Anda di halaman 1dari 28

INOVASI BATIK MOTIF PARANG KARYA DESAINER POPPY

DHARSONO

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KAJIAN


BATIK

NAMA : YASNIA AMIRA AFRA

NIM :C0915046

PRODI KRIYA TEKSTIL

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara yang memiliki suku bangsa yang bermacam-
macam dan kaya akan warisan budayanya. Memiliki kekayaan ornamen yang
diterapkan untuk menghias berbagai benda seperti anyaman, sulaman,
kayu,arsitektur, batu, ataupun batik. Batik di Indonesia berkaitan erat dengan
perkembangan kerajaan Majapahit sebagai kerajaan besar yang kemudian
diteruskan oleh kerajaan-kerjaan berikutnya pertemuan bangsa Indonesia
dengan berbagai bangsa turut mempengaruhi perkembangan motif dan tata
warna seni batik. Jenis dan corak batik tradisiona sangatlah banyak dan tiap
daerah penghasil batik memiliki corak dan variasi sesuai dengan filosofi dan
budaya masing-masing. Batik merupakan karya yang tumbuh secara universal
yang di temukan di Jawa, India, Mesir, Jepang, Srilanka, Cina, Turki, dan
Afrika dengan karakteristik dan coraknya yang khas, serta memiliki ciri
sendiri-sendiri. Kekhasan batik Indonesia inilah yang di pandang oleh dunia
sebagai salah satu budaya asli milik Indonesia, sehingga pada tanggal 2
Oktober 2009, UNESCO menetapkan bahwa batik Indonesia merupakan
mahakarya asli Indonesia.
Jawa, merupakan salah satu tempat penting dalam perkembangan batik di
Indonesia. Batik jawa merupakan batik yang sangat istimewa, baik dari
bentuk, motif, corak maupun sejarah panjang yang melingkupinya. Selain
berkembang pesat, batik di Jawa juga mengalami persebaran yang meluas.
Perkembangan itu semakin pesat pada awal abad XIX.Batik keraton atau yang
disebut juga batik klasik ini sarat akan nilai-nilai filosofi akibat adanya
pengaruh oemikiran religi dan sopan santun yang mencerminkan budaya
keraton. Batik keraton merupakan batik dengan motif tradisional, terutama
yang semula tumbuh dan berkembang di keraton-keraton Jawa.
Motif yang tercipta di lingkungan keraton pun menunjukkan tingkat
keningratan atau kebangsawanan. Ada corak-corak tertentu yang hanya boleh
dipakai oleh raja dan keluarga dekatnya. Biasanya corak-corak ini disebut
dengan corak larangan. Salah satu coraknya adalah parang. Motif batik Parang
merupakan batik asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman keraton Mataram
Kartasura (Solo). Diciptakan oleh pendiri Keraton Mataram, sehingga motif
ini menjadi pedoman utama dalam menentukan derajat kebangsawanan
seseorang. Bahkan pada jaman dulu motif parang hanya boleh dikenakan oleh
raja dan keturunannya. Hingga saat ini Motif parang telah mengalami banyak
perkembangan dan modifikasi. Ratusan bahkan ribuan motif baru
bermunculan sehingga dapat memperkaya perbendaharaan motif batik di
Indonesia.
Batik tidak tenggelam dimakan usia karena adanya usaha terus-menerus
dari generasi ke generasi untuk melestarikannya, sesuai dengan perkembangan
teknologi di masanya masing-masing. Hal ini semakin relevan ketika dunia
batik menjadi bagian dari dunia mode dan duina fashion. Di dalamnya
terdapat design industry yang membuat batik semakin kokoh dan eksis.
Perkembangan batik dalam dunia mode berpengaruh besar terhadap lahirnya
desainer-desainer dan seniman-seniman berbakat di Indonesia seperti Want.
Salah satu pelaku industri fashion senior di Indonesia yang sudah mendunia
adalah Poppy Dharsono. Poppy Dharsono membuat terobosan baru dengan
memodifikasi batik motif parang yang kental akan filosofinya. Di tangannya,
motif batik hadir dalam nuansa internasional dan glamor. Batik bermotif
parang ini digunakan untuk membuat rancangannya berupa cocktail dress
atau busana pesta .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka terciptalah
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan batik larangan?
2. Mengapa motif parang digunakan sebagai salah satu inovasi motif
batik oleh desainer Poppy Dharsono sebagai cocktail Dress?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tentang Inovasi Batik
Motif Parang Karya Desainer Poppy Dharsono adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penggunaan batik larangan
2. Untuk mengetahui alasan desainer Poppy Dharsono menggunakan
motif parang untuk inovasi cocktail Dress rancangannya
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis
maupun manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi materi pada mata kuliah Kajian Batik. Manfaat selanjutnya
adalah sebagai acuan pada penelitian batik berikutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
tentang makna filososfis mengernai motif batik parang serta
penggunaannya di masa modern.
BAB II
A. Landasan Teori
1. Pengertian Batik
Secara etimologi kata batik berasal dari dua kata dalam bahasa
Jawa : yaitu amba yang mempunyai arti menulis dan titik yang
mempunyai arti titik, dimana dalam pembuatan kain batik sebagian
prosesnya dilakukan dengan menulis dan sebagian dari tulisan tersebut
berupa titik. Titik berarti juga tetes. Seperti diketahui bahwa dalam
membuat kain batik dilakukan pula penetesan lilin di atas kain putih.
Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan
teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki
makna dan kekhasan sesuai karakter pembuatnya. Batik merupakan bahan
kain yang sangat erat dengan nilai budaya masyarakat, sehingga batik
tidak saja sebagai hasil produksi semata, tetapi juga merupakan hasi
budaya dari suatu masyarakat.
Batik juga sebagai salah satu seni tradisional Indonesia yang
menyimpan konsep artistik yang tidak dibuat semata-mata untuk
keindahan. Batik juga fungsional sebagai pilihan busana sehari-hari, untuk
keperluan upacara, adat, tradisi, kepercayaan, agama, bahkan status sosial.
Batik bukan saja indah, tetapi juga bermakna, mencakup nilai-nilai moral,
adat, agama (Wulandari, 2011 : 75)
2. Motif Batik di Pulau Jawa
Puncak kemegahan seni batik di Nusantara adalah pada batik yang
dikembangkan di Kesultanan Surakarta (Surakarta Hadiningrat) yang
sering disebut Solo, dan Yogyakarta (Yogyakarto Hadiningrat). Batik
Yogya dan Solo dikenal sebagai batik yang dalam istilah bahasa Belanda
juga disebut dengan Vorstenlanden. Secara harfiah istilah ini berarti
wilayah-wilayah kerajaan yaitu esultanan Surakarta dan Yogyakarta.
Kedua daerah ini merupakan wilayah kekuasaan empat kerajaan (Catur
Sagatra) yang menjadi penerus dinasti Mataram.
a. Batik Keraton
Sebagaian besar pola-pola batik Keraton mencerminkan pengaruh
Hindu-Jawa yang pada zaan Pajajaran dan Majapahit berpengaruh sangat
besar dsalam seluruh tata kehidupan dan kepercayaan masyarakat Jawa.
Pada perkembangannya setelah masuknya ajaran Islam maka terjadi
berubahan bentuk dengan stlisasi pada hiasan yang terkait dengan bentuk
makhluk hidup.
Pengaruh Hindu-Jawa tercermin jelas pada batik-batik Keraton
berpola semen. Meskipun susunan ragam hias, namun berkat jebebaan
dalam menyusun serta memilih ragam hiasa utama, isen-isen dan ragam
hias pengisi,makan batik motif Senen memiliki banyak sekali ragamnya.
Sebagian besar warisan budaya klasik Jawa yang masih bertahan hingga
jini tetap mengandung unsur Hindu-Jawa. Suatu akulturasi budaya yang
tetap terpelihara di dalam lingkup kehidupan Keraton, sekalipun
perubahan dan perkembangan masyarakat di luar Keraton berlangsung dari
waktu ke waktu dan pengaruh Hindu-Jawa perlahan-lahan semakin surut.
b. Maklumat Solo
Ketika pembatik-pembatik di Keraton Surakarta menghasilkan karya-
karya mereka, maka motif-motif batik itu dihak milik keraton. Sri
Sasuhunan Pakubuwono III lalu membuat peraturan penggunaan motif-
motif batik di kalangan Keraton. Tata tertib penggunaan motif batik ini
bertujuan untuk menanamkan kesadaran pada masyarakatnya akan
kandungan nilai budaya motif batik. Beberapa motif tertentu bahkan
dilarang untuk digunakan di luar keluarga Keraton. Larangan tersebut
dikenal dengan istilah Maklumat Solo Dari kebijakan inilah batik gagrak
Surakarta mulai jadi tatanan berbusana di dalam kehidupan masyarakat
Jawa, hususnya di bumi Mataram Surakarta Hadiningrat atau yang
sekarang populer dengan sebutan kota Solo.
3. Motif larangan
Seni gambar diatas kain yang hanya dapat digunakan dalam kraton
oleh para raja dan keluarga raja sebagai pakaian kebesaran.Kain tersebut
dikenal dengan motif batik larangan. Motif larangan di Kerato Yogya
lebih terperinci dibanding dengan kraton Surakarta.Larangan di Kraton
Yogya yaitu motif Parang Rusak, Seen Ageng dan Sawat Garuda. Motif
batik Kraton Surakarta yaitu motif Parang Rusak, Cemukiran, Udan Liris
(Wulandari, 2011 :58).
Salah satu motif batik yang terkenal adalah parang. Motif ini
mempunyai ciri khas garis-garis lengkung, yang dapat diartikan sebagai
ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam (raja). Komposisi miring
pada parang juga melambangkan kekuasaan, kewibawaan, kebesaran, dan
gerak cepat, sehingga pemakainya diharapkan dapat sigap dan cekatan.
Pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif parang menjadi
pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang dan
menjadi ketentuan yang termuat dalam Pranatan Dalem Jenenge
Panganggo Keprabon Ing Karaton Nagari Ngajogjakarta tahun 1927.
Dalam perkembangannya, motif parang memunculkan banyak
variasi, seperti Parang Rusak, Parang Barong, Parang Kusuma, Parang
Nitik, Parang Klithik, Parang Slobog, dsb. Karena penciptanya pendiri
Kerajaan Mataram, maka oleh kerajaan, motif-motif parang tersebut hanya
diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya, dan tidak boleh dipakai
oleh rakyat biasa. Jenis batik itu kemudian dimasukkan sebagai kelompok
batik larangan (batik yang tidak boleh dipakai oleh rakyat jelata).
Motif batik ini berasal dari kata batu karang dan barong
(singa). Parang Barong merupakan parang yang paling besar dan agung,
dan karena kesakralan filosofinya motif ini hanya boleh digunakan untuk
Raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi. Motif
ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin
mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas
kewajibannya, dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di
hadapan Sang Maha Pencipta.
Kata barong berarti sesuatu yang besar, dan ini tercermin pada
besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif Parang Rusak Barong ini
merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna
agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri

(batik motif parang barong)

4. Batik Saudagaran
Batik saudagaran adalah istilah yang diberikan oleh mayarakat
ketika penggunaan batik sudah berkembang luas di luar tembok Keraton,
dan juga diproduksi oleh perusahaan-perusahaan rumahan. Pengusaha
sekaligus pedagang inilah yang disebut dengan saudagaran tidak lain
adalah batik yang diproduksi oleh para saudagaran batik itu. saudagar
batik ini melihat peluang dari keinginan masyarakat umum di luar keraton
untuk ikut menggunakan motif-motif yang semula terlarang. Oleh
karenanya muncul karya-karya baru yang merupakan turunan
(pengembangan) dari batik-batik pakem milik istana yang dikombinasi
dengan unsur-unsur ornamen lain sehingga akhirnya bisa dikatakan bukan
lagi batik keraton secara persis.
Pemilihan warna pun tidak lagi dibatasi, sekalipun belum terlalu
ekstrem meninggalkan ciri batik keraton. Di akhir abad ke-19 mulai
dikenal penemuan zat warna buatan. Sejak itu ternyata peggunaan zat-zat
pewarna jenis ini membuat proses produksi batik lebih cepat dan bisa
menggunakan beranka ragam warna. Pembatik saudagaran mengubah
batik keraton dengan isen-isen yang rumit dan mengisinya dengan cecek-
cecek (titik-titik) sehingga tercipta karya batik yang anggun.
5. Batik dan Fashion
Di balik simbol-simbol dalam berbagai motif dan corak batik
terdapat banyak makna dan nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan.
Batik di Indonesia telah melewati masa dan sejarah yang pajang untuk
sampai pada perkembangannya yang pesat dewasa ini. Semua tidak lepas
dari perkmebangan zaman, pemikiran, teknologi, hingga kreativitas yang
mewarnai motif dan corak batik.
Merupakan suatu keniscayaan realitas bahwa kemudian batik
Indonesia lebih mampu mengaktualisasi diri sebagai satu bagian dari
warisan budaya yang disenangi, menjadi tren, berkembang pesat,
dimodifikasi, dikembangkan, disebarluaskan, hingga menjadi semacam
budaya baru yang kekinian. Batik tidak tenggelam dimakan usia karena
adanya usaha terus-menerus dari generai ke generasi untuk
melestarikannya., sesuai dengan perkembangan pemikiran dan teknologi
di masanya masing-masing.

Para pelaku industri fashion batik harus selalu memperbaui


komitmen mereka bahwa batik merupakan jati diri mereka. Batik tetap
harus kental dan menjadi karakter dari setiap arya mereka walaupun batik
sudah dibingkai dalam pola-pola liberalisasi maupun pasar bebas atas
dasar keuntungan komersial. Bagaimanapun juga, urusan komersialisasi
tidak harus mengabaikan nilai-nilai budaya adiluhung yang terkandung di
dalam batik.
Salah satu pelaku industri fashion Indonesia yang sudah mendunia
adalah Poppy Dharsono. Poppy Dharsono (lahir di Garut, 08 Juli 1951)
adalah seorang pengusaha dan desainer Indonesia yang menjabat sebagai
anggota DPD RI periode 2009-2014 untuk Jawa Tengah. Poppy
Dharsono merupakan anak dari pasangan Lander Dharsono dan Siti
Sumiyartini. Poppy Dharsono sempat diberitakan karena hubungannya
sebagai istri mantan Mensesneg Moerdiono. Poppy Dharsono maju lagi
sebagai calon anggota DPD RI untuk periode 2014-2019.

Pada JFFF (Jakarta Fashion and Food Festival) 2013, Kamis


(16/5/2013). Poppy mengolah kain batik dengan cara yang modern dan
elegan. Dengan tema 'Redefining Parang, potongan busana yang tegas
dari kain batik bermotif parang, namun terlihat begitu mewah karena
tambahan material payet dan sequin, sesuai ciri rancangan Poppy. 12
pakaian yang ia tampilkan merupakan interpretasi kembali kain batik
parang yang biasa dikenakan dengan kebaya, menjadi busana untuk
pesta. Poppy menghadirkan batik parang sebagai acuan dan motif dasar
dengan dominasi warna cokelat, hitam, soga, dan tentunya sentuhan gold
atau keemasan. Setiap motif punya karakter masing-masing yang
berbeda, dan kali ini tampil dalam potongan modern, baik untuk atasan
maupun bawahan.
B. Kerangka Berpikir

Batik Nusantara

Batik Kratonan Batik Saudagaran

Motif Batik Larangan

Motif Batik Larangan

Batik dan Mode

Redefining Parang
Karya Poppy
Dharsono

( Inovasi Motif Batik Parang Karya Desainer Poppy Dharsono)

Poppy Dharsono merupakan salah satu desainer papan atas di Indonesia


yang sudah mendunia dengan karya-karyanya yang luar biasa. Pada zaman yang
modern ini, Poppy berkesempatan mengikuti fashion show pada acara Jakarta
Fashion and Food Festifal pada tahun 2013. Dari sekian banyak tema yang bisa
diangkat, Poppy memilih mengangkat batik bermotif Parang. Hal itu dikarenakan
Poppy sangat terkesan akan kentalnya makna filosofis dan tradisi budaya yang
terkandung dalam motif Paang. Motif parang yang pada zaman dahulu merupakan
motif larangan dan tidak boleh digunakan sembarang orang. Poppy mengubah
motif tersebut menjadi bermacam gaun serta pakaian yang modern dan trendy.
BAB III
Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor
yang dikutip oleh Lexy J. Moleong mengemukakan metode kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jadi, jenis penelitian
yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif.

B. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau pernyataan-pernyataan yang
disampaikan oleh responden, dan tingkah laku yang ditujukan oleh obyek
penelitian.
1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
sumber-sumber yang telah ada. Daa ini biasanya dieroleh dari
perpustakaan atau dari laporan-laporan penulis terdahulu. Data
sekunder disebut juga data yang tersedia. Data sekunder biasa
dikatakan sebagai data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
diperoleh penulis dari subyek penelitian. Dalam penilitan ini peneliti
mendapatkan data melalui buku-buku sumber sebagai penguat dari
data yang diperoleh melalui website.

C. Validitas Data
Sugiyono (2010:121) menjelaskan bahwa uji keabsahan data dalam
penelitian ualitatif meliputi uji credibility (validasi internal) , transferability
(validitas eksternal), dependability (reliabilitas) dan comfirmability
(objektivitas). Dalam penelitian ini pengujian keabsahan/validitas data,
peneliti menekankan pada uji Kredibilitas. Menurut Sugiyono (2010 : 121) ,
pengujian kredibilitas data penelitian kualitatif dapat dilakukan antara lain
dengan perpanjangan pengamatan, peningkaan ketekunan dalam penelitian,
tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member
check .
1. Meningkatkan ketekunan, dalam hal ini peneliti berusaha lebih tekun
dan cermat untuk memperoleh kepastian dan akurasi data dengan mengecek
kembai data-data maupun dengan membaca berbagai referensi terutama
konsep-konsep / teori yang telah disajikan dlaam tinjauan pustaka terkait
dengan temuan penelitian. Dengan demikian peneliti menjadi semakin luas
dan tajam untuk memeriksa bahwa data yang ditemukan peneliti adalah
benar, dapat dipercaya untuk selanjutnya dibahas dengan menggunakan
pendekatan konsep atau teori pada tinjauan pustaka.

2. Analisis kasus negatif, artinya apakah ada data yang berbeda atau tiak,
sejauh yang peniliti analisis terhadap kasus negatid ini secara subtantif
sangat kecil atau lemah, maka data yang diperoleh adalah kredibel.

3. Menggunakan Bahan Referensi, artinya data yang diperoleh disertai alat


pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada BAB IV ini Peneliti akan memaparkan fokus dari penelitian ini yaitu
inovasi batik motif parang karya desainer Poppy Dharsono. Dimana penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif
sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah (natural setting). (Sigiyono, 2009:8). Pada penelitian
kualitatif peneliti dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh sumber data. Pada penelitian kualitatif peneliti
bukan sebagaimana seharusnya apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi
berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami,
dirasakan, dan dipikirkan oleh sumber data.

Dengan melakukan penelitian melaui pendekatan deskiptif maka peneliti


harus memaparkan, menjelaskan, menggambarkan data yang telah diperoleh oleh
peneliti melalui wawancara mendalam yang dilakukan dengan para informan.
Pada bab ini dibagi menjadi dua bagian agar lebih sistematis dan terarah yaitu
sebagai berikut:

A. Gambaran umum objek penelitian


B. Pembahasan objek penelitian

A. Gambaran Umum Objek Penelitian


1) Batik Gagrak Surakarta dan Yogyakarta
Lahirnya batik gagrak Yogyaarta dan gagrak Surakata
diakibatkan terjadinya peristiwa politik yang akhirnya berpengaruh
pada aspek-aspek budaya yang membedakan antara ciri-ciri
Yogyakarta dan Surakarta sebagai sumber atau pusat aktivitas
budaya. Peristiwa politik yang dimaksud adalah Perjanjian Giyanti
pada tanggal 13 Februari 1755. Perjanjian Giyanti ini memecah
Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu wilayah di sebelah timur
Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh
pewaris takhta Mataram (yaitu Sri Susuhunan Pakubuwana III) dan
tetap berkeudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat
(daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Sultan
Hamengkubuwono I yang berkedudukan di Yogyakarta.
Dari perpecahan tersebut, seluruh busana (batik) keraton
dibawa ke Yogyakarta. Sejak perpecahan itulah Keraton Mataram
Surakarta tidak mempunyai corak busana khas Keraton. Dari
sinilah kemudian Pau Bowono III memerintahkan untuk membuat
otif-motif batik Keraton Mataram Surakarta. Motif-motif ini
selanjutnya disebut sebagai batik gagrak Surakarta, sementara
batik-batik Mataram yang dibawa ke Yogya dan dikembangkan
disana disebut sebagai batik Mataram murni atau gagrak
Yogyakarta.

2) Sejarah umum motif batik Parang


Selain proses pembuatannya yang rumit dan selalu disertai dengan
serangkaian ritual khusus, batik juga mengandung filosofi tinggi yang
terungkap dari motifnya. Hal ini terkait dengan sejarah penciptaan motif
batik sendiri yang biasanya diciptakan oleh sinuwun, permaisuri atau
putri-putri kraton yang semuanya mengandung falsafah hidup tersendiri
bagi pemakainya. Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka
keadaan tersebut mengilhaminya untuk menciptakan pola batik lereng
atau parang, yang merupakan ciri ageman Mataram yang berbeda dengan
pola batik sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan
Mataram, maka oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh
dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan istana.
Motif Parang Rusak misalnya. Motif ini diciptakan oleh
Panembahan Senopati, pendiri Keraton Mataram. Setelah memindahkan
pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, Senopati sering bertapa di
sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran
pegunungan seribu yang tampak seperti pereng (tebing) berbaris.
Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian
berubah menjadi parang. Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang
terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak
laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang
kemudian diberi nama Parang Rusak.
Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku
Buwono I pada tahun 1785. Pola batik yang termasuk larangan antara
lain: Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik,
Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak
Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang
rusak. Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata
adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya
oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang
kemudian menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan
budaya, termasuk pula khazanah batik.

3) Inovasi Batik Motif Parang

Kata inovasi memiliki banyak pengertian. Seperti yang terdapat


dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Inovasi merupakan
pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaharuan atau penemu-
an baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal
sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Sedangkan menurt Everett M
Rogers, Mendefisisikan bahwa inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek
atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru
oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi


merupakan suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang,
yang dapat diamati atau dirasakan sebagai sesuatu yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Jadi, inovasi/
pembaharuan penemuan diadakan untuk memecahkan masalah guna
mencapai tujuan.

Pada penelitian kali ini, inovasi yang dilakukan oleh desainer


Poppy Dharsono adalah membuat cocktail dress dengan batik bermoif
parang. Cocktail dress merupakan istilah yang digunakan untuk
mengambarkan sebuah gaun malam yang biasa dikenakan pada acara semi
formal seperti pesta pernikahan dan pesta ulang tahun. Cocktail dress yang
kita kenal saat ini secara garis besar telah mengalami perubahan yang
cukup drastis jika dibandingkan dengan model gaun malam yang sudah
ada pada masa sebelumnya dengan ukuran panjang hingga menyentuh
pergelangan kaki. Perubahan gaya hidup wanita modern yang mulai akrab
dengan dunia malam kemudian melahirkan model cocktail dress yang
berpotongan lebih ketat berhiaskan aplikasi renda maupun payet dengan
ukuran panjang hingga sebatas lutut bahkan jauh lebih pendek. Cocktail
dress pertama kali muncul di belahan bumi Amerika Serikat ketika
pemerintah setempat mengeluarkan larangan keras mengkonsumsi alkohol
dalam jumlah berlebih di tahun 1920-an. Hal inilah yang kemudian
mendorong masyarakat untuk menemukan cara lain menikmati minuman
beralkohol dengan menciptakan pesta ditempat yang lebih tertutup seperti
rumah, bar dan tempat hiburan malam lainnya.

B. Pembahasan
1. Penggunaan Batik Larangan Masa Kini

Dewasa ini banyak sekali desainer Indonesia yang mengangkat


batik sebagai tema dari rancangannya. Dengan mengemas sedemikian rupa
sehingga membawa angin dingin serta bisa diterima oleh masyarakat.
Berikut beberapa contoh desainer yang sudah melakukan inovasi pada
batik motif larangan yang kemudian diangkat menjadi koleksinya.
a. Edward Hutabarat
Dalam acara Jakarta Fashion Week 2014 Edward Hutabarat
mengangkat motif batik larangan seperti parang untuk dress
rancangannya.

(Busana Rancangan Edward Hutabarat, JFW 2014)

b. Iwan Tirta
Pada Jakarta Fashion Week 2015 desainer Iwan Tirta
mengeluarkan Iwan Tirta Private Collection dengan mengangkat
motif larangan berupa kawung yang kemudian dikembangkan
dengan berbagai ornamen.
(Busana Rancangan Iwan Tirta, JFW 2014)
c. Tuty Adib

Desainer asal kota Solo ini memaemrkan busana rancangannya


pada Indonesia Fashion Week 2015 ini mengangkat Caravansary
Kinasih adalah wujud penghargaannya akan tradisi leluhur dengan
menampilkan kain batik motif tradisional, seperti motif sekar jagad,
parang, kawung, buketan, dan lain-lain, serta tenun lurik dengan
inspirasi kemegahan struktur bangunan candi.

(Busana Rancangan Tuty Adib, IFW 2015)


2. Cocktail Dress Rancangan Poppy Dharsono
Redifining Parang menjadi judul dari koleksi busana
terbaru yang dirilis Poppy Dharsono dalam Jakarta Fashion and
Food Festival (JFFF) 2013. Dalam wawancaranya pada tanggal
16 Mei 2013 di Hotel Harris, Kelapa Gading Poppy
mengungkapkan bahwa ia ingin membuat motif parang yang
akan diangkat tidak hanya digunakan sebagai pakaian
pengantin. Bila diolah dengan benar motif ini bisa menajdi
cocktail dress dan gaun malam yang elegan danmodern.
Alasan lain yang mendorong desainer ini menggunakan
motif parang adalah motif ini kental akan histori serta makna-
makna adi luhung yang terkandung didalamnya. Dalam
rancangannya, Poppy menambahkan sentuhan gold atau
keemasan karena ingin semakin menonjolkan sisi kemewahan
lokal nan klasik.

(Busana Rancangan Poppy Dharsono, JFFF 2013)


3. Semiotika
Peneliti menggunakan ilmu semiotika sebagai pedoman
dalam penelitian Inovasi Batik Motif Parang Karya Desainer
Poppy Dharsono. Semiotika berasal dari kata Yunani
Semion atau tanda, kerap diartikan sebagai ilmu tanda.
Menurut Kriyantono (2006 : 263) Semiotik adalah ilmu
tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya
dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya
oleh mereka yang menggunakannya.
Menurut Preminger (dalam Kriyantono, 2001 : 263), ilmu
ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan
kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Sedangkan menurut Pawito (2007 : 23) Tradisi semiotika
ini lebih memusatkan perhatian pada lambang-lambang dan
simbol-simbol, serta memandang komunikasi sebagai suatu
jembatan antara dunia pribadi individu-individu (misalnya
seniman, aktor, atau politikus) dengan ruang di mana lambang-
lambang digunakan oleh individu-individu untuk mengangkut
makna-makna tertentu kepada khalayak atau publik.
Model Charles Sanders Peirce
Studi mengenai tanda dan cara kerja dari tanda-tanda
tersebut dinamakan semiotika atau semiologi. Objek utama
dalam pendekatan ilmu ini adalah teks, yang tak hanya
berbentuk teks tertulis, akan tetapi dapat berupa gambar,
pakaian, motif atau corak, lukisan dan lain sebagainya.
Gambar sebagai suatu sistem tanda yang merupakan
bentuk fisik yang berbentuk serta mengacu pada apa yang akan
dirujuknya. Pendekatan semiotika bermula dari tiga elemen
dasar yaitu tanda, acuan tanda dan pengguna tanda.
Fiske & Littlejohn (dalam Kriyantono, 2006 : 265)
mengemukakan, Semiotika berangkat dari tiga elemen utama
yang disebut Peirce teori segitiga makna atau triangle meaning,
yaitu sebagai berikut :
a. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat
ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu
yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu
sendiri. Acuan tanda ini disebut objek.
b. Acuan tanda (objek) adalah konteks sosial yang menjadi
referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
c. Pengguna tanda (interpretant) adalah konsep pemikiran
dari orang yang menggunakan tanda dari menurunkkannya ke
sutau makna tertentu atau makna yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Yang dikupas teori segitiga, maka adalah persoalan
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu
digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara
tanda, objek dan interpretan digambarkan Peirce (dalam
Kriyantono, 2006 : 266) sebagai berikut :

Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant (Triangle Of Meaning)

Sign

Interpretant Object
Peirce (dalam Wibowo, 2011 : 13) membedakan tipe-tipe
tanda menjadi: Ikon (Icon), Indeks (Indeks), dan Simbol
(Symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen
dan objeknya.
Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa
sehingga tanda itu mudah dikenali oleh pemakainya. Di dalam
ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud
sebagai kesamaan dalam berbagai kualitas. Contohnya
sebagian besar rambu lalu lintas merupakan tanda yang ikonik
karena menggambarkan bentuk yang memiliki kesamaan
dengan objek sebenarnya.
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal
atau eksistensial di antara representamen dan objeknya. Di
dalam indeks, hubungan antara tanda dengan objeknya bersifat
kongkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang
sekuensial atau kausal. Contoh jejak telapak kaki di atas
permukaan tanah, misalnya merupakan indeks dari seseorang
atau binatang telah lewat di sana, ketukan pintu merupakan
indeks dari kehadiran seorang tamu di rumah kita.
Simbol, merupakan jenis tanda yang bersifat arbiter dan
konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang
atau masyarakat. Tanda-tanda kebahasaan pada umumnya
adalah simbol-simbol. Contohnya Garuda Pancasila bagi
bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki latar budaya
berbeda, seperti orang Eskimo, misalnya Garuda Pancasila
hanya dipandang sebagai burung elang biasa (Tinarbuko,
2009:17).
Sebagaimana telah disebutkan di atas, tanda mempunyai
tiga elemen, yaitu : ikon, indeks, dan simbol. Ketiga elemen
tersebut dan cirri-cirinya dapat digambarkan dalam tabel
dibawah ini :
Jenis Tanda Ditandai Dengan Contoh Proses Kerja
Ikon Persamaan Gambar, foto, dan
patung Dilihat
(Kesamaan)
Kemiripan
Indeks
Hubungan Asap -- api Diperkirakan
sebab akibat Gejala
Keterkaitan penyakit

Simbol
Konvensi atau Kata-kata Dipelajari
Isyarat
Kesepakatan
sosial

Dari hasil analisa pada batik bermotif parang yang


dijadikan cocktail dress rancangan Poppy Dharsono terdapat
berbagai unsur ikon, indeks, dan simbol. Dalam busananya,
yang paling menonjol merupakan motif parang yang
ukurannya sudah dimodifikasi oleh perancang.
Dengan menggunakan motif parang, menggambarkan
kebijaksanaa, kemuliaan serta kemenangan. Hal ini selaras
dengan penggunaannya sebagai cocktail dress yang
diperuntukan untuk acara resmi sehingga memancarkan
kepercayaan diri yang tinggi dan harapan-harapan yang positif.
Warna coklat melambangkan pribadi yang hangat, terang
alami, rendah hati, bersahabat, kebersamaan, tenang dan
sentosa sesuai dengan masyarakat Jawa yang mengutamakan
rasa dalam segala tindak-tanduknya. Warna putih
melambangkan pribadi yang suci, polos, lugu, jujur, bersih,
spiritual, pemaaf, cinta, dan terang yang melambangkan sifat
religius masyarakat Jawa. Warna hitam melambangkan pribadi
yang gelap, misteri, kukuh, formal, dan memiliki keahlian.
Secara keseluruhan, busana karya Poppy Dharsono ini
telah mendeskripsikan makna sesungguhnya dari batik
larangan tanpa ada menurunkan kesan batik yang adiluhung.
BAB V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan semiotika terhadap
tanda-tanda dalam Inovasi Batik Parang Karya Desainer Poppy Dharsono,
maka dapat ditarik keseimpulan sebagai berikut :
Desainer Poppy Dharsono mengangkat motif parang sebagai
perlambangan dari berbagai makna diantaranya adalah kebijaksanaan,
kemuliaan, dan kemenangan. Serta sentuhan pada detail-detail cocktail
dress yang berwarna emas dan coklat melambangkan kemewahan lokal
nan klasik.
Tema besar yang diangkat merupakan Redefining Parang (Sisi
lain Parang) dimana desainer melakukan inovasi atau mengemas ulang
batik motif parang yang sarat akan makna menjadi sebuah cocktail
dressyang disesuaikan dengan tren fesyen saat itu sehingga memberikan
kesan yang modern dan elegan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan melihat hasil yang didapatkan
dari penelitian ini, saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai
berikut :

Peneliti menilai bahwa desainer Poppy Dharsono telah mampu


menciptakan inovasi batik motif parang yang dijadikan sebagai cocktail
dress yang menarik dan disesuaikan.

Untuk kedepannya, diharapkan agar desainer-desainer muda


berbakat di Indonesia dapat tetap mempertahankan budaya-budaya serta
tidak menurunkan nilai estetis serta filosofi yang ada pada motif dari kain
batik yang digunkana, sehingga dapat tercipta busana batik modern yang
kaya akan makna/filosofi.
Kedepannya diharapkan dapat lebih banyak dan lebih
berfariasi lagi dalam mengembangkan motif batik larangan
maupun tradisional sebagai busana masa kini, sehingga generasi
muda menerima pakaian yang diciptakan dan memahami makna
yang terkandung di dalamnya. Caranya antara lain dengan
menambahkan motif atau corak lain yang sedang digandrungi atau
menggunakan warna yang ceria seperti kuning muda atau merah.
Daftar Pustaka
1. Kusrianto,Adi. 2013. Batik Filososfi, Motif, dan Kegunaan.
Yogyakarta: C.V Andi Ofset
2. Wulandari, Ari. 2011. Batik Nusantara (Makna Filosofis, Cara
Pembuatan &Industri Batik). Yogyakarta: C.V Andi
3. Lisbijanto,Herry.2013. Batik.Yogyakarta:Graha Ilmu
4. Poppy Dharsono, Ensiklopedia Online, http://portal-
biologi.kabel.web.id/id3/1076-962/Poppy-Dharsono_106857_portal-
biologi-kabel.html diakses pada 1 Mei 2017
5. Poppy Dharsono Tampilkan Batik Parang Bergaya Glamour di JFFF
2013, Wollipop Lifestyle,
https://wolipop.detik.com/read/2013/05/16/192852/2248209/233/poppy-
dharsono-tampilkan-batik-parang-bergaya-glamour-di-jfff-2013 , diakses
pada 1 Mei 2017
6. Definisi Poppy Dharsono untuk Motif Parang, Kompas News>Gaya,
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/17/15505095/definisi.poppy.dh
arsono.untuk.motif.parang , diakses pada 11 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai