Anda di halaman 1dari 99

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP


KARAKTER DISIPLIN, TANGGUNG JAWAB, DAN PENGHARGAAN
PADA ANAK USIA MIDDLE CHILDHOOD
(The Effect of Parenting Style on Discipline, Responsibility, Respect
in Middle Childhood)

SKRIPSI

DIAN ARIELLA FEDORA


0806344591

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK
JUNI 2012

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH GAYA PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP


KARAKTER DISIPLIN, TANGGUNG JAWAB, DAN PENGHARGAAN
PADA ANAK USIA MIDDLE CHILDHOOD
(The Effect of Parenting Style on Discipline, Responsibility, Respect
In Middle Childhood)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

DIAN ARIELLA FEDORA


0806344591

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK
JUNI 2012

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber, baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Dian Ariella Fedora

NPM

: 0806344591

Tanda tangan

Tanggal

: 13 Juni 2012

ii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama
NPM
Program Studi
Judul Skripsi

: Dian Ariella Fedora


: 0806344591
: Psikologi
: Pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap
karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan
pada anak usia middle childhood

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi pada Program Studi S1 Reguler Fakultas Psikologi,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 :

(Dr. Lucia R.M. Royanto, M. Si., M. Sp. Ed.)


NIP. 196312021991102001
Penguji 1 :

Penguji 2 :

(Dra. Wahyu Indianti, M. Si.)


NIP. 196003221998022001

(Dra. Dyah Triarini Indirasari, M.A.)


NIP. 0800300003
Depok, Juni 2012
Disahkan Oleh

Ketua Program Sarjana


Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Dekan Fakultas Psikologi


Universitas Indonesia

(Prof.Dr. Frieda Mangunsong Siahaan, M.Ed.)


NIP. 195408291980032001

(Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M. Org.Psy.)


NIP. 194904031976031002

iii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kehendakNya skripsi ini
boleh terjadi di waktu yang tepat menurut rencanaNya.

Saya

juga

ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu saya,
dalam bentuk apapun, selama menjalani empat tahun kuliah hingga sampailah
pada pembuatan skripsi ini.
1. Dr. Lucia R.M. Royanto, M. Si., M. Sp. Ed. selaku pembimbing skripsi
yang luar biasa. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, dan segala
sesuatu yang diberikan untuk membimbing saya dalam pengerjaan skripsi.
2. Mela Desina dan Veni Duty Inovanty selaku teman sepayung senasib
sepenanggungan. Terima kasih atas setiap suka duka, dukungan, bantuan,
dan perhatian selama pengerjaan skripsi ini.
3. Eko Handayani, S. Psi., M. Psi. dan Dra. Eva Septiana, M. Si. atas
bantuannya dalam pembuatan alat ukur gaya pengasuhan dan alat ukur
karakter.
4. Lifina Dewi Pohan, S. Psi., M. Psi. selaku pembimbing akademis yang
selalu mendukung saya di setiap kesempatan. Terima kasih atas dukungan,
bantuan, dan ilmu yang sudah diberikan.
5. Pihak-pihak di SDN 01 Baru Pagi, SD Ign. Slamet Riyadi, SD PB
Soedirman, SDN 08 Srengseng Sawah, SDIT Al Uswah, serta SDN
Pondok Cina atas kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian.
6. Christian Hermawan, Elsa Ridwan, Andi Tenri, Annisa Meizvira, Ovila
Nancy Septiawan, dan Fhardiyan Putra atas jurnal, skripsi, dan ilmuilmunya yang sangat membantu saya. Terima kasih banyak.
7. Anna S. Ranti, Alfred I. Setiadi, Neysa Jacqueline S., Emyr Prekahari P.,
dan Robby Kristian selaku keluarga yang dengan caranya masing-masing
selalu mendukung, menyemangati, dan memberikan ide-ide untuk
iv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

menyempurnakan skripsi ini. Tidak lupa juga terima kasih untuk Norah
Aurelia Kristian yang selalu menjadi sumber inspirasi.
8. Teman-teman sepermainan, Angela Wulan Deborah, Cempaka Ayu Diana,
Dara Meliza Zubir, Amelia Anggraini Parameswari, Arini Rahayu, Putra
Nugraha, Herman Riswan, Lunardi Ramli, Erynda Trihardja, Sienni
Santoro, Iletta Nathania, dan teman-teman lain, terima kasih karena sudah
memberikan pengalaman yang luar biasa di dalam dan di luar kelas.
9. Anggota FC08, Jeko, Keke, Teya, Imbi, Kara, Rara, Dea, Ollyn, Nanad,
Tephy, Alita, Dian, Tazki, Kak Echy, Kak CT, Kak Devina, Kak Tiker,
Kak Jenggo, Kak Titis, Putra Aceh, Nikki, Kyko, Yudhis, Emer, Naufal,
Hudawan, Vira, Kak Bayu, Kak Andre, Kak Budhi, Kak Haryo, Kak Edi,
Kak Riki, Bang Naim, Tely, Kak Hobert, Kak Ardy. Terima kasih untuk
setiap detik yang kita lewati bersama. Banyak banget pengalaman
berharga bersama kalian.
10. Elmer Yusuf Samuel Simanjuntak selaku sahabat, rekan kerja, mantan
pelatih, dan pasangan. Terima kasih untuk semuanya.
11. Pihak-pihak lain, teman-teman, dosen, karyawan, mas/mba kantin, dan
yang lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu namun selalu
berharga untuk setiap aspek dalam hidup saya. Thanks for being around.
Tuhan selalu melihat kebaikan-kebaikan yang sudah kalian berikan untuk saya
dan Ia pasti membalasanya berlipat-lipat ganda. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermafaat bagi orang banyak. Jika ada pertanyaan terkait skripsi ini, saya
dapat dihubungi melalui ariella.fedora@gmail.com. Terima kasih.

Depok, 6 Juni 2012

(Dian Ariella Fedora)


v
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama

: Dian Ariella Fedora

NPM

: 0806344591

Program Studi : S1 Reguler


Fakultas

: Psikologi

Jenis karya

: Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua terhadap Karakter Disiplin, Tanggung
Jawab, dan Penghargaan pada Anak Usia Middle Childhood
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif

ini

Universitas

Indonesia

berhak

menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),


merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 13 Juni 2012
Yang menyatakan

( Dian Ariella Fedora )

vi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

vii

ABSTRAK

Nama
Program Studi
Judul Skripsi

: Dian Ariella Fedora


: Psikologi
: Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua terhadap Karakter
Disiplin, Tanggung Jawab, dan Penghargaan pada Anak Usia
Middle Childhood

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh gaya


pengasuhan terhadap karakter disipin, tanggung jawab, dan penghargaan pada
anak usia middle childhood. Subjek penelitian ini adalah anak usia 8-9 tahun
sebanyak 203 orang. Karakter dan gaya pengasuhan anak diukur dengan
menggunakan akat ukur yang dikonstruk bersama dengan payung penelitian
Pendidikan Karakter. Berdasarkan hasil penghitungan dengan one-way Anova
didapatkan hasil yang signifikan. Hal ini berarti terdapat perbedaan karakter
disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan yang signifikan pada empat gaya
pengasuhan berbeda, yaitu authoritative, authoritarian, permissive,dan neglectful
pada anak usia middle childhood.
Kata Kunci :
Disiplin, Tanggung Jawab, Penghargaan, Gaya Pengasuhan

vii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

viii

ABSTRACT

Name
Study Program
Title

: Dian Ariella Fedora


: Psychology
: The Effect of Parenting Style on Discipline,
Responsibility, Respect Difference in Middle Childhood

The aim of this research is to see the effect of parenting style on discipline,
responsibility, and respect in middle childhood. The subjects are 203 children
aged 8 and 9. Characters and parenting style of the subjects are measured by
instruments that were constructed by a group of Character Education Research.
Based on the measurement using one-way Anova, the result shows that there are
significant differences between characters, which are discipline, responsibility,
and respect, and parenting styles, which are authoritative, authoritarian,
permissive, and neglectful in middle childhood.
Keywords :
Discipline, Responsibility, Respect, Parenting Style

viii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS . vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Permasalahan ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8
1.5 Sistematika Penelitian ...................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 9
2.1 Karakter ........................................................................................................... 9
2.1.1 Definisi Karakter .................................................................................. 10
2.1.2 Komponen Karakter ............................................................................. 11
2.1.3 Jenis-jenis Karakter .............................................................................. 15
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter .............. 16
2.2 Disiplin ........................................................................................................... 18
2.2.1 Definisi Disiplin ................................................................................... 18
2.2.2 Pembentukan Karakter Disiplin ........................................................... 20
2.2.3 Dimensi Karakter Disiplin ................................................................... 22
2.3 Tanggung Jawab ............................................................................................. 23
2.3.1 Definisi Tanggung Jawab ..................................................................... 23
2.3.2 Pembentukan Karakter Tanggung Jawab ............................................. 24
2.3.3 Dimensi Karakter Tanggung Jawab ..................................................... 25
2.4 Penghargaan ................................................................................................... 27
2.4.1 Definisi Penghargaan ........................................................................... 27
2.4.2 Pembentukan Karakter Penghargaan ................................................... 28
2.4.3 Dimensi Karakter Penghargaan ........................................................... 28
2.5 Pengasuhan Orang Tua .................................................................................. 29
2.5.1 Definisi Pengasuhan ............................................................................. 29
2.5.2 Dimensi Pengasuhan ............................................................................ 29
2.5.3 Gaya Pengasuhan ................................................................................. 31
2.5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Pengasuhan ......................... 34
2.6 Anak Usia Middle Childhood ......................................................................... 35
2.7 Dinamika Permasalahan ................................................................................. 36
ix
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 39


3.1 Masalah Penelitian ........................................................................................ 39
3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 39
3.2.1 Hipotesis Penelitian (Ha) ..................................................................... 39
3.2.2 Hipotesis Null (Ho) .............................................................................. 40
3.3 Variabel Penelitian ......................................................................................... 40
3.3.1 Variabel 1 ................................................................................... 41
3.3.1.1 Karakter Disiplin .. 41
3.3.1.2 Karakter Tanggung Jawab .......................................................... 41
3.3.1.3 Karakter Penghargaan ................................................................. 41
3.3.2 Variabel 2 ................................................................................. 41
3.3.2.1 Gaya Pengasuhan ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,.,., 41
3.4 Desain Penelitian ............................................................................................ 42
3.5 Sampel Penelitian ........................................................................................... 42
3.5.1 Karakteristik Sampel ............................................................................ 42
3.5.2 Metode Pengambilan Sampel ............................................................... 42
3.5.3 Jumlah Sampel ..................................................................................... 43
3.6 Alat Ukur Penelitian ....................................................................................... 43
3.6.1 Alat Ukur Karakter Disiplin ................................................................. 45
3.6.1.1 Penyusunan Alat Ukur Karakter Disiplin .................................... 45
3.6.1.2 Uji Coba Alat Ukur Karakter Disiplin ......................................... 45
3.6.2 Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab .................................................. 47
3.6.2.1 Penyusunan Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab ...................... 47
3.6.2.2 Uji Coba Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab ........................... 47
3.6.3 Alat Ukur Karakter Penghargaan ......................................................... 49
3.6.3.1 Penyusunan Alat Ukur Karakter Penghargaan ............................. 49
3.6.3.2 Uji Coba Alat Ukur Karakter Penghargaan ................................. 49
3.6.4 Alat Ukur Gaya Pengasuhan ................................................................ 50
3.6.4.1 Penyusunan Alat Ukur Gaya Pengasuhan .................................... 50
3.6.4.2 Uji Coba Alat Ukur Gaya Pengasuhan ......................................... 51
3.7 Prosedur Penelitian ......................................................................................... 52
3.7.1 Tahap Persiapan ................................................................................... 52
3.7.2 Tahap Pelaksanaan ............................................................................... 53
3.8 Metode Pengolahan Data ............................................................................... 54
IV. HASIL DAN ANALISIS ............................................................................. 55
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian .............................................................. 55
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ........................ 56
4.1.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jumlah Saudara ..................... 56
4.1.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Asal Sekolah .......................... 57
4.1.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ............. 57
4.2 Gambaran Skor Variabel 1 dan Variabel 2 .................................................... 58
4.2.1 Gambaran Skor Variabel 1 ................................................................... 58
4.2.2 Gambaran Skor Variabel 2 ................................................................... 59
4.3 Hasil Analisis Utama ...................................................................................... 61
4.4 Hasil Analisis Tambahan ............................................................................... 63
4.4.1 Analisis Perbedaan Skor Rata-rata Karakter Disiplin, Tanggung
Jawab, dan Penghargaan Berdasarkan Asal Sekolah ........................... 63
x
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

xi

V. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ................................................ 65


5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 65
5.2 Diskusi ............................................................................................................ 65
5.3 Saran ............................................................................................................... 69
5.3.1 Saran Metodologis ............................................................................... 69
5.3.2 Saran Praktis .........................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xii
LAMPIRAN ...................................................................................................... xviii

xi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gaya Pengasuhan Orang Tua berdasarkan Dimensi Parental


Warmth dan Parental Control ............................................................. 38
Tabel 3.1 Jumlah Item Karakter Disiplin Sebelum dan Sesudah uji Coba .......... 51
Tabel 3.2 Jumlah Item Karakter Tanggung Jawab Sebelum dan Sesudah uji
Coba ..................................................................................................... 53
Tabel 3.3 Jumlah Item Karakter Penghargaan Sebelum dan Sesudah uji
Coba ..................................................................................................... 55
Tabel 3.4 Pengelompokan Gaya Pengasuhan ...................................................... 56
Tabel 3.5 Jumlah Item Gaya Pengasuhan Sebelum dan Sesudah uji Coba ......... 57
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 60
Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek berdasarkan Jumlah Saudara ...................... 61
Tabel 4.3 Gambaran Umum Subjek berdasarkan Asal Sekolah .......................... 61
Tabel 4.4 Gambaran Umum Subjek berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ............. 62
Tabel 4.5 Deskripsi Persebaran Skor Karakter ............................................ 63
Tabel 4.6 Deskripsi Penyebaran Skor Dimensi Parental Warmth dan
Parental Control ................................................................................. 64
Tabel 4.7 Pengelompokan Skor Dimensi Parental Warmth ................................ 65
Tabel 4.8 Pengelompokan Skor Dimensi Parental Control ................................ 65
Tabel 4.9 Pengelompokan Gaya Pengasuhan ...................................................... 66
Tabel 4.10 Hasil Uji Anova dan Mean Gaya Pengasuhan ................................... 66
Tabel 4.11 Perbedaan Mean Karakter berdasarkan Asal Sekolah ....................... 68

xii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Perilaku remaja Indonesia semakin meresahkan. Hal ini terlihat dari
terjadinya kekerasan antarpelajar yang kian marak dan menakutkan. Menurut
catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, angka tawuran pelajar dan korban
yang meninggal dunia selama kurun waktu 2011 kian meningkat (Kompas, 2011).
Tawuran juga seringkali menyebabkan rusaknya fasilitas umum, kemacetan lalu
lintas, serta korban terluka hingga tewas. Selain berita tentang tawuran, berita
tentang pergaulan bebas yang dilakukan remaja di Indonesia pun tidak jarang
terdengar. Dalam Kompasiana (2011) tertulis: Masa depan bangsa benar-benar
terancam. Lebih dari separuh remaja perempuan lajang di Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi disebut tidak perawan karena melakukan
hubungan seks pranikah
Beritaberita di atas hanyalah sedikit dari berbagai contoh perilaku
kenakalan remaja. Masih banyak bentuk kenakalan remaja lainnya, seperti
penggunaan obat-obatan terlarang, kebut-kebutan, kekerasan, pencurian, dan
sebagainya. Perilaku kenakalan ini nampaknya sudah menjadi gaya hidup
remaja masa kini sehingga makin sering terjadi. Harian umum Haluan KEPRI
pada hari Rabu, 4 Januari 2012 menyebutkan bahwa tingkat kenakalan remaja
meningkat. Begitu juga dalam Yustisi.com, disebutkan bahwa dalam catatan akhir
tahunnya, Polda Metro Jaya mencatat ada lebih dari 13 persen peningkatan
perilaku kenakalan remaja yang terjadi. Berita tentang kenakalan remaja memang
kerap kali menjadi topik utama di surat kabar.
Kartono (2003 dalam Maria, 2007) mengungkapkan beberapa ciri karakter
individu remaja yang nakal. Ciri tersebut, antara lain: kurang memiliki disiplin
dan kontrol diri, tidak bertanggung jawab secara sosial, serta kurangnya sosialisasi
dengan masyarakat sehingga tidak mampu mengenal norma kesusilaan. Selain itu,
Kumpfer dan Alvarado (n.d. dalam http://grocerycouponslist.com/2011/10-

1
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

penyebab-kenakalan-remaja/12526.html) menyatakan bahwa kenakalan remaja


disebabkan oleh beberapa hal, seperti: kurangnya penanaman nilai-nilai moral dan
sosial dari orang tua kepada anak, kurangnya disiplin yang diterapkan orang tua
terhadap anak, rendahnya kualitas hubungan orang tua-anak, serta kurangnya
pengawasan dari figur otoritas.
Jika ditelaah lebih lanjut, terlihat bahwa beberapa ciri kenakalan remaja
tersebut mengindikasikan kekurangan remaja pada beberapa karakter. Misalnya
ciri

kurangnya

disiplin

yang

diterapkan

orang

tua

terhadap

anak

mengindikasikan bahwa kurang terbentuknya karakter disiplin pada anak,


sedangkan ciri tidak bertanggung jawab secara sosial menunjukkan bahwa
kenakalan remaja merupakan hasil dari kurangnya karakter tanggung jawab pada
remaja tersebut. Selain itu, tindakan remaja yang melakukan tawuran juga
menggambarkan kurangnya karakter penghargaan, baik pada dirinya sendiri,
orang lain, maupun lingkungan. Hal ini terbukti dari tindakan merusak dan
menyakiti yang mereka lakukan.
Definisi dari karakter adalah sebuah sifat dasar atau kepercayaan yang
membedakan tingkah laku seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan
hubungan dengan diri sendiri (Bulach, 2002). Menurut Berkowitz dan Bier
(2004), karakter adalah sekumpulan ciri psikologis yang memungkinkan
seseorang untuk berlaku sebagai agen moral. Agen moral adalah individu yang
dalam kehidupannya turut mempertimbangkan apa yang menjadi kepentingan
orang lain, bukan hanya kepentingan pribadinya (Allen, Varner, & Zinser, 2000).
Lickona (1991) mengatakan bahwa karakter yang baik meliputi mengetahui yang
baik, menginginkan yang baik, serta melakukan yang baik. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa karakter seseorang akan menentukan bagaimana individu
tersebut bertingkah laku. Di sisi lain, ketika seseorang memiliki karakter yang
kurang baik maka individu tersebut akan cenderung menampilkan tingkah laku
yang kurang baik pula, termasuk dalam interaksinya dengan orang lain. Tingkah
laku yang terbentuk dari karakter yang tidak baik tersebut dapat menjadi salah
satu penyebab terjadinya perilaku kenakalan pada remaja.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

Beberapa pengamat mengaitkan masalah perilaku yang merugikan dengan


keadaan keluarga dan kurangnya pelatihan tentang moral di rumah (Bulach,
2002). Tingkah laku merusak yang dilakukan oleh anak-anak di sekolah seringkali
mencerminkan kurangnya pendidikan, penolakan, atau kekerasan yang diterima
anak-anak di rumah (Lickona, 1991). Farrington (2010) menyatakan bahwa 53%
tindakan kriminal yang terjadi disebabkan oleh kurangnya disiplin yang
diterapkan orang tua kepada anak. Pengawasan orang tua kepada anak merupakan
aspek dari pengelolaan keluarga dan sangat terkait dengan perilaku kenakalan
anak (Smith & Stren, 1997 dalam Farrington, 2010).
Menurut Josephson (2004), karakter pada dasarnya merupakan aspekaspek kepribadian yang dipelajari melalui pengalaman, pelatihan, atau proses
sosialisasi (dalam Miller, Kraus, & Veltkamp, 2005). Jadi, tidak mengejutkan jika
kurangnya pengalaman baik yang diberikan keluarga atau kurangnya sosialisasi
dari orang tua terhadap anak tentang nilai-nilai yang baik menjadi penyebab
terbentuknya karakter buruk pada anak. Keluarga merupakan kelompok dimana
anak mendapatkan impresi pertamanya tentang sesuatu. Anak-anak sangat bersifat
imitatif dan tentunya pola tingkah laku yang dilakukan oleh ayah dan ibunya
sangat menentukan karakter anak selanjutnya (Todd, 1929). Anak-anak dapat
menjadi individu dengan karakter tertentu ketika mereka tumbuh dalam suatu
komunitas tertentu yang di dalamnya terdapat pengaruh dari keluarga, sekolah,
tempat ibadah, media, pemerintah, dan siapapun yang memiliki kesempatan untuk
mempengaruhi nilai individu (Lickona, 2000). Lickona juga menekankan bahwa
terdapat tiga intitusi yang seharusnya menjalankan tugas ini, yaitu: keluarga,
sekolah, dan institusi agama.
Berkenaan dengan hal tersebut, Lickona (2000) menyatakan bahwa
keluarga merupakan pendidik karakter yang utama dan merupakan dasar dari
institusi lain (sekolah dan sebagainya). Hal ini sejalan dengan Brofenbrener
(1986) yang menyatakan bahwa keluarga merupakan konteks utama, yang
merupakan tempat dimana perkembangan manusia berlangsung. Dalam jurnalnya
The Family and Character Education, Todd (1929) sependapat bahwa keluarga
merupakan agen utama dalam penanaman tingkah laku sosial, yang disebut

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

sebagai karakter, pada anak. Dalam hal ini, peran orang tua sangatlah penting,
yaitu membangun kehidupan manusia baru (Lickona,1991).
Keluarga memiliki beberapa fungsi untuk dijalankan, yaitu: fungsi
reproduksi, fungsi sosialisasi, peran sosial, fungsi ekonomi, dan fungsi emosional
(Taylor, 1996). Diantara fungsi-fungsi tersebut, fungsi sosialisasi merupakan
fungsi yang paling berkaitan dengan pendidikan yang diberikan orang tua kepada
anak. Fungsi sosialisasi mengarahkan orang tua untuk memberi pemahaman
tentang norma, nilai moral, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat kepada anak. Moore (2008) mengatakan bahwa keluarga merupakan
komponen yang paling utama dari proses sosialisasi. Di dalam lingkup keluarga,
anak belajar tentang tempatnya di masyarakat, serta peran dan tingkah laku yang
memberinya status di masyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa pembentukan
karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan, menjadi bagian dari
fungsi keluarga. Pembentukan karakter tersebut dapat dinyatakan melalui
pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak.
Dalam melakukan pengasuhan, termasuk di dalamnya memberikan
pendidikan, terhadap anak, setiap orang tua memiliki caranya masing-masing.
Gaya pengasuhan yang dilakukan setiap orang berbeda-beda dan hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor. Parke dan Clarke-Stewart (2011) dalam bukunya
menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan, antara lain:
kualitas hubungan orang tua, kepribadian orang tua, pendidikan orang tua, serta
pengalaman yang diterima dari orang tua ketika mereka masih kanak-kanak.
Pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak juga didasari pada
dua hal (dimensi), yaitu kehangatan (parental warmth) dan kontrol/pengendalian
(parental control) (Suchman, Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007). Dimensi
parental control (pengendalian) merupakan konsep dimana orang tua menetapkan
standar atau batasan yang tinggi terhadap tingkah laku, perkembangan, dan
pencapaian anak, sedangkan dimensi parental warmth (kehangatan) mengacu
pada penerimaan, kasih sayang, perhatian, dan respon yang sesuai yang diberikan
orang tua pada anak. Kedua dimensi ini merupakan hal yang sangat penting untuk

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

diperhatikan oleh orang tua dalam memberi pengasuhan pada anak. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Amato dan Fowler (2002, dalam McCabe, Clark,
& Barnett, 1999) menunjukkan bahwa kehangatan yang diberikan orang tua
kepada anak berhubungan secara negatif dengan tingkah laku bermasalah pada
anak. Artinya, ketika orang tua tidak atau kurang memberikan kehangatan yang
dibutuhkan oleh anak, hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya perilaku
bermasalah pada anak. Di samping itu, kontrol yang berlebihan dari orang tua
juga dapat menimbulkan gangguan kecemasan pada anak karena orang tua
membatasi anak dalam interaksi sosial, khususnya dengan lingkungan yang baru
(McCabe, Clark, & Barnett, 1999). Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan
keseimbangan antara kehangatan dan kontrol yang orang tua berikan kepada anak
sehingga dapat menghasilkan perkembangan anak, termasuk dalam hal karakter,
yang baik.
Selanjutnya, kedua dimensi tersebut akan membentuk beberapa jenis gaya
pengasuhan. Menurut Baumrind (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009),
terdapat tiga macam gaya pengasuhan, yaitu authoritative, authoritarian, dan
permissive. Selain ketiga gaya pengasuhan tersebut, Maccoby dan Martin (1983
dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) menambahkan gaya pengasuhan yang
keempat, yaitu neglectful. Pada kenyataannya, gaya pengasuhan memiliki
keterkaitan dengan persepsi anak-anak terhadap orang tua mereka. Anak-anak
secara subjektif memandang orang tua yang authoritarian sebagai orang tua yang
terlalu mengekang (overprotective) dan kurang penyayang (Rey & Plapp, 1990
dalam Kaufmann, Gesten, Santa Lucia, Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd,
2000), sedangkan orang tua yang authoritative dipandang sebagai orang tua yang
demokratis (Kaufmann, Gesten, Santa Lucia, Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd,
2000). Di sisi lain, orang tua dengan gaya pengasuhan neglectful seringkali
dianggap mengacuhkan anak mereka (Ballantine, 2001).
Baumrind menyatakan bahwa setiap gaya pengasuhan ini dapat
mempengaruhi pola tingkah laku anak (1971, dalam Papalia, Olds, & Feldman,
2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind (1967 dalam Kaufmann,
Gesten, Santa Lucia, Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd, 2000) menyatakan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

bahwa anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritative cenderung jauh
dari kecanduan obat-obatan dan perilaku nakal. Mereka juga memiliki pretasi
akademik yang baik di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Lamborn, Mounts, Steinberg, dan Dornbusch (1991) pada partisipan usia remaja,
anak-anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritarian terlihat memiliki
kemampuan sosial lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang diasuh
dengan gaya pengasuhan permissive, namun anak-anak yang diasuh dengan gaya
pengasuhan permissive ini cenderung menjadi pecandu obat-obatan terlarang. Di
sisi lain, gaya pengasuhan neglectful cenderung memberi dampak negatif terhadap
perkembangan anak, termasuk dalam hal perilaku bermasalah (Lamborn, Mounts,
Steinberg, dan Dornbusch, 1991)
Dengan melihat bahwa kenakalan marak dilakukan anak di usia remaja,
akan lebih baik jika pembentukan karakter melalui pengasuhan orang tua
dilakukan lebih dini. Usia middle childhood atau seringkali disebut sebagai usia
sekolah dasar, dengan rentang usia 6-12 tahun, merupakan saat yang tepat karena
usia tersebut merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang
(Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif, n.d.). Pada usia tersebut
juga anak-anak memiliki kemampuan kognitif untuk dapat berpikir secara logis
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Dengan begitu orang tua dapat memberikan
pemahaman-pemahaman mengenai apa yang baik/buruk, benar/salah untuk
membentuk karakter yang baik pada anak. Anak-anak pada usia ini juga mulai
mengerti bahwa peraturan dibuat untuk membantu mereka dalam kehidupannya,
bukan sekedar untuk dipatuhi dan mendapatkan reward atau menghindari
hukuman (Kail, 2001). Oleh karena itu, orang tua sebagai pendidik utama karakter
pada anak (Brofenbrener, 1986) memegang peranan yang sangat penting dalam
membangun kehidupan manusia baru, yaitu anak-anak (Lickona,1991)
Berdasarkan fenomena di atas, penelitian ini akan meneliti tentang
pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap karakter anak usia middle
childhood. Karakter di sini adalah karakter disiplin, tanggung jawab, serta
penghargaan. Dalam penelitian ini akan dilihat gambaran ketiga karakter ini pada
gaya pengasuhan yang berbeda (authoritative, authoritarian, permissive,

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

neglectful) terhadap anak usia middle childhood. Karakter disiplin, tanggung


jawab, dan penghargaan dipilih karena maraknya masalah remaja yang terjadi dan
semakin meningkat dipengaruhi oleh kurangnya individu dalam ketiga karakter
ini. Subjek yang dipilih merupakan anak dengan usia 8-9 tahun dengan harapan
usia tersebut benar-benar merepresentasikan usia middle childhood, yang sudah
melewati fase early childhood dan belum memasuki fase early adolescence.
Penelitian ini akan dilakukan pada anak-anak di beberapa Sekolah Dasar karena
mencakup subjek usia middle childhood. Alat ukur yang akan digunakan untuk
variabel karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan akan dikonstruksi
bersama dalam payung penelitian Pendidikan Karakter, sementara variabel gaya
pengasuhan akan diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikonstruksi khusus
dalam rangka penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah dalam Penelitian ini adalah:
a. Apakah terdapat pengaruh gaya pengasuhan (authoritative, authoritarian,
permissive, dan neglectful) yang signifikan terhadap karakter disiplin pada
anak usia middle childhood?
b. Apakah terdapat pengaruh gaya pengasuhan (authoritative, authoritarian,
permissive, dan neglectful) yang signifikan terhadap karakter tanggung
jawab pada anak usia middle childhood?
c. Apakah terdapat pengaruh gaya pengasuhan (authoritative, authoritarian,
permissive, dan neglectful) yang signifikan terhadap karakter penghargan
pada anak usia middle childhood?
1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pepengaruh gaya pengasuhan orang

tua terhadap karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan pada anak usia
middle childhood.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, antara lain:
a. Menunjukkan pengaruh gaya pengasuhan oran tua terhadap karakter
disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan anak usia middle childhood.
b. Kepada para orang tua, penelitian ini dapat memberi masukan mengenai
gaya pengasuhan yang lebih baik untuk menghasilkan karakter disiplin,
tanggung jawab, dan penghargaan pada anak usia middle childhood.

1.5

Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terdiri dari lima bagian, yaitu:
a. Bagian 1 berisi Pendahuluan, yang berisi latar belakang penelitian,
masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan penelitian.
b. Bagian 2 berisi Tinjauan Pustaka, yang terdiri dari teori-teori yang
digunakan sebagai acuan dalam penelitian, seperti

teori karakter,

karakter disiplin, karakter tanggung jawab, karakter penghargaan, gaya


pengasuhan, dan middle childhood.
c. Bagian 3 berisi Metode Penelitian, yang terdiri dari masalah, variabel,
tipe dan desain penelitian, subjek, alat ukur, dan prosedur penelitian.
d. Bagian 4 berisi Hasil Penelitian, yang menyajikan data mengenai
gambaran karakteristik subjek penelitian dan hasil penghitungan data.
e. Bagian 5 berisi Kesimpulan, yang menjawab masalah penelitian,
diskusi, dan saran.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori, berkenaan dengan setiap
variabel yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu karakter disiplin, tanggung
jawab, penghargaan, serta gaya pengasuhan. Teori tersebut mencakup definisi,
dimensi, dan hal-hal lain yang berkaitan.

2.1 Karakter
Ketika berbicara tentang karakter, seringkali muncul istilah-istilah lain
berkaitan, seperti: akhlak mulia, moral, dan nilai. Departemen Pendidikan
Nasional (2009) mengartikan akhlak mulia sebagai tata perilaku yang didasari
oleh sistem nilai-nilai universal untuk berbuat baik dan bermanfaat bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akhlak mulia digambarkan
dalam perilaku, sikap, perbuatan, adab, dan sopan santun. Dilihat dari
penjabarannya, akhlak mulia dapat dikatakan sebagai istilah lain dari karakter.
Istilah lain yang tidak lepas dari pembahasan tentang karakter adalah
moral. Menurut Damon (1988, dalam Vessel & Huitt, 2005), para peneliti
mengidentifikasi moral dalam enam definisi, yakni: (1) suatu orientasi evaluatif
yang membedakan baik dan buruk, serta menetapkan yang baik, (2) kewajiban
terhadap standar yang ditetapkan masyarakat pada umumnya, (3) perasaan
bertanggung jawab untuk bertingkah laku dengan memperhatikan orang lain, (4)
adanya perhatian terhadap hak-hak orang lain, (5) adanya komitmen untuk
bersikap jujur di dalam sebuah hubungan interpersonal, dan (6) suatu kondisi
pikiran yang menimbulkan reaksi emosi yang negatif terhadap tindakan-tindakan
yang tidak pantas/sesuai.
Selain itu, terdapat istilah nilai yang merupakan kebiasaan individu yang
berkembang melalui kehendak baik dan secara konsisten terwujud dalam perilaku
sesuai dengan kehendak baik tersebut (Park, 2004). Nilai juga memiliki arti

9
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

10

sebagai sebuah keyakinan pribadi, dorongan, dan konsep ideal yang dipegang
teguh (The USAA Educational Foundation, 2010). Menurut Lickona (1991), nilai
terdiri dari dua macam, yaitu moral dan nonmoral, sedangkan nilai moral sendiri
terbagi menjadi nilai moral universal dan nilai moran non universal. Selanjutnya
akan dipaparkan mengenai definisi karakter dari beberapa ahli.

2.1.1 Definisi Karakter


Bulach (2002) mendefinisikan karakter sebagai sebuah sifat dasar atau
kepercayaan yang membedakan tingkah laku seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain dan juga diri sendiri. Menurut Berkowitz (2002, dalam Vessels
& Huitt, 2005) karakter merupakan sekumpulan ciri-ciri psikologis yang
mempengaruhi kemampuan dan kecenderungan seseorang untuk berfungsi secara
moral. Seorang filsuf Yunani mendefinisikan karakter yang baik sebagai
kehidupan dari tingkah laku yang benar, tingkah laku disini berkaitan dengan
orang lain dan diri sendiri (Lickona, 1991). Lexmond dan Reeves (2009)
menjelaskan karakter sebagai sekumpulan kemampuan pribadi yang, menurut
penelitian, memiliki kaitan dengan kehidupan yang baik pada akhirnya.
Kemampuan

yang

dimaksudkan

disini

adalah

hal-hal

penting

yang

memungkinkan seseorang untuk mengejar dan mencapai kesejahteraan dalam


hidupnya sebagai individu (Lexmond & Reeves, 2009).
Menurut Berkowitz dan Bier (2004), karakter adalah sekumpulan
karakteristik psikologis yang memungkinkan seseorang untuk berlaku sebagai
agen moral. Agen moral adalah individu yang dalam kehidupannya turut
mempertimbangkan apa yang menjadi kepentingan orang lain, bukan hanya
kepentingan pribadinya (Allen, Varner, & Zinser, 2000). Dengan begitu, dapat
dikatakan bahwa seseorang yang berkarakter merupakan seseorang yang mampu
untuk memperhatikan kehidupan di sekitarnya, melihat kebutuhan, kepentingan,
dan hal-hal yan berkaitan dengan pihak selain dirinya.
Di sisi lain, Lickona (1991) mengatakan bahwa karakter yang baik
meliputi mengetahui yang baik, menginginkan yang baik, serta melakukan yang

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

11

baik. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki karakter yang baik, pada
umumnya

memiliki

pengetahuan

tentang

hal

yang

baik

dan

dapat

membedakannya dari yang buruk. Individu tersebut juga memiliki keinginan yang
menuju pada hal-hal yang baik. Selain itu, seseorang dengan karakter yang baik
akan cenderung untuk melakukan hal yang dianggap dan diketahuinya sebagai
sesuatu yang baik.
Josephson (2004, dalam Miller, Krauss, & Veltcamp, 2005) menyatakan
bahwa karakter adalah aspek-aspek kepribadian yang dapat dipelajari melalui
pengalaman, latihan, dan proses sosialisasi. Karakter juga berguna dalam
membantu seseorang untuk berperilaku pada situasi sosial atau interpersonal. Ciri
utama yang dimiliki orang yang berkarakter adalah adanya konsistensi perilaku di
berbagai waktu (Miller, Kraus, & Veltkamp, 2005).
Berdasarkan penjabaran di atas, karakter dapat diartikan sebagai aspekaspek kepribadian yang dapat dipelajari melalui pengalaman, latihan, dan proses
sosialisasi, yang terbentuk menjadi sebuah sifat dasar yang menentukan
bagaimana seseorang bertingkah laku, dalam hubungan sosial dan intrapersonal,
serta relatif konsisten di berbagai waktu.

2.1.2 Komponen Karakter


Berbicara tentang karakter, Lickona (1991) mengatakan bahwa penting
bagi seseorang untuk mampu menilai mana yang baik, peduli dan memperhatikan
apa yang baik, serta melakukan apa yang baik sesuai dengan keyakinannya,
meskipun berhadapan dengan godaan dan tanpa tekanan. Dalam hal ini, ia juga
menyebutkan tiga komponen yang saling berkaitan dalam membentuk sebuah
karakter, yaitu moral knowing (biasa disebut juga sebagai aspek kognitif dari
karakter), moral feeling (aspek emosional), dan moral action (aspek tingkah laku).
Sejalan dengan hal tersebut, Maudsley (1989, dalam Park, 2004) menekankan
bahwa karakter berkembang secara bertahap sepanjang kehidupan melalui
tindakan, bukan hanya melalui pikiran dan ucapan. Berdasarkan penjelasan
Lickona (1991), ketiga komponen karakter tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

12

1. Moral Knowing
Moral knowing disebut juga sebagai pengetahuan individu atau sisi
kognitif dari karakter. Terdapat enam aspek moral knowing yang
berperan sebagai tujuan dari pendidikan karakter, yaitu :
a. Moral awareness, mengindikasikan adanya kesadaran seseorang
akan isu moral yang menuntut penilaian moral di dalam situasi yang
sedang dihadapinya.
b. Knowing moral values, artinya memiliki pengetahuan tentang nilainilai moral apa saja yang berlaku dan perlu dianut seseorang dalam
kehidupannya.
c. Perspective-taking, merupakan kemampuan untuk melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain, melihat sebuah kondisi sebagaimana
orang lain melihatnya, serta membayangkan apa yang akan orang
lain pikirkan, bagaimana reaksi mereka, serta perasaan mereka
dalam kondisi tersebut. Hal ini merupakan syarat untuk dapat
melakukan penilaian moral.
d. Moral

reasoning,

merupakan

komponen

yang

melibatkan

pemahaman mengenai apa itu moral dan mengapa harus bertindak


secara moral.
e. Decision-making, merupakan aspek dari komponen moral knowing
yang berkenaan dengan pengambilan keputusan. Dalam pengambilan
sebuah

keputusan,

seseorang

perlu

mempertimbangkan

kemungkinan/pilihan apa saja yang ia miliki.


f. Self-knowledge, merupakan kemampuan seseorang untuk melihat
kembali bagaimana dirinya bertingkah laku serta menilainya secara
kritis.
Moral awareness, knowing moral values, perspective-taking, moral
reasoning, decision-making, dan self-knowledge merupakan kualitaskualitas pikiran yang membentuk komponen moral knowing. Seluruh
aspek ini berkontribusi pada sisi kognitif dari karakter.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

13

2. Moral Feeling
Moral feeling merupakan sisi emosional dari karakter. Hanya
sekedar mengetahui apa yang benar tidak menjamin seseorang akan
berperilaku benar juga. Seberapa peduli seseorang terhadap nilai-nilai
moral dapat mempengaruhi pengetahuannya tentang moral menuju
kepada perilaku yang bermoral. Terdapat enam aspek moral feeling yang
akan dijelaskan selanjutnya, yaitu:
a. Conscience atau hati nurani memiliki dua sisi, yaitu sisi kognitif
(mengetahui apa yang benar) dan sisi emosional (merasa
berkewajiban untuk melakukan apa yang benar).
b. Self-esteem atau penghargaan diri merupakan salah satu aspek
moral feeling yang penting. Ketika seseorang memiliki self-esteem
yang baik, ia akan melihat bahwa dirinya bernilai. Ketika ia
melihat bahwa dirinya bernilai, ia akan lebih menghargai dirinya
dan tentunya ia akan menjaukan hal-hal yang tidak baik
daripadanya.
c. Empathy, merupakan identifikasi diri terhadap keadaan orang lain,
memampukan kita untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain.
d. Loving the good, yaitu sikap menyukai/tertarik pada hal-hal yang
baik.
e. Self-control atau pengendalian diri merupakan aspek yang sangat
penting. Self-control dapat mengendalikan kita dari melakukan hal
yang salah dan membantu kita untuk tetap bersikap benar meskipun
kita tidak ingin melakukannya.
f. Humility atau kerendahan hati merupakan sisi afektif dari selfknowledge.
Conscience, self-esteem, emphaty, loving the good, self-control,
dan humility membentuk sisi emosional dari moral diri kita. Jika
digabungkan dengan komponen moral knowing, akan terbentuk sebuah
jembatan, yaitu motivasi, untuk seseorang bertindak secara moral. Kedua

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

14

hal tersebut akan membantu seseorang untuk menentukan hal terbaik


yang harus dilakukan.
3. Moral Action
Moral action dapat dikatakan sebagai hasil dari kedua komponen
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ketika seseorang sudah mengetahui
apa yang benar secara moral dan merasa perlu untuk melakukan hal yang
benar, ia akan cenderung mewujudkan hal tersebut dalam bentuk tingkah
laku yang bermoral. Sayangnya, seringkali orang masih saja gagal untuk
melakukan apa yang benar secara moral meskipun mereka sudah
mengetahui dan memiliki perasaan untuk melakukannya. Untuk dapat
memahami apa yang mungkin menyebabkan seseorang bertingkah laku
benar atau salah, selanjutnya akan dijelaskan mengenai tiga aspek dalam
komponen moral action, yaitu: competence, will, dan habit.
a. Competence atau kompetensi yang dimaksud disini adalah
kemampuan seseorang untuk mengubah penilai moral menjadi
tindakan moral yang efektif. Tanpa kemampuan ini tentunya akan
sulit bagi seseorang untuk melakukan penyelesaian masalah,
meskipun ia memiliki pengetahuan bahwa penyelesaian masalah
adalah hal yang benar menurut moral dan perasaannya berkata
bahwa ia perlu melakukan penyelesaian masalah.
b. Will atau keinginan sangat diperlukan untuk melakukan hal yang
benar karena pada umumnya hal yang benar dalam situasi moral
merupakan hal yang sulit untuk dilakukan.
c. Habit disebut juga sebagai kebiasaan atau bentuk dari tindakan yang
dilakukan berulang-ulang. Ketika tindakan bermoral sudah menjadi
kebiasaan, terkadang seseorang tidak perlu lagi berpikir untuk
melakukan hal/keputusan yang benar secara moral karena hal
tersebut sudah menjadi dorongan dari kebiasaan yang ia miliki.
Secara ideal, untuk membentuk pribadi dengan karakter yang baik,
dibutuhkan ketiga komponen di atas bekerja sama untuk saling mendukung satu

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

15

sama lain. Meskipun seseorang yang memiliki karakter yang baik tidak selalu
menampilkan hal yang benar secara moral, ketiga komponen tersebut, yakni
moral knowing, moral feeling, dan moral action perlu terus dikembangkan. Hal
ini dikarenakan pada dasarnya pembentukan karakter yang baik merupakan proses
yang berlangsung sepanjang kehidupan. Selain itu, apa yang disebut dengan
karakter yang baik mencakup berbagai jenis karakter yang akan dijelaskan
kemudian.
2.1.3 Jenis-jenis Karakter
Lickona dalam bukunya yang berjudul Educating for Character,
menyebutkan berbagai jenis karakter yang perlu dikembangkan. Lickona (1991)
mengatakan bahwa penghargaan dan tanggung jawab merupakan karakter dasar
yang perlu diberikan kepada anak-anak. Selain kedua karakter tersebut, terdapat
karakter-karakter lainnya, seperti: kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan,
disiplin, mau menolong, kasih sayang, kerja sama, keberanian, dan sejumlah nilainilai demokrasi. Hal-hal di atas adalah nilai-nilai khusus yang merupakan bentuk
dari penghargaan dan/atau tanggung jawab atau bantuan untuk seseorang berlaku
menghargai dan tanggung jawab. Di samping itu, pada tahun 2011, Departemen
Pendidikan Nasional Indonesia mencanangkan 18 nilai yang bersumber dari
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Delapan belas nilai
tersebut adalah: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi,

bersahabat/komunikatif,

cinta

damai,

gemar

membaca,

peduli

lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.


Dari berbagai jenis karakter yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian
ini akan berfokus pada tiga jenis karakter, yaitu: disiplin, tanggung jawab, dan
penghargaan. Ketiga karakter ini dipilih karena dianggap sebagai nilai paling
mendasar yang harus ditanamkan pada anak-anak usia middle childhood. Menurut
Lickona (1991), karakter tanggung jawab dan penghargaan merupakan nilai moral
yang paling umum, yang perlu diajarkan oleh sekolah (bekerja sama dengan orang
tua) kepada anak-anak untuk membentuk mereka menjadi warga negara yang

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

16

baik. Untuk karakter disiplin, Banks (2002) menyatakan bahwa disiplin memiliki
peran yang penting di dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Selain itu,
di dalam survei yang dilakukan oleh Bulach pada tahun 1999 (dalam Bulach,
2002) didapatkan hasil berupa ranking bahwa karakter disiplin, tanggung jawab,
dan penghargaan termasuk dalam lima karakter yang paling penting untuk
diajarkan kepada anak-anak. Bagian berikutnya akan membahas mengenai ketiga
karakter tersebut.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter
Secara umum, Borba (2001) menyatakan bahwa dalam membentuk
karakter

pada

anak,

pada

dasarnya

terdapat

banyak

faktor

yang

mempengaruhinya, antara lain: perlakuan orang sekitar, termasuk orang tua, rasa
percaya, adanya role model, penggunaan bahasa, dan media. Hubungan hangat,
akrab, dan penuh penghargaan dari orangtua adalah faktor yang sangat penting
untuk mematangkan karakter. Lingkungan juga bertanggung jawab dalam
pembentukan karakter anak karena anak akan berinteraksi dan mendapat
perlakuan dari orang-orang yang ada di sekitarnya, baik orang-orang yang berada
bersama anak di rumah, maupun yang berasal dari luar rumah (Borba, 2001).
Rasa percaya terhadap lingkungan juga dapat mempengaruhi pembentukan
karakter anak. Secara tidak sadar, orangtua seringkali melatih rasa takut dan
curiga pada anak. Hal ini membentuk rasa tidak percaya anak terhadap
lingkungan. Orangtua terbiasa memberikan prasangka pada orang yang tidak
dikenal dengan tujuan untuk melindungi anak dari kejahatan yang banyak terjadi
di luar lingkungan rumah. Di sisi lain, sikap curiga tersebut sebenarnya dapat
menghambat perkembangan karakter anak karena pada dasarnya perilaku moral
adalah memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya (Borba, 2001).
Selanjutnya adalah role model atau panutan. Role model merupakan suatu
bentuk strategi pengajaran yang paling baik. Semakin signifikan peran seseorang
dalam pandangan seorang anak, orang tersebut akan semakin berpengaruh dalam
kehidupan anak. Oleh karena itu, orang-orang yang berada di sekitar anak harus
dapat menjadi teladan yang baik. Anak juga perlu diberi pengetahuan dan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

17

pengawasan mengenai siapa saja orang yang patut dijadikan teladan. (Borba,
2001). Faktor lainnya adalah penggunaan bahasa. Borba (2001) menyatakan
bahwa salah satu cara untuk menunjukkan karakter penghargaan yang dimiliki
seseorang adalah melalui ucapan. Pilihan kata yang sering didengar anak dapat
mempengaruhi karakter dan tingkah laku yang ditampilkan oleh anak.
Media juga merupakan faktor yang tidak kalah besar dampaknya dalam
hal pembentukan karakter. Berbagai media informasi menyediakan sajian tanpa
batasan yang jelas. Lihat saja bagaimana internet dengan mudah memfasilitasi
anak untuk membuka situs porno. Selain itu, stasiun televisi juga seringkali
menayangkan program-program yang menunjukkan kekerasan, penggunaan
bahasa dan interaksi yang kurang sopan, dan sebagainya. Media-media informasi
ini memberikan kontribusi pada perkembangan karakter anak dan pesan-pesan
negatif yang diterima anak dapat menghambat perkembangan karakternya. Oleh
karena itu, penyajian konten media yang positif perlu ditingkatkan agar dapat
mengembangkan karakter yang baik pada anak (Borba, 2001).
Selain faktor-faktor di atas, Park (2004) mengungkapkan faktor-faktor lain
yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang, salah satunya adalah faktor
biologis. Menurut penelitian, pola tingkah laku empati dan prososial dapat
diwariskan (Matthews et. al., 1981 dalam Park, 2004). Di samping itu, faktor
biologis juga mendasari adanya perbedaan individual dalam kemampuan
bersosialisasi, emosi, dan perkembangan karakter. Selanjutnya, orang tua. Demon
(1988, dalam Park, 2004) menyatakan bahwa orang tua memainkan peran yang
sangat penting dalam perkembangan karakter anak. Gaya pengasuhan yang
berbeda berkaitan dengan berbagai aspek positif dan negatif dalam perkembangan
anak. Gaya pengasuhan yang baik secara konsisten berkaitan dengan tingkah laku
prososial anak, seperti berbagi dengan teman sebaya, pengendalian diri, dan
kepercayaan diri (Baumrind, 1998 dalam Park, 2004).
Hubungan yang baik dengan anggota keluarga dan teman juga berperan
dalam membangun karakter yang baik. Seiring dengan berjalannya usia, pengaruh
dari kelompok teman sebaya atau peer group memiliki dampak yang lebih besar

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

18

lagi dalam perkembangan karakter seseorang (Birch & Billman, 1986 dalam Park,
2004). Selain itu, institusi yang positif, seperti sekolah juga mempengaruhi
perkembangan karakter karena sekolah pada umumnya memiliki program
pendidikan moral (moral-education program). Faktor lain yang mempengaruhi
karakter seseorang adalah struktur keluarga yang kuat dengan atauran, ritual, dan
tradisi yang konsisten, serta rasa saling menghargai pada setiap anggota keluarga.
Hal ini mendukung perkembangan karakter, khususnya pada masa remaja awal
(Baumrind, 1998 dalam Park, 2004). Selain nilai-nilai di dalam keluarga, nilai
yang ada di luar individu, seperti nilai moral masyarakat juga turut memberi
pengaruh dalam perkembangan karakter. Perbedaan budaya dapat menyebabkan
nilai moral yang berbeda.
2.2 Disiplin
Kata disiplin berasal dari bahasa latin, yaitu disciplinare yang berarti
mengajarkan (Banks, 2002).
2.2.1 Definisi Disiplin
Dalam bukunya yang berjudul Managing Discipline in School,
Blandford (1998) mengatakan bahwa tidak ada definisi yang pasti dari disiplin.
Hal ini sejalan dengan Douglas dan Straus (2007) yang mengatakan bahwa
pengertian disiplin yang mereka temui dari berbagai buku psikiatri yang ada
sangat bervariasi, mulai dari apa yang harus dilakukan oleh orang tua dalam
membentuk anak agar berkelakuan baik, misalnya dengan memberikan kasih
sayang, dukungan, dan pengawasan moral, sampai pada tingkah laku yang lebih
khusus dalam menanggapi perilaku anak yang buruk, seperti memukul,
mengomel, bahkan memberikan hukuman yang keras. Dengan kata lain, berbagai
tokoh mengungkapkan definisinya masing-masing tentang disiplin sesuai dengan
pandangan mereka.
Departemen Pendidikan Nasional (2009) menjelaskan disiplin sebagai
perilaku taat pada peraturan. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009), disiplin
dapat dikatakan sebagai suatu pemberian pengarahan atau pelatihan. Disiplin
mengacu pada suatu metode yang ditujukan untuk membentuk karakter dan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

19

merupakan proses pengajaran tentang mengendalikan diri serta bertingkah laku


sesuai dengan norma yang berlaku (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Dalam
penelitiannya, Douglas dan Straus sendiri mendefinisikan disiplin sebagai sikap
yang ditampilkan oleh orang tua dalam rangka menanggapi serta memiliki
maksud untuk memperbaiki tingkah laku buruk yang dilakukan oleh anak
(Douglas & Straus, 2007)
Selain itu, Cherlin memiliki pandangan bahwa disiplin merupakan
kumpulan dari tingkah laku dan aturan yang digunakan oleh orang tua untuk
membantu anak-anak bersosialisasi, mengajarkan mereka nilai-nilai dan tingkah
laku sesuai dengan norma di masyarakat tempat ia tinggal sehingga kelak anakanak tersebut dapat berfungsi dengan baik sebagai orang dewasa (1996, dalam
Wissow, 2002). Wissow (2002, dalam Smith 2004) sendiri mengatakan bahwa
disipilin merupakan proses pengajaran pada anak tentang nilai dan norma tingkah
laku yang berlaku dalam masyarakat di sekitarnya.
Menurut Blanford (1998), pada intinya disiplin berfokus pada kemampuan
individu untuk mengontrol dirinya atau disebut juga sebagai disiplin diri.
Perwujudan dari kemampuan individu untuk mendisiplinkan diri mereka (kontrol
diri), maupun memiliki dorongan disiplin terhadap mereka (kontrol) akan
ditampilkan dalam kebiasaan dan tingkah laku terhadap orang lain dan lingkungan
mereka (Blandford, 1998). Sejalan dengan hal tersebut, Lickona (1991)
menyatakan bahwa tujuan akhir dari disiplin adalah disiplin diri, yaitu bentuk dari
kontrol diri yang menekankan pada kepatuhan secara sukarela hanya dengan
aturan dan hukum, tanda dari karakter yang matang, dan merupakan hal yang
diharapkan oleh masyarakat yang beradab dari warganya. Banks (2002) juga
menyatakan bahwa melalui disiplin, anak-anak menjadi mampu untuk mencapai
pengendalian diri, pengarahan diri, dan rasa peduli terhadap orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa definisi-definisi yang
diungkapkan para tokoh tentang disiplin mengandung unsur kepatuhan pada
peraturan, nilai, norma, dan sebagainya. Oleh karena itu, definisi disiplin yang
akan digunakan di dalam penelitian ini adalah patuh pada aturan yang berlaku.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

20

2.2.2 Pembentukan Karakter Disiplin


Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009), terdapat beberapa bentuk dari
pendisiplinan, yakni: penguatan dan pemberian hukuman, hukuman fisik
(corporal punishment), inductive reasoning (menjelaskan alasan dibalik aturan),
power assertion (kontrol yang dilakukan orang tua terhadap perilaku anak,
misalnya dengan mengancam), dan withdrawal of love (pendisiplinan dengan
menunjukkan ketidaksetujuan atau pengacuhan terhadap tingkah laku anak).
Penguatan dan pemberian hukuman merupakan suatu teknik yang berusaha untuk
mendorong munculnya perilaku yang diharapkan dengan memberikan penguatan
serta mencegah terjadinya perilaku yang tidak diharapkan dengan memberikan
hukuman. Di sisi lain, corporal punishment juga memiliki tujuan yang sama,
namun cara yang dilakukan adalah dengan memberikan hukuman yang keras dan
seringkali berupa hukuman fisik.
Inductive reasoning merupakan teknik pendisiplinan untuk mendorong
terjadinya perilaku yang diinginkan dengan memberikan pemahaman kepada
anak. Cara yang digunakan adalah dengan menjelaskan, berdiskusi, serta
menggali pemikiran anak tentang apa yang baik/benar. Inductive reasoning pada
dasarnya membangkitkan empati kepada pihak yang menjadi korban dari
tingkah laku salah yang terjadi (Krevans & Gibbs, 1996 dalam Papalia, Olds, &
Feldman, 2009). Dengan begitu akan muncul perasaan dalam diri anak untuk
menyadari dan memperbaiki kesalahannya.
Power assertion merupakan teknik pendisiplinan yang ditujukan untuk
mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan dengan menekankan pada
kekuatan fisik atau verbal dalam kontrol orang tua. Cara yang dilakukan, antara
lain dengan permintaan, ancaman, pemutusan hak (misalnya menyita hal yang
paling disukainya), dan jenis-jenis hukuman lainnya. Teknik lainnya adalah
withdrawal of love. Teknik ini melibatkan pengabaian, menjauhkan diri, atau
menunjukkan perasaan tidak suka pada anak. Dari beberapa teknik yang
dijelaskan di atas, inductive reasoning merupakan teknik yang paling efektif
untuk membentuk karakter disiplin pada anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

21

Menurut Smith (2004) terdapat enam prinsip atau ciri dari disiplin yang
efektif, yaitu:
1. Kehangatan dan keterlibatan orang tua. Sifat responsif, hubungan
timbal balik, serta adanya perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan
orang tua terhadap anak dapat membentuk disiplin yang efektif
(Baumrind, et. al., 2002 dalam Smith, 2004).
2. Komunikasi yang jelas dan harapan. Disiplin dapat disebut juga
sebagai suatu bentuk pengajaran. Oleh karena itu, perlu adanya
penyampaian yang jelas dari orang tua terhadap anak. Dengan begitu,
anak dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh orang tua.
Jika pesan yang disampaikan ambigu atau membingungkan, tingkah
laku yang ditampilkan anak dapat menjadi lebih buruk. (Grusee &
Goodnow, 1994; Kalb & Loeber, 2003; Prusank, 1995 dalam Smith,
2004).
3. Penarikan kesimpulan dan penjelasan. Penalaran, penjelasan, dan
pemberian konsekuensi yang logis merupakan ciri-ciri dari disiplin
yang baik. Anak-anak perlu untuk tahu mengapa tingkah laku mereka
tepat atau tidak tepat (Baumrind, 1996; Grusee & Goodnow, 1994
dalam Smith, 2004).
4. Aturan, batasan, dan permintaan. Anak dapat memahami aturan dan
batasan yang ditetapkan orang tua apabila diberikan secara jelas,
konsisten, dan adil. Jika diberikan tanpa paksaan dan masuk akal,
batasan yang tinggi sekalipun dapat memberikan dampak yang positif
(Baumrind, 1996; McCabe, Clark, & Barnett, 1999 dalam Smith,
1999).
5. Konsistensi dan konsekuensi. Contoh yang positif dan adanya
penguatan yang konsisten sangatlah penting untuk dapat mengajarkan
anak bertingkah laku dengan baik dan benar (Acker & OLeary, 1996,
Cavell, 2001, Gross & Garvey, 1997 dalam Smith, 2004).
6. Konteks dan struktur. Tepat atau tidaknya sebuah tingkah laku
dipengaruhi oleh konteks atau kejadian sebelumnya (Honig &

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

22

Wittmer, 1991 dalam Smith, 2004). Salah satu tipe konteks adalah
orang tua, saudara, atau teman sebaya yang menjadi model bagi anak
yang seringkali mengimitasi tingkah laku mereka (Barr & Hayne, 2003
dalam Smith, 2004).
Prinsip-prinsip di atas merupakan hal yang penting bagi anak di segala
usia, khususnya anak di bawah usia tiga tahun karena mereka sedang berada di
usia formatif atau masa pembelajaran mengenai batas-batas perilaku yang dapat
diterima (Smith, 2004). Selain itu, Banks (2002) menyatakan bahwa dalam
penerapan disiplin sebenarnya terdapat beberapa faktor pendekatan yang
digunakan, seperti model atau panutan, sikap, penghargaan, hukuman, serta
penguatan terhadap tingkah laku yang diterima di masyarakat. Dengan kata lain,
disiplin bukan hanya berarti memberi hukuman dalam mendidik, seperti yang
dipikirkan oleh kebanyakan orang. Sama seperti yang dikatakan oleh Holden
bahwa disiplin berbeda dari hukuman karena disiplin menekankan pada
pengajaran dan konsekuensi dari suatu tindakan (2002, dalam Smith, 2004).
2.2.3 Dimensi Karakter Disiplin
Tidak ditemukan teori yang secara jelas menyatakan dimensi dari karakter
disiplin. Oleh karena itu, berdasarkan definisi yang sudah dijabarkan di atas,
penelitian ini menggunakan empat dimensi, yaitu disiplin di keluarga, disiplin di
kelas, disiplin di sekolah, dan disiplin di masyarakat. Disiplin di keluarga
mencakup tingkah laku menaati aturan-aturan yang umum berlaku di keluarga,
seperti menjaga keteraturan di rumah dan menyadari hak dan kewajiban sebagai
anggota keluarga.
Disiplin di kelas dibedakan dengan disiplin di sekolah karena pada
umumnya kelas juga memiliki aturannya sendiri, di samping aturan sekolah.
Contoh bentuk disiplin di kelas, yaitu mendengarkan ketika guru sedang
mengajar. Kemudian untuk bentuk disiplin di sekolah, misalnya mengikuti
kegiatan yang diadakan oleh sekolah dan datang tepat waktu sesuai aturan
sekolah. Dimensi lainnya adalah disiplin di masyarakat. Disiplin di masyarakat
merupakan tingkah laku menaati aturan-aturan atau norma atau adat istiadat yang

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

23

berlaku di masyarakat. Salah satunya adalah dengan menaati rambu-rambu lalu


lintas yang berlaku.
2.3 Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan sisi aktif dari moralitas (Lickona, 1991).
Maksudnya adalah bahwa tanggung jawab mencakup usaha aktif untuk menjaga
diri sendiri dan orang lain. Ketika melakukan tanggung jawab seseorang akan
memenuhi apa yang menjadi kewajibannya serta terlibat dalam kegiatan
masyarakat. Orang yang bertanggung jawab juga bercita-cita untuk membentuk
kehidupan yang lebih baik. (Lickona, 1991).

2.3.1 Definisi Tanggung Jawab


Definisi tanggung jawab menurut Departemen Pendidikan Nasional (2009)
adalah melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh serta berani menanggung
konsekuensi dari sikap, perkataan, dan tingkah lakunya. Selain itu, orang yang
bertanggung jawab juga pada umumnya akan menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya serta berani menanggung risiko atas tindakan dan
ucapannya.
Tanggung jawab dapat juga dikatakan sebagai perpanjangan dari karakter
penghargaan (Lickona, 1991). Ketika kita menghargai orang lain, kita melihat
bahwa orang tersebut bernilai. Jika kita menganggap bahwa orang tersebut
bernilai maka kita merasakan adanya suatu ukuran tanggung jawab untuk
kesejahteraannya. Tanggung jawab dapat disebut juga sebagai sisi aktif dari
karakter karena tanggung jawab meliputi kepedulian terhadap orang lain dan diri
sendiri, memenuhi tanggung jawab, berkontribusi dalam kegiatan masyarakat,
serta membangun kehidupan yang lebih baik (Lickona, 1991) . Di samping itu,
Lickona (1991) juga mengaitkan tanggung jawab dengan sikap bisa diandalkan
dan tidak mengecewakan orang lain. Tanggung jawab juga berarti melaksanakan
tugas atau tanggung jawab dengan memberikan kemampuan terbaik yang bisa
dilakukan.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

24

Dalam The USAA Educational Foundation (2011), disebutkan bahwa


terdapat enam pilar dari karakter berdasarkan Josephson Institute. Yang menjadi
landasan dari adanya enam pilar atau dimensi karakter ini adalah pembentukan
nilai etis yang dapat diketahui dan diaplikasikan pada semua orang, tanpa
memandang jenis kelamin, ras, usia, sistem politik yang dianut, ataupun agama.
Salah satu pilarnya merupakan tanggung jawab, sedangkan lima pilar lainnya
adalah dapat diandalkan, penghargaan, keadilan, kepedulian, dan kewarganegaran.
Ciri-ciri dari pilar tanggung jawab, antara lain: melakukan apa yang seharusnya
dilakukan, melakukan perencanaan, tekun, tidak menyerah, melakukan yang
terbaik, ada pengendalian diri, disiplin, berpikir sebelum bertindak, kata-kata,
tindakan, dan sikapnya dapat dipercaya, serta menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
Sukiat (1992) dalam disertasinya menyatakan bahwa tanggung jawab
dipahami dalam dua konteks, yaitu konteks kepada yang artinya individu
mempertanggungjawabkan semua tingkah laku dan keputusan untuk menerima
tugas, kewajiban, merencanakan, dan bertindak dalam pelaksanaan tugas dan
kewajiban kepada sesuatu di dalam dan di luar dirinya dan konteks untuk yang
artinya individu memiliki kebebasan menentukan sikap dan pilihannya dan untuk
menanggung konsekuensi dari penentuan sikap dan pilihannya itu.
Dalam penelitian ini, definisi tanggung jawab yang akan digunakan adalah
mempertanggung jawabkan semua tingkah laku dan keputusan untuk menerima,
merencanakan, dan bertindak dalam pelaksaan tugas dan kewajiban kepada
sesuatu di dalam dan di luar dirinya serta memiliki kebebasan untuk menentukan
sikap dan pilihannya dan menanggung konsekuensi dari hal tersebut.
2.3.2 Pembentukan Karakter Tanggung Jawab
Pada dasarnya, pembentukan karakter tangggung jawab tidak berbeda
dengan cara pembentukan karakter lainnya. Pengasuhan orang tua (Baumrind,
1998; Damon, 1988 dalam Park, 2004) dan kedekatan hubungan dengan anggota
keluarga (Waters, Hay, & Richters, 1986; Londerville & Main, 1981 dalam Park,
2004), model yang baik (Radke-Yarrow, Zahn-Waxler, & Chapman, 1983 dalam

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

25

Park, 2004), hubungan dengan teman (Birch & Billman, 1986 dalam Park, 2004),
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter
tanggung jawab pada anak.
Selain itu, Lickona (1991) menyatakan bahwa sekolah memiliki peranan
yang penting dalam membangun tanggung jawab pada anak. Di sekolah, anakanak dapat belajar atau berdiskusi tentang moral baik melalui kurikulum maupun
contoh yang diberikan oleh guru dan anggota sekolah lainnya. Iklim moral yang
terwujud dalam peraturan kelas serta orientasi moral guru juga dapat berpengaruh
terhadap perkembangan tanggung jawab anak (Higgins, Power, & Kohlberg, 1994
dalam Park, 2004).
Pada akhirnya, anak harus belajar untuk mengendalikan dirinya agar dapat
bertingkah laku dan bekerja dengan baik meskipun tidak sedang diawasi
(Blandford, 1998). Dinkmeyer, McKay, dan Dinkmeyer (1997, dalam Watson,
1999) menyatakan bahwa tanpa batasan, anak-anak akan cenderung mengalami
kesulitan untuk belajar tentang tanggung jawab. Mereka tidak akan belajar untuk
peduli terhadap perasaan dan hak orang lain. Mereka juga akan kesulitan untuk
melihat bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab satu sama lain. Sejalan
dengan hal tersebut, Philips (1981) menyatakan bahwa disiplin diri merupakan
elemen dari tanggung jawab.
2.3.3 Dimensi Karakter Tanggung Jawab
Sukiat (1992) menyebutkan bahwa terdapat enam dimensi dalam tanggung
jawab, yaitu: hasil kerja yang bermutu, kesediaan menanggung risiko, pengikatan
diri pada tugas, memiliki prinsip hidup, kemandirian, dan keterikatan sosial.
Keenam dimensi ini akan dijabarkan di bawah ini.
Hasil kerja yang bermutu mengacu pada pelaksanaan suatu tugas yang
disepakati oleh individu, yang membuat dirinya berusaha menyelesaikan tugasnya
sampai tuntas dan berkualitas baik. Dengan kata lain, ketika dibebankan pada
suatu tugas, individu yang bertanggung jawab akan berusaha untuk menyelesaikan
tugas tersebut hingga selesai dan memberikan hasil yang terbaik.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

26

Kesediaan menanggung risiko disini maksudnya adalah bahwa individu


yang terkait menyadari betul bahwa tindakan-tindakannya sejak membuat
keputusan menerima tugas, merencanakan, dan melaksanakan tugas mengandung
risiko positif maupun negatif. Individu tersebut memiliki kesediaan untuk
menerima risiko atas keputusan yang diambilnya, tindakan-tindakan yang
dilakukan, dan akibat dari hasil kerjanya. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
individu yang bertanggung jawab akan siap untuk menghadapi setiap
konsekuensi, baik positif maupun negatif, yang mungkin terjadi sebagai akibat
dari perbuatan, ucapan, atau keputusan yang diambilnya.
Pengikatan diri pada tugas menunjukkan adanya keterikatan antara diri
secara keseluruhan dengan tugas yang diembannya. Individu yang bersangkutan
tidak akan melarikan diri bila menemui masalah dan akan berusaha sekuat tenaga
untuk memecahkannya. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab membentuk suatu
ikatan ketika individu menjalani suatu tugas. Keterikatan pada tugas ini membuat
individu tidak menyerah dan terus berusaha untuk menyelesaikan tugasnya,
sekalipun menemui kesulitan.
Memiliki tujuan hidup. Setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh
individu dalam menerima dan melaksanakan tugas selalu dilandasi oleh prinsip
yang dianutnya, tujuan hidupnya, dan sejauh mana tugas-tugas itu memberi
makna pada hidupnya. Kedirian mengacu pada kemampuan individu untuk
membuat keputusan secara mandiri. Selain sadar akan tugas kewajibannya,
individu juga sadar akan hak-hak yang dimilikinya. Dengan kata lain, individu
dapat mengambil keputusan tanpa harus bergantung pada orang lain atau sekedar
pendapat orang lain saja karena ia sudah sadar akan hak dan kewajibannya.
Keterikatan sosial. Kemampuan individu dalam membuat keputusan
yang bertitik tolak pada norma-norma sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan
orang lain. Setiap tindakan yang akan dilakukan selalu diperhitungkan dan
diantisipasi dampak dan akibatnya bagi orang lain. Hal ini juga berarti bahwa
dalam bertingkah laku, tanggung jawab sangat diperlukan untuk membantu

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

27

individu bertingkah laku dengan baik sehingga bisa berdampak baik pula kepada
lingkungan sosialnya.

2.4 Penghargaan
2.4.1 Definisi Penghargaan
Penghargaan berarti memandang seseorang atau sesuatu sebagai hal yang
berharga/bernilai (Lickona, 1991). Shockley (2009) juga mengatakan bahwa
menghargai seseorang atau sesuatu adalah memberi atribut bahwa seseorang atau
sesuatu berada dalam kondisi normatif yang penting. Maksudnya adalah ketika
kita menghargai seseorang, kita akan menempatkan dan melihat orang tersebut
sebagai sesuatu yang penting. Departemen Pendidikan Nasional (2009)
menyandingkan karakter penghargaan dengan karakter toleransi, yang memiliki
arti memahami dan menghargai keyakinan atau kebiasaan orang lain.
Lewis (2005, dalam Ridwan, 2011) mengartikan penghargaan secara rinci,
yaitu keadaan dimana seseorang menggunakan tata krama yang baik, santun dan
sopan, berbicara dengan nada yang ramah, menggunakan bahasa tubuh yang
sopan, menunjukkan perhatian kepada orang lain (termasuk orang yang lebih tua,
orangtua, wali, guru, teman sebaya, saudara, anggota keluarga yang lain, dan
orang lainnya), menghormati keinginan, kebutuhan, ide, perbedaan, keyakinan,
kebiasaan, dan kebudayaan orang lain, merawat makhluk hidup lain dan juga
bumi (hewan, tumbuhan, dan lingkungan), serta mematuhi peraturan, hukum, dan
kebiasaan (tradisi) dari keluarga, keyakinan, komunitas, dan negara. Penghargaan
pada dasarnya merupakan suatu sisi dari karakter yang menahan kita dari tindakan
menyakiti hal-hal yang bernilai (Lickona, 1991)
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penghargaan berkaitan dengan nilai atau keberhargaan dari sesuatu atau
seseorang. Oleh karena itu, definisi penghargaan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah melihat seseorang atau sesuatu sebagai hal yang memiliki
nilai serta menjaga hal tersebut.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

28

2.4.2 Pembentukan Karakter Penghargaan


Pada dasarnya pembentukan karakter penghargaan dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sama dengan faktor pembentuk karakter secara umum.
Pengaruh orang tua (Demon 1988, dalam Park, 2004) dan role model (Borba,
2001) memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam pembentukan karakter
penghargaan. Jika seseorang dapat menghargai dirinya sendiri, mereka juga dapat
menghargai orang lain dan lingkungan sekitar mereka. Sejalan dengan hal
tersebut, Borba menyatakan bahwa agar anak dapat menghargai orang lain,
terlebih dahulu anak harus dapat menghargai dirinya dan ini hanya dapat terjadi
jika anak tersebut juga diperlakukan secara berharga (Borba, 2001). Di sisi lain,
Blanford (1998) menyatakan bahwa harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri
(self-confident) dapat menimbulkan respek atau penghargaan.

2.4.3 Dimensi Karakter Penghargaan


Menurut Lickona (1991) terdapat tiga bentuk penghargaan, yaitu:
penghargaan terhadap diri sendiri, penghargaan terhadap orang lain, dan
penghargaan

terhadap

segala

bentuk

kehidupan

dan

lingkungan

yang

menyertainya. Penghargaan terhadap diri sendiri menuntut individu untuk


memperlakukan hidup dan diri sendiri sebagai orang yang memiliki nilai
inheren/melekat. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan
penghargaan pada diri sendiri adalah dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat
membahayakan atau merusak diri, misalnya menggunakan obat-obatan terlarang,
mengikuti kegiatan balapan yang ilegal, dan sebagainya.
Dimensi yang kedua adalah penghargaan terhadap orang lain. Dimensi
penghargaan ini menuntut individu untuk memperlakukan setiap umat manusia,
tanpa kecuali, sebagai orang yang memiliki martabat dan hak yang sama seperti
diri sendiri. Penghargaan terhadap orang lain dapat dilakukan, misalnya dengan
menghormati agama dan kepercayaan yang dianut orang lain, tidak melakukan
hal-hal yang menyakiti orang lain, menghargai hak setiap orang, dan sebagainya.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

29

Dimensi yang ketiga adalah penghargaan terhadap seluruh bentuk


kehidupan. Dimensi penghargaan ini melarang adanya perilaku kekejaman kepada
hewan dan mendorong kita untuk menjaga dan melestarikan alam, serta ekosistem
yang rentan, dimana seluruh kehidupan bergantung kepadanya. Salah satu bukti
dari penghargaan terhadap lingkungan adalah dengan melestarikan kekayaan alam
yang ada.

2.5 Pengasuhan Orang Tua


2.5.1 Definisi Pengasuhan
Pengasuhan atau parenting merupakan sebuah proses merawat atau
membesarkan anak yang meliputi penyediaan kasih sayang, pembentukan ikatan
emosional dengan anak, serta adanya kesempatan bagi anak untuk berkembang
(Brooks, 1987).

2.5.2 Dimensi Pengasuhan


Menurut Baumrind (1966, dalam Kaufmann, Gesten, Santa Lucia,
Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd, 2000) terdapat beberapa dimensi dari
pengasuhan, yaitu: acceptance (penerimaan), control (kontrol), demandingness
(tuntutan), disciplinary practices (praktek pendisiplinan), dan encouragement of
autonomy (dorongan untuk mandiri). Kombinasi dari dimensi-dimensi ini akan
membentuk tiga jenis gaya pengasuhan, yaitu authoritarian, authoritative, dan
permissive. Di sisi lain, ada pula tokoh yang mengatakan bahwa hanya ada dua
dimesi secara konseptual dan empiris yang menjadi dasar dari jenis-jenis gaya
pengasuhan, yaitu warmth dan demandingness (McCabe, Clark, & Barnett, 1999).
Maccoby dan Martin (1983, dalam Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch,
1991) menyebutkan bahwa dua dimensi yang kombinasinya akan membentuk
empat jenis gaya pengasuhan adalah parental warmth, acceptance, atau
involvement dan parental control, supervision atau strictness. Dalam literatur
lainnya, Maccoby dan Martin serta Baumrind menyebutkan bahwa dua dimensi
tersebut adalah parental demandingness dan parental responsiveness (dalam

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

30

Berkowitz & Grych, 2000) serta parental support dan parental control (dalam
Meizvira, 2011).
Berdasarkan peninjauan, pada dasarnya dimensi-dimensi tersebut kurang
lebih memiliki makna yang serupa, hanya saja disebutkan dengan istilah yang
berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan dua dimensi, yaitu
parental warmth dan parental control. Kehangatan (warmth) dan kontrol (control)
merupakan dua dimensi dasar dalam pengasuhan (Baumrind, 1971; Maccoby &
Martin, 1983; Parke & Buriel, 1998 dalam Workman, 2009). Di samping itu,
menurut Suchman, Rounsaville, DeCoste, dan Luthar (2007), dimensi parental
warmth dan dimensi parental control merupakan dimensi yang paling luas dan
paling umum digunakan. Kombinasi dari kedua dimensi ini akan membentuk
empat jenis gaya pengasuhan, yaitu authoritative, authoritarian, permissive, dan
neglectful. Keempat gaya pengasuhan ini akan dijelaskan di bagian selanjutnya.
a. Parental warmth (acceptance/responsiveness/involvement). Amato
(1990, dalam Suchman, Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007)
mengkarakteristikkan dimensi ini ekspresi dari ketertarikan terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh anak, keterlibatan dalam kegiatan anak,
antusiasme dan pujian terhadap pencapaian anak, serta sikap yang
menunjukkan kasih sayang terhadap anak. Menurut Maccoby dan
Martin (1983, dalam Workman, 2009), sikap orang tua yang
ditunjukkan dalam dimensi ini berkisar antara sensitif sampai pada
melakukan kekerasan. Lamborn, Mounts, Steinberg, dan Dornbusch
(1991) menyatakan bahwa dimensi ini menunjukkan ukuran kasih
sayang, tanggapan, dan keterlibatan orang tua yang diterima oleh anakanak mereka. Selain itu, menurut Baumrind (1988, dalam Suchman,
Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007) dimensi ini juga mencakup
kehangatan, cognitive responsiveness (kemampuan orang tua untuk
menjelaskan aturan diterapkan), attachment, penerimaan, keterlibatan
orang tua dalam kegiatan anak, dan ikatan antara orang tua dengan
anak. Rohner (2004, dalam Workman, 2009) menambahkan rendahnya

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

31

kritik dan penolakan terhadap anak sebagai sikap yang juga termasuk
dalam dimensi parental warmth.
b. Parental control

(strictness/demandingness/supervision). Amato

(1990, dalam Suchman, Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007)


mendefinikan dimensi ini sebagai jumlah dari pengawasan yang
dilakukan oleh orang tua, keputusan yang dilakukan oleh orang tua
untuk kegiatan anak-anaknya, serta aturan yang ditetapkan oleh orang
tua. Menurut Macobby dan Martin (1983, dalam Workman, 2009),
sikap orang tua yang ditunjukkan dalam dimensi ini berkisar antara
membatasi tuntutan sampai pada kurangnya pengawasan terhadap
anak. Baumrind (1988, dalam Suchman, Rounsaville, DeCoste, &
Luthar, 2007) menyatakan bahwa dimensi ini melibatkan adanya
pengawasan langsung, pendisiplinan yang konsisten, serta tuntutan
yang tinggi. Selain itu, dimensi ini juga menunjukkan pengawasan
serta kontrol yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anak
mereka (Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Barber
(1996, dalam Workman, 2009) menambahkan, jika orang tua
melakukan kontrol yang berlebihan maka akan tampak melalui sikap
mereka yang terus menerus mengatur kegiatan anak-anak mereka,
melakukan pengambilan keputusan sepihak, overprotektif, atau
pengawasan yang berlebihan serta mendikte apa yang seharusnya
dipikirkan dan diras akan oleh anak.

2.5.3 Gaya Pengasuhan


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kombinasi dari kedua
dimensi pengasuhan, yaitu parental warmth dan parental control, akan
membentuk

empat gaya

pengasuhan,

yaitu

authoritative, authoritarian,

permissive (indulgent), dan neglectful (Maccoby & Martin, 1983 dalam Lamborn,
Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Empat jenis gaya pengasuhan ini sesuai
dengan teori yang dipopulerkan oleh Baumrind (1989) dan Maccoby dan Martin
(1983).

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

32

a. Authoritative Parenting merupakan kombinasi dari dimensi parental


warmth dan parental control yang sama-sama tinggi (Lamborn, Mounts,
Steinberg, & Dornbusch, 1991). Artinya dengan gaya pengasuhan yang
authoritative, orang tua menerapkan kontrol dan pendisiplinan yang
tegas dan konsisten, namun di sisi lain juga memberikan kehangatan dan
kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak. Gaya pengasuhan ini
menekankan pada individualitas, tapi juga menekankan pada batasan
sosial (Baumrind, 1971 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Orang
tua yang authoritative memiliki kepercayaan diri dalam membimbing
anak, namun mereka juga menghargai keputusan, minat, pendapat, dan
kepribadian anak. Mereka penyayang dan menerima anak, tapi juga
menuntut tingkah laku yang baik dan tegas dalam menjaga standar.
Mereka menetapkan batasan, menghukum jika perlu, dengan konteks
kehangatan, dan memiliki hubungan dengan anak yang saling
mendukung. Mereka menyukai disiplin yang induktif, yaitu dengan
menjelaskan alasan dari sesuatu dan mendorong memberi-dan-menerima
secara verbal. Anak-anak dari orang tua seperti ini tampaknya merasa
aman karena mengetahui bahwa mereka dicintai dan apa yang
diharapkan dari mereka. Anak-anak pra-sekolah dengan orang tua
authoritative cenderung menjadi mandiri, mampu mengendalikan diri,
asertif, memiliki rasa ingin tahu, dan merasa puas (Papalia, Olds, &
Feldman, 2009).
b. Authoritarian Parenting merupakan kombinasi dari dimensi parental
control yang tinggi dan dimensi parental warmth yang rendah
(Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Artinya, dengan
gaya pengasuhan yang authoritarian, orang tua mengasuh dengan
disiplin yang tinggi, namun relatif kurang menampilkan kasih sayang
dan kehangatan kepada anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Baumrind (1971 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009)
bahwa gaya pengasuhan authoritarian menekankan pada kontrol dan
kepatuhan. Orang tua yang authoritarian mencoba untuk membuat

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

33

anak-anak mereka mematuhi sebuah standar dan menghukum dengan


tegas jika mereka melanggar standar tersebut. Mereka kurang memiliki
ikatan dengan anak-anaknya dan kurang hangat dibandingkan dengan
orang tua lainnya. Anak-anak mereka cenderung menjadi tidak puas,
menarik diri, dan tidak dapat dipercaya (Papalia, Olds, & Feldman,
2009).
c. Permissive (Indulgent) Parenting merupakan kombinasi dari rendahnya
dimensi parental control dan dimensi parental warmth yang cukup
tinggi (Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Artinya,
dengan gaya pengasuhan yang permissive, orang tua tidak banyak
menuntut ataupun mengatur apa yang perlu dilakukan oleh anaknya.
Gaya pengasuhan ini menekankan pada ekspresi diri dan regulasi diri.
Orang tua yang permissive tidak banyak menuntut dan mengizinkan
anak-anak mereka untuk memantau kegiatan mereka sendiri (Baumrind,
1971 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Ketika akan membuat
peraturan, orang tua menjelaskan alasannya. Mereka juga berdiskusi
dengan anak-anak mereka mengenai keputusan aturan dan jarang
menghukum. Orang tua dengan gaya pengasuhan ini pada umumnya
hangat, tidak mengontrol, dan tidak menuntut. Anak-anak mereka diusia
pra-sekolah cenderung menjadi kurang dewasa sedikit pengendalian
diri dan memiliki sedikit keinginan untuk mencari tahu (Papalia, Olds,
& Feldman, 2009).
d. Neglectful Parenting merupakan kombinasi dari dimensi parental
control yang rendah serta dimensi parental warmth yang rendah pula
(Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Orang tua yang
melakukan gaya pengasuhan ini hanya melakukan hal-hal yang mereka
anggap penting saja untuk meminimalisasi waktu dan energi yang
mereka gunakan dalam berinteraksi dengan anak-anak mereka
(Maccoby & Martin, 1983 dalam Meizvira, 2011). Mereka dapat
dikatakan sebagai orang tua yang tidak terlalu menaruh perhatian pada
anak-anaknya, baik dalam hal kebutuhan anak, maupun dalam kegiatan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

34

yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Dalam penelitiannya, Lamborn,


Mounts, Steinberg, & Dornbusch (1991) mendapatkan hasil bahwa nakanak yang diasuh dengan gaya pengasuhan neglectful parenting
memiliki kepercayaan diri dan prestasi akademik yang lebih rendah,
tingkah lakunya cenderung bermasalah, serta memiliki gejala-gejala
somatis (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Tabel 2.1 Gaya Pengasuhan Orang Tua berdasarkan Dimensi Parental
Warmth dan Parental Control
Gaya Pengasuhan

Parental Warmth

Parental Control

Authoritarian
Authoritative
Permissive
Neglectful

Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah

Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah

Dalam prakteknya, setiap orang tua memiliki caranya masing-masing dalam


melakukan pengasuhan. Bahkan antara ayah dan ibupun bisa memiliki gaya
pengasuhan yang berbeda. Gaya pengasuhan yang digunakan juga dapat berubah
dari waktu ke waktu, sesuai dengan tingkah laku yang ditampilkan oleh anak
mereka (Baumrind, 1966 dalam Meizvira, 2011). Perbedaan gaya pengasuhan
juga disebabkan oleh banyak faktor yang akan dijelaskan di bagian selanjutnya.

2.5.4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Pengasuhan


Dalam memberikan pengasuhan pada anak, setiap orang tua memiliki gaya

yang berbeda. Salah satunya dipengaruhi oleh kualitas hubungan orang tua itu
sendiri (Parke & Clarke-Stewart, 2011). Orang tua dengan kualitas hubungan
yang baik akan cenderung memiliki gaya pengasuhan yang authoritative.
Kepribadian orang tua juga mempengaruhi gaya pengasuhan yang mereka
lakukan. Orang tua dengan kepribadian yang kurang ramah akan lebih menjadi
authoritarian (Clark et. al., 2000 dalam Parke & Clarke-Stewart, 2011). Sikap
kurang ramah yang dimiliki orang tua terpancar dalam cara mereka mengasuh
anak. Mereka kurang responsif terhadap kebutuhan anak, seringkali melakukan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

35

penolakan, serta lebih tegas karena kurangnya kehangatan yang mereka miliki
untuk bisa diberikan kepada anak.
Di samping itu, kesehatan mental orang tua juga mempengaruhi gaya
pengasuhan. Tentunya orang tua dengan mental yang kurang sehat akan memiliki
hambatan untuk dapat mengasuh anak dengan cara yang ideal. Orang tua yang
neurotik (depresi, cemas, dan obsesif) akan bersikap lebih negatif dan melakukan
penolakan terhadap anak (Belsky, et. al., 1995 dalam Parke & Clarke-Stewart,
2011). Parke dan Clarke-Stewart (2011) dalam bukunya juga menyebutkan
beberapa faktor lain yang mempengaruhi gaya pengasuhan, yaitu: tingkah laku
anak dan pengalaman yang diterima dari orang tua ketika mereka masih kanakkanak. Seringkali orang tua melakukan pengasuhan terhadap anak-anak mereka
sebagaimana mereka diasuh oleh orang tua mereka atau dapat juga terjadi
sebaliknya. Jika mereka merasa tidak puas dengan pengasuhan yang mereka
terima pada masa anak-anak, mereka akan mencegah hal yang sama dirasakan
oleh anak mereka.
2.6 Anak Usia Middle Childhood
Anak-anak yang dikategorikan dalam usia middle childhood adalah anakanak yang usianya berada di rentang 6 sampai 11 tahun (Papalia, Olds, &
Feldman, 2009). Ditinjau dari aspek kognitif, ada usia ini, anak-anak memasuki
tahap konkrit operasional, berdasarkan teori Piaget. Pada tahap ini mereka dapat
menggunakan operasi mental, seperti penalaran dan menyelesaikan masalah yang
konkrit (nyata). Anak-anak pada usia ini juga dapat berpikir secara logis karena
mereka dapat mengambil berbagai aspek dari situasi ke dalam pertimbangan
mereka. Di sisi lain, pemikiran mereka masih terbatas dalam situasi nyata
sekarang dan saat ini (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Dilihat dari perkembangan psikososialnya, usia middle childhood, yang
biasa disebut juga sebagai usia sekolah merupakan masa dimana anak sudah mulai
mengenal peer/kelompok teman sebaya, sekolah, dan komunitas yang lebih luas
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Anak mulai rentan terpengaruh oleh peer, baik
itu pengaruh positif maupun negatif. Berdasarkan tahap perkembangan psikososial

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

36

menurut Erickson, anak-anak usia middle childhood berada di tahap keempat yaitu
industry versus inferiority. Pada tahap ini anak-anak mulai belajar keterampilanketerampilan yang dibutuhkan/menjadi tuntutan lingkungan atau sebaliknya, jika
tidak berhasil, mereka akan merasa inferior (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Virtue dari tahap perkembangan psikososial ini adalah kompetensi, dimana anak
melihat dirinya mampu menguasai sebuah keterampilan dan menyelesaikan tugas.
Di sisi lain, jika mereka menjadi terlalu industrious, mereka dapat menolak
hubungan sosial dan menjadi penggila kerja (workaholics).
Menurut teori perkembangan moral yang dicetuskan oleh Kohlberg, anak
usia middle childhood berada pada kelompok moral preconventional (Kail, 2001).
Pada tahap ini, anak-anak mulai mengerti bahwa peraturan dibuat untuk
membantu mereka dalam bergaul. Tidak lagi seperti pada tahap sebelumnya
dimana mereka melihat peraturan sebagai sesuatu yang harus dipatuhi dan tidak
bisa dilanggar dan apabila mereka melanggar aturan tersebut, mereka akan
mendapatklan hukuman. Kemampuan kognitif yang mulai berkembang pada anak
usia middle childhood memampukan mereka untuk memahami alasan dibalik
peraturan yang ada. Lebih jauh lagi, melalui interaksi dengan teman sebaya,
mereka mulai mengerti pentingnya peraturan dan dan bagaimana cara membuat
aturan.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik yang sudah dipaparkan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa anak usia middle childhood sudah memiliki
kemampuan kognitif untuk berpikir secara logis dan memasukkan aspek dari
sebuah situasi ke dalam pertimbangan mereka. Anak-anak di usia ini juga mulai
mengenal lingkungan yang lebih luas, dimana mereka mulai berinteraksi dengan
kelompok teman sebaya, sekolah, dan komunitas di masyarakat. Dalam
perkembangan moralnya, anak-anak usia middle childhood sudah memahami
alasan dibalik adanya suatu aturan.
2.7 Dinamika Permasalahan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keluarga merupakan
kelompok dimana anak mendapatkan impresi pertamanya tentang sesuatu. Anak-

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

37

anak sangat bersifat imitatif dan tentunya pola tingkah laku yang dilakukan oleh
ayah dan ibunya sangat menentukan karakter anak selanjutnya (Todd, 1929).
Berkenaan dengan hal tersebut, Lickona (2000) menyatakan bahwa keluarga
merupakan pendidik karakter yang utama dan merupakan dasar dari institusi lain
(sekolah, dan sebagainya.). Hal ini sejalan dengan Brofenbrener (1986) yang
menyatakan bahwa keluarga merupakan konteks utama, dimana perkembangan
manusia berlangsung. Todd (1929) sependapat bahwa keluarga merupakan agen
utama dalam penanaman tingkah laku sosial, yang disebut sebagai karakter,
pada anak. Dalam hal ini, orang tua memegang peranan yang sangat penting, yaitu
membangun kehidupan manusia baru (Lickona,1991).
Baumrind (1998, dalam Park, 2004) menjelaskan bahwa dalam keluarga,
orang tua memiliki peran yang penting. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gaya pengasuhan yang berbeda berdampak pada bervariasinya perkembangan
anak, termasuk perkembangan karakternya. Seperti yang dikatakan oleh Baumrind
(1998, dalam Park, 2004) bahwa pengasuhan orang tua mempengaruhi
pembentukan karakter tanggung jawab pada diri anak.
Dalam kaitannya dengan karakter penghargaan, gaya pengasuhan yang
dilakukan orang tua terhadap anak menjadi hal yang penting. Agar anak dapat
menghargai orang lain, terlebih dahulu anak harus dapat menghargai dirinya dan
ini hanya dapat terjadi jika anak tersebut juga diperlakukan secara berharga.
Hubungan hangat, akrab, dan penuh penghargaan dari orangtua adalah faktor yang
sangat penting untuk mematangkan karakter penghargaan (Borba, 2001). Begitu
juga dengan karakter disiplin. Blanford (1998) menyatakan bahwa seringkali
sikap tidak disiplin yang ditunjukkan anak di sekolah menunjukkan hidup di
dalam diri siswa atau keluarga mereka dan latar belakangnya. Dengan kata lain,
pengasuhan yang diterima oleh anak akan nampak dalam cara hidup anak seharihari, termasuk dalam menampilkan perilaku disiplin.
Banyak penelitian, salah satunya yang dilakukan oleh Lamborn, Mounts,
Steinberg, & Dornbusch (1991), menunjukkan bahwa anak-anak yang diasuh
dengan gaya neglectful cenderung memiliki perilaku yang bermasalah. Di sisi

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

38

lain, menurut Lickona (1991), orang tua yang efektif adalah mereka yang
melakukan gaya pengasuhan authoritative. Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa
gaya pengasuhan berbeda yang diterima anak dapat mempengaruhi perkembangan
karakter pada anak. Perbedaan karakter pada setiap gaya pengasuhan itulah yang
akan menjadi fokus dalam penelitian ini.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

39

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai masalah penelitian, hipotesis,


variabel-variabel

yang

akan

diteliti,

termasuk

definisi

konseptual

dan

operasionalnya. Bab ini juga akan membahas desain penelitian, subjek penelitian,
metode pengambilan sampel, jumlah sampel, alat ukur penelitian, prosedur
penelitian, dan prosedur pengolahan data.

3.1 Masalah Penelitian


Masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada karakter disiplin antara
gaya pengasuhan berbeda yang diterima anak usia middle childhood?
b. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada karakter tanggung jawab
antara gaya pengasuhan berbeda yang diterima anak usia middle
childhood?
c. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada karakter penghargaan
antara gaya pengasuhan berbeda yang diterima anak usia middle childhood
3.2 Hipotesis Penelitian
3.2.1 Hipotesis Penelitian (Ha)
Hipotesis penelitian (Ha) berfungsi untuk menentukan secara eksplisit
hubungan antara variabel yang ada dalam penelitian (Kumar, 2005). Hipotesis
alternatif (Ha) dari penelitian ini adalah:
a. Terdapat perbedaan karakter disiplin yang signifikan antara kelompok
anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful.

39
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

40

b. Terdapat perbedaan karakter tanggung jawab yang signifikan antara


kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
c. Terdapat perbedaan karakter penghargaan yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.

3.2.2 Hipotesis Null (Ho)


Hipotesis nol (Ho) merupakan hipotesis yang menetukan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara dua situasi, kelompok, hasil, atau prevalensi
(kemerataan) dari sebuah kondisi atau fenomena (Kumar, 2005). Hipotesis nol
(Ho) dari penelitian ini adalah:
a. Tidak terdapat perbedaan karakter disiplin yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
b. Tidak terdapat perbedaan karakter tanggung jawab yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
c. Tidak terdapat perbedaan karakter penghargaan yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful

3.3 Variabel Penelitian


Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakter
disiplin, karakter tanggung jawab, karakter penghargaan, dan gaya pengasuhan
orang tua. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai definisi konseptual dan definisi
operasional dari masing-masing variabel.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

41

3.3.1 Variabel 1
3.3.1.1 Karakter Disiplin
Definisi konseptual dari karakter disiplin adalah patuh pada aturan yang
berlaku. Definisi operasional karakter disiplin adalah skor total alat ukur disiplin
berdasarkan dimensi disiplin di kelas, disiplin di sekolah, disiplin di rumah, dan
disiplin di masyarakat.

3.3.1.2 Karakter Tanggung Jawab


Definisi konseptual karakter tanggung jawab adalah konteks kepada yang
artinya individu mempertanggungjawabkan semua tingkah laku dan keputusan
untuk menerima tugas, kewajiban, merencanakan, dan bertindak dalam
pelaksanaan tugas dan kewajiban kepada sesuatu di dalam dan di luar dirinya serta
konteks untuk yang artinya individu memiliki kebebasan menentukan sikap dan
pilihannya dan untuk menanggung konsekuensi dari penentuan sikap dan
pilihannya itu. Definisi operasional karakter tanggung jawab adalah skor total alat
ukur tanggung jawab berdasarkan dimensi hasil yang bermutu, kesediaan
menanggung risiko, pengikatan diri dalam tugas, memiliki prinsip hidup,
kemandirian, dan keterikatan sosial.

3.3.1.3 Karakter Penghargaan


Definisi konseptual karakter penghargaan adalah melihat seseorang atau
sesuatu sebagai hal yang memiliki nilai serta menjaga hal tersebut. Definisi
operasional karakter penghargaan adalah skor total alat ukur penghargaan
berdasarkan dimensi penghargaan terhadap diri sendiri, penghargaan terhadap
orang lain, dan penghargaan terhadap lingkungan dan kehidupan.
3.3.2

Variabel 2

3.3.2.1 Gaya Pengasuhan


Definisi konseptual dari gaya pengasuhan adalah proses merawat atau
membesarkan anak yang meliputi penyediaan kasih sayang, pembentukan ikatan
emosional dengan anak, serta adanya kesempatan bagi anak untuk berkembang,

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

42

meliputi dimensi kehangatan (warmth) dan kontrol (control), yang kombinasi dari
keduanya akan membentuk empat gaya pengasuhan, yaitu authoritarian,
authoritative, permissive (indulgent), dan neglectful. Definisi operasional dari
gaya pengasuhan adalah kombinasi skor dimensi parental warmth dan dimensi
parental control yang didapatkan dari alat ukur Parenting Style yang disusun
dalam rangka penelitian ini.

3.4 Desain Penelitian


Berdasarkan nature of investigation, penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental karena tidak ada manipulasi yang dilakukan terhadap variabel
(Kerlinger & Lee, 2000 dalam Kumar, 2005). Tipe penelitian ini termasuk dalam
penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang penelitian yang mengkuantifikasi
variasi fenomena, situasi, atau masalah dengan mengumpulkan informasi yang
menggunakan variabel kuantitatif dan bertujuan mengetahui kekuatan dari variasi
tersebut (Kumar, 2005). Berdasarkan number of contact, penelitian ini termasuk
cross sectional study karena hanya satu kali melakukan kontak dengan sampel
ketika mengambil data (Kumar, 2005).

3.5 Sampel Penelitian


3.5.1

Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel dari penelitian ini adalah perempuan dan laki-laki yang
berusia 8-9 tahun. Karakteristik ini dipilih dengan pertimbangan bahwa usia
middle childhood merupakan usia yang masa kritis untuk perkembangan karakter
manusia. Selain itu, berkaitan dengan variabel pengasuhan orang tua, diperlukan
juga sampel yang masih memiliki serta tinggal bersama dengan kedua orang
tuanya.

3.5.2

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah non-probability


sampling karena jumlah sampel yang ada di populasi tidak diketahui atau tidak

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

43

dapat diidentifikasi (Kumar, 2005) Teknik sampel pengambilan sampel yang


digunakan adalah accidental sampling. Teknik ini dipilih karena sampel yang
merupakan anak usia 8-9 tahun yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
tertentu sulit untuk diidentifikasi secara langsung. Kelebihan dari teknik ini adalah
memberikan kemudahan dalam mendapatkan sampel penelitian sehingga
menghemat waktu dan biaya. Di samping itu, terdapat juga kelemahan dari teknik
accidental sampling ini, yaitu sampel yang didapatkan belum tentu mewakili
populasi yang dituju.

3.5.3

Jumlah Sampel

Gravetter dan Forzano (2009) mengemukakan bahwa sampel yang berjumlah


25 atau 30 orang pada setiap kelompok adalah jumlah yang cukup baik. Menurut
Kumar (2005), semakin besar jumlah sampel maka akan semakin akurat hasil
penelitian dalam menggambarkan populasi. Selain itu, semakin besar jumlah
sampel, maka semakin kecil kesalahan yang mungkin terjadi. Mengacu pada hal
tersebut, penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 203 orang.

3.6 Alat Ukur Penelitian


Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner untuk mengukur
variabel-variabel yang diteliti. Kuesioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang
jawabannya ditulis sendiri oleh partisipan (Kumar, 2005). Kuesioner ini terdiri
dari beberapa bagian. Pada halaman pertama terdapat data kontrol yang berisi
nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, urutan kelahiran,
sekolah, kedekatan dengan orang tua, orang-orang yang tinggal dengan subjek,
serta pernyataan kesediaan subjek untuk menikuti penelitian ini. Bagian pertama
dari kuesioner mencakup item-item gaya pengasuhan yang terdiri dari dimensi
parental warmth dan parental control, sedangkan bagian kedua kuesioner
mencakup item-item terkait karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan
yang digabung dan penomorannya diacak.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

44

Bentuk kuesioner dipilih berdasarkan kelebihan-kelebihan yang bisa didapat


dengan metode kuesioner, yaitu: efisien dalam hal waktu dan biaya, menjamin
anonimitas responden karena dalam pengerjaannya tidak ada interaksi tatap muka
antara peneliti

dengan responden, serta

memungkinkan peneliti

untuk

mendapatkan responden dalam jumlah banyak (Kumar, 2005). Di samping


memiliki beberapa keuntungan, kuesioner juga memiliki kekurangan, antara lain:
populasi penelitian menjadi terbatas pada populasi yang bisa membaca dan
menulis dan adanya kemungkinan subjek memiliki keterbatasan dalam
menginterpretasi pernyataan yang dalam kuesioner. Hal ini dapat mengakibatkan
adanya pemahaman yang berbeda antarsubjek terhadap pernyatan-pernyataan
yang terdapat di dalam kuesioner. Penelitian ini juga menggunakan cara
persebaran kuesioner collective administration (Kumar, 2005). Cara ini dianggap
memungkinkan untuk menjelaskan tujuan dan relevansi penelitian kepada subjek.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur karakter
disiplin, alat ukur karakter tanggung jawab, dan alat ukur karakter penghargaan,
yang merupakan adaptasi dari alat ukur yang sudah ada. Ketiga alat ukur tersebut
dibuat bersama dengan anggota payung penelitian di bawah bimbingan dosen
Psikologi Pendidikan, Dr. Lucia R.M. Royanto, M.Si., M.Sp.Ed. Dalam
melakukan

adaptasi,

dilakukan

juga

beberapa

penyesuaian/modifikasi.

Penyesuaian ini dilakukan karena terdapat perbedaan usia subjek antara penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan anak usia middle
childhood sebagai subjek, sedangkan subjek pada penelitian sebelumnya adalah
remaja. Penyesuaian yang dilakukan adalah perubahan kata-kata dan situasi dalam
pernyataan agar lebih mudah dipahami oleh anak-anak usia middle childhood.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan alat ukur gaya pengasuhan yang
dikonstruk

secara

khusus

dengan

bimbingan

seorang

dosen

Psikologi

Perkembangan. Setiap alat ukur terdiri dari beberapa dimensi dan memiliki item
favorable dan unfavorable di setiap dimensinya. Kuesioner dapat dilihat pada
Lampiran 1.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

45

3.6.1 Alat Ukur Karakter Disiplin


3.6.1.1 Penyusunan Alat Ukur Karakter Disiplin
Dimensi karakter disiplin yang digunakan adalah disiplin di kelas, disiplin di
sekolah, disiplin di rumah, serta disiplin di masyarakat. Total 25 item terdiri dari 7
item untuk dimensi disiplin di kelas, 4 item untuk dimensi disiplin di sekolah, 11
item untuk dimensi disiplin di rumah, dan 3 item untuk dimensi disiplin di
masyarakat. Setiap item terdiri dari sebuah pernyataan dan subjek diminta untuk
memilih pilihan yang paling menggambarkan dirinya. Contoh item untuk dimensi
disiplin di kelas adalah Melamun saat guru sedang menerangkan pelajaran,
sedangkan contoh item untuk dimensi disiplin di rumah adalah Meminta izin
kepada ayah/ibu sebelum pergi bermain dengan teman-teman.
Pilihan respons yang disediakan untuk alat ukur disiplin (berlaku juga untuk
alat ukur karakter tanggung jawab dan penghargaan) bersifat frekuensi dengan
skor 4 untuk pilihan sering, 3 untuk pilihan kadang-kadang, 2 untuk pilihan
jarang, dan 1 untuk pilihan tidak pernah pada item yang positif pada dimensi
(favorable). Untuk item yang negatif pada dimensi (unfavorable) skor 4 diberikan
untuk pilihan tidak pernah, 3 untuk jarang, 2 untuk kadang-kadang, dan 1
untuk sering. Dari penjumlahan skor di tiap item akan diperoleh skor total dari
masing-masing karakter.

3.6.1.2 Uji Coba Alat Ukur Karakter Disiplin


Untuk melihat kualitas dari alat ukur, dilakukan uji coba untuk melihat
seberapa valid dan reliabel alat ukur tersebut (Anastasi & Urbina, 1997).
Reliabilitas adalah konsistensi dalam pengukuran yang berbeda terhadap hal yang
sama (Gravetter & Wallnau, 2007). Nilai reliabilitas dihitung dengan
menggunakan alpha cronbach. Merujuk pada Kaplan dan Saccuzzo (2005)
diketahui bahwa estimasi reliabilitas sebesar 0,7 dan 0,8 adalah cukup baik dalam
kebanyakan penelitian. Di samping itu, validitas terkait dengan hal yang diukur
dan seberapa baik alat ukur dapat mengukur hal yang ingin diukur (Anastasi &
Urbina, 1997). Penghitungan validitas dalam penelitian ini menggunakan metode
construct validity dengan teknik pengujian internal consistency. Internal

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

46

consistency mengevaluasi apakah item-item pada alat ukur mengukur konstruk


yang sama (Cohen & Swerdlik, 2005). Pengujian validitas yang dilakukan dengan
teknik internal consistency mengacu pada nilai corrected item total correlation
setiap item untuk menggambarkan homogenitas, yaitu domain perilaku yang
dijadikan sampel dalam alat ukur. Anastasi dan Urbina (1997) menyatakan bahwa
ciri pokok teknik internal consistency adalah skor total pada tes itu sendiri. Uji
coba dilakukan pada subjek yang memiliki karakteristik yang relatif sama dengan
sampel yang akan digunakan dalam penelitian.
Berdasarkan pengolahan data, didapatkan hasil koefisien cronbach alpha
awal sebesar 0.780 untuk alat ukur karakter disiplin. Menurut Kaplan dan Saccuzo
(2005), alat ukur ini dapat dikatakan baik karena berada di kisaran 0,7-0,8.
Artinya, 78% dari varians observed score merupakan varians true score dan
sisanya 22% merupakan varians error yang disebabkan oleh content sampling
error dan content heterogenity error. Alat ukur ini hanya memiliki error sebesar
22% (<30% menurut Kaplan dan Saccuzo untuk penelitian) sehingga alat ukur ini
dianggap reliabel.
Selain itu, tidak terdapat item dengan nilai corrected item total correlation
(rIT) negatif pada alat ukur ini. Nilai positif tersebut mengindikasikan bahwa skor
total item berkorelasi dengan skor keseluruhan item dalam alat ukur. Hal ini
penting untuk diperhatikan karena seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa
teknik pengujian validitas alat ukur ini mengunakan internal consistency. Rentang
nilai corrected item total correlation yang terdapat pada alat ukur ini berkisar
antara .053 - .590. Tabel hasil penghitungan reliabilitas dan validitas uji coba alat
ukur karakter disiplin dapat dilihat pada Lampiran 2.
Nilai corrected item total correlation (rIT) yang rendah yang dimiliki oleh
item mengindikasikan bahwa item perlu dihilangkan (Anastasi & Urbina, 1997).
Aiken dan Marnat (2006) mengatakan bahwa item yang memiliki nilai korelasi
diatas 0,2 dapat dikatakan memenuhi syarat, dalam arti tidak perlu dihilangkan.
Alat ukur disiplin ini memiliki 6 item yang memiliki nilai rIT kurang dari 0,2, yaitu
item nomor 1, 4, 5, 17, 19, dan 47. Untuk menentukan apakah item-item tersebut

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

47

akan dipertahankan atau dihilangkan, dilakukan diskusi dengan dosen


pembimbing. Hasilnya, keenam item tersebut diputuskan untuk tetap dimasukkan
ke dalam alat ukur karena melihat persebaran jawaban subjek yang cukup
bervariasi dan kemungkinan peningkatan nilai reliabilitas yang tidak signifikan
ketika item-item tersebut dihilangkan. Dengan begitu, jumlah dan persebaran item
pada alat ukur karakter disiplin setelah uji coba tetap sama seperti sebelum uji
coba.
Tabel 3.1 Jumlah Item Karakter Disiplin Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi

3.6.2

Sebelum Uji Coba

Sesudah Uji Coba

Disiplin di kelas
Disiplin di sekolah
Disiplin di rumah
Disiplin di masyarakat

7
4
11
3

7
4
11
3

Total Item

25

25

Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab

3.6.2.1 Penyusunan Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab


Pada karakter tanggung jawab terdapat enam dimensi dengan total 24 item
yang dibagi pada dimensi hasil yang bermutu sebanyak 5 item, kesediaan
menanggung risiko sebanyak 4 item, pengikatan diri dalam tugas sebanyak 2 item,
memiliki prinsip hidup sebanyak 6 item, kemandirian sebanyak 3 item, dan
keterikatan sosial sebanyak 4 item. Contoh item untuk dimensi pengikatan diri
dalam tugas adalah Belajar secara teratur, sedangkan untuk dimensi keterikatan
sosial adalah Aku mengetuk pintu dahulu sebelum masuk ke kelas lain yang
sedang belajar.

3.6.2.2 Uji Coba Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab


Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan hasil koefisien cronbach
alpha awal sebesar 0.596 untuk alat ukur karakter tanggung jawab. Jika ditinjau
berdasarkan batas koefisien yang ditetapkan oleh Kaplan dan Saccuzo (2005), alat
ukur tanggung jawab ini dapat dikatakan kurang baik karena berada di luar

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

48

rentang 0,7-0,8. Selain itu, dengan melihat dari nilai corrected item total
correlation, terdapat beberapa item dengan rIT yang negatif. Item-item tersebut
adalah item nomor 36, 52, dan 53. Nilai negatif tersebut mengindikasikan bahwa
skor total item tidak berkorelasi dengan skor keseluruhan item dalam alat ukur
sehingga perlu dihilangkan karena teknik pengujian validitas alat ukur ini
mengunakan internal consistency. Rentang nilai corrected item total correlation
yang terdapat pada alat ukur ini berkisar antara .074 - .495. Tabel hasil
penghitungan reliabilitas dan validitas uji coba alat ukur karakter tanggung jawab
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Alat ukur tanggung jawab ini juga memiliki 6 item yang memiliki nilai rIT
kurang dari 0,2, yaitu item nomor 6, 7, 8, 34, 50, dan 64. Untuk menentukan
apakah item-item tersebut akan dipertahankan atau dihilangkan, dilakukan diskusi
dengan dosen pembimbing. Hasilnya, keenam item tersebut diputuskan untuk
tetap dimasukkan ke dalam alat ukur karena melihat persebaran jawaban subjek
yang cukup bervariasi dan kemungkinan peningkatan nilai reliabilitas yang tidak
signifikan ketika item-item tersebut dihilangkan. Dengan begitu, jumlah item alat
ukur tanggung jawab setelah diuji coba menjadi 21 item.
Reliabilitas dihitung lagi dengan membuang item-item yang memiliki nilai rIT
yang negatif. Hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas naik menjadi 0.728. Dengan
nilai reliabilitas tersebut, alat ukur karakter tanggung jawab ini dapat dikatakan
baik menurut batas nilai yang ditetapkan Kaplan dan Saccuzo. Artinya, 72,8%
dari varians observed score merupakan varians true score dan sisanya 27,2%
merupakan varians error yang disebabkan oleh content sampling error dan
content heterogenity error. Alat ukur ini hanya memiliki error sebesar 27,2%
(<30% menurut Kaplan dan Saccuzo untuk penelitian) sehingga alat ukur ini
dianggap reliabel.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

49

Tabel 3.2 Jumlah Item Karakter Tanggung Jawab Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi
Hasil yang bermutu
Kesediaan menanggung risiko
Pengikatan diri dalam tugas
Memiliki prinsip hidup
Kemandirian
Keterikatan sosial
Total Item

3.6.3

Sebelum Uji Coba


5
4
2
6
3
4
24

Sesudah Uji Coba


5
4
2
5
2
3
21

Alat Ukur Karakter Penghargaan

3.6.3.1 Penyusunan Alat Ukur Karakter Penghargaan


Karakter penghargaan yang memiliki tiga dimensi dengan 27 item, yang
dijabarkan menjadi 8 item untuk dimensi penghargaan terhadap diri sendiri, 14
item untuk penghargaan terhadap orang lain, serta 5 item untuk penghargaan
terhadap lingkungan. Contoh item untuk dimensi penghargaan terhadap diri
sendiri adalah Memilih jajan di kantin daripada membawa bekal, sedangkan
untuk dimensi penghargaan terhadap lingkungan adalah Memetik bunga-bunga
yang ada di sekitarku.

3.6.3.2 Uji Coba Alat Ukur Karakter Penghargaan


Berdasarkan pengolahan data, didapatkan hasil koefisien cronbach alpha
awal sebesar 0.773 untuk alat ukur karakter penghargaan. Jika ditinjau
berdasarkan batas koefisien yang ditetapkan oleh Kaplan dan Saccuzo (2005), alat
ukur tanggung jawab ini dapat dikatakan baik karena berada di kisaran 0,7-0,8.
Selain itu, dengan melihat nilai corrected item total correlation, ditemukan item
dengan nilai rIT yang negatif, yaitu item nomor 14. Nilai negatif tersebut
mengindikasikan bahwa skor total item tidak berkorelasi dengan skor keseluruhan
item dalam alat ukur sehingga perlu dihilangkan karena teknik pengujian validitas
alat ukur ini mengunakan internal consistency. Rentang nilai corrected item total
correlation yang terdapat pada alat ukur ini berkisar antara .001 - .637. Tabel hasil
penghitungan reliabilitas dan validitas uji coba alat ukur karakter penghargaan
dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

50

Reliabilitas dihitung lagi dengan membuang item nomor 14 tersebut.


Hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas naik menjadi 0.785. Dengan nilai
reliabilitas tersebut, alat ukur karakter tanggung jawab ini dapat dikatakan baik
menurut batas nilai yang ditetapkan Kaplan dan Saccuzo. Selain itu, alat ukur
penghargaan ini juga memiliki 4 item yang memiliki nilai rIT kurang dari 0,2, yaitu
item nomor 55, 56, 70, 72. Untuk menentukan apakah item-item tersebut akan
dipertahankan atau dihilangkan, dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing.
Hasilnya, item nomor 56 dan 72 dibuang, sementara item nomor 55 dan 70 tetap
dipertahankan. Hal ini dikarenakan nilai rIT item nomor 56 dan 72 sangat
mendekati nol, yaitu .001 dan .030.
Reliabilitas dihitung lagi dengan membuang item nomor 56 dan 72, hasilnya
menunjukkan nilai reliabilitas naik menjadi 0.813. Artinya, 81,3% dari varians
observed score merupakan varians true score dan sisanya 8,7% merupakan
varians error yang disebabkan oleh content sampling error dan content
heterogenity error. Alat ukur ini hanya memiliki error sebesar 8,7% (<30%
menurut Kaplan dan Saccuzo untuk penelitian) sehingga alat ukur ini dianggap
reliabel. Dengan begitu, jumlah item alat ukur tanggung jawab setelah diuji coba
menjadi 24 item.

Tabel 3.3 Jumlah Item Karakter Penghargaan Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi
Penghargaan terhadap diri sendiri
Penghargaan terhadap orang lain
Penghargaan terhadap lingkungan
Total Item

3.6.4

Sebelum Uji Coba


8
14
5
27

Sesudah Uji Coba


8
11
5
24

Alat Ukur Karakter Gaya Pengasuhan

3.6.4.1 Penyusunan Alat Ukur Gaya Pengasuhan


Alat ukur gaya pengasuhan dibuat dengan mengacu pada dua dimensi gaya
pengasuhan yang dikemukakan oleh Maccoby dan Martin (1983 dalam Lamborn,
Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991; Workman, 2009), yaitu parental warmth
dan parental control. Dimensi parental warmth terdiri dari 14 item dan dimensi

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

51

parental control terdiri dari 11 item sehingga didapat 25 item untuk alat ukur gaya
pengasuhan. Contoh item untuk dimensi parental warmth adalah Orang tuaku
selalu mau membantuku jika aku mengalami kesulitan mengerjakan PR,
sedangkan contoh item untuk dimensi parental control adalah Setiap hari orang
tuaku menanyakan kegiatanku selama di sekolah.
Di dalam alat ukur, subjek akan diberikan pernyataan-pernyataan yang
menggambarkan sikap orang tua dan mereka menentukan seberapa sesuai
pernyataan tersebut dengan kenyataan yang mereka alami dengan orang tua
mereka masing-masing. Pilihan respons yang disediakan berupa skala Likert,
yaitu sesuai, agak sesuai, agak tidak sesuai, dan tidak sesuai. Setiap
pilihan respon memiliki skor dari 1-4 dan skoring dilakukan secara terbalik antara
item favorable dan item unfavorable. Skor total dari masing-masing dimensi akan
dibagi dua berdasarkan mean dan standar deviasi untuk dikelompokkan menjadi
kategori tinggi dan rendah. Kombinasi skor dari kedua dimensi ini akan
menunjukkan gaya pengasuhan yang diterima subjek dari orang tuanya.

Tabel 3.4 Pengelompokan Gaya Pengasuhan


Parental warmth

Parental
control

Tinggi

Rendah

Tinggi

Authoritative

Authoritarian

Rendah

Permissive

Neglectful

3.6.4.2 Uji Coba Alat Ukur Gaya Pengasuhan


Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan SPSS 16.0, didapatkan hasil
koefisien cronbach alpha awal sebesar 0.693 untuk alat ukur karakter tanggung
jawab. Jika ditinjau berdasarkan batas koefisien yang ditetapkan oleh Kaplan dan
Saccuzo (2005), alat ukur tanggung jawab ini dapat dikatakan kurang baik karena
tidak berada di kisaran 0,7-0,8. Selain itu, dengan melihat dari nilai corrected item
total correlation, terdapat beberapa item dengan nilai rIT yang negatif. Item-item
tersebut adalah item nomor 8, 13, dan 18. Nilai negatif tersebut mengindikasikan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

52

bahwa skor total item tidak berkorelasi dengan skor keseluruhan item dalam alat
ukur sehingga perlu dihilangkan karena teknik pengujian validitas alat ukur ini
mengunakan internal consistency. Rentang nilai corrected item total correlation
yang terdapat pada alat ukur ini berkisar antara .032 - .564. Tabel hasil
penghitungan reliabilitas dan validitas uji coba alat ukur karakter gaya
pengasuhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Reliabilitas dihitung lagi dengan membuang item-item yang memiliki nilai rIT
yang negatif. Hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas naik menjadi 0.729. Dengan
nilai reliabilitas tersebut, alat ukur gaya pengasuhan ini dapat dikatakan baik
menurut batas nilai yang ditetapkan Kaplan dan Saccuzo. Hal ini juga berarti
72,9% dari varians observed score merupakan varians true score dan sisanya
27,1% merupakan varians error yang disebabkan oleh content sampling error dan
content heterogenity error. Alat ukur ini hanya memiliki error sebesar 27,1%
(<30% menurut Kaplan dan Saccuzo untuk penelitian) sehingga alat ukur ini
dianggap reliabel. Selain itu, alat ukur gaya pengasuhan ini memiliki beberapa
item yang memiliki nilai rIT kurang dari 0,2, yaitu item. Setelah dilakukan diskusi
dengan dosen psikologi perkembangan, dilakukan beberapa revisi pada alat ukur
gaya pengasuhan ini.

Tabel 3.5 Jumlah Item Gaya Pengasuhan Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi
Parental Warmth
Parental Control
Total Item

Sebelum Uji Coba


14
11
25

Sesudah Uji Coba


13
8
21

3.7 Prosedur Penelitian


3.7.1

Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum penelitian dijalankan adalah mencari


berbagai referensi dan literatur untuk mendapatkan fenomena sebagai latar
belakang dan berbagai teori sebagai landasan berpikir. Setelah itu, dilakukan
persiapan untuk alat ukur. Adaptasi alat ukur dilakukan untuk variabel karakter

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

53

disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan karena alat ukur sudah tersedia, namun
perlu dilakukan beberapa penyesuaian karena terdapat perbedaan usia subjek
dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Sementara itu, untuk variabel
gaya pengasuhan dilakukan penyusunan alat ukur baru karena tidak ditemukan
alat ukur gaya pengasuhan untuk anak usia middle childhood yang diisi oleh anak.
Kebanyakan alat ukur yang tersedia ditujukan untuk diisi oleh orang tua atau oleh
anak, namun usia remaja ke atas. Setelah disusun dan dikemas dalam bentuk
kuesioner, alat ukur diperbanyak dan dilakukan uji coba untuk mengetahui apakah
alat ukur tersebut baik untuk digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya
dilakukan uji coba kepada 45 orang siswa kelas 3 SD dari SDN 08 Srengseng
Sawah pada tanggal 29 Maret 2012, SDIT Al Uswah pada tanggal 2 April 2012,
dan SD Ignatius Slamet Riyadi pada tanggal 4 April 2012 dengan 15 siswa dari
setiap sekolah.
Selain persiapan untuk alat ukur, dilakukan juga persiapan lainnya, seperti
menentukan sekolah sebagai sampel pengambilan data. Setelah ditentukan sekolah
yang dapat digunakan sebagai sampel, sekolah tersebut dihubungi untuk membuat
janji pengambilan data. Tidak lupa juga dipersiapkan reward untuk subjek dan
pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian.

3.7.2

Tahap Pelaksanaan

Pengambilan data dilakukan selama empat hari di tiga sekolah dasar yang
berbeda. Pada hari Jumat, 6 April 2012 dilakukan pengambilan data kepada 85
siswa kelas 3 di SD Ignatius Slamet Riyadi, Cijantung. Pada hari Kamis, 12 April
2012 pengambilan data dilakukan di SD PB Soedirman, Cijantung kepada 61
siswa kelas 3. Terakhir, pengambilan data dilakukan di SDN 01 Pagi Cijantung
pada hari Jumat, 20 April 2012 kepada 57 siswa kelas 3.
Pengisian kuesioner yang dilakukan di dalam beberapa kelas, dimulai dengan
pemberian instruksi dari peneliti di masing-masing kelas, kemudian memulai
bagian pertama secara bersama-sama. Setelah seluruh subjek di kelas tersebut
selesai mengerjakan bagian pertama, subjek diminta untuk memperhatikan

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

54

instruksi selanjutnya untuk pengerjaan bagian kedua, kemudian barulah


pengerjaan bagian kedua dimulai bersama-sama. Ketika ada subjek yang sudah
menyelesaikan kedua bagian, peneliti akan menghampirinya untuk memeriksa
kembali kelengkapan data dan jawaban yang diberikan oleh subjek. Setelah
seluruh kuesioner diperiksa, peneliti memberikan kata penutup dan membagikan
reward yang sudah disediakan kepada setiap subjek.
Dari 203 subjek yang mengisi kuesioner, terdapat 59 kuesioner yang tidak
bisa digunakan sehingga hanya 144 yang bisa diolah datanya. Hal ini dikarenakan
ada item yang tidak terisi oleh subjek, dua jawaban pada item yang sama, atau
ketidaksesuaian karakteristik subjek dengan karakteristik sampel penelitian yang
dibutuhkan, seperti usia subjek yang berada diluar rentang 8-9 tahun atau subjek
tidak tinggal dengan kedua orang tuanya.

3.8 Metode Pengolahan Data


Pengolahan data yang ada dalam penelitian ini menggunakan software SPSS
16.0. Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis perbedaan karakter
disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan dalam gaya pengasuhan yang berbeda
dihitung dengan metode one-way Anova. Selain itu, analisis tambahan juga akan
dilakukan untuk melihat perbedaan karakter disiplin, tanggung jawab, dan
penghargaan ditinjau dari variasi asal sekolah. Analisis tambahan akan diolah
menggunakan metode independent sample t-test. Pengolahan data yang dilakukan
dalam penelitian ini menggunakan level of significance (LOS) sebesar 0,05
dengan pengujian two-tailed.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

55

BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil serta analisis dari data yang
diperoleh. Bab ini berisi gambaran umum subjek serta gambaran skor karakter
disiplin, karakter tanggung jawab, karakter penghargaan, dan gaya pengasuhan.
Terdapat juga hasil analisis utama, yaitu perbedaan karakter disiplin, tanggung
jawab, dan penghargaan pada empat gaya pengasuhan yang berbeda, serta hasil
analisis tambahan.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian


Jumlah subjek yang ada dalam penelitian ini adalah 144 siswa kelas 3 SD
yang memiliki rentang usia 8-9 tahun dan tinggal bersama kedua orangtuanya.
Dari data kontrol yang ada, didapatkan gambaran seluruh subjek yang terlibat
dalam penelitian ini. Berikut akan dijelaskan gambaran umum subjek penelitian
berdasarkan jenis kelamin, usia, jumlah saudara, sekolah, pekerjaan orang tua,
serta kedekatan subjek dengan orang tua. Sebagai informasi, gambaran yang akan
dipaparkan hanya akan memuat data 137 subjek karena menyesuaikan dengan
jumlah data yang bisa digunakan untuk kelompok gaya pengasuhan.
Dalam pengelompokan subjek ke dalam empat gaya pengasuhan, penelitian
ini menggunakan mean dan standar deviasi untuk menentukan batas tinggi/rendah
dari dimensi parental warmth dan dimensi parental control, sementara menurut
Rosen (2011 dalam Meizvira, 2011), pembagian dengan menggunakan median
merupakan pembagian skor yang umumnya digunakan oleh peneliti yang
melakukan penelitian tentang parenting style. Di sisi lain, Meizvira (2011)
mengatakan bahwa kelemahan yang ditemukan dengan menggunakan median
adalah pembagian skor menjadi tidak sensitif. Beberapa skor yang seharusnya
masih berada pada persebaran tengah, sudah masuk ke dalam persebaran
tinggi/rendah. Oleh karena itu, untuk menentukan batas tinggi/rendah dimensi
parental warmth dan parental control penelitian ini menggunakan mean dari data
yang diperoleh, kemudian untuk mengatasi nilai yang berada di tengah-tengah,

55
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

56

ditetapkan nilai Standar Deviasi. Dengan penggunaan mean dan standar deviasi
sebagai batas tinggi/rendah dimensi parental warmth dan parental control,
terdapat tujuh subjek yang tidak bisa dimasukkan ke kelompok gaya pengasuhan
karena nilainya berada di luar batas yang ditetapkan.
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Kategori
Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase (%)

Laki-laki

68

49,6

Perempuan

69

50,4

137

100

Total

Berdasarkan tabel 4.1 ditinjau dari jenis kelaminnya, jumlah subjek laki-laki
dan perempuan cukup seimbang, yaitu 68 siswa laki-laki atau 49,6% dan 69 siswa
perempuan atau 50,4%.
4.1.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jumlah Saudara
Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jumlah Saudara
Kategori

Jumlah Saudara

Total

Frekuensi

Persentase (%)

16

11,7

67

48,9

41

29,9

13

9,5

137

100

Berdasarkan jumlah saudara, dapat dilihat bahwa subjek yang merupakan


anak tunggal berjumlah 16 siswa atau 11,7%, sedangkan subjek dengan satu
saudara bejumlah hampir setengah dari total subjek, yaitu 67 siswa atau 48,9%. Di
samping itu, terdapat juga subjek dengan jumlah saudara tiga atau lebih (4, 5, 9),

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

57

yang berjumlah 13 siswa atau 9,5%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
mayoritas subjek merupakan bagian dri keluarga kecil, dengan satu atau dua anak.
4.1.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Asal Sekolah
Tabel 4.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Asal Sekolah
Kategori

Asal Sekolah

Frekuensi

Persentase (%)

SD Swasta Katolik

50

36,5

SD Swasta Islam

45

32,9

SD Negeri

42

30,6

137

100

Total

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penelitian ini
melakukan pengambilan data di beberapa sekolah. Berdasarkan data yang dimuat
dalam tabel 4.3, jumlah subjek paling banyak berasal dari SD Swasta Katolik
dengan jumlah 50 siswa atau 36,5%. Empat puluh lima siswa atau 32,9% berasal
dari SD Swasta Islam dan 42 Siswa atau 30,6% lainnya berasal dari SD Negeri.
4.1.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Tabel 4.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua

Ibu Rumah Tangga


Tentara/Polisi/Satpam
Wiraswasta
Karyawan Swasta
PNS
Lain-lain
Total

Pekerjaan Orang Tua


Ayah
%
0
0
35
25,6
18
13,1
40
29,2
11
8
33
24,1
137
100

Ibu
70
9
9
17
7
25
137

%
51,1
6,6
6,6
12,3
5,1
18,3
100

Berdasarkan pekerjaan orang tua, mayoritas dari subjek, yaitu 70 siswa atau
sekitar 51,1% memiliki ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dari sisi ayah,
subjek paling banyak memiliki ayah dengan profesi sebagai karyawan swasta,

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

58

yaitu 40 siswa atau 29,2%, sedangkan subjek yang memiliki ibu dengan profesi
tersebut

hanya

berjumlah

17

siswa

atau

12,3%.

Untuk

profesi

tentara/polisi/satpam, terdapat 35 subjek atau 25,6% yang ayahnya menjalani


profesi tersebut dan 9 siswa atau 6,6% yang ibunya menjalani profesi tersebut.
Selanjutnya, 18 siswa atau 13,1% memiliki ayah yang berprofesi sebagai
wiraswasta dan 9 siswa atau 6,6% memiliki ibu yang berprofesi demikian.
Terdapat juga subjek yang memiliki ayah dengan profesi sebagai PNS, yaitu
sebanyak 11 siswa atau 8% dan ibu dengan profesi sebagai PNS sebanyak 7 siswa
atau 5,1%
4.2 Gambaran Skor Variabel 1 dan Variabel 2
4.2.1 Gambaran Skor Variabel 1 (Karakter Disiplin, Tanggung Jawab, dan
Penghargaan)
Setelah dilakukan penghitungan statistik, dapat dilihat persebaran skor
karakter disiplin, karakter tanggung jawab, dan karakter penghargaan. Persebaran
skor total yang ditemukan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Deskripsi Persebaran Skor Karakter

88

Standar
Deviasi
9,27370

Nilai
Min
55

Nilai
Maks
98

70,2482

72

8,82158

45

84

84,4088

87

8,96115

49

96

Mean

Median

Disiplin

86,5182

Tanggung Jawab
Penghargaan

Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata dari skor total masing-masing subjek
dalam karakter disiplin adalah 86,52, tanggung jawab 70,25, dan penghargaan
84,41, sedangkan median dari skor karakter disiplin adalah 88, tanggung jawab
72, dan penghargaan 87. Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan standar deviasi
dari tiap karakter, yaitu disiplin sebesar 9,274, tanggung jawab sebesr 8,822, dan
penghargaan sebesar 8,961.
Skor tertinggi pada karakter disiplin adalah 98 dan skor terendah adalah 55.
Untuk karakter tanggung jawab, skor tertinggi adalah 84 dan skor terendah adalah

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

59

45, sedangkan pada karakter penghargaan, skor tertinggi adalah 96 dan skor
terendah adalah 49. Persebaran skor dari ketiga karakter tersebut, masing-masing
membentuk kurva yang skewed. Skor total yang didapatkan cenderung tinggi
sehingga kurva skewed ke kanan. Untuk mengetahui bentuk kurva persebaran skor
dari tiap-tiap karakter dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.2.2 Gambaran Skor Variabel 2 (Gaya Pengasuhan)


Setelah dilakukan penghitungan statistik, berikut ini akan dipaparkan
persebaran skor dimensi parental warmth dan persebaran skor dimensi parental
control dalam bentuk tabel dari 144 data subjek.
Tabel 4.6 Deskripsi Persebaran Skor Dimensi Parental Warmth dan
Parental Control

39

Standar
Deviasi
5,41472

Nilai
Min
26

Nilai
Maks
52

23

3,92143

14

32

Mean

Median

Parental Warmth

39,1528

Parental Control

23,25

Dari tabel di atas terlihat bahwa persebaran skor total dimensi parental
warmth memiliki nilai rata-rata dari skor total sebesar 39,15, sedangkan parental
control memiliki nilai rata-rata sebesar 23,25. Median dari parental warmth
adalah 39 dan parental control 23, sedangkan untuk standar deviasi, parental
warmth memiliki standar deviasi sebesar 5,415 dan parental control sebesar
3,921. Skor tertinggi pada dimensi parental warmth adalah 52 dan skor terendah
adalah 26, sedangkan untuk dimensi parental control skor tertinggi adalah 32 dan
skor terendah adalah 14. Persebaran skor dari kedua dimensi tersebut, masingmasing membentuk kurva normal. Untuk mengetahui bentuk kurva persebaran
skor dari tiap-tiap dimensi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Selanjutnya, untuk menentukan kelompok skor parental warmth yang tinggi
dan yang rendah, dibuat batas yang ditentukan dari mean dan standar deviasi.
Subjek yang mendapatkan skor total di atas 40,5 tergolong ke dalam anak yang

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

60

mendapatkan kehangatan tinggi dari orangtuanya, sementara yang mendapatkan


skor total di bawah 37,8 tergolong ke dalam anak yang mendapatkan
pengendalian rendah dari orangtuanya. Untuk melihat kelompok subjek
berdasarkan penghitungan tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Pengelompokan Skor Dimensi Parental Warmth
Skor

Parental Warmth

Frekuensi

Persentase (%)

> 40,5
< 37,8

Tinggi
Rendah

66
71

48,2
51,8

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa subjek yang mendapat kehangatan rendah
dari orangtuanya berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan subjek yang
mendapatkan kehangatan tinggi dari orangtuanya, yaitu sebanyak 71 siswa.
Di samping itu, untuk penentuan skor parental control yang tinggi dan yang
rendah, dibuat batas dari mean dan standar deviasi. Subjek yang mendapatkan
skor total di atas 24,2 tergolong ke dalam anak yang mendapatkan pengendalian
tinggi dari orangtuanya, sementara yang mendapatkan skor total di bawah 22,3
tergolong ke dalam anak yang mendapatkan pengendalian rendah dari
orangtuanya. Untuk melihat kelompok subjek berdasarkan penghitungan tersebut,
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Pengelompokan Skor Dimensi Parental Control


Skor

Parental Control

Frekuensi

Persentase (%)

> 24,2
< 22.3

Tinggi
Rendah

61
76

44,5
55,5

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa subjek yang mendapat pengendalian rendah
dari orangtuanya berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan subjek yang
mendapatkan pengendalian tinggi dari orangtuanya, yaitu sebanyak 76 siswa atau
55,5%.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

61

Setelah diketahui tinggi dan rendahnya skor dimensi parental warmth dan
parental control pada subjek maka dapat dilakukan pengelompokan gaya
pengasuhan yang diterima oleh subjek dari orangtuanya. Untuk melihat
pengelompokan gaya pengasuhan yang muncul, dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 4.9 Pengelompokan Gaya Pengasuhan
Gaya Pengasuhan

Frekuensi

Persentase (%)

Authoritative
Authoritarian
Permissive
Neglectful

38
23
28
48

27,7
16,8
20,4
35,1

Total

137

100

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat empat gaya pengasuhan yang


ditemukan pada subjek yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful. Dari keempat gaya
pengasuhan tersebut, gaya pengasuhan yang diterima paling banyak oleh subjek
adalah gaya pengasuhan neglectful, yaitu sebanyak 48 siswa atau 35,1%. Gaya
pengasuhan kedua terbanyak adalah authoritative, yaitu 38 siswa atau 27,7% dan
gaya pengasuhan orang tua yang diterima paling sedikit subjek adalah
authoritarian, yaitu 23 siswa atau 16,8%.

4.3 Hasil Analisis Utama


Untuk melihat hubungan antara gaya pengasuhan dengan karakter disiplin,
tanggung jawab, dan penghargaan, dilakukan pengolahan data menggunakan oneway Anova dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10 Hasil Uji Anova dan Mean Gaya Pengasuhan
Karakter
Disiplin

Mean (skor rata-rata)


Authoritative

Authoritarian

Permissive

Neglectful

91,24

84,83

88,36

82,52

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

Sig.

7,924

0,000**

62

Tanggung Jawab
Penghargaan

75,79
90,26

67,96
82,44

71,25
85,32

66,38
80,19

10,559
11,637

0,000**
0,000**

** LOS 0,01

Dari hasil perbandingan rata-rata skor karakter disiplin, tanggung jawab, dan
penghargaan ditemukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor karakter yang
signifikan antara kelompok subjek dengan gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi
yang berada dibawah 0.05 bahkan 0.01.
Pada karakter disiplin, terlihat bahwa subjek yang memiliki orang tua dengan
gaya pengasuhan authoritative memiliki rata-rata skor karakter disiplin yang
paling tinggi, yaitu 91,24. Sebaliknya, subjek yang memiliki orang tua dengan
gaya pengasuhan neglectful memiliki rata-rata skor disiplin yang paling rendah,
yaitu 82,52. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek yang memiliki orang tua
dengan gaya pengasuhan authoritative memiliki karakter disiplin yang lebih baik
dibandingkan dengan subjek yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
neglectful.
Pada karakter tanggung jawab, terlihat bahwa subjek dengan gaya
pengasuhan authoritative memiliki rata-rata skor karakter tanggung jawab yang
paling tinggi, yaitu 75,79. Sebaliknya, subjek dengan gaya pengasuhan neglectful
memiliki rata-rata skor tanggung jawab yang paling rendah, yaitu 66,38. Hal ini
mengindikasikan bahwa subjek

yang

diasuh

dengan

gaya pengasuhan

authoritative oleh orang tuanya memiliki karakter tanggung jawab yang lebih baik
dibandingkan dengan subjek yang diasuh dengan gaya pengasuhan neglectful.
Pada karakter penghargaan, terlihat bahwa subjek dengan gaya pengasuhan
authoritative memiliki rata-rata skor karakter penghargaan yang paling tinggi,
yaitu 90,26. Sebaliknya, subjek dengan gaya pengasuhan neglectful memiliki ratarata skor penghargaan yang paling rendah, yaitu 80,19. Hal ini mengindikasikan
bahwa subjek yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritative oleh orang
tuanya memiliki karakter penghargaan yang lebih baik dibandingkan dengan
subjek yang diasuh dengan gaya pengasuhan neglectful.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

63

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa subjek yang menerima


gaya pengasuhan authoritative dari orang tuanya menunjukkan indikasi yang lebih
baik dalam ketiga karakter dibandingkan dengan subjek yang menerima gaya
pengasuhan lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif
(Ha) yang menyatakan bahwa: Terdapat perbedaan karakter disiplin yang
signifikan antara kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya
pengasuhan authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful, Terdapat
perbedaan karakter tanggung jawab yang signifikan antara kelompok anak yang
memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative, authoritarian,
permissive, dan neglectful, dan Terdapat perbedaan karakter penghargaan yang
signifikan antara kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya
pengasuhan authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful diterima.
4.4 Hasil Analisis Tambahan
4.4.1 Analisis Perbedaan Skor Rata-rata Karakter Disiplin, Tanggung
Jawab, dan Penghargaan Berdasarkan Asal Sekolah
Tabel 4.11 Perbedaan Mean Karakter Berdasarkan Asal Sekolah

Disiplin

Tanggung Jawab

Penghargaan

Asal Sekolah

Mean

SDS Katolik
SDS Islam
SDN
SDS Katolik
SDS Islam

50
45
42
50
45

90,04
79,64
89,69
74,04
62,89

SDN
SDS Katolik
SDS Islam
SDN

42
50
45
42

73,62
88,12
77,73
87,14

Sig, (2tailed)

24,899

.000**

35,025

.000**

25,467

.000**

Dari Tabel 4.11 yang menggunakan LOS 0.01, dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan mean yang signifikan dari skor total karakter disiplin, karakter
tanggung jawab, dan karakter penghargaan antara subjek yang berasal dari
sekolah dasar swasta Katolik, sekolah dasar swasta Islam, dan sekolah dasar

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

64

negeri. Pada ketiga karakter, SD Swasta Kritsten terlihat memiliki mean yang
paling tinggi dibandingkan dengan SD Swasta Islam, maupun SD Negeri.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

65

BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan penelitian, diskusi hasil
serta hambatan yang terjadi dari penelitian yang dilakukan, dan juga saran yang
dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa:
1. Terdapat perbedaan karakter disiplin yang signifikan antara kelompok
anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful.
2. Terdapat perbedaan karakter tanggung jawab yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
3. Terdapat perbedaan karakter penghargaan yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
Selain itu, penelitian ini juga mendapatkan hasil tambahan yang menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan karakter, baik disiplin, tanggung jawab, maupun
penghargaan, yang signifikan antara anak yang bersekolah di sekolah dasar
negeri, sekolah dasar swasta Islam, dan sekolah dasar swasta Katolik.

5.2 Diskusi
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan yang signifikan

65
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

66

antara anak usia middle childhood yang menerima gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful. Seperti yang sering dikatakan oleh
banyak peneliti, salah satunya Park (2004), bahwa gaya pengasuhan yang berbeda
dapat menghasilkan perkembangan anak yang bervariasi, termasuk dalam hal
karakter. Dilihat dari hasil penghitungan yang sudah dibahas pada bab
sebelumnya, anak yang menerima gaya pengasuhan neglectful memiliki skor
karakter yang paling rendah dan anak yang menerima gaya pengasuhan
authoritative memiliki skor karakter yang paling tinggi, baik pada karakter
disiplin, tanggung jawab, maupun penghargaan. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa anak-anak yang menerima gaya pengasuhan authoritative dari orang
tuanya memiliki karakter yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang
menerima gaya pengasuhan neglectful dari orang tuanya. Hal ini sejalan dengan
yang dikatakan oleh Demon (1998 dalam Park, 2004) bahwa orang tua
memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan karakter anak dan
orang tua yang efektif adalah mereka yang memiliki gaya pengasuhan
authoritative (Lickona, 1991)
Gaya pengasuhan authoritative merupakan kombinasi dari dimensi parental
warmth dan parental control yang sama-sama tinggi, artinya orang tua
menetapkan kontrol dan pendisiplinan yang tegas dan konsisten sekaligus
memberikan kehangatan dan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak (Lamborn,
Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Dengan adanya kontrol yang tidak
mengekang, orang tua bisa memberikan anak kebebasan untuk menentukan
pilihan, tapi membatasi situasinya, sementara dengan kehangatan dan sifat
responsif, orang tua dapat melakukan pendekatan kepada anak tanpa harus
memberikan kesan menyakitkan bagi anak (Ballantine, 2001). Di samping itu,
menurut Leman (2005), orang tua yang authoritative juga menjelaskan alasan,
serta kaitannya dengan moral, ketika menetapkan sebuah aturan kepada anak.
Dengan adanya penjelasan itu maka anak, dengan nalarnya, berusaha untuk
menaati karena memahami alasan keberadaan aturan-aturan yang berlaku di
sekitarnya. Hal-hal tersebut membantu anak untuk dapat menjadi disiplin dalam
mematuhi aturan, bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, serta

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

67

menghargai diri sendiri dan orang lain dalam melakukan pertimbangan


keputusannya.
Selain baik dalam hal karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan,
anak-anak yang diasuh oleh orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative
memiliki hal-hal positif lain dalam dirinya. Mereka memiliki pencapaian yang
baik dalam bidang akademis, mampu menghargai perbedaan, suka menolong
orang lain (Scales, et. al., 2000 dalam Park, 2004), memiliki perkembangan sosial,
persepsi diri, serta kesehatan mental yang baik (Ballantine, 2001). Anak-anak ini
juga cenderung mandiri, mampu mengendalikan diri, dan merasa puas akan
dirinya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Hal-hal positif tersebut merupakan
wujud dari warmth dan control tinggi yang diberikan orang tua kepada anak,
seperti keterlibatan orang tua dalam kegiatan anak, kasih sayang, peka akan
kebutuhan anak, memiliki ikatan yang baik dengan anak, menetapkan aturan yang
konsisten, tidak mendikte tindakan anak, dan menghargai keputusan yang dibuat
oleh anak.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh orang tua
dengan gaya pengasuhan neglectful memiliki karakter disiplin, tanggung jawab,
dan penghargaan yang paling rendah dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh
orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative, authoritarian, dan permissive.
Orang tua dengan gaya pengasuhan neglectful memiliki warmth dan control yang
rendah (Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Mereka tidak banyak
terlibat dalam kegiatan anak. Berbeda dengan authoritative yang mengutamakan
interaksi dan keterlibatan, serta pengawasan, terhadap kegiatan anak. Ballantine
(2001) juga menyatakan bahwa orang tua dengan gaya pengasuhan neglectful
tidak mendukung ataupun membantu anak dalam meregulasi diri. Mereka
seringkali gagal dalam melakukan pengawasan terhadap tingkah laku anak karena
mereka tidak terlibat dalam kehidupan atau kegiatan anak sehari-hari. Hal ini
dapat dikatakan sebagai penyebab dari rendahnya karakter anak. Padahal menurut
Smith dan Stern (1997, dalam Farrington, 2002), pengawasan orang tua kepada
anak merupakan aspek dari pengelolaan keluarga yang sangat terkait dengan
perilaku kenakalan anak. Banyak penelitian, salah satunya yang dilakukan oleh

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

68

Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch (1991), menunjukkan bahwa anakanak yang diasuh dengan gaya neglectful cenderung memiliki perilaku yang
bermasalah.
Lickona (1991) menyatakan bahwa, di samping orang tua, sekolah juga
merupakan pihak yang berperan dalam pembentukan karakter pada anak.
Penelitian ini mencoba untuk melihat apakah terdapat perbedaan karakter disiplin,
tanggung jawab, dan penghargaan yang signifikan antara anak usia middle
childhood yang bersekolah di sekolah dasar Katolik, sekolah dasar swasta Islam,
dan sekolah dasar negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara ketiga sekolah ini. Anak-anak yang bersekolah di sekolah dasar
Katolik memiliki skor karakter yang paling tinggi, sementara anak-anak yang
bersekolah di sekolah dasar Islam memiliki skor karakter yang paling rendah. Hal
ini berlaku di ketiga karakter, yaitu disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan.
Hasil tersebut bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya kurikulum dan teknik
pengajaran yang ditetapkan oleh sekolah, teknik pendisiplinan, aturan sekolah,
atau anak itu sendiri.
Ditinjau dari aspek pengolahan data dan statistik, dapat dilihat bahwa baik
pada karakter disiplin, tanggung jawab, maupun penghargaan, persebaran skor
tidak membentuk kurva normal, melainkan skewed. Persebaran skor berada di
sebelah kanan, yang berarti bahwa persebaran skor karakter cenderung tinggi. Hal
ini mungkin disebabkan oleh sampel yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki nilai karakter yang cenderung tinggi. Kemungkinan lainnya adalah
subjek cenderung memilih jawaban sesuai dengan apa yang benar menurut
lingkungan. Jika yang terjadi adalah kemungkinan kedua, artinya alat ukur yang
digunakan memiliki sifat social desirability yang cukup tinggi. Social desirability
adalah kecenderungan untuk memberikan jawaban yang diterima secara sosial
(Anastasi & Urbina, 1997). Ada juga kemungkinan bahwa subjek faking good
atau menjawab dengan jawaban yang ideal agar terlihat baik.
Untuk variabel gaya pengasuhan, terdapat jumlah yang tidak merata dalam
pengelompokkan gaya pengasuhan. Berdasarkan data yang didapat jumlah subjek

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

69

yang menerima gaya pengasuhan permissive hanya separuh dari jumlah subjek
yang menerima gaya pengasuhan neglectful. Begitu pula dengan subjek yang
menerima gaya pengasuhan authoritarian dan authoritative, perbedaan jumlah
subjek pada kedua gaya pengasuhan ini cukup tinggi.

5.3 Saran
5.3.1 Saran Metodologis
1. Seperti yang dikatakan oleh Kumar (2005) bahwa semakin besar jumlah
sampel, penelitian akan menampilkan hasil yang lebih akurat. Oleh karena
itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan jumlah
sampel yang lebih besar. Penelitian ini menggunakan lebih dari 200
sampel, namun pada akhirnya hanya sekitar separuhnya yang dapat
digunakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya kuesioner yang
tidak diisi dengan lengkap dan subjek tidak sesuai dengan karakteristik
sampel yang dibutuhkan. Jika mempunyai sampel yang lebih besar,
tentunya kesalahan-kesalahan tersebut tidak akan terlalu berpengaruh
dalam mendapatkan data dan hasil yang akurat.
2. Penelitian selanjutnya juga mungkin dapat menggunakan wawancara
dengan subjek atau orang tua subjek sebagai teknik pengambilan data
untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif, khususnya mengenai
gaya pengasuhan.
3. Teknik administrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah collective
administration. Hal ini memang memudahkan dalam pengambilan sampel
langsung dalam jumlah besar, namun yang perlu diperhatikan adalah
perbandingan antara jumlah peneliti yang memandu pengambilan data
dengan jumlah subjek, terlebih lagi dengan subjek yang masih anak-anak.
Dikarenakan kekurangan sumber daya manusia, penelitian ini hanya
menggunakan 1-2 orang untuk memandu lebih dari 30 subjek pada setiap
kali pengambilan data. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk
setiap peneliti membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-8

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

70

subjek untuk dipandu dalam pengsisian kuesioner. Hal tersebut diharapkan


dapat mengurangi kelalaian-kelalaian yang terjadi pada penelitian ini.
4. Untuk mencegah subjek faking good atau menjawab berdasarkan apa yang
dianggap benar menurut lingkungan atau orang-orang di sekitarnya dalam
menjawab, sebaiknya dalam penyusunan alat ukur, penggunaan kalimat
lebih diperhatikan agar tidak mengandung social desirability yang tinggi.
Dengan begitu, alat ukur dapat lebih menggambarkan keadaan diri subjek.
5.3.2 Saran Praktis
1. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa mengasuh anak dengan
gaya authoritative memberikan dampak yang positif, khususnya dalam
karakter anak. Dengan begitu, hal ini dapat menjadi masukan bagi orang
tua untuk meninjau kembali cara orang tua mengasuh anak. Memberikan
kehangatan kepada anak adalah hal utama dalam pengasuhan anak, namun
kontrol dari orang tua sebagai pengendalian dari tingkah laku anak juga
memiliki peran yang sama pentingnya. Yang terpenting adalah bagaimana
menyeimbangkan kedua hal tersebut dan mengaplikasikannya dalam
situasi yang tepat.
2. Sekolah juga memiliki peran dalam pengembangan karakter anak. Oleh
karena itu, perlu dipertimbangkan adanya kegiatan-kegiatan yang dapat
membantu pembentukan karakter anak didiknya. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan mengadakan pelatihan untuk guru tentang
cara mendidik yang dapat membantu/mendorong perkembangan karakter
positif pada siswa. Selain itu, mungkin bisa juga diadakan kegiatan
pengembangan karakter (character building) bagi siswa.
3. Kerja sama antara orang tua dan sekolah juga diharapkan terjadi sehingga
anak bisa mendapatkan pendidikan yang selaras, baik di rumah maupun di
sekolah. Dengan begitu, perkembangan karakter anak akan semakin kuat
karena mendapat penguatan/dukungan yang sama dari kedua lingkungan
tempat anak paling banyak menghabiskan waktunya.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

71

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L.R. & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment,


12th edition. USA: Pearson Education Group, Inc.
Allen, C., Varner, G., & Zinser, J. (2000). Prolegomena to any future artificial
moral agent. J. Exp. Theor. Artif. Intell., 12 ,251-261. Diambil dari
http://commonsenseatheism.com/wp-content/uploads/2009/08/AllenProlegomena-to-any-future-artificial-moral-agent.pdf pada 18 Maret 2012.
Anastasi, A. & Urbina, S. (1997). Psychological testing, 7th edition. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Ballantine, J. (2001). Raising competent kids: the authoritative parenting style.
Childhood Education, 78, 1, 46.
Banks, J. B. (2002). Childhood discipline: challenges for clinicians and parents.
American Family Physician. 2002 Oct 15;66(8):1447-1453. Diambil dari
http://www.aafp.org/afp/2002/1015/p1447.html pada 11 Januari 2012.
Berita Terbaru. (2011). 10 Penyebab kenakalan remaja. Diambil dari
http://grocerycouponslist.com/2011/10-penyebab-kenakalanremaja/12526.html pada 25 Januari 2012.
Berkowitz, M. W. & Bier, M. C. (2004). Research-based character education.
Journal of Educational Research, pg 73-76.
Berkowitz, M. W. & Grych, J. H. (2000). Early character development and
education. Journal of Early Education and Development. Vol. 11, No. 1,
pg. 55-72.
Blandford, S. (1998). Managing Discipline In Schools. New York: Routledge.
Borba, M. (2001). Building moral intelligent: The seven essential virtues that
teach kids to do right thing. San Fransisco: Jossey-Bass.
Brofenbrenner, U. (1986). Ecology of The Family as a Context for Human
Development: Research Perspectives. Developmental Psychology, Vol.
22, No 6., 723-742.
Brooks, J. B. (1987). The process of parenting. USA: Mayfield Publishing
Company.
Bulach, C. R. (2002). Implementing a character education curriculum and
assessing its impact on student behavior. Journal of Educational Research,
pg.79-81.

xiii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

72

Cohen, R. J., & Swerdlik, M. E. (2005). Psychological testing and assessment: an


introduction to tests and measurement. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Douglas, E. M. & Straus, M. A. (2007). Discipline by Parents and Child
Psyhcopathology. Dalam A. R. Felthous & H. Sass (Ed), International
Handbook of Psychopathic Disorder and Law (pg 303-317). New York:
John Wiley & Sons, Ltd.
Farrington, D. P. (2010). Family influences on delinquency. Dalam Springer, D.
W. & Roberts, A. R. (Eds.) Juvenile Justice and Delinquency. Sudbury,
Mass.: Jones and Bartlett (pg. 203-222)
Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral
sciences. USA: Wadsworth.
Gravetter, F. J. & Wallnau, L. B. (2007). Essential of statistics for the behavioral
sciences, 6th ed. USA: Thomson Wadsworth.
Haluan

Kepri.
(2012).
Diambil
dari
http://www.haluankepri.com/news/karimun/22792-tingkat-kenakalanremaja-meningkat-.html pada 22 Januari 2012.

Haynes, C. C. & Thomas, O. (2002). Finding common ground: a guide to


religious liberty in public school. Nashville: First Amendment Center.
Kail, R. V. (2001). Children and their development: 2nd ed. USA: Prentice Hall,
Inc.
Kail, R. V. (2012). Children and their development: 6th ed. USA: Pearson
Education, Inc.
Kaplan, R. M. & Saccuzzo, D. P. (2005). Psychological testing: principles,
applications, and issues (6th ed.). Belmont (CA): Wadsworth.
Kaufmann, D., Gesten, E., Santa Lucia, R. C., Salcedo, O., Redina-Gobioff, G.,
& Gadd, R. (2000). The Relationship Between Parenting Style and
Childrens Adjustment: The Parents Perspective. Journal of Child and
Families Studies, 9, 231-245.
Kemendiknas. (2011). Pedoman pelaksanaan pendidikan karakter. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan.
Kemendiknas. (2009). Pedoman pendidikan akhlak mulia siswa: sekolah
menengah pertama (SMP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Kompasiana. (2011). Satu dari Tiga Mahasiswi Jogya Hamil Di luar Nikah.
Diambil dari http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/03/satu-dari-tigamahasiswi-jogya-hamil-diluar-nikah/ pada 19 Februari 2012.
Lamborn, S. D., Mounts, N. S., Steinberg, L., & Dornbusch, S. M. (1991).
Patterns of competence and adjustment among adolescents from
xiv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

73

authoritative, authoritarian, indulgent, and neglectful families. Child


Development, 62, 1049-1065. doi: 0009-3920/91/6205-0020801.00.
Leman, P. J. (2005) Authority and moral reasons: parenting style and childrens
perceptions of adult rule justifications. Journal of Behavioral
Development, 29, 4, 265-270. doi: 10.1177/01650250544000044.
Lickona, T. (1991). Educating for character: how our schools can teach respect
and responsibility. New York: Bantam.
Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri
Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis.
McCabe, K. M., Clark, R., & Barnett, D. (1999). Family protective factors among
urban african american youth. Journal of Clinical Child Psychology, 28,
137-150.
Meizvira, A. (2011). Perbedaan Self-Discipline pada Mahasiswa dengan Parenting
Style Berbeda. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Miller, T. W., Kraus, R. F., & Veltkamp, L. J. (2005). Character education as a
prevention strategy in school-related violence. The Journal of Primary
Prevention. DOI: 10.1007/s10935-005-0004-x.
Moore, T. J. (2008). Family resource management. California: Sage Publications,
Inc.
Papalia, D. E., Olds, S. W., and Feldman, R. D. (2009). Human development 11th
ed. New York: McGraw Hill.
Park, N. (2004). Character strengths and positive youth development. The
ANNALS of the American Academy of Political and Social Science 591:40.
doi: 10.1177/0002716203260079.
Parke, R. D. & Clarke-Stewart, A. (2011). Social Development. USA: John Wiley
&
Sons,
Inc.
Diambil
dari
http://books.google.co.id/books?id=Z1Ebi8TAXMYC&pg=PA219&lpg=P
A219&dq=%22affects+parenting+styles%22&source=bl&ots=YTk3CAh
HVZ&sig=PkkQ7-Ie48KZDKPm-nTrK44DzuQ&hl=id&sa=X&ei=7gfT6CgDMLZrQfBltGyDA&ved=0CEwQ6AEwBQ#v=onepage&q=%2
2affects%20parenting%20styles%22&f=false pada 25 Januari 2012.
Phillips, M. (1981). Building Respect, Responsibility & Spiritual Values in Your
Child. Minnesota: Bethany House Publishers.
Psikologi Zone. Mengajari anak cara berterima kasih. Diambil
http://www.psikologizone.com/mengajari-anak-cara-berterimakasih/065113891 pada 18 Februari 2012.

dari

Ranjit, K. (2005). Research methodology : a step by step guide for beginners


(2nd. Ed). London : Sage Publications.
xv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

74

Ridwan, E. (2011). Hubungan antara Pengasuhan Orang Tua dan Karakter Respek
pada Anak Usia 10-12 Tahun. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Shockley, K. (2009). Practice dependent respect. The Journal of Value Inquiry,
43, 41-45. doi: 10.1007/s10790-009-9147-y.
Smith, A. B. (2004). How do infants and toddlers learn the rules? Family
discipline and young children. International Journal of Early Childhood,
36, 27-41.
Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif. (n.d.). Diambil dari
http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/Pendidikan-KarakterStrategi-Membangun-Moralitas-Anak-Secara-Efektif.pdf pada 25 Januari
2012.
Suchman, N. E., Rousanville, B., DeCoste, C., & Luthar, S. (2007). Parental
control, parental warmth, and psychosocial adjustment in a sample of
substance-abusing mothers and their school-aged and adolescent children.
Journal
of
Substance
Abuse
Treatment,
32,
1-10.
doi:10.1016/j.jsat.2006.07.002.
Sukiat. (1992). Tanggung Jawab dan Pengukurannya: Penelitian Mengenai
Berbagai Dimensi Tanggung Jawab dan Pengukurannya pada Mahasiswa
Universitas Indonesia. Disertasi. Depok: Program Pasca Sarjana
Universitas Indonsesia
Taylor,

A.
R.
(1996).
Family.
Diambil
dari
http://faculty.weber.edu/jabird/chf2750/Environment/FamilyInro.pdf.

The USAA Educational Foundation. (2010). Family values: Building a legacy.


Diambil dari https://www.usaaedfoundation.org/Family/category_family
pada 7 Maret 2012.
Thomas Lickona, Ph. D. Talks About Character Education. (2000). Scholastic
Early Childhood Today; ProQuest.
Todd, A. J. (1929). The family and character education. Religius Education, 24.
Vessels, G., & Huitt, W. (2005). Moral and character development.
Watson, J. E. (1999). EMPOWERED! Parenting with Respect and Dignity.
Thesis. Alberta: Faculty of Education of the University of Lethbridge.
Wissow, L.S. (2002). Child discipline in the first three years of life. Dalam N.
Halfon, K. T. McLearn, & M. A. Schuster. (Ed.), Child Rearing in
America: Challenges Facing Parents with Young Children (p 146-177).
New York: Cambridge University Press.
Workman, J. O. (2009). A cognitive-mediated model of child social anxiety and
depression: examining childrens relationships with parents and teachers.
Diambil
dari
xvi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

75

http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/Workman_uncg_0154D_10191.pdf
tanggal 12 Maret 2012.

pada

Yustisi. (2012). Catatan Akhir Tahun Polda Metro Jaya: Kenakalan remaja
meningkat
13
persen
lebih.
Diambil
dari
http://yustisi.com/2011/12/kenakalan-remaja-meningkat-13-persen-lebih/
pada 22 Januari 2012.

xvii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

76

LAMPIRAN

xviii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

77

Lampiran 1

1.1 Kuesioner Penelitian


(tidak dilampirkan)
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kuesioner dan alat ukur penelitian,
silahkan melakukan korespondensi dengan peneliti melalui alamat e-mail :
ariella.fedora@gmail.com

xix
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

78

Lampiran 2
2.1 Hasil Uji Coba Alat Ukur
2.1.1 Alat Ukur Karakter Disiplin

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items

.780

N of Items

.792

25

Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
Item1
item2
item4
Item5
Item16
Item17
Item18
Item19
Item20
Item30
Item31
Item32
Item33
Item45
Item46
Item47
Item48
Item60
Item61
Item62

84.0000
83.2821
83.1795
83.4615
83.7692
84.1795
83.7436
83.3590
83.5385
83.4872
83.4615
83.2564
83.5385
84.1795
83.7436
83.5128
83.1795
84.1026
83.3077
83.3590

Corrected
Item-Total
Correlation

68.211
67.103
70.941
68.834
66.287
68.888
66.564
69.657
66.781
63.467
64.729
68.406
66.676
61.151
64.459
68.730
69.309
60.305
67.324
66.289

Squared
Multiple
Correlation

.155
.374
.053
.152
.297
.081
.245
.123
.316
.578
.419
.224
.281
.508
.419
.142
.211
.590
.374
.364
xx

Cronbach's
Alpha if Item
Deleted

.549
.691
.778
.744
.619
.424
.857
.834
.764
.861
.913
.814
.848
.803
.799
.583
.856
.792
.768
.802

.783
.770
.783
.781
.774
.790
.777
.782
.772
.758
.766
.777
.774
.759
.766
.782
.777
.753
.771
.770
Bersambung..
Cont.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

79

Item73
Item74
Item75
Item44
Item59

83.3077
83.3590
83.7436
83.4103
83.1538

66.850
66.184
63.722
68.196
68.291

.454
.415
.424
.275
.590

.714
.867
.815
.751
.819

.768
.768
.765
.775
.770

2.1.2 Alat Ukur Karakter Tanggung Jawab

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items

.596

N of Items

.648

24

Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
Item6
Item7
Item8
Item9
Item10
Item21
Item22
Item23
Item24
Item34
Item35
Item36
Item38
Item49

75.1538
74.5897
75.3333
75.1026
74.6154
74.7692
75.1795
74.5897
74.7949
75.1795
75.0000
75.1282
75.0000
74.5128

Corrected
Item-Total
Correlation

52.713
52.090
51.491
49.621
49.717
50.445
48.730
49.354
48.378
52.256
49.211
56.430
46.316
49.941

Squared
Multiple
Correlation

.076
.138
.074
.319
.274
.243
.194
.361
.330
.094
.253
-.195
.495
.458
xxi

Cronbach's
Alpha if Item
Deleted

.638
.680
.643
.501
.561
.645
.783
.632
.907
.481
.737
.538
.810
.786

.597
.591
.604
.570
.575
.579
.586
.567
.566
.596
.576
.637
.543
.565
Bersambung..
Cont.

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

80

Item50
Item51
Item52
Item53
Item63
Item64
Item65
Item66
Item67
Item37

74.6154
74.5385
74.9744
76.4359
74.2821
74.6154
74.7692
74.6923
74.7436
74.9231

50.664
48.676
53.815
61.989
52.260
51.401
50.287
49.429
48.669
46.178

.212
.424
-.043
-.494
.247
.156
.223
.371
.370
.462

.636
.810
.420
.779
.803
.833
.537
.728
.686
.712

.582
.560
.618
.674
.584
.589
.581
.566
.563
.545

2.1.3 Alat Ukur Karakter Penghargaan

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items

.773

N of Items

.804

27

Item-Total Statistics

Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
item3
Item11
Item12
Item13
Item14
Item15
Item25
Item26
Item27
Item28
Item29

89.4615
89.4615
89.5897
89.5128
89.7179
89.6667
89.8205
89.9487
89.4872
89.3846
89.6410

Corrected
Item-Total
Correlation

79.202
78.887
78.459
74.835
84.524
78.754
79.414
76.155
80.151
78.874
78.184

Squared
Multiple
Correlation

.348
.323
.321
.609
-.034
.305
.265
.428
.414
.380
.366
xxii

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.763
.764
.764
.749
.785
.765
.768
.758
.763
.762
.762
Bersambung..
Cont.

81

Item39
Item40
Item41
Item42
Item43
Item54
Item55
Item56
Item57
Item58
Item68
Item69
Item70
Item71
Item72
Item76

89.7692
89.3077
89.8462
89.6154
90.0769
89.7436
89.7949
89.4103
89.3590
89.8205
89.2821
89.1795
89.4359
89.4872
90.6154
89.5641

78.709
79.850
75.449
75.296
78.652
77.669
83.378
84.248
79.078
77.309
81.629
82.993
84.042
81.730
82.348
74.779

.239
.453
.426
.576
.222
.465
.026
.001
.509
.379
.362
.326
.029
.207
.030
.637

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.770
.761
.758
.751
.772
.758
.782
.780
.759
.761
.766
.769
.777
.770
.789
.748

2.1.4 Alat Ukur Gaya Pengasuhan

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items
.693

N of Items

.697

25

Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted

Corrected
Item-Total
Correlation

Squared
Multiple
Correlation

Cronbach's
Alpha if Item
Deleted

soal1

72.5000

79.524

.305

.754

.678

soal2

72.4524

85.571

.059

.501

.701

soal3

71.5714

86.202

.095

.787

.694

soal4

72.2143

76.416

.480

.779

.661

soal5

71.3333

83.837

.296

.738

.682

xxiii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

Bersambung..
Cont.

82

soal6

71.9762

83.536

.180

.503

.689

soal7

72.9524

80.729

.257

.567

.683

soal8

71.4286

88.544

-.051

.670

.701

soal9

72.3571

82.382

.204

.644

.688

soal10

71.8095

85.329

.089

.495

.697

soal11

71.3810

85.754

.158

.800

.690

soal12

72.2619

78.539

.397

.802

.670

soal13

73.2857

88.746

-.079

.602

.712

soal14

71.3571

82.967

.358

.656

.679

soal15

72.5714

83.373

.163

.636

.691

soal16

72.3810

82.144

.198

.636

.689

soal17

73.0952

79.064

.368

.610

.672

sol18

71.6429

88.186

-.048

.563

.707

soal19

71.4048

81.515

.439

.723

.673

soal20

72.0476

77.607

.441

.688

.665

soal21

71.8571

82.223

.341

.769

.678

soal22

72.3571

79.552

.309

.708

.678

soal23

71.6905

76.804

.563

.706

.657

soal24

71.9286

77.190

.461

.728

.663

soal25

71.8571

86.125

.062

.365

.698

xxiv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

83

Lampiran 3
3.1 Kurva Persebaran Skor Karakter
3.1.1 Karakter Disiplin

xxv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

84

3.1.2 Karakter Tanggung Jawab

.
3.1.3 Karakter Penghargaan

xxvi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

85

3.2 Kurva Persebaran Skor Gaya Pengasuhan


3.2.1 Dimensi Parental Warmth

Warmth

3.2.2 Dimensi Parental Control

Control

xxvii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

86

Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai