Anda di halaman 1dari 10

Volume 15 Agustus 2018

BATIK KAWUNG SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT


DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh:
Gandes Sekar Putri
Email: gandes.sekarputri@gmail.com

ABSTRAK

Batik tradisional merupakan batik yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Batik
sebagai salah satu karya seni budaya bangsa Indonesia terus mengalami perkembangan.
Batik memiliki sifat dinamis yaitu dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam dimensi
ruang, waktu dan bentuk. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII
diberlakukan aturan dan tata cara penggunaan batik sebagai perlengkapan busana
kebesaran Keraton Yogyakarta. Motif kawung diciptakan oleh Sultan Agung
Hanyokrokusumo di Mataram. Motif Kawung merupakan motif batik dengan perpaduan
warna gelap dan cerah. Motif Kawung dapat diinterpretasikan sebagai gambar bunga
lotus dengan empat lembar daun bunga yang sedang mekar.

Kata kunci: batik, kawung, kearifan lokal

Pendahuluan pada perkembangan teknologi, sehingga


nilai-nilai kearifan lokal pada budaya
Bangsa Indonesia merupakan
tradisional menjadi tersingkir.
bangsa yang berbudaya hal tersebut
ditunjukkan dengan beragam suku dan Peranan batik menjadi penting
kebudayaan yang banyak dihasilkan. dari seringnya pemakaian dalam
Sebagai bangsa yang berbudaya maka berbagai kegiatan adat. Pada ritual-
wajib bagi kita untuk menjaga ritual masyarakat Jawa, batik menjadi
kelestarian budaya yang dimiliki. Salah ageman yang selalu digunakan baik
satu warisan budaya yang patut dalam upacara mitoni (tujuh bulanan),
dilestarikan adalah batik. Seiring tedak siten (pertama kali menginjak
semakin majunya teknologi, tanah), pernikahan dan kematian.
modernisasi dan globalisasi, nilai Keindahan seni batik dilukiskan pada
kearifan dalam batik menjadi warna dan motif. Di dalam motif batik
terabaikan. Perhatian generasi muda terdapat pesan dan harapan yang luhur.
pada zaman sekarang lebih terfokus Dengan memilih motif batik yang ingin

23
Volume 15 Agustus 2018

digunakan, berharap akan Nilai-Nilai Kearifan Lokal


membawa kebaikan dan kesejahteraan.
Kearifan lokal (lokal wisdom)
Batik tradisional merupakan merupakan gagasan-gagasan setempat
batik yang kaya akan nilai-nilai kearifan yang bersifat bijaksana, bernilai baik
lokal, sehingga generasi penerus dan penuh kearifan yang diimiliki oleh
berkewajiban untuk melestarikan. Pada kelompok masyarakat tertentu serta
zaman sekarang dengan adanya dapat diwariskan dari generasi ke
perkembangan ilmu pengetahuan dan generasi. Definisi lain menyebutkan
teknologi telah membawa pengaruh bahwa kearifan lokal merupakan
besar dalam perkembangan batik kebenaran yang telah menjadi tradisi
tradisional. Pola pikir masyarakat yang pada suatu daerah. Kearifan lokal
mulai berubah akibat kemajuan menjadi perpaduan antara nilai-nilai
teknologi, membawa perubahan pula suci firman Tuhan dengan berbagai nilai
pada inovasi pembuatan batik. Apabila kebaikan yang ada dalam kehidupan
pada zaman dahulu pembuatan batik suatu masyarakat. Kearifan lokal
cukup dilakukan dengan tangan, maka terbentuk dari kondisi geografis
pada zaman sekarang marak pembuatan masyarakat setempat dan budaya yang
tekstil bermotif batik dilakukan dengan dihasilkan. Walaupun bersifat lokal,
cap dan printing. namun nilai-nilai yang ada di dalamnya
dapat bersifat universal.
Salah satu motif batik tradisional
yang masih digunakan hingga saat ini Selain nilai-nilai dari alam yang
oleh masyarakat Yogyakarta adalah dipelajari manusia, nilai-nilai kearifan
batik tradisional Kawung. Pohon lokal juga berasal dari nilai-nilai agama
Kawung (Aren) merupakan tumbuhan dan menjadi pandangan hidup suatu
yang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat (Sartini, 2009: 9-11).
manusia, baik dari akar, batang, daun, Terdapat keindahan visual dan
nira dan juga buah yang dihasilkan. keindahan filosofis yang berguna bagi
Dengan memakai batik kawung, kehidupan manusia pada saat motif
diharapkan dapat berguna bagi banyak batik tradisional dihasilkan/diciptakan
orang.

24
Volume 15 Agustus 2018

(Sewan Susanto, 1980: 213). Pada dimensi waktu berkaitan dengan


Motif batik tradisional yang bersifat perkembangan dari masa lalu hingga
monumental dari alam dan lingkungan sekarang. Sedangkan dimensi bentuk
sekitar merupakan imajinasi dari agama terinspirasi oleh motif-motif tradisional
dan kepercayaan seniman batik (Kartini Pramono, 2013: 137).
(Indarmadji, 1983 12).
Pada masa pemerintahan Sultan
Hamengkubuwono VIII diberlakukan
Perkembangan Batik Tradisional
aturan dan tata cara penggunaan batik
Seiring dengan berjalannya sebagai perlengkapan busana kebesaran
waktu, batik sebagai salah satu karya Keraton Yogyakarta. Aturan tersebut
seni budaya bangsa Indonesia terus ditulis dalam Pranatan Dalem Bab
mengalami perkembangan. Batik tulis Namanipun Panganggo Keprabon Ing
pada awalnya hanya diperuntukkan Nagari Dalem Ngayogyakarta
terbatas pada keluarga keraton saja. Hadiningrat pada tanggal 3 Mei 1927.
Pembuatan batik tulis dikerjakan oleh Isi dari aturan tersebut menyangkut
putri-putri keraton untuk mengisi waktu nama-nama perlengkapan pakaian
luang. Namun kemudian menyebar kebesaran, antara lain: dodot, bebet,
dikalangan abdi dalem hingga sikepan, kuluk dan songsong (payung).
masyarakat di luar lingkungan keraton Pada motif batik, antara lain: Parang
(Amri Yahya, 1971: 24). Rusak yang dibedakan menjadi tiga
bentuk motif, yaitu: Parang Rusak
Dalam perkembangannya
Barong, Parang Gedreh dan Parang
membuktikan bahwa batik memiliki
Klitik. Motif Parang Barong lebih besar
sifat dinamis yaitu dapat menyesuaikan
dari ukuran motif Parang Gedreh yang
diri dengan baik dalam dimensi ruang,
besarnya tidak boleh lebih dari empat
waktu dan bentuk. Dimensi ruang
sentimeter (Rina Patriana Chairiyani:
merupakan dimensi yang berkaitan
2014: 1178).
dengan wilayah persebaran batik di
nusantara yang menghasilkan sebuah Motif batik lain untuk dodot dan
gaya yang menjadi ciri khas daerah bebet keprajuritan antara lain: Semen
setempat, seperti batik Pekalongan, Gedhe, Sawat Gurdha, Udan Liris,
Solo, Yogyakarta dan lain sebagainya. Rujak Senthe dan Parang-parangan

25
Volume 15 Agustus 2018

(Kartini Parmono, 2013: 137). Di dalam terlihat pada motif Cinde. Sedangkan
aturan yang diberlakukan masa Sultan pengaruh Belanda Nampak pada motif
Hamengkubuwono VIII tersebut juga Buketan dan pengaruh Jepang pada
disebutkan siapa saja yang berhak motif Hokokai. Batik tradisional yang
mengenakan pakaian kebesaran dengan kental oleh pengaruh adat dapat ditemui
motif batik yang telah ditentukan, mulai pada batik tulis Irian Jaya dengan ragam
dari Sultan, istri, pangeran, putri-putri, hias suku Asmat. Pengaruh adat juga
hingga abdi dalem seperti: patih, bupati, terlihat pada batik tulis Kalimantan
wedana, lurah dan demang. Selanjutnya Timur dengan ragam hias lambang
disebarluaskan kepada rakyat yang perdamaian suku Dayak Bahau serta
berada di wilayah Kasultanan ragam hias Tongkonan Toraja, Sulawesi
Yogyakarta Hadiningrat untuk Selatan (Kartini Pramono, 2013: 138).
mematuhi dan melaksanakan peraturan
Manusia merupakan makhluk
tersebut.
yang dapat mengerti dan menggunakan
Batik tradisional tidak terlepas simbol-simbol. Manusia dapat
dari pengaruh adat istiadat, kebudayaan menciptakan dan memahami makna dari
daerah, kepercayaan dalam agaman dan simbol-simbol tersebut, sehingga dapat
juga kebudayaan pendatang. Pada motif digunakan sebagai penuntun dan
meru, semen, sawat dan garda terdapat petunjuk pada perilaku dan perbuatan
simbol-simbol dari kepercayaan Hindu. baik sesuai dengan norma (Ernest
Sedangkan pada batik tradisional yang Cassirer, 1987: 41). Batik tradisional
dipengaruhi budaya Islam tidak terdapat sebagai warisan budaya tidak terlepas
simbol-simbol binatang maupun dari makna simbolik yang mengandung
lambang dewa-dewa. Walaupun nilai-nilai kearifan dilihat dari motif,
demikian, hingga saat ini pengaruh warna, ornamen hingga fungsi.
kebudayaan Hindu masih tampak pada
Motif batik kreasi baru dapat
motif-motif batik yang tersebar luas
dijumpai pada modernisasi batik saat
dikalangan masyarakat hingga saat ini.
ini. Saat ini di wilayah Yogyakarta
Pada batik motif Lok Chan dan terdapat berbagai jenis batik, antara
Encim diketahui merupakan batik lain: Batik Tulis yang dibuat langsung
pengaruh Tionghoa. Pengaruh dari India oleh tangan-tangan para pembatik

26
Volume 15 Agustus 2018

dengan menggunakan canthing tulis; khas milik Keraton dan tidak boleh
Batik Cap yang dihasilkan digunakan masyarakat luas disebut
menggunakan canthing cap untuk dengan motif larangan. Motif larangan
memproduksi batik dengan lebih cepat; antara lain kawung, parang, semen,
dan ada pula Batik Lukis dibuat dengan udan liris, cemungkiran, alas-alasan
menggunakan canthing dan kuas. dan sawat (Rina Patriana Chairiyani:
2014: 1179).
Modernisasi merupakan gejala
yang dipengaruhi oleh pengembangan Motif kawung diciptakan oleh
seni dan budaya menuju arah kreatifitas Sultan Agung Hanyokrokusumo di
yang semakin rasional. Meskipun Mataram. Motif kawung dihasilkan
demikian, seharusnya pada pembuatan dengan mengambil bahan-bahan dari
motif-motif baru tetap memperhatikan alam yang kemudian digunakan menjadi
unsur-unsur simbolis yang khas dan motif batik. Motif Kawung diilhami dari
bermakna dari akar budaya lokal, pohon aren yang buahnya berbentuk
sehingga motif-motif yang dihasilkan bulat lonjong berwarna putih. Motif
mengandung nilai-nilai budaya tinggi Kawung memiliki simbol-simbol yang
dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada penuh makna (Koeswadji: 1981, 112).
saat ini dan selanjutnya diharapkan akan
Motif Kawung merupakan motif
semakin dapat meningkatkan
batik dengan perpaduan warna gelap
kesejahteraan masyarakat terutama
dan cerah. Menurut pandangan dan
dalam bidang ekonomi.
corak kebudayaan Jawa Kuno, warna
memiliki makna simbolis tertentu.
Kearifan Motif Batik Kawung
Warna diibaratkan lambang atau watak
Berbagai upacara baik di dalam manusia yang disimbolkan dengan
maupun di luar Keraton hingga saat ini panca warna (Sewan Susanto, 1984:
masih terus dilestarikan di wilayah 91). Warna-warna yang termasuk dalam
Yogyakarta, seperti Jumenengan, ritual panca warna antara lain merah, hitam,
adat hingga pergelaran seni tari yang kuining, hijau dan putih. Rangkaian
menggunakan batik dalam kegiatan warna tersebut melambangkan dasar
tersebut. Adapun motif-motif dan watak manusia yang mengarah pada
warna-warna khusus yang menjadi ciri nafsu angkara murka. Namun demikian,

27
Volume 15 Agustus 2018

apabila manusia dapat mengendalikan diatur secara geometris dikenal dengan


nafsu angkara murka tersebut maka corak Ceplok. Pada corak Ceplok
akan menjadi kekuatan yang lebih baik, terdapat hubungan dengan kepercayaan
kemudian memunculkan sikap kejawen yang dianut orang Jawa pada
bijaksana serta berbudi pekerti luhur zaman pra Hindu. Dasar dari kejawen
(Kartini Parmono, 2013: 144). adalah konsep kekuasaan yang terdiri
dari kekuasaan alam semesta dan
Makna-Makna Simbolis Motif Batik kekuasaan di antara manusia. Pada
Kawung corak Kawung dan Ceplok
mencerminkan penguasa (raja) sebagai
Motif kawung menggambarkan
pusat kekuasaan di dunia, pemimpin
sistem perekonomian desa disesuaikan
manusia dan pelindung bagi yang
dengan pembagian waktu masyarakat
lemah. Raja juga dianggap sebagai
Jawa yang berazaskan kerukunan dan
jelmaan dewa.
gotong royong. Masyarakat Jawa
menggunakan satuan waktu yang terdiri Pusat kekuatan dikelilingi oleh
dari lima satuan hari yang disebut empat bentuk bulatan atau segi empat.
sepasar yaitu Pahing, Pon, Wage, Keempat bantuk yang mengelilingi
Kliwon dan Legi. Sepasar berasal dari pusat kekuatan merupakan sumber
kata “pasar” yang artinya tempat tenaga alam semesta, antara lain: 1)
berkumpulnya banyak orang untuk Timur dihubungkan dengan terbitnya
melakukan jual beli. Pola yang terdiri matahari yang merupakan sumber
dari empat motif lonjong dengan pusat tenaga untuk segala kehidupan; 2) Barat
di tengah-tengahnya melambangkan merupakan arah terbenamnya matahari
lima desa yang saling berdekatan, yang yang melambangkan sumber tenaga
masing-masing mendapat giliran yang menyebabkan menurunnya
sebagai pusat penjualan hasil pertanian kehidupan (tidak beruntung); 3) Utara
sekali dalam lima hari (Oetari, 2011: merupakan arah kematian (sumber
15). tenaga yang mencabut nyawa) dan 4)
Selatan yang dihubungkan dengan
Salah satu variasi motif Kawung
Zenith atau puncak segalanya. Pusat
dengan perubahan-perubahan pada
kekuasaan yang dikelilingi oleh empat
bulatannya menjadi segi empat yang
sumber tenaga disebut dengan

28
Volume 15 Agustus 2018

moncopat (Mari S. Condronegoro, Panca-Pat yang melambangkan empat


1995: 19). bentuk yang sama dan satu pusat (inti).

Motif Kawung juga Panca-Pat merupakan kearifan


dihubungkan dengan binatang yang tradisional dalam filsafat kosmologi dan
berbentuk bulat lonjong, yaitu kehidupan, peraturan kenegaraan,
kuwangwung (Sewan Susanto, 1980: politik dan ekonomi, yang terdiri dari:
81). Motif Kawung memiliki makna 1) Keblat Papat Lima Pancer yang
simbolis ditinjau dari gambaran buah artinya dimanapun yang disebut empat
arena tau kolang kaling. Pohon aren penjuru angina (keblat), manusia selalu
memiliki banyak manfaat bagi berada di tengahnya; 2) Sedulur Papat
kehidupan manusia, dari batang, daun, Lima Pancer yang artinya ketika bayi
ijuk, nira dan buah. Hal tersebut dapat dilahirkan akan selalu bersama dengan
mengingatkan manusia agar dalam empat saudara kembarnya, yaitu darah
kehidupannya dapat berdaya guna bagi merah, air ketuban, ari-ari dan pupur
bangsa dan negara. Motif Kawung puser; 3) Pada zaman Mataram, raja
memiliki makna simbolis yang dalam, dibantu oleh empat penasehat dalam
agar pemakai motif tersebut dapat bidang politik ekonomi, pertahanan
menjadi manusia unggul, bermanfaat keamanan, teknologi dan spiritual.
dan berguna (Kartini Parmono, 2013: Pemerintahan negara dibagi dalam
141-142). empat wilayah, yaitu Kutanegara,
Negaragung, Mancanegara dan daerah
Pada pola geometris terkandung
Pesisiran, dengan Keraton sebagai pusat
makna falsafah kejawen dan tata
pemerintahan; 4) Perilaku manusia
pemerintahan pada waktu itu. Motif-
dipengaruhi empat hasrat, yaitu
motif yang teratur berjajar rapi dan
Mutmainah, Amarah, Aluamah dan
memiliki pusat ditengahnya merupakan
Supiah (Kushardjanti, 2008: 86).
komposisi dari tata pemerintahan. Pusat
diartikan sebagai raja atau pusat
pemerintahan. Gambaran dari motif
Kawung adalah salah satunya. Motif
Kawung merupakan simbolisasi konsep

29
Volume 15 Agustus 2018

Gambar Motif Batik linuwih (kekuatan berlebih) yang dapat


memakainya agar dapat mengimbangi
kekuatan magis yang terkandung dalam
motif tersebut. Motif Kawung dapat
Kawung
diinterpretasikan sebagai gambar bunga
lotus dengan empat lembar daun bunga
yang sedang mekar. Bunga lotus
melambangkan kesucian dan umur
Kawung Geger
panjang (Kartini Pramono, 2013 143-
144).

Beberapa variasi dalam motif


Kawung Prabu Kawung, antara lain Ceplok, Truntum
dan Sidomukti. Variasi yang biasa
Mitos Pada Motif Kawung disebut Tambal khusus dieruntukkan
bagi kaum brahmana dan cendekiawan.
Motif-motif Kawung antara lain
Tambal Kitran memiliki komposisi roda
Kawung picis, Kawung sen, Kawung
yang melambangkan dharma yang tidak
prabu, Kawung bribil, Kawung beton,
akan pernah selesai. Corak tambal dapat
Kawung putra, Kawung putri, Kawung
digunakan bagi pria dan wanita. Motif
ndil dan Kawung geger. Kawung geger
Tambal banyak digunakan oleh pejabat
merupakan Kawung yang berbentuk
bupati tertinggi di Keraton yang
besar-besar, dalamnya berisi Kawung
dipercaya mengurus harta benda milik
dan semakin ke dalam semakin kecil.
Keraton.
Motif Kawung geger dianggap sakral
dan hanya boleh digunakan oleh raja-
Kesimpulan
raja beserta keluarga dekat (Kuswadji,
1981: 113). Batik tradisional Kawung
merupakan salah satu warisan budaya
Motif-motif yang murni
bangsa yang memiliki nilai kearifan
geometris seperti pola Kawung menurut
yang perlu dilestarikan. Nilai-nilai
orang Jawa mengandung kekuatan
kearifan yang terdapat pada batik
magis yang sangat besar. Sehingga
Kawung dapat dilihat dari motif, warna
orang-orang yang memiliki daya

30
Volume 15 Agustus 2018

dan nama. Batik tradisional menjadi DAFTAR PUSTAKA


lebih bernilai simbolis dan sakral
Amri Yahya. 1971. Seni Lukis Batik
apabila digunakan sebagai pelengkap Sebagai Sarana Peningkatan
busana pada upacara kenegaraan, Apresiasi Seni Lukis
Kontemporer. Yogyakarta: UNY
keagamaan, maupun upacara adat. Press.
Simbolisme pada motif batik tradisional
Cassirer, Ernst. 1987. Manusia dan
mengandung pesan dan harapan agar Kebudayaan, Sebuah Esai
manusia berbuat lebih baik dan dapat Tentang Manusia. Jakarta:
Gramedia.
berguna bagi siapa saja.
Indarmaji. 1983. Seni Kerajinan Batik.
Batik sebagai kelengkapan Yogyakarta: Dinas Pariwisata
DIY.
dalam busana akan selalu menyertai
dalam setiap kegiatan dan digunakan Kartini Parmono. 2013. Nilai Kearifan
Lokal Dalam Batik Tradisional
oleh masyarakat dalam tatanan
Kawung. Jurnal Filsafat, Vol 23:
kehidupan yang berjenjang. Sehingga 134-146.
terdapat motif-motif larangan yang
Koeswadji. 1981. Mengenal Seni Batik
hanya diperuntukkan bagi golongan di Yogyakarta. Yogyakarta:
Pustaka Nusantara.
tertentu. Motif larangan hanya
digunakan pada acara kenegaraan Kushardjanti. 2008. Makna Filosofis
Motif dan Pola Batik Klasik.
upacara adat maupun kegiatan religius.
Yogyakarta: UGM Press.
Seseorang yang memakai batik
Mari S. Condronegoro. 1995. Busana
larangan memiliki tanggung jawab
Adat Keraton Yogyakarta, Makna
moral sesuai pesan dan harapan yang dan Fungsi dalam Berbagai
Upacara. Yogyakarta: Yayasan
digambarkan dalam motif dan warna
Pustaka Nusantara.
dari batik larangan tersebut. Melalui
Oetari Siswomiharjo. 2011. Pola Batik
batik larangan leluhur masyarakat Jawa
Klasik, Pesan Tersembunyi yang
ingin mengingatkan generasi penerus Dilupakan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
untuk selalu menjaga keharmonisan,
keselarasan dan keseimbangan dalam Rina Patriana Chairiyani. 2014.
Semiotika Batik Larangan di
hidup.
Yogyakarta. Jurnal Humaniora,
Vol 5: 2, 1177-1186.

Sartini. 2009. Mutiara Kearifan Lokal


Nusantara. Yogyakarta: Kepel.

31
Volume 15 Agustus 2018

Sewan Susanto. 1980. Seni Kerajinan


Batik Indonesia. Jakarta: Dep.
Perindustrian.

32

Anda mungkin juga menyukai