Anda di halaman 1dari 13

2 Desember 2016, Halaman 127-139

E-ISSN 2527-5879 P-ISSN 2527-5879


http://journal.um.ac.id/index.php/jsph

KEKERASAN SIMBOLIK MEDIA MASSA


(KEKERASAN SIMBOLIK DALAM PEMBERITAAN KASUS PEREDARAN VIDEO
ASUSILA DI MEDIA MASSA ON LINE: KAJIAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI)

Farid Pribadi
Program Studi Sosiologi Universitas Negeri Surabaya
Email: faridpribadi@gmail.com
Abstrak

Media massa dalam memberitakan kasus privasi salah satunya kasus penyebaran video asusila
remaja masih terjebak pada logika pasar. Untuk menarik minat pembaca, awak media
membangun gaya penulisan yang terkesan sensasional dan vulgar. Akibatnya, entah disadari atau
tidak dibalik pengungkapan fakta yang rinci tersebut telah melakukan kekerasan simbolik
(symbolic violence) berupa penggunaan bahasa eufemisme yang berdampak pada hadirnya
praktik pelabelan negatif atau stereotipe sehingga memicu potensi traumatik berkepanjangan
kepada pelaku bahkan keluarga pelaku.

Kata Kunci : media massa, kekerasan simbolik, stereotipe

MASS MEDIA SYMBOLIC VIOLENCE


(SYMBOLIC VIOLENCE THROUGH ADOLESCENT IMMORAL VIDEO ON
ONLINE MASS MEDIA: SOCIOLOGY OF COMMUNICATION ANALYSIS)

Abstract

Reported on privacy one, in case spreading adolescent immoral video, mass media already have
trapped into marketing logical. Mass media have been set up sensational and vulgar rhetorics for
attracting readers. Whether realize or not by readers, facts are contains symbolic violence such as
eufimism diction that impacted into stereotype and caused physical traumatic to the actor and
their family

Keyword : mass media, symbolic violence, stereotipe

127 J S P H
JSPH Volume 1, Nomor 2, Desember 2016

LATAR BELAKANG modal kapital akan memenangkan


Urgensi penelitian ini berangkat dari pertarungan. Modal kapital ini dapat berupa
kegelisahan ketika media massa ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik.
memberitakan kasus peredaran video asusila (Rusdiarti, 2003:34).
justru dalam gaya penulisannya terkesan ikut Oleh karena itu, dalam praktik
berperan memperluas konten-konten kekerasan simbolik tidak ada korban luka
pornografi berupa kata-kata atau kalimat fisik secara langsung. Dengan kata lain,
berbau seks apalagi disertai potongan- selain dalam kondisi masih bersedih pelaku
potongan gambar hubungan badan pelaku- dan keluarga pelaku tanpa sadar 'dipaksa'
meski dikaburkan. Gaya pengungkapan harus menanggung malu akibat peliputan
semacam ini justru dapat menstimulasi yang massif dan sensasional tersebut yang
masyarakat termasuk kalangan pelajar dan berpotensi memunculkan pelabelan negatif,
remaja mengunduhnya di internet. stereotipe bahkan stigmasi (cap buruk,
Selanjutnya peliputan kasus kejahatan cemoohan, gunjingan) dari lingkungan luar
seksual yang melibatkan anak-anak dan yang berpeluang menimbulkan traumatis
remaja identitasnya lazimnya lebih dilindungi 1
berkepanjangan bahkan dikucilkan dari
oleh kode etik jurnalistik justru diungkap bak lingkungan sekitar.
selebritas. Meski tidak memuat nama Berdasarkan ilustrasi di atas, maka
lengkap, melainkan hanya inisial namun tujuan penelitian ini hadir sebagai upaya
identitas kedua remaja itu masih mungkin untuk memahami bagaimana bentuk-bentuk
dilacak oleh publik sebab nama sekolah kekerasan simbolik dalam isi pemberitaan
mereka disebutkan dengan jelas. Gaya kasus video porno pelajar di media massa
peliputan semacam inilah media massa online ?
terjebak pada praktik kekerasan simbolik
(symbolic violence). Kekerasan simbolik
adalah makna, logika, dan keyakinan yang
1 Fakta tentang bagaimana media massa
mengandung bias tetapi secara halus dan juga turut menyumbang penyebaran konten
porno baik tayangan gambar dan teks yang
samar dipaksakan kepada pihak lain sebagai berbau seks atau porno seperti diatas
sesuatu yang benar (Fashri, 2007). pernah diungkap lembaga Kajian
Informasi, Pendidikan dan Penerbitan
Kekerasan simbolik terjadi melalui Sumatra (KIPPAS). Riset yang dilakukan
media bahasa yang nantinya akan analis media KIPPAS menemukan banyak
penggunaan diksi yang bersifat konotatif
memengaruhi cara berpikir, cara kerja, dan ketika jurnalis mengkonstruksi peristiwa
perkosaan. Dari 62 item berita yang
cara bertindak. Sebagai praktik sosial, bahasa dijadikan sampel sepanjang periode waktu
merupakan hasil interaksi antara struktur riset, ditemukan ada sebanyak 49 item
berita yang mengggunakan ungkapan-
sosial dengan habitus linguistik. Jagat sosial ungkapan eufemisme dan metafora.
Eufemisme muncul pada 31 item berita atau
bagi Bourdieu merupaka arena pertarungan, (50%), dan metafora muncul dalam 16 item
arena adu kekuatan. Sebagai arena berita atau (25,81 %). Jenis kekerasan
simbolik lainnya adalah stigmatisasi,
pertarungan, pemenang akan ditentukan oleh disfemisme dan hiperbola. Baca
kepemilikan terhadap modal kapital. Kelas https://kippas.wordpress.com/2007/06/04/k
etika-jurnalisme-kehilangan-empati/
dominan yang dominan terhadap kepemilikan diakses Selasa 7 Juni 2016 pukul 13.00 WIB

128 J S P H
Kekerasan Simbolik Media Massa , Farid Pribadi

METODE PENELITIAN adalah kemudahan akses untuk mendapatkan


Penelitian ini mengadaptasi pen- berita dan kecepatan penayangan hasil
dekatan kualitatif dengan menggunakan liputan berita.
metode semiotika sosial yang dikemukakan Metode pengumpulan data dalam
M.A.K Halliday. Halliday berpendapat penelitian ini menggunakan metode simak.
bahwa teks adalah suatu pilihan semantis Metode simak merupakan cara pengumpulan
(semantic choice) dalam konteks sosial, suatu data dengan menyimak penggunaan bahasa.
cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan Teknik lanjutan yang digunakan dalam
atau tulis. Kerangka kerja semiotika sosial metode simak ini adalah Teknik Simak Bebas
M.A.K Halliday (1978) terdiri dari tiga Libat Cakap (SBLC) dan teknik catat
konsep: Medan wacana merujuk pada (Sudaryanto, 1993). Teknik Simak Bebas
tindakan sosial yang sedang terjadi atau Libat Cakap (SBLC), dalam hal ini peneliti
dibicarakan, aktivitas di mana para pelaku bekerja sebagai pemerhati data peristiwa
terlibat di dalamnya, serta praktik-praktik kebahasaan yang berada diluar dirinya.
yang terlibat di dalam teks. Pelibat Wacana Kronologi pencarian sumber data di
mengidentifikasi pihak-pihak─ pembicara media massa online akan diperoleh melalui
dan sasaran─ yang terlibat dalam beberapa tahapan sebagai berikut: pertama,
pembicaraan, serta kedudukan dan hubungan melakukan observasi berupa membaca
di antara mereka. Sedangkan mode wacana, seluruh berita headline tentang kasus video
merujuk pada pilihan bahasa masing-masing porno oleh pelajar. Kedua, data berita
media, termasuk apakah gaya bahasa yang headline terkait fokus penelitian, kemudian
digunakan bersifat eksplanatif, deskriptif, didokumentasi kemudian disusun rapi dan di
persuasif, metaforis, hiperbolis, dan lain-lain, analisis dan diinterpretasikan oleh peneliti
serta bagaimana pengaruhnya. berdasarkan formulasi teori dan metode yang
Penelitian ini berupaya menggam- ada. Ketiga, hasil analisis kemudian ditarik
barkan kekerasan simbolik yang dilakukan kesimpulan.
media massa online melalui praktik
penggunaan kata-kata maupun gambar pada PEMBAHASAN
liputan kasus video porno pelajar di Bogor Eriyanto (2002) menyebutkan bahwa
Jawa Barat sekitar bulan Mei tahun 2016. pekerjaan media pada hakekatnya adalah
Diantaranya www.pojoksatu.com (alamat mengkonstruksi realitas, dan isi media adalah
berita online http: //sulsel. pojoksatu. hasil karya para pekerja media mengkons-
id/read/2016/05/21/video-mesum-siswa- truksi berbagai realitas yang dipilihnya.
smp-beredar-kepsek-kaget/) dan disebut konstruksi sosial (social construct-
www.beritasatu.com (alamat berita online ion) menurut sosiolog Peter L. Berger dan
http://www.beritasatu.com/megapolitan/366 Thomas Luckmann (1966) terbentuk melalui
045-polisi-selidiki-penyebaran-video- tiga tahapan yakni eksternalisasi,
porno-pelajar-smp.html). Pertimbangan objektifikasi, dan interna-lisasi.
memilih media massa online dibandingkan
”media konvensional” (cetak/elektronik)

129 J S P H
JSPH Volume 1, Nomor 2, Desember 2016

Eksternalisasi mengandung arti usaha www.beritasatu.com adalah realitas sosial


ekspresi individu kedalam dunia sosial, baik yang dibangun para awak media melalui
kegiatan mental atau fisik. Kegiatan atau bangunan realitas simbolik. Problemnya
momen ini bersifat kodrati. Individu realitas yang dibentuk media ini dianggap
menggunakan sarana bahasa dan tindakan sebagai kebenaran oleh audiens.
berusaha untuk beradaptasi dengan Menyalakan Syahwat Melalui Berita
lingkungannya. Manusia menggunakan Mengadaptasi kerangka kerja
bahasa untuk melakukan adaptasi dengan semiotika sosial M.A.K Halliday (1978)
dunia sosikulturalnya dan selanjutnya dapat dianalisis dengan diawali memahami
tindakannya tersebut juga disesuaikan dengan medan wacana. Medan wacana merujuk
dunia sosio-kulturalnya. Sehingga pada pada tindakan sosial yang sedang terjadi atau
momen ini, terkadang dijumpai ada individu dibicarakan, aktivitas di mana para pelaku
yang mampu beradaptasi dan sebaliknya. terlibat di dalamnya, serta praktik-praktik
Penerimaan dan penolakan tergantung dari yang terlibat di dalam teks. Kedua media
apakah individu tersebut mampu atau tidak massa online tersebut sama-sama berusaha
beradaptasi dengan dunia sosio-kultural mengungkap terkait siapa sesungguhnya
tersebut. pelaku pemeran dan penyebar video asusila.
Objektivikasi merupakan proses Pada portal www.beritasatu.com
dimana individu berusaha untuk berinteraksi berusaha menggali siapa pelaku video porno
kembali dengan dunia sosio-kulturalnya tersebut dengan menggunakan dua
untuk membangun kesadaran yang narasumber dari pihak kepolisian dankepala
selanjutnya diwujudkan kedalam bentuk sekolah tempat terduga pemeran video porno
tindakan. Didalam momen ini, nilai-nilai pelajar mengenyam pendidikan. Hasil
yang menjadi pedoman didalam melakukan wawancara dari narasumber Kapolres Kota
interpretasi terhadap tindakan telah menjadi Bogor AKBP Andi Herindra mengungkap-
bagian yang tak terpisahkan sehingga apa kan akan menindaklanjuti kasus video
yang disadari sebagai kebenaran adalah apa asusila inidengan menugaskan satuan reserse
yang dilakukan. kriminal (satreskrim) untuk mengungkap
Internalisasi merupakan momen siapa pelaku pemeran dan penyebar video
identifikasi diri dalam dunia sosio-kultural. asusila tersebut. Menggunakan narasumber
Kegiatan ini berupa penyerapan kembali dari pihak kepolisian adalah strategi
dunia objektif ke dalam kesadaran subjektif wartawan ini untuk menggiring kesadaran
yang pada akhirnya individu dipengaruhi oleh pembaca bahwa kasus video asusila ini
struktur sosial yang mengitarinya. masuk kasus kriminal. Disamping itu,
Berdasarkan ulasan teori kostruksi menempatkan pernyataan dari pihak
sosial yang dikemukakan Berger, jika kepolisian diparagraf awal mengartikan
dikaitkan dengan realitas peliputan kasus bahwa kasus ini diilustrasikan lebih
berita kasus video porno pelajar di Kota mengandalkan keterangan perspektif pihak
Bogor Jawa Barat sekitar bulan Mei tahun kepolisian, dan bukan dari perspektif pelaku
2016 yang disajikan www.pojoksatu.com dan pemeran maupun penyebar video asusila

130 J S P H
Kekerasan Simbolik Media Massa , Farid Pribadi

yang sebenarnya jauh lebih memahami dugaan upaya mencemarkan nama baik
peristiwa yang terjadi. sekolah.
Wartawan yang bernama Ignatius Sedangkan www.pojoksulsel. com
Herjanjam ini juga menyuguhkan hasil hanya menggunakan narasumber kepala
penelusuran informasi seputar identitas sekolah SMPN 10 Kota Bogor Kusmana
pelaku adegan dan penyebar video asusila dengan tujuan ingin mendalami siapa
tersebut. Hasilnya terdapat nama berinisial identitas sebenarnya pelaku adegan,
PU adalah diduga pelaku perekaman penyebar video porno dan asal sekolah para
sekaligus penyebar video asusila sedangkan pelaku. Keterkejutan Kusmana mendengar
pelaku pemeran video berinisial FS dan SR. informasi dugaan siswanya tersangkut kasus
Selain itu, informasi terkait motif pelaku video asusila. Mendengar informasi tersebut
menyebarkan juga diungkap yakni karena PU Kusmana langsung memanggil para wali
merasa sakit hati terhadap teguran pemilik kelas untuk mengecek nama siswa yang
kos disebabkan dicurigai kamar kos PU terkait. Hasilnya menurut Kusmana siswa
dijadikan tempat maksiat rekan-rekannya. berinisial FS dan SR sudah dikeluarkan tahun
Akibat tidak terima teguran tersebut PU lalu dari sekolah. Kusmana juga
sembunyi-sembunyi merekam ke dua pelaku menyesalkan pelaku adegan menggunakan
pemeran adegan video asusila kemudian seragam sekolah SMPN 10 Kota Bogor yang
menyebarkan di akun sosial media facebook. diduga ada indikasi upaya mencemarkan
Ignatius juga mendeskripsikan isi video nama baik sekolah. Berita ini juga
berikut durasinya. menampilkan cuplikan potongan isi video
Ignatius menutup berita dengan ulasan sebanyak tiga buah.
pernyataan kepala sekolah SMPN 10 Kota Corong Aparat Dan Pejabat.
Bogor Kusmana yang berisi bantahan Pelibat Wacana mengidentifikasi
tudingan bahwa PU dan SR adalah siswanya. pihak-pihak pembicara dan sasaran yang
Menurut Kusmana kedua siswa tersebut terlibat dalam pembicaraan, serta kedudukan
sudah dikeluarkan tahun lalu dan merasa dan hubungan di antara mereka. kedua media
kecewa terhadap pelaku yang menggunakan massa ini menggantungkan narasumber dari
seragam saat memerankan adegan asusila sumber-sumber resmi yakni kepolisian dan
tersebut. Sehingga, menurut Kusmana, ada kepala sekolah SMPN 10 Kota Bogor.

Tabel 1 Medan Wacana pada Kedua Portal


www.beritasatu.com -Penyelidikan pihak kepolisian Kota Bogor terkait penyebaran video
porno yang diduga dilakukan PU (15) pelajar SMPN di Kota Bogor.
-Hasil penelusuran wartawan terkait motif perekaman dan penyebaran
video porno yang dilakukan PU (15)
-Deskripsi terkait isi dan durasi video porno.
-Hasil wawancara kepala sekolah SMPN 10 terkait kebenaran pelaku
penyebar dan pemeran video porno adalah siswanya.
www.pojoksulsel.com -Hasil wawancara kepala sekolah SMPN 10 terkait kebenaran pelaku
penyebar dan pemeran video porno adalah siswanya.
131 J S P H
JSPH Volume 1, Nomor 2, Desember 2016

Hampir tak ada suara dari pelaku pemeran kebenaran pelaku adegan video porno yang
atau penyebar atau warga sipil dilingungan diduga diperankan siswa SMPN 10 Kota
pelaku, yang mungkin bisa memberikan Bogor. Ilustrasi penulisan hasil wawancara
informasi lebih tepat. Model pemberitaan diawali dengan pengungkapan reaksi terkejut
semacam ini memperlihatkan mayoritas Kusmana mendengar adanya informasi ada
produksi berita masih berpusat di kalangan siswanya tersangkut masalah kasus video
aparat dan pejabat sehingga terkesan media asusila. Kusmana kemudian langsung
memberitakan dengan cara menggilir mengumpulkan seluruh wali murid untuk
narasumber berita dari satu elit ke elit yang mencari siapa siswa yang mengupload video
lain. Sehingga media disadari atau tidak lebih asusila dan pelaku adegan tersebut.
dari corong aparat dan pejabat. Setelah melakukan kordinasi dengan
Portal twww.beritasatu.com berusaha wali murid dan melakukan pengecekkan data
mengawali paragraf dengan menyuguhkan siswa, Kusmana menyatakan bahwa siswa
hasil wawancara dengan pihak kepolisian yang tersangkut masalah video asusila
Kapolres Kota Bogor AKBP Andi Herindra tersebut sudah dinyatakan keluar sejak tahun
seputar upaya sigap penelurusan pencarian lalu. Namun demikian, Kusmana prihatin
siapa pelaku adegan, siapa pelaku penyebar sekaligus kecewa terkait penggunaan
video porno dan apa motifnya. Hasil seragam sekolah SMPN 10 Kota Bogor oleh
wawacara pihak kepolisian yang diletakkan pelaku adegan asusila tersebut. Kusmana
diawal paragraf ini adalah upaya memberikan menduga ada oknum yang berusaha
pemahaman kepada pembaca bahwa kasus menjatuhkan nama baik sekolah.
video porno yang diduga dilakukan oleh Mengandalkan narasumber utama kepala
pelajar sudah terkategori tindak kejahatan sekolah dimungkinkan media massa online
yang meresahkan masyarakat khususnya ini ingin mengungkapkan bahwa fenomena
Kota Bogor sehingga pelakunya harus pemeran adegan video asusila masih saja
ditindak. ditemukan pelakunya adalah remaja
Berikutnya adalah narasumber kepala kalangan pelajar.
sekolah SMPN 10 Kota Bogor Kusmana. Tabel 2. Pelibat Wacana
Hasil wawancara kepala sekolah ini www.beritasatu.com -Kepolisian Kota Bogor
mendapatkan porsi dua pragraf diakhir berita
-Kepala Sekolah SMPN
berisi tentang bantahan keterlibatan siswanya
10 Kota Bogor
terkait kasus dugaan pelaku adegan dan
www.pojoksulsel.com -Kepala Sekolah SMPN
pelaku penyebaran video porno. Menurut
10 Kota Bogor
Kusmana kedua pelaku adegan asusila sudah
dikeluarkan tahun lalu. Mengungkap atukah Menyudutkan
Sementara www.pojoksulsel.com Mode wacana, merujuk pada pilihan
menampilkan narasumber utama yakni kepala bahasa masing-masing media, termasuk
sekolah kepala sekolah SMPN 10 Kota Bogor apakah gaya bahasa yang digunakan bersifat
Kusmana. Keseluruhan paragraf berita eksplanatif, deskriptif, persuasif, metaforis,
berisikan hasil wawacara seputar konfirmasi hiperbolis, dan lain-lain, serta bagaimana

132 J S P H
Kekerasan Simbolik Media Massa , Farid Pribadi

pengaruhnya. Kedua media massa online baik Berbeda halnya dengan penggunaan
www.beritasatu.com dan www.pojoksulsel.com kata mesum yang diletakkan diantara
sama-sama berupaya menuliskan kasus video beberapa kalimat hasil penelusuran
asusila dengan menggunakan gaya informasi yang dilakukan Igantius seputar
pengungkapan deskrpitif yakni dengan kronologi kasus tersebut. Selain itu, kata
menggunakan pilhan kata-kata yang berbeda mesum juga tersebar diantara pernyataan
keduanya berusaha ingin menuliskan kepala sekolah SMPN 10 Kota Bogor.
bagaimana peristiwa tersebut terjadi dan
…dia mengunggah video mesum rekannya
siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. SR dan FS. Kekesalan PU memuncak saat
Misalnya www.beritasatu.com mengetahui kamar kosnya dijadikan ajang
menggunakan judul Polisi Selidiki berbuat mesum FS dan SR.
Dalam rekaman yang diunggah PU, tampak
Penyebaran Video Porno Pelajar SMP. Judul adegan mesum …
ini digunakan untuk menggiring pembaca untuk mengunggah video mesum itu untuk
bahwa kasus ini adalah kasus yang membuktikan
Kusmana juga menyayangkan tindakan FS
meresahkan dan sudah masuk kedalam ranah yang menggunakan seragam SMPN 10
hukum sehingga harus didalami pihak dalam adegan mesum itu.
kepolisian. Penggunaan kata Polisi Selidiki… Kata mesum, menurut www.kbbi.web.id
adalah strategi untuk membatasi opini berarti kotor; cemar (tentang pakaian, badan,
pembaca terhadap isi berita yang disampai- dan sebagainya); tidak senonoh; tidak patut;
kan sumber resmi yakni pihak kepolisian. keji sekali (tentang perbuatan, kelakuan, dan
Informasi dari pihak kepolisian dinilai adalah sebagainya); cabul.
sumber yang valid dan dapat dipertanggung- Penggunaan kata 'porno' dan
jawabkan secara hukum. 'mesum' adalah strategi gaya bahasa
Berikutnya penggunaan kata dan eufemisme yakni gaya pengungkapan yang
peletakkan kata porno baik didalam judul dan lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang
didalam beberapa paragraf yang berisikan dirasa kasar namun dari kandungan
pernyataan dari pihak kepolisian memiliki maknanya tidak memiliki perbedaan.
maksud tersendiri. Kata porno dalam kamus Dengan demikian, ada strategi penempatan
besar bahas Indonesia versi online kata yang lebih halus untuk pihak kepolisian
(www.kbbi.web.id) memiliki arti kependekan dan kata yang kasar untuk pelaku dan kepala
pornografi. Dengan kata lain, kata porno sekolah. Strategi penempatan kata semacam
dapat bermakna sebagai gambar yang ini menggiring kesadaran pembaca perihal
bermuatan cabul. pelaku telah berbuat tidak senonoh, tidak
patut, keji dan cabul. Disamping itu, kepala
Polisi Selidiki Penyebaran Video Porno sekolah diarahkan sebagai pihak yang telah
Pelajar SMP
Bogor - Kepolisian Resor (Polres) Kota lalai dalam mendidik siswanya tersebut.
Bogor hingga Sabtu (21/5) ini terus Berikutnya, www.beritasatu.com juga
menyelidiki kasus penyebaran video porno menggunakan kata hiperbolis dengan
yang dilakukan PU (15) pelajar SMPN di
Kota Bogor. menuliskan … kasus tersebut telah membuat
gaduh Kota Bogor karena telah diunggah di

133 J S P H
JSPH Volume 1, Nomor 2, Desember 2016

sosial media. Kalimat ini digunakan untuk besar. Meski warna gambar tampak
menggambarkan masyarakat Kota Bogor berwarna hitam putih namun pelaku
merasa resah akibat kasus ini, meski pemeran remaja siswi tampak samar-
kenyataannya belum tentu demikian. samar terlihat menggunakan pakaian
Ilustrasi tentang isi video juga diungkap seragam sekolah. Gambar tersebut
media massa online. diberikan keterangan gambar bertuliskan
Dalam rekaman yang diunggah PU, tampak
adegan mesum berdurasi 8 menit 59 detik Capture video mesum siswa SMP 10
yang memperlihatkan FS siswi yang Bogor. Penulisan keterangan gambar
mengenakan seragam SMPN 10 berhubun- semacam itu seakan-akan wartawan sudah
gan intim dengan kekasihnya SR yang
memakai kaos hitam. PU lalu merekam memastikan bahwa kedua siswa tersebut
adegan tersebut secara sembunyi dari luar adalah siswa SMPN 10 Bogor.
jendela kamar. Peletakkan judul kemudian suguhan
Gaya peliputan dengan menceritakan gambar potongan video semacam itu adalah
isi video mungkin tidak menyadari bahwa upaya menggiring pemahaman pembaca agar
pemuatan potongan video seperti ini dapat 'mengamini' bahwa orang dalam gambar
melanggar kode etik jurnalistik dan hukum cuplikan video tersebut adalah remaja siswa
mengenai kehidupan pribadi atau privasi dan SMPN 10 Bogor. Efek peletakkan gambar
pornografi. Gaya peliputan bak selebritas dan judul semacam ini adalah upaya untuk
yang identitasnya lazimnya lebih dilindungi membatasi munculnya opini dari pembaca
oleh kode etik jurnalistik. Di dalam Undang- seputar asal usul kebenaran para pelaku
Undang Perlindungan Anak Tahun 2002 pasal kasus video asusila tersebut.
13 ditegaskan bahwa anak berhak mendapat Di awal paragraf berisi tentang
perlindungan dari perlakuan eksploitasi keterkejutan Kusmana saat dikonfirmasi oleh
ekonomi dan seksual. sejumlah wartawan terkait dua siswanya
Portal www.pojoksusel.com mengawali yang tersangkut masalah video asusila yakni
pemberitaan menuliskan judul berita Video FS dan SR.
Mesum Siswa SMP Beredar, Kepsek Kaget.
BOGOR – Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN
Penggunaan kata 'mesum' lebih dipilih media 10 Bogor Kusmana kaget saat dikonfirmasi
massa online ini dimungkinkan lebih terkait beredarnya video mesum dua
menonjolkan sisi bahasa dan tampilan berita siswanya di media sosial. Dua siswa
pemeran video mesum itu yakni FS dan SR.
yang seksis dan bernlai ekonomis tinggi.
Selanjutnya, penggunaan kalimat judul Gaya penulisan dan tata letak judul
…kepsek kaget adalah upaya wartawan berita, penempatan potongan gambar yang
mendeskripsikan bagaimana reaksi kepala disertai keterangan gambar serta susunan
sekolah SMPN 10 Kota Bogor Kusmana kalimat diparagraf awal berisi Dua siswa
mendengar informasi bahwa ada dugaan pemeran video mesum itu yakni FS dan SR
siswanya terkait masalah kasus video asusila. seolah-olah siswa pemeran adegan asusila
Berikutnya, tiga potongan gambar video tersebut memang benar dan dipastikan
asusila yang diperankan dua remaja tanpa berasal dari sekolah yang dipimpim
sensor dengan ukuran gambar yang cukup Kusmana. Akibat gaya penulisan semacam

134 J S P H
Kekerasan Simbolik Media Massa , Farid Pribadi

ini dibeberapa isi paragraf berikutnya Sebelum ke urutan paragraf ke tujuh,


terkesan hanya berisikan tentang sikap penuh wartawan www.pojoksulsel.com memasukkan
kepanikan dari seorang kepala sekolah dalam judul berita yang isinya hampir menyerupai
menghadapi persoalan tersebut. Sehingga kasus peredaran video asusila pelajar di
langkah Kusmana mengumpulkan seluruh Bogor. Judul berita tersebut adalah BACA:
wali kelas dan wakil kepala sekolah untuk GEGER! Video Mesum Siswa SMP. Hot
mencari tahu identitas kedua pemeran adegan Banget.. Judul berita sisipan ini adalah
asusila tersebut. strategi wartawan agar pembaca dapat
'menikmati' sajian berita serupa dengan cara
“Saya baru tahu ada kejadian ini, dan saya
akan langsung kumpulkan para wakil untuk mengklik teks judul berita tersebut. Strategi
mencaritahu kebenaran ini,” ujarnya kepada penulisan judul danpeletakkan judul berita
Radar Bogor, Jumat (20/05/2016).
Setelah mengecek daftar siswanya, Kusmana semacam inilah mengindkasikan bahwa
mengatakan pemeran video mesum itu sudah berita seputar seks masih menjadi primadona
tidak bersekolah lagi di SMPN 10 Bogor. media massa karena bernilai ekonomis
Keduanya sudah dikeluarkan tahun lalu.
Hanya, menurutnya, salah satu dari pemeran tinggi.
video sengaja menggunakan baju seragam Di paragraf berikutnya, dituliskan
sekolah SMPN 10 Bogor. tentang masa kerja Kusmana yang masih
“Saya baru tahu ada kejadian ini, baru dua bulan memimpin SMPN 10 Kota
dan saya akan langsung kumpulkan para Bogor merasa tidak ada masalah diling-
wakil untuk mencaritahu kebenaran ini,” kungan sekolah. Sehingga Kusmana merasa
ujarnya kepada Radar Bogor, Jumat 'kecolongan' atas peristiwa tersebut. akibat
(20/05/2016). kecolongan atas munculnya peristiwa
Setelah mengecek daftar siswa- tersebut, Kusmana ditampilkan tampak
nya, Kusmana mengatakan pemeran sedang emosi dalam menyatakan konfirma-
video mesum itu sudah tidak berseko-lah sinya kepada wartawan. Hal ini ditandai
lagi di SMPN 10 Bogor. Keduanya sudah dengan penggunaan kata tukas tandas
dikeluarkan tahun lalu. Hanya, menurut- Kusmana yang diletakkan diakhir kalimat.
nya, salah satu dari pemeran video sengaja Kata tukas dan tandas yang ada didalam
mengguna-kan baju seragam sekolah w w w. k b b i . w e b . i d b e r a r t i m e n d a k w a
SMPN 10 Bogor. (menuduh) tanpa alasan yang cukup (asal
Ilustrasi teks berita urutan kelima menuduh saja). Sedangkan tandas habis
dan keenam diatas yang berisikan seputar semuanya; hilang sama sekali; habis-
langkah-langkah yang diambil Kusmana habisan. Jika dua kata tersebut dirangkai
tersebut justru mencitrakan sosok kepala dapat dimaknai bahwa Kusmana dalam
sekolah yang reaksionis. Yakni pemimpin mengeluarkan pendapatnya semata-mata
yang baru bekerja atau bertindak ketika untuk memperjuangkan nama baik
sudah terjadi sesuatu yang merugikan. sekolahnya meski pun dengan cara menuduh
Akibatnya seseorang dalam bertindak ada oknum yang ingin mencemarkan sekolah
cenderung disertai sikap emosi atau yang baru dipimpinnya selama dua bulan.
marah.

135 J S P H
JSPH Volume 1, Nomor 2, Desember 2016

norma, agama, dan pendidikan masyarakt


Kusmana yang baru dua bulan memimpin
SMPN 10 Kota Bogor mengaku, salama ini luas. Akibatnya, media massa dianggap
tidak ada hal-hal yang tidak wajar di sekolah sebagai suatu bentuk patologi sosial oleh
yang dipimpinnya itu.
sejumlah kalangan.
“Kok dia sudah dikeluarkan masih pakai
seragam sekolah, maksudnya apa? Apa mau Hal senada juga di kemukakan Yasraf
jelekin nama sekolah?” tukas tandas Amir Pilliang bahwa pemberitaan dengan
Kusmana. penggunaan tubuh perempuan di media
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga. massa merupakan masalah political economy
Berdasarkan dari hasil serangkaian tahapan of the body, yakni perempuan dijadikan
analisis semitoika Halliday berupa medan komoditi untuk kepentingan ekonomi yang
wacana, pelibat wacana, dan mode wacana didasarkan pada konstruksi sosial dan
kedua media massa tersebut masih ideologi tertentu (Yasraf Amir, 2000). Dengan
menempatkan realitas sosial berbau seks kata lain, penggunaan tubuh perempuan di
menjadi daya tarik untuk diungkap secara media sebagai salah satu ajang pornografi
detail. Diantaranya pengungkapan inisial merupakan sesuatu yang dipolitisasi
nama dan ciri-ciri pelaku penyebar dan berdasarkan kepentingan pasar.
pemeran video, penayangan potongan Yasraf menjelaskan elemen-elemen
tayangan isi video dan deskripsi isi video, dan utama yang dapat menciptakan pelbagai
reaksi kepala sekolah. Gaya pengungkapan tanda tubuh (body sign) yang dieksploitasi
semacam ini bisa jadi karena mampu menarik sebagai komoditi (commodity signs) di
minat baca para pembaca untuk kemudian dalam pelbagai media kapitalistik, dalam
dapat bernilai ekonomis tinggi. rangka menimbulkan daya tarik media:
Akan tetapi dibalik pencapaian target Pertama, tanda kecabulan (obscene
ekonomis yang tinggi justru gaya pengung- signs). Kecabulan di dalam media tampak
kapan kasus semacam ini awak media massa lewat tindak sensual atau simulasinya yang
justru telah terjebak ke dalam jurang ditampilkan baik secara langsung atau
'pelestari pornografi' lewat karya pemberitaan tersamar memegang, mengelus, meraba,
yang cendurung vulgar, seksis, dan penuh meremas, mendekap, memangku. Tindakan
sensaional. Kenyataan ini Bungin mengemu- secara sosial mengganggu orang-orang yang
kakan, pornografi dalam pemberi-taan melihat, dengan alasan tabu, larangan, etis,
disebabkan tingginya persaing-an media moral, norma, agama, dan sebagainya.
massa itu sendiri, sehingga berita atau gambar Kedua, overesposed sign, yaitu cara-
erotika digunakan sebagai daya tarik untuk cara mengeskpose tubuh dari organ-organ
meningkatkan daya saing (Bungin, 2001) . tubuh (paha, betis, payudara, kelamin)
Bungin menambahkan, bahwa sebagai domain tontonan publik, denagn cara
erotisme di media massa tidak saja berkaitan memasuki dan menjajah apa yang selama ini
dengan eksploitasi, tetapi juga juga norma disebut sebagai domain private di dalam
dan moral agama, serta masyarakat. Bungin sebuah kebudayaan.
bahkan mencurigai adanya pembenturan
antara kepentingan media massa dengan

136 J S P H
Kekerasan Simbolik Media Massa , Farid Pribadi

Ketiga, tanda seksual (sexual sign), Di samping masuk ke ranah hukum,


yaitu tanda-tanda yang mengarah pada kasus video asusila ini juga berdampak pada
tindakan hubungan seksual (Morris, 1977). hadirnya resiko traumatik yang kelak
Hubungan seksual baik secara tersamar menjangkiti para pelaku dan keluarga pelaku.
(misalnya, dengan teknik blurring, raster, Hal ini ditandai pelaku yang masih berusia
pengaburan gambar, ditutupi teks) atau secara remaja telah mengalami kekerasan simbolik.
eksplisit seringkali ditampilkan. Pierre Bourdieu (1970) mengartikan
Berdasarkan ulasan di atas dapat di kekerasan simbolik adalah pemaksaan sistem
pahami bahwa upaya penonjolan pornografi simbolisme dan makna (misalnya
telah menjadi bagian yang dianggap kebudayaan) terhadap kelompok atau kelas
memiliki 'nilai jual' tinggi di pasaran. Oleh tertentu hingga sedemikian rupa sehingga hal
sebab itu, media massa bukan hanya sebagai itu dialami sebagai sesuatu yang sah (Ibid,
alat menyalurkan pesan, tetapi juga adalah 157). Dengan demikian, penggambaran
lembaga sosial dan lembaga bisnis (Anwar. realitas melalui penggunaan bahasa dan
2003). Akhirnya, tubuh dan pornografi dalam gambar yang berpotensi melekatnya
konstruksi media massa selalu ambigu pada stereotipe negatif kepada remaja tersebut.
titik yang sama, yakni antara menampilkan Stereotipe negatif atau cap buruk berupa
sesuatu yang objektif ataukah eksploitatif. pelaku cabul dan penyebar video cabul
Media massa mungkin tidak selamanya akan disandang remaja tersebut.
menyadari bahwa pemuatan potongan video Selain itu, lingkungan sekolah juga terkena
atau pengungkapan detail pelaku remaja imbas stereotipe negatif tersebut. kenyataan
seperti ini dapat melanggar kode etik inilah yang kemudian pengadaian sudah
jurnalistik dan hukum mengenai kehidupan jatuh tertimpa tangga sedang terbukti
pribadi atau privasi dan pornografi. Padahal Tindakan kedua media massa online
gaya pengungkapan yang terkesan vulgar dan yang memublikasikan masalah privasi
eksploitatif tersebut media massa dapat seolah-olah sebagai persoalan publik,
melanggar Undang-Undang Perlindungan sebenarnya mencerminkan alam pikiran
Anak Tahun 2002 pasal 13 tentang anak (sebagian) masyarakat kita yang puritan.
berhak mendapat perlindungan dari Sebab, ada kecenderungan media massa
perlakuan eksploitasi ekonomi dan seksual. tersebut hanya bertugas "mereproduksi saja"
Dari segi hukum pemuatan foto remaja ini ketidakmengertian masyarakat tentang
dapat melanggar Pasal 13 UU Perlindungan perbedaan antara "ruang privat" dan "ruang
Anak, dari sisi kode etik jurnalistik terjadi dua komunal". Hal ini ditandai pemberitaan d
pelanggaran: pertama, melanggar etika mulai dari judul sampai hampir seluruh
kehidupan pribadi atau privasi dan, kedua, isinya seolah ikut bersorak-sorai dengan
mengabaikan perlindungan dalam pemberita- publik yang sama-sama tidak mempertim-
an pers bagi anak-anak yang masih di bawah bangkan dan tidak memahami masalah
umur, sebagaimana yang berlaku bagi pelaku privasi.
tindak pidana yang belum berumur 16 tahun.

137 J S P H
JSPH Volume 1, Nomor 2, Desember 2016

"Suasana intim" dalam pemberitaan juga dapat menghindari presentasi yang


dapat timbul karena wartawan secara mengandung stereotip (stigmatisasi) dan
emosional terbawa oleh arus reaksi publik-- sensasional dalam mempromosikan konten
dengan budaya yang tidak dapat memperla- jurnalistik yang melibatkan anak.
kukan peristiwa privat secara proporsional. Ketiga, wartawan dihimbau
Diantaranya pengungkapan identitas korban mempertimbangkan dengan hati-hati
meskipun hanya ditunjukkan nama inisial konsekuensi atas publikasi dari setiap konten
namun alamat sekolah para pelaku tampak jurnalistik yang melibatkan anak dan
jelas sehingga berpeluang untuk mencari seyogyanya meminimalkan dampak buruk
kebenaran identitas pelaku tersebut akan bagi anak. Hal yang penting dilakukan
mudah diketahui oleh publik. Disinilah wartawan adalah memberikan hak dan akses
kemudian menjadi masalah ketika empati bagi anak, di mana dirasakan perlu, untuk
wartawan dipertanyakan seputar mengapa mengekspresikan pendapat mereka tanpa
pengungkapan para pelaku penyebar dan atau bujukan atau hal yang serupa.
pengedar video porno juga tidak banyak Keempat, memastikan verifikasi
ditelusuri dan diulas bahkan ditampilkan independen atas informasi yang didapat dari
fotonya sebagai bentuk pembelajaran soal anak dalam proses peliputan dan bersikap
sanksi hukum dan sosial sebagaimana hati-hati dalam verifikasi agar tidak
pengungkapan rinci ciri-ciri pemeran video menempatkan anak yang menjadi sumber
asusila. informasi dalam bahaya.
Berdasarkan ilustrasi hasil analisis Kelima, wartawan dihimbau
kasus bentuk-bentuk kekerasan simbolik menghindari penggunaan gambar/visual
media massa online terkait pemberitaan kasus bernuansa seksual dari anak.
video asusila pelajar di Kota Bogor tersebut,
melalui penelitian ini mencoba memberikan DAFTAR RUJUKAN
saran kepada awak media diantaranya : Arifin, Anwar. (2003). Komunikasi Politik.
Pertama, wartawan dihimbau menja- Jakarta: Balai Pustaka.
ga dan melindungi privasi narasumber Bungin, Burhan (2001), Erotika Media
terutama anak adalah upaya untuk Massa, Surakarta : Muhammadiyah
menghormati pengalaman traumatis University Press.
narasumber melalui teks berita, gambar, atau --------------------. (2004), dalam Jurnal
foto termasuk pertimbangan-pertimbangan Perempuan edisi Pornografi no. 38,
untuk peliputan berita investigasi bagi Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan,
kepentingan publik. Cet. I.November
Kedua, wartawan dihimbau dapat Desmon Morris, (1977), manwatching: A
menghindari memproduksi program dan Field Guide to Human Behaviour.
publikasi gambar-gambar dan informasi yang New York: Harry N. Abrams, Inc.
dapat merusak anak –terutama dilakukan dalam Yasraf Amir Piliang, 2004,
melalui media yang dikonsumsi khalayak Posrealitas: Realitas Kebudayaan
umum termasuk anak. Selanjutnya wartawan dalam Era Posmetafisika, Yogyakarta:
Jalasutra.
138 J S P H
Kekerasan Simbolik Media Massa , Farid Pribadi

Fashri, Fauzi. (2007). “Penyingkapan Kuasa --------------------------------, (2004),


Simbol. Yogyakarta: Juxtapose. Posrealitas: Realitas Kebudayaan
Halliday, M.A.K. (1978), Language as Social dalam Era Posmetafisika, Yogyakarta:
Semiotic: The Social Interpretation of Jalasutra.
Language and Meaning. London: Rusdiarti, S. R. (2003). “Bahasa,
Edward Arnold. dalam Anang Santoso. Pertarungan Simbolik, dan Kekuasa-
2008. Jejak Halliday dalam Linguistik an.” Jurnal Basis, Edisi Khusus Pierre
Kritis dan Analisis Wacana Krttis. Bourdieu, No. 11−12 Tahun ke-52,
Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 36 November-Desember 2003.
Nomor 1 Februari 2008, Universitas Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka
Negeri Malang: Jurusan Sastra Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Indonesia Fakultas Sastra. Duta Wacana University Press.
https://kippas.wordpress.com/2007/06/04/ke
tika-jurnalisme-kehilangan-empati/
diakses Selasa 7 Juni 2016 pukul 13.00
WIB
Piliang, Yasraf Amir. Perempuan dan Mesin
Hasrat Kapitalisme: Komodifikasi
Perempuan dalam Program Hiburan
Media Televisi, hal. 105 – 132. Dalam
Siregar, Amir, Rondang Pasaribu, dan
Ismay Prihastuti (eds.). Eksplorasi
Gender di Ranah Jurnalisme dan
Hiburan. Yogyakarta: Yayasan Galang,
2000.

139 J S P H

Anda mungkin juga menyukai