SKRIPSI
Oleh
SARIPA KUMALA
A11118069
Untuk memenuhi suatu syarat ujian guna memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan pendidikan
Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
SARIPA KUMALA
SKRIPSI
Saripa Kumala. 2022. Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo. Skripsi Program
Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako. Pembimbing Drs. Idris Patekkai., M.Hum.
Abstrak: Fokus permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimana bentuk dan makna
kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendesksripsikan agar mengetahui bentuk dan makna kata sapaan bahasa Bugis dialek
Wajo. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Adapun sumber data untuk kepentingan analisis data digunakan data kata sapaan dalam
bahasa Bugis dialek Wajo yang diperoleh melalui proses penyimakan dengan
menggunakan teknik observasi atau pengamatan, teknik rekam. Hasil dari penelitian
ini memperoleh delapan bentuk sapaan ialah, (1) bentuk sapaan terhadap kata
ganti/pronomina, (2) bentuk sapaan nama diri, (3) bentuk sapaan kekerabatan, (4)
bentuk sapaan berdasarkan perkawinan, (5) bentuk sapaan kedudukan dalam
masyarakat, (6) bentuk sapaan julukan, (7) bentuk sapaan keagamaan, (8) bentuk
sapaan dieksis. Adapun makna sapaan pada bahasa Bugis dialek Wajo meliputi delapan
makna yaitu, (1) makna sapaan kata ganti/pronomina, (2) makna sapaan nama diri, (3)
makna sapaan berdasarkan hubungan kekerabatan, (a) makna sapaan keturunan atau
sedarah (b) makna sapaan teman sebaya, (4) makna sapaaan berdasarkan perkawinan,
(5) makna sapaan berdasarkan kedudukan masyarakat, (6) makna sapaan julukan, (7)
makna sapaan keagamaan, (8) makna sapaan dieksis.
iii
ABSTRACT
Saripa Kumala. 2022. Greetings In the Bugis Dialect of Wajo. Thesis of Indonesian
Language and Literature Study Program, Department of Language and Arts, Faculty
of Teacher Training and Education, Tadulako University. Supervisor Drs. Idris
Patekkai, M.Hum.
Abstrak: The focus of the problem in this study is how the form and meaning of
greeting words in the Wajo dialect Bugis language are. The purpose of this study is to
describe in order to know the form and meaning of greeting words in the Wajo dialect
Bugis language. This study uses a descriptive method with a qualitative approach. The
data sources for the purposes of data analysis used greeting words in the Bugis language
of the Wajo dialect which were obtained through the listening process using
observation or observation techniques, recording techniques. The results of this study
obtained eight forms of greeting, namely, (1) the form of greeting for pronouns, (2) the
form of greeting self-name, (3) the form of greeting for kinship, (4) the form of greeting
based on marriage, (5) the form of greeting position. in society, (6) forms of nicknames,
(7) forms of religious greetings, (8) forms of greetings exist. The meaning of greeting
in the Bugis language of the Wajo dialect includes eight meanings, namely, (1) the
meaning of greeting pronouns, (2) the meaning of greeting one's name, (3) the meaning
of greeting based on kinship, (a) the meaning of greeting descent or blood (b) ) the
meaning of greeting peers, (4) meaning of greeting based on marriage, (5) meaning of
greeting based on community position, (6) meaning of nickname, (7) meaning of
religious greeting, (8) meaning of greeting exists.
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah serta inayah-Nya, sehinggah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo”. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi strata
satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako.
Berbagai macam kesulitan dan hambatan yang dihadapi oleh penulis selama
menyusun skripsi, Alhamdulillah semua itu dapat dihadapi dengan kebesaran hati.
Segala bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Dengan penuh haru dan bangga, penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga, kepada Ayah dan Ibunda tercinta (Paizal Hi Abdullah Bukayer S.Pt dan
Maryam Rumi) yang selama ini telah berjuang keras baik pagi, siang, dingin maupun
panas yang tanpa lelah dalam menafkahi keluarga tercinta, terutama untuk membiayai
penulis selama penyelesain studi, dan doa yang tak hentinya untuk kesuksesan penulis,
dan penulis ucapkan terima kasih kepada adik-adik tersayang Idrus dan Ummu, serta
keluarga yang telah mendukung dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagi pihak. Ucapan terima kasih dengan
segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ucapkan kepada:
v
4. Abdul Kamaruddin, S.Pd., M.Ed., Ph.D, Wakil Dekan Bidang Umum dan
Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
5. Dr. Iskandar M. Hum, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
6. Dr. Hj Sriati Usman, M. Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.
7. Koordinator Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Ulinsa,
M.Hum.
8. Drs. Idris Patekkai, M. Hum selaku dosen wali dan dosen pembimbing yang
telah memberikan motivasi dukungan serta memberikan bimbingan, arahan dan
masukan dalam penulisan skripsi. Terima kasih telah meluangkan waktunya.
Semoga Bapak sehat selalu dan berada dalam lindungan Allah SWT.
9. Dr. Moh. Tahir., M. Hum selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan
semangat, motivasi, nasehat, masukan dan saran saat ujian seminar proposal,
hasil dan skripsi kepada penulis.
10. Julia Marfuah, S.Pd., M.Pd selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan
semangat motivasi, nasehat, masukan dan saran saat ujian seminar proposal,
hasil, dan skripsi kepada penulis.
11. Dosen-dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako,
khususnya pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan bekal dan Ilmu Pengetahuan kepada penulis selama
berlangsungnya proses perkuliahan. Terima kasih karena dengan sabar
memberikan Ilmu, nasehat, motivasi serta arahan kepada penulis selama
menempuh proses perkuliahan.
12. Segenap pegawai dan staf tata usaha di lingkup FKIP Universitas Tadulako,
yang telah membantu dan melayani segala keperluan administrasi penulis.
13. Teman-teman seperjuangan sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan angkatan 2018 kelas B, terutama para sahabat penulis yang selalu
vi
membantu dan menghibur: Khusnul Faridah Auliyah, Melti, Sri Wahyuni,
Sriwinda, Khusnul Putria Wati.
14. Kepada keluarga besar penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima
kasih telah menyemangati dan memberikan dukungan kepada penulis selama
kuliah.
15. Saudara-saudari saya, Mohammad Idrus dan Ummu Kalsum yang selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
16. Teman-teman PLP SMA Negeri 5 Palu yang sama-sama berjuang menjadi
seorang pendidik.
17. Rekan-rekan KKN angkatan 94 yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis.
18. Selanjutnya ucapan terima kasih pada semua pihak yang tidak dapat saya
sebutkan satu-persatu yang juga telah memberikan berbagai bantuan dalam
bentuk apapun.
Palu, 2022
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABCTRACT ................................................................................................... iv
viii
2.1.4 Dialek .......................................................................................... 11
3.5.2 Simak........................................................................................... 26
3.5.3 Cakap........................................................................................... 27
ix
3.7 Teknik Analisis Data ........................................................................ 28
x
4.2.7 Makna Sapaan Keagamaan ....................................................... 58
5.2 Saran........................................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................... 66
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa Bugis digunakan oleh suku Bugis yang merupakan etnis terbesar di
Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis memiliki banyak bentuk pelafalan yang tergambar
dari 27 dialeknya. Suku Bugis mempunyai bahasa daerah sendiri dan juga
mempunyai aksara lontara. Mohammad Yusuf dalam jurnal Bahasa Bugis dan
Penulisan Tafsir di Sulawesi Selatan (2012) menyebut bahwa bahasa Bugis
memiliki aksara lontara dengan kitab yang berisikan kesusastraan suci, mantra-
mantra dan kepercayaan mitologis. Lontara dijadikan sebagai simbol budaya suku
Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat masa berikutnya.
Suku bugis dikenal sebagai suku yang menyebar luas keberbagai daerah di
Indonesia. Orang Bugis melakukan perantauan besar-besaran di kawasan
Nusantara sejak abad ke-17 Masehi. Koloni-koloni suku Bugis ditemukan di
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Pontianak, Johor, dan Semenanjug
Malayu. Diperantauan suku Bugis mengembangkan pelayaran, perdagangan,
perikanan, pertanian dan pembukaan lahan perkebunan.
1
2
Penyebab merantaunya suku Bugis adalah konflik antara kerajaan Bugis dengan
Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke- 16, 17, 18 dan 19.
Konflik itu menyebabkan tidak tenangnya masyarakat di daerah Sulawesi Selatan.
Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir.
Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan.
Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.
Keberadaan suku Bugis hampir diseluruh pelosok Indonesia, seperti di ibu kota,
bahkan di pedesaan sekali pun khususnya di desa Simuntu, yang sampai saat ini
masih memegang peranan penting bagi masyarakatnya. Suku Bugis,
Masyarakatnya menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa ibu terkhusus dialek
Wajo dan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari sedangkan bahasa Indonesia hanya
digunakan dalam situasi formal.
Bahasa Bugis dialek Wajo merupakan salah satu dialek yang digunakan oleh
kelompok masyarakat yang tinggal di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan
Kabupaten Toli-Toli Provinsi Sulawesi Tengah.
3
Ada kata-kata dalam bahasa bugis yang seharusnya tidak diucapkan dalam
pergaulan sosial, apalagi jika berkomunikasi dengan orang tua atau orang yang
dituakan seperti kata: iyyo, iko, buntalli, ciballe, tilasso, tilessi, cundekke, dan lain
sebagainya. Adapun yang di anggap sopan dan bertatakrama seperti kata : idi, iyye,
4
kita dan lain sebagainya. Untuk kata iyye yang bermakna “iya” atau mengiyakan
dan kata ini adalah pilihan kata yang sangat sopan dan halus.
Mengucapkan kata iyye bisa dengan menunduk kepala sedikit seperti anggukan
kepala. Mengucapkannya sekali saja sampai dua atau tiga kali masih cukup sopan,
tapi mengucapkannya kata iyye tersebut lebih dari tiga kali maka bisa menimbulkan
ketersinggungan atau dapat di pandang kurang ajar atau tidak sopan, ini berlaku
umum, baik kerabat, bukan kerabat, dan orang luar, terlebih lagi bagi orang bugis.
Kata sapaan iyyo juga bermakna “iya” dianggap tidak sopan dan kasar, misalnya
ada orang bertanya, melo ki maccue lo Ogotua? “mau ikut ke Ogotua?” jika
dijawab iyyo maka itu berarti tidak sopan, tapi jika di jawab iyye itu jawaban yang
sangat sopan. Kata iko bermakna “kamu” sering digunakan menjawab atau
mengiyakan suatu pertanyaan secara gamblang. Kata ini dianggap tidak sopan
khusus menyangkut sopan santun dan tata karma dikalangan suku bugis Wajo, tapi
jika jawab idi itu jawaban yang sopan.
Berdasarkan contoh yang telah dipaparkan, penulis beranggapan bahwa hal ini
sangat menarik untuk dikaji atau diteliti dari kebahasaanya, khususnya yang
berhubungan dengan sapaan. Maka penulis sangat tertarik untuk melakukan
penelitian ini.
5
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Henilda (2009) “Kata Sapaan Bahasa
Kaili Dailek Rai” yaitu menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan yaitu untuk mendeskripsikan bentuk dan
jenis-jenis kata sapaan beserta pembagiannya, yaitu: (1) sapaan
7
8
Bahasa sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen
yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Chaer (2006:1) menjelaskan bahwa
bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat abitrer
9
(tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang
dilambangkannya), digunakan oleh suatu masayarakat tutur untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Maksud dari bahasa adalah sebuah sistem
yaitu bahwa bahasa itu dibentuk sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan
dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi dan setiap lambang
bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap
lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat
disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Disisi lain Rahardi
(2009:1) menyatakan bahwa bahasa, masyarakat, dan budaya adalah tiga entitas yang
erat terpadu. Ketiadan yang satu menyebabkan ketidakadaan yang lainnya. Didalam
sebuah wadah masyarakat pasti hadir entitas bahasa. Demikian pula entitas bahasa itu
pasti akan hadir kalau masyarakatnya ada.
2.1.3 Sosiolinguistik
2.2.4 Dialek
Dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat.
Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan
oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga tetapi
menggunakan sistem yang erat hubungannya ( Ida Zulaeha, 2010:1).
Selain itu, Meillet (dalam Ida Zulaeha, 2010:3) berpendapat bahwa ciri utama
dialek adalah perbedaan atau keragaman dalam kesatuan dan persatuan dalam
perbedaan. Ciri secara uum yang dikemukakan oleh Meillet (1) dialek merupakan
seperangkat bentuk ujaran local (setempat) yang berbeda-beda yang memiliki ciri-ciri
umum dan masing-masing lebih sering dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari
bahasa yang sama, dan (2) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari
sebuah bahasa (Millet, 1967:69).
12
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang
dipahami sama penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut meski
berada dalam masayarakat tutur tidak merupakan kumpulan manusia yang
homogennya maka wujud bahasa yang konkret yang disebut parore menjadi tidak
beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan
oleh penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang
mereka lakukan sangat beragam.
Dalam hal ragam variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama,
variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi, variasi atau ragam bahasa itu terjadi
13
sebagai akibat dari dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua,
variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat
interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat
saja diterima ataupun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan adanya kergaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam
masyarakat sosial.
Variasi bahasa dilihat dari segi penuturnya yang lain disebut dialek, dialek
adalah variasi bahasa dari kelompok penutur yang jumlahnya relative, yang
berada disuatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Para penutur dalam suatu
dialek, mempunyai dialek masing-masing, memiliki kesamaan dan ciri
yang menandai bahwa mereka berada pada suatu dialek yang sama.
Misalnya, penutur bahasa Bugis dialek Wajo memiliki ciri tersendiri yang
berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Bugis dialek Bone, dialek
Takalar, dialek Soppeng, dialek Sinjai atau bahasa Bugis lainnya.
Diakerenakan dialek-dialek tersebut masih termasuk bahasa yang sama
yaitu bahasa Bugis.
2) Variasi dari segi pemakaian
Nababan (dalam Chaer, 2010:68) mengemukakan bahwa variasi bahasa
berkenan dengan penggunaanya, pemakainnya, atau fungsinya disebut
fugsiolek, ragam atau register. Variasi ini biasanyaa dibicarakan
berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan sarana
penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini berdasarkan
menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang pemakaian
ini berdasarkan menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau
bidang apa. Misalnya bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,
perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah
dalam bidamg kosakata. Variasi dalam fungsi ini oleh (Husben dalam
Achmad, 2012:176) disebut register. Pembicara tentang register ini
biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenan dengan
bahasa itu digunakan oleh siapa, dimana, dan kapan, maka register berkenan
pada masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. Misalnya, dalam
kehidupan modern kemungkinan seseorang hanya mengenal satu dialek.
Namun pada umumnya, dalam masyarakat modern orang hidup dengan
menggunakan lebih dari satu dialek.
15
Seorang pakar sosiolinguistik terkenal , Dell Hymes (1972) mengatakan bahwa suatu
peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya
dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah (diangkat
dari wardaugh, dalam Chaer, 2004: 48):
P : Participants
A : Act sequances
I : Instrumentalities
G : Genres
Setting and scene. Di sini setting berkenan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi
tempat dan waktu, atau stiasi psikologis pembicaraan.
partisipan sangat menentukan variasi atau ragam bahasa yang digunakan. Misalnya,
seorang anak akan menggunakan sapaan yang berbeda bila berbicara dengan orang
tuanya atau gurunya bila dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman-teman
sebayanya.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan peraturan. Peristiwa tutur yang terjadi
di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara: namun, para
partisipan di dalm peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin
membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si
terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Act secuance, mengacau pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini
berkenan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan hubungan
antara apa yang dikatakan dengan topic pembicaraan. Bentuk ujaran dalam
perkuliahan, dalam percakapan di pasar, di pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan
isi yang dibicarakan.
Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat saat pesan disampaikan.
Norm of interaction and interpretation, mengacu pada norma, aturan, atau etika
dalam berinteraksi.
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian atau bentuk dan ragam bahasa
yang digunakan.
kehidupan sehari-hari atau komunikasi yang terjadi pada masyarakat tutur dipengaruhi
oleh delapan komponen tutur tersebut.
Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan
perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
Kata juga biasa disebut sebagai morfem atau kombinasi morfem oleh bahasawan yang
dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat ujarkan sebagai bentuk bebas yang dapat
berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal, misalnya batu, rumah, datang atau
gabungan morfem, misalnya pejuang, pancasila mahakuasa. Berdasarkan ciri
karakteristiknya, kata dikelompokkan menjadi kata kerja, kata benda, kata sifat, kata
bilangan, kata keterangan, kata depan, kata sandang, kata ulang kata tanya, kata
sambung dan kata seru. Sebagai unsur bahasa terkecil, kata berperan penting dalam
menentukan ekspresi kebahasaan. Hubungan antarkata yang dijalin akan membentuk
kalimat dan pesan yang disampaikan di dalamnya. Kata sendiri terdiri atas kata baku
dan tidak baku, seperti halnya ragam bahasa ada yang baku juga ada yang tidak baku.
Kata baku dipakai sebagai standar baku dalam penulisan dan pengucapan. Sebaliknya,
kata tidak baku adalah kata yang tidak dipakai standar baku. Berbahasa baku berarti
menggunkan kata-kata baku sebagai ekspresi tuturan dan penulisan. Bahasa Indonesia
memiliki beragam kata yang berasal dari bahasa daerah ataupun pungutan dari bahasa
asing. Kata-kata tersebut diambil melalui serapan (baik secara adaptasi maupun adopsi)
serta melalui translasi. Setiap penulisan unsur serapan, terutama melalui adaptasi, yang
berasal dari bahasa inggris, penulisannya ditentukan berdasarkan bentuk dasarnya.
Sementara, setiap pengembalian secara utuh (adopsi) diambil secara utuh dengan
memerhatikan standar bunyi dan bentuk, misalnya film, bank, via, loteng, tauge.
Disamping contoh-contoh kosakata tersebut, terdapat beberapaa kosakata yang harus
dihafal karena pola pembukaan dan kesalahan pemakaian selama ini.
18
2.1.8 Sapaan
Sapaan berasal dari kata “sapa” yang berarti perkataan untuk menegur
(menegur bercakap-cakap dan sebagainya), kemudian mendapat akhiran-an menjadi
“sapaan” yang berarti ajakan untuk bercakap; teguran ; ucapan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1998;783). Para pelaku peristiwa bahasa.
Penggunaan kata sapaan itu tergantung pada beberapa faktor, yakni (1) kontak:
sebentar atau lama: (2) jarak sosial: jauh, sedang,dekat; (3) in-groupness: seusia,
sekelas. Seasal; dan (4) identitas tersapa: jenis kelamin, usia, kedudukannya. Kontak
antara pelaku pembicaraan dapat berlangsung sebentar dan bersifat santai atau dapat
juga berlangsung lebih lama dan bersifat serius. Dalam kontak yang bersifat santai atau
dapat juga berlangsung lebih lama dan bersifat serius. Dalam kontak yang bersifat
santai biasanya kata sapaan yang digunakan adalah kata sapaan jenis (9), misalnya:”O
mau ke mana?”. Dalam kontak yang bersifat serius, penyapa harus memperhatikan
jarak sosial antara dirinya dan yang disapa. Jarak sosial antara penyapa dan tersapa
dapat bersifat jau, sedang, atau akrab. Jika jarak sosialnya jauh, penyapa tidak teralu
kenal dengan tersapa, dipakailah kata sapaan jenis (8): Anda, Tuan, atau nyonya. Jika
jarak sosialnya sedang, penyapa tidak mengenal secara akrab tetapi identitas tersapa
20
diketahui dalam sebuah wacana, kata sapaan yang dipakai adalah kata sapaan jenis (5):
Pembaca, Pendengar, atau Pemirsa, jika status tersapa diketahui, kata sapaan yang
dipakai adalah kata sapaan jenis (3): Bapak, Ibu, atau saudara. Jika kedudukan atau
pangkat tersapa diketahui, kata sapaan jenis (4) lah yang dipakai: Dokter, Imam, atau
Haji yang dapat didahului oleh kata (ba)pak atau (i)bu supaya kedengaran lebih sopan
dan akrab. Jika jarak sosial antara penyapa dan tersapa dirasa dekat, penyapa perlu
memperhatiakan identitas tersapa. Faktor in-groupness menyangkut masalah apakah
penyapa dan tersapa seusia, apakah teman sekelas, teman satu sekolah, satu profesi,
berasal dari daerah yang sama, masih ada hubungan keluarga, dari suku yang sama,
atau dari organisasi yang sama. Disamping itu, penyapa masih harus memperhatikan
faktor identitas pelaku seperti jenis kelamin, usia, status, dan pangkat/kedudukan
tersapa.
Menurut Chaer (2009:34) makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat
sebagai gejala dalam ujaran. Maksud dari perkataan ini yakni, jika sebuah kata berbeda,
maka makna yang dihasilkan akan berbeda pula meskipun perbedaanya hanya sedikit.
Contohnya pada kata iko,dan idi dari kata ini memiliki makna yang sama yaitu sapaan
yang ditujukan untuk kata pengganti pronomina kedua, tetapi ada perbedaanya yaitu
iko bentuk pronomina kasar, idi bentuk pronomina yang sangat halus. Kedua sapaan
ini memiliki tingkatan status sosial yang berbeda-beda pula.
Dari pendapat yang telah dikemukakan bahwa makna adalah suatu yang
perkaitan dengan ujaran dan didalam ujaran pasti ada suatu makna. Selanjutnya makna
berkaitan dengan sapaan, dalam sapaan seseorang pasti mengandung makna.
21
Tingkat tutur adalah variasi bahasa yang perbedaanya ditentukan oleh sikap
pembicara kepada mitra bicara atau orang ketiga yang dibicarakan.
Perbedaan umur, derajat tingkat sosial, dan tingkat keakraban antara pembicara
dan mitra bicara akan menentukan variasi bahasa yang dipilih. Kesalahan dalam
pemilihan variasi bahasa sewaktu berbicara akan memunculkan kejanggalan dan
dianggap sangat tidak sopan.
KATA
SAPAAN
Metode Kualitatif
Penelitian ini mengkaji kata sapaan pada masyarakat suku Bugis dialek Wajo
di Desa Simuntu Kec. Dampal Selatan Kab. Toli-Toli, meliputi: bentuk dan makna kata
sapaan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Dengan metode deskriptif, penelitian dilakukan
semata-mata untuk memperoleh hasil penelitian berdasarkan fakta atau fenomena yang
ada dalam masyarakat Desa Simuntu dalam kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo.
Dalam hal ini, metode deskriptif memberikan gambaran secara objektif tentang sapaan
pada masyarakat suku Bugis dialek Wajo yang akan diteliti sesuai dengan faktor
pemakaian sapaan yang sebenarnya pada masyarakat suku Bugis yang ada di Desa
Simuntu Kecamatan Dampal Selatan.
23
24
Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berbahasa Bugis dialek
Wajo yang ada di Desa Simuntu Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Toli-Toli.
Bahasa yang dituturkan adalah bahasa Bugis dialek Wajo yang digunakan dalam
berkomunikasi verbal sehari-hari yang diperoleh melalui pengamatan dan pencacatan
lapangan secara langsung. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam memperoleh data
yang benar-benar valid. Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah
masyarakat asli penutur bahasa Bugis dialek Wajo. Namun, subjek yang dituju tidak
semua penutur bahasa Bugis dialek Wajo mempunyai kedudukan yang sama sebagai
informan dalam penelitian ini, sebab kriteria yang harus dipenuhi sebagai informan,
sebagai berikut.
f. Informan bersikap sabar, ramah, jujur, dan tidak terlalu emosional, serta tidak
mudah tersinggung; dan
g. Informan memiliki daya ingat yang baik, tidak malu, dan suka berbicara.
(Muzamil, 1997:7).
Data diri setiap informan yang dijadikan subyek dalam penelitian ini
akan dicatat. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dari informan dapat
dipercaya kebenarannya. Muzamil, (1997:7-8) mengelompokan data diri
tersebut meliputi: (1) Nama, (2) Umur dan jenis kelamin, (3) Tempat lahir, (4)
Bahasa ibu, (5) Bahasa lain yang dikuasai, (6) Tempat tinggal, (7) Berapa lama
di tempat itu (8) Bahasa asli ayah dan ibu informan, (9) Bahasa yang dipakai
informan sehari hari di rumah atau lingkungan keluarga sekarang, (10) Bahasa
yang dipakai informan dalam keadaan lain, misalnya ditempat kerja atau bahasa
di sekolah, (11) Pendidikan, (12) Bidang pekerjaan atau bidang jasa dan, (13)
Hal-hal yang dianggap dapat mempengaruhi bahasa informan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka kriteria informan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu, (1) Penutur asli bahasa Bugis dialek Wajo, (2)
Bertempat tinggal di wilayah penelitian, (3) Memiliki kejelasan dan ketepatan
dalam berartikulasi (tidak cacat wicara), (4) penutur berusia 18-60 tahun, (5)
mempunyai intelegensi yang cukup tinggi (minimal berpendidikan SD), dan (6)
dan memiliki daya ingat yang baik tidak malu, dan suka berbicara.
Adapun data diri informan yang akan dipaparkan dalam penelitian ini
adalah :
1. Nama;
2. Jenis kelamin;
3. Umur; dan
4. Pekerjaan;
26
Data dalam penelitian ini, diperoleh melalui beberapa teknik, yakni (1) teknik
observasi, (2) teknik simak, (3) teknik cakap (4) teknik rekam dan (5) teknik catat.
Kelima teknik tersebut diuraikan sebagai berikut:
3.5.1 Observasi
3.5.2 Simak
3.5.3 Cakap
3.5.4 Rekam
3.5.5 Catat
fakta dan informan atas sebuah focus permasalahan yang evidensinya diperoleh maka
kegiatan pengumpulan data melalui teknik ini idealnya berlansung secara progresif.
Teknik catat dilakukan untuk memperoleh data dari sejumlah fakta dan informan atas
sebuah focus permasalahan yang nyata maka kegiatan pengumpulan data melalui
teknik ini idealnya berlangsung secara progresif.
Analisis data pada penelitian ini telah dimulai pada saat penelitian berlangsung,
yaitu sejak pengumpulan data. Dalam menganalisis data ini, peneliti menggunakan
model analisis Miles dan Hubermen. Miles dan Hubermen (1984) mengemukakan tiga
aktivitas dalam menganalisis data, yaitu data reduction (reduksi data), data display
(penyajian data) dan conchusion drawing (kesimpulan). (Sugiono,2016:247)
berdasarkan aktivitas tersebut, peneliti membagi tahapan analisis penelitian ini menjadi
empat tahapan yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data (3) penyajian data (4)
kesimpulan.
29
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi penting
sebagai bahan penelitian dan kemudian diolah kembali hingga menemukan
jawaban atas rumusan masalah dari penelitian ini.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses memilih, menyeleksi dan menyederhanakan
data yang diperoleh dari hasil observasi, simak cakap, rekam dan catat. Reduksi
data untuk menggolonkan, mengarahkan, membuang data yang tidak
dibutuhkan serta mengelompokkan data Kata Sapaan Bahasa Bugis dialek
Wajo agar memudahkan peneliti dalam fokus penelitian.
3. Penyajian Data
Langkah selanjutnya dalam kegiatan analisis data adalah mengenai Kata
Sapaan Bahasa Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu. Penyajian data yang
mengenai kata sapaan bahasa Bugis tersebut dalam penelitian ini disajikan
dalam bentuk tulisan dan kata-kata.
4. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan hasil dari kegiatan mengaitkan bagaimana
bentuk dan makna kata sapaan bahasa Bugis dialek Wajo dengan data yang
diperoleh dari lapangan. Setelah dilakukan pengumpulan data sapaan bahasa
Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu dan menyajikan dalam bentuk tulisan
barulah dapat disimpulkan bagaimana bentuk dan makna kata sapaan bahasa
Bugis dialek Wajo.
BAB IV
Hasil penelitian ini akan dijelaskan secara rinci data-data yang telah peneliti
peroleh sebagai bukti dari hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan sejak tanggal 01
Januari sampai tanggal 02 Februari dalam kurun waktu 4 minggu di Desa Simuntu,
Kecamatan Dampal Selatan. Peneliti menemukan beberapa bentuk dan makna kata
sapaan yang digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh masyarakat suku Bugis
dialek Wajo di Desa Simuntu, Kecamatan Dampal Selatan. Berikut penjelasan dari
bentuk dan makna kata sapaan di Desa Simuntu, Kecamatan Dampal Selatan.
Bentuk kata sapaan Bahasa Bugis dialek Wajo yaitu: kata ganti, nama
diri, kekerabatan, perkawinan, kedudukan dalam masyarakat, keagamaan,
deiksis, julukan. Berikut ini adalah data-data kata sapaan yang berkaitan dengan
penggunaan kata sapaan dalam Bahasa Bugis dialek Wajo.
30
30
31
Data 1
Ayu ;Panna iko jokka lo Bolo?
:Kapan kamu pergi ke Buol?
Hikmah :Sangadi pa jokka lo Bolo.
:Lusa saya pergi ke Buol.
Ayu :Saga ongkoso na idi ako lo Bolo?
:Berapa biayanya kamu kalau ke Buol?
Hikmah :Rp 250.000 mannena lettu ni Bolo.
:Rp 250.00 semuanya sampai di Buol.
Data 2
Mamanya Ecce :Ecce tegi salisape’e na’?
:Ecce dimana talkum nak?
Ecce :De’wiseng, emma’ onna’ taro salisape’e.
:Tidak saya tahu, mama tadi yang simpan talkum.
Mamanya Ecce :Sappa’ re ka jolo Ecce, loka pake’masempajang.
:Carikan dulu Ecce, mau untuk di pake Shalat.
Ecce :Enggka je ma’ salisape’ ta.
:Ini mak talkumnya.
Dalam data 2 diatas terdapat sapaan Ecce yang digunakan untuk menyapa
dengan tujuan menanyakan talkum kepada Ecce.
32
Data 3
Fahmi :Rul panna ko maju ujiang skripsi?
:Rul kapan kamu maju ujian skripsi?
Sahrul :Magi, melo’ ko jokka mita ka ujiang?
:Kenapa, kamu ingin melihat saya ujian?
Fahmi :Iyya, melo ka mita ko ujiang.
:Iya, saya ingin melihat kamu ujian.
Sahrul :Elo’ ku, pura pih maleppe’ idul fitri.
:Yang saya mau, habis lebaran idul fitri.
Dalam data 3 terdapat sapaan Rul (nama diri) digunakan oleh Fahmi
untuk menyapa Sahrul dengan tujuan menanyakan kapan si Rul maju ujian
skripsinya.
Data 4
Rosma :Iyang melo ko manre coto gah?
:Maryam kamu mau makan coto kah?
Maryam :Iyye, melo ka ma lao tega ki manre?
;Iya, saya mau ma dimana kita makan?
Rosma :Warunna ki ambo’ dalle.
:Di warungnya ambo’ dalle.
Maryam :Matunih jokka ki.
:Ayo kita pergi.
Bentuk sapaan keturunan atau sedarah adalah sapaan terhadap orang yang
lebih tua dari penyapa.
Data 5
Ifah :Nene uttu’ mette emma’ku aja talupai minung pabburata.
:Nenek buyut katanya mama ku jangan lupa minum obat
nya.
Nene uttu’ :Iyye na’, melo ni je cappu paburra na nene na’ pedangi
emma’mu nah.
:Iya cicit perempuan, sudah hampir habis obatnya nenek
nak beri tahu mama mu.
Ifah :Iyye nene uttu’, matu’ pih u pedangi emmaku.
:Iya nenek buyut, nanti saya beri tahu mama ku.
Nene uttu’ :Iyye na’, aja mulupai passena nene’
:Iya cicit perempuan, jangan sampai lupa pesannya nenek.
Ifah :Iyye nene uttu’.
:Iya nenek buyut.
Data 6
Kakek :Co eliangi jolo tole’ dato’ na’, mapeddi uttu’ ku na.
:Cucu laki-laki pergi belikan dulu rokok kakek nak, sakit
lutut ku nak.
Cucu laki-laki :Iyye dato’ tole’ mere’ aga?
:Iya kakek rokok merek apa?
Kakek :Mere’ matra na, aja mu metta nah.
:Merek matra nak, jangan lama yah.
Cucu laki-laki :Iyye dato.
:Iya kakek.
Data 7
Putri :Nene panna ki idi melo makebbu buras, melonimaleppe?
:Nenek kapan anda membuat burasa, sudah mau lebaran?
Nenek :Sangadi na, magi?
:Lusa nak, kenapa?
Putri :Melo ka balingi ki nene makebbu buras ta.
:Saya ingin bantu nenek membuat burasa.
Data 8
Idrus :Lato’ kitega pandroli tapabiring?
:Kakek di mana linggis di simpan?
Kakek :Engka ki sedena bujunge na, melo mu agai pandroli e?
:Ada di dekat sumur nak, kamu mau pakai apa linggis?
Idrus :Melo ka pake i makkae pake mataneng patto’ na pallae.
:Saya mau pakai menggali untuk menanam patok pagar.
Kakek :Oh iyye na.
:Oh iya nak.
Data 9
Anti :Ambo’e melau ka dui’.
:Ayah saya minta uang.
Ayah Anti :Melo ko pakei mangelli aga dui’ e na?
:Kamu mau pakai beli apa uang nak?
Anti :Melo ka pakei mangelli sapatu mbo’.
:Saya mau pakai belikan sepatu yah.
Ayah Anti :Saga melo’ melau na?
:Berapa yang kamu mau minta na?
Anti :250.000 na ambo’.
:250.000 saja ambo.
Ayah Anti :Engkahe muala dui’ na, jokka no manggeli sapatu.
:Ini kamu ambil uang nak, pergilah beli sepatu.
36
Data 10
Ummu :Indo’ melo ki gah baja jokka lao passae?
:Ibu maukah besok pergi kepasar?
Ibu Ummu :Iyye na’ magi, melo ko baja maccue’gah?
:Iya nak kenapa, apakah kamu ingin ikut juga?
Ummu :Iyye ndo’ melo ka maccue’ mangeli bedda’.
:Iya bu, saya ingin ikut pergi bedak.
Ibu Ummu :Iyye na’ mele’ ladde’ ki baja jokka.
:Iya nak pagi sekali kita pergi besok.
Data 11
Agil :Amure panna ki melo’ menno’ mammeng?
:Paman kapan kita mau turun memancing?
Paman Agil :Mele’ kelle’ ki menno’ mammeng.
:Pagi-pagi kita turun memancing.
Agil :Oh iyye mure’ obbi’ mua ka ako melo ni jokka.
:Oh iya om panggil saya kalau sudah mau pergi.
Paman Agil :Iyye na’.
:Iya nak.
Data 12
Awaliyah :Tante’ melo ki gah bua panasa?
:Bibi mau buah nangka?
Bibi :Iyye tante’ melo’ na’ mega gah buana panasamu?
:Iya bibi mau nak banyak kah buah nangka mu?
Awaliyah :Iyye tante’ mega.
:Iya bibi banyak.
Bibi :Iyye barengi pale tante cedde’ na’.
:Iya berikan bibi sedikit saja nak.
Data 13
Mama Ahsan :Baco’ wedding gah baja muantara kaa na’?
:Anak laki-laki ku bisa kah besok kamu antar ibu
nak?
Ahsan :Iyye wedding ndo’ melo ki lo tega?
:Iya bisa bu mau kemana?
Mama Ahsan :Jokka lo bolana nene’mu na’.
:Pergi ke rumahnya nenek mu nak.
Ahsan :Iyye ndo’.
Data 14
Mama Nisa :Becce’ lao tega ambo’ mu onna’?
:Anak perempuan ku kemana ayah mu tadi?
Nisa :Lao bola na i pak mantri hewang e ndo’.
:Pergi ke rumahnya pak mantri hewan bu.
Mama Nisa :Ohh iyye na’.
:Oh Iya nak.
Data 15
Akmal :Aga kareba mu ceng?
:Apa kabar mu teman?
Fajrin :Kareba madeceng ceng.
:Kabar Baik teman.
Akmal :Purano Wisuda ceng?
:Kamu sudah wisuda teman?
Fajrin :Deppi ceng nappa skripsi ku ujama.
:Belum teman baru sementara kerja skripsi.
39
Data 16
Dalam data 16 di atas dapat di lihat seorang teman menyapa temannya dengan
sapaan Silo (Kawan) yang digunakan oleh Dina kepada Nana untuk menanyakan Nana
dari mana.
40
Data 17
Data 18
Data 19
Data 20
Data 21
Data 22
Data 23
Dalam data 23 diatas sapaan adik laki-laki adalah sapaan Anri urane yang
berarti adik perempuan yang digunakan siska untuk menyapa ardi bertujuan untuk
menanyakan bagaimna cara memesan melalui online.
Data 24
Dalam data 24 di atas menggambarkan bentuk sapaan Ibu Inna untuk menyapa
Ibu haji bertujuan untuk menanyakan kapan datangnya Ibu haji dari tanah mandar.
Data 25
Dalam data 25 di atas untuk menyapa kepala desa tidak dikaitkan dengan nama
dari kepala desanya melainkan dengan sapaan Pak Kades menggambarkan seorang
pegawai desa menyapa kepala desa dengan sapaan Pak Kades yang bertujuan untuk
menanyakan persiapan di mana melaksanakan sholat idul fitri.
45
Data 26
Berdasarkan data 26 di atas untuk menyapa pak sekertaris desa tidak dikaitkan
dengan nama dari sekertaris desanya malainkan dengan sapaan pak sekdes. Data 26
menggambarkan seorang masyarakat Desa bertanya dengan sapaan pak sekdes
bertujuan untuk menanyakan pembuatan KTP.
Data 27
Data 28
Pak Dalle :Pak Imang esso aga melo yebbu’ acara maulu nabi?
:Pak imam kapan di buat acara maulid nabi?
Pak Imam :Esso na arabae pak.
46
Data 29
Data 30
47
Dalam bentuk sapaan keagamaan biasanya masyarakat Suku Bugis dialek Wajo
ketika memakai bahasa keagamaan contohnya seperti Tuhan (Puang) Ulama (Gurutta).
Data 31
Data 32
Dalam data 32 di atas terdapat sapaan Gurutta digunakan oleh Pak Udding saat
menyapa untuk menanyakan bagaimana cara menghapus dosa yang lalu.
Data 33
Data 34
Dalam data 34 di atas penunujuk di gunakan oleh Uni kepada Mila untuk
menyuruh agar mila datang kerumahnya.
Berdasarkan data bentuk sapaan yang telah di bahas di atas, bentuk sapaan yaitu
terdiri dari bentuk sapaan kata ganti atau pronomina, bentuk sapaan nama diri, bentuk
kekerabatan, bentuk berdasarkan perkawinan, bentuk sapaan kedudukan dalam
masyarakat, bentuk sapaan julukan, bentuk sapaan keagamaan, dan bentuk sapaan
50
dieksis. Berikut penjelasan mengenai makna dari sapaan pada bahasa Bugis dialek
Wajo berdasarkan pengklasifikasinya.
Makna sapaan kata ganti atau pronomina dalam bahasa Bugis dialek Wajo
adalah kata ganti atau pronomina orang dua yaitu sapaan Iko dan Idi. Dalam data 1
terdapat sapaan Iko dan Idi’ kata Iko digunakan oleh Ayu untuk menyapa Hikmah yang
memiliki umur yang lebih tua dari pada Ayu. Sedangkan sapaan Idi’ juga digunakan
Ayu untuk menyapa Hikmah orang yang lebih tua dari penutur tetapi lebih secara
sopan.
Sapaan Nama diri adalah kata benda atau nomina yang mengacu kepada suatu
entitas tertentu, biasa orang, tempat, organisasi atau acara tertentu. Dalam hal ini, nama
diri yang termasuk dalam kata sapaan ini difungsikan saat seorang menyapa dengan
teman sebayanya atau masih seumuran sapaan ini biasanya juga menggunakan nama
yang diberikan sejak kecil.
Dalam data 2 terdapat sapaan Ecce’ yang merupakan nama yang diperoleh dari
lahir, sapaan yang digunakan oleh Mama Ecce’ menyapa Ecce’ untuk menanyakan
talkum. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 2, Ecce’ tegi salisape’e
na’? yang artinya “Ecce dimana Talkum nak?” sedangkan di data 3 terlihat sapaan Rul
yang merupakan singkatan dari nama Sahrul yang di gunakan Fahmi untuk menyapa
Sahrul. Sapaan Rul hanya digunakan kepada orang yang memiliki usia sebaya dengan
penutur serta memiliki hubungan yang sangat akrab. Meskipun terkesan singkat sapaan
ini dapat menjadi panggilan akrab bagi si penyapa untuk yang di sapa. Hal ini dapat di
lihat dari struktur kalimat pada data 3, Rul panna ko maju ujiang skripsi?. Yang artinya
“Sahrul kapan kamu maju ujian skripsi?”.
51
Dalam data 4, terdapat sapaan Iyang yang merupakan singkatan dari nama Maryam.
Sapaan Iyang yang digunakan Rosma untuk menyapa Maryam menanyakan mau
makan coto. Meskipun terkesan singkat, sapaan ini dapat menjadi panggilan kekaraban
bagi si penyapa dan yang disapa. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data
4, Iyang melo ko manre coto gah? Yang artinya “Maryam kamu mau makan coto
kah?”.
Sapaan kekerabatan dalam bahasa Bugis dialek Wajo yang di maksud adalah
sapaan yang digunakan untuk memanggil atau menyapa keluarga dekat. Makna
hubungan kekerabatan adalah hubungan sapaan kekerabatan yang digunakan untuk
menyapa orang lebih tua atau sebaliknya dalam sebuah keluarga berdasarkan silsilah
dalam hubungan keluarga.
Sapaan keturunan atau sedarah memiliki makna hubungan yang berasal dari
pertalian sedarah atau berasal dari keturunan dan bisa juga dari hubungan perkawinan.
Dalam data 5, terdapat sapaan Nene Uttu’ yang memiliki makna yaitu orang tua
dari kakek dan nenek yang digunakan dalam keluarga untuk menyapa buyut baik buyut
perempuan atau buyut laki-laki. Masyarakat suku Bugis dialek Wajo ketika menyapa
kepada orang tua dari kakek dan nenek dengan sapaan Nene Uttu’ sebagai bentuk
penghormatan yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 5,
Nene Uttu’ mette’ emma’ku aja talupai minung pabburata yang artinya “nenek buyut
katanya mamaku jangan lupa minum obat”.
Dalam data 6 terdapat sapaan Dato’ yang di gunakan oleh masyarakat suku
Bugis dialek Wajo untuk menyapa dan sapaan ini memiliki makna orang tua laki-laki
dari ayah maupun ibu. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sapaan pada umumnya
menggunakan sapaan kakek. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 6, Co
52
elianga tole dato’ jolo mappedi uttu’ ku na. Yang artinya “ Cucu laki-laki pergi belikan
dulu rokok kakek sakit lutut ku nak.”
Dalam data 7 terdapat sapaan Nene’ yang digunakan oleh masyarakat suku
Bugis dialek Wajo untuk menyapa dan memiliki makna nenek Perempuan dari ayah
maupun ibu. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 7, Nene’ panna ki
makkebu buras meloni maleppe’. Yang artinya “nenek kapan membuat burasa sudah
mau lebaran.”
Dalam data 8 terdapat sapaan Lato’ yang artinya Kakek lebih muda. Bagi
masyarakat suku Bugis dialek Wajo pada umumnya digunakan untuk menyapa. Sapaan
Lato’ menjadi sapaan kehormatan bagi yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat data 8, Lato’ kitega pandroli tapabiring?. Yang artinya “Kakek di mana linggis
di simpan?”.
Dalam data 9 terdapat sapaan Ambo’ yang berarti sapaan Ayah. Sapaan Ambo’
yang digunakan oleh masyarakat suku Bugis dialek Wajo. Sapaan Ambo’ Memiliki arti
orang tua Laki-laki, sedangkan dalam bahasa Indonesia juga memiliki makna yang
sama yaitu orang tua laki-laki yang biasa disebut Ayah. Hal ini dapat dilihat dari
struktur kalimat pada data 9, Ambo’e melau ka dui’. Yang artinya “Ayah saya minta
uang.”
Dalam data 10 terdapat sapaan Indo’ adalah singkatan dari sapaan Ibu. Sapaan
Indo’ biasa digunakan masyarakat suku Bugis dialek Wajo untuk menyapa dan
mempunyai makna orang tua perempuan. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat dari
data 10, Indo’ melo ki gah baja jokka lao passae? Yang artinya “ Ibu maukah besok
pergi kepasar?”.
Dalam data 11 terdapat sapaan Amure yang berarti saudara laki-laki dari orang
tua. Bagi masyarakat suku Bugis dialek Wajo. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
Amure yang memilki makna Paman. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada
53
data 11, Amure panna ki melo’ menno’ mammeng?. Yang artinya paman kapan kita
mau turun memancing.
Dalam data 12 terdapat sapaan Tante’ yang digunakan masyarakat suku Bugis
dialek Wajo untuk menyapa dan memanggil saudara perempuan dari orang tua. Sapaan
ini biasa digunakan oleh keponakan menyapa kepada tantenya sebagai bentuk
penghormatan atau sopan santun dalam keluarga. Dalam bahasa Indonesia sapaan
Tante’ yang berarti Bibi. Hal ini dapat di lihat dari struktur kalimat pada data 12, Tante’
melo ki gah bua panasa?. Yang artinya “Bibi mau buah nangka?”.
Dalam data 13 terdapat sapaan Baco’ yang berarti anak laki-laki kesayangan.
Sapaan Baco’ digunakan masyarakat suku Bugis dialek Wajo untuk menyapa anak
laki-laki. Sapaan tersebut sudah ada sejak lahir sebelum sang bayi diberi nama oleh
orang tuanya hingga dewasa. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 13.
Baco wedding gah baja muantara kaa na?. Yang artinya “Anak laki-laki ku bisakah
besok kamu antar saya nak?”.
Dalam data 14 terdapat sapaan Becce’ yang digunakan oleh masyarakat suku
Bugis dialek Wajo yang ada di Desa Simuntu untuk menyapa dan memanggil anak
perempuan. Sapaan ini juga sudah ada sejak lahir sebelum sang bayi diberi nama oleh
orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 14, Becce’ lao tega
ambo’mu onna’?. Yang artinya “Anak perempuanku kemana ayah mu tadi?”.
Sapaan teman sebaya dalam pergaulan untuk lebih mengakrabkan satu dengan
yang lain, di panggil dengan nama khusus yang bukan nama pemberian dari orang tua.
Dalam data 15, Fajrin disapa dengan sapaan Ceng yang berarti teman. Biasa
digunakan anak-anak remaja sampai usia sudah dewasa menggunakan sapaan Ceng
54
untuk menyapa teman sebaya. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 15,
Aga kareba mu ceng?. Yang artinya “Apa kabarmu teman?”.
Dalam data 16, Nana disapa dengan sapaan Silo yang digunakan Dina kepada
Nana yang memiliki arti teman. Berdasarkan data diatas dapat dilihat struktur kalimat
pada data 16, Tega ki pole silo?. Yang artinya “Kamu dari mana kawan?”.
Dalam data 17, terdapat sapaan yang sering digunakan masyarakat suku Bugis
dialek Wajo untuk menyapa atau memanggil teman sebaya dengan sapaan Ner yang
berarti teman. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 17, Ner jokka ki
manontong paggolo ku stadion e. yang artinya “Teman pergi nonton bola yuk di
stadion.”
Dalam data 18, terdapat sapaan Tacco (kata umpatan) yang berarti Tai kelamin
laki-laki yang merupakan kata kotor atau kata tabu. Yang sering digunakan oleh anak
muda untuk menyapa teman sebaya agar menjalin hubungan yang lebih akrab. Hal ini
dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 18, Panna ko pole tacco tappa engka no ki
kamponge. Yang artinya “ Kapan kamu datang (kata umpatan) langsung ada di
kampung.”
Dalam data 19, terdapat sapaan Bene yang memiliki arti istri. Biasanya
digunakan seorang suami untuk memanggil atau menyapa istrinya, sebagai tanda
penghormatan. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 19, Bene ku purani
gah mannasu?. “Istriku sudah kah memasak?.
55
Dalam data 20, terdapat sapaan Lakkai. Masyarakat suku Bugis dialek Wajo
untuk menyapa dan memanggil suami, seorang istri biasanya menggunakan sapaan
Lakkai yang memiliki arti suami, sebagai tanda penghormatan. Hal ini dapat dilihat
dari struktur kalimat pada data 20, Lakkai ku pasangi ka yolo lampuna dapoe. Yang
artinya “Suamiku pasangkan dulu bohlam lampu di dapur.”
Dalam data 21, terdapat sapaan Daeng urane. Masyarakat suku Bugis dialek
Wajo biasanya menggunakan sapaan Daeng urane, pada data 24 ini mengacu pada
makna kakak laki-laki. Berdasarkan data di atas hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 21, jaji ki jokka lao mangkoso daeng urane?. “jadi kamu pergi ke
Makassar kakak laki-laki?.
Berdasarkan data 22, terdapat sapaan Daeng makunnrai yang memiliki makna
untuk menyapa atau memanggil kakak perempuan berdasarkan hubungan tali
persaudaraan melalui hubungan persaudaraan. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 22, Daeng makunnrai pakkogi carana makkebu beppa bolu?. Yang
artinya “Kakak perempuan bagaimana caranya membuat kue bolu?.”
Dalam data 23, terdapat sapaan Anri urane yang memiliki makna adik laki-laki
hubungan pertalian persaudaraan. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data
23, Anri urane pakkogi carana mappaseng waju ki onleng? “ Adik laki-laki bagaimana
caranya memesan baju di online?.”
Sapaan kedudukan dalam masyarakat, sapaan ini memiliki makna orang yang
berpengaruh dan memiliki jabatan yang di hormati dalam masyarakat, yang membantu
dan mengembangkan desanya.
56
Dalam data 24 di atas terdapat sapaan Puang aji. Sapaan tersebut biasa
digunakan oleh masyarakat suku Bugis dialek Wajo untuk menyapa seorang haji.
Puang aji memiliki makna seseorang perempuan atau laki-laki yang telah menunaikan
haji. Hal ini dapat di lihat dari struktur kalimat pada data 24, Puang aji panna ki pole
lo tana mendre?. Yang artinya “Ibu haji kapan datangnya dari tanah mandar?.”
Berdasarkan data 25 di atas terdapat sapaan kepala Desa tidak dikaitkan dengan
nama diri melainkan dengan sapaan Pak Kades dalam hal ini berarti kepala desa
merupakan pemimpin Desa. Pak Kades yang memiliki makna laki-laki yang memiliki
sebuah jabatan di Desa. Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 25, Pak
Kades kitega ki melo sempajang idul fitri?. Yang artinya “ Pak kepala desa dimana
mau solat idul fitri?.”
Dalam data 26 di atas terdapat sapaan sekertaris Desa tidak dikaitkan dengan
nama dari sekertaris desanya melainkan Pak sekdes. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 26. Pak sekdes ki ridi gah ako makebbu KTP?. Yang artinya “Pak
Sekertaris Desa sama anda kalau mau buat KTP?.”
Berdasarkan data di atas terdapat sapaan Pak guru. Sapaan tersebut biasa
digunakan oleh masyarakat suku Bugis dialeek Wajo untuk menyapa seorang guru. Pak
guru memiliki makna seorang Laki-laki yang berpendidikan atau menjadi pengajar di
sekolah. Berdasarkan data di atas dapat dilihat pada data 27, Pak guru, jaji gah baja
latihang mapuisi?. Yang artinya “Pak guru, besok jadi untuk latihan berpuisi?.”
Dalam data 28 terdapat sapaan Pak Imang, dimana sapaan Pak Imang memiliki
makna seseorang yang mengimami atau melayani di sebuah tempat ibadah atau masjid.
Hal ini dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 28, Pak Imang esso aga melo yebbu
acara maulu nabi matu?. Yang artinya “Pak Imam hari apa dibuat acara maulid nabi
nanti?.”
57
Sapaan julukan sapaan ini digunakan untuk memanggil teman yang sudah akrab
dan dianggap sudah dekat.
Dalam data 29 terdapat sapaan Congkang yang berarti mulut maju atau
monyong. Sapaan mulut maju atau monyong tidak dikaitkan dengan nama asli yang
disapa melainkan berdasarkan fisik yang disapa. Hal ini dapat dilihat dari struktur
kalimat pada data 29, congkang sibawinga ka jolo mangeli parada. Yang artinya “
mulut maju temani saya beli cat tembok.”
Dalam data 30 terdapat sapaan Tika disapa dengan Pido’ yang memiliki makna
mata sipit. Dimana Tika ini memiliki mata yang sipit sehingga disapa dengan sapaan
Pido’. Berdasarkan data yang dapat dilihat dari struktur kalimat pada data 30, Pido’
agamu magi pede mapute ko?. Yang artinya “ Mata sipit apa kamu pake apa kenapa
makin putih?.”
Dalam data 31 terdapat sapaan Puang oleh masyarakat suku Bugis dialek Wajo
di Desa Simuntu, ketika menyapa atau menyebut Allah Swt yang menyiptakan Alam
semesta beserta isinya dalam doa dengan menyebut Puang. Hal ini dapat di lihat dari
struktur kalimat pada data 31, elodoang puang metta mompi aladoangena bu nappa
pitu puleng babbuana. Yang artinya “meminta kepada Allah Swt masih lama bu minta
doanya saja baru tujuh bulan perutnya.”
58
Sapaan dieksis, sapaan ini digunakan untuk menunjuk sesuatu atau seseorang
yang hendak diajak berbicara oleh penutur kepada mitra tutur.
Dalam data 34 terdapat sapaan Lo mai sapaan ini memiliki makna sapaan
dieksis. Masyarakat suku Bugis dialek Wajo di Desa Simuntu menggunakan sapaan Lo
mai yang berarti kesini. Hal ini dapat dilihat dari strruktur kalimat pada data 34, Mila
lo mai ko matu nah pura mageribi. Yang artinya “ Mila kesini nanti habis magrib”.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di Desa Simuntu
Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Toli-Toli, dapat disimpulkan bahwa ada
Sembilan bentuk dan makna sapaan dalam bahasa Bugis dialek Wajo sebagai berikut.
1. Bentuk sapaan kata ganti atau pronomina terdiri 2 kata sapaan yaitu: (1) Iko
“Kamu”, (2) Idi “Kamu”
2. Bentuk sapaan nama diri terdiri 3 kata sapaan yaitu: (1) Ecce’, (2) Rul “Sahrul”
dan Iyang “Maryam”.
3. Bentuk sapaan hubungan dalam kekerabatan terbagi 2 yaitu:
a. Bentuk sapaan keturunan atau sedarah terdiri dari 10 kata sapaan yaitu (1)
Nene uttu’ “Nenek Buyut”, (2) Dato’ “Kakek”,(3) Nene “Nenek”, (4) Lato’
“Kakek”, (5) Ambo’ “Ayah”,(6) Indo’ “Ibu”, (7) Amure “Paman”, (8)
Tante’ Bibi”, (9) Baco’ “Anak Laki-laki”, (10) Becce’ “Anak Perempuan”.
b. Bentuk sapaan teman sebaya terdiri 4 kata sapaan yaitu: (1) Ceng “Teman”,
(2) Silo “Kawan”, (3) Ner “Kawan”, (4) Tacco (Tai kelamin Laki-laki).
4. Bentuk sapaan berdasarkan perkawinan terdiri 5 kata sapaan yaitu: (1) Bene
“Istri”, (2) Lakkai “Suami”, (3) Daeng Urane “Kakak Laki-laki” , (4) Daeng
Makunnrai “Kakak Perempuan”, (5) Anri Urane “Adik Laki-laki”.
5. Bentuk sapaan kedudukan dalam masyarakat terdiri 5 kata sapaan yaitu: (1)
Puang Aji “Ibu Haji”, (2) Pak Kades “ Pak Kepala Desa”, (3) Sekdes
“ Sekertaris Desa”, (4) Pak Guru “Bapak Guru”, (5) Pak Imang “Pak Imam”.
59
60
6. Bentuk sapaan julukan terdiri 2 kata sapaan yaitu: (1) Congkang “Mulut Maju”,
(2) Pido’ “Mata Sipit”.
7. Bentuk sapaan keagamaan terdiri 2 kata sapaan yaitu: (1) Puang “Allah SWT“,
(2) Gurutta “Ulama”.
8. Bentuk sapaan dieksis terdiri dari 2 kata sapaan yaitu : (1) La Koro “Kesana”,
(2) Lo Mai “ Kesini”.
Adapun makna yang ditemukan pada Kata Sapaan Bahasa Bugis Dialek Wajo
di Desa Simuntu yaitu:
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. (2011). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Henilda (2013). Kata Sapaan Bahasa Kaili Dialek Rai: Suatu Tinjauan Sosiolingusitik.
Palu: Universitas Tadulako (Skripsi).
Mahsun (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan teknik.
Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.
Muzamil, dkk. (1997). Sistem Sapaan Bahasa Melayu Sambas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Riadatus Saleha (2020). Kata Sapaan Bahasa Sasak Dialek Lombok Tengah: Suatu
Tinjauan Sosiolinguistik. Palu: Universitas Tadulako (Skripsi).
63
Usman, H.B., dkk (2005). Pedoman Penyusunan Penelitian Karya Ilmiah Proposal,
Skripsi, Makalah, Artikel Ilmiah dan Laporan Praktek Lapangan. Kampus
Bumi Tadulako Tondo. Universitas Tadulako
64
LAMPIRAN
65
Kartu Data 1
Bentuk ujaran
Kartu Data 2
Bentuk ujaran
Kartu Data 3
Tempat : Di Dermaga
Bentuk ujaran
Kartu Data 4
Tempat : Di dapur
Bentuk ujaran
Kartu Data 5
Bentuk ujaran
Nene uttu’ :Iyye na’, melo ni je cappu paburra na nene na’ pedangi
emma’mu nah.
Kartu Data 6
Bentuk ujaran
Kakek :Co eliangi jolo tole’ dato’ na’, mapeddi uttu’ ku na.
:Cucu laki-laki pergi belikan dulu rokok kakek nak, sakit lutut ku nak.
:Iya kakek.
71
Kartu Data 7
Bentuk ujaran
Kartu Data 8
Bentuk ujaran
Kartu Data 9
Bentuk ujaran
Kartu Data 10
Bentuk ujaran
Kartu Data 11
Bentuk ujaran
:Iya nak.
75
Kartu Data 12
Bentuk ujaran
Kartu Data 13
Bentuk ujaran
76
Kartu Data 14
Bentuk ujaran
Kartu Data 15
Bentuk ujaran
Kartu Data 16
Bentuk ujaran
Dina :Hamma iyya pale dih wallupai acara mamiraje pale ye essoe.
:Astaga iya yah saya lupa kalau ada acara isra’miraj hari ini.
Lupa.
Kartu Data 17
Bentuk ujaran
Reski :Mai ni pale ner jokka ki, ako de’ pale makkamaja.
:Ayo teman kita pergi, kalau memang tidak bayar.
Kartu Data 18
Bentuk ujaran
80
Kartu Data 19
Tempat : Di dapur
Bentuk ujaran
Kartu Data 20
Tempat : Di dapur
Bentuk ujaran
Meli :Iyye aja ki metta nah apa melo na mannasu mappetang dapoe.
:Iya jangan lama karena saya mau memasak gelap dapur.
Kartu Data 21
Bentuk ujaran
Rima :Iyye aja talupai bua lima ku nah ako lesu ni.
:Iya jangan kita lupa buah tanganku kalau sudah pulang.
Kartu Data 22
Tempat : Di Pasar
Bentuk ujaran
Kartu Data 23
Tempat : Di Kebun
Bentuk ujaran
Kartu Data 24
Bentuk ujaran
Kartu Data 25
Bentuk ujaran
Kartu Data 26
Bentuk ujaran
86
Pak Sekdes :Iye ku iya pak tapalengka yolo syara’ na ako makebbu.
:Iya sama saya pak dilengkapi dulu persyaratanya kalau mau
buat.
Kartu Data 27
Tempat : Di Sekolah
Bentuk ujaran;
Kartu Data 28
Tempat : Di Masjid
Bentuk ujaran
Pak Dalle :Pak Imang esso aga melo yebbu’ acara maulu nabi?
:Pak imam kapan di buat acara maulid nabi?
Kartu Data 29
Tempat : Di Lapangan
Bentuk ujaran
88
Kartu Data 30
Bentuk ujaran
Kartu Data 31
Bentuk ujaran
Kartu Data 32
Bentuk ujaran
Kartu Data 33
Bentuk ujaran
Kartu Data 34
Bentuk ujaran
2. Nama : Jawaria
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
3. Nama : Yommi
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 51
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
4. Nama : Rukmini
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
93
5. Nama : Babae
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56
Jabatan : Nelayan
6. Nama : Husna
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 60
Jabatan : Ibu Rumah Tangga
7. Nama : Mansur
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58
Jabatan : Petani
8. Nama : Mustakim
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 48
Jabatan : Petani
9. Nama : Hamsah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 60
Jabatan : Petani
94
1. UMUM
Agama : Islam
2. PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 1 Tiloan
PT : Universitas Tadulako