UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK
JUNI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK
JUNI 2012
ii
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber, baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
NPM
: 0806344591
Tanda tangan
Tanggal
: 13 Juni 2012
ii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Penguji 2 :
iii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kehendakNya skripsi ini
boleh terjadi di waktu yang tepat menurut rencanaNya.
Saya
juga
ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu saya,
dalam bentuk apapun, selama menjalani empat tahun kuliah hingga sampailah
pada pembuatan skripsi ini.
1. Dr. Lucia R.M. Royanto, M. Si., M. Sp. Ed. selaku pembimbing skripsi
yang luar biasa. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, dan segala
sesuatu yang diberikan untuk membimbing saya dalam pengerjaan skripsi.
2. Mela Desina dan Veni Duty Inovanty selaku teman sepayung senasib
sepenanggungan. Terima kasih atas setiap suka duka, dukungan, bantuan,
dan perhatian selama pengerjaan skripsi ini.
3. Eko Handayani, S. Psi., M. Psi. dan Dra. Eva Septiana, M. Si. atas
bantuannya dalam pembuatan alat ukur gaya pengasuhan dan alat ukur
karakter.
4. Lifina Dewi Pohan, S. Psi., M. Psi. selaku pembimbing akademis yang
selalu mendukung saya di setiap kesempatan. Terima kasih atas dukungan,
bantuan, dan ilmu yang sudah diberikan.
5. Pihak-pihak di SDN 01 Baru Pagi, SD Ign. Slamet Riyadi, SD PB
Soedirman, SDN 08 Srengseng Sawah, SDIT Al Uswah, serta SDN
Pondok Cina atas kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian.
6. Christian Hermawan, Elsa Ridwan, Andi Tenri, Annisa Meizvira, Ovila
Nancy Septiawan, dan Fhardiyan Putra atas jurnal, skripsi, dan ilmuilmunya yang sangat membantu saya. Terima kasih banyak.
7. Anna S. Ranti, Alfred I. Setiadi, Neysa Jacqueline S., Emyr Prekahari P.,
dan Robby Kristian selaku keluarga yang dengan caranya masing-masing
selalu mendukung, menyemangati, dan memberikan ide-ide untuk
iv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
menyempurnakan skripsi ini. Tidak lupa juga terima kasih untuk Norah
Aurelia Kristian yang selalu menjadi sumber inspirasi.
8. Teman-teman sepermainan, Angela Wulan Deborah, Cempaka Ayu Diana,
Dara Meliza Zubir, Amelia Anggraini Parameswari, Arini Rahayu, Putra
Nugraha, Herman Riswan, Lunardi Ramli, Erynda Trihardja, Sienni
Santoro, Iletta Nathania, dan teman-teman lain, terima kasih karena sudah
memberikan pengalaman yang luar biasa di dalam dan di luar kelas.
9. Anggota FC08, Jeko, Keke, Teya, Imbi, Kara, Rara, Dea, Ollyn, Nanad,
Tephy, Alita, Dian, Tazki, Kak Echy, Kak CT, Kak Devina, Kak Tiker,
Kak Jenggo, Kak Titis, Putra Aceh, Nikki, Kyko, Yudhis, Emer, Naufal,
Hudawan, Vira, Kak Bayu, Kak Andre, Kak Budhi, Kak Haryo, Kak Edi,
Kak Riki, Bang Naim, Tely, Kak Hobert, Kak Ardy. Terima kasih untuk
setiap detik yang kita lewati bersama. Banyak banget pengalaman
berharga bersama kalian.
10. Elmer Yusuf Samuel Simanjuntak selaku sahabat, rekan kerja, mantan
pelatih, dan pasangan. Terima kasih untuk semuanya.
11. Pihak-pihak lain, teman-teman, dosen, karyawan, mas/mba kantin, dan
yang lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu namun selalu
berharga untuk setiap aspek dalam hidup saya. Thanks for being around.
Tuhan selalu melihat kebaikan-kebaikan yang sudah kalian berikan untuk saya
dan Ia pasti membalasanya berlipat-lipat ganda. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermafaat bagi orang banyak. Jika ada pertanyaan terkait skripsi ini, saya
dapat dihubungi melalui ariella.fedora@gmail.com. Terima kasih.
vi
NPM
: 0806344591
: Psikologi
Jenis karya
: Skripsi
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
vi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
vii
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul Skripsi
vii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
viii
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
The aim of this research is to see the effect of parenting style on discipline,
responsibility, and respect in middle childhood. The subjects are 203 children
aged 8 and 9. Characters and parenting style of the subjects are measured by
instruments that were constructed by a group of Character Education Research.
Based on the measurement using one-way Anova, the result shows that there are
significant differences between characters, which are discipline, responsibility,
and respect, and parenting styles, which are authoritative, authoritarian,
permissive, and neglectful in middle childhood.
Keywords :
Discipline, Responsibility, Respect, Parenting Style
viii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
ix
DAFTAR ISI
xi
xi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
xii
DAFTAR TABEL
xii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
kurangnya
disiplin
yang
diterapkan
orang
tua
terhadap
anak
sebagai karakter, pada anak. Dalam hal ini, peran orang tua sangatlah penting,
yaitu membangun kehidupan manusia baru (Lickona,1991).
Keluarga memiliki beberapa fungsi untuk dijalankan, yaitu: fungsi
reproduksi, fungsi sosialisasi, peran sosial, fungsi ekonomi, dan fungsi emosional
(Taylor, 1996). Diantara fungsi-fungsi tersebut, fungsi sosialisasi merupakan
fungsi yang paling berkaitan dengan pendidikan yang diberikan orang tua kepada
anak. Fungsi sosialisasi mengarahkan orang tua untuk memberi pemahaman
tentang norma, nilai moral, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat kepada anak. Moore (2008) mengatakan bahwa keluarga merupakan
komponen yang paling utama dari proses sosialisasi. Di dalam lingkup keluarga,
anak belajar tentang tempatnya di masyarakat, serta peran dan tingkah laku yang
memberinya status di masyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa pembentukan
karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan, menjadi bagian dari
fungsi keluarga. Pembentukan karakter tersebut dapat dinyatakan melalui
pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak.
Dalam melakukan pengasuhan, termasuk di dalamnya memberikan
pendidikan, terhadap anak, setiap orang tua memiliki caranya masing-masing.
Gaya pengasuhan yang dilakukan setiap orang berbeda-beda dan hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor. Parke dan Clarke-Stewart (2011) dalam bukunya
menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan, antara lain:
kualitas hubungan orang tua, kepribadian orang tua, pendidikan orang tua, serta
pengalaman yang diterima dari orang tua ketika mereka masih kanak-kanak.
Pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak juga didasari pada
dua hal (dimensi), yaitu kehangatan (parental warmth) dan kontrol/pengendalian
(parental control) (Suchman, Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007). Dimensi
parental control (pengendalian) merupakan konsep dimana orang tua menetapkan
standar atau batasan yang tinggi terhadap tingkah laku, perkembangan, dan
pencapaian anak, sedangkan dimensi parental warmth (kehangatan) mengacu
pada penerimaan, kasih sayang, perhatian, dan respon yang sesuai yang diberikan
orang tua pada anak. Kedua dimensi ini merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh orang tua dalam memberi pengasuhan pada anak. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Amato dan Fowler (2002, dalam McCabe, Clark,
& Barnett, 1999) menunjukkan bahwa kehangatan yang diberikan orang tua
kepada anak berhubungan secara negatif dengan tingkah laku bermasalah pada
anak. Artinya, ketika orang tua tidak atau kurang memberikan kehangatan yang
dibutuhkan oleh anak, hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya perilaku
bermasalah pada anak. Di samping itu, kontrol yang berlebihan dari orang tua
juga dapat menimbulkan gangguan kecemasan pada anak karena orang tua
membatasi anak dalam interaksi sosial, khususnya dengan lingkungan yang baru
(McCabe, Clark, & Barnett, 1999). Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan
keseimbangan antara kehangatan dan kontrol yang orang tua berikan kepada anak
sehingga dapat menghasilkan perkembangan anak, termasuk dalam hal karakter,
yang baik.
Selanjutnya, kedua dimensi tersebut akan membentuk beberapa jenis gaya
pengasuhan. Menurut Baumrind (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009),
terdapat tiga macam gaya pengasuhan, yaitu authoritative, authoritarian, dan
permissive. Selain ketiga gaya pengasuhan tersebut, Maccoby dan Martin (1983
dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) menambahkan gaya pengasuhan yang
keempat, yaitu neglectful. Pada kenyataannya, gaya pengasuhan memiliki
keterkaitan dengan persepsi anak-anak terhadap orang tua mereka. Anak-anak
secara subjektif memandang orang tua yang authoritarian sebagai orang tua yang
terlalu mengekang (overprotective) dan kurang penyayang (Rey & Plapp, 1990
dalam Kaufmann, Gesten, Santa Lucia, Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd,
2000), sedangkan orang tua yang authoritative dipandang sebagai orang tua yang
demokratis (Kaufmann, Gesten, Santa Lucia, Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd,
2000). Di sisi lain, orang tua dengan gaya pengasuhan neglectful seringkali
dianggap mengacuhkan anak mereka (Ballantine, 2001).
Baumrind menyatakan bahwa setiap gaya pengasuhan ini dapat
mempengaruhi pola tingkah laku anak (1971, dalam Papalia, Olds, & Feldman,
2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind (1967 dalam Kaufmann,
Gesten, Santa Lucia, Salcedo, Rendina-Gobioff, & Gadd, 2000) menyatakan
bahwa anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritative cenderung jauh
dari kecanduan obat-obatan dan perilaku nakal. Mereka juga memiliki pretasi
akademik yang baik di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Lamborn, Mounts, Steinberg, dan Dornbusch (1991) pada partisipan usia remaja,
anak-anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritarian terlihat memiliki
kemampuan sosial lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang diasuh
dengan gaya pengasuhan permissive, namun anak-anak yang diasuh dengan gaya
pengasuhan permissive ini cenderung menjadi pecandu obat-obatan terlarang. Di
sisi lain, gaya pengasuhan neglectful cenderung memberi dampak negatif terhadap
perkembangan anak, termasuk dalam hal perilaku bermasalah (Lamborn, Mounts,
Steinberg, dan Dornbusch, 1991)
Dengan melihat bahwa kenakalan marak dilakukan anak di usia remaja,
akan lebih baik jika pembentukan karakter melalui pengasuhan orang tua
dilakukan lebih dini. Usia middle childhood atau seringkali disebut sebagai usia
sekolah dasar, dengan rentang usia 6-12 tahun, merupakan saat yang tepat karena
usia tersebut merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang
(Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif, n.d.). Pada usia tersebut
juga anak-anak memiliki kemampuan kognitif untuk dapat berpikir secara logis
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Dengan begitu orang tua dapat memberikan
pemahaman-pemahaman mengenai apa yang baik/buruk, benar/salah untuk
membentuk karakter yang baik pada anak. Anak-anak pada usia ini juga mulai
mengerti bahwa peraturan dibuat untuk membantu mereka dalam kehidupannya,
bukan sekedar untuk dipatuhi dan mendapatkan reward atau menghindari
hukuman (Kail, 2001). Oleh karena itu, orang tua sebagai pendidik utama karakter
pada anak (Brofenbrener, 1986) memegang peranan yang sangat penting dalam
membangun kehidupan manusia baru, yaitu anak-anak (Lickona,1991)
Berdasarkan fenomena di atas, penelitian ini akan meneliti tentang
pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap karakter anak usia middle
childhood. Karakter di sini adalah karakter disiplin, tanggung jawab, serta
penghargaan. Dalam penelitian ini akan dilihat gambaran ketiga karakter ini pada
gaya pengasuhan yang berbeda (authoritative, authoritarian, permissive,
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pepengaruh gaya pengasuhan orang
tua terhadap karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan pada anak usia
middle childhood.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, antara lain:
a. Menunjukkan pengaruh gaya pengasuhan oran tua terhadap karakter
disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan anak usia middle childhood.
b. Kepada para orang tua, penelitian ini dapat memberi masukan mengenai
gaya pengasuhan yang lebih baik untuk menghasilkan karakter disiplin,
tanggung jawab, dan penghargaan pada anak usia middle childhood.
1.5
Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terdiri dari lima bagian, yaitu:
a. Bagian 1 berisi Pendahuluan, yang berisi latar belakang penelitian,
masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan penelitian.
b. Bagian 2 berisi Tinjauan Pustaka, yang terdiri dari teori-teori yang
digunakan sebagai acuan dalam penelitian, seperti
teori karakter,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori, berkenaan dengan setiap
variabel yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu karakter disiplin, tanggung
jawab, penghargaan, serta gaya pengasuhan. Teori tersebut mencakup definisi,
dimensi, dan hal-hal lain yang berkaitan.
2.1 Karakter
Ketika berbicara tentang karakter, seringkali muncul istilah-istilah lain
berkaitan, seperti: akhlak mulia, moral, dan nilai. Departemen Pendidikan
Nasional (2009) mengartikan akhlak mulia sebagai tata perilaku yang didasari
oleh sistem nilai-nilai universal untuk berbuat baik dan bermanfaat bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akhlak mulia digambarkan
dalam perilaku, sikap, perbuatan, adab, dan sopan santun. Dilihat dari
penjabarannya, akhlak mulia dapat dikatakan sebagai istilah lain dari karakter.
Istilah lain yang tidak lepas dari pembahasan tentang karakter adalah
moral. Menurut Damon (1988, dalam Vessel & Huitt, 2005), para peneliti
mengidentifikasi moral dalam enam definisi, yakni: (1) suatu orientasi evaluatif
yang membedakan baik dan buruk, serta menetapkan yang baik, (2) kewajiban
terhadap standar yang ditetapkan masyarakat pada umumnya, (3) perasaan
bertanggung jawab untuk bertingkah laku dengan memperhatikan orang lain, (4)
adanya perhatian terhadap hak-hak orang lain, (5) adanya komitmen untuk
bersikap jujur di dalam sebuah hubungan interpersonal, dan (6) suatu kondisi
pikiran yang menimbulkan reaksi emosi yang negatif terhadap tindakan-tindakan
yang tidak pantas/sesuai.
Selain itu, terdapat istilah nilai yang merupakan kebiasaan individu yang
berkembang melalui kehendak baik dan secara konsisten terwujud dalam perilaku
sesuai dengan kehendak baik tersebut (Park, 2004). Nilai juga memiliki arti
9
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
10
sebagai sebuah keyakinan pribadi, dorongan, dan konsep ideal yang dipegang
teguh (The USAA Educational Foundation, 2010). Menurut Lickona (1991), nilai
terdiri dari dua macam, yaitu moral dan nonmoral, sedangkan nilai moral sendiri
terbagi menjadi nilai moral universal dan nilai moran non universal. Selanjutnya
akan dipaparkan mengenai definisi karakter dari beberapa ahli.
yang
dimaksudkan
disini
adalah
hal-hal
penting
yang
11
baik. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki karakter yang baik, pada
umumnya
memiliki
pengetahuan
tentang
hal
yang
baik
dan
dapat
membedakannya dari yang buruk. Individu tersebut juga memiliki keinginan yang
menuju pada hal-hal yang baik. Selain itu, seseorang dengan karakter yang baik
akan cenderung untuk melakukan hal yang dianggap dan diketahuinya sebagai
sesuatu yang baik.
Josephson (2004, dalam Miller, Krauss, & Veltcamp, 2005) menyatakan
bahwa karakter adalah aspek-aspek kepribadian yang dapat dipelajari melalui
pengalaman, latihan, dan proses sosialisasi. Karakter juga berguna dalam
membantu seseorang untuk berperilaku pada situasi sosial atau interpersonal. Ciri
utama yang dimiliki orang yang berkarakter adalah adanya konsistensi perilaku di
berbagai waktu (Miller, Kraus, & Veltkamp, 2005).
Berdasarkan penjabaran di atas, karakter dapat diartikan sebagai aspekaspek kepribadian yang dapat dipelajari melalui pengalaman, latihan, dan proses
sosialisasi, yang terbentuk menjadi sebuah sifat dasar yang menentukan
bagaimana seseorang bertingkah laku, dalam hubungan sosial dan intrapersonal,
serta relatif konsisten di berbagai waktu.
12
1. Moral Knowing
Moral knowing disebut juga sebagai pengetahuan individu atau sisi
kognitif dari karakter. Terdapat enam aspek moral knowing yang
berperan sebagai tujuan dari pendidikan karakter, yaitu :
a. Moral awareness, mengindikasikan adanya kesadaran seseorang
akan isu moral yang menuntut penilaian moral di dalam situasi yang
sedang dihadapinya.
b. Knowing moral values, artinya memiliki pengetahuan tentang nilainilai moral apa saja yang berlaku dan perlu dianut seseorang dalam
kehidupannya.
c. Perspective-taking, merupakan kemampuan untuk melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain, melihat sebuah kondisi sebagaimana
orang lain melihatnya, serta membayangkan apa yang akan orang
lain pikirkan, bagaimana reaksi mereka, serta perasaan mereka
dalam kondisi tersebut. Hal ini merupakan syarat untuk dapat
melakukan penilaian moral.
d. Moral
reasoning,
merupakan
komponen
yang
melibatkan
keputusan,
seseorang
perlu
mempertimbangkan
13
2. Moral Feeling
Moral feeling merupakan sisi emosional dari karakter. Hanya
sekedar mengetahui apa yang benar tidak menjamin seseorang akan
berperilaku benar juga. Seberapa peduli seseorang terhadap nilai-nilai
moral dapat mempengaruhi pengetahuannya tentang moral menuju
kepada perilaku yang bermoral. Terdapat enam aspek moral feeling yang
akan dijelaskan selanjutnya, yaitu:
a. Conscience atau hati nurani memiliki dua sisi, yaitu sisi kognitif
(mengetahui apa yang benar) dan sisi emosional (merasa
berkewajiban untuk melakukan apa yang benar).
b. Self-esteem atau penghargaan diri merupakan salah satu aspek
moral feeling yang penting. Ketika seseorang memiliki self-esteem
yang baik, ia akan melihat bahwa dirinya bernilai. Ketika ia
melihat bahwa dirinya bernilai, ia akan lebih menghargai dirinya
dan tentunya ia akan menjaukan hal-hal yang tidak baik
daripadanya.
c. Empathy, merupakan identifikasi diri terhadap keadaan orang lain,
memampukan kita untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain.
d. Loving the good, yaitu sikap menyukai/tertarik pada hal-hal yang
baik.
e. Self-control atau pengendalian diri merupakan aspek yang sangat
penting. Self-control dapat mengendalikan kita dari melakukan hal
yang salah dan membantu kita untuk tetap bersikap benar meskipun
kita tidak ingin melakukannya.
f. Humility atau kerendahan hati merupakan sisi afektif dari selfknowledge.
Conscience, self-esteem, emphaty, loving the good, self-control,
dan humility membentuk sisi emosional dari moral diri kita. Jika
digabungkan dengan komponen moral knowing, akan terbentuk sebuah
jembatan, yaitu motivasi, untuk seseorang bertindak secara moral. Kedua
14
15
sama lain. Meskipun seseorang yang memiliki karakter yang baik tidak selalu
menampilkan hal yang benar secara moral, ketiga komponen tersebut, yakni
moral knowing, moral feeling, dan moral action perlu terus dikembangkan. Hal
ini dikarenakan pada dasarnya pembentukan karakter yang baik merupakan proses
yang berlangsung sepanjang kehidupan. Selain itu, apa yang disebut dengan
karakter yang baik mencakup berbagai jenis karakter yang akan dijelaskan
kemudian.
2.1.3 Jenis-jenis Karakter
Lickona dalam bukunya yang berjudul Educating for Character,
menyebutkan berbagai jenis karakter yang perlu dikembangkan. Lickona (1991)
mengatakan bahwa penghargaan dan tanggung jawab merupakan karakter dasar
yang perlu diberikan kepada anak-anak. Selain kedua karakter tersebut, terdapat
karakter-karakter lainnya, seperti: kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan,
disiplin, mau menolong, kasih sayang, kerja sama, keberanian, dan sejumlah nilainilai demokrasi. Hal-hal di atas adalah nilai-nilai khusus yang merupakan bentuk
dari penghargaan dan/atau tanggung jawab atau bantuan untuk seseorang berlaku
menghargai dan tanggung jawab. Di samping itu, pada tahun 2011, Departemen
Pendidikan Nasional Indonesia mencanangkan 18 nilai yang bersumber dari
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Delapan belas nilai
tersebut adalah: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi,
bersahabat/komunikatif,
cinta
damai,
gemar
membaca,
peduli
16
baik. Untuk karakter disiplin, Banks (2002) menyatakan bahwa disiplin memiliki
peran yang penting di dalam perkembangan sosial dan emosional anak. Selain itu,
di dalam survei yang dilakukan oleh Bulach pada tahun 1999 (dalam Bulach,
2002) didapatkan hasil berupa ranking bahwa karakter disiplin, tanggung jawab,
dan penghargaan termasuk dalam lima karakter yang paling penting untuk
diajarkan kepada anak-anak. Bagian berikutnya akan membahas mengenai ketiga
karakter tersebut.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter
Secara umum, Borba (2001) menyatakan bahwa dalam membentuk
karakter
pada
anak,
pada
dasarnya
terdapat
banyak
faktor
yang
mempengaruhinya, antara lain: perlakuan orang sekitar, termasuk orang tua, rasa
percaya, adanya role model, penggunaan bahasa, dan media. Hubungan hangat,
akrab, dan penuh penghargaan dari orangtua adalah faktor yang sangat penting
untuk mematangkan karakter. Lingkungan juga bertanggung jawab dalam
pembentukan karakter anak karena anak akan berinteraksi dan mendapat
perlakuan dari orang-orang yang ada di sekitarnya, baik orang-orang yang berada
bersama anak di rumah, maupun yang berasal dari luar rumah (Borba, 2001).
Rasa percaya terhadap lingkungan juga dapat mempengaruhi pembentukan
karakter anak. Secara tidak sadar, orangtua seringkali melatih rasa takut dan
curiga pada anak. Hal ini membentuk rasa tidak percaya anak terhadap
lingkungan. Orangtua terbiasa memberikan prasangka pada orang yang tidak
dikenal dengan tujuan untuk melindungi anak dari kejahatan yang banyak terjadi
di luar lingkungan rumah. Di sisi lain, sikap curiga tersebut sebenarnya dapat
menghambat perkembangan karakter anak karena pada dasarnya perilaku moral
adalah memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya (Borba, 2001).
Selanjutnya adalah role model atau panutan. Role model merupakan suatu
bentuk strategi pengajaran yang paling baik. Semakin signifikan peran seseorang
dalam pandangan seorang anak, orang tersebut akan semakin berpengaruh dalam
kehidupan anak. Oleh karena itu, orang-orang yang berada di sekitar anak harus
dapat menjadi teladan yang baik. Anak juga perlu diberi pengetahuan dan
17
pengawasan mengenai siapa saja orang yang patut dijadikan teladan. (Borba,
2001). Faktor lainnya adalah penggunaan bahasa. Borba (2001) menyatakan
bahwa salah satu cara untuk menunjukkan karakter penghargaan yang dimiliki
seseorang adalah melalui ucapan. Pilihan kata yang sering didengar anak dapat
mempengaruhi karakter dan tingkah laku yang ditampilkan oleh anak.
Media juga merupakan faktor yang tidak kalah besar dampaknya dalam
hal pembentukan karakter. Berbagai media informasi menyediakan sajian tanpa
batasan yang jelas. Lihat saja bagaimana internet dengan mudah memfasilitasi
anak untuk membuka situs porno. Selain itu, stasiun televisi juga seringkali
menayangkan program-program yang menunjukkan kekerasan, penggunaan
bahasa dan interaksi yang kurang sopan, dan sebagainya. Media-media informasi
ini memberikan kontribusi pada perkembangan karakter anak dan pesan-pesan
negatif yang diterima anak dapat menghambat perkembangan karakternya. Oleh
karena itu, penyajian konten media yang positif perlu ditingkatkan agar dapat
mengembangkan karakter yang baik pada anak (Borba, 2001).
Selain faktor-faktor di atas, Park (2004) mengungkapkan faktor-faktor lain
yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang, salah satunya adalah faktor
biologis. Menurut penelitian, pola tingkah laku empati dan prososial dapat
diwariskan (Matthews et. al., 1981 dalam Park, 2004). Di samping itu, faktor
biologis juga mendasari adanya perbedaan individual dalam kemampuan
bersosialisasi, emosi, dan perkembangan karakter. Selanjutnya, orang tua. Demon
(1988, dalam Park, 2004) menyatakan bahwa orang tua memainkan peran yang
sangat penting dalam perkembangan karakter anak. Gaya pengasuhan yang
berbeda berkaitan dengan berbagai aspek positif dan negatif dalam perkembangan
anak. Gaya pengasuhan yang baik secara konsisten berkaitan dengan tingkah laku
prososial anak, seperti berbagi dengan teman sebaya, pengendalian diri, dan
kepercayaan diri (Baumrind, 1998 dalam Park, 2004).
Hubungan yang baik dengan anggota keluarga dan teman juga berperan
dalam membangun karakter yang baik. Seiring dengan berjalannya usia, pengaruh
dari kelompok teman sebaya atau peer group memiliki dampak yang lebih besar
18
lagi dalam perkembangan karakter seseorang (Birch & Billman, 1986 dalam Park,
2004). Selain itu, institusi yang positif, seperti sekolah juga mempengaruhi
perkembangan karakter karena sekolah pada umumnya memiliki program
pendidikan moral (moral-education program). Faktor lain yang mempengaruhi
karakter seseorang adalah struktur keluarga yang kuat dengan atauran, ritual, dan
tradisi yang konsisten, serta rasa saling menghargai pada setiap anggota keluarga.
Hal ini mendukung perkembangan karakter, khususnya pada masa remaja awal
(Baumrind, 1998 dalam Park, 2004). Selain nilai-nilai di dalam keluarga, nilai
yang ada di luar individu, seperti nilai moral masyarakat juga turut memberi
pengaruh dalam perkembangan karakter. Perbedaan budaya dapat menyebabkan
nilai moral yang berbeda.
2.2 Disiplin
Kata disiplin berasal dari bahasa latin, yaitu disciplinare yang berarti
mengajarkan (Banks, 2002).
2.2.1 Definisi Disiplin
Dalam bukunya yang berjudul Managing Discipline in School,
Blandford (1998) mengatakan bahwa tidak ada definisi yang pasti dari disiplin.
Hal ini sejalan dengan Douglas dan Straus (2007) yang mengatakan bahwa
pengertian disiplin yang mereka temui dari berbagai buku psikiatri yang ada
sangat bervariasi, mulai dari apa yang harus dilakukan oleh orang tua dalam
membentuk anak agar berkelakuan baik, misalnya dengan memberikan kasih
sayang, dukungan, dan pengawasan moral, sampai pada tingkah laku yang lebih
khusus dalam menanggapi perilaku anak yang buruk, seperti memukul,
mengomel, bahkan memberikan hukuman yang keras. Dengan kata lain, berbagai
tokoh mengungkapkan definisinya masing-masing tentang disiplin sesuai dengan
pandangan mereka.
Departemen Pendidikan Nasional (2009) menjelaskan disiplin sebagai
perilaku taat pada peraturan. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009), disiplin
dapat dikatakan sebagai suatu pemberian pengarahan atau pelatihan. Disiplin
mengacu pada suatu metode yang ditujukan untuk membentuk karakter dan
19
20
21
Menurut Smith (2004) terdapat enam prinsip atau ciri dari disiplin yang
efektif, yaitu:
1. Kehangatan dan keterlibatan orang tua. Sifat responsif, hubungan
timbal balik, serta adanya perhatian dan kasih sayang yang ditunjukkan
orang tua terhadap anak dapat membentuk disiplin yang efektif
(Baumrind, et. al., 2002 dalam Smith, 2004).
2. Komunikasi yang jelas dan harapan. Disiplin dapat disebut juga
sebagai suatu bentuk pengajaran. Oleh karena itu, perlu adanya
penyampaian yang jelas dari orang tua terhadap anak. Dengan begitu,
anak dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh orang tua.
Jika pesan yang disampaikan ambigu atau membingungkan, tingkah
laku yang ditampilkan anak dapat menjadi lebih buruk. (Grusee &
Goodnow, 1994; Kalb & Loeber, 2003; Prusank, 1995 dalam Smith,
2004).
3. Penarikan kesimpulan dan penjelasan. Penalaran, penjelasan, dan
pemberian konsekuensi yang logis merupakan ciri-ciri dari disiplin
yang baik. Anak-anak perlu untuk tahu mengapa tingkah laku mereka
tepat atau tidak tepat (Baumrind, 1996; Grusee & Goodnow, 1994
dalam Smith, 2004).
4. Aturan, batasan, dan permintaan. Anak dapat memahami aturan dan
batasan yang ditetapkan orang tua apabila diberikan secara jelas,
konsisten, dan adil. Jika diberikan tanpa paksaan dan masuk akal,
batasan yang tinggi sekalipun dapat memberikan dampak yang positif
(Baumrind, 1996; McCabe, Clark, & Barnett, 1999 dalam Smith,
1999).
5. Konsistensi dan konsekuensi. Contoh yang positif dan adanya
penguatan yang konsisten sangatlah penting untuk dapat mengajarkan
anak bertingkah laku dengan baik dan benar (Acker & OLeary, 1996,
Cavell, 2001, Gross & Garvey, 1997 dalam Smith, 2004).
6. Konteks dan struktur. Tepat atau tidaknya sebuah tingkah laku
dipengaruhi oleh konteks atau kejadian sebelumnya (Honig &
22
Wittmer, 1991 dalam Smith, 2004). Salah satu tipe konteks adalah
orang tua, saudara, atau teman sebaya yang menjadi model bagi anak
yang seringkali mengimitasi tingkah laku mereka (Barr & Hayne, 2003
dalam Smith, 2004).
Prinsip-prinsip di atas merupakan hal yang penting bagi anak di segala
usia, khususnya anak di bawah usia tiga tahun karena mereka sedang berada di
usia formatif atau masa pembelajaran mengenai batas-batas perilaku yang dapat
diterima (Smith, 2004). Selain itu, Banks (2002) menyatakan bahwa dalam
penerapan disiplin sebenarnya terdapat beberapa faktor pendekatan yang
digunakan, seperti model atau panutan, sikap, penghargaan, hukuman, serta
penguatan terhadap tingkah laku yang diterima di masyarakat. Dengan kata lain,
disiplin bukan hanya berarti memberi hukuman dalam mendidik, seperti yang
dipikirkan oleh kebanyakan orang. Sama seperti yang dikatakan oleh Holden
bahwa disiplin berbeda dari hukuman karena disiplin menekankan pada
pengajaran dan konsekuensi dari suatu tindakan (2002, dalam Smith, 2004).
2.2.3 Dimensi Karakter Disiplin
Tidak ditemukan teori yang secara jelas menyatakan dimensi dari karakter
disiplin. Oleh karena itu, berdasarkan definisi yang sudah dijabarkan di atas,
penelitian ini menggunakan empat dimensi, yaitu disiplin di keluarga, disiplin di
kelas, disiplin di sekolah, dan disiplin di masyarakat. Disiplin di keluarga
mencakup tingkah laku menaati aturan-aturan yang umum berlaku di keluarga,
seperti menjaga keteraturan di rumah dan menyadari hak dan kewajiban sebagai
anggota keluarga.
Disiplin di kelas dibedakan dengan disiplin di sekolah karena pada
umumnya kelas juga memiliki aturannya sendiri, di samping aturan sekolah.
Contoh bentuk disiplin di kelas, yaitu mendengarkan ketika guru sedang
mengajar. Kemudian untuk bentuk disiplin di sekolah, misalnya mengikuti
kegiatan yang diadakan oleh sekolah dan datang tepat waktu sesuai aturan
sekolah. Dimensi lainnya adalah disiplin di masyarakat. Disiplin di masyarakat
merupakan tingkah laku menaati aturan-aturan atau norma atau adat istiadat yang
23
24
25
Park, 2004), hubungan dengan teman (Birch & Billman, 1986 dalam Park, 2004),
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter
tanggung jawab pada anak.
Selain itu, Lickona (1991) menyatakan bahwa sekolah memiliki peranan
yang penting dalam membangun tanggung jawab pada anak. Di sekolah, anakanak dapat belajar atau berdiskusi tentang moral baik melalui kurikulum maupun
contoh yang diberikan oleh guru dan anggota sekolah lainnya. Iklim moral yang
terwujud dalam peraturan kelas serta orientasi moral guru juga dapat berpengaruh
terhadap perkembangan tanggung jawab anak (Higgins, Power, & Kohlberg, 1994
dalam Park, 2004).
Pada akhirnya, anak harus belajar untuk mengendalikan dirinya agar dapat
bertingkah laku dan bekerja dengan baik meskipun tidak sedang diawasi
(Blandford, 1998). Dinkmeyer, McKay, dan Dinkmeyer (1997, dalam Watson,
1999) menyatakan bahwa tanpa batasan, anak-anak akan cenderung mengalami
kesulitan untuk belajar tentang tanggung jawab. Mereka tidak akan belajar untuk
peduli terhadap perasaan dan hak orang lain. Mereka juga akan kesulitan untuk
melihat bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab satu sama lain. Sejalan
dengan hal tersebut, Philips (1981) menyatakan bahwa disiplin diri merupakan
elemen dari tanggung jawab.
2.3.3 Dimensi Karakter Tanggung Jawab
Sukiat (1992) menyebutkan bahwa terdapat enam dimensi dalam tanggung
jawab, yaitu: hasil kerja yang bermutu, kesediaan menanggung risiko, pengikatan
diri pada tugas, memiliki prinsip hidup, kemandirian, dan keterikatan sosial.
Keenam dimensi ini akan dijabarkan di bawah ini.
Hasil kerja yang bermutu mengacu pada pelaksanaan suatu tugas yang
disepakati oleh individu, yang membuat dirinya berusaha menyelesaikan tugasnya
sampai tuntas dan berkualitas baik. Dengan kata lain, ketika dibebankan pada
suatu tugas, individu yang bertanggung jawab akan berusaha untuk menyelesaikan
tugas tersebut hingga selesai dan memberikan hasil yang terbaik.
26
27
individu bertingkah laku dengan baik sehingga bisa berdampak baik pula kepada
lingkungan sosialnya.
2.4 Penghargaan
2.4.1 Definisi Penghargaan
Penghargaan berarti memandang seseorang atau sesuatu sebagai hal yang
berharga/bernilai (Lickona, 1991). Shockley (2009) juga mengatakan bahwa
menghargai seseorang atau sesuatu adalah memberi atribut bahwa seseorang atau
sesuatu berada dalam kondisi normatif yang penting. Maksudnya adalah ketika
kita menghargai seseorang, kita akan menempatkan dan melihat orang tersebut
sebagai sesuatu yang penting. Departemen Pendidikan Nasional (2009)
menyandingkan karakter penghargaan dengan karakter toleransi, yang memiliki
arti memahami dan menghargai keyakinan atau kebiasaan orang lain.
Lewis (2005, dalam Ridwan, 2011) mengartikan penghargaan secara rinci,
yaitu keadaan dimana seseorang menggunakan tata krama yang baik, santun dan
sopan, berbicara dengan nada yang ramah, menggunakan bahasa tubuh yang
sopan, menunjukkan perhatian kepada orang lain (termasuk orang yang lebih tua,
orangtua, wali, guru, teman sebaya, saudara, anggota keluarga yang lain, dan
orang lainnya), menghormati keinginan, kebutuhan, ide, perbedaan, keyakinan,
kebiasaan, dan kebudayaan orang lain, merawat makhluk hidup lain dan juga
bumi (hewan, tumbuhan, dan lingkungan), serta mematuhi peraturan, hukum, dan
kebiasaan (tradisi) dari keluarga, keyakinan, komunitas, dan negara. Penghargaan
pada dasarnya merupakan suatu sisi dari karakter yang menahan kita dari tindakan
menyakiti hal-hal yang bernilai (Lickona, 1991)
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penghargaan berkaitan dengan nilai atau keberhargaan dari sesuatu atau
seseorang. Oleh karena itu, definisi penghargaan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah melihat seseorang atau sesuatu sebagai hal yang memiliki
nilai serta menjaga hal tersebut.
28
terhadap
segala
bentuk
kehidupan
dan
lingkungan
yang
29
30
Berkowitz & Grych, 2000) serta parental support dan parental control (dalam
Meizvira, 2011).
Berdasarkan peninjauan, pada dasarnya dimensi-dimensi tersebut kurang
lebih memiliki makna yang serupa, hanya saja disebutkan dengan istilah yang
berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan dua dimensi, yaitu
parental warmth dan parental control. Kehangatan (warmth) dan kontrol (control)
merupakan dua dimensi dasar dalam pengasuhan (Baumrind, 1971; Maccoby &
Martin, 1983; Parke & Buriel, 1998 dalam Workman, 2009). Di samping itu,
menurut Suchman, Rounsaville, DeCoste, dan Luthar (2007), dimensi parental
warmth dan dimensi parental control merupakan dimensi yang paling luas dan
paling umum digunakan. Kombinasi dari kedua dimensi ini akan membentuk
empat jenis gaya pengasuhan, yaitu authoritative, authoritarian, permissive, dan
neglectful. Keempat gaya pengasuhan ini akan dijelaskan di bagian selanjutnya.
a. Parental warmth (acceptance/responsiveness/involvement). Amato
(1990, dalam Suchman, Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007)
mengkarakteristikkan dimensi ini ekspresi dari ketertarikan terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh anak, keterlibatan dalam kegiatan anak,
antusiasme dan pujian terhadap pencapaian anak, serta sikap yang
menunjukkan kasih sayang terhadap anak. Menurut Maccoby dan
Martin (1983, dalam Workman, 2009), sikap orang tua yang
ditunjukkan dalam dimensi ini berkisar antara sensitif sampai pada
melakukan kekerasan. Lamborn, Mounts, Steinberg, dan Dornbusch
(1991) menyatakan bahwa dimensi ini menunjukkan ukuran kasih
sayang, tanggapan, dan keterlibatan orang tua yang diterima oleh anakanak mereka. Selain itu, menurut Baumrind (1988, dalam Suchman,
Rounsaville, DeCoste, & Luthar, 2007) dimensi ini juga mencakup
kehangatan, cognitive responsiveness (kemampuan orang tua untuk
menjelaskan aturan diterapkan), attachment, penerimaan, keterlibatan
orang tua dalam kegiatan anak, dan ikatan antara orang tua dengan
anak. Rohner (2004, dalam Workman, 2009) menambahkan rendahnya
31
kritik dan penolakan terhadap anak sebagai sikap yang juga termasuk
dalam dimensi parental warmth.
b. Parental control
(strictness/demandingness/supervision). Amato
empat gaya
pengasuhan,
yaitu
authoritative, authoritarian,
permissive (indulgent), dan neglectful (Maccoby & Martin, 1983 dalam Lamborn,
Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Empat jenis gaya pengasuhan ini sesuai
dengan teori yang dipopulerkan oleh Baumrind (1989) dan Maccoby dan Martin
(1983).
32
33
34
Parental Warmth
Parental Control
Authoritarian
Authoritative
Permissive
Neglectful
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
2.5.4
yang berbeda. Salah satunya dipengaruhi oleh kualitas hubungan orang tua itu
sendiri (Parke & Clarke-Stewart, 2011). Orang tua dengan kualitas hubungan
yang baik akan cenderung memiliki gaya pengasuhan yang authoritative.
Kepribadian orang tua juga mempengaruhi gaya pengasuhan yang mereka
lakukan. Orang tua dengan kepribadian yang kurang ramah akan lebih menjadi
authoritarian (Clark et. al., 2000 dalam Parke & Clarke-Stewart, 2011). Sikap
kurang ramah yang dimiliki orang tua terpancar dalam cara mereka mengasuh
anak. Mereka kurang responsif terhadap kebutuhan anak, seringkali melakukan
35
penolakan, serta lebih tegas karena kurangnya kehangatan yang mereka miliki
untuk bisa diberikan kepada anak.
Di samping itu, kesehatan mental orang tua juga mempengaruhi gaya
pengasuhan. Tentunya orang tua dengan mental yang kurang sehat akan memiliki
hambatan untuk dapat mengasuh anak dengan cara yang ideal. Orang tua yang
neurotik (depresi, cemas, dan obsesif) akan bersikap lebih negatif dan melakukan
penolakan terhadap anak (Belsky, et. al., 1995 dalam Parke & Clarke-Stewart,
2011). Parke dan Clarke-Stewart (2011) dalam bukunya juga menyebutkan
beberapa faktor lain yang mempengaruhi gaya pengasuhan, yaitu: tingkah laku
anak dan pengalaman yang diterima dari orang tua ketika mereka masih kanakkanak. Seringkali orang tua melakukan pengasuhan terhadap anak-anak mereka
sebagaimana mereka diasuh oleh orang tua mereka atau dapat juga terjadi
sebaliknya. Jika mereka merasa tidak puas dengan pengasuhan yang mereka
terima pada masa anak-anak, mereka akan mencegah hal yang sama dirasakan
oleh anak mereka.
2.6 Anak Usia Middle Childhood
Anak-anak yang dikategorikan dalam usia middle childhood adalah anakanak yang usianya berada di rentang 6 sampai 11 tahun (Papalia, Olds, &
Feldman, 2009). Ditinjau dari aspek kognitif, ada usia ini, anak-anak memasuki
tahap konkrit operasional, berdasarkan teori Piaget. Pada tahap ini mereka dapat
menggunakan operasi mental, seperti penalaran dan menyelesaikan masalah yang
konkrit (nyata). Anak-anak pada usia ini juga dapat berpikir secara logis karena
mereka dapat mengambil berbagai aspek dari situasi ke dalam pertimbangan
mereka. Di sisi lain, pemikiran mereka masih terbatas dalam situasi nyata
sekarang dan saat ini (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Dilihat dari perkembangan psikososialnya, usia middle childhood, yang
biasa disebut juga sebagai usia sekolah merupakan masa dimana anak sudah mulai
mengenal peer/kelompok teman sebaya, sekolah, dan komunitas yang lebih luas
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Anak mulai rentan terpengaruh oleh peer, baik
itu pengaruh positif maupun negatif. Berdasarkan tahap perkembangan psikososial
36
menurut Erickson, anak-anak usia middle childhood berada di tahap keempat yaitu
industry versus inferiority. Pada tahap ini anak-anak mulai belajar keterampilanketerampilan yang dibutuhkan/menjadi tuntutan lingkungan atau sebaliknya, jika
tidak berhasil, mereka akan merasa inferior (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Virtue dari tahap perkembangan psikososial ini adalah kompetensi, dimana anak
melihat dirinya mampu menguasai sebuah keterampilan dan menyelesaikan tugas.
Di sisi lain, jika mereka menjadi terlalu industrious, mereka dapat menolak
hubungan sosial dan menjadi penggila kerja (workaholics).
Menurut teori perkembangan moral yang dicetuskan oleh Kohlberg, anak
usia middle childhood berada pada kelompok moral preconventional (Kail, 2001).
Pada tahap ini, anak-anak mulai mengerti bahwa peraturan dibuat untuk
membantu mereka dalam bergaul. Tidak lagi seperti pada tahap sebelumnya
dimana mereka melihat peraturan sebagai sesuatu yang harus dipatuhi dan tidak
bisa dilanggar dan apabila mereka melanggar aturan tersebut, mereka akan
mendapatklan hukuman. Kemampuan kognitif yang mulai berkembang pada anak
usia middle childhood memampukan mereka untuk memahami alasan dibalik
peraturan yang ada. Lebih jauh lagi, melalui interaksi dengan teman sebaya,
mereka mulai mengerti pentingnya peraturan dan dan bagaimana cara membuat
aturan.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik yang sudah dipaparkan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa anak usia middle childhood sudah memiliki
kemampuan kognitif untuk berpikir secara logis dan memasukkan aspek dari
sebuah situasi ke dalam pertimbangan mereka. Anak-anak di usia ini juga mulai
mengenal lingkungan yang lebih luas, dimana mereka mulai berinteraksi dengan
kelompok teman sebaya, sekolah, dan komunitas di masyarakat. Dalam
perkembangan moralnya, anak-anak usia middle childhood sudah memahami
alasan dibalik adanya suatu aturan.
2.7 Dinamika Permasalahan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keluarga merupakan
kelompok dimana anak mendapatkan impresi pertamanya tentang sesuatu. Anak-
37
anak sangat bersifat imitatif dan tentunya pola tingkah laku yang dilakukan oleh
ayah dan ibunya sangat menentukan karakter anak selanjutnya (Todd, 1929).
Berkenaan dengan hal tersebut, Lickona (2000) menyatakan bahwa keluarga
merupakan pendidik karakter yang utama dan merupakan dasar dari institusi lain
(sekolah, dan sebagainya.). Hal ini sejalan dengan Brofenbrener (1986) yang
menyatakan bahwa keluarga merupakan konteks utama, dimana perkembangan
manusia berlangsung. Todd (1929) sependapat bahwa keluarga merupakan agen
utama dalam penanaman tingkah laku sosial, yang disebut sebagai karakter,
pada anak. Dalam hal ini, orang tua memegang peranan yang sangat penting, yaitu
membangun kehidupan manusia baru (Lickona,1991).
Baumrind (1998, dalam Park, 2004) menjelaskan bahwa dalam keluarga,
orang tua memiliki peran yang penting. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gaya pengasuhan yang berbeda berdampak pada bervariasinya perkembangan
anak, termasuk perkembangan karakternya. Seperti yang dikatakan oleh Baumrind
(1998, dalam Park, 2004) bahwa pengasuhan orang tua mempengaruhi
pembentukan karakter tanggung jawab pada diri anak.
Dalam kaitannya dengan karakter penghargaan, gaya pengasuhan yang
dilakukan orang tua terhadap anak menjadi hal yang penting. Agar anak dapat
menghargai orang lain, terlebih dahulu anak harus dapat menghargai dirinya dan
ini hanya dapat terjadi jika anak tersebut juga diperlakukan secara berharga.
Hubungan hangat, akrab, dan penuh penghargaan dari orangtua adalah faktor yang
sangat penting untuk mematangkan karakter penghargaan (Borba, 2001). Begitu
juga dengan karakter disiplin. Blanford (1998) menyatakan bahwa seringkali
sikap tidak disiplin yang ditunjukkan anak di sekolah menunjukkan hidup di
dalam diri siswa atau keluarga mereka dan latar belakangnya. Dengan kata lain,
pengasuhan yang diterima oleh anak akan nampak dalam cara hidup anak seharihari, termasuk dalam menampilkan perilaku disiplin.
Banyak penelitian, salah satunya yang dilakukan oleh Lamborn, Mounts,
Steinberg, & Dornbusch (1991), menunjukkan bahwa anak-anak yang diasuh
dengan gaya neglectful cenderung memiliki perilaku yang bermasalah. Di sisi
38
lain, menurut Lickona (1991), orang tua yang efektif adalah mereka yang
melakukan gaya pengasuhan authoritative. Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa
gaya pengasuhan berbeda yang diterima anak dapat mempengaruhi perkembangan
karakter pada anak. Perbedaan karakter pada setiap gaya pengasuhan itulah yang
akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
yang
akan
diteliti,
termasuk
definisi
konseptual
dan
operasionalnya. Bab ini juga akan membahas desain penelitian, subjek penelitian,
metode pengambilan sampel, jumlah sampel, alat ukur penelitian, prosedur
penelitian, dan prosedur pengolahan data.
39
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
40
41
3.3.1 Variabel 1
3.3.1.1 Karakter Disiplin
Definisi konseptual dari karakter disiplin adalah patuh pada aturan yang
berlaku. Definisi operasional karakter disiplin adalah skor total alat ukur disiplin
berdasarkan dimensi disiplin di kelas, disiplin di sekolah, disiplin di rumah, dan
disiplin di masyarakat.
Variabel 2
42
meliputi dimensi kehangatan (warmth) dan kontrol (control), yang kombinasi dari
keduanya akan membentuk empat gaya pengasuhan, yaitu authoritarian,
authoritative, permissive (indulgent), dan neglectful. Definisi operasional dari
gaya pengasuhan adalah kombinasi skor dimensi parental warmth dan dimensi
parental control yang didapatkan dari alat ukur Parenting Style yang disusun
dalam rangka penelitian ini.
Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel dari penelitian ini adalah perempuan dan laki-laki yang
berusia 8-9 tahun. Karakteristik ini dipilih dengan pertimbangan bahwa usia
middle childhood merupakan usia yang masa kritis untuk perkembangan karakter
manusia. Selain itu, berkaitan dengan variabel pengasuhan orang tua, diperlukan
juga sampel yang masih memiliki serta tinggal bersama dengan kedua orang
tuanya.
3.5.2
43
3.5.3
Jumlah Sampel
44
memungkinkan peneliti
untuk
adaptasi,
dilakukan
juga
beberapa
penyesuaian/modifikasi.
Penyesuaian ini dilakukan karena terdapat perbedaan usia subjek antara penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan anak usia middle
childhood sebagai subjek, sedangkan subjek pada penelitian sebelumnya adalah
remaja. Penyesuaian yang dilakukan adalah perubahan kata-kata dan situasi dalam
pernyataan agar lebih mudah dipahami oleh anak-anak usia middle childhood.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan alat ukur gaya pengasuhan yang
dikonstruk
secara
khusus
dengan
bimbingan
seorang
dosen
Psikologi
Perkembangan. Setiap alat ukur terdiri dari beberapa dimensi dan memiliki item
favorable dan unfavorable di setiap dimensinya. Kuesioner dapat dilihat pada
Lampiran 1.
45
46
47
3.6.2
Disiplin di kelas
Disiplin di sekolah
Disiplin di rumah
Disiplin di masyarakat
7
4
11
3
7
4
11
3
Total Item
25
25
48
rentang 0,7-0,8. Selain itu, dengan melihat dari nilai corrected item total
correlation, terdapat beberapa item dengan rIT yang negatif. Item-item tersebut
adalah item nomor 36, 52, dan 53. Nilai negatif tersebut mengindikasikan bahwa
skor total item tidak berkorelasi dengan skor keseluruhan item dalam alat ukur
sehingga perlu dihilangkan karena teknik pengujian validitas alat ukur ini
mengunakan internal consistency. Rentang nilai corrected item total correlation
yang terdapat pada alat ukur ini berkisar antara .074 - .495. Tabel hasil
penghitungan reliabilitas dan validitas uji coba alat ukur karakter tanggung jawab
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Alat ukur tanggung jawab ini juga memiliki 6 item yang memiliki nilai rIT
kurang dari 0,2, yaitu item nomor 6, 7, 8, 34, 50, dan 64. Untuk menentukan
apakah item-item tersebut akan dipertahankan atau dihilangkan, dilakukan diskusi
dengan dosen pembimbing. Hasilnya, keenam item tersebut diputuskan untuk
tetap dimasukkan ke dalam alat ukur karena melihat persebaran jawaban subjek
yang cukup bervariasi dan kemungkinan peningkatan nilai reliabilitas yang tidak
signifikan ketika item-item tersebut dihilangkan. Dengan begitu, jumlah item alat
ukur tanggung jawab setelah diuji coba menjadi 21 item.
Reliabilitas dihitung lagi dengan membuang item-item yang memiliki nilai rIT
yang negatif. Hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas naik menjadi 0.728. Dengan
nilai reliabilitas tersebut, alat ukur karakter tanggung jawab ini dapat dikatakan
baik menurut batas nilai yang ditetapkan Kaplan dan Saccuzo. Artinya, 72,8%
dari varians observed score merupakan varians true score dan sisanya 27,2%
merupakan varians error yang disebabkan oleh content sampling error dan
content heterogenity error. Alat ukur ini hanya memiliki error sebesar 27,2%
(<30% menurut Kaplan dan Saccuzo untuk penelitian) sehingga alat ukur ini
dianggap reliabel.
49
Tabel 3.2 Jumlah Item Karakter Tanggung Jawab Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi
Hasil yang bermutu
Kesediaan menanggung risiko
Pengikatan diri dalam tugas
Memiliki prinsip hidup
Kemandirian
Keterikatan sosial
Total Item
3.6.3
50
Tabel 3.3 Jumlah Item Karakter Penghargaan Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi
Penghargaan terhadap diri sendiri
Penghargaan terhadap orang lain
Penghargaan terhadap lingkungan
Total Item
3.6.4
51
parental control terdiri dari 11 item sehingga didapat 25 item untuk alat ukur gaya
pengasuhan. Contoh item untuk dimensi parental warmth adalah Orang tuaku
selalu mau membantuku jika aku mengalami kesulitan mengerjakan PR,
sedangkan contoh item untuk dimensi parental control adalah Setiap hari orang
tuaku menanyakan kegiatanku selama di sekolah.
Di dalam alat ukur, subjek akan diberikan pernyataan-pernyataan yang
menggambarkan sikap orang tua dan mereka menentukan seberapa sesuai
pernyataan tersebut dengan kenyataan yang mereka alami dengan orang tua
mereka masing-masing. Pilihan respons yang disediakan berupa skala Likert,
yaitu sesuai, agak sesuai, agak tidak sesuai, dan tidak sesuai. Setiap
pilihan respon memiliki skor dari 1-4 dan skoring dilakukan secara terbalik antara
item favorable dan item unfavorable. Skor total dari masing-masing dimensi akan
dibagi dua berdasarkan mean dan standar deviasi untuk dikelompokkan menjadi
kategori tinggi dan rendah. Kombinasi skor dari kedua dimensi ini akan
menunjukkan gaya pengasuhan yang diterima subjek dari orang tuanya.
Parental
control
Tinggi
Rendah
Tinggi
Authoritative
Authoritarian
Rendah
Permissive
Neglectful
52
bahwa skor total item tidak berkorelasi dengan skor keseluruhan item dalam alat
ukur sehingga perlu dihilangkan karena teknik pengujian validitas alat ukur ini
mengunakan internal consistency. Rentang nilai corrected item total correlation
yang terdapat pada alat ukur ini berkisar antara .032 - .564. Tabel hasil
penghitungan reliabilitas dan validitas uji coba alat ukur karakter gaya
pengasuhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Reliabilitas dihitung lagi dengan membuang item-item yang memiliki nilai rIT
yang negatif. Hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas naik menjadi 0.729. Dengan
nilai reliabilitas tersebut, alat ukur gaya pengasuhan ini dapat dikatakan baik
menurut batas nilai yang ditetapkan Kaplan dan Saccuzo. Hal ini juga berarti
72,9% dari varians observed score merupakan varians true score dan sisanya
27,1% merupakan varians error yang disebabkan oleh content sampling error dan
content heterogenity error. Alat ukur ini hanya memiliki error sebesar 27,1%
(<30% menurut Kaplan dan Saccuzo untuk penelitian) sehingga alat ukur ini
dianggap reliabel. Selain itu, alat ukur gaya pengasuhan ini memiliki beberapa
item yang memiliki nilai rIT kurang dari 0,2, yaitu item. Setelah dilakukan diskusi
dengan dosen psikologi perkembangan, dilakukan beberapa revisi pada alat ukur
gaya pengasuhan ini.
Tabel 3.5 Jumlah Item Gaya Pengasuhan Sebelum dan Sesudah Uji Coba
Dimensi
Parental Warmth
Parental Control
Total Item
Tahap Persiapan
53
disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan karena alat ukur sudah tersedia, namun
perlu dilakukan beberapa penyesuaian karena terdapat perbedaan usia subjek
dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Sementara itu, untuk variabel
gaya pengasuhan dilakukan penyusunan alat ukur baru karena tidak ditemukan
alat ukur gaya pengasuhan untuk anak usia middle childhood yang diisi oleh anak.
Kebanyakan alat ukur yang tersedia ditujukan untuk diisi oleh orang tua atau oleh
anak, namun usia remaja ke atas. Setelah disusun dan dikemas dalam bentuk
kuesioner, alat ukur diperbanyak dan dilakukan uji coba untuk mengetahui apakah
alat ukur tersebut baik untuk digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya
dilakukan uji coba kepada 45 orang siswa kelas 3 SD dari SDN 08 Srengseng
Sawah pada tanggal 29 Maret 2012, SDIT Al Uswah pada tanggal 2 April 2012,
dan SD Ignatius Slamet Riyadi pada tanggal 4 April 2012 dengan 15 siswa dari
setiap sekolah.
Selain persiapan untuk alat ukur, dilakukan juga persiapan lainnya, seperti
menentukan sekolah sebagai sampel pengambilan data. Setelah ditentukan sekolah
yang dapat digunakan sebagai sampel, sekolah tersebut dihubungi untuk membuat
janji pengambilan data. Tidak lupa juga dipersiapkan reward untuk subjek dan
pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian.
3.7.2
Tahap Pelaksanaan
Pengambilan data dilakukan selama empat hari di tiga sekolah dasar yang
berbeda. Pada hari Jumat, 6 April 2012 dilakukan pengambilan data kepada 85
siswa kelas 3 di SD Ignatius Slamet Riyadi, Cijantung. Pada hari Kamis, 12 April
2012 pengambilan data dilakukan di SD PB Soedirman, Cijantung kepada 61
siswa kelas 3. Terakhir, pengambilan data dilakukan di SDN 01 Pagi Cijantung
pada hari Jumat, 20 April 2012 kepada 57 siswa kelas 3.
Pengisian kuesioner yang dilakukan di dalam beberapa kelas, dimulai dengan
pemberian instruksi dari peneliti di masing-masing kelas, kemudian memulai
bagian pertama secara bersama-sama. Setelah seluruh subjek di kelas tersebut
selesai mengerjakan bagian pertama, subjek diminta untuk memperhatikan
54
55
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil serta analisis dari data yang
diperoleh. Bab ini berisi gambaran umum subjek serta gambaran skor karakter
disiplin, karakter tanggung jawab, karakter penghargaan, dan gaya pengasuhan.
Terdapat juga hasil analisis utama, yaitu perbedaan karakter disiplin, tanggung
jawab, dan penghargaan pada empat gaya pengasuhan yang berbeda, serta hasil
analisis tambahan.
55
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
56
ditetapkan nilai Standar Deviasi. Dengan penggunaan mean dan standar deviasi
sebagai batas tinggi/rendah dimensi parental warmth dan parental control,
terdapat tujuh subjek yang tidak bisa dimasukkan ke kelompok gaya pengasuhan
karena nilainya berada di luar batas yang ditetapkan.
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Kategori
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
68
49,6
Perempuan
69
50,4
137
100
Total
Berdasarkan tabel 4.1 ditinjau dari jenis kelaminnya, jumlah subjek laki-laki
dan perempuan cukup seimbang, yaitu 68 siswa laki-laki atau 49,6% dan 69 siswa
perempuan atau 50,4%.
4.1.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jumlah Saudara
Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jumlah Saudara
Kategori
Jumlah Saudara
Total
Frekuensi
Persentase (%)
16
11,7
67
48,9
41
29,9
13
9,5
137
100
57
yang berjumlah 13 siswa atau 9,5%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
mayoritas subjek merupakan bagian dri keluarga kecil, dengan satu atau dua anak.
4.1.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Asal Sekolah
Tabel 4.3 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Asal Sekolah
Kategori
Asal Sekolah
Frekuensi
Persentase (%)
SD Swasta Katolik
50
36,5
SD Swasta Islam
45
32,9
SD Negeri
42
30,6
137
100
Total
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penelitian ini
melakukan pengambilan data di beberapa sekolah. Berdasarkan data yang dimuat
dalam tabel 4.3, jumlah subjek paling banyak berasal dari SD Swasta Katolik
dengan jumlah 50 siswa atau 36,5%. Empat puluh lima siswa atau 32,9% berasal
dari SD Swasta Islam dan 42 Siswa atau 30,6% lainnya berasal dari SD Negeri.
4.1.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Tabel 4.4 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Ibu
70
9
9
17
7
25
137
%
51,1
6,6
6,6
12,3
5,1
18,3
100
Berdasarkan pekerjaan orang tua, mayoritas dari subjek, yaitu 70 siswa atau
sekitar 51,1% memiliki ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dari sisi ayah,
subjek paling banyak memiliki ayah dengan profesi sebagai karyawan swasta,
58
yaitu 40 siswa atau 29,2%, sedangkan subjek yang memiliki ibu dengan profesi
tersebut
hanya
berjumlah
17
siswa
atau
12,3%.
Untuk
profesi
88
Standar
Deviasi
9,27370
Nilai
Min
55
Nilai
Maks
98
70,2482
72
8,82158
45
84
84,4088
87
8,96115
49
96
Mean
Median
Disiplin
86,5182
Tanggung Jawab
Penghargaan
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata dari skor total masing-masing subjek
dalam karakter disiplin adalah 86,52, tanggung jawab 70,25, dan penghargaan
84,41, sedangkan median dari skor karakter disiplin adalah 88, tanggung jawab
72, dan penghargaan 87. Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan standar deviasi
dari tiap karakter, yaitu disiplin sebesar 9,274, tanggung jawab sebesr 8,822, dan
penghargaan sebesar 8,961.
Skor tertinggi pada karakter disiplin adalah 98 dan skor terendah adalah 55.
Untuk karakter tanggung jawab, skor tertinggi adalah 84 dan skor terendah adalah
59
45, sedangkan pada karakter penghargaan, skor tertinggi adalah 96 dan skor
terendah adalah 49. Persebaran skor dari ketiga karakter tersebut, masing-masing
membentuk kurva yang skewed. Skor total yang didapatkan cenderung tinggi
sehingga kurva skewed ke kanan. Untuk mengetahui bentuk kurva persebaran skor
dari tiap-tiap karakter dapat dilihat pada Lampiran 3.
39
Standar
Deviasi
5,41472
Nilai
Min
26
Nilai
Maks
52
23
3,92143
14
32
Mean
Median
Parental Warmth
39,1528
Parental Control
23,25
Dari tabel di atas terlihat bahwa persebaran skor total dimensi parental
warmth memiliki nilai rata-rata dari skor total sebesar 39,15, sedangkan parental
control memiliki nilai rata-rata sebesar 23,25. Median dari parental warmth
adalah 39 dan parental control 23, sedangkan untuk standar deviasi, parental
warmth memiliki standar deviasi sebesar 5,415 dan parental control sebesar
3,921. Skor tertinggi pada dimensi parental warmth adalah 52 dan skor terendah
adalah 26, sedangkan untuk dimensi parental control skor tertinggi adalah 32 dan
skor terendah adalah 14. Persebaran skor dari kedua dimensi tersebut, masingmasing membentuk kurva normal. Untuk mengetahui bentuk kurva persebaran
skor dari tiap-tiap dimensi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Selanjutnya, untuk menentukan kelompok skor parental warmth yang tinggi
dan yang rendah, dibuat batas yang ditentukan dari mean dan standar deviasi.
Subjek yang mendapatkan skor total di atas 40,5 tergolong ke dalam anak yang
60
Parental Warmth
Frekuensi
Persentase (%)
> 40,5
< 37,8
Tinggi
Rendah
66
71
48,2
51,8
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa subjek yang mendapat kehangatan rendah
dari orangtuanya berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan subjek yang
mendapatkan kehangatan tinggi dari orangtuanya, yaitu sebanyak 71 siswa.
Di samping itu, untuk penentuan skor parental control yang tinggi dan yang
rendah, dibuat batas dari mean dan standar deviasi. Subjek yang mendapatkan
skor total di atas 24,2 tergolong ke dalam anak yang mendapatkan pengendalian
tinggi dari orangtuanya, sementara yang mendapatkan skor total di bawah 22,3
tergolong ke dalam anak yang mendapatkan pengendalian rendah dari
orangtuanya. Untuk melihat kelompok subjek berdasarkan penghitungan tersebut,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Parental Control
Frekuensi
Persentase (%)
> 24,2
< 22.3
Tinggi
Rendah
61
76
44,5
55,5
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa subjek yang mendapat pengendalian rendah
dari orangtuanya berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan subjek yang
mendapatkan pengendalian tinggi dari orangtuanya, yaitu sebanyak 76 siswa atau
55,5%.
61
Setelah diketahui tinggi dan rendahnya skor dimensi parental warmth dan
parental control pada subjek maka dapat dilakukan pengelompokan gaya
pengasuhan yang diterima oleh subjek dari orangtuanya. Untuk melihat
pengelompokan gaya pengasuhan yang muncul, dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 4.9 Pengelompokan Gaya Pengasuhan
Gaya Pengasuhan
Frekuensi
Persentase (%)
Authoritative
Authoritarian
Permissive
Neglectful
38
23
28
48
27,7
16,8
20,4
35,1
Total
137
100
Authoritarian
Permissive
Neglectful
91,24
84,83
88,36
82,52
Sig.
7,924
0,000**
62
Tanggung Jawab
Penghargaan
75,79
90,26
67,96
82,44
71,25
85,32
66,38
80,19
10,559
11,637
0,000**
0,000**
** LOS 0,01
Dari hasil perbandingan rata-rata skor karakter disiplin, tanggung jawab, dan
penghargaan ditemukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor karakter yang
signifikan antara kelompok subjek dengan gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi
yang berada dibawah 0.05 bahkan 0.01.
Pada karakter disiplin, terlihat bahwa subjek yang memiliki orang tua dengan
gaya pengasuhan authoritative memiliki rata-rata skor karakter disiplin yang
paling tinggi, yaitu 91,24. Sebaliknya, subjek yang memiliki orang tua dengan
gaya pengasuhan neglectful memiliki rata-rata skor disiplin yang paling rendah,
yaitu 82,52. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek yang memiliki orang tua
dengan gaya pengasuhan authoritative memiliki karakter disiplin yang lebih baik
dibandingkan dengan subjek yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
neglectful.
Pada karakter tanggung jawab, terlihat bahwa subjek dengan gaya
pengasuhan authoritative memiliki rata-rata skor karakter tanggung jawab yang
paling tinggi, yaitu 75,79. Sebaliknya, subjek dengan gaya pengasuhan neglectful
memiliki rata-rata skor tanggung jawab yang paling rendah, yaitu 66,38. Hal ini
mengindikasikan bahwa subjek
yang
diasuh
dengan
gaya pengasuhan
authoritative oleh orang tuanya memiliki karakter tanggung jawab yang lebih baik
dibandingkan dengan subjek yang diasuh dengan gaya pengasuhan neglectful.
Pada karakter penghargaan, terlihat bahwa subjek dengan gaya pengasuhan
authoritative memiliki rata-rata skor karakter penghargaan yang paling tinggi,
yaitu 90,26. Sebaliknya, subjek dengan gaya pengasuhan neglectful memiliki ratarata skor penghargaan yang paling rendah, yaitu 80,19. Hal ini mengindikasikan
bahwa subjek yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritative oleh orang
tuanya memiliki karakter penghargaan yang lebih baik dibandingkan dengan
subjek yang diasuh dengan gaya pengasuhan neglectful.
63
Disiplin
Tanggung Jawab
Penghargaan
Asal Sekolah
Mean
SDS Katolik
SDS Islam
SDN
SDS Katolik
SDS Islam
50
45
42
50
45
90,04
79,64
89,69
74,04
62,89
SDN
SDS Katolik
SDS Islam
SDN
42
50
45
42
73,62
88,12
77,73
87,14
Sig, (2tailed)
24,899
.000**
35,025
.000**
25,467
.000**
Dari Tabel 4.11 yang menggunakan LOS 0.01, dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan mean yang signifikan dari skor total karakter disiplin, karakter
tanggung jawab, dan karakter penghargaan antara subjek yang berasal dari
sekolah dasar swasta Katolik, sekolah dasar swasta Islam, dan sekolah dasar
64
negeri. Pada ketiga karakter, SD Swasta Kritsten terlihat memiliki mean yang
paling tinggi dibandingkan dengan SD Swasta Islam, maupun SD Negeri.
65
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan penelitian, diskusi hasil
serta hambatan yang terjadi dari penelitian yang dilakukan, dan juga saran yang
dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa:
1. Terdapat perbedaan karakter disiplin yang signifikan antara kelompok
anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful.
2. Terdapat perbedaan karakter tanggung jawab yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
3. Terdapat perbedaan karakter penghargaan yang signifikan antara
kelompok anak yang memiliki orang tua dengan gaya pengasuhan
authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful.
Selain itu, penelitian ini juga mendapatkan hasil tambahan yang menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan karakter, baik disiplin, tanggung jawab, maupun
penghargaan, yang signifikan antara anak yang bersekolah di sekolah dasar
negeri, sekolah dasar swasta Islam, dan sekolah dasar swasta Katolik.
5.2 Diskusi
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan karakter disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan yang signifikan
65
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
66
antara anak usia middle childhood yang menerima gaya pengasuhan authoritative,
authoritarian, permissive, dan neglectful. Seperti yang sering dikatakan oleh
banyak peneliti, salah satunya Park (2004), bahwa gaya pengasuhan yang berbeda
dapat menghasilkan perkembangan anak yang bervariasi, termasuk dalam hal
karakter. Dilihat dari hasil penghitungan yang sudah dibahas pada bab
sebelumnya, anak yang menerima gaya pengasuhan neglectful memiliki skor
karakter yang paling rendah dan anak yang menerima gaya pengasuhan
authoritative memiliki skor karakter yang paling tinggi, baik pada karakter
disiplin, tanggung jawab, maupun penghargaan. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa anak-anak yang menerima gaya pengasuhan authoritative dari orang
tuanya memiliki karakter yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang
menerima gaya pengasuhan neglectful dari orang tuanya. Hal ini sejalan dengan
yang dikatakan oleh Demon (1998 dalam Park, 2004) bahwa orang tua
memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan karakter anak dan
orang tua yang efektif adalah mereka yang memiliki gaya pengasuhan
authoritative (Lickona, 1991)
Gaya pengasuhan authoritative merupakan kombinasi dari dimensi parental
warmth dan parental control yang sama-sama tinggi, artinya orang tua
menetapkan kontrol dan pendisiplinan yang tegas dan konsisten sekaligus
memberikan kehangatan dan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak (Lamborn,
Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Dengan adanya kontrol yang tidak
mengekang, orang tua bisa memberikan anak kebebasan untuk menentukan
pilihan, tapi membatasi situasinya, sementara dengan kehangatan dan sifat
responsif, orang tua dapat melakukan pendekatan kepada anak tanpa harus
memberikan kesan menyakitkan bagi anak (Ballantine, 2001). Di samping itu,
menurut Leman (2005), orang tua yang authoritative juga menjelaskan alasan,
serta kaitannya dengan moral, ketika menetapkan sebuah aturan kepada anak.
Dengan adanya penjelasan itu maka anak, dengan nalarnya, berusaha untuk
menaati karena memahami alasan keberadaan aturan-aturan yang berlaku di
sekitarnya. Hal-hal tersebut membantu anak untuk dapat menjadi disiplin dalam
mematuhi aturan, bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, serta
67
68
Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch (1991), menunjukkan bahwa anakanak yang diasuh dengan gaya neglectful cenderung memiliki perilaku yang
bermasalah.
Lickona (1991) menyatakan bahwa, di samping orang tua, sekolah juga
merupakan pihak yang berperan dalam pembentukan karakter pada anak.
Penelitian ini mencoba untuk melihat apakah terdapat perbedaan karakter disiplin,
tanggung jawab, dan penghargaan yang signifikan antara anak usia middle
childhood yang bersekolah di sekolah dasar Katolik, sekolah dasar swasta Islam,
dan sekolah dasar negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara ketiga sekolah ini. Anak-anak yang bersekolah di sekolah dasar
Katolik memiliki skor karakter yang paling tinggi, sementara anak-anak yang
bersekolah di sekolah dasar Islam memiliki skor karakter yang paling rendah. Hal
ini berlaku di ketiga karakter, yaitu disiplin, tanggung jawab, dan penghargaan.
Hasil tersebut bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya kurikulum dan teknik
pengajaran yang ditetapkan oleh sekolah, teknik pendisiplinan, aturan sekolah,
atau anak itu sendiri.
Ditinjau dari aspek pengolahan data dan statistik, dapat dilihat bahwa baik
pada karakter disiplin, tanggung jawab, maupun penghargaan, persebaran skor
tidak membentuk kurva normal, melainkan skewed. Persebaran skor berada di
sebelah kanan, yang berarti bahwa persebaran skor karakter cenderung tinggi. Hal
ini mungkin disebabkan oleh sampel yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki nilai karakter yang cenderung tinggi. Kemungkinan lainnya adalah
subjek cenderung memilih jawaban sesuai dengan apa yang benar menurut
lingkungan. Jika yang terjadi adalah kemungkinan kedua, artinya alat ukur yang
digunakan memiliki sifat social desirability yang cukup tinggi. Social desirability
adalah kecenderungan untuk memberikan jawaban yang diterima secara sosial
(Anastasi & Urbina, 1997). Ada juga kemungkinan bahwa subjek faking good
atau menjawab dengan jawaban yang ideal agar terlihat baik.
Untuk variabel gaya pengasuhan, terdapat jumlah yang tidak merata dalam
pengelompokkan gaya pengasuhan. Berdasarkan data yang didapat jumlah subjek
69
yang menerima gaya pengasuhan permissive hanya separuh dari jumlah subjek
yang menerima gaya pengasuhan neglectful. Begitu pula dengan subjek yang
menerima gaya pengasuhan authoritarian dan authoritative, perbedaan jumlah
subjek pada kedua gaya pengasuhan ini cukup tinggi.
5.3 Saran
5.3.1 Saran Metodologis
1. Seperti yang dikatakan oleh Kumar (2005) bahwa semakin besar jumlah
sampel, penelitian akan menampilkan hasil yang lebih akurat. Oleh karena
itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan jumlah
sampel yang lebih besar. Penelitian ini menggunakan lebih dari 200
sampel, namun pada akhirnya hanya sekitar separuhnya yang dapat
digunakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya kuesioner yang
tidak diisi dengan lengkap dan subjek tidak sesuai dengan karakteristik
sampel yang dibutuhkan. Jika mempunyai sampel yang lebih besar,
tentunya kesalahan-kesalahan tersebut tidak akan terlalu berpengaruh
dalam mendapatkan data dan hasil yang akurat.
2. Penelitian selanjutnya juga mungkin dapat menggunakan wawancara
dengan subjek atau orang tua subjek sebagai teknik pengambilan data
untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif, khususnya mengenai
gaya pengasuhan.
3. Teknik administrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah collective
administration. Hal ini memang memudahkan dalam pengambilan sampel
langsung dalam jumlah besar, namun yang perlu diperhatikan adalah
perbandingan antara jumlah peneliti yang memandu pengambilan data
dengan jumlah subjek, terlebih lagi dengan subjek yang masih anak-anak.
Dikarenakan kekurangan sumber daya manusia, penelitian ini hanya
menggunakan 1-2 orang untuk memandu lebih dari 30 subjek pada setiap
kali pengambilan data. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk
setiap peneliti membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-8
70
71
DAFTAR PUSTAKA
xiii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
72
Kepri.
(2012).
Diambil
dari
http://www.haluankepri.com/news/karimun/22792-tingkat-kenakalanremaja-meningkat-.html pada 22 Januari 2012.
73
dari
74
Ridwan, E. (2011). Hubungan antara Pengasuhan Orang Tua dan Karakter Respek
pada Anak Usia 10-12 Tahun. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Shockley, K. (2009). Practice dependent respect. The Journal of Value Inquiry,
43, 41-45. doi: 10.1007/s10790-009-9147-y.
Smith, A. B. (2004). How do infants and toddlers learn the rules? Family
discipline and young children. International Journal of Early Childhood,
36, 27-41.
Strategi Membangun Moralitas Anak Secara Efektif. (n.d.). Diambil dari
http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/Pendidikan-KarakterStrategi-Membangun-Moralitas-Anak-Secara-Efektif.pdf pada 25 Januari
2012.
Suchman, N. E., Rousanville, B., DeCoste, C., & Luthar, S. (2007). Parental
control, parental warmth, and psychosocial adjustment in a sample of
substance-abusing mothers and their school-aged and adolescent children.
Journal
of
Substance
Abuse
Treatment,
32,
1-10.
doi:10.1016/j.jsat.2006.07.002.
Sukiat. (1992). Tanggung Jawab dan Pengukurannya: Penelitian Mengenai
Berbagai Dimensi Tanggung Jawab dan Pengukurannya pada Mahasiswa
Universitas Indonesia. Disertasi. Depok: Program Pasca Sarjana
Universitas Indonsesia
Taylor,
A.
R.
(1996).
Family.
Diambil
dari
http://faculty.weber.edu/jabird/chf2750/Environment/FamilyInro.pdf.
75
http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/Workman_uncg_0154D_10191.pdf
tanggal 12 Maret 2012.
pada
Yustisi. (2012). Catatan Akhir Tahun Polda Metro Jaya: Kenakalan remaja
meningkat
13
persen
lebih.
Diambil
dari
http://yustisi.com/2011/12/kenakalan-remaja-meningkat-13-persen-lebih/
pada 22 Januari 2012.
xvii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
76
LAMPIRAN
xviii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
77
Lampiran 1
xix
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
78
Lampiran 2
2.1 Hasil Uji Coba Alat Ukur
2.1.1 Alat Ukur Karakter Disiplin
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items
.780
N of Items
.792
25
Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
Item1
item2
item4
Item5
Item16
Item17
Item18
Item19
Item20
Item30
Item31
Item32
Item33
Item45
Item46
Item47
Item48
Item60
Item61
Item62
84.0000
83.2821
83.1795
83.4615
83.7692
84.1795
83.7436
83.3590
83.5385
83.4872
83.4615
83.2564
83.5385
84.1795
83.7436
83.5128
83.1795
84.1026
83.3077
83.3590
Corrected
Item-Total
Correlation
68.211
67.103
70.941
68.834
66.287
68.888
66.564
69.657
66.781
63.467
64.729
68.406
66.676
61.151
64.459
68.730
69.309
60.305
67.324
66.289
Squared
Multiple
Correlation
.155
.374
.053
.152
.297
.081
.245
.123
.316
.578
.419
.224
.281
.508
.419
.142
.211
.590
.374
.364
xx
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.549
.691
.778
.744
.619
.424
.857
.834
.764
.861
.913
.814
.848
.803
.799
.583
.856
.792
.768
.802
.783
.770
.783
.781
.774
.790
.777
.782
.772
.758
.766
.777
.774
.759
.766
.782
.777
.753
.771
.770
Bersambung..
Cont.
79
Item73
Item74
Item75
Item44
Item59
83.3077
83.3590
83.7436
83.4103
83.1538
66.850
66.184
63.722
68.196
68.291
.454
.415
.424
.275
.590
.714
.867
.815
.751
.819
.768
.768
.765
.775
.770
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items
.596
N of Items
.648
24
Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
Item6
Item7
Item8
Item9
Item10
Item21
Item22
Item23
Item24
Item34
Item35
Item36
Item38
Item49
75.1538
74.5897
75.3333
75.1026
74.6154
74.7692
75.1795
74.5897
74.7949
75.1795
75.0000
75.1282
75.0000
74.5128
Corrected
Item-Total
Correlation
52.713
52.090
51.491
49.621
49.717
50.445
48.730
49.354
48.378
52.256
49.211
56.430
46.316
49.941
Squared
Multiple
Correlation
.076
.138
.074
.319
.274
.243
.194
.361
.330
.094
.253
-.195
.495
.458
xxi
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.638
.680
.643
.501
.561
.645
.783
.632
.907
.481
.737
.538
.810
.786
.597
.591
.604
.570
.575
.579
.586
.567
.566
.596
.576
.637
.543
.565
Bersambung..
Cont.
80
Item50
Item51
Item52
Item53
Item63
Item64
Item65
Item66
Item67
Item37
74.6154
74.5385
74.9744
76.4359
74.2821
74.6154
74.7692
74.6923
74.7436
74.9231
50.664
48.676
53.815
61.989
52.260
51.401
50.287
49.429
48.669
46.178
.212
.424
-.043
-.494
.247
.156
.223
.371
.370
.462
.636
.810
.420
.779
.803
.833
.537
.728
.686
.712
.582
.560
.618
.674
.584
.589
.581
.566
.563
.545
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items
.773
N of Items
.804
27
Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
item3
Item11
Item12
Item13
Item14
Item15
Item25
Item26
Item27
Item28
Item29
89.4615
89.4615
89.5897
89.5128
89.7179
89.6667
89.8205
89.9487
89.4872
89.3846
89.6410
Corrected
Item-Total
Correlation
79.202
78.887
78.459
74.835
84.524
78.754
79.414
76.155
80.151
78.874
78.184
Squared
Multiple
Correlation
.348
.323
.321
.609
-.034
.305
.265
.428
.414
.380
.366
xxii
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.763
.764
.764
.749
.785
.765
.768
.758
.763
.762
.762
Bersambung..
Cont.
81
Item39
Item40
Item41
Item42
Item43
Item54
Item55
Item56
Item57
Item58
Item68
Item69
Item70
Item71
Item72
Item76
89.7692
89.3077
89.8462
89.6154
90.0769
89.7436
89.7949
89.4103
89.3590
89.8205
89.2821
89.1795
89.4359
89.4872
90.6154
89.5641
78.709
79.850
75.449
75.296
78.652
77.669
83.378
84.248
79.078
77.309
81.629
82.993
84.042
81.730
82.348
74.779
.239
.453
.426
.576
.222
.465
.026
.001
.509
.379
.362
.326
.029
.207
.030
.637
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.770
.761
.758
.751
.772
.758
.782
.780
.759
.761
.766
.769
.777
.770
.789
.748
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items
.693
N of Items
.697
25
Item-Total Statistics
Scale
Scale Mean if Variance if
Item Deleted Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
soal1
72.5000
79.524
.305
.754
.678
soal2
72.4524
85.571
.059
.501
.701
soal3
71.5714
86.202
.095
.787
.694
soal4
72.2143
76.416
.480
.779
.661
soal5
71.3333
83.837
.296
.738
.682
xxiii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
Bersambung..
Cont.
82
soal6
71.9762
83.536
.180
.503
.689
soal7
72.9524
80.729
.257
.567
.683
soal8
71.4286
88.544
-.051
.670
.701
soal9
72.3571
82.382
.204
.644
.688
soal10
71.8095
85.329
.089
.495
.697
soal11
71.3810
85.754
.158
.800
.690
soal12
72.2619
78.539
.397
.802
.670
soal13
73.2857
88.746
-.079
.602
.712
soal14
71.3571
82.967
.358
.656
.679
soal15
72.5714
83.373
.163
.636
.691
soal16
72.3810
82.144
.198
.636
.689
soal17
73.0952
79.064
.368
.610
.672
sol18
71.6429
88.186
-.048
.563
.707
soal19
71.4048
81.515
.439
.723
.673
soal20
72.0476
77.607
.441
.688
.665
soal21
71.8571
82.223
.341
.769
.678
soal22
72.3571
79.552
.309
.708
.678
soal23
71.6905
76.804
.563
.706
.657
soal24
71.9286
77.190
.461
.728
.663
soal25
71.8571
86.125
.062
.365
.698
xxiv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
83
Lampiran 3
3.1 Kurva Persebaran Skor Karakter
3.1.1 Karakter Disiplin
xxv
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
84
.
3.1.3 Karakter Penghargaan
xxvi
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
85
Warmth
Control
xxvii
Pengaruh gaya..., Dian Ariella Fedora, FPSI UI, 2012
86