Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kelekatan serta
Komunikasi dengan Orangtua dan Teman Sebaya terhadap Karakter Remaja
Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Dr. Tin Herawati, SP, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul Pengaruh Komunikasi serta Kelekatan
dengan Orangtua dan Teman Sebaya terhadap Karakter Remaja Perdesaan
berhasil diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis pada saat menyelesaikan studi
pascasarjana, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin
Herawati, SP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and
School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., dan Alfiasari
SP,M.Si. yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut,
sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.
3. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis,
Bapak Robert Situmorang dan Ibu Druvadhy A. D. Noor, atas dukungan
moril dan materil yang tidak terhingga. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada adik penulis Kelvin Deviro dan seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya.
4. Kepada teman-teman satu bimbingan Leni Novita, S.Si dan Rety Puspitasari,
S.Pd atas segala dukungan dan semangat selama proses penulisan tesis ini
berlangsung. Serta kepada teman-teman Ilmu Keluarga dan Perkembangan
Anak 2013 terima kasih atas dukungan semangat selama masa perkuliahan.
5. Pemerintah Desa, Sekolah Menengah Kejuruan, serta masyarakat di Desa
Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
6. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada M. Mardi Dewantara, Tri
Susandari, Hayuningtyas Triwahyuni, Anggie Pangestika, Yunita Tri Lestari,
dan Bella A. atas dukungan semangat selama penulis menjadi mahasiswa
pascasarjana hingga dapat menyelesaikan studi.
7. Kepada teman-teman enumerator penelitian Hibah Kompetensi 2015 atas
kerjasama dan dukungannya selama persiapan penelitian sampai dengan
pengambilan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
2. TINJAUAN PUSTAKA 6
Teori Ekologi Bronfenbrenner 6
Kelekatan dengan Orangtua dan Teman Sebaya 7
Komunikasi dengan Orangtua dan Teman Sebaya 8
Faktor yang Mempengaruhi Karakter 10
3. KERANGKA PEMIKIRAN 11
4. METODE PENELITIAN 14
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 14
Teknik Penarikan Contoh 14
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 15
Pengolahan dan Analisis Data 16
Definisi Operasional 18
5. Artikel 1 20
PENGARUH KELEKATAN DAN KOMUNIKASI DENGAN ORANGTUA
TERHADAP KARAKTER REMAJA PERDESAAN 20
Abstrak 20
Abstract 20
Pendahuluan 21
Metode Penelitian 22
Hasil 23
Karakteristik Remaja dan Keluarga 23
Kelekatan dengan Orangtua 23
Komunikasi dengan Orangtua 24
Karakter Remaja 25
Faktor yang berhubungan dengan Karakter Remaja 26
Faktor yang mempengaruhi Karakter Remaja 26
Pembahasan 27
Simpulan dan Saran 30
Daftar Pustaka 31
6. Artikel 2 32
PENGARUH KOMUNIKASI DAN KELEKATAN DENGAN TEMAN
SEBAYA TERHADAP KARAKTER REMAJA PERDESAAN 32
Abstrak 32
Abstract 33
Pendahuluan 33
Metode Penelitian 34
Hasil 35
Karakteristik Remaja dan Keluarga 35
Komunikasi dengan Teman Sebaya 36
Kelekatan dengan Teman Sebaya 37
Karakter Remaja 38
Faktor yang berhubungan dengan Karakter Remaja 38
Faktor yang mempengaruhi Karakter Remaja 39
Pembahasan 40
Simpulan dan Saran 41
Daftar Pustaka 42
Pembahasan Umum 44
Simpulan 47
Saran 47
7. DAFTAR PUSTAKA 48
8. LAMPIRAN 53
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Variabel penelitian, skala data dan instrumen 15
Tabel 2 Variabel dan pengkategorian data 17
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
dalam hal ini orangtua ditemukan memiliki peran dalam munculnya perilaku
bermasalah pada remaja. Dengan kata lain, orangtua memiliki faktor resiko dalam
pembentukan karakter anak. Pengasuhan yang efektif dan cinta yang diberikan
orangtua akan membantu pembentukan karakter seseorang pada setiap tahap
perkembangan individu (Lickona 1994).
Kelekatan menjadi hal dasar yang dimiliki anak sejak lahir dan menjadi
hal yang menjaga anak dari perilaku menyimpang dikemudian hari. Kelekatan
merupakan proses panjang yang terbentuk semenjak didalam kandungan.
Semakin baik kelekatan yang dibentuk semenjak anak lahir maka kelekatan
dimasa remaja juga akan baik. Kelekatan dengan orangtua juga memediatori
kelekatan remaja dengan teman bermainnya. Anak yang memiliki kelekatan
dengan orangtua dan teman lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang lebih luas (Ma dan Huebner 2008). Kelekatan tersebut menjadi
dasar perkembangan karakter remaja. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang
terikat secara emosi akan mudah mempengaruhi perkembangan seseorang. Selain
itu, cinta dan kelekatan yang terjalin antara orangtua dan anak akan menciptakan
kondisi yang stabil dalam mentransmisikan nilai-nilai kebaikan (Lickona 1998).
Selain kelekatan dengan orangtua, pengaruh kelekatan dengan teman
sebaya juga telah banyak diteliti. Kelekatan dengan teman sebaya ditemukan
berpengaruh terhadap kompetensi sosial dan kemampuan menyesuaikan diri pada
diri remaja (Fass dan Tubman 2002). Penelitian pada remaja memperlihatkan
bahwa kelekataan dengan teman sebaya sama pentingnya dengan kelekatan
dengan orangtua dalam hal pembentukan identitas diri yang baik (Selby 2000).
Pada fase remaja, ditemukan bahwa besarnya pengaruh kelekatan dengan teman
sebaya lebih besar dibandingkan kelekatan dengan orangtua (Schneider, Atkinson,
dan Tardif 2001). Akan tetapi, penelitian tentang pengaruh kelekatan dengan
sebaya hanya berfokus pada pembentukan identitasi diri. Maka dari itu, penelitian
tentang pengaruh kelekatan dengan teman sebaya terhadap karakter remaja perlu
dilakukan.
Selain kelekatan, komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam
hubungan antara orangtua dan anak untuk mencegah perilaku-perilaku
menyimpang (Blake et al. 2001). Penelitian tentang kasus bunuh diri remaja usia
11 sampai dengan 18 tahun di Hong Kong memperlihatkan bahwa komunikasi
yang buruk antara orangtua dan remaja dapat memicu rasa putus asa pada remaja
yang berujung tindakan bunuh diri (Lai Kwok dan Shek 2010). Hal diatas
memperlihatkan pentingnya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak.
Komunikasi yang baik dan terbuka merupakan hasil dari proses panjang selama
masa perkembangan anak dari kecil sampai dewasa. Orangtua yang responsive
dan juga mendengarkan anak secara efektif akan membuat anak terbuka untuk
mengkomunikasikan segala macam hal dengan orangtuanya. Apabila komunikasi
yang berjalan baik dan memuaskan bagi anak maka anak akan merasa aman dan
nyaman dengan orangtua (Greenberg 2009). Selain itu, hasil penelitian tentang
kelekatan remaja dengan orangtua menunjukkan bahwa komunikasi sangat
berpengaruh terhadap kelekatan seorang anak dengan orangtuanya (Katorski
2003).
Pola komunikasi yang terjadi di dalam keluarga terbukti memiliki
pengaruh terhadap perkembangan moral reasoning seorang remaja. Keluarga
yang proses komunikasinya hangat, terbuka, dan responsif akan lebih mudah
3
untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada diri seorang remaja. Selain itu,
komunikasi dengan orangtua juga dapat dijadikan pengalaman sosial yang dapat
digunakan anak untuk mengkonstruksi pengetahuan moral mereka (Oladipo 2009;
Speicher 1994; Berkowitz dan Grych 1998). Komunikasi yang terjalin baik antara
anak dengan orangtua maupun teman sebayanya terbukti mempengaruhi karakter
seseorang.
Hal diatas juga berlaku pada hubungan anak dengan teman sebaya. Remaja
merupakan fase yang penuh dengan tekanan dari lingkungan terutama teman
sebaya. Teman sebaya bisa memberikan dampak positif ataupun negatif bagi
seorang remaja. Tekanan teman sebaya dapat mempengaruhi remaja dalam hal
konsumsi alkohol, seks pranikah, sampai dengan sikap terhadap orangtuanya.
Komunikasi merupakan faktor yang menentukan keterikatan remaja dengan teman
sebayanya. Hasil penelitian menunjukkan remaja yang komunikasi dengan
orangtuanya tidak efektif lebih rentan terkena pengaruh teman sebaya
(Soetjiningsih 2007). Selanjutnya hasil penelitian Karina, Hastuti dan Alfiasari
(2013), menunjukkan bahwa pada saat remaja keterikatan dengan peer group
berkaitan dengan perilaku bullying. Pada tahap ini pengaruh keluarga yang positif
dapat menjadi faktor yang melindungi dampak negatif pengaruh teman sebaya.
Maka dari itu, komunikasi yang baik antara remaja dan orangtua menjadi penting
agar pengaruh negatif dari teman sebaya tidak memberikan dampak buruk bagi
remaja.
Penelitian tentang pengaruh kelekatan dan komunikasi dengan orangtua
terhadap perkembangan karakter pernah dilakukan pada berbagai fase
perkembangan (Dewanggi 2014). Akan tetapi, pada fase ini remaja tidak hanya
lekat pada orangtua tetapi juga pada teman sebaya. Pada saat ini belum ditemukan
penelitian yang menggabungkan komunikasi dan kelekatan anak dengan orangtua
serta teman sebaya terhadap perkembangan karakter remaja. Maka dari itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dominasi orangtua atau teman
sebaya terhadap perkembangan karakter remaja.
Perumusan Masalah
Remaja dikenal sebagai masa yang dipenuhi oleh proses perubahan serta
penyesuaian. Beberapa aspek dalam diri remaja perlu dikembangkan sebagai
bekal untuk menghadapi masa dewasa. Seringkali remaja dianggap sebagai
miniatur orang dewasa. Akan tetapi, remaja merupakan sebuah fase yang memiliki
banyak keunikkan sehingga studi tentang perkembangan remaja semakin meluas.
Salah satu area perkembangan yang dianggap memiliki dampak positif dan perlu
untuk dikembangkan pada diri remaja adalah karakter (Peterson dan Seligman
2004). Semakin meningkatnya laporan perilaku bermasalah yang dialami remaja,
memperlihatkan bahwa meningkatkan kekuatan karakter menjadi hal yang perlu
dilakukan bangsa Indonesia pada saat ini (Kemenpora 2009).
Paradigma pendidikan karakter yang baru menemukan bahwa intervensi
kekuatan karakter yang dilakukan di sekolah telah berhasil memunculkan emosi
positif, keterlibatan, dan pencapaian yang baik pada siswanya (Linkins, Niemiec,
Gillham, dan Mayerson 2014). Akan tetapi, Park (2009) menduga bahwa bukan
hanya sekolah yang dapat mengembangkan kekuatan karakter melainkan banyak
faktor yang memengaruhi perkembangan kekuatan karakter baik genetis, keluarga,
4
Tujuan Penelitian
Tujuan umum:
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi
serta kelekatan dengan orangtua dan teman sebaya terhadap karakter remaja.
Tujuan khusus:
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penilitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, kelekatan remaja
dan orangtua, komunikasi dengan orangtua, komunikasi remaja dan teman
sebaya, kelekatan dengan teman sebaya, dan karakter remaja.
2. Menganalisis pengaruh komunikasi dan kelekatan dengan orangtua terhadap
karakter remaja
3. Menganalisis pengaruh komunikasi dan kelekatan dengan teman sebaya
terhadap karakter remaja
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
dengan seseorang yang dia cintai. Dengan kata lain, pada saat seseorang merasa
lekat maka kedekatan dengan orang lain akan membuat dirinya merasa aman dan
nyaman (Holmes 1993). Pengukuran kelekatan pada remaja diarahkan pada
persepsi remaja terhadap dimensi kognitif dan afektif kelekatan mereka dengan
orangtua. Pengukuran kelekatan menggunakan pendekatan teori attachment yang
diukur ke dalam tiga dimensi yaitu tingkat kepercayaan antara orangtua dan
remaja, kualitas komunikasi, serta pengungkapan kemarahan (Greenberg 2009).
Selain itu, kelekatan remaja dengan orangtuanya dapat diukur dari kehadiran dan
responsivitas pengasuh yang dirasakan oleh seorang remaja (McConnel 2008)
Kelekatan dengan teman sebaya merupakan persepsi, perasaan dan pikiran
seseorang tentang hubungan remaja dengan teman sebayanya. Masa remaja
dikenal sebagai masa pencarian identitas sehingga mereka secara aktif
bereksplorasi dan membina hubungan dengan teman sebayanya. Kelekatan
merupakan modal bagi remaja untuk dapat mencari identitas diri tanpa
terpengaruh oleh tekanan buruk dari teman sebaya. Kelekatan biasa dikaitkan
dengan hubungan remaja-orangtua serta remaja-teman sebaya. Pada penelitian
tentang kelekatan dengan teman sebaya, ditemukan hubungan yang unik antara
kelekatan serta identitas relasional remaja. Tidak hanya itu, kelekatan dengan
teman ditemukan berhubungan positif signifikan dengan self-esteem, optimis,
kemampuan intelektual, serta berhubungan negatif dengan stress akademik. Selain
itu, ditemukan bahwa perempuan memiliki kelekatan dengan teman sebaya
dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Kelekatan merupakan
komponen penting dalam hal pola peyesuaian. Pada saat remaja, rasa aman yang
dimiliki seseorang terhadap lingkungan teman sebaya dapat melindungi dari
perilaku-perilaku menyimpang (Fass dan Tubman 2002)
Keberlangsungan sebuah keluarga tidak terlepas dari apa yang terjadi dalam
keluarga itu sendiri. Komunikasi merupakan salah satu aspek yang dianggap
penting untuk menjaga keberlangsungan sebuah keluarga. Komunikasi adalah
sebuah proses untuk saling berbagi pikiran, pendapat, dan perasaan yang sangat
penting untuk dilakukan di dalam keluarga. Dengan adanya komunikasi yang baik
di dalam keluarga maka akan memunculkan rasa diperhatikan dan juga
didengarkan. Komunikasi dalam keluarga merupakan hal yang penting sehingga
antar anggota keluarga saling menghargai pikiran dan keinginan masing-masing.
Selain itu komunikasi merupakan sebuah proses yang terus berjalan dan
memerlukan kerjasama untuk membuat keterbukaan antar generasi dalam sebuah
keluarga. Komunikasi menjadi kunci hubungan yang harmonis antara orangtua
dan remaja.
Komunikasi merupakan satu dari tiga dimensi utama dalam Circumplex
Model of Marital and Family System. Menurut Barnes dan Olson (1985),
kepuasan hubungan keluarga bergantung pada tingkat kohesi dan kemampuan
adaptasi sebuah keluarga. Kohesi merupakan tingkat kedekatan emosi antara
anggota keluarga. Adaptasi dijelaskan sebagai kemampuan anggota keluarga
untuk merespon situasi yang penuh tekanan baik stres situasional maupun stress
karena perubahan tahapan keluarga. Komunikasi dikatakan sebagai sebuah
9
dijelaskan dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa remaja yang memiliki
kekuatan karakter yang baik berhubungan dengan tingginya kepuasan hidup
remaja serta rendahnya permasalahan perilaku yang dialami remaja (Shoshani dan
Slone 2012).
Kekuatan Karakter didefinisikan sebagai ciri positif seseorang yang
dapat diukur dan terlihat dari pengetahuan, perasaan, dan perilakunya (Park,
Peterson, dan Seligman 2004). Kekuatan karakter diklasifikasikan kedalam
beberapa dimensi spesifik tentang proses psikologis yang mengandung nilai moral
yang baik (Soshani dan Slone 2012). Kekuatan karakter tercermin dari
kepribadian serta perilaku yang terlihat pada kegiatan sehari-hari. Kekuatan
karakter terdiri dari enam klasifikasi yaitu wisdom and knowledge, courage,
humanity, justice, temperance, dan transcendence. Setiap klasifikasi dalam
kekuatan karakter memiliki indikator berupa dimensi perilaku-perilaku yang
seharusnya dimiliki oleh setiap individu. Jumlah dimensi yang ada pada kekuatan
karakter sebanyak 24 yang terbagi kedalam enam klasifikasi di atas (Peterson dan
Seligman 2004).
Menurut Lickona, untuk membangun karakter yang baik pada remaja
diperlukan tiga hal yaitu mengetahui yang benar, memperhatikan mana yang
benar, kemudian melakukan yang benar. Seperti yang diketahui tiga hal tersebut
menjadi dasar pendidikan karakter yaitu knowing the good, feeling the good, dan
acting the good. Ketiga hal itu menjadi dasar perkembangan karakter yang baik
bagi seorang individu. Lickona (1998) menyatakan ada syarat yang harus dipenuhi
orangtua dalam mengembangkan karakter seorang remaja. Pengasuhan yang
efektif adalah kata kuncinya. Pengasuhan yang efektif dapat terjadi apabila
orangtua menyiapkan lingkungan yang penuh cinta dan rasa aman. Pengasuhan
yang penuh kehangatan, rasa aman, serta reponsif terbukti berhubungan positif
dengan perkembangan moral seseorang. Modal rasa aman dan lingkungan yang
penuh cinta tersebutlah yang dapat membentuk karakter remaja menjadi baik,
namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada pengaruh dari lingkungan luar terhadap
perkembangan karakter seorang remaja. Hasil penelitian Dewanggi (2014),
menemukan bahwa kelekatan ibu dan kualitas pengasuhan memiliki pengaruh
positif terhadap karakter anak usia dini baik di desa maupun di kota. Selain itu,
penelitian Hastuti (2009) menemukan bahwa pada anak usia pra sekolah,
pengasuhan dan proses pembelajaran di sekolah mempengaruhi perkembangan
moral dan karakter anak.
KERANGKA PEMIKIRAN
Remaja merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dan dipengaruhi
oleh sistem tersebut. Berdasarkan perspektif ekologi, keluarga sebagai sistem
yang berinteraksi secara langsung dengan remaja memiliki pengaruhnya terhadap
pembentukan karakter remaja. Akan tetapi interaksi antara remaja dan keluarga
akan dipengaruhi oleh karakteristik remaja itu sendiri. Komunikasi yang
dilakukan oleh orangtua dengan remaja akan dipengaruhi oleh usia dan jenis
kelamin anak. Selain itu kelekatan orangtua-remaja akan memiliki efek yang
berbeda apabila terdapat perbedaan karakteristik internal remaja (jenis kelamin
dan usia) serta konteks keluarga misalnya kondisi sosioekonomi serta struktur
12
Kelekatan dengan
Orangtua
Karakteristik
Keluarga:
Usia orangtua Komunikasi dengan
Pendidikan Orangtua:
orangtua Kebebasan Komunikasi Karakter
Pendapatan Permasalahan Remaja:
per Komunikasi Moral
Kapita/bulan knowing
Moral
feeling
Karakteristik Moral
Komunikasi dengan
Remaja: Teman Sebaya:
action
Usia Kebebasan Komunikasi
Jenis Permasalahan
Kelamin Komunikasi
Kelekatan dengan
Teman Sebaya
Lingkungan
Sekolah
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah siswa yang memiliki orangtua lengkap dari
sekolah yang terpilih di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor. Jumlah SMK yang ada di lokasi penelitian masing-masing
sebanyak satu sekolah. Jumlah populasi dari penelitian ini sebanyak 287 siswa.
Contoh dari penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMK dari sekolah yang
terpilih sebagai lokasi penelitian. Penarikan contoh dilakukan dengan cara
proportional random sampling. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian
ini berjumlah 135 siswa untuk memperkecil terjadinya kesalahan saat penarikan
responden. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sudah memenuhi
persyaratan jumlah minimal responden berdasarkan rumus Slovin, yaitu:
𝑁 287
𝑛= = = 101
1 + 𝑁𝑒 2 1 + 287(0.08)2
Keterangan:
n = jumlah siswa yang diambil
N = jumlah populasi siswa SMK Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara
e = batas kesalahan pengambilan responden
𝑁𝑖
𝑛𝑖 = ×𝑛
𝑁
Keterangan:
ni = jumlah responden tiap sub populasi
Ni = total sub populasi
N = total populasi
n = jumlah responden yang diambil
15
Penentuan proporsi responden dari setiap desa didasarkan dari jumlah siswa
dari sekolah terpilih. Sebaran pengambilan sampel pada tiap sekolah dapat dilihat
pada Gambar 2.
n
Desa Ciasihan L = 17 L=8
Siswa kelas X dan (27 Siswa) P = 10 P=5
XI SMK Desa
Ciasihan dan
Desa Ciasmara
(287 siswa) n
Desa Ciasmara L =165 L = 77
(260 Siswa) P = 95 P = 45
Usia orang
Lanjutan Tabeltua
1 Rasio
Jumlah anggota keluarga Rasio
Komunikasi Orangtua-Remaja Ordinal:
Kebebasan berkomunikasi 1= Sangat Tidak Sesuai
Permasalahan dalam komunikasi 2=Tidak Sesuai
Komunikasi Remaja-Teman Sebaya 3=Sesuai
Kebebasan berkomunikasi 4=Sangat Sesuai
Permasalahan dalam komunikasi
Kelekatan dengan Orangtua Ordinal:
1= Sangat Tidak Sesuai
2=Tidak Sesuai
Kelekatan dengan Teman Sebaya
3=Sesuai
4=Sangat Sesuai
Karkter: Ordinal
Moral Knowing 1=Sangat Tidak Sesuai
Moral Feeling
2=Tidak Sesuai
Moral Action
3=Sesuai
4=Sangat Sesuai
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia.
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, scoring, dan cleaning data.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft
Excel dan SPSS for Windows. Pengontrolan kualitas data dilakukan melalui uji
reliabilitas instrumen komunikasi serta kelekatan dengan orangtua dan teman
sebaya dan karakter remaja dengan metode Cronbach’s Alpha.
Data karakteristik remaja yang dikumpulkan terdiri atas usia dan jenis
kelamin. Data karakteristik keluarga terdiri atas usia orangtua, lama pendidikan
orangtua, dan pendapatan orangtua. Pendapatan orangtua akan dikonversikan
menjadi pendapatan per kapita yang kemudian akan dikategorikan menggunakan
indikator garis kemiskinan BPS Kabupaten Bogor (BPS 2013). Sistem skoring
yang akan dilakukan untuk komunikasi dengan orangtua, komunikasi dengan
teman sebaya, kelekatan dengan orangtua, kelekatan dengan teman sebaya, dan
karakter menggunakan rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 (%) = 𝑥 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
Keterangan:
Indeks = skor remaja yang sudah di indeks
Skor aktual = skor yang diperoleh remaja berdasarkan pengukuran
Skor minimal = skor minimal pada kuesioner
Skor maksimal = skor maksimal pada kuesioner
17
Definisi Operasional
Karakteristik Remaja adalah ciri khas remaja yang terdiri dari jenis kelamin
dan usia.
Karakteristik Keluarga adalah ciri khas keluarga yang terdiri atas usia
orangtua, pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, serta jumlah anggota
keluarga.
Teman Sebaya adalah teman yang dianggap sebagai sahabat atau teman terdekat
Kelekatan dengan Orangtua adalah kualitas hubungan antara remaja dan
orangtua yang digambarkan dengan derajat kepercayaan remaja terhadap orangtua
serta rasa aman yang dirasakan remaja terhadap orangtua.
19
5. Artikel 1
Abstrak
Abstract
between adolescents and parents was found low and problems in communication
between adolescent and parent were high. Regression analysis showed that there
was no significant relationship between adolescent attachment to parents of all
dimensions of adolescent characters. Instead, it was discovered that
communication between parent and teenager are positively affected on the
dimensions of moral feeling, moral action, and overall characters.
Pendahuluan
Metode Penelitian
Penelitian ini melibatkan 109 responden yang berasal dari SMK terpilih di
Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Penarikan contoh dilakukan dengan cara proportional random sampling
berdasarkan lokasi dan jenis kelamin. Data diperoleh dari 44 remaja perempuan
dan 65 remaja laki-laki dengan rata-rata usia 16 tahun. Pengumpulan data
menggunakan teknik self-report dengan bantuan kuesioner. Data yang
dikumpulkan meliputi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, komunikasi
dengan orangtua, kelekatan dengan orangtua, serta karakter remaja.
Pengukuran komunikasi dengan orangtua menggunakan instrumen yang
dikembangkan dari Parent-Adolescent Communication Scale (Barnes dan Olson
1982). Untuk kuesioner komunikasi dengan orangtua terdiri dari 19 butir
pertanyaan dengan reliabilitas 0.803. Selanjutnya, pengukuran kelekatan dengan
orangtua menggunakan pengembangan kuesioner Adolescent Attachment
Questionnaire (West, Rose, Spreng, Sheldon-Keller & Adam 1998). Total butir
pertanyaan untuk variabel kelekatan dengan orangtua adalah 17 butir dengan
reliabilitas 0.692.
Pengukuran variabel karakter remaja menggunakan pengembangan
kuesioner VIA-Youth dari Peterson dan Seligman (2004) yang dikembangkan
menggunakan tiga dimensi dari Lickona (1994) yaitu moral knowing, feeling dan
action. Total butir pertanyaan untuk dimensi pengetahuan (knowing) berjumlah 21
dengan reliabilitas sebesar 0.848. Selanjutnya, dimensi perasaan (feeling)
berjumlah 22 butir pertanyaan dengan reliabilitas 0.775. Terakhir adalah dimensi
tindakan (action) yang jumlah pertanyaannya sebanyak 21 butir dengan
reliabilitas 0.705.
Setelah data terkumpul, data pendapatan orangtua dikonversikan menjadi
pendapatan per kapita yang kemudi andikategorikan menggunakan indikator garis
kemiskinan BPS Kabupaten Bogor (BPS 2013). Sistem skoring yang dilakukan
untuk komunikasi dengan orangtua, kelekatan dengan orangtua, dan karakter
menggunakan rumus indeks. Pengategorian variabel komunikasi dengan orangtua,
kelekatan dengan orangtua, dan karakter remaja dibagi menjadi tinggi dan rendah.
Pengategorian menggunakan indeks masing-masing variabel dengan
menggunakan cut off point baik/tinggi (≥80%) dan kurang/rendah (<80%).
Analisis dalam penelitian dengan analisis deskriptif dan inferensia yang
terdir atas uji korelasi pearson dan uji regresi linear berganda yang diformulasikan
sebagai berikut : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ………………….+ b8X8
Keterangan:
Y = Karakter remaja
a = konstanta
X1 = jenis kelamin remaja (0=perempuan, 1= laki-laki)
23
Hasil
Usia remaja yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara
15 sampai dengan 19 tahun. Menurut Santrock (2007), usia tersebut berada pada
tahapan remaja akhir. Rata-rata usia ayah dan usia ibu berada pada kategori
dewasa madya yaitu 47 tahun, dengan rentang usia mulai dari 30 sampai dengan
75 tahun. Selanjutnya, lama pendidikan ayah dan pendidikan ibu tergolong rendah
dengan rata-rata keduanya selama lima tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa
rata-rata orangtua tidak lulus Sekolah Dasar (SD).
Tahun 2013 standar garis kemiskinan Kabupaten Bogor sebesar Rp 271
970. Meskipun tingkat pendidikan orangtua tergolong rendah, rata-rata
pendapatan per kapita per bulan keluarga responden masih diatas garis kemiskinan
Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu sebesar Rp 420 718 (BPS 2013). Akan tetapi,
setengah dari total keseluruhan responden (52.3%) masih tergolong keluarga
miskin (Tabel 1).
membuat remaja merasa kecewa. Masih ada remaja yang merasa takut akan
kehilangan cinta dari orangtuanya. Selain itu, sebanyak 80 persen dari total
responden sering merasa marah kepada orangtua mereka tanpa sebab. Hal-hal
seperti diatas membuat remaja tidak memiliki kepercayaan dan rasa aman akan
hubungan mereka dengan orangtuanya (Lampiran 1).
Karakter Remaja
Penelitian ini melihat empat dimensi karakter remaja yang terdiri atas
pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), tindakan
moral (moral action), serta karakter secara keseluruhan. Berdasarkan tabel
dibawah terlihat bahwa diantara ketiga dimensi moral rata-rata responden berada
pada kategori tinggi dalam dimensi pengetahuan dengan rata-rata skor sebesar
84.48. Sebaliknya, skor rata-rata pada dimensi tindakan moral yang dilakukan
remaja hanya sebesar 64.74 atau hampir seluruh responden berada pada kategori
rendah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa remaja mengetahui mana tindakan
yang baik atau buruk, namun belum tentu mereka tidak melakukan tindakan yang
buruk. Pada hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hampir seluruh remaja
(91.7%) menyatakan bahwa kebersihan sekolah merupakan tanggung jawab
seluruh warga sekolah (Lampiran 5). Pada kenyataannya 61.5 persen dari total
responden menyatakan tidak mengikuti apabila diadakan kerja bakti di sekolah
(Lampiran 7). Rata-rata skor karakter secara keseluruhan hanya 73.93 atau belum
dapat dikatakan baik karena hanya 16.5 persen dari total keseluruhan responden
yang berada pada kategori karakter baik.
Tindakan Moral
Rendah 104 95.4
Tinggi 5 4.6 64.74 ± 9.62
Total Karakter
Rendah 91 83.5
Tinggi 18 16.5 73.93 ± 7.64
26
Koefisien korelasi
Variabel Pengetahuan Perasaan Tindakan Total
moral moral moral karakter
Usia anak (tahun) -.193* -.087 -.124 -.157
Usia ibu (tahun) .062 .192* -.066 .070
Lama pendidikan ayah .067 -.014 .076 .051
(tahun)
Lama pendidikan ibu .109 .042 .131 .111
(tahun)
Pendapatan per kapita -.088 -.117 .058 -.053.
(rupiah)
Kelekatan orangtua .204* .138 .138 .187
(skor)
Komunikasi orangtua .185 .232* .249** .263**
(skor)
Ket: *Signifikan pada p<0.05; **Signifikan pada p<0.01
Pembahasan
Kelekatan dan komunikasi yang tidak berjalan baik antara remaja dan orang
tua bisa dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga. Rendahnya tingkat
pendidikan orang tua serta banyaknya responden yang berasal dari keluarga
miskin menjadi faktor yang membuat kelekatan dan komunikasi tidak berjalan
dengan baik. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi
antara orangtua dan remaja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
komunikasi dalam keluarga adalah kondisi ekonomi keluarga. Responden pada
penelitian ini lebih dari setengahnya berasal dari keluarga miskin. Malin et al.
(2013) menemukan bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga yang rendah akan
memengaruhi kemampuan berkomunikasi anak dan orang tua. Selain itu,
pendidikan orang tua baik ayah maupun ibu juga dapat memengaruhi kelekatan
yang terjadi antara orang tua dan anak. Hasil penelitian sebelumnya dari Davis-
Kean (2005) dan Al-Matalka (2014) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki
pendidikan tinggi memiliki keterlibatan yang tinggi dan menyediakan lingkungan
yang nyaman serta hangat bagi proses pengasuhan anak. Diduga pada penelitian
ini rendahnya pendidikan orang tua membuat proses pengasuhan tidak berjalan
dengan baik. Selain itu, rendahnya keterlibatan orang tua membuat remaja
memiliki kelekatan yang tidak baik dengan orang tuanya.
Tujuan lain dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakter remaja di
perdesaan. Pengetahuan moral remaja memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi
dibandingkan dua dimensi lainnya maupun skor karakter secara keseluruhan. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa pengetahuan yang baik belum tentu mendorong
seorang untuk melakukan hal yang baik pula. Hasil analisis butir pertanyaan
memperlihatkan bahwa hampir seluruh responden mengetahui bahwa kebersihan
sekolah merupakan tanggung jawab seluruh warga sekolah, akan tetapi pada
kenyataannya hampir seluruh responden juga mengatakan bahwa mereka tidak
pernah membersihkan sekolah. Pengetahuan yang dimiliki remaja tentang sesuatu
yang baik dan benar tidak menjamin ia melakukan hal tersebut. Selain itu, banyak
hal yang dapat mempengaruhi tindakan seorang remaja misalnya pengaruh
lingkungan sekitar. Remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang
tidak baik apabila lingkungan disekitarnya terbiasa melakukan hal yang tidak baik
juga (Hair, Jager, & Garrett 2002). Secara keseluruhan skor karakter remaja
perdesaan masih berada pada kategori kurang.
Hasil uji korelasi dan regresi memperlihatkan bahwa skor setiap dimensi
moral serta karakter secara keseluruhan dipengaruhi oleh jenis kelamin remaja.
Penelitian ini menunjukkan bahwa skor seluruh dimensi karakter remaja
perempuan lebih baik dibandingkan skor remaja laki-laki. Temuan ini sejalan
dengan hasil penelitian Karina, Hastuti, dan Alfiasari (2013) yang menemukan
bahwa remaja perempuan memiliki skor karakter yang lebih baik dibandingkan
dengan remaja laki-laki. Akan tetapi, perkembangan karakter seseorang tidak
mutlak ditentukan oleh jenis kelaminnya karena setiap orang akan melewati
tahapan perkembangan moral yang sama. Usia remaja memiliki hubungan negatif
dengan pengetahuan moralnya. Pada penelitian ini, remaja yang berusia lebih
muda memiliki skor pengetahuan moral lebih baik. Temuan ini bertentangan
dengan hasil penelitian Dewanggi (2014) yang menemukan bahwa semakin tinggi
usia maka seharusnya semakin baik pula karakter yang dimilikinya. Selain itu,
usia ibu juga ditemukan memiliki hubungan dan pengaruh positif terhadap
perasaan moral remaja. Usia ibu yang semakin matang membuat pengasuhan yang
29
orang tua dan remaja merupakan faktor penting dalam menghindari perilaku
bermasalah pada remaja. Selain itu, proses komunikasi ataupun diskusi yang
dilakukan orang tua dengan remaja dapat membantu mengembangkan
kemampuan moral reasoning remaja tersebut (Stanley, 1978). Pada penelitian ini,
tingginya permasalahan komunikasi antara orang tua dan remaja berdampak pada
kemampuan moral reasoning serta karakter remaja. Selain hal-hal diatas,
pembentukan karakter juga merupakan hasil dari proses pembiasaan dan
keteladanan yang diberikan oleh orangtua. Karakter masih bisa dibentuk melalui
proses pelatihan dan pendampingan dari para orangtua. Keterbatasan dari
penelitian ini adalah komunikasi dan kelekatan dengan orang tua diukur
berdasarkan kepada persepsi anak terhadap hubungannya dengan orang tua. Selain
itu, pengukuran kelekatan orang tua dengan remaja tidak dipisahkan antara
kelekatan dengan ibu ataupun ayah.
Daftar Pustaka
Oladipo SE. 2009. Moral education of the child: Whose responsibility?. Journal
Social Science 20(2)
Peterson C, Seligman MEP. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook
and Classification. New York: Oxford Univrsity Press
Santrock JW. 2007. Life-span Development. New York: McGraw-Hill
Shoshani A, Slone M. 2012. Middle school transition from the strengths
perspective: Young adolescents’ character strengths, subjective well-being,
and school adjustment. J Happiness Stud. Doi: 10.1007/s10902-012-9374-y
Stanley SF. 1978. Family education to enhance the moral atmosphere of the
family and the moral development of adolescents. Journal of Counseling
Psychology 25 (2)
Thomas AM. 2011. Parent and peer influences their role in predicting adolescent
moral values and delinquent behavior [Tesis]. Colorado: Human
Development and Family Studies, Colorado State University
Toner E, Haslam N, Robinson J, Williams P. 2012. Character strengths and
wellbeing in adolescence: Structure and correlates of the values in action
inventory of strengths for children. Personality and Individual Differences
Van Ijzendoorn MH, Zwart-Woudstra HA. 1995. Adolescents’ attachment
representations and moral reasoning. The Journal of Genetic Psychology
156(3)
West M, Rose SM, Spreng S, Sheldon-Keller A, Adam K. 1998. Adolescent
attachment questionnaire: A brief assessment of attachment in adolescence.
Journal of Youth and Adolescence 27(5)
6. Artikel 2
Abstrak
Remaja merupakan fase yang unik karena pada tahap ini seseorang menjadi
lebih mandiri dan intensitas bersama teman sebaya meningkat. Akan tetapi,
hubungan remaja dengan teman sebaya dapat berdampak positif ataupun negatif
terhadap karakter remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
komunikasi dan kelekatan remaja dengan teman sebaya terhadap perkembangan
karakternya. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor
dengan melibatkan 109 siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Data
diperoleh menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari kuesioner Parent-
Adolescent Communication Scale, Adolescent Attachment Questionnaire, serta
VIA-Youtg. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis deskriptif dan
analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas komunikasi antara
remaja dengan teman sebayanya tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan
masih tingginya permasalahan komunikasi serta rendahnya keterbukaan antar
33
remaja dengan teman sebayanya. Selain itu, kelekatan antara remaja dan teman
sebayanya juga ditemukan masih rendah. Skor karakter remaja di perdesaan pada
penelitian ini tergolong rendah. Hal tersebut berhubungan dengan skor
komunikasi dan kelekatan dengan teman sebaya yang rendah. Hasil uji regresi
memperlihatkan bahwa hanya kelekatan dengan teman sebaya yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap skor karakter remaja di perdesaan.
Abstract
Pendahuluan
bawah 19 tahun juga meningkat dari 1891 orang menjadi 2238 orang pada tahun
2012. Permasalahan diatas memperlihatkan bahwa karakter bangsa Indonesia
yang tercermin dari tindakan para remaja perlu perhatian khusus.
Permasalahan kenakalan remaja seperti diatas banyak ditemukan berkaitan
dengan hubungan remaja dan teman sebayanya. Hal tersebut dikarenakan
hubungan remaja dengan teman sebaya dapat memberikan dampak positif maupun
negatif. Apabila pertemanan yang terjalin antara remaja dan teman sebayanya
bersifat positif maka akan mempengaruhi kompetensi sosial dan kemampuan
menyesuaikan diri pada remaja (Fass dan Tubman 2002). Akan tetapi, tekanan
teman sebaya juga dapat mempengaruhi perilaku amoral remaja seperti konsumsi
alkohol, seks pranikah, sampai kepada tindakan bullying (Karina, Hastuti, dan
Alfiasari 2013). Pada tahap ini, hubungan remaja dan teman sebaya menjadi
sesuatu hal yang penting dalam setiap aspek perkembangan individu remaja itu
sendiri.
Salah satu penelitian yang menangkap kekhasan fase remaja ini adalah
penelitian Meeus, Oosterwegel, dan Vollebergh (2002) yang meneliti tentang
pengaruh komunikasi dan kelekatan remaja dengan teman sebaya terhadap
perkembangan identitas diri seseorang. Akan tetapi, belum ada penelitian yang
meneliti tentang pengaruh komunikasi dan kelekatan dengan teman sebaya
terhadap karakter remaja.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
komunikasi serta kelekatan remaja dengan teman sebaya terhadap karakter remaja.
Selanjutnya, tujuan khusus dari penelitian ini terdiri atas: 1) Mengidentifikasi
karakteristik remaja, komunikasi remaja dan teman sebaya, kelekatan dengan
teman sebaya, dan karakter remaja; 2) Menganalisis hubungan karakteristik
remaja, komunikasi serta kelekatan dengan teman sebaya, dan karakter remaja; 3)
Menganalisis pengaruh karakteristik remaja, komunikasi dan kelekatan dengan
teman sebaya terhadap karakter remaja.
Metode Penelitian
Hasil
keduanya selama lima tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata orangtua
tidak lulus Sekolah Dasar (SD).
Tahun 2013 standar garis kemiskinan Kabupaten Bogor adalah Rp 271 970.
Meskipun tingkat pendidikan orangtua tergolong rendah, rata-rata pendapatan per
kapita per bulan keluarga responden masih diatas garis kemiskinan Kabupaten
Bogor tahun 2013 yaitu sebesar Rp 420 718. Akan tetapi, setengah dari total
keseluruhan responden (52.3%) masih tergolong keluarga miskin
Komunikasi dengan Teman Sebaya
Komunikasi remaja dan teman sebaya diukur berdasarkan dua dimensi yaitu
keterbukaan serta permasalahan komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hampir seluruh responden (97.2%) masih berada pada kategori rendah untuk
variabel komunikasi dengan teman sebaya. Rata-rata skor komunikasi remaja dan
orangtua didapatkan sebesar 57.17 dengan rentang skor 37.04 sampai dengan
88.89. Tabel dibawah memperlihatkan bahwa komunikasi yang terjalin antara
remaja dengan teman sebayanya tidak berjalan terlalu baik. Permasalahan
komunikasi yang dialami remaja dengan teman sebayanya masih terbilang tinggi.
Hampir seluruh responden dalam penelitian ini (98.2%) memiliki permasalahan
dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya. Masih ada yang menyatakan
bahwa teman mereka pernah mengtakan hal tidak seharusnya dibicarakan kepada
mereka.
Remaja sulit untuk mempercayai apa yang teman mereka katakan. Masih
ada juga teman yang menghina atau mengucapkan kata yang tidak pantas pada
saat mereka marah. Tidak hanya itu, permasalah komunikasi juga terlihat dari
tingkat keterbukaan remaja dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya yang
rendah. Remaja masih kesulitan mengatakan apa yang mereka inginkan kepada
temannya. Masih ada hal-hal yang malu untuk mereka bicarakan pada teman
sebayanya. Bukan hanya itu, remaja juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah
mendapatkan jawaban yang jujur apabila bertanya kepada teman sebayanya
(Lampiran 3).
37
80
60
40
10.1
20 1.8 2.8
0
Permasalahan Keterbukaan Total Komunikasi
Komunikasi Komunikasi
Karakter Remaja
Pembahasan
hal positif lainnya contohnya perasaan moral remaja. Akan tetapi, pada fase ini
remaja juga rentan terkena pengaruh tekanan teman sebaya. Terlebih apabila
tekanan teman sebaya menjurus kepada tekanan atas hal-hal negatif. Apabila
remaja terlalu lekat pada teman sebayanya maka ia memiliki kecenderungan untuk
mengikuti apapun yang teman sebayanya lakukan. Hal tersebut dilakukan agar ia
dapat diterima oleh teman tersebut karena sangat penting bagi remaja untuk dapat
merasa diterima oleh lingkungan pertemanannya. Akan tetapi, apabila remaja
salah memilih lingkungan pertemanan maka ia pun akan mengikuti hal-hal buruk
yang dilakukan oleh teman-temannya. Hal tersebut dikarenakan apabila remaja
menghabiskan banyak waktu dengan teman sebaya secara tidak sadar ia akan
melakukan apa yang temannya lakukan (Santrock 1996).
Selain penelitian-penelitian diatas, banyak penelitian yang menyoroti
pengaruh kelekatan teman sebaya pada perkembangan remaja (Zimmermann
2004; Freeman dan Brown 2001; Fuligni dan Eccles 1993). Penelitian ini sendiri
menemukan bahwa kelekatan dengan teman sebaya mempengaruhi setiap aspek
perkembangan karakternya secara positif. Secara umum penelitian Chassin et al.
(1986) dan Rosenthal & Kobak (2010) menemukan bahwa kelekatan dengan
teman sebaya dapat memprediksi perilaku bermasalah yang dimiliki remaja. Akan
tetapi, dalam hal ini kelekatan yang positif dengan teman sebaya dapat
meningkatkan baik pengetahuan, perasaan, maupun tindakan positif yang
dilakukan seorang remaja. Hal diatas dapat dijelaskan oleh penelitian dari Thomas
(2011) yang menemukan bahwa perilaku negatif dari lingkungan pertemanan
tidak akan mempengaruhi perilaku remaja apabila mereka memiliki kelekatan
positif dengan teman sebaya. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam
penelitian ini komunikasi serta kelekatan yang buruk dengan teman sebaya
membuat skor karakter remaja secara keseluruhan masih rendah. Model yang
dibangun pada penelitian ini hanya dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap
perkembangan karakter remaja sebesar 32.7 persen. Hal tersebut menunjukkan
adanya kontribusi faktor-faktor lain dalam perkembangan karakter remaja. Contoh
pengaruh dari teman sebaya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah tekanan
dari teman sebaya. Tekanan teman sebaya ditemukan mempengaruhi perilaku dan
karakter remaja (Soetjiningsih 2007). Menurut pendekatan teori sistem
Bronfenbrenner, perkembangan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh satu
sistem tetapi bisa juga dipengaruhi oleh sistem lainnya. Dalam hal ini,
perkembangan karakter seseorang bisa dipengaruhi oleh orangtua, lingkungan
sekolah, teman sebaya, ataupun saudara (Bronfenbrenner dan Morris 2006)
Daftar Pustaka
Barnes HL, Olson DH. 1982. Parent-adolescent communication scale. St. Paul:
Family Social Science, University of Minnesota
Berndt TJ. 1982. The features and effect of friendship in early adolescence. Child
Development 53
Berndt TJ. 2002. Friendship quality and social development. Current Directions
in Psychological Science 11(1)
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data dan informasi kemiskinan
Kabupaten/Kota tahun 2013 [internet]. [diunduh 2015 Sept 01]. Tersedia
pada: www.bps.go.id.
Bronfenbrenner U, Morris PA. 2006. The Bioecological Model of Human
Development. US: John Wiley & Sons Inc.
Chassin L, Presson CC, Sherman SJ, Montello D, McGrew J. 1986. Changes in
peer and parents influence during adolescence: Longitudinal versus cross-
sectional perspectives on smoking initiation. Developmental Psychology
22(3)
Dewanggi M. 2014. Pengaruh kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas
lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak pedesaan dan perkotaan
[Tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak,
Institut Pertanian Bogor
Dodge K, Gonzales N. 2009. Family and peer influences on adolescent behavior
and risk-taking. Paper presented at IOM Committee on the Science of
Adolescence Workshop, Washington, DC.
Fass ME, Tubman JG. 2002. The influence of parental and peer attachment on
college students’ academic achievement. Psychology in the Schools 39(5).
Doi: 10.1002/pits.10050
Freeman H, Brown BB. 2001. Primary attachment to parents and peers during
adolescence: Differences by attachment style. Journal of Youth and
Adolecence 30(6)
Fuligni AJ, Eccles JS. 1993. Perceived parent-child relationship and early
adolescents’ orientation toward peers. Developmental Psychology 29(4)
Hair EC, Jager J, Garrett SB. 2002. Helping teens develop healthy social skills
and relationships: What the research shows about navigating adolescence.
Child Trends Research Brief
43
Karina, Hastuti D, Alfiasari. 2013. Perilaku bullying dan karakter remaja serta
kaitannya dengan karakteristik keluarga dan peer group. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen 6(1).
Lerner RM, Steinberg L. 2004. Handbook of Adolescent Psychology. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc.
Lickona T. 1994. Raising Good Children. Amerika (US) : Bantam Books.
Meeus W, Oosterwegel A, Vollebergh W. 2002. Parental and peer attachment and
identity development in adolescence. Journal of Adolescence 25
Peterson C, Seligman MEP. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook
and Classification. New York: Oxford Univrsity Press
Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014. Say no to drugs: Say
yes to life [internet]. [diunduh pada 2015 Mar 25]. Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
anti-narkoba.pdf.
Rosenthal NL, Kobak R. 2010. Assesing adolescents’ attachment hierarchies:
Differences across developmental periods and associations with individual
adaptation. Journal of Research on Adolescence
Santrock JW.1996. Adolescence. New York: McGraw-Hill
Santrock JW. 2007. Life-span Development. New York: McGraw-Hill
Selby JC. 2000. The relationship of parental attachment, peer attachment, and
self-concept to the adjustment of first-year college students [Disertasi].
Texas: University of North Texas
Soetjiningsih CH. 2007. Hubungan orangtua-remaja dan self esteem sebagai
prediktor tekanan teman sebaya pada remaja [skripsi]. Universitas Kristen
Satya Wacana. Yogyakarta
Waters E, Hamilton CE, Weinfield NS. 2000. The stability of attachment security
from infancy to adolescence and early adulthood: General introduction.
Child Development 71(3)
West M, Rose SM, Spreng S, Sheldon-Keller A, Adam K. 1998. Adolescent
attachment questionnaire: A brief assessment of attachment in adolescence.
Journal of Youth and Adolescence 27(5)
Zimmermann P. 2004. Attachment representations and characteristics of
friendship relations during adolescence. Journal Experimental Child
Psychology 88
44
Pembahasan Umum
Identitas moral atau karakter seseorang merupakan hasil dari sebuah proses
yang terjadi sepanjang masa perkembangan individu. Menurut Lickona (1998),
agar karakter seseorang dapat berkembang dengan optimal diperlukan pengasuhan
efektif yang dilakukan oleh orangtua. Penelitian ini mengangkat kelekatan dan
komunikasi sebagai pengasuhan yang diduga mempengaruhi karakter remaja.
Tujuan pertama dari penelitian ini adalah mengidentifikasi komunikasi dan
kelekatan remaja dengan orangtua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
remaja di perdesaan kualitas komunikasi dan kelekatan yang terjadi dengan
orangtua masih berada pada kategori rendah. Hal tersebut memperkuat temuan
Malin et al. (2013) yang menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga
yang rendah akan mempengaruhi kemampuan berkomunikasi anak dan orangtua.
Pada penelitian ini tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah yaitu
setara Sekolah Dasar (SD) dan setengah dari total responden berasal dari keluarga
miskin. Sejalan dengan hal diatas, kelekatan antara orangtua dan remaja
diperdesaan juga masih tergolong rendah. Kelekatan antara orangtua dan remaja
terdiri dari rasa percaya dan komunikasi yang baik. Kelekatan yang rendah
membuat keterbukaan remaja dalam berkomunikasi juga rendah. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Meeus, Oosterwegel dan Vollebergh (2002) yang
menemukan adanya hubungan antara kelekatan orangtua dan remaja dengan cara
mereka berkomunikasi.
Tidak jauh berbeda dengan temuan diatas, komunikasi dan kelekatan
remaja dengan teman sebaya juga tergolong rendah. Masih dari penelitian Meeus,
Oosterwegel dan Vollebergh (2002) yang menemukan bahwa orangtua yang
berkomunikasi dengan baik akan mendorong para remaja untuk berkomunikasi
secara positif dengan teman sebayanya. Rendahnya skor komunikasi remaja
dengan teman sebayanya adalah akibat dari rendahnya skor komunikasi remaja
dengan orangtua. Jenis kelamin remaja juga ditemukan berhubungan dan
berpengaruh terhadap hubungan dengan teman sebayanya (Lampiran 8). Remaja
perempuan ditemukan memiliki komunikasi yang baik dengan teman sebayanya
dibandingkan remaja laki-laki. Sejalan dengan penelitian ini, penelitian terdahulu
menemukan bahwa remaja perempuan dilaporkan memiliki komunikasi dan
ketergantungan yang lebih baik dengan teman sebayanya dibandingkan remaja
laki-laki (Kiuru 2008; Taylor 1998).
Selanjutnya, kelekatan merupakan hal yang terbentuk sejak masa pertama
kehidupan individu yang akan mempengaruhi kelekatan pada masa selanjutnya.
Penelitian ini menemukan bahwa hampir seluruh responden yang memiliki
kelekatan rendah dengan orangtua mereka, memiliki kelekatan yang rendah
dengan teman sebayanya. Maka dari itu, temuan hasil penelitian ini dapat
dijelaskan oleh penelitian dari Waters, Hamilton, dan Weinfield (2000) yang
menyatakan bahwa kelekatan yang terbentuk dengan orangtua sejak usia dini akan
stabil hingga masa remaja bahkan dewasa. Oleh karena itu, diduga bahwa remaja
yang menjadi responden penelitian ini memiliki pengalaman kelekatan yang
kurang baik dengan orangtuanya sehingga berdampak hingga mereka remaja.
Kelekatan remaja dengan teman sebaya yang rendah juga sangat dipengaruhi oleh
jenis kelamin dan usia seseorang. Semakin bertambahnya usia seorang remaja
45
maka kelekatan dengan teman sebaya juga semakin berkurang (Lampiran 9). Hal
tersebut menjelaskan bahwa setelah mendekati fase akhir remaja, seseorang
memiliki kelekatan teman sebaya dan skor pengetahuan moral yang lebih rendah
dibandingkan fase awal. Hasil penelitian ini menguatkan temuan dari Ma dan
Huebner (2008) yang hasilnya menunjukkan bahwa semakin dewasa seseorang
maka semakin berkurang kedekatan dengan teman sebayanya.
Tujuan lain dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakter remaja di
perdesaan. Karakter menurut Lickona terdiri dari tiga komponen yaitu
pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Ketiga komponen diatas
yang akan membentuk identitas moral atau karakter seseorang. Hasil penelitian
pada remaja perdesaan memperlihatkan bahwa dari ketiga komponen diatas
terdapat perbedaan skor pada setiap dimensinya. Pengetahuan moral remaja
memiliki skor tertinggi dibandingkan dimensi perasaan dan tindakan moral
remaja. Hasil analisis butir pertanyaan memperlihatkan bahwa hampir seluruh
responden mengetahui bahwa kebersihan sekolah merupakan tanggung jawab
seluruh warga sekolah, akan tetapi pada kenyataannya hampir seluruh responden
juga mengatakan bahwa mereka tidak pernah membersihkan sekolah.
Pengetahuan yang dimiliki remaja tentang sesuatu yang baik dan benar tidak
menjamin ia melakukan hal tersebut. Selain itu, banyak hal yang dapat
mempengaruhi tindakan seorang remaja misalnya tekanan dari teman sebayanya.
Remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang tidak baik apabila dia
berada pada lingkungan pertemanan buruk (Hair, Jager, dan Garrett 2002). Secara
keseluruhan skor karakter remaja perdesaan masih berada pada kategori kurang.
Selanjutnya penelitian ini menguji hubungan dan pengaruh dari karakteristik
remaja serta keluarga terhadap seluruh variabel utama penelitian. Karakteristik
remaja yang dilihat dari jenis kelamin dan usia diuji hubungan serta pengaruhnya
terhadap variabel utama penelitian. Hasil menunjukkan bahwa usia remaja
memiliki hubungan negatif dengan pengetahuan moral. Hasil penelitian yang
menunjukkan adanya hubungan negatif antara usia dan pengetahuan moral,
bertentangan dengan temuan Dewanggi (2014) yang menemukan bahwa semakin
tinggi usia maka seharusnya semakin baik pula karakter yang dimilikinya. Jenis
kelamin juga ditemukan memiliki hubungan dengan karakter remaja. Pada remaja
perempuan, ditemukan skor yang lebih baik dibandingkan dengan remaja laki-laki
di seluruh dimensi karakter. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Karina,
Hastuti, dan Alfiasari (2013) yang menemukan bahwa remaja perempuan
memiliki skor karakter yang lebih baik dibandingkan dengan remaja laki-laki.
Kelekatan dan komunikasi dengan orangtua yang rendah dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Pendidikan orangtua di perdesaan yang rendah dapat
mempengaruhi kelekatan yang terjadi antara orangtua dan remaja. Orangtua yang
memiliki pendidikan tinggi memiliki keterlibatan yang tinggi dan menyediakan
lingkungan yang nyaman serta hangat bagi proses pengasuhan anak. Pada
penelitian ini rendahnya pendidikan orangtua membuat proses pengasuhan tidak
berjalan dengan baik. Selain itu, rendahnya keterlibatan orangtua membuat remaja
memiliki kelekatan yang tidak baik dengan orangtuanya (Davis-Kean 2005; Al-
Matalka 2014). Rendahnya skor komunikasi antara orangtua dan remaja juga
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan orangtua dalam hal ini tingkat
pendidikan ayah. Hal tersebut sudah pernah diteliti oleh Malin et al. (2013) yang
menemukan bahwa orangtua dengan pendidikan rendah membuat kemampuan
46
karakternya secara positif. Secara umum penelitian Chassin et al. (1986) dan
Rosenthal & Kobak (2010) menemukan bahwa kelekatan dengan teman sebaya
dapat memprediksi perilaku bermasalah yang dimiliki remaja. Akan tetapi, dalam
hal ini kelekatan yang positif dengan teman sebaya dapat meningkatkan baik
pengetahuan, perasaan, maupun tindakan positif yang dilakukan seorang remaja.
Hal diatas dapat dijelaskan oleh penelitian dari Thomas (2011) yang menemukan
bahwa perilaku negatif dari lingkungan pertemanan tidak akan mempengaruhi
perilaku remaja apabila mereka memiliki kelekatan positif dengan teman sebaya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini komunikasi serta
kelekatan yang buruk dengan teman sebaya membuat skor karakter remaja secara
keseluruhan masih rendah.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statist. 2014. Perkembangan beberapa indikator utama sosial-
ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Brdar I, Kashdan TB. 2010. Character strengths and well-being in Croatia: An
empirical investigation of structure and correlates. Journal of Research in
Personality 44
Bronfenbrenner U. 1994. Ecological models of human developmet. International
Encyclopedia of Education 3
Bronfenbrenner U, Morris PA. 2006. The Bioecological Model of Human
Development. US: John Wiley & Sons Inc.
Brooks JB. 2001. Parenting, Third Edition. United States. Mayfield Publishing
Company
Chassin L, Presson CC, Sherman SJ, Montello D, McGrew J. 1986. Changes in
peer and parents influence during adolescence: Longitudinal versus cross-
sectional perspectives on smoking initiation. Developmental Psychology
22(3)
Davidson TM, Cardemil EV. 2009. Parent-child communication and parental
involvement in latino adolescents. Journal of Early Adolescence 29(1)
Davis-Kean PE. 2005. The influence of parent education and family income on
child achievement: The indirect role of parental expectations and the home
environment. Journal of Family Psychology 19(2)
De Guzman MRT, Carlo G. 2004. Family, peer, and acculturtive correlates of
prosocial development among latinos. Great Plains Research 14
Dewanggi M. 2014. Pengaruh kelekatan, gaya pengasuhan, dan kualitas
lingkungan pengasuhan terhadap karakter anak pedesaan dan perkotaan
[Tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak,
Institut Pertanian Bogor
Diana RR, Retnowati S. 2009. Komunikasi remaja-orangtua dan agresivitas
pelajar. Jurnal Psikologi 2(2)
Dodge K, Gonzales N. 2009. Family and peer influences on adolescent behavior
and risk-taking. Paper presented at IOM Committee on the Science of
Adolescence Workshop, Washington, DC.
Fass ME, Tubman JG. 2002. The influence of parental and peer attachment on
college students’ academic achievement. Psychology in the Schools 39(5).
Doi: 10.1002/pits.10050
Freeman H, Brown BB. 2001. Primary attachment to parents and peers during
adolescence: Differences by attachment style. Journal of Youth and
Adolecence 30(6)
Fuligni AJ, Eccles JS. 1993. Perceived parent-child relationship and early
adolescents’ orientation toward peers. Developmental Psychology 29(4)
Greenberg MT. 2009. Inventory of parent and peer attachment. College of Health
and Human Development
Hair EC, Jager J, Garrett SB. 2002. Helping teens develop healthy social skills
and relationships: What the research shows about navigating adolescence.
Child Trends Research Brief
Hastuti D, Alfiasari. 2008. Stimulasi psikososial dan pengaruhnya pada karakter
anak yang bersekolah dan tidak bersekolah di Taman Bermain Anak Semai
Benih Bangsa, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi NAD. Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konsumen 1(2)
50
LAMPIRAN
STS TS S SS
No Pernyataan
(%) (%) (%) (%)
1 Saya dapat membicarakan tentang apa yang 2.8 19.3 55.0 22.9
saya percayai dengan orangtua saya tanpa
merasa malu dan tertahan
2 Terkadang saya sulit mempercayai apa yang 7.3 16.5 46.8 29.4
orangtua saya katakan saya
3 Orangtua saya selalu menjadi pendengar yang 2.8 10.1 63.2 23.9
baik
4 Terkadang saya merasa takut untuk meminta 11.9 53.2 30.3 4.6
hal yang saya inginkan kepada orangtua saya
5 Orangtua saya cenderung mengatakan hal-hal 4.6 22.9 52.3 20.2
yang sebaiknya tidak dikatakan kepada saya
6 Orangtua saya dapat mengetahui perasaan saya 3.7 30.3 52.2 13.8
tanpa perlu bertanya
7 Saya sangat puas dengan cara saya dan 1.8 5.5 65.2 27.5
orangtua saya berkomunikasi
8 Apabila saya sedang berada dalam masalah, 3.7 28.4 46.8 21.1
saya dapat bercerita kepada orangtua saya
9 Saya dapat menyampaikan secara terbuka 0 25.7 56.0 18.3
perasaan sayang saya terhadap orangtua
10 Apabila sedang bermasalah dengan orangtua 8.3 39.4 37.6 14.7
maka saya akan mendiamkan orangtua saya
11 Saya sangat berhati-hati terhadap apa yang saya 2.8 4.6 59.6 33.0
katakan kepada orangtua saya
13 Pada saat saya bertanya kepada orangtua, saya 4.6 26.6 55.0 13.8
mendapatkan jawaban yang jujur dari mereka
14 Orangtua saya mencoba memahami cara 1.8 20.2 66.1 11.9
berpikir saya
15 Ada topik pembicaraan yang saya hindari untuk 13.8 60.5 23.9 1.8
dibicarakan dengan orangtua saya
16 Saya merasa mudah untuk membicarakan 4.6 27.5 48.6 19.3
permasalahan saya dengan orangtua
17 Sangat mudah bagi saya mengekspresikan 6.4 24.8 51.4 17.4
perasaan saya yang sesungguhnya kepada
orangtua saya
18 Orangtua saya mengganggu saya 0 3.7 46.8 49.5
19 Orangtua saya menghina saya ketika mereka 2.8 11.9 40.3 45.0
marah kepada saya
20 Saya tidak dapat mengatakan kepada orangtua 8.3 46.7 36.7 8.3
apa yang sebenarnya saya rasakan
STS TS S SS
No Pernyataan
(%) (%) (%) (%)
1 Saya dapat membicarakan tentang apa yang 7.3 32.1 50.5 10.
saya percayai dengan teman saya tanpa merasa 1
malu dan tertahan
2 Terkadang saya sulit mempercayai apa yang 5.5 44.0 40.4 10.
teman saya katakan saya 1
3 Teman saya selalu menjadi pendengar yang 3.7 21.0 50.5 24.
baik 8
4 Terkadang saya merasa takut untuk 12.8 48.6 31.3 7.3
mengatakan hal yang saya inginkan kepada
teman saya
5 Teman saya cenderung mengatakan hal-hal 5.5 34.9 48.6 11.
yang sebaiknya tidak dikatakan kepada saya 0
6 Teman saya dapat mengetahui perasaan saya 5.5 28.4 50.5 15.
tanpa perlu bertanya 6
7 Saya sangat puas dengan cara saya dan teman 0.9 4.6 62.4 32.
saya berkomunikasi 1
8 Apabila saya sedang berada dalam masalah, 0.9 5.5 57.8 35.
saya dapat bercerita kepada teman saya 8
9 Saya dapat menyampaikan secara terbuka 0.9 27.5 51.4 20.
perasaan sayang saya terhadap teman 2
10 Apabila sedang bermasalah dengan teman 7.3 42.2 40.4 10.
maka saya akan mendiamkan teman saya 1
13 Pada saat bertanya kepada teman saya, saya 18.3 52.3 25.7 3.7
mendapatkan jawaban yang jujur dari mereka
14 Teman saya mencoba memahami cara berpikir 5.5 22.9 60.6 11.
saya 0
15 Ada topik pembicaraan yang saya hindari 11.9 68.8 16.5 2.8
untuk dibicarakan dengan teman saya
16 Saya merasa mudah untuk membicarakan 0 18.3 61.5 20.
permasalahan saya dengan teman 2
17 Sangat mudah bagi saya mengekspresikan 1.8 13.8 62.4 22.
perasaan saya yang sesungguhnya kepada 0
teman saya
18 Teman saya mengganggu saya 6.4 32.2 39.4 22.
0
19 Teman saya menghina saya ketika mereka 11.0 20.2 47.7 21.
marah kepada saya 1
20 Saya tidak dapat mengatakan kepada teman 16.5 40.4 33.9 9.2
apa yang sebenarnya saya rasakan
No. Pertanyaan ST TS S SS
S (%) (%) (%)
(%)
1. Saya yakin bahwa teman saya akan 2.8 14. 70. 11.
mendengarkan saya 7 6 9
2. Saya dapat merasakan ketika teman saya 0.9 9.2 62. 27.
sedang marah 4 5
3. Saya merasa tidak adil apabila saya harus 18. 45. 32. 4.6
menangani masalah saya sendirian tanpa 3 0 1
bantuan dari teman saya
4. Teman saya tampaknya hanya memperhatikan 3.7 31. 50. 14.
saya apabila saya sedang marah 2 4 7
6. Saya senang membantu teman saya kapanpun 0 4.6 45. 49.
saya bisa 9 5
7. Saya dapat mengandalkan teman saya 4.6 33. 51. 11.
kapanpun saya membutuhkan mereka 0 4 0
9. Saya membicarakan banyak hal dengan teman 0.9 14. 64. 20.
saya 7 2 2
10. Saya merasa marah karena saya tidak pernah 9.2 35. 41. 13.
mendapat bantuan dari teman saya 8 2 8
11. Saya sering merasa marah kepada teman saya 1.8 11. 50. 35.
tanpa sebab 9 5 8
12. Saya memiliki ketakutan yang teramat sangat 30. 43. 21. 5.5
apabila hubungan saya dan teman akan berkahir 3 1 1
13. Teman saya selalu mengecewakan saya 0.9 22. 61. 15.
0 5 6
15. Saya yakin bahwa teman saya akan selalu 0 17. 67. 15.
menyayangi saya 4 0 6
17. Saat saya marah, saya yakin teman saya selalu 1.8 27. 58. 11.
ada untuk mendengarkan saya 5 8 9
18. Saya yakin teman saya akan mencoba 3.7 14. 61. 20.
memahami perasaan saya 7 5 2
19. Saya selalu merasa baik apabila dapat 0 4.6 56. 38.
melakukan sesuatu hal untuk teman saya 9 5
STS TS S SS
No Pernyataan
(%) (%) (%) (%)
1 Setiap orang boleh menciptakan dan 0 0 35.8 64.2
menyampaikan ide baru
2 Menurut saya kita boleh bertanya jika ada hal 0.9 0.9 36.7 61.5
yang tidak dimengerti
3 Setiap orang harus menghormati pendapat 0 0 42.2 57.8
orang lain
4 Menurut saya untuk bisa berprestasi kita harus 0 1.8 22.0 76.2
Lanjutan Lampiran 5 57
rajin belajar
5 Setiap masalah harus diselesaikan dengan 0 1.0 55.0 44.0
solusi yang benar
7 Saya harus menyelesaikan tugas yang 1.0 1.8 63.3 33.9
diberikan kepada saya
8 Setiap orang harus menepati janji 0 0.9 36.7 62.4
9 Kita harus membuat orang lain bahagia 0 1.0 70.6 28.4
10 Setiap orang harus saling tolong menolong 0 0.9 23.9 75.2
11 Kita tidak boleh menyakiti perasaan orang lain 0 1.8 49.5 48.7
12 Kebersihan sekolah merupakan tanggung 0 8.3 42.2 49.5
jawab seluruh warga sekolah
13 Kita harus berbuat adil kepada siapapun 1.0 1.8 53.2 44.0
14 Seorang pemimpin harus bertanggung jawab 0.9 0 27.5 71.6
15 Kita harus memaafkan teman yang sudah 1.8 0 59.7 38.5
mengakui kesalahannya
16 Kita harus menghormati hak orang lain 0 0.9 64.2 34.9
17 Setiap orang harus selalu berhati-hati agar 0 1.8 61.5 36.7
tidak terlibat dalam masalah
18 Ketika membuat jadwal belajar, kita harus 0 2.8 74.3 22.9
melaksanakannya
19 Setiap orang harus bersyukur tehadap apa 0.9 0 26.6 72.5
yang mereka miliki
20 Saya tahu bahwa kita tidak boleh berputus asa 0 1.8 34.9 63.3
21 Beribadah sesuai dengan keyakinan adalah hal 0 0 13.8 86.2
yang penting
22 Manusia yang baik adalah manusia yang 0 0 10.1 89.9
selalu bersyukur kepada Tuhannya
STS TS S SS
No Pernyataan
(%) (%) (%) (%)
1 Saya merasa senang ketika saya dapat 0 2.8 39.4 57.8
melakukan sesuatu dengan cara saya sendiri
2 Saya senang bertanya di kelas 0 26.6 63.3 10.1
3 Saya merasa senang ketika orang lain 0 8.3 59.6 32.1
memberikan saran kepada saya
4 Saya selalu senang untuk belajar meskipun 0.9 24.8 59.6 14.7
tidak disuruh oleh orangtua, guru atau
siapapun
5 Saya merasa senang ketika saya dapat 0 8.3 57.8 33.9
menyelesaikan masalah dan semua orang
senang dengan solusi yang saya berikan
6 Saya merasa senang bila dapat 0.9 12.8 65.2 21.1
mempertahankan pendapat saya
7 Saya merasa ingin menyerah ketika saya gagal 2.8 27.5 48.6 21.1
dalam melakukan sesuatu*
58
Lanjutan Lampiran 6
8 Saya merasa bersalah ketika saya harus 3.7 11.9 50.5 33.9
berbohong
9 Saya merasa senang dapat membahagiakan 0 2.8 46.7 50.5
orang lain
10 Saya selalu ingin membuat orang lain 0 4.6 55.0 40.4
disekitar saya merasa senang
11 Saya selalu ingin membuat seseorang merasa 0.9 1.8 59.6 37.7
nyaman berbicara dengan saya
12 Saya merasa bertanggung jawab untuk 1.8 28.4 57.0 12.8
menjaga kebersihan sekolah
13 Saya senang apabila saya dapat berbuat adil 1.0 5.5 59.6 33.9
pada orang lain
14 Saya senang apabila saya diminta menjadi 5.5 30.3 50.5 13.7
pemimpin
15 Saya merasa senang apabila saya bisa 1.8 5.5 57.8 34.9
memaafkan teman saya
16 Saya senang bila menjadi tempat curhat bagi 0.9 5.5 57.8 35.8
teman saya
17 Saya menyesal bila lupa mengerjakan tugas 2.8 23.9 54.1 19.3
sekolah
18 Saya senang ketika saya dapat menyisihkan 0.9 12.8 51.4 34.9
sebagian uang jajan saya untuk ditabung
19 Saya merasa iri pada teman yang lebih 3.7 20.2 47.7 28.4
pintar/kaya/cantik dari saya*
20 Saya tidak pernah merasa putus asa dalam hal 2.8 16.5 58.7 22.0
apapun
21 Saya merasa tenang setelah saya berdoa 0 0.9 35.8 63.3
22 Saya merasa senang apabila dapat mematuhi 0 1.0 18.3 80.7
ajaran agama
TP JR SR SL
No Pernyataan
(%) (%) (%) (%)
1 Saya melakukan sesuatu dengan cara yang 2.8 53.2 36.7 7.3
berbeda dari orang lain
2 Jika ada hal-hal baru yang menarik bagi saya, 1.0 22.0 49.5 27.5
saya akan mencari tahu lebih banyak tentang
hal tersebut
3 Saya mudah menerima pendapat dan saran 1.8 34.9 47.7 15.6
orang lain
4 Jika saya tertarik pada sesuatu, saya akan 2.8 24.8 40.4 32.0
mempelajarinya dengan sungguh-sungguh
Lanjutan
5 Saya Lampiran 7
memberikan solusi apabila ada masalah 1.0 36.7 44.0 18.3
6 Saya mempertahankan pendapat saya ketika 1.8 14.7 42.2 41.3
saya yakin bahwa itu adalah benar
7 Saya mengerjakan tugas sampai selesai 2.8 24.8 45.9 26.5
59