SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Strata-1 Pendidikan Bahasa dan Sasta Indonesia
i
ii
iii
ABSTRAK
Pratama, Anugrah Gio. 2021. Stilistika Kumpulan Puisi Ritus Waktu Karya M.
Arfani Budiman. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Pembimbing Pertama: Dr. Sainul Hermawan, M.Hum.; Pembimbing Kedua:
Dewi Alfianti, M.Pd.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena atas
Selawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
yang benar dan jalan yang salah. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
1. Dr. Chairil Faif Pasani, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lambung
Mangkurat;
2. Dr. Jumariati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
6. Dosen dan Staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
v
7. Ibunda Siti Rahayu yang terus memberikan doa, nasihat, dan dukungan
ULM;
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Sampul Depan Buku Ritus Waktu Karya M. Arfani Budiman ..........57
Lampiran 2: Tabel Indikator Unsur Stilistika ........................................................58
Lampiran 3: Tabel Hasil Analisis Data Stilistika...................................................59
Lampiran 4: Lembar Konsultasi Skripsi ................................................................76
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini dibagi menjadi lima subbab, yaitu latar belakang, rumusan
mengamati pemakaian bahasa yang istimewa dan menjadi ciri khas dari seorang
penulis karya. Hal inilah yang membedakan stilistika dengan teori-teori lain,
sebab objek utama dalam kajian ini adalah bahasa yang merupakan benda konkret
Stilistika sampai saat ini masih sangat relevan untuk diteliti. Hal itu
didasarkan pada objek utama kajian stilistika yang bersifat dinamis dan terus
Salah satu karya sastra yang dapat dikaji melalui stilistika ialah puisi.
yang direkakan, sebab pikiran dan perasaan yang mulanya abstrak akan diubah
bentuknya menjadi wujud yang konkret oleh seorang penyair. Puisi sendiri
memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan jenis karya sastra yang
lain. Beberapa kelebihan itu antara lain: isinya yang padat, penggunaan majas
yang kaya, pemilihan kata yang cermat, serta maknanya yang dalam. Berdasarkan
hal itu, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah jenis karya sastra yang memiliki
1
2
peluang paling besar untuk ditampilkan ciri-ciri stilistikanya daripada jenis karya
manfaat dalam konteks pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah sebagai berikut.
Pertama, guru dan peserta didik dapat menganalisis unsur-unsur kebahasaan yang
ada di dalam puisi. Kedua, guru dan peserta didik dapat memperkaya
Arfani Budiman adalah seorang penulis muda berbakat yang karyanya telah
tersebar di berbagai media massa. Kedua, buku kumpulan puisi Ritus Waktu
banyak mengangkat persoalan hidup yang dekat dengan diri penulis dan pembaca.
dengan bahasa yang sangat padat, tetapi permainan majas, diksi, dan citraannya
sangat kuat.
media massa seperti Pikiran Rakyat, Jawa Pos, Indopos, Media Indonesia, Suara
Merdeka, Radar Surabaya, dan lain-lain. Bukunya yang telah terbit berjudul
3
Pengakuan Bulan (2013), Pecahan Kaca di Jalan Lestari (2017), dan Ritus Waktu
(2018).
Kumpulan puisi Ritus Waktu diterbitkan oleh Langgam Pustaka, salah satu
Budiman. Buku Ritus Waktu terdiri dari 33 puisi dengan tema yang beragam.
Buku itu memuat puisi-puisi yang ditulis oleh M. Arfani Budiman dalam rentang
beberapa kali digunakan sebagai bahan penelitian seperti yang tercatat di dalam
skripsi Nugroho (2016) dan jurnal penelitian Miftarofah dan Rozak (2018). Pada
majalah Horison edisi Juli 2015 dianalisis unsur citraannya dan dikaitkan dengan
Miftarofah dan Rozak (2018), puisi-puisi M. Arfani Budiman yang dimuat dalam
koran Pikiran Rakyat edisi Desember 2016 dianalisis struktur fisiknya, ragam
untuk SMK.
kajian stilistika terhadap karya M. Arfani Budiman. Berdasarkan hal itu, penulis
pendekatan stilistika.
Fransori (2017), dan jurnal penelitian Lestari, Sumarwati, dan Mujiyanto (2017).
Sufistik dalam Stilistika Puisi ‘Tuhan, Kita Begitu Dekat’ Karya Abdul Hadi W.
M.”. Hasil dari penelitian Al-Ma’ruf ditemukan bahwa puisi “Tuhan, Kita Begitu
Dekat” karya Abdul Hadi W. M. memiliki keunikan yang khas ditunjukkan dalam
pemadatan kalimat dan citraan. Di dalam puisi karya Abdul Hadi W. M. itu
ditemukan juga adanya dimensi sufistik yang penuh dengan gagasan tasawuf,
kecenderungan yang kuat bahwa di dalam puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya
pada Puisi ‘Kepada Peminta-Minta’ Karya Chairil Anwar”. Hasil dari penelitian
memiliki aspek pembentuk kata yang kuat dan tak terduga. Ditemukan juga
dengan judul “Kajian Stilistika Kumpulan Puisi Asal Muasal Pelukan Karya
Candra Malik sebagai Materi Ajar Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas”.
Pada penelitian itu didapatkan hasil sebagai berikut. Pertama, puisi-puisi yang
terdapat dalam buku Asal Muasal Pelukan karya Candra Malik mengandung 74
diksi konotasi, 44 diksi konkret, 22 diksi serapan, 8 diksi sapaan, dan 2 diksi
5
vulgar. Kedua, pada kumpulan puisi tersebut ditemukan adanya 19 data yang
paradoks, sinestesia, dan retoris, 2 data yang menggunakan gaya bahasa simile
dan epitet, 1 data yang menggunakan gaya bahasa simploke, antitesis, tautotes,
oksimoron, anastrof, dan pars pro toto. Ketiga, pada kumpulan puisi Asal Muasal
kinestetik, dan 3 imaji organik. Keempat, kumpulan puisi Asal Muasal Pelukan
puisi.
Penelitian yang penulis lakukan saat ini merupakan studi lanjutan dari
bidang sastra dan menambah referensi pembaca terkait dengan kajian stilistika.
Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian serupa lainnya ialah
terletak pada tujuan dan objek penelitiannya. Penelitian ini bertujuan untuk
dan aspek retorika, yang ada di dalam objek penelitian. Adapun untuk objek
puisi di sekolah. Menganalisis unsur kebahasaan puisi adalah salah satu materi
Indonesia untuk kelas X SMA sebagaimana yang tertuang pada KD 3.17 berikut:
menganalisis unsur pembangun puisi yang diperdengarkan atau dibaca. Hal ini
dilakukan agar peserta didik mampu menghayati puisi lebih dalam dan mengambil
Kumpulan Puisi Ritus Waktu Karya M. Arfani Budiman”. Pemilihan buku Ritus
Waktu sebagai objek dinilai cocok untuk peserta didik SMA sederajat, karena
Arfani Budiman.
praktis. Manfaat teoretis yang diharapkan dari penelitian ini adalah mampu
7
Air.
Manfaat praktis dari penelitian stilistika kumpulan puisi Ritus Waktu karya
dalam KD 3.17. Dengan adanya penelitian ini, guru dan peserta didik diharapkan
yang baik sehingga guru dan peserta didik dapat memahami makna puisi secara
mendalam dan dapat mengambil nilai-nilai positif yang terkandung dalam setiap
puisi yang dianalisis. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pemicu bagi penulis
untuk terus semangat dalam menuntut ilmu di masa yang akan datang.
karya sastra. Bahasa menjadi objek yang paling utama di dalam kajian ini.
dan berima. Puisi biasa dituangkan dalam bentuk tulisan yang memiliki larik dan
bait.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
stilistika, tujuan stilistika, pengertian puisi, dan unsur-unsur stilistika puisi. Hal
tersebut dipaparkan karena erat kaitannya dengan tujuan penelitian ini dilakukan.
Dengan adanya kajian pustaka ini, penulis dan pembaca akan memahami lebih
jauh tentang stilistika, puisi, dan unsur-unsur stilistika di dalam puisi sehingga
Stilistika telah didefinisikan oleh banyak tokoh. Batool, Kiran, dan Azhar
(2016: 95) menerangkan bahwa stilistika adalah cabang linguistik terapan yang
lanjut, Keraf (2006: 112-113) mengemukakan bahwa gaya dalam kajian stilistika
stilistika adalah studi tentang wacana sastra dari orientasi linguistik sehingga
menjadi penghubung antara kegiatan kritik sastra di satu sisi dan ilmu bahasa di
sisi lain. Definisi yang hampir mirip datang dari Leech (dalam Khan, Raffique,
dan Saddique, 2014: 29) yang menerangkan bahwa stilistika merupakan ilmu
8
9
Widdowson dan Leech, Junus (dalam Harjono, 2012: 24) menjelaskan bahwa
stilistika adalah bagian dari ilmu linguistik yang digunakan untuk meneliti perihal
pemakaian bahasa dalam karya sastra sebab adanya keistimewaan di dalam karya
tersebut.
bunyi, leksikal, struktur, hingga retorika. Yunata (2013: 77) menjelaskan bahwa
beberapa aspek kebahasaan semisal majas, citraan, diksi, dan lain sebagainya.
stilistika adalah ilmu yang mendalami tentang gaya menulis seorang pengarang
sekaligus kajian yang dapat menjembatani antara kritik sastra dan ilmu bahasa.
Singkatnya, stilistika merupakan cabang ilmu bahasa yang dapat digunakan untuk
Setiap teori memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. Ruang lingkup itu
akan dijelaskan oleh teori tersebut. Berikut ini beberapa pendapat yang membahas
ruang lingkup stilistika meliputi aspek fonologis, sintaksis, leksikal, semantik, dan
Tarsyad, 2015: 108) yang menerangkan bahwa ruang lingkup stilistika mencakup
pencitraan, dan kohesi. Pendapat terakhir datang dari Sudjiman (1993: 14) yang
menyampaikan bahwa ruang lingkup stilistika itu, yakni diksi, majas, citraan, dan
pola rima.
dalam suatu karya. Adapun beberapa aspek tersebut adalah aspek fonologis
semisal rima, aspek leksikal semisal diksi, dan aspek retorika semisal majas dan
imaji.
Pengertian puisi sampai saat ini dinilai belum begitu tepat sehingga
baru yang lahir dari realitas kehidupan. Senada dengan penjelasan tadi, Hikmat,
Menurut Anindita, Satoto, dan Sumarlam (2017: 40), puisi adalah jenis
karya sastra yang memiliki bentuk lebih bebas dibanding karya sastra lain.
Sementara itu, Taqwiem (2018: 59) menerangkan bahwa puisi adalah karya sastra
Maulana (2015: 24) menerangkan bahwa puisi adalah cara kerja imajinatif dari
mencitrakan sesuatu yang tak tercitrakan, dan membahasakan sesuatu yang tak
terbahasakan. Arifin (dalam Yunata, 2013: 76) menerangkan bahwa puisi adalah
karya yang dirangkai dengan beberapa kata pilihan dan terikat pada berbagai
syarat semisal larik dan bait. Supriatin (2020: 22) menjelaskan bahwa puisi adalah
12
karangan dalam bentuk tulisan yang indah dan mempunyai makna serta nilai
pilihan lalu dituangkan ke dalam bahasa yang padat. Dengan kata lain, puisi dapat
meliputi rima, diksi, majas, dan imaji. Berikut penjelasan terkait unsur-unsur
2.5.1 Rima
pembangun puisi yang berbicara tentang bunyi ialah rima. Pradopo (2009: 40)
menjelaskan bahwa rima merupakan bunyi yang berulang dan teratur atau variasi
bunyi yang melahirkan suatu gerak kehidupan. Kehadiran rima dinilai mampu
membuat puisi lebih merdu, nyaman untuk dibaca, dan menghidupkan imajinasi.
menyampaikan bahwa rima adalah bunyi yang berulang, baik di dalam maupun di
rima adalah pengulangan bunyi yang teratur di dalam atau di akhir larik yang
rima, yakni asonansi, aliterasi, rima rangkai, rima silang, rima berpaut, rima
kembar, dan rima patah. Berikut penjelasan terkait jenis rima tersebut.
c. Rima rangkai adalah pengulangan bunyi yang sama di akhir larik pada
e. Rima berpaut adalah pengulangan bunyi yang sama di akhir larik awal dan
larik akhir serta akhir larik kedua dan larik ketiga pada sebuah bait. Rima
f. Rima kembar adalah pengulangan bunyi yang sama setiap akhir dua larik
g. Rima patah adalah pengulangan bunyi yang hampir sama di akhir larik
dalam sebuah bait. Rima ini memiliki pola a-a-b-a, a-b-a-a, b-a-a-a, dan a-
a-a-b.
2.5.2 Diksi
Pada puisi, kata menjadi aspek yang dipertimbangkan dengan sangat hati-
penyair terhadap kata disebut sebagai diksi. Keraf (2006: 24) menjelaskan bahwa
diksi ialah kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan gagasan secara tepat
dengan memerhatikan situasi dan nilai rasa yang dimiliki pendengar atau pembaca
14
penggunaan kata yang dipilih oleh pengarang dengan tujuan tertentu. Finoza
(dalam Wicaksono, 2017: 275) menyampaikan bahwa diksi adalah upaya seorang
secara tepat. Berdasarkan tiga definisi tadi, dapat disimpulkan bahwa diksi adalah
2.5.3 Majas
pengungkapan bahasa yang membuat suatu kalimat memiliki makna yang tersirat.
Fauzi, Sundari, dan Fauzia (2018: 951) mengungkapkan bahwa penggunaan majas
yang tepat mampu memperindah isi dan memperdalam makna yang terkandung
yang bertujuan untuk memperindah isi dan memperdalam makna pada puisi.
a. Majas Perbandingan
yang menyamakan suatu hal dengan beberapa hal lain menggunakan kata-kata
epitet, eponim, hipalase, pars pro toto, dan totem pro parte.
b. Majas Perulangan
yang mengulang kata demi kata dengan tujuan tertentu. Kelompok majas ini
c. Majas Sindiran
yang menyampaikan suatu maksud, tetapi berlainan dari apa yang terkandung
d. Majas Pertentangan
yang sebenarnya tidak dapat disatukan. Kelompok majas ini meliputi litotes,
e. Majas Penegasan
pembaca atau pendengar semakin paham dengan apa yang pengarang sampaikan.
Kelompok majas ini meliputi paralelisme, erotesis, klimaks, dan anti klimaks.
2.5.4 Imaji
Pradopo (2009: 79) menjelaskan bahwa imaji adalah susunan kata yang
berisi gambaran angan dan erat kaitannya dengan indra. Hasanuddin (2012: 89)
mengungkapkan bahwa imaji dapat mewujudkan ide yang abstrak dari seorang
penyair serta mampu menimbulkan suasana yang khusus sehingga suatu karya
dapat disimpulkan bahwa imaji adalah susunan kata yang erat kaitannya dengan
seperti bergerak.
METODE PENELITIAN
Bab ini dibagi menjadi empat subbab, yaitu jenis penelitian, sumber data,
adalah penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena yang ada dan
jenis penelitian di atas karena data yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa
fakta-fakta stilistika yang terkandung di dalam kata, frasa, klausa, dan kalimat dari
Sumber data penelitian ini berupa seluruh puisi yang terdapat dalam buku
Ritus Waktu karya M. Arfani Budiman. Buku tersebut memuat 33 puisi yang
perpisahan.
Puisi dengan tema harapan terdapat dalam 2 judul puisi, yakni “Anak
Panah Doa” dan “Ode Seekor Semut”. Puisi dengan tema kebahagiaan terdapat
dalam 2 judul puisi, yakni “Di Heritage” dan “Ritus Waktu”. Puisi dengan tema
cinta yang penuh hasrat kepada sesuatu terdapat dalam 16 judul puisi, yakni
18
19
Matamu”, “Pada Bau Tubuhmu”, “Desember 2”, “Perempuan Pemuja Hujan”, “Di
Ruang Tunggu”, “Sihir Matamu”, “Jejak Puisi”, dan “Kepada Ardisa”. Puisi
dengan tema kerinduan terdapat dalam 9 judul puisi, yakni “Arah Pulang”,
“Aroma Kopi”, “Kereta Senja”, “Lagu Bulan Mei”, “Goresan Malam 2”,
“Kekasih”, “Petikan Kecapi”, “Lagu buat Ardisa”, dan “Kereta Waktu”. Puisi
dengan tema keagamaan terdapat dalam 2 judul puisi, yakni “Wajah Maghrib”
dan “Doa”. Puisi dengan tema perpisahan terdapat dalam 2 judul puisi, yakni “Di
pustaka. Rukajat (2018: 26) menerangkan bahwa studi pustaka adalah teknik
berdasarkan tema.
frasa, klausa, dan kalimat di buku Ritus Waktu karya M. Arfani Budiman.
20
36) menerangkan bahwa analisis data interaktif terdiri dari tiga alur kegiatan,
yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Berikut langkah-
Bab ini berisi paparan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai
stilistika yang terkandung dalam buku Ritus Waktu karya M. Arfani Budiman.
Hasil dari penelitian ini dibagi ke dalam empat aspek, yakni aspek bunyi,
aspek diksi, aspek majas, dan aspek imaji. Berikut penjelasan lebih lanjut terkait
hal di atas.
Kehadiran aspek bunyi yang baik membuat puisi menjadi lebih merdu,
nyaman untuk dibaca, dan menghidupkan imajinasi. Jumlah data aspek bunyi,
yakni 146 data dengan rima asonansi yang muncul sebanyak 92 kali pada 32 puisi,
rima aliterasi yang muncul sebanyak 51 kali pada 25 puisi, rima patah yang
muncul sebanyak 2 kali pada 2 puisi, dan rima silang yang muncul sekali pada 1
[1]
setelah menempuh rakaat perjalanan
menyusuri kota-kota tanpa nama
kendaraan berjejal seperti rindu
yang hinggap di pundakmu, dengan tangan terbuka
kau mencakar langit muram di petik hujan
selalu ada luka berdenting di pelupuk waktu
lalu basah doa mengantar ruh-ruh sunyi
mengetuk daun pintu menuju arah pulang
(Budiman, 2018: 10)
21
22
Puisi di atas berjudul “Arah Pulang”. Puisi itu terdiri dari satu bait dan
delapan larik. Dalam puisi itu ada empat rima asonansi dan satu rima aliterasi
yang muncul.
u yang dominan. Kehadiran bunyi vokal tersebut dapat dilihat pada klausa kota-
kota tanpa nama di larik kedua, klausa selalu ada luka berdenting di pelupuk
waktu di larik keenam, dan klausa mengetuk daun pintu menuju arah pulang di
[2]
melewati gerbong senja
tubuhku seperti kereta tanpa masinis
hanya bertamu pada setiap luka
yang tersimpan rapi di setiap stasiun
di antara rel-rel panjang
rindu mampu dirawat dengan begitu cacat
selembar doa jatuh bersama karcis-karcis
saat mataku penuh dengan pecahan kaca
menahan setiap butiran air mata izinkan
seluruh kemurnian kata-kata membelai
wajahmu dengan wangi mawar menjaga
setiap rekah cinta dijaga dewa matahari
(Budiman, 2018: 22)
Kutipan di atas merupakan puisi yang berjudul “Kereta Senja”. Puisi itu
terdiri dari satu bait dan dua belas larik. Dalam puisi itu ada enam rima asonansi
dan u. Kehadiran bunyi vokal itu dapat dilihat pada klausa tubuhku seperti kereta
tanpa masinis di larik kedua, klausa hanya bertamu pada setiap luka di larik
23
ketiga, klausa tersimpan rapi di setiap stasiun di larik keempat, klausa rindu
mampu dirawat pada larik keenam, klausa selembar doa jatuh bersama karcis-
karcis di larik ketujuh, dan klausa setiap rekah cinta dijaga dewa matahari di
larik kedua belas. Kemunculan rima aliterasi dibuktikan dengan hadirnya bunyi
konsonan t, p, dan n pada klausa rindu mampu dirawat dengan begitu cacat pada
larik keenam, klausa saat mataku penuh dengan pecahan kaca di larik kedelapan,
[3]
dalam hujan ada basah namamu
menggetarkan rindu pada celah angin
Kutipan di atas merupakan puisi yang berjudul “Dalam Hujan”. Puisi itu
terdiri dari tiga bait. Bait pertama terdiri dari dua larik, bait kedua terdiri dari satu
larik, dan bait ketiga terdiri dari tiga larik. Dalam puisi itu ada empat rima
frasa kata berbisa di larik pertama bait kedua dan klausa mengirimkan cinta
hanya padamu di larik kedua bait ketiga. Kemunculan dua rima asonansi
berikutnya dibuktikan dengan hadirnya bunyi vokal u pada klausa dari matamu
aku menemukan kata berbisa di larik pertama bait kedua dan klausa aku menulis
[4]
setelah menempuh rakaat perjalanan
selembar cahaya jatuh di langkah kaki kita bergerak seperti
beradu rindu pada sebongkah batu lalu seketika bayang
wajahmu menebas jarak meniupkan aroma cinta pada bunga
bunga luruh dalam pusaran doa
(Budiman, 2018: 26)
Puisi di atas berjudul “Selembar Cahaya”. Puisi itu terdiri dari satu bait
dan lima larik. Dalam puisi itu ada empat rima asonansi yang muncul. Rima
asonansi tersebut dibuktikan dengan hadirnya bunyi vokal a, i, dan u pada klausa
selembar cahaya jatuh di langkah kaki kita di larik kedua, klausa beradu rindu
pada sebongkah batu di larik ketiga, dan klausa aroma cinta pada bunga di larik
keempat.
[5]
nada-nada minor mengalun di magrib yang pucat
kesepian telah merontokkan hari-hari
Puisi di atas berjudul “Lagu Bulan Mei”. Puisi itu terdiri dari dua bait. Bait
pertama terdiri dari dua larik dan bait kedua terdiri dari tiga larik. Dalam puisi itu
ada empat rima asonansi dan dua rima aliterasi yang muncul.
klausa di sini luka telah kekal bersama jemari di larik pertama bait kedua, frasa
pintu rindu di larik kedua bait kedua, dan klausa menuju pusaran hatimu di larik
ketiga bait kedua. Rima aliterasi dibuktikan dengan hadirnya bunyi nasal n dan m
pada klausa kesepian telah merontokkan hari-hari di larik kedua bait pertama dan
[6]
pada matamu gerak cuaca
Puisi di atas berjudul “Pada Matamu”. Puisi itu terdiri dari tiga bait. Bait
pertama terdiri dari satu larik, bait kedua terdiri dari empat larik, dan bait ketiga
terdiri dari tiga larik. Dalam puisi itu ada enam rima asonansi, satu rima aliterasi,
klausa terbaca ada rindu di larik pertama bait kedua, klausa menaburkan cinta
pada teduh wajahmu dan gerak awan menari di punggung langit di larik kedua
dan ketiga bait kedua, frasa semua kata-kata di larik ketiga bait kedua, klausa
pada namamu ada goresan cinta di larik pertama bait ketiga, dan klausa ada cinta
pecah bersama waktu di larik ketiga bait ketiga. Rima aliterasi dibuktikan dengan
hadirnya bunyi konsonan s pada frasa tipis alis matamu di larik pertama bait
kedua. Sedangkan rima patah dibuktikan dengan hadirnya bait kedua yang
[7]
di ruang tamu aku mengusut
kedatangan dan kepergian setelah
menata rindu yang sekeras batu
ada bayang wajahmu menari bersama
kelebat angin kaukah kekasih bermata
pisau menajamkan cinta kita pada ruap
26
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Desember 2”. Puisi itu
terdiri dari satu bait dan sepuluh larik. Dalam puisi itu ada lima rima asonansi dan
klausa di ruang tamu aku mengusut di larik pertama, klausa menata rindu yang
sekeras batu di larik ketiga, klausa pisau menajamkan cinta kita pada ruap di
larik keenam, klausa taburkan air kata-kata hingga pecah di larik kesembilan, dan
klausa menjadi nafas puisi di larik kesepuluh. Rima aliterasi dibuktikan dengan
larik kedua, frasa dengan tangan di larik kedelapan, dan klausa bersemayam
[8]
setelah kau siram kata-kata
pada sekujur tubuhku
aku selalu berjalan menujumu
dengan dikendalikan arah angin
kesabaranmu telah menjadi percik cinta
pada sujud-sujud batu
matamu yang mengirim saripati sunyi
selalu menggigil di wajah cermin
bayangmu melompat menuju daun pintu
membuka rahasia waktu
dalam debar jantungku kau selalu menjadi jejak puisi
(Budiman, 2018: 66)
27
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Jejak Puisi”. Puisi itu
terdiri dari satu bait dan sebelas larik. Dalam puisi itu ada enam rima asonansi dan
klausa aku selalu berjalan menujumu di larik ketiga, frasa saripati sunyi di larik
ketujuh, klausa menuju daun pintu di larik kesembilan, klausa membuka rahasia
waktu di larik kesepuluh, dan klausa kau selalu menjadi jejak puisi di larik
pada klausa kau siram kata-kata di larik pertama, klausa dengan dikendalikan
arah angin di larik keempat, dan klausa bayangmu melompat menuju daun pintu
di larik kesembilan.
Penggunaan diksi yang tepat dan khas dapat membuat puisi menjadi lebih
bermakna dan istimewa. Jumlah data keistimewaan aspek diksi, yakni 107 data
dengan diksi keagamaan yang muncul sebanyak 34 kali pada 23 puisi, diksi
anggota tubuh yang muncul sebanyak 60 kali pada 29 puisi, dan diksi penanda
waktu yang muncul sebanyak 13 kali pada 12 puisi. Beberapa data tersebut
[9]
Langit senja di sorot matamu
menyentuh daun-daun kering
Pohonan merunduk dalam doa bersahaja
Sheila, matamu adalah pertempuran sunyi yang kudus
Di jantungmu puisi rekah
seperti mawar yang merambat
menuju kibaran kerudungmu
(Budiman, 2018: 6)
28
Puisi di atas berjudul “Kepada Sheila”. Puisi itu terdiri dari satu bait dan
tujuh larik. Dalam puisi itu ada dua diksi keagamaan, dua diksi anggota tubuh,
Diksi keagamaan dibuktikan dengan hadirnya kata doa di larik ketiga dan
kata kudus di larik keempat. Diksi anggota tubuh dibuktikan dengan hadirnya kata
mata yang muncul di larik pertama dan larik keempat, serta kata jantung yang
[10]
sepanjang malam bulan remuk
di punggung langit ledakan rindu
seperti selongsong peluru tubuhku
terpisah menjadi sebuah kekosongan
ketika luka menetes dari putaran waktu
doa-doa berlayar seperti perahu dikayuh
menuju lautan
Puisi di atas berjudul “Aubade 2”. Puisi itu terdiri dari dua bait. Bait
pertama terdiri dari tujuh larik dan bait kedua terdiri dari empat larik. Dalam puisi
itu ada satu diksi keagamaan, tiga diksi anggota tubuh, dan dua diksi penanda
keenam bait pertama. Diksi anggota tubuh dibuktikan dengan kehadiran kata
punggung di larik kedua bait pertama, kata tubuh di larik ketiga bait pertama, dan
kata telapak tangan di larik keempat bait kedua. Sementara itu, diksi penanda
29
waktu dibuktikan dengan kehadiran kata malam di larik pertama bait pertama dan
[11]
azan bergema di wajah semesta
lalu percikan air wudu membasuh
dosa-dosa manusia, angin bergegas
menuju daun pintu membuka tabir kesunyian
dalam wajah magrib yang raib
ada seseorang dengan tangan terbuka
mengucurkan doa-doa pada langit kosong
mengecup getir kesunyian
dalam petikan waktu
(Budiman, 2018: 16)
Puisi di atas berjudul “Wajah Magrib”. Puisi itu terdiri dari satu bait dan
sembilan larik. Dalam puisi itu ada lima diksi keagamaan dan dua diksi anggota
tubuh.
pertama, kata wudu di larik kedua, kata dosa-dosa di larik ketiga, kata magrib di
larik kelima, dan kata doa-doa di larik ketujuh. Diksi anggota tubuh pada puisi di
atas dibuktikan dengan kehadiran kata wajah pada larik pertama dan larik kelima,
[12]
melewati gerbong senja
tubuhku seperti kereta tanpa masinis
hanya bertamu pada setiap luka
yang tersimpan rapi di setiap stasiun
di antara rel-rel panjang
rindu mampu dirawat dengan begitu cacat
selembar doa jatuh bersama karcis-karcis
saat mataku penuh dengan pecahan kaca
menahan setiap butiran air mata izinkan
seluruh kemurnian kata-kata membelai
wajahmu dengan wangi mawar menjaga
setiap rekah cinta dijaga dewa matahari
(Budiman, 2018: 22)
30
Puisi di atas berjudul “Kereta Senja” di atas, terdiri dari satu bait dan dua
belas larik. Dalam puisi itu ada satu diksi keagamaan, tiga diksi anggota tubuh,
Diksi anggota tubuh dibuktikan dengan hadirnya kata tubuh di larik kedua, kata
mata di larik kedelapan, dan kata wajah di larik kesebelas. Sementara itu, diksi
[13]
pada matamu gerak cuaca
Puisi di atas berjudul “Pada Matamu”. Dalam puisi itu ada satu diksi
pertama bait kedua. Sedangkan diksi anggota tubuh dibuktikan dengan hadirnya
kata mata di larik pertama bait pertama, kata alis di larik pertama bait kedua, kata
wajah di larik kedua bait kedua, dan kata punggung di larik ketiga bait kedua.
[14]
aku selalu gandrung
mencium aroma bau tubuhmu
bercampur keringat begitu lembap
namun setiap tetes itu mengajari
percik-percik cinta yang luruh
31
Puisi di atas berjudul “Pada Bau Tubuhmu”. Puisi itu terdiri dari satu bait
dan sembilan larik. Dalam puisi itu ada satu diksi keagamaan, tiga diksi anggota
Diksi anggota tubuh dibuktikan dengan hadirnya kata tubuh di larik kedua, lalu
kata wajah dan kata jantung di larik kesembilan. Sementara itu, diksi penanda
[15]
kau yang setabah tanah
menyusun kerinduan di wajah langit
bersama barisan hujan, kau menjemput
ruap kesunyian menjatuhkan doa
pada wajah kesepian, di jantung malam
suara jangkrik menyiasati arus waktu
nyala cahaya berpendaran di matamu
perempuan pemuja hujan meniupkan
aroma cinta pada jerit burung-burung
bersama riak-riak air namamu larut
luruh menjadi air mata
(Budiman, 2018: 60)
Puisi di atas berjudul “Perempuan Pemuja Hujan”. Puisi itu terdiri dari
satu bait dan sebelas larik. Dalam puisi itu satu diksi keagamaan, tiga diksi
Diksi anggota tubuh dibuktikan dengan hadirnya kata wajah yang muncul di larik
kedua dan kelima, lalu kata jantung di larik kelima, serta kata mata di larik
32
ketujuh. Sementara itu, diksi penanda waktu dibuktikan dengan hadirnya kata
[16]
setelah kau siram kata-kata
pada sekujur tubuhku
aku selalu berjalan menujumu
dengan dikendalikan arah angin
kesabaranmu telah menjadi percik cinta
pada sujud-sujud batu
matamu yang mengirim saripati sunyi
selalu menggigil di wajah cermin
bayangmu melompat menuju daun pintu
membuka rahasia waktu
dalam debar jantungku kau selalu menjadi jejak puisi
(Budiman, 2018: 66)
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Jejak Puisi”. Dalam puisi
itu ada satu diksi keagamaan dan empat diksi anggota tubuh yang muncul.
keenam. Diksi anggota tubuh dibuktikan dengan hadirnya kata tubuh di larik
kedua, kata mata di larik ketujuh, kata wajah di larik kedelapan, dan kata jantung
di larik kesebelas.
Penggunaan majas di dalam puisi membuat puisi menjadi lebih indah dan
memperdalam makna. Jumlah data aspek majas, yakni 210 data dengan majas
hiperbola yang muncul sebanyak 133 kali pada 33 puisi, majas personifikasi yang
muncul sebanyak 56 kali pada 27 puisi, dan majas simile yang muncul sebanyak
[17]
Seratus anak panah doa
tertancap di punggung sujud
33
bait dan sembilan larik. Dalam puisi itu ada tiga majas hiperbola, empat majas
Majas hiperbola dibuktikan dengan hadirnya frasa Seratus anak panah doa
di larik pertama, frasa anak-anak sunyi di larik ketiga, dan frasa peluk waktu di
punggung sujud di larik kedua, klausa mengupas segala anak-anak sunyi di larik
matamu yang ditusuk bayangan dan diasah kantuk di larik keenam dan ketujuh.
[18]
Senja menyeret arus namamu.
Bukit-bukit menenun rumpun cahaya.
Langit Mei senja dikikis nyeri.
Pecah sebagai pusaka langit.
Di rahim puisi, matamu menyulam percik kata-kata.
(Budiman, 2018: 8)
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Langit Mei”. Puisi itu
terdiri dari satu bait dan lima larik. Dalam puisi itu ada empat majas personifikasi
larik pertama, klausa Bukit-bukit menenun di larik kedua, kalimat Langit Mei
senja dikikis nyeri. di larik ketiga, dan frasa Di rahim puisi di larik kelima.
larik pertama, frasa rumpun cahaya di larik kedua, frasa pusaka langit di larik
keempat, frasa percik kata-kata, dan klausa matamu menyulam di larik kelima.
[19]
ruap waktu melebar
dalam percakapan kita
angin menembus celah jendela
ada yang berdebar dalam rongga dada
wajahmu menari seperti detak jarum jam
menyusuri kerinduan dalam pusaran cahaya
aroma kopi tercium di atas meja
menyuguhkan rindu pada secangkir kenangan
luruh bersama asap-asap doa
(Budiman, 2018: 12)
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Aroma Kopi”. Puisi itu
terdiri dari satu bait dan sembilan larik. Dalam puisi itu ada dua majas
personifikasi, lima majas hiperbola, dan satu majas simile yang muncul.
larik kelima dan klausa aroma kopi tercium di atas meja menyuguhkan rindu di
larik ketujuh dan kedelapan. Majas hiperbola dibuktikan dengan hadirnya klausa
ruap waktu melebar di larik pertama, klausa wajahmu menari di larik kelima,
kedelapan, dan frasa asap-asap doa di larik kesembilan. Sementara itu, majas
simile dibuktikan dengan hadirnya klausa wajahmu menari seperti detak jarum
[20]
sepanjang malam bulan remuk
di punggung langit ledakan rindu
seperti selongsong peluru tubuhku
terpisah menjadi sebuah kekosongan
ketika luka menetes dari putaran waktu
doa-doa berlayar seperti perahu dikayuh
menuju lautan
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Aubade 2”. Pada puisi itu
terdapat tiga majas personifikasi, tiga majas hiperbola, dan tiga majas simile.
pada larik kedua bait pertama, frasa selongsong peluru tubuhku pada larik ketiga
bait pertama, dan klausa doa-doa berlayar pada larik keenam bait pertama.
pada larik pertama bait pertama, frasa ledakan rindu pada larik kedua bait
pertama, dan klausa seorang gadis menenun cinta pada larik ketiga dan keempat
bait kedua. Selain dua majas di atas, majas simile juga hadir dan dibuktikan
dengan munculnya klausa ledakan rindu seperti selongsong peluru tubuhku pada
larik kedua dan ketiga bait pertama, klausa doa-doa berlayar seperti perahu
dikayuh menuju lautan pada larik keenam dan ketujuh bait pertama, serta klausa
ingin rasanya mencintaimu seperti ikan-ikan di kolam tepat ketika pagi pada larik
[21]
melewati gerbong senja
tubuhku seperti kereta tanpa masinis
36
Puisi di atas berjudul “Kereta Senja”. Dalam puisi itu ada dua majas
personifikasi, lima majas hiperbola, dan satu majas simile yang muncul.
kata-kata membelai di larik kesepuluh dan klausa wangi mawar menjaga di larik
larik pertama, klausa rindu mampu dirawat dengan begitu cacat di larik keenam,
frasa selembar doa di larik ketujuh, klausa saat mataku penuh dengan pecahan
kaca di larik kedelapan, dan klausa setiap rekah cinta dijaga dewa matahari di
larik kedua belas. Sementara itu, kemunculan majas simile dibuktikan dengan
[22]
pada matamu gerak cuaca
Puisi di atas berjudul “Pada Matamu”. Dalam puisi itu ada tiga majas
doa-doa menaburkan cinta di larik pertama dan kedua bait kedua, serta klausa
gerak awan menari di punggung langit di larik kedua dan ketiga bait kedua, serta
klausa dari namamu semua kata-kata menemukan ruhnya di larik ketiga dan
pada matamu gerak cuaca di larik pertama bait pertama, klausa ada rindu pada
tipis alis matamu di larik pertama bait kedua, frasa teduh wajahmu di larik kedua
bait kedua, klausa pada namamu ada goresan cinta mengalir di larik pertama bait
ketiga, dan frasa ada cinta pecah di larik ketiga bait ketiga.
[23]
kau yang setabah tanah
menyusun kerinduan di wajah langit
bersama barisan hujan, kau menjemput
ruap kesunyian menjatuhkan doa
pada wajah kesepian, di jantung malam
suara jangkrik menyiasati arus waktu
nyala cahaya berpendaran di matamu
perempuan pemuja hujan meniupkan
aroma cinta pada jerit burung-burung
bersama riak-riak air namamu larut
luruh menjadi air mata
(Budiman, 2018: 60)
Hujan”. Pada puisi itu, ada lima majas personifikasi dan delapan majas hiperbola
yang muncul.
langit di larik kedua, klausa ruap kesunyian menjatuhkan doa di larik keempat,
38
frasa wajah kesepian dan jantung malam di larik kelima, serta klausa suara
dibuktikan dengan hadirnya klausa kau yang setabah tanah di larik pertama,
klausa menyusun kerinduan di larik kedua, frasa barisan hujan di larik ketiga,
matamu di larik ketujuh, frasa perempuan pemuja hujan di larik kedelapan, frasa
aroma cinta di larik kesembilan, dan klausa bersama riak-riak air namamu larut
di larik kesepuluh.
[24]
setelah kau siram kata-kata
pada sekujur tubuhku
aku selalu berjalan menujumu
dengan dikendalikan arah angin
kesabaranmu telah menjadi percik cinta
pada sujud-sujud batu
matamu yang mengirim saripati sunyi
selalu menggigil di wajah cermin
bayangmu melompat menuju daun pintu
membuka rahasia waktu
dalam debar jantungku kau selalu menjadi jejak puisi
(Budiman, 2018: 66)
Puisi di atas berjudul “Jejak Puisi”. Pada puisi itu, ada empat majas
dikendalikan arah angin di larik keempat, frasa sujud-sujud batu di larik keenam,
frasa wajah cermin di larik kedelapan, dan klausa bayangmu melompat di larik
siram kata-kata di larik pertama, klausa kesabaranmu telah menjadi percik cinta
di larik kelima, klausa matamu yang mengirim saripati sunyi di larik ketujuh,
39
frasa rahasia waktu di larik kesepuluh, dan klausa dalam debar jantungku kau
data aspek imaji, yakni 220 data dengan imaji gerak yang muncul sebanyak 67
kali pada 30 puisi, imaji penglihatan yang muncul sebanyak 120 kali pada 31
puisi, imaji pendengaran yang muncul sebanyak 19 kali pada 13 puisi, imaji
penciuman yang muncul sebanyak 6 kali pada 6 puisi, dan imaji perabaan yang
muncul sebanyak 8 kali pada 8 puisi. Beberapa data tersebut disajikan sebagai
berikut.
[25]
seratus anak panah doa
tertancap di punggung sujud
mengupas segala anak-anak sunyi
yang memejamkan matahari
seperti menelantarkan ayat-ayat
di sudut matamu yang ditusuk
bayangan dan diasah kantuk
sebelum tubuhmu memar
dalam peluk waktu
(Budiman, 2018: 8)
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Anak Panah Doa”. Pada
puisi tersebut, ada dua imaji gerak, lima imaji penglihatan, dan satu imaji
anak sunyi di larik ketiga dan klausa memejamkan matahari di larik keempat.
ketiga, kata matahari di larik keempat, kata ayat-ayat di larik kelima, frasa di
40
sudut matamu di larik keenam, dan kata tubuhmu di larik kedelapan. Sementara
itu, imaji perabaan dibuktikan dengan hadirnya kata memar di larik kedelapan.
[26]
ruap waktu melebar
dalam percakapan kita
angin menembus celah jendela
ada yang berdebar dalam rongga dada
wajahmu menari seperti detak jarum jam
menyusuri kerinduan dalam pusaran cahaya
aroma kopi tercium di atas meja
menyuguhkan rindu pada secangkir kenangan
luruh bersama asap-asap doa
(Budiman, 2018: 12)
Puisi di atas berjudul “Aroma Kopi”. Pada puisi itu, ada tiga imaji gerak,
lima imaji penglihatan, tiga imaji pendengaran, dan satu imaji penciuman yang
muncul.
hadirnya frasa celah jendela di larik ketiga, frasa jarum jam di larik kelima, kata
cahaya di larik keenam, kata meja di larik ketujuh, dan frasa secangkir kenangan
percakapan kita di larik kedua, klausa ada yang berdebar di larik keempat, dan
kata detak di larik kelima. Sementara itu, imaji penciuman dibuktikan dengan
[27]
melewati gerbong senja
tubuhku seperti kereta tanpa masinis
hanya bertamu pada setiap luka
yang tersimpan rapi di setiap stasiun
di antara rel-rel panjang
41
Kutipan di atas merupakan puisi yang berjudul “Kereta Senja”. Pada puisi
itu, ada dua imaji gerak, delapan imaji penglihatan, dan satu imaji penciuman
yang muncul.
gerbong senja di larik pertama dan klausa seluruh kemurnian kata-kata membelai
senja di larik pertama, klausa tubuhku seperti kereta di larik kedua, kata stasiun di
larik keempat, frasa di antara rel-rel panjang di larik kelima, klausa selembar doa
jatuh bersama karcis-karcis di larik ketujuh, klausa saat mataku penuh dengan
pecahan kaca di larik kedelapan, frasa butiran air mata di larik kesembilan, dan
[28]
aku yang menghidmati senja
dalam bunga-bunga
tersebut terdiri dari enam bait. Bait pertama, kedua, ketiga, keempat, dan keenam
masing-masing terdiri dari satu larik. Sedangkan bait kelima terdiri dari empat
larik. Dalam puisi itu ada tiga imaji gerak dan enam imaji penglihatan yang
muncul.
Imaji gerak dibuktikan dengan hadirnya klausa aku memetik mawar pada
bait keempat, klausa luka itu telah menyeret langkah perjalanan di larik pertama
bait kelima, dan klausa waktu melumuri rindu pada tapak kakiku menaburkan
cinta di larik ketiga bait kelima. Kemunculan imaji penglihatan dibuktikan dengan
hadirnya kata senja di bait pertama, frasa rintik air matamu di bait kedua, kata
bunga-bunga di bait ketiga, klausa di sebuah taman aku memetik mawar di bait
keempat, frasa sebuah dermaga di larik kedua bait kelima, dan kata tapak kakiku
[29]
aku selalu gandrung
mencium aroma bau tubuhmu
bercampur keringat begitu lembap
namun setiap tetes itu mengajari
percik-percik cinta yang luruh
bersama kembang doa
malam begitu runcing
daun-daun puisi turun dari langit
membenamkan wajahmu menari dalam gigil jantungku
(Budiman, 2018: 54)
43
Pada puisi itu, ada satu imaji gerak, tujuh imaji penglihatan, satu imaji penciuman,
dengan hadirnya kata keringat di larik ketiga, frasa setiap tetes di larik keempat,
frasa percik-percik cinta di larik kelima, frasa kembang doa di larik keenam, kata
malam di larik ketujuh, klausa daun-daun puisi turun dari langit di larik
dengan hadirnya frasa aroma bau tubuhmu di larik kedua. Sementara itu, imaji
[30]
cahaya merambat di celah pohonan daun-daun berguguran ke
rebah tanah rindu selalu berpupuran di ruang tunggu dalam
pengapnya waktu, selalu ada cinta merambat dari bulat
matanya mengirimkan tubuhku pada lorong tersunyi
(Budiman, 2018: 62)
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Di Ruang Tunggu”. Puisi
itu terdiri dari satu bait dan empat larik. Pada puisi tersebut, ada dua imaji gerak,
pertama dan klausa cinta merambat di larik ketiga. Imaji penglihatan dibuktikan
dengan hadirnya kata cahaya dan klausa di celah pohonan daun-daun berguguran
di larik pertama, kata tanah dan frasa di ruang tunggu di larik kedua, kata
matanya di larik keempat, dan klausa tubuhku pada lorong di larik keempat.
44
larik keempat.
[31]
setelah kau siram kata-kata
pada sekujur tubuhku
aku selalu berjalan menujumu
dengan dikendalikan arah angin
kesabaranmu telah menjadi percik cinta
pada sujud-sujud batu
matamu yang mengirim saripati sunyi
selalu menggigil di wajah cermin
bayangmu melompat menuju daun pintu
membuka rahasia waktu
dalam debar jantungku kau selalu menjadi jejak puisi
(Budiman, 2018: 66)
Kutipan di atas merupakan puisi dengan judul “Jejak Puisi”. Pada puisi itu,
ada tiga imaji gerak, delapan imaji penglihatan, satu imaji pendengaran, dan satu
dengan hadirnya kata kata-kata di larik pertama, frasa sekujur tubuhku di larik
kedua, frasa percik cinta di larik kelima, kata batu pada larik keenam, kata
matamu pada larik ketujuh, frasa wajah cermin pada larik kedelapan, klausa
bayangmu melompat menuju daun pintu pada larik kesembilan, serta frasa jejak
[32]
kereta waktu memacu kerinduan
Kutipan di atas merupakan puisi yang berjudul “Kereta Waktu”. Puisi itu
terdiri dari tiga bait. Bait pertama dan kedua masing-masing terdiri dari satu larik.
Sedangkan bait ketiga terdiri dari empat larik. Pada puisi tersebut, ada tiga imaji
angin dan klausa kelebat angin mengusap di larik pertama bait ketiga.
bait pertama, frasa stasiun penghabisan di bait kedua, klausa di sebuah peron
wajahmu menebas kelebat angin di larik pertama bait ketiga, frasa lembar-lembar
rencana di larik kedua bait ketiga, serta frasa bangku stasiun, panah cinta, dan
4.2 Pembahasan
Unsur stilistika di dalam buku Ritus Waktu karya M. Arfani Budiman tidak
hanya berfungsi untuk memperindah tampilan puisi, tapi juga berfungsi untuk
memperdalam makna dari setiap puisi. Penjelasan dari hal tersebut sebagai
berikut.
46
memiliki kombinasi bunyi yang enak untuk didengar atau merdu. Hal itu sesuai
dengan isi buku yang banyak menggambarkan puisi-puisi bertemakan cinta. Total
dapat dilihat pada salah satu puisi yang berjudul “Pada Matamu”. Dalam puisi
tersebut, tercatat ada enam rima asonansi, satu rima aliterasi, dan satu rima patah
yang muncul. Hadirnya bunyi vokal a dan i yang mendominasi isi puisi sangat
dikaguminya.
dengan hal-hal keagamaan, anggota tubuh, dan penanda waktu, misalnya doa,
mata, wajah, tubuh, tangan, senja, dan malam. Kecenderungan Budiman memilih
mengandung makna-makna konotatif. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu
puisi yang berjudul “Kepada Sheila”. Pada puisi itu, ditemukan ada dua diksi
keagamaan, dua diksi anggota tubuh, dan satu diksi penanda waktu yang muncul.
Dari lima diksi di atas, tiga di antaranya memiliki makna konotatif. Tiga diksi itu,
yakni senja, kudus, dan jantung. Kata senja terdapat dalam larik pertama //Langit
keindahan dari tatapan seorang wanita yang dikagumi oleh Budiman. Kata kudus
terdapat dalam larik keempat /Sheila, matamu adalah pertempuran sunyi yang
penggunaan kata jantung muncul dalam larik kelima /Di jantungmu puisi rekah/.
Kata jantung di atas memiliki makna kehidupan dari sosok wanita yang dikagumi
Budiman, sebab jantung menjadi salah satu bagian utama seorang manusia
bahwa kehidupan sosok wanita yang dikaguminya penuh dengan keindahan. Hal
hiperbola dibanding majas-majas yang lain. Total majas hiperbola yang muncul
sebanyak 133 kali. Jumlah itu lebih banyak dibanding kemunculan majas-majas
lain.
buku yang juga didominasi oleh puisi-puisi bertemakan cinta, sebab manusia
sesuatu tersebut. Salah satu puisi yang dapat dijadikan contoh untuk membuktikan
hal di atas, yaitu puisi dengan judul “Jejak Puisi”. Pada puisi tersebut, ada lima
majas hiperbola yang muncul. Kemunculan majas hiperbola yang pertama terlihat
pada bagian: //setelah kau siram kata-kata/pada sekujur tubuhku/ di larik pertama
percakapan yang sering dilakukan oleh aku lirik bersama orang yang dicintainya.
48
yang dicintai oleh aku lirik dalam menghadapi segala masalah yang terjadi, baik
itu masalah yang ringan atau pun sebaliknya. Majas hiperbola berikutnya terdapat
pada klausa /matamu yang mengirim saripati sunyi/ di larik ketujuh. Larik
tersebut menggambarkan sikap tenang yang didapat oleh aku lirik ketika
terdapat pada bagian: /membuka rahasia waktu/dalam debar jantungku kau selalu
menjadi jejak puisi// di larik kesepuluh dan larik kesebelas. Pada bagian itu,
pengarang menggambarkan bahwa sosok yang dicintai oleh aku lirik selalu jujur
dalam menceritakan segala hal sehingga aku lirik semakin bertambah rasa
penglihatan. Jika ditinjau dari latar belakang Budiman yang seorang pendukung
Persib, salah satu klub sepak bola Indonesia, hal ini berbanding lurus karena
seorang pendukung atau penggemar sepak bola biasanya sering melihat tim yang
pada puisi-puisi Budiman tetap dapat menjadi tanda bagi setiap orang untuk
Salah satu puisi di buku Ritus Waktu yang berjudul “Pada Bau Tubuhmu”
kecintaan Budiman terhadap klub sepak bola yang didukungnya. Imaji pertama
yang dapat dijadikan tanda, yaitu imaji penciuman dan imaji penglihatan yang
49
muncul pada larik kedua dan ketiga berikut: /mencium aroma bau
keringat dipakai oleh Budiman untuk memberikan suatu tanda melalui indra
kegiatan yang mengeluarkan tenaga, dalam hal ini olahraga sepak bola. Pada
Frasa setiap tetes, percik-percik cinta, dan kembang doa memberikan gambaran
melalui indra penglihatan pembaca perihal situasi saat para pemain berjuang susah
tiga larik terakhir ditampilkan beberapa imaji penglihatan dan satu imaji perabaan
menari dalam gigil jantungku//. Bagian itu memberikan gambaran melalui indra
akhirnya rasa sukacita hadir dalam diri para pendukung klub tersebut.
ciri khas dari buku Ritus Waktu karya M. Arfani Budiman, yakni penggunaan
bunyi vokal dan bunyi nasal yang mendominasi dari aspek bunyi, penggunaan
diksi keagamaan, anggota tubuh, dan penanda waktu yang lebih sering bermakna
konotatif, penggunaan majas hiperbola yang mendominasi dari aspek majas, dan
penggunaan imaji penglihatan yang mendominasi dari aspek imaji. Dari keempat
50
yang pendek, padat, dan cenderung gelap. Puisi-puisi semacam ini termasuk
cenderung gelap biasanya ditulis dan ditampilkan dalam puisi yang panjang dan
mirip bahkan di beberapa puisi ada yang sama persis. Hal itu dapat terlihat pada
klausa setelah menempuh rakaat perjalanan yang muncul dua kali dengan
konstruksi yang sama persis pada puisi “Arah Pulang” dan puisi “Selembar
Cahaya”. Selain itu, terlihat pula konstruksi yang hampir mirip antara klausa saat
pagi begitu hening pada larik pertama bait pertama di puisi “Upacara Langit”
dengan klausa saat malam begitu hening pada larik pertama puisi “Ode Seekor
Semut”.
BAB V
PENUTUP
Bab ini menguraikan tentang penutup dari penelitian ini. Bab ini dibagi
5.1 Simpulan
1. Jumlah data aspek bunyi, yakni 146 data dengan rima asonansi yang
sebanyak 51 kali pada 25 puisi, rima patah yang muncul sebanyak 2 kali
pada 2 puisi, dan rima silang yang muncul sekali pada 1 puisi. Pada aspek
kombinasi bunyi yang enak untuk didengar atau merdu. Hal ini sesuai
dengan isi buku Ritus Waktu yang banyak mengangkat tema tentang cinta.
2. Jumlah data keistimewaan aspek diksi, yakni 107 data dengan diksi
tubuh yang muncul sebanyak 60 kali pada 29 puisi, dan diksi penanda
waktu yang muncul sebanyak 13 kali pada 12 puisi. Pada aspek diksi,
51
52
3. Jumlah data aspek majas, yakni 210 data dengan majas hiperbola yang
muncul sebanyak 133 kali pada 33 puisi, majas personifikasi yang muncul
sebanyak 58 kali pada 27 puisi, dan majas simile yang muncul sebanyak
19 kali pada 15 puisi. Pada aspek majas terlihat bahwa penggunaan majas
hiperbola mendominasi dibanding majas yang lain. Hal ini sesuai dengan
isi buku yang didominasi oleh puisi bertemakan cinta, sebab manusia
4. Jumlah data aspek imaji, yakni 220 data dengan imaji gerak yang muncul
120 kali pada 31 puisi, imaji pendengaran yang muncul sebanyak 19 kali
pada 13 puisi, imaji penciuman yang muncul sebanyak 6 kali pada 6 puisi,
dan imaji perabaan yang muncul sebanyak 8 kali pada 8 puisi. Pada aspek
dibanding penggunaan imaji yang lain. Hal ini sesuai dengan latar
5.2 Saran
kemajuan studi stilistika di Tanah Air. Terkait dengan penelitian ini, ada beberapa
saran untuk pembaca dan pengarang buku Ritus Waktu sebagai berikut.
53
puisi yang senantiasa baru dan segar, mulai dari konstruksi kalimat hingga
menjadi salah satu buku yang ada di perpustakaan sekolah, karena buku itu
kaya akan nilai-nilai kehidupan yang penting untuk dipahami, baik oleh
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2012. “Dimensi Sufistik dalam Stilistika Puisi ‘Tuhan, Kita
Begitu Dekat’ Karya Abdul Hadi W. M.”. Dalam Jurnal Tsaqafa Vol. 01,
No. 01, Juni 2012. Publikasi daring: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Anindita, Kun Andyan, Soediro Satoto, dan Sumarlam. 2017. “Diction in Poetry
Anthology Surat Kopi by Joko Pinurbo as A Poetry Writing Teaching
Material”. Dalam International Journal of Active Learning Vol. 2, No. 1,
April 2017. Publikasi daring: Universitas Negeri Semarang.
Batool, Zahida, Shumaila Kiran, dan Mehmood Ahmad Azhar. 2016. “Stylistic
Analysis of William Wordsworth’s Poem ‘Daffodils’”. Dalam International
Journal of Basic and Applied Sciences Vol. 05, No. 02, 2016. Publikasi
daring: Lahore Leads University.
Budiman, M. Arfani. 2018. Ritus Waktu. Tasikmalaya: Langgam Pustaka.
Butler, Paul. 2008. Out of Style. Utah: Utah State University Press.
Fauzi, A. Q., Ayu Yulia Sundari, dan Diena San Fauzia. 2018. “Analisis
Penggunaan Majas pada Puisi Berjudul ‘Memoir Hitam’, ‘Lagu Hitam’, dan
‘Selembar Daun’ Karya Soni Farid Maulana”. Dalam Jurnal Parole Vol. 01,
No. 06, November 2018. Publikasi daring: IKIP Siliwangi.
Fransori, Arinah. 2017. “Analisis Stilistika pada Puisi ‘Kepada Peminta-Minta’
Karya Chairil Anwar”. Dalam Jurnal Deiksis Vol. 09, No. 01, Januari 2017.
Publikasi daring: Universitas Indraprasta PGRI.
Harjono, Nyoto. 2012. “Kajian Stilistika Puisi-Puisi Chairil Anwar sebagai Sarana
Pembelajaran Apresiasi Sastra”. Dalam Jurnal Scholaria Vol. 02, No. 01,
Januari 2012. Publikasi daring: Universitas Kristen Satya Kencana.
Hikmat, A., Nur Aini Puspitasari, dan Syarif Hidayatullah. 2017. Kajian Puisi.
Jakarta: UHAMKA Press.
Jaafar, Eman Adil. 2014. “A Stylistic Analysis of Two Selected Poems”. Dalam
Journal of College of Education for Woman Vol. 25, No. 01, Januari 2014.
Publikasi daring: University of Baghdad.
Keraf, G. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Khan, Abdul Bari, Summara Raffique, dan Ghazala Saddique. 2014. “Stylistic
Analysis of The Poem ‘The Onset’ by Robert Frost”. Dalam European
Journal of Language Studies Vol. 01, No. 02, 2014. Publikasi daring:
University of Lahore.
Lestari, W. Y., Sumarwati, dan Yant Mujiyanto. 2017. “Kajian Stilistika
Kumpulan Puisi Asal Muasal Pelukan Karya Candra Malik sebagai Materi
Ajar Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas”. Dalam Jurnal
BASASTRA Vol. 05, No. 02, Oktober 2017. Publikasi daring: Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
54
55
Maulana, Soni Farid. 2015. Apresiasi dan Proses Kreatif Menulis Puisi. Bandung:
Penerbit Nuansa Cendekia.
Miftarofah, Aaf Afnita dan Abdul Rozak. 2018. “Kajian Teks Puisi dan Bahan
Ajar Berbasis Pendekatan Inkuiri untuk SMK”. Dalam Jurnal Tuturan Vol.
07, No. 02, November 2018. Publikasi daring: Universitas Swadaya Gunung
Jati Cirebon.
Nugroho, Yohanes Rizky. 2016. Analisis Citraan pada Puisi-Puisi yang Terdapat
dalam Majalah Horison Edisi Juli 2015 dan Relevansinya dengan
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester 1. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta: UGM Press.
Pradopo, Rakhmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan
Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: UGM Press.
Rukajat, Ajat. 2018. Pendekatan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish.
Setiawan, Kodrat Eko Putro, dan Andayani. 2019. Strategi Ampuh Memahami
Makna Puisi. Cirebon: Eduvision.
Simpson, Paul. 2004. Stylistics. London: Routledge.
Starcke, Bettina Fischer. 2009. “Keywords and Frequent Phrases of Jane Austen’s
Pride and Prejudice”. Dalam International Journal of Corpus Linguistics
Vol. 14, No. 04, 2009. Publikasi daring: Vienna University of Economics
and Business.
Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Sulistyowati, Endang dan Tarman Effendi Tarsyad. 2015. Kajian Puisi:
Struktural, Semiotik, Stilistika, Sosiologi, Antropologi, dan Bandingan.
Banjarbaru: Scripta Cendekia.
Supriatin, Eneng Sri. 2020. Kajian Makna Puisi Keagamaan. Bogor: Guepedia.
Taqwiem, Ahsani. 2018. “Semiotika Puisi ‘Tidak Ada New York Hari Ini’ Karya
M. Aan Mansyur”. Dalam Jurnal Tarbiyah Vol. 7, No. 1, Juni 2018.
Publikasi Daring: Universitas Islam Negeri Antasari.
Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Wicaksono, Andri. 2017. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Penerbit
Garudhawaca.
Wicaksono. 2014. Catatan Ringkas Stilistika. Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca.
Widarmanto, Tjahjono. 2018. Yuk Nulis Puisi. Yogyakarta: Laksana.
WS, Hasanuddin. 2012. Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: Penerbit
Angkasa.
56
Yunata, Elsa. 2013. “Telaah Stilistika dalam ‘Syair Burung Pungguk’”. Dalam
Jurnal Bahas Vol. 08, No. 01, April 2013. Publikasi daring: Universitas
Riau.
57
Lampiran 2: Tabel Indikator Unsur Stilistika dalam Buku Ritus Waktu Karya M. Arfani Budiman
Unsur Indikator
- Menampilkan kata-kata yang memiliki bunyi konsonan atau vokal tertentu yang dibutuhkan dan diperhitungkan dalam
puisi-puisi di buku Ritus Waktu.
- Perulangan bunyi yang sama dalam wujud asonansi, aliterasi, rima rangkai, rima silang, rima berpaut, rima kembar,
Bunyi/Rima dan rima patah.
- Memiliki fungsi estetika dalam puisi.
- Menampilkan kata-kata yang tepat sesuai dengan maksud yang diungkapkan dan efek puitis yang ingin dicapai.
Diksi - Menampilkan kata untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan.
- Klafisikasi berdasarkan kosakata yang mendominasi seperti kosakata yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan,
kosakata yang berhubungan dengan anggota tubuh, dan kosakata yang berhubungan dengan penanda waktu.
- Penggunaan majas yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah kata-kata yang mendukungnya atau makna
yang tersirat.
Majas - Penggunaan majas untuk memengaruhi keindahan di dalam puisi.
- Berfungsi membangkitkan suasana tertentu dalam puisi.
- Menampilkan pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata.
Imaji - Berfungsi untuk memfasilitasi pembaca untuk menangkap makna yang ingin disampaikan.
- Ditampilkan dalam bentuk enam imaji yang berhubungan dengan lima jenis indra manusia, seperti: imaji penglihatan,
imaji pendengaran, imaji penciuman, imaji perabaan, imaji gerak, dan imaji pengecapan.
Sumber: Simpson (2004) dan Nurgiyantoro (2017)
59
Unsur Keterangan
No. Stilistika Hasil Analisis (Teks) & Halaman
Puisi
bayangan dan diasah kantuk 1 aliterasi (hlm.
1 Rima 2)
Di matanya api disihir menjadi sunyi 3 asonansi dan 1
Di bibir langit kata-kata tersiram menuju rumah waktu aliterasi (hlm. 4)
Di Heritage cinta telah lebih tajam dari pisau yang diasah resah
Menuju segala yang gelisah disiram air mata
Pohonan merunduk dalam doa bersahaja 2 asonansi (hlm.
… 6)
menuju kibaran kerudungmu
Bukit-bukit menenun rumpun cahaya 1 asonansi dan 1
Langit Mei senja dikikis nyeri aliterasi (hlm. 8)
menyusuri kota-kota tanpa nama 4 asonansi dan 1
… aliterasi (hlm. 10)
yang hinggap di pundakmu, dengan tangan terbuka
…
selalu ada luka berdenting di pelupuk waktu
…
mengetuk daun pintu menuju arah pulang
ada yang berdebar dalam rongga dada 4 asonansi dan 3
wajahmu menari seperti detik jarum jam aliterasi (hlm. 12)
menyusuri kerinduan dalam pusaran cahaya
aroma kopi tercium di atas meja
menyuguhkan rindu pada secangkir kenangan
luruh bersama asap-asap doa
seperti selongsong peluru tubuhku 1 asonansi dan 2
… aliterasi (hlm. 14)
menenun cinta dengan telapak tangan yang berdarah
azan bergema di wajah semesta 4 asonansi dan 2
… aliterasi (hlm. 16)
dosa-dosa manusia, angin bergegas
menuju daun pintu membuka tabir kesunyian
dalam wajah magrib yang raib
ada seseorang dengan tangan terbuka
dengan jalan puisi semoga juru selamat 2 asonansi dan 3
... aliterasi (hlm. 18)
dalam gigil waktu sentuhan jemarimu
...
semoga senantiasa ada yang menyuburkan
setiap air kata-kata lahir sebagai guguran namamu
setelah kereta itu melaju ke selatan 2 asonansi dan 2
... aliterasi (hlm. 20)
60
ternyata luka itu telah menyeret langkah perjalanan kau 3 asonansi dan 2
dengan penuh kesabaran menuntunku pada sebuah dermaga aliterasi (hlm. 44)
waktu melumuri rindu pada tapak kakiku menaburkan cinta
...
hingga bersemayam dalam jejak kesunyian
jika langit yang kita tatap 3 asonansi dan 3
aliterasi (hlm. 46)
telah mampu meneduhkan raut keningmu
almanak jarum jam menikam kekasih teruslah kau kayuh
dermaga waktu hingga menjadi serpihan kesedihan dalam
doa senja ini kau melayarkan cinta pada seikat bunga
menemukan ruhnya
...
seperti mawar yang merambat
Senja menyeret arus namamu. 3 imaji gerak dan
Bukit-bukit menenun rumpun cahaya. 1 imaji perabaan
Langit Mei senja dikikis nyeri. (hlm. 8)
...
Di rahim puisi, matamu menyulam percik kata-kata.
menyusuri kota-kota tanpa nama 2 imaji gerak, 2
kendaraan terus berjejal seperti rindu imaji penglihatan,
... dan 1 imaji
kau mencakar langit muram di petik hujan perabaan (hlm.
... 10)
lalu basah doa mengantar ruh-ruh sunyi
dalam percakapan kita 3 imaji gerak, 5
angin menembus celah jendela imaji penglihatan,
ada yang berdebar dalam rongga dada 3 imaji
wajahmu menari seperti detak jarum jam pendengaran, dan
menyusuri kerinduan dalam pusaran cahaya 1 imaji
aroma kopi tercium di atas meja penciuman (hlm.
menyuguhkan rindu pada secangkir kenangan 12)
di punggung langit ledakan rindu 3 imaji gerak, 4
seperti selongsong peluru tubuhku imaji penglihatan,
... dan 1 imaji
doa-doa berlayar seperti perahu dikayuh pendengaran
(hlm. 14)
...
menenun cinta dengan telapak tangan yang berdarah
azan bergema di wajah semesta 4 imaji gerak, 2
lalu percikan air wudu membasuh imaji penglihatan,
dosa-dosa manusia, angin bergegas dan 2 imaji
menuju daun pintu membuka tabir kesunyian pendengaran
... (hlm. 16)
ada seseorang dengan tangan terbuka
mengucurkan doa-doa pada langit kosong
...
dalam petikan waktu
dalam gigil waktu sentuhan jemarimu 1 imaji
penglihatan dan 1
imaji perabaan
(hlm. 18)
setelah kereta itu melaju ke selatan 1 imaji gerak, 4
rindu melengking di antara rel-rel imaji penglihatan,
bunyi peron bergetar dalam jerit lokomotif dan 2 imaji
karcis-karcis seperti potongan kesedihan pendengaran
di stasiun aku menunggu luka bersemayam (hlm. 20)
dari bangku-bangku kosong
72
(hlm. 40)
aku mengirim butiran air mata 3 imaji
... penglihatan (hlm.
bersemayam sebagai cahaya 42)
menyala dalam bulat matamu
aku yang menghidmati senja 3 imaji gerak dan
6 imaji
saat rintik air matamu luruh penglihatan (hlm.
44)
dalam bunga-bunga
...
penciuman (hlm.
aku yakin hujan kembali tumpah 68)
saat cahaya jatuh di lingkar matamu pernah kau tatap langit 2 imaji gerak dan
... 4 imaji
penglihatan (hlm.
adalah namamu merambat seperti kelopak bunga pecah di 70)
rahim waktu mengusap jantungku dengan doa-doa merambat
kereta waktu memacu kerinduan 3 imaji gerak dan
7 imaji
bergegas menuju stasiun penghabisan penglihatan (hlm.
72)
di sebuah peron wajahmu menebas kelebat angin mengusap
putih kesunyian dalam lembar-lembar rencana di bangku
stasiun telah aku tiupkan panah cinta menuju lembaran doa
76