri yang mengutamakan

kebersamaan keluarga. Keluarga baru bersama mertua telah menjadi satu kesatuan

keluarga di rumah yang sama. Keterbukaan diri memudahkan menantu melakukan

aktivitas rumah tangga bersama ibu mertua. Meskipun terjadi ketegangan relasi,

menantu menyederhanakan pemahamannya bahwa keluarga sebagai zona nyaman


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

untuk dirinya berkembang. Berada di tengah keluarga bersama mertua, menantu

mendapat kebahagiaan dengan melewati suka duka bersama-sama.

“Ya wis dianggep wae dadi wong tuwone dewe. Opo yo


mbak yo” (Fs, 342-343)
“Arti keluarga ya kebersamaan mbak hidup bahagia piye
yo arti keluarga ya susah bareng seneng bareng ngono lho
mbak. Lha gimana susah bareng seneng bareng disonggo
bersama sama nek aku” (Fs, 336-339)

Perjuangan membuka diri terhadap segala perubahan untuk lebih ikhlas dan

bersyukur. Keegoisan dileburkan dari ketegangan yang selalu datang dan pergi.

Penerimaan keadaan bagi Informan mengupayakan terjalin relasi intim dengan

mertua. Relasi dapat digambarkan seperti hubungan pertemanan yang tidak kaku

dan canggung. Hubungan pertemanan juga bekerja sama membangun keutuhan

keluarga. Masing-masing perlu belajar mengutamakan keluarga tanpa

mendahulukan kepentingan pribadi.

Pada sisi lain, mertua yang tinggal bersama menantu mengeluhkan sisi

ketidakcocokannya dengan menantu. Ketidakcocokan antara menantu dan mertua

memicu sensitivitas dalam interaksi mereka. Permasalahan berdampak pada

komunikasi dalam memanajemen rumah tangga. Keegoisan menantu memicu

mertua menegur dan menasihatinya. Teguran dimaksudkan mertua sebagai orang

tua memedulikan menantu untuk membangun kepercayaan diri berumah tangga.

“Kalo aku mengerjakan apa ketoke dia gak seneng ya


mungkin tidak sejalan mungkin gitu. Aku kalo bersih-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

bersih semua tinggal duduk kalo dia tidak jadi cuma


semaunya tok.” Hm, 1431-1435

Informan Hm membandingkan pengalaman dulu sebagai menantu dengan

menantunya yang sekarang. Pengalaman mertua sebagai menantu sebelumnya

menjadi tolak ukur terhadap menantu. Mertua juga mempelajari pengalaman

mertuanya dulu bagaimana bersikap sebagai orang tua bagi menantu.

“Umpamanya aku ya aku rame karo Pipit tapi kan sedilit


rukun maneh kan anak sama orang tuanya sendiri tapi kalo
menantu dengan mertua kalo komplen mungkin menantu
pergi bali neng wong tuane dewe, kalo benci dengan
mertua mungkin ada dendam tapi anak kan tidak.”(Hm,
1486-1491)

Mertua membatasi komunikasi pada menantu agar tidak terlibat jauh

keluarga menantu. Hal tersebut merupakan cara mertua mengendalikan dirinya

menjaga hubungan tidak terjadi percekcokkan dan menjaga keharmonisan

keluarga.

“berusaha untuk tidak ke opo jenenge kebentrokan rame


sering sering padhu sering sering cek cok yang membikin
saya jadi tidak enak untuk komunikasi tetapi saya tidak
seperti itu” (Hm, 1200-1203)

Dalam berperilaku dan bersikap, mertua menjunjung keutamaan kesesuaian

dengan nilai-nilai budaya Jawa. Informan Hm mengungkapkan tutur kata sebagai

media orang berlaku hormat pada yang lain. Komunikasi yang menghormati

melalui tutur kata yang baik dan menyenangkan mendasari keharmonisan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

terwujud. Dalam penyelesaian masalah atau situasi ketegangan tutur kata yang

baik menjadi aspek komunikasi hubungan kembali rukun.

“Kalo mengartikan orang Jawa cara berpakaian tu sopan


kesopananya ketuturkatanya sikap dan perilakunya” (Hm,
1062-1064)

“Harmonis tu nyaman ya keluarga tu mau gerak kemana


aja aman kita enak mau bicara enak karena kita tidak ada
hal hal yang membuat kita itu tidak nyaman, kalo menantu
dengan mertua seperti tadi ya ada komunikasi yang baik
dia menghargai mertua dia menghormati mertua bisa
membuat seneng mertua.” (Hm, 1180-1186)

Tinggal dengan menantu dalam satu rumah, Informan S dihadapkan pada

kewajiban sebagai orang tua untuk peduli dan membantu meringankan beban

rumah tangga menantunya. Bagi Informan S masalah atau ketegangan yang terjadi

dapat segera diselesaikan bersama-sama. Hal ini ditunjukkan pada sikap S

menjaga suasana perdamaian dalam keluarga.

“orang tua ini sudah kewajiban saya untuk ee momong


anak cucu saya gitu aja.” (S, 218-219)
“hidup serumah apa-apa serba ee apa yaharus..saling
pengertian, saling menjaga perasaan satu dengan yang lain
gitu. Kalo ada masalah ya saling dipecahkan bersama, kalo
ada kekurangan bagaimana” (S, 38-41)

Informan S mengutamakan kebersamaan dengan mertua seperti saling

melengkapi kebutuhan keluarga dan mengkomunikasikan masalah. Hal ini

merupakan strategi S untuk memelihara kekompakan relasinya dengan menantu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

yang dapat berdampak positif pada suasana keluarga. Mertua juga sebagai orang

tua memposisikan diri untuk menengahi dua keluarga. Dalam segala situasi

mengupayakan keadilan berinteraksi dan membagi perhatian guna menunjukkan

keteladanan dalam dirinya.

“kalo ada apa-apa ya kita bicarakan bersama-sama, kalo


ada masalah, kalo ada kurang apa kita bicara kita
pecahkan bersama gitu aja” (S, 72-74)

Hubungan keluarga penting dibangun berlandaskan nilai budaya Jawa. Bagi

S keluarga Jawa kental akan kekeluargaan yang bergotong royong. Toleransi

keluarga nampak pada bagaimana keluarga itu saling komunikasi mengutamakan

hormat dan rukun. Hal tersebut merefleksikan kekompakan keluarga, menjaga

perasaan dan aktifnya komunikasi. Kebersamaan antara dua pihak saling

menerapkan dalam tindak tanduknya dapat menciptakan keharmonisan sehingga

keluarga terasa tenteram.

“orang Jawa itu ee kental dengan kekeluargaan yang saya


maksud kita dengan bertetangga itu masih saling ee
gotong royong saling kenal satu dengan yang lain” (S,
230-233)
“keluarga biarpun ini terdiri dari dua keluarga tapi kan
masih satu rumah jadi intine kan anggapan saya masih
satu keluarga karena kan masih keluarga anak saya gitu.
Kalo kadang-kadang berkumpul kan masih ee bagus saling
kalo ada apa-apa komunikasi gitu..” (S, 279-284)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

E. Pembahasan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan analisis data ditemukan tema

besar yakni sikap mengalah untuk menghormati dan penerimaan keadaan. Pola

relasi menantu yang tinggal bersama mertua mengalami ketegangan dan

menunjukkan perlawanan. Mereka juga mengharmonisasikan mengalah sebagai

bentuk hormat pada mertua. Menantu menyadari pentingnya menyelaraskan dan

menyesuaikan diri dengan keadaan keluarga dengan mencerminkan nilai hormat

dan rukun. Kedua nilai tersebut berperan sebagai petunjuk moral untuk

menyeimbangkan hubungan menjadi harmonis.

Penelitian ini mendapati kondisi awal menantu mengalami kesulitan untuk

tinggal mandiri. Kondisi yang menyulitkan tersebut disebabkan faktor ekonomi

dan anak. Ketiga menantu (N, Wf, dan Sr) mengungkapkan ekonomi membuat

mereka mempertimbangkan untuk tinggal bersama mertua. Ekonomi disebutkan

menjadi tantangan terbesar hubungan menantu dan mertua (Li-Ching & Yi-Fang,

2015; Nganase & Basson, 2017). Faktor ekonomi berkaitan dengan relasi mereka,

dimana ibu mertua mendominasi keputusan rumah tangga menantu sehingga

melemahkan peran menantu perempuan (Rittenour & Soliz, 2009). Dominasi

mertua mengurangi keefektifan dan kemandirian menantu berperan sebagai istri

dan ibu untuk membangun rumah tangganya (Li-Ching, 2015) sekaligus

mengakibatkan ketidaknyamanan bagi menantu.

Kondisi lain adalah persoalan pengasuhan anak yang membutuhkan bantuan

mertua. Bagi menantu anak merupakan prioritasnya, namun pekerjaan memaksa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

menantu untuk menitipkan anak pada mertua. Menurut Santos dan Levitt (2007),

menantu yang memiliki anak akan mempertimbangkan mertua sebagai orang

terdekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa menantu mulai untuk mementingkan

kualitas relasi dengan ibu mertua.

Persoalan ekonomi memaksa keadaan menantu tinggal bersama mertua

menimbulkan ketegangan. Menantu menyebutkan gangguan hubungan yang

terjadi seperti ketegangan pendapat mengenai pengasuhan, kontrol perilaku,

kendali atas pengelolaan rumah tangga, dan perkataan ibu mertua yang

memojokkan. Ibu mertua memiliki kuasa atas menantu perempuannya (Li-Ching

& Yi-Fang, 2015; Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Rittenour & Soliz, 2009) dan

memberi kritikan pada menantu terkait persoalan pengasuhan anak (Fischer,

1983), sehingga menimbulkan ketegangan diantara mereka. Perselisihan

mengakibatkan menantu tertekan dan ketidaknyamanan akan kuasanya mertua

memiliki porsi lebih pada urusan keluarganya. Dampaknya menantu mengalami

kesulitan terbangun hubungan harmonis.

Seberapa lama waktu menantu dan mertua yang tinggal bersama

diasosiasikan banyaknya ketegangan terjadi. Pada sisi lain, hubungan menantu

dan mertua terjadi interaksi lebih intim daripada menantu dan mertua yang tinggal

terpisah. Fischer (1983) mengungkapkan bahwa tinggal berdekatan justru

memunculkan banyak konflik dengan mertua dari pada ibu sendiri. Hal ini dapat

terjadi karena kualitas komunikasi yang buruk antara mereka seperti kritikan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

perkataan yang kejam, dan hal yang dapat menyakitkan hati menantu (Allendorf,

2015). Beberapa hal tersebut melemahkan kualitas hubungan menantu dan mertua.

Ketegangan yang terjadi memunculkan perlawanan yang oleh ketiga

menantu N, Wf, dan Sr ditampilkan dengan menyanggah perkataan mertua.

Mereka mengekspresikan perlawanan tersebut sebelum adanya tekanan yang

memojokkan dirinya sehingga memunculkan perasaan negatif dan diri yang

dikuasai emosi. Perkataan mertua mendorong menantu melawan, untuk membela

dirinya yang dinilai salah oleh mertua. Akan tetapi, dalam pandangan budaya

Jawa, seseorang yang mengekspresikan emosi secara spontanitas dianggap tidak

pantas (Handayani & Novianto, 2004).

Meskipun menantu menunjukkan perlawanan aktif, ia mengimbangi dengan

diam dan introspeksi diri. Seperti menantu Wf, Sr, dan Fs memilih diam dengan

alasan tidak memperpanjang perdebatan dengan mertua. Menurut Geertz (1983),

menyampaikan bagi orang Jawa situasi perselisihan dapat dihadapi dengan

mengelak, membangkang diam-diam, dan saling menghindari. Menantu

melakukan perlawanan pasif terhadap situasi perselisihan untuk mendapat

ketenangan dan pengendalian diri. Oleh karena itu, menantu membutuhkan

ketenangan dengan introspeksi diri untuk mengevaluasi kepantasan bersikap dan

berperilaku sebagai anak menantu terhadap ibu mertua. Bahwasanya menantu

dapat menengahi suatu perselisihan secara dewasa dan bijak.

Selain nilai Jawa yang mendasari norma perilaku dan sikap, menantu Fs

juga menggunakan agama sebagai pedoman untuk mengarahkan perilakunya ke


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

hal yang positif. Ia meyakini agama mengandung norma untuk memberikan

petunjuk kebenaran sikap dan perilaku (Jalaluddin, 2016). Handayani dan

Novianto (2004) menjelaskan bahwa besarnya tekanan mewujudkan harmoni

dalam relasi keluarga terutama mertua

1. Mengalah untuk menghormati

Nilai budaya Jawa yakni rukun dan hormat sebagai pemahaman dasar

menantu bertindak tanduk. Hal ini menjadi dasar sehingga menantu untuk

menengahi ketegangan, konflik, perselisihan dengan sikap yang selaras nilai

budaya Jawa. Menantu memilih bersikap mengalah sebagai wujud tata krama

untuk meredakan situasi tegang dalam keluarganya.

Menantu N, Wf, dan Fs mengalah karena merasa enggan untuk terlibat

dalam konflik dengan mertua. Bagi menantu, ketegangan sebagai pembelajaran

untuk menyadari dan memahami etika seorang anak menantu kepada mertua.

Menantu menyelaraskan emosi dan batinnya dengan norma dalam nilai Jawa

untuk mengutamakan relasi keluarga bukan seperti musuh. Menurut Handayani

dan Novianto (2004), menahan diri dalam situasi perselisihan dianggap baik

sebagai pengendali diri dengan tidak melakukan apa-apa dan bersikap biasa.

Dengan kata lain, mengalah sebagai strategi yang tepat dalam menghadapi

perselisihan dengan mertua.

Suseno (1985) mengungkapkan peran tata krama Jawa dapat mencegah

konflik muncul atau semakin besar, dengan cara mengatur semua bentuk interaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

di luar lingkungan keluarga dan sosial. Penyesuaian tindak tanduk dengan peran

budaya Jawa sebagai pengikat menantu memelihara sikapnya agar sesuai dengan

norma budaya itu sendiri. Hormat merupakan salah satu nilai Jawa yang

diutamakan dalam penelitian ini. Menantu mengartikan mengalah merupakan

strategi dirinya sebagai anak menantu untuk menghormati ibu mertua. Cara

mereka untuk menunjukkan tindak tanduk yang sopan dan patuh terhadap mertua

yang juga sebagai orang tuanya. Geertz (1983) mengungkapkan sudah sewajarnya

seorang anak menunjukkan toleransi hormat pada orang tua yang bertujuan untuk

keberlanjutan hubungan mereka. Sebuah pengorbanan menyesuaikan dengan etika

yang seharusnya ditunjukkan demi menyeimbangkan hubungan dengan mertua.

Pandangan Suseno (1985) mengenai pencegahan konflik dengan

mengandalkan prinsip keselarasan sosial di masyarakat Jawa menjadi sempurna

ketika mampu menyangganya dengan keselarasan batin. Mulyono (1987) menilai

sikap mengalah merupakan suatu nilai tinggi yang seharusnya bukan karena

paksaan, melainkan dijiwai secara tulus dan ikhlas. Wedhatama menyebutkan

orang yang mengalah telah mampu bertindak secara matang dan bijaksana

(Mulyono, 1987). Artinya, mampu mengolah rasa membentengi diri dengan

melakukan tindakan yang sesuai nilai-nilai budaya Jawa.

Tanda kedewasaan dalam kacamata budaya Jawa adalah individu mampu

menyadari dan menguasai sikap dan perilakunya sehingga menginterpretasikan

harapan dari hubungan tersebut (Geertz, 1983). Menantu mengendalikan diri

dengan menyelaraskan sikap dan perilaku sesuai cerminan harapan budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Suseno (1985) menilai kematangan diri orang Jawa diukur dari tindak tanduknya

cerminan nilai hormat. Melalui pendidikan sejak kecil dalam keluarga hormat

diasosiasikan bentuk pengendalian diri. Pokok konsep hormat tercermin pada

wedi, isin, dan sungkan (Geertz, 1983). Pengendalian perasaan demikian sebagai

penyeimbang keselarasan antara batin dan norma budaya

Sikap mengalah yang diartikan menghormati mertua untuk kesadaran diri

demi kerukunan bersama. Dua nilai Jawa menjadi kekuatan dasar menantu

bertindak tanduk bagaimana berperilaku yang baik untuk membangun hubungan

yang menegaskan secara aktif mencapai tujuan keharmonisan. Hubungan dalam

keluarga Jawa menekankan pada keharmonisan (Geertz, 1983), sebagai harapan

bersama. Menurut Santi (2015), harmonis diartikan dengan saling mendukung,

menghindari ketegangan, dan saling menghormati.

Menantu menggambarkan hubungan keluarga yang ideal seperti hubungan

yang damai, bahagia, dan harmonis. Gambaran tersebut secara jelas

mengungkapkan kebutuhan akan memiliki hubungan rukun dengan mertua

sebagai satu keluarga. Meskipun saat tinggal bersama mertua dan menantu

mengalami hubungan yang sulit, tapi menantu tetap memiliki harapan (Min-Jung

& Yun-Jeong, 2015) dan memprioritaskan tercapainya hubungan ideal.

2. Penerimaan keadaan

Penerimaan keadaan dimaksudkan sebagai kesadaran menerima kebenaran

bahwa tinggal dengan mertua menjadi ketergantungan menantu pada sosok


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

mertua. Oleh karena tinggal bersama dipandang sebagai kesempatan untuk saling

menguntungkan di berbagai pihak dengan membuka diri terhadap perbedaan di

dalam keluarga. Keterbukaan tersebut mereka syukuri dengan melakukan kegiatan

rumah tangga bersama, menanamkan pemikiran positif dimana ibu mertua juga

dianggap orang tua sendiri, dan merasakan menjadi bagian dalam keluarga

mertua. Menantu yang mengakrabkan diri diartikan mampu memahami mertua

sehingga mampu menampilkan hubungan kekeluargaan yang lebih positif (Min-

Jung & Yun-Jeong, 2015).

Membuka diri diasosiasikan sebagai keharmonisan dan kerukunan,

menghindari ketidakselarasan sosial seperti menunjukkan permusuhan ketika

perbedaan pendapat, melawan dengan menjawab perkataan mertua, dan

bertengkar dengan tekanan suara yang keras. Konflik atau ketegangan menjadi

kesempatan bagi seorang untuk berlatih menjajagi emosi dalam diri sebagai

persiapan diri (Suseno, 1985). Dengan kata lain, dapat bekerja sama diawali dari

diri sendiri memberikan kesempatan mengendalikan diri dan saling menerima

demi mewujudkan keharmonisan antara relasi menantu dengan mertua.

Menantu yang menyadari, memahami, dan melaksanakan bagaimana konsep

kerukunan Jawa diwujudkan akan membuka dirinya dan merasa aman dalam

relasi dengan mertua. Menurut Suseno (1985) dari segi psikologis rukun diartikan

keadaan yang bebas dari perasaan negatif dan didominasi perasaan aman dan

tentram. Keadaan aman memberikan kemudahan untuk tidak mengambil

keputusan sendirian, melaksanakan tanggung jawab didukung oleh orang lain,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

dapat membuka diri dengan dunia asing, dan selalu berpegang tata krama dalam

berbagai situasi.

Suatu hubungan yang dibangun pasti membawa konsekuensi negatif, namun

individu yang terlibat dalam hubungan akan memperbesar keuntungan atau

ganjaran untuk jalinan hubungan itu sendiri. Menurut Foa dan Foa (1974), salah

satu ganjaran psikologis yakni cinta (Sears et al., 1988) didapatkan menantu

perempuan berupa kebahagiaan, dukungan, bantuan oleh ibu mertua. Menurut

Knapp dan Vangelish (1995), saat keuntungan atau ganjaran semakin tinggi,

menantu semakin merasakan kebahagiaan.

Kecintaan dan kerinduan akan suasana keluarga yang harmonis mendorong

menantu membuka diri dengan mertua. Segala hal yang terjadi dalam perjalanan

relasinya dengan mertua menyadarkan menantu masih adanya ketergantungan

pada mertua dan mengharapkan mendapat ganjaran lain yang dibutuhkannya.

Menantu mengutamakan bagaimana mendapat kesejahteraan bersama dengan

memenuhi kebutuhan akan keterbukaan dengan mertua demi hubungan keluarga

yang bahagia. Menantu melakukan strategi untuk mengupayakan kebersamaan

dan kerukunan di berbagai keproduktifitasan rumah tangga. Knapp dan Vangelish

(1995) mengungkapkan bahwa aktivitas bersama yang dilakukan menantu dapat

mengubah pandangannya menjadi semakin positif dan berorientasi pada hubungan

keluarga.

Penelitian Min-Jung dan Yun-Jeong (2015) mengungkapkan hidup keluarga

yang harmonis menjadi prioritas menantu yang tinggal bersama mertua.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Pengertian harmoni adalah masih adanya harapan di tengah ketegangan relasi.

Menantu yang tinggal bersama mertua menunjukkan simpati untuk mengusahakan

cara hidup keluarga yang harmonis. Menurut Suseno (1985), keadaan harmonis

merupakan tujuan dari nilai rukun dilaksanakan. Suseno juga mengartikan rukun

sebagai “berada dalam keadaan selaras”, “tenang dan tentram”, “tanpa

perselisihan dan pertentangan”, “bersatu dalam maksud untuk saling membantu”.

Semua pihak berada dalam keadaan damai saling bekerja sama, menerima, dan

sepakat menciptakan ketenangan.

Tanggung jawab akan memelihara hubungan juga merupakan bagian dari

peran menantu di keluarga. Tinggal bersama menyadarkan mereka untuk lebih

peduli dengan menjaga nama baik keluarga di mata masyarakat. Hubungan yang

baik dengan keluarga memggambarkan hubungan yang baik pula ketika

bermasyarakat. Keterkaitan hal tersebut selaras dengan pandangan Shih dan Pyke

(2010) mengenai harapan budaya bahwa pemeliharaan relasi baik untuk

mengutamakan harmoni yang berorientasi kolektif, bukan hanya untuk

kepentingan pribadi.

Menantu mengharapkan keterbukaan dapat terjaga untuk membangun

hubungan lebih baik (Turner et al., 2006). Menurut Rittenour dan Soliz (2009),

relasi terjalin positif jika dalam keluarga saling mengkomunikasikan dan berbagi

pengalaman. Hal ini merupakan kesempatan menantu membangun relasi semakin

intim (Fingerman et al., 2012). Bahkan interaksi hubungan yang semakin tinggi,

memengaruhi kepercayaan diri menantu perempuan sebagai ibu (Li-Ching, 2015).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Adanya harapan dalam relasi menantu maupun mertua dapat saling mengasihi dan

memiliki relasi ideal layaknya menantu seperti anak bagi mertua dan mertua

seperti ibu bagi menantunya (Allendorf, 2015).

Keempat menantu sebagai informan penelitian ini memiliki prioritas yang

sama yakni keluarga dengan mengusahakan kebersamaan dan keutuhan dalam

setiap hal. Mereka memahami berelasi dengan mertua sebagai pembelajaran untuk

menantu meminimalizir pertengkaran. Menantu juga menganggap mertua telah

menerima mereka menjadi bagian keluarga sehingga muncul kepercayaan diri

untuk lebih mengakrabkan dan dekat dengan mertua. Keharmonisan keluarga

dapat menggambarkan bahwa menantu dan mertua dapat mengendalikan suasana

rumah menghindari perselisihan (Gunarsa & Gunarsa, 1990).

Pada sisi lain, mertua menjelaskan bahwa tinggal bersama mempersoalkan

ketidakcocokannya terhadap menantu. Mertua memandang menantu yang tinggal

bersama nampak tidak ingin langsung berinteraksi dengannya (Prentice, 2008).

Menurut Rittenour dan Soliz (2009), ibu mertua seringkali memunculkan perilaku

eksklusif terhadap menantu yaitu tindakan komunikatif ibu mertua yang justru

menjauhkan jarak dengan menantu dan komunikasi yang merendahkan seperti

memberi saran yang tidak diinginkan. Allendorf (2015) menyatakan

ketidakcocokan antara menantu dan mertua dapat memicu ketegangan dan

konflik. Ketegangan terjadi dalam interaksi menantu mertua dikarenakan

kurangnya keakraban dari dua keluarga yang berbeda (Fisher, 1983).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Fisher (1983) mengungkapkan adanya batasan interpersonal yang ambigu

ditunjukkan mertua yang kritis terhadap menantu. Ibu mertua memiliki

kecenderungan menolak menantu karena tidak merasa senang dengan pilihan anak

laki-lakinya. Salah satu hal menonjol dalam kekritisan mertua adalah perbedaan

manajemen rumah tangga yang memicu ketegangan hubungan antara mereka. Ibu

mertua menengahi ketegangan dengan melakukan strategi membatasi komunikasi

dengan menantu. Prentice (2008) mengungkapkan mediasi masalah dapat menjaga

hubungan dengan menantu-mertua. Meskipun menantu dalam situasi sulit, mertua

memiliki naluri sebagai orang tua untuk memedulikan dan membantunya.

Penelitian Serewicz et al. (2008) mengungkapkan bahwa interaksi mertua tanpa

yang terlibat dalam keluarga menantu, memengaruhi komunikasi dan hubungan

dalam pernikahan antara menantu, suami, dan mertua (triadik).

Adhikari (2015) mengungkapkan bahwa anak laki-laki merupakan sentral

hubungan menantu perempuan dan ibu mertua membangun hubungan. Peran anak

laki-laki memiliki pengaruh dalam hubungan menantu dengan mertua. Peran anak

laki-laki yang terlibat dalam ketegangan menantu-mertua dan memihak pada ibu

mertua justru melemahkan kepercayaan diri dan peran sebagai pengasuh (Li-

Ching, 2015). Menantu N, Wf, dan Fs mengungkapkan peran suami menjadi

krusial sebagai tempat perlindungan dan pembelaan dari ketegangan. Dalam

sistem keluarga, peran anak laki-laki merupakan penghubung dua wanita yang

sering mengalami ketegangan sekaligus pertolongan (Rittenour & Soliz, 2009).

Sejatinya keterlibatan anak laki-laki secara langsung memiliki peran dan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

kepentingan untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan keluarga dengan saling

menyesuaikan dan berkompromi satu sama lain (Adhikari, 2015).

Mertua memiliki pengalaman sebagai menantu sebelumnya, dijadikan tolak

ukurnya terhadap menantu memerankan istri dan ibu. Tinggal bersama

membutuhkan penyesuaian fisik berupa rutinitas keluarga, juga penyesuaian

norma komunikasi interaksi keluarga (Prentice, 2008). Pengalaman mertua

sebagai menantu memengaruhi dirinya untuk mengutamakan keselarasan dengan

nilai budaya Jawa. Mertua mengutamakan kebersamaan dan komunikasi satu

sama lain. Hubungan orang tua dengan anak disampaikan dengan berkomunikasi

menghormati melalui tutur kata. Menurut Allendorf (2015), menantu dan mertua

dari dua keluarga yang berbeda diharapkan dapat tinggal bersama dan bekerja

sama secara berdekatan. Hal ini dapat diterapkan pada pola kesepakatan pekerjaan

rumah tangga yang dilakukan bersama dan tugas apa yang menjadi tanggung

jawab menantu di keluarga. Bergotong royong di keluarga dapat memelihara

kekompakkan relasi. Toleransi hormat dan rukun merefleksikan keharmonisan

keluarga sehingga tercipta suasana tentram di tengah keluarga.

Dinamika relasi tinggal bersama merupakan tantangan bagi menantu dan

mertua untuk terbuka terhadap perbedaan dan perubahaan yang ada. Akan ada

masalah yang dinilai negatif menurut menantu maupun mertua. Hal tersebut juga

dipengaruhi frekuensi lamanya menantu yang tinggal bersama mertua. Semakin

lama waktu tinggal bersama, permasalahan akan sering terjadi. Salah satunya

yang menonjol adalah permasalahan ekonomi yang memiliki implikasi terhadap


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

berbagai persoalan keluarga menantu dengan terlibatnya mertua di dalamnya.

Secara keseluruhan, terlibatnya mertua dalam rumah tangga menantu terlalu jauh

justru menjauhkan interaksi dan relasi dengan menantu. Willson et al. (2003)

menyampaikan hubungan menantu dan mertua erat kaitannya dengan ambivalensi,

dimana menantu menginginkan perasaan bebas dan menjadi diri sendiri dalam

pengerjaan tugas rumah tangganya dan menikmati tanggung jawabnya namun

menantu mendapat gangguan dari keterlibatan mertua. Hal ini dibenarkan Fisher

(1983) bahwa mertua dianggap menantu sebagai gangguan rumah tangganya.

Pada sisi lain, perbedaan rutinitas menantu dengan mertua menjadi pemicu

kecemasan dan kebingungan menantu serta membawa dirinya dalam

ketidaknyamanan beraktivitas sesuai harapan keluarga atau mertuanya (Prentice,

2008).

Seperti pada idealnya sebagai anak, menantu menyadari keterbatasan

perilaku terhadap mertua sebagai orang tuanya. Allendorf (2015) menjelaskan

hubungan ideal yang positif ditunjukkan dari tampilan diri menantu sebagai anak

dan mertua sebagai orang tua. Menantu harus menyadari situasi kapan

memposisikan diri sebagai anak dan menantu. Meskipun demikian, hubungan

menantu dan mertua dalam kenyataannya terhambat pada komunikasi. Batasan

yang ambigu ini akan menyulitkan pemahaman menantu membaca situasi yang

sesuai ekspektasi mertua. Demikian mertua juga peka akan situasi kapan

memposisikan sebagai mertua dan orang tua. Krusialnya kepekaan dalam

hubungan mereka memiliki dampak pada interaksi kedepan. Masing-masing


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

menantu dan mertua memiliki ekspetasi terhadap yang lain terhadap peran

masing-masing dengan mengetahui batasan berkeluarga. Oleh karena itu, kerja

sama antara menantu dan mertua diperlukan dan dibangun bersama melalui

komunikasi. Santos dan Levitt (2007) dalam penemuannya mengungkapkan

komunikasi berkorelasi dengan kualitas hubungan menantu dan mertua. Menantu

maupun mertua dapat menunjukkan hubungan persahabatan, toleransi simpati dan

kesepakatan harapan bersama (Allendorf, 2015). Fingerman et al. (2012)

menyampaikan ekspektasi tidak selalu berkaitan dengan kualitas hubungan positif,

namun kurangnya ekspektasi terhadap hubungan menantu dan mertua berkaitan

dengan kualitas hubungan negatif.

Apabila dilihat dari kacamata prinsip budaya Jawa, Mulder (1992)

menyatakan hidup dalam bermasyarakat bergotong royong mewujudkan suasana

harmonis atau rukun sebagai cita-cita. Rukun terjadi dari kesediaan diri untuk

saling berlaku toleransi dan harapan dengan yang lain. Rukun atau harmonis

merupakan hubungan timbal balik yang dibangun dari menghormati dan

menyesuaikan diri. Dalam dinamika relasi menantu dan mertua, apabila menantu

dibantu mertua maka timbal balik akan dirasakan mertua yang pasti dibantu

menantu. Titik harmonis didasarkan pada pengakuan membutuhkannya orang

lain. Konsekuensinya, mereka saling menyadari keberadaan satu dengan yang lain

untuk merayakan lingkungan keluarga yang baik. Min-Jung dan Yun-Jeong

(2015) mengasosiasikan hidup keluarga yang harmoni dengan pengalaman

menantu dan mertua tinggal bersama dapat menemukan harapan dalam kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

yang dapat dihadapi bersama. Resolusi konflik bersama dicari untuk cara hidup

berdampingan.

Pada sisi lain, konflik justru memberikan dinamika dan kekuatan dalam

hubungan. Demikian yang terjadi dalam hubungan menantu dan mertua yang

mengalami ketegangan, mereka tetap mengharapkan dapat memberi dan

menerima cinta (Allendorf, 2015). Pasangan baru membangun keluarga baik

mempertimbangkan strategi mempertahankan hubungan harmonis dengan mertua

saat tinggal bersama (Li-Ching & Yi-Fang, 2015).

nilai hormat
dan rukun

sanggahan

mengalah
untuk penerimaan
ekonomi ketegangan
menghormati keadaan

diam introspeksi
diri

Gambar 3. Skema Dinamika Relasi Menantu Dengan Mertua Yang Tinggal


Bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dinamika relasi menantu dengan mertua yang muncul berorientasi pada

relasi keluarga. Sikap mengalah sebagai wujud keharmonisan hubungan untuk

menghormati mertua. Strategi lainnya, penerimaan keadaan diasosiakan pada

relasi kekeluargaan yang harmonis. Menantu menampilkan perilaku tersebut

sebagai penyesuaian diri selaras dengan norma untuk menghormati mertua. Hal

tersebut berkaitan dengan kesadaran bahwa menantu masih mengharapkan

keuntungan dari sosok mertua untuk kehidupan keluarganya.

Dalam penelitian ini, harmonis diartikan sebagai selaras dengan norma yang

terkandung dalam nilai Jawa. Nilai rukun dan hormat menjadi pedoman menantu

menyelaraskan perilaku dengan norma di dalamnya. Menantu tinggal bersama

mertua perlu berperilaku sopan santun, mencerminkan nilai hormat yang

mengarahkan pada pemeliharaan relasi yang rukun. Menantu juga mewujudkan

keselarasan kerja sama untuk membangun relasi keluarga yang ideal sesuai

harapan budaya, meskipun di tengah pertentangan.

Tinggal bersama memberikan keuntungan bagi menantu seperti keuntungan

psikologis yakni cinta dari mertua. Mertua memberikan dukungan pada menantu

untuk membangun rumah tangga yang baik, dukungan ekonomi, dan bantuan

menggantikan peran ibu pada menantu. Di sisi lain, menantu merasa tergantung

104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

dengan mertua sehingga berusaha menampilkan relasi kekeluargaan yang positif.

Menantu memprioritaskan keluarga dengan mengusahakan kebersamaan dan

keutuhan untuk mencapai kebahagiaan bersama.

B. Keterbatasan

Penelitian ini belum mencapai pada titik sempurna, adapun kelemahan

penelitian yang dapat peneliti sampaikan. Dari segi teknis, proses pengambilan

data melalui wawancara dilakukan adanya gangguan yang menghambat peneliti.

Meskipun peneliti sudah mengutamakan kenyamanan Informan, namun ada hal

tak terduga yang menjadi gangguan dalam proses wawancara. Pertanyaan proses

wawancara probing terbatas dan kurang mendalam.

Dari segi konteks, penelitian ini tidak membatasi karakteristik Informan

menantu perempuan dari segi umur, jangka waktu tinggal bersama dengan mertua,

dan telah memiliki anak. Hal ini membuat kurang jelas gambaran relasi menantu

dengan mertua yang baru dan yang telah lama tinggal bersama. Selain itu,

penelitian ini hanya difokuskan pada satu pihak utama yaitu menantu perempuan.

Meskipun demikian, terdapat data dari sudut pandang ibu mertua sebagai data

pelengkap dan pendukung. Cakupan data pendukung di Indonesia kurang dan

mendukung kekuatan isu masalah yang diangkat, sehingga penelitian ini

menggunakan hasil penelitian di luar Indonesia namun beberapa penelitian masih

dalam satu wilayah budaya Timur.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

C. Saran

Demikian masukan yang dapat peneliti penelitian ini sampaikan untuk

peneliti selanjutnya dan masyarakat umum

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang tertarik topik penelitian ini berkaitan dengan

keluarga dapat mempertimbangkan sudut pandang yang lain. Hal ini terkait

pentingnya kompleksitas dinamika Informan penilaian melalui pemikiran relasi.

Peneliti selanjutnya dapat memfokuskan pada dua perspektif yakni menantu

perempuan dan ibu mertua. Selain itu, peneliti perlu mempertimbangkan

kedetailan dan konsistensi karakteristik Informan penelitian seperti lama tinggal

bersama dan tempat di mana menantu tinggal di rumah mertua atau sebaliknya.

Hal ini dapat memengaruhi hasil data dan hasil penelitian yang lebih jelas.

Dari segi metode, peneliti selanjutnya penting untuk mengkondisikan proses

wawancara lebih intim. Proses wawancara perlu mengutamakan situasi

kenyamanan Informan dalam menceritakan pengalamannya. Gangguan kehadiran

anak dari menantu perempuan dapat dihindari dengan mengkondisikan situasi

wawancara. Dengan ini menantu perempuan sebagai Informan dapat fokus

menjawab pertanyaan terhadap peneliti tanpa membagi fokus terhadap hal lain.

2. Bagi Menantu dan Calon Menantu

Perempuan yang telah menikah dan tinggal bersama mertua disarankan

untuk tidak membandingkan mertua dengan orang tua sendiri. Hal yang terpenting

adalah memfokuskan pada keterbukaan diri terhadap perbedaan yang terjadi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

menerima perubahan. Menantu perlu menyadari etika seorang anak menantu

terhadap mertuanya.

Selain itu, sebagai orang Jawa tetap mengutamakan keharmonisan meskipun

ketidakcocokan sering terjadi. Peran menantu memelihara keharmonisan keluarga.

Hidup dan tinggal di lingkungan menjunjung keharmonisan kolektif

membutuhkan bekal bersosial yang baik dari keluarga. Tentu hal ini membantu

menantu mempertimbangkan relasi dengan mertua yang selaras norma sehingga

mampu membawa diri ke lingkungan sosial.

Bagi perempuan yang hendak menikah, diharapkan penelitian ini dapat

menjadi gambaran untuk mempersiapkan terhadap perubahan dan menyiapkan

strategi membangun keluarga yang produktif. Persiapan diri tersebut dapat

dilakukan dengan menyesuaikan diri terhadap hal apa pun dengan menampilkan

tindak tanduk sesuai norma. Selain itu, penting bagi pasangan muda yang tinggal

bersama mertua maupun yang berencana menikah untuk mempertimbangan dan

mempersiapkan kemandirian ekonomi, hal ini mencegah timbulnya pertentangan

dengan keluarga mertua yang tidak diinginkan.

3. Bagi Mertua

Menurut hasil penelitian, disarankan kepada mertua untuk mengupayakan

diri menjadi teman bukan sebagai ibu yang cenderung berkuasa di atas menantu.

Dalam budaya Jawa, mertua sebagai orang tua memiliki martabat yang tinggi

dalam keluarga yang dihormati oleh kedudukan yang berada di bawahnya. Orang

tua seringkali berperan sebagai penasehat, pemandu, dan peneladan bagi generasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

muda. Oleh karena itu dalam proses penyesuaian masing-masing peran, mertua

dapat memposisikan diri sebagai teman membantu menantu menyesuaikan diri

dengan memperkenalkan kegiatan-kegiatan di lingkungan keluarga atau pun

sosial. Hal ini memudahkan mertua maupun menantu untuk nyaman saling

mengenal satu sama lain. Selain itu, mertua sebagai sosok yang dihormati

menantu juga bekerja sama mewujudkan keharmonisan relasi dengan saling

menghormati hak-hak menantu dalam membangun rumah tangganya secara

mandiri.

4. Bagi Praktisi

Bagi praktisi maupun konselor membantu menantu yang mengalami

ketidakharmonisan relasi dengan mertua dengan mengenali karakteristik diri. Hal

ini bertujuan agar menantu mudah mengenali dan memahami karakterik mertua,

dan sebaliknya. Pemahaman karakteristik menantu maupun mertua diharapkan

dapat menampilkan sikap dan perilaku yang selaras dengan budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

DAFTAR PUSTAKA

Allendorf, K. (2015). Like her own: ideals and experiences of the mother-in-
law/daughter-in-law relationship. Journal of Family Issues. 38(15), 2012-
2127.
Andriyani, S. S., & Neni, W. (2015). Mertua Perempuan Dan Keharmonisan
Keluarga. Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta.
Bryant, C. M., Rand D. C., & Jennifer, M. M. (2001). The influence of in-laws on
change in marital success. Journal of Marriage and Family. 63(3), 614-626.
Char, A., Minna, S., & Teija, K. (2010). Influence of mothers-in-law on young
couples' family planning decisions in rural India. Reproductive Health
Matters (RHM). 18(35), 154-162.
Creswell, J. W. (2012). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed (ed. ke-3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Datta, P., Ype H, P., & Alfons, M. (2003). Parent care by Indian and Belgian
caregivers in their roles of daughter/daughter-in-law. Journal Of Cross-
Cultural Psychology. 34(6), 736-749.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa (ed. ke-4). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Fatimaningsih, E. (2015). Memahami fungsi keluarga dalam perlindungan anak.
Jurnal Sosiologi. 17(2), 77-88.
Fingerman, K. L., Megan, G., Laura, V., & Lindsay, P. (2012). In-Law
relationships before and after marriage: husbands, wives, and their mothers-
in-law. Research in Human Development. 9(2), 106-125.
Fischer, L. R. (1983). Mother and mother-in-law. Journal of Marriage and
Family. 45(1), 187-192.
Geertz, H. (1983). Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Press.
Gunarsa, S, & Gunarsa, S. (1990). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

Handayani, S. C., & Ardhian, N. (2004). Kuasa wanita Jawa. Yogyakarta: LKis
Printing Cemerlang.
Jalaluddin, H. (2016). Psikologi agama: memahami perilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Knapp, M. L., & Vangelish, A. L. (1995). Interpersonal communication and
human relationship: third edition. United States of America: Allyn and
Bacon.
Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga: penanaman nilai dan penanganan konflik
dalam keluarga (ed. ke-1). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Li-Ching, S. (2015). Linking maternal self-efficacy, mother- and daughter-in-law
relationship, and role of husband in Taiwanese families. The Journal of
International Management Studies. 10(1), 68-77.
Li-Ching, S., & Yi-Fang, L. (2015). Homogenous mothers-in-law, different
daughters-in-law: in-law relationship comparison between Vietnamese and
Taiwanese daughters-in-law. Asian Social Science. 11(4), 252-258.
Min-Jung, K., & Yun-Jeong, K. (2015). Experience of relationship between
mother-in-law and daughter-in-law among korea rural married immigrant
women: with a focus on daughter-in-laws from China, Vietnam and the
Philippines who live with their mother-in-laws in Korea. Indian Journal of
Science and Technology. 8(S1), 307-314.
Mulder, N. (1992). Individual and society in Java: a cultural analysis (ed.
second). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulder, N. (1973). Kepribadian Jawa dan pembangunan nasional. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mulyono, S. (1987). Wayang dan filsafat nusantara. Jakarta: Gunung Agung.
Nganase, T.R, & Basson, W.J. (2017). Socio-cultural influences on the mother-
and-daughter-in-law relationship within a South African context. Journal of
African Studies. 31(1), 65-91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

Prentice, C. M. (2008). The assimilation of in-laws: the impact of newcomers on


the communication routines of families. Journal of Applied Communication
Research. 36(1), 74-97.
Purnomo, H. B. (1994). Pondok mertua indah: suatu tinjauan psikologis
hubungan menantu-mertua. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Rittenour, C., & Jordan, S. (2009). Communicative and relational dimensions of
shared family identity and relational intentions in mother-in-law/daughter-in-
law relationships: developing a conceptual model for mother-in-law/daughter-
in-law research. Western Journal of Communication. 73(1), 67-90.
Rittenour, C. (2012). Daughter-in-law standards for mother-in-law
communication: associations with daughter-in-law perceptions of relational
satisfaction and shared family identity. Journal of Family Communication.
12, 93-110.
Santi, Y. (2015). Peran komunikasi interpersonal dalam menjaga hubungan yang
harmonis antara mertua dan menantu perempuan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. 4(3), 466-472.
Santos, J. D., & Mary J. L. (2007). Intergenerational relations with in-laws in the
context of the social convoy: theoretical and practical implications. Journal of
Social Issues. 63(4). 827-843.
Sears, D. O., Jonathan L. F., & Letitia, A. P. (1985). Psikologi Sosial: Jilid 2 (ed.
ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Setyawan, Doni. (2015, 2 Desember). Teori Desa. Dipungut 08 Januari, 2018, dari
http://www.donisetyawan.com/teori-desa/.
Shih, K. Y., & Karen, P. (2010). Power, resistance, and emotional economies in
women’s relationships with mother-in-law in Chinese immigrat families.
Journal of Family Issues. 31(3), 333-357.
Smith, J. A. (2008). Qualitative psychology: a practical guide to research
methods (ed. second). London: Sage Publications Ltd.
Smith, J. A., Paul, F., & Michael, L. (2013). Interpretative phenomenological
analysis: theory, methods and research. London: Sage Publication Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Suseno, F. M. (1985). Etika Jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan


hidup Jawa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Turner, J. M., Carolyn, R. Y., & Kelly, I. B. (2006). Daughters-in-law and
mothers-in-law seeking their place within the family: a qualitative study of
differing viewpoints. Family Relations. 55(5), 588-600.
Willson, A. E., Shuey, K. M., & Elder, Jr. G. H. (2003). Ambivalence in the
relationship of adult children to aging parents and in-laws. Journal of
Marriage and Family. 65, 1055-1072.
Wu. T-F., Kuang-Hui. Y, Susan. E. C., Lisa. M. L., Yi-Chao. W., & Yi-Lin. T.
(2010). Conflict with mother-in-law, and Taiwanese womens marital
satisfaction: the moderating role at husband support. The counseling
psychologist. 38(4), 487-522.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

Interview Protocol

Nama interviewee :
Umur :
Hari, tanggal :
Waktu :
Tempat :
Interview ke- :

A. Pengalaman tinggal bersama mertua


1. Bagaimana pengalaman dengan keluarga besar ibu?
2. Saat ini, ibu tinggal satu rumah dengan mertua, bagaimana pengalaman ibu dengan
hal tersebut?
3. Bagaimana perasaan ibu dengan hal tersebut?
4. Bagaimana pendapat ibu dengan hal tersebut?
5. Pertimbangan apa dan mengapa ibu tinggal bersama mertua?
B. Pengalaman konflik
6. Berdasarkan pengalaman ibu, apa harapan dan kekhawatiran ibu terhadap mertua?
7. Berdasarkan pengalaman, pernahkah ibu mengalami konflik dengan mertua?
8. Bagaimana konflik tersebut terjadi dan bagaimana ibu menyikapinya?
9. Setelah kejadian tersebut, bagaimana penilaian ibu terhadap mertua?
C. Pemahaman nilai Jawa
10. Apa pendapat ibu tentang orang Jawa?
11. Nilai-nilai apa saja yang memengaruhi hidup ibu?
12. Berdasarkan pengalaman, bagaimana nilai tersebut memengaruhi hubungan ibu
dengan mertua?
13. Bagaimana menciptakan nilai-nilai tersebut dalam hubungan mertua?
14. Bagaimana ibu memaknai keluarga?
15. Bagaimana harapan ibu terhadap mertua dalam keluarga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Verbatim N

Nama Interviewee : Ibu N


Umur : 31 tahun
Status : Menantu
Hari, Tanggal : Rabu, 30 November 2016
Waktu : 18.40 WIB – 19.50 WIB
Tempat : Rumah Ibu S
Interview ke- :1

Baris Tematik
1 T Selamat malam mbak, Gimana kabarnya hari ini mbak?
2 J Alhamdulilah baik
3 T Ini mau nanya-nanya tentang pengalamanya mbak
4 J Ya
5 T Bagaimana pengalamanya mbak dengan keluarga?
6 J Hampir kurang lebih sembilan tahun ya suka dukanya
7 banyak. Sukanya ada punya dua anak yang besar sudah
8 kelas dua yang kecil tiga tahun. Kalo dukanya banyak Kesabaran menghadapi
9 (ketawa) banyak juga. Tapi ya dinikmati tetap semangat mertua (8-10)
10 (ketawa), sabar.
11 T Susahnya apa mbak?
12 J Susahnya? Ya repotnya punya anak gitu. Repotnya kalo
13 pagi mau kerja harus buatin sarapan anak-anak dulu
14 mandiin terus ngurus diri sendiri mau ke kantor, bersih-
15 bersih rumah, cuci piring, ngepel gitu. Terus masalah Keikhlasan menerima
16 ekonomi juga. Kadang ya susah kayak berat gitu tapi yo keadaan bersama mertua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

17 tetap semangat, sabar, ikhlas gitu aja (16-17)


18 T Kalo apa namanya, pengalaman mbak dengan keluarganya
19 yang dulu sebelum menikah itu gimana mbak?
20 J Kalo dulu gimana ya, yo seneng.. akrab, seneng, suka
21 bercanda terus jarang serius malah tapi opo yo.. kalo
22 masalah agama tu bapak saya keras, misale abis magrib
23 harus ngaji, tivi gak boleh nyala. Habis ke masjid tivi gak
24 boleh nyala harus ngaji semua terus sampek sekarang jadi Pelajaran kemandirian
25 tertanam gak usah disuruh gitu udah sendiri udah jalan beribadah oleh orang tua
26 sendiri kayak ngaji, abis magrib ngaji gak usah (21-29)
27 gak..pokokke gak berat ibadahnya pokoknya gak berat.
28 Kayak sholat kalo udah biasa dari kecil udah besarnya
29 sendiri mbak gak usah dioyak-oyak gitu. Ekonomi kadang
30 juga sulit. Ekonomi lagi..
31 T Udah biasa ya mbak..
32 J ha.a udah biasa (ketawa)
33 T Kalo mbak ini, pengalaman keluarga yang sekarang
34 gimana mbak?
35 J Sekarang, tentang apa ya mbak?
36 T Cerita aja keluarga yang sekarang gimana mbak
37 J Masalah kerja, dulu pernah kerja di toko. Di toko berapa
38 tahun ya..2 tahun terus keluar karena punya anak kecil
39 repot. Terus keluar, itu pernah jualan di depan mitra tu
40 jualan es, jualan es, cuma berapa bulan terus ditawari kerja
41 di puskesmas terus sampe sekarang sekitar berapa tahun
42 ya, 4 tahunan kerja di puskesmas. Alhamdulilah yo
43 ekonomi agak meningkat dibanding dulu.. dulu kerja di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

44 toko sekarang kerja di puskesmas agak lumayan,


45 pengetahuanya juga tambah masalah kesehatan, terus apa
46 yo..
47 T Kalo apa namanya, mbak asalnya dari mana?
48 J Sragen
49 T O Sragen, terus menikah, ee coba ceritain mbak pindahnya
50 dari Sragen ke sini?
51 J Oo dulu kerja di toko busana muslim Zahara di tempat
52 saudara klaten situ terus berapa tahun terus ketemu sama
53 ini bapake Azam, dia sering sering main di wartel mas
54 supri it uterus ketemu terus kenalan terus akhirnya nikah
55 tahun 2007 akhir. Tahun 2007 akhir saya masih kerja di
56 toko itu di Zahara melahirkan itu hamil melahirkan terus
57 keluar karena repot punya anak kecil, terus keluar 100%
58 jadi ibu rumah tangga, repot di rumah gak kerja rasane
59 jenuh, dirumah jenuh ngurus bayi. Terus pindah ke sini
60 dari Sragen pindha ke sini kerja kerja di Zahara itu udah
61 tinggal di sini gak gak..tinggal di Sragen tahun 2005..
62 T Berarti tinggal disini tu ngekos apa gimana?
63 J Di tempat saudara yang punya Zahara, tinggal disitu 2
64 tahun lebih. Dua tahun ketemu bapake Azam terus pindah
65 ke sini, dari 2005.
66 T Terus saat ini kan mbak tinggal serumah sama mertua, nah
67 pengalamanya mbak tu coba ceritain pengalaman mbak
68 satu rumah dengan mertua tu gimana?
69 J Ya ada enaknya ada gaknya.kadang yo gak enak sama Ketidaknyamanan tinggal
70 mertua kalo serumah tu kurang leluasa gak seperti rumah dengan mertua karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

71 sendiri dulu pernah ngontrak enak udah rumah sendiri kurang leluasa (69-72)
72 masak wes pokoke bebas sesuka hati tapi sayangnya Azam Kenyamanan anak
73 gak mau tinggal di perumahan gak ada temenne biasane sebagai pertimbangan
74 disini di lapangan main main disitu gak ada temene terus tinggal dengan mertua
75 Balik lagi kesini. Sini yo suka dukane banyak gak seperti (72-75)
76 rumah sendiri, sama wong tuwo yo kudu jaga sikap, Kesadaran menjaga sikap
77 kadang masalah apa, kecil sih tapi sah rene bukan rumah tinggal bersama mertua
78 sendiri kayake masuk dalam hati gitu, beda, nek sama (75-78)
79 orang tua sendiri kan dari kecil mau ngomong apa tu gak Perasaan sakit hati
80 masuk nek maksude gak sakit hati gitu kadang sama terhadap perkataan
81 mertua dikit aja udah sakit hati tapi ya.. belum rumah mertua (78-81)
82 sendiri yo sabar itu tadi. pokoknya gak ngalah kadang gak Ketidakmauan mengalah
83 bisa ngalah juga pada mertua (81-83)

84 T Kayak hal apa mbak kayak gak bisa ngalah


85 J Kayaknya kalo saya benar, apa ya misale sepele sih apa ya
86 misalnya dulu bapak, tapi masalah opo yo, misale bapak,
87 misale sayuranlah bapak padahal itu bukan saya anu bapak
88 naruh sayuran gak dimasukin kulkas lagi terus dimakan
89 tikus, anu ibu gak tau kalo bapak dikirain aku, besoknya
90 “la nek marai di di kemBalikan ke kulkas lagi” “bukan
91 saya og bu kemarin bapak” terus agak keras saya sepele lah
92 sepele mungkin gak pas gak ngepasan tapi kalo pas rilek Pengaruh suasana hati
93 hatinya enak gitu ya “oya bu” gitu aja. Cuma sepele gitu. berani merespon (91-93)
94 Ya cuma masalah kayak gitu. Kalo masalah besar mungkin
95 ya udah pindah..
96 T Pindah gimana mbak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

97 J Pindah maksude nek besar. Nek besar enggak sini enak- Pindah sebagai pilihan
98 enak aja gak sampe.. gak sampe nek masalah besar kayak menghadapi masalah
99 orang-orang yang udah gak kuat, wong kan “wong karo besar (97-99)
100 mertua gimana?” gimana yo digawe yo ngalah yo sabar Kesabaran menghadapi
101 wong yo rung iso nggawe omah dewe ngoten. Saling mertua (100-102)
102 membantu saling..
103 T Terus enak gak enake apa mbak?
104 J Enake gini dulu kan udah pernah kontrak itu kayake sepi
105 biasane guyon-guyon rame sama sini cerita enak kalo kalo
106 kontrak kan sepi kalo bapake kerja saya di rumah sama
107 Azam cuma berdua gak enak juga kangen kebersamaan Kerinduan kebersamaan
108 sama mertua..wes itu enaknya kangennya, gak enaknya (106-111)
109 tadi og ya. Kangen kebersamaan, enaknya tadi bebas,
110 bebas tadi.gak enaknya ya kangen kebersamaan itu tadi,
111 guyon-guyon yo itu
112 T Berarti pindah ke sini tu ini ya mbak ya enakan pernah
113 sempet ngontrak akhire Balik lagi, Balik lagi ke sini itu
114 karena anaknya mbak yang gak betah..
115 J Gak betah terus saya juga kerja kan nek waktu itu kan saya Kenyamanan anak
116 belum kerja terus bapake terus akhire saya kerja jualan es sebagai pertimbangan
117 teh poci itu adik saya terus saya yang jaga di mitra akhire tinggal dengan mertua
118 pagine Azam kalo pagi tak titipin disini nanti sore saya (117-120)
119 ambil tapi Azam gak mau, gak mau ke sana disini temene
120 banyak di sana gak ada alasan yang kedua itu. sebenere Kebebasan berperan ibu
121 saya ya seneng disana luweh bebaslah, masak-masak juga rumah tangga (120-122)
122 ini kayak pokoke yo menikmati jadi ibu rumah tangga
123 T Kalo disini mbak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

124 J Di sini kan susah mbak, maunya ya.. kayake gak pakewuh Kesungkanan meminta
125 juga mau itu... mau apa namanya paling kalo pulang kon sesuatu pada mertua
126 bukake lawang juga gimana (ketawa).. disini ya enak sih (124-127)
127 gak begitu. Sini bebas bebas aja sih..
128 T Bebasnya gimana?
129 J Bebas.. karena gak canggung sama mertua itu lho. Kalo Kebebasan beraktivitas
130 canggung kan mau ngapa-ngapain gak enak, enake itu sih.. menunjukkan tidak
canggung (129-130)
131 T Pas awal-awal pas adaptasi, ada gak susahnya pastikan ada
132 hambatan apa?
133 J Saya kerja jadi gak begitu kerasa kalo di rumah 24 jam
134 kayake kroso banget. Soale kan saya kerja pulang sore dari Pekerjaan menyita waktu
135 pagi sampe sore kalo gak setiap malem siang sampe malem mengenal lingkungan
136 jadi gak begitu kerasa. awal-awal belum kenal sama (133-138)
137 tetangga, baru punya anak baru srawung karena gak
138 berani..
139 T Kalo kayak kebiasaan di rumah gimana?
140 J Masalah makan, gak berani (ketawa) maksude..belum Perasaan malu
141 berani kalo mau ngambil sendiri tu gimana gitu nek gak menyesuaikan diri dalam
142 disuruh ayo maem ayo maem gitu awal isin-isin saiki no keluarga (140-143)
143 wes tanduk (ketawa).. terus apa ya..
144 T Kalo ini cara adaptasi mbak disini tu gimana?
145 J Pas awal-awal?
146 T Ya
147 J Pas awal-awal ya paling ibu di dapur ibu bantuin metikin
148 sayur terus nonton tipi aku ikut tapi yo agak gimana gitu
149 pas awal..pas aku nonton tipi ibu ndeketin terus aku mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

150 masuk kamar “wes rapopo neng kene wae” gimana gak ada
151 suami pas kerja aku pas masuk siang, saya masuk siang
152 suami masuk pagi tu kan susah kan jan-jane kan belum Keasingan dan belum
153 akrab sama mertua kan awal-awal gitu belum akrab bedane akrab saat penyesuaian
154 kalo sama suami kalo pas masuk shift itu aduu..jadi cuma diri (152-157)
155 dikamar.. terus kalo nonton tivi sebentar trus masuk kamar
156 lagi belum menikmati banget. Ya menikmati tu pas punya
157 anak, punya anak terus akrab sama mertua
158 T Kalo pas punya anak nah kalo pas ngasuh ya itu ada
159 perbedaan kayak ngasuhnya gitu gak mbak?
160 J Kadang ada sih apa misalnya, nek ibu gak gitu.. nek-nek
161 orang jaman dulu kan opo yo ibu ibu mengikuti saran
162 dokter jadi gampang sih ibu gak begitu beda sih. Kalo apa Keluwesan mertua
163 dipakein gritolibu kalo di saran dari dokter perawat bidan bersikap (160-166)
164 ibu oya terus kalo dari dokter abis nglairin makan amis-
165 amis gak papa ibu ya.. gak begitu kayak orang dulu banget
166 kudu ngene-ngene.. gak gitu. Ee kalo mandi, mandiin anak Membatin
167 aku kan gak pernah nyabunin wajah, disuruh nyabunin ketidaksetujuan pendapat
168 wajahe tapi gak ngomong langsung anu “raine mbok mertua (166-171)
169 disabuni mbak sisan didusi.” Rai kok disabuni aku ngono
170 aku gur batin tok, ada sabun khusus aku yo gur batin gitu
171 sih
172 T Terus kalo perasaan mbak tinggal serumah tu gimana
173 mbak? Pas awal-awal sama sekarang tu gimana?
174 J Kalo awal-awal tu santai, pas duwe anak nglairke. Punya Kesabaran dan nrimo
175 anak baru satu sekarang dua pengene udah punya rumah menghadapi mertua (176-
176 sendiri tapi yo belum bisa. Nek belum bisa yo tadi sabar, 178)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

177 nrimo, njogo.. njogo ati, sikap kadang nek rakuat kadang
178 yo ngomong banter
179 T Kenapa jaga sikap ee hati dan sikap?
180 J Menjaga hati tu tadi maksude digawe santai ojo sampe loro Sikap santai menghadapi
181 ati ngono lho kadang ibu ngomong opo kok nylekit, mertua (180-181)
182 kadang nek dipikir secara jernih asline iki mau ora asline
183 ngono asline iki mau biasa nek sing ngomong wong Perasaan sakit hati
184 tuwane dewe ki sih ora tak anggep loro ati ta renehke terhadap perkataan
185 ketoke anu banget..yokui mau..kadang nek opo yo. Dipikir mertua (181-185)
186 jenih nanti..nek pas harii itu ibu ngomong dipikir nanti
187 “anyel aku” tapi nek besok “woo ora nek dingeneke yo
188 oraa” pas anu wae atiku pas ra penak pas bad mood
189 T Bagaimana pendapatnya mbak ee mbak tu serumah sama
190 mertuanya
191 J Ya gimana ya, itu pertanyaane daritadi sama aku dadine
192 binggung.. y owes penghargaan bagi mertuaku, anakku
193 diasuhke, dikei duit.. dadi nek enek masalah opo iso aku
194 mengingat hal itu jadi ngko dipikirke maneh oo iyo aku
195 utang budi karo mertua, mertuwa ku ngko nek Hutang budi sebagai
196 dinengke…digawe ngko wae terus, kui kunci ku kunci ben kunci bertahan (193-196)
197 iso nyaman terus kui duwe utang budi kui..
198 T Terus pengaruhnya mbak serumah sama mertua dalam
199 hidupnya mbak sekarang
200 J Positife yo diajari kehidupan lah
201 T Kayak apa?
202 J Bersosialisasi dengan tetangga, tilik-tilik terus arisan Kedekatan keluarga
203 keluarga kayak gitu. Nek nek rumah sendiri mungkin dengan berkumpul (202-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

204 jarang..nek serumah kan ayo …..nek nek rumah sendiri 203,206-207)
205 mungkin repot terus yo ngentengke mungkin tidak tidak
206 bisa diajak gitu serumah. Terus lebih deket dengan
207 keluarga, keluarga besar terus opo yo..
208 T Nek negatifnya apa mbak, kan tadi positifnya?
209 J Kadang beda prinsip, duwur basane (ketawa). Contoh kecil Perbedaan kebiasaan
210 wae contoh kecil. Kebiasaan saya pas kecil pas magrib tivi beribadah berpengaruh
211 dimatiin terus semua ngaji nek disini gak ibu nyetel tivi, pada kebiasaan anak
212 saya ngajak anak saya ngaji padahal tivinya nyala lha (209-213)
213 itu..itu
214 T Anaknya lebih milih tivi
215 J He.em terus yo agak sulit wong yo ngaji terus saya ajak ke
216 kamar ngaji, itu pengaruhe
217 T Terus mbak kayak apa ya kayak melakukan sesuatu gitu
218 kayak ya tetep anaknya kudu ngaji apa gimana?
219 J Paling saya njelas-njelaske apa pengaruhe apa jangan Pengajaran kedisiplinan
220 nonton tivi terus yo ngaji barang ben ngene-ngene ben beribadah pada anak
221 soleh ngene-ngene panjang lebar walaupun yo sesuk nek (219-223)
222 wes bar magrib kene ngalah kene nyeramahi anak maneh.
223 Yo kadang anake minta sendiri ayo bu ngaji gitu
224 T Udah kebentuk ya kebisaane
225 J Hu.um kebiasaan. Tapi kadang yo terpengaruh tipi.. tapi ya
226 pokoke saya ya terus nek dari kecil sudah dibentuk ngko Keinginan untuk anak
227 nek gedene rasah dioyak-oyak. Gdene rasah dioyak-oyak mampu mandiri (225-
228 wes mapan dewe 228)
229 T Pertimbangannya pa dan bagaimana mbak memilih untuk
230 tinggal satu rumah dengan mertua? Secara pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

231 J Sebenere ya gak ini wong siapapun yang berumah tangga Kekurangan ekonomi
232 pasti ingin udah punya rumah sendiri ini masalahe memaksa tinggal
233 ekonomi belum punya rumah sendiri yo bertahan aja gitu bersama mertua (231-
234 aja ak kerana apa gitu gak ya itu karena belum punya itu 235)
235 tadi
236 T Terus berdasarkan pengalamanya mbak apa harapan mbak
237 terhadap mertuanya
238 J Harapane nek kesehatan yo mesti mertua yo sehat..mertua Kesadaran untuk
239 selalu sehat, keluarga bisa bangga menjaga nama baik
240 T Bangganya tu kenapa mbak? keluarga (238-239, 241-
241 J Dengan kita perilaku kan anakn saya bisa pinter yo 243)
242 perilakune baik gak nakal bangga punya cucu yang pinter
243 yang solid gak buat malu keluarga
244 T Kalo harapan mbak sebagai menantu ke mertua apa ? dari
245 sikap kah dari apa ya perilakunya kah
246 J Ibu I penak I penak ora canggung karo ibu wes koyo wong Anggapan mertua seperti
247 tuwaku dewesih rumangsaku akrab banget tidak berjarak orang tua sendiri dengan
248 wes yo enjoy berharape opo maneh yo jane yo sabar wae ro terbuka dan akrab (246-
aku, masalahe aku sing ra sabar 248)
Harapan sikap sabar
mertua menghadapinya
248-249)
249 T Kalo menurut mbak sebagai menantu terhadap mertua
250 Bude Sakimin tu apa
251 J Ibu tu baik, sabar, kalo saya gak senang misale anak
252 cucune.. dibelikan misale itu terus yo saling membantu
253 kalo apa kalo punya ya tak kasih terus ibu I sama anak- Penilaian keikhlasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

254 anaknya walapun anak-anaknya anaknya sendiri anak mertua menghadapi


255 kandungnya sendiri misale berbuat apa mungkin menyakiti masalah (252-257)
256 hati ibu I ibu sabar koyo ikhlas yoweslah yoweslah gitu..
257 T Terus kekhawatirannya mbak, apa kekhawatiranya mbak
258 terhadap mertua?
259 J Khawatirnya maksudnya apa mbak?
260 T Jadi mbak adakah kah merasa khawatir mertua tu seperti
261 apa gimana gitu mbak?
262 J Paling apa makude gimana gitu kan saya kalo saya gak gini Kekhawatiran dibatin
263 nanti dibatin gitu bisa oleh mertua (263-264)
264 T Bisa, diceritain aja mbak
265 J Paling kalo saya gak nglakuin ini piye cepet-cepet pagi
266 sibuk seharusnya anakku udah tak dulang belum jadi aku
267 didatengin ibu kok anakku durung tak dulang misalnya
268 gitu paling khawatirku gitu paling tapi gak tau ibu gimana
269 aslinya, tapi kadang saya mandiin dulu terus bu kulo
270 mandiin opo dulang kadang yo tak takok i anu yowes didus
271 i wae ngko tak dulange tapi kadang yo kalo pas cepet-cepet
272 saya mikir ngedusi tok wah ngko suwe suwe ibu nganu aku
273 anake rung didulang opo opo anake rung didusi paling
274 khawatirku gitu mbak
275 T Kenapa mbak takut dirasani
276 J Piye yo, ya gak suka aja. Yo lebih enak gimana ya lebih Keinginan orang lain
277 enak diomongke langsung tapi ya alus aja (ketawa) urik mengungkapkan keluhan
278 banget pengene diomongke langsung tapi aku penak men secara halus (277-280)
279 tapi nek ngomong jes-jes ngono yo loro ati.. anake didusi
280 sek.. contone contone “nek arep mangkat anake didusi sek”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

281 nah kui kan langsung des neng ati nek omongan alus
282 ngono walaupun nagnu tetep bedo iso nrimo “oo ho.o
283 nggih” ngono
284 T Terus pernah gak mbak mengalami pengalaman negative
285 sama mertua
286 J Mbak rada privet..dulu kan dulu pas anake baru Azam, Perasaan sakit hati
287 dikamar bapak kok ngrasani aku karo ibu yo jenenge terhadap perkataan
288 keloro ati banget..pokoke sing diomongke ki sebenere aku mertua (287-291)
289 ra koyo ngono kui tapi dadi loro banget terus aku bengi
290 nangis neng kamar, bojoku ngerti. Esuke wes toto klambi
291 aku muleh neng Sragen karo Azam ngebis asline yo gelo
292 terus akhire aku Balik rene maneh. Ibu yo “arep neng ndi”
293 yo disangoni karo ibu. Ibu ketoke yo kroso wong bapake
294 Azam yo ngomong “yo ra ngrasani ngono kui” ibu koyo e
295 yo malah keweden terus let pirang sasi..yo susah bapake Perenungan dan
296 kerjone neng kene aku muleh neng kono berpisahe yo penyesalan karena
297 saling merenung kulo mikirke piye opo aku ki.. Balik lagi perilaku emosi sesaat
298 ke sini paling yo emosi sesaat. Anak satu tapi yo umure (296-299)
299 lagi piro 24 tahun kan yo emosiku isih meluap-luap
300 dibanding sekarang 30an yo.. Sudah terkontrol gak seperti
301 dulu. Langsung sithik sithik langsung.. kui paling.. mugo-
302 mugo yowes ora yo gur kui paling yo menyesali itu gek
303 langsung gak dipikir panjang sek yo akibate piye wong yo
304 Balik rene
305 T Balik ke sini tu dijemput apa gimana?
306 J Dijemput bapake asline aku yo mikir gek raneng sing Memendam keegoisan
307 ngurusi ngko nek mangkat kerjo sarapan, klambine sing diri demi suami (307-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

308 nyetriko sopo ngene-ngene mikire dowo kae aku egoku tak 310)
309 pendamke wae..Balik rene ngebis arep dijemput “rung isoh
310 njemput” yowes karo Azam podo le mangkat mau yo dewe
311 T Terus gimana caranya mbak menghadapi itu mbak?
312 J Pas disana?
313 T Ya disana bisa
314 J Pas disana ya komunikasi terus sama suami terus disana
315 bapak aku manggon kene yo , bapaku yo mungkin dalam Membutuhkan
316 hatinya lala ki ngopo piye karepe piye mungkin ora ben ketenangan pikiran
317 leren sek pikire terus akhire orang tuaku gak ngandani menghadapi masalah
318 ngene-ngene yowes rumah tangga ne dewe iso mikir dewe (316-324)
319 kosek terus aku pamitan kesini lagi baru mengungkapkan.
320 halah paling Lala yo rono meneh duwe bojo duwe keluarga
321 opo yo arep neng kene terus yo bapak asline yowes diuneg-
322 uneg, ning gak disampek pas sebelum aku mau pulang
323 kesini. Pas mau ke sini uneg-unegke dikeluarin yo apik.
324 Nek nek orang tua gak baik kan “mbok wes..neng kono
325 wae, ngko ndak ngene-ngene” ora manas-manasi malah
326 wes neng kene ben ayem sek ngko pirang minggu wes Bali
327 rono neh ngko bisa rono maneh nak tenan
328 T Lha mbak tu menikah umur berapa to mbak?
329 J 22 mau 23..
330 T Jadi Azam lahir mbak umurnya 24?
331 J 22 kan umur November langsung hamil kan 2008 akhir
332 Azam lahir, hu.um 23.. emosine isih..meluap
333 T Terus setelah kejadian itu mbak penilaian mbak terhadap Kecanggungan terhadap
334 mertua tu gimana mertua setelah perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

335 J Yo kambek ibu yo ada canggung gimana gitu tapi yawes emosional (333, 336-
336 rasah dipikir aku kae terus y owes biasa terus biasa neh 337)
337 T Kalo menurut mbak itu mengartikan orang Jawa itu apa
338 mbak
339 J Adat, kebudayaan, alus, tapi banyak juga yang gak alus Pandangan orang Jawa
340 kayak lemah lembut nek pakewuh berbudaya halus dan
341 T Gak alus tu maksude piye mbak? rukun dalam bersikap
342 J Bahasane kalo ngomong kalo dipulau-pulau lainkan “wong (340-341,343-346)
343 jowo yo mesti alus” boso opo neng asline kan gak semua,
344 kasar, yo okeh neng terkenale kan disana-sana kan nek jadi
345 Jawa ki alus ora koyo wong batak, kasar ning yo ra kabeh
346 T Lainnya mbak?
347 J Pendidikan lebih mudah daripada pulau pulau lain,
348 pendidikan terus barang-barang kebutuhan itu lebih mudah
349 didapat daripada Kalimantan opo adoh-adoh. Lebih enak
350 sih
351 T Kalo menurut mbak perempuan Jawa tu kayak gimana
352 mbak?
353 J Katane alus, alus, dulu sama sekarang kayake beda
354 T Bedanya mbak
355 J Perempuan sekarang yo teknologi canggih kebudayaan Karakter perempuan
356 barat masuk kesini Jawa Sunda podo wae. Dulu kayake Jawa yang pemalu (356-
357 pacaran boncengan tu malu terus sekarang wes amplok- 360)
358 amplokan terus dulu, hamil duluan tu sangat memalukan
359 sekarang yowes biasa gak Jawa gak Sunda gak Bali sama
360 aja gitu perempuane dulu sama sekarang bedane itu
361 T Kalo nilai-nilai ee pembelajaran jadi orang Jawa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

362 memengaruhi hidup mbak ada gak mbak?


363 J Boso yo boso kromo inggil, saling menghormati yang lebih Pembelajaran beretika
364 tua daripada gak bisa, ya kromo inggil paling itu kehidupan dan berbahasa Jawa
365 sampai kapan pun bisa boso nek gak bisa boso… (364-365)
366 T Nilai-nilai lain ada gak mbak?
367 J Perempuan tu ya lebih… paa ya sopan, baik, sopan Karakter orang jawa
yang sopan dan hormat
pada orang lain (367)
368 T Berdasarkan pengalamannya mbak tadi mbak ceritain
369 bagaimana nilai-nilai yang mbak sebutin tadi memengaruhi
370 hubungan mbak dengan menantu
371 J Ora ono ki aku, sebabe ora ngomong opo langsung
372 tindakan jadi nek boso yo tetep boso menghargai,
373 maksudku nek ra penak penak langsung tindakan langsung Kespontanan bertindak
374 muleh jadi ora nyangkut kulino nilai-nilai sing tak dan berbahasa (372-377)
375 omongke mau, boso yo tetep boso menghormati yo tetep
376 menghormati, aku yo pamit aku yo pamit…
377 T Apa ya apa nilai-nilai itu masih masih mbak terapkan
378 dalam kehidupan sehari-hari
379 J Nek bisa ya iya..terus menghormati menghargai yo Pengaruh suasana hati
380 diterapkan tapi kadang yo males mbak maksude nek eneng berani merespon (380-
381 koyo dipuskesmas ono pasien rodo nganyelke opo piye, 401)
382 wonge rodo tuwo dikandani ngeyel kae ki anyel dikandani
383 ngeyel, wong tuwo kok ngeyel kui paling kendalane sok
394 kendalane neng nggon mut kene lagi kesel-kesel, garapane
395 akeh kono dikandani ngeyel kene sak jane kene alus dadi
396 ra alus ning yo tetep boso ning ngomonge ora ora alus,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

397 ketoke yo tuwo nek uwong mut e lagi apik ki wong


398 ngomong opo alus wae mbok kono nganyelke ngono kene
399 yo tetep nggih nggih, wes kene kesel gaweane akeh
400 nganyelke wes tak…
401 T Terus bagaimana mbak menjaga apa ya nilai-nilai itu tetep
402 ada dalam kehidupan mbak untuk untuk apa ya pedoman
403 mbak untuk berelasi dengan mertua tu gimana?
404 J Dipraktekan.. menghormati.. dihargai kadang-kadang yo Sikap menghormati
405 ora sesuai karo pemikirane awak dewe yowes dihargai perbedaan pendapat
406 dihormati..dipraktekan.. mertua (405-407)
407 T Ya kalobeda pemikirane tetep dihargai mbak?
408 J Kecuali nek pas biyen, bedane kui kenapa penake piye-
409 piye nek karo mertua saling menolong asline ora ngene
410 contone sepele banget mbak wadah, wadahe mbak ning
411 neng kene wadah maem ‘bu niku wadahe mbak ning”
412 “Tupperware yo” ra eneng tulisane ngono mending aku
413 sing ngalah, aku neng ngone mbak ning yo tak tonton,
415 terus kapan ngono neng ngone mbak ning “mbak ning
416 wadahe jenengan teng nggone kulo i, kesupen” “ora
417 Tupperware og kui, yowes rapopo” lha kae dudu
418 Tupperware ning sak ngomonge wong tuaku aku yo ra
419 ngeyel kui mau mbak contone. Walaupun beda prinsip Sikap mengalah bentuk
420 koyo kui mau, udu Tupperware, koyo ibu salah ini masalah kehormatan terhadap
421 sepele sih yowes aku ngalah, menghormati menghargai mertua (420-425)
422 kui..ora ora penake nek karo mertua kui nek karo wong
423 liyo aku bener yo tak anu to mbak (ketawa) tak ayeli kui ra
424 penake nek karo mertua kui bedo aku sing ngalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

425 “sanjangane wadah mbak ning mboten Tupperware” “oh


426 ho.o to” kui asline aku anyel. Kui gur njawab gur hoo to Kejengkelan terhadap
427 ndek wingi e ngeyil saiki jawabane gur hoo to. Ngeyel. Kui mertua yang keras kepala
428 sing asline yo gur sepele sepele.. (427-429)
429 T Lha kenapa mbak lebih milih ngalah?
430 J Karena kan melu wong tuwo, yowes ngalah digawe ngalah. Sikap mengalah bentuk
431 Kene melu bojo opo arep karo morotuwo arep istilahe jahat kehormatan terhadap
432 arep wani ketoke ra etis wae, melu bojo bojone yo isih mertua (431-434)
433 melu wong tuwo. Moso ora ngajeni karo wong tuwo.
434 T Harapannya mbak kedepan tu apa?
435 J Harapannya ya bisa mandiri, punya rumah yo ekonomi Keinginan memenuhi
436 lancer saya dan suami anak-anak sekolahe lancer kebutuhan keluarga(436-
437 pendidikane terjamin agamane lebih bagus terutama lebih 439)
438 dekat dengan Allah terus mendekat. wes pasrah nek kita
439 lebih dekat kita sayang Allah juga sayang sama kita. Kita Pandangan beribadah
440 dekat kita yang ibadah rajin Allah tidak akan tidak pelit. sebagai jembatan dengan
441 Kalo kita tidak pelit Allah juga tidak pelit. Rajin, kita Tuhan untuk
442 mendekati Allah juga mendekati. Kebahagiaan dunia mendapatkan
443 akhirat wes yang diinginkan keluarga bahagia mertua sehat kebahagiaan (439-446)
444 punya rumah sendiri ekonomi lancer harapane sing apik-
445 apik..intine bahagia dunia akhirat ngono wae kui wes
446 keseluruhan ngono ya mbak yo..wes kabeh rinciane akeh..
447 T Terus harapan mbak hubungan dengan mertuanya itu apa
448 mbak?
449 J Tetep baik tidak ada perbedaan yang signifikan maksudnya Menjaga kekompakan
450 yo komentare ora bedo ben klop terus ora gawe ora dadi mencapai keharmonisan
451 padu jadi..pertengkaran ya ketoke harmonis. (450-452)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

452 T Mbak menurut mbak harmonis tu apa mbak?


453 J Bahagia, ketoke yo bahagia mauny sih bahagia klop Keharmonisan anggapan
454 hatinya ora enek duri-duri diantara kita duri dalam tidak ada masalah
456 daging..duri maksude kerikil-kerikil sing ada di hati keluarga (454-459)
457 maksude koyo eneng sing ra penak di hati. dadi plong
458 kabeh ra eneng sing dongkol..
459 T Makasih ya mbak sudah meluangkan waktunya.. pokoknya
460 makasih ya mbak

Interview ke-2
Hari, Tanggal : Jumat, 09 Desember 2016
Waktu : 18.38 WIB – 19.05 WIB

461 J Peran menantu ya, membantu membantu pekerjaan rumah


462 ya meringankan masalah pekerjaan rumah sing terlihat..
463 T Kalo pekerjaan rumah menurut mbak sebagai menantu tu Peranan membantu
464 apa mbak? pekerjaan rumah tangga
465 J Ya misalnya cuci piring, nyapu itu kan bagi-bagi tugas (461-462)
466 sama mertua. Tempat sharing juga bisa sama mertua. Bisa
467 nganter ibu kemana, mau arisan kan ibu gak bisa bawa
468 motor kadang suruh nganter kemana ya itu
469 T Kalo pendapat mbak tentang peran mertua bagaimana
470 mbak?
471 J Jadi tempat curhat tadi bisa, ee bisa ngurus anak. Srawung Pengenalan lingkungan
472 sama tetangga, ngajak sosialisasi nganu posyand.. nek tilik- sosial oleh mertua(471-
473 tilik itu kan 473)
474 T Gini bagaimana usaha mbak jadi menantu yang menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

475 mbak ya sewajare mbak


476 J Mmm apa adanya gak dibuat-buat..ya menghargai Usaha memanajemenkan
477 menghormati wayahe apa yo..wayahe kerja ya kerja diri sesuai waktu (476-
478 wayahe nyantai yo nyantai 478)
479 T Kalo menurut mbak, bagaimana mbak memahami hormat?
480 J Hormat itu artine apa..
481 T Ya menurut mbak tu hormat kayak gimana Sikap hormat bentuk
482 J Patuh. Patuh..menghargai menghormati kepatuhan (482)
483 T Contoh dalam keluarga tu hal kayak apa mbak?
484 J Menghormati ngono ya mbak? Sikap menghormati
485 T Ya perbedaan pendapat
486 J Misale pendapat. Pas sharing pendapat gini-gini ya saya mertua (486-487, 489-
487 menghormati 491)
488 T Menghormatinya tu gimana mbak?
489 J Misale beda beda pendapat, saya dengan mertua padahal
490 saya punya pendapat gini ibu gini ya menghormati
491 pendapat mertua walaupun beda
492 T Bagaimana mbak memahami rukun?
493
J Rukun i ora gonthok gonthokan ora dongkol di hati terus Pandangan rukun dengan
494
melakukan apa tu enak.. ora nek… tidak ada perasaan kesal
dalam hati (493-494)
495
T Kalo contohnya dalam kehidupan keluarga rukun kayak
496
apa mbak?
497
J Rukun damai, ya damai kui mau.. rukun yo ra enek Kerukunan menjaga
498
pertengkaran yo walaupun cilik sithik sithik ning nek rukun damai dan tidak ada
499
iki yo mbuh tetep bersatu neh cilik-cilik dingo penyedap pertengkaran (497-498)
500
rumah tangga. Yo nek rukun yo ngko tetep mbalek neh Pertengkaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

kembali rukun (498-500)


501 T Cilik-cilik kayak yang..
502 J Yo koyo kui mau, pendapat koyo mau berbeda jane yo jane Sikap menghormati
503 yo koyo ora srek neng athi sakrehne yo menghargai perbedaan pendapat
504 menghormati.. oh yowes o yowes menghargai wae terus dengan mertua (502-505)
505 balek neh rukun neh
506 T Bagaimana usaha mbak bertindak tanduk sebagai orang
507 jawa
508 J Menjaga sopan santun, menghargai yang tua.. Pegangan nilai
509 menghormati yang tua menghargai yang muda.. motto menghormati yang tua
510 kehidupan.. menghormati yang tua dan menghargai yang dan menghargai yang
511 muda muda (508-511)
512 T Kalo menjaga sopan santun tu misalnya kayak apa mbak?
513 J Misalnya ee ke tempat ibadah gak teriak-teriak, gak bikin
514 gaduh terus misale kalo ke instasi kelurahan atau Bersikap sesuai etika di
515 kecamatan tetep menjaga sopan santun, antri.. antri sesuai tempat umum (513-517)
516 dengan urutan ya bisa sopan santun ora nyerobot antrian
517 orang lain. jaga sikap, tertib, tidak membuat gaduh
518 T Mbak menurut mbak kenapa harus jaga sikap?
519 J Jaga sikap di tempat umum kan beda-beda. Di tempat
520 umum kan banyak orang beda-beda karakternya kalo kita Menjaga sikap
521 gak jaga sikap ntar ada yang misale kita ngomong nyeplos menghindari orang lain
522 nanti sakit hati kan karakternya orang beda-beda gak gak tersinggung (519-523)
523 semua orang seperti kita yang ingin nyantai
524 T Nek jaga sikap di keluarga kenapa mbak?
525 J Jaga sikap ee misale dulu ceplas ceplos ee mungkin ibu Menjaga sikap
526 mungkin mertua lagi gak mood lagi mungkin ada masalah, menghindari masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

527 gak gak srek sama omongan kita malah berabe. (525-527)
528 T Kalo menurut mbak bagaimana mbak itu memaknai sebuah
529 keluarga?
530 J Keluarga.. Pendidikan awal bagi anak, tempat kasih sayang
531 curahan kasih sayang ee curhat ee meluapkan keluh kesah,
532 berbagi kasih sayang berbagi masalah ee mengobati rasa Makna keluarga sebagai
533 capek waktu kerja, pulang buat anak. Capek, kalo liat anak tempat curahan kasih
534 ya seneng. Tapi kadang yo capek, anake njaluk gendhong sayang (530-537)
535 yo campur aduk. Ya suka dukanya banyak, tapi yo banyak
536 sukanya berkeluarga. apalagi udah tua udah punya anak
537 apalagi anak dua, beda karakter
538 T Kalo bagaimana mbak memaknai keluarga besar mbak?
539 J Keluarga semua?
540 T Mbak kan satu rumah ni sama mertua, sebuah keluarga
541 buat mbak
542 J Menyatukan dua keluarga walaupun beda sedarah daging Perbedaan sebagai
543 walaupun yo kadang sulit. Dua keluarga kadang yo beda hambatan menyatukan
544 beda pendapat. Yo ada suka dukanya, tapi banyak banyak dua keluarga (542-546)
545 sukanya. Ya sukane bersatu rame keluarga sendiri jauh
546 mbahe yo susah sepi yo disini cukup bahagia
547 T Kalo sulitnya apa mbak?
548 J Yo itu tadi mm opo yo beda misale ee beda prinsip tadi Perbedaan kebiasaan
549 sama kayak pertanyaan kemarin. Ee masalah ngaji di sini berpengaruh pada
550 begini, tivi dimatiin, masuk kamar kayak itu tapi beda, kebiasaan anak (548-551)
551 lebih milih tivi. Angger anakku yo pengen nonton tivi
552 T Mbak dari angka 1-5 angka berapa yang menggambarkan
553 mbak itu bahagia?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

554 J 4.. belum sempurna banget


555 T Kenapa 4 mbak?
556 J Sudah bahagia tapi belum sempurna
557 T Belum sempurna tu gimana mbak?
558 J Belum sempurna ne yo kebutuhane belum terpenuhi Pandangan bahagia dapat
559 banget. Kadang yo nek butuh opo dewe ngko golek memenuhi kebutuhan
560 utangan kui nek bahagia, punya anak wes bahagia anake (558-562)
561 lanang kabeh wes tak syukuri mbiyen nek wedok yo tak
562 syukuri. Rukun karo morotuwo yo iso opo yo iso apik
563 maksude hubungane baik, yang sepele-sepele yo wes tak
564 ceritain kemarin. Ya paling itu. Belum sempurnane paling
565 kebutuhan tapi yo sejauh ini tak syukuri aja yang udah ada. Mensyukuri keadaan
566 Nek pengen sempurna yo ra mungkin sempurna. Nek 5 keluarga (564-566)
567 sempurna banget koyo ra eneng kekurangan ngono
568 bahagiane
569 T Mbak dari angka 1-5 ee angka berapa yang menunjukkan
570 hubungan relasi mbak dengan mertua
571 J Maksude hubungan?
572 T Iya hubungan
573 J 4 lebih lah 4 setengah belum sempurna banget
574 T Kenapa mbak?
575 J Ya udah klop maksude udah kayak orang tua saya sendiri, Kecocokan dan
576 ibu juga nganggep saya kayak anak sendiri apa yo curhat- keterbukaan hubungan
577 curhat yo curhat-curhat sering malah jarang curhat ke anak dengan mertua (575-580)
578 kandungnya cerita-cerita apa kan sama-sama cewek gitu
579 lho terus masalah ee keuangan kadang nganu sama saya
580 daripada anak kandungnya sendiri. 4,5 boleh lah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

581 Setengahe yo kerikil-kerikil yang sudah saya jelaskan


582 kemarin
583 T Mbak kemarin pernah mengatakan lebih mengalah sabar
584 gitu. Nah itu kenapa mbak lebih memilih untuk mengalah
585 atau bersabar
586 J Karena pertama saya numpang, kemarin kayaknya udah. Kesadaran menjaga sikap
587 Saya ikut suami, suami ikut orang tua kayake nek saya tinggal bersama mertua
588 harus menang begitukan kayak gak etis, sama mertua kok (586-588)
589 kayak gitu terus yang enake ya ngalah itu tadi. nek Sikap mengalah
590 menurutku mungkin pengen menang keinginan manusia menghadapi mertua (588-
591 biasa, aku jane bener mau, wong aku bener kok kadang 589)
592 kayak gitu gitu bener tapi nek mikir lagi tadi wah aku neng Keinginan benar dimata
593 kene nunut kok, wes paling ngalah wae kan dititipi anak mertua (590-592)
594 nek nyambut gawe paling kayak gitu terus ngalah sabar Kesabaran menghadapi
595 wae mertua (592-595)
596 T Selain ekonomi, pertimbangan apa ya untuk tinggal satu
597 rumah dengan mertua itu apa?
598 J Ya paling yang momong ini, Akmal, pas saya kerja kan Kelelahan mengasuh
599 gak ada yang momong paling gitu. Pengalaman dulu pas anak saat tinggal mandiri
600 tinggal di kontrakan itu saya kan pas gak kerja masih (598-607)
601 bareng Azam 24 jam terus akhirnya saya kerja pagi
602 nganterin kesini nitip anak terus nanti sore saya ambil terus
603 kayak gitu tiap hari lama-lama Azam bosen disana gak ada
604 temene akhirnya yo kembali lagi ke sini kok yo enak.. gak
605 titip-titip kan gak wira-wiri anaknya terus gak bosen, isuk-
606 isuk capek hu.um capek capek banget pagi dianter sore
607 diambil disana gak punya temen, tapi main disini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

608 yowes..Tapi enake karo morotuwo ee kalo tetanggaan tu Keuntungan dihormati


609 enak. dulu kan RW, dihormati tetangga, saya juga tetangga ketika tinggal
610 diwongke lha nek sendiri kan mungkin cah cilik e kayake bersama mertua (608-
611 juga beda. Nek rumah sendiri gak se..dihargai orang, gak 617)
612 seperti sekarang ini kalo udah di tempat tinggal sendiri.
613 kan ibu bapak RW terus anake yo kecipratan dihormati.
614 Untunge itu dapet untung mungkin nek dewe ah opo cah
615 cilik. ora duwe urip mati ora dihargai. Nek saiki dihargai
616 nek duwe pangkat dihargai, ra duwe pangkat ra duwe opo-
617 opo gur dicuekin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Clustering of Themes
Informan N (31)

Nilai kehormatan dan kerukunan


 Pandangan orang Jawa berbudaya halus dan rukun dalam bersikap
 Karakter orang Jawa yang sopan dan hormat pada orang lain
 Karakter perempuan Jawa yang pemalu
 Keharmonisan anggapan tidak ada masalah keluarga
 Kerukunan menjaga damai dan tidak ada pertengkaran
 Pandangan rukun dengan tidak ada perasaan kesal dalam hati
 Sikap hormat bentuk kepatuhan
 Kespontanan bertindak dan berbahasa
 Pembelajaran beretika dan berbahasa Jawa
 Pegangan nilai menghormati yang tua dan menghargai yang muda
Ketegangan pendapat
 Kejengkelan terhadap mertua yang keras kepala
 Membatin ketidaksetujuan pendapat mertua
 Kekhawatiran dibatin oleh mertua
 Kesungkanan meminta sesuatu pada mertua
 Ketidaknyamanan tinggal dengan mertua karena kurang leluasa
Kekurangan ekonomi
 Kenyamanan anak sebagai pertimbangan tinggal dengan mertua
 Kekurangan ekonomi memaksa tinggal bersama mertua
 Kelelahan mengasuh anak saat tinggal mandiri
 Kerinduan kebersamaan
Perasaan sakit hati perkataan mertua
 Perasaan sakit hati terhadap perkataan mertua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

Sanggapan perkataan mertua


 Ketidakmauan mengalah pada mertua
 Pengaruh suasana hati berani merespon
 Keinginan benar dimata mertua
Intropeksi diri
 Kesadaran menjaga sikap tinggal bersama mertua
 Menjaga sikap menghindari masalah
 Perenungan dan penyesalan karena perilaku emosi sesaat
Kesabaran menghadapi mertua
 Hutang budi sebagai kunci bertahan
 Kesabaran dan nrimo menghadapi mertua
 Kesabaran menghadapi mertua
 Membutuhkan ketenangan pikiran menghadapi masalah
 Sikap mengalah menghadapi mertua
 Sikap santai menghadapi mertua
Penyesuaian memanajemenkan diri
 Pengenalan lingkungan sosial oleh mertua
 Usaha memanajemenkan diri sesuai waktu
 Kebebasan beraktivitas menunjukkan tidak canggung
Sikap mengalah cara menghormati mertua
 Pertengkaran yang kembali rukun
 Sikap mengalah bentuk kehormatan terhadap mertua
 Sikap menghormati perbedaan pendapat dengan mertua kembali rukun
Penerimaan keadaan
 Anggapan mertua seperti orang tua sendiri dengan terbuka dan akrab
 Keikhlasan menerima keadaan bersama mertua
 Kecocokan dan keterbukaan hubungan dengan mertua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

 Kedekatan keluarga dengan berkumpul


 Menjaga kekompakan mencapai keharmonisan
 Mensyukuri keadaan keluarga
 Kesadaran untuk menjaga nama baik keluarga
 Makna keluarga sebagai tempat curahan kasih sayang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

Skema Informan 1
N (31, Menantu)

Nilai kehormatan
dan kerukunan

Penyesuaian
memanajemenkan
diri

Sikap mengalah
Ketegangan Sanggahan Kesabaran Introspeksi diri
Perasaan sakit cara menghormati
pendapat perkataan menghadapi
hati perkataan mertua
mertua mertua
mertua

ekonomi Kesadaran Penerimaan


menjaga sikap keadaan
pada mertua

Anda mungkin juga menyukai