Anda di halaman 1dari 140

RESPONS PEMBACA REMAJA TERHADAP CERPEN

“ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A NAVIS


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN SASTRA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh
Riana Puspita Sari
109013000035

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Riana Puspita Sari
NIM : 109013000035
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Alamat : Jalan Bijaksana 2 RT 02/03 No. 48
Kelurahan Cipadu Jaya Kecamatan Larangan
Tangerang 15155

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Respon Pembaca Remaja terhadap


Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis adalah benar hasil karya
sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama Pembimbing : Rosida Erowati, M.Hum
NIP : 19771030 200801 2 009
Jurusan Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.

Jakarta, 20 Juli 2013


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

RESPONS PEMBACA REMAJA TERHADAP CERPEN


"ROBOHNYA SURAU KAMI" KARYA A.A NAVIS
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN SASTRA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh
Riana Puspita Sari
NIM: 109013000035

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013

i
ABSTRAK

Riana Puspita Sari; NIM 109013000035. “Respons Pembaca Remaja


Terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Sastra”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum.

Pembaca merupakan bagian terpenting bagi sastrawan dan juga karya


sastra. Salah satu fungsi pembaca adalah memberikan penilaian terhadap karya
sastra. Pembaca itu dibagi atas pembaca ahli dan pembaca awam. Salah satu
pembaca awam adalah pembaca remaja. Pembaca remaja cenderung membaca
karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan karena pengetahuan pembaca remaja
yang tidak terlalu luas mengenai sastra. Salah satu penyebab ketidaktahuan
pembaca remaja dikarenakan kurangnya peran guru bahasa dan sastra indonesia
dalam memperkenalkan karya-karya kanon. Salah satu karya kanon tersebut
adalah adalah cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Penelitian ini
menggunakan metode pengisian angket yang diberikan kepada responden yaitu
pembaca remaja yang sebelumnya telah membaca cerpen tersebut. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan pragmatik. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan evaluasi teks sastra Hasil penilitian ini
menunjukkan: Pertama, faktor bahasa dan faktor keterlibatan emosional
merupakan faktor yang paling menarik dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya
A.A Navis. Kedua, 75% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini
menyajikan potret watak manusia yang mudah dikenali; 80% responden
menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan bahasa yang terampil dengan
sikap yang jelas dan meyakinkan; 80% responden menyatakan setuju bahwa
cerpen ini cukup menarik untuk membawa pembaca ke arah refleksi analisis lebih
lanjut; 80% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan bagian-
bagiannya sehingga terintegrasi dengan baik dan koheren; 80% responden
menyatakn setuju bahwa cerpen ini membangkitkan jenis ketegangan tertentu
bagi pembaca; 70% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini membawa
pembaca pada berbagai jenis ketelibatan personal dalam hal karakter dan
tindakan; 65% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini berdampak emosi
pada pembaca; 75% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini menyajikan
action yang terbatas & bergerak cepat; 75% responden menyatakan setuju bahwa
cerpen ini memberikan perspektif yang segar dan berbeda bagi pembaca; 85%
responden menyatakan setuju bahwa tema atau gagasan utama yang
dikembangkan jelas; 60% responden menyatakan setuju bahwa garis action yang
dikembang jelas; serta 70% responden menyatakan setuju bahwa cerpen ini bagi
pembaca dapat dipercaya.

Kata Kunci: Respons, Pembaca Remaja, Cerpen Robohnya Surau Kami

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah
memberikan petunjuk dan kekuatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Respons Pembaca Remaja terhadap Cerpen “Robohnya
Surau Kami” Karya A.A Navis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Saw, yang telah
memberikan keteladanan tingkah laku kepada kita semua dalam segi kehidupan
khususnya dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Peneliti menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Peneliti berharap skripsi
ini bermanfaat bagi pembacanya dan bagi kemajuan pendidikan serta
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak luput dari berbagai hambatan
dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran dari berbagai pihak, skripsi ini tidak
mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengungkapkan
rasa terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
3. Rosida Erowati, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang sangat
berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau telah memberikan arahan
terhadap skripsi, memberikan ilmu, serta memberikan semangat dan motivasi
untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas bimbingan, arahan, motivasi,
serta kesabaran ibu selama membimbing.
4. MAN 4 Jakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian
untuk skripsi ini.

iii
5. Ayahanda H. Jebul dan Ibunda Hj. Titing Karwati yang telah merawat,
mendidik, mendoakan dan memotivasi selama ini, serta adikku tercinta Siska
Amelia yang telah memberikan semangat.
6. Reza Singgih yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat tercinta Raras Oktaviany, Dewi Setiawati dan Ummul
Kulsum yang selalu memberikan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan
selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
khususnya kelas A angkatan 2009-2010 yang telah banyak memberikan
pengalaman dan kenangan berharga yang tak terlupakan.
9. Kawan-kawan di Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) dan kawan-kawan Tari
Tradisional POSTAR yang telah banyak memberikan pengalaman berharga
dan juga rasa kekeluargaan.
10. Seluruh pihak yang telah membatu dalam penyusunan skripsi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan rasa
terima kasih yang mendalam atas bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti juga memohon maaf apabila skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu dengan kerendahan hati peneliti menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan
perbaikan-perbaikan dalam dunia pendidikan khususnya pada bidang studi bahasa
dan sastra Indonesia.
Jakarta, 20 Juni 2013

Peneliti

Riana Puspita Sari

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 6
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian .................................................................... 8
1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 8
2. Metode Penelitian ..................................................................... 9
3. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 10
4. Populasi dan Sampel................................................................. 10
5. Sumber Data ............................................................................. 10
6. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 11
7. Teknik Analisis Data ................................................................ 12
8. Prosedur Penelitian ................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI


A. Jenis Sastra ..................................................................................... 14
B. Cerpen............................................................................................. 15
C. Pendekatan Teori ............................................................................ 21
1. Pendekatan Pragmatik .............................................................. 21
2. Respons..................................................................................... 23

v
3. Resepsi Sastra ........................................................................... 24
4. Evaluasi Teks Sastra ................................................................. 26
D. Psikologi Perkembangan Remaja ................................................... 28
E. Penelitian Relevan .......................................................................... 30
F. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra ....................................... 31

BAB III BIOGRAFI DAN SINOPSIS


A. Biografi ........................................................................................... 34
B. Sinopsis........................................................................................... 40

BAB IV PEMBAHASAN
A. Struktur Cerpen Robohnya Surau Kami ......................................... 43
1. Tokoh dan Penokohan ............................................................. 43
2. Sudut Pandang ......................................................................... 45
3. Alur .......................................................................................... 46
4. Latar......................................................................................... 49
5. Tema ....................................................................................... 50
B. Respon Pembaca Remaja Terhadap Cerpen Robohnya
Surau Kami Karya A.A Navis ........................................................ 52
1. Kuesioner A .............................................................................. 52
2. Kuesioner B .............................................................................. 70
3. Hasil Penelitian ......................................................................... 85
C. Implikasi Penelitian Terhadap Pembelajaran Sastra ...................... 86

BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 91
B. Saran ............................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 94

vi
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Pertanyaan Pertama Kuesioner A ........................................................... 53


2. Tabel 1.2 Pertanyaan Kedua Kuesioner A .............................................................. 54
3. Tabel 1.3 Simpulan Tabel 1.2 ................................................................................. 69
4. Tabel 2.1 Pertanyaan Pertama Kuesioner B............................................................ 71
5. Tabel 2.2 Pertanyaan Kedua Kuesioner B .............................................................. 71
6. Tabel 2.3 Pertanyaan Ketiga Kuesioner B .............................................................. 72
7. Tabel 2.4 Pertanyaan Keempat Kuesioner B .......................................................... 73
8. Tabel 2.5 Pertanyaan Kelima Kuesioner B ............................................................. 74
9. Tabel 2.6 Pertanyaan Keenam Kuesioner B ........................................................... 75
10. Tabel 2.7 Pertanyaan Ketujuh Kuesioner B ............................................................ 76
11. Tabel 2.8 Pertanyaan Kedelapan Kuesioner B ....................................................... 77
12. Tabel 2.9 Pertanyaan Kesembilan Kuesioner B ..................................................... 78
13. Tabel 2.10 Pertanyaan Kesepuluh Kuesioner B...................................................... 79
14. Tabel 2.11 Pertanyaan Kesebelas Kuesioner B ...................................................... 80
15. Tabel 2.12 Pertanyaan Keduabelas Kuesioner B .................................................... 81
16. Tabel 2.13 Pertanyaan Ketigabelas Kuesioner B .................................................... 82
17. Tabel 2.14 Pertanyaan Keempatbelas Kuesioner B ................................................ 83
18. Tabel 2.15 Pertanyaa Kelimabelas Kuesioner B ..................................................... 84

vii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1: RPP Kelas X


2. Lampiran 2: Kuesioner A (Responden 1—20)
3. Lampiran 3: Kuesioner B (Responden 1—20)
4. Lampiran 4: Uji Referensi
5. Lampiran 5: Surat Keterangan Penelitian dari MAN 4 Jakarta
6. Lampiran 6: Surat Izin Penelitian MAN 4 Jakarta
7. Lampiran 7: Surat Rekomendasi Penelitian dari KANWIL Jakarta
8. Lampiran 8: Surat Izin Penelitian PENMAD
9. Lampiran 9: Surat Bimbingan Skripsi

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembaca merupakan bagian terpenting bagi sastrawan dan juga karya


sastra. Tanpa pembaca, tidak ada yang akan membaca karya sastra yang ditulis
oleh sastrawan. Jika tidak ada pembaca maka tidak ada karya sastra karena
sastrawan tidak akan membuat karya sastra jika tidak ada yang akan membacanya.

Karya sastra adalah karya yang ditulis sastrawan sebagai karya sastra dan
diterima oleh masyarakat atau pembaca sebagai karya sastra. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jika masyarakat atau pembaca tidak menerima karya sastra
tersebut sebagai karya sastra maka karya tersebut dianggap bukan karya sastra.
Maka pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan
karya sastra atau bukan.

Sebagai suatu keutuhan komunikasi yang berasal dari sastrawan yang


menciptakan karya sastra yang ditujukan kepada pembaca, pada hakikatnya karya
sastra akan sampai pada pembaca. Jika kita bertolak pada abad ke-19, secara
historis pun peranan sastrawan, karya sastra, dan pembaca berurutan dalam garis
yang lurus (sastrawan-karya sastra-pembaca).

Abad ke-19 sejarah sastra didominasi oleh pengarang. Setelah abad ke-20
sejarah sastra didominasi oleh karya sastra, kemudian di dominasi oleh pembaca
pada sebagian abad selanjutnya. Pada abad ke-19 karya sastra hanya berfungsi
sebagai sarana untuk memahami pengarang dan kebudayaan yang lebih luas.
Awal abad ke-20 terjadi pergeseran dari sastra yang sebagai sarana kepada sastra
sebagai dunia yang otonom sehingga sastra dapat disusun atas dasar

1
2

perkembangan struktur intrinsiknya. Kemudian disusul dengan hadirnya peranan


pembaca setelah pemahaman terhadap karya sastra mendominasi.

Berdasarkan hal tersebut, perkembangan yang didominasi oleh pembaca


sesungguhnya merupakan perkembangan alamiah, yang terjadi dengan sendirinya.
Sejarah sastra menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan peranan pembaca.
Bentuk, fungsi dan makna karya sastra menjadi tidak tetap sesuai dengan
penerimaan pembaca. Dengan memberikan hak istimewa pada pembaca, maka
berdasarkan kerangka pemahaman pembacalah kemudian disusun sejarah sastra.

Dengan membandingkan fungsi dan hakikat pembaca dengan sastrawan


dan karya sastra, teori sastra kontemporer jelas menunjukkan bahwa sistem
komunikasi didominasi oleh pembaca. Jaringan hubungan dienergisasikan oleh
peranan pembaca sebab karya sastra dipahami sesuai dengan kompetensi
pembaca. Pembaca bersifat fiksional, mereka lahir terus menerus, kematian
pembaca digantikan oleh pembaca lainnya dan selalu lebih baik dari pembaca
sebelumnya. Sedangkan sastrawan atau pengarang hanya satu sehingga dapat mati
atau dimatikan. Maka jiwa atau roh dari karya sastra terdapat dalam pembaca.

Fungsi terpenting pembaca sebenarnya adalah kemampuan pembaca untuk


mengungkapkan kekayaan karya sastra. Secara pragmatis sastrawan mengarang
sebuah karya sastra. Karya sastra pun menjadi otonom dan menjadi milik
masyarakat sehingga lepas dari pengaruh sastrawan yang mengarang karya sastra
tersebut.

Tujuan sastrawan adalah berguna dan memberikan nikmat serta


bermanfaat bagi kehidupan. Horatius pun menggabungkan kata utile dan dulce
yaitu yang bermanfaat dan yang enak secara bersamaan. Dari pendapat inilah awal
mula pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik ini menitikberatkan kajiannya
terhadap peranan pembaca.

Dari pendekatan pragmatik selanjutnya kita mengenal resepsi sastra.


Resepsi sastra adalah kajian yang mempelajari bagaimana pembaca memberikan
makna terhadap karya sastra yang dibacanya. Dari makna tersebut kita akan
3

mengetahui bagaimana reaksi dan tanggapan yang diberikan terhadap karya sastra
tersebut. Pentingnya peranan pembaca dapat dilihat pula dari kenyataan bahwa
setiap pembaca akan memberikan makna yang berbeda-beda terhadap suatu karya
sastra.

Perbedaan-perbedaan penilaian atau pemaknaan terhadap karya sastra


terjadi karena keberagaman jenis pembaca. Ini bisa dilihat dari segi usia, jenis
kelamin, profesi, kelas sosial, dan wilayah geografis dari pembaca. Jika kita lihat
secara sederhana berdasarkan pengetahuan sastra yang dimiliki, pembaca itu
dibagi atas pembaca ahli dan pembaca awam. Pembaca ahli yaitu pembaca yang
telah memahami sastra secara mendalam seperti para kritikus sastra dan para ahli
sastra. Sedangkan pembaca awam adalah pembaca yang membaca karya sastra
tanpa memiliki dasar atau pengetahuan tentang sastra secara mendalam. Salah satu
pembaca awam adalah pembaca remaja.

Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu


kesenangan. Walaupun bisa kita lihat pula banyak pembaca remaja yang juga
membaca karya sastra untuk mencari hal keilmuan di dalamnya. Namun hal
tersebut tidak terlalu banyak jika dibandingkan pembaca remaja yang membaca
demi kesenangan.

Hal tersebut bisa terjadi karena pengetahuan pembaca remaja yang tidak
terlalu luas mengenai sastra. Pengetahuan yang tidak terlalu luas tersebut yang
menimbulkan beberapa persoalan di kalangan pembaca remaja. Diantaranya,
mudahnya pembaca remaja terpengaruh akan bacaan yang mereka baca tanpa ada
dasarnya pengetahuan sehingga pembaca remaja lebih memperlakukan karya
sastra secara naif.

Selain itu banyaknya para pembaca remaja yang lebih memilih karya
sastra populer dibandingkan karya sastra klasik. Hal ini dikarenakan pembaca
remaja lebih meyukai karya sastra yang bersifat menghibur dibandingka karya
sastra yang bersifat mendidik. Maka dari itu, banyak para pembaca remaja yang
4

tidak mengetahui karya-karya sastra yang bersifat kanon atau karya-karya sastra
yang sudah banyak dibicarakan oleh para ahli sastra.

Ketidaktahuan pembaca remaja terhadap karya sastra kanon juga


disebabkan karena kuranganya peranan lingkungan sekitar pembaca remaja yang
mengarahkan mereka untuk membaca karya-karya tersebut. Misalnya peran serta
orang tua dalam memberikan pelajaran kehidupan berdasarkan karya sastra kanon
yang biasanya memang berisikan pelajaran-pelajaran kehidupan di masyarakat.

Peran guru juga hal penting dalam memperkenalkan karya-karya sastra


kanon terutama guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Banyak guru yang hanya
memperkenalkan karya-karya yang populer yang mereka ketahui dan karya-karya
yang mudah dipahami oleh siswa-siswinya saja tanpa memperkenalkan karya-
karya kanon yang mungkin memang lebih sulit untuk siswa-siswi pahami.

Karya-karya kanon sulit dipahami oleh para pembaca remaja dikarenakan


karya-karya kanon biasanya merupakan karya-karya yang terbit bukan pada
zaman mereka sehingga sulit dipahami karena adanya jarak waktu antara karya
sastra kanon tersebut dengan pembaca remaja saat ini. Selain itu karya-karya
kanon sulit dipahami karena kurangnya motivasi dari guru agar siswa mempelajari
karya-karya kanon tersebut sehingga pembaca remaja pun tidak memiliki
motiovasi untuk membaca karya-karya kanon tersebut.

Maka dalam hal ini pembelajaran sastra menjadi hal yang penting di
sekolah bagi para pembaca remaja. Dengan adanya pembelajaran sastra, pembaca
remaja khususnya siswa-siswi yang mempelajarinya dapat lebih mengenal sastra
secara mendalam sehingga mereka pun dapat memilah bacaan mereka khususnya
karya-karya sastra yang lebih mendidik salah satunya yaitu karya-karya sastra
kanon.

Jika dilihat secara luas pendidikan tentang sastra adalah pendidikan yang
membahasa hal ihwal tentang sastra. Aspek yang dikembangkan lebih pada aspek
kognitif peserta didik. Siswa lebih banyak dituntut untuk menghafal pengertian,
5

definisi atau klasifikasi tentang karya sastra dan sejarah sastra. Mereka tidak
mempelajari apresiasi atau kritik karya sastra secara langsung.

Sedangkan pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk


mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif
sastra. Dengan pendidikan seperti ini, peserta didik diajak untuk langsung
membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung.

Pendidikan sastra ini bisa didapatkan dari pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia. Secara umum tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004 adalah agar (1) peserta didik
mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa; dan (2) peserta didik menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Pembelajaran sastra hendaknya mempertimbangkan keseimbangan


pengembangan pribadi dan kecerdasan peserta didik. Pembelajaran sastra tidak
hanya berkaitan dengan estetika atau etika. Dalam kenyataanya, pembelajaran
sastra sering hanya untuk mengasah kemampuan estetika dan etika. Pembelajaran
sastra sangat strategis digunakan untuk mengembangkan kompetensi spritual.
Emosional bahasa atau untuk mengembangkan intelektual dan kinestetika.

Dari penjelasan di atas, maka benarlah jika pembelajaran sastra itu penting
bagi pembaca remaja karena dengan adanya pembelajaran sastra, pembaca remaja
dapat mencoba mengapresiasi sastra dan mengkritik sastra berdasarkan
pemahaman yang mereka miliki tentang sastra. Dengan pembelajaran sastra pula
mereka akan dapat memilah karya sastra yang baik dan mendapatkan pengetahuan
dari bahan bacaan mereka termasuk karya-karya sastra kanon.

Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti sejauh mana para pembaca
remaja dapat menilai karya sastra kanon. Karya sastra kanon yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah sebuah cerpen yang mendapatkan hadiah dari majalah
6

Kisah pada tahu 1955 yaitu cerpen Robohnya Surau Kami –yang selanjutnya akan
disebut RSK- karya dari A.A Navis yang merupakan cerpenis pencemooh.

Cerpen RSK digunakan dalam penelitian ini karena cerpen RSK sudah
banyak diteliti dan dikritis oleh para ahli sastra bahkan hingga saat ini. Selain itu
cerpen ini juga banyak mengandung unsur kehidupan yang dapat dijadikan
pelajaran terutama bagi pembaca remaja. Selain itu gaya penceritaan yang
menarik juga merupakan daya tarik dari cerpen ini sehingga cerpen ini sangat
perlu dibaca bagi para pembaca remaja. Oleh karena itu peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul “Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen
Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul dari penelitian ini yaitu ―Respons Pembaca Remaja


terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis, maka masalah yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Belum mengetahui struktur Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis.

2. Pembaca yang kurang mengenali karya sastra kanon yaitu cerpen Robonya
Surau Kami karya A.A Navis.

3. Pembaca tidak mengetahui cara merespons dan menilai suatu karya sastra.

4. Pendidik kurang memberikan pemahaman mengenai pembelajaran sastra


terhadap siswa yang merupakan bagian dari pembaca.

5. Belum mengetahui implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran sastra.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran


dimensi permasalahan yang sangat luas. Namun menyadari adanya keterbatasan
waktu dan kemampuan, maka perlu dilakukan pembatasan masalah secara jelas
7

dan terfokus. Masalah yang akan menjadi objek penelitian dibatasi sebagai
berikut.

1. Menganalisis mengenai respons pembaca terhadap cerpen Robohnya Surau


Kami karya A.A Navis. Pada penelitian ini repon pembaca dibatasi hanya pada
kalangan remaja saja. Dalam menganalisis mengenai respons pembaca
terhadap cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis diperlukan pula
mengetahu struktur dari cerpen serta implikasi dari penelitian ini terhadap
pembelajaran sastra Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis?

2. Bagaimakah respons pembaca remaja terhadap cerpen Robohnya Surau Kami


karya A.A Navis?

3. Bagaimanakah implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran Sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan struktur dari cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis.

2. Menjelaskan respons pembaca remaja terhadap cerpen Robohnya Surau Kami


karya A.A Navis.

3. Menjelaskan implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran Sastra Indonesia.


8

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah khazanah pengkajian sastra tentang respons pembaca yang bukan


merupakan pembaca ahli khususnya pembaca remaja terhadap sebuah cerpen
kanon sehingga dapat menjadi masukkan yang berguna bagi para peneliti
lainnya dalam melihat respons dari pembaca.
2. Memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan mengenai respons
pembaca bagi pembaca khususnya pembaca remaja.
3. Memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan mengenai respons
pembaca bagi para pendidik khususnya guru bahasa dan sastra Indonesia.
4. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang sudah ada dan
mendorong pembaca dalam meningkatakan daya kreatifitas dan penalaran
sastra.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Menurut Siswanto dan Roekhan, sebagai sebuah keutuhan komunikasi


sastrawan-karya sastra-pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak
sampai ke tangan pembacanya, bukanlah karya sastra.1 Sehingga dapat
dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik, karena
pendekatan ini memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca.

Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan dalam penelitian ini


menggunakan pendekatan pragmatik dalam sastra, yaitu pendekatan kajian
sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam
menerima, memahami, dan menghayati sebuah karya sastra. Pendekatan
pragmatik ini digunakan untuk menganalisis cerpen RSK karya A.A Navis.

1
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 190.
9

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian


yang dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis.
Penggunaan metode ini dikarenakan penulisannya bukan berupa angka-
angka.

Menurut Bodgan dan Tylor mendefinisikan metodologi kualitatif


sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.2
Kirk dan Miller pun mendefinisikan dengan sejalan yaitu tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.3

Dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, maka


data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua
yang dikumpulkan berkemungkinana menjadi kunci terhadap apa yang sudah
diteliti.

Penelitian akan berisi kutipan-kutipan data yang memberi gambaran


penyajian penelitian tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan
dokumen resmi lainnya.4

Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara memberikan bahan bacaan cerpen RSK karya A.A Navis kepada
responden, kemudian dilanjutkan dengan pengisian kuesioner. Dalam
penelitian ini data yang digunakan adalah catatan lapangan.

2
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 3.
3
Ibid.
4
Ibid., hlm. 6.
10

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 dan yang menjadi
lokasi penelitian adalah Madrasah Aliyah Negeri 4 jakarta.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek


penelitian, misalnya lembaga, individu, kelompok dokumen atau konsep.
Menurut Suharsini Arikunto ―apabila subjek kurang dari seratus orang, lebih
baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil 10-15% atau tergantung
setidak-tidaknya dari segi waktu, tenaga dan dana.5 Dalam penelitian ini
sample yang digunakan bejumlah 20 orang sesuai dengan kemampuan waktu,
tenaga, dan dana dari peneliti.

5. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland, sumber utama dalam penelitian kualitatif


ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.6 Dalam hal ini jenis data dibagi ke dalam kata-kata
dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. Untuk penelitian ini
yang digunakan adalah berupa kata-kata dan tindakan, serta sumber tertulis.

a. Kata-kata dan Tindakan


Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati merupakan sumber data
utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis. Catatan tertulis
dalam penelitian ini berupa angket.
b. Sumber Tertulis
Dilihat dari segi sumber data, data tambahan yang berasal dari sumber
tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip,
dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Dalam penelitian ini, sumber tertulis

5
Manase Malo, dkk. Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Universitas terbuka, 1997). hlm. 149.
6
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 112.
11

yang digunakan adalah sumber buku dan majalah ilmiah yang tersimpan di
perpustakaan dan juga milik pribadi yaitu cerpen RSK karya A.A Navis, buku
tentang metode penelitian, buku terbitan pemerintah, serta skripsi. Selain
sumber buku, dalam penelitian ini juga menggunakan sumber dari arsip yaitu
artikel-artikel dari majalah dan koran.

6. Teknik Pengumpulan Data

Keberhasilan dalam suatu penelitian salah satunya ditentukan oleh


pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data sangat
penting karena data yang disajikan dalam bentuk kata atau kalimat maka data-
data yang dikumpulkan diupayakan valid dan andal (reliabel) sehingga data
harus benar-benar memperhatikan langkah-langkah yang telah ditentukan.
Adapun langkah-langkah tersebut antara lain:

a. Studi Pustaka

Dalam studi pustaka ini yang dilakukan adalah mencari bahan penelitian
yaitu cerpen RSK karya A.A Navis serta data-data mengenai A.A Navis.
Kemudian dilanjutkan dengan membaca karya sastra-karya sastra tersebut
sampai diperoleh pemahaman isi.

b. Menentukan Subjek dan Fokus Penelitian

Setelah studi pustaka, kita menentukan subjek atau orang yang akan kita
teliti. Dalam penelitian ini subjeknya adalah beberapa orang remaja yang
memiliki pengetahuan mengenai cerpen. Setelah mendapatkan subjek
penelitian menentukan fokus penelitian. Dalam penelitian ini fokus
penelitiannya adalah pemahaman mengenai cerpen RSK karya A.A Navis.

c. Pengumpulan Data

Setelah menentukan subjek dan fokus penelitian, dilakukan proses


pengumpulan data. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
12

catatan tertulis berupa angket mengenai fokus penelitian yang akan disajikan.
Selain menggunakan catatan tertulis, penelitian ini juga menggunakan
sumber tertulis mengenai data dan kutipan cerpen RSK karya A.A Navis serta
data mengenai A.A Navis yang berasal dari buku, artikel majalah dan koran
serta dokumen.

7. Teknik Analisis Data

Prosedur analisis data dalam penelian ini sebagai berikut.

1. Membaca teks sastra. Dalam hal ini adalah cerpen RSK karya A.A Navis
yang dijadikan objek penelitian. Dalam proses membaca cerpen seperti
yang sudah dijelaskan dalam bagian pengumpulan data.

2. Memahami teori pendekatan pragmatik, teori evaluasi sastra dan teori


psikologi remaja yang akan digunakan dalam proses pengkajian.

3. Setelah membaca dan memahami teks sastra maupun teori kemudian


dilakukan pengumpulan data. Yang kemudian akan diperoleh data berupa
data kualitatif. Dari data kualitatif tersebut kemudian direduksi. Diambil
data mana yang kira-kira diperlukan dan membuang data mana yang kira-
kira tidak diperlukan. Setelah itu dilakukan penarikan simpulan.

8. Prosedur Penelitian

a. Pembacaan data

Dalam penelitian ini hal yang pertama dilakukan yaitu membaca


cerpen RSK karya A.A Navis sebagai objek penelitian. Pembacaan ini
dilakukan berkali-kali agar mendapatkan pemahaman yang mendalam
mengenai novel tersebut.
13

b. Reduksi Data

Setelah melakukan pembacaan data, hal selanjutnya yang


dilakukan adalah reduksi data. Reduksi data adalah melakukan pemilihan
dan pemusatan data. Untuk penelitian ini data dipusatkan untuk memilih
subjek penelitian yaitu pembaca remaja yang akan memberikan respons
terhadap cerpen RSK karya A.A Navis. Selanjutnya data dipusatkan pada
catatan tertulis berupa angket mengenai cerpen RSK yang akan diberikan
kepada subjek penelitian.
14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Jenis Sastra

Pada umumnya pembaca telah mengenal istilah sastra serius dengan sastra
populer. Sastra serius merupakan sastra yang mengahadirkan kebaharuan dan
keaslian sedangkan sastra populer tidak menghadirkan hal tersebut. Selain itu,
sastra serius memiliki mutu yang baik karena dibuat bukan untuk mencari
keuntungan tetapi untuk mengahdirkan sesuatu hal misalnya protes sosial.

Menurut Jacob Somardjo, sastra populer yang berkonotasi hiburan dan


barang dagangan sudah tumbuh di Indonesia sejak masa jaya Balai Pustaka tahun
1920-an bahkan beberapa puluhan tahun sebelumnya yaitu dalam tradisi sastra
Melayu rendah dan sastra Melayu Cina. Pada masa jaya balai Pustaka tahun 1930-
an, sastra populer itu disebut juga sastra picisan.7

Sumardjo pun mengatakan ketika dekade 1970-an novel populer masa itu
meletakan dasar adanya bacaan populer berbobot yang tidak mengejar faktor
pencarian, pembaharuan dan keaslian seperti dikejar oleh kesusastraan. Hanya
masih terbatar pada jenis romance yang serba manis, sedangkan jenis populer
yang lain seperti detektif, misteri, atau sejarah belum berkembang.8

Pada akhirnya sastra populer makin tidak terbendung lagi pada tahun 1980-an
hingga sekarang. Berlimpahannya sastra populer itu akhirnya mengaburkan
batasnya dengan sastra serius yang telah memiliki jalur sendiri.

7
Yudiono K.S., Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2007), hlm. 223.
8
Ibid., hlm. 226.

14
15

B. Cerpen

Cerpen merupakan bagian dari prosa rekaan. Prosa rekaan sendiri bisa
dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita
rakyat (folktale). Bentuk prosa rekaan modern bisa dibedakan atas roman, novel,
novelet dan cerpen.9

Cerpen atau cerita pendek adalah rangkaian peristiwa yang terjalin


menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antaratokoh atau dalam diri tokoh
itu sendiri dalam latar dan alur. Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan
antartokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. Sama hakikatnya
dengan kehidupan nyata, sebuah peristiwa terjadi karena kesatuan manusia,
tempat, dan waktu. Dari kesatuan itulah peristiwa terbentuk.10

Cerpen selalu menampilkan diri yang demikian. Bedanya, peristiwa dalam


kenyataan bersifat persepsional-komunal, sedangkan peristiwa dalam cerita
berisifat imajinasi-individual.11 Dalam cerpen, peristiwa dideskripsikan dengan
kata-kata sebagai perasaan imajinasi pengarang terhadap suatu peristiwa yang
dibayangkannya. Oleh karena itu, jika puisi kekuatan utamanya pada diksi,
kalimat, dan tipografi maka pada cerita terdapat pada deskripsi peristiwa yang
baik, yang merupakan perpaduan antara tokoh, latar, dan alur. Rangkain peristiwa
itulah yang kemudian membentuk genre cerpen sehingga baik-buruknyasuatu
cerpen ditentukan oleh penggambaran-penggambaran peristiwa yang dilukiskan
oleh pengarangnya.

Seperti pernah disebutkan oleh Edgar Alan Poe, salah satu ciri khas cerita
pendek adalah ia biasanya akan terbaca habis hanya dalam sekali duduk. 12 Cerpen
cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek, ketimbang
menunjukkan adanya perkembangan dan kematangan watak pada diri tokoh.

9
Ibid., hlm. 140.
10
Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, hlm. 59.
11
Ibid., hlm. 59.
12
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 33.
16

Cerpen jarang menggunakan plot kompleks karena lebih terfokus pada satu
episode atau situasi tertentu saja daripada rangkaian ceritanya.

Unsur-unsur dari cerpen sama seperti unsur-unsur yang dimiliki dari prosa
rekaan yang lainnya yaitu terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-
unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-
unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.13
Unsur yang dimaksud, misalnya peristiwa, plot, penokohan, tema, latar, sudut
pandang, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang
mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi
bagian di dalam karya sastra.14 Bagaimanapun unsur ekstrinsik tetap berpengaruh
terhadap totalitas cerita yang dihasilkan. Maka unsur ekstrinsik harus tetap
dipandang sebagai hal yang penting.

Untuk penelitian ini yang lebih difokuskan adalah penganalisisan unsur


intrinsik dari cerpen RSK karya A.A Navis. Untuk unsur intrinsik sendiri yang
akan dianalisis dalam penelitian ini hanya penokohan, alur, latar, sudut pandang,
dan tema.

1. Penokohan

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan,


dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan
oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi sorang tokoh. Penokohan dan
karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-
watak tertentu dalam sebuah cerita. Seperti dikatakan Jones, penokohan adalah

13
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarya: Gadjah Mada University Press,
2005), hlm. 23.
14
Ibid.
17

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita.15

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan dalam beberapa


jenis berdasarkan sudut mana penamaan itu dilakukan.

c. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan


Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita
tersebut. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh
tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali
dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif
pendek.
d. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Menurut Altenbernd & Lewis tokoh protagonis adalah tokoh yang
dikagumi pembaca yang bisa kita sebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.16
Pembaca sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengannya,
permasalahan yang dihadapi seolah-olah juga sebagai permasalahan kita,
demikian pula dalam hal menyikapinya sehingga pembaca memberikan
empati pada tokoh tersebut. Sedangkan tokoh antagonis yaitu tokoh
penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis bisa dikatakan beroposisi
dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat
fisik ataupun batin.
e. Tokoh sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang memiliki
satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak tertentu saja. Ia mudah
dikenali dan dipahami, lebih familiar dan cenderung steriotip. Sedangkan
tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap

15
Ibid., hlm. 165.
16
Ibid., hlm. 178.
18

berbagai kemungkinana sisi kehidupannya, sisi keprinadiannya dan jati


dirinya.
f. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Menurut Altenbernd & Lewis, tokoh statis adalah tokoh cerita yang sangat
esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan
sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.17 Sedangkan tokoh
berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan
plot yang dikisahkan.
g. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Altenbernd & Lewis mengatakan, tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya
sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak
ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Sedangkan tokoh
netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia
merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam
dunia fiksi.

Dalam penelitian ini, penamaan tokoh yang digunakan dalam menganalisis


penokohan pada cerpen RSK karya A.A Navis adalah tokoh protagonis dan tokoh
antagonis. Dalam menentukan tokoh-tokoh ke dalam tokoh protagonis atau tokoh
antagonis tidak mudah. Tokoh yang mencerminkan harapan dan norma, memang
dapat dianggap tokoh protagonis. Namun tak jarang tokoh ada tokoh yang tak
membawakan nilai-nilai moral tetapi membuat pembaca merasa empati dan
simpati pada tokoh tersebut. Maka, jika terdapat dua tokoh yang berlawanan,
tokoh yang lebih banyak diberi kesempatan untuk mengungkapkan visinya itulah
yang mungkin memperoleh simpati dan empati pembaca.

Seperti halnya dalam cerpen RSK karya A.A Navis terdapat dua tokoh
yang memiliki visi yang berlawanan yaitu tokoh Kakek dan tokoh Ajo Sidi.
Karena perbedaan visi yang disampaikan tokoh inilah yang membuat peneliti
menggunakan penokohan protagonis dan antagonis. Selain itu, dalam penamaan

17
Ibid., hlm. 188.
19

tokoh pun dapat digabungkan dengan penamaan penokohan yang lainnya. Dalam
penelitian ini akan digabungkan antara penamaan penokohan protagonis-
antagonis dengan penokohan utama-tamabahan.

2. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang cerita. Dari tempat


itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya
sendiri.18 Abrams mengatakan sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan
yang dipergunakan sastrawan sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,
latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi
kepada pembaca.19

Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke
dalam dua macam yaitu persona pertama (first person) atau gaya ―aku‖ dan
persona ketiga (third person) atau gaya ―dia‖. Dalam penganalisisan cerpen RSK
karya A.A Navis akan membahas mengenai sudut pandang persona pertama atau
gaya ―aku‖ karena di awal cerita pun telah terlihat bahwa A.A Navis
menggunakan kata ―aku‖ dalam menceritakan cerpen RSK tersebut.

3. Alur

Abrams mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh


tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam cerita.20 Alur menjadi rangkaian peristiwa yang direka dan
dijalin dengan seksama yang menggerakan jalan cerita melalui rumitan ke arah
klimaks dan penyelesaian. Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya
mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan alur. Agar menjadi
alur, peristiwa-peristiwa itu harus diolah secara kreatif.

18
Yudiono K.S., Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2007), hlm. 151.
19
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarya: Gadjah Mada University Press,
2005), hlm. 248.
20
Op.cit., hlm. 159.
20

Secara teoritis alur dapat diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-


tahap tertentu secara kronologis. Dalam menganalisis alur cerpen RSK karya A.A
Navis akan digunakan tahapan alur yang dibagi menjadi lima bagian yang
dikemukan oleh Tasrif:

a. Tahap penyituasian (situation). Pada tahap ini yang diutamakan berisi


pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
b. Tahap pemunculan konflik (generating circumstances). Pada tahap ini
masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai
dimunculkan.
c. Tahap peningkatan konflik (rising action). Pada tahap ini konflik yang
telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
dikembangkan kadar intensitasnya.
d. Tahap klimaks (climax). Pada tahap ini konflik atau pertentangan-
pertentangan yang terjadi mencapai titik intensitas puncak.
e. Tahap penyelesaian (deneuement). Pada tahap ini konflik yang mencapai
klimaks diberi penyelesaian.
4. Latar

Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peritiwa yang diceritakan.21 Latar memberikan pijakan cerita
secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada
pembaca, menciptakan suasan tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada
dan terjadi.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu (1) latar
tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi; (2) latar waktu berhubungan dengan masalah ―kapan‖
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; dan (3)
latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku

21
Op.cit, hlm. 216.
21

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Dalam penganalisisan cerpen RSK karya A.A Navis akan mengungkapkan ketiga
unsur latar yang terdapat pada cerpen tersebut.

5. Tema

Menurut Stanton dan Kenny, tema adalah makna yang dikandung oleh
sebuah cerita.22 Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan
dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita.
Tema walaupun sulit ditentukan secara pasti bukanlah makna yang
―disembunyikan‖, walau belum tentu dilukiskan secara eksplisit. Tema
merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan
―tersembunyi‖ di balik cerita yang mendukung.

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda


tergantung dari segi mana penggolangan itu dilakukan. Dalam penganalisisan
cerpen RSK karya A.A Navis akan digunakan penggolongan dikhotomis yang
bersifat tradisional dan nontradisional.Pada umumnya tema tradisional merupakan
tema yang digemari orang dengan status sosial apa pun, di manapun, dan
kapanpun. Selain hal-hal yang bersifat tradisional, tema sebuah karya mungkin
saja mengangkat sesuatu yang tidak lazim, katakan sesuatu yang bersifat
nontradisional. Karena sifatnya yang nontradisional, tema yang demikian,
mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat melawan arus,
mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan atau berbagai
reaksi afektif yang lain.

C. Pendekatan Teori

1. Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang


menitikberatkan kajiannya terhadap peran pembaca dalam menerima,

22
Ibid., hlm. 67.
22

memahami, dan menghayati karya sastra. Dalam kaitannya dengan salah satu
teori modern yang cukup pesat perkembangannya yaitu teori resepsi.23

Pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya


sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehingga
manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya
sastra, tujuan pendekatan pragmatik memberikan manfaat terhadap pembaca.
Pendekatan pragmatik secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori
resepsi.

Dalam pendekatan karya sastra hanya dipandang sebagai sarana atau


alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Oleh karena itu,
penilaian karya sastraterutama ditekankan pada tujuan atau fungsi yang
hendak disampaikan kepada pembaca. Hal itu berarti bahwa karya sastra yang
semakin banyak memuat tujuan tertentu (pendidikan dalam arti luas)
dianggap sebagai karya yang semakin bernilai. Dengan demikian, yang
terpenting di dalam pragmatik adalah fungsi-fungsi karya sastra yang
mempengaruhi pembaca.

Menurut Teeuw, sejarah pragmatik mulai berkembang sejak 14 tahun


sebelum Masehi ketika Horace mempertanyakan tugas atau fungsi seorang
penyair. Dikatakan bahwa fungsi penyair adalah mengatakan hal-hal yang
enak dan berfaedah bagi kehidupan. Agaknya pernyataan Horace tersebut
oleh beberapa ahli sastra dan ahli retorika di Barat dinilai cukup mendasar
sehingga mereka kemudian tertarik untuk meneliti hal-ihwalnya. Berbagai hal
yang kemudian ditelitiadalah sarana-sarana kebahasaan yang bagaimana yang
harus dimanfaatkanoleh pemakai bahasa (sastrawan, pengacara, negarawan,
dan sebagainya) untuk mencapai efek yang maksimal terhadap pembaca atau
pendengar.24

23
Siswanto, Pengatar Teori Sastra, hlm.190 & Nyoman Kutha Ratna. Teori, metode, dan Teknik
Penelitian Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007), hlm. 71.
24
Tito Suwondo,dkk.,Karya Sastra di Luar Penerbitan Balai Pustaka, (Jakarta: 1997), hlm. 24.
23

Penelitian yang akan mengungkapkan tujuan dan fungsi sastra akan


melihat relevansi karya sastra bagi keberadaan masyarakatnya. Dikatakan
demikian karena kehadiran sastra dalam masyarakat dipandang mempunyai
tujuan. Sebagai sebuah sarana komunikasi, peran karya sastra dapat
dikatakan sangat penting karena dapat menggerakan pembacanya agar
bersikap, berprilaku, dan bertindak sebagaimana diungkapkan atau
―disarankan‖ oleh teksnya. Dalam konteks inilah, secara pragmatik, karya
sastra dipandang sebagai produk yang menawarkan pandangan, saran,
harapan, dan langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang dicita-
citakan.

Berdasarkan pandangan ini pula dilakukan penelitian terhadap cerpen


RSK karya A.A Navis dengan pembaca sebagai objek penelitiannya. Dengan
begitu kita dapat mengetahui respons masyarakat atas cerpen RSK karya A.A
Navis ini. Bagaimana pengaruh cerpen RSK ini di masyarakat.

2. Respon

Banyak ahli yang memberikan penjelasan tentang teori respons. Scheerer


menyebutkan respons merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana
rangsang-rangsang prosikmal di organisasikan. Sedemikian rupa sehingga sering
terjadi representasi fenomenal dari rangsang prosikmal.

Respons pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan


kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia
menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respons atau tidak
respons tidak terlepas dari pembahasan sikap. Respons juga diartikan suatu
tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail,
penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu
fenomena tertentu.

Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang tehadap sesuatu maka akan
diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Menurut Louis
Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan,
24

dan prasangaka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan
keyakinan tentang suatu hal yang khusus.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat
melalui:

1. Pengaruh atau penolakan


2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau


sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan
atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi,
mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respons
positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang
mempunyai respons negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan
suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci
objek tertentu.

Terdapat dua jenis variable yang mempengaruhi respons:

1. Variable struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan


fisik
2. Variable fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si
pengamat, misalanya kebutuhan suasana hati, penglaman masa lalu25

3. Estetika Resepsi

Setelah memahami pendekatan pragmatik, selanjutnya teori yang


perlu dipahami adalah estetika resepsi. Estetika resepsi atau estetika
tanggapan adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-

25
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial,(Jakarta: Raja Grasindo Persada, 1998),
hlm. 47
25

tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra.26 Jauss dalam


bukunya Literaturgeschichte als Provokation mempertimbangkan sejarah
sastra terutama sebagai sebuah hasil penulisan dan resepsi yaitu bahwa
pengalaman pembaca diterangkan dan dibatasi.27

Cakrawalan atau horizon harapan menjadi kunci bagi teori Jauss.


Cakrawala harapan disususun dengan tiga kriteria

a. Norma generik yang terkenal yang dipaparkan oleh teks yang dibaca oleh
pembaca;
b. Pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap keseluruhan teks yang
telah dibaca sebelumnya;
c. Kontras antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk
menerima teks baru di dalam cakrawala harapan yang sempit dan
cakrawala harapan yang luas.28

Seseorang dengan orang yang lain itu akan berbeda dalam merespons
sebuah karya sastra. Begitu juga, tiap periode itu berbeda dengan periode lain
dalam merespons sebuah karya sastra. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
cakrawala harapannya (verwachtingshorizon atau horizon of expectation).
Cakrawala harapan ini ialah harapan-harapan seseorang pembaca terhadap
karya sastra. Tiap pembaca itu mempunyai wujud sebuah karya sastra
sebelum ia membaca sebuah karya sastra. Dalam arti, seorang pembaca itu
mempunyai konsep atau pengertian tersendiri terhadap suatu karya sastra.

Pengertian karya sastra pun akan berbeda antara satu orang dengan
orang lain karena setiap pembaca akan mengharapkan bahwa karya sastra
yang dibaca tersebut sesuai dengan pengertian karya sastra yang dimiliki
pembaca tersebut. Cakrawala harapan tersebut ditentukan oleh pendidikan,

26
Rachmat Djoko Pradopo. Estetika Resepsi dan Teori Penerapannya dalam buku Bahasa Sastra
Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991), hlm. 182.
27
Rien T segers, Evaluasi Teks Sastra (Yogyakarta: Adicita, 2000), hlm. 35 dan Rachmat Djoko
Pradopo, Estetika Resepsi dan Teori, hlm. 37.
28
Rien T segers, Evaluasi Teks Sastra (Yogyakarta: Adicita, 2000), hlm. 36
26

pengalaman, pengetahuan, dan kemampuannya dalam menanggapi karya


sastra.

Karl Robert Mandelkow menemukan bahwa landasan konsep Jauss


tentang cakrawala harapan terlampau sempit. Ia menjelaskan bahwa
alasannya bahwa tidak mungkin untuk membedakan sebuah cakrawala
tunggal. Menurutnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan.

a. Ada sebuah harapan yang didasarkan atas kriterian periode tertentu pada
saat teks ditulis atau dipublikasikan yang disebut harapan periode.
b. Ada harapan yang didasarkan pada teks khusus yang disebut harapan teks.
c. Ada harapan yang didasarkan pada kreativitas pengarang disebut harapan
pengarang.29

Dalam metode estetika resepsi pembaca yang diteliti merupakan


pembaca yang cakap, bukan awam, yaitu para kritikus sastra dan ahli sastra
yang dipandang mewakili para pembaca periodenya. Para pembaca ahli yang
dimaksud Vodicka adalah para ahli sejarah, para ahli estetika, dan para
kritikus.

Dengan memahami estetika resepsi kita dapat mengetahui bagaimakah


respons para ahli sastra dan kritikus sastra dalam menaggapi cerpen RSK
karya A.A Navis. Dengan begitu kita dapat mengetahui pengaruh cerpen
tersebut bagi para ahli-ahli sastra baik pada zaman cerpen tersebut lahir
ataupun ketika dewasa ini.

3. Evaluasi Teks Sastra

Setelah mengetahui repon pembaca ahli dengan teori estetika resepsi,


untuk mengetahui respons pembaca yang bukan ahli dengan menggunakan
teori evaluasi sastra. Estetika resepsi sangat penting dalam studi sastra
modern karena dengan begitu aspek-aspek nilai suatu teks sastra maupun
aspek faktualnya dapat diteliti. Tujuan dari eavaluatif yaitu melihat suatu teks

29
Ibid., hlm. 44
27

sastra yang didasarkan pada nilai-nilai namun jika tujuannya hanya deskriptif,
teks tersebut hanya dilihat faktanya saja.

Pada proses evaluasi sejumlah pembaca yang memberikan


informasikan diminta untuk memberikan putusan nilai mengenai teks-teks
tertentu. Reaksi-reaksi pembaca diderivasikan dari keyakinan bahwa putusan
nilai yang didasarkan pada pengetahuan tentang objek yang dinilai lebih
menarik daripada putusan nilai yang didasarkan pada pengetahuan kecil atau
tidak sama sekali tentang objek yang dinilai. Putusan nilai bertumpu pada
pengetahuan objek. Karena objeknya adalah teks sastra, pengetahuan yang
dibutuhkan adalah sastra termasuk di dalamnya elemen-elemen sistem
sastra.30

Masalahnya dapatkah nilai yang diberikan mengukur teks tersebut?


Pengukuran keluasan korpus sastra agaknya belum pernah dipermasalahkan.
Akan tetapi harus ditekankan bahwa pengukuran adalah hal tertentu, dan
putusan nilai hanya signifikasi jika seseorang menyadari bahawa kenyataan
parameter pada hakikatnya bersifat arbitrer.

Maka dari itu, penelitian tentang repon pembaca remaja terhadap


cerpen RSK karya A.A Navis ini akan menganalisis bagaimana kenyataan
respons pembaca yang bukan pembaca ahli menilai cerpen tersebut. Pada
penilian respons sendiri parameter yang digunakan merupakan bersifat
arbitrer, peneliti akan menggunakan penilaian yang telah dibuat berdasarkan
metode yang dianjurkan dalam evalusi sastra mengenai cerpen tersebut. jika
hal ini telah dilakukan maka kita dapat melihat respons pembaca bukannya
hanya dari pendapat para ahli sastra dan kritikus sastra saja, tetapi juga dapat
melihat penilaian cerpen RSK ini berdasarkan pendapat pembaca yang bukan
merupakan pembaca ahli.

30
Ibid., intisari dari bacaan beberapa halaman pada buku tersebut.
28

D. Psikologi Perkembangan Remaja

Stenley Hall mengatakan bahwa masa remaja dianggap sebagai masa


topan-badai dan stres (strom and stress), karena mereka telah memiliki keinginan
bebas untuk menentukan nasib diri sendiri.31 Remaja sendiri dapat diartikan
sebagai masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang
ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara
kronologis yang tergolong remaja berkisar usia 12/13-21 tahun. Untuk menjadi
orang dewasa, menurut Erikson maka remaja akan melalui masa kritis di mana
remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for self-identity).32

Ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, yaitu:

a. Faktor endogen (nature), dalam pandangan ini dinyatakan bahwa


perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor
internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang
tuanya, misalnya postar tubuh, bakat-minat, kecerdasan, kepribadian,
dan sebagainya.
b. Faktor eksogen (nurture), dalam pandangan ini dinyatakan bahwa
perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri,
diantaranya (1) faktor lingkungan fisik misalnya letak geografis,
cuaca, iklim, dan sebagainnya (2) faktor lingkungan sosial misalnya
keluarga, tetangga, teman, lembaga pendididikan, dan sebagainya.
c. Interaksi atara endogen dan eksogen, karena kedua faktor ini saling
berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun
eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi
perkembangan individu.

31
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 13.
32
Ibid., hlm. 14.
29

Dalam faktor eksogen atau eksternal telah dijelaskan salah satunya yaitu
faktor sosial berupa lembaga pendidikan. Dalam penelitian mengenai respons
pembaca remaja ini kita juga melibatkan faktor pendidikan maka kita harus
mengetahui tentang perkembangan kognitif atau intelegensi dari remaja.

Menurut Thornburg, intelegensi mengandung 4 unsur pengertian yakni:


(1) kemampuan untuk berpikir abstraks dan cermat, (2) kemampuan untuk
mengambil suatu keputusan (judging), memahami terhadap suatu masalah secara
menyeluruh (comprehend), teori yang rumit, serta mengetahui hubungan sebab-
akibat suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya, (3) kemampuan untuk
melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan hidupnya, (4) seluruh
kemampuan individu untuk melakukan suatu aktivitas guna mengembangkan
potensi dirinya.33

Dalam hal penelitian respons pembaca remaja ini, jika dilihat dari
pengertian intelegensi hal yang berkaitan adalah unsur pertama yaitu kemampuan
berpikir cermat. Kemampuan berpikir cermat berkaitan karena pembaca remaja
harus berpikir dengan cermat ketika mereka membaca suatu bacaan. Dalam
penelitian ini yang menjadi bahan bacaan remaja ini adalah cerpen RSK karya A.A
Navis.

Kemudian unsur kedua yaitu kemampuan untuk mengambil suatu


keputusan (judging), memahami terhadap suatu masalah secara menyeluruh
(comprehend), teori yang rumit, serta mengetahui hubungan sebab-akibat suatu
fenomena yang ditemui dalam kehidupannya. Dalam hal ini pembaca remaja
harus dapat mengambil keputusan ketika memberikan respons terhadap bahan
bacaan yang berupa cerpen RSK karya A.A Navis serta memahami secara
menyeluruh serta mengetahui hubungan sebab akibat yang disajikan cerpen RSK
tersebut.

33
Ibid., hlm. 45.
30

E. Penelitian Relevan

Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis pernah diteliti oleh
beberapa orang di antaranya pernah diteliti oleh Machsunah Khisabiyah
mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul skripsi ―QISSATA
THARID AL FIRDAUS LI TAUFIQ AL HAKIM WA ROBOHNYA SURAU
KAMI LI 'ALY AKBAR NAVIS (DIRASAH TAHLILIYAH MUQARINAH)‖
pada tahun 2009.34 Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya pengaruh dan
keterkaitan unsur-unsur yang terkandung (intrinsik) dalam cerpen Tarid al-
Firdausi dan Robohnya Surau Kami. Terutama dalam segi tema, tokoh dan pesan
moral yang disampaikan oleh pengarang terhadap pembacanya. Penelitian ini
menggunakan analisis komparasi sastra (Adab Maqarran), dimana komparasi
sastra merupakan salah satu ragam dari pengetahuan-pengetahuan sastra yang
membandingkan antara dua karya sastra atau lebih, dimana masing-masing dari
karya sastra itu tumbuh berkembang bersama dalam entitas masyarakat tertentu,
yang mana antara salah satu dari kedua karya sastra itu mempunyai
keterpengaruhan dan juga keterkaitan. Hasil dari penelitian ini, Dari segi tema,
peneliti menemukan adanya keterpengaruhan yang sangat erat. Diantaranya dari
tema utama (mayor) kedua cerpen tersebut yaitu persoalan religi antara seorang
hamba kepada Tuhannya, begitu pula tema-tema minor yang ada dalam keduanya.
Diantaranya: menolak untuk bersenang-senang dan bekerja, gaya hidup dan
kegelisahan yang serupa yang dialami kedua tokoh utama dalam kedua cerpen
tersebut. Sedangkan dalam segi tokoh, pemeran utama dari masing-masing cerpen
tampak sangat terkait antara satu dengan yang lainnya. Terbukti dalam kezuhudan
dan karakteristik yang dimiliki oleh tiap pribadi dari kedua cerpen tersebut.
Bahkan dalam pesan moral yang disampaikan dari kedua cerpen itu, sama-sama
menyampaikan bagaiman hakekat kehidupan di dunia yang fana ini.

34
Machsunah Khisabiyah ,―Qissata Tharid Al Firdaus li Taufiq Al Hakim wa Robohnya Surau
Kami li 'Aly Akbar Navis (Dirasah Tahliliyah Muqariyah)‖ (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2009)
31

Selain itu, penelitian juga pernah dilakukan oleh mahasisiwi Universitas


Muhammadiyah Malang yaitu Siti Aminah dalam skripsinya yang berjudul
―Resepsi PembacaTerhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis
(Studi Kasus Pada Anggota UKM-K Jamaah A.R Fachruddin)‖.35 Dalam
penelitian ini, peneliti melihat bagaimana resepsi Anggota UKM- Kerohanian
dalam meresepsi nilai-nilai agama yang terkandung dalam cerpen Robohnya
Surau Kami. Nilai-nilai agama yang diresepsi adalah nilai agama ibadah, aqidah
dan mualah. Selain itu peneliti, juga melihat bagaiman resepsi Anggota UKM-
Kerohanian dalam meresepsi nilai-nilai budaya yaitu manusia dengan Tuhan,
manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam semesta. Kemudian peneliti
melihat pula bagaiman respsi Anggota UKM- Kerohanian dalam meresepsi nilai-
nilai agama dan budaya yang ada dalam cerpen Robohnya Surau Kami dengan
realitas masyarakat sekarang ini.

F. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia

Telah dijelaskan pada perkembagan psikologi remaja bahwa lembaga


pendidikan ikut berpengaruh dalam perkembangan remaja dari segi sosial. Maka
dari itu lembaga pendidikan yang menaungi para remaja khususnya remaja
SMA/MA/sederajat perlu dalam memahami bagaimana agar remaja Indonesia
menjadi remaja yang kreatif dan bertanggung jawab

Dalam penelitian ini yang menjadi pengaruh pembaca remaja adalah salah
satu mata pelajaran yang ada di setiap lembaga pendidikan yaitu bahasa dan sastra
Indonesia. Pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan pelajaran yang wajib
diikuti para remaja yang bersekolah pada lembaga pendidikan formal. Di dalam
pelajaran ini terdapat mengenai pembelajaran sastra Indonesia dan salah satunya
yaitu pembelajaran mengenai cerpen.

Acuan dalam penelitian ini adalah rancangan pelaksanaan pembelajaran


(RPP) dari SMA/MA/Sederajat di kelas X (sepuluh), yang akan dilampirkan pada

35
Siti Aminah, ―Resepsi PembacaTerhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis
(Studi Kasus Pada Anggota UKM-K Jamaah A.R Fachruddin), (Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2008)
32

lampiran 1. Pada RPP tersebut pembahasan mengenai cerpen terdapat pada SK


(Standar Kompetensi) yang keenam yaitu membahas cerita pendek melalui
kegiatan diskusi. Dari SK tersebut dibagi dalam dua KD (Kompetensi Dasar)
yaitu:

1. Mengemukakan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari cerita pendek


melalui kegiatan diskusi. Dalam menemukan hal-hal menarik pada cerpen
tersebut, siswa dituntut untuk dapat menentukan salah satunya yaitu unsur-
unsur intrinsik. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, siswa yang diposisikan
sebagai remaja harus dapat membaca dengan cermat cerpen tersebut
kemudian memberikan respons dengan cara mengungkapkan unsur-unsur
intrinsik cerpen dalam hal ini adalah cerpen RSK karya A.A Navis.
2. Menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Dalam hal
ini siswa dituntut untuk dapat menemukan nilai-nilai yang terdapat pada
cerpen kemudian membandingkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika
dikaitkan dengan penelitian ini maka siswa yang diposisikan sebagai
pembaca remaja harus dapat memberikan respons berupa pengamatan
terhadap cerpen yang dibacanya kemudian mengemukakan nilai-nilai serta
kaitannya dengan cerpen dalam hal ini cerpen RSKdalam kehidupan sehari-
hari.

Pendekatan utama yang selama bertahun-tahun digunakan untuk mendidik


siswa adalah pendekatan interaksi langsung (direct instruction approach), yaitu
suatu pendekatan yang berpusat pada guru, di mana guru yang mengarahkan dan
mengendalikan, menguasai keterampilan akademis, memiliki ekspektasi yang
tinggi terhadap siswa, serta memaksimalkan waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan tugas-tugas belajar. Sampai sekarang pendekatan ini masih
ditekankan di banyak sekolah.

Pada tahun 1990-an, keinginan untuk melakukan reformasi sekolah


difokuskan pada pendekatan konstruktif. Pendekatan konstruktif kognitif
(cognitive constructivistapproach) menekankan upaya aktif dari anak untuk
33

mengkonstruksi dan memahami pengetahuannya yang dilakukan secara kognitif.


Guru berperan dalam mendukung siswa ketika mereka melakukan eksplorasi dan
berusaha memahami dunianya. Teori Piaget yang merupakan teori perkembangan
utama berkaitan dengan pendekatan konstruktif kognitif.

Pendekatan konstruktif sosial (social construktivist approach) berfokus


pada pentingnya kolaborasi dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan
dan pemahaman. Implikasinya adalah bahwa guru sebaiknya memberikan banyak
kesempatan kepada para siswa untuk belajar bersama guru dan kawan-kawan
sebaya dalam menyusun pemahaman. Teori Vygotsky merupakan teori
pengembangan utama yang berperan sebagi landasan dari pendekatan kostruktif
sosial.36

36
John W. Santrock, Remaja. (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 101.
34

BAB III
BIOGRAFI DAN SINOPSIS

A. Biografi A.A Navis

Nama lengkapnya adalah Ali Akbar Navis, tetapi sepanjang karirnya ia


lebih dikenal dengan namanya yang lebih simpel A.A Navis. A.A Navis lahir
pada 17 November 1924 di Padang Panjang, Sumatra Barat. 37 Putera dari St.
Marajo Sawiyah merupakan anak sulung dari lima belas bersaudara38.

Kesenangan A.A. Navis terhadap sastra dimulai dari rumah. Pada saat itu,
orang tuanya berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Kedua
majalah itu sama-sama memuat cerita pendek dan cerita bersambung di setiap
edisinya. A.A Navis selalu membaca cerita-cerita itu dan lama kelamaan ia pun
mulai menggemarinya. Ayahnya mengetahui dan mau mengerti akan kegemaran
A.A Navis itu. Ayahnya pun lalu memberikan uang agar Navis bisa membeli
buku-buku bacaan kegemarannya. Itulah modal awal A.A Navis untuk menekuni
dunia karang-mengarang di kemudian hari.

A.A Navis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah


Indonesisch Nederiandsch School (INS) di daerah Kayutanam selama 11 tahun.
Kebetulan jarak antara rumah dan sekolah A.A Navis cukup jauh. Perjalanan
panjang yang ditempuhnya setiap hari itulah yang kemudian dimanfaatkannya
untuk membaca buku-buku sastra yang dibelinya itu.

Selama sekolah di INS, selain mendapat pelajaran utama, A.A Navis juga
mendapat pelajaran kesenian dan berbagai keterampilan. Pendidikan A.A Navis
secara formal hanya sampai di INS, selanjtunya ia belajar secara otodidak. Akan

37
A.A Navis, Robohnya Surau Kami (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm. 139.
38
Sman 1 praya timur, ―Biografi A.A Navis,‖ artikel diakses pada 26 September 2011.
http://sman1prayatimur.blogspot.com/2011/09/biografi-aa-navis.html

34
35

tetapi, kegemarannya membaca buku (bukan hanya buku sastra, juga berbagai
ilmu pengetahuan lain) memungkinkan intelektualnya berkembang. Bahkan,
terlihat agak menonjol dari teman-teman seusianya.

Dasar-dasar kesenian A.A Navis boleh jadi diperoleh dari perguruan INS
Kayutanam yang ditamatkan pada tahun 1943. Selebihnya ialah pergulatan pribadi
yang tak henti-hentinya untuk menguasai dan menekuninya. Maka menjadilah
A.A Navis seorang seniman komplet: pelukis, pematung, pemusik, penulis dan
sastrawan andal. Kepada semuanya ini patut ditambahkan perannya sebagai wakil
rakyat ketika ia duduk sebagai anggota DPRD Tk. I Sumatera Barat di bawah
panji-panji Golongan Karya.39

Pada tahun 1958 terjadi pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner


Republik Indonesia). Pemberontakan ini berakhir pada akhir tahun 1961. Sejak
berakhirnya pemberontakan itu, kita dapat melihat tugu-tugu pembebasan. Namun
tugu-tugu tersebut sudah diruntuhkan semasa gubernur Drs. Harun Zain.

Barangkali ―karya‖ besar A.A Navis untuk masyarakat Minang ada


hubungannya dengan runtuhnya tugu-tugu tersebut. Saat A.A Navis menjadi
anggota DPRD Tk. I Sumatera Barat, ia termasuk salah seorang yang diam-diam
mendesak gubernur dan eksekutif lainnya agar tugu-tugu pembebasan itu
dihancurkan. Langkah tersebut diambil karena ia melihat kehadiran tugu-tugu
tersebut akan memperpanjang trauma masyarakat Minang.

Dalam hidupnya, A.A Navis pernah menjadi guru. Belakangan ia bahkan


mengajar di perguruan tinggi dalam mata kuliah sosiologi Minagkabau.
Kiprahnya di bidang pendidikan ini rupanya tidak pernah dilepaskannya. A.A
Navis tercatat sebagai salah satu pengurus inti badan yang mengelola perguruan
tinggi INS Kayutanam, yang merupakan almamaternya.

Menurut usianya, A.A Navis itu sebenarnya lebih tepat digolongkan


kepada angkatan ‘45, tetapi ia baru muncul dalam gelanggang sastra Indonesia

39
Soewardi Idris ―A.A Navis dan Cerpen Dunia Akhirat‖, Otobiografi A.A. Navis. Ed. Abrar
Yusra (Pustaka Utama, 2008), hlm. 385.
36

pada tahun 1955, yaitu ketika ia mengumumkan cerpennya yang pertama yang
sekaligus menjadi terkenal berjudul Robohnya Surau Kami.40

Sepanjang kariernya sebagai sastrawan dan budayawan, A.A Navis banyak


memperoleh hadiah dan penghargaan. Akan tetapi, agaknya tidak ada hadiah dan
penghargaan yang lebih membanggakan ketika musim haji 1994 ini karena ia
dapat menunaikan rukun Islam yang kelima.41

Masyarakat minang yang dianggap sangat kritis telah memberikan


dampak. Mereka menjadi orang yang suka ―mengomentari‖ sesuatu sampai ke
ujung-ujungnya dengan berbagai aspeknya. Bahkan sering mereka menjadi
―pencemooh‖ terhadap sesuatu keadaan yang tidak disukai. Tidak jarang pula
mereka menjadi skeptis dan bahkan tidak memperdulikan orang lain sama sekali.

A.A Navis sendiri sebagai suatu produk masyarakat demikian juga tidak
dapat pula melepaskan diri dari hal tersebut. Ia menghargai seseorang tetapi tidak
pernah membesarkannya dengan sanjungan berlebihan. Jika ia menghargai jasa
seseorang, penghargaan itu disusulnya dengan ―tindakan‖ atau ―perbuatan‖-nya
sendiri untuk menumpang atau meneruskan apa yang dikerjakan oleh orang yang
dihargainya tadi. A.A Navis tidak memberikan pujian kosong terhadap seseorang
begitu saja. Hal seperti itu sering menimbulkan pertanyaan orang lain
terhadapnya: ―Kapan A.A Navis pernah menghargai jasa orang lain?‖

Justru A.A Navis dikenal sebagai seorang ―pencemooh‖. Ia akan selalu


mencemoohkan sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak benar, apalagi kalau
sesuatu itu tidak dapat diubah atau diperbaikinya. Namun apabila ada peluang
baginya untuk ikut memperbaiki, ia akan mengerjakannya lebih dulu. Bagi orang-
orang yang memahami sikap seperti ini, akan senang bila A.A Navis mencemooh,
berarti ia masih mau memperhatikan apa yang dicemoohkannya itu. Menandai

40
Ajip Rosidi, Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, (Bina Cipta: bandung 1976), hlm. 142.
41
Ibid., keempat paragraf di atas merupakan intisari yang buat penulis dari wacana yang tertera
pada catatan kaki.
37

berapa besarnya perhatiannya pada sesuatu, dapat diukur dengan seberapa besar
cemooh yang dilontarkannya.

Pengertian cemooh saat ini sudah jauh berubah. Bila dulu cemooh berarti
―pertanda kuatnya perhatian‖ dan ―pertanda kritisnya masyarakat‖, telah berubah
menjadi ―serangan‖ dan ―tidak menyukai‖. Bila ada orang mencemoohkan
sesuatu, maka orang itu dianggap menyerang dan tidak menyukai sesuatu.
Karenanya, cemooh A.A Navis sering disalahartikan. Ia tidak lagi dianggap
pencemooh, tetapi dianggap ―tukang kritik‖, orang yang suka mencampuri urusan
orang lain.

Dalam kondisi yang dulu itu, lahirlah cerpennya yang dianggap


kontrovesial Robohnya Surau Kami. Kondisi yang memungkinkan cemooh
dianggap sebagai pertanda ―tingginya daya kritis‖ masyarakat. Cerpen itu juga
dapat menjadi tanda obsesi A.A Navis terhadap perlunya penafsiran kembali
terhadap ajaran Islam.42

A.A Navis menulis cerpennya berdasarkan cerita orang lain, pengalaman


teman-teman, setelah membaca cerpen pengarang lain, bahkan setelah menonton
film. Apa yang dibaca, dilihat dan didengar tentang suatu ―kehidupan‖ lantas
menjadi sumber mata air bagi karya-karyanya. Menurut A.A Navis yang sering
tampil sebagai pembicara masalah kebudayaan di forum-forum nasional bahwa
sumber penggalian cerita yang dibuatnya adalah lingkungan hidupnya, tentang
pikirannya, tentang tingkah lakunya.

Setelah membaca cerpen Si Djamal, karangan Mochtar Lubis, A.A Navis


menulis cerpen Pak Kantor. Setelah selesai membaca Sahabatku Cordiaz karya
Asrul Sani, lahirlah cerpen Orang Dari Luar Negeri. Setelah membaca kumpulan
cerita dari Eropa Dokter dan Iblis, A.A Navis menggarap Dokter dan Maut.
Novel Kemarau karangan A.A Navis merupakan inspirasi setelah menonton film

42
Wisran Hadi, ―Apabila A.A Navis Tidak Mencemooh Lagi, Maka....‖,Otobiografi A.A. Navis.
Ed. Abrar Yusra (Pustaka Utama, 2008), hlm.428—430. Lima paragraf diatas merupakan intisari
yang buat penulis dari halaman yang tetera pada catatan kaki.
38

Naked Island sedangkan novel Saraswati, Si Gading Dalam Sunyi bersumber dari
film Johny Belinda.

Sedangkan cerpen yang lahir karena cerita orang lain diantaranya,


Robohnya Surau Kami. Ketika itu ia mendengar cerita Pak M. Syafei tentang
orang Indonesia yang masuk neraka karena malasnya. Sedangkan cerita Dahlan
Jambek tentang keadaan Bung Karno yang dirongrong oleh serigala di sekitarnya
melahirkan Pemburu dan Srigala. Cerita Wisran Hadi tentang perkawinan Hamid
Jabbar menimbulkan inspirasi cerpen Jodoh.

Tentang tingkah orang di sekitarnya yang menjadi sumber ide atau


gagasan ialah saat temannya dapat jodoh di atas bis antarkota Padang –
Bukittinggi, yang kemudian melahirkan nasehat-nasehat. Teman dekatnya yang
kawin secara terpaksa melahirkan Kisah Seorang Penganten. Begitu seterusnya
cerpen Perbuatan dan Baginda Ratu, bersumber dari cerita teman-temannya.43

A.A Navis sangat kreatif dan produktif melahirkan karya-karya tulis


bermutu. Ratusan karya telah dihasilkannya, antara lain terhimpun 23 buku, 75
cerpen, 5 antologi cerpen dalam negeri, 8 antologi cerpen luar negeri, 106
makalah dan artikel mengenai sosial budaya. A.A Navis juga melahirkan novel,
puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai, hingga otobiografi dan biografi.

Dalam menulis A.A Navis selalu konsisten dalam melahirkan pemikiran-


pemikiran yang bernas, cerdas, namun keras dan tegas. Karya-karyanya di bidang
sastra serta pemikirannya di bidang kesenian dan kebudayaan membawa Sumatera
Barat ke pentas nasional dan internasional. Beberapa karyanya diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris, Jerman, Prancis, Jepang dan Malaysia.

Sepanjang hidupnya, A.A Navis meraih banyak penghargaan dari


UNESCO untuk novel Saraswati, Si Gadis dalam Sunyi (1968), sayembara
Cerpen Kincir Emas Radio Netherland Wereldomroep untuk cerpen Jodoh (1975),
pemenang lomba cerpen majalah Femina untuk cerpen Kawin (1979). Hadiah

43
Ray Rizal, ―A.A Navis, Melahirkan Cerpen-cerpen Sarkatis‖, Suara Pembaruan (Senin, 12
Oktober 1992), hlm 12.
39

Seni dari Menteri P&K (1988), Hadiah Sastra Menteri P&K (1992), Setyalencana
Kebudayaan (2000), dan penghargaan lainnya.44

Salah satu kekuatan dari karya-karya fiksi A.A Navis setting sosial karya-
karya itu sendiri yaitu kehidupan manusia di tanah Minang. Walaupun masalah-
masalah yang ditampilkan adalah sosok umum dari kemanusian sebagaimana
sering dilihat dalam pengalaman semua suku bangsa di negeri ini, bahkan umat
manusia di mana pun mereka berada, nafas kedaerahan dalam karya-karya A.A
Navis terasa sangat menonjol.

Unsur kuatnya setting sosial ini memberikan warna aktualitas yang hidup
kepada karya-karya A.A Navis, yang membedakan dari penulis-penulis
kontemporer lain yang berasal dari tanah Minang seperti Mochtar Lubis.
Pergumulan tokoh-tokoh cerita dalam karya-karya Mochtar Lubis hampir-hampir
tidak pernah menampilkan ‗sosok kedaerahan minangan‘, melainkan yang tampil
adalah pergumulan anak manusia Indonesia.

Bertolak dari warna kedaerahan dan setting sosial yang khas Minang itu,
A.A Navis memunculkan sejumlah masalah yang dihadapi masyarakat
Minagkabau di saat karya-karya itu ditulis. Masalah tanggung jawab sosial kepada
anak keturunan yang menjadi melarat di kemudian hari dalam Robohnya Surau
Kami, tanggung jawab sosial kepada masyarakat di masa kini dalam novel novel
Kemarau. Bahkan sampai kepada impian dalam ketinggian status sosial bagi
warga masyarakat Minang dalam cerepn Anak Kebanggaan.45

A.A Navis menikahi AksariYasin di Pariaman pada 1957 dan dikaruniai


putra-putri yaitu Dini Akbari, Lusi Bebasari, Dedi Andika, Lenggogeni, Gemala

44
Dissi Kaydee, ―Sastrawan yang Gemar Mencemooh‖, Harian Media Indonesia (Minggu, 6 Juni
2004), hlm. 24. Tiga paragraf di atas dikutip dari artikel tersebut.
45
Abdurrahman Wahid, ―Karya-karya A.A Navis: Pencarian Ethos Sosial Baru‖, Otobiografi A.A
Navis. Ed. Abrar Yusra (Pustaka Utama, 2008), hlm. 259—260.Lima paragraf diatas merupakan
intisari yang buat penulis dari halaman yang tetera pada catatan kaki. Wacana ini disampaikan
pada Forum Diskusi Sastra tentang karya-karya A.A Navis di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 6
Oktober 1992.
40

Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini serta memiliki 13 cucu.46 Ia memilih
tinggal di Padang, dikenal sebagai sebagai pribadi yang mencemooh. Melalui
kritikannya, ia ingin memicu sastrawan muda untuk menjadi penulis tangguh,
dengan terus menulis dan menerbitkan karya-karya bermutu.

Sebagai pribadi maupun makhluk sosial memang tidak bisa lepas dari
kekeliruan dan kesalahan-kesalahan duniawi, karena interaksi intensif yang
dilakukan lewat karya-karyanya menimbulkan plus-minus. Kalau kita kembali
kepada hakikat manusia, maka sebagai makhluk sosial ia telah menjalankan misi
kekhalifan secara wajar dan sesuai kemampuan dan kesadaran akan kehadiran kita
di dunia yang harus tetap dirawat sebagai amal bakti serta tanggung jawab kita
terhadap masa depan bangsa ini, terhadap Tuhan dan terhadap diri sendiri.
Akhirnya proses jua yang menentukan langkah seseorang untuk konsistensi pada
panggilan dan kiprah yang digeluti. Semua telah ditulis, semua telah
dibentangkan, semua telah digelar, apa yang baik/benar hanya kepunyaan Al-
Khaliq dan apa yang buruk hanya terdapat pada manusia.

Pada Sabtu, 22 Maret 2003, A.A Navis yang menderita asma,


menghembuskan napas terakhirnya dalam usia 79 tahun. Figur yang dikenal
mengayomi, memberi perhatian dan inspirasi kepada penulis muda ini,
meninggalkan beberapa tulisan yang belum selesai digarapnya. Kini, A.A Navis
beristirahat dengan tenang di TPU Tunggul Hitam Padang, mewariskan
pemikiran-pemikirannya mengenai kehidupan.47

B. Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis

Aku menceritakan kepada Tuan bahwa di kampungnya terdapat sebuah


surau. Surau tersebut dijaga oleh garin atau penjaga surau yang biasa dipanggil
orang-orang dengan sebutan Kakek. Sebagai penjaga surau, Kakek tidak
mendapatkan apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat.

46
Yurnaldi, ―A.A Navis 75 Tahun Masih ‗Berjalan di Sepanjang Jalan‘‖, Kompas (Jumat, 7
Januari 2000), hlm. 12.
47
Dissi Kaydee, ―Sastrawan yang Gemar Mencemooh‖, hlm. 24.
41

Tetapi ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Orang-orang suka meminta


tolong kepadanya, sedang ia tidak pernah meminta imbalan apa-apa. Tetapi Kakek
ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu
tanpa penjagaanya. Gambaran dari surau itu sekarang adalah kesucian yang bakal
roboh.

Biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongeng yang tak dapat
disangkal kebenarannya. Kemudian Kakek bercerita bahwa ia merasa resah
akibat bualan Ajo Sidi. Ajo Sidi adalah orang yang bisa mengikat orang-orang
dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Sebagai pembual,
suksesterbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya
menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pemeo akhirnya.

Kakek merasa durja dan sedih karena cerita Ajo Sidi. Kakek pun bercerita
bahwa sedari muda ia hidup di Surau. Tak ia ingat akan punya istri, punya anak,
punya keluarga seperti orang-orang lain. Segala kehidupannya, lahir batin, ia
serahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Ia bangun pagi-pagi. Ia bersuci. Ia
pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya.
Apakah salah pekerjaanya itu? Kini ia dikatakan manusia terkutuk.

―Pada suatu waktu, ‗kata Ajo Sidi memulai‘, di akhirat Tuhan Allah
memulai memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Sampailah giliran Haji
Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Ia menceritakan segala
ibadahnya yang telah dilakukan selama di dunia. Haji Saleh mengatakan bahwa
pekerjaanya adalah selalu menyembah Tuhan. Setiap hari, setiap malam, bahkan
setiap masa ia menyebut-nyebut nama Tuhan. Namun Tuhan selalu berkata apa
lagi yang dikerjakannya selain itu semua. Haji saleh tak dapat menjawab lagi
karena ia sudah menceritakan semuanya.

Setelah Haji Saleh menceritakan semua yang ia kerjakan di dunia dengan


segala ibadah yang telah dilakukannya namun Haji saleh malah dimasukkan ke
dalam neraka. Lalu Haji Saleh melakukan protes terhadap Tuhan bersama teman-
temannya yang merasa telah melakukan segala ibadah yang diperintahkan Tuhan
42

selama di dunia. Akhirnya Tuhan menjelaskan bahwa tugas manusia di dunia


bukan hanya beribadah dan menyembah kepada Tuhan hingga tugas terhadap
keluarga dan bangsa dilalaikan begitu saja.

Begitulah kira-kira cerita Ajo Sidi yang membuat Kakek gusar. Keesokkan
harinya setelah mendengar cerita Kakek, ia kedapatan telah mati di suraunya
dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau
cukur.
43

BAB IV

PEMBAHASAN

a. Struktur Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis

1. Tokoh dan Penokohan

Kakek merupakan tokoh utama pada cerpen RSK karya A.A Navis
yang dibicarakan melalui tokoh Aku.Tokoh Kakek merupakan tokoh
Protagonis. Menurut Altenbernd dan Lewis, membaca sebuah karya sastra,
pembaca sering mengidentifikasi diri dengan tokoh(-tokoh) tertentu,
memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap
tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai
tokoh protagonis.

Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia


tak pernah meminta imbalan apa-apa. 48
Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin kaya,
bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin,
keserahkan kepada Allah subhanahu wataala. Tak
pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor
enggan aku membunuhnya.49
Pada kutipan tersebut tampaklah bahwa karakter tokoh Kakek
merupakan karakter yang menimbulkan rasa simpati dan empati bagi
pembaca. Maka dapat dikatakan jika tokoh Kakek merupakan tokoh
protagonis. Tokoh protagonis juga merupakan tokoh pengejawantahan norma-
norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.

Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tidak


marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak
karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu

48
A.A.Navis, Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia. 2010. hlm. 2.
49
Ibid.,hlm. 5.

43
44

lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada


Tuhan.50
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Kakek merupakan tokoh
yang mewakili norma-norma sosial serta nilai-nilai agama secara baik yaitu
selalu menjaga iman dan ibadahnya kepada Tuhan salah satu caranya dengan
tidak bersikapa pemarah. Nilai-nilai agama seperti inilah yang diidealkan oleh
pembaca, walaupun pada akhirnya tokoh Kakek melakukan suatu perbuatan
yang dilarang oleh agama yaitu bunuh diri. Namun perbuatan tersebut lebih
menimbulkan rasa empati bagi pembaca karena perbuatan yang dilakukan
tokoh Kakek tersebut disebabkan oleh perbuatan tokoh antagonis dalam cerita
yaitu Ajo Sidi.

―Ya, Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya


dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia
menggoroh lehernya dengan pisau cukur.‖51
―Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,‖ kataku seraya
cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengan-
cengang.52
Tokoh Ajo Sidi adalah tokoh antagonis. Tokoh antogonis merupakan
penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut
beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung,
bersifat fisik ataupun batin.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan


Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat
bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang
mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya
Kakek lagi, ―Apa ceritanya, Kek?‖53
Seperti pada kutipan di atas tokoh Ajo Sidi merupakan penyebab
terjadinya konflik. Tokoh Ajo Sidi beroposisi dengan tokoh Kakek secara

50
Ibid., hlm. 4.
51
Ibid., hlm. 13.
52
Ibid.
53
Ibid., hlm. 4.
45

batin dengan cara melakukan pembualan yang membuat tokoh Kakek


terpengaruh hingga membuat tokoh Kakek memiliki konflik batin.

‗Alhamdulillah’ kataku bila aku menerima karunia-


Nya. ‗Astagfirullah‘ kataku bila aku terkejut. ‗Masya
Allah’, kataku bila aku kagum. Apa salahnya
pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia
terkutuk.54
Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari
Kakek. Ceritakan yang memurungkan Kakek.55
Karena bualannya tersebut membuat tokoh Kakek mengalami konflik
batin seperti pada kutipan di atas. Dari konflik batin yang disebabkan ooleh
Ajo Sidi, akhirnya menimbulkan klimaks yang sangat tidak terduga yaitu
kematian tokoh Kakek dengan cara bunuh diri.

―Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,‖ kataku seraya


cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-
cengang.56

2. Sudut Pandang
Sudut pandang dari cerpen RSK karya A.A Navis adalah ―Aku tokoh
tambahan‖. Tokoh aku hadir untuk untuk membawakan cerita kepada
pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Setelah cerita tokoh utama
habis, tokoh aku tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota


kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan
berenti di dekat pasar.57
Dan di pelataran kiri suaru itu akan Tuan temui
orang tua yang biasanya duduk di saman dengan
segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat.

54
Ibid., hlm. 5.
55
Ibid., hlm. 12.
56
Ibid., hlm. 13.
57
Ibid., hlm. 1.
46

Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga


surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.58
Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Aku disini berperan sebagai
pengantar cerita dalam memperkenalkan tokoh utama yaitu tokoh Kakek.
Selain itu tokoh Aku juga menjadi pengantar pembaca untuk memasuki ke
dalam cerita yang akan diceritakan langsung oleh tokoh utama tersebut.

Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah


dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya.
Beginilah kisahnya.59
Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku
tahu , kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia
takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan
pertanyaanya sendiri.60
Setelah tokoh utama berkisah sendiri mengenai pengalamannya secara
langsung, tokoh Aku hadir kembali di akhir cerita untuk menceritakan
kejadian-kejadian yang terjadi selanjutnya pada tokoh utama dalam cerita ini.

Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari


Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.61
―Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,‖ kataku seraya
cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-
cengang.62

3. Alur

58
Ibid.
59
Ibid., hlm. 2.
60
Ibid., hlm. 4.
61
Ibid., hlm. 12.
62
Ibid., hlm. 13.
47

Pada tahap penyituasian (situation), kisah dimulai ketika Aku bertemu


Tuan dan bercerita mengenai surau yang sebetar lagi akan roboh karena
Kakek sudah tiada lagi sehingga tak ada yang merawatnya lagi.

Tapi Kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia


sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa
penjaganya... 63
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai
gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang
bakal roboh.64
Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah
dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya.
Beginilah kisahnya.65
Pada tahap pemunculan konflik (generating circumstances) dimulai
ketika tokoh Aku bertemu Kakek yang sedang murung, tidak seperti biasanya
yang selalu bergembira ketika bertemu tokoh Aku.

Sekali hari aku datang pula mengupah kepada


Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku,
karena aku suka memberi uang. Tapi sekali ini
Kakek begitu muram.66
Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan
pernah salam tak disahutinya seperti saat itu.
Kemudiang aku duduk di sampingnya dan aku jamah
pisau itu. Dan aku tanya Kakek, ―Pisau siapa, Kek?‖
―Ajo Sidi.‖67
Pada tahap konflik yang semakin meningkat ditandai ketika tokoh
Kakek mempertanyakan kesalahan atas tindakannya selama ini yang menurut
bualan Ajo Sidi adalam manusia terkutuk. Tokoh Kakek pun mengalami
konflik batin.

... ―Apa ceritanya, Kek?‖


―Siapa?‖

63
Ibid., hlm. 2.
64
Ibid.
65
Ibid.
66
Ibid., hlm. 2—3.
67
Ibid., hlm. 3.
48

―Ajo Sidi.‖
―Kurang ajar dia,‖ Kakek menjawab.
―Kenapa?‖
―Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah
tajam-tajam ini, menggoroh tenggorokannya.‖
―Kakek marah?‖
―Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah
tua. Orang tua menahan ragam. Sudah begitu lama
aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku
rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya.68
‗Alhamdulillah’ kataku bila aku menerima karunia-
Nya. ‗Astagfirullah‘ kataku bila aku terkejut. ‗Masya
Allah’, kataku bila aku kagum. Apa salahnya
pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia
terkutuk.69
Pada tahap klimaks, tokoh Kakek tidak kuat lagi akan konflik yang
terjadi dalam dirinya. Pemuncakkan konflik tersebut tokoh Kakek menangis
dan menceritakan bualan dari Ajo Sidi.

―Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah


kira-kiranya.‖70
Dan aku melihat mata Kakek berlinang aku jadi
belas kepadanya. Dalam hati aku mengumpati Ajo
Sidi. Tapi aku lebih ingin mengetahui apa cerita Ajo
Sidi yang begitu memukul hati Kakek. Dan akhirnya
Kakek bercerita lagi.71
Akhirnya tokoh Kakek bunuh diri sebagai tahap penyelesaian dari
cerita ini.

―Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya


dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia
menggoroh lehernya dengan pisau cukur.‖72

68
Ibid., hlm. 4.
69
Ibid., hlm. 5.
70
Ibid.
71
Ibid.
72
Ibid., hlm. 13.
49

4. Latar

Latar tempat pada cerpen Robohnya Surau Kami tidak di jelaskan


secara tersurat tetapi ada beberapa indikasi yang menunjukan latar tempat dari
cerita tersebut. Kata garin kata asli dari bahasa daerah Padang yang artinya
penjaga surau atau orang yang suka azan di surau atau mushola.

Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga


surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.73
Selain kata garin, terdapat penyebutan kata Ajo untuk memangil tokoh
Ajo Sidi. Ajo atau Uniang umum digunakan di daerah pesisir minang
terutama di padang, padang pariaman, dan sekitarnya. 74 Maka dapat
disimpulkan bahwa cerita pada cerpen ini terjadi di daerah Padang Pariaman.

Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama


aku tak ketemu dia.75
Latar waktu peristiwa pada cerpen ini terjadi selama dua hari. Hal ini
terlihat ketika tokoh aku mendatangi Kakek. Kemudian setelah hari itu tokoh
Kakek diketemukan telah meninggal di waktu subuh.

Sekali hari aku datang mengupah kepada Kakek.


Biasanya kakek bergembira menerimaku, karena aku
suka memberinya uang.76
―Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya
dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia
menggoroh lehernya dengan pisau cukur.‖77
Latar sosial yang terjadi pada cerita yaitu keadaan masyarakat yang
sangat senang mendengar dan membuat bualan dalam bentuk sindiran

73
Ibid., hlm. 1.
74
Palito Alam, “dendeng Ciek Uda...Keapa Ikan Ciek Ajo” artikel di akses pada 19 Juli. http://
m.kompasiana.com/post/susbud
75
A.A.Navis, Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia. 2010. hlm. 3.
76
Ibid., hlm. 2—3.
77
Ibid., hlm. 13.
50

terhadap suatu hal. Hal ini juga terlihat karena masyarakat Pariaman memang
sangat terkenal karena kemampuannya dalam menyindir dan mencemooh.78

Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa


mengikat orang-orang dengan bualannya.79
Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah
karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya
menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya
menjadi pameo akhirnya80

5. Tema

Tema (theme), menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang


dikandung oleh sebuah cerita81. Tema dapat dibagi menjadi tema tradisional
dan tema nontradisional. Pada umumnya tema tradisional merupakan tema
yang digemari orang dengan status sosial apa pun, di manapun, dan
kapanpun. Selain hal-hal yang bersifat tradisional, tema sebuah karya
mungkin saja mengangkat sesuatu yang tidak lazim, katakan sesuatu yang
bersifat nontradisional. Karena sifatnya yang nontradisional, tema yang
demikian, mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat melawan
arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan atau
berbagai reaksi afektif yang lain.

Tema pada cerpen RSK karya A.A Navis adalah Kelemahan Iman.
Tema pada cerpen ini merupakan tema nontradisional karena akhir cerita
pada cerpen ini tidak sesuai dengan harapan pembaca.

Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin kaya,


bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin,
keserahkan kepada Allah subhanahu wataala. Tak

78
Idris, Soewardi, ―A.A Navis dan Cerpen Dunia Akhirat.‖ Dalam Abrar Yusra, ed. Otobiografi
A.A. Navis. Yogyakarta: Pustaka Utama. 2008. hlm. 388.
79
Op.cit., hlm. 3.
80
Ibid.
81
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarya: Gadjah Mada University Press,
2005), hlm. 67
51

pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor


enggan aku membunuhnya.82

Di awal cerita seperti pada kutipan di atas cerpen ini memberikan


harapan melalui tokoh utama protagonis bahwa tokoh protagonis ini
merupakan perwujudan dari tokoh yang dapat dikagumi oleh pembaca namun
pada akhir cerita hal yang mengecewakan terjadi yaitu tokoh utama
protagonis melakukan perbuatan yang tidak diharapkan oleh pembaca yaitu
bunuh diri. Perbuatan ini merupakan perbuatan melawan arus dari karakter
nilai agama yang dimiliki oleh tokoh tersebut.

―Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya


dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia
mengguruh lehernya dengan pisau cukur.‖83
Dari unsur-unsur intrinsik yang telah dijelaskan di atas dapat
disimpulkan bahwa cerpen ini menyajikan karakter tokoh yang kuat. Hal ini
terlihat dari dialog-dialog tokoh yang sangat menggambarkan karakter tokoh
tersebut. Karakter tokoh juga sangat mewakili watak dari realitas yang ada.
Ini terkait pula dengan latar sosial yang ingin disampaika A.A Navis yang
menggambarkan keadaan sosial masyarakat Padang Pariaman pada masa itu
senang mencemooh melalui bulannya. Dari ide tersebutlah A.A navis
mengangkatnya menjadi sebuah karya sastra.

Action dari pergerakan alur di awal cerita sangat padat namun dari
bagian konflik hingga penyelesaian menjadi sedikit lambat. Hal ini terkait
mengenai penjelasan sebab dari pemunculan konflik pada awal cerita yang
dijelaskan pada bagian klimaks menuju penyelesaian. Tidak hanya itu, di
akhir cerita pun pembaca masih dikejutkan karena tokoh utama yang tidak
sesuai dengan harapan pembaca. Tokoh utama mati dengan cara yang tidak
diinginkan oleh pembaca yaitu bunuh diri. Hal-hal tersebut menunjukkan
bahwa cerpen ini menyajikan hal yang baru bagi perkembangan sastra pada

82
Op.cit., hlm. 5.
83
Ibid., hlm. 13.
52

masa itu mungkin hingga saat ini. maka, wajarlah jika cerpen ini menjadi
salah satu cerpen yang fenomenal dan masih dikritisi hingga saat ini.

b. Respons Pembaca Remaja Terhadap Cerpen Robohnya Surau Kami


Karya A.A Navis

Dalam penelitian mengenai respons pembaca remaja peneliti


menggunakan cerpen RSK karya A.A Navis karena seperti yang telah
disampaikan pada penjelasan sebelumnya cerpen RSK karya A.A Navis
merupakan cerpen yang fenomenal.Penelitian respons pembaca remaja terhadap
cerpen RSK karya A.A Navis menggunakan dua jenis kuesioner. Kuesioner
pertama dengan nama kuesioner A dan kuesioner kedua dengan nama kuesioner
B.

1. Kuesioner A

Kuesioner A menggunakan pengembangan suatu metodologi sebagai


landasan untuk menentukan rasionalisasi value judgments yang diberikan
pembaca terhadap suatu teks sastra. Alasan yang mendasari orientasi yang
lebih diarahkan pada pembaca karena adanya kenyataan bahwa dari pembaca
itulah kita harus membuktikan reaksi evaluatif.

Dalam kuesioner ini terbagi dua pertanyaan. Pertama, mengenai


frekuesi responden dalam membaca cerpen. Kedua, petanyaan berpusat pada
kriteria apa yang digunakan pembaca sebagai dasar penilaian pembaca
terhadap teks sastra khususnya cerpen dan apakah pembaca menentukan
fungsi estetis suatu teks sastra sebagai hal yang dominan. Hal ini juga
berkaitan erat dengan jenis pembaca yang jadi fokus penelitian ini. Maka
diberikan pula penilaian mengenai tingkat kebiasaan pembaca dalam
membaca cerpen.
53

Tabel 1.1

Pertanyaan: Seberapa sering Anda membaca cerita pendek?

No Pilihan jawaban Jumlah Persentase


1 Sangat Sering 2 10
2 Sering 5 25
3 Kadang-kadang 8 40
4 Jarang 5 25
5 Tidak Pernah Sama Sekali - -
Jumlah 20 100

Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa 2 reponden dari 20 responden menyatakan


bahwa sangat sering dalam membaca cerpen dan 5 responden menyatakan bahwa
frekuesi sering menjadi pilihan dalam membaca cerpen. Responden terbanyak
menyatakan hanya kadang-kadang dalam membaca cerpen dengan jumalah 8
responden dan 5 responden dari 20 responden menyatakan diri jarang dalam
membaca cerpen. Pada kategori tidak pernah sama sekali, tidak ada responden
yang memilih kategori tersebut.

Dari persentase keseluruhan maka dapat dinyatakan dalam membaca


cerpen kebanyakan dari responden memilih frekuensi kadang-kadang dengan
jumlah persentase 40 persen. Sedangkan responden yang memprioritaskan
kegiatan membaca yang diisi dengan membaca cerpen dengan frekuensi sangat
seringa hanya 10 % dari 100 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
membaca cerpen bagi responden bukan menjadi kegiatan membaca yang
diprioritaskan. Responden lebih banyak memilih kegiatan membaca hal yang lain
sebagai kegiatan utama membaca atau memang kegiatan membaca bukanlah
menjadi prioritas dari kegiatan yang dikhususkan bagi responden.
54

Tabel 1.2

Pertanyaan: Kriteria manakah yang menurut Anda harus terdapat dalam cerpen
yang ―baik‖?

a. Responden 1

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Menyentuh hati
2 Memiliki makna yang mendalam
3 Bisa memotivasi pembaca dengan baik
4 Dapat mempermainkan emosi pembaca dengan baik
5 Realistis dengan kehidupan nyata
Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Diksi bagus
2 Kosakata beragam
3 Tidak kaku dalam bahasanya
4 Alur menarik dan membuat penasaran
5 Judul menarik

b. Responden 2

Kriteria emosional
No Jawaban
1 Cerpen yang bisa membuat pembacanya terhanyut
2 Cerpen yang bisa membuat tegang
3 Cerpen yang bisa membuat penasaran
4 Cerpen yang bisa membuat terharu
5 Cerpen yang emosional
55

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Menggunakan gaya bahasa yang baku
2 Memuat alur maju ataupun mundur
3 Penyelesaian cerpen tidak menggantung
4 Memiliki bermacam-macam latar
5 Memiliki tokoh pendamping

c. Responden 3

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang menarik pembaca kedalam suasana cerita
2 Yang bisa membuat menangis pembaca (jika ceritanya sedih)
3 Yang dapat memotivasi pembaca
4 Bisa menimbulkan rasa penasaran atau keingintahuan
5 Dapat membuat pembaca tertawa saat ada peristiwa lucu

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Alurnya jelas
2 Memiliki bahasa yang lugas dan mudah dipahami
3 Covernya menarik
4 Isinya tentang kehidupan nyata/sesuatu yang tidak biasa
5 Pemilihan karakternya harus cocok
56

d. Responden 4

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang bisa membuat pembaca menghayati ceritanya
2 Mempunyai amanat yang bagus
3 Mempunyai pencitraan yang kuat
4
5

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Susunan stuktur ceritanya pas
2 Pemilihan diksinya pas
3 Penyusunan kalimatnya pas
4
5

e. Reponden 5

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang membuat perasaan sedih
2 Yang dapat membuat tokoh-tokohnya hidup atau kita bisa berimajinasi dari
cerpen tersebut
3 Yang bisa membuat kita terhanyut dalam cerpen tersebut
4 Yang tokohnya seperti real di kehidupa nyata
5
57

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Yang temanya menarik
2 Bahasanya indah tetapi mudah dimengerti
3 Bahasanya puitis tapi jangan terlalu berat
4
5

f. Responden 6

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Punya pesan yang memotivasi
2 Membuat pembaca sedih dan hanyut dalam suasana
3 Membuat pembaca penasaran dengan endingnya
4 Bahasanya dapat membuat pembaca terbayang-bayang
5 Punya happy ending

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Bahasanya mudah dimengerti
2 Tersusun dengan urut sesuai kejadian sebenarnya
3 Tokohnya jelas
4 Suasananya bagus
5 Tema disesuaikan dengan umur pembaca
58

g. Responden 7

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Menumbuhkan semangat hidup
2 Menumbuhkan jiwa sosial
3 Menghilangkan amarah
4 Memberikan kesan romantis
5 Berakhir dengan senang

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Akhir cerita tidak menggantung
2 Tokoh yang kuat/ tegar
3 Menggunakan bahasa gaul
4 Tidak mengandung kata-kata kotor
5 Menggunakan gambar

h. Responden 8

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Dapat mengubah-ubah perasaan
2 Dapat merasakan real cerita yang ditulis oleh penulis
3 Ending cerita tidak selalu bahagia
4 Tidak dalam kehidupan sehari-hari/ ceritanya jarang terjadi sehingga dapat
membuat penasaran
5 Tidak selalu membuat kesal dengan peran protagonis
59

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Tersirat
2 Ceritanya tidak terduga
3 Bahasa yang mudah dikenali
4 Tidak monoton jalan ceritanya
5 Banyak deskripsi/ keterangan perasaan, latar,dsb tergambar jelas

i. Responden 9

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang selalu mengigatkan kita tentang Allah SWT dan kematian
2 Yang bisa memotivasi hidup
3 Yang membuat sedih
4 Yang mendidik
5

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Tidak bertele-tele
2 Temanya menarik
3 Judulnya menarik
4 Isinya membuat penasaran
5 Ada gambarnya
60

j. Responsen 10

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Dapat memotivasi
2 Mampu membawa pembaca merasakan apa yang penulis rasakan dalam
tulisannya
3 Tidak selalu happy ending, namun masalahnya yang ada dapat dijabarkan
dengan jelas
4 Menyajikan banyak suasana hati
5
Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Judulnya menarik (tidak langsung menggambarkan apa isi dari cerpen)
2 Masalah yang ditampilkan bukan masalah biasa
3 Menggunakan diksi dan ungkapan yang indah
4 Menyajikan kosakata baru, misalnya bahasa daerah atau bahasa asing
disertai dengan arti
5 Diselipkan gambar/animasi yang menarik di cover ataupun sela-sela tulisan

k. Responden 11

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang membuat penasaran
2 Yang membuat motivasi
3 Alur ceritanya menarik
4 Yang endingnya bahagia
5 Yang sulit ditebak ceritanya
61

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Gaya bahasanya enak
2 Temanya menarik
3 Alurnya menarik
4 Tokohnya sedikit
5 Latarnya tergambar dengan jelas

l. Responden 12

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Cerpen yang bisa membuat pembaca ikut merasakan ceritanya
2 Yang dapat membuat pembaca penasaran
3 Yang dapat membuat pembaca tegang
4 Yang dapat membuat pembaca memahami isinya
5 Yang dapat membuat pembaca berimajinasi

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Yang alurnya maju
2 Isi cerita mengandung nilai moral yang baik
3 Bahasanya mudah dipahami
4 Penyelesaiannya tidak menggantung
5 Mempunyai isi cerita yang menarik
62

m. Responden 13

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang membuat pembacanya penasaran
2 Yang membuatpembacanya tersentuh dari kata demi katanya
3 Yang membuat pembacanya suka pada pelaku cerpennya
4 Yang membuat pembacanya tidak bosan
5 Yangh membuat perasaan pembaca senang atau tegang
Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Yang mengandung amanat. Tidak perlu amanat yang terlalu tinggi
tingkatannya, yang sederhana saja tetapi dilakukan di kehidupan sehari-hari
2 Yang temanya mencakup real kehidupan orang-orang umum
3 Yang masuk akal
4 Pelakunya tidak berlebihan
5 Paragraf demi paragraf cerita menyambung

n. Responden 14

Kriteria emosional
No Jawaban
1 Menarik orang membaca hanya dengan summary-nya atau kalimat
pertamanya
2 Tidak mudah ditebak alurnya
3 Baik alur atau tokohnya membuat pembaca tersentuh
4 Pembaca dapat tertarik ke dalam dunia cerpen tersebut
5 Membuat pembaca berpikir apabila cerpen tersebut benar terjadi dalam
dirinya terjadi
63

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Diksi yang baik
2 Satu paragraf rimanya sama
3 Ide yang standar namun dikemas atau dikembangkan dengan baik
4 Ide yang berbeda (misalnya sejarah) namun ditulis dengan alur yang cerdas
yang tidak membosankan
5 Akhir yang tidak diduga dan tidak kalah dengan isi ceritanya sendiri

o. Responden 15

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Cerpen yang menyentuh hati
2 Cerpen yang membawa pembaca menjadi ikut terbawa dalam cerpen
tersebut
3 Cerpen yang benar-benar mendeskripsikan tokoh dengan rinci agar dapat
terbayang oleh si pembaca
4
5

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Alurnya maju atau mundur jangan campuran
2 Cerpen itu ada intisari atau pelajaran yang dapat diambil/dipelajari
3
4
5
64

p. Responden 16

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang penuh moral
2 Yang membuat penasaran
3 Yang membuat senang
4 Yang ceritanya membuat sedih
5

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Yang sulit ditebakk endingnya
2 Temanya bagus
3 Yang sususnan ceritanya hampir mirip kehidupan sendiri
4
5

q. Responden 17

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Cerpen yang membuat sedih
2 Cerpen yang romantis
3 Cerpen yang memacu adrenalin
4 Cerpen yang menyentuh kalbu
5 Cerpen yang bertema kasih sayang
65

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Diksinya bagus
2 Isinya membuat kita berpikir
3 Penataannya bagus
4 Isinya tidak membingungkan
5 Penempatan kalimat bagus

r. Responden 18

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang dapat membuat orang ketagihan dalam membacanya
2 Yang dapat membuat orang merealisasikannya dalam kehidupan (nasihat
yang baik)
3 Yang dapat membuat orang sedih/ikut merasakan apa yang diceritakan di
cerpen
4 Mengambil kisah tentang masalah sehari-hari dan membuat solusi yang
mudah
5 Yang dapat dibaca oleh semua umur dan semua golongan manusia di dunia
Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti jika menggunakan kata tidak
baku
2 Membuat alur yang jelas (kronologi jelas)
3 Menggunakan imbuhan yang tepat
4 Menggunakan kata yang tidak menghamburkan kata
5 Pelakunya jelas
66

s. Responden 19

Kriteria emosional

No Jawaban
1 Yang dapat membakar perasaan pembaca sesuai dengan suasana dalam
bacaan
2 Yang dapat membuat pembaca ‗galau‘ mau berpihak pada protagonis atau
antagonis
3 Menyimpan amanat yang mendalam namun tersirat
4
5
Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Perangkaian kalimat yang cerdas
2 Pemilihan kata yang tepat
3 Penggambaran suasana yang realistis sehingga pembaca dapat segera
menvisualisasikan dalam otak
4 Perangkaian urutan kemunculan masalah yang membuat eakan masalah
tidsak pernah habis
5 Akhir cerita yang tidak diduga

t. Responden 20

Kriteria emosional
No Jawaban
1 Cerpennya dapat membawa perasaan ikut serta dalam cerpen
2 Membuat penasaran dengan cerita selanjutnya
3 Membuat tertarik saat membaca pertama kali
4
5
67

Kriteria Intelektual

No Jawaban
1 Temanya unik
2 Penggambaran tokohnya jelas
3 Penggambaran ceritanya jelas
4
5

Tabel 1.2 menggambarkan dasar penilaian pembaca terhadap teks sastra


yaitu cerpen. Dalam tabel ini responden diminta memberikan dasar kriteria cerpen
yang baik menurut masing-masing reponden. Dasar kriteria ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu kriteria emosional dan kriteria intelektual.

Penggambaran tabel ini menggunakan saran Alan C. Purves dalam buku


Evaluasi Teks Sastra karya Rien T. Segers yang menyatakan bahwa dengan
menanyakan pendapat mengenai kriteria cerpen ideal itu lebih memberikan
harapan dari pada menanyakan daftar nama cerpen favorit pembaca. 84 Dari
perkiraan saran Purves bahwa dua kategori yang paling besar dan penting dari
kriteri sastra yaitu segi intelektual dan emosional. Maka, kriteria tersebut menjadi
dasar penelitian tabel dalam kuesioner ini.

Dari tabel 1.2 dapat diambil simpulan yang digambarkan pada tabel 1.3
dibawah ini.

Tabel 1.3

Kriteria Intelektual
Kriteria Jumlah Pemunculan Keterangan
Kriteria
Bahasa 26 Pemilihan diksi
Kosakata beragam
Gaya bahasa
84
Segers., Evaluasi Teks Sastra, hlm. 108 dalam penulisan pernyataan tersebut lebih
menggunakan bahasa penulis.
68

Mudah dipahami
Bahasa lugas
Penyusunan kalimat yang baik
Bahasa puitis
Bahasa gaul
Tidak kaku
Pemunculan kosakata baru
Penggunaan kata tidak baku
Penggunaan imbuhan yang tepat
Pemborosan kata
Alur 19 Alur menarik
Penggunaan alur maju atau mundur
Penggambaran alur jelas
Tersusun jelas kejadian ceritanya
Jalan cerita tidak monoton
Rangkaian pemunculan konflik
Ending cerita tidak menggantung
Ending dan jalan cerita tidak terduga
Penokohan 8 Penggambaran tokoh dengan jelas
Karakter tokoh tidak berlebihan dan
cocok
Jumlah tokoh sedikit
Karakter tokoh kuat
Terdapat tokoh pendamping/tambahan
Tema 13 Tema unik dan bagus
Terdapat pelajaran yang dapat diambil
Diangkat dari kehidupan nyata
Tema moral
Sesuai umur pembaca
Lain-lain 20 Judul menarik
Latar dalam cerita jelas
Cover menarik
Suasana dalam cerita
Terdapat gambar
Pesan cerita tersirat
Pendeskripsian cerita baik
Mengandung amanat
Terdapat rima/ berirama
Membuat pembaca berpikir
Pembaca dapat berimajinasi
Total 86
69

Kriteria Emosional
Kriteria Jumlah pemunculan Keterangan
kriteria
Keterlibatan 39 Membawa perasaan pembaca dalam
emosional cerita
Membuat pembaca ‗galau‘
Membuat pembaca sedih
Membuat pembaca merasa romatis
Memacu adrenalin pembaca
Menyentuh hati pembaca
Membuat perasaan pembaca senang
Membuat perasaan pembaca sedih
Memainkan perasaan pembaca
Akhir cerita bahagia
Akhir cerita sedih
Keterlibatan 17 Memotivasi pembaca
personal Merealisasikannya dalam kehidupan
nyata
Membuat pembaca berpikir
Membuat pembaca berimajinasi
Memngingatkan Allah dan kematian
Menumbuhkan semangat hidup
Menumbuhkan jiwa sosial
Menghilangkan amarah
Merasakan tokoh secara nyata
Ketertarikan/ 13 Membuat pembaca penasaran
minat Membuat pembaca tertarik
Membuat pembaca ingin membaca lagi
Teringat dengan ceritanya
Tertarik pada alur cerita
Teringat dengat tokoh
Tertarik pada pesan cerita
Tertarik pada tema
Tertarik pada pencitraan
Lain-lain 4 Dapat dibaca semua umur
Dapat memahami isi
Dapat mendidik
Memiliki makna mendalam
Total 72
Ket: Pada bagian keterangan tabel tidak semua bentuk pemuculan faktor disebutkan. Jika
pemunculan faktor tersebut sama atau mirip maka tidak ditulis kembali.
70

Pada tabel 1.3 yang merupakan simpulan dari tabel 1.2 dapat dilihat
pada bagian kriteria intelektual bahwa faktor bahasa merupakan faktor yang
sangat penting menurut responden hal ini terbukti dengan pemunculan
mengenai bahasa sebanyak 26 kali. Dilanjutkan dengan faktor alur yang
pemunculannya sebanyak 19 kali, faktor tema yang pemunculannya sebanyak
13 kali, faktor penokohan pemunculannya sebanya 8 kali, dan faktor lainnya
sebanyak 20 kali. Selain itu, pada bagian kriteria emosional yang menjadi
faktor terpenting menurut responden adalah faktor keterlibatan emosional
atau perasaan yang pemunculannya sebanyak 39 kali sedangkan keterlibatan
personal atau tindakan sebanyak17 kali. Dilanjutkan dengan faktor
ketertarikan atau minat pembaca yang pemunculannya sebanyak 13 kali dan
faktor lainnya sebanyak 4 kali.

2. Kuesioner B

Pada kuesioner B tetap menggunakan pengembangan metodologi


value judgments atau penilaian terhadap suatu teks sastra. Namun pada
penilaian ini teks sastra yang akan dinilai telah ditentukan yaitu responden
diminta untuk menilai cerpen RSK karya A.A Navis yang dibandingkan
dengan cerpen lain. Cerpen lain disini merupakan cerpen favorit dari
responden sebelum responden membaca cerpen RSK karya A.A Navis.

Kuesioner ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisikan


mengenai pendataan mengenai cerpen RSK karya A.A Navis dan mengenai
cerpen favorit responden yang cerpen-cerpen tersebut merupakan cerpen yang
sebelumnya pernah dibaca oleh responden. Bagian kedua, berisikan penilaian
dari responden terhadap cerpen RSK karya A.A Navis yang dibandingkan
dengan cerpen favorit dari responden. Penilaian ini berupa skala yang telah
ditentukan tingkatannya berdasarkan penelitian ini yang telah diketahui oleh
responden. Tingkatan ini dimulai dari angka 1 yang berarti sangat tidak setuju
hingga angka 7 yang berarti sangat setuju.
71

Tabel 2.1

Pertanyaan: Sudahkah Anda membaca cerpen ini sebelumnya?

No Jawaban Jumlah Persentase


1 Sudah 3 15
2 Belum 17 85
Jumlah 20 100

Dari 20 responden, 17 orang menyatakan bahwa mereka belum pernah


membaca cerpen RSK karya A.A Navis sedangkan 3responden meyatakan bahwa
sudah pernah membaca cerepen RSK karya A.A Navis. Jadi dapat disimpulkan
bahwa dari 20 responden, lebih banyak responden yang belum pernah membaca
cerpen RSK karya A.A Navis.

Tabel 2.2

Pertanyaan: Nilailah cerpen dengan Skala Berikut

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat jelek) - -
2 2 (Jelek) - -
3 3 ( Cukup jelek) - -
4 4 (Agak Bagus) 4 20
5 5 (Cukup Bagus) 7 35
6 6 (Bagus) 7 35
7 7 (Sangat bagus) 2 10
Jumlah 20 100

Dari penilaian 20 responden terhadap cerpen RSK karya A.A Navis


dengan menggunakan skala 1 sampai 7. Pada skala 1 hingga 3 tidak ada
responden yang memilih. Pada skala 4 yang diartikan skala agak bagus terdapat 4
72

responden yang memilih skala tersebut. Responden yang berjumlah tujuh


memberikan skala 5 yang diartikan skala cukup bagus. Responden yang
berjumlah 7 memberikan skala 6 yang diartikanskala bagus.Responden yang
berjumlah 2 memberikan skala 7 yang diartikan skala sangat bagus. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa dari 20 responden seluruhnya menyatakan bahwa cerpen RSK
karya A.A Navis berada pada rentang skala bagus yaitu skala 4—7. Bagi
responden cerpen RSK karya A.A Navis merupakan cerpen yang layak menjadi
salah satu bacaan responden.

Tabel 2.3

Pertanyaan: Dalam menilai cerpen ini hendaknya, Anda membandingkan kualitas


cerpen ini dengan cerpen yang menjadi cerpen favorit Anda

No Nama Cerpen Jumlah Persentase


1 Tak Ada Waktu yang Sia-sia 7 35
2 Sebelum Ayah Pergi? 1 5
3 Tracy 4 20
4 Ibu Pulang 2 10
5 Shalawat Dedaunan 4 20
6 Dia Kembali 1 5
7 My Dad 1 5
Jumlah 20 100

Dalam tabel ini ada beberapa nama cerpen yang telah dibaca oleh
responden. Cerpen-cerpen ini merupakan cerpen yang pernah dibaca sebelumnya
oleh responden berdasarkan tugas pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

Pada tabel 2.3 dari 20 responden, 7 responden memilih cerpen Tak Ada
Waktu yang Sia-Siasebagai cerpen favorit mereka. 1 responden memilih cerpen
Sebelum Ayah Pergi? Sebagai cerpen favoritnya. 4 responden memilih cerpen
Tracysebagai cerpen favorit mereka. 2 reponden memilih cerpen Ibu
73

Pulangsebagai cerpen favorit mereka. 4 responden memilih cerpen Shalawat


Dedaunan, 1 responden memilih cerpen Dia Kembali, dan 1 responden memilih
cerpen My Dad sebagai cerpen favoritnya. Maka dari ketujuh cerpen yang telah
dibaca oleh responden cerpen Tak Ada Waktu yang Sia-sia merupakan cerpen
yang menjadi daftar bacaan favorit dari responden.

Tabel 2.4

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan


potret watak manusia yang mudah dikenali.

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2(Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 5 25
4 4 (Agak Setuju) 5 25
5 5 (Setuju) 8 40
6 6 (Cukup Setuju) 1 5
7 7 (Sangat Setuju) 1 5
Jumlah 20 100

Berdasarkan tabel di atas, 5 responden memilih skala 3 yaitu tidak setuju


bahwa cerpen RSK menyajikan potret watak manusia yang mudah dikenali. 5
responden memilih skala 4 yang meyatakan agak setuju. Pada skala 5 yang
menunjukan kesetujuannya bahwa cerpen RSK menyajikan potret watak yang
mudah dikenali dipilih oleh 8 responden serta pada skala 6 dan 7 yang
menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa cerpen RSK menyajikan watak yang
mudah dikenali dipilih masing-masing oleh 1 responden.

Jika dipersentasekan responden yang tidak setuju (skala 1—3) bahwa


cerpen RSK menyajikan potret watak yang mudah dikenali sebesar 25 persen,
begitu pula responden yang setuju (skala 4—7) sebesar 75 persen. Pada skala 5
74

yang menyatakan setuju merupakan skala dengan responden terbesar yaitu 8


responden.

Tabel 2.5

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan


pemakaian bahasa yang terampil dengan sikap yang jelas dan meyakinkan.

No Skala Jawaban Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 4 20
4 4 (Agak Setuju) 7 35
5 5 (Setuju) 8 40
6 6 (Cukup Setuju) - -
7 7 (Sangat setuju) 1 5
Jumlah 20 100

Berdasarkan tabel di atas, 4 responden memilih skala 3 yang meyatakan


tidak setuju bahwa cerpen RSK menyajikan pemakaian bahasa yang terampil
dengan sikap jelas dan meyakinkan. 7 responden memilih skala 4 yang meyatakan
agak setuju pula. Pada skala 5 terdapat 8 responden yang menyatakan setujuserta
1 responden memilih skala 7 yang meyatakan sangat setuju jika cerpen RSK
menyajikan pemakaian bahasa yang terampil dengan sikap sikap yang jelas dan
meyakinkan .

Jika dipersentasekan secara keseluruhan responden yang tidak setuju


(skala 1—3) bahwa cerpen RSK menyajikan pemakaian bahasa yang terampil
dengan sikap jelas dan meyakinkan sebesar 20% sedangkan responden yang
setuju (skala 4—7)mencapai 80 persen. Dengan responden terbanyak pada skala 5
yang meyatakan setuju bahwa cerpen RSK menyajikan pemakaian bahasa yang
terampil dengan sikap jelas dan meyakinkan.
75

Tabel 2.6

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini cukup menarik
untuk membawa saya ke arah refleksi/analisis lebih lanjut

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 4 20
4 4 (Agak Setuju) 4 20
5 5 (Setuju) 2 10
6 6 (Cukup Setuju) 5 25
7 7 (Sangat setuju) 5 25
Jumlah 20 100

Pada tabel di atas dijelaskan bahwa 4 responden memilih skala 3 yang


meyatakan bahwa tidak setuju cerpen RSK cukup menarik untuk membawa
pembaca ke arah refleksi/analisis lebih lanjut. Pada skala 4 terdapat 4 responden
yang meyatakan agak setuju. Pada skala 5 terdapat 2 responden yang menyatakan
setuju dan 5 responden pada skala 6 yang meyatakan setuju pula jika cerpen RSK
cukup menarik untuk membawa pembaca ke arah refleksi/analisis lebih lanjut.
Pada skala 7 terdapat 5 responden yang sangat setuju cerpen RSK cukup menarik
untuk membawa pembaca ke arah refleksi/analisis lebih lanjut.

Jika dipersentasekan secara keseluruhan responden yang tidak setuju


(skala 1—3) bahwa cerpen RSK cukup menarik untuk membawa pembaca ke
arah refleksi/analisis lebih lanjut sebesar 20% sedang responden yang setuju
(skala 4—7) sebesar 80 persen. Pada tabel 2.6 tidak ada skala yang memiliki
jumlah responden terbesar, maka tidak ada skala dominan.
76

Tabel 2.7

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan


bagian-bagiannya sehingga terintergrasi dengan baik dan koheren.

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 4 20
4 4 (Agak Setuju) 9 45
5 5 (Setuju) 6 30
6 6 (Cukup Setuju) 1 5
7 7 (Sangat setuju) - -
Jumlah 20 100

Tabel di atas menjelaskan bahwa pada skala 3 terdapat 4 responden yang


meyatakan bahwa tidak setuju jika cerpen RSK menyajikan bagian-bagiannya
sehingga terintegrasi dengan baik dan koheren. Pada skala 4 terdapat 9 responden
yang menyatakan agak setuju. Skala 5 memliki 6 responden yang menyatakan
setuju bahwa cerpen RSK menyajikan bagian-bagiannya sehingga terintegrasi
dengan baik dan koheren dan pada skala 6 terdapat 1 responden yang setuju pula.

Jika dipersentasekan secara keseluruhan, responden yang tidak setuju


(skala 1—3) jika cerpen RSK menyajikan bagian-bagiannya sehingga terintegrasi
dengan baik dan koheren sebesar 20% sedangkan yang setuju hanya 80% dari
seluruh responden. Skala 4 memiliki jumlah responden terbanyak yaitu 9
responden.
77

Tabel 2.8

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini membangkitkan


jenis ketegangan tertentu bagi saya

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) 1 5
3 3 (Tidak setuju) 3 15
4 4 (Agak Setuju) 4 20
5 5 (Setuju) 9 45
6 6 (Cukup Setuju) 1 5
7 7 (Sangat setuju) 2 10
Jumlah 20 100

Berdasarkan tabel di atas skala 2 memiliki 1 responden dan skala 3


memiliki 3 responden yang meyatakan bahwa cerpen RSK membangkitkan jenis
ketegangan tertentu bagi pembaca. Pada skala 4 terdapat 4 responden yang agak
setuju. Pada skala 5 terdapat 9 responden dan pada skala 6 terdapat 1 responden
yang meyatakan bahwa setuju jika cerpen RSK membangkitkan jenis ketegangan
tertentu bagi pembaca. Skala 7 memiliki 2 responden yang sangat setuju bahwa
cerpen RSK membangkitkan jenis ketegangan tertentu bagi pembaca.

Jika dipersentasekan secara keseluruhan, responden yang tidak setuju


(skala 1—3) jika cerpen RSK membangkitkan jenis ketegangan tertentu bagi
pembaca sebesar 20 % sedangkan responden yang setuju (skala 4—7) sebesar 80
%. Skala yang menjadi pilihan dominan responden adalah skala 5 dengan jumlah
9 responden.
78

Tabel 2.9

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini membawa saya
pada berbagai jenis keterlibatan personal dalam hal karakter dan tindakan

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) -
2 2 (Cukup tidak setuju) 1 5
3 3 (Tidak setuju) 5 25
4 4 (Agak Setuju) 1 5
5 5 (Setuju) 8 40
6 6 (Cukup Setuju) 2 10
7 7 (Sangat setuju) 3 15
Jumlah 20 100

Tabel 2.9 menggambarkan bahwa pada skala 2 terdapat 1 responden dan


pada skala 3 terdapat 5 responden yang menyatakan bahwa tidak setuju jika
cerpen RSK membawa pembaca pada berbagai jenis keterlibatan personal dalam
hal karakter dan tindakan.1 responden yang memilih skala 4 yang menyatakan
agak setuju. 8 responden memilih skala 5 dan 2 responden memilih skala 6 yang
menyatakn bahwa cerpen RSK membawa pembaca pada berbagai jenis
keterlibatan personal dalam hal karakter dan tindakan. Skala 7 memiliki 3
responden yang sangat setuju jika cerpen RSK membawa pembaca pada berbagai
jenis keterlibatan personal dalam hal karakter dan tindakan.

Jika dipresntasekan secara keseluruhan, responden yang tidak setuju (skala


1—3) jika cerpen RSK membawa pembaca pada berbagai jenis keterlibatan
personal dalam hal karakter dan tindakan sebesar 30% sedangkan yang setuju
sebesar 70%. Skala yang menjadi dominan pilihan responden adalaha skala 5
dengan jumlah 8 responden.
79

Tabel 2.10

Pertanyaan: Dibandingkan cerpen favorit saya, cerpen ini berdampak pada emosi
saya

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 7 35
4 4 (Agak Setuju) 1 5
5 5 (Setuju) 6 30
6 6 (Cukup Setuju) 3 15
7 7 (Sangat setuju) 3 15
Jumlah 20 100

Pada tabel di atas di jelaskan, 7 responden memilih skala 3 yang


menyatakan bahwa tidak setuju cerpen RSK berdampak pada emosi pembaca dan
1 respondenmenyatakan kurang setuju pula. 6 responden memilih skala dan 3
responden memilih skala 6 yang menyatakan bahwa setuju cerpen RSK
berdampak pada emosi pembaca. Pada skala 7 terdapat 3 responden yang
meyatakan sangat setuju cerpen RSK berdampak pada emosi pembaca.

Pada persentase keseluruhan, responden yang tidak setuju (skala 1—4)


jika cerpen RSK berdampak pada emosi pembaca sebesar 35% sedangkan yang
setuju sebesar 60 persen. Walaupun responden yang setuju sebesar 65 %.Skala
yang memiliki responden terbanyak adalah skala 3 dengan jumlah 7 responden.
80

Tabel 2.11

Pertanyaan: Dibandingkan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan action yang
terbatas dan bergerak cepat

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) -
2 2 (Cukup tidak setuju) 2 10
3 3 (Tidak setuju) 3 15
4 4 (Agak Setuju) 5 25
5 5 (Setuju) 8 40
6 6 (Cukup Setuju) 1 5
7 7 (Sangat setuju) 1 5
Jumlah 20 100

Tabel di atas menjelaskan bahwa 2 responden memilih skala 2 dan 3


responden memilih skala 3 yang menyatakan bahwa tidak setuju cerpen RSK
menyajikan action yang terbatas dan bergerak cepat. 5 responden yang memilih
skala 4 yang menyatakan agak setuju. Pada skala 5 terdapat 8 responden dan pada
skala 6 terdapat 1 responden yang menyatakan setuju jika cerpen RSK menyajikan
action yang terbatas dan bergerak cepat serta 1 responden memilih skala 7 yang
menyatakan sangan setuju.

Dari persentase secara keseluruhan responden yang tidak setuju (skala 1—


3) jika cerpen RSK menyajikan action yang terbatas dan bergerak cepat sebesar
25%, begitu pula responden yang setuju (skala 5—7) sebesar 75 %. Skala yang
menjadi responden terbanyak adalah skala 5 dengan jumlah 8 responden.
81

Tabel 2.12

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini memberikan


perspektif yang segar dan berbeda kepada saya

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) -
2 2 (Cukup tidak setuju) -
3 3 (Tidak setuju) 5 25
4 4 (Agak Setuju) 6 30
5 5 (Setuju) 7 35
6 6 (Cukup Setuju) - -
7 7 (Sangat setuju) 2 10
Jumlah 20 100

Pada tabel di atas menjelaskan bahwa 5 responden memilih skala 3 yang


menyatakan tidak setuju jika cerpen RSK memberikan persepktif yang segar dan
berbeda kepada pembaca. Pada skala 4 pun 6 responden menyatakan agak setuju.
Pada skala 5 terdapat 7 responden yang meyatakan setuju bahwa cerpen RSK
memberikan persepktif yang segar dan berbeda kepada pembaca. Pada skala 7
terdapat 2 responden yang sangat setuju dengan pernyataan tersebut.

Dari keseluruhan persentase, responden yang tidak setuju (skala 1—3)


bahwa cerpen RSK memberikan persepktif yang segar dan berbeda kepada
pembaca sebesar 25% sedangkan yang setuju (skala 4—7) sebesar 75 %. Skala 5
menjadi skala dengan responden terbanyak yaitu 7 responden.
82

Tabel 2.13

Pertanyaan: Dibandingkan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan tema atau
gagasan utama yang dikembangkan dengan jelas

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 3 15
4 4 (Agak Setuju) 7 35
5 5 (Setuju) 6 30
6 6 (Cukup Setuju) 3 15
7 7 (Sangat setuju) 1 5
Jumlah 20 100

Tabel di atas menjelaskan bahwa 3 responden memilih skala 3 yang


meyatakan tidak setuju. 7 responden memilih skala 4 yang menyatakan agak
setuju bahwa cerpen RSK menyajikan tema atau gagasan utama yang
dikembangkan dengan jelas. Pada skala 5 terdapat 6 responden dan pada skala 6
terdapat 3 responden yang setuju jika cerpen RSK memberikan persepktif yang
segar dan berbeda kepada pembaca. 1 responden memilih skala 7 yang sangat
setuju dengan pernyataan tersebut.

Dari persentase keseluruhan, responden yang tidak setuju (skala 1—3) jika
cerpen RSK memberikan persepktif yang segar dan berbeda kepada pembaca
sebesar 15 persen, begitu pula yang setuju (skala 4—7) sebesar 85 persen. Skala
yang memiliki responden terbanyak adalah skala 4 dengan 7 responden.
83

Tabel 2.14

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan


garis action, yang dikembangkan dengan jelas

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) - -
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 8 40
4 4 (Agak Setuju) 5 25
5 5 (Setuju) 5 25
6 6 (Cukup Setuju) 1 5
7 7 (Sangat setuju) 1 5
Jumlah 20 100

Tabel 2.14 menggambarkan bahwa 8 responden memilih skala 3 yang


menyatakn tidak setuju jika cerpen RSK menyajikan garis action yang
dikembangkan dengan jelas.Pada skala 4 terdapat 5 responden yang menyatakan
agak setuju. 5 responden memilih skala 5 dan 1 responden memilih skala 6 yang
menyatakan bahwa setuju jika cerpen RSK menyajikan garis action yang
dikembangkan dengan jelas dan 1 responden memilih skala 7 yang menyatakn
sangan setuju pula.

Keseluruhan persentase pada tabel menjelaskan responden yang tidak


setuju (skala 1—3) bahwa cerpen RSK menyajikan garis action yang
dikembangkan dengan jelas sebesar 40% sedangakan responden yang setuju
(skala 4—7) sebesar 60%. Skala yang menjadi skala dominan pilihan responden
adalah skala 3 dengan jumlah 8 responden.
84

Tabel 2.15

Pertanyaan: Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini bagi saya dapat
dipercaya

No Skala Jumlah Persentase


1 1 (Sangat tidak setuju) 1 5
2 2 (Cukup tidak setuju) - -
3 3 (Tidak setuju) 5 25
4 4 (Agak Setuju) 2 10
5 5 (Setuju) 8 40
6 6 (Cukup Setuju) 1 5
7 7 (Sangat setuju) 3 15
Jumlah 20 100,

Pada tabel di atas digambarkan bahawa pada skala 1 terdapat 1


responden yang sangat tidak setuju jika cerpen RSK dapat dipercaya bagi
pembaca. Pada skala 3 terdapat 5 responden yang tidak setuju. Pada skala 4
terdapat 2 responden yang agak setuju jika cerpen RSK dapat dipercaya bagi
pembaca. Skala 5 memiliki 8 responden dan skala 6 memiliki 1 responden
yang setuju jika cerpen RSK dapat dipercaya bagi pembaca. 3 responden
memilih skala 7 yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan tersebut.

Persentase secara keseluruhan menunjukkan jika responden yang


tidak setuju (skala 1—3) bahwa cerpen RSK dapat dipercaya bagi pembaca
sebesar 30 % sedangkan responden yang setuju (skala 4—7) sebesar 70 %.
Skala yang menjadi pilihan terbanyak responden ialah skala 5 dengan jumlah
8 responden.
85

3. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian baik dari kuesioner A maupun kuesioner


B menunjukkan respons yang baik terhadap cerpenRSK karya A.A Navis.
Responden menunjukkan ketertarikan terhadap cerpen kanon ini yang
merupakan sastra serius walaupun responden berasal dari kalangan remaja
yang identik dengan ketertarikan pada sastra populer.

Dari kuesioner A pada kriteria intelektual dapat dilihat bahwa menurut


responden yaitu pembaca remaja faktor bahasa merupakan faktor yang
menjadi ketertarikannya terhadap cerpen RSK karya A.A Navis. Walaupun
ada beberapa bahasa daerah dan beberapa bahasa yang mungkin sulit
dipahami oleh pembaca remaja ketika membaca cerpen ini tetapi pembaca
remaja menyukai hal tersebut. Menurut pembaca remaja pemunculan
kosakata-kosakata baru diangap sesuatu hal yang penting karena akan
menambah pengetahuan mereka. Hal ini sejalan dengan salah satu pertanyaan
pada kuesioner B yaitu cerpen RSK karya A.A Navis ini menyajikan
pemakaian bahas yang terampil dengan sikap yang jelas dan meyakinkan
dengan jumlah responden yang setuju sebesar 80% dari jumlah 100%
responden.

Pada kriteria emosional dari kuesioner A, dijelaskan bahwa responden


memilih faktor keterlibatan emosional atau perasaan menjadi faktor
ketertarikan mereka terhadap cerpen RSK karya A.A Navis. Menurut
responden yang merupakan pembaca remaja, bisa ikut merasakan apa yang
dirasakan tokoh atau bisa merasakan suasana yang ada di dalam cerita
merupakan suatu hal yang menyenangkan dan menimbulkan dampak emosi
ketika selesai membaca cerpen tersebut. Apalagi jika tokoh utama memang
hadir untuk memberikan rasa simpati dari pembaca seperti pada cerpen ini.
Hal ini sejalan pula pada kuesioner pada pertanyaan-pertanyaan yang terkait
emosional diantaranya bahwa cerpen RSK karya A.A Navis ini berdampak
pada emosi pemaba dengan jumlah responden yang setuju sebanyak 75%.
86

Berdasarkan kuesioner B, seluruh pernyatan pada kuesioner B di


dominasi oleh pilihan setuju terhadap pernyataan-pernyataan tersebut
walaupun jumlah persentasenya berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa
memang cerpen ini menimbulkan rasa ketertarikan yang tinggi bagi pembaca
remaja karena menghadirkan sesuatu yang baru bagi pembaca remaja yang
mungkin belum mereka ketahui sebelum membaca dan memberikan respons
terhadap cerpen RSK karya A.A Navis ini.

Maka, dapat disimpulkan bahwa pembaca remaja tidak selalu identik


dengan sastra populer, mereka juga menyukai sastra serius karena dalam
sastra serius mereka bisa menemukan hal-hal baru yang menjadi dasar
ketertarikan terhadapa cerpen ini. Cerpen RSK karya A.A Navis ini menjadi
cerpen yang diminati oleh pembaca remaja walaupun dengan segala
kerumitannya sebagai sastra serius bukan sastra populer. Cerpen ini pun
menjadi cerpen yang lebih diminati dibandingkan cerpen favorit mereka.

c. Implikasi Penelitian Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia

Salah satu masalah dalam proses pengajaran sastra adalah kurangnya


kemampuan guru dalam memilih bahan ajar yang tepat dan bermanfaat bagi
siswa-siswinya. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan guru mengenai
respons siswa-siswi terhadap materi yang diajarkan sehingga memberikan dampak
negatif pada siswa-siswi seperti kurangnya perhatian terhadap materi yang
disampaikan bahkan muncul rasa bosan dalam materi yang disampaikan oleh
guru.

Dalam teori psikologis remaja seperti yang telah disampaikan sebelumnya


ada beberapa hal yang mempengarahi seorang remaja salah satunya yaitu faktor
eksogen (nurture), dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan dan
perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari
luar diri individu itu sendiri. Dalam faktor eksogen, salah satu yang
mempengaruhi yaitu faktor lingkungan sosial berupa lembaga pendidikan atau
sekolah. Maka, guru merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
87

Guru memiliki andil besar dalam menentukan dan membuat perubahan


pada siswa-siswinya. Namun apabila seorang guru tidak mengetahui apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh siswa-siswinya maka guru tersebut tidak dapat
memberikan perubahan untuk siswa-siswinya. Maka dari itu dengan adanya
penelitian mengenai respons dari siswa-siswi ini dapat membantu guru dalam
mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh siswa-siswinya.

Penelitian mengenai respons pembaca remaja ini ditujukan khusus untuk


siswa-siswi SMA/MA/Sederajat kelas X dengan kompetensi dasar (KD) yang
dikembangkan adalah menulis kerangka berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam
cerpen (pelaku, peristiwa, latar). Dikarenakan objek dalam kompetensi dasar ini
adalah cerpen maka cerpen yang akan digunakan adalah cerpen Robohnya Surau
Kami karya A.A Navis yang merupakan cerpen kanon.

Kompetensi dasar tersebut digunakan sebagai acuan penelitian ini karena


sebelum siswa-siswi dapat menulis sebuah kerangka cerpen, siswa-siswi harus
diberi pengetahuan terlebih dahulu mengenai kriteria cerpen yang baik. Cerpen
yang baik adalah cerpen kanon atau cerpen yang telah banyak diteliti oleh para
kritikus sastra. Salah satu cerpen kanon itu adalah cerpen RSK karya A.A Navis.

Salah satu tujuan dari pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia


berdasarkan kurikulum 2004 seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang
yaitu peserta didik dapat memanfaatkan untuk mengembangkan kepribadian,
memperluas wawasan, dan meningkatkan pengetahuan berbahasa serta
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia. Dengan meneliti cerpen RSKdalam proses
pembelajaran sastra, dapat kita lihat manfaatnya sesuai tujuan pembelajaran yaitu:

a. Cerpen RSK karya A.A Navis merupakan cerpen yang memiliki pesan moral
yang baik diantaranya harus menjadi manusia yang kuat iman serta jangan
menjadi manusia yang suka membual karena dapat merugikan orang
lain.Maka dengan membaca cerpen ini siswa-siswi dapat mengembangkan
kepribadiannya menjadi lebih baik tidak seperti tokoh antagonis atau seperti
88

tindakan yang salag yang diambil oleh tokoh protagonis dalam cerpen RSK
karya A.A Navis. Hal ini sejalan teori psikologi remaja yang mengatakan
bahwa seorang remaja telah mampu mengetahui hubungan sebab-akibat suatu
fenomena yang ditemui dalam kehidupannya.
b. Dengan meneliti unsur intrinsik dari cerpen RSK karya A.A Navis, siswa-
siswi dapat mengetahui bagaimana kriteria atau ciri dari cerpen yang baik
sebagai acuan dalam proses pembuatan cerpen yang menjadi KD dalam
penelitian ini. Cerpen RSK karya A.A Navis dapat menjadi cerpen acuan
sebagai kriteria cerpen yang baik karena cerpen ini merupakan cerpen kanon
yang telah banyak diteliti oleh para kritikus sastra sehingga dapat menambah
wawasan siswa-siswi sesuai tujuan pembelajaran. Selain itu, siswa-siswi pun
telah menilainya pula secara pribadi menganai cerpen ini dengan kriteria
intelektual dan kriteria emosional. Sehingga dapat memotivasi siswa-siswi
untuk mendapatkan hasil yang baik dalam proses pencapain KD untuk
membuat kerangka cerpen/cerpen yang berdasarkan pengalaman diri sendiri.
c. Dengan membaca cerpen RSK karya A.A Navis ini dapat mengembangkan
pengetahuan berbahasa siswa-siswi karena cerpen ini merupakan cerpen yang
menggunakan bahasa yang baik dalam penyampaian cerita. Selain itu,
didalam cerpen ini banyak terdapat kosakata baru salah satunya kosakata
daerah yang dimasukan ke dalam cerita yang digunakan pengarang sebagai
penegasan dari latar tempat cerita yaitu bahasa Padang.
d. Dengan membaca dan memberikan respons berupa penilaian terhadap cerpen
RSK karya A.A Navis berarti memberikan pelajaran kepada sisiwa-siswi
dalam hal menghargai dan membanggakan khazanah sastra Indonesia .
Dengan merespons berupa mengkritisi karya sastra juga memberikan
pelajaran dalam melestarikan sastra indonesia sebagai kahazanah budaya
karena dengan banyaknya orang yang terus membahas mengenai karya sastra
tersebut membuat karya sastra tersebut dikenang dari zaman ke zaman.

Menurut Carol Ann Tomlinson, hal yang penting dilakukan oleh seorang
guru adalah merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang
89

memperhatikan diferensiasi yang dimiliki peserta didik. Pada bagian awal guru
diharapkan mampu memperhatikan aspek-aspek readiness, interest, dan learning
profile.85 Maka kaitannya dengan penelitian mengenai respons pembaca remaja
ini adalah:

a. Readiness berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan


seperti apa yang dimiliki siswa-siswi sebelumnya. Dalam penelitian ini pada
kuesioner A, siswa-siswi diminta untuk memberikan respons mereka berupa
pendapat mengenai kriteria cerpen yang baik dari segi emosional dan
intelektual. Hal ini terkait dengan pengetahuan siswa-siswi terhadap cerpen
sebelum materi cerpen ini disampaikan oleh guru. Dalam teori psikologi
remaja pun dijelaskan bahwa seorang remaja –dalam hal ini peserta didik-
telah memiliki kemampuan mengambi keputusan (judging ). Oleh karena itu,
guru dapat mengetahui seberapa jauh pengetahuan siswa-siswinya terhadap
cerpen sebelum guru menyapaikan materi mengenai cerpen tersebut.
b. Interest berkaitan dengan cara guru mengakomodasi ketertarikan siswa-siswi
terhadap materi yang diajar. Dalam hal ini guru harus membuat siswa-
siswinya merasa tertarik terhadap materi atau bahan bacaan yang disampaikan
oleh guru. Setelah guru mengajarkan materi mengenai cerpen –dalam hal ini
adalah cerpen RSK karya A.A Navis- guru dapat meneliti sejauh mana
ketertarikan siswa-siswi terhadap cerpen yang mereka baca dengan
menggunakan kuesioner B. Oleh karena itu, guru dapat mengetahui metode
atau bahan bacaan yang disampaikan tersebut telah menarik atau tidak bagi
siswa-siswinya.
c. Learning Profiles berkaitan dengan cara guru mengakomodasi pola belajar
yang paling efektif yang dimiliki siswa-siswi. Seperti pada teori Piaget yang
telah dijelaskan sebelumnya guru harus mendukung siswa-siswinya dalam
mengeksplorasi dan memahami dunianya sesuai pendekatan konstruktif
kognitif (cognitive constructivistapproach). Guru tidak lagi menggunakan
pendekatan interaksi langsung (direct instruction approach) yang ketika

85
T. Gunawan Wibowo, Menjadi Guru Kreatif, (Bekasi: Media Maxima, 2010), hlm.84—85.
90

proses pembelajaran berlangsung, kegiatan tersebut berpusat pada guru


tersebut. Siswa harus dapat belajar mandiri dan dapat mengembangkan
pengetahuan yang dimilikinya.

Menurut Thornburg , dalam teori psikologi remaja dikatakan bahwa sorang


remaja telah mampu mengembangkan seluruh kemampuan induvidu untuk
melakukan suatu aktivitas guna mengembangkan potensi dirinya. Kaitannya
dengan penelitian ini, siswa telah dibiasakan untuk merespons secara pribadi
mengeani materi atau bahan bacaan dan dapat menilai baik baruknya materi
atau bahan bacaan secara mandiri sehingga pada kegiatan pembelajaran
mereka telah terbiasa dalam pengerjaan tugas secara mandiri. Dalam hal ini
tugas tersebut sesuai KD yang digunakan yaitu menulis kerangka berdasarkan
kehidupan orang lain dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar). Pada tugas
tersebut siswa-siswi dituntut mampu secara mandiri membuat kerangka
cerpen yang nantinya dilanjutkan untuk dapat menulis cerpen berdasarkan
pengalaman orang lain. Dengan adanya penelitian ini siswa-siswi dapat lebih
mandiri dalam mengerjakan tugas dan bertanggung jawab karena siswa-siswi
telah menilai secara pribadi kriteria cerpen yang baik sehingga dapat
diterapkan dalam pengerjaan tugas tersebut.
91

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian bab IV dapat diambil simpulan sebagai berikut.

1. Struktur cerpen RSK karya A.A Navis terdiri atas penokohan, sudut pandang,
alur, latar, dan tema. Penokohan pada cerpen RSK karya A.A Navis terdiri
atas dua tokoh yaitu tokoh Kakek dan tokoh Ajo Sidi. Tokoh Kakek
merupakan tokoh Protagonis yang karakternya menimbulkan rasa simpati
dan empati bagi pembaca sedangkan tokoh Ajo Sidi adalah tokoh antagonis.
Tokoh Ajo Sidi merupakan penyebab terjadinya konflik yang beroposisi
dengan tokoh Kakek. Sudut pandang dari cerpen RSK karya A.A Navis
adalah ―Aku tokoh tambahan‖. Alur atau plot dari cerpen RSK karya A.A
Navis terdiri dari lima tahapan. Pada tahap penyituasian (situation), tahap
pemunculan konflik (generating circumstances), kemudian dilanjutkan tahap
konflik yang semakin meningkat, hingga mencapai tahap klimak, diakhiri
dengan tahap penyelesaian. Latar tempat pada cerpen RSK karya A.A Navis
berada di daerah Padang. Latar waktu peristiwa pada cerpen ini terjadi selama
dua hari. Latar sosial pada cerpen yaitu keadaan masyarakat yang sangat
senang mendengar dan membuat bualan dalam bentuk sindiran terhadap suatu
hal. Tema pada cerpen RSK karya A.A Navis adalah Kelemahan Iman. Tema
pada cerpen ini merupakan tema nontradisional karena cerita pada cerpen ini
tidak sesuai dengan harapan pembaca. Tokoh utama protagonis melakukan
perbuatan yang tidak diharapkan oleh pembaca yaitu bunuh diri.

91
92

2. Respons pembaca remaja dibagi dalam dua bentuk kuesioner yaitu kuesioner
A dan kuesioner B.
a. Pada kuesioner A menjelaskan respons pembaca remaja berdasarkan
kriteria intelektual dan emosional terhadap cerpen. Dari data
penelitian, responden memilih faktor bahasa sebagai faktor terpenting
dalam kriteria intelektual dengan jumlah pemunculan 26 kali dari
seluruh faktor yang disebutkan oleh responden.
b. Pada kuesioner A, untuk kriteria emosional responden memilih faktor
keterlibatan diri terhadap emosional atau perasaan menjadi faktor
paling penting dengan jumlah pemunculannya sebanyak 39 kali dari
seluruh faktor yang disebutkan oleh responden.
c. Berdasarkan kuesioner B, seluruh pernyatan pada kuesioner B di
dominasi oleh pilihan setuju terhadap pernyataan-pernyataan tersebut
walaupun jumlah persentasenya berbeda-beda. Hal ini menunjukkan
bahwa memang cerpen ini menimbulkan rasa ketertarikan yang tinggi
bagi pembaca remaja karena menghadirkan sesuatu yang baru bagi
pembaca remaja yang mungkin belum mereka ketahui sebelum
membaca dan memberikan respons terhadap cerpen RSK karya A.A
Navis ini.
d. Cerpen RSK karya A.A Navis ini menjadi cerpen yang diminati oleh
pembaca remaja walaupun dengan segala kerumitannya sebagai sastra
serius bukan sastra populer.
3. Implikasi penelitian respons pembaca remaja terhadap cerpen RSK karya
A.A Navis bagi pembelajaran sastra yaitu bagi guru dapat mengetahui apa
yang dibutuhkan dan dinginkan dari siswa-siwinya dari rsepon ini. Selain
itu, guru juga dapat melihat sejauh mana siswa-siswinya bertanggung
jawab dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu khususnya karya
sastra. Dengan begitu siswa-siswi dapat belajar lebih mandiri dan
bertanggung jawab terhadap perkataan atau perbuatan dalam hal
merespons sesuatu khususnya karya sastra, sehingga aspek-aspek
readiness, interest, dan learning profile dapat diterapkan oleh guru. Selain
93

itu, dengan mempelajari cerpen kanon seperti cerpen RSK karya A.A
Navis menjadikan siswa-siswi mengenal khazanah karya sastra secara luas
karena mempelajari karya sastra yang lahir pada tahun yang lampau dan
mengetahui karya sastra yang telah dikritisi oleh banyak kritikus sastra
sehingga tujuan pembelajaran sastra yaitu peserta didik mampu
menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa serta mampu menghargai
membanggakan sastra indonesi sebagai khazanah budaya dan intelktual
manusia Indonesia tercapai.
B. Saran

Penelitian mengenai respons pembaca remaja terhadap cerpen Robohnya


Surau Kami karya A.A Navis hendaknya menjadi pertimbangan bagi pembaca
dalam mempertajam cara pandang membaca sebuah karya sastra. Dalam dunia
pendidikan hendaknya penelitian ini juga menjadi pertimbangan bagi guru bahasa
dan sastra Indonesia dalam melakukan pengajaran sastra yang lebih kritis dan
melibatkan siswa-siswinya secara mandiri dalam memberikan respons terhadap
suatu karya sastra.

Teori mengenai respons pembaca masih dapat diterapkan dalam karya


sastra lainnya sehingga karya sastra lain dapat diketahui bagaimana respons dari
para pembacanya. Selain itu, cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis pun
masih dapat diteliti dan dikembang dalam berbagai pendekatan lainnya sehingga
dapat menambah pengetahuan serta keanekaragaman penelitian sastra.
94

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Siti ―Resepsi PembacaTerhadap Cerpen Robohnya Surau Kami Karya


A.A Navis (Studi Kasus Pada Anggota UKM-K Jamaah A.R Fachruddin).
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. 2008

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasi. Menganalisis Fiksi. Bogor: Ghalia Indonesia.
2010.

Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. 2004.

Idris, Soewardi, ―A.A Navis dan Cerpen Dunia Akhirat.‖ Dalam Abrar Yusra, ed.
Otobiografi A.A. Navis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.

K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra. Grasindo: Jakarta. 2007.

Kaydee, Dissi. ―Sastrawan yang Gemar Mencemooh.‖ Harian Media Indonesia,


6 Juni 2004.

Khisabiyah , Machsunah. ―Qissata Tharid Al Firdaus li Taufiq Al Hakim wa


Robohnya Surau Kami li 'Aly Akbar Navis (Dirasah Tahliliyah Muqariyah)‖
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2009

Kuriawan, Heru dan Sutardi. Penulisan Sastra Kreatif . Yogyakarta: Graha Ilmu.
2012.

Malo, Manase. dkk. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Universitas terbuka. 1997.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 1993.

Navis, A.A. Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia. 2010.

94
95

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarya: Gadjah Mada


University Press. 2005.

Pradopo, Rachmat Djoko. Estetika Resepsi dan Teori. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1991.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2007.

Rizal, Ray. ―A.A Navis, Melahirkan Cerpen-cerpen Sarkatis.‖ Suara Pembaruan,


12 Oktober 1992.

Rosidi, Ajip. Ikhtisar Sejara Sastra. Binacipta: Bandung. 1976.

Santrock, John W. Remaja. Jakarta: Erlangga. 2007.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grasindo


Persada. 1998.

Segers, Rien. T. Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adicita. 2000.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia. 2008.

Suwondo, Tito. dkk. Karya Sastra di Luar Penerbitan Balai Pustaka. Jakarta.
1997

Wahid, Abdurrahman. ―Karya-karya A.A Navis: Pencarian Ethos Sosial Baru.‖


Dalam Abrar Yusra, ed. Otobiografi A.A Navis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 2008.

Wibowo, T. Gunawan. Menjadi Guru Kreatif. Bekasi: Media Maxima. 2010.

Wisran Hadi, ―Apabila A.A Navis Tidak Mencemooh Lagi, Maka....‖ Dalam
Abrar Yusra, ed. Otobiografi A.A. Navis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2008.
96

Yurnaldi. ―A.A Navis 75 Tahun Masih ‗Berjalan di Sepanjang Jalan‘.‖ Kompas, 7


Januari 2000.

Alam, Palito. ―Dendeng Ciek Uda...Kepala Ikan Ciek Ajo.‖ Artikel di akses 19
Juli 2013 dari http:// m.kompasiana.com/post/susbud/2012/02/02/dendeng-
ciek-uda-...-kepala-ikan-ceik-ajo.html

Sman 1 Praya Timur. ―Biografi A.A Navis.‖ Artikel diakses pada 26 September
2011 dari http://sman1prayatimur.blogspot.com/2011/09/biografi-aa-
navis.html
KUESIONER A

Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengkaji kriteria yang Anda pakai dalam menilai suatu cerita
pendek. Untuk tujuan ini Anda diharapkan menjawab dua pertanyaan di bawah ini. Sebelum
menjawab dua pertanyaan tersebut silakan lengkapi informasi berikut yang mungkin berguna bagi
tujuan penelitian.

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Kelas :

Tempat, tanggal lahir :

1. Seberapa sering Anda membaca cerita pendek?


Pilih salah satu:
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah sama sekali
2. Orang menggunakan kriteria yang berbeda dalam mengevaluasi suatu cerita pendek.
Beberapa di antara kriteria tersebut merupakan respon emosional; beberapa yang lain
bersifat intelektual. Respon emosional cenderung bersifat intituitif (misalnya: “cerpen itu
menggerakkan hati saya begitu mendalam”), sementara respon intelektual didasarkan pada
refleksi yang lebih dalam (misalnya: “cerpen itu tersusun dengan baik). 
Kriteria manakah yang menurut Anda harus terdapat dalam cerpen yang “baik”? Silahkan
buat daftar lima kriteria untuk masing-masing kategori. Urutan dalam daftar yang Anda buat
tidak penting. (Dalam menjawab pertanyaan ini Anda boleh mengaitkannya dengan cerpen
favorit Anda).
a. Kriteria Emosional
1.
2.
3.
4.
5.
b. Kriteria Intelektual:
1.
2.
3.
4.
5.


jika contoh diatas dipergunakan, Anda hendaknya tetap merasa bebas dalam menyusun kriteria Anda.
KUESIONER B (INDIANA)

Kuesioner ini untuk mengkaji penilaian Anda terhadap cerpen yang telah di sediakan. Kami
menghendaki agar Anda membaca cerpen tersebut dengan cermat. Setelah selesai membaca cerpen
tersebut, silahkan lengkapi pertanyaan mengenai penilaian keseluruhan dan lengkapi pula dua belas
pertanyaan yang berkenaan dengan penilaian khusus. Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut silakan lengkapi informasi berikut yang mungkin berguna bagi tujuan penelitian.

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Kelas :

Tempat, tanggal lahir :

LEMBAR PENILAIAN

Sudahkan Anda membaca cerpen ini sebelumnya?

Sudah

Belum

I. Penilaian Keseluruhan
Nilailah cerpen dengan menggunakan skala berikut (berilah tanda “X” pada kotak yang tersedia)
1 2 3 4 5 6 7
Sangat jelek sangat bagus
II. Penilaian Berdasarkan pada Kriteria yang Telah Diseleksi
Kami ingin mengetahui seberapa jauh Anda menyetujui atau tidak menyetujui 12pernyataan
berikut ini. Bacalah masing-masing butir secara cermat dan silakan bubuhkan “X” dalamyang
tersedia sebagai ungkapan perasaan terbaik Anda terhadap pernyataan tertentu.
Dalam menilai cerpen ini hendaknya, Anda membandingkan kualitas cerpen ini dengan cerpen
yang menjadi cerpen favorit Anda.
Judul cerpen favorit:
1. Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan potret watak manusia yang
mudah dikenali.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


2. Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan pemakaian bahasa yang
terampil dengan sikap yang jelas dan meyakinkan.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


3. Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini cukup menarik untuk membawa saya ke
arah refleksi/analisis lebih lanjut.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


4. Dibandingkan dengan crepen favorit saya, cerpen ini menyajikan bagian-bagiannya sehingga
terintegrasi dengan baik dan koheren.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


5. Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini membangkitkan jenis ketegangan tertenyu
bagi saya.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


6. Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini membawa saya pada berbagai jenis
keterlibatan personal dalam hal karakter dan tindakan.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


7. Dibandingakan cerpen favorit saya, cerpen ini berdampak pada emosi saya.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


8. Dibandingkan dengan ceropen favorit saya, cerpen ini meyajikan action yang terbatas yang
bergerak cepat

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


9. Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini memberikan perspektif yang segar dan
berbeda kepada saya.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


10.Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan tema atau gagasan utama yang
dikembangkan dengan jelas.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


11.Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini menyajikan garis action, yang dikembangkan
dengan jelas.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


12.Dibandingkan dengan cerpen favorit saya, cerpen ini bagi saya dapat dipercaya.

Sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju


Lampiran 4
BIOGRAFI

RIANA PUSPITA SARI adalah salah satu


mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Putri dari Bapak H.Jebul
dan Ibu Hj. Titing Karwati lahir di Tangerang, 26
September 1990. Riwayat pendidikan dari peneliti
dimulai dari belajar di SDN Kreo 01 dilanjutkan
di Mts. Darunnajah yang sekarang dikenal dengan
Annajah. Setelah lulus MTs, putri sulung dari dua
bersaudara ini melanjutkan sekolah di MAN 4
Jakarta.

Kakak dari Siska Amelia ini ingin sekali


melanjutkan pendidikan S2 pada bidang
manajemen pendidikan agar dapat mengelola sekolah yang ia dirikan nantinya.
Memiliki usaha di bidang fashion merupakan cita-cita terpendamnya bersama
sahabatnya yaitu Raras Okataviany yang bersama-sama pernah menjadi juara dua
dalam lomba kreasi hijab yang diadakan saat ulang tahun Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.

Mahasiswi yang aktif di organisasi Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR)


memiliki kecintaan pada dunia seni tari sehingga menjadi salah satu anggota Tari
Tradisional di organisasi tersebut. Selain seni tari, ia juga menyukai dunia sastra
maka tidak heran jika mahasiswi yang senang menari saman ini memilih untuk
masuk ke Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis puisi juga
menjadi salah satu kegemarannya selain membaca novel dan cerpen.

Salah satu pecinta boneka beruang ini, memiliki hobby hang uot bersama
sahabat-sahabatnya. Si pecinta coklat dan ice cream ini yang memiliki motto
“terus berjuang dalam hidup” juga memiliki harapan dapat membahagiakan kedua
orang tuanya serta berguna bagi agama dan nusa bangsa.

Anda mungkin juga menyukai