Anda di halaman 1dari 115

SKRIPSI

KESANTUNAN BERBAHASA GURU DAN SISWA PADA


PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS IX SMP NEGERI 2
GALESONG KABUPATEN TAKALAR

LANGUANGE POLITENESS OF TEACHER AND STUDENT IN


INDONESIAN LANGUANGE LEARNING CLASS IX SMP NEGERI 2
GALESONG KABUPATEN TAKALAR

SUCI MULTAZAM SURI


1951042014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
SKRIPSI

KESANTUNAN BERBAHASA GURU DAN SISWA PADA


PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS IX SMP NEGERI 2
GALESONG KABUPATEN TAKALAR

LANGUANGE POLITENESS OF TEACHER AND STUDENT IN


INDONESIAN LANGUANGE LEARNING CLASS IX SMP NEGERI 2
GALESONG KABUPATEN TAKALAR

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Bahasa dan Sastra untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

SUCI MULTAZAM SURI


1951042014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan, bahwa skripsi ini adalah

hasil karya saya sendiri dan semua sumber, baik yang dikutip maupun yang

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar, maka saya bersedia menerima sanksi

yang telah ditetapkan oleh Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri

Makassar.

Yang membuat pernyataan,

Nama : Suci Multazam Suri

NIM : 1951042014

Tanggal : 20 Desember 2022

v
MOTO

“ Jangan membenci dirimu sendiri karena itu tugas orang lain, ingat kawan
mimpimu tak akan terwujud jika dirimu tak mau bersujud.”

vi
PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah segala puji terbaik kepada Allah subhanahu wa taala.


Teriring selawat dan salam kepada idola terbaik sepanjang masa Rasulullah
Shallahu ‘alaihi wa sallam.

Kupersembahkan skripsi ini sebagai bentuk cinta dalam dentingan syukur


dan terima kasihku kepada Bapak sosok motivator hebat yang kaya akan
keyakinan bahwa putri kecilnya ini bisa menjadi orang sukses. Terkhusus kepada
bidadariku, Ibu tercinta yang telah setia menemani, setia menunggu kedatangan
putri kecilnya, lewat hidangan sederhana namun mewah akan balutan cinta dan
harapan di setiap sambutan senyumannya.

Kepada saudaraku kakak dan adik-adik sosok sahabatku, dan motivator


dalam langkah perjuanganku hingga detik ini.

Kupersembahkan pula kepada seluruh keluarga besar dari Bapak dan Ibu,
kepada almarhumah nenek dan kakekku tersayang yang telah mendahului takdir
indah cucunya ini, meskipun tidak bisa membersamai dalam merayakan
kebahagiaan hari ini, tapi saya yakin rasa itu akan sampai lewat doa yang
kutitipkan kepada Sang Pencipta untukmu. Terima kasih!

vii
ABSTRAK

Suci Multazam Suri, 2023. Analisis Kesantunan Berbahasa Guru dan Siswa pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten
Takalar. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar
(dibimbing oleh Usman dan Sakaria).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk kesantunan berbahasa


dalam interaksi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah hasil
interaksi antara siswa dan guru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk
kesantunan dari interaksi guru ke siswa menaati 5 bentuk maksim yaitu, maksim
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim
kesederhanaan, dan maksim kesimpatian. Sedangkan bentuk kesantunan dari
interaksi siswa ke guru menaati 5 bentuk maksim yaitu, maksim kebijaksanaan,
maksim kedermawanan, maksim pemufakatan, maksim kesederhanaan, dan
maksim kesimpatian.

Kata kunci: Interaksi, Maksim, Kesantunan

viii
ABSTRACT

Suci Multazam Suri, 2022. Language Politeness of Teacher and Student in Class
IX Indonesian Language Learning at SMP Negeri 2 Galesong, Takalar Regency.
Indonesian Language and Literature Education Study Program, Department of
Indonesian Language and Literature, Faculty of Language and Literature.
University of Makassar (guided by Usman and Sakaria)
This study aims to describe the forms of language politeness in interactions
between teachers and students, and students with teachers. This research uses
qualitative descriptive method. The source of this research data is the result of
interaction between students and teachers. The results of this study indicate that
the form of politeness from teacher to student interactions obeys 5 forms of
maxims, namely, the maxim of wisdom, the maxim of generosity, the maxim of
appreciation, the maxim of modest,y and the maxim of sympathy. While the form
of politeness from student to teacher interaction obeys 5 forms of maxims, namely,
the maxim of wisdom, the maxim of generosity, the maxim of agreement, the
maxim of modesty, and the maxim of sympathy.
Keywords: Interaction, Maxims, Politeness

ix
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis

panjatkan atas kehadiat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

penyusunan laporan penelitian yang berjudul “Analisis Kesantunan Berbahasa

Guru dan Siswa pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX SMP Negeri

2 Galesong Kabupaten Takalar”. ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah

satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri

Makassar. Penyusunan skripsi ini tentu saja tidak akan berhasil tanpa ada bantuan,

bimbingan, dan dukungan dari pihak lain. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan sumbangan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi

meningkatkan kualitas penelitian dalam skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Usman, S.Pd., M.Pd.,

selaku Pembimbing I sekaligus Penasihat Akademik dan Dr. Sakaria, S.S., S.Pd.,

M.Pd., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga

dalam membimbing, memberikan nasihat, arahan, motivasi, dan melimpahkan

ilmu pengetahuan dengan penuh keikhlasan kepada penulis, dan Dr. Muhammad

Saleh, S.Pd., M.Pd., dan Dr. Sultan, S.Pd., M.Pd., selaku penguji I dan II yang

senang tiasa memberikan saran dan masukan yang sangat membangun kepada

penulis serta telah mengoreksi karya penulis secara mendetail sehingga membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

x
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Husain Syam, M. TP.,
IPU., ASEAN Eng. sebagai Rektor Universitas Negeri Makassar, Prof. Dr. Syukur
Saud, M.Pd., sebagai Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri
Makassar, Dr. Mayong, M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, dan Dr. Usman, S.Pd., M.Pd. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.

Seluruh keluarga besar Almarhum Nasir Dg. Rewa dan Sambara Dg.
Mawara terima kasih atas bentuk perhatian dan kasih sayang yang setia kepada
penulis. Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar beserta
Staf terkhusus Ibu Herlina dan Ibu Hj. Nurlaela atas segala bentuk bantuan selama
proses penelitian berlangsung. Kepada teman-teman seperjuangan Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2019, terkhusus kelas A atas
segala bantuan dan kasih selama ini kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengharapkan laporan penelitian ini dapat


memberikan manfaat. Penulispun berharap semoga laporan penelitian ini dapat
bermanfaat dan semoga Allah SWT memberlindungan bagikita semua.

Makassar 20 Desember 2022


Penulis,

Suci Multazam Suri

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ iiv
MOTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .................................. 10
A. Kajian Pustaka ........................................................................................... 10
B. Kerangka Pikir ........................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 26
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 26
C. Desain Penelitian ....................................................................................... 27
D. Fokus Penelitian ........................................................................................ 27
E. Data dan Sumber Data................................................................................ 28
F. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 28
G. Instrumen Penelitian .................................................................................. 29
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 33
A. Hasil Penelitian.......................................................................................... 33
B. Pembahasan Hasil Penelitian...................................................................... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 70
A. Kesimpulan ............................................................................................... 70
B. Saran ......................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71

xii
xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1.1 Bagan Kerangka Pikir …………………………………………………….…25
1.2 Korpus Data …………………………………………………………………67

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Korpus Data………………………………………………...………67

Lampiran B Persuratan………………………………………………...…………86

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang

lain. Bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan, termasuk pembelajaran, seminar,

musik, acara teater. Gejala sosial dan penggunaan bahasa yang kita alami

ditentukan oleh faktor linguistik dan nonlinguistik. Bahasa memiliki peran dalam

menyampaikan pesan antara manusia. Kehidupan sosial, orang-orang

menggunakan bahasa yang baik dan sopan untuk menunjukkan sikap etis dan

berpendidikan. Kesopanan adalah seperangkat aturan perilaku yang disepakati

secara sukarela oleh sekelompok orang, dan juga merupakan persyaratan perilaku

sosial (Chaer, 2010: 45).

Mengingat pentingnya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan

informasi dalam komunikasi, ada dua jenis bahasa yang dapat digunakan dalam

komunikasi yaitu verbal dan bahasa nonverbal. Bahasa verbal adalah penggunaan

kata-kata oleh manusia untuk mengirim pesan dalam komunikasi dan bahasa

nonverbal adalah penggunaan bahasa tubuh. Selain itu, bahasa verbal adalah kata-

kata yang kita memilih untuk berkomunikasi satu sama lain, dapat secara lisan

atau tertulis. Namun, bahasa nonverbal adalah pesan bawah sadar yang

dikomunikasikan dengan menggunakan bahasa tubuh. Bahasa verbal dan

nonverbal adalah alat yang dapat digunakan oleh orang-orang untuk mengirim

informasi dalam komunikasi.

1
2

Sama halnya dalam proses belajar mengajar sehari-hari, guru dan siswa

juga perlu menggunakan bahasa dalam proses pembelajaran. Guru dan siswa

melakukan komunikasi dalam kelas. Di sisi lain, bahasa memainkan peran penting

dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, keberhasilan mengajar dalam

proses belajar ditentukan oleh faktor interaksi dan komunikasi antara guru dan

siswa didalam kelas. Pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna dapat

dibentukkan dengan mengelola tindak komunikasi pembelajaran (Widodo, 2016).

Kepribadian seseorang dapat dilihat dari cara berbahasa saat

berkomunikasi atau berinteraksi. Kalimat yang dituturkan oleh penutur belum

tentu diterima dengan baik oleh mitra tutur. Kasus-kasus seperti inilah yang

membuat kesantunan berbahasa menjadi penting untuk dikaji dan diketahui agar

komunikasi berjalan lancar dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Komunikasi

yang baik terjadi saat penutur dapat menggunakan bahasa yang santun dan tidak

menyinggung perasaan mitra tutur. Kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari

masih banyak yang kurang memperhatikan kesantunan berbahasa, disadari atau

tidak terkadang kita sendiri termasuk di dalamnya.

Di era sekarang ini banyak siswa yang beranggapan bahwa guru adalah

sahabat, siswa bebas memanggil atau mengatakan apapun kepada guru dengan

sapaan apapun. Dalam pengertian itu, tidak ada kesenjangan yang terlihat antara

guru dan siswa dalam hubungan mereka. Status atau kedudukan mereka berbeda-

beda, sebagai guru, sebagai siswa. Namun, mereka tidak menjadikan status ini

sebagai penghalang yang menghalangi komunikasi dan pergaulan yang intens. Di

dalam hal ini, banyak perbedaan pendapat atau kesalahpahaman yang terjadi,
3

beberapa orang berpikir jika mereka tahu batasannya maka semuanya akan baik-

baik saja. Namun, beberapa larangan dianggap aneh karena dapat merusak citra

guru. Ketika seorang guru dekat dengan seorang siswa, siswa mungkin tidak lagi

menghormati guru itu. Ketika siswa dan guru bertemu, siswa menyapa guru

mereka di sekolah seperti teman.

Di dalam dunia pendidikan, kesantunan berbahasa sangatlah penting.

Generasi penerus bangsa adalah siswa. Jika siswa menggunakan bahasa yang

tidak sopan, mereka akan terlahir sebagai generasi yang arogan, tidak

menyenangkan, dan kurang prinsip etika dan agama. Akibatnya, siswa harus

didorong dan dibimbing untuk berbicara dengan sopan karena mereka adalah

generasi masa depan yang akan hidup di zamannya sendiri. Selain itu, salah satu

pendidikan karakter adalah bahasa santun. Ketika sumber daya manusia memiliki

reputasi buruk, pendidikan tidak akan maju. Artinya kesopanan dalam bahasa

Indonesia sangat penting untuk kelangsungan hidupnya di lingkungan pendidikan.

Proses pembelajaran bahasa, kesantunan berbahasa dalam interaksi antara

guru dengan siswa, maupun sebaliknya memiliki ciri-ciri yang beragam, sehingga

ada banyak jenis kesantunan. Guru memiliki status atau derajat yang lebih besar

dari siswa, sehingga menghasilkan jenis interaksi yang berbeda dari interaksi

siswa dengan siswa dengan derajat atau status yang sama. Proses kegiatan belajar

bahasa Indonesia, keterampilan berbicara sangat diperlukan sebagai syarat agar

proses komunikasi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dapat

terjalin dengan baik. Dalam pembelajaran di sekolah, siswa diharapkan dapat

melatih kemampuan berbicaranya di depan kelas. Kegiatan pembelajaran yang


4

berhubungan dengan keterampilan berbicara yakni kegiatan berdiskusi, bercerita,

bertanya kepada guru, mengungkapkan gagasan, dan menanggapi suatu masalah

terkait dengan pembelajaran. (Brown, 2015) berpendapat bahwa kesantunan

adalah fitur penggunaan bahasa yang paling jelas untuk menggungkapkan sifat

sosialitas manusia.

Kesantunan atau kesopanan memiliki peran penting untuk membentuk

pribadi seseorang. Pribadi yang tampak dalam seseorang tergambar dari

tuturannya sendiri, karena itu perlu adanya pendidikan karakter kesantunan

berbahasa pada siswa. Pendapat tersebut didukung dengan pernyataan Rohali

(2011) yang menyatakan pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang

berusah menanamkan nilai- nilai karakter positif pada anak didik. Berdasarkan

pendapat tersebut pendidikan dinilai tidak sempurna dalam mendidik apabila

siswa yang didik tak memiliki sopan santun. Secara tidak langsung suatu lembaga

pendidikan bahkan dinyatakan gagal jika siswa tidak memiliki nilia-nilai positif

atau kesantunan dalam diri mereka.

Masalah yang ditemukan pada siswa dalam keterampilan berbicara salah

satunya adalah melakukan presentasi. Presentasi merupakan suatu upaya untuk

mengungkapkan opini dan pendapat mengenai suatu masalah yang menjadi topik

pembahasan. Di dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode

presentasiseringkali muncul penggunaan bahasa-bahasa yang kurang santun pada

siswa seperti penggunaan kata “ko/kau” kepada orang yang lebih tua dalam

mengemukakan gagasannya. Padahal “ko/kau” dalam bahasa Makassar merujuk

kepada kata kamu dengan maksud yang kurang sopan. Oleh sebab itu, dalam
5

kegiatan pembelajaran diperlukan penggunaan bahasa yang santun dan pilihan

kata yang tepat ketika berbicara kepada orang lain.

Penelitian yang relevan dengan topik yang sama, pernah dilakukan oleh

Herlina (2021) dengan berjudul “Kesantunan Berbahasa Guru dan Siswa dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kelas VII SMP Negeri 1 Kuta Utara” yang

berfokus pada aspek maksim. Hasil penelitian menemukan 18 data yang

mengandung 5 pematuhan prinsip kesantunan berbahasa pada guru dan siswa

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang terdiri dari maksim kebijaksanaan 1

data, maksim kesederhanaan 3 data, maksim pemufakatan 3 data, maksim

penghargaan 4 data, maksim kesederhanaan 3 data, maksim pemufakatan 1 data,

dan maksim kesimpatian 3 data.

Bentuk persamaan penelitian yang dilakukan Herlina dengan penelitian

yang akan peneliti lakukan adalah teori kesantunan yang sama-sama

menggunakan teori dari Leech. Leech membagi bentuk kesantunan kedalam 6

maksim, yaitu maksim kesedarhanaan, maksim pemufakatan, maksim

penghargaan, maksim kesederhanaan dan maksim kesimpatian. Dalam penelitian

ini peneliti sama-sama menggunakan pendekatan pragmatik untuk menentukan

kesantunan bahasa guru dan siswa. Adapun bentuk perbedaan penelitian ini

adalah lokasi penelitian yang dilakukan oleh Herlinda bertempat di SMP Negeri 1

Kuta Utara, yang kemudian mengambil sampel penelitian pada kelas VII,

sedangkan lokasi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti bertempat di SMP

Negeri 2 Galesong, Kabupaten Takalar, dengan subjek penelitian adalah siswa

kelas IX.
6

Penelitian yang lain dengan topik sama juga pernah dilakukan oleh

Kurniawati (2012), berjudul “Analisis Pemanfaatan Prinsip Kesantunan

Berbahasa Pada Kegiatan Diskusi Kelas Siswa Kelas XI SMAN 1 Sleman”.

Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode deskriptif kualitatif .

metode yang digunakan dalam mengumpulkan data menggunakan teknik simak

bebas libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Analisis data menggunakan

metode pada pragmatik. Penentuan penyimpangan dan pematuhan prinsip

kesantunan berbahasa didasarkan pada indikator kesantunan berbahasa yang

diturunkan dari teori Leech. Hasil penelitiannya pada siswa kelas XI SMAN 1

Sleman menunjukkan bahwa jumlah kesantunan berbahasa yang terjadi pada

proses diskusi kelas lebih besar dibandingkan dengan penyimpangannya. Hal itu

dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pematuhan prinsip

kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi kelas siswa kelas XI SMAN 1

Sleman sebanyak 190 tuturan, sedangkan penyimpangannya sebanyak 54 tuturan.

Bentuk persamaan yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh

Kurniawati dengan penelitian yang akan peneliti dilakukan adalah penggunaan

metode deskriptif kualitatif. Selain itu, metode yang digunakan dalam

pengambilan data adalah teknik rekam dan teknik catat. Kedua teknik tersebut

digunakan untuk mempermudah pengambilan data yang dilakukan dengan metode

observasi agar peneliti dapat dengan mudah menganalisis tuturan dari subjek

penelitian. Adapun perbedaan penelitian ini adalah lokasi penelitian yang

bertempat di Sleman dengan subjek penelitian siswa SMA. Perbedaan umur siswa

SMP dan SMA yang terbilang cukup jauh ini dapat memengaruhi tindak tutur
7

seseorang. Dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati terdapat

penyimpangan sebanyak 54 tuturan yang dituturkan oleh siswa SMA.

Penelitian analisis kesantunan ini dilakukan untuk mengetahui kesantunan

santun berbahasa yang digunakan siswa dan guru pada pembelajaran Bahasa

Indonesia. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Galesong kabupaten Takalar.

Peneliti tertarik untuk memberi perhatian kesantuanan berbahasa pada

pembelajaran bahasa Indonesia karena didasarkan pada prestasi-prestasi akademik

maupun non akademik yang sering dicapai oleh siswa-siswa di SMP Negeri 2

Galesong. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian berjudul “Analisis Kesantunan Berbahasa Guru dan Siswa pada

Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten

Takalar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi guru ke siswa

pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 2 Galesong

Kabupaten Takalar?

2. Bagaimanakah bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi siswa ke guru

pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 2 Galesong

Kabupaten Takalar?
8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakannya

penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi guru ke siswa

pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 2 Galesong

Kabupaten Takalar.

2. Mendeskripsikan bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi siswa ke guru

pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 2 Galesong

Kabupaten Takalar.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas dua, pertama teoretis serta yang kedua

praktis. Kedua manfaat itu dijabarkan di bawah ini:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharap dapat menjadi tolak ukur dalam menanamkan dan

meningkatkan nilai kesantunan berbahasa siswa kelas IX SMP Negeri 2 Galesong

Kabupaten Takalar pada proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran

bahasa Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermafaat bagi guru, siswa, sekolah dan

peneliti.
9

a) Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia mampu mengetahui tingkat kesatunan

siswa untuk dorongan dengan menanamkan dan meningkatkan kesantunan

berbahasa pada siswa.

b) Siswa akan memiliki kebiasaan dalam berbahasa yang santun pada aspek

bertemu muka, sehingga siswa bisa percaya diri ketika tampil di depan kelas.

c) Penelitian ini dapat menjadi acuan kesantuan di sekolah untuk menerapkan

kesantunan pada semua aspek pembelajaran, sehingga menjadikan sekolah

tersebut unggul dalam kesantunan berbahasa.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Pada dasarnya kajian pustaka yang dijabarkan pada penelitian ini

dimanfaatkan untuk mendukung penelitian dalam mengumpulkan data, dan

membuat kesimpulan. Adapun teori yang relevan dengan penelitian ini ialah:

1. Pragmatik

Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan

informasi dari penutur ke petutur yang kemudian makna penutur dapat dianalisis

menggunakan kajian pragmatic. Menurut Parker (1999), pragmatik adalah studi

tentang bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi. Umumnya, Pragmatik

berbeda dengan tata Bahasa yang lainnya, yang merupakan ilmu tentang struktur

internal bahasa”. Parker meyampaikan bahwa bahasa dalam komunikasi dapat

dipelajari dalam ilmu pragmatik.

Dalam berkomunikasi, seseorang mampu menggunakan pragmatik pada

situasi tertentu. Situasi atau konteks tersebut menjadi salah satu faktor adanya

pragmatik. Pragmatik adalah konsep studi antara bahasa dan konteks yang

merupakan akar catatan atau laporan pemahaman dan penggunaan bahasa, dengan

kata lain studi tentang kemampuan pemakai bahasa dalam menghubungkan serta

penyelesaian kalimat dan konteks secara tepat. Parera (2001: 126) menjelaskan

pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa dalam komunikasi, hubungan

antara kalimat, konteks, situasi, dan waktu diujarkannya dalam kalimat tersebut.

Penjelasan yang dikemukakan oleh Parera selengkapnya dapat dilihat pada berikut

10
11

ini: (a) intepretasi penuturan bahasa bergantung pada pengetahuan dunia nyata. (b)

penutur bahasa menggunakan dan memahami tindak pertuturan; (c) struktur kata

dan kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara penutur dan petutur.

Definisi dan pemahaman bahasa mengacu pada fakta bahwa untuk

memahami suatu tuturan bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata

dan relasi struktur bahasanya, yakni relasinya dengan konteks penggunaanya.

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli, peranan konteks sangat krusial dalam studi

bahasa. Akan tetapi, Yule memiliki pendapat berbeda dengan beberapa pendapat

ahli, Yule menjelaskan pragmatik sebagai ilmu linguistic yang mempelajari

tentang makna yang akan dituturkan oleh penutur (dalam Cahyono, 2002: 213).

Penjelasan tersebut mengarah pragmatik pada konsep pemaknaan, yaitu maksud

yang akan disampaikan oleh penutur melalui penggunaan konteks.

Berkesinambungan dengan pendapat tersebut, Abbas (2012) menyatakan

bahwa dalam suksesnya komunikasi harus ada bahasa yang dituju, dan

kompetensi pragmatik harus dikembangkan dengan tepat. Pendapat-pendapat

tersebut mempunyai persamaan yakni komunikasi adalah proses penggunaan

bahasa antar manusia yang memiliki bahasa tertentu. Komunikasi tersebut untuk

menciptkan ilokusi tertentu agar tujuan dalam berkomuikasi dapat dicapai. Tujuan

pragmatik sendiri mempelajari ilmu tentang makna tuturan di dalam situasi-situasi

dalam berkomunikasi.

Komunikasi pada dunia pendidikan sangatlah penting untuk mempelajari

dan mengetahui ilmu pragmatik agar berkomunikasi bisa mencapai tujuan yang

terarah. Pentingnya ilmu pragmatik ini contohnya dalam penyampaian materi


12

pembalajaran oleh guru atau pengajar kepada siswa yang pada dasarnya

menggunakan tuturan. guru dapat membawakan materi dengan komunikasi yang

tepat degan sempurna kepada siswa. Komunikasi yang sempurna dengan

memperhatikan aturan-aturan akan mencapai tujuan yang diharapkan dalam

komunikasi itu sendiri. Salah satu aturan yang penting dan krusial adalah

kesantunan berbahasa.

2. Kesantunan Berbahasa

Kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang

digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain. Sebagai

istilah teknis, wajah merupakan bentuk pribadi seseorang dalam masyarakat

(Yule, 2007: 82). Wajah mengacu kepada makna sosial dan emosional yang setiap

orang memiliki dan mengharapkan orang lain untuk mengetahui. Dalam

pengertian ini, kesantunan dapat disempurnakan dalam situasi kejauhan dan

kedekatan sosial. Dengan menunjukkan kesadaran untuk wajah orang lain ketika

orang lain itu tampak jauh secara sosial sering dideskripsikan dalam kaitannya

dengan persahabatan, camaraderie, atau solidaritas. Berdasarkan pendekatan

semacam ini, hal tersebut berarti bahwa terdapat nada berbagai macam kesantunan

yang berbeda berkaitan (dan secara linguistik ditandai) dengan asumsi jarak atau

kedekatan sosial yang relatif.

3. Bentuk Kesantunan Berbahasa

Kesantunan berbahasa merupakan tatacara berprilaku yang disepakati oleh

suata masyarakat sebagai aturan social. Menurut Markhamah dan Atiqa Sabardil
13

(2013:153) kesantunan adalah suatu upaya yang dilakukan pembicara saat

berkomunikasi agar petutur tidak merasa tertekan, tersudut, dan tersinggung.

Kesantunan berbahasa dalam hal ini adalah upaya untuk tetap menjaga harga diri

penutur dan peututur. Pemakaian bahasa yang sopan saat berkomunikasi akan

membuat lawan bicara merasa dihormati, nyaman, dan tidak menciptakan kesalah

pahaman.

Penyampaian pembelajaran yang melibatkan bahasa sebagai alat

komunikasi berhubungan erat dengan kondisi berbahasa yang digunakan untuk

mengajar pelajarnya agar mempunyai sikap santun. Beberapa ahli yang memiliki

peranan penting dalam perkembangan kesantunan berbahasa di dunia adalah

Lakoff (1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978) dan Leech (1983). Ahli

tersebut turut serta meyumbangkan opininya dalam mengembangkan penelitianya

di bidang kesantunan berbahasa sehingga menciptakan prinsip-prinsip kesantunan

berbahasa. Menurut Leech (1993), ”Seseorang dapat dinyatak sudah mempunyai

kesantunan berbahasa apabila telah mampu memenuhi prinsip-prinsip kesantunan

yang dideskripiskan menjadi maksim (ketentuan/ajaran), yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim

kesederhanaan, maksim permufakatan, maksim kesimpatisan. Selain itu fase

kesantunan suatu tuturan mampu diukur dengan tiga skala pragmatik, yaitu skala

untung-rugi, skala kemanasukaan, dan skala ketaklangsungan.

Konsep kesantunan juga pernah dinyatakan oleh Lakoff (dalam Chaer,

2010:46) menyatakan bahwa terdapat tiga konsep yang harus diikuti ketika

penutur ingin terdengar sopan di telinga petutur. konsep kesantunan tersebut


14

adalah formalitas, ketidaktegasan, dan persamaan atau kesekawanan. Selain itu

Chaer (2010:46) mengemukakan bahwa formalitas berarti tidak memaksa atau

angkuh, ketidaktegasan berarti buatlah sedemikian rupa sehingga lawan tutur

dapat menentukan pilihan, dan persamaan atau kesekawanan berarti bertindaklah

seolah-olah Anda dan lawan tutur Anda menjadi sama.

Bahasa adalah sistem tanda berupa bunyi, bersifat arbitrer, yang digunakan

oleh sekelompok masyarakat untuk melakukan suatu interaksi, berkomunikasi,

dan penanda diri. Manusia pada dasarnya menggunakan bahasa untuk melakukan

suatu komunikasi satu sama lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesantunan

berbahasa merupakan bentuk kesopanan dalam format bahasa baik itu dalam

bentuk tuturan maupun lisan. Kesantunan berbahasa adalah bentuk kajian dari

ilmu pragmatik untuk megetahui bentuk tuturan atau tidak tutur yang bersifat

santun. Berdasarkan dengan pendapat tersebut Handayani (2016) meyatakan

dalam penelitiannya berupa thesis bahwa kesantunan berbahasa bisa dilihat dalam

bagaimana penutur dalam bertutur melalui penanda verbal atau tata cara

berbahasa. Sehingga dapat disimpulkan jika kesantuan dan kesopana seseorang

mampu diukur melalui jenis tutur bahasa yang digunakan.

Prinsip dan konsep kesantunan juga telah dijabarkan oleh Prayitno (2011)

bahwa kesantunan mempunyai hubungan dengan etika norma sosial, kajian

hubungan percakapan, kajian maksim percakapan, kajianteori penyelamatan

pribadi. Tinjauan norma sosial merupakan kharakteristik masyarakat dalam adat

istiadat, tertib norma, dan system kehidupan masyarakat. Kesantunan masyarakat

tersebut bersifat mewajibkan partisipasi dalam relasi masyarakat.


15

Berkaitan dengan penelitian, Rahardi (2005) berpendapat bahwa penelitian

tentang studi kesantunan menimba kajian penggunaan tuturan pada suatu

masyarakat dengan bahasa tertentu atau beragam. Keberagaman kehidupan social

dengan perbedaan latar belakang budaya dan kehidupan sosial ini dapat dipadukan

dengan kesantunan berbahasa untuk saling menyegani. Dapat dikatakan bahwa

kesantunan berbahasa adalah bagian dari sikap dalam menjalin suatu interaksi dan

komunikasi agar terbangun dengan baik, santun dan menangkal permasalahan

pada suatu aktivitas yang dibangun oleh manusia.

Pencerminan kesantunan bahasa yang dimiliki manusia yang menjadi tolok

ukur martabat yang dimilikiya, mejadikan kesantunan dalam ranah verbal peting

untuk ditanamkan sejak dini. Sehingga peran keluarga sebagai pendidik informal

dan lingkungan pendidikan dalam ranah formal memiliki peran penting untuk

menentukan keasantunan berbahasa seseorang. Penekanan dalam pemberian

pedidikan kesatuan berbahasa di lingkungan sekolah, menjadikan sekolahan

memiliki peran utama untuk menentukan, melatih, membelajarkan dan sekaligus

meningkatkan kesantunan berbahasa siswa sebagai generasi penerus bangsa.

Pendidikan di sekolah perlu menerapkan dan menekan pendidikan

kesantunan berbahasa yang memilki manfaat dan dampak terhadap generasi

penerus bangsa. Sekolah merupakan tempat formal yang wajib mendidik siswanya

untuk bertutur secara santun, lembaga yang menciptakan generasi anak bangsa

yang akan menjadi penerus bangsa sehingga perlu untuk menciptakan kesantunan

dalam berbicara. Dampak di lingkungan sekolah apabila kurang menyadari

pentingnya kesantunan dan tidak merealisasikan kesantunan berbahasa, maka


16

sekolah hanya menghasilkan orang yang pintar secara ilmu, tetapi gagal

menghasilkan orang yang santun berbicara, karena pintar ilmu tidak cukup jika

tidak memiliki karakter yang baik, sopan santun dan juga jujur. Penjelasan

tersebut, sekaligus menjadi alasan yang jelas jika sekolah dapat menjadi salah satu

tempat untuk menumbuhkan dasar kesantunan siswa lewat pendidikan dan

pembelajaran kesantunan berbahasa agar mencetak generasi yang bermartabat,

berkarakter dan berilmu.

Pentingnya penilaian seseorang terhadap sikap santun ini menjadikan

kesantunan lisan sebagai salah satu sikap moral yang harus ditanamkan dalam

pembelajaran di sekolah. Menurut Permendikbud 2016 Edisi 24, tujuan kurikulum

meliputi empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap mental, (2) sikap sosial,

pengetahuan dan (4) keterampilan. Sikap spiritual dibentuk dengan “menghayati

dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya”. Kompetensi Sikap Sosial

dirumuskan sebagai “menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,

peduli (toleransi, gotong royong), santun dan percaya diri dalam batas interaksi

dan pemberdayaan”. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pengajaran tidak

langsung yaitu keteladanan, pembiasaan dan budaya sekolah, dengan

memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi siswa.

Peraturan Mendiknas dengan jelas menyatakan bahwa belajar harus

disertai dengan kesantunan sebagai penanaman nilai-nilai sikap. Karena

pendidikan akan mencerminkan karakter penerus suatu negara, maka sikap dan

kesopanan bertutur memegang peranan penting dalam menentukan kualitas


17

penerus suatu negara. Semakin rendah kesantunan bahasa seseorang, maka

semakin rendah pula martabatnya. Serupa dengan pandangan Handayani (2016),

pandangan ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa memainkan peran

penting dalam mengembangkan karakter positif pembicara dan menunjukkan

identitas nasional. Kesantunan diterapkan dalam bentuk kesantunan verbal atau

nonverbal, yang sangat dicontohkan dalam bidang pendidikan, dimana pendidik

bertugas menanamkan kesantunan verbal yang tepat untuk mendukung

kesantunan nonverbal siswa.

Menurut pandangan Mustika (2013), beliau meyakini bahwa pendidikan

formal, sebagai rumah kedua siswa setelah lingkungan keluarga, harus mampu

memberikan praktik kesantunan berbahasa yang cukup, sehingga dapat

menumbuhkan tidak hanya generasi intelektual, tetapi juga generasi. Seseorang

yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual. Perpaduan ketiga hal tersebut

akan menghasilkan bangsa yang berkarakter.

Terdapat empat persepektif yang dikemukan oleh Rahardi (2005) yang

dapat digunakan untuk mengkaji kesantunan dalam bertutur.

a) Pandangan kesantunan dalam kaitannya dengan norma sosial (views of social

norma). Menurut pandangan ini, kesantunan berbahasa ditentukan menurut

norma-norma sosial dan budaya yang ada dan berlaku dalam masyarakat

bahasa. Kesantunan berbicara ini setara dengan etiket berbahasa.

b) Pandangan kesantunan sebagai norma percakapan dan upaya penyelamatan

muka. Prinsip Kesopanan sebagai Prinsip Percakapan berpendapat bahwa

Prinsip Kesopanan hanyalah pelengkap dari Prinsip Kerja Sama.


18

Konsep kesantunan terbagi menjadi enam maksim yang terdapat pada teori

Leech. Menurut Rahardi (2006) bahwa Leech membagi prinsip kesantunan

menjadi enam yang terdiri dari Maksim Kebijaksanaan, Maksim Kedermawanan,

Maksim Penghargaan, Maksim Kesederhanaan, Maksim Pemufakatan, dan

Maksim Simpati.

a) Maksim Kebijaksanaan

Konsep dari maksim ini merujuk pada prinsip kesantunan peserta tutur

harus menganut prinsip mengurangi kepentingan diri sendiri dan memaksimalkan

kepentingan orang lain dalam kegiatan tutur. Jika Anda memiliki kepentingan

terbaik orang lain, Anda dapat mengatakan bahwa orang yang berbicara sudah

sopan dan bijaksana. Orang yang berbicara menurut maksim kebijaksanaan

dikatakan sopan. Selain itu, berpegang pada maksim kata-kata bijak dapat

menghindari rasa iri, dengki, dan sikap kasar lainnya terhadap lawan bicara.

Demikian juga, jika Anda memegang teguh dan menerapkan aturan bijak ini

dalam berbicara atau berinteraksi, Anda dapat meminimalkan rasa sakit hati yang

datang dengan memperlakukan orang lain. Jadi, menurut pepatah ini, jika pepatah

bijak dijalankan dengan benar, maka dimungkinkan untuk bersikap sopan dalam

kegiatan berbicara. Penjelasan dan pelaksanaan maksim kebijaksanaan dalam

komunikasi yang sebenarnya dapat dilihat pada contoh di bawah ini:

Siswa 1 : dapatkah anda memberikan beberapa contoh terkait dengan


pemaparan yang telah anda jelaskan.
Siswa 2 : baiklah saya akan memberikan contoh.

Contoh diatas dituturkan antara siswa ke siswa pada sesi presentasi di

kelas. Pada tuturan di tersebut tampak sangat jelas bahwa tuturan siswa 1
19

memaksimalkan keuntungan bagi siswa 2. Memerintah dengan kalimat berita atau

kalimat tanya lebih santun dibandingkan dengan kalimat perintah. Pada saat

penutur berusaha memaksimalkan keuntungan lawan tutur, maka lawan tutur

harus pula memaksimalkan kerugian diri sendiri.

b) Maksim Kedermawanan

Maksim kedermawanan bisa disebut maksim kedermawanan, yang artinya

penutur harus menghormati orang lain. Jika pembicara mengurangi

kepentingannya sendiri dan memaksimalkan kepentingan orang lain, dia mungkin

menghormati orang lain. Contoh:

Penghuni kos 1 : Mari saya cucikan piring kotormu! Piring kotorku Cuma
sedikit .
Penghuni kos 2 : Tidak usah, kak. Nanti siang saya akan bersihkan semua

Pernyataan di atas adalah cuplikan percakapan antara penghuni kos.

Terlihat jelas bahwa salah satu penghuni sangat akrab dan memiliki hubungan

yang baik dengan penghuni lainnya. Pernyataan yang disampaikan oleh penghuni

1 di atas dengan jelas terlihat bahwa ia berusaha memaksimalkan kepentingan

orang lain dengan membebani dirinya sendiri. Cara ini dilakukan dengan

membantu mencuci piring kotor penghuni kost 2. Dalam masyarakat Indonesia,

hal ini sering terjadi karena merupakan bentuk kerjasama yang nyata, Seperti

gotong royong. Hal ini dapat dikatakan sebagai perbentukan dari maksim

kedermawanan dalam kehidupan bermasyarakat. Orang yang tidak suka

membantu orang lain, tidak pernah bekerja sama dengan orang lain, bisa

dikatakan kasar, dan biasanya tidak memiliki banyak teman dalam kehidupan

sehari-hari.
20

c) Maksim Penghargaan

Menurut maksim ini, seseorang dapat dikatakan sopan jika mereka

berusaha menunjukkan penghargaan kepada pihak lain dalam komunikasi verbal.

Dalam semboyan ini, penutur dan mitra tutur diharapkan tidak saling

menertawakan, saling mencela, saling membenci, dan saling meremehkan.

Seorang pembicara yang mengolok-olok peserta berbicara lainnya pada suatu

acara berbicara dapat dikatakan tidak sopan. Hal ini karena sarkasme tidak

menghormati orang lain. Apa yang disebut hal buruk, perilaku yang harus

dihindari dalam hubungan nyata. Contoh tuturan:

Siswa: Bu, saya tadi sudah menyanyi untuk mewakali kelas X


Guru : Wah, hebat nak. Suara kamu terdengar sangar merdu sekali tadi.

Tuturan di atas merupakan maksim penghargaan atau pujian seorang guru

kepada siswanya. Tuturan tersebut bertujuan agar petutur tidak tersinggung

dengan tuturan sang guru.

d) Maksim Kesederhanaan

Jenis maksim ini juga dapat disebut sebagai maksim kerendahan hati,

dimana penutur diharapkan menjaga sikap rendah hati dengan mengurangi pujian

terhadap dirinya sendiri. Jika Anda selalu mengutamakan diri sendiri atau memuji

diri sendiri dalam berbicara dan berkomunikasi, Anda bisa dikatakan sombong.

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kesederhanaan atau kerendahan hati

digunakan sebagai parameter untuk mengukur kesantunan seseorang.


21

e) Maksim Pemufakatan

Maksim ini dapat disebut sebagai kriteria kesesuaian. Dalam hal ini,

ditekankan bahwa pembicara dan mitra berbicara dapat mempromosikan

kompatibilitas, keselarasan, atau keselarasan dalam keterlibatan berbicara. Sebuah

tuturan dikatakan santun jika penutur dan mitra tutur sepakat atau serasi dalam

suatu peristiwa tutur. Dalam masyarakat Makassar, orang tidak boleh langsung

menentang apa yang dikatakan orang lain. Dalam kehidupan masyarakat

Makassar, perempuan tidak boleh menentang apa yang dikatakan laki-laki. Jika

kita melihat orang yang berbicara hari ini, lawan bicara biasanya akan

mengangguk setuju, mengacungkan jempol, memiliki wajah tanpa kerutan di dahi,

dan lain-lain. Mengungkapkan makna tertentu adalah sifat paralinguistik yang

dinamis.

f) Maksim Kesimpatian

Maksim ini merujuk pada sikap memperhatikan. Tujuan dari moto ini

adalah untuk memungkinkan pembicara memaksimalkan simpatinya untuk satu

sisi dan sisi lainnya. Masyarakat Indonesia menganut empati dalam komunikasi

sehari- hari. Jika penutur tidak memiliki sikap simpatik, maka dapat dikatakan

bahwa penutur memiliki sikap menjijikan, yang dapat dikatakan sebagai perilaku

tidak sopan. Empati terhadap orang lain dapat ditunjukkan dengan tersenyum,

mengangguk, berpegangan tangan, dll. Contoh :

Anak : Ayah, aku besok akan bertanding sepak bola.


Ayah : Wah, semangat ya. Kamu pasti bisa menang.

Tuturan tersebut terjadi di rumah. Dituturkan oleh anak kepada ayahnya.

Kemudian, ayah menanggapi dengan rasa simpati/ perhatian dengan cara


22

memberikan semangat. Hal ini tentunya sangat berarti kepada sang anak karena

telah disemangati oleh sang ayah.

4. Ciri-Ciri Kesantunan Berbahasa

Kesantunan tuturan seseorang dapat diukur dengan beberapa skala

kesantunan. Chaer (2010: 63) mengemukakan bahwa skala kesantunan berarti

tingkat kesantunan, mulai dari yang tidak sopan sampai yang paling sopan.

Rahardi (2005: 66-67) mengemukakan bahwa setidaknya ada tiga skala penilaian

kesantunan yang banyak digunakan sebagai acuan penelitian kesantunan. Dalam

model kesantunan Leech, nilai maksimum dari setiap interaksi interpersonal dapat

digunakan untuk menentukan tingkat kesantunan suatu tuturan.

Sebagai alat komunikasi, bahasa mencakup dua aspek, linguistik dan non-

linguistik atau paralinguistik. Kedua aspek ini “bekerja sama” dalam penataan

komunikasi linguistik. Sejauh menyangkut kesantunan berbahasa, kedua aspek

tersebut merupakan ciri-ciri kesantunan berbahasa. Menurut Chaer dan Leonie

Agustina (1995: 22), kesantunan linguistik dicirikan oleh aspek verbal dan

nonverbal atau paralinguistik. Aspek linguistik meliputi tataran fonologis,

morfologis, dan sintaksis, termasuk kualitas ujaran, yaitu cara berbicara

seseorang, seperti falsetto (suara tinggi), staccato (bunyi staccato), dsb., dan unsur

suprasegmental, yaitu stres, intonasi (pitch).), intonasi, jarak, dan gerakan tubuh

seperti gerakan tangan, anggukan, dll, sentuhan yang berhubungan dengan rasa

(pada kulit). Selanjutnya menurut Rahardi (2005:121), urutan tutur juga

merupakan ciri kesantunan berbahasa. Urutan tuturan memiliki pengaruh yang

besar terhadap tingkat kesantunan yang digunakan saat berbicara. Misalnya, dapat
23

dikatakan bahwa dalam masyarakat suku Makassar, seseorang akan mengetuk

pintu dengan mengucapkan “tabe’” atau berpamitan terlebih dahulu pada suatu

pertemuan, kemudian orang tersebut akan masuk dan duduk di kursi atas

undangan tuan rumah. Perintah seperti itu sangat menentukan penilaian seseorang

terhadap perilaku sopannya.

B. Kerangka Pikir

Pada bagian ini kerangka pikir yang disajikan sejalan dengan rumusan

masalah yang dijelaskan pada bagian pendahuluan. Tujuannya, agar masalah dan

teori bisa relevan dengan simpulan penelitian yang nantii akan dihasilkan. Adapun

singkat dari bagan kerangka pikir adalah sebagai berikut:

Bahasa adalah alat interaksi atau sebagai alat komunikasi, bahasa

digunakan untuk berkomunikasi dalam suasana formal (seperti dalam proses

belajar mengajar di sekolah, baik dalam diskusi atau diskusi di luar) Informasi,

perasaan, ide atau konsep. Prinsip kesantunan berbahasa merupakan bagian dari

kajian pragmatik. Pragmatik adalah keterampilan menggunakan bahasa sesuai

dengan peserta, topik, percakapan, situasi, dan tempat percakapan berlangsung.

Kesopanan adalah seperangkat aturan atau peraturan tentang bagaimana

seseorang harus berbicara. Bentuk kesantunan yang dimaksud terdiri dari

penggunan maksim penghargaan, maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan,

maksim kesederhanaan, maksim pemufakatan dan maksim kesimpatian.

Untuk mendapatkan data kesantunan berbahasa yakni penggunaan enam

maksim diperoleh dari proses interaksi antara guru dengan siswa dan siswa
24

dengan siswa. Guru sebagai pihak yang mengajar dan siswa sebagai pihak yang

belajar. Seorang guru dan siswa dituntut mampu mengomunikasikan ide, gagasan,

dan pikiran dengan menggunakan bahasa yang baik dan sesuai dengan tata cara

berbahasa atau dapat menggunakan bahasa yang santun sesuai dengan maksim

kebijsanaan, kedermawaan, penghargaan, kesederhanaan, pemufakatan dan

kesimpatian. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran tersebut, yakni

interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa kemudian dianalisis

untuk mengetahui secara umum tentang bentuk kesantunan berbahasa di kelas IX

SMP Negeri 2 Galesong.

Kelas IX SMP Negeri 2 Galesong juga memiliki bentuk kesantunan

berbahasa yang dapat dilihat pada kalimat yang digunakan dalam interaksi belajar

mengajar. Penguasaan kesantunan berbahasa sangat penting, terutama bagi guru

dan siswa. Adanya pemahaman dan keterampilan berbahasa yang santun

menjadikan guru terhormat dan siswa mampu menggunakan bahasa yang sesuai

dengan situasi, sehingga terjalin komunikasi yang baik.


25

Kegiatan Presentasi

Pembelajaran Bahasa
Indonesia Kelas IX

Bentuk Kesantunan Bahasa

Interaksi Guru Interaksi Guru


ke Siswa ke Siswa

Analisis

Temuan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pemaparan data

secara deskriptif atau kualitatif-deskriptif. Menurut Walidin (dalam Fadli, 2021:

35) penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian untuk memahami

fenomena-fenomena manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran yang

menyeluruh dan kompleks yang dapat disajikan dengan kata-kata, melaporkan

pandangan terinci yang diperoleh dari sumber informan, serta dilakukan dalam

latar setting yang alamiah. Pada penelitian ini peneliti akan mengidentifikasi,

mengungkapkan, dan mendeskripsikan teks-teks yang menggambarkan atau

menceritakan. Berdasarkan judul maka penelitian ini dapat dikategorikan bersifat

kualitatif yang akan mengindentifikasi, mengungkapkan dan mendeskripsikan

kesantunan siswa dan guru.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2022-2023.

Dengan rincian mengumpulkan data dua minggu, dan dua minggu pengolahan

data. Adapun tempat penelitian akan berlokasi di SMP Negeri 2 Galesong,

Kabupaten Takalar.

26
27

C. Desain Penelitian

Pada hakikatnya desain penelitian mengatur teknik penelitian agar

memperoleh data dan kesimpulan. Bagian ini menjelaskan bentuk rancangan

penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, peneliti

akan mendeskripsikan, mengidentifikasi, dan menganalisis data yang didapatkan.

Data yang akan diperolah dari penelitian ini adalah ekstrak dari transkrip

percakapan yang tejadi antara siswa-siswa, siswa-guru, guru-siswa yang berupa

tuturan kesantunan yang sesuai dengan teori Leech.

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah sumber pokok dalam masalah penelitian, yang

mencakup pokok permasalahan dalam hal ini. Pada penelitian kualitatif, fokus

penelitian berguna membatasi penelitian yang dilakukan. Oleh sebab itu fokus

penelitian mengarahkan masalah dalam penelitian. Peneliti harus menentukan

fokus penelitian agar eksekusi penelitian tidak mengalami penyimpangan terhadap

masalah yang dikaji. Oleh karena itu, peneliti menetapkan dua fokus penelitian

yaitu:

1. Kesantunan berbahasa pada interaksi guru ke siswa pada kegiatan presentasi

dalam pembelajaran kelas IX SMP Negeri 2 Galesong, dan

2. Kesantunan berbahasa pada interaksi siswa ke guru pada kegiatan presentasi

dalam pembelajaran kelas IX SMP Negeri 2 Galesong.


28

E. Deksripsi Fokus

1. Bentuk kesantunan adalah hal yang memperlihatkan kesadaran akan martabat

orang lain dalam berbahasa, baik saat menggunakan bahasa lisan maupun

tulis. Leech membagi bentuk kesantunan ke dalam 6 maksim, yaitu maksim

kesederhanaan, maksim pemufakatan, maksim penghargaan, maksim

kesederhanaan, dan maksim kesimpatian.

2. Kesantunan adalah perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh

suatu masyarakat. Kesantunan tidak hanya dapat dilihat dari sisi penuturnya

saja, tetapi juga harus memperlihatkan kesan lawan tutur yang mendengarkan

hal yang harus disampaikan penutur.

F. Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa kata dan kalimat yang

terkait dengan kesantunan bahasa dalam proses kegiatan presentasi pada

pembelajaran Bahasa Indonesia. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan

siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Galesong.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati atau

meninjau secara cermat dan langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui

kondisi yang terjadi atau membuktikan kebenaran dari sebuah penelitian.


29

Kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan sistem daring dan

juga melakukan kunjungan langsung ke SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten

Takalar untuk mencari informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan.

2. Rekam

Teknik rekam yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara

merekam, teknik rekam digunakan dengan pertimbangan bahwa data yang diteliti

berupa data lisan.

3. Transkripsi

Teknik transkripsi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mentranskripkan hasil rekaman dalam bentuk data tertulis.

4. Mencatat

Data-data yang telah dikumpulkan oleh teknik rekam, kemudian dicatat

pada kartu data.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, yakni berperan

sebagai perencana, pelaksana, menganalisis. Karena itu instrumen yang digunakan

dalam penelitian lapangan seperti alat rekam yang digunakan adalah kamera, alat

perekam dan buku catatan. Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu

metode kualitatif. Penelitian selaku Human Instrumen melakukan penelitian

dengan pengamatan penuh terhadap kesantunan berbahasa guru dan siswa pada

kegiatan presentasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IX SMP Negeri 2

Galesong.
30

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis

untuk mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan, Menurut Miles &

Huberman (1992: 16) analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara

bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi.

Mengenai ketiga alur tersebut secara lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus

selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung.

2. Penyajian Data

Pada bagian ini, Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-

penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis

kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan

bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam

suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian, seorang

penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah

menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis

yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang

mungkin berguna.
31

3. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari

satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga

diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat

pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama

iamenulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin

menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali

serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan

intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu

temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang

muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan

kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Kesimpulan akhir tidak hanya

terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja, akan tetapi perlu diverifikasi

agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.


32

Jenis Maksim
Interaksi Data
M1 M2 M3 M4 M5 M6

Gambar 3.1 Tabel Maksim

Keterangan
M1 : Maksim Kebijaksanaan
M2 : Maksim Kedermawanan
M3 : Maksim Penghargaan
M4 : Maksim Kesederhanaan
M5 : Maksim Pemufakatan
M6 : Maksim Simpati
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penyajian hasil analisis data merupakan paparan data yang diperoleh di

lapangan dari masalah yang telah dirumuskan. Pada bab ini, dideskripsikan secara

rinci hasil penelitian yang berkaitan dengan bentuk kesantunan berbahasa dalam

interaksi guru ke siswa, serta siswa ke guru pada kegiatan pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas.

Untuk menjawab rumusan masalah, berikut dipaparkan analisis

berdasarkan temuan data pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 2

Galesong Kabupaten Takalar. Berikut pembahasan data disesuaikan dengan teori

Leech (1993) yang membagi bentuk kesantunan menjadi enam maksim, yaitu

maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim

kesederhanaan, maksim pemufakatan, dan maksim simpati. Adapun

pembahasannya sebagai berikut.

1. Bentuk Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Guru ke Siswa

Bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi guru ke siswa berdasarkan

teori Leech dibagi atas enam maksim. Sebelumnya peneliti telah menemukan data

terkait kesantunan berbahasa pada interaksi guru ke siswa dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia, dan analisis maksimnya sebagai berikut.

33
34

a) Maksim Kebijaksanaan

Maksim kebijaksanaan adalah maksim yang menggariskan setiap petutur

memaksimalkan keuntungan orang lain dalam bertutur dan mengurangi

keuntungan diri sendiri. Maksim ini ditandai dengan penggunaan kata yang

sopan dan menjaga perasaan lawan tutur.

Data 1

Guru: Fikri apa itu kita pegang, nak? Ki simpan mi dulu Nak, kita belajar

mi dulu nah. (Kode: AKB/20/).

Siswa : Hp buk

Guru : Kita simpan mi dulu nak, kita belajarmi dulu nak!

Siswa : Iye buk.

Berdasarkan data dengan kode AKB/20/1, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika awal hari pada saat proses pembelajaran akan dimulai. Guru

memberitahukan siswa agar tidak melakukan hal-hal lain yang mengganggu

proses pembelajaran, kemudian siswa menaati perintah guru dengan menyimpan

sesuatu yang ia mainkan tadi. dan maksim kebijaksanaan dengan kata “kita”

menunjukkan kata yang sopan dengan sapaan yang lebih santun.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/20/1 mematuhi maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika menegur siswa yang tengah sibuk sendiri

dengan urusannya tanpa menyakiti hati sang siswa. Tuturannya dimaksudkan agar

siswa dapat melakukan perintah guru tanpa merasa tertekan dan dapat

melaksanakannya dengan senang hati. Jadi interaksi antara guru dengan siswa dan
35

siswa dengan guru Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang

santun.

Data 2

Guru : Ketua kelas. (Kode: AKB/28/2)

Siswa : Iya buk

Guru : Tolong pimpin doanya nak

Siswa : Iya buk

Berdasarkan data dengan kode AKB/28/2, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran akan dimulai. Guru menyuruh siswa yang

bertindak sebagai ketua kelas agar melaksanakan doa bersama sebelum memasuki

pelajaran, dan siswa menaatinya dengan langsung memimpin doa.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/28/2 mematuhi maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika guru meminta tolong kepada siswa agar

melaksanakan tanggung jawabnya sebagai ketua kelas. Kata “tolong” digunakan

agar tidak terkesan seperti menyuruh atau memaksa agar siswa dengan senang hati

melaksanakannya. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang

santun.

Data 3

Guru : Baiklah anak-anak mari kita lanjut,

Siswa : Iya buk

Guru : sekarang pembahasan kita adalah cerpen. Ada yang tau apa itu

cerpen? (Kode: AKB/32/3)

Siswa : Saya ibu


36

Berdasarkan data dengan kode AKB/32/3, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika guru telah memulai proses pembelajaran. Guru bertanya mengenai

topik pembahasan hari itu yakni cerpen, dan siswa menjawabnya dengan baik.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/32/3 mematuhi maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika guru memberikan pertanyaan bagi siapa

saja siswa yang ingin menjawab. Tuturannya kalimat “mari kita lanjut”

dimaksudkan agar siswa dapat menunjukkan pengetahuannya tanpa sedikit pun

merasa tertekan. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang

santun.

Data 4

Guru : Siapa bisa baca itu nomor satu? (Kode: AKB/41/4)

Siswa : Saya buk


Guru : Silahkan nak !

Berdasarkan data dengan kode AKB/41/4, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika guru sedang memimpin proses pembelajaran. Guru menyuruh

siswa untuk membuka buku cetak dan bertanya siapa saja yang ingin membaca

teks, dan siswa yang menginginkan kesempatan itu pun menyebutkan dirinya agar

dipersilahkan.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/41/4 mematuhi maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika guru bertanya dan mempersilahkan siapa

saja yang ingin membaca tanpa diperintah. Tuturannya kata “bisa” dimaksudkan

agar siswa bisa melaksanakan pembelajaran dengan senang hati tanpa tekanan.

Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.


37

Data 5

Guru : Kalau semua sudah selesai mi tulis yang di papan tulis, sekarang itu

di buku kalian silahkan membuat ya cerpen atau cerita pendek yang

sederhana saja.

Siswa : Berapa paragraf, Bu?

Guru : Sembarang nak, minimal tiga paragraf nah.

Siswa : Sembarang ji temanya, Bu?

Guru : Iye nak, silahkan bebas berkreasi ya. (Kode: AKB/76/)

Berdasarkan data dengan kode AKB/76/5, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menyuruh siswa

agar mengerjakan tugas yang diberikan sebelumnya, dan siswa bertanya mengenai

teknis penulisan tugas sebelum mengerjakannya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/76/5 mematuhi maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika guru menginformasikan mengenai tugas

yang diberikan kepada para siswa. Kata “bebas” digunakan agar siswa merasa

tidak tertekan akan hal tersebut dan mengerjakannya dengan senang hati. Jadi,

kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

b) Maksim Kedermawanan

Maksim ini mengharapkan peserta tutur mengurangi keuntungan diri sendiri

dan memaksimalkan pengorbanan pada orang lain. Maksim kedermawanan

berpusat pada diri sendiri. Seseorang yang berusaha menambahkan beban

pada dirinya demi orang lain, maka ia memenuhi maksim kedermawanan.


38

Data 6

Guru: Hari ini ada PR yang mau diperiksa? (Kode: AKB/20/)

Siswa: Iya buk


Guru: Silahkan kumpul di atas!

Berdasarkan data dengan kode AKB/20/6, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru bertanya

mengenai PR yang diberikan pada pembelajaran sebelumnya, dan siswa

menjawab pertanyaan tersebut.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/20/6 mematuhi maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika guru bertanya mengenai tugas-tugas yang

diberikan pada siswa. Tuturannya dimaksudkan agar proses belajar menjadi

maksimal dengan memberikan pertanyaan terlebih dahulu mengenai pekerjaan

rumah. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 7

Guru: Semua bawa ji buku toh?


Sisw: Iya buk
Guru: Ditauji buku yang mana? (Kode: AKB/37/)

Berdasarkan data dengan kode AKB/37/7, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menyuruh siswa

agar membuka bukunya masing-masing untuk dibaca namun sebelumnya diperika

terlebih dahulu apakah bukunya telah sesuai, dan siswa melakukannya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/37/7 mematuhi maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika guru bertanya mengenai kesiapan siswa

dalam melaksanakan pembelajaran. Penggunaan kalimat tanya dibandingkan


39

kalimat perintah sangat sesuai dengan maksim ini karena memaksimalkan

keuntungan bagi pihak lain yang dalam hal ini adalah para siswa yang merasa

sudah siap. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 8

Guru: Sini saya bacakan yang di papan tulis (Kode: AKB/71/8)

Berdasarkan data dengan kode AKB/71/8

Peristiwa tutur terjadi dari guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang

berlangsung. Guru sedang menjelaskan materi pembelajaran namun ada siswa

yang tidak dapat melihatnya dengan baik, jadi guru membantunya dengan

mendiktenya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/71/8 mematuhi maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika guru berniat untuk membantu siswa yang

kurang bisa melihat papan tulis. Tuturannya dimaksudkan agar proses

pembelajaran terlaksana dengan maksimal dan tidak membebankan diri siswa.

Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 9

Guru: Ya sudah-sudah. Silahkan dikerjakan nah.

Siswa: Iye, Bu.

Guru: Kerjakan sampai bel berbunyi nah. (Kode: AKB/90/9)

Berdasarkan data dengan kode AKB/90/9, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menyuruh siswa

untuk diam dan mengerjakan tugas yang telah diberikan sebelumnya, kemudian

siswa menaati hal tersebut.


40

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/90/9 mematuhi maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika guru memberikan peringatan pada siswa

agar tidak gaduh dalam mengerjakan tugas di kelas. Tuturannya dimaksudkan

agar memberikan keuntungan pada orang lain yakni mengerjakan tugas hingga bel

berbunyi. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 10

Guru: Jangan ribut semua.

Sisw: Iya buk

Guru: Kalau ada yang mau ditanyakan, silahkan bertanya nah. (Kode:

AKB/93/10)

Berdasarkan data dengan kode AKB/93/10, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menyuruh siswa

agar tidak ribut dalam mengerjakan tugas dan mempersilahkan jika ada yang ingin

bertanya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/93/10 mematuhi maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika guru mengingatkan siswa agar

mengerjakan tugas dengan tenang. Tuturannya dimaksudkan agar siswa yang

merasa berat dalam mengerjakan tugas tersebut bisa bertanya kepada guru supaya

meminimalisir perasaan tidak enak hati dalam menyelesaikannya. Jadi, kalimat itu

termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.


41

c) Maksim Penghargaan

Pada maksim ini menganggap bahwa orang yang santun dalam berbahasa

ialah yang selalu berupaya memberikan penghargaan kepada orang lain.

Maksim penghargaan ini mewajibkan setiap peserta tutur memaksimalkan

rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan cacian kepada orang lain.

Berikut contoh yang dapat menjelaskan maksud dari maksim penghargaan

ini.

Data 11

Guru: Iya betul sekali. Jadi, cerpen itu cerita pendek atau biasa disingkat

cerpen adalah salah satu jenis prosa yang isi ceritanya bukan kejadian nyata

dan hanya dibuat-buat. (Kode: AKB/34/11)

Berdasarkan data dengan kode AKB/34/11, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menjelaskan

tentang materi pembelajaran saat itu dan siswa mendengarkannya dengan

seksama.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/34/11 mematuhi maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika guru menjelaskan mengenai materi pelajaran

yang dipelajari hari ini. Kalimat “Iya betul sekali” merupakan pujian untuk siswa

yang sebelumnya telah menjawab pertanyaan guru dengan baik, sehingga siswa

merasa terhormat bisa melakukan hal tersebut. Jadi, kalimat itu termasuk ke

dalam penggunaan bahasa yang santun.


42

Data 12

Guru: Iya bagus sekali caranya membaca ya, besar suaranya dan

artikulasinya sangat bagus. Cocok ini ikut lomba baca puisi. (Kode:

AKB/45/12)

Berdasarkan data dengan kode AKB/45/12, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru mendengarkan

siswa yang sedang membaca materi pelajaran dan memberikannya apresiasi atas

apa yang dilakukannya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/45/12 mematuhi maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika guru selesai mendengarkan siswa saat

membaca buku. Kalimat “Iya bagus sekali” dimaksudkan agar siswa merasa

senang sekaligus bahagia bisa melakukan hal yang diperintah oleh gurunya

dengan baik. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 13

Guru: Iya tawwa, bagus juga cara bacanya. Banyak-banyak ini dikelas sini

yang bagus suaranya kalau membaca. (Kode: AKB/61/13)

Berdasarkan data dengan kode AKB/61/13, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru mendengarkan

siswa yang sedang membaca materi pelajaran dan memberikannya apresiasi atas

apa yang dilakukannya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/61/13 mematuhi maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika guru mendengar siswa yang membaca

dengan baik. Tuturannya dimaksudkan untuk mengapresiasi seluruh siswa yang


43

telah melaksanakan perintah guru dengan baik, dan siswa pun merasa dihargai

akan hal tersebut. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang

santun.

Data 14

Guru: Ya, pertanyaan bagus. Jadi, edukasi itu istilah dari pendidikan ya.

Oke semua. (Kode: AKB/65/14)

Berdasarkan data dengan kode AKB/65/14 peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa melontarkan

pertanyaan kepada guru, dan kemudian guru pun menjawab pertanyaan siswa

tersebut.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/65/14 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika guru menjawab pertanyaan dari siswa.

Kalimat “Ya, pertanyaan bagus” digunakan sebagai pujian yang jujur untuk

siswanya, maknanya guru berusaha memberikan penghargaan kepada yang

memberikan pertanyaan. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa

yang santun.

Data 15

Guru: Kalau sudah selesai, silahkan di bawa ke depan ya anak pintar.


(Kode: AKB/106/15)

Berdasarkan data dengan kode AKB/106/15, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menyuruh

siswa agar mengerjakan tugas yang diberikan dan melakukannya sesuai instruksi

guru setelah selesai dikerjakan.


44

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/106/15 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika guru memberitahukan siswa yang telah

selesai mengerjakan tugas agar membawanya ke meja guru. Kata “anak pintar”

digunakan sebagai pujian agar siswa merasa terhormat dapat menyelesaikan

tugasnya dengan baik. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa

yang santun.

d) Maksim Kesederhanaan

Pada maksim kesederhanaan ini baiknya penutur meminimalkan pujian

kepada diri sendiri dan memaksimalkan cacian pada diri sendiri. Maksim ini

bermaksud agar penutur dapat rendah hati agar penutur tidak menunjukkan

kesan sombong terhadap mitra tuturnya.

Data 16

Guru: Kenapa kalian ini? Teman kalian ini sedang membaca, kenapa
kalian tidak bisa hargai temannya. Kalian ini datang kesini untuk belajar.
Bukan hanya kalian, bahkan saya sebagai guru juga masih belajar, kita
semua sama-sama belajar. Jadi diam dulu semua nah. (Kode: AKB/56/16)

Berdasarkan data dengan kode AKB/56/16, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menegur

siswa yang sedang memunculkan kegaduhan saat siswa lainnya mendapatkan

giliran untuk membaca materi yang ada di buku.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/56/16 merupakan maksim

kesederhanaan yang dilontarkan ketika guru menegur para siswa yang sedang
45

tidak memperhatikan. Tuturannya menunjukkan bahwa sang guru bersikap

dengan segala kerendahan hati dalam menegur siswanya, dengan cara mengurangi

menyetarakan derajatnya dengan mereka. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam

penggunaan bahasa yang santun.

Data 17

Guru: Karaeng biarmi, mauji kuliat. Kita semua masih sama-sama belajar
ji juga. (Kode: AKB/111/17)

Berdasarkan data dengan kode AKB/111/17, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru menyuruh

siswa memperlihatkan tulisannya sebab ia ingin melihat tugas yang dikerjakan

siswa tersebut.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/111/17 merupakan maksim

kesederhanaan yang dilontarkan ketika guru menenangkan siswa yang takut

tugasnya dinilai. Kalimat “Kita semua masih sama-sama belajar ji juga”

menandakan bahwa sang guru tidak mengunggulkan dirinya sendiri di dalam

kelas melainkan bersikap dengan sangat sederhana dan rendah hati. Jadi, kalimat

itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 18

Guru: Tidak apa apa nak, rumahku juga kecil ji kodong. (Kode:
AKB/121/18)

Berdasarkan data dengan kode AKB/121/18, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran telah selesai. Guru berbincang-bincang

dengan siswa sesaat setelah pembelajaran dibubarkan, mereka membahas

mengenai lokasi yang akan dituju nantinya.


46

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/121/18 merupakan maksim

kesederhanaan yang dilontarkan ketika guru dan siswa berdiskusi mengenai acara

yang akan mereka datangi. Tuturannya menunjukkan suatu upaya guru dalam

bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap diri sendiri. Jadi,

kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

e) Maksim Pemufakatan

Maksim pemufakatan mengukur kesantunan seseorang jika terjadi kecocokan

antara penutur dan mitra tutur. Kemudian, maksim pemufakatan atau maksim

kesepakatan ini juga menuntut setiap peserta tutur tidak boleh membantah

secara langsung tuturan yang dianggapnya tidak cocok atau tidak disepakati.

Data 19

Guru: Adami semua?


Siswa: Iye Ibu, masuk semuami. (Kode: AKB/3/19)

Berdasarkan data dengan kode AKB/3/19, peristiwa tutur terjadi dari guru

ke siswa ketika proses pembelajaran baru akan dimulai. Guru bertanya mengenai

kehadiran seluruh siswa, kemudian siswa menjawabnya dengan baik sesuai

keadaan yang ada di dalam kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/3/19 merupakan maksim

pemufakatan yang dilontarkan ketika guru sedang memulai pelajaran. Tuturannya

menunjukkan bahwa sang guru berusaha untuk menyatukan atau mencocokkan

pendapat dengan siswa lainnya mengenai kehadiran seluruh siswa di dalam kelas.

Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.


47

Data 20

Guru: Ada yang belum dimengerti?


Siswa: Jadi Bu, cerpen itu singkat berarti di’?
Guru: Ya, kalau cerpen itu dia tidak panjang sehingga ceritanya itu tidak
bertele-tele atau tidak kemana-mana. Biasanya kalau kita buat cerpen kan
dimulai dari pengenalan karakter kemudian langsung masuk masalah dan
merujuk ke klimaks atau inti ceritanya. Cerpen juga itu pokok masalahnya
cuma satu ji, karena ya namanya juga cerpen tidak panjang toh. (Kode:
AKB/49/20)

Berdasarkan data dengan kode AKB/49/20, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru bertanya

mengenai pemahaman para siswa, dan menjelaskan mengenai hal-hal yang belum

dimengerti.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/49/20 merupakan maksim

pemufakatan yang dilontarkan ketika guru menjelaskan tentang materi pelajaran

hari itu yakni terkait cerpen. Tuturannya menunjukkan seorang guru yang

berusaha menyatukan persepsinya dengan siswa, dan tujuannya agar siswa lebih

memahami materi pelajaran dengan baik. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam

penggunaan bahasa yang santun.

f) Maksim Simpati

Maksim kesimpatian ialah maksim yang menandai seseorang santun jika

mampu memaksimalkan rasa simpati antara diri dan orang lain serta mampu

meminimalkan rasa antipati diri dan orang lain. Dari berbagai peristiwa tutur,

jika seseorang mampu mengucapkan tutur belasungkawanya terhadap orang


48

lain yang sedang dilanda musibah, maka orang tersebut tergolong santun

dalam penggunaan bahasa.

Data 21

Guru: Uh kodong kasiannya itu, sudahji kalian jenguk temanta? (Kode:


AKB/10/21)

Berdasarkan data dengan kode AKB/10/21, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran baru saja akan dimulai. Guru bertanya

mengenai kehadiran para siswa di dalam kelas, maupun yang sedang berhalangan

hadir.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/10/21 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika guru sedang memeriksa kehadiran satu per satu

siswa. Tuturannya menunjukkan bahwa sang guru memperlihatkan simpatinya

terhadap siswa yang sedang sakit dan tidak bisa belajar seperti siswa lainnya. Jadi,

kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 22

Guru: O kodong, pakai kacamata nak. (Kode: AKB/75/22)

Berdasarkan data dengan kode AKB/75/22, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru sedang

memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam

melakukan pembelajaran di kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/75/22 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran dan

menyuruh siswa menulis. Kata “kodong” digunakan sebagai upaya simpati pada

siswa yang kurang bisa memahami pelajaran dengan baik sebab permasalahan
49

yang menimpa kedua matanya. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan

bahasa yang santun.

Data 23

Guru: Ini nak, pakai pulpenku. (Kode: AKB/100/23)

Berdasarkan data dengan kode AKB/100/23, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru memberikan

bantuan terhadap kendala yang sedang dialami oleh seorang siswa saat

melaksanakan pembelajaran di kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/100/23 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran dan

menyuruh siswa menulis. Tuturannya menunjukkan guru yang merasa simpati

terhadap siswa yang tidak memiliki pulpen dan membuatnya memiliki

keterbatasan selama belajar, sehingga guru berinisiatif untuk membantu siswa

tersebut. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 24

Guru: Kenapa begini tulisanta nak, perbaiki lagi nah. (Kode: AKB/112/24)

Berdasarkan data dengan kode AKB/112/24, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Guru sedang

memotivasi siswa agar lebih giat lagi dalam memperbaiki dirinya agar bisa

berkembang dengan baik.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/112/24 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika guru sedang memeriksa tugas para siswa yang

telah selesai. Kalimat “perbaiki lagi nah” merupakan suatu simpati yang guru

berikan pada siswa dengan tindakannya yang tidak sinis maupun antipati, sebab
50

kemampuan siswa tersebut dalam menulis berada di bawa rata-rata dari temannya

yang lain. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 25

Guru: Siapa kosong tawwa ini? (Kode: AKB/125/25)

Berdasarkan data dengan kode AKB/125/25, peristiwa tutur terjadi dari

guru ke siswa ketika proses pembelajaran telah berakhir. Guru sedang

mengonfirmasi keikutsertaan siswa-siswanya menuju destinasi yang akan mereka

datangi nantinya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/125/25 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika guru dan siswa sedang berdiskusi mengenai acara

yang akan mereka datangi nantinya. Tuturannya bertujuan untuk membantu para

siswa yang memiliki keterbatasan dalam bepergian, upayanya dilakukan dengan

cara mempertanyakan kesediaan siswa lain dalam membantu temannya. Jadi,

kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

2. Bentuk Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Siswa ke Guru

a) Maksim Kebijaksanaan

Maksim kebijaksanaan adalah maksim yang menggariskan setiap petutur

memaksimalkan keuntungan orang lain dalam bertutur dan mengurangi

keuntungan diri sendiri. Maksim ini ditandai dengan penggunaan kata yang

sopan dan menjaga perasaan lawan tutur.


51

Data 26

Siswa: Teman teman marilah kita membaca doa belajar, doa dimulai.
(Kode: AKB/29/26)

Berdasarkan data dengan kode AKB/29/26, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran baru akan dimulai. Siswa yang

bertindak sebagai ketua kelas mengajak yang lainnya untuk melakukan doa

bersama sebelum memulai pelajaran.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/29/26 merupakan maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika siswa sedang mempersiapkan diri untuk

memulai pelajaran dengan membaca doa terlebih dahulu. Tuturannya

menunjukkan siswa yang menggunakan diksi-diksi yang halus dalam proses

belajar dan mengajak siswa lainnya untuk melakukan kewajibannya. Jadi, kalimat

itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 27

Siswa: Cerita pendek Bu, kayak cerita-cerita fiksi. (Kode: AKB/33/27)


Berdasarkan data dengan kode AKB/33/27, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa sedang

menjawab pertanyaan yang sebelumnya telah dilontarkan oleh sang guru di dalam

kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/33/27 merupakan maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran di kelas. Tuturannya menunjukkan siswa yang menghormati

gurunya dengan berusaha menjawab pertanyaan yang diberikan sebelumnya oleh

lawan tutur. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.
52

Data 28

Siswa: Kusimpan di sinimi nah Bu, supaya tidak sempit meja ta. (Kode:
AKB/108/28)

Berdasarkan data dengan kode AKB/108/28, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa berinisiatif

untuk tidak memberatkan sang guru dengan menyimpan buku tugasnya di pinggir

meja guru.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/108/28 merupakan maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika siswa ingin mengumpulkan tugasnya di

meja guru. Kalimat “supaya tidak sempit meja ta” memperlihatkan upaya siswa

yang ingin meringankan dan tidak memberatkan lawan tuturnya. Jadi, kalimat itu

termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 29

Siswa: Iye Bu, belajar teruska ini supaya rapi tulisanku. (Kode:
AKB/113/29)

Berdasarkan data dengan kode AKB/113/29, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa sedang

berusaha untuk memperbaiki dirinya agar bisa menjadi lebih baik lagi, dan

berdasarkan saran dari gurunya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/113/29 merupakan maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika siswa berbincang dengan guru mengenai

tugasnya. Tuturannya menunjukkan siswa yang tidak memaksakan pendapatnya

sendiri dan berusaha menerima masukan dari gurunya demi kelancaran proses

pembelajarannya. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang

santun.
53

Data 30

Siswa: Ibu hari senin datangki kerumah nah, sama kak Suci juga. (Kode:
AKB/116/30)

Berdasarkan data dengan kode AKB/116/30, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran telah berakhir. Siswa sedang

menyelenggarakan acara di rumahnya dan mengajak guru serta kawan lainnya

agar datang.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/116/30 merupakan maksim

kebijaksanaan yang dilontarkan ketika siswa sedang mengajak gurunya untuk

datang ke rumahnya. Tuturannya menunjukkan siswa yang bermaksud meminta

guru untuk melakukan hal yang dikehendakinya namun dengan pemilihan kata

yang halus. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

b) Maksim Kedermawanan

Maksim ini mengharapkan peserta tutur mengurangi keuntungan diri sendiri

dan memaksimalkan pengorbanan diri sendiri. Maksim kedermawanan

berpusat pada diri sendiri. Seseorang yang berusaha menambahkan beban

pada dirinya demi orang lain, maka ia memenuhi maksim kedermawanan.

Data 31

Siswa: Iye, Bu. Yang ini buku cetak bahasa Indonesia.(Kode: AKB/38/31)

Berdasarkan data dengan kode AKB/38/31, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa menjawab

pertanyaan yang sebelumnya telah dilontarkan oleh sang guru di dalam kelasnya

tersebut.
54

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/38/31 merupakan maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika siswa mempersiapkan diri untuk memulai

proses pembelajaran. Tuturannya menunjukkan siswa yang memberikan

keuntungan kepada orang lain dengan menunjukkan sebuah buku kepada guru.

Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 32

Siswa: Apa itu edukasi, Bu? (Kode: AKB/64/32)

Berdasarkan data dengan kode AKB/64/32, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa bertanya

pada guru mengenai materi pelajaran yang belum ia pahami dengan baik

penjelasannya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/64/32 merupakan maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika siswa sedang memahami materi

pembelajaran yang diberikan oleh guru. Tuturannya menunjukkan siswa berusaha

menghargai orang lain dengan mengajukan pertanyaan akan sesuatu yang belum

ia mengerti, dan tentunya dengan tutur kata yang halus. Jadi, kalimat itu termasuk

ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 33

Siswa: Ibu, ini cerpennya bisaji berdasarkan pengalaman sendiri? (Kode:


AKB/95/33)

Berdasarkan data dengan kode AKB/95/33, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa bertanya

mengenai teknis penulisan tugas yang sebelumnya telah diberikan oleh guru di

kelas.
55

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/95/33 merupakan maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran dan mengalami kesulitan dalam memahami materi. Tuturannya

menunjukkan siswa berusaha menghargai orang lain dengan mengajukan

pertanyaan akan apa yang harus dia lakukan, dan tentunya dengan tutur kata yang

halus. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 34

Siswa: Makasih, Bu (Kode: AKB/101/34)

Berdasarkan data dengan kode AKB/101/34, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa

mengapresiasi bantuan yang telah diberikan oleh guru kepada dirinya saat sedang

belajar.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/101/34 merupakan maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran. Tuturannya menunjukkan bahwa sang siswa berusaha untuk

menghormati orang lain utamanya guru yang telah memberikan bantuan kepada

dirinya. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 35

Siswa: Saya pi boncengi Bu, karena tidak adaji boncenganku. (Kode:


AKB/126/35)

Berdasarkan data dengan kode AKB/126/35, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran telah berakhir. Siswa menawarkan

bantuan pada siswa lainnya yang sedang kesulitan, dan guru menanyakan

kesediaannya.
56

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/126/35 merupakan maksim

kedermawanan yang dilontarkan ketika siswa berbincang dengan guru mengenai

agenda yang akan dilakukan. Kalimat “Saya pi boncengi Bu” memperlihatkan

upaya siswa yang ingin meringankan kesulitan orang lain dengan menawarkan

pertolongan. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

c) Maksim Penghargaan

Pada maksim ini menganggap bahwa orang yang santun dalam berbahasa

ialah yang selalu berupaya memberikan penghargaan kepada orang lain.

Maksim penghargaan ini mewajibkan setiap peserta tutur memaksimalkan rasa

hormat kepada orang lain dan meminimalkan cacian kepada orang lain.

Berikut contoh yang dapat menjelaskan maksud dari maksim penghargaan ini.

Data 36

Siswa: Permisi Ibu, izinka dulu ke WC sebentar sekali. (Kode:


AKB/12/36)

Berdasarkan data dengan kode AKB/12/36, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa sedang ingin

buang air kecil sehingga memutuskan untuk izin pada guru untuk keluar sebentar

dari kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/12/36 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika siswa meminta izin untuk menuntaskan

urusannya sebelum proses pembelajaran dimulai. Tuturannya menunjukkan siswa

yang memberikan penghormatan pada guru ketika ia akan ke WC dengan


57

meminta izin terlebih dahulu. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan

bahasa yang santun.

Data 37

Siswa: Ibu, siska juga bagus suaranya. Ki suruh mi membaca. (Kode:


AKB/52/37)

Berdasarkan data dengan kode AKB/52/37, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa

memberitahukan kepada guru terkait potensi yang dimiliki siswa lainnya dalam

hal suara.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/52/37 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran. Kalimat “Ibu, Siska juga bagus suaranya” menunjukkan siswa yang

memberikan pujian pada siswa lainnya dan tidak saling mengejek, mencela,

membenci, maupun merendahkan orang lain. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam

penggunaan bahasa yang santun.

Data 38

Siswa: Ibu pernahki bikin cerpen? Mauka baca, pasti bagus Bu. (Kode:
AKB/67/38)

Berdasarkan data dengan kode AKB/67/38, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa bertanya

pada guru mengenai keahliannya dalam menulis sebab materi yang sedang

dipelajari ialah cerpen.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/67/38 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran. Kalimat “Mauka baca, pasti bagus Bu” menunjukkan bahwa siswa
58

memuji lawan tuturnya yang menandakan bahwa dia orang yang sopan karena

memuji merupakan tindakan menghargai orang lain. Jadi, kalimat itu termasuk ke

dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 39

Siswa: Baiknya tawwa Ibu. (Kode: AKB/102/39)

Berdasarkan data dengan kode AKB/102/39, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa memuji

guru yang sedang membantu siswa lainnya saat kesulitan dalam melaksanakan

pembelajaran.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/102/39 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran dan ada siswa lain yang mengalami kesulitan saat belajar. Kalimat

“Baiknya tawwa Ibu” menunjukkan pematuhan maksim penghargaan sebab

memberi pujian dan merasa kagum terhadap sikap sang lawan tutur. Jadi, kalimat

itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 40

Siswa: Iye, Ibu cantik. (Kode: AKB/133/40)

Berdasarkan data dengan kode AKB/133/40, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran telah berakhir. Siswa disuruh oleh guru

untuk membawa tugas ke ruang guru dan siswa mematuhinya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/133/40 merupakan maksim

penghargaan yang dilontarkan ketika siswa sedang menjawab perintah yang

diberikan oleh guru mengenai tugasnya. Tuturannya menunjukkan siswa yang

memberikan pujian terhadap lawan tuturnya, dengan maksud untuk


59

menyenangkan hati orang lain. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan

bahasa yang santun.

d) Maksim Kesederhanaan

Pada maksim kesederhanaan ini baiknya penutur meminimalkan pujian

kepada diri sendiri dan memaksimalkan cacian pada diri sendiri. Maksim ini

bermaksud agar penutur dapat rendah hati agar penutur tidak menunjukkan

kesan sombong terhadap mitra tuturnya.

Data 41

Siswa: Iye, terima kasih Bu. Sampai sini paham maka’ dengan
pengetahuanku yang masih sedikit ini. (Kode: AKB/66/41)

Berdasarkan data dengan kode AKB/66/41, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa

mendengarkan penjelasan dari guru terkait materi pembelajaran dan

menyampaikan rasa terima kasihnya.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/66/41 merupakan maksim

kesederhanaan yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses

pembelajaran. Tuturannya menunjukkan siswa yang berupaya memahami materi

pelajaran yang disampaikan, dan merasa rendah diri akan pengetahuan yang

dimilikinya. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 42

Siswa: Saya pi, Bu. Maaf agak lambatka. (Kode: AKB/130/42)

Berdasarkan data dengan kode AKB/130/42, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa sedang


60

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru namun terlambat, guru pun

memaklumi hal tersebut.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/130/42 merupakan maksim

kesederhanaan yang dilontarkan ketika siswa mengerjakan tugas yang telah

diberikan sebelumnya oleh guru. Kata “maaf” menunjukkan siswa yang berusaha

merendahkan diri sendiri dengan meminta maaf kepada guru atas keterlambatan

yang dilakukannya. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang

santun.

e) Maksim Pemufakatan

Maksim pemufakatan mengukur kesantunan seseorang jika terjadi kecocokan

antara penutur dan mitra tutur. Kemudian, maksim pemufakatan atau maksim

kesepakatan ini juga menuntut setiap peserta tutur tidak boleh membantah

secara langsung tuturan yang dianggapnya tidak cocok atau tidak disepakati.

Data 43

Siswa: Betulmi ini bukunya, Ibu?


Guru: Iya cocokmi (Kode: AKB/39/43)

Berdasarkan data dengan kode AKB/39/43, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa

mencocokkan buku yang disiapkan oleh guru saat penjelasan materi pelajaran

akan dimulai.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/39/43 merupakan maksim

pemufakatan yang dilontarkan ketika siswa dan guru sedang berbincang mengenai

persiapan proses pembelajaran. Tuturannya menunjukkan siswa yang berusaha


61

mencocokkan pendapatnya dan meminta persetujuan sang guru. Jadi, kalimat itu

termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

Data 44

Siswa: Jadi bagaimana Ibu? Tidak boleh kah?


Guru: Tidak boleh cinta pacar-pacaran. Kalian ini masih anak-anak. (Kode:
AKB/83/44)

Berdasarkan data dengan kode AKB/83/44, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa

mengonfirmasi larangan yang guru katakan saat penjelasan materi pelajaran

dimulai.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/83/44 merupakan maksim

pemufakatan yang dilontarkan ketika siswa dan guru sedang berbincang mengenai

pemahaman materi pembelajaran. Tuturannya menunjukkan siswa dan guru yang

berusaha bermufakat mengenai tugas yang akan dikerjakan nantinya. Jadi, kalimat

itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.

f) Maksim Simpati

Maksim kesimpatian ialah maksim yang menandai seseorang santun jika

mampu memaksimalkan rasa simpati antara diri dan orang lain serta mampu

meminimalkan rasa antipati diri dan orang lain. Dari berbagai peristiwa tutur,

jika seseorang mampu mengucapkan tutur belasungkawanya terhadap orang

lain yang sedang dilanda musibah, maka orang tersebut tergolong santun

dalam penggunaan bahasa.


62

Data 45

Siswa: Sakitki, Bu. 2 harimi tidak masuk. (Kode: AKB/8/45)

Berdasarkan data dengan kode AKB/8/45, peristiwa tutur terjadi dari siswa

ke guru ketika proses pembelajaran baru akan dimulai. Siswa mengonfirmasi

kehadiran siswa lainnya maupun yang sedang berhalangan hadir kepada guru

yang mengabsen.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/8/45 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika siswa menjawab pertanyaan dari guru terkait

kehadiran siswa lain. Tuturannya menunjukkan siswa yang tidak antipati terhadap

orang lain sebab hal itu tidak santun dengan berusaha menginformasikan keadaan

siswa lain yang sedang sakit. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan

bahasa yang santun.

Data 46

Siswa: Deh kodong, semoga cepat sembuh. (Kode: AKB/9/46)

Berdasarkan data dengan kode AKB/9/46, peristiwa tutur terjadi dari siswa

ke guru ketika proses pembelajaran baru akan dimulai. Siswa sedang merespon

perkataan siswa lainnya dan guru yang sedang membahas siswa yang tidak hadir

sebab sakit.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/9/46 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika siswa dan guru sedang berbincang mengenai

kehadiran siswa. Kata “kodong” menunjukkan siswa yang berusaha tidak antipati

terhadap penderitaan yang dirasakan orang lain. Jadi, kalimat itu termasuk ke

dalam penggunaan bahasa yang santun.


63

Data 47

Siswa: Tawwana bagus suaranya. (Kode: AKB/47/47)

Berdasarkan data dengan kode AKB/47/47, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa memuji

siswa lainnya yang sedang disuruh oleh guru untuk membacakan materi pelajaran

di kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/47/47 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses pembelajaran.

Tuturannya menunjukkan upaya siswa memperbesar simpatinya terhadap orang

lain dengan sikap ramah. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa

yang santun.

Data 48

Siswa: Semangatki Siska. (Kode: AKB/59/48)

Berdasarkan data dengan kode AKB/59/48, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa memberikan

semangat kepada siswa lainnya yang sedang disuruh oleh guru untuk

membacakan materi pelajaran di kelas.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/59/48 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika siswa sedang melaksanakan proses pembelajaran.

Tuturannya menunjukkan siswa yang memaksimalkan rasa simpatinya terhadap

penutur lain yang akan melaksanakan perintah dari gurunya untuk membaca buku.

Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan bahasa yang santun.


64

Data 49

Siswa: Aduh, kenapa bisa lama sekaliko menulis. (Kode: AKB/125/25)

Berdasarkan data dengan kode AKB/125/25, peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika siswa menunjukkan rasa prihatin terhadap siswa lainnya

yang sedang mengerjakan tugas dengan lambat.

Interaksi dari guru ke siswa pada data AKB/125/25 merupakan maksim

simpati yang dilontarkan ketika masing-masing siswa sedang mengerjakan

tugasnya. Tuturannya menunjukkan siswa yang memaksimalkan sikap simpati

terhadap siswa yang lain dengan berusaha mempertanyakan apa kendala yang

dihadapi oleh orang tersebut. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam penggunaan

bahasa yang santun.

Data 50

Siswa: Sini saya bantuko. (Kode: AKB/134/50)

Berdasarkan data dengan kode AKB/134/50 peristiwa tutur terjadi dari

siswa ke guru ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa menawarkan

bantuan kepada siswa lainnya yang terlambat mengerjakan tugasnya. Interaksi

dari guru ke siswa pada data AKB/134/50 merupakan maksim simpati yang

dilontarkan ketika siswa sedang mengerjakan tugasnya masing-masing.

Tuturannya menunjukkan rasa simpati dengan berusaha membantu siswa lainnya

agar bisa cepat menyelesaikan tugas. Jadi, kalimat itu termasuk ke dalam

penggunaan bahasa yang santun.


65

B. Pembahasan

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dianalisis mengenai

kesantunan berbahasa guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas

IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar tentang bentuk kesantunan dari

interaksi guru ke siswa dan sebaliknya siswa ke guru, menunjukkan bahwa

terdapat 6 maksim yang digunakan oleh guru dan siswa yaitu, maksim

kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim

kesederhanaan, maksim pemufakatan, dan maksim simpati.

Kesantunan berbahasa guru dan siswa akan tampak saat terjalin interaksi

dalam konteks pembelajaran maupun di luar konteks pembelajaran. Persamaan

antara kedua interaksi yang terjadi antara guru dan siswa adalah seluruhnya sama-

sama menaati 6 maksim yang ada. Guru dan siswa melakukan upaya saat

berkomunikasi agar masing-masing tidak ada yang merasa tertekan, tersudut, dan

tersinggung. Hal ini sesuai dengan teori Leech (1993) bahwa seseorang dapat

dinyatakan sudah mempunyai kesantunan berbahasa apabila telah mampu

memenuhi prinsip-prinsip kesantunan yang dideskripiskan menjadi maksim

(ketentuan/ajaran), yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim

penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, maksim

kesimpatisan.

Komunikasi yang dilakukan dalam penelitian ini sudah mencirikan suatu

kesantunan berbahasa, yang dalam hal ini adalah upaya untuk tetap menjaga harga

diri penutur dan mitra tutur. Pemakaian bahasa yang sopan saat berkomunikasi
66

akan membuat lawan bicara merasa dihormati, nyaman, dan tidak menciptakan

kesalahpahaman.

Ditemukan fakta bahwa penelitian yang telah peneliti lakukan, seluruh

interaksi antara guru dan siswa mematuhi prinsip kesantunan berbahasa menurut

Leech dan tidak terdapat penyimpangan atau pelanggaran prinsip. Hal tersebut

yang membedakan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu yang

relevan. Pada penelitian Herlina (2021) hanya terdapat 5 pematuhan prinsip

kesantunan berbahasa dengan data yang berjumlah 18, selain itu terdapat data

yang mengandung 2 bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa. Kemudian

pada penelitian Kurniawan (2012) penyimpangan prinsip kesantunan pada

kegiatan diskusi kelas siswa kelas XI SMAN 1 Sleman berupa penyimpangan

keseluruhan 6 maksim, selain itu untuk pematuhan prinsip kesantunannya menaati

6 maksim pula. Jadi, masing-masing penelitian terdapat aspek yang saling

membedakan antara satu dengan yang lainnya.

1. Bentuk Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Guru ke Siswa

Setelah proses identifikasi dan analisis data, ditemukan bentuk kesantunan

berbahasa dalam interaksi guru ke siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia

kelas IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar. Adapun bentuk kesantunan

berbahasa yang terdapat dalam interaksi guru ke siswa, yaitu: (1) maksim

kebijaksanaan ditunjukkan pada data dengan kode AKB/20/1, AKB/28/2,

AKB/32/3, AKB/41/4, AKB/76/5, (2) maksim kedermawanan ditunjukkan pada

data dengan kode AKB/20/6, AKB/37/7, AKB/71/8, AKB/90/9, AKB/93/10, (3)

maksim penghargaan ditunjukkan pada data dengan kode AKB/34/11,


67

AKB/45/12, AKB/61/13, AKB/65/14, AKB/106/15, (4) maksim kesederhanaan

ditunjukkan pada data dengan kode AKB/56/16, AKB/111/17, AKB/121/18, (5)

maksim pemufakatan ditunjukkan pada data dengan kode AKB/3/19 dan

AKB/49/20, (6) maksim simpati ditunjukkan pada data dengan kode AKB/10/21,

AKB/75/22, AKB/100/23, AKB/112/24, AKB/125/25.

Adapun bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi guru ke siswa lebih

banyak menaati maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, dan maksim

penghargaan ketika melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX

SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar. Seperti yang diketahui bahwa

maksim kebijaksanaan merupakan maksim yang selalu mengurangi keuntungan

diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur.

Sedangkan maksim kedermawanan merupakan maksim yang menunjukkan upaya

peserta tutur dalam menghormati orang lain. Maksim penghargaan merupakan

maksim yang menunjukkan penutur tidak saling mengejek, mencaci, atau

merendahkan pihak lain melainkan saling mengapresiasi. Konsep dari maksim-

maksim tersebut merujuk pada prinsip kesantunan peserta tutur harus menganut

prinsip mengurangi kepentingan diri sendiri, menghormati orang lain, serta

menunjukkan penghargaan kepada pihak lain. Jadi, maksim yang mayoritas

digunakan oleh guru dalam interaksinya kepada siswa tersebut sudah sepatutnya

digunakan apalagi dalam pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas.


68

2. Bentuk Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Siswa ke Guru

Setelah proses identifikasi dan analisis data, ditemukan bentuk kesantunan

berbahasa dalam interaksi siswa ke guru pada pembelajaran bahasa Indonesia

kelas IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar. Adapun bentuk kesantunan

berbahasa yang terdapat dalam interaksi siswa ke guru, yaitu: (1) maksim

kebijaksanaan ditunjukkan pada data dengan kode AKB/29/26, AKB/33/27,

AKB/108/28, AKB/113/29, AKB/116/30, (2) maksim kedermawanan ditunjukkan

pada data dengan kode AKB/38/31, AKB/64/32, AKB/95/33, AKB/101/34,

AKB/126/35, (3) maksim penghargaan ditunjukkan pada data dengan kode

AKB/12/36, AKB/52/37, AKB/67/38, AKB/102/39, AKB/133/40, (4) maksim

kesederhanaan ditunjukkan pada data dengan kode AKB/66/41 dan AKB/130/42,

AKB, (5) maksim pemufakatan ditunjukkan pada data dengan kode AKB/39/43

dan AKB/83/44, (6) maksim simpati ditunjukkan pada data dengan kode

AKB/8/45, AKB/9/46, AKB/47/47, AKB/59/48, AKB/125/25, AKB/134/50.

Adapun bentuk kesantunan berbahasa dalam interaksi siswa ke guru lebih

banyak menaati maksim maksim simpati ketika melaksanakan pembelajaran

bahasa Indonesia di kelas IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar. Seperti

yang diketahui bahwa maksim simpati merupakan maksim yang menunjukkan

sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Masyarakat Indonesia

menganut empati dalam komunikasi sehari- hari. Jika penutur tidak memiliki

sikap simpatik, maka dapat dikatakan bahwa penutur memiliki sikap menjijikan,

yang dapat dikatakan sebagai perilaku tidak sopan. Sudah sepatutnya para siswa
69

bersikap dengan santun kepada guru maupun sesama siswa, jadi mereka lebih

banyak menaati maksim simpati tersebut.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bentuk kesantunan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

kelas IX SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar adalah sebagai berikut:

1. Bentuk kesantunan dari interaksi guru ke siswa menaati 6 bentuk maksim,

yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan,

maksim kesederhanaan, maksim pemufakatan, dan maksim simpati.

2. Bentuk kesantunan dari interaksi siswa ke guru menaati 6 bentuk maksim,

yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan,

maksim kesederhanaan, maksim pemufakatan, dan maksim simpati.

Simpulan di atas telah menjelaskan terkait bentuk kesantunan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia guru ke siswa dan siswa ke guru sudah

menjelaskan tentang seperti apa bentuk kesantunan dalam kegiatan pembelajaran

selama ini dengan menggunakan maksim tersebut.

B. Saran

Bagi peneliti berikutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih

luas mengenai kesantunan berbahasa. Di antaranya perbandingan kesantunan

berbahasa pada sekolah berlatar belakang agama dengan sekolah konvensional

dan perbandingan kesantunan berbahasa pada sekolah berlatar belakang kota

dengan sekolah yang berada di daerah pedesaan.

70
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Nawal F. 2012. Pragmatics and The Teaching of Literature. International

Journal of Social Sciences and Education, Volume: 2 Issue: 1. School of

Humanities, University Sains Malaysia.

Brown, Penelope. 2015. Politnes and Languange. International Encyclopedia of

The Social & Behavioral Sciences, 2nd edition, Volume 18. Max Planck

Institute of Psycholinguistics, Nijmegen, The Netherlands.

Cahyono, Bambang Yudi. 2002. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya:


Airlangga University Press.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Handayani, dkk. 2016. Kesantunan Bahasa Lisan Guru SMK Negeri 4 Bandar
Lampung dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Tesis. Lampung:
Universitas Lampung. Jakarta: UI.
Parera, J.D. 2001. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka.
Markhamah, dan Atiqa Sabardila. 2013. Analisis Kesalahan dan Kesantunan
Berbahasa. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Miles, M.B & Huberman A.M. 1984. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber yang
diperluas. Jakarta: UI Press.
Tjetjep Rohendi Rohidi. 1993. Metodologi Penellitian Seni. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Mustika, Ika. 2013. Mentradisikan Kesantunan Berbahasa: Upaya Membentuk
Generasi Bangsa yang Berkarakter. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. STKIP Siliwangi, Bandung.

71
72

Parker, Frank. 1986. Linguistics for Non-Linguist. London: Taylor and Francis
Ltd.
Prayitno, Joko Harun. 2011. Kesantunan Sosiolinguistik: Studi Pemakaian Tindak

Tutur Direktif di Kalangan Andik SD Berbudaya Jawa. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Pragmatik dan Pengajaran. Yogyakarta


Kanisius.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Duruka Kabupaten Muna: Kajian Pragmatik. Jakarta: Erlangga.
Rohali, 2011. Kesantunan Berbahasa sebagai Pilar Pendidikan Karakter.
Perspektif Sosiopragmatik. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun 1, Nomor
1. Universitas Negeri Yogyakarta.
Yule,Geoge. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Widodo, W. 2016. Bentuk Kenyamanan Belajar Siswa, Pembelajaran
Menyenangkan, dan Pembelajaran Bermakna di Sekolah Dasar. Jurnal
ArRisalah, XVIII (2).
LAMPIRAN

73
A. Lampiran Korpus Data

Interaksi Jenis Maksim Tuturan Konteks Kode

Guru ke Kebijaksanaan Guru: Fikri apa itu Guru menegur siswa AKB/20/1
Siswa kita pegang, nak? Ki yang tengah sibuk
simpan mi dulu nak, sendiri dengan
kita belajar mi dulu urusannya.
nah.
Guru ke Kebijaksanaan Guru: Ketua kelas, Guru meminta AKB/28/2
Siswa tolong dipimpin tolong kepada siswa
doanya nak. agar melaksanakan
tanggung jawabnya.
Guru ke Kebijaksanaan Guru: Baiklah anak- Guru memberikan AKB/32/3
Siswa anak mari kita lanjut, pertanyaan bagi
sekarang pembahasan siswa yang ingin
kita adalah cerpen. menjawab.
Ada yang tau apa itu
cerpen?
Guru ke Kebijaksanaan Guru: Siapa bisa baca Guru bertanya dan AKB/41/4
Siswa itu nomor satu? mempersilahkan
siapa saja yang ingin
membaca.
Guru ke Kebijaksanaan Guru: Kalau semua Guru AKB/76/5
Siswa sudah selesai mi tulis menginformasikan
yang di papan tulis, mengenai tugas yang
sekarang itu di buku diberikan kepada
kalian silahkan para siswa.
membuat ya cerpen
atau cerita pendek
yang sederhana saja.
Siswa: Berapa
paragraf, Bu?
Guru: Sembarang
nak, minimal tiga
paragraf nah.
Siswa: Sembarang ji
temanya, Bu?
Guru: Iye nak,
silahkan bebas
berkreasi ya.
Guru ke Kedermawanan Guru: Hari ini ada PR Guru bertanya AKB/20/6
Siswa yang mau diperiksa? mengenai tugas-
tugas yang diberikan
pada siswa.

74
Guru ke Kedermawanan Guru: Semua bawa ji Guru bertanya AKB/37/7
Siswa buku toh? Ditauji mengenai kesiapan
buku yang mana? siswa dalam
melaksanakan
pembelajaran.
Guru ke Kedermawanan Guru: Sini saya Guru berniat untuk AKB/71/8
Siswa bacakan yang di membantu siswa
papan tulis. yang kesulitan
belajar.
Guru ke Kedermawanan Guru: Ya sudah- Guru memberikan AKB/90/9
Siswa sudah. Silahkan peringatan pada
dikerjakan nah. siswa agar tidak
Siswa: Iye, Bu. gaduh dalam kelas.
Guru: Kerjakan
sampai bel berbunyi
nah.
Guru ke Kedermawanan Guru: Jangan ribut Guru mengingatkan AKB/93/10
Siswa semua. Kalau ada siswa agar
yang mau ditanyakan, mengerjakan tugas
silahkan bertanya dengan tenang.
nah.
Guru ke Penghargaan Guru: Iya betul Guru menjelaskan AKB/34/11
Siswa sekali. Jadi, cerpen mengenai materi
itu cerita pendek atau pelajaran yang
biasa disingkat dipelajari hari ini.
cerpen adalah salah
satu jenis prosa yang
isi ceritanya bukan
kejadian nyata dan
hanya dibuat-buat.
Guru ke Penghargaan Guru: Iya bagus Guru mendengarkan AKB/45/12
Siswa sekali caranya siswa saat
membaca ya, besar membacakan salah
suaranya dan satu isi buku.
artikulasinya sangat
bagus. Cocok ini ikut
lomba baca puisi.
Guru ke Penghargaan Guru: Iya tawwa, Guru mendengarkan AKB/61/13
Siswa bagus juga cara siswa yang membaca
bacanya. Banyak- dengan baik.
banyak ini dikelas
sini yang bagus
suaranya kalau
membaca.
Guru ke Penghargaan Guru: Ya, pertanyaan Guru menjawab AKB/65/14
Siswa bagus. Jadi, edukasi pertanyaan dari

74
itu istilah dari siswa.
pendidikan ya. Oke
semua.
Guru ke Penghargaan Guru: Kalau sudah Guru AKB/106/15
Siswa selesai, silahkan di memberitahukan
bawa ke depan ya siswa yang telah
anak pintar. selesai mengerjakan
tugas agar
membawanya ke
meja guru.
Guru ke Kesederhanaan Guru: Kenapa kalian Guru menegur siswa AKB/56/16
Siswa ini? Teman kalian ini yang tidak
sedang membaca, memperhatikan.
kenapa kalian tidak
bisa hargai temannya.
Kalian ini datang
kesini untuk belajar.
Bukan hanya kalian,
bahkan saya sebagai
guru juga masih
belajar, kita semua
sama-sama belajar.
Jadi diam dulu semua
nah.
Guru ke Kesederhanaan Guru: Karaeng Guru menenangkan AKB/111/17
Siswa biarmi, mauji kuliat. siswa yang takut
Kita semua masih tugasnya bernilai
sama-sama belajar ji jelek.
juga.
Guru ke Kesederhanaan Guru: Tidak apa apa Guru dan siswa AKB/121/18
Siswa nak, rumahku juga berdiskusi mengenai
kecil ji kodong. acara yang akan
mereka datangi.
Guru ke Pemufakatan Guru: Adami semua? Guru memulai AKB/3/19
Siswa Siswa: Iye Ibu, pelajaran hari ini.
masuk semuami.
Guru ke Pemufakatan Guru: Ada yang Guru menjelaskan AKB/49/20
Siswa belum dimengerti? tentang materi
Siswa: Jadi Bu, pelajaran yakni
cerpen itu singkat cerpen.
berarti di’?
Guru: Ya, kalau
cerpen itu dia tidak
panjang sehingga
ceritanya itu tidak
bertele-tele atau tidak

75
kemana-mana.
Biasanya kalau kita
buat cerpen kan
dimulai dari
pengenalan karakter
kemudian langsung
masuk masalah dan
merujuk ke klimaks
atau inti ceritanya.
Cerpen juga itu
pokok masalahnya
cuma satu ji, karena
ya namanya juga
cerpen tidak panjang
toh.
Guru ke Simpati Guru: Uh kodong Guru memeriksa AKB/10/21
Siswa kasiannya itu, sudahji kehadiran satu per
kalian jenguk satu siswa.
temanta?
Guru ke Simpati Guru: O kodong, Guru menjelaskan AKB/75/22
Siswa pakai kacamata nak. materi pelajaran dan
menyuruh siswa
menulis.
Guru ke Simpati Guru: Ini nak, pakai Guru menjelaskan AKB/100/23
Siswa pulpenku. materi pelajaran dan
menyuruh siswa
menulis.
Guru ke Simpati Guru: Kenapa begini Guru memeriksa AKB/112/24
Siswa tulisanta nak, perbaiki tugas para siswa
lagi nah. yang telah selesai.
Guru ke Simpati Guru: Siapa kosong Guru dan siswa AKB/125/25
Siswa tawwa ini? sedang berdiskusi
mengenai acara yang
akan mereka datangi
nantinya.
Siswa ke Kebijaksanaan Siswa: Teman teman Siswa AKB/29/26
Guru marilah kita mempersiapkan diri
membaca doa belajar, untuk memulai
doa dimulai. pelajaran dengan
membaca doa.
Siswa ke Kebijaksanaan Siswa: Cerita pendek Siswa sedang AKB/33/27
Guru Bu, kayak cerita- melaksanakan proses
cerita fiksi. pembelajaran di
kelas.
Siswa ke Kebijaksanaan Siswa: Kusimpan Siswa ingin AKB/108/28
Guru disinimi nah Bu, mengumpulkan

76
supaya tidak sempit tugasnya di meja
meja ta. guru.
Siswa ke Kebijaksanaan Siswa: Iye Bu, belajar Siswa berbincang AKB/113/29
Guru teruska ini supaya dengan guru
rapi tulisanku. mengenai tugasnya.
Siswa ke Kebijaksanaan Siswa: Ibu hari senin Siswa mengajak AKB/116/30
Guru datangki kerumah gurunya untuk
nah, sama kak Suci datang ke rumahnya.
juga.
Siswa ke Kedermawanan Siswa: Iye, Bu. Yang Siswa AKB/38/31
Guru ini buku cetak bahasa mempersiapkan diri
Indonesia. untuk memulai
proses pembelajaran.
Siswa ke Kedermawanan Siswa: Apa itu Siswa sedang AKB/64/32
Guru edukasi, Bu? memahami materi
pembelajaran yang
diberikan oleh guru.
Siswa ke Kedermawanan Siswa: Ibu, ini Siswa sedang AKB/95/33
Guru cerpennya bisaji mengalami kesulitan
berdasarkan dalam memahami
pengalaman sendiri? materi.
Siswa ke Kedermawanan Siswa: Makasih, Bu. Siswa sedang AKB/101/34
Guru melaksanakan proses
pembelajaran.
Siswa ke Kedermawanan Siswa: Saya pi Siswa berbincang AKB/126/35
Guru boncengi Bu, karena dengan guru
tidak adaji mengenai agenda
boncenganku. yang akan
dilakukan.
Siswa ke Penghargaan Siswa: Permisi Ibu, Siswa meminta izin AKB/12/36
Guru izinka dulu ke WC menuntaskan
sebentar sekali. urusannya sebelum
proses pembelajaran
dimulai.
Siswa ke Penghargaan Siswa: Ibu, siska juga Siswa sedang AKB/52/37
Guru bagus suaranya. Ki melaksanakan proses
suruh mi membaca. pembelajaran.
Siswa ke Penghargaan Siswa: Ibu pernahki Siswa sedang AKB/67/38
Guru bikin cerpen? Mauka melaksanakan proses
baca, pasti bagus Bu. pembelajaran.
Siswa ke Penghargaan Siswa: Baiknya Siswa sedang AKB/102/39
Guru tawwa Ibu. melaksanakan proses
pembelajaran dan
ada siswa lain yang
mengalami kesulitan
saat belajar.

77
Siswa ke Penghargaan Siswa: Iye, Ibu Siswa sedang AKB/133/40
Guru cantik. menjawab perintah
yang diberikan oleh
guru mengenai
tugasnya.
Siswa ke Kesederhanaan Siswa: Iye, terima Siswa sedang AKB/66/41
Guru kasih Bu. Sampai sini melaksanakan proses
paham mka dengan pembelajaran.
pengetahuanku yang
masih sedikit ini.
Siswa ke Kesederhanaan Siswa: Saya pi, Bu. Siswa mengerjakan AKB/130/42
Guru Maaf agak lambatka. tugas yang diberikan
oleh guru.
Siswa ke Pemufakatan Siswa: Betulmi ini Siswa dan guru AKB/39/43
Guru bukunya, Ibu? sedang berbincang
Guru: Iya cocokmi mengenai persiapan
proses pembelajaran.
Siswa ke Pemufakatan Siswa: Jadi Siswa dan guru AKB/83/44
Guru bagaimana Ibu? sedang berbincang
Tidak boleh kah? mengenai
Guru: Tidak boleh pemahaman materi
cinta pacar-pacaran. pembelajaran.
Kalian ini masih
anak-anak
Siswa ke Simpati Siswa: Sakitki, Bu. 2 Siswa menjawab AKB/8/45
Guru harimi tidak masuk. pertanyaan dari guru
terkait kehadiran
siswa lain.
Siswa ke Simpati Siswa: Deh kodong, Siswa dan guru AKB/9/46
Guru semoga cepat sedang berbincang
sembuh. mengenai kehadiran
siswa.
Siswa ke Simpati Siswa: Tawwana Siswa sedang AKB/47/47
Guru bagus suaranya. melaksanakan proses
pembelajaran.
Siswa ke Simpati Siswa: Semangatki Siswa sedang AKB/59/48
Guru Siska. melaksanakan proses
pembelajaran.
Siswa ke Simpati Siswa: Aduh, kenapa Masing-masing AKB/131/49
Guru bisa lama sekaliko siswa sedang
menulis. mengerjakan
tugasnya.
Siswa ke Simpati Siswa: Sini saya Siswa sedang AKB/134/50
Guru bantuko. mengerjakan
tugasnya masing-
masing.

78
B. Lampiran Analisis Data

Jenis Maksim
Interaksi Data
M1 M2 M3 M4 M5 M6
Guru ke Siswa Guru: Fikri apa itu kita ■
pegang, nak? Ki simpan
mi dulu nak, kita belajar
mi dulu nah.
Guru ke Siswa Guru: Ketua kelas, tolong ■
dipimpin doanya nak.
Guru ke Siswa Guru: Baiklah anak-anak ■
mari kita lanjut, sekarang
pembahasan kita adalah
cerpen. Ada yang tau apa
itu cerpen?
Guru ke Siswa Guru: Siapa bisa baca itu ■
nomor satu?
Guru ke Siswa Guru: Kalau semua sudah ■
selesai mi tulis yang di
papan tulis, sekarang itu di
buku kalian silahkan
membuat ya cerpen atau
cerita pendek yang
sederhana saja.
Siswa: Berapa paragraf,
Bu?
Guru: Sembarang nak,
minimal tiga paragraf nah.
Siswa: Sembarang ji
temanya, Bu?
Guru: Iye nak, silahkan
bebas berkreasi ya.
Guru ke Siswa Guru: Hari ini ada PR ■
yang mau diperiksa?
Guru ke Siswa Guru: Semua bawa ji buku ■
toh? Ditauji buku yang
mana?
Guru ke Siswa Guru: Sini saya bacakan ■
yang di papan tulis
Guru ke Siswa Guru: Ya sudah-sudah. ■
Silahkan dikerjakan nah.
Siswa: Iye, Bu.
Guru: Kerjakan sampai bel

79
berbunyi nah.
Guru ke Siswa Guru: Jangan ribut semua. ■
Kalau ada yang mau
ditanyakan, silahkan
bertanya nah.
Guru ke Siswa Guru: Iya betul sekali. ■
Jadi, cerpen itu cerita
pendek atau biasa
disingkat cerpen adalah
salah satu jenis prosa yang
isi ceritanya bukan
kejadian nyata dan hanya
dibuat-buat.
Guru ke Siswa Guru: Iya bagus sekali ■
caranya membaca ya,
besar suaranya dan
artikulasinya sangat bagus.
Cocok ini ikut lomba baca
puisi.
Guru ke Siswa Guru: Iya tawwa, bagus ■
juga cara bacanya.
Banyak-banyak ini dikelas
sini yang bagus suaranya
kalau membaca.
Guru ke Siswa Guru: Ya, pertanyaan ■
bagus. Jadi, edukasi itu
istilah dari pendidikan ya.
Oke semua.
Guru ke Siswa Guru: Kalau sudah selesai, ■
silahkan di bawa ke depan
ya anak pintar.
Guru ke Siswa Guru: Kenapa kalian ini? ■
Teman kalian ini sedang
membaca, kenapa kalian
tidak bisa hargai
temannya. Kalian ini
datang kesini untuk
belajar. Bukan hanya
kalian, bahkan saya
sebagai guru juga masih
belajar, kita semua sama-
sama belajar. Jadi diam
dulu semua nah.
Guru ke Siswa Guru: Karaeng biarmi, ■
mauji kuliat. Kita semua
masih sama-sama belajar ji

80
juga.
Guru ke Siswa Guru: Tidak apa apa nak, ■
rumahku juga kecil ji
kodong.
Guru ke Siswa Guru: Adami semua? ■
Siswa: Iye Ibu, masuk
semuami.
Guru ke Siswa Guru: Ada yang belum ■
dimengerti?
Siswa: Jadi Bu, cerpen itu
singkat berarti di’?
Guru: Ya, kalau cerpen itu
dia tidak panjang sehingga
ceritanya itu tidak bertele-
tele atau tidak kemana-
mana. Biasanya kalau kita
buat cerpen kan dimulai
dari pengenalan karakter
kemudian langsung masuk
masalah dan merujuk ke
klimaks atau inti ceritanya.
Cerpen juga itu pokok
masalahnya cuma satu ji,
karena ya namanya juga
cerpen tidak panjang toh.
Guru ke Siswa Guru: Uh kodong ■
kasiannya itu, sudahji
kalian jenguk temanta?
Guru ke Siswa Guru: O kodong, pakai ■
kacamata nak.
Guru ke Siswa Guru: Ini nak, pakai ■
pulpenku.
Guru ke Siswa Guru: Kenapa begini ■
tulisanta nak, perbaiki lagi
nah.
Guru ke Siswa Guru: Siapa kosong tawwa ■
ini?
Siswa ke Guru Siswa: Teman teman ■
marilah kita membaca doa
belajar, doa dimulai.
Siswa ke Guru Siswa: Cerita pendek Bu, ■
kayak cerita-cerita fiksi.
Siswa ke Guru Siswa: Kusimpan disinimi ■
nah Bu, supaya tidak
sempit meja ta.
Siswa ke Guru Siswa: Iye Bu, belajar ■

81
teruska ini supaya rapi
tulisanku.
Siswa ke Guru Siswa: Ibu hari senin ■
datangki kerumah nah,
sama kak Suci juga.
Siswa ke Guru Siswa: Iye, Bu. Yang ini ■
buku cetak bahasa
Indonesia.
Siswa ke Guru Siswa: Apa itu edukasi, ■
Bu?
Siswa ke Guru Siswa: Ibu, ini cerpennya ■
bisaji berdasarkan
pengalaman sendiri?
Siswa ke Guru Siswa: Makasih, Bu ■
Siswa ke Guru Siswa: Saya pi boncengi ■
Bu, karena tidak adaji
boncenganku.
Siswa ke Guru Siswa: Permisi Ibu, izinka ■
dulu ke WC sebentar
sekali.
Siswa ke Guru Siswa: Ibu, siska juga ■
bagus suaranya. Ki suruh
mi membaca.
Siswa ke Guru Siswa: Ibu pernahki bikin ■
cerpen? Mauka baca, pasti
bagus Bu.
Siswa ke Guru Siswa: Baiknya tawwa ■
Ibu.
Siswa ke Guru Siswa: Iye, Ibu cantik. ■
Siswa ke Guru Siswa: Iye, terima kasih ■
Bu. Sampai sini paham
mka dengan
pengetahuanku yang
masih sedikit ini.
Siswa ke Guru Siswa: Saya pi, Bu. Maaf ■
agak lambatka.
Siswa ke Guru Siswa: Betulmi ini ■
bukunya, Ibu?
Guru: Iya cocokmi
Siswa ke Guru Siswa: Jadi bagaimana ■
Ibu? Tidak boleh kah?
Guru: Tidak boleh cinta
pacar-pacaran. Kalian ini
masih anak-anak.
Siswa ke Guru Siswa: Sakitki, Bu. 2 ■

82
harimi tidak masuk.
Siswa ke Guru Siswa: Deh kodong, ■
semoga cepat sembuh.
Siswa ke Guru Siswa: Tawwana bagus ■
suaranya.
Siswa ke Guru Siswa: Semangatki Siska. ■
Siswa ke Guru Siswa: Aduh, kenapa bisa ■
lama sekaliko menulis.
Siswa ke Guru Siswa: Sini saya bantuko. ■

Keterangan

M1 : Maksim Kebijaksanaan
M2 : Maksim Kedermawanan
M3 : Maksim Penghargaan
M4 : Maksim Kesederhanaan
M5 : Maksim Pemufakatan
M6 : Maksim Simpati

83
C. Lampiran Transkrip Interaksi Guru dan Siswa

Guru: Assalamualaikum

Siswa: Waalaikumsalam, Bu

Guru: Adami semua?

Siswa: Iye Ibu, masuk semuami.

Guru: Saya absen dulu nah

Siswa: Iye, Bu

Guru: Mana ini MH, kenapa tidak ada?

Siswa: Sakitki, Bu. 2 harimi tidak masuk.

Siswa: Deh kodong, semoga cepat sembuh.

Guru: Uh kodong kasiannya itu, sudahji kalian jenguk temanta?

Siswa: Belum, Bu

Siswa: Permisi Ibu, izinka dulu ke WC sebentar sekali.

Guru: Iya nak, silahkan. Cepat nah.

Siswa: Ih! H kenapako ketawa hahaha

Siswa: Hahaha tidakji, ada lucu sesuatu.

Siswa: Deh miring-miring ko kayaknya

Guru: Kenapaki tertawa nak?

Siswa: Anu Bu, tidak ji.

Guru: Ini H tertawa terus, serius orang kalau mau belajar.

Guru: Hari ini ada PR yang mau diperiksa?

Siswa: Tidak adaji, Bu.

Guru: Oke, jadi hari ini kita lanjut saja pelajaran kemarin.

84
Siswa: Iye, Bu.

Guru: Fikri apa itu kita pegang, nak? Ki simpan mi dulu nak, kita belajar mi dulu
nah.

Siswa: Iye, Bu. Minta maaf ka Bu, saya simpanmi.

Guru: Iye nak. Sebelum kita mulai pelajaran, kita baca doa dulu supaya
dilancarkan pelajaranta hari ini.

Siswa: Amin

Guru: Ketua kelas, tolong dipimpin doanya nak.

Siswa: Teman teman marilah kita membaca doa belajar, doa dimulai.

Siswa: Bismillahirrahmanirahim

Siswa: Selesai

Guru: Baiklah anak-anak mari kita lanjut, sekarang pembahasan kita adalah
cerpen. Ada yang tau apa itu cerpen?

Siswa: Cerita pendek Bu, kayak cerita-cerita fiksi.

Guru: Iya betul sekali. Jadi, cerpen itu cerita pendek atau biasa disingkat cerpen
adalah salah satu jenis prosa yang isi ceritanya bukan kejadian nyata dan hanya
dibuat-buat.

Guru: Iya, jadi materi kita kemarin kan sudah selesai. KD 10, yaitu
mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar cerpen yang dibacakan.

Guru: Ya jadi sekarang buka bukunya, lalu silahkan dibaca itu paragraf yang
jelaskan tentang cerpen.

Guru: Semua bawa ji buku toh? Ditauji buku yang mana?

Siswa: Iye, Bu. Yang ini buku cetak bahasa Indonesia.

Siswa: Betulmi ini bukunya, Ibu?

Guru: Iya cocokmi

Guru: Siapa bisa baca itu nomor satu?

Siswa: Saya, Bu.

85
Guru: Iye nak, bacami.

Siswa: Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk
prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya
dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel.

Guru: Iya bagus sekali caranya membaca ya, besar suaranya dan artikulasinya
sangat bagus. Cocok ini ikut lomba baca puisi
.
Siswa : Hehehe, makasih Ibu.

Siswa: Tawwana bagus suaranya.

Guru: Ya saya jelaskan singkat ya. Jadi, kalau cerpen atau cerita pendek itu isinya
fiksi. Apa itu fiksi? Jadi fiksi itu biasanya cerita rekaan atau cerita yang dibuat
buat, yang asalnya itu berasal dari imajinasinya kita sebagai penulis cerpen itu
sendiri, atau bisa kita bilang kalau ini cerpen tidak ada hubungannya dengan
sejarah atau fakta. Jadi fiksi ini biasa kita gunakan kalau kita mau buat misalkan
film, acara televisi atau banyak yang lainnya.

Guru: Ada yang belum dimengerti?

Siswa: Jadi Bu, cerpen itu singkat berarti di’?

Guru: Ya, kalau cerpen itu dia tidak panjang sehingga ceritanya itu tidak bertele-
tele atau tidak kemana-mana. Biasanya kalau kita buat cerpen kan dimulai dari
pengenalan karakter kemudian langsung masuk masalah dan merujuk ke klimaks
atau inti ceritanya. Cerpen juga itu pokok masalahnya cuma satu ji, karena ya
namanya juga cerpen tidak panjang toh.

Siswa: Ibu, siska juga bagus suaranya. Ki suruh mi membaca.

Guru: Mana Siska?

Siswa: Iye, Bu.

Guru: Baca dulu nak paragraf 2.

Guru: Kenapa kalian ini? Teman kalian ini sedang membaca, kenapa kalian tidak
bisa hargai temannya. Kalian ini datang kesini untuk belajar. Bukan hanya kalian,
bahkan saya sebagai guru juga masih belajar, kita semua sama-sama belajar. Jadi
diam dulu semua nah.

Siswa: Iye, Bu.

86
Guru: Lanjutkanmi nak, baca mi.

Siswa: Semangatki Siska.

Siswa: Cerpen merupakan penggalan peristiwa hidup seseorang baik yang


mengharukan, menyedihkan, menggembirakan, maupun pertikaian, dan
mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.

Guru: Iya tawwa, bagus juga cara bacanya. Banyak-banyak ini dikelas sini yang
bagus suaranya kalau membaca.

Guru: Ya tidak hanya berkaitan dengan tempat dimana peristiwa dalam cerpen
terjadi, akan tetapi juga berkaitan dengan waku dan suasana. Jadi, latar
menggambarkan setting yang mendasari peristiwa dalam cerpen tersebut secara
keseluruhan.

Guru: Jadi semua bisa paham ya kalau cerpen itu dibuat untuk menghibur, juga
untuk edukasi.

Siswa: Apa itu edukasi, Bu?

Guru: Ya, pertanyaan bagus. Jadi, edukasi itu istilah dari pendidikan ya. Oke
semua.

Siswa: Iye, terima kasih Bu. Sampai sini paham mka dengan pengetahuanku yang
masih sedikit ini.

Siswa: Ibu pernahki bikin cerpen? Mauka baca, pasti bagus Bu.

Guru: Pernah, nanti ya pertemuan selanjutnya Ibu bawakan untuk dibaca.

guru: Ya, jadi lihat semua papan tulis ya.

Siswa: Ibu, tidak kutauki penulisannya itu diatas Bu.

Guru: Sini saya bacakan yang di papan tulis

Siswa: Makasih, Ibu.

Guru: Tidak kita lihat yang di atas kah itu di papan tulis?

Siswa: Iye, Bu. Tidak terlalu jelaski kulihat.

Guru: O kodong, pakai kacamata nak.

Guru: Kalau semua sudah selesai mi tulis yang di papan tulis, sekarang itu di buku

87
kalian silahkan membuat ya cerpen atau cerita pendek yang sederhana saja.

Siswa: Berapa paragraf, Bu?

Guru: Sembarang nak, minimal tiga paragraf nah.

Siswa: Sembarang ji temanya, Bu?

Guru: Iye nak, silahkan bebas berkreasi ya.

Siswa: Ih Ibu, bisa tema cinta-cinta Bu?

Guru: Eh sembarang tong ini eh, kalau cinta sama keluarga atau teman bisa ya.

Siswa: Jadi bagaimana Ibu? Tidak boleh kah?

Guru: Tidak boleh cinta pacar-pacaran. Kalian ini masih anak-anak.

Siswa: Ibu tapi disini banyakmi yang ada pacarnya

Guru: Siapa itu?

Siswa: Ketua kelas Bu, adami.

Guru: Dedeh kalian ini masih kecil, tidak boleh pacar-pacaran nah.

Siswa: Dengar itu ketua kelas hahaha

Guru: Ya sudah-sudah. Silahkan dikerjakan nah.

Siswa: Iye, Bu.

Guru: Kerjakan sampai bel berbunyi nah.

Guru: Jangan ribut semua. Kalau ada yang mau ditanyakan, silahkan bertanya
nah.
Siswa: Oke Bu, siap.

Siswa: Ibu, ini cerpennya bisaji berdasarkan pengalaman sendiri?

Guru: Bisaji nak

Siswa: Siapa ada pulpennya satu?

Guru: Mana pulpenta kita, nak?

88
Siswa: Kulupai kayaknya kubawa

Guru: Ini nak, pakai pulpenku.

Siswa: Makasih, Bu.

Siswa: Baiknya tawwa Ibu.

Guru: Sudah selesai semua?

Siswa: Belum, Bu.

Guru: Ayo cepat ya, maumi bunyi bel.

Guru: Kalau sudah selesai, silahkan di bawa ke depan ya anak pintar.

Siswa: Iye, Bu.

Siswa: Kusimpan disinimi nah Bu, supaya tidak sempit meja ta.

Guru: Iye nak simpan saja disitu, atau bawa sini dulu saya mau cek-cek sedikit.

Siswa: Jelek tulisanku, Bu.

Guru: Karaeng biarmi, mauji kuliat. Kita semua masih sama-sama belajar ji juga.

Guru: Kenapa begini tulisanta nak, perbaiki lagi nah.

Siswa: Iye Bu, belajar teruska ini supaya rapi tulisanku.

Guru: Yang belum selesai, dikerjakan cepat nah.

Siswa: Iye Bu ini sementara dikerja, hampirmi selesai.

Siswa: Ibu hari senin datangki kerumah nah, sama kak Suci juga.

Guru: Ada acara ta dirumah nak?

Siswa: Iye Bu, disunatki adekku.

Guru: Oh iye nak, nanti kesana ka sama Suci. Nah Suci.

Siswa: Tapi kecil rumahku Bu hehehe

Guru: Tidak apa apa nak, rumahku juga kecil ji kodong.

89
Siswa: Mauka juga ikut Bu hari senin

Guru: Ikut mi nak

Siswa: Tidak ada boncengka Bu, baru tidak ada motorku.

Guru: Siapa kosong tawwa ini?

Siswa: Saya pi boncengi Bu, karena tidak adaji boncenganku.

Guru: Oke, nanti kalian diskusi mi sama temannya nah.

Siswa: Iye, Bu.

Guru: Oke. Ini semua, ada semua mi disini?

Siswa: Saya pi, Bu. Maaf agak lambatka.

Siswa: Aduh, kenapa bisa lama sekaliko menulis.

Guru: Ya, silahkan bawa ke ruang guru yang belum selesai nah.

Siswa: Iye, Ibu cantik.

Siswa: Sini saya bantuko.

90
D. Dokumentasi

91
E. Lampiran Usulan Judul Penelitian

92
F. Lampiran Surat Keputusan Dekan

93
G. Lampiran Lembar Pengesahan

94
H. Lampiran Persetujuan Pembimbing

95
I. Lampiran Lembar Pengesahan Persetujuan Perbaikan Proposal

96
J. Lampiran Permohonan Izin Penelitian

K. Lampiran Surat Selesai Penelitian

97
K. Lampiran Surat Izin Penelitian

98
RIWAYAT HIDUP

Suci multazam suri, lahir di Galesong, pada tanggal 5 juli


2000. Penulis merupakan anak kedua dari 5 bersaudara,
anak dari pasangan suami istri dari bapak Rizal dab Ibu
Supiani. Penulis pernah bersekolah di

pendidikan Sekolah Dasar Inpres Bayowa tahun 2007

dan tamat pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis
juga melanjutkan kembali pendidikannya pada Sekolah Menengah Pertama yakni
di SMP Negeri 2 Galesong pada tahun 2012 dan selesai pada tahun 2015 penulis
melanjutkan kejenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas yakni di SMA Negeri
5 Takalar dan selesai pada tahun 2018. Tidak sampe disitu penulis juga
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dengan mendaftarkan
melalui jalur Seleksi Mandiri dengan memilih Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, atas izin pencipta (Allah) dan restu orang tua keinginan dan
cita-cita besar menjadi seorang mahasiswa di Universitas Negeri Makassar
terjawab melalui pengumuman jalur MANDIRI, dan Mendapatkan Beasiswa
Aspirasi Tamsil Linrung. Penulis bukan hanya aktif dalam ranah perkuliahan tapi
penulis juga aktif dalam Paduan Suara (UKM PSM PINISI CHOIR) berharap
dengan wadah tersebut bisa menjadi awal yang baik dalam meraih cita-cita dan
mengangkat derajat orang tua dalam status masyarakat insyaa Allah.

99

Anda mungkin juga menyukai