Anda di halaman 1dari 78

BENTUK SAPAAN BAHASA SIKKA DIALEK KANGAE DIKALANGAN

REMAJA MAUMERE DESA WATUMILOK

SKRIPSI

OLEH

THERESIA AVILA

060401080006

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG

2010
BENTUK SAPAAN BAHASA SIKKA DIALEK KANGAE DIKALANGAN

REMAJA MAUMERE DESA WATUMILOK

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Kanjuruhan Malang

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia

OLEH

THERESIA AVILA

060401080006

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALA

2010
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : THERESIA AVILA

NPM : 060401080006

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas : Kanjuruhan Malang

Judul Skripsi : Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di

Kalangan Remaja Desa Watumilok di Maumere

Malang,

Mengetahui,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Kanjuruhan Malang

Ketua Program Studi,

DR.Gatot Sarmidi, M.Pd


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh Theresia Avila ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Malang, 09 Mei 2010

Pembimbing I

Edi Susilo, S.Pd.M.Pd

Pembimbing II

Drs.Ikhsan Abraham M.Pd


LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi oleh Theresia Avila ini telah dipertahankan di depan dewan penguji

Malang, 09 Mei 2010

Penguji I

DR. Gatot Sarmidi, M.Pd


NIP. 196707061993031004

Penguji II

Edi Susilo, S.Pd.M.Pd

Penguji III

Drs.Ikhsan Abraham M.Pd

Mengetahui,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Kanjuruhan Malang

Dekan

Drs.Abdoel Bakar TS. M.Pd


NIP. 19520110198703100
LEMBAR PERSEMBAHAN

Sebagian tugas telah saya jalankan sebagai bukti tanggung jawab, cinta, dan

kesetian saya kepada orang-orang yang saya sayangi. Dengan tulus saya

persembahkan karya ini kepada:

1. Bapa dalam surga dan Putera-NYA Yesus Kristus atas berkat dan

bimbinganya kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini, sehingga

semuanya berjalan sesuai rencana dan kehendak-NYA.

2. Kedua orang tuaku yang tersayang, Terimakasih untuk segala dukungan

doa, dan pengorbanan, serta ketulusan kasih dan cinta yang telah kalian

berikan padaku. Karyaku ini adalah awal bagiku untuk membalas

pemgorbanan yang tak ternilai dengan apapun yang ada di dunia ini.

Keringat dan do’a-MU hanya bisa saya balas dengan untaian kata

“TERIMAKASIH”.

3. Keluarga Besarku di Magegaleng (Willem Wajur), Iligetang (Frans

Mebor), Habigete (Germanus, Na’a Ros, Bibi Monique), serta saudara

terkasihku Hans Montiny dan Monique yang telah mendukung dan

memberikan motivasi pada penulis.

4. Orang yang saya sayangi, Ovan, yang telah memberikan dukungan do’a

dan perhatian kepada penulis selama menyelesakan skripsi ini.


MOTTO

Ilmu adalah tiang kehidupan

Ilmu bagikan kunci emas kehidupan

Ilmu tanpa agama laksana orang buta

Agama tanpailmu adalah hampa

Ikuti ilmu dengan menuliskan

Dengan bakat anda bisa mengerjakan apa yang anda sukai

Dengan kejeniusan anda mengerjakan apa yang anda kerjakan

Ada dua hal yang ingin dicapai dalam hidup

Pertama, mendapatkan apa yang kita inginkan

Kedua, menikmatinya

Hendaknya orang paling baik yang sampai pada tujuan yang

kedua

Apa yang anda tunggu lagi dan mengapa anda menunggu?

Kalaupun menunggu, pergunakanlah waktu itu untuk

membaca
PERNYATAAN

PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : THERESIA AVILA

NPM : 060401080006

Program Studi : Bahasa dan Sastra Indonesia

Alamat : Desa Watumilok Kecamatan Kangae Kabupaten Sikka

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :

1) Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan

hasil jiplakan (plagiat) atau karya orang lain.

2) Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini hasil jiplakan maka saya

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 2010

Yang membuat pernyataan,

THERESIA AVILA

060401080006
ABSTRAK

Avila, Theresia 2006 Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di


Kalangan Remaja Maumere. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kanjuruhan Malang.
Pembimbing (1): Edi Susilo S.Pd, M.Pd dan (2) Drs. Ikhsan Abraham M.Pd

Kata Kunci: Bentuk Sapaan, Bahasa Sikka Dialek Kangae.

Bahasa Sikka adalah Salah satu dari beratus-ratus bahasa yang ada di
Indonesia yang perlu dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat Sikka.
Bentuk sapaan BSDK di kalangan remaja desa Watumilok sangat unik. Penelitian
ini dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi tentang bentuk sapaan yang
digunakan kelompok remaja dalam bahasa Sikka dialek Kangae yang ditinjau dari
(1) Jenis Kelamin, (2) Tingkat Keakraban.
Data dalam penelitian ini adalah Bentuk sapaan Bahasa Sikka Dialek
Kangae (BSDK) di Kalangan Remaja Desa Watumilok. Sumber Data dalam
penelitian ini adalah sejumlah 6 informan yang merupakan perwakilan dari: (1)
Dusun Higetegera, (2) Dusun Waipare.
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Deskriptif Kualitatif.
Pengumpulan data digunakan dengan teknik wawancara dan menggunakan
panduan daftar pertanyaan . Pengolahan data digunakan dengan (1)
Mentranskripkan data, (2) seleksi data, (3) kodefikasi data, dan (4) analisis data.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Berdasarkan
Jenis Kelamin, sapaan yang digunakan untuk (a) Laki-laki meliputi: kakak, mo’a,
hoe, bos, nara, toke, wue, ama, amang, kerang, wodon, nong; (b) Perempuan
meliputi: he, nona, du’ang, du’ak, nurak, inang, helengin, lotik, wue du’a, kakain
(2) Berdasarkan Tingkat Keakraban, sapaan yang digunakan meliputi: (a) Tingkat
Akrab adalah: wodon, helengin, kakak, toke, kerang, wue, du’ak, kakain, nurak,
bos. (b) Untuk timgkat tidak akrab adalah: amang, ama, mo’a, du’ang, du’ak,
inang, nara, lotik, nona, nong.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar (1) pemahaman
terhadap kebahasaan (keanekaragaman bahasa) sehingga mampu menambah
kepustakaan dalam pengajaran bahasa, (2) Pada peneliti lebih lanjut diharapkan
untuk meneliti bahasa dari sudut pandang dan masalah yang berbeda, (3) Bagi
pembaca penelitian ini dapat menambah wawasan tentang kebahasaan, (4) Bagi
guru bahasa daerah, penelitian ini dimanfaatkan untuk pengajaran bahasa daerah
khususnya bahasa maumere.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

penyertaanya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi yang berjudul “ Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di

Kalangan Remaja Desa Watumilok di Maumere” bertujuan untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan program sarjana (S1) bidang

pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Kanjuruhan Malang.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya selama

dalam penelitian inisampai seterusnya skripsi ini ini penulis telah memperoleh

bantuan dan dukungan moral maupun material dari berbagai piihak yang terkait.

Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan penghargaan, penulis menyampaikan

dengan tulus kepada pihak sebagaimana yang tercantum dibawah ini :

1. Drs. H.M.A Soetedjo, SH, M.Pd, selaku Rektor Universitas Kanjuruhan

Malang beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Abdoel Bakar TS .M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Kanjuruhan Malang.

3. DR. Drs. Gatot Sarmidi, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Bahasa dan

Sastra Indonesia.

4. Edi Susilo, S.Pd , M.Pd, selaku dosen pembimbing satu yang telah

memberikan motivasi dan arahan yang bermanfaat dalam proses penyusunan


dan penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga kesedian dan kerelaan Bapak

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya.

5. Drs. Ikhsan Abraham, M.Pd, selaku dosen pembimbing dua yang dengan

kesabaran dan kerelaan dalam meluangkan waktu nya untuk mengoreksi dan

memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan dan do’a

kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. O rang yang aku cintai Ovan, yang selalu memberikan dukungan dan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Untuk sahabatku Sintha dan ine herlin, thank’s untuk dukungan dan

motivasinya selama ini, semogaTuhan membalas semuanya.

9. Untuk sahabat seangkatanku, Magda, Siska, Repita, Leni terima kasih karena

selama ini sudah mendukung dan membantu saya agar tetap semangat.

10. Almamaterku tercinta, selama kuliah di Universitas Kanjuruhan Malang.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Dengan tulus hati dan ikhlas penulis menerima kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu kebahasan secara umum.


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ………………………………........................ i

HALAMAN SAMPUL DALAM …………………………………………… ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………… iii

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………… v

HALAMAN PERTANGGUNGJAWABAN ………………………………… vi

ABSTRAK …………………………………………………………………… vii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1

1.1 Latar belakang Masalah……………………………………………….. 2

1.2 Masalah………………………………………………………………… 3

1.2.1 Jangkauan Masalah………………………………………………... 4

1.2.2 Batasan Masalah…………………………………………………… 5

1.2.3 Rumusan Masalah………………………………………………….. 6

1.3 Tujuan penelitian………………………………………………………… 7

1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………….. 8

1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………… 9


1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………… 10

1.4.1 Manfaat Teoritis……………………………………………………… 11

1.4.2 Manfaat Praktis……………………………………………………… 12

1.5 Hasil yang Diharapkan…………………………………………………… 13

1.6 Penegasan Istilah…………………………………………………………… 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ……………… 15

2.1 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………. 16

2.1.1 Pengertian Variasi Bahasa…………………………………………….. 17

2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Variasi Bahasa………………… 18

2.1.3 Pengertian Dialaek……………………………………………………… 19

2.1.4 Ciri Pembeda Dialek…………………………………………………… 20

2.1.5 Ragam Dialek………………………………………………………… 21

2.1.6 Faktor Penentu Pemakaian Bentuk Sapaan………………………… 22

2.1.7 Jenis-jenis Bentuk Sapaan……………………………………………. 23

2.2 Kerangka Teori…………………………………………………………… 24

2.2.1 Bentuk Sapaan………………………………………………………… 25

2.2.2 Dialek…………………………………………………………………… 26

2.2.3 Variasi Bahasa………………………………………………………… 27

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………… 28

3.1 Metode Penelitian………………………………………………………….. 29

3.2 Data dan Sumber Data……………………………………………………. 30


3.2.1 Data……………………………………………………………………... 31

3.2.2 Sumber Data……………………………………………………………. 32

3.3 Instrumen Penelitian……………………………………………………… 33

3.4 Teknik Penelitian………………………………………………………… 34

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………….. 35

3.4.2 Teknik Pengolahan Data………………………………………………. 36

3.4.3 Penyajian Hasil…………………………………………………………… 37

3.5. Prosedur Penelitian………………………………………………………… 38

3.5.1 Tahap Persiapan……………………………………………………….. 39

3.5.2 Tahap Pelaksanaan…………………………………………………… 40

3.5.3 Tahap Penyelesaian…………………………………………………… 41

BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………………… 42

4.1 Hasil Kodefikasi Data…………………………………………………… 43

4.2 Analisis Data……………………………………………………………… 44

4.2.1 Analisis Data BSDK menurut Jenis Kelamin………………………….. 45

4.2.2 Analisis Data BSDK menurut Tingkat Keakraban……………………. 46

4.3 Hasil Penelitian……………………………………………………………. 47

4.4 Interpretasi Data………………………………………………………….. 48

4.4.1 Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Berdasarkan Jenis Kelamin………….. 49

4.4.2 Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Berdasarkan Tingkat Keakraban……. 50


BAB V PENUTUP………………………………………………...................... 51

5.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 52

5.2 Saran…………………………………………………………………...... 53

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 54

DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial. Seseorang dipandang sebagai

individu yang terpisah dari orang lain tapi merupakan anggota masyarakat

Oleh karena itu, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala sosial.Untuk

memenuhi hasrat sebagai manusia memerlukan alat untuk berkomunikasi

berhubungan danbekerja sama adalah bahasa. Hal itu dapat kita lihat dalam

kehidupan sehari-hari baik di kantor, di pasar, maupun di lapangan hidup

yang lain. Bahasa dalam berbagai situasi, dengan demikian bahasa tidak dapat

terlepas dari manusia dan setiap kegiatannya.

Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai manusia untuk

membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perkataannya (Samsuri,1987:5).

Sebagai alat komunikasi bahasa selalu dipengaruhi oleh lingkungan

penggunaannya. Pengaruh ini menyebabkan terjadinya variasi bahasa. Variasi

bahasa adalah ragam bahasa yang ditentukan oleh faktor situasi dan fungsi

bahasa. Keanekaragaman bahasa tampak dalam pemakarannya baik secara

individu maupun secara kelompok disebut diolek, dan secara indidvidu

disebut idiolek.
Pandangan muncul dari Bloomfield ( Sumarsono,2009:18) bahwa

bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang

(arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling

berhubungan dan berinteraksi. Bahasa selalu mengalami perubahan.

Perubahan itu diakibatkan oleh pengaruh timbal-balik antara bahasa dan

dinamika pemakaian bahasa, antar bahasa dan mobilitas bahasa. Patteda

(1987: 77) menyatakan, bahwa bahasa bersifat dinamis, karena terjadi

perubahan-perubahan, terutama dalam penambahan kosakata dan aspek-aspek

lain dan bahasa. Sehubungan dengan masalah bahasa dan pemakaiannya,

salah satu dari obyek penelitian yang dikaji adalah masalah dialek dengan

berbagai komponen unsur kebahasaan yang terkandung di dalamnya.

Suatu dialek tumbuh karena adanya variasi bahasa, yang bisa terjadi

karena adanya perbedaan tempat, waktu, situasi, dan dialek yang berkaitan

dengan bentuk sapaan, status, pemakarannya (Patteda, 1987: 52). Istilah

dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berarti padanan “logat” yang

lebih umum digunakan dalam pembicaraan bahasa itu menurut (Ayarnohaedi,

1979: 2) Dialek adalah sistem bahasa yang berlainan walaupun erat

hubungannya. Dikatakan pula bahwa dialek “Logat” mempunyai dua ciri

yaitu (1) Dialek ialah seperangkat untuk ujaran setempat yang berbeda-beda,

yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip kesamaannya

dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, (2) Tidak

harus mengambil semua bemtuk ujaran dari sebuah bahasa (Ayarnohaedi,

1979: 2).
Bahasa Sikka adalah salah satu dari beratus-ratus bahasa yang ada di

Indonesia yang perlu dikembangkan dan dipelihara. Pemakai utama bahasa

Sikka adalah Orang Maumere atau warga masyarakat Maumere. Secara

umum dapat dikatakan bahwa bahasa Sikka mempunyai peranan penting

dalam keseluruhan aspek kehidupan orang Sikka dalam arti yang sangat luas.

Selain bahasa Sikka dialek Kangae, masih ada dialek-dialek lainnya

yang ada di Maumere, yaitu Dialek Sikka-Krowe, Dialek Nita, Dialek

Talibura, Dialek Bola, dan Dialek Hewokloang. Bahasa Sikka Dialek Kangae

berbeda dengan dialek-dialek lainnya,terutama penulisan dan pengucapannya.

Sikka merupakan sebuah kabupaten di Flores. Kabupaten Sikka terdiri

dari beberapa kecamatan yang salah satunya adalah Kecamatan Kangae.

Kecamatan Kangae meliputi 9 desa, yaitu: Desa Tanaduen, Desa Watumilok,

Desa Meken Detun, Desa Kokowahor, Desa Blatatalin,Desa Langir, Desa

Watuliwung, Desa Habi, dan Desa Teka-iku.

Dari berbagai desa itu, peneliti mencoba mengkaji pemakaian Bahasa

Sikka Dialek Kangae dikalangan remaja maumere,khususnya remaja yang

berasal dari desa watumilok. Masyarakat di desa Watumilok mayoritas hidup

dari pertanian dan nelayan. Sebagai daerah yang masyarakatnya heterogen,

maka bentuk sapaan bahasa Watumilok sangat bervariasi. Berdasarkan

tingkat sosial itu, peneliti mengkaji bahasa Sikka Dialek Kangae yang

disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin dan tingkat keakraban.


Suatu dialek tumbuh karena adanya variasi bahasa yang bisa terjadi

karena adanya perbedaan tempat, waktu, situasi, dan dialek yang berkaitan

dengan bentuk sapaan, status, dan pemakaianya (Patteda, 1987:52).Istilah

dialek berasal dari kata yunani dialektos yang berarti padanan “Logat” yang

lebih umum digunakan dalam pembicaraan bahasa itu. Menurut

(Ayarnohedi,1979:2) Dialek adalah Sistem bahasa yang yang berlainan

walaupun erat hubungannya. Dikatakan pula bahwa dialek “Logat”

mempunyai dua ciri yaitu (1) Dialek adalah seperangkat untuk ujaran

setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-

masing lebih mirip kesamaanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari

bahasa yang sama, (2) Tidak harus mengambil bentuk ujaran dari sebuah

bahasa (Ayarnohedi,1979:2).

Hal tersebut menarik minat peneliti untuk mengkaji Bentuk Sapaan

yang digunakan dikalangan remaja. Disamping itu, penelitian yang berjudul

“Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae (BSDK) di Kalangan Remaja

Maumere” ini belum pernah ada yang meneliti sebelumnya, walaupun ada

judul yang mirip yakni penelitian yang dilakukan oleh Novita, Suharlina, dan

Asmar.

Penelitian Novita tahun 2005 berjudul “Bentuk Sapaan Bahasa

Madura Dialek Pamekasan di Kalangan Remaja Desa Taraban Kabupaten

Pamekasan” Hasil penelitianya dapat disimpulkan bahwa pemakaian bentuk

sapaan BMDP dikalangan remaja desa Taraban adalah sebagai berikut: (1)

Bentuk Sapaan BMDP dikalangan remaja desa Tarapan berdasarkan Jenis


Kelamin dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) Bentuk Sapaan BMDP untuk

laki-laki meliputi: kakak, be’en, nom, yeh, masseh, ale’, na’kanak, jes,

sampean, mak,panjenengan, mas, growah, he’, gutteh, bos, kakeh, cah,

hadeh, cong: (b) Bentuk Sapaan BMDP untuk perempuan meliputi: be’en,

teh, dek, yu, nyenyah, ale’, na’kanak, embuk, sampean, mak, panjenengan,

arowah, mas, he, gutteh, bos, kakeh, cah, hadeh, cong. (2) Bentuk Sapaan

BMDP di kalangan remaja desa taraban berdasarkan Status Sosial sebagai

berikut: (a) Untuk Status sosial Tinggi meliputi: kakak, be’en, dek, nyanyah,

maseh, embuk, sampean, panjenengan, ele’, mas, bos, arowah: (b) Untuk

Status Sosial Sama meliputi: be’en, teh, dek, ale, na’kanak,mbak, jes, mak,

mas, bhing, arowah, embuk, beng, cah, cong; (c)Status Sosial Rendah

meliputi: kakak, be’en, yeh, yu, ale’, na’kanak, jes, mas, bhing, arowah, he,

guteh, beng, kakaeh, cah, hadeh, cong. (3)Bentuk Sapaan BMDP di kalangan

remaja desa taraban berdasarkan tingkat keakraban dapat disimpulkan sebagai

berikut: (a) Tingkat akrab meliputi: kakak, be’en, teh, dek, ale’, jes, mas,

bhing, cah, hadeh, cong: (b) Tingkat tidak akrab meliputi: kakak, be’en, nom,

dek, yu, nyannyan, masseh, ale’, arowah, he, beng,mbak.

Penelitian Suharlina (2004) berjudul “Bentuk Sapaan Bahasa Madura

Dialek Pamekasan di Kalangan Remaja di Kecamatan Pamekasan”. Hasil

penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pemakaian bentuk sapaan BMDP di

kecamatan Pademawu adalah sebagai berikut : (1) Bentuk Sapaan BMDP di

kalangan remaja di kecamatan Pademawu ditinjau dari Jenis Kelamin laki-

laki dapat disimpulkan sebagai berikut : (a) Dalam situasi akrab untuk bentuk
sapaan yang digunakan oleh kelompok laki-laki yang sebaya, sebaya lebih

muda, dan sebaya lebih tua meliputi : kang, beknah, kakak, hei, dan

bos.Bentuk sapaan itu digunakan karena pesapa berada di kelas sosial lebih

rendah; (b) Dalam sitiasi tidak akrab bentuk sapaan berada pada kelompok

remaja kepada teman laki-laki yang sebaya lebih tua maupun yang lebih

muda meliputi : beknah, kang, kakak, dan sampian. (2) Bentuk sapaan

BMDP dikalangan remaja diinjau dari Jenis Kelamin perempuan dapat

disimpulkan sebagai berikut : (a) Dalam situasi akrab, bentuk sapaan yang

digunakan oleh kelompok remaja terhadap pesapa yang usianya relatif muda

maupun sebaya yang usianya relatif tua adalah : nama diri, mbak + nama

baik, dik, sampian, beknah, mbaknah, arowah;(b) Dalam situasi tidak akrab ,

bentuk sapaan yang digunakan dalam kelompok remaja terhadap teman nya

perempuan yang sebaya baik sebaya umur yang relatif muda maupun sebaya

umur yang relatif tua adalah : arowah, beknah, mbak, dik, dan sampian.

Penelitian Asmar (2004) berjudul “Bentuk Sapaan Bahasa Madura

Dialek Pamekasan di Kalangsan Remaja di kecamatan Karang Penang “

Hasil penelitianya dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Bentuk Sapaan

BMDP di kalangan remaja di Kecamatan Karang Penang ditinjau dari jenis

kelamin laki-laki dapat disimpulkan sebagai berikut : (a) Dalam situasi akrab

bentuk sapaan yang digunakan oleh kelompok remaja laki-laki yang sebaya,

sebaya lebih muda dan sebaya lebih tua dengannya adalah : kang, beknah,

kakak, hei, dan bos.bentuk sapaan itu digunakan karena pesapa berada pada

kelas sosial lebih rendah; (b) Dalam situasi tidak akrab bentuk sapaan dalam
kelompok remaja kepada teman laki-laki yang sebaya lebih tua maupun lebih

muda meliputi : beknah, kang, kakak, dan sampaian.bentuk sapaan itu

digunakan karena pesapa belum mengetahui identitas pesapa dan sudah kenal

tapi belum akrab. (2) Bentuk sapaan BMDP di kalangan Remaja di

Kecamatan Karang Penang ditinjau dari Jenis Kelamin perempuan sebagai

berikut : Dalam situasi akrab bentuk sapaan yang digunakan oleh kelompok

remaja terhadap pesapa yang sebaya baik yang usianya relatif muda maupun

sebaya yang umurnya relatif tua adalah : nama diri, mbak, mbak + nama

baik, dik, sampian, beknah, mbaknah,aroah. Bentuk Sapaan tersebut

digunakan karena pesapa berada pada kelas sosial lebih tinggi.(b) Dalam

situasi tidak akrab, bentuk sapaan yang digunakan dalam kelompok remaja

terhadap temannya perempuan yang sebaya baik sebaya usia yang relatif

muda maupun sebaya yang usianya relatif tua adalah : aroah, beknah, mbak,

mbaknah, dik, dan sampaian. Bentuk sapaan tersebut digunakan karena

pesapa pada umumnya belum mengetahui identitas penyapa dan belum kenal.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Novita, Suharlina, dan

Asmar yakni meneliti bentuk sapaan dalam bahasa madura dengan masalah

yang sama, sedangkan penelitian ini memilih meneliti bentuk sapaan bahasa

Sikka dengan masalah penelitian yang berbeda yakni penelitian berdasarkan

Jenis Kelamin dan Tingkat Keakraban. Dari hal tersebut tampaklah perbedaan

baik penulisan, pelafalan, maupun intonasinya. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya (Novita, Suharlina, Asmar) yakni sama-sama

meneliti tentang Bentuk Sapaan di Kalangan Remaja.


Penelitian ini bertujuan untuk dijadikan acuan atau data untuk

pengajaran bahasa daerah di Maumere dan juga dapat menambah kasanah

kepustakaan yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam

pengajaran bahasa indonesia..

Hasil yang diharapkan dapat membantu pendokumentasian data

kebahasaan Sikka khususnya Dialek Kangae.

1.2 Masalah

1.2.1 Jangkauan Masalah

Penelitian yang berjudul “Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di

Maumere” ini mempunyai jangkuan masalah yang luas. Masalah tersebut dapat

dilihat dari bentuk sapaan ditinjau dari: (1) tingkat usia penutur, (2) tingkat status

sosial penutur, (3) tingkat kekerabatan, (4) tingkat keakraban, (5) jenis kelamin,

(6) tingkat pendidikan.

1.2.2 Batasan Masalah

Dengan pertimbangan efisiensi waktu, tenaga, dan dana, maka masalah

dalam penelitian ini dibatasi pada:

1. Pemakaian Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok

ditinjau dari Jenis Kelamin.

2. Pemakaian Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok

ditinjau dari Tingkat Keakraban.


1.2.3 Rumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah yang telah ditetapkan, maka penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk sapaan BSDK di Desa Watumilok ditinjau dari

Jenis kelamin?

2. Bagaimanakah bentuk sapaan BSDK di Desa Watumilok ditinjau dari

Tingkat Keakraban

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.3 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang bentuk Sapaan

Bahasa Sikka dialek Kangae (BSDK) dikalangan remaja desa watumilok di

maumere.

1.3.1 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal

sebagai berikut:

1. Bentuk sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok ditinjau dari

Jenis Kelamin.

2. Bentuk sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok ditinjau dari

Bentuk Keakraban.
1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

Maumere khususnya bagi generasi muda. Masukan tersebut dapat dijadikan

sebagai bahan atau sumber informasi untuk mengenal dan memahami Bentuk

Sapaan dikalangan remaja dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.2 Manfaat Praktis

(1) Bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia,penelitian ini dapat dijadikan acuan

sumber materi pelajaran tentang kebahasaan

(2) Bagi Guru Bahasa Daerah Maumere, penelitian ini dapat dijadikan sumber

materi pelajaran Bahasa Daerah.

(3) Bagi Masyarakat Maumere, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber

informasi untuk mengenal dan memahami bentuk sapaan dikalanga remaja

serta dapat mengembangkannya dalam kehidupannya.

(4) Bagi penelitl lanjutan, penelitian ini dapat dijadikan dasar sebagai

penelitian sejenis dalam upaya mendapatkan informasi awal tentang

bentuk Sapaan Bahasa Sikka dikalangan Remaja.

1.5 Hasil yang Diharapkan

Secara khusus, penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi tentang hal-

hal sebagai berikut:


1. Bentuk sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok ditinjau

dari Jenis Kelamin.

2. Bentuk sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok ditinjau

dari Bentuk Keakraban.

1.6 Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah tafsir terhadap istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, maka perlu diberi batasan-batasan penegasan terhadap istilah-istilah

tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Sapaan adalah Suatu kata atau ungkapan yang digunakan dalam sistem

tutur sapa, yaitu seperangkat kata-kata atau ungkapan yang dipergunakan

untuk memanggil para pelaku suatu peristiwa bahasa.

2. Bahasa Sikka adalah Salah satu dari beratus-ratus bahasa yang ada di

Indonesi yang perlu dikembangkan dan dipelihara oleh Masyarakat Sikka.

3. Bentuk Sapaan adalah Seperangkat kata atau ungkapan yang digunakan

untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam satu peristiwa bahsa.

4. Dialek adalah Variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakainya atau

kumpulan idiolek-idiolek yang ditandai dengan ciri-ciri khas dalam tata

bunyi, ungkapan, dan lain sebagainya.

5. Dialek Kangae adalah Salah satu dialek dalam bahasa sikka yang berbeda

dengan dialek yang lainnya dalam hal kosa kata dan pengungkaapan serta

dipakai sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi dengan remaja

yang satu dan yang lainnya.


6. Remaja adalah Sekelompok minoritas yang punya dunia tersendiri yang

sukar dijamah oleh orang tua. Menurut Hurlock, rentangan usia remaja

antara 13/14-17 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. Dana dalam

penelitian ini, peneliti meneliti tahapan remaja akhir yang berusia 17-21

tahun.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1.Pengertian Variasi Bahasa

Bahasa sebagai alat komunikasi yang selalu dipengruhi oleh lingkungan

pengguna atau pemakainya. Pengaruh ini menyebabkan terjadinya variasi bahasa.

Variasi bahasa adalah jenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan

fungsi dan situasi tanpa mengabaikan kaidah-pokok yang berlaku bahasa itu

(Alwasilah, 1986: 24). Patteda (1987: 52) menambahkan bahwa variasi bahasa

dapat dilihat dari: (1) segi temapat, (2) segi waktu, (3) segi pemakai, (4) segi

situasi, dan (5) segi status.

2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Variasi Bahasa

Mengingat suatu bahasa memiliki ragam. Seorang penutur dapat

mengungkapakan gagasan dengan ragam tersebut seusia dengan kepentingannya.

Sehubungan dengan ragam tersebut, Nababan (1984: 9) menggolongkan ragam

bahasa menjadi 4 macam berdasarakan faktor penyebabnya, yakni:

1. Faktor Goegrafis, yaitu Daerah Bahasa itu digunakan sebagai bahasa daerah

ragam itu disebut dengan dialek.

2. Faktor Kemasyarakatan, adalah Golongan sosial ekonomi yang memakai

bahasa itu sebagai “bahasa golongan ”. Ragam bahasa yang berhubungan

dengan golongan sosial penutur-penuturnya disebut Sosiolek.


3. Faktor Situasi Bahasa, yaitu Mencakup pemeran (pembicara, pendengar, dan

orang lain), tempat bahasan (di rumah, di sekolah, di balai sidang, dan lain-

lain), topik yang dibicarakan, jalur

bahasa (lisan, tulisan, telegram, dan sebagainya). Faktor ini menentukan

tingkat foemalitas (keresmian) berbahasa, dan disebut Ragam Fungsional dan

Situsional.

Dari berbagai bahasan tentang variasi bahasa, dapat disimpulkan

bahwa variasi bahasa timbul karena adanya pengaruh pemekaian bahasa yang

meyebabkan terjadinya keanekaragaman bahasa sesuai dengan fungsi dan

situasinya.

2.1.3 Pengertian Dialek

Kata Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos, yang berarti

variasi bahasa berdasarkan pemakai dilihat dari segi tempat. Pada mulanya istilah

ini digunakan dalam hubungannya keadaan bahasa Yunani saat itu, (Patteda,

1987: 53). Dalam KBBI (Depdikbud, 1989: 231) dikemukakan bahwa dialek

adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakainya. Hal ini

dikemukakan juga oleh Ayatrohaedi (1983: 1) menyatakan bahwa dialek adalah

sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh masyarakat untuk membedakannya

dari masyarakat lain yang bertetangga yang menggunakan sisitem yang berlainan

walaupun erat hubungannya.


2.1.4 Ciri Pembeda Dialek

Ayatrohaedi (1983: 3-5) membedakan masalah pembeda tingkat dialek

menjadi 5, yakni sebagai berikut:

1. Perbedaan Fonetik, yaitu perbedaan dibidang fonologi. Biasanya penutur

dialek yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.

Perbedaan fonetik ini bisa terjadi pda vokal dan konsonan. Sebagai contoh

dapat ditemukan gea dengan goa yang artinya “makan”.

2. Perbedaan Simantik, yaitu perbedaan yang ditandai dengan terciptanya

kata-kata baru berdasarkan fonologi dan pergeseran bentuk, dalam hal ini

yang biasa terjadi adalah pergeseran makna.

Pergeseran itu bertalian dengan dua cara, yaitu :

(a) Pemberian nama yang berbeda untuk hal yang sama, misalnya: “Rodin”

dengan “Poron” yang berarti patang.

(b) Pemberian nama yang sama untuk hal berbeda, misalnya: “Pare” yang

berarti nasi dan beras.

3. Perbedaan Anomasiologis, yaitu perbedaan nama yang berbeda terhdapa

beberapa tempat yang berbeda pula. Misalnya di Desa Watumilok

masyarakat tersebut menyebut “Ina” untuk menyatakan nenek, sedangkan

dibeberapa tempat lainnya “Inang” untuk menyatakan ibu atau mama.

4. Perbedaan Semasiologis, merupakan kebalikan dari perbedaan

anomasiologis yaitu: pemberian nama yang sama untuk konsep yang

berbeda. Misalnya “minum” ditempat lain disebut “minu” yang berarti

minum air.
5. Perbedaan Morfologis, yaitu perbedaan yang dibatasi oleh adanya sisitem

tata bahasa dialek yang bersangkutan karena morfem yang berbeda,

kegunannya, wujud fonetisnya, daya rasanya, dan sejunlah faktor lainnya.

Perbedaan morfologis ini antara lain dapat dilihat pada contoh “tu’e” dan

“du’e” yang berarti Tidur.

2.1.5 Ragam Dialek

Menurut Ayatrohaedi (1983: 13) mengemukakan bahwa ragam dialek

dibedakan oleh faktor waktu, tempat, sosial budaya, dan sarana pengungkapan.

Pada kenyataannya faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi seringkali

melengkapai. Berdasarkan hal tersebut, pada umumnya dialek dapat digolongkan

menjadi 3 kelompok, yaitu:

(1) Dialek 1, yaitu dialek yang berbeda-beda karena keadaan alam tempat dialek

tersebut dipergunakan sepanjang perkembangannya. Misalnya bahwa bahasa

Sikka Dialek Kangae adalah dialek yang digunakan didaerah itu saja.

(2) Dialek 2, definisinya disejajarkan dengan dialek regional, yaitu bahasa yang

digunakan di luar daeraha pemakaianya. Sebagai contoh, dalam

hubungannnya dengan bahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa bahasa

Indonesia digunakan di Watumilok, blatatain, langir, dan habi atau yang

diucapkan oleh orang yang berasal dari suku bangsa tersebut merupakan

dialek ke-2. tetapi yang digunakan di daerah Jakarta, dan Bandung bukanlah

dialek ke-2, karena daerah tersebut dianggap sebagai daerah pemakai bahasa

Indonesia.
(3) Dialek Sosial adalah bahasa yang digunakan oleh kelompok tertentu yang

dapat membedakan seseorang dari kelompok lain baik itu dari pekerjaan,

usia, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya.

Dari berbagai bahasan tentang dialek, maka dapat disimpulkan

bahwa Dialek merupakan suatu ragam daerah yang mempunyai ciri-ciri

kebahasaan tertentu yakni dari penulisan, kosakata dan pengucapan. Dialek

dibedakan atas: dialek 1, dialek 2, dialek sosial. Bahasa Sikka dapat juga

dibedakan dialek-dialeknya. Ciri pembeda dialek dalam bahasa Sikka terbagi

atas, dialek Nita, dialek Talibura, dialek Sikka-Krowe, dapat dipaparkan sebagai

berikut:

1. Dialek Sikka-Krowe dan Talibura

Dialek ini dipakai pada penutur bahasa Sikka di Sikka dan

sebagian orang di Talibura. Salah satu ciri dialek ini adalah selalu menambah

suku kata di akhir kata dasarnya, seperti “ŋ”.

Contoh:

/ina/ diucapkan /inaŋ/, artinya “Ibu atau Mama”

/ama/ diucapkan /amaŋ/, artinya “Bapak atau Ayah”

/ε’on/ diucapkan /ε’oŋ/, artinya “Tidak ada”


2. Dialek Hita

Dialek dipakai pada penutur bahasa Sikka di Nita memiliki

kecenderungan mengucapkan seluruh kata dengan lengkap. Selain itu

cenderung memberi penutup suara “te” pada akhir kata atau kalimat yang

diucapkan atau diutarakan.

Contoh:

/noran/ diucapkan /norante/ artinya “ada”

/bano/ diucapkan /banote/ artinya “pergi”

Pengertian Bentuk Sapaan

Bentuk Sapaan yaitu seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang

digunakan untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa

bahasa (Kridalaksana,1980:14).

2.1.6 Faktor Penentu Pemakaian Bentuk Sapaan

Ada 4 faktor yang mempengaruhi keanekaragaman bentuk sapaan dalam

bahasa Indonesia, Moeliono (1988: 74). Faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor geografis, yaitu bahasa yang dipakai sebagai bahasa daerah yang

menjadikan ciri khas bahasa di daerah tersebut. Misalnya pada masyarakat

daerah Higetegera umumnya menggunakan “Nona” sedangkan di daerah lain

menggunakan “Nurak”, untuk panggilan pada anak wanita, meskipun

keduanya mempunyai makna yang sama.


b. Faktor masyarakat kemasyarakatan, yaitu golongan sosial ekonomi yang

memakai bahasa itu sebagai bahasa golongan, misalnya tuturan seperti Adik

gahu’ cenderung digunakan dari pada adik go’on’, maksudnya “go’on”

digunakan oleh masyarakat golongan rendah, sedangkan “gahu” digunakan

oleh masyarakat golongan sosial tinggi dan sedang.

c. Faktor situasi berbahasa, mancakup pemeran serta (pembicara, pendengar, dan

orang lain). Sebagai contoh kalimat berikut:

(a) Situasi berbahasa di rumah; “Mama gai bano pae, Mamam mau

kemana?”

(b) Contoh situasi berbahasa di sekolah; “Me blutuk, gu’a tugas ia, lopa

ribut poi”, artinya: anak-anak kerjakan tugasnya, jangan ribut terus.

(c) Contoh situasi berbahasa di Balai Desa; wue-wari mogan sawe mai

kerja bakti, ‘saudara-saudara, mari kita kerja bakti’.

d. Faktor waktu, maksudnya kurun waktu dalam perjalanan sejarah suatu bahasa.

Misalnya untuk mengatakan, “ena goa ba’a ko la’en?” lalu orang

mengakrabkannya dengan sapaan, “miu gea ba’a ko la’en?” yang artinya

“Anda sudah makan atau belum?”

2.1.7 Jenis-jenis Bentuk Sapaan

Kridalaksana (1980: 14) merinci jenis-jenis Bentuk Sapaan dalam empat

jenis yaitu sebagi berikut:


(1) Kata ganti orang atau penerima, seperti: saya, engkau, kamu, anda, kita,

mereka, dan lain-lain.

(2) Nama Diri, yaitu nama orang yang dipakai untuk semua jenis pelaku.

(3) Istilah-istilah Kekerabatan, seperti: bapak, ibu, anda, kamu, kita, mereka,

dan lain-lain.

(4) Bentuk Pe-verbal atau kata pelaku, pemirsa, pambaca, pendengar.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Bentuk Sapaan

Sapaan adalah: suatu kata atau ungkapan yang digunakan dalam sistem

tutur sapa, yaitu seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang

dipergunakan untuk memanggil para pelaku suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana,

1980: 14).

Ragam bentuk sapaan dijabarkan sebagai berikut:

(1) Bentuk sapaan berdasarkan usia penutur; Faktor usia dapat

mempengaruhi bahasa seseorang, makin tinggi usia seseorang makin

banyak kosa kata yang dikuasai baik pemahamannya dalam struktur.

(2) Bentuk sapaan berdasarkan keakraba;. Istilah keakraban dipakai dalam

pembahasan ini karena adanya hubungan keakraban penutur

dan petutur. Keakraban tersebut misalnya sahabat, kenalan, dan

sebagainya.
(3) Bentuk sapaan berdasarkan Status Sosial, maksudnya adalah

Kedudukan pemakai bahasa yang dihubungkan dengan tingkat

pendidikan dan jenis pekerjaan.

(4) Bentuk sapaan berdasarkan Jenis Kelamin, penutur dapat membagi

atas laki-laki dan perempuan meskipun tidak tajam perbedaannya.

Perbedaan akan terlihat dari suasana pembicara, topik pembicara,

maupun pemilihan kata yang digunakan.

Bentuk sapaan dalam penelitian ini berkaitan erat dengan dialek

yang terdapat di Desa Watumilok, sebagai lokasi penelitian.

2.2.2 Dialek

Dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai atau

kumpulan idiolek yang ditandai oleh ciri-ciri khas dalam tata bunyi, kata-kata

ungkapan dan sebagainya, Keraf (1984: 19). Dialek juga memiliki pengertian

suatu ragam bahasa yang berhubungan dengan daerah atau lokasi geografi

(Nababan, 1984: 14).

Enam jenis dialek dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1) Dialek Geografis, adalah variasi yang ditandai oleh keseluruhan ciri

kedaerahan. Perbedaan itu tampak dalam pemakaran gejala bunyi tertentu.

Gejala-gejala bahasa yang biasa menandai antara dialek yang satu dan

yang lain adalah bunyi (fon).

(2) Dialek Sosial merupakan Dialek yang ditandai oleh perbedaanlatar

belakang sosial penuturnya. Misalnya, penggunaan dialek dalam penuturan


kebangsawanan atau kerajaan, menggunakan bahasa yang ada di kerajaan

tersebut, misalnya bahasa “sikka-krowe”. Faktor kebangsawanan ini sudah

tidak digunakan lagi.

(3) Dialek Jenis Kelamin, jenis kelamin merupakan faktor penentu variasi

bahasa. Variasi bahasa yang digunakan oleh kaum pria.

(4) yang disebut dialek pria, sedangkan sialek untuk kaum wanita disebut

dialek wanita, hal itu dapat dibedakan dalam warna suara.

(5) Dialek Profesi, yaitu Variasi bahasa yang biasa digunakan oleh

penuturnya yang dilatarbelakangi oleh profesinya. Akibat profesinya,

penutur bahasa terbiasa menggunakan istilah-istilah kha yang digunakan

dalam profesinya. Misalnya istilah “Paplele” digunakan oleh orang yang

berprofesi sebagai pedagang.

(6) Dialek Usia, merupakan Variasi bahasa yang ditandai oleh latar

belakang usia penuturnya yang dibedakan menjadi tiga macam yaitu

dialek anak-anak, dialek kaum muda, dan dialek kaum tua.

(7) Dialek Suku, merupakan Variasi suatu bahasa yang dilatarbalakangi

oleh suku penuturnya. Terjadinya dialek suku disebabkan karena

dipakainya bahasa oleh suku bukan poemilik bahasa. Misalnya, ada

dialek.

Dalam penelitian ini, masalah bentuk sapaan berkaitan dengan dialek

geografis yaitu bahasa Sikka Dialek Kangae di Desa Watumilok. Kata sapaan

tersebut akan dibedakan berdasarkan jemis kelamin, status sosial, dan

keakraban.
2.2.3 Variasi Bahasa

Variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang pemakarannya

disesuaikan dengan fungsi dan situasi tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok

yang berlaku dalam bahasa itu, (Alwasilah, 1986: 29).

Dalam penelitian ini, terdapat toga variasi bahasa yaitu:

(1) Variasi yang berkaitan denga jenis kelamin penutur dpaat dibagi

atas laki-laki dan perempuan yang terliahat pada pembicaraan

maupun pemilihan kata yang dipergunakan.

(2) Variasi yang berkaitan dengan status sosial yang dimaksud dengan

status sosial pemakai bahasa yang berhubungan erat dengan

tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (Patteda, 1997: 58).

(3) Keakraban

Istilah keakraban yang dipakai dalam pembahasan ini mempunyai

hubungan keakraban antar penutur dan petutur. Keakraban

tersebut misalnya teman akrab, teman dekat, dan lain sebagainya.

Bila ditinjau dari keakraban maka bentuk sapaan yang digunakan

penutur memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda antara teman

akrab dan tidak akrab.


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam metode penelitian ini akan dibahas mengenai beberapa hal, yakni: (1)

Metode penelitian, (2) Data dan sumber data, (3) Instrumen penelitian, (4) Teknik

analisis data.

3.1 Metode Penelitian

Metode merupakan suatu langkah dalam arah suatu penelitian. Secara

nyata, pengertian metode adalah strategi kerja untuk memudahkan pelaksanaan

suatu kegiatan guru untuk mencapai tujuan yang ditentukan (Depdikbud,

1989:581). Dalam melaksanakan suatu penelitian harus menggunakan suatu

metode yang sesuai.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif

Kualitatif. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk

memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi

sekarang (Moeliono, 1991:35). Metode deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut: (1) memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang terjadi pada saat

penelitian, (2) tidak dimaksudkan menguji hipotesis, (3) melukiskan variabel apa

adanya dan (4) prosesnya dilakukan dengan menyusun, menjelaskan, dan

menganalisis data. Metode kualitatif merupakan metode yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati dan juga bisa dikatakan sebagai penelitian yang tidak menggunakan

perhitungan (Lexh, 1990: 5).

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Metode Deskriptif

Kualitatif. Penelitian ini dirancang untuk mendeskripsikan tentang Bentuk Sapaan

Bahasa Sikka Dialek Kangae (BSDK) di Kalangan Remaja Maumere .

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data merupakan suatu keterangan yang benar dan nyata yang dapat dijadi

kan dasar kajian (Depdikbud,1989: 187). Data dalam penelitian ini adalah Bentuk

Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Kalangan Remaja Maumere.

3.1.2 Sumber Data

Sumber data merupakan obyek yang dijadikan penelitian untuk

mendapatkan data. Sumber data dalam penelitian ini adalah Remaja Maumere

didesa Watumilok.

3.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data yang sesuai

dengan teknik pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri , dan selain peneliti menjadi instrumen penelititan dalam

penelitian ini juga menggunakan instrumen pembantu yakni berupa daftar

pertanyaan, tabel-tabel, catatan lapangan, dan perekaman.


3.4. Teknik Penelitian

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah (1)

observasi, (2) wawancara, dan(3) teknik simak libat data.

(1) Observasi

Dengan menggunakan observasi peneliti dapat mengumpulkan data

dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian

kemudian mencatat segala sesuatu yang diperlukan.

(2) Wawancara

Teknik ini dimaksudkan dapat mengumpulkan data dengan

menggunakan wawancara (menggunakan daftar pertanyaan). Artinya

peneliti menggunakan panduan daftar pertanyaan dalam mewawancarai

informan.

(3) Teknik Simak Libat Catat

Teknik libat catat sama dengan teknik mewawancarai terlibat, hanya

perbedaannya terlibat dalam pelaksanaannya. Dalam

wawancara terlibat antara “interview” dan “interview” sama-sama aktif

dalam kegiatan komunikasi (percakapan), sedangkan dalam teknik

simak libat catat kegiatan yang dilakukan adalah mendengarkan

pembicaraan orang (informan) kemudian mencatat hal-hal yang

diperlukan.
3.4.2 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan

teknik non statistik, yaitu mengolah data tanpa hitungan angka, tetapi

mengolah data yang berbentuk wacana atau ungkapan dengan

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mentranskrip data.

2. Seleksi data

3. Kodifikasi data

4. Analisis data

5. Penafsiran

Kodifikasi data dengan menggunakan tabel berikut:

No Data Kode Dusun

Keterangan: Pengkodean tabel di atas berdasarkan nama informan

dan nomor data.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel kualifikasi

data. Tabel kualifikasi data adalahtabel pengelompokan data. Bentuk

sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae (BSDK) menurut jenis kelamin,

status sosila, dan keakraban.


Adapun tabel klasifikasi sebagai berikut:

TABEL 2

Klasifikasi Data Bentuk Sapaan BSDK di Kalangan Remaja

Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
No Bentuk Sapaan
L P

Keterangan :

L : Laki-laki

P : Perempuan

Contoh pengkodean

1. Ar
1

Nomor data

Singkatan informan “Aries”


Wt 1
2.

Nomor data

Singkatan informan “Wati”

3. Hs
2

Nomor data

Singkatan informan “Hense”

4. Am
2

Nomor data

Singkatan informan “Amel”

5. Yr 3

Nomor data
Nomor data
Singkatan informan ” Yoris”
6. Sk 3

Nomor data

Singkatan informan “Siska”

TABEL 3

Klasifikasi Data Bentuk Sapaan BSDK di Kalangan Remaja

Desa Watumilok Berdasarkan Tingkat Keakraban

Keakraban
No Bentuk Sapaan
A TA

Keterangan:

A : Akrab TA : Tidak Akrab


3.4.3 Penyajian Hasil

Hasil penelitian disampaikan dalam bentuk tabel hasil analisis data yang

berupa paparan atau uraian tentang penafsiran hasil analisis data Bahasa Sikka

Dialek Kangae (BSDK) secara jelas dan terperinci. Adapun tabel hsil analisis data

sebagai berikut:

TABEL 4

Hasil Analisis Data Bentuk Sapaan BSDK di Kalangan Remaja

Maumere

Jenis
Keakraban
No Bentuk Sapaan Kelamin

L P A TA

Keterangan :

L : Laki-laki A : Akrab

P : Perempuan TA : Tidak Akrab

3.5 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap: (1) Tahap persiapan, (2) Tahap

Pelaksanaan, dan (3) Tahap Penyelesaian.


3.5.1 Tahap Persiapan :

1. Pemilihan judul penelitian

2. Konsultasi judul

3. Studi Kepustakaan

4. Menyusun proposal penelitian

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

Kegiatan ini, terdiri atas:

1. Pengumpulan data

2. Pengolahan data

3.5.3 Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini, merupakan akhir dari penelitian berupa:

1. Pembuatan laporan penelitian.

2. Revisi laporan penelitian

3. Penggandaan laporan peneliti


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian merupakan deskripsi tentang Bentuk Sapaan ( BSDK) di

kalangan Remaja di desa Watumilok. Secara khusus penelitian ini membahas

Bentuk Sapaan yang ditinjau dari (1) Jenis Kelamin dan (2) Tingkat Keakraban.

Hasil Penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

4.1 Hasil Kodefikasi Data

Dalam tabel di bawah ini terdapat beberapa bentuk sapaan BSDK di

Kalangan remaja Desa Watumilok yang diambil dari setiap dusun yang ter

dapat di Desa Watumilok.

Tabel 5

Bentuk Sapaan BSDK di Kalangan Remaja Desa Watumilok

Kecamatan Kangae Kabupaten Sikka

No Data Kode Terjemahan Bahasa Dusun

Indonesia

1. Kakak Ar 1 Kakak Laki-laki Waipare

Mo’a Ar 2 Laki-laki

Hoe Ar 3 Laki-laki

Bos Ar 4 Laki-laki

2. Nong Hs 1 Laki-laki Higetegera

Toke Hs 2 Laki-laki
Wue Hs 3 laki-laki

Ama Hs 4 Laki-Laki

3. Wodon Yr 1 Laki-laki Higetegera

Kerang Yr 2 Laki-laki

Amang Yr 3 Laki-laki

He Yr 4 Laki-laki

4. Nona Wt 1 Perempuan Higetegera

Du’ang Wt 2 Perempuan

Wine Wt 3 perempuan

Nurak Wt 4 Perempuan

5. Kakain Sk 1 Kakak perempuan Higetegera

Wari Sk 2 perempuan

Du’ak Sk 3 Perempuan

Inang Sk 4 perempuan

6. Lotik Am 1 perempuan Waipare

Wue du’a Am 2 Kakak perempuan

He Am 3 Perempuan

Helengin Am 4 perempuan
4.2 Analisis Data

4.2.1 Analisis Data BSDK menurut Jenis Kelamin

Tabel 6

Bentuk Sapaan (BSDK) di Kalangan Remaja Maumere menurut

Jenis Kelamin

No Bentuk Sapaan Kode Terjemahan Bahasa Jenis

Indonesia Kelamin

L P

1. Kakak Ar 1 Kakak Laki-laki √ -

Mo’a Ar 2 Laki-laki √ -

Hoe Ar 3 Laki-laki √ -

Bos Ar 4 Laki-laki √ -

2. Nong Hs 1 Laki-laki √ -

Toke Hs 2 Laki-laki √ -

Wue Hs 3 laki-laki √ -

Ama Hs 4 Laki-Laki √ -

3. Wari Wm 1 Laki-laki √ -

Kerang Wm 2 Laki-laki √ -

Amang Wm 3 Laki-laki √ -

He Wm 4 perempuan - √

4. Nona Ec 1 Perempuan - √

Du’ang Ec 2 Perempuan - √

Wine Ec 3 perempuan - √
Nurak Ec 4 Perempuan - √

5. Kenain Sk 1 Kakak perempuan - √

Wari Sk 2 perempuan - √

Du’ak Sk 3 Perempuan - √

Inang Sk 4 perempuan - √

6. Lotik An 1 Adik perempuan - √

Wue du’a An 2 Kakak perempuan - √

He An 3 Perempuan - √

Helengin Am 4 perempuan - √
4.2.2 Analisis Data (BSDK) menurut Tingkat Keakraban.

Tabel 6

Bentuk Sapaan (BSDK) di Kalangan Remaja Maumere menurut

Tingkat Keakraban

No Bentuk Sapaan Kode Terjemahan Bahasa Keakraban

Indonesia A TA

1. Kakak Ar 1 Kakak Laki-laki √ -

Mo’a Ar 2 Laki-laki - √

Hoe Ar 3 perempuan - √

Bos Ar 4 Laki-laki √ -

2. Nong Hs 1 Laki-laki - √

Toke Hs 2 Laki-laki √ -

Wue Hs 3 laki-laki √ -

Ama Hs Laki-Laki - √

3. Wodon Yr1 Laki-laki √ -

Kerang Yr2 Laki-laki √ -

Amang Yr3 Laki-laki - √

Hoe Yr4 perempuan - √

4. Nona Wt 1 Perempuan - √

Du’ang Wt 2 Perempuan - √

Wine Wt 3 perempuan - √

Nurak Wt 4 Perempuan √ -
5. Kenain Sk 1 Kakak perempuan √ -

Wari Sk 2 perempuan √ -

Du’ak Sk 3 Perempuan √ -

Inang Sk 4 perempuan √ -

6. Lotik Am 1 Adik perempuan - √

Wue du’a Am 2 Kakak perempuan - √

He Am 3 Perempuan √ -

Helengin Am 4 perempuan - √

4.3 Hasil Penelitian

Tabel 7

Bentuk Sapaan (BSDK) di Kalangan Remaja Maumere Desa Watumilok

No Bentuk Sapaan Kode Jenis Kelamin Keakraban

L P A TA

1. Kakak Ar 1 √ - √ -

Mo’a Ar 2 √ - - √

Hoe Ar 3 √ - - √

Bos Ar 4 √ - √ -

2. Nong Hs 1 √ - - √
Toke Hs 2 √ - √ -

Wue Hs 3 √ - √ -

Ama Hs 4 √ - - √

3. Nara Yr 1 √ - √ -

Kerang Yr 2 √ - √ -

Amang Yr 3 √ - - √

Wodon Yr 4 - √ - √

4. Nona Wt 1 - √ - √

Du’ang Wt 2 - √ - √

Wine Wt 3 - √ - √

Nurak Wt 4 - √ √ -

5. Kenain Sk 1 - √ √ -

Wari Sk 2 - √ √ -

Inang Sk 3 - √ √ -

Duak Sk 4 - √ √ -

6. Lotik Am 1 - √ - √

Wue du’a Am 2 - √ - √

He Am 3 - √ √ -

Helengin Am 4 - √ - √
4.4 Interpretasi Data

Berdasarkan data yang ada, maka pemakaian bentuk sapaan bahasa

Maumere di kalangan remaja Desa Watumilok dapat diinterpretasikan sebagai

berikut:

4.4.1 Bentuk Sapaan Bahasa Sikka Dialek Kangae di Kalangan Remaja

Maumere Berdasarkan Jenis Kelamin

(1) Bentuk Sapaan BSDK untuk Laki-laki

Bentuk Sapaan BSDK yang digunakan untuk jenis kelamin laki-laki

ini hanya digunakan untuk menyapa anak laki-laki

1. Kakak (AR1)

Bentuk sapaan ini sering digunakan oleh laki-laki yang artinya kakak

laki-laki. Pemakaian dalam penuturan sehari-hariadalah sebagai berikut:

a. ” Ga’i bano pae kaka?”

“kakak (Laki-laki) mau kemana?”

b. ” Kaka (laki-laki) goa ba ko? ”

“Kakak (laki-laki) sudah makan? ”


2. Mo’a (AR2)

Bentuk sapaan ini sering digunakan oleh laki-laki tanpa melihat usia

atau tingkat pendidikan. Bentuk ini dalam penuturan sehari-hari adalah

sebagai berikut

a. ” Mo’a la’en mai.

“ Dia ( laki-laki) belum datang.

b. ” Mo’a bano pesta “

“ Dia (lak-laki) pergi ke pesta.”

3. Nong (HS1)

Kata sapaan ini sama artinya dengan kata “mo’a” . Bentuk sapaan ini

digunakan terhadap laki-laki tanpa melihat usai dan tingkat pendidikannya.

Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “Nong bui balong”

“Dia (laki-laki) jangan pergi dulu

b. “Nong deri ga laen”

“Dia (laki-laki) masih makan

3. Ama (HS4)

Kata sapaan ini digunakan untuk saudara atau kakak laki-laki yang

usianya lebih tua dari penuturnya dan bentuk sapaan ini digunakan khusus

untuk laki-laki. Pemakaian dalam penuturan sehari-hari sebagai berikut:


a. “ Ama lopa bai buru”

“ Kakak (laki-laki) jangan tergesa-gesa”

b. “ Ama au ganu pae?”

“ Kakak (laki-laki) bagaimana keadaannya?”

4. Toke (HS2)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk laki-laki tanpa melihat usia.

Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut :

a. “ Toke remapira bano e Bandung?”

“ Kapan dia (laki-laki) pergi ke Bandung?”

b. “ Toke bano regang.”

“ Dia (laki-laki) pergi ke pasar.”

5. Wue (HS3)

Bentuk sapaan ini biasnya digunakan untuk kakak laki-laki yang

lebih tua usianya. Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai

berikut:

a. “ Wue ga’i bano pae?”

“ kakak (laki-laki) mau kemana?”

b. “ wue lopa meang-meang.

“ kakak (laki-laki) jangan malu-malu.”


6. Nara (YR1)

Bentuk sapaan ini biasanya digunakan untuk laki-laki yang

usianya lebih muda. Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai

berikut

a. “ wari la’i lopa geri!”

“ Kamu (laki-laki) jangan menangis!”

b. “ Wari la’i epaemin?”

“ Kamu (laki-laki) mau kemana?”

7. Kerang (YR2)

Bentuk sapaan ini sama artinya dengan “toke” bentuk sapaan ini

digunakan oleh laki-laki tanpa melihat usia penutur. Pemakaian dalam

penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “ Kerang gahu ko?”

“ kamu (laki-laki) lagi sakit ya?”

b. “ Kerang lopa to.”

“ kamu (laki-laki) jangan tertawa.”

8. Amang (YR3)

Kata sapaan ini digunakan untuk adik laki-laki yang di sayangi.

Bentuk sapaan ini digunakan terhadap laki-laki yang lebih muda dari

penuturnya. Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:


a. “ Amang ele kuliah?”

“ Adik (laki-laki) tidak kuliah?”

b. “ Amang lopa hulir ngaji.”

“ Adik (laki-laki) jangan lupa berdoa.”

9. Hoe (AR3)

Kata sapaan ini digunakan untuk laki-laki. Bentuk sapaan ini

digunakan oleh laki-laki yang belum kenal tanpa melihat usia. Pemakaian

dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “ hoe au dena apa ia?”

“ kamu (laki-laki) lagi buat apa?”

b. “ hoe au ata pae?”

“ kamu (laki-laki) orang mana?”

10. Bos (AR4)

Kata sapaan ini digunakan untuk laki-laki tanpa mengenal usia.

Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah:

a. “ bos beli bako oti ko.”

“ kamu (laki-laki) kasi rokok dulu ka.”

b. “ bos lu’at libur ko?”

“ kamu (laki-laki) besok libur ya?”


11.Wodon (YR4)

Bentuk sapaan ini sama artinya dengan “kerang, toke”. Pemakaian

dalam penuturan sehari-hari adalah:

a.“ Wodon rema pira bano e malang?”

“Kamu ( laki-laki) kapan pergi ke Malang?”

b. “Wodon noran pacar ba ko la’en?”

“Kamu (laki-laki) sudah punya pacar atau belum?

(2) Bentuk Sapaan BSDK untuk Perempuan

Bentuk sapaan berdasarkan jenis kelamin perempuan ini hanya

digunakan untuk anak perampuan:

1. Nona (WT1)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk perempuan yang

disayangi atau sapaan sayang. Pemakaian dalam penuturan sehari-

hari adalah sebagai berikut:

a. “ Nona lopa geri poi!”

“ adik (perempuan) jangan menangis terus!”

b. “ Nona au gu’a epae?”

“ adik (perempuan) kerja dimana?”


2. Du’ang (WT2)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk anak perempuan yang

disayangi atau sapaan sayang tanpa melihat usia. Pemakaian dalam

penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “ Du’ang bano regang ena kawu.”

“ adik (perempuan) pergi ke pasar tadi pagi.”

b. “ Du’ang balong ba’a.”

“ adik (perempuan) sudah pulang.”

3. Wineng (WT3)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk adik perempuan.

Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “ Mama reta orin ko,wine?”

“ Mama ada di rumah saudari (perempuan )?”

b. “ Wine gu’a epaena?”

“ Saudari (perempuan) kerja dimana?”

4. Nurak (WT4)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk menyapa perempuan tanpa

melihat usia atau pun tingkat pendidikannya. Pemakaianya dalam

penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:


a. “ Ga’i epaeman Nurak?”

“ Kamu (perempuan) mau kemana?”

b. “ Nurak hai jemput au ena kawu?”

“ Siapa yang jemput kamu (perempuan) tadi pagi?”

5. Wari du’a (SK1)

Bentuk sapaan ini sama artinya dengan “Wine”. Sapaan ini

digunakan untuk menyapa adik perempuan. Pemakaian dalam

penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “ Wari du’a perang apa ia?”

“ Saudari (perempuan) masak apa?”

b. “ Wari du’a au kulia epae?”

“ Saudari (perempuan) kuliah dimana?”

6. Du’akin (SK2)

Bentuk sapaan ini sama artinya dengan “ nurak” sapaan ini

digunakan untuk menyapa perempuan tanpa melihat usia atau

pendidikannya. Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah

sebagai berikut:

a. “ Du’akin bano e uma.”

“ Dia (perempuan) pergi ke sawah.”

b. “ Du’kin bapa dopo.”

“ Dia (perempuan) di panggil bapak.”


7. Inang ( SK3)

Bentuk sapaan ini sama artinya dengan “nona / du’ang.

Pemakaian dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “ Inang naran aun hai?”

“ Saudari (perempuan) namanya siapa?”

b. “ Inang lopa moro terus!”

“ Saudari (perempuan) jangan marah terus.”

8. Wue du’a (SK4)

Bentuk sapaan ini digunakan terhadap perempuan yang

usianya lebih tua dari penuturnya Pemakaian dalam penuturan

sehari-hari adalah:

a. “ Wue du’a au mosa buno.”

“ Saudari (perempuan) sekarang tambah gemuk.”

b. “ Wue dua au go’a apa na?”

“ Saudari (perempuan) lagi makan apa?”

9. Helengin (AM1)

Bentuk sapaan ini digunakan oleh perempuan yang

usianya muda atau lebih muda dari penuturnya. Pemakaian dalam

penuturaan sehri-hari adalah sebagai berikut:

a. “Helengin duen epae mera waun?”

“ Semalam kamu (perempuan) tidur dimana?”


b. “ Helengin miu balong jam pira?”

“ Kamu (perempuan) pulang jam berapa?

10. Kenain (AM2)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk perempuan yang belum

di kenal atau belum akrab dan tanpa melihat batas usia. Pemakaian

dalam penuturan sehari-hari adalah sebagai berikut:

a. “Kenain au boter sayur epae?”

“Kamu (perempuan) beli sayur dimana?”

b. “Kenaian remapira au mai e Ende?”

“Kapan kamu (perempuan) datang ke Ende?”

11. Hoe (AM3)

Bentuk sapaan ini sama artinya dengan “kenain”. Bentuk

sapaan ini digunakan untuk menyapa perempuan. Pemakaian dalam

penuturan sehri-hari adalah sebagai berikut:

a. “Hoe au mala apa ena?”

“Kamu (perempuan) ambil apa tadi?”

b. “Hoe au ena hui epae?”

“Kamu (perempuan) tadi mandi dimana?”


12. Lotik(AM4)

Bentuk sapaan ini digunakan untuk menyapa perempuan

yang usianya lebih muda dari penuturnya atau untuk menyapa adik

perempuan. Sapaan ini sama artinya dengan “wari du’a / wine”.

a. “ Lotik mama dopo.”

“Adik (perempuan) mama panggil.”

b. “Lotik belajar sawe gu nonton.”

“Adik (perempuan) belajar dulu baru nonton.”

4.4.2 Bentuk Sapaan BSDK di kalangan Remaja Desa Watumilok

berdasarkan Tingkat Keakraban

(1). Bentuk sapaan BSDK untuk tingkat akrab meliputi: Kakak, wodon,

helengin, toke, kerang, wari, du’ang, bos, wue, kakain, he, wue du’a.

Bentuk sapaan kakak, toke, wodon, helengin, bos, kerang, wue,

wari digunakan bagi remaja yang tidak mengenal batas usia dan mempunyai

sahabat yang sangat akrab. Pada umumnya sapaan ini digunakan disaat remaja

sedang bercanda atau dalam situasi santai dengan sahabatnya.

Contoh bentuk sapaan akrab dalam kalimat:

(1) “ kakain ga’i bano pae?”

“ saudari (perempuan) mau pergi kemana?”

(2) “ wari, gu’a epan-epan ia?”

“ adik (laki-laki) kerja yang rajin.”


(2). Bentuk sapaan BSDK untuk tingkat tidak akrab meliputi:

Mo’a, nong, nara, amang, nurak, du’ang, du’ak, nona, inang.

Bentuk sapaan nara, inang, du’ang, amang, nona digunakan

terhadap remaja yang dalam pergaulannya sehari-hari tidak akrab, karena

disegani atau dihormati. Sedangkan nurak, du’ak, nong digunakan bagi remaja

yang belum saling mengenal atau belum tau nama remaja yang akan disapa.

(1) “ nong, au naran hai?”

“ kamu (laki-laki) namanya siapa?”

(2) “ amang lopa hui e tahi?”

“ kamu (laki-laki) jangan mandi di laut?”


BAB V

PENUTUP

Pada Bab V ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

yang disajikan pada bagian ini merupakan bentuk ringkasan dari hasil

penelitian sesuai dengan urutan dan permasalahan penelitian. Sedangkan saran-

saran yang ditujukan kepada para pendidik dan peneliti lanjutan, masing-

masing dijabarkan sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan

Bentuk sapaan adalah Suatu kata atau ungkapan yang

digunakan dalam tutur sapa atau seperangkat kata-kata serta ungkapan-

ungkapan yang digunakan untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam

suatu peristiwa bahasa.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

pemakaian bentuk sapaan BSDK di kalangan remaja Desa Watumilok adalah

sebagai berikut:

1. Bentuk sapaan BSDK di kalangan remaja Desa Watumilok berdasarkan Jenis

Kelamin.

a) Bentuk sapaan BSDK untuk Perempuan adalah: nona, du’ang,

du’ak, lotik, nurak, inang, kakain, wari du’a, wue du’a, helengin,

hoe.
b) Bentuk sapaan BSDK untuk laki-laki adalah: kakak, mo’a, nong,

toke, wue, wari, kerang, amang, nara, bos, wodon, ama, hoe.

2. Bentuk sapaan BSDK di kalangan remaja Desa Watumilok berdasarkkan

Tingkat Keakraban adalah:

a) Bentuk Sapaan BSDK untuk tingkat akrab bagi remaja yang

mempunyai sahabat yang sangat akrab dan tidak mengenal

batas kesopanan karena sangat akrabnya para remaja dalam

pergaulan sehari-hari. Sapaan yang sering digunakan waktu

remaja bercanda atau bergurau bersama sahabatnya , dapat

juga digunakan terhadap remaja tetapi pergaulannya masih

tergolong sopan , maksudnya bahwa bentuk sapaan yang di

gunakan dalam suasana santai. Bentuk sapaan yang diguna

kan untuk remaja yang akrab adalah: kakak, toke, kerang,

kakain, wari, wue du’a, helengin, wodon, bos, wue, hoe.

b) Bentuk sapaan BSDK untuk tingkat tidak akrab untuk remaja

yang dalam pergaulan sehari-hari tidak akrab, karena segan

atau yang dihormati, juga digunakan bagi remaja yang belum

saling kenal atau belum tau nama orang yang akan disapa.

Bentuk sapaan yang digunakan untuk tingkat tidak akrab me

liputi: mo’a, nong, nara, nurak, inang, du’ang, du’ak, nona,

amang.
5.2 Saran

Berdasarkan analisis hasil penelitian ini dapat diajukan saran yang

perlu untuk memperkaya bahasa Maumere , khususnya tentang Bentuk Sapaan

di kalangan remaja desa Watumilok adalah sebagai berikut:

1) Penelitian tentang bentuk sapaan BSDK yang berkaitan dengan tingkat

tutur ini dapat menambah pemahaman kebahasaan (keanekaragaman

bahasa ) sehingga dapat menambah khasanah kepustakaan yang

digunakan sebagai bahan perbandingan dalam pengajaran bahasa

Indonesia.

2) Bagi peneliti lanjutan diharapkan agar melakukan penelitian terhadap

Kebahasaan dari sudut pandang dan masalah yang berbeda.

3) Bagi Pembaca diharapkan agar penelitian tentang Bentuk Sapaan

BSDK di kalangan remaja desa Watumilok tersebut dapat dimanfaat

kan untuk menambah wawasan bagi para pembaca tentang penelitian

Kebahasaan khususnya penelitian tentang Bentuk Sapaan dikalangan

remaja. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sarana

refleksi untuk memahami realitas sosial yang terjadi di masyarakat

khususnya di kalangan remaja.

4) Bagi Pengajaran Bahasa Daerah diharapkan agar penelitian ini dapat

Dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengajaran bahasa daerah

khususnya guru bahasa daerah Maumere.


DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaidar. 1986. Sosiologi Bahasa. Bandung: PT. Angkasa

Ayatrohaedi. 1979. Dialek Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Peminaan

Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Kridalaksana, Harimikti. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende. Flores:

Moeliono. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Mansoer, Pateda. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: PT. Angkasa


Mappiare. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Mapiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Malang: Usaha Nasional

Moeliono, Anton. 2000. Kajian Serba Linguistik. PT.BPK Gunung Mulia

Moeliono. 1991. Metode Penelitian. Jakarta: Erlangga

Nusa Indah.

Nababan. 1984. Sosiolinguistik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia

Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Penelitian Pendidikan. Bandung: Pusat

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Aksara

Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

LAMPIRAN 1

Bentuk Sapaan (BSDK) di Kalangan Remaja Maumere menurut

Jenis Kelamin

No Bentuk Sapaan Kode Terjemahan Bahasa Jenis

Indonesia Kelamin

L P

1. Kakak Ar 1 Kakak Laki-laki √ -


Mo’a Ar 2 Laki-laki √ -

Hoe Ar 3 Laki-laki √ -

Bos Ar 4 Laki-laki √ -

2. Nong Hs 1 Laki-laki √ -

Toke Hs 2 Laki-laki √ -

Wue Hs 3 laki-laki √ -

Ama Hs 4 Laki-Laki √ -

3. Wari Wm 1 Laki-laki √ -

Kerang Wm 2 Laki-laki √ -

Amang Wm 3 Laki-laki √ -

He Wm 4 perempuan - √

4. Nona Ec 1 Perempuan - √

Du’ang Ec 2 Perempuan - √

Wine Ec 3 perempuan - √

Nurak Ec 4 Perempuan - √

5. Kenain Sk 1 Kakak perempuan - √

Wari Sk 2 perempuan - √

Du’ak Sk 3 Perempuan - √

Inang Sk 4 perempuan - √

6. Lotik An 1 Adik perempuan - √

Wue du’a An 2 Kakak perempuan - √

He An 3 Perempuan - √

Helengin Am 4 perempuan - √
LAMPIRAN II

Bentuk Sapaan (BSDK) di Kalangan Remaja Maumere menurut

Tingkat Keakraban

No Bentuk Sapaan Kode Terjemahan Bahasa Keakraban

Indonesia A TA
1. Kakak Ar 1 Kakak Laki-laki √ -

Mo’a Ar 2 Laki-laki - √

Hoe Ar 3 perempuan - √

Bos Ar 4 Laki-laki √ -

2. Nong Hs 1 Laki-laki - √

Toke Hs 2 Laki-laki √ -

Wue Hs 3 laki-laki √ -

Ama Hs Laki-Laki - √

3. Wodon Yr1 Laki-laki √ -

Kerang Yr2 Laki-laki √ -

Amang Yr3 Laki-laki - √

Hoe Yr4 perempuan - √

4. Nona Wt 1 Perempuan - √

Du’ang Wt 2 Perempuan - √

Wine Wt 3 perempuan - √

Nurak Wt 4 Perempuan √ -

5. Kenain Sk 1 Kakak perempuan √ -

Wari Sk 2 perempuan √ -

Du’ak Sk 3 Perempuan √ -

Inang Sk 4 perempuan √ -

6. Lotik Am 1 Adik perempuan - √

Wue du’a Am 2 Kakak perempuan - √

He Am 3 Perempuan √ -
Helengin Am 4 perempuan - √
LAMPIRAN III

Bentuk Sapaan BSDK di Kalangan Remaja Desa Watumilok

Kecamatan Kangae Kabupaten Sikka

No Data Kode Terjemahan Bahasa Dusun

Indonesia

1. Kakak Ar 1 Kakak Laki-laki Waipare

Mo’a Ar 2 Laki-laki

Hoe Ar 3 Laki-laki

Bos Ar 4 Laki-laki

2. Nong Hs 1 Laki-laki Higetegera

Toke Hs 2 Laki-laki

Wue Hs 3 laki-laki

Ama Hs 4 Laki-Laki

3. Wodon Yr 1 Laki-laki Higetegera

Kerang Yr 2 Laki-laki

Amang Yr 3 Laki-laki

He Yr 4 Laki-laki

4. Nona Wt 1 Perempuan Higetegera

Du’ang Wt 2 Perempuan

Wine Wt 3 perempuan

Nurak Wt 4 Perempuan

5. Kakain Sk 1 Kakak perempuan Higetegera


Wari Sk 2 perempuan

Du’ak Sk 3 Perempuan

Inang Sk 4 perempuan

6. Lotik Am 1 perempuan Waipare

Wue du’a Am 2 Kakak perempuan

He Am 3 Perempuan

Helengin Am 4 perempuan
LAMPIRAN IV

DAFTAR PERTANYAAN

1) Bagaimana anda menyapa sesama Jenis Laki-laki?

2) Bagaimana anda menyapa remaja sesama Jenis Perempuan?

3) Bagaimana anda remaja Laki-laki menyapa remaja Perempuan?

4) Bagaimana anda remaja Perempuan menyapa remaja Laki-laki?

5) Bagaimana anda menyapa remaja Laki-laki yang akrab dengan anda dalam

kehidupan sehari-hari?

6) Bagaimana anda menyapa sesama remaja Perempuan yang tidak akrab dengan

anda dalam kehidupan sehari-hari?

7) Bagaimana anda menyapa sesama remaja Laki-laki yang Tidak akrab dengan

anda dalam kehidupan sehari-hari?

8) Bagaimana anda menyapa sesama remaja Perempuan yang akrab dengan anda

dalam kehidupan sehari-hari?

Anda mungkin juga menyukai