Anda di halaman 1dari 114

PLAGIAT

PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN

TINGKAT INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Indriyani Tunjungsari

Nim : 099114134

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Hasil karya ini kupersembahkan untuk:

 Allah SWT yang selalu besertaku


 Papi, Mami, Cindy, Riska, Wahyu, dan Saskia
tercinta
 Seseorang yang kusayang

iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN TINGKAT


INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS

Indriyani Tunjungsari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerimaan orangtua dan
tingkat interaksi sosial pada anak autis. Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat korelasi yang
positif dan signifikan antara penerimaan orangtua dengan tingkat interaksi sosial anak autis.
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 37 anak autis usia 6-11 tahun dan
melibatkan 74 orangtua anak-anak tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
skala penerimaan orangtua dan observasi interaksi sosial anak autis dengan pencatatan kejadian.
Koefisien reliabilitas dalam skala penerimaan orangtua menggunakan Alpha Cronbach dengan
hasil koefisien 0.970, sedangkan skala interaksi sosial diolah dengan menggunakan reliabilitas
antarobserver dengan persentase reliabilitas sebesar 90.09%. Data dianalisis dengan menggunakan
korelasi Product-Moment Pearson. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki
koefisien korelasi sebesar 0.525 dengan signifikansi 0.000. Angka tersebut menunjukkan bahwa
kedua variabel memiliki korelasi yang positif dan signifikan.

Kata kunci: Penerimaan Orangtua, Interaksi Sosial, Anak Autis

vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

THE RELATION BETWEEN PARENTAL ACCEPTANCE AND THE LEVEL


OF SOCIAL INTERACTION TO CHILDREN WITH AUTISM

Indriyani Tunjungsari

ABSTRACT

This research is aim to find out the relation between parental acceptance and the level of
social interaction to children with autism. The hypothesis was proposed that there is a positive and
significant correlation between parental acceptance and the level of social interaction to autism
children. The amount of subjects in this research are 37 autism children with aged 6 to 11 years
old and involved their parents. Data collection in this research used Parental Acceptance Scale
and Social Interaction’s Event Recording Observation. Reliability Coefficient in parental
acceptance scale used Cronbach’s Alpha with coefficient result 0.970, whereas the social
interaction scale process used Interobserver Reliability with the reliability percentage 90.09%.
Data was analysis used Pearson Product-Moment correlation method. The result shows that both
of variables have a correlation coefficient’s value 0.525 with signification value 0.000.

Keywords: Parental Acceptance, Social Interaction, Autism Children

vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas karuniaNya penulis

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma. Penulis

menyadari keterbatasan yang dimiliki, sehingga banyak bantuan yang berasal dari

berbagai pihak dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M. Psi. selaku dosen Pembimbing

Akademik. Terima kasih atas bantuan Bapak dari awal perkuliahan saya

hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si selaku Ketua Program Studi Psikologi.

4. Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psi. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terima kasih telah membantu saya dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

5. Para penguji yang berkenan meluangkan waktunya, beserta seluruh Dosen

Fakultas Psikologi yang telah membantu dan membagikan ilmunya kepada

saya.

6. Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni, dan karyawan Fakultas yang

banyak membantu selama di saya berada di Fakultas Psikologi.

7. Orangtua dan saudara saya yang selalu mendukung dan membantu dalam

proses menyelesaikan skripsi ini, beserta semua keluarga yang tidak henti-

hentinya mendukung dan mendoakan saya.

ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

8. Eman A. Prianto yang setia mendukung dan memahami ketidakstabilan saya

dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman kelas C angkatan 2009 yang selalu mendukung, membantu, dan

menghibur saya dari awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini.

10. Para orangtua, guru, dan pihak sekolah autis yang berkenan membantu peneliti

dalam proses pengambilan data, beserta semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan, doa, dan kerjasama

kalian.

Penulis percaya bahwa Tuhan akan selalu menyertai semua pihak yang

telah membantu, mendoakan, menghibur, dan mendukung keseluruhan proses

penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.

Yogyakarta, 13 April 2014

Penulis

(Indriyani Tunjungsari)

x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI .......... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. v

ABSTRAK................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................ vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 10

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 10

D. Manfaat Penelitian............................................................................. 10

1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 10

2. Manfaat Praktis ...................................................................... 10

xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 11

A. Penerimaan Orangtua ........................................................................ 11

1. Definisi Penerimaan Orangtua .................................................... 11

2. Indikator Penerimaan Orangtua ................................................... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orangtua ........... 15

B. Autisme ............................................................................................. 16

1. Definisi Autisme.......................................................................... 16

2. Penyebab Autisme ....................................................................... 18

3. Kriteria Diagnostik Autisme ........................................................ 23

C. Interaksi Sosial Pada Anak Autis ....................................................... 26

1. Definisi Interaksi Sosial ............................................................... 26

2. Hambatan Interaksi Sosial pada Anak Autis................................. 26

3. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan interaksi sosial

anak autis ................................................................................... 29

4. Upaya Penanganan untuk Menyejahterakan Anak Autis .............. 31

D. Dinamika Hubungan antara Penerimaan Orangtua dan Tingkat Interaksi

Sosial Anak Autis .............................................................................. 35

E. Hipotesis ........................................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 40

A. Jenis Penelitian .................................................................................. 40

B. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 40

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................... 41

1. Penerimaan Orangtua................................................................... 41

xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2. Interaksi Sosial ............................................................................ 41

D. Subyek Penelitian .............................................................................. 43

E. Persiapan Alat Ukur .......................................................................... 45

1. Penerimaan Orangtua................................................................... 45

2. Interaksi Sosial ............................................................................ 50

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 53

1. Tahap Persiapan .......................................................................... 53

2. Tahap Pelaksanaan ...................................................................... 54

3. Tahap Analisis Data..................................................................... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 57

A. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 57

B. Data Identitas Subyek ........................................................................ 57

C. Deskripsi Data Penelitian .................................................................. 58

1. Deskripsi Data Penerimaan Orangtua ........................................... 58

2. Deskripsi Data Interaksi Sosial .................................................... 59

D. Hasil Penelitian ................................................................................. 59

1. Uji Asumsi .................................................................................. 59

2. Uji Hipotesis................................................................................ 61

E. Pembahasan ...................................................................................... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 66

A. Kesimpulan ....................................................................................... 66

B. Saran ................................................................................................. 66

1. Bagi Orangtua dan Guru .............................................................. 66

xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ......................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68

LAMPIRAN ................................................................................................ 75

xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Perbedaan Perkembangan Interaksi Sosial Anak Normal

dan Anak Autis ...................................................................... 28

Tabel 3.1. Blue Print Skala Penerimaan Orangtua .................................. 47

Tabel 3.2. Blue Print Alat Pencatatan Data Interaksi Sosial .................... 51

Tabel 3.3. Hasil Reliabilitas Indikator Interaksi Sosial ............................ 52

Tabel 4.1. Data Siswa SLB Autis dan Hiperaktif CMM Yogyakarta dan

SLBN Balikpapan .................................................................. 58

Tabel 4.2. Data Mean Teoritik dan Empirik Penerimaan Orangtua ......... 58

Tabel 4.4. Rerata dari Aspek Penerimaan Orangtua ................................ 59

Tabel 4.5. Rerata dari Aspek Interaksi Sosial.......................................... 59

Tabel 4.6. Uji Normalitas ....................................................................... 60

Tabel 4.7. Uji Linearitas ......................................................................... 61

Tabel 4.8. Uji Hipotesis .......................................................................... 62

xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Grafik Peningkatan Kasus Autisme di Amerika ........................... 2

Gambar 2 Indikator Penerimaan dan Penolakan Orangtua............................ 12

Gambar 3 Skema Hubungan Penerimaan Orangtua dan Tingkat Interaksi

Sosial Anak Autis ....................................................................... 37

xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Skala Penerimaan Orangua ................................................ 76

2. Lampiran 2 Seleksi Aitem Skala Penerimaan Orangtua ........................ 84

3. Lampiran 3 Uji Reliabilitas Skala Penerimaan Orangtua ...................... 87

4. Lampiran 4 Uji Reliabilitas Observasi Interaksi Sosial ......................... 89

5. Lampiran 5 Scatterplot ......................................................................... 91

6. Lampiran 6 Q-Q Plot ........................................................................... 93

7. Lampiran 7 Keterangan Penelitian ....................................................... 95

xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para orangtua mengharapkan putra putrinya terlahir dengan sehat dan

normal. Namun karena beberapa faktor, anak dapat terlahir atau berkembang

dengan hambatan atau gangguan tertentu yang salah satunya adalah Autisme.

Istilah autisme dipakai pertama kali oleh Leo Kanner pada tahun 1943.

Kanner (dalam Davison dkk dalam Kuwanto & Natalia, 2001)

mengemukakan bahwa anak autis tidak mampu mengadakan interaksi sosial

dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Ia memperkirakan bahwa hal

ini disebabkan oleh gangguan metabolisme bawaan yang menimbulkan

kegagalan untuk berinteraksi. Gangguan autisme dapat berdampak buruk

terhadap kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan

orang-orang di sekelilingnya. Karakteristik gangguan autisme dalam DSM-IV

TR adalah adanya gangguan perkembangan dalam interaksi sosial dan

komunikasi, serta aktivitas dan ketertarikan yang sangat terbatas (APA,

1994). Terdapat ciri-ciri sebagai kriteria untuk mendiagnosa autis yang

terkenal dengan sebutan “Wing’s Triad of Autism” atau Trias Autisme antara

lain interaksi sosial, bahasa dan komunikasi, pikiran dan imajinasi (Wing dkk

dalam Yuwono, 2009).

1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

Jumlah anak yang terdeteksi autis semakin lama semakin meningkat.

Adapun grafik peningkatannya dari tahun 1996 hingga 2007 di Amerika

adalah sebagai berikut:

Gambar 1
Grafik Peningkatan Kasus Autisme di Amerika
3:1000 anak autis

Tahun peningkatan

Grafik tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu 7

hingga 8 kali lipat dimana pada awal tahun 2006 dinyatakan bahwa ada 15

kasus/ 1000 orang/ tahun (Growup Clinic, 2012) dari yang sebelumnya hanya

ada 2 kasus/ 1000 orang/ tahun. Studi terbaru menyebutkan bahwa kembali

terjadi peningkatan kasus menjadi 1/ 110 orang/ tahun di Amerika pada 2010

(American Academy of Pediatric, 2012., Autistica, tanpa tahun). Sementara

untuk di Indonesia tercatat 475.000 orang dengan ciri-ciri autistik pada tahun

2004 (Kompas, 20 Juli 2005 dalam Ginanjar, 2007 ).

Penyebab dari autis sendiri belum dapat diketahui secara pasti. Para ahli

berpendapat bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan munculnya autisme

pada anak, mulai dari genetik, gangguan metabolisme, gangguan pada syaraf

pusat, infeksi virus pada ibu yang mengandung, gangguan pencernaan, hingga

keracunan logam berat. Beberapa sumber menyebutkan bahwa autisme


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya vaccination. Pemberian vaksin

pada sejumlah anak justru menimbulkan kerugian yang dampaknya sangat

besar, yaitu gangguan neurobiologis yang mengarah pada autisme. Namun,

tentu saja sumber ini perlu dibuktikan oleh beberapa studi dan penelitian

ilmiah yang cukup rumit dan panjang (Yuwono, 2009).

Salah satu gejala autisme yang akan disoroti dalam penelitian ini adalah

gangguan pada aspek interaksi sosial. Perilaku interaksi sosial menjadi

kelemahan utama pada anak autis. Kelemahan berinteraksi sosial akan

menghambat dan membatasi anak autis dari lingkungannya (Alimin,

Homdijah & Sugiarmin, 2009., Sugiarto, Prambahan, Sarwindah & Pratitis,

2004., Yuwono, 2009). Pandangan ini beralasan karena aspek interaksi sosial

mempengaruhi anak autis dalam belajar dan berperilaku. Adanya hambatan

berinteraksi menghalangi proses transaksi sosial anak autis yang merupakan

kerangka untuk memandang dunia yang ada.

Interaksi sosial adalah proses dimana individu membentuk hubungan

dengan seseorang atau lebih, sehingga individu yang satu akan

mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain atau

sebaliknya (Bonner dalam Gerungan, 1996). Dengan menunjukkan minat

sosial, anak akan belajar memahami, berempati, dan melakukan interaksi

dengan orang lain (Hurlock, 1989). Hal ini juga akan meningkatkan tugas-

tugas perkembangan yang mungkin belum berkembang secara optimal pada

anak (Yuwono, 2009). Interaksi sosial merupakan jembatan penghubung

antara anak dan dunia di sekelilingnya karena terkait dengan cara anak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

membangun hubungan dengan orang lain. Pada anak normal, interaksi sosial

berhubungan dengan perkembangan komunikasi dan bahasa anak (Lenawaty,

Widyorini & Roswita, tanpa tahun., Supartini, 2009., Alimin, Homdijah &

Sugiarmin, 2009., Laws, Bates, Feuerstein, Mason & White, 2012).

Anak dengan spektrum autisme gagal menunjukkan keakraban yang

lazim pada orangtua maupun orang lain misalnya kontak mata dan tersenyum.

Pada anak autis, interaksi sosial merupakan kesulitan nyata yang dihadapi

pada tahap awal perkembangan. Jika anak kurang mampu berinteraksi, hal ini

akan menghambat mereka untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas

melalui pengalamanan sosial dengan orang lain. Anak autis yang bersekolah

tentunya akan mempunyai interaksi yang sulit dengan guru maupun teman-

teman di sekolah, sehingga anak tidak akan memiliki pengetahuan sosial

karena mereka kurang mampu terlibat dalam kegiatan sosial dengan teman

sebayanya (Yuwono, 2009). Sebagai hasilnya, anak kurang mampu

berkembang dengan baik.

Tidak adanya interaksi sosial pada anak autis ditandai dengan

munculnya paling sedikit dua gejala, yaitu gangguan dalam perilaku

nonverbal misalnya kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gestur

untuk mengatur interaksi sosial, kegagalan dalam mengembangkan relasi

teman sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan, kurangnya

spontanitas untuk berbagi kesenangan, minat, atau prestasi dengan orang lain

(misalnya: kurang dalam menunjukkan, membawa, atau menunjuk obyek

yang menarik), dan terakhir kurangnya hubungan timbal balik sosial atau
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

emosi (APA, 1994). Anak autis tidak mampu membaca sinyal sosial seperti

tersenyum atau bahasa nonverbal orang lain, sehingga mereka tidak belajar

untuk meniru dan kurang mampu merespon perilaku yang kita harapkan.

Faktor-faktor yang membantu anak autis untuk sejahtera dan tetap

berkembang dengan baik antara lain diet terkait dengan zat-zat yang tidak

sesuai dengan kebutuhan anak, psikoterapi perilaku terkait dengan

komunikasi, interaksi sosial dan emosi, dan peran serta orangtua antara lain

penerimaan, dukungan, dan pola asuh yang diterapkan pada anak

(Wijayakusuma, 2004). Diperlukan usaha atau dukungan orang-orang

terdekat untuk membantu anak autis berinteraksi sosial. Oleh karena itu,

penerimaan orangtua menjadi hal yang penting dalam menentukan

keterampilan sosial yang dipelajari oleh anak autis demi kesejahteraan

mereka.

Orangtua merupakan sosok pertama yang dikenal anak sejak masa

kelahiran, sehingga orangtua berperan penting dalam perkembangan anak-

anak mereka. Pusat Terapi Anak Ceria Jakarta (dalam Yuwono, 2009)

mengatakan bahwa 10% orangtua memiliki keterlibatan dalam proses

“penyembuhan” anak autis. Sisanya adalah orangtua yang kurang

memungkinkan atau terlibat langsung dalam membantu perkembangan

anaknya dikarenakan kesibukan para orangtua tersebut. Hasilnya, mereka

cenderung menanggapi anak autis mereka dengan cara-cara yang kurang tepat

atau “sebisanya”. Bahkan sebagian lebih terkesan “membiarkan/

mengabaikan” karena kurang memahami kondisi anak mereka karena


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

keterbatasan pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman dalam mengasuh

anak terutama yang berkebutuhan khusus. Hal ini tentu tidak baik mengingat

anak autis butuh “perhatian ekstra” dari orangtua mereka. Jika orangtua

terkesan tidak peduli dengan kondisi yang dialami anak mereka, maka ini

akan membawa pengaruh buruk bagi perkembangan anak autis secara

keseluruhan. Keterlibatan orangtua dalam upaya penanganan membawa

pengaruh besar bagi kesejahteraan anak autis. Penerimaan dan dukungan

yang penuh pada anak serta pola asuh yang tepat mampu membuat anak autis

tumbuh dengan optimal. Sehingga diharapkan para orangtua mampu

membuka diri serta menerima keberadaan dan kondisi anak sebelum

memberikan penanganan yang tepat bagi anak mereka.

Penerimaan merupakan aspek dasar yang memberikan dampak besar

pada anak autis agar mampu berkembang dengan positif. Orang tua sebagai

partner terdekat yang menunjukkan penerimaan akan membantu

menyejahterakan anak autis. Oleh karena itu orang tua menjadi sosok kunci

dalam keberhasilan anak autis untuk mencapai tahap perkembangan yang

optimal dalam hal ini adalah pada aspek interaksi sosial. Bentuk penerimaan

orangtua adalah keadaan dimana orangtua mampu memahami keadaan anak

apa adanya (positif-negatif, kekurangan-kelebihan), memahami kebiasaan-

kebiasaan anak, menyadari apa yang anak bisa lakukan dan tidak bisa

lakukan, memahami penyebab perilaku buruk maupun perilaku baik anak,

membentuk ikatan batin yang kuat, serta mengupayakan alternatif

penanganan untuk anak (Puspita, 2004). Selain itu, penerimaan ditandai


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

dengan sikap positif, adanya pengakuan atau penghargaan terhadap nilai-nilai

individual tetapi menyertakan pengakuan terhadap tingkah lakunya (Chaplin,

2000). Penerimaan orangtua mulai terjadi saat masa awal kehamilan anak.

Pada fase kelahiran, orangtua yang mendapati anaknya mengalami spektrum

autis kemudian merencanakan seperti apa akan menangani anak autis mereka

(Rachmayanti & Zulkaida, 2008).

Orangtua dapat memilih untuk menerima, atau sebaliknya menolak

kehadiran anak autis mereka. Menjadi hal yang lazim jika orangtua menjadi

kaget, kecewa, merasa bersalah, marah, menolak, dan malu ketika mendapati

anaknya memiliki gangguan perkembangan yaitu autis (Kubbler-Ross dalam

Sarasvati, 2004). Emosi yang dimunculkan oleh orangtua kebanyakan

sifatnya adalah emosi negatif (Safaria, 2005). Emosi negatif tersebut

membuat orangtua menyembunyikan anak autis dari masyarakat dan

membatasi ruang lingkup sosialnya sebagai bentuk penolakan akan rasa malu

terhadap kehadiran anak tersebut (Marijani, 2003). Penolakan orangtua pada

anak mereka ditandai dengan adanya sikap dingin dan tidak menunjukkan

kasih sayang, bermusuhan dan agresif, acuh tak acuh dan mengabaikan, serta

menolak dan membeda-bedakan (Rohner, Khaleque & Cournoyer, 2007).

Berbagai penolakan pada anak dapat menghambat anak untuk

berkembang secara optimal. Tentu hal ini membawa dampak yang negatif

bagi orangtua sendiri maupun bagi anak penyandang autis. Dampaknya, anak

menjadi menutup diri dari lingkungannya dan semakin memperburuk keadaan

anak autis. Kepercayaan diri yang rendah dalam diri anak terbentuk sebagai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

hasil dari pengalaman mereka dengan orangtua dan orang dewasa lainnya

yang membuat kasih sayang mereka bersyarat di masa awal kanak-kanak.

Artinya, anak belajar bahwa penerimaan mereka bergantung pada

pembentukan perilaku dengan cara tertentu dan mengekspresikan emosi

hanya dengan ekspresi tertentu. Ketika kasih sayang dan cinta tampak

bersyarat, anak memunculkan dorongan dan perasaan negatif, dan konsep diri

dan kepercayaan diri mereka menjadi terdistorsi/ menyimpang (Rogers dalam

Karen, Verno & Vernoy, 2000). Orangtua yang menolak anak tidak mampu

membangun serta melestarikan hubungan baik dengan anak tersebut.

Kegagalan orangtua dalam menunjukan penerimaan pada anak mereka

menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri dan memandang diri mereka

tidak berharga sehingga anak memilih untuk menutup diri dari lingkungannya

dan menghambat perkembangan anak secara sosial.

Untuk membantu anak mengembangkan potensi mereka secara penuh,

orangtua harus menciptakan atmosfir penghargaan tanpa syarat, dimana

terdapat setting yang mana anak menyadari bahwa mereka akan diterima

tanpa mempermasalahkan apapun yang mereka katakan dan lakukan. Anak

yang mendapat penerimaan dari orangtua secara ideal mengembangkan suatu

pola gambaran diri yang konsisten dan tumbuh menjadi pribadi yang positif

(Rogers, dalam Karen, Verno & Vernoy, 2000). Penerimaan orangtua

memiliki pengaruh yang signifikan pada perkembangan sosial anak (Lamb,

1997., Rohner, 1998., Hurley, 1965., Bowlby, 1969., Rothbaum, 1988., Hart,

Dewolf, Wozniak & Burts, 1992., Booth dkk, 1994). Anak yang diterima
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, stabil secara

emosi, dan gembira (Hurlock, 1989., Gulay, 2011). Anak yang diterima akan

lebih mudah menyesuaikan diri, memiliki perkembangan sosial dan

emosional yang sehat, dan memiliki kepercayaan diri yang positif (Kapur &

Gill, 1986., Rohner, 2000., Rohner, Varan & Koberstein, 2010., Khaleque &

Rohner, 2011a., Khaleque, Rohner & Rahman, 2011b., Ansari & Qureshi,

2013).

Penelitian di atas dilakukan pada populasi anak normal. Dari uraian

tersebut tampak bahwa penerimaan orangtua bisa mendukung perkembangan

pada populasi anak normal. Namun, apakah penerimaan orangtua memang

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat interaksi sosial anak

autis? Penelitian ini akan menjadi berbeda karena diteliti pada anak autis,

dimana anak autis itu sendiri memiliki salah satu hambatan pada aspek

interaksi sosial. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan pada anak autis

mengingat interaksi sosial merupakan hambatan utama yang mereka bawa

sejak lahir. Ini berarti anak autis tidak menunjukkan adanya ketertarikan

untuk menjalin relasi dengan orang lain seperti kurangnya minat sosial,

hubungan timbal balik serta spontanitas dalam bermain. Dengan kata lain,

anak autis menjauhkan diri secara sosial dengan cara menyendiri dan tidak

peduli dalam sebagian besar situasi. Belum ada penelitian yang secara

spesifik meneliti penerimaan orangtua yang dikaitkan dengan salah satu aspek

dari trias autisme. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana hal

tersebut bisa saling berhubungan.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan positif dan signifikan antara penerimaan

orangtua dan tingkat interaksi sosial anak autis?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada

hubungan antara penerimaan orangtua dan tingkat interaksi sosial anak autis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai masukan atau informasi untuk area Psikologi Klinis

mengenai hubungan antara penerimaan orangtua dan tingkat

interaksi sosial yang dimunculkan oleh anak autis dalam

kesehariannya.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumbangan kepada orangtua dan tenaga profesional

mengenai penerimaan orangtua dan tingkat interaksi sosial, sehingga

bisa membantu anak untuk mengembangkan potensinya.

b. Membantu orangtua dan tenaga profesional untuk lebih memahami

bahwa penerimaan orangtua memiliki dampak yang besar bagi

kesejahteraan anak autis.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penerimaan Orangtua

1. Definisi Penerimaan Orangtua

Penerimaan orangtua berarti kemampuan untuk menyatakan atau

menjawab atau mengakui apa yang anak katakan tanpa mencoba untuk

merubahnya. Ini juga berarti mendengarkan anak dan tidak meresponnya

dengan pandangan orangtua, dengan saran atau anjuran, dengan strategi

penyelesaian masalah, atau menggurui apa yang anak katakan. Selain itu,

orangtua yang menerima berarti tidak merespon anak dengan mencela dan

mengkritik (Eugster, 2007). Penerimaan orangtua mengacu pada

kehangatan, kasih sayang, perawatan, kenyamanan, perhatian,

pemeliharaan, dukungan, atau cinta yang dialami anak dengan orangtua

atau pengasuh mereka (Rohner, Khaleque & Cournoyer, 2007).

2. Indikator Penerimaan Orangtua

Menurut Rohner (2005) penerimaan merupakan perilaku yang

ditandai dengan adanya kehangatan, kasih sayang, perawatan, serta

membuat orang yang diterima merasa nyaman. Skema penerimaan

orangtua menurut Rohner ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

11
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

Gambar 2

Indikator Penerimaan dan Penolakan Orangtua

Pada gambar di atas, Rohner (2005) memberi gambaran mengenai

dimensi kehangatan orangtua yang mencakup penerimaan dan penolakan

orangtua. Pada aspek kehangatan/ afeksi, terdapat penerimaan secara fisik

dan verbal. Pada dimensi penolakan, terdapat empat aspek diantaranya

adalah perilaku dingin secara fisik dan verbal, perilaku agresif/

bermusuhan secara fisik dan verbal, mengabaikan, dan membeda-bedakan

anak.

Astuti (2007) mengatakan bahwa orangtua menerima dengan

memberikan cinta, dukungan melalui perhatian, menjaga, merawat,

mendidik, menjaga perkataan atau tidak berkata buruk, sabar atau tidak

memaksakan kehendak, dan bahagia dalam mengasuh anak. Sedangkan

menurut Porter (dalam Hurlock dalam Astuti, 2007) ciri-ciri orangtua yang

menerima adalah ketika orangtua tidak mengalami gangguan emosional

ketika anak menunjukkan penolakan tetapi justru menerima dan

mengarahkan anak, mendorong anak untuk bebas mengekspresikan


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

emosinya, membangun komunikasi terbuka, dan mendengarkan dengan

pikiran yang tenang terhadap konflik yang dialami anak. Hurlock (1989)

mengatakan bahwa orangtua yang menerima melakukan aktivitas bersama

anak seperti bermain, olahraga, melakukan perjalanan, melibatkan anak

dalam pekerjaan rumah sehari-hari, memberikan sesuatu yang dibutuhkan,

memperhatikan perkembangan prestasi dan minat anak serta memberikan

kepercayaan, tidak mengharapkan terlalu banyak dan bertutur manis pada

anak.

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas, penerimaan bisa

ditunjukkan melalui ungkapan secara fisik, verbal, dan psikologis yang

dirangkum dalam beberapa aspek sebagai berikut:

1. Penerimaan secara fisik mencakup ekspresi fisik orangtua kepada

anak misalnya ditandai dengan memeluk, membelai, mencium,

tersenyum, dan indikasi lainnya yang terkait dengan tindakan yang

menunjukkan kasih sayang.

2. Penerimaan dalam bentuk ekspresi verbal ditandai dengan memuji,

mengatakan hal-hal yang baik terkait dengan suatu hal, mengatakan

hal-hal yang baik pada anak, atau gestur tertentu berdasarkan kultur

tertentu.

3. Penerimaan secara psikologis mengacu pada dukungan, perhatian,

ketertarikan pada ruang lingkup anak, pencarian informasi terkait

dengan perkembangan kemampuan yang dimiliki anak.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

Untuk memperjelas batasan mengenai penerimaan orangtua, Rohner

(2005) mencantumkan indikasi untuk penolakan orangtua. Penolakan

orangtua kepada anak mencakup empat aspek, yaitu adanya sikap dingin

atau tidak adanya kasih sayang baik secara fisik maupun verbal,

diantaranya:

1. Secara fisik, sikap ini ditandai dengan kurangnya pelukan, ciuman,

kedekatan dengan anak. Secara verbal, sikap ini ditandai dengan

kurangnya pujian dan perkataan yang baik terhadap anak.

2. Aspek penolakan orangtua lainnya muncul berupa adanya perilaku

bermusuhan atau agresi secara fisik dan atau verbal. Secara fisik,

muncul perilaku orangtua dimana mereka memukul, menendang,

melukai, mendorong, dan mencubit anak. Sedangkan secara verbal,

perilaku yang muncul berupa kutukan, sindiran, meremehkan, dan

mengatakan hal yang tidak baik dan tanpa dipikirkan dahulu kepada

anak.

3. Penolakan berupa adanya sikap yang acuh tak acuh atau

mengabaikan anak. Sikap ini ditandai dengan ketidakhadiran

orangtua secara fisik dan psikologis, serta tidak memerhatikan

kebutuhan anak.

4. Aspek penolakan orangtua kepada anak yang terakhir adalah adanya

sikap membeda-bedakan yang ditandai dengan anak yang merasa

tidak dicintai, tidak dihargai, dan tidak dipedulikan.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orangtua

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penerimaan

orangtua terhadap anak autisme menurut Rachmayanti & Zulkaida (2008).

Berikut ini adalah penjabarannya:

a. Dukungan keluarga. Orangtua akan terhindar dari merasa

”sendirian”, sehingga menjadi lebih ”kuat” dalam menghadapi

”cobaan” karena dapat bersandar pada keluarga besar mereka.

b. Keuangan keluarga yang memadai. Dengan kemampuan finansial

yang lebih baik, makin besar pula kemungkinan orang tua untuk

dapat memberikan beberapa terapi sekaligus, sehingga proses

”penyembuhan” juga akan semakin cepat.

c. Latar belakang agama yang kuat. Kepercayaan yang kuat kepada

Tuhan membuat orang tua yakin bahwa mereka diberikan cobaan

sesuai dengan porsi yang mampu mereka hadapi.

d. Dokter ahli yang simpatik. Apalagi jika dokter memberikan

dukungan dan pengarahan kepada orangtua (atas apa yang sebaiknya

mereka lakukan selanjutnya).

e. Tingkat pendidikan orangtua. Semakin tinggi tingkat pendidikan,

relatif makin cepat pula orangtua menerima kenyataan dan segera

mencari penyembuhan.

f. Status perkawinan yang harmonis. Hal ini memudahkan suami isteri

untuk bekerja saling bahu membahu, dalam menghadapi cobaan

hidup yang mereka alami.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

g. Sikap masyarakat umum. Makin rendahnya pengetahuan masyarakat

umum akan kondisi kebutuhan khusus anak-anak ini, makin sulit

bagi mereka untuk menerima ”kelainan” pada anak-anak ini. Namun,

pada masyarakat yang sudah lebih ”menerima”, mereka berusaha

memberikan dukungan secara tidak berlebihan dengan menanyakan

secara halus apakah orang tua perlu bantuan, memberikan senyuman

kepada sang anak, dsb.

h. Kematangan usia orangtua. Hal ini memperbesar kemungkinan

orang tua untuk menerima diagnosa dengan relatif lebih tenang.

Dengan kedewasaan yang mereka miliki, pikiran serta tenaga mereka

difokuskan pada mencari jalan keluar yang terbaik.

i. Sarana penunjang, seperti pusat-pusat terapi, sekolah khusus, dokter

ahli, dan pusat konseling keluarga, merupakan saran penunjang yang

sangat dibutuhkan oleh orang tua dalam mengasuh anak-anak

dengan kebutuhan khusus.

B. Autisme

1. Definisi Autisme

Autistik berasal dari kata “Autos” yang berarti “Aku”. Dalam

pengertian yang harfiah dapat berarti terpusat pada diri sendiri (Monks

dalam Yuwono, 2009). Berk (2003) menuliskan autistik dengan istilah

“absorbed in the self” (keasyikan dalam dirinya sendiri). Sedangkan Wall

(2004) menyebutnya sebagai “aloof or withdrawn” yang diartikan sebagai


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

anak yang tidak tertarik pada dunia di sekitarnya. Kanner (dalam Yuwono,

2009) adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah autis untuk

menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan

menonjol yang disebut Sindrom Kanner. Ciri-ciri dari Sindrom Kanner itu

sendiri antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang

melamun, kehilangan pikiran dan tidak gampang bagi orang lain untuk

berkomunikasi dan menarik perhatian mereka (Yuwono, 2009).

Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan

pervasif yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu pengasingan yang

ekstrim (extreme isolation) dan adanya ketidakmampuan untuk

berhubungan dengan orang lain. Kedua, kebutuhan patologis akan

kesamaan dan mutism atau cara berbicara yang tidak komunikatif termasuk

ecolalia dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan situasi (Kanner

dalam Kerig & Wenar, 2005).

Pada buku DSM IV-TR (1994) dijelaskan bahwa autisme adalah

keabnormalan yang jelas dan gangguan perkembangan dalam interaksi

sosial, komunikasi, dan adanya keterbatasan pada aktivitas dan minat.

Gejala yang muncul pada tiap anak berbeda, sehingga manifestasi pada

autisme dapat berganti-ganti didasarkan pada usia kronologis dan tingkat

perkembangan individu autis.

Safaria (2005) mengatakan autisme adalah ketidakmampuan

berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa (mutism, ecolalia,

penguasaan bahasa yang tertunda, pembalikan kalimat), memiliki aktifitas


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

bermain yang stereotipik dan berulang, memiliki rute ingatan yang kuat

dan obsesif untuk mempertahankan keteraturan dalam lingkungannya.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

secara umum gangguan autis merupakan gangguan yang mencakup

hambatan pada aspek interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. Anak

autis sulit untuk membangun interaksi dengan orang lain dikarenakan

keterpusatan mereka terhadap diri sendiri. Hal ini juga menyebabkan

komunikasi mereka menjadi terbatas dan kurang “terasah”. Selain itu, anak

autis memiliki perilaku yang dianggap kurang normal pada anak seusia

mereka yaitu adanya pengulangan kata, penggunaan kosakata yang tidak

tepat, serta adanya rutinitas yang mereka lakukan secara terus-menerus.

2. Penyebab Autisme

Secara spesifik, faktor-faktor penyebab anak autistik belum

ditemukan secara pasti, meskipun secara umum ada kesepakatan yang

membuktikan ada keragaman tingkat penyebabnya. Hal ini termasuk

adanya faktor genetik yang berperan dalam menurunnya autisme,

gangguan metabolisme dan gangguan syaraf pusat, infeksi pada masa

kehamilan, keracunan logam berat, hingga struktur otak yang tidak normal

(Yuwono, 2009).

Ada dugaan bahwa anak autis disebabkan oleh adanya faktor

lingkungan misalnya vaccination. Beberapa orangtua melaporkan bahwa

anak mereka “normal” sebelum diberikannya vaccination. Setelah


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

diberikan vaksinasi, tampak adanya perubahan terkait dengan

perkembangan anak mereka. Mereka mengaku mendapati anak mereka

dengan ciri-ciri autistik setelah diberikannya vaccination. Namun hal ini

masih menjadi perdebatan dalam dunia medis (Yuwono, 2009).

Menurut Nakita (dalam Yusuf, 2003), ada dua penyebab yang

melatar belakangi munculnya autisme, antara lain:

a. Faktor Psikogenik

Autisme diperkirakan muncul sebagai hasil dari pola asuh yang

salah. Banyak kasus autisme dialami oleh keluarga menengah dan

berpendidikan yang orangtuanya bersikap dingin dan kaku pada

anak. Kanner mengatakan bahwa perilaku orangtua yang demikian

kurang menstimulasi anak, sehingga perkembangan komunikasi dan

interaksi sosial anak menjadi terhambat. Pendapat Kanner ini disebut

dengan Teori Psikogenik, dimana penyebab autisme berasal dari

faktor-faktor psikologis.

b. Faktor Biologis dan Lingkungan

Penelitian tentang faktor organik menunjukkan bahwa terdapat

kelainan atau keterlambatan dalam tahap perkembangan anak autis,

sehingga kemudian autisme digolongkan dalam gangguan

perkembangan yang mendasari pengklasifikasian dan diagnosis

dalam DSM IV-TR. Pada anak autis, jumlah neurotransmitter

berbeda dengan orang normal, dengan prevalensi sekitar 30-50%

individu dengan autisme mengalami peningkatan serotonin dalam


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20

darah. Kemudian berkembanglah penelitian yang mengarahkan

perhatian pada faktor biologis, antara lain kondisi kehamilan ibu,

kondisi lingkungan, perkembangan perinatal, komplikasi persalinan,

dan genetik. Kondisi lingkungan lebih menekankan pada virus dan

zat-zat kimia yang sifatnya beracun misalnya seperti asap pabrik,

asap knalpot mobil, hingga zat yang terkandung dalam tambalan gigi

ibu saat kehamilan. Zat pada tambalan gigi ibu menguap di dalam

mulut yang kemudian uapannya dihirup oleh ibu secara tidak sadar.

Hal ini mengakibatkan uapan tersebut terkandung pada tulang ibu.

Pertumbuhan janin menjadi bayi di dalam kandungan menjadi

terkontaminasi oleh uap dari zat berbahaya tersebut.

Hal lain diungkapkan oleh Acocella (dalam Lubis, 2009), dikatakan

bahwa ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk menjelaskan

penyebab autisme, antara lain:

a. Perspektif Psikodinamika

Dikatakan bahwa autisme disebabkan oleh karena adanya

penolakan dari orangtua. Hal ini menyebabkan anak mampu

merasakan perasaan negatif dari orangtua mereka. Anak merasa

perilaku mereka hanya berdampak kecil bagi orangtua mereka yang

tidak responsif. Sehingga, anak meyakini bahwa mereka tidak

diinginkan. Hal ini memungkinkan anak untuk menciptakan

“benteng kekosongan/ autisme” untuk melindungi diri mereka dari

kekecewaan dan penderitaan.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21

b. Perspektif Biologis

1) Pendekatan Biologis

Dalam sebuah penelitian, antara 11 pasang monozigot

kembar dan 10 pasang dizigot kembar. Ditemukan satu pasang

yang merupakan gen autisme. Pada kelompok monozigot, 4

dari 11 memiliki gen autisme sedangkan pada dizigot tidak

ada. Walaupun demikian, monozigot kembar tidak didiagnosa

sebagai autisme, hanya mengalami gangguan bahasa atau

kognisi.

2) Pendekatan Kromosom

Kromosom yang dapat menyebabkan autisme yaitu

kromosom XXY dan sindrom fragile X. Namun, kromoson

XXY tidak menunjukkan hubungan yang sekuat sindrom

fragile X.

3) Pendekatan Biokimia

Anak autis memiliki dopamin dan serotonin yang tinggi.

Hal ini membuat perilaku-perilaku tertentu pada anak autis

muncul sebagai akibat dari neurotransmitter yang berlebih di

dalam tubuh mereka.

4) Gangguan Bawaan (herediter) dan Komplikasi

Ada dua virus yang berperan dalam kemunculan autisme,

yaitu herpes dan rubella. Adapun komplikasi yang muncul saat

kelahiran berhubungan dengan faktor genetik.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22

5) Pendekatan Neurologikal

Autisme disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak,

dengan munculnya gejala sebagai berikut:

a) Terdapat gangguan perkembangan pada bahasa, tingkah

laku motorik, kognitif, memiliki respon yang rendah atau

bahkan sangat tinggi pada stimulus sensoris, dan

menentang stimulus auditori dan visual.

b) Sistem syaraf menunjukkan abnormalitas seperti

gangguan pada otot dan atau alat koordinasi, hiperaktif,

mengeluarkan air liur.

c) Memiliki elektroencefalogram (EEG) yang abnormal.

Penelitian EEG mengatakan bahwa anak autis tidak

menunjukkan adanya respon dalam memperhatikan

obyek atau stimulus bahasa.

d) Terdapat keabnormalan pada bagian cerebellum dan

sistem limbik otak yang berpengaruh pada kognisi,

emosi, memori, dan perilaku. Sistem limbik pada anak

autis lebih kecil dan menggumpal di beberapa area,

bagian dendrit syarafnya pun lebih pendek dan kurang

lengkap.

c. Perspektif Kognitif

1) Dikatakan bahwa gangguan yang dialami anak autis

disebabkan oleh adanya masalah dalam mengatur dan


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23

menyatakan input terhadap alat perasa. Contohnya, memberi

respon yang rendah atau bahkan sangat tinggi terhadap suara.

2) Sensori persepsi juga memiliki pengaruh yang signifikan,

dimana anak autis tidak memberikan respon pada stimulus

suara. Anak autis mengalami gangguan berbahasa seperti

aphasia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan atau

memahami kata-kata) karena kerusakan otak. Tetapi, pada

perspektif ini, lebih ditekankan bahwa tidak adanya respon

pada stimulus suara disebabkan karena masalah perseptual.

3) Anak autis sangat over selektif dalam memperhatikan sesuatu.

Mereka hanya dapat memproses dan merespon satu stimulus

dalam satu waktu, dan hal ini juga terkait dengan masalah

perseptual.

4) Anak autis tidak mampu mengolah sesuatu di dalam pikiran

mereka, misalnya tidak mampu memperkirakan dan

memahami perilaku yang mendasari suatu obyek.

3. Kriteria Diagnostik Autisme

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Autisme: 299.00 (APA, 1994).

Enam atau lebih gejala dari (1), (2), dan (3) dengan paling sedikit dua dari

(1), dan satu dari (2), dan (3).

a. Gangguan kualitatif interaksi sosial yang terlihat paling sedikit dua

dari gejala berikut:


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24

1) Gangguan dalam perilaku nonverbal misalnya kontak mata,

ekspresi wajah, postur tubuh, dan gestur untuk mengatur

interaksi sosial.

2) Kegagalan dalam mengembangkan relasi teman sebaya yang

sesuai dengan tingkat perkembangan.

3) Kurangnya spontanitas untuk berbagi kesenangan, minat, atau

prestasi dengan orang lain (misalnya: kurang dalam

menunjukkan, membawa, atau menunjuk obyek yang

menarik).

4) Kurangnya hubungan timbal balik sosial atau emosi.

b. Gangguan kualitatif komunikasi yang terlihat paling tidak satu dari

gangguan berikut:

1) Perkembangkan bahasa lisan (berbicara) terlambatan atau sama

sekali tidak berkembang (tidak disertai usaha untuk

mengimbangi melalui komunikasi dengan cara alternatif

seperti gestur dan mimik).

2) Bila anak bisa berbicara, ditandai dengan kerusakan pada

kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan

dengan orang lain.

3) Menggunakan bahasa yang stereotip dan berulang-ulang atau

bahasa yang aneh.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25

4) Kurangnya variasi, spontanitas dalam permainan imajinatif

atau permainan meniru sesuai dengan tahap

perkembangannnya.

c. Dibatasi pola perilaku repetitif dan stereotip, serta minat dan

kegiatan yang terbatas dimanifestasikan dalam satu dari gejala

berikut:

1) Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih stereotip dan

keterbatasan minat yang abnormal juga pada intensitas anak

untuk fokus.

2) Tampak tidak fleksibel untuk bertahan pada sesuatu yang

spesifik, bersifat rutin atau ritual.

3) Gerakan motorik yang stereotip dan berulang (misalnya:

mengepakkan jari atau membelok-belokkan (twisting) tangan;

menggerakkan badan secara kompleks).

4) Keasyikan yang menetap pada bagian dari obyek tertentu.

d. Keterlambatan atau adanya fungsi abnormal pada minimal satu dari

aspek ini, dengan onset sebelum tiga tahun: (1) Interaksi sosial, (2)

Bahasa yang digunakan untuk komunikasi sosial, (3) Bermain

simbolis atau imajinatif.

e. Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif

pada anak.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26

C. Interaksi Sosial Pada Anak Autis

1. Definisi Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam

kehidupan sehari-hari. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial

mengharuskan kita untuk berinteraksi satu sama lain untuk kebutuhan

tertentu. Menurut Boner & Kelley (dalam Sugiarto, Prambahan, Sarwindah

& Pratitis, 2004), interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau

lebih, sehingga individu yang satu akan mempengaruhi, mengubah atau

memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya serta saling

tergantung untuk mencapai hasil yang positif. Interaksi sosial merupakan

suatu proses perhatian dan respon seseorang terhadap rangsangan atau

stimulus orang lain dan dapat terjadi bila memenuhi dua aspek yaitu

adanya kontak sosial dan komunikasi (Mar’at, 1982).

2. Hambatan Interaksi Sosial pada Anak Autis

Interaksi sosial merupakan salah satu karakteristik kelemahan utama

penyandang autis (Datillo & Norris, 1999). Anak-anak dengan autisme

mengalami kesulitan yang besar dalam berelasi dengan orang lain, bahkan

ketika mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata (Klin

dkk dalam Mash & Wolfe, 2007). Pada anak autis hambatan dalam

berinteraksi sosial dinyatakan jelas dalam DSM IV-TR, yaitu adanya

gangguan interaksi mencakup kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh,

dan gestur. Selain itu, anak autis gagal mengembangkan relasi dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27

teman sebayanya dan kurang spontanitas untuk berbagi kesenangan

dengan orang lain serta kurangnya hubungan timbal balik sosial dan

emosi.

Dari usia yang muda, anak-anak autis menunjukkan keterbatasan

pada banyak kemampuan yang penting untuk perkembangan sosial,

misalnya meniru orang lain, fokus pada stimulasi sosial, berbagi perhatian

dengan orang lain, memahami emosi orang lain, dan terlibat dalam

permainan. Semakin usia mereka bertambah, mereka semakin tampak

tidak responsif terhadap perasaan orang lain. Kekurangan mereka dalam

memahami orang lain sebagai rekan sosial mengarah pada memperlakukan

orang lain sebagai obyek, misalnya memegang tangan orang lain untuk

mengambilkan barang yang mereka inginkan. Anak-anak dengan autisme

memproses informasi dengan cara yang tidak biasa. Dalam memproses

informasi tentang wajah manusia, mereka mungkin menekankan secara

berlebih pada satu bagian dari wajah seperti mulut daripada keseluruhan

bentuk wajah. Anak-anak dengan autisme lebih responsif pada pengasuh

mereka dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak mereka kenal.

Keterbatasan ini menjadi kemampuan mereka untuk memahami dan

merespon informasi sosial. Anak autis yang ditinggal ibunya tidak

menangis seperti kebanyakan anak normal lainnya, melainkan mencari

kemana ibunya pergi walaupun pemahamannya sedikit untuk merubah

situasi tersebut. Hal ini lah yang kemudian menjadikan mereka tampak

tidak memiliki kelekatan dengan orang lain. Anak-anak dengan autisme


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28

kesulitan memproses informasi emosional seperti gestur, bahasa tubuh,

ekspresi wajah, atau suara. Anak autis pra sekolah tidak memahami isyarat

emosional yang diberikan orang lain seperti tersenyum, tertarik, bahagia,

kecewa, dsb. Di samping itu, anak autis menunjukkan emosi melalui

ekspresi badan yang berbeda dengan anak normal, yang sering

dikarakteristikan dengan spontanitas yang terbatas dalam menggunakan

gestur ekspresif, aneh, kaku, atau ekspresi wajah yang mekanis (Mash &

Wolfe, 2007).

Adapun perbedaan interaksi sosial anak autis dengan anak normal

seperti yang dijabarkan oleh Carlton (1993) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1.
Tabel Perbedaan Perkembangan Interaksi Sosial Anak Normal dan Anak Autis
Usia Anak Normal Anak Autis
Ada kontak mata dan ekspresi wajah Tidak ada kontak mata dan ekspresi
1 bulan bila bertemu dengan ibunya wajah bila bertemu ibunya

Ekspresi senyum mulai tampak, ada Tidak ada ekspresi senyum,


2,5 kontak mata bila diberi makan walaupun ada sangat terbatas, ada
bulan rasa cemas terhadap orangtua dan
orang lain
Merasa senang berinteraksi dengan Sama seperti perkembangan sosial
orangtua dan orang-orang yang pada usia 2,5 bulan atau stagnasi
7 bulan dikenal, serta merasa malu bila
bertemu dengan orang yang baru
dikenalnya
Mencari dan menikmati perhatian Melakukan segala sesuatu tanpa
orangtua, seperti bermain dan belajar tujuan yang jelas seperti berjalan,
12 bulan
serta suka meniru perilaku orang berlari, dan melompat-lompat
dewasa
Ada kelekatan dengan orangtua, Sangat menolak perubahan yang
mampu berimajinasi, menikmati berakibat tantrum
18 bulan rutinitas walaupun ada perubahan
sebagai bentuk perhatian dan
perlindungan orangtua
Mulai bermain dengan teman sebaya Mengasingkan diri dari keluarga dan
dan mengembangkan rasa ingin tahu menikmati rutinitas serta menolak
3 tahun
dengan mengamati segala sesuatu di segala perubahan
sekelilingnya
Mulai mandiri, orientasi aktivitas Aktivitas sosial kurang berkembang
6 tahun bermain dengan teman sebaya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29

Berdasarkan tabel di atas, anak autis berkembang lebih lambat

dibandingkan dengan anak normal seusia mereka. Pada usia 6 tahun, anak

autis kurang mengembangkan aktivitas sosialnya sehingga interaksi sosial

mereka kurang berkembang bahkan mereka bisa sama sekali tidak

merespon stimulus dari orang lain (Gonzales & Kamps dalam Sugiarto,

Prambahan, Sarwindah & Pratitis, 2004).

3. Faktor-faktor yang Dapat Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Autis

a. Keterlibatan Teman sebaya

Teman sebaya dapat meningkatkan perilaku sosial yang positif

bagi anak autis dan selama proses bermain. Melalui teman sebaya ini

maka anak autis belajar untuk meniru (modeling) berbagai macam

interaksi sosial yang dilakukan oleh teman sebaya (Shafer, Egel &

Neef, 1984., Rollins, Wambacq, Dowell, Mathews & Reese 1998.,

Serene & Nieminem, 2005., Wang & Spillane, 2009).

b. Keikutsertaan Anak dalam Psikoterapi

Faktor psikoterapi dalam hal interaksi sosial dilakukan dengan

memberikan beberapa metode antara lain adalah metode priming,

lovaas, son-rise, social story, dan media belajar berkonsep

konvergensi. Pada metode priming, guru menstimulasi dengan

memberikan prompt untuk mendekatkan anak autis dengan teman

sebaya dalam berinteraksi sosial ketika memang diperlukan dan

diberikan reinforcement positif berupa reward sosial. Metode ini


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30

dapat meningkatkan interaksi antara anak dan teman sebayanya

(Roswita & Wahyuni, 2011., Krantz & McClannahan, 1998). Pada

metode lovaas/ ABA dalam hal memunculkan respon pada anak

autis, dapat dilakukan dengan memberikan reward jika anak mampu

merespon dengan baik. Metode ini dapat meningkatkan kepatuhan,

keterampilan anak dalam meniru, dan membangun kontak mata

(Krantz & McClannahan, 1998., Yuwono, 2009). Adapula metode

son rise dimana metode ini lebih menekankan pada bantuan kepada

anak untuk belajar tentang apa yang ingin anak pelajari sehingga

dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi antara terapis dan

anak (Supartini, 2009). Metode lain yang dapat membantu anak

untuk berinteraksi dinamakan social story. Pada metode ini terapis

menstimulasi interaksi sosial anak autis dengan teman sebaya

melalui aktivitas bermain bersama (Sugiarto, Prambahan, Sarwindah

& Pratitis, 2004) dengan mengajarkan suatu konsep melalui format

yang mudah dipahami oleh anak autis. Metode ini dapat

meningkatkan keterampilan sosial anak autis (Gray, 2001).

Psikoterapi terakhir yang dapat diberikan adalah media belajar

berkonsep konvergensi dengan menstimulasi rasa ketertarikan dan

pemfokusan perhatian pada anak autis sehingga anak autis mampu

belajar sekaligus mengubah perilaku sosialnya supaya berperilaku

sosial sesuai dengan norma atau aturan masyarakat tempat anak

berdomisili (Suparno, Supartini & Purwandari, 2010).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31

c. Peran Aktif Orangtua

Dalam beberapa pendapat ahli, peran orangtua dalam hal

meningkatkan interaksi sosial anak autis dapat dilakukan dengan

menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi anak dan

mengajari anak hal-hal yang simpel dan mudah (White, Keonig &

Scahill, 2006., Jonovich, 2007). Memberikan reward dan mengajak

anak melakukan aktivitas bersama juga membantu anak berinteraksi

(Baker, 2010). Selain itu, menerima anak autis sepenuhnya diyakini

mempengaruhi perkembangan sosial bagi anak autis (Wijayakusuma,

2004., Rohner, 2000).

4. Upaya Penanganan untuk Menyejahterakan Anak Autis

Intervensi dini pada anak autis penting dilakukan mengingat fungsi

utamanya adalah untuk membantu anak mencapai keberhasilan dan

kemajuan atas perkembangannya. Fungsi ini lebih bersifat perbaikan dan

mengurangi dampak buruk dari perilaku anak. Intervensi dini sebaiknya

dilakukan secara intensif, kontinyu, integratif, dan melibatkan tim ahli

(Yuwono, 2009). Wijayakusuma (2004) mengatakan ada beberapa hal

yang dilakukan untuk penanganan anak autis, antara lain:

a. Diet

Aspek pengaturan pola makan menjadi penting bagi anak autis

karena suplai makanan merupakan bahan dasar pembentuk

neurotransmitter. Selain itu, sebagian anak autis mengalami reaksi


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32

alergi dan intoleransi terhadap makanan dengan kadar zat tinggi.

Efeknya, zat makanan yang seharusnya membentuk neurotransmitter

untuk menunjang kesinambungan kerja sistem saraf, justru dalam

tubuh anak autis diubah menjadi zat lain yang bersifat meracuni.

Beberapa kandungan dalam makanan akan memperburuk kondisi

anak autis. Oleh karena itu, menjadi penting untuk menyeimbangkan

kandungan-kandungan dalam tubuh anak melalui asupan yang tepat.

Hal ini akan menjaga kesinambungan kemampuan bicara dan

mendengar anak.

b. Perbaikan Neurotransmitter

Meskipun neurotransmitter sudah dibentuk oleh gizi dalam

makanan, tetapi tidak serta merta dapat berfungsi dengan baik dalam

tubuh anak autis. Kompleksnya gangguan pada tubuh anak autis

mendukung hal ini sehingga anak autis memerlukan sebuah terapi

lain untuk mendukung optimalitas kerja neurotransmitter tadi. Terapi

yang baik untuk mendukung hal tersebut adalah terapi yang bersifat

neurofisiologis. Terapi ini bukan sekedar untuk mengoptimalkan

kinerja neurotransmitter tapi juga meningkatkan kinerja sistem saraf

pusat serta kondisi fisiologis tubuh termasuk diantaranya kondisi sel

dan jaringannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33

c. Dukungan Orangtua

Diyakini bahwa perhatian, cinta kasih, dan ungkapan sayang

dari orangtua memberikan efek terapeutik tersendiri bagi anak dalam

proses penyembuhannya. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat

penting karena tak sedikit orangtua yang bersikap acuh tak acuh

terhadap anak autis. Akibatnya, perkembangan yang dicapai anak

pun sangat rendah karena kurangnya partisipasi orangtua. Terkait

dengan hal ini, ada suatu kepercayaan di antara pihak psikoanalis

dan psikiatri bahwa keterlibatan orangtua secara penuh dalam proses

penyembuhan akan menumbuhkan perbaikan emosional yang lebih

optimal dan hal ini akan menciptakan dorongan bagi anak autis

untuk bisa terlepas dari beban penderitaan maupun perasaan depresif

yang mereka alami.

d. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi khusus bagi anak autis yang

dalam pelaksanaanya harus melibatkan peran aktif dari orangtua.

Berikut psikoterapi yang dimaksud:

1) Perbaikan stimulus reseptor indera penglihat

Terapi ini berfokus pada ransangan-rangsangan indera

penglihatan.

2) Perbaikan stimulus reseptor indera pendengar

Sebagai bentuk psikoterapi bagi indera pendengar anak

autis, ada bebrbagai varian teknik bermain yang berkhasiat


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34

merangsang ketajaman indera pendengar dan sensitivitas

terhadap ragam gelombang bunyi.

3) Perbaikan stimulus refleks motorik

Psikoterapi ini berfokus pada gerakan-gerakan olah

tubuh dan bermain.

4) Perbaikan stimulus reseptor indera peraba

Psikoterapi untuk memperbaiki reseptor indera peraba

mencakup permainan yang merangsang indera peraba anak.

5) Eliminir perilaku stereotip

Perilaku stereotip menjadi simptom umum yang ditemui

dari anak autis. Hal inilah yang menjadi dasar pentingnya

pemberian stimulasi terapi yang dapat mengeliminir perilaku

stereotip anak secara perlahan-lahan.

6) Perbaikan stimulus reseptor rasa sakit

Begitu penting untuk mengajari anak untuk mengenal

berbagai sensitivitas rasa yang beragam, termasuk salah

satunya memberi rangsangan sensasi rasa sakit pada anak.

7) Perbaikan stimulus reseptor rasa gatal dan geli

Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang indera anak

dengan gelitikan atau menyentuh anak untuk menciptakan

sensasi gatal atau geli.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35

8) Perbaikan stimulus reseptor rasa dingin dan hangat

Untuk perbaikan kemampuan mengindera, perlu

dilakukan perbaikan pada fungsi sensorik-motoriknya terlebih

dahulu yang berpusat pada sistem saraf.

9) Perbaikan penginderaan

Pada tahap akhir psikoterapi ini terdapat teknik tertentu

yang dapat merangsang sinergi pada reseptor penginderaan

anak dengan merangsang anggota gerak tubuh anak.

D. Dinamika Hubungan Antara Penerimaan Orangtua Dan Tingkat

Interaksi Sosial Anak Autis

Ellen (dalam Supartini, 2009) mengatakan sikap mencintai dan

menerima dari orangtua kepada anak adalah dasar dari semua interaksi

dengan anak. Anak yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik,

kooperatif, ramah, loyal, stabil secara emosi, dan gembira (Hurlock, 1989).

Sebagaimana dijelaskan, penerimaan orangtua memberikan dampak positif

terhadap perkembangan interaksi sosial anak untuk dapat mengenal orang lain

dan lingkungan lain diluar dirinya.

Orangtua yang menerima akan menunjukkan kasih sayang berupa

perhatian, dukungan, pujian, dan ekspresi kasih sayang lainnya (Rohner,

Khaleque & Cournoyer, 2007). Dengan menerima, orangtua kemudian

memunculkan pengakuan dan penghargaan terhadap tingkah laku anak autis

mereka (Chaplin, 2000). Setelah menunjukkan adanya pengakuan, orangtua


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36

kemudian mencari tahu bagaimana keadaan dan cara menangani anak mereka

melalui informasi yang bisa didapat oleh para ahli yaitu dokter, psikolog, atau

pakar lain yang bersangkutan.

Gambaran orangtua yang menerima anak autis dijabarkan dalam sebuah

skripsi dengan metode kualitatif oleh Rachmayanti & Zulkaida (2008).

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Orangtua akan memahami keadaan anak (positif dan negatif serta

kelebihan dan kelemahan) dan mencari tahu bagaimana cara yang tepat

untuk mengasuh anak.

2. Orangtua yang menerima akan memahami kebiasaan-kebiasaan anak.

Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkah laku anak

sehari-hari melalui pengamatan langsung maupun dari pengasuh anak.

3. Orangtua kemudian menyadari apa yang belum bisa dilakukan anak.

Untuk menangani kelemahan anak tersebut, orangtua bisa berkonsultasi

dengan dokter, psikolog, terapis, dan ahli yang menangani anak dalam

rangka mengevaluasi kondisi anak.

4. Orangtua memahami ada penyebab perilaku buruk dan baik anak. Tidak

jarang anak autis menunjukkan perilaku buruk karena keterbatasan

mereka. Orangtua yang menerima dapat memahami mengapa anak

berperilaku demikian karena informasi yang didapat sebelumnya.

Pemberian reward (berupa pelukan, ciuman, atau tepuk tangan) jika

anak melakukan perilaku yang diinginkan akan membuat anak merasa

dihargai.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37

5. Orangtua mengupayakan alternatif penanganan sesuai dengan

kebutuhan anak. Tidak semua anak menunjukkan karakteristik yang

sama. Oleh karena itu, penanganan sesuai dengan kebutuhan menjadi

penting untuk perkembangan optimal anak.

Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orangtua yang

menerima memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan pola

keterikatan antara orangtua dan anak yang baik dengan memahami keadaan

anak secara menyeluruh. Anak yang diterima mendapat pemahaman dan

penanganan dari orangtua untuk mengembangkan aspek yang kurang pada

anak sehingga bermanfaat memperbaiki keterbatasan anak itu sendiri.

Dinamika tersebut dapat digambarkan dengan skema alur pada gambar

berikut:

Gambar 3
Skema Hubungan Penerimaan Orangtua dengan Tingkat Interaksi Sosial Anak Autis
Autisme Penerimaan
 Gangguan Komunikasi Orangtua
 Gangguan Interaksi Sosial
 Gangguan Perilaku (Stereotip & Repetitif)

 Anak autis merasa nyaman,


dihargai & lebih percaya diri  Memahami Anak
 Membantu kemajuan motorik  Mengupayakan
kasar dan halus anak autis Penanganan
 Membantu perkembangan  Mencari Informasi
akademik anak autis

Interaksi Sosial Anak


Autis Meningkat

Anak autis memiliki hambatan pada tiga aspek yaitu komunikasi,

interaksi sosial, dan perilaku. Berdasarkan skema di atas, yang menjadi


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38

pertanyaan adalah apakah penerimaan orangtua memiliki hubungan dengan

tingkat interaksi sosial anak autis mengingat mereka memiliki kesulitan

berinteraksi di lingkungan sehari-hari.

Orangtua yang memahami anak akan memperlakukan anak dengan

tepat. Pemahaman orangtua terhadap perilaku anak autis akan membuat anak

merasa nyaman dan dihargai (Wijayakusuma, 2004., Jonovich, 2007.,

Rachmayanti & Zulkaida, 2008). Orangtua yang mengupayakan penanganan

akan membantu proses pendidikan anak dan membantu kemajuan motorik

kasar dan halus pada anak autis. Hal ini dapat membantu anak untuk lebih

mandiri dan percaya diri karena mereka dilatih untuk melakukan segala

sesuatunya sendiri. Selain itu, hal ini juga membantu perkembangan

akademik karena anak akan belajar lebih banyak melalui upaya-upaya

orangtua tersebut (White, Keonig & Scahill, 2006., Astuti, 2007., Novia &

Kurniawan, 2007). Mencari Informasi seputar autis penting dilakukan karena

orangtua dapat menentukan terapi apa yang paling sesuai untuk anak mereka.

Sebagai hasilnya, anak akan mengembangkan potensi dirinya yang belum

berkembang dengan baik. Selain itu, informasi yang didapat bisa pula berupa

mengenai asupan yang sesuai dengan kondisi anak. Diet pada anak autis akan

meredam agresifitas terkait dengan sensitivitas anak autis pada zat tertentu

(Yuwono, 2009).

Secara umum, anak yang dipahami dan ditangani dengan baik oleh

orangtuanya akan mengembangkan pola perilaku yang positif. Secara umum,

anak yang diterima memiliki IQ yang lebih tinggi dibandingkan anak yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39

ditolak. Penjelasan untuk hal ini adalah karena orangtua yang menerima akan

meningkatkan keingintahuan anak dalam mengeksplor dan memanipulasi

obyek dan gagasan di lingkungan. Selain itu, anak yang diterima juga akan

menunjukkan kejujuran, pandai mengungkapkan pikirannya, dan kooperatif

(Hurley, 1965). Secara afektif dan perilaku, anak yang diterima stabil secara

emosi dan gembira, ramah, memiliki sosialisasi yang baik, mudah

menyesuaikan diri, dan memiliki kepercayaan diri yang positif (Kapur & Gill,

1986., Hurlock, 1989., Rohner, 2000., Rohner, Varan & Koberstein, 2010.,

Khaleque & Rohner, 2011a., Khaleque, Rohner & Rahman, 2011b., Ansari &

Qureshi, 2013).

Dari uraian di atas, perilaku orangtua dalam hal ini adalah penerimaan,

membuat anak dan orangtua memiliki interaksi yang baik. Interaksi antara

orangtua dan anak ini kemudian menjadi bekal bagi anak untuk memiliki

hubungan baik dengan orang lain di luar rumah. Hubungan baik tersebut bisa

berupa interaksi sosial anak dengan teman-temannya baik di rumah maupun

di lingkungan yang lebih luas lagi. Interaksi sosial merupakan salah satu

kemampuan wajib yang harus dimiliki anak autis agar mereka mampu

berkembang dengan baik kedepannya.

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif dan signifikan

antara penerimaan orangtua dan tingkat interaksi sosial anak autis.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam

penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat

menentukan apakah penelitian tersebut bisa dipertanggunggjawabkan atau tidak

hasilnya (Hadi dalam Lubis, 2009). Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk melihat hubungan

antar dua variabel. Adapun penjabaran metode-metodenya sebagai berikut.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian untuk

mendeteksi sejauh mana variabel suatu faktor berkaitan dengan variabel pada

faktor lain (Suryabrata, 2006). Dalam penelitian ini penelitian korelasional

digunakan untuk melihat pola hubungan antara penerimaan orangtua dan

tingkat interaksi sosial anak autis.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu sebutan yang dapat diberi nilai angka (kuantitatif)

atau nilai mutu (kualitatif). Variabel merupakan pengelompokkan secara logis

dari dua atau lebih atribut dari obyek yang diteliti (Noor, 2011). Variabel

yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah hubungan antara penerimaan

40
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41

orangtua dan tingkat interaksi sosial anak autis dengan rincian sebagai

berikut:

1. Variabel bebas (x) : Penerimaan Orangtua Anak Autis

2. Variabel tergantung (y) : Interaksi Sosial pada Anak Autis

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Penerimaan orangtua

Penerimaan orangtua merupakan kemampuan untuk memahami

kondisi anak secara menyeluruh. Penerimaan orangtua mengacu pada

kehangatan, kasih sayang, perawatan, serta membuat anak merasa

diterima dan nyaman. Penerimaan orangtua dalam penelitian ini

diungkap melalui skala penerimaan orangtua yang mencakup

penerimaan secara fisik, verbal dan psikologis (Rohner, Khaleque &

Cournoyer, 2007., Astuti, 2007., Hurlock, 1978). Semakin tinggi total

skor yang diperoleh individu maka akan menunjukkan penerimaan yang

semakin baik, sebaliknya jika total skor penerimaan yang diperoleh

individu rendah maka menunjukkan penerimaan yang buruk.

2. Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah respon timbal balik antara individu yang

satu kepada individu yang lain, dimana respon-respon ini bisa

mempengaruhi bahkan memperbaiki perilaku individu yang merespon.

Interaksi sosial diungkap melalui metode observasi dengan


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42

menggunakan pencatatan kejadian (event recording). Daftar perilaku

yang diobservasi didasarkan pada indikator-indikator interaksi sosial

anak autis yang observable dari DSM IV-TR Indikator-indikator

tersebut sebelumnya diobservasi melalui observasi awal dengan

penjabaran sebagai berikut:

a) Kontak mata

Merupakan pandangan/ tatapan, ialah bagaimana dan berapa

sering kita melihat pada orang lain dan dengan siapa kita

berkomunikasi.

b) Gestur atau gerak isyarat

Merupakan gerak tangan, lengan, dan jari-jari yang kita

gunakan untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu. Gestur

dapat berupa emblem (tidak diikuti kata-kata) dan adopters

(terjadi tanpa disadari untuk merespon kebutuhan fisik)

(Budyatna & Ganiem, 2011).

c) Ekspresi wajah

Merupakan pengaturan dari otot-otot muka untuk

berkomunikasi dalam keadaan emosional (gembira, sedih, takut,

marah, muak, dsb.) atau reaksi-reaksi terhadap pesan-pesan.

d) Menghampiri untuk menyapa teman

Merupakan aktivitas anak ketika mereka memberikan

sapaan berupa panggilan nama atau menanyakan sesuatu pada


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43

seorang atau sekelompok orang baik dari kejauhan maupun dari

jarak yang dekat.

e) Menunjuk pada obyek yang menarik

Perilaku ini mengacu pada penggunaan jari-jari tangan

untuk menunjuk sesuatu atau mengarahkannya pada obyek yang

dianggap menarik perhatian anak.

f) Merespon saat orang lain tersenyum

Mengacu pada adanya perubahan raut wajah saat menerima

rangsangan sebagai bentuk respon anak pada obyek atau orang

lain. Perubahan raut wajah dalam penelitian ini berupa senyuman

anak ketika mereka merespon orang yang tersenyum pada

mereka.

D. Subyek Penelitian

Dalam penelitian, populasi berarti seluruh elemen atau anggota dari

suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian dari obyek penelitian. Luasnya

populasi dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka populasi dikecilkan

lagi menjadi sampel penelitian. Menurut Noor (2011) sampel adalah sejumlah

anggota yang dipilih dari populasi. Sampel harus merupakan bagian yang

representatif dari keseluruhan populasi (Widi, 2010). Teknik sampling

merupakan cara-cara untuk memilih sampel yang disesuaikan dengan

kebutuhan peneliti (Noor, 2011).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44

Adapun jenis teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik menentukan

sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak untuk dijadikan sampel

(Noor, 2011). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian harus

mempunyai karakteristik berikut:

1. Anak autis yang bersekolah di Sekolah/ Yayasan Autis. Alasan

pemilihan subyek autis yang bersekolah adalah karena penelitian ini

membutuhkan setting relasi sosial. Dengan kata lain, peneliti ingin

melihat interaksi sosial anak dengan lingkungan di luar rumah pada saat

anak beristirahat, karena pada saat itu anak berinteraksi dengan teman-

teman dan atau guru mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Payton,

Wardlaw, Graczyk, Bloodworth, Tompset & Weissberg (2000) yang

mengatakan bahwa sekolah adalah setting sosial dimana para murid

diajarkan untuk berkelompok dan diharapkan untuk belajar bagaimana

berinteraksi secara efektif dengan teman sebaya dan guru.

2. Anak Autis usia 6-11 tahun. Pertimbangan usia pada anak autis

didasarkan pada buku Perkembangan Masa Hidup dari Santrock (2002).

Dikatakan bahwa selama masa pertengahan dan akhir, anak-anak

meluangkan banyak waktu dalam berinteraksi dengan teman sebaya.

Dalam suatu investigasi, diketahui bahwa anak-anak berinteraksi

dengan teman sebaya pada saat bermain di waktu siang sebanyak 40%

pada usia 7-11 tahun, sisanya sebanyak 10% pada usia 2 tahun, dan

20% pada usia 4 tahun (Barker dkk dalam Santrock, 2002). Selain itu,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45

Freud (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa usia 6 sampai masa

puber merupakan tahap laten atau tersembunyi pada anak-anak dimana

mereka menekan semua minat terhadap seks dan lebih mengembangkan

keterampilan sosial dan intelektual. Oleh karena itu, peneliti

memutuskan untuk melihat usia interaksi terbanyak yang dialami anak-

anak yaitu pada usia 6-11 tahun.

E. Persiapan Alat Ukur

1. Penerimaan Orangtua

a. Rancangan

1) Metode

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian pada variabel

penerimaan orangtua adalah skala penerimaan orangtua. Skala

ini merupakan salah satu teknik self-report di mana subyek

diminta untuk memilih satu kategori dari masing-masing

pernyataan yang menggambarkan intensitas perilaku mereka

atau menjawab tentang dirinya terhadap suatu keadaan

(Taniredja & Mustafidah, 2011). Data dikumpulkan dengan

kuesioner atau angket. Kuesioner merupakan suatu daftar

pertanyaan atau pernyataan mengenai topik tertentu secara

individual atau kelompok untuk mendapatkan informasi

mengenai perilaku, minat dan sebagainya. Kelebihan kuesioner

adalah dapat digunakan untuk sampel yang besar (Purwanto &


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46

Sulistyastuti 2007). Selain itu, peneliti tidak harus bertemu

langsung dengan responden, tetapi cukup dengan mengajukan

pertanyaan atau pernyataan secara tertulis untuk mendapatkan

respon (Hadjar dalam Taniredja & Mustafidah, 2011). Melalui

metode kuesioner, subyek menentukan respon dengan cara

menulis sesuatu untuk tujuan yang bersifat spesifik (McMillan

et al dalam Taniredja & Mustafidah dkk, 2011). Metode ini

sederhana dan mudah, dan lebih menjamin kerahasiaan identitas

responden (Widi, 2010).

2) Skoring

Masing-masing item di dalam skala memiliki empat

pilihan kategori untuk menunjukkan frekuensi kejadian,

diantaranya adalah (SL) Selalu, (SR) Sering, (JR) Jarang, dan

(TP) Tidak Pernah. Nilai masing-masing kategori bergerak

dari1-4, bobot penilaian untuk masing-masing pernyataan yaitu

SL = 4, SR = 3, JR = 2, dan TP = 1. Kategori tengah atau netral

dihilangkan untuk mencegah munculnya central tendency, yaitu

responden memberikan jawaban di tengah-tengah jika

responden ragu.

3) Blue Print

Isi skala penerimaan orangtua dapat dilihat dari blue print

pada tabel berikut.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47

Tabel 3.1.
Blue Print Skala Penerimaan Orangtua
Kategori Jumlah
Aspek Komponen Penerimaan Orangtua
SL SR JR TP %
Menunjukkan kasih sayang
Mencium anak
Memeluk anak
Membelai anak
Membuat anak merasa senang
Merawat
Menyiapkan segala kebutuhan anak sehari-hari
Merasa senang dalam merawat anak
Membuatkan makanan kesukaan anak
Memastikan diet yang sesuai untuk autisme
Penerimaan Memberikan perhatian lebih ketika anak sakit 17
Fisik Melakukan aktivitas bersama 33.33%
Bermain bersama anak
Mengajak anak jalan-jalan
Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah sehari-hari
Melakukan permainan bersama anak
Suka berada di dekat anak
Meluangkan waktu bersama anak
Mengawasi anak bermain
Merasa senang berada di dekat anak
Menemani anak bermain

Mengatakan hal-hal baik


Memberikan pujian pada anak saat melakukan hal yang
baik
Memberikan nasihat pada anak untuk melakukan hal-
hal yang baik
Memberikan saran jika anak melakukan kesalahan
Menunjukkan kasih sayang
Menyatakan sayang pada anak
Memberikan persetujuan kepada anak misalnya ketika
anak ingin bermain
Mendengarkan apa yang anak katakan
Penerimaan Mengenalkan obyek-obyek di lingkungan kepada anak 16
Verbal Membanggakan anak 31.37%
Menceritakan hal baik pada orang lain tentang kondisi
anak
Membanggakan anak pada orang lain
Memperkenalkan anak dengan lingkungan di luar
rumah
Menyatakan bahwa kehadiran anak begitu penting pada
orang lain
Mengajak anak untuk berkomunikasi
Menanyakan apa yang anak butuhkan
Menanyakan kondisi anak
Berbicara pada anak dengan hangat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48

Berbicara pada anak dengan penuh kasih sayang


Menjawab pertanyaan anak dengan lembut
Perhatian
Memperhatikan kebutuhan anak
Memperhatikan perkembangan kemampuan anak di
sekolah
Memperhatikan lingkungan di sekitar anak
Memperhatikan kemajuan prestasi anak
Dukungan
Mengajari anak melakukan hal yang belum bisa
dilakukan
Penerimaan
Memberikan fasilitas yang dibutuhkan anak
Psikologis
Mengajari anak untuk bisa melakukan keperluan sehari-
hari sendiri
Mengajari anak bertanggung jawab dengan memberikan
pekerjaan rumah yang dapat anak lakukan 18
Mencari informasi mengenai apa yang dibutuhkan anak 35.29%
Mencari informasi terkait dengan autisme
Mencari tahu kelebihan anak
Mencari tahu kekurangan anak
Mencari tahu apa yang disukai anak
Mencari tahu apa yang tidak disukai anak
Menanyakan perkembangan anak kepada guru
Tertarik dengan ruang lingkup anak
Tertarik dengan aktivitas yang anak lakukan
Turut memberi perhatian pada lingkungan (teman-
teman) di sekitar anak
Membiarkan anak untuk melakukan apa yang disukai
anak selama itu tidak membahayakannya
Peduli dengan siapa anak berteman

b. Uji Coba

1) Validitas

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah

validitas isi dimana validitas isi melihat sejauh mana item-item

tes mencakup keseluruhan situasi yang ingin diukur oleh tes

tersebut (Azwar, 2011). Validitas isi dilakukan melalui

pendapat professional atau professional judgment dengan

mengonsultasikan butir-butir item dalam penelitian ini kepada

dosen pembimbing.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49

2) Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada sejauh mana suatu pengukuran

mampu memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila

dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama

(Azwar, 2011). Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini

dicari dengan menggunakan rumus alpha Cronbach yang

dihitung dengan bantuan aplikasi SPSS versi 16.

3) Daya beda

Komputasi pada pengujian daya beda menghasilkan

koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal dengan sebutan

parameter daya beda item. Kriteria pemilihan item berdasarkan

korelasi item dengan menggunakan batasan r ix ≥ 0.30. Masing-

masing item yang mencapai korelasi minimal 0.30 memiliki

daya beda yang tinggi. Item yang memiliki nilai ≤ 0.30

memiliki daya beda yang rendah. Penelitian ini menggunakan

batasan rix 0.30.

c. Hasil Uji Coba

Untuk skala penerimaan orangtua diperoleh nilai reliabilitas

sebesar 0.970. Nilai reliabilitas untuk skala penerimaan orangtua

dapat dikatakan memuaskan atau reliabel karena mendekati 1.00.

Setelah menguji reliabilitas skala, peneliti kemudian menguji daya

beda item dengan batasan minimal rix 0.30.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50

2. Interaksi Sosial

a. Rancangan

1) Metode

Data interaksi sosial pada penelitian diperoleh melalui

metode observasi. Metode observasi merupakan metode

pengamatan langsung dengan pencatatan yang sistematis

terhadap perilaku atau fenomena dalam periode waktu yang

ditentukan pada situasi atau kondisi yang alami (Widi, 2010).

Metode observasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu observasi

langsung dan observasi tidak langsung. Observasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung atau

sebutan lainnya adalah observasi naturalistik. Oleh karena itu,

peneliti pun mengobservasi di sekolah pada saat jam istirahat,

sehingga perilaku yang hendak diobservasi muncul secara alami.

Metode observasi ini dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku

yang muncul dan memeriksa hubungan di antara variabel

dengan melihat frekuensi dari perilaku (Shaughnessy, 2012).

Dalam penelitian ini, pencatatan observasi yang digunakan

adalah pencatatan kejadian atau event recording. Observasi

dilakukan oleh peneliti dan guru dari masing-masing sekolah

yang bersedia membantu.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51

2) Daftar perilaku target

Perilaku interaksi sosial yang akan diamati mengacu pada

beberapa indikator perilaku dari DSM IV-TR. Berikut blue print

alat pencatatan data interaksi sosial pada anak autis:

Tabel 3.2.
Blue Print Alat Pencatatan Data Interaksi Sosial
Event #1
Setting Tgl Observer ___________
Nama anak _______________ Kelas_____________ Jenis Kelamin _______
Waktu Mulai _______ Waktu Akhir _______ Total Waktu _________
*Perilaku Interaksi Sosial
No Perilaku Jumlah Perilaku
1 Kontak mata
2 Gestur/ gerak isyarat
3 Ekspresi wajah
4 Menghampiri untuk menyapa teman
5 Menunjuk pada obyek yang menarik
6 Merespon saat orang lain tersenyum

Metode observasi ini mengukur tinggi rendahnya tingkat perilaku

berdasarkan indikator perilaku yang tampak pada anak autis. Indikator

tersebut berupa kontak mata, gestur, ekspresi wajah, spontanitas dalam

berinteraksi, hingga emosi yang muncul saat merespon situasi tertentu.

Peneliti bertindak sebagai observer yang melakukan pengamatan pada

tiap anak bersama observer lainnya. Observasi dilakukan berdasarkan waktu

yang telah ditentukan sebelumnya. Observasi ini dicatat dengan

menggunakan turus (tally) untuk masing-masing perilau yang muncul pada

anak autis.

b. Kredibilitas Data Observasi

Pendekatan interobserver reliability digunakan untuk melihat

konsistensi pencatatan pada tiap observer. Prosedur untuk mengukur

konsistensi antarobserver yaitu dengan Percentage Agreement pada


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52

kalkulasi Event Recording. Percentage Agreement dengan cara

menghitung kesepakatan pada keseluruhan observasi digunakan

untuk melihat persentase kesepakatan antarobserver dalam

mengobservasi perilaku yang sama. Jenis relaiabilitas ini digunakan

sebagai preliminary check untuk melihat kecakapan dalam merekam

observasi. Selain itu, teknik ini berguna karena mudah dihitung,

diinterpretasi, dan kepekaannya pada bias dan sistematik eror

(Sattler, 1992). Berikut cara menghitung reliabilitas dengan

menggunakan Percentage Agreement pada Event Recording:

%AIR tot = × 100

%AIR tot = Persentase kesepakatan untuk keseluruhan jumlah observasi

A tot = Jumlah kesepakatan antarobserver pada perilaku yang muncul dan tidak

muncul

D = Jumlah ketidaksepakatan atarobserver pada perilaku yang muncul dan tidak

muncul

Nilai reliabilitas yang muncul antarobserver pada alat ukur

interaksi sosial adalah sebesar 90.09%. Angka ini menunjukkan

nilai yang memuaskan atau reliabel karena mendekati 100%.

Tabel 3.3.
Hasil Reliabilitas Indikator Interaksi Sosial
Interobserver N of N of N of total N of total N of total
Reliability indicators subjects behavior agreement disagreement
90.09% 6 37 222 200 22
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa persiapan yang dilakukan

peneliti guna kelancaran saat penelitian dilaksanakan. Adapun persiapannya

adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Persiapan Alat

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti

merancang aspek masing-masing variabel. Aspek dari penerimaan

orangtua dan interaksi sosial anak autis disusun berdasarkan teori-teori

yang ada. Skala penelitian untuk penerimaan orangtua dibuat

berdasarkan teori Rohner, Khaleque & Cournoyer (2007), Astuti

(2007), dan Hurlock (1978) mengenai penerimaan orangtua. Jumlah

item pada skala disesuaikan dengan aspek penerimaan. Sedangkan

untuk skala interaksi sosial, indikator dirancang berdasarkan DSM IV

TR. Jumlah indikator disusun dengan pertimbangan akan overlap jika

terlalu banyak indikator.

b. Persiapan Subyek

Subyek penelitian ditentukan berdasarkan variabel yang ingin

diteliti. Dalam penelitian ini, subyek yang digunakan adalah anak autis

berusia 6-11 tahun yang bersekolah di yayasan atau sekolah di

Yogyakarta dan Balikpapan. Sebelum menyebarkan kuesioner untuk

orangtua dan observasi untuk anak, terlebih dahulu peneliti melakukan

briefing terhadap orangtua dan guru secara individual. Peneliti


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54

melakukan briefing kepada orangtua dengan menjelaskan mengenai

skala penelitian dan cara mengisi skala. Sedangkan kepada guru,

peneliti melakukan briefing terkait indikator yang akan diobservasi.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Skala Penerimaan Orangtua

1) Preliminary

Alat ukur yang digunakan dalam skala penerimaan orangtua

dibuat berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rohner, Khaleque

& Cournoyer (2007), Astuti (2007), dan Hurlock (1978). Skala

penerimaan orangtua yang digunakan peneliti terdiri dari 51 item

yang dibuat dalam bentuk booklet dengan ukuran kertas A4.

Masing-masing item terdiri dari empat kategori pilihan jawaban

yaitu (SL) Selalu, (SR) Sering, (JR) Jarang, dan (TP) Tidak Pernah.

Skala penerimaan orangtua terlebih dahulu diujikan kepada

beberapa orangtua untuk melihat apakah ada kalimat yang sulit

dipahami (preliminary). Preliminary dilakukan pada tanggal 19-20

November 2013 kepada 5 orang ayah/ ibu yang memiliki anak

normal. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada item yang sulit

untuk dipahami. Skala disusun dalam bentuk booklet dengan

ukuran kertas A4.

2) Uji coba

Penyebaran kuesioner dilakukan peneliti secara mandiri

kepada orangtua murid yang berada di area sekolah saat menjemput


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55

anaknya. Pada salah satu sekolah peneliti menitipkan skala kepada

pihak sekolah untuk disebarkan kepada orangtua murid yang

anaknya dikenai observasi. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada

total 74 responden orangtua yang berada di SLB Autis dan

Hiperaktif Citra Mulia Mandiri dan SLBN Balikpapan. Setelah

dianalisis, tidak ada item yang gugur dalam penelitian ini karena

keseluruhan item sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Sekolah-sekolah ini dipilih karena kesediaan para orangtua sebagai

responden untuk memberikan data dan mengisi kuesioner.

b. Observasi Interaksi Sosial Anak Autis

1) Pra observasi

Observasi Interaksi sosial dibuat berdasarkan kriteria yang

terdapat pada DSM IV TR. Observasi interaksi sosial diuji dengan

melakukan pra observasi pada tanggal 20-22 November 2013

dengan interobserver yang ditunjuk oleh SLB Citra Mulia Mandiri

dan pada tanggal 12-13 Desember 2013 dengan interobserver yang

ditunjuk oleh SLBN Balikpapan untuk membantu.

2) Pencatatan Observasi

Peneliti dibantu dengan observer lain yang ditunjuk oleh

sekolah berhasil mengobservasi total 37 anak autis, 11 anak dari

SLB Autis dan Hiperaktif Citra Mulia Mandiri, dan sisanya

sebanyak 26 anak dari SLBN Balikpapan. Pencatatan observasi

pada anak autis dilakukan pada tanggal 20 November – 4 Januari


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56

2014 pada dua sekolah dibantu oleh guru sebagai observer yang

ditunjuk sekolah.

3. Tahap Analisis Data

Keseluruhan data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan

Pearson’s Product-Moment dengan bantuan aplikasi SPSS versi 16.

Signifikansi tes menggunakan signifikansi 1% atau pada level 0.01 (1-

tailed).

a. Hasil Analisis Aitem Skala Penerimaan Orangtua

Untuk aitem penerimaan orangtua dianalisis dengan

menggunakan SPSS versi 16 dengan melihat korelasi aitem total

(rix). Dari total 51 aitem, tidak ada aitem yang gugur dengan

batasan rix minimal ≤ 0.30 (terdapat pada Lampiran).

b. Hasil Analisis Indikator Observasi Interaksi Sosial

Pra observasi dilakukan untuk memahami kriteria diagnostik

masing-masing indikator dan membuat definisi operasional

berdasarkan tiap indikator. Selain itu, pra observasi juga dilakukan

untuk menyamakan persepsi dengan mengobservasi dan

menyamakan hasil observasi antarobserver. Hasilnya menunjukkan

bahwa reliabilitas antarobserver cukup baik untuk dilanjutkan pada

observasi sesungguhnya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penyebaran kuesioner dan observasi dilakukan pada tanggal 20

November – 4 Januari 2014 pada dua sekolah. Sekolah tersebut adalah SLB

Autis dan Hiperaktif Citra Mulia Mandiri dan SLBN Balikpapan. Atas izin

sekolah, peneliti membagikan kuesioner secara mandiri saat orangtua sedang

berada di sekolah. Setting penelitian untuk skala interaksi sosial dilakukan

dengan meminta kesediaan sekolah untuk menunjuk salah satu guru yang

bersedia menjadi observer 2 yang membantu peneliti melakukan observasi

terhadap anak-anak autis di sekolah tersebut saat jam istirahat. Jadi total

subyek untuk anak autis berjumlah 37 subyek, dan orangtua sebagai

responden yaitu ayah dan ibu sebanyak 74 subyek.

B. Data Identitas Subyek

Guna menjaga kode etik penelitian, maka nama-nama subyek dalam

penelitian ini sengaja dirahasiakan. Berikut adalah data identitas para subyek:

57
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58

Tabel 4.1.
Data Siswa SLB Autis dan Hiperaktif CMM Yogyakarta dan SLBN Balikpapan
Jenis Kelamin
Umur Jumlah
L P
6 3 0 3
7 1 0 1
8 3 2 5
9 1 2 3
10 2 2 4
11 17 4 21
27 10 37

C. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian mencakup tingkat penerimaan orangtua

beserta kategorisasinya dan rerata perilaku interaksi sosial.

1. Deskripsi Data Penerimaan Orangtua

Tabel 4.2
Data Mean Teoritik dan Empirik Penerimaan Orangtua
V N Min Max T Mean Mean SD Sig. Std.
Teoritik Empirik Error
Mean

Penerimaan 37 110 190 37.727 128 148.96 24.017 0.000 3.948


Orangtua

Dari hasil penghitungan data diketahui bahwa mean empirik lebih besar

daripada mean teoritik. Hal ini berarti penerimaan orangtua terhadap anak

autis mereka rata-rata tinggi.

Berikut adalah rerata dari masing-masing aspek penerimaan orangtua.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59

Tabel 4.4.
Rerata dari Aspek Penerimaan Orangtua
Aspek Mean
Penerimaan Fisik 2.90
Penerimaan Verbal 2.85
Penerimaan Psikologis 2.99

2. Deskripsi Data Interaksi Sosial

Variabel interaksi sosial anak autis menggunakan metode

pencatatan kejadian (event recording). Setelah data dikumpulkan,

langsung dianalisis hasilnya sehingga tidak menggunakan rating atau

skor pada masing-masing indikator. Mean teoritik hanya bisa didapat jika

variabel memiliki skor pada tiap item atau indikatornya. Berikut rerata

dari indikator interaksi sosial.

Tabel 4.5.
Rerata dari Aspek Interaksi Sosial
Aspek Mean
Perilaku Nonverbal 4.98
Relasi dengan Teman Sebaya 3.81
Spontanitas 0
Hubungan Timbal Balik atau Emosi 3.99

D. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Pengujian dilakukan dengan One Sample Kolmogorov Smirnov

Test dengan menggunakan SPSS versi 16 for Windows. Distribusi

dikatakan normal apabila probabilitas (p) > 0.05. Hasil dari uji

normalitas pada penerimaan orangtua adalah 0.419 sehingga p lebih

besar dari 0.05. Dengan demikian sebaran penerimaan orangtua pada

responden dinyatakan normal.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60

Untuk nilai probabilitas pada interaksi sosial adalah 0.951 >

0.05. Dengan demikian sebaran interaksi sosial pada subyek

dinyatakan normal.

Tabel 4.6.
Uji Normalitas

Penerimaan Interaksi
N 37 37
Normal Mean 148.96 12.64
Parametersa Std. Deviation 24.017 2.864
Most Extreme Absolute .145 .098
Differences Positive .145 .098
Negative -.090 -.091
Kolmogorov-Smirnov Z .881 .596
Asymp. Sig. (2-tailed) .419 .870
a. Test distribution is Normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan One Way Anova

untuk variabel uji lebih dari satu. Data dari skala penerimaan orangtua

dan skala interaksi sosial dapat dikatakan linear apabila nilai Sig. lebih

kecil dari 0.05.

Hasil uji linearitas antara skala penerimaan orangtua dan skala

interaksi sosial dinyatakan linear karena nilai probabilitas (p) atau Sig.

0.041 atau lebih kecil dari 0.05.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61

Tabel 4.7.
Uji Linearitas

Sum of Mean
df F Sig.
Squares Square

(Combined) 266.074 32 8.315 1.137 .513

Between Groups
Penerimaan Linearity 105.088 1 105.088 14.371 .041
* Interaksi Deviation from
160.986 31 5.193 .710 .746
Linearity
Within Groups 29.250 4 7.312
Total 295.324 36

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah melakukan uji normalitas dan

linearitas. Penghitungan uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan

korelasi product-moment Pearson dengan bantuan aplikasi SPSS versi 16

for Windows.

Hipotesis dalam penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara penerimaan orangtua dengan tingkat interaksi sosial anak

autis. Hubungan antara dua variabel ini memiliki nilai correlation

coefficient (r) 0.525 atau lebih besar dari 0.05 dan nilai Sig. (1-tailed)

0.000 atau lebih kecil dari 0.01. Berdasarkan nilai Sig. (1-tailed), maka

hipotesis penelitian ini diterima.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62

Tabel 4.8.
Uji Hipotesis

Penerimaan Interaksi
Penerimaan Pearson Correlation 1 .525**
Sig. (1-tailed) .000
N 37 37
**
Interaksi Pearson Correlation .525 1
Sig. (1-tailed) .000
N 37 37
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

E. Pembahasan

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, ada hubungan

yang positif (r = 0.525) dan signifikan (p = 0.000) antara penerimaan

orangtua dan tingkat interaksi sosial anak autis. Dengan kata lain, hipotesis

pada penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

penerimaan orangtua maka semakin tinggi pula interaksi sosial anak autis.

Penerimaan orangtua merupakan bentuk dukungan pada anak untuk

meningkatkan interaksi sosial anak. Diyakini bahwa perilaku menerima dari

orangtua kepada anak memberikan efek terapeutik bagi anak dalam proses

penyembuhannya (Wijayakusuma, 2004). Hal ini juga diyakini oleh Rohner

(2000) yang mengatakan bahwa penerimaan orangtua mempengaruhi

perkembangan sosial dan emosi pada anak autis dan schizophrenia. White,

Keonig & Scahill (2006) mengatakan bahwa meningkatkan motivasi sosial

anak autis dilakukan dengan membantu anak mengembangkan kepercayaan

dirinya, mengasuh anak dengan tepat, menciptakan lingkungan yang

menyenangkan bagi anak diselingi juga dengan mengajari anak hal-hal yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63

simpel dan mudah. Senada dengan itu, Baker (2010) mengatakan bahwa

memberikan reward dan mengajak anak melakukan aktivitas bersama efektif

meningkatkan interaksi sosial pada anak autis. Perilaku-perilaku yang

dinyatakan tersebut merupakan penerimaan orangtua secara fisik dan

psikologis. Hal ini berarti, perilaku yang ditunjukkan orangtua sebagai bentuk

penerimaan mampu mendorong anak autis untuk berinteraksi dengan orang

lain. Selain itu, penerimaan orangtua juga membuat anak autis tidak merasa

stres dan cemas untuk mengembangkan interaksi di lingkungannya, karena

ketika anak autis merasa cemas, mereka gagal menunjukkan respon yang

signifikan pada lingkungan (Jonovich, 2007).

Lebih jauh lagi, penerimaan orangtua memiliki pengaruh yang

signifikan pada perkembangan sosial anak (Lamb, 1997., Rohner, 1998).

Perilaku hangat dari orangtua sebagai penerimaan kepada anak membuat anak

mengembangkan kemampuan sosial dan berinteraksi secara penuh di

lingkungan (Hurley, 1965., Bowlby, 1969., Rothbaum, 1988., Hart, Dewolf,

Wozniak & Burts, 1992., Booth dkk, 1994). Senada dengan itu, Gulay (2011)

mengatakan bahwa penerimaan orangtua memiliki hubungan yang positif

dengan perkembangan sosial pada anak-anak. Anak yang diterima umumnya

bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, stabil secara emosi, dan

gembira (Hurlock, 1989). Anak yang diterima akan lebih mudah

menyesuaikan diri, memiliki perkembangan sosial dan emosional yang sehat,

dan memiliki kepercayaan diri yang positif (Kapur & Gill, 1986., Rohner,

2000., Rohner, Varan & Koberstein, 2010., Khaleque & Rohner, 2011a.,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64

Khaleque, Rohner & Rahman, 2011b., Ansari & Qureshi, 2013). Oleh karena

itu, perilaku orangtua yang hangat, ekspresi kasih sayang, serta berbagai

dukungan untuk mengupayakan penanganan bagi anak membuat anak merasa

diterima di lingkungan dan mengembangkan hubungan yang positif dengan

orang lain.

Berdasarkan hasil penghitungan, penerimaan orangtua menyumbang

sebanyak 27.56% untuk meningkatkan interaksi sosial anak autis. Hal ini

menunjukkan bahwa penerimaan orangtua memberikan dampak positif bagi

anak autis untuk mengembangkan dirinya dengan lebih baik. Sisanya,

sebanyak 72.44% dari berbagai faktor turut menyumbang perkembangan

tingkat interaksi sosial anak autis antara lain keterlibatan teman sebaya,

keikutsertaan anak dalam psikoterapi, dan peran aktif orangtua (Supartini,

2009., Shafer, Egel & Neef, 1984., Krantz & McClannahan, 1998., Rollins,

Wambacq, Dowell, Mathews & Reese 1998., Sugiarto, Prambahan,

Sarwindah & Pratitis, 2004., Wijayakusuma, 2004., Serene & Nieminem,

2005., Wang & Spillane, 2009., Yuwono, 2009., Suparno, Supartini &

Purwandari, 2010., Gray, 2011., Roswita & Wahyuni, 2011).

Aspek yang paling tinggi dari penerimaan orangtua terhadap anak autis

adalah aspek penerimaan psikologis, yaitu dengan nilai mean 2.99.

Penerimaan psikologis mencakup adanya perhatian, dukungan, ketertarikan

orangtua terhadap aktivitas anak, serta pencarian informasi terkait dengan

keadaan dan penanganan anak. Kedua, aspek penerimaan fisik sebesar 2.90.

Penerimaan fisik merupakan penerimaan orangtua yang menunjukkan adanya


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65

perilaku merawat, melakukan aktivitas, menunjukkan kasih sayang, serta

senantiasa berada di samping anak. Urutan terakhir dan terendah pada aspek

penerimaan orangtua adalah penerimaan verbal dengan nilai mean 2.85.

Penerimaan verbal mencakup adanya komunikasi antara orangtua dan anak,

membanggakan, serta menunjukkan kasih sayang secara verbal kepada anak.

Persentase pada aspek penerimaan psikologis menjadi lebih tinggi

dibandingkan dengan aspek penerimaan lainnya karena jumlah item

penerimaan psikologis pada kuesioner lebih banyak, yaitu sebanyak 18 item.

Peneliti menyadari bahwa pengisian kuesioner yang tidak diawasi

langsung oleh peneliti memungkinkan responden berkonsultasi dengan orang

lain saat menjawab kuesioner. Selain itu, jawaban dari satu pernyataan

mungkin dipengaruhi oleh jawaban dari pernyataan lain. Untuk menghindari

adanya faking, pengisian kuesioner sebaiknya diberikan batasan waktu dan

diawasi langsung oleh peneliti.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian adalah ada korelasi positif (r = 0.525)

antara penerimaan orangtua dengan tingkat interaksi sosial anak autis.

Korelasi tersebut cukup kuat dan signifikan (Sig. 1 tailed = 0.000) yang

berarti korelasi yang diperoleh pada hasil analisis menunjukkan adanya

hubungan yang sama pada populasi.

B. Saran

1. Bagi Orangtua dan Guru

a. Orangtua diharapkan mengajak serta orang-orang terdekat

untuk turut berperan merangsang dan mengembangkan

interaksi sosial anak autis melalui penerimaan agar anak

mampu berkembang dengan baik.

b. Guru sebaiknya bekerjasama dengan orangtua untuk

memunculkan perilaku menerima pada anak autis mengingat

penerimaan memberikan sumbangan pada interaksi sosial anak

autis. Selain itu, bagi guru, menerima anak autis bisa juga

dilakukan dengan melatih anak berinteraksi di sekolah dan di

lingkungan luar sekolah sehingga anak memiliki kemampuan

66
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67

berinteraksi dengan orang lain yang kemudian akan membantu

anak berkembang dengan optimal.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk

mempertimbangkan variabel lain selain penerimaan orangtua,

misalnya seperti pola komunikasi orangtua, relasi antar teman sebaya

dan lain sebagainya. Sehingga, faktor-faktor lain yang ada

hubungannya dengan perkembangan anak autis terungkap dan dapat

menyumbangkan pengetahuan secara menyeluruh dalam menangani

anak autis.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Zaenal., Homdijah, Oom S., Sugiarmin, M. (2009).


Meningkatkan Keterampilan Interaksi Sosial dan Komunikasi
Anak Autistik Melalui Tahapan Perkembangan Interaksi dan
Komunikasi Anak Autistik. Universitas Pendidikan Indonesia,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurnal Pendidikan Luar Biasa.

American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and statistical


manual of mental disorders: DSM-IV-TR. Washington:
American Psychiatric Association.

American Academy of Pediatric. (2012). Prevalence of Autism


Spectrum Disorder. Diunduh pada tanggal 13 Januari 2013,
pukul 18.00
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/ss6302a1.htm.

Ansari, Basit., Qureshi, Sara Sitara. (2013). Parenting Acceptance And


Rejection in Relation With Self Esteem in Adolescences.
Interdisciplinary Journal of Contemporery Research in Business,
4, 552-557.

Astuti, I. Suryaning. (2007). Sikap Penerimaan Orangtua Terhadap


Anaknya yang Menyandang Autisme. Skripsi. Universitas
Sanata Dharma, Fakultas Psikologi.

Autistica. (tanpa tahun). What is Autism?. Diunduh pada tanggal 13


Januari 2013, pada 17.03 www.autistica.org.uk/about_autism/.

Azwar, Syaifuddin. (2011). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Baker, Jed. (2010). Social Skills Training for Children on the Autism
Spectrum: Current Research and Integration. Autism Advocate:
Social Skills Training, 1, 8-13.

Berk, L. E. (2003). Child Development. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Booth, C. L., Rose-krasnor, L., Mckinnon, J., Rubin, K. H. (1994).


Predicting social adjustment in middle childhood: The role of
preschool attachment security and maternal style. Social
Development.

68
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69

Bowlby, J. (1969). Attachment and loss: Vol. I. Attachment. New York:


Basic Books.

Budyatna, Muhammad., Ganiem, Leila. (2011). Teori Komunikasi


Antarpribadi. Jakarta: Kencana.

Carlton, S. (1993). The Other Side of Autism: A Positive Approach.


Worcester: The Self Publishing Association Ltd.

Chaplin, C. P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Kartini


Kartono Rajawali Press.

Datillo, J., Norris, C. (1999). Evaluating Effects of a Social Story


Interventions on Young Children with Autism. Focus on Autism
and Other Developmental Disabilities, 14, 180-186.
Eugster, Kathy. (2007). The Person-Centered Approach. Child and
Family Counsellor. Vancouver.Diunduh pada tanggal 17 Maret
2013, pukul 13.08 http://www.kathyeugster.com/approach.htm.

Gerungan, W. A., (1996). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta:


Eresco.

Ginanjar, Adriana Soekandar. (2007). Memahami Spektrum Autistik


Secara Holistik. Disertasi. Universitas Indonesia, Fakultas
Psikologi.

Gray, C. A. (2001). The Social Story Guidelines. Retrieved n.d.


Diunduh pada tanggal 23 Maret 2013, pukul 09.56
http://www.thegraycenter.org/social.htm.

Growup Clinic. 11 Agustus 2012. Angka Kejadian Autism di Berbagai


Belahan Dunia. Jakarta: Yudhasmara Foundation. Diunduh pada
tanggal 24 Maret, pukul 09.08
http://tumbuhkembanganakku.com/2012/08/11/angka-kejadian-
autism-di-berbagai-belahan-dunia/.

Gulay, H. (2011). Relationship of different variables to depressive


symptoms in early childhood: A research from the point of
parental acceptance-rejection, social development, social skills
and peer relationships. Energy Education Science and
Technology Part B: Social and Educational Studies.

Hart, C. H., Dewolf, D. M., Wozniak, P., Burts, D. C. (1992). Maternal


and paternal disciplinary styles: Relations with preschoolers'
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70

playground behavioral orientations and peer status. Child


Development.

Hurlock, Elizabeth. (1989). Perkembangan Anak jilid 2. Kogakusha:


McGrawHill.

Hurley, John R. (1965). Parental acceptance-rejection and children's


intelligence. Michigan: Department of Psychology, Michigan
State University, 11, 19-31.

Jonovich, Sarah Hildebrand. (2007). Association Between Parenting


Behavior, Social Skill, and Anxiety in Chilren with High-
Functioning Autism Spectrum Disorders. Dissertation.
University of Toledo.
Kapur, Ritu., Gill, Sukhdeep. (1986). Relationship Between Parental
Acceptance-Rejection And Self-Esteem. Indian Psychological
Review, 30, 15-21.

Karen, Huffman., Verno, Mark., Vernoy, Judith. (2000). Psychology in


Action. New York: John Wiley.

Kerig, Patricia., Wenar, Charles. (2005). Developmental


Psychopathology From Infancy Through Adolescence: Fifth
Edition. UK: McGraw Hill College.

Khaleque, A., Rohner, R. P. (2011a). Perceived parental acceptance,


behavioral control, and psychological adjustment of children in
Bangladesh and the United States. In E. Kourkoutas and F.
Erkman (Eds.), Interpersonal Acceptance and Rejection: Social,
Emotional, and Educational Contexts (pp. 51-58). Boca Raton,
FL: BrownWalker Press.

Khaleque, A., Rohner, R. P., Rahman, T. (2011b). Perceived parental


acceptance, behavioral control, and psychological adjustment of
children in Bangladesh and the United States. In E. Kourkoutas
& F. Erkman, Interpersonal Acceptance and Rejection: Social,
Emotional, and Educational Contexts, pp. 51-58. Florida: Brown
Walker Press.

Krantz, J. Patricia., McClannahan, Lynn E. (1998). Social Interaction


Skills for Children with Autism: A Script-Fading Procedure for
Beginning Readers. Princeton Child Development Institute,
Journal of Applied Behavior Analysis, 31, 191-202.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71

Kuwanto, Lindayani., Natalia, Johanna. (2001). Pengaruh Terapi Musik


Terhadap Kemampuan Berbahasa Pada Anak Autis. Indonesian
Psychological Journal: Anima.

Lamb, M. (1997). Father and child development: An introductory


overview and guide. In M. Lamb( Ed.), The role of the father in
child development, 3, 1-18. New York: Wiley.

Laws, Glynis., Bates, Geraldine., Feuerstein, Maike., Mason, Emily.,


White, Chaterine. (2012). Peer Acceptance of Children with
Language and Communication Impairements in a Mainstream
Primary School: Association with Type of Language Difficulty,
Problem Behaviours and a Change in Placement Organization.
Child Language Teaching and Therapy, 28, 72-86.
Lenawaty, Veva., Widyorini, Endang., Roswita, M. Yang. (Tanpa
tahun). Efek Penerapan COMPIC Terhadap Kemampuan
Komunikasi Anak Autis Nonverbal. Universitas Tarumanegara,
Naskah Publikasi.

Lubis, Misbah U. (2009). Penyesuaian Diri Orangtua yang Memiliki


Anak Autis. Universitas Sumatra Utara Repository, Jurnal
Psikologi.

Mar’at. (1982). Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya.


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Marijani, L. (2003). Penerimaan Orangtua Secara Ikhlas Terhadap


Anak Penyandang Autis. Diunduh pada tanggal 25 Januari 2013,
pukul 17.19 http://puterakembara.org/leny.htm.

Mash, Eric J., Wolfe, David A. (2007). Abnormal Child Psychology.


USA: Thomson Learning.

Noor, Juliansyah. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana.

Novia, Putri R. Kurniawan, Irwan N. (2007). Penerimaan Orangtua


Pada Anak Autis. Skripsi. Universitas Islam Indonesia, Naskah
Publikasi.

Payton, J., Wardlaw, D., Graczyk, P., Bloodworth, M., Tompsett, C. &
Weissberg, R. (2000). Social And Emotional Learning: A
Framework for Promoting Mental Health and Reducing Risk
Behaviors in Children and Youth. Journal of School Health, 70,
179-185.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72

Purwanto, Erwan Agus., Sulistyastuti, Dyah Ratih. (2007). Metode


Penelitian Kuantitatif: Untuk Administrasi Publik dan Masalah-
masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media.

Puspita, D. (2004). Peran Keluarga Pada Penanganan Individu Autism


Spectrum Disorder. Diunduh pada tanggal 17 Februari 2013,
pukul 14.07 http://puterakembara.org/rm/peran_ortu.htm.

Rachmayanti, Sri., Zulkaida, Anita. (2008). Overview of Parents


Acceptance to the Autism Child and Their Role in Autism
Therapy. Skripsi. Universitas Gunadarma.

Rohner, Ronald. P. (2000). They love me not: psychological effects of


rejection, They Love Me, They Love Me Not, a worldwide study
of the effects of parental acceptance and rejection. Storrs, CT:
Rohner Research Publications.

Rohner, Ronald P. (2005). Glossary of Significant Concepts in Parental


Acceptance-Rejection Theory (PARTheory). University of
Connecticut, pp.1-39.

Rohner, Ronald P., Khaleque, Abdul., Cournoyer, David E. (2007).


Introduction to Parental Acceptance-Rejection Theory, Method,
Evidence, and Implication. University of Connecticut.

Rohner, Ronald P., Varan, A., Koberstein, N. (2010). Contributions of


elder siblings‘ versus parental acceptance and behavioral
control to the psychological adjustment of younger siblings.
Manuscript submitted for publication.

Rollins, Pamela Rosenthal., Wambacq Ilse., Dowell, Debbie., Mathews,


Lauren., Reese, Pam Britton. (1998). An Intervention Technique
for Children with Autistic Spectrum Disorder: Joint Attentional
Routines. New York: Elsevier Science Inc.

Roswita, Yang., Wahyuni, Utami Trie. (2011). Efek Metode Priming


dalam Meningkatkan Inisiasi Spontan Anak Autis Terhadap
Teman Sebaya. Unika Soegijapranata, Fakultas Psikologi: Seri
Kaji Ilmiah 14, No. 1.

Rothbaum, Fred. (1988). Maternal acceptance and child functioning.


Michigan: Wayne State University Press. Merrill-Palmer
Quarterly, 34, 163-184.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73

Safaria, T. (2005). Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna


Bagi Orangtua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Santoso, Singgih. (2012). Panduan Lengkap SPSS versi 20. Jakarta:


Elex Media Komputindo.

Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Perkembangan


Masa Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Sarasvati. (2004). Meniti Pelangi: Perjalanan Seorang Ibu yang Tak


Kenal Menyerah Dalam Membimbing Putranya Keluar dari
Belenggu ADHD dan Autisme. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

Sattler, M. Jerome. (1988). Assessment of Children: 3rd Edition. San


Diego: Jarome M. Sattler Publisher Inc.

Serene., Choi, J., Nieminem, Timo A. (2005). Improved social


interaction by children with autism by training of peers.
University of Queensland, Australian Association of Special
Education, pp. 46-53.

Shafer, M.S., Egel, A.L., & Neef, N.A. (1984). Training Mildly
Handicapped Peers To Facilitate Changes In The Social
Interaction Skills Of Autistic Children. Journal of Applied
Behavior Analysis. Virginia Commonwealth University and The
University of Maryland, College Park, 17, 461-476 .

Shaughnessy, John J. (2012). Metode Penelitian Dalam Psikologi.


Jakarta: Salemba Humanika.

Sugiarto, Singgih., Prambahan, D. Sarwindah., Pratitis, N. Titi. (2004).


Pengaruh Social Story Terhadap Kemampuan Berinteraksi
Sosial Pada Anak Autis. Indonesian Psychological Journal:
Anima, 19, 250-270.

Suparno., Supartini, Endang., Purwandari. (2010). Pengembangan


Model Modifikasi Perilaku Sosial Melalui Media Belajar
Berkonsep Konvergensi Bagi Anak Autis. Universitas Negeri
Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurnal Kependidikan,
40, 201-214.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74

Supartini, Endang. (2009). Program Son-Rise untuk Pengembangan


Bahasa Anak Autis. Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas
Ilmu Keguruan, Jurnal Pendidikan Khusus, 5, 44-55.

Suryabrata, Sumadi. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Taniredja, Tukiran., Mustafidah, Hidayati. (2011). Penelitian


Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Trihendradi, Cornelius. (2009). Step by Step SPSS 16 Analisis Data


Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.
Wall, Kate. (2004). Autism and Early Practice, A Guide for Early Years
Professional, Teachers and Parents. London: Paul Chapman
Publishing.

Wang, Peishi., Spillane, Anne. (2009). Evidence-Based Social Skill


Intervention for Children with Autism: A Meta-Analysis.
Division on Developmental Disabilities: Education and Training
in Developmental Disabilities.

White, Susan Williams., Keonig, Kathleen., Scahill, Lawrence. (2006).


Social Skill Development in Children with Autism Spectrum
Disorder: A Review of the Intervention Research. Springer
Science.

Widi, Restu Kartiko, (2010). Asas Metode Penelitian. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Wijayakusuma, H. M. Hembing. (2004). Psikoterapi untuk Anak


Autisma. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Yusuf, Elvi Andriani. (2003). Autisme Masa Kanak-kanak. Skripsi.


Universitas Sumatra Utara, Fakultas Kedokteran.

Yuwono, Joko. (2009). Memahami Anak Autistik. Bandung: Penerbit


Alfabeta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN

75
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 1
Skala Penelitian Penerimaan
Orangtua

76
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77

SKALA PENELITIAN

Disusun oleh:
Indriyani Tunjungsari
099114134

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78

Identitas dan Pernyataan Kesediaan Partisipan

Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Orangtua dari : Kelas :
Jumlah Anak :

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk


mengisi skala penelitian ini dengan jawaban yang sesuai dengan
keadaan yang sesungguhnya pada diri saya.

Tertanda,

tandatangan partisipan
( nama )
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79

SKALA A
PETUNJUK PENGISIAN
Skala ini berisi sejumlah pernyataan dan pada setiap pernyataan
terdapat empat pilihan jawaban diantaranya adalah (SL) Selalu, (SR)
Sering, (JR) Jarang, dan (TP) Tidak Pernah. Berikan tanda silang (X)
pada kotak pilihan yang dianggap paling sesuai dengan keadaan
yang sesungguhnya pada diri Bapak/ Ibu.
Contoh:
No Pernyataan TP JR SR SL
Membangun komunikasi terbuka dengan
1 
anak

Tidak ada jawaban benar atau salah dalam tiap pernyataan, jadi
mohon agar pernyataan dijawab sesuai dengan apa yang Bapak/ Ibu
alami atau rasakan. Kerahasiaan identitas dan jawaban Bapak/ Ibu
dijamin oleh peneliti.
Jika sudah selesai, mohon agar Bapak/ Ibu meneliti kembali dan
memastikan tidak ada pernyataan yang terlewati untuk dijawab.
Selamat mengerjakan 
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80

No. Pernyataan TP JR SR SL

Memberikan persetujuan kepada anak


1.
misalnya ketika anak ingin bermain

Tertarik dengan aktivitas yang anak


2.
lakukan
Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah
3.
sehari-hari
4. Membelai anak
5. Menanyakan apa yang anak butuhkan
6. Mencari tahu kelebihan anak
Menyatakan bahwa kehadiran anak begitu
7.
penting pada orang lain
Menyiapkan segala kebutuhan anak
8.
sehari-hari
Mengajari anak untuk bisa melakukan
9.
keperluan sehari-hari sendiri
10. Memperhatikan kebutuhan anak
Memberikan nasihat pada anak untuk
11.
melakukan hal-hal yang baik
12. Meluangkan waktu bersama anak
Memberikan pujian pada anak saat
13.
melakukan hal yang baik
14. Mencium anak
15. Mencari tahu apa yang disukai anak
16. Merasa senang berada di dekat anak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81

17. Bermain bersama anak


18. Membuat anak merasa senang
Memberikan fasilitas yang dibutuhkan
19.
anak
20. Menyatakan sayang pada anak
Memperhatikan perkembangan
21.
kemampuan anak di sekolah
Menceritakan hal baik pada orang lain
22.
tentang kondisi anak
Turut memberi perhatian pada lingkungan
23.
(teman-teman) di sekitar anak
Memastikan diet yang sesuai untuk
24.
autisme
25. Mengajari anak bertanggung jawab
dengan memberikan pekerjaan rumah
yang dapat anak lakukan
26. Menjawab pertanyaan anak dengan
lembut
27. Melakukan permainan bersama anak
28. Berbicara pada anak dengan hangat
29. Memberikan saran jika anak melakukan
kesalahan
30. Membanggakan anak pada orang lain
31. Merasa senang dalam merawat anak
32. Memperhatikan lingkungan di sekitar
anak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82

No. Pernyataan TP JR SR SL
33. Mengawasi anak bermain
34. Peduli dengan siapa anak berteman

35. Mengajari anak melakukan hal yang


belum bisa dilakukan
36. Menanyakan perkembangan anak kepada
guru
37. Memperkenalkan anak dengan
lingkungan di luar rumah
38. Mengenalkan obyek-obyek di lingkungan
kepada anak
39. Mendengarkan apa yang anak katakan
40. Memeluk anak
41. Menanyakan kondisi anak
42. Menemani anak bermain
43. Mengajak anak jalan-jalan
44. Memperhatikan kemajuan prestasi anak
45. Membuatkan makanan kesukaan anak
46. Membiarkan anak untuk melakukan apa
yang disukai anak selama itu tidak
membahayakannya
47. Mencari informasi terkait dengan autisme
48. Mencari tahu apa yang tidak disukai anak
49. Memberikan perhatian lebih ketika anak
sakit
50. Berbicara pada anak dengan penuh kasih
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83

sayang
51. Mencari tahu kekurangan anak

Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan bantuan


Bapak/ Ibu untuk mengisi skala ini.

Yogyakarta, November 2013

Hormat saya,

Indriyani Tunjungsari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 2
Seleksi Item Skala Penerimaan
Orangtua

84
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85

Seleksi Item Skala Penerimaan Orangtua

Item-Total Statistics

Corrected Item- Squared Cronbach's


Scale Mean if Scale Variance if
Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted
Correlation Correlation Deleted

VAR00001 146.0135 625.959 .596 . .970


VAR00002 146.1892 623.224 .642 . .970
VAR00003 146.1216 625.232 .544 . .970
VAR00004 145.9730 628.712 .662 . .970
VAR00005 145.8378 622.987 .670 . .970
VAR00006 145.8243 636.393 .412 . .970
VAR00007 146.7973 614.054 .677 . .970
VAR00008 145.8378 628.028 .491 . .970
VAR00009 145.7703 622.810 .679 . .970
VAR00010 145.5270 633.568 .609 . .970
VAR00011 146.0676 614.091 .729 . .969
VAR00012 146.1486 620.594 .735 . .969
VAR00013 145.6892 629.176 .630 . .970
VAR00014 145.9189 624.459 .726 . .969
VAR00015 145.7027 634.102 .619 . .970
VAR00016 145.7162 629.192 .744 . .970
VAR00017 146.2838 621.357 .709 . .969
VAR00018 145.6622 631.514 .570 . .970
VAR00019 146.1216 620.574 .618 . .970
VAR00020 146.5000 612.473 .716 . .969
VAR00021 145.9189 624.267 .572 . .970
VAR00022 146.6892 618.299 .675 . .970
VAR00023 146.7432 618.906 .651 . .970
VAR00024 146.5946 614.190 .707 . .969
VAR00025 146.4865 622.116 .592 . .970
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86

VAR00026 145.8919 636.262 .504 . .970


VAR00027 146.2703 625.488 .687 . .970
VAR00028 145.8514 635.553 .613 . .970
VAR00029 145.9865 620.644 .598 . .970
VAR00030 146.8919 617.276 .675 . .970
VAR00031 145.7162 630.946 .682 . .970
VAR00032 146.1757 625.188 .639 . .970
VAR00033 146.3919 619.611 .754 . .969
VAR00034 146.2568 620.276 .727 . .969
VAR00035 145.7162 622.754 .789 . .969
VAR00036 146.1216 625.889 .495 . .970
VAR00037 146.0405 626.176 .653 . .970
VAR00038 146.0405 631.464 .536 . .970
VAR00039 145.6892 634.738 .620 . .970
VAR00040 146.0541 624.134 .638 . .970
VAR00041 145.9865 624.698 .627 . .970
VAR00042 146.2568 624.002 .678 . .970
VAR00043 145.7162 636.480 .509 . .970
VAR00044 145.7027 629.308 .577 . .970
VAR00045 146.5270 615.897 .595 . .970
VAR00046 145.5270 634.280 .464 . .970
VAR00047 146.0405 621.519 .695 . .970
VAR00048 145.7838 638.117 .484 . .970
VAR00049 145.6622 630.912 .632 . .970
VAR00050 145.7838 635.049 .574 . .970
VAR00051 145.7568 635.584 .538 . .970
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 3
Uji Reliabilitas Skala Penerimaan
Orangtua

87
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88

Uji Reliabilitas Skala Penerimaan Orangtua

Reliability Statistics

Cronbach's
Cronbach's Alpha Based on
N of Items
Alpha Standardized
Items

.970 .972 51
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 4
Uji Reliabilitas Observasi Interaksi
Sosial

89
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90

Uji Reliabilitas Observasi Interaksi Sosial

Interobserver N of N of N of total N of total N of total


Reliability indicators subjects behavior agreement disagreement
90.09% 6 37 222 200 22

Cara menghitung:

%AIR tot = × 100

%AIR tot= × 100

%AIR tot= 0.9009 × 100

%AIR tot= 90.09%


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 5
Scatterplot

91
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92

Scatterplot
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 6
Q-Q Plot Penerimaan Orangtua
dan Interaksi Sosial

93
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
94

Q-Q Plot Penerimaan Orangtua dan Interaksi Sosial


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN 6
Surat Izin Penelitian

95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Anda mungkin juga menyukai