KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
SKRIPSI
OLEH
NIM: 160701027
MEDAN
2021
i
ii
iii
MAKIAN DALAM BAHASA PESISIR SIBOLGA
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
SRIMARYANTI TAMPUBOLON
ABSTRAK
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini adalah tugas akhir dari kegiatan akademik yang telah penulis lalui selama menuntut
ilmu di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah Makian Dalam Bahasa Pesisir Sibolga Kajian
Sosiolinguistik. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pembelajaran bahasa
dalam bidang sosiolinguistik mengenai makian. Dalam penyelesaian skripsi penulis mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, baik moral maupun material, baik secara langsung maupun tidak
1. Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara, dan juga Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III.
2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra
3. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. sebagai Sekretaris Program Studi Bahasa dan
4. Dra. Sugihana Sembiring, M.Hum sebagai dosen pembimbing saya yang telah
serta memberikan jalan keluar atas setiap permasalahan yang penulis hadapai
5. Dr. Dwi Widayati, M.Hum. sebagai dosen penguji skripsi yang telah
6. Drs. Asrul Siregar, M.Hum. sebagai dosen penguji skripsi yang telah
8. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
bidang lingusitik, sastra, serta bidang lainnya. Tidak lupa juga saya ucapkan
terima kasih kepada Bapak Joko yang telah membantu penulis dalam hal
9. Teristimewa untuk orang tua tercinta yaitu ibunda Masna Pasaribu dan
proses perkuliahan dan juga penelitian dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa
pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibunda tercinta dan ayah yang telah
memberikan kasih sayang tak terhingga serta doa dan dukungan material.
Penulis ucapkan juga terima kasih kepada abang kandung penulis Irwan David
Tampubolon, Dedek Irawan Tampubolon ATT III , dan adik kandung penulis
Masyuri Tampubolon.
10. Senior-senior Sastra Indonesia yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
vi
vii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN…………………………………………………………………………….i
PENGESAHAN…………………………………………………………………………….ii
PERNYATAAN……………………………………………………………………………iii
ABSTRAK………………………………………………………………………………….iv
PRAKATA………………………………………………………………………………….v
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….viii
DAFTAR ISTILAH…………………………………………………………………………xi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
2.1 Konsep................................................................................................................ 7
2.1.1 Makian.............................................................................................................. 7
2.2.1 Sosiolinguistik................................................................................................. 8
viii
2.2.2 Makian.............................................................................................................. 10
3.3.1 Data....................................................................................................................... 20
ix
4.3.2 Ekspresi Kekesalan……………………………………………………………. 37
BAB VI PENUTUP………………………………………………………………………. 54
5.1 Simpulan………………………………………………………………………… 54
5.2 Saran……………………………………………………………………………. 54
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 55
LAMPIRAN......................................................................................................................... 57
x
DAFTAR ISTILAH
O-3 : orang ketiga (orang yang dibicarakan atau mitra tutur secara tidak langsung)
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia yang digunakan sebagai alat
kehidupan di masyarakat, seseorang pasti pernah berselisih paham atau berbeda pendapat
dengan sesuatu hal lainnya. Sehingga terjadilah kejadian yang tidak diharapkan, tidak
diinginkan bahkan mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Pada saat hal itu terjadi, timbul
reaksi yang berbeda-beda pada orang yang mengalaminya, misalnya merasa kecewa, jengkel,
Dalam konteks itu, orang-orang yang tidak bisa menahan emosinya akan mengeluarkan
kata-kata spontan yang kurang sopan, pedas dan menyakitkan. Dengan begitu pemakai
kekesalan dan sebagai sarana pengungkapan keintiman dalam suatu pergaulan atau
keakraban.
Kata-kata makian pada umumnya bermakna kurang baik, tapi kata makian tidak
terlepaskan oleh pemakai bahasa. Hal ini disebabkan oleh faktor kebiasaaan dalam
mempunyai kedudukan yang sentral dalam aktivitas berkomunikasi secara verbal sebagai
salah satu sarana untuk menjalankan fungsi emotif bahasa. Dengan demikian, makian
Allan (dalam Wijana, 2013:110) mengatakan bahwa bagi orang yang terkena makian
ucapan-ucapan tersebut merupakan pukulan atau hinaan untuk mereka, tetapi mungkin
1
dirasakan menyerang, akan tetapi bagi yang mengucapkannya, makian adalah alat
pembebasan dari segala bentuk dan situasi yang tidak mengenakkan. Walaupun dengan tidak
menolak adanya fakta pemakaian makian secara pragmatis untuk mengungkapkan pujian,
Fenomena penggunaan makian dapat dikatakan menjadi fenomena yang sudah mendunia.
Setiap bahasa tertentu mempunyai makian tidak terkecuali bahasa Pesisir Sibolga. Bagi
masyarakat Sibolga, kata makian disebut sebagai caruk, ketika seseorang sedang
dasarnya dikaitkan dengan orang yang tidak berpendidikan dan pada masyarakat yang
berstatus sosial menengah ke bawah, karena orang yang berpendidikan tinggi pasti lebih
cermat dalam menggunakan kata-kata yang tepat meski dalam keadaan apa pun. Sejalan
dengan itu, Hughes (dalam Rosidin 2010: 18) menyatakan bahwa jika seseorang memaki
lazimnya orang lain akan menganggapnya sebagai orang yang tidak sopan, kasar, dan tidak
dengan orang yang kurang berpendidikan sehingga makian jarang sekali muncul dalam
situasi formal (resmi) ataupun di kalangan orang berkelas sosial tinggi. Dengan demikian,
kata-kata makian tersebut masih sangat mungkin digunakan oleh masyarakat di daerah yang
berstatus sosial menengah ke bawah dan berpendidikan rendah. Daerah yang ditentukan
menjadi tempat penelitian ini merupakan daerah yang memiliki masyarakat yang masih
sangat bersosialisasi, mayoritas berprofesi sebagai nelayan, dan menggunakan bahasa Pesisir
Kata makian bisa saja digunakan oleh setiap orang tanpa batas umur, karena anak kecil
sampai orang tua bisa saja menggunakan kata-kata makian. Sebuah makian akan terlihat jelas
apabila ia dituturkan oleh seseorang dan ditujukan kepada orang lain. Apabila sebuah kata
2
tidak dituturkan dan tidak ditujukan kepada orang lain maka kata tersebut bukanlah sebuah
makian.
Misalnya :
Konteks : Poster hewan-hewan yang disertai gambar dan nama hewan pada gambar tersebut.
Seorang anak sedang belajar mengenal hewan dan nama-nama hewan yang ada pada poster.
Anak tersebut menunjuk gambar monyet serta membaca tulisan yang ada pada gambar.
(1) a. Baruk
‘Monyet’
Pada (1a) kata baruk bukanlah sebuah makian, karena kata tersebut dituturkan tetapi
tidak ditujukan kepada orang lain sedangkan pada (1b) kata baruk merupakan makian karena
tuturan tersebut ditujukan kepada orang lain. Makian tersebut mengacu pada referensi
binatang.
Jika seseorang mendengar tuturan tersebut dan tidak mengenal penuturnya maka tuturan
tersebut sangat tidak baik. Hal ini lah yang membutuhkan konteks dalam peristiwa tutur
tersebut. Konteks menurut Halliday ada dua macam, yaitu konteks budaya (context of
culture) dan konteks situasi (context of situation). Sebuah konteks budaya 'melahirkan'
banyak macam teks yang dikenal dan diterima oleh anggota masyarakatnva sebab susunan
dan bahasa yang digunakan menunjang tujuan komunikatif teks tersebut. Konteks situasi
yang memengaruhi pilihan bahasa seseorang ada tiga macam yaitu topik yang dibicarakan
(field), hubungan interpersonal antara pengguna bahasa (tenor) dan jalur komunikasi (lisan
atau tertulis) yang digunakan (mode). Ketiga faktor ini menentukan apakah seseorang
3
Sebuah makian yang sama bisa memiliki fungsi yang berbeda dalam peristiwa yang
berbeda, dan dalam peristiwa yang sama sebuah makian juga dapat memiliki fungsi yang
lebih dari satu. Hal tersebut dipengaruhi oleh konteks dan komponen tutur seperti yang
Konteks : Seseorang sedang berjalan. Dia terjatuh dan kakinya terkilir. Teman-temannya
Pada contoh (2) terdapat makian matoang dan bibiang. Fungsi makian tersebut ialah
untuk mengungkapkan rasa malu, rasa sakit juga kesal. Hal itu terlihat jelas dari konteks
(merasakan malu) dan temanya malah menertawainya bukan menolongnya (merasa kesal).
Adapun alasan penelitian tentang makian dalam bahasa Pesisir Sibolga ini dijadikan
objek penelitian, yaitu pertama karena terdapat beberapa kata dalam bahasa Pesisir Sibolga
jika dengan kata dasarnya saja tidak terdengar kasar tapi jika mendapat klitik –ang (mu) , -ku
(ku), -nyo (nya) akan terdengar kasar atau berupa makian. Misalnya, kata umak (ibu) jika
mendapat klitik –mu dan kata tersebut di ucapkan oleh penutur yang sebaya atau lebih muda
dari lawan tutur maka akan bersifat makian. Kedua beberapa kata makian dalam bahasa
Indonesia belum tentu menjadi kata makian dalam bahasa Pesisir Sibolga dan tidak semua
nama binatang dalam bahasa Pesisir Sibolga merupakan makian, begitu juga dengan referensi
kata makian yang lain. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji. Ketiga
penelitian tentang makian dalam bahasa Pesisir Sibolga belum pernah dilakukan. Oleh sebab
itu, penelitian ini perlu untuk diteliti, di samping menambah perbendaharaan kata berguna
4
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang tersebut permasalahan yang akan dibahas
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, penulis berusaha mengkaji makian dalam bahasa
Pesisir Sibolga. Untuk membatasi pembicaraan, penulis hanya membahas referensi makian,
fungsi makian dan bentuk makian berupa kata, frasa dan klausa dalam bahasa Pesisir
Sibolga.
lingualnya.
Berkaitan dengan manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
kaijan makian dalam bahasa Pesisir Sibolga yang pernah diteliti. Selain itu, hasil penelitian
ini bisa dijadikan tambahan khanzanah penelitian dalam bidang bahasa terutama kajian
5
soisolinguistik. Dalam kajian struktural, penelitian ini berkaitan dengan bentuk makian,
1. Bagi penutur bahasa Pesisir Sibolga, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
2. Bagi penutur bahasa lainnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
agar mempunyai pemahaman yang tepat mengenai penggunaan makian dalam bahasa
Pesisir Sibolga sehingga tidak terjadi kesalapahaman dalam menafsirkan makian dalam
3. Bagi mahasiswa program studi Sastra Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat
6
BAB II
2.1 Konsep
Konsep adalah suatu representasi dan hal umum tentang sesuatu yang bertujuan untuk
menejelaskan suatu benda, ide atau peristiwa. Adapun konsep yang digunakan penulis dalam
3.1.1 Makian
Dalam KBBI (Depdiknas, 2008:863) kata makian mempunyai arti yaitu mengeluarkan
kata-kata (ucapan) keji (kotor, kasar, dan sebagainya) sebagai pelampiasan kemarahan atau
rasa jengkel dan sebagainya. Kata-kata kasar berarti tidak sopan, keji berarti sangat rendah,
tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok, menjijikkan, melanggar kesusilaan.
Kata makian mempunyai arti yang tidak berbeda jauh dengan kata umpatan. Dalam
KBBI (Depdiknas, 2008:1526) umpatan yaitu perkataan yang keji-keji atau kotor yang
diucapkan karena marah, jengkel atau kecewa. Oleh karena itu, seseorang yang memaki atau
kesusilaan karena kata-kata tersebut tidak bisa digunakan dalam percakapan secara wajar dan
hanya digunakan sebagai pelampiasan perasaan marah, jengkel, atau kecewa. Kata makian
digunakan oleh semua kalangan mulai anak kecil sampai tua. Di kalangan anak muda kata-
kata makian tidak hanya digunakan sebagai pelampiasan amarah tetapi juga digunakan
sebagai julukan atau panggilan terhadap sesama teman, antar golongan (geng).
Bahasa Pesisir Sibolga atau disingkat Bahasa Pesisir (bahasa Pesisir: bahaso Pasisi)
adalah salah satu bahasa dalam rumpun Melayu yang dituturkan oleh Suku Pesisir yang
7
merupakan penduduk Tapanuli Tengah dan Sibolga, Sumatra Utara. Bahasa ini menyebar di
sepanjang pesisir barat Pulau Sumatra mulai dari Mandailing Natal, Sibolga, hingga Barus.
Bahasa ini dianggap sebagai salah satu dialek dalam bahasa Minangkabau karena
sejarah bahasa ini dimulai dari adanya perantau Minang dari daerah Pariaman yang pergi
berdagang di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatra bagian utara. Para perantau ini kemudian
berkomunikasi dengan suku bangsa lain seperti Melayu dan Batak, sehingga terjadilah
akulturasi dengan kedua bahasa tersebut. Bahasa ini memiliki kemiripan dengan dialek
Pariaman.
Sibolga adalah kota kecil yang terletak di pantai Barat pulau Sumatera. Kota sibolga
memiliki beragam budaya dan bahasa, yaitu bahasa batak Mandailing, Nias, Minang, Toba
dan Bahasa Pesisir yang menjadi bahasa yang sering digunakan sebagai komunikasi sehari-
hari.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sosiolinguistik, makian, bentuk
2.2.1 Sosiolinguistik
saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 1993:201).
Sementara itu, Fishman (dalam Sumartono dan Paina Partana, 2002:2) mengemukakan bahwa
perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap
8
Variasi bahasa muncul disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan
oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dikarenakan para penuturnya yang
tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini terdapat dua pandangan. Pertama, variasi itu
dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi
bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan
keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya
sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Dalam pandangan
sosiolinguistik, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual, tetapi merupakan
gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaiannya tidak hanya ditentukan oleh
Menurut Hymes (dalam Sumarsono 2004 : 325) ada enam belas (16) komponen tutur.
Agar mudah diingat, Hymes mencoba menyingkat 16 komponen tutur tersebut dengan cara
mengelompokkan dua tiga komponen yang berdekatan menjadi satu istilah; tiap istilah ini
lalu digabungkan, disusun menjadi kata (akronim) dalam bahasa Inggris yang bermakna
“WICARA”, yaitu SPEAKING, atau dalam bahasa Prancis, PARLANT. Istilah SPEAKING
1) Setting and Scene (S), berhubungan dengan tempat, waktu, dan suasana pembicaraan.
Apakah suatu ujaran itu dilakukan dalam situasi formal atau informal.
2) Participants (P), faktor ini mengacu pada peserta tutur atau pihak-pihak yang terlibat dalam
3) Ends (E), faktor ini berkaitan dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-
4) Act sequence (A), faktor ini berhubungan dengan bentuk aktual dan isi tuturan, yaitu suatu
9
5) Key (K), faktor ini berhubungan dengan nada suara, cara menyampaikan, keadaan si
pembicara, dan faktor-faktor emosional lainnya yang rnempengaruhi tuturan itu, seperti:
6) Instrumentaliites (I), faktor yang berkaitan dengan alat atau media dan bentuk bahasa yang
digunakan untuk menyampaikan tuturan. Media yang digunakan itu dapat berwujud lisan,
tulisan, atau telepon; sedangkan bentuk bahasa menyangkut ragam, dialek, variasi, atau
register.
7) Norm of interection and interpretation (N), faktor ini menyangkut norma-norma atau
kaidah-kaidah kebahasaan yang harus ditaati oleh para anggotanya dan penafsiran terhadap
8) Genre (G), faktor ini menyangkut bentuk-bentuk tuturan yang digunakan dalam
2.2.2 Makian
Menurut sunaryono (dalam Baryadi, 1983:6) makian adalah sejumlah kata, frasa, dan
kalimat khas atau unik yang dipakai oleh penutur bahasa tertentu untuk menyatakan,
mengekspresikan, dan, melampiaskan sebagai perasaan jengkel atau marah pada mitra
tuturnya. Memaki juga menggambarkan seberapa jauh penutur bahasa tertentu telah
Bahasa terbentuk dari satuan fonematis dan satuan gramatikal. Satuan fonematis adalah
unsur segmental yang bersisa setelah semua prosodi diabtraksikan, sedangkan satuan
gramatikal merupakan satuan dalam struktur bahasa, yang utama ialah morfem, kata, frasa,
10
demikian, satuan lingual adalah satuan dalam struktur bahasa yang terdiri atas unsur fonem,
Satuan lingual yang berbentuk kata adalah satuan lingual yang lebih dikenal daripada
satuan lingual fonem dan morfem. Menurut Ramlan (1987:26), kata adalah satuan bebas yang
paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata. Kata terdiri atas dua
macam satuan yaitu satuan fonologik dan gramatik, kata terdiri atas satu atau beberapa
morfem. Dengan demikian, morfem adalah satuan lingual minimal yang bermakna dan satuan
lingual yang disebut kata adalah satuan bebas yang terkecil dan berwujud satu morfem
dibedakan atas, nomina (kata benda), adjektiva (kata keadaan atau sifat), verba (kata kerja)
dan adverbia (kata keterangan). Makian dalam bentuk kata dibedakan berdasarkan dua jenis
yaitu bentuk dasar (monomorfemik) dan bentuk turunan (polimarfemik). Bentuk turunan
metanalisis.
Satuan lingual yang berbentuk frasa ialah satuan lingual dalam tataran sintaksis.
Menurut Ramlan (1987:151) menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatik yang terdiri
dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa. Menurut Ramlan (1987:152)
frasa mempunyai dua sifat, yakni (1) frasa terdiri atas dua kata atau lebih, (2) frasa
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, yakni subjek, predikat,
Wijana (2006:119) menyebutkan bahwa dilihat dari referensinya, sistem makian dalam
bahasa Indonesia terdiri dari bermacam-macam, yakni keadaan, binatang, mahluk halus,
11
a) Keadaan
Kata-kata yang menyenangkan agaknya merupakan satuan lingual yang paling umum
dimanfaatkan untuk mengungkapkan makian. Secara garis besar ada tiga hal dapat atau
mungkin dihubungkan dengan keadaan tidak menyenangkan ini, yaitu keadaan mental,
seperti gila, sinting, bodoh, tolol dan sebagainya. Dengan keadaan yang tidak direstui
tuhan atau agama, seperti keparat, jahanam, terkutuk, najis, kafir, dan seabagainya.
yang menimpa seseorang, seperti, celaka, mati, mondar, sialan, dan sebagainya.
b) Binatang
Satuan lingual yang referensinya binatang bersifat metaforis. Artinya, hanya sifat-sifat
tertentu dari binatang itulah yang memiliki kemiripan dan keasamaan dengan individu
binatang-binatang yang dipilih atau digunakan untuk memaki dalam bahasa Indonesia
adalah binatang-binatang yang memiliki sifat tertentu. Sifat-sifat yang menjijikan dan
diharamkan oleh salah satu agama (babi), menganggu (bangsat), menyakiti atau
mencari kesenangan diatasi penderitaan (lintah), senang cari pasangan (buaya dan
c) Mahluk halus
Tiga buah kata yang lazim diguanakan untuk melontarkan makian yang mengacu pada
mahluk halus adalah setan, setan alas, dan iblis. Kesemuanya adalah mahluk-mahluk
halus yang sering menganggu kehidupan manusia. Selain itu tuyul sering digunakan
d) Benda-benda
Tidak jauh dengan nama-nama binatang dan mahluk halus, nama-nama benda yang
lazim digunakan untuk memaki juga berkaitan dengan keburukan referennya. Seperti
12
bau tidak sedap (tai dan tai kucing), kotor dan usang (gembel), dan suara yang
menganggu.
e) Bagian tubuh
Anggota tubuh yang lazim diucapkan untuk mengeskpresikan makian adalah anggota
tubuh yang erat dengan aktivitas seksual ini sangat bersifat personal, dan dilarang
f) Kekerabatan
Sejumlah kata-kata kekerabtan mengacu pada individu yang dihormati atau biasanya
mengajarkan hal-hal yang baik kepada generasi berikutnya, seperti ibu, bapak, kakek,
f) Profesi
Profesi seseorang, terutama profesi renda dan yang diharamkan oleh agama, sering
digunakan oleh para pemakai bahasa untuk mengumpat atau mengekspresikan rasa
jengkelnya. Profesi-profesi itu di antara lain maling, sundal, bajingan, copet, lonte,
Winiasih (2010:54) menyebutkan bahwa Fungsi pisuhan atau makian pada dasarnya
kesombongan , 12) hinaan, 13) keakraban , dan 14) kegembiraan 15) pujian.
(1) Kemarahan
13
Fungsi mengekspresikan kemarahan dimaksudkan sebagai ungkapan kemarahan
penutur karena sangat tidak senang dengan apa yang telah dilakukan atau dituturkan
oleh petutur.
(2) Kekesalan
penutur untuk mengungkapkan rasa kesal karena mendongkol, sebal yang bercampur
jengkel. Kekesalan terjadi karena petutur melakukan sesuatu atau mengucapkan sesuatu
(4) Penyesalan
penutur kepada mitra tutur karena merasa menyesal terhadap apa yang sudah diperbuat
penutur atau perasaan tidak senang karena berbuat kurang baik (dosa, kesalahan).
penutur untuk mengungkapkan rasa malu karena merasa tidak enak hati akan sesuatu
hal.
(6) Kekecewaan
penutur karena merasa kecewa, yaitu tidak puas karena tidak sesuai dengan harapannya
14
Fungsi mengekspresikan rasa sakit dimaksudkan sebagai penggunaan makian untuk
mengungkapkan rasa sakit karena merasa tidak nyaman di tubuh atau menderita
sesuatu.
perkataan petutur.
penutur untuk mengungkapkan rasa kaget atau terperanjat dan bisa juga karena
kebiasaan.
(10) Kesombongan
(11) Hinaan
penutur untuk menghina dan mengejek petutur atau memandang rendah petutur.
(12) Keakraban
mengungkapkan kedekatan atau keeratan hubungan antara penutur dan mitra tutur
15
2.3 Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka adalah sebuah hasil dari penelitian terdahulu. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2003:1198) berpendapat bahwa tinjauan yaitu hasil dari meninjau, pendapat
sesudah menyelidiki atau mempelajari dan sebuah pandangan. Sedangkan, menurut Kamus
Besar Indonesia (2003:912) pustaka merupakan buku, buku primbon dan kitab-kitab. Dalam
menyelesaikan sebuah penelitian dibutuhkan sebuah kepustakaan yang kuat dan jelas sebab
hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan karena harus memiliki data-data yang relevan
Berikut beberapa judul penelitian tesis, skripsi dan jurnal yang digunakan penulis untuk
Winiasih (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Pisuhan dalam Bahasa Soroboyoan:
Kajian Sosiolinguistik” peneliti ini menemukan Bentuk tuturan pisuhan “basa Suroboyoan”
dalam konteks sosiokultural berdasarkan bentuk satuan lingualnya dibedakan menjadi bentuk
a) kata; berupa kata dasar (kategori nomina, adjektiva, dan verba) serta kata
c) klausa.
Penggunaan pisuhan dalam bentuk kata paling banyak terjadi bila dibandingkan bentuk
frasa dan klausa, yaitu dari 165 kali penggunaan pisuhan yang terdapat dalam penelitian ini,
penggunaan pisuhan dalam bentuk kata berjumlah 140, penggunaan pisuhan dalam bentuk
frasa berjumlah 15, dan penggunaan pisuhan dalam bentuk klausa berjumlah 10. Penggunaan
pisuhan jancuk paling banyak digunakan daripada pisuhan yang lain, yaitu sebanyak 17 kali.
Hal ini menunjukkan pisuhan tersebut merupakan pisuhan khas yang berasal dari ‘basa
16
Suroboyoan’.Tesis ini penulis gunakan sebagai bahan pustaka penulis dalam membandingkan
Makian dalam Bahasa Pesisir Sibolga dengan Pisuhan (Makian) dalam bahasa Soroboyoan.
@lambe turah” dalam penelitian ini peneliti menemukan bentuk makian yang berbentuk kata
(dasar dan turunan), frase, klausa, dan kalimat. Dalam penelitian ini referensi yang ditemukan
yaitu mengacu pada keadaan, binatang, benda-benda, bagian tubuh, istilah kekerabatan,
makhluk halus, aktivitas negatif, pekerjaan negatif, kata seru, tempat, makanan, dan kotoran
manusia atau binatang. Selain bentuk makian dan referensi makian, ditemukan pula fungsi
emotif yang digunakan penutur dalam berkomentar di akun @lambe_turah. Fungsi emotif
tersebut yakni makian sebagai sarana pengungkap rasa kemarahan, kekesalan, kekecewaan,
Manik (2018) dalam skripsinya yang berjudul Makian Dalam Bahasa Pakpak: Kajian
Sosiolingusitik. Dalam skripsi ini peneliti menemukan bentuk tuturan makian dalam bahasa
pakpak berdasarkan bentuk makian berupa kata; berupa kata dasar (kategori nomina,
adjektiva, dan verba) serta kata turunan (kata berafiksasi, kata majemuk, dan pendiftongan
vokal), Frasa berupa frasa nominal dan frasa adjectival dan klausa. Peneliti juga menemukan
referensi makian dalam bahasa pakpak yaitu: merujuk pada binatang, bagian tubuh binatang,
makhluk halus, benda mati, keadaan tertentu, hubungan seksualitas, dan ukuran badan.
Puspitasari (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Makian dalam Bahasa Indonesia
(Suatu Kajian Bentuk dan Referensi pada Komik)”. Dalam penelitian ini dikaji tentang
pemakaian kata makian yang ada dalam komik Archorld nomor 2 sampai 6 zdan Eyeshield
sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hasil analisis penelitian
ini menunjukkan bahwa pemakaian kata makian tidak hanya digunakan pada saat marah,
tetapi makian juga digunakan pada situasi santai atau akrab. Selain itu, kata makian yang
17
ditemukan juga bertujuan untuk menghina, meremehkan, mengungkapkan kekecewaan,
keheranan, dan symbol keakraban. Adapun bentuk-bentuk makian yang ditemukan pada
komik yakni, ada yang berwujud kata yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni makian
bentuk dasar (berwujud kata-kata monomorfemik) dan makian bentuk kata jadian atau
turunan (berbentuk polimorfemik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu makian
berafiks dan makian bentuk majemuk), frasa, dan klausa yang secara kategorial dapat berjenis
adjektiva, nomina dan verba. Namun hanya satu kategorial verba yang ditemukan, yaitu kata
terkutuk. Sedangkan bentuk referensi kata makian dapat menunjuk pada benda, binatang,
kekerabatan, makhluk halus, organ tubuh, aktivitas, diskriminasi, profesi, dan keadaan. Lalu
kata yang paling banyak digunakan dalam kedua komik yaitu kata bodoh dan sial.
Taib (2014) dalam skripsinya “Makian dalam Kehidupan Masyarakat Berbahasa Ibu
Bahasa Aceh di Kabupaten Aceh Selatan”. Dalam penelitian penulis menggunakan metode
deskriptif Pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam dan teknik catat. Data diolah
dengan teknik analisis kualitatif dengan langkah seleksi data, klasifikasi data, analisis data,
dan membuat simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makian yang ditemukan
dalam bahasa ini pada umumnya berupa kata tabu, keji, kasar, dan kotor yang sebaiknya
tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi bentuk, makian dalam bahasa ini
terdiri atas kata dasar, frasa, dan klausa. Dilihat dari sudut pandang referensi, makian dalam
bahasa ini memiliki referensi yang meliputi: binatang, makhluk halus, benda-benda, bagian
tubuh, kekerabatan, profesi, keadaan, dan aktivitas. Makian yang mengacu pada referen
aktivitas yang ditemukan dalam penelitian ini tidak ada yang merujuk pada kata-kata keji dan
kotor, hanya menggunakan kata-kata yang bernilai rasa kasar. Selain itu, dalam penelitian ini
juga tidak ditemukan makian yang mengacu pada leumo ‘lembu’. Berdasarkan fungsi,
18
Baryadi (1983) dalam skripsinya yang berjudul “Kata-Kata Pisuhan atau Makian
dalam Bahasa Jawa” meneliti kata-kata pisuhan atau makian dalam bahasa Jawa. Baryadi
membicarakan ciri-ciri kata makian dalam hubungannnya dengan kata-kata afektif dalam
bahasa Jawa, kemudian membicarakan satuan lingual yang biasa digunakan untuk memaki,
aneka jenis kata makian dalam bahasa Jawa, kata makian dengan bentuk–mu serta kata
makian dan ragam tutur. Menurut Baryadi, kata afektif selalu berkaitan dengan “segala
sesuatu” yang pada dasarnya telah mengandung afek (rasa). Dalam hal ini segala sesuatu
yang dimaksud adalah sikap, penilaian, atau pandangan penutur terhadap realitas yang
dihadapinya.
Karwayu (2017) dalam skripsinya meneliti kata-kata makian dalam bahasa Sikka
Dialek Lela Sikka. Karwayu membicarakan jenis-jenis makian dalam bahasa Sikka Dialek
Lela Sikka, dan membahas faktor situasional yang mempengaruhi penutur bahasa Sikka
dialek Lela Sikka menggunakan makian. Peneliti menemukan lima etnis masyarakat yang
menggunakan bahasa Sikka yaitu: etnis Sikka Krowe, etnis Sikka Muhan, etnis Lio, etnis
Palue, dan etnis Tidung. Dialek yang digunakan oleh masyarakat disetiap kecamatan dalam
etnis Sikka Krowe inipun berbeda-beda. Perbedaan dialek ini merupakan pengaruh dari tinggi
rendahnya suara, kerasnya ucapan, dan panjang pendeknya suatu ucapan. Misalnya di
kecamatan Lela menggunakan dialek Lela Sikka, di kecamatan Nita menggunkan dialek Nita,
di kecamatan Bola menggunakan dialek Bola dst. Terdapat tiga puluh enam jenis makian
dalam bahasa Sikka Dialek Lela Sikka. Selain itu, peneliti menemukan empat faktor
situasional yang mempengaruhi penutur bahasa Sikka Dialek Lela Sikka menggunakan
kesetaraan sosial.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll,
secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
yang alamiah dan dengan memanfaatkan bebagai metode ilmiah (Moleong, 2005:6).
Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini karena peneliti langsung terjun ke
lapangan dan jadi pengamat pada orang yang mengucapkan makian tersebut.
Sibolga. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena pada lokasi tersebut masih
Sumber data dalam dalam penelitian ini berupa sumber data primer yaitu data yang
diperoleh dari sumber asli (tidak melalui media perantara) atau tuturan makian yang
diperoleh dari masyarakat yang mengucapkan makian tersebut. Dalam penelitian ini sumber
Data penelitian ini digunakan dengan metode simak dan metode cakap. Data lisan
dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan berupa teknik
simak libat cakap dan simak bebas libat cakap. Dalam teknik simak libat cakap, penulis
terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber. Pada topik pembicaraan penulis berusaha
20
memunculkan calon data sambil merekam pembicaraan (Sudaryanto, 1993:133). Sedangkan
dalam teknik simak bebas simak libat cakap, penulis tidak terlibat dalam dialog atau penulis
hanya sebagai pemerhati yang menyimak dialog orang-orang yang sedang berdialog. Teknik
simak bebas libat cakap lebih efektif digunakan untuk data tulis. Di sini pencatatan berperan
Teknik simak bebas libat cakap didukung dengan teknik rekam dan teknik catat
cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik catat semuka diterapkan dengan cara
Dalam hal ini peneliti memperoleh data yang dibutuhkan sambil merekam pembicaraan
teknik catat sekaligus merekam data yang diperoleh dari setiap informan ketika sedang
Sebagai penutur bahasa pesisir sibolga, intuisi penulis juga dimanfaatkan untuk melengkapi
data. Semua makian dikelompokkan berdasarkan bentuk dan referennya. Bentuk makian
berupa kata dan frasa sementara referen makian adalah nama hewan, bagian tubuh, keadaan
Untuk menganalisis data yang ditemukan, peneliti menggunakan metode agih dan
metode padan (Sudaryanto, 1993: 13-31). Metode padan alat penentunya di luar, terlepas, dan
tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Adapun teknik dasar metode
padan yang digunakan adalah Pilah Unsur Penentu (PUP). Adapun alatnya ialah daya pilah
yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti. Dengan daya pilah maka dapat diketahui
21
Selanjutnya, metode agih ialah alat penentunya justru bagian dari bahasa yang
bersangkutan itu sendiri. Adapun metode agih yang digunakan adalah teknik sisip. Teknik
sisip digunakan untuk mengetahui kadar keeratan unsur yang dipisah oleh penyisipan
tersebut. Apabila penyisipan itu dimungkinkan maka kadar keeratan unsur yang dipisahkan
itu rendah, apabila tidak dimungkinkan, maka kadar keeratanya tinggi (Sudaryanto, 1993:
66). Teknik sisip pada penelitian ini digunakan untuk menentukan apakah suatu kata dapat
membentuk frase atau klausa. Teknik sisip bisa disamakan dengan teknik perluas. Maka
dalam penelitian ini digunakan juga teknik perluas. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh
berikut.
Pada tuturan (4), (5), dan (6) bisa terjadi pada peristiwa tutur yang sama tetapi pada
makian tersebut terjadi proses perluasan dan sisipan sehingga memiliki bentuk makian yang
berbeda.
Makian tersebut dituturkan oleh seseorang ketika lawan tuturnya melemparnya dengan
batu. Tuturan (4) ikku merupakan makian berbentuk kata. Pada tuturan (5) kata ikku
mendapat perluasan menjadi ikku ang yang merupakan makian berbentuk frasa. Tuturan (5)
lebih kasar dibandingkan dengan tuturan (4) hal ini disebabkan oleh perluasan tersebut. Pada
22
tuturan (6) makian tersebut mengalami perluasan dan sisipan dari tuturan (4), yakni
disisipkan ang dengan dan diperluas dengan tu sehingga membentuk Ikku ang tu yaitu
berbentuk klausa.
Makian kata pantat (ikku) dalam bahasa Indonesia berarti bokong atau dubur, sehingga
penggunaan kata pantat (ikku) untuk memaki sebenarnya hal yang tabu. Dari contoh di atas
penutur menggunakan kata pantat (ikku) untuk memaki dan menyamakannya dengan lawan
tuturnya.
Hasil analisis data pada penelitian ini disajikan dengan dua metode, yaitu menggunakan
metode informal dan formal. Menurut Sudaryanto (2015: 241) menegaskan bahwa metode
penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi
yang teknis sifatnya. Penyajian kaidah secara informal digunakan agar penyajian itu dapat
efektif sekaligus efisien. Sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan apa yang
umum dikenal sebagai tanda dan lambang- lambang. Tanda dan lambang- lambang tersebut
berupa rumus, bagan, diagram, tabel, dan gambar (Sudaryanto, 2015: 241).
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Makian adalah kata/sekelompok kata kotor yang diucapkan seseorang. Kotor berarti
mencakup hal yang tidak sopan, keji, jorok, tidak lemah lembut, sumpah serapah,
menjijikkan dan pelanggaran kesusilaan. Selain itu makian dinilai kasar apabila dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi. Makian yaitu kata-kata nista, hina dan ejekan yang digunakan untuk
mencaci, memarahi, dan mengejek. Kata-kata makian yang bermakna kasar banyak
ditemukan di masyarakat Pesisir Sibolga. Bentuk dari kata makian tersebut ada yang
berbentuk kata, frasa, dan klausa. Berikut bentuk-bentuk makian dalam bahasa Pesisir
1. Kata merupakan morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap
sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Kata dapat
berarti satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami
2. Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui
kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subyek dan predikat, dan
24
Tabel 4. Bentuk Makian
Memek Payudara
Frasa gigi ang gigi mu
nan bengak yang bodoh
macam babi seperti babi
Gadang kapalo Besar kepala
Gadang hantak Besar mulut
Busuk akal Akal bulus
Kareutak Keras kepala
Kapalo udang Kepala udang
Buayo darek Buaya darat
Muko tembok Muka dua
Klausa ala gilo ang mungkin sudah gila mungkin kamu
bengak bana ang gandek bodoh sekali kamu kelamin
gandeklah ang cirik ang kelamin kamu tahimu
Jan buek muko tembok ang Jangan buat muka duamu itu
tu
Pai ang buayo darek Pergi kamu buaya darat
Kareutak bana ang memangKamu memang sangat keras
kepala
Bengak bana ang, kapalo Bodoh sekali kamu, kepala
udang udang
Bentuk makian dalam bahasa Pesisir Sibolga dapat terbentuk dari proses penyisipan
dan perluasan dari bentuk makian sebelumnya. Berdasarkan data di atas, proses perluasan
25
1. (a) Bengak, susah bana ang diajari
Kata kelamin (gandek) memiliki arti alat vital manusia yang besifat personal dan
merupakan kata makian karena digunakan penutur untuk memaki dan menyamakannya
dengan lawan tuturnya. Pada tuturan (a) Bengak merupakan makian berbentuk kata. Pada
tuturan (b) kata Bengak mendapat perluasan menjadi nan bengak yang merupakan
makian berbentuk frasa. Tuturan (b) lebih kasar dibandingkan tuturan (a) hal ini
disebabkan oleh perluasan tersebut. Pada tuturan (c) makian tersebut mengalami
perluasan dan sisipan dari tuturan (a), yakni disisipkan kata ang dan diperluas dengan
(c) pantek umakang, parange ang mamalukan pas macam anak jogak
Makian tersebut dituturkan oleh seorang lawan tuturnya yang melemparnya dengan batu.
Makian kata kelamin (pantek) dalam bahasa Indonesia maupun bahasa pesisir merupakan
alat vital yang besifat personal dan merupakan kata makian karena digunakan penutur
26
untuk memaki dan menyamakannya dengan lawan tuturnya. Pada tuturan (a) pantek
merupakan makian berbentuk kata. Pada tuturan (b) kata pantek mendapat perluasan
menjadi pantek umakang yang merupakan makian berbentuk frasa. Tuturan (b) lebih
kasar dibandingkan tuturan (a) hal ini disebabkan oleh perluasan tersebut. Pada tuturan
(c) makian tersebut mengalami perluasan dan sisipan dari tuturan (a), yakni disisipkan
kata mamalukan dan diperluas dengan kata pas sehingga membentuk klausa pantek
Kata pemalas (bokkor) memiliki arti orang yang tidak mau mengerjakan sesuatu dan
termasuk kata makian karena merupakan sifat yang buruk. Penutur menggunakan makian
pemalas (bokkor) untuk memaki seseorang dan menyamakan sifanya. Pada tuturan (a)
bengak merupakan makian berbentuk kata. Pada tuturan (b) kata bengak mendapat
perluasan menjadi bengak ang yang merupakan makian berbentuk frasa. Tuturan (b)
lebih kasar dibandingkan tuturan (a) hal ini disebabkan oleh perluasan tersebut. Pada
tuturan (c) makian tersebut mengalami perluasan dan sisipan dari tuturan (a), yakni
disisipkan kata tu dan diperluas dengan kata bokkor sehingga membentuk klausa bengak
ang bokkor.
27
4.3 Referensi Makian dalam Bahasa Pesisir Sibolga
Berdasarkan data yang ditemukan, makian dalam bahasa Pesisir Sibolga memiliki
Makian dapat mengacu pada keadaan yang tidak menyenangkan. Wijana (2006 : 119)
satuan lingual yang paling umum dimanfaatkan untuk mengungkapkan makian. Secara
garis besar ada tiga hal yang dihubungkan dengan keadaan, yaitu keadaan mental seperti
gila, keadaan yang tidak direstui Tuhan atau agama seperti terkutuk, dan keadaan yang
berhubungan dengan peristiwa yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang seperti
dibuktikan dengan teknik perluasan. Misalnya proses perluasan yang seperti pada tuturan
berikut.
Pada data di atas mampuih, merupakan makian bereferensi keadaan. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 45 tahun) kepada anaknya O-2 (seorang
perempuan berusia 20 tahun) ketika O-1 baru menyadari bahwa ia tidak membawa pisau dari
ladang.
(Diperluas) Mampuih, ala tingga piso di kabun. Beranglah nenek samo kito dah.
Dari perluasan kalimat di atas maka dapat dibuktikan bahwa kata mampuih menyatakan
keadaan. Akibat lupa membawa pisau yang dipinjam akan membuat neneknya marah.
Sehingga menimbulkan keadaan yang kurang baik. Kata mampuih sudah pasti merupakan
28
kata serapah atau makian, dalam hal ini penutur menyumpahi dirinya sendiri karena lupa
Pada data di atas, mantiko merupakan makian bereferensi keadaan. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang laki-laki berusia 12 tahun) yang marah kepada O-2 (berusia 11
tahun) ketika O-2 melawan orang tuanya. Mantiko (kurang ajar) memiliki arti tidak
sopan;tidak tahu sopan santun. Makian mantiko (kurang ajar) sering digunakan oleh penutur
bahasa Pesisir Sibolga untuk mengumpat perilaku yang tidak baik lawan bicaranya.
tertentu. Binatang-binatang yang merupakan makian adalah yang memiliki sifat-sifat tertentu.
Kemiripan sifat tersebut diterapkan dalam manusia atau sifat objek sasaran. Namun, terdapat
data makian yang tidak mengacu pada jenis binatang, tetapi mengacu binatang secara umum
sehingga menggunakan makian „binatang‟. Makian bereferensi binatang dapat dilihat pada
tuturan berikut.
Pada data di atas, babi merupakan makian bereferensi binatang. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 22 tahun) ketika O-2 (seorang perempuan
berusia 18 tahun) datang secara tiba-tiba dan mengejutkan O-1. O-1 dan O-2 memiliki
hubungan yang sangat dekat. Binatang babi memiliki arti yang bermoncong panjang, berkulit
tebal, dan berbulu kasar. Selain itu binatang babi juga sering dijadikann untuk mengumpat
seseorang. Begitu juga dengan contoh di atas, penutur menggunakan kata binatang babi
29
bukan untuk menyebut binatang aslinya melainkan untuk menyebut dan menyamakannya
Pada data di atas, baruk merupakan makian bereferensi binatang. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang laki-laki berusia 23 tahun) kepada O-2 (lawan bicara melalui
telepon seluler).O-2 merupakan teman dekat O-1. O-2 membawa pergi sepeda motor O-1. O-
2 tadinya meminjam hanya untuk sebentar saja, ternyata lama, sehingga O-1 menelpon dan
meminta O-2 segera kembali. Makian bintang baruk atau dalam bahasa Indonesia monyet
memiliki arti kera yang bulunya berwarna keabu-abuan dan berekor panjang, kulit muka,
telapak tangan, dan telapak kakinya tidak berbulu. Namun dalam hal ini penurut
menggunakan kata baruk (monyet) bukan menyebut binatang aslinya melainkan menyebut
Pada data di atas, mancik merupakan makian bereferensi binatang. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang laki-laki berusia 20 tahun) kepada O-2 (seorang laki-laki
berusia 18 tahun) ketika O-1 melihat O-2 sedang mengorek-ngorek sampah dan
mengumpamakan O-2 seperti seekor tikus. Makian binatang mancik atau dalam bahasa
Indonesia tikus memiliki arti binatang pengerat dan juga hama yg mendatangkan kerugian
baik di rumah, maupun sawah. Namun dalam hal ini penurut menggunakan kata mancik
(tikus) bukan menyebut binatang aslinya melainkan menyebut dan menyamakan perilaku
30
4.3.3 Makian Bereferensi Mahluk Halus
Makian yang menggunakan referensi makhluk halus yaitu makhluk yang sering
mengganggu kehidupan manusia dan menakutkan. Berdasarkan data yang ditemukan, makian
yang memiliki referensi makhluk halus dapat dilihat pada tuturan berikut.
Pada data di atas, Ubilih merupakan makian bereferensi mahluk halus yang jahat dan
buruk perangainya. Makian tersebut dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 25
tahun) kepada O-2 (seorang laki-laki berusia 15 tahun). O-1 Marah ketika O-2 berusaha
untuk menghasut temannya untuk bertengkar. Penutur memilih menggunakan makian Iblis
karena menganggap tindakan lawan tuturnya tersebut yang mengahsut temannya agar
bertengkar adalah perbuatan yang buruk, sehingga penutut menyamakan tindakan orang
Pada data di atas jogak merupakan makian bereferensi mahluk halus. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 ( seorang laki-laki berusia 15 tahun) kepada O-2 ( seorang perempuan
berusia 15 tahun yang mana teman sebangkunya sendiri) ketika O-2 menggangu O-1 yang
sedang fokus belajar. Penutur memilih menggunakan makian dasar setan karena menganggap
tindakan temannya yang suka menggangunya belajar merupakan sikap yang buruk, sehingga
penutur menyamakan tindakan orang tersebut dengan setan, dan menambahkannya dengan
Hantu merupakan sebuah makian jika diungkapkan kepada manusia karena hantu
merupakan mahkluk halus yang sering mengganggu hidup manusia dan menakutkan, dan
31
setan merupakan makhluk halus yang suka menggoda manusia ke arah yang tidak baik
acuannya seperti bau tak sedap, dan benda yang dimaksud dalam hal ini yaitu benda mati.
Berdasarkan data yang ditemukan, makian yang memiliki referensi benda dapat dilihat pada
tuturan berikut.
Pada data di atas, cirik merupakan makian bereferensi benda-benda. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang laki-laki berusia 27 tahun) kepada O-2 (seorang laki-laki
berusia 19 tahun) ketika O-2 buang angin saat O-1 dan O-2 dan juga teman-temannya
berkumpul di kedai sambil minum. Makian tahi merupakan kotoran manusia atau binatang
yang menimbulkan bau tidak sedap dan menjijikkan. Pada contoh di atas makian tahi
digunakan secara metaforis, yaitu penyebutan makian tahi bukanlah maksud sebenarnya
melainkan hanya untuk menyebut dan menyamakan tingkah laku lawan tuturnya seperti tahi
Bagian tubuh yang sangat kasar yaitu bagian tubuh yang berkaitan dengan alat seksual.
Berdasarkan data yang ditemukan, makian yang memiliki referensi bagian tubuh dapat dilihat
32
Pada data di atas, matoang merupakan makian bereferensi bagian tubuh. Makian
tersebut dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 24 tahun) kepada O-2 (seorang laki-
laki berusia 25 tahun) ketika O-1 menegur O-1 mengenai pakaian O-2 yang masih memakai
baju tidur dan belum mandi. O-2 menegur sambil mengejek O-2 yang sebagai penjaga kedai
tersebut tidak cocok menjadi seorang penjaga kedai karena tidak menarik. O-2 merupakan
langganannya di kedai tersebut dan hubungan mereka sangat akrab. Mata adalah anggota
tubuh manusia yang digunakan untuk melihat, jika kata mato (mata) ditambah klitik ang (-
mu) akan terdengar kasar seperti mengumpat seseorang. Dalam hal ini penutur merasa kesal
(25) Pantek umakang! Alah alah ang calik anyo, jadi basah sadonyo sarawa awak.
‘Alat kelamin ibumu! Aduh aduh kamu lihatnya, sudah basah celanaku.
Pada data di atas, pantek umakang merupakan makian bereferensi bagian tubuh.
Makian tersebut dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 38 tahun) kepada O-2
(orang yang sedang berkumpul di tempat itu) ketika O-1 menuang minuman ke dalam gelas
dan tertumpah. Dalam bahasa Pesisir Sibolga pantek, sering digunakan untuk menyebut
bagian kemaluan perempuan atau vagina, sehingga penggunaan kata pantek untuk memaki
sebenarnya merupakan hal yang tabu. Namun penutur menggunakan makian pantek umakang
Pada data di atas, Jaya merupakan makian bereferensi bagian tubuh. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang laki-laki berusia 23 tahun) kepada O-2 ( seorang perempuan
berusia 22 tahun) O-1 marah ketika O-2 menggangu O-1 yang sedang mengerjakan tugas
kuliahnya. Dalam bahasa Pesisir Sibolga jaya, sering digunakan untuk menyebut bagian
kemaluan laki-laki atau penis, sehingga penggunaan kata jaya untuk memaki sebenarnya
33
merupakan hal yang tabu. Namun penutur menggunakan makian jaya untuk memaki lawan
yang dihormati atau mengajarkan hal-hal baik kepada generasi berikutnya sehingga tabu 34
untuk disebut-sebut tidak pada tempatnya (Wijana, 2006 : 123). Makian yang menggunakan
ditemukan, bentuk makian yang menggunakan referensi kekerabatan dapat dilihat pada
tuturan berikut.
tersebut dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 24 tahun) kepada O-2 (seorang laki-
laki diperkirakan berusia sekitar 40-an tahun) ketika O-2 menggoda O-1 yang sedang berjalan
sedangkan O-2 lewat mengendarai sepeda motor. Ayah merupakan individu yang dihormati
atau biasanya mengajarkan hal-hal baik, kepada generasi berikutnya. Sebagai individu yang
dihormati layaknya kata-kata itu disebut untuk disebut-sebut tidak pada tempatnya. Akan
terdengar kasar bagi pendengarnya. Penutur menyebut frasa atau klitikmu ayahang (ayahmu)
tersebut dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 24 tahun) kepada O-2 (seorang laki-
34
laki, pengemudi mobil) ketika O-1 sedang memutar sepeda motornya di tengah jalan dan O-2
terus membunyikan klakson mobilnya karena tidak sabar menunggu. Nenek merupakan
individu yang dihormati atau biasanya mengajarkan hal-hal baik, kepada generasi berikutnya.
Sebagai individu yang dihormati layaknya kata-kata itu disebut untuk disebut-sebut tidak
dibelakangnya, sehingga terdengar kasar bagi pendengarnya. Penutur menyebut frasa atau
Pada data di atas, cilakko bana ang umakang merupakan makian bereferensi
kekerabatan. Makian tersebut dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 45 tahun)
kepada O-2 (anaknya, seorang laki-laki berusia 5 tahun) ketika O-2 jatuh dari atas kursi dan
menangis. Ibu merupakan individu yang dihormati atau biasanya mengajarkan hal-hal baik,
kepada generasi berikutnya. Sebagai individu yang dihormati layaknya kata-kata itu disebut
kejengkelan kepada lawan bicaranya. Penutur bahasa Pesisir Sibolga sering sekali
rendah dan yang diharamkan oleh agama, sering digunakan oleh para pemakai bahasa untuk
35
‘Pencuri, dari mana kamu dapat uang itu?’
Pada data di atas, pancilok merupakan makian bereferensi profesi. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang anak laki-laki berusia 16 tahun) kepada O-2 (seorang anak
perempuan berusia 10 tahun) ketika O-1 melihat O-2 memegang uang sejumlah lima
puluh ribu rupiah. O-1 merupakan abang dari O-2. Makian pancilok merupakan pekerjaan
negatif yang diharamkan oleh agama dan hukum. Makian pancilok memiliki arti pekerjaan
negatif yang dilakukan seseorang dengan mengambil milik orang lain tanpa izin atau tidak
Pada data di atas, lonte merupakan makian bereferensi profesi. Makian tersebut
dituturkan oleh O-1 (seorang perempuan berusia 56 tahun) kepada O-2 (seorang
perempuan berusia 25 tahun) ketika O-1 melihat O-2 menganggu suami O-3. Makian lonte
merupakan pekerjaan yang diharamkan oleh agama. Lonte memiliki arti pekerjaan negatif
yang dilakukan oleh perempuan dengan menjajakan tubuhnya kepada lelaki hidung
baruk monyet
36
mancik tikus
jogak setan
ucciang nenekmu
Lonte pelacur
Fungsi makian pada dasarnya bersifat emotif, antara lain untuk mengekspresikan
kemarahan, kekesalan, rasa benci, penyesalan, rasa malu, kekecewaan, kesedihan, rasa sakit,
penutur karena sangat tidak senang dengan apa yang telah dilakukan atau dituturkan oleh
37
petutur. Penggunaan fungsi mengekspresikan kemarahan dalam makian dapat dilihat pada
tuturan berikut.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan penjual pupuk berusia 38 tahun)
menggunakan makian binatang untuk menyatakan kemarahannya kepada O-2 (seorang anak
perempuan berusia 11 tahun) ketika O-1 memergoki O-2 berada di dekat laci tempat uang
hasil penjualan.
Pada data di atas, O-1 ( seorang perempuan berusia 13 tahun) menggunakan makian
binatang anyo ang untuk menyatakan kemarahannya kepada O-2 (seorang laki-laki berusia
13 tahun) ketika O-1 melihat O-2 pulang jajan dari sebuah warung. O-2 memiliki utang
kepada O-1 tetapi setiap O-1 memintanya O-2 selalu bicara tidak punya uang.
Untuk membuktikan bahwa tuturan di atas mengekspresika kemarahan yakni dengan teknik
(Diperluas) Binatang anyo ang, mano utang ang. Mantang ambo diamkan manjadi-jadi
ang.
merajalela.’
Dari perluasan tersebut semakin terlihat ekspresi kemarahan penutur terhadap petutur. Hal itu
disebabkan karena penutur merasa bahwa petutur memperlakukan penutur tidak sepantasnya
langsung kepada petutur. Binatang memiliki arti mahluk bernyawa yang mampu bergerak
38
tetapi tidak berakal budi. Penutur menyebut dan menyamakan lawan bicaranya seperti
binatang.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 35 tahun sudah menikah)
menggunakan makian kalera kepada O-2 (seorang laki-laki) u ketika O-2 main mata kepada
O-1. Kalera (kurang ajar) memiliki arti tidak sopan ;tidak tahu sopan santun. Makian di atas
sering digunakan oleh penutur bahasa Pesisir Sibolga, makian tersebut digunakan penutur
untuk mengekspresikan rasa marahnya kepada lawan bicaranya karena tidak sopan pada
dirinya.
Pada data di atas, O-1 (seorang seorang perempuan berusia 52 tahun) menggunakan
makian mampuih ang umakang kepada O-2 (anaknya, seorang perempuan berusia 9 tahun)
ketika O-2 menyenggol gelas berisi air dan akhirnya tumpah. Mampuih (mampus) memiliki
arti mati. Makian mampuih merupakan salah satu makian atau serapah yang digunakan oleh
penutur bahasa Pesisir Sibolga untuk menggunakan rasa marahnya kepada lawan bicaranya.
Penutur juga menggunakan makian umakang (ibumu) yang secara tidak langsung penutur
penutur untuk mengungkapkan rasa kesal karena mendongkol, sebal yang bercampur jengkel.
Kekesalan terjadi karena petutur melakukan sesuatu atau mengucapkan sesuatu yang tidak
benar, biasanya mengenai penutur itu sendiri. Penggunaan makian yang mengekspresikan
39
(36) Macam ikku, mangatur sajo.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 12 tahun) menggunakan macam
ikku kepada O-2 (abangnya, seorang laki-laki berusia 23 tahun) untuk mengekspresikan
kekesalannya ketika O-2 menyuruh O-1 menyapu rumah, sebelumnya O-1 sudah disuruh O-2
mencuci piring.
Fungsi tuturan di atas juga dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik perluas, seperti
berikut.
(Diperluas) Macam ikku, mangatur sajo. Ambo serakkan bekko ikko dah.
Dari perluasan tersebut terlihat lebih jelas ekspresi kekesalan penutur karena terus disuruh
mengerjakan sesuatu. Ungkapan kekesalan diluapkan secara tidak langsung kepada petutur.
Kekesalan diluapkan seolah-olah kepada diri sendiri. Dalam bahasa Pesisir Sibolga, ikku
sering digunakan untuk menyebut bokong, sehingga penggunaan kata ikku untuk memaki dan
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 12 tahun) menggunakan makian
kundengang kepada O-2 (seorang laki-laki berusia 12 tahun) ketika O-2 mencuri kelereng O-
1. O-1 memintanya dan O-2 meletakkan kelereng lalu diambil lagi begitu sampai beberapa
kali. Dalam bahasa Pesisir Sibolga, kundeng sering digunakan untuk menyebut alat kelamin
laki-laki atau penis, dalam hal ini penutur menyebutkan makian kundeng untuk
40
4.4.3 Ekspresi Rasa Benci
penutur untuk mengungkapkan rasa tidak suka terhadap petutur. Penggunaan makian yang
Pada tuturan di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 35 tahun) menggunakan makian
matilah ang untuk mengekspresikan rasa bencinya kepada O-2 (seorang laki-laki ) ketika O-2
mengendarai sepeda motor dengan kencang dan suara knalpot yang bising. Kata mati
memiliki arti sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi. Frasa matilah ang merupakan makian
(39) Nan kaleralah ntong inyo, samalam disuruh dating kini inyo datang.
‘Kurang ajar dia, disuruh datang semalam hari ini dia datang.’
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 53 tahun) menggunakan makian
nan kaleralah ntong inyo kepada O-2 (seorang perempuan berusia 46 tahun) untuk
mengekspresikan rasa bencinya ketika O-3 (seorang perempuan berusia 38 tahun) datang ke
rumah O-1 untuk meminta ijin untuk bekerja di ladangnya. Akan tetapi, O-1 tidak
emosinya kepada O-2. Kalera (kurang ajar) memiliki arti tidak sopan ; tidak tahu sopan
santun. Makian di atas sering digunakan oleh penutur bahasa Pesisir Sibolga, makian tersebut
digunakan penutur untuk mengekspresikan rasa marahnya kepada lawan bicaranya karena
penutur kepada mitra tutur karena merasa menyesal terhadap apa yang sudah diperbuat
41
penutur atau perasaan tidak senang karena berbuat kurang baik (dosa, kesalahan).
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 35 tahun) menggunakan makian
penyesalannya ketika O-1 menyadari bahwa buku arisan tinggal di rumahnya. Kata mati
memiliki arti sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi. Frasa matilah ang merupakan makian
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 14 tahun) menggunakan makian
cilakko kepada O-2 (3 orang teman seusianya) ketika sampai di rumah salah seorang
temannya ia baru teringat bahwa O-3 (orang yang meminta O-1 agar mengajaknya jika pergi
ke ibadah doa lingkungan) memintanya untuk mengajaknya pergi. Kata cilakko memiliki arti
sialan yang sering digunakan oleh penutur Pesisir Sibolga untuk mengumpat atau memaki
penutur untuk mengungkapkan rasa malu karena merasa tidak enak hati akan sesuatu hal.
Penggunaan makian yang menunjukkan fungsi rasa malu dapat dilihat pada tuturan berikut.
42
Pada data di atas, 1 (seorang perempuan berusia 22 tahun) menggunakan makian
cirikang kepada O-2 (penjaga kedai, seorang perempuan berusia 18 tahun) untuk
mengekspresikan rasa malunya ketika O-2 mengajak O-1 masuk, dan ternyata banyak orang
di kedai tersebut. Sebelum O-1 datang ke kedai, O-2 memberitahu O-1 bahwa di kedai
tersebut tidak banyak orang. cirik (tahi) merupakan kotoran manusia atau binatang yang
menimbulkan bau tidak sedap dan menjijikkan. Makian cirik (tahi) digunakan secara
metaforis, yaitu penyebutan makian tahi bukanlah maksud sebenarnya melainkan hanya
untuk menyebut dan menyamakan tingkah laku lawan tuturnya seperti tahi yang menjijikkan
serta berbau busuk. Penutur menggunakan makian klausa cirikang karena rasa kesalnya
Pada data di atas, O-1 (seorang laki-laki berusia 19 tahun) menggunakan makian eh ikku
kepada teman-temannya (laki-laki dan perempuan) yang sedang berkumpul di teras rumah
dan sedang bercerita tentang O-1, semua mata tertuju pada O-1 yang baru datang dan salah
rasa malunya karena semua orang melihatnya. Dalam bahasa Pesisir Sibolga, ikku sering
digunakan untuk menyebut bokong, sehingga penggunaan kata ikku untuk memaki dan
penutur karena merasa kecewa, yaitu tidak puas karena tidak sesuai dengan harapannya atau
43
Kentut, mengapa tidak datang kamu tadi malam?’
Pada tuturan di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 14 tahun) menggunakan makian
karena pada malam minggu O-2 tidak datang ke acara ibadah doa lingkungan pemuda di
rumahnya.
Untuk membuktikan fungsi tuturan di atas maka dilakukan teknik sisip seperti berikut.
(Sisip Kantuik , baharok bana ambo dating ang. Mangapo ndak jadi ang datang tadi malam?
‘Kentut, aku berharap sekali kamu datang. Mengapa tidak datang kamu tadi malam?
Dari proses teknik sisip di atas terlihat lebih jelas ekspresi kekecewaan penutur terhadap
petutur. Pada sisipan di atas menunjukkan bahwa penutur sangat berharap petutur datang
tetapi kenyataanya tidak datang yang membuatnya kecewa. Kata kantuik memiliki arti gas
berbau busuk. Penutur menggunakan makian kantuik dengan menyebut atau menyamakan
perilaku lawan bicaranya yang buruk seperti halnya kentut yang menjijikan.
Pada data di atas, O-1 (seorang laki-laki berusia 24 tahun) menggunakan makaian
cilakko ang kepada O-2 (seorang perempuan berusia 18 tahun) untuk mengekspresikan
kekecewaannya ketika ia mengetahui bahwa O-2 menceritakan kepada O-3 kalau O-1
menyukai O-3. Kata cilakko memiliki arti sialan yang sering digunakan oleh penutur Pesisir
Sibolga untuk mengumpat atau memaki seseorang. Penutur menggunakan makian cilakko
44
Pada data di atas, O-1 ( seorang perempuan berusia 53 tahun) menggunakan makian
gadang hantaknye tu kepada O-2 (seorang perempuan berusia 21 tahun) ketika O-2
mengatakan bahwa O-3 telah pergi ke arisan, padahal O-1 telah mengingatkan kepada O-3
agar menunggunya nanti jika hendak pergi. Seharusnya makian tersebut ditujukan untuk O-3
tetapi terlampiaskan kepada O-2. Makian gadang hantak sering diucapkan oleh penutur
bahasa Pesisir Sibolga yang artinya pembual atau orang yang suka membuat hal-hal yang
mengungkapkan rasa sakit karena merasa tidak nyaman di tubuh atau menderita sesuatu.
Penggunaan makian untuk mengekspresikan rasa sakit dapat dilihat dalam tuturan.
Pada tuturan di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 45 tahun) menggunakan makian
pantek untuk mengekspresikan rasa sakitnya kepada O-2 (seorang perempuan berusia 13
tahun) yang tidak sengaja menginjak kaki O-2. Dalam bahasa Pesisir Sibolga pantek, sering
digunakan untuk menyebut bagian kemaluan perempuan atau vagina, sehingga penggunaan
kata pantek untuk memaki sebenarnya merupakan hal yang tabu. Namun penutur
menggunakan makian pantek untuk memaki lawan tutur karena merasakan sakit hati.
Pada tuturan di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 45 tahun) ikku umakang kepada
O-2 (anaknya, seorang laki-laki berusia 6 tahun) untuk mengekspresikan rasa sakitnya ketika
O-2 menduduki kaki O-1. Dalam bahasa Pesisir Sibolga, ikku sering digunakan untuk
45
menyebut bokong, sehingga dalam penggunaan ikku umakang secara tidak langsung penutur
Pada data di atas, O-1 (seorang laki-laki berusia 53 tahun) menggunakan makian
matoang cilakko kepada O-2 (seorang laki-laki berusia 17 tahun) ketika O-2 tidak sengaja
menendang kaki O-1 dan spontan meminta maaf. Penutur menggunakan makian matoang
dipakai untuk mengekspresikan rasa sakitnya dan mengumpat orang yang tidak
memanfaatkan alat penglihatannya. Selain itu, penutur menggunakan kata cilakko untuk
mempertegas makiannya.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia sekitar 45 tahun) menggunakan
makian cirik kepada O-2 (seorang perempuan berusia 37 tahun) untuk mengekspresikan
ketidakpercayaannya ketika O-2 mengatakan bahwa nenas O-3 laku seharga tujuh ribu rupiah
Untuk membuktikan fungsi tuturan di atas, maka digunakan teknik perluas, seperti berikut
(Diperluas) Cirik, ndak iyo tu, ndak mungkin inyo beda sorang.
Dari proses perluasan tersebut terlihat lebih jelas fungsi makian itu untuk
46
manusia atau binatang yang menimbulkan bau tidak sedap dan menjijikkan. Pada contoh di
atas makian tahi digunakan secara metaforis, yaitu penyebutan makian tahi bukanlah maksud
sebenarnya melainkan hanya untuk menyebut dan menyamakan lawan tuturnya seperti tahi
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 75 tahun, ibu O-2) menggunakan
keherannannya ketika O-2 hendak mengangkati piring dan makanan tetapi tak selesai-selesai
karena O-2 terus bercerita tentang sebuah sinetron kepada O-3 (adiknya). Makian tahi
merupakan kotoran manusia atau binatang yang menimbulkan bau tidak sedap dan
menjijikkan. Pada contoh di atas makian tahi digunakan secara metaforis, yaitu penyebutan
makian tahi bukanlah maksud sebenarnya melainkan hanya untuk menyebut dan
menyamakan tingkah laku lawan tuturnya seperti tahi yang menjijikkan serta berbau busuk.
(52) ‘Handi ang umakang, itu sajo ndak bias ang siapkan.
Pada tuturan di atas, O-1 (seorang laki-laki berusia 40 tahun) menggunakan makian
handi ang umakang kepada O-2 (seorang perempuan berusia 18 tahun) untuk
rumah sudah berjam-jam. Kata handi (bodoh) memiliki arti tidak lekas mengerti; tidak
mudah tahu atau tidak memiliki pengetahuan. Makian handi (bodoh) merupakan kata-kata
yang tidak sopan jika diucapakan tanpa sebab kepada orang lain namun dalam hal ini penutur
mengucapkan karena rasa kesalnya terhadap lawan tuturnya sehingga kata handi (bodoh)
47
4.4.9 Ekspresi Keterkejutan atau Kebiasaan
penutur untuk mengungkapkan rasa kaget atau terperanjat dan bisa juga karena kebiasaan.
Penggunaan makian yang menunjukkan fungsi keterkejutan atau kebiasaan dapat dilihat pada
tuturan berikut.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 45 tahun) menggunakan makian
Gandek, gandek. kepada O-2 (seorang perempuan berusia 14 tahun) untuk mengekspresikan
keterkejutan juga kebiasaannya ketika O-1 datang dari belakang O-2 dan mengejutkannya
ketika O-2 sedang asik bercerita dengan teman-temannya. Dalam bahasa Pesisir Sibolga
gandek, sering digunakan untuk menyebut bagian kemaluan laki-laki atau penis, sehingga
penggunaan kata gandek untuk memaki sebenarnya merupakan hal yang tabu. Namun
penutur menggunakan makian gandek untuk memaki lawan tuturnya karena kesal.
(54) ‘Bengak, ado ruponyo karajo ambo yang balum siap di ladang.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 64 tahun) menggunakan makian
bengak kepada O-2 (ibu-ibu teman searisannya) untuk mengekspresikan keterkejutannya dan
kebiasaanya ketika mereka asik bercerita dan tiba-tiba O-1 teringat akan pekerjaannya yang
belum selesai sedikit lagi di ladang. Kata bengak (bodoh) memiliki arti tidak lekas mengerti;
tidak mudah tahu atau tidak memiliki pengetahuan. Makian bengak (bodoh) merupakan kata-
kata yang tidak sopan jika diucapakan tanpa sebab kepada orang lain namun dalam hal ini
penutur mengucapkan karena rasa kesalnya terhadap lawan tuturnya sehingga kata bengak
48
4.4.10 Ekspresi Kesombongan
penutur untuk mengungkapkan sifat meninggikan diri secara berlebihan. Penggunaan makian
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 12 tahun) menggunakan makian
bengak bana ang kepada O-2 (seorang perempuan berusia 15 tahun) untuk mengekspresikan
kesombongannya ketika O-2 tidak dapat mengoperasikan kamera digital milik O-3. Kata
bengak (bodoh) memiliki arti tidak lekas mengerti; tidak mudah tahu atau tidak memiliki
pengetahuan. Makian bengak (bodoh) merupakan kata-kata yang tidak sopan jika diucapakan
tanpa sebab kepada orang lain namun dalam hal ini penutur mengucapkan karena rasa
sombongnya terhadap lawan tuturnya sehingga kata bengak (bodoh) dapat dikatakan sebagai
makian. Penutur menambah kata bana ang menjadi bengak bana ang untuk mempertegas
makiannya.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 14 tahun) menggunakan makian
gigiang kepada O-2 (adiknya, seorang perempuan berusia 12 tahun) untuk mengekspresikan
kesombongannya ketika O-2 bertanya bahwa buku yang dipegang oleh O-1 miliknya atau
tidak. Kata gigi bukan berarti gigi yang sebenarnya tetapi penutur mengatakan gigiang
(gigimu) untuk mengumpat karena lawan bicaranya tidak mungkin sanggup untuk membeli
49
4.4.11 Ekspresi Hinaan
penutur untuk menghina dan mengejek petutur atau memandang rendah petutur. Penggunaan
makian yang menunjukkan fungsi mengekspresikan rasa penghinaan atau merendahkan orang
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 22 tahun) menggunakan makian
sungka katupek tu untuk mengejek O-2 (seorang perempuan berusia 12 tahun) ketika O-2
berkata bahwa dia tidak tahu menyulam. Makian Sungka katupek tu sering digunakan oleh
penutur bahasa Pesisir Sibolga untuk mengejek atau menghina lawan bicaranya.
(58) Ala gilo inyo tu, kini iyo barisuk ala indak sajo katonyo
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 22 tahun) menggunakan makian ala
gilo inyo tu untuk merendahkan (tak langsung) O-3 ketika O-2 (seorang perempuan berusia
21 tahun) menceritakan O-3 yang tidak konsisten dengan perjanjian mereka. Makian gilo
merupakan makian yang sering digunakan untuk memaki seseorang. Kata gilo disebut
makian karena merupakan kata-kata yang tidak sopan jika dikatakan kepada orang lain.
Seperti halnya contoh ala gilo inyo tu, penutur menggunakannya untuk merendahkan lawan
bicaranya.
mengungkapkan kedekatan atau keeratan hubungan antara penutur dan mitra tutur sehingga
terkadang berkesan lucu. Penggunaan makian yang menunjukkan fungsi keakraban atau
50
(59) Jan macam anak keteklah ala babulu dah.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 75 tahun) menggunakan makian ala
babulu dah kepada O-2 (berusia 18 tahun) ketika O-2 bermain kelereng dan berantam-
berantam kecil dengan O-3 (seorang perempuan berusia 8 tahun). Makian ala babulu dah
merupakan kata-kata yang tidak pantas diucapakan tetapi dalam hal ini penutur
keakrabannya.
Pada data di atas, O-1 ( seorang laki-laki berusia 64 tahun ) menggunakan makian antok
muncung ang untuk mengekspresikan keakrabannya kepada O-2 ( seorang laki-laki berusia
17 tahun) ketika O-2 berbicara sangat dekat di hadapan O-1. Makian antok muncung ang
merupakan kata-kata yang tidak pantas diucapakan tetapi dalam hal ini penutur
keakrabannya.
Pada data di atas, O-1 (seorang perempuan berusia 22 tahun) menggunakan makian pantek
yaitu teman satu kostnya. Makian itu diucapkan ketika O-1 sudah lama menunggu O-2
mandi. Makian pantek merupakan kata-kata yang tidak pantas diucapakan tetapi dalam hal ini
51
penutur mengucapkannya kepada teman akrabnya dan digunakan untuk mengekspresikan
keakrabannya.
Pada dasarnya, fungsi sebuah makian dalam setiap tuturan tergantung bagaimana mitra
tuturnya menanggapi tuturan tersebut. Oleh sebab itu, adakalanya sebuah makian memiliki
fungsi yang lebih dari satu meski dalam satu peristiwa tutur. Berdasarkan data penelitian
kesombongannya ketika O-2 meminta ijin untuk memakai baju milik O-1. Mereka
merupakan kakak beradik dan sangat dekat, sehingga memungkinkan fungsi makian tersebut
sebagai keakraban.
52
keheranan cirik Tahi
atau ketidakpercayaan cirikang tahimu
handi ang umakang bodoh kamu ibumu
Keterkejutan atau kebiasaan gandek, gandek alat kelamin, alat kelamin
bengak bodoh
Kesombongan bengakk bana ang bodoh sekali kamu
gigiang gigimu
Hinaan sungka katupek tu makan ketupat itu
ala gilo inyo tu sudah gila dia
Keakraban ala babulu dah sudah bejembut ya
antok muncung ang diam mulutmu
pantek vagina
Kegembiraan memek, memek payudara, payudara
pangayak pembohong
Pujian kantuik kentut
Sebuah kata yang dianggap tabu atau pantang jika lebih sering dituturkan maka
kadar ketabuan atau kepantangannya akan semakin hilang. Begitu juga dengan mitra
tuturnya, semakin sering dan semakin akrab hubungan antar mitra tutur maka kata-kata yang
dituturkan akan menjadi kata yang sudah biasa dan menjadi ucapan keakraban. Namun,
seakrab apapun seseorang dengan yang lain jika mereka menuturkan makian tersebut di
depan orang asing dan dalam situasi formal maka itu menjadi makian yang bersifat negatif.
terdapat orang tua (laki-laki dan perempuan). Meskipun kata-kata tersebut dituturkan hal itu
merupakan hal yang tidak disadari atau karena kebiasaan. Beberapa kata makian yang sudah
menjadi hal biasa dituturkan, pantek, kundeng, mato ang, ikku ang, pangayak, cirik, bengak,
tumbung, kalera, gilo, jaya. Makian tersebut sangat sering kita dengar di kedai atau warung,
53
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis terhadap makian bahasa Pesisir Sibolga maka
bentuk makian ada tiga bentuk yaitu makian berbentuk kata, frasa, dan klausa. Bentuk
makian yang mengalami perluasan cenderung lebih kasar daripada bentuk makian sebelum
diperluas.
Referensi makian dalam bahasa Pesisir Sibolga berjumlah tujuh referensi yaitu
keadaan, binatang, mahluk halus, benda-benda, bagian tubuh, kekerabatan, dan profesi.
Referensi makian biasanya dikaitkan dengan sifat, bentuk, atau karakteristik yang diacu oleh
tuturan tersebut.
Fungsi makian pada dasarnya bersifat emotif. Fungsi makian dalam bahasa Pesisir
Sibolga berjumlah 14, yakni untuk mengekspresikan kemarahan, kekesalan, rasa benci,
memiliki fungsi yang lebih dari satu, sebab fungsi sebuah makian tergantung pada mitra
tuturnya.
5.2 Saran
Penelitian tentang makian dalam bahasa Pesisir Sibolga ini hendaknya dilanjutkan
dengan penelitian yang lebih baik lagi, sehingga masyarakat dalam maupun luar dapat
54
DAFTAR PUSTAKA
Baryadi, Praptomo, 1983. “Kata-Kata Pisuhan atau Makian dalam Bahasa Jawa” dalam
Karwayu, Anna Asi. 2017. “ Makian dalam Bahasa Sikka Dialek Lela Sikka”.
Manik, Lina, 2018. "Makian Dalam Bahasa Pakpak: Kajian Sosiolinguistik". Medan:
Moleong, lexy J. 2005. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Puspitasari, Indah. 2010. “Makian dalam Bahasa Indonesia (Suatu Kajian Bentuk dan
Sinaga, Grecelia. 2016. “Makian Dalam Bahasa Simalungun: Kajian Etmografi Komunikasi.
Sudaryanto, dkk. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Press.
55
Sumarsono dan Parna Partana. 2002. Sosiolinguistik. Cetakan I, Juni 2002 yogyakarta: Sabda
Taib, Rostina. 2014. Makian dalam Kehidupan Masyarakat Berbahasa Ibu Bahasa Aceh di
Triadi, Bagus Rai. 2017. Penggunaan Makian Bahasa Indonesia pada Media Sosial: Kajian
Universitas Pamulung.
Wijana, I Putu dan Muhammad Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis.
Winiasih, Tri. 2010. “pisuhan dalam bahasa suroboyo: Kajian Sosiolinguistik”. Surakatra:
56
LAMPIRAN : DATA MAKIAN
1. Matoang jan calik-calik galak pulo Mata jangan melihat-lihat tertawa pula
bibiang tu. mulutmu itu.
2. Bengak, susah bana ang diajari. Bodoh, kamu sangat susah diajari
3. Gandek, sakik bana kaki ambo tu. Alat kelamin, sakit sekali kakiku.
4. Bokkor, itu sajo ndak taambikkan kau. Pemalas, itu saja tidak bias kamu ambilkan.
5. Gigiang, macam yang tau bana ang Gigimu, sok tahu kamu.
7. Yah mangapolah ang macam babi yo. Yah mengapa kamu seperti babi.
8. Ala gilo ang mungkin, galak sajo, Sudah gila kamu mungkin, tertawa saja terus.
campakkan HP ang tu eh. Campakan HP kamu itu.
9. Bengak bana ang gandek, mangapo ang Bodoh sekali kamu kelamin, mengapa kamu
agi dipinjamnyo. meminjamkannya.
10. Gandeklah ang cirik ang, keccek ang ndak Alat kelamin kamu tahimu, kamu bilang kamu
datang ang. tidak datang.
11. Mampuih, ala tingga piso di kabun. Mampus pisaunya tinggal di ladang.
12. Pulang dari mano ang gilo? Pulang dari mana kamu gila?
13. Mantiko bana ang jadi anak yo. Kurang ajar sekali kamu jadi anak ya.
14. Ang anyo ruponyo, takajuk ambo babi. Ternyata kamu terkejut aku babi.
15. Mangapoi ang di situ baruk. Sikko lakke. Sedang apa kamu di situ monyet. Kesini cepat.
16. Ala macam mancik kau disitu mangorek- Seperti tikus kamu mengorek-ngorek sampah.
ngorek sampah.
17. Ubilih ang, manghasut anak urang bacakak Iblis kamu, menghasut anak orang bertengkar
sajo saja.
18. Jan kalua malam kau eh, ditangkok jogak Jangan keluar kamu, nanti ditangkap setan.
57
kau bekko.
19. Buruk bana parange ang macam tumbung. Jelek sekali perilakumu seperti kotoran
manusia.
20. Matoang, jan ang urusi ambo. Matamu, kamu jangan mengurusi aku.
22. Pantek umakang! Alah alah ang calik Alat kelamin ibumu! Aduh aduh kamu
anyo. lihatnya.
23. Ikkuang tu sok tau pulo ang. Pantatmu, sok tahu kamu.
24. Jaya samo ang, mada bana. Alat kelamin sama kamu, bandel sekali
25. Pancilok, dari mano dapek kau kepeng tu? Pencuri, dari mana kamu dapat uang itu?’
26. Hey lonte, manga kau gaduah jo laki Hey pelacur, mengapa kamu mengganggu
urang. suami orang.
27. Pangayak, sabuah pun ndak ado nan bias Pembohong, tidak ada yang bisa dipercaya
dipicayo keccek ang. perkataanmu.
28. Binatang, ndak ado takuk ang yo. Binatang, tidak ada takutmu.
29 Binatang anyo ang, mano utang ang. Binatang kamu, minta utangmu.
30. Kalera, ndak tau ang aturan. Kurang ajar, tidak tahu aturan kamu.
31. Mampuih ang umakang, tatunggang Mampus kamu ibumu, tumpah jadinya. Lasak
jadinyo. Lasak bana. terus.
32. Macam ikku, mangatur sajo. Ambo Seperti pantat, mengatur terus. Kuberantaki
serakkan bekko ikko dah. nanti semua ini.’
33. Kapaloang tu, pande bana ang nan Kepalamu, terlalu pintar kamu yang bicara itu.
mangeccek tu.
34. Ambo tunjang bekko kundengang tu. Saya sepak nanti penismu itu.
35. Cilakko ang ikku ang. Ndak ado lai nan Sialan kamu pantatmu, sekarang ini mana ada
yang gratis.
58
gratis kini.
36. Matilah ang, mati kianlah. Matilah kamu, semoga kamu jatuh.
37. Cirik samo ang, mano mungkin ambo Tahi sama kamu, mana mungkin kuminum
punyamu.
minum punyoang.
38. Cirikang, tadi ang keccek ndak banyak Tahimu, tadi kamu bilang tidak banyak orang.
urang.
39. Eh ikku, mangapo mambuek malu ang. Eh pantat, kenapa bikin malu.
40. Katupek, mangapo ndak jadi ang datang Ketupat , mengapa tidak datang kamu tadi
malam?
tadi malam?
41. Cilakko ang, ambo keccek jan agitau ang Sialan kamu, kubilang jangan beritahu kamu
agitau. beritahu.‟
42. Gadang hantaknye tu, ambo keccek tunggu Banyak cakap itu, saya bilang ditunggu malah
ditinggakannyo. ditinggalkannya.’
43. Pantek umakang, mangapo ang sabuk Vagina ibumu, mengapa kamu sebut nama
namo ayah ambo. bapakku.
44. Alahh, alahh, sakik tu ikku umakang. Aduh, aduh, sakit itu pantat ibumu.
45. Matoang cilakko, dipake lai kaki tu dah. Sialan kamu matamu, masih dipakai kaki itu.
46. Cirik, ndak iyo tu. Ndak mungkin inyo Tahi, itu tidak betul. mana mungkin dia beda
beda sorang. sendiri.
47. Cirikang, angkek ikko, mangeccek sajo Tahimu, angkat ini bicara saja kamu terus.
ang tarus.
48. Handi ang umakang, itu sajo ndak bias ang Bodoh kamu ibumu, itu saja tidak bias kamu
siapkan. selesaikan.
49. Gandek ayahang, gandek ayahang. Alat bapakmu kelaminmu, alat bapakmu
kelaminmu.
50 Bengak, ado ruponyo karajo ambo yang Bodoh, ternyata ada pekerjaanku belum selesai
balum siap di ladang. di ladang.
51. Gigiang tulah, lamak-lamak di ang. Gigimu itulah’ enak samamu saja.
52. Bengak bana ang, itu sajo pun ndak Bodoh sekali kamu, itu saja tidak kamu
mangarti. pahami.
59
53. Sungka katupek tu, mak pande ang. Makan ketupat itu, biar pintar kamu.
54. Ala gilo inyo tu, kini iyo barisuk ala indak Sudah gila dia, sekarang iya katanya besok
sajo katonyo. tidak.
55. Jan macam anak keteklah ala babulu dah. Jangan seperti anak kecil terus sudah berjembut
ya.
56. Antok muncung ang, busuk hangokang. Diam mulutmu, bau nafasmu.
57. Ala lakkelah pantek, lamo bana ang mandi. Cepatlah vagina, lama sekali kamu mandi.
60. Rancak juo ang mamake baju tu yo Cantik juga kamu memakai baju itu ya kentut.
kantuik.
61. Kapaloang, maha bana tu ndak cocok ang Kepalamu, itu mahal tidak cocok kamu pakai.
pake.
60