Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Kriya Seni

KAJIAN VISUAL BATIK HOKOKAI PEKALONGAN


MOTIF LERENG, BUNGA DAN KUPU

Sutriyanto
Jurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Seni Indonesia Surakarta
Jl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

Veronika Kristanti PL.


Jurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Seni Indonesia Surakarta
Jl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

ABSTRAK

Indonesia sebagai pusat batik dunia, dimana salah satunya adalah Pekalongan yang merupakan kota di
pesisir pantai utara pulau Jawa yang terkenal dengan produk batik. Selain itu, terkenal dengan keterbukaannya
untuk menerima pengaruh dari luar dan kepekaan dalam menangkap fenomena perubahan sosial yang
diwujudkan dalam suatu karya seni berupa batik baik corak maupun motif tertentu, terutama pada masa
penjajahan Jepang. Bangsa Jepang, merupakan bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung
tinggi seni budaya dengan nuansa alam, dimana hal tersebut tampak jelas tertuang pada motif batik Hokokai
yang berkembang di Pekalongan. Motif lereng, kembang, dan kupu merupakan cerminan dari alam di negara
tersebut. Munculnya motif tersebut jelas memiliki alasan logis dan filosofis, keberadaannya mendominasi
motif batik Hokokai. Selain memiliki tingkat kerumitan yang tinggi juga memiliki karekter pewarnaan yang
sangat cerah, sehingga menjadi ciri khas tersendiri. Kini motif tersebut menjadi salah satu andalan kota
Pekalongan sebagai batik kelas tinggi yang memiliki pangsa pasar tersendiri.

Kata kunci: Batik, Motif, Pekalongan

ABSTRACT

Indonesia as the batik center of the world, where the one of them is Pekalongan city in the north coast of the
java island that famed with batik product. Furthermore, Pekalongan is also famed with the openess of influence
from outside and able to catch out the sesitiveness of social change which embodied in an batik artistic
whether certain patterns and motifs, especially during the Japanese occupation. Japanese nation is a nation
that known as a nation which uphold the arts and culture by nature, where it is visible in Hokokai batik motif
that growing in Pekalongan. Lereng, Bunga, dan Kupu-kupu motifs are reflection from the nature of that
country. The emergence of that motif is clearly has a logical and philosophical reasons that those existence
dominate the Hokokai batik motif. Besides having a high level of complexity, the Hokokai batik motif also
has the characteristic of very bright colouration which turn that motif unique. Nowadays, that motif become a
mainstay of Pekalongan city as high class batik that has own certain market.

Keywords: Batik, Motif, Pekalongan

A. Pendahuluan yang tidak dikehendaki untuk diwarna menggunakan


lilin atau biasa disebut dengan malam. Dijelaskan oleh
Beragam peninggalan warisan nenek moyang Suyanto, bahwa batik menjadi sangat popular dan
yang hingga kini masih mengalami kejayaan dan terus menjadi nama kain yang dibuat dengan teknik celup
berkembang, salah satunya adalah batik. Seni batik rintang dengan media perintang berupa lilin. Istilah
merupakan teknik yang dihasilkan melalui proses tersebut sudah ada sejak jaman kerajaan dan akhirnya
cìlup rintang (resist dye technique), teknik ini memiliki menjadi kerajinan rakyat (Suyanto, 2002: 2-3). Batik
dua macam proses, yaitu: (1) tenun, perintangnya merupakan salah satu cabang seni rupa dengan latar
benang; dan (2) batik, perintangnya malam (wax) belakang sejarah dan akar budaya yang kuat dalam
(Riyanto, 1997: 4). Batik merupakan teknik pemberian perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Di
warna pada media kain dengan cara menutup bagian Indonesia, ada dua pendapat tentang asal mula batik.

154 Vol. 11 No. 2, Juli 2014


Sutriyanto: Kajian Visual Batik Hokokai Pekalongan Motif Lereng, Bunga dan Kupu

Pendapat pertama mengatakan bahwa batik datang budaya dan falsafah hidup mereka. Kebudayaan
di Indonesia bersamaan dengan masuknya agama mengenal ruang dan tempat tumbuh kembangnya
Hindu dan Budha dari India. Pendapat kedua dengan mengalami perubahan, penambahan, dan
menyatakan bahwa batik adalah produk budaya asli pengurangan. Semenjak i ndust riali sasi dan
dari Indonesia, dengan berdasarkan kenyataan bahwa globalisasi, batik jenis baru muncul dikenal dengan
teknik pembuatan batik terdapat di beberapa daerah istilah batik cap, sementara batik yang masih
yang tidak mendapat pengaruh agama Hindu dan dikerjakan dengan tulis tangan menggunakan canting
Budha saja, akan tetapi ada di Toraja, Flores dan Irian dan malam disebut batik tulis. Membatik merupakan
Jaya (Kusni Asa, 2006: 17). tindakan yang terikat oleh nilai sosial budaya yang
Pekalongan merupakan salah satu kota yang berlaku dalam masyarakat pendukung seni batik itu
berada di pesisir pantai utara Jawa yang mempunyai sendiri, baik di antara pengguna dan pembuatnya.
sejarah panjang dalam pembuatan batik. Keberadaan Membuat batik diperlukan pengetahuan tentang batik,
batik Pekalongan hampir sama tuanya dengan sejarah mulai dari pengetahuan ragam hias berikut makna,
perkembangan kota Pekalongan yang terus ragam pakem, aturan pemakaian, hingga
berkembang dari waktu ke waktu. Pada umumnya pengetahuan teknis tentang proses pembuatannya.
kota penghasil batik yang berada di pesisir utara pulau Kain batik tidak sekedar memiliki nilai estetis yang
Jawa Tengah dan Madura memiliki kesamaan baik luhur, namun di balik motif dan warna tersebut
dalam hal corak, warna maupun niaga batiknya. mengandung nilai-nilai simbolis, filosofis dan religius
Keadaan ini lain halnya dengan batik Yogyakarta dan yang berkaitan dengan tradisi dan kepercayaan
Solo (Batik Pedalaman) yang mempunyai corak dan masyarakat pembuatnya. Menurut Sewan Susanto
warna yang khas yang lebih santun, serta sangat dalam buku Kerajinan Batik Indonesia;
sederhana. Akan tetapi dari kedua daerah yang “Seni batik merupakan keahlian turun-temurun
menghasilkan corak dan warna batik yang berbeda yang sejak mulai tumbuh merupakan salah
tersebut berasal dari satu sumber yaitu pola batik satu sumber kehidupan yang memberikan
Mataram Kuno atau Mataram Kala Gedhe (Kusni Asa, lapangan kerj a yang cukup l uas bagi
2006: 17). masyarakat. Seni batik merupakan penyaluran
Pekalongan merupakan kota di pesisir pantai kreasi yang mempunyai arti tersendiri, yang
utara pulau Jawa yang sejak dulu telah terkenal kadang dihubungkan dengan tradisi
dengan produk batiknya. Salah satu yang menonjol kepercayaan dan sumber-sumber kehidupan
adalah keterbukaan untuk menerima pengaruh dari yang berkembang di masyarakat.” (Sewan
luar dan kepekaan dalam menangkap fenomena Susanto, 1980: 1).
perubahan sosial yang diwujudkan dalam suatu karya
seni berupa batik dengan corak, serta motif tertentu. Berdasar dari uraian di atas, dapat digunakan
Keistimewaan dan keunikan daerah Pekalongan sebagai dasar untuk mengamati lebih cermat lagi
dalam hal batik didukung oleh para pengusaha batik mengenai batik Jawa Hokokai, khususnya tentang
dan para pembatik yang sangat peka, serta selalu motif (Lereng, Bunga, dan Kupu), bentuk, gaya dan
mengikuti perubahan zaman. Adanya perubahan fungsi batik. Munculnya ornamen Lereng, Bunga, dan
dalam hal berpakaian sangat berpengaruh bagi Kupu pada batik Jawa Hokokai dengan ukuran bentuk
perkembangan batik yang ada di Pekalongan. dan warna yang sangat bervariasi, serta dengan
Persaingan antara pengusaha batik pribumi dan pengerjaan yang begitu rumit, sehingga menghasilkan
Tionghoa, di mana pengusaha Tionghoa yang karya yang begitu artistis dengan harga di pasaran
merangkap sebagai pemasok bahan batik ternyata yang begitu fantastik memunculkan ketertarikan
lebih mengusai pasar. Konsumen yang pada saat itu penulis untuk mengkaji lebih dalam keberadaannya.
masyarakat kalangan atas lebih menyukai motif batik Rumusan masalah dalam penelitian ini
dari pengusaha Tionghoa, karena Masyarakat adalah dengan mencari bentuk, gaya dan fungsi, serta
Tionghoa lebih memiliki seni yang tinggi dalam bentuk motif Lereng, Bunga, dan Kupu batik Jawa
menciptakan suatu motif, sedangkan pengusaha Hokokai. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah
pribumi hanya membuat motif batik tanpa adanya untuk mengetahui bentuk, gaya, dan fungsi batik
perubahan. Jawa Hokokai, serta alasan munculnya motif Lereng,
Motif batik tidak hanya memberi kesan suatu Bunga, dan Kupu pada batik Jawa Hokokai. Selain
yang indah dipandang mata saja, melainkan itu, manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah
memberikan makna yang erat hubungannya dengan wawasan mengenai keberadaan salah satu jenis batik

Vol. 11 No. 2, Juli 2014 155


Jurnal Kriya Seni

yang terkenal di daerah lain (Pekalongan), menambah Referensi lain yang digunakan terkait dengan
sumber acuan dalam pengembangan desain batik, sejarah pendudukan Jepang di Indonesia digunakan
dan untuk menambah referensi tentang batik. buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia, yang berisi
Supaya penelitian bisa fokus dalam mencari tentang perjalanan sejarah Indonesia dari masa purba
data, maka digunakan batasan masalah, yaitu batik sampai pasca kemerdekaan, ditulis oleh Sartono
Jawa Hokokai yang ada di Pekalongan dengan motif Kartodirjo (1975). Selain itu, digunakan pula buku
Lereng, Bunga, dan Kupu. W alaupun, dalam Sejarah Indonesia Modern, berisi tentang perjalanan
perkembangannya batik Jawa Hokokai menyebar ke sejarah Indonesia yang penekanannya pada sejarah
beberapa wilayah berikut perkembangan motif-motif rakyat Indonesia dari berbagi sisi baik secara politik,
baru, bahkan sampai keluar pulau Jawa. sosial, ekonomi maupun budaya, oleh Ricklefs M.C.
Beberapa referensi yang digunakan sebagai (2005). Kemudian, buku berjudul Nusa Jawa: Silang
penunjang wawasan dan sumber penelitian untuk Budaya, mengulas tentang terjadinya persilangan
melihat celah permasalahan yang belum diteliti, serta antar berbagai budaya yang terjadi di pulau Jawa oleh
untuk menempatkan keaslian penelitian, maka Danies Lombard (2005). Buku Kebudayaan dan
penelitian ini menggunakan Batik Belanda 1840-1940, Lingkungan Dalam Prespektif Antropologi yang ditulis
pengaruh Belanda pada batik dari Jawa, sejarah dan oleh Hari Poerwanto (2008), menjelaskan tentang
kisah-kisah disekitarnya yang ditulis oleh Veldluisen, kondisi suatu kebudayaan suatu bangsa dan tingkat
Harmen (1993). Buku ini menjelaskan tentang pembangunan yang berada pada hubungan saling
perkembangan batik yang mendapat pengaruh mempengaruhi. Pemahaman tentang strategi adaptasi
Belanda sejak tahun 1840-1940 di pulau Jawa dan bangsa dan golongan sosial tertentu tercermin pada
penjelasan secara rinci tentang perdagangan tekstil peta kognitif dan dipelajari melalui sosialisasi akan
di Jawa pada abad ke XVII, serta awal perkembangan dapat diperoleh pemahaman, sert a mampu
teknik batik di Jawa. Bagian akhir buku ini diulas memberikan penjelasan terhadap fenomena yang
sedikit tentang batik Jawa Hokokai, serta adanya sedang terjadi.
perusahaan batik Jepang Fuji di Yogyakarta. Landasan teori yang digunakan dalam
Buku Gaya Ragam hias Batik, tinjauan penelitian ini yaitu menggunakan teori estetika
makna dan simbol karya Wahono bersama teman- Edmund Burker Felmand dalam buku Art as Image
temannya yang ditulis pada tahun 2004, yang and Idea dipinjam untuk membahas tentang struktur,
membahas tentang gaya ragam hias batik yang ada fungsi, dan gaya seni dari obyek seni yang dikaji.
pada batik Pesisiran dan Pedalaman, serta uraian Teori ini untuk membahas secara estetik batik Jawa
tentang makna ragam hias serta simbol yang terkait Hokokai motif Lereng, Bunga, dan Kupu dan mencari
dengan nama motif dan kegunaannya. Kemudian, hal yang melatarbelakangi terciptanya motif tersebut.
untuk lebih melengkapi tentang proses pembuatan Struktur seni difokuskan pada bentuk yang memiliki
batik baik tulis, cap, maupun pemilihan bahan, makna dan berfungsi secara struktural pada obyek-
digunakan buku seni Kerajinan Pribumi di Hindia obyek seni. Bentuk tersebut dikaitkan dalam batik
Belanda milik Jasper, J.e. and Mas Pirngadie yang Jawa Hokokai Motif Lereng, Bunga, dan Kupu yang
ditulis pada tahun 1916. Selain itu, skripsi yang menyusun suatu karya seni secara keseluruhan.
berjudul Batik Jawa Hokokai: Teknik, Motif, Warna, Gaya seni, karya seni dapat dianalisis dari berbagai
dan Fungsi yang membahas tentang batik Hokokai aspek antara lain gaya seni. Penelitian ini,
secara visual dan teknik pembuatanya yang disusun memfokuskan pada gaya ketepatan obyektif, karena
oleh Suyani (2010), mahasiswa Institut Seni Indonesia merupakan gaya yang paling familiar pada setiap
(ISI) Yogyakarta, yang kini telah menyelesaikan Studi orang, di mana ketepatan atau kesamaan antara karya
Pasca Sarjananya di perguruan yang sama. Tesis seni dengan obyek yang ditiru merupakan prinsip
berjudul Batik Jawa Hokokai sebuah kajian tentang dalam menentukan kehebatan suatu karya seni.
Batik di Masa Pendudukan Jepang di Pekalongan. Pembuatan obyek batik Jawa Hokokai motif Lereng,
Di mana dalam tesis ini, membahas tentang faktor Bunga, dan Kupu memiliki kepekaan maupun
pendorong munculnya batik Jawa Hokokai dan sejarah ketajaman dalam pengamatan, serta menyeleksi fakta
tentang munculnya istilah batik Jawa Hokokai oleh visual yang tampak pada model atau alam.
Muh. Arif Jati Purnomo (2008), guna memenuhi tugas Metode penelitian yang digunakan dalam
Pasca Sarjananya di Institut Seni Indonesia (ISI) penelitian ini adalah metode kualitatif. Lexy J. Maleong
Yogyakarta. mengatakan penelitian kualitatif sebagai penelitian

156 Vol. 11 No. 2, Juli 2014


Sutriyanto: Kajian Visual Batik Hokokai Pekalongan Motif Lereng, Bunga dan Kupu

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang diperoleh melalui wawancara maupun observasi.
apa yang dialami oleh subyek penelitian, seperti Observasi merupakan pengamatan secara langsung
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain proses penciptaan dan jenis produk batik yang
secara holistik dengan deskriptif dalam bentuk kata- dihasilkan, serta dilakukan untuk memperoleh data
kata, serta bahasa pada suatu konteks kasus yang yang menerangkan mengenai latar belakang
dialami dengan memanfaatkan berbagai metode penciptaan. Melalui langkah ini akan dapat
ilmiah (2006). Ada 2 metode yang digunakan di digambarkan hubungan variasi produk batik yang
antaranya adalah populasi/ sampel, dan pengumpulan dihasilkan dengan latar belakang sosial masyarakat
data. yang mengkondisikan kegiatan yang melingkupinya
Metode populasi ini dibagi atas subyek dan dan mengidentifikasi ciri-ciri dari karya yang ditunjuk
obyek, namun tidak semua populasi batik Jawa sebagai sampel. Dokumentasi, digunakan untuk
Hokokai dijadikan sampel, tetapi hanya yang mengumpulkan data visual sebagai bahan analisis
dipandang mewakili dan menjawab permasalah terkait dalam menguraikan tentang fenomena yang diteliti.
dengan permasalahan dengan obyek penelitian. Data visual ini diperoleh dari foto dokumentasi batik
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan yang lebih memfokuskan pada obyek penelitian (Lexy
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (baik Moleong, 2005: 157).
sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti) dan
mempunyai ciri atau keadaan tertentu yang akan B. Tinjauan Historis Pekalongan
diteliti, sedangkan sampel penelitian adalah sebagian
dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan Berdasarkan Babat tanah Pekalongan, yang
dapat mewakili seluruh populasi. Oleh sebab itu, tidak bermula dari kisah seorang pemuda yang bernama
semua data dan informasi akan diproses serta tidak Joko Bahu, seorang putra tunggal Ki Ageng Cempluk
semua benda akan diteliti, maka ditarik sampel yang yang ingin mengabdikan diri di kerajaan Mataram.
mewakilinya. Joko Bahu berasal dari sebuah desa kecil, bernama
Pengumpulan data, merupakan cara yang Kesesi atau asal dari kata “kasisian” yang artinya
digunakan untuk memperoleh data dalam suatu pengasingan. Karena Ki Ageng Cempluk sendiri
penelitian. Soedarsono, menjelaskan bahwa “Data adalah punggawa Mataram dan pernah melakukan
kualitatif untuk penelitian seni rupa diperoleh dari kesalahan, maka diasingkan. Joko Bahu kemudian
sumber data tertulis, sumber data lisan, artefak, membangun padepokan di desa tersebut dan letaknya
peninggalan sejarah, serta sumber rekaman” di sekitar hulu kali Comal. Ki Ageng Cempluk ini,
(Soedarsono, 1999: 192). Menurut Lofland dalam kesaktiannya sudah terdengar lama dan menjadi buah
Moleong sumber data dikategorikan dalam dua jenis bibir di keraton Mataram, maka tanpa banyak
yaitu sumber data utama dan data tambahan. Sumber pertimbangan Sultan Agung menerima bakti Joko
data utama ialah berupa kata-kata dan tindakan, Bahu sebagai punggawa di kerajaan tersebut. (http:/
sedangkan data tambahan ialah tertulis dan dokumen. /marton.jw.lt/P%, 2 September 2014.).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ada 4 Sudah menjadi syarat mutlak bahwa setiap
macam, yaitu wawancara, pustaka, observasi, dan punggawa/prajurit yang hendak mengabdi kepada
dokumentasi. negara harus melalui tiga tahap uji kesetiaan pada
W awancara, menurut Lexy Moleong negara, termasuk kemampuan mengatasi masalah
merupakan percakapan dengan maksud tertentu, di dan olah keprajuritannya.
mana percakapan dilakukan oleh pihak pewawancara Oleh sebab itu, uji kesetiaan pada negara
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai tahap pertamapun yang diberikan Sultan adalah
memberikan jawaban (1995), dengan tujuan untuk membendung kali Sambong. Hal ini disebabkan
mendapatkan keterangan atau data secara akurat dan karena setiap musim kemarau semua sawah rakyat
luas sejauh yang diketahui oleh narasumber, serta yang berada disepanjang aliran sungai itu selalu
relevan dengan penelitian dan diyakini dapat mengalami kekeringan. Membendung kali Sambong
memberikan keterangan/ data yang dibutuhkan. di kabupaten Batang ini diharapkan volume air dapat
Pustaka, digunakan untuk mendapatkan materi yang naik dan mengairi semua sawah yang berlokasi di
terkait dengan obyek penelitian yakni berupa buku, sekitarnya, sehingga diharapkan bahwa hasil
artikel, tesis, majalah, jurnal, dan katalog. Data panenpun akan meningkat.
kepustakaan ini sebagai data sekunder dan Kali Sambong terkenal angker dan sudah
dimanfaatkan sebagai pelengkap data primer yang beberapa kali dilakukan pembendungan namun

Vol. 11 No. 2, Juli 2014 157


Jurnal Kriya Seni

hasilnya selalu gagal. Selanjutnya, Joko Bahu Sultan Agung gembira. Selain itu, sekembalinya Joko
berangkat dengan membawa beberapa orang prajurit. Bahu sowan ke Mataram, Sultan Agung langsung
Pembendungan kali dimulai dengan sedikit demi menganugrahkan gelar adipati dengan julukan Ki Bahu
sedikit, kemudian di tengah berlangsungnya proyek Rekso, serta sekaligus menetapkan di daerah Kendal
pembendungan tersebut terjadi beberapa keanehan. dan menjabat sebagai adipati Kendal (http://
Keanehan itu terjadi setiap pagi pada saat para marton.jw.lt/P%, 2 September 2014.).
prajurit hendak melanjutkan pekerjaannya yang belum Uji kesetiaan selanjutnya/ tahap ketiga,
selesai, Joko Bahu selalu mendapati tanggul yang adalah guna menyempurnakan jabatannya sebagai
mereka kerjakan sebelumnya telah runtuh berserakan adipati, maka Bahu Rekso melamarkan seorang putri
kembali. Kejadian itu berlangsung secara berulang- cantik dari Kali Salak yang bernama Nyi Rantang Sari.
ulang selama tiga hari. Tentu saja, hal itu membuat Ironisnya Nyi Rantang merupakan seorang putri yang
Joko Bahu menjadi bingung, kemudian Joko Bahu hendak dipersembahkan kepada Sultan Agung, dan
melakukan tapa brata/semedi dan bertemu dengan Nyi Rantang justru jatuh cinta pada Bahu Rekso dan
siluman penunggu kali tersebut, siluman itu berupa tak ingin dibawa untuk dipersembahkan ke Mataram.
welut putih, dan terjadi perundingan antara kedua belah Oleh sebab itu, timbulah keinginan Bahu Rekso untuk
pihak namun tidak menemukan kata sepakat, menggantikan posisi Nyi Rantang Sari dengan
sehingga terjadi perkelahian sengit yang dimenangkan seorang putri yang tidak kalah cantiknya yaitu Endang
oleh Joko Bahu. Keberhasilan Joko Bahu dalam Kalibeluk, seorang putri anak penjual srabi di desa
menjalankan tugasnya ini disambut gembira oleh Kali Beluk, untuk disandingkan dengan Sultan Agung.
Sultan Agung. Namun, karena Endang Kalibeluk tidak kuasa untuk
Uji kesetiaan tahap kedua, yaitu membuka menahan luapan kegembiraannya, akhirnya mengaku
lahan baru di tepi pantai Utara sebelah kabupaten kalau dirinya bukan Nyi Rantang Sari. Pengakuan itu
Batang, yakni alas (hutan) Gambiran atau sekarang tentu saja membuat Sultan menjadi murka, karena
menjadi Gambaran. Saat itu, alas Gambiran Sultan merasa dirinya telah ditipu maka berniat untuk
merupakan alas yang sering dihindari oleh para menjatuhkan hukuman mati kepada Bahu Rekso.
rombongan pedagang karena keadaannya yang Namun, niat tersebut dapat dicegah oleh patih
terbilang angker dan tak tersentuh. Hal ini disebabkan Singaranu dan disarankan agar Bahu Rekso diberi
karena setiap orang yang memasuki hutan Gambiran tugas lebih berat yaitu mengusir penjajah Belanda di
tersebut pasti hanya akan berputar-putar di dalamnya Jaya Karta (Jakarta). Setelah mendapat perintah
dan tidak pernah dapat kembali keluar dengan tersebut, Bahu Rekso dengan pasukannya berangkat
selamat. Hal itupun dialami para prajurit Joko Bahu, melalui jalan laut untuk menghindari kali Cipamali
di mana para prajurit yang memasuki hutan tersebut (Brebes). Hal ini disebabkan karena dikabarkan bahwa
tidak kembali lagi dan hanya berputar-putar tak tentu kali tersebut dapat menghilangkan kekuatan atau
arah. Hal ini membuat Joko Bahu kemudian kesaktian dari setiap pusaka yang dibawa. Bahu
melakukan tapa brata kembali, yaitu tapa ngidang Rekso mempersiapkan prajuritnya di sebuah desa
atau meniru prilaku seekor kidang/rusa. Namun, Joko yang bernama Ketandan, nama desa itu kemudian
Bahu tetap tak mampu untuk mengalahkan raja lebih di kenal dengan Wiradesa “wira” artinya prajurit,
siluman penunggu hutan itu. Merasa dirinya gagal, sedangkan “desa” berarti kampung, maka Wiradesa
Joko Bahu segera pulang ke padepokan Kesesi untuk adalah perkampungan prajurit dan dari situlah Bahu
mengadukan hal tersebut pada Ki Ageng. Selanjutnya Rekso bertolak ke Jayakarta. Di Jayakarta
atas saran Ki Ageng, Joko Bahu diharuskan untuk pasukannya dikumpulkan di sebuah daerah yang
melakukan “tapa ngalong” tapa brata yang menirukan sekarang bernama Matraman yang artinya Mataram-
posisi kalong/kelelawar, yaitu tidur dengan kaki man guna membendung sungai Ciliwung dan Jendral
menggantung di pohon setiap siang selama 40 hari, Ravles meninggal terserang malaria. Namun, Belanda
tempat di mana Joko Bahu melakukan tapa ngalong tak kehabisan akal dengan membakar lumbung-
tersebut kini disebut Pekalongan (Kata “pe” yang lumbung makanan tentara Mataram, sehingga tentara
menandakan sebuah tempat kalong adalah di mana Mataram kehabisan perbekalan dan Bahu Rekso
Joko Bahu melakukan tapa kalong). Setelah empat menderita kekalahan. Kekalahan itu membuat Bahu
puluh hari berlalu, Joko Bahu telah menyelesaikan Rekso tak berani pulang ke Kadipaten Kendal, dan
tapa ngalongnya, sehingga dapat mengalahkan raja memilih mendirikan keraton Kekadipatenan yang
siluman dan dapat melanjutkan menebang pohon di letaknya di sebelah selatan Wiradesa tepatnya yang
alas tersebut. Tentu saja, kabar baik ini membuat hati sekarang bernama desa Kadipaten (yang artinya di

158 Vol. 11 No. 2, Juli 2014


Sutriyanto: Kajian Visual Batik Hokokai Pekalongan Motif Lereng, Bunga dan Kupu

situ pernah akan dijadikan Kadipaten), namun kabar pada obyek motif yang lebih kecil, sehingga jika
tersebut terendus oleh raja Mataram, akhirnya Sultan dibandingkan dengan batik gaya Surakarta maupun
Agung mengutus seorang pendekar dari China Yogyakarta, gaya batik Jawa Hokokai nampak lebih
bernama Tan Jin Kwen yang kemudian diangkat dan rumit. Oleh karena kerumitannya memiliki tingkat
ditetapkan sebagai adipati Pekalongan yang pertama kesulitan yang lebih tinggi, maka tidak heran apabila
set elah berhasil m enyi ngkirkan Bahu batik Jawa Hokokai oleh sebagian orang berpendapat
Rekso. Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu bahwa batik Jawa Hokokai sebaiknya diproduksi
dari 35 Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah yang dengan menggunakan teknik printing, agar lebih cepat
berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang dalam proses produksinya. Di samping itu, tinggi
pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan rendahnya harga satu potong kain batik dapat dinilai
Kota Kajen sebagai Ibu Kota pusat pemerintahan. dari beberapa segi, diantaranya adalah dari teknik
Adapun secara geografis terletak diantara: 60 – 70 pembuatannya, bahan yang digunakan maupun dari
23’ Lintang Selatan dan antara 1090 – 1090 78’ Bujur nilai historinya. Oleh karena teknik pembuatan batik
Timur yang berbatasan dengan sebelah Timur: Kota Jawa Hokokai tergolong rumit, maka jumlah warna
Pekalongan dan Kabupaten Batang Sebelah Utara: yang digunakannyapun ikut mempengaruhi nilai dan
Laut Jawa, Kota Pekalongan, sebelah Selatan: haga jualnya. Adapun kini dengan beragamnya warna
Kabupaten Banjarnegara, sebelah Barat: Kabupaten dan motif kain batik yang sangat variatif, serta
Pemalang (http://marton.jw.lt/P%, 2 September beragamnya fungsi kain batik tersebut namun batik
2014.). Jawa Hokokai tetap memiliki peran tersendiri pada
beberapa event salah satunya seperti pada peragaan
C. Perkembangan Batik Jawa Hokokai busana.

Batik Jawa Hokokai muncul sejak adanya


pengaruh Jepang yang membawa dampak sangat
besar bagi perkembangan pendewasaan sosial,
budaya, ekonomi, dan politik. Hal ini nampak pada
perkembangan batik di pesisir utara pulau Jawa. Pada
masa pendudukan Jepang dengan kondisi politik yang
berubah-ubah, namun semangat masyarakat
Pekalongan untuk tetap membuat batik tetap
bertahan, bahkan melalui organisasi ekonomi Hokokai
yang digerakan oleh Jepang telah dikembangkan batik
dengan nama batik yang sesuai dengan nama
organisasi tersebut yaitu Jawa Hokokai. Adapun dari
pengalam an Hokokai tersebut set elah era Gambar 1. Tampak pada gambar peragawan no 3, 5
kemerdekaan muncullah koperasi batik Pekalongan. dan 6 dari kiri menggunakan kain batik Jawa Hokokai,
bahkan diduga peragawan no 1 dan 4 motif yang
Kemudian, dari koperasi inilah ide kreatif dari para digunakan juga terinspirasi dari Batik Jawa Hokokai,
pengrajin muncul untuk memenuhi tuntutan pasar acara ini guna memeriahkan fashion show FROM
yang ada. Ragam batik yang dihasilkan merupakan TRADITIONAL TO MODERN di Paragon Solo Mall,
pengaruh lingkungan dan budaya. Batik di Pekalongan pada tanggal 21-22 April 2014. (Foto: Sutriyanto, 2014)
sendiri mencerminkan gambaran zaman yang
melahirkan batik tersebut pada zamannya. Hal ini jika Kain batik bermotif Hokokai ini dipasaran
dibandingkan dengan batik yang berkembang di berkisar antara Rp 4.000.000-Rp. 7.500.000 lebih,
daerah Jawa Tengah seperti dari Surakarta dan tergantung dari motif dan pewarnaan yang digunakan.
Yogyakarta, batik Pekalongan memiliki pangsa pasar Harga tersebut terutama dipengaruhi oleh tingkat
tersendiri. kerumitan motif, bahan, dan teknik pembuatan yang
Pada umumnya masyarakat Pekalongan sangat rumit dan lama yang memakan waktu 1-3
memiliki sikap terbuka dalam menerima pengaruh dari bulan bahkan sampai 1 tahun. Dengan demikian, bila
luar dan jauh dari pengaruh liberalis, sehingga keadaan sudah menjadi sebuah baju tentu harga tersebut akan
ini berdampak pada motif batik Jawa Hokokai yang lebih tinggi. Karena konsumen tentu akan memilih
berkembang di Pekalongan. Batik Jawa Hokokai penjahit yang terpercaya (Wawancara, M. Hisyam:
memiliki warna yang lebih variatif dengan penerapan 2014).

Vol. 11 No. 2, Juli 2014 159


Jurnal Kriya Seni

bagian yang berwarna cerah digunakan untuk siang


hari, masing-masing bagian berisi sebuah komposisi
motif dan warna batik. Ciri fisik lain yang terdapat
dalam kain batik Jawa Hokokai adalah penampilan
garapan detail motif, dan isen yang halus, lembut dan
rumit, serta tata warna ganda (Achmad Sjafi’i: 2007:
206).
Batik Jawa Hokokai berasal dari Pekalongan
yang merupakan daerah pesisir utara pulau Jawa,
akan tetapi asal mula batik merupakan hasil
kebudayaan daerah Pedalaman (Keraton). Hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa budaya keratonlah
yang mempengaruhi budaya daerah pesisir. Hal ini
Gambar 2. Salah satu ruangan diplay kain batik Jawa dapat dilihat dari produk batik yang dihasilkan
Hokokai di perajin sekaligus toko batik Griya Batik Mas
Pekalongan, salah satu toko terbesar di antara
khususnya pada batik Jawa Hokokai.
beberapa toko yang ada di daerah Kauman. Kain Jika dilihat dari pola pola di atas maka dapat
koleksinya dimasukan dalam lemari antik, bukan ditarik suatu kesimpulkan bahwa pola latar batik Jawa
digelar di luar seperti pada umumnya mendisplay Hokokai adalah pola ceplok, parang, dan lung-lungan.
koleksi dagangan. (Foto: Sutriyanto, 2014) Pola-pola tersebut pada dasarnya berasal dari pola
Pedalaman/Keraton. Pola parang dan lereng adalah
D. Batik Jawa Hokokai pola yang tersusun menurut garis miring atau garis
diagonal. Polanya terdiri dari satu atau lebih ragam
Istilah “Hokokai” merupakan nama sebuah hias yang tersusun membentuk garis sejajar dengan
organisasi yang membantu berbagai kegiatan Jepang sudut kemiringan 45 derajat. Pada pola parang
dan bekerjasama dengan orang-orang pribumi, serta umumnya terdapat hiasan berbentuk belah ketupat
memiliki tujuan untuk menciptakan kemakmuran di yang disebut mlinjon sedang pola parang yang tidak
Asia. Salah satu kegiatan organisasi Hokokai adalah ada hiasan mlinjon adalah pola lereng. Pola lereng ini
memberikan apresiasi terhadap orang-orang pribumi termasuk dalam pola geometris.
dengan memberikan batik Hokokai, sebagai ucapan Hampir semua Batik Jawa Hokokai memakai
terima kasih atas jasa kepada Jepang pada saat itu. latar belakang yang sangat detail seperti motif parang,
Batik Jawa Hokokai ini merupakan produk ceplok, dan kawung. Sebagian Batik Jawa Hokokai
batik yang muncul pada masa pendudukan Jepang ada yang menggunakan susumoyo yaitu motif yang
di Pekalongan. Wujud visual dari batik Hokokai terlihat dimulai dari salah satu pojok dan menyebar ke tepi-
perpaduan yang harmonis dari bentuk-bentuk garis tepi kain tetapi tidak bersambung dengan motif serupa
geometris, yang disusun sedemikian rupa dengan dari pojok yang berlawanan. Batik Jawa Hokokai
penataan dua pola yang berbeda dalam selembar menggunakan latar belakang yang penuh dan detail
kain. Sistem penataan pola sedemikian rupa disebut yang digabungkan dengan bunga-bungaan dalam
dengan wastra (Anonim, 1996: 16) atau lebih dikenal warna-warni yang cerah (Achmad Sjafi’I, 2007: 207).
dengan pola batik pagi-sore. Pola ini merupakan pola
pembuatan batik pada kain panjang yang dapat
difungsikan untuk dua kesempatan pemakaian pada
satu kain. Adapun biasanya sisi kain yang berlatar
gelap biasa dikenakan untuk kesempatan pada malam
hari, sedangkan satu sisi yang berlatar terang
digunakan pada pagi hari (Muh Arif Jati Purnomo, 2012:
115). Pola ini tampilan visual yaitu dua komposisi motif
dan tata warna yang berbeda, dimana masing-masing
menempati sebidang trapesium yang sisi miringnya
berhadapan terbalik dalam selembar kain. Pada kedua
bagian sisi dipertemukan di tengah-tengah bagian Gambar 3. Salah satu motif batik Jawa Hokokai
mendatar kain, membentuk potongan miring. Bagian koleksi H. Santoso Doellah
(Foto: Suyani, 2009).
yang berwarna gelap digunakan pada malam hari dan

160 Vol. 11 No. 2, Juli 2014


Sutriyanto: Kajian Visual Batik Hokokai Pekalongan Motif Lereng, Bunga dan Kupu

Gaya adalah bentuk yang konstan atau tetap persahabatan dan pandangan-pandangan pribadi
yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok, baik seniman terhadap suatu fenomena.
dalam unsur-unsur, kualitas, maupun ekspresinya. 2. Fungsi sosial. Karya seni mempunyai fungsi
Pada dasarnya gaya dapat diterapkan atau sosial berdasarkan prinsip bahwa karya tersebut
dipergunakan sebagai ciri pada semua bentuk cenderung mempengaruhi perilaku kolektif
kegiatan seseorang atau masyarakat (Joko Soekiman, manusia, karya tersebut diciptakan dan digunakan
2000: 80). Bagi ahli sejarah seni rupa, gaya merupakan dalam keadaan umum, dan karya seni bisa
objek yang bersifat pokok dalam penelitian atau mengekpresikan aspek-aspek tentang eksistensi
pengamatan karya seni, dalam penelitianya gaya sosial.
digunakan pula sebagai kriteria dalam pendataan 3. Fungsi fisik berkaitan dengan penggunaan karya
karya seni yang asli, dan sebagai “arti” dalam melacak seni yang efektif sesuai dengan kegunaan dari
hubungan antara “arti” dan kaitannya di antara efisiensi. Suatu karya seni selain dipergunakan
mazhab-mazhab dalam seni (Joko Soekiman, 2000: juga dapat dilihat, jadi antara penampilan dengan
81-82). fungsi tidak dapat dipisahkan. Fungsi fisik yang
Perkembangan seni rupa Indonesia terutama bernilai guna terhadap produk seni menjadi ukuran
pada bidang seni lukis juga mengalami masa-masa dominan dalam menciptakan karya seni
klasik dan romantik, tampak adanya pernyataan yang (Edmund Burke Feldman, 1967: 134-135).
sama bahwasanya gaya klasik lebih bersif at Adapun dari ketiga fungsi tersebut dalam mengkaji
sederhana tetapi tampak adanya unsur kekuatan yang seni batik Jawa Hokokai dilihat dari sejarah dan
tegas dan kokoh yang melambangkan keperkasaan. perkembangannya hingga saat ini jelas memiliki
Adapun aliran romantik jelas sekali ditandai oleh ketiga fungsi baik itu personal, sosial maupun
komposisi warna-warna yang kontras dan tegas, kaya fisik.
dengan warna dan penuh variasi. Aliran romantik
senantiasa menjadikan kejadian-kejadian dahsyat E. Motif Lereng, Bunga, dan Kupu-Kupu
sebagai tema, penuh khayalan dan perasaan,
petualangan, atau tentang kejadian-kejadian masa Setiap karya yang dihasilkan tentu memiliki
kuna dan juga tentang negeri-negeri timur yang penuh tujuan yang hendak dicapai, bahkan jenis hiasan yang
fantastis (Djauhar Arifin, 1986: 122-125). Di era tertera dalamnya, tidak akan luput dari pengaruh
romantik manusia ditempatkan sebagai unsur pokok lingkungan sekitarnya. Sebagaimana yang terjadi
dalam kesenian, karena pertumbuhan individualisme pada batik Jawa Hokokai, keberadaan motif lereng,
dan idialisme. Hal ini karena dalam mencipta karya bunga, dan kupu merupakan elemen alam yang selalu
seni manusia dituntut penuangan emosi (sesuatu mendominasi setiap karya seni yang dihasilkan oleh
yang bersifat pribadi) dalam karya seni untuk masyarakat Jepang, tetapi motif lain seperti burung
membangkitkan rasa jati diri pada para seniman. dan kawung sebagai latar juga terdapat pada batik
Muncul perasaan individualisme dan kecenderungan Jawa Hokokai. Semua elemen tersebut juga selalu
mencari dunia yang diidam-idamkan, yang ideal, yang berada di negara-negara lain, tetapi masyarakat
berada dalam khayalan (idea) mereka, sehingga Jepang memiliki pandangan tersendiri terhadap
menumbuhkan perasaan idealism (A.A.M. Djelantik, elemen-elemen tersebut.
1999: 109). Jelaslah bahwa gaya romantisme lebih Motif batik tradisional memiliki arti simbolik
menitik beratkan pada pencurahan perasaan, yang yang mencerminkan alam pikiran masa lampau,
menanggapi fenomena alam dengan emosional tidak sehingga akhirnya dijumpai suatu kenyataan bahwa
menerima kenyataan apa adanya. Sebagaimana yang berbagai makna simbolik pada kain batik dianggap
terjadi pada batik Jawa Hokokai muncul variasi warna dapat memberikan harapan bagi si pemakai
yang beragam yang mengantarkan pada suatu (Condronegoro Mari S, 1995: 3). Hal tersebut juga
keputusan bahwa batik Jawa Hokokai memiliki gaya terdapat pada motif batik Jawa Hokokai seperti Kupu-
Romantik. kupu, bunga, burung, latar lereng, kawung, dan lain-
Fungsi seni, sejak suatu karya seni lain. Motif-motif inipun memiliki arti simbolik yang
diciptakan, suatu karya mempunyai fungsi yaitu: terkandung di dalamnya.
1. Fungsi personal, suatu karya seni berhubungan Adapun ragam hias lain yang ikut dalam batik
dengan media ekspresi pribadi dari seniman. Hokokai adalah lereng dan kawung. Kemudian Lereng,
Ekspresi pribadi dapat berupa emosi pribadi, merupakan motif yang tersusun menurut garis miring/

Vol. 11 No. 2, Juli 2014 161


Jurnal Kriya Seni

digonal dan tidak terdapat deretan segi empat yang perpaduan warna merah, hijau, violet, kuning ,
disebut dengan “mlinjon” (Sewan Susanto,1980: 227). serta biru.
Motif Kawung, memiliki motif yang tersusun dari 3). Buket pada gambar di atas berupa rangkaian
bentuk bundar-lonjong atau ellips, susunan sulur-sulur bunga, daun, dan kupu dengan 6
memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri dan buket dengan warna violet, merah, biru , serta
ke kanan berselang seling (Sewan Susanto,1980: hijau.
226). Motif bunga yang terdapat pada batik Jawa 4). Motif terang bulan di atas dibuat utuh dan yang
Hokokai paling sering muncul adalah bunga sakura satunya di buat separo. Untuk motif terang bulan
(cherry) dan krisan, meskipun juga ada motif bunga yang separo dibuat dengan rangkaian motif bunga-
mawar, lili, atau yang sesekali muncul yaitu anggrek bunga kecil berwarna kuning dengan latar
dan teratai. berwarna violet. Motif terang bulan yang satunya
Motif kupu-kupu yang terdapat dalam motif lagi dibuat utuh dengan rangkaian bunga dan daun
batik Hokokai, walaupun motif ini bukan berasal dari berwarna merah, kuning, violet, dan hijau.
Jepang namun mendapat pengaruh kebudayaan dari
China dan sangat diminati oleh orang Jepang. Pada gambar no. 4 di atas buket dalam motif
Meskipun kupu-kupu tidak memiliki arti khusus untuk pokok sangat menonjol dengan perpaduan warna
masyarakat Jepang, tetapi orang Jepang sangat harmonis ditambah lagi dengan adanya kupu-kupu
menyukai kupu-kupu terutama yang berada di terbang, sehingga membuat tampak hidup. Warna dan
Indonesia, kupu-kupu merupakan lambang cinta abadi motif latar sangat mendukung motif pokok.
dan kesempurnaan seperti dalam cerita Sampek
Engtay (Wahono dkk, 2004: 114). F. Kesimpulan
Motif hias yang terkadang muncul adalah
burung, dan selalu burung merak yang merupakan Batik Jawa Hokokai adalah batik yang dibuat
lambang keindahan dan keanggunan. Motif ini pada masa pendudukan Jepang di Pekalongan. Batik
dianggap berasal dari China yang kemudian masuk Jawa Hokokai disebut juga dengan nama batik pagi-
ke Jepang. sore, karena pola ini merupakan pola pembuatan batik
4. Motif terang bulan pada kain panjang yang dapat difungsikan untuk dua
kesempatan pemakaian pada satu kain. Biasanya sisi
kain yang berlatar gelap biasa dikenakan untuk
kesempatan pada malam hari, sedangkan satu sisi
yang berlatar terang digunakan pada pagi hari. Ciri
fisik lain yang terdapat dalam kain batik Jawa Hokokai
adalah penampilan garapan detail motif, dan isen
yang halus, lembut dan rumit, serta tata warna ganda.
Selain itu, memakai latar belakang yang sangat detail
seperti motif parang, ceplok, dan kawung, serta
menggunakan susumoyo1.
Jelaslah bahwa gaya romantisme lebih menitik
1. Kepala/ sorot 2.Motif pinggir/susomoyo 3. buket motif pokok
beratkan pada pencurahan perasaan yang menanggapi
Gambar 4. Motif Lereng Bunga dan Bunga Sakura, fenomena alam dengan emosional tidak menerima
Koleksi H. Santoso Doellah kenyataan apa adanya. Dengan demikian, sebagai
Foto: Suyani, 2009.
mana yang terjadi pada batik Jawa Hokokai
memunculkan variasi warna yang beragam yang
Penjelasan keterangan gambar adalah mengantarkan pada suatu keputusan bahwa batik
sebagai berikut. Jawa Hokokai memiliki gaya Romantik.
1). Kepala/sorot di atas hanya ditempatkan pada Adapun dari ketiga fungsi tersebut dalam
salah satu ujung kain, berbentuk lereng dengan mengkaji seni batik Jawa Hokokai dilihat dari sejarah
perpaduan motif bunga dan daun, serta kupu-kupu dan perkembangannya hingga saat ini jelas memiliki
kecil. Warna dari motif tersebut adalah merah, ketiga fungsi baik itu personal, sosial maupun fisik.
violet, kuning , dan hijau. Walaupun ada perubahan pada penggunanya pada
2). Motif pinggir/susomoyo pada gambar di atas waktu dahulu dan sekarang.
berupa susunan bunga dan daun dengan

162 Vol. 11 No. 2, Juli 2014


Sutriyanto: Kajian Visual Batik Hokokai Pekalongan Motif Lereng, Bunga dan Kupu

Munculnya motif lereng, bunga, dan kupu pada Jasper, J.E, and Mas Pirngadie.1916. Seni Kerajian
batik Jawa Hokokai merupakan suatu kesengajaan Pribumi di Hindia Belanda, Mounton and
yang muncul akibat pengaruh lingkungan. Co, The Hague.
Penggunakan pewarnaan dengan dibarengi teknik
tinggi motif ini menjadi ciri tersendiri dibanding dengan Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat,
motif yang berkembang di Pekalongan. Dimungkinkan Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
bagi penjajah Jepang yang pada waktu menjajah
Indonesia mengalami masa kerinduan akan kampung Kusni Asa. 2006. Batik Pekalongan Dalam Lintasan
halaman dan keluarga, juga ikut mendasari atas Sejarah, Paguyuban Pecinta Batik
lahirnya motif yang ada. Hal ini berarti semua motif Pekalongan.
yang terdapat pada Jawa Hokokai juga memiliki
harapan yang baik bagi yang memakainya atas Lombard, Danys. 1990. Nusa Jawa: Silang Budaya I,
kehidupan yang lebih membahagiakan. Begitu indah Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
batik Jawa Hokokai yang muncul dengan beragam
motif flora dan fauna, disusun sedemikian rupa dengan Mari S Condronegoro. 1995. Busana Adat 1877-1937
maksud tertentu dengan teknik yang sangat tinggi, Kraton Yogyakarta: Makna dan Fungsi
sehingga membutuhkan waktu yang relatif panjang Dalam Berbagai Upacara., Yogyakarta:
untuk menghasilkan sebuah karya yang memilki nilai Pustaka Nusatama.
eksotis yang tinggi. Bahkan darinya muncul beberapa
motif baru yang memiliki karakter dan varian tersendiri Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi penelitian
yang tidak kalah dengan batik tradisi yang ada. Kualitat if . Bandung: PT. Rem aja
Demikian keberadaannya sangat mengangkat kota Rosdakarya.
Pekalongan sebagai kota batik dengan nuansa
tersendiri. Muh Arif Jati Purnomo. 2008. Batik Jawa Hokokai :
Batik Pada Masa Pendudukan Jepang di
Catatan Akhir: Pekalongan, Tesis S2 Program Pasca
Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
1
Motif yang dimulai dari salah satu pojok dan
menyebar ke tepi-tepi kain tetapi tidak bersambung Ricklesfts. 2005. Sejarah Indonesia Modern, Gajah
dengan motif serupa dari pojok yang berlawanan. Mada University Pres, Yogyakarta.

KEPUSTAKAAN Riyanto, Wisnu Pamungkas, dan Muhammad Amin


Ja’fat. 1997. Katalog Batik Indonesia
Achmad Sjafi’i. 2007. Kekriyaan Nusantara, (Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan
Surakarta: ISI Pres Surakarta. Pengembangan Industri Kerajinan dan
Batik, Proyek Pengembangan dan Pelayanan
A.N Suyanto. 2002. Sejarah Batik Yogyakarta. Teknologi Industri Kerajinan dan Batik).
Yogyakarta: Rumah Merapi.
R.M Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia
Anonim, 1996. Puspawarna Wastra 16. Wastra adalah dan Pariwisata , Bandung: Masyarakat Seni
sehelai kain yang dibuat secara tradisional Pertunjukan Indonesia.
dan digunakan dalam kaitan adat, seperti
jarit (kain panjang), dodot, sarung, Sartono Kartodirjo, et.al.1975, Sejarah Nasional
selendang, ikat kepala dan berbagai Indonesia, Departemen Pendidikan dan
macam pengikat pinggang. Pengertian ini Kebudayaan, Jakarta.
membedakannya dengan blacu, mori,
tekstil atau cita yang dibuat oleh pabrik. Sewan Susanto.1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia,
Jakarta: Museum Purna Bhakti Pertiwi. Balai Penelitian Batik dan Kerajinan.

Feldman, Edmund Buker. 1967, Art as Image and Soekiman. 2002. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup
Idea, terjemahan Sp.Gustami, Fakultas Seni Masyarakat Pendukungnya di Jawa,
Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Vol. 11 No. 2, Juli 2014 163


Jurnal Kriya Seni

Veldhuisen, Harmen.C. 1993. Batik Belanda 1840-


1940. Jakarta:Gaya Favorit Pres.

W ahono. , et. al. 2004. Gaya Ragam Hias


Bat ik,T injauan Makna Dan Simbol,
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Museum Jawa
Tengah Ronggowarsito, Semarang.

Website:

http://marton.jw.lt/P%, 2 September 2014.

Narasumber:
Jlamprang salah satu motif pengembangan dari
M. Hisyam Diputra. Pemilik Griya Batik Mas Hokokai yang diambil pada salah
Pekalongan satu motifnya

Lampiran

Batik Jawa Hokokai salah satu koleksi dari Griya Batik


Mas Pekalongan dengan harga Rp. 7.000.000 Pengembangan motif batik Hokokai dengan gaya
pewarnaan yang sama namun motifnya tampak lebih
besar-besar koleksi Griya Batik Mas

Detail Motif bunga pada batik Jawa Hokokai yang


begitu detail dan rumit terutama bagian isen-isennya. Pelabuhan di Pekalongan yang kini dikenal dengan
obyek Wisata Bahari PPN Pekalongan

164 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai