Anda di halaman 1dari 85

CAMPUR KODE BAHASA INDONESIA DAN BAHASA DAERAH PADA

PERISTIWA JUAL BELI DI LINGKUNGAN PASAR LAMBOCCA DI


KABUPATEN BANTAENG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidika
Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh
SATRIANI
Nim 105 337 809 14

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
AGUSTUS 2018
MOTTO

Tring is dhe strength

in wihich no effort the there’s away

(Berusaha adalah kekuatanku

dimana ada usaha maka disitu ada jalan)


PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada

Ibu dan ayah yang senantiasa memberikan dukungan dengan tiada henti-hentinya

untuk saya, sehingga mampu menjalani perkuliahan dengan besar tujuan ataupun

harapan masa depan

Bapak Prof. Rapi Tang selaku dosen pembimbing I yang besedia memberikan

bimbingan dan sela-sela kesibukan untuk saya menjadi lebih baik dalam bidan

akademis maupun non-akademis

Bapak Nursalam selaku pembimbing II yang bersedia memberikan bimbingan di

sela-sela kesibukannya untuk saya menyusun skripsi ini sampai selesai

Semua teman-teman jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia terutaman kel G dan

semua angkatan 2014yang suka dan dukan telah bersama menjalani perkuliahan

selama ini

Semua pembaca karya ini


CAMPUR KODE BAHASA INDONESIA DAN BAHASA DAEARAH
PADA PERISTIWA JUAL BELI DI LINGKUNGAN PASAR LAMBOCCA
DI KABUPATEN BANTAENG
Oleh Satriani
10533780914
ABSTRAK
Satriani 2018. Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah pada
Peristiwa Jual Beli di Pasar Lambocca di Kabupaten Bantaeng. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Rapi Tang dan
pembimbing II Nursalam.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan campur kode bahasa
indonesia dan bahasa daerah pada peristiwa jual beli di lingkungan pasar
Lambocca dan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan
dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng.
Campur kode merupakan dua bahasa yang di gunakan secara bersamaan pada
waktu yang sama. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana
campur kode dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten
Bantaeng dan faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan dalam peristiwa
jual beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng ?” Penelitian ini
termasuk dalam penelitian lapangan. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Data dalm penelitian adalah tuturan – tuturan yang di gunakan dalam
peristiwa jual beli di pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng. Instrumen kunci dan
mengunakan alat bantu yang berupa panduan observasi dan tape recorder.
Hasil dalam penelitian ini adalah antara pembeli dan penjual yang
menggunakan dua bahasa yaituh bahasa daerah dan bahasa indonesia yang di
sebut campur kode. Hasil yang di dapatakan, masayarakat Banataeng masi
banyak menggunakan bahasa campur kode sehingga peningkatan bahasa
indonesia yang baik dan benar belum ada peningkatan karan adanya paktor
terjadinya bahasa canpur kode. Adapun wujud campur kode dalam penelitian ini
terdapat tiga bagian yaituh, (1) Wujud campur kode berupa penyisipan kata, (2)
Campur kode berupa frase dan, 3) Wujud campur kode berupa perulangan kata.
Adapun faktor terjadinya campur kode, (a) Penutur lupa bahasa daerahnya, (b)
Penutur melakukan penegasan, (c) Fokus pada topik pembicaraan dan (b)
Hadirnya orang ketiga. Dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.
Sementara, manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah: Sebagai
bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk mengadakan penelitian
lanjutan yang lebih rinci tentang kebahasaan,

Kata kunci : Campur Kode pada Peristiwa Jual Beli di Pasar Lambocca
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

telah mengaruniakan Rahmat, Hidayah, Tuntunan-Nya yang berlimpah serta

karunia-Nya bagi hidup penulis saat ini. Serta tak lupa shalawat dan salam

semoga selalu tercurahkan kepada Nabi junjungan kita, Nabi besar Muhammad

SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Makassar. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat

terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan baik bantuan materi

maupun moral yang didapat penulis selama menyusun skripsi ini. Dengan segala

kerendahan hati penulis meyampaikan terima kasih kepada:

Kedua orang tua tercinta, ayahanda Nurdin dan Ibunda Hanipa, dan adik

tercinta Salwing atas segala dukungan, motivasi, kasih sayang, dan doanya

kepada penulis selama ini. Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE. MM selaku

Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Bapak selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Universitas

Muhammadiyah Makassar, Ibu munira S.Pd., M.Pd. selaku Ketua Prodi Bahasa

dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar, Bapak Prof. Dr. Rapi Tang, M.Si selaku Pembimbing

I dan Bapak Nursalam, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan


waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat

diselesaikan. Seluruh Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmu dan memberikan nasehat

kepada penulis. Kepada pihak Pemerintah Kecamatan Pa’jukukan kepada

Kepala Desa Biangkeke beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian di Daerah tersebut. Keluarga besar Kepmi Bantaeng

Dewan Pengurus Cabang Kecamatan Pa’jukukan. Kepada My best friend forever

calon penerus Bangsa Bahasa dan Sastra Indonesia 014 terutama kelas G di sana

ada Randi, Kiky, Jannah, Reza, Suci dan teman-teman Bahasa dan Sastra

Indonesia angkatan 014 yang penulis tidak sempat sebut namanya satu persatu

terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama ini. Serta semua pihak yang

telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu .Terima kasih banyak.

Akhirnya lewat skripsi ini, penulis ingin memberikan sedikit pengetahuan

yang sekiranya dapat memberikan sebuah warna yang baru dalam menjawab

tantangan zaman. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

dan semua pihak yang membacanya. Dan terakhir, adapun yang telah penulis

lalui bukanlah akhir, akan tetapi awal dari munculnya tantangan yang akan lebih

nyata.

Makassar, Juli 2018

Satriani
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... iii

SURAT PERJANJIAN ......................................................................... iv

SURAT PENYATAAN ......................................................................... v

MOTTO ................................................................................................. vi

PERSEMBAHAN .................................................................................. vii

ABSTRAK ............................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ........................................................................... ix

DAFTAR ISI .......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat peneitian ........................................................................ 6
E. Batasan Operasional .................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................ 8

A. Pengertian Sosiolinguistik............................................................ 8
1. Komunikasi ............................................................................. 10
2. Interaksi Sosial........................................................................ 11
B. Kajian Sosiolinguistik .................................................................. 14
C. Ruang Lingkup Sosiolinguistik .................................................... 18
D. Keguanaan Sosiolinguistik ........................................................... 19
E. Kedwibahasaan dan Dwibahasawan ............................................. 20
1. Pengertian Kedwibahasaan ..................................................... 20
2. Pengertian Dwibahasawan ...................................................... 20
F. Campur Kode ................................................................................ 21
1. Kode ........................................................................................ 21
2. Campur Kode .......................................................................... 23
3. Faktor-Faktor Terjadinya Campur Kode ................................ 23
4. Fungsi Campur Kode ............................................................. 24
G. Pengertian, Fungsi dan Sikap Bahasa .......................................... 25
1. Penegrtian Bahasa ................................................................... 25
2. Fungsi Bahasa ......................................................................... 26
3. Sikap Bahasa........................................................................... 27
H. Penelitian Relevan ........................................................................ 28
I. Kerangka Pikir .............................................................................. 31
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 34
A. Jenis dan Lokasi Penelitian .......................................................... 34
B. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 35
C. Instrumen Penelitian ..................................................................... 35
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 36
E. Teknik Analisis Data .................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN........................... 40
A. Campur Kode dalam Peristiwa Jual Belih di Pasar Lambo
cca Kabupaten Bantaeng .............................................................. 40
1. Campur Kode dalam Bentuk Kata............................................ 40
2. Campur Kode dalam Bentuk Frase .......................................... 42
3. Campur Kode dalam Bentuk Perulanagan Kata ....................... 43
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Campur Kode di Lingkungan
Pasar Lambocca ............................................................................ 45
1. Penutur Lupa Bahasa Daerahnya ............................................... 45
2. Penutur Melakuakan Penegasan ................................................. 46
3. Pokok Pembicaraan Topik.......................................................... 48
4. Hadirnya Penutur Ketiga ............................................................ 49
C. Pembahasan .................................................................................. 52
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 57
A. Simpulan ....................................................................................... 57
B. Saran .............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 60
LAMPIRAN .................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di indonesia memiliki banyak suku dan juga berbagai macam bahasa

Bahasa memegang peranan sangat penting dalam kehidupan manusia karena

manusia sebagai makhluk sosial harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam

kelompok sosial. Bahasalah yang memungkinkan terjadinya interaksi dalam

masyarakat. Itulah sebabnya kedudukan bahasa sebagai unsur kebudayaan

selalu di tetapkan pada peringkat pertama. Hal ini bersifat universal yaitu

berlaku setiap suku bangsa atau setiap kelompok manusia.

Manusia adalah makhluk sosial, yang pasti saling berinteraksi satu

dengan yang lain, untuk dapat berinteraksi maka manusia, harus

menggunakan sebuah alat, alat tersebut dinamakan bahasa. Di dunia ada

bermacam-macam bahasa, yang digunakan manusia untuk berinteraksi , dari

bahasa Internasional, bahasa Nasional, sampai bahasa daerah dan ada juga

bahasa isyarat. Di Indonesia, bahasa Nasional atau bahasa resminya adalah

bahasa Indonesia, selain itu terdapat pula ribuan bahasa daerah. Salah satu

fungsi bahasa Nasional atau bahasa resmi adalah sebagai bahasa pemersatu.

Pemersatu di sini adalah agar daerah-daerah di Indonesia dapat berinteraksi

tanpa hambatan oleh perbedaan-perbedaan bahasa daerah. Dalam kehidupan

sehari-hari kita tidak lepas dari bahasa daerah masing-masing, dan ada

kalanya menggunakan bahasa resmi saat berada di forum resmi atau saat
berbincang dengan orang lain yang tidak mengerti bahasa kita. Peralihan

atau perubahan bahasa dari bahasa daerah ke bahasa resmi tersebut dinama

Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan

berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, termasuk Bahasa Indonesia yang sekaligus

berperan sebagai pra sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan

perkembangan. Kenyataan bahwa Bahasa Indonesia sebagai wujud identitas

bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di masyarakat modern. Bahasa

Indonesia bersikap menarik sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai

sarana komunikasi masyarakat modern.

Setiap bahasa memiliki frase yaitu gabungan dua kata atau lebih yang

tidak dapat dipisahkan dan melampaui batas fungsi. Bahasa juga memiliki

kalimat yaitu satuan bahasa secara gramatis terdiri satu atau lebih klausa

yang ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu

kalimat. Kalimat sebagaimana kita ketahui, dibentuk dari kata atau kelompok

kata. Di dalam pembentukan atau penyusunan kalimat, setiap bahasa

mempunyai tipologi atau pola kalimat, baik itu bahasa Indonesia, terdapat

bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing, kemungkinan terjadi kontak bahasa

itu sangatlah besar.

Menurut Chaer dan Agustina (2004:12), bahasa merupakan sistem

lambang bunyi yang berfungsi sebagai sarana komunikasi. Dalam konteks

parole, bahasa itu beragam, artinya, meskipun sebuah bahasa memiliki

kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan
oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan

kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam

tataran fonologis, morfologis, sintaksis,

Bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontak bahasa terjadi apabila

seseorang penutur yang menguasai dua bahasa yang dikuasainya secara

bergantian. Akibat kontak bahasa dan kedwibahasaan dapat menimbulkan

saling pengaruh antara dua bahasa yang bersangkutan. Peristiwa kontak

bahasa akan terjadi campur kode tuturan. Peristiwa yang terjadi di lapangan

dalam masyarakat pasar lambocca Kabupaten Bantaeng, penulis menemukan

antar penjual dengan pembeli dalam proses tawar-menawar menggunakan

campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa daerah.

Berdasarkan kenyataan ini, maka masyarakat bantaeng yang terletak di

kecamatan pa’jukukang terdapat sebuah pasar lambocca adalah masyarakat

pada umumnya sebagai penutur bahasa dan saling mempengaruhi antara

bahasa daerah yang satu dengan bahasa daerah yang lain atau dengan bahasa

Indonesia.

Lambocca adalah nama pasar yang terletak di desa Biangkeke

Kecamatan Pa’jukukan. Pasar Lambocca dalah salah satu pasar yang

sejahtera. Pasar Lambocca, Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan.

Sebelumnya perjalanan diawali dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar

tepatnya jam 03.00 dini hari sebab disanalah titik untuk berkumpul kemudian

melaju melewati beberapa kabupaten. Geliat atau aktivitas jual beli para
pedagang sudah nampak ramai di pasar tersebut sesaat setelah menginjakkan

kaki. Suasana pagi yang segar disertai tiupan sepoi angin saya dapati di pasar

Lambocca mengingat posisinya tepat berada di pinggir laut serta landscap

pegunungan Lompobattang dan Bawakaraeng menambah indahnya

pemandangan.

Program pasar SEJAHTERA di Bantaeng ini merupakan kependekan

dari sehat, hijau, bersih, dan terawat. Sungguh hal itu bukan isapan jempol

belaka. Hadirnya pasar Lambocca menjadi pasar rakyat yang bernuasa

modern tak terlepas dari peran pemimpin Kabupaten Bantaeng yaitu Prof. Dr.

Ir. H. M. Nurdin Abdullah, M.Agr. Ia, telah menyulap pasar tradisional

Lambocca sehingga tak kalah dengan pasar modern atau pusat perbelanjaan

seperti mal dan supermarket. Atas hal itu, kini Pasar tradisional Lambocca

terpilih menjadi pasar percontohan sebagai pasar SEJAHTERA (sehat, bersih,

hijau dan terawat) di Indonesia. Menanggapi predikat tersebut Nurdin

Abdullah berujar “Saya bersyukur karena Yayasan Danamon Peduli memilih

Pasar Lambocca menjadi lokasi program pasar percontohan. Pasar Lambocca

menjadi percontohan karena dibangun berbagai fasilitas yang ada seperti

mesjid, timbangan, balai kesehatan serta Pasar Lambocca menjadi pasar

kejujuran” ungkapnya. Lewat kesempatan itu juga Bupati Bantaeng

menitipkan pesan kepada seluruh pedagang untuk senantiasa menjaga

lingkungan pasar agar tetap bersih karena tahun ini akan dibangun terminal

sayur yang akan bersinergi. Dengan Pasar Lambocca dengan adanya

pasilitas-pasilita di pasar lambocca dan menjadi pasar sejahtera masyarakat-


masyarakat bantaeng jugapun merasa senang dan nyaman karna

mempuanyau pasar yang begitu sejahtera .

Seperti yang kita ketahui bahwa keberadaan pasar rakyat merupakan

bagian terpenting yang tak terpisahkan dalam kehidupan sosio-ekonomi

masyarakat indonesia. Pasar rakyat menjadi sumber penghidupan bagi lebih

dari 30 juta penduduk indonesia yang bermata pencaharian sebagai pedagang

sebab di pasarlah dipasok segala kebutuhan masyarakat. Berdasar hal itu ibu

Dr. Ekowati Rahajeng SKM, M.Kes mengatakan dalam sambutannya “pasar

rakyat menjadi forum silaturahim antar sesama”. Senada hal yang sama

diungkapkan oleh Ibu Restu Pratiwi (Ketua Yayasan Danamon Peduli)

bahwa “pasar adalah salah satu ruang publik tempat interaksi sosial Bangsa

Indonesia yang harus terus kita kembangkan dan jaga.”

Melalui festival pasar rakyat menjadi ajang promosi dan kampanye

kepada masyarakat luas agar pasar rakyat mampu bersaing dengan pasar ritel

modern. Tak hanya itu kegiatan festival pasar rakyat menjadi kanal

kampanye untuk mengangkat kekayaan suatu pasar dengan melihat aspek

historis-sejarah, budaya, kearifan lokal, kekayaan komoditas dan kuline

Oleh karena itu penelitian yang dilakukan untuk meneliti campur kode

bahasa daerah ke dalam bahasa indonesia di lingkungan pasar lamboccal

karena belum pernah dilakukan. Hal tersebutlah yang mendorong penulis

untuk melakukan penelitian tentang campur kode bahasa daerah dan bahasa

Indonesia dalam jual beli di lingkungan pasar lambocca di kabupaten

bantaeng. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian pertama


yang khusus membicarakan campur kode bahasa daerah dan bahasa

Indonesia dalam jual beli di lingkungan pasar lambocca Kabupaten Bantaeng.

Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan mengangkat

masalah ini yang berjudul “ Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa

Daerah pada Peristiwa Jual Beli di Pasar Lambocca di Kabupaten

Bantaeng” ke dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi guna

memperdalam pemahaman tentang penggunaan campur kode.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penelitian ini mengkaji

permasalahan berikut:

1. Bagaimanakah campur kode bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah pada

peristiwa jual beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng ?

2. Faktor penyebab terjadinya campur kode tuturan dalam peristiwa jual

beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini

adalah untuk mendeskripsikan campur kode Bahasa Indonesia dan Bahasa

Daerah pada peristiwa jual beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten

Bantaeng dan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya campur kode

tuturan dalam peristiwa jual beli di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten

Bantaeng.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
1. Sebagai bahan perbandingan bagi mereka yang berminat untuk

mengadakan penelitian lanjutan yang lebih rinci tentang kebahasaan.

2. Untuk memberikan masukan terhadap pengembangan teori-teori

kebahasaan, khususnya dalam bidang sisiolinguistik.

3. Dapat memberikan bahan banding bagi penelitian lanjutan yang relevan

dengan penelitian ini

E. Batasan Operasional

Yang menjadi kata-kata operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling

memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain

secara konsisten.

2. Bentuk campur kode adalah penggunaan bahasa daerah yang bercampur

kode dengan bahasa Indonesia yang berbentuk kata dan gabungan kata

dan dilakukan secara sadar dengan maksud tertuntu.

3. Masyarakat pasar merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-

luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan dianggap sama yang hidup

dalam lingkungan pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng.

4. Bahasa daerah yakni bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi

antara warga masyarakat di lingkungan pasar Lambocca Kabupaten

Bantaeng.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”. Sosio

sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik

adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur-

unsur bahasa dan antara unsur- unsur itu. Jadi, sosiolinguistik adalah kajian

yang menyusun teori- teori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa.

Berdasarkan pengertian sebelumnya, sosiolinguistik juga mempelajari dan

membahas aspek –aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan-

perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor

kemasyarakatan. Menurut Chaer (2003: 16) “sosiolinguistik adalah

subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan

pemakaiannya di masyarakat. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu

interdisipliner antara sosiologi dan linguistik.”

Menurut Chaer (2004:61), sosiolinguistik adalah bidang ilmu

antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan

bahasa itu di dalam masyarakat. Kajian dalam sosiolinguistik itu

memperhatikan : 1) pelakututur, 2) variasi bahasa yang dipergunakan, 3)

lawan tutur, 4) tujuan pembicaraan Sedangkan (Ohoiwutun, 2007:9).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa

sosiolingusitik merupakan ilmu linguistik yang mengkaji pemakaian bahasa


dalam tindak tutur yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara

perilaku bahasa dan perilaku sosial.

Menurut Sumarsono (2013:201) ada tiga jenis pilihan bahasa yang

biasa dikenal dalam kajian sosiolinguistik, yakni alih kode (code switching),

campur kode (code-mixing) dan variasi dalam bahasa yang sama (variation

within the same language). Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan

pada bagiancampur kode (code-mixing).

Fishman (dalam Chaer 2004: 3) mengatakan bahwa sosiolinguistik

adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa

dan pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini selalau berinteraksi, berubah

dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.

Meijer (dalam Chaer 2004: 4) mengatakan bahwa sosiolinguistik

kajian mengenai bahasa dan pemakainya dalam konteks sosial dan

kebudayaan.

Menurut Soeparno (2002: 25), “sosiolinguistik adalah subdisiplin

linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor

kemasyarakatan atau faktor sosial.” Masalah utama yang dibahas atau dikaji

dalam sosiolinguistik antara lain, mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan

kebudayaan, menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri bahasa,

ragam bahasa, situasi, faktor-faktor sosial dan budaya, serta mengkaji

fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang

mempelajari hubungan antara perilaku sosial dan perilaku bahasa.


Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka kita dapat

mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang

mempelajari bahasa dan pemakai bahasa dalam konteks sosial dan budaya

dalam masyarakat.

1. Komunikasi

komunikasi merupakan suatu hubungan atau kegiatan-kegiatan

yang berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebagai

saling tukar menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak

antara manusia baik individu maupun kelompok. Komunikasi adalah

elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang

untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan

orang lain. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan,

antara lain: (a) agar hal/pesan yang disampaikan dapat dimengerti, (b)

untuk memahami orang lain, (c) gagasan dapat diterima, dan (d) untuk

menggerakkan orang lain agar melakukan tindakan tertentu.

dasar komunikasi terdiri atas seorang pengirim, seorang penerima,

dan sebuah pesan dalam sebuah konteks tertentu. Pengirim bermaksud

mengirim sebuah pesan tertentu tetapi bisa mengirim lebih banyak di

luar kesadaran langsungnya. Isi komunikasi yang tidak disadari atau

tersembunyi meru pakan bagian integral dan penting dari keseluruhan.

Pesan itu mungkin sejalan dengan maksud yang didasari atau mungkin

dapat bervariasi dengan maksud tersebut. Begitu pula penerima bisa

menangkap apa yang dimaksudkan untuk dikirim, tetapi sering juga


menerima lebih banyak dari yang dimaksudkan, terutama komponen

yang tidak disadari. Oleh sebab itu, dalam aktivitas komunikasi terdapat

hal-hal yang terlihat dan tersirat. Aspek komunikasi yang terlihat berupa

pelaku, simbol-simbol, dan teknologi, sedangkan aspek yang tersirat

adalah makna, motif, nilai budaya dan subjektivitas. Integrasi kedua

aspek tersebut membentuk fenomena “gunung es komunikasi” (Rubent

dan Stewart, 2013:79-101).

Komunikasi juga tidak selamanya di sertai dengan orang lain tapi

komunikasi bisa di lakukan dengan diri sendiri bisa di lakukan pada diri

kita sendiri tampa ada orang lain. Menurut (Nursalam 2016:7) manusia

adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Ketika dia berkomunikasi

dengan dirinya sendiri, dia bisa menjadi subyek dan sekaligus obyek.

Dalam komunikasi itu pula, manusia berfikir menunjuk segala sesuatu

menginterprestasikan situasi dengan berkomunikasi dengan dirinya

sendiri dengan cara-cara berbeda. Berfikir berarti berbicara kepada diri

sendiri sama seperti cara kita berbicara dengan orang lainpercakapan

diri sendri sebagian besar di lakukan dengan diam tampa diri sendiri,

manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang lai, sebab

hanya dengan itu maka komunikasi efektifdengan orang lain bisa terjadi.

2. Interaksi Sosial

Dalam suatu komunikasi, salah satu bagian yang cukup penting

adalah interaksi komunikatif Interaksi adalah hal saling melakukan aksi,

berhubungan atau mempengaruhu sedangkan komunikatif adalah


keadaan saling berhubungan (mudah di hubungi) dan juga di pahami

(dimengerti) orang yang komunikatif adalah orang yang mampu

berbahasa sedemikian rupa sehingga pesan yang di sampaikannya dapat

di terima dengan baik dan juga di hubungi. Interaksi komunikasi adalah

proses dimana setiap individu menggunakan simbol-simbol untuk

menciptakan dan menginterprestasikan makna dalam lingkungan mereka.

Interaksi komunikasi terjadi karna adanya proses atau pertukaran

informasi antara satu individu dan individu lainnya.

kemampuan komunikatif (comunicative competence). Menurut

Suwito (ilmu bahasa, 2017), kemampuan komunikatif meliputi

kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan

mengungkapkan sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma-norma

pemakaian dalam konteks sosialnya. Ini berarti bahwa untuk dapat

disebut kemampuan komunikatif di samping mempunyai kemampuan

struktural untuk dapat membedakan kalimat-kalimat gramatikal dan

yang tidak gramatikal, setiap penutur dituntut pula untuk dapat memiliki

keterampilan untuk memilih bentuk-bentuk bahasa yang sesuai dengan

situasinya, menyesuaikan ungkapan dengan setiap tingkah lakunya yang

tidak hanya menginterpretasi makna referensial, tetapi harus

mempertimbangkan juga norma sosial dan nilai afektifnya.

Sebagai sarana interaksi sosial, komunikasi merupakan cara yang

paling efektif untuk menjalin hubungan antarindividu. Pada dasarnya,

setiap manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Proses hubungan tersebut berupa tindakan sosial yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terusmenerus melalui

hubungan timbal-balik. Hubungan semacam ini disebut interaksi.

Interaksi terjadi apabila satu individu melakukan tindakan sehingga

menimbulkan reaksi dari individu-individu yang lain. Interaksi sosial

merupakan hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan

orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok

manusia yang bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama, tetapi juga

berbentuk tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya. Selain itu,

interaksi sosial juga merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk

tindakan-tindakan yang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial

yang berlaku dalam masyarakat. Secara sosiologis, interaksi sosial

dikonstruksi oleh individu-individu yang berinteraksi, norma-norma

yang menjadi referensi, dan tindakan sosial yang dilahirkan oleh

individu-individu tersebut Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin

terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial

(social contact) dan komunikasi (communication).

a. Adanya kontak sosia

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum ( yang artinya

bersama-sama) dan tango ( yang artinya meneyentuh). jadi artinya

secara harfia adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak

baru terjadi apabila hubugan badaniah. Sebagai gejala sosial itu

tidak tidak perlu suatu hubugan badania. Karna orang dapat


mengadakan hubungan dengan pihak lain tampa menyentuh, seperti

misalnya dengan sara berbicara dengan pihak lain tersebut.

b. Adanya komunikasi

Komunikasi adalah seorang yang memberikan tapsiran pada

perilaku orang lain (yang berwujud berbicara, gerak-gerak badania

atau sikap), perasaa-perasaan apa yang ingin di sampaikanoleh

orang tersebut, orang bersangkutan kemudian memberikan reaksi

terhadap perasaan yang ingin di sampaikan oleh orang lain. Dengan

adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu

kelompok manusia atau orang perseorangan dapat di ketahui oleh

kelompok-kelompok atau orang-orang lainya.

B. Kajian Sosiolinguistik

Linguistik menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bidang kajian

linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan struktur bahasa itu

sendiri dan hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor di luar bahasa,

dibedakan atas linguistik mikro dan linguistik makro. Linguistik mikro

mengkaji bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi

yang mengkaji bahasa hanya pada struktur internal. Sedangkan linguistik

makro mengkaji sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik yang

mengkaji hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa.

Dengan kata lain, linguistik makro mengkaji hubungan bahasa dengan

masyarakat pemakai bahasa dan situasi penggunaan bahasa. Sosiolinguistik

merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik. Sosiologi


merupakan kajian objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam

masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada di

dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu bahasa yang

mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Jadi sosioliguistik merupakan

bidan ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan

penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina 2010:2).

Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat sebagai bahasa,

melainkan sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat.

Sebagaimana rumusan mengenai sosiolinguistik yang diberikan oleh

para pakar yang tidak terlepas dari hubungan bahasa dengan aspek-aspek

kemasyarakatan.

linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa,

khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan

antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakekat dan pembentukan unsur-

unsur itu.sosio- adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan

masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi

kemasyarakatan. Jadi sosiolinguistik ialah studi atau pembahasan dari bahasa

sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.

sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan

bahasa, khususnya perbedaanperbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa

yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).


Dari kutipan langsung di atas menandakan bahwa sosiolinguistik

adalah gabungan dari dua disiplin ilmu yang berhubungan erat satu sama lain.

Di dalam masyarakat, seorang individu tidak lagi dipandang sebagai individu

yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Bahasa dan

pemakaiannya tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan dengan

kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial yang

dipengaruhi oleh faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik

terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan faktor

nonlinguistik terdiri dari faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial

seperti status sosial, tingkat pendidikan umur, dan jenis kelamin. Faktor

situasional terdiri dari siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa,

di mana, dan masalah apa (Aslinda dan Syafyahya 2007:6). Fishman (dalam

Sumarsono 2012:2) merevisi istilah sosiolinguistik dengan sebutan sosiologi

bahasa.

Fishman (dalam Chaer dan Agustina 2010:5) mengatakan kajian

sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif, sedangkan kajian sosiologi bahasa

bersifat kuantitatif. Sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-

perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi polapola

pemakaian bahasa atau dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian

bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, dan latar

pembicaraan. Sedangkan sosiologi bahasa lebih berhubungan dengan faktor-

faktor sosial, yang saling bertimbal balik dengan bahasa atau dialek. Sama

halnya dengan linguistik, sosiolinguistik dipisahkan ke dalam dua bidang


yaitu sosiolinguistik mikro (micro-socilinguistics) yang mempelajari

komunikasi interpersonal.

Meneliti variasi-variasi bahasa di dalam sebuah bahasa yang

digunakan oleh sekelompok orang atau masyarakat dengan mengkaitka

faktor-faktor sosial, seperti tindak tutur (speech acts), peristiwa tutur (speech

event), dan urutan tutur (sequence of attitude). Kemudian sosiolinguistik

makro mempelajari pilihan bahasa di dalam masyarakat bilingual atau

multilingual, perencanaan bahasa (language planning), dan sikap bahasa

(language attitude) (Rahardi 2010:17) Sosioliguistik makro dan mikro

mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lain, tidak dapat

dipisahkan karena keduanya saling bergantung. Karena verbal repertoir

setiap penutur ditentukan oleh masyarakat dimana dia berada, sedangkan

verbal repertoir suatu masyarakat tutur terjadi dari himpunan verbal repertoir

semua penutur di dalam masyarakat itu sendiri.

Sosiolinguistik lazim dibatasi sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan

fungsi berbagai variasi bahasa serta hubungannya di antara bahasawan

dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa. Nababan (dalam

Sumarsono 2002: 4 ) Senada dengan Halliday dalam pernyataanya

“sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubung dengan

penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat” patut di ingat sekali lagi

seorang penutur bahasa adalah anggota masyarakat tutur


Jarak sosial dapat dilihat dari sudut vertikal dan sudut horisontal.

Dimensi vertikal akan menunjukkan apakah seorang itu berbeda di atas atau

di bawah (berkedudukan tinggi atau rendah). Dimensi vertikal ini merupakan

alat untuk menetapakan seseorang dalam kontinum hormat atau tidak hormat.

Dimensi sosial ini misalnya kelompok umur, kelas atau status perkawinan.

Sedangkan dimensi horisontal menunjukkan kontinum akrab atau tidak akrab.

Misalnya derajat persahabatan, jenis kelamin, latar belakang pendidikan,

jarak tempat tinggal.

Tinjauan sosiolinguistik lainnya adalah bahwa bahasa memungkinkan

penuturnya fleksibel dalam memainkan berbagai hubungan peran sewaktu

berkomunikasi. Penutur senantiasa membatasi diri pada norma-norma

hubungan peran dengan memilih ragam bahasa tertentu. Inilah yang menjadi

obyek sosiolinguistik yakni siapa yang bertuturan kata (variasi) bahasa apa,

kepada siapa dan tentang apa.

Nababa (pendidikan, 2013:15) menjelaskan bahwa campur kode ialah

suatu keadaan berbahasa lain bila mana orang mencampur atau dua (atau

lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tampa ada

sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu.

C. Ruang Lingkup Sosiolinguistik

Penggunaan bahasa terbagi atas dua yaitu kegiatan yang bersifat aktif

dan kegiatan yang bersifat pasif. Kegiatan bahasa bersifat aktif meliputi

mendengarkan dan membaca. Baragam-ragam tingkah laku manusia

sehubungan dengan bahasa. Bagaimana interaksi antara kedua aspek tingkah


laku manusia (berbicara dan membaca) inilah yang menjadi urusan

sisoilinguistik.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, kita dapat membagi

sosiolinguistik atas dua bagian, yakni:

1. Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil,

misalnya sisitem tegur sapa.

2. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku

bahasa dan struktur sosial.

D. Kegunaan Sosiolinguistik

Setiap bidang ilmu tentu mempunyai kegunaan dalam kehidupan

praktis. Begitu juga dengan sosiolinguistik, kegunaan sosiolinguistik bagi

kehidupan praktis sangat banyak, sebab bahasa sebagai alat komunikasi

verbal manusia, tentunya mempunyai aturan-aturan tertentu. Dalam

penggunaannya sosiolinguistik memberikan pengetahuan bagaimana cara

menggunakan bahasa. Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan

bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu, seperti dirumuskan Fishman,

bahwa yang dipersoalkan dalam sosiolinguistik adalah, “Who speak, what

language, to whom, when and to what and”.

Pertama-tama pengetahuan sosiolinguistik dapat kita menfaatkan

dalam komunikasi, sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita

dalam berk omunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya

bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu.
E. Kedwibahasaan dan Dwibahasawan

1. Pengertian Kedwibahasaan

Kedwibahasaan merupakan suatu kenyataan yang dihadapi oleh

hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Timbulnya

kedwibahasaan di Indonesia disebabkan oleh adanya berbagai suku

bangsa dengan bahasanya masing-masing serta adanya keharusan

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Selain itu,

keterlibatan dengan negara lain yang memiliki bahasa yang berbeda juga

merupakan fakta yang menyebabkan timbulnya kedwibahasaan.

Uraian tentang kedwibahasaan atau bilingualisme penulis akan

merujuk pada beberapa ahli yang sudah terkenal.

pendapat mengenai definisi kedwibahasaan yaitu; Apabila dua

bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama,

maka dapat dikatakan bahwa bahasabahasa tersebut dalam keadaan

saling kontak”. Jadi, kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara

individual. Individu-individu tempat terjadinya kontak bahasa disebut

dwibahasawan. Peristiwa pemakaian dua bahasa (lebih) secara

bergantian oleh seorang penutur disebut kedwibahasaan

2. Pengertian Dwibahasawan

Dwibahasawan adalah masyarakat yang menguasai dua bahasa atau

lebih yang di gunakan secara bergantian, namu bahasa masing-masing

mempunyai peranannya masing-masing. Dwibahasa merupakan orang


yang dapat berbicara dalam dua bahasa seperti bahasa nasional dan

bahasa asing.

Berdasarkan tulisan Hougen, dikatakan bahwa di antara

dwibahasaan ini dapat dibentuk dwibahasa orang dewasa.

Dwibahasawan pada tingkat anak-anak diartikan sebagai mempelajari

bahasa kedua pada waktu belum berumur kurang dari 14 tahun,

sedangkan dwibahasawan tingkat orang dewasa ialah mereka yang

berumur lebih dari 14 tahun, yang berarti sudah dewasa. Secara

terperinci di bawah ini diuraikan empat pambagian dwibahasawan, yaitu:

a. Ekabahasawan.

b. Dwibahasawan anak-anak.

c. Dwibahasawan oarang dewasa, dan

d. Dwibahasawan mempelajari bahasa pada anak-anak tetap

kehilangan kemampuan karena kurang dipergunakan.

F. Campur Kode

1. Kode

Kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapan unsur

bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang

penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur yang ada.

Dalam suatu kode terdapat unsurunsur bahasa seperti kalimat-kalimat,

kata-kata, morfem, dan fonem, yang mempunyai batasan umum

mengenai pemakaian unsur-unsur bahasa tersebut. Biasanya kode

berbentuk varian bahasa yang secara nyata digunakan untuk


berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat bahasa. Bagi masyarakat

yang multilingual, kode menjadi lebih luas yang mencakup dua bahasa

atau lebih. Kode-kode yang dimaksud dengan sendirinya mengandung

arti yang sifatnya menyerupai arti unsur-unsur bahasa yang lain

Poedjosoedarmo (kandai jurnal, 2013: 9 ).

Suwito (dalam Rahardi 2001:22) mengemukakan batasan

mengenai kode, yaitu bahwa kode merupakan salah satu varian di dalam

hierarkhi kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi. Sedangkan

menurut Rahardi (2001: 21-23) sendiri, kode didefinisikan sebagai suatu

sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas

sesuai dengan latar belakang, penutur, relasi penutur dengan lawan

bicara dan situasi tutur yang ada. Dengan demikian dalam sebuah

bahasa dapat terkandung beberapa kode yang merupakan varian dari

bahasa itu.

Lebih lanjut Rahardi menjelaskan, bahwa kode yang biasanya

berupa varian bahasa pada umumnya ditandai oleh unsur-unsur pokok

bahasa yang menyangkut sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan

leksikon yang terdapat dalam suatu wacana. Penanda terpenting adalah

unsur yang ada pada sistem fonologi dan leksikon disebabkan oleh

kedua unsur yang paling mudah terjadi perubahan yang terkait dengan

hakikat bahasa sebagai sistem bunyi pertama kali.


2. Campur Kode

Sumarsono (2013:202) memberikan definisi bahwa “campur kode

terjadi apabila penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika

sedang memakai bahasa tertentu”. Misalnya, ketika berbahasa Indonesia,

seseorang memasukan unsur bahasa Sumbawa

Chaer dan Agustina (2004:114) menyatakan bahwa di dalam

campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan

dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain

yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-

serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah

kode. Chaer (2004:116) menyatakan, “campur kode itu dapat berupa

pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa di dalam

bahasa lain yang digunakan.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dengan campur

kode dalam penelitian ini adalah peristiwa percampuran kode dari

bahasa Indonesia dalam bahasa daerah. Misalnya, dalam peristiwa tutur

yang melibatkan dua orang, seorang penutur menggunakan kode A

(seperti bahasa daerah) dan dalam proses campur kode B (bahasa

Indonesia) maka perpindahan pemakaian bahasa seperti itu disebut

campur kode .

3. Faktor-faktor Terjadinya Campur Kode

Menurut Djajasudarma, dkk (Kandai jurnal, 2013) bahwa faktor

penyebab terjadinya campur kode dalam peristiwa tutur adalah (1) ingin
bergensi, (2) penutur lupa bahasa daerah sehingga penutur

menggunakan bahasa Indonesia, (3) penegasan/memperjelas tuturan

karena pendengar tidak memahami bahasa daerah, dan (4) pokok

pembicaraan.

4. Fungsi Campur Kode

Sehubungan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya campur

kode sebagaimana telah diuraikan terdahulu, maka dalam peristiwa tutur

yang memegang peranan penting adalah (1) bergensi, (2) lupa bahasa

daerah, (3) penegasan atau memperjelas, dan (4) pokok pembicaraan.

Berdasarkan uraian di atas, Djajasudarma, dkk. (1999: 24) menguraikan

bahwa fungsi campur kode adalah sebagai berikut:

1. Sebagai acuan yang tidak (kurang) dipahami di dalam bahasa digunakan,

kebanyakan terjadi karena pembicara tidak mengetahui suatu kata dalam

bahasa la

2. Berfungsi derektif. Dalam hal ini pendengar dilibatkan langsung kepada

penutur, serta ujaran dalam percakapan ini dapat berfikir tentang fungsi

dari penggunaan bahasa.

3. Berfungsi ekspresi, pembicara menekankan identitas campur kode

melalui penggunaan dua bahasa wacana yang sama.

4. Berfungsi sebagai unutk menunjukkan perubahan nada konvensi.

5. Berfungsi sebagai metabahasa (metalanguage), dengan pemahaman

campur kode digunakan dalam mengulas suatu bahasa baik secara

langsung maupun tidak langsung.


G. Pengertian, fungsi dan sikap Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Pengertian bahasa secara umum adalah sistem lambang bunyi

yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk

bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah suatu sistem tanda

bunyi yang secara sukarela dipergunakan oleh anggota kelompok sosial

untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.

Menurut Chaer dan Agustina (2004:12), bahasa merupakan sistem

lambang bunyi yang berfungsi sebagai sarana komunikasi. Dalam

konteks parole, bahasa itu beragam, artinya, meskipun sebuah bahasa

memiliki kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu

digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang

sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam,

baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis, maupun

Secara tradisional bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat

untuk berkomunikasi, dalam arti sebagai alat untuk menyampaikan

pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Fungsi umum bahasa

adalah sebagai alat komunikasi sosial (Soeparno, 2002: 5). Di dalam

masyarakat ada komunikasi atau saling hubungan antar anggota. Untuk

keperluan itu diperlukan suatu wahana yang dinamakan bahasa. Dengan


demikian, setiap masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat

komunikasi sosial tersebut.

b. Fungsi Bahasa

Adapun fungsi dari bahasa yaituh Berikut merupakan fungsi bahasa

secara umum;

a. Sebagai sarana komunikasi

b. Sebagai sarana integrasi dan adaptasi

c. Sebagai kontrol sosial

d. Sebagai sarana memahami dirih

e. Sebagai sarana ekspresi diri

f. Sebagai sarana memahami orang lain

g. Sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar

h. Sebagai sarana berpikir logis

i. Mengembangkan kecerdasan ganda

j. Membangun karakter

Menurut Jakobson (dalam Soeparno, 2002: 7-8), fungsi khusus

bahasa adalah: emotif, konatif, referensial, puitik, fatik, dan metalingual.

Ahli bahasa yang gagasannya terilhami oleh Buhler ini mendasarkan

pembagiaannya atas tumpuan perhatian atau aspek. Aspek tersebut

adalah addresser, context, message, contact, code, dan adresce. Apabila

tumpuannya pada si penutur (adresser), fungsi bahasannya dinamakan

emotif. Apabila tumpuan pembicaraan pada konteks (context), fungsi

bahasannya disebut referensial. Apabila tumpuan pembicaraan pada


amanat (message), fungsi bahasannya puitik (poetic). Apabila tumpuan

pembicaraan pada kontaks (contact), fungsi bahasannya disebut fatik

(phatic). Apabila tumpuan pembicaraan pada kode (code), fungsi

bahasannya disebut metalingual. Apabila tumpuan pembicaraan pada

lawan bicara (addresce), fungsi bahasannya dinamakan konatif. maka

bahasa disini berfungsi fatik, yaitu berfungsi untuk menjalin hubungan,

memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial.

Jika dilihat dari segi topik ujaran maka bahasa itu berfungsi referensial,

ada juga yang menyebutkan fungsi denotatif atau fungsi informatif.

Maksudnya bahasa berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek

atau peristiwa yang ada pada sekeliling

penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Jika dilihat

dari segi kode yang digunakan maka bahasa itu berfungsi metalingual

atau metalinguistik, yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan

bahasa itu sendiri. Apabila dilihat dari segi amanat yang disampaikan

maka bahasa itu ber fungsi sebagai imaginatif yaitu sesungguhnya

bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan

perasaan, baik yang sebenarnya maupun yang imaginatif.

c. Sikap Bahasa

Sikap bahasa (language attitude) termasuk peristiwa kejiwaan dan

merupakan bagian sikap pada umumnya. Sikap bahasa dikatakan

bereaksi dalam peristiwa tutur yang terjadi dalam masyarakat bahasa.

Kesiapan merujuk pada sikap metal yang mungkin mengacu pada sikap
perilaku yang bergantung pada sikap metal yang mungkin mengacu pada

sikap perilaku yang bergantung pada kondisi ketika menghadapi situasi

dalam berkomunikasi

Uraian di atas menunjukkan bahwa sikap bahasa yang dimiliki

oleh masyarakat bahasa mempunyai pengaruh dalam perkembangan

suatu bahasa. Sikap bahasa yang berwujud kesetiaan anggota-anggota

masyarakat pemakai bahasa yang sama membawa ke arah tindakan-

tindakan yang nyat yang bermuara pada pembinaan bahasa, perluasan

fungsi serta daerah pemakainya.

H. Penelitian Relevan

Pada penelitian ini terdapat penelitian yang relevan yang di pakai

dalam penelitian ini adalah penelitian

Isti Jabatul Maulia jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Keguruan dan Imu Pendidikan Universita Muhammadiya Purwakerto. Di

teliti pada tahuan 2015 judul yang di angkat adalah Campur kode pada

tuturan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana campur kode dalam

proses mengajar guru dengan siswa dengan menggunakan bahasa daerah dan

bahasa daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campur kode itu

sealu terjadi dalam proses mengajar antara siswa dan guru walaupun mata

pelajaran adalah bahasa indonesi tapi bahasa daera atau bahasa keseharianya

tdk perna terlupakan, dan walaupun behasa mereka adalah bahasa daerah

akan tetapi akan selalu terselip bahasa indonesi itusalah satu penelitian
campur kode. Campur kode itu sendi adalah campur kode dalam penelitian

ini adalah peristiwa percampuran kode dari bahasa Indonesia dalam bahasa

daerah. Misalnya, dalam peristiwa tutur yang melibatkan dua orang, seorang

penutur menggunakan kode A (seperti bahasa daerah) dan dalam proses

campur kode B (bahasa Indonesia) maka perpindahan pemakaian bahasa

seperti itu disebut campur kode.

Peneliti kedua yaitu Dhanang Tri Atmojo dari jurusan Bahasa dan

Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan mengangkat

judul Alikode dan Campur Kode dalam kelompok masyarakat perantau di

desa kedung bangos Sidomakmur. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ali

kode dan campur kode dalam masyarakat perantau di desa kedung bagong

sidomakmur, widodaren, ngawi terdapat dua pariasi kode pertama alikode

dan campur kode dasar bahasa indonesia terdapat alih kode dengan

pemilihan kode bahasa jawa dan bahasa asing (bahasa Arab dan bahasa

Inggris). Kedua, alih kode dan campur kode dengan kode dasar bahasa Jawa.

Pada alih kode dengan kode dasar bahasa Jawa, terdapat alih kode dengan

pemilihan kode bahasa Indonesia dan bahasa Asing (bahasa Arab dan bahasa

Inggris). Faktor-faktor penentu alih kode pada penelitian pemilihan bahasa

pada masyarakat perantau di desa Kedung Bagong, Sidomakmur, Widodaren,

Ngawi ditentukan berdasarkan jenis alih kode. Situational codeswitching

perubahan bahasa terjadi karena adanya kehadiran orang ketiga.

Metaphorical codeswitching perubahan bahasa terjadi karena penutur ingin

menekankan apa yang diinginkannya sehingga akan mendapat perhatian dari


pendengarnya. Adapun penentu campur kode penelitian ini terdapat dua

faktor terjadi campur kode, antara lain karena penggunaan istilah yang lebih

populer dan keterbatasan penggunaan kode.

Peneliti relevan yang ke tira yaitu Muhammad Rohmadi, dari jurusan

Bahasa Indonesia Unuversitas Sebelas Maret. Dengan mengangkat judul

yaituh Ali kode dan campur kode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia d

SMA. Dari hasil penelitian ini menunjukkan. Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. Wujud alih kode yang

terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas X berupa alih kode dan

alih kode Alih kode meliputi: (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa

Jawa dan (2) alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, sedangkan alih

kode meliputi: (1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa asing dan (2)

alih kode dari bahasa asing ke bahasa Indonesia. Wujud campur kode yang

terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas X SMA Muhammadiyah

4 Yogyakarta berupa: (1) wujud campur kode berupa penyisipan kata, (2)

campur kode berupa frase(3) wujud campur kode berupa klausa, (4) wujud

campur kode berupa pengulangan kata, dan (5) wujud campur kode berupa

idiom/ungkapan. Faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dalam

pembelajaran bahasa Indonesia dibedakan oleh beberapa faktor, yakni: (1)

penutur (O1); (2) lawan tutur (O2); (3) hadirnya penutur ketiga; (4) pokok

pembicaraan (topik); dan (5) untuk membangkitkan rasa humor Pengaruh

positif terjadinya alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa

Indonesia, yaitu proses belajarmengajar dapat berjalan lancar karena bahasa


yang digunakan antara siswa dan guru dapat dipahami oleh keduanya.

Pengaruh negatif terjadinya alih kode dan campur kode dalam pembelajaran

bahasa, yaitu rusaknya tatanan bahasa Indonesia yang diakibatkan dari

terjadinya interferensi dan integrasi, serta adanya alih kode dan campur kode

penggunaan bahas Indonesia tidak dilakukan secara baik dan benar sehingga

dalam pembelajaran situasi menjadi tidak formal. Kepada peneliti di

harapkan melakukan sejenis berhubungan dengan pencampur kode dan ali

kode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kualiatas

pembelajaran bahasa Indonesia.

I. Kerangka Pikir

Berikut ini akan diuraikan kerangka pikir yang melandasi penelitian ini

berdasarkan pembahasan teoretis pada bagian tinjauan pustaka di atas.

Landasan berpikir yang dimaksud akan mengarahkan penulis untuk

menemukan data informasi dalam penelitian ini guna memecahkan masalah

yang telah dipaparkan.

Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa

khususnya unsur- unsur bahasa dan antara unsur- unsur itu. Jadi,

sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori- teori tentang hubungan

masyarakat dengan bahasa. Berdasarkan pengertian sebelumnya,

sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek –aspek

kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan- perbedaan yang terdapat

dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor kemasyarakatan. Dalam


sosiolinguistik terdapat ali kode dan campur kode tapi peneliti memfokuskan

ke campur kode

campur kode ialah suatu keadaan berbahasa lain dengan mencampur dua

(atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa dalam

situasi tertentu. Seperti dengan si penutur menggunakan dua bahasa yaitu

bahasa daerah dan bahasa indonesia. Ditambahkan pula, percampuran bahasa

tersebut disebabkan oleh kesantaian atau kebiasaan yang dimiliki oleh

pembicara dan biasanya terjadi dalam situasi informal.

Disamping itu, penelitian yang dilakukan untuk meneliti campur kode

bahasa daerah di lingkungan pasar lamboccal belum pernah dilakukan. Hal

tersebutlah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang

campur kode bahasa daerah dan bahasa Indonesia dalam jual beli di

lingkungan pasar lambocca di kabupaten bantaeng.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-

kualitatif. Metode deskriptif karena penelitian ini berusaha menyajikan

kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan kenyataan yang

ditemukan di lapangan tentang penggunaan campur kode dalam peristiwa

jual beli di pasr Lambocca Kabupaten Bantaeng. Metode kualitatif karena

penelitian ini menguraikan fakta dan fenomena penggunaan campur kode

dalam bentuk kata, gabungan kata atau kalimat dalam struktur yang benar.
Masyarakat
Bantaeng

Pasar Lambocca

Teori
Sosiolinguistik

campur kode bahasa indonesia dan Faktor penyebab terjadinya


bahasa daearah pada peristiwa jual campur kode dalam peristiwa
beli di lingkungan pasar Lambocca jual beli di pasar Lambocca
Kabupaten Bantaeng Kabupaten Bantaeng

Analisis

Temuan

Bagan Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penalitian

1. Jenis penelitian

Moleong (2012:11) yang mengatakan bahwa data dikumpulkan

adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka .Penggunaan

metode deskriptif dilakukan untuk memecahkan atau menjawab

permasalahan yang sedang dihadapi pada suatu situas.i

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif-kualitatif. Metode deskriptif karena penelitian ini berusaha

menyajikan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan

kenyataan yang ditemukan di lapangan tentang penggunaan campur

kode dalam peristiwa jual beli di pasr Lambocca Kabupaten Bantaeng.

Metode kualitatif karena penelitian ini menguraikan fakta dan fenomena

penggunaan campur kode dalam bentuk kata, gabungan kata atau

kalimat dalam struktur yang benar.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Desa Biangkeke Kecamatan

Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng di Sulawesi-selatan. Pasar Lambocca

adalah Salah satu pasar yang sejahtera

Penelitian ini tergolong penelitian lapangan oleh karena itu

penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data sesuai


dengan fenomena bahasa yang hidup pada penuturnya, sehingga

penelitian ini berdasarkan fakta atau bahasa yang dipaparkan apa adanya.

B. Data dan Sumber Data

a. Data

Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang digunakan dalam

peristiwa jual beli di pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng. Tuturan-

tuturan ini merupakan campur kode yang digunakan masyarakat dalam

peristiwa jual beli di pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng.

b. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah hasil tuturan yang ada di pasar

Lambocca Kabupaten Bantaeng. Sumber informasi ( informan ) dalam

penelitian ini adalah para pelaku pasar yang terdiri atas penjual dan

pembeli yakni penjual dan pembeli barang pecah bela, ikan, sayur,

pakaian dan lain-lain yang ada di pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen kunci dan

menggunakan alat bantu yang berupa panduan obsevasi dan tape recorder

untuk merekam peristiwa campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa

daerah yang digunakan dalam masyarakat di pasar Lambocca Kabupaten

Bantaeng..

Adapun panduan observasi itu adalah :

Bahasa Daerah - Bahasa Indonesia - Bentuk Campur Kode


D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

simak. Teknik dasar yang digunakan dalam pemerolehan data adalah dengan

teknik sadap. Teknik sadap adalah pelaksanaan metode simak dengan

menyadap penggunaan bahasa yang disadap, dapat berbentuk lisan dan

tulisan (Kesuma 2007: 43). Pada prakteknya metode simak diwujudkan

dengan penyadapan.Peneliti harus menyadap pembicaraan antara guru dan

siswa, kegiatan penyadapanitu yang dipandang sebagai teknik dasarnya

Setelah teknik dasar dilakukan, digunakan teknik lanjutan yaitu teknik

simak bebas libat cakap (SBLC). Penjaringan data dilakukan dengan

menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses

pembicaraan. Penelititidak dilibatkan langsung dalam menentukan

pembentukan dan pemunculan calondata, kecuali sebagai pemerhati terhadap

calon data yang terbentuk dan munculdari peristiwa kebahasaan tersebut.

Setelah dilakukan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), selanjutnya

digunakan teknik rekam yaitu teknik penjaringan data dengan merekam

penggunaan bahasa. Perekaman itu dilakukan dengan menggunakan tape

recorder, yang direkam adalah penggunaan bahasa dalam bentuk

lisan.Perekaman itu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu

kewajaranproses kegiatan pembicaraan yang sedang berlangsung, dan

dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data. Adapun wawancara

terbukayaituh suatu teknik pengumpulan data dimana penelitian


menyampaiakan terlebi dahulu kepada informan mengenai tujuan wawancara

dan batasan data yang akan di kumpul.

Setelah dilakukan teknik rekam, teknik selanjutnya adalah teknik catat

yaitu teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada

kartu data (Kesuma 2007: 44-45). Peneliti mencatat seluruh tuturan kata,

frasa, klausa,dan kalimat yang mengandung tindak alih kode dan campur

kode yang ditemukandengan menggunakan alat bantu berupa kartu data.

Kartu data dalam penelitian ini berisi (1) teknik pengumpulan data

yang di gunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3)

tempat/lokasiterjadinya kegiatan/peristiwa tuturan, (4) penutur, (5)

paparan/deskripsi tentang hasil dan catatan, dan (5) komentar dari data yang

diperoleh berikut contoh format kartu data yang akan dalam penelitian ini

Tabel 1: Contoh Teknik Pengumpulan Data Dalam Bentuk Kartu Data

NO TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak Senin 30 Tempat Nama: Basse


Catak juli 2012 pasar
pukul 09.30 lambocca Ausia: 25 tahun
Jenis kelamin: perempuan
status

2 Paparan hasil:
Pembeli: Tassikura telur ta se’re rak
Penjual: Tallumpulo lima se’re rak,.
Pembeli: Tena mo nakurang, tallumpulo mo kodong
Komentar:
Tuturan tersebut merupakan campur kode bahasa daerah dan bahasa
indonesia karna di dalamnya terdapat kata Tassikura telur ta kata tassikura
artinya berapa dan kata telur adalah bahasa indonesia yang bahasa
daerahnya bayao maka ini termasuk campur kode.

Kemudian Dokumentasi atau gambar sebagai bukti yang kuat yaitu

metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel berupa catatan,

gambar, tulisan dan buku. Metode ini dipergunakan dalam rangka untuk

membantu dalam mengumpulkan data-data terkait dengan permasalahan

dalam penggunaan campur kode dalam peristiwa jual beli di pasar Lambocca

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padam

ekstralingua. Menurut Mahsun (2011: 259-260) metode padan intralingual

dapat di gunakan untuk menganalisis unsur lingual yang terdapat dalam

bahasa yang sama. Di samping juga itu dapat di gunakan untuk menganalisis

unsur-unsur lingual yang terdapat dalam bahasa yang berbeda. Dengan

demikian metode ini dapat di terapkan dalam penelitian sosiolinguistik

khususnya yang berkaitan dengan campur kode, serta interperensi. Metode

padan ekstralingual di gunakan untuk menghubung-bandingkan hal-hal di

luar bahasa, dalam hal ini konteks tuturan dan penutur bahasa yang di pilih

menurut kelas sosialnya. Adapun penyajian hasil analisis data di lakukan

dengan metode informal. Metode penyajian informal adalah perumusan

dengan kata-kata biasa Sudaryanto (Ilmu Bahasa, 2017:).


Dan cara untuk menganalisisnya dilakukan dengan cara menyeleksi

data-data yang telah terkumpul. Data-data yang sudah terseleksi kemudian

dikelompokkan sesuai dengan versinya masing-masing dan sesuai dengan

penelitian. Setelah data dikelompokkan lalu dianalisis secara deskriptif.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Chaer dan Agustina (2004:114) menyatakan bahwa di dalam campur kode

ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan

keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur

itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau

keotonomian sebagai sebuah kode. Chaer (2004:116) menyatakan, “campur kode

itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa di

dalam bahasa lain yang digunakan.

Sesuai dengan masalah penelitian tentang campur kode Bahasa Indonesia

dan Bahasa Daerah pada peristiwa jual beli yang dilakukan oleh penelitian di

lingkungan pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng, maka data hasil penelitian

tersebut tercakup dalam tiga bagian yakni. 1) Campur kode dalam bentuk

gabugan kata, 2) Campur kode dalam bentuk frase dan 3) Campur kode

perulangan kata. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya campur

kode yaitu, 1) Penutur lupa bahasa daerah, 2) Penutur melakukam penegasa, 3)

Pokok pembicaraan/topik, 4) Penutur orang ke tiga, Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada uraian-uraian berikut ini:

A. Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah pada Peristiwa

Jual Belih di Pasar Lambocca Kabupaten Bantaeng

1. Campur kode dalam bentuk kata

Campur Kode pada Peristiwa Jual Beli di Lingkungan Pasar

Lambocca yang Berbentuk Kata. Campur kode bahasa yang dituturkan


oleh para pelaku pasar Lambocca dalam bentuk kata dapat dilihat pada

uraian berikut ini.

Bentuk campur kode dalam bentuk kata yang terjadi di pasar

Lambocca terjadi pula di lingkungan penjualan sayur. Adapun datanya

dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Pembeli : Tassikura lombotta ia?

(Berapa cabainya)

Penjual : Ini lima ribu.e

(Kalau yang ini lima ribu)

Penjual : Ka’ jalanaa, teama ki jeka lomboka ia jeka mo tomat ka

(Mahalnya, tidak usah yang cabai, yang ini saja tomatnya)

Dialog pada data tersebut menggambarkan peristiwa jual beli

yang di dalamnya terdapat unsur campur kode. Penanda campur kode

kalimat itu adalah kata “tomat” dalam bahasa Indonesia yang dalam

bahasa daerah dari kata tomat yaituh “lambate” dimana si pembeli

menuturkan dalam dialog tersebut menggunakan bahasa daerah yaitu

“Ka’ jalanaa, teama ki jeka lomboka ia jeka mo toma ka” yang artinya

Mahalnya, tidak usah yang cabai, yang ini saja tomatnya. Terdapat kata

tomat maka terjadi bercampur dengan bahasa indonesia dengan bahasa

daera, kalimat-kalimat campur kode tersebut suda merupakan gaya

berbahasa seharI-hari mereka, hubungan yang terjadi dalam percakapan

tersebut terkesan dilakukan dengan santai oleh masing-masing pihak.


2. Campur kode dalam bentuk frase

Campur kode ini di lakukan dengan menyelipkan farase bahasa

lain ke dalam bahsa tertentu yang sedang di gunakan penutur. Frase

adalah dua gabungan kata atau lebih yang sifatnya tida predikatif.

Gabungan kata ini dapat rapat, dapat renggang adapun campur kode

yang berwujud penyisipan frase dapat dilihat dalam penggalan

percakapan berikut

Campur kode dalam bentuk frase yang terjadi di pasar Lambocca

terjadi pula di lingkungan penjualan Baju. Adapun datanya dapat dilihat

pada uraian berikut ini

Pembeli : Oeeee nia baju tidur ta ?

(Weee ada baju tidur ?)

Penjual : Joka nai ia nu kuare ki apa joka, baju tinro

(Itu yang di atas, kamu kira itu apa, itu yang namany baju

tidur)

Pembeli : Tassikura ?

(Berapa ?)

Penjual : Empat pulu panjang celana

(Empat puluh panjang celana)

Pembeli : Na ka’jala kamma dendee

(Kenapa mahal sekali)

Pemjual : Mahal memang

(Iya mahal)
Dialog pada data tersebut menggambarkan peristiwa jual beli yang di

dalamnya terdapat unsur campur kode. Penanda campur kode kalimat di

atas adalah kata “baju tidur” dalam bahasa Indonesia yang dalam bahasa

daerah dari kata baju tidur adalah “baju tinro” dimana si pembeli

bertanya dengan menggunakan bahasa daerah yaitu “oeeee nia baju tidut

ta ” kata oeeee bisa di artikan menyapa atau memanggil sedangkan kata

nia adalah bahasa daerah yang artinya ada dan kata baju tidur adalah

bahasa indonesia yang bahasa daeranya adalah baju tinro maka terjadi

bercampur dengan bahasa indonesia dengan bahasa daera, kalimat ini

termasuk dalam bentuk frase kanra kata baju tidur termasu dua

gabungan kata yang dapat renggang hubungan yang terjadi dalam

percakapan tersebut terkesan dilakukan dengan santai oleh masing-

masing pihak.

3. Campur kode dalam bentuk perulangan kata

Perulangan kata merupakan kata yang terjadi sebagai akibat dari

reduplikasi. Campur kode dalam bentuk perulangan kata yang terjadi di

pasar Lambocca terjadi pula di lingkungan penjualan kosmetik. Adapun

datanya dapat dilihat pada uraian berikut ini

Campur kode dalam bentuk perulangan kata yang terjadi di pasar

Lambocca terjadi pula di lingkungan penjualan kosmetik. Adapun

datanya dapat dilihat pada uraian berikut ini

Pembeli : Joka ba’langgang cantik-cantika de,

(Itu di sana yang cantik-cantik nha).


Penjual : Apayya..? kau eroko cantik-canti na nuero lammoro

(Yang mana..? kamu mau yang cantik-cantik baru mau yang

murah)

Pembeli : Pepayaa, bunga

(Pepayaa, bunga)

Penjual : E.eee

(E.eeee)

Pembeli : Joka sekrea gammaraka pammoneanna

(Itu yang cantik tempatnya.)

Dialog pada data tersebut menggambarkan peristiwa jual beli seorang

penutur ingin membeli pepaya maksudnya sabun pepaya yang di

dalamnya terdapat unsur campur kode. Penanda campur kode kalimat

itu adalah kata “cantik-cantik” dalam bahasa Indonesia yang dalam

bahasa daerah. dari kata cantik-cantikr adalah “gammara-gammara”

dimana si pembeli bertanya dengan menggunakan bahasa daerah yaitu

“joka ba’langganga cantik-cantika de ” kata joka adalah kata yang suda

menjadi bahasa sehari-hari masyarakat bantaeng yang suda menjadi ciri

khas yang tidak perna hilang yang artinya itu. kata joka ba’langganga

bisa di artikan kata penunjuk benda atau yang di inginkan di suatu

tempat dan kata cantik-cantik adalah bahasa indonesia yang bahasa

daerahnya adalah gamara-gamara maka terjadi bercampur dengan

bahasa indonesia dengan bahasa daera, kalimat ini termasuk dalam

bentuk perulangan kata. kata cantik-cantuk yang memiliki satu makna


dan menyebut dua kali denga kata yang sama hubungan yang terjadi

dalam percakapan tersebut terkesan dilakukan dengan santai oleh

masing-masing pihak.

B. Faktor-faktor Penyebab Tejadinya Campur Kode Tuturan pada

Peristiwa Juala Beli Lingkungan Pasar lambocca

Campur kode yang terjadi di pasar lambocca tidak terjadi dengan

begitu saja akan tetapi dipengaruhi pula oleh beberapa faktor. Adapun data

campur kode berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu

penutur lupa bahasa daerahnya, penutur ingin melakukan penegasan. penutur

fokus pada pokok pembicaraannya dan penutur orang ke tiga

1. Penutur Lupa Bahasa Daerahnya

Salah satu faktor penyebab terjadinya campur kode adalah karena

penutur lupa bahasa daerahnya sehingga si penutur melakukan campur

kode untuk meneruskan perkataannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada uraian berikut ini.

Campur kode yang terjadi di pasar Lambocca terjadi pula di

lingkungan penjualan pedagang kaki lima. Adapun datanya dapat dilihat

pada uraian berikut ini

Pembeli : Nia rinso dayyah, lompoa ?

(Ada rinso dayyah yang besar ?)

Penjual : Dayyah satu kilo ada.

(Dayyah satu kilo ada)

Pembeli : Berapa ?
(Berapa ?)

Penjual : Enam belas ribu

(Enam belas ribu)

Pembeli : Dayyata mo se’re satu kiloa

(Dayyah saja yang satu kilo.)

Penanda campur kode dalam kutipan tersebut adalah kata “berapa”

dalam bahasa indonesia dan pada bahasa daerah yaituh “sikura” pada

saat si pembeli bertanya dengan menggunakan bahasa daerah lalu si

penjual menjawab dengan menggunakan bahasa indonesia maka si

pembeli juga menjawabnya dengan spontang denga menggunakan

bahasa indonesi karna pembeli terkadang lupa atau terpengaru oleh

respon bahasa yang di gunakan oleh penjua, sehingga si pembeli berahli

ke bahas indonesia dan mereka bertutur dalam suasana yang santai.

sehinga terjadi Penanda campur kode pada data tersebut .

2. Penutur Melakukan Penegasan

Campur kode juga disebabkan karena penutur ingin menegaskan

maksud apa yang di sampaikannya. Penegasan itu dilakukan guna

memperjelas perkataannya kepada lawan tuturnya. Untuk lebih jelasnya

campur kode tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Campur kode yang terjadi di pasar Lambocca terjadi pula di

lingkungan penjualan Baju. Adapun datanya dapat dilihat pada uraian

berikut ini

Penjual : Ye’ apa ki boya kareng ?


(ye’ ibu lagi cari apa)

Pembeli : Selimut

(Selimut)

Penjual : Selimut ?

(Selimut)

Pembeli : Selimu, mingka joka bolayya.

(Selimut tapi yang bola)

Penjua : Selimu bola, Tanreee, kaminne ji a’bungkus ka

(Tidak ada, yang ada itu cuman yang seperti ini yang bungkus.)

Bukan hanya karena penutur lupa bahasa daerahnya yang dapat

menyebabkan campur kode tetapi karena untuk menegaskan sesuatu

penutur melakukan pula campur kode. Adapun kata yang menjadi

penanda campur kode itu adalah kata “selimut” yang dalam bahasa

daeranya adalah “pa’lullung ”. si pembeli meberi tahukan yang ingi di

beli adalah “selimut” kemudi si penjual bertanya kembali lalu si pembeli

menperjelas atau menegas kan kembali bahwasanya selimut yang di

carinya adalah “selimut bola” yang bahasa daerahnya “pa’lullung golo”

maksudnya selimut yang gambarnya bola sehingga si penjual lebih

paham apa yang di cari oleh si pembeli. Penanda campur kode kepada

data tersebut termasuk dalam kategori frasa


3. Pokok Pembicaraan (topik).

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang termasuk

dominan dalam menentukan terjadinya campur kode. Penutur

Memfokuskan pada Pokok Pembicaraan

Selain dua hal yang telah disebutkan tadi yakni karena lupa

bahasa daerahnya dan ingin menegaskan faktor lain yang mempengaruhi

campur kode itu adalah karena penutur ingin memfokuskan pokok

pembicaraan. Untuk lebih jelas datanya dapat dilihat pada uraian berikut

ini.

Campur kode yang terjadi di pasar Lambocca terjadi pula di

lingkungan penjualan obat. Adapun datanya dapat dilihat pada uraian

berikut ini

Pembeli: Tei obat batuk ta ia?

(Mana obat batuknya ?)

Penjual : Sikurayya..? lima ribua dua ribua, flu tamol, mixagrip ?

(Harga yang berapa..? lima ribu atau yang dua ribu, flutamol,

mixagrib ?)

Pembeli : Tenai parasetamol

(Bukan prasetamol)

Penjual : Iya, flu flutamol tenai prastamol,

(Iya, flu flutamol bukan prastamol)

Kutipan dialog pada data tersebut memperlihatkan adanya campur kode

yang di sebabkan oleh tuturan yang diucapkan si penjual ataupun si


pembeli di pasar Lambocca. Adapun penanda campur kode itu di tandai

dengan kata “Obat” yang diucapkan oleh si pembeli dalam bahasa

Indonesia yang dalam bahasa daerahnya adalah “pa’balle” penutur

menfokuskan pada satu topik yaitu bertanya tentang Obat, akan tetapi

penjual bertanya kembali obat yang di belinya karna obat itu bermacam-

macam, Penanda campur kode pada data tersebut.

4. Hadirnya penutur ketiga.

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada

umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi

apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu dan orang

itu berbeda latar kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama

beralih kode ke bahasa yang dikuasai oleh ketiganya.

Campur kode yang terjadi di pasar Lambocca terjadi pula di

lingkungan penjualan pakaian sekoalh. Dengan berdialog lebih dari dua

orang yaituh pembeli satu, pembeli dua dan si penjual. Adapun datanya

dapat dilihat pada uraian berikut ini

Pembeli 1 : Punna tuka tenre isse nassitaba

(Kalu itu tidak muat)

Penjual : Punna battu riballa ta tena sicoco kierangi mae anrinni ibu

(Kalau samapi di rumah terus tidak cocok, bawa kembali

ke sini ibu)

Pembeli 1 : Ia tea mami pelakki anunna dondoenna

(Iya yang penting tidak di buang gantu-gantungannya)


Pembeli 2 : Sama ji itu anuku

(Sama dengan punya ku)

Penjual : Punna assingkamma ji kitte mo ni ukkuru, punna coco ji iya

(Kalau sama, kita saja yang di ukur, sempat cocok)

Pembeli 2 : Ka lompo aya’na dii ?

(Tapi besar pinggangnya)

Pembeli 1 : Lompo aya’na iya

(Iya besar pinggangnya)

Pembeli 2 : Lompo aya’na, kodi todo ni cini punna rok loe pallanti’na

Besar pinggangnya, jelek di lihat kalau rok banyak

jahitanya

Pembeli 1 : Anre kusseng nomor apanna

Tidak tahu juga nomor berapa

Pembeli 2 : Besar ki ini

(Besar yang ini)

Penjual : Ada ji kecil na

(Ada yang kecilnya)

Pembeli 2 : Itu terlalu kecil ki issede

(Kalau yang itu terlalu kecil)

Penjual : iniaa.ee

Ini

Kutipan dialog pada data tersebut memperlihatkan adanya campur

kode yang di sebabkan oleh tuturan yang diucapkan si penjual ataupun si


pembeli di pasar Lambocca, di dalam percakapan dialog ini terdapat tiga

orang penutur, dua orang pembeli dan satu orang penjual di dalam

percakapan ini membahas tetang rok sekolah yang ingin di belih oleh seorang

ibu-ibu untuk anaknyai, dan terdapat campur kode bahasa indonesi dalam

bahasa daerah adapun tuturanya yang akan di jelaskan maksud dari tuturan

tersebut. Pembeli 1 bertutur dalam bahasa daerah “punna tuka tenre isse

nassitaba” artinya ke dalam bahasa indonesia “Kalu itu tidak muat”

maksudnya dari tuturan tersebut kalau rok sekolah yang ia pengan itu tidak

muat di pinggang anaknya . Kemudian si penjual “punna battu riballa ta

tena sicoco kierangi mae anrinni ibu” arti dalam bahasa indonesia “Kalau

samapi di rumah terus tidak cocok, bawa kembali ke sini ibu” maksudnya

kalau roknya tidak cocok bisa di kembalikan barangny. Pembeli 1 “ia tea

mami pelakki anunna dondoenna” artinya dalam bahasa indonesia “Iya yang

penting tidak di buang gantu-gantungannya (merek)” maksudnya barangnya

bisa di kembalikan asalkan merek roknya tidak di lepas sebagai bukti kalau

roknya masi utuh belum di paki. Pembeli 2 “sama ji itu anuku” arti dalam

bahasa indonesia “Sama dengan punya ku” maksudnya ukuran badanya

sama besar dengan badan yang akan di belikan rok, dan di sini muncul

penutur orang ketiga dan terdapat penggunakan bahasa campur kode yaituh

kata “sama” yang bahasa daeranya “assingkamma” dan pada awalnya

pembeli 1 dan penjual menggunakan bahasa daerah dan tiba-tiba hadir

pembeli 2 sebagai orang ke tiga dengan menggunakan bahasa indonesia atau

bahasa campur kode walaupun pembeli 2 menggunakan bahasa indonesia


pembeli dan penjual mengerti denga bahasanya. Si penutur pembeli 2 tetap

menggunakan bahasa indonesia atau pun bahasa campur kode walaupun

pembeli 1 tetap menggunakan bahasa daerahnya. Selain dari bahasa campur

kode yang di tuturkan di atas oleh orang ke tiga adapun campur kode yang di

ucapkanya dalam dialog tersebut yaituh kata “besarki ini” kata besar dalam

bahasa daerahnya yaituh “lompo” maksudnya kalau rok yang ia pegan

terlalu kebesaran lagi. Dan kata campur kode selanjutnya yaituh “ itu terlalu

kecilki issede” kata dari “terlalu kecilki” adalah bahasa indonesia sedangakan

kata “issede” adalah bahasa daerah yang artimya “lagi” maka di dalam

tuturan yang terletak di pasar lambocca tepatnya di penjual rok sekolah

antara pemebeli 1, pemebeli 2 dan penjual. Yang termasuk penutur ketiga

disini dengan menggunakan bahasa campur kode yaitu pembeli 2 sebagai

orang ketiga yang menggunakan bahasa campur kode dalam tuturan tersebut.

Hubungan yang terjadi dalam percakapan tersebut terkesan dilakukan dengan

santai oleh masing-masing pihak.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Masuk pada pembahasa inti dari hasil penelitian yaituh penelitian ini

mengungkapkan beberapa Masalah yang di angakat dalam penelitian ini

adalah campur kode bahasa indonesia dan bahasa daearah dalam peristiwa

jual belih di pasar lambocca kabupaten Bantaeng yang di dalam terdapat tiga

bagian yaituh (1) Campur kode dalam bentuk kata, (2) campur kode dalam

bentuk frase, (3) campur kode dalam bentuk perulangan kata. Dan adapun

faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode di pasar lambocca


kabupaten Bantaeng yaituh (1) Lupa pada bahasa daerahnya, (2) melakukan

penegasa, (3) fokus pada topik dan (4) hadirnya orang ke tiga. Dalam

penelitian ini menggunkan teori sosiolinguistik, yaituh Sosiolinguistik

bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”. Sosio sama dengan kata sosial

yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang

mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur- unsur bahasa dan

antara unsur- unsur itu. Jadi, sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun

teori- teori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa. Berdasarkan

pengertian sebelumnya, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas

aspek–aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan- perbedaan

yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor

kemasyarakata.

Kajian sosiolinguistik sangan cocok pada penelitian ini karna sangat

berkaiatan yang dapat di teliti di pasar lambocca kabupaten bantaeng, dapat

kita lihat pengertian tentang sosiolinguistik diatas yaitu hubungan tentang

masyarakat dan bahasa sedangkan yang di diteliti yaitu bahasa masyarakat

bantaeng antara penjual dan pembeli di pasar lambocca ini sangat berkaitan

karana pokok permasalah yaituh tentang masyarakat sosial dan bahasa

campur kode di lingkunga pasar lambocca itu sendiri. Dan lebih tepatnya

dengan mengambil salah satu teori di dalam sosiolinguistik menurut para

ahali yaituh Nababan (dalam Sumarsono 2002: 4 ) Senada dengan Halliday

dalam pernyataanya “sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa


sehubung dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat” patut di

ingat sekali lagi seorang penutur bahasa adalah anggota masyarakat tutur.

Selain dari itu data ini dapat dipaparkan perbandingan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian yang telah peneliti lakukan. Hal ini

bertujuan untuk mengetahui persamaan, perbedaan maka dapat diketahui

relevansi antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Dalam hal ini,

peneliti akan membandingkan penelitian yang dilakukan oleh Dhanang Tri

Atmojo dari jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Muhammadiyah Surakarta dengan mengangkat judul Campur Kode dalam

kelompok masyarakat perantau di desa kedung bangos Sidomakmur.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan peristiwa campur kode intern yang

berwujud peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa ( bahasa inggris

dan arab). Adapun bentuk campur kode yang terjadi berupa campur kode

kata, campur kode frase, campur kode klausa, dan campur kode perulangan

kata.

Tujuan utama dalam penelitian ini untuk mengetahuai sejauh mana

penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar pada masyarakat

bantaeng, dan sesuai hasil penelitian yang di dapatkan adalah masi banyak

masyarakat menggunakan bahasa campuran yaitu bahasa daerah dan bahasa

indonesia di sebut bahasa campur kode sehingga bulum ada peningkata

berbahasa indonesia yang baik dan benar karna masyarakat masi dominan

menggunkana bahasa daerahnya. dan apabilah ada orang asing dari luar

daerah dan masunk ke pasar lambocca lalu menggunakan bahasa selain dari
bahasa daerah seperti halnya bahasa bugis kemudian menggunakanya pada

saat membeli sesuatu lalu si penjual tidak mengerti dengan bahasanya maka

yang harus dilakuakan adalah penjual dan si pembeli haru saling menguasai

bahasa indonesia sehingga bisa menyatukan mereka bisa saling mengerti dan

memahami.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode di antaranya

untuk mengimbangi kemampuan berbahasa masyarakat, dan suda menjadi

kebiasan warga setempat menggunakan bahasa daerahnya, rendahnya

penguasaan kosakata bahasa Indonesia sehingga masi terjadi penyelipan

kode antara bahasa indonesia dengan bahasa daerah, dan adanya unsur tanpa

disadari yang dilakukan oleh si penutur Lebih jauh lagi.

Persamaan yang di lakukan peneliti sebelumnya dari Dhanang Tri

Atmojo dengan yang di teliti oleh si peneliti ialah Persamaa tersebut pada

dasarnya masih bersifat umum dalam sebuah penelitian. Adapun persamaan

yang bersifat khusus terletak pada kemiripan judul yaituh masing-masing

meneliti tentang campur kode dan kemiripan rumusan masalah. Di samping

itu juga terdapat persamaan referensi yang digunakan. Hal ini disebabkan

terbatasnya referensi buku di perpustakaan. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian Dhanang Tri Atmoj terletak pada objek dan tempat terjadinya

peristiwa tutur. Penelitian Dhanang Tri Atmojo mengambil tempat di

surakarta kedung bangos Sidomakmur, sedangkan penelitian ini mengambil

tempat di kecamatan pa’jukukan kabupaten bantaeng. Dan Dhanang Tri

Atmojo meneliti masyarakat perantau denga menggunakan campur kode


yang lebih dari dua bahasa sedangkan penelitian ini menggunakan dua

bahasa yang di lakukan d pasar lambocca antar pembeli dan penjual.

Perbedaan lain terdapat pada data yang dianalisis.

Di samping itu, perbedaan juga terlihat pada hasil analisis data dan

pembahasan. Dhanang Tri Atmojo mengambil data tiap harinya karna

perantau yang dapat di teliti tiap hari ada pada tempat kerja atau dirumahnya

dan dapat mengambil data yang di perlukannya. Setiap pertemuan dibagi

menjadi beberapa cuplikan. Dengan demikian, gambaran penggunaan

campur kode mudah untuk dipahami. Di samping itu, penelitian tersebut

juga mendeskripsikan kegiatan para perantau. Sedangkan penelitian ini

mengambil data hanya dua kali satu minggu karna pasar lambocca hanya

rame pada hari senin dan kamis hanya dua kali semingu.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat di paparkan sesuai hasil dari penelitian

sesuai masalah yang diangkat. Penelitian yang di lakukan adalah penelitian

yang berjudul (Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah pada

Peristiwa Jual Beli di Pasar Lambocca di Kabupaten Bantaeng) adapun

pengertian dari campur kode yaituh campur kode dalam penelitian ini adalah

peristiwa percampuran kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah.

Dalam peristiwa tutur yang melibatkan dua orang, seorang penutur

menggunakan kode A (seperti bahasa daerah) dan dalam proses campur kode

B (bahasa Indonesia) maka perpindahan pemakaian bahasa seperti itu disebut

campur kode .

Peristiwa campur kode dalam masyarakat bantaeng yang terjadi di

pasar lambocca desa Biangkeke kecamatan Pa’jukukan kabupaten Bantaeng

dengan menggunakan bahasa daerah campur kode dengan kode dasar ke

dalam bahasa Indonesia. Bahasa pada masyarakat Bantaeng yang terjadi di

pasar Lambocca antara pembeli dan penjual perubahan bahasa terjadi karena

penutur ingin menekankan apa yang diinginkannya sehingga akan mendapat

perhatian dari pendengarnya. Adapun wujud campur kode dalam penelitian

ini terdapat tiga bagian yaituh, (1) Wujud campur kode berupa penyisipan

kata, (2) Campur kode berupa frase dan, 3) Wujud campur kode berupa

perulangan kata.
Adapun faktor terjadinya campur kode, (1) Penutur lupa bahasa

daerahnya, (2) Penutur melakukan penegasan, (3) Fokus pada topik

pembiacaraan, (4) Hadirnya penutur ketiga dan. Dari ke empat faktor

tersebut itulah yang biasa membuat seorang penutur menggunakan bahasa

campur kode akan tetapi walaupun bahasa keseharian mereka mengunkan

bahasa daerah masyarakat Bantaeng ini masi menyelipkan bahasa indonesia

dalam bahasa daerahnya, walaupun hanya sesekali saja, pada saat

menggunakan bahasa campur kode mereka tidak merasa terganggu ataupun

merasa tidak nyaman karana itu suda jadi kebiasaan merek.

Sesuai masalah yang di angakat dalam peneliti ini peneliti dapat

mengetahuai hasil sesuai apa yang di teliti dan di dapatkan secara nyata dan

fakata di pasar Lambocca di Kabupaten Bantaeng bahawa masyarakat

bantaeng khususnya di kecamatan pa’jukukang desa biangkeke di pasar

Lambocca masi banyak menggunakan bahasa campur kode yaituh bahasa

indonesi ke dalam bahasa daerah sehingga penggunaan bahasa indonesia

yang baik dan benar tidak ada peniangkatan. faktor karna adanya bahasa

campur kode.

B. SARAN

Adapun saran yang perlu di perhatikan oleh peneliti selanjutnya pada saat

penelitian berikutnya yaituh,


1) Kepada masyarakat yang biasa menggunakan bahasa campur kode di

harapkan agar mengurangi bahasa campur kode untuk meningkatkan

penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar

2) Penulis mengharapkan kedepannya, bila ada yang mengambil rancangan

penelitian selanjutnya tentang bidang sosiolinguistik khususnya campur

kode, skripsi ini bisa bermanfaarmanfaat untuk di jadikan referensi dan

pengetahuan bagi peneliti lain.

3) Bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusa bahasa indonesia

agar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai bentuk campur kode

serta faktor-faktor penyebab terjadinyafenomena tersebut.


Daftar Pustaka

Abdul Chaer dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik, Perkenalan Awal:


Jakarta PT Rineka Cipta

Abdul Chaer dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Aslinda, dan Syafyahya Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT.


Refika Aditama

Alwasilah, Chaedar. 1993 . Sosiologi Bahasa. Bandung: angkasa.

Apriana, Aulia. 2006. Mixi and Switching in Sms massager. Jurnal. Malang: State
Universitiy of Malang

Bram dan Dickey. Norma H.. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa dalam Konteks
dan Kebudayaan dalam Ohoiutung. Paul 2007. Jakarta

Chaer. 2003. Sosiolinguistik. Yokyakarta: Pustaka Belajar

Djadjasudarma Fatimah. 1999. Semantik II. Jakarta: Refika

Kesuma. Mas Toyo. Tri. 2007. Pengantara (metode) Penelitian Bahasa.


Yokyakarta: Carasvatibooks

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode dan


Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers

Meleong, Lexi J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Nababa P.W.Z 2002. dalam Sumarsono. Sosiolinguistik. Suatu pengantar: jakarta

Nursalam. 2016. Teori Sosiologo. Yogyakarta: Writing Revolution

Ohoiutung, Paul. 2007. Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks,


Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesain Blanc

Podjosoedarmo, Soepomo. Kode dan Ali Kode. Yogyakarta: Balai Penelitian


Bahasa Yogyakarta

Rahardi, Kunjana 2001. Sosiolinguistik Campur Kode dan Ali Kode. Yogyagarta:
Pustaka Pelajar

Rahardi. 2005. membangun Bahasa Santung. Makassar: Muhammadiyah


Makassar
Rahardi, Kunjana. 2010. Kajin Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alikode. Bogor:
Galia Indonesia

Rahardik. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alikode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ruben, Stewart. 2013. Komunikasi dan Perilaku. Rajagrafindo Pesada: edisi


kelima, 2006

Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yokyakarta. Tiara Wacana

Sumarsono , dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: sabda


danpustaka belajar.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar.

Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studu Agama,


Budaya dan Perdamaian)

Nirmala, Vita. 2013. Tukul Arwana Dalam Buku Empat Mata: Analisis Alikode
dan Campur Kode.Kandai: Jurnal Bahasa Dan Sastra, Vol 9 (2) :302;313.

Murliati dkk. 2013.Campur Kode Tuturan Guru Bahasa Indonesia Dalam Proses
Belajar Mengajar: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang”.
Jurnal Pendidikan (online), Volume 1 No 2,
(http:/www.ejoernal.ump.ac.id.)

Sihwatik. 2017. Kajian Fungsi dan Makna Ungkapan Tradisional Wacana Sorong
Serah Aji Krama di Kabupaten Lombok Barat daan Relevansinya dalam
Pembelajaran Mulok di SMP. Jurnal Ilmu Bahasa vol. 3.
http:/ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret.
LAMPIRAN
Tabel 2 : Data hasil penelitian (Catatan Lapangan dan Data Rekam)
(Terdapat di penjual sayuran)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian


(catatan lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak: Catak Kamis 05 juli Tempat penjual Nama: Basse


2018 pukul 09.30 sayur
Ausia: 25 tahun

2 Paparan hasil:
Basse : tassikura tomat ta ibu
Penjual : lima ribu ini
Basse : yang itu ia?
Penjual: yang mana
Basse: yang ini moo
Penjual : lombo ia?
Basse: tassikura lombotta ia?
Penjual: ini lima ribu.ee
Basse: ka’jalana
Teamaki lombo ia di,,, jekamo tomaka

Komentar:
Tuturan di atas termasuk tuturan campur kode dalam bentuk kata yang
terdapat pada kata tomat adalah bahasa indonesia dan kata lambate dari
bahasa daerah
(Terdapat di penjual kosmetik)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian


(catatan lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak: Catak Senin 02 juli Tempat Nama: rini


2012 pukul 10.15 penjual
kosmetik Ausia: 20 tahun

2 Paparan hasil:
Rini: joka ba’langga cantik-cantika de, anung berkarat
Penjual: apayya..? kau erok cantik-cantik na nuero lammoro
Rini: pepayaa, bunga intuaaaa
Penjual: E.eeee,,
Rini: joka sekrea gammaraka pammoneanna
Penjual: le’bami kapang nu bonkara-bokara jeka lasso
Rini: le’ba memang mi ku bongkara
Penjual: injo le’ba na bonkara nampa nakua joka canti-cantika

Komentar:
Tuturan di atas termasuk campur kode dalam bentuk perulangan kata di
dalamnya terdapat si pembeli menyebut kata cantik-cantik dengan
menggunalan bahasa indonesi dan dalam bahasa daerahnya adalah gammara
campur kode ini di katakan dalam bentuk perulangan kata karna penutur
menyebut kata cantik-canti adalah termasuk perulangan kata
(Terdapat di Penjual Pakaian)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian (catatan


lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak: Catak Kamis 28 juni Tempat di Nama: Basse


2018 pukul 10.07 penjual
Pakaian Ausia: 25 tahun

2 Paparan hasil:
Basse: O.eeee, nia baju tidurtaa
Penjual: joka nai ia, nukare ki apa joka baju tinro
Basse: tassikura
Penjual: empat pulu panjang celana
Basse: na ka’jala kamma dendee
Penjual:kupeppe ki anne jeka
Basse: ka ka’jala dudi
Penjual: mahal memang sayang, anjo dora dongo.ee
Basse: punna ruang pulo eroja
Penjual: idendeee ka mana modala’na tuka betenu tuka pala-palakki ia la’bi
tallumpulo modala’na na ruampulo nu palakkangi

Komentar:
Tuturan di atas termasuk campur kode karna menggunakan dua bahsa yaitu
bahsa indonesia dan bahasa daerah campur kode ini termasuk dalam bentuk
frase yaitu dua gabungan kata yang rengga. Tuturan yang terdapat pada
percakapan tersebut yaitu dengan menggunakan bahasa indonesia dari kata baju
tidur dan arti dalam bahasa derah baju tinro dua kata ini dapat renggang dan
dapat menyatu.

(Terdapat di penjual pakaian)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian


(catatan lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak: Catak Kamis 28 juni Tempat penjual Nama: dg kanang


2018 pukul 08.30 sayur
Ausia: 37 tahun

2 Paparan hasil:
penjual: iyee apa ki boya kareng
Dg kanang: selimu
Penjual: selimu
Dg kanag: selimu mingka joka bolayya
Penjual: selimu bola, tanre kaminne ji a’bungkusukaola
Dg kanag: kaminjo minjo bolayya na boya
Penjual: selimu bola, selimu mingka niaka gambarang bolana ta limampulo
sakbua

Komentar:
Tuturan di atas termasuk campur kode, yang di dalam percakapan ini penutur
melakukan penegasan, kata di penegasan yang terdapat dalam percakapan
tersebut yaitu kata selimut si penjual bertanya kembali selimut, dan si pembeli
memperjelas dan menegaskan pula bahwa selimut yg ia cari adalah selimit
bola. Kata ini termasuk kata penegasan/memperjelas
(Terdapat di penjual Obat)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian


(catatan lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak: Catak Senin 09 juli Tempat Nama: ibu roati


2012 pukul 11.15 penjual obat
Ausia: 45 tahun

2 Paparan hasil:
Roati: tei obak bati ia
Penjual: sukurayya..? lima ribua, dua ribua flutamol, mixagrip
Roati: tenai prastamol
Penjual: iya, flu flutamol tenai prastamol
Roati: iya flutamol
Penjual: nia batukna ia

Komentar:
Tuturan di atas termasuk campur kode, di dalam percakapan antar penjual
obat dan pembeli, dalam tuturan ini penjual dan pembeli melakukan
percakapan tentang obat hanya fokus pada satu topik yaitu membahas tentang
obat, obat-obat yang akan di belo oleh pembeli.

(Terdapat di Penjual Pedakan kaki lima)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian (catatan


lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR


1 Simak: Catak Kamis 28 juni Tempat di Nama: sanawing
2018 pukul 10.05 penjual Pedaan
kaki lima Ausia: 27 tahun

2 Paparan hasil:
Sanawing: nia rinso dayya lompoa
Rinso dayya
Rinso dayya nia lompoa
Penjual: dayyah satu kilo ada
Sanawing: berapa
Penjual:enambelas ribu
Sanawing: dayyah ta mo sekre yang satu kiloa
Penjual: dayyah satu kilo satu

Komentar:
Tuturan di atas adalah tuturan campur kode karna di dalam percakap ini
menggunakan dua bahasa yaituh bahasa indonesia dan bahasa daerah terjadinya
campur kode karna penutur lupa dengan bahasa daerahnya sehingga berahli ke
bahasa indonesia atau faktor dari respon penutur sehingga lupa denga
bahasanya

(Terdapat di Penjual pakain sekolah)

Data penelitian yang telah di kumpulkan setelah di lakukannya penelitian (catatan


lapangan dan data rekam)

TEKNIK WAKTU TEMPA PENUTUR

1 Simak: Catak Kamis 12 juli Tempat di Nama: dg kama


2018 pukul 10.07 penjual Pakaian
sekolah Ausia: 50 tahun
Nama: dg satu
Ausia: 35 tahun

2 Paparan hasil:
Dg kama : nia rok pasikolata
Penjual : rok SMA
Dg kama: SMK
Penjual:SMK ada ji, model begini
Dg satu: iya model begitu
Injo uranna ammarrang-marrangi rawa rianu ri campagaloe tenre beng na
assulu kartu lulusna
Dg kama: tenre beng suratna dende
Dg satu: tenre na lulusu
Dg kama: iya minjo kapang kaminjoa
Dg satu: tidak ji na besar sekali ini.e
Dg kama: tenre ja kapang na lompo ka tau tinggi
Dg satu: lompodudu ayakna dende.e
Penjual: siapa mau pake I
Dg satu: kopenakan
Dg kama: lompoanggangi kalenna na jeka
Penjual: kenpa ndak di bawa ki
Dg satu: tidak mau I dende
Penjual: ini cantik cantik
Dg kama: assitaba-taba tawwa ayakna jeka
Dg satu: lompo kamma intu dende
Dg kama : Punna tuka tenre isse nassitaba
Penjual : Punna battu riballa ta tena sicoco kierangi mae anrinni ibu
Dg kama : Ia tea mami pelakki anunna dondoenna
Dg satu : Sama ji itu anuku
Penjual : Punna assingkamma ji kitte mo ni ukkuru, punna coco ji iya
Dg satu : Ka lompo aya’na dii ?
Dg kama : Lompo aya’na iya
Dg satu : Lompo aya’na, kodi todo ni cini punna rok loe pallanti’na
Besar pinggangnya, jelek di lihat kalau rok banyak jahitanya
Dg kama : Anre kusseng nomor apanna
Dg satu : Besar ki ini
Penjual : Ada ji kecil na
Dg satu : Itu terlalu kecil ki issede
Penjual : iniaa.ee

Komentar:
Tuturan diatas termasuk campur kode, faktor terjadinya campur kode biasa
terjadi karna hadirnya orang ke tiga, pada saat pembeli dan penjual berbicara
dengan menggunkan bahasa daerah dan dan hadirnya orang ke tiga dalam
bertutur dengan menggunakan bahasa indonesia, akan bahasa yg di gunakanya
di mengerti oleh keduanya seperti percakapan diatas.
DOKUMENTASI
RIWAYAT HIDUP

Satriani. Dilahirkan di Rumbia Kabupaten Jeneponto pada

tanggal 07 juni 1996, dari pasangan Ayahanda Nurdin dan

Ibunda Hanipa. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun

2002 di SDI 159 Pangi Kabupaten Jeneponto dan tamat

tahun 2008, tamat SMP Negeri 1 Rumbia Tahun 2011, dan

tamat SMA Negeri 1 Bantaeng tahun 2014. pada tahun yang sama (2014), penulis

melanjutkan pendidikan pada program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar.

Anda mungkin juga menyukai