Anda di halaman 1dari 22

EKSISTENSI BATIK DI KALANGAN REMAJA

Karya Tulis

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas

dalam menyelesaikan program SMA

Oleh:

NABILA PUTRI

No. Induk : 07.4048

Kelas : XII IPS 2

SMA LABSCHOOL JAKARTA

2009/2010
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ini di baca dan di setujui oleh :

Guru Pembimbing WaliKelas

Saffa Inayati, S.Pd. Sri Suyanti, S.Pd.

Guru Penguji 1 Guru Penguji 2

Eli Hastuti, S.Pd Agus Munandar


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peniulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, karena bertkat rahmat dan kasihNya, maka penulisan karya tulis ini, yang
diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam menyelesaikan program SMA, dapat
diselesaikan dengan baik.

Penulisan karya tulis ini dilakukan melalui proses bertahap yang memerlukan
kesabaran. Kesabaran yang muncul adalah berkat kekuatanNya yang selalu hadir
melalui arahan dan bimbingan serta dorongan yang tiada henti-hentinya dari berbagai
pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada :

Pertama kepada bapak Fakhruddin selaku kepala sekolah SMA Labschool Jakarta,
Bu Yanti selaku wali kelas XII IPS 2, dan Bu Saffa Inayati sebagai guru pembimbing, yang
berjasa membimbing, memberi saran, dan koreksi serta motivasi kepada penulis dalam
proses penelitian dan penulisan karya tulis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, dan adik-adik sekeluarga,
tanpa perhatian dan dorongan moral dan doa yang tulus ikhlas dari mereka mustahil
karya tulis ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada beberapa sahabat dan orang-
orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan
kritik dan saran serta sumbanagan pemikiran atas terselesainya karya ini.

Jakarta, November 2009

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR…………………….………….……………………………………………... ii

DAFTAR ISI……………………………..………………………………………………………….... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….………………. 1

1.2 Tujuan………………………………………………………………….….…………… 3

1.3 Ruang Lingkup……………………………………………..………………………. 4

1.4 Metode Penelitian………………………………………………….…………….. 4

1.5 Hipotesis.................................................................................... 5

BAB II ISI

2.1 Sejarah Dan Budaya Batik……………………………………………………… 6

2.1.2 Perkembangan Budaya Batik…..…………………………….. 10

2.1.3 Jenis batik………………………………......................………… 12

2.1.3.1 Menurut teknik…....…...…………………………… 12

2.3. Mengetahui Eksistensi Batik Di Kalangan Remaja……………..…. 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….... 17

3.2 Saran………………………………………………………………………………....... 18
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang:

Indonesia memiliki beragam kebudayaan. Baik yang berupa seni

tari, bahasa, musik, serta kerajinan tangan. Batik merupakan salah satu

budaya di Indonesia dan menjadi budaya yang di kenal oleh masyarakat

luas.

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu

batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan

kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian

dari kain. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan

teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang

memiliki kekhasan.
Dahulu, model batik tidak bervariasi dan jenis-jenis bahan kurang,

batik pada zaman dahulu di gunakan sebagai pakaian sehari-hari.

Sedangkan zaman sekarang, mengapa batik semakin jarang

keberadaannya karena fashion mulai berkembang, banyaknya jenis-jenis

pakaian yang lebih modern membuat pemakaian batik mulai jarang dan

kurang diakui keberadaannya. Selain itu, pada masa kini, batik hanya di

gunakan untuk kesempatan resmi dan formalitas saja seperti seragam di

sekolah.

Batik merupakan produk bangsa yang berupa identitas bangsa itu

sendiri, karena itu di butuhkan tumbuhnya kecintaan terhadap batik itu

sendiri. Remaja sebagai bagian dari masyarakat indonesia sudah

seharusnya mengerti akan kepentingan kebudayaan yang ada di

Indonesia terutama batik. Hal ini di karenakan pengembangannya tidak

sesulit kebudayaan lain yang harus di pelajari dan di terapkan. Untuk

pengembangan dan pelestarian batik, remaja hanya perlu memakainya

saja. Hal ini bukan berarti kita boleh mengenyampingkan pengetahuan di

balik adanya batik itu sendiri. Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa

pemilik kebudayaan batik ini, untuk mengetahui bagaimana sejarah dan

macam-macam batik.

Saat ini, sudah banyak gerai-gerai yang menawarkan pakaian dari

bahan batik. Para desainer berlomba-lomba menciptakan beragam

macam bentuk mode pakaian dengan menggunakan batik. Walaupun

berbagai cara telah dipermudah, namun tetap saja batik merupakan

bagian yang jauh dari kehidupan remaja. Remaja menganggap batik

merupakan pakaian yang kuno, kolot dan kurang modern.


Batik Indonesia sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta

pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah

ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan

Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of

Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. Apa yang telah dilakukan UNESCO

merupakan bentuk kepedulian terhadap keberadaan batik Indonesia. Jika

pihak luar peduli akan hal ini, sepatutnya bangsa Indonesia sendiri

memberikan perhatian yang lebih. Jangan sampai ketika keberadaan batik

terancam, baru kita memberikan perhatian

Berdasarkan latar belakang yang telah di sebutkan, penulis tertarik

untuk mengangkat judul ”EKSISTENSI BATIK DI KALANGAN REMAJA”

1.2 Tujuan

Dalam karya tulis ini, penulis menjabarkan tujuan penulisan karya tulis

sebagai berikut:

1. Menjabarkan sejarah batik dan nilai guna batik jaman dulu sampai

dengan sekarang

2. Mengetahui eksistensi batik di kalangan remaja

3. Meningkatkan kesadaran remaja untuk melestarikan batik

1.3 Ruang Lingkup


Penulis hanya membatasi permasalahan hanya ketertarikan remaja

terhadap batik sebagai warisan budaya leluhur.

1.4 Metode Penelitian

Kualitatif Deskriptif. Menurut Maman (2002; 3) penelitian deskriptif

berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini

bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada

saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat

diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Sedangkan

penelitian ini lebih memfokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian

yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan

cukup mendalam dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus

ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan dari

obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari

sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk

memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang

bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian

yang eksploratif dan deskriptif.

1.5 Hipotesis

Penulis berhipotesis bahwa batik kurang eksis di kalangan remaja


BAB II

ISI

2.1.Sejarahdan Budaya Batik

Secara Etimologi, kata "batik" berasal dari gabungan dua kata dalam

bahasa Jawa, yaitu "mbah", yang bermakna "eyang atau leluhur" dan "melitik"

yang bermakna "menulis". Batik merupakan salah satu cara pembuatan bahan

pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik

pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan

sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-

resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan

teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki

kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta

pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan

sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi


(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober,

2009.

Berdasarkan sejarah teknik batik, dari seni pewarnaan kain dengan

teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk

seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal

semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang

juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga

diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan

Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal

oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di

Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi

sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah

semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah

Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.

Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa

sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini

kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7.

Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog

Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja,

Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah

area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno

membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak

abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini

hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat

bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.

Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin

menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud

untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola

40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah

itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam

perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga

membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan

sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam

buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia

pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda.

Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar

batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di

Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa

keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun

1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik

otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak,

sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan


menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama

imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama

mereka.

Berbicara tentang budaya batik, pahlawan wanita R.A. Kartini dan

suaminya memakai rok batik. Batik motif parang yang dipakai Kartini adalah

pola untuk para bangsawan

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-

perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam

membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik

adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang

memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa

pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin

seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa

daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun,

sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga

tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan

sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga

keratonYogyakarta dan Surakarta.

2.1.2 Perkembangan Motif Batik


Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai

saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh

Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.

Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh oleh penari Tari

Bedhoyo Ketawang di keraton jawa.

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.

Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa

corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir

menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada

akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh

Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga

mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang

sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang

dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna

kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan


coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya

masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Pada awalnya baju batik kerap dikenakan pada acara acara resmi untuk

menggantikan jas. Tetapi dalam perkembangannya apda masa Orde Baru baju

batik juga dipakai sebagai pakaian resmi siswa sekolah dan pegawai negeri

(batik Korpri) yang menggunakan seragam batik pada hari Jumat.

Perkembangan selanjutnya batik mulai bergeser menjadi pakaian sehari-hari

terutama digunakan oleh kaum wanita. Pegawai swasta biasanya memakai batik

pada hari kamis atau jumat.

Cara pembuatan batik, semula batik dibuat di atas bahan dengan warna

putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga

dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis

lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang

dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar,

sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan

lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari

warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan

warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang

telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.

2.1.3 Jenis Batik

2.1.3.1 Menurut Teknik


Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik

menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-

3 bulan.

Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk

dengan cap (biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini

membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.

Dan beberapa contoh lain yaitu batik saring, batik celup, batik terap.

2.1.3.1 Menurut Asal Pembuatan

Batik Tiga Ngeri Batik Lasem


Batik Jawa Hokokai 1942-1945 Batik Bukestan asal Pekalongan

dengan

desain pengaruh Eropa

Batik Buketan

II.3. Mengetahui Eksistensi Batik di Kalangan Remaja

Batik di kalangan remaja saat ini, adalah bagian yang tidak populer.

Mereka hanya menggunakan batik ketika pergi sekolah, itupun hanya pada hari-

hari tertentu. Remaja belum menyadari pentingnya melestarikan batik. Hal ini

mungkin di karenakan, rasa memiliki kebudayaan masih kurang di kalangan

remaja.

Untuk menggunakan batik bagi kalangan remaja, merupakan hal yang sangat

asing apalagi untuk mengenal cara pembuatannya. Di berbagai daerah, sentra-

sentra pembuatan batik kekurangan pengrajin batik. Seperti kita ketahui,

pengrajin batik biasanya dari kalangan orang tua. Kurangnya kesadaran remaja

untuk melestarikan batik, membuat remaja enggan untuk menjadi pengrajin

batik. Sedangkan banyak turis tertarik akan kebudayaan batik. Sayaka Sasaki
contohnya, perempuan asal Jepang ini, tidak mampu lagi membendung

keinginannya, untuk meperlajari batik tulis tradisional khas Tasikmalaya. Begitu

ada kesempatan, ia terbang dari Jepang ke Indonesia lalu ke Tasikmalaya. Selama

dua minggu, ia belajar bikin batik tulis kepada perajin batik tulis H. Dudung,

daerah Cipedes, Kota Tasikmalaya.

Sayaka adalah satu dari sekian banyak orang asing yang tertarik dengan seni

batik tradisional Tasikmalaya.Namun ironisnya, ketika orang luar ramai-ramai

belajar membuat batik tulis, justru di daerah Tasikmalaya sendiri, yang tertarik

ke batik tulis hampir tak ada. Terutama, dari kalangan mudanya. Situasi ini, yang

membuat para perajin batikmerasa gelisah. Mereka khawatir, batik khas daerah

ini, punah karena tak ada tenaga pembatik. Tenaga pembatik yang ada, atau

mereka yang biasa membuat batik tulis, saat ini sebagian besar atau 90 persen

usianya sudah di atas 50 tahun. Kalau mereka pergi, jelas tak ada lagi generasi

yang membuat batik.

Sekarang ini, keluhan kekurangan tenaga pembatik, tidak saja terjadi di Cipedes

dan Sukaraja, tapi sama juga dilontarkan oleh para pengrajin batik di daerah

Ciroyom. Sudah lebih sepuluh tahun terakhir ini, jumlah pembatik tulis

tradisional menyusut tajam di Ciroyom. Ada yang memang meninggal dunia, atau

berhenti karena sudah tua. Sementara, dari mereka yang muda yang ditunggu-

tunggu untuk menjadi tonggak penerus, tak juga datang.

Keengganan generasi muda menekuni batik, karena rumit serta harus punya

rasa seni tinggi. Selain itu, mungkin karena generasi sekarang lebih suka masuk

ke kantoran dengan gaji besar.


Sebenarnya ada juga pelajar yang smempelajari batik, namun jumlahnya kecil.

Selain itu, begitu ke luar dari sekolah, mereka tetap saja mencari kerjaan di

tempat lain.

Rendahnya generasi muda Tasik yang mau menekuni batik tulis tradisional,

membuat kegundahan para pe ngrajin batik di Kota Santri Tasikmalaya. Apalagi

sejalan dengan itu, jumlah mereka yang menekuni usaha batik tradisional,

semakin hari terus berkurang.

Data di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kota Tasikmalaya, di masa

kejayaan batik, antara tahun 60-an hingga awal 80-an, tak kurang ada 450

pengrajin batik. Dari perajin sebanyak itu, mampu menyerap ribuan tenaga

kerja.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya, Tantang

Rustandi didampingi Kepala Bidang Perdagangan Gungun, mengemukakan, ada

beberapa hal yang menyebabkan usaha batik mengalami kemorosotan. Pertama,

karena perkembangan mode dan industri tekstil yang pesat, yang akhirnya

banyak menyisihkan kain batik. Bisa dilihat jarang orang mengesampingkan

batik dalam kegiatan sehari-hari.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia memiliki beragam kebudayaan. Baik yang berupa seni

tari, bahasa, musik, serta kerajinan tangan. Batik merupakan salah satu

budaya di Indonesia dan menjadi budaya yang di kenal oleh masyarakat

luas.

Batik merupakan produk bangsa yang berupa identitas bangsa itu

sendiri, karena itu di butuhkan tumbuhnya kecintaan terhadap batik itu

sendiri. Remaja sebagai bagian dari masyarakat indonesia sudah

seharusnya mengerti akan kepentingan kebudayaan yang ada di

Indonesia terutama batik. Hal ini di karenakan pengembangannya tidak

sesulit kebudayaan lain yang harus di pelajari dan di terapkan. Untuk

pengembangan dan pelestarian batik, remaja hanya perlu memakainya


saja. Hal ini bukan berarti kita boleh mengenyampingkan pengetahuan di

balik adanya batik itu sendiri. Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa

pemilik kebudayaan batik ini, untuk mengetahui bagaimana sejarah dan

macam-macam batik.

Tetapi, dalam dua tahun belakangan ini, batik di kalangan remaja

menunjukkan adanya kemajuan dalam hal pengetahuan budaya, mereka

sudah memakai batik dalam kehidupan sehari-hari di luar hari sekolah,

ini diperkuat dengan adanya aksi pembelaan budaya Indonesia yang

sempat di klaim oleh Malaysia. Antusiasme juga terlihat dalam partisipasi

remaja pada perayaan hari batik tgl 2 Oktober, atas anjuran presiden

untuk memakai batik setelah batik disahkan oleh unesco.

3.2 Saran

Melestarikan Batik sambil membuka diri terhadap perkembangan budaya

baru

Industri batik bisa tetap hidup karena kebebasan artistik para seniman atau

perajinnya. Namun, minat banyak orang untuk membeli pakaian batik

dimulai dari partisipasi para perancang busana dalam industri batik garmen

dan high fashion. Sebagai contoh Prayudi, Sjamsidar Isa atau pun Lili Salim

menjadi desainer pelopor. Mereka berkonsultasi dengan Batik Danar Hadi

untuk menciptakan desain-desain khusus lewat motif dan warna.

Para desainerpun harus pintar mencari strategi baru dalam pengembangan

mode batik. Sebagai contoh dengan menggabungkan motif-motifnya dengan

desain batik Belanda yang bergaya individual unik, Cina (yang berornamen
oriental) atau Arab (bernuansa Islami), karena mempunyai latar belakang

sejarah batik klasik yang hampir serupa. Atau pun olahan desainnya

digabung dengan motif-motif Cirebon, Pekalongan, Kudus dan Demak yang

berwarna cerah dan pastel, sampai dengan Batik Sudagaran.

Kaum remajapun harus lebih menghargai akan keberadaan batik dan mau

melestarikan batik. Mulai tanamkan bahwa menggunakan batik bukan

berarti kita menjadi manusia kuno dan kolot. Telah banyak diciptakan batik

dalam berbagai macam variasi mode dan warna. Batik tidak lagi kuno, batik

telah menjadi mode yang sangat dinamis dan bisa masuk ke semua kalangan

termasuk kalangan remaja.


DAFTAR PUSTAKA

Anin, Artikel Batik (www.rumahbatik.com/content/view/16/31/)

Dofa, Anesia Aryunda. 1996. Batik Indonesia. Jakarta: Golden Terayon Press

Hasanudin. 2001. Batik Pesisiran: Melacak Pengaruh Etos dagang Santri pada Ragam

Hias Batik. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama

Nazarius, Model Baju Batik (www.modelbaju.wordpress.com)

Scribd, Kajian Batik Klasik (www.scribd.com/doc/162660315/Kajian-Batik+Klasik)

Wikipedia, Definisi dan Perkembangan budaya Batik

(http://id.wikipedia.org/wiki/Batik)

Anda mungkin juga menyukai