Anda di halaman 1dari 23

CRITICAL JOURNAL REVIEW

PENUTUR AUSTONESIA

DOSEN PENGAMPU : ARFAN DIANSYAH S.Pd M.Pd

MATA KULIAH : PRASEJARAH INDONESIA

Disusun oleh :

NAMA : CAHAYA PURNAMA SARI

NIM : 3193321007

KELAS : A REG 2019

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
‘‘Critical Journal Review’’ dengan mata kuliah Prasejarah Indonesia dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Critical Journal Review ini saya
susun dalam rangka memenuhi salah satu dari 6 tugas yang ada di UNIMED
sebagai salah satu bagian dari KKNI. Semoga Critical Journal Review ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Didalam makalah CJR ini saya mengkritik empat jenis journal dalam tugas
Prasejarah Indonesia. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arfan
Diansyah S.Pd M.Pd selaku Dosen Pengampu, dan buat kedua orangtua saya yang
senantiasa memberikan dukungan kepada saya.

Harapan saya semoga ini membantu dan menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembacanya, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi nya sehingga kedepan nya dapat menjadi lebih baik lagi.

Makalah ini saya akui masih banyai kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Medan, 10 Oktober 2019

Cahaya Purnama Sari

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 RASIONALISASI PENTINGNYA CJR.....................................................1


1.2 TUJUAN PENULISAN CJR........................................................................1
1.3 MANFAAT CJR...........................................................................................1
1.4 IDENTITAS JOURNAL..............................................................................2

BAB II RINGKASAN ISI JOURNAL.....................................................................4

2.1 JOURNAL UTAMA.....................................................................................4

2.2 JOURNAL PEMBANDING 1......................................................................7

2.3 JOURNAL PEMBANDING 2......................................................................9

2.4 JOURNAL PEMBANDING 3....................................................................10

2.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ISI JOURNAL...............................16

BAB III PENUTUP................................................................................................18

3.1
KESIMPULAN ...........................................................................................18

3.2
SARAN........................................................................................................18
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 RASIONALISASI PENTINGNYA CJR

Critical Journal Review (CJR) sangat penting buat kalangan pendidikan


terutama buat mahasiswa,maupun mahasiswi karena dengan mengkritik suatu
jurnal maka mahasiswa/i dapat mengkritik jurnal, dapat melihat mana jurnal yang
perlu dikritik dan mana jurnal yang sudah bauk untuk digunakan berdasarkan dari
penelitian jurnal tersebut.

1.2 TUJUAN PENULISAN CJR


1. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Prasejarah Indonesia dengan
topik Penutur Austronesia
2. Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa/i dalam meringkas,
menganalisis, dan membandingkan serta mengkritik journal
3. Mempermudah dalam membahas inti hasil penelitian yang telah ada

1.3 MANFAAT CJR


1. Membantu mahasiswa/i atau pembaca dalam mengetahui inti dari dalam
journal
2. Dapat mengetahui bagaimana cara membandingkan journal
3. Terpenuhinya salah satu penugasan dalam bentuk Critical Journal Review
4. Meningkatkan kemampuan mahasiswa/i dalam menganalisis journal

1
1.4 IDENTITAS JOURNAL

1. JOURNAL UTAMA
Judul Artikel : Progres Penelitian Austronesia di Nusantara
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian dan pengembangan Arkeologi
Tahun : Juni 2015
Pengarang : Truman Simanjuntak
Kota Terbit : Jakarta Selatan
Vol : 33
Hal : 1-76
Alamat Situs : simanjuntaktruman@gmail.com
2. JOURNAL PEMBANDING 1

Judul Artikel : Budaya Austronesia di Indonesia Bagian Barat Dalam


Kaitannya Dengan Migrasi Out Of Taiwan

Nama Jurnal : Jurnal Austronesia

Tahun : 2015
Pengarang : Ketut Wiradnyana
Penerbit : Balai Arkeologi Medan
Vol : 18
Hal : 22-39
Alamat Situs : ketutwiradnyana@yahoo.com
3. JOURNAL PEMBANDING 2
Judul Artikel : Penutur Austronesia dan Cara Penyebarannya
Nama Jurnal : Jurnal Balai Arkeologi Malaysia
Tahun : Desember 2017
Pengarang : Zuliskandir Ramli & Zaharah Sulaiman
Penerbit : Ikatan Ahli Arkeologi Malaysia
Vol : 30
Hal : 59-74
2
4. JOURNAL PEMBANDING 3
Nama Artikel : Budaya Megalitik Rantai Penutur Austronesia Di
Kawasan Pandegalang
Nama Jurnal : Jurnal Balai Arkeologi Bandung
Tahun : 2 November 2014
Pengarang : Sudarti Prijono
Penerbit : Purbawidya
Vol : 3, No 2
Hal : 89-100
Alamat Situs : sudarti_25@yahoo.com

3
BAB II
RINGKASAN ISI JOURNAL

2.1 JOURNAL UTAMA


1. PENDAHULUAN

Sejak tahun 2006 pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi


Nasional menetapkan tujuh tema besar kebijakan penelitian nasional. Penerapan
studi ini mengikuti arah perkembangan arkeologi dari yang semula berorientasi
pada artefak yang menjadi situs dan kemudian pada permasalahan tematik.
Paradigma ketiga ini yang disebutkan dalam tujuh tema besar penelitian yang
mencakup peristiwa-peristiwa besar yang pernah terjadi di Nusantara.

Penelitian tentang penutur dan budaya Austronesia merupakan tema ke-3


dari kebijakan penelitian dan pengembangan arkeologi nasional. Lingkupnya
sangat luas jika diliat dari aspek ruang, bentuk, dan waktu. Dari kawasan
dimensi ruang studi ini mencakup seluruh kawasan sebaran Panutur Austronesia
yang melampaui batas-batas kenegaraan, mulai dari Kepulauan Paskah di ujung
timur hingga Madagaskar di ujung barat. Serta dari Taiwan-Mikronesia di utara
hingga Selandia Baru di selatan.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 PROGRES PRASEJARAH

Menyangkut asal usul persebaran puntur Astronesia diKepulauan


Nusantara sejauh ini dati pertanggalan tertua ada di Sulawesi, Setidaknya empat
situs memperhatikan petanggalan diantara 3500-3800BP dengan pertanggalan
dari Minanga Sipakko, Kalumpang sedikit lebih tua. Kelekatan kalumpang yang
di pedalaman Sulawesi mengindikasikan kehadiran Penutur Austronesia yang
paling awal mestnya di wilayah prsisir sebelum mereka memasuki pedalaman,
menghuni kalumpang. Penutur austronesia awal sudah memasuki Nusantara
sekitar 4000 tahun yang lalu.

4
Persebaran ke Selatan dan barat daya mencapai Jawa dan Sumatera.Bukti
bukti tertua di Jawa terdapat di beberapa situs dan salah satunya adalah
Ponjen,Purbalingga Jawa Tengah berupa situs perbengkelan beliung dan gelang
batu.Penemuan lainnya terdapat di Song Keplek,Punung Jawa Timur khususnya
dilapisan hunian teratas dengan sisa sisa pecahan pecahan tembikar polos dan
beliung dengan peninggalan dari 3260 BP.

Penutur Austronesia cenderung memilih gua atau ceruk sebagai hunian


awal.Budaya penutur Austronesia awal yang lebih dikenal dengan sebutan
Neolitik dicirikan oleh kehidupan yang sudah menetap dalam arti semua jejaring
perilaku dan produknya berawal dan bermuara di kampong.Pola hidup menetap
inilah yang mengawali perkembangan budaya yang revolusional ,jika
dibandingkan dengan masa masa sebelumnya yang masih mengembara.Tinggal
menetap dengan waktu luang yang lebih tersedia menjadi pemacu terjadinya
kemajuan.Alam pikir menjadi lebih luas hingga membawa kemajuan dibidang
konsepsi kepercayaan, seperti yang dimanifestasikan pada sistem system
penguburan.

Salah satu praktek penguburan yang sudah mulai berkembang pada periode ini
adalah penguburan dalam tempayan atau disebut dengan kubur tempayan. Model
penguburan yang diterapkan pada penguburan primer dan sekunder merupakan
bukti adanya perlakuan khusus terhadap si mati. Praktek penguburan semacam
ini berlatarbelakang pada konsepsi kepercayaan yang dianut masyarakat dikala
itu, yakni untuk memelihara hubunngan yang baik antara roh si mati dengan
yang hidup dan untuk mendatangkan berkat bagi yang hidup.

2.2 ANTRONESIA PROTOSEJARAH


Zaman Protosejarah diperkirankan dimulai sekitar awal-awal Masehi dan
berakhir ketika pengaruh Hindu memasuki Nusantara hingga terbentuknya
kerajaan-kerajaan yang pertama sekitar abad ke-4/5 Masehi. Seperti periode
Austronesia Prasejarah, awal dan akhir periode tentu tidak serenrak di
kepulauan, sehingga tidak mungkin menetapkan awal periode yang berlaku bagi
seluruh wilayah.
5
Isu utama yang menjadi saaran penelitian pada peiode ini adalah
kompleksitas kehidupan masyarakat austronesia yang merupakan
perkembangan lanjut dari penutur austronesia awal dengan budaya Neolitiknya.
Berbagai situs yang terbesar di kepulauan menjadi sasaran penelitian, hingga
telah memberikan gambaran awal tentang kehidupan diwaktu itu.
Tinggalan Megalitik sebagai simbol atau sarana pemujaan leluhur sangat
menonjol di Nusantara. Hal ini menunjukkkan budaya ini di terima masyarakat
luas, bahkan sangat cocok dalam alam pikir masyarakat Nusantara. Jenis-jenis
tinggalan yang paling umum adalah menhir, dolmen, arca, manusia dan hewan,
punden berundak, lumpang, dan wadah kubur dari batu.Diluar itu masih ada
kursi batu, batu bersusun, batu dakon, batu silindris, dll. Menyangkut wadah
kubur, bentuk-bentuknya bervariasi dengan kekhasan lokal.
Bukti-bukti pertanggalan ini memperjelas posisi kronologi perkembangan
Megalitik dari Zaman Protosejarah hingga Zaman Sejarah. Megalitik Tua,
memasuki Nusantara dibawa masyarakat pendukung budaya beliuang pesegi
pada zaman Neolitik diantara 2500 dan 1500 BC, sedangkan Megalitik Muda,
memasuki kepulauan pada masa yang lebih kemudian bersama Budaya
Dongson. Kenyataan bukti-bukti pertanggalan diatas dan pertanggalan-
pertanggalan lainnya memperlihatkan Megalitik belum muncul pada Zaman
Protosejarah dan berlanjut sebagai tradisi di Zaman Sejarah.
2.3 AUSTRONESIA MASA KINI

Perkembangan penutur dan budaya Austronesia sekarang telah melalui


perjalanan panjang,sejak kehadirannya untuk pertama kalinya di Nusantara
hingga sekarang.Budaya bendawi awal ,seriring perkembangan teknologi ,sudah
mengalami transformasi dalam bentuk hingga dalam fungsi yang jauh yang lebih
bervariasi.Misalnya,tembikar yang menjadi wadah utama pada kehidupan
penutur Austronesia awal,sekarang sudah ditinggalkan,berubah menjadi jenis
wadah dari berbagai bahan.

6
Proses transformasi budaya asli menjadi budaya sekarang dipengaruhi
oleh dua factor yaitu evolusi local dan pengaruh luar.Evolusi local merupakan
proses adaptasi dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda beda hingga
membentuk corak budaya yang berbeda-beda pula. Kedatangan pengaruh luar
dengan intesitas yang berbeda-beda turut pula mempengaruhi proses
transformasi budaya.Proses seperti ininlah yang terjadi pada kehidupan
Austronesia dalam perjalanan waktu, hingga menciptakan keragaman yang
tinggi ,baik pada penuturnya maupun pada budayanya. Etnisitas dengan
kekhasan bahasa dan budaya pada umumnya pun lambat laun terbentuk
diberbagai daerah hingga pada kondisi sekarang.

Berpatokan pada perkembangan budaya maka tradisi tradisi budaya


yang bertahan menjadi isu utama penelitian Austronesia pada masa kini.
Setidaknya ada dua makna yang termaktub dalam isu ini.Pertama,menyangkut
pemahaman masa lampau Nusantara lewat pendekatan etnografi,khususnya
budaya budaya tradisi. Kedua,menyangkut pemahaman atas akar peradaban
Nusantara dan revitalisasi nilai nilai dan keasrifannya dimasa lampau dan
menjawab pertanyaan mengapa tradisi yang dimaksud bertahan jauh melampaui
zamannya dan faktor apa yang mendukungnya.

Patut dicatat secara umum, keseluruhan tradisi-tradisi dalam perjalanan


waktu cenderung tergradasi kearah kepunahan, tergantikan oleh budaya modern.
Beberapa unsur budaya antara lain seperti konsepsi kepercayaan,tergolong
kenyal atas infiltrasi luar, sehingga lebih bertahan jika dibandingkan oleh unsur-
unsur lainnya.

2.2 JOURNAL PEMBANDING 1

1. PENDAHULUAN
Gerabah slip merah adalah salah satu ciri kebudayaan material ras
Austronesia. Gerabah jenis ini sanagt terbatas ditemukan di indonesia bagian
Barat dan umumnya banyak ditemukan di bagian tengah atau timur.

7
Oleh karena itu, keberadaan gerabah slip merah yang dikaitkan dengan
Austronesia di indonesia bagian barat cenderung diabaikan. Terlebuh dalam
kaitannya dengan migrasi pada kisaran Austronesia masa prasejarah.
Secara umum dapat diketahui bahwa berbagai corak budaya megalitik
yang ada di Indonesia bagian barat merupakan salah satu produk dari kelompok
Austronesia. Keberadaan tersebut sering dikaitkan dengan teori out of Taiwan
yang menyebutkan bahwa imigrasi Austronesia berasal dari Taiwan yang
kemudian menyebar di Filiphina dan wilayah lainnya dan dianaranya adalah
sulawesi.
2. PEMBAHASAN

2.1 GERABAH SLIP MERAH DAN BERHIAS MERAH SERTA


MIGRASINYA

Gerabah slip merah merupakan salah satu bdaya materi yang


dikaitkan dengan keberdaan austronesia gerabah jenis ini diantaranya ditemukan
dalam periode 2500-1000 di Taiwan bagian Timur dan bagian selatan tidak lebih
tua dari 200BC.
Di situs Loyang Mendale juga ditemukan fragmen geabah berslip
merah, sebagian diantaranya berhia gores yang ditarikkan berkisar 3000 BP.
Selain itu pada kedalaman 60 cm ditemukan fragman gerabah slip merah yang
dikorelasikan dengan kotak S3 T9 dengan pentarikhannya 3815 fragmen
gerabah, berhias merah yang juga serupa dengan gerabah slip merah.

2.2 SEBARAN BELIUANG PERSEGI DAN KAPAK LONJONG SERTA


ASPEK GEOGRAFI
Bahasa Austronesia, gerabah, beliung persegi dan kapak lonjong
berkaitan dengan pembabakan masa Neolitik, maka migrasi budaya neolitik
didasarkan atas beliuang persegi dan kapak lonjng dapat digunakan sebagai
salah satu cara untuk mengetahu persebarannya.
8

2.3 JOURNAL PEMBANDING 2


1. PENDAHULUAN

Pendekatan linguistic ini telah digunakan oleh ahli arkeologi bernama


Peter Bellwood dalam merekonstruksi penghijrahan penutur Austronesia di Asia
Tenggara dan dihujahkan bersama dengan data arkeologi terutamanya tapak-tapak
yang mempunyai bukti wujudnya pertanian dan dalam konteks ini adalah data
berkenaan dengan penggunaan tembikar tanah.

a. Perspektif Linguistik

Sejak abad ke-16 Masehi,pelayar dan pengembara telah mulai


mengumpulkan senarai kosa kata bahasa Austronesia daripada kawasan atau
tempat yang pernah mereka singgahi.Dengan menggunakan istilah flora dan
fauna,Hendrik Kem pada tahun 1889 menentukan dimana asal usul penutur
Austronesia ini,sama ada dikawasan tropika atau tidak jauh daripada kawasan
tropika ini.

Dalam usaha untuk melihat perkaitan bahwa dengan menggunakan


perkataan asal “beras”,kognitif.Kern menyimpulkan bahwa “tanah asal” penutur
Austronesia ini adalah di Tanah Besar Asia.

b. Perspektif Arkeologi

Penyebaran penutur Austronesia berlaku dengan pesat adalah disebabkan


oleh dua factor penting yaitu perkembangan dan evolusi teknologi perkapalan dan
pelayaran serta keduanya ialah perkembangan teknologi pertanian.Antara
pencapaian penutur Austronesia dalam aktiviti pertanian termasuklah penanaman
padi dan sekoi serta peternakan dan penjinakan binatang liar yang diantaranya
babi,anjing dan ayam,penutur Austronesia juga dikaitkan dengan penciptaan awal
teknik berputar.
9

c. Perspektif Kajian Genetic

Sarjana di school of antropology, Oxford University, Prof.Dr.Stephen


Oppenheimer yang mengkaji asal usul dan pergerakan manusia dengan
menggunakan pendekatan analisi genetic mempunyai pandangan tersendiri yaitu
persebaran populasi manusia di Asia Tenggara berlaku lebih awal dan penyebaran
itu berlaku di Tanah Sunda akibat daripada banjir besar.

Penduduk Asia Tenggara dikaji mempunyai tahap genetic


kepelbagaia,menunjukkan bahwa mereka telah mengekalkan penduduk asas yang
agak besar dari masa ke masa dan tidak menjalani hanyutan genetic yang
besar,bermaksud tiada pencambahan atau rencaman dari luar.

Polemik Migrasi Penutur Austronesia

Dalam hujah yang membincangkan teori migrasi teori Austronesia di Asia


Tenggara,didapati Bellwood,Solheim dan Oppenheimer menggunakan pendekatan
yang berbeda sesuai dengan kepakaran masing masing.Bellwood pada dasarnya
telah menggunakan kerangka yang dihasilkan oleh Robert Blats yaitu model
Pensejarahan Keluarga Bahasa Austronesia dan disesuaikan dengan data arkeologi
yang terkait rapat dengan masyarakat petani di Asia Tenggara hingga ke selatan
Cina.

2.4 JOURNAL PENDAMPING 3


1. PENDAHULUAN

Para ahli berpendapat bahwa persebaran penutur Austronesia kemungkinan


terjadi dalam kurun waktu 6000 SM hingga awal tarikh Masehi. Awalnya
menetap di suatu wilayah tertentu,dan pendapat yang sampai sekarang masih
mendapat dukungan kuat adalah bahwa mereka menetap di yunnan, salah satu
daerah di wilayah cina selatan. Akibat mendapat desakan dari pergerakan bangsa-
bangsa di Asia Tengah. Kemudian berangsur-angsur mereka menyebar memenuhi
seluruh Daratan Asia Tenggara hingga mencapai pantai.

10

Kebudayaan yang pernah berkembang pada masa prasejarah ini didukung


oleh penduduk yang mendiami kawasan tersebut hingga Asia tenggara
Kepulauan, Madagaskar, dan kepulauan di pasifik selatan (simanjuntak,2011 : 1-
3)

Pada sekitar tahun 3000-2500 SM, penutur Austronesia mulai berlayar


dari pedalaman Cina Selatan, daerah Yunnan, menyeberangi lautan menuju
Taiwan dan Kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia berlangsung terus hingga
tahun 2500 SM, kemudian mereka mulai memasuki Sulawesi, Kalimantan, dan
pulau-pulau lain di sekitarnya. Dalam masa yang sama itu pula penutur
Austronesia dari Daratan Asia Tenggara berangsur-angsur memasuki
semenanjung Malaysia dan pulau-pulau bagian barat Indonesia. Migrasi ke rah
plau-pulau di pasifik berlanjut terus hingga sekitar tahn 500 SM hingga awal
dihitungnya tarikh masehi (Munandar,2012:1)

Sebelum kehadiran penutur Austronesia, Indonesia sudah di huni oleh


manusia lain yang hidup dari berburu dan meramu. Penghuni yang tergolong ras
Austrolo-Melanesia ini adalah pendukung budaya pra-neolitik yang berkembang
sejak awal Holosen dengan menghuni gua-gua di berbagai pelosok Nusantara.
Jika dirunut ke zaman yang lebih tua, nenek moyang mereka adalah manusia
anatomi modern (anatomically modern human) yang bermigrasi pertama kali ke
indonesia dalam paruh kedua plestosen Atas. Kedatangan penutur Austronesia
telah telah menimbulkan iteraksi dan adaptasi dengan populasi Austrolo-
Melanesia, bahkan kemungkinan perkawinan campur. Bukti-bukti tentang
kejadian tersebut ditemukan sisa manusia pada situs protosejarah si Anyer, pasir
Angin(jawa barat) dan Gilimanuk(Bali), serta beberapa daerah
lain(simanjuntak,2011:11). Di samping itu adanya unsur budaya bendawi baru
atau munculnya langgam artefak tertentu dalam suatu sistem seringkali ditunjuk
sebagai bukti adanya interaksi antar budaya yang lalu diikuti dengan masuknya
unsur budaya bendawi baru dalam sistem budaya tersebut (Tanudirjo,2011:25).
Diperkirakan interaksi antar-budaya masa lalu tersebut pernah berlangsung di
kawasan pandeglang.

11

Para ahli berpendapat bahwa persebaran penutur Austronesia kemungkinan


terjadi dalam kurun waktu 6000 SM hingga awal tarikh Masehi. Awalnya
menetap di suatu wilayah tertentu,dan pendapat yang sampai sekarang masih
mendapat dukungan kuat adalah bahwa mereka menetap di yunnan, salah satu
daerah di wilayah cina selatan. Akibat mendapat desakan dari pergerakan bangsa-
bangsa di Asia Tengah. Kemudian berangsur-angsur mereka menyebar memenuhi
seluruh Daratan Asia Tenggara hingga mencapai pantai. Selama kehidupannya di
wilayah Asia Tenggara daratan sambil mengembangkan kebudayaannya yang
diperoleh dalam pengalaman kehidupan mereka. Kebudayaan yang pernah
berkembang pada masa prasejarah ini didukung oleh penduduk yang mendiami
kawasan tersebut hingga Asia tenggara Kepulauan, Madagaskar, dan kepulauan di
pasifik selatan (simanjuntak,2011 : 1-3)

Pada sekitar tahun 3000-2500 SM, penutur Austronesia mulai berlayar


dari pedalaman Cina Selatan, daerah Yunnan, menyeberangi lautan menuju
Taiwan dan Kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia berlangsung terus hingga
tahun 2500 SM, kemudian mereka mulai memasuki Sulawesi, Kalimantan, dan
pulau-pulau lain di sekitarnya. Dalam masa yang sama itu pula penutur
Austronesia dari Daratan Asia Tenggara berangsur-angsur memasuki
semenanjung Malaysia dan pulau-pulau bagian barat Indonesia. Migrasi ke rah
plau-pulau di pasifik berlanjut terus hingga sekitar tahn 500 SM hingga awal
dihitungnya tarikh masehi (Munandar,2012:1)

Sebelum kehadiran penutur Austronesia, Indonesia sudah di huni oleh


manusia lain yang hidup dari berburu dan meramu. Penghuni yang tergolong ras
Austrolo-Melanesia ini adalah pendukung budaya pra-neolitik yang berkembang
sejak awal Holosen dengan menghuni gua-gua di berbagai pelosok Nusantara.
Jika dirunut ke zaman yang lebih tua, nenek moyang mereka adalah manusia
anatomi modern (anatomically modern human) yang bermigrasi pertama kali ke
indonesia dalam paruh kedua plestosen Atas. Kedatangan penutur Austronesia
telah telah menimbulkan iteraksi dan adaptasi dengan populasi Austrolo-
Melanesia, bahkan kemungkinan perkawinan campur.

12

Bukti-bukti tentang kejadian tersebut ditemukan sisa manusia pada situs


protosejarah si Anyer, pasir Angin ( jawa barat) dan Gilimanuk (Bali), serta
beberapa daerah lain ( simanjuntak,2011:11). Di samping itu adanya unsur budaya
bendawi baru atau munculnya langgam artefak tertentu dalam suatu sistem
seringkali ditunjuk sebagai bukti adanya interaksi antar budaya yang lalu diikuti
dengan masuknya unsur budaya bendawi baru dalam sistem budaya tersebut
( Tanudirjo,2011:25). Diperkirakan interaksi antar-budaya masa lalu tersebut
pernah berlangsung di kawasan pandeglang.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan pandegalng memiliki topografi berbukti dan bergelombang,


serta daratan rendah dengan kisaran ketinggian antara 106-452 m di atas
permukaan laut, serta merupakan kawasan hutan hujan tropis yang penuh dengan
vegetasi. Kawasan yang dijadikan sebagai lahan perkampungan oleh masyarakat
pendeglang masa lampau adalah daratan rendah, dan adanya aliran sungai yang
melalui melalui wilayahi ini. Menurut Djaenuderajat (2001 :25-26), situs tersebut
merupakan sebuah punden berundak yang memanfaatkan beda tinggi permukaan
tanah.punden dibentuk berdasarkan garis kontur bukit kadaguling yang bertingkat,
kemudian di beberapa bagian dilakukan pemangkasan sehingga menampakkan
punden bertingkat dari paling rendah di sisi barat dan ke timur semakin tinggi.
Kelompok kedua berupa kolam citaman yang berada pada koordinat 06 o20’.24,2”
LS, 105055”08,4” BT, dan ketinggian 106 m dpl.situs berupa kolam megalitik
citaman banyak menyimpan artefak batu dakon, batu berlubang, batu bergores. Di
dalam kolam juga ditemukan batu datar berukuran panjang 205 cm, lebar atas 110
cm, lebar bawah 88 cm dan tebal 40 cm. 
Sementara itu, sungai- sungai besar yang mengalir di wilayah ini di
antaranya Ci Liman dan Ci Baliung.situs-situs megalitik di kawasan pandeglang
umumnya berada pada satuan lembah vulkanik yang merupakan salah satu titik
pertemuan tiga lembah gunung karang, gunung asepan, dan gunung pulasari
dengan

13

vegetasi hutan hujan tropis dan merupakan kawasan yang subur dengan sumber
air yang melimpah dari Ci Karet yang mengalir dari lereng Gunung Pulasari dan
sungai-sungai lain yang bersumber di lereng Gunung Asepan ( Fadillah,2002:18). 

Tulisan ini berangkat dari data arkelogis yang diperoleh melalui hasil
penelitian di kawasan Pandeglanng di antaranya monolit bergores di situs
Cadasari. Goresan pada monolit ini membentuk pola segitiga dengan lubang di
bagian tengahnya. Oleh masyarakat setempat disebut sebagai batu “tumbung”
( tumbung = kemaluan wanita). Tumbung dapat ditafsirkan sebagai simbol
kesuburan atau lambang kesucian ( sukendar dkk, 1982:5; Djaenuderajat,
2001:25).

Tinggalan budaya dengan motif hias bentuk goresan terdapat pada batu
bergores.batu ini berukuran panjang 39 cm, lebar 37 cm dan tinggi 10 cm. Batu
bergores juga ditemukan di situs parigi,kecamatan seketi. Batu bergores juga
ditemukan di situs parigi, kecamatan Seketi. 

Di situs cadasari di tepi Ci Paralun terdapat batu berukuran 82 cm, lebar


60 cm, dan tinggi 20 cm dengan tiga lbang di permukaanya. Lubang pertama
mempunyai diameter 10 cm, lubang kedua 14 cm, dan lubang ketiga berdiameter
13 cm. Batu berlubang semacam ini sering dijumpai sebagai tinggalan budaya
megalitik. Demikianlah sehingga batu tumbung, batu bergores, batu berlubang
yang terdapat di suatu situs megalitik dapat dikatakan sebagai wujud dari hasil
budaya campuran antara budaya yang dibawa oleh penutur Austronesia dan
budaya asli Indonesia.
Adapun untuk mengungkapkan proses interaksi budaya di masa lampau,
terdapat setidaknya tiga jenis data yang paling sering digunakan yaitu budaya
bendawi, bahasa,dan genetika. Adanya unsur bendawi atau munculnya langgam
artefak tertentu dalam suatu sistem budaya seringkali ditunjuk sebagai bukti
adanya interaksi antar-budaya yang lalu diikuti dengan masuknya unsur bendawi
baru dalam sistem budaya tersebut.

14

Beberapa jenis artefak yang dianggap dapat menunjukkan interaksi


budaya penutur Austronesia dan masyarakat melanesia di antaranya gerabah,
beliung persegi, pahat batu poles, batu penumbuk biji, perkampungan terbuka.

Di samping itu unsur budaya lain yang di duga diperkenalan para penutur
Austronesia di antaranya tradisi kunyah pinang dan pelihara ternak babi, ayam,
anjing dan kerbau ( Tanudirjo, 2011:23-42). 

Sementara itu menurut Soejono (2010:195-205) bahwa masa bercocok


tanam di indonesia ditandai dengan munculnya beberapa penemuan baru berupa
penguasaan sumber daya alam dan pengenalan teknologi pembuatan alat-alat batu
maupun logam yang berkualitas seperti kapak dan beliung yang sudah diupam
sampai halus dan benda-benda gerabah. Selanjutnya Soejono berpendapat bahwa
di indonesia banyak ditemukan tinggalan budaya megalitik di antaranya berupa
dolmen, menhir, peti kubur batu, sarkofagus, batu kandang, batu temu gelang,
batu lumpang dan sebagainya. Bukti menunjukkan adanya temuan tersebut ialah
terdapatnya dolmen baturanjang dan bejana batu atau batu tongtrong di situs
Baturanjang, Pandeglang.

Mengacu kepada hasil-hasil penelitian sejauh ini kemunculan penutur


Austronesia di Nusantara menandai munculnya perubahan-perubahan diberbagai
bidang (simanjuntak,2011:1-21). Sementara Mundardijito dalam mengkaji
hubungan manusia dan lingkungan alam menegaskan bahwa lingkungan dapat
membantu penelitian arkeologi yang sifat datanya terbatas. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa arkeologi tidak hanya mengkaji hubungan antara artefak, tetapi juga antara
bentuk-bentuk data arkeologi lainnya, seperti lingkungan fisik yang dimanfaatkan
sebagai sumber daya (Mundardjito,1993:4; Gunandi,1959:29).

15

2.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JOURNAL

A. JOURNAL UTAMA

KELEBIHAN :

 Pembahasannya sangat lengkap


 Identitas nya lengkap
 Memakai Bahasa Indonesia dan mudah dipahami

KEKURANGAN :

 Journal nya tidak memiliki cover


 Tidak memiliki gambar, padahal gambar adalah salah satu media
supaya lebih paham.

B. JOURNAL PEMBANDING 1

KELEBIHAN :

 Dalam jurnal lengkap disajikan identitas jurnal


 Topiknya lengkap
 Menarik untuk dibaca

KEKURANGAN :

 Tidak adanya gambar didalam jurnal


 Bahasa yang digunakan sulit dimengerti
16

C. JOURNAL PEMBANDING 2

KELEBIHAN :

 Bahasa yang digunkan lebih mudah dipahami


 Dan terdapat gambar gambar didalam pendukung didalam jurnal

KEKURANGAN :

 Dalam journal identitas kurang lengkap


 Pembahasan yang kurang tertarik dikarenakan materinya sangat
banyak

D. JOURNAL PEMBANDING 3

KELEBIHAN :

 Identitas jurnal lengkap


 Materi yang dibahas lebih lengkap
 Memiliki ganbar ganbar sebagai pendukung journal

KEKURANGAN :

 Didalam journal tersebut terdapat kosakata yang sulit dipahami


dan banyak menggunakan bahasa latin
17

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Masyarakat Austronesia adalah suatu kebudayaan yang telah ada pada


zaman neolitik. Penutur Austronesia adalah leluhur populasi asli bangsa
Indonesia yang bertutur bahasa Austronesia yang bermigrasi dari Taiwan
hingga mencapai Sulawesi disekitar tahun 4000 tahun lalu. Dalam makalah
ini terdapat empat jurnal yang mengenai kebudaayaan ausstronesia yang
saling berhubungan sampai saat ini.

3.2 SARAN

Artikel didalam journal tersebut sangat cocok dibaca oleh kalangan


generasi muda khususnya mahasiswa/i yang jurusan pendidikan sejarah
karena didalam empat jurnal tersebut terdapat cerita yang berhubungan
dengan zaman yang ada di nusantara ini. Banyak juga terdapat gambar gabar
penemuan penemuan atau bukti bukti nya. Namun, journal ini sudah sangat
bagus dan bermanfaat buat kita yang ingin belajar melalui artikel artikel
terutama mahasiswa/i seperti saya.
18

Anda mungkin juga menyukai