Anda di halaman 1dari 149

KETERBACAAN BUKU TEKS BAHASA INDONESIA EDISI

REVISI 2017 SMP KELAS VII BERDASARKAN FORMULA


GRAFIK FRY DI SMP NEGERI 13 KOTA
TANGERANG SELATAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:
Anisa Hasanah (11140130000022)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ABSTRAK

Anisa Hasanah (NIM: 11140130000022). Skripsi: “Keterbacaan Buku Teks


Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 SMP Kelas VII Berdasarkan Formula
Grafik Fry di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan”.

Penelitian skripsi ini tentang keterbacaan buku teks bahasa Indonesia edisi
revisi 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterbacaan wacana-
wacana yang terdapat pada buku teks bahasa Indonesia edisi revisi 2017 dan
wacana yang sesuai untuk siswa kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang
Selatan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan baca, catat, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif-kualitatif dan menggunakan formula
grafik fry.
Keterbacaan wacana yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini
ialah sebanyak 20 wacana, yang meliputi wacana deskripsi, wacana narasi, dan
wacana eksposisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 15 wacana
yang sesuai keterbacaannya untuk kelas VII dan 5 wacana lainnya tidak sesuai.
Wacana yang sesuai keterbacaannya untuk kelas VII meliputi 5 wacana
deskripsi, 7 wacana narasi, dan 3 wacana eksposisi. Adapun wacana yang tidak
sesuai keterbacaannya untuk kelas VII meliputi 2 wacana deskripsi, 1 wacana
narasi, dan 2 wacana eksposisi. Dilihat dari hasil tersebut, buku teks bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 dapat dikatakan memiliki keterbacaan yang tinggi,
karena wacana yang sesuai untuk kelas VII terhitung lebih banyak dibandingkan
dengan wacana yang tidak sesuai.

Kata Kunci: Keterbacaan, Wacana, Grafik fry, Buku Teks.

i
ABSTRACT

Anisa Hasanah (NIM: 11140130000022). Thesis: "Readability of Indonesian


Textbooks 2017 Revised Edition of Class VII Middle School Based on Fry
Graph Formula at Junior High School 13 South Tangerang City".

This thesis study was about the readability of the revised edition of the
Indonesian textbook 2017. The purpose of this study was to determine the
readability of discourses contained in the revised edition of the Indonesian
textbook and discourse that is suitable for seventh grade students of South
Tangerang State Middle School 13.
The research method used in this study was a qualitative descriptive
method. The data collection technique in this study were to read, write, and
interview. The data analysis technique used in this study is descriptive-qualitative
technique and the use of fry graph formula.
Discourse readings which were the subject of discussion in this study were
20 discourses, which include description discourse, narrative discourse, and
exposition discourse. The results of this study indicated that there are 15
discourses that are appropriate for their readability for class VII and the other 5
discourses which are not appropriate.
The discourse that is appropriate for its readability for class VII includes 5
discourse descriptions, 7 narrative discourses, and 3 exposition discourses. The
discourse that does not fit its readability for class VII includes 2 description
discourses, 1 narrative discourses, and 2 exposition discourses. Judging from
these results, the 2017 revised edition of the Indonesian textbook can be said to
have a high readability, because the discourse that is suitable for class VII counts
more than the discourse that is not appropriate.

Keywords: Readability, Discourse, Fry Graph, Textbooks.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Judul skripsi ini adalah “Keterbacaan
Buku Teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 Smp Kelas VII Berdasarkan
Formula Grafik Fry di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan”
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, doa, serta bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi.
3. Dr. Elvi Susanti, M.Pd., dosen pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan saran kepada penulis selama proses penulisan skripsi.
4. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya selama perkuliahan.
5. Kepala SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan, Alan Suherlan, S.Pd. M.M.,
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
6. Sri Supraptiwi, S. Pd., sebagai guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 13 Kota
Tangerang Selatan.
7. Orang tua beserta keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan dan
doa terbaiknya kepada penulis.
8. Teman-teman kelas A Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2014 terima
kasih atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.
9. Teman seperjuangan semasa skripsi Meta Ajeng Kurniawati, Intan Delima,
Nurul Ardiyani, Nurul Hikmah, dan Shindy Octavia.
10. Teman SMA, Setya Dewi, Gita Larasati Irawan dan Hesti Mutiara Imanti
yang telah memberikan motivasi, semangat dan membantu selama proses

iii
iv

penyusunan skripsi serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan
pada bidang pendidikan bahasa Indonesia bagi yang membacanya, khususnya di
lingkungan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Februari 2019

Anisa Hasanah
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI


LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah............................................................................. 4
D. Perumusan Masalah .............................................................................. 4
E. Tujuan Penelitian ...................................................................... ........... 4
F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORETIS..................................................................... 6
A. Konsep Keterbacaan ........................................................................... 6
1. Pengertian Keterbacaan ................................................................ 6
2. Fungsi Keterbacaan....................................................................... 8
3. Pengertian dan Fungsi Formula Grafik Fry...........................…… 9
4. Cara Mengukur Keterbacaan Menggunakan Formula Grafik
Fry................................................................................................. 10
B. Buku Teks ........................................................................................... 12
1. Pengertian Buku Teks .................................................................. 12
2. Jenis Buku Teks .......................................................................... 14
3. Fungsi Buku Teks ....................................................................... 17
4. Kualitas Buku Teks .................................................................... 19

v
vi

C. Wacana ............................................................................................... 20
1. Pengertian Wacana ....................................................................... 20
2. Jenis Wacana................................................................................. 21
D. Penelitian Relevan.............................................................................. 24
BAB III METODO PENELITIAN.................................................................. 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 29
B. Metode Penelitian................................................................................ 29
C. Populasi dan Sampe............................................................................. 31
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 32
E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 33
F. Teknik Analisis Data........................................................................... 34

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 38
A. Deskripsi Data ...................................................................................... 38
B. Hasil Penelitian .................................................................................... 40
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 83
A. Simpulan ............................................................................................... 83
B. Saran ..................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFERENSI
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Wacana yang Memenuhi Syarat Dapat Diujikan dengan


Formula Grafik Fry .................................................................................. 31
Tabel 3.2 Contoh Analisis Keterbacaan menggunakan Formula Grafik Fry .. .......... 35
Tabel 4.1 Wacana dalam Buku Teks Bahasa Indonesia ........................................... 38
Tabel 4.2 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)3des ........ 40
Tabel 4.3 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)4Ades ...... 42
Tabel 4.4 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)4Ides ........ 45
Tabel 4.5 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)5des ......... 46
Tabel 4.6 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)12des ....... 48
Tabel 4.7 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)15des ...... 50
Tabel 4.8 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(2)45nar ....... 52
Tabel 4.9 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(2)54nar ....... 54
Tabel 4.10 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(2)56nar ....... 56
Tabel 4. 11 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)125eks ..... 58
Tabel 4.12 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)126eks ..... 60
Tabel 4.13 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)132eks ..... 62
Tabel 4.14 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)135eks ..... 64
Tabel 4.15 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode7(4)142eks ...... 66
Tabel 4.16 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)144des ..... 68
Tabel 4.17 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)195nar ..... 70
Tabel 4.18 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)197nar ..... 72
Tabel 4.19 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)205nar ..... 74
Tabel 4.20 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)220nar ..... 76
Tabel 4.21 Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)235nar ..... 78
Tabel 4.22 Rekapitulas Data Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia ... 80

vii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Grafik Fry......................................................................................... 10


Grafik 3.1 Grafik Fry......................................................................................... 37
Grafik 4.1 Grafik Fry Wacana Kode 7(1)3des .................................................. 42
Grafik 4.2 Grafik Fry Wacana Kode 7(1)4Ades ............................................... 44
Grafik 4.3 Grafik Fry Wacana Kode 7(1)4Ides ................................................. 46
Grafik 4.4 Grafik Fry Wacana Kode 7(1)5des .................................................. 48
Grafik 4.5 Grafik Fry Wacana Kode 7(1)12des ................................................ 50
Grafik 4.6 Grafik Fry Wacana Kode 7(1)15des ................................................ 52
Grafik 4.7 Grafik Fry Wacana Kode 7(2)45nar ................................................ 54
Grafik 4.8 Grafik Fry Wacana Kode 7(2)54nar ................................................ 56
Grafik 4.9 Grafik Fry Wacana Kode 7(2)56nar ................................................ 58
Grafik 4.10 Grafik Fry Wacana Kode 7(4)125eks .............................................. 60
Grafik 4. 11 Grafik Fry Wacana Kode 7(4)126eks .............................................. 62
Grafik 4.12 Grafik Fry Wacana Kode 7(4)132eks .............................................. 64
Grafik 4.13 Grafik Fry Wacana Kode 7(4)135eks .............................................. 66
Grafik 4.14 Grafik Fry Wacana Kode 7(4)142eks .............................................. 68
Grafik 4.15 Grafik Fry Wacana Kode 7(4)144eks .............................................. 70
Grafik 4.16 Grafik Fry Wacana Kode 7(6)195nar .............................................. 72
Grafik 4.17 Grafik Fry Wacana Kode 7(6)197nar .............................................. 74
Grafik 4.18 Grafik Fry Wacana Kode 7(6)205nar .............................................. 76
Grafik 4.19 Grafik Fry Wacana Kode 7(6)220nar .............................................. 78
Grafik4.20 Grafik Fry Wacana Kode 7(6)235nar .............................................. 80

viii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Surat Bimbingan Skripsi


LAMPIRAN 2 Surat Permohonan/Izin Penelitian
LAMPIRAN 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
LAMPIRAN 4 Profil Sekolah
LAMPIRAN 5 Hasil Wawancara dengan Guru
LAMPIRAN 6 Identitas Buku
LAMPIRAN 7 Wacana yang Dianalisis

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegiatan pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian kegiatan antara guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan timbal balik dalam
hal ini adalah guru mengajar dan siswa belajar. Guru menyampaikan
pengetahuan dan mendidik karakter, sedangkan siswa menerima pelajaran
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses berlangsungnya
kegiatan pembelajaran merupakan perbuatan yang kompleks. Perbuatan
yang kompleks dapat diterjemahkan berupa penggunaan secara integratif
sejumlah komponen seperti tujuan pembelajaran, materi yang akan
disampaikan, metode, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu komponen
dalam kegiatan pembelajaran yaitu sumber belajar. Kegiatan pembelajaran
di dalam kelas maupun di luar kelas pasti memerlukan sumber belajar.
Sumber belajar adalah semua komponen sistem instruksional, baik yang
secara khusus dirancang maupun yang menurut sifatnya dapat dipakai atau
dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran.1 Berdasarkan pengertian
tersebut, segala sesuatu yang bersifat pengajaran dan dapat dimanfaatkan
dalam kegiatan pembelajaran disebut sebagai sumber belajar. Komponennya
terdiri dari yang secara khusus dirancang, yakni memberikan fasilitas
belajar yang terarah dan bersifat formal. Sedangkan komponen yang dapat
dimanfaatkan, tidak selalu dirancang secara khusus dan keberadaannya
dapat ditemukan serta dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran.
Sumber belajar dapat berbentuk pesan (informasi, bahan ajar,
wacana), orang (guru, instruktur, siswa, tokoh), bahan (buku, film, slides,
gambar, grafik), alat (komputer, radio, papan tulis), pendekatan (diskusi,
1
Andi Prastowo, Sumber Belajar & Pusat Sumber Belajar Teori dan Aplikasinya di
Sekolah/Madrasah, (Depok: Prenadamedia Group, 2018), hlm. 28

1
2

seminar, debat), maupun lingkungan (ruang kelas, perpustakaan, museum).


Sumber belajar yang baik dan lengkap merupakan salah satu faktor yang
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran jika tercapai maka pembelajaran tersebut dapat dikatakan
berhasil, oleh karena itu, penentuan sumber belajar yang akan disajikan di
kelas merupakan hal yang sangat penting.
Salah satu sumber belajar yang sangat penting dalam penunjang
pembelajaran di dalam kelas adalah buku teks. Penulis berfokus pada satu
sumber belajar yaitu buku teks pelajaran. Pengertian buku teks pelajaran
adalah semua buku yang digunakan dalam proses pembelajaran di dalam
kelas maupun di luar kelas. Beberapa sekolah masih menjadikan buku teks
pelajaran sebagai sumber belajar utama. Guru masih berpedoman dan
bergantung terhadap buku teks pelajaran tersebut untuk kegiatan
pembelajaran di dalam kelas maupun pembuatan soal-soal. Buku teks
pelajaran harus dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa untuk
menunjang suatu program pengajaran. Buku teks yang menjadi objek
penelitian ini adalah buku teks mata pelajaran bahasa Indonesia edisi revisi
2017 kelas VII milik kementerian pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia yang telah berlandaskan kurikulum 2013 atau biasa disebut
kurtilas. Buku teks pelajaran yang berlandaskan kurtilas dituntut untuk
membuat siswa aktif, kreatif, dan inovatif.
Kehadiran buku teks yang berlandaskan kurikulum 2013 sangat
memengaruhi kegiatan pembelajaran. Buku teks tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pembelajaran. Pilihan bacaan yang terdapat dalam buku teks
pelajaran untuk kegiatan pembelajaran sangat berpengaruh. Minat membaca
siswa dapat meningkat ataupun menurun sesuai dengan pilihan bacaannya.
Saat ini, sumber belajar yang sangat dekat dan praktis adalah buku teks. Hal
tersebut karena di dalam buku teks sudah termuat tujuan-tujuan intruksional
yang menjadi pedoman keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran di dalam kelas harus memperhatikan kriteria
pemilihan bacaan siswa yang terdapat dalam buku teks. Salah satu caranya
3

yaitu menggunakan tingkat keterbacaan. Pilihan bacaan haruslah sesuai


dengan jenjangan yang diharuskan. Hubungan antara bacaan dan pembaca
memang tidak dapat dipisahkan, maka dari itu keterbacaan sangat
diperlukan perhatian khusus.
Kriteria buku teks berkualitas adalah buku teks harus
mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan
kemampuan para siswa yang memakainya. Penelitian ini berfokus pada
kriteria tersebut karena buku teks memuat materi-materi yang disajikan
secara komunikatif. Dengan demikian, aspek-aspek linguistik penting untuk
diperhatikan dalam menyusun buku teks karena secara tidak langsung
mampu memengaruhi kemampuan materi yang disajikan dalam buku teks
untuk terbaca dan tertangkap pesannya oleh pembaca.
Secara sederhana, kemampuan terbacanya bacaan oleh pembacanya
merupakan definisi dari keterbacaan. Di lain pihak, rupanya masih banyak
buku pelajaran yang belum memiliki tingkat keterbacaan tinggi. Jika buku-
buku seperti ini tetap akan dipakai sebagai bahan ajar di kelas, guru perlu
menyelaraskan wacananya dengan daya baca siswa terlebih dahulu.
Penyusunan buku teks pelajaran masih banyak yang belum
memperhatikan tingkat keterbacaannya. Masih banyak siswa yang tidak
memahami wacana-wacana yang disediakan di dalam buku teks pelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap keterbacaan buku teks pelajaran bahasa Indonesia edisi revisi 2017
kelas VII milik kementerian pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia.
Alasan peneliti memilih buku tersebut karena merupakan edisi paling
terbaru yang dikeluarkan pemerintah dan banyak sekolah yang
menggunakan buku tersebut. pada siswa kelas VII di SMP Negeri 13 Kota
Tangerang Selatan dengan menggunakan formula grafik fry.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Buku teks dijadikan sebagai sumber belajar utama di sekolah.
4

2. Guru masih banyak yang hanya berpedoman terhadap buku teks dalam
kegiatan pembelajaran.
3. Siswa banyak yang tidak memahami wacana yang terdapat dalam buku
teks pelajaran bahasa Indonesia.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah penelitian
ini dibatasi pada tingkat keterbacaan wacana dengan formula grafik fry
dalam buku teks Bahasa Indonesia edisi revisi 2017 milik Kementerian
Pendidikan dan kebudayaan kelas VII pada siswa SMP Negeri 13 Kota
Tangerang Selatan.
D. Rumusan Masalah
Setelah melihat uraian di atas, adapun masalah yang penulis coba
uraikan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat keterbacaan wacana dalam buku teks bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 milik kementerian pendidikan dan
kebudayaan berdasarkan grafik fry?
2. Wacana apa sajakah yang terdapat dalam buku teks bahasa Indonesia
edisi revisi 2017 milik kementerian pendidikan dan kebudayaan yang
sesuai untuk siswa SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan tingkat keterbacaan wacana dalam buku teks bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 milik kementerian pendidikan dan
kebudayaan berdasarkan grafik fry.
2. Mendeskripsikan wacana yang terdapat dalam buku teks bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 milik kementerian pendidikan dan
kebudayaan yang sesuai untuk siswa SMP Negeri 13 Kota Tangerang
Selatan.
5

F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tingkat keterbacaan buku teks bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 milik kementerian pendidikan dan kebudayaan
berdasarkan grafik fry adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
keterbacaan dan dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran.
2. Manfaat bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi penulis
atau pembuat buku pelajaran bahasa Indonesia agar dapat menghasilkan
buku yang memiliki tingkat keterbacaan yang sesuai dengan jenjangan
pendidikannya.
3. Manfaat bagi Penerbit
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk
menghasilkan buku siap cetak yang memiliki keterbacaan yang sesuai.
4. Manfaat bagi Pendidik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran yang jelas
mengenai keterbacaan buku teks bahasa Indonesia edisi revisi 2017
milik kementerian pendidikan dan kebudayaan sehingga pendidik dapat
menyusun strategi pembelajaran yang tepat untuk lebih meningkatkan
pemahaman siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia.
5. Manfaat bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan meningkatkan
kemampuan membaca siswa.
6. Manfaat bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur keterbacaan buku
pelajaran bahasa Indonesia untuk selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORETIS

A. Konsep Keterbacaan
1. Pengertian Keterbacaan
Pertamakali mendengar keterbacaan pasti kita akan terbesit
mengenai membaca, pengertian membaca sendiri menurut Hudgson
dalam Tarigan adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan
oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses
yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan
akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata
secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi,
pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau
dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. 2
Membaca tidak lain adalah menerima pesan dari buku-buku dan
informasi yang kita terima tersebut tidak selalu langsung kita pahami
maknanya.3
Reading is not about looking at black marks on page-or
turning the pages as quickly as we can. reading means
constructing meaning from the marks on the page, getting a
message.4 (membaca bukan tentang melihat tanda hitam di
halaman-atau membalik halaman secepat yang kita bisa.
Membaca berarti membangun makna dari tanda di halaman,
menerima pesan)

2
Henry Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
(Bandung:Angkasa, 2015), hlm. 7
3
J. CH. Sujanto, Keterampilan Berbahasa Membaca-Menulis-Berbicara untuk Mata Kuliah
Dasar Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988),
hlm. 5
4
Dorothy U. Seyler, Read, Reason, Write An Argument Text and Reader, (New
York:McGraw-Hill, 2005), hlm. 10

6
7

Kegiatan membaca sebagai kegiatan berbahasa, kegiatan


menerima informasi melalui bahasa tulis. Proses membaca sebagai
proses perubahan wujud lambang/tanda/tulisan menjadi wujud makna,
sebagai proses berbahasa.5 Berdasarkan pemaparan di atas mengenai
membaca, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses
pemahaman kita terhadap pesan atau informasi yang kita dapatkan
dari suatu teks yang kita baca. Berlainan arah dengan membaca,
keterbacaan mempunyai arah bagaimana suatu wacana dapat dipahami
sisa sesuai dengan kemampuannya.6
Tampubolon dalam Suladi menyebutkan bahwa keterbacaan
atau readability adalah sesuai tidaknya suatu wacana bagi pembaca
tertentu dilihat dari aspek atau tingkat kesukarannya.7 Rusyana pun
berpendapat bahwa keterbacaan juga dapat diartikan sebagai
keseluruhan unsur di dalam materi cetak tertentu yang mempengaruhi
keberhasilan pembaca yang meliputi pemahaman dan kecepatan
membaca yang optimal.8
Keterbacaan atau readability dapat dikaitkan dengan kemudahan
suatu teks untuk dibaca. Semakin tinggi keterbacaan suatu teks maka
dapat dikatakan teks tersebut mudah dipahami, sedangkan semakin
rendah keterbacaan teks maka dikatakan sulit dipahami. Suatu teks,
meskipun disajikan dengan kalimat yag cukup sederhana, kadang-
kadang terasa sulit untuk dipahami oleh pembaca. Hal itu antara lain
disebabkan oleh tingkat kerumitan isi yang disajikan sangat tinggi.
Pemahaman siswa terhadap kalimat dalam suatu teks dapat dikatakan
berkorelasi dengan tingkat keterbacaan kalimat dalam teks itu. Jika
kelompok siswa dapat memahami kalimat dalam teks itu dengan baik,

5
M.E.Suhendar dan Pien Supinah, Seri Materi Kuliah MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum)
Bahasa Indonesia Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca & Keterampilan Menulis,
(Bandung: CV.Pionir Jaya, 1992), hlm. 19
6
Suladi, dkk, Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran SLTP (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2000), hlm. 2
7
ibid, hlm. 4
8
Loc. Cit, hlm. 4
8

maka kalimat tersebut dapat dikatakan mempunyai tingkat


9
keterbacaan yang baik juga atau tinggi.
Sakri menyatakan keterbacaan adalah menyangkut ketedasan
dan kejelahan. Ketedasan adalah sisi keterbacaan yang dilihat
berdasarkan unsur-unsur kebahasaan seperti diksi, bangun kalimat,
atau susunan paragraf. Adapun kejelahan merupakan sisi keterbacaan
yang ditentukan berdasarkan tata huruf seperti besar huruf, kerapatan
baris, dan unsur tata rupa lainnya.10
2. Fungsi Keterbacaan
Jika suatu wacana terlalu sulit, pembaca akan membaca dengan
sedikit agak terlambat bahkan kadang-kadang berulang-ulang agar
dapat memahami isinya. Hal itu kemungkinan dapat menyebabkan
seorang pembaca menjadi frustasi karena apa yang diharapkan
mungkin tidak akan tercapai. Namun, jika suatu wacana terlalu mudah,
seorang pembaca akan cepat merasa bosan. Untuk itu diperlukan
wacana yang dianggap sesuai untuk kelompoknya. Salah satu cara
untuk mendapatkan wacana yang sesuai dengan yang diharapkan
adalah dengan studi keterbacaan. Untuk mengukur tingkat
keterbacaan, perlu mempertimbangkan beberapa variabel, seperti
struktur bahasa, isi wacana, tipografi, dan minat baca. Pada umumnya
cara mengukur keterbacaan dilakukan dengan mempertimbangkan
variabel struktur bahasanya. Struktur bahasa terdiri dari dua variabel,
yaitu faktor semantik dan sintaksis. Faktor semantik berhubungan
dengan rata-rata jumlah suku kata dan faktor sintaksis berhubungan
dengan panjang kalimat.11

9
ibid, hlm. 4
10
Adjat Sakri, Bangun Kalimat Bahasa Indonesia, (Bandung: Penerbit ITB Bandung, 1994),
hlm. 165-166
11
Suladi, Op. Cit , hlm. 5
9

3. Pengertian dan Fungsi Formula Grafik Fry


Berbagai jenis formula keterbacaan telah diperkenalkan. Grafik
fry merupakan alat keterbacaan yang dianggap praktis dan mudah
penggunaannya. Formula keterbacaan fry diambil dari nama
pembuatnya yaitu Edward Fry. Formula ini mulai dipublikasikan pada
tahun 1977 dalam majalah “Journal of Reading”.12
Formula keterbacaan Fry mengambil seratus kata dalam sebuah
wacana sebagai sampel tenpa memperhatikan panjangnya wacana.
Jadi, setebal apapun jumlah halaman suatu buku ataupun sepanjang
apapun suatu bacaan pengukuran keterbacaan menggunakan formula
ini hanya menggunakan seratus kata saja.
Formula grafik fry merupakan suatu instrumen yang sederhana
dan efisien untuk menentukan tingkat keterbacaan buku teks. Faktor-
faktor yang harus diperhatikan dalam instrumen grafik fry meliputi
panjang kalimat dan tingkat kesulitan kata. Kata yang sulit tersebut
disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah suku kata, sedangkan
tingkat kesulitan kalimat disebabkan oleh terlalu kompleksnya kalimat.
Hal ini dapat dibuktikan bahwa kalimat yang sederhana lebih mudah
dipahami daripada kalimat kompleks.13

12
Akhmad Slamet Harjasujana dan Yeti Mulyati, Membaca 2, (Jakarta: Depdiknas, 1996),
hlm. 113
13
Ahmad Slamet Hardjasujana, Evaluasi Keterbacaan Buku Teks Bahasa Sunda untuk
Sekolah Dasar di Jawa Barat, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1999), hlm. 5
10

Grafikfry 2.1
Angka-angka yang ditulis pada bagian horizontal grafik fry
menunjukkan data jumlah suku kata perseratus perkataan, yakni
jumlah kata yang dijadikan sampel pengukuran keterbacaan wacana.
Perhitungan bagian ini mencerminkan faktor kata sulit yang menjadi
salah satu faktor utama terbentuknya formula keterbacaan.
Angka-angka yang tertera pada samping kiri grafik
menunjukkan data rata-rata jumlah kalimat per seratus perkataan. Hal
ini merupakan perwujudan dari landasan lain dari faktor penentu
formula keterbacaan yaitu faktor panjang pendek kalimat.
Angka-angka yang berderat di bagian tengah grafik dan berada
di antara garis-garis penyekat dari grafik tersebut menunjukkan
perkiraan peringkat keterbacaan wacana yang diukur. Angka 1
menunjukkan peringkat 1, artinya wacana tersebut cocok untuk
pembaca dengan level peringkat baca 1; dan seterusnya.
4. Cara Mengukur Keterbacaan Menggunakan Formula Grafik Fry
Langkah-langkah penyusunan formula grafik fry menurut
Hardjasujana dan Yeti sebagai berikut:
1) Langkah pertama adalah memilih penggalan wacana yang
representatif yang jumlah katanya sebanyak seratus kata.
2) Langkah kedua adalah menghitung jumlah kalimat dalam setiap
penggalan teks sebanyak seratus kata.
11

3) Langkah ketiga ialah menghitung jumlah suku kata dalam setiap


penggalan seratus kata.
4) Langkah keempat adalah memperhatikan formula grafik fry. Garis
vertikal (kolom) menunjukkan jumlah kalimat per seratus kata
dan garis horizontal (baris) menunjukkan jumlah suku kata per
seratus kata.14
Menurut Hardjasujana dan Yeti, petunjuk penggunaan grafik fry
adalah sebagai berikut:
1) Pilih penggalan yang representatif dari wacana dengan
mengambil 100 buah perkataan. Kata adalah sekelompok
lambang yang di kiri dan kanannya berpembatas misalnya Budi,
IKIP, 2000, masing-masing dianggap kata. Wacana tabel diselingi
dengan gambar, kekosongan halaman, tabel, dan atau rumus-
rumus yang mengandung banyak angka-angka tidak dihitung.
2) Hitung jumlah kalimat dari seratus buah perkataan hingga
persepuluh terdekat. Maksudnya, jika kata yang ke-100 (wacana
sampel) tidak jatuh diujung kalimat, sisa kata yang termasuk
hitungan keseratus itu diperhitungkan dalam bentuk desimal
(persepuluh). Misalnya, jika wacana sampel terdiri atas 13
kalimat dan kalimat terakhir yaitu kalimat ke-13 terdiri dari 16
kata dan kata ke-100 jatuh pada kata ke-8, kalimat itu dihitung
sebagai 8/16 atau 0,5, sehingga jumlah seluruh kalimat dari
wacana sampel adalah 12+0.5 atau 12,5 kalimat.
3) Hitung jumlah suku kata dari wacana sampel hingga kata ke-100.
Suku kata yang dimaksud adalah suku kata fonetis. Kelompok
lambang yang terdiri atas angka atau singkatan, diperhitungkan
satu suku kata. Misalnya 196 terdiri atas 3 suku kata dan IKIP
terdiri atas empat suku kata.
4) Untuk wacana bahasa Indonesia, penggunaan grafik fry masih
harus ditambah satu langkah, yakni mengalikan hasil perhitungan

14
Harjasujana, Op. Cit, hlm. 6
12

suku kata dengan 0,6, karena itu angka 228x0,6=136,8 dibulatkan


menjadi 137 suku kata.
5) Plotkan angka-angka ke dalam grafik fry. Kolom tegak lurus
menunjukkan jumlah suku kata per seratus kata dan baris
mendatar menunjukkan jumlah kalimat per seratus kata.
Tingkat keterbacaan ini bersifat perkiraan. Penyimpangan sangat
mungkin terjadi, baik ke atas maupun ke bawah. Oleh karena itu,
tingkat keterbacaan wacana hendaknya ditambah satu tingkat dan
dikurang satu tingkat.

B. Buku Teks
1. Pengertian Buku Teks
Pemanfaatan sumber belajar belum sepenuhnya maksimal
sehingga menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran. Sumber
belajar adalah segala sesuatu yang memiliki nilai belajar (terdapat
unsur pembelajaran di dalamnya) yang dapat dimanfaatkan oleh
pendidik (guru) dan peserta didik dalam proses pembelajarannya,
sehingga dapat memudahkan peserta didik dalam memahami materi
pelajaran dan mencapai suatu tujuan kompetensi.15 Sumber belajar
yang dapat berasal dari manusia, bahan, lingkungan, alat dan peralatan,
serta aktivitas seharusnya dapat memberikan kemudahan kepada
peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar.16 Salah
satu sumber belajar yang sangat penting dalam proses belajar mengajar
yaitu buku.
Kata “buku” dalam bahasa Indonesia memiliki persamaan dalam
berbagai bahasa. Dalam bahasa Yunani disebut “biblos” dalam bahasa
Inggris disebut “book”, dalam bahasa Belanda disebut “boek”, dan
dalam bahasa Jerman adalah “das buch”. semua kata diawali dengan
15
Edi Puryanto, Suhertuti, Reni Nur Eriyani, Perencanaa Pengajaran Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 2015), hlm. 22
16
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 48
13

huruf “b” sehingga besar kemungkinan semuanya berasal dari akar


kata yang sama, yaitu dari bahasa Yunani. Kalau dilihat dalam kamus
masing-masing bahasa yang menggunakannya, kata itu pada
hakikatnya memiliki makna yang sama dan dipergunakan untuk benda
yang sama, yaitu kumpulan kertas yang dijilid.17
Ensiklopedia Indonesia (1980-538) menjelaskan, “dalam arti
luas buku mencakup semua tulisan dan gambar yang ditulis dan dilukis
atas segala macam lembaran papirus, lontar, perkamen, dan kertas
dengan segala bentuknya: berupa gulungan, dilubangi, dan diikat atau
dijilid muka dan belakangnya dengan kulit, kain, karton, dan kayu”.18
Berdasarkan pengertian tersebut, maka buku itu tidak hanya tulisan
atau gambar yang terdapat dalam kertas saja, namun dapat juga berupa
tulisan atau gambar yang ada dalam papirus, lontar, dan lain-lain. Jadi,
kesimpulan dalam pengertian secara luas, buku adalah segala sesuatu
yang menjadi alas dari sebuah tulisan dapat berbentuk yang dijilid
maupun yang berwujud gulungan. Namun kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi membuat buku dapat ditampilkan dengan
menggunakan peralatan elektronik dengan tata letak dan perwajahan
yang sama dengan buku. Buku elektronik atau biasa disebut e-book
dapat memuat informasi yang sama seperti buku konvensional dan
dapat disimpan di CD, flash disk, atau komputer sehingga tidak
menggunakan banyak tempat dan membawanya lebih mudah daripada
buku biasa.19
Buku yang digunakan sebagai sumber belajar utama dalam
pembelajaran suatu bidang studi disebut buku teks atau buku pelajaran
atau dapat pula disebut sebagai buku teks pelajaran.
Buku teks sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu
merupakan buku standar yang disusun oleh pakar dalam bidang itu

17
B.P. Sitepu, Penulisan Buku Teks Pelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014),
hlm. 12
18
ibid, hlm. 12
19
Sitepu, Op. Cit, hlm. 13
14

untuk maksud-maksud dan tujuan instuksional yang dilengkapi dengan


sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para
pemakai di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat
menunjang suatu program pengajaran.20 Majid menyebutkan bahwa
buku-buku sebagai bahan ajar merupakan buku berisi ilmu
pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.21
Buku teks pada umumnya berisi gambar dan tulisan yang
digunakan untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran.
Berkaitan dengan hal tersebut dapat juga pengertian buku teks sebagai
berikut:
2. Jenis Buku Teks
Tarigan dan Djago Tarigan mengklasifikasikan buku teks
pelajaran ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan mata pelajaran atau bidang studi (terdapat
di SD, SMP, dan SMA)
Pengklasifikasian ini berlaku bagi buku-buku Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Biasanya nama buku tersebut disesuaikan dengan mata
pelajarannya. Contohnya buku teks untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia disebut sebagai buku teks pelajaran Bahasa Indonesia,
sedangkan buku teks untuk pelajaran Matematika disebut buku
teks pelajaran Matematika. Pengklasifikasian dalam jenjang
pendidikan baik jenjang sekolah maupun kelas juga terdapat.
Buku teks pelajaran yang sama akan berbeda setiap jenjangnya.
Buku teks pelajaran Bahasa Indonesia jenjang kelas VII tentu
akan berbeda dengan buku teks Bahasa Indonesia untuk kelas

20
Henry Guntur Trigan dan Djago Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia, (Bandung:
Angkasa, 1990), hlm. 13
21
Awalludin, M. Pd, Pengembangan Buku Teks Sintaksis Bahasa Indonesia, (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), hlm. 27
15

VIII. Begitupun dengan jenjang sekolah, buku teks SMP akan


berbeda dengan buku teks untuk SMA atau SMK.
b. Klasifikasi berdasarkan mata kuliah bidang yang bersangkutan
(terdapat di perguruan tinggi)
Pengklasifikasian ini diberikan bagi buku-buku yang
digunakan di perguruan tinggi, contohnya yaitu buku teks pada
jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP (sekarang
UPI), khusus dalam bidang studi mayor wajib. Mata kuliah
Bidang Studi Program S1 yang memerlukan buku teks adalah:
a. Kurikulum Bahasa Indonesia SMA;
b. Buku teks SMA;
c. Menyimak;
d. Berbicara;
e. Membaca I;
f. Membaca II;
g. Menulis I;
h. Menulis II;
i. Kebahasaan I;
j. Kebahasaan II;
k. Kebahasaan III;
l. Perbandingan Bahasa Nusantara;
m. Bahasa Pendamping;
n. Kesusastraan I;
o. Kesusastraan II;
p. Analisis Kesalahan Berbahasa;
q. Sanggar Bahasa I
r. Sanggar Bahasa II. (Dirjen PT, 1982, 3-4)
c. Klasifikasi berdasarkan cara penulisan buku teks (mungkin di
setiap jenjang pendidikan)
16

1) Buku teks tunggal, yaitu buku yang terdiri atas satu buku saja.
Contohnya yaitu Ramlan. A .1983. Sintaksis, Jogyakarta: CV
Karyono.
2) Buku teks berjilid, yaitu buku pelajaran untuk satu kelas
tertentu atau untuk satu jenjang sekolah tertentu. Contohnya
yaitu Depdikbud. 1981. Bahasa Indonesia I, II, dan III.
Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Pelajaran, Perpustakaan &
Keterampilan SLU.
3) Buku teks berseri, yaitu buku pelajaran berjilid yang mencakup
beberapa jenjang sekolah, misalnya dari SD, SMP, sampai
SMA atau SMK. Contohnya yaitu Tarigan, Henry Guntur dan
Djago Tarigan. 1985. Terampil Berbahasa Indonesia, (untuk
SD – 9 jilid). Bandung: Penerbit Angkasa.
d. Klasifikasi berdasarkan jumlah penulis buku teks
1) Buku teks dengan penulis tunggal, yaitu penulis yang
menyiapkan buku teks tertentu seorang diri.
2) Buku teks dengan penulis kelompok atau tim, yaitu penulis
yang terdiri atas beberapa orang untuk menyiapkan buku teks
tertentu.22
Kategorisasi buku yang dipergunakan di sekolah berkembang
dan diubah pada waktu tertentu. Salah satu perubahan yang dilakukan
adalah pada tahun 2008 melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 2 Tahun 2008` dalam Permendiknas
tersebut kategorisasi buku tdak hanya dibatasi untuk sekolah atau
pendidikan dasar atau menengah, khususnya di sekolah, tetapi
termasuk juga pendidiikan tinggi. Akan tetapi, semua buku masih
digolongkan dalam empat kelompok dengan istilah dan pengertian
yang berbeda, yakni:

22
Tarigan, Op. Cit, hlm. 33
17

a. Buku teks pelajaran pendidikan dasar, menengah, dan perguruan


tinggi yang selanjutnya disebut buku teks adalah buku acuan
wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah
atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam
rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan
kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
peningkatan kepekaan, dan kemampuan estetis, peningkatan
kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan
standar nasionnal pendidikan.
b. Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat prinsip,
prosedur, deskripsi, materi pokok, dan model pembelajaran untuk
digunakan oleh para pendidik.
c. Buku pengayaan adalah buku yang memuat materi yang dapat
memperkaya buku teks pendidikan dasar, menengah, dan
perguruan tinggi.
d. Buku referensi adalah buku yang isi dan penyajiannya dapat
digunakan untuk memperoleh informasi tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya secara dalam dan luas.23
3. Fungsi Buku Teks
Buku teks sebagai sumber belajar tentu memiliki banyak fungsi
atau peran penting dalam pembelajaran. Selain menjadi sumber
belajar, fungsi buku teks juga dapat sebagai media pembelajaran.
Greene dan Petty dalam Tarigan merumuskan beberapa peran buku
teks, diantaranya:
a. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern
mengenai pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam
bahan pengajaran yang disajikan.
b. Menyajikan suatu sumber pokok masalah atau subject –matter
yang kaya, mudah dibaca, dan bervariasi yang sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa, sebagai dasar bagi program-program

23
Sitepu, Op. Cit, hlm. 18
18

kegiatan yang disarankan ketika keterampilan-keterampilan


ekspresional diperoleh di bawah kondisi-kondisi yang menyerupai
kehidupan yang sebenarnya.
c. Menyediakan suatu sumber yang tersusun secara rapi dan
bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional yang
mengemban masalah pokok dalam komunikasi.
d. Menyajikan – bersama-sama dengan buku manual yang
mendampinginya – metode-metode dan sarana-sarana pengajaran
untuk memotivasi siswa.
e. Menyajian fiksasi (perasaan yang mendalam) sebagai awal yang
perlu dan juga sebagai penunjang bagi pelatihan-pelatihan dan
tugas-tugas praktis.
f. Menyajikan bahan atau sarana evaluasi dan remedial yang serasi
dan tepat guna.24
Dalam berbagai model desain pembelajaran, buku terlihat dalam
komponen sumber belajar atau bahan ajar dan membelajarkan. Dilihat
dari kepentingan siswa, buku disebut sebagai bahan ajar, sedangkan
dilihat dari kepentingan guru, buku dipergunakan guru sebagai salah
satu bahan untuk membelajarkan siswa.25 Fungsi utama buku adalah
sebagai media informasi yang pada awalnya dalam bentul tulisan
tangan, kemudian cetakan, dan belakangan ini dalam bentuk
elektronik.26
Dilihat dari isi dan penyajiannya, buku teks pelajaran berfungsi
sebagai pedoman manual bagi siswa dalam belajar dan bagi guru
dalam membelajarkan siswa untuk bidang studi atau mata pelajaran
tertentu. Pedoman belajar bagi siswa berarti siswa menggunakannya
sebagai acuan utama dalam:
a. Mempersiapkan diri secara individu atau kelompok sebelum
kegiatan belajar di kelas,
24
Ibid, hlm. 17
25
Sitepu, Op. Cit,, hlm. 19
26
ibid, hlm. 20
19

b. Berinteraksi dalam proses pembelajaran di kelas,


c. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, dan
d. Mempersiapkan diri untuk tes atau ujian formatif dan sumatif.
Bagi guru, buku teks pelajaran dipergunakan sebagai acuan
dalam:
a. Membuat desain pembelajaran,
b. Mempersiapkan sumber-sumber belajar lain,
c. Mengembangkan bahan belajar yang kontekstual,
d. Memberikan tugas, dan
e. Menyusun bahan evaluasi.
Memperhatikan fungsi buku teks pelajaran dalam proses
pembelajaran, penulis buku teks pelajaran perlu mengacu secara ketat
dalam mengembangkan isi buku teks pelajaran, dan perlu
memperhatikan:
a. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum,
b. Kebenaran, kemutakhiran, dan ketepatan informasi yang
disampaikan berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan,
c. Kedalaman dan keluasan bahan pembelajaran dikaitkan dengan
kemampuan yang perlu dicapai siswa,
d. Metode pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian tujuan
pembelajaran, dan
e. Bahasa yang dipergunakan sesuai dengan kemampuan berbahasa
siswa.27
4. Kualitas Buku Teks
Greene dan Petty dalam Tarigan telah menyusun cara penilaian
buku teks dengan sepuluh kriteria. Apabila buku teks dapat memenuhi
10 persyaratan yang diajukan, dapat dikatakan buku teks tersebut
berkualitas. Butir-butir yang haris dipenuhi oleh buku teks tergolong
kategori berkualitas tinggi, antara lain:

27
Ibid, hlm. 22
20

a. Buku teks haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa


yang mempergunakannya;
b. Buku teks haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa
yang memakainya;
c. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik para siswa
yang memanfaatkannya;
d. Buku teks seyogianyalah mempertimbangkan aspek-aspek
linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang
memakainya;
e. Buku teks isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-
pelajaran lainnya; lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya
dengan rencana sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan
yang utuh dan terpadu;
f. Buku teks haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-
aktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya;
g. Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-
konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak sempat
membingungkan para siswa yang memakainya.
h. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandangan atau “point of
view” yang jelas dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi
sudut pandangan para pemakainya yang setia;
i. Buku teks haruslah mempu memberi pemantapan, penekanan
pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.
j. Buku teks itu haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaab
pribadi para siswa pemakainya.28
C. Wacana
1. Pengertian Wacana
Pengertian wacana telah banyak pendapat yang muncul. Namun,
dari sekian banyak pengertian dan berbeda, pada dasarnya
menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap,

28
Tarigan, Op. Cit , hlm. 21
21

sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal


tertinggi atau terbesar.29
Sebagai satuan bahsa yang lengkap, maka dalam wacana itu
berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang
bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar
(dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari
kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal,
dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan tersebut akan dipenuhi jika dalam wacana itu telah
terbina yang disebut kekohesian. Kohesi merupakan kepaduan bentuk
(bahasa) yang secara struktural membentuk ikatan sintaksis.30 Adanya
kepaduan hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana, maka
akan tercipta sifat kohesif yaitu wacana yang apik dan benar. Contoh:
“Daniel dan Anggi pergi ke toko buku. Mereka ingin membeli kamus
bahasa Jepang yang baru”
Kalimat di atas telah memenuhi persyaratan gramatikal sehingga
menjadi wacana yang apik dan benar. Kata mereka menunjukan pada
subjek Daniel dan Anggi.
2. Jenis Wacana
Menurut Abdul Rani dkk, pengklasifikasian wacana bergantung
pada sudut pandang yang digunakan antara lain:
a. Dilihat berdasarkan saluran yang digunakan
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi,
wacana dibedakan rnenjadi wacana tulis dan lisan.31
1) Wacana Tulis
Wacana tulis adalah teks yang berupa rangkaian kalimat
yang menggunakan ragam bahasa tulis. Wacana tulis dapat kita

29
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), hlm. 267
30
Junaiyah H.M dan E. Zaenal Arifin, Keutuhan Wacana, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 24
31
Abdul Rani , Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian, (Jawa Timur:
Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 26
22

temukan dalam bentuk buku, berita koran, artikel, majalah dan


sebagainya.
2) Wacana Lisan
Wacana lisan merupakan rangkaian kalimat yang
ditranskrip dari rekaman bahasa lisan. Wacana lisan dapat kita
temukan dalam percakapan, khotbah, dan siaran radio atau TV.
b. Dilihat berdasarkan jumlah peserta
Berdasrkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam
komunikasi wacana dibagi menjadi tiga jenis:
1) Wacana Monolog adalah wacana dalam suatu komunikasi
yang hanya melibatkan satu pembicara dan tidak ada balikan
dari pembicara yang lain. Dengan demikian pembicara tidak
berganti peran sebagai pendengar, misalnya surat, teks berita,
artikel, khotbah dan sebagainya.
2) Wacana Dialog merupakan wacana yang dibentuk oleh
percakapan atau pembicaraan antara dua pihak seperti,
pembicaraan dalam telepon, wawancara, teks drama, dan
sebagainya.
3) Wacana Polilog merupakan wacana yang hampir sama dengan
wacana dialog, hanya saja wacana polilog dibentuk oleh
percakapan atau pernbicaraan antara dua pihak atau lebih dan
terjadi pergantian peran seperti, pembicaraan dalam
wawancara teks drama, dan sebagainya.
Wacana dialog dan polilog bukan hanya sekedar bertujuan
sebagai pertukaran informasi, melainkan juga bertujuan lebih
dari memberikan informasi pada mitra tuturnya, oleh karena itu
penting bagi pelaku dialog atau polilog dalam menciptakan
tujuan agae dapat dengan mudah ditafsirkan oleh mitra tutur.
c. Dilihat berdasarkan tujuan komunikasi
Berdasarkan tujuan komunikasi wacana dapat dibedakan menjadi
lima.Setiap jenis wacana memiliki karakteristik tersendiri. Namun
23

demikian, kelima wacana tersebut tidak mungkin dipisahkan secara


murni. Kelima wacana tersebut adalah sebagai berikut:
1) Wacana Deskripsi
Wacana deksripsi merupakan jenis wacana yang ditujukan
kepada penerima pesan agar dapat membentuk suatu citra
(imajinasi) suatu hal. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna
wacana desknpsi adalah emosi. Oleh karena itu, ciri khas
wacana deskripsi ditandai dengan penggunaan kata-kata atau
ungkapan yang bersifat deskriptif seperti, rambutnya ikal,
hidungnya mancung, kulitnya putih. Dalam wacana ini
biasanya tidak digunakan kata-kata yang bersifat evaluatif
yang terlalu abstrak (tidak definitif) seperti, tinggi sekali,
berat badannya seimbang, matanya indah. Kalimat dalam
wacana deskripsi umumnya kalimat-kalimat deklaratif dan
kata-kata yang digunakan bersifat objektif. Wacana deskripsi
banyak digunakan dalam katalog dan data-data kepolisisan.
2) Wacana Eksposisi
Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan suatu hal
(konsep) kepada penerima (pembaca) agar yang bersangkutan
memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep
dan logika yang harus diikuti oleh penerima. Oleh karena itu,
untuk memahami wacana ini diperlukan proses berpikir.
3) Wacana Argumentasi
Wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana
yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar
menerima pemyataan yang dipertahankan, baik yang didasari
keseimbangan logis maupun emosional (Rottenberg, 1988:9)
sebuah wacana dikategorikan sebagai wacana argumentasi
apabila bertolak dari adanya isu yang sifatnya kontroversi
antara penutur dan mitra tutur. Dalam kaitannya dengan isu
yang muncul tersebut, penurur berusaha menjelaskan alasan
24

yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya. Pada dasarnya,


kekuatan argumen terletak pada kemampuan penutur dalam
mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu pernyataan, alasan,
pembenaran. Pernyataanmengacu pada kemampuan penutur
untuk menentukan posisi. Alasan mengacu pada kemampuan
penutur untuk mempertahankan pernyataannya dengan
memberikan alasan-alasan yang relevan. Pembenaran mengacu
pada kemampuan penutur dalam menunjukkan antara
pemyataan dan alasan.
4) Wacana Persuasi
Wacana persuasi merupakan wacana yang bertujuan
mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan
sesuai yang diharapkan penuturnya. Oleh karena iru. wacana
persuasi lebih menggunakan alasan yang tidak rasional seperti
yang biasa kita temui wacana dalam iklan atau kampanye.
5) Wacana Narasi
Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi
cerita. Dalam wacana jenis ini terdapat unsur-unsur waktu,
pelaku, danperstiwa. Dalam wacana narasi umumnya ditujukan
untuk menggerakanemosi, dengan narasi penerima dapat
membentuk citraan atau imajinasi.Aspek intelektual tidak
banyak digunakan dalam memahami wacana narasi.32
Pada penelitian ini, wacana yang akan dijadikan sebagai
bahan penelitian adalah wacana yang menjadi bahan
pembelajaran membaca. Adapun wacana tersebut adalah
wacana deskripsi, eksposisi, dan narasi.
D. Penelitian Relevan
Tiga penelitian relevan terkait penelitian keterbacaan yang pernah
dilakukan sebelumnya ialah dilakukan oleh Yohanes Wedha Basundoro,

32
ibid, hlm. 45
25

Adi Nugroho, dan Septyani Pratiwi. Adapun penjabarannya adalah sebagai


berikut.
Pertama, penelitian terkait keterbacaan dilakukan Yohanes Wedha
Basundoro dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
dilakukan pada tahun 2015 dengan judul Tingkat Keterbacaan Wacana
dalam Buku Teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Tahun
2013 untuk SMK Kelas X Di SMK Negeri 4 Yogyakarta Berdasarkan
Grafik Fry, Cloze Test, dan SMOG. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan tingkat kesesuaian wacana dan wacana yang sesuai untuk
para siswa kelas X di SMK Negeri 4 Yogyakarta berdasarkan grafik Fry,
cloze test, dan SMOG. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
tingkat keterbacaan buku bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik
untuk siswa kelas X di SMK Negeri 4 Yogyakarta kurang sesuai jika
digunakan dalam pembelajaran, hal ini dikarenakan, berdasarkan
perhitungan grafik fry hanya terdapat enak wacana yang sesuai,
berdasarkan perhitungan cloze test, wacana-wacana yang terdapat dalam
buku teks tersebut termasuk dalam kategori instruksional dengan nilai
rata-rata presentase sebesar 42%, sedangkan berdasarkan SMOG hanya
ada satu wacana yang sesuai.33
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Yohanes Wedha
Basundoro dengan skripsi ini adalah sama-sama meneliti mengenai tingkat
keterbacaan dan salah satunya menggunakan grafik fry. Adapun perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh Yohanes Wedha Basundoro dengan
penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut.
a. Yohanes Wedha Basundoro meneliti buku bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

33
Yohanes Wedha Basundoro, Tingkat Keterbacaan Wacana Dalam Buku Teks Bahasa
Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Tahun 2013 untuk SMK Kelas X Di SMK Negeri 4
Yogyakarta Berdasarkan Grafik Fry, Cloze Test, dan SMOG, (Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, 2015) https://repository.usd.ac.id/504/2/111224008_full.pdf diunduh pada
tanggal 11 Juli 2018, pkl. 19.30
26

Republik Indonesia, sedangkan penelitian skripsi ini melakukan


penelitian pada buku bahasa Indonesia edisi revisi 2017 kelas VII
terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
b. Yohanes Wedha Basundoro melakukan penelitian pada kelas X SMK
Negeri 4 Yogyakarta, sedangkan penelitian skripsi ini pada kelas VII
di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan.
c. Yohanes Wedha Basundoro melakukan penelitian pada tahun 2015,
sedangkan penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2018.
Kedua, penelitian terkait keterbacaan dilakukan oleh Adi Nugroho
selaku mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta
dengan judul Tingkat Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia dan
Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama Studi Pada Buku Teks
Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Penelitian dilakukan pada tahun
2016 di SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan. Penelitian yang dilakukan
Adi Nugroho menggunakan teknik klose, yaitu mengosongkan pada setiap
kata ke-6 dalam 9 wacana yang disajikan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat keterbacaan siswa terhadap buku teks Wahana Pengetahuan
di SMPNegeri 3 Kota Tangerang Selatan adalah instruksional. Perolehan
presentase dari data isian siswa sebesar 52,5% dari akumulasi keseluruhan
hasil keterbacaan siswa terhadap buku teks Wahana Pengetahuan. Skor
tertinggi dengan wacana narasi yaitu 77.6% dengan tingkat keterbacaan
indpenden dan wacana argumentasi sebesar 38,3% di tingkat keterbacaan
gagal.34
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Adi Nugroho dengan
skripsi ini adalah sama-sama meneliti mengenai tingkat keterbacaan.

34
Adi Nugroho, Tingkat Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia
Sekolah Menengah Pertama Studi Pada Buku Teks Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan,
(Jakarta: Universitas Islam Negeri, 2016)
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36165,diunduh pada tanggal 5 Juli 2018,
pkl 20.25
27

Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Adi Nugroho dengan


penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut.
a. Adi Nugroho meneliti buku teks bahasa Indonesia wahana
pengetahuan, sedangkan skripsi ini meneliti buku buku bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 kelas VII terbitan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia.
b. Adi Nugroho meneliti di SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan kelas
VIII, sedangkan skripsi ini di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan
kelas VII.
c. Adi Nugroho melakukan penelitian pada tahun 2016, sedangkan
skripsi ini tahun 2018.
d. Adi Nugroho meneliti keterbacaan menggunakan teknik close test
sedangkan penelitian skripsi ini menggunakan formula grafik fry.
Penelitian ketiga, dilakukan oleh Septyani Pratiwi selaku
mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas
Pendidikan Bahasa Dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia dengan
judul Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas X
Terbitan Erlangga, Esis, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia 2013. Penelitian dilakukan pada tahun 2014.
Tujuannya adalah untuk mengukur kesesuaian tingkat keterbacaan buku
teks bahasa Indonesiayang banyak dipakai di Sekolah Menengah Atas
(SMA). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahdeskriptif
kualitatif. Sedangkan analisis datanya menggunakan formula keterbacaan
Fry, Raygor, tes klos, dan judgment expert. Hasil penelitian
menunjukkan buku teks bahasa Indonesia terbitan Erlangga berdasarkan
grafik Fry terdapat 12 teks yang tidakcocokpada kelas manapun,
berdasarkan grafik Raygor wacana-wacana tersebut tergolong mudah di
pahami namun tidak cocok untuk SMA kelas X,berdasarkan tes klos
jatuh pada kriteria “independen level”, sedangkan berdasarkan judgment
expertjatuh pada level 3 (cukup). Buku teks bahasa Indonesia terbitan
Esis berdasarkan grafik Fry jatuh pada titik kelas X, berdasarkan grafik
28

Raygor jatuh pada titik kelas X, berdasarkan tes klos jatuh pada kriteria
“instrucsional level", sedangkan berdasarkan judgment expertjatuh pada
skor 3 (cukup). Buku teks bahasa Indonesia terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2013berdasarkan grafik
Fry rata-rata jatuh di titik kelas VI, berdasarkan grafik Raygor rata-rata
teks tidak cocok untuk SMA kelas X,berdasarkantes klos jatuh pada
kriteria “frustasi level”, sedangkan berdasarkanjudgment expert jatuh
pada skor3 (cukup).35
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Septyani Pratiwi dengan
skripsi ini adalah sama-sama meneliti mengenai tingkat keterbacaan dan
salah satu metode keterbacaan yang digunakannya adalah grafik fry.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Septyani Pratiwi
dengan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut.
a. Septyani Pratiwi meneliti buku teks bahasa Indonesia untuk SMA
kelas X terbitan Erlangga, Esis, dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia 2013, sedangkan skripsi ini meneliti
buku teks bahasa Indonesia edisi revisi 2017 kelas VII terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
b. Septyani Pratiwi melakukan penelitian pada tahun 2014, sedangkan
skripsi ini tahun 2018.
c. Septyani Pratiwi meneliti keterbacaan menggunakan teknik grafik fry,
Raygor, dan klos tes, sedangkan penelitian skripsi ini hanya
menggunakan formula grafik fry.

35
Septyani Pratiwi, Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Untuk SMA Kelas X Terbitan
Erlangga, Esis, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2013 ,
(Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2014) http://repository.upi.edu/11201/,diunduh pada
tanggal 5 November 2018, pkl 19.20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 13 Kota Tangerang
Selatan yang beralamat di Jl. Beruang II Peladen, Pondok Ranji, Ciputat
Timur, Tangerang Selatan. Seperti tertulis pada judul, peneliti melakukan
penelitian di kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan tahun
pelajaran 2018/2019. Rentang waktu penelitian mulai dari bulan Agustus
2018 dan selesai pada bulan Februari 2019.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini berupaya menganalisis keterbacaan buku teks bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 SMP kelas VII milik Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia. Metode adalah suatu prosedur atau
cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah
sistematis36. Pengertian dari penelitian yaitu kegiatan menelaah atau
mencari informasi tentang sesuatu.37 Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif. Riset kualitatif menurut Creswell mengandung
pengertian adanya upaya penggalian dan pemahaman pemaknaan terhadap
apa yang terjadi pada berbagai individu atau kelompok, yang berasal dari
persoalan sosial atau kemanusiaan.38 Pendekatan kualitatif dimaksudkan
sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.
“By the term “qualitative research” we mean any type of research that
produces finding not arrived at by statistical procedures or other means of
qualitification”.39(dengan istilah “penelitian kualitatif” yang kami maksud

36
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), hlm. 41
37
Suwartono, Dasar-dasar Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2014), hlm. 3
38
Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Kedua, (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm. 1
39
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Basic of Qualitative Reseearch Techniques and Procedures
for Develoving Grounded Theory, (Amerika: Sage Publication, 1998), hlm. 10

29
30

adalah segala jenis penelitian yang menghasilkan temuan yang tidak sampai
pada prosedur statistik atau cara kuantifikasi lainnya.)
Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan
perilaku seseorang, disamping juga peranan organisasi, pergerakan sosial,
atau hubungan timbal-balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana
data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif.40Data kualitatif juga
sangat menarik untuk penelitian, seperti yang dipaparkan oleh Matthew:
Qualitative data are attractive. They are a source of well-
grounded, rih descriptions and explanation of processes accurring
in local context. With qualitative data one can preserve
chronological flow, assess local causality, and derive fuitfull
explanations. then, too qualitative data are more likely to lead to
serendipitous findings and to new theoretical integrations; they help
researchers go beyond intial preconceptions and frameworks.41
Artinya, data kualitatif menarik. Mereka adalah sumber dari uraian
yang kuat, penjelasan dan penjelasan dari proses yang terjadi dalam konteks
lokal. Dengan data kualitatif seseorang dapat mempertahankan aliran
kronologis, menilai kausalitas lokal, dan memperoleh penjelasan lengkap.
maka, data kualitatif juga lebih mungkin mengarah pada temuan kebetulan
dan untuk integrasi teoretis baru, mereka membantu peneliti melampaui
prakonsepsi awal dan kerangka kerja.
Penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk penelitian yang paling
dasar. Ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa
manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain.42 Penelitian
ini juga menggunakan data gambar berupa grafik. Hasil dari penelitian ini
adalah berupa deskripsi kata-kata tertulis.
C. Populasi dan Sampel

40
Anslem Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tatalangkah dan Teknik-
teknik Teoritisasi data, (Yogyakarata: Pustakapelajar, 2003), hlm. 4
41
Matthew B. Miles and A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis A Sourcebook of
New Methods, (Baverly Hills California: Sage Publication Inc, 1987), hlm. 15
42
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 72
31

Populasi adalah kelompok besar dan merupakan wilayah yang


menjadi lingkup penelitian yang sedang diilakukan.43 Populasi penelitian ini
berupa wacana yang terdapat di dalam buku teks Bahasa Indonesia edisi
revisi 2017 SMP kelas VII milik kementerian pendidikan dan kebudayaan
republik Indonesia sebanyak 30 wacana.
Sampel adalah kelompok kecil yang secara nyata diteliti dan
mendapatkan kesimpulan dari padanya. Sampel dapat diartikan sebagai
bagian atau wakil dari populasi yang sedang diteliti.44 Peneliti mengambil
sampel dari buku teks Bahasa Indonesia edisi revisi 2017 SMP kelas VII
terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
sebanyak 20 wacana yang telah memenuhi syarat berdasarkan teori yang
telah dipaparkan pada bab II dan dapat diujikan dengan formula grafik fry.
Pada tabel disajikan beberapa kode, yaitu des (deskripsi), nar (narasi), eks
(eksposisi). Berikut wacananya:
Tabel 3.1
Wacana yang Memenuhi Syarat Dapat Diujikan dengan
Formula Grafik Fry
No Kode Wacana Judul Wacana Jenis Wacana
1 7(1)3des Parangtritis nan Indah Deskripsi
2 7(1)4Ades Ayah, Panutanku Deskripsi
3 7(1)4Ides Ibu, Inspirasiku Deskripsi
4 7(1)5des Si Bagas, Kelinciku Deskripsi
5 7(1)12des Pesona Pantai Senggigi Deskripsi
6 7(1)15des Gebyar Pementasan Tari Kolosal Deskripsi
Ariah
7 7(2)45nar Kekuatan Ekor Biru Nataga Narasi
8 7(2)54nar Ruang Dimensi Alpha Narasi
9 7(2)56nar Berlian Tiga Warna Narasi

43
ibid, hlm. 250
44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm. 74
32

10 7(4)125eks Hutan Bakau Eksposisi


11 7(4)126eks Museum Eksposisi
12 7(4)132eks Manggis Eksposisi
13 7(4)135eks Kunang-kunang Eksposisi
14 7(4)142eks Kucing Eksposisi
15 7(4)144des Si Piko, Kucingku Deskripsi
16 7(6)195nar Belalang Sembah Narasi
17 7(6)197nar Sesama Saudara Harus Berbagi Narasi
18 7(6)205nar Semua Istimewa Narasi
19 7(6)220nar Kuda Berkulit Harimau Narasi
20 7(6)235nar Cici dan Serigala Narasi

Hardjasujana (1999: hlm. 6)


Keterangan: 7  kelas
(6) bab
235  halaman
nar (narasi) jenis wacana45

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah berbagai cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data, menghimpun, mengambil, atau menjaring data
penelitian.46 Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
utama dalam penelitian karena tujuan utama dari suatu penelitian adalah
mendapatkan data.47 Penelitian ini menggunakan teknik baca dan catat.
Peneliti membaca dan memahami isi buku atau bacaan tersebut lalu
menuliskannya. Berdasarkan teknik tersebut, peneliti menggunakan sumber
tertulis. Sumber tertulis tersebut adalah buku teks Bahasa Indonesia edisi

45
Titik Harsiati, Agus Triono, E. Kosasih. Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Edisi Revisi
2017, (Jakarta: Kemendikbud), 2017.
46
Suwartono, Op. Cit, hlm. 41
47
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2016), Cet-23, hlm.308
33

revisi 2017 SMP kelas VII terbitan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia. Teknik pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan buku yang akan menjadi subjek penelitian, yaitu buku teks
Bahasa Indonesia edisi revisi 2017 SMP kelas VII terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
2. Mendata wacana yang terdapat dalam buku teks Bahasa Indonesia edisi
revisi 2017 SMP kelas VII terbitan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
3. Memilih wacana yang memiliki penggalan lebih dari 100 kata.
4. Memfotokopi wacana-wacana tersebut.
5. Wacana yang memenuhi 100 kata atau lebih yang terdapat dalam buku
teks Bahasa Indonesia edisi revisi 2017 SMP kelas VII terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tersebut
dikumpulkan menjadi satu.
Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik wawancara, yaitu
teknik komunikasi secara langsung, di mana peneliti mendapat keterangan
secara lisan dari responden, dengan cara berhadapan muka dan bercakap-
cakap.48 Wawancara dilakukan terhadap satu guru mata pelajaran bahasa
Indonesia kelas VII di SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan. Teknik
wawancara ini bertujuan untuk mengetahui tentang minat baca siswa SMP
Negeri 13 Kota Tangerang Selatan dan kesulitan-kesulitan guru dalam
menyampaikan wacana yang terdapat dalam buku teks.

E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, maka instrumen penelitian utamanya
adalah penulis sendiri. Semua bersumber pada peneliti itu sendiri dan
referensi yang berkaitan dengan apa yang akan diteliti. Dalam penelitian
kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat

48
Myrnawati, Buku Ajar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Unversitas
YARSI, 2004), hlm. 115
34

pengumpul data. Oleh karena itu, pada waktu mengumpulkan data di


lapangan, peneliti berperan seta dalam suatu kegiatan. 49
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data
kualitatif dan formula grafik fry. Analisis data kualitatif menurut Bogdan &
Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.50 Setelah mendapatkan data peneliti akan
menganalisisnya secara kualitatif menggunakan grafik fry. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam kegiatan analisis data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Memilih wacana yang telah sesuai, yaitu yang memiliki 100 kata atau
lebih dalam buku teks Bahasa Indonesia edisi revisi 2017 SMP kelas
VII milik kementerian pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia.
2. Menghitung jumlah kalimat dari 100 kata tersebut.
3. Menghitung jumlah suku kata dari 100 kata tersebut.
4. Mengalikan hasil suku kata dari 100 kata tersebut dengan 0,6 sesuai
dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya.
5. Mengukur jumlah kalimat dan suku kata ke dalam grafik fry.
6. Mendeskripsikan hasil temuan berupa analisis keterbacaan wacana
dalam buku teks Bahasa Indonesia edisi revisi 2017 SMP kelas VII
terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
menggunakan langkah-langkah formula grafik fry.
7. Menarik kesimpulan dari hasil temuan.
8. Mengaplikasikan jumlah kalimat dan jumlah suku kata pada grafik fry.
9. Menyajikannya dalam bentuk laporan.

49
Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 9
50
ibid, hlm. 248
35

Berikut adalah contoh penggunaan grafik fry:51

Sebanyak 16 Unit Damkar Padamkan Api yang Bakar Dua


. Rumah Di Cipete Utara

Dua rumah di Cipete Utara, Jakarta Selatan, terbakar.


Kebakaran ini sempat membuat lalu lintas di sekitar lokasi
menjadi macet. Dua rumah yang terbakar tersebut berlokasi di
kawasan perkampungan Jalan Haji Jian, Cilandak Utara, Jakarta
Selatan. “itu lokasinya masuk perkampungan. Jadi, masuk jalan
Fatmawati Raya, kemudian masuk Jalan Cipete, dan masuk Jalan
Haji Jian,” kata petugas Pemadam Kebakaran Sudin Jakarta
Selatan, Dendi. Enam belas unit mobil pemadam kebakaran
dikerahkan ke lokasi. Mobil-mobil itu menyebar dan berusaha
menjangkau lokasi kebakaran dari segala penjuru mata angin,
mencari jalan tercepat. Akibatnya, macet tak terelakkan. “macet
dari Utara, Barat, Timur, kita kerahkan supaya mana yang lebih
dulu sampai langsung bisa menangani macet di Cipete, di Pos
Fatmawati, dan sekitarnya,” tutur Dendi.

Tabel 3.2
Contoh Analisis Keterbacaan menggunakan
Formula Grafik Fry
Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Dua rumah di Cipete Utara, Jakarta Selatan, 1 20
terbakar.

51
E. Kosasih, Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII Edisi Revisi 2017, ( Jakarta:
Kemendikbud, 2017), hlm. 22
36

Kebakaran ini sempat membuat lalu lintas di sekitar 1 27


lokasi menjadi macet.
Dua rumah yang terbakar tersebut berlokasi di 1 41
kawasan perkampungan Jalan Haji Jian, Cilandak
Utara, Jakarta Selatan.
“itu lokasinya masuk perkampungan 1 12
Jadi, masuk jalan Fatmawati Raya, kemudian 1 54
masuk Jalan Cipete, dan masuk Jalan Haji Jian,”
kata petugas Pemadam Kebakaran Sudin Jakarta
Selatan, Dendi.
Enam belas unit mobil pemadam kebakaran 1 23
dikerahkan ke lokasi.
Mobil-mobil itu menyebar dan berusaha 1 44
menjangkau lokasi kebakaran dari segala penjuru
mata angin, mencari jalan tercepat.
Akibatnya, macet tak terelakkan. 1 11
“macet dari Utara, Barat, Timur, kita kerahkan 0,4 22
supaya mana yang...
Jumlah 8,4 254

Kesimpulan:
a. Jumlah kalimat utuh terdapat 8 kalimat.
b. Jumlah kalimat terakhir yaitu kata ke 10 dari 26 kata = 10/26 = 0,38
dibulatkan menjadi 0,4.
c. Jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 8+0,4 = 8,4.
d. Terdapat 254 suku kata dari 100 kata. 254 x 0,6 = 152,4 dibulatkan
menjadi 152.
Setelah diketahui hasil jumlah kalimat dan jumlah suku kata, maka hasil
tersebut diaplikasikan ke dalam grafik fry seperti di bawah ini:
37

Grafik fry 3.1

Berdasarkan grafik fry di atas yaitu menggambarkan titik pertemuan antara


angka 8,4 untuk jumlah kalimat dari garis tegak lurus dengan angka 152 untuk
jumlah suku kata dari garis mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 8.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 8+1=9 dan 8-1=7. Jadi,
wacana tersebut sesuai untuk kelas 7, 8, dan 9 yang berarti memiliki keterbacaan
yang sesuai dengan penelitain yang dilakukan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu deskripsi data dan hasil penelitian.
Bagian pertama, diuraikan mengenai deskripsi data penelitian. Bagian kedua,
diuraikan mengenai hasil temuan penelitian dari 2 rumusan masalah, yaitu (1)
tingkat keterbacaan wacana dalam Buku Teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017
Kelas VII berdasarkan grafik fry, dan (2) wacana yang terdapat dalam Buku Teks
Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 Kelas VII yang sesuai untuk siswa SMPNegeri
13 Kota Tangerang Selatan sebagai bahan pembelajaran berdasarkan grafik fry.
1. Deskripsi Data
Data yang dikumpulkan berasal dari wacana-wacana yang terdapat dalam
Buku Teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 Kelas VII yang telah
memenuhi syarat (BAB II) berjumlah 20 wacana. Berikut adalah wacana-
wacananya:
Tabel 4.1
Wacana dalam Buku Teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi
2017 Kelas VII
Pelajaran Judul Teks Halaman
No.
1. Bab I Parangtritis nan Indah 3-4
Belajar Mendeskripsikan
2. Bab I Ayah, Panutanku 4
Belajar Mendeskripsikan
3. Bab I Ibu, Inspirasiku 4-5
Belajar Mendeskripsikan
4. Bab I Si Bagas, Kelinciku 5
Belajar Mendeskripsikan
5. Bab I Pesona Pantai Senggigi 12-14
Belajar Mendeskripsikan
6. Bab I Gebyar Pementasan 15-16

38
39

Belajar Mendeskripsikan Tari Kolosal Ariah


7. Bab 2 Kekuatan Ekor Biru 45-47
Memahami dan Mencipta Nataga
Cerita Fantasi
8. Bab 2 Ruang Dimensi Alpha 54-55
Memahami dan Mencipta
Cerita Fantasi
9. Bab 2 Berlian Tiga Warna 56-58
Memahami dan Mencipta
Cerita Fantasi
10. Bab 4 Hutan Bakau 125-126
Menyibak Ilmu dalam Laporan
Hasil Observasi
11. Bab 4 Museum 126-128
Menyibak Ilmu dalam Laporan
Hasil Observasi
12. Bab 4 Manggis 132-133
Menyibak Ilmu dalam Laporan
Hasil Observasi
13. Bab 4 Kunang-kunang 135-136
Menyibak Ilmu dalam Laporan
Hasil Observasi
14. Bab 4 Kucing 142-143
Menyibak Ilmu dalam Laporan
Hasil Observasi
15. Bab 4 Si Piko, Kucingku 144-145
Menyibak Ilmu dalam Laporan
Hasil Observasi

16. Bab 6 Belalang Sembah 195-196


40

Mengapresiasi dan
Mengkreasikan Fabel
17. Bab 6 Sesama Saudara Harus 197-198
Mengapresiasi dan Berbagi
Mengkreasikan Fabel
18. Bab 6 Semua Istimewa 205-206
Mengapresiasi dan
Mengkreasikan Fabel
19. Bab 6 Kuda Berkulit Harimau 220-221
Mengapresiasi dan
Mengkreasikan Fabel
20. Bab 6 Cici dan Serigala 235-236
Mengapresiasi dan
Mengkreasikan Fabel

2. Hasil Penelitian
Analisis tingkat keterbacaan wacana dilakukan pada 20 wacana yang
terdapat dalam Buku Teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 Kelas VII .
Berikut hasil analisisnya:
Tabel 4.2
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)3des
Judul Teks : Parangtritis nan Indah
Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Salah satu andalan wisata Kota Yogyakarta adalah 1 25
Pantai Parangtritis.
Tepatnya Pantai Parangtritis berada di Kecamatan 1 32
Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pantai ini terletak sekitar 27 km arah selatan 1 23
41

Yogyakarta.
Pemandangan Pantai Parangtritis sangat 1 16
memesona.
Di sebelah kiri, terlihat tebing yang sangat tinggi, 1 59
di sebelah kanan, kita bisa melihat batu karang
besar yang seolah-olah siap menjaga gempuran
ombak yang datang setiap saat.
Pantai bersih dengan buih-buih putih bergradasi 1 31
abu-abu dan kombinasi hijau sungguh elok.
Kemolekan pantai serasa sempurna di sore hari. 1 17
Di sore hari, kita bisa melihat matahari terbenam 1 32
yang merupakan saat sangat istimewa.
Lukisan alam yang sungguh memesona. 1 12
Semburat warna 0,1 5
Jumlah 9,1 252

Wacana berkode 7(1)3des dengan judul Parangtristis nan Indah


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 9 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu
kata ke-2 dari 18 kata = 2/18 = 0,11 dibulatkan menjadi 0,1. Sehingga
jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 9+0,1 = 9,1. Wacana ini
terdapat 252 suku kata dari 100 kata, 252 x 0,6 = 151,2 dibulatkan menjadi
151.
42

Grafik fry 4.1.


Wacana kode 7(1)3des

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 9,1 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 151 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 7. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 7+1=8 dan 7-1=6.
Wacana kode 7(1)3des sesuai untuk kelas 6,7, dan 8. Jadi, wacana kode
7(1)3des memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.3
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)4Ades
Judul Teks : Ayah, Panutanku
Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Ayahku bernama Abu Salman. 1 10
Ayah berpostur sedang, berumur sekitar 54 tahun. 1 17
Rambutnya putih beruban. 1 8
Didagunya terdapat bekas cukur jenggot putih di 1 19
43

dagunya.
Kulit ayahku kuning langsat. 1 8
Wajah ayah tipikal Batak dengan rahang yang kuat 1 27
dan hidung mancung tapi agak besar.
Matanya hitam tajam dengan alis tebal. 1 13
ayahku seperti orang India. 1 10
Meskipun kelihatannya mengerikan, ayahku orang 1 20
yang sabar.
Wajahnya teduh dan selalu tersenyum menghadapi 1 22
masalah apa pun.
Ya, ayahku adalah orang yang paling sabar yang 1 21
pernah aku kenal.
Tidak pernah terlihat marah-marah atau 1 16
membentak.
Beliau selalu menunjukkan perasaannya lewat 1 27
gerakan bermakna di wajahnya.
Jika melihat anaknya membandel, ayah hanya 0,6 18
menggeleng
Jumlah 13,6 236

Wacana berkode 7(1)4Ades dengan judul Ayah, Panutanku memiliki


jumlah kalimat utuh yaitu 13 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu kata ke-
7 dari 12 kata = 7/12 = 0,58 dibulatkan menjadi 0,6. Sehingga jumlah
kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 13+0,6 = 13,6. Wacana ini terdapat
236 suku kata dari 100 kata, 236 x 0,6 = 141,6 dibulatkan menjadi 142.
44

Grafik fry 4.2.


Wacana kode 7(1)4Ades

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 13,6


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 142 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 4.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 4+1=5 dan
4-1=3. Wacana kode 7(1)4Ades sesuai untuk kelas 3, 4, dan 5. Jadi, wacana
kode 7(1)4Ades memiliki keterbacaan yang tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan.

Tabel 4.4
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)4Ides
Judul Teks : Ibu, Inspirasiku
Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Ibuku bernama Wulandari. 1 10
Mukanya selalu bersinar seperti bulan. 1 14
Cocok sekali dengan namanya yang berarti bulan 1 19
bersinar.
45

Mukanya bulat dengan alis tipis seperti semut 1 19


beriring.
Kulit ibuku sawo matang, khas wanita Jawa. 1 15
Beliau tidaklah tinggi, tidak pula pendek. 1 14
Rambutnya hitam bergelombang. 1 9
Sampai usia 56 tahun kulihat rambutnya masih 1 23
legam tanpa semir.
Pandangan matanya yang kuat kini sudah mulai 1 23
sayu termakan usia.
Namun mata hatinya tetap kuat bagaikan baja. 1 16
Ibu adalah wanita yang sangat baik. 1 13
Dia ramah dan tutur katanya lembut kepada siapa 1 20
saja.
Dia sangat suka membantu orang lain, terutama 1 26
yang sedang dalam kesusahan.
Profesi sebagai guru semakin mengokohkan 0,7 23
prinsipnya untuk selalu
Jumlah 13,7 244

Wacana berkode 7(1)4Ides dengan judul Ibu, Inspirasiku memiliki


jumlah kalimat utuh yaitu 13 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu kata ke-
8 dari 12 kata = 8/12 = 0,66 dibulatkan menjadi 0,7. Sehingga jumlah
kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 13+0,7 = 13,7. Wacana ini terdapat
244 suku kata dari 100 kata, 244 x 0,6 = 146,4 dibulatkan menjadi 146.
46

Grafik fry 4.3.


Wacana kode 7(1)4Ides

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 13,7 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 146 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 5. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 5+1=6 dan 5-1=4.
Wacana kode 7(1)4Ides sesuai untuk kelas 4, 5, dan 6. Jadi, wacana kode
7(1)4Ides memiliki keterbacaan yang tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.5
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)5des
Judul Teks : Si Bagas, Kelinciku
Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Kelinciku bernama bagas. 1 9
Kunamakan bagas karena saya berharap kelinci 1 32
kesayanganku itu selalu sehat dan bugar.
Bagas memiliki bulu yang lebat dan putih bersih. 1 16
47

Matanya cokelat seperti madu. 1 11


Matanya jernih menyejukkan untuk dipandang. 1 14
mungilnya yang merah muda sungguh 1 16
menggemaskan.
Telinganya panjang dan melambai-lambai kalau 1 19
dia berlari.
Bagas sangatlah manja. 1 7
Hampir tiap malam, bagas tidur di ujung kakiku. 1 16
Sebelum kuelus-elus dia akan selalu 1 19
menggangguku.
Kalau waktunya makan dia berputar-putar di 1 33
depanku sambil mengibas-ngibaskan telinganya
yang panjang.
Mulutnya berkomat-kamit seperti orang sedang 1 18
berdoa.
kemanjaannya membuat aku selalu rindu. 1 15
Bagas memiliki perilaku unik. 1 12
Kalau marah, bagas melakukan atraksi yang 1 17
menarik.
Dia menggunakan kaki belakangnya 0,4 12
Jumlah 15,4 266

Wacana berkode 7(1)5des dengan judul Si Bagas, Kelinciku


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 15 kalimat. Jumlah kalimat terakhir
yaitu kata ke-4 dari 11 kata = 4/11 = 0,36 dibulatkan menjadi 0,4. Sehingga
jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 15+0,4 = 15,4. Wacana ini
terdapat 266 suku kata dari 100 kata, 266 x 0,6 = 159,6 dibulatkan menjadi
160.
48

Grafik fry 4.4.


Wacana kode 7(1)5des

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 15,4


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 160 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 7.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 7+1=8 dan
7-1=6. Wacana kode 7(1)5des sesuai untuk kelas 6, 7, dan 8. Jadi, wacana
kode 7(1)5des memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.6
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)12des
Judul Teks : Pesona Pantai Senggigi
Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Pantai Senggigi merupakan salah satu wisata 1 27
andalan di Nusa Tenggara Barat.
Pantai Senggigi sangat indah. 1 9
Pantai Senggigi terletak di Kecamatan Batu 1 35
49

Layar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa


Tenggara Barat.
Pantai Senggigi merupakan pantai dengan garis 1 20
pantai terpanjang.
Pemandangan bawah laut Senggigi juga 1 17
menakjubkan.
Pura Bolong menjadi pelengkap wisata di Pantai 1 19
Senggigi.
Memasuki bibir pantai Senggigi kita akan 1 32
disambut angin pantai yang lembut dan udara
yang segar.
Angin lembut terasa mengelus kulit. 1 12
Garis pantai Senggigi yang panjang dengan 1 41
gradasi warna pasir putih dan hitam membuat
keindahan pantai ini semakin menarik.
Ombak yang tenang di pantai ini membuat rasa 1 23
tenteram semakin lengkap.
Jumlah 10 235

Wacana berkode 7(1)12des dengan judul Pesona Pantai Senggigi


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 10 kalimat tepat pada 100 kata. Wacana
ini terdapat 235 suku kata dari 100 kata, 235 x 0,6 = 141.
50

Grafik fry 4.5.


Wacana kode 7(1)12des

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 10 untuk


jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 141 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 6. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 6+1=7 dan 6-1=5.
Wacana kode 7(1)12des sesuai untuk kelas 5, 6, dan 7. Jadi, wacana kode
7(1)12des memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.7
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(1)15des
Judul Teks : Gebyar Pementasan Tari Kolosal Ariah

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Drama tari kolosal “Ariah” dipentaskan di area 1 20
Monas.
Pementasan tari kolosal ini dalam rangka hari jadi 1 28
Kota Jakarta ke-386.
51

Drama musikal “Ariah” diambil dari cerita 1 19


Betawi.
“Ariah” menceritakan pejuang perempuan muda 1 34
Betawi yang penuh semangat dan mempunyai
martabat.
Atilah Soeryadjaya memprakarsai dan menjadi 1 30
sutradara cerita rakyat Betawi ini.
Selain itu, seniman serba bisa itu juga menulis 1 35
naskah dan sekaligus lirik lagu pementasannya.
Dari awal sampai akhir, pementasan ini sangat 1 19
memukau.
Pertunjukan dimulai pada pukul 20.00. 1 15
Pertunjukan dibuka dengan nyala api yang 1 24
berkobar di depan tugu Monas.
Di bagian barat kembang api meluncur deras ke 0,9 33
langit Jakarta diiringi alunan musik mengentak
Jumlah 9,9 257

Wacana berkode 7(1)15des dengan judul Gebyar Pementasan Tari


Kolosal Ariah memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 9 kalimat. Jumlah
kalimat terakhir yaitu jatuh pada kata ke-14 dari 15 kata, 14/15 = 0,93
dibulatkan menjadi 0,9. Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100
kata yaitu 9+0,9 = 9,9. Wacana ini terdapat 257 suku kata dari 100 kata, 257
x 0,6 = 154,2 dibulatkan menjadi 154.
52

Grafik fry 4.6.


Wacana kode 7(1)15des

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 9,9


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 154 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 8.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 8+1=9 dan
8-1=7. Wacana kode 7(1)15des sesuai untuk kelas 7, 8, dan 9. Jadi, wacana
kode 7(1)15des memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.8
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(2)45nar
Judul Teks : Kekuatan Ekor Biru Nataga

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Seluruh pasukan Nataga sudah siap hari itu. 1 17
Nataga membagi tugas kepada seluruh panglima 1 34
dan pasukannya di titik-titik yang sudah
53

ditentukan.
Seluruh binatang di Tana Modo tampak gagah 1 36
dengan keyakinan di dalam hati, mempertahankan
milik mereka.
Hari itu, sejarah besar Tana Modo akan terukir di 1 27
hati seluruh binatang.
Mereka akan berjuang hingga titik darah 1 30
penghabisan untuk membela tanah air tercinta.
Saat yang ditunggu pun tiba. 1 9
Mulai terlihat bayangan serigala-serigala yang 1 26
hendak keluar dari kabut.
Jumlah pasukan cukup banyak. 1 9
Nataga dan seluruh panglima memberi isyarat 1 22
untuk tidak panik.
Pasukan siluman serigala mulai menginjak Pulau 1 31
Tana Modo, susul-menyusul bagaikan air.
Tubuh mereka besar-besar 0,4 9
Jumlah 10,4 250

Wacana berkode 7(2)45nar dengan judul Kekuatan Ekor Biru


Nataga memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 10 kalimat. Jumlah kalimat
terakhir yaitu jatuh pada kata ke-3 dari 7 kata, 3/7 = 0,42 dibulatkan
menjadi 0,4. Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu
10+0,4 = 10,4. Wacana ini terdapat 250 suku kata dari 100 kata, 250 x 0,6 =
150.
54

Grafik fry 4.7.


Wacana kode 7(2)45nar

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 10,4 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 150 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 7. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 7+1=8 dan 7-1=6.
Wacana kode 7(2)45nar sesuai untuk kelas 6, 7, dan 8. Jadi, wacana kode
7(2)45nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.9
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(2)54nar
Judul Teks : Ruang Dimensi Alpha

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
“Kau harus membawanya kembali!” Erza 1 20
berteriak kalang kabut.
Aku gugup, bingung. 1 6
55

Tak tau apa yang harus kuperbuat, sedangkan 1 37


manusia dengan wajah setengah kera itu
memandang sekeliling.
Manusia purba itu menemukanku ketika aku 1 27
memasuki dimensi alpha.
Tanpa kusadari ia mengikutiku. 1 13
Manusia purba itu akan mati jika tidak kembali 1 26
dalam waktu 12 jam.
“Aku harus membawa dia kembali!” teriakku. 1 16
Erza menghempaskan tubuhnya pada meja 1 25
kontrol laboratorium dengan kesal.
Ardi berteriak lantang “jangan main-main Don!” 1 25
Ardi menatapku dengan tajam.
“padahal...” Erza tercekat, “aku tahu Er kita 1 23
tinggal punya waktu 8 jam”.
Aku terus berusaha meyakinkan sahabat- 1 19
sahabatku.
“Jika kamu mengembalikan manusia purba 0,6 20
melebihi 8
Jumlah 11,6 257

Wacana berkode 7(2)54nar dengan judul Ruang Dimensi Alpha


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 11 kalimat. Jumlah kalimat terakhir
yaittu jatuh pada kata ke-7 dari 11 kata, 7/11 = 0,63 dibulatkan menjadi 0,6.
Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 11+0,6 = 11,6.
Wacana ini terdapat 257 suku kata dari 100 kata, 257 x 0,6 = 154,2
dibulatkan menjadi 154.
56

Grafik fry 4.8


Wacana kode 7(2)54nar

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 11,6


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 154 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 7.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 7+1=8 dan
7-1=6. Wacana kode 7(2)54nar sesuai untuk kelas 6, 7, dan 8. Jadi, wacana
kode 7(2)54nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.10
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(2)56nar
Judul Teks : Berlian Tiga Warna

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Anika menemukan tiga kotak berwarna ungu, biru 1 27
dan kuning di kamar ibunya.
Kata ibunya jika ada tiga sahabat yang menyukai 1 57
warna seperti pada kotak itu akan mendapatkan
57

petualangan indah dan sekaligus mendapatkan


berlian itu.
Tapi waktu yang diberikan untuk berpetualang 1 21
hanya satu jam.
Anika menyukai warna ungu. 1 11
Tamika, teman dekat Anika, menyukai warna 1 18
biru.
Dan Chika menyukai warna kuning. 1 11
“Saya ingin mencoba petualangan indah itu Bu. 1 17
Saya punya sahabat yang menyukai warna itu,” 1 26
Anika meyakinkan ibunya.
Dengan kesepakatan ketiga sahabat itu berkumpul 1 24
di rumah Anika.
Minggu pukul 6 mereka semua masuk ke kamar 1 24
Anika yang serba Biru.
Di kamar Anika 0,4 6
Jumlah 10,4 242

Wacana berkode 7(2)56nar dengan judul Berlian Tiga Warna


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 10 kalimat. Jumlah kalimat terakhir
yaitu jatuh pada kata ke-3 dari 7 kata, 3/7 = 0,42 dibulatkan menjadi 0,4.
Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 10+0,4 = 10,4.
Wacana ini terdapat 242 suku kata dari 100 kata, 242 x 0,6 = 145,2
dibulatkan menjadi 145.
58

Grafik fry 4.9.


Wacana kode 7(2)56nar

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 10,4 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 145 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 6. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 6+1=7 dan 6-1=5.
Wacana kode 7(2)56nar sesuai untuk kelas 5, 6, dan 7. Jadi, wacana kode
7(2)56nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.11
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)125eks
Judul Teks : Hutan Bakau

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Indonesia menjadi negara dengan hutan bakau 1 25
paling luas di dunia.
Menurut data Kementerian Negara Lingkungan 1 38
Hidup, luas hutan bakau Indonesia mencapai 4,3
59

juta ha.
Hutan bakau disebut juga dengan hutan 1 16
mangrove.
Hutan bakau merupakan bagian dari ekosistem 1 19
pantai.
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di atas 1 33
rawa-rawa berair payau dan terletak di garis
pantai.
Hutan bakau merupakan hutan yang tumbuh di 1 22
wilayah pasang dan surut.
Hutan bakau ini termasuk lingkup ekosistem 1 35
pantai sebab terletak di kawasan perbatasan laut
dan darat.
Hutan bakau terletak di wilayah pantai dan muara 1 19
sungai.
Tepatnya, hutan bakau terletak di garis pantai. 1 15
Dengan posisi hutan bakau 0,3 9
Jumlah 9,3 231

Wacana berkode 7(4)125eks dengan judul Hutan Bakau memiliki


jumlah kalimat utuh yaitu 9 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu jatuh
pada kata ke-4 dari 16 kata, 4/16 = 0,25 dibulatkan menjadi 0,3. Sehingga
jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 9+0,3 = 9,3. Wacana ini
terdapat 231 suku kata dari 100 kata, 231 x 0,6 = 138,6 dibulatkan menjadi
139.
60

Grafik fry 4.10.


Wacana kode 7(4)125eks

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 9,3


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 139 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 6.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 6+1=7 dan
6-1=5. Wacana kode 7(4)125eks sesuai untuk kelas 5, 6, dan 7. Jadi, wacana
kode 7(4)125eks memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.12
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)126eks
Judul Teks : Museum

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Museum merupakan salah satu tempat penting 1 28
dalam upaya pelestarian sejarah.
Meseum adalah lembaga yang berfungsi 1 64
61

mengumpulkan, merawat, dan menyajikan serta


melestarikan warisan budaya masyarakat untuk
tujuan studi, penelitian, dan kesenangan atau
hiburan.
Fungsi museum yang utama adalah menyimpan, 1 44
merawat, mengamankan, dan memanfaatkan
koleksi museum berupa benda cagar budaya.
Dengan demikian, museum memiliki fungsi besar 1 30
yaitu sebagai tempat pelestarian.
Secara lebih rinci fungsi museum mencakup 1 32
kegiatan penyimpanan, perawatan, dan
pengamanan.
Museum dibedakan berdasarkan koleksi yang 1 44
dimiliki dibedakan menjadi dua jenis yaitu
museum umum dan museum khusus.
Museum umum adalah museum yang koleksinya 0,6 41
terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan
atau lingkungannya
Jumlah 6,6 283

Wacana berkode 7(4)126eks dengan judul Museum memiliki jumlah


kalimat utuh yaitu 6 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu jatuh pada kata
ke-15 dari 25 kata, 15/25 = 0,6. Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam
100 kata yaitu 6+0,6 = 6,6. Wacana ini terdapat 283 suku kata dari 100 kata,
283 x 0,6 = 169,8 dibulatkan menjadi 170.
62

Grafik fry 4.11.


Wacana kode 7(4)126eks

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 6,6 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 170 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 13. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 13+1=14 dan 13-
1=12. Wacana kode 7(4)126eks sesuai untuk kelas 12, 13, dan 14. Jadi,
wacana kode 7(4)126eks memiliki keterbacaan yang tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan.

Tabel 4.13
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)132eks
Judul Teks : Manggis

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Manggis (Garcinia mengostana L.) merupakan 1 31
salah satu tanaman buah asli Indonesia.
Manggis adalah sejenis pohon hijau abadi dari 1 41
63

daerah tropika yang diyakini berasal dari


Kepulauan Nusantara.
Buah pohon manggis juga disebut manggis. 1 13
Manggis berkerabat dengan kokam, asam kandis 1 20
dan asam gelugur.
Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar 1 40
biasa bagi kesehatan atau biasa disebut sebagai
pangan fungsional.
Pohon dan daun manggis memiliki ciri khas. 1 14
Tinggi pohon manggis rata-rata mencapai 6-25 m. 1 17
Manggis memiliki ciri daun rapat (rimbun), 1 29
duduk daun berlawanan, dan tangkai daun
pendek.
Daun manggis tebal serta lebar. 1 10
Pohon tegak lurus dengan percabangan simetri 1 21
membentuk kerucut.
Semua bagian tanaman mengeluarkan 0,4 14
Jumlah 10,4 252

Wacana berkode 7(4)132eks dengan judul Manggis memiliki jumlah


kalimat utuh yaitu 10 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu jatuh pada kata
ke-4 dari 9 kata, 4/9 = 0,44 dibulatkan menjadi 0,4. Sehingga jumlah
kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 10+0,4 = 10,4. Wacana ini terdapat
252 suku kata dari 100 kata, 252 x 0,6 = 151,2 dibulatkan menjadi 151.
64

Grafik fry 4.12.


Wacana kode 7(4)132eks

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 10,4


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 151 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 7.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 7+1=8 dan
7-1=6. Wacana kode 7(4)132eks sesuai untuk kelas 6, 7, dan 8. Jadi, wacana
kode 7(4)132eks memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.14
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)135eks
Judul Teks : Kunang-kunang

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Kunang-kunang adalah sejenis serangga yang 1 36
dapat mengeluarkan cahaya yang jelas terlihat
saat malam hari.
65

Cahaya ini dihasilkan oleh “sinar dingin” yang 1 35


tidak mengandung ultraviolet maupun sinar
inframerah.
Terdapat lebih dari 2000 spesies kunang-kunang 1 35
yang tersebar di daerah tropis di seluruh dunia.
Habitat kunang-kunang di tempat-tempat lembab, 1 34
seperti rawa-rawa dan daerah yang dipenuhi
pepohonan.
Kunang-kunang bertelur pada saat hari gelap, 1 62
telur-telurnya yang berjumlah antara 100 dan 500
butir diletakkan di tanah, ranting, rumput, di
tempat berlumut atau di bawah dedaunan.
Pekuburan yang tanahnya relatif gembur dan 1 39
tidak banyak terganggu merupakan lokasi ideal
perteluran kunang-kunang.
Pada umumnya, kunang-kunang keluar pada 0,4 18
malam hari
Jumlah 6,4 259

Wacana berkode 7(4)135eks dengan judul Kunang-kunang memiliki


jumlah kalimat utuh yaitu 6 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu jatuh
pada kata ke-7 dari 16 kata, 7/16 = 0,43 dibulatkan menjadi 0,4. Sehingga
jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 6+0,4 = 6,4. Wacana ini
terdapat 259 suku kata dari 100 kata, 259 x 0,6 = 155,4. dibulatkan menjadi
155.
66

Grafik fry 4.13.


Wacana kode 7(4)135eks

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 6,4 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 155 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 9. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 9+1=10 dan 9-1=8.
Wacana kode 7(4)135eks sesuai untuk kelas 8, 9, dan 10. Jadi, wacana kode
7(4)135eks memiliki keterbacaan yang tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.15
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)142eks
Judul Teks : Kucing

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Kucing merupakan binatang peliharaan yang 1 20
paling populer.
Kucing merupakan hewan dari kelas mamalia. 1 16
Berdasarkan makannya kucing termasuk binatang 1 27
67

karnivora karena pemakan daging.


Ciri karnivora terlihat dari struktur gigi kucing 1 24
yang tajamdan bertaring.
Kucing Felis catus merupakan kucing piaraan 1 33
atau rumahan yang sering kita lihat berkeliaran.
Kucing juga disebut kucing domestik atau kucing 1 36
rumah (nama ilmiah felis silvestris catus atau
feliscatus).
Kata “kucing” biasanya merujuk kepada “kucing” 1 23
yang telah dijinakkan.
Kucing dikelompokkan menjadi beberapa jenis. 1 16
Berdasarkan asalnya dikenal adanya kucing 1 37
kampung (Indonesia), kucing anggora, kucing
persia, dan kucing hutan.
Kucing berdasarkan garis keturunan ada dua 0,6 28
kelompok, yaitu kucing galur murni
Jumlah 9,6 260

Wacana berkode 7(4)142eks dengan judul Kucing memiliki jumlah


kalimat utuh yaitu 9 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu jatuh pada kata
ke-11 dari 19 kata, 11/19 = 0,57 dibulatkan menjadi 0,6. Sehingga jumlah
kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 9+0,6 = 9,6. Wacana ini terdapat
260 suku kata dari 100 kata, 260 x 0,6 = 156.
68

Grafik fry 4.14.


Wacana kode 7(4)142eks

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 9,6 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 156 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 8. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 8+1=9 dan 8-1=7.
Wacana kode 7(4)142eks sesuai untuk kelas 7, 8, dan 9. Jadi, wacana kode
7(4)142eks memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.16
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(4)144des
Judul Teks : Si Piko, Kucingku

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Piko, kucingku, sangat nakal. 1 9
Tiap pagi ia duduk persis di depan mukaku untuk 1 23
membangunkanku.
Bulu-bulunya yang mengenai hidungku 1 36
69

membuatku sulit bernapas dan membuatku


terbangun sambil bersin-bersin.
Ia juga suka mengikuti ibuku diseputar dapur. 1 19
Kelihatannya lucu tetapi kadang-kadang membuat 1 56
ibuku risih dengan ulahnya yang mengikuti ibuku,
menggesek-gesekan kepalanya di kaki ibuku
sambil mengeong.
Piko juga sangat pilih-pilih makanan. 1 13
Ia sering menolak makanan kaleng dan makanan 1 21
yang tidak segar.
Ia hanya mau makan ikan dan susu segar. 1 15
Jika merasa bosan, ia suka berjalan-jalan 1 47
mengelilingi rumah dan mencakar-cakar apa saja
yang ditemuinya dengan kukunya yang tajam.
Ia sering kali meloncat-loncat dan menjatuhkan 0,7 20
perabotan
Jumlah 9,7 259

Wacana berkode 7(4)144des dengan judul Si Piko, Kucingku


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 9 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu
jatuh pada kata ke-7 dari 10 kata, 7/10 = 0,7. Sehingga jumlah kalimat
seluruhnya dalam 100 kata yaitu 9+0,7 = 9,7. Wacana ini terdapat 259 suku
kata dari 100 kata, 259 x 0,6 = 155,4. dibulatkan menjadi 155.
70

Grafik fry 4.15.


Wacana kode 7(4)144des

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 9,7


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 155 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 8.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 8+1=9 dan
8-1=7. Wacana kode 7(4)144des sesuai untuk kelas 7, 8, dan 9. Jadi, wacana
kode 7(4)144des memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.17
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)195nar
Judul Teks : Belalang Sembah

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Suatu hari di sebuah kebun anggur, tinggalah 1 38
sebuah keluarga semut dengan anggota jumlahnya
yang sangat banyak.
71

Semut ini membuat sarangnya dari daun-daun lalu 1 47


mereka tempel menggunakan cairan seperti lem
yang mereka keluarkan dari mulutnya.
Para semut melihat bahwa musim gugur akan 1 38
segera berlalu dan akan segera datang musim
dingin yang cukup panjang.
Ketika musim dingin makanan akan sangat sulit 1 71
didapatkan, maka para semut itu segera mencari
berbagai macam makanan untuk mereka
kumpulkan sebagai bahan persediaan ketika
musim dingin telah tiba.
Berbeda halnya dengan seekor belalang sembah, 1 35
belalang sembah memiliki mata yang besar dan
tangan yang panjang.
Mereka sering hidup di 0,4 8
Jumlah 5,4 237

Wacana berkode 7(6)195nar dengan judul Belalang Sembah


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 5 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu
jatuh pada kata ke-4 dari 9 kata, 4/9 = 0,44 dibulatkan menjadi 0,4.
Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 5+0,4 = 5,4.
Wacana ini terdapat 237 suku kata dari 100 kata, 237 x 0,6 = 142,2
dibulatkan menjadi 142.
72

Grafik fry 4.16


Wacana kode 7(6)195nar

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 5,4 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 142 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 8. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 8+1=9 dan 8-1=7.
Wacana kode 7(6)195nar sesuai untuk kelas 7, 8, dan 9. Jadi, wacana kode
7(6)195nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.18
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)197nar
Judul Teks : Sesama Saudara Harus Berbagi

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Suatu pagi indah dengan matahari yang cerah, 1 43
Pak Tua rusa mengunjungi kediaman keluarga Pip
si Tupai di sebuah desa.
73

“Pagi, Ibu Tupai,” salam Pak Tua rusa kepada Ibu 1 19


Pip.
Kemarin, keponakanku mengunjungiku. 1 13
Dia membawakan oleh-oleh yang cukup banyak. 1 15
Aku ingin membaginya untuk para sahabatku. 1 16
Ini kacang kenari spesial untuk keluargamu.” 1 17
“Terima kasih, Pak Tua Rusa,” ucap Ibu Pip. 1 15
Sepeninggal Pak Tua Rusa, Ibu Pip masuk ke 1 28
dalam rumah dan memanggil anak-anaknya.
“Anak-anak, lihat kita punya apa? Kalian harus 1 26
membaginya sama rata, ya.”
“Asyiiiik,” girang Pip dan adik-adiknya. 1 11
“Ibu taruh sini, ya.” 1 7
Setelah itu, ibu Tupai mengurus rumah 1 19
kediamannya.
Sementara itu 0,3 6
Jumlah 12,3 235

Wacana berkode 7(6)197nardengan judul Sesama Saudara Harus


Berbagi memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 12 kalimat. Jumlah kalimat
terakhir yaitu jatuh pada kata ke-2 dari 8 kata, 2/8 = 0,25 dibulatkan
menjadi 0,3. Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu
12+03 = 12,3. Wacana ini terdapat 235 suku kata dari 100 kata, 235 x 0,6 =
141.
74

Grafik fry 4.17


Wacana kode 7(6)197nar

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 12,3


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 141 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 5.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 5+1=6 dan
5-1=4. Wacana kode 7(6)197nar sesuai untuk kelas 4, 5, dan 6. Jadi, wacana
kode 7(6)197nar memiliki keterbacaan yang tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan.

Tabel 4.19
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)205nar
Judul Teks : Semua Istimewa

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Ulu, seekor katak hijau, sedang berdiri di pinggir 1 19
kolam.
Hari itu langit sangat gelap dan hari seperti itulah 1 25
75

yang Ulu sukai.


Tidak lama kemudian, air mulai menetes 1 25
perlahan-lahan dari angkasa.
“Hujan telah tiba!” Ulu berteriak dengan girang. 1 16
Ulu pun mulai bersenandung sambil melompat- 1 22
lompat mengitari kolam.
Ia melihat semut yang kecil sedang berteduh di 1 24
balik bunga matahari.
“Wahai semut, hujan telah tiba jangan 1 45
bersembunyi!” seru Ulu kepada semut yang
sedang berusaha keras menghindari tetesan air
hujan.
Semut menghela napas dan menatap Ulu dalam- 1 17
dalam.
“Ulu aku tidak suka dengan hujan. 1 12
Kamu lihat betapa mungilnya tubuhku? Air hujan 0,5 30
akan menyeret dan menenggelamkanku ke
Jumlah 9,5 235

Wacana berkode 7(6)205nar dengan judul Semua Istimewa memiliki


jumlah kalimat utuh yaitu 9 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu jatuh
pada kata ke-12 dari 23 kata, 12/23 = 0,52 dibulatkan menjadi 0,5. Sehingga
jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 9+0,5 = 9,5. Wacana ini
terdapat 235 suku kata dari 100 kata, 235 x 0,6 = 141.
76

Grafik fry 4.18


Wacana kode 7(4)205nar

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 9,5 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 141 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 6. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 6+1=7 dan 6-1=5.
Wacana kode 7(6)205nar sesuai untuk kelas 5, 6, dan 7. Jadi, wacana kode
7(6)205nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.20
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)220nar
Judul Teks : Semua Istimewa

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Seekor kuda sedang berjalan dari sebuah ladang 1 30
gandum menuju sebuah hutan yang lebat.
Kuda itu telah puas memakan gandum yang ada 1 21
77

di ladang itu.
Dia tampak gembira karena tidak ada petani 1 26
gandum yang menjaga ladangnya.
Ketika dia menuju hutan lebat, di tengah jalan 1 28
kuda itu melihat sesuatu.
“Itu seperti kulit harimau,” gumam kuda itu. 1 16
Kuda itu lalu mendekatinya dan ternyata memang 1 53
benar apa yang dilihatnya adalah kulit harimau
yang tak sengaja ditinggalkan oleh para pemburu
harimau.
Kuda itu mencoba memakai kulit harimau itu, 1 39
“wah, kebetulan sekali, kulit harimau ini sangat
pas ditubuhku.
Apa yang akan kulakukan dengannya ya?”. 1 13
Terlintaslah di 0,2 5
Jumlah 8,2 231

Wacana berkode 7(6)220nar dengan judul Kuda Berkulit Harimau


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 8 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu
jatuh pada kata ke-2 dari 12 kata, 2/12 = 0,16 dibulatkan menjadi 0,2.
Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 8+0,2 = 8,2.
Wacana ini terdapat 231 suku kata dari 100 kata, 231 x 0,6 = 138,6 .
dibulatkan menjadi 139.
78

Grafik fry 4.19


Wacana kode 7(6)220nar

Berdasarkan grafik fry di atas, titik pertemuan antara angka 8,2 untuk
jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 139 untuk jumlah suku
kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 6. Sesuai
dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas pembaca
ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 6+1=7 dan 6-1=5.
Wacana kode 7(6)220nar sesuai untuk kelas 5, 6, dan 7. Jadi, wacana kode
7(6)220nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Tabel 4.21
Analisis Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kode 7(6)235nar
Judul Teks : Cici dan Serigala

Jumlah
Teks Kalimat Suku
Kata
Sore itu tiga kelinci kecil, Cici, Pusi, dan Upi 1 32
bermain bersama di tempat lapang di hutan.
Tiba-tiba Cici melihat sesuatu tergeletak dalam 1 23
79

bungkus plastik.
“Hai, teman-teman lihatlah! Cici berteriak sambil 1 27
menunjuk ke arah bungkusan plastik.
“Wah, makanan teman-teman” teriak Upi. 1 13
Cici mengambil kue itu, membuka bungkusnya 1 30
dan tercium aroma harum dari kue itu.
Tiba-tiba muncul niat liciknya. 1 11
“Ah kue ini pasti nikmat sekali apalagi jika ku 1 41
makan sendiri tanpa berbagi dengan mereka”
gumamnya dalam hati.
“Teman-teman, sepertinya kue ini bekal Pak 1 48
tukang kayu yang sering ke hutan ini, mungkin
dia baru saja ke sini dan belum pergi terlalu jauh.
Bagaimana 0,1 4
Jumlah 8,1 229

Wacana berkode 7(6)235nar dengan judul Cici dan Serigala


memiliki jumlah kalimat utuh yaitu 8 kalimat. Jumlah kalimat terakhir yaitu
jatuh pada kata ke-1 dari 14 kata, 1/14 = 0,07 dibulatkan menjadi 0,1.
Sehingga jumlah kalimat seluruhnya dalam 100 kata yaitu 8+0,1 = 8,1.
Wacana ini terdapat 229 suku kata dari 100 kata, 229 x 0,6 = 137,4.
dibulatkan menjadi 137.
80

Grafik fry 4.20


Wacana kode 7(6)235nar

Grafik fry tersebut menggambarkan titik pertemuan antara angka 8,1


untuk jumlah kalimat dari baris tegak lurus dengan angka 137 untuk jumlah
suku kata dari baris mendatar jatuh pada tingkatan atau kelas pembaca 6.
Sesuai dengan teori penggunaan grafik fry, maka hasil peringkat kelas
pembaca ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat, yaitu 6+1=7 dan
6-1=5. Wacana kode 7(6)235nar sesuai untuk kelas 5, 6, dan 7. Jadi, wacana
kode 7(6)235nar memiliki keterbacaan yang sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.

Berdasarkan pemaparan 20 wacana di atas, dapat disimpulkan:

Tabel 4.22 Rekapitulasi Data


Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas VII
Kode Jumlah Jumlah Penafsiran Keterangan
Wacana Kalimat Suku Kata
7(1)3des 9,1 151 6, 7, 8 Sesuai
7(1)4Ades 13,6 142 3, 4, 5 Tidak Sesuai
7(1)4Ides 13,7 146 4, 5, 6 Tidak Sesuai
7(1)5des 15,4 160 6, 7, 8 Sesuai
7(1)12des 10 141 5, 6, 7 Sesuai
81

7(1)15des 9,9 154 7, 8, 9 Sesuai


7(2)45nar 10,4 150 6, 7, 8 Sesuai
7(2)54nar 11,6 154 6, 7, 8 Sesuai
7(2)56nar 10,4 145 5, 6, 7 Sesuai
7(4)125eks 9,3 139 5, 6, 7 Sesuai
7(4)126eks 6,6 170 12, 13, 14 Tidak Sesuai
7(4)132eks 10,4 151 6, 7, 8 Sesuai
7(4)135eks 6,4 155 8, 9, 10 Tidak Sesuai
7(4)142eks 9,6 156 7, 8, 9 Sesuai
7(4)144des 9,7 155 7, 8, 9 Sesuai
7(6)195nar 5,4 142 7, 8, 9 Sesuai
7(6)197nar 12,3 141 4, 5, 6 Tidak Sesuai
7(6)205nar 9,5 141 5, 6, 7 Sesuai
7(6)220nar 8,2 139 5, 6, 7 Sesuai
7(6)235nar 8,1 137 5, 6, 7 Sesuai

Berdasarkan tabel analisis terhadap 20 wacana yang terdapat dalam Buku


Teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 Kelas VII di atas, diperoleh hasil bahwa
terdapat 15 wacana yang sesuai digunakan untuk kelas VII dan 5 lainnya tidak
sesuai.
Wacana yang sesuai keterbacaannya untuk kelas VII meliputi 5 wacana
deskripsi, 7 wacana narasi, dan 3 wacana eksposisi. Adapun wacana yang tidak
sesuai keterbacaannya untuk kelas VII meliputi 2 wacana deskripsi, 1 wacana
narasi, dan 2 wacana eksposisi.
Wacana yang sesuai keterbacaannya untuk kelas VII yaitu wacana kode
7(1)3des yang berjudul “Parangtritis nan Indah”, wacana kode 7(1)5des yang
berjudul “Si Bagas, Kelinciku”, wacana 7(1)12des yang berjudul “Pesona Pantai
Senggigi”, wacana 7(1)15des yang berjudul “Gebyar Pementasan Tari Kolosal
Ariah”, wacana 7(2)45nar yang berjudul “Kekuatan Ekor Biru Nataga”, wacana
7(2)54nar yang berjudul “Ruang Dimensi Alpha”, wacana 7(2)56nar yang berjudul
“Berlian Tiga Warna”, wacana 7(4)125eks yang berjudul “Hutan Bakau”, wacana
82

7(4)132eks yang berjudul “Manggis”, wacana 7(4)142eks yang berjudul “Kucing”,


wacana 7(4)144des yang berjudul “Si Piko, Kucingku”, wacana 7(6)195nar yang
berjudul “Belalang Sembah”, wacana 7(6)205nar yang berjudul “Semua Istimewa”,
wacana 7(6)220nar yang berjudul “Kuda Berkulit Harimau”, dan wacana
7(6)235nar yang berjudul “Cici dan Serigala”.
Sebagian besar wacana yang sesuai dengan tingkatan kelas VII tersebut
adalah wacana narasi dan deskripsi. Wacana narasi dan deskripsi memang mudah
dipahami untuk siswa kelas VII, hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara yang
telah dilakukan dengan salah satu guru kelas VII di SMP Negeri 13 Kota
Tangerang Selatan (terlampir) bahwa siswa kelas VII di SMP Negeri 13 Kota
Tangerang Selatan lebih memahami wacana narasi dan deskripsi.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, tingkat keterbacaan buku teks bahasa Indonesia edisi revisi
2017 SMP kelas VII milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia berdasarkan grafik fry ditemukan 15 wacana dari 20
wacana yang dianggap sesuai digunakan untuk kelas VII (tujuh). Hasil
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa buku teks bahasa Indonesia edisi
revisi 2017 SMP kelas VII memiliki keterbacaan yang tinggi. Wacana yang
sesuai dengan kelas VII lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak
sesuai. Dikatakan wacana sesuai untuk pembelajaran kelas VII berdasarkan
grafik fry karena titik pertemuan antara jumlah kalimat dari baris tegak lurus
dengan jumlah suku kata dari baris mendatar jatuh pada daerah tingkat kelas
7. Sedangkan wacana dikatakan tidak sesuai karena memiliki titik
pertemuan tidak pada daerah kelas 7.
Kedua, berdasarkan perhitungan grafik fry terdapat 15 wacana yang
sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran kelas VII (tujuh) di SMP
Negeri 13 Kota Tangerang Selatan. Wacana-wacana tersebut yaitu berjudul
Parangtritis nan Indah, Si Bagas, Kelinciku, Pesona Pantai Senggigi,
Gebyar Pementasan Tari Kolosal Ariah, Kekuatan Ekor Biru Nataga,
Ruang Dimensi Alpha, Berlian Tiga Warna, Hutan Bakau, Manggis,
Kucing, Si Piko, Kucingku, Belalang Sembah,Semua Istimewa, Kuda
Berkulit Harimau, dan Cici dan Serigala.

83
84

B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, peneliti menyampaikan beberapa
saran yang diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya:
1. Bagi guru atau calon guru Bahasa Indonesia diharapkan lebih
memperhatikan buku pegangan atau pelajaran yang akan
digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa. Guru sebaiknya
memperhatikan keterbacaan dari wacana yang akan digunakan
untuk pembelajaran, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan
ketika belajar dan dapat meningkatkan minat baca siswa.
2. Bagi siswa, sebaiknya tingkatkan minat baca karena akan
mempermudah dalam kegiatan pembelajaran.
3. Bagi penulis dan editor dalam menyusun buku teks harus
memperhatikan kosa kata, kalimat, dan lain-lain karena
mempengaruhi tingkat keterbacaan. Penulis diharapkan mampu
menyusun bahan ajar yang mudah dipahami dan menyadari akan
pentingnya unsur keterbacaan.
4. Bagi peneliti lain, diharapkan mengembangkan penelitian yang
sejenis yaitu mengenai tingkat keterbacaan wacana dalam buku
teks sebagai bahan ajar.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta. 2010.

Awalludin. Pengembangan Buku Teks Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta:


Deepublish, 2017.

Basundoro, Yohanes Wedha. Tingkat Keterbacaan Wacana dalam Buku Teks


Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Tahun 2013 untuk SMK Kelas X Di
SMK Negeri 4 Yogyakarta Berdasarkan Grafik Fry, Cloze Test, dan SMOG.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2015.
https://repository.usd.ac.id/504/2/111224008_full.pdf. diunduh pada tanggal 11 Juli
2018. pkl. 19.30.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2012.

Hardjasujana, Ahmadslamet. Evaluasi Keterbacaan Buku Teks Bahasa Sunda untuk


Sekolah Dasar di Jawa Barat. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999.
Hardjasujana, Ahmadslamet dan Yeti Mulyati. Membaca 2. Jakarta: Depdiknas.
1996.
Harsiati, Titik, Agus Triono, E. Kosasih, Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII
Edisi Revisi 2017. Jakarta: Kemendikbud. 2017.
H.M, Junaiyah dan E. Zaenal Arifin. Keutuhan Wacana. Jakarta: Grasindo. 2010.
Kosasih, E. Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII Edisi Revisi 2017. Jakarta:
Kemendikbud. 2017.
Miles, Matthew B. and A. Michael Huberman. Qualitative Data Analysis A
Sourcebook of New Methods. Baverly Hills California: Sage Publication Inc, 1987.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2011.
Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2003.

Myrnawati. Buku Ajar Metodologi Penelitian. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Unversitas YARSI, 2004.
Nugroho, Adi. Tingkat Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia dan Sastra
Indonesia Sekolah Menengah Pertama Studi pada Buku Teks Bahasa Indonesia
Wahana Pengetahuan. Jakarta: Universitas Islam Negeri. 2016.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36165. diunduh pada
tanggal 5 Juli 2018. pkl 20.25.
Pratiwi, Septyani. Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Untuk SMA Kelas X
Terbitan Erlangga, Esis, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia 2013. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. 2014.
http://repository.upi.edu/11201/,diunduh pada tanggal 5 November 2018. pkl 19.20.
Prastowo, Andi. Sumber Belajar & Pusat Sumber Belajar Teori dan Aplikasinya di
Sekolah/Madrasah. Depok: Prenadamedia Group. 2018.
Puryanto, Edi Suhertuti, Reni Nur Eriyani. Perencanaa Pengajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Negeri
Jakarta. 2015.
Rani, Abdul. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Jawa
Timur: Bayumedia Publishing. 2006.
Santana, Septiawan K. Menulis Ilmiah Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi
Kedua. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2010.
Seyler, Dorothy U. Read, Reason, Write An Argument Text and Reader. New York:
McGraw-Hill. 2005.
Sitepu, B.P. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2014.

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta. 2016.
Suhendar, M.E dan Pien Supinah. Seri Materi Kuliah MKDU (Mata Kuliah Dasar
Umum) Bahasa Indonesia Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca &
Keterampilan Menulis. Bandung: CV Pionir Jaya. 1992.

Sujanto, J. CH. Keterampilan Berbahasa Membaca-Menulis-Berbicara untuk Mata


Kuliah Dasar Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. 1988.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. 2012.
Sukri, Adjat. Bangun Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit ITB Bandung.
1994.
Suladi, dkk. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran SLTP.
Jakarta: Pusat Bahasa. 2000.

Suwartono. Dasar-dasar Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.


2014.
Strauss, Anselm & Juliet Corbin. Basic of Qualitative Reseearch Techniques and
Procedures for Develoving Grounded Theory. Amerika: Sage Publication
Inc. 1998.

Strauss, Anslem & Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tatalangkah


dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarata: Pustakapelajar. 2003.

Suwartono. Dasar-dasar Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.


2014.

Tarigan, Henry Guntur. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa. 2015.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Trigan. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.
Bandung: Angkasa. 1990.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodelogi Penelitian Sosial.


Jakarta: Bumi Aksara. 2008.
PROFIL SEKOLAH

A. Sejarah Singkat Sekolah


SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan merupakan sekolah yang
berada di jalan Beruang II Peladen, Pondok Ranji. Sekolah ini berada
diantara kawasan komplek dan perkampungan sekitar Bintaro dan Peladen.
Sekolah menengah pertama yang berada di daerah tersebut terbilang standar
untuk kelompok penduduk menengah atas, namun untuk kelompok
perekonomian lebih rendah terlalu tinggi, dari sebab itulah dan karena
perkembangan penduduk yang cukup signifikan di daerah Peladen, maka
didirikanlah SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan ini. Sebelum menjadi
SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan , sekolah ini bernama SMP Negeri
5 Ciputat kabupaten Tangerang, bersamaan dengan pemekaran daerah
tingkat II yaitu pemekaran kabupaten Tangerang menjadi Kota Tangerang
Selatan maka urutan sekolah pun berubah yang asalnya berdasarkan
kecamatan menjadi kota Tangsel sehingga SMP Negeri 5 Ciputat berganti
nama menjadi SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan.
Sekolah ini berdiri pada tahun 1995, yang dipimpin oleh Dra. Ade
Halimatussa‟diyah yang saat itu merangkap sebagai kepala sekolah SMP
Negeri 2 Ciputat. Para pelaksana harian atau guru-guru SMP Negeri 13 pada
awal berdirinya sekolah ada bapak Drs.Hj Nindin Komarudin M. Pd dan
Drs. Antasa, yang menjabat pada tahun ajaran 1995/1996 s.d 2002/2003.
Pada tahun 1995 s.d 2002 guru-guru yang mengajar di SMPN 13 umumnya
adalah guru honor dengan jumlah yang terbatas.
Kepala Sekolah yang pernah menjabat di SMP Negeri 13 Kota
Tangerang Selatan diantaranya:
1. Siduk Kurnain, S.Pd (alm) pada tahun 2002/2003
2. Dra.Hj. Erly Wijayanti pada tahun 2003/2004 s.d 2006/2007
3. Maryono, S.E pada tahun 2007/2008 s.d 2008/2009
4. Rohman, M.Pd pada tahun 2009 s.d 2018
5. Alan Suherlan. S. Pd. M.M pada tahun 2018 hingga sekarang
Sejak tahun 2009 s.d sekarang perkembangan sekolah cukup
melesat dengan dipimpin oleh bapak Rohman, M.Pd. Perkembangan ini
ditandai dengan adanya peningkatan dalam fasilitas dan pembangunan
sekolah lainnya seperti tempat parkir, kehijauan sekolah, dan RKB
bertambah 7 kelas. Sehingga total kelas ada 24 ruang kelas. Segala macam
alat bantuan belajar seperti infokus sudah ada 4, sifatnya ada yang
stasioner dan ada yang portable, kemudian perlengkapan lab ipa dan lab
bahasa pun sudah lengkap. Sekolah ini juga sudah dilengkapi dengan
ruang perpustakaan, ruang UKS, koperasi dan ruang serbaguna. Tetapi
jumlah siswa rata-rata masih 40 siswa per kelas, padahal yang diharapkan
sekolah adalah36 per kelas sehingga total siswa saat ini 925 orang, dan
jumlah siswa tahun lalu berjumlah 978 siswa.
Pada awalnya SMP Negeri 13 ini berstatus sebagai sekolah biasa,
kemudian pada tahun ajaran 2007/2008 berubah menjadi RSN (Rintisan
sekolah Standar Nasional) dan kemudian pada tahun 2009 s.d sekarang
berubah menjadi SSN (Sekolah Standar Nasional). Status sekolah ini
dulunya berakreditasi Tipe “B” namun sekarang sudah berakreditasi “A”.
B. Identitas Madrasah
Nama Sekolah : SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan
NPSN : 20603180
Status Akreditasi :A
Alamat Sekolah : Jl. Beruang II Peladen Pd. Ranji
Kecamatan : Ciputat Timur
Kab./Kota : Tangerang Selatan
Propinsi : Banten
No.Tlp/HP : 021 7354472
Nama Kepala Sekolah : Alan Suherlan, S.Pd, M.M.
Kepemilikan Tanah : Pemerintah/yayasan/pribadi/menyewa/
Status Tanah : SHM/HGB/HakPakai/AkteJual Beli/Hibah
Luas Tanah : 6.000 M2
Luas Bangunan : 3.308 M2

C. Visi, Misi, dan Tujuan


1. Visi
Unggul Dalam Prestasi Santun Dalam Pergaulan Berahlak Mulia
dan Berwawasan Lingkungan.
2. Misi
a. Mengembangkan sikap dan perilaku religiusitas di lingkungan
dalam dan luar sekolah.
b. Mengembangkan budaya gemar membaca, rasa ingin tahu,
bertoleransi, bekerja sama, saling menghargai, disiplin, jujur, kerja
keras, kreatif, dan mandiri.
c. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman, rapi, bersih, dan
nyaman.
d. Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang,
menyenangkan, komunikatif, tanpa takut salah, dan demokratis.
e. Mengupayakan pemanfaatan waktu belajar, sumber daya fisik, dan
manusia agar memberikan hasil yang terbaik bagi perkembangan
peserta didik.
f. Menanamkan kepedulian sosial dan lingkungan, cinta damai, cinta
tanah air, semangat kebangsaan, dan hidup demokratis.
3. Tujuan
a. Mewujudkan proses pembelajaran dengan kondusif, disiplin dan
penuh bertanggung jawab.
b. Meningkatkan prestasi peserta didik melalui kegiatan akademik
maupun ekstra kurikulim baik yang mencakup prestasi akademik,
teknologi, olah raga dan seni budaya.
c. Mengingatkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama.
d. Melaksanakan bimbingan terhadap seluruh siswa agar dapat
mengenali dirinya sesuai potensi yang dimilikinya.
e. Mempersiapkan siswa untuk dapat bersaing didalam bidang lomba-
lomba mata pelajaran maupun keterampilan lainya baik ditingkat
kecamatan sampai nasional.
f. Melakanakan managemen yang terbuka baik pada tahap program,
pelaksanaan sampai pada pelaporan didalam rangka akuntabilitas.
g. Mewujudkan sekolah yang nyaman, bersih dan bersih.

D. Guru dan Tenaga Kependidikan


Tahun
Mata Jumlah Nama Guru Pend.
No Kls Mulai
Pelajaran Rombel Pengampu Terakhir
Mengajar
Marni Mayasari,
S1 2003
8 S.Ag
1
3 H. Rudi, S.Ag S1 2005
Pendidikan
Agama Islam Marnih S1 2003
1 (untuk 2 Mayasari,S.Ag
2
sekolaah 3 Dra. Hj. Siti
umum) S1 2002
Barkah
8 Dra. Hj. Siti
3 S1 2002
Barkah

2
1 Rahmawati, S.Pd S1 2005
2 S1
Rahmawati, S.Pd 2005
Baca Tulis
4 Drs. Risan
2 Qur‟an 2 S1 2005
(BTQ)
2 Entin Holisoh,
D3 1996
Amd
3 0 - - -

1 0 - - -

3 conversation 2 0 - - -

1 Mamat Rahmat, S1 2002


3
S.Pd
7 S1
Sri Sulthan Auliya, 2011
S.Pd

1 Titing Maya S1 2006


Hertina, S.Pd
1
8 Entin Holisoh,
D3 1996
Amd

3 Entin Holisoh, 1996


Seni Budaya D3
4 Amd
2 5 Titing Maya S1
2006
Hertina, S.Pd

8 Titing Maya
3 Hertina, S.Pd S1 2006

5 FauziAstuti, S.Pd S1 2001


1
4 Dahlia Mufilhati,
S1 2006
S.Pd

7 Selvi Vivianti, S.Pd S1 2011


2
Bahasa 1 Sri Sulthan, S.Pd S1 2011
5 Inggris
2 Dahlia Mufilhati, S1 2006
S.Pd
4
3 Mamat Rahmat, S1 2002
S.Pd
2 Fauzi Astuti, S,Pd S1 2001

6 S1
Dra. Rasyidah 2007
1 3 Dwi Edi Ristiana,
Matematika S1 2007
6 S.Pd

5 Mariska, S.Pd S1 2015


2
3 Silvani Mursida D,
S1 2000
S.Pd

2 Dwi Edi Ristiani, S1


2000
S.Pd
3 Lina Marlina, S.Pd S1 2000
3

3
Lendra, S.Pd S1 2000

1 Ari Fardianawati,
S1 1998
S.Pd
2 Silvani Damanik,
S1 2008
S.Pd
1
3 Salma Atikah, S.Pd S1 2006

2
Lina Marlina, S.Pd S1 2000

1 Rahmawati, S.Pd S1 2011


IPA
7 5 Rahmawati, S.Pd S1 2011

3
2 Ari Fardianawati, S1 1998
S.Pd
2 Salma Atikah, S.Pd S1 2006

8 Ade Solihin, S.Pd S1 2002


6 Ari Fardianawati,
S1 1998
3 S.Pd

2 Silvani Damanik,
S1 2008
S.Pd
2 Sri Supraptiwi,
S1 2008
S.Pd
Bahasa
1 2 Nanik Nurjannah,
8 Indonesia S2 2008
M.Pd

5 Tasumah, S.Pd S1 2005


4 Lintang Anggraeni,
S1
S.Pd
2 4 Erna Hastuti, S.Pd S1

4 Sri Supraptiwi,
S1 2008
S.Pd
3
4 Nanik Nurjanah,
S2 2008
M.Pd
8 Kiki Rezki
1 S1 2007
Muslimun, S.Kom

4 Lukman Setiadi,
S1 2007
S.Kom
9 TIK 2 4 Kiki Rezki
S1 2007
Muslimun, S.Kom

8 Lukman Setiadi,
3 S1 2007
S.Kom
4 Murnilawati, S.Pd S1 2007

1 Ari Fedwianto,
1 S1
S.Pd

4 H.Rudi, S.Pd S1
10 PKN 7 Ari Fedwianto,
S1
S.Pd
2
1 H. RudiS.Pd S1

8 Murnilawati, S.Pd
3 S1 2007
4 Bayu Budi
S1 2013
1 Setiawan, S.Pd

4 Drs. Yusmarsono S1 2007

4 Bayu Budi
S1 2013
2 Setiawan, S.Pd
Penjasorkes
11
4 Drs. Yusmarsono S1 2007
4 Drs. Yusmarsono S1 2007
3
4 Bayu Budi
S1 2013
Setiawan, S.Pd
3 Muspridahanum,
S1 2000
S.Pd
1 6 Moch. Nurrohman, S1
2009
S.Pd

2 Kusriyatun, M.Pd S2 2002


12 IPS 2
6 Drs. Risan S1 2005

Kusriyatun, M.Pd 2002


4 S2
3 4 Muspridahanum, S1
2000
S.Pd

4 Fatwani, S.Pd S1 2009


1 4 Sri Setiawati, S.Pd S1 2007
13 BK
2 8 Fatwani, S.Pd S1 2009

8 S1
3 Sri Setiawati, S.Pd 2007

E. Tenaga Kependidikan / Tenaga Pendukung

Jumlah tenaga
Jumlah tenaga pendukung dan pendukung
kualifikasi pendidikannya berdasarkan Jml.
Tenaga
No Status dan jenis
Pendukung
Kelamin
D D D S PNS Honorer
SMP SMA
1 2 3 1 L P L P
1. Tata Usaha - 3 - - - 1 - 1 1 2 4
2. Perpustakaan - 1 - - - - - - 1 - 1
3. Laboratorium
- - - - - - - - - - -
lab.IPA
4. Laboran lab.
- - - - - - - - - - -
Komputer
5. Laboran lab.
- - - - - - - - - - -
Bahasa
6. PTD (Pend
- - - - - - - - - - -
Tek. Dasar)
7. Kantin - - - - - - - - - - -
8. Penjaga
1 - - - - - - - 1 - 1
Sekolah
9. Tukang
- 2 - - - - - - 2 - 2
Kebun/kbrshn
10. Keamanan - 1 - - - - - - 1 - 1
11. Lainnya : - - - - - - - - - - -
Jumlah 1 7 - - - 1 - 1 6 2 9

F. Sarana dan Prasarana

No Jenis Prasarana Jumlah Ruang

1 Ruang Kelas 25
2 Perpustakaan 1
3 R. Lab. IPA 1
4 R. Lab. Komputer 1
5 R. Pimpinan 1
6 R. Guru 1
7 R. Tata Usaha 1
8 R. Konseling 1
9 Tempat Beribadah/Masjid 1
10 KM / WC Guru 2
11 KM / WC Siswa 8
12 Gudang 1
13 Tempat Olah Raga 1
14 Lapangan Upacara 1
15 Koperasi 1
16 UKS 1
17 Dapur 1
18 PMR / Pramuka 1
HASIL WAWANCARA

Narasumber : Sri Supraptiwi, S.Pd.


Tanggal : 7 Desember 2018
Tempat : SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan

Pewawancara :Bagaimana minat baca siswa di SMP Negeri 13 Kota


Tangerang Selatan?
Narasumber : Emmm minat baca di sekolah ini dapat dikatakan sebagai tingkat
yang rendah, emmm sekitar 90% siswa di sekolah ini tidak suka
mambaca, entah mungkin dari sekolah SD-nya memang tidak
diterapkan kebiasaan membaca atau di rumahnya yang tidak
dilatih untuk gemar membaca, sehingga pembendaharaan kosa
katanya sedikit. Kesadaran dan ketersediaan buku di sekolah juga
masih tergolong rendah.
Pewawancara : Apakah ada kesulitan saat menyampaikan wacana-wacana yang
terdapat dalam buku buku teks Bahasa Indonesia Edisi Revisi
2017 SMP Kelas VII Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia?
Narasumber : Kalau kesulitan pasti ada, karena pengaruh minat baca siswa
yang rendah akan mempengaruhi penerimaan wacana yang
diberikan dalam kegiatan pembelajaran. Emmm jadi saya
menyampaikan satu wacana itu harus secara detail baru siswa
memahami.
Pewawancara : Bagaimana cara ibu mengatasi kesulitan tersebut?
Narasumber : Emmmm kalau untuk mengubah dari siswa yang jarang
membaca buku jadi gemar membaa buku memang sangat sulit.
Tapi jika untuk mengatasi kesulitan siswa memahami wacana,
saya biasanya memberikan tugas yang berhubungan dengan
wacana tersebut tapi dengan yang sangat sederhana, contohnya
pada teks deskripsi, saya memberikan tugas siswa
mendeskripsikan orang tua atau anggota keluarganya. Karena kan
itu yang paling mudah dan setiap siswa tidak dapat sama. Jadi
siswa sangat antusias membuat teks deskripsi.
Pewawancara : Dari wacana-wacana yang terdapat dalam buku buku teks
Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017 SMP Kelas VII Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, apakah terdapat
teks yang sangat mudah dipahami oleh siswa?
Narasumber : Pada kegiatan pembelajaran siswa lebih suka saat bagian wacana
yang bersifat fantasi, berarti masuknya itu narasi ya. Siswa
merasa seperti membaca novel atau komik, jadi mudah
memahami. Selain itu, wacana deskripsi juga siswa antusias.
Apakah karena saya memberikan tugas mendeskripsikan orang
tua atau memang mereka suka hehehe.
Pewawancara : Lalu, apakah ada wacana yang sulit dipahami siswa?
Narasumber : Tentu ada, pada bagian wacana observasi dan eksposisi siswa
sulit memahami. Siswa masih sulit membedakan antara wacana
deskripsi dan eksposisi.
Pewawancara : Bagaimana cara ibu mengatasi wacana yang sulit dipahami
tersebut?
Narasumber : Menyederhanakan tema, contohnya tugas observasi
menggunakan objek sekolah, mereka dapat memulai dari kantin,
perpustakaan, lapangan sekolah, atau tempat-tempat lain yang ada
di sekolah.
IDENTITAS BUKU
WACANA

Dua rumah di Cipete Utara, Jakarta Selatan, terbakar. Kebakaran ini


sempat membuat lalu lintas di sekitar lokasi menjadi macet. Dua rumah yang
terbakar tersebut berlokasi di kawasan perkampungan Jalan Haji Jian, Cilandak
Utara, Jakarta Selatan. “itu lokasinya masuk perkampungan. Jadi, masuk jalan
Fatmawati Raya, kemudian masuk Jalan Cipete, dan masuk Jalan Haji Jian,” kata
petugas Pemadam Kebakaran Sudin Jakarta Selatan, Dendi. Enam belas unit
mobil pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi. Mobil-mobil itu menyebar dan
berusaha menjangkau lokasi kebakaran dari segala penjuru mata angin, mencari
jalan tercepat. Akibatnya, macet tak terelakkan. “macet dari Utara, Barat, Timur,
kita kerahkan supaya mana yang lebih dulu sampai langsung bisa menangani
macet di Cipete, di Pos Fatmawati, dan sekitarnya,” tutur Dendi.

Parangtritis nan Indah


Salah satu andalan wisata Kota Yogyakarta adalah Pantai Parangtritis.
Tepatnya Pantai Parangtritis berada di Kecamatan Kretek, Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Pantai ini terletak sekitar 27 km arah selatan Yogyakarta.
Pemandangan Pantai Parangtritis sangat memesona. Di sebelah kiri,
terlihat tebing yang sangat tinggi, di sebelah kanan, kita bisa melihat batu karang
besar yang seolah-olah siap menjaga gempuran ombak yang datang setiap saat.
Pantai bersih dengan buih-buih putih bergradasi abu-abu dan kombinasi hijau
sungguh elok.
Kemolekan pantai serasa sempurna di sore hari. Di sore hari, kita bisa
melihat matahari terbenam yang merupakan saat sangat istimewa. Lukisan alam
yang sungguh memesona. Semburat warna merah keemasan di langit dengan
kemilau air pantai yang tertimpa matahari sore menjadi pemandangan yang
memukau. Rasa hangat berbaur dengan lembutnya hembusan angin sore,
melingkupi seluruh tubuh. Seakan tersihir kita menyaksikan secara perlahan
matahari seolah-olah masuk ke dalam hamparan air laut.
Banyaknya wisatawan yang selalu mengunjungi Pantai Parangtritis ini
membuat pantai ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Di pantai Parangtritis ini
kita bisa menyaksikan kerumunan anak-anak bermain pasir. Tua muda menikmati
embusan segar angin laut. Kita juga bisa naik kuda ataupun angkutan sejenis
andong yang bisa membawa kita ke area karang laut yang sungguh sangat indah.

Ayah, Panutanku
Ayahku bernama Abu Salman. Ayah berpostur sedang, berumur sekitar 54
tahun. Rambutnya putih beruban. Didagunya terdapat bekas cukur jenggot putih
di dagunya. Kulit ayahku kuning langsat. Wajah ayah tipikal Batak dengan rahang
yang kuat dan hidung mancung tapi agak besar. Matanya hitam tajam dengan alis
tebal. Sepintas ayahku seperti orang India.
Meskipun kelihatannya mengerikan, ayahku orang yang sabar. Wajahnya
teduh dan selalu tersenyum menghadapi masalah apa pun. Ya, ayahku adalah
orang yang paling sabar yang pernah aku kenal. Tidak pernah terlihat marah-
marah atau membentak. Beliau selalu menunjukkan perasaannya lewat gerakan
bermakna di wajahnya. Jika melihat anaknya membandel, ayah hanya menggeleng
sambil berkata lirih untuk membujuknya.
Tidak seperti orang Batak yang logatnya agak keras, ayahku sangat
pendiam. Beliau yang irit kata, lebih suka memberi contoh langsung kepada
anaknya tanpa perlu menggurui. Bagai air yang mengalir tenang, tetapi sangat
dalam. Beliau adalah teladan bagi anak-anaknya.

Ibu, Inspirasiku
Ibuku bernama Wulandari. Mukanya selalu bersinar seperti bulan. Cocok
sekali dengan namanya yang berarti bulan bersinar. Mukanya bulat dengan alis
tipis seperti semut beriring. Kulit ibuku sawo matang, khas wanita Jawa. Beliau
tidaklah tinggi, tidak pula pendek. Rambutnya hitam bergelombang. Sampai usia
56 tahun kulihat rambutnya masih legam tanpa semir. Pandangan matanya yang
kuat kinisudah mulai sayu termakan usia. Namun mata hatinya tetap kuat
bagaikan baja.
Ibu adalah wanita yang sangat baik. Dia ramah dan tutur katanya lembut
kepada siapa saja. Dia sangat suka membantu orang lain, terutama yang sedang
dalam kesusahan. Profesi sebagai guru semakin mengokohkan prinsipnya untuk
selalu mengajarkan kebaikan kepada sesama.
Meskipun sudah berumur, ibuku masih menuntut ilmu. Ibuku melanjutkan
ke jenjang S-2. Padahal harusnya dia sudah tidak disibukkan oleh tugas kuliah.
Tetapi, sepertinya ibuku sangat menikmati sekolahnya. Sambil bernyanyi kecil dia
mengerjakan tugas kuliahnya. Belajar terus sepanjang hayat, itulah semboyannya.

Si Bagas, Kelinciku
Kelinciku bernama bagas. Kunamakan bagas karena saya berharap kelinci
kesayanganku itu selalu sehat dan bugar. Bagas memiliki bulu yang lebat dan
putih bersih. Matanya cokelat seperti madu. Matanya jernih menyejukkan untuk
dipandang. Bibir mungilnya yang merah muda sungguh menggemaskan.
Telinganya panjang dan melambai-lambai kalau dia berlari.
Bagas sangatlah manja. Hampir tiap malam, bagas tidur di ujung kakiku.
Sebelum kuelus-elus dia akan selalu menggangguku. Kalau waktunya makan dia
berputar-putar di depanku sambil mengibas-ngibaskan telinganya yang panjang.
Mulutnya berkomat-kamit seperti orang sedang berdoa.kemanjaannya membuat
aku selalu rindu.
Bagas memiliki prilaku unik. Kalau marah, bagas melakukan atraksi yang
menarik. Dia menggunakan kaki belakangnya dan melompat dalam jangkauan
yang begitu jauh. Buk! Sering terdengar dia menjatuhkan diri. Kadang dia
melompat sampai sejauh tiga meter. Kalau tidak dipedulikan, kakinya dientak-
entakkan seperti anak kecil yang merajuk minta dibelikan mainan. Dengan
menggunakan kaki belakangnya pula, dia berdiri sangat tinggi seperti sedang
menunjukkan bahwa dia bisa menarik perhatian kita.

Pesona Pantai Senggigi


Pantai Senggigi merupakan salah satu wisata andalan di Nusa Tenggara
Barat. Pantai Senggigi sangat indah. Pantai Senggigi terletak di Kecamatan Batu
Layar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pantai Senggigi
merupakan pantai dengan garis pantai terpanjang. Pemandangan bawah laut
Senggigi juga menakjubkan. Pura Bolong menjadi pelengkap wisata di Pantai
Senggigi.
Memasuki bibir pantai Senggigi kita akan disambut angin pantai yang
lembut dan udara yang segar. Angin lembut terasa mengelus kulit. Garis pantai
Senggigi yang panjang dengan gradasi warna pasir putih dan hitam membuat
keindahan pantai ini semakin menarik. Ombak yang tenang di pantai ini membuat
rasa tenteram semakin lengkap. Dari kejauhan tampak hamparan permadani biru
toska berpadu dengan hiasan buih-buih putih bersih. Sungguh elok pemandangan
pantai ini. Bukit-bukit tangguh nampak menjadi latar bagian pantai. Pantai
Senggigi dengan pesonanya benar-benar seperti lukisan di kanvas alam yang luas
terbentang.
Pemandangan bawah laut Senggigi juga tidak kalah memesona. Terumbu
karang yang masih terawat menyuguhkan pemandangan alam bawah laut yang
memukau. Terumbu karang nampak berwarna-warni sangat indah. Ikan beraneka
warna menambah keindahan bawah laut Senggigi. Dengan snorkeling maupun
menyelam anda dapat menyaksikan pemandangan bawah laut yang
mengagumkan. Anda akan menyaksikan betapa mempesonanya taman bawah
lautnya. Air laut yang jernih serta banyak terumbu karang terawat dengan ikan-
ikan beraneka ragam menambah keindahan taman laut di Senggigi.
Selain pemandangan bawah laut, terdapat juga pemandangan indah di Pura
Batu Bolong. Pada arah selatan bibir pantai Senggigi, terdapat pura kecil yang
bernama Batu Bolong.Sesuai dengan namanya, pura ini berdiri kokoh di atas batu
karang yang memiliki lubang di tengahnya. Sungguh sebuah keagungan pura di
tengah keindahan Senggigi. Berkunjung ke pura ini, Anda langsung disambut
buih-buih ombak yang tenang dan bersahabat. Seketika kedamaian dan
kenyamanan seperti merangkul saat berada di area sekitar Pura Batu Bolong.
Memasuki pura yang berhadapan langsung dengan Selat Lombok dan Gunung
Agung Bali ini, Anda harus berjalan menuruni anak tangga. Pura pertama yang
dijumpai berdiri di bawah pohon rindang. Sementara, pura kedua berdiri kokoh di
atas karang yang menjulang setinggi sekitar 4 meter dan memiliki lubang di
bawahnya. Jika berkunjung saat cuaca sedang cerah, Anda dapat melihat
pemandangan Gunung Agung Bali yang menjulang tinggi. Pada waktu-waktu
tertentu, Anda juga bisa melihat para pemancing tradisional sedang mencari ikan
dengan cara menceburkan diri ke dalam laut. Selain itu, melewati senja sambil
memandang matahari terbenam di pura ini juga menjadi saat-saat paling
menyenangkan. Keindahan semburat merah sang mentari menjadi pemandangan
yang sangat menakjubkan.
Wisata pantai Senggigi menawarkan sejuta keindahan dan kenyamanan.
Sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Gebyar Pementasan Tari Kolosal Ariah


Drama tari kolosal “Ariah” dipentaskan di area Monas. Pementasan tari
kolosal ini dalam rangka hari jadi Kota Jakarta ke-386. Drama musikal “Ariah”
diambil dari cerita Betawi. “Ariah” menceritakan pejuang perempuan muda
Betawi yang penuh semangat dan mempunyai martabat. Atilah Soeryadjaya
memprakarsai dan menjadi sutradara cerita rakyat Betawi ini. Selain itu, seniman
serba bisa itu juga menulis naskah dan sekaligus lirik lagu pementasannya. Dari
awal sampai akhir, pementasan ini sangat memukau.
Pertunjukan dimulai pada pukul 20.00. Pertunjukan dibuka dengan nyala
api yang berkobar di depan tugu Monas. Di bagian barat kembang api meluncur
deras ke langit Jakarta diiringi alunan musik mengentak keras. Penonton bersorak
sorai kaget sekaligus terpesono. Tata lampu yang didukung cuaca cerah malam itu
semakin menambah kedahsyatan susasana pembukaan. Pertunjukkan awal
melibatkan monas sebagai latar. Monas nampak gagah dan menawan karena
berkali-kali disoroti gambar-gambar indah sebagai latar cerita.
Setelah sukses memukau penonton pada acara pembukaan, penonton
disuguhi kemunculan 200 penari yang menjadi inti drama Ariah. Para penari
berlenggak-lenggok di atas tiga level panggung miring dengan sudut 15 derajat.
Kostum warana –warni tradisional betawi nampak semarak dibalut sinar lampu
yang dramatis. Erwin Gutawa mengaransemen lagu-lagu betawi dengan syahdu.
Musik menggetarkan suasana.
Adegan puncak benar-benar mengaduk-ngaduk emosi penonton. Beragam
suasana hati semakin dirasakan penonton. Nuansa keceriaan permainan anak-anak
wak wak gung disusul suasana romantis Juki dan Ariah. Adegan berganti dengan
suasana berlangsung sangat cepat. Puncak ketegangan semakin terasa pada saat
para penari laki-laki membawa replika obor yang menggambarkan suasana
perlawanan para petani terhadap pemerintah kolonial. Suasana tanam paksa
diiringi dan kekejaman para tuan tanah yang merugikan bagai litah darat
divisualisasikan dengan penuh penjiwaan.
Pementasan ditutup dengan perisiwa tragis. Irama yang menyayat menutup
pertunjukkan atas tragedi yang menimpa Ariah. Cahaya lampu meredup. Angin
malam berhembus cukup dingin seakan ikut merasakan kedukaan Ariah.
Pentas drama tari musikal kolosal Ariah ini sangat megah dan fantastik.
Pagelaran karya seni yang berbasis budaya lokal betawi ini berhasil menyuguhkan
pertunjukkan yang spektakuler. Tepuk tangan gemuruh mengiringi akhir
pementasan.

Kekuatan Ekor Biru Nataga


Seluruh pasukan Nataga sudah siap hari itu. Nataga membagi tugas kepada
seluruh panglima dan pasukannya di titik-titik yang sudah ditentukan. Seluruh
binatang di Tana Modo tampak gagah dengan keyakinan di dalam hati,
mempertahankan milik mereka. Hari itu, sejarah besar Tana Modo akan terukir di
hati seluruh binatang. Mereka akan berjuang hingga titik darah penghabisan untuk
membela tanah air tercinta.
Saat yang ditunggu pun tiba. Mulai terlihat bayangan serigala-serigala
yang hendak keluar dari kabut. Jumlah pasukan cukup banyak. Nataga dan seluruh
panglima memberi isyarat untuk tidak panik.
Pasukan siluman serigala mulai menginjak Pulau Tana Modo, susul-
menyusul bagaikan air. Tubuh mereka besar-besar dengan sorot mata tajam. Raut
wajah mereka penuh dengan angkara murka dan kesombingan, disertai lolongan
panjang saling bersahutan di bawah air hujan. Mereka tiak menyadari bahaya
yang sudah mengepung. Semua binatang tetap tenang menunggu aba-aba dari
Nataga.
“Serbuuuu …!” teriak Nataga sambung-menyambung dengan seluruh
panglima. Pasukan terdepan dari binatang-binatang hutan segera mengepung para
serigala dengan lemparan bola api. Pasukan serigala sempat kaget, tak percaya.
Cukup banyak korban yang jatuh di pihak serigala karena lemparan bola api.
Namun, pemimpin pasukan tiap kelompok serigala langsung mengatur kembali
anak buahnya pada posisi siap menyerang. Mereka tertawa mengejek binatang
binatang ketika banyak bola api yang padam sebelum mengenai tubuh mereka.
Bahkan dengan kekuatan mereka, mereka meniup bola api yang terbang menuju
arah mereka.
“Hai ....! Tak ada gunanya kalian melempar bola api kepada kami!” Seru
serigala dengan sorot mata merah penuh amarah.
Binatang-binatang tidak putus asa. Namun, pasukan serigala dalam jumlah
dua kali lipat bahkan lebih dari pasukan binatang, mulai bergerak maju, seolah
hendak menelan binatang-binatang yang mengepung. Binatang-binatang yang
pantang menyerah juga tidak takut dengan gertakan para serigala.
“Gunakan kekuatan ekormu, Nataga!” bisik Dewi Kabut di telinga Nataga.
Nataga sempat bingung dengan kata-kata Dewi Kabut. Karena banyak bola api
yang padam, Nataga segera memberi aba-aba berhenti melempar dan mundur
kepada seluruh pasukan.
Tiba-tiba, Nataga, pemimpin perang seluruh binatang di Tana Modo,
segera melesat menyeret ekor birunya. Mendadak, ekor Nataga mengeluarkan api
besar. Nataga mengibaskan api pada ekornya yang keras, membentuk lingkaran
sesuai tanda yang dibuat oleh semut, rayap, dan para tikus. Lalu, ia melompat
bagai kilat dan mengepung serigala dalam api panas. Kepungan api semakin luas.
Serigala-serigala tak berdaya menghadapi kekuatan si ekor biru. Teriakan panik
dan kesakitan terdengar dari serigala-serigala yang terbakar. Nataga tidak
memberi ampun kepada para serigala licik itu.
Selesai pertempuran Nataga segera menuju ke atas bukit, bergabung
dengan seluruh panglima. Levo, Goros, Lamia, Sikka, dan Mora memandang
Nataga dengan haru dan tersenyum mengisyaratkan hormat dan bahagia

Ruang Dimensi Alpha


“Kau harus membawanya kembali!” Erza berteriak kalang kabut. Aku
gugup, bingung. Tak tau apa yang harus kuperbuat, sedangkan manusia dengan
wajah setengah kera itu memandang sekeliling. Manusia purba itu menemukanku
ketika aku memasuki dimensi alpha. Tanpa kusadari ia mengikutiku. Manusia
purba itu akan mati jika tidak kembali dalam waktu 12 jam.
“Aku harus membawa dia kembali!” teriakku. Erza menghempaskan
tubuhnya pada meja kontrol laboratorium dengan kesal. Ardi berteriak lantang
“jangan main-main Don!” Ardi menatapku dengan tajam. “padahal...” Erza
tercekat, “aku tahu Er kita tinggal punya waktu 8 jam”. Aku terus berusaha
meyakinkan sahabat-sahabatku.
“Jika kamu mengembalikan manusia purba melebihi 8 jam, berarti tamat
riwayatmu.” Kembali Erza dan Ardi menatapku tajam. Aku mengotak-atik
komputer Luminaku dengan cepat. Aku memutuskan untuk tetap mengembalikan
manusia purba itu. “Sistem oke!”
Manusia purba itu harus hidup. Setiap mahkluk berhak untuk hidup. Aku
yang membawanya, aku juga yang harus mengembalikannya. Orang tuaku tak
pernah mengajarkanku untuk melarikan diri sesulit apapun masalah yang
kuhadapi.
Ku klik tombol „run‟ pada layar monitor Lumina di depanku dan diikuti
gelombang biru mirip Aurora memenuhi ruangan. Pagar Asteroid terbuka lebar,
memberikan ruang cukup untuk kulewati bersama manusia purba itu. Ruangan
penuh asap dengan pohon-pohon yang meranggas. Hampir 8 jam, manusia purba
tetap memegang tanganku. Kurang 10 menit aku lepaskan tangan manusia purba.
Kujabat erat dan aku lari menuju lorong dimensi alpha. Kurang 10 menit lagi
waktu yang tersisa dan aku masih di lorong dimensi alpha. Aku berpikir ini takdir
akhir hidupku. Tiba-tiba kudengar teriakan keras dan goncangan hebat. Aku
terlemapar kembali ke laboratoriumku.
Alarm berbunyi. Gelombang dimensi alpha semakin mengecil. Badanku
lemas seakan rontok semua sendiku. Aku menengadah dan kulihat sahabat-
sahabatku mengelilingiku. Semua alat di laboratorium ini pecah berantakan.
Tinggal laptop Luminaku yang masih menyala.
“Ardi maafkan aku! Maaf telah merusak labolatorium untuk penelitian
ini,” kataku mengiba. “Gak apa-apa asalkan dirimu bisa selamat,” Ardi
memelukku dengan erat. Kulihat Erza membawa air minum untukku. Tidak
menyangka aku bisa berhasil dikembalikan dan hidup lagi secara biasa. Manusia
purba itu juga berhasil kembali ke habitatnya pada 500 tahun sebelum masehi.
Aku dapat melihatnya dengan jelas di layar laptop. Manusia purba itu tersenyum
sambil melambaikan tangan ke arahku.

Berlian Tiga Warna


Anika menemukan tiga kotak berwarna ungu, biru dan kuning di kamar
ibunya. Kata ibunya jika ada tiga sahabat yang menyukai warna seperti pada kotak
itu akan mendapatkan petualangan indah dan sekaligus mendapatkan berlian itu.
Tapi waktu yang diberikan untuk berpetualang hanya satu jam. Anika menyukai
warna ungu. Tamika, teman dekat Anika, menyukai warna biru. Dan Chika
menyukai warna kuning.
“Saya ingin mencoba petualangan indah itu Bu. Saya punya sahabat yang
menyukai warna itu,” Anika meyakinkan ibunya. Dengan kesepakatan ketiga
sahabat itu berkumpul di rumah Anika. Minggu pukul 6 mereka semua masuk ke
kamar Anika yang serba Biru. Di kamar Anika serasa ada di langit.
“Ayo kita buka kotak masing-masing sesuai dengan warna kesukaan.
Sekarang kita buka satu… dua… tiga!!!”
“WAWWWWW,” lima detik kemudian mereka terlempar di gerbang
sebuah kerajaan. Mereka terkejut karena di hadapannya berdiri seorang ratu yang
seluruh tubuhnya dihiasi berlian.
“Selamat datang di negeri kami, peramal kerajaan mengatakan bahwa akan
datang tiga anak yang akan menyelamatkan putri kami. Saya mempunyai anak
yang bernama Candy. Ia tertidur sejak dua tahun yang lalu dikarenakan ia
memakai tiga kalung berlian sekaligus,” Setetes air mata pun jatuh dari wajah
Sang Ratu. “Tolong selamatkan puteriku,”
“Ta…ta…tapi…” Cika dan Tamika memprotes bersamaan karena mereka
berdua membayangkan akan bersenang-senang dalam petualangannya.
“Cika, Tamika ayo kita tolong Puteri, mereka sedang menghadapi
masalah,” Anika mantap menjawab sambil menarik dengan paksa kedua tangan
sahabatnya yang masih ragu. “Itu puteri Candy,” Anika berlari menuju puteri
tempat tidur Candy. Dengan ragu Tamika dan Cika ikut mendekat. “Ayo kita
ambil sesuai warna!” Anika menjelaskan. “Baik!” Jawab Tamika dan Cika
serempak. Setelah itu…
“Hoooaaii…” Putri Candy menguap. Pelan-pelan matanya terbuka.
“Oh! Terima kasih! Terima kasih! Sebagai hadiahnya ambil ini!” Ratu memeluk
ketiga gadis itu lalu memberikan tas yang lumayan besar. “Terimalah ini sebagai
sebagai ungkapan terima kasih kami,” Ratu berucap penuh haru. Dengan cepat
Tamika dan Chika menyahut tas yang diberikan Ratu. Tapi mereka berdua tidak
kuat mengangkat tas besar itu.
“Waktu kita tinggal 15 menit lagi kita harus segera pergi,” Anika
berrteriak. “Tapi tas berisi berlian ini tidak bisa kita bawa,” kata Tamika dan
Chika hampir bersamaan. “Tinggalkan saja tas itu yang penting kita harus keluar
dari kerajaan ini,” tegas Anita. Anika menarik kedua tangan sahabatnya untuk
menyatukan ketiga kotak berlian tiga warna. Dan buuumm...! Mereka terlempar
kembali ke atas tempat tidur Anika. “Gagal total petualangan kita karena kita
meninggalkan satu tas besar isi berlian itu,” Tamika berteriak ke arah Anika.
“Kamu menyia-nyiakan rejeki yang ada di depan kita,” Chika menimpali dengan
keras. Anika dengan tenang memegang kedua tangan sahabatnya. “Kita tidak
gagal dan kita tidak sia-sia. Kita telah berhasil menolong orang dan
menyelamatkan diri kita sendiri. Untuk apa setumpuk berlian tapi riwayat kita
tamat?” Anika menggenggam erat tangan sahabatnya. Tamika dan Chika
menyambut erat genggaman tangan Anika. Ketiga sahabat itu saling merangkul.

Hutan Bakau
Indonesia menjadi negara dengan hutan bakau paling luas di dunia.
Menurut data. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, luas hutan bakau
Indonesia mencapai 4,3 juta ha.
Hutan bakau disebut juga dengan hutan mangrove. Hutan bakau
merupakan bagian dari ekosistem pantai. Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh
di atas rawa-rawa berair payau dan terletak di garis pantai. Hutan bakau
merupakan hutan yang tumbuh di wilayah pasang dan surut. Hutan bakau ini
termasuk lingkup ekosistem pantai sebab terletak di kawasan perbatasan laut dan
darat.
Hutan bakau terletak di wilayah pantai dan muara sungai. Tepatnya, hutan
bakau terletak di garis pantai. Dengan posisi hutan bakau yang berada di garis
pantai, hutan ini dipengaruhi oleh keadaan air laut. Pasang surut laut mengubah
kondisi hutan bakau. Hutan akan tergenang air di masa pasang dan akan bebas
dari genangan air pada saat air surut. Habitat hutan bakau memiliki wilayah tanah
yang tergenang secara berkala. Tempat tersebut juga mendapat aliran air tawar
yang cukup dari daratan.
Hutan bakau memiliki ciri yang khas. Hutan ini terlindung dari
gelombang besar. Selain itu, hutan bakau juga terlindung dari arus pasang surut
laut yang kuat. Hutan bakau yang terletak di perbatasan laut dan muara sungai
memiliki kadar garam payau. Di samping itu, ciri khas lain hutan bakau adalah
berawa-rawa.
Hutan bakau memiliki beberapa fungsi dan manfaat. Secara fisik hutan
bakau dapat menahan abrasi pantai. Pada saat datang badai, hutan bakau berfungsi
sebagai penahan badai dan angin yang bermuatan garam. Di samping itu, hutan
bakau dapat menahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan. Hutan bakau juga
menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara dan penambat bahan-
bahan pencemar (racun) di perairan pantai. Manfaat hutan bakau juga dapat dilihat
dari segi biologi. Hutan bakau menjadi tempat hidup biota laut. Selain itu,
masyarakat sekitar memanfaatkan hutan bakau sebagai sumber mata pencaharian.
Hutan bakau juga menyediakan beberapa unsur penting bahan obat-obatan. Hutan
bakau memiliki ciri khas. Hutan bakau memiliki manfaat untuk melindungi
lingkungan laut, manfaat ekonomi, dan menyediakan sumber makanan/obat-
obatan.

Museum
Museum merupakan salah satu tempat penting dalam upaya pelestarian
sejarah. Meseum adalah lembaga yang berfungsi mengumpulkan, merawat, dan
menyajikan serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi,
penelitian, dan kesenangan atau hiburan.
Fungsi museum yang utama adalah menyimpan, merawat, mengamankan,
dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan
demikian, museum memiliki fungsi besar yaitu sebagai tempat pelestarian. Secara
lebih rinci fungsi museum mencakup kegiatan penyimpanan, perawatan, dan
pengamanan.
Museum dibedakan berdasarkan koleksi yang dimiliki dibedakan menjadi dua
jenis yaitu museum umum dan museum khusus. Museum umum adalah museum
yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau
lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu, dan
teknologi. Sementara Museum Khusus adalah museum yang koleksinya terdiri
atas kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan
satu cabang seni, satu cabang ilmu, atau satu cabang teknologi.
Berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis museum. Museum
Nasional adalah museum yang koleksinya terdiri atas kumpulan benda yang
berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh
wilayah Indonesia yang bernilai nasional. Museum Provinsi adalah museum yang
koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah provinsi. Museum Lokal, museum
yang koleksinya terdiri atas kumpulan benda yang berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya. Benda-
benda yang dikoleksi di museum mencakup benda-benda dari berbagai disiplin
ilmu. Dari disiplin ilmu geologi koleksi museum meliputi fosil, batuan, mineral,
dan benda bentukan alam lainnya, seperti andesit dan granit. Dari disiplin ilmu
biologi yang dijadikan koleksi adalah rangka manusia, tengkorak, hewan, dan
tumbuhan baik fosil ataupun bukan. Koleksi dari disiplin ilmu antropologi
merupakan hasil budaya atau identitas suatu etnis. Selain itu, benda koleksi juga
merupakan peninggalan budaya sejak masa prasejarah sampai masuk pengaruh
barat. Koleksi lain adalah benda-benda yang memiliki nilai sejarah dan menjadi
objek penelitian sejak masuknya pengaruh barat hingga sekarang (negara, tokoh,
kelompok, dan sejenisnya). Koleksi museum yang lain berupa alat tukar atau mata
uang yang sah. Heraldika adalah lambang, tanda jasa dan tanda pangkat resmi
(cap atau stempel). Koleksi keramonologi yaitu koleksi barang pecah belah yang
terbuat dari tanah liat yang dibakar.

Manggis
Manggis (Garcinia mengostana L.) merupakan salah satu tanaman buah
asli Indonesia. Manggis adalah sejenis pohon hijau abadi dari daerah tropika yang
diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Buah pohon manggis juga disebut
manggis. Manggis berkerabat dengan kokam, asam kandis dan asam gelugur.
Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar biasa bagi kesehatan atau biasa
disebut sebagai pangan fungsional. Pohon dan daun manggis memiliki ciri khas.
Tinggi pohon manggis rata-rata mencapai 6-25 m. Manggis memiliki ciri daun
rapat (rimbun), duduk daun berlawanan, dan tangkai daun pendek. Daun manggis
tebal serta lebar. Pohon tegak lurus dengan percabangan simetri membentuk
kerucut. Semua bagian tanaman mengeluarkan eksudat getah kuning apabila
dilukai.
Manggis juga memiliki ciri khusus pada bunganya. Bunga manggis
disebut bunga berumah dua. Pada pohon manggis bunga betina yang dijumpai,
sedangkan bunga jantan tidak berkembang sempurna. Bunga jantan tumbuh kecil
kemudian mengering dan tidak dapat berfungsi lagi. Oleh karena itu, buah
manggis dihasilkan tanpa penyerbukan. Bunga manggis termasuk bunga sendiri
atau berpasangan di ujung ranting, bergagang, dan pendek tebal. Bunga manggis
berdiameter 5,5 cm. Daun kelopak dua pasang, daun mahkota dua pasang, tebal
dan berdaging, berwarna hijau – kuning dengan pinggir kemerah-merahan.
Benang sari semu dan biasanya banyak. Bakal buah manggis bertangkai berbentuk
agak bulat dan beruang empat. Kepala putik tidak bertangkai dan bercuping. Buah
manggis berbentuk bulat atau elips. Warna buah merah tua kehitaman dengan
bagian dalam putih. Berat buah bervariasi antara 75 – 150 gram. Buahnya
mempunyai 4-8 segmen dan setiap segmen mengandung satu bakal biji diselimuti
oleh aril (salut biji) berwarna putih empuk dan
mengandung sari buah.
Buah manggis memiliki beberapa manfaat. Di kalangan masyarakat
tradisional sendiri, buah manggis dipercaya bisa menyembuhkan beberapa
penyakit seperti sariawan, disentri, amandel, abses, dengan kemampuan anti
peradangan atau anti inflamasi. Hasil penelitian ilmiah menyebutkan bahwa kulit
buah manggis sangat kaya akan anti oksidan, terutama xanthone, tanin, asam
fenolat maupun antosianin. Dalam kulit buah Manggis juga mengandung air
sebanyak 62,05%, lemak 0,63%, protein 0,71%, dan juga karbohidrat sebanyak
35,61%. Manggis buah asli Indonesia yang khas. Selain rasa yang manis dan
penampilannya yang enak dilihat, buah manggis juga memiliki banyak kandungan
yang bermanfaat untuk kesehatan.

Kunang-kunang
Kunang-kunang adalah sejenis serangga yang dapat mengeluarkan cahaya
yang jelas terlihat saat malam hari. Cahaya ini dihasilkan oleh “sinar dingin” yang
tidak mengandung ultraviolet maupun sinar inframerah. Terdapat lebih dari 2000
spesies kunang-kunang yang tersebar di daerah tropis di seluruh dunia.
Habitat kunang-kunang di tempat-tempat lembab, seperti rawa-rawa dan
daerah yang dipenuhi pepohonan. Kunang-kunang bertelur pada saat hari gelap,
telur-telurnya yang berjumlah antara 100 dan 500 butir diletakkan di tanah,
ranting, rumput, di tempat berlumut atau di bawah dedaunan. Pekuburan yang
tanahnya relatif gembur dan tidak banyak terganggu merupakan lokasi ideal
perteluran kunang-kunang. Pada umumnya, kunang-kunang keluar pada malam
hari, namun ada juga kunang-kunang yang beraktivitas di siang hari. Mereka yang
keluar siang hari ini umumnya tidak mengeluarkan cahaya.
Seperti ciri-ciri serangga pada umumnya badan kunang-kunang dibagi
menjadi tiga bagian: kepala, thorax, dan perut (abdomen). Serangga bercangkang
keras (exoskeleton) untuk menutupi tubuhnya. Panjang badannya sekitar 2cm.
Bagian tubuh kunang-kunang hampir seluruhnya berwarna gelap dan berwarna
titik merah pada bagian penutup kepala. Warna kuning pada bagian penutup
sayap, berkaki enam, dan bermata majemuk. Jenis kunang-kunang beragam.
Pemeliharaan kunag-kunang dapat dilakukan dengan penangkaran. Dari sejarah
asalnya, kunang-kunang berasal dari daratan Cina.
Makanan kunang-kunang adalah cairan tumbuhan, siput-siputan kecil,
cacing, atau serangga. Bahkan kunang-kunang memangsa jenisnya sendiri.
Kunang-kunang betina sengaja berkelap-kelip seakan mengudang jenis pejantan.
Setelah pejantan mendekat, sang betina memangsanya. Makanan bagi hewan
penting untuk pertumbuhan. Dengan makanan pertumbuhan akan maksimal.
Asupan yang maksimal dapat memberikan kebugaran bagi mahluk hidup.
Cahaya yang dikeluarkan oleh kunang-kunang tidak berbahaya, malah
tidak mengandung ultraviolet dan inframerah. Cahaya ini dipergunakan kunang-
kunang untuk memberi peringatan kepada pemangsa bahwa kuang-kunang tidak
enak dimakan dan untuk menarik pasangannya. Keahlian mempertontonkan
cahaya tidak hanya dimiliki oleh kunang-kunang dewasa, bahkan larva. Kunang-
kunang salah satu jenis serangga unik bukti kebesaran Sang Pencipta. Species
kunang-kunang juga kekayaan yang dianugerahkan kepada negara kita sebagai
salah satu negara tropis.

Kucing
Kucing merupakan binatang peliharaan yang paling populer. Kucing
merupakan hewan dari kelas mamalia. Berdasarkan makannya kucing termasuk
binatang karnivora karena pemakan daging. Ciri karnivora terlihat dari struktur
gigi kucing yang tajamdan bertaring. Kucing Felis catus merupakan kucing
piaraan atau rumahan yang sering kita lihat berkeliaran. Kucing juga disebut
kucing domestik atau kucing rumah (nama ilmiah felis silvestris catus atau
feliscatus). Kata “kucing” biasanya merujuk kepada “kucing” yang telah
dijinakkan.
Kucing dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Berdasarkan asalnya
dikenal adanya kucing kampung (Indonesia), kucing anggora, kucing persia, dan
kucing hutan. Kucing berdasarkan garis keturunan ada dua kelompok, yaitu
kucing galur murni (pure... breed), seperti persia, siam, manx, dan sphinx. Kucing
seperti ini biasanya dibiakkan di tempat pemeliharaan hewan resmi. Jumlah
kucing ras hanyalah 1% dari seluruh kucing di dunia, sisanya adalah kucing
dengan keturunan campuran seperti kucing liar atau kucing kampung.
Kucing memiliki mata yang cukup unik. Kucing memiliki
mata/penglihatan yang tajam yang berfungsi untuk mencari mangsa pada malam
hari. Kucing dapat melihat dalam cahaya yang amat terang. Kucing memiliki
selaput pelangi atau iris membentuk celah pada mata yang akan menyempit jika
terkena cahaya yang amat terang. Seperti kebanyakan predator, kedua mata
kucing menghadap ke depan, menghasilkan persepsi jarak dan mengurangi
besarnya bidang pandang. Mata kucing memiliki persepsi yang lemah.
Ciri fisik kucing yang lain adalah memiliki kumis (misai). Kucing
memiliki misai yang berfungsi untuk menentukan arah saat berjalan di ruang yang
gelap maupun di tengah kegelapan malam. Misai dapat mendeteksi perubahan
angin yang amat kecil.Kumis ini juga dapat digunakan oleh kucing untuk
menentukan apakah badannya dapat melewati ruangan yang sempit (seperti pipa),
karena jarak antara kedua ujung kumis kucing hampir sama dengan lebar
tubuhnya. Selain kumis, ciri khusus lain terdapat pada kaki dan telinga kucing.
Kucing memiliki bantalan halus di telapak kakinya. Bantalan ini berfungsi untuk
memperkecil suara langkah kakinya dalam berjalan sehingga musuh/mangsanya
tidak mendengar atau mengetahui kedatangan kucing. Sebagai anggota mamalia,
kucing memiliki tiga tulang kuping yang berukuran kecil dan dikenal dengan
nama ossicles. Dengan tulang ini kucing dapat mendeteksi suara-suara yang
sangat halus. Alat keseimbangan pada telinga berfungsi untuk mengatur
keseimbangan pendengarannya sehingga jika kucing jatuh tetap dalam keadaan
berdiri.
Seperti halnya hewan yang telah mengalami penjinakan, kucing hidup
dalam hubungan mutualistik dengan manusia. Karena keuntungan yang diperoleh
dari adanya kucing, manusia membiarkan kucing liar berkeliaran di pemukiman.
Kucing banyak dimanfaatkan manusia untuk menangkap tikus-tikus.

Si Piko, Kucingku
Piko, kucingku, sangat nakal. Tiap pagi ia duduk persis di depan mukaku
untuk membangunkanku. Bulu-bulunya yang mengenai hidungku membuatku
sulit bernafas dan membuatku terbangun sambil bersin-bersin. Ia juga suka
mengikuti ibuku diseputar dapur. Kelihatannya lucu tetapi kadang-kadang
membuat ibuku risih dengan ulahnya yang mengikuti ibuku, menggesek-gesekan
kepalanya di kaki ibuku sambil mengeong. Piko juga sangat pilih-pilih makanan.
Ia sering menolak makanan kaleng dan makanan yang tidak segar. Ia hanya mau
makan ikan dan susu segar. Jika merasa bosan, ia suka berjalan-jalan mengelilingi
rumah dan mencakar-cakar apa saja yang ditemuinya dengan kukunya yang tajam.
Ia sering kali meloncat-loncat dan menjatuhkan perabotan di rumah kami.
Kenakalan Si Piko sebanding dengan kemanjaan dan kelucuannya. Ketika
ibuku atau aku sedang duduk-duduk di sofa sambil membaca buku, ia pasti
meloncat ke pangkuanku atau ke pangkuan ibuku. Tangannya pasti akan menarik-
narik buku yang kami baca, jika kami tidak mengeluselus kepalanya. Ia akan
tertidur pulas di pangkuan kami, jika kami memanjakannya denga mengelus-elus
kepalanya. Ketika ada seekor cicak melintas, dengan cekatan ia akan
menangkapnya. Ia tidak memakan cicak itu, ia justru bermain-main dengan ekor
cicak yang putus dan cicak dibiarkannya berlari. Dengan tingkahnya yang lucu, ia
akan terus mengamati dan membolak-balik ekor cicak yang terus bergerak. Kami
sekeluarga sangat senang karena Si Piko kucing yang tidak jorok. Ia masih selalu
mengingat apa yang kami ajarkan untuk selalu buang air kecil dan buang air besar
di toilet. Kadang kami harus berebut untuk duluan ke toilet. Jika di antara kami
tidak mau mengalah, dengan sabar ia akan menungu sampai kami keluar. Dengan
kebiasaannya itu, kami sekeluarga merasa nyaman karena rumah kami terbebas
dari kotoran yang berceceran dengan baunya yang tidak sedap. Kami sekeluarga
sangat mencintai Si Piko dengan segenap kenakalan, kemanjaan, dan
kelucuannya.

Belalang Sembah
Suatu hari di sebuah kebun anggur, tinggalah sebuah keluarga semut
dengan anggota jumlahnya yang sangat banyak. Semut ini membuat sarangnya
dari daun-daun lalu mereka tempel menggunakan cairan seperti lem yang mereka
keluarkan dari mulutnya. Para semut melihat bahwa musim gugur akan segera
berlalu dan akan segera datang musim dingin yang cukup panjang. Ketika musim
dingin makanan akan sangat sulit didapatkan, maka para semut itu segera mencari
berbagai macam makanan untuk mereka kumpulkan sebagai bahan persediaan
ketika musim dingin telah tiba.
Berbeda halnya dengan seekor belalang sembah, belalang sembah emiliki
mata yang besar dan tangan yang panjang. Mereka sering hidup di pohon-pohon
seperti halnya para semut. Ketika musim dingin akan tiba Belalang sembah hanya
berlatih menari. Setiap hari Belalang sembah itu hanya berlatih menari. Namun
sang Belalang lupa bahwa dia harus mengumpulkan makanan untuk persiapannya
menghadapi musim dingin. Suatu hari Sang Belalang sembah menari di dekat
sarang Semut. Dia menari dengan sangat anggun. Gerakan tangan dan badannya
yang pelan dan lembut membuat tariannya terlihat sangat mengagumkan. Para
Semut melihat Sang Belalang sembah menari, namun mereka tidak menghiraukan
tarian indahnya itu karena mereka memiliki tugas yang sangat penting.
Sang Belalang yang sedang menari melihat para Semut berjalan dengan
membawa makanan untuk dibawa kesarangnya. Sang Belalang sembah heran
dengan apa yang dilakukan Semut lalu dia bertanya kepada salah satu Semut
tentara yang sedang berjaga di dekat para Semut pekerja, “Kenapa kalian
membawa makanan yang sangat banyak itu masuk ke sarang kalian?” sang Semut
menjawab “Kami melakukannya agar kami tidak kelaparan saat musim dingin
tiba.” Lalu sang Belalang kaget “Musim dingin?” kata sang Belalang sembah
dengan kagetnya, “Kan masih lama, lebih baik kita bersenang-senang saja dulu”,
kata sang Belalang. Semut tak menghiraukan Belalang. Semut tetap tekun
mengumpulkan makanan.
Musim dingin tiba. Belalang belum sempat mengumpulkan makanan
karena sibuk menari. Belalang kelaparan dan lari ke rumah Semut. Ia meminta
makanan kepada Semut. Semut awalnya tidak mau memberikan makanannya
karena takut kehabisan. Akan tetapi, melihat belalang lemas kelaparan, Semut
tidak tega dan memberikan makanannya kepada Belalang. Belalang pun kembali
bugar dan dia berjanji untuk dapat mengelola waktu dengan baik sehingga tidak
berakibat buruk.

Masa depan adalah milik setiap orang. Maka setiap orang perlu
menyiapkan masa depannya dengan berusaha. Bukan hanya menikmati
kesenangan di masa sekarang tanpa memikirkan masa depan.

Sesama Saudara Harus Berbagi


Suatu pagi indah dengan matahari yang cerah, Pak Tua rusa mengunjungi
kediaman keluarga Pip si Tupai di sebuah desa.
“Pagi, Ibu Tupai,” salam Pak Tua rusa kepada Ibu Pip. Kemarin,
keponakanku mengunjungiku. Dia membawakan oleh-oleh yang cukup banyak.
Aku ingin membaginya untuk para sahabatku. Ini kacang kenari spesial untuk
keluargamu.”
“Terima kasih, Pak Tua Rusa,” ucap Ibu Pip. Sepeninggal Pak Tua Rusa,
Ibu Pip masuk ke dalam rumah dan memanggil anak-anaknya. “anak-anak, lihat
kita punya apa? Kalian harus membaginya sama rata, ya.”
“Asyiiiik,” girang Pip dan adik-adiknya.
“Ibu taruh sini, ya.”
Setelah itu, ibu Tupai mengurus rumah kediamannya. Sementara itu adik-
adik Pip ingin mencicipi kacang itu. “Ini aku bagi,” kata Pip. Dari sepuluh butir
kacang, dia memberi adiknya masing-masing dua butir. “Ini sisanya untukku, Aku
kan paling besar.”
“Tapiii…Ibu kan pesan untuk membagi rata,” kata Titu, salah satu adik
kembar Pip, diiringi tangisan Puti, kembar satunya. Mendengar tangisan Puti, ibu
Pip keluar dan bertanya. Sambil terisak, Puti menceritakan keserakahan kakaknya.
“Tak boleh begitu, Pip. Ibu tadi sudah bilang apa,” tegur ibu Pip. “Kamu tidak
boleh serakah.”
“Tapi Buuu, aku kan lebih besar. Perutku juga lebih besar,” sanggah Pip.
Ibu Pip berpikir sejenak. “Baiklah, Pip. Kamu memang lebih besar. Kebutuhan
makanmu juga lebih banyak. Tapi, kalau cuma menurutkan keinginan dan perut,
kita akan selalu merasa tidak cukup.” “Kalau begitu, Ibu saja yang membagi ya?
memang tidak akan memuaskan semuanya. Ini, Ibu beri empat untukmu, Pip,
karena kau lebih besar. Dan si kembar kalian masing-masing mendapat tiga.”
“Kalian harus mau berbagi ya, anak-anak. Walau menurut kalian kurang, ini
adalah rezeki yang harus disyukuri,” lanjut Ibu Pip. “Berarti enak dong, Bu, jadi
anak yang lebih besar. Selalu mendapat lebih banyak,” iri Puti. “Ya, tapi
perbedaannya tak terlalu banyak, kan?” Lagipula kakakmu memiliki tugas yang
lebih banyak darimu. Dia harus menguru rumah dan mencari makan. Apa kau
mau bertukar tugas dengan Kak Pip?” tanya Ibunya. Puti dan Titu membayangkan
tugas-tugas Pip. Lalu mereka kompak menggeleng. “Nah, begitu. Sesama saudara
harus akur ya, harus berbagi. Jangan bertengkar hanya karena masalah sepele,”
kata Ibu Pip. “Iya, Bu,” angguk Pip. “Yuk, kita makan kacangnya bersama,” ajak
Pip pada kedua adiknya. Ibu Pip tersenyum melihat anak-anaknya kembali rukun.

Semua Istimewa
Ulu, seekor katak hijau, sedang berdiri di pinggir kolam. Hari itu langit
sangat gelap dan hari seperti itulah yang Ulu sukai. Tidak lama kemudian, air
mulai menetes perlahan-lahan dari angkasa. “hujan telah tiba!” Ulu berteriak
dengan girang. Ulu pun mulai bersenandung sambil melompat-lompat mengitari
kolam. Ia melihat semut yang kecil sedang berteduh di balik bunga matahari.
“wahai semut, hujan telah tiba jangan bersembunyi!” seru Ulu kepada semut yang
sedang berusaha keras menghindari tetesan air hujan.
Semut menghela napas dan menatap Ulu dalam-dalam. “Ulu aku tidak
suka dengan hujan. Kamu lihat betapa mungilnya tubuhku? Air hujan akan
menyeret dan menenggelamkanku ke kolam! Aku tidak bisa berenang sepertimu,
makanya aku berteduh,” sahut semut. “Makanya Semut, kau harus berlatih
berenang! Aku sejak berupa berudu sudah bisa berenang, masa kau tidak bisa?
Berenang itu sangat mudah, julurkan saja kakimu,” Ulu menjulurkan kakinya,
“dan tendang ke belakang seperti ini! Ups, maaf, kakimu kan pendek.” Sambil
tertawa, Ulu melompat meninggalkan semut. Semut hanya bisa menatap Ulu
dengan kesal.
Semut tidak dapat berenang karena ia berjalan. Ulu kembali berseru,
“Hujan telah tiba! Hujan telah tiba! Oh, hai Ikan! Aku sangat suka dengan hujan,
bagaimana denganmu? Ulu berhenti di pinggir kolam dan berbicara kepada Ikan
yang sedang berenang di dalam kolam. Ikan mendongakkan kepalanya ke atas dan
berbicara kepada Ulu. “Aku tidak dapat merasakan hujan Ulu. Lihatlah, aku
tinggal bersama air. Bagaimana caranya aku dapat menikmati hujan seperti kamu
Ulu?” Ikan pun kembali berputar-putar di dalam kolam. “Hah! Sedih sekali
hidupmu Ikan! Seandainya kamu seperti aku, dapat hidup di dalam dua dunia,
darat dan air, mungkin kamu akan dapat merasakan kebahagiaan ini. Nikmati saja
air kolammu sebab kamu tidak akan dapat pernah merasakan rintikan hujan di
badanmu!” Apa yang Ulu katakan sangat menusuk hati Ikan. Ikan menatap ke
arah tubuhnya yang bersisik, lalu menatap ke arah tubuh licin Ulu.
Ikan yang bersedih hati pun berenang meninggalkan Ulu ke sisi kolam
yang lain. Ulu pun kembali melompat-lompat di sekitar kolam dan kembali
bersenandung. Saat Ulu tiba di bawah pohon, ia melihat Burung sedang
bertengger di dahan pohon dan membersihkan bulunya. Ulu mengira Burung juga
sama seperti Semut dan Ikan yang tidak dapat menikmati hujan. “Hai Burung,
kenapa kau tidak mau keluar dan menikmati hujan? Apakah kamu takut bulumu
basah? Atau apakah kamu takut tenggelam ke dalam kolam seperti semut?
Ataukah memang kamu tidak bisa menikmati indahnya hujan seperti Ikan?”
Setelah berkata demikian, Ulu tertawa kencang-kencang. Burung menatap ke arah
Ulu yang masih tertawa,” Hai Ulu, apakah kau bisa naik kemari?” Ulu
kebingungan.” Apa maksudmu burung?” “Apakah kau bisa memanjat naik kemari
Ulu?” “Apa yang kau maksud Burung? Tentu saja aku tidak bisa!” Ulu cemberut
dan menatap kearah dua kakinya. Ulu menyesal punya kaki yang pendek sehingga
tidak bisa terbang. “Ulu, tidakkah kamu tahu bahwa Sang Pencipta membuat kita
dengan keunikan yang berbeda-beda? Aku tidak bisa berenang sepertimu dan
ikan, tetapi aku bisa terbang mengitari angkasa.
Burung kembali berkata dengan bijak, “Itulah yang kumaksud Ulu, kita
masing-masing memiliki kelebihan sendiri. Semut tidak bisa berenang sepertimu,
tetapi ia bisa menyusup ke tempat-tempat kecil yang tidak dapat kau lewati. Ikan
tidak dapat melompat-lompat sepertimu, tetapi ia bernapas di bawah air. Kamu
tidak seharusnya menghina mereka!” Ulu mulai menyadari bahwa tindakannya
salah. Diam-diam Ulu berpikir bahwa tindakannya itu tidak benar. Ia seharusnya
tidak menyombongkan kelebihan dan menghina teman-temannya. “Maafkan aku
Burung.” ucap Ulu seraya menatap sendu kearah Semut dan Ikan yang sejak tadi
memperhatikan pembicaraan mereka. “Maafkan aku Semut, Ikan, selama ini aku
telah menyinggung perasaanmu.” Sejak saat itu, Ulu mulai menghargai teman-
temannya dan mereka pun menyukainya kembali.

Kuda Berkulit Harimau


Seekor kuda sedang berjalan dari sebuah ladang gandum menuju sebuah
hutan yang lebat. Kuda itu telah puas memakan gandum yang ada di ladang itu.
Dia tampak gembira karena tidak ada petani gandum yang menjaga ladangnya.
Ketika dia menuju hutan lebat, di tengah jalan kuda itu melihat sesuatu. “itu
seperti kulit harimau,” gumam kuda itu. Kuda itu lalu mendekatinya dan ternyata
memang benar apa yang dilihatnya adalah kulit harimau yang tak sengaja
ditinggalkan oleh para pemburu harimau. Kuda itu mencoba memakai kulit
harimau itu, “wah, kebetulan sekali, kulit harimau ini sangat pas ditubuhku. Apa
yang akan kulakukan dengannya ya?”.
Terlintaslah di benak kuda itu untuk menakuti binatang-binatang hutan
yang melewati dirinya. “Aku harus segera bersembunyi. Tempat itu harus gelap
dan sering dilalui oleh binatang hutan. Di mana ya?” tanya kuda dalam hati sambil
mencari tempat yang cocok. Akhirnya, dia menemukan semak-semak yang cukup
gelap untuk bersembunyi, lalu masuk ke dalamnya dengan menggunakan kulit
harimau. Tak lama kemudian, beberapa domba gunung berjalan ke arahnya. Kuda
itu menggumam bahwa domba-domba itu cocok dijadikan sasaran empuk
kejahilannya.
Ketika domba-domba itu melewatinya, kuda itu meloncat ke arah mereka
sehingga sontak domba-domba itu kalang-kabut melarikan diri. Mereka takut
dengan kulit harimau yang dikenakan kuda itu. “Tolong, ada harimau! Lari, cepat
lari!” teriak salah satu domba. Kuda itu tertawa terbahak-bahak melihat domba-
domba itu pontang-panting berlari.
Setelah itu, kuda itu kembali bersembunyi di dalam semak-semak. Dia
menunggu hewan lain datang melewati semak-semak itu. “Ah, ada tapir menuju
kemari, tapi lambat betul geraknya. Biarlah, aku jadi bisa lebih lama bersiap-siap
melompat!” kata kuda itu dalam hati. Tibalah saat kuda itu meloncat ke arah tapir
itu, ia terkejut dan lari tunggang-langgang menjauhi kuda yang memakai kulit
harimau itu. Kuda itu kembali ke semak-semak sambil bersorak penuh
kemenangan di dalam hatinya. Kali ini, kuda itu menunggu lebih lama dari
biasanya, tetapi hal itu tidak membuatnya bosan.
Tiba-tiba, seekor kucing hutan berlari sambil membawa seekor tikus di
mulutnya. Kucing itu tidak melewati semaksemak, kucing hutan itu duduk
menyantap tikus yang ia tangkap di dekat pohon besar. “Ah, ternyata kucing itu
tidak melewati semak-semak ini. Biarlah aku membuatnya kaget di sana,” kata
kuda itu dalam hati. Kuda itu pun keluar dari semak-semak dan berjalan hati-hati
mendekati kucing hutan. Saat jaraknya sudah sangat dekat dengan kucing hutan,
kuda itu mengaum seperti halnya seekor harimau, tetapi rupanya dia tidak sadar
bahwa bukannya mengaum, dia malah meringkik. Mendengar suara itu, kucing
hutan menoleh ke belakang dan melihat seekor kuda berkulit harimau.
Sesaat, kucing hutan itu siap-siap mengambil langkah seribu, tetapi ia
malah tertawa terbahak-bahak sembari berkata, “Saat aku melihatmu memakai
kulit harimau itu, aku pasti akan lari ketakutan, tapi rupanya suaramu itu
ringkikan kuda, jadi aku tidak takut, hahaha!” Kucing hutan itu juga berkata
kepada kuda bahwa sampai kapan pun, suara ringkiknya tidak akan bisa berubah
jadi auman. Kuda berkulit harimau itu melambangkan bahwa sepandai-pandainya
orang berpura-pura, suatu saat akan terbongkar juga kepura-puraannya itu.
Kejujuran merupakan sikap yang paling indah di dunia ini.

Cici dan Serigala


Sore itu tiga kelinci kecil, Cici, Pusi, dan Upi bermain bersama di tempat
lapang di hutan. Tiba-tiba Cici melihat sesuatu tergeletak dalam bungkus plastik.
“Hai, Teman-teman lihatlah! Cici berteriak sambil menunjuk ke arah
bungkusan plastik. “wah, makanan teman-teman” teriak Upi. Cici mengambil kue
itu, membuka bungkusnya dan tercium aroma harum dari kue itu. Tiba-tiba
muncul niat liciknya. “Ah kue ini pasti nikmat sekali apalagi jika ku makan
sendiri tanpa berbagi dengan mereka” gumamnya dalam hati. “teman-teman,
sepertinya kue ini bekal Pak tukang kayu yang sering ke hutan ini, mungkin dia
baru saja ke sini dan belum pergi terlalu jauh. Bagaimana jika kususulkan kue ini,
bukankah menolong orang juga perbuatan mulia? Cici meyakinkan temannya.
Raut kecewa tergambar di wajah Upi dan Pusi, mereka gagal makan kue
yang beraroma lezat itu. Cici berlari menjauhi temannya dan memakan kue itu
sendiri. Tiba-tiba... Bruukk..!!
“Aaahhgg… tolooong…” Cici menjerit keras. Seekor serigala muncul dari
balik semak dan langsung menerkam tubuh mungil Cici. Cici pun menangis dan
terus berteriak minta tolong. “Cici pun memutar otak mencari cara bagaimana
agar ia bisa bebas dari cengkeraman serigala itu. Akhirnya ia mendapatkan ide.
“Pak serigala, aku punya dua teman di sana. Bagaimana jika mereka ku jemput ke
sini supaya kamu dapat makan lebih banyak lagi”. Cici berusaha mengelabui
serigala itu. “Baiklah, segera panggil mereka tapi aku harus ikut di belakangmu.”
Jawab serigala. “Pelan-pelan saja ya, jalanmu supaya mereka tidak mendengar
langkah kakimu. Aku khawatir mereka akan lari ketakutan.” Cici pun berlari ke
arah teman-temannya yang ditinggalkan tadi.
Sementara serigala mengikutinya dengan langkah pelan. Menyadari hal itu
Cici berlari sekuat tenaga sambil sesekali memanggil temannya. “Ups…!”, kaki
Cici tiba-tiba terasa ada yang menarik. Ia pun menjerit dan bahkan tidak berani
membuka mata. “Jangan Pak Serigala… jangan makan aku, ampuni aku..”
“Sst…, ini aku Ci, bukalah matamu, ini Upi dan Pusi..” “Ayo cepat Ci…”
dengan rasa kebersamaan mereka pun akhirnya selamat. Napas mereka tersengal-
sengal, keringatnya bercucuran. Cici menangis tesedu-sedu. “Hik.. hik.. maafkan
aku teman-teman, aku bersalah pada kalian. Aku telah berbohong..” Cici akhirnya
menceritakan kejadian yang sebenarnya. Temannya tidak marah apalagi
membencinya. Cici pun berjanji tidak akan mengulanginya lagi. “Sudahlah Cici…
kami memaafkanmu…” kata Pusi dengan bijak. “Terimaksih kawan, aku janji
tidak akan mengulanginya lagi..” jawab Cici dengan tulus.
Tentang Penulis

Anisa Hasanah lahir di Tasikmalaya pada


tanggal 21 November 1995. Perempuan berdarah
Sunda ini adalah anak pertama dari pasangan Ibu
Titi Wartikah dan Bapak Sujana. Penulis
menempuh pendidikan awal di TK Pamoyanan
01 Tasikmalaya (2002), SDN Pamoyanan 1
selama 4 tahun (2002-2006) dan melanjutkan
pendidikan Sekolah Dasarnya di SDN Pondok
Pinang 08 Pagi Jakarta Selatan (2006-2008), SMP Negeri 87 Jakarta (2008-2011),
dan SMA Negeri 86 Jakarta (2011-2014). Kemudian, melanjutkan pendidikan S1
bidang studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, di Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas
keinginan pribadi yang selalu didukung oleh keluarga. Penulis kini bertempat
tinggal di Gang langgar RT 08 RW 06 No 61, Pondok Pinang, Kebayoran lama,
Jakarta Selatan, 12310.

Anda mungkin juga menyukai