Anda di halaman 1dari 12

CRITICAL JOURNAL REVIEW

BATIK SEBAGAI IDENTITAS KULTURAL BANGSA INDONESIA DI ERA


GLOBALISASI

Oleh :

ALDI AMANDA

NIM : 5191230005

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan kasih karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report mengenai
“Pendidikan Pancasilla” ini. Saya juga berterima kasih kepada Bapak Dosen yang
bersangkutan yang telah memberikan bimbingan nya dalam penyelesaian tugas ini.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih ada kekurangan nya oleh sebab itu saya
minta maaf dan harap memaklumi apabila terdapat penjelasan dan dan hal-hal yang masih
belum sempurna. Akhir kata saya ucapkan terimakasih dan semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi pembaca nya.

Medan, Oktober 2021

Penulis
BAB I

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Critical Journal Review (CJR) merupakan suatu hal yang penting bagi mahasiswa
karena kemudahan dalam membahas hasil penelitian yang telah ada. Terdapat beberapa hal
penting sebelum kita mereview jurnal, seperti menemukan jurnal yang sesuai dengan topik
yang diangkat, membaca keseluruhan dari isi jurnal dan mencoba untuk menuliskan kembali
dengan bahasa sendiri pengertian dari jurnal tersebut. Jurnal memiliki beberapa ciri-ciri,
seperti batasan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh organisasi penerorganisasi yang
memuat jurnal ilmiah; memiliki judul dan nama penulis serta alamat email dan asal
organisasi penulis; terdapat abstrak yang berisi ringkasan dari isi jurnal, pengenalan,
metodologi yang dipakai sebelumnya dan metodologi yang diusulkan, implementasi,
kesimpulan dan daftar pustaka.

Langkah penting dalam mereview sebuah jurnal, yaitu mengemukakan bagian


pendahuluan, mengemukakan bagian diskusi, mengemukakan bagian kesimpulan. Hal-hal
yang perlu ditampilkan dalam tinjauan jurnal kritis, yaitu mengungkapkan beberapa landasan
teori yang digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam dan tujuan apa yang ingin dicapai;
mengungkapkan metode yang digunakan, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, alat
pengumpul data, dan analisis data yang digunakan; hasil dari penelitian yang telah dilakukan
dengan memberikan deskripsi secara singkat, jelas, dan padat; serta menyimpulkan isi dari
jurnal.

B. Tujuan Penulisan CJR

 Memahami dan menganalisis kelebihan dan kekurangan dari suatu jurnal.


 Mempermudah dalam membahas inti hasil penelitian yang telah ada.
 Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam suatu jurnal.

C. Manfaat CJR

 Membantu semua kalangan dalam mengetahui inti dari penelitian yang terdapat
dalam suatu jurnal.
 Menjadi bahan evaluasi dalam pembuatan suatu jurnal di penerbitan berikutnya.

D. Identitas Jurnal

1. Judul Jurnal : Batik Sebagai Identitas Budaya Bangsa Indonesia

di Era Globalisasi

2. Nama Jurnal : GEMA

3. Edisi Terbit : 2017

4. Jurnal Pengarang : Iskandar dan Eny Kustiyah

5. Penerbit : Universitas Islam Batik Surakarta


6. Kota Terbit : Surakarta

7. Nomor ISSN : 0215 - 3092

8. Alamat Situs : https://media.neliti.com/media/publications/62476

ID-batik-sebagai-identitas-kultural-bangsa.pdf
BAB II

RINGKASAN ISI JURNAL

A. Pendahuluan

Identitas merupakan sesuatu yang melekat dan mencerminkan jati diri seseorang
dalam lingkup kecil dan jati diri bangsa dalam lingkup luas. Identitas suatu bangsa terwujud
dalam berbagai bentuk seperti bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, lambang negara dan
yang dikaji dalam penelitian ini yakni identitas dalam wujud budaya. Yang menjadi fokus
kajian dalam penelitian ini yakni identitas diri yang terwujud dalam pakaian batik. Hal ini
terbukti dengan boomingnya industri batik di tanah air dalam era globalisasi.

Berkenaan dengan kajian budaya, maka peneliti menjatuhkan pilihan pada batik yang
menjadi isu dalam identitas budaya Indonesia dengan mengemukakan dua alasan; pertama,
adanya kesadaran kolektif pada warga masyarakat Indonesia untuk mengenakan baju Batik
karena Batik merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia. Kedua, Batik memiliki kekhasan
maupun keunikan yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

Penelitian ini bertipe deskriptif kualitatif. Sumber data utama penelitian ini yakni
ragam batik di Indonesia. Sumber sekunder diambil dari buku-buku, jurnal dan sumber
virtual lainnya sebagai kajian pustaka. Adapun tipe data adalah teks berupa kata, frase, anak
kalimat, kalimat dan narasi. Peneliti menggunakan penelitian kepustakaan untuk
mengumpulkan data. Kemudian, data-data tersebut dikumpulkan melalui teknik pencatatan.
Selanjutnya, data-data yang sudah diperoleh diperoleh dalam domain-domain tertentu.

Adapun dalam hal menganalisis data, peneliti menetapkan tiga langkah. Pertama,
data-data yang sudah terkumpul tersebut dianalisa secara deskriptif hermeneutik. Hal ini
dilakukan untuk mencari, menemukan dan menggambarkan sejarah Batik di Indonesia.
Kedua, peneliti mencari elemen-elemen yang mendukung Batik menjadi warisan budaya
Indonesia. Ketiga, peneliti mencari relasi antara Batik dan globalisasi dan akhirnya
mengerucut pada identitas budaya.

B. Deskripsi Isi

Batik sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Indonesia yaitu warisan budaya tak
benda oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
tepatnya pada tanggal 2 Oktober 2009. Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian.
Motif filosofi batik berkaitan erat dengan budaya Jawa yang sangat kental dengan simbol-
simbol yang sudah mengakar kuat dalam falsafah kehidupan masyarakat Jawa.

Beberapa hal yang berkaitan dengan alasan mengapa Batik diperjuangkan bangsa
Indonesia sebagai warisan budaya serta Batik yang dijadikan identitas budaya bangsa
Indonesia di era globalisasi. Beberapa hal itu di antaranya Sejarah Batik di Indonesia,
Elemen-elemen Yang Mendukung Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia, dan Batik
Sebagai Identitas Kultural Bangsa Indonesia di Era Globalisasi.

1. Sejarah Batik di Indonesia


Dalam budaya khasanah, Batik merupakan salah satu bentuk seni kuno yang
adiluhung. Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba” berarti tulis dan “nitik” yang berarti
titik. Yang dimaksud adalah menulis dengan lilin. Membatik diatas kain menggunakan
canting yang ujungnya kecil memberi kesan “orang sedang menulis titik-titik”. Meskipun
kata batik menggunakan bahasa Jawa, namun asal muasal batik sebenarnya masih menjadi
misteri dan masih diperdebatkan sampai saat ini. Pada tahun 1677, terdapat bukti sejarah
mengenai perdagangan sutera dari Cina ke Jawa, Sumatera, Persia dan Hindustan. Selain itu
juga terdapat catatan-catatan tertulis mengenai ekspor batik dari Jawa ke Malabar pada
catatan tahun 1516 disusul tahun 1518. Di dalam catatan itu dikatakan mengenai kain-kain di
warna indah yang disebut (bahasa Jawa) yang dalam bahasa Indonesia juga berarti tulis. Batik
tulis biasa disebut “batik klasik” atau “batik murni”.

Batik yang hanya digunakan di lingkungan keraton saja mulai melebarkan sayapnya
ke luar keraton seiring dengan kebutuhan dan perkembangan zaman dari kebutuhan individu
industri. Industri batik dalam bentuk yang paling sederhana, diperkirakan mulai berkembang
pada abad ke-10 di Jawa berbagai macam kain putih dari India sebagai sumber kuno. Sejarah
batik memang dominan di pulau Jawa mengingat pulau ini memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi sejak dahulu bahkan sampai sekarang. Menurut Sularso (2009: 25) bahwa “India
telah menulis tentang Dwipantara atau Kerajaan Hindu Djawa Dwipa di pulau Jawa dan
Sumatera sekitar 200 SM.” Telah diakui dunia bahwa Batik mencapai puncaknya di Jawa
pada masa kerajaan Mataram I sampai dengan masa Mataram II yang pecah menjadi keraton
Surakarta dan Yogyakarta. Munculnya batik cap era industrialisasi. Selain itu, sejak
industrialisasi dan globalisasi yang memperkenalkan teknik otomatisasi, muncul jenis batik
baru yakni batik printing. Batik printing ini banyak mempengaruhi arah industri perbatikan
karena prosesnya yang lebih cepat dan harganya jauh lebih murah dibandingkan batik tulis.
Dengan demikian, munculnya era industri, khususnya, pasang surutnya batik khususnya
industri kain batik di pulau Jawa.

2. Elemen-elemen Yang Mendukung Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia

A. Perajin Batik dan Industri Batik

Pada awalnya, seni batik hanya ada di lingkungan keraton. Hal ini sebagai salah satu
cara untuk menunjukkan eksistensi para bangsawan pada karya seni yang dihasilkan. Namun
pada waktunya, seni batik sudah menyebar luas menjadi masyarakat bahkan profesi sebagai
pembatik sudah mata pencaharian masyarakat sekarang terkhusus kaum perempuan.

Di daerah Jawa Tengah telah berkembang pesat para perajin batik/pembatik dan
industri batik seperti di Yogyakarta dan Surakarta. Di Yogyakarta, industri batik juga
mengalami pasang surut. Hal utama yang menyoroti sinarnya dari industri batik Lasem yaitu
sumber daya manusia. Tidak ada regenerasi pembatik muda karena batik Lasem sebagian
besar merupakan batik tulis. Dari sekian banyak unit usaha batik yang tersebar, maka dikenal
nama-nama yang merujuk pada batik tertentu dengan motif, ragam hias dan asal batik
tersebut dibuat. Oleh karena itu kini kita mengenal yang namanya Batik Solo, Batik
Yogyakarta, Batik Betawi, Batik Cirebon, Batik Rembang, Batik Pekalongan, Batik Madura,
Batik Semarang, Batik Bali dan batik lainnya yang tersebar di Nusantara.
B. Acara Bertema Batik

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya, Indonesia layak
disebut yang berbudaya.” Itulah kutipan dari Nelson Mandela, seorang pejuang apartheid
yang pernah dikatakan sebagai Presiden Afrika Selatan. Penghargaan batik sebagai warisan
budaya sendiri inilah yang mengantarkan negara Indonesia mendapatkan pengakuan dunia
yang diwakili oleh UNESCO bahwa Batik adalah Warisan Budaya Indonesia dan masuk
dalam daftar Warisan Dunia. Pengakuan dunia atas batik Indonesia juga harus diikuti oleh
tindakan nyata bangsa Indonesia dari warisan budaya seni batik. Salah satu tindakan nyata
untuk membangkitkan kesadaran akan rasa memiliki batik dan jika tidak, diselenggarakan
acara atau acara bertema batik.

Kegitan tersebut dilakukan secara kontinu dan terencana sehingga membentuk


kesadaran masyarakat pada warisan seni batik yang akhirnya dilekatkan sebagai identitas
budaya bangsa. Selain itu, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan gairah
industri pariwisata yang dapat menarik wisatawan domestik dan mancanegara agar turut
mengenal dan mempopulerkan ciri khas seni adiluhung dari Indonesia berupa seni batik.

C. Museum Batik

keberadaan museum batik yang memajang karya seni batik dari batik kuno sampai
batik modern menunjukkan kepedulian akan warisan seni batik para leluhur bangsa
Indonesia. Museum batik melakukan berbagai upaya untuk mengatasi seni batik pengadaan
koleksi, tindakan konservasi terhadap koleksi, dan tindakan pencegahan dalam koleksi
koleksi. Tidak dapat disangkal bahwa saat ini museum menghadapi beberapa kendala dalam
upaya pelestarian batik, termasuk sarana dan prasarana museum, tenaga kerja, dan sumber
daya.

Jika melihat peranmuseum di luar negeri, maka kesan yang berbeda akan kita temui.
Museum di luar negeri memegang peranan penting dalam pelestarian budaya. Hal ini
didukung oleh tingkat kemakmuran negara tersebut, tingkat pendidikan dan kesadaran
kolektif yang berpartisipasi aktif dari warisan budayanya. Hal inilah yang patut kita hargai
karena mahalnya biaya sehingga nantinya museum batik di Indonesia juga mengalami
perkembangan dan kemajuan dalam pentingnya batik Nusantara.

D. Tujuan Wisata

Setelah diakui oleh UNESCO bahwa batik adalah Warisan Budaya Indonesia, maka
geliat industri batik dan pariwisata semakin terlihat nyata. Digelarnya event-event rutin yang
bertema batik setiap tahun telah mengundang para turis baik domestik dan luar negeri untuk
datang melihat, membeli dan bahkan investasi. Virus positif akan kegiatan ini terbaca dari
maraknya penjualan batik, padatnya akomodasi otomatis dan hotel, larisnya restoran yang
mengangkat kemakmuran masyarakat yang bersinggungan dengan acara tersebut.

Gema wisata juga didengungkan di Kampoeng Batik – kampoeng Batik yang tidak
hanya memproduksi dan menjual batik tetapi juga menawarkan wisata edukasi. Salah satu
jenis wisata edukasi di kampoeng batik yaitu melihat proses pembatikan dan diajari cara
membatik menggunakan canting dengan media kain kecil seukuran sapu tangan atau taplak
meja. Para pengunjung akan mempraktekkan cara membatik dengan canting yang nantinya
akan diberikan kepada pengunjung sebagai kenangan kenang. Pengalaman membatik sendiri
inilah yang menjadi suguhan unik sehingga banyak pengunjung yang penasaran dan ingin
mencoba.

Selain batik kampoeng, ada juga trade center atau pusat batik yang menjual berbagai
macam kain batik dan baju batik jadi. Wisatawan bisa membeli batik di tempat ini secara
eceran dan kodian. Tugas bangsa Indonesia di dalam batik khususnya di industri dan
bagaimana caranya membawa batik sebagai “souvenir wajib” sehingga tidak afdol kiranya
jika berkunjung tanpa keIndonesia membeli kain batik.

3. Batik Sebagai Identitas Budaya Bangsa Indonesia

Adapun fitur identitas budaya antara lain: suku, etnik, profesi, sosial, ekonomi,
gender, bahasa, pakaian, makanan, religi dan lain sebagainya. Berkenaan dengan identitas
budaya yang diangkat dalam isu penelitian ini, maka fitur yang menjadi fokus utama yaitu
pakaian khususnya kain batik. Proses pemerolehan identitas bangsa Indonesia ini sudah
dimulai sejak lama.

Usaha untuk
menciptakan kesadaran akan karya seni batik sebagai identitas nasional dilanjutkan oleh
presiden kedua Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu bapak Soeharto. Tanggal 2
Oktober 2009 merupakan tonggak diakuinya batik sebagai warisan budaya dunia tak benda
dari negara Indonesia. Sedangkan Presiden ke tujuh Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Joko Widodo juga menunjukkan kepedulian akan warisan seni batik. Beliau menetapkan
dress code batik coklat pada saat upacara pelantikan menteri dalam Kabinet Kerja. Dukungan
akan batik sebagai identitas budaya bangsa Indonesia terus mengalir sampai sekarang.
Batikmark merupakan tanda yang menunjukkan identitas atau ciri batik buatan Indonesia.
Ada tiga jenis penggolongan dalam batik mark: 1. Kategori emas untuk batik tulis, perak
untuk batik campuran tulis dan cap, serta putih untuk batik cap. Batikmark mulai berlaku di
Indonesia sejak tahun 2007 dan bertujuan untuk menghadapi kompetisi dan pembajakan
terlebih dahulu di era teknologi canggih dalam globalisasi. Berkaitan dengan kajian
penelitian, maka pengaruh globalisasi terfokus pada aspek kebudayaan, khususnya batik yang
menjadi identitas budaya bangsa Indonesia.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Isi Jurnal

1. Batik menurut jurnal yang direview merupakan salah satu bentuk seni kuno yang
adiluhung.

Batik menurut jurnal yang berjudul Re-Invensi Batik dan Identitas Indonesia dalam
Arena Pasar Global merupakan satu bentuk tekstil dengan tenik ragam hias permukaannya
dihias dengan tehnik wax-resist yaitu rintang-warna menggunakan lilin dan paling luas
penggunaannya di Asia Tenggara.

Batik menurut jurnal yang berjudul Upaya Pemerintah Kabupaten Lamongan Dalam
Melindungi Hak Cipta Batik Tradisional merupakan “sebentuk kain yang memiliki motif-
motif tertentu”, yang mana motif-motif tersebut telah digunakan beratus tahun (mentradisi)
pada sebuah wastra (kain yang bermotif).

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, Batik merupakan salah satu bentuk seni kuno
yang adiluhung dan berbentuk kain yang memiliki motif-motif tertentu dengan tenik ragam
hias permukaannya dihias dengan tenik wax-resist yaitu rintang-warna menggunakan lilin
dan paling luas penggunaannya di Asia Tenggara .

2. Kendala yang terdapat pada jurnal yang direview adalah panji-panji kapitalisme dan
adanya gempuran dahsyat budaya asing yang mengalir deras dalam globalisasi.

Kendala yang terdapat pada jurnal berjudul Re-Invensi Batik dan Identitas Indonesia
dalam Arena Pasar Global adalah kapital ekonomi yang tidak cukup. Berbagai upaya harus
dilakukan untuk meraih kapital budaya dan secara terus menerus menambah pengetahuan,
kompetensi dan keunggulan.

Kendala yang terdapat pada jurnal yang berjudul Upaya Pemerintah Kabupaten
Lamongan Dalam Melindungi Hak Cipta Batik Tradisional adalah budaya masyarakat
Indonesia khususnya di daerah-daerah yang kurang mengenal hak atas kekayaan intelektual,
adanya kebiasaan masyarakat meniru atau menjiplak orang lain telah berlangsung lama dan
selama ini tidak ada yang menuntut dan tidak ada sanksi terhadap perbuatan tersebut dan
kondisi ekonomi masyarakat masih lemah sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat
terhadap produk asli/asli sangat kurang serta kinerja aparat penegak hukum yang kurang
profesional dalam menangani produk-produk desain industri tradisional hasil turunan,
jiplakan atau bajakan.

Berdasarkan ketiga jurnal di atas, kendala yang terjadi adalah panji-panji kapitalisme
dan adanya gempuran dahsyat budaya budaya, ekonomi kapital yang tidak cukup, dan budaya
masyarakat Indonesia yang kurang mengenal hak atas kekayaan intelektual.

3. Upaya agar Batik tetap menjadi salah satu identitas nasional pada jurnal direview
adalah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya identitas budaya yang menjadi ciri khas
suatu bangsa di era globalisasi dengan menggandeng institusi pendidikan dalam mengenalkan
dan mensosialisasikan seni batik yang diharapkan akan tumbuh rasa ikut memiliki.
Upaya agar Batik tetap menjadi salah satu identitas nasional pada jurnal yang berjudul
Re-Invensi Batik dan Identitas Indonesia dalam Arena Pasar Global adalah memberi tekanan
pada identitas batik, terjadi perluasan orientasi yang tak lagi hanya regional atau nasional tapi
sudah meluas ke global dengan meredefinisi dan mereposisi diri.

Upaya agar Batik tetap menjadi salah satu identitas nasional pada jurnal yang berjudul
Upaya Pemerintah Kabupaten Lamongan Dalam Melindungi Hak Cipta Batik Tradisional
adalah sosialisasi dan penyuluhan mengenai undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang
Hak Cipta oleh pihak-pihak terkait dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk menghargai
hak ciptakan orang lain melalui penegakan hukum pidana di bidang hak cipta secara optimal
oleh pihak-pihak terkait.

Berdasarkan jurnal ketiga di atas, upaya agar Batik tetap menjadi salah satu identitas
nasional adalah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya identitas budaya, memberi
tekanan pada identitas batik, sosialisasi dan penyuluhan mengenai undang-undang nomor 19
tahun 2002 tentang Hak Cipta dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk menghargai hak
cipta orang lain

B. Kelebihan dan Kekurangan Isi Jurnal

1. Dari aspek ruang lingkup isi jurnal :

Jurnal yang direview maupun kedua jurnal sudah memiliki ruang lingkup yang bagus
dari segi isi jurnal. jurnal ketiga menjelaskan secara rinci penelitian yang dilakukan oleh
penulis dengan Batik sebagai salah satu identitas nasional. Dari jurnal ketiga, jurnal utama
atau jurnal yang direview adalah jurnal yang lebih baik dari jurnal kedua lainnya. Hal
tersebut karena jurnal utama mencakup materi yang lebih luas di bidang pendidikan
kewarganegaraan dibandingkan dengan jurnal kedua lainnya.

2. Dari aspek tata bahasa

Jurnal yang direview maupun kedua jurnal kurang memiliki aspek tata bahasa yang
bagus karena terdapat beberapa kalimat yang tidak menggunakan EYD. edisi ketiga jurnal
menggunakan EYD secara keseluruhan untuk seluruh isi jurnal agar hasil penelitian yang
terdapat dalam jurnal mudah untuk dipelajari dan dianalisis. Selain itu, penulis juga harus
memperhatikan penggunaan tanda baca untuk jurnal karena terdapat beberapa penggunaan
tanda baca yang berlebihan..
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Batik merupakan salah satu bentuk seni kuno yang adiluhung dan berbentuk kain
yang memiliki motif-motif tertentu dengan tenik ragam hias permukaan yang dihias dengan
tenik wax-resist yaitu rintang-warna menggunakan lilin dan paling luas penggunaannya di
Asia Tenggara. Kendala yang sering terjadi adalah panji-panji kapitalisme dan adanya
gempuran dahsyat budaya asing, ekonomi kapital yang tidak cukup, dan budaya masyarakat
Indonesia yang kurang mengenal hak atas kekayaan intelektual. Upaya agar Batik tetap
menjadi salah satu identitas nasional adalah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya
identitas budaya, memberi tekanan pada identitas batik, sosialisasi dan penyuluhan mengenai
undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dan peningkatan kesadaran
masyarakat untuk menghargai hak cipta orang lain.

Dari jurnal ketiga, jurnal utama atau jurnal yang direview adalah jurnal yang lebih
baik dari jurnal kedua lainnya. Hal tersebut karena jurnal utama mencakup materi yang lebih
luas dibandingkan dengan jurnal kedua lainnya. Tetapi, secara keseluruhan jurnal kurang
memiliki aspek tata bahasa yang bagus karena terdapat beberapa kalimat yang tidak
menggunakan EYD.

B. Saran

Jurnal menggunakan EYD secara keseluruhan untuk seluruh isi jurnal agar hasil
penelitian yang terdapat dalam jurnal mudah untuk dipahami dan dianalisis. Selain itu,
penulis juga harus memperhatikan penggunaan tanda baca untuk jurnal karena terdapat
beberapa penggunaan tanda baca yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar dan Kustiyah, Eny. 2017. Batik Sebagai Identitas Budaya Bangsa Indonesia di Era
Globalisasi . Jurnal GEMA. Jil. 5, No.2

Isnaini, Enik. 2016. Upaya Pemerintah Kabupaten Lamongan Dalam Melindungi Hak Cipta
Batik Tradisional . Jurnal JANTRA. Jil. 11, No.2

Moersid, Ananda. 2013. Re-Invensi Batik dan Identitas Indonesia dalam Arena Pasar Global .
Jurnal Ilmiah WIDYA. Jil. 1, No.2

Anda mungkin juga menyukai