SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memeroleh
gelar sarjana sastra pada Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
OLEH:
AGUS SARDIANSA
F111 12 251
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah rahmat dan karunia-Nya hingga peneliti dapat merampungkan tugas akhir
merupakan hasil telaah peneliti secara mandiri dengan bimbingan dari kedua
dosen pembimbing, yakni Dr. Inriati Lewa, M.Hum dan Dra. St. Nursa‟adah,
M.Hum.
Peneliti sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan rampung tanpa
bantuan, motivasi, bimbingan, dan dukungan moril maupun materil dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati peneliti mengucapkan terima
kasih yang setulusnya kepada berbagai pihak yang telah membantu, memotivasi,
Hasanuddin.
Universitas Hasanuddin.
i
S. E, selaku pegawai administrasi Departemen Sastra Indonesia yang turut
4. Dr. Inriati Lewa, M. Hum dan Dra. St. Nursa‟adah, M. Hum. Selaku
penelitiannya.
5. Kedua orang tua peneliti, Ibu yang paling tulus merawat, membesarkan,
setinggi-tingginya.
9. Berbagai pihak yang tidak bisa peneliti tuliskan satu-persatu, terima kasih.
Peneliti sangat menyadarai bahwa masih juga terdapat banyak kekurangan dan
kekeliruan dalam mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan
ii
masukan baik itu saran maupun kritik yang membangun agar dapat memperbaiki
Akhir kata, peneliti berharap karya ini dapat menjadi sumbangan nyata bagi
dunia pendidikan khususnya bidang ilmu sastra. Meski hanya sedikit, namun
Agus Sardiansa
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................. ........................................................... vi
iv
1. Deskripsi Perkembangan Kejiwaan Tokoh Margio .............................................. 36
a. Konflik Margio dengan Dirinya Sendiri ......................................................... 40
b. Konflik Margio dengan Komar ....................................................................... 41
c. Konflik Margio dengan Nuraeni ..................................................................... 43
d. Konflik Margio dengan Tokoh Lain ............................................................... 44
e. Respon Margio Menghadapi Konflik dengan Dirinya Sendiri ....................... 48
f. Respon Margio Menghadapi Konflik dengan Komar ..................................... 49
g. Respon Margio Menghadapi Konflik dengan Nuraeni ................................... 50
h. Respon Margio Menghadapi Konflik dengan Tokoh Lain ............................. 53
2. Deskripsi Perkembangan Kejiwaan Tokoh Nuraeni ............................................. 57
a. Konflik Nuraeni dengan Dirinya Sendiri ........................................................ 64
b. Konflik Nuraeni dengan Komar ...................................................................... 65
c. Konflik Nuraeni dengan Tokoh Lain .............................................................. 67
d. Respon Nuraeni Menghadapi Konflik dengan Dirinya Sendiri ...................... 69
e. Respon Nuraeni Menghadapi Konflik dengan Komar .................................... 71
f. Respon Nuraeni Menghadapi Konflik dengan Tokoh Lain ............................ 74
3. Deskripsi Perkembangan Kejiwaan Tokoh Komar ............................................... 78
a. Konflik Komar dengan Dirinya Sendiri .......................................................... 84
b. Konflik Komar dengan Margio ....................................................................... 85
c. Konflik Komar dengan Nuraeni ...................................................................... 86
d. Respon Komar Menghadapi Konflik dengan Dirinya Sendiri ........................ 88
e. Respon Komar Menghadapi Konflik dengan Margio ..................................... 91
f. Respon Komar Menghadapi Konflik dengan Nuraeni.................................... 94
A. Simpulan ..................................................................................................................... 98
B. Saran ......................................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
ABSTRAK
Kata kunci: tokoh, konflik, perkembangan kejiwaaan, id, ego, dan superego
vi
ABSTRACT
AGUS SARDIANSA. The Psychological Development of Character in Novel
Man Tiger by Eka Kurniawan: A Literary Psychology Review. (guided by Inriati
Lewa and Siti Nursa'adah).
This research aims to reveal the psychological development of
characters in the novel Man Tiger by Eka Kurniawan. The figures referred by the
researcher are intersect each other in the story, namely Margio, Nuraeni, and
Komar bin Syueb (Komar). They are important characters in moving the story and
the main conflict. The characters touch each other in a vortex of conflict depicted
through acts of physical, psychological, and sexual violence. This study uses the
theory of Literary Psychology (psychoanalysis by Sigmund Freud) as a tool to
analyze the psychological development of the subjects. The method used in this
research is qualitative method. Based on research conducted, it was found that
Nuraeni, and Komar have the structure of personality (id, ego, and superego) as
the development, the balance of personality structure is changing in the face of
conflict they experienced. Imbalance of personality structure then determines the
response or actions taken by each figures.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
cerita berbentuk prosa (teks naratif). Peneliti memilih novel, karena sudah dikenal
luas oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan dari segi kompleksitas unsur-
lebih rinci, lebih detil, lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih
kompleks.
peneliti memperoleh banyak data. Selain itu, jika dibandingkan dengan karya
sastra lainnya seperti puisi dan drama, novel lebih kompleks dari segi struktur
pembangunnya (unsur instrinsik). Lalu jika dibandingkan dengan cerita lain yang
juga berbentuk prosa seperti cerpen dan novelet, novel lebih panjang dan
Novel yang dipilih peneliti sebagai objek penelitian adalah novel Lelaki
Harimau (LH) peneliti melihat sifat manusia yang disajikan tanpa bertumpu pada
sisi baik dan buruk saja. Akan tetapi, kedua sisi tersebut sekaligus menyatu dalam
1
diri manusia dan memberikan berbagai macam kemungkinan kepada manusia
dalam memilih nilai dan perilaku yang pantas diterapkan. Bagi peneliti, novel LH
adalah karya sastra yang tidak hanya bercerita, akan tetapi mampu berteori lewat
para tokoh dan persoalan-persoalan kejiwaan yang ada dalam karya tersebut.
untuk diulas secara menyeluruh melalui gejala-gejala kejiwaan tokoh yang timbul
jiwanya. Tokoh pertama adalah tokoh Margio. Margio adalah aditokoh atau tokoh
utama dalam novel LH. Secara keseluruhan cerita berputar dalam lingkup
santun dan rajin bekerja. Margio lebih suka menyibukkan dirinya bekerja daripada
sebayanya.
pemurung. Sejak kecil Margio mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga
yang dilakukan oleh Komar (ayah Margio). Tindak kekerasan tersebut juga
dialami oleh Nuraeni (ibu Margio) dan Mameh (adik Margio). Tindak kekerasan
2
ini yang kemudian tertanam dalam alam bawah sadar Margio yang ia bawa
Tokoh kedua adalah tokoh Nuraeni (ibu Margio dan istri Komar). Nuraeni
juga mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga yang diperbuat oleh Komar
dirinya tidak bersedia. Nuraeni sering mendapat kekerasan fisik seperti dipukul,
menjadi pribadi yang pendiam dan jarang bergaul dengan lingkungan sekitarnya.
berbicara pada kompor dan panci, menanam tanaman tapi tak merawatnya dengan
baik hingga menjadi belukar lebat. Kondisi kejiwaan Nuraeni pun yang
bin Syueb atau Komar (ayah Margio dan suami Nuraeni). Komar memiliki pribadi
yang keras dan tidak segan menggunakan kekerasan fisik untuk menghadapi anak
yang baik dan santun. Akan tetapi, menjelang pernikahannya Komar berubah
Nuraeni, Komar sering menyakiti Nuraeni dan juga anak-anaknya. Komar mulai
dengan Anwar Sadat) dan ketika usianya semakin tua. Margio telah menjadi
3
pemuda dewasa dan Komar menjaga jarak dengan Margio sebab tahu anaknya itu
yang dulu ia tebus dengan selalu bersikap baik di dalam rumah dan lebih banyak
diam.
Fenomena Margio, Nuraeni, dan Komar sangat menarik jika diarahkan pada
penelitian psikologi sastra. Faktor kejiwaan merupakan salah satu faktor yang
Berangkat dari latar belakang ini peneliti kemudian tertarik untuk meneliti
perkembangan kejiwaan tokoh (Margio, Nuraeni, dan Komar) dalam novel LH.
Harimau karya Eka kurniawan yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama
B. Identifikasi Masalah
masalah timbul dari persoalan-persoalan yang tak habis dialami sang tokoh utama
4
2. Ketidakadilan gender dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan.
3. Kondisi kejiwaan tokoh (Margio, Nuraeni dan Komar) dalam novel Lelaki
C. Batasan Masalah
penelitian ini. Hal ini penting dilakukan agar penelitian ini dapat terarah dan tidak
menimbulkan kerancuan.
(Margio, Nuraeni, dan Komar) dalam novel Lelaki Harimau karya Eka
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk mencapai hasil dari rumusan masalah ialah
5
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bagi peneliti sendiri sangat diharapkan berhasil dan dapat
mencapai tujuan penelitian dengan optimal. Selain itu, peneliti juga berharap agar
dan masyarakat umum. Adapun manfaat penelitian ini secara teoretis dan praktis
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
gambaran tentang penelitian yang akan dilakukan nantinya. Oleh karena itu,
yang dimaksud ialah penelitian yang memiliki relevansi atau keterkaitan dengan
penelitian ini.
Utama pada Novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara Melalui Pendekatan
tokoh Gambir menggunakan struktur kepribadian Sigmund Freud yakni id, ego
dan superego. Penelitian ini juga membahas tentang kepribadian tokoh dalam
Penelitian lain adalah penelitian yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama
Sastra” ditulis Muhandas Gandi (2014). Penelitian ini dianggap relevan karena
persamaan teori yang digunakan yaitu psikologi sastra. Penelitian ini juga
mengungkap bahwa konflik batin tokoh dalam diri tiap individu (pribadi tokoh)
Mannannungang (2001) yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel
7
Pertemuan Dua Hati karya NH Dini: Suatu Tinjauan Psikologis”. Analisis ini
membahas tentang konflik batin Bu Suci sebagai tokoh utama. Bu Suci adalah
seorang guru yang selalu berjuang untuk kemajuan murid-muridnya, baik dari
segi pendidikan ataupun dari segi kepribadian. Relevansi penelitian ini juga
dalam Novel Supernova Edisi Petir karya Dewi Lestari: Pendekatan Psikologi
timbul karena beberapa faktor pada individu yakni faktor internal dan eksternal.
Faktor internal dan eksternal memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan
sesuatu. Relevansi pada penelitian ini juga dilihat dari segi pendekatan psikologi
Penelitian lainnya adalah “Karakter Tokoh dalam Novel Olenka karya Budi
Darma Melalui Pendekatan Psikologi Sastra” yang ditulis oleh Hilal (1996).
dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Keterkaitan yang lain adalah tentang
Utama dalam Novel Stasiun karya Putu Wijaya: Suatu Tinjauan Psikologi”.
utama dalam novel tersebut. Konflik batin ini berupa goncangan jiwa akibat
perseteruan dalam diri tokoh utama (roh) dalam perwujudan sebagai lelaki tua
8
dengan takdir dan lingkungan yang telah dikodratkan padanya di zaman orde
baru. Artinya, konflik batin tokoh utama dalam novel ini disebabkan oleh tokoh
utama tidak bisa menerima kenyataan dan kondisi lingkungan tokoh utama
berada.
Penelitian yang ditulis oleh Mega Surya Gemilang (2016) yang berjudul
“Psikologis Tokoh Margio dalam Novel Lelaki Harimau Karya Eka Kurniawan”
kehidupannya. Id, ego, dan superego tokoh Margio pada akhirnya saling
dialaminya. Melalui konflik kejiwaan yang dialami oleh Tokoh Margio tersebut,
dilakukan oleh Margio ditunjukkan dengan tiga cara, yaitu represi, sublimasi, dan
subtitusi.
kesamaan dengan penelitian ini dari segi objek dan teorinya. Akan tetapi,
penelitian ini sangat berbeda. Jika penelitian Mega Surya Gemilang merujuk pada
satu tokoh saja yakni tokoh utama (Margio). Penelitian yang peneliti lakukan
merujuk kepada tiga tokoh yang dalam cerita termasuk tokoh utama. Oleh karena
9
Melalui sejumlah penelitian di atas dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian
tersebut lebih menekankan pada persoalan kondisi kejiwaan yang dialami oleh
penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan terhadap novel LH
karya Eka Kurniawan. Adapun keterkaitan lainnya dapat dilihat dari pendekatan
penelitian yang membahas tuntas kejiwaan beberapa tokoh dalam sebuah novel.
Oleh karena itu, penelitian terhadap novel LH tidak hanya berbeda objek kajian
dengan penelitian yang disebutkan di atas atau penelitian lainnya. Akan tetapi,
seputar psikologi sastra sebelumnya dengan lingkup kajian yang lebih mendalam.
B. Landasan Teori
Menurut Wiyatmi (2011:14) kata sastra mengacu kepada dua pengertian, yaitu
sebagai karya sastra dan sebagai ilmu sastra, yang merupakan salah satu cabang
merupakan hasil karya seni yang diciptakan pengarang atau pun kelompok
luas dan dalam perkembangannya sastra sebagai ilmu dapat bersinergi dengan
10
cabang ilmu lain di luarnya. Dalam penelitian ini sastra bersinergi dengan
psikologi.
Psikologi berasal dari kata Yunani Psyche, yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan
perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme dianggap tidak
muncul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau
rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Dalam hal ini perilaku atau
mengenainya.
Dengan demikian, dapat ditemukan suatu hubungan integral antara sastra dan
interdisipliner antara ilmu sastra dengan ilmu psikologi. Psikologi sastra tidak
11
bertujuan memecahkan masalah-masalah psikologi praktis. Akan tetapi,
Menurut Ratna (2004:343) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami
fiksional dalam karya sastra, dan (c) memahami unusr-unsur kejiwaan pembaca.
penelitian proses kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan. Studi ini berhubungan
pula dengan studi proses kreatif. Ketiga, penelitian hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra. Studi diarahkan pada teori-teori psikologi, misalnya
sastra terhadap pembaca dalam kaitannya dengan psikologi atau disebut psikologi
Seperti yang dijelaskan oleh Ratna juga Wellek dan Warren di atas, dapat
dituliskan bahwa model dalam psikologi sastra meliputi pengarang, proses kreatif,
karya sastra, dan pembaca. Dengan demikian, psikologi sastra dapat dikatakan
memiliki tiga gejala yang dapat ditelaah yakni pengarang, karya sastra, dan
pembaca. Fokus kajian psikologi sastra dalam penelitian ini dimaksudkan pada
gejala kedua, yakni berfokus pada teks karya sastra yang mengemukakan analisis
12
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang masalah, bahwa
tokoh melalui teks-teks dalam karya sastra. Oleh karena itu, objek penelitian perlu
LH.
1. Psikoanalisis
humanistik. Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sejak tahun 1900-
fungsi dan perilaku manusia. Psikoanalisis juga dikatakan sebagai suatu ilmu
merupakan bagian dari psikologi yang dibuat untuk psikologi manusia selama
ini (Brenner dalam Minderop, 2016:11). Teori psikologi yang paling banyak
diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan dalam analisis
karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud (Ratna, 2004:62 dan
344).
13
Psikoanalisis menghadirkan manusia sebagai bentukan naluri-naluri dan
adalah konflik yang timbul dari pergumulan antara id, ego, dan superego.
ketaksadaran atau tak sadar. Freud juga merupakan ahli yang mengutamakan
2. Tingkat Kesadaran
semua hal yang dapat dicermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya
sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan dan
merupakan hasil proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-
14
eksternal. Isi-isi kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di
unconscious.
kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious
perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan
pindah ke daerah prasadar. Di sisi lain, isi materi daerah tak sadar dapat
muncul ke daerah prasadar. Kalau sensor sadar menangkap bahaya yang bisa
timbul akibat kemunculan materi tak sadar materi itu akan ditekan kembali ke
ketidaksadaran. Materi tak sadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa
Tak sadar (unconsciouness) adalah apa yang tak terjangkau oleh sadar
(Milner dalam Minderop, 2016:14). Tak sadar merupakan bagian yang paling
dalam dari tingkat kesadaran dan menurut Freud menjadi bagian terpenting
dari jiwa manusia. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang
masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar. Isi
15
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam
bawah sadar. Oleh karena itu, menurut Freud alam bawah sadar merupakan
3. Struktur Kepribadian
ketiga sistem kepribadian yaitu id, ego, dan superego. Freud mengibaratkan id
sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana menteri dan superego sebagai
seorang pendeta yang selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan
sakit atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak
16
ada kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prisnip
“reservoir” energi psikis yang menggerakkan ego dan superego. Energi psikis
di dalam id itu dapat meningkat karena perangsang, baik perangsang dari luar
menyenangkan) yang oleh id tidak dapat dibiarkan; karena itu apabila energi
tidak dapat berprilaku sesukanya sebab terbentur oleh realitas dan harus
mengikuti peraturan yang telah diterapkan oleh kedua orang tua dan
keinginan yang kuat dari suatu realitas, terbentuklah struktur kepribadian yang
kedua yang disebut ego. Ego (das ich) merupakan sistem kepribadian yang
bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan
17
mempertimbangkan apakah ia dapat memuasakan diri tanpa mengakibatkan
kesulitan atau penderitaan bagi dirinya sendiri. Ego berada di antara alam
sadara dan alam bawah sadar. Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental
moralitas karena keduanya tidak mengenal nilai baik dan buruk (Minderop,
2016:22).
Adapun superego (das ueber ich) adalah sistem kepribadian yang berisi
karena itu, superego dapat pula dikatakan sebagai aspek moral kepribadian.
Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatau benar atau salah,
pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat
4. Dinamika Kepribadian
Freud memandang manusia sebagai satu sistem energi yang rumit karena
18
yaitu aktivitas fisik disebut energi fisik dan aktivitas psikis disebut energi
(Conservation of energy) maka energi dapat berpindah dari satu tempat ke lain
yang menjadi media penghubung atau jembatan antara energi fisik dengan
menjelaskan bahwa ada dua macam naluri yang bekerja pada diri seorang
manusia, yaitu eros atau disebut juga sebagai naluri kehidupan (life instinct)
dan thanos atau naluri kematian (death instinct). Naluri kehidupan cenderung
19
orang lain. Kedua naluri tersebut berada di alam bawah sadar dan menjadi
kebutuhan manusia seperti makan, minum, dan seks. Akan tetapi, lingkungan
juga dapat menjadi tempat yang berbahaya dan mengancam manusia sehingga
kemudian memunculkan rasa cemas dan takut. Jika ego merespon ancaman
dunia luar; kedua kecemasan yang lain didasarkan pada kecemasan realistis.
berkembang baik cenderung untuk merasa berdosa apabila dia melakukan atau
20
pertahanan. Apabila kecemasan muncul, akan mendorong orang untuk
kecemasan dengan cara yang rasional, ego akan mengatasi kecemasan dengan
cara yang tidak rasional. Hal itu disebut mekanisme pertahanan ego.
5. Perkembangan Kepribadian
dalam hal ini tidak selalu mengarah pada hal positif, sebab dapat pula menjadi
sumber itu, manusia terpaksa harus belajar cara-cara yang baru untuk
laku seperti tingkah laku orang lain. Pada umumnya, identifikasi ini
21
berlangsung dengan tidak disadari; jarang dilakukan dengan maksud sadar.
Seseorang tidak perlu mengidentifikasikan diri dengan semua hal yang ada
pada orang lain tempat dia mengidentifikasikan diri itu, akan tetapi biasanya
dia hanya memilih hal-hal yang dianggapnya akan menolongnya atau dapat
mereduksi tegangannya.
Objek identifikasi itu tidak hanya terbatas pada manuisa saja, tetapi dalam
kepribadian orang dewasa dapat diganti dengan objek lainnya. Apabila energi
tidak dapat dibagi dalam beberapa bagian, sama halnya tidak akan ada
22
bentuk mekanisme pertahanan ego ialah penekanan atau represi, proyeksi,
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek penelitian.
Apabila dipandang dari segi pelaksanaannya metode sebagai cara kerja pikiran
dalam rangka memahami objek yang diteliti. Metode penelitian dianggap paling
penting dalam menilai kualitas hasil penelitian. Oleh karena itu, keabsahan dan
Harimau karya Eka Kurniawan adalah penelitian sastra yang diarahkan pada
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
sebagai berikut.
3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dan objek penelitian, subjek peneliti
24
4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian
budayanya masing-masing.
ilmu sastra adalah karya, naskah, data penelitian, sebagai data formal adalah kata-
kata, kalimat, dan wacana. Menurut Endraswara (2004:47) ciri penting dalam
penelitian kualitatif dalam kajian sastra, antara lain penelitian dilakukan secara
induktif dan mengutamakan makna. Oleh karena itu, penelitian ini akan disusun
sebagai bahan kajian utama dengan menguraikan hasil penelitian secara deskriptif
B. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Selain itu,
peneliti juga membutuhkan sumber data yang berkaitan dengan objek penelitian
1. Alat Tulis
Alat tulis terdiri atas pulpen, sticky note, dan buku tulis. Alat-alat ini
yang didapatkan dari luar objek kajian yang digunakan sebagai bahan rujukan
25
dalam penelitian. Alat ini berguna dalam mencatat data-data yang telah
diklasifikasikan.
2. Kartu Data
dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian dalam bentuk kutipan-
sekunder.
Hal ini dilakukan agar membantu peneliti dalam memperoleh data yang lengkap
dan akurat, sehingga mampu memberikan gambaran atau informasi terkait dengan
kegiatan penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
sejumlah referensi, seperti buku bacaan artikel, jurnal ilmiah, dan berbagai tulisan
yang mempunyai relevansi dengan objek penelitian maupun masalah yang diteliti.
Selanjutnya, data yang telah terkumpul dalam penelitian ini disebut sebagai
sumber data yang digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data
sekunder:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang menjadi sumber utama sebagai objek
penelitian. Data primer pada penelitian ini adalah novel Lelaki Harimau karya
Eka Kurniawan, terbit tahun 2004 dengan cover baru Agustus 2014 oleh
Gramedia Pustaka Utama. Novel ini memiliki jumlah halaman 190. Objek
26
tersebut dibaca berulang-ulang untuk memperoleh data terkait kondisi dan
kemudian diklasifikasikan.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil untuk menunjang data primer.
Misalnya pendapat atau ulasan berupa tulisan dari pihak lain terkait novel
tersebut. Data sekunder dapat berupa buku, majalah, koran, makalah, artikel,
jurnal, esai, dan lain-lain yang berisiskan teori, analisis, ataupun tanggapan
yang terkait dengan objek dan masalah penelitian. Data sekunder pada tahap
tentang alam bawah sadar yang mempengaruhi jiwa tokoh-tokoh dalam novel LH,
mengenai perasaan sakit hati atas perlakuan orang tua, pengaruh alam bawah
tentang masalah kejiwaan tersebut awalnya ditemukan pada data primer (novel
menarik kesimpulan dari hasil analisis data menggunakan teori tersebut. Adapun
27
1. Tahap identifikasi, yaitu mengumpulkan data yang sesuai dengan masalah
penelitian.
psikologi sastra.
utuh.
dapat dipertanggungjawabkan.
E. Prosedur Penelitian
objek penelitian.
28
3. Membatasi pokok permasalahan dan merumuskan masalah yang dianalisis.
5. Mengumpulkan data primer dan data sekunder yang relevan dengan pokok
permasalahan.
F. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk
digunakan.
1. Perkembangan Kejiwaan
Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “benih
kehidupan” dalam berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan
Indonesia (KBBI, Edisi Kelima tahun 2016) kata jiwa memiliki arti roh
manusia (yang ada di tubuh dan menyebabkan seseorang hidup atau nyawa).
manusia melalui tindakan dan perilaku. Sebab jiwa abstrak, maka hanya dapat
29
seseorang bila ditinjau dari perubahan progresif dan sistematis dalam dirinya.
corak yang sama ataupun corak-corak yang bersamaan dari kepribadian. Lebih
dengan istilah kepribadian yang mantap apa yang oleh orang lain telah disebut
kepribadian yang matang, atau sehat, atau serasi, atau ideal. Semua ini adalah
neurotis atau kepada penarikan diri secara gila dari dunia kenyataan.
baik atau bentuk yang terus meningkat. Akan tetapi, perkembangan tersebut
bertahan dari tegangan-tegangan baik dari dalam maupun dari luar dirinya.
30
2. Tokoh
sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. (Aminuddin, 1987: 79).
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
pelaku cerita yang pada umumnya berwujud manusia tetapi dapat pula
indifvidu fiktif yang merupkan hasil rekaan pengarang yang memiliki watak,
3. Konflik
sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang, menyiratkan adanya aksi dan balasan aksi. Konflik akan terjadi
apabila tidak adanya kesepakatan atau pengaturan secara teratur antara sebuah
keinginan satu dan keinginan yang lain. Konflik juga dapat terjadi jika tidak
adanya kesepakatan antara ego satu dan ego yang lain. Dalam dunia sastra,
isi cerita. Tokoh sebagai pembangun cerita sangat berkaitan erat dengan
konflik, bahkan tanpa adanya konflik yang kuat tidak akan didapatkan
perkembangan kejiwaan tokoh yang kuat pula. Konflik terjadi karena manusia
31
harus memilih. Konflik bisa pula terjadi karena masalah internal seseorang.
(Minderop, 2016:230).
G. Kerangka Pikir
pisau bedah untuk mengungkapkan pengaruh alam bawah sadar yang terdapat
dalam objek penelitian yaitu novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan.
Perkembangan Kejiwaan
Tokoh
Simpulan
32
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Pada Bab ini, dibahas tentang perkembangan kejiwaan tokoh dalam novel
diambil tokoh-tokoh dalam novel LH secara runut mulai dari masa awal selama
rentan waktu kehidupan tokoh-tokoh tersebut. Seperti yang telah dituliskan pada
Bab I, bahwa tokoh-tokoh yang diteliti perkembangan kejiwaannya ada tiga yaitu
seiring konflik-konflik yang dihadapi ketiga tokoh tersebut dan respon atau
tindakan yang diambil oleh ketiga tokoh pun berbeda-beda dalam menghadapi
pelbagai konflik yang mereka alami. Perkembangan kejiwaan yang dialami ketiga
Margio adalah tokoh utama dalam novel LH yang paling banyak diceritakan
santun dan rajin bekerja berubah menjadi naluri perusak yang mengakibatkan
dilandasi oleh tekanan-tekanan dalam dirinya yang telah mendarah daging sejak
33
masa kecil, akibat kekerasan dan kondisi rumah yang tidak nyaman bagi Margio.
berkembang dalam lingkup yang wajar dan selalu berhasil membantu id-nya
meredam kehendak amarah dalam dirinya. Akan tetapi, dendam dari dasar alam
serta dipicu oleh berbagai konflik diluar dari dirinya mengakibatkan Margio tidak
Sama seperti Margio, Nuraeni adalah tokoh yang pada dasarnya memiliki
kepribadian baik sebagai anak yang patuh kepada kedua orang tua dan rajin
ke arah yang buruk sejalan dengan kondisi fisiknya yang juga menurun.
Pelampiasan Nuraeni dengan bersikap aneh (berbicara kepada kompor dan panci)
Nuraeni yang ketika bertemu dengan Anwar Sadat, tidak mampu menahan gejolak
kenikmatan atas sentuhan-sentuhan berahi yang mereka alami. Oleh karena itu,
tokoh Margio dan Nuraeni. Akan tetapi, di akhir hidupnya kejiwaan Komar
34
berkembang dalam lingkup yang positif. Tokoh Komar memiliki sifat dan
Agresi langsung tersebut berupa kekerasan fisik dan mental terhadap tokoh-tokoh
lain yakni Margio dan Nuraeni. Selain agresi secara langsung demi pemuasan
dan mendapat legalitas dari superego-nya yang dari masa mudanya tidak
memperoleh maaf dari tokoh-tokh lain. Komar menjadi sangat baik, yang
Seperti yang telah peneliti ungkapkan pada bab 2 sub-bab teori perkembangan
peneliti pun melihat terjadinya perkembangan kejiwaan dalam diri ketiga tokoh
yang diteliti sebagai bentuk atau cara baru yang digunakan tokoh-tokoh tersebut
dalam menghadapi atau merespon konflik yang mereka alami terlepas dari baik
35
kejiwaan tokoh tersebut menunjukkan adanya gejolak dalam diri ketiga tokoh
hingga memungkinkan tokoh berlaku baik sesuai norma sosial masyarakat atau
sebaliknya, berlaku buruk. Berbagai gejolak inilah yang berusaha peneliti uraikan
dalam pembahasan.
B. Pembahasan
Margio lahir sebagai anak pertama Nuraeni dan Komar, melalui hubungan
keduanya, terlebih bagi Nuraeni. Margio kecil yang belum dapat berjalan
Nuraeni. Komar kerap kali menyiksa Nuraeni secara fisik, perlakuan kasar
alam bawah sadar Margio, hingga seiring berjalannya waktu Margio secara
36
naluriah telah berpihak kepada ibunya (Nuraeni) dan membenci kelakuan
sikap yang ditirukan dari Nuraeni adalah bersikap bengal atau acuh meski
“Margio sendiri mulai mewarisi sikap bengal ibunya, tak melawan pada
Komar namun selalu memancing-mancingnya untuk mengayunkan rotan
bengis tersebut” (Eka Kurniawan: 116).
karena kepindahannya ke 131, yakni rumah baru yang disewa oleh Komar
untuk mereka tinggali. Margio yang kala itu belum mengerti persoalan yang
dihadapi keluarganya, enggan untuk ikut pindah bersama orang tuanya. Akan
tetapi, dengan terpaksa dan setelah disiksa sedemikian rupa oleh ayahnya,
37
“Jika ada hari paling sedih dalam hidupnya, inilah hari itu. Margio bisa
melihat wajah ibunya yang enggan, menenggelamkan diri dalam kerudung
yang tak pernah dipakainya, duduk di samping Komar bin Syueb. Roman
itu juga sedih, tapi Nuraeni lebih banyak diam, dan Margio bertanya-
tanya, manakah yang membuatnya lebih sedih, kepindahan ini atau
kehilangan cincin kawin. Tadinya ia berharap ibunya bisa jadi sekutu,
namun melihatnya hanya membisu tak alang membuatnya jengah, dan
dengan murung ia naik di atas gerobak dan duduk di atas kasur, dilihat
teman-temannya yang berdiri di teras, tempat bertahun-tahun Komar bin
Syueb mencukur orang” (Eka Kurniawan: 83).
tegangan-tegangan dari dalam dan luar alam bawah sadarnya. Sementara itu,
yang giat bekerja dan senantiasa menyenangkan orang tua juga saudaranya.
38
“Ia anak pemurung yang tak betah di rumah, tapi sesungguhnya anak yang
manis dan santun. Ia tak terlalu bodoh menyia-nyiakan tubuhnya dalam
perkelahian, dan sepanjang hari mengambil kerja serabutan untuk menyia-
nyiakannya dalam bungkus rokok dan bir, tapi tetap saja ia anak manis
meski pemurung” (Eka Kurniawan: 10).
yang kurang mendapat kasih sayang dari sang ayah membentuk pribadinya
merupakan anak yang sangat perhatian kepada ibu dan adiknya. Dualisme
kejiwaan yang tumbuh dalam diri Margio ini membuatnya selalu mengalami
Komar dan memberikan kebahagiaan kepada ibu dan adiknya. Margio juga
belakang. Yakni dendam dan rasa cinta. Perkembangan kejiwaan Margio pun
terus berputar dalam dua ranah tersebut. Id Margio selalu menuntut untuk
bekerja pada dirinya masih dapat mengendalikan dan menguasai ego Margio,
39
Sementara Id Margio dalam bentuk rasa cintanya pada ibu dan adiknya selalu
berusaha dipenuhi ego-nya dengan bekerja dan melakukan berbagai cara dan
40
perkembangan kejiwaan Margio belum dapat dikatakan mantap dan
ledakan amarah.
menurutnya, sikap Komar yang tidak acuh terhadap kelahiran Marian dan
dan hasrat id-nya yang menuntut untuk dipuaskan, sementara itu superego
41
yang lebih memungkinkan (Minderop, 2016:35). Pengalihan yang
Komar.
Margio berkali-kali.
bawah sadar Margio. Oleh karena itu, tugas ego menjadi semakin berat
42
untuk menahan tegangan-tegangan tersebut naik kembali ke permukaan
Nuraeni, ibunya. Margio pun sangat ingin melihat ibunya bahagia. Tetapi,
suatu waktu Margio juga memiliki rasa benci dan kekecewaan terhadap
dengan pilihan yang tidak mudah dicerna oleh akal dan perasaannya. Batin
Margio yang tersiksa lantaran perbuatan kedua orang tuanya (dalam hal ini
pikirannya tersebut.
43
begitu bukan untuk dipercakapkan. Apa jadinya jika semua kawan, dan
lalu semua orang di seantero bumi tahu, bahwa ibunya tengah bunting
oleh seseorang yang bukan ayahnya. Ingin sekali ia membakar kedua
orang keparat itu, yang baginya serasa mereka berkomplot untuk
menganiaya dirinya dan Mameh, tapi jauh di dalam hatinya ia tak bisa
mengutuk ibunya yang telah melewatkan tahun-tahun menderitakan
tersebut, dan tak bisa menyumpahserapahi ayah yang telah dikhianati
demikian seronok” (Eka Kurniawan:144-145).
tersebut. Pada sisi lain dalam diri Margio pun masih menyimpan simpati
Margio juga memiliki konflik dengan beberapa tokoh lainnya yaitu dengan
44
Pertemuan keduanya merupakan awal tumbuhnya rasa cinta di antara
mereka. Akan tetapi, rasa cinta tersebut sangat ganjil bagi Margio sendiri.
sendiri tidak pantas menjadi sang pangeran. Perasaan cemas yang dialami
sendiri yang melihat realita bahwa dirinya dan Maharani tidak mungkin
bisa disebabkan oleh adanya konflik antara ekspresi impuls dan standar
45
atau persepsinya tentang status sosial antara dirinya dan Maharani yang
yang berasal dari keluarga kaya dan bahagia. Sesuai dengan kenyataan dan
moral yang dipahami ego dan superego Margio, hal tersebut tidaklah
pantas.
atas perbuatan Anwar Sadat tersebut. Margio yang sangat mencintai dan
menyayangi ibunya tidak ingin melihat Nuraeni menderita, dan cara yang
“Di depannya, tanpa membuang tempo sebab dirinya sadar waktu bisa
melenyapkan seluruh nyali, ia berkata kepada lelaki itu, “Aku tahu kau
meniduri ibuku dan Marian anak kalian,” katanya. Kalimat itu
mengapung di antara mereka, Anwar Sadat pasi menatap wajahnya.
Margio melanjutkan, “kawinlah dengan ibuku, ia akan bahagia” (Eka
Kurniawan:190).
46
memperdulikan bahwa Anwar Sadat, lelaki yang dimintanya menikahi
Nuraeni sudah berkeluarga, memiliki tiga orang putri, bahkan salah satu
membuat konflik makin memanas antara Margio dan Anwar Sadat adalah
telah mempunyai keluarga dan menikahi Nuraeni adalah hal yang tidak
Nuraeni. Pernyataan itulah yang memicu konflik antara Margio dan Anwar
Sadat.
47
atau melakukan tindakan lain yang dapat menghilangkan
Menghadapi konflik yang terjadi dalam dirinya, yang tidak lain dipicu
dengan sangat pasti, bahwa dirinya mampu membunuh Komar yang telah
Komar, mengetahui hal itu dapat dilakukan Margio. Akan tetapi, superego
48
agar tidak timbul suatu penyimpangan atau suatu kejadian yang
brahala‟.
Konflik yang terjadi antara Margio dan Komar mampu direpresi oleh
pertahanan ego yang paling kuat. Tugas represi ialah mendorong keluar
49
impuls-impuls id yang tak diterima, dari alam sadar dan kembali ke alam
akhir atau tujuan yang hendak dicapai oleh mekanisme pertahanan ego,
bawah sadar agar keluar dari alam sadar atau menekannya kembali ke
dengan sangat baik. Luapan emosi yang dibawa oleh id Margio sejak
masyarakat.
50
memaklumi perselingkuhan yang dilakukan Nuraeni. Dengan kata lain,
Nuraeni.
Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat
diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif
51
bentuk pelampiasan guna memperoleh rasa bahagia dan terlepas dari
cintanya yang sangat besar terhadap Nuraeni, sehingga Margio tidak dapat
sejak masa anak-anak. Anak-anak yang baru belajar dan tumbuh akan
serta serapan nilai-nilai moral dalam superego si anak, rasa cinta tersebut
seyogyanya. Maksudnya, cinta atau kasih sayang antara anak dan orang
tuanya. Kompleks odipus yang dialami Margio semasa kecil ini kemudian
ini dipilih Margio guna membuat pikirannya tenang dan beban depresi
yang dialaminya berkurang atau dengan kata lain ego Margio berusaha
52
melakukan rasionalisasi dengan baik, sebab beban tegangan telah
membuat Margio diserang kecemasan yang sangat besar. Pada satu sisi,
Margio mencintai Maharani dan disisi lain menganggap dirinya tak pantas
untuk si gadis. Namun bukan hanya perkara pantas dan tidaknya. Alam
dari itu lahirlah seorang anak yang akhirnya mati setelah hidup selama
ibunya dengan ayah Maharani. Oleh karena itu, ego Margio berusaha
53
bahwa ia dan Maharani tidak mungkin dapat bersama dan saling
mencintai.
“Kembali Margio mendengus, dan deretan kalimat ini deras keluar dari
mulutnya. “Ayahmu Anwar Sadat meniduri ibuku Nuraeni, dan
lahirlah si gadis kecil yang mati di hari ketujuh bernama Marian, sebab
ayahku mengetahuinya dan memukuli ibuku hingga Marian lahir
bahkan telah sekarat” (Eka Kurniawan:186).
bagi Nuraeni dan Maharani. Ego Margio pun berhasil merepresi tegangan
sendiri maupun dengan tokoh lain selalu dapat diatasi ego Margio dengan
cukup baik, id-nya dapat direpresi dan tetap mempertahankan nilai dan
54
norma dari superego-nya. Lain halnya dengan respon yang diambil Margio
oleh keluarga dan masyarakatnya sebagai pemuda yang manis dan santun
seketika berubah menjadi pembunuh yang brutal dan dengan cara keji
dendam tersebut telah tersimpan sejak lama dan telah berulang kali
Akhirnya, membuat Margio tak mampu lagi menahan rasa marah yang
meski telah dihamili Anwar Sadat, tak ayal membuat Margio kehilangan
55
akal sehatnya sebagai manusia. Yang tersisa dalam batinnya hanyalah rasa
marah dan sakit hati dan itu mesti dikeluarkannya secara utuh melalui
Margio. Bahkan superego Margio yang berkembang begitu baik pun tidak
novel LH. Kutipan yang menunjukkan bahwa dalam novel telah terjadi
56
Pembunuhan yang dilakukan Margio justru menampilkan dirinya
Sebelum menikah dengan Komar, Nuraeni adalah sosok gadis yang cantik
dan sederhana. Nuraeni menjalani kehidupan masa kecilnya dengan baik dan
bekerja dengan rajin membantu ibu dan ayahnya menggarap sawah mereka.
bersahaja.
“Komar tak terlampau mengenal Nuraeni, tapi tahu ia seorang gadis cantik
dan tak ada sesal memperolehnya. Ia bahkan ingat kala gadis itu
dilahirkan, sebab ia tengah bermain di samping rumahnya, melihat orang-
orang berkerumun menantikan si bayi lahir. Ia juga berkali melihatnya
kala Nuraeni mulai tumbuh jadi anak sekolah, dan sekolah itu tak jauh dari
rumahnya. Tapi pengetahuannya tak lebih dari sekedar Nuraeni memiliki
rambut ikal yang gelap dibiarkan panjang, sering diikat karet berpita,
hidungnya bangir dengan pipi yang gembur, matanya bulat berkilau, dan
ketika seseorang memberitahu ayahnya telah memilih gadis itu untuknya,
tak ada ampun Komar memimpikannya bermalam-malam, hingga ia
memutuskan untuk pulang lebih dini dari biasanya” (Eka Kurniawan:99).
57
Kutipan di atas menerangkan fisiologis tokoh Nuraeni yang cantik dengan
rambut hitam berbentuk ikal yang panjang, hidung bangir, pipi yang gembur,
dan matanya yang bulat. Terlahir sebagai gadis cantik, Nuraeni yang masih
berusia dua belas tahun telah di jodohkan ayahnya dengan Komar yang jauh
“Si gadis tak diberi tahu sampai sore tiba ketika ayahnya berkata, Nyai,
kelak kau kawin dengan Komar bin Syueb” (Eka Kurniawan:96).
disambut riang oleh Nuraeni sendiri. Sebab, sebagai gadis desa yang penurut
tak banyak hal yang dapat dilakukannya selain mengikuti kehendak orang tua.
Terlebih lagi, di desa tempat tinggal Nuraeni hal tersebut sangatlah lumrah.
Bahkan sebaliknya, akan dianggap aneh apabila gadis usia dua belas tahun ke
atas tak diketahui siapa pacar yang kelak akan menjadi suaminya.
“Ia tak mengenal lelaki itu bagaimanapun, kecuali ingatan sekilas sebagai
penghuni kampung yang sama. Dan itu tak bikin ia terlampau terkejut,
sebab nama mana pun barangkali sama asingnya untuk di dengar. Lagi
pula ia telah menanti petang semacam itu, saat ayahnya akan berkata
dengan siapa kelak ia akan kawin, sebab itulah yang selalu di tunggu para
gadis di sana. Berita itu, sebaliknya cukup membuat riang si gadis dua
belas tahun, meski ada sedikit was-was serupa apa perangai calon lakinya.
Paling tidak, kini dan seterusnya sampai ia kawin, Nuraeni boleh berkata
pada kawan karib bahwa ia ada punya pacar. Tak ada yang lebih
memalukan bagi gadis di atas dua belas tahun tanpa dikenal siapa
pacarnya yang kelak jadi lakinya” (Eka Kurniawan:96-97).
ia ikut membajak sawah, kini hanya ikut menabur benih padi. Selain itu, ia
juga mulai belajar memasak dengan ibunya dan merawat tubuh juga
perilakunya.
58
“Ia tak lagi mengikuti ayahnya di pagi hari, ikut menunggangi bajak agar
melesak ke dalam lumpur sementara dua ekor kerbau mengisut berjalan
sepanjang petak-petak, membuatnya mandi tanah. Tak juga mengeluarkan
sepasang domba mereka dan menggiringgnya ke padang rumput di
punggung bukit menggembala bersama bocah-bocah lain, dan waktu
pulang menenteng dua pelepah kelapa kering sebagai kayu bakar. Tidak,
itu semua telah diwariskan pada adik-adiknya yang lelaki, dan ia mulai
ikut ibunya dalam segala hal. Pagi-pagi ia telah menyalakan tungku,
menanak nasi dan belajar banyak tentang sayur lodeh. Tentu saja ia masih
ke sawah, tidak untuk membajak, namun untuk menabur benih padi yang
telah direndam semalaman, dan ketika jarum-jarum hijau telah mencuat,
perempuan-perempuan dan ia ada bersama mereka, mencerabutinya untuk
menanamnya di petak-petak sawah yang telah di beri garis-garis penanda
silang-menyilang oleh ayah dan adik lelakinya. Sementara menunggu padi
tumbuh tua, ayah dan adik pergi untuk memberi mereka pupuk,
mengawasi air agar tidak mampet atau menggenang, dan ia bersama
ibunya, menenteng rantang makan siang ke gubuk di tepi tegalan. Bersama
ibunya ia akan turun ke sawah lagi kala ganggang dan rerumputan mesti di
halau, dan akan tiba saatnya ia datang kembali untuk memangkasi padi tua
dengan ani-ani, sebelum datang masa ketika mereka mesti membabatnya
dengan arit. Selebihnya Nuraeni mesti merawat tubuhnya jadi gadis cantik,
dan belajar menjaga kata-katanya menjadi patut. Sebab ia telah punya
pacar dan bersiap ke pelaminan” (Eka Kurniawan:97-98).
bersifat merusak dari id-nya sendiri. Menjadikan ego Nuraeni selalu dapat
sendiri tidak menuntut sesuatu yang buruk atau bersifat merusak. Hal tersebut
didukung oleh kehidupan keluarganya yang meski tidak kaya, tetapi dapat
59
berjalan bahagia. Perkembangan superego Nuraeni membuatnya mengerti
lingkungannya berada.
berkembang seimbang dan dalam jalur yang sangat baik. Masa muda Nuraeni
pada id-nya. Id Nuraeni pun menuntun kepuasaan agar rasa cintanya terhadap
“Di hari Lebaran mereka berkencan seharian, keluar masuk pintu tetangga
dan kerabat untuk bersalam-salaman, barangkali sekaligus memamerkan
inilah calon laki dan bini, sebagaimana dilakukan banyak pasangan lain
yang barangkali baru berjumpa hari itu” (Eka Kurniawan:100).
Nuraeni. Nuraeni tidak ingin berpisah dari Komar, dan ingin segera menikah
60
“Tak berapa lama selepas Lebaran, Komar mesti pergi lagi bersama
rombongan kawan sebayanya, dan Nuraeni mengantarnya di teras balai
desa dengan mata berkaca-kaca. Ia pikir saat itu dirinya sungguh jatuh
cinta, dan berharap perkawinan itu akan datang tak terlampau lama, tapi
Komar meyakinkan dirinya ia harus pergi, dan pasti akan balik lagi,
Lebaran datang. Tas-tas berjejalan di lantai balai, berisi pakaian dan
barangkali nenas serta pisang mentah, atau panganan yang dibuat ibu-ibu
mereka untuk bekal di jalan. Sebelum Komar sungguh melangkah menuju
balik bukit dan di sana rakit telah menunggu, Nuraeni berpesan pendek,
hal sederhana yang bakal dikatakan seluruh gadis, “Kirimi aku surat” (Eka
Kurniawan:101).
lebih cepat dan rajin. Semua dilakukannya lebih bersemangat dan penuh suka
cita sambil berharap surat dan kabar baik datang dari Komar. Kejiwaan
“Si gadis melakukannya lebih gesit dan cekat hari itu, menenteng ember
pakaian kotor dan mengapit baskom penuh piring dan gelas kotor di sisi
lain tubuhnya” (Eka Kurniawan:102).
bersemangat pula menunggu surat dari Komar. Akan tetapi, surat yang
61
diharapkannya tak kunjung datang dan seketika membekaskan sakit hati yang
Sakit hati lantaran tidak memperoleh surat maupun kabar dari Komar
sebelumnya dipenuhi rasa cinta mulai berubah menjadi rasa benci yang
membuatnya tidak acuh terhadap segala hal yang berkaitan dengan Komar.
Meski pada akhirnya, diumurnya yang menginjak enam belas tahun Nuraeni
tidak menolak untuk dinikahi oleh Komar. Tetap saja Nuraeni telah
sikapnya yang santun dan manis di depan Komar dan tidak lagi berias diri
sebelumnya untuk menjadi istri yang baik tidak lagi ia perdulikan. Sikapnya
“Nuraeni tak ajukan tanya, hanya diam dikursinya bermain dengan kuku
jari sendiri selepas menyuguhkan limun dingin di samping asbak. Tak ada
kabar bertukar dan tak ada rayu-merayu. Komar malahan membuka sendiri
kaleng biskuit pemberiannya dan tanpa malu mencicipinya, sambil
berceloteh tentang ikan Wa Haji tahun lalu” (Eka Kurniawan:108).
62
Akan tetapi, karena sikap patuh kepada kedua orang tuanya sendiri dan
tetap menjalin hubungan dengan Komar Bin Syueb. Hal tersebut merupakan
patuh dan hormat Nuraeni. Nuraeni tetap menerima ajakan Komar untuk
pilihan lain, selain mengikuti kemauan orang tuanya untuk menikah dengan
Komar. Sejak kecil tumbuh sebagai anak yang rajin dan penurut membuat id
tertanam dalam dirinya. Ajaran-ajarn orang tua dan norma sosial masyarakat
mengganggu alam bawah sadarnya. Namun, ego Nuraeni tidak dapat berbuat
tegangan itu tetap bertahan dalam diri dan alam bawah sadar Nuraeni sehingga
membuat Nuraeni hanya mampu bersikap diam (pasrah) dan menerima segala
63
“Pada umur enam belas tahun, kenyataannya ia membiarkan dirinya
diseret ke penghulu dan kawin dengan lelaki itu” (Eka Kurniawan: 110).
Peneliti menilai, masa awal perkembangan kejiwaan Nuraeni yang sangat baik
rapuh akan tegangan dari luar dirinya. Tegangan yang timbul dari berbagai
konflik. Baik itu konflik batin Nuraeni, maupun konflik dengan tokoh lainnya
Komar atau sejak awal menolak menikah dengannya. Hal tersebut urung
dilakukan oleh Nuraeni sebab nilai moral dan norma masyarakat yang
64
“Bagi Nuraeni Sendiri, saat-saat bengis itu serasa kematian yang
datang sepenggal-sepenggal, dan ia tak tahu bagaimana mengelaknya”
(Eka Kurniawan: 112).
yang diperolehnya dari Komar berupa tindak kekerasan secara fisik dan
ditempat.
bahwa hal tersebut dimulai dari rasa sakit hati Nuraeni ketika menjalani
status perjodohan dengan Komar. Rasa sakit hati terhadap Komar itu pun
tidak hilang, bahkan bertambah dan terus berkembang dalam alam bawah
65
sadar Nuraeni. Nuraeni pun menunjukkan keengganan terhadap Komar,
saat mereka hanya berdua. Akan tetapi, hampir setiap saat Komar
bahkan di depan orang lain dan anak-anaknya sendiri Komar tidak pernah
diri Nuraeni.
66
menjaga jarak dari Komar ketika Komar hendak melampiaskan amarahnya
Nuraeni tidak dapat membalas Komar dengan perlakuan yang sama persis
meninggalkan atau lari dari Komar sebab hal itu melanggar norma atau
superego-nya sendiri.
yakni konflik dengan tokoh Mameh dan konflik dengan tokoh Anwar
suaminya, Komar.
tersebut.
67
“Nuraeni tersentak dan tangannya deras menampar anak
perempuannya. Mameh mengelus pipinya, panas dan pedas” (Eka
Kurniawan:76).
pandangan masyarakat.
bekerja membantu keperluan rumah tangga Anwar sadat dan Kasia (istri
seksual, yang pada awalnya didorong oleh hasrat seks dari tokoh Anwar
68
hasrat seksualnya yang selama menikah dengan suaminya Komar, hasrat
orang tuanya dihadapkan dengan perlakuan Komar yang keras secara fisik
69
Kutipan di atas secara jelas menggambarkan kondisi fisik Nuraeni
“Gairah itu tak juga datang. Nuraeni hanya pergi ke dapur, begitulah
kelakuannya belakangan itu jika hendak melarikan diri dan tak hendak
bersuara untuk lakinya. Ia duduk di bangku kecil menghadap kompor.
Komar telah mengenal baik polah ini, mengikutinya dengan gemas,
dan melihatnya tengah bicara sendiri, tampaknya dengan kompor dan
panci. Pada awalnya itu seperti gerutuan kecil saja, tanpa maksud
menunjukkan pada siapa pun, namun semakin hari sangatlah jelas
Nuraeni selalu berbicara dengan kompor dan panci, dan tampaknya
mereka berbincang-bincang dan hanya mereka yang memahami” (Eka
Kurniawan:95).
perilaku „orang gila‟ ini, ditunjukkan oleh Nuraeni sebagai dampak konflik
dalam hal ini kompor dan panci. Kegilaan yang ditunjukkan ego Nuraeni
70
bukanlah perilaku kehilangan kewarasan atau kesadaran mental secara
seperti itu secara terus menerus. Nuraeni pada sisi kewarasannya berusaha
Nuraeni bersikap Apatis. Apatis adalah bentuk lain dari reaksi terhadap
frustasi, yaitu sikap apatis (apathy) dengan cara menarik diri dan seakan-
Meski dalam hati rasa sakit begitu besar diterima Nuraeni atas sikap
71
“Di rumah baru, di luar kebiasaan setelah delapan tahun perkawinan,
Nuraeni mulai banyak bicara dan kata-katanya merupakan warisan rasa
keji nan pedas yang telah tumbuh sejak lampau itu. Masalahnya, kata-
kata tajam ini tak diajukan pada siapa pun, melainkan kepada kompor
dan pancinya, yang tak tergantikan sejak awal perkawinan” (Eka
Kurniawan:113).
mulai merias rumahnya dengan segala macam benda yang bisa ia gunakan.
pengalihan. Atau bisa juga dikatakan agresi yang diahlikan sebab ego
72
Nuraeni menyalurkan rasa frustasinya disebabkan tekanan-tekanan dan
perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak aneh. Hal ini juga peneliti
73
kebahagiaan itu sedikit saja. Dan demi yang sedikkt itulah Margio
selalu menjaga pekarangan rumah tak rusak dari kesemerawutannya,
sejauh ia pikir demikianlah yang dikehendaki ibunya” (Eka
Kurniawan:123).
atau berkembang lebih jauh. Konflik antar keduanya telah mereda setalah
Mameh pun telah hilang sepenuhnya dari diri Nuraeni. Konflik kecil
tersebut telah dapat diatasi id, ego, dan superego Nuraeni secara seimbang
secara langsung (menampar Mameh), hal ini juga tidak terlepas dari
74
dorongan superego Nuraeni seperti yang telah dijelaskan pada sub-
bagi kejiwaan Nuraeni. konflik tersebut mampu diatasi dengan baik oleh
menjadi awal baru bagi perkembangan kejiwaan Nuraeni yang telah lama
kejiwaan Nuraeni ini, hasrat seksual Nuraeni tumbuh sangat pesat akibat
75
Dorongan dari alam bawah sadar yang hanya memiliki tujuan pada
kenyamanan.
“Nuraeni tak lagi menoleh dengan mata semakin bulat, tapi malahan
menampakkan wajah semu merah, dengan senyum tertahan yang sulit
diterka. Sebab ia merasakan sentuhan tersebut hangat, awalnya pendek
dan tak tergopoh, suatu sentuhan yang tak pernah dirasakannya. Ia
bersemu merah sebab barangkali menyukainya, sekaligus melihat
ketidakpatutannya. Maka setiap kali lelaki itu tampak, melangkah
dengan senyum tanpa dosa penuh pertanda, ia merasai dada
bergemuruh serupa kereta rongsok, menanti tangan itu menggapai
sekaligus takut merajalela” (Eka Kurniawan:130-131).
sebab baik Nuraeni dan Anwar Sadat telah sama-sama berkeluarga. Tetapi,
atas dorongan yang begitu liar dari alam bawah sadar yang menuntut
Nuraeni merasakan getar diseluruh tubuhnya dan rasa nyaman yang sangat
76
mengahalangi jendela, sinar matahari yang beranjak siang. Nuraeni
sendiri masih takjub dengan keberanian tubuhnya sendiri, namun tak
terperi ia demikian bahagia, dan tak perlu bertanya pada lelaki itu apa
yang dirasakannya. Hingga tanpa ragu, perempuan itu berbalik,
menimpakan pahanya ke tubuh Anwar Sadat, dan memejamkan mata.
Ada garis lurus dibibirnya” (Eka Kurniawan:140-141).
Dorongan kuat dari alam bawah sadar Nuraeni untuk memenuhi naluri
nya yang juga telah melekat sangat dalam sebagai kepribadiannya yang
terhadap norma-norma yang ia anut dan percaya selama hidupnya. Hal ini
dan diruntuhkan id-nya, peneliti menilai hal itu sebagai konsekuensi dan
77
pelampiasan seksual lebih baik daripada perbuatan destruktif dan agresi
Tokoh Komar bin Syueb atau disapa Komar, adalah suami dari Nuraeni
dan ayah dari Margio dan Mameh. Sebagai kepala keluarga Komar memiliki
sifat yang keras dan telah diungkapkan oleh peneliti bahwa Komar sangat
sering melakukan tindak kekerasan secara fisik maupun mental terhadap istri
sebab, tokoh ini juga berperan sebagai tokoh yang membawa konflik cerita.
terjadinya konflik dalam cerita, atau bisa dikatakan Komar menjadi tokoh
Perkembangan kejiwaan tokoh Komar tidak dapat dilihat dari masa anak-
anaknya. Karena merunut pada teks, Komar mulai diceritakan sebagai pemuda
halamannya.
“Komar sendiri mengikuti suatu kebiasaan yang lazim, telah pergi dari
desa tak lama selepas umur dua puluh tahun, sebab tak banyak yang bisa
diperbuat di rumah bagi anak-anak sebaya itu. Syueb memiliki beberapa
petak sawah dan ladang, tapi ia masih bisa mengurusnya seorang diri
bersama istri tanpa banyak perlu bantuan, dan waktu begitu luang baginya
untuk menjadi tukang cukur satu-satunya di desa. Selepas pelajaran
singkat bagaimana mencukur rambut kepala orang, bagaimana
menggunakan pisau untuk mengiris kumis dan jambang, dan mencobanya
78
beberapa kali menggantikan ayahnya, Komar pergi merantau mengikuti
seorang karib berbekal pengetahuannya tentang mencukur itu. Tentu saja
awalnya ia tak hendak menjadi tukang cukur, dan hendak melakukannya
kala terjepit belaka, sebaliknya ia berharap memperoleh kerja di pabrik,
sebagaimana begitulah yang lain” (Eka Kurniawan:98).
sebagai sosok pemuda yang pada mulanya berlaku sopan dan patut kepada
seorang gadis. Pertemuan pertama mereka membuat kesan yang hangat dan
Nuraeni memeberikan rasa senang yang berlimpah dalam diri Komar, penuh
dengan Nuraeni perilaku Komar demikian baik dan santun meski id-nya terus
79
bergerak menuntut pemenuhan kesenangan tapi ego dan superego Komar
ia adalah sosok pemuda yang baik dan ramah dengan kejiwaan yang
terkendali.
sosok Nuraeni. Komar bahkan mendapati mimpi „dipatuk ular'. Mimpi yang
Mimpi yang dialami oleh Komar memiliki dua isi yakni isi manifes dan isi
adalah gambaran-gambaran yang kita ingat ketika kita terjaga dan muncul ke
„dipatok ular‟ merupakan apa yang disebut sebagai mimpi laten, yaitu oleh
(pikiran tersembunyi) bagaikan sebuah teks asli yang keadaannya primitif dan
80
dengan lawan jenis atau dalam penafsiran lain mendakan bahwa Komar dan
menjadi begitu besar. Naluri kehidupan Komar yang menjurus pada perilaku
seksual terhadap lawan jenis, yakni Nuraeni. Rasa memiliki Komar terhadap
Nuraeni tumbuh dan menjadi semakin besar. Pasca kencan pertama, beberapa
waktu Komar mesti kembali merantau ke kota, saat inilah tumbuh kebencian
pada diri Nuraeni yang sebelumnya telah dijelaksan oleh peneliti, yang
berbeda saat pertama bertemu Nuraeni. Sikap santun, ramah, dan malu-malu
yang dulu ia perlihatkan berubah menjadi sifat agresif dan tidak tahu malu.
81
Perubahan kepribadian Komar semakin membuat kebencian Nuraeni
diri sebagai pribadi yang tidak hirau terhadap norma-norma sosial dengan
sebutkan menjurus pada hasrat seksual membuat id Komar tidak tahan untuk
dari id-nya. Bahkan, ketika ego-nya mendapat hambatan dari luar berupa
82
bernafsu dan melancarkan agresi langung secara fisik kepada Nuraeni dalam
“Masa-masa bercinta selalu merupakan saat yang sulit bagi mereka, sebab
Nuraeni selalu menampilkan keengganan tertentu, dan Komar hampir
selalu memaksanya jika nafsu telah naik ke tenggorokan, dan kerap kali itu
hampir serupa pemerkosaan bengis di mana Nuraeni akan ditarik dan
dilemparkan ke atas kasur, dan disetubuhi bahkan tanpa ditanggalkan
pakaiannya, lain waktu disuruhnya mengangkang di atas meja, kali lain
disuruhnya nungging di kamar mandi. Adakalanya untuk menanggulangi
keengganan Nuraeni yang makin menjadi-jadi, Komar mesti memukulnya,
menampar pipinya bukanlah hal yang jarang, malahan sering pula
menempeleng betis indahnya dengan kaki ganasnya, membuatnya roboh
dan tak berdaya, dan saat tak ada tenaga itulah Komar bisa merampok
selangkangannya” (Eka Kurniawan:111-112).
Kepribadian Komar yang selalu berbuat kasar terhadap istri dan anak-
Agresi langsung yang sering dilakukan Komar ketika mendapat tekanan atau
penentangan dari luar yakni Nuraeni dan anak-anknya, berupa perlakuan fisik
dengan memukul, menampar dan menendang isti dan anak-anaknya. Hal itu
adanya tekanan dari sumber rasa nyaman itu sendiri, naluri-naluri kehidupan
merusak.
83
Gambaran kepribadian Komar yang dijelaskan oleh peneliti ini
struktur kepribadian Komar berjalan tidak seimbang dan jauh di dasar alam
destruktifnya.
mereka. Pada bagian ini, konflik batin tokoh Komar pun dibahas. Konflik
dalam dirinya. Kemarahan Komar yang ditujukan kepada istri dan anak-
cara yang patut ia lakukan agar istri dan anak-anaknya mengikuti kemauan
84
dengan sikap tidak acuh dan keras kepala terhadap Komar. Komar pun
tindakan kekerasan yang kerap kali ia lakukan kepada istri dan anak-
destruktif.
tidak lain adalah sikap Margio yang kerap Membangkang pada perintah
85
memerangkap keduanya dalam pusaran konflik yang panjang. Komar
86
terhadap Nuraeni dengan melampiaskan hasrat seksualnya secara terang-
Selain mendapat perlakuan yang „dingin‟ atau tak acuh dari istrinya,
yakni dengan kompor dan panci yang telah ada semenjak awal pernikahan
menyindir dirinya.
87
Komar. Selain itu, Nuraeni menunjukkan sikap anehnya untuk menyindir
rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat
diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif
88
Komar berdalih bahwa segala tindakan dilakukannya adalah untuk
bersifat merusak dari alam bawah sadarnya. Tetapi, disisi lain Komar
89
Ketidakmampuan ego Komar dalam membendung dorongan-dorongan
dalam waktu panjang, perilaku Komar menjadi demikian baik dan manis.
dirinya telah berubah dan berusaha berdamai dengan istri dan anak-
Margio.
90
Perkembangan kejiwaan Komar di akhir hidupnya telah menunjukkan
suatu perubahan drastis dan mengarah pada hal positif. Perubahan tersebut
dorongan-dorongan id-nya.
yang positif. Nalur-naluri kehidupan pun muncul dari alam bawah sadar
Margio terjadi konflik yang panjang. Selama Margio kecil Komar sering
91
memberikan rasa sakit dan ketidaknyamanan kepada Margio dalam bentuk
Komar. Namun menjelang dewasa, Margio tidak lagi diam ketika Komar
Marian. Margio, seperti yang telah dijelaskan peneliti pada bagian konflik
Komar menyadari bahwa pada saat itu Margio bukanlah anak ingusan
92
Kekhawatiran Komar memancing kemarahan Margio membuatnya
Nuraeni tidak lagi peduli pada diri Komar. Sakit yang semakin parah
membuat Komar mati dalam keadaan fisik dan batin yang sangat
93
dengan melakukan perbuatan terpuji. Peneliti menilai, perkembangan
“Bahkan di masa kawin itu pun ia melihat sosok gadis yang enggan,
barangkali marah sebab tak pernah dikiriminya surat, dan ia tak pernah
meminta maaf soal itu. Sebab bukan ia tak mau menulis omong
kosong di kertas merah muda dengan wewangi dari bedak, tapi ia
sungguh tak tahu apa mesti diperbincangkan, sebab tak ada yang
menarik sepanjang hidupnya di rindangan pohon menanti orang yang
gelisah sebab rambut telah mencolok mata. Tapi perempuan itu telah
jadi milikku, pikirnya, sejak perkawinan tersebut, maka ia seharusnya
ada untuk dirinya. Maka jika ia menginginkannya dan perempuan itu
tak ada untuk dirinya, izinkanlah ia memiliki amarah, dan kemarahan
itu tak tertangguhkan, menimpa perempuan tersebut dalam kepingan
pukulan” (Eka Kurniawan:146).
dan anak-anaknya yang lahir dari hubungan rumah tanggga Komar dan
94
semakin kacau atau tidak seimbang antara pelampiasan keinginan id
Komar yang semena-mena dengan ego Komar yang selalu melayani dan
dirasionalisasi oleh ego Komar. Atau bisa dikatakan ego Komar selalu
menjadi semakin bobrok. Segala kekesalan Komar terhadap istri dan anak-
anaknya dan juga rumah mereka, Komar alihkan atau sublimasikan dengan
95
tidak mampu lagi menyalurkan segala tekanan-tekanan dalam dirinya.
Oleh sebab itu, ego Komar melakukan mekanisme pertahanan yang lain
96
dengan rotan pemukul kasur, dan rasa hatinya menjadi sayup selepas
melihat perempuan itu bersimpuh di sudut rumah tak lagi ada
perlawanan. Komar akan masuk ke kamarnya sendiri, berbaring
menyendiri dan jika malam datang bersama keheningannya, ia bakalan
menangis tanpa bunyi, membuat malaikat-malaikat turun dan mencatat
kemalangannya” (Eka Kurniawan:147).
yang sangat buruk. Ego Komar hanya mampu meluapkan atau mereduksi
tegangan tersebut dalam bentuk air mata dan rasa penyesalan yang
97
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
dapat disimpulkan bahwa kejiwaan ketiga tokoh yakni Margio, Nuraeni, dan
konflik-konflik (baik konflik batin maupun konflik dengan tokoh lainnya) yang
dihadapi ketiga tokoh dan respon yang diambil ketiga tokoh tersebut.
tidak terlepas dari perbuatan baik dan buruk. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai
1. Tokoh Margio
dalam diri Margio pun selalu dapat dialihkan ke objek-objek lain di luar objek
semakin berkembang di dalam alam bawah sadarnya dan id Margio pun tidak
98
membendung hasrat id sekaligus melindungi Margio dari perbuatan yang
2. Tokoh Nuraeni
sehari-hari sangat patuh terhadap kedua orang tuanya. Hal itulah yang
hingga remaja. Nuraeni pun tidak menolak dirinya dijodohkan dengan Komar
yang dianut oleh superego-nya. Oleh karena itu, Nuraeni yang memiliki sifat
yang hampir seluruh hidupnya selalu ia tekan ke dasar alam bawah sadarnya.
3. Tokoh Komar
Komar bin Syueb atau disapa Komar merupakan tokoh yang memiliki sifat
99
terhadap objek-objek yang menekan atau menimbulkan ketidaknyamanan
dalam dirinya. Agresi langsung tersebut berupa kekerasan fisik dan mental
nya yang tidak berkembang dengan baik atau tidak mengindahkan norma yang
yang berusaha memperoleh maaf dari tokoh-tokoh lain. Komar menjadi sangat
B. Saran
lebih baik, ke depan. Hasil penelitian ini semoga bermanfaat untuk penelitian
selanjutnya, baik itu terkait dengan novel Lelaki Harimau maupun dengan
100
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasan dkk. 2011. Pedoman Penulisan dan Pelaksanaan Ujian Skripsi.
Makassar: Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin.
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Bertens, K. 2016. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Crain, William. 2014. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodelogi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Freud, Sigmund. 2009. Pengantar Umum Psikoanalisis. Terjemahan Haris
Setiowati. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-------------------. 2015. The Interpretation of Dreams: Tafsir Mimpi. Terjemahan
H. Supriyanto Abdullah. Yogyakarta: Indoliterasi.
-------------------.2003. Teori Seks, (penerjemah: Apri Danarto). Yogyakarta:
Jendela.
Fudyartanta, RBS. 2005. Psikologi Kepribadian Neo Freudianisme. Yogyakarta:
Zenith Publisher.
Gandi, Muhandas. 2014. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Khotbah Di
Atas Bukit Karya Kuntowijoyo: Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
Hall, Calvin S. 2017. Naluri Kekuasaan Sigmund Freud. Yogyakarta: Narasi dan
Tarawang Press.
Hilal. 1996. Karakter Tokoh dalam Novel Olenka karya Budi Darma Melalui
Pendekatan Psikologi Sastra. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin.
Hurlock. Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kurniawan, Eka. 2014. Lelaki Hrimau. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Minderop, Albertine. 2016. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Moleong, lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
1
Mulnandar D. 2006. Analisis Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Stasiun
karya Putu Wijaya: Suatu Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rachma, Nafilia. 2011. Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Pintu Terlarang
karya Sekar Ayu Asmara Melalui Pendekatan Psikologi Kepribadian
Sigmund Freud. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryabrata, Sumadi. 2014. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Surya Gemilang, Mega. 2016. Psikologis Tokoh Margio dalam Novel Lelaki
Harimau Karya Eka Kurniawan. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa
Publisher.
Zulfahmi. 2014. Kondisi Kejiwaan Tokoh dalam Novel Supernova Edisi Petir
karya Dewi Lestari: Pendekatan Psikologi Sastra. Skripsi Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Hasanuddin.
2
LAMPIRAN
Bercerita tentang seorang anak lelaki bernama Margio yang hidup bersama
ayahnya yang kejam, Komar bin Syueb. Ia bersama ibunya, Nuraeni dan adiknya
Mameh selalu mendapat pukulan demi pukulan, dan hantaman rotan kala tak mau
mengekor pada ayahnya. Semakin beranjak dewasa, Margio semakin tahu bahwa
ibunya sangat menderita akibat kekejaman ayahnya yang menumbuhkan dendam
pada kejiwaan Margio.
Margio yang telah dewasa sering meninggalkan rumah karena tidak betah
dengan kekejaman ayahnya, sehingga ia sering ikut bersama Mayor Sadrah untuk
berburu babi hutan bersama ajak-ajak. Hingga beberapa hari ia pernah tidak
pulang ke rumah dan tidur si surau, serta merasakan bahwa harimau yang dulu
dimiliki oleh kakeknya berpindah padanya. Harimau berbulu putih seputih angsa.
Ibunya yang membantu mengurusi rumah tetangganya Anwar Sadat
bersama istrinya Kasia dan 3 anaknya, Laila, Maesa Dewi dan Maharani. Suatu
hari ibunya bunting dan baru diketahuinya setelah 7 hari kematian adiknya, kalau
itu bukanlah adik kandungnya, melainkan hasil senggama antara ibunya dan
Anwar Sadat. Hal tersebut membuat Margio merasa sakit hati dan meninggalkan
rumah dan minum-minum di warung Agus Sofyan. Ia pun juga memutuskan
hubungan dengan Maharani karena kelakuan ibunya. Hingga suatu hari ia
berkunjung ke rumah Anwar Sadat. Ia berkata agar Anwar Sadat menikahi
ibunya, namun Anwar Sadat menolak dan mengatakan bahwa ia tidak mencintai
Nuraeni. Saat itulah harimau dalam tubuh Margio keluar dan menghabisi Anwar
Sadat.