Anda di halaman 1dari 25

KELAINAN PERKEMBANGAN PADA EMBRIO

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Sistem Perkembangan Hewan II
yang dibina oleh Dr. Umie Lestari, M.Si

Disusun oleh:
Kelompok 3
Offering G/2016

Atiqoh Zuliyanah 160342606247


Dyah Ayu Pitaloka 160342606236
Ely Kristiani 160342601708
Maulidya Nur Aisyah P. 160342606259
Rizal Fanany 160342606255

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
NOPEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dewasa ini diketahui kemajuan teknologi di bidang kedokteran mendorong
ditemukannya pengobatan dan terapi baru guna mengatasi penyakit-panyakit yang semakin
marak dalam era kini. Penyakit tersebut muncul sebagai akumulasi dari faktor manusia atau
perubahan ekstrem dari lingkungan luar tempat dimana manusia tinggal. Penyakit tersebut
diantaranya diabetes mellitus, genetic syndrome, ataupun kanker.
Kanker menjadi salah satu penyakit perkembangan yang mematikan, dikutip dari
laman The Globe and Mail (2014), data dari Badan Internasional untuk Penelitian Kanker
(IARC) Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kasus baru kanker akan naik menjadi
22 juta dengan 13 juta kematian tiap tahunnya. Fakta ini tentu mendorong adanya penemuan
terapi dan pengobatan yang tepat bagi penyakit kanker. Oleh kare itu, untuk memahami
kelainan-kelainan perkembangan tersebut, disusun makalah ini guna memaparkan penjelasan
terkait penyebab penyakit perkembangan dan dampak-dampak terkait penyakit
perkembangan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


2. Apa itu genetic syndrome dan bagaimana penjelasannya?
3. Apa itu teratogenesis dan bagaimana penjelasannya?
4. Apa itu Cancer dan bagaimana penjelasannya?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui genetic syndrome dan penjelasan terkait genetic syndrome.
2. Memaparkan proses teratogenensis dan penjelasan terakit teratogenesis.
3. Mendeskripsikan kanker dan penjelasan terkait kanker.

1
BAB II
ISI

2.1 Sindrom Genetik


2.1.1 Gangguan Genetik pada Perkembangan Embrio Manusia
Apabila Anda berpikir bahwa Anda sangat menakjubkan karena sanggup bertahan
1 2
sampai lahir, maka hal tersebut sangat benar. Karena diperkirakan 2
sampai 3
janin
manusia tidak dapat berkembang dengan baik (Gilbert, 2010). Kebanyakan embrio
mengekspresikan abnormalitasnya sangat dini, sehingga embrio tidak dapat berimplantasi
pada uterus. Adapula embrio yang dapat berimplantasi pada uterus, namun tidak dapat
bertahan saat kehamilan. Oleh karenanya terkadang terjadi keguguran sebelum seorang
wanita mengetahui kehamilannya (Boue, et al., 1985). Kebanyakan embrio dan janin
mengalami kematian disebabkan oleh abnormalitas kromosomal yang mengganggu
perkembangannya. Kemungkinan lainnya selain kematian adalah terjadi kecacatan pada
janin,seperti tidak terbentuknya organ seperti otak, ginjal, dan paru-paru saat masih dalam
kandungan. Namun kecacatan ini terkadang masih bisa ditangani secara medis setelah
bayi lahir (Gilbert, 2010).
Abnormalitas bawaan saat lahir dan kematian janin dapat disebabkan oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu faktor intrinsik adalah faktor genetik. Abnormalitas
yang disebabkan oleh faktor genetik dapat terjadi karena adanya mutasi, anoploidi
(ketidaksesuain pada nomor kromosom) dan translokasi (Gilbert, 2010).

Gambar 1.Presentase keberhasilan perkembangan embrio manusia di USA


Sumber: (Gilbert, 2010)

2
Contoh dari abnormalitas akibat faktor genetik adalah kelebihan duplikasi kromosom
nomer 21, sehingga terjadi trisomi 21. Trisomi 21 menyebabkan adanya kelainan seperti
perubahan otot wajah, kelainan pada jantung, usus, dan gangguan kognitif, yang dikenal
dengan down syndrome. Gen pada kromosom nomer 21 merupakan pengkode spesifik
untuk dilakukannya transkripsi, kelebihan duplikasi kromoson 21 dapat menyebabkan
kelebihan produksi protein regulatory. Kelebihan produksi protein dapat menjadi
penyebab terjadinya gangguan regulasi dari gen yang dibutuhkan untuk pebentukan
jantung, otot, dan sistem saraf . Down syndrome merupakan salah satu contoh trisomi
kromosom yang mana janin masih bisa lahir namun mengalami kecacatan dan dapat
bertahan hidup dengan bantuan medis.

Gambar 2. (A) Wajah Penderita down syndrome (B) Trisomi kromosom nomer 21 yang
ditunjukkan oleh warna pink
Sumber: (Gilbert, 2010)
Berdasarkan perkembangan studi molekuler genetik pada manusia, dapat diketahui
bahwa kelainan yang terjadi pada janin saat lahir disebabkan oleh gangguan metabolik
dan susunan protein, sehingga mempengaruhi enzim, kolagen, dan globin. Protein
merupakan hasil akhir dari digerensiasi sel, sehingga kelainan susunan protein disebabkan
oleh faktor transkripsi, faktor parakrin, dan alur sinyal transduksi. Brikut akan ditampilkan
beberapa gen manusia yang mempengauhi proses transkripsi, dan macam kelainan apabila
gen tersebut mengalami mutasi,

3
Gambar 3. Macam gen dan penyakit yang ditimbulkan apabila gen tersebut
mengalami mutasi
Sumber: (Gilbert, 2010)

2.1.2 Faktor Penyebab Sindrom pada Manusia


Manusia yang terlahir cacat memiliki kemungkinan membahayakan nyawanya
hingga dapat menimbulkan tumor, fenomena ini seringkali dihubungkan dengan sindrom,
yang mana terjadi abnormalitas secara bersamaan pada beberapa bagian dari tubuh. Secara
genetik, faktor yang mendasari terjadinya sindrom adalah: 1) kelainan kromosomal
(seperti anaploidi) yang mana terjadi pengurangan atau penambahan gen, atau, 2) adanya
gen yang dapat memberikan banyak efek. Kondisi dimana satu gen atau sepasang gen
berpengaruh terhadap lebih dari satu sifat, disebut pleiotropy. Terdapat dua macam
pleiotropy, yaitu mosaic pleiotropy dan relation pleiotropy.
Pada mosaic pleiotropy terdapat suatu gen yang diekspresikan pada beberapa
jaringan, sehingga apabila terjadi gangguan terhadap eksprsi gen tersebut dapat
menyebabkan terjadinya abnormalitas pada beberapa jaringan. Contohnya adalah gen KIT
merupakan gen yang diekspresikan pada bakal sel darah, bakal sel pigmen, dan bakal sel

4
kelamin. Apabila gen KIT tidak diekspresikan, maka akan timbul penyakit anemia
(kelainan sel darah), albino (kelainan sel pigmen), dan steril (kelainan sel kelamin).
Relation pleiotropy adalah keadaan dimana gen hanya dibutuhkan oleh jaringan A
saja, namun dalam pembentukan jaringan B dibutuhkan sinyal dari jaringan A. Oleh
karenanya apabila terjadi abnormalitas ekspresi gen pada jaringan A, maka sinyal tidak
akan disalurkan sehingga jaringan B ikut mengalami abnormalitas. Contohnya adalah
kegagalan ekspresi gen MITF menyebabkan kegagalan diferensasi sel pigmen pada retina.
Kegagalan pertumbuhan sel pigmen retina ternyata mempengaruhi pembentukan lapisan
koroid mata, sehingga cairan vitreous humour kering, tanpa cairan vitreous humor, mata
mengalami kegagalan dalam melakukan pelebaran (dikenal dengan michrophthalmia atau
mata sempit). Kornea dan lensa ikut mengalami gangguan yaitu memiliki ukuran yang
sangat kecil, padahal keduanya tidak mengekspresikan gen MITF.
2.1.3 Heterogeneity Genetik dan Heterogeneity Fenotif
Pada pleiotropy, satu gen dapat memberikan hasil yang berbeda pada jaringan yang
berbeda. Pada jalur sinyal transduksi tersusun atas beberapa gen, apabila salah satu gen
mengalami mutasi maka dapat menghasilkan fenotif yang sama meskipun yang
mengalami mutasi adalah gen yang berbeda, fenomena ini disebut dengan Heterogeneity
Genetik. Contohnya adalah sindrom anemia, sterilitas, dan albino disebabkan karena
tidak diproduksinya protein KIT, namun adapula kemungkinan terjadinya ketiga
sindrom ini disebabkan oleh tidak adanya ligan paracrin yang merupakan stem cell
factor (SCF).
Selain mutasi pada gen yang berbeda dapat menghasilkan fenotif yang sama, adapula
mutasi pada gen yang sama, namun menghasilkan fenotif yang berbeda pada individu
yang berbeda, fenomena ini disebut dengan Heterogeneity Fenotif. Contohnya adalah
kasus dimana terdapat bayi perempuan kembar identik, masing-masing dari mereka
kromosom X nya carier hemophilia, salah satu dari mereka kromoson X yang membawa
allel hemophilia aktif, sehingga dia mengalami hemophilia, sedangkan kromosom X yang
membawa allel hemophilia dari saudara kembarnya inaktif, sehingga tidak terjadi
hemophilia. Dari kasus ini dapat dilihat pada bayi kembar identik yang kromosom X nya

5
sama sama mengalami mutasi sehingga membawa allel hemophilia menunjukkan hasil
atau fenotif yang berbeda dari masing-masing individu. Hal ini dikarenakan gen bukanlah
suatu yang dapat bekerja sendiri, pasti terdapat interaksi antar gen, sehingga meskipun
pada individu yang berbeda terjadi mutasi gen yang sama, namun belum tentu fenotif yang
dihasilkan sama, karena gen yang bermutasi tersebut pasti mengalami proses dalam tubuh.

2.2 Teratogen: serangan lingkungan terhadap perkembangan manusia

Selain mutasi genetik, banyak faktor lingkungan dapat mengganggu perkembangan


embrio. Embrio amat rentan terhadap agen lingkungan.
Agen eksogen yang mengakibatkan cacat kelahiran disebut teratogen. Kebanyakan
teratogen menghasilkan efeknya selama periode perkembangan kritis. Perkembangan
manusia dibagi menjadi 2 periode, yakni periode embrionik (sampai akhir 8 minggu) dan
periode janin ( sisa waktu dirahim). Selama periode embrionik kebanyakan sistem organ
terbentuk; periode janin umumnya merupakan perkembangan dan pemodelan.
Periode kerentanan maksimum terhadap teratogen diantara mingg ke-3 dan ke-8. Saat
itu kebanyakan organ dibentuk. Sistem saraf, namun, terus terbentuk dan tetap rentan
sepanjang perkembangan. Sebelum minggu ke-3, paparan terhadap teratogen biasanya
tidak menghasilkan kelainan bawaan, karena teratogen yang ditemui pada saat ini, baik
yang merusak sebagian besar atau seluruh sel embrio, mengakibatkan kematiannya atau
hanya membunuh beberapa sel, memungkinkan embrio untuk pulih sepenuhnya.
Agen yang berbeda bersifat teratogenik pada organisme yang berbeda. Kelas terbesar
teratogen termasuk obat-obatan dan bahan kimia, tapi virus, radiasi, hipertermia, dan
kondisi metabolik pada ibu bisa juga bertindak sebagai teratogen.

Beberapa bahan kimia yang alami ditemukan di lingkungan yang dapat mengakibatkan
cacat kelahiran. Sebagai contoh, Jervine dan siklopamin adalah produk kimia tumbuhan
Veratrum californicum yang menghalangi sintesis kolesterol. Sebagaimana dimaksud
diatas, pemblokiran sintesis kolesterol dapat memblokir fungsi sonic hedgehog dan
menyebabkan siklopia.

6
Gambar 4. beberapa agen diperkirakan dalam kasus
gangguan perkembangan janin manusia (sumber: Gilbert,
2009)

7
2.2.1 Macam-macam teratogen

2.2.1.1 Alkohol
Etil alkohol adalah salah satu teratogen yang paling poten. Hampir 70 persen
orang Amerika minum alkohol dalam pergaulan. Selama kehamilan, pemakaian alkohol
bervariasi sesuai populasi, tetapi prevalensinya dilaporkan 1 sampai 2 persen. Efek
penyalahgunaan alkohol pada janin telah diketahui paling tidak sejak tahun 1800-an, dan
akibat dari pajanan antenatal pertama kali dilaporkan di sebuah jurnal kedokteran pada
tahun 1900 oleh Sullivan. Pada tahun 1968, Lemoine dkk. melaporkan spektrum luas
cacat janin terkait alkohol yang memuncak menjadi apa yang sekarang dikenal sebagai
sindrom alkohol janin atau fetal alcohol syndrome (FAS). Di Amerika Serikat, alkohol adalah
salah satu kausa retardasi mental yang paling sering ditemukan, suatu tragedi yang
seharusnya dapat dihindari (Gilbert, 2010).
Bayi dengan FAS ditandai dengan ukuran kepala mereka yang kecil, filtrum tidak
jelas (sepasang bentukan yang menghubungkan antara hidung dan bibir atas), bibir atas
sempit atau tipis, dan jembatan hidung rendah. Otak bayi dengan FAS lebih kecil dari otak
bayi normal dan sering menunjukkan cacat pada neuronal dan migrasi glial, yang berakibat
pada kurangnya perkembangan otak. Anak yang terkena biasanya mengalami hiperaktivitas
dan iritabilitas persisten pada tahun-tahun pertama. Hal ini diikuti oleh terlambatnya
perkembangan, defisiensi pertumbuhan, retardasi mental dengan derajat bervariasi. Cacat
jantung dan sendi bawaan sering dijumpai. Anak yang terkena biasanya diketahui karena
mengalami kegagalan tumbuh-kembang dan iritabilitas persisten pada tahun-tahun awal
kehidupannya (Gilbert, 2010).

Gambar perbedaan
otak bayi dengan FAS
(kiri) dan otak bayi
normal (kanan).
Sumber: (Gilbert,
2010)

8
Dosis ambang yang aman untuk pemakaian alkohol selama kehamilan belum pernah
diketahui. Wanita yang berisiko paling tinggi memiliki anak yang cacat adalah mereka
yang secara kronis mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar dan mereka yang
melakukan pesta minuman keras ( mabuk-mabukan ). Walaupun sebagian studi
menunjukkan bahwa cedera janin dapat terjadi akibat konsumsi hanya 1 sampai 2 gelas
perhari. Jacobzon dkk melaporkan bahwa ambang untuk terjadinya efek adalah 0,5 oz
alkohol perhari. Selanjutnya jacobzon juga melaporkan bahwa 80 persen dari janin yang
mengalami gangguan fungisonal lahir dari wanita yang minum lebih dari lima gelas tiap
kali minum yang dilakukan selama beberapa kali seminggu. Wanita pecandu alkohol yang
minum delapan gelas atau lebih setiap hari selama kehamilannya memiliki resiko 30
sampai 50 persen melahirkan anak dengan semua gambaran sindrom alkohol. Sindrom
alkohol janin tidak dapat didiagnosis sebelum lahir. Walaupun cacat jantung dan
sumbing bibir dapat didiagnosis secara ultrasonografis, kegagalan mendeteksi cacat organ
mayor tidak menyingkirkan adanya efek alkohol yang lain pada janin (Gilbert, 2010).

Gambar perbandingan kraniofasial tikus normal (A) dengan kraniofasial


yang terkena alcohol (B-C). Pada (B) tabung saraf kranial gagal tertutup.
Pada (C) paparan alcohol dapat mempengaruhi perkembangan wajah,
menyebabkan hidung kecil dan bibir atas abnormal. Sumber : (Gilbert,
2010)

9
Alkohol merupakan zat depresan sistem saraf pusat yang dapat menurunkan aktivitas
neuron, sehingga akan mengganggu hantaran impuls saraf. Bagian otak yang rentan terhadap
kerusakan akibat konsumsi alkohol secara kronik adalah cerebellum, hypothalamus,
amygdala, thalamus dan cortex cerebri. Konsumsi etanol mempengaruhi struktur cerebellum.
Kerusakan pada cerebellum akibat etanol berupa penurunan jumlah sel – sel Purkinje,
penurunan volume lapisan molekuler dan lapisan granuler, gliosis lapisan sel granular, dan
penyusutan maupun atrofi dari sel Purkinje (Karhune et al., 1994).

Konsumsi alkohol moderat secara kronik dapat menyebabkan kerusakan cerebellum


dan kehilangan sel Purkinje (kepadatan sel Purkinje menurun), yang menyebabkan
penurunan berat otak dan cerebellum. Sel Purkinje bersifat sensitif terhadap peningkatan
kadar alkohol dalam darah baik secara akut maupun kronik (Karhune et al., 1994). Alkohol
juga mempengaruhi aktivitas faktor pertumbuhan yang meregulasi proliferasi dan
kelangsungan hidup sel sistem saraf. Faktor-faktor yang diperlukan untuk pembelahan sel
sistem saraf antara lain insulin like growth factor (IGF) I dan II. Kedua faktor ini mengikat
molekul protein yang disebut reseptor IGF-I. Alkohol menghambat aktivitas sinyal fungsi
reseptor IGF-I. Hal ini akan menyebabkan pembelahan sel tidak terjadi dan meningkatkan
apoptosis (Goodlett et al., 2005).

Gambar tridimensional perbandingan otak normal (A) dengan otak


terpapar alcohol (B). Sumber: (Gilbert, 2010)

10
2.2.1.2 Logam Berat

Logam berat seperti seng, timbal, dan merkuri adalah teratogen yang kuat Polusi
industry mengakibatkan tingginya konsentrasi logam berat di lingkungan. Di beberapa
wilayah Kazakhstan tercatat tingkat cacat kelahiran yang tinggi, logam berat ditemukan
dalam konsentrasi tinggi dalam air minum, sayuran, dan udara. Di lokasi seperti itu, hampir
setengahnya orang yang diuji memiliki kerusakan kromosom yang besar, dan di beberapa
daerah, kejadian cacat lahir telah berlipat ganda sejak tahun 1980. Di Amerika Serikat,
lemahnya Penegakan hukum antipolusi telah menyebabkan danau banyak yang
terkontaminasi logam berat. Timbal dan merkuri bisa merusak sistem saraf yang sedang
berkembang . Yang mencemari Teluk Minamata, Jepang, dengan merkuri pada tahun 1956
menyebabkan kelainan pada otak dan mata baik dengan transmisi merkuri dari plasenta dan
melalui penularannya melalui ASI. Merkuri secara selektif diserap oleh daerah yang sedang
berkembang di cerebral cortex. Saat tikus hamil diberi merkuri pada hari ke 9 kehamilan,
hampir setengah anak tikus lahir dengan otak kecil atau mata kecil (Gilbert, 2010).

2.2.1.3 Patogen

Teratogen lainnya yaitu virus dan pathogen. Virus rubella yang menyerang ibu hamil,
Pada trimester pertama kehamilan mereka memiliki 1 dari 6 kesempatan melahirkan bayi
dengan mata katarak, jantung malformasi, atau tuli. Studi ini memberikan bukti pertama
bahwa ibu tidak bisa sepenuhnya melindungi janin dari lingkungan luar. Virus rubella
mampu masuk ke banyak jenis sel, di mana ia menghasilkan protein yang mencegah sel untuk
melakukan mitosis dengan cara memblokir kinase sehingga sel tidak bisa berproliferasi
dengan baik. 6 minggu pertama kehamilan merupakan waktu yang paling kritis, karena itulah
saat hati, mata, dan telinga dibentuk. Dua virus lain, cytomegalovirus dan herpes Virus
simpleks, juga bersifat teratogenik. Infeksi Embrio kemudian bisa menyebabkan kebutaan,
tuli, kelumpuhan serebral, dan keterbelakangan mental. Bakteri dan protista jarang
teratogenik, namun sebagian dari mereka diketahui bisa merusak embrio manusia.
Toxoplasma gondii, merupakan protista yang dibawa oleh kelinci dan kucing (dan

11
kotorannya), dapat melewati plasenta dan menyebabkan kerusakan otak dan mata janin.
Treponema pallidum, bakteri penyebab Sifilis, bisa membunuh janin dini dan menyebabkan
tuli bawaan dan kerusakan wajah pada janin (Gilbert, 2010).

2.2.1.4 Asam Retinoat Sebagai Teratogen


Tubuh manusia membutuhkan vitamin A sebagai suatu senyawa yang penting untuk
mempertahankan pertumbuhan normal sel, mengatur proliferasi, dan differensiasi jaringan
epitel serta membantu dalam menjalankan fungsi penglihatan dan reproduksi
(Goodman,1984 dalam Septadina, 2012 ). Tiga bentuk vitamin A yang aktif secara biologis
di dalam tubuh yaitu retinol, asam retinoat, dan senyawa turunan lainnya. Retinol berfungsi
untuk mempertahankan struktur membran mukosa sedangkan asam retinoat berperan dalam
perkembangan retina serta terlibat dalam pengaturan pola pembentukan awal embrio
terutama pada lempeng sistem syaraf dan berperan dalam ekspresi gen (O’Donnel,2004
dalam Septadina, 2012). Bentuk aktif biologis lainnya merupakan senyawa turunan dari
vitamin A seperti semua trans RA (isotretionin), 9-cis-RA, 14-retoretinol dan lain-lain juga
dapat berperan sebagai dismorfogen yang membantu proses metabolisme dan perkembangan
sel. (West et al, 1999 dalam Septadina, 2012).
Asam retinoat (Retinoic Acid) adalah turunan vitamin A yang penting dalam
menentukan poros anterior-posterior dan dalam membentuk rahang dan jantung dari embrio
mamalia. Dalam perkembangan yang normal, RA membentuk gradien dimana sel-sel RA
menginformasikan sel-sel mereka masing-masing posisi sepanjang sumbu. RA disekresikan
dari sel tertentu, berdifusi, dan kemudian terdegradasi oleh sel lain. Namun, Jika RA hadir
dalam jumlah besar, gradien terganggu, dan sel normal yang tidak menerima konsentrasi
tinggi akan menerima dan meresponnya (Gilbert, 2010).
Dalam bentuk farmasinya, asam 13-cis-retinoat (juga disebut isotretinoin dan dijual
dengan merek dagang Accutane) telah bermanfaat dalam mengobati jerawat kistik yang
parah dan telah digunakan sejak tahun 1982. Menurut penelitian Lammer dan rekan kerjanya
(1985) pada kelompok wanita yang secara tidak sengaja menggunakan produk berbahan
asam retinoat dan sedang dalam keadaan hamil. Dari 59 janin mereka, 26 lahir tanpa terlihat

12
anomali, 12 dibatalkan secara spontan, dan 21 lahir dengan anomali yang jelas. Bayi yang
terkena dampak memiliki karakteristik pola anomali, termasuk tidak ada atau cacat telinga,
rahim tidak ada atau kecil, langit-langit sumbing, lengkungan aorta kelainan, defisiensi
timus, dan kelainan pada sistem saraf pusat (Gilbert, 2010)

2.2.1.5 Penganggu Endokrin

Pengganggu endokrin adalah bahan-bahn kimia yang dapat mengganggu sistem


endokrin (atau hormon) pada dosis tertentu. Gangguan ini dapat menyebabkan tumor kanker,
cacat lahir, dan gangguan perkembangan lainnya. Setiap sistem dalam tubuh yang
dikendalikan oleh hormon dapat tergelincir oleh penghambat hormon. Secara khusus,
pengganggu endokrin dapat dikaitkan dengan perkembangan ketidakmampuan belajar,
gangguan defisit perhatian yang parah, masalah kognitif dan perkembangan otak; deformasi
tubuh (termasuk anggota badan); kanker payudara, kanker prostat, tiroid dan kanker lainnya;
masalah pengembangan seksual seperti feminisasi laki-laki atau efek maskulin pada wanita,
dll.
Istilah endocrine disruptor diciptakan oleh Theo Colborn, Frederic vom Saal, dan Ana
Soto pada tahun 1993, tapi senyawa ini juga dikenal dengan banyak nama lain: peniru
hormon, modulator sinyal lingkungan, lingkungan estrogen, atau zat aktif hormonal.
Pengganggu endokrin adalah bahan kimia bersifat eksogen (berasal dari luar tubuh) yang
mengganggu fungsi normal hormon, dan akibatnya mengganggu perkembangan. Dalam
Gilbert (2010), bahan kimia ini bisa mengganggu hormonal berfungsi dalam banyak hal:
1. Mereka bisa menjadi agonis, meniru efek yang alami hormon dan mengikat
reseptornya. Contohnya adalah dietilstilbestrol (DES), yang mengikat reseptor
estrogen dan meniru hormon seks estradiol, bentuk umum estrogen.
2. Mereka dapat bertindak sebagai antagonis dan menghambat pengikatan hormon ke
reseptornya atau menghalangi sintesis hormon. DDE, produk metabolik dari DDT
insektisida, Bisa bertindak sebagai anti testosteron, mengikat androgen reseptor dan
mencegah testosteron normal berfungsi normal.

13
3. Mereka dapat mempengaruhi sintesis, eliminasi, atau transportasi dari hormon
dalam tubuh. Salah satu cara yaitu polychlorinated biphenyls (PBCs) mengganggu
sistem endokrin dengan mengganggu eliminasi dan degradasi hormon tiroid.
Tingginya atrazin herbisida meningkat sintesis estrogen.
4. Beberapa pengganggu endokrin bisa "prima" organisme untuk lebih peka terhadap
hormon di kemudian hari. Misalnya, bisphenol A yang mengalami in utero
menyebabkan kelenjar susu membuat lebih banyak estrogen reseptor .Reseptor
ekstra ini menyebabkan kelenjar mammae mengubah respons pertumbuhan terhadap
estrogen alami di kemudian hari, predisposisi untuk membentuk kanker.

Mengingat paradigma teratogen, diperkirakan hanya ada sedikit agen "buruk", dan
satu-satunya orang yang menerima ini adalah wanita hamil yang secara tidak sengaja terkena
embrio mereka dengan dosis tinggi bahan kimia ini. Namun, sekarang kita mengetahui bahwa
pengganggu hormon ada di mana-mana di masyarakat teknologi kita (dan bahkan di daerah
pedesaan dimana pestisida dan herbisida berlimpah), dan bahwa paparan dosis rendah cukup
untuk menghasilkan kecacatan yang signifikan di kemudian hari. Pengganggu endokrin
termasuk bahan kimia yang mengantarkan botol bayi dan wadah plastik berwarna cerah
tempat kita minum air; bahan kimia yang digunakan dalam kosmetik, tabir surya, dan
pewarna rambut; dan bahan kimia yang digunakan untuk memberi mobil "bau mobil baru"
mereka dan untuk mencegah agar pakaian tidak mudah terbakar (Gilbert, 2010).

a. Diethylstibestrol (DES)

Salah satu estrogen lingkungan yang paling kuat adalah dietilstilbestrol, atau DES.
Obat ini dianggap meringankan kehamilan dan mencegah keguguran, dan diperkirakan di
Amerika Serikat, lebih dari 1 juta wanita hamil dan janin terpapar DES antara tahun 1947
dan 1971. Penelitian dari 1950an menunjukkan bahwa DES sebenarnya tidak memiliki efek
menguntungkan pada kehamilan, namun masih diresepkan sampai FDA melarangnya pada
tahun 1971. Larangan tersebut diberlakukan bila jenis tumor tertentu (adenokarsinoma sel

14
jernih) ditemukan di saluran reproduksi wanita yang ibunya memakai DES selama
kehamilan.

DES mengganggu perkembangan seksual dan gonad dengan menyebabkan


perubahan tipe sel pada saluran reproduksi wanita (turunan duktus Mullerian, yang
membentuk bagian atas vagina, serviks, rahim, dan saluran telur). Dalam banyak kasus, DES
menyebabkan batas antara saluran telur dan rahim (persimpangan uterotubal) hilang,
mengakibatkan infertilitas atau subfertilitas. Selain itu, saluran Mullerian distal sering gagal
untuk bersatu membentuk kanal serviks tunggal. Gejalanya mirip dengan sindrom DES
manusia terjadi pada tikus yang terpapar pada DES in utero, memungkinkan mekanisme
pengganggu endokrin ini bisa ditemukan. Biasanya, daerah saluran reproduksi wanita
ditentukan oleh gen HoxA, yang dinyatakan secara nested sepanjang saluran Mullerian
(Gilbert, 2010).

b. Nonlyphenol

Merupakan senyawa estrogen yang ada dalam makanan yang kita makan dan dalam
pembungkus plastik yang mengelilinginya. Penemuan efek estrogenik daro penstabil plastik
dibuat dengan cara yang sangat mengkhawatirkan. Penyidik di Tufts University Medical
School telah mempelajari sel tumor responsif estrogen, yang membutuhkan estrogen agar
bisa berkembang biak. Studi mereka berjalan dengan baik sampai tahun 1987, ketika
eksperimen tiba-tiba menjadi kacau. Sel kontrol mereka mulai menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang tinggi, menunjukkan stimulasi yang sebanding dengan sel yang diobati
dengan estrogen. Seolah-olah ada yang telah mencemari media kultur kontrol dengan
menambahkan estrogen ke dalamnya. Apa sumber kontaminasi? Setelah menghabiskan 4
bulan pengujian semua komponen sistem eksperimen mereka, para peneliti menemukan
bahwa sumber estrogen adalah wadah plastik yang menahan air dan serumnya. Perusahaan
yang membuat kontainer menolak menggambarkan proses untuk menstabilkan plastik
polystyrene, sehingga para ilmuwan harus menemukannya sendiri. Pelakunya ternyata p-
nonylphenol, senyawa yang juga digunakan untuk mengeras plastik pipa yang membawa kita

15
air dan untuk menstabilkan plastik polystyrene yang menahan air, susu, jus jeruk, dan produk
makanan cair lainnya (Soto et al, 1991; Colborn et al 1996 dalam Gilbert, 2010). Senyawa
ini juga merupakan produk ion deterjen degradasi, pembersih rumah tangga, dan krim
kontrasepsi. Nonyphenol telah terbukti mengubah fisiologi reproduksi pada tikus betina dan
mengganggu fungsi sperma. Hal ini juga berkorelasi dengan anomali perkembangan satwa
liar (Fairchild et al., 1999; Hill et al 2002. 2002; Kim et al 2002. 2002; Adeoya-Osiguwa et
al 2003; Kurihara et al 2007 dalam Gilbert, 2010).

c. Bisphenol a

Bisphenol A (BPA) sebenarnya disintesis sebagai senyawa estrogenik pada tahun


1930an. Pada tahun-tahun awal penelitian hormon, hormon steroid sangat sulit untuk
diisolasi, sehingga ahli kimia memproduksi analog sintetis yang akan menyelesaikan tugas
yang sama. BPA disintesis oleh Dodds, yang mendemonstrasikannya menjadi estrogenik
pada tahun 1936. Penelitian dari beberapa laboratorium menunjukkan bahwa tikus betina
yang terpapar BPA dalam dosis rendah mengalami kematangan seksua lebih cepat dari tikus
yang tidak terpapar. Mereka juga menunjukkan perkembangan mammae berubah pada masa
pubertas, perubahan di pengorganisasian jaringan payudara dan ovarium mereka, dan
siklisitas estrus diubah sebagai orang dewasa (Howdeshell et al 1999, 2000; Markey dkk.
2003 dalam Gilbert, 2010). Setiap kelenjar susu diproduksi lebih banyak tunas terminal dan
lebih sensitif terhadap estrogen. Hal ini dapat mempengaruhi tikus-tikus ini untuk terkena
kanker payudara saat dewasa (Munoz-de-Toro et al 2005 dalam Gilbert, 2010). Pada
penelitian ini dosis BPA yang digunakan 2000 kali lebih rendah daripada dosis yang
ditetapkan sebagai "aman" oleh pemerintah A.S (Gilbert, 2010).

Menurut Oktivaningrum dan Fitria (2016) dampak dari BPA adalah sebagai berikut:

a. Dampak paparan BPA terhadap perkembangan manusia yang ditemukan pada studi
observasional adalah peningkatan perilaku depresi, kecemasan, agresif dan emosional
yang reaktif serta gangguan sosial pada anak, outcome kelahiran.

16
b. Dampak paparan BPA terhadap perkembangan manusai yang ditemukan pada studi
in vitro adalah aktivitas proapoptosis dan penurunan proliferasi pada sel
choriocarcinoma serta meningkatkan mRNA CRH pada sel plasenta manusia.

2.3 Kanker sebagai Penyakit Perkembangan Manusia


Terganggunya system endokrin diketahui menjadi penyebab terjadinya tumor yang
mana merupakan pertumbuhan abnormal dari sebuah sel, disisi lain semakin banyaknya
penelitian terkait kanker sebagai penyakit perkembangan pada manusia. (Gilbert, 2010)
melalui pendekatan genetika dapat dijelaskan bahwa kanker merupakan akumulasi dari
banyaknya mutasi yang terjadi dalam tubuh. Namun, sebagaimana Folkman dan koleganya
(2000) mencatat bahwa pendekatan genetika harus dilengkapi dengan prespektif lain, bahwa
kanker dapat disebabkan dari epigenetik, sel-sel, dan interkasi ekstraseluler mampu
menyebabkan pertumbuhan dari sel tumor tersebut. (Gilbert, 2010)

Kanker dapat pula disebabkan oleh terganggunya jalur signaling di dalam sel,
sementara kerusakan jalur signal dapat menyebaabkan malformasi. Ada banyak sebab untuk
memahami terjadinya penyakit berbahaya dan metastatis dalam perkembangan. Diantaranya
yakni:

2.3.1 Kerusakan Komunikasi antar Sel


Di dalam banyak kasus, interaksi antar jaringan diperlukan untuk mencegah suatu
jaringan membelah. Penelitian mengkonfirmasi bahwa tumor dapat disebabkan dari
pengubahan struktur dari suatu jaringan (Gilbert, 2010)
Diketahui bahwa 80% tumor pada manusia terbentuk dari sel epitel, kanker sel epitel
seringkali disebabkan dari kerusakan stromal mesenkim yang mengelilingi dan
menopang epitel. Penelitian dari Maffini dan koleganya menyatakan bahwa rekombinasi
dan perlakuan karsinogenik epitel dan mesenkim yang tumbuh di kelenjar mammary
tikus, tumor tidak tumbuh di daerah epitel yang telah diberi perlakuan karsinogenik
namun ditempat dimana jaringan mesenkim yang rusak karena paparan karsinogen, hal

17
ini menjelaskan bahwa sel tersebut tidak dapat mencegah epitelium untuk membelah.
(Gilbert, 2010).

Gambar kanker dan kerusakan komunikasi sel

18
2.3.2 Kerusakan Jalur Paracrine
Dugaan selanjutnya bahwa tumor dapat terjadi karena kerusakan sinyaling paracrine dari
sel satu ke sel yang lainnya. Tumor menyebabkan aktif kembalinya jalur sinyaling
parakrin yang digunakan dalam pertumbuhan. Banyak tumor, sebagai contoh dapat
menyebabkan pengeluaran factor Sonic hedgehedog. Shh tidak bertindak di sel tumor
itu sendiri namun dibagian stromal sel, yang menyebabkan stromal sel memproduksi
factor yang dapat memicu pertumbuhan, jika jalur shh dapat diinaktivasi, tumor akan
semakin menurun. (Gilbert, 2010).

2.3.3 Stem Sel Kanker Hypothesis: Kanker Sebagai Penyakit Dari Regulasi Stem
Sel
Aspek yang lainnya bahwa kanker merupakan penyakit pertumbuhan yang mana
keadaan sel kanker menyerupai dari kanker dewasa. Hal ini menjadi kemungkinan
bahwa sel kanker merupakan stem sel dewasa yang telah mengalami mutasi dimana dia
dapat hidup diluar fungsin normalnya. Tumor melakukan amplifikasi untuk memblock
adanya apoptosis. Sebagai contoh melanoma yakni tumor sel pigmen dapat melakukan
amplifikasi MITF yang mana MITF trasnkripsi factor dapat menyebabkan aktifnya
tyrosinase dan pembentukan melanin yang lain, namun juga aktifitas anti-apoptosis gen
BLC2. Melanoma tidak berdeferensiasi menjadi melanosit, namun melakukan
amplifikasi gen MITF yang mana menyebabkan mereka dapat hidup diluar fungsinya.
(Gilbert, 2010).
Hal ini menuntun pada hypothesis kanker stem sel, postulat ini bahwa tumor dapat
muncul dari stem sel dewasa. Di beberapa kasus, termasuk glioblastomas, kanker prostat,
melanomas, dan leukemia myeloid. Namun inisiasi tumor dari stem sel mendapat
kritikan dari banyak pihak dan masih menjadi kontroversi (Gilbert, 2010).

19
2.3.4 Kanker dan Regulasi Epigenetik
Terdapat dua tipe gen control pada pembelahan sel,pertama adalah onkogen, yang
memicu adanya pembelahan sel, mereduksi ikatan antar sel, dan mencegah sel mati.
Gen ini dapat menyebabkan pembentukan tumor dan metastatis. Gen yang kedua
adalah gen suppressor tumor. Gen ini biasanya menyebabkan berhentinya
pembelahan sel dan memicu peningkatan ikatan antar sel, dapat menginduksi adanya
apoptosis pada sel yang membelah dengan cepat. Mungkin salah satu penyebab
terjadinya kanker adalah kesalahan metilasi, kesalahan metilasi pada gen supressor
tumor yang menyebabkan mereka tidak aktif, dan kesalahan demetilasi pada onkogen
yang menyebabkan mereka aktif. (Gilbert, 2010).

Gambar Regulasi epigenetic gen


(Sumber: Gilbert, 2010)

20
Kanker yang disebabkan epigenetic gen bukan tidak termasuk dari genetic itu
sendiri, beberapa penelitian mengindiksikan bahwa akumulasi keduanya dapat
memperbesar kejadia kanker itu sendiri. Beberapa mutasi terjadi dalam sel kanker
dan fakta terbaru bahwa ditemukan 14 mutasi promoting-tumor ditemukan pada sel
kanker. Jacinco dan Esteller (2007) menyajikan fakta bahwa akumulasi mutasi pada
kanker dapat menyebabkan epigenetic (Gilbert, 2010). DNA sebenaarnya memiliki
mekanisme untuk mecegah adanya mutasi. Salah satu subunit untuk melakukan
editing adalah “Proofreaders” dapat memperbaiki ketidakcocokan basa dan
menggantinya dengan basa yang benar. Mekanisme yang lain bahwa enzim yang
dapat memperbaiki DNA mengalami kerusakan karena cahaya atau karena produk
metabolime sel. Didalam sel kanker gen yang mengkode enzim perbaikan DNA
rentan mengalami inaktivasi melalui metilasi, jika enzim perbaikan DNA tidak dapat
terbentuk, mutasi dapat meningkat. (Gilbert, 2010).
Tumor dapat dihasilkan dari kombinasi dari genetic dan epigenetik.
Perubahan metilasi DNA dapat menyebabkan aktifnya onkogen dan menekan gen
suppressor tumor, yang menginisiasi terbentuknya tumor. Onkogen dapat
menyebabkan metilasi gen suppressor tumor yang mana menuntun pada
tumorigenesis. Kompleksitas tumor, termasuk didalamnya mutasi somatic dalam sel
dan resistansi mereka terhadap induksi apoptosis dapat dijelaskan dari kombinasi
genetic dan factor epigenetic daripada hanya dasar dari mutasi. Pengetahuan dari
penyebab epigenetic dapat membantu untuk metode baru terapi kanker (Gilbert,
2010).

2.3.5 Kanker dan Pengaktifan Kembali Migrasi

Poin yang penting lainnya bahwa kanker merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan kerusakan pertumbuhan melibatkan metastatis. Seperti embrionik sel, kanker
bukan menetap pada satu daerah namun bermigrasi dan membentuk sebuah koloni. Di dalam
sel kanker regulasi protein cadherin lemah, dan kekuatan perlekatan dengan matrik
ekstraseluller dan sel tipe lain lebih kuat daripada hubunan dengan jaringan asal (Gilbert,

21
2010). Fase dari metastatis menyebabkan kerusakan dari extracelluer matric yang dibantu
dengan metalloproteinase. Enzim ini digunakan oleh sel embrionik untuk membentuk jalur
pada tujuan migrasi mereka. Umumnya disekresikan dari sel tropoblastm sel axon kerucut,
sel sperma, dan sel somatic. Metalloproteinase dapat diaktifkan kembali pada kanker yang
berbahaya, kehadiran dari enzim ini mengindikasikan bahwa tumor tersebut adalah tumor
yang berbahaya atau ganas. (Gilbert, 2010).

;
Gambar metastatis sel kanker

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Sindrom genetic merupakan abnormalitas bawaan saat lahir dan kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor intrinsik, Abnormalitas yang disebabkan oleh
faktor genetik dapat terjadi karena adanya mutasi, anoploidi (ketidaksesuain
pada nomor kromosom) dan translokasi.
2. Agen eksogen yang mengakibatkan cacat kelahiran disebut teratogen.
Kebanyakan teratogen menghasilkan efeknya selama periode perkembangan
kritis.
3. Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh terganggunya kontrol
regulasi pertumbuhan sel-sel normal yakni kerusakan komunikasi antar sel,
kerusakan jalur sinyaling paracrine maupun regulasi epigenetic gen.

23
Daftar Rujukan

Gilbert, S. F. 2010. Developmental Biology 9th edition. Sunderland USA : Sinauer


Associates.
Goodlett, C. R., Horn, K. H., and Zhou, F. C. 2005. “Alcohol Teratogenesis:
Mechanisms of Damage and Strategies for Intervention”. Society for
Experimental Biology and Medicine.
Karhune, P. J., Erkinjuntiti T., and Laipala P. 1994. “Moderate Alcohol
Comsumsion and Loss of Cerebellar Purkinje Cell”. British Medical Journal.
Oktavianingrum, R., dan Fitria, L., 2013. Kajian Sistematis Dampak Pajanan Bisphenol
A (BPA) Terhadap Sistem Reproduksi dan Perkembangan Manusia. Jakarta:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Septadina, Indri. 2012. Efek Teratogenik Penggunaan Vitamin A Dosisi Tingga dan
Senyawa Turunannya Selama Kehamilan. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

24

Anda mungkin juga menyukai