Proposal Tesis
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Teori Kajian Tradisi Lisan
Dosen Pengampu: Dr. Tedi Permadi, M.Hum.
oleh:
SONNY AFFANDI
NIM 1706733
Sonny Affandi
Nim 17076733
PROPOSAL PENELITIAN
Mengetahui,
Ketua Departemen/Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Sekolah Pascasarja
Universitas Pendidikan Bahasa Indonesia
i
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN ...................................................................... i
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Indonesia merupakan sebuah proses yang panjang, mulai dari zaman
penjajahan Belanda yang memperkenalakan sistem pendidikan formal yang akan menjadi
cikal-bakal pendidikan Indonesia. Pembaharuan demi pembaharuan dilakukan, namun
tetap permasalahan pendidikan di Indonesia belum dapat diatasi. Permasalahan bukan
saja dari sektor fisik, seperti pembangunan, kualitas dan mutu pendidikan yang tidak
merata, namun juga dari sektor non-fisik seperti pergeseran budaya, dan kebiasaan-
kebiasaan Barat yang cenderung bertolak belakang dengan kebudayaan bangsa Indonesia.
Pada era globalisasi tentunya Indonesia mendapatkan dampak perubahan yang cukup
signifikat, membuat sejumlah aspek-aspek kehidupan masyarakat berubah. Globalisasi
adalah suatu proses gagasan yang ditawarkan untuk menjadi pedoman yang disepakati
untuk diikuti oleh bangsa lain. Dampak positif globalisasi salah satunya adalah
kemudahan dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan informasi, namun tidak semua
negara siap dan mampu menyaring kemajuan tersebut. Dampak negatif dari globalisasi
inipun menjadi persoalan yang sedang dihadapi dizaman modern ini. Dengan banyak
teknologi dan hal-hal baru yang di bawa oleh era globalisasi membuat sejumlah negara
bahkan negara Indonesia sendiri kehilangan indentitas sebagai bangsa Indonesia yang
berkebudayaan.
Kearifan lokal dilahirkan oleh tradisi budaya atau tradisi lisan. Karena kearifan
lokal merupakan tradisi budaya atau tradisi lisan yang diwariskan dari generasi
kegenerasi selanjutnya dan dimanfaatkan untuk menata kehidupan sosial dalam segala
aspek kehidupan masyarakat. Menurut Taum (2011. hlm. 21) merumuskan bahwa tradisi
lisan atau sastra lisan merupakan sekelompok teks yang disebarkan secara lisan dan
secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan memiliki efek estetika
dalam kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat
tertentu. Tradisi lisan atau disebut dengan istilah folklor lisan memiliki fungsi dalam
kehidupan manusia. Selanjutnya, menurut Bascom dalam Endraswara (2013. hlm. 3)
folklor memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi (proyective system)
yakni sebagai alat cerminan angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat pengesahan
3
Kehidupan manusia harus selalu menyandarkan diri kepada yang Maha kuasa,
terutama pada hal-hal yang berada diluar kemampuan manusia tersebut. Seperti halnya
tanaman padi yang ditanam oleh masyarakat tentu hasilnya belum dapat dipastikan akan
tumbuh subur, belum tentu aman dari cuaca, atau bencana lainnya. Sehingga upacara adat
ini merupakan suatu bentuk pendekatan kepada Tuhan yang Maha Pemberi rizeki untuk
melimpahkan rahmatNya kepada masyarakat yang tulus ikhlas dan khusuk dalam
memohon keridhoanNya.
4
Menurut Boestami dan dkk (1985. hlm. 123) Upacara Adat Bakauah secara dasar
diselenggarakan dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
Penelitian tradisi lisan merupakan objek kajian yang kompleks, karena dalam
sebuah upacara adat memiliki nuansa tuturan verbal, simbol tertentu, gerakan, dan makna
yang terintegrasi dalam sebuah kegiatan upacara. Dalam upacara adat Bakauah terdapat
beberapa kegiatan yang bernuansa tuturan atau tradisi lisan, diantaranya kegiatan
membacakan pidato adat, membaca doa kauah padi, dan menyeruhkan shalawat nabi
beserta doa saat penghujung upacara adat Bakauah. Menurut Amir (2013. hlm 58)
penuturan adat adalah bagian inti dari suatu upacara adat, seperti pidato pengangkatan
pangulu di Minangkabau (pidato pengukuhan pemimpin tradisional), pidato perundingan
antara kedua bela pihak yang disebut pasambahan (sembah atau penghormatan).
Selanjutnya, Djamaris (2002. Hlm. 51) menjelaskan bahwa pidato adat atau pidato
Pasambahan adalah bahasa yang dipergunakan di dalam upacara adat yang tersusun,
teratur, dan berirama serta dikaitkan dengan tambo dan asal usul, untuk menyatakan
maksud, rasa hormat, tanda kebesaran dan tanda kemuliaan.
Bahasa yang digunakan dalam penuturan adat berbentuk formula atau tersusun
dan sebagian besar ungkapannya dinyatakan dalam bentuk kiasan (metafora). Salah satu
contohnya adalah ungkapan pidato adat Bakauah kecamatan Lubuk Tarok, kabupaten
Sijunjung propinsi Sumatera Barat sebagai berikut:
Artinya :
Dari mana asal titik cahaya pelita, dari balik gumpalan awan hitam yang berganti
Teranglah bulan bermegah-megah
Cahayanya sampai ketengah Padang
Dari mana asal nenek moyang kita, yang mendaki puncak gunung
merapi Turun kebawah bertempat di Pariangan Padang Panjang
Adapun Pariangan Padang Panjang masih hutan bersemak
belukar Tanahnya lunak dan berlumpur, ditumbuhi ribuan rotan
Pohon manau terkulai dan melonjong, keladi menjadi pasupadan
Birah menjadi tungku pusat
Kuranji berkerudung dahan, kayu besarnya berasal dari benih
Ditabrak kayu berdahan, tertimpah kayu yang berakar disitupun amal
Datangnya malam bertemu dalam surat, itulah surat yang bersama-sama kita
baca.
Pada ungkapan dalam pidato adat Bakauah diatas bercerita tentang asal usul
nenek moyang Minangkabau. Pada dasarnya ungkapan diatas banyak ditemui dalam
buku-buku Tambo atau sejarah Alam Minangkabau, gurindam dan nyanyian adat yang
menceritakan sejarah dari Minangkabau itu sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam
ungkapan tersebut mencerminan sebuah kearifan lokal yang punya nilai sejarah, filosofi,
berkarakter, lingkungan hidup dan sosial yang berkontruksi pada tatanan kehidupan
masyarakat alam Minangkabau itu sendiri. Selanjutnya, seseorang yang pandai bertutur
dengan struktur bahasa adat Minangkabau dinilai sebagai orang yang terhormat. Mereka
adalah urang yang sombah (orang terhormat) yang ditunjuk berdasarkan gelar yang
diwariskan dari garis keturunan ibu yang disebut garis matrilinear. Jika penutur adat tidak
hadir tepat waktu, mereka akan dicari dan dijemput. Pada penelitian Upacara Adat
Bakauah yang berfokus pada analisis struktural, fungsi dan kaidah Pidato Adat Bakauah
diharapkan akan menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan atau
nilai-nilai yang luhur kepada generasi muda.
Hlm. 10-35) ada beberapa petatah-petitih yang mengisyarakat betapa penting nilai-nilai
adat dalam kehidupan dari berbagai zaman.
(1) Adat dipakai baru, kain dipakai usang (adat dipakai baru, kain dipakai usang)
Maksudnya adalah jangan menyia-nyiakan nasehat adat yang baik, karena bila
adat selalu diamalkan akan berguna setiap zamannya.
(2) Adat lamo, pusako usang (adat yang lama, pusaka yang usang)
Maksudnya adalah kebiasaan dan aturan dari zaman dahulu tidak pernah diubah-
ubah, tentulah karena baik dan berhikmat.
(3) Kala lamau dek bindalu (kalah limau (jeruk) oleh benalu)
Maksudnya adalah kebudayaan asli suatu bangsa dikalahkan oleh kebudayaan
lain.
Pidato adat juga sarat akan unsur-unsur petatah-petitih, pantun, talibun yang
terkadang merujuk pada Tambo Alam Minangkabau. Hal ini bertujuan supaya nilai-nilai
adat dapat disampaikan melalui tradisi-tradisi yang ada di daerah Minangkabau, sehingga
nilai-nilai yang beharga dalam budaya tersebut tidak hilang.
Koto di Atas, Kabupaten Solok). Menjelaskan bagaimana proses dari Upacara Adat
Bakauah tersebut. Selanjutnya, oleh Sarmadan (2013) tesis yang berjudul (Upacara Adat
Kotoba Pada Masyarakat Muna “Analisis Struktural, Nilai-nilai Kultural dan
Pemanfaatan dalam Pembelajaran apresiasi sastra Lama di Sekolah Menengah Atas”).
Dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan struktural dalam menggali nilai-nilai
luhur yang dapat ditrasmisikan dan diwadahkan dalam kegiatan pendidikan. Zullyani,
Yosi (2013) skripsi yang berjudul (Fungsi Tari Tanduak dalam Upacara Bakawuah di
Nagari Latak Kecamatan Lubuk Tarok Kabupaten Sijunjung). Dalam penelitian ini
bertujuan meneliti fungsi sebuah Tari Tanduak (Tanduk) dalam acara Upacara Adat
Bakauah untuk menjaga kelestarian tari tersebut. Lebih lanjut Rosa, Silvia (2014)
disertasi yang berjudul (Struktur, Makna dan Fungsi Pidato Adat dalam Tradisi
Malewakan Gala di Minangkabau). Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana
struktur, makna, dan fungsi pidato adat dalam tradisi Malewakan Gala dapat
merepresentasikan kemunculan aturan pewarisan gelar adat untuk laki-laki dalam
masyarakat Minangkabau.
Berdasarkan penelitian relevan tersebut, masing-masing memiliki perbedaan
konsep dasar, diantara memiliki perbedaan objek dan kajian analisis yang diteliti. Melalui
analisis kajian lisan tersebut, selanjutnya dapat dibuat sebuah rencana penelitian yang
berjudul; Pidato Adat dalam Upacara Bakauah pada Masyarakat Kecamatan Lubuk
Tarok, Kabupaten Sijunjung, Propinsi Sumatera Barat. “Analisis Fungsi, Struktural,
dan Pemanfaatan Sebagai Bahan Ajar Teks Eksplanasi di Sekolah Menengah Atas” .
Dalam rencana penelitian ini menggunakan pendekatan struktural untuk mengkaji pidato
adat dalam konteks upacara adat Bakauah dengan harapan tradisi lisan dan warisan budaya
yang mengandung nilai luhur dalam pidato adat Bakauah dapat ditransformasikan,
diintegrasikan, dan diwadahi dalam kegiatan pembelajaran disekolah menengah atas.
Dalam hal ini, penelitian berbasis kearifan lokal dapat menjadi inspirasi dalam praktik
pendidikan.
Kearifan lokal yang berfokus pada tradisi lisan dapat menjadi kekuatan kultural dan
sumber penting untuk pembentukan identitas dan peradaban tersebut. Menurut Paeni
dalam Sibarani (2012. hlm. 15) tradisi lisan merupakan salah satu deposit kekayaan
bangsa untuk dapat menjadi unggul. Selanjutnya, bagamana nilai-nilai kultural yang luhur
tersebut dapat diangkat dan diaktualisasikan dalam ranah pendidikan formal dan non
formal, tentu sangat diperlukan kegiatan penelitian dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat Indonesia, hasil penelitian ini dapat menumbuhkan
kebanggan identitas bangsa indonesia yang berbudaya.
b. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dan
inspirasi dalam pembelajaran disekolah. Berdasarkan hal tersebut, maka
hasil penelitian ini akan diaktualisasikan atau di implementasikan dalam
pengajaran bahasa dan sastra indoensia berbasis kearifan lokal, terkhusus
apresiasi sastra lama.
c. Bagi generasi bangsa selanjutnya, hasil penelitian ini merupakan sebuah
usaha revitalisasi nilai-nilai luhur dalam budaya bangsa Indonesia,
supaya nilai-nilai tersebut tetap bisa di regenerasikan.
d. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan
referensi untuk mengkaji objek-objek penelitian yang relevan.
10
a. Eksplorasi nilai-nilai budaya tradisi lisan yang berbasis pada kearifan lokal
pidato adat dalam upacara adat Bakauah dapat dikaji pada bidang antropologi
linguistik yang menghasikan penjelasan-penjelasan berdasarkan etnogafis
(mendasar dari temuan lapangan) tentang struktur lingustik yang digunakan
dalam masyarakat pada waktu dan tempat nyata suatu penelitian. Antropologi
linguistik merupakan sebuah studi yang mempelajari bahasa, budaya dan
aspek-aspek kehidupan manusia. Antropologi merupakan kajian yang
menggali nilai, norma dan kearifan lokal dalam tradisi lisan untuk
mengupayakan revitalisasi penghidupan kembali, pengelolaan dan proses
pewarisan. Nilai dan norma budaya tradisi lisan tersebut akan dikritalisasikan
dari makna dan fungsinya.
b. Berdasarkan uraian tersebut, antropologi linguistik akan mengkaji hubungan
dasar kearifan lokal dengan struktur teks lisan, ko-teks, dan konteks dalam
suatu peristiwa tradisi lisan upacara adat Bakauah di Kecamatan Lubuk
Tarok, Kabupaten Sijunjung, Propinsi Sumatera Barat yang berfokus pada
penuturan Pidato Adat Bakauah.
c. Selanjutnya pemanfaatan nilai-nilai yang ditemukan dalam tradisi lisan
pidato adat pada upacara adat Bakauah untuk dapat diaktualisasikan dalam
proses pembelajaran teks eksplanasi di sekolah menengah atas.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Mempelajari masa lalu berarti menggali budaya masa lalu yang masih eksistensis.
Mengamati, mengidentifikasi dan memilah-milah nilai-nilai yang dianggap beharga dan
kemudian memanfaatkan nilai-nilai budaya tersebut dalam berbagai kegiatan
pengetahuan. Mempelajari budaya berarti mempelajari tradisi budaya atau mempelajari
tadisi lisan yang diindikasi memiliki nilai-nilai, makna, norma, dan fungsi untuk dapat
difungsikan atau direvitalisasi dimasa sekarang. Menurut E. B. Tylor dalam Harsojo
(1984. Hlm. 92) kebudayaan merupakan keseluruhan yang komplek tentang ilm
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan lain
serta kebiasaan yang didapati manusia sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, Mulyana
dan Rakhmat (2003. Hlm. 18) mengungkapkan bahwa budaya adalah tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu,
peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-obejek materi dan milik yang
diperoleh sekelompok manusia dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok tersebut. Lebih lanjut, menurut Koentjaraningrat (2011. Hlm. 72)
mendefenisikan kebudayaan berdasarkan ilmu antropologi yaitu seluruh sistem gagasan
dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat
dan dijadikan milik bersama untuk memperlajarinya.
Menghadirkan masa lalu atau kembali kemasa lalu tentu merupakan pekara yang
mustahil, akan tetapi setiap bangsa dapat mempelajari, memahami, mengaktualisasikan
nilai-nilai dan norma-norma yang masih terjaga atau dilestarikan pada suatu kelompok
budaya. Salah satunya adalah tadisi lisan yang tersebar diberbagai suku dan daerah yang
ada di Indonesia. Tradisi lisan merupakan bagian dari kebudayaan dan tradisi ini hadir
ditengah-tengah masyarakat yang memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai media
pengetahuan dan pendidikan bagi masyarakat yang belum mengenal tulisan pada zaman
dahulunya.
12
Istilah tradisi lisan berasal dari terjemahan kata bahasa inggris yaitu oral
tradition. Istilah tersebut memiliki pengertian yang sama dengan folklor, akan tetapi
memiliki perbedaan unsur-unsur seperti transmisi cara lisan yang diikuti dengan tindakan.
bahwa folklor adalah bagian kebudayaan suatu yang kolektif yang tersebar dan
diwariskan secara turun temurun secara tradisional baik dengan alat lisan maupun dengan
gerak isyarat. Menurut Hutomo (1991. Hlm. 7) konsep folklor mencakup beberapa hal,
yaitu:
1. Sastra lisan
2. Sastra tertulis
3. Ekspresi budaya yang diantaranya:
a. Teknologi
b. Pengetahuan rakyat
c. Kesenian, rekreasi, arsitektur tradisional, kerajian rakyat, seni pandai
gemelan, pengetahuan obat-obatan dan ilmu perhitungan, seni ukit, tari-
tarian dan permaianan.
Menurut UNESCO dalam Hutomo (1991. Hlm. 11) tadisi lisan adalah Those
traditions which have been transmitted in time and space by the word and act. Artinya
tradisi yang ditrasmisikan dalam waktu dan ruang dengan ujaran dan tindakan. Dalam hal
13
ini, tradisi lisan diwariskan dengan ujaran, sebagai proses penyampaian pesan agar
generasi selanjutnya mengamalkan nilai-nilai yang diberikan oleh pendahulunya. Sibarani
(2012. Hlm. 4) memaparkan bahwa tradisi budaya pada zaman dahulu dilakukan oleh
nenek moyang diteruskan atau digenerasikan melalui kelisanan, sedangkan tradisi budaya
masa sekarang didominasi oleh keberaksaraan, sehingga praktis kebudayaan itu
diteruskan dalam dua cara yaitu dengan tradisi lisan dan tadisi tulis atau kelisanan atau
keberaksaraan. Kelisanan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari keberaksaraan dan
ketika kita berbicara mengenai masuknya tradisi keberaksaraan pada kita berbicara
tentang keberadaan suatu etnik. Namun, keberaksaraan dan kelisanan harus dapat
dibedakan untuk memahami hubungan keduanya.
Menurut Hutomo (1991. Hlm 11) secara mendalam, tradisi lisan mencakup
beberapa hal, diantaranya, (1) berupa kesusastraan lisan, (2) berupa teknologi, (3) berupa
pengetahuan folk, (4) mengandung unsur-unsur religi dan kepercayaan folk, (5) berupa
kesenian folk, (6) berupa hukum adat. Selanjutnya, menurut Sibarani (2012. Hlm. 7)
wacana tradisi lisan tidak hanya berupa cerita dongeng, mitologi, dan legenda dengan
berbagai pesan didalamnya, akan tetapi juga mengenai sistem kognitif masyarakat,
sumber identitas, sarana ekspresi, sistem religi dan kepercayaan, pembentukan dan
peneguhan adat-istiadat, sejarah, hukum, pengobatan, asal usul masyarakat, dan kearifan
lokal dalam komunitas lingkungannya. Lebih lanjut, menurut Pudentia dalam Endraswara
(2013. Hlm. 247) tradisi lisan atau oral tradition mencakup segala hal yang berhubungan
dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan, serta jenis kesenian
yang disampaikan dari mulut ke mulut. Dalam cakupan sastra ada istilah sastra lisan yang
pada dasarnya merupakan bagian dari tradisi lisan. Perbedaan tradisi lisan dengan sastra
lisan terletak pada kapasitas kajian. Tradisi lisan memiliki kapasistas yang cukup luas
dibandingkan dengan sastra lisan. Perbedaan selanjutnya, bahwa sastra lisan lebih
mengacu pada teks-teks lisan yang memiliki unsur-unsur estetik murni diantaranya rima,
irama, asonansi, aliterasi, repetisi, simbol-simbol dan sebagainya. Contoh-contoh sastra
lisan dapat berupa mantra, cerita rakyat, dongeng, lagenda, mitos, dan lain-lainnya.
merumuskan defenisi kerja bahwa sastra lisan adalah sekelompok teks yang disebarkan
dan diturun-temurunkan secara lisan, dan secara instrinsik juga mengandung sarana-
sarana kesusastraan yang memiliki efek estetik dalam kaitannya dengan konteks moral
maupun kultur dari sekelompok masyarakat tertentu. Sastra lisan adalah tradisi yang
berkaitan dengan kebahasaaan dan mengandung unsur-unsur estetika, pesan-pesan seperti
moral, norma dalam setiap ungkapannya yang berbentuk tradisional dan menggunakan
bahasa rakyat tradisional. Sastra lisan secara tradisional disebarkan secara turun-temurun
melalui kelisanan atau penuturan sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan
informasi.
Berdasarkan uraian tersebut, tradisi lisan merupakan sebuah wacara tuturan yang
diwariskan secara lisan atau ujaran dari generasi ke generasi. Pada umunya tradisi lisan
tidak hanya mencakup unsur-unsur sastra dan kesenian saja, akan tetapi juga berkaitan
dengan sistem kebudayaan, kepercayaan, cerita rakyat, ungkapan atau petatah-petitih,
permainan tradisional, sejarah, hukum adat, dan pengobatan. Tradisi lisan berarti tradisi
yang dilakukan dengan lisan atau tuturan dan penyabarannyapun juga dilakukan dengan
lisan atau tuturan dari generasi ke generasi. Perwujudan tradisi lisan memiliki arti yang
sama dengan dengan perwujudan folklor yaitu terdiri dari verbal lisan, setengah verbal,
dan non-verbal.
Menurut Sibarani (2012. Hlm. 48) wujud dari tradisi lisan dibagi beberapa
bagian, (1). Tradisi bekesusastraan lisan seperti tradisi yang menggunakan bahasa rakyat
tradisi pemakaian ungkapan tradisional, tradisi yang mengandung teka-teki, tradisi yang
mengandung puisi rakyat, mengandung cerita rakyat, ada nyanyian-nyania rayat, dan
terdapat julukan atau gelar bangsawan. (2). Tradisi pertunjukan dan permainan rakyat
seperti kepercayaan rakyat, teater rakyat, tarian rakyat, adat-istiadat, upacara atau ritual,
dan pesta rakyat. (3). Tradisi teknologi tradisional seperti arsitektur rakyat, ukiran rakyat,
pembuatan pupuk tradisional, kerajinan tangan, keterampilan tenun, keterampilan hiasan
tradisional, pengolahan makanan dan minuman, dan peramuan obat-obatan tradisional.
(4). Tradisi pelambangan atau simbolisme seperti tradisi gerak isyarat tradisional, bunyi
komunikasi isyarat, dan (5). Tradisi musik rakyat seperti tradisi pertunjukan permainan
gendang, seruling, dan alat-alat musik lainnya. Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa perwujudan tradisi lisan mengindikasikan sebuah kegiatan budaya,
15
namun dalam hal ini, wujud dari tradisi lisan tersebut memiliki kesamaan dengan wujud
kajian folklor.
Menurut Sibarani (2012. Hlm. 50) peran tradisi lisan adalah sebagai sumber
kearifan lokal yang sarat akan nilai dan norma budaya yang dimiliki. Berdasarkan hal
tersebut, tradisi lisan berfungsi sebagai alat transfer pengetahuan lokal, nilai budaya,
norma budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Penyebaran tersebut dilakukan
dengan kelisanan yang memiliki pola, formula dan struktur khusus yang bebeda dari
bahasa atau komunikasi sehari-hari. Selanjutnya, menurut Matkowska dalam Sibarani
(2012. Hlm. 50) mangatakan fungsi tradisi lisan sebagai berikut, an oral tradition is a
means of transffing knowledge and information from one generation to other in the
absence of writing of a recording medium. By this, oral tradition is used to keep the
history or culture of the people alive and since it is unsually perfomend in the from of
story-telling, it become something very popular and entertaining. Artinya tradisi lisan
berfungsi sebagai alat penyampaian pengetahuan dan informasi untuk menghidupkan
sejarah dan budaya komunitas dalam bentuk populer dan menghibur. Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan, bahwa tradisi lisan berfungsi untuk menyampaikan informasi
yang mengandung nilai dan norma budaya untuk menata kehidupan sosial kelompol
tradisinya.
Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu mengkaji tradisi lisan dalam kegiatan
upacara adat Bekauah pada masyarakat Lubukt Tarok, Kabupatens Sijunjung, Provinsi
Sumatera Barat. Sebelum menelusuri lebih dalam, maka dalam sub Bab ini akan
menjelaskan pengertian tentang upacara adat Bakauah.
16
Upacara tradisional biasanya dilakukan pada waktu tertentu dan berdasarkan hasil
musyawarah atau berdasarkan keputusan pemimpin masyarakat tradisional. Dalam hal ini
berarti upacara tradisional bersifat sakral dan memiliki pesan yang mengandung nilai-
nilai kehidupan yang sangat penting, sehingga disampaikan secara berulang-ulang tanpa
merubah pesan. Upacara tradisional merupakan sebuah usaha manusia untuk mencapai
integritas kebudayaan agar tidak mudah terjadi kegoncangan dan ketidakseimbangan
hidup bersama. Salah satu upacara tradisional yang berhubungan dengan lingkungan alam
17
dan hubungan antara manusia adalah upacara adat Bakawuah yang dilakukan oleh
masyarakat tradisional Minangkabau atau daerah Sumatera Barat.
Menurut Boestami (1985. Hlm. 123) Upacara adat Bakauah padi atau malapeh
kauh padi merupakan sebagai daya upaya memperoleh kesuburan padi yang dilakukan
oleh masyarakat Minangkabau disetiap daerah di Sumatera Barat. Upacara Bakauah Padi
dan Melapeh Kauah Padi dalam ejaan Bahasa Indonesia dapat dijelaskan yaitu Bakauah
berasal dari kata kaul yang berarti Niat (ikral), sedangkan kata Malapeh berarti (melepas).
Jadi kesimpulannya adalah memberi niat syukur atas panen yang telah dihasilkan dan
memberi niat memohon kesuburan untuk panen yang akan datang. Sedangkan, menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991/1992. Hlm. 75) upacara adat Bakauah
merupakan upacara yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang berhubungan dengan
kegiatan pertanian. Kauah merupakan istilah lokal yang berasal dari bahasa Arab, yaitu
Kawalla yang berarti masyarakat meminta restu kepada Allah.
Upacara adat Bakauah dilaksanakan dalam setahun sekali dan biasanya sebelum
mengadakan upacara terlebih dahulu dilakukan perhitungan bulan Arab. Bulan yang
dianggap banyak turun hujan adalah pada bulan Zulhijjah sampai Sa’ban, sedangkan pada
18
tahun masehi diperkirakan bulan september sampai januari.perhitungan bulan ini kadang
juga tida akurat dalam menentukan musim hujan dan bisa saja berubah pada bulan-bulan
yang ada ditahun masehi. Selanjutnya mengamati gejala alam berdasarkan bulan
terkadang juga menjadi ketentuan waktu pelaksanaan, meskipun terkadang juga tidak
selalu tepat, akan tetapi ada satu cara lagi yang dipakai oleh anggota masyarakat untuk
menentukan kapan akan dimulai upacara Bakauah, yaitu dengan cara menandai kadar
hujan yang tinggi dalam waktu 15 hari pada bulan yang telah diperkirakan dan apabila
terjadi hal demikian, maka akan dilaksanakan upacara Bakauah turun ke sawah.
Menurut Boestami dkk (1985. Hlm. 185) berdasarkan pada kegiatan upacara
adat Bakauah yang merupakan upacara bersifat keaagaman, maka penyelenggaraan
upacara tersebut di Mesjid atau di kuburan keramat yang merupakan pusan himpunan
manusia terutama dalam kegiatan yang bersifat kerohanian. Selanjutnya, menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991/1992. Hlm. 77) upacara adat Bakauah
pada umumnya diselenggarkan di mesjid, kuburan keramat, rumah gadang, di area
persawahan yang kering dan lain-lain. Namun pada penelitian Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, upacara dilakukan disebuah pasar yang ada didalam nagari. Pasar,
selain merupakan tempat jual beli bagi anggota masyarakat juga digunakan sebagai
tempat upacara yang lokasinya menyediakan tempat yang cukup luas dan terhindar dari
cuaca buruk seperti panas dan hujan. Karena lokasi pasar memiliki kios-kios penjualan,
sehingga tidak menggangu kegiatan upacara adat Bakauah. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan upacara adat Bakauah pada setiap daerah yang ada di Sumatera Barat
berbeda-beda, namun tetap memiliki persamaan yang dominan sama. Contoh lokasi objek
penelitian yang penulis lakukan di daerah kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung,
Provinsi Sumtera Barat, upacara adat dilakukan dilokasi yang bisa menampung sebanyak
mungkin masyarakat dan biasa dilakukan di area persawahan yang luas dan area lapangan
yang diluas. Karena selain sakral, upacara adat Bakauah ini merupakan pesta adat yang
harus dilaksanakan bersama-sama, karena setiap tingkatan sosial harus menghadiri,
seperti, Pemerintahan daerah, pemangku adat yaitu alin ulama, cadiak pandai, tokoh
masyarakat baik yang tua, maupun yang muda. Upacara Bakauah di daerah kecamatan
Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung melakukan sangat meriah, sehingga terjadi solidaritas
yang cukup kuat di antara masyarakat.
Menurut Amir (2013. Hlm. 58) Penuturan adat dilaksanakan dalam rangkaian
upacara yang menjadi bagian penting dala suatu upacara. Penuturan adat diantaranya
adalah pidato pengangkatan pangulu (pemimpin tradisional), pidato perundingan yang
disebut pasambahan (penghormatan) yang biasanya dilakukan dalam kegiatan upacara
pernikahan, mempersilakan makan, upacara kematian dan upacara lainnya. Penuturan
adat sangat diperlukan sebagai unsur yang sangat inti dalam upacara adat dan apabila
upacara adat tidak menggunakan pidato adat, maka akan dianggap mempermainkan adat
dan memberi kesan kurang menarik kepada masyarakat dan tokoh adat.
20
Penuturan adat dalam tradisi Minangkabau disebut dengan gelar juru sambah
(ahli bicara persambahan atau penghormatan) yang memahami adat dan tata cara bicara
adat. Selanjutnya, penuturan adat menggunakan bahasa yang berbentuk fomula yaitu
sebagian besar menggunakan kiasan, ungkapan yang bersifat metofora. Menurut Djamaris
(2002. Hlm. 44) juru sambah atau ahli bicara harus menguasai persambahan tersebut dan
persambahan ini sarat akan kata-kata ungkapan adat, pepatah-petitih, pantun dan talibun
yang lazin digunakan. Seorang juru sambah harus fasif, jelas dan merdu suaranya dalam
menyampaikan pesan kepada anggota masyarakat tradisional.
Berdasarkan uraian tersebut, pada penelitian ini yang berfokus pada Pidato Adat
dalam Upacara Adat Bakauah. Pidato Adat Bakauah digolongkan menjadi dua bagian,
yang pertama sebagai perunding antara tokoh adat yang dilakukan juru sambah dan kedua
dilakukan oleh satu juru sambah saja. Penuturan pidato adat yang dilakukan oleh satu
juru sambah dianggap sakral, karena penuturannya hanya dilakukan oleh satu juru
sambah atau ahli bicara yang ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat yang hadir.
Pidato adat Bakauah yang dilakukan juru sambah merupakan perwakilan dari Penghulu
(Pemimpin Adat), pada tahap penuturan pidato adat Bakauah tersebut merupakan tanda
telah dimulainya upacara Bakauah untuk turun ke sawah yang berarti memberi isyarat
kepada masyarakat bahwa telah diizinkan melakukan kegiatan pertanian yaitu proses
penanaman bibit atau benih padi. jadi, alur penuturan adat Bakauh memiliki dua unsur,
yaitu pidato pesambahan dan pidato adat. Dalam penyampaian Pidato Adat Bakauah juga
berindikasi memiliki bahasa yang metofora atau mengandung unsur-unsur kiasan,
petatah-petitih, ungkapan, pantun dan talibun yang merujuk pada sejarah alam
Minangkabau atau yang disebut Tambo alam Minangkabau.
Seluruh kategori tersebut dimiliki oleh tradisi upacara adat Bakauah. Pertama,
Pidato adat menggunakan media bahasa rakyat untuk menyampaikan pesan dan
kandungan isi pesan tersebut sarat akan unsur petatah-petitih, kiasan, pribahasa, pantun,
dan talibun yang berlandaskan cerita rakyat dan Tambol Alam Minangkabau (sejarah
Minangkabau). Kedua, upacara adat Bakauah juga merupakan kajian tradisi setenga
verbal, ditandai adanya upacara atau ritual, kebiasaan masyarakat, tari-tarian, dan
dirangkup dalam pesta adat. Ketiga, upacara adat Bakauah juga memiliki kategori non-
verbal yang meliputi tradisi yang bercirikan material seperti makanan dan minuman,
peralatan, senjata, pakaian, perhiasan, arsitektur. Sedangkan unsur non-materialnya
upacara ada Bakauah memiliki tradisi alat musik gendang, seruling, gamelan (dalam
bahasa Minangkabau Canang) dan lain-lainnya,
Kearifan lokal merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi kaji spesifik dari
budaya suatu bangsa. Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana hakikat tradisi lisan dan
upacara adat Bakauah yang merupakan bagian dari kebudayaan. Hal tersebut sangat
berkaitan dengan kearifan lokal, bahwasannya unsur-unsur nilai, norma dan lain-lainya
yang terdapat dalam folklor, tradisi lisan, sastra merupakan bagian dari kearifan lokal itu
22
sendiri. Supaya lebih jelasnya berikut beberapa pandangan ahli mengenai hakikat kearifan
lokal.
Menurut Sibarani (2012. Hlm. 109) kearifan (Wisdom) telah lama menjadi bahan
kajian dalam dunia filsafat. Permulaan kajian filsafatpun didasari oleh kajian kearifan dan
kebijaksanaan. Para filosof merasakan kajian kearifan dan kebijaksanaan sangat penting
untuk mengatur tatanan kehidupan manusia. Pengertian kearifan kemudian berkembang
dalam masyarakat yunani, yaitu kearifan (Wisdom) pada masyarakat merupakan
pengetahuan asli (indigenous knowledge) pada masyarakat setempat. Pengetahuan asli
tersebut bermanfaat untuk mengatur kehidupan manusia, baik dalam hubungan kehidupan
sosial, maupun hubungan dengan Tuhan. Pengetahuan asli tersebut terus-menerus
dipedomani dalam kebiasaan kehidupan dalam mengolah mata pencaharian dan
memperkuat kepribadian.
Menurut Avonina dalam Endraswara (2013. Hlm. 202) ada tiga istilah yang
digunakan secara tumpang tindih, yaitu pengetahuan lokal (lokal knowledge), kearifan
lokal (local wisdom) dan kecerdasan setempat (local genius). Arti istilah pengetahuan
tradisional adalah segala sesuatu yang terkait dengan bentuk-bentuk tradisional, baik itu
kegiatan ataupun itu hasil karya yang biasanya didasari pada kebudayaan tertentu.
Selanjutnya, menurut Sardjono dalam Endraswara (2013. Hlm. 203) pengetahuan
tradisional merupakan pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan dalam
komunitas masyarakat atau suku bangsa tertentu yang sifatnya turun-menurun dan terus
berkembang sesuai perubahan lingkungan. Sedangkan, Menurut Ife dalam Endraswara
(2013. Hlm. 208) kearifan lokal memiliki enam dimensi, diantaranya sebagai berikut.
Pertama, dimensi pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat terhadap lingkungannya.
Kedua, dimensi nilai lokal untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat.
Ketiga, dimensi keterampilan lokal yang bertujuan untuk bertahan hidup. Keempat,
dimensi sumber daya lokal yaitu sumber daya alam yang dimiliki. Kelima, dimensi
mekanisme pengambilan keputusan lokal. Pada dimensi ini menjelaskan bahwa setiap
masyarakat memiliki pemerintahan lokal sendiri seperti pemerintahan kesukuan. Keenam,
dimensi solidaritas kelompok lokal masyarakat untuk menciptakan persatuan kelompok
komunal.
Kearifan lokal dimanfaatkan oleh leluhur suatu bangsa untuk menata kehidupan
masyarakat dan nilai-nilai tersebut disampaikan dari generasi ke generasi untuk dapat
mengamalkan ajaran-ajaran yang dianut suatu kebudayaan. Dalam memahami suatu
kearifan lokal, tentu harus mengetahui bagaimana ciri-ciri kearifan lokal tersebut.
menurut Alwasilah (2009. Hlm. 51) kearifan lokal terbagi dalam beberapa ciri-ciri,
diantaranya (a) berdasarkan pengalaman, (b) teruji selama berabad-abad, (c) dapat
diadaptasikan dalam kehidupan masa sekarang, (d) terdapat pada kegiatan keseharian
masyarakat dan lembaga, (e) dilakukan oleh individu dan masyarakat, (f) bersifat
dinamis, (g) adanya unsur-unsur kepercayaan. Sedangkan menurut Sibarani (2012. Hlm.
122) kearifan lokal juga dapat dimaknai dengan kecerdasan lokal (Local Genius) atau
pengetahuan asli suatu masyarakat yang bersal dari nilai-nilai luhur tradisi budaya bisa
berupa pengetahuan lokal, keterampilan, kecerdasan, sumber daya lokal, kehidupan
sosial, norma-etika lokal, dan adat istiadat lokal.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari suatu kearifan
lokal adalah segala bentuk atau sebagai unsur-unsur budaya yang berasal dari nilai-nilai
luhur budaya yang bertujuan untuk menata kehidupan masyarakat dalam mencapai tujuan
bersama.
Menurut Sibarani (2012. Hlm 114-116) kearifan lokal terbagi dalam tiga
perspektif.
a. Perspektif struktural bahwa kearifan lokal dipahami dari struktur sosial yang
berkembang dilingkungan masyarakat. Struktur sosial tersebut meliputi instuisi
sosial, organisasi sosial, kelompok sosial, wewenang kekuasaan yang melahirkan
kelas, stratifikasi atau tipologi.
b. Perspektif kultural yang menekankan pada konteks kearifan lokal sebagai nilai
yang diciptkan, dikembangkan, dan dipertahankan dari masyarakat sendiri untuk
bertahan hidup. Ada beberapa dimensi kultural didalam kearifan lokal. Pertama,
24
Menurut Sibarani (2012. Hlm. 242) kandungan isi dalam tradisi lisan adalah nlai-
nilai atau norma yang dikritalisasi dari makna, maknsud, peran, dan fungsi. Nilai-nilai
atau norma tradisi lisan dapat digunakan menata kehidupan sosial yang disebut dengan
kearifan lokal. Tingkatan pertama berisi makna, maksud, fungsi atau peran. Tingkatan
kedua berisi nilai dan norma yang dapat diinferensikan dari makna atau maksud dan
fungsi atau peran. Selanjutnya tingakatan ketiga berisi kearifan lokal yang merupakan
penggunaan nilai dan norma budaya dalam menata kehidupan sosial secara arif.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian tradisi lisan harus dapat mengungkapkan atau
menggali kebenaran bentuk dan isi suatu tradisi lisan.
Hasil dari penelitian tersebut bertujuan agar tradisi lisan yang merupakan warisan
leluhur dapat bermanfaat, baik dalam bentuk maupun kandungan tradisi lisan untuk
generasi sekarang dan selanjutnya. Dengan demikian penelitian ini memiliki komponen
penting dalam tradisi lisan, diantaranya yaitu, bentuk, isi dan model revitalisasi. Bentuk-
bentuk tersebut mencakup beberapa unsur yaitu, teks, ko-teks, konteks, dan isi yang
terdiri dari aspek makna, atau fungsi, nilai atau norma, kearifan lokal, dan model
revitalisasi untuk proses penghidupan atau pengaktifan kembali dengan mengelola
pemanfaatan dan proses pewarisan kearifan lokal tradisi lisan dalam komunitanya.
Menurut Sibarani (2012. Hlm. 244) ada beberapa pendekatan kajian tradisi lisan
dari berbagai perspektif ilmu dan teori. Pertama, bidang ilmu linguistik dan ilmu sastra,
yaitu mengkaji tradisi lisan dari unsur verbanya yang belatar belakang pada bidang
linguistik. Unsur verbal tersebut membahas tradisi lisan secara keseluruhan yang
berkenaan dengan aspek budaya tradisi lisan. Kajian tradisi lisan harus mampu
mengungkapkan suatu tradisi lisan secara holistik, maksud bukan hanya unsur verbalnya
saja, namu juga unsur nonverbal yang berkaitan dengan bidang antropologi, sejarah,
kesenian, hukum, pertanian, menajemen, arsitektur, dan sebagainya.
Kedua, bentuk tradisi lisan bidang ilmu sastra mengkaji struktur seperti latar, alu,
gaya bahasa, penokohan, dan unsur estetika yang terfokus pada kajian sastra, dalam
kajian sastra ini dapat diterapkan dalam bidang kajian tradisi lisan dengan syarat
melanjutkan dengan kajian peristiwa dalam konteksnya, kajian nilai serta norma dan
proses pewarisan. Dalam ilmu sastra, pesan atau amanat dalam tradisi lisan menjadi
sangat penting untuk diungkapkan dengan mengaitkan konteks, teks dan ko-teks, serta
makna atau fungsi, nilai atau norma dan kearifan lokal suatu tradisi lisan.
26
Ketiga, kajian tradisi lisan dalam bidang ilmu sejarah yang terdiri dari dua
pendekatan sejara di Indonesia yaitu, sejarah yang menggunakan sumber-sumber tertulis
seperti arsip kolonial dan sejara yang menggunakan cerita rakyat dan mitos.sumber-
sumber sejarah di Indonesia banyak menggunakan lagenda, mitos dan dongeng yang
berkenaan dengan sejara penulisan sejarah etnik.
Keempat, bidang antropologi dan kesenian dalam tradisi lisan memiliki unsur
nonverbal yang lebih dominan dari pada unsur verbanya. Antropologi secara makro
melihat seluk-beluk manusia dan kehidupannya melalui tradisi lisan yang terdiri dari
adat-istiadat, norma, etika, aktivitas dalam konteksnya, dan benda-benda yang digunakan
dalam tradisi lisan. Selanjutnya, bidang kesenian dalam tradisi lisan mengandung unsur
nonverbal di samping unsur verbalnya.
Memahami tradisi lisan secara teoretis akan dapat memberi arah dalam
mebongkar keseluruhan tradisi dengan tujuan kemaslahatan kehidupan manusia.
Selanjutnya tradisi lisan harus dilihat dari tiga dimensi waktu, yaitu masa lalu, sekrang
dan masa yang akan datang. Teori tersebut akan dilengkapi dengan teori pragmatis yang
berusaha melihat manfaat sebuah tradisi, makna keabstrakannnya, mulai dari pemahaman
manfaat tradisi masa lalumengaitkan dengan masa sekarang, dan proyeksi manfaat untuk
masa yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai dan
norma yang terkandung dalam tradisi lisan sebagai warisan masa lalu harus dipahami
maknanya untuk revitalisasi ke masa sekarang dan mempersiapkan generasi masa depan
yang damai dan sejaterah.
kebudayaan, (4) baha mempunyai makna dalam latar kebudayaan, (5) bahasa sebagai
persyaratan budaya, (6) bahasa mempengaruhi pikiran, (7) cara berfikir mempengaruhi
bahasa, (8) tata budaya mempengaruhi norma budaya, (9) bahasa ditransmisikan secara
kultural, (10) kebudayaan merupakan hasil komunikasi, (11) perubaha kebudayaan
mempengaruhi perubahan bahasa, (12) bahasa sebagai perekat emosi budaya, (13) budaya
sebagai pengarah budaya. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kajian antropoligilinguistik sangat cocok dan tepat dalam menganalisis tradisi lisan.
Kedua, Superstruktur atau struktur alur merupakan kerangka dasar sebuah teks
yang meliputi rangkaian elemen sebuah teks dalam membentuk kesatuan bentuk yang
koheren. Struktur alur atau superstruktur merupakan skema atau alur sebuah teks dalam
tradisi lisan dan biasanya terdiri dari beberapa elemen yaitu, pendahuluan (introduction),
bagian tengah (body), dan penutup (conclution) yang masing-masing unsur tersebut saling
mendukung membentuk sebuah kesatuan yang koheren. Analisis tersebut harus mampu
mengungkapkan pesan-pesan apa yang terkandung pada setiap elemen teks. Struktur alur
merupakan bagian-bagian dari kerangka teks, menurut Morone dalam Sibarani (2012.
Hlm. 313) menganggambar kerangka teks sebagai berikut, pendahuluan sebuah teks
pidato yang berupa tahap perhatian, tahap bagian badan teks yang berisi kebutuhan
(need), pemuasan (satisfaction), dan visualisasi (visualization). Skema atau alur sebuah
teks tersusun secara teratur dari awal sampai akhir, dari pendahuluan sampai penutup atau
kesimpulan dari teks yang membentuk kesatuan makna, sehingga struktur alur atau
superstruktur disebut struktur skematik yang dibagi atas bagian permulaan, tengah dan
penutup.
Ketiga, struktur mikro merupakan struktur teks secara linguitik teoretis yang
mencakup tatanan bahasa seperti bunyi (fonologis), kata (morfologis), kalimat, (sintaksi),
wacana (diskursus), makna (semantik), maksud (pragmatik), gaya bahasa (stilistik), dan
bahasa kiasa (figuratif). Pada dasarnya penelitian teks dalam struktur mikro perlu
memahami kajian fonemik dan fonetik, pembentukan kata dari susunan morfem, frase,
klausa, kalimat, kajian antarkalimat dan pragraf, makna dan maksud, dan terakhir gaya
bahasa yang digunakan teks. Kajian struktur mikro ini dapat diteliti secara keseluruhan
atau bagian-bagiannya saja yang sesuai dengan kebutuhan analisis penelitian. Misalkan
kajian fonologis berperan mengkaji teks pantun dari pada teks mitos, sedangkan kajian
29
sintaksi dan wacana berperan mengkaji teks pantun dari pada teks mitos dan lain-lainnya.
Dalam hal ini, antropologi memandang semua teks tradisi lisan sebagai bahasa yang dapat
dikaji dari segi struktur mikronya, namun perlu diperhatikan bahwa bahasa dalam jenis
tradisi lisan yeng berbeda memiiki kesulitan yang berbeda, sehingga membutuhkan kajian
struktur mikro yang lebih teliti.
Kajian tradisi lisan merupakan kajian yang sangat komplek dan holistik. Secara
keseluruhan kajian tradisi lisan mencakup semua bagian struktur diatas, baik itu makro,
superstruktur dan mikro yang pada dasarnya saling berhubungan yang membentuk
kesatuan yang utuh. Struktur-struktur tersebut bermanfaat untuk mengungkap struktur
formal bentuk sebuah teks tradisi lisan dan memberi kontribusi dalam mengungkap isi
seperti makna (semantik), dan maksud (pragmatik) sebuah teks tradisi lisan. Merujuk
pada rancangan penelitian ini, ketiga struktur tersebut sangat relevan dengan tujuan
penelitian yang akan peneliti lakukan. Struktur makro dapat digunakan dalam
mengungkap dan menemukan makna secara global dalam teks ungkapan pidato adat
Bakauah, selanjutnya struktur alur atau superstruktur digunakan untuk menemukan
kerangka atau skema teks pidato adat Bakauah dan terakhir adalah struktur mikro dapat
digunakan untuk melihat struktur linguistik teks ungkapan tradisional dalam teks pidato
adat Bakauah.
Pada penelitian ini tentu ada batasan. Pertama struktur makro dalam teks pidato
adat akan menganalisis makna secara global dan makna teks pada umunya. Kedua,
struktur alur dalam teks pidato adat Bakauah akan menganalisi bagaimana struktur alur
secara keseluruhan. Ketiga, struktur mikro dalam pidato adat upacara Bakauah akan
menganalisis kajian makna semantik dan pragmatik, gaya bahasa dan ungkapan kiasan
figuratif. Selanjutnya, agar lebih mudah memahami alur analisis teks ungkapan pidato
adat upacara Bakauah dalam perspektif ketiga bidang struktur, yakni makro,
superstruktur, dan mikro, dapat dilihat pola bagan sebagai berikut:
30
Bagan 2.1
Pendekatan Struktural
Hasil Analisis
2.4. Konsep Pemanfaatan Tradisi Lisan Pidato Adat Bakauah pada Masyarakat
Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat.
bangsa yang utuh, maka dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki materi yang
holistik dan ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang baik (Suyadi, 2013. Hlm 4).
Berdasarkan uraian tersebut, maka hasil analisis penelitian ini bertujuan untuk
memanfaatkan kearifan tradisi lisan pidato adat pada upacara Bakauah dalam bentuk
bahan ajar teks eksplanasi fenomena sosial dalam pembelajaran bahasa dan sastra pada
tingkat sekolah menengah atas (SMA).
bernalar. Berdasarkan hal tersebut, pemilihan bahan ajar berbasis kearifan lokal
dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan
keterampilan bernalar. Menurut Tomlinson (1998. Hlm. 2) bahan ajar merupakan
suatu strategi yang digunakan guru untuk memudahkan proses belajar bahasa,
meningkatan pengetahuan, dan pengalaman berbahasa. Bahan ajar tersebut
menampilkan kompetensi yang harus dikuasi oleh peserta didik. Sedangkan,
menurut Majid (2007. Hlm. 174) memaparkan bahwa bahan ajar merupakan
seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk menciptakan lingkungan
atau suasana yang memungkinan siswa dapat belajar dengan baik dan nyaman.
Bahan pembelajaran tersebut dapat berupa teks tertulis, maupun berupa lisan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa bahan ajar merupakan
seperangkat rencana dan alat pembelajaran yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran.
b. Pemanfaatan Penyusunan Bahan Ajar
Seorang guru harus mampu menyusun bahan ajar yang sesuai kurikulum
dan situasi pembelajaran. Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam
menyiapkan bahan yang ajar yang menarik, mudah dipahami, dan mudah untuk
diterapkan. Menurut Depdiknas (2008. Hlm. 10) ada 3 tujuan dalam penyusunan
bahan ajar, yaitu; Pertama, Menyediakan bahan ajar yang sesuai tuntutan
kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, sekolah dan daerah.
Kedua, membantu siswa dalam memperoleh bahan ajar. Ketiga, memudahakan
guru dalam melaksanakan pembelajaran. Selain mempermudah proses
pembelajaran, tujuan bahan ajar juga menjadi fasilitas yang dapat digunakan
dalam mencapai kompetensi pemebelajaran. Selanjutnya, penyusunan bahan aja
berfungsi untuk mengarahkan aktivitas pembelajaran, mengarahkan aktivitas
belajar siswa dalam mengembangkan potensi secara mandiri, dan terakhir
berfungsi sebagai alat ukur atau evaluasi penguasaan materi ajar.
c. Bentuk-bentuk Bahan Ajar
Bentuk-bentuk bahan ajar terdiri dari beberapa jenis, diantaranya yaitu ;
Pertama, bahan ajar cetak yang berupa buku teks, bukun penuntun, jurnal,
makalah, handout, modul, LKS, dan artikel. Kedua, bahan ajar dengar yang
menggunakan sistem audio suara dalam pembelajaran yang terdiri dari, kaset,
radio, piring hitam dan sebagainya. Bentuk-bentuk bahan ajar ini akan membantu
siswa melatih keterampilan mendengar. Ketiga, bahan ajar audio-visual
33
Menurut Isnatun dan Farida (2013. Hlm 80) teks eksplanasi merupakan teks yang
menerangkan atau menjelaskan proses atau fenomena alam maupun sosial. Sedangkan
menurut Knapp dan Watkins (2005. Hlm. 126) eksplanasi memiliki dua orientasi utama
34
untuk menjelaskan mengapa dan tuntuk menjeaskan bagaiman, sering keduanya akan
muncul dalam sebuah teks eksplanasi. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa teks eksplanasi adalah teks yang menjelaskan dan menerangkan tentang proses
terjadinya suatu fenomena alam maupun sosial yang menentukan sebab akibat terjadinya
proses kejadian yang dipaparkan didalam teks eksplanasi.
Menurut Kosasih (2013. Hlm. 85-86) teks eksplanasi disusun dalam beberapa
struktur, yaitu (1) penyataan umum mengenai fenomena, (2) berupa penjelasan yang
berisi argumen mengenai sebab dan akibat fenomena,fenomena tersebut, (3) kesimpulan,
berupa ringkasan dan poin-poin yang sudah dijelaskan. Lebih lanjut, Kosasih (2013. Hlm.
100) memaparkan langkah-langkah dalam penulisan teks eksplanasi, diantaranya sebagai
berikut, (1) menentukan topik atau gagasan utama, (2) menyusun kerangka paragraf
berdasarkan gagasan utama, (mengumpulkan sejumlah fakta, informasi, serta berbagai
pengetahuan lainnya dengan cara pengamatan, wawancara, dan membaca reverensi dari
berbagai sumber seperti buku, majalah, surat kabar dan internet. (3) mengembangkan
kerangka tersebut dalam bentuk teks eksplanasi dan, (4) melakukan penyntingan dengan
memperhatikan kelogisan dan keruntutan isi, keefektifan kalimat, pemilihan diksi dan
ejaan yang benar.
ini menyimpulkan bahwa fungsi tari Tanduak dalam upacara ada Bakauah sebagai media
hiburan dengan menampilkan gerak tari silat dan diiringi oleh alat musik tradisional.
Lebih lanjut Rosa, Silvia (2014) dari fakultas ilmu budaya universitas Gadjah
Mada Yogjakarta dengan disertasi yang berjudul (Struktur, Makna dan Fungsi Pidato
Adat dalam Tradisi Malewakan Gala di Minangkabau). Penelitian ini bertujuan untuk
memahami bagaimana struktur, makna, dan fungsi pidato adat dalam tradisi Malewakan
Gala dapat merepresentasikan kemunculan aturan pewarisan gelar adat untuk laki-laki
dalam masyarakat Minangkabau. Analisis dari segi sastra dalam penelitian ini
menggunakan teori strukturalisme, semiology Barthes dan fungsionalisme.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian tradisi lisan merupakan kajian objek yang sangat komplek dengan
mempertimbangkan segala aspek yang ada didalam tradisi lisan sebagai unsur kearifan
lokal. Dalam penelitian tradisi lisan pada upacara adat Bakauah, kompleksitas kajian
tradisi lisan terdapat pada bagian struktur verbal, setengah verbal dan non-verbal. Unsur-
unsur tersebut tentu sangat luas, maka dari itu penelitian pada kajian tradisi lisan sangat
kompleks. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi nilai-nilai budaya pada upacara adat
Bakauah, Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sinjunjung, Provinsi sumatera Barat.
Berdasarkan tujuan tersebut, sasaran ekplorasi berbasiskan kearifan lokal, maka dalam
penelitian ini harus memiliki daya ungkap terhadap bentuk kearifan lokal yang ada pada
tradisi lisan upacara adat Bakauah tersebut. Oleh sebab itu, pada bagian Bab III ini akan
memaparkan penjelasan tentang metode penelitian, pendekatan penelitian, teknik dan
prosedur pengumpulan data, instrumen penelitian, informan, teknik analisis data,
pedoman analisis dan alur kerangka penelitian.
pendeskripsian tentang objek penelitian dengan hasil sebuah deskripsi informatif yang
dapat dimanfaatkan untuk publikasi dan sumber informasi. Sumber informasi awal
penelitian tradisi lisan dalam kajian etnografi berasal dari keadaan tradisi lisan sekarang
ini ditengah masyarakat komunitasnya.
Pada penelitian ini, menfokuskan pada ekplorasi teks tradisi lisan Pidato Adat
dalam upacara adat Bakauah. Berdasarkan fokus tersebut, maka peneliti menggunakan
pendekatan struktural dalam mengungkap atau mengeksplorasi nilai-nilai dalam teks
tradisi lisan pidato adat dalam upacara Bakauah tersebut. Menurut Van Dick dalam
Sibarani (2012. Hlm. 310) ada tiga kerangka struktur teks, yaitu struktur makro,
superstruktur dan struktur mikro. Ketiga struktur tersebut salaing berhubungan dan saling
membangun sebuah teks, kajian tersebut sangat penting dalam memahami sebuah teks
tradisi lisan.
Upacara adat Bakauah merupakan upacara adat suku Minangkabau yang berada
di provinsi Sumatera Barat. Pada umunya upacara tersebut hampir dominan dilakukan
oleh masyarakat minangkabau disetiap daerah. Pada penelitian ini, peneliti akan
melakukan penelitian mengenai tradisi lisan dalam upacara adat Bakauah yang berada di
kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat.
pemilihan lokasi tersebut sangat mendukung berjalannya penelitian yang akan peneliti
lakukan.
Penelitian ini akan meneliti kegiatan upacara adat Bakauah yang berada di
kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung. Fokus penelitian ini adalah tradisi lisan
pada Pidato Adat Bakauah yang merupakan bagian dari kegiatan upacara adat. Pidato
adat Bakauah merupakan kegiatan yang sakral karena hanya disampaikan satu kali dalam
setahun. Teks yang digunakanpun merupakan teks yang diwariskan secara lisan dari
zaman dahulunya, sehingga menurut informasi tidak ada perubahan secara signifikat.
Pidato adat merupakan bentuk bahasa yang dipergunakan dalam upacara adat berpola
tersusun, teratur dan berirama, serta dikaitkan dengan Tambo (asal usul) yang sarat akan
unsur-unsur ungkapan, petatah-petitih, pantun, dan talibun.
Berdasarkan uraian tersebut, data dalam penelitian ini berfokus teks tradisi lisan
pidato adat dalam upacara adat Bakauah di kecamatan Lubuk Tarok, kabupaten
Sijunjung, provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya data-data pendukung lainnya adalah data
hasil dari observasi partisipatif dan hasil dari wawancara dengan informan perihal
upacara adat Bakauah dan teks pidato adat Bakauah. Semua kegiatan upacara adat
Bakauah merupakan sumber data yang berkaitan dengan struktur teks, ko-teks dan
konteks tradisi lisan dalam pengungkapan nilai-nilai yang terkadung didalamnya.
Selanjutnya sumber data dari informan juga merupakan kegiatan yang sangat penting
dalam mengumpulkan informasi yang mendukung penelitian. Menurut Cresswell (2010.
Hlm. 261) para peneliti kualitatif mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti
wawancara, observasi, dan dokumentasi ketimbang merujuk pada satu sumber data saja.
Selanjutnya peneliti mereview semua data tersebut, memberikannya makna, dan
mengolahnya kedalam kategori-kategori atau tema-tema yang melintasi semua sumber
data.
Berdasarkan uraian teori tersebut, intrumen kunci dalam penelitian adalah peneliti
sendiri yang akan berperan penuh dalam kegiatan pengumpulan data tentang upacara adat
Bakauah di kecamatan Lubuk Tarok, kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Ada
dua instrumen yang akan dilakukan penelitian, yaitu instrumen observasi langsung dan
instrumen wawancara, berikut uraiannya:
42
Tabel 3.1
Instrumen Observasi Langsung
Tabel 3.2
Instrumen Wawancara
Identitas informan
: ..............................................................................
Nama
: ..............................................................................
Umur : ..............................................................................
Pekerjaan : ..............................................................................
Pendidikan : ..............................................................................
Kedudukan dalam
Masyarakat : ..............................................................................
Bahasa yang
digunakan : ..............................................................................
Alamat : ..............................................................................
kehidupan sehari-hari?
Analisis data dalam kajian tradisi lisan secara holistik mengenai bentuk (struktur
teks, ko-teks dan konteks) dan isi (makna dan fungsi, nilai dan norma budaya serta
kearifan lokal). Sehingga model analisis yang sesuai dengan kajian tradisi lisan adalah
dengan menggunakan kajian antropologilinguiti k berdasarkan pendekatan struktural pada
teks tradisi lisan dalam upacara adat Bakauah. Menurut Van Dick dalam Sibarani (2012.
Hlm. 310) ada tiga kerangka struktur teks, yaitu struktur makro, superstruktur dan
struktur mikro. Ketiga struktur tersebut salaing berhubungan dan saling membangun
sebuah teks, kajian tersebut sangat penting dalam memahami sebuah teks tradisi lisan.
Analisis teks, ko-teks dan konteks secara antropologilinguitik digunakan untuk
mengungkap nilai-nilai dan norma-norma budaya dengan menggunakan metode teori
yang relevan seperti teori pragmatik, semantik, dan teori semiotik.
Tabel 3.3
Struktur Teks Model Van Dijk dalam Sibarani (2012. Hlm. 317)
data, (triangulasi penganalisi atau penginterpretasi dan (4) triangulasi perspektif atau
teori.
Tabel 3.4
Pedoman analisis Upacara Adat Bakauah dan Nilai-nilai Kearifan dalam Teks Pidato
Adat Bakauah, serta Pemanfaatanya sebagai Bahan Pembelajaran Teks Eksplanasi di
Sekolah Menengah Atas.
Pendekatan Struktural
Pemanfaatan Tradisi Lisan sebagai Bahan Ajar Teks Eksplanasi dalam Pembelajaran
bahasa dan Sasra Indonesia di Sekolah Menengah Atas.
Isnatun, Siti dan Umi Farida (2013). Mahir Berbahasa Indonesia. Bogor : Yudhistira
Neff, dkk. (2017). Interviewing Baltimore Older Adults About Food System
Change : Oral History as a Teaxhing Tool. (journal). Coalition of Urban
and Metropolitan Universities. 8000 york Road, Towson, MD 21252.
http://www.cpmuonline.org. Eric.ed.gov/?id=EJ1143022.
Personalia, Ruri (2016) Upacara Adat Bakaua Pada Masyarakat Nagari Kuncir:
Studi Kasus Nagari Kuncir, Kecamatan X Koto di Atas, Kabupaten Solok.
(Skripsi). Universitas Andalas, Padang.
Prastowo, A (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jakarta : Diva Press
Rosa, Silvia (2014) Struktur, Makna dan Fungsi Pidato Adat dalam Tradisi
Malewakan Gala di Minangkabau. (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana,
Universitas Gajah Mada, Yogjakarta.
Sibarani, Robert. (2012). Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi
Lisan. Jakarta Selatan : Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).
Taum, Yoseph Yapi. (2011). Studi Sastra Lisan : Sejarah, Teori, Metode dan
Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogjakarta: Lamarela.
Thompson, (2017). The voice of the past : Oral Hostory. (jurnal of book). Oxford
University Press. www.google.com/books?hl=id&ir=&id=j