PAU-PAUNNA SAWERIGADING
SKRIPSI
OLEH
ETI HARWANTI
10533 6524 10
Pau-pauna Sawerigading.
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, maka skripsi ini telah memenuhi
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
ii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Sultan Alauddin (0411) 860 132 Makassar 90221
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pau-pauna Sawerigading.
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, maka skripsi ini telah memenuhi
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
iii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Sultan Alauddin (0411) 860 132 Makassar 90221
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Pau-puna Sawerigading.
Skripsi yang diajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri.
Dengan demikian peryataan ini saya buat dengan sebenar-benarya dan saya
Eti Harwanti
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Sultan Alauddin (0411) 860 132 Makassar 90221
SURAT PERJANJIAN
Sawerigading.
Eti Harwanti
Diketahui,
Ketua Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Dra. Munirah, M. Pd
NBM. 951 576
v
ABSTRAK
Eti Harwanti. 2014. Analisis Nilai Sosial Budaya Cerita Rakyat Pau-paunna
Sawerigading. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dibimbing oleh Hambali dan Andi Adam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai sosial budaya
yang terdapat dalam teks cerita rakyat Pau-paunna Sawerigading. Jenis penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif yang diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan
objek penelitian dengan data-data yang tidak berhubungan dengan angka atau
ukuran.
Data dalam penelitian ini adalah kata, kalimat, ungkapan yang
mengandung nilai sosial budaya yang terdapat pada teks terjemahan cerita rakyat
Pau-paunna Sawerigading. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku cerita
rakyat Pau-pauna Sawerigading yang merupakan salah satu cerita rakyat dari
daerah Luwu. Cerita rakyat tersebut diperoleh dari hasil transliterasi dan
terjemahan oleh Pananrang Hamid dan dikisahkan kembali oleh Andi Abdullah
yang disusun pada tahun 1987 sebagai dokumen budaya. Teknik pengumpulan
data yang digunakan yaitu: (1) Membaca secara keseluruhan buku cerita rakyat
Pau-paunna Sawerigading secara cermat dan berulang-ulang sehingga
menemukan kutipan-kutipan yang relevan dengan objek kajian. (2) Teknik
catat/dokumentasi, yaitu mencatat bagian-bagian yang dianggap relevan sebagai
data. Adapun fokus penelitian yang akan dianalisis secara naratif adalah nilai
sosial budaya berdasarkan moral dan kepercayaan.
Hasil penelitian ini adalah nilai sosial budaya dalam cerita rakyat Pau-
paunna Sawerigading yang terdiri atas nilai moral dan kepercayaan. Nilia moral
yang dimaksud terdiri dari moral baik yaitu tata krama dan kesabaran, moral
buruk yaitu kesombongan atau angkuh, sedangkan kepercayaan terdiri dari adat
dan mitos.
Aamiin.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt atas karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan
henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah,
serta rasa dan rasio pada-Mu, Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan
berkah-Mu.
juga tulisan ini, segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat
tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya
Muhammadiyah Makassar.
tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua ayahanda Saman dan ibunda Sumarni yang telah berjuang, berdoa,
pencarian ilmu. Demikian pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada para
keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi dan selalu menemani penulis
dengan candanya. Kepada Drs. Hambali, S.Pd., M.Hum, dan Andi Adam, S.Pd.,
arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi
ini.
v
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada; (1) Dr. H.
Irwan Akib, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, (2) Dr. A. Sukri
Muhammadiyah Makassar, dan (3) Dr. Munirah, M.Pd., ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia serta seluruh dosen dan staf pegawai dalam
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan
tersebut sifatnya membangun. Penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan
berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amiin.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
ii
D. Data dan Sumber Data ................................................................ 31
E. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 31
F. Teknik Analisis Data................................................................... 32
B. Pembahasan................................................................................. 48
A. Simpulan ..................................................................................... 55
B. Saran ........................................................................................... 57
LAMPIRAN-LAPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tempat tumbuhnya budaya, sedangkan budaya itu sendiri sesuatu yang ada dalam
masyarakat. Dengan kata lain, budaya ada karena ada masyarakat sebagai tempat
mulai dari kategori manusia yang hidup sederhana (tradisional) hingga modern
Bahkan tindakan dan pola tingkah laku seseorang sebagai anggota masyarakat
merupakan refleksi atas respons individu terhadap lingkungan sosial dan masa
1
2
muncul pada masyarakat yang telah memiliki tradisi, adat istiadat, konvensi,
estetika, dan lain-lain. Sastra dapat dipandang sebagai bagian integral dari
dan kebudayaan memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat,
adalah karya budaya yang diciptakan oleh manusia. Fungsi sastra daerah selain
sebagai saluran untuk memelihara dan menurunkan buah pikiran bagi suku yang
mempunyai sastra itu, juga sebagai cermin dalam pikiran, pandangan hidup, dan
lebih arif dan bijaksana dalam bertindak dan berpikir karena pada karya sastra
selalu berisi masalah kehidupan manusia nyata. Hal itulah yang menjadi salah satu
nilai budaya daerah yang merupakan cermin kehidupan masyarakat. Nilai budaya
berupa konsepsi yang hidup dalam alam pikiran warga masyarakat atau sebagai
hukum, atau norma-norma yang mengatur langkah dan tindak budaya beradab.
Sikap dan rasa ikut memiliki di dalam diri seseorang akan menimbulkan rasa
itu, sastra daerah perlu dilestarikan dan dipertahankan agar tidak punah. Hal ini
penting, karena jika produk sastra di suatu daerah tempat dia tumbuh telah punah,
maka hakikat kebudayaan daerah itu sendiri telah ikut punah. Jika produk sastra di
suatu daerah telah punah, maka daerah tersebut telah kehilangan corak
Dalam sastra daerah dikenal berbagai gendre sastra lisan. Salah satu
gendre sastra lisan adalah cerita rakyat. Cerita rakyat tersebut berkembang di
dalam masyarakat sebagai alat pemenuhan hidup, baik sebagai alat ekspresi,
menerus agar tidak punah oleh kemajuan perubahan modern. Realitas yang terjadi
sekarang ini, para generasi muda kurang berminat terhadap sastra daerahnya
sendiri, karena tergeser oleh masuknya sarana hiburan modern. Jika hal ini
dibiarkan, maka warisan budaya yang merupakan kekayaan bangsa itu secara
nilai moral yang nantinya sangat berperan dalam membentuk karakter generasi
muda.
Senggeng, dari Kerajaan Luwu Purba, Sulawesi Selatan. Dalam bahasa setempat
(Luwu), Sawerigading berasal dari dua kata, yaitu sawe yang berarti menetas
(lahir), dan ri gading yang berarti di atas bambu betung. Jadi, Sawarigading
4
berarti keturunan dari orang yang menetas (lahir) di atas bambu betung. Menurut
cerita, ketika Batara Guru (kakek Sawerigading yang merupakan keturunan dewa)
Sebagai sastra daerah sekaligus sebagai produk budaya yang sarat akan
ditransformasikan agar nilai itu tidak hanya menjadi milik para leluhur, tetapi juga
dapat diwariskan kepada generasi sekarang dan generasi yang akan datang, yang
sekarang ini mendapat ancaman budaya (cultural threaths) baik dari dalam
maupun dari luar negeri, baik yang berupa budaya konkrit maupun budaya
abstrak.
perlu adanya prinsip dasar atau landasan untuk mengapresiasi suatu karya sastra,
sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa
sastra tersebut diciptakan, sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan sebagai
B. Rumusan Masalah
mendapat penekanan untuk dikaji dan dibahas. Adapun rumusan masalah yang
dimaksud adalah “Bagaimanakah nilai sosial budaya yang terdapat dalam teks
C. Tujuan Penelitian
yang ingin dicapai oleh peneliti, begitu juga dengan penelitian ini. Penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan nilai sosial budaya yang terdapat dalam teks cerita
D. Manfaat Penelitian
pengetahuan dan informasi yang lebih rinci dan mendalam mengenai nilai
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak,
antara lain:
6
a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah
bacaan.
lebih mendalam
7
BAB II
A. Kajian Pustaka
mendasarinya. Teori merupakan landasan suatu penelitian, karena itu teori yang
digunakan dalam penelitian ini tersebar di berbagai pustaka yang erat kaitannya
dengan masalah yang dibahas. Teori penelitian ini berhubungan dengan sastra
rakyat, ciri-ciri cerita rakyat, jenis cerita rakyat, unsur pembangun sastra, nilai
1. Penelitian Relevan
Jusmianti Garing (2010) dengan judul “Fenomena Sosial dan Budaya dalam
Cerita Rakyat Tanah Luwu Karya Idwar Anwar”. Berdasarkan penyajian hasil
Tuhan, dan masyarakat dengan alam serta kegiatan yang terjadi dalam kebiasaan
suatu masyarakat dan menjadi bagian dari hidup dan kehidupan. Begitupun halnya
dengan penelitian yang terkait dengan nilai sosial budaya telah diteliti oleh
Herlina (2011) dengan judul “Analisis Sosial Budaya dalam Legenda Bunga
7
8
Hasil penelitian ini adalah nilai sosial budaya yang terdapat dalam legenda
Bunga Wallu`na Pattirambana terdiri atas 1) adat istiadat yang menyangkut tata
pemujaan dan tarian sebagai wujud kecintaan terhadap Tuhan sang pencipta oleh
seluruh masyarakat desa Kau-Kau yang ada dalam legenda tersebut. Reny
Apriliyan (2009) dengan judul “Nilai Budaya Jawa dalam Novel Canting karya
Canting karya Arswendo Atmowilto, yaitu; (1) hakikat hidup orang Jawa yang
meliputi beberapa konsep bahwa mereka menerima nasib, pasrah dengan ikhlas
atas apa yang telah digariskan,tidak mengeluh dan menerima dengan lapang. (2)
hakikat karya dan etos kerja yaitu mereka hidup hanya untuk mencari sesuap nasi
dan untuk menyambung hidupnya. (3) hubungan dengan alam bagi orang Jawa
terbagi atas dua, yaitu lingkungan fisik dan spiritual, lingkungan fisik yaitu
adat, tradisi, dan tata cara serta nilai-nilai yang ada dalam lingkungan masyarakat
Jawa. (4) hubungan dengan sesama yaitu orang Jawa membutuhkan bantuan
sesama terutama pada kerabatnya, dan (5) persepsi waktu yaitu penanggalan atau
hari yang dianggap sangat sakral bagi mereka. Sistem penanggalan digunakan
untuk mencari hari yang baik dalam memulai sesuatu. Kelima nilai budaya
penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang nilai sosial. Salah satu
9
sosiologi sastra, adapun perbedaannya dapat dilihat dari objek yang diteliti,
masyarakat pada masa lalu yang umumnya disampaikan secara lisan. Mitchell (dalam
Manusia selalu butuh berkomunikasi dan berekspresi sebagai salah satu manifestasi
eksistensi diri dan kelompok sosialnya. Cerita dan tradisi bercerita sudah dikenal sejak
manusia ada di muka bumi ini, jauh sebelum mereka mengenal tulisan. Cerita merupakan
sarana penting untuk memahami dunia dan mengekspresikan gagasan, ide-ide dan nilai-
nilai. Selain itu juga sebagai sarana penting untuk memahamkan dunia kepada orang lain,
berbagai bentuk cerita rakyat lain yang sering disebut sebagai folklore, folktale
budaya daerah. Dengan demikian, substansi sastra daerah tidak lain merupakan
sastra daerah merupakan bagian dari khazanah kebudayaan daerah. Untuk itu,
sastra daerah perlu dilestarikan dan dipertahankan agar tidak punah. Hal ini
penting karena jika produk sastra di suatu daerah tempat dia tumbuh telah punah,
maka hakikat kebudayaan daerah itu sendiri telah ikut punah. Jika produk sastra di
sutau daerah telah punah, maka daerah tersebut telah kehilangan corak
kebudayaan daerahnya sendiri. Demikian pula jika produk sastra di suatu daerah
telah punah, maka hakikat daerah tersebut telah kehilangan rekaman penggunaan
3. Cerita Rakyat
Cerita rakyat adalah cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan
rakyat dan diwariskan secara lisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 210).
Definisi di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jabriani (dalam Riyadi,
1995: 5) bahwa cerita rakyat adalah suatu bentuk penuturan yang tumbuh dan
menyebar di kalangan rakyat secara lisan dan turun-temurun sebagai sarana untuk
Penyajiannya dilakukan secara lisan pada malam hari, para orang tua sudah mulai
berupa dongeng, mite, dan legenda yang kejadiannya dianggap pernah terjadi di
11
Cerita rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang
suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang
manusia maupun dewa. Fungsi cerita rakyat selain sebagai hiburan juga bisa
moral. Banyak yang tidak menyadari kalau negeri Indonesia ini mempunyai
banyak cerita rakyat yang belum didengarkan, bisa dimaklumi karena cerita rakyat
sekarang banyak cerita rakyat yang ditulis dan dipublikasikan sehingga cerita
rakyat Indonesia bisa dijaga dan tidak sampai hilang dan punah.
Cerita rakyat adalah cerita dari zaman dahulu milik masyarakat yang
tumbuh dan menyebar di kalangan rakyat secara lisan dan turun temurun sebagai
Adapun ciri-ciri cerita rakyat menurut Bascom (dalam Garing, 2010: 68)
b. Cerita rakyat bersifat anonim atau penciptaannya sudah tidak dikeatahui lagi.
d. Tidak memiliki bentuk yang tetap atau mengalami perubahan dalam proses
penyebarluasaanya.
f. Bersifat tradisional.
b. Cerita rakyat dapat digunakan sebagai alat pengesahan atau penguatan suatu
c. Cerita rakyat berfungsi sebagai alat pendidikan budi pekerti kepada anak-
anak.
d. Cerita rakyat berfungsi sebagai pengendali sosial atau sebagai alat pengawas
a. Mite
Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap
suci oleh pemilik cerita. Mite ditokohi oleh dewa atau makhluk setengah dewa.
Peristiwanya terjadi di dunia lain atau dunia yang bukan seperti yang kita kenal
b. Legenda
Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap oleh pemilik cerita sebagai
legenda bersifat keduniawian, terjadinya pada masa yang belum begitu lampau,
c. Dongeng
(dalam Riyadi, 1995: 10) mengemukakan bahwa dongeng terdiri atas dongeng
melata, ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dapat berbicara dan berakal
3) Lelucon atau roman adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur,
dan latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam
yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : penokohan, alur, latar,
14
sudut pandang, gaya dan nada, tema, dan amanat. Unsur-unsur yang membangun
sebuah novel yang disebutkan oleh Stanton (dalam Wiyatmi, 2006: 30) adalah
sebagai berikut:
1) Tema
Tema sering disebut juga dasar cerita, yakni pokok permasalahan yang
komentar terhadap subjek atau pokok masalah, baik secara eksplisit maupun
implisit. Tema memiliki fungsi untuk menyatukan unsur-unsur lainnya. Selain itu,
tema juga berfungi untuk melayani visi atau respons pengarang terhadap
Pelaku yang ditemukan dalam sebuah cerita adalah pelaku yang imajinatif,
pelaku yang ada dalam benak pengarang. Pelaku imajinatif itu tidak akan
dijumpai pada alam nyata, sekalipun dicari pada seantero dunia. Raut muka,
bentuk tubuh, sepak terjang dan karakter pelaku, dapat dikenal lewat
pelaku cerita yang saleh, mandiri, dan pekerja keras seperti dalam kehidupan
nyata.
3) Alur
hubungan kausalitas. Hubungan unsur cerita yang satu dengan unsur cerita yang
lain, selain bersifat logis juga mengandung hubungan kausalitas, yaitu bahwa
peristiwa yang satu menjadi penyebab terjadinya peristiwa yang lain. Secara garis
besar alur terbagi dalam tiga bagian, yaitu awal, tengah, dan akhir.
4) Latar
Dalam karya sastra, latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar
tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat berkaitan dengan ,asalah geografis. Latar
waktu berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam, maupun histories.Latar sosial
Latar (setting) adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Suatu cerita
hakikatnya tidak lain ialah lukisan peristiwa atau kejadian yang menimpa atau
dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat.
5) Sudut Pandang
Kalau membaca sebuah cerita, tentu kita mengenali siapa sebenarnya yang
dipilih pengarang untuk diceritakan.Inilah yang disebut sudut pandang atau point
participant): pengarang ikut ambil bagian dalam cerita sebagai tokoh utama yang
mengisahkan tentang dirinya. Dalam cerita ini pengarang menggunakan kata ganti
mengunakan kata ganti orang ketiga (ia atau dia) di dalam cerita. c) pengarang
tetapi serba tahu tentang apa yang dirasa dan dipirkan oleh tokoh cerita. Dalam
kisahan cerita, pengarang memakai nama-nama orang dan dia (orang ketiga).
6) Gaya Bahasa
7) Amanat
terkandung dalam tema sentral. Amanat ada kalanya diungkapkan secara implisit
17
berbeda dengan lainnya sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki setiap
secara eksplisit memungkinkan setiap orang berada dalam kadar kepuasan yang
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah
unsur. Unsur ekstrinsik yang dimaksud antara lain adalah latar belakang
pengarang, aspek sosial budaya, ekonomi, dan politik. Aspek sosial budaya yang
6. Sosial Budaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007: 310 ) sosial yaitu
makmur, desa dan kota, bangsa dan negara. Manusia yang hidup berdasarkan
kodrat yang harus dikembangkan menjadi pembawa nilai terhadap orang lain.
“Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta,
karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sangsekerta
budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa
Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dan dalam bahasa Latin, berasal
dari kata colera yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan,
mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang
dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk
mengolah dan mengubah alam” (Setiadi, 2007: 27).
terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh
perhatiannya pada masyarakat dan budaya sendiri hasil dari gambaran sosial
demikian, sosial budaya adalah suatu paham mengenai manusia yang senantiasa
mempengaruhi akal dan budi pekerti kahidupan yang ditandai dengan cipta karya.
19
pengarang itu sendiri, realitas budaya dan keadaan sosial tidak serta merta
ditangkap oleh pengarang begitu saja, akan tetapi juga menerjemahkannya sebagai
penyampai protes kebudayaan, baik dalam bentuk karya sastra berupa cerita
Suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua
orang lain. Hal itu kemudian menentukan untuk menjadi bahan reaksi apa yang
oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dari teori Tylor tersebut sesuai dengan
tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam mengkaji cerita rakyat Sawerigading
a. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin "mos" (jamak: mores) yang berarti
kebiasaan, adat. Kata "mos" (mores) dalam bahasa Latin sama artinya dengan etos
dengan arti susila. Adapun pengertian moral yang paling umum adalah tindakan
manusia yang sesuai dengan ide-ide yang diterima umum, yaitu berkaitan dengan
makna yang baik dan wajar. Dengan kata lain, pengertian moral adalah suatu
20
umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Kata moral selalu
Moral bukan sesuatu yang datang dari luar diri manusia. Moral berada di
dalam diri manusia sebagai potensi. Pasif atau aktifnya moral itu tergantung dan
sangat ditentukan oleh manusia individu itu sendiri. Karena moral bukan sesuatu
zat yang melekat di dalam diri setiap manusia, maka penilaian terhadap moral
hasil seleksi penilaian umum tentang perilaku dan tata kelakuan yang tampil
dalam konteks bertentangan dengan kewajaran. Oleh karena moral lebih mentitik
beratkan sorotannya kepada tingkah laku, maka dari ungkapan tersebut tampak
jelas bahwa moral terkait erat dengan penyimpangan atau tingkah laku yang
menyimpang.
aturan yang mengatur tingkah laku agar tidak menyimpang. Sebaliknya, jika tidak
terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan yang mengatur tingkah laku agar tidak
menyimpang, apakah moral tidak diperlukan lagi? Hal demikian agak keliru,
karena ada atau tidaknya penyimpangan tingkah laku moral tetap diperlukan.
Moral bukanlah sesuatu yang datang dari luar atau sesuatu yang melekat begitu
saja di dalam diri setiap diri manusia. Bahkan moral bukan sesuatu yang dapat
fisik dan psikis dimana moral itu mengalami kematangan apabila telah terjadi
sesuatu interaksi antara sesama manusia. Oleh karena itu, moral akan tumbuh
21
lebih terarah dalam proses sosialisasi sejak dini yang mula-mula dilingkungan inti
(ayah, ibu, dan anak-anak). Dengan demikian, moral adalah nilai yang
b. Tata Krama
lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Tata krama terdiri atas tata dan
krama. Tata berarti adat, aturan, norma, dan peraturan. Sedangkan krama berarti
sopan santun, kelakuan, dan tindakan. Dengan demikian, tata krama berarti segala
tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau
dikembangkan oleh masyrakat dan terdiri dari aturan-aturan yang kalau dipatuhi
diharapkan akan tercipta interaksi sosial yang tertib dan efektif di dalam
setiap suku bangsa memiliki adat tersendiri meskipun karena adanya sosialisasi
ke generasi menyebabkan suatu masyarakat yang ada dalam suatu suku bangsa
yang sama akan memiliki adat dan konsepsi yang relatif sama.
c. Kepercayaan
kebenaran sesuatu. Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia
22
saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai
kebenaran. jika kepercayaan tidak ada maka keraguan akan muncul, dan
keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu itu benar. Jika diyakini
dalam satu hal, maka kepercayaan akan muncul, keyakinan dan kepercayaan
yang Mahatinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan lingkungannya, yang
dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau
dan hanya yang Mahatinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam
Menurut pandangan teori ini, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan,
mengandung arti cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra
sastra.
Endraswara, 2013: 79) terdapat tiga prespektif berkaitan dengan sosiologi sastra,
yaitu: (1) penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang
di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2)
penelitan yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan
(3) penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan
historis, yang menganggap karya sastra khas dianalisis dari segi historis.
kepaduan yang tinggi dalam bentuk ciptaan yang imaginatif atau pikiran yang
konseptual.
dari hipotesis bahwa semua perilaku manusia didorong oleh manusia untuk
mempunyai tujuan sosial untuk menanggapi realitas dan mencapai titik harmonis
dunia yang terdegradasi dan tidak seimbang. Hipotesis tersebut dilandasi bahwa
karya sastra adalah sebuah fakta kemanusiaan yang dihasilkan oleh prilaku subjek
(masyarakat). Maka karya sastra bagi Goldman, tidak hanya sekadar dihubungkan
dengan bagian-bagian internal dalam struktur internalnya. Karya sastra juga harus
melahirkannya.
sastra sebagai fakta kemanusiaan yang dihasilkan oleh subjek kolektif bagi
sebuah fakta historis dan fakta sosial. Pandangan dunia menjadi fakta sosial
1. Penelitian dilakukan terhadap satu novel yang dilihat sebagai suatu kesatuan,
Malraux.
2. Novel yang dianalisis hanya novel yang mempunyai nilai sastra, yang
b. Hipotesis ini diperiksa berdasarkan keadaan dalam novel yang diselidiki itu,
sehingga dapat ditemui suatu model yang mungkin berbeda dengan hipotesis
awal.
dibuat hubungan dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan itu ialah:
b. Latar belakang ini ialah pandangan dunia suatu kelompok sosial, yang
pada dua hal. Pertama, cara penelitian sastra itu sediri. Kedua, penghubungannya
dengan sosial budaya. Ini sesuai dengan pegertian ‘hubungan’ yang begitu penting
B. Kerangka Pikir
Karya sastra seperti cerita rakyat dapat diteliti dan dikaji berdasarkan dua
unsur yang membangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
adalah unsur yang membangun dari dalam, adapun unsur ekstrinsik adalah unsur
Dalam penelitian ini, penulis ingin meneliti dari unsur ekstrinsik yang
mengfokuskan pada pengkajian nilai sosial budaya dalam cerita rakyat Pau-
budaya yang penulis maksud adalah tata krama, moral, dan kepercayaan. Adapun
Sawerigading yang dikisahkan kembali oleh Andi Abdullah pada tahun 1987.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan alur kerangka pikir di bawah ini :
28
Sastra Daerah
Cerita Rakyat
Pau-paunna Sawerigading
Moral Kepercayaan
Temuan
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian.
karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip
menganalisis dan menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan kenyataan
yang ada di lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu, peneliti dalam menjaring
data mendeskripsikan nilai sosial budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Pau-
analisis nilai sosial budaya cerita rakyat Pau-paunna Sawerigading, maka jenis
Penentuan metode ini atas pertimbangan bahwa metode ini sesuai dengan sifat
subjek dan objek penelitian dengan data-data yang tidak berhubungan dengan
30
30
budaya cerita rakyat Pau-paunna Sawerigading, maka dalam penelitian ini yang
menjadi fokus penelitian adalah nilai sosial budaya berdasarkan, tata krama,
C. Definisi Operasional
dari kekaburan. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Cerita rakyat adalah suatu cerita dari zaman dahulu milik masyarakat yang
tumbuh dan menyebar di kalangan rakyat secara lisan dan turun temurun
mempengaruhi akal dan budi pekerti kehidupan yang ditandai dengan cipta
karya.
3. Moral adalah nilai yang melatarbelakangi sikap dan sifat seseorang dalam
kehidupan masyarakat atau sifat baik dan buruk yang ada dalam diri
seseorang.
Abeng.
31
1. Data
mengandung nilai sosial budaya yang terdapat pada teks terjemahan cerita rakyat
Pau-paunna Sawerigading.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah buku cerita rakyat Pau-pauna
Sawerigading yang merupakan salah satu cerita rakyat dari daerah Luwu. Cerita
rakyat tersebut diperoleh dari hasil transliterasi dan terjemahan oleh Pananrang
Hamid dan dikisahkan kembali oleh Andi Abdullah yang disusun pada tahun 1987
terhadap teks yang dijadikan objek penelitian dengan mencatat nilai-nilai sosial
1. Teknik baca, yaitu dengan membaca secara keseluruhan buku cerita rakyat
Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis teks cerita rakyat
berikut:
1. Mengidentifikasi data atau teks yang diduga mengandung nilai sosial budaya;
BAB IV
Pada bab ini akan diuraikan secara rinci hasil penelitian terhadap cerita
penelitian ini akan dikemukakan beberapa data yang diperoleh sebagai bukti hasil
penelitian. Data yang akan disajikan pada bagian ini adalah data yang memuat
aspek-aspek sosial budaya sebagai salah satu unsur ekstrinsik pembentuk cerita.
termasuk perilaku yang ada pada masyarakatnya. Sama halnya budaya yang
terdapat di Sulawesi Selatan, salah satunya yaitu budaya masyarakat Luwu. Luwu
terletak sekitar 367 km dari kota Makassar, daerah ini terkenal dengan cerita
Sawerigading. Dalam cerita ini ada banyak hal yang menarik untuk diteliti dan
tersebut tidak selamanya menjadi warna dominan yang berlaku dalam kehidupan
34
34
salah satu fakta sejarah telah memberi sumbangan yang besar terhadap perubahan
manusia.
Nilai-nilai yang termasuk dalam kategori nilai sosial budaya pada cerita
rakyat Sawerigading sangat banyak ragamnya. Salah satu di antaranya adalah tata
krama, yang diartikan secara harfiah bermakna saling memanusiakan atau saling
kebersamaan dan solidaritas, sopan dan santun dalam bertindak dan berperilaku
merupakan instrumen yang melengkapi nilai moral sebagai etos budaya dalam
menyangkut moral dan kepercayaan. Aspek nilai moral baik, terdiri dari tata
krama dan kesabaran. Sedangkan nilai moral buruk, terdiri dari sombong atau
angkuh.
1. Moral Baik
pengertian dari moral. Moral adalah nilai yang melatarbelakangi sikap dan sifat
seseorang dalam kehidupan masyarakat atau sifat baik dan buruk yang ada dalam
diri seseorang.
Moral sebagai bentuk sikap manusia yang harus dijaga dan selalu menjadi
hal yang dijunjung oleh masyarakat karena lewat perilaku itulah seorang manusia
35
atau masyarakat mendapat penghargaan. Tingkah laku yang tidak sesuai dengan
a) Tata krama
Tata krama berarti segala tindakan, perilaku, tegur sapa, ucap dan cakap
sesuai dengan kaidah atau norma tertentu dalam masyarakat. Dalam cerita
Sawerigading banyak ditemukan tata krama atau sopan santun dalam bertutur kata
layaknya seseorang yang saling menghormati satu sama lain. Hal ini penting
dalam hidup bermasyarakat sebagai mahkluk sosial dan hidup bermoral untuk
menghormati yang tua terlebih kepada kedua orang tua yang telah melahirkan
kita. Hal tersebut tercermin dari tokoh Sawerigading yang sangat menghormati
Batara Lattu dan We Opu Senngeng selaku orang tuanya. Lebih jelasnya dapat
santun yang diucapkan Sawerigading kepada orang tuanya yang sangat ia hormati.
Menghormati orang yang lebih tua dari kita terlebih kepada kedua orang tua yang
telah melahirkan kita ke dunia merupakan moral yang penting dalam kehidupan
“Jadi kenapa wahai yang mulia, di kala daku masih kecil yang mulia
menyatakan daku ini anak tunggal yang lahir dari rahimmu, mengapa
36
Tutur kata, sikap, dan gaya hidup haruslah mencerminkan kewibawaan keluarga
bangsawan.
dilakukan antara anak dan ibunya walaupun dalam hati Sawerigading ada rasa
tentang rahasia bahwa Sawerigading mempunyai saudara kembar. Tetapi hal itu
tidak mengubah tutur kata, ucap dan cakap yang ia lontarkan kepada kedua orang
tuanya. Dapat di lihat kutipan lain yang menggambarkan tentang tata krama.
“ucapan kanda itu adalah tabu, menyebutkannya saja suda merupakan suatu
pantangan. Apalagi melakukan pernikahan antara dua orang yang bersaudara
kembar. tidak bakal jadilah panen (padi), pohon akan layu, demikian pula
tumbuhan takkan mendatangkan hasil, malahan penduduk tidak akan
berkembang, dan musibah akan melanda negeri”. (Data 17).
37
Tenriabeng selaku adik Sawerigading dengan penuh sopan dan santun ketika
keinginannya itu. Dengan tutur kata yang lembut dari We Tenriabeng akhirnya
keadaan hati, jiwa, dan perasaan Sawerigading menjadi baik. Tata krama dalam
bertutur kata tidak terbatas hanya kepada orang tua, kakak, adik, saudara, teman,
bahkan terhadap musuh sekalipun haruslah yang sopan, sebab perkataan adalah
tetaplah bertutur kata yang sopan dan santun terhadap Sawerigading meskipun ia
tahu bahwa kakaknya yaitu Sawerigading telah salah berpikir, namun ia tetap
menghormati dan berucap yang sopan dengan tutur kata yang lembut selayaknya
status mereka sebagai masyarakat yang tinggi, maka segala tingkah laku menjadi
suatu hal yang penting untuk dijaga. Penghormatan kepada mereka tidak boleh
berkurang atau tercoreng. Hal ini tergambar dalam diri We Tenriabeng yang tetap
dalam bertutur kata juga ditemukan pada percakapan La Pananrang terhadap salah
seorang yang ingin mencelakai Sawerigading. Lebih jelasnya dapat dilihat kutipan
berikut:
La Pananrang menjawab dengan sopan, sambil berkata “saya ini orang Luwu
yang sedang berlayar wahai adinda, sayapun orang Ware yang sedang
berperahu. Saya adalah kakakmu La Pananrang dari Luwu, putra La
Pangeriseng di Take Bira. Orang yang memutuskan perkara di Watampare.
Perahu emas cucunda baginda Batara Lattu di Luwu yang sedang dalam
pelayaran mencari jodohnya ke tana Ugi”. (Data 48).
merupakan kakak sepupu dari Sawerigading terhadap salah seorang yang ingin
Pananrang bertutur kata yang sopan nan lembut sekalipun orang yang ingin
“Kanda lananrang, daku terkenang pada ayahanda di Luwu, yang sangat ingin
punya pelanjut generasi setelah beliau meninggal, namun tak direstui oleh
Sang Dewata. Seorang putrinya kawin di Rulawalette. Seorang putranya
merantau mengasingkan diri di negeri yang jauh”. (Data 98).
menghargai dan menghormati satu sama lain sehingga tutur kata yang terucap
tetaplah santun dan sopan. Dalam bertutur kata tidak memandang strata sosial
Pananrang. Ini penting dalam pembentukan moral generasi muda sekarang, karena
ketika kita diperhadapkan dengan orang banyak dalam masyarakat haruslah saling
menghargai dan menghormati. Kutipan yang lain juga dapat dilihat berikut:
karena ia mendapat kabar dari salah seorang dayang bahwa yang bernama
Sawerigading adalah yang dadanya berbulu, kumisnya dikuncir, dan air liurnya
b) Kesabaran
berada dalam ketaatan meskipun kesusahan dan cobaan itu begitu dahsyat.
Nilai kesabaran dapat dilihat pada sikap sabar yang dimiliki oleh
menikahi We Tenriabeng atau We Cudai. Nilai kesabaran juga dapat dilihat ketika
menolak lamaran Sawerigading. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan berikut:
besar. Putusan itu berimplikasi bahwa dia harus berlayar menyeberangi lautan
luas dan bersedia berperang melawan sekian banyak lawan yang menghadang.
jika dia memaksakan untuk menikah dengan saudara kembarnya sendiri, maka
resikonya jauh lebih besar , bencana alam akan terjadi, panen tidak akan jadi, citra
kerajaan akan rusak, rakyat Tana Luwu akan menderita karena mengalami
peceklik yang sangat mendalam. Dengan kata lain, pilihan Sawerigading memang
berat bagi dirinya namun menyelamatkan rakyat kerajaan Luwu dari malapetaka.
gerangan kesalahan yang telah dibuat adinda. Apakah jumlah harta itu tidak
sesuai dengan kesepakatan sehingga beliau mengembalikannya”. (Data 172).
ketika menghadapi sikap sepihak yang diambil oleh Raja Cina menuruti keinginan
Sawerigading. Dalam kehidupan masyarakat Luwu hal ini merupakan siri’ yang
berarti malu atau merasa harga diri atau kehormatan telah dinjak-injak. Namun
dari data di atas, tokoh Sawerigading justru mengambil sikap sabar dan tidak
membicarakan hal tersebut secara baik-baik terlebih dahulu. Kutipan lain yang
hingga hati We Cudai sadar dan patuh pada nasehat orang tuanya sehingga ikhlas
menerima Sawerigading menjadi suaminya. Tokoh yang memiliki sifat sabar juga
dimiliki oleh We Cimpau ibu angkat dari I Lagaligo. Untuk lebih jelasnya dapat
mengasuhnya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Hal ini sangat
mengira La Galigo adalah anak yang ayahnya berbulu dadanya, yang kumisnya
dapat dikuncir, yang air liurnya dapat memadamkan api yang berkobar atau
2. Moral Buruk
Moral buruk merupakan segala sikap atau tingkah laku tercela yang dapat
a) Kesombongan
43
secara berlebihan serta meninggikan diri dan angkuh. Sifat sombong termasuk
penyakit batin.
yang dilakukan oleh I Wecudai putri Raja Cina mencerminkan moral yang tidak
baik. I Wecudai merupakan kelurga bangsawan dengan kelas sosial tinggi, karena
status mereka sebagai masyarakat yang tinggi maka segala tingkah laku menjadi
suatu hal yang penting untuk dijaga. Menjadi keluarga bangsawan bukan semata-
mata hanya menyandang julukan tetapi haruslah berimbas pada praktek kehidupan
berlaku bagi kelasnya. Tutur kata, sikap, dan gaya hidup haruslah mencerminkan
boleh berkurang atau tercoreng. Namun sikap dan sifat We Cudai dalam cerita
rakyat Sawerigading merupakan moral yang tidak baik, dan tidak sepantasnya
seorang putri raja yang merupakan kelurga bangsawan merendahkan orang lain.
44
b) Keangkuhan
Sikap angkuh lahir pada diri seseorang karena menganggap dirinya lebih
“jikalau sekiranya kakanda We Jeka merasa sayang kepada si Luwu itu, maka
kawinlah dengannya dan anggap mati sajalah paduka La Tenripada”. (Data
166).
Cudai yang tidak mau mendengar nasehat dari siapapun untuk dinikahkan dengan
Sawerigading. Segala tingkah laku dan ucapan yang ia katakan tanpa ada
Cudai yang ingin membuang anaknya sendiri, We Cudai dalam berbuat atau
memikirkan terlebih dahulu baik dan buruknya. Namun demikian seiring dengan
45
putusan yang terburu-buru dan salah. Maka pada bagian akhir episode ini dia
secara jujur mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan besar. Kejujuran
seperti inilah yang dilihat Sawerigading sehingga dia ikhlas melupakan semua
3. Kepercayaan
dipercaya atau diyakini baik itu menyangkut keyakinan terhadap Tuhan maupun
a) Adat
Adat tidaklah berarti hanya sekadar kebiasaan. Adat sama dengan syarat-
syarat bagi kehidupan manusia. Jika adat dilanggar berarti melanggar kehidupan
manusia yang akibatnya bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi
juga oleh segenap anggota masyarakat. Dalam cerita rakyat Sawerigading, aspek
adat dalam kaitannya dengan nilai budaya dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“ucapan kanda itu adalah tabu, menyebutkannya saja sudah merupakan suatu
pantangan. Apalagi melakukan pernikahan antara dua orang yang bersaudara
kembar. tidak bakal jadilah panen (padi), pohon akan layu, demikian pula
tumbuhan takkan mendatangkan hasil, malahan penduduk tidak akan
berkembang, dan musibah akan melanda negeri”. (Data 17).
dewata pencipta, namun kita tidak akan mendapat restu dari seluruh rakyat
banyak di negeri Luwu”. (Data 18).
“rupanya dikau tidak mengetahui wahai kakanda yang mulia, musibah yang
melanda Tompo Tikka. Orang banyak senantiasa berduka, lesung
ditelungkupkan dan biji padi hanya dikupas kulitnya untuk dimakan.
Bukankah kakanda Pallawangau kembar pula dengan kanda We Tenrirawe.
Namun begitu dungu pikiran hati kanda Pallawangan, sehingga ia menyintai
adik kembarnya. Dialah orang yang sama dungunya denganmu. (Data 20).
sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia. Demikian agung tujuan pernikahan
itu. Namun, jika sebuah pernikahan tidak lagi dilandasi dengan niat semata-mata
mencari ridho Allah dan ridho orang tua serta ridhonya masyarakat setempat,
yang dianut oleh kerajaan Luwu bahwa apabila adat tersebut dilanggar maka akan
yang terjadi adalah bencana alam akan terjadi, panen tidak akan jadi, citra
kerajaan akan rusak, rakyat tanah Luwu akan menderita karena mengalami
peceklik yang sangat mendalam, dan hal tersebut erat kaitannya dengan
menyalahi adat dan kepercayaan yang dianut masyarakat setempat, begitu juga
larangan tersebut jelas haram bagi kita selaku umat muslim. Dengan kata lain,
b) Mitos
“ketika semua perlengkapan sudah siap, siap pula perlengkapan perang. Maka
dibukakanlah “kutika” untuk memilih waktu yang dianggap baik untuk
memulai pelayaran Sawerigading menuju ke tanah Bugis. Salah satu kutika
menunjukkan, bahwa apabila mereka berlayar pada hari Ahad, malam ke 10
terbitnya bulan, tiba dengan selamat di tanah Bugis tanpa kesulitan.
Lamarannyapun diterima secara baik di Cina, tanpa ada perselisihan
pendapat. Akan tetapi ia tidak bakal mempunyai anak keturunan. (Data 28).
“sekiranya hari rabu beliau berlayar, pada malam ke 17 terbitnya bulan, maka
beliau akan terhalang peperangan sebanyak tujuh kali. Beliau akan tiba
dengan selamat di Cina. Bila ia meminang di Latanete maka beliaupun akan
diterima baik, akan tetapi bertepatan selesainya pengiriman mas kawin, tiba-
tiba I Wecudai membatalkan rencananya. Daeng Risompa mengurungkan
niatnya, hal itu disetujui oleh ayahandanya, raja Cina. Dikaupun secara
sembunyi-sembunyi datang ke Latanete dan kawin secara diam-diam dengan
I Wecudai, maka diapun melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itulah
nantinya menyebabkan berdamainya engkau dengan I Wecudai, baru pulalah
dikau terang-terangan menampakkan diri dan bersemayam di istana
Latanete”. (Data 30).
yang diyakini masyarakat Luwu pada masa itu. Mitos merujuk pada cerita dalam
peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau. Masyarakat Luwu menggunakan
“kutika” dalam memilih waktu yang tepat ketika hendak bepergian. Kutika
merupakan kitab perhitungan hari-hari baik dan buruk menurut konsepsi budaya
masyarakat setempat. Pada dasarnya, mitos orang dahulu memiliki tujuan yang
nenek moyang tentang apa yang tidak boleh dilakukan agar tidak tertimpa
musibah.
kepercayaan yang bersifat mitos yaitu mengenai pohon Welenreng yang dipercaya
oleh masyarakat Luwu pada masa itu adalah sebuah jenis pohon yang dipercaya
orang yang meninggal akibat dibunuh, dan bukan orang yang meninggal karena
penyakit.
B. Pembahasan
Moral sebagai bentuk sikap manusia yang harus dijaga dan selalu menjadi
hal yang dijunjung oleh masyarakat karena lewat perilaku itulah seorang manusia
atau masyarakat mendapat penghargaan. Tingkah laku yang tidak sesuai dengan
jelas dan kental dalam melihat sisi-sisi kehidupan baik persoalan individu maupun
49
persoalan publik. Walau ada beberapa perilaku yang kurang bermoral. Namun di
sinalah letak kejelasan moral yang baik. Moral yang baik dalam cerita
Sawerigading seperti tata krama banyak tergambar dari beberapa tokoh, seperti
Tata krama berarti segala tindakan, perilaku, tegur sapa, ucap dan cakap
yang sesuai kaidah atau norma tertentu dalam masyarakat. Dalam cerita
sawerigading banyak ditemukan tata krama atau sopan santun dalam bertutur kata
layaknya seseorang yang saling menghormati satu sama lain, hal ini penting
dalam hidup bermasyarakat sebagai mahkluk sosial untuk saling menghargai dan
menghormati. Sudah sewajarnya yang muda lebih menghormati yang tua terlebih
kepada kedua orang tua yang telah melahirkan kita ke dunia begitupun sebalikya
yang tua mengasihi kepada yang lebih muda, dan kesemuanya itu merupakan
budaya masyarakat Luwu. Dan hal tersebut tercermin dari tokoh Sawerigading
yang sangat menghormati Batara Lattu dan We Opu Senngeng selaku orang
tuanya, meskipun dalam hati Sawerigading ada rasa jengkel karena mengetahui
Sawerigading mempunyai saudara kembar. Tetapi hal itu tidak mengubah tutur
kata, ucap dan cakap yang ia lontarkan kepada kedua orang tuanya.
Tutur kata, sikap, dan gaya hidup haruslah mencerminkan kewibawaan keluarga
karena status mereka sebagai masyarakat yang tinggi maka segala tingkah laku
menjadi suatu hal yang penting untuk dijaga. Penghormatan kepada mereka tak
baik. We Tenriabeng tetaplah bertutur kata yang sopan dan santun terhadap
berpikir, namun ia tetap menghormati dan berucap yang sopan dengan tutur kata
Nilai moral baik yang kedua adalah kesabaran. Kesabaran adalah sebuah
kesusahan dan cobaan itu begitu dahsyat. Nilai kesabaran dapat dilihat pada sikap
sabar yang dimiliki oleh Sawerigading ketika diperhadapkan pada dua pilihan,
dihadapinya, mulai dari bertarung dengan beberapa orang di tengah lautan selama
We Cudai dengan unsur paksaan bukan keikhlasan. Sifat sabar yang dimiliki
Sawerigading ketika menghadapi sikap sepihak yang diambil oleh Raja Cina
muda untuk tidak gegabah dalam bertindak dan selalu berfikir positif terlebih
hingga hati We Cudai sadar dan patuh pada nasehat orang tuanya sehingga ikhlas
Moral buruk merupakan segala sikap atau tingkah laku tercela yang dapat
sombong lahir pada diri seseorang karena menganggap dirinya lebih dan
penyakit batin. Dalam cerita rakyat Sawerigading yang memiliki sifat sombong
dan angkuh tergambar dari tokoh We Cudai, karena pada bagian awal cerita We
Cudai tampil sebagai putri raja yang amat menyebalkan , sombong, dan keras
kepala yang kurang berhati-hati dalam menyatakan sesuatu dan selalu menuruti
mulai sadar bahwa putusannya untuk menyingkirkan anak kandungnya pada masa
lalu adalah putusan yang terburu-buru dan salah. Maka pada bagian akhir episode
ini We Cudai secara jujur mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan besar.
Kejujuran seperti inilah yang dilihat Sawerigading sehingga dia ikhlas melupakan
putranya.
dipercaya atau diyakini baik itu menyangkut keyakinan terhadap Tuhan maupun
menyangkut adat dan mitos. Adat tidaklah berarti hanya sekadar kebiasaan. Adat
sama dengan syarat-syarat bagi kehidupan manusia. Jika adat dilanggar berarti
melanggar kehidupan manusia yang akibatnya bukan hanya dirasakan oleh yang
bersangkutan tetapi juga oleh segenap anggota masyarakat. Dalam cerita rakyat
Sawerigading, aspek adat dalam kaitannya dengan nilai budaya dapat dilihat pada
sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia. Demikian agung tujuan pernikahan
itu. Namun, jika sebuah pernikahan tidak lagi dilandasi dengan niat semata-mata
mencari ridho Allah dan ridho orang tua serta ridhonya masyarakat setempat,
Kepercayaan atau adat yang dianut oleh kerajaan Luwu bahwa apabila
menyangkut orang banyak. Jika Sawerigading tetap berkeras hati untuk menikahi
We Tenriabeng maka dampak yang terjadi adalah bencana alam akan terjadi,
panen tidak akan jadi, citra kerajaan akan rusak, rakyat tanah Luwu akan
menderita karena mengalami peceklik yang sangat mendalam, dan hal tersebut
sedarah dan dianggap menyalahi adat dan kepercayaan yang dianut masyarakat
setempat, begitu juga larangan tersebut jelas haram bagi kita selaku umat muslim.
53
Dengan kata lain, pilihan Sawerigading memang berat bagi dirinya namun
Selain kepercayaan adat ada juga kepercayaan yang bersifat mitos yang
diyakini masyarakat Luwu pada masa itu. Mitos merujuk pada cerita dalam
peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau. Masyarakat Luwu menggunakan
“kutika” dalam memilih waktu yang tepat ketika hendak bepergian. Kutika
merupakan buku perhitungan hari-hari baik dan buruk menurut konsepsi budaya
masyarakat setempat, karena merupakan hari yang dianggap sakral dan suci.
waktu dilakukan agar keselamatan yang akan dicapainya kelak jika melakukan
suatu pekerjaan.
kebanyakan mengabaikan logika dan lebih mempercayai hal-hal yang sudah turun
temurun dari nenek moyang. Pada dasarnya, mitos orang dahulu memiliki tujuan
yang baik untuk kelangsungan hidup keturunannya. Bagi sebahagian orang Luwu
ada yang percaya tentang mitos tersebut, ada juga masyarakat yang tidak
mempercayainya. Mitos dipercaya sebagai ajaran nenek moyang tentang apa yang
terdapat juga kepercayaan pada pohon walenreng yaitu pohon yang dipercaya oleh
54
masyarakat Luwu pada masa itu adalah sebuah jenis pohon yang dipercaya turun
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
yang terdiri atas nilai moral dan kepercayaan. Nilia moral yang dimaksud terdiri
dari moral baik yaitu tata krama dan kesabaran, moral buruk yaitu kesombongan
1. Moral baik
Tata krama berarti segala tindakan, perilaku, tegur sapa, ucap dan cakap
yang sesuai kaidah atau norma tertentu dalam masyarakat. Dalam cerita
sawerigading banyak ditemukan tata krama atau sopan santun dalam bertutur kata
layaknya seseorang yang saling menghormati satu sama lain, hal ini penting
dalam hidup bermasyarakat sebagai mahkluk sosial untuk saling menghargai dan
menghormati.
berada dalam ketaatan meskipun kesusahan dan cobaan itu begitu dahsyat.
2. Moral Buruk
Moral buruk merupakan segala sikap atau tingkah laku tercela yang dapat
berarti menghargai diri secara berlebihan serta meninggikan diri dan angkuh. Sifat
57
56
Sikap angkuh lahir pada diri seseorang karena menganggap dirinya lebih
3. Kepercayaan
Adat tidaklah berarti hanya sekadar kebiasaan. Adat sama dengan syarat-
syarat bagi kehidupan manusia. Jika adat dilanggar berarti melanggar kehidupan
manusia yang akibatnya bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi
mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa
lampau. Pada dasarnya, mitos orang dahulu memiliki tujuan yang baik untuk
percaya tentang mitos tersebut, ada juga masyarakat yang tidak mempercayainya.
Mitos dipercaya sebagai ajaran nenek moyang tentang apa yang tidak boleh
Hal ini penting, karena mengabaikan nilai-nilai tersebut dan nilai-nilai sejenis
lainnya, yang terpendam dalam khasanah budaya Nusantara, berarti kita turut
mempercepat runtuhnya budaya sendiri, tergerus oleh budaya yang tidak berakar
B. Saran
sastra.
yang ada dalam suatu daerah khususnya nilai budaya masyarakat Luwu.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadin & Jumadi. 2009. Kapalli kearifan lokal orang selayar. Makassar:
Rayhan Intermedia.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Bahasa.
Aryandini S, Woro. 2000. Manusia dalam Tinjauan Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riyadi, Slamet, dkk. 1995. Cerita Anak-anak dalam Sastra Jawa. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
59
Setiadi, Elly M, dkk. 2005. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Kencana.
Apriliyan, Reny. 2009. Nilai Budaya Jawa dalam Novel Canting karya Arswendo
Atmowiloto. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Universitas Negeri
Makassar.
Garing, Jusmianti. 2010. Fenomena Sosial dan Budaya dalam Cerita Rakyat
Tanah Luwu, karya Idwar Anwar (dalam Bunga Rampai, nomor 22. ISSN
1412-3517). Balai Bahasa Ujung Pandang. Makassar: Departemen
Pendidikan Nasional.
bangku SD Negeri 359 Wonosari pada tahun 1998, dan tamat tahun 2003.
Tsanawiyah Al-Falah dan tamat pada tahun 2006. Kemudian pada tahun yang
pada tahun 2009. Pada tahun 2010 Alhamdulillah penulis lulus dan terdaftar
Berkat rahmat dan izin Allah swt serta iringan doa dari kedua orang tua