Anda di halaman 1dari 86

CAMPUR KODE SISWA SMP NEGERI 3 PALU

Oleh

RAHMAWATI
A 111 16 090

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


Gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020

i
CODE-MIXING USED BY STUDENTS OF
NEGERI 3 PALU

RAHMAWATI

SKRIPSI

Submitted as a partial fulfillment of the requirements for the degree of


Sarjana Pendidikan at Indonesian Language Education Study Program
Language and Art Education Department
Teacher Training and Education Faculty
Tadulako University

INDONESIAN LANGUAGE EDUCATION STUDY PROGRAM


LANGUAGE AND ART EDUCATION DEPARTMENT
TEACHER TRAINING AND EDUCATION FACULTY
TADULAKO UNIVERSITY
2020

i
ii
iii
ABSTRAK

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (a) bagaimanakah jenis campur


kode pada siswa SMP NEGERI 3 Palu (b) bagaimanakah wujud campur kode
siswa di SMP NEGERI 3 Palu. Penelitian ini bertujuan mendeskrispsikan wujud
dan jenis-jenis campur kode pada siswa SMP NEGERI 3 Palu. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik rekam dan teknik catat. Teknik
analisis data terdiri atas (a) reduksi data, (b) penyajian data, (c) penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa Jenis-jenis
campur kode meliputi (a) campur kode ke luar (b) campur kode kedalam. Dan (c)
campur kode campuran. Pada hasil penelitian ini para penutur dominan
menggunakan campur kode bahasa bahasa daerah kedalam bahasa indonesia.
Sedangkan wujud campur kode pada siswa SMP NEGERI 3 Palu meliputi: (a)
wujud kata yang terdiri atas nomina, verba, adjektiva dan adverbia.

Kata kunci : Jenis dan Wujud Campur Kode

iv
ABSTRACT

Rahmawati. 2020. Code-Mixing Used by Students of SMP Negeri 3 Palu. Skripsi.


Bachelor Degree. Indonesian Language Education Study Program, Language and
Art Education Department, Teacher Training and Education Faculty, Tadulako
University. Under the supervision of Ali Karim.
The main problems of this research are “What types and forms of code-
mixing used by students of SMP Negeri 3 Palu? This research aims at
describing the types and forms of code-mixing used by students of SMP Negeri 3
Palu. The data collection techniques were recording and noting techniques. Data
analysis techniques covered data reduction, data presentation, and
conclusion/verification. The results indicated that the types of code-mixing
used by students of SMP Negeri 3 Palu are (a) in mixing codes; (b) outer
mixing codes; and (c)blend mixing. Students of SMP Negeri 3 Palu mostly used
blend mixing (local language and Indonesian language). The forms of mixing
code used by students of SMP Negeri 3 Palu are numbers, verbs, adjectives, and
adverbs.

Keywords: types, form, code mixing

v
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan

penyusunan skripsi yang berjudul “Campur Kode Siswa SMP Negeri 3 Palu”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa

Dan Sastra Indonesia Jurusan Bahasa Dan Seni Fakultas Keguruan Dan Ilmu

Pendidikan Universitas Tadulako.

Dalam proses penyelesaian tugas akhir ini, tidak sedikit tantangan yang

peneliti hadapi. Namun, berkat doa dan ikhtiar semua bisa terlewati. Tentunya

semua tidak akan sampai pada tahap ini tanpa arahan dan dukungan moral

maupun finansial dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat peneliti.Untuk itu

segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga,

terutama kepada kedua orang tuaku Ayahanda Syarifuddin dan ibunda tercinta

Masati yang telah membesarkan, Mendidik, menasehati, memotivasi, dan

membimbing penulis dengan penuh kesabaran, keikhlasan, limpahan cinta, kasih

sayang, pengorbanan, serta untaian do‟a yang tiada henti-hentinya, dan

kebahagiaan yang tak bisa di gantikan oleh apapun, yang tak pernah merasa lelah

dalam menafkahi keluarga, terutama untuk membiyayai penulis selama

vi
penyelesaian studi. Semoga Allah SWT memberi umur panjang, kesehatan dan

kebahagian yang melimpah kepada kalian.

Melalui kesempatan ini pula penulis menyampaikan penghargaan dan

ucapan terimakasih kepada Dr. Ali Karim, M.Hum. Selaku pembimbing yang

dengan sabar dan penuh keikhlasan membimbing, dan mengarahkan penulis mulai

dari penyusunan Proposal, Penelitian, hingga penyusunan Skripsi ini.

penulis pun tidak lupa menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. H Mahfudz.,M. P., Rektor Universitas Tadulako, dan semua

staf yang ada direktorat.

2. Dr. Ir. Amiruddin Kade, S.pd., M.Si Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Tadulako

3. Dr. H Nurhadi, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

4. Dr. Iskandar Ahmad, M.Hum., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan.

5. Abdul Kamaruddin,S.Pd.,M.Ed.,Ph.D., Wakil Dekan Bidang Umum dan

Keuangan.

6. Dr Hj. Sriati Usman.,M.Hum. Selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

7. Dr. Ulinsa.,M.Hum., Koordinator Program Studi Pendidikan Bahasa Dan

Sastra Indonesia Universitas Tadulako.

vii
8. Dr. Syamsuddin, M.Hum dan Dr. Yunidar, M. Hum., Penguji utama dan

penguji 2 yang telah memberikan arahan dan masukan guna perbaikan

skripsi ini.

9. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia

yang telah memberikan transfer ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat

bagi penulis.

10. Para Dosen dan seluruh Staf pengajaran di lingkungan Fakultas Keguruan

dan Ilmu pendidikan yang telah memberikan masukan, bantuan, dan

melayani segala keperluan administrasi dalam menyelesaikan studi

penulis.

11. Untuk keluargaku dan saudara-saudariku tercinta Israwati, Hidayatullah,

Imam muslim, Azzahra, Al Qipti dan Al Adawiah

12. Sahabat-sahabat yang begitu saya cintai dan saya banggakan Lasmiyati,

Herdianti, Fitri Febrianti, Siti Mardiahningsi serta teman yang sudah

banyak membantu dalam Penyusunan Skripsi Dewi Sartika dan Amanda

Novelia serta seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2016,

terkhusus kelas B (angsat) 2016 (Darah B dan Laki B ) yang saya cintai

dan banggakan, terima kasih atas semua dukungan, kebersamaan, semua

cerita yang telah kita lewati bersama selama ini.

13. Seluruh Kerabat dan Keluarga Besarku Di Desa Siboang yang telah

memberikan motivasi dana dukungan kepada peneliti selama menjalani

proses perkuliahan sampai ditahap akhir penyelesaian skripsi ini.

viii
14. Seluruh teman-teman PLP di SMP Negeri 3 Palu, sekaligus Teman-teman

KKN/SPKK khusunya posko 33.

15. Juga Aplikasi/Game Mobile Legends, Free Fire, Eyougame, Animelovers,

Youtube, Facebook, WhatsApp dan Instagram yang senantiasa menemani

waktu senggang penulis ketika proses penyusunan berjalan sesuai

keinginan dan lancar sampai sekarang ini.

16. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam perjalanan hidup

penulis selama ini khususnya dalam menjalani masa kuliah, nama kalian

mungkin tidak tertulis dalam lembaran ini, tetap kalian selalu ada dalam

lembaran sejarah kehidupanku. Terimakasih atas semua kesetiaan kalian

bersama penulis selama ini.

Penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT membalas kebaikan

kalian. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang membutuhkan.

Palu, Oktober 2020


Penulis

Rahmawati

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relevan 7

2.2 Kajian Pustaka 8

2.2.1 Kajian Sosiolinguistik 8

2.2.2 Kajian Kedwibahasaan 10

2.2.3 Bahasa dan Konteks 12

2.2.4 Campur Kode 16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 25


x
3.2 Fokus Penelitian 25

3.3 Definisi Operasional Istilah 25

3.4 Data dan Sumber Data 26

3.5 Lokasi dan Waktu penelitian 26

3.6 Pengumpulan Data 27

3.7 Instrumen Penelitian 28

3.8 Teknik Analisis Data 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Campur kode berdasarkan jenisnya

4.1.2 Campur kode berdasarkan wujudnya

4.2 Pembahasan 52

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-sehari manusia tentu sangat membutuhkan sarana

untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Dalam hal berkomunikasi sudah pasti

melibatkan bahasa agar proses interaksi berjalan dengan baik. Bahasa merupakan

salah-satu alat yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan lisan maupun

tulisan agar maksud dan tujuannya dipahami oleh orang lain.

Di Indonesia penggunaan bahasa dari bermacam-macam suku sering

ditemukan dalam proses komunikasi antar kelompok masyarakat sehingga tidak

heran apabila sebagian besar bangsa Indonesia memiliki kemampuan

menggunakan dua bahasa atau lebih. Chaer dan Agustina (2010 : 154)

menyatakan bahwa di Indonesia secara umum menggunakan tiga bahasa, yaitu (1)

bahasa Indonesia, (2) bahasa daerah,(3) bahasa asing. Kemampuan menguasai

bahasa pertama dan bahasa kedua ini membuat masyarakat Indonesia menjadi

masyarakat yang multilingual artinya masyarakat yang menguasai lebih dari dua

bahasa. Ketika melakukan kontak bahasa mereka mengalami masalah kebahasaan

seperti alih kode dan campur kode. Pembahasan tentang campur kode pasti selalu

berkaitan dengan alih kode atau sebaliknya. Sebab kedua gejala ini seringkali

terjadi secara bersamaan dalam sebuah peristiwa sosiolinguistik.

Alih kode adalah peristiwa pergantian bahasa atau ragam bahasa oleh

penutur karena adanya sebab-sebab tertentu yang dilakukan dengan sadar (Chaer

1
2

dan Agustina, 2010: 107). Kachru (dalam Rokhman, 2013:38) memberikan

batasan campur kode sebagai “Pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling

memasukkan unsur bahasa yang satu ke unsur bahasa yang lain secara konsisten”.

Menurutnya, campur kode merupakan penggunaan satu bahasa dengan

memasukkan unsur-unsur bahasa yang menyisip ke bahasa lain secara konsisten.

Pada bidang pendidikan, peristiwa alih kode dan campur kode juga sering

terjadi baik tingkat sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, dan

perguruan tinggi. Namun dari kedua gejala ini peneliti lebih terfokus pada

penggunaan campur kode pada siswa sekolah menengah pertama (SMP).

Campur kode sendiri tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan

seperti dalam gejala alih kode, tetapi bergantung pada pembicaraan (fungsi

bahasa), kesantaian pembicara dan kebiasaannya dalam pemakaian bahasa, terjadi

dalam situasi tidak resmi (informal) serta unsur bahasa sisipan dalam peristiwa

campur kode tidak lagi mendukung fungsi bahasa secara mandiri, tetapi sudah

menyatu dengan bahasa yang sudah disisipi. Adapun contoh tindak komunikasi

yang merupakan campur kode dalam situasi tersebut adalah sebagai berikut.

Tindak komunikasi pada contoh (1) terjadi didepan kelas VII D, SMP

Negeri 3 Palu. Peristiwa campur kode tampak dalam komunikasi antara siswa dan

si peneliti saat sedang beristirahat.

P : disini tidak ada mahasiswa yang turun PLP kah


S : tiada kak, biar jo so nyaman kita dengan yang lama, jadi te bisa move on.

Dalam hal ini siswa ( S ) menggunakan campur kode dalam bahasa inggris “

move on “ yang artinya “ pindah atau berganti “ juga beberapa serpihan kata
3

berupa “ jo, te ( tidak ) “ sementara bahasa yang lain merupakan bahasa Indonesia.

Kemudian contoh (2) adalah percakapan antara siswa sebagai berikut.

Sa : Minta sakide
Sb : Beli jo
Sa : mana uang
Sb : pakai uangmu ya
Siswa (Sa) melakukan percampuran bahasa daerah kaili yaitu kata “ sakide yang

berarti sedikit “ dan bahasa yang lain adalah bahasa Indonesia.

Masalah campur kode memang sangat sulit untuk dihindari jika

penuturnya masih menggunakan dua bahasa (bilingual) ataupun lebih

(multilingual) yang dikuasai secara bergantian untuk berkomunikasi. Peristiwa

campur kode dapat dilihat dalam pemakaian bahasa secara lisan maupun tertulis.

Dalam bahasa lisan dapat dilihat pada percakapan sehari-hari baik disekolah,

dijalan atau ditempat mana saja sedangkan bahasa tertulis dapat ditemukan di

dalam majalah, novel, cerpen dan lain-lain.

Melihat sasarannya adalah siswa maka peneliti telah meneliti bagaimana

kemampuan berbahasa Indonesia lisan siswa dalam proses komunikasi diluar

kelas dengan melihat ‟kesalahan‟ dalam percakapan atau pembicaraan yang

mereka lakukan, seberapa banyak masuknya unsur-unsur bahasa daerah, bahasa

asing, ke dalam bahasa Indonesia sebagai fenomena campur code dalam bahasa

Indonesia lisan.

Dalam penelitian ini peneliti memilih tingkat sekolah SMP khususnya

SMP Negeri 3 Kota Palu, karena dari segi psikologi pada tingkat ini mereka

masuk pada masa remaja, dimana mereka suka menjelajah, ingin mencoba-coba,
4

bebas melanggar aturan-aturan berbahasa, termasuk dengan bahasa Indonesia

yang mereka gunakan sehari-hari.

Selain itu siswa SMP Negeri 3 Palu adalah siswa yang hiterogen

berdatangan dari berbagai sekolah dasar dan memiliki dialek bahasa yang

berbeda-beda dengan yang lainnya. Dalam kondisi yang beraneka ragam ini, di

mana mereka ada yang berasal dari desa, kecamatan dan kabupaten, tingkat

bahasa Indonesianya belum diketahui. Semuanya itu boleh jadi memengaruhi

tingkat penggunaan bahasa Indonesia yang berbeda-beda dalam sehari-hari

dengan kemampuan yang berbeda-beda pula. Berdasarkan latar belakang di atas

penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah campur kode dalam bahasa

Indonesia lisan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya yaitu :

1. Bagaimanakah jenis campur kode pada siswa SMP Negeri 3 Palu ?

2. Bagaimanakah wujud campur kode yang digunakan oleh siswa SMP Negeri 3

Palu ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian tersebut

untuk :

1. Mengetahui jenis campur kode pada siswa SMP Negeri 3 Palu.


5

2. Mengetahui wujud campur kode yang oleh siswa SMP Negeri 3 Palu.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini, ialah dapat ditinjau dari beberapa

komponen yang dapat dipaparkan sebagai berikut :

a. Teoretis

Penelitian ini secara teoretis memberikan pengetahuan baru bagi

masyarakat, khususnya bagi mahasiswa program studi pendidikan bahasa agar

semakin berminat menggali kembali peristiwa kebahasaan yang terjadi di sekitar

kita. Diharapkan mampu untuk memberikan manfaat bagi pengembangan teori

kebahasaan dan juga mampu menambah informasi khasanah penelitian dalam

kajian linguistik terapan. Hal kajian linguistik terapan yang dimaksud digunakan

sebagai ilmu linguistik yang memusatkan perhatiannya pada gejala kebahasaan

yang terjadi di dalam suatu proses penggunaan bahasa disekolah. Serta

menambah informasi tentang penggunaan bahasa khususnya campur kode.

b. Praktis

Selanjutnya, manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan mampu

untuk memberikan deskripsi atau paparan tentang bentuk penggunaan campur

kode pada sesama siswa di SMP Negeri 3 Palu dan faktor-faktor penyebab

terjadinya campur kode dikalangan siswa SMP Negeri 3 Palu. Selain itu,

diharapkan dari penemuan ini nantinya akan mampu untuk memberikan suatu

kontribusi data dasar bagi penelitian selanjutnya yang hendak melakukan

penelitian sejenis. Diharapkan pula agar nantinya mampu untuk menambah


6

pengetahuan bagi penulis, pembaca, dan bagi orang-orang yang berkenan

memperhatikan masalah kebahasaan dalam suatu kehidupan.


BAB 2

KAJIAN TEORI

Pada kajian teori ini diuraikan tentang teori-teori yang mendasari

permasalahan pada penelitian ini. Adapun uraian selanjutnya disampaikan pada

paparan sebagai berikut.

2.1 Penelitian Relevan

Hasil penelusuran kepustakaan atau data yang diperoleh maka penelitian

mengenai campur kode sudah sering dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan

oleh Ucok (2017) berjudul “Campur Kode Percakapan Siswa SMP Negeri 9 Palu

pada situasi tidak Formal”. Penelitian tersebut mendeskripsikan penggunaan dan

ke nonformalan wujud campur kode di kalangan siswa pada jenjang SMP.

kemudian penelitian yang dilakukan oleh Andyani (2014) “ Campur Kode

dikalangan Siswa SMA Alkhairat Bungintimbe Kecamatan Petasia Kabupaten

Morowali “. Ferawati (2018) “ Campur Kode pada acara „ Rumah Uya „ di Trans

7“

Penelitian ini dianggap penelitian yang relevan dengan penelitian

sebelumnya sebab pokok kajiannya tentang linguistic khususnya campur kode

yang menjadi objek sasaran penelitian adalah siswa. Adapun yang membedakan

penelitian ini adalah peneliti sebelumnya mendeskripsikan campur kode bahasa

daerah khususnya bahasa kaili dengan dialek yang digunakan kaili ledo yang

ditemukan pada peristiwa campur kode percakapan dikalangan siswa-siswi di

SMP Negeri 9 Palu pada situasi tidak formal, menjabarkannya dalam bentuk kata

7
8

dan frase serta mengelempokkan dalam bentuk kata benda, kata kerja, kata sifat

dan kata tugas hampir sama dengan Campur Kode pada acara Rumah Uya di

Trans 7. Sementara peneliti kali ini akan menkaji bahasa daerah pada peristiwa

campur kode apa saja yang ditemukan pada siswa kemudian mendeskripsikannya

dalam bentuk kata dan dikelompokkan dalam bentuk nomina, verba, adverbial dan

adjektiva.

2.2 Kajian Pustaka

Pada penelitian ilmiah tetap (mutlak) diperlukan landasan teori atau

paradigma teori yang berfungsi untuk mengarahkan peneliti dalam menguak

fenomena-fenomena pada objek yang diamati atau diteliti. Sehubungan dengan

penelitian ini, teori yang digunakan dapat berfungsi sebagai acuan atau dasar agar

mengarahkan atau menuntun peneliti untuk menguraikan hal-hal yang berkaitan

dengan campur kode.

2.2.1 Kajian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik apabila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu

ekonomi, sosiologi, atau dengan linguistik itu sendiri, merupakan ilmu yang

relatif baru. Ditinjau dari namanya, sosiolinguistik menyangkut tentang

“sosiologi” dan “linguistik”. Oleh karena itu, sosiolinguistik mempunyai kaitan

yang erat dengan kedua kajian tersebut. “Sosio-“ mempunyai makna sebagai suatu

masyarakat, sedangkan “linguistik” mempunyai makna suatu kajian tentang

bahasa. Jadi, sosiolinguistik merupakan suatu kajian tentang bahasa yang


9

dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial

khususnya sosiologi) Sumarsono dan Partana (dalam Nugroho, 2011 : 23).

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kegiatan sosial

ataupun gejala sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang

ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil objek bahasa

sebagai objek kajiannya. Aslinda dan Syafyahya (dalam Nugroho, 2011 : 24)

mengatakan bahwa kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari dua kata

sosiologi dan linguistik. Sumarsono dan Partana mengatakan bahwa sosiologi

adalah kajian yang mempelajari struktur sosial, organisasi kemasyarakatan,

hubungan antaranggota masyarakat, dan tingkah laku masyarakat. Secara konkret,

sosiologi merupakan kajian yang mempelajari kelompok-kelompok di dalam

masyarakat, seperti keluarga, clan (subsuku), suku, dan bangsa.

Sosiolinguistik sering dihubungkan dengan linguistik umum yang mana

linguistik umum itu sendiri sering kali disebut dengan linguistik saja yang

mencakup fonologi, morfologi, dan sintaksis. Linguistik di sini hanya membahas

tentang “struktur bahasa”, mencakup bidang struktur bunyi, struktur morfologi,

struktur kalimat, dan akhir-akhir ini linguistik juga mencakup bidang struktur

wacana (discourse).

Sebagaimana linguistik, sosiolinguistik juga berbicara tentang bahasa.

Metode yang digunakan pun juga serupa, yaitu “metode deskriptif”, dalam arti

menelaah objek sebagaimana adanya pada saat tertentu. Namun, perlu diketahui

bahwa ada perbedaan antara sosiolinguistik dengan linguistik yang bersifat


1

mendasar. Sosiolinguistik justru tidak mengakui adanya konsep tentang monolitik

itu, Sumarsono dan Partana (dalam Nugroho, 2011 : 26). Hal itu dikarenakan

sosiolinguistik menganggap bahwa setiap bahasa mempunyai sejumlah variasi

dalam masyarakat multilingual.

2.2.2 Kajian Kedwibahasaan

Secara sederhana, kedwibahasaan atau yang dikenal dengan istilah

bilingualisme dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan individu dalam

menguasai dua bahasa dalam komunikasinya. Berdasarkan KBBI, kedwibahasaan

dapat didefinisikan sebagai suatu perihal mengenai pemakaian atau penguasaan

dua bahasa (seperti penggunaan bahasa daerah di samping bahasa nasional);

bilingualisme.

Kedwibahasaan itu pada dasarnya merupakan kemampuan dari seseorang,

baik individu ataupun masyarakat, yang menguasai dua bahasa dan mampu untuk

menggunakan kedua bahasanya tersebut dalam melakukan komunikasi sehari-hari

secara bergantian dengan baik. Sedangkan seseorang yang terlibat dalam kegiatan

atau praktik menggunakan dua bahasa secara bergantian itulah yang disebut

dengan bilingualnya atau yang kita kenal dengan istilah dwibahasawan.

Tingkat penguasaan bahasa pertama dengan bahasa kedua tidak pernah

akan sama. Macnamara (dalam Nugroho 2011) mengusulkan bahwa batasan

bilingualisme sebagai pemilikan penguasaan (mastery) atas paling sedikit bahasa

pertama dan bahasa kedua, kendatipun tingkat penguasaan bahasa yang kedua

tersebut hanyalah pada sebatas tingkatan yang paling rendah. Namun, batasan
1

yang demikian itu nampaknya cukup realistis karena di dalam kenyataannya.

Pada kondisi tingkat penguasaan bahasa kedua yang paling rendah pun, menurut

pandangan Macnamara, masih dapat dikatakan sebagai seorang yang bilingual.

Meninjau akan hal tersebut, terdapat berbagai jenis kedwibahasaan

menurut Kamaruddin (dalam Nugroho: 2011). Jenis kedwibahasaan yang

dimaksud diantaranya kedwibahasaan apabila ditinjau dari ketersebarannya,

kedwibahasaan itu dibagi menjadi kedwibahasaan perorangan (individual

bilingualism) yang mengacu kepada kemampuan individu dalam menggunakan

dua bahasa dan kedwibahasaan masyarakat (societal bilingualism), yaitu

kemampuan sekumpulan individu dalam suatu kelompok masyarakat dalam

menggunakan dua bahasa dalam melakukan komunikasinya.

Dilihat dari tingkat kedwibahasaannya, terdapat jenis kedwibahasaan

tingkat minimal dan maksimal. Pada kedwibahasaan tingkat minimal menganggap

individu sudah dinyatakan sebagai individu yang dwibahasawan apabila individu

itu mampu untuk melahirkan tuturan yang berarti dalam bahasa lain. Selanjutnya,

kedwibahasaan maksimal menganggap bahwa individu adalah dwibahasawan

apabila individu itu mampu untuk melahirkan tuturan dalam dua bahasa secara

memuaskan.

Menurut lanjutan tentang pendapat mengenai jenis kedwibahasaan

tersebut, Kamaruddin (dalam Nugroho : 2011) mengemukakan pula bahwa

seorang dwibahasawan juga bisa pasif dalam artian mampu untuk memahami.

Akan tetapi, seorang dwibahasawan tersebut tidak mampu secara aktif untuk
1

memproduksi tuturan dalam bahasa target. Selanjutnya, apabila dilihat dari

hubungan ungkapan dengan maknanya, kedwibahasaan yang dimiliki seseorang

bisa berbentuk kedwibahasaan koordinat, kedwibahasaan majemuk, dan

kedwibahasaan subordinat. Kedwibahasaan koordinat terjadi bilamana terdapat

dua sistem bahasa atau lebih yang masing-masing berbeda. Dalam kedwibahasaan

majemuk terdapat ungkapan yang menggabungkan satu satuan makna dengan dua

satuan ungkapan pada setiap bahasanya. Sedangkan kedwibahasaan subordinat

adalah dimana satuan makna pada bahasa pertamanya berhubungan dengan satuan

ungkapan serta sama dalam satuan ungkapan pada bahasa keduanya.

Maksudnya kedwibahasaan koordinat merupakan jenis kedwibahasaan

yang mana seorang individu mempelajari satu atau lebih bahasa sebagai bahasa

keduanya, yang mana salah satu atau lebih dari bahasa yang dipelajarinya tersebut

merupakan pendapatan yang dipelajari sejak masih kanak-kanak. Kedwibahasaan

subordinat merupakan kecakapan nonnative dalam bahasa kedua yang mungkin

dapat diukur kemampuan berbahasa kedua yang dimiliki tersebut. Dalam hal

ini,bahasa kedua yang dipelajari dalam kedwibahasaan subordinat dimulai saat

individu mendapatkannya di bangku pembelajaran. Misalnya seorang individu

mempelajari bahasa inggris yang baru didapatinya dibangku SMP.

2.2.3 Bahasa dan Konteks

Menurut KBBI, bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer

(manasuka), yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk melakukan

kerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Selanjutnya, KBBI


1

memberikan definisi konteks sebagai situasi yang ada hubungannya dengan suatu

kejadian. Di dalam suatu proses komunikasi, bahasa dan konteks tentunya saling

mempengaruhi. Individu dapat saja melakukan komunikasi dengan menggunakan

bahasa tertentu apabila konteksnya tertentu pula.

Sebagai deskripsi bahasa dan konteks, individu akan cenderung untuk

menggunakan bahasa Indonesia apabila konteksnya formal dalam situasi kantor,

sekolah, ataupun dalam situasi rapat. Apabila di dalam situasi kelas, kelas bahasa

inggris khususnya, kemungkinan individu yang terlibat di dalam kelas tersebut

juga akan menggunakan bahasa Prancisnya. Hal tersebut dikarenakan bahasa

inggris adalah bahasa yang merupakan hasil dari proses pembelajarannya di kelas

yang dapat dipakai dalam konteks formal maupun informal saat komunikasi

proses belajar mengajar di kelas.

Terkait dengan hal tersebut, Holmes (dalam Nugroho: 2011) menyatakan

bahwa tidak terdapat kesepakatan yang secara universal tentang bahasa mana

yang paling baik yang akan dipakai di dalam proses komunikasi. Kesemuanya itu

bergantung kepada konteks komunikasinya tersebut. Di antara bahasa dan konteks

biasanya dapat terjadi di dalam situasi tutur. Sedangkan Hymes (dalam Nugroho,

2011: 33), juga menyatakan bahwa menurut pengamatannya, situasi tutur adalah

ketika tuturan dapat dilakukan dan dapat pula tidak dilakukan, situasi tidak murni

komunikatif dan tidak mengatur adanya aturan berbicara. Sebuah peristiwa tutur

terjadi dalam satu situasi tutur dan peristiwa itu mengandung satu atau lebih

tindak tutur. Dari pendapat kutipan langsung tersebut, dapat diketahui bahwa
1

dalam suatu proses komunikasi, bahasa tidak lepas dari konteks yang saling

mempengaruhi terhadap tindak komunikasi.

Rohali (dalam Nugroho : 34) mengatakan bahwa situasi tutur merupakan

salah satu komponen dalam tindak tutur (acte de langage). Selanjutnya Hymes

mengemukakan bahwa setidaknya terdapat delapan komponen yang merupakan

komponen tutur. Delapan komponen tersebut disingkat menjadi akronim

PARLANT sebagai berikut:

P : Participants (Penutur dan mitra tutur)

A : Acte (Bentuk isi ujaran)

R : Raison (Tujuan/alasan ujaran)

L : Locale (Tempat dan situasi ujaran)

A : Agents (Alat yang digunakan)

N : Norme (Norma-norma ujaran)

T : Ton dan Type (Nada, intonasi, dan jenis bentuk ujaran)

Participants, yaitu para peserta tutur, antar siapa pembicaraan

berlangsung, bagaimana status sosial para penutur, dan lain sebagainya. Acte,

mengacu kepada bentuk dan isi ujaran, misalnya pada pilihan kata yang

digunakan, hubungan antara apa yang diucapkan dengan topik pembicaraan

pembicaraan pribadi, umum, dalam peserta, dan lain sebagainya. Raison, merujuk

kepada maksud dan tujuan tuturan. Misalkan saja bahasa yang digunakan oleh

orang yang bertujuan untuk meminta. Hal tersebut tentunya akan berbeda dengan

bahasa yang digunakan untuk menyuruh, mengharap, ataupun mengusir.


1

Locale, merujuk kepada tempat berlangsungnya tuturan. Misalnya tempat

resmi menggunakan bahasa yang resmi pula, sementara pada tempat tidak resmi

(pasar misalnya) menggunakan bahasa yang tidak resmi pula. Agents, mengacu

kepada jalur informasi yang digunakan. Misalnya bahasa lisan, bahasa tulis,

telegraf, telepon, dan lain sebagainya. Normes, mengacu kepada norma-norma

yang berlaku di dalam masyarakat pengguna bahasa. Norma-norma tersebut

menjadi pengikat kaidah kebahasaan penuturnya. Ton, merujuk kepada cara, nada,

dan semangat dimana pesan tersebut disampaikan, apakah dengan senang hati,

canda, marah, dan lain sebagainya. Sedangkan type, merujuk kepada jenis bentuk

penyampaian pesan. Misalnya berupa prosa, puisi, pidato, dan lain sebagainya.

Poedjosoedarmo (dalam Rahardi dan Nugroho: 2011) menyatakan konsep

tuturan yang sebetulnya merupakan pengembangan dari konsep tuturan yang

disampaikan oleh Hymes yang telah dijelaskan. Beberapa pembenahan, yang

tentunya disesuaikan dengan kenyataan nyata di Indonesia. Akibatnya adalah

komponen tutur dalam versinya menjadi lebih rinci dan luas melebihi komponen

tutur yang dipakai sebagai dasar teorinya. Menurutnya, terdapat sedikitnya tiga

belas komponen yang ada dalam sebuah tuturan antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Pribadi si penutur atau orang pertama. Identitas orang pertama

ini ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu (a) keadaan fisiknya,

(b) keadaan mentalnya, dan (c) kemampuan berbahasanya.

2. Anggapan penutur terhadap kedudukan sosial dan relasinya

dengan orang yang diajak bicara.


1

3. Kehadiran orang ketiga.

4. Maksud dan kehendak si penutur.

5. Warna emosi si penutur.

6. Nada suasana bicara.

7. Pokok pembicaraan.

8. Urutan bicara.

9. Bentuk wacana.

10. Sarana tutur.

11. Adegan tutur.

12. Lingkungan tutur.

13. Norma kebahasaan lainnya.

2.2.4 Campur kode

1. Kode

Kode merupakan suatu lambang bahasa yang disepakati bersama sebagai

alat untuk menyampaikan suatu maksud.

Menurut KBBI, dijelaskan bahwa dalam istilah linguistik, kode

mempunyai arti sebagai:

a. Tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu;

b. sistem bahasa dalam suatu masyarakat; dan

c. variasi tertentu dalam suatu masyarakat.


1

Dalam kamus linguistik itu pula dijelaskan bahwa bahasa manusia adalah

sejenis kode.

Kridalaksana (dalam Rohmani, 2013) mengartikan kode sebagai: “(1)

lambang atau sistem ungkapan yang dipakai dalam menggambarkan makna

tertentu, dan bahasa manusia adalah sejenis kode; (2) sistem bahasa dalam suatu

masyarakat; (3) variasi tertentu dalam bahasa”. Alih kode merupakan salah satu

aspek ketergantungan bahasa dalam masyarakat bilingual atau multilingual.

Artinya, dalam masyarakat bilingual atau multilingual mungkin sekali seorang

penutur menggunakan berbagai kode dalam tindak tuturnya sesuai dengan situasi

dan berbagai aspek yang melingkupinya.

Poedjosoedarmo (dalam Nugroho, 2011) mengartikan kode sebagai suatu

sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri yang khas

sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan

situasi tutur yang ada. Dalam suatu kode terdapat unsur-unsur bahasa seperti

kalimat-kalimat, kata-kata, morfem, dan fonem. Hanya saja, adanya suatu

pembatasan umum yang membatasi pemakaian unsur-unsur bahasa tersebut.

Kode biasanya berbentuk varian-varian bahasa yang secara riil atau secara

nyata digunakan untuk berkomunikasi anggota-anggota suatu masyarakat bahasa.

Bagi masyarakat multilingual, inventarisasi kode menjadi lebih luas dan

mencakup varian-varian dua bahasa atau lebih. Kode-kode yang dimaksud dengan

sendirinya mengandung arti yang sifatnya menyerupai arti unsur-unsur bahasa

yang lain.
1

Jadi, dari beberapa definisi kode tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pemakaian kode tidak lepas dari fenomena penggunaan bahasa oleh manusia di

dalam masyarakat. Tidak semua bahasa mempunyai kosa kode yang sama dalam

inventarisasinya. Selanjutnya Poedjosoedarmo mengatakan bahwa kosa kode

akan banyak ditemukan pada bahasa yang mempunyai macam dialek yang

banyak, tingkat tindak tutur yang kompleks, dan dipakai sebagai bahasa pengantar

kebudayaan yang mempunyai banyak ragam. Lebih lanjut, dikatakan pula bahwa

kode selalulah mempunyai suatu makna.

2. Campur kode

Campur kode merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih dengan saling

memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa lain.

Campur kode merupakan wujud penggunaan bahasa lainnya selain alih

kode. Nababan (dalam Suandi, 2014 : 139) mengungkapkan bahwa yang

dimaksud dengan campur kode ialah percampuran dua atau lebih bahasa atau

ragam bahasa dalam satu tindak bahasa tanpa adanya sesuatu dalam situasi

berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu. Lebih lanjut ia

mengungkapkan bahwa dalam situasi tersebut tidak ada situasi yang menuntut

pembicara, hanya masalah kesantaian dan kebiasaan yang dituruti oleh pembicara.

Dalam peristiwa tutur, pembahasan mengenai alih kode, biasanya diikuti

pula dengan pembicaraan mengenai campur kode. Peristiwa campur kode terjadi

apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-

unsur bahasa daerah ataupun bahkan memasukkan unsur-unsur bahasa asing ke


1

dalam pembicaraan bahasa Indonesianya tersebut. Dengan kata lain, seseorang

yang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia yang mempunyai fungsi

keotonomiannya, sedangkan kode bahasa daerah atau bahasa asing yang terlibat

dalam kode utama tersebut merupakan serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau

keotonomian sebagai sebuah kode Aslinda dan Syafyahya (dalam Nugroho

:2011).

Secara sederhana, campur kode diartikan sebagai suatu gejala

pencampuran pemakaian bahasa karena berubahnya situasi tutur. Dalam KBBI,

campur kode adalah:

a. penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain

untuk memperluas gaya bahasa ataupun ragam bahasa, pemakaian

kata, klausa,idiom, sapaan, dan lain sebagainya; dan

b. interferensi.

Sementara itu, Aslinda dan Syafyahya (dalam Nugroho :2011)

mengemukakan bahwa ciri yang menonjol dalam peristiwa campur kode adalah

terjadi pada ragam kesantaian atau situasi informal. Dalam situsi berbahasa

formal, sangatlah jarang terjadi campur kode dalam peristiwa tuturnya. Kalaupun

ada peristiwa campur kode dalam keadaan tersebut, hal itu dikarenakan tidak

adanya kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang

dipakainya. Sehingga perlu memakai kata ataupun ungkapan dari bahasa daerah

atau bahkan bahasa asing.

Seorang yang dwibahasawan misalnya, dalam berbahasa Indonesia banyak

menyelipkan bahasa asing, maka penutur yang dwibahasawan tersebut dapat

dikatakan telah melakukan pencampuran kode. Sebagai akibatnya, muncul satu


2

ragam bahasa Indonesia yang kebarat-baratan. Lain halnya kalau seorang

menyelipkan bahasa daerahnya, bahasa jawa atau bahasa sunda misalnya, ke

dalam komunikasi bahasa Indonesianya. Akibatnya, akan muncul pula satu ragam

bahasa Indonesia yang ke Jawa-jawaan atau ragam bahasa Indonesia yang ke

Sunda-sundaan.

Peristiwa campur kode dapat terjadi pada serpihan bahasa pertama pada

bahasa kedua, misalnya bahasa Indonesia yang diselingi oleh kata-kata dari

bahasa Inggris, bahasa Prancis ataupun bahasa Jepang. Penggunaannya pun

ditentukan oleh penutur dan mitra tuturnya di tempat tertentu dan dilakukan

dengan kesadaran.

Terdapat tiga jenis campur kode yang dikemukakan oleh Jendra (dalam

Nugroho: 2011). Ketiga jenis campur kode menurutnya tersebut antara lain adalah

sebagai berikut:

a. Inner Code Mixing

Campur kode yang dimaksud adalah campur kode yang menggunakan

elemen-elemen dari bahasa asli atau bahasa asal dalam peristiwa campur kodenya

yang masih terdapat hubungan dengan bahasa yang dicampur. Misalnya, beberapa

elemen yang masih berhubungan di dalam campur kode bahasa Indonesia, seperti

bahasa jawa, bahasa bali, bahasa Sunda dan lain sebagainya.

b. Outer Code Mixing

Jenis campur kode yang dimaksud merupakan campur kode yang

menggunakan elemen-elemen dari bahasa asing dalam peristiwa campur kodenya.

Misalnya seorang penutur berbahasa Indonesia yang dalam komunikasinya


2

menyisipkan elemen dari bahasa Prancis, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan lain

sebagainya. Maka, penutur tersebut telah melakukan outer code mixing.

c. Hybrid Code Mixing

Jenis campur kode yang dimaksud dapat menerima elemen apapun dalam

peristiwa campur kodenya, baik elemen bahasa asal ataupun elemen bahasa asing

dalam kalimat atau klausanya.

2.2.5 Wujud Campur Kode

Menurut Suwito (1983:78-80) wujud campur kode terbagi menjadi enam

bentuk:

1. Penyisipan unsur yang berwujud kata

ialah satuan bebas yang paling kecil. Contoh campur kode berwujud kata

adalah “Mangka sering kali sok ada kata-kata solah-olah bahasa daerah itu kurang

penting”.

2. Penyisipan unsur yang berwujud frasa

Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat

nonpredikatif dan pembentuknya harus berupa morfem bebas. Contoh campur

kode berwujud sisipan frase adalah “ Nah, karena saya sudah kadhung apik sama

dia, ya tak teken”.

3. Penyisipan unsur yang berwujud baster


2

Baster merupakan hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda dan

membentuk satu makna. Contoh campur kode berwujud sisipan bentuk baster

adalah “ Banyak klap malam yang harus ditutup”.

4. Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata

Perulangan kata merupakan pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya

maupun sebagiannya, baik dengan variasi vonem maupun tidak. Contoh campur

kode berwujud perulangan kata adalah “Saya sih bolah-boleh saja, asal dia

tidak tonya-tanya lagi”.

5. Penyisipan unsur yang berwujud idiom

Idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-

masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain.

Contoh campur kode berwujud sisipan idiom adalah “Pada waktu ini hendaknya

kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon“.

6. Penyisipan Unsur yang berwujud klausa

Klausa ialah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-

kurangnya terdiri dari subyek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi

kalimat. Contoh campur kode berwujud sisipan klausa adalah “Pemimpin yang

bijaksana akan selalu bertindak ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun

karsa, tut wuri handayani.”


2

Brice dan Absalom (dalam Anderson dan Brice: 1999) lewat observasinya

yang dituangkan dalam sebuah arikel yang berjudul “Code Mixing in a Young

Bilingual Child” yang membahas tentang campur kode yang terjadi pada anak-

anak, mengelompokkan bentuk campur kode yang dapat diamati berdasarkan

unsur-unsur sintaksis atau unsur pembentuk suatu kalimat. Bentuk campur kode

yang dimaksud dibedakan berdasarkan kategorisasinya yang meliputi: nomina

yang terdapat pada subjek maupun objek, verba, frase verba, frase berpreposisi,

artikel, dan kata sifat.

Adapun wujud campur kode menurut Chaer (2010:116-117) adalah berupa

kata dasar, frase, serta klausa yang semuannya merupakan unsur yang terdapat

dalam analisis sintaksis, yaitu analisis tentang hubungan antara tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau analisis tentang makna atau arti

dalam bahasa. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat tambahan yang

berupa imbuhan (afiks) yang termasuk jenis morfem bebas. Menurut Alwi, dkk

(1003:36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama; (1) verba

atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva ataukata sifat, (4)

adverbia atau kata keterangan.

Harimurti, dkk (dalam Nugroho, 2011:56) memberikan beberapa yang

termasuk kategorisasi kata sebagai berikut ini:

a. Nomina adalah kategori gramatikal yang tidak dapat bergabung

dengan tidak.
2

b. Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan

nomina.

c. Adjektiva adalah kategori kata yang ditandai oleh (1)

kemungkinannya didampingi oleh partikel seperti “lebih, sangat,

dan agak”, atau (2) ciri-cirimorfologis seperti -er (dalam konorer);

-if (dalam sensitif), -I (dalam alami),dan lain sebagainya.

d. Numeraliaadalah kategori gramatikal yang tidak dapat bergabung

dengan tidak.Numeralia dapat bergabung dengan nomuna, seperti

“dua sarjana”.

e. Verba adalah kategori gramatikal yang dalam konstruksi

mempunyai kemungkinan diawali dengan kata tidak.

f. Adverbia adalah kategori yang mendampingi kategori-kategori

sebagai berikut:

1) Verbal; misalnya, sedang bekerja.

2) Adjektival; misalnya, sedih sekali.

3) Numeralia; misalnya, lebih seribu.

4) Adverbia lain; misalnya, amat sangat.

5) Proposisi; misalnya, justru dia yang melarang saya pergi.

g. Preposisi adalah partikel yang berfungsi menghubungkan kata atau

frase, sehingga berbentuk frase eksosentris. Frase eksosentris adalah

frase yang sebagian atau seluruhnya tidak mempunyai perilaku

sintaksis yang sama dengan komponen-komponen.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni

penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada

atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya. Pada Penelitian ini

peneliti akan mengkaji campur kode dalam bahasa Indonesia lisan, dalam hal ini

peneliti akan mendeskripsikan secara objektif realitas gejala bahasa dalam bentuk

dan macam campur kode bahasa lisan siswa SMP Negeri 3 Palu. Upaya yang

dilakukan untuk mendapatkan data secara lengkap dan komprehensif adalah

melakukan studi lapangan dengan berpedoman pada sumber data berupa

percakapan siswa, dan instrument interviu (tanggapan siswa).

3.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP NEGERI 3 PALU yang berlokasi di

Kecamatan Palu Barat. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

SMP NEGERI 3 PALU, Dengan demikian siswa dapat dikatakan menjadi faktor

penentu dan sumber data autentik yang tidak bisa diabaikan dalam penelitian ini.

3.3 Definisi Operasional Istilah

a. Campur kode pada peneltian ini adalah peristiwa memasukkan atau

menyisipkan bahasa daerah ke bahasa Indonesia atau sebaliknya berupa

serpihan (pieces) dalam bentuk kata, klausa dan kalimat dalam interaksi

antara siswa di SMP Negeri 3 Palu.

25
2

b. Fungsi campur kode yang terdapat dalam interaksi antara siswa SMP Negeri

3 di kota Palu yaitu sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi untuk

menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan.

3.4 Data dan Sumber Data

a. Data

Data dalam penelitian ini adalah campur kode siswa SMP Negeri 3 kota

Palu, berupa tuturan antar siswa. Tuturan yang dimaksud yaitu dalam bentuk

percakapan yang memuat kata, klausa, dan kalimat yang memiliki unsur serta

fungsi terjadinya campur kode.

b. Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari bahasa lisan yang

empiris terjadinya campur kode yang dituturkan oleh siswa di luar kelas (dalam

situasi non formal), namun masih berada di lingkungan sekolah SMP Negeri 3

Palu. Wujud datanya berupa data lisan. Data lisan diperoleh dari observasi pada

situasi komunikasi non formal dalam lingkungan sekolah, wawancara mendalam

dengan informan dilakukan di luar kegiatan belajar mengajar di kelas.

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Berdasarkan lokasi penelitian dapat dilakukan dilingkungan sekolah SMP

Negeri 3 Palu. Penelitian ini termaksud dalam penelitian lapangan karena

dilakukan dilingkungan sekolah. Penelitian ini diawali dari tahap persiapan berupa

observasi awal dilapangan, tahap persiapan, pengumpulan data, analisis data


2

hingga sampai pada penyusunan hasil penelitian yang berlangsung kurang lebih

tiga bulan.

3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam sebuah penelitian

lapangan. Pelaksanaan penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data

primer dengan metode dan teknik sebagai berikut:

1) metode rekam

Teknik rekam adalah teknik yang dilakukan untuk memperoleh

data dengan cara merekam tuturan informan dengan menggunakan alat rekam.

Peneliti melakukan perekaman pada saat proses percakapan yang sedang

berlangsung antara sesama siswa.

2) metode catat

Teknik catat adalah teknik yang dilakukan untuk memperoleh data dengan

cara mencatat tuturan informan secara spontan dan terencana. Pada proses

pengumpulan data peneliti melakukan pencatatan pada percakapan yang

dilakukan oleh siswa melalui pengamatan dan penyimakan secara cermat dan

mengulangi pemutaran rekaman tersebut hingga beberapa kali pengulangan agar

data yang diteliti tidak terjadi kesalahan penelitian.

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa kartu data untuk teknik catat,

dan alat perekam untuk teknik rekam. Kartu data tersebut digunakan untuk

mencatat data campur kode, dan HP (handphone) digunakan untuk merekam


2

tuturan antara siswa di SMP Negeri 3 Kota Palu yang menyebabkan campur kode.

Kemudian dianalisis berdasarkan bentuk dan fungsi campur kode yang terdapat

pada tuturan tersebut, kemudian menyimpulkan hasil analisis.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah berdasarkan semua tuturan yang

memperlihatkan terjadinya campur kode dalam interaksi siswa SMP Negeri 3

Kota Palu, diidentifikasi dan dikartukan lengkap dengan konstruksinya.

Selanjutnya dilakukan klasifikasi dan kategori keseluruhan data. Data dianalisis

dengan jalan memilih dan memilah-milah bentuk dan fungsi alih kode maupun

campur kode dalam interaksi siswa SMP Negeri 3 Kota Palu. Setelah dianalisis

dan diklasifikasikan, data dideskripsikan dan dijabarkan untuk mengetahui bentuk

dan fungsi terjadinya campur dalam interaksi siswa SMP Negeri 3 Kota Palu.

Menurut Sugiyono (2010:224) mengemukakan bahwa analisis data adalah

proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara menjabarkan kedalam

unit-unit menyusun kedalam pola, mana yang penting akan dipelajari dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri dan orang lain.

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data model Miles and Huberman (dalam Sugiono, 2015 :337).

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam analisis data kualitatif Miles

and Huberman adalah, (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) verifikasi data dan

mengambil kesimpulan.
2

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus

selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan

adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan (seringkal

tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan

penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya. Selama

pengumpulan data berlangsung, terjadilan tahapan reduksi selanjutnya (membuat

ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi,

membuat memo). Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian

lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, yang

tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi

data peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat

disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, yakni: melalui

seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya

dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya. Kadangkala dapat juga

mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan

ini tidak selalu bijaksana.

2. Penyajian Data
3

Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih

baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang

meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang

guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan

mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang

sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah

terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh

penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.

3. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari

satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat

pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia

menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin

menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali

serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan

intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan

temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang

muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan

kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Kesimpulan akhir tidak hanya

terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi
3

agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Secara skematis proses analisis

data menggunakan model analisis data interaktif Miles dan Huberman dapat

dilihat pada bagan berikut :

Pengumpulan data Penyajian data

Reduksi data
Verifikasi/penarikan kesimpulan

Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan khususkan pada dialog antara

siswa dilingkungan sekolah ( diluar dari proses belajar mengajar ) SMP Negeri 3

Palu. Berikut akan diuraikan jenis-jenis dan wujud campur kode dikalangan siswa

SMP Negeri 3 Palu.

4.1.1 Campur Kode Berdasarkan Jenisnya

4.1.1.1 Inner Code Mixing

Campur kode yang dimaksud adalah campur kode yang menggunakan

elemen-elemen dari bahasa asli atau bahasa asal dalam peristiwa campur kodenya

yang masih terdapat hubungan dengan bahasa yang dicampur. Misalnya, beberapa

elemen yang masih berhubungan di dalam campur kode bahasa Indonesia, seperti

bahasa jawa, bahasa bali, bahasa Sunda dan lain sebagainya.

1. Pn : Chian, ambilkan dulu tasku


Mt : Ndak ah, ambil sendiri sama-sama punya tangan

Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat kata “ Ndak “ berasal dari bahasa

Sunda yang artinya “ tidak “. Walaupun kata “ndak” merupakan singkatan dari

salah-satu bahasa daerah Manado “ nyandak ” dengan arti yang sama yaitu “

tidak”. Tapi kembali dilihat dari latar belakang si mitra tutur yang sebelumnya

berasal dari Depok (Jawa Barat). Selebihnya menggunakan bahasa Indonesia.

32
3

Jadi data tersebut ditemukan adanya penggunaan campur kode berupa bahasa

Sunda ke dalam bahasa Indonesia. Kata “ Ndak”

4.1.1.2 Outer Code Mixing

Jenis campur kode yang dimaksud merupakan campur kode yang

menggunakan elemen-elemen dari bahasa asing dalam peristiwa campur kodenya.

Misalnya seorang penutur berbahasa Indonesia yang dalam komunikasinya

menyisipkan elemen dari bahasa Prancis, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan lain

sebagainya. Maka, penutur tersebut telah melakukan outer code mixing.

2. Pn : Kakak mau masuk di grupnya torang ?


Mt : Grup apa dik
Pn : Grup kelas D kak, saya invit kakak tapi terima di kak
Mt : Iya
Dari data hasil penelitian ditemukan kata “ invit “ bahasa Inggris dan artinya “

undang “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data di atas

menunjukan adanya campur kode bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia.

4.1.1.3 Hybrid Code Mixing

Jenis campur kode yang dimaksud dapat menerima elemen apapun dalam

peristiwa campur kodenya, baik elemen bahasa asal ataupun elemen bahasa asing

dalam kalimat atau klausanya.


3

3. Pn : Kakak bisa kami ke kosnya kakak kapan-kapan ?


Mt : Iya bisa, tapi mau apa dulu ?
Pn : Traveling ya, tapi Cuma torang kelas D
Mt : Oh, saya kira mau belajar
Mt (1) : Jangan mau kakak, dorang hanya ba ribut itu
Dari data hasil penelitian ditemukan kata “ traveling “ bahasa Inggris dan

artinya “ jalan-jalan “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data

diatas menunjukkan adanya campur kode bahasa Inggris, bahasa daerah Kaili

dan bahasa Indonesia.

4.1.2 Campur Kode Berdasarkan wujudnya

Kata adalah satu kesatuan yang utuh yang mengandung arti atau makna.

Kata merupakan unsur yang paling penting di dalam bahasa. Tanpa kata mungkin

tidak ada bahasa, sebab kata itulah yang merupakan perwujudan bahasa. Setiap

kata mengandung konsep makna dan mempunyai peran di dalam pelaksanaan

bahasa.

Dari hasil penelitian, ditemukan beberapa campur kode kata berdasarkan

kategori kata yaitu kata benda (nomina), kata kerja (verba), dan kata sifat

(adjektiva).

4.1.2.1 Nomina

Menurut M. Ramlan (dalam Muslich, 2011: 119) kata benda (nomina)

adalah semua kata yang dapat menduduki tempat sebagai objek dan yang

dinegatifkan dengan kata bukan. Dari hasil penelitian, ditemukan tuturan yang

merupakan campur kode pada kata benda. Hasil temuan tersebut disajikan pada

data dibawa ini.


3

4. Pn : Banyak doi nya, traktir dulu


Mt : Bukan uangku
Pm : Bohongmu
Mt : Tanya saja Vimel
Dari data di atas terdapat kata “ doi “yang merupakan salah-satu bahasa daerah

yang digunakan yaitu bahasa Kaili dan Bugis namun memiliki arti yang sama “

uang “, sementara bahasa yang lain merupakan bahasa Indonesia. Jadi pada

kutipan percakapan di atas terjadi peristiwa campur kode dari tiga bahasa yaitu

bahasa Kaili, Bugis dan bahasa Indonesia.

5. Pn : (a) Assalamualaikum toaka (b) Tabe le kakak saya mau bertanya ini
Mt : Iye waalaikumsalam, apa lagi Widi
Pn : Besok pakai baju gamis atau baju olahraga
Mt : Pakai baju gamis dulu pas pengajian, nanti baru baganti baju
Pn : Oh, okey kakak
Data percakapan di atas terdapat kata toaka yang artinya “ kakak/ panggilan

untuk seseorang yang lebih tua “ dan kata tabe artinya “ permisi ” merupakan

salah-satu bahasa daerah Kaili dan bahasa Bugis. Sementara bahasa yang lain

terdapat pada kata okey artinya “ iya/ ungkapan persetujuan” merupakan bahasa

Inggris, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia Jadi pada kutipan diatas

terjadi percampuran kode yaitu dari bahasa Bugis, Kaili, bahasa Inggris dan

bahasa Indonesia.

6. Pn : Halo, hola
Mt : Bahasa alien lagi dia pakai
Pn : Kenapa, kan mau-mau gue
Dari data diatas ditemukan kata “ hola “ yang artinya “ halo “ atau sejenis kata

sapaan pada bahasa Spanyol, kemudian kata “ gue “ yang berarti “ saya, aku “

merupakan perwujudan dari bahasa gaul (slank) yang sering digunakan oleh

remaja masa kini. Selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data


3

percakapan diatas kedua siswa tersebut telah melakukan percampuran kode

menggunakan lebih dari dua bahasa yakni bahasa Spanyol, Slank, dan bahasa

Indonesia.

7. Pn : (a) “ Hei nana, pergi sudah cepat ke masjid apa sudah sholawat. (b)
Terlalu santai sekali kamu ini bajalan macam pengantin “
Dari data di atas, terdapat kata “nana“ dari bahasa bugis yang artinya “ anak-anak

“ , selebihnya menggunakan bahasa indonesia. Jadi dari data tersebut, ditemukan

adanya penggunaan campur kode yakni bahasa Bugis dan bahasa Indonesia.

8. Pn : (a) “ Kakak kenapa switter nya kita beda dengan kakak yang sana. (b)
Dorang warna hijau kakak warna biru ? “
Dari data diatas terdapat kata “ swieter “ merupakan bahasa inggris yang artinya “

jaket “ , selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi dari data diatas

ditemukan adanya campur kode bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

9. Pn : Kakak, kita dikasi tugas ibu buat video


Mt : Mata pelajaran apa ?
Pn : Mata pelajaran bahasa indonesia kak, video cuci tangan
Mt : Jadi sudah selesai ?
Pn : Mana, baru mau dibuat nanti
Dari hasil penelitian ditemukan kata “ video “ dalam bahasa Inggris yang artinya “

penyiaran gambar/ video “ . jadi dari data tersebut telah ditemukan adanya campur

kode menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

10. Pn : Kau kuat sekali ba story


Mt : Jangan kau lihat ya
Pn : Bagaimana masuk terus notifikasi nya
3

Dari hasil penelitian ditemukan kata “ story “ dan “ notifikasi “ dalam bahasa

Inggris yang artinya “ cerita“ dan “ pemberitahuan “ . Jadi dari data tersebut telah

ditemukan adanya campur kode menggunakan bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia.

11. Pn : Saya lihat kau kemarin lewat sama ummi mu


Mt : Oh, mau kerumahnya nenekku itu
Dari hasil penelitian ditemukan kata “ ummi “ dalam bahasa Arab yang artinya “

ibu, mama/ panggilan untuk wanita yang memiliki anak “ . Jadi dari data tersebut

telah ditemukan adanya campur kode menggunakan bahasa Arab dan bahasa

Indonesia.

12. Pn : Ciye, handphone nya kakak baru


Mt : Lama sudah ini dik, Cuma baru kamu lihat
Pn : Tukaran kita kak sama nokia senter
Mt : Janganlah
Dari hasil penelitian ditemukan kata “handphone“ dalam bahasa Inggris yang jika

diartikan secara harfiah “ hand “ adalah tangan dan “ phone “ adalah telepon atau

alat yang digunakan untuk berkomunikasi dari jarak jauh. jadi dari data tersebut

telah ditemukan adanya campur kode menggunakan bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia.

13. Pn : Kakak ukhti, kenapa sudah jarang kita aktif di facebook


Mt : Tidak kenapa dik
Pn : Jangan-jangan tiada kuotanya kakak ukhti
Mt : Tidak pakai kuota dik, karena mode gratis
3

Dari hasil penelitian ditemukan kata “ ukhti “ dalam bahasa Arab yang artinya “

perempuan/ kakak/ saudari perempuan “ . Jadi dari data tersebut telah ditemukan

adanya campur kode menggunakan bahasa Arab dan bahasa Indonesia.

14. Pn : wei kamu orang, kemari sudah


Mt : asal kau bayarkan torang
Pn : iyo, tapi kumpul uang komiu
Dari data hasil penelitian di atas “ komiu” ( kalian ) yang merupakan bahasa

Kaili, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data diatas menunjukkan

adanya peristiwa campur kode yaitu menggunakan bahasa daerah Kaili dan

bahasa Indonesia.

4.1.2.2 Verba

Muslich (2011: 121) mendefinisikan kata kerja (verba) sebagai kata yang

bercirikan: (a) berfungsi sebagai (inti) predikat, (b) bermakna dasar, perbuatan,

proses dan keadaan yang bukan sifat, dan (c) verba yang bermakna keadaan tidak

bisa di prefiks {ter-} „paling‟. Dari hasil penelitian, ditemukan tuturan yang

merupakan campur kode pada kata kerja yang disajikan sebagai berikut.

15. Pn : Ayo mandre


Mt : Apa itu mandre
Pn : Makan, la bodoh
Dari data yang ditemukan oleh peneliti diatas terdapat kata “ mandre “ dalam

bahasa Bugis yang berarti “ makan “. Selanjutnya bahasa yang lain merupakan

bahasa Indonesia. Jadi siswa tersebut telah melakukan percampuran kode yaitu

bahasa Bugis dan bahasa Indonesia.

16. Pn : “ (a) ai, tidak saya teman lagi kau (b) saya bombe kau “
3

Dari data di atas terdapat kata “ bombe “ yang berarti “ bermusuhan” dalam

bahasa Bugis, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi dari hasil

penelitian data tersebut telah terjadi percampuran kode menggunakan bahasa

Bugis dan bahasa Indonesia.

17. Pn : “(a) kau Sapna tidak bisa dapat lihat hape langsung ba foto terus (b) full
nanti penyimpanannya kakak itu “

Dari hasil penelitian ditemukan kata “ full “ dalam bahasa Inggris yang artinya “

penuh “. Jadi dari data tersebut telah ditemukan adanya campur kode

menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

18. Pn : Saipul, pinjam polpen


Mt : Mau kau apa
Pn : Tulis tugaskue, saya pinjam e
Mt : Alani, tapi jangan kau kasi hilang
Pn : Asyiap, saya lihat punyamu juga
Mt : tapi simpan ulang dimejanya ibu nanti
Pemaparan data diatas terdapat kata “ alani “ yang merupakan salah-satu bahasa

daerah yaitu bahasa Bugis yang artinya “ ambil, mengambil ”, sementara bahasa

yang lain merupakan bahasa Indonesia. Jadi pada kutipan data diatas terdapat

peristiwa campur kode yaitu percampuran dua bahasa yaitu bahasa daerah Bugis

dan bahasa Indonesia.

19. Pn : Kakak accept dulu permintaan pertemananku


Mt :Apa nama akunmu dik
Pn : Dya Ayu, kak
Mt : iya, tunggue
Dari hasil penelitian ditemukan kata “ accept “ dalam bahasa Inggris yang artinya

“ terima “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia dengan beberapa tambahan


4

aksen daerah. jadi dari data tersebut telah ditemukan adanya campur kode

menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

20. Pn : “ Add dulu facebook ku le, apa yang kemarin ta blokir “


Dari hasil penelitian ditemukan kata “ add “ dalam bahasa Inggris yang artinya “

tambahkan / menambahkan “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia dengan

beberapa tambahan aksen daerah. jadi dari data tersebut telah ditemukan adanya

campur kode menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

21. Pn : Kakak mau masuk di grupnya torang ?


Mt : Grup apa dik ?
Pn : Grup kelas D kak, saya invit kakak tapi terima di kak
Mt : Iya
Dari hasil penelitian ditemukan kata “ invit “ dalam bahasa Inggris yang artinya “

ajak/ mengajak “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia dengan beberapa

tambahan aksen daerah. jadi dari data tersebut telah ditemukan adanya campur

kode menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

22. Pn : Kakak save nomor ku


Mt : Iya, siapa namamu ?
Pn : Muhammad Isra, kak
Dari hasil penelitian ditemukan kata “ save “ dalam bahasa Inggris yang artinya “

simpan “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. jadi dari data tersebut telah

ditemukan adanya campur kode menggunakan bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia.

23. Pn : Kakak itu Reski susah sekali diatur


Mt : Kenapa dia kah ?
Pn : (a) Kita lihat saja kak ndak bisa dia diam ditempatnya (b) Lama-lama
saya tette kepalanya itu kak
Mt : Nanti saya yang tegur dia
4

Data diatas terdapat kata “tette“ yang merupakan salah-satu bahasa daerah yaitu

bahasa Bugis yang artinya “ pukul/ memukul ”, sementara bahasa yang lain

merupakan bahasa Indonesia. Jadi pada kutipan data diatas terdapat peristiwa

campur kode yaitu percampuran dua bahasa yaitu bahasa daerah Bugis dan bahasa

Indonesia.

24. Pn : “ (a) Jengkel sekali saya rasa le (b) Itu ibu kuat sekali ba noko-noko
masuk dikelas (c) Baru tidak kita tau juga apa salahnya kita “
Data diatas terdapat kata “ noko-noko “ yang merupakan salah-satu bahasa daerah

yaitu bahasa Bugis yang artinya “mengomel/ omelan, ocehan ”, sementara bahasa

yang lain merupakan bahasa Indonesia dengan tambahan aksen bahasa daerah.

Jadi pada kutipan data diatas terdapat peristiwa campur kode yaitu percampuran

dua bahasa yaitu bahasa daerah Bugis dan bahasa Indonesia.

4.1.2.3 Adjektiva

Kata sifat (adjektiva) diartikan sebagai kata yang dipakai untuk

menyatakan sifat atau keadaan orang, benda dan binatang. Adapun ciri-cirinya

yaitu: 1). Bisa diberikan keterangan perbandingan lebih, kurang dan paling, 2).

Dapat diberi keterangan penguat sangat, sekali, benar, terlalu, dan 3). Dapat

diingkari dengan kata tidak. Dari hasil penelitian, ditemukan tuturan yang

merupakan campur kode pada kata sifat.

25. Pn : “ Mapesse, wei minta dulu air es mu “


Pemaparan data diatas terdapat kata “ mapesse “ yang merupakan salah-satu

bahasa daerah yaitu bahasa Bugis yang artinya “ pedis/pedas”, sementara bahasa

yang lain merupakan bahasa Indonesia. Jadi pada kutipan data diatas terdapat
4

peristiwa campur kode yaitu percampuran dua bahasa yaitu bahasa daerah Bugis

dan bahasa Indonesia.

26. Pn : Belikan dulu saya, iya


Mt : Beli sendiri
Pn : Paipulu, le
Dari data hasil penelitian di atas terdapat kata “ paipulu “yang artinya “ pelit “

dan merupakan bahasa Kaili, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi

data di atas menunjukkan adanya peristiwa campur kode yaitu menggunakan

bahasa daerah Kaili dan bahasa Indonesia.

27. Pn : “(a) Kakak, kemarin torang ulangan bahasa indonesia (b) Kakak tau, biar
satu orang tiada yang lulus apa soalnya itu na soe tiada dibuku LKS “

Dari data hasil penelitian diatas terdapat kata “ soe “yang artinya “ susah, pelik “

dan merupakan bahasa Kaili, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi

data diatas menunjukkan adanya peristiwa campur kode yaitu menggunakan

bahasa daerah Kaili dan bahasa Indonesia.

28. Pn : “ (a) Jangan masuk pakai sepatu, apa habis dipel itu lantai (b) Heh laki-
laki macarepa sepatumu itu.

data diatas terdapat kata “ macarepa “ yang merupakan salah-satu bahasa daerah

yaitu bahasa Bugis yang artinya “ kotor ”, sementara bahasa yang lain merupakan

bahasa Indonesia dengan tambahan aksen bahasa daerah. Jadi pada kutipan data

diatas terdapat peristiwa campur kode yaitu percampuran dua bahasa yaitu bahasa

daerah Bugis dan bahasa Indonesia.


4

29. Pn : “ (a) Wei laki-laki susah sekali diatur, nambongo semua eh (b) Coba
badiam dulu apa kakak mau bicara itu “

Dari data hasil penelitian diatas terdapat kata “ nambongo “yang artinya “ tuli/

tidak mendengar “ dan merupakan bahasa Kaili, selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia. Jadi data diatas menunjukkan adanya peristiwa campur kode yaitu

menggunakan bahasa daerah Kaili dan bahasa Indonesia.

30. Pn : Hamma banyak sekali sausnya itu la dongo


Mt : Mie ku juga
Pn : Dongo-dongo sekali ko

Dari data hasil penelitian diatas terdapat kata “ hama “ yang hanya berupa sisipan

yang tidak memiliki arti tapi merujuk pada nada suara seseorang penutur.

Kemudian kata “ dongo “ dalam bahasa Bugis artinya “ bodoh/ dungu “ dan “ ko

“ yang artinya “ kamu “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi dari data

diatas telah ditemukan adanya campur kode antara bahasa Bugis dan bahasa

Indonesia.

31. Pn : “ Jangan kau percaya dia itu kalau bicara banyak sekali bote nya itu “

Dari data hasil penelitian diatas terdapat kata “ bote “yang artinya “ bohong/ dusta

“ dan merupakan bahasa Banjar (Balikpapan) , selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia. Jadi data diatas menunjukkan adanya peristiwa campur kode yaitu

menggunakan bahasa daerah Banjar dan bahasa Indonesia.

32. Pn : Kau tau, waktunya kamu sudah pulang kemarin itu, bapak ke kelas ba
marah-marah apa banyak laporan bolos.
4

Mt : Mana ada, na mango juga kau bicara


Pn : Betul ini
Mt : Beh mango kau, mango
Dari data hasil penelitian diatas terdapat kata “ mango “yang artinya “ melebih-

lebihkan “ dan merupakan bahasa Kaili, selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia. Jadi data diatas menunjukkan adanya peristiwa campur kode yaitu

menggunakan bahasa daerah Kaili dan bahasa Indonesia.

33. Pn : Makan binte di warungnya tante sana kita, narasa le pe enak


Mt : Mari jo, tapi saya lihat dulu uangku
Dari data hasil penelitian diatas terdapat kata “ narasa “ artinya “ enak “ kedua

kata diatas merupakan bahasa Kaili, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia.

Jadi data diatas menunjukkan adanya peristiwa campur kode yaitu menggunakan

bahasa daerah Kaili dan bahasa Indonesia.

34. Pn : Mau ikut ke kantin kau kah ?


Mt : Wait, saya tulis dulu ini tinggal sedikit
Pn : Iyo, cepat mi
Dari data hasil penelitian ditemukan kata “ wait “ bahasa Inggris dan artinya “

tunggu “ dan “ iyo “ yang merupakan bahasa daerah Bugis dan Kaili yang

artinya “ iya “ selebihnya menggunakan bahasa indonesia. Jadi data diatas

menunjukkan adanya campur kode bahasa Inggris, bahasa daerah Kaili dan

Bugis, serta bahasa Indonesia.

35. Pn : Nagaya gambar batikmu, farah


Mt : Saya lihat di internet ini?
Pn : Bagus le
Mt : Makasih
4

Dari penelitian ditemukan kata “ nagaya “ yang merupakan bahasa Kaili yang

artinya “ cantik “ selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi dari data diatas

ditemukan adanya campur kode bahasa Kaili kedalam bahasa Indonesia.

36. Pn : Ai tidak mau saya ke sana le


Mt : Kenapa
Pn : Masiri ka saya, terlalu banyak orang
Mt : Te kenapa juga, tidak juga langsung diambil orang kau
Dari penelitian yang dilakukan peneliti ditemukan kata “ masiri “ bahasa Bugis

artinya “ malu “, selanjutnya ada sisipan kata berupa “ le dan ka “ yang

merupakan sisipan dari bahasa Kaili dan Bugis, selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia. Jadi data diatas mengandung unsur campur kode bahasa Bugis, Kaili,

dan bahasa Indonesia.

37. Pn : “ (a) Duta, itu kau jomblo sampai sekarang apa maja’ tappamu (b) Baru
kuat sekali ba ganggu Rani, ai dia suka Rani ini la Duta e “
Dari penelitian yang dilakukan ditemukan kata “ maja tappamu “ artinya “ jahat/

jelek muka mu “ dalam bahasa Bugis, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia

dan beberapa kata sisipan bahasa daerah yang tidak memiliki arti. Jadi data diatas

telah terjadi campur kode dari bahasa Bugis ke dalam bahasa Indonesia.

38. Pn : Fira le, apa ko makan


Mt : Makan nasi lah, tidak makan ko pale
Pn : Ndak, messo ka
Dari hasil penelitian ditemukan kata “ ko “ bahasa Bugis yang artinya “ kamu “

dan messo ka “ berarti “ kenyang saya “. Selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia beserta unsur bahasa daerah sisipan. Jadi dari data tersebutditemukan

adanya penggunaan campur kode dalam bahasa Indonesia dan bahasa Bugis.
4

39. Pn : Sudah kau lihat kakaknya saiful


Mt : Oh itu yang canti’e kayak orang arab itu toh
Pn : Iye, itu yang ba antar saiful tadi pagi
Mt : Iyo, itu juga yang saya bilang
Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, terdapat kata “ canti “ bahasa Bugis

yang artinya “ cantik “, kemudian kata “ iyo dan iye “ yang artinya “ iya “ namun

yang membedakan adalah tingkat kesopanannya. “ iye “ cenderung lebih sopan

dibandingkan “ iyo “. Selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi dari data

diatas ditemukan adanya campur kode menggunakan bahasa daerah Bugis

kedalam bahasa Indonesia.

40. Pn : Kenapa kau kah Widi


Mt : Asrul, dia lempar saya
Pn : Oh kau Asrul maja’ sipa sekali. Kau hanya berani dengan cewek
Dari penelitian yang dilakukan peneliti tedapat kata “ maja‟sipa “ dari bahasa

Bugis yang artinya “ jahat sifat “ atau mengungkapkan sikap temannya yang

kurang baik. Selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data tersebut

ditemukan adanya penggunaan campur kode berupa bahasa Bugis kedalam bahasa

Indonesia.

41. Pn : Napoi kau le


Mt : Kau yang napoi itu
Pn : Tidak mandi kau ini ke sekolah
Mt : Biasanya yang ba bilang itu
Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat kata “ napoi “ dari bahasa Kaili

yang artinya “ asam “, namun lebih mengarah ke indera penciuman. Selebihnya

menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data tersebut ditemukan adanya penggunaan

campur kode berupa bahasa Kaili kedalam bahasa Indonesia.


4

42. Pn : Sudah tugasmu, Falan ?


Mt : Tugas apa ya
Pn : Buat pantun sama syair
Mt : Astagfirullah saya lupa, kapan dikumpul ?
Pn : Ai, kerja cepat apa mau dikumpul sama sekretaris itu
Dari hasil penelitian ditemukan kata “astagfirullah“ dalam bahasa Arab yang

berwujud dalam tindakan memohon pengampunan kepada sang pencipta. jadi dari

data tersebut telah ditemukan adanya campur kode menggunakan bahasa Arab dan

bahasa Indonesia.

43. Pn : “ (a) Kau ini maleme sekali (b) Saya kasi tinggal kau itu “

Pemaparan data diatas terdapat kata “ maleme “ yang merupakan salah-satu

bahasa daerah yaitu bahasa Bugis yang artinya “ lambat ”, sementara bahasa yang

lain merupakan bahasa indonesia. Jadi pada kutipan data diatas terdapat peristiwa

campur kode yaitu percampuran dua bahasa yaitu bahasa daerah Bugis dan bahasa

Indonesia.

44. Pn : Kakak-kakak PPL tahun kemarin itu beleng


Mt : Kenapa tidak pernah saya lihat
Pn : Memang apa tidak mengajar dikelasmu dia
Dari data hasil penelitian ditemukan kata “ beleng “ berasal dari bahasa daerah

yaitu bahasa Bugis yang artinya “ bodoh “ , selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia. Jadi dari data ini telah ditemukan adanya campur kode yaitu bahasa

Bugis dan bahasa Indonesia.

4.1.2.4 Adverbial

Adverbia ( kata keterangan) merupakan kata yang berfungsi untuk

menerangkan kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), atau kata keterangan
4

lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti ditemukan beberapa

peristiwa campur kode dalam bentuk adverbial adalah sebagai berikut.

45. Pn : Kapan mau dikerja itu tugas pale, apa ibu sudah minta
Mt : Baja, kalau ndak ada halangan
Pn : Jangan besok-besok terus ndak mau selesai nanti itu
Mt : Iyo-iyo
Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat kata “ baja “ dari bahasa Bugis

yang artinya “ besok “ kemudian beberapa kata-kata sisipan yang tidak memiliki

hasil. Selebihnya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi data tersebut ditemukan

adanya penggunaan campur kode berupa bahasa Bugis kedalam bahasa Indonesia.

46. Pn : Saya tunggue, awas kau ndak ada


Mt : Iyo, tenammo saja
Pn : Aja gammang Cuma kau bohongi ka
Mt : Iye, hama
Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat kata “ ajagammang “, iyo dan iye

“, dan “ ka “ dari bahasa Bugis yang artinya “ jangan “, “ iya “, dan “ saya/ aku “

kemudian beberapa kata-kata sisipan yang tidak memiliki arti. Selanjutnya kata “

tenammo “ adalah kata yang diambil dari bahasa Indonesia sendiri yaitu “ tenang

“ tapi diikutkan kedalam aksen bahasa Bugis. Selebihnya menggunakan bahasa

Indonesia. Jadi data tersebut ditemukan adanya penggunaan campur kode berupa

bahasa Bugis kedalam bahasa Indonesia.


4

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian yang disajikan sebelumnya, ditemukan campur kode

yang digunakan oleh siswa saat melakukan komunikasi secara lisan di SMP

Negeri 3 Palu. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan dapat diklasifikasikan

ke dalam jenis campur kode yang digunakan yaitu campur kode ke dalam (inner

code mixing), campur kode ke luar (outer code mixing), dan campur kode

campuran (hybrid code mixing). Kemudian campur kode berdasarkan wujudnya

berupa kata yang terdiri dari nomina, verba, adjectiva dan adverbia.

4.2.1 Jenis-jenis Campur Kode

Ada tiga jenis campur yang dikemukakan oleh Jendra (dalam Nugroho:

2011). Ketiga jenis campur kode menurutnya tersebut antara lain adalah sebagai

berikut:

4.2.1.1 Inner Code Mixing

Campur kode yang dimaksud adalah campur kode yang menggunakan

elemen-elemen dari bahasa asli atau bahasa asal dalam peristiwa campur kodenya

yang masih terdapat hubungan dengan bahasa yang dicampur. Misalnya, beberapa

elemen yang masih berhubungan di dalam campur kode bahasa Indonesia, seperti

bahasa jawa, bahasa bali, bahasa Sunda dan lain sebagainya terdapat pada data (1)

4.2.1.2 Outer Code Mixing

Jenis campur kode yang dimaksud merupakan campur kode yang

menggunakan elemen-elemen dari bahasa asing dalam peristiwa campur kodenya.

Misalnya seorang penutur berbahasa Indonesia yang dalam komunikasinya


5

menyisipkan elemen dari bahasa Prancis, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan lain

sebagainya. Maka, penutur tersebut telah melakukan outer code mixing, terdapat

pada data ke (2)

4.2.1.3 Hybrid Code Mixing

Jenis campur kode yang dimaksud dapat menerima elemen apapun dalam

peristiwa campur kodenya, baik elemen bahasa asal ataupun elemen bahasa asing

dalam kalimat atau klausanya, terdapat pada data ke (3)

4.2.2 Campur Kode berdasarkan wujudnya

Wujud campur kode menurut Chaer (2010:116-117) adalah berupa kata

dasar, frase, serta klausa yang semuannya merupakan unsur yang terdapat dalam

analisis sintaksis, yaitu analisis tentang hubungan antara tanda-tanda linguistik

dengan hal-hal yang ditandainya atau analisis tentang makna atau arti dalam

bahasa. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat tambahan yang berupa

imbuhan (afiks) yang termasuk jenis morfem bebas. Menurut Alwi, dkk

(2003:36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama; (1) verba

atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, (4)

adverbia atau kata keterangan.

Berdasarkan wujud campur kode yang dikemukakan oleh Chaer tesebut

maka peneliti lebih terfokus pada wujud campur kode berupa kata yang terdiri

dari nomina, verba, adjectiva dan adverbia.


5

4.2.2.1 Kata

Kata merupakan satuan bahasa terkecil yang mengandung arti dan dapat

berdiri sendiri. Kata sering diungkapkan dalam bertutur. Setiap mengandung

konsep makna dan mempunyai peran di dalam pelaksanaan bahasa. Berdasarkan

hasil penelitian, peneliti menemukan wujud campur kode pada kata yaitu kata

benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), dan kata keterangan

(adverbia).

1. Kata Benda (Nomina)

Kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan,

dan benda. Dalam kalimat kata benda cenderung menduduki fungsi subjek atau

pelengkap. Kata benda dapat diikuti oleh kata sifat dengan menggunakan kata

penghubung “yang”. Kata benda juga dapat menduduki fungsi objek dan yang

dinegatifkan dengan kata “bukan”. Terdapat pada data (4), (5) sampai data (14)

2. Kata Kerja (Verba)

Kata kerja (verba) adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan,

keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini

umumnya menjadi predikat dalam suatu frase atau kalimat. Kata kerja (verba)

terdapat pada data (15) sampai (24).

3. Kata Sifat (Adjektiva)

Kata sifat (adjektiva) dapat diartikan sebagai kata yang dipakai untuk

menyatakan sifat atau keadaan orang, benda, dan binatang. Ciri-cirinya dikenali

sebagai berikut : (1) bisa diberikan keterangan pembanding, lebih,kurang, dan


5

paling (2) dapat diberi keterangan penguat, sangat, sekali, benar, terlalu, dan (3)

dapat diingkari dengan kata tidak. Tuturan yang mengandung adjektiva terdapat

pada data (25)- (44).

4. Kata Katerangan (Adverbia)

Kata keterangan (adverbia) merupakan kelas kata yang memberikan

keterangan pada kata sifat (adjektiva) dan kata kerja (verba), yang bukan kata

benda (nomina). Kata keterangan (adverbia) dalam bahasa Indonesia

diklasifikasikan dengan mempertimbangkan bentuk, sintaksis, dan makna.

Tuturan yang mengandung adverbia terdapat pada data (45) dan (46).
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat

diambil kesimpulan, bahwa campur kode terbagi atas beberapa jenis yaitu campur

kode kedalam (inner code mixing), campur kode keluar (outer code mixing) dan

campur kode campuran (hybrid code mixing). Adapun wujud campur kode berupa

kata yang terdiri dari nomina, verba, adjectiva dan adverbial. Sementara campur

kode yang dilakukan oleh siswa SMP negeri 3 Palu terdiri atas beberapa ragam

bahasa baik penggunaan bahasa Inggris, Arab dan Spanyol ( hola ) juga bahasa

daerah seperti bahasa Bugis, Kaili, dan Bahasa Sunda.

5.2 Saran

Hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti sadar bahwa masih banyak

kekurangan yang terdapat didalam tulisan tersebut sehingga diharapkan kepada

para pembaca untuk memberikan masukkan dan saran agar kedepannya bisa lebih

baik lagi.

53
DAFTAR PUSTAKA

Adnyani, Ni Made. 2013. “Campur Kode dalam Bahasa Indonesia Lisan Siswa
Kelas VII SMP N 8 Denpasar”. Jurnal Kebahasaan dan Sastra Indonesia.
2(tahun 2013) : tanpa halaman.
Adil, Moh. 2018. “ Campur Kode Bahasa Dampelas dalam Percakapan Bahasa
Indonesia dikalangan masyarakat Desa Talaga Kecamatan Dampelas
Kabupaten Donggala “ Jurnal Bahasa dan Sastra. 3(3) : tanpa halaman.
Alamsyah, Fajar. 2015. Campur Kode dalam Transaksi jual beli pakaian di Toko
Banua Jersey Soccer di kota Palu [skripsi]. Palu (ID) : Universitas Tadulako
Palu.
Alwi dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.

Anderson dan Brice: 1999. “Code Mixing in a Young Bilingual Child” [artikel]
Aprilia, Isna. 2018. Campur Kode dalam Transaksi Jual Beli di pasar Tradisional
Maranatha. Kecamatan Dolo, Kabupaten sigi [skripsi]. Palu (ID): Universitas
Tadulako palu.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta:Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Febriani, Wiwi. 2014. Campur Kode dikalangan siswa SMA AlKHAIRAT


Bungintimbe Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah
[skripsi]. Palu (ID): Universitas Tadulako Palu.
Ferawati. 2018. Campur Kode pada Acara “ Rumah Uya” di Trans 7 [skripsi].
Palu (ID): Universitas Tadulako Palu
Munandar, A. 2018. Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi masyarakat
Terminal Mallengkeri kota Makassar [Internet]. [diunduh 2019 november 04]
di http//artikel_2.pdf

Muslich, Masnur. (2011). Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.

Nelvia, Susmita. 2015. “ Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci “. Jurnal Kebahasaan dan Sastra
Indonesia. 17(2) : 87-98

54
55

Nugroho, A. 2011. Alih Kode dan Campur Kode pada komunikasi Guru-Siswa di
SMA Negeri 1 Wonosari Klaten [skripsi]. Yokyakarta (ID): Institut Negeri
Yokyakarta.
Rokhman, Fatur. 2013. Sosiolinguistik suatu Pendekatan Pembelajaran Bahasa
dalam Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suandi, Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sudiyana, Nyoman, dkk. 2016. Alih Kode dan Campur Kode Guru dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII SMP Negeri 4 Kubutambahan.
Jurnal JPBSI. 4(2): tanpa halaman.
Sugiono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Supriyadi. 2014. Sintaksis Bahasa Indonesia. Munaris. Gorontalo: UNG Press


Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik ( teori dan problema ). Surakarta :
Henary Offset.
Ucok, P. 2017. Campur Kode Percakapan siswa SMP Negeri 9 Palu pada situasi
tidak formal [skripsi]. Palu (ID) : Universitas Tadulako Palu.
.
5

LAMPIRAN
5

Lampiran
A. Klasifisikasi data

1. Berdasarkan jenisnya

a. Inner code mixing 1. Pn : Kau ndak makan?


Mt : Sakit perutku
Pn : Makan saja sedikit

2. Pn : Masuk kemari dik


Mt : Iye, ndak usah disini saja kak

3. Pn : Chian, ambilkan dulu tasku


Mt : ndak ah, ambil sendiri sama-
sama punya tangan

b. Outer code mixing 1. Pn : Kakak jo yang mengajar disini


Mt : Belum bisa dik
Pn : kalau kakak penarikan tiada
lagi yang ajar saya kak,
pokoknya tidak bisa move on
saya

2. Pn : Hola
Mt : Bahasa alien lagi dia
Pn : Kau saja tidak tau itu
Mt : Mana, saya tau

3. Pn : Kakak pinjam dulu hpnya kakak


Mt : Jangan kasi kak ba foto lagi dia
itu
Pn : Kenapa kau ya?
Mt :Jangan kak nanti full memorinya
kakak

4. Pn : kakak mau masuk di grupnya


torang ?
5

Mt : grup apa dik ?


Pn : grup kelas D kak, saya invit
kakak tapi terima di kak
Mt : iya

5. (a) “ kakak kenapa switter nya kita


beda dengan kakak yang sana. (b)
dorang warna hijau kakak warna
biru ? “

6. Pn : kakak, kita dikasi tugas ibu buat


video
Mt : mata pelajaran apa ?
Pn: mata pelajaran bahasa indonesia
kak, video cuci tangan
Mt : jadi sudah selesai ?
Pn : mana, baru mau dibuat nanti

7. Pn : kau kuat sekali ba story


Mt : jangan kau lihat ya
Pn :bagaimana masuk terus notifikasi
nya

8. Pn : kakak ukhti, kenapa sudah


jarang kita aktif di facebook
Mt: tidak kenapa dik
Pn : jangan-jangan tiada kuotanya
kakak ukhti
Mt : tidak pakai kuota dik, karena
mode gratis

9. Pn : kakak accept dulu permintaan


pertemananku
Mt : apa nama akunmu
Pn : Dya Ayu, kak
Mt : iya, tunggue

10. “ add dulu facebook ku le, apa yang


kemarin ta blokir “
5

11. Pn : kakak save nomor ku


Mt : iya, siapa namamu ?
Pn : Muhammad Isra, kak

12. Pn : (a) assalamualaikum toaka (b)


tabe le kakak saya mau
bertanya ini
Mt : iye waalaikumsalam, apa lagi
Widi
Pn : besok pakai baju gamis atau
baju olahraga
Mt : pakai baju gamis dulu pas
pengajian, nanti baru baganti
baju
Pn : oh, okey kakak

13. Pn : Sorry Fara, saya tidak lihat


Mt : iya, ndak apa
Pn : iya dan, duluan saya ee

14. “ kenapa otakku kayak travelling ba


dengar pembahasannya kamu
orang ini “

15. Pn : saya lihat kau kemarin lewat


sama ummi mu
Mt : oh, mau kerumahnya nenekku
itu

16. Pn : sudah tugasmu, Falan ?


Mt : tugas apa ya ?
Pn : buat pantun sama syair
Mt : astagfirullah saya lupa, kapan
dikumpul ?
Pn : ai, kerja cepat apa mau
dikumpul sama sekretaris itu
5

17. Pn : ciye, handphone nya kakak


baru
Mt : lama sudah ini dik, Cuma baru
kamu lihat
Pn : tukaran kita kak sama nokia
senter
Mt : janganlah

18. “(a) kau Sapna tidak bisa dapat lihat


hape langsung ba foto terus (b) full
nanti penyimpanannya kakak itu “

19. Pn : kakak save nomor ku


Mt : iya, siapa namamu ?
Pn : Muhammad Isra, kak

20. Pn : mau ikut ke kantin kau kah ?


Mt : wait, saya tulis dulu ini tinggal
sedikit
Pn : iyo, cepat mi

c. Hybrid code mixing 1. Pn : kakak bisa kami ke kosnya


kakak kapan-kapan ?
Mt : iya bisa, tapi mau apa dulu ?
Pn : traveling ya, tapi Cuma torang
kelas D
Mt : oh, saya kira mau belajar

Mt (1) : jangan mau kakak, dorang

hanya ba ribut itu

Pn : kenapa kau yang endo, Cika

2. Pn : kamu belajar, mau masuk ibu


nanti
Mt : kenapa kah, tiada juga ulangan
6

kok

Pn : ibu mau tanya-tanya kita nanti

itu

Mt : beh, easy guys jawab-jawab saja

3. Pn : (a) jangan dulu pacaran wei,

kasi selesai dulu study nya

kamu (b) masih kecil so puber

Mt : persis yang ba bilang ndak ada

pacarnya

Pn : mana ada pacarku ranga, kita

jomblo happy

2. Berdasarkan Bentuknya

a. Kata

 Nomina 1. Pn : banyak doi nya, traktir dulu


Mt : bukan uangku
Pm : bohongmu
Mt : tanya saja Vimel

2. Pn : Jadi dan tidak ada


pengulangan? Mt : Tidak, tapi ta
tambah nilai
Pn : Memang, apa nilai
tugas Mt : Iye itu sudah
6

3. (a) “ hei nana, pergi sudah cepat ke


masjid apa sudah sholawat. (b) Terlalu
santai sekali kamu ini bajalan macam
pengantin “

4. Pn : Tabe
kak Mt : Iye
Pn : Kakak, saya kangen le

Ee kamu orang Ibu Damaris mau


maso Mt : Ndak maso Ibu
Pn : Ada tugas
Mt : Biar jo

: kakak-kakak PPL tahun kemarin itu


beleng
Mt : kenapa tidak pernah saya lihat
Pn : memang apa tidak mengajar
dikelasmu dia

 Verba 1. Pn : ayo mandre


Mt : apa itu mandre
Pn : makan, la bodoh

2. Pn : wei kamu orang, kamaimo sudah

Mt : asal kau bayarkan torang

Pn : iyo, tapi kumpul uang komiu

3. “ (a) ai, tidak saya teman lagi kau (b)


saya bombe kau “

4. Pn : Saipul, pinjam polpen


Mt : mau kau apa
Pn : tulis tugaskue, saya pinjam e
6

Mt : alani, tapi jangan kau kasi hilang


Pn : asyiap, saya lihat punyamu juga
tapi simpan ulang dimejanya ibu nanti

5. “ (a) kau ini maleme sekali (b) saya


kasi tinggal kau itu “

6. Pn : kakak itu Reski susah sekali


diatur
Mt : kenapa dia kah ?
Pn : (a) kita lihat saja kak ndak bisa
dia diam ditempatnya (b)
lama-lama saya tette
kepalanya itu kak
Mt : nanti saya yang tegur dia

7. “ (a) jengkel sekali saya rasa le (b) itu


ibu kuat sekali ba noko-noko masuk
dikelas (c) Baru tidak kita tau juga apa
salahnya kita “

 Adjektiva 1. “ mapesse, wei minta dulu air es mu “

2. Pn : belikan dulu saya, iya


Mt : beli sendiri

Pn : paipulu, le

3. Pn : Om saya bakso bukan sosis


Mt : Belikan dulu bos
Pn : Ai teada uangku so abis
Mt : Ai nadua le

4. Pn : Sa tampeleng kau
Mt : Sabar hamma
Pn : Hamma banyak sausnya la
dongo
Mt : Dongo-dongo tonji
6

5. “(a) kakak, kemarin torang ulangan


bahasa indonesia (b) Kakak tau, biar satu
orang tiada yang lulus apa soalnya itu na
soe tiada dibuku LKS “

6. “ (a) jangan masuk pakai sepatu, apa


habis dipel itu lantai (b) Heh laki-laki
macarepa sepatumu itu.

7. Pn : Hamma Cika, manganga. Maso


lalat
Mt : Pedis
Pn : Mana pedis, coba ko pake kecap
Mt : Temau eh

8. “ (a) wei laki-laki susah sekali diatur,


nambongo semua eh (b) Coba badiam
dulu apa kakak mau bicara itu “

: hama banyak sekali sausnya itu la dongo

Mt : mie ku juga

Pn : dongo-dongo sekali ko

10. “ jangan kau percaya dia itu kalau


bicara banyak sekali bote nya itu “

11. Pn : kau tau, waktunya kamu sudah


pulang kemarin itu, bapak ke
kelas ba marah-marah apa
banyak laporan bolos.

Mt : mana ada, na mango juga kau


bicara
Pn : betul ini

Mt : beh mango kau, mango


6

12. Pn : makan binte di warungnya tante


sana kita, narasa le pe enak
Mt : mari jo, tapi saya lihat dulu
uangku

13. Pn : nagaya gambar batikmu, farah


Mt : saya lihat di internet ini?
Pn : bagus le
Mt : makasih

14. Pn : ai ndak mau saya ke sana le


Mt : kenapa
Pn : masiri ka saya, terlalu banyak
orang
Mt : te kenapa juga, tidak juga
langsung diambil orang kau

15. “ (a) Duta, itu kau jomblo sampai


sekarang apa maja’ tappamu (b) Baru
kuat sekali ba ganggu Rani, ai dia suka
Rani ini la Duta e “

16. Pn : Fira le, apa ko makan


Mt : makan nasi lah, ndak makan ko
pale
Pn : ndak, messo ka

17. Pn : sudah kau lihat kakaknya saiful


Mt : oh itu yang canti’e kayak orang
arab itu toh
Pn : iye, itu yang ba antar saiful tadi
pagi
Mt : iyo, itu juga yang saya bilang

18. Pn : kenapa kau kah Widi


Mt : Asrul, dia lempar saya
Pn :oh kau Asrul maja’ sipa sekali.
Kau hanya berani dengan
cewek
6

19. Pn : na poi kau le


Mt : kau yang napoi itu
Pn : tidak mandi kau ini ke
sekolah
Mt : biasanya yang ba bilang itu

 Adverbia 1. Pn : kapan mau dikerja itu tugas pale,


apa ibu sudah minta
Mt : baja, kalau ndak ada halangan
Pn : jangan besok-besok terus ndak
mau selesai nanti itu
Mt : iyo-iyo

2. Pn : saya tunggue, awas kau ndak ada


Mt : iyo, tenammo saja
Pn : aja gammang Cuma kau
bohongi ka
Mt : iye, hama
6

Lampiran Gambar
6
6
6
7
7
7
7

BIODATA PENULIS

UMUM

Nama : Rahmawati

Tempat dan Tanggal Lahir : Kessing, 29 Juli 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Orang Tua

a. Ayah : Syarifuddin
b. Ibu : Masati

Agama : Islam

Alamat : Jl. Boyapapitu

PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Siboang

SMP : SMP Negeri 1 Sojol

SMA : SMA Negeri 1 sojol

PT : UNIVERSITAS TADULAKO

Anda mungkin juga menyukai