SOLIDARITY
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity
Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Alamat korespondensi: ISSN 2252-7133
Gedung C7 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: unnessosant@gmail.com
56
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
57
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
dua rumusan masalah penelitian, antara lain: (1) langsung mengetahui sejarah berdirinya dan
bagaimana aktivitas-aktivitas paguyuban berkembangnya Kampung Batik sebagai sentra
Kampung Batik dalam pelestarian batik di Kota industri batik Semarang, c) mengetahui
Semarang? (2) fungsi paguyuban Kampung aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
Batik dalam pelestarian batik Semarang di Kota paguyuban Kampung Batik dalam melakukan
Semarang?(3) faktor-faktor apa saja yang pelestarian terhadap batik Semarang. Pemilihan
menjadi pendorong dan penghambat bagi fungsi informan dari konsumen batik Semarang karena
paguyuban Kampung Batik dalam pelestarian mengetahui perkembangan pasang surut industri
batik Semarang? batik di Kota Semarang.
Pengumpulan data dilakukan dengan
METODE PENELITIAN menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi.Validitas data dalam penelitian ini
Penelitian ini menggunakan metode dilakukan dengan triangulasi sumber dan
penelitian kualitatif,yang bertujuan untuk member check.Analisis data dalam penelitian ini
mendeskripsikan dan memberikan gambaran melalui tahap pengumpulan data, reduksi data,
secara terperinci dengan kata-kata mengenai penyajian data dan penarikan kesimpulan atau
fungsi dari “paguyuban Kampung Batik” dalam verifikasi.
melestarikan Batik Semarang di Kota Semarang
serta faktor-faktor pendorong dan penghambat HASIL DAN PEMBAHASAN
bagi paguyuban Kampung Batik dalam
pelestarian batik Semarang. Gambaran Umum Kampung Batik
Lokasi penelitian ini adalah di
Kampung Batik yang tepatnya berada di Jalan Kampung Batik Semarang diperkirakan
Batik, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan telah ada sejak abad ke-18 atau sejak jaman
Semarang Timur. Fokus penelitian ini adalah pemerintahan Belanda di Kota Semarang.
fungsi paguyuban Kampung Batik dalam Pengrajin batik Semarang di Kampung Batik ini
pelestarian batik Semarang di Kota Semarang. tidak hanya berasal dari etnis Jawa, melainkan
Subjek penelitian dalam penelitian ini yakni juga berasal dari etnis China, Arab, India-
Paguyuban Kampung Batik Semarang. Pakistan, dan Belanda. Pada umumnya motif
Informan utamadalam penelitian ini adalah batiknya merupakan flora dan fauna serta
pengurus dan anggota paguyuban Kampung memiliki warna-warna yang mencolok seperti
Batik yang juga merupakan pengrajin batik warna merah dan oranye.
Semarang. Pertimbangan pemilihan informan Pada saat kedatangan Jepang ke
utama tersebut antara lain :a) dapat mewakili Semarang tahun 1942, Pemerintah Belanda
keseluruhan pengurus dan anggota dari menginstruksikan kepada penduduk pribumi
paguyuban Kampung batik, b) individu-individu untuk membakar Kampung Batik meskipun
tersebut tentu memahami, mengerti, dan tidak dibakar secara keseluruhan. Keadaan
mengetahui seluk beluk secara detail mengenai tersebut diperparah dengan adanya peristiwa
fungsi paguyuban Kampung Batik dalam pertempuran Lima Hari Di Semarang pada
pelestarian batik Semarang beserta dengan tahun 1945. Pada saat itu tentara Jepang ikut
faktor pendorong dan penghambatnya. membakar Kampung batik. Peristiwa tersebut
Informan pendukung dalam penelitian ini menyebabkan seluruh peralatan membatik di
yaitu masyarakat Kampung Batik (Tokoh, Kampung Batik ikut terbakar, dan kegiatan
sesepuh, dan warga Kampung Batik) dan membatik ikut terhenti.
konsumen batik Semarang. Pertimbangan Pembakaran Kampung Batik tersebut
pemilihan informan dari masyarakat Kampung menyebabkan sentra industri batik di Semarang
Batik, dimaksudkan antara lain: a) memahami terhenti dalam kurun waktu yang lama, sampai
kondisi area Kampung batik, b) secara tidak pada tahun 1970 muncul perusahaan batik
58
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
Semarang “Tan Kong Tien Batikkerij” di pemberdayaan dan pelestarian batik Semarang
Kampung Batik, kemudian pada tahun 1980-an serta usaha pemberdayaan di bidang ekonomi,
ada perusahaan batik "Sri Retno". Setelah itu, sosial dan budaya, khususnya membantu
batik Semarang seolah lenyap karena terdesak mendorong peningkatan para pengrajin dalam
batik printing dan Kampung Batik kembali mati menjalankan kegiatan usaha di bidang
suri. pelestarian dan pemberdayaan batik Semarang.
Pada tahun 2006 Dewan Kerajinan Visi dan misi paguyuban Kampung Batik
Nasional Daerah (Deskranda) di bawah senantiasa menjadi pemacu dan penerang
pimpinan Ny. Sinto Sukawi dibantu dengan (guiding light) dalam menjalankan semua
Pemerintah Kota Semarang mulai kebijakan dan kegiatan paguyuban dalam
menghidupkan kembali keberadaan batik melestarikan batik Semarang.
Semarang dengan mengadakan pelatihan
membatik yang di ikuti oleh 20 orang dari Aktivitas-aktivitasPaguyuban Kampung dalam
berbagai kalangan masyarakat yang berasal dari Pelestarian Batik Semarang
Kampung batik, Bugangan, dan Rejosari. Upaya
yang dilakukan tidak hanya pembinaan Paguyuban Kampung Batik mempunyai
pelatihan membatik bagi masyarakat, melainkan misi untuk memberdayakan, melestarikan dan
juga bantuan peralatan membatik dan bantuan mengembangkan batik Semarang sebagai
modal yang diberikan kepada pengrajin batik potensi daerah Kota Semarang. Fungsi
Para peserta pelatihan batik Semarang paguyuban Kampung Batik dalam melestarikan
yang berada di Kampung Batik setelah selesai batik Semarang berdasarkan hasil penelitian
diadakannya pelatihan membatik, kemudian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
memprakarsai berdirinya paguyuban Kampung 1. Promosi dan pameran Batik
Batik pada akhir tahun 2006. Pendirian Pengadaan program promosi batik
paguyuban ini dimaksudkan supaya para Semarang berguna untuk menginformasikan
pengrajin batik di Kampung batik dan pengrajin kepada masyarakat luas bahwa Kota Semarang
yang berada disekitar wilayah Kota Semarang memiliki motif dan corak batik dengan
dapat mudah bekerjasama secara terorganisir kekhasannya sendiri. Promosi yang dilakukan
dan mudah berkoordinasi dengan Pemerintah oleh Paguyuban Kampung Batik ini dengan
Kota Semarang. pemasangan papan signane,pemasangan iklan di
Keanggotan Paguyuban Kampung batik media massa baik media cetak maupun media
pada saat ini terdiri dari 44 orang pengrajin batik elektronik, serta menggunakan media online
dan pedagang batik Semarang. Anggota yang seperti blog, facebook, twitter, dan blackberry
berdomisili dan memiliki gerai batik di messenger dalam memasarkan produk batik.
Kampung Batik terdiri dari 15 orang dan 29 Program promosi batik Semarang yang
anggota lainnya tersebar di wilayah Kota selanjutnya adalah dengan mengadakan
Semarang yaitu ada di daerah Raden Patah, pameran batik.
Widoarjo, Rejosari, Kaligawe, Bugangan, dan Promosi dan pameran batik adalah proses
Banyumanik. adaptasi yang dilakukan oleh pihak paguyuban
Paguyuban Kampung Batik memiliki visi Kampung Batik kepada masyarakat, yang dapat
untuk menciptakan sumber daya manusia dijelaskan dengan teori fungsional struktural
berpotensi yang mampu memproduksi batik yang dikemukan Talcot Parson. Paguyuban
Semarang menjadi sebagai usaha mandiri dan Kampung Batik berupaya untuk beradaptasi
menuju produk budaya yang berdaya saing serta dengan masyarakat yakni dengan
memiliki jaringan strategis yang kuat berskala menyelenggarakan promosi dan pameran batik
nasional dan internasional. diberbagai tempat, agar masyarakat dapat
Misi paguyuban Kampung Batik adalah mengenal batik Semarang dan mengetahui
melaksanakan dan mewujudkan tekad
59
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
keberadaan Kampung Batik sebagai sentra masyarakat secara gratis merupakan bentuk
industri batik Semarang. integrasi untuk menciptakan sumber daya
Sistem promosi dan pameran yang manusia yang berkualitas dalam
dilakukan oleh Paguyuban Kampung Batik memberdayakan dan mengembangkan batik
sesuai dengan teori Fungsional Struktural yang Semarang.
dikemukan oleh Robert K. Merton, bahwa Pembinaan pelatihan membatik yang
motive-motive melakukan tindakan tersebut dilakukan oleh paguyuban Kampung Batik
dilakukan untuk memenuhi fungsi manifest dengan bantuan berbagai pihak yang diberikan
(yang diharapkan) yakni untuk mengenalkan kepada masyarakat secara berulang-ulang sesuai
dan mempopulerkan kembali batik Semarang di dengan teori fungsional Robert K. Merton, akan
masyarakat luas. dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas dari
2. Pembinaan Pelatihan Membatik produksi batik Semarang serta dapat membuka
Fungsi paguyuban Kampung Batik dalam lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat,
upayanya melestarikan batik Semarang adalah sehingga akan mampu mempertahankan
dengan mengadakan pembinaan pelatihan keberadaan batik Semarang itu sendiri dalam
membatik. Pembinaan pelatihan membatik ini sistem sosial masyarakat.
di berikan ke berbagai kalangan masyarakat dari 3. Inovasi Pembuatan Motif-Motif Batik
semua generasi. Pelatihan membatik yang Semarang dan Teknik Membatik
dilakukan oleh paguyuban Kampung Batik ini Paguyuban Kampung Batik dalam
terdiri dari dua macam, yakni pelatihan strateginya melestarikan batik Semarang yang
membatik yang tidak dikenai biaya dan ketiga yaitu dengan melakukan inovasi terhadap
pelatihan membatik yang dikenai biaya. motif-motif batiknya dengan mengambil icon-
Kegiatan pembinaan pelatihan membatik icon Kota Semarang. Inovasi dalam motif batik
merupakan fungsi paguyuban dalam aspek Semarang yang dilakukan oleh Paguyuban
mewujudkan goal attainment atau pencapaian Kampung Batik, sesuai dengan teori yang
tujuan sesuai dengan teori fungsional struktural dikemukakan oleh Merton, bahwa inovasi ini
seperti yang dikemukan oleh Talcot Parson. memiliki motive untuk menarik minat pangsa
Upaya pembinaan pelatihan membatik ini pasar masyarakat untuk menggemari batik
sebagai sarana memberdayakan masyarakat Semarang, tindakan tersebut diambil oleh pihak
untuk ikut terlibat secara langsung dalam paguyuban tentunya memiliki konsekwensi
melestarikan batik Semarang dengan menjadi sosial untuk menjadikan batik Semarang sebagai
pengrajin batik Semarang setelah selesai identitas budaya dari Kota Semarang.
mengikuti program pelatihan membatik. Motif-motif batik dengan mengambil icon
Pada umumnya pelatihan membatik yang Kota Semarang ini menunjukkan identitas
diberikan oleh pihak paguyuban secara gratis budaya batik Semarang. Setiap ada motif baru
kepada masyarakat, merupakan bantuan kerja batik Semarang, selalu di umumkan dalam
sama pihak paguyuban Kampung Batik dengan pertemuan rutin paguyuban Kampung Batik.
berbagai instansi Pemerintah Kota Semarang, Aspek latensi paguyuban Kampung Batik
sedangkan pelatihan membatik yang dikenakan dengan adanya komunikasi yang terbuka dan
biaya oleh pesertanya merupakan pelatihan bersifat kekeluargaan diantara para anggotanya,
batik yang dilakukan secara mandiri oleh dapat memelihara dan menciptakan pola
masyarakat di Kampung Batik dan dikenakan kekerabatan yang erat, menghindarkan konflik
tarif sebesar Rp 20.000. di antara anggotanya, serta dapat
Persepsi ini sangat sesuai dengan teori menumbuhkan motivasi individual dalam
fungsional struktural yang dikemukan Talcot anggotanya untuk terus berkarya menghasilkan
Parson bahwa suatu sistem harus dapat kreasi-kreasi baru batik Semarang.
berintegrasi dengan lingkungannya. Adanya Inovasi tidak hanya dilakukan pada
pembinaan pelatihan membatik kepada pembuatan motif-motif batik baru, melainkan
60
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
61
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
Faktor Pendorong dan Penghambat Pelestarian Semarang belum mampu mensejahterakan para
Batik Semarang pengrajinnya,mengakibatkan masyarakat
enggan untuk ikut mengembangkan dan
1. Faktor Pendorong Pelestarian Batik melestarikan batik Semarang. Kondisi tersebut
a. Keputusan UNESCO dan Perda No.14 juga diperparah dengan pengrajinnya yang
Tahun 2011 Kota Semarang sebagian besar merupakan golongan ibu-ibu
Keputusan UNESCO pada tanggal 2 rumah tangga yang telah lanjut usia.
Oktober 2008 danKeputusan Perda No.14 Hambatan tersebut berdasarkan teori
Tahun 2011yang dikeluarkan oleh Pemerintah fungsional struktural yang dikemukan oleh
Kota Semarang. Talcot Parson terjadi karena ketidaksempurnaan
Aturan penggunaan batik Semarang tersebut fungsi latensi yang terjadi dalam lingkungan
sesuai dengan teori fungsionalisme struktural masyarakatnya. Kondisi ekonomi masyarakat
yang dikemukakan oleh Talcot Parson yaitu dan pangsa pasar batik yang tidak stabil
pada bagian Goal attaiment (tujuan). Penggunaan menciptakan penyebab rendahnya motivasi
batik Semarang ini merupakan bentuk masyarakat untuk ikut melestarikan batik
implementasi secara konkret dan mudah, yang Semarang.
dapat dilakukan oleh masyarakat dalam b. Program Pelestarian Batik Semarang
melestarikan batik Semarang. Belum Dapat Berkelanjutan.
b. Bantuan Modal dan Peralatan Membatik Program pelestarian batik yang dilakukan
serta Bantuan Pinjaman Modal dari oleh Paguyuban Kampung Batik belum dapat
Instansi Pemerintahan maupun Pihak bersifat berkelanjutan, terutama dalam
Swasta. pembinaan pelatihan membatik.Penyebab
Faktor pendorong lainnya bagi program pelestarian Kampung Batik tidak dapat
terlaksananya pelestarian batik Semarang adalah berkelanjutan adalah karena kurangnya
pemberian bantuan modal dari pemerintah, pengawasan dan pemantauan yang dilakukan
yaitu dengan memberikan dana untuk oleh paguyuban Kampung Batik seusai adanya
membiayai kegiatan pembinaan pelatihan pembinaan pelatihan membatik. Penyebab lain
membatik yang diberikan secara gratis untuk program ini tidak dapat berkelanjutan karena,
pesertanya dan pemberian bantuan modal untuk keterbatasan modal, peralatan membatik dan
membeli peralatan membatik.Bantuan tempat dari peserta yang melakukan pelatihan
permodalan lainnya merupakan pinjaman membatik secara mandiri.
modal yang diberikan oleh instansi pemerintah c. Pemfokusan Kegiatan Pelestarian Batik
maupun pihak swasta. Semarang di Kampung Batik Hanya
c. Pemusatan Kegiatan Pelestarian Batik Terpusat di Wilayah RW 2 dan RW 1.
Semarang di Kampung Batik Pemusatan kegiatan pelestarian batik
Kegiatan pelestarian batik Semarang Semarang hanya terfokus pada wilayah RW 2
pada tahun 2006-2011 difokuskan di skala Kota dan sebagian kecil RW 1 Kampung Batik,
Semarang, lalu pada akhir tahun 2011 kegiatan menyebabkan fungsi paguyuban Kampung Batik
pelestarian batik Semarang baru difokuskan di dalam melakukan program kegiatannya untuk
Kampung Batik. melestarikan batik Semarang tidak dapat
berjalan secara maksimal.
1. Faktor Penghambat Pelestarian Batik Program pelestarian batik belum secara
Semarang merata menggandeng seluruh masyarakat
a. Permasalahan Sosial dalam Masyarakat Kampung batik untuk ikut berperan serta
Permasalahan sosial yang ada di melestarikan batik Semarang. Faktor
lingkungan masyarakat, yakni hasil dari penghambat ini merupakan bentuk kegagalan
kegiatan membatik tidak dapat mencukupi biaya pihak paguyuban dalam melakukan integrasi
kebutuhan hidup. Kondisi iklim usaha batik dalam lingkungan masyarakatnya, seperti teori
62
Michelia Nindya Pertiwi / Solidarity 3 (1) (2014)
fungsional struktural yang dikemukan oleh baik berupa dukungan riil maupun dukungan
Talcot Parsons. moriil kepada paguyuban Kampung Batik.
Fungsi Paguyuban Kampung Batik dalam M.A. Moleong. J Lexy. 2007. Metode Penelitian
melestarikan batik Semarang dapat dilakukan Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Musman,Asti dan Ambar B. 2011. Batik Warisan
yakni, dengan (1) mengadakan promosi dan
Adiluhung Nusantara. Yogyakarta: G-Media
pameran batik Semarang diberbagai tempat,
Ritzer, George dan Douglas J. G. 2005.“Teori
baik di dalam kota maupun di luar kota. (2) Sosiologi Modern”. Jakarta. Prenada Media
Mengadakan pembinaan pelatihan membatik Yuliati, Dewi. 2009. “Mengungkap Sejarah dan Motif
yang diberikan kepada seluruh generasi Batik Semarang”. Semarang: UNDIP
masyarakat.(3) Mengadakan pengembangan
inovasi terhadap motif batik Semarang dengan
mengambil icon Kota Semarang sebagai motif
dan coraknya, serta melakukan inovasi terhadap
teknik membatik dengan cara teknik mencolet.
Dalam menjalankan fungsinya
melestarikan batik Semarang, paguyuban
Kampung Batik memiliki faktor pendorong dan
penghambat. Faktor pendorong dalam
berjalannya program pelestarian batik Semarang
yakni,(a) adanya keputusan UNESCO dan
Perda No.14 Tahun 2011. (b) Pemberian
bantuan modal dan alat-alat membatik dan
bantuan pinjaman modal dari instansi-instansi
pemerintah maupun pihak swasta serta (c)
Pemfokusan kegiatan pelestarian batik
Semarang yang dipusatkan di Kampung Batik.
Faktor penghambat bagi terlaksananya
program pelestarian batik Semarang yakni, (a)
permasalahan sosial dalam masyarakat, (b)
program pelestarian belum bisa berkelanjutan,
(c) pemfokusan kegiatan pelestarian batik
Semarang di Kampung Batik hanya terpusat di
wilayah RW 2 dan RW 1.
Saran yang direkomendasikan
berdasarkan penelitian ini antara lain, bagi pihak
paguyuban Kampung Batik untuk berusaha
menjaga keberadaannya dalam masyarakat
supaya dapat terus melaksanakan program
kegiatan pelestarian batik Semarang dan
meningkatkan upaya-upayanya untuk
mendorong dan mengajak masyarakat ikut aktif
berperan serta dalam usaha mengembangkan,
memberdayakan dan melestarikan batik
Semarang. Saran bagi Pemerintah Kota
Semarang yakni, memberikan dukungannya,
63