Anda di halaman 1dari 58

Faktanya:

Website yang menggunakan content marketing mendapatkan


konversi dan penjualan 6x lebih tinggi daripada yang tidak
(OneSpot, 2015).

Konten itu bisa menjual…

..bukan cuma sebagai hiburan, panduan, atau informasi.

Apabila dimanfaatkan dengan benar sebagai media pemasaran,


maka — seperti angka di atas — penjualan akan meningkat
drastis.

Benarkah begitu?

Belum tentu.
Pada prakteknya, ada juga yang tidak merasa manfaatnya.
Banyak.

Sudah membuat konten, pengunjung berdatangan, tapi ternyata


penjualan tetap begitu-begitu saja. Ini yang sering terjadi.

Bukan salah sistemnya,

Tetapi salah kontennya…

Karena konten anda tidak mampu menjual.

Dalam artikel ini anda akan mempelajari mengapa orang-orang


tidak membeli dari anda, dan bagaimana menciptakan konten yang
mampu menjual.

Mengapa mereka tidak membeli dari anda?


Ada berbagai alasan, pastinya.

Mari kita bahas beberapa di antaranya tanpa melihat apakah


produk/jasa yang dijual sudah layak atau belum. Dan hanya dari
segi konten saja.

Ini penting:

Untuk membuat konten yang mampu meningkatkan penjualan,


anda harus benar-benar memahami apa yang
membuat pengunjung website memutuskan untuk tidak membeli.

3 hal ini adalah alasan utamanya…

…ketiganya merupakan halangan yang harus anda hancurkan


satu per satu sebelum pengunjung mau berubah menjadi
kustomer.
1. Karena belum percaya
Online maupun offline, orang-orang tidak akan membeli dari
penjual yang tidak dipercaya.

Tetapi ada perbedaannya.

Kalau offline, kita bisa melihat langsung. Si penjual punya toko fisik
dan dia bisa langsung memperlihatkan apa yang dijual di depan
mata anda.

Tidak demikian di online.

Semua orang bisa membuat website, bahkan penipu sekalipun.

Tapi itu masih sepele…


Meyakinkan orang lain bahwa kita bukan penipu itu mudah.

Masalahnya, meskipun anda sudah dirasa bukan penipu mereka


belum tentu mau membeli. Anda harus bisa
mendapatkan kepercayaan sebagai yang terbaik.

Jadi, 2 tahap.

Karena itulah untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain


anda butuh usaha ekstra dibandingkan melakukan penjualan
offline.

Untungnya, content marketing (yang tepat) bisa jadi solusinya.


Akan dijelaskan lebih lanjut di bawah.

2. Tidak tepat sasaran


Ini kesalahan yang paling sering dilakukan oleh praktisi digital
marketing.

Seperti yang dulu dialami oleh Groove.

Groove adalah software help desk. Jadi semestinya target pasar


mereka adalah para pengusaha yang punya masalah dengan
urusan customer service.

Nah, masalahnya blog mereka dulu hanya membahas tentang


pengembangan bisnis:
Meskipun sama-sama tentang bisnis, tapi orang yang mencari
informasi pengembangan bisnis tidak memerlukan software
mereka.
Sehingga kontennya tidak mampu meningkatkan konversi.

Padahal kualitas dari konten yang mereka buat luar biasa. Saya
sendiri juga langganan di blognya…padahal tidak ada niat untuk
menggunakan softwarenya.

Maka dari itu, mereka kemudian membuat kategori khusus


membahas customer service.
Setelah diluncurkannya blog ini, konversi mereka meningkat
drastis. Pendapatan untuk setiap konten yang diterbitkan di blog
mencapai angka $1,657.25.
3. Pengunjung masih dalam kondisi pasif
Benda dalam keadaan diam akan tetap diam, kecuali ada gaya
yang mengubahnya.
Itu sebagian dari bunyi hukum 1 Newton.

Menariknya, manusia pun seperti itu.

Ketika dalam kondisi pasif, kita akan terus pasif…sampai ada


sesuatu yang membuat kita aktif.

Orang-orang yang sedang browsing di internet otaknya dalam


kondisi pasif. Baca artikel, lihat gambar, nonton video, buka tab
baru – lalu ditutup.

Tidak bergerak.
Jadi, konten yang kita buat harus mampu membuat mereka
bergerak.

Kalau tidak maka mereka akan tetap pasif.

Membuat konten yang mampu menjual


Ada 2 fungsi utama konten dalam pemasaran online:

1) Mendatangkan pengunjung, dan 2) meningkatkan penjualan.

Yang pertama masih mudah…

…asalkan kontennya menarik, pengunjung akan datang setelah


konten tersebut dipromosikan.

Tapi yang kedua butuh perhatian ekstra.


Dalam penjualan online, kita harus melewati 3 hambatan yang tadi
disebutkan. Karena itu konten yang sekedar “menarik” saja belum
tentu bisa meningkatkan penjualan.

Inilah beberapa hal yang harus diperhatikan:

1. Sediakan konten untuk setiap tahap dalam


sales funnel
Sales funnel atau kadang disebut marketing funnel adalah setiap
tahapan yang dilalui oleh setiap orang sebelum memutuskan untuk
melakukan pembelian.

Mari kita lihat kembali gambar sales/marketing funnel:


Kalau anda mencari di internet, setiap website akan menampilkan
gambar sales funnel yang berbeda satu sama lain. Meskipun
demikian, intinya sama.

Secara umum ada 3 bagian:


1. TOFU (Top of the funnel): Awareness
2. MOFU (Middle of the funnel): Consideration/Evaluation
3. BOFU (Bottom of the funnel): Purchase
Bagian atas, tengah, dan bawah.

Sebelum seseorang memutuskan untuk membeli, semua orang


akan melewati bagian-bagian ini.

Pertama, mereka akan sadar dengan masalahnya. Kemudian


menimbang-nimbang pilihan yang ada. Terakhir, memutuskan
untuk membeli.

Ingat:

Konten untuk tiap bagian tidak sama.


2 hal yang sering terjadi yaitu hanya fokus di funnel atas (TOFU)
dan hanya membuat konten untuk funnel bawah (BOFU).

Akibatnya…

1. Fokus di TOFU – traffic jadi banyak tapi tidak mampu menjual

2. Fokus di BOFU – susah mendapatkan traffic dan pembaca yang


loyal

Oleh karena itu harus ada keseimbangan.

Untuk memahami konten apa yang harus disediakan untuk tiap


bagian, ini penjelasan singkatnya:

TOFU – bagian atas funnel


Konten di bagian ini merupakan konten yang bisa dinikmati oleh
masyarakat luas…karena tujuannya adalah mendatangkan traffic.

Misalnya anda menjual suplemen penurun berat badan.

Konten di bagian ini TIDAK menjelaskan kelebihan-kekurangan


dari produk yang anda jual. Bukan membahas
dan mempromosikan produk.

Sebaliknya, berikan panduan olahraga atau diet untuk


menurunkan berat badan.

Contoh lain, kalau anda menjual rumah.

Konten TOFU berisi panduan membeli rumah yang tepat, memilih


lokasi yang pas, foto-foto desain rumah, dan sebagainya. Konten
yang kira-kira akan dicari oleh mereka yang ingin membeli rumah.
Jadi, sekali lagi…konten TOFU harus bisa dinikmati bahkan oleh
mereka yang saat ini tidak langsung ingin membeli.

MOFU – bagian tengah funnel


Dalam tahap ini, calon pembeli dalam proses membanding-
bandingkan antara solusi satu dan solusi lainnya terhadap
masalah mereka.

Jadi topik untuk konten MOFU lebih mendalam.

Tujuan utama kita dalam tahap ini adalah memperkenalkan bahwa


ada solusi yang lebih mudah untuk menyelesaikan masalah
mereka.

Dan anda lah solusi yang mereka inginkan.


Misalnya:

Untuk menurunkan berat badan, mereka tidak perlu berolahraga


setengah mati atau diet super ketat. Dengan bantuan produk yang
kita jual, prosesnya jadi lebih mudah.

Jadi, kita memperkenalkan suatu nilai tambah.

Dibandingkan dengan solusi tradisional atau solusi lain,


produk/jasa yang anda tawarkan memiliki nilai tambah yang
menarik bagi mereka.

Supaya lebih jelas, ini beberapa contoh jenis kontennya:

 Studi kasus dari mereka yang sudah menggunakan


produk/jasa anda
 Statistik/data/fakta
 Perbandingan, kelebihan dan kekurangan
 FAQ, pertanyaan yang sering diajukan
 Video demo produk
 Review/testimonial
 Buyer’s guide – panduan dalam memilih produk yang tepat
Ini hanya beberapa, dan tidak semuanya bisa diaplikasikan pada
setiap jenis bisnis.

Konten untuk MOFU bersifat edukatif tetapi juga persuasif.

BOFU – bagian bawah funnel


Tahap terakhir, ketika seseorang sudah siap melakukan
pembelian.
Mereka sudah dalam keadaan ter-edukasi dengan masalah yang
ada serta solusi yang tepat. Mereka sudah tertarik dengan anda.

Tetapi masih ada 1 hambatan lagi yang menghalangi mereka


untuk melakukan pembelian.

Rasa takut, atau ketidakpastian.

Karena itulah konten BOFU 100% bersifat persuasif, contohnya:

 Konsultasi gratis
 Trial/demo/sampel
 Cara melakukan pembelian
 Diskon atau bonus
 Jaminan/garansi
Tujuan akhirnya adalah perasaan yakin.

2. Identifikasi permasalahan yang nyata untuk


diselesaikan
Konten sebagus apapun akan percuma kalau isinya tidak
menyelesaikan permasalahan dari pembacanya sampai tuntas.

Mari kita ingat kembali…

Apa yang membuat seseorang ingin melakukan pembelian?

Karena mereka punya masalah.

Tapi, ini yang terpenting, melakukan pembelian itu adalah opsi


terakhir. Kalau mereka tidak bisa menyelesaikan
permasalahannya sendiri.
Artinya begini:

Anda tidak akan bisa mempengaruhi orang lain untuk membeli


kalau belum apa-apa sudah menyuruh mereka mengeluarkan
uang untuk membeli.

Ini terutama kalau masyarakat umum belum ter-edukasi dengan


bisnis anda.

Contoh:

Misalnya, kita menjual air alkali.

Katanya, air ini bisa jadi antioksidan, untuk detoks, untuk awet
muda, dll.
(Salah satu merek yang cukup terkenal di Indonesia, Kangen
Water, mungkin ada yang sudah pernah dengar?)

Tapi sebagian besar masyarakat belum tahu tentang produk ini.

Nah, kalau anda menjual produk ini secara online…

…Apakah anda akan membuat konten tentang:

1. Pengertian & manfaat produk, jenis-jenisnya, proses


pembuatan, dsb., atau
2. Cara mencegah kanker, membersihkan racun tubuh, cara
menjadi awet muda, dll.
Yang pertama?
Okelah, dengan membuat konten yang pertama kita akan
mendapatkan pengunjung berupa orang-orang yang siap membeli
produk tersebut.

Tapi…

Jumlahnya sedikit.

Karena tidak banyak yang tahu dan paham tentang produk


tersebut. Jadi sebagian besar akan “cuek” ketika membaca konten
seperti itu.

Bandingkan dengan yang kedua.

Yang membutuhkan informasi seperti itu JAUH lebih banyak.


Meskipun saat ini mereka belum tahu mengenai produk tersebut,
tapi melalui konten tersebut anda bisa memperkenalkannya
sebagai solusi.

Karena mereka punya masalah yang bisa kita selesaikan dengan


produk tersebut.

Itu sebabnya konten TOFU harus menyelesaikan permasalahan


yang nyata.

3. Perhatikan relevansi antara konten dengan


produk/jasa yang dijual
Ini seperti permasalahan yang dihadapi oleh Groove tadi.
Pada awalnya konten mereka tidak mampu memberikan hasil
positif karena apa yang dibahas dalam konten tidak relevan
dengan apa yang dijual.

Ini pertanyaan salah satu pembaca PIM:


Misalnya kalau menjual alat-alat kantor, tapi konten yang
diterbitkan seputar traveling. Apakah hasilnya akan sama?

Pasti beda!

Begini…

Kita ingin mendatangkan pengunjung, tapi bukan sembarang


pengunjung. Melainkan mereka yang memang punya
permasalahan yang relevan dengan apa yang kita jual.

Kalau menyediakan konten travel, maka orang yang datang adalah


orang yang ingin traveling. Bukan yang butuh perlengkapan kantor.

Akibatnya, penjualan sama sekali tidak meningkat.

Masuk akal kan?


Konten dalam pemasaran konten itu bukan cuma supaya “sekedar
ada”, tapi harus diarahkan ke tujuan utama kita. Entah itu
penjualan atau yang lain.

Solusinya: buat buyer persona


Ini solusi untuk nomor 2 dan 3 di atas.

Supaya konten yang kita buat benar-benar menyelesaikan


permasalahan. Dan supaya konten tersebut tepat sasaran kepada
orang yang berpotensi membeli dari kita.
Apa itu buyer persona?

Gambaran ideal dari pembeli ideal kita. Orang seperti apa yang
berpotensi akan membeli dari anda.
Jadi misalnya anda menjual perlengkapan kantor, maka salah satu
buyer persona-nya adalah pengusaha baru yang baru membuka
kantor.

Tidak berhenti sampai di situ…

…kita masih perlu menganalisa lebih lanjut mengenai profil


mereka, permasalahan mereka, dan lain-lain.

Pada akhirnya, konten yang kita buat harus fokus dengan


permasalahan apa yang dihadapi oleh buyer persona. Dengan
demikian pemasaran dan penjualan jadi tepat sasaran.

4. Buat konten praktis, konten yang mudah


dipraktekkan
Coba bayangkan:
Anda sedang belanja di Hypermart atau swalayan lain…

…kemudian ada seorang sales yang menawarkan suatu merek


makanan beku. Si sales mempraktekkan betapa mudah proses
memasaknya, setelah itu anda dipersilahkan untuk mencoba.

Pasti muncul keinginan untuk membeli.

Ini karena kita sudah ditunjukkan “benefit” yang akan kita terima.

Kira-kira seperti itu kalau offline.

Masalahnya, ketika sedang mereka membeli secara online anda


tidak bisa mempraktekkan langsung. Kecuali anda bisa
memberikan trial/demo kepada calon pembeli.

Karena itulah kita butuh konten praktis ini.


Artinya: konten berupa panduan yang bisa langsung dipraktekkan
oleh pembaca dan langsung memberikan manfaat positif bagi
mereka.

(Hati-hati, praktis bukan berarti simpel atau sederhana)

Jenis terbaik untuk tujuan ini adalah panduan, bukan informasi


atau berita…bukan sekedar bacaan.

Ini alasannya:

Konten seperti itu bisa menyelesaikan 2 masalah sekaligus.

Pertama, mereka akan “bergerak” dari pasif menjadi aktif.

Masih ingat 3 alasan mengapa seseorang tidak membeli?


Terutama yang ketiga.
Pada umumnya orang-orang di internet masih dalam keadaan
pasif. Makanya ketika ditawarkan untuk membeli mereka tidak
langsung membeli.

Ketika selesai membaca konten, mereka masih pasif.

Konten praktis bisa jadi penggerak.

Mereka tidak menganggap konten sekedar konten lagi karena


mereka bisa melakukan sesuatu setelahnya.
Ada yang lebih penting lagi,

Apabila konten yang anda berikan bisa langsung memberikan


manfaat bagi pembaca, maka dalam sekejap anda jadi sosok yang
dipercaya.

Misalnya karena saya memberikan panduan marketing, maka


pembaca yang merasa konten ini bermanfaat akan menganggap
bahwa saya seorang ahli marketing. Maka apabila saya membuka
jasa marketing, orang lain akan lebih yakin untuk membeli
(dibandingkan tanpa konten sama sekali).

Jadi ketika membuat konten, jangan jelaskan


“Apa” melainkan “Bagaimana”.

5. Berikan sesuatu yang ditukar dengan


sesuatu
Membingungkan ya bahasanya…

Akan saya jelaskan latar belakangnya dulu.

Dr. Robert Cialdini, seorang pakar psikologi dan marketing, dalam


bukunya “Influence: The Psychology of Persuasion” menyebutkan
ada 6 prinsip yang bisa digunakan untuk mempengaruhi orang lain
agar mengambil tindakan.
Prinsip-prinsip ini sering diaplikasikan oleh orang-orang sales dan
marketing.

2 di antaranya akan kita manfaatkan.

Yang pertama adalah Commitment & Consistency.

Intinya, orang-orang akan lebih mungkin untuk melakukan


komitmen yang lebih besar apabila mereka sudah setuju dengan
komitmen yang lebih kecil sebelumnya.

Mengeluarkan uang, melakukan pembelian, itu komitmen besar.

Padahal kita ingin menjual dengan konten. Membaca konten dari


sebuah website itu tidak membutuhkan komitmen, betul? Mereka
tidak membutuhkan usaha apapun.
Jadi ada gap besar di sini.

Antara konten yang tanpa komitmen dengan pembelian yang


komitmennya besar.

Maka dari itulah sekedar konten saja belum cukup untuk


mempengaruhi mereka agar membeli.
Kita butuh sesuatu di antaranya.

Contoh komitmen kecilnya bisa salah satu dari:

 Mendaftarkan email
 Memberikan nomor telepon
 Membuat akun gratis
Atau yang lain…tergantung dari jenis bisnis anda.

Tapi bagaimana supaya mereka mau rela memberikan salah


satunya?

Untuk itulah kita manfaatkan satu prinsip persuasi lagi:

Reciprocity (timbal-balik).

Orang lain akan cenderung memberikan sesuatu kepada kita


apabila kita memberikan mereka sesuatu terlebih dahulu.
Contohnya, kalau kita menolong seseorang maka orang tersebut
akan merasa punya kewajiban untuk balas budi.

Maka dari itu kita yang harus memberikan mereka duluan.

Misalnya:
1. Ebook
2. Diskon
3. Demo/trial/sampel
Sebagai gantinya mereka akan lebih rela memberikan komitmen
kecil tadi kepada anda.

Contoh penerapannya bisa dilihat di website ini.

Saya menaruh form pendaftaran email di beberapa tempat. Anda


juga pasti sudah melihat beberapa di antaranya.

Salah satu jenisnya adalah layar popup, ini rasio konversinya:


Antara 4.39% sampai 8.94%.
Tidak jelek-jelek amat memang, tapi mari kita lihat 1 jenis lagi:

Di sini saya menjanjikan file bonus ketika pembaca memasukkan


alamat emailnya. Rasio konversinya seperti ini:
Dari 5% sampai 15%. Hampir 2x lipat.

Dengan memberikan sesuatu, maka orang lain akan lebih


cenderung untuk rela memberikan kita sesuatu.
6. Lakukan email marketing
Ini lanjutan dari nomor 5 di atas.

Kita sudah mendapatkan “sesuatu” dari mereka. Email, nomor


telepon, PIN BBM, username LINE, atau apapun…mestinya
merupakan kontak yang bisa dihubungi.

Jadi tidak harus email.

(Meskipun yang sudah mencoba pasti sepakat kalau email sejauh


ini paling praktis)

Yang penting kita harus bisa menjangkau mereka.

Dan tentunya tidak berhenti sampai di sana. Percuma kita


mendapatkan kontaknya tetapi tidak ditindaklanjuti.
Tetapi tidak semudah itu, setelah mendapatkan emailnya kita tidak
langsung melakukan spamming penjualan begitu saja menuju
inbox mereka.

Seperti ini kesalahan yang paling umum:

1. Memberikan gratisan ditukar email atau kontak lain


2. Kemudian punya 1000an email list
3. Dikirimkan “email blast” yang menawarkan produk
4. Report as spam…tamat
Ini salah besar.

Begini, kalau anda ingin berhasil menjual secara online – maka


anda harus mengurangi proses menjualnya. Tidak ada orang yang
suka dengan orang yang selalu menyuruh mereka membuka
dompet.

…kecuali ketika mereka sudah siap membeli.

Maka dari itulah tugas utama anda adalah mengkondisikan mereka


agar siap untuk membeli.

Bagaimana?

Tadi kita sudah berbicara tentang sales funnel. Ada TOFU, MOFU,
dan BOFU.

Konten yang diterbitkan di website sebagian besar adalah TOFU,


tujuan utamanya untuk mendatangkan traffic. Sedangkan dalam
email marketing, yang kita berikan kepada audiens adalah konten
MOFU dan BOFU.
Proses yang dilalui oleh seorang calon pembeli
Kembali ke contoh tadi, untuk website yang menjual suplemen
penurun berat badan…

…seperti ini kira-kira proses yang dilalui:

Masuk ke website > membaca “cara menurunkan berat badan” >


mendaftarkan email untuk mendapatkan bonus > menuju halaman
produk > menuju konten studi kasus, testimonial, atau FAQ >
mendapatkan kupon diskon > melakukan pembelian.

Idealnya seperti itu.

Tetapi seringkali prosesnya berhenti di tengah-tengah.


Maka dari itu itulah kita butuh email mereka, supaya kita bisa
mengingatkan mereka kembali untuk melanjutkan prosesnya.

7. Lakukan analisa konten


Kalau anda sudah punya kontennya,

Apakah konten tersebut berhasil menghasilkan penjualan?

Apakah konten ini percuma?

Atau justru berakibat buruk?

Kita tidak akan tahu apabila kita tidak melakukan analisa.

Bukan dengan asumsi…


…melainkan data yang nyata.

Maka dari itulah kita perlu melakukan analisa konten.

Pastikan konten mana yang memberikan hasil terbaik, mana yang


percuma, dan mana yang justru berakibat buruk. Kemudian dari
hasilnya anda akan tahu konten seperti apa yang harus dibuat
kedepannya.

Mulai dari mana?


Itulah ketujuh hal yang perlu anda perhatikan untuk membuat
konten yang mampu menjual beserta contoh prosesnya.

Kalau anda membaca sampai titik ini, berarti anda:

1. Belum punya konten, baru ingin mulai


2. Sudah punya konten tetapi belum efektif
Untuk tipe ke-2, silahkan lakukan analisa terhadap konten yang
sudah ada, kemudian hilangkan semua konten yang kinerjanya
buruk. Tapi tidak perlu dihapus kalau anda tidak rela.

Setelah itu, termasuk bagi anda yang tipe-1, silahkan mulai dari:

Tahap 1: Buat konten praktis. Gunakan metode KTP sebagai


panduan kalau anda ingin membuat konten yang berkualitas.

Pastikan konten tersebut ada di TOFU (bagian atas funnel).

Tahap 2: Sediakan “sesuatu” yang bisa anda berikan kepada


pembaca konten untuk mendapatkan email mereka.

Tahap 3: Promosikan konten praktis yang barusan dibuat.


Tahap 4: Setelah punya traffic dan email list, mulai dorong ke arah
pembelian dengan mempromosikan konten MOFU dan BOFU
(bagian tengah dan bawah funnel) kepada mereka.

Setelah itu lakukan analisa, konten mana yang tidak memberikan


hasil positif.

Terakhir, sebagai tambahan, pelajari teknik Copywriting untuk


mengetahui bagaimana membuat tulisan yang mampu menjual.
Artikel Panduan IM by Darmawan
#2 - Pondasi Beriklan di Facebook Ads
Didalam materi ini anda akan belajar pondasi – pondasi penting saat beriklan di
facebook yaitu seperti fokus pada profit, evaluasi data, funneling , testing dan
lainnya4 element penting yang akan anda gunakan saat mulai beriklan di
facebook dan

#5 - Mindset Penting Objective Iklan


Didalam materi ini anda akan belajar dengan detail apa itu objective iklan dan
bagaimana cara kerjanya serta mindset penting yang harus anda tanamkan saat
menggunakan salah satu objective untuk iklan facebook anda
#8 - Menargetkan Calon Pembeli secara detail
Salah satu penyebab paling besar iklan BONCOS adalah targeting yang tidak
tepat, dan di dalam video ini anda akan belajar dengan detail bagaimana cara
menentukan target yangb tepat dan berminat membeli produk yang akan anda
tawarkan.

#11 - Membangun funneling di toko Online


supaya Laris
Banyak pemilik toko online yang hanya sekedar beriklan tanpa memikirkan
funneling atau alur beriklan yang tepat, dan itu menjadikan mereka selalu
kebingungan jika ada update alogaritma di facebook. Di materi ini anda akan
dijelaskan secara detail funneling yang baik dan benar saat menjalakan iklan
sehingga anda akan terhindar dari yang namanya keboncosan.

#14 - Menentukan KPI


Didalam materi ini anda akan belajar cara membuat dan menentukan Key
Performance Indicator atau tolak ukur dalam bisnis anda seperti kinerja iklan ,
custumer service dan lainnya. KPI ini sangat berguna untuk menentukan kapan
iklan anda harus di scale up, kapan custumer service anda harus follow up dan
lain-lainnya

#17 - Web Conversion Funnel Strategy


Didalam materi ini anda akan belajar tentang funneling strategy menggunakan
website dan pixel facebook

Materi ini akan membahas cara pasang event pixel yang tepat dan juga
bagaimana membuat custom audiencenya dan memaximalkan kinerja pixel
tersebut untuk meningkatkan sales penjualan produk anda

Anda mungkin juga menyukai