SKRIPSI
OLEH
ASEP ANUGRAH
A1D1 11 098
inayah-Nya jugalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini meski harus
bahan kontemplasi dan rujukan di tengah arogansi manusia dalam dunia yang
telah renta.
Melalui skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
S.Pd.,M.Pd. dan Ibunda tersayang, Astina, S.Si. Tidak terhitung berapa banyak
sudah lantunan doa, motivasi, serta dukungan moral dan finansial yang diberikan
skripsi ini.
diselesaikan tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dengan segala hormat, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
Bapak Prof.Dr. Haerun Ana, M.Pd., selaku pembimbing I dan Bapak Drs. La Ode
ii
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan selama proses penyusunan
Pejabat Struktural Universitas Halu Oleo yang telah memberi bantuan hingga
1. Prof. Dr. H. Usma Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo
2. Prof. Dr. La Iru, S.H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo
4. Yunus, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Halu Oleo
Doa serta dukungan dari adik-adik penulis juga telah turut membantu proses
penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada ,
Muh. Asrif, Cici Juliasih Saputri, dan Muhammad Abdi Abdillah atas doa dan
pengetahuan, dan ilmu baru yang bermanfaat. Karena itu, penulis mengucapkan
S.Pd., M.A., yang telah banyak memberi sumbangsih berupa saran dan koreksi
iii
selama proses penyusunan skripsi ini. Kepada Kakakku tersayang, Wa Ode
Rizky Adi Putri S.Pd. kata-katanya selalu menjadi semacam cambuk bagi penulis
untuk menjadi lebih baik. Kepada Rima Aprianti, S.Farm. Terima kasih atas
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada teman-teman Linguist ’11,
Reny, Jack, Mila, Anton, Sarti, Malik, Wati, Rahim, Tanti, Jamal, Asti, dan
teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Selain itu,
Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada sahabat-sahabat tentor 4JO Kendari
Penulis
DAFTAR ISI
HAL. JUDUL ............................................................................................. i
HAL. PERSETUJUAN.................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................
ABSTRAK ...........................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...............................................6
1.3.1 Tujuan Penelitian .....................................................................................6
1.3.2 Manfaat Penelitian ...................................................................................6
1.4 Batasan Operasional ................................................................................7
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 76
5.2 Saran 77
DAFTAR PUSTAKA
2
ABSTRAK
PENDAHULUAN
yang cantik dan identik dengan keindahan. Bila cantik dilabelkan pada laki-laki,
sifat banci atau waria. Oleh karena itu, kecantikan selalu melekat pada unsur
sehingga kecantikan dipandang sebagai sesuatu yang objektif dan universal serta
penampilan fisik serta obsesinya untuk menjadi cantik dan tampil menarik
karena itu, kecantikan merupakan bagian dari kodrat yang harus disandang oleh
kaum perempuan. Realitas ini menyiratkan tentang suatu hal bahwa kecantikan
kecantikan lainnya menjadi tempat yang diminati perempuan untuk mengubah diri
menjadi cantik. Uang tidak sedikit yang harus dikeluarkan tidak menyurutkan
hasrat perempuan untuk tampil cantik dan menarik. Namun, sebagian besar
untuk menjadi cantik adalah masyarakat yang menganut budaya patriarki, budaya
Karena kita hidup dalam lingkaran “budaya tradisional”, yang dimaksud publik di
sini tidak lain adalah laki-laki. Perempuan kemudian tidak dipandang sebagai
subjek kepribadian, tetapi sebagai benda yang tertutup rapat dan tunduk pada
laki yang berkenaan dengan gaya berpakaian perempuan, bentuk tubuh yang
Kecantikan seorang perempuan juga merupakan isu dalam media massa yang
2
dalam bentuk visual maupun verbal. Ciri-ciri cantik dalam media massa tampak
ideal perempuan sesuai dengan budaya dan tren pasar yang di dalamnya duduk
sekelompok orang yang berkuasa dan merasa bahwa cantik harus sesuai dengan
Hal demikian pada gilirannya juga berdampak pada persepsi perempuan itu
sendiri yang mengidentifikasi sosok perempuan cantik dan ideal sebagai dia yang
kurus, tinggi, putih, dan berambut pirang, dengan wajah yang mulus tanpa noda,
simetris, hidung mancung, bibir tipis, dada yang menonjol, pinggul yang padat
berisi, kaki yang jenjang, dan tanpa cacat sedikitpun. (Wolf, 2004: 4).
kecantikan (Wolf, 2004: 24). Ketika seorang perempuan tidak dapat memenuhi
mereka dihinggapi rasa tidak nyaman, kesepian, terasing, dan rasa percaya diri
selama ini disebut sebagai mitos kecantikan. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
terhadap tubuh perempuan tidak hanya terjadi dalam dunia nyata tetapi juga
dalam karya sastra, khususnya cerpen. Karya sastra merupakan tulisan yang
atau realitas sosial sebagai refleksi fenomena sosial yang terjadi di sekelilingnya.
dalam cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya Sagita Suryoputri sebagai
Cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua adalah dua cerpen karya Sagita
Suryoputri yang mengisahkan tentang kehidupan satu tokoh utama dari latar dan
konflik yang berbeda. Tokoh utama dalam dua cerpen tersebut bernama Mentari.
terhadap sosok boneka Barbie yang cantik jelita dengan kulit putih, hidung
mancung, mata biru, dan bulu mata yang lentik. Mentari merasa bahwa cantik
Mentari sadar betul bahwa perlu biaya yang tidak murah untuk menjelma
dari sekadar itik buruk rupa menjadi Barbie yang cantik jelita. Menyadari akan
ketidakmampuan dirinya dari segi finansial, Mentari akhirnya mencari jalan pintas
untuk memantaskan dirinya disebut cantik. Ia turun ke jalan di tengah malam dan
menanti lelaki kesepian yang hendak mencari teman perempuan untuk diajak
bersenang-senang.
2
Mentari kemudian berubah cantik layaknya Barbie. Akan tetapi, dalam
konstruksi mitos kecantikan, selalu ada saja bagian tubuh yang dianggap tidak
memutuskan berbaring di atas ranjang operasi dan rela membiarkan pisau bedah
menggores wajahnya.
kehidupan Mentari dalam latar dan konflik yang berbeda. Lipstik Merah Tua
kecantikan.
dan rambut dikuncir sangat tidak memenuhi kriteria cantik. Berbeda jauh dengan
nasib temannya, Mey Mey, yang memiliki kulit putih bersih dan mata sipit khas
banyak teman. Ada rasa iri yang dirasakan Mentari terhadap sahabatnya, Mey.
mitos kecantikan. Oleh sebab itu, penulis mengangkat kedua cerpen tersebut
sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Adapun judul penelitian ini adalah
“Mitos Kecantikan dalam Cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua Karya Sagita
dalam cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya Sagita Suryoputri ?
berikut :
sebagai berikut :
2
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan studi bandingan
terkait kajian mitos kecantikan pada karya sastra menggunakan kritik sastra
feminisme.
Barbitch dan Lipstik Merah Tua dengan sudut pandang feminisme, khususnya
teori mitos kecantikan Naomi Wolf. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga
dapat menjadi bahan rujukan bagi guru dalam pembelajaran sastra, khususnya
1. Mitos adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang harus diyakini
penelitian ini tidak terbatas pada kisah tentang dewa-dewa seperti dalam
perempuan).
5. Kritik sastra adalah salah satu studi karya sastra yang konkret dengan
kelaminnya.
7. kritik sastra feminisme merupakan salah satu ragam kritik sastra yang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
cenderung padat dan langsung pada tujuannya. Hal tersebut sesuai dengan
Kosasih sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Hendy bahwa cerpen adalah
Ciri dari sebuah cerpen diantaranya adalah: singkat, padu, memiliki unsur
utama berupa adegan, tokoh dan gerak, bahasa yang tajam, serta menarik
sekitar lima ribu kata atau kira-kira tujuh belas halaman kuarto dengan spasi
rangkap yang berpusat dan lengkap pada dirinya sendiri (Notosusanto dalam
Kosasih, 2012:35).
Biasanya, cerpen memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot,
setting yang tunggal, jumlah tokohnya terbatas, dan mencakup jangka waktu yang
cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang
menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah);
klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang
Karena cenderung pendek, cerpen biasanya tidak dapat memuat pola yang
lebih kompleks seperti pada novel. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern
yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-
cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks atau
titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak
dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau
2
2.1.2 Ciri-ciri Cerpen
sebagai berikut:
langsung.
2. cerita pendek hanya memiliki satu insiden yang utama dan menguasai
jalannya cerita.
Cerpen sebagai karya sastra fiksi (rekaan) dibangun atas dua unsur yaitu
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang
membangun sebuah karya sastra dari dalam. Sedangkan, unsur ekstrinsik adalah
unsur-unsur yang berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung
mempengaruhi karya sastra. Unsur ekstrinsik juga dapat diartikan sebagai unsur-
unsur yang mempengaruhi bangun cerita namun bukan bagian dari cerita
1. Tema
Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema bercerita
tersebut juga didukung oleh pendapat para ahli lainnya, seperti Moeliana yang
tema merupakan ide sentral atau pokok dalam karya (Stanton, 1965:4).
2. Plot/Alur
Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung-
yang saling berkait. Hal itu dapat dimaklumi sebab suatu peristiwa pada
2
dasarnya merupakan sebab atau akibat peristiwa lain (Hayati & Muhlich,
2012:14). Menurut Scoh, plot adalah prinsip yang esensial dalam cerita (Scoh,
1966: 2). Setali tiga uang dengan apa yang dikemukakan Scoh, Boulton
3. Latar/Setting
karakter tokoh. Dengan kata lain, latar adalah tempat, waktu, dan suasana
Dalam arti luas, latar atau setting meliputi latar tempat, waktu, dan
suasana kejadian atau peristiwa terjadi. Agar lebih rinci, penulis paparkan
1. Latar tempat
2. Latar waktu
3. Latar suasana
merupakan suasana sekeliling saat terjadinya peristiwa yang menjadi
4. Penokohan
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang
5. Sudut Pandang
Muslich yang menyebutkan istilah sudut pandang atau point of view adalah
posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana
2
Semi menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan penempatan
yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh, (2) pengarang sebagai tokoh
6. Amanat
2012:41). Amanat yang terdapat dalam karya sastra tertuang secara implisit
dan eksplisit. Secara implisit yaitu jika jalan keluar atau ajaran moral itu
1986:35). Amanat secara eksplisit yaitu jika pengarang pada tengah atau akhir
cerita tentang hidup bertetangga, maka amanat ceritanya tidak akan jauh dari
Istilah kritik berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti “hakim”.
Krites sendiri berasal dari kritein “menghakimi”, kriteon yang berarti “dasar
diartikan sebagai salah satu objek studi sastra {cabang ilmu sastra) yang
melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya
buruk dan bernilai seni atau tidaknya sebuah karya sastra, dibutuhkan sebuah
kritik sastra. Kritik sastra tersebut tidak lepas dari beberapa pandangan yang
berbeda yang tentunya memberikan hasil yang berbeda pula, meskipun karya
sastra yang dinilai adalah karya sastra yang sama (Abrams dalam Pradopo, 2002).
baru (1930-an), tetapi istilah kritik sastra baru mulai dikenal secara nyata pada
1945 ketika H.B. Jassin menerbitkan bukunya yang berjudul “Sastra Indonesia
Modern dalam Kritik dan Essay”. Sampai 1935, istilah kritik sastra masih
2
dihindari karena terkesan tajam dan merusak sehingga Tatengke menggunakan
istilah “penyelidikan dan Pengakuan” untuk aktivitas menilai karya sastra. Bahkan
sampai hari ini pun kita seringkali masih alergi dengan kata kritik karena terkesan
dalam mengkaji dan menilai karya sastra, pada akhirnya mucul berbagai ragam
kritik sastra. Berdasarkan sejumlah penilaian karya sastra yang ada, pendekatan
yang paling populer adalah pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams dengan
teori universe-nya. Pendekatan Abrams tidak lepas dari berbagai macam penilaian
bahwa ada hubungan antara pengarang, semestaan, pembaca, dan karya sastra.
Abrams membuat diagram yang terdiri dari empat pendekatan kritik sastra. Kritik
sastra tidak dilepaskan dari pengarang selaku penciptanya. Hal ini karena apa
yang ditulis oleh pengarang dianggap sebagai ekspresi dari perasaan, emosi, dan
Kritik sastra objektif berorientasi pada karya sastra itu sendiri tanpa
dengan kenyataan atau realitas yang terjadi dalam masyarakat. Apa yang
diceritakan atau digambarkan dalam karya sastra dianggap sebagai cermin atau
pragmatik berorientasi pada pembaca karya sastra. Melalui kritik sastra pragmatik
karya sastra dianalisis dan dinilai dalam hubungannya dengan pembaca, misalnya
ataupun nasionalisme apa yang dapat diperoleh pembaca dari karya tersebut
genetik yang merupakan perkembangan dari ekspresi dan sosiologi sastra, kritik
2
2.3 Feminisme
dengan sebuah transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi
dihargai seperti struktur budaya, seni, hukum, keluarga yang berdasarkan pada
kekuasaan ayah dan negara, juga semua citra, institusi, adat istiadat harus
Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Worthley untuk perempuan pertama kali
abad ke-19, feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapat perhatian dari
2012:11).
hak-hak perempuan yang diadakan di Seneca Falls, New York pada 1848.
Pertemuan tersebut diprakarsai oleh Elizabeth Cady Stanton dan dihadiri oleh tiga
ratus perempuan dan laki-laki (Tong, 2006: 31). Pertemuan tersebut menghasilkan
pernyataan sikap dan dua belas resolusi. Deklarasi peryataan sikap tersebut
2
menekan isu yang sebelumnya telah dicanangkan oleh Mill dan Taylor di Inggris
perceraian, hak milik, dan pengasuhan anak. Kedua belas resolusi menekankan
(Tong, 2006:32). Dengan mengikuti peta pemikiran feminisme yang dibuat Tong,
(NWPC), dan The Women’s Equity Action League (WEAL) . Tujuan utama dari
menerapkan tekanan legal, sosial, dan lain-lain terhadap berbagai lembaga mulai
dari Bell telephone Company hingga jaringan televisi dan partai-partai politik
revolusioner kiri yang tujuannya bukanlah untuk mereformasi apa yang dianggap
konsep pos pada kasus poskolonialisme dan posmodernisme. Pos merujuk pada
dipahami sebagai perjumpaan kritis dengan patriarki atau menempati posisi yang
2
Tong (2006) mengemukakan adanya delapan ragam pemikiran feminisme,
gerakan ini juga dapat dirasakan dalam bidang sastra. Perempuan mulai
2006:10).
kritik sastra feminisme merupakan salah satu ragam karya sastra yang didasari
gerakan feminisme yang muncul pertama kali di Amerika Serikat pada 1700-an
wacana dominan yang dibentuk oleh suara tradisional yang bersifat patriarkal
(Ruthven dalam Wiyatmi, 2012: 44). Tujuan utama kritik sastra feminis adalah
menganalisis relasi gender, situasi ketika perempuan berada dalam dominasi laki-
karya sastra akan dideskripsikan (Humm dalam Wiyatmi, 2012: 22). Humm juga
feminisme- masih dikonstruksikan oleh fiksi laki-laki. Oleh karena itu, kritik
ahli. Salah satu ahli yang mengkategorikan kritik sastra feminis adalah
feminis terbagi atas dua jenis, yaitu : 1) kritik sastra yang melihat perempuan
2
sebagai pembaca (woman as reader) dan 2) kritik sastra yang melihat
Wiyatmi, 2012:25).
kajian pada citra dan stereotipe perempuan dalam sastra, pengabaian, dan
dalam sejarah yang dibentuk oleh laki-laki (Showalter dalam Wiyatmi, 2012:25).
Kritik sastra feminis perempuan sebagai penulis atau lebih dikenal dengan
oleh Humm. Humm membedakan adanya tiga jenis kritik sastra feminis, yaitu:
(Wiyatmi, 2012:26).
Munculnya kritik sastra feminis psikoanalisis berawal dari penolakan para
menurut Freud adalah kecemasan yang dialami oleh anak laki-laki yang
memiliki pandangan yang salah ketika melihat perbedaan alat kelamin dengan
tetapi telah dipotong. Anggapan tersebut diperkuat oleh ancaman yang sering
2006:26).
Dengan menggunakan dasar teori marxis dan ideologi kelas Karl Marx,
2006:26).
kepada perempuan kulit hitam dan kaum lesbian yang selama ini dimarginalkan,
terutama dalam hubungannya dengan perempuan, laki-laki kulit putih, dan kaum
para perempuan kulit hitam dan kaum lesbian yang menjadi tokoh-tokoh dalam
2
karya sastra yang selama ini menjadi korban penindasan kaum laki-laki maupun
yang digagas oleh Showalter. Penggunaan teori tersebut dianggap paling tepat
kata mitos berasal dari kata Myth yang berasal dari kata mutos dalam
bahasa Yunani yang bermakna cerita atau sejarah yang dibentuk dan diriwayatkan
sejak atau tentang masa lampau (Zeffry, 1998:2). Mitos juga berarti suatu cerita
yang berisi dongeng legenda mengenai asal-usul kejadian alam semesta dan
Dalam KBBI, kata mitos bermakna cerita suatu bangsa tentang dewa dan
pahlawan zaman dulu, mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam,
manusia, dan bangsa yang mengandung arti mendalam dan diungkapkan secara
lain tentang mitos. Melalui kajian semiologi, Barthes memberikan definisi yang
lebih luas terhadap mitos. Menurut Barthes, mitos merupakan suatu bentuk pesan
atau tuturan yang harus diyakini tetapi tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Mitos bukan konsep atau ide tetapi merupakan suatu cara pemberian arti (Barthes,
1972:109).
Menurut Barthes, mitos adalah bagian penting dari ideologi. Mitos yang
dimaksud Barthes bukan seperti mitologi Yunani tentang dewa-dewa atau mahluk
halus yang mendiami suatu tempat. Dalam konteks mitologi lama, mitos bertalian
bukan saja berbentuk tuturan oral melainkan dapat pula berbentuk tulisan,
fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, bahkan iklan dan lukisan
mengacaukan publik bahwa apa yang dibaca, dilihat, disimak, dan didengar
adalah sesuatu yang natural atau memang sudah seharusnya begitu (Barthes dalam
Iswidayati 2012:10).
hidup bukan di antara benda-benda, melainkan dari opini-opini yang yang sudah
diyakini. Kekuatiran Barthes dalam hal ini adalah jika opini-opini yang diyakini
tersebut dianggap wajar dan alamiah sebab yang dianggap wajar dan alamiah
kecantikan yang tengah dibahas sebagai isu utama dalam penelitian ini.
2
gilirannya memberi pemahaman kepada para perempuan bahwa kecantikan yang
definisi cantik yang menjadi objek berita media massa berganti menjadi pelbagai
Istilah mitos kecantikan secara orisinil telah digagas oleh Naomi Wolf.
Naomi Wolf adalah tokoh feminis asal Amerika. Mitos kecantikan versi Naomi
Wolf lebih mengacu pada teori konspirasi atas budaya patriarki bagi
Kita patut bersyukur, betapa Wolf juga menekankan, dalam hal ini dia
sebuah wacana dan bermutasi menjadi mitos tidak memiliki ukuran yang
Bukanlah satu bentuk kerja ilmiah bila terlebih dahulu tidak dipaparkan
memaparkan konsep mitos kecantikan yang menjadi isu utama dalam penelitian
ini dengan harapan konsep tersebut tidak disalahartikan menjadi sesuatu yang
hal-hal semacam penampilan fisik, tubuh, wajah, rambut, atau pakaian. Hal ini
dan ranah publik, mitos kecantikan mengambil alih dan terus memperluas
kekuasaannya sebagai kontrol sosial (Wolf, 2004 : 26). Alam bawah sadar
perempuan masa kini banyak dipenuhi oleh gambaran yang muram tentang
kebencian terhadap diri sendiri, obsesi fisik, teror atas usia yang terus bertambah
tua, dan ketakutan atas hilangnya kontrol diri (Wolf, 2004 : 25). Masyarakat
perempuan. Inilah yang kemudian disebut sebagai mitos kecantikan (Wolf, 2004 :
25).
2
Mitos kecantikan mengintimidasi perempuan melalui jalan yang demikian
sesuai dengan representasi kacamata masyarakat adalah satu kebutuhan yang mut-
beberapa aspek. Antara lain : media massa, budaya patriarki, industrik kosmetik,
Massa
cantik sebagai model dalam wacana yang tengah dibahasnya, maksudnya, tentu
saja dalam bentuk visual dan verbal. Media terus-menerus merekonstruksi sosok
ideal perempuan sesuai dengan budaya dan trend pasar yang di dalamnya duduk
sekelompok orang yang berkuasa dan merasa bahwa cantik harusnya sesuai
pada gilirannya juga berimplikasi pada persepsi perempuan itu sendiri yang
mengidentifikasi sosok perempuan yang disebut cantik dan ideal sebagai dia yang
kurus, tinggi, putih, dan berambut pirang, dengan wajah yang mulus tanpa noda,
simetris, hidung mancung, bibir tipis, dada yang menonjol, pinggul yang padat
berisi, kaki yang jenjang, dan tanpa cacat sedikitpun (Wolf, 2004: 4).
terlepas dari pengaruh media dan iklan-iklan yang menawarkan perubahan menuju
ke arah kebaikan bagi perempuan. Perlu ditekankan, idealisme yang berada di
belakang media dan layar iklan tidak lain adalah juga letupan-letupan ambisi dan
bahwa konsep-konsep ideal tidak langsung datang dari surga, bahwa konsep-
konsep itu sesungguhnya datang dari suatu tempat dan bahwa mereka punya
Secara tegas media massa telah membentuk sebuah ideologi tentang makna
atau imaji gaya hidup dan penampilan terutama tentang konsep kecantikan bagi
“pasar”, yang dalam hal ini pasar adalah kuasa penentu apakah bentuk seksualitas
media, perempuan secara sadar maupun tidak akan ikut terbawa arus konsep
Pada akhirnya kita tidak dapat mengelak dari gagasan Wolf yang
mengatakan semua hal yang “ideal” bukanlah semata-mata tentang harga diri
perempuan, melainkan lebih dalam dari itu: ini tentang uang. Konsep tentang
“yang ideal” diciptakan oleh para pengiklan dalam media massa yang telah
2
menginvestasikan banyak dana untuk meraih laba ekonomis yang sangat besar
Menurut Handoko, iklan dewasa ini menjadi salah satu sumber pemasukan
Femina sebagai salah satu contoh. Iklan menjadi harapan yang berkembang tetapi
Budaya Patriarki
Patriarki berasal dari bahasa Yunani, patria berarti ‘ayah’ dan ark yang
berarti ‘akal’. Berdasarkan asal kata tersebut dapat disimpulkan bahwa patriarki
adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas
ketergantungan. Segenap peraturan dikemas dalam bentuk yang tidak pernah adil
laki-laki berusaha menonjolkan diri, kelompok “sosok yang lain” ini bukan
merupakan perwujudan dirinya dan merupakan sesuatu yang lain dari dirinya
ingin memiliki perempuan yang cantik. Tekanan yang muncuk akibat perasaan
ingin memiliki ini dirasakan oleh perempuan, dan bukan laki-laki (Wolf, 2004:
29). Situasi ini menjelma menjadi sesuatu yang alamiah dan diperlukan karena hal
itu bersifat biologis, seksual, dan evolusioner. Lihat saja, para laki-laki perkasa
sehingga yang dimaksud publik di sini tidak lain adalah laki-laki. Perempuan
kemudian tidak dipandang sebagai subjek kepribadian, tetapi sebagai benda yang
kekuasaan institusional (Wolf, 2004: 32). Perbedaan biologis antara laki-laki dan
2
setara. Perempuan yang tidak memiliki otot dipercaya sebagai alasan mengapa
memiliki fisik kuat. Tetapi, perbedaan yang lebih dalam antara laki-laki dan
Industri Kosmetik
dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak
1976).
Secara gamblang dapat dikatakan bahwa teknologi-teknologi baru yang
sebagai media dalam mengontrol perempuan (Wolf, 2004: 27). Kemudian hal
produk tata rias dengan aneka kelebihan. Perempuan yang ingin melentikkan bulu
mata bisa menggunakan mascara dan pipi merona dengan blush on. Ditambah
dengan produk perawatan yang menjanjikan wajah putih, mulus dan bebas
dipuja lawan jenis. Tanpa disadari, perempuan dijadikan sasaran untuk mendapat
dikemukakan oleh Adlin & Kurniasih bahwa keterpaduan antara tubuh dan
disipliner (Bordo, via Barker, 2004: 258). Menurutnya, tubuh yang langsing
adalah tubuh perempuan. Kelangsingan adalah kondisi ideal terkini bagi daya
“salah makan” yang berpotensi menaikkan berat badan mereka dan menjelma
2
Kita dapat berasumsi bahwa apa yang dikatakan Wolf barangkali baru
modern”. Namun, tetap saja mereka adalah korban dari patron kecantikan yang
macam apa mereka (Wolf, 2004: 5). Ini tentu sejalan dengan hak mereka sebagai
Medis
medis. Tuntutan akan kesiapan dalam menyelesaikan masalah umat manusia dari
dapat dibuktikan melalui acara televisi saat ini. Berbagai macam produk kosmetik
untuk membuat kulit wajah putih dan segar. Hal ini menunjukkan bahwa
paket kecantikan telah ditawarkan oleh dunia medis hari ini, dari yang hanya
bersifat refitalisasi atau merawat, hingga yang bersifat konstruktif atau mengubah
tersebut lebih dikenal dengan istilah operasi plastik. Secara gamblang dapat
manipulasi atas gagasan tentang kesehatan dan kesakitan (Wolf, 2004: 438-440).
Perempuan telah sekian lama didefinisikan sebagai sosok yang sakit. Anggapan
yang salah arah, lemah, dan tidak sempurna (Wolf, 2004: 438-440).
Rasa sakit dan kecemasan itu menjadi bahan baku utama yang diusung
prinsip mitos kecantikan (Wolf, 2004: 457). Ketika perempuan modern didorong
untuk percaya bahwa bagian-bagian tubuh kita yang normal dan sehat adalah
penyakit, kita telah memasuki fase baru dari tekanan medis yang begitu
mengerikan, hingga tak seorang pun ingin memandang ke arahnya (Wolf, 2004:
444).
plastik dengan penggunaan sinar laser merupakan sebagian dari teknologi modern
yang mengontrol perasaan perempuan tentang diri mereka sesuai apa yang
2
ditampilkan media. Dan itu tidak lain merupakan bagian dari pengembangan
Lebih jauh, hal ini juga menjamin bertahannya anggapan bahwa perempuan
adalah makhluk yang “sakit” dan mereka akan menjadi pasien yang terus
Wolf pernah mengatakan bahwa sekarang ini, apa yang menyakitkan adalah
sebagai “rasa sakit yang terus berlangsung” (Michelet via Wolf, 2004:435-439).
Persepsi tentang kecantikan dan perempuan yang diutarakan kedua ahli itu berasal
dari sistem dalam masyarakat yang dibentuk oleh laki-laki. Sistem itu kemudian
makhluk subordinat dengan rasa sakit dan iming-iming kecantikan dengan cara
yang demikian absurd. Seolah-olah rasa sakit dan perempuan menjadi satu
tubuhnya, lebih tidak merasa puas jika dibandingkan dengan orang-orang yang
Pada asasnya, tidak mudah menyadarkan para perempuan bahwa cantik itu
bukanlah konsep yang baku, konsep kolot yang seragam bagi semua perempuan,
yang batas-batasnya mampu melampaui dimensi ruang dan waktu (Wolf, 2004:
454). Mereka telah meyakini bahwa cantik adalah seperti apa yang selama ini
mereka saksikan lewat saluran media massa. Bahwa cantik itu memiliki patron
yang tidak dapat berubah, dan selalu sama kapan dan di mana pun mereka berada.
sebagai ‘cantik’ benar-benar ada, secara ojektif dan universal. Perempuan pasti
ingin memiliki kecantikan, dan laki-laki pastilah ingin memiliki perempuan yang
cantik. Tekanan yang muncul aikibat perasaan ingin memiliki ini dirasakan oleh
telah memberikan keuntungan bagi para dokter sejarah obat-obatan. Lebih jauh,
hal ini juga menjamin bertahannya anggapan bahwa perempuan adalah makhluk
yang “sakit” dan mereka akan menjadi pasien yang terus memberikan keuntungan
di mana pun dapat ditemukan perempuan dari kalangan kelas menengah (Wolf,
2004: 438-440).
Hal yang perlu diwaspadai adalah bahwa sesungguhnya pada dokter bedah
perempuan terhadap diri mereka sendiri. Jika tiba-tiba saja perempuan berhenti
merasa bahwa dirinya jelek, bidang spesialis medis yang berkembang paling cepat
ini akan menjadi bidang yang mati paling cepat (Wolf, 2004: 467).
Tindakan operasi plastik yang digalakkan oleh individu yang bergerak dalam
2
Menurut Wolf, tidak mudah memberi pengertian kepada para perempuan
bahwa konsep-konsep ideal tidak langsung datang dari surga, bahwa konsep-
konsep itu sesungguhnya datang dari suatu tempat dan bahwa mereka punya
METODE PENELITIAN
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
kecantikan lalu dituangkan dalam hasil penelitian yang berupa data deskriptif
tertulis.
2
3.1.2 Jenis Penelitian
objek kajian berupa data tertulis dan semua kegiatan dalam mencari,
cara menelaah Cerpen Barbitch dan Cerpen Lipstik Merah Tua dengan
pendekatan kritik sastra feminisme. Studi dokumen atau teks merupakan kajian
konteksnya. Bahan bisa berupa catatan yang terpublikasikan, buku teks, surat
kabar, majalah, surat-surat, film, catatan harian, naskah, artikel, dan sejenisnya
Data dalam penelitian ini adalah teks dalam dua cerpen yang
sumber data dalam penelitian ini Cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya
Sagita Suryoputri yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2013.
teknik baca catat. Teknik baca catat yaitu membaca teks Cerpen Barbitch dan
Lipstik Merah Tua karya Sagita Suryoputri yang menjadi objek penelitian ini.
Teknik catat yaitu mencatat data-data atau informasi yang diperoleh dari hasil
menggunakan teori mitos kecantikan Naomi Wolf. Kritik sastra feminisme aliran
perempuan sebagai pembaca dalam penelitian ini memfokuskan kajian pada teks
Cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya Sagita Suryoputri yang
berikut:
a. Membaca secara keseluruhan teks cerpen Barbitch dan cerpen Lipstik Merah
Tua karya Sagita Suryaputri secara mendalam guna menguasai dan memahami
dalam cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya Sagita Suryoputri.
2
c. Melakukan kajian pustaka untuk memahami sejumlah masalah yang akan
masalah yang akan dianalisis. Data primer dalam penelitian ini adalah Cerpen
Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya Sagita Suryoputri, sementara data
sekunder berasal dari berbagai sumber informasi yang relevan dengan masalah
yang akan dianalisis. Sumber sekunder yang dominan dalam penelitian ini
berasal dari teori Mitos Kecantikan Naomi Wolf yang terangkum dalam
Dalam hal ini, peneliti menggunakan kritik sastra feminisme aliran perempuan
sebagai pembaca (woman as reader) dan teori mitos kecantikan Naomi Wolf.
Cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua adalah dua cerpen karya Sagita
Suryoputri yang mengisahkan tentang kehidupan satu tokoh utama dari latar dan
konflik yang berbeda. Tokoh utama dalam dua cerpen tersebut bernama Mentari.
yang ingin tampil cantik dan elegan layaknya Barbie. Hal inilah yang kemudian
yang ditampilkan Barbie adalah standar ukuran perempuan ideal yang begitu
2
kecantikan ideal telah membawanya pada keputusan untuk memermak dirinya
Mentari sadar betul bahwa perlu biaya yang tidak murah untuk menjelma
dari sekadar itik buruk rupa menjadi Barbie yang cantik jelita. Menyadari akan
ketidakmampuan dirinya dari segi finansial, tokoh Mentari akhirnya mencari jalan
tengah malam dan menanti lelaki kesepian yang hendak mencari teman
menjuluki diri dengan sebutan Barbitch, singkatan dari Barbie Bitch. Pelesetan
dari nama Barbie yang dianggap mampu mewakili diri dan pemikirannya.
konstruksi mitos kecantikan, selalu ada saja bagian tubuh yang dianggap tidak
tokoh Mentari akhirnya memutuskan berbaring di atas ranjang operasi dan rela
sejatinya sebagai hal yang relatif justru dalam cerpen ini digambarkan telah
menjadi sesuatu yang nisbih dengan segala standar ukuran yang telah ditetapkan
bahwa cantik dan menjadi cantik tak jarang membutakan rasionalitas perempuan.
Obsesi Mentari untuk menjadi cantik telah telah membawanya pada satu prinsip
kehidupan Mentari dalam latar dan konflik yang berbeda. Lipstik Merah Tua
rambut dikuncir sangat tidak memenuhi kriteria cantik. Berbeda jauh dengan nasib
temannya Mey Mey yang memiliki kulit putih bersih dan mata sipit khas oriental.
Kenyataan tersebut menjadikan Mey Mey mudah bergaul dan memiliki banyak
teman. Ada rasa iri yang dirasakan Mentari terhadap sahabatnya Mey Mey.
konflik perceraian kedua orangtuanya turut mewarnai kisah hidup Mentari dalam
cerpen Lipstik Merah Tua. Perceraian tersebut didasari oleh kondisi ekonomi
Mentari yang semasa kecil dimanjakan oleh fasilitas mewah tiba-tiba harus
2
Setelah jatuh miskin, masalah dalam hidup Mentari bertambah ketika sang
sebagai ibu rumah tangga biasa ternyata tidak mampu bertahan dengan perubahan
nasib yang begitu drastis. Sang ibu pun pergi bersama lelaki lain dan
Penampilan Mentari yang selalu menjadi bahan lelucon dan perceraian yang
hidup telah mengajarkan satu hal bahwa kemewahan adalah harga mati untuk
membuat keluarga dan dirinya hidup bahagia. Tekadnya pun membulat. Kelak
suatu saat nanti ia akan menjadi sosok perempuan mandiri dan bergelimang
paras yang cantik nan ideal. Boneka Barbie yang menjadi teman bermainnya
tokoh Mentari. Tokoh Mentari dalam cerpen ini harus merasakan ketidakadilan
dari teman-temannya karena penampilan yang dianggap tidak cantik dan menarik.
dan tindakan masyarakat saat ini. Selain itu, hal yang dapat dimaknai melalui
cerpen ini adalah konflik dalam keluarga turut andil dalam mengubah pemahaman
serta obsesi tokoh utama. Kemiskinan dan perceraian yang dialami oleh
keluarganya telah menjadi motivasi yang membuatnya kokoh mengejar obsesi dan
melalui jalan yang demikian sistematis dan terorganisasi. Perempuan ditindas den-
gan cara yang paling halus hingga tidak sadar bahwa mereka telah terperangkap
dalam mitos kecantikan. Selama perempuan berpikir bahwa menjadi cantik sesuai
disebut ‘cantik’ benar-benar ada, secara objektif dan universal. Situasi itu
kemudian menjelma sebagai sesuatu yang alamiah dan diperlukan karena bersifat
biologis, seksual, dan evolusioner. Akan tetapi, hal itu tidak sepenuhnya benar,
Kecantikan bukan hal yang universal juga bukan bagian dari fungsi evolusi. Tidak
ada legitimasi historis atau pembenaran biologis bagi mitos kecantikan. Dengan
begitu, dapat ditarik prinsip bahwa mitos kecantikan merupakan kombinasi dari
2014:54).
puan jauh ke dalam ketersesatan pemikiran dan sikap yang membelenggu. Perem-
2
puan dibekap oleh tangan mitos kecantikan dari segala arah, dan dengan satu hen-
takan telak melempar perempuan jauh ke dalam keterpurukan yang gelap dan
membunuh. Hal ini tentu bisa saja terjadi mengingat bahwa kuasa mitos ini telah
menjadi cantik sesuai dengan representasi kaca mata masyarakat adalah satu ke-
butuhan yang mutlak. Perempuan diintimadisi dengan cara yang paling halus
hingga mereka tidak sadar bahwa mereka telah terperangkap dan terbuai dalam
yang demikian sistematis dan terorganisir. Mitos ini menyebar dan menebar
kebenaran yang nyata dan absolut. Kebenaran itu kemudian mengalir dan
bertransformasi menemukan jalan yang baru dalam dunia medis. keberadaan mi-
tos kecantikan dalam dunia yang baru itu melegitimasi “kebenaran” di dalamnya
yang mengambil peran ketika proyek intimadisi ini dimulai. Perempuan yang ter-
merasuki dunia medis—dengan segera terperosok dalam rasa cemas. Mereka mu-
lai khawatir terhadap citra diri mereka sendiri ketika melihat bayangan mereka
terpantul di depan cermin. Cermin yang juga telah kabur dan tersaput napas mitos
kecantikan yang diembuskan dengan begitu lembut dan dingin (Nasiru, 2014:43).
Budaya Patriarki
Patriarki berasal dari bahasa Yunani, patria berarti ‘ayah’ dan ark yang
berarti ‘akal’. Berdasarkan asal kata tersebut dapat disimpulkan bahwa patriarki
adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas
dari perempuan. Muara dari bentukan budaya itu memberi kebebasan mutlak
terhadap konsep cantik salah satunya dibuktikan dengan adanya perbedaan standar
kecantikan yang dipahami oleh perempuan dari waktu ke waktu. Layaknya mitos,
kecantikan yang diyakini sebagai sesuatu yang nisbih, ternyata tidak memiliki
teraktualisasi dalam cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua karya Sagita
Suryoputri. Meskipun bercerita tentang tokoh yang sama, kedua cerpen tersebut
2
memiliki latar waktu dan konflik yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat
“Barbie Bitch
Bukan berarti aku tidak suka boneka Barbie. Boneka tersebut
memiliki kecantikan yang sangat mengagumkan. Membuat banyak
hati tergugah untuk memuja dan memiliki paras sepertinya. Mungkin
saja aku iri dengan mutlaknya kesempurnaan yang dimilikinya. Sama
seperti wanita lainnya.” (Barbitch, hal.38)
bahwa Barbie adalah representasi dari kecantikan yang mutlak. Barbie yang
memiliki kulit putih, rambut panjang, tubuh langsing, hidung mancung, dan bibir
Barbie, Mentari pada akhirnya merasa iri dan terobsesi ingin menjelma sepertinya.
konsep ideal tersebut adalah syarat mutlak agar ia mendapat predikat cantik.
standar ukuran kecantikan dan membuat Mentari iri akan kecantikannya. Perasaan
iri tersebut tak jarang menjadikan perempuan berlomba-lomba menyulap diri agar
tampil cantik layaknya Barbie (Rogers, 2012). Pada kenyataannya, boneka Barbie
menjadi tolok ukur bagi masyarakat patriarki dalam menilai perempuan cantik
(Wolf, 2004).
Rogers berpendapat bahwa Barbie merupakan boneka yang menjadi piranti
bermain gadis kecil menjadi sebuah mitos tentang kecantikan (Rogers, 2012).
Sejumlah predikat yang disematkan pada Barbie adalah sesuatu yang identik
digambarkan sebagai seorang gadis muda yang sangat sempurna adalah ikon
kecantikan khas Amerika (Rogers, 2012). Barbie adalah ikon rasisme, seksisme,
rasisme (Rogers, 2012). Pada awalnya, Barbie adalah boneka berkulit putih
walaupun kemudian telah banyak versi warna kulit padanya seperti versi Afrika,
Amerika, Asia, dan Hispanik. Mata Barbie yang biru, rambutnya pirang adalah
bukti nyata dominasi budaya kulit putih atau ras kaukasian dan anggapan ras
kaukasian lebih baik daripada ras Asia, Hispanik, maupun Afrika (Rogers, 2012).
Rogers juga menegaskan bahwa iklan di televisi dan film Barbie meracuni
seperti boneka Barbie. Kondisi demikian merefleksikan adanya hierarki sosial dan
etnik dimana “putih” dipahami sebagai bersih, terhormat, sukses, bermoral baik,
serta sehat dan menarik. Pilihan orang terhadap Barbie kulit putih secara tidak
yang dipandang pun tentu akan berusaha mencapai standar tersebut demi
2
menyandang predikat cantik. Fakta tersebut pada akhirnya menyiratkan bahwa
yang berlaku tersebut telah menciptakan satu mitos baru yang disebut mitos
Mentari dalam latar dan konflik yang berbeda. Waktu kecil, Mentari memiliki
seorang sahabat yang selalu menjadi teman bermainnya saat pulang sekolah.
Temannya bernama Mey. Mey adalah gadis kecil berparas oriental. Melalui
kulit putih, mata sipit, dan bibir tipis khas oriental. Karena kecantikan Mey
lebih memilih bermain bersama Mey daripada Mentari. Hal inilah yang
menjadikan Mentari merasa iri dan memiliki hasrat untuk menjadi seperti Mey.
sebagai patokan standar kecantikan yang ideal. Sementara itu, Mentari dalam
cerpen Lipstik Merah Tua menjadikan Mey, temannya, sebagai tolok ukur dalam
memahami konsep kecantikan. Sepintas, tidak ada yang salah dengan hal tersebut.
Namun, jika kita membandingkannya, kecantikan yang dimiliki oleh boneka
Barbie jelas berbeda dengan kecantikan khas oriental yang dimiliki Mey.
kesimpulan bahwa konsep kecantikan tidaklah seperti yang selama ini diyakini
bahwa ia memiliki batasan objektif dan universal. Seperti yang dikemukakan oleh
disebut “cantik” benar-benar ada, secara objektif dan universal (Wolf, 2012). Pada
yang standar.
bagaimana lingkungan sosial dan budaya di luar dirinya menilai tubuh perempuan
(Mulyana, 2005). Pendapat Mulyana tersebut nampaknya berlaku juga bagi tokoh
diajarkan sejak usia dini untuk menganggap penampilan fisiknya sebagai salah
satu faktor penting dalam menumbuhkan rasa bangga dan rasa percaya diri. Orang
tua mengajari anak perempuan mereka bahwa selain kecerdasan, penampilan fisik
juga dibutuhkan untuk menunjang kesuksesan sang anak kala dewasa nanti.
Karena itu, bagi perempuan, penampilan fisik juga menjadi sesuatu yang tidak
2
kalah penting. Hal inilah yang juga dialami oleh tokoh Mentari dalam cerpen yang
dianalisis.
ibunya menjawab bahwa lipstik merah tua akan membuatnya terlihat lebih tua.
Realitas yang digambarkan melalui kutipan dialog di atas memberi kita tanda
bahwa terlihat tua itu tidak baik dan tidak cantik. Perempuan akan dipandang
sebelah mata jika terlihat tua. Hal tersebut sesuai dengan teori Wolf dalam
Pemahaman seperti itu pada akhirnya telah menjadi mitos yang dipahami oleh
kecantikan ideal menjadi sangat ketat. Naomi Wolf dalam bukunya menegaskan
bahwa wajah perempuan yang lebih tua hampir tidak pernah ditampilkan di
majalah dan jika mereka ditampilkan, mereka telah direkayasa sedemikian rupa
produk tersebut lebih dikenal dengan istilah produk kosmetik. Alasan utama
tingginya tingkat pemakaian kosmetik bagi perempuan tidak lain yaitu agar
dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk
melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak
1976).
2
Penggunaan kosmetik juga digambarkan oleh pengarang melalui tokoh
perempuan dalam cerpen Barbitch. Tokoh tersebut bernama Vega. Vega adalah
katanya. cukup dengan make-up atau produk kosmetik, Mentari akan terlihat
cantik dan menawan. Tidak hanya itu, Vega menegaskan bahwa ia tak tidak bisa
hidup tanpa Baby Brown (salah satu merek produk kosmetik) dan bulu matanya
membelanjakan uangnya demi produk kosmetik yang tentu tidak murah dan
Vega tidak menyadari hal tersebut karena merasa kecantikan yang ia kejar adalah
sesuatu yang pasti dan tak perlu dipertanyakan kebenarannya. Ketakutan dan rasa
cemasnyalah yang membentuk pemahaman tersebut. Seolah-olah tanpa
sebagai media dalam mengontrol perempuan (Wolf, 2004: 27). Kemudian hal
produk tata rias dengan aneka kelebihan. Perempuan yang ingin melentikkan bulu
mata bisa menggunakan mascara dan pipi merona dengan blush on. Ditambah
dengan produk perawatan yang menjanjikan wajah putih, mulus dan bebas
dipuja lawan jenis. Tanpa disadari, perempuan dijadikan sasaran untuk mendapat
2012:28). Tokoh Vega yang ditampilkan dalam cerpen ini telah membuktikan
membuat Vega menjadi tidak jujur dengan dirinya sendiri. Ironisnya, Vega tidak
menyadari hal tersebut dan terus menggantungkan citra cantiknya kepada industri
kosmetik. Apa yang dilakoni Vega seakan menjadi cermin yang merefleksikan
kisah nyata perempuan yang menganggap bahwa tubuh, kosmetik, dan kecantikan
merupakan tiga hal yang saling berkaitan erat membentuk satu kesatuan
2
representasi akan kesempurnaan. Seperti yang dikemukakan oleh Adlin &
Kurniasih bahwa keterpaduan antara tubuh dan kosmetik yang dilekatkan kepada
tentang konsep kecantikan juga dialami oleh Mentari dalam Cerpen Lipstik Merah
ibunya. Seperti anak kecil pada umumnya, Mentari tentu didorong oleh rasa ingin
tahu dan hasrat ingin mencoba segala hal, termasuk menggunakan pemerah bibir.
temannya, Mey. Mereka bermain dengan lipstik tersebut, mematut diri dengan
centil di depan cermin sambil mengenakan baju pesta milik mereka. Mentari kecil
tentu sangat senang. Menurutnya, apa yang ia lakukan bukanlah kesalahan. Dalam
hal ini, menggunakan pemerah bibir ibunya agar terlihat cantik bukanlah sesuatu
mungkin pikirnya.
Tindakan Mentari yang mengambil diam-diam lisptik ibunya tentu didasari
oleh keinginan untuk tampil cantik. Mentari yang masih kecil nampaknya paham
betul bahwa bibir yang merona adalah simbol dari kecantikan perempuan. Dengan
Apa yang dilakukan Mentari tentu tergolong berani untuk ukuran anak kecil. Ia
dibandingkan dengan sensasi dari perasaan cantik yang akan ia rasakan saat
dosa. Melalui pengisahan tersebut, pembaca tentu bisa merasakan betapa mitos
melawan.
Biasanya, seorang anak perempuan akan belajar tentang batasan norma-norma dan
dirinya. Mentari yang menganggap bahwa dengan lipstik, ia akan terlihat cantik
tentu dipengaruhi oleh ibunya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal
2
Perbincangan Mentari dan ibunya dalam penggalan dialog tersebut telah
ibunya. seorang anak adalah peniru yang baik. Berbekal rasa ingin tahu, Mentari
disimpan rapi oleh ibunya di dalam tas kosmetik. Kebanyakan orang tua mungkin
kelak. Tidak ada salahnya ia belajar dari kecil bagaimana menggunakan lipstik.
Pemahaman orang tua seperti inilah yang menjadi bagian dari cara penyebaran
diri dalam upaya pemenuhan konsep kecantikan yang ada dalam sistem budaya
dimana perempuan itu berada. Hal ini juga dilakukan agar perempuan dapat
kebetulan setelah laki-laki dan dirinya harus dapat menyenangkan hati suami agar
medis. Tuntutan akan kesiapan dalam menyelesaikan masalah umat manusia dari
dapat dibuktikan melalui acara televisi saat ini. Berbagai macam produk kosmetik
untuk membuat kulit wajah putih dan segar. Hal ini menunjukkan bahwa
paket kecantikan telah ditawarkan oleh dunia medis hari ini, dari yang hanya
bersifat refitalisasi atau merawat, hingga yang bersifat konstruktif atau mengubah
Operasi plastik bukanlah hal yang tabuh hari ini. Kita telah banyak melihat
dan mendengar bahwa perempuan baik dari kalangan ibu rumah tangga hingga
kalangan selebritis banyak yang melakukan operasi bedah plastik. Tujuannya pun
mengarah pada satu tujuan yaitu menjadi cantik. Berdasarkan penelitian Naomi
2
menyatakan bahwa mereka lebih suka jika berhasil menurunkan berat badan
Kegiatan operasi plastik dan sedot lemak yang banyak dilakukan oleh
perempuan modern hari ini juga teraktualisasi melalui cerpen Barbitch. Berikut ini
penggalan narasinya :
Rasa sakit dan kecemasan itu menjadi bahan baku utama yang diusung
prinsip mitos kecantikan (Wolf, 2004: 457). Mengacu pada teori mitos kecantikan
tergambar melalui kutipan dialog tersebut yaitu adanya anggapan Mentari bahwa
terlihat mancung walau tanpa operasi. Ketidaksetujuan Vega atas ide Mentari
telah membuktikan bahwa anggapan Mentari yang merasa bahwa cantik dengan
Anggapan tersebut muncul karena suara dominan dari mayoritas perempuan yang
menempuh jalan operasi plastik demi mengubah bagian dari dirinya agar lebih
Mentari. Vega adalah salah satu perempuan yang menyangkal mitos tersebut.
Sehingga, cantik dengan jalan operasi seperti yang diyakini Mentari bukanlah
untuk memenuhi tuntutan laki-laki. Rasa sakit dan pengeluaran dalam bentuk
finansial harus dijalani oleh perempuan. Untuk mencapai “cantik” menurut batas-
batas ukuran budaya konvensional, mau tidak mau Mentari harus merelakan
nasibnya di tangan dokter ahli bedah dengan bayaran yang tidak sedikit. Rasa
sakit dan kecemasan itu menjadi bahan baku utama yang diusung prinsip mitos
atas ranjang operasi, merelakan wajahnya dipermak oleh dokter bedah. Menurut
Mentari, segala hal butuh pengorbanan untuk diraih, begitu pula kecantikan.
ditawarkan oleh dokter ahli bedah kosmetik. Karena biaya yang tidak murah,
Mentari pada akhirnya menghalalkan segala cara demi berbaring di atas ranjang
2
Industri bedah kosmetik menjadi semakin luas karena adanya proses
manipulasi atas gagasan tentang kesehatan dan kesakitan. Perempuan telah sekian
lama didefinisikan sebagai sosok yang sakit. Anggapan ini menjadi alat untuk
perempuan dianggap sebagai lelaki yang salah arah, lemah, dan tidak sempurna.
Seolah perempuan adalah rasa sakit yang terus berlangsung. Kebohongan vital
Hal ini nampaknya juga berlaku pada tokoh utama dalam dua cerpen yang
menaikkan harga dirinya sebagai perempuan yaitu dengan menjadi lebih cantik.
hingga ia merelakan dirinya menahan rasa sakit. Selama konsekuensi dari rasa
sakit tersebut adalah menjadi cantik, Mentari akan merelakan pisau bedah
makhluk yang “sakit” dan mereka akan menjadi pasien yang terus memberikan
Selanjutnya, pada bagian ini penulis akan memaparkan pengaruh mitos kecantikan
terhadap tokoh utama dan dampak dari kesalahpahaman tokoh utama dalam
memaknai kecantikan.
terdapat beberapa pengaruh mitos kecantikan terhadap tokoh utama dalam Cerpen
Barbitch dan Lipstik Merah Tua. Pengaruh mitos kecantikan tersebut antara lain :
cantik dengan jalan operasi plastik adalah hal yang baik. Berikut ini
pemaparannya :
sebagai tingkah laku yang membedakan perlakuan terhadap sesama warga negara
berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan jenis kelamin.
diskriminasi yang dialami oleh tokoh utama didasari oleh perbedaan golongan
yang mengotakkan perempuan dalam dua kubu: golongan perempuan cantik dan
2
golongan perempuan tidak cantik. stereotipe yang dilekatkan tersebut telah
pembedaan status berdasarkan rupa fisik tersebut tidak jarang berujung pada
perasaan cemas, rendah diri, serta obsesi yang berlebihan. Hal inilah yang terjadi
Mentari. Patron cantik yang ada telah memaksanya untuk tampil sebagai
mengubah pandangan dan tujuan hidup. Tekanan yang dirasakan Mentari akibat
“... Aku tidak pernah lupa betapa buruk rasanya saat itu. Menjadi
sosok perempuan berkacamata yang hanya bisa duduk diam di pojokan
kelas. Tidak punya teman dan selalu merasa tidak menarik. Terabaikan
dan selalu merasa ketakutan...” (Barbitch, hal. 41)
Terasa benar nasib yang dialami Mentari lewat penggalan narasi tersebut.
Patron cantik yang berlaku telah mengubahnya menjadi sosok yang terabaikan
dan selalu merasa ketakutan. Mentari hanya bisa duduk diam dan meratapi nasib.
penegasan dalam cerpen berikutnya, Lipstik Merah Tua. Dalam cerpen Lipstik
diskriminasi yang dialami tokoh utama. Penulis berasumsi bahwa pengarang ingin
Barbitch. Diskriminasi yang dialami tokoh Mentari dalam cerpen Lipstik Merah
yang dialami tokoh Mentari dalam cerpen Lipstik Merah Tua telah mengalami
mungkin anak sekolah dasar yang selalu identik dengan sosok innocence atau
polos tiba-tiba melakukan tindakan yang di luar nalar anak SD? Namun,
2
modus kejahatan semisal kasus pembunuhan, pemerkosaan, penyalahgunaan
narkoba.
Kenyataan tersebut memang tidak terjadi dalam cerpen Barbitch dan Lipstik
Merah Tua. Namun, melihat kenyataan bahwa aksi kriminal seringkali dilakoni
yang dilakukan yang dilakukan Stella, Bob, dan Andre terjadi juga dalam dunia
nyata. Mentari sebagai sosok yang tertindas boleh jadi mewakili perasaan anak-
Dasar juga dapat menjadi indikator bahwa praktik diskriminasi telah terjadi di
sekolah. Istilah bully berasal dari bahasa Inggris yang berarti penganiayaan atau
orang yang suka mengganggu orang yang lemah. Para anak usia sekolah telah
akrab dengan istilah ini. Selain itu, hal yang dapat disimpulkan melalui kutipan
tersebut yaitu tindakan diskriminasi terhadap Mentari tidak hanya dilakukan oleh
jenis kelamin perempuan. Sehingga, penulis berasumsi bahwa tokoh Stella adalah
seorang perempuan yang menjadi salah satu agen penindas tokoh utama.
pengaruh buruk bagi psikologis Mentari. Menurutnya, andai saja ia cantik, Stella
tidak mungkin memberinya tissue bekas lumuran ingus dan Bob tidak akan tega
memburu kecantikan. Indikator cantik yang ia pahami lewat sosok Barbie telah
untuk tampil cantik selalu terpenuhi. Pada akhirnya, ia menyerah dengan mitos
yang membelenggu.
tampil cantik layaknya Barbie. Menurutnya, kecantikan yang dimiliki oleh boneka
tersebut adalah lambang dari kesempurnaan yang mutlak. Barbie yang memiliki
postur tubuh tinggi, berkulit putih, langsing, hidung mancung, bulu mata yang
lentik, pipi merona dan bibir tipis memang telah menjadi standar kecantikan hari
ini. Setiap perempuan dari berbagai usia tentu akan senang dengan kecantikan
hidupnya yang terlahir tidak seberuntung Barbie. kecantikan seperti Barbie yang
cantik bukanlah hal yang mudah. Kecantikan tidak datang begitu saja melainkan
2
butuh pengorbanan baik itu materi maupun harga diri. Akhirnya, ia berusaha
dengan cara turun ke jalan di tengah malam menanti lelaki kesepian yang mencari
lagi pesoalan harga diri atau semacamnya, baginya, menjadi cantik adalah tujuan
utama dan ia rela mengorbankan harga diri demi meraih mimpinya tersebut.
Obsesi mentari tersebut telah membawanya terpuruk jauh dalam lubang kesesatan.
menjadi Barbitch, singkatan dari Barbie Bitch, sebuah pelesetan yang menurutnya
tol yang mulus dan bebas hambatan adalah jalan yang mampu mengantarkannya
dengan cepat pada obsesi yang selama ini kejar yakni berubah menjadi cantik
layaknya Barbie. Ia pun mencoba segala cara demi mendapat topangan finansial.
Topangan tersebut ia dapatkan dari lelaki hidung belang yang mapan. Kebanyakan
dari mereka adalah lelaki yang telah berumah tangga, namun tidak jarang lelaki
dari donatur. Begitulah Mentari dan kawan-kawannya menjuluki para lelaki yang
dengan baik menawarkan tumpangan bagi mereka agar sampai ke tujuan, menjadi
dijadikan bahan pelampiasan para lelaki hidung belang. Mentari tidak peduli lagi
dengan norma atau pun pandangan orang lain terhadapnya. Baginya, asal dapat
Setiap orang memiliki idealisme dan mimpi masing-masing, begitu pula dengan
pada bagian hidung agar lebih mancung. Watak mentari yang keras dan tak pernah
2
“...biarin aja Ve, Mentari emang gitu Anaknya. Nggak pernah puas.
Padahal kalau dipikir-pikir liat aja nih doi sekarang. Rumah ada,
mobil ada, kerjaan oke...” (Barbitch, hal. 40)
obsesi. Setelah meraih obsesinya tersebut, Mentari ternyata belum puas dengan
akhirnya menjalani operasi plastik. Menurutnya operasi plastik adalah jalan untuk
untuk menyerah pada rasa sakit dengan mendengar suara dari figur-figur yang
memiliki otoritas dan mengatakan pada mereka bahwa apa yang dirasakan ini
bukanlah rasa sakit (Wolf, 2004: 433). Kondisi demikian membuat mereka benar-
benar yakin bahwa apa yang terjadi bukanlah sebuah kesalahan yang berarti. Itu
hanyalah situasi yang mengajarkan mereka tentang rasa sabar menghadapi sedikit
ketidaknyamanan untuk mencapai apa yang budaya inginkan, dan pada akhirnya
menghadapi rasa sakit yang dialami ketika mereka melakukan bedah kosmetik,
2012).
Obsesi untuk selalu ingin cantik mendorong Mentari merelakan tubuhnya
terbaring di atas meja operasi plastik serta membiarkan para dokter berkreasi atas
kekerasan hak asasi terhadap tubuhnya sendiri. Mengutip tulisan Naomi Wolf,
penampilan mereka. Perempuan akan disalahkan oleh siapa saja yang merasa
perlu untuk menyalahkan mereka. Perempuan “cantik” tidak menang di atas mitos
kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Peserta didik diajak untuk
langsung. Kompetensi proses kreatif sastra mengajarkan perserta didik untuk mau
dan mampu menulis karya sastra seperti puisi, cerpen, novel dan drama.
2
Sementara itu, kompetensi kritik sastra mengajak peserta didik untuk memahami
dan menilai karya sastra. Peserta didik tidak hanya diajarkan untuk mencari
kelemahan suatu karya sastra, tetapi juga diajarkan untuk mencari keunggulannya
seperti ini akan membiasakan peserta didik untuk berpikir kritis, terbuka dan
bersikap jujur.
Kompetensi (SK) mengungkapkan pendapat dalam bentuk kritik dan esai. SK ini
prinsip penulisan kritik dan esai untuk mengomentari karya sastra. Kompetensi
dasar kedua inilah peserta didik dilatih untuk menulis kritik dan esai sastra untuk
bukti bahwa pemerintah, dalam hal ini dinas pendidikan masih peduli terhadap
bahasa Indonesia, materi, bahan ajar penunjang, sampai metode serta cara
memecahkan masalah tersebut, namun masalah pun tak kunjung habis. Skripsi
ini ditulis dengan harapan dapat ikut memberikan sumbangan pemikiran untuk
mengurai dan menjawab salah satu masalah yang berhubungan dengan kurikulum,
materi, dan metode dalam pembelajaran sastra, yaitu dengan menggagas
akhir ini, diharapkan tidak terlepas dari isu gender mainstreaming, seperti
Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam ranah pembelajaran, termasuk
2
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
mitos kecantikan yang tergambar dalam cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua
Naomi Wolf, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa aspek yang menjadi
jalan masuk bagi mitos kecantikan. Aspek tersebut dijelaskan melalui poin-poin
penjabaran berikut :
penulis juga meneliti tentang pengaruh mitos kecantikan terhadap tokoh utama.
5.2 Saran
membela dan mematahkan persepsi yang cacat yang selama ini dianut oleh
kecantikan yang dipahami selama ini bukanlah kodrat melainkan bentukan budaya
Olehnya itu, perempuan diharapkan mampu menampilkan diri sebagai sosok yang
bebas paripurna tanpa terikat pada hal-hal apapun, semisal kosmetik dan bedah
plastik.
Penelitian ini tentu saja perlu diikuti penelitian-penelitian lain yang sejenis
agar dapat memperkaya variasi temuan yang lebih bermanfaat. Penulis menyadari
sepenuhnya di dalam penelitian ini banyak hal yang masih kurang yang penulis
tidak sadari. Penulis berharap agar kekurangan tersebut dapat diteliti dan
2
DAFTAR KUTIPAN
“Barbie Bitch
Bukan berarti aku tidak suka boneka Barbie. Boneka tersebut
memiliki kecantikan yang sangat mengagumkan. Membuat banyak
hati tergugah untuk memuja dan memiliki paras sepertinya. Mungkin
saja aku iri dengan mutlaknya kesempurnaan yang dimilikinya. Sama
seperti wanita lainnya.” (Barbitch, hal.38)
2
‘Ibuku sangat cantik. Aku selalu memperhatikan dirinya saat sedang
bersolek. Ia selalu mengenakan lipstik merah muda sebagai polesan
akhir di bibir tipisnya.
‘kenapa mama pakai warna itu?’ tanyaku pada suatu kali.
‘Mama kurang suka dan nggak cocok pakai warnah merah tua, Mama
kelihatan lebih tua.’ jawab mama” (LMT, hal.58)
“Aku tidak pernah lupa berapa buruk rasanya saat itu. Menjadi
sosok perempuan berkacamata yang hanya bisa duduk diam di pojokan
kelas. Tidak punya teman dan selalu merasa tidak menarik. Terabaikan
dan selalu merasa ketakutan. Rasanya sangat canggung saat harus
berjalan melewati gerombolan anak lain yang sedang asik-asik
berkumpul, seru bercengkrama satu sama lain., dan mampu tertawa
keras-keras tanpa beban. Rasanya begitu tak berdaya saat harus
merelakan kegugupan ini menjadi bahan lelucon yang lucu bagi
mereka. Bertahun-tahun kulakukan berbagai cara agar dapat seperti
mereka. Atau setidaknya agar dapat menjadi bagian dari mereka.
Hingga kini semuanya telah banyak berubah.” (Barbitch, hal. 41)
2
“Sayangnya kami tidak terlahir dengan nasib seberuntung Barbie.
wajah cantiknya, tubuhnya yang indah, Kekasihnya juga bukan pria
sembarangan, Ken yang tampan. Dengan kesempurnaannya, Barbie
dapat menanggapi mimpi dengan mudah, semulus dan selancar
kendaraan yang melintas di jalan tol. Bebas dari hambatan. Sementara
kebanyakan wanita lain harus bermacet-macetan lewat jalan raya. Jadi
manakah jalan yang harus kami pilih, jalan tol atau jalan raya?”
(Barbitch, hal. 39)
“...biarin aja Ve, Mentari emang gitu Anaknya. Nggak pernah puas.
Padahal kalau dipikir-pikir liat aja nih doi sekarang. Rumah ada,
mobil ada, kerjaan oke...” (Barbitch, hal. 40)
Cerpen Barbitch dan Lipstik Merah Tua adalah dua cerpen karya Sagita
Suryoputri yang mengisahkan tentang kehidupan satu tokoh utama dari latar dan
konflik yang berbeda. Tokoh utama dalam dua cerpen tersebut bernama Mentari.
Tokoh Mentari dalam Barbitch digambarkan memiliki perasaan iri terhadap sosok
boneka Barbie yang cantik jelita dengan kulit putih, hidung mancung, mata biru,
dan bulu mata yang lentik. Mentari merasa bahwa cantik yang direpresentasikan
melalui tokoh Barbie merupakan standar perempuan ideal yang begitu diidam-
Mentari sadar betul bahwa perlu biaya yang tidak murah untuk menjelma
dari sekadar itik buruk rupa menjadi Barbie yang cantik jelita. Menyadari akan
ketidakmampuan dirinya dari segi finansial, Mentari akhirnya mencari jalan pintas
untuk memantaskan dirinya disebut cantik. Ia turun ke jalan di tengah malam dan
menanti lelaki kesepian yang hendak mencari teman perempuan untuk diajak
bersenang-senang.
konstruksi mitos kecantikan, selalu ada saja bagian tubuh yang dianggap tidak
memutuskan berbaring di atas ranjang operasi dan rela membiarkan pisau bedah
menggores wajahnya.
2
Cerpen kedua berjudul Lipstik Merah Tua. Cerpen ini menceritakan
kehidupan Mentari dalam latar dan konflik yang berbeda. Lipstik Merah Tua
memiliki sesuatu yang menarik dalam dirinya harus merasakan ketidakadilan atas
dan rambut dikuncir sangat tidak memenuhi kriteria cantik. Berbeda jauh dengan
nasib temannya Mey Mey yang memiliki kulit putih bersih dan mata sipit khas
banyak teman. Ada rasa iri yang dirasakan Mentari terhadap sahabatnya, Mey.
ia aktif dalam kegiatan organisasi, menjadi ketua dance dan ketua cheerleaders.
Sagita dan timnya sering menjuarai berbagai kompetisi baik dalam kategori SMA
maupun umum. Ia juga pernah beberapa kali menjuarai lomba fashion show,
lomba mading, dan menjadi freelance model. Begitu lulus sekolah, sagita bekerja
sebagai pramugari udara selama lima tahun. Ia pernah bekerja di dunia maskapai
membuka usaha kedai bir dan pasta bernama “beergasm” yang terletak di
bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Usaha tersebut masih berjalan dengan baik
hingga kini. Pada waktu luang, Sagita kembali menekuni hobinya sedari kecil,
yaitu membaca dan menulis. Barbitch merupakan buku kumpulan cerpen pertama