SKRIPSI
Oleh :
WIWIN NUR INDAH CAHYANI
NIM. 131611123068
i
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURAT PERNYATAAN
ii
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
HALAMAN PERNYATAAN
iii
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
v
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
MOTTO
vi
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
tepat pada waktunya. Skripsi ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Elida Ulfiana,
3. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Ners Fakultas
vii
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
viii
tempat penelitian.
kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada peneliti untuk menyusun
8. Keluarga tercinta Bapak, kakak, om, tante dan adik yang telah memberikan
kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada peneliti untuk menyusun
skripsi ini.
9. Para responden di lima SMAN dalam Kota Bojonegoro yang telah bersedia
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi penulis
keperawatan.
Penulis
ABSTRACT
ix
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRAK
Pendahuluan: Keterikatan orang tua secara emosional yang terjadi antara orang
tua dan keturunannya (parental bonding) serta self-esteem (self-esteem) individu
menjadi salah satu faktor kemungkinan dalam perkembangan perilaku seksual
remaja. Kurangnya peranan orang tua dianggap mempengaruhi dalam peningkatan
jumlah kehamilan diluar nikah remaja selama 3 tahun terakhir pada remaja di
Bojonegoro. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan parental
bonding dan self-esteem dengan perilaku seksual pada remaja. Metode: penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Besar
sampel didapat dengan teknik proportional random sampling pada murid kelas X
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dalam kota di Kabupaten Bojonegoro
sejumlah 296 responden. Parental bonding diinterprestasikan menggunakan
Parental bonding Instrument (PBI) dari Parker, Tuping & Brown, Self-esteem
menggunakan Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) dari Rosenberg, serta perilaku
seksual dinilai dari kuisioner. Hubungan antara variabel dianalisis menggunakan
uji statistic Spearman Rho (α= 0,05). Hasil: Penelitian menunjukkan parental
bonding memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual remaja
(p=0,000), dan self-esteem memiliki hubungan yang signifikan pula dengan
perilaku seksual pada remaja (p=0,000). Diskusi: Ikatan dari orang tua (parental
bonding) yang penuh kepedulian namun tetap memberikan ruang kepada remaja
tanpa membatasi secara berlebih, menunjukkan tingkat perilaku seksual remaja
yang lebih baik (rendah). Penghargaan diri (self-esteem) dengan adanya
penolakan terhadap diri dan perasaan tidak senang terhadap diri sendiri, membuat
remaja cenderung merasa tidak berguna serta bebas menentukan pilihan sesuai
keiinginan mereka menunjukkan tingkat perilaku seksual yang lebih tinggi.
Pendekatan kepada orang tua serta remaja perlu ditingkatkan, untuk
mengoptimalkan care, protection atau control dan sefl-esteem agar remaja mampu
untuk mengontrol perilaku seksual mereka dengan sehat dan tepat. .
x
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN........................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..................................................... v
MOTTO ................................................................................................................. vi
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
ABSTRAK .............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xvi
xi
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
xiv
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
xv
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR SINGKATAN
xvi
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 1
PENDAHULUAN
perasaan seksual dan tingkah laku seksual secara benar (Santrock, 2011). Namun,
seringkali remaja terjebak pada perilaku seksual yang tinggi (Hayyu, 2017).
menghargai diri sendiri, (Mayasari and Hadjam, 2000). Hal ini juga dapat terjadi
2013).
Namun, hubungan parental bonding dan self-esteem dengan perilaku seksual pada
sesama maupun lawan jenis dianggap wajar selama tidak masuk dalam kategori
berisiko, yakni tidak adanya penggunaan alat kontrasepsi, upaya perlidungan diri
dari infeksi penyakit menular seksual hingga kehamilan yang terlalu dini
dengan Indonesia, yang mana segala bentuk perilaku seksual lazim atau wajarnya
1
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
(Andarmoyo, 2014).
dari hasil riset oleh Norton Online Family Report (2010) yang menunjukkan
bahwa 96% remaja usia 10-17 tahun pernah membuka konten situs porno
pornografi setelah Rusia. Riset KPAI (2016), pada pelajar SMP dan SMA di 12
yang tidak semestinya sejak usia paling muda 10 tahun, perilaku ini di antaranya
48,2% remaja laki-laki dan 29,4% perempuan mengaku pernah berciuman, dan
remaja berperilaku tersebut terjadi dalam rentang usia 15-19 tahun saat masih ada
yang berstatus sebagai pelajar SMP dan SMA. Salah satu konsekuensi yang
tingginya peningkatan jumlah kelahiran di luar nikah dalam tiga tahun terakhir
tercatan tahun 2014 sebanyak 28 kasus, tahun 2015 sebanyak 19 kasus dan pada
beranjak dewasa (Lind et al., 2017). Parental bonding memiliki peranan penting
pertama usia mereka (Karim and Begum, 2017). Parental bonding yang baik
membuat remaja menjadi lebih percaya diri, mandiri, merasa memiliki kompeten,
sepanjang hidup (Lind et al., 2017). Hal ini dipercaya menyebabkan anak
terjerumus pada perilaku seksual berisiko semasa remaja (Shin et al., 2016).
parental bonding dalam keluarga dan self esteem pada remaja, khususnya di kota
(1994), child health assesment model. Kerangka ini dipilih karena kemampuannya
mengkaji perilaku melalui sudut pandang interaksi orang tua dengan anak
(Alligood, Ann Marriner Tomey, 2010). Kerangka teori dari Teori Skinner (1938)
1. Dinas Kesehatan
seksual yang sehat pada remaja. Materi edukasi disampaikan melalui Tim
setempat.
Dari hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
terjalin antara orang tua dengan anak, parental bonding ialah pembentukan
timbal balik kedekatan emosional dan psikologis antara orang tua (pengasuh
utama) dengan anak mereka yang baru lahir bahkan sampai hari setelah mereka
dengan orang tua sepanjang masa hidup mereka (Shin et al., 2016). Parental
bonding mengacu pada keterikatan emosional dan fisik yang terjadi antara figur
orang tua, terutama ibu, dan keturunannya yang dimulai sejak bayi lahir
(Luanpreda, 2015). Parental bonding juga memiliki peranan penting dalam aspek
oleh Tupling& Brown dalam Parker 1983 meliputi dua dimensi, yaitu :
1. Care
anak, memahami anak, dan sikap orang tua dalam memperhatikan anak dan
6
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
merasa tidak diinginkan atau merasa ditolak. Pada dimensi ini hal-hal yang
fleksibilitas yang dipunya antara remaja dengan orang tua bagus, mau berbagi
2. Protection
Protection yang tinggi akan ditunjukkan dengan sikap dan perilaku orang
memasuki ruang privasi anak, dan mengurangi semua yang terkait dengan
terlibat dalam merawat bayi dan anak muda adalah pengalaman ikatan. Faktor-
faktor yang penting untuk ikatan mencakup waktu bersama (tingkat kelahiran,
kuantitas tidak penting), interaksi tatap muka, kontak mata, kedekatan fisik,
sentuhan dan pengalaman sensorik utama lainnya seperti bau, suara, dan rasa.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor yang paling penting dalam menciptakan
keterikatan adalah kontak fisik yang positif (mis., Memeluk, memegang, dan
Aktivitas neurokimia ini menyebabkan organisasi normal dalam sistem otak yang
1. Kepribadian anak atau temperamen mempengaruhi ikatan. Pada anak usia dini
2. Caregiver : Perilaku pengasuh bisa mengganggu ikatan. Orang tua yang kritis,
keintiman emosional. Orang tua yang kasar cenderung memiliki anak yang
merasa tidak nyaman dengan keintiman dan penarikan diri. Ibu anak mungkin
masalah pribadi yang luar biasa, atau faktor lain yang mengganggu
3. Environment : Hambatan utama keterikatan sehat adalah rasa takut. Jika bayi
tertekan karena rasa sakit, ancaman yang meluas atau lingkungan yang kacau,
mereka akan memiliki waktu yang sulit untuk berpartisipasi dalam hubungan
asuh yang mendukung sekalipun. bayi atau anak-anak dalam kekerasan dalam
4. Fit : "fit" antara temperamen dan kemampuan bayi dan ibu sangat penting.
beberapa pengasuh bisa baik-baik saja dengan bayi yang tenang namun
membaca isyarat non-verbal satu sama lain dan merespons dengan tepat sangat
keterikatan yang sehat. Terkadang gaya komunikasi dan respons yang akrab
bagi seorang ibu dari salah satu anaknya yang lain mungkin tidak sesuai
dengan bayinya saat ini. Rasa frustrasi bersama karena "tidak sinkron" bisa
mengganggu ikatan
Rentang jenis parental bonding dalam Karim and Begum, (2017) ialah
sebagai berikut:
Pola ini menunjukkan sikap orang tua yang peduli dengan remaja, tetapi
Pola ini menunjukkan sikap orang tua yang paling kaku dalam
Pola ini menunjukkan sikap orang tua yang peduli dengan remaja, tetapi
Pola ini menunjukkan sikap orang tua yang tidak peduli dengan remaja
kejiwaan sepanjang hidup (Lind et al., 2017) ikatan orang tua yang tidak tepat
dapat mengancam self-esteem anak sehingga merasa tidak berdaya dan terpukul
(Shin et al., 2016). Penelitian oleh Hikmiya et al., (2014) didapatkan dari 196
responden, 35 % yang mengalami ikatan dari orang tua dalam bentuk lalai,
menunjukkan perilaku distructive lebih tinggi dibandingkan jenis ikatan yang lain.
2.3.1 Self-esteem
dengan orang lain dan ideal diri seseorang (Audrey Berman, Barbara Kozier,
Pada remaja menurut Kreitner dan Kinicki dalam (Suhron, 2016) terdapat
enam faktor yang dapat mendukung self-esteem, yang biasanya disingkat dengan
G-R-O-W-T-H, yaitu :
Pada masa remaja dalam menentukan tujuan hidup yang ingin dicapai
karena remaja tidak akan pernah mengetahui kemauan diri sendiri jika tidak
Jika remaja mau membuka diri dan berbagi rasa dengan orang lain maka
Jangan terlalu memberikan tekanan dan paksaan pada diri sendiri untuk
langsung. Dalam hal ini siswa dapat bertukar pendapat dan berdiskusi untuk
f. Healing (penyembuhan)
Penyembuhan dalam arti fisik dan mental dan hal itu bisa dilakukan
dengan cara membuat komitmen dan bersyukur. Dalam hal ini remaja
mencapainya.
Menurut McLoed & Owens, Powell, (2014) dalam (Suhron, 2016) faktor-
a. Usia
dan remaja akan memperoleh harga diri mereka dari teman, orang tua dan
b. Ras
c. Suku
self-esteem seseorang.
d. Pubertas
esteem.
e. Berat Badan
Rangkaian perubahan berat badan yang paling jelas yang tampak pada
kelenjar endokrin, dan membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan
konsekuensi dari hormon yang baru dalam penambahan atau penurunan berat
f. Jenis Kelamin
berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari remaja putri dalam mencapai
Secara khusus, self-esteem remaja putri rendah, tingkat kesadaran diri mereka
tinggi dan citra diri mereka mudah terganggu dibandingkan remaja putra
Burns, (1993) :
1. Pengalaman
2. Pola Asuh
3. Lingkungan
Pengaruh terbesar dating dari orang tua atau keluarga, teman sebaya, dan
4. Sosial ekonomi
a. Kekuasaan (Power)
Kemampuan untuk mengontrol dan mengatur tingkah laku diri sendiri dan
orang lain.
b. Keberartian (Significance)
Kepedulian, perhatian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain,
hal tersebut merupakan penghargaan dan minat dari orang lain dan pertanda
c. Kebajikan (Virtue)
ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang dilarang dan
melakukan tingkah laku yang diperolehkan oleh moral, etika, dan agama.
d. Kemampuan (Competence)
individu dalam mengerjakan berbagai tugas atau pekerjaan dengan baik dari
relevan untuk perilaku. Self-esteem secara global lebih kuat berkaitan dengan
diri dan penghormatan diri. Kedua aspek tersebut memiliki lima dimensi yaitu:
pendidikan individu.
individu
emosi invidu.
5. Dimensi fisik yang mengacu pada presepsi individu terhadap kondisi fisik
individu.
individu :
menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya
dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya san menghargai orang lain,
menerima kritik dengan baik, menyukai tugas dan menantang serta tidak
cepat bingung bila sesuatu berjalan diluar rencana, berhasil atas prestasi
Pada perasaan ini individu menganggap dirinya sebagai orang yang tidak
berharga dan tidak sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan
sosial, hal ini seringkali menyebabkan invidu yang memiliki harga diri yang
rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya, sulit mengontrol
tindakan dan perilakunya terhadap dunia luar dirinya dan kurang dapat
menerima saran dan kritikan dari orang lain. Individu tidak menyukai segla
hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan
diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya. Ketidak yakinan akan
sikap yang yang demokratis serta orientasi yang kurang realistis dan selalu
1. Worthiness-Based Self-esteem
Individu dengan tipe ini cenderung tidak stabil atau memiliki karakteristik
2. Highh Self-esteem
Tipe ini adalah tipe yang relatif stabil dibandingkan dengan karakteristik
antara lain: terbuka pada pengalman baru, optimis, dan tidak terlalu membela
diri sendiri.
a) Medium. Pada level ini, individu memiliki kestabilan yang cukup dalam
kemapuan yang kuat, aktif untuk hidup secara positif, dan memiliki nilai
instrinsik.
3. Low Self-esteem
dimiliki.
kehilangannya.
b) Klasikal. Pada level ini, individu akan merasa bahwa kemampuan yang
menyerah.
4. Competence-Based Self-esteem
Individu dengan tipe ini cenderung tidak stabil atau memiliki karakteristi
a) Success seeking. Pada level ini, individu akan terus berusaha untuk
kegagalan.
b) Anti sosial. Pada level ini, individu akan berlebihan untuk sukses dan
tinggi pabila individu menghargai dan merasa dirinya berharga dan dengan
tidak merasa superior atas orang lain. Mampu mengakui keterbatasan diri tapi
tinggi cenderung mencari hal yang bisa membuat dirinya berkembang dan
melihat segala sesuatu, baik itu positif atau negatif sebagai proses berkembang.
berharga yang dimiliki dan dari pandangan sosial dinilai kurang relevan bagi
dirinya. Selain itu mereka juga ragu-ragu dan tidak yakin terhadap kemapuan
penolakan terhadap dirinya dan perasaan tidak senang terhadap dirinya sendiri.
sejak lahir melainkan penilaian yang diperlajari sejak awal kehidupan dan
struktur keluarga (Berman & Kozier, 2010). Memasuki usia remaja, isu paling
penting dan kritis pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Menurut
Erikson, identitas merupakan konsepsi koheren tentang “self” yang di yakini oleh
diri sendiri. Remaja memiliki lingkungan sosial yang lebih luas sehingga
penilaian dari orang-orang yang berarti selain orang tua, seperti peer group,
meiliki pengaruh yang besar terhadap rasa keberhargaan diri dan kompetensinya.
self-esteem lebih luas dan relevan dengan aspek-aspek yang dimilikinya seperti
umpan balik yang remaja terima dari orang sekitar serta perbandingan dengan
standar atau nilai kelompok (Santrock, 2011). Gambaran evaluasi diri yang
didapat melalui umpan balik dari lingkungan ini berlangsung secara terus-
menerus hingga masa dewasa. Umpan balik dari lingkungan merupakan sumber
pengaruh langsung penting mengenai diri dan memiliki pengaruh langsung pada
.Pada masa remaja self-esteem tumbuh dan perlahan meningkat hingga dewasa.
kelamin, dimana pada laki-laki mereka lebih berfokus pada kemampuan mereka
berhubungan dengan hal yang lain (Passanisi, Gensabella and Pirrone, 2015).
rendah lebih mudah mengalami depresi daripada anak yang memiliki self-esteem
tinggi. Selain itu self-esteem yang tidak stabil erat kaitannya dengan respon afektif
diri (pandangan tentang siapa mereka dan siapa yang mereka inginkan) serta
persaan tentang self-esteem (self esteem), karena self-esteem salah satu predictor
pada individu yang memiliki gangguan psikiatris yaitu depresi, gangguan makan,
Perilaku seksual menurut Sarwono (2010) adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, objek
seksual bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Secara
lebih luas perilaku seksual yakni interaksi dan hubungan dengan individu dari
jenis kelamin yang berbeda dan atau sama dan mencakup pikiran, pengalaman,
setuju tentang jenis perilaku seksual normal, suatu hal yang mungkin untuk
menijau ekspresi seksualitas dalam suatu rentang yang berkisar dari adaptif
hingga maladaptive.
Respons seksual yang paling adaptif terlihat pada perilaku yang memenuhi
dari adannya stimulasi psikologi meliputi, bau, rasa, pendengaran, sight, fantasi
karena adanya dorongan seksual dengan cara-cara yang biasa dilakukan orang
10. Menahan diri dengan berbagai cara atau menyibukan diri dengan berbagai
terhadap diri sendiri dengan cara berfantasi, menonton film, melihat maupun
2. Autosexuality
kelamin, mencium daerah erogen, saling tempel alat kelamin tetapi tidak
5. Heterosexuality : Copulation
masing-masing.
dimana objek seksualnya adalah diri sendiri, dan juga dilakukan dengan orang lain
sebagai objeknya.
tidak semua benar. Pada remaja dapat berdampak negatif karena bisa
Remaja perlu tahu bahwa hanya karena mereka memiliki khayalan tentang
sesuatu, tidak berarti mereka pasti ingin mencobanya. Pikiran dan tindakan
adalah dua hal yang berbeda. Remaja yang sering berkhayal tentang seks
berbahaya.
c. Masturbasi
dapat pula terjadi pada satu pasangan yang merangsang alat kelamin lawan
a. Berpegangan tangan
b. Berpelukan
c. Berciuman
d. Necking
e. Petting
Petting adalah langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk
dada, kaki dan kadang-kadang daerah kemaluan, entah dari luar atau dalam
persis ketika dua orang begitu terangsang secara seksual, mereka cenderung
tidak mampu mencegah untuk tidak melakukan hubungan intim, atau tidak
f. Oral seks
Oral seks adalah salah satu variasi dalam hubungan seksual. Oral seks
terhadap alat kelamin wanita, maupun sebaliknya. Oral seks ini dapat
memberikan sensasi yang luar biasa terhadap pelakunya. Oral seks dapat
pasangan yang telah menikah, oral seks digunakan sebagai variasi pada
luar nikah yang melakukan oral seks. Karena sensasi yang luar biasa,
sebenarnya.
g. Anal seks
Anal seks atau hubungan seksual dengan menggunakan lubang anus pada
umumnya dilakukan oeh kaum gay. Karena bakteri menumpuk dalam dubur
penularan bakteri dari dubur ke vagina. Anal seks bukan termasuk kedalam
h. Hubungan seksual
laki-laki dan perempuan. Bersatunya dua orang dewasa secara seksual yang
Adapun berdasarkan skala study of value karya All Port dan Vernam
genital dan melakukan perabaan antara lain di daerah leher payudara maupun
alat kelamin
pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah)
kategori berat adalah : berciuman bibir/mulut dan lidah, meraba dan mencium
factor mulai dalam sistem individu, keluarga dan diluar dari keluarga, dalam
individu faktor biologis seperti usia dan jenis kelamin juga dinilai mempengaruhi
inisiasi seksual (Markham et al., 2015). Peran orang tua juga dinilai memiliki efek
lingkungan.
1. Faktor Personal
2. Faktor Lingkungan
dengan sumber informasi, sosial budaya, tempat, nilai, dan norma sebagai
informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan teknologi yang
canggih (VCD, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi.
5. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuan maupun karena sikapnya yang
serta peraturan yang diberikan orang tua terutama dari pihak ibu tentang
aktivitas seksual pada akhir kelas sembilan, dan atambahan 18,9% memulai
aktivitas seksual pada akhir kelas 10. Sebaliknya orang tua yang memiliki
kontrol orang tua (dalam hal ini aturan keluarga tentang berkencan) yang tinggi
remaja.
seksual remaja terutama teman lawan jenis. Kebebasan pergaulan antar jenis
yakni penggunaan nikotin dan minum minuman beralkohol, didapat 34% dari
berbagai dampak yang merugikan pada remaja itu sendiri, berikut beberapa
1. Dampak psikologis
perasaan marah, takut cemas depresi, rendah dirim bersalah dan berdosa.
2. Dampak fisiologis
3. Dampak sosial
sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan
yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari
4. Dampak fisik
tertinggi antara usia 15-24 tahun, infeksi penyakit menular seksual dapat
2.4.1 Remaja
10-19 tahun, yang mengalami masa transisi dari anak-anak ke dewasa (WHO,
2017). BKKBN, (2014) menyebutkan rentang usia remaja mulai dari 10-24 tahun
tahapan ini individu akan mengalami perubahan pada masa pubertas yang
melibatkan perubahan hormon dan fisik yang biasa terjadi pada masa remaja awal
dari anak-anak menuju dewasa dimana pada masa ini terdapat perubahan yang
sekuensial baik dari segi fisik maupun psikis, individu mulai mengambangkan ciri
abstrak dan konsep diri. Hal ini menyebabkan seorang remaja relatif bergejolak
dibandingkan dengan masa lainnya, sehingga masa remaja sangat penting untuk
diperhatikan.
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja trjadi
yang terjadi menimbulkan ciri-ciri yang khas pada remaja, Episentrum, 2010
1. Peningkatan emosional yang tejadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal dengan masa badai dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan
hasil dari perubahan fisik terutama hormone yang terjadi pada masa remaja.
Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja
berada dalam kondisi baru yang bebeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini
banyak tuntutan dan tekanan yang ditunjukkan pada remaja, missalnya mereka
diharapkan untuk tidak lagi bertindak seperti anak-anak, mereka harus lebih
mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadai secara cepat, baik
maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang
lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu ari jenis kelamin
yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
terjadi. Disatu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi sisi lain mereka
takut akan tanggung jawab yang menyertai kebiasaan tersebut, serta meragukan
1. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik pada remaja terlihat pada tungkai dan tangan, tulang
kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat, sehingga anak kelihatan
2. Perkembangan seksual
mendapatkan menstruasi.
3. Cara berpikir
Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga mereka akan melawan bila
orang tua, guru, lingkungan, masih mengangggapnya anak kecil. Remaja akan
4. Emosi
Keadaan emosi remaja masih labil. Manifestasi emosi yang sering muncul
karakteristiknya, yaitu:
yang mana, seperti peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
pencapaian :
orang lain.
umum
1) Membina hubungan yang lebih matang baik pada pria maupun pada
wanita
dewasa lain.
lain.
5. Persiapan perkawinan.
lainnya maka akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan individu dalam hal saat
pengaruh individu individu itu , akan teteapi prosesnya sama saja seperti
manusia yang berjenis kelamin dengan seksualitas yang specific bahkan sejak
1. Remaja Perempuan
payudara dan daerah pinggul. Kemudian baru mulai tumbuh rambut pada
daerah kemaluan bagian luar dan pada ketiak. Suaranya berubah lebih
sama antara remaja satu dengan remaja yang lain, tetapi rata-rata remaja
bahkan lebih. Akan tetapi dengan adanya menarche belum berarti bahwa
2. Remaja Laki-laki
tahun dan 15 tahun, dengan umur rata-rata 13 dan 14 tahun. Proses ini
mempunyai kumis dan jenggot, rambut juga tumbuh pada ketiak dan lat
utama/asumsi dari teori ini adalah: anak (child), ibu atau pengasuh
1. Anak (Child)
baru lahir, pola makan dan tidur, tampilan fisik, temperamen dan kemampuan
penting adalah pola hubungan orang tua- anak dan kemampuan adaptasinya.
3. Lingkungan (Environment)
langsung maupun tidak dapat diamati langsung oleh pihak luar atau orang lain.
Aktivitas yang dapat diamati langsung oleh orang lain, misalnya: menulis,
tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berfantasi, berpikir, bersikap,
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh
karena itu perilaku manusia terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
Berdasarkan teori “S-O-R” dilihat dari respons terhadap stimulus, maka perilaku
Respons seseorang terhadap stimulus masih belum dapat diamati orang lain
(dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk
dapat diamati orang lain dari luar (observable behavior). Misalnya, seorang
sesama jenis maupun dengan lawan jenis, maka contoh tersebut merupakan
Teori S-O-R
RESPON TERBUKA
Praktik/Tindakan
(OVERT BEHAVIOR)
hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Teori ini berdasarkan pada asumsi
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus
itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini.
Tetapi bila stimulus telah diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari
perilaku)
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan
kata kunci seperti di atas ( Tabel 2.1). Alternatif kata kunci tersebut digunakan
memasukkan kata kunci dan memilih pilihan boolean/phrase, full text dan
publication date lima tahun terakhir. Pada Scopus di dapatkan 469 judul, namun
ini. Demikian juga pada database Scientdirect didapatkan 640 judul artikel,
scholar didapatkan 122 judul, namun hanya 7 jurnal yang dianggap memiliki
BAB 3
Care Giver
Environment
Kesehatan fisik,
lingkungan fisik dan
kesehatan mental,
keluarga, keterlibatan
koping, tingkat
ayah, dan derajat
pendidikan Interaksi hubungan orang tua
Child
Temperament
regulation
Stimulus
Faktor Personal : Perental Bonding
- Jenis kelamin Care dan Protection
- Agama
- Status
- Pendidikan Organisme Stimulus
- Pengetahuan (Remaja) Self-esteem :
Faktor lingkungan : - Self Confidence
- Media - Self Depreciation
Reaksi
informasi
Perilaku Seksual
- Teman
- Sosial budaya
- Nilai dan
norma
Tempat
Keterangan
Diukur Tidak diukur
49
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
Dari gambar 3.1 menampilkan gambar visual mengenai teori dari adaptasi
model Kathryn E. Barnard dan Teori Stimulus Organisme (SOR) oleh Skinner.
Faktor A meliputi orang tua sebagai caregiver dan lingkungan di kehidupan anak
orang tua dengan anak dalam bentuk care dan protection. Self-esteem (Faktor B)
dirinya. Faktor A dan B dinilai sebagai stimulus yang diterima melalui perhatian,
pengertian serta penerimaan oleh remaja dalam proses reaksi atau perubahan sikap
beberapa faktor personal dan faktor lingkungan sebagai faktor C. Faktor C disini
tidak diteliti
remaja
BAB 4
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang desain penelitian, poluasi, besar sampel,
pedekatan cross sectional, yakni penelitian yang hanya menggunakan satu waktu
untuk menentukan faktor apa yang terjadi sebelum atau bersama-sama tanpa
dan dependen secara simultan pada satu waktu tanpa adanya tindak lanjut. Pada
penelitian ini tidak menutup kemugkinan kedua variable diukur dalam waktu atau
hari yang berbeda, namun setiap variable hanya diukur satu kali saja. Studi dalam
4.2.1 Populasi
serta sejumlah 1282 siswa. Siswa kelas X dipilih karena berada dalam rentang
51
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
usia 14-16 tahun, dengan proporsi jumlah siswa laki-laki dan perempuan yang
merata.
4.2.2 Sampel
Epidemiologic Statistics for Public Health diakses untuk menentukan besar sampel
dalam penelitian. Nilai kepercayaan 95% dipilih oleh peneliti dan didapatkan
Tabel 4.1 Hasil analisis besar sampel menggunakan aplikasi OpenEpi v. 3.01
X
n= X N1
N
keterangan:
2. SMA C 286 66
3. SMA D 258 60
4. SMA E 285 66
5. SMA F 165 38
Total 296
acak sederhana, dengan menggunakan tabel bilangan atau angka acak (random
number). Kemudian agar analisa kedua gender dapat dipisahkan dan di analisa
dengan baik, sampel siswa laki-laki dan perempuan dibagi secara seimbang pada
tiap SMA, serta dengan kriteria sampel yang masih memiliki orangtua.
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep
dengan yang lainnya. Variable dibedakan menjadi dua, yaitu, variable dependen
nilainya menentukan variable lain. Pada penelitian ini variabel independen (bebas)
ditentukan oleh variable lain. Pada penelitian ini yang menjadi variable dependen
(terikat) adalah perilaku seksual pada remaja sekolah menengah atas (SMA) di
Tabel 4 3 Definisi Operasional Hubungan Parental bonding dan Self-esteem dengan Perilaku Seksual pada Remaja Sekolah
Menengah Atas Kota Bojonegoro
No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor
Opearasional
1. Independen Keterikatan yang Dimensi parental bonding Kuisioner Ordinal Pernyataan positif skor
Parental terjalin antara dalam bentuk : Parental SS= 3, S=2, TS=1,
bonding orang tua dan 1. Care bonding STS=0
remaja yang 2. Protection Instruments Pernyataan negatif SS=0
diterima sejak (PBI) S=1, TS=2 , STS=3
remaja lahir dan diadaptasi dari Kriteria penilaian,
menjadi sebuah Parker, Tuping, Skor Care:
dasar untuk dan Brown Rendah <25,75
hubungan (1979) Tinggi ≥25,75
emosional bagi Skor Protection :
keduanya. Rendah < 13
Tinggi ≥13
Dengan kriteria penilaian
akhir
- Optimal parenting
Skor Care>Protection
- Affectionless control
Skor Care<Protection
- Affectionate constrain
Skor Care&Protection
55
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(sama tinggi)
- Neglecful parenting
Skor Care&Protection
(sama rendah)
2. Self-esteem Pendapat personal Aspek Global Self-esteem Kuisioner Ordinal Pernyataan Positif skor
akan keberhargaan : Rosenberg Self- SS=3, S=2, TS=1, STS=0
diri yang esteem Scale Untuk pernyataan negatif
1. Kepercayaan diri (self
diekspresikan (RSES) memiliki skor yang
confidence)
dalam sikap diadaptasi dari sebaliknya.
2. Penurunan
individu yang Rosenberg
kepercayaan diri (self
berpengaruh (1965) Kriteria penilaian ,
depreciation)
terhadap dirinya. dengan skor maksimal 30,
dengan dimensi : skor minimal 0
Rendah : ≤55%
1. Akademik Sedang : 56-75%
2. Sosial Tinggi : 76-100%
3. Emosi
4. Keluarga
5. Fisik
3. Perilaku Tindakan yang Perilaku seksual yang Kuisioner Ordinal Kriteria penilaian Rendah
seksual berhubungan dilakukan meliputi : : ≥1 jawaban pernah (soal
dengan cara 1. Menonton gambar/film 1-10)
mengekspresikan porno Sedang : ≥1 jawaban
dan melepaskan 2. Melakukan fantasi/ pernah (soal 1-14)
dorongan seksual berkhayal seksual Tinggi : ≥1 jawaban
baik dengan lawan 3. Membicarakan pernah (soal 1-16)
56
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58
menggunakan alat ukur yang telah disusun oleh Parker, Tuping, dan Brown
(1979). Pada alat ukur yang disusun oleh Parker dkk (1979), PBI menggunakan
dua dimensi, yaitu care dan protection serta memiliki 25 aitem dengan
variable yang diteliti. Penentuan tinggi atau rendah dimensi care adalah
berdasarkan nilai cut-off (titik tengah) skor, untuk dimensi care skor 25,5 dan
protection 13.
yang terdiri 180 siswa sekolah menengah di Thailand yang memiliki rentang usia
11-15 tahun serta berjenis kelamin laki-laki atau perempuan (Luanpreda, 2015).
Terdapat 4 respon yang dapat dipilih oleh responden, diantaranya adalah sangat
sesuai (SS), sesuai(S),tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS).
3 SS
2 S
Favorable TS
1
0 STS
3 STS
2 TS
Unfavorable S
1
0 SS
Alat ukur parental bonding (PBI) hanya terdiri dari dari dua sub-skala
yaitu care dan protection. Masing-masing aitem yang muncul pada tiap sub-skala
adalah mengukur cara mereka dalam mengingat orangtua mereka di 16 tahun usia
TOTAL ITEM 25
milik Rosenberg (1965) dengan alat ukur Rosenberg Self-esteem Scale (RSES).
Instrumen ini terdiri dari 10 item yang mengukur self-esteem secara global dengan
dimensi perasaan positif dan negatif mengenai diri sendiri. Alat ukur ini
merupakan alat ukur unidimensi, yakni dimana alat ukur ini hanya memiliki dua
faktor, yakni untuk mengukur self-esteem yang posistif (favorable) dan self-
esteem yang negatif (unfavorable) (Supple, Su, Plunkett, Peterson, & Bush, 2012).
jawaban, yakni Sangat Setuju (SS), Seutuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Pernyataan favorable yang jawabannya sangat tidak setuju,
akan diberi nilai terendah, yaitu 1, dan jawaban sangat setuju diberi nilai tertinggi,
berdasarkan kuesioner dari penelitian Fauziah, (2016) dan Hennessy et al., (2009)
kemudiaan di telaah dengan teori dari Nugraha, (2010) dan Sumantri, (2012).
Kuesioner untuk menilai perilaku seksual sejumlah 18 butir dengan dua pilihan
jawaban pemebrian nilai (1) pada jawaban pernah dan (0) pada jawaban tidak
pernah.
kuesioner Parental bonding Insrument (PBI) adalah instrumen yang valid dan
reliabel. Di Indonesia uji validitas dan reabilitas juga telah dilakukan oleh
valid dan reliabilas sebesar 0,921. Kuesioner self-esteem yang disusun oleh
reabilitas sebesar 0,78 (Myrilla, 2016). Kuisioner parental bonding dan self-
esteem yang digunakan peneliti telah mendapatkan ijin dari pihak peneliti
validitas dengan Analisa butir yakni skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud
1. Uji Validitas
Tabel 4.8 Tabulasi Validitas Kuesioner Perilaku Seksual
Corrected Item-
Kuesioner Total Correlation
Keterangan
P1 .665 Valid
P2 .471 Valid
P3 .540 Valid
P4 .672 Valid
P5 .305 Valid
P6 .562 Valid
P7 .333 Valid
P8 .652 Valid
P9 .758 Valid
P10 .722 Valid
P11 .665 Valid
P12 .637 Valid
P13 .267 Valid
P14 .340 Valid
P15 .587 Valid
P16 .150 Valid
P17 .173 Valid
P18 .398 Valid
2. Uji reabilitas
2017.
mendapatkan surat keterangan lolos etik serta surat pengantar dari Fakultas
dan Dinas Kesehatan, selanjutnya dibawa ke SMA dalam Kota Bojonegoro untuk
mengambil data. Peneliti menemui bagian yang di disposisi oleh kepala sekolah
pada setiap sekolah menengah tersebut sebagai wali responden untuk menjelaskan
dan serta tata cara pengisian kuisioner pada masing-masing kelas yang telah di
tentukan oleh pihak sekoloh. Kuisioner diakses melalui link google form yang
menyediakan fasilitas wifi yang dapat dugunakan oleh ±32 koneksi, 4 handphone
, serta 2 laptop diperuntukkan bagi responden yang tidak membawa ataupun tidak
punya media agar dapat mengisi google form. Semua kebutuhan yang
Pengisian kuisioner ini menghabiskan waktu kurang lebih 15 menit, dan tidak
diberikan oleh pihak sekolah kepada peneliti. Setelah mengisi google form,
peneliti memeriksa kembali kelengkapan jawaban yang telah diisi serta kode
yang mengisi. Selanjutnya atas ketersediaan dari pihak sekolah dan responden
Pada penelitian ini skoring dilakukan pada kuisioner parental bonding, self-
esteem, dan perilaku seksual. Skoring pada kuisioner parental bonding 1-25
b. Coding adalah memberi tanda atau kode pada setiap kuisioner yang masuk
d. Entry yaitu dengan memasukkan data hasil tabulasi yang sudah dilakukan
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji statistic spearmen Rho
Artinya jika hasil uji statistic menunjukkan p <0,05 maka terdapat hubungan
itu korelasi ini digunakan untuk mengetahui arah suatu hubungan. Tanda
positif (+) menunjukkan arah hubungan positif yang berarti jika variable
negative(-) menunjukkan arah hubungan negatif yang p<0,05 yang berarti jika
variabel dependen tinggi maka variabel independen akan turun dan sebaliknya.
dengan perilaku seksual pada remaja di sekolah menengah atas dalam kota
Bojonegoro.
Populasi
Seluruh siswa dan siswi kelas X, Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam kota
Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur sejumlah 1282 orang.
Sampel :
Besar sampel 296
Pengumpulan Data
Analisis Data
Menggunakan uji korelasi Spearman rho
Gambar 4.1 Kerangka operasional penelitian hubungan parental bonding dan self-
esteem dengan perilaku seksual pada remaja
Etik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
(Nursalam, 2016) :
1. Respect to Human
2. Anominity
3. Informed concent
4. Confidentiality
disimpan pada saat penelitian dimulai sampai penelitian selesai. Data yang
penelitian.
diminimalkan.
6. Beneficience
setiap responden.
teman sebaya, kemungkinan ada pada penelitian ini namun tidak diteliti,
BAB 5
bonding dan self-esteem dengan perilaku seksual remaja pada 5 (lima) SMAN
dalam kota di Kabupaten Bojenogo yang telah dilaksanakan pada tanggal 13-02
Desember 2017. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan diberikan
full day school. Lima SMAN tersebut terdiri atas SMAN 1 Bojonegoro,
Jawa Timur. Sekolahan terdiri dari tiga angkatan kelas X, XI, dan XII.
pukul 16.00 pada hari Senin-Kamis, sedangkan pada hari Jumat hanya
berakhir hingga pukul 12.30 WIB. Khusus hari Sabtu, siswa datang ke
68
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69
masa orientasi siswa baru. Lokasi kelima SMAN berada diantara dua
296 responden yang terdiri dari 148 siswa dan 148 siswi kelas X pada
saat jam kosong pelajaran yang diberikan oleh pihak kurikulum kepada
Tabel 5.1 Distribusi responden menurut jenis kelamin, usia, dan tempat
No. Variabel Kategori Jumlah (N) Persentase
Jenis Perempuan 148 50%
1.
Kelamin Laki-laki 148 50%
14 tahun 12 4,1%
2. Usia 15 tahun 161 54,4%
16 tahun 123 41,6%
Tempat Kos 31 10,5%
3.
tinggal Rumah 265 89,5%
Variabel Independen
banyak memperoleh sikap orang tua yang peduli, tetapi tetap memberikan
paling banyak adalah sedang sebanyak 183 reponden (61,8%) yang berarti
Variabel Dependen
diperoleh hasil analisa data berupa rendah, sedang, tinggi dan sangat
tinggi.
seksual yang rendah dan tinggi. Hal ini berarti sebagian besar responden
pasangan, baik ciuman kening, mata pipi ataupun berciuman bibir, sampai
seksual dengan keeratan hubungan cukup kuat dan nilai positif. Hal ini
dengan perilaku seksual dengan keeratan hubungan cukup kuat dan nilai
positif. Hal ini berarti bahwa reponden yang memiliki self-esteem yang
5.2 Pembahasan
banyak yang dimiliki oleh responden ialah Affection control. Affection control
merupakan pola ikatan yang menunjukkan sikap orang tua yang peduli
dengan remaja, tetapi tetap memberikan ruang gerak remaja tanpa melihat
kebutuhan remaja atau singkatnya skor dari dimensi protection atau control
tinggi sedangkan care rendah (Karim and Begum, 2017). Berdasarkan raw
data, responden memiliki nilai tertinggi pada dimensi protection poin 25, 7,
dan 20 artinya responden setuju bahwa orang tua mereka tidak terlalu banyak
memiliki nilai terendah pada dimensi care poin 3 dan 4 artinya responden
tidak setuju bahwa orang tua mereka memberikan perhatian serta senang
yang diberikan orang tua mereka memberi batasan yang dirasa mengekang
Affectionless contraint. Ikatan ini memiliki skor care dan protection sama-
sama tinggi, ditunjukkan dengan sikap orang tua yang paling kaku dalam
mereka, di satu sisi larangan atau perlindungan dari orang tua sangat
Optimal parenting menunjukkan sikap orang tua yang peduli dengan remaja,
yang tidak peduli dan membebaskan remaja untuk berlaku sesuka hati
dengan adanya sikap yang membuat anak merasa tidak diinginkan atau
(Cock and Shevlin, 2014). Sehingga optimal parenting pada responden harus
ditingkat, agar kebebasan secara penuh dengan pengabaian dari orang tua
baik mayoritas dirasakan oleh responden perempuan. Hal ini berbeda dengan
temuan dari Azaiza (2004) yang menjelaskan bahwa remaja laki-laki lebih
tinggal di kos maupun di rumah tidak jauh beda. sejalan dengan penlitian dari
(Enns, Cox and Clara, 2002) bahwa bonding atau keterikatan yang kuat antara
orang tua dan anak sedari lahir akan terbawa hingga mereka dewasa
lain dan ideal diri seseorang (Berman & Barbara, 2010). Penelitian ini
esteem sedang ialah penghargaan atau penilaian diri yang cenderung tidak
dari pandangan sosial dinilai kurang relevan bagi dirinya (Anandari, 2013).
self-esteem sedang pada poin 8 dan 3 artinya responden setuju bahwa mereka
tidak memiliki kualitas yang baik serta kurang menghormati dirinya sendiri,
adanya rasa bangga , berharga, serta menghormati diri mereka serta mengakui
berguna, tidak puas serta merasa tidak ada satu hal yang baik pada diri,dan
perasaan tidak senang terhadap dirinya sendiri. Remaja dengan self esteem
tinggi lebih bertanggung jawab, optimis serta asertif pada dirinya sehingga
lebih baik dalam menghadapi masalah ataupun perubahan pada diri, daripada
pernyataan dari Suhron, (2016) mengatakan bahwa secara khusus harga diri
remaja putri cenderung lebih rendah, karena remaja putri mudah mengalami
remaja pria akan menjaga harga dirinya untuk bersaing dan berkeinginan
untuk menjadi lebih baik dari remaja putri. Artinya jenis kelamin dapar
ialah perilaku seksual tingkat rendah. Perilaku seksual tingkat rendah yaitu
tinggi juga dilakukan oleh responden. Secara keseluruhan bila ditotal, jumlah
responden yang melakukan perilaku seksual tinggi dan sedang lebih besar
dari pada perilaku seksual rendah. Didapat pula tingkatan perilaku seksual
perilaku seksual yang sangat tinggi dengan adanya kontak fisik secara
kehamilan terlalu dini hingga aborsi (Sumantri, 2012). Artinya, remaja harus
Perilaku seksual dalam tingkat sedang hingga sangat tinggi lebih banyak
dilakukan oleh responden yang berusia 15 tahun, tinggal dirumah, serta lebih
tempat, nilai, dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu.
perilaku seksual responden, dan ada faktor kemungkinan lain yang dapat
menjadi faktor perancu (confounding factor) namun pada penelitian ini tidak
diteliti.
merupakan salah satu negara muslim terbesar di dunia, yang menjunjung nilai
Al-Quran dan hadist, salah satunya “Allah telah menentukan bagi anak Adam
bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat
memiliki moralitas didasarkan pada rasa hormat pada orang lain dan bukan
aturan yang berlaku, tahu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban, azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak yang dianut
oleh suatu golongan atau masyarakat (Dahlan, 2015). Selama ini, di Indonesia
perilaku seksual lazim atau wajarnya dilakukan ketika telah masuk usia ideal
besar responden telah melakukan perilaku seksual yang diluar dari norma,
rendah. Hal ini sesuai dengan temuan Hikmiya et al. (2014) yang
merupakan pola keterikatan yang menunjukkan sikap orang tua yang peduli
remaja baik (Luanpreda, 2015). Dimensi care pada jenis parental bonding
ini lebih dominan terutama hal komunikasi, artinya remaja dalam ikatan ini
sikap orang tua yang tidak peduli dengan remaja dan membebaskan remaja
untuk berlaku sesuka hati mereka (Karim and Begum, 2017). Dimensi care
dan protection pada parental bonding ini sama-sama rendah ,dikatakan care
leluasa dalam melakukan hal apapun karena interaksi antara orang tua dan
Perilaku seskual dari tingkat rendah, sedang, tinggi hingga sangat tinggi
tinggi atau lebih berat dibanding affectionless control namun masih lebih
sama–sama tinggi, dimana remaja memperoleh sikap orang tua yang paling
sikap orang tua yang memperhatikan menunjukkan care yang tinggi namun
protection yang diterima tinggi pula akan ditunjukkan dengan sikap dan
melanggar atau memasuki ruang privasi anak, dan mengurangi semua yang
terkait dengan anak (Pak Luanpreda, 2015). Artinya, remaja kurang dapat
orang tua dengan anak dalam bentuk care dan protection. Faktor orang tua
penerimaan oleh remaja dalam proses reaksi atau perubahan sikap sehingga
melakukan perilaku seksual dalam tingkat yang sangat tinggi. Hal ini
tinggi, tercatat pula pada responden degan self-esteem tinggi dan sedang.
rendah lebih tinggi dari pada responden dengan self-esteem sedang. Hal ini
merasa superior atas orang lain, serta lebih bijak dalam mengambil
tinggi lebih aktif untuk hidup secara positif, relatif stabil dibandingkan
perilaku seksual dalam tingkat rendah atau ringan dan tinggi dibandingkan
responden dengan self-esteem tinggi dan sedang. Hal ini sesuai dengan
pernytaan bahwa individu dengan tipe ini cenderung tidak stabil atau
yang tidak stabil dikaitkan dengan respon afektif dan perilaku yang
esteem sedang dapat dikatakan berada dalam titik tengah, kemauan mereka
yang lain.
sehingga penilaian ini tidak mampu mengukur lebih jauh parental bonding
yang dimiliki remaja terhadap masing-masing ayah dan ibu mereka. Usia
kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, seperti
peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis,
dinilai juga ikut berpengaruh dalam hasil penelitian ini, sehingga perlu
Organisme (SOR) oleh Skinner dapat diterapkan dalam penelitian ini. Self-
BAB 6
Bojonegoro.
6.1 Kesimpulan
orang tua yang peduli, tetapi tetap memberikan ruang ke gerak remaja
dimiliki dan dari pandangan social dinilai kurang relevan bagi dirinya.
memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku seksual pada remaja. Hal
86
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
87
yang kuat dengan perlaku seksual pada remaja. hal ini mengidentifikasi
tinggi untuk melakukan perilaku seksual yang sangat tinggi atau berisiko.
6.2 Saran
orang parental bonding tua remaja agar meningkatkan kepedulian yang lebih
mengontrol sikap dan perilaku seksual mereka menuju arah yang tidak
remaja terhadap ayah dan ibu secara terpisah serta memodifikasi judul yang
DAFTAR PUSTAKA
Alligood &Tomey, MR, 2010, Nursing Theorists and Their Work. 7th edn. Edited
by H. Bays. America: Mosby Elsevier.
Anandari, D.R., 2013, Hubungan Self-esteem dan Kesepian terhadap kecanduan
game online pada Remaja laki-laki. Surabaya: Universitas Airlangga.
Andarmoyo, S, 2014, Psikoseksual dalam Pendekatan Konsep & Proses
Keperawatan. 3rd edn. Edited by M. Sandra. Jogjakarta: Ar-Ruzz MMedia.
Arikunto, S, 2008, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Berman, A & Kozier, B. G., 2010, Kozier and Erb’s Fundamentals of Nursing. 1st
edn. Edited by Katie Millar. Australia: Pearson Education.
Bahiyatun, 2010. Buku Ajar Bindan Psikologi Ibu dan Anak. Jakarta: ECG.
Bao, Z., Wei Z., Xuefen L, Wenqiang S, & Yanhui W., 2015, ‘Parental
attachment and Chinese adolescents delinquency: The mediating role of
moral disengagement’, Journal of Adolescence, Elsevier Ltd, 44(55), pp. 37–
47. doi: 10.1016/j.adolescence.2015.06.002.
Batubara, J. R. L., 2010, Adolescent Development (Perkembangan Remaja), Sari
Pediatri, 12(1), pp. 21–29, Available at:
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-1-5.pdf.
BKKBN, 2014, Infodantin Kesehatan Reproduksi Remaja. jakarta: Kementrian
Kesehatan RI, p. 1.
Chandra-Mouli, V., Camacho, A. V. and Michaud, P.-A. P.-A. (2013), WHO
guidelines on preventing early pregnancy and poor reproductive outcomes
among adolescents in developing countries, The Journal of adolescent
health : official publication of the Society for Adolescent Medicine, 52(5), pp.
517–522. doi: 10.1016/j.jadohealth.2013.03.002.
Dahlan, A. (2015) Perkembangan Moral Remaja. Available at:
http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/perkembangan-moral-
remaja.html (Accessed: 1 October 2017).
Damian, R. I. and Robins, R. W., 2011, Self-esteem Across the Lifespan: Issues
and Interventions, edited by Mary H. Guindon, Journal of Women & Aging,
23(2), pp. 177–179, doi: 10.1080/08952841.2011.561147.
Darwin, E. (2014) Etika Profesi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.
DeGenova, M.K, Philip, R.F, & Stinnett, 2010, Intimate Relationships,
Marriages, and Families. 8th edn. Boston: McGraw-Hill Education.
Ethier, K. A., Christopher R.,Elizabeth Hoo., & Patricia J. D., 2016, The
Longitudinal Impact of Perceptions of Parental Monitoring on Adolescent
Initiation of Sexual Activity, Journal of Adolescent Health, Elsevier Inc.,
88
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89
Hikmiya, R. 1, & Happy H., 2014. Remaja Tengah: Ikatan Orang Tua-Anak Dan
Perilaku Disruptive. Available at:
http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-08/S56158-Rosyatul Hikmiya
(Accessed: 22 August 2017).
Available at:
http://www.assumptionjournal.au.edu/index.php/Scholar/article/view/1512/13
05 (Accessed: 17 September 2017).
Lubis, N. L., 2013, Psikologi Kespro Wanita & Perkembangan Reproduksinya.
1st edn. Edited by Suwito. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Machini, F. N. Firza N.M, Iken N, & Husni A.G, 2015, Self Esteem Pada Remaja
Perokok (Studi Kualitatif di SMA Islam Lumajang), Universitas Jember,
Jember.
Markham, C. M., Stephanie C. R., Cornelia J, Travis L. Lane d, Gwenda
Gormand, Amanda G, Taija K.R, Jennifer, T., Jennifer W., Elizabeth R. B.,
Robert C. A, Melissa F., & Peskin, P., 2015, Factors Associated with Early
Sexual Experience among American Indian and Alaska Native Youth,
Journal of Adolescent Health. Elsevier Inc., 57(3), pp. 334–341. doi:
10.1016/j.jadohealth.2015.06.003.
Mayasari, F. & Hadjam, M. N. R. 2000, Perilaku Seksual Remaja Dalam
Berpacaran Ditinjau Dari Self-esteem Berdasarkan Jenis Kelamin, Jurnal
Psikologi, 27(2), pp. 120–127. doi: 10.22146/JPSI.7004.
Myrilla, R., 2016, Hubungan Self esteem dengan objektifitas diri pada remaja
awal perempuan, Surabaya: Universitas Airlangga.
Norton Online Family, 2010, Global Insights into family life online Report,
Symantec Corporation, Available at :www.symantec.com
Notoatmodjo, S., 2014, Ilmu Perilaku Kesehatan. 2nd edn. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Nugraha, B. D., 2010, It’s All About Sex A-Z Tentang Sex. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Nursalam, 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 4th edn. Edited by
Peni Puji Lestari. jakarta: Salemba Medika. Available at:
http://www.penerbitsalemba.com.
Pardun, C. J., L’Engle, K. L. & Brown, J. D., 2005.‘Linking Exposure to
Outcomes: Early Adolescents’ Consumption of Sexual Content in Six Media’,
Mass Communication and Society, 8(2), pp. 75–91. doi:
10.1207/s15327825mcs0802_1.
Perry, B. D., 2001, Child Trauma Academy Parent and Caregiver Education
Series Bonding and Attachment in Maltreated Children Consequences of
Emotional Neglect in Childhood, Available at:
http://www.juconicomparte.org/recursos/Bonding_and_Attachment_hMW5.p
df (Accessed: 29 September 2017).
Puspitatadesi, D. I., Istar Y., & Arista A. N, 2013. Hubungan Antara Figur
Kelekatan Orangtua dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seksual Remaja SMA
Negeri 11 Yogyakarta, Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa, 1 No 4 201, pp.
1–10, Available at:
http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/40/
31.
Santrock, J. W., 2011. Life-Span Development. 1st edn. Edited by Novietha I.
Sallams. jakarta: Erlangga.
Sarwono, S.W., 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shin, H., Dong H. L, Kumlan Y, & Kyong A. H., 2016, The relationship between
parental bonding and peer victimization: examining child stress and
hopelessness as mediators, Asia Pacific Education Review, Springer
Netherlands, 17(4), pp. 637–650, doi: 10.1007/s12564-016-9434-9.
Smorti, M., Guarnieri, S. & Ingoglia, S., 2014, The parental bond , resistance to
peer influence , and risky driving in adolescence, Transportation Research
Part F: Psychology and Behaviour. Elsevier Ltd, 22, pp. 184–195, doi:
10.1016/j.trf.2013.12.001.
Srisayekti, W., Setiady, D. A. and Sanitioso, R. B., 2015, Harga-diri ( Self-
esteem) Terancam dan Perilaku Menghindar, Jurnal Psikologi, 42(2), pp.
141–156.
Stuart, & Sundeen, 2007,.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta: EGC
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 6
PENJELASAN PENELITIAN BAGI RESPONDEN
1. Judul Penelitian:
pada remaja.
2. Tujuan
Tujuan Umum
parental bonding dan self esteem dengan perilaku sexual pada remaja.
Tujuan Khusus
remaja
remaja.
perlakuan apapun untuk objek. Subjek hanya terlibat sebagai responden yang
perilaku seksual.
(SMA) yang dijadikan tempat penelitian, jika subjek belum terpenuhi maka
5. Manfaat
Manfaat Teoritis
Manfaat Praktis
1. Dinas Kesehatan
seksual yang sehat pada remaja. Materi edukasi disampaikan melalui Tim
setempat.
Dari hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang
6. Bahaya Potensial
tidak ada insentif berupa uang yang akan diberikan kepada responden.
No. Hp : 08113111676
Lampiran 7
Peneliti Responden
Mengetahui,
Saksi
(……………………………..)
Lampiran 8
Kuesioner Penelitian
Parental bonding
Bagian I
Pada bagian ini anda diminta untuk memberikan respon terhadap pernyataan yang
ada mengenai kedekatan anda dengan orangtua Anda selama 16 tahun pertama
usia anda. Berikan tanda centang (√) pada kolom jawaban. Keteranga :
SS Sangat Setuju TS Tidak Setuju
S Setuju STS Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S TS STS
Orang tua saya berbicara kepada saya
1. dengan nada suara yang ramah dan
hangat
Orang tua saya tampaknya memahami
2. dengan baik tentang masalah dan
kecemasan yang saya rasakan
Orang tua saya sangat perhatian kepada
3.
saya
Orang tua saya senang untuk berbicara
4.
tentang banyak hal kepada saya
Orang tua saya sering tersenyum
5.
kepada saya
Orang tua mampu membuat saya
6. merasa lebih baik ketika saya sedang
merasa kesal
Orang tua saya tidak terlalu banyak
7. membantu saya sebanyak yang saya
butuhkan
Orang tua saya sepertinya terlihat
8.
dingin secara emosional
Orang tua saya sepertinya tidak
9 memahami apa yang saya butuhkan
dan yang saya inginkan
Orang tua saya membuat saya merasa
10.
SKRIPSI
tidak diinginkanHUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
109
Lampiran 9
Lembar tabulasi dan hasil jawaban kuisioner
No. UMUR ortu JK kode TT kode PB kode SE kode PS kode
1 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Control 2.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
2 16 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Optimal 1.0 Rendah 3.0 Rendah 1.0
3 15 Lengkap perempuan 1 Kos 1 Optimal 1.0 Rendah 3.0 sangat Tinggi 4.0
4 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
5 16 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Optimal 1.0 Tinggi 1.0 Sedang 2.0
6 15 Lengkap perempuan 1 Kos 1 Affectfion constrait 3.0 Sedang 2.0 Tinggi 3.0
7 15 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Neglectful 4.0 Rendah 3.0 Tinggi 3.0
8 14 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
9 16 Lengkap perempuan 1 Kos 1 Control 2.0 Rendah 3.0 Sedang 2.0
10 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Control 2.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
11 15 Lengkap perempuan 1 Kos 1 Affectfion constrait 3.0 Sedang 2.0 Sedang 4.0
12 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Control 2.0 Rendah 3.0 Rendah 1.0
13 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
14 15 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Neglectful 4.0 Rendah 3.0 Tinggi 3.0
15 16 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Sedang 2.0
16 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Control 2.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
17 16 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Neglectful 4.0 Rendah 3.0 Sedang 2.0
18 16 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
19 15 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Tinggi 3.0
20 16 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Neglectful 4.0 Rendah 3.0 Tinggi 3.0
21 15 Lengkap laki-laki 2 Kos 1 Neglectful 4.0 Rendah 3.0 Tinggi 3.0
22 15 Lengkap laki-laki 2 Kos 1 Affectfion constrait 2.0 Sedang 2.0 Tinggi 3.0
111
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
114
224 16 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
225 15 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Optimal 1.0 Sedang 2.0 Rendah 1.0
226 15 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Affectfion constrait 3.0 Rendah 3.0 Tinggi 3.0
227 16 Lengkap laki-laki 2 Dirumah 2 Affectfion constrait 3.0 Sedang 2.0 Sedang 2.0
228 15 Lengkap perempuan 1 Dirumah 2 Control 2.0 Sedang 2.0 Sedang 2.0
Lampiran 10
Hasil Uji Validitas
Reliability Statistics
.871 18
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
Scale Statistics
129
SKRIPSI HUBUNGAN PARENTAL BONDING... WIWIN NUR INDAH CAHYANI
IR_PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
130
Lampiran 11
Hasil Uji Analisis Data
Correlations
Sig. (2-
. .032 .000
tailed)
SelfEsteem Correlation
.125* 1.000 .273**
Coefficient
Sig. (2-
.032 . .000
tailed)
PerilakuSeksual Correlation
.592** .273** 1.000
Coefficient
Sig. (2-
.000 .000 .
tailed)