Anda di halaman 1dari 115

KATA SAPAAN BAHASA BUGIS DIALEK WAJO

SKRIPSI

Oleh

SARIPA KUMALA
A11118069

Untuk memenuhi suatu syarat ujian guna memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan pendidikan
Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
GREETINGS IN THE BUGIS DIALECT OF WAJO

SARIPA KUMALA

SKRIPSI

Submitted as a partial fulfillment of the requirements for the degree of Sarjana


Pendidikan at Indonesian Language Education Study Program Language and Art
Education Department
Teacher Training and Education Faculty Tadulako University

INDONESIAN LANGUAGE EDUCATION STUDY PROGRAM LANGUAGE


AND ART EDUCATION DEPARTMENT TEACHER TRAINING AND
EDUCATION FACULTY TADULAKO UNIVERSITY
2022
i
ii
ABSTRAK

Saripa Kumala. 2022. Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo. Skripsi Program
Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako. Pembimbing Drs. Idris Patekkai., M.Hum.

Abstrak: Fokus permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimana bentuk dan makna
kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendesksripsikan agar mengetahui bentuk dan makna kata sapaan bahasa Bugis dialek
Wajo. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Adapun sumber data untuk kepentingan analisis data digunakan data kata sapaan dalam
bahasa Bugis dialek Wajo yang diperoleh melalui proses penyimakan dengan
menggunakan teknik observasi atau pengamatan, teknik rekam. Hasil dari penelitian
ini memperoleh delapan bentuk sapaan ialah, (1) bentuk sapaan terhadap kata
ganti/pronomina, (2) bentuk sapaan nama diri, (3) bentuk sapaan kekerabatan, (4)
bentuk sapaan berdasarkan perkawinan, (5) bentuk sapaan kedudukan dalam
masyarakat, (6) bentuk sapaan julukan, (7) bentuk sapaan keagamaan, (8) bentuk
sapaan dieksis. Adapun makna sapaan pada bahasa Bugis dialek Wajo meliputi delapan
makna yaitu, (1) makna sapaan kata ganti/pronomina, (2) makna sapaan nama diri, (3)
makna sapaan berdasarkan hubungan kekerabatan, (a) makna sapaan keturunan atau
sedarah (b) makna sapaan teman sebaya, (4) makna sapaaan berdasarkan perkawinan,
(5) makna sapaan berdasarkan kedudukan masyarakat, (6) makna sapaan julukan, (7)
makna sapaan keagamaan, (8) makna sapaan dieksis.

Kata kunci: kata sapaan, dialek .

iii
ABSTRACT

Saripa Kumala. 2022. Greetings In the Bugis Dialect of Wajo. Thesis of Indonesian
Language and Literature Study Program, Department of Language and Arts, Faculty
of Teacher Training and Education, Tadulako University. Supervisor Drs. Idris
Patekkai, M.Hum.

Abstrak: The focus of the problem in this study is how the form and meaning of
greeting words in the Wajo dialect Bugis language are. The purpose of this study is to
describe in order to know the form and meaning of greeting words in the Wajo dialect
Bugis language. This study uses a descriptive method with a qualitative approach. The
data sources for the purposes of data analysis used greeting words in the Bugis language
of the Wajo dialect which were obtained through the listening process using
observation or observation techniques, recording techniques. The results of this study
obtained eight forms of greeting, namely, (1) the form of greeting for pronouns, (2) the
form of greeting self-name, (3) the form of greeting for kinship, (4) the form of greeting
based on marriage, (5) the form of greeting position. in society, (6) forms of nicknames,
(7) forms of religious greetings, (8) forms of greetings exist. The meaning of greeting
in the Bugis language of the Wajo dialect includes eight meanings, namely, (1) the
meaning of greeting pronouns, (2) the meaning of greeting one's name, (3) the meaning
of greeting based on kinship, (a) the meaning of greeting descent or blood (b) ) the
meaning of greeting peers, (4) meaning of greeting based on marriage, (5) meaning of
greeting based on community position, (6) meaning of nickname, (7) meaning of
religious greeting, (8) meaning of greeting exists.

Keywords: greeting words, dialect.

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah serta inayah-Nya, sehinggah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo”. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi strata
satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako.

Berbagai macam kesulitan dan hambatan yang dihadapi oleh penulis selama
menyusun skripsi, Alhamdulillah semua itu dapat dihadapi dengan kebesaran hati.
Segala bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Dengan penuh haru dan bangga, penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga, kepada Ayah dan Ibunda tercinta (Paizal Hi Abdullah Bukayer S.Pt dan
Maryam Rumi) yang selama ini telah berjuang keras baik pagi, siang, dingin maupun
panas yang tanpa lelah dalam menafkahi keluarga tercinta, terutama untuk membiayai
penulis selama penyelesain studi, dan doa yang tak hentinya untuk kesuksesan penulis,
dan penulis ucapkan terima kasih kepada adik-adik tersayang Idrus dan Ummu, serta
keluarga yang telah mendukung dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagi pihak. Ucapan terima kasih dengan
segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P. Rektor Universitas Tadulako.


2. Dr. Amirudin Kade, S.Pd., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Tadulako.
3. Dr. H. Nurhayadi, M.Si, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidiakan Universitas Tadulako.

v
4. Abdul Kamaruddin, S.Pd., M.Ed., Ph.D, Wakil Dekan Bidang Umum dan
Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
5. Dr. Iskandar M. Hum, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
6. Dr. Hj Sriati Usman, M. Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
7. Koordinator Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Ulinsa,
M.Hum.
8. Drs. Idris Patekkai, M. Hum selaku dosen wali dan dosen pembimbing yang
telah memberikan motivasi dukungan serta memberikan bimbingan, arahan dan
masukan dalam penulisan skripsi. Terima kasih telah meluangkan waktunya.
Semoga Bapak sehat selalu dan berada dalam lindungan Allah SWT.
9. Dr. Moh. Tahir., M. Hum selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan
semangat, motivasi, nasehat, masukan dan saran saat ujian seminar proposal,
hasil dan skripsi kepada penulis.
10. Julia Marfuah, S.Pd., M.Pd selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan
semangat motivasi, nasehat, masukan dan saran saat ujian seminar proposal,
hasil, dan skripsi kepada penulis.
11. Dosen-dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako,
khususnya pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan bekal dan Ilmu Pengetahuan kepada penulis selama
berlangsungnya proses perkuliahan. Terima kasih karena dengan sabar
memberikan Ilmu, nasehat, motivasi serta arahan kepada penulis selama
menempuh proses perkuliahan.
12. Segenap pegawai dan staf tata usaha di lingkup FKIP Universitas Tadulako,
yang telah membantu dan melayani segala keperluan administrasi penulis.
13. Teman-teman seperjuangan sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan angkatan 2018 kelas B, terutama para sahabat penulis yang selalu

vi
membantu dan menghibur: Khusnul Faridah Auliyah, Melti, Sri Wahyuni,
Sriwinda, Khusnul Putria Wati.
14. Kepada keluarga besar penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima
kasih telah menyemangati dan memberikan dukungan kepada penulis selama
kuliah.
15. Saudara-saudari saya, Mohammad Idrus dan Ummu Kalsum yang selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
16. Teman-teman PLP SMA Negeri 5 Palu yang sama-sama berjuang menjadi
seorang pendidik.
17. Rekan-rekan KKN angkatan 94 yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis.
18. Selanjutnya ucapan terima kasih pada semua pihak yang tidak dapat saya
sebutkan satu-persatu yang juga telah memberikan berbagai bantuan dalam
bentuk apapun.

Palu, 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

ABCTRACT ................................................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
a. Manfaat Teoretis ........................................................................ 6
b. Manfaat Praktis ........................................................................... 6
1.5 Batasan Istilah .................................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .............. 7

2.1 Kajian Pustaka ................................................................................. 7

2.1.1 Penelitian Tedahulu ..................................................................... 7

2.1.2 Hakikat Bahasa ............................................................................ 8

2.1.3 Sosiolinguistik ............................................................................. 9

viii
2.1.4 Dialek .......................................................................................... 11

2.1.5 Variasi Bahasa ............................................................................ 12

2.1.6 Peristiwa Tutur ............................................................................ 15

2.1.7 Pengertian Kata ........................................................................... 17

2.1.8 Sapaan ......................................................................................... 18

2.1.9 Jenis-Jenis Sapaaan ..................................................................... 19

2.1.10 Makna Sapaan ........................................................................... 20

2.2.11 Tingkat Tutur Bahasa Bugis ...................................................... 21

2.2 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 23

3.1 Metode Penelitian ............................ 23

3.2 Jenis Penelitian ................................................................................. 23

3.3 Lokasi dan Waktu Peneltian ............................................................. 24

3.4 Sumber Data ..................................................................................... 24

3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 26

3.5.1 Observasi ..................................................................................... 26

3.5.2 Simak........................................................................................... 26

3.5.3 Cakap........................................................................................... 27

3.5.4 Rekam ........................................................................................ 27

3.5.5 Catat ............................................................................................ 27

3.6 Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 28

ix
3.7 Teknik Analisis Data ........................................................................ 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 30

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................................... 30

4.1.1Bentuk Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo ....................... 30

4.1.1.1 Bentuk Sapaan Terhadap Kata Ganti atau Pronomina ........... 30

4.1.1.2 Bentuk Sapaan Nama Diri ..................................................... 31

4.1.1.3 Bentuk Sapaan dari Hubungan Kekerabatan ......................... 33

4.1.1.3.1 Bentuk Sapaan Keturunan atau Sedarah .......................... 33

4.1.1.3.2 Bentuk Sapaaan Teman Sebaya ....................................... 38

4.1.1.4 Bentuk Sapaan Berdasarkan Perkawinan............................... 41

4.1.1.5 Bentuk Sapaan Kedudukan dalam Masyarakat...................... 43

4.1.1.6 Bentuk Sapaan Julukan .......................................................... 46

4.1.1.7 Bentuk Sapaan Keagamaan.................................................... 47

4.1.1.8 Bentuk Sapaan Dieksis .......................................................... 48

4.2 Makna Sapaan ..................................................................................... 50

4.2.1 Makna Sapaan Berdasarkan Kata Ganti atau Pronomina ......... 50

4.2.2 Makna Sapaan Nama Diri ......................................................... 50

4.2.3 Makna Sapaan Kekerabatan ...................................................... 51

4.2.3.1 Makna Sapaan Keturunan atau Sedarah ........................... 51

4.2.3.2 Makna Sapaan Teman Sebaya .......................................... 54

4.2.4 Makna Sapaan Berdasarkan Perkawinan .................................. 55

4.2.5 Makna Sapaan Kedudukan dalam Masyarakat ......................... 56

4.2.6 Makna Sapaan Julukan ............................................................. 57

x
4.2.7 Makna Sapaan Keagamaan ....................................................... 58

4.2.8 Makna Sapaan Dieksis .............................................................. 58

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 60

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 60

5.2 Saran........................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

LAMPIRAN .................................................................................................... 66

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk


menyampaikan pesan, perasaan atau pun gagasan kepada orang lain. Bahasa
memiliki peran penting bagi manusia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang digunakan di setiap
negara berbeda-beda. Di Indonesia mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa daerah dalam berinteraksi. Salah satu bahasa daerah di
Indonesia yang digunakan untuk berkomunikasi ialah bahasa bugis.

Bahasa Bugis digunakan oleh suku Bugis yang merupakan etnis terbesar di
Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis memiliki banyak bentuk pelafalan yang tergambar
dari 27 dialeknya. Suku Bugis mempunyai bahasa daerah sendiri dan juga
mempunyai aksara lontara. Mohammad Yusuf dalam jurnal Bahasa Bugis dan
Penulisan Tafsir di Sulawesi Selatan (2012) menyebut bahwa bahasa Bugis
memiliki aksara lontara dengan kitab yang berisikan kesusastraan suci, mantra-
mantra dan kepercayaan mitologis. Lontara dijadikan sebagai simbol budaya suku
Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat masa berikutnya.

Suku bugis dikenal sebagai suku yang menyebar luas keberbagai daerah di
Indonesia. Orang Bugis melakukan perantauan besar-besaran di kawasan
Nusantara sejak abad ke-17 Masehi. Koloni-koloni suku Bugis ditemukan di
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Pontianak, Johor, dan Semenanjug
Malayu. Diperantauan suku Bugis mengembangkan pelayaran, perdagangan,
perikanan, pertanian dan pembukaan lahan perkebunan.

1
2

Penyebab merantaunya suku Bugis adalah konflik antara kerajaan Bugis dengan
Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke- 16, 17, 18 dan 19.
Konflik itu menyebabkan tidak tenangnya masyarakat di daerah Sulawesi Selatan.
Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir.
Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan.
Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.

Keberadaan suku Bugis hampir diseluruh pelosok Indonesia, seperti di ibu kota,
bahkan di pedesaan sekali pun khususnya di desa Simuntu, yang sampai saat ini
masih memegang peranan penting bagi masyarakatnya. Suku Bugis,
Masyarakatnya menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa ibu terkhusus dialek
Wajo dan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari sedangkan bahasa Indonesia hanya
digunakan dalam situasi formal.

Bahasa Bugis merupakan bahasa yang bertanah asal di Sulawesi Selatan,


Bahasa Bugis terdiri atas 27 dialek. Dialek-dialek tersebut adalah (1) dialek Bone,
(2) dialek Pangkep, (3) dialek Makassar, (4) dialek pare-pare (5) dialek Wajo, (6)
dialek Sidenreng Rappang, (7) dialek Soppeng, (8) dialek Sinjai, (9) dialek pinrang,
(10) dialek Malimpung, (11) dialek Dentong, (12) dialek Patinjjo, (13) dialek
Kaluppang, (14) dialek Maiwa, (15) dialek Maroangin, (16) dialek Wani, (17)
dialek Bugis Kayowa, (18) dialek Buol Pomayagon (Bugis Pomayagon), (19)
dialek Buol Bokat (Bugis Bokat), (20) dialek Jambi, (21) dialek Kalimantan Selatan
(22) dialek Lampung, (23) dialek Sulawesi Tenggara, (24) dialek Bali, (25) dialek
Sulawesi Tengah, (26) dialek Riau, dan (27 ) dialek Kalimantan Timur.
(dalam https://petabahasa.kemedikbud.go.id).

Bahasa Bugis dialek Wajo merupakan salah satu dialek yang digunakan oleh
kelompok masyarakat yang tinggal di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan
Kabupaten Toli-Toli Provinsi Sulawesi Tengah.
3

Kelompok masyarakat tersebut menggunakan kata sapaan yang berguna


sebagai ajakan berkomunikasi, menegur, serta ucapan masyarakat dalam
berinteraksi dengan sesama penutur dalam kehidupan bermasyarakat.
Kridaklaksana (1987:67) mengatakan bahwa “dalam tutur sapa digunakan kata
sapaan”. Kata sapaan juga merupakan bentuk bahasa yang dimana sapaan berguna
untuk hampir setiap hari digunakan dalam menyapa antar mitra penutur, baik lisan
maupun tulisan. Dengan adanya sapaan ini akan menimbulkan rasa saling
menghargai diantara sesama penutur. Sapaan juga merupakan cara untuk
menghormati sesama agar lebih akrab serta dikaitkan dengan norma yang ada
dalam masyarakat suku Bugis Dialek Wajo yang berada di Desa Simuntu
Kecamatan Dampal Selatan.

Bahasa yang digunakan dalam bertutur merepresentasikan siapa kepada siapa


tuturan tersebut ditunjukan. Hal ini dikerenakan adanya suatu asas dalam bahasa
bugis yang disebut mapasitinaja (kepatuhan, kewajaran) mappalaiseng
(pembedaan). Untuk mewujudkan asas mappalaiseng, seseorang penutur bahasa
bugis perlu mengetahui tau memahami strata dan status masing-masing pihak agar
dapat digunakan kata atau sapaan sitinaja (pantas) diucapkan pada lawan tutur.
Bahasa bugis seperti halnya bahasa-bahasa didunia memiliki keunikan tersendiri
dalam menyapa pendengarnya. Penggunaan kata sapaan itu sangat terikat pada adat
istiadat setempat, adat kesantunan, serta situasi dan kondisi percakapan. Itulah
sebabnya, kaidah kebahasaan sering terkalahkan oleh adat kebiasaan yang berlaku
di daerah tempat bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang.

Ada kata-kata dalam bahasa bugis yang seharusnya tidak diucapkan dalam
pergaulan sosial, apalagi jika berkomunikasi dengan orang tua atau orang yang
dituakan seperti kata: iyyo, iko, buntalli, ciballe, tilasso, tilessi, cundekke, dan lain
sebagainya. Adapun yang di anggap sopan dan bertatakrama seperti kata : idi, iyye,
4

kita dan lain sebagainya. Untuk kata iyye yang bermakna “iya” atau mengiyakan
dan kata ini adalah pilihan kata yang sangat sopan dan halus.
Mengucapkan kata iyye bisa dengan menunduk kepala sedikit seperti anggukan
kepala. Mengucapkannya sekali saja sampai dua atau tiga kali masih cukup sopan,
tapi mengucapkannya kata iyye tersebut lebih dari tiga kali maka bisa menimbulkan
ketersinggungan atau dapat di pandang kurang ajar atau tidak sopan, ini berlaku
umum, baik kerabat, bukan kerabat, dan orang luar, terlebih lagi bagi orang bugis.
Kata sapaan iyyo juga bermakna “iya” dianggap tidak sopan dan kasar, misalnya
ada orang bertanya, melo ki maccue lo Ogotua? “mau ikut ke Ogotua?” jika
dijawab iyyo maka itu berarti tidak sopan, tapi jika di jawab iyye itu jawaban yang
sangat sopan. Kata iko bermakna “kamu” sering digunakan menjawab atau
mengiyakan suatu pertanyaan secara gamblang. Kata ini dianggap tidak sopan
khusus menyangkut sopan santun dan tata karma dikalangan suku bugis Wajo, tapi
jika jawab idi itu jawaban yang sopan.

Penggunaan sapaan tersebut, senantiasa memperhatikan tempat dan waktu tutur


berlangsung serta melihat pihak-pihak yang terlibat dalam pembicaraan tersebut
agar tidak terjadi kesalahpahaman dan penggunaan sapaan. Misalnya penggunaan
idi “ kamu” digunakan untuk menyapa pesapa yang muda dengan yang berusia
lebih tua sebagai bentuk kesatuan dalam adat istiadat masyarakat suku Bugis dialek
Wajo, hal ini sudah keharusan agar kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat agar
tidak ditinggalkan.

Berdasarkan contoh yang telah dipaparkan, penulis beranggapan bahwa hal ini
sangat menarik untuk dikaji atau diteliti dari kebahasaanya, khususnya yang
berhubungan dengan sapaan. Maka penulis sangat tertarik untuk melakukan
penelitian ini.
5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan
masalah tentang pembahasan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu
Kecamatan Dampal Selatan?
2. Bagaimanakah makna kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu
Kecamatan Dampal Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kata
sapaan bahasa Bugis dialek Wajo sebagai upaya melestarikan budaya, bahasa
daerah tersebut sehingga kebudayaan yang diharapkan dapat terjaga sampai
generasi yang akan datang, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan bentuk kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo di Desa
Simuntu Kecamatan Dampal Selatan.
2. Untuk mendeskripsikan makna kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo di Desa
Simuntu Kecamatan Dampal Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pembaca, baik
bersifat teoretis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis


Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dalam bidang pendidikan yang mengkaji bahasa daerah khususnya yang
berkaitan dengan sapaan bahasa Bugis dialek Wajo.
6

1.4.2 Manfaat Praktis


a.) Bagi peneliti
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang bahasa daerah, khususnya mengenai sapaan yang
digunakan masyarakat suku Bugis dialek Wajo.
b.) Bagi Penutur Bahasa Bugis
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan sehingga penutur
bahasa Bugis dapat mengetahui bermacam-macam sapaan bahasa Bugis
dialek Wajo yang digunakan dalam menyapa seseorang.
c.) Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini dapat memperkaya temuan dalam bidang kata sapaan dan
menambah referensi dalam kajian penggunaan kata sapaan.
d.) Bagi Guru Bahasa Indonesia
Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pengajaran bahasa Indonesia
dan sastra Indonesia.

1.5 Batasan Istilah


a. Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan
perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan. Kata adalah
satuan terkecil dalam struktur sintaksis.
b. Sapaan adalah sebuah bentuk tuturan yang ada dilingkungan masyarakat umum
yang mana fungsinya ialah menyebut, memanggil, dan untuk mengajak
berbicara atau saling bercakapan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil tinjauan kepustakaan tentang kata sapaan yang dilakukan


oleh beberapa peneliti sebelumnya yang membahas tentang kata sapaan. Penelitian
tersebut mendeskripsikan bentuk dan makna kata sapaan bahasa daerah yang masing-
masing diteliti, namun objek penelitiannya berbeda sehingga penelitian tersebut
menghasilkan bentuk dan makna yang berbeda.

Penelusuran yang telah dilakukan, ditemukan beberapa penelitian serupa yang


membahas sapaan. Berikut hasil penelitian terdahulu yang ditemukan oleh peneliti.

Penelitian pertama yang dilakukan Riadatus Saleha (2020) “Kata Sapaan


Bahasa Sasak Dialek Lombok Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk kata sapaan dan penggunaan kata sapaan dalam bahasa sasak
dialek Lombok Tengah. Merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik
deskriptif yaitu: (1) sapaan kata ganti orang atau pronomina (saya, kamu, dia, mereka,
dan kami), (2) sapaan nama diri (julukan/kebiasaan),(3) sapaan kekerabatan (4)sapaan
berdasarkan gelar dan pangkat/status sosial, (5) sapaan bentuk pe + V(verbal) atau kata
pelaku, (6) sapaan N (nomina) + ku, (7) sapaan kata dieksis atau penunjuk, (8) sapaan
kata benda lain, (9) sapaan zero atau nol.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Henilda (2009) “Kata Sapaan Bahasa
Kaili Dailek Rai” yaitu menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan yaitu untuk mendeskripsikan bentuk dan
jenis-jenis kata sapaan beserta pembagiannya, yaitu: (1) sapaan

7
8

kekerabatan yang terbagi menjadi dua (sapaan berdasarkan keturunan dan


sapaan berdasarkan perkawinan), (2) sapaan nama diri, (3) sapaan kedudukan yang
terbagi atas enam bagian ( sapaan kepada orang yang telah melaksanakan haji, sapaan
kepada kepala desa, sapaan kepada imam masjid, sapaan kepada khatib, sapaan kepada
penjaga masjid, dan sapaan kepada pengajar), (4) sapaan julukan terbagi menjadi tiga
(julukan seja kecil, julukan berdasarkan keadaan fisik, dan julukan berdasarkan
kebiasaan), (5) sapaan keagamaan terbagi menjadi menjadi dua (sapaan kepada dzat
yang menciptakan dan sapaan umat islam ketika bertemu orang lain dan akan
memasuki sebuah tempat. Serta tiga jenis kata sapaan, yaitu sapaan benda, sapaan kata
sifat, dan sapaan kata ganti.

Penelitian ketiga Muzamil (1997) “Sistem Sapaan Melayu Bahasa Melayu


Sambas”. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan sistem penyapa bahasa Melayu
Sambas. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik penelitian
berupa observasi langsung, wawancara, dan pencatatan. Bentuk kata penyapa bahasa
Melayu Sambas ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) kedudukan, (2) jenis
kelamin, (3) usia, (4) kekelurgaan, (5) situasi pembicaraan dan, (6) urutan kelahiran.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh


peneliti terdapat pada kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo. Fokus penelitian ini ialah
untuk memaparkan bentuk dan makna kata sapaan yang terdapat dalam bahasa Bugis
dialek Wajo.

2.1.2 Hakikat Bahasa

Bahasa sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen
yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Chaer (2006:1) menjelaskan bahwa
bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat abitrer
9

(tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang
dilambangkannya), digunakan oleh suatu masayarakat tutur untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Maksud dari bahasa adalah sebuah sistem
yaitu bahwa bahasa itu dibentuk sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan
dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi dan setiap lambang
bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap
lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat
disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Disisi lain Rahardi
(2009:1) menyatakan bahwa bahasa, masyarakat, dan budaya adalah tiga entitas yang
erat terpadu. Ketiadan yang satu menyebabkan ketidakadaan yang lainnya. Didalam
sebuah wadah masyarakat pasti hadir entitas bahasa. Demikian pula entitas bahasa itu
pasti akan hadir kalau masyarakatnya ada.

Secara sederhana, kedua definisi di atas dapat diartikan bahwa bahasa


merupakan alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebh
jauh bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat berkomunikasi, dalam arti alat
untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan serta tidak bisa lepas dari
masyarakat dan budaya dalam lingkungan tempat berinteraksi.

2.1.3 Sosiolinguistik

Beberapa rumusan mengenai sosiolinguistik dari berbagai pakar sebagai


berikut:
a. Sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempeljari ciri dan
berbagai bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi
variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana dalam
Chaer, 2004:3).
b. Pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan disebut sosiolinguistik
(Nababan dalam Chaer, 2004:3).
10

c. Sosiolinguistics is the study of the characteristics of language varietis, the


charactritics of their functions, and the charactrictics of theis speakers as
these three constluatly interct, change and change one another wihin a speech
community. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, sosiolinguistik adalah
kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan
pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan
saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur (J.A Fishman
dalam Chaer, 2004:3).
d. Sosiolinguistics is de studie van taal en taalgebruik in de context van
matschapij en kultur. Dalam terjemahan bahasa Indonesia sosiolinguistik
adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan
kebudayaan ( Rene Apple, Gered Hubert, Greus Meijer dalam Chaer, 2004:4).
e. Sosiolinguistics is subdisiplin van de taalkunde, die bestudart welke social
facturen een rol spleen in het taalgebruik er welke taal speltin het social
verkeer. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Sosiolinguistik adalah
subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan
dalam pengunaan bahasa dan pergaulan sosial (G.E. Booij, J.G Keresten, dan
H.J. Verkuyl dalam Chaer, 2004:4).
f. Sosiolinguistics is the study of language in operation, it’s purpose is to
instigate how the convention of the language use relate to other aspects of
social behavior. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Sosiolinguistik adalah
kajian bahasa dalam penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti
bagaimana konvensi pemakaian bahasa berhubungan dengan aspek-aspek
lain dari tingkah laku sosial (C. Criper dan H.G Widdowson dalam Chaer,
2004:4).
g. Sosiolinguistics is a developing subfield of linguistics which takes speech
variation or it social context. Sosiolinguistics is concerned with the
correlation between such social factors and linguistics variation. Dalam
terjemahan bahasa Indonesia, Sosiolinguistik adalah pengembangan
11

subbidang linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta


mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi
antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa (Nancy Parrot Hickerson
dalam Chaer, 2004:4).
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik
merupakan again dari ilmu linguistik yang mengkaji dengan memperhatikan
faktor-faktor sosial yang mempengaruhinya.

2.2.4 Dialek

Dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat.
Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan
oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga tetapi
menggunakan sistem yang erat hubungannya ( Ida Zulaeha, 2010:1).

Selain itu, Meillet (dalam Ida Zulaeha, 2010:3) berpendapat bahwa ciri utama
dialek adalah perbedaan atau keragaman dalam kesatuan dan persatuan dalam
perbedaan. Ciri secara uum yang dikemukakan oleh Meillet (1) dialek merupakan
seperangkat bentuk ujaran local (setempat) yang berbeda-beda yang memiliki ciri-ciri
umum dan masing-masing lebih sering dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari
bahasa yang sama, dan (2) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari
sebuah bahasa (Millet, 1967:69).
12

2.1.5 Variasi Bahasa

Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi


sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (dlam Chaer, 2004:61) mendefinisikan
sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi
bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial
kemasyarakatan.

Variasi bahasa sangat banyak jenisnya di dalam bahasa Indonesia. Chaer


(2004:62), mengelopokkan variasi bahasa sesuai dengan penutur dan penggunaanya.
Berdasarkan penutur, berarti siapa yang menggunakan bahasa itu, di mana tinggalnya,
bagaimana kedudukan sosialnya didalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan
bahasa itu digunakannya. Berdasarkan penggunaanya, berarti bahasa itu digunakan
untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi
keformalannya. Dengan demikian, timbulnya variasi tersebut merupakan kenyataan
bahasa yang harus diakui dalam proses sapa-menyapa pada masyarakat tutur atau dapat
juga diartikan bahwa beberapa komponen di atas saling mempengaruhi saat
penggunaan kata sapaan antara penutur dan mitra tuturnya berlangsung.

Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang
dipahami sama penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut meski
berada dalam masayarakat tutur tidak merupakan kumpulan manusia yang
homogennya maka wujud bahasa yang konkret yang disebut parore menjadi tidak
beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan
oleh penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang
mereka lakukan sangat beragam.

Dalam hal ragam variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama,
variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi, variasi atau ragam bahasa itu terjadi
13

sebagai akibat dari dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua,
variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat
interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat
saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan adanya kergaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam
masyarakat sosial.

Hartaman dan Strok (dalam Chaer, 2010:62) membedakan variasi berdasarkan


kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan
(c) pokok pembicaraan. Sedangkan Halliday (dalam Chaer, 2010:62) membagi variasi
bahasa ini berdasarkan (a) dimensi regional, (b) deimensi sosial, dan (c) dimensi
temporal. Dalam penlitian ini peneliti menarik kesimpulan bahwa variasi bahasa dapat
dibedakan berdasarkan penutur dan penggunaanya. Berdasarkan penutur berarti siapa
yang menggunakan bahasa itu, dimana tinggalnya bagaimana kedudukan sosialnya di
dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakannya.
Bberdasarkan penggunaanya, berarti bahsa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa,
apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.

1) Variasi dari segi penutur


Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah
variasi bahasa yang disebut ideolek, yakni variasi bahasa yang bersifat
perorangan. Menurut konsep ideolek setiap orang mempunyai variasi
bahasanya atau ideoleknya masing-masing. Variasi ideolek berkenan
dengan “warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat dan
sebagainya”. Namun yang paling dominan adalah warna suara itu, sehingga
jika cukup akrab dengan seseorang hanya dengan mendengar suara
bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya (Chaer,
2010:62).
14

Variasi bahasa dilihat dari segi penuturnya yang lain disebut dialek, dialek
adalah variasi bahasa dari kelompok penutur yang jumlahnya relative, yang
berada disuatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Para penutur dalam suatu
dialek, mempunyai dialek masing-masing, memiliki kesamaan dan ciri
yang menandai bahwa mereka berada pada suatu dialek yang sama.
Misalnya, penutur bahasa Bugis dialek Wajo memiliki ciri tersendiri yang
berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Bugis dialek Bone, dialek
Takalar, dialek Soppeng, dialek Sinjai atau bahasa Bugis lainnya.
Diakerenakan dialek-dialek tersebut masih termasuk bahasa yang sama
yaitu bahasa Bugis.
2) Variasi dari segi pemakaian
Nababan (dalam Chaer, 2010:68) mengemukakan bahwa variasi bahasa
berkenan dengan penggunaanya, pemakainnya, atau fungsinya disebut
fugsiolek, ragam atau register. Variasi ini biasanyaa dibicarakan
berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan sarana
penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini berdasarkan
menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang pemakaian
ini berdasarkan menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau
bidang apa. Misalnya bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,
perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah
dalam bidamg kosakata. Variasi dalam fungsi ini oleh (Husben dalam
Achmad, 2012:176) disebut register. Pembicara tentang register ini
biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenan dengan
bahasa itu digunakan oleh siapa, dimana, dan kapan, maka register berkenan
pada masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. Misalnya, dalam
kehidupan modern kemungkinan seseorang hanya mengenal satu dialek.
Namun pada umumnya, dalam masyarakat modern orang hidup dengan
menggunakan lebih dari satu dialek.
15

2.1.6 Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya


interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak,
yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, didalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu ( Chaer, 2004: 47).

Seorang pakar sosiolinguistik terkenal , Dell Hymes (1972) mengatakan bahwa suatu
peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya
dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah (diangkat
dari wardaugh, dalam Chaer, 2004: 48):

S : Setting and scene

P : Participants

E : Ends purpose and goal

A : Act sequances

K : Key: tone or spirit of act

I : Instrumentalities

N : Norms of intraction and intterpretation

G : Genres

Setting and scene. Di sini setting berkenan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi
tempat dan waktu, atau stiasi psikologis pembicaraan.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara


dan pendengar, penyapa, dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Status sosial
16

partisipan sangat menentukan variasi atau ragam bahasa yang digunakan. Misalnya,
seorang anak akan menggunakan sapaan yang berbeda bila berbicara dengan orang
tuanya atau gurunya bila dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman-teman
sebayanya.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan peraturan. Peristiwa tutur yang terjadi
di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara: namun, para
partisipan di dalm peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin
membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si
terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

Act secuance, mengacau pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini
berkenan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan hubungan
antara apa yang dikatakan dengan topic pembicaraan. Bentuk ujaran dalam
perkuliahan, dalam percakapan di pasar, di pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan
isi yang dibicarakan.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat saat pesan disampaikan.

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur


lisan, tertulis, melalui telegraf atau telpon. Dalam penelitian ini, jalur yang akan diteliti
adalah penggunaan jalur lisan.

Norm of interaction and interpretation, mengacu pada norma, aturan, atau etika
dalam berinteraksi.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian atau bentuk dan ragam bahasa
yang digunakan.

Dalam melakukan penelitian, penulis (penelti) menggunakan teori Hymes ini


karena dapat dilihat bahwa betapa kompleksnya terjadinya peristiwa tutur dalam
17

kehidupan sehari-hari atau komunikasi yang terjadi pada masyarakat tutur dipengaruhi
oleh delapan komponen tutur tersebut.

2.1.7 Pengertian Kata

Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan
perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
Kata juga biasa disebut sebagai morfem atau kombinasi morfem oleh bahasawan yang
dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat ujarkan sebagai bentuk bebas yang dapat
berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal, misalnya batu, rumah, datang atau
gabungan morfem, misalnya pejuang, pancasila mahakuasa. Berdasarkan ciri
karakteristiknya, kata dikelompokkan menjadi kata kerja, kata benda, kata sifat, kata
bilangan, kata keterangan, kata depan, kata sandang, kata ulang kata tanya, kata
sambung dan kata seru. Sebagai unsur bahasa terkecil, kata berperan penting dalam
menentukan ekspresi kebahasaan. Hubungan antarkata yang dijalin akan membentuk
kalimat dan pesan yang disampaikan di dalamnya. Kata sendiri terdiri atas kata baku
dan tidak baku, seperti halnya ragam bahasa ada yang baku juga ada yang tidak baku.
Kata baku dipakai sebagai standar baku dalam penulisan dan pengucapan. Sebaliknya,
kata tidak baku adalah kata yang tidak dipakai standar baku. Berbahasa baku berarti
menggunkan kata-kata baku sebagai ekspresi tuturan dan penulisan. Bahasa Indonesia
memiliki beragam kata yang berasal dari bahasa daerah ataupun pungutan dari bahasa
asing. Kata-kata tersebut diambil melalui serapan (baik secara adaptasi maupun adopsi)
serta melalui translasi. Setiap penulisan unsur serapan, terutama melalui adaptasi, yang
berasal dari bahasa inggris, penulisannya ditentukan berdasarkan bentuk dasarnya.
Sementara, setiap pengembalian secara utuh (adopsi) diambil secara utuh dengan
memerhatikan standar bunyi dan bentuk, misalnya film, bank, via, loteng, tauge.
Disamping contoh-contoh kosakata tersebut, terdapat beberapaa kosakata yang harus
dihafal karena pola pembukaan dan kesalahan pemakaian selama ini.
18

2.1.8 Sapaan

Sapaan berasal dari kata “sapa” yang berarti perkataan untuk menegur
(menegur bercakap-cakap dan sebagainya), kemudian mendapat akhiran-an menjadi
“sapaan” yang berarti ajakan untuk bercakap; teguran ; ucapan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1998;783). Para pelaku peristiwa bahasa.

Menurut Crystal dalam Syafyahya (2000:3) “sapaan adalah cara mengacu


seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara langsung.

Menurut Chaer (2011:107) “sapaan digunakan untuk menegur,menyapa atau


menyebut orang kedua atau orang yang diajak bicara.

Menurut Kridaklasana (1993:191) mengatakan “ sapaan adalah morfem, kata,


dan frase yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicara dan
berbeda-beda menurut sifat hubungan antara pembicara.

Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa kata sapaan


merupakan ungkapan atau sapaan seseorang kepada orang lain dalam situasi tertentu
dan memiliki hubungan dengan pembicara.

2.1.9 Jenis-Jenis Sapaan

Kemampuan komunikatif dalam menerapkan khazanah bahasa terkait dengan


tata karma atau sopan santun berbahasa. Kemampuan komunikatif ini akan terlihat,
antara lain, dalam pemakaian kata sapaan. Misalnya, seorang ibu atau ayah dalam
menyapa anaknya dengan sapaan nak atau kamu, sebaliknya anaknya tidak akan
menyapa orang tuanya dengan sapaan yang sama: ia menyapa orang tuanya dengan
sapaan ibu atau bapak.
19

Berkaitan dengan hal tersebut, Kridaklasana dan Suhardi (2009:27) menyebutkan


bahwa ada Sembilan macam kata sapaan dalam bahasa Indonesia untuk menyapa
sesorang, yaitu:

(1) Kata ganti orang kedua seperti engkau, dan kamu;


(2) Nama diri seperti inal, dan iyam;
(3) Istilah kekerabatan seperti bapak, dan ibu;
(4) Gelar dan pangkat seperti dokter, imam, dan haji;
(5) Kata benda agentif (peN + verba) seperti penonton, dan pendengar;
(6) Bentuk nomina + ku seperti kekasihku dan ibuku;
(7) Kata-kata deiksis atau penunjuk seperti sini, dan situ;
(8) Bentuk nominal lainnya seperti bung dan tuan;
(9) Bentuk zero seperti kalau ø senang dengan buku itu ambillah!
Kata sapaan ini sangat terkait pada adat istiadat setmpat, seperti adat
kesantunan serta dan kondisi percakapan. Itulah sebabnya kaidah kebahasan
sering terkalahkan oleh adat atau kebiasaan yang berlaku di daerah tempat
bahasa tersebut tumbuh dan berkembang.

Penggunaan kata sapaan itu tergantung pada beberapa faktor, yakni (1) kontak:
sebentar atau lama: (2) jarak sosial: jauh, sedang,dekat; (3) in-groupness: seusia,
sekelas. Seasal; dan (4) identitas tersapa: jenis kelamin, usia, kedudukannya. Kontak
antara pelaku pembicaraan dapat berlangsung sebentar dan bersifat santai atau dapat
juga berlangsung lebih lama dan bersifat serius. Dalam kontak yang bersifat santai atau
dapat juga berlangsung lebih lama dan bersifat serius. Dalam kontak yang bersifat
santai biasanya kata sapaan yang digunakan adalah kata sapaan jenis (9), misalnya:”O
mau ke mana?”. Dalam kontak yang bersifat serius, penyapa harus memperhatikan
jarak sosial antara dirinya dan yang disapa. Jarak sosial antara penyapa dan tersapa
dapat bersifat jau, sedang, atau akrab. Jika jarak sosialnya jauh, penyapa tidak teralu
kenal dengan tersapa, dipakailah kata sapaan jenis (8): Anda, Tuan, atau nyonya. Jika
jarak sosialnya sedang, penyapa tidak mengenal secara akrab tetapi identitas tersapa
20

diketahui dalam sebuah wacana, kata sapaan yang dipakai adalah kata sapaan jenis (5):
Pembaca, Pendengar, atau Pemirsa, jika status tersapa diketahui, kata sapaan yang
dipakai adalah kata sapaan jenis (3): Bapak, Ibu, atau saudara. Jika kedudukan atau
pangkat tersapa diketahui, kata sapaan jenis (4) lah yang dipakai: Dokter, Imam, atau
Haji yang dapat didahului oleh kata (ba)pak atau (i)bu supaya kedengaran lebih sopan
dan akrab. Jika jarak sosial antara penyapa dan tersapa dirasa dekat, penyapa perlu
memperhatiakan identitas tersapa. Faktor in-groupness menyangkut masalah apakah
penyapa dan tersapa seusia, apakah teman sekelas, teman satu sekolah, satu profesi,
berasal dari daerah yang sama, masih ada hubungan keluarga, dari suku yang sama,
atau dari organisasi yang sama. Disamping itu, penyapa masih harus memperhatikan
faktor identitas pelaku seperti jenis kelamin, usia, status, dan pangkat/kedudukan
tersapa.

2.1.10 Makna Sapaan

Menurut Chaer (2009:34) makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat
sebagai gejala dalam ujaran. Maksud dari perkataan ini yakni, jika sebuah kata berbeda,
maka makna yang dihasilkan akan berbeda pula meskipun perbedaanya hanya sedikit.
Contohnya pada kata iko,dan idi dari kata ini memiliki makna yang sama yaitu sapaan
yang ditujukan untuk kata pengganti pronomina kedua, tetapi ada perbedaanya yaitu
iko bentuk pronomina kasar, idi bentuk pronomina yang sangat halus. Kedua sapaan
ini memiliki tingkatan status sosial yang berbeda-beda pula.

Dari pendapat yang telah dikemukakan bahwa makna adalah suatu yang
perkaitan dengan ujaran dan didalam ujaran pasti ada suatu makna. Selanjutnya makna
berkaitan dengan sapaan, dalam sapaan seseorang pasti mengandung makna.
21

2.1.11 Tingkat Tutur Bahasa Bugis

Tingkat tutur adalah variasi bahasa yang perbedaanya ditentukan oleh sikap
pembicara kepada mitra bicara atau orang ketiga yang dibicarakan.

Perbedaan umur, derajat tingkat sosial, dan tingkat keakraban antara pembicara
dan mitra bicara akan menentukan variasi bahasa yang dipilih. Kesalahan dalam
pemilihan variasi bahasa sewaktu berbicara akan memunculkan kejanggalan dan
dianggap sangat tidak sopan.

Sebagai masyarakat yang dikenal dengan budaya santunnya, bugis selalu


dipersepsikan santun di mana pun mereka berada. Tak terkecuali mereka berada di
tanah rantau. Secara kolektif, perilaku mereka secara bersama-sama menciptakan relita
yang mengikat dan harus di penuhi oleh individu agar dapat menjadi bagian dari
kebudayaan. Bahasa bugis juga menyediakan kosa kata, partikel, dan afiks-afiks yang
lazim digunakan untuk menyatakan etikat dan kesantunan dalam berkomunikasi sehari-
hari. Kata-kata “iyye”, “idi”, “puang”, “petta”, “tetta” dan sebagainya merupakan
sistem tingkat tutur secara sopan. Dan sebaliknya kata-kata “iyyo”, “iko”, “acu”,
“buntalli”, “ciballe”, “tilasso”, “tilessi”, “cundekke” sistem tingkat tutur sangat tidak
sopan.
22

2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Adapun fokus penelitian


ialah bahasa Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan
Kabupaten Toli-Toli. Untuk memberi penggambaran yang jelas mengenai penelitian
ini, maka peneliti membuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

KATA
SAPAAN

Kata Sapaan Bahasa


Bugis
Dialek Wajo

Bentuk Kata Makna Kata Sapaan


Sapaan Bahasa Bahasa Bugis Dialek
Bugis Dialek Wajo Wajo
Jenis Penelitian

Metode Kualitatif

1. Penggunaan kata sapaan kata ganti


2. Kata sapaan nama diri
3. Kata sapaan kekerabatan
4. Kata sapaan berdasarkan perkawinan
5. Kata sapaan kedudukan dalam masyarakat
6. Kata sapaan julukan
7. Kata sapaan keagamaan
8. Kata sapaan dieksis
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini mengkaji kata sapaan pada masyarakat suku Bugis dialek Wajo
di Desa Simuntu Kec. Dampal Selatan Kab. Toli-Toli, meliputi: bentuk dan makna kata
sapaan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Dengan metode deskriptif, penelitian dilakukan
semata-mata untuk memperoleh hasil penelitian berdasarkan fakta atau fenomena yang
ada dalam masyarakat Desa Simuntu dalam kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo.
Dalam hal ini, metode deskriptif memberikan gambaran secara objektif tentang sapaan
pada masyarakat suku Bugis dialek Wajo yang akan diteliti sesuai dengan faktor
pemakaian sapaan yang sebenarnya pada masyarakat suku Bugis yang ada di Desa
Simuntu Kecamatan Dampal Selatan.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini


mengacu pada bentuk-bentuk ujaran yang diperoleh dari informan. Cresweli (dalam
patlima, 2007:2). Mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses
penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan
penciptaan gambar holistik yang dibentuk kata-kata; melaporkan pandangan informan
secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.

23
24

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan


Kabupaten Toli-Toli Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini memilih tempat atau
lokasi tersebut. Disamping itu peneliti juga merupakan pengguna bahasa Bugis dialek
Wajo. Hal ini sangat memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang
dibutuhkan.

3.4 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berbahasa Bugis dialek
Wajo yang ada di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Toli-Toli.
Bahasa yang dituturkan adalah bahasa Bugis dialek Wajo yang digunakan dalam
berkomunikasi verbal sehari-hari yang diperoleh melalui pengamatan dan pencacatan
lapangan secara langsung. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam memperoleh data
yang benar-benar valid. Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah
masyarakat asli penutur bahasa Bugis dialek Wajo. Namun, subjek yang dituju tidak
semua penutur bahasa Bugis dialek Wajo mempunyai kedudukan yang sama sebagai
informan dalam penelitian ini, sebab kriteria yang harus dipenuhi sebagai informan,
sebagai berikut.

a. Informan merupakan penduduk asli Bugis yang diteliti;


b. Penutur dewasa (usia 16-60 tahun);
c. Informan mempunyai intelegensi yang cukup tinggi (setidak-tidaknya
berpendidikan SD)
d. Informan tidak cacat bicara;
e. Informan tidak terlalu lama meninggalkan tempat asli;
Bersedia menjadi informan;
25

f. Informan bersikap sabar, ramah, jujur, dan tidak terlalu emosional, serta tidak
mudah tersinggung; dan
g. Informan memiliki daya ingat yang baik, tidak malu, dan suka berbicara.
(Muzamil, 1997:7).
Data diri setiap informan yang dijadikan subyek dalam penelitian ini
akan dicatat. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dari informan dapat
dipercaya kebenarannya. Muzamil, (1997:7-8) mengelompokan data diri
tersebut meliputi: (1) Nama, (2) Umur dan jenis kelamin, (3) Tempat lahir, (4)
Bahasa ibu, (5) Bahasa lain yang dikuasai, (6) Tempat tinggal, (7) Berapa lama
di tempat itu (8) Bahasa asli ayah dan ibu informan, (9) Bahasa yang dipakai
informan sehari hari di rumah atau lingkungan keluarga sekarang, (10) Bahasa
yang dipakai informan dalam keadaan lain, misalnya ditempat kerja atau bahasa
di sekolah, (11) Pendidikan, (12) Bidang pekerjaan atau bidang jasa dan, (13)
Hal-hal yang dianggap dapat mempengaruhi bahasa informan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka kriteria informan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu, (1) Penutur asli bahasa Bugis dialek Wajo, (2)
Bertempat tinggal di wilayah penelitian, (3) Memiliki kejelasan dan ketepatan
dalam berartikulasi (tidak cacat wicara), (4) penutur berusia 18-60 tahun, (5)
mempunyai intelegensi yang cukup tinggi (minimal berpendidikan SD), dan (6)
dan memiliki daya ingat yang baik tidak malu, dan suka berbicara.
Adapun data diri informan yang akan dipaparkan dalam penelitian ini
adalah :
1. Nama;
2. Jenis kelamin;
3. Umur; dan
4. Pekerjaan;
26

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini, diperoleh melalui beberapa teknik, yakni (1) teknik
observasi, (2) teknik simak, (3) teknik cakap (4) teknik rekam dan (5) teknik catat.
Kelima teknik tersebut diuraikan sebagai berikut:

3.5.1 Observasi

Observasi merupakan langkah awal yang dilakukan, dimana peneliti berada


langsung di lapangan dan menyaksikan atau mendengarkan secara langsung
percakapan antara mitra penutur yang terjadi di masyarakat. Tujuannya untuk melihat,
mengamati dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian yang telah dirumuskan yaitu Kata Sapaan Bahasa Bugis dialek Wajo.

3.5.2 Simak

Teknik simak digunakan penulis kerena dianggap efisien untuk mengumpulkan


data bagi penulis dan hasil dari teknik simak tersebut dapat menjadi bahan penelitian
penulis yaitu sebagai data yang didapatkan dari narasumber untuk diolah kembali
menjadi hasil penelitian. Mahsun, (2005:90) metode penyediaan data ini diberi nama
metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan
cara menyimak penggunaan bahasa. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud
teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena
pada hakikatnya penyimkan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam praktik
selanjutnya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak
libat cakap, catat, dan rakam. Teknik simak libat cakap maksudnya peneliti melakukan
penyadapan itu dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam
pembicaraan dan menyimak pembicaraan.
27

3.5.3 Cakap

Teknik cakap juga digunakan untuk mempermudah bagi peneliti mendapatkan


info atau data dari narasumber yang terpercaya. Berdasarkan metode ini peneliti
mengumpulkan data dengan cara bercakap atau berdialog langsung dengan informan
sehingga akan mendapatkan data-data yang diperlukan oleh peneliti, Mahsun,
(2005:93) penamaan metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara
yang ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti
dengan informan. Percakapan dilakukan untuk memperoleh data tentang bentuk dan
makna kata sapaan dalam Bahasa Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu Kecamatan
Dampal Selatan Kabupaten Toli-Toli.

3.5.4 Rekam

Teknik rekam dilakukan ketika peneliti dan informan melakukan percakapan


langsung sehingga oleh peneliti dengan mudah mendaptkan data dari hasil rekaman
percakapan antara peneliti dan informan. Teknik rekam ini dilakukan dengancara
menggunakan alat rekam yaitu berupa handphone atau alat perekam lainnya yang
memungkinkan untuk merekam roses percakapan tersebut. Mahsun, (2014:93) teknik
rekam dimungkinkan bahasa yang diteliti adalah bahasa yang masih dituturkan oleh
pemiliknya. Teknik rekam dilakukan untuk merekam percakapan antara penutur dan
mitra tutur. Dengan cara ini peneliti diharapkan mendapatkan data melalui perekaman
pada saat wawancara atau dialog antara peneliti dan informan agar data dapat
teridentifikasi melalui suara rekaman.

3.5.5 Catat

Teknik ini digunakan untuk mempermudah peneliti mendaptkan data dari


proses pengumpulan data sebelumnya yaitu observasi, simak, cakap, dan rekam.
Dengan mencatat diharapkan peneliti dapat mengumpulkan data dari hasil perekaman.
Maryaeni, (2012:72) melalui caraini, peneliti diharapkan bisa memperoleh sejumlah
28

fakta dan informan atas sebuah focus permasalahan yang evidensinya diperoleh maka
kegiatan pengumpulan data melalui teknik ini idealnya berlansung secara progresif.
Teknik catat dilakukan untuk memperoleh data dari sejumlah fakta dan informan atas
sebuah focus permasalahan yang nyata maka kegiatan pengumpulan data melalui
teknik ini idealnya berlangsung secara progresif.

3.6 Instrumen Pengumpulan Data

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Buku sebagai media dokumentasi untuk mencatat hasil dari penelitian.


2. Laptop merupakan media yang digunakan untuk mencatat data mentah yang
berhubungan dengan kebutuhan peneliti.
3. Handphone digunakan sebagai instrument yang membantu peneliti untuk
merekam semua percakapan informan. Handphone juga berfungsi untuk
pengambilan gambar pada saat berlangsungnya interaksi percakapan guna
menjadi dokumentasi autentik peneliti.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini telah dimulai pada saat penelitian berlangsung,
yaitu sejak pengumpulan data. Dalam menganalisis data ini, peneliti menggunakan
model analisis Miles dan Hubermen. Miles dan Hubermen (1984) mengemukakan tiga
aktivitas dalam menganalisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data display
(penyajian data) dan conchusion drawing (kesimpulan). (Sugiono,2016:247)
berdasarkan aktivitas tersebut, peneliti membagi tahapan analisis penelitian ini menjadi
empat tahapan yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data (3) penyajian data (4)
kesimpulan.
29

1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi penting
sebagai bahan penelitian dan kemudian diolah kembali hingga menemukan
jawaban atas rumusan masalah dari penelitian ini.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses memilih, menyeleksi dan menyederhanakan
data yang diperoleh dari hasil observasi, simak cakap, rekam dan catat. Reduksi
data untuk menggolonkan, mengarahkan, membuang data yang tidak
dibutuhkan serta mengelompokkan data Kata Sapaan Bahasa Bugis dialek
Wajo agar memudahkan peneliti dalam fokus penelitian.
3. Penyajian Data
Langkah selanjutnya dalam kegiatan analisis data adalah mengenai Kata
Sapaan Bahasa Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu. Penyajian data yang
mengenai kata sapaan bahasa Bugis tersebut dalam penelitian ini disajikan
dalam bentuk tulisan dan kata-kata.
4. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan hasil dari kegiatan mengaitkan bagaimana
bentuk dan makna kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo dengan data yang
diperoleh dari lapangan. Setelah dilakukan pengumpulan data sapaan bahasa
Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu dan menyajikan dalam bentuk tulisan
barulah dapat disimpulkan bagaimana bentuk dan makna kata sapaan bahasa
Bugis dialek Wajo.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan dijelaskan secara rinci data-data yang telah peneliti
peroleh sebagai bukti dari hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan sejak tanggal 01
Januari sampai tanggal 02 Februari dalam kurun waktu 4 minggu di Desa Simuntu,
Kecamatan Dampal Selatan. Peneliti menemukan beberapa bentuk dan makna kata
sapaan yang digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh masyarakat suku Bugis
dialek Wajo di Desa Simuntu, Kecamatan Dampal Selatan. Berikut penjelasan dari
bentuk dan makna kata sapaan di Desa Simuntu, Kecamatan Dampal Selatan.

4.1.1 Bentuk Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo

Bentuk kata sapaan Bahasa Bugis dialek Wajo yaitu: kata ganti, nama
diri, kekerabatan, perkawinan, kedudukan dalam masyarakat, keagamaan,
deiksis, julukan. Berikut ini adalah data-data kata sapaan yang berkaitan dengan
penggunaan kata sapaan dalam Bahasa Bugis dialek Wajo.

4.1.1.1 Bentuk Sapaan Kata Ganti atau Pronomina

Dalam bahasa Indonesia, sapaan yang digunakan adalah kamu sedangkan


sapaan yang digunakan dalam bahasa Bugis dialek Wajo adalah iko dan idi.

30
30
31

Data 1
Ayu ;Panna iko jokka lo Bolo?
:Kapan kamu pergi ke Buol?
Hikmah :Sangadi pa jokka lo Bolo.
:Lusa saya pergi ke Buol.
Ayu :Saga ongkoso na idi ako lo Bolo?
:Berapa biayanya kamu kalau ke Buol?
Hikmah :Rp 250.000 mannena lettu ni Bolo.
:Rp 250.00 semuanya sampai di Buol.

4.1.1.2 Bentuk Sapaan Nama Diri


Dalam bentuk sapaan nama diri dari yang sering digunakan oleh penutur
yang usianya sebaya serta yang usianya lebih tua dari yang disapa. Sapaan nama
diri biasanya disingkat seperti berikut.

Data 2
Mamanya Ecce :Ecce tegi salisape’e na’?
:Ecce dimana talkum nak?
Ecce :De’wiseng, emma’ onna’ taro salisape’e.
:Tidak saya tahu, mama tadi yang simpan talkum.
Mamanya Ecce :Sappa’ re ka jolo Ecce, loka pake’masempajang.
:Carikan dulu Ecce, mau untuk di pake Shalat.
Ecce :Enggka je ma’ salisape’ ta.
:Ini mak talkumnya.

Dalam data 2 diatas terdapat sapaan Ecce yang digunakan untuk menyapa
dengan tujuan menanyakan talkum kepada Ecce.
32

Data 3
Fahmi :Rul panna ko maju ujiang skripsi?
:Rul kapan kamu maju ujian skripsi?
Sahrul :Magi, melo’ ko jokka mita ka ujiang?
:Kenapa, kamu ingin melihat saya ujian?
Fahmi :Iyya, melo ka mita ko ujiang.
:Iya, saya ingin melihat kamu ujian.
Sahrul :Elo’ ku, pura pih maleppe’ idul fitri.
:Yang saya mau, habis lebaran idul fitri.

Dalam data 3 terdapat sapaan Rul (nama diri) digunakan oleh Fahmi
untuk menyapa Sahrul dengan tujuan menanyakan kapan si Rul maju ujian
skripsinya.

Data 4
Rosma :Iyang melo ko manre coto gah?
:Maryam kamu mau makan coto kah?
Maryam :Iyye, melo ka ma lao tega ki manre?
;Iya, saya mau ma dimana kita makan?
Rosma :Warunna ki ambo’ dalle.
:Di warungnya ambo’ dalle.
Maryam :Matunih jokka ki.
:Ayo kita pergi.

Dalam data 4 terdapat sapaan Iyang (nama diri) yang merupakan


singkatan Maryam. Sapaan Iyang digunakan Rosma untuk menyapa Maryam
dengan tujuan untuk menanyakan mau kah pergi makan coto.
33

4.1.1.3 Bentuk Sapaan dari Hubungan Kekerabatan

Hubungan dalam kekerabatan ini meliputi hubungan yang terjadi karena


berdasarkan keturunan dan teman sebaya.

4.1.1.3.1 Bentuk Sapaan Keturunan atau Sedarah

Bentuk sapaan keturunan atau sedarah adalah sapaan terhadap orang yang
lebih tua dari penyapa.

Data 5
Ifah :Nene uttu’ mette emma’ku aja talupai minung pabburata.
:Nenek buyut katanya mama ku jangan lupa minum obat
nya.
Nene uttu’ :Iyye na’, melo ni je cappu paburra na nene na’ pedangi
emma’mu nah.
:Iya cicit perempuan, sudah hampir habis obatnya nenek
nak beri tahu mama mu.
Ifah :Iyye nene uttu’, matu’ pih u pedangi emmaku.
:Iya nenek buyut, nanti saya beri tahu mama ku.
Nene uttu’ :Iyye na’, aja mulupai passena nene’
:Iya cicit perempuan, jangan sampai lupa pesannya nenek.
Ifah :Iyye nene uttu’.
:Iya nenek buyut.

Dalam data 5 di atas menggambarkan seorang cucu perempuan


menggunakan sapaan Nene uttu’ (nenek buyut) untuk menyapa nenek
perempuan, cucu perempuannya memberitahukan pesan mengingatkan minum
obat kepada neneknya.
34

Data 6
Kakek :Co eliangi jolo tole’ dato’ na’, mapeddi uttu’ ku na.
:Cucu laki-laki pergi belikan dulu rokok kakek nak, sakit
lutut ku nak.
Cucu laki-laki :Iyye dato’ tole’ mere’ aga?
:Iya kakek rokok merek apa?
Kakek :Mere’ matra na, aja mu metta nah.
:Merek matra nak, jangan lama yah.
Cucu laki-laki :Iyye dato.
:Iya kakek.

Berdasarkan data 6 di atas terdapat sapaan Dato’ (kakek) dengan tujuan


menyuruh cucu laki-lakinya untuk membelikan rokok.

Data 7
Putri :Nene panna ki idi melo makebbu buras, melonimaleppe?
:Nenek kapan anda membuat burasa, sudah mau lebaran?
Nenek :Sangadi na, magi?
:Lusa nak, kenapa?
Putri :Melo ka balingi ki nene makebbu buras ta.
:Saya ingin bantu nenek membuat burasa.

Dalam data 7 di atas digunakan sapaan Nene (nenek) untuk menyapa


nenek dengan tujuan putri menanyakan kapan membuat burasa ke nenek.
35

Data 8
Idrus :Lato’ kitega pandroli tapabiring?
:Kakek di mana linggis di simpan?
Kakek :Engka ki sedena bujunge na, melo mu agai pandroli e?
:Ada di dekat sumur nak, kamu mau pakai apa linggis?
Idrus :Melo ka pake i makkae pake mataneng patto’ na pallae.
:Saya mau pakai menggali untuk menanam patok pagar.
Kakek :Oh iyye na.
:Oh iya nak.

Berdasarkan data 8 di atas terdapat sapaan lato’ (kakek) yang digunakan


Idrus untuk menyapa kakeknya dengan tujuan untuk menanyakan di mana letak
linggisnya.

Data 9
Anti :Ambo’e melau ka dui’.
:Ayah saya minta uang.
Ayah Anti :Melo ko pakei mangelli aga dui’ e na?
:Kamu mau pakai beli apa uang nak?
Anti :Melo ka pakei mangelli sapatu mbo’.
:Saya mau pakai belikan sepatu yah.
Ayah Anti :Saga melo’ melau na?
:Berapa yang kamu mau minta na?
Anti :250.000 na ambo’.
:250.000 saja ambo.
Ayah Anti :Engkahe muala dui’ na, jokka no manggeli sapatu.
:Ini kamu ambil uang nak, pergilah beli sepatu.
36

Dalam data 10 di atas terdapat sapaan ambo’(Ayah) yang di gunakan oleh


Anti menyapa ayahnya dengan tujuan meminta uang untuk membeli sepatu.

Data 10
Ummu :Indo’ melo ki gah baja jokka lao passae?
:Ibu maukah besok pergi kepasar?
Ibu Ummu :Iyye na’ magi, melo ko baja maccue’gah?
:Iya nak kenapa, apakah kamu ingin ikut juga?
Ummu :Iyye ndo’ melo ka maccue’ mangeli bedda’.
:Iya bu, saya ingin ikut pergi bedak.
Ibu Ummu :Iyye na’ mele’ ladde’ ki baja jokka.
:Iya nak pagi sekali kita pergi besok.

Dalam data 10 di atas digunakan sapaan Indo’ (Ibu) yang digunakan


Ummu untuk menyapa ibunya dengan tujuan menanyakan apakah ibunya besok
pergi ke pasar.

Data 11
Agil :Amure panna ki melo’ menno’ mammeng?
:Paman kapan kita mau turun memancing?
Paman Agil :Mele’ kelle’ ki menno’ mammeng.
:Pagi-pagi kita turun memancing.
Agil :Oh iyye mure’ obbi’ mua ka ako melo ni jokka.
:Oh iya om panggil saya kalau sudah mau pergi.
Paman Agil :Iyye na’.
:Iya nak.

Dalam data 11 di atas menggambarkan sapaan amure’ (Paman) yang di


mana Agil ini menanyakan kapan pamannya mau turun memancing.
37

Data 12
Awaliyah :Tante’ melo ki gah bua panasa?
:Bibi mau buah nangka?
Bibi :Iyye tante’ melo’ na’ mega gah buana panasamu?
:Iya bibi mau nak banyak kah buah nangka mu?
Awaliyah :Iyye tante’ mega.
:Iya bibi banyak.
Bibi :Iyye barengi pale tante cedde’ na’.
:Iya berikan bibi sedikit saja nak.

Dalam data 12 di atas menggambarkan keponakan menyapa bibinya


dengan sapaan tante’ (Bibi) dengan tujuan menawarkan buah nangka kepada
bibinya.

Data 13
Mama Ahsan :Baco’ wedding gah baja muantara kaa na’?
:Anak laki-laki ku bisa kah besok kamu antar ibu
nak?
Ahsan :Iyye wedding ndo’ melo ki lo tega?
:Iya bisa bu mau kemana?
Mama Ahsan :Jokka lo bolana nene’mu na’.
:Pergi ke rumahnya nenek mu nak.
Ahsan :Iyye ndo’.

Berdasarkan data 13 di atas menggambarkan seorang ibu menyapa


anaknya dengan menggunakan sapaan Baco’ (anak laki-laki) dengan tujuan
menanyakan apakah anaknnya bisa mengantarkan ibunya ke rumah neneknya.
38

Data 14
Mama Nisa :Becce’ lao tega ambo’ mu onna’?
:Anak perempuan ku kemana ayah mu tadi?
Nisa :Lao bola na i pak mantri hewang e ndo’.
:Pergi ke rumahnya pak mantri hewan bu.
Mama Nisa :Ohh iyye na’.
:Oh Iya nak.

Berdasarkan data 14 di atas menggambarkan seorang ibu menyapa


anaknya dengan menggunakan sapaan Becce’ yang berarti anak perempuan.

4.1.1.3.2 Bentuk Sapaan Teman Sebaya

Adapun dalam bahasa Indonesia, untuk menyapa seseorang digunakan


yang satu umur cukup dengan menggunakan nama saja tetapi dalam bahasa
Bugis dialek Wajo ini menggunakan sapaan Ceng, Silo, Ner yang berarti teman
dan ada juga menggunakan sapaan secara kasar atau umpatan yaitu Tacco.

Data 15
Akmal :Aga kareba mu ceng?
:Apa kabar mu teman?
Fajrin :Kareba madeceng ceng.
:Kabar Baik teman.
Akmal :Purano Wisuda ceng?
:Kamu sudah wisuda teman?
Fajrin :Deppi ceng nappa skripsi ku ujama.
:Belum teman baru sementara kerja skripsi.
39

Dalam data 15 di atas terlihat seorang teman menyapa temannya dengan


sapaan Ceng (Teman) yang di gunakan oleh Akmal kepada Fajrin untuk
menanyakan bagaimana kabarnya (Fajrin).

Data 16

Dina :Tega ki pole silo?


:Kamu dari mana kawan?
Nana :Poleka acara mamiraje ku masijie.
:Saya dari acara isra’ miraj di masjid.
Dina :Hamma iyya pale dih wallupai acara mamiraje pale ye essoe.
:Astaga iya yah saya lupa kalau ada acara isra’miraj hari ini.
Nana :Makkutu we silo ajja ko ma tik-tok tutu’ jaji muallupaini tuh.
:Makanya kawan jangan cuman main tik-tok terus jadinya kamu
Lupa.
Dina :Haha aja je’ muakada makkutu silo.
:Haha jangan bilang begitu lah kawan.
Nana :Mabonga-bonga ma silo.
:Hanya bercanda saja kawan.

Dalam data 16 di atas dapat di lihat seorang teman menyapa temannya dengan
sapaan Silo (Kawan) yang digunakan oleh Dina kepada Nana untuk menanyakan Nana
dari mana.
40

Data 17

Aldi :Ner jokka ki manontong paggolo ku stadion e.


:Teman pergi nonton bola yuk di stadion.
Reski :Aihh de’gaga dui ku belah ner.
:Aihh saya lagi tidak punya uang ini teman.
Aldi :Puaah na de’ yakkamaja ner, geratis matama stadion e.
:Ahh tidak bayar teman, geratis masuk ke stadion.
Reski :Mai ni pale ner jokka ki, ako de’ pale makkamaja.
:Ayo teman kita pergi, kalau memang tidak bayar.

Berdasarkan data 17 di atas dapat dilihat bahwa seorang teman menyapa


temannya dengan sapaan Ner (Teman) yang di gunakan oleh aldi untuk mengajak Reski
nonton bola.

Data 18

Pandi :Panna ko pole tacco, tappa engka no ki kamponge.


:Kapan kamu datang (kata umpatan), langsung ada dikampung.
Fikran :Wenni’ kaa pole.
:Kemarin saya datang.
Pandi :Paja no je’ majjama ku Morowali?
:Sudah berhenti kamu kerja di Morowali?
Fikran :Iyya Paja na majjama, melo ma madare’.
:Iya sudah berhenti saya kerja, mending kerja di kebun.

Dalam data 18 terlihat seorang teman menggunakan sapaan Tacco (kata


umpatan) atau kata tak senonoh untuk menyapa teman sebayanya untuk menanyakan
kapan Fikran datang dari Morowali.
41

4.1.1.4 Bentuk Sapaan Berdasarkan Perkawinan

Sapaan berdasarkan perkawinan ialah kata sapaan yang ditujukan untuk


menyapa orang yang mempunyai ikatan perkawinan dalam satu lingkup keluarga.

Data 19

Muksin :Bene ku pura ni gah mannasu?


:Istri ku kamu sudah memasak?
Nasrah :Iyye purana mannasu.
:Iya saya sudah memasak.
Muksin :Mannasu aga ki?
:Memasak apa?
Nasrah :Itani ki laleng na loboe lakkai ku.
:Silahkan kamu lihat di dalam tudung saji suami ku.

Dalam data 19 menggambarkan seorang suami menyapa istrinya dengan


menggunakan sapaan Bene (Istri) untuk menanyakan apakah istrinya sudah memasak.

Data 20

Meli :Lakkai ku pasangi ka yolo lampunna dapoe.


:Suami ku pasangkan dulu bohlam lampu di dapur.
Sofyan :Iyye bene ku, manggala adengeng ka yolo.
:Iya istri ku, saya ambil tangga dulu.
Meli :Iyye aja ki metta nah apa melo na mannasu mappetang dapoe.
:Iya jangan lama karena saya mau memasak gelap dapur.
42

Sofyan :Iyye siap nih ujamang ki benne canti’ku.


:Iya siap dikerjakan istri cantik ku.

Dalam data 20 di atas digambarkan seorang istri menyapa kepada suaminya


dengan menggunakan sapaan lakkai (suami) untuk menyuruh kepada suaminya agar
memasangkan lampu di dapur.

Data 21

Rima :Jaji ki jokka lao mangkosso daeng urane?


:Jadi kamu pergi ke Makassar kakak laki-laki?
Ayub :Iyye jaji anri’ makkunraiku.
:Iya jadi adik perempuanku.
Rima :Iyye aja talupai bua lima ku nah ako lesu ni.
:Iya jangan kita lupa buah tanganku kalau sudah pulang.

Berdasarkan data 21 di atas menggambarkan sapaan Daeng urane (kakak laki-


laki) digunakan Ummul untuk bertanya kepada Ayub kapan pergi ke Makassar.

Data 22

Rahmi :Daeng makunnrai pakegi caranna makkebu beppa bolu?


:Kakak perempuan bagaimana caranya membuat kue bolu?
Rina :Iyye matu ubarengi ki nri’ resep naa.
:Iya nanti saya beritahu dek resepnya.
Rahmi :Iyye apanah na poji nanae beppa ta.
:Iya karena anak-anak suka kuenya.
Rina :Bahh tenang ni nri’ matu pih ubarengi ki.
:Waah tenang saja dek nanti resepnya.
43

Berdasarkan data 22 di atas menggambarkan seorang adik menyapa kakak


perempuannya dengan menggunakan sapaan Daeng makunnrai (Kakak perempuan)
bertanya tentang bagaimana resep membuat kue bolu.

Data 23

Siska :Anri urane pakkoga carana mappaseng waju ki onlenge?


:Adik laki-lakiku bagaimana caranya memesan baju di online?
Ardi :Bah gampang mih deng, mappaseng lalo aplikasi ki.
:Gampang saja kak, memesan melalui aplikasi.
Siska :Iyya pale anri urane ku passenga ka.
:Iya dek pesankan kakak.

Dalam data 23 diatas sapaan adik laki-laki adalah sapaan Anri urane yang
berarti adik perempuan yang digunakan siska untuk menyapa ardi bertujuan untuk
menanyakan bagaimna cara memesan melalui online.

4.1.1.5 Bentuk Sapaan Kedudukan dalam Masyarakat

Di desa Simuntu masyarakat menyapa seseorang dengan kedudukan yang


mereka miliki atau mereka kerja.

Data 24

Ibu Inna :Puang aji panna ki pole lo tana mendre?


:Ibu haji kapan datangnya dari tanah mandar?
Ibu haji :Wennina senenge ka pole ibuna.
:Malam senin saya datang ibu.
Ibu Inna :Iyye puang aji apanah nappa ki sedding uwita.
44

:Iya ibu haji karena baru terlihat.


Ibu haji :Iyye ibu appanah masemmeng ka.
:Iya ibu karena saya sedikit kurang sehat.

Dalam data 24 di atas menggambarkan bentuk sapaan Ibu Inna untuk menyapa
Ibu haji bertujuan untuk menanyakan kapan datangnya Ibu haji dari tanah mandar.

Data 25

Pak Tri :Pak Kades kitega ki melo sempajang idul fitri?


:Pak kepala desa di mana kita melasanakan sholat idul fitri?
Kepala desa :Pada mua biasae pak ku lapangange.
:Seperti biasanya pak di lapangan.
Pak Tri :Iyye pak wasseng ku masigie makanna wakutana.
:Iya pak saya mengira di masjid makanya saya bertanya.
Kepala desa :Mitau na de’cuku masigie.
:Di takutkan tidak cukup untuk di masjid.

Dalam data 25 di atas untuk menyapa kepala desa tidak dikaitkan dengan nama
dari kepala desanya melainkan dengan sapaan Pak Kades menggambarkan seorang
pegawai desa menyapa kepala desa dengan sapaan Pak Kades yang bertujuan untuk
menanyakan persiapan di mana melaksanakan sholat idul fitri.
45

Data 26

Juspan :Pak Sekdes ki ridi gah ako makebbu KTP ?


:Pak Sekertaris Desa sama anda kalau mau buat KTP?
Pak Sekdes :Iye ku iya pak tapalengka yolo syara’ na ako makebbu.
:Iya sama saya pak dilengkapi dulu persyaratanya kalau mau
buat.

Berdasarkan data 26 di atas untuk menyapa pak sekertaris desa tidak dikaitkan
dengan nama dari sekertaris desanya malainkan dengan sapaan pak sekdes. Data 26
menggambarkan seorang masyarakat Desa bertanya dengan sapaan pak sekdes
bertujuan untuk menanyakan pembuatan KTP.

Data 27

Riswan :Pak guru, jaji gah baja latihang mapuisi?


:Pak guru, besok jadi untuk latihan berpuisi?
Pak guru :Iye jaji, baja arawing ku bolana bapak.
:Iya jadi, besok sore di rumahnya bapak.

Berdasarkan data 27 di atas menggambarkan penggunaan sapaan seorang siswa


SMP menyapa kepada bapak guru dengan sapaan Pak guru. Siswa tersebut
menanyakan tentang latihan puisi. :

Data 28

Pak Dalle :Pak Imang esso aga melo yebbu’ acara maulu nabi?
:Pak imam kapan di buat acara maulid nabi?
Pak Imam :Esso na arabae pak.
46

:Hari rabu pak.


Pak Dalle :Iyye pak melona pale pedangi pegawai syari’e.
:Iya pak saya akan memberitahu pegawai syari dulu.

Berdasarkan data 28 di atas menggambarkan seorang bapak, menyapa kepada


bapak imam dengan menggunakan sapaan Pak Imam. Dengan bertujuan menanyakan
kapan acara maulid nabi dilaksanakan.

4.1.1.6 Bentuk Sapaan Julukan

Dalam hal ini desa Simuntu masyarakatnya biasanya menyapa seseorang


berdasarkan fisik atau julukan.

Data 29

Anto :Congkang sibawangi ka jolo mangeli parada.


:Mulut Maju temani saya beli cat tembok.
Ridwan :Matunih jokka ni, ku pedangi yolo indo’ku.
:Ayo pergi, saya beritahu dulu ibuku.
Anto ;Iyo siga noh aja mumetta da.
:Iya cepatlah jangan lama.
Ridwan :Iyo cina’ maa.
:Iya sebentar saja.

Berdasarkan data 29 di atas menggunakan sapaan Congkang (Mulut maju) yang


bertujuan untuk mengajak Ridwan menemani membeli cat tembok.

Data 30
47

Sakka’ :Pido’ aga mu pake magi pede mapute ko?


:Mata sipit apa kau pake tambah putih saya lihat?
Tika :Mappake ka bedda’ nampu mih.
:Saya memakai bedak tumbuk saja.

Berdasarkan data 30 di atas Sakka’ menggunakan sapaan Pido’ yang berarti


mata sipit, menanyakan apa yang Tika pakai sehingga tambah putih.

4.1.1.7 Bentuk Sapaan Keagamaan

Dalam bentuk sapaan keagamaan biasanya masyarakat Suku Bugis dialek Wajo
ketika memakai bahasa keagamaan contohnya seperti Tuhan (Puang) Ulama (Gurutta).

Data 31

Bu Rima :Panna mimmana ana’ ta tuh bu sampuleng ni babbuana?


:Kapan melahirkan anak ibu sudah berapa bulan perutnya?
Bu Sita :Elodoang Puang metta mompi aladongena bu nappa pitu
puleng babbuana.
:Meminta kepada Allah SWT masih lama bu minta doanya saja
baru tujuh bulan perutnya.

Berdasarkan data 31 di atas Bu Rima menggunakan sapaan Puang kepada yang


menciptakan atau dzat yang paling sempurna bertujuan untuk mengajak berdoa agar
anaknya melahirkan dengan selamat sampai melahirkan.
48

Data 32

Pak Udding :Tabe, Gurutta melo ka makutana?


:Permisi, Ulama saya mau bertanya?

Ulama :Iye, makutana ni melo ki makutana aga?


:Iya, silahkan bertanya ingin bertanya apa?

Pak Udding :Pakkogi carana mahapusu dosa pura laloe?


:Bagaimana caranya menghapus dosa yang lalu?

Ulama :Toba’ ki melau ampung ki puang.


:Tobat minta ampun ke Allah.

Dalam data 32 di atas terdapat sapaan Gurutta digunakan oleh Pak Udding saat
menyapa untuk menanyakan bagaimana cara menghapus dosa yang lalu.

4.1.1.8 Bentuk Sapaan Dieksis

Dalam bahasa Indonesia bentuk sapaan dieksis biasa digunakan untuk


menunjukkan atau menyuruh lawan bicara sapaan dieksis yang digunakan dalam suku
Bugis dialek wajo di desa Simuntu yaitu La Koro dan Lo Mai.

Data 33

Ibu Siska :Na’ alangika jolo kaju-kaju.


:Nak ambilkan dulu Ibu sayur.
Siska :Ku tega ndo’?
:Di mana bu?
49

Ibu Siska :La Koro na cede’ dapurenge sedena ajue.


:Kesana nya sedikit dapur dekatnya kayu.
Siska :Iye ndo’.
:Iya bu.

Dalam data 33 di atas menggambarkan seorang ibu yang menyuruh anaknya


menggunakan penunjuk La Koro (Kesana) bertujuan menyuruh mengambilkan sayur
di dapur.

Data 34

Uni :Mila Lo Mai ko matu nah pura mageribi.


:Mila kesini nanti habis magrib.
Mila :Melo’ ka maga ni mu soro ka lao bolamu?
:Mau ngapain kamu suruh saya ke rumahamu?
Uni :Melo mabbaca indo’ ku, lo bolae no jee.
:Mau baca doa ibuku, ke rumah saja.
Mila :Oke pale pura mageribi lo bola mu kaa.
:Oke habis magrib saya ke rumahmu.

Dalam data 34 di atas penunujuk di gunakan oleh Uni kepada Mila untuk
menyuruh agar mila datang kerumahnya.

4.2 Makna Sapaan

Berdasarkan data bentuk sapaan yang telah di bahas di atas, bentuk sapaan yaitu
terdiri dari bentuk sapaan kata ganti atau pronomina, bentuk sapaan nama diri, bentuk
kekerabatan, bentuk berdasarkan perkawinan, bentuk sapaan kedudukan dalam
masyarakat, bentuk sapaan julukan, bentuk sapaan keagamaan, dan bentuk sapaan
50

dieksis. Berikut penjelasan mengenai makna dari sapaan pada bahasa Bugis dialek
Wajo berdasarkan pengklasifikasinya.

4.2.1 Makna Sapaan Kata Ganti atau Pronomina

Makna sapaan kata ganti atau pronomina dalam bahasa Bugis dialek Wajo
adalah kata ganti atau pronomina orang dua yaitu sapaan Iko dan Idi. Dalam data 1
terdapat sapaan Iko dan Idi’ kata Iko digunakan oleh Ayu untuk menyapa Hikmah yang
memiliki umur yang lebih tua dari pada Ayu. Sedangkan sapaan Idi’ juga digunakan
Ayu untuk menyapa Hikmah orang yang lebih tua dari penutur tetapi lebih secara
sopan.

4.2.2 Makna Sapaan Nama Diri

Sapaan Nama diri adalah kata benda atau nomina yang mengacu kepada suatu
entitas tertentu, biasa orang, tempat, organisasi atau acara tertentu. Dalam hal ini, nama
diri yang termasuk dalam kata sapaan ini difungsikan saat seorang menyapa dengan
teman sebayanya atau masih seumuran sapaan ini biasanya juga menggunakan nama
yang diberikan sejak kecil.

Dalam data 2 terdapat sapaan Ecce’ yang merupakan nama yang diperoleh dari
lahir, sapaan yang digunakan oleh Mama Ecce’ menyapa Ecce’ untuk menanyakan
talkum. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 2, Ecce’ tegi salisape’e
na’? yang artinya “Ecce dimana Talkum nak?” sedangkan di data 3 terlihat sapaan Rul
yang merupakan singkatan dari nama Sahrul yang di gunakan Fahmi untuk menyapa
Sahrul. Sapaan Rul hanya digunakan kepada orang yang memiliki usia sebaya dengan
penutur serta memiliki hubungan yang sangat akrab. Meskipun terkesan singkat sapaan
ini dapat menjadi panggilan akrab bagi si penyapa untuk yang di sapa. Hal ini dapat di
lihat dari struktur kalimat pada data 3, Rul panna ko maju ujiang skripsi?. Yang artinya
“Sahrul kapan kamu maju ujian skripsi?”.
51

Dalam data 4, terdapat sapaan Iyang yang merupakan singkatan dari nama Maryam.
Sapaan Iyang yang digunakan Rosma untuk menyapa Maryam menanyakan mau
makan coto. Meskipun terkesan singkat, sapaan ini dapat menjadi panggilan kekaraban
bagi si penyapa dan yang disapa. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data
4, Iyang melo ko manre coto gah? Yang artinya “Maryam kamu mau makan coto
kah?”.

4.2.3 Makna Sapaan Kekerabatan

Sapaan kekerabatan dalam bahasa Bugis dialek Wajo yang di maksud adalah
sapaan yang digunakan untuk memanggil atau menyapa keluarga dekat. Makna
hubungan kekerabatan adalah hubungan sapaan kekerabatan yang digunakan untuk
menyapa orang lebih tua atau sebaliknya dalam sebuah keluarga berdasarkan silsilah
dalam hubungan keluarga.

4.2.3.1 Makna Sapaan Keturunan atau Sedarah

Sapaan keturunan atau sedarah memiliki makna hubungan yang berasal dari
pertalian sedarah atau berasal dari keturunan dan bisa juga dari hubungan perkawinan.

Dalam data 5, terdapat sapaan Nene Uttu’ yang memiliki makna yaitu orang tua
dari kakek dan nenek yang digunakan dalam keluarga untuk menyapa buyut baik buyut
perempuan atau buyut laki-laki. Masyarakat suku Bugis dialek Wajo ketika menyapa
kepada orang tua dari kakek dan nenek dengan sapaan Nene Uttu’ sebagai bentuk
penghormatan yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 5,
Nene Uttu’ mette’ emma’ku aja talupai minung pabburata yang artinya “nenek buyut
katanya mamaku jangan lupa minum obat”.

Dalam data 6 terdapat sapaan Dato’ yang di gunakan oleh masyarakat suku
Bugis dialek Wajo untuk menyapa dan sapaan ini memiliki makna orang tua laki-laki
dari ayah maupun ibu. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sapaan pada umumnya
menggunakan sapaan kakek. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 6, Co
52

elianga tole dato’ jolo mappedi uttu’ ku na. Yang artinya “ Cucu laki-laki pergi belikan
dulu rokok kakek sakit lutut ku nak.”

Dalam data 7 terdapat sapaan Nene’ yang digunakan oleh masyarakat suku
Bugis dialek Wajo untuk menyapa dan memiliki makna nenek Perempuan dari ayah
maupun ibu. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 7, Nene’ panna ki
makkebu buras meloni maleppe’. Yang artinya “nenek kapan membuat burasa sudah
mau lebaran.”

Dalam data 8 terdapat sapaan Lato’ yang artinya Kakek lebih muda. Bagi
masyarakat suku Bugis dialek Wajo pada umumnya digunakan untuk menyapa. Sapaan
Lato’ menjadi sapaan kehormatan bagi yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat data 8, Lato’ kitega pandroli tapabiring?. Yang artinya “Kakek di mana linggis
di simpan?”.

Dalam data 9 terdapat sapaan Ambo’ yang berarti sapaan Ayah. Sapaan Ambo’
yang digunakan oleh masyarakat suku Bugis dialek Wajo. Sapaan Ambo’ Memiliki arti
orang tua Laki-laki, sedangkan dalam bahasa Indonesia juga memiliki makna yang
sama yaitu orang tua laki-laki yang biasa disebut Ayah. Hal ini dapat dilihat dari
struktur kalimat pada data 9, Ambo’e melau ka dui’. Yang artinya “Ayah saya minta
uang.”

Dalam data 10 terdapat sapaan Indo’ adalah singkatan dari sapaan Ibu. Sapaan
Indo’ biasa digunakan masyarakat suku Bugis dialek Wajo untuk menyapa dan
mempunyai makna orang tua perempuan. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat dari
data 10, Indo’ melo ki gah baja jokka lao passae? Yang artinya “ Ibu maukah besok
pergi kepasar?”.

Dalam data 11 terdapat sapaan Amure yang berarti saudara laki-laki dari orang
tua. Bagi masyarakat suku Bugis dialek Wajo. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
Amure yang memilki makna Paman. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada
53

data 11, Amure panna ki melo’ menno’ mammeng?. Yang artinya paman kapan kita
mau turun memancing.

Dalam data 12 terdapat sapaan Tante’ yang digunakan masyarakat suku Bugis
dialek Wajo untuk menyapa dan memanggil saudara perempuan dari orang tua. Sapaan
ini biasa digunakan oleh keponakan menyapa kepada tantenya sebagai bentuk
penghormatan atau sopan santun dalam keluarga. Dalam bahasa Indonesia sapaan
Tante’ yang berarti Bibi. Hal ini dapat di lihat dari struktur kalimat pada data 12, Tante’
melo ki gah bua panasa?. Yang artinya “Bibi mau buah nangka?”.

Dalam data 13 terdapat sapaan Baco’ yang berarti anak laki-laki kesayangan.
Sapaan Baco’ digunakan masyarakat suku Bugis dialek Wajo untuk menyapa anak
laki-laki. Sapaan tersebut sudah ada sejak lahir sebelum sang bayi diberi nama oleh
orang tuanya hingga dewasa. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 13.
Baco wedding gah baja muantara kaa na?. Yang artinya “Anak laki-laki ku bisakah
besok kamu antar saya nak?”.

Dalam data 14 terdapat sapaan Becce’ yang digunakan oleh masyarakat suku
Bugis dialek Wajo yang ada di Desa Simuntu untuk menyapa dan memanggil anak
perempuan. Sapaan ini juga sudah ada sejak lahir sebelum sang bayi diberi nama oleh
orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 14, Becce’ lao tega
ambo’mu onna’?. Yang artinya “Anak perempuanku kemana ayah mu tadi?”.

4.2.3.2 Makna Sapaan Teman Sebaya

Sapaan teman sebaya dalam pergaulan untuk lebih mengakrabkan satu dengan
yang lain, di panggil dengan nama khusus yang bukan nama pemberian dari orang tua.

Dalam data 15, Fajrin disapa dengan sapaan Ceng yang berarti teman. Biasa
digunakan anak-anak remaja sampai usia sudah dewasa menggunakan sapaan Ceng
54

untuk menyapa teman sebaya. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 15,
Aga kareba mu ceng?. Yang artinya “Apa kabarmu teman?”.

Dalam data 16, Nana disapa dengan sapaan Silo yang digunakan Dina kepada
Nana yang memiliki arti teman. Berdasarkan data diatas dapat dilihat struktur kalimat
pada data 16, Tega ki pole silo?. Yang artinya “Kamu dari mana kawan?”.

Dalam data 17, terdapat sapaan yang sering digunakan masyarakat suku Bugis
dialek Wajo untuk menyapa atau memanggil teman sebaya dengan sapaan Ner yang
berarti teman. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 17, Ner jokka ki
manontong paggolo ku stadion e. yang artinya “Teman pergi nonton bola yuk di
stadion.”

Dalam data 18, terdapat sapaan Tacco (kata umpatan) yang berarti Tai kelamin
laki-laki yang merupakan kata kotor atau kata tabu. Yang sering digunakan oleh anak
muda untuk menyapa teman sebaya agar menjalin hubungan yang lebih akrab. Hal ini
dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 18, Panna ko pole tacco tappa engka no ki
kamponge. Yang artinya “ Kapan kamu datang (kata umpatan) langsung ada di
kampung.”

4.2.4 Makan Sapaan Berdasarkan Perkawinan

Sapaan berdasarkan perkawinan memiliki makna hubungan yang berasal dari


sebuah hubungan yang disebut pernikahan.

Dalam data 19, terdapat sapaan Bene yang memiliki arti istri. Biasanya
digunakan seorang suami untuk memanggil atau menyapa istrinya, sebagai tanda
penghormatan. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 19, Bene ku purani
gah mannasu?. “Istriku sudah kah memasak?.
55

Dalam data 20, terdapat sapaan Lakkai. Masyarakat suku Bugis dialek Wajo
untuk menyapa dan memanggil suami, seorang istri biasanya menggunakan sapaan
Lakkai yang memiliki arti suami, sebagai tanda penghormatan. Hal ini dapat dilihat
dari struktur kalimat pada data 20, Lakkai ku pasangi ka yolo lampuna dapoe. Yang
artinya “Suamiku pasangkan dulu bohlam lampu di dapur.”

Dalam data 21, terdapat sapaan Daeng urane. Masyarakat suku Bugis dialek
Wajo biasanya menggunakan sapaan Daeng urane, pada data 24 ini mengacu pada
makna kakak laki-laki. Berdasarkan data di atas hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 21, jaji ki jokka lao mangkoso daeng urane?. “jadi kamu pergi ke
Makassar kakak laki-laki?.

Berdasarkan data 22, terdapat sapaan Daeng makunnrai yang memiliki makna
untuk menyapa atau memanggil kakak perempuan berdasarkan hubungan tali
persaudaraan melalui hubungan persaudaraan. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 22, Daeng makunnrai pakkogi carana makkebu beppa bolu?. Yang
artinya “Kakak perempuan bagaimana caranya membuat kue bolu?.”

Dalam data 23, terdapat sapaan Anri urane yang memiliki makna adik laki-laki
hubungan pertalian persaudaraan. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data
23, Anri urane pakkogi carana mappaseng waju ki onleng? “ Adik laki-laki bagaimana
caranya memesan baju di online?.”

4.2.5 Makna Sapaan Kedudukan dalam Masyarakat

Sapaan kedudukan dalam masyarakat, sapaan ini memiliki makna orang yang
berpengaruh dan memiliki jabatan yang di hormati dalam masyarakat, yang membantu
dan mengembangkan desanya.
56

Dalam data 24 di atas terdapat sapaan Puang aji. Sapaan tersebut biasa
digunakan oleh masyarakat suku Bugis dialek Wajo untuk menyapa seorang haji.
Puang aji memiliki makna seseorang perempuan atau laki-laki yang telah menunaikan
haji. Hal ini dapat di lihat dari struktur kalimat pada data 24, Puang aji panna ki pole
lo tana mendre?. Yang artinya “Ibu haji kapan datangnya dari tanah mandar?.”

Berdasarkan data 25 di atas terdapat sapaan kepala Desa tidak dikaitkan dengan
nama diri melainkan dengan sapaan Pak Kades dalam hal ini berarti kepala desa
merupakan pemimpin Desa. Pak Kades yang memiliki makna laki-laki yang memiliki
sebuah jabatan di Desa. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 25, Pak
Kades kitega ki melo sempajang idul fitri?. Yang artinya “ Pak kepala desa dimana
mau solat idul fitri?.”

Dalam data 26 di atas terdapat sapaan sekertaris Desa tidak dikaitkan dengan
nama dari sekertaris desanya melainkan Pak sekdes. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 26. Pak sekdes ki ridi gah ako makebbu KTP?. Yang artinya “Pak
Sekertaris Desa sama anda kalau mau buat KTP?.”

Berdasarkan data di atas terdapat sapaan Pak guru. Sapaan tersebut biasa
digunakan oleh masyarakat suku Bugis dialeek Wajo untuk menyapa seorang guru. Pak
guru memiliki makna seorang Laki-laki yang berpendidikan atau menjadi pengajar di
sekolah. Berdasarkan data di atas dapat dilihat pada data 27, Pak guru, jaji gah baja
latihang mapuisi?. Yang artinya “Pak guru, besok jadi untuk latihan berpuisi?.”

Dalam data 28 terdapat sapaan Pak Imang, dimana sapaan Pak Imang memiliki
makna seseorang yang mengimami atau melayani di sebuah tempat ibadah atau masjid.
Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 28, Pak Imang esso aga melo yebbu
acara maulu nabi matu?. Yang artinya “Pak Imam hari apa dibuat acara maulid nabi
nanti?.”
57

4.2.6 Makna Sapaan Julukan

Sapaan julukan sapaan ini digunakan untuk memanggil teman yang sudah akrab
dan dianggap sudah dekat.

Dalam data 29 terdapat sapaan Congkang yang berarti mulut maju atau
monyong. Sapaan mulut maju atau monyong tidak dikaitkan dengan nama asli yang
disapa melainkan berdasarkan fisik yang disapa. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 29, congkang sibawinga ka jolo mangeli parada. Yang artinya “
mulut maju temani saya beli cat tembok.”

Dalam data 30 terdapat sapaan Tika disapa dengan Pido’ yang memiliki makna
mata sipit. Dimana Tika ini memiliki mata yang sipit sehingga disapa dengan sapaan
Pido’. Berdasarkan data yang dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 30, Pido’
agamu magi pede mapute ko?. Yang artinya “ Mata sipit apa kamu pake apa kenapa
makin putih?.”

4.2.7 Makna Sapaan Keagamaan

Sapaan keagamaan, sapaan ini digunakan dan difungsikan untuk memanggil


orang yang memiliki sifat agamis dan bisa memberikan siraman rohani kepada
masyarakat.

Dalam data 31 terdapat sapaan Puang oleh masyarakat suku Bugis dialek Wajo
di Desa Simuntu, ketika menyapa atau menyebut Allah Swt yang menyiptakan Alam
semesta beserta isinya dalam doa dengan menyebut Puang. Hal ini dapat di lihat dari
struktur kalimat pada data 31, elodoang puang metta mompi aladoangena bu nappa
pitu puleng babbuana. Yang artinya “meminta kepada Allah Swt masih lama bu minta
doanya saja baru tujuh bulan perutnya.”
58

Berdasarkan data 32 di atas terdapat sapaan Gurutta yang memiliki makna


ulama yang di gunakan masyarakat di Desa Simuntu untuk menyapa guru besar atau
ulama. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 32, Tabe, Gurutta melo ka
makutana?. Yang artinya “Ulama saya mau bertanya?.

4.2.8 Makna Sapaan Dieksis

Sapaan dieksis, sapaan ini digunakan untuk menunjuk sesuatu atau seseorang
yang hendak diajak berbicara oleh penutur kepada mitra tutur.

Berdasarkan data 33 terdapat sapaan La koro yang digunakan masyarakat suku


bugis dialek Wajo di Desa Simuntu yang memiliki artian atau makna kesana. Hal ini
dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 33, La koro na cedde’ dapurenge sedena
ajue. Yang artinya “ kesana nya sedikit dapur dekatnya kayu.”

Dalam data 34 terdapat sapaan Lo mai sapaan ini memiliki makna sapaan
dieksis. Masyarakat suku Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu menggunakan sapaan Lo
mai yang berarti kesini. Hal ini dapat dilihat dari strruktur kalimat pada data 34, Mila
lo mai ko matu nah pura mageribi. Yang artinya “ Mila kesini nanti habis magrib”.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di Desa Simuntu
Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Toli-Toli, dapat disimpulkan bahwa ada
Sembilan bentuk dan makna sapaan dalam bahasa Bugis dialek Wajo sebagai berikut.

1. Bentuk sapaan kata ganti atau pronomina terdiri 2 kata sapaan yaitu: (1) Iko
“Kamu”, (2) Idi “Kamu”
2. Bentuk sapaan nama diri terdiri 3 kata sapaan yaitu: (1) Ecce’, (2) Rul “Sahrul”
dan Iyang “Maryam”.
3. Bentuk sapaan hubungan dalam kekerabatan terbagi 2 yaitu:
a. Bentuk sapaan keturunan atau sedarah terdiri dari 10 kata sapaan yaitu (1)
Nene uttu’ “Nenek Buyut”, (2) Dato’ “Kakek”,(3) Nene “Nenek”, (4) Lato’
“Kakek”, (5) Ambo’ “Ayah”,(6) Indo’ “Ibu”, (7) Amure “Paman”, (8)
Tante’ Bibi”, (9) Baco’ “Anak Laki-laki”, (10) Becce’ “Anak Perempuan”.
b. Bentuk sapaan teman sebaya terdiri 4 kata sapaan yaitu: (1) Ceng “Teman”,
(2) Silo “Kawan”, (3) Ner “Kawan”, (4) Tacco (Tai kelamin Laki-laki).
4. Bentuk sapaan berdasarkan perkawinan terdiri 5 kata sapaan yaitu: (1) Bene
“Istri”, (2) Lakkai “Suami”, (3) Daeng Urane “Kakak Laki-laki” , (4) Daeng
Makunnrai “Kakak Perempuan”, (5) Anri Urane “Adik Laki-laki”.
5. Bentuk sapaan kedudukan dalam masyarakat terdiri 5 kata sapaan yaitu: (1)
Puang Aji “Ibu Haji”, (2) Pak Kades “ Pak Kepala Desa”, (3) Sekdes
“ Sekertaris Desa”, (4) Pak Guru “Bapak Guru”, (5) Pak Imang “Pak Imam”.

59
60

6. Bentuk sapaan julukan terdiri 2 kata sapaan yaitu: (1) Congkang “Mulut Maju”,
(2) Pido’ “Mata Sipit”.
7. Bentuk sapaan keagamaan terdiri 2 kata sapaan yaitu: (1) Puang “Allah SWT“,
(2) Gurutta “Ulama”.
8. Bentuk sapaan dieksis terdiri dari 2 kata sapaan yaitu : (1) La Koro “Kesana”,
(2) Lo Mai “ Kesini”.

Adapun makna yang ditemukan pada Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo
di Desa Simuntu yaitu:

1. Makna sapaan kata ganti/pronomina, sapaan kata ganti atau pronomina


hanya ada kata ganti orang kedua yaitu kamu.
2. Makna sapaan nama diri, sapaan ini difungsikan saat seorang menyapa
dengan teman sebayanya atau masih seumuran, sapaan ini biasanya juga
menggunakan nama yang diberikan sejak kecil.
3. Makna sapaan kekerabatan memiliki makna hubungan yang berasal dari
pertalian sedarah, hubungan yang berasal dari keturunan dan bisa juga
hubungan dari hubungan perkawinan.
4. Makna sapaan berdasarkan perkawinan memiliki makna hubungan yang
berasal dari pernikahan.
5. Makna sapaan kedudukan dalam masyarakat, sapaan ini memiliki makna
orang yang berpengaruh dan memiliki jabatan yang dihormati dalam
masyarakat, yang membantu dan mengembangkan desanya.
6. Makna sapaan julukan sapaan ini digunakan untuk memanggil teman yang
sudah akrab dan dianggap sudah dekat.
7. Makna sapaan keagamaan, sapaan ini digunakan dan difungsikan untuk
memanggil orang yang memiliki sifat agamis dan bisa memberikan siraman
rohani kepada masyarakat.
8. Makna sapaan dieksis, sapaan ini digunakan untuk menunjuk sesuatu atau
seorang yang hendak diajak berbicara oleh penutur kepada mitra tutur.
61

5.2 Saran

Berdasarkan dari hasil kesimpulan yang telah peneliti lakukan makan


peneliti dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

Bagi pembaca diharapkan dapat membedakan bentuk dan makan kata


sapaan bahasa Bugis dialek Wajo, Bagi pelajar dan mahasiswa yang suku Bugis
dialek Wajo pada masyarakat di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan
Kabupatan Toli-Toli, hendaknya dapat memberikan sikap apresiatf terhadap
kebahasaan, terutama bahasa daerah serta dapat memberikan untuk lebih
mengenal, menghargai dan melestarikan bahasa daerahnya. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai slah satu bahan masukan khususnya bagi penulis dan
alternatif sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin
mengambil judul penelitiannya yang berkaitan dengan kata sapaan, Bagi
peneliti, penelitian yang dilakukan ini diharapakan dapat menambah wawasan
tentang bahasa daerah, terkhusus mengenai sapaan yang digunakan masyarakat
suku Bugis dialek Wajo, Bagi guru bahasa Indonesia atau pengajar, penelitian
ini dapat dijadikan rujukan dalam pengajaran bahasa Indonesia dan sastra
Indonesa. Pengajar dapat memanfaatkan bahasa daerah hasil penelitian sebagai
materi dan sebagai pengetahuan yang baru bagi pengajar, karena tidak semua
pengajar asli orang Bugis. Jadi dengan adanya penelitian ini pengajar dapat
memperbanyak pengetahuan tentang bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Pengajar pun dapat memahami sapaan yang ada dalaam bahasa Bugis dialek
Wajo, Bagi pelajar selain suku Bugis, dengan adanya penelitian ini pelajar
selain suku Bugis yang tidak mengetahui tentang sapaan suku Bugis dialek
Wajo.
62

Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awalan. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. (2011). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Henilda (2013). Kata Sapaan Bahasa Kaili Dialek Rai: Suatu Tinjauan Sosiolingusitik.
Palu: Universitas Tadulako (Skripsi).

Kertomihardjo, Soeseno. (1998). Bahasa Cerminan Kehidupan Masyarakat. Jakarta:


Departemen Pendididkan dan Kebudayaan.

Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Mahsun (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan teknik.
Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.

Muzamil, dkk. (1997). Sistem Sapaan Bahasa Melayu Sambas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Moleong, (2010). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit: PT. Remaja


Rosdakarya

Nababan,P.W.J. (1984) Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Patlima, (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Riadatus Saleha (2020). Kata Sapaan Bahasa Sasak Dialek Lombok Tengah: Suatu
Tinjauan Sosiolinguistik. Palu: Universitas Tadulako (Skripsi).
63

Ruhardi, Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


Erlangga.

Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta Bandung

Suandi, I Nengah. (2014). Sosiolingusitik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumarsono (2008). Sosiolinguistik. Yogyakarta. Sabda. Pustaka Pelajar.

Usman, H.B., dkk (2005). Pedoman Penyusunan Penelitian Karya Ilmiah Proposal,
Skripsi, Makalah, Artikel Ilmiah dan Laporan Praktek Lapangan. Kampus
Bumi Tadulako Tondo. Universitas Tadulako
64

LAMPIRAN
65

KUMPULAN DATA PENGGUNAAN SAPAAN

A. Bentuk Bahasa Bugis dialek Wajo

1. Bentuk Kata Ganti atau Pronomina

Kartu Data 1

Waktu : Sabtu, 1 Januari 2022

Tempat : Depan rumah Hikmah

Partisipan : Ayu dan Hikmah

Bentuk ujaran

Ayu ;Panna iko jokka lo Bolo?

:Kapan kamu pergi ke Buol?

Hikmah :Sangadi pa jokka lo Bolo.

:Lusa saya pergi ke Buol.

Ayu :Saga ongkoso na idi ako lo Bolo?

:Berapa biayanya kamu kalau ke Buol?

Hikmah :Rp 250.000 mannena lettu ni Bolo.

:Rp 250.00 semuanya sampai di Buol.


66

2. Bentuk Sapaan Nama Diri

Kartu Data 2

Waktu : Minggu, 2 Januari 2022

Tempat : Di Ruang Belajar

Partisipan : Mamanya Ecce dan Ecce

Bentuk ujaran

Mamanya Ecce :Ecce tegi salisape’e na’?

:Ecce dimana talkum nak?

Ecce :De’wiseng, emma’ onna’ taro salisape’e.

:Tidak saya tahu, mama tadi yang simpan talkum.

Mamanya Ecce :Sappa’ re ka jolo Ecce, loka pake’i masempajang.

:Carikan dulu Ecce, mau untuk di pake Shalat.

Ecce :Enggka je ma’ salisape’ ta.

:Ini mak talkumnya.


67

Kartu Data 3

Waktu : Senin, 3Januari 2022

Tempat : Di Dermaga

Partisipan : Fahmi dan Sahrul

Bentuk ujaran

Fahmi :Rul panna ko maju ujiang skripsi?

:Rul kapan kamu maju ujian skripsi?

Sahrul :Magi, melo’ ko jokka mita ka ujiang?

:Kenapa, kamu ingin melihat saya ujian?

Fahmi :Iyya, melo ka mita ko ujiang.

:Iya, saya ingin melihat kamu ujian.

Sahrul :Elo’ ku, pura pih maleppe’ idul fitri.

:Yang saya mau, habis lebaran idul fitri.


68

Kartu Data 4

Waktu : Rabu, 5 Januari 2022

Tempat : Di dapur

Partisipan : Rosma dan Maryam

Bentuk ujaran

Rosma :Iyang melo ko manre coto gah?

:Maryam kamu mau makan coto kah?

Maryam :Iyye, melo ka ma lao tega ki manre?

;Iya, saya mau ma dimana kita makan?

Rosma :Warunna ki ambo’ dalle.

:Di warungnya ambo’ dalle.

Maryam :Matunih jokka ki.

:Ayo kita pergi.


69

3. Bentuk Sapaan Kekerabatan


a. Bentuk Sapaan Terhadap Keturunan dan Sedarah

Kartu Data 5

Waktu : Rabu, 5 Januari 2022

Tempat : Di teras rumah Ifah

Partisipan : Ifah dan Nene Uttu’

Bentuk ujaran

Ifah :Nene uttu’ mette emma’ku aja talupai minung pabburata.

:Nenek buyut katanya mama ku jangan lupa minum obat nya.

Nene uttu’ :Iyye na’, melo ni je cappu paburra na nene na’ pedangi
emma’mu nah.

:Iya cicit perempuan, sudah hampir habis obatnya nenek nak


beri tahu mama mu.

Ifah :Iyye nene uttu’, matu’ pih u pedangi emmaku.

:Iya nenek buyut, nanti saya beri tahu mama ku.

Nene uttu’ :Iyye na’, aja mulupai passena nene’

:Iya cicit perempuan, jangan sampai lupa pesannya nenek.

Ifah :Iyye nene uttu’.

:Iya nenek buyut.


70

Kartu Data 6

Waktu : Kamis, 6 Januari 2022

Tempat : Di Ruang keluarga

Partisipan : Kakek dan Cucu Laki-laki

Bentuk ujaran

Kakek :Co eliangi jolo tole’ dato’ na’, mapeddi uttu’ ku na.

:Cucu laki-laki pergi belikan dulu rokok kakek nak, sakit lutut ku nak.

Cucu laki-laki :Iyye dato’ tole’ mere’ aga?

:Iya kakek rokok merek apa?

Kakek :Mere’ matra na, aja mu metta nah.

:Merek matra nak, jangan lama yah.

Cucu laki-laki :Iyye dato.

:Iya kakek.
71

Kartu Data 7

Waktu : Sabtu, 8 Januari 2022

Tempat : Di Halaman Rumah Nenek

Partisipan : Putri dan Nenek

Bentuk ujaran

Putri :Nene panna ki idi melo makebbu buras, meloni maleppe?

:Nenek kapan anda membuat burasa, sudah mau lebaran?

Nenek :Sangadi na, magi?

:Lusa nak, kenapa?

Putri :Melo ka balingi ki nene makebbu buras ta.

:Saya ingin bantu nenek membuat burasa.


72

Kartu Data 8

Waktu : Senin, 10 Januari 2022

Tempat : Di depan Televisi

Partisipan : Idrus dan Kakek

Bentuk ujaran

Idrus :Lato’ kitega pandroli tapabiring?

:Kakek di mana linggis di simpan?

Kakek :Engka ki sedena bujunge na, melo mu agai pandroli e?

:Ada di dekat sumur nak, kamu mau pakai apa linggis?

Idrus :Melo ka pake i makkae pake mataneng patto’ na pallae.

:Saya mau pakai menggali untuk menanam patok pagar.

Kakek :Oh iyye na.

:Oh iya nak.

Kartu Data 9

Waktu : Selasa,11 Januari 2022

Tempat : Di depan kolam ikan

Partisipan : Anti dan Ayah Anti

Bentuk ujaran

Anti :Ambo’e melau ka dui’.


73

:Ayah saya minta uang.

Ayah Anti :Melo ko pakei mangelli aga dui’ e na?

:Kamu mau pakai beli apa uang nak?

Anti :Melo ka pakei mangelli sapatu mbo’.

:Saya mau pakai belikan sepatu yah.

Ayah Anti :Saga melo’ melau na?

:Berapa yang kamu mau minta na?

Anti :250.000 na ambo’.

:250.000 saja ambo.

Ayah Anti :Engkahe muala dui’ na, jokka no manggeli sapatu.

:Ini kamu ambil uang nak, pergilah beli sepatu.

Kartu Data 10

Waktu : Jumat, 7 Januari 2022

Tempat : Di belakang rumah

Partisipan : Ummu dan Ibu Ummu

Bentuk ujaran

Ummu :Indo’ melo ki gah baja jokka lao passae?

:Ibu maukah besok pergi kepasar?

Ibu Ummu :Iyye na’ magi, melo ko baja maccue’gah?

:Iya nak kenapa, apakah kamu ingin ikut juga?

Ummu :Iyye ndo’ melo ka maccue’ mangeli bedda’.


74

:Iya bu, saya ingin ikut pergi bedak.

Ibu Ummu :Iyye na’ mele’ ladde’ ki baja jokka.

:Iya nak pagi sekali kita pergi besok.

Kartu Data 11

Waktu : Rabu, 12 Januari 2022

Tempat : Di Pinggir Pantai

Partisipan : Agil dan Paman Agil

Bentuk ujaran

Agil :Amure panna ki melo’ menno’ mammeng?

:Paman kapan kita mau turun memancing?

Paman Agil :Mele’ kelle’ ki menno’ mammeng.

:Pagi-pagi kita turun memancing.

Agil :Oh iyye mure’ obbi’ mua ka ako melo ni jokka.

:Oh iya om panggil saya kalau sudah mau pergi.

Paman Agil :Iyye na’.

:Iya nak.
75

Kartu Data 12

Waktu : Sabtu, 15 Januari 2022

Tempat : Di Rumah Bibi

Partisipan : Awaliyah dan Bibi

Bentuk ujaran

Awaliyah :Tante’ melo ki gah bua panasa?

:Bibi mau buah nangka?

Bibi :Iyye tante’ melo’ na’ mega gah buana panasamu?

:Iya bibi mau nak banyak kah buah nangka mu?

Awaliyah :Iyye tante’ mega.

:Iya bibi banyak.

Bibi :Iyye barengi pale tante cedde’ na’.

:Iya berikan bibi sedikit saja nak.

Kartu Data 13

Waktu : Kamis, 13 Januari 2022

Tempat : Di Kamar Ahsan

Partisipan : Mama Ahsan dan Ahsan

Bentuk ujaran
76

Mama Ahsan :Baco’ wedding gah baja muantara kaa na’?

:Anak laki-laki ku bisa kah besok kamu antar ibu nak?

Ahsan :Iyye wedding ndo’ melo ki lo tega?

:Iya bisa bu mau kemana?

Mama Ahsan :Jokka lo bolana nene’mu na’.

:Pergi ke rumahnya nenek mu nak.

Ahsan :Iyye ndo’.

Kartu Data 14

Waktu : Minggu, 16 Januari 2022

Tempat : Di depan kamar mandi

Partisipan : Mama Nisa dan Nisa

Bentuk ujaran

Mama Nisa :Becce’ lao tega ambo’ mu onna’?

:Anak perempuan ku kemana ayah mu tadi?

Nisa :Lao bola na i pak mantri hewang e ndo’.

:Pergi ke rumahnya pak mantri hewan bu.

Mama Nisa :Ohh iyye na’.

:Oh Iya nak.


77

b. Bentuk Sapaan Teman Sebaya

Kartu Data 15

Waktu : Jumat, 14 Januari 2022

Tempat : Di depan rumah Fajrin

Partisipan : Akmal dan Fajrin

Bentuk ujaran

Akmal :Aga kareba mu ceng?

:Apa kabar mu teman?

Fajrin :Kareba madeceng ceng.

:Kabar Baik teman.

Akmal :Purano Wisuda ceng?

:Kamu sudah wisuda teman?

Fajrin :Deppi ceng nappa skripsi ku ujama.

:Belum teman baru sementara kerja skripsi.


78

Kartu Data 16

Waktu : Rabu, 19 Januari 2022

Tempat : Di pinggir jalan

Partisipan : Dina dan Nana

Bentuk ujaran

Dina :Tega ki pole silo?

:Kamu dari mana kawan?

Nana :Poleka acara mamiraje ku masijie.

:Saya dari acara isra’ miraj di masjid.

Dina :Hamma iyya pale dih wallupai acara mamiraje pale ye essoe.

:Astaga iya yah saya lupa kalau ada acara isra’miraj hari ini.

Nana :Makkutu we silo ajja ko ma tik-tok tutu’ jaji muallupaini tuh.

:Makanya kawan jangan cuman main tik-tok terus jadinya kamu

Lupa.

Dina :Haha aja je’ muakada makkutu silo.

:Haha jangan bilang begitu lah kawan.

Nana :Mabonga-bonga ma silo.

:Hanya bercanda saja kawan.


79

Kartu Data 17

Waktu : Senin, 17 Januari 2022

Tempat : Di tempat tongkrongan

Partisipan : Aldi dan Reski

Bentuk ujaran

Aldi :Ner jokka ki manontong paggolo ku stadion e.


:Teman pergi nonton bola yuk di stadion.

Reski :Aihh de’gaga dui ku belah ner.


:Aihh saya lagi tidak punya uang ini teman.

Aldi :Puaah na de’ yakkamaja ner, geratis matama stadion e.


:Ahh tidak bayar teman, geratis masuk ke stadion.

Reski :Mai ni pale ner jokka ki, ako de’ pale makkamaja.
:Ayo teman kita pergi, kalau memang tidak bayar.

Kartu Data 18

Waktu : Kamis, 20 Januari 2022

Tempat : Di rumah Fikran

Partisipan : Pandi dan Fikran

Bentuk ujaran
80

Pandi :Panna ko pole tacco, tappa engka no ki kamponge.


:Kapan kamu datang (kata umpatan), langsung ada di kampung.

Fikran :Wenni’ kaa pole.


:Kemarin saya datang.

Pandi :Paja no je’ majjama ku Morowali?


:Sudah berhenti kamu kerja di Morowali?

Fikran :Iyya Paja na majjama, melo ma madare’.


:Iya sudah berhenti saya kerja, mending kerja di kebun.

4. Bentuk Sapaan Berdasarkan Perkawinan

Kartu Data 19

Waktu : Selasa, 18 Januari 2022

Tempat : Di dapur

Partisipan : Muksin dan Nasrah

Bentuk ujaran

Muksin :Bene ku pura ni gah mannasu?


:Istri ku kamu sudah memasak?

Nasrah :Iyye purana mannasu.


:Iya saya sudah memasak.
81

Muksin :Mannasu aga ki?


:Memasak apa?

Nasrah :Itani ki laleng na loboe lakkai ku.


:Silahkan kamu lihat di dalam tudung saji suami ku.

Kartu Data 20

Waktu : Jumat, 21 Januari 2022

Tempat : Di dapur

Partisipan : Meli dan Sofyan

Bentuk ujaran

Meli :Lakkai ku pasangi ka yolo lampunna dapoe.


:Suami ku pasangkan dulu bohlam lampu di dapur.

Sofyan :Iyye bene ku, manggala adengeng ka yolo.


:Iya istri ku, saya ambil tangga dulu.

Meli :Iyye aja ki metta nah apa melo na mannasu mappetang dapoe.
:Iya jangan lama karena saya mau memasak gelap dapur.

Sofyan :Iyye siap nih ujamang ki benne canti’ku.


:Iya siap dikerjakan istri cantik ku.
82

Kartu Data 21

Waktu : Minggu, 23 Januari 2022

Tempat : Tempat rekreasi

Partisipan : Rima dan Ayub

Bentuk ujaran

Rima :Jaji ki jokka lao mangkosso daeng urane?


:Jadi kamu pergi ke Makassar kakak laki-laki?

Ayub :Iyye jaji anri’ makkunraiku.


:Iya jadi adik perempuanku.

Rima :Iyye aja talupai bua lima ku nah ako lesu ni.
:Iya jangan kita lupa buah tanganku kalau sudah pulang.

Kartu Data 22

Waktu : Sabtu, 22 Januari 2022

Tempat : Di Pasar

Partisipan : Rahmi dan Rina

Bentuk ujaran

Rahmi :Daeng makunnrai pakegi caranna makkebu beppa bolu?


:Kakak perempuan bagaimana caranya membuat kue bolu?
83

Rina :Iyye matu ubarengi ki nri’ resep naa.


:Iya nanti saya beritahu dek resepnya.

Rahmi :Iyye apanah na poji nanae beppa ta.


:Iya karena anak-anak suka kuenya.

Rina :Bahh tenang ni nri’ matu pih ubarengi ki.


:Waah tenang saja dek nanti resepnya.

Kartu Data 23

Waktu : Senin, 23 Januari 2022

Tempat : Di Kebun

Partisipan : Siska dan Ardi

Bentuk ujaran

Siska :Anri urane pakkoga carana mappaseng waju ki onlenge?


:Adik laki-lakiku bagaimana caranya memesan baju di online?

Ardi :Bah gampang mih deng, mappaseng lalo aplikasi ki.


:Gampang saja kak, memesan melalui aplikasi.

Siska :Iyya pale anri urane ku passenga ka.


:Iya dek pesankan kakak.
84

5. Bentuk Sapaan Kedudukan dalam Masyarakat

Kartu Data 24

Waktu : Rabu, 25 Januari 2022

Tempat : Di rumah Ibu Haji

Partisipan : Ibu Inna dan Ibu Haji

Bentuk ujaran

Ibu Inna :Puang aji panna ki pole lo tana mendre?


:Ibu haji kapan datangnya dari tanah mandar?

Ibu Haji :Wennina senenge ka pole ibuna.


:Malam senin saya datang ibu.

Ibu Inna :Iyye puang aji apanah nappa ki sedding uwita.


:Iya ibu haji karena baru terlihat.

Ibu Haji :Iyye ibu appanah masemmeng ka.


:Iya ibu karena saya sedikit kurang sehat.
85

Kartu Data 25

Waktu : Selasa, 24 Januari 2022

Tempat : Kantor Desa

Partisipan : Pak Tri dan Kepala Desa

Bentuk ujaran

Pak Tri :Pak Kades kitega ki melo sempajang idul fitri?


:Pak kepala desa di mana kita melasanakan sholat idul fitri?

Kepala desa :Pada mua biasae pak ku lapangange.


:Seperti biasanya pak di lapangan.

Pak Tri :Iyye pak wasseng ku masigie makanna wakutana.


:Iya pak saya mengira di masjid makanya saya bertanya.

Kepala desa :Mitau na de’cuku masigie.


:Di takutkan tidak cukup untuk di masjid.

Kartu Data 26

Waktu : Senin, 31 Januari 2022

Tempat : Di Ruangan Pak Sekdes

Partisipan : Pak Juspan dan Pak Sekdes

Bentuk ujaran
86

Juspan :Pak Sekdes ki ridi gah ako makebbu KTP ?


:Pak Sekertaris Desa sama anda kalau mau buat KTP?

Pak Sekdes :Iye ku iya pak tapalengka yolo syara’ na ako makebbu.
:Iya sama saya pak dilengkapi dulu persyaratanya kalau mau
buat.

Kartu Data 27

Waktu : Selasa, 1 Februari 2022

Tempat : Di Sekolah

Partisipan : Riswan dan Pak guru

Bentuk ujaran;

Riswan :Pak guru, jaji gah baja latihang mapuisi?


:Pak guru, besok jadi untuk latihan berpuisi?

Pak guru :Iye jaji, baja arawing ku bolana bapak.


:Iya jadi, besok sore di rumahnya bapak.
87

Kartu Data 28

Waktu : Kamis, 26 Januari 2022

Tempat : Di Masjid

Partisipan : Pak Dalle dan Pak Imam

Bentuk ujaran

Pak Dalle :Pak Imang esso aga melo yebbu’ acara maulu nabi?
:Pak imam kapan di buat acara maulid nabi?

Pak Imam :Esso na arabae pak.


:Hari rabu pak.

Pak Dalle :Iyye pak melona pale pedangi pegawai syari’e.


:Iya pak saya akan memberitahu pegawai syari dulu.

6. Bentuk Sapaan Julukan

Kartu Data 29

Waktu : Senin, 30 Januari 2022

Tempat : Di Lapangan

Partisipan : Anto dan Ridwan

Bentuk ujaran
88

Anto :Congkang sibawangi ka jolo mangeli parada.


:Mulut Maju temani saya beli cat tembok.

Ridwan :Matunih jokka ni, ku pedangi yolo indo’ku.


:Ayo pergi, saya beritahu dulu ibuku.

Anto ;Iyo siga noh aja mumetta da.


:Iya cepatlah jangan lama.

Ridwan :Iyo cina’ maa.


:Iya sebentar saja.

Kartu Data 30

Waktu : Minggu, 29 Januari 2022

Tempat : Di rumah Tika

Partisipan : Sakka’ dan Tika

Bentuk ujaran

Sakka’ :Pido’ aga mu pake magi pede mapute ko?


:Mata sipit apa kau pake tambah putih saya lihat?

Tika :Mappake ka bedda’ nampu mih.


:Saya memakai bedak tumbuk saja.
89

7. Bentuk Sapaan Keagamaan

Kartu Data 31

Waktu : Sabtu, 28 Januari 2022

Tempat : Rumah Bu Sita

Partisipan : Bu Rima dan Ibu Sita

Bentuk ujaran

Bu Rima :Panna mimmana ana’ ta tuh bu sampuleng ni babbuana?


:Kapan melahirkan anak ibu sudah berapa bulan perutnya?

Bu Sita :Elodoang Puang metta mompi aladongena bu nappa pitu


puleng babbuana.
:Meminta kepada Allah SWT masih lama bu minta doanya saja
baru tujuh bulan perutnya.

Kartu Data 32

Waktu : Jumat, 27 Januari 2022

Tempat : Di Tempat Majelis

Partisipan : Pak Udding dan Ulama

Bentuk ujaran

Pak Udding :Tabe, Gurutta melo ka makutana?


:Permisi, Ulama saya mau bertanya?
90

Ulama :Iye, makutana ni melo ki makutana aga?


:Iya, silahkan bertanya ingin bertanya apa?

Pak Udding :Pakkogi carana mahapusu dosa pura laloe?


:Bagaimana caranya menghapus dosa yang lalu?

Ulama :Toba’ ki melau ampung ki puang.


:Tobat minta ampun ke Allah.

8. Bentuk Sapaan Dieksis

Kartu Data 33

Waktu : Minggu, 29 Januari 2022

Tempat : Di samping rumah

Partisipan : Ibu Siska dan Siska

Bentuk ujaran

Ibu Siska :Na’ alangika jolo kaju-kaju.


:Nak ambilkan dulu Ibu sayur.

Siska :Ku tega ndo’?


:Di mana bu?

Ibu Siska :La Koro na cede’ dapurenge sedena ajue.


:Kesana nya sedikit dapur dekatnya kayu.

Siska :Iye ndo’.


:Iya bu.
91

Kartu Data 34

Waktu : Jumat, 21 Januari 2022

Tempat : Di rumah Mila

Partisipan : Uni dan Mila

Bentuk ujaran

Uni :Mila Lo Mai ko matu nah pura mageribi.


:Mila kesini nanti habis magrib.

Mila :Melo’ ka maga ni mu soro ka lao bolamu?


:Mau ngapain kamu suruh saya ke rumahamu?

Uni :Melo mabbaca indo’ ku, lo bolae no jee.


:Mau baca doa ibuku, ke rumah saja.

Mila :Oke pale pura mageribi lo bola mu kaa.


:Oke habis magrib saya ke rumahmu.
92

DATA NAMA INFORMAN

1. Nama : Pajri Baco


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 40
Jabatan : Kepala Desa

2. Nama : Jawaria
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60
Jabatan : Ibu Rumah Tangga

3. Nama : Yommi
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 51
Jabatan : Ibu Rumah Tangga

4. Nama : Rukmini
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
93

5. Nama : Babae
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56
Jabatan : Nelayan

6. Nama : Husna
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60
Jabatan : Ibu Rumah Tangga

7. Nama : Mansur
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58
Jabatan : Petani

8. Nama : Mustakim
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 48
Jabatan : Petani

9. Nama : Hamsah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60
Jabatan : Petani
94

10. Nama : Tasmin


Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 51
Jabatan : Ibu Rumah Tangga

11. Nama : Darwis


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50
Jabatan : Petani

12. Nama : M. Said


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58
Jabatan : Nelayan

13. Nama : Junaidi


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 48
Jabatan : Petani

14. Nama : Daeng Macinnong


Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 51
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
95

15. Nama : Jamaluddin


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 52
Jabatan : Petani

16. Nama : Abdulrahman


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 46
Jabatan : Wiraswasta

17. Nama : Kaco


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50
Jabatan : Petani

18. Nama : Padlon


Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
BIODATA PENULIS

1. UMUM

Nama : Saripa Kumala

Tempat dan Tanggal Lahir : Toli-Toli, 23 November 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Orang Tua

Ayah : Paizal Hi Abdullah Bukayer S.Pt

Ibu : Maryam Rumi

Agama : Islam

Alamat : Boilan, kec. Tiloan kab.Buol

2. PENDIDIKAN

TK : TK Bakti Nusantara Tiloan

SD : SD Negeri 1 Tiloan

SMP : SMP Negeri 1 Tiloan

SMA : SMA Negeri 2 Biau

PT : Universitas Tadulako

Anda mungkin juga menyukai