Anda di halaman 1dari 80

FUNGSI DAN NILAI BUDAYA TRADISI MAUDUQ LOMPOA

PADA MASYARAKAT TANRALILI

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian


guna memperoleh gelar Sarjana Sastra
pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin

Oleh
RINDIANI
Nomor Pokok F 511 13 302

MAKASSAR
2018
ii
iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

syarat ujian akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Hasanuddin. Tak lupa pula penulis panjatkan salam dan salawat

kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga tercurah kasih dan sayang kepada beliau

beserta keluarga, sahabat-sahabat dan pengikutnya.

Tulisan ini menandai suatu kurun waktu dalam sejarah panjang perjalanan

hidup penulis yang turut serta mewarnai kehidupan penulis selama menempuh

studi pada Departemen Sastra Daerah Bugis-Makassar Fakultas Ilmu Budaya.

Dalam Penyusunan skripsi ini, dibutuhkan perjuangan, kesabaran, dan

semangat untuk mencapai hasil yang maksimal. Selama penulisan skripsi

berlangsung penulis menyadari begitu banyak bantuan yang penulis terima

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ada banyak kendala dan cobaan yang di

lalui. Meskipun diakui penyelesaian skripsi ini membutuhkan waktu yang cukup

lama dan jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, baik dari segi teoritis maupun

dari segi pembahasan hasil penelitiannya. Namun dengan ketekunan dan kerja

keraslah yang menjadi pendorong penulis dalam menyelesaikan segala proses

tersebut. Juga berkat adanya berbagai bantuan moril dan materil dari berbagai

pihak yang telah membantu memudahkan penyelesaian dalam penyusunan skripsi

ini. Skripsi ini berjudul “Fungsi dan Nilai Tradisi Mauduq Lompoa Pada

Masyarakat Tanralili”.

iv
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, ayahanda Rahman Palaga dan Ibunda

Hasna Kineng yang telah memberikan kasih sayang, harapan dan doa yang tak

henti-hentiya dipanjatkan untuk penulis dengan tulus dan ikhlas, sehingga penulis

bisa menjadi manusia yang berharga dan bermanfaat untuk kedua orang tua.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Dafirah, M.Hum selaku pembimbing I dan

Pammuda, S.S., M.Si selaku pembimbing II yang banyak memberikan masukan

yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini, semoga mendapat

balasan yang setimpal dari allah SWT.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,

M.A., sebagai pimpinan universitas yang mencurahkan perhatiannya

demi perkembangan Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Dekan, para Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Ketua dan

Sekretaris Departemen Sastra Daerah, serta seluruh staff dosen dan

pegawai yang banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin.

3. Dosen penguji Dr. Gusnawaty, M.Hum selaku penguji I dan Hunaeni,

S.S., M.Si selaku penguji II yang telah memberikan kritikan dan saran

yang membangun kepada penulis.

4. Kakak-kakak dan Tante tercinta yang setia memberikan doa, dukungan

dan kasih sayang yang tak terhingga.

v
5. Segenap informan yang begitu banyak memberikan informasi dan

pengetahuan kepada penulis atas penelitian ini.

6. Segenap keluarga tercinta atas kasih sayang dan motivasi yang

diberikan kepada penulis selama menjalankan kuliah.

7. Sahabat-sahabat terdekat dan terkasih yaitu Fatmasari, Rahmaniah,

dan Indriani yang telah banyak menorehkan kisah, dukungan serta

semangat yang tiada henti kepada penulis.

8. Teman-teman WARANI 2013; Afdal, Iful, Adi, Fajar, Yoko, Dila, Ria,

Yayu, Yunita, Imma, Fatma, Tuti, Nisa, Janet, Kasma, Umroah yang

telah menorehkan cerita yang begitu berharga dalam kehidupan penulis

selama masa kuliah di Departemen Sastra Daerah Universitas

Hasanuddin.

9. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Hasanuddin (IMSAD FIB-UH);

10. Teman seperjuangan dalam penulisan skripsi ini. Bersama menerjang

badai Jeanette Hillary, Annisa Anindya dan Fajar Ariadi Suwardi,

terkhusus Nurfadilah yang selalu memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis.

Akhirnya kepada Allah SWT jugalah penulis memohon, semoga jasa-jasa

baik berbagai pihak dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terbatas dari harapan. Olehnya itu

kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini

vi
dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu di lingkungan Fakultas Ilmu

Budaya, khususnya di Departemen Sastra Daerah Bugis-Makassar.

Makassar, 01 Maret 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

ABSTRAK......................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 6

C. Batasan masalah .......................................................................... 6

D. Rumusan Masalah........................................................................ 6

E. Tujuan Peneltiian ......................................................................... 7

F. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8

A. Landasan Teori ............................................................................ 8

B. Penelitian Relevan ..................................................................... 23

C. Kerangka Pikir ........................................................................... 25

D. Defenisi Operasional.................................................................. 27

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 28

A. Jenis Penelitian .......................................................................... 28

viii
B. Objek Penelitian ........................................................................ 28

C. Lokasi Penelitian ....................................................................... 29

D. Data dan Sumber Data ............................................................... 29

E. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 30

F. Teknik Penentuan Informan...........................................................31

G. Metode Analisi Data .................................................................. 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 33

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 33

B. Proses Tradisi Maudu Lompoa ......................................................... 37

C. Fungsi-fungsi Sosial dalam Tradisi Maudu Lompoa ......................... 48

D. Nilai-nilai Budaya Masyarakat Tanralili .......................................... 55

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 63

A. Kesimpulan ..................................................................................... 63

B. Saran ............................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65

LAMPIRAN..........................................................................................................67

ix
ABSTRAK

Rindiani. 2018. Skripsi ini berjudul “Fungsi dan Nilai Budaya Tradisi
Mauduq Lompoa pada Masyarakat Tanralili”. Departemen Sastra Daerah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin. Dimbimbing oleh Dafirah
dan Pammuda.

Skripsi ini mengkaji tradisi Mauduq Lompoa yang dibina dalam Tanralili
dengan melihat aspek fungsi-fungsi sosial dan nilai budaya yang terkandung di
dalamnya. Mauduq Lompoa bagi masyarakat Tanralili adalah sarana untuk
membangun fungsi dan nilai budaya pada masyarakat Tanralili dan juga sebagai
ajang silaturrahim antara keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan proses pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa pada masyarakat
Tanralili; mengklasifikasi fungsi-fungsi sosial dan nilai-nilai budaya tradisi
Mauduq Lompoa yang dijunjung tinggi dan dirawat masyarakat Tanralili.

Pembahasan dalam Mauduq Lompoa dilakukan dengan menerapkan teori


fungsionalisme-struktural Radclife Brown. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan proses mengumpulkan data melalui observasi,
wawancara, dokumentasi dan sumber-sumber kepustakaan. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan deskriptif kualitatif, yakni menjelaskan data-data
tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tradisi Mauduq Lompoa bagi


nasyarakat berfungsi sebagai upacara dapat mempererat silaturrahim antara
manusia, sebagai sarana pendidikan, upacara dapat membangun solidaritas
masyarakat, dan sebagai komunikasi budaya. Nilai budaya yang masih dirawat
masyarakat Tanralili hingga saat ini yaitu nilai kepedulian, nilai estetika, nilai
agama, nilai kepatuhan, dan nilai gotong-royong.

Kata kunci: tradisi, Mauduq Lompoa, nilai budaya

x
ABSTRACT

Rindiani. 2018. This thesis entitled “The function and the value of Mauduq
Lompoa tradition in Tanralili society”. Departement of Sastra Daerah
cultural sciences of Hasanuddin University. Guided by Mrs. Dafirah and Mr.
Pammuda.
This thesis investigates the tradition of Mauduq Lompoa which is belongs to
Tanralili by looking at the aspects of social functions and cultural values
contained in it. Mauduq Lompoa for Tanralili society is a form to build function
and cultural value and also as a place of inter-family silaturrahim. The purpose of
this research is to explain the process of implementation of Mauduq Lompoa
tradition in Tanralili society; classifying the social functions and cultural values of
Mauduq Lompoa tradition that are upheld and cared for by the Tanralili people.

The discussion in Mauduq Lompoa is done by applying Radclife Brown's


structural-functionalist theory. This research used qualitative research methods
with the process of collecting data through observation, interview, documentation
and literature sources. Data analysis is done by using qualitative descriptive, that
is explaining the data according to actual situation.
The result of the research reveals that Mauduq Lompoa tradition for society
has been serves as a ceremony to strengthen the human bonding inside the
community, as a means of education, the ceremony can build a solidarity in
community, and also as a cultural communication. The cultural values that
Tanralili people still care for today are the value of caring, the aesthetic values,
religious values, compliance values, and mutual-aid value.

Keywords: tradition, Mauduq Lompoa, culture value

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upacara tradisional sebagai suatu adat-istiadat mengandung pranata-

pranata atau norma-norma sosial yang bertujuan untuk menciptakan

keteraturan dan hubungan masyarakat yang harmonis. Keteraturan dan

hubungan sosial masyarakat yang harmonis tersebut akan tercipta lewat

perilaku yang terpolakan dalam upacara dan diinterpretasikan berdasarkan

pengetahuan budaya yang dimiliki oleh masyarakat pendukung upacara.

Setiap upacara adat yang dilaksanakan memiliki fungsi dan manfaat

bagi masyarakat pendukungnya. Beragam bentuk tradisi yang berkembang

pada masyarakat berupa tata cara, kelakuan, upacara atau ritual yang

berhubungan dengan sistem kepercayaan, dan kesenian yang bersumber dari

masa lalu. Salah satu bentuk tradisi yang dimaksud adalah upacara

keagamaan yang bersifat turun temurun. Upacara-upacara keagamaan dalam

kehidupan suatu suku, kelompok, atau persekutuan dalam masyarakat

biasanya merupakan unsur-unsur kebudayaan yang paling tampak

realisasinya. Kegiatan dalam upacara keagamaan merupakan manifestasi cara

berpikir dan merasa seseorang yang amat menonjol (Bagus, 2000: 115).

Salah satu bentuk upacara tradisional masyarakat di Sulawesi Selatan

yang bertahan hingga saat ini adalah tradisi peringatan hari lahir Nabi

Muhammad SAW. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW bentuk dan

1
2

situasi pelaksanaannya berbeda-beda pada tiap daerah. Misalnya masyarakat

Cikoang Kabupaten Takalar, masih melaksanakan peringatan maulid.

Perayaan maulid dalam bahasa Makassar dikenal dengan nama Mauduq

Lompoa. Selain pelaksanaannya di Cikoang, perayaan maulid dilakukan juga

di daerah-daerah lain, termasuk di Tanralili, Kabupaten Maros.

Mauduq Lompoa di Maros sudah berlangsung kurang lebih 50 tahun.

Menurut sejarahnya, tradisi Mauduq Lompoa mula-mula diperkenalkan oleh

Sayyid Jalaluddin di Cikoang, kemudian disebarkan dan dikembangkan oleh

anaknya bernama Sayyid Umar dan Sayyid Sahabuddin. Sayyid Jalaluddin

adalah seorang ulama keturunan ke-29 dari Nabi Muhammad, yang berasal

dari Hadramaut, Yaman, Timur Tengah. Kedatangan Sayyid Jalaluddin pada

beberapa abad yang lalu di Cikoang membawa serta ajaran-ajarannya. Sampai

saat ini ajarannya masih dilaksanakan masyarakat Cikoang dan sekitarnya.

Salah satu ajarannya yang sampai saat ini masih terus dilaksanakan bahkan

semakin besar dari masa awalnya yakni tata cara perayaan hari Maulid Nabi

Muhammad SAW (Saransi, 2003: 46 & 52).

Berbagai macam kegiatan keagamaan Mauduq Lompoa yang dilakukan

itu bertujuan untuk mengukuhkan kembali idea-idea yang terkandung dalam

ajaran agama Islam. Hal ini juga tergambar kuat di dalam tradisi keagamaan

Mauduq Lompoa yang mengandung berbagai macam norma dan nilai sosial.

Nilai-nilai sosial itu yang mempunyai sifat positif serta berguna bagi

kelanjutan sistem yang turut mengukuhkan sendi-sendi sosial masyarakat

Tanralili dalam era globalisasi dewasa ini.


3

Upacara keagamaan yang biasanya diselenggarakan secara besar-

besaran pada masyarakat di Kabupaten Maros adalah perayaan Maulid Nabi

Muhammad SAW. Dalam upacara tersebut, proses kegiatan dipusatkan di

lapangan. Lapangan tersebut merupakan lapangan yang telah diwakafkan oleh

masyarakat setempat yang juga merupakan salah satu pemilik tradisi tersebut.

Prosesi upacara maulid Nabi dianggap sakral karena dilengkapi dengan

berbagai sesajian yang di sebut Kanre Mauduq, dengan melalui sesajian yang

dipersembahkan, mereka percaya bahwa rahmat Tuhan melalui restu Nabi

Muhammad SAW, akan selalu mendapatkan berkah. Adapun inti dari acara

bersangkutan adalah zikiran dengan membaca kitab Rateq serta doa dan

salawat kepada Nabi (Raodah, 2014: 25).

Mauduq Lompoa Maros ini jelas merupakan bentuk difusi agama Islam

dan tradisi lokal di Sulawesi Selatan. Mengikut pendapat Koentjaraningrat

(1990: 244), maka dapat diasumsikan bahwa, perayaan Maulid Tanralili tidak

lain gejala penyebaran unsur- unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat

lain di muka bumi yang dibawa oleh kelompok-kelompok agama yang

bermigrasi. Hal yang sama pelaksanaan Mauduq Lompoa di Maros juga

dilaksanakan setiap tahunnya; merupakan tradisi keagamaan yang unik dan

mampu bertahan dalam rentang waktu yang cukup panjang.

Tradisi Mauduq Lompoa di Tanralili Maros juga merupakan momen

kunjungan tahunan bagi masyarakat dengan banyaknya masyarakat yang

berdatangan dari berbagai penjuru wilayah Maros. Selain itu, banyak pula

pengunjung yang datang dari luar daerah seperti Makassar, Gowa, Takalar,
4

Pangkep, Jakarta, Solo dan lain-lain. Peringatan Mauduq Lompoa selain

sebagai upacara kelahiran Nabi Muhammad SAW juga sebagai media

silaturrahmi antar anggota keluarga. Keluarga mereka yang berdatangan dari

luar daerah Maros juga turut berpartisipasi pada pelaksanaan Mauduq

Lompoa. Selain itu, mereka juga ingin menyaksikan kemeriahan dan hari

kebahagiaan mereka yaitu pada hari H pelaksanaan Mauduq Lompoa .

Keluarga yang merantau, biasanya berusaha kembali untuk menggelar tradisi

Mauduq Lompoa sekaligus bertemu kangen dengan sanak keluarganya.

Manyambeang (1991: 5) dalam penelitiannya mengatakan bahwa,

setiap upacara yang dilakukan oleh masyarakat mempunyai waktu-waktu

tertentu dalam pelaksanaannya. Waktu penyelenggaraan upacara Mauduq

Lompoa mempunyai waktu khusus, yang telah lama diikuti secara turun-

temurun dan tradisional, pada bulan Rabiul Awal. Adapun penyelenggara

upacara yang disebut Anrong Guru yang dibantu oleh para muridnya. Beliau

dibantu oleh para paratek (orang yang berzikir bersama-sama) yang ditunjuk

langsung oleh Anrong Guru.

Mauduq Lompoa di Tanralili dari segi pelaksanaannya memiliki tradisi

yang unik. Keunikan tradisi Mauduq Lompoa di Tanralili terletak pada

adanya perahu kayu yang dihias sedemikian rupa menggunakan kain warna-

warni. Keunikan yang lain terletak pada Mauduq Lompoa di Tanralili yaitu

perahu yang digunakan dalam maulid. Perahu tersebut berjejeran rapi di

dalam lapangan di kampung Manippasa Desa Damai, padahal desa tersebut

tidak mempunyai korelasi dengan perahu dan juga jauh dari wilayah pesisir.
5

Makanan yang terletak pada miniatur perahu di Tanralili diperebutkan oleh

masyarakat yang hadir pada saat acara telah berlangsung.

Di dalam Mauduq Lompoa inilah dapat ditemukan nilai-nilai sosial

yang melekat pada setiap masyarakatnya. Nilai itu terus hidup karena

masyarakat menjaga dan mewariskan nilai-nilai itu kepada anak cucunya.

Selain itu, dalam Mauduq Lompoa juga terdapat fungsi sosial yang

bermanfaat bagi masyarakatnya. Karena nilai-nilai itu, perlu diangkat dan

dipertahankan akan kearifannya pada masyarakat. Nilai-nilai itu pula

memiliki fungsi-fungsi terhadap solidaritas masyarakat Tanralili.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu mengungkapkan nilai-nilai

upacara tradisional yang mencerminkan nilai sosial-budaya, yaitu nilai pada

upacara Mauduq Lompoa yang dilaksanakan oleh masyarakat pendukung

upacara tersebut. Nilai-nilai tersebut yang menjadi dasar penulis untuk

melakukan penelitian yang terkandung dibalik upacara Mauduq Lompoa.

Disamping itu perihal proses pelaksanaan Mauduq Lompoa di Tanralili

belum dieksplorasi sehingga masyarakat luas belum mengetahuinya. Hal ini

perlu juga diungkapkan. Penelitian ini menjadi sarana penulis untuk

memberikan penjabaran dan pengetahuan mengenai“ Fungsi dan Nilai Tradisi

Mauduq Lompoa di Tanralili”.


6

B. Identifikasi Masalah

Mauduq Lompoa merupakan tradisi kebudayaan di Tanralili yang terus

berkembang dan dipelihara oleh masyarakat pendukungnya hingga sekarang.

Adapun identifikasi masalahnya sebagai berikut:

a. Bagaimana sejarah Mauduq Lompoa di Kecamatan Tanralili Kabupaten

Maros.

b. Fungsi tradisi Mauduq Lompoa pada masyarakat Tanralili.

c. Mauduq Lompoa mempunyai peran penting dalam membentuk

kebudayaan suatu masyarakat.

d. Mauduq Lompoa mengandung nilai-nilai budaya yang perlu digali dan

dibahasakan secara lebih sederhana.

e. Bagaimana hubungan Mauduq Lompoa di Tanralili dengan Mauduq

Lompoa di Cikoang.

C. Batasan Masalah

Sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan pada identifikasi

masalah di atas, penulis tidak membahas secara keseluruhan karena adanya

keterbatasan waktu dan keterbatasan penulis. Penulis memfokuskan

penelitian pada fungsi dan nilai budaya pada masyarakat Tanralili.

D. Rumusan Masalah

Bertolak pada latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Fungsi-fungsi sosial apa yang terkandung dalam tradisi Mauduq Lompoa

pada masyarakat Tanralili?


7

2. Nilai-nilai budaya apa yang dijunjung tinggi dan dirawat oleh masyarakat

Tanralili sebagai pemilik ritual Mauduq Lompoa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi-fungsi sosial yang terkandung dalam tradisi

Mauduq Lompoa pada masyarakat Tanralili

2. Untuk menganalisis nilai-nilai budaya yang yang dijunjung tinggi dan

dirawat oleh masyarakat Tanralil sebagai pemilik ritual Mauduq

Lompoa

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat

teoritis daan praktis.

a) Manfaat Teoritis

1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pengetahuan

kebudayaan dalam bentuk tradisi Mauduq Lompoa.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmiah

mengenai gambaran tentang tradisi khususnya tradisi Mauduq

Lompoa.

b) Manfaat Praktis

1. Untuk memberikan atau menambah pengetahuan bagi penulis atau

pembaca.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dokumentasi sebagai usaha

untuk melestarikan dan mengembangkan budaya yang telah ada


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1) Struktural Fungsionalisme

Fungsionalime-Struktural menurut Radclife Brown adalah teori yang

menggagaskan mengenai sebuah kerangka kerja yang menggambarkan

konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan struktur sosial dan peradaban

masyarakat tertentu. Ada tiga konsep yang sering digunakan oleh Radclife

Brown, yaitu: proses (process), fungsi (function), dan struktur (structure).

Proses sosial mengacu pada sebuah unit aktifitas sosial, sehingga

regularitas proses sosial menjadi sangat penting. Radclife Brown mengangkat

fungsi dari psikologi. Istilah “fungsi” dalam ilmu sosial sama dengan istilah

proses itu di dalam psikologi, yang menghubungkan antara “struktur” dengan

“kehidupan”. Menurut Brown, fungsi mengacu pada hubungan antara

“proses”dengan “struktur sosial”. Fungsi merupakan kontribusi sebuah

elemen yang membentuk keseluruhan sistem sosial. Struktur (structure)

mengacu pada sejumlah bahagian pengaturan organisasi. Dalam struktur

sosial, bahagian kepribadian inilah yang mendorong seseorang untuk

berpartisipasi di dalam kehidupan sosial, sehingga menduduki status dalam

jaringan sosial. Jaringan sosial terbentuk dari hubungan sosial antar manusia

di dalam sebuah masyarakat, yang dikontrol oleh norma atau pola-pola

(Gising, 2008: 262-264).

8
9

Gagasan mengenai teori Fungsionalime-Struktural tersebut terlihat pada

karangannya “The Andaman Islanders”(1922), yang berbicara mengenai

gagasan dan pandangannya terhadap kehidupan sosial kebudayaan. Dalam

karyanya tersebut ia menggunakan suatu diskripsi etnografi yang terintegrasi

secara fungsional. Deskripsi etnografi “The Andaman Islanders”merupakan

suatu contoh dari suatu deskripsi terintegrasi secara fungsional, di mana

berbagai upacara agama dikaitkan dengan mitologi atau dongeng-dongeng

suci yang bersangkutan, dan di mana pengaruh dan efeknya terhadap struktur

hubungan antara warga dalam suatu komunitas desa Andaman yang kecil,

menjadi tampak jelas. Ia merumuskan metode pendiskripsian terhadap

karangan etnografi. Salah satunya ialah melalui aspek upacara, yang

dirumuskan kedalam beberapa bagian seperti berikut:

a. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu

sentimen dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk

berperilaku sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

b. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang

dengan demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat,

menjadi pokok dari orientasi sentimen tersebut.

c. Sentimen itu ditimbulkan dalam pikiran individu warga masyarakat

sebagai akibat pengaruh hidup masyarakatnya.

d. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen

itu dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang pada saat-saat

tertentu.
10

e. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas sentimen itu

dalam jiwa warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada

warga-warga dalam generasi berikutnya.

Brown juga menyarankan untuk memakai istilah “fungsi sosial” untuk

menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata kepada solidaritas

sosial dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian pendirian Radcliffe-

Brown mengenai fungsi sosial, pada dasarnya sama dengan pendapat yang

dikemukakan Malinowski mengenai fungsi dalam tingkat abstraksi ketiga,

yaitu pengaruh efek dari suatu upacara keagamaan atau dongeng mitologi

terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara berintegrasi dari

suatu sistem sosial tertentu (Koentjaraningrat, 1980 : 172-177).

Berbicara mengenai struktur berarti mengacu kepada semacam susunan

hubungan antara komponen-komponen. Seperti struktur kulit bumi, kimia

yang mempelajari molekul-molekul, atau seperti struktur kalimat. Struktur ini

juga terdapat pada kehidupan sosial manusia, memiliki komponen-komponen

yang saling berhubungan satu sama lain. Masyarakat adalah sebuah struktur

sosial yang terdiri dari jaringan hubungan sosial yang kompleks antara

anggota-anggotanya. Suatu hubungan sosial antara dua orang anggota tertentu

pada waktu tertentu, di tempat tertentu, tidak dipandang sebagai satu

hubungan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari satu jaringan

hubungan sosial yang luas, yang melibatkan keseluruhan anggota masyarakat

tersebut. Hubungan kedua orang di atas harus dilihat sebagai bagian dari satu
11

struktur sosial. Inilah prinsip dan objek kajian ilmu sosial, menurut Radcliffe-

Brown.

Individu-individu yang menjadi komponen dari sebuah struktur sosial

dilihat sebagai person yang menduduki posisi atau status, di dalam struktur

sosial tertentu. Orang sebagai status sosial; orang berhubungan dengan orang

lain dalam kapasitasnya sendiri yang berlainan satu sama lain. Perbedaan-

perbedaan status sosial tersebut menentukan bentuk hubungan sosial, dan atas

dasar itu ia juga akan mempengaruhi struktur sosial. Suatu struktur sosial

adalah total dari jaringan hubungan antar individu-individu, atau person-

person dan kelompok person. Dimensinya ada dua, yaitu; hubungan diadik,

artinya antar pihak (yaitu person atau kelompok) kesatu dengan pihak kedua.

Juga diferensial, antara satu pihak dengan beberapa pihak yang berbeda-beda

atau sebaliknya.

“Bentuk dari struktur sosial” adalah tetap, dan apabila berubah, proses

tersebut biasanya berjalan lambat, sedangkan “realitas struktur sosial” atau

wujud dari struktur sosial, yaitu person-person atau kelompok-kelompok

yang ada di dalamnya, selalu berubah dan berganti. Tentu saja ada beberapa

peristiwa yang membuat bentuk struktur sosial ini berubah, seperti peristiwa

perang atau revolusi. Radcliffe-Brown (1940) dalam Syarif Moeis, yang

menyatakan bahwa struktur sosial itu adalah suatu rangkaian kompleks dari

relasi-relasi sosial yang berwujud dalam suatu masyarakat, struktur sosial itu

mencakup seluruh hubungan antara individu-individu pada saat tertentu, oleh

karenanya struktur sosial itu merupakan aspek non-prosesual dari sistem


12

sosial, isinya adalah keadaan statis dari sistem sosial yang bersangkutan.

Lebih jelas mengenai hal tersebut dengan istilah On Social Structure dalam

pidato Radcliffe-Brown menerangkan bahwa:

1. Masyarakat yang hidup di tengah-tengah alam semesta sebenarnya

terdiri dari serangkaian gejala-gejala yang dapat kita sebut gejala

sosial. Demikian juga banyak hal lain dalam alam semesta ini, seperti

planet-planet yang beredar, organisma-organisma yang hidup,

molekul-molekul yang bergerak; sebenarnya terdiri dari berbagai

rangkaian gejala alam.

2. Masyarakat yang hidup sebenarnya juga merupakan suatu klas dari

gejala-gejala alam yang lain, dan dapat juga dipelajari dengan

metodologi yang sama seperti metodologi yang dipergunakan untuk

mempelajari gejala-gejala alam semesta yang lain.

3. Suatu masyarakat yang hidup merupakan suatu sistem sosial, dan

suatu sistem sosial mempunyai struktur juga seperti halnya bumi,

organisma, makhluk, atau molekul.

4. Suatu ilmu mengenai masyarakat seperti ilmu sosial, yang

mempelajari struktur dan sistem-sistem sosial adalah sama halnya

dengan ilmu geologi yang mempelajari struktur kulit bumi, atau ilmu

biologi yang mempelajari struktur dari organisma-organisma, ilmu

kimia yang mempelajari struktur dari molekul-molekul.

5. Suatu struktur sosial merupakan total dari jaringan hubungan antara

individu-individu, dan kelompok individu.


13

6. “Bentuk dari struktur sosial” adalah tetap, dan apabila berubah,

proses tersebut biasanya berjalan lambat, sedangkan “realitas struktur

sosial” atau wujud dari struktur sosial, yaitu person-person atau

kelompok-kelompok yang ada di dalamnya, selalu berubah dan

berganti.

7. Dalam penelitian masyarakat di lapangan, seorang peneliti

mengobservasi wujud dari struktur sosial, tetapi analisanya harus

sampai kepada pengertian tentang bentuknya yang bersifat lebih

abstrak.

8. Seorang ahli ilmu sosial yang mendeskripsi suatu struktur sosial pada

dimensi diadik maupun diferensialnya, serta morfologi sosial maupun

fisiologi sosialnya.

9. Struktur sosial dapat juga dipakai sebagai kriterium untuk

menentukan batas dari suatu sistem sosial atau suatu kesatuan

masyarakat sebagai organisma.

10. Ilmu antropologi sosial adalah salah satu ilmu sosial yang bertugas

mempelajari struktur-struktur sosial dari sebanyak mungkin

masyarakat sebagai kesatuan-kesatuan, dan membandingkannya

dengan metode analisa komparatif untuk mencari azas-azasnya

(Koentjaraningrat, 1980: 180-183).

2) Fungsi Upacara

Fungsi diartikan sebagai “segala kegiatan yang diarahkan kepada

memenuhi kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari suatu sistem” (Roen,


14

2011: 35). Adapun istilah fungsi itu dapat dipakai dalam bahasa sehari-hari

maupun dalam bahasa ilmiah dengan arti yang berbeda. Ritual dapat

berfungsi sebagai cara untuk bernegosiasi dengan roh agar tidak mengganggu

hidup manusia atau sebagai wadah aktivitas untuk meminta keselamatan atau

terhindar dari berbagai macam bala bencana. Dalam hal ini, fungsi ritual

terletak pada hubungan antara manusia dengan kehidupan yang tidak kasat

mata di sekitar kehidupan mereka. Upacara menjadi media interaksi yang

melebur masyarakat dalam suatu sistem tindakan yang berlembaga. Karena

itu, Durkheim dan Radclife-Brown menganggap upacara dapat mempertebal

perasaan kolektif dan integritas sosial.

Dalam buku yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sulawesi Selatan (1984: 30), mengemukakan beberapa fungsi pelaksanaan

suatu upacara-upacara tradisional di dalam masyarakat. Fungsi-fungsi itu

mencakup fungsi solidaritas dan komunikatif. Fungsi tersebut merupakan

proses psikologis dan sosialisasi masyarakat dan berfungsi memperbaiki atau

mengubah pandangan seseorang dan masyarakat untuk saling memberi dan

mengukuhkan tata tertib masyarakat.

Endraswara (2006:175), mengemukakan fungsi ritual yaitu: (1)

mengintegrasikan dan menyatukan rakyat dengan memperkuat kunci dan nilai

utama kebudayan melampaui dan di atas individu dan kelompok. Berarti

ritual menjadi alat pemersatu atau integrasi; (2) ritual menjadi sarana

pendukungnya untuk mengungkapkan emosi, khususnya nafsu-nafsu negatif;

(3) ritual akan mampu melepaskan tekanan-tekanan sosial.


15

Pada masyarakat Ndembu, fungsi upacara dapat dilihat dari segi yang

berlainan pada ranah individual dan struktur sosialnya (Turner dalam

Winangun, 1990: 15-29). Terdapat empat fungsi dalam upacara masyarakat

Ndembu, yaitu: (1) upacara sebagai resolusi konflik; (2) upacara dapat

mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas masyarakat; (3) upacara

bertujuan untuk mempersatukan dua prinsip yang bertentangan dalam

masyarakat Ndembu, misalnya prinsip matrilineal dan virilokal; dan (4)

dengan upacara orang mendapat kekuatan matovasi baru untuk hidup dalam

masyarakat sehari-hari.

3) Konsep Nilai

Nilai merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia; dalam

hidupnya manusia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai. Nilai adalah

perasaan tentang apa yang diinginkan atau tidak diinginkan, tentang apa yang

boleh dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan, tentang apa yang berharga dan

tidak berharga. Nilai dalam masyarakat tercakup pada adat kebiasaan dan

tradisi, yang secara tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh anggota

masyarakat tersebut (Aryadini, 2000: 19).

Robin M, Wiliams (dalam Sunarti, 2008:45), mengemukakan bahwa

terdapat empat buah kualitas tentang nilai-nilai, yaitu:

a) Nilai-nilai mempunyai sebuah elemen konsepsi yang telah mendalam

dibandingkan dengan hanya sekedar sensasi, emosi, atau kebutuhan.

Dalam hal ini nilai dianggap sebagai abstraksi yang ditarik dari

pengalaman-pengalaman seseorang.
16

b) Nilai-nilai menyangkut atau penuh dengan semacam pengertian yang

memiliki semacam emosi. Emosi disini mungkin diungkapkan sebenarnya

atau merupakan potensi.

c) Nilai-nilai merupakan bukan tujuan konkrit dari tindakan tetapi

mempunyai hubungan dengan tujuan, sebab nilai-nilai berfungsi sebagai

cerita dalam memiliki tujuan-tujuan. Seseorang akan berusaha mencapai

segala sesuatu yang menurut pandangannya mempunyai nilai-nilai.

d) Nilai-nilai merupakan unsur penting, dan tidak dapat disepelekan bagi

orang yang bersangkutan. Dalam kenyataannya, nilai-nilai berhubungan

dengan pilihan, dan pilihan merupakan prasyarat untuk mengambil suatu

tindakan.

Nilai merupakan sesuatu yang baik, yang diinginkan, yang dicitakan, dan

dianggap penting oleh warga masyarakat. Nilai adalah kata yang polisemi,

suatu kata yang memiliki banyak arti. Nilai merupakan suatu keyakinan atau

kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih tindakannya, atau menilai sesuatu yang bermakna atau tidak

bermakna bagi kehidupannya. Dengan demikian untuk mengetahui atau

melacak sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan-kenyataan

lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir, dan sikap seseorang atau

sekelompok orang.

Kebudayaan merupakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki

bersama oleh para anggota masyarakat kalau dilaksanakan oleh para

anggotanya, melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima


17

oleh seluruh anggota masyarakat tersebut (Haviland, 1999: 333). Kebudayaan

terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya

yang berada di balik, dan yang tercermin dalam perilaku manusia (Mahsun,

2001: 2). Nilai budaya merupakan suatu gejala abstrak, ideal dan tidak

inderawi atau kasat mata. Nilai budaya hanya bisa diketahui melalui

pemahaman dan penafsiran tindakan, perbuatan, dan tuturan manusia

(Saryono, 2010:31).

Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilai-

nilai yang berhubungan dengan kepentingan para anggota masyarakat, bukan

nilai yang dianggap penting dalam satu anggota masyarakat sebagai individu,

sebagai pribadi. Individu atau perseorangan berusaha mematuhi nilai-nilai

yang ada dalam masyarakat karena dia berusaha untuk mengelompokkan diri

dengan anggota masyarakat yang ada, yang sangat mementingkan

kepentingan bersama bukan kepentingan diri sendiri (Sunarti, 2008: 15).

Nilai budaya merupakan inti kebudayaan yang mempengaruhi dan

menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan kehidupan

manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala baik berupa perilaku

seni, perilaku ritual, perilaku ekonomi, perilaku politik, dan perilaku lain

dalam kehiidupan dan benda-benda sebagai kesatuan material

(Koentowidjoyo, 1987:17). Nilai budaya merupakan bentuk nyata dari

usahanya untuk memanusiakan manusia. Nilai budaya adalah proses

kemajuan manusia pada masa lampau kemudian menjadi titik tolak untuk
18

melanjutkan kehidupannya pada masa sekarang dan masa depan (Wikipedia

23/10/2017).

Menurut Koentjaraningrat (1987: 85) nilai budaya terdiri atas konsepsi -

konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat

mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulai. Sistem nilai yang ada

dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak.

Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya

dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan

pembuatan yang tersedia.

Nilai budaya merupakan suatu konsep-konsep mengenai apa yang hidup

dari alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai sesuatu yang dianggap

bernilai, beradab atau tindakan bermartabat yang sesuai dengan budaya yang

hidup dalam suatu daerah masyarakat tertentu yang dapat dijadikan sebagi

pedoman dan tuntunan dalam kehidupan bermasyarakat.

Djamaris (dalam Sunarti, 2008: 16) mengungkapkan bahwa nilai budaya

dikelompokkan ke dalam lima pola hubungan, yaitu; (1) nilai budaya dalam

hubungan manusia dengan Tuhan, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia

dengan alam, (3) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat,

(4) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain atau sesamanya,

(5) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.


19

4) Tradisi

Tradisi (bahasa Latin : tradition, “diteruskan”) atau kebiasaan dalam

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak

lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,

biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal

yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan

dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa

adanya ini, suatu tradisi dapat punah (Nasution, 2015: 82).

Tradisi merupakan hasil cipta rasa dan karya manusia objek material,

kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lembaga yang diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Sesuatu yang diwariskan tidak berarti harus

diterima, dihargai, diasimilasi, atau disimpan sampai manti. Bagi para

pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai tradisi, tradisi

yang diterima akan menjadi unsur yang akan hidup didalam kehidupan para

pendukungnya. Ia menjadi bagian dari masa lalu yang akan dipertahankan

sampai sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan inovasi-

inovasi baru.

Tradisi adalah suatu kebiasaan, suatu kepercayaan yang sudah sangat

mendarahdaging pada suatu masyarakat, yang apa bila tidak dilaksanakan

atau menyimpang akan mengakibatkan suatu kejelekan (Rafiek 2011:38).

Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah

berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari

nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam
20

berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau kebiasaan, dalam

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk

sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,

biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal

yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan

dari generasi ke generasi, baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini,

suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga dapat diartikan sebagai

kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara otomatis akan

mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota

masyarakat itu.

Tradisi yang dimiliki masyarakat bertujuan agar membuat hidup manusia

kaya akan budaya dan nilai-nilai bersejarah. Selain itu, tradisi juga akan

menciptakan kehidupan yang harmonis. Namun, hal tersebut akan terwujud

hanya apabila manusia menghargai, menghormati, dan menjalankan suatu

tradisi secara baik dan benar serta sesuai aturan.

Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak

mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi

hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan

tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan, maka

ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir di saat itu juga. Setiap sesuatu

menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektivitas dan tingkat

efisiensinya. Efektivitas dan efisiensinya selalu terupdate mengikuti

perjalanan perkembanggan unsur kebudayaan. Persoalan kalau tingkat


21

efektivitasnya dan efisiensinya renda akan segera ditinggalkan pelakunya dan

tidak akan pernah menjelma menjadi sebuah tradisi. Tentu saja sebuah tradisi

akan pas dan cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat pewarisnya

(Nasution, 2015: 82-83).

Tradisi merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat

pendukungnya. Oleh karena itu pelaksanaannya sangat penting artinya bagi

pembinaan sosial budaya masyarakat yang persangkutan. Hal itu disebabkan

salah satu fungsi dari tradisi adalah sebagai penguat norma-norma serta nilai-

nilai budaya yang telah berlaku (Supanto, 1992: 221-222).

Tradisi masyarakat banyak tumbuh dan berkembang sesuai dengan

lingkungan sosialnya. Tradisi adalah kebiasaan yang telah tumbuh dan

menjadi identitas diri suatu aktivitas masyarakat yang mengandung unsur

keagamaan. Tradisi masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial,

budaya, dan agama. Agama sangat menentukan tatanan tradisi itu sendiri.

Tradisi masyarakat dengan cirinya yang tumbuh dan berkembang secara

turun-temurun, biasanya tidak disertai aturan-aturan tertulis yang baku,

namun wujudnya dalam bentuk lisan, perilaku, dan kebiasaan tetap terjaga

(Padindang, 2005:5).

Tradisi lahir disaat tertentu ketika orang menetapkan fragmen tertentu

dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah ketika orang

memberikan perhatian khusus pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan

fragmen yang lain. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan

mungkin lenyap bila benda material dibuang dan gagasan ditolak atau
22

dilupakan. Tradisi mungkin pula hidup dan muncul kembali setelah lama

terpendam.

Tradisi lahir melalui dua cara, yaitu:

a. Muncul dari bawah melalui mekanisme, kemunculan secara spontan dan

tak diharapkan serta melibatkan rakyat bayak. Karena sesuatu alasan,

individu tertentu menemukan warisan historis yang menarik perhatian,

ketakziman, kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan

melalui berbagai cara, mempengaruhi rakyat bayak. Sikap takzim

tersebut berubah menjadi perilaku dalam benruk upacara, penelitian dan

pemugaran peninggalan purbakala serta menafsir ulang keyakinan lama.

b. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap

tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh

individu yang berpengaruh atau berkuasa.

Dua jalan kelahiran tradisi tersebut tidak membedakan kadarnya.

Perbedaannya terdapat antara tradisi asli, yakni yang sudah ada di masa lalu.

Tradisi buatan mungkin lahir ketika orang memahami impian masa lalu dan

mampu menularkan impian itu kepada orang banyak. Lebih sering tradisi

buatan ini dipaksakan dari atas oleh penguasa untuk mencapai tujuan politik

mereka.

Begitu terbentuk, tradisi mengalami berbagai perubahan. Perubahan

kuantitatifnya terlihat dalam jumlah penganut atau pendukungnya. Rakyat

dapat ditarik untuk mengikuti tradisi tertentu yang kemudian mempengaruhi

seluruh rakyat dan negara atau bahkan dapat mempengaruhi skala global.
23

Arah perubahan lain adalah arahan perubahan kualitatif yakni perubahan

kadar tradisi. Gagasan, simbol dan nilai tertentu ditambahkan dan yang

lainnya dibuang. Cepat atau lambat setiap tradisi mulai dipertanyakan,

diragukan, diteliti ulang dan bersama dengan itu fragmen-fragmen masa lalu

ditemukan dan disahkan sebagai tradisi (Defensi Tradisi dan kemunculan

tradisi. Salasiah-2013/06/20).

B. Penelitian Relevan

Sepanjang pengetahuan penulis, tidak satupun penelitian yang mengkaji

tentang nilai-nilai sosial budaya dalam upacara Maudu Lompoa. Namun ada

beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan kajian yang berbeda

diantaranya yang pernah dilakukan oleh:

Manyambeang, dkk (1991) dengan judul buku “Upacara Tradisional dalam

kaitannya dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Provinsi Sulawesi Selatan”.

Adapun masalah yang dibahas dalam buku ini adalah (1) apakah dalam upacara-

upacara tradisional itu terdapat nilai-nilai budaya yang tinggi yang dapat

menunjang pembangunan dewasa ini sehingga perlu didokumentasikan dan

diinventariskan, (2) apakah upacara-upacara tradisional ini merupakan suatu

pranata sosial yang dapat merupakan sarana pendidikan dalam proses sosialisasi,

(3) apakah upacara-upacara tradisional yang telah melembaga dalam masyarakat

akan punah akibat pengaruh nilai-nilai asing yang mempengaruhi warga

masyarakat.

Afrida (2011) dengan judul skripsi Makna Ritual Maudu Lompoa di

Kabupaten Takalar. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1)
24

bagaimana sejarah tradisi Maudu Lompoa di Cikoang, Kabupaten Takalar, (2)

bagaimana rangkaian prosesi makna yang terkandung di dalam ritual Maudu

Lompoa Cikoang, Kabupaten Takalar.

Busthanul (2013) dengan judul disertasi Makna Maudu bagi Perbaikan Gizi

Masyarakat Cikoang. Adapun masalah yang dibahas dalam disertasi ini adalah (1)

apakah makna peristiwa tradisi keagamaan maudu bagi komunitas cikoang, (2)

apakah makna berkontribusi secara sosial dalam tradisi maudu bagi komunitas

cikoang,(3) apakah makna peristiwa tradisi keagamaan maudu bagi perbaikan gizi

komunitas cikoang.

Saransi (2003) dengan judul buku Tradisi Masyarakat Islam di Sulawesi

Selatan. Dalam penelitian tersebut mrengungkapkan dan mengkaji unsur upacara

tradisi Islam dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan Nasional.

Selain itu, penelitian tersebut mengangkat upacara tradisi Islam sebagai suatu aset

daerah dalam rangka mengembangkan kehidupan wisata budaya di era otonomi

daerah ini.

Andryyanti (2017) dengan judul skripsi Makna Maulid Nabi Muhammad

SAW (Study pada Maudu Lompoa di Gowa). Adapun masalah yang dibahas dalam

skripsi ini adalah (1) apa makna maulid Nabi Muhammad SAW dalam tradisi

Maudu Lompoa di Gowa, (2) apa makna maulid Nabi Muhammad SAW dalam

Islam.

Maulina (2015) dengan judul skripsi Makna Pesan Simbolik Tradisi Maludhu

di Kota Baubau. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1)

bagaimana prosesi tradisi Maludhu Nabi Muhammad SAW di Kota Baubau, (2)
25

apa makna pesan simbolik yang terkandung dalam setiap rangkaian Maludhu Nabi

Muhammad SAW di Kota Baubau.

Keseluruhan penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan keterangan di

atas, merupakan referensi yang relevan dan ini menunjukkan bahwa belum ada

yang membahas mengenai tradisi Mauduq Lompoa di Tanralili, sehingga

mendorong penulis untuk mengungkapkan hal tersebut.

C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini kajian difokuskan pada salah satu kebudayaan yang

dipelihara oleh masyarakat pendukungnya yaitu Mauduq Lompoa. Tradisi

keagamaan di Maros yaitu tradisi Mauduq Lompoa yang dilaksanakan setiap

tahunnya. Mauduq Lompoa merupakan tradisi keagamaan yang unik dan mampu

bertahan dalam rentang waktu yang cukup panjang. Mauduq Lompoa di Maros

sudah berlangsung selama kurang lebih 50 tahun. Peringatan Mauduq Lompoa

selain sebagai upacara kelahiran Nabi Muhammad SAW juga sebagai ajang

silaturrahmi keluarga.

Mauduq Lompoa mencerminkan nilai-nilai sosial oleh masyarakatnya.

Karena nilai-nilai itu, perlu diangkat dan dipertahankan akan kearifannya pada

masyarakat. Nilai itu terus hidup karena masyarakat menjaga dan mewariskan

nilai-nilai itu kepada anak cucunya. Selain terdapat nilai-nilai, juga terdapat fungsi

tradisi Mauduq Lompowa yang memberikan manfaat bagi masyarakatnya.

Adapun alur kerangka penelitian ini, digambarkan pada skema kerangka pikir

sebagai berikut:
26

Bagan Kerangka Pikir

Tradisi Mauduq Lompoa

Struktural Fungsionalisme

Fungsi Sosial Nilai Budaya

Silaturrahim Antara Manusia Nilai Kepedulian

Sebagai Sarana Pendidikan Nilai Estetika

Meningkatkan Solidaritas Masyarakat Nilai Agama

Komunikasi Budaya Nilai Kepatuhan

Nilai Gotong-royong

Fungsi dan Nilai budaya


tradisi Mauduq Lompoa
D. Definisi Operasional

Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan mengutarakan atau mengungkapkan

penjelasan-penjelasan segala sesuatu yang terkait di dalamnya. Sehubungan dengan hal ini,

penulis akan memberi batasan-batasan pengertian dalam penelitian ini.

1) Nilai merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi

seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai sesuatu

yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.

2) Fungsi diartikan sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi

kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari suatu sistem.

3) Nilai budaya merupakan suatu konsep-konsep mengenai apa yang hidup dari alam

pikiran sebagian besar masyarakat mengenai sesuatu yang dianggap bernilai,

beradab atau tindakan bermartabat yang sesuai dengan budaya yang hidup dalam

suatu daerah masyarakat tertentu yang dapat dijadikan sebagi pedoman dan tuntunan

dalam kehidupan bermasyarakat.

4) Tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik

tertulis maupun lisan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan teori struktural fungsionalisme dengan

penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, data yang

dikumpulkan berupa proses tentang tradisi Mauduq Lompoa.

Metode penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, sehingga data yang

dikumpulkan berupa informasi dari beberapa informan atau sumber data dan data

dari hasil pengamatan pada saat penelitian dilakukan. Pendekatan kualitatif adalah

suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Bogdan dan Taylor

(Moeloeng, 2007: 3) mengemukakan bahwa metodologi deskriptif berupa kata-

kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif

dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.

B. Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah tradisi Mauduq Lompoa pada masyarakat desa

Damai yang setiap tahun dilaksanakan. Penelitian ini fokus pada fungsi dan nilai

tradisi Mauduq Lompoa.

28
29

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kampung Manippasa, Dusun Bila, Desa Damai,

Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros. Penetapan lokasi tersebut dilatarbelakangi dengan

berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah masyarakat desa Damai masih rutin

melaksanakan tradisi Mauduq Lompoa dan juga masih kurang yang meneliti tradisi tersebut.

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 3 bulan.

D. Data dan Sumber Data

Data pada dasarnya bahan mentah yang dikumpulkan oleh peneliti dari dunia yang

dipelajari (Sutopo, 2002: 73). Adapun data dalam penelitian ini adalah data yang berwujud

segala informasi yang diperoleh dari wawancara dengan informan berkaitan dengan tradisi

Mauduq Lompoa.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan

sumber data sekunder.

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang paling utama dalam penelitian ini, yang

digunakan penulis sebagai acuan penelitian ini. Sumber data penelitian ini adalah tokoh

masyarakat dan keturunan sayyid.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang berkedudukan sebagai penunjang

penelitian. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal-jurnal,

skripsi dan lain-lainnya yang relevan mengenai tradisi Mauduq Lompoa.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mengembangkan sistem

informasi akademik meliputi:

1) Metode Penelitian Pustaka


30

Metode penelitian pustaka yaitu, mengumpulkan sejumlah sumber tertulis seperti

buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi dan lain-lainnya yang diperlukan dalam membahas

objek penelitian. Tujuan dari metode ini adalah memperoleh acuan pengetahuan dalam

memahami lebih lengkap objek penelitian yang menjadi pengamatan kajian.

2) Metode Penelitian Lapangan

a) Observasi

Penulis melakukan pengumpulan data dengan mengadakan pemantauan

langsung objek masalah yang diteliti yaitu masyarakat desa Damai beserta

upacara adatnya, dengan mengadakan langsung pengamatan dengan hal yang

terkait dengan masalah yang diteliti.

b) Wawancara

Wawancara langsung atau interview merupakan suatu teknik pengumpulan

data yang dilakukan secara tatap muka, pertanyaan diberikan secara lisan dan

jawabannya pun diterima secara lisan pula. Penulis melakukan percakapan

langsung atau tatap muka dengan informan. Metode ini digunakan untuk

mengumpulkan data sebagai bahan analisis. Metode ini dilakukan untuk

mengorek informasi yang lebih banyak dan mendalam terhadap informan atau

narasumber yang dianggap banyak mengetahui dan paham mengenai tradisi

Mauduq Lompowa. Para informan terdiri atas tokoh masyarakat, budayawan

lokal, keturunan Sayyid, cendekiawan tradisional yang mengerti dan banyak tahu

tentang objek yang diteliti.

c) Perekaman

Studi dokumentasi dilakukan terhadap sumber-sumber gambar. Hal ini

bertujuan untuk mengumpulkan hasil rekaman foto-foto yang diperoleh oleh


31

penulis guna memperlihatkan kondisi nyata dari tempat penelitian atau hal-hal

yang biasa dipakai sebagai bukti keterangan.

F. Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dipilih dengan cara purpossive yang terdiri atas:

1) Tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan sering ikut

berpartisipasi sebagai pelaksana tentang objek penelitian.

2) Masyarakat yang masih sering melaksanakan atau mengadakan objek penelitian

3) Tokoh agama, dan lain sebagainya.

Warga masyarakat yang adalah warga masyarakat yang menjadi panutan dalam

lingkungannya. Selain itu, setiap informan yang terpilih juga dipandang memiliki

pengetahuan yang relevan dengan objek penelitian.

G. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola,

kategori dan satuan urai dasar. Tujuan analisis adalah untuk menyederhanakan data kedalam

bentuk yang mudah dibaca dan di implementasikan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik pendekatan deskriptif kualitatif yang merupakan suatu proses

menggambarkan keadaan sasaran yang sebenarnya, penelitian secara apa adanya sejauh

peneliti dapatkan dari hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi.

Langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi

mengenai prosesi tradisi mauduq lompoa.

2) Mengelompokkan data yang sesuai dengan permasalahan, seperti proses pelaksanaan

upacara tradisi mauduq lompoa, fungsi-fungsi sosial dalam tradisi mauduq lompoa dan

nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya.


32

3) Menganalisis data, tahap penganalisisan dilakukan setelah data-data terkumpul dari

hasil penelitian. Analisis dilakukan dengan melihat hasil penelitian tentang pelaksanaan

tradisi mauduq lompoa dengan menyesuaikan teori yang berkaitan dengan masalah

sehingga dapat menghasilkan jawaban dan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.

4) Memaparkan atau mendeskripsikan laporan yang merupakan kegiatan akhir dari

penelitiaan.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan kajian yang berorientasikan pada pencapaian

tujuan melalui pembahasan masalah yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini tentu

membutuhkan data yang memiliki keabsahan sebagai sarana pembahasan

masalah. Keseluruhan data yang dimaksud dianalisis untuk menentukan fungsi-

fungsi sosial dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Mauduq

Lompoa.

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis

 Letak dan Luas Wilayah

Desa Damai merupakan salah satu dari 7 Desa dan 1 Kelurahan

di Wilayah Kecamatan Tanralili yang terletak 1 km ke arah Selatan

dari Kecamatan Tanralili. Desa Damai mempunyai luas wilayah

seluas ± 814,06 Ha2. Batas administrasi Desa Damai sebagai berikut.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Allaere

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lekopancing

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa/ Kel. Borong

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bonto Mate’ne (Kec.Mandai)

33
34

Gambar 4.1 Peta Desa Damai


(Sumber: Kantor Desa Damai)

 Iklim

Iklim Desa Damai, sebagaimana Desa-Desa lain di wilayah

Indonesia mempunyai Iklim Kemarau, Penghujan dan Pancaroba.

Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam

dan keadaan masyarakat di Desa Damai Kecamatan Tanralili.

2. Keadaan sosial Ekonomi Penduduk

 Jumlah Penduduk

Sesuai data tahun 2016 Desa Damai Jumlah Penduduk 4.874 Jiwa

(2.260 laki-laki dan 2.614 perempuan), terdiri dari 1.211 kepala

keluarga. Penduduk ini tersebar dalam 4 wilayah Dusun dengan

rincian sebagaimana tabel berikut:


35

Tabel 1
Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Desa Damai

Dusun Lk Pr Jumlah Penduduk Jumlah KK

Mangngai 824 1140 1964 504.KK

Billa 638 649 1287 310.KK

Abbekae 496 528 1024 241.KK

Bowong 302 297 599 156.KK

Total 2.260 2.614 4.874 1.211. KK

 Tingkat Pendidikan

Tabel 2
Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Desa Damai


Tidak
SD SMP SLTA Diploma Sarjana
Tamat SD
911 1.076 org 488 org 402 org 29 org 28 org

Mengenai angka pendidikan formal di Desa Damai secara

keseluruhan dapat disimpulkan sebagai berikut; yang tidak tamat SD

sebanyak 911 orang, yang berpendidikan SD sebanyak 1.076 orang,

yang tamat SMP sebanyak 488 orang, yang tamat SLTA sebanyak 402

orang, yang tamat Diploma sebanyak 29 orang dan yang tamat

Sarjana sebanyak 28 orang.


36

 Mata Pencaharian

Tabel 3
Jenis Pekerjaan

Mata Pencaharian Desa Damai


Pegawai
Petani Pedagang PNS Peternak Veteran Polisi TNI
Swasta
536 35 20
115 Org 28 org 15 org 286 org 7 org
Org org org

Desa Damai merupakan Desa pertanian dan peternakan, maka

sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani

dan peternakan. Adapun yang bermata pencaharian sebagai petani

sebanyak 536 orang, pedagang sebanyak 115 orang, peternak

sebanyak 28 orang, PNS sebanyak 35 orang, veteran sebanyak 15

orang, pegawai swasta sebanyak 286 orang, polisi sebanyak 7 orang

dan sebagai TNI sebanyak 20 orang.

 Pola Penggunaan Tanah

Penggunaan Tanah di Desa Damai sebagian besar diperuntukan

untuk Tanah Pertanian, berupa sawah dan palawija serta hutan

(Bambu ,jati putih dan jati lokal) sedangkan sisanya untuk

pemukiman, bangunan fasilitas umum.


37

 Pemilikan Ternak

Tabel 4
Kepemilikan Ternak

Jumlah Ternak Desa Damai

Ayam/Itik Kambing Sapi Kerbau Kuda

11.400 ekor 105 ekor 643 ekor 37 ekor 5 ekor

Desa Damai merupakan desa peternakan dengan jumlah

ayam/itik sebanyak 11.400 ekor, kambing sebanyak 105 ekor, sapi

sebanyak 643 ekor, kerbau sebanyak 37 ekor dan kuda sebanyak 5

ekor.

B. Proses Tradisi Maudu Lompoa

Maudu Lompoa dirayakan secara besar-besaran dan penuh kemeriahan.

Pesertanya pun banyak karena diikuti oleh seluruh warga masyarakat terutama

masyarakat Manippasa di Tanralili. Pesertanya bukan saja masyarakat yang

berdiam di Tanralili melainkan banyak juga yang berasal dari luar Tanralili,

karena banyaknya peserta upacara dan besarnya perahu yang digunakan pada saat

mauduq lompoa, maka penyelenggaraan upacaranya dilakukan di lapangan

tertentu.

Proses pelaksanaan upacara maudu lompoa dikategorikan ke dalam dua

tahap, yiatu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.


38

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi atribut-atribut yang harus dilengkapi dan proses

atau ritual yang harus dilakukan sebelum hari H pelaksanaan mauduq lompoa.

Atribut-atribut tersebut adalah:

a. Empat bahan utama (beras, ayam, kelapa, dan telur)

Keempat komponen utama ini adalah yang mutlak harus ada dalam

perayaan Maudu Lompoa, jumlah minimal yang harus dipenuhi adalah beras

sebanyak 4 liter, ayam 1 ekor, kelapa 1 butir, dan telur 1 butir. Tidak ada

batasan maksimal untuk keempat bahan tersebut. Tolak ukur jumlah

maksimalnya adalah sebatas kemampuan orang yang mau mengadakannya,

sebisa mungkin diusahakan bahan-bahan ini diperoleh dari ladang (sawah) dan

ternak sendiri. Kecuali telur, dapat diperoleh dengan membelinya di pasar atau

atau dari perternak. Telur yang digunakan pun boleh berupa telur ayam ataupun

telur itik.

Ayam yang disiapkan adalah ayam yang gemuk, baik betina maupun

jantan. Setiap orang harus mempersiapkan seekor ayam. Ayam yang telah

disiapkan ini harus ditempatkan pada tempat yang aman dan tak dapat

dijangkau oleh ayam-ayam lain atau binatang lainnya. Hal ini perlu karena

ayam tersebut akan digunakan dalam upacara yang sangat penting.

Beras yang harus dipersiapkan untuk upacara Mauduq haruslah beras hasil

olahan sendiri, tidak boleh memakai atau menggunakan beras yang dibeli.

Kalau harus membeli, maka yang dibeli haruslah yang masih utuh kulitnya

atau masih berbentuk padi. Kemudian padi itu diolah sendiri oleh masyarakat
39

Tanralili. Segala bahagian yang berhubungan dengan beras ini, mulai dari

dedaknya (yang kasar maupun yang halus), dan sebagainya tidak boleh

dibuang di sembarang tempat. Hal ini dilakukan karena kalau dibuang di

sembarangan tempat, kemungkinan akan dimakan oleh binatang yang lain,

sedang hal yang demikian ini tidak boleh terjadi. Selain itu beras harus dijaga

kebersihannya karena beras tersebut akan dipakai dalam upacara kelahiran

Nabi Muhammad SAW.

Kelapa yang dipersiapkan, adalah kelapa yang baik yang masih utuh, dan

masih ada sabutnya dan sudah cukup matangnya. Bahkan kelapa yang dipakai

dalam upacara tersebut harus kelapa yang dapat tumbuh bila ditanam. Dengan

demikian tidak dibolehkan kelapa yang busuk atau kelapa yang rusak. Kelapa

yang dipersiapkan ini kemudian diproses menjadi minyak atau santan yang

akan dipakai membuat kaqdo minynyaq (semacam nasi yang terbuat dari beras

pulut direbus, kemudian diolesi santan dan dicampur pula dengan bawang

goreng dan merica biji sekelilingnya bahkan lebih baik lagi bila ada ayam

goreng di dalamnya). Selain itu, minyak yang diproses sendiri itu digunakan

pula menggoreng ayam atau ikan yang akan ikut dalam kanre mauduq.
40

Gambar 4.2 Persiapan pengupasan Gambar 4.3 Parut Kelapa


kelapa (Sumber: Koleksi Pribadi)
(Sumber: Koleksi Pribadi)

b. Bakuq (bakul)

Bakul ini terbuat dari daun lontar yang dianyam dengan bekal doa.

Tujuannya adalah sebagai landasan pandangan kesatuan dan persatuan. Pada

mulanya masyarakat Tanralili menggunakan bakul sebagai tempat kanre

mauduq.

Namun, banyaknya kendala yang mereka hadapi pada saat mendekati hari

H perayaan mauduq seperti telatnya datang bakul yang dibawa oleh pembuat
41

bakul sehingga mereka menggantinya dengan ember agar lebih praktis dan

mengurangi kendala yang mereka hadapi selama proses Mauduq Lompoa

(sesuai perkataan M. Alwi Taba, 70 tahun).

Gambar 4.4 Ember kanre mauduq


(Sumber: Koleksi Pribadi)

c. Paqbelo-belo (hiasan)

Hiasan ini terdiri atas bunga-bunga dan maling. Baik bunga ataupun yang

disebut dengan maling adalah hiasan yang terbuat dari kertas. Bunga adalah

hiasan yang ditancapkan di tengah-tengah bakul (baku maudu) yang telah diisi.

Sedangkan maling adalah hiasan berupa orang-orangan (bentuknya menyerupai

orang) yang diletakkan di atas telur yang sudah ditusuk (sesuai perkataan

Sayyid Ahmad Maulana, 46 tahun).


42

Gambar 4.5 Membuat Hiasan


(Sumber: Koleksi Pribadi)

d. Lokasi pelakasanaan

Mauduq Lompoa dilaksanakan di lapangan Kampung Manippasa.

Lapangan tersebut merupakan lapangan yang telah diwakafkan oleh

masyarakat setempat yang juga merupakan salah satu pemilik tradisi tersebut.

Dilaksanakan di lapangan agar dapat menampung perahu phinisi kurang lebih

200 dan mampu menampung masyarakat yang hadir di acara perayaan maulid.

e. Pengolahan Gabah

Proses pengolahan padi ini juga dilakukan setelah memasuki bulan Rabiul

Awal yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal (sesuai perkataan Sayyid Ahmad

Maulana, 46 tahun). Gabah yang akan digunakan itu dipilih dari padi yang

dapat dijadikan bibit. Setelah padi terpilih, maka padi tesebut ditempatkan pada

suatu tempat tertentu sehingga terpisah dari padi lainnya yang tidak
43

dipersiapkan untuk upacara. Kemudian semua bahan yang merupakan sisa dari

gabah yang dipabrik, seperti dedaknya, antahnya, dan sebagainya haruslah

disimpan dan dijaga baik-baik, tidak boleh dibuang di sembarang tempat.

Bahkan sisa-sisa tersebut haruslah disimpan sampai upacara itu selesai, barulah

sisa-sisa tersebut dibuang pada tempat tertentu.

Gambar 4.6 Proses pengolahan padi


(Sumber: Koleksi Pribadi)

f. Aqtanaq minynyaq (membuat minyak dari kelapa)

Proses ini dilakukan menjelang hari H karena minyak ini nantinya akan

digunakan untuk memasak isi dari kanre mauduq, seperti songkoloq dan juga

untuk memasak/menggoreng ayam. Kelapa yang digunakan adalah kelapa utuh

(dengan sabut) yang dikupas di tempat yang bersih.


44

g. Anynyongko jangang (pengurungan ayam)

Ayam dimasukkan ke dalam kurungan atau kandang dengan bekal doa.

Sebelumnya ayam harus dicuci hingga bersih layaknya manusia yang

melakukan wudhu. Ayam dikurung hingga tiba saat untuk menyembelihnya.

Tujuan dari pengurungan ayam ini tidak lain adalah untuk menghindarkan sang

ayam dari hal-hal yang berbau najis dan berbaur dengan ayam yang bebas.

h. Ammolong jangang (proses penyembelihan ayam)

Proses penyembelihan ayam ini dilakukan kurang lebih 3 hari sebelum hari

H pelaksanaan. Penyembelihan ayam dilakukan pada tempat-tempat tertentu

yang dijaga kebersihannya agar terhindar dari hal-hal yang berbau najis.

Penyembelihan ayam hanya bisa dilakukan oleh keturunan Sayyid. Sebelum

menyembelih ayam, terlebih dahulu orang yang akan menyembelihnya harus

berwudhu agar penyembelih terjaga kebersihannya.


45

Gambar 4.7
Penyembelihan ayam

(Sumber: Koleksi
Pribadi)

i. Anynyongkoloq kanre (menanak nasi)

Proses ini juga disebut dengan aqpamatara berasaq. Beras yang di masak

tidak sampai masak melainkan hanya setengah masak. Hal ini dimaksudkan

agar nasinya tidak cepat basi. Anynyongkoloq kanre dilakukan setelah hari H

dekat (beberapa hari sebelum puncak perayaan).


46

Gambar 4.8 Memasak Pamantara (Nasi Setengah Matang)

(Sumber: Koleksi Pribadi)

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi prosesi yang harus dilakukan pada hari H

perayaan Mauduq Lompoa. Prosesi tersebut adalah:

a. Ammone Bakuq (mengisi bakul / ember)

Orang yang diperbolehkan melakukan proses ini adalah wanita yang dalam

keadaan suci (tidak boleh wanita yang sedang haid) dan harus berwudhu

sebelumnya (sesuai perkataan Sabaria, 58 tahun). Berikut adalah tahapan

pelaksanaannya:

1) Mengisi bakul / ember dengan nasi pamantara (setengah matang)

2) Membungkus ayam yang telah dimasak/digoreng dengan daun pisang

dan ditempatkan di dasar bakul. Kemudian ditambahkan kaqdo

minynyak.
47

3) Menutup permukaan bakul / ember dengan daun pisang atau daun kelapa

muda.

4) Menancapkan telur yang telah ditusuk dan dihias di bagian pinggir bakul.

Gambar 4.9 Pengisian Ember (kanre mauduq)

(Sumber: Koleksi Pribadi)

b. Aqbelo-belo Kanre Mauduq

Aqbelo-belo (menghias) bakul tidak hanya dilakukan untuk bakul saja tetapi

juga dilakukan untuk perahu phinisinya. Hiasan di bakul hanya meliputi peletakan

bunga kertas di tengah bakul. Sedangkan pada perahu phinisinya dihiasi dengan

layar dari berbagai macam kain yang berwarna-warni.


48

Gambar 4.10 Hiasan Perahu


(Sumber: Koleksi Pribadi)

c. Aqratek / azzikkiri

Aqratek / azzikkiri merupakan acara inti dari perayaan Mauduq Lompoa ini.

Aqratek merupakan pembacaan syair pujian dalam bahasa Arab pada Rasulullah

SAW dan keluarganya dengan lagu dan irama tersendiri yang sangat khas dan

menyentuh hati. Acara ini biasanya berlangsung sekitar dua jam akan tetapi

seiring berjalannya waktu aqratek dilaksanakan hanya beberapa menit saja. Kitab

Rateq ini merupakan karya besar Sayyid Jalaluddin Al`Aidid dan menjadi inti

ajaran-ajarannya dalam tarekat "Nur Muhammad".


49

Gambar 4.11 Pelaksaan Azzikkri

(Sumber: Koleksi Pribadi)

d. Aqbage kanre Mauduq (pembagian makanan maulid)

Ketentuan pembagian kanre mauduq didasarkan pada tiga tingkatan, yaitu:

1) Qadhi/imam dan pejabat pemerintah setempat diberikan masing-masing

sebuah perahu phinisi (perahu bambu) lengkap dengan isinya.

2) Peserta ratek masing-masing diberikan sebuah bakul/ember lengkap

dengan isinya.

3) Masyarakat umum masing-masing mendapat sebuah bakul (sesuai

perkataan Sayyid Ahmad Maulana, 46 tahun).

C. Fungsi-fungsi Sosial dalam Tradisi Mauduq Lompoa

Fungsi menurut Brown mengacu pada hubungan antara proses dengan

struktur sosial. Dapat juga dikatakan bahwa fungsi merupakan kontribusi suatu

elemen yang membentuk keseluruhan sistem sosial (Gissing, 2008: 263). Ritual
50

dapat berfungsi sebagai cara untuk bernegosiasi dengan roh agar tidak

mengganggu hidup manusia atau sebagai wadah aktivitas untuk meminta

keselamatan atau terhindar dari berbagai macam bala bencana. Dalam hal ini,

fungsi ritual terletak pada hubungan antara manusia dengan kehidupan yang tidak

kasat mata di sekitar kehidupan mereka.

Masyarakat Tanralili masih memegang teguh adat kebiasaan atau tradisi

yang telah diwarisi turun-temurun dari leluhurnya. Menyimak pelaksanaan

upacara tradisional yang dilakukan masyarakat Tanralili, maka perlu diuraikan

tentang fungsi upacara tersebut. Sebab dengan mengetahui fungsi tersebut akan

diketahui pula peranan dan kedudukan upacara tradisional pada masyarakat

pendukungnya masa kini.

Putnam (dalam Field 2005: 45) mengklaim bahwa masyarakat yang

berhubungan dengan baik dapat melaksanakan ekonomi secara menyeluruh dari

pada masyarakat yang tidak saling berhubungan. Dengan kata lain, hubungan

sosial yang baik di antara masyarakat meningkatkan semangat kerja dan

berpotensi untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Dengan adanya

hubungan tersebut, masyarakat dapat saling membantu satu sama lainnya tanpa

adanya kecemburuan dan arogansi sosial yang dapat menghambat kepedulian

antar sesama.

Sangat jelas bahwa hubungan sosial dapat mempermudah dan/atau

meringankan usaha-usaha untuk menyelesaikan proses Mauduq Lompoa mulai

dari persiapan sampai penyelenggaran Mauduq Lompoa. Tradisi Mauduq Lompoa

melibatkan semua lapisan masyarakat Manippasa, sehingga mereka memiliki


51

hubungan yang erat untuk saling membutuhkan dan berkesinambungan.

Kesinambungan yang tercipta di dalam komunitas masyarakat terpelihara oleh

nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga dengan membiarkan anak-anak mereka

juga ikut terlibat dalam tradisi Mauduq Lompoa, selain itu masyarakt juga

memberikan pengetahuan mereka mengenai aturan-aturan adat yang berlaku.

Fungsi dalam pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa atau peringatan Maulid

Nabi Muhammad SAW yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat Tanralili setiap

tahunnya yakni upacara dapat mempererat silaturrahmi antara manusia, sebagai

sarana pendidikan, upacara dapat membangun solidaritas masyarakat, dan sebagai

komunikasi budaya.

1) Silaturrahim Antara Manusia

Silaturahim adalah hubungan kerabat; berupa hubungan kasih-sayang,

tolong-menolong, berbuat baik, menyampaikan hak dan kebaikan, serta

menolak keburukan dari kerabat. Dalam perayaan maulid masyarakat

berkumpul bersama dan menjaga hungungan yang erat sesama muslim,

silaturahim sangat penting dalam kehidupan bersosial. Menyambung

silaturahim adalah salah satu amalan yang mulia dan kewajiban dalam agama.

Sebab dalam kehidupan keseharian, setiap individu selalu membutuhkan orang

lain dan tidak bisa hidup sendiri. Silaturahim merupakan ibadah yang sangat

mulia, mudah dan membawa berkah. Menjaga silaturahim antara sesama

manusia agar sesuatu yang ingin dilakukan dapat saling tolong-menolong.

Persiapan bahan dan perlengkapan kanre mauduq untuk tradisi Mauduq

Lompoa secara tidak langsung menumbuhkan rasa kekeluargaan dan


52

mempererat tali silaturahim antara masyarakat. Pertemuan ini sangat bermakna

bagi masyarakat setempat karena menjadi ajang pertemuan keluarga besar

masyarakat Manippasa, mengingat kesibukan para warga dengan pekerjaannya

masing-masing sehingga membuat mereka susah memilih waktu untuk

mengumpulkan seluruh masyarakat setempat di luar acara tradisi Mauduq

Lompoa ini (sesuai perkataan Sabari, 58 tahun).

2) Sebagai sarana pendidikan

Pendidikan merupakan suatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong

orang untuk berbuat positif di dalam kehidupannya sendiri atau bermasyarakat.

Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas baik tentunya

memerlukan berbagai macam cara salah satu diantaranya melalui pendidikan.

Dengan memiliki bekal pendidikan yang cukup diharapkan masyarakat mampu

mengimbangi bahkan meningkatkan perkembangan yang terjadi di sekitarnya,

misalnya perkembangan teknologi. Pendidikan dianggap penting antara lain

karena dengan mendapatkan pendidikan orang akan bersikap bijaksana dalam

mengambil keputusan. Selain itu, melalui pendidikan akan diperoleh bekal

berupa pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi kehidupan di masa

depan dengan relative lebih baik dan juga untuk membentuk manusia yang

mandiri serta kepribadian (Mudjijono, 1996: 123).

Nilai pendidikan dalam tradisi mauduq lompoa bertujuan untuk mendidik

seseorang atau generasi penerus tradisi mauduq lompoa agar menjadi manusia

yang baik dalam arti berpendidikan.


53

Nilai pendidikan dalam tradisi mauduq lompoa terlihat pada tahap

persiapan yang melibatkan remaja salah satunya yaitu pembuatan perahu

bambu. Perahu bambu tersebut dibuat dan dihias oleh para remaja agar kelak

mereka dapat meneruskan pada generasi selanjutnya mengenai pengetahuan

yang mereka dapatkan. Para orang tua memberikan pendidikan kepada anak-

anaknya sejak masih kecil. Masyarakat di Kampung Manippasa terkhususnya

orang tua mendidik anak-anak mereka dengan bersedekah melalui mauduq

lompoa dan pantang bagi mereka untuk mengambil kembali apa yang telah

mereka sedekahkan kepada orang lain tanpa memandang status sosial. Mereka

mengajar anaknya dengan memperlihatkan atau melibatkan langsung anaknya

dalam mauduq lompoa dalam hal ini persiapan maupun pelaksanaan mauduq

lompoa. Mereka diajar agar mampu meneruskan dan menjaga tradisi yang

dijaga oleh para leluhur mereka.

3) Meningkatkan Solidaritas masyarakat

Setelah melihat proses-proses pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa dari

hasil penelitian, dapat terlihat jelas bahwa kebersamaan atau solidaritas

masyarakat sangat terjalin mulai dari tahap persiapan upacara sampai tahap

pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa. upacara tersebut rasa solidaritas antar

masyarakat Manippasa karena masyarakat bahu-membahu dalam

menyukseskan kegiatan tahunan Kecamatan Tanralili yang telah diwariskan

para leluhur terdahulu secara turun-temurun.

Solidaritas masyarakat dalam tradisi Mauduq Lompoa dapat ditemukan

dari segi penyiapan bahan dan perlengkapan, contohnya dalam pembuatan


54

kanre mauduq. Solidaritas masyarakat dapat dilihat secara konkret dari

pembuatan kanre mauduq ataupun makanan yang disajikan untuk masyarakat

kampung Manippasa dan tamu undangan dalam pelaksanaan tradisi Mauduq

Lompoa. solidaritas masyarakat juga dapat dilihat pada pelaksanaan tradisi

Mauduq Lompoa di mana masyarakat setempat turut berpartisipasi dalam

upacara Mauduq Lompoa maupun masyarakat yang datang menyaksikan

upacara Mauduq Lompoa tersebut. Dalam acara tradisi Mauduq Lompoa

tersebut segala perbedaan status sosial yang melekat dimasyarakat sekarang ini

dilebur menjadi satu rasa yaitu rasa kebersamaan. Berkumpul, berbahagia

dalam melaksanakan Mauduq Lompoa tanpa adanya sekat pemisah antara yang

kaya dan miskin adalah kepuasan tersendiri bagi masyarakat.

Persaudaraan masyarakat Tanralili tercermin ketika mereka saling

bekerjasama baik pada persiapan maupun pelaksanaan mauduq lompoa,

mereka saling membantu baik yang tua membantu pekerjaan yang muda

begitupun sebaliknya yang muda membantu pekerjaan yang tua. Salah satu

contohnya yaitu pembuatan perahu dari bambu, mereka saling membantu agar

penyelesaiannya tepat waktu. Tanpa adanya perasaan persaudaraan yang kuat

diantara masyarakat Tanralili, akan sulit untuk mewujudkan mauduq lompoa di

Tanralili. Sebab, mewujudkan impian bersama membutuhkan orang-orang

yang mampu diajak kerjasama, orang-orang yang mau diajak berjuang bersama

dan orang-orang yang memiliki hati ikhlas yang tak terbatas. Semua tidak akan

terwujud jika tidak ada rasa kebersamaan di dalamnya. Dan rasa kebersamaan

bisa terbangun dari rasa persaudaraan.


55

Rasa persaudaraan dalam pelaksanaan mauduq lompoa terlihat pada saat

masyarakat atau kerabat yang jauh atau berada diluar daerah Kabupaten Maros

meluangkan waktu untuk berkunjung ke Tanralili seperti kerabat mereka yang

berada di Jakarta, Sorong, Kalimantan, dan masih banyak lagi dari daerah lain

(sesuai perkataan M. Alwi Taba, 70 tahun).

Acara Mauduq Lompoa juga menunjukkan kerukunan antara masyarakat

tanpa terkecuali dan merupakan suatu fenomena kebersamaan yang

menunjukkan kekuatan persatuan dan kesatuan masyarakat peserta upacara

Mauduq Lompoa yang diikat oleh rasa solidaritas yang kokoh. Solidaritas

antara masyarakat dan pemerintah juga dapat dilihat atas partisipasi pemerintah

dalam acara ini yaitu hadirnya para tokoh-tokoh pejabat daerah setempat untuk

menyaksikan prosesi pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa di kampung

Manippasa Kabupaten Maros, misalnya Kepala Daerah atau Bupati Kabupaten

Maros, Ketua DPRD, Kapolsek Tanralili, Danramil, Kepala Desa atau Lurah,

dan kepala-kepala dinas khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Maros yang mempunyai peranan penting dalam membantu dan

menyukseskan acara tradisi Mauduq Lompoa.

4) Komunikasi Budaya

Berbagai alasan tentunya menjadi pemicu mengapa ritual atau tradisi

Mauduq Lompoa hingga saat ini masih dipertahankan. Salah satu faktor

tersebut karena tradisi Mauduq Lompoa ini memiliki fungsi sebagai sarana

komunikasi budaya bagi masyarakat. Fungsi yang dimaksudkan dalam hal ini

bahwa acara tersebut akan menjadi salah satu cara untuk mewariskan nilai-
56

nilai budaya yang dimiliki kepada generasi muda agar mereka mampu

mengenal dan menjaga kekayaan budaya yang dimilikinya.

Sebagai media komunikasi sosial budaya Mauduq Lompoa secara tidak

langsung akan memperkuat identitas masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan

dalalm pelaksanaan acara tersebut tersirat pesan bahwa masyarakat Desa

Damai memiliki identitas kuat di tengah perkembangan zaman dan masuknya

teknologi di tengah-tengah masyarakat yang tidak menutup kemungkinan akan

menguras nilai-nilai modal sosial (social capital) masyarakat. Dengan adanya

tradisi Mauduq Lompoa yang memilki fungsi utama bagi masyarakat Desa

Damai yaitu sebagai alat komunikasi budaya demi mewariskan kekayaan

budaya yang dimiliki.

D. Nilai-nilai Budaya Masyarakat Tanralili

Nilai merupakan sesuatu yang baik, yang diinginkan, yang dicitakan, dan

dianggap penting oleh warga masyarakat. Nilai adalah kata yang polisemi, suatu

kata yang memiliki banyak arti. Nilai merupakan suatu keyakinan atau

kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih tindakannya, atau menilai sesuatu yang bermakna atau tidak bermakna

bagi kehidupannya. Dengan demikian untuk mengetahui atau melacak sebuah

nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan-kenyataan lain berupa

tindakan, tingkah laku, pola pikir, dan sikap seseorang atau sekelompok orang.

Nilai budaya merupakan suatu konsep-konsep mengenai apa yang hidup

dari alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai sesuatu yang dianggap

bernilai, beradab atau tindakan bermartabat yang sesuai dengan budaya yang
57

hidup dalam suatu daerah masyarakat tertentu yang dapat dijadikan sebagi

pedoman dan tuntunan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai merupakan unsur

yang penting dalam kehidupan manusia; dalam hidupnya manusia tidak dapat

dipisahkan dengan nilai-nilai. Nilai adalah perasaan tentang apa yang diinginkan

atau tidak diinginkan, tentang apa yang boleh dikerjakan dan tidak boleh

dikerjakan, tentang apa yang berharga dan tidak berharga. Nilai dalam masyarakat

tercakup pada adat kebiasaan dan tradisi, yang secara tidak sadar diterima dan

dilaksanakan oleh anggota masyarakat tersebut.

Maka dari hasil analisis fungsi-fungsi sosial yang terkandung dalam tradisi

Mauduq Lompoa ditemukan beberapa nilai-nilai yang dijaga dan dirawat oleh

masyarakat Tanralili, yaitu: nilai kepedulian, nilai estetika, nilai agama, nilai

kepatuhan, dan nilai gotong-royong.

a) Nilai Kepedulian

Nilai kepedulian adalah suatu perilaku atau tindakan yang didasari pada

keprihatinan terhadap masalah orang lain. Peduli berarti mengindahkan,

memperatikan, menghiraukan apa yang ada disekililingnya atau tolong-

menolong, penderitaan maupun kesengsaraan. Sikap peduli adalah sikap yang

perlu ditanamkan dalam diri setiap orang. Peduli pada sesama adalah responsif

dan peka pada kondisi di sekitar kita. Kepekaan itu selain ditunjukkan dengan

perasaan mengasihi dan menyayangi juga diperlihatkan dengan tindakan-

tindakan positif seperti membantu dengan ringan tangan apa bila orang di sekitar

membutuhkan bantuan.
58

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup

sendiri. Oleh karna itu lumrah jika manusia memiliki kepedulian terhadap

sesama. Nilai kepedulian dalam tradisi Mauduq Lompoa menunjukan bahwa

dalam menolong sesama manusia, kita sebagai makhluk ciptaan tuhan harus

saling menyayangi dan saling peduli terhadap sesama. Hal ini terdapat pada

masyarakat Tanralili yang dididik membantu sesama sejak remaja. Ini

membuktikan bahwa dalam menyalurkan rasa kepedulian kita tidak boleh

memilah-milah siapa yang harus kita tolong. Selain itu, masyarakat juga dididik

agar mereka peduli dan menjaga budaya mereka sejak dini. Sehingga sejak kecil

mereka dilibatkan dalam kegiatan Mauduq Lompoa baik ikut dengan kedua

orang tua maupun ikut dengan julung-julung remaja yang telah disiapkan oleh

para remaja setempat.

b) Nilai Estetika

Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk,

dan bagaimana supaya dapat merasakannya. Estetika merupakan sesuatu yang

indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan

pola pikir dalam masyarakat akan turut memengaruhi penilaian terhadap

keindahan (wikipedia/09/01/2018). Keindahan atau keelokan merupakan sifat

dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan

pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau kepuasan. Keindahan itu tidak

bisa disamakan dengan materi tetapi keindahan itu adalah kepuasan yang

muncul dari dalam hati dan sesuatu yang kita bayangkan karena kita ingin

mencapainya, butuh waktu untuk menimbulkan keindahan dalam diri, disaat


59

keindahan itu muncul maka tercipatalah kedamaian dalam hati kita yang

merasakan keindahan.

Keindahan harus kita rasai, dan keindahan itu menimbulkan rasa terharu.

Akan tetapi perasaan itu harus pula disertai pikiran yang wajar dan sehat.

Perasan yang tidak diimbangi pikiran akan menjadi perasaan yang berlebih-

lebihan, menjadi sentiment. Jadi, keindahan itu adalah sesuatu untuk dirasakan,

diresapi, dinikmati (Mangemba, 1984: 1). Nilai estetika adalah ilmu yang

membahas tentang keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana bisa

seseorang bisa merasakannya.

Pada umumnya orang mengatakan bahwa hasil karya seni itu dalam

penampilannyamasing-masing menyajikan keindahan. Keindahan merupakan

keselarasan antara benda dan si pengamat. Terlihat pada perahu yang digunakan

pada upacara mauduq lompoa dihias sedemikian rupa agar terlihat indah dimata

pengunjung atau penikmat upacara mauduq lompoa. Perahu mauduq lompoa

yang dihias dengan kain dan sarung juga pakaian-pakaian dengan warna-warni

agar terlihat indah. Karena keindahan dapat dikatakan indah jika yang

melihatnya merasa bahagia.


60

Gambar 4.12 Hiasan Perahu

(Sumber: Koleksi Pribadi)

c) Nilai Agama

Nilai agama merupakan bekal untuk masa depan baik pada saat manusia itu

masih hidup maupun kelak ketika manusia itu sudah meninggal seseorang dalam

mencapai tujuan dunianya yang berupa kesuksesan dunia maka harus banyak

belajar mengenai nilai agama itu sendiri. Pendidikan akhlak yang diberikan

orang tua terhadap anak sangat penting artinya dalam mewujdkan generasi yang

berkualitas dan bertaqwa kepada Allah, sehingga mereka mampu menjalankan

fugsi dan tugasnya sebagai individu dan masyarakat di muka bumi. Seseorang

harus mampu mencapai keseragaman dan kesatuan gerak secara lahir yang

merupakan nilai hidup yang kukuh dan kuat.


61

Nilai agama pada mauduq lompoa terlihat pada isi di perahu phinisi yang

telah disediakan oleh masyarakat. Makanan atau kain yang telah disiapkan untuk

dipasangkan pada perahu phinisi tersebut merupakan sudah bukan lagi menjadi

milik masyarakat Tanralili karena niatnya sudah disedekahkan. Karena dengan

bersedekah kita akan terhindar dari bala’. Sedekah merupakan obat (penawar)

dari penyakit ekonomi yaitu rezeki sempit, sehingga masyarakat berharap

rezekynya dilapangkan.

d) Nilai Kepatuhan

Nilai kepatuhan adalah salah satu nilai yang cukup menonjol dalam tradisi

mauduq lompoa. Adat-isitiadat dari nenek moyang mereka diwariskan dari satu

generasi ke generasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun

keberadaan nenek moyang mereka tidak lagi dapat ditemukan secara fisik,

namun adat-istiadat yang diwariskan masih tetap hadir dalam kehidupan

mereka.

Nilai kepatuhan terlihat pada masyarakat Tanralili dan sekitarnya dengan

berbondong-bondong datang menghadiri setiap ritual dalam tradisi mauduq

lompoa terutama kaum ibu-ibu, bapak-bapak, muda-mudi dan anak-anak.

Keikutsertaan dalam tradisi ini maka secara tidak langsung dapat mewarisi

berbagai norma-norma sosial yang bertahan hingga saat ini. Tradisi mauduq

lompoa ini dihadiri berbagai lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan dari status

sosial. Jadi, dengan sendirinya secara langsung dapat direkam dalam pikiran

mereka kemudian di transmisikan lagi kepada satu generasi ke generasi


62

berikutnya melalui pengalaman individual masing-masing peserta tradisi

mauduq lompoa.

Melihat gamabaran tersebut, tampak bahwa orang-orang yang termasuk

dalam tradisi mauduq lompoa selalu patuh menjalankan dan memelihara adat

istiadat yang berasal dari nenek moyang mereka. Hal tersebut merupakan

aktualisasi dari rasa hormat mereka kepada nenek moyang. Bagi mereka, dengan

menjalankan adat istiadat nenek moyang berarti menghormati para leluhur.

Sehingga segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh nenek moyang

dianggap sesuatu yang tabu bila diadakan atau dilakukan oleh keturunan adat

mauduq lompoa. Apabila hal itu dilakukan berarti pelanggaran adat, pasti akan

mendapatkan malapetaka.

e) Nilai Gotong-royong

Gotong-royong dapat diartikan sebagai suatu sikap ataupun kegiatan yang

dilakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong-menolong

dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya

imbalan. Sikap gotong-royong ini telah melekat pada diri masyarakat Manippasa

dan merupakan kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang mereka. Sikap

gotong-royong ini sangat berperan sekali untuk memperlancar persiapan dan

pelaksaan tradisi mauduq lompoa.

Mauduq Lompoa membentuk karakter masyarakat Tanralili sebagai pribadi

yang suka bekerja, menjadi orang rajin, dan menolong tanpa pamrih karena

mereka memiliki semangat gotong-royong yang didorong oleh suatu

pemahaman bahwa: manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup bersama
63

dengan orang lain atau lingkungan sosial. Pada dasarnya manusia itu bergantung

pada manusia lainnya, manusia perlu menjaga hubungan baik dengan sesamanya

dan manusia perlu menyesuaikan dirinya dengan anggota masyarakat yang lain,

manusia harus menjadi seseorang yang peduli atas sesamanya.

Mauduq Lompoa merupakan tradisi terbesar di Tanralili yang memiliki

banyak nilai terutama nilai gotong-royong pada setiap prosesi yang ada pada

upacara adat tersebut. Sebagai suatu acara terbesar, tentunya acara mauduq

lompoa ini membutuhkan tenaga dan biaya yang cukuo besar pula. Akan tetapi

bagi masyarakat Manippasa, ini bukanlah sebuah masalah karena semua warga

siap membantu dan saling bahu-membahu dengan kesadaran bersama untuk

membiayai seluruh rangkaian acaranya bahkan mereka ikhlas memberikan

seluruh penghasilan mereka demi terlaksananya upacara tersebut sebagai wujud

partisipasi masyarakat dalam bergotong-royong mengatasi segala masalah yang

ada.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang berjudul “Fungsi dan Nilai Tradisi Mauduq

Lompoa pada Masyarakat Tanralili” maka sebagai akhir dari pembahasan serta

hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulannya sebagai berikut :

1) Fungsi dalam pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa atau peringatan Maulid

Nabi Muhammad SAW yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat Tanralili

setiap tahunnya yakni upacara dapat mempererat silaturrahmi antara

manusia, sebagai sarana pendidikan, upacara dapat membangun solidaritas

masyarakat, sebagai komunikasi budaya.

2) Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Mauduq Lompoa yang

dijaga dan dirawat oleh masyarakat Tanralili, yaitu: nilai kepedulian, nilai

estetika, nilai agama, nilai kepatuhan, dan nilai gotong-royong.

Setelah melihat proses pelaksanaan tradisi Mauduq Lompoa, maka terlihat

jelas bahwa fungsi dan nilai budaya dalam tradisi Mauduq Lompoa sangat terjalin

mulai dari tahap persiapan sampai tahap pelaksanaannya. Tradisi Mauduq

Lompoa mempererat tali silaturrahim antara manusia, dan juga saling bahu-

membahu dalam menyukseskan acara tersebut. Sumbangsi moral maupun materil

dari seluruh masyarakat secara tidak langsung telah memupuk rasa persaudaraan

masyarakat setempat.

64
65

B. Saran

Setelah melakukan penelitian hingga tahap akhir yaitu kesimpulan, ada

beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu :

1) Perkembangan yang semakin modern dan canggih saat ini, diharapkan

tradisi mauduq lompoa maupun tradisi lain yang ada di Kabupaten Maros

tetap dilestarikan dan tidak punah oleh waktu. Untuk menjaga dan

melestarikan budaya yang ada, hendaknya masyarakat terutama pemerintah

sebagai pemimpin pemerintahan dan guru besar sebagai pemimpin adat

untuk saling bekerja sama dalam rangka menjaga kemurnian nilai tradisi

yang sangat berharga ini.

2) Suatu keharusan bahwa setiap fungsi dan nilai yang terkandung di dalam

tradisi mauduq lompoa agar terus dijaga, salah satunya dengan memberikan

pemahaman yang mendalam kepada generasi penerus tentang maksud dan

tujuan dari terciptanya tradisi mauduq lompoa sehingga tradisi ini dapat

terus berjalan tanpa kehilangan nilainya dan memahami mengapa tradisi ini

selalu dan harus tetap dilaksanakan.


66

DAFTAR PUSTAKA

Afrida. (2011). Makna Ritual Maudu Lompoa di Kabupaten Takalar. Makassar:


Universitas Hasanuddin.

Ajeng. (2016). Sejarah Perayaan Maudu Lompoa Cikoang, Takalar. Makassar:


Makassar Terkini.com.

Ali, R. M. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKiS.

Andryyanti, M. (2017). Makna Maulid Nabi Muhammad SAW (Study pada


Maudu Lompoa di Gowa). Skripsi Sarjana. Makassar: Fakultas Dakwah
dan Komunikasi Universitas Alauddin Makassar.

Aryadini, W. (2000). Manusia dalam Tinjauan Ilmu Budaya Dasar. Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Bagus, L. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Endraswara, S. (2006). Metode Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Field, J. (2005). Modal Sosial. Medan: Penerbit Bina Media Perintis.

Gising, B. (2008). Ilmu Budaya: Sebuah Pengantar. Makassar: @Roby Press.

Haviland, W. (1999). Antropologi. Jakarta: Erlangga.

Ihromi, T. (1987). Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT. Gramedia


Jakarta.

Koentjaraningrat. (1980). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

........................... (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Koentowidjoyo. (1987). Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Mahsun. (2001). Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana


University Press.

Maleong, L. J. (2007). Meotde Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakary.

Mangemba, H. (1984). Masyarakat dan Kesenian Indonesia. Makassar: Fakultas


Sastra Universitas Hasanuddin.
67

Manyambeang, K. (1991). Upacara Tradisional dalam Kaitannya dengan


Peristiwa Alam dan Kepercayaan Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mattulada. (1997). Kebudayaan, Kemanusiaan, dan Lingkungan Hidup. Ujung


Pandang: Hasanuddin University Press.

Mudjijono, H. J. (1996). Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber


Daya Manusia. Daerah Istimewa Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Nasution, M. S. (2015). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Rajawali Pers.

Padindang, A. (2005). Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca


Press.

Rafiek. (2012). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Aswaja Pressindo.

Raodah. (2014). Budaya Spiritual Orang Gowa. Makassar: Pustaka Refleksi.

Salasiah, U. (2013, 06 20). Retrieved 01 17, 2018, from


http://ppknsalasiah.blogspot.com/2013/06/defenisi-tradisi-dan-
kemunculan-tradisi.html

Saransi, A. (2003). Tradisi Masyarakat Islam di Sulawesi Selatan. Makassar:


Lamacca Press.

Saryono, D. (2010). Sosok dan Nilai Budaya Jawa: Rekonstruksi Normatif-


Idealisme. Malang: Asah Asih Asuh.

Sunarti. (2008). Nilai-nilai Budaya dalam Novel Tiba-Tiba Malam.


Skripsi.Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS.

Syah, M. H. (2016, Juli 2). Retrieved April 5, 2017, from


http://mharissyah.blogspot.co.id/2016/07/sayyid-jamaluddin-berjejak-di-
maudu.html

Wikipedia. (2017, Februari 1). Retrieved April 20, 2017, from


https://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial

Wikipedia. (2018, 01 17). Retrieved Januari 09, 2018, from


https://id.wikipedia.org/wiki/Estetika

Wiranata, I. G. (2002). Antropologi Budaya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.


68

LAMPIRAN

NAMA-NAMA INFORMAN :

a. Nama : M. Alwi Taba Krg. Sikki


Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tanralili

b. Nama : Sayyid Ahmad Maulana Taba Al-Aidid Dg. Suwa


Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Maccopa

c. Nama : Sabaria Dg. Ratang


Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Moncongloe dusun Jambua
64

Anda mungkin juga menyukai