Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm.

61-73

PENGEMBANGAN MOTIF BATIK SEMARANG UNTUK PENGUATAN


IDENTITAS BUDAYA SEMARANG

Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati

Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,


Universitas Diponegoro,Semarang-Indonesia

Alamat korespondensi: suliyati.titiek@gmail.com

Diterima/Received: 30 Oktober 2018; Direvisi/Revised: 13 Maret 2019; Disetujui/Accepted: 18 Maret 2019

Abstract

At the beginning of its development, Semarang Batik motifs did not reflect the special character of batik that
developed in other regions. At that time, Semarang Batik tended to show coastal motifs and many were influenced
by the Dutch and Chinese. This article highlights the development of Semarang Batik which helped shape the
identity of the city of Semarang, moreover with the acknowledgement of UNESCO in 2006 which also had an
impact on the development of batik motifs in each region, including Semarang. The contemporer Semarang Batik
motifs are in the form of city and cultural icons, such as Tugu Muda, Blenduk Church, Marabunta Building, Blekok
Srondol, Wewe Gombel, Warak Ngendok, and even food motifs such as Lumpia, Tahu Gimbal, and so on. Historical
method was used in this study, includingheuristics (source collection), criticism, interpretation, and writing facts.
The results of this study can be concluded that, the present Semarang batik motif developing metamorphosis from
traditional motifs to contemporary ones with more varied innovations.

Keywords: Batik Semarang; Cultural Identity; Development Efforts.

Abstrak

Pada awal perkembangannya, motif Batik Semarang belum mencerminkan ciri khas seperti batik-batik yang
berkembang di daerah lain. Saat itu, Batik Semarang cenderung menunjukkan motif pesisiran dan banyak mendapat
pengaruh dari Belanda dan Cina. Artikel ini menyoroti perkembangan Batik Semarang yang turut membentuk
identitas kota Semarang. Apalagi dengan adanya penghargaan UNESCO pada 2006 turut berdampak pada
pengembangan motif batik di masing-masing daerah, termasuk di Semarang. Motif Batik Semarang saat ini berupa
ikon-ikon kota dan budaya Semarang, seperti Tugu Muda, Gereja Blenduk, Gedung Marabunta, Blekok Srondol,
Wewe Gombel, Warak Ngendok, bahkan ada motif makanan seperti Lumpia, Tahu Gimbal, dan sebagainya. Artikel
ini disusun dengan menggunakan metode sejarah, yang meliputi heuristik (pengumpulan sumber), kritik,
interpretasi, dan penulisan fakta-fakta. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, motif batik Semarang yang saat
ini berkembang merupakan metamorfosa dari motif tradisional ke kontemporer dengan inovasi yang lebih variatif.

Kata Kunci: Batik Semarang; Identitas Budaya Semarang; Upaya Pengembangan.

PENDAHULUAN dan sejarah keberadaan batik di Indonesia masih


menjadi perbincangan banyak ahli.
Batik di Indonesia sudah dikenal dan digunakan Kata batik memiliki kesamaan dengan kata
oleh wanita dan pria sejak berabad-abad yang lalu. “tik” yang artinya “titik”. Kata “tik” ini berkem-
Batik sangat lekat dengan kehidupan orang Jawa, bang artinya menjadi batik (Anas, 1997: 10). Ada
Madura dan Sumatra. Batik tidak hanya dikenal di juga yang menyebut, dalam bahasa Jawa kata batik
Indonesia, tetapi telah dikenal dan diakui oleh berasal dari kata “amba” dan “nitik”. “Amba”
bangsa-bangsa lain. Walaupun demikian, asal-usul berarti menulis dan “nitik” artinya titik (Sularso,
dkk., 2009: 23).
61
Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati (Perkembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas BudayaSemarang)

Berdasar dua pengertian tersebut di atas atau masa-masa paceklik (Soeroto,1983: 21).
tersebut, proses pembuatan motif kain dengan Selanjutnya ketika Politik Etis dijalankan di
cara membuat titik-titik pada kain dengan Indonesia, pemerintah kolonial memberikan
menggunakan malam atau lilin batik cair. Alat perhatian pada industri-industri kecil masyarakat,
yang digunakan untuk membuat titik-titik ini termasuk batik sebagai alternatif mata
disebut canting. Proses ini membentuk motif yang pencaharian masyarakat akibat berkurangnya
terdiri atas susunan titik-titik dan goresan. Malam lahan pertanian yang menjadi salah satu sumber
cair yang dilukiskan pada kain,berfungsi sebagai penghidupan masyarakat.
perintang atau penahan warna yang akan diproses Industri-industri kecil yang dilakukan oleh
selanjutnya (Soerjanto, 1982: 1). masyarakat, termasuk batik saat itu hanyalah
Dari pengertian batik tersebut, ada dua hal industri yang bertujuan untuk memenuhi
yang yang terkait dengan batik, yaitu batik dalam kebutuhan sendiri. Industri-industri kecil ini, pada
pengertian proses pembuatannya dan batik abad ke-20 berkembang pesat, sehingga dapat
sebagai kain yang memiliki motif yang spesifik. menunjang perekonomian pemerintah kolonial
Batik sebagai hasil budaya masyarakat Indonesia dan kesejahteraan masyarakat.
memiliki keistimewaan dalam penciptaannya. Industri batik merupakan industri rumahan
Seni membatik mengandung nilai filosofi yang dalam skala kecil.Sebagai industri rumahan,
tinggi ketika para pencipta batik ini menciptakan seluruh anggota keluarga biasanya terlibat dalam
motif-motif batik yang indah. Pada sehelai batik produksi batik ini (Maziyah, 2007: 11).Pada abad
terkandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu ke-20, batik mengalami perkembangan pesat.
motif, fungsi dan filosofi. Karena batik yang memiliki landasan filosofi
Pencipta motif batik membuat kreasinya tinggi dalam penciptaannya dan sudah sangat
dengan berbagai maksud dan harapan yang baik, lekat dalam kehidupan keseharian masyarakat
sesuai filosofi yang dihayatinya. Batik dengan Indonesia, maka sudah sewajarnya bila dunia
berbagai motifnya memiliki fungsi dan aturan mengakui nilai kultural batik yang sangat tinggi
waktu penggunaannya. tersebut melalui penghargaan yang diberikan oleh
Motif batik yang tercipta di masa lalu juga UNESCO pada 2 Oktober 2009. Penghargaan ini
dapat menunjukkan status atau identitas sosial terkait dengan Warisan Kemanusiaan untuk
masyarakat, tingkat kepangkatan dan identitas Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of
kebangsawanan pada pemakainya. Sebagai contoh the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
adalah batik Keraton yang khusus digunakan oleh Dengan demikian dunia mengakui, bahwa batik
keluarga keraton. Batik Keraton sering disebut menjadi salah satu identitas budaya Indonesia.
sebagai batik Larangan yang tidak boleh dipakai Identitas budaya saat ini menjadi penting,
oleh rakyat atau masyarakat biasa. Selain itu, ada yang salah satu fungsinya adalah untuk
juga batik Sudagaran yang dipakai oleh golongan menunjukkan ciri khas hasil budaya suatu bangsa.
saudagar atau pedagang serta batik Petani/rakyat Secara sederhana yang dimaksud dengan identitas
yang dipakai petani dan masyarakat umum. budaya adalah karakteristik atau ciri-ciri suatu
Keraton–keraton di Jawa terutama keraton kebudayaan yang lahir di lingkungan masyarakat
di Surakarta dan Yogyakarta memiliki peranan yang berbedadengan karakteristik atau ciri-ciri
sangat besar dalam mengembangkan dan kebudayaan masyarakat lain (Liliweri, 2003: 72).
mengangkat batik sebagai adi karya seni yang Identitas budaya adalah ciri budaya yang
melengkapi busana dan upacara di lingkungannya membedakan budaya suatu daerah dengan daerah
(Kusrianto, 2013). Tidak dipungkiri, bahwa dari lain, suatu bangsa dengan bangsa lain. Identitas
lingkungan keraton-keraton tersebut tercipta budaya merupakan genuine culture yang menjadi
motif-motif batik yang memiliki nilai filosofi penanda eksistensi suatu komunitas, masyarakat,
tinggi. atau lebih luas lagi penanda suatu bangsa. Tanpa
Pada zaman kolonial, produksi kerajinan identitas, suatu bangsa akan mengalami kesulitan
termasuk batik merupakan produksi alternatif ketika harus menunjukkan eksistensi diri di
yang dikembangkan masyarakat sebagai sumber tengah-tengah pergaulan antarbangsa.
pendapatan di sela-sela waktu menunggu panen
62
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 61-73

Sejalan dengan pengakuan batik sebagai telah dipersiapkan sebelumnya. Pemilihan


identitas budaya bangsa Indonesia, banyak daerah informasi pada tujuan dan sasaran penelitian.
di Indonesia yang berlomba-lomba mengembang- FGD dilakukan terhadap pihak-pihak yang
kan batik sebagai icon dan identitas daerahnya, terlibat dalam industri Batik.FGD mendiskusikan
tidak terkecuali Semarang. berbagai hal yang berkaitan dengan dinamika dan
Menurut Yuliati (2010), batik Semarang upaya penguatan industri batik Semarang,
yang populer sebagai batik Semarangan memiliki pengembangan motif batik, upaya meningkatkan
motif khas yang merupakan benda-benda yang minat masyarakat terhadap batik Semarang dan
menjadi simbol-simbol (icon-icon) kota upaya untuk menjadikan batik Semarang sebagai
Semarang. Motif-motif batik Semarang yang identitas budaya kota Semarang. Pengumpulan
berkembang saat ini dapat menjadi identitas kota sumber juga dilakukan melalui penelusuran
yang memiliki akar budaya yang kuat. Batik literatur, arsip, koran dan hasil-hasil penelitian
Semarang dapat menjadi identitas budaya kota yang dipublikasikan.
Semarang karena batik Semarang lahir sebagai Setelah pengumpulan sumber proses
hasil aktivitas budaya masyarakat Semarang yang selanjutnya adalah melakukan kritik sumber
memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi dan dapat untuk memperoleh sumber atau data yang
menjadi ciri khas kota Semarang. Untuk kredibel. Data-data yang telah diteliti kredibilitas-
penguatan identitas kota Semarang ini perlu nya, selanjutnya dihubungkan dalam susunan
upaya untuk menggiatkan industri kerajinan Batik kronologis yang logis, disusun dalam hubungan
Semarang melalui pengembangan desain ragam sebab-akibat dalam bentuk tulisan yang disebut
hias dan motif-motif batik yang menonjolkan historiografi.
local wisdom Semarang. Untuk pencapaian
tersebut perlu dilakukan penelitian untuk AWAL MULA BATIK DI INDONESIA
mendorong penguatan industri kerajinan batik
Semarang, melalui pengembangan motif khas Banyak pendapat tentang awal mula keberadaan
batik Semarang. batik di Indonesia. Beberapa ahli berpendapat,
bahwa seni membatik berasal dari India, Cina,
METODE Bangkok, Persi dan Turkestan Timur (Museum
Jawa Tengah Ronggowarsito, 2004: 33). Ada
Artikel ini merupakan hasil penelitian yang pendapat yang mengatakan, wahwa batik
disusun berdasarkan metode sejarah, meliputi Indonesia ada kemiripan dengan batik India,
heuristik,kritik, interpretasi, dan penulisan fakta- karena alat yang digunakan mirip, walaupun tidak
fakta (Gottschalk,1956:118-138).Proses pengum- sama persis.Alat yang digunakan untuk membuat
pulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui kain bermotif di India menggunakan kuas yang
beberapa teknik, yaitu observasi atau pengamatan, disebut jegul (Susanto, 1973: 13). Selain itu, ada
studi literatur, wawancara mendalam dan yang berpendapat seni batik berasal dari Cina,
focusgroup discussion (FGD). yang menghasilkan keramik dengan sistem batik
Observasi dilakukan di lingkungan yang menggunakan malam dan warna biru-putih
komunitas para pengrajin batik dan pelaku usaha (Sulaiman dalam Ayatrohaedi, 1986: 159).
batik. Observasi bertujuan untuk melihat dan Perdebatan tentang asal-usul batik sulit
memahami aktivitas para perajin dan pengusaha dihindari, karena seni batik terdapat hampir di
batik serta memahami karakter dari masing- semua penjuru dunia, kecuali Australia dan Asia
masing komunitas dalam memproduksi batik. Pasifik (Sulaiman dalam Ayatrohaedi, 1986: 196).
Hasil observasi dapat menjadi dasar penelitian Beberapa bukti yang menunjukkan, bahwa seni
yang lebih mendalam. membatik merupakan budaya Indonesia.
Wawancara mendalam (in-depth Beberapa di antaranya adalah Prasasti Gulung-
interview) dengan beberapa pihak yaitu pengrajin Gulung yang berangka 929 M, menyebutkan
batik, pengusaha batik dan masyarakat umum bahwa masyarakat Jawa saat itu telah melakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara yang kegiatan yang terkait dengan pembuatan batik,
seperti wusu-wusu (menghilangkan biji kapas),
63
Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati (Perkembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas BudayaSemarang)

anggumarang (menenun kain), mangragi bila ada yang menyebut “Batik Semarang”
(membuat motif pada kain), memukat mengkudu atauBatik Semarangan”,sulit menentukan ciri-
(mewarnai kain dengan akar mengkudu), cirinya. Hal ini berbeda dengan Batik Yogya, Batik
manyula mengkudu (menyelup kain dengan akar Surakarta, Batik Lasem, Batik Pekalongan, Batik
mengkudu), mangubar (membuat warna terang Cirebon atau Batik Bakaran (Pati), yang memiliki
atau menyolok). kekhasan masing-masing. Batik Semarang
Selain itu di Candi Ngrimbi di Jawa Timur menurut para pakar batik, pemerhati batik,
terdapat arca Raden Wijaya (raja Majapahit) yang pengrajin dan pihak-pihak yang mempunyai
mengenakan kain dengan motif Kawung (Yuliati, perhatian terhadap batik, belum bisa menentukan
2010: 10).Menurut Toetti (2002: 1), motif motif khas batikSemarangan. Perdebatan dan
Kawung dikenal sebagai motif Ceplok tertua. diskusi mencari kesepakatan, apakah motif batik
Motif Ceplok terdapat pada arca-arca candi yang dibuat oleh wanita-wanita Indo-Eropa di
Hindu, antara lain pada arca Ganesha dan arca Semarang dan produksi batik oleh orang Cina
Siwa Mahadewa dapat disebut sebagai Batik Semarang. Bahkan,
Serat Pararaton juga menyebutkan bahwa ada pendapat bahwa Semarang hanya sebagai
ketika pasukan Majapahit akan berperang tempat produksi batik saja, sedangkan motif yang
menyerang Daha, Raden Wijaya membagikan dikembangkan oleh pengusaha batik Semarang
kepada para prajuritnya kain bermotif Gringsing. masih mengacu ke motif batik pesisiran. Kondisi
Motif Gringsing dipercaya dapat menimbulkan ini ironis dengan kondisi kota Semarang yang dari
semangat dan daya juang yang tinggi bagi pasukan dulu sampai sekarang sebagai pusat aktivitas di
Majapahit untuk memperoleh kemenangan berbagai bidang, terutama industri dan
(Hasanudin, 2001: 14). Motifbatik Gringsing perdagangan termasuk industri batik. Berkaitan
yang berbentuk sisik ikan dengan titik hitam di dengan perkembangan batik di Semarang, ada
tengahnya atau berupa kotak-kotak kecil dengan berbagai sumber yang dapat ditelusuri.
titik hitam di tengahnya merupakan motif batik Sumber pertama adalah keberadaan
tertua (Soedarso,1998: 111). Kata gring memiliki Kampung Batik yang dapat dikaitkan dengan
maknasakit dansing maknanya tidak. Jadi aktivitas membatik masyarakat Semarang.
Gringsing bermakna “tidak sakit”. Secara Kampung Batik diperkirakan keberadaannya
filosofis,Gringsing bermakna sebagai penolak bala sezaman dengan kampung bubakan, yang artinya
(Hastangka, 2013 :205). membuka (bubak) lahan untuk pemukiman.
Berdasar pada pendapat para ahli dan bukti- Kampung batik juga disebut sezaman dengan
bukti yang ditemukan tentang keberadaan batik di kemunculan daerah Jurnatan, yang artinya juru
Indonesia, maka dapat dinyatakan, bahwa nata (pejabat kerajaan) dan daerah-daerah lain
keberadaan batik di Indonesia sudah sangat lama, yang memiliki toponim sesuai dengan mata
jauh sebelum masyarakat Indonesia berinteraksi pencaharian penduduk Semarang (Budiman,
dengan bangsa-bangsa lain. 1978: 6). Penamaan awal daerah-daerah tersebut
diperkirakan pada masa pemerintahan Ki Ageng
ASAL-USUL BATIK SEMARANG Pandan Arang I (Yuliati, 2010: 13).
Selanjutnya Maxwell (2003) menyebutkan
Dunia batik di Indoensia, tidak banyak menyebut bahwa ditemukan sebuah sarung batik buatan
nama Semarang. Nama-nama kota yang dikenal Semarang yang dibuat pada abad ke-19 dengan
sebagai daerah pebatikyaitu terbagi atas daerah motif militer di Tropenmuseuril Amsterdam.
pedalaman dan daerah pesisir. Daerah pedalaman Motif militer ini, menggambarkan barisan serdadu
seperti Yogyakarta, Surakarta, Tulungagung, yang membawa bendera, pemain musik, dan para
Ponorogo, Ciamis, Garut, Tasikmalaya, bangsawan mengendarai kuda. Demikian juga
Purwokerto (Banyumas),Wonogiri, Kebumen, Asikin (2007) menyebutkan bahwa pada abad ke
Purworejo, Klaten, Boyolali. Daerah pesisir 19 diketahui ada 2 orang wanita Indo-Eropa yaitu
seperti Pekalongan, Cirebon, Jakarta, Tegal, Nyonya Ossterom & Nyonya Fraquemont, yang
Indramayu,Sidoarjo, Mojokerto, Gersik, Lasem, mempunyai peran besar dalam sejarah batik di
dan Kudus(Susanto, 1973: 315). Demikian pula Semarang. Pada abad ke-19, Nyonya van
64
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 61-73

Ossterom telah membuat batik dengan motif 59 yang terjadi setelah Perang Dunia I, menyebabkan
tokoh-tokoh wayang, naga dan garuda peningkatan industri batik, yang diakibatkan oleh
Selain kain batik, Nyonya van Ossterom impor tekstil dari India, Belanda, danInggris
juga membuat sarung dengan motif legenda Cina. terhenti. Keprihatinan ini menyebabkan masya-
Antara 1850-1860, muncul produksi sarung rakat berusaha secara mandiri memenuhi
berkualitas bagus karya Carolina Josephina von kebutuhan bahan sandang dengan membuat
Franquemont. Sarung produksi Carolina batik.
Josephina von Franquemont itu motifnya adalah Produksi batik di Semarang mengalami
kombinasi beberapa motif. Motif garis miring, kemunduran ketika masa penjajahan Jepang pada
diletakkan di bagian badan sarung, dibatasi motif 1942. Ketika Jepang akan menduduki Semarang,
ombak dengan isen-isen ikan. Badan sarung atas permintaan Pemerintah Belanda, warga
diberi motif ikan, kerang, kura-kura, tanaman air, masyarakat melakukan pembakaran kampung-
kapal layar, dan seorang anak dengan mahkota kampung yang menjadi sentra industri dan
naga di atas biduk.Papan dan tumpal sarung dihias tempat-tempat yang menjadi pusat perekonomian
dengan daun dan buah pohon eks. kota Semarang. Sasaran pembakaran adalah
Pada sumber yang lain, Pepin van Roojen pusat-pusat perdagangan, toko-toko, gudang-
(2001) menyebutkan,bahwa telah ditemukan gudang pelabuhan dan lain sebagainya, dengan
beberapa jenis batik dan sarung yang dibuat pada tujuan agar perekonomian kota Semarang tidak
akhir abad ke-19 di Semarang. Motif Bhuta dan dapat dikuasai oleh pemerintahan Jepang
sejenis daun pinus runcing asal Kashmir (Brommer, dkk., 1995: 40-41).
menghiasi sarung tersebut. Motif ceplok yang Kampung Batik menjadi salah satu sasaran
merupakan motif tua menghiasi badan sarung. pembakaran. Kerusuhan selanjutnya terjadi ketika
Di Semarang pada awal abad ke-20 berdiri Jepang kalah dari sekutu dan harus meninggalkan
perusahaan batik “Tan Kong Tien Batikkerij”, Indonesia. Beberapa tentara Jepang terlibat
milik orang Cina yang bernama Tan Kong Tien. bentrokan dengan pemuda Indonesia. Pertem-
Ayah Tan Kong Tien adalah Tan Siauw Liem, puran yang berlansung lima hari, yaitu dari 15
seorang tuan tanah kaya di Semarang dan sampai 19 Oktober 1945 ini dikenal sebagai
sekaligus sebagai orang Cina yang mendapatkan Pertempuran Lima Hari. Akibat peristiwa ini,
gelar Mayor dari Pemerintah Hindia Belanda. Istri banyak kampung yang luluh-lantak akibat dari
Tan Kong Tien adalah Raden Ayu Dinartiningsih pembumihangusan kampung-kampung, termasuk
yang merupakan kerabat Hamengku Buwana III Kampung Batik. Kehancuran kota Semarang
dari Kesultanan Yogyakarta. Pegawai yang berakibat pada terhentinya produksi batik di
bekerja di perusahaan batik Tan Kong Tien beberapa pabrik batik. Akibat kondisi yang tidak
dikategorikan dalam pekerjaan sebagaipembuat menguntungkan ini, masih tersisa beberapa
desain motif batik(carik), pembatik, dan tukang perusahaan batik yang masih berproduksi, yang
celup. Proses produksi batik dilakukan salah satunya adalah Tan Kong Tien Batikkerij.
denganpola home industry, yaitu proses Tan Kong Tien Batikkerij masih berproduksi
pembuatan batik dilakukan di masing-masing sampai 1970-an. Selanjutnya perusahaan ini mulai
rumah pembatik yang tersebar di sekitar surut karena tidak ada generasi yang akan
perusahaan batik Tan Kong Tien Batikkerj seperti meneruskan usaha batik ini Yuliati (2009: 39).
kampung Rejo Sari, Kintelan, Kampung Batik, Walaupun penjajahan Jepang di Indonesia
Karang Doro, Mlaten Trenggulun, Kampung meninggalkan trauma yang mendalam karena
Darat dan Layur (Yuliati, 2009: 39-40). kekejamannya, tetapi ada hal yang positif dalam
Dari Koloniaal Verslag 1919 dan 1925 yang pengembangan motif batik di Indonesia.
dikutip oleh Yuliati (2009: 37), disebutkan Keberadaan orang Jepang di Indonesia, terlepas
bahwa, di Semarang antara 1019 sampai 1925, sebagai bangsa penjajah, telah memunculkan
terjadi peningkatan yang pesat di sektor industri motif batik hasil akulturasi budaya Jawa dan
kerajinan batik, yaitu sebesar 82 industri batik. Jepang, yaitu batik Hokokai. Hokokai adalah
Pada 1919, tercatat hanya terdapat25 industri dan nama organisasi propaganda pemuda yang
pada 1925 terdapat 107 industri. Krisis ekonomi dibentuk oleh pemerintah Jepang. Karena pada
65
Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati (Perkembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas BudayaSemarang)

masa penjajahan Jepang adalah masa yang sulit kondisi lingkungan, aktivitas, budaya dan cerita
dalam perekonomian, maka para pengusaha batik legenda masyarakat Semarang.
saat itu berusaha menghemat kain dalam
pembuatan batik dengan cara membuat dua motif PENELUSURAN MOTIF BATIK
dalam selembar kain. Motif ini dikenal sebagai SEMARANG
motif esuk-sore atau pagi-sore, yang dapat dipakai
pada kesempatan yang berbeda. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia
Veldhuisen dan Heringa (1997) menye- Belanda, ada dua kategori batik, yaitu batik
butkan bahwa, ciri-ciri batik Hokokai adalah Kerajaan atau Keraton (batik Vorstenlanden) dan
motifnya berbentuk buket bunga sakura, anggrek, batik Pesisir. Pengertian Vorstenlanden adalah
dahlia, krisan, dan motif lunglungan, serta motif daerah kerajaan. Batik Keraton adalah batik yang
kupu-kupu, merak dan sebagainya. Motif ini diproduksi di wilayah kerajaan Kasunanan
menutupi seluruh kain. Motif batik Hohokai ini Surakarta (Solo) dan Kasultanan Yogyakarta.
sudah muncul sebelum kedatangan Jepang, dalam Batik Pesisir atau Pesisiran adalah batik yang
motif Buketan Semarangan dipenuhi isen-isen. diproduksi di luar wilayah keraton Surakarta dan
Motif-motif Cina dan Eropa lebih dominan dalam Yogyakarta.
perkembangan batik Hokokai ini. Di Semarang Batik Semarang dapat dikategorikan
pada 1950-an, masih ada perusahaan batik sebagai batik Pesisir atau batik Pesisiran, karena
“ASACO” yang terletak di Jl. Senjoyo II No. 13 letak geografis Semarang di pesisir utara Jawa.
(Soekirno, 1956: 57). Tidak ada sumber yang Motif batik Semarang bersifat naturalistik dan
dapat dilacak terkait keberadaan perusahaan ini realistik yang menggambarkan flora (bunga,
pada 1950-an. pohon, daun) dan fauna (ikan, kupu-kupu,
Pada 1952, masih tercatat beberapa burung, ayam) serta bukit dan bangunan. Batik
perusahaan batik milik orang Cina dan Jawa di Pesisir memiliki kekhasan motif natural, yang
Semarang. Perusahaan-perusahaan batik tersebut mengekspresikan karakter masyarakat pesisir yang
antara lain: (1) Perusahaan Batik “Oei Tiong terbuka, bebas, dan lebih spontan. Sebaliknya,
Djioe”, terletak di Jl. Mataram No. 235; (2) motif batik Keraton mengeksresikan simbol-
Perusahaan Batik “Tan Khoen Sioe”, di Jl. simbol, aturan dan norma yang berlaku di keraton
Karangtempel 167; (3) Perusahaan Batik “Tan (Surakarta dan Yogjakarta).
Ping Hoei”, di Jl.Widoharjo 33; (4) Perusahaan Antara batik Keraton dan batik Pesisir ada
Batik “The Bik Liem”, di Jl. Bulu No. 6; (5) beberapa perbedaan yaitu: (1) Batik Keraton
Perusahaan Batik”Tjin San”, di Jl. Poncol 180; (6) memiliki warna dominan coklat, hitam,biru tua
Perusahaan Batik “Trimargo”, di Jl. Poncol 188; dan putih; (2) Motif batik Keraton sudah baku
(7) N.V Batik Trading Coy di Purwodinatan dan diciptakan sebagai simbol-simbol yang
Tengah No.18 (Petunjuk Telepon, 1952). mengandung filosofi hidup; (3)Warna pada batik
Sebagian besar perusahaan-perusahaan Pesisir lebih beragam dengan menggunakan
batik ini adalah milik orang Cina, hanya dua warna-warna cerah, warna terang, dan mencolok;
perusahaan batik yang dimiliki orang Jawa, yaitu (4) Batik Pesisir memiliki motif yang lebih variatif
Perusahaan Batik Trimargo dan N.V Batik dan natural. Motif yang sering ditampilkan berupa
Trading Coy. Melihat bahwa perusahaan- mahluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia
perusahaan batik di Semarang pada masa lalu dan alam semesta seperti awan, air, laut dan
banyak dimiliki oleh orang Cina, maka tidak gunung. Pembuatan motif tidak ada aturan baku,
mengherankan bila batik Semarang motif dan sehingga motif batik Pesisiran bebas mengadopsi
coraknya sangat dipengaruhi oleh warna dan motif-motif Cina dan Belanda, seperti motif
motif-motif Cina. burung hong, bunga peony, bunga krisant, naga,
Setelah 1970-an, produksi batik di burung merak dan lain sebagainya.Pengaruh
Semarang mulai menggeliat kembali. Ada budaya bangsa-bangsa lain yang secara umum
beberapa pecinta batik yang berusaha mencipta- memperkaya motif batik Pesisiran adalah
kan motif-motif baru yang merepresentasikan pengaruh budaya India, Belanda, Cina, Jepang.

66
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 61-73

Kemunculan produksi batik dengan motif Menurut Heringa & Harmen (1997) yang
khas Belanda yang kemudian disebut sebagai dikutip oleh Yuliati (2009: 42-43), yaitu bahwa
batik Belanda pada 1840-1940, membawa batik Semarang memiliki ciri warna dasar oranye
dampak pada munculnya usaha pembuatan batik kemerahan. Batik Demak lebih menonjolkan
di Semarang. Batik Belanda adalah batik yang warna dasar coklat muda, batik Kudus lebih
motifnya merupakan motif khas Belanda, yaitu menonjolkan warna dasar biru. Batik Semarang
motif yang mengambil tema legenda Little Red juga berbeda dengan batik Pekalongan, motifnya
Riding Hood (Si Kecil Bertopi Merah), Snow dominan berupa bunga, yang dirangkai dengan
White (Putri Salju) dan Hansel & Gretel. Selain motif sulur dan lunglunan serta motif-motif
itu motif, batik Belanda berupa buketan (dari kata Belanda. Motif Belanda saat itu menjadi motif
bouquet yang artinya bunga) yang dilengkapi favorit dalam produksi batik karena banyak orang
dengan motif burung. Belanda yang membuka usaha batik di
Perusahaan batik Belanda pertama Pekalongan seperti L.Meetzelaar, Christina van
didirikan oleh Carolina Josephina von Zuylen, Wollweber, dan J. Jans.
Franquemont di Surabaya pada 1840. Perusahaan Berbeda dengan pernyataan diatas, Lee
ini kemudian pindah ke kota Semarang.Mulanya Chor Lin (2007:65) mengatakan, bahwa motif
batik Belanda hanya dibuat untuk konsumsi batik Lasem (Laseman) dengan latar dominan
masyarakat Belanda dan Indo-Belanda. Semakin warna merah atau bangbangan memengaruhi
lama batik Belanda ini berkembang pesat karena motif batik yang diproduksi di pesisir utara Jawa,
konsumennyasemakin luas. Pada perkembangan- seperti Tuban, Surabaya dan Semarang.
nya batik Belanda tidak hanya dipakai oleh Beberapa motif batik Semarang yang paling
masyarakat Belanda saja, tetapi juga dipakai oleh awal adalah sebagai berikut: (1) Motif merak
masyarakat diluar masyarakat Belanda, seperti dengan latar perbukitan dan anyaman bambu,
orang Cina dan bangsawan Jawa. Saat itu daerah yang diberi nama Merak Semawis oleh Dewi
Pesisir Utara Jawa, seperti Pekalongan, Semarang Yuliati selaku peneliti; 2) Motif kupu-kupu serta
dan sekitarnya menjadi tempat produksi batik buket bunga cempaka dengan latar nitik. Warna
Belanda (Doellah, 2002: 164). latar dominan ungu. Motif batik ini diproduksi
Keberadaan pabrik Batik belanda di oleh Tan Kong Tien Batikkerij. Motif ini
Semarang menginspirasi orang-orang Cina untuk merupakan campuran antara motif batik Yogya
membuat batik dengan motif yang sesuai dengan dengan batik Semarang, yang telah dipengaruhi
latar belakang budaya mereka. Motif batik yang oleh motif Cina dan Belanda. Pengaruh motif
diproduksi oleh orang-orang Cina memiliki ciri batik Yogyakarta adalah motif “Nitik”, pengaruh
khas sendiri, seperti motif burung hong, naga, motif Cina adalah motif fauna (kupu-kupu),
bunga peony, merak, dan burung.Batik Semarang sedangkan pengaruh Belanda adalah motif buket
atau Semarangan merupakan salah satu batik bunga cempaka. Motif ini diberi nama Puspita
yang dipengaruhi motif-motif Belanda dan Cina. Sari oleh Dewi Yuliati selaku peneliti; (3) Motif
Ciri-ciri batik Semarang yang mendasar buket bunga cempaka dan kupu-kupu dengan
adalah warnanya yang cerah, terang dan latar kawung yang dipadu dengan parang rusak
mencolok. Motif batik Semarangmengikuti dan parang curigo. Motif ini merupakan
kebebasan ide dan kreasi para penciptanya, campuran antara motif batik Yogya, motif batik
sehingga penciptaan motif tidak mengikuti Cina dan Belanda. Pengaruh motif batik Yogya
aturan-aturan yang baku. Tujuan utama adalah pada motif kawung, parang rusak dan
penciptaan batik saat itu untuk keperluan pribadi, parang curigo. Pengaruh motif Cina adalah motif
sehingga para pengrajin bebas berkreasi. fauna (kupu-kupu), dan pengaruh Belanda adalah
Batik Semarang secara umum motifnya motif buket bunga cempaka. Motif batik ini
tidak terlalu berbeda dengan motif batik di daerah diproduksi Tan Kong Tien Batikkerij dan diberi
pesisir Utara Jawa. Walaupun demikian ada ciri- nama Cempaka Rukmi oleh Dewi Yuliati selaku
ciri yang membedakan antara batik Semarang peneliti;(4)Motif kupu-kupu, buket bunga
dengan batik dari daerah-darah pesisir Utara Jawa cempaka dengan latar grinsing. Motif batik ini
lainnya. diproduksi oleh Tan Kong Tien Batikkerij. Motif
67
Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati (Perkembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas BudayaSemarang)

ini merupakan campuran antara motif batik Setelah produksi batik Semarang vakum
Yogyakarta, motif batik Cina dan Belanda. cukup lama, maka Umi. S. Adi Susilo pada 2005
Pengaruh motif batik Yogyakarta adalah motif berusaha membangkitkan kembali produksi
gringsing. Pengaruh motif Cina adalah motif batik Semarang. Untuk membangkitkan gairah
fauna (kupu-kupu), pengaruh Belanda adalah dalam produksi batik Semarang, Umi melakukan
motif buket bunga cempaka. Motif ini diberi nama pelatihan-pelatihanbatik. Ketika usahanya ini
Grinsing Amengku Bumi oleh Dewi Yuliati selaku mulai menampakkan hasil, Umi membentuk
peneliti; (5) Motif Bang Biru (bang atau abang perusahaan Batik Semarang 16. Usahanya ini
yaitu merah dan biru), yang berupa motif bunga telah membuahkan ratusan motif-motif baru.
dan hewan serta pinggiran bergelombang atau Motif ciptaannya tersebut terbagi dalam lima
lengkungan memanjang dengan latar merah dan kategori, yaitu: (1) Motif yang menampilkan ikon,
biru (Yuliati, 2009: 45-7). Semarang yaitu antara lain motif batik Tugu
Muda, Gereja Blenduk, Lawang Sewu, Blekok
PERKEMBANGAN MOTIF BATIK Srondol, Jembatan Mberok, Warak Ngendhog
SEMARANG dan Asem; (2) Motif yang menampilkan sejarah
Semarang, yaitu antara lain motif Cheng Ho,
Setelah produksi batik Semarang vakum cukup Lawang Sewu, Gereja Blenduk dan Marabunta;
lama, pada 1970-an produksi batik Semarang (3) Motif yang menampilkan kuliner, yaitu antara
mulai menggeliatdan memperlihatkan perkem- lain batik motif Lumpia, motif Mie Kocok dan
bangan motif-motifnya. Dapat dikatakan bahwa motif Tahu Gimbal; (4) Motif flora dan fauna
batik Semarang diproduksi pada 1970-an tersebut yang mengangkat motif Merak Njeprak, Merak
termasuk pada jenis batik modern. Mlerok Latar Asem, Cattleya, Kekiteran Sulur,
Proses pembuatan batik modern tidak Asem Remboko, Kukilo Asri, Asem Segoro,
mengikuti aturan-aturan seperti pada proses Bangau Pertiwi dan banyak lagi.
pembuatan batik tradisional (Susanto, 1973: 15). Umiselaluberusaha mengembangkan
Motif batik modern dapat berupa flora fauna, produksi batiknya dengan mengombinasikan
manusia dan benda-benda. Penciptaan motif batik motif klasik dan kontemporer. Hasil dari
modern lebih bebas dan tidak mengikuti norma- gabungan ini tercipta motif Parang Tugu Muda,
norma dalam penciptaan desain motif batik Sido Roning Asem serta Motif Ceplok Cattleya.
tradisional. Penggunaan warna pada batik modern Motif batik ciptaan Umi saat ini ada 219 motif
adalah warna-warna kontemporer dan menyolok. batik yang telah terdaftar di Ditjen HAKI. Upaya
Pembuat batik tidak lagi menggunakan warna pengembangan motif batik dengan mengkom-
tradisional yang natural dan alami. Peralatan yang binasikan aneka macam motif yang indah dan
digunakan dalam pembuatan batik modern dengan teknik pewarnaan alami, Umi S. Adi
relativesama dengan penggunaan alat pada Susilo berhasil mengangkat kembali pamor batik
pembuatan batik tradisional, yaitu masih khas Semarang.
menggunakan canting dan cap. Perkembangan batik Semarang dapat
Sebagai batik modern, motif batik dikatakan terkait erat dengan upaya
Semarang berkembang pesat. Motif-motif batik penegembangan Kampung Batik. Sebagai salah
Semarang pada awal 1970-an terinspirasi oleh satu landmark dan ikon kota Semarang, Kampung
aktivitas budaya, landmark kota Semarang, dan Batik perlu mendapat perhatian dari para
tokoh legendaris Semarang dan lain sebagainya. pemangku kebijakan dan masyarakat Semarang.
Motif-motif batik Semarang tersebut antara lain:
(1) MotifWarak Ngendog (hasil budaya dan PERKEMBANGAN KAMPUNG BATIK
tradisi masyarakat Semarang) dan motif Pandan SEMARANG
Arang (tokoh legendaris Semarang), yang
diciptakan oleh Neni Asmarayani; (2) Motif Tugu Kampung Batik sebagai kampung kuno, yang
Muda, Jembatan Mberok dan Pasar Ya’ik, yang pembentukannya bersamaan dengan kota
diciptakan oleh Oentoeng Suwardi dan istrinya Semarang, nasibnya mengalami pasang surut.
Tamsiyati, pemilik pabrik batik Sri Retno. Pengembangan produksi batik di Kampung Batik
68
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 61-73

sejak jaman Jepang sampai tahun 2000-an dikenal oleh masyarakat sebagai motif batik khas
mengalami masa yang memprihatinkan. Semarang atau batik Semarangan.
Walaupun pernah menjadi pusat kegiatan Setelah pelatihan dilakukan secara rutin
membatik di masa lalu, kondisi Kampung Batik selama kurang lebih empat tahun, masyarakat
setelah masa kemerdekaan tidak menunjukkan Kampung Batik banyak yang mulai menggeluti
potensi di bidang produksi batik. Bahkan pada pekerjaan membatik. Banyak masyarakat
1970-an, Kampung Batik dikenal sebagai Kampung Batik yang dulu bekerja serabutan
kampung kumuh, tidak aman karena menjadi dengan upah yang rendah, setelah mereka bekerja
sarang kriminal dan selalu banjir. Pada waktu itu sebagai pembatik mendapatkan penghasilan yang
penduduk Kampung Batik belum banyak yang memadai.
memproduksi batik. Perkembangan Kampung Batik semakin
Pada sekitar 1980, beberapa pengrajin batik pesat setelah Pemerintah Kota Semarang
yang ada di Kampung Batik berusaha menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No. 14
membangkitkan kembali produksi batik Tahun 2011 Tentang Pembentukan Kampung
Semarang. Usaha yang dirintis oleh para perajin Batik sebagai cagar budaya. Pada masa pemerin-
batik ini mengalami kegagalan dan produksi batik tahan Walikota Hendrar Prihadi pada 2016 telah
Semarang kembali surut. Banyak hal yang dicanangkan program Kampung Tematik.
menyebabkan kegagalan tersebut, di antaranya Kampung Tematik adalah suatu wilayah
adalah para perajin batik kekurangan modal, bermukim di bawah administrasi kelurahan yang
keterampilan yang kurang dimiliki para pengrajin menunjukkan jatidiri/identitas/makna atas suatu
batik, kurangnya tenaga kerja, dan keterbatasan potensi masyarakat atau wilayah yang diangkat
dalam manajemen. dan ditonjolkan atas hasil kesepakatan bersama.
Perubahan terjadi pada 2005, yaitu ketika Maksud dari pembentukan Kampung Tematik
ibu Sinto Sukawi, sebagai istri Walikota Semarang adalah: (1) Menurunkan angka kemiskinan dan
berkunjung ke Kampung Batik. Ia prihatin pengangguran; (2) Meningkatkan kualitas lingku-
mengetahui ada Kampung Batik di Semarang, ngan permukiman; (3) Mengangkat kearifan lokal
tetapi produksi batik Semarang sangat kurang. dalam mengelola potensi dan memecahkan
Untuk menghidupkan kembali produksi batik di permasalahan lingkungan; (4) Menambah tujuan
Kampung Batik, maka pada 2005, Pemerintah atau destinasi wisata.
Kota Semarang melalui Dewan Kerajinan Melalui program Kampung tematik ini,
Nasional Daerah (Dekranasda) mengadakan maka nama Kampung Batik menjadi semakin
program pelatihan batik bagi masyarakat, populer tidak saja di lingkup Jawa Tengah, tetapi
terutama pada Usaha Kecil Menengah (UKM) dikenal di seluruh Indonesia, bahkan manca
batik. Pada program pelatihan batik tersebut negara. Sebagai Kampung Tematik Batik, tidak
Dekranasda meminta seorang pakar dalam semua warga Kampung Batik bekerja sebagai
pembuatan batik yaitu Marheno Jayanto dari pembatik. Walaupun Kampung Batik terdiri atas 2
Jakarta untuk memberikan pelatihan (dua) Rukun Warga (RW) yaitu RW 01 dan RW
membatik.Dalam pelatihan tersebut, pihak 02, namun yang dikenal sebagai sentra batik,
pemerintah memberikan saran dan masukan pusat kerajinan dan industri batik berada di RW
kepada para peserta untuk berkreasi dan menggali 02. Hal ini tampak dari jumlah toko batik yang
inspirasi untuk menciptakan motif batik ada di RW 02, yaitu 14 toko dan pengrajin batik 7
Semarang dari icon-icon kota Semarang yang keluarga. Toko batik yang ada di RW 02 antara
sudah terkenal, seperti Lawang Sewu, Tugu lain: (1) Sanggar Cinta Batik Semarangan; (2)
Muda, Sam Po Kong, dan Warak Ngendhog. Batik Ngesti Pandowo; (3) Batik Handayani; (4)
Motif-motif batik tersebut dapat dipadukan Batik Temawon; (5) Rumah Batik Kurnia; (6)
dengan motif flora dan fauna (sulur-suluran, alas- Batik Rusyda Semarang; (6) Batik Balqis; (7)
alasan, bunga) yang telah menjadi dasar motif Sasono Batik Anggraini; (8) Batik Figa; (9) Batik
batik Semarang. Hasil perpaduan inilah yang Elly; (10) Batik Cinta; (11) Batik Laksmi Art;
diharapkan memunculkan motif baru yang akan (12) Batik Nur Ayumi; (13) Batik Kinanti.

69
Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati (Perkembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas BudayaSemarang)

Warga di RW 01 sama sekali tidak ada yang lukis adalah teknik membuat batik yang
melakukan kegiatan membatik, dikarenakan menggunakan paduan canting dan kuas.
minat masyarakat yang kurang dan SDM yang Mengingat produksi batik semakin meningkat
tidak banyak di wilayah RW 01. Warga di RW 01 ditambah dengan munculnya toko-toko batik di
ini sebagian besar adalah etnis Tionghoa (60%) Kampung batik, maka rumah-rumah menduduk
yang bekerja sebagai pedagang, sehingga tidak ada selain dijadikan tempat tinggal, juga dijadikan
waktu dan minat untuk mempelajari cara tempat usaha, baik sebagai pabrik batik maupun
membatik (Wawancara dengan Fauzi, ketua RW sebagai toko batik
01 Kampung Batik, 12 September 2018). Kampung Batik merupakan salah satu
Walaupun di Kampung Batik ini terlihat kampung di Semarang yang sangat padat
banyak toko batik, namun sangat sedikit pengrajin penduduknya. Sebagian besar lahan digunakan
yang sekaligus membuka show room batik yang sebagai pemukiman, dan ada beberapa fasilitas
besar.Salah satu pengrajin batik pemilik Sanggar baik sosial maupun fasilitas umum. Fasilitas sosial
Cinta Batik Semarangan adalah Eko Hariyanto yang ada di Kampung Batik adalah Balai Batik,
dan Iin Windhi Indah Tjahjani. Produksi batiknya sumur dan toilet umum, masjid serta warung-
dilakukan di Kampung Batik Gedong No.430 RT warung milik warga. Fasilitas umum berupa jalan-
02 RW 02. Selain itu, ada Batik Figa, milik ibu Siti jalan kecil (gang), lahan terbuka untuk olah raga
Afifah, yang berlokasi di Kampung Batik Malang dan bermain.
673 RT 02 RW 02.Perajin-perajin lain adalah Masyarakat yang menghuni Kampung Batik
perajin pemula atau hanya sebagai pedagang adalah masyarakat kelas menengah dan
batik. Para perajin pemula yang usahanya kecil, masyarakat kelas bawah. Kondisi ini
bila mendapat pesanan besar, akan memesan batik menyebabkan tata ruang dan hunian tidak
dari tempat lain. dibangun dengan konsep yang terencana. Ada
Produksi batik di Kampung batik ada beragam bangunan rumah hunian, ada yang
berbagai jenis yaitu jenis batik tulis, batik cap dan berarsitektur modern dan ada juga rumah-rumah
batik colet(lukis) tergantung pasar yang dengan arsitektur Jawa.
meminatinya. Batik tulis adalah teknik membatik Motif-motif batik yang dihasilkan dari para
dengan menggunakan canting. Canting ini terbuat pengrajin batik di Kampung Batik, selanjutnya
dari tembaga yang dibentuk khusus untuk diberi nama oleh Dewi Yuliati sebagai berikut: (1)
menampung malam (lilin batik) yang ujungnya Motif Merak Semawis. Motif ini merupakan motif
dibuat saluran/pipa kecil agar malam cair dapat batik Semarang yang diproduksi pada
keluar membentuk gambar awal pada permukaan pertengahan abad ke-20 dan direproduksi oleh
kain. Batik tulis yang halus, motifnya tergambar Batik Semarang Indah pada 2006; (2) Motif
pada dua sisi kain. Banjaran Bagong, yang diproduksi oleh Batik
Motif (ragam hias) pada batik tulis tidak Semarang Indah pada 2006;(3) Motif Merak
akan pernah sama bentuk dan ukurannya karena Kusuma, yang diproduksi oleh perajin Batik
dibatik secara manual. Berbeda dengan batik cap Semarang Indah pada 2007; (4) Motif Merak
yang kemungkinan motifnya sama persis antara Pertiwi dengan latar daun asam, bunga sepatu dan
motif yang satu dengan motif lainnya. Waktu yang ombak, disesain (bersama Ngesti Lestri); (5)
dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif Motif Merak Puspa Rukmi, yang diproduksi oleh
lebih lama (2 atau 3 kali lebih lama) dibandingkan perajin Batik Semarang Indah pada 2007;(6)
dengan pembuatan batik cap. Pengerjaan batik Motif Merak Kinasih, yang diproduksi oleh
tulis yang halus memakan waktu 1 hingga 3 bulan perajin Batik Semarang Indah pada 2007; (7)
lamanya. Harga jual batik tulis relatif lebih mahal, Motif Intan Puspita, yang diproduksi oleh Batik
dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus, Semarang Indah pada 2007; (8) Motif Wora-wari
mewah dan unik. Wigati. Wora-wari adalah bunga sepatu. Motif ini
Batik cap adalah batik yang diproses dengan diproduksi oleh Batik Semarang Indah pada tahun
menggunakan cap, yaitu alat yang berupa stempel 2007; (9) Motif Samodra Amengku Nagari,
besar dari tembaga, dengan motif tertentu, diproduksi oleh Batik Semarang Indah pada 2007
berukuran 20 cm x 20 cm.Batik colet atau batik (Yuliati, 2009 :61-70).
70
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 61-73

Batik Semarang Indah merupakan salah sebelumnya terkenal sebagai kampung kumuh,
satu perajin batik yang memproduksi Batik gelap dan tidak aman, berubah menjadi kampung
Semarang dengan motif-motif kontemporer. yang bersih, aman dan tertata.
Walaupun demikian unsur-unsur batik Semarang Kondisi Kampung Batik yang rapi menarik
yang awal (asli) tetap dipertahankan, seperti motif para wisatawan baik mancanegaramaupun
flora dan fauna khas Semarang dan warna-warna domestik mengunjunginya. Para wisatawan
cerah yang dipengaruhi oleh budaya Cina. tertarik untuk melihat proses pembuatan batik
Semarang yang diproduksi di Kampung Batik ini.
KAMPUNG BATIK DAN PENGEMBANGAN Batik yang diproduksi oleh para pengrajin di
MOTIF BATIK SEMARANG Kampung Batik juga mengembangkan motif-
motif yang mendukung peguatan identitas Kota
Perkembangan motif batik Semarang yang telah Semarang. Motif-motif tersebut terinspirasi dari
dirintis sejak 1970-an, membawa dampak sosial bangunan-bangunan kuno, flora atau fauna, dan
bagi masyarakat Semarang. Motif batik Semarang seni-budaya khas Semarang di antaranya adalah
yang mengangkat icon-icon dan landmark kota Gereja Blenduk, Blekok Srondol (Kuntul),
Semarang secara langsung maupun tidak langsung Warak Ngendog. Kunjungan wisatawan ini tentu
turut berperan dalam mengenalkan budaya dan meningkatkan ekonomi masyarakat Kampung
kota Semarang pada masyarakat luas, tidak saja Batik.
masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Sejalan dengan naiknya pamor Kampung
manca negara. Batik, maka salah satu RT, yaitu RT 04 yang
Melalui pencarian yang sangat lama, berupaya untuk lebih meningkatkan citra dan
Semarang telah memiliki produk batik dengan pomor Kampung Batik dengan cara menata
motif khas tersebut. Motif batik Semarangan wilayahnya menjadi Kampung Djadoel .
tersebut menimbulkan kebanggaan terhadap Kampung ini diberi nama Djadoel yang
produk lokal kita Semarang yang dapat dibangga- merupakan singkatan dari kata “djaman doeloe”.
kan. Selain itu, juga menimbulkan solidaritas Kampoeng Djadoel berbeda dengan Kampung
sosial di antara para produsen, pengrajin dan Tematik Kampung Batik yang telah lebih dulu
masyarakat untuk bersatu dan bekerjasama dalam dikenal oleh masyarakat, karena konsep utama
mengembangkan batik Semarangan. Kampoeng Djadoel tidak pada produksi batik,
Batik Semarang yang motifnya berbeda tetapi pada upaya mengenalkan akar budaya Jawa
dengan motif-motif batik dari daerah/kota lain, dan Semarang di masa lalu kepada masyarakat.
diharapkan masyarakat memiliki kepedulian Kemunculan Kampoeng Jadoel pada 2016
terhadap batik dengan cara menggunakan batik sejalan dengan maraknya Kampung Tematik di
Semarang untuk semua keperluan, seperti busana, Semarang. Para warga RT 04 RW 02 Kampung
perlengkapan ibadah, dan perlengkapan rumah Batik berinisiatif untuk membenahi lingkungan
tangga. Kepedulian masyarakat terhadap batik kampungnya. Salah satu cara pembenahan
Semarang hendaknya tidak hanya terbatas untuk kampung adalah dengan membuat mural di
penggunaan secara individu, tetapi juga hasil tembok-tembok rumah warga dan mengecat jalan
karya budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan. kampung. Mural utama dibuat dengan tema
Dampak dari perkembangan Batik Sejarah Kota Semarang, dimulai dari cerita awal
Semarang yang pesat dan sejalan dengan Perda pemerintahan kerajaan Mataram kuno, hingga
No. 14 Tahun 2011 oleh Pemerintah Daerah berdirinya kota Semarang oleh Ki Ageng
tentang Pembentukan Kampung Batik sebagai Pandanaran. Ki Ageng Pandanaran datang dan
cagar budaya, maka dalam kurun waktu yang tidak membuka lahan di Pulau Tirang dan daerah
terlalu lama Kampung Batik Semarang mulai Bubakan, yang digambarkan di daerah tersebut
berbenah dan menata diri. Kondisi kampung banyak pohon asam yang tumbuhnya jarang.
Batik semakin membaik ketika pada masa Gambaran daerah ini menjadi asal usul nama
pemerintahan Walikota Hendrar Prihadi. Sejak kota Semarang, yaitu daerah yang ada pohon
dicanangkan sebagai telah cagar budaya pada asem arang (jarang). Selanjutnya digambarkan
2016, Kampung Tematik. Kampung Batik yang pula Ki Ageng Pandanaran menjadi bupati
71
Titiek Suliyati dan Dewi Yuliati (Perkembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas BudayaSemarang)

Semarang. Mural juga memggambarkan proses SIMPULAN


islamisasi di Semarang dan kedatangan Laksmana
Cheng Ho yang membuat pemukiman di sekitar Batik Semarang walaupun memiliki akar sejarah
Gedong Batu. Kemudian dilanjutkan dengan panjang, baru di abad ke-20 menampakkan motif
gambar proses penjajahan Pemerintah Kolonial yang dianggap sebagai motif batik Semarang.
Belanda dan VOC, jaman penjajahan Jepang Perdebatan panjang tentang motif batik
sampai masa kemerdekaan Indonesa. Mural Semarang, yang ditengarai mendapat pengaruh
dibuat seperti model Wayang Beber dan dari motif Cina dan Belanda sudah mulai surut
digabungkan dengan lukisan batik yang artistik. ketika para seniman dan produsen batik pada
Mural ini dibuat setinggi kurang lebih 2 meter 1970-an mulai mencari motif-motif khas
dan panjang 46 meter. Selain mural utama juga Semarang.
dibuat mural-mural dengan motif batik, Pengakuan dan penghargaan UNESCO
pemandangan alam maupun hiasan flora & fauna terhadap batik Indonesia sebagai Warisan Kema-
di tembok-tembok rumah penduduk. nusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi
Kondisi Kampoeng Djadoel yang (Masterpieces of the Oral and Intangible
semakin rapi dan tertata mengundang banyak Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009
wisatawan domestik maupun manca negara mendorong masyarakat dari berbagai daerah atau
mengunjugi kampung tersebut. Untuk kota untuk mencari ciri khas motif batik, tidak
menambah daya tarik Kampoeng Jadoel, Ketua terkecuali Semarang.Upaya berbagai pihak baik
RT 04 RW 02, bapak Dwi Christianto beserta para perajin batik, pemerintah dan warga
Sekretaris RT 04 RW 02, bapak Luwiyanto masyarakat Semarang dalam mengembangkan
beserta masyarakat membuat prakarsa untuk motif batik Semarang telah membuahkan hasil
menyediakan batik hasil produksi Kampung dan efek positif, yaitu meningkatkan destinasi
Batik dan daerah-daerah lain dijual di sini wisata budaya kampung tematik Kampung Batik
(Wawancara dengan Luwiyanto, 19 Oktober dan Kampung Djadoel.
2018). Selain itu juga disediakan pakaian-pakaian Pemerintah Kota Semarang memiliki
tradisional serta sepeda kuno, yang disewakan kewenangan penuh dalam pengelolaan Kampung
untuk berfoto. Juga ada makanan khas kota Batik. Walaupun demikian,dalam peran masya-
Semarang yang dijual di Kampoeng Djadoel. rakat berswadaya membangun fisik, lingkungan
Bahkan ketika ada pengunjung di Kampoeng (sosial dan budaya) Kampung Batik lebih besar.
Jadoel, disambut dengan musik dan lagu Tempo Dinamika dalam pencarian motif Batik Semarang
Dulu. dan upaya pengembangannya diharapkan dapat
Kampoeng Jadoel saat ini menjadi terus berlanjut untuk mempertahankan dan
destinasi wisata tidak hanya masyarakat Sema- semakin memperkuat identitas budaya kota
rang, tetapi masyarakat di luar Semarang dan Semarang.
manca negara. Hal ini membawa perubahan yaitu Manajemen produksi batik Semarang yang
Kampoeng Djadoel menjadi kampung yang asri, meliputi sistem produksi, promosi dan pema-
bersih dan aman. Kondisi kumuh, gelap dan tidak saran diharapkan dapat terus disempurnakan
aman sudah tidak tampak lagi. secara profesional. Batik Semarang yang menjadi
Dengan demikian pengembangan motif salah satu identitas Semarang diharap-kan dapat
batik Semarang telah berperan dalam meningkat- memperkuat identitas nasional di kancah
kan produksi batik. Produksi batik Semarang pergaulan global.
meningkat membawa dampak yang baik pada
pengembangan Kampung Batik dan Kampung REFERENSI
Djadoel. Upaya dan kerja keras warga Semarang
dalam hal ini warga Kampung Batik dan Anas, Biranul (1997). Indonesia Indah “Batik”
Kampung Djadoel perlu mendapat apresiasi. Buku ke-8. Jakarta: Yayasan Harapan Kita,
Dengan caranya masing-masing mereka berusaha BP3 Taman Mini Indonesia Indah.
menampilkan eksistensi dan identitasnya sebagai
warga Semarang yang baik.
72
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 61-73

Asikin, Saroni (2007), Ungkapan Batik Di Riyanto, Didik (1995). Proses Batik Tulis, Batik
Semarang: Motif Batik Semarang. Cap dan Batik Printing. Solo: Aneka Solo.
Semarang: Citra Prima Nusantara. Roojen, Pepin van (2001). Batik Design.
Ayatrohaedi (1986). Kepribadian Budaya Bangsa Amsterdam: The Pepin Press.
(Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya. Sewan, Susanto (1973). Seni Kerajinan Batik
Biranul A. (1997). Indonesia Indah seri Batik. Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian
Jakarta : Yayasan Harapan Kita. Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian
Brommer, dkk. (1995). Semarang Beeld van Een dan Pendidikan Industri, Departemen
Stad. Plumerend: Asia Maior. Perindustrian.
Budiman, A. (1978). Semarang riwayatmu Dulu. Soedarso (1998). Tinjauan Seni: Sebuah
Semarang: Penerbit Tanjung Sari. Pengantar untuk Apresiasi Seni.
Doellah, H. Santosa (2002). Batik : Pengaruh Yogyakarta: Suku Dayar Sana.
Zaman dan Lingkungan. Surakarta: Danar Soekirno (1956). Semarang. Semarang:
Hadi. Djawatan Penerang Kota Besar Semarang.
Goottschalk, Louis (1975). Mengerti Sejarah: Soerjanto (1982). Sejarah Perkembangan Batik.
Pengantar Metode Sejarah. Jakarta: Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Pengembangan Industri Kerajinan dan
Gottschalk, Louis (1958). Understanding Batik.
History. A Primer of Historical Method. Soeroto, Soeri (1983). “Sejarah Kerajinan
New York: Alfred A.Knoft. Indonesia”. Prisma, No.8.
Hasanudin (2001). Batik Pesisiran: Melacak Sularso (2009). 60 Tahun Gabungan Koperasi
Pengarus Etos Dagang SantriPada Ragam Batik Indonesia. Jakarta: Koperasi Pusat
Hias Batik. Bandung: Kiblat Buku Utama Toetti (2002). “Uraian Singkat Motif Batik Garis
Hastangka (2013). “Ontologi Batik: Melacak Miring” dalam Batik Hias Parang dan
Dimensi Metafisis Batik Klasik Jawa”. Lereng, PPBI Sekar Jagad, Yogyakarta.
Jurnal Filsafat, Vol. 23 (3): 199-214. Wahono (2004). Gaya Ragam Hias Batik:
Heringa, R. dan Harmen C. Veldhuisen (1997). Tinjauan Makna dan Symbol. Semarang:
Batik From the North Coast of Java. Los Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Dinas
Angeles: Los Angeles County Museum of Pendidikan dan Kebudayaan, Museum
Art. Jawa Tengah Ronggowarsito.
Kusrianto, Adi (2013). Batik Filosofi, Motif & Yuliati, Dewi (2009). Mengungkap Sejarah dan
Kegunaan. Yogyakarta: CV Andi Offset. Motif Batik Semarang. Semarang:
Lee Chor Lin (2007) Batik: Creating an Identity. Universitas Diponegoro Press.
Singapura: National Museum of Singapore Yuliati, Dewi (2010). “Mengungkap Sejarah dan
Liliweri, Alo (2003). Makna Budaya dalam Motif Batik Semarangan”. Paramita:
Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Journal of Historcal Studies, Vol. 20 (1):
LKIS. 11-20.
Maxwell, R. (2003). Textiles of Southest Asia:
Tradition, Trade, and Transformation. DAFTAR INFORMAN
Canberra: National Gallery.
Maziyah, S. (2007). “Korelasi Antara Proses Wawancara dengan Fauzi, ketua RW 01
Produksi Batik Dengan Pemberdayaan Kampung Batik, 12 September 2018
Perempuan”. Citra Lekha, Vol. 11 (1): 11- Wawancara dengan Luwiyanto, pengusaha batik
21. di Kampung Batik, 19 Oktober 2018.
Museum Jawa Tengah Ronggowarsito (2004).
Gaya Ragam Hias Batik: Tinjauan Makna
dan Simbol. Semarang: Museum Jawa
Tengah Ronggowarsito.

73

Anda mungkin juga menyukai