Anda di halaman 1dari 71

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mempunyai seni tinggi.
Seni bagi bangsa Indonesia bukan saja bermakna keindahan tetapi juga berkaitan
dengan aspek-aspek kehidupan. Berbagai bentuk seni telah ada sejak jaman
prasejarah, namun hingga saat ini keberadaannya masih ada yang dilestarikan dan
ada juga yang telah musnah atau dilupakan oleh masyarakat karena telah
tertinggal oleh kemajuan teknologi yang semakin modern. Meskipun demikian,
masih ada karya seni yang dilestarikan di negara Indonesia, bahkan menjadi satu
hal yang klasik.
Suwaji Bastomi (1992: 10) berpendapat bahwa:
Seni menurut bahasa Sansekerta yaitu “sani” yang berarti persembahan,
pelayanan, dan pemberian. Seni dapat diartikan pula sebagai penjelmaan
rasa indah yang terkandung dalam jiwa orang, dilahirkan dengan alat-alat
komunikasi dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra dengar, indra
pandang atau dilahirkan dengan perantara. Seni merupakan hasil aktivitas
kreatif seseorang, maka seni mempunyai sifat gerak.

Salah satu karya bangsa Indonesia yang dikagumi adalah seni batik,
karena mempunyai nilai seni yang cukup tinggi dan merupakan suatu produk yang
semakin diminati bahkan dikembangkan oleh negara lain. Bagi masyarakat
Indonesia, batik selain sebagai benda fungsional dalam kehidupan sehari-hari juga
sebagai benda yang memiliki nilai seni yaitu sebagai hiasan. Jadi, kerajinan batik
selain memiliki fungsi guna juga memiliki fungsi seni.
Batik pada jaman dahulu merupakan benda yang hanya dimiliki oleh
kaum bangsawan saja. Namun, karena perkembangan jaman batik menjadi suatu
benda kerajinan yang dapat dimiliki dan dipakai oleh masyarakat luas karena
kerajinan batik telah keluar menjadi kebudayaan masyarakat umum yang
disebabkan oleh adanya pergeseran budaya masyarakat. Hal ini, diperkuat dengan
motif-motif batik yang ada pada jaman dahulu yang dalam pembuatannya tidak
hanya mengutamakan segi keindahan tetapi juga memiliki makna dan arti dari
batik yang dihasilkannya. Motif-motif yang ada pada jaman dahulu mempunyai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

makna dan arti filosofis sehingga yang boleh menggunakan batik hanyalah kaum
bangsawan. Sedangkan batik yang ada dipasaran sekarang ini hanya
mengutamakan segi keindahan.
Pengaruh dan pergeseran kebudayaan mempengaruhi kerajinan batik
pada umumnya di Indonesia. Sekarang ini, mulai terlihat jelas dimana batik yang
berada di masyarakat pada umumnya tidak hanya pada pengembangan seni, akan
tetapi lebih berorientasi pada usaha untuk mencari keuntungan dari segi finansial
atau usaha untuk mencari nafkah.
Perkembangan batik dapat dilihat jelas dalam hal warna, motif, fungsi
dan teknik pembuatannya. Pada kenyataan sekarang ini, motif batik tradisional
bersaing ketat dengan batik motif-motif bebas yang lebih menarik minat para
konsumen. Budaya batik tradisional yang sekarang bersaing ketat dengan jenis
kerajinan-kerajinan lain dan agar kerajinan batik tidak tertinggal jauh oleh
pergeseran budaya, maka perlu sekali adanya usaha untuk melestarikan dan
meningkatkan kualitas baik dari segi motif, bahan, alat, dan proses pembuatan.
Kerajinan batik mempunyai gaya, corak, motif dan pewarnaan yang khas
tradisional yang kuat antara lain bermotif: Cirebon, Yogyakarta, Solo, Kartasura,
Pekalongan, dan Madura. Motif-motif tersebut merupakan warisan nenek moyang
bangsa Indonesia dan perlu dipertahankan demi kelestariannya.
Perajin batik yang ada dan berkembang di Indonesia terdapat di berbagai
daerah sampai ke pelosok pedesaan dan salah satu diantaranya berada di
Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur.
Pacitan terdapat dua wilayah kecamatan sebagai potensi perajinnya yaitu
Kecamatan Pacitan dan Kecamatan Ngadirojo. Kecamatan Ngadirojo merupakan
daerah yang paling banyak perajin batik, salah satunya yaitu kerajinan batik tulis
“Puri” dengan pemiliknya bernama ibu Puri yang beralamatkan di Desa
Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.
Industri kecil batik tulis “Puri” merupakan industri rumah tangga yang
diolah dan dikerjakan secara tradisional oleh para perajin yang sudah turun
temurun sejak nenek moyangnya, sehingga sudah membudaya baik corak,
pewarnaan dan ciri khas tersendiri. Batik tulis “Puri” banyak dipengaruhi oleh
budaya Yogyakarta dan Solo karena menurut sejarah pada zaman dahulu
masyarakat di wilayah Yogyakarta dan Solo banyak yang pindah ke arah timur
termasuk Pacitan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Batik tulis “Puri” tidak hanya memproduksi motif tradisional tetapi lebih
banyak memproduksi motif-motif baru sesuai permintaan konsumen karena untuk
mengikuti perkembangan jaman dan selera konsumen.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tergerak untuk meneliti tentang
kerajinan batik tulis “Puri” di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo,
Kabupaten Pacitan karena batik tulis “Puri” merupakan batik terbesar di Pacitan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri” ?
2. Bagaimana proses pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri”?
3. Bagaimana motif yang ada di kerajinan batik tulis ”Puri”?
4. Apa faktor pendukung dan penghambat kerajinan batik tulis ”Puri”?
5. Apa saja jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis ”Puri”?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui latar belakang pembuatan kerajinan batik tulis ”Puri”.
2. Mengetahui proses pembuatan batik tulis ”Puri”.
3. Mengetahui motif yang ada di pusat kerajinan batik tulis ”Puri”.
4. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat kerajinan batik tulis ”Puri”.
5. Jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik tulis ”Puri”.

D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan ini dapat memberikan
informasi dan pengetahuan tentang seni kerajinan kepada masyarakat luas
khususnya tentang batik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Manfaat praktis, sebagai sumbangan data dan informasi bagi dunia pendidikan
yang dapat dipakai dalam penelitian lebih lanjut, dan diharapkan dapat
menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan seni kerajinan terutama
kerajinan batik.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kajian Tentang Batik


a. Pengertian Batik
Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan seni batik
yang memilki banyak ragam jenisnya. Batik merupakan salah satu jenis sandang
khas Indonesia yang sudah sejak lama dibuat oleh nenek moyang kita. Batik pada
jaman dahulu hanya untuk busana kaum wanita, tetapi sekarang batik
penggunaannya sudah mulai berubah antara lain sebagai seragam sekolah,
seragam perusahaan, dan seragam kantor.
Hamzuri (1989: 6) “Batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang
dibuat dengan menggunakan alat bernama canting”. Batik termasuk sebuah karya
seni dwimatra, karena batik terbuat dari material dua dimensi dan batik juga
termasuk jenis lukis. Ada sebagian orang berpendapat bahwa batik termasuk jenis
lukis, hanya saja proses pembuatan batik berbeda dengan proses pembuatan lukis
pada umumnya. Hamzuri (1989: 6) “Orang melukis atau menggambar atau
menulis pada kain mori memakai canting disebut membatik dalam bahasa Jawa
dikatakan mbatik”.
Batik tidak saja untuk menghasilkan lukisan atau kain mori yang
bergambar, tetapi bisa digunakan sebagai teknik dalam pembuatan suatu karya
seni kerajinan yang muncul dari kekreatifan manusia. Endik S (dalam bukunya
Seni Membatik, 1986: 10) “Batik adalah seni dan cara untuk menghias kain
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan menggunakan penutup lilin dengan membentuk corak hiasannya, sebuah


warna itu sendiri dicelup dengan memakai zat warna biasa”.
Amri Yahya (1971: 2) berpendapat bahwa:
Batik ialah karya yang dipaparkan dengan melukis atau ditulis, dikuaskan
atau ditumpahkan atau dengan canting atau cap pada kain dengan
menggunakan lilin (malam) untuk penutup pada bagian yang tetap seperti
warna asli kain dasar atau jika dikehendaki warna yang lebih dari satu
macam. Teknik tersebut di atas dilakukan berulang kali.

Poerwadarminta (1984: 84) “Batik adalah corak atau gambar (pada kain)
yang pembuatannya secara khusus dengan menerapkan malam kemudian
pengolahannya diproses dengan cara tertentu”.
Dari berbagai uraian tentang batik di atas maka dapat diambil kesimpulan
tentang batik yaitu karya batik merupakan hasil kreatifitas manusia yang berupa
lukisan yang alat dan pembuatannya memiliki alat khusus jika dibanding dengan
melukis pada umumnya yaitu menggunakan canting dan lilin (malam) yang
dilukiskan di kain mori dengan menerapkan pola atau motif.

2. Kajian Motif Batik


b. Pengertian Motif Batik
1) Pengertian Motif Batik
Motif batik adalah pola yang mewujudkan batik secara keseluruhan dan
berfungsi sebagai penghias bidang kain sehingga memberi keindahan visual dari
karya batik serta dapat menjadi ciri khas batik itu sendiri.
Riyanto (dalam katalog Batik Indonesia, 1997: 15) “Nama sehelai batik
pada umumnya diambil dari motifnya. Motif merupakan kebutuhan dari subjek
gambar yang menghiasi kain batik tersebut”.
Motif batik dibuat untuk mendapatkan keindahan visual dari karya batik
itu sendiri. Batik tanpa motif tidak akan ada apa-apanya karena suatu motif atau
corak merupakan satu bagian dari batik yang tidak dapat dipisahkan, karena motif
batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan gambar batik secara
keseluruhan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Edi Kurniadi (dalam bukunya Seni Kerajinan Batik, 1996: 66) “Motif
batik adalah kerangka atau gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan,
motif batik disebut pula corak batik atau pola batik”.
Poerwadarminta (1984: 593) “Kata motif berarti pola, corak, alasan
(sebab) seorang melakukan sesuatu”.

c. Motif Batik Tradisional


Sewan Susanto (1980: 212) “Motif batik adalah kerangka gambar yang
mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik juga disebut pola batik”.
Motif-motif yang biasa dipakai dalam pembatikan dapat dikelompokkan
menurut susunan bentuk visual dari motif batik yang ada. Penggolongan motif
batik dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Kelompok Motif dengan Unsur Ornamen Geometris
Motif atau ornamen geometris sangat banyak coraknya, diantaranya
adalah:
a) Motif Banji
Motif Banji sangat sulit dijumpai dalam proses pembatikan, motif Banji
pada dasarnya adalah ornamen Swastika yang disusun dan digabungkan.
Contoh motif Banji antara lain Banji Guling, Banji Bengkok, Banji
Kacip, dan Banji Banyumas.

Gambar 1. Motif Banji Banyumas


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 19)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Motif Ganggong
Motif Ganggong merupakan motif yang sangat sedikit jumlahnya dan
sudah agak sulit untuk ditemui.
Contoh motif Ganggong antara lain Ganggong Branto, Ganggong Sari,
dan Ganggong Ranti.

Gambar 2. Motif Ganggong Branto


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 20)

c) Motif Anyaman dan Motif Nitik


Motif-motif nitik adalah semacam ceplok yang tersusun oleh garis-garis
putus.
Contoh motif Nitik antara lain Rengganis, Nitik Krawitan, Nitik dan
Jonggrong.

Gambar 3. Motif Nitik Rengganis


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(Sumber: Hamzuri, 1989: 48)

d) Motif Kawung
Motif-motif Kawung adalah motif-motif yang tersusun dari bentuk
bundar-lonjong, yang disusun secara memanjang menurut garis diagonal miring
ke kiri atau ke kanan berselang-seling.
Contoh motif Kawung antara lain Kawung Picis, Kawung Bribil, dan
Kawung Sen.

Gambar 4. Motif Kawung


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 28)

e) Motif Lereng dan Parang


Motif-motif yang tergolong Parang dan Lereng adalah motif-motif yang
tersusun menurut garis miring atau kadang-kadang kita sebut garis diagonal.
Contoh motif Lereng dan motif Parang antara lain udan liris, lereng ukel,
sekar liris, parang rusak, parang teja, dan parang gondosuli.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 5. Motif Gondosuli


(Sumber: Hamzuri, 1989: 37)

2) Kelompok Motif dengan Unsur Ornamen Non Geometris


Motif non geometris yaitu motif yang tersusun dari ornamen-ornamen
tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda, ular, dan naga
yang dalam susunannya tidak teratur menurut bidang geometris. Meskipun
demikian dalam bidang luas akan terjadi berulang kembali susunan motif tersebut.
Macam-macam motif non geometris adalah:
a) Motif Semen
Motif Semen adalah motif yang ornamennya terdiri dari tumbuhan, meru,
burung atau lar-laran, dan binatang, yang tersusun secara harmoni tetapi tidak
menurut bidang-bidang geometris.
Contoh antara lain Semen Rama, Semen Candra, dan Semen Garuda.

Gambar 6. Motif Semen Rama


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 234)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

b) Motif Buketan
Motif buketan adalah di mana pada penempatan bidang untuk ornamen
atau gambarnya tidak sama, maksudnya adalah di satu sisi bidang penuh dengan
gambar-gambar, sedang pada satu bidang sisi lainnya hampar atau kosong.

Gambar 7. Motif Terang Bulan


(Sumber: Hamzuri, 1989: 96)

c) Motif Dinamis
Motif dinamis adalah motif-motif yang masih bisa dibeda-bedakan
menjadi unsur-unsur motif, tetapi ornamen didalamnya tidak lagi berupa
ornamen-ornamen tradisional, melainkan berupa ornamen-ornamen yang abstrak.
Contoh motif Dewa Ruci, Motif Gelombang Laut, dan motif Holobis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

Gambar 8. Motif Dewa Ruci


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 250)
d) Motif Pinggiran
Motif pinggiran adalah motif-motif yang khusus dipakai hiasan pinggir
kain atau motif untuk batik antara bidang yang berpola dan bidang kosong yang
tidak berpola.
Contoh antara lain: Kemada Salangan, Kemada Gandulan, Cemukiran
atau Modang.

Gambar 9. Motif Kemada Salangan


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 254)
3. Ornamen Motif Batik Tradisional
Ornamen batik dibedakan menjadi dua yaitu ornamen utama dan
ornamen pengisi bidang atau ornamen tambahan. Sebuah uraian menyatakan
bahwa “Ornamen utama adalah suatu ragam hias yang menentukan dari pada
motif tersebut, dan pada umumnya. Ornamen-ornamen utama itu masing-masing
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

mempunyai arti, sehingga susunan ornamen-ornamen itu dalam suatu motif


membuat jiwa atau arti daripada motif itu sendiri”. (Sewan Susanto, 1980: 212)
Namun demikian, ornamen tambahan tersebut tidak berarti kurang
penting. Ornamen tambahan tersebut akan menentukan keindahan dari ornamen
itu sendiri. Sehingga di dalam membuat ornamen pengisi bidang harus
diperhatikan. Sedangkan ornamen tambahan disini tidak mempunyai arti di dalam
pembentukan motif dan berfungsi sebagai pengisi bidang. Isen motifnya sendiri
berupa titik, garis-garis, gabungan titik dan garis yang berfungsi sebagai pengisi
ornamen-ornamen dari motif atau mengisi bidang diantaranya ornamen-ornamen
tersebut. Contoh ornamen dilihat dari paham Jawa yaitu ornamen utama antara
lain : Meru, Api, Ular, Burung, Garuda, Burung, Pohon, Ular. Ornamen tambahan
antara lain: cecek-cecek, cecek pitu, sisik melik, cecek sawut, sisik, dan gringsing,
a. Meru
Meru melambangkan gunung atau tanah yang disebut juga bumi.

Gambar 10. Ornamen Meru


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 260)

b. Api
Api melambangkan lidah api, nyala api, yang disebut dengan agni atau
geni.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Gambar 11. Ornamen Lidah Api


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 271)

c. Ular
Ular atau naga melambangkan air atau banyu disebut juga tirta.

Gambar 12. Ornamen Ular


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 273)

d. Burung
Burung melambangkan angin atau maruta.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Gambar 13. Ornamen Burung


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 268)

e. Garuda
Garuda atau lar garuda melambangkan mahkota atau penguasa tertinggi,
yaitu penguasa jagad dan isinya.

Gambar 14. Ornamen Garuda


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 266)

Ornamen-ornamen menurut paham dari kebudayaan Hindu-Indonesia


dapat diartikan sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

f. Burung
Burung melambangkan dunia atas.

Gambar 15. Ornamen Burung


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 268)

g. Pohon
Pohon melambangkan dunia tengah.

Gambar 16. Ornamen Pohon


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 261)

h. Ular
Ular melambangkan dunia bawah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Gambar 17. Ornamen Ular


(Sumber: Sewan Susanto, 1980: 273)

Makna-makna yang terkandung dalam ornamen tersebut hampir sudah


tidak dipahami lagi oleh para perajin maupun para pengusaha batik, hanya
sebagian kecil yang memahami.
4. Kajian Bahan dan Alat Batik
a. Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Batik
1) Kain
Kain yang digunakan dalam batik ialah kain yang seratnya memanjang
dan melintang. Soedjono (dalam bukunya Batik Lukis, 1989: 12) “Kain yang
digunakan dalam pembuatan batik pada umumnya terbuat dari benang-benang
atau serat-serat alam asli. Serat-serat benang sintetis atau tiruan seperti nylon,
venil, dan sebagainya, tidak dapat menyerap warna”.
2) Lilin Batik (Malam)
Prinsip dasar dari membatik adalah menutup kain yang tidak ingin
diwarana dengan menggunakan lilin (malam). Lilin ialah cairan dari berbagai
bahan yang dicairkan menjadi satu kemudian dibekukan. Titik cair lilin batik kira-
kira 40oC.
Abdul Hadi (2002: 41) berpendapat bahwa “Lilin batik (disebut: malam
bati) terdiri dai berjenis-jenis bahan, yang setelah dicampur satu sama lain,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

dilelehkan kemudian dibekukan menjadi sau”. Susunan lilin batik ada 6 yaitu:
malam tawon, gondorukem, damar mata kucing, parafin, mikrowas, dan gajih.
a) Malam Tawon
Malam tawon sering disebut dengan kote. Sifat malam tawon sangat
mendukung dalam penghambat warna dalam pembatikan yaitu mudah lekat pada
kain, tahan lama, dan tidak mudah retak. Titik leleh malam tawon adalah 59ºC.
b) Gondorukem
Pemberian pada gondorukem pada lilin adalah agar lilin batik menjadi
lebih keras dan tidak mudah membeku sehingga lilin batik menjadi lebih baik
karena sifat gondorukem mudah mencair maka gondorukem lebih mudah masuk
kedalam serat-serat kain. Titik leleh gondorukem adalah 70o – 80ºC.

c) Damar Mata Kucing


Damar mata kucing dipakai dalam dunia membatik sebagai campuran
lilin batik (malam) dengan perbandingan tertentu dan disesuaikan dengan
penggunaan lilin batik.
d) Parafin
Parafin sering disebut dengan lilin pecah, berwarna putih atau kuning
muda, dipakai dalam campuran lilin batik agar lilin batik mempunyai daya tembus
basah dan mudah dilorod.
e) Microwax
Microwak adalah jenis parafin yang lebih halus, berwarna kuning muda,
lemas, sehingga lilin batik menjadi lemas namun ulet
f) Kendal (Gajih)
Kendal merupakan lemak dari binatang, berwarna putih seperti mentega,
biasanya diambil dari binatang lembu atau kerbau. Kendal dipakai dalam
campuran lilin batik berfungsi sebagai pembuat lilin batik agar lebih lemas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

b. Alat yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Batik


1) Canting
Canting adalah alat utama dalam kegiatan membatik yang berfungsi
untuk menuliskan malam dalam kain batik. Canting merupakan salah satu penentu
dari hasil batik, apakah batik tersebut nantinya baik atau buruk. Canting terdiri
dari 3 bagian yaitu:
a) Gagang
Gagang berfungsi untuk pegangan saat canting digoreskan di atas kain.
b) Nyamplung
Nyamplung berfungsi sebagai alat penampung malam cair waktu malam
cair tersebut digoreskan di atas kain
c) Cucuk.
Cucuk berfungsi untuk keluarnya malam cair pada saat akan digoreskan.

Nyamplung
Gagang
Cucuk

Gambar 18. Canting


(Sumber: Hamzuri, 1989: 6)

2) Kuas
Dalam motif batik ada yang membutuhkan malam dalam bentuk bidang
yang luas dan ada pula yang hanya berbentuk garis atau titik-titik saja. Untuk
melukiskan malam dalam bidang garis atau titik-titik biasanya hanya
menggunakan sebuah canting. Sedangkan untuk mengeblok bidang lukis yang
luas biasanya menggunakan kuas. Kuas banyak dijual di berbagai pasaran dan
berbagai macam bentuk ukuran dan kualitas.
3) Gawangan
Gawangan berfungsi untuk membentangkan kain. Gawangan harus
memiliki sifat yang ringan namun kuat karena selain sebagai tempat untuk
menyangga kain lebar yang dibentangkan juga harus mudah untuk dipindah. Batik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

yang berukuran kecil membuatnya tidak perlu menggunakan gawangan karena


cukup dengan tangan saja.

Gambar 19. Gawangan


(Sumber: Hamzuri, 1989: 3)

4) Wajan
Wajan berfungsi sebagai tempat untuk mencairkan malam/lilin batik.
Pada jaman dahulu wajan terbuat dari tanah liat, namun dengan perkembangan
jaman dan kebudayaan manusia maka wajan sekarang terbuat dari bahan logam
atau baja.
5) Kompor
Alat yang digunakan untuk memanaskan lilin batik pada jaman dahulu
adalah anglo. Pada jaman dahulu pembatik menggunakan anglo selain senang
dengan keadaan yang tradisional juga melatih kesabaran para pembatik untuk
menjaga besar nyala bara api dalam anglo tersebut.
Namun, dengan keadaan jaman yang membutuhkan segala sesuatu yang
serba cepat, maka pembatik memilih suatu alat yang lebih modern dan praktis
yang disebut dengan kompor. Dengan menggunakan kompor pembatik lebih
mudah untuk mengatur kebutuhan besar api karena tinggal menaikan atau
menurunkan sumbu kompor melalui alat yang telah disiapkan.
6) Bak Celup
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

Bak celup berfungsi sebagai tempat untuk memberi warna pada kain
batik setelah kain batik selesai di malam. Bak celup yang dibutuhkan adalah
menyesuaikan dengan kebutuhan besar kecilnya kain dan banyaknya warna yang
diinginkan. Bak celup yang digunakan umumnya terbuat dari plastik.
7) Panci
Panci merupakan alat untuk menghilangkan lilin/malam yang terbuat dari
logam alumunium, dengan cara kain direbus dengan air dan diberi soda abu
secukupnya, sehingga ketel atau panci harus kuat dan tebal dan sesuai dengan
kebutuhan jumlah kain yang dilorod.
8) Sarung Tangan
Sarung tangan yang dipakai terbuat dari karet yang tidak tembus dengan
air. Sarung tangan digunakan pada waktu pemberian warna pada kain batik.
Dalam pemberian warna sebaiknya kita menggunakan sarung tangan yang lebih
besar, hal ini memudahkan kita untuk memakai dan memudahkan untuk
melepaskannya. Selain itu, sarung tangan karet juga berfungsi untuk melindungi
tangan dari bahan pewarna.

5. Kajian Pembuatan Batik (Membatik)


Batik para umumnya dibuat melalui empat tahap yaitu:
a. Tahap Pertama
1) Memotong Kain (Mori)
Memotong kain/mori disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan.
Ujung-ujungnya diplipit dan dijahit agar benang-benang kain bagian tepi tidak
lepas.
2) Mencuci Mori
Mencuci mori tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji dan kotoran
kain mori dari pabrik. Kain dari pabrik pada umumnya masih mengandung kanji
dan kotoran yang dapat mengurangi kualitas hasil kain batik. Cara mencuci kain
ialah dengan direndam dengan air semalam dan pada pagi harinya dibilas dengan
air sampai bersih
3) Menganji Mori
Menganji mori ialah memberikan kanji tipis, tetapi jangan sampai
menutup bahan pewarna. Cara ini dilakukan agar lilin batik tidak terlalu meresap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

pada pori-pori kain hingga pada proses mlorod malam atau lilin batik mudah
dihilangkan
4) Mengemplong
Mengemplong ialah meratakan permukaan mori yang telah diberi kanji
tipis dengan jalan memukul berkali-kali permukaan kain. Proses ini memiliki
tujuan untuk memudahkan memudahkan kain dalam menyerap warna.

b. Tahap Kedua
Ngengrengan yaitu membuat pola atau motif dengan kertas minyak,
sepanjang kain batik yang akan dibatik, lalu kita tempelkan di bawah kain mori
dan diletakkan di atas gawangan.
Membuat gambar sesuai pola dengan menggunakan canting bercarat
sedang. Setelah itu kita ambil kertas minyaknya dan kita isi bagian-bagian
motifnya dengan motif-motifnya dengan menggunakan canting bercucuk kecil,
agar kelihatan rapi dan halus. Jika lilin tidak panas, bagian dalam kain mori tidak
tembus, sehingga harus dibatik lagi sesuai dengan motif sebelumnya. Proses ini
dalam bahasa Jawanya disebut “diterusi”.
Tidak semua bagian tengah motif harus dibatik namun ada yang harus
ditinggalkan atau dikosongkan. Bagian motif yang dikosongkan, ditutup lilin
dengan menggunakan canting bermata besar. Penutupan ini akan memberikan
warna putih setelah melalui proses penyogaan. Kegiatan ini dalam bahasa
Jawanya disebut dengan “menembok”.

c. Tahap Ketiga
Tahap ketiga dalam proses membatik adalah menyoga. Tujuan dari
menyoga adalah:
1) Melarutkan/menghilangkan lilin yang melekat dan bisa meninggalkan
bekas.
2) Menimbulkan warna putih batik dan latar hitam
Langkah-langkah dari menyoga adalah menyediakan bahan obat (napthol
dan garam) dan tiga buah alat untuk tempat larutan, misalnya ember atau panci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

besar. Ember pertama diisi air hangat untuk melarutkan naptol dan tempat kedua
diisi air panas untuk tempat pelarutan garam.
Kemudian ngengrengan yang sudah jadi, dilipat seperti wiron dengan
ukuran lebar kurang lebih 20 cm, lalu dicelup ke dalam larutan napthol hingga
rata. Kemudian kita pindahkan kelarutan garam.
Selanjutnya diletakkan di tempat yang lebih tinggi agar air yang meresap
tersebut menetes (atus dan kering). Setelah itu, ulangi proses pencelupan
ngengrengan ke dalam napthol dan garam. Tujuannya agar bahan obat warna
meresap ke dalam kain. Pekerjaan dapat dilakukan dua kali atau lebih demi
kualitas warna yang baik.
Selanjutnya menyiapkan ember yang ketiga, berisi air mendidih untuk
ngengrengan (tujuannya untuk melarutkan malam yang masih melekat ke dalam
air panas) tunggu sampai dingin, barulah dicuci dengan air biasa untuk
menghilangkan kotoran, kemudian ngengrengan dijemur sampai kering. Sebagai
catatan, ngengrengan yang telah melalui proses penyogaan disebut “kelengan”
atau hitaman. Setelah kelengan kering dibatik lagi (bagian yang berwarna putih
diberi motif lagi). Sedangkan kelengan yang berwarna hitam, kita tutup lagi
dengan lilin.

d. Tahap Keempat
Tahap keempat dalam proses membatik adalah membakar kelengan
yaitu:
1) Mengubah kelengan menjadi kain batik.
2) Membentuk warna coklat dari bagian putih kelengan yang sudah dibatik.
3) Mengkilapkan warna hitam kelengan.
Proses tersebut sama dengan menyoga, tetapi menggunakan obat yang
berbeda. Dengan catatan kelengan yang sudah dibakar, menjadi kain batik yang
siap dipakai. Sebelumnya dipres lebih dahulu agar kelihatan halus dan mengkilap.
Dengan demikian, selesailah proses pembuatan kain batik melalui 4 tahapan. Agar
kain batik tersebut tidak kaku, harus kita celup ke dalam kanji dan dijemur di
tempat yang teduh.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

6. Kerajinan Batik di Indonesia


Kerajinan batik yang tersebar di Indonesia meliputi:
a. Daerah Surakarta dan Yogyakarta
Perkembangan batik di Surakarta dan Yogyakarta pada abad XXVII,
XXVIII, dan XXIX berkembang luas. Awalnya batik sekedar hobi dari keluarga
raja di dalam berhias melalui busana. Namun, perkembangan selanjutnya
dikembangkan oleh masyarakat sehingga batik menjadi komoditi perdagangan.
Batik Surakarta terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya. Bahan-
bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak menggunakan
bahan-bahan seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak jaman dahulu. Polanya
antara lain Sidomukti dan Sidoluruh.
Batik di Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-1 dengan
Rajanya Penembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah di Desa Plered,
Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga keraton yang
dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu raja.
b. Daerah Banyumas dan Pekalongan
Batik di Banyumas berpusat di Sokaraja, kerajinan batik Banyumas
dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro setelah selesainya peperangan
tahun 1830 mereka kebanyakan menetap di daerah Banyumas. Pengikutnya yang
terkenal ialah Najendra dan beliau yang mengembangkan batik celup di Sokaraja.
Daerah pembatikan di Banyumas sudah terkenal sejak dahulu dengan motif dan
warnanya dan sekarang dinamakan batik Banyumas.
Batik Pekalongan dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro yang
menetap di daerah ini, kemudian mengembangkan usaha batik di sekitar daerah
pantai. Selain itu, batik juga tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan
Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan
pembatikan daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX.
c. Daerah Pacitan
Pada jaman dahulu ketika batik belum keluar dari keraton, batik tidak
boleh digunakan oleh masyarakat umum. Tetapi pada waktu itu ada istilah motif
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

batik larangan yaitu motif batik yang hanya boleh digunakan oleh kaum kraton
atau kaum bangsawan.
Setelah batik keluar dari kraton maka kerajinan batik terbagi menjadi dua
yaitu batik Saudagar dan batik Petani/Pedesaan. Batik Saudagar adalah batik yang
dihasilkan oleh kalangan saudagar atau pedagang. Batik ini lebih halus
penggarapannya, namun batik ini tidak lepas dari motif-motif kraton, hanya saja
batik saudagar telah mengalami pengembangan-pengembangan di dalam
motifnya.
Batik Petani/pedesaan adalah batik yang dihasilkn oleh masyarakat
pedesaan/petani. Batik ini penggarapannya lebih kasar jika dibandingkan dengan
batik Saudagar dan batik Larangan. Namun, batik pedesaan juga tidak lepas dari
motif-motif batik keraton, hanya saja batik pedesaan penggarapannya lebih kasar.
Pacitan merupakan daerah penghasil batik yang cukup besar. Batik di
daerah Pacitan termasuk golongan batik petani/pedesaan. Hal ini, dapat dilihat
dari ragam hias yang digunakan yaitu ragam hias tumbuh-tumbuhan/flora, dan
penggabungan antara ragam hias tumbuhan dengan ragam hias makhluk hidup
yaitu hewan bersayap (burung).
d. Daerah Jakarta
Perkembangan batik di Jakarta dibawa oleh para pendatang dari Jawa
Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan di daerah-daerah pembatikan
yaitu Tanah Abang, Karet, Bendungan Ilir, Udik, Kebayoran Lama, Mapang
Prapatan dan Tebet.
Jakarta sebelum Perang Dunia I telah menjadi pusat perdagangan antar
daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan. Setelah Perang Dunia I
selesai, dimana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat
dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran
untuk batik di Jakarta yang terkenal adalah Tanah Abang.
e. Daerah Sumatera Barat
Batik di Sumatera Barat mulai berkembang setelah pendudukan Jepang,
dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu
pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik untuk pakaian sehari-hari
mereka.

B. Kerangka Berfikir

Kerajinan Batik Tulis


“Puri”

Perajin

Perkembangan Batik Tulis


Periode 2004-2008

Bahan dan alat Ide

Faktor Faktor
Proses Produksi
Pendukung Penghambat

Jenis produk yang


dihasilkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Kerajinan Batik Tulis Puri merupakan salah satu kerajinan yang sudah
lama dikenal oleh masyarakat Pacitan dan daerah sekitarnya, selain itu juga
menghasilkan berbagai motif.
Perajin merupakan manusia kreatif yang berusaha menghasilkan karya
sebaik mungkin sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi konsumen dan
produsen. Keuntungan dalam hal ini bemakna, bagi produsen atau penghasil
barang sebagai usaha untuk mendapatkan keuntungan finansial, sedangkan bagi
konsumen adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup.
Perajin harus memiliki keterampilan, kreatifitas, serta bahan dan alat
yang memadai agar mendapatkan hasil produk yang maksimal. Bahan utama
dalam membuat batik adalah kain mori yang biasa digunakan oleh masyarakat
pada umumnya.
Adanya ide yang didukung dengan tersedia alat dan bahan maka akan
menuju pada proses produksi karya batik. Dalam suatu proses produksi sering
tidak semudah apa yang ada dalam angan dan gagasan, karena dalam setiap
produksi suatu barang/karya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor
pendukung dan faktor penghambat.
Karya yang dihasilkan di kerajinan batik tulis Puri memiliki beberapa
jenis produk yang dipasarkan melalui pameran-pameran yang diadakan
pemerintah daerah, selain itu batik tulis Puri juga telah memiliki show room
sendiri.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

A. Tempat dan Waktu Penelitian.


Penelitian ini berlokasi di kerajinan batik tulis “Puri” desa
Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Alasan pemilihan
lokasi, karena pusat kerajinan batik tulis “Puri” merupakan salah satu pelopor
berdirinya kerajinan-kerajinan batik di Pacitan. Selain itu, pusat kerajinan batik
tulis “Puri” merupakan pusat kerajinan batik tertua di Pacitan dan merupakan
pusat kerajinan terbesar di Pacitan.
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2006 –
Desember 2008.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian


Bentuk penelitian ini dirancang menggunakan metode deskriptif
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang, pelaku, peristiwa ataupun kejadian yang sedang
berlangsung dan sedang diamati.
Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2002: 3), bahwa “Metode kualitatif
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.
Sedangkan deskriptif merupakan bentuk penelitian yang digunakan untuk
menjelaskan peristiwa yang terjadi pada saat sekarang sebagaimana adanya saat
penelitian dilakukan.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal
terpancang (embedded research). Sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 112)
bahwa “Penelitan terpancang merupakan suatu langkah sebelum melakukan
penelitian harus memilih dan menentukan variabel yang menjadi fokus utamanya
namun tetap terbuka dengan sifat interaktif dan variabel utamanya”.
Penelitian ini mempunyai objek tunggal maka strategi penelitian
menggunakan strategi tunggal terpancang, disebut dengan tunggal karena
penelitian diadakan pada satu lokasi saja dan disebut terpancang karena sebelum
diadakan penelitian sudah direncanakan, apa yang diteliti dibatasi pada rumusan
masalah yang menjadi objek kajian, yaitu mengetahui latar belakang berdirinya,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

proses pembuatan, motif batik, faktor pendukung dan penghambat, serta bentuk
dan jenis batik yang dihasilkan kerajinan batik tulis “Puri”.

C. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan dari orang yang diamati dan diwawancarai. Suharsimi Arikunto (2003:
130), bahwa “Sumber data adalah tempat, orang atau benda dimana peneliti dapat
mengamati, bertanya atau membaca tentang hal-hal yang berkenaan dengan
variabel yang diteliti.
Lofland dalam (Moleong, 2002: 112), bahwa “Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain lain”. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:

1. Informan
Moleong (2002: 90) menyatakan bahwa “Informan adalah orang yang
dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian”.
Informan tersebut dipilih karena dianggap mengetahui tentang
permasalahan yang diteliti, maka diperoleh data yang benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Informan dalam penelitian ini adalah Ibu Puri sebagai
pengrajin dan perintis batik tulis “Puri” karena beliau merupakan orang yang
benar-benar mengetahui tentang permasalahan yang diteliti. Selain itu, peneliti
juga mencari data dari sekretaris kerajinan batik tulis Puri yaitu Ibu Puji.

2. Tempat dan Peristiwa


Tempat dan peristiwa merupakan dua unsur pokok yang dijadikan
sumber penghimpunan informasi dan data yang dilakukan dengan berbagai teknik,
seperti pengamatan, wawancara, dan dokumen. Sasaran pengamatan dalam
penelitian ini adalah di kerajinan batik tulis “Puri” di dusun Cerbon, desa
Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Peristiwa yang dikaji
yaitu perkembangan proses pembuatan kerajinan batik tulis “Puri”.

3. Dokumen
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

Dokumen merupakan sumber data yang berupa bahan tertulis atau benda
yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas. Dokumen yang ada dan
bisa mendukung dari proses penelitian ini antara lain data monografi desa, peta
desa yang fungsinya sebagai pelengkap untuk menjelaskan keberadaan wilayah
penelitian secara menyeluruh dan sebagian yang lain data-data dokumen berupa
proses pembuatan kerajinan batik tulis, motif, dan jenis produk yang dihasilkan.

D. Teknik Sampling
Teknik sampling atau cuplikan merupakan suatu proses yang umum
dalam suatu penelitian yang mengarah pada seleksi. Sutopo (2002: 55), bahwa
“Cuplikan (sampling) adalah suatu bentuk khusus atau suatu proses yang umum
dalam pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi”.
Dalam hal ini cenderung bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan
berdasarkan konsep teoritik yang digunakan, dan keingintahuan pribadi, sehingga
peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengerti masalah secara
mendalam, dianggap tahu, dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber informasi
yang meyakinkan.
Teknik yang dipergunakan dalam penelitian adalah purposive sampling
sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 56) bahwa “Purposive sampling adalah
teknik untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan
masalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap”.
Maka dari keterangan tersebut di atas maka peneliti memilih Ibu Puri sebagai
key informant, selaku pemilik dan pimpinan kerajinan batik tulis Puri.
Pemilihan sampel ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk
mengetahui latar belakang berdirinya, proses pembuatan, motif batik, faktor
pendukung dan penghambat, serta jenis produk yang dihasilkan kerajinan batik
tulis “Puri. Dalam penelitian ini, peneliti juga memilih motif-motif lama dan
baru karena motif tersebut dianggap mewakili informasi yang dibutuhkan,
dianggap mewakili karena motif tersebut banyak diminati oleh konsumen.
Karya yang peneliti teliti yaitu motif lama terdiri dari: motif truntum,
potowolo, parang rusak, kawung, dan dele kecer. Motif baru terdiri dari i love
u, kupu rowo, kanthil, matahari, dan cokro-cikri.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

E. Teknik Pengumpulan Data


Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian, maka teknik

pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Observasi
Sutopo (2002: 64) “Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari
sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda, serta rekaman
gambar”.
Sutrisno Hadi (1990: 23) “Observasi adalah sebagai metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengetahuan
dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang dihadapi dan diselidiki”.

Teknik observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung yang merupakan alat yang akurat untuk
mengetes suatu kebenaran. Peneliti menggunakan pengamatan secara langsung dan berperan pasif dimana peneliti bisa
melakukan observasi baik secara formal ataupun informal mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian, peneliti
tidak terlibat dalam peran apapun, serta kehadiran peneliti di lokasi penelitian diketahui oleh yang diamati. Melalui
observasi langsung dan berperan pasif diperoleh data-data yang lengkap tentang suasana kerja, aktivitas pengrajin dalam
proses pembuatan kerajinan batik tulis yang menuntut kecermatan detail dan keahlian tangan pengrajinnya di desa
Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.

2. Wawancara
Moleong (2001:135) “Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.
Wawancara merupakan suatu bagian penting dalam proses penelitian
yang dilakukan oleh kedua belah pihak antara pewawancara dan responden,
keberhasilan wawancara tergantung pada pewawancara, responden, topik
pembicaraan dan situasi pada saat wawancara. Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan.
Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, di mana wawancara
mendalam (in-depth interview) dapat dilakukan berkali-kali atau setiap saat sesuai
dengan keperluan peneliti dalam waktu dan konteks yang dianggap tepat untuk
mengungkapkan dan mendapatkan data yang rinci, jujur, dan mendalam dari
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

informan dengan struktur yang yang tidak ketat tetapi dengan pertanyaan semakin
terfokus dan informasi yang diperoleh semakin terfokus dan informasi yang
diperoleh semakin mendalam. Seperti yang diungkapkan Sutopo (2002:59)
bahwa:
Wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat open-
ended, dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan
cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pemandangan
subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk
menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan
mendalam”

Informan dalam wawancara adalah Ibu Puri selaku pemilik dan perajin
kerajinan batik tulis. Dengan teknik wawancara diharapkan dapat diperoleh data-
data dari informan latar belakang berdirinya, proses pembuatan, motif batik,
faktor pendukung dan penghambat, serta bentuk dan jenis batik yang dihasilkan
kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo,
kabupaten Pacitan.

3. Dokumentasi
Moleong (2002: 161) “Dokumentasi merupakan sumber data yang sangat
penting untuk mengemukakan data dalam penelitian kualitatif”, maka digunakan
sumber data berupa dokumen dalam hal pencatatan peristiwa, pengalaman atau
hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian.
Dokumentasi pada dasarnya adalah merekam atau mencatat peristiwa
atau aktivitas yang berhubungan dengan penelitian. Dalam metode dokumentasi
penyelesaian mengumpulkan data dari sumber-sumber yang ada yaitu laporan data
berupa arsip, majalah, surat kabar, buku-buku dan foto-foto yang berhubungan
dengan permasalahan dalam penelitian tentang kerajinan batik tulis “Puri” di desa
Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan. Seperti yang
diungkapkan Nasution (1988: 85) “Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti
buku harian, surat-surat dan dokumen resmi”.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

F. Validitas Data
Validitas data merupakan konsep penting yang digunakan untuk

memantapkan data yang sudah terkumpul sehingga dapat dipertanggungjawabkan

kebenaranya.

Untuk mendapatkan kevaliditasan data diperlukan teknik yang sesuai, dalam

penelitian ini dilakukan dengan teknik:

1. Triangulasi
Moleong (2002: 178), bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Dalam
penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data sesuai yang
dikemukakan oleh Sutopo (2002: 79), bahwa “Triangulasi data adalah penelitian
dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan
data yang sejenis atau sama”.
Dari keterangan teknik triangulasi di atas maka peneliti dalam menguji
validitas data menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber dalam
penelitian ini, yaitu dengan mengumpulkan dan membandingkan data dari Ibu
Puri selaku pemilik “kerajinan batik tulis “Puri” di desa Cokrokembang,
kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.

2. Reviu Informan (Informant Review)


Reviu informan digunakan untuk meyakinkan kebenaran data yang
diperoleh, juga simpulan penelitian. Maka data-data laporan yang telah disusun
oleh peneliti perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang
dipandang sebagai informan pokok untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis
tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui informan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2002: 83) “Informant review adalah
laporan penelitian direview oleh informant (khususnya key informant) untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

mengetahui apakah apa yang ditulis merupakan sesuatu yang dapat disetujui
mereka”.
Dalam hal ini peneliti mencatat segala informasi dari key informant
yaitu Ibu Puri, selanjutnya dikembalikan lagi hasil catatan tersebut kepada pada
key informant, untuk dapat diteliti kembali apakah ada kesalahan atau
ketidaksesuaian dalam penulisan tersebut.

G. Teknik Analisis Data


Menurut Patton dalam Moleong (2002: 103) “Analisis data merupakan
upaya mencari data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data yang diperoleh”.
Analisis data dalam penelitian ini dikerjakan setelah pengumpulan data
seperti observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti mengerjakan analisis data
merupakan upaya mencari dan menata dengan sistematis catatan hasil observasi,
wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti dan
menyajikannya sebagai temuan orang lain.
Sutopo (2002: 94) “Analisis data dalam penelitian kualitatif
menggunakan tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan
simpulan”. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Reduksi Data
Sutopo (2002: 91) berpendapat bahwa “Reduksi data merupakan
komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data dari fielnote. Proses ini berlangsung sepanjang
pelaksanaan penelitian”. Jadi reduksi data merupakan proses seleksi pemfokusan
dan penyederhanaan yang dilakukan sejak awal penelitian, penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian di lapangan, penyusunan laporan sampai akhir
pengumpulan data.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

2. Sajian Data
Sajian data adalah pengungkapan informasi yang didapatkan dalam
penelitian yang mengarah pada kemungkinan pengambilan keputusan. Sutopo
(2002: 92) berpendapat bahwa “Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi
informasi, deskripsi, dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan
penelitian dapat dilakukan”. Dalam hal ini data yang terkumpul dikelompokkan
dalam beberapa bagian sesuai jenis permasalahan, untuk memperoleh gambaran
secara menyeluruh, sehingga dapat mempermudah pemahaman guna proses
selanjutnya.

3. Penarikan Simpulan
Miles dan Huberman (dalam terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992:
19) “Penarikan simpulan dilakukan mulai dari permulaan pengumpulan data yaitu
dengan cara mencari makna dari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-
pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur serta sebab akibat dan prosisi”.
Jadi secara keseluruhan teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model analisis mengalir (flow model of analysis). Berikut
gambar skema dari analisis data model alir:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Masa Pengumpulan Data

REDUKSI DATA
Antisipasi Selama Pasca

PENYAJIAN DATA = ANALISIS


Selama Pasca

PENARIKAN KESIMPULAN

Selama Pasca

Bagan 2: Analisis data Model Alir


(Miles dan Huberman terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992: 18)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

H. Prosedur Penelitian
Untuk mempermudah penelitian laporan penelitian maka diperlukan

suatu prosedur penelitian yaitu tahap-tahap atau langkah-langkah yang

ditempuh dalam suatu penelitian. Pada tahap prosedur penelitian ini memberi

gambaran keseluruhan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data di

lapangan, analisis data serta penafsiran terhadap data yang dikumpulkan

sampai dengan penulisan laporan hasil penelitian. Prosedur yang akan

ditempuh dalam laporan ini adalah:

1. Tahap Pra Lapangan Persiapan


Tahap yang pertama ini adalah tahap persiapan sebelum terjun ke
lapangan dan membuat rencana penelitian dan mempersiapkan semua alat dan
materi yang digunakan di dalam penelitian, antara lain:
a. Memilih lapangan penelitian yaitu kerajinan batik tulis “Puri” di desa
Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
b. Menyusun rancangan berupa proposal penelitian.
c. Mengurus perijinan yaitu surat ijin dari FKIP UNS.
d. Menjajagi keadaan lapangan.
e. Memilih informan, yaitu pengrajin di kerajinan batik tulis “Puri” di desa
Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap Observasi Lapangan


Pada tahap ini peneliti siap melakukan penelitian, yaitu meliputi segala
aktivitas di lapangan untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang keadaan
objek penelitian:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

a. Mengumpulkan data dengan observasi langsung tentang pemilihan bahan-


bahan proses pembuatan sampai hasil akhir dari kerajinan batik Tulis “Puri”.
b. Mengadakan wawancara dengan pengrajin batik Tulis “Puri”.
c. Membuat dokumentasi dengan memotret aktivitas di lapangan dan objek yang
diteliti.

3. Tahap Analisis Data


Proses analisis data dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analsis data flow model of analysis
yang terdiri dari tiga komponen yaitu :
a. Reduksi Data.
b. Penyajian data.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi.

4. Tahap Penyusunan Laporan


Tahap penyusunan laporan ini merupakan tahap akhir dalam proses
penelitian. Setelah memperoleh data yang diperlukan, kemudian dianalisis dan
sudah dapat dijamin keabsahan datanya, maka baru dilakukan penyusunan laporan
penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam rumusan
masalah.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pacitan merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang kaya dengan
objek pariwisata yaitu pantai dan goa. Perkembangan kota Pacitan tergolong
cepat hal ini terbukti dengan banyaknya pembangunan infrastruktur yang
mendukung sarana dan prasarana untuk mempermudah hubungan kota Pacitan
dengan kota lainnya. Kota Pacitan secara geografi merupakan daerah perbukitan.
Kota Pacitan sebelah selatan berbatasan dengan laut selatan, sebelah barat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

berbatasan dengan Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri, sebelah utara


berbatasan dengan kota Ponorogo, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan
kota Trenggalek.
Pacitan terdiri dari beberapa Kecamatan salah satunya adalah Kecamatan
Ngadirojo. Letak Kecamatan Ngadirojo berada di sebelah timur dari kota Pacitan
yang berjarak kurang lebih 38 km. Kecamatan Ngadirojo ini secara geografis
merupakan daerah perbukitan. Kecamatan Ngadirojo terdiri dari berbagai desa.
Salah satu dari desa tersebut adalah Desa Cokrokembang. Desa Cokrokembang
terdiri dari 3 dusun yaitu dusun Kowangin, dusun Cerbon dan dusun Barak.
Dusun Cerbon inilah peneliti melakukan penelitian tepatnya
beralamatkan di Rt 03 Rw I Dusun Cerbon Desa Cokrokembang Kecamatan
Ngadirojo Kabupaten Pacitan. Menurut data monografi desa, letak desa ini
merupakan dataran rendah dengan jumlah penduduk 3037 jiwa.

1. Deskripsi Kerajinan Batik Tulis Puri di Desa Cokrokembang


Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan.

Kerajinan batik tulis Puri terletak di Desa Cokrokembang Kecamatan


Ngadirojo Kabupaten Pacitan merupakan salah satu perusahaan batik terbesar di
Pacitan yang masih bertahan sampai sekarang ditengah pesatnya kemajuan jaman.
Letak kerajinan batik Puri sangat mudah dijangkau dengan kendaraan umum
maupun pribadi karena letaknya sangat strategis membuat para konsumen mudah
untuk menjangkau dan menemukan lokasi kerajinan batik tulis Puri.
Batik Puri sudah ada sejak 60 tahun yang lalu. Batik Puri merupakan
suatu kerajinan yang teroganisir dengan baik, hal ini dapat dilihat dari sistem
manajemen dan sistem pengorganisasiannya. Dengan didukung berbagai sarana
dan prasarana maka batik Puri tetap sukses dalam menjalani usahanya. Sebagai
perusahaan yang profesional maka perusahaan batik ibu Puri ini telah memenuhi
kewajiban atau ketentuan dari pemerintah berupa:
1. Surat Tanda Daftar Perusahaan-Nomor:13355701734
Tanggal 26-02-1999
2. Surat Ijin Usaha Perdagangan-Nomor:0560/13-35/TDUP/II/99
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

Tanggal 24-02-1999
3. Surat Tanda Daftar Industri-Nomor: 194/13-34/KMK/III/1999
Tanggal 16-03-1999
Susunan kepengurusan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris,
bendahara, pemasaran. Secara organisasi kerajinan batik tulis Puri terdiri dari:
1. Ketua : Ibu Puri
2. Wakil : Umi Khasanah
3. Sekretaris : Puji
4. Keuangan : Sumiatin
5. Pemasaran : Hemi

Gambar 20. Lokasi Kerajinan Batik Tulis Puri di Desa Cokrokembang


Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan
(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)

B. Latar Belakang Berdirinya Kerajinan Batik Tulis “Puri” di Desa


Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.
Ibu Puri merupakan salah satu perajin yang masih aktif memproduksi
batik di daerah Pacitan yang terletak di Desa Cokrokembang, Kecamatan
Ngadirojo. Ibu Puri adalah anak pertama dari enam saudara yang dilahirkan dari
bapak Marlan dan ibu Kadimah yang berprofesi sebagai pembatik
Ibu Puri sejak usia 2 tahun telah menjadi yatim piatu karena kedua orang
tuanya telah meninggal dunia. Kehidupan keluarga Ibu Puri yang kurang mampu
membuat mereka harus mengalami pahit getirnya kehidupan, sehingga paman dan
bibinya tergerak untuk mengangkat mereka menjadi anak yang dirawat dengan
penuh kasih sayang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

Paman dan bibinya adalah para perajin batik yang sangat ahli dalam
bidangnya dan mereka mempunyai usaha kerajinan batik yang cukup terkenal di
desanya, sehingga secara tidak langsung ibu puri pada masa kecilnya dibesarkan
di dalam lingkungan batik yang sangat mempunyai pengaruh besar terhadap masa
depan ibu puri.
Ibu Puri ketika masih duduk di kelas 2 SD, paman dan bibinya
meninggal dunia sehingga beliau harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
dan membiayai sekolahnya dengan membuat batik dan menjualnya sendiri, karena
harus menanggung beban keluarga, maka beliau hanya menempuh pendidikan
sampai Sekolah Rakyat dan tidak bisa melanjutkan sampai tingkat yang lebih
tinggi. Usaha batik tulis yang telah dirintis paman dan bibinya kemudian
dilanjutkan beliau sampai sekarang.
Usaha tersebut terus berkembang sehingga dapat meningkatkan
perekonomian hidupnya maupun masyarakat setempat dan dapat membuka
lapangan pekerjaan di daerah sekitarnya, di samping untuk meningkatkan
ekonomi beliau juga ingin melestarikan kebudayaan Jawa yang hampir hilang
oleh kemajuan zaman.
Sebagai industri rumah tangga yang berkembang pesat maka beliau
mendaftarkan usahanya tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah yang
berupa:
C. Proses Pembuatan Kerajinan Batik Tulis “Puri”
di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan

Perusahaan batik tulis Puri merupakan kerajinan batik tulis yang


dikerjakan secara manual, sehingga di dalam proses pembuatan batik semuanya
melibatkan tenaga manusia tanpa menggunakan mesin dari tahap awal sampai
akhir. Penggunaan bahan dan alat secara maksimal dengan mengandalkan
keahlian khusus, mempengaruhi kualitas karya batik yang dihasilkan. Kerajinan
ibu Puri juga mengalami perkembangan yang sangat pesat jika dilihat dari segi
bahan dan alat, beberapa perkembangan bahan dan alat tersebut antara lain: dari
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

segi bahan berupa kain yang digunakan, sedangkan dari alat perkembangannya
berupa tempat pelorodan, pewarnaan, pembangunan bengkel untuk menjemur.

1. Bahan yang Digunakan Batik Tulis Puri


Pada dasarnya setiap kegiatan seni, pengrajin tidak terlepas dari adanya
pemilihan bahan dan penggunaan peralatan. Demikian juga, dalam pembuatan
batik selain menguasai peralatan dan bahan dibutuhkan keahlian dalam memlih
bahan dan keterampilan menggunakan canting dalam menghasilkan karya batik.
Berikut ini dijelaskan perkembangan bahan yang digunakan dalam pembuatan
batik.
1) Mori (Kain)
Kain adalah salah satu bahan baku dari batik yang dipola kemudian
dicanting (diberi malam cair menggunakan canting). Kain untuk membatik harus
menggunakan kain yang tidak terbuat dari bahan sintetis (serat benang tiruan),
karena kalau menggunakan kain yang terbuat dari bahan sintetis hasilnya kurang
bagus.
Kain yang digunakan dalam proses pembatikan di kerajinan batik Puri
adalah kain prima ini mempunyai ukuran 105 cm x 225 cm. Penggunaan kain
prima dihentikan karena setelah kain diwarnai hasilnya kurang cerah sehingga
mempengaruhi minat konsumen.

Kemudian untuk memenuhi kebutuhan pasar kain yang digunakan dalam


proses pembatikan di kerajinan batik Puri adalah:
1) Kain Primis
Kain primis terdiri dari beberapa jenis merk yaitu kreto, bendera 3, dan
kupu. Ukuran kain primis 105 cm x 225 cm.
2) Kain Sutra
Kain sutra terdiri dari beberapa jenis merk yaitu ATBM, sutra biasa, dan
krep. Ukuran kain 115 cm x 250 cm.
3) Mesres
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

Mesres mempunyai ukuran 115 cm x 250 cm.


4) Berkulin
Berkulin mempunyai ukuran110 cm x 225cm.

Gambar 21. Mori (Kain)


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)

a. Malam.
Malam adalah bahan yang berfungsi untuk menghalangi warna yang
tidak diinginkan pada kain. Malam yang digunakan di kerajinan batik tulis Puri
tidak ada perkembangan, masih sama dengan periode yang sebelumnya. Malam
yang digunakan di kerajinan batik Puri adalah:
1) Malam cepu berfungsi untuk sawutan.
2) Malam klowong berfungsi untuk memola.
3) Malam tembokan berfungsi untuk cecek dan ngeblok.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

4) Malam tawon dicampurkan dengan malam tembokan yaitu berguna untuk


cecek dan ngeblok supaya tidak mudah pecah.

Gambar 22. Malam


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)

b. Bahan Pewarna
Bahan pewarna dalam pembuatan batik terdiri dari 2 bahan pewarna
yaitu pewarnaan dengan Indigo dan pewarnaan dengan naphtol. Batik tulis yang
dibuat oleh Ibu Puri menggunakan pewarnaan dengan Napthol dikarenakan
prosesnya lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan cara yang menggunakan
indigo.
Bahan pewarna yang digunakan ibu Puri tidak mengalami perkembangan
masih tetap menggunakan napthol yaitu:
1) Campuran As–BO dengan garam biru BB untuk menghasilkan warna biru.
2) Campuran As–LB, 91 dengan garam merah B untuk menghasilkan warna
coklat.
3) Campuran As–G dengan garam merah B untuk menghasilkan warna orange.
4) Campuran As–G dengan garam kuning 96 untuk menghasilkan warna kuning.
5) Campuran As–BO dengan garam hitam B untuk menghasilkan warna hitam.
6) Campuran As–BO dengan garam merah B untuk menghasilkan warna merah
hati.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

Gambar 23. Bahan Pewarna


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)

1. Alat yang Digunakan


Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan batik dikerjakan
secara manual yaitu dengan mengandalkan tenaga manusia. Peralatan yang
digunakan dalam proses pembuatan batik di perusahaan batik Puri antara lain:
a. Canting
Canting merupakan alat utama dalam pembuatan batik. Canting
mempunyai fungsi untuk melukiskan malam yang telah dimasak hingga cair pada
kain yang telah dipola terlebih dahulu. Hasil dari batik juga ditentukan dari baik
buruknya canting. Canting yang digunakan dalam pembatikan yang digunakan di
kerajinan batik puri tidak mengalami perkembangan, hanya saja adanya
pergantian canting dari yang telah rusak dengan yang baru.
Canting yang digunakan di perusahaan batik Puri antara lain:
1) Canting Klowong
Canting klowong digunakan untuk membuat bagian-bagian pola pada
kain yang telah digambari terlebih dahulu. Besar lubang canting klowong lebih
besar dari canting cecek.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

Gambar 24. Canting Klowong


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2007)

2) Canting Ceret 2 (Dua)


Canting ceret dua digunakan untuk membuat dua garis sekalian dalam
waktu bersamaan sehingga garis tersebut sejajar dan sama.

Gambar 25. Canting Ceret Dua


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2007)

3) Canting Cecek
Canting Cecek mempunyai fungsi untuk membuat cecek (titik-titik)
dalam isen-isen.

Gambar 26. Canting Cecek


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2007)

4) Canting Tembokan
Canting Tembokan digunakan untuk menembok/mengeblok, yaitu untuk
menutup bidang-bidang kain yang luas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

Gambar 27. Canting Tembokan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2007)

b. Tempat Pewarnaan dan Pelorodan


Tempat pewarnaan dan pelorodan di tempat Ibu Puri mengalami
perkembangan yang pesat. Tempat yang digunakan untuk pewarnaan hanya
menggunakan ember plastik karena tidak mengandung logam yang dapat
mempengaruhi kualitas batik.

Gambar 28. Ember Plastik


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

Perkembangan selanjutnya adalah telah dibuatkan bak-bak pewarnaan


yang permanen yang berbentuk kolam-kolam berukuran kecil yang masing
masing kolam memiliki fungsi untuk mewarnai.
Sedangkan, tempat yang digunakan untuk pelorodan batik juga terjadi
penambahan tempat yang dulunya hanya 2 buah sekarang telah menjadi 4 buah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

Gambar 29. Tempat Pewarnaan dan Pelorodan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Januari 2006)
c. Kompor
Kompor berfungsi untuk melelehkan malam agar mencair. Kompor yang
digunakan di perusahaan Puri tidak mengalami perkembangan masih tetap
menggunakan kompor kecil yang jumlah sumbunya kurang lebih 4 atau 6. Tujuan
menggunakan kompor kecil adalah untuk menghasilkan api kecil dan
memudahkan pengaturan suhunya, sehingga akan menghasilkan malam yang tidak
terlalu cair dan kental yang sangat sesuai untuk proses pembatikan.

Gambar 30. Kompor


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
d. Wajan
Wajan mempunyai fungsi sebagai tempat atau wadah untuk melelehkan
malam batik. Wajan yang digunakan di perusahaan Puri tidak mengalami
perkembangan masih tetap menggunakan wajan berukuran kecil yang terbuat dari
almunium.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

Gambar 31. Wajan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
e. Gunting
Gunting berfungsi untuk memotong kain mori sesuai ukuran yang
diinginkan. Perusahaan Puri gunting yang digunakan tidak mengalami
perkembangan.
f. Meja Pola
Meja pola digunakan pada saat membuat pola pada kain, terbuat dari
kayu. Perusahaan Puri, meja pola yang digunakan tidak mengalami
perkembangan.
g. Gawangan
Gawangan berfungsi untuk membentangkan kain pada saat waktu
dicanting. Perusahaan Puri, gawangan yang digunakan tidak mengalami
perkembangan masih tetap menggunakan gawangan yang terbuat dari bambu.

Gambar 32. Gawangan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

h. Sarung Tangan.
Sarung tangan digunakan pada waktu pewarnaan dan pelorodan terbuat
dari karet sintetis. Hal ini bertujuan agar tangan terlindungi dari zat warna pada
saat pewarnaan karena warna yang digunakan untuk membatik bila terkena tangan
sulit dihilangkan. Sarung tangan yang digunakan di perusahaan Puri tidak
mengalami perkembangan masih tetap menggunakan sarung tangan.

Gambar 33. Sarung Tangan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)

i. Tempat Duduk atau Dingklik.


Dingklik berfungsi untuk duduk pada waktu pencantingan. Perusahaan
Puri, tempat duduk yang digunakan tidak mengalami perkembangan masih tetap
menggunakan dingklik yang terbuat dari kayu dan plastik.
j. Ijuk
Ijuk terbuat dari bahan serat-serat pohon aren. Ijuk digunakan untuk
menghilangkan malam yang tersumbat dicucuk canting pada waktu pembatikan.
Perusahaan Puri, ijuk yang digunakan tidak mengalami perkembangan masih
tetap.
k. Bengkel.
Bengkel di tempat kerajinan batik Puri adalah sebuah ruangan tempat
penjemuran/pengeringan kain batik yang telah melalui proses pembuatan ketika
cuaca tidak mendukung (hujan/mendung), selain berfungsi sebagai tempat
pengeringan/penjemuran juga digunakan sebagai tempat untuk mencanting.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

Gambar 34. Ruang Bengkel


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

2. Proses Pembuatan Batik Tulis


di Kerajinan Batik Tulis Puri
Proses pembuatan batik di kerajinan batik tulis Puri tidak mengalami
perubahan yang mendasar, masih mengacu pada cara-cara lama. Proses
pembuatan batik tulis di kerajinan batik Puri melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Tahap Pemotongan Kain Mori
Sebelum menjadi kain batik yang siap dipakai, mori harus melalui
beberapa tahap pembuatan. Tahap pembuatannya terdiri dari beberapa macam
yaitu: merendam, menganji, dan pengemplongan.
1) Merendam
Kain mori direndam dalam air mendidih selama 2 menit dengan
menggunakan TRO (Turkiesh Red Oil) dengan tujuan agar kain nanti mudah
untuk menyerap warna.
2) Menganji
Setelah selesai merendam, kain mori dikeringkan kemudian diberi kanji
agar kain menjadi kaku. Kanji terlalu pekat, akan mempersulit dalam penggunaan
malam batik karena sukar menempel sehingga mutu gambar menurun. Kanji yang
terlalu encer akan menyebabkan gambar mudah membelobor.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

3) Pengemplongan
Tahap selanjutnya pengemplongan dilakukan dengan maksud agar kain
tidak terlalu kaku, lemas, dan mudah dibatik. Kain yang akan dikemplong
digulung, dilipat ditaruh di atas kayu, kemudian dipukuli dengan balok kayu
secara perlahan.
Setelah kain melalui tahapan-tahapan tersebut maka kain mori siap
dikerjakan untuk proses selanjutnya.

b. Membuat Pola
Kain yang sudah melalui tahapan-tahapan tersebut di atas kemudian
dibuat pola atau gambar sesuai dengan pesanan (gambar pola telah disiapkan oleh
pemilik jadi konsumen tinggal memilih sesuai selera) dengan menggunakan pensil
6B agar warna yang dihasilkan jelas dan mudah dihilangkan.

c. Mencanting atau Pemberian Malam


Kain yang sudah diberi pola kemudian dicanting (pemberian malam
pada kain) dengan menggunakan canting klowong. Malam yang digunakan adalah
malam klowong. Pekerjaan mencanting dilakukan bolak-balik pada sisi kain
pekerjaan ini disebut nerusi, gunanya adalah agar kain yang sudah dicanting tadi
tidak mudah kemasukan warna pada waktu proses pewarnaan. Setelah proses
nglowong tadi selesai kemudian diteruskan dengan ngeblok atau nembok, yaitu
menutup bagian kain yang tidak diinginkan kena warna.

Gambar 35. Mencanting atau Pemberian Malam


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

d. Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan merupakan salah satu penentu dari keberhasilan
pembuatan batik. Disebut penentu karena apabila dari proses pewarnaan
mengalami kerusakaan maka akan rusak pula hasil dari pembatikan tersebut, atau
dapat dikatakan proses pembatikan gagal. Jadi pada proses pewarnaan ini harus
lebih hati-hati.
Warna-warna yang digunakan di perusahaan Batik Puri antara lain
1) Warna biru yang dihasilkan oleh campuran ASBO + garam biru BB.
2) Warna coklat yang dihasilkan oleh campuran ASLB, 91 + garam merah B.
3) Warna orange yang dihasilkan oleh campuran ASG + garam merah B.
4) Warna kuning dihasilkan oleh campuran ASG + garam kuning 96.
5) Warna hitam dihasilkan oleh campuran ASBO + garam hitam B.
6) Warna merah hati dihasilkan oleh campuran ASBO + garam merah B.
Proses pewarnaan melalui beberapa tahap yaitu sebelum kain dimasukan
pada bahan pewarna, kain terlebih dahulu dibasahi dengan air bersih dengan
tujuan agar warna dapat menyerap dengan cepat. Kemudian kain yang telah
dibasahi dengan air bersih tadi ditiriskan. Setelah kain ditiriskan kain tadi
dimasukkan ke dalam larutan pewarna, kemudian setelah kain dicelupkan pada
larutan pewarna secara merata lalu kain tersebut dicelupkan pada garam hingga
merata. Tujuan dari pemberian garam ini adalah untuk mengikat warna agar tidak
pudar. Hal ini dilakukan 6-7 kali. Untuk setiap pewarnaan di kerajinan batik Puri
ini menghabiskan kurang lebih 5 kg bahan pewarna.

Gambar 36. Proses Pewarnaan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

e. Pelorodan
Pelorodan dilakukan setelah proses pewarnaan selesai yaitu dengan cara
kain batik dimasukan ke dalam air mendidih yang dicampuri obat berupa abu
soda, kemudian diaduk sampai malam yang melekat pada kain hilang. Setelah itu
kain dicuci hingga bersih sampai tidak ada sisa malam yang menempel di kain dan
dijemur hingga kering cara ini dinamakan ngesut. Setelah kering kain batik
disetrika lalu dikemas dan siap dipasarkan.

Gambar 37. Proses Pelorodan


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)

C. Perkembangan Motif Batik Tulis di Kerajinan Batik Tulis “Puri”


Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan
Periode 2000-2008

Motif merupakan rangka dari batik. Motif dan isen diambil dari bentuk
alam dan lingkungan. Bentuk motif tersebut dapat berwujud dari ide bentuk
tumbuhan, bentuk binatang, dan benda-benda yang setiap hari kita lihat di
kehidupan kita. Motif sangat menentukan tinggi rendahnya suatu hasil karya batik
baik dipasaran maupun secara estetika, sedangkan warna batik yang sering
digunakan sangat mendukung daripada motif tersebut. Jadi, antara motif dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

warna saling mendukung. Kerajinan batik Puri mengalami perkembangan motif


dan warna yang sangat pesat. Sebelum tahun 2004 warna yang digunakan di batik
Puri adalah warna-warna lama yaitu hitam coklat. Namun, setelah tahun 2004
warna yang digunakan adalah warna-warna biru, coklat, orange, merah hati,
merah menyala, dan hitam.
Begitu juga, motif-motif batik yang dihasilkan di kerajinan batik Puri
juga mengalami perkembangan yang pesat. Perubahan-perubahan tersebut
diperoleh dari ide kreatif ibu Puri dalam mengamati alam dan lingkungan sekitar.
Perkembangan motif batik diperoleh selain dari ide atau gagasan sendiri juga
didapat dari studi banding ke daerah-daerah batik lain serta magang di perusahaan
batik yang lebih maju. Dengan pengalaman seperti itu maka motif-motif batik
yang dihasilkan juga tidak ketinggalan dengan batik-batik lainnya atau dengan
kata lain motif-motif yang dihasilkan selalu mengikuti pasar umum.
Pada umumnya motif batik terbagi manjadi dua yaitu motif geometris
dan motif non geometris. Secara garis besar motif-motif yang dihasilkan di
kerajinan batik Puri digolongkan menjadi dua jenis yaitu motif lama dan motif
baru yang mengacu pada motif geometris dan motif non geometris.

1. Motif Lama
Motif lama yang masih dihasilkan di kerajinan batik Puri masih cukup
banyak. Beberapa contoh motif-motif yang dihasilkan antara lain:
A. |motif T runtum
B.

a. Motif Truntum

Gambar 38. Motif Truntum


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

b. Motif Poto Wolo

Gambar 39. Motif Poto Wolo


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

c. Motif Parang Rusak

Gambar 40. Parang Rusak


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

d. Motif Kawung

Gambar 41. Motif Kawung


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

e. Motif Dele Kecer

Gambar 42. Motif Dele Kecer


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

2. Motif Baru
a. Motif I Love U

Gambar 43. Motif I love U


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

b. Motif Kupu Rowo

Gambar 44. Motif Kupu Rowo


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

c. Motif Kanthil

Gambar 45. Motif Kanthil


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

d. Motif Matahari

Gambar 46. Motif Matahari


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

e. Motif Cokro-Cikri

Gambar 47. Motif Cokro-Cikri


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

f. Motif Pinggiran

Gambar 48. Motif Pinggiran


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

g. Motif Iwak Emas

Gambar 49. Motif Iwak Emas


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)

h. Motif Pledak

Gambar 50. Motif Pledak


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, Desember 2008)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

E. Faktor Pendukung dan Penghambat Kerajinan Batik Tulis “Puri” di Desa


Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan.

Pada umumnya suatu usaha yang maju dan berkembang tidak terlepas
dari faktor pendukung dan faktor penghambat. Begitu juga, usaha di kerajinan
batik Puri ini juga banyak mendapat hambatan dan dukungan baik dari proses
pembuatan maupun penjualan.
1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam industri rumah tangga batik tulis “Puri” adalah
modal yang diberikan dari Dinas Perindustrian dan Koperasi, Dinas Pariwisata,
Badan Pemberdayaan Perempuan, dan pengalaman. Karena berdasarkan
banyaknya pengalaman yang diperoleh Ibu Puri selama bertahun-tahun bergelut
di bidang ini sehingga beliau dapat mengelola usaha batik ini, yaitu beliau mampu
mencari pemasaran yang baik berbekal hubungan baik dengan para pelanggan,
beliau juga mampu mengetahui minat konsumen dan meningkatkan usaha, selain
itu beliau juga didukung juga oleh lembaga-lembaga pemerintahan, antara lain
Dengan adanya bantuan dari lembaga-lembaga terkait maka usaha batik Puri
sangat mendapat dukungan baik dari sektor pemasaran, keuangan
(permodalan),dan informasi terbaru tentang perkembangan batik.
Faktor pendukung adalah faktor karyawan dan faktor lingkungan. Faktor
karyawan adalah keadaan kehidupan karyawan Ibu Puri berada di daerah
pedesaan yang memiliki kebutuhan hidup yang tidak sedikit. Hal ini dapat dilihat
dari kegiatan karyawan selain membatik mereka juga harus mencarikan makanan
ternak mereka, dan ketika musim kemarau mereka juga harus mencari air untuk
kebutuhan sehari-hari yang membutuhkan waktu yang lama. Selain faktor
karyawan adalah faktor lingkungan, faktor lingkungan adalah pada waktu bulan
baik bagi orang Jawa merupakan suatu kesempatan untuk mengadakan hajatan
atau acara. Hal ini menyebabkan para karyawan Ibu Puri akhirnya tidak secara
maksimal dalam memproduksi batik karena waktu mereka harus tersita dengan
gotong royong dalam membantu tetangga yang sedang mengadakan hajatan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

Penghalang lainnya adalah kadang ada karyawan yang minat kerjanya kurang dan
malas.

2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat dalam industri rumah tangga kerajinan batik tulis
“Puri” adalah persaingan bisnis, hal ini disebabkan karena terbatasnya daerah
pemasaran di Pacitan sedangkan banyak sekali pengusaha yang bergerak di
bidang ini.Sedangkan Pacitan merupakan daerah yang masih percaya adanya ilmu
gaib. Persaingan bisnis yang dihadapi oleh Ibu Puri tidak lepas dari hal-hal yang
berbau mistis. Hal ini dilakukan oleh pesaing Ibu Puri untuk menjatuhkan
keberadaannya di peredaran perbatikan. Hal ini terjadi karena si pesaing merasa
batik yang dihasilkan oleh batik Puri lebih baik dan lebih diterima di masyarakat.
Usaha-usaha tersebut antara lain dengan jalan membuat Ibu Puri sakit yang
akhirnya usaha batiknya menjadi sedikit terhambat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

F. Jenis Produk yang Dihasilkan di Kerajinan Batik Tulis “Puri” Desa


Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan
Periode 2004-2008

Jenis adalah salah satu unsur yang paling penting di dalam memberikan
daya tarik tersendiri pada barang-barang kerajinan sehingga dengan adanya jenis
akan dapat menampilkan suatu ciri khas ataupun menambah kualitas dan unsur
pada barang-barang kerajinan. Jenis produk yang dihasilkan batik Puri sebelum
tahun 2004 adalah hanya selembar kain yang dibatik yang kemudian oleh
konsumen diolah sesuai dengan keinginan konsumen.
Setelah tahun 2004 kerajinan batik tulis Puri selain membuat kain batik
juga menghasilkan jenis produk baru. Hasil karya kerajinan batik yang dihasilkan
perusahaan “Batik Tulis Puri” setelah 2004 adalah berupa benda fungsional
seperti baju, taplak meja, jilbab, dan selendang.
1. Baju

Gambar 51. Baju


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
Baju merupakan kebutuhan pokok yang berfungsi sebagai pelindung
tubuh dari gangguan luar seperti sengatan matahari. Baju yang dihasilkan
perusahaan batik tulis “Puri” yaitu kemeja pria lengan panjang dan pendek,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

kemeja wanita lengan panjang dan pendek, dan kebaya. Dalam membuat pakaian
jadi perusahaan batik tulis “Puri” bekerjasama dengan penjahit di lingkungan
sekitar.

2. Taplak Meja

Gambar 52. Taplak Meja


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)

Taplak meja berfungsi untuk menutup dan menghias meja agar tampak
lebih indah. Taplak meja yang dihasilkan perusahaan batik tulis “Puri” berupa
selembar kain yang diberi motif baik berupa pesanan maupun inisiatif sendiri.
Taplak batik yang dihasilkan berukuran 115 cm x 115 cm dan ada yang ukurannya
disesuaikan dengan pesanan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

3. Jilbab

Gambar 53. Jilbab


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
Jilbab berfungsi sebagai penutup kepala wanita muslim. Jilbab yang
diproduksi perusahaan batik tulis “Puri” berbentuk segi empat yang mempunyai
barmacam-macam jenis motif batik.
4. Selendang

Gambar 54. Selendang


(Dokumentasi oleh Kristiyanto, 2006)
Selendang berfungsi sebagai pelengkap kebaya. Jilbab yang diproduksi
perusahaan batik tulis “Puri” berbentuk persegi panjang mempunyai dengan motif
parang rusak, cuken, sekar jagat, dan pledak.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perkembangan proses

pembuatan batik tulis di pusat kerajinan batik tulis Puri, dusun Cerbon, desa

Cokrokembang, kecamatan Ngadirojo, kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sesuai

dengan rumusan masalah, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian

sebagai berikut:

1. Latar Belakang Berdirinya Kerajinan Batik Tulis Puri


Ibu Puri adalah anak pertama dari enam saudara yang dilahirkan dari
bapak Marlan dan ibu Kadimah yang berprofesi sebagai pembatik. Kehidupan
keluarga Ibu Puri yang kurang mampu membuat mereka harus mengalami pahit
getirnya kehidupan, sehingga paman dan bibinya tergerak untuk mengangkat
mereka menjadi anak yang dirawat dengan penuh kasih sayang.
Paman dan bibinya adalah para perajin batik dan mempunyai usaha
kerajinan batik yang cukup terkenal di desanya. Ibu Puri ketika masih duduk di
kelas 2 SD, paman dan bibinya meninggal dunia sehingga beliau harus mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai sekolahnya dengan membuat batik
dan menjualnya sendiri. Usaha tersebut terus berkembang sehingga dapat
meningkatkan perekonomian hidupnya maupun masyarakat setempat dan dapat
membuka lapangan pekerjaan di daerah sekitarnya, di samping untuk
meningkatkan ekonomi beliau juga ingin melestarikan kebudayaan Jawa yang
hampir hilang oleh kemajuan zaman.

2. Proses Pembuatan Batik Tulis Puri di Desa Cokrokembang


Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

Dalam setiap proses pembuatan batik selalu berhubungan dengan adanya


bahan dan alat. Untuk proses pembuatan batik tulis Puri tidak mengalami
perubahan yaitu Menyiapkan bahan, alat, pemotongan kain mori, mendesain atau
membuat pola, mencanting atau pemberian malam, proses pewarnaan, pelorodan
(finishing).
c. Menyiapkan bahan, berupa: kain mori (primis, sutra, prima, mesres, berkulin),
Malam (cepu, klowong, tembokan, dan tawon), bahan pewarna napthol
(Campuran As–BO dengan garam biru BB untuk menghasilkan warna biru,
Campuran As–LB,91 dengan garam merah B untuk menghasilkan warna
coklat, Campuran As–G dengan garam merah B untuk menghasilkan warna
orange, Campuran As–G dengan garam kuning 96 untuk menghasilkan warna
kuning, Campuran As–BO dengan garam hitam B untuk menghasilkan warna
hitam, dan Campuran As–BO dengan garam merah B untuk menghasilkan
warna merah hati)
d. Menyiapkan alat, berupa: canting (klowong, canting ceret dua, canting Cecek,
canting tembokan), tempat pewarnaan dan pelorodan, kompor kecil yang
jumlah sumbunya kurang lebih 4 atau 6, Wajan kecil tebuat dari almunium,
gunting, meja pola terbuat dari kayu, gawangan terbuat dari bambu, sarung
tangan terbuat dari karet sintetis, dingklik, ijuk terbuat dari bahan serat-serat
pohon aren.
e. Tahap Pemotongan Kain Mori
Sebelum menjadi kain batik yang siap dipakai, mori harus melalui
beberapa tahap pembuatan. Tahap pembuatannya terdiri dari beberapa macam
yaitu: merendam, menganji, dan pengemplongan.
1) Merendam kain mori dalam air mendidih selama 2 menit dengan
menggunakan TRO (Turkiesh Red Oil).
2) Menganji kain mori agar kain menjadi kaku. Kanji terlalu pekat, akan
mempersulit dalam penggunaan malam batik karena sukar menempel
sehingga mutu gambar menurun. Kanji yang terlalu encer akan
menyebabkan gambar mudah membelobor.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

3) Pengemplongan dilakukan agar kain tidak terlalu kaku, lemas, dan mudah
dibatik.

f. Membuat Pola
Kain yang sudah melalui proses pengkanjian kemudian dibuat pola atau
gambar sesuai dengan pesanan (gambar pola telah disiapkan oleh pemilik jadi
konsumen tinggal memilih sesuai selera) dengan menggunakan pensil 6B agar
warna yang dihasilkan jelas dan mudah dihilangkan.
g. Mencanting atau Pemberian Malam
Kain yang sudah diberi pola kemudian dicanting (pemberian malam
pada kain) dengan menggunakan canting klowong. Malam yang digunakan adalah
malam klowong. Pekerjaan mencanting dilakukan bolak-balik pada sisi kain
pekerjaan ini disebut nerusi, gunanya adalah agar kain yang sudah dicanting tadi
tidak mudah kemasukan warna pada waktu proses pewarnaan. Setelah proses
nglowong tadi selesai kemudian diteruskan dengan ngeblok atau nembok, yaitu
menutup bagian kain yang tidak diinginkan kena warna.
h. Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan merupakan salah satu penentu dari keberhasilan
pembuatan batik. Disebut penentu karena apabila dari proses pewarnaan
mengalami kerusakaan maka akan rusak pula hasil dari pembatikan tersebut, atau
dapat dikatakan proses pembatikan gagal. Jadi pada proses pewarnaan ini harus
lebih hati-hati.
Proses pewarnaan melalui beberapa tahap yaitu sebelum kain dimasukan
pada bahan pewarna, kain terlebih dahulu dibasahi dengan air bersih dengan
tujuan agar warna dapat menyerap dengan cepat. Kemudian kain yang telah
dibasahi dengan air bersih tadi ditiriskan. Setelah kain ditiriskan kain tadi
dimasukkan ke dalam larutan pewarna, kemudian setelah kain dicelupkan pada
larutan pewarna secara merata lalu kain tersebut dicelupkan pada garam hingga
merata. Tujuan dari pemberian garam ini adalah untuk mengikat warna agar tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

pudar. Hal ini dilakukan 6-7 kali. Untuk setiap pewarnaan di kerajinan batik Puri
ini menghabiskan kurang lebih 5 kg bahan pewarna.
i. Pelorodan
Pelorodan dilakukan setelah proses pewarnaan selesai yaitu dengan cara
kain batik dimasukan ke dalam air mendidih yang dicampuri obat berupa abu
soda, kemudian diaduk sampai malam yang melekat pada kain hilang. Setelah itu
kain dicuci hingga bersih sampai tidak ada sisa malam yang menempel di kain dan
dijemur hingga kering cara ini dinamakan ngesut. Setelah kering kain batik
disetrika lalu dikemas dan siap dipasarkan.
j. Perkembangan bahan dan alat.
Perkembangan bahan yang terjadi di kerajinan batik Puri adalah pada
kain mori.
Kain yang dulu digunakan adalah kain prima ukuran 105 cm x 225 cm,
kain yang sekarang digunakan terdiri dari:
5) Kain Primis
Kain primis terdiri dari beberapa jenis merk yaitu kreto, bendera 3, dan
kupu. Ukuran kain primis 105 cm x 225 cm.
6) Kain Sutra
Kain sutra terdiri dari beberapa jenis merk yaitu ATBM, sutra biasa, dan
krep. Ukuran kain 115 cm x 250 cm.
7) Mesres
Mesres mempunyai ukuran 115 cm x 250 cm.
8) Berkulin
Berkulin mempunyai ukuran110 cm x 225cm.

Perkembangan alat yang terjadi di kerajinan batik Puri adalah meliputi


beberapa hal yaitu
1) Bengkel
Garasi adalah sebuah ruangan tempat penjemuran/pengeringan kain batik
yang telah melalui proses pembuatan ketika cuaca tidak mendukung
(hujan/mendung).
2) Tempat Pewarnaan dan Pelorodan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

Perkembangan tempat pewarnaan dapat dilihat dari adanya pembuatan


bangunan yang lebih permanen yaitu berupa bak-bak air, kalau dulu hanya
menggunakan ember plastik.

3. Motif yang digunakan di Pusat Kerajinan Batik Tulis Puri


di Desa Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan
Motif batik yang dihasilkan di tempat bu Puri mengalami banyak
perkembangan. Perkembangan motif dibedakan menjadi dua yaitu motif lama dan
motif baru.
Contoh motif lama antara lain motif parang rusak, potowolo, truntum,
kawung, kopi pecah.
Contoh motif baru antara lain motif i love u, kupu rowo, kanthil,
matahari, cokro-cikri, lung galuh ,ikan pari, merak, mawar, ulera.
Pengembangan batik diperoleh selain dari ide atau gagasan sendiri juga
didapat dari studi banding ke daerah-daerah batik lain serta magang di perusahaan
batik yang lebih maju.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Kerajinan Batik Tulis Puri


a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam industri rumah tangga batik tulis “Puri” adalah
modal yang diberikan dari Dinas Perindustrian dan Koperasi, Dinas Pariwisata,
Badan Pemberdayaan Perempuan, dan pengalaman. Dengan pengalaman yang
banyak maka Ibu Puri dapat mengelola usaha batik, mencari pemasaran,
mengetahui minat konsumen dan meningkatkan usaha. Selain itu faktor yang
mendukung usaha batik Puri adalah lembaga-lembaga pemerintahan, antara lain
Dinas Perindustrian, Dinas Pariwisata, Badan Pemberdayaan Perempuan,
Koperasi. Dengan adanya bantuan dari lembaga-lembaga terkait maka usaha batik
Puri sangat mendapat dukungan baik dari sektor pemasaran, keuangan
(permodalan), masukan-masukan baru tentang perkembangan batik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

b. Faktor Penghambat, antara lain:


1) Persaingan bisnis.
2) Keadaan kehidupan karyawan berada di daerah pedesaan yang memiliki
kebutuhan hidup yang tidak sedikit. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan
karyawan selain membatik mereka juga harus mencarikan makanan ternak
mereka, dan ketika musim kemarau mereka juga harus mencari air untuk
kebutuhan sehari-hari yang membutuhkan waktu yang lama.
3) Lingkungan, faktor lingkungan adalah pada waktu bulan baik bagi orang
Jawa merupakan suatu kesempatan untuk mengadakan hajatan atau acara.
Hal ini menyebabkan para karyawan Ibu Puri akhirnya tidak secara
maksimal dalam memproduksi batik karena waktu mereka harus tersita
dengan gotong royong dalam membantu tetangga yang sedang
mengadakan hajatan.

5. Jenis Produk Batik yang Dihasilkan di Perusahaan Batik Tulis Puri Desa
Cokrokembang Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan
Jenis merupakan sesuatu yang dapat dilihat dan diraba. Hal ini, bisa kita
lihat dari perkembangan hasil batik yang diproduksi oleh perusahaan batik Puri
yaitu baju, taplak meja, jilbab, dan selendang.
i. Baju
Baju yang dihasilkan di perusahaan batik Puri terdiri dari kemeja pria
lengan panjang dan pendek, kemeja wanita lengan panjang dan pendek, dan
kebaya. Dalam hal membuat pakaian jadi perusahaan batik Puri bekerjasama
dengan penjahit di lingkungan sekitar.
ii. Taplak Meja
Taplak meja yang dihasilkan berupa selembar kain yang diberi motif
batik dengan ukuran 115 cm x 115 cm. Ukuran taplak meja kadang bisa berubah
sesuai dengan pesanan.
iii. Jilbab
Jilbab yang diproduksi di perusahaan batik Puri berbentuk segi empat
yang mempunyai motif iwak emas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

iv. Selendang
Selendang yang diproduksi batik Puri berbentuk persegi panjang
mempunyai motif parang rusak, cuken, sekar jagat, dan pledak.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan Ibu Puri diharapkan
dapat mengembangkan karya yang dapat dijangkau masyarakat menengah ke
bawah karena selama ini Ibu Puri menghasilkan karya untuk menengah ke atas.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi. 2002. Ilmu Pengetahuan Bahan dan Alat (Bangunan, Mebel, dan
Kerajinan). Surakarta: FKIP UNS Surakarta.

Amri Yahya. 1971. Seni Lukis Batik Sebagai Sarana Peningkatan Apresiasi Seni
Lukis Kontemporer. Thesis S1. Jogjakarta : Fakultas Keguruan Sastra
Seni IKIP.

Edi Kurniadi.1996. Seni Kerajinan Batik. Surakarta : UNS Press.

Endik, S. 1986. Seni Membatik. Jakarta: PT Safir Alam.

Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta: Sapdodadi

Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Miles Matthew, B. dan Michael Huberman, A. 1992. Analisis Data Kualitatif


(terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi ). Jakarta: UI Press.

Nasution. 1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Poerwadarminto, W.J.S. 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

Sewan Susanto. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik (BBKB).

Soedjono.1989. Batik Lukis. Bandung: CV Remajda Karya.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

Suharsimi Arikunto. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Sutrisno Hadi. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbit


Fakultas Psikologi UGM.

Suwaji Bastomi. 1992. Wawasan Seni. Semarang: IKIP Semarang Press.

www.pacitan.go.id

www.pekalongan.go.id

www.surakarta.go.id

www.wikipedia.org/wiki/batik

Anda mungkin juga menyukai