Anda di halaman 1dari 3

BATIK, MASYARAKAT, DAN KEARIFAN LOKAL

1. Batik Merupakan Salah Satu Kearifan Lokal

Batik merupakan salah satu Batik merupakan salah satu kearifan lokal atau warisan
budaya (heritage) sekaligus kekayaan budaya Indonesia yang telah lama dikenal tidak
hanya lingkup nasional, tetapi juga dunia internasional. Tradisi luhur ini sarat
menyimpan sejuta kearifan yang mengakar kokoh secara substansial mulai dari
ornamentasi dan harmonisasinya, proses pembuatannya, hingga makna filosofis
dalam setiap goresannya.

Batik adalah salah satu hasil ciptaan intelektual manusia yang menjadi ciri khas dari
suatu daerah. Kekayaan intelektual ini telah menjadi bagian dari budaya masyarakat
Indonesia namun belum mendapat perlindungan sepenuhnya dari pemerintah.
Banyak motif batik yang memiliki nilai seni yang cukup tinggi dan mempunyai nilai
filosofi di berbagai daerah yang ada di Indonesia telah didaftarkan sebagai milik
orang asing. Keadaan ini harus mendapat perhatian serius dari semua pihak.
Batik merupakan sebuah karya seni yang begitu indah dan penuh dengan filosofi
dalam setiap bentuk motifnya. Batik adalah teknik perintang warna dengan
menggunakan malam, yang telah ada sejak pertama kali diperkenalkan dengan nama
batex oleh Chastelin, seorang anggota Raad Van Indie (Dewan Hindia) pada tahun
1705. Seni batik menjadi sangat penting dalam kehidupan karena kain batik telah
terjalin erat ke dalam lingkaran budaya hidup masyarakat. Selain itu, batik juga
mempunyai makna dalam menandai peristiwa penting dalam kehidupan manusia
Jawa. Batik dapat digolongkan sebagai ekspresi budaya.

Secara tidak langsung, adikarya bangsa ini mampu membangkitkan ruh semangat
dalam menjalankan kehidupan ini. Batik juga mampu menjadi alat pemersatu dan
mempererat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bukti nyata, bahwa batik
telah membudaya dari Sabang sampai Merauke, diproduksi di setiap daerah dan
digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai tradisi. Batik meskipun berakar dari
Jawa telah meluas menjadi budaya Indonesia.

Kalau kita berkaca pada sejarah, tradisi batik ini telah lama ada sejak pada zaman
Kerajaan Majapahit dan kemudian terus berkembang ke kerajaan-kerajaan berikutya,
termasuk Kerajaan Mataram (Yogyakarta).

Pada masa itu, batik bukan sekadar seni untuk melatih keterampilan lukis ataupun
sungging saja. Tapi lebih dari pada itu, teknik perintang warna ini sejatinya sarat
dengan makna, terutama dalam aspek pendidikan etika dan estetika bagi kaum
wanita. Batik menjadi entitas budaya penting dalam kehidupan karena telah terjalin
erat mengikat kuat dalam lingkaran hidup masyarakat sosial.

Batik kemudian meluas menjadi milik rakyat Indonesia khususnya suku Jawa pada
awal abad ke-19. Setelah melalui rangkaian sejarah panjang, pada 2 Oktober 2009 di
Prancis, UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia
nirwujud (Intangible Global Cultural Heritage). Kemudian Badan Kerajinan Dunia
(World Craft Counsil/WCC) menobatkan DIY sebagai Kota Batik Dunia (The
World’s Batik City) yang digelar pada 18-24 Oktober 2014 di Zhejiang, Tiongkok.

Corak/motif batik yang sangat khas turut memberikan sumbangsih khasanah budaya
bangsa ini. Tapi meskipun demikian, tugas berat kita selanjutnya yaitu menjaga
predikat ini supaya tetap dipertahankan. Pasalnya, seiring dengan kemajuan
teknologi, ada kekhawatiran batik mulai ditinggalkan para peminatnya serta
tersisihkan oleh serbuan pakaian impor luar negeri.

Tanda-tanda kegelisahan ini pun mulai terlihat, ketika para generasi muda sebagai
penerus estafet tongkat perjuangan batik, malah justru lebih menyukai trend gaya
pakaian luar negeri. Mayoritas para pengrajin batik yang ada saat ini juga merupakan
orang yang sudah lanjut usia.

Para generasi muda enggan melirik keterampilan ini. Belum lagi pada ranah produksi,
dimana industri-industri batik kecil ataupun menengah yang merupakan motor
penggerak utama produksi batik malah justru terlihat lesu. Kemudian perusahaan-
perusahaan konveksi skala besar juga cenderung mengikuti pasar dalam
memproduksi produk pakaiannya. Hadirnya batik cap/printing juga menjadi problem
tersendiri yang turut mengusik nasib keberlangsungan batik tulis ke depannya.

Melihat kompleksitas permasalahan di atas, sudah saatnya kita sadar sebagai bangsa
pewaris tradisi luhur ini, cinta dan peduli terhadap batik. Setidaknya ada tiga pilar
sebagai upaya melestarikan batik.

Pertama, rakyat sebagai konsumen, secara moral tidak hanya cinta dan bangga pada
batik semata, tetapi juga harus terhabituasi dalam penggunaan sehari-hari.
Kedua, pemerintah yang secara politik mendorong dan melindungi batik melalui UU
dan keputusan politik. Implementasi regulasi seperti Pergub DIY No. 87/2014 yang
menginstruksikan penggunaan pakaian tradisional bagi pegawai pemerintah harus
nyata dijalankan dan ditiru daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Ketiga para pelaku bisnis mulai dari industri rumah tangga, UMKM, sampai
perusahaan sebagai produsen secara ekonomi harus bahu membahu memproduksi
batik tulis yang bermutu dan berdaya saing sehingga diminati konsumen. Untuk
menunjang hal ini tentu dibutuhkan SDM yang berkualitas, sarana dan prasarana
yang memadai, dengan ditopang pondasi manajemen dan pemasaran yang bagus.

Ketiga pilar di atas bahu membahu dan bersinergi dalam melestarikan batik.
Pelestarian batik mengandung makna perlindungan, konservasi, pengembangan, dan
pemanfaatannya. Artinya, tidak hanya sekadar aksi melindungi atau menjaga batik
yang sudah ada. Melainkan juga, meliputi penempatan batik dalam konteks kekinian
dalam rangka menjaga eksistendinya tanpa merubah nilai-nilai dasarnya.

https://kumparan.com/damailahri/batik-kearifan-lokal-pemersatu-bangsa

2. Batik Madura dan Sumber Daya Alam Daerah

Batik dengan konsep desain motif sumber daya alam dapat menjadi ciri khas daerah
yang tidak ternilai harganya. Begitu pun di daerah………………………….

Diharapkan dengan konsep batik khas ini

a. Ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi

b. Ada upaya menjamin kearifan lokal batik khas akan tetap kukuh menghadapi
globalisasi walaupun setiap daerah memiliki sifat kedinamisan kearifan lokal
yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai