Anda di halaman 1dari 79

TINDAK TUTUR DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA

KARYA HABIBBURAHMAN EL-SHIRAZY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

MEGAWATI
1053 37708 312

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : MEGAWATI
Tempat/Tanggal Lahir : Pakatto Caddi, 29 Oktober 1992
NIM : 10533 7083 12
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : Tindak Tutur Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta
Karya Habibburahman El-Zhirasy

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:


1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini, saya yang
menyusunnya sendiri (tidak dibuatkan oleh siapa pun).
2. Dalam penyusunan skripsi ini yang selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penciplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi
saya.
4. Apabila saya melanggar perjanjian saya seperti butir 1, 2 dan 3 maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang ada.

Demikianlah perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Oktober 2016


Yang Membuat Perjanjian,

MEGAWATI
10533 7083 12
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : MEGAWATI
NIM : 10533 7083 12
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : Tindak Tutur Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta
Karya Habibburahman El-Zhirasy

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim
penguji adalah asli hasil karya sendiri, bukan hasil ciplakan atau dibuatkan orang
lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia
menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Oktober 2016


Yang menyatakan,

MEGAWATI
10533 7083 12
MOTO DAN PERSEMBAHAN

Berusahalah kamu untuk senantiasa memberikan kebahagiaan bagi orang lain,


walaupun kamu lagi terpuruk sekalipun.

Waktu itu bagaikan sebilah pedang, kalau engkau tidak memanfaatkannya, maka
ia akan memotongmu

Harga kebaikan seseorang diukur dari apa yang diperbuatnya


(Ali bin Abu Thalib)

PERSEMBAHAN
“Akhirnya kupersembahkan karya ini kepada Ibunda, Ayahanda, dan Suamiku
serta keluargaku tercinta yang tidak dapat kusebutkan. Atas segala doa,
pengorbanan, dan restunya dalam setiap langkahku. Semoga Allah Swt. senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita semua Amin”
(Akhir dari sebuah goresan perjalanan hidup)

viii
ABSTRAK

Megawati, 2016. “Analisis Tindak Tutur dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya
Habibburahman El-Zhirasy” dengan pendekatan pragmatik. Skripsi Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar. A. Rahman Rahim pembimbing I dan
Djuanda pembimbing II.
Tujuan penelitian ini mendeskripsikan bentuk- bentuk tindak tutur yang
terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Penelitian ini dilakukan pada bulan April
2016 sampai Juli 2016. Adapun data dalam penelitian adalah isi dari novel Ayat-
Ayat Cinta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung, membaca,dan mencatat.
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh atau ditemukan bahwa
novel Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman El-Zhirasy banyak atau sarat
dengan bentuk-bentuk tindak tutur dalam hal ini, berupa tindak lokusi, tindak
ilokusi,dan tindak perlokusi. Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman El-
Zhirasy, menceritakan tentang kisah percintaan yang Islami sesuai dengan ajaran
agama Islam yang di dalamnya seperti aqidah, fiqh, hubungan lelaki dan
perempuan, hubungan non-muslim dan sebagainya antara Fahri, Maria, dan Aisya.
Latar yang digunakan novel tersebut adalah negara Mesir. Alur yang digunakan
pengarang adalah alur maju dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama.
Bahasa yang terdapat dalam novel tersebut adalah Bahasa Indonesia, Arab,
Inggris, dan Jerman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di dalam novel Ayat-Ayat Cinta
karya Habibburahman El-Zhirasy terdapat 3 jenis tindak tutur dengan masing-
masing memiliki pembagian di dalamnya yang dituturkan oleh para tokoh dalam
novel tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa novel Ayat-Ayat
Cinta karya Habibburahman El-Zhirasy adalah novel yang sangat layak untuk
diapresiasikan. Karena di samping dapat dinikmati kronologis ceritanya yang
sangat menarik, juga dapat memberikan nilai-nilai keislaman serta memberikan
pengetahuan baru terhadap bahasa khususnya jenis-jenis tindak di dalam novel
tersebut.

Kata Kunci : Pragmatik, Tindak Tutur, dan Novel

ix
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam, karena dengan rahmat

dan hidayah-Nya jualah sehingga Skripsi ini dapat terwujud dalam bentuk

sederhana. Salawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad saw. yang

telah menuntun kita semua ke arah keselamatan melalui jalan yang dibawanya.

Sebagai seorang penulis pemula, penulis menyadari sepenuhnya bahwa

penyusunan Skripsi ini tidak luput dari adanya hambatan dan kesulitan yang

dihadapi. Namun, berkat doa dan ketekunan serta usaha yang sungguh-sungguh,

utamanya ridho dari Allah Swt. maka hambatan yang dialami dapat teratasi

dengan baik, begitu pula dengan adanya bantuan dari beberapa pihak yang

senantiasa memberikan dukungan moral sejak dimulai penulisan Skripsi ini.

Segala rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada kedua orang tua penulis yaitu Mahmud dan Hasnah yang telah berjuang,

berdoa, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam pencarian ilmu

untuk menjadi orang yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa. Demikian

pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah

mengikhlaskan sebagian haknya untuk penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi sejak pendidikan dasar hingga sarjana, kepada;

Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum pembimbing I dan Dr. Djuanda, M.Hum

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi sejak

awal penyusunan Skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih

kepada;

Dr. H. Abd. Rahman Rahim, M.M., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar

x
Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Munirah, M.Pd.,

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, serta dosen dan para staf

yang telah membantu penulis dalam proses pencarian ilmu di Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuanganku.

Teman - teman penulis kelas D Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2012

terima kasih atas motivasi, saran, dan kebersamaannya kurang lebih empat tahun.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar skripsi ini dapat

bermanfaat pada penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta bisa

dikembangkan lagi lebih lanjut. Amin.

Makassar, Oktober 2016

Penulis

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................iv

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................v

SURAT PERNYATAAN....................................................................................vi

SURAT PERJANJIAN.......................................................................................vii

MOTO..................................................................................................................viii

ABSTRAK...........................................................................................................ix

KATA PENGANTAR........................................................................................x

DAFTAR ISI.......................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................7

C. Tujuan Penelitian......................................................................................7

D. Manfaat Penelitian....................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka.......................................................................................9

B. Kerangka Pikir..........................................................................................29

BAB III METODE PENELITIAN

A. Fokus Penelitian.......................................................................................32

B. Data dan Sumber Data..............................................................................32

C. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................33

D. Teknik Analisis Data................................................................................33


xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Penelitian........................................................................35

B. Pembahasan Hasil Penelitian....................................................................58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan...................................................................................................61

B. Saran.........................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu melakukan interaksi atau

hubungan dengan sesamanya adalah bahasa. Bahasa dan manusia merupakan dua

hal yang tidak dapat pipisahkan, dalam arti keduanya berhubungan erat. Bahasa

merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia karena dengan bahasa

manusia dapat mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran atau gagasannya.

Agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik, manusia harus menguasai

keterampilan berbahasa. Tarigan (1986) menyatakan bahwa keterampilan

berbahasa meliputi empat macam, yaitu keterampilan menyimak, berbicara,

membaca, dan menulis. Setiap keterampilan bahasa mempunyai hubungan yang

erat dan konsep berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan

pikiran, semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas pula

pikirannya.

Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk

menjelaskan isi teks untuk memahami alam genre (jenis) sastra. Tindak tutur

digunakan pada dasarnya seseorang dalam mengucapkan ekspresi itu ia tidak

hanya berekspresi tetapi ia juga memindahkan sesuatu dalam bentuk bahasa.

Seorang dapat dikatakan menguasai bahasa tidak hanya sekadar mengetahui arti

ribuan kata, tetapi orang dapat dikatakan menguasai bahasa apabila dia mampu

1
2

meghasilkan kalimat-kalimat yang belum pernah didengar sebelumnya. Oleh

karena itu, dapat berbahasa dengan baik orang perlu belajar berbahasa.

Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Bahasa

merupakan alat komunikasi yang paling baik diantara alat-alat komunikasi

lainnya. Tindak tutur biasa terjadi dalam komunikasi sosial di masyarakat yang

melibatkan antara penutur dan lawan tutur pada umumnya, pengetahuan tentang

status pihak-pihak yang terlibat dalam penuturan, dan maksud tersirat dari

penuturan, ini termasuk dalam studi pragmatik.

Bentuk tuturan ini bukan hanya berbentuk lisan, namun peristiwa tindak

tutur itu terdapat pula dalam wacana tulis misalnya dalam bentuk sastra. Oleh

karena itu dalam setiap proses komunikasi terjadilah yang disebut peristiwa tutur

atau aktifitas bicara dan tindak tutur atau perilaku bahasa.

Menurut Austin dalam Sumarsono (2013:323) bahwa mengucapkan

sesuatu adalah melakukan sesuatu, dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk

membuat kejadian karena kebanyakan ujaran, yang merupakan tindak tutur

mempunyai daya-daya. Lokusi adalah merupakan tindak yang menyatakan

sesuatu tetapi tindak tersebit tidak menuntut pertanggungjawaban lawan tutur.

Ilokusi merupakan tindak yang menyatakan sesuatu dengan maksud isi

tuturan untuk menuntut pertanggungjawaban penutur . Jadi dalam hal tertentu,

daya ilokusi itu merupakan fungsi tindak tutur yang inheren (padu) dalam tutur.

Perlokusi adalah suatu tindak yang mempengaruhi kondisi psikologi lawan tutur

agar menuruti keinginan penutur. Perbedaan mendasar antara daya lokusi, daya

ilokusi, dan daya perlokusi dari ketiga bentuk tutur ini yaitu ada tuturan yang
3

tidak mengharapkan apapun dari lawan tuturnya ada juga yang menuntut adanya

pertanggung jawaban serta adapun yang dapat mempengaruhi lawan tuturnya agar

menuruti keinginannya.

Wacana adalah suatu bahasan yang kompleks dan lengkap karena di

dalamnya terdapat fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan

karangan yang utuh. Wacana fiksi terdiri dari wacana prosa yaitu wacana yang

disampaikan atau dituliskan dalam bentuk prosa berupa novel, cerpen, artikel,

makalah, skripsi, tesis, dan lain sebagainya. Wacana tulis adalah wacana yang

diwujudkan secara tertulis. Untuk menerima dan memahaminya si penerima harus

membacanya. Contoh jenis wacana ini adalah surat, telegram, pengumuman

tertulis, deskripsi, cerita pendek, novel, puisi, dan wacana jurnalistik.

Black (2011) dalam wacana sastra tentu akan berbeda dari percakapan

keseharian dan dari beberapa wacana tulis lainnya, karena semua karya yang

diterbitkan tentunya sudah dikomposisi dan direvisi secara seksama. Bahkan, di

dalam dialog fiksi, kesalahan ucap yang tidak disengaja dan referensi yang tidak

jelas seperti yang banyak dijumpai dalam bahasa lisan jarang dipresentasikan.

Pada dasarnya cerita fiksi tidak hanya diambil dari hasil imaji seorang

penulis, akan tetapi juga bersumber dari kehidupan nyata, hanya saja bahasa

dalam wacana sastra lebih diperhalus untuk menimbulkan kesan tertentu pada

pembaca. Ini berarti meskipun berbeda antara wacana sastra dengan percakapan

keseharian, namun jika dilihat dari bentuk tuturan atau percakapan tidaklah jauh

perbedaan itu. Seperti dalam situasi percakapan keseharian, pasti ada tindakan-

tindakan dalam tuturan yang memberikan ruang terjadinya berbagai tipe tindak
4

seperti meminta, memohon, mengajak, mengizinkan, dan sebagaimana yang

terdapat dalam jenis tindak tutur.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa setiap penciptaan karya sastra tidak

terlepas dari peristiwa tindak tutur yang mana bentuk peristiwa ini paling baik di

antara alat-alat komunikasi lainnya yang memudahkan seorang pengarang dalam

meluangkan imajinasinya baik itu bentuk lisan maupun tulisan. Karena karya

sastra diciptakan bukan sekadar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan

diambil mamfaatnya.

Sebuah novel memiliki alur kisah kehidupan. Kisah ini dapat diungkapkan

dengan gaya, cerita, narasi atau percakapan tokoh. Percakapan dalam sebuah

novel mempunyai konteks sesuai dengan situasi yang terdapat dalam novel

tersebut. Percakapan seperti ini dapat dianalisis dengan pendekatan pragmatik.

Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro,1995) menyatakan bahwa untuk memahami

sebuah percakapan yang memiliki konteks tertentu, kita tidak hanya

mengandalkan pengetahuan leksikal dan sintaksis, melainkan harus pula disertai

dengan interpretasi pragmatik. Dengan demikian, jelas bahwa novel yang berisi

banyak percakapan dapat dianalisis tindak tuturnya. Kajian pragmatik linguistik

pada karya sastra. penelitian ini akan membahas tindak tutur yang terdapat dalam

karya sastra dengan pendekatan pragmatik bukan hanya makna karya sastranya.

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang di dalamnya banyak

mengandung nilai-nilai kehidupan yang berisi amanat atau nasehat. Dalam novel

tersebut, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang
5

mampu mendidik manusia, sehingga manusia diharapkan dapat mencapai hidup

yang lebih baik sebagai makhluk yang dikarunia akal, pikiran, dan perasaan.

Novel Ayat-Ayat Cinta ini adalah salah satu karya Habibburrahman El Shirazy

yang merupakan pelopor karya sastra islami yang sedang masa kebangkitannya.

H. Habibburahman El-Shirazy, Lc. Pg.D. lahir pada 30 September 1976 di

Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Beliau bekerja sebagai sutradara, Dai,

Novelis, Penyair, Sastrawan, Pimpinan Pesantren, dan Penceramah.

Habibburahman El-Shirazy adalah novelis No.1 Indonesia (dinobatkan

oleh INSANI UNDIP AWARD pada tahun 2008) selain novelis, sarjana

Universitas Al-Ashar, Kairo, Mesir ini juga karya-karyanya banyak diminati tak

hanya di indonesia, tapi juga di mancanegara seperti Malasyia, Singapura, Brunei,

Hongkong, Taiwan, Australia, dan Komunitas Muslim di Amerika Serikat. Karya-

karya fiksinya dinilai dapat membangunjiwa pembaca.

Diantara karya-karyanya yang telah beredar di pasaran adalah seperti

Ayat-Ayat Cinta (telah dibuat versi filmmya,2004), Di Atas Sajadah Cinta (telah

disinetronkan Trans TV,2004), Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Pudarnya

Pesona Ciopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Dalam Mihrab Cinta

(2007), Bumi Cinta ( 2010) dan The Romance dan kini sedang merampungkan

karyanya seperti langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening,

Bulan Madu di Yerussalem, Bumi Cinta, dan Api Tauhid yang sedang dimuat

bersambung di Harian Republika. Sebelumya novel karya Habibburahman El-

Shirazy ini pernah dijadikan bahan penelitian para mahasiswa sastra seperti novel
6

Bumi Cinta, Di Atas Sajadah Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih akan tetapi para

peneliti ini membahas tentang pendekatakan strukturalisme.

Wentuk (2012) berjudul “Struktur dan Tindak Tutur Ujar Wacana Surat

Pembaca dalam Surat Kabar Harian di Manado”. Suatu kajian pragmatik yang di

dalamnya Wentuk menyimpulkan bagaimana jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan

perlokusi dalam wacana surat pembaca dalam surat kabar harian di Manado.

Salah satu kekhasan penggunaan bahasa juga diperlihatkan oleh

Kasmawati (2011) orang yang meninjau bentuk tindak tutur melalui objek guru

dengan siswa. Penelitian ini mengangkat judul dengan “Analisis Peristiwa Tutur

dan Tindak Tutur Guru dengan Siswa di Kelas”. Penelitian ini khusus meneliti

bagaimana peristiwa tutur dan tindak tutur yang terjadi akan berbeda-beda pada

setiap situasi tutur. Begitu pula yang terjadi di dalam kelas atau kegiatan di dalam

kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang terjadi di dalam kelas tidaklah lepas dari

adanya komunikasi. Komunikasi antara guru dan siswa dan siswa dengan guru.

Kesamaan pada penelitian ini terletak dipenggunaan bahasa tindak tutur yang

menjadi hal utama pada penelitian ini.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur dalam

wacana novel Ayat-Ayat Cinta perlu dipahami secara cermat karena di dalamnya

terdapat hal-hal yang menarik terutama pada bahasa yang dituangkan dalam cerita

secara baik dan menarik. Oleh karena itu, penelitian ini akan menelaah tindak

tutur yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habibburahman El

Shirazy dengan mengarah kepada upaya untuk menemukan tindak tutur lokusi,

ilokusi, dan perlokusi dengan menggunakan teori Austin.


7

Peneliti tertarik untuk mengkaji novel Ayat-Ayat Cinta Karya

Habibburahman El Shirazy menjadi objek kajian dalam penelitian ini karenakan

percakapan dalam sebuah novel mempunyai konteks sesuai dengan yang terdapat

dalam novel tersebut. Para tokoh Ayat-Ayat Cinta sering menggunakan bahasa

percakapan yang hanya ada dikalangan mereka seperti Allah Yubarik fik dan flat.

Kata seperti ini tidaklah semua orang mengetahui arti dari makna kata tersebut.

Dengan begitu saya tertarik akan bentuk dialog atau percakapan di dalam novel

Ayat-Ayat Cinta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah bentuk tuturan lokusi yang ada dalam novel Ayat-Ayat

Cinta?

2. Bagaimanakah bentuk tuturan ilokusi yang ada dalam novel Ayat-Ayat

Cinta?

3. Bagaimanakah bentuk tuturan perlokusi yang ada dalam novel Ayat-Ayat

Cinta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mendeskripsikan bentuk tuturan lokusi pada novel Ayat-Ayat Cinta

2. Mendeskripsikan bentuk tuturan ilokusi pada novel Ayat-Ayat Cinta

3. Mendeskripsikan bentuk tuturan perlokusi pada novel Ayat-Ayat Cinta


8

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan memahami bidang

kajian pragmatik, seperti tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca

mengenai bentuk tindak tutur yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta.

Dan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti yang lain dalam

kaitan dengan tindak tutur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan tindak tutur yang

relevan dengan penelitian ini seperti penelitian yang dilakukan Heru Susanti

(2014) yang juga pernah melakukan suatu penelitian tentang teori tindak tutur

yang berjudul analisis bentuk tindak tutur pada novel “Rembulan Tenggelam di

Wajahmu Karya Tere Liye” pada tahun 2014. Penelitian ini juga memiliki

kesamaan pada bentuk, objek, dan pengungkapan penggunaan bahasa tindak tutur.

Perbedaan dalam penelitian ini, pada peneliti sebelumnya menggunakan kajian

sosiologi sedangkan pada penelitian ini menggunakan teori pendekatan pragmatik.

Sappewali (2014) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar yang berjudul “Analisis Tindak Tutur Musyawarah

Adat Kajang Ammatoa Kabupaten Bulukumba. Melalui pendekatan sosiolingustik

yang di dalamnya peneliti menemukan ada persamaan dan perbedaan melakukan

penelitian dengan menggunakan tindak tutur. Adanya pengaruh konteks

penggunaanya termasuk norma sosial budaya penuturnya.

2. Pengertian Pragmatik

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang semakin maju saat ini. Sekitar

dua dasawarsa silam cabang ilmu bahasa ini tidak pernah disambut oleh para

pakar bahasa. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnrya para linguis bahwa upaya

menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa
9
1

didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan

dalam komunikasi. Kehadiran pragmatik hanyalah tahap terakhir dari

perkembangan linguistik yang berangsur-angsur, mulai dari disiplin ilmu yang

menangani data fisik tuturan, menjadi disiplin ilmu yang sangat luas

bersangkutan dengan bentuk, makna, dan konteks.

Pragmatik sebagai bagian dari ilmu tanda sebenarnya telah dikemukakan

sebelumnya oleh seorang filsuf yang bernama Charles Morris dalam kaitannya

dengan ilmu bahasa, pragmatik memiliki cabang, sintaksis yaitu studi relasi

formal tanda-tanda, semantik yaitu studi relasi tanda dengan penafsirannya akan

tetapi, pragmatik yang berkembang saat ini yang mengubah orientasi linguistik di

Amerika pada tahun 1970-an sebenarnya dipahami oleh karya-karya filsuf seperti

Austin (1962) dan Searle (1969) yang termasuk dengan teori tindak tutur.

Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-

situasi ujar (Leech,1993:8) dalam terjemahan Oka. Yang meliputi unsur unsur

penyapa dan yang disapa, konteks, tujuan, tindak lokusi, tuturan, waktu, dan

tempat. Adapun aspek-aspek dalam situasi ujar, yaitu:

a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa). Orang yang menyapa

(penutur) dan orang (petutur). Jadi, penggunaan penutur dan petutur

membatasi pragmatik pada bahasa lisan saja.

b. Konteks sebuah tuturan berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah

tuturan. Konteks diartikan sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang

sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur yang membantu petutur

menafsirkan makna tuturan.


1

c. Tujuan sebuah tuturan berkaitan dengan maksud penutur mengucapkan

sesuatu.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar pragmatik

berurursan dengan tindak-tindak atau performansi verbal yang terjadi dala

situasi dan waktu tertentu.

Bell (1976) mengemukakan prinsip yang dapat dijadikan dasar acuan

untuk memperkuat alasan mengenai kajian pragmatik, yaitu:

a. Tidak ada penutur bahasa yang memiliki satuan gaya yang seragam harena

setiap penutur menggunakan berbagai bahasa dan menguasai pemakainnya.

Dalam situasi yang berbeda-beda, tidak seorang pun penutur mampu

menggunakan bahasa yang persis sama.

b. Laras bahasa digunakan oleh penutur berbeda-beda bergantung pada jumlah

atau banyaknya perhatian yang diberikan kepada tuturan yang diucapkan.

Semakinsadar seorang penutur terhadap makna ucapannya, akan semakin

formal pula tuturannya.

Pragmatik mengkaji kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang

ditentukan oleh konteks kemasyarakatan. Penggunaan bahasa bersifat real atau

nyata yang melibatkan penutur dan mitra tutur dalam situasi pemakaian tertentu,

mengenai hal tertentu. Kondisi penggunaan bahasa itu ditentukan oleh konteks

kemasyarakatan.

Pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa dalam komunikasi, hubungan

antara kalimat, konteks, situasi, dan waktu diujarkan dalam kalimat tersebut.

Definisi yang dikemukakan oleh parera dapat dilihat pada berikut ini: (1).
1

Bagaimana interpretasi dan penggunaan tutur bergantung pada pengetahuan

dunia nyata (2). Bagaimana pembicara menggunakan dan memahami tindak

pertuturan (3). Bagaimana struktur kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara

pembicara atau penutur pendengar atau petutur.

Menurut Hendry Setiawan (dalam Nababan, 1987:2) yang dimaksud dengan

pragmatik ialah aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa

dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan

konteks dan keadaannya. Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada beberapa ilmu

lain yang juga mengkaji bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan

penggunaan bahasa ilmu-ilmu itu ialah filsafat bahasa.

Levinson telah mengumpulkan sejumlah batasan pragmatik yang berasal dari

berbagai sumber dan pakar, yang dapat dirangkum seperti berikut ini:

a. Pragmatik adalah telah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsir.

Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan

penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda

kalimat dengan proposisi (rencana atau masalah). Dalam hal ini teori

pragmatik merupakan bagian dari performansi.

b. Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang

tergramatisasikan atau disandingkan dalam struktur sesuatu bahasa.

c. Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup

dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, memperbincangkan segala

aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi
1

langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Secara

kasar dapat dirumuskan: pragmatik- makna- kondisi-kondisi kebenaran.

d. Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang

merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan

kata lain; telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta

menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

e. Pragmatik adalah telaah mengenai deiksis, implikatur, anggapan penutur,

tindak ujar, dan aspek struktur wacana.

Pragmatik menurut Geoffrey Leech (1993:8) adalah ilmu tentang maksud

dalm hubungannya dengan situasi-situasi tuturan (speech situation). Proses tindak

tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut. Dalam hal

ini Leech menyebutnya dengan aspek-aspek situasi tutur antara lain: pertama,

yang menyapa (penyapa) dan yang disapa (pesapa); kedua, konteks sebuah

tuturan; ketiga, tujuan sebuah tuturan; keempat, tuntutan sebagai bentuk tindakan

atau kegiatan tindak tutur (speech act); dan kelima, tuturan sebagai hasil tindak

verbal (Leech, 1993:19-20)

3. Pragmatik Dalam Penggunaan Bahasa

Leech (dalam Wijana, 2009) menyatakan bahwa upaya menguak hakikat

bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman

terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.

Dengan kata lain, jika seseorang ingin memahami sifat-sifat bahasa, ia harus

memahami pragmatik juga. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa pragmatik

berkaitan dengan penggunaan bahasa. Jika dibandingkan dengan istilah


1

competence dan performance dalam sistem Chomsky, pragmatik lebih dekat

kepada performance daripada competence. Pada sistem Chomsky (1979)

“competence” ialah perangkat atauran-aturan bahasa yang kalau dimiliki

menyanggupkan orang membuat kalimat-kalimat, performance ialah tindakan

berbahasa orang yang memang didasarkan atas competence tetapi dipengaruhi

oleh faktor lain seperti ingatan, keadaan, dan sebagainya.

Pendapat ini hampir sama dengan Ibrahim (1993:255) yang memandang

tindak tutur sebagai alat salah satu konsep yang paling menonjol dalam peneorian

linguistik masa kini. Konsep ini dianggap mampu membawa upaya ilmiah

manusia ke arah fungsi bahasa dalam komunikasi manusia. Untuk memahami

dasar suatu tuturan dalam suatu komunikasi pemahaman suatu konteks sangat

dibutuhkan. Menurut Dwy (dalam Lubis 1993:58) konteks dapat dibedakan

menjadi empat macam, yaitu: (1). Konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya

pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa

komunikasi itu (2). Konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang

sama-sama diketahui oleh pembicara atau pun pendengar (3). Konteks linguistik

yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu

kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi (4). Konteks sosial

yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara

(penutur) dengan pendengar.

Berdasarkan uraian diatas, maka teori tindak tutur adalah bagian dari

pragmatik dan pragmatik merupakan bagian dari cabang ilmu linguistik, serta

pengetahuan mengenai dunia merupakan konteks. Dengan demikian, pragmatik


1

mencakup cara-cara memakai bahasa-bahasa untuk menerapkan pengetahuan dan

untuk menginterpretasikan ucapan-ucapan. Pernyataan tersebut menunjukkan

bahwa menganalisis tindak ujar merupakan bagian dari pragmatik. Oleh karena

itu, menganalisis tindak tutur merupakan kajian dari pragmatik.

4. Peristiwa Tutur, Tindak Tutur, dan Klasifikasi Tindak Tutur

a. Peristiwa Tutur

Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau

berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang

melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,

di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Seperti interaksi yang berlangsung

antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan

menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur.

Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas

di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Dell

Hymes (dalam Chaer, 1995:62) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa

suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang huruf-huruf

pertama dirangkaikan akan menjadi akronim speeking. Penjelasan delapan

komponen itu sebagai berikut:

Setting and scene, setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutran

berlangsung sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu dan situasi

psikologis pembicaraan.

Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tutran, bisa pembicara

dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.
1

Ends merujuk pada maksud dan tujuan tuturan. Peristiwa tutur yang terjadi

di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun

pada partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan berbeda.

Act sequence terdiri atas bentuk pesan dan isi pesan.

Key mengacu pada nada, cara, atau semangat penyampaian pesan.

Instrumentalities menunjuk pada jalur bahasa seperti lisan, tulisan, melalui

telegraf atau telepon dan bentuk tuturan seperti bahasa, dialek, kode, dll

Norms mengacu pada aturan-aturan atau norma interaksi dan interpretasi.

Norma interaksi merupakan norma yang terjadi dalam cara menyampaikan

pertanyaan, iterupsi, pernyataan perintah dalam percakapan.

Genres mencakup jenis bentuk penyampaian seperti, syair, sajak, mite,

hikayat doa, bahasa perkuliahan, pedagang, ceramah, surat edaran, dan tajuk

rencana.

Menurut penjelasan di atas, peristiwa tutur terjadi pada tempat, waktu, dan

situasi tertentu. Berarti suatu peristiwa tutur terjadi pada situasi tertentu. Situasi

tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi, tidak ada

tuturan tanpa situasi tutur. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa sebuah

tuturan tidak senantiasa merupakan representasi pada makna unsur-unsurnya.

Pada kenyataannya terjadi bermacam-macam maksud dapat diekspresi dengan

sebuah tuturan atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan

sebuah maksud dan tujuan yang disampaikan.

b. Tindak Tutur
1

Istilah tindak tutur muncul karena di dalamnya menngucapkan sesuatu

penutur tidak semata-mata menyatakan tuturan, tetapi dapat mengandung maksud

di balik itu. menurut Chaer ( 1995: 65) tindak tutur merupakan gejala individual,

bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa

penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada

makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

Tindak tutur merupakan gejala individu yang bersifat psikologis dan

ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

Tindak tutur di titikberatkan kepada mkna atau arti tindak, sedangkan peristiwa

tutur lebih yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka

menyampaikan komunikasi. Agustin (dalam Nababan,1992:33) menekankan

tindak tutur dari segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa

pertanyaan memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan suatu

tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. Dengan demikian, penutur yang

diucapkan suatu tindakan, seperti “pergi”, “silahkan anda tinggalkan rumah ini”

karena anda belum membayar kontraknya! Tindak tutur ini merupakan suatu

perintah dari penutur kepada mitra tutur untuk melakukan tindakan.

Tindak tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra

tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu. Makna yang dikomunikasikan

tidak hanya dapat dipahami berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur

tersebut, tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek komunikasi secara

komprehensif, termasuk aspek-aspek situasional komunikasi.


1

Teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh Austin (1956) seorang

guru besar di Universitas Harvard. Teori yang berwujud hasil kuliah itu

kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Things

with words?. Akan tetapi teori itu baru berkembang secara mantap setelah

Searle(1969) menerbitkan buku yang berjudul Speech Acts: An Eassy in the

Philosophy of language menurut Searle dalam semua komunikasibukan sekadar

lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih cepat apabila disebut produk atau

hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur.

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang

mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1993: 5-6) menyatakan

bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu

dilakukan), menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak

tutur dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana,

bilamana, bagaimana. Tindak tutur merupakan identitas yang bersifat sentral di

dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain

dibidang ini seperti penggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip

kerjasama dan prinsip kesantunan.

Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi memerlukan dua sarana penting,

yakni sarana linguistik dan sarana pragmatik. Sarana linguistik berkaitan dengan

ketepatan bentuk dan struktur bahasa, sedangkan sarana pragmatik berkaitan

dengan kecocockan bentuk dan struktur dengan konteks penggunaannya. Kendala

pada sarana linguistik lebih sering dihadapi oleh pembelajar bahasa Indonesia

pemula, sedangkan sarana pragmatik lebih sering menjadi kendala bagi


1

pembelajar tingkat menengah dan tingkat lanjut. Hal ini dibuktikan dari

penelitian yang dilakukan oleh Fadilah (2001) tentang kesalahan berpragmatik

dalam wacana tulis pembelajar bahasa Indonesia untuk penutur Asing (BIPA).

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang

mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1983) menyatakan

bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu

dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak

tutur dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana,

bilamana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan identitas yang bersifat sentral

di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain

dibidang ini seperti penanggapan, perikutan, impikatur percakapan, prinsip-

prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.

Teori tindak tutur pertama kali diungkapkan oleh Austin (1962). Teori

tersebut dikembangkan kembali oleh Searle pada tahun 1969. Menurut Searle,

dalam semua komunikasi bukan hanya sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi

lebih merupakan hasil dari perilaku tindak tutur (searle, 1969 dalam Suwito

1983). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak tutur merupakan suatu

analisis yang bersifat pokok dalam kajian pragmatik. Pendapat tersebut berkaitan

dengan objek kajian pragmatik yang sebagian besar berupa tindak tutur dalam

peristiwa komunikasi. Dalam analisis pragmtik objek yang dinalisis adalah objek

yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi yaitu

berupa ujaran atau tuturan yang didentifikasikan maknanya dengan menggunakan

teori pragmatik.
2

Aktivitas mengujarkan atau menuturkan tuturan dengan maksud tertentu

merupakan tindak tutur atau tindak ujar. Rumusan tersebut merupakan simpulan

dari dua pendapat, yaitu pendapat Austin (1962) yang menyatakan bahwa

mengujarkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan. Karena

disamping melakukan ujaran, ujaran tersebut dapat dapat berpengaruh terhadap

orang lain. Yang mendengarkan sehingga menimbulkan respon dan terjadilah

peristiwa komunikasi. Dalam menuturkan sebuah tuturan, seseorang memiliki

maksud-maksud tertentu sehingga tuturan tersebut disebut juga tindak tutur.

sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung pada makna

unsurnya. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin

dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan. Ada lima komponen tentang

situasi tutur mencakup yaitu;

1. Penutur dan lawan tutur yaitu usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis

kelamin, tingkat keakraban, dsb

2. Konteks tuturan mencakup konteks dalam semua aspek fisik atau setting

sosial dari tuturan yang bersangkutan.

3. Tujuan tuturan yang merupakan bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh

penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu.

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas yakni bahwa tindak tutur

merupakan tindakan yang diperankan oleh alat ucap.

5. Tuturan sebagai produk tindak verbal berupa tindak mengekspresikan kata-

kata atau bahasa.


2

Berdasarkan beberapa pendapat yang diuraikan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa tindak tutur adalah suatu tindakan bertutur yang memiliki

maksud dan tujuan dapat diungkapkan secara jelas atau terang-terangan. Tindak

tutur memiliki maksud tertentu yang tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi

tutur. Konsep inilah yang akan memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu

tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai tindak tutur.

c. Klasifikasi tindak tutur

Tindak tutur ini jenisnya sangat banyak, bahkan ribuan menurut Austin

akan tetapi pada dasarnya tindak tutur terbagi atas tiga bagian yaitu:

1. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan

sesuatu. Lokusi merupakan semata - mata tindak tutur atau tindak bertutur yaitu

tindak melakukan sesuatu dengan kata dan makna kalimat yang sesuai dengan

makna itu (di dalam kamus) dan makna kalimat itu sesuai dengan kaidah

sintaksisnya. Tindak lokusi merupakan makna dasar karena dalam tuturan lokusi

masalah maksud dan fungsi tuturan itu tidak penting karena hanya berkaitan

dengan makna tuturan yang diucapkan. Lokusi semata-mata tindak tutur atau

bertutur, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata-kata. Makna kata dalam

tuturan lokusi itu sesuai dengan makna kata di dalam kamus. Tindak lokusi

sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk memahami tindak

tutur.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya

dalam bentuk lokusi ini tidak dipermasalahkan fungsi tuturannya karena makna
2

yang terdapat dalam kalimat yang dianjurkan. Selain itu, karena tuturan yang

digunakan sama dengan makna yang disampaikan maka tindak tutur ini

merupakan tindak tutur yang paling mudah didentifikasi.

Contoh: Saya lapar

Tuturan di atas mengacu pada saya “Aku” pengganti orang kesatu, dan lapar

berasa ingin “ makan” ( karena perut kosong)

Contoh tindak tutur lokusi: Badan saya lelah sekali

ketika seseorang berkata Penutur tuturan ini tidak secara langsung merujuk

kepada maksud tertentu kepada lawan tuturnya. Maka tuturan ini bermakna bahwa

si penutur sedang dalam keadaan lelah yang teramat sangat, tanpa bermaksud

meminta untuk diperhatikan dengan cara misalnya dipijat oleh lawan tuturnya.

Penutur hanya mengungkapkan keadaannya yang tengah lelah.

Contoh lain misalnya: Sandy bermain gitar

Kalimat ini dituturkan semata-mata hanya untuk menginformasikan sesuatu tanpa

harus memengaruhi lawan tuturnya.

Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam tindak lokusi ini tidak

dipermasalahkan fungsi tuturannya, karena makna yang terdapat dalam kalimat

yang diujarkan. Selain itu karena tuturan yang digunakan sama dengan makna

yang disampaikan maka tindak tutur ini merupakan tindak tutur yang paling

mudah.

Berdasarkan kategori gramatikal bentuk tindak tutur lokusi dibedakan

menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

a. Berita (deklaratif)
2

Berdasarkan fungsinya dan hubungan situasi , kalimat berita berfungsi untuk

memberitahukan sesuatu kepada orang lain.

b. Tanya (interogatif)

Berdasarkan fungsinya, kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan.

c. Perintah (imperatif)

Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat ini mengharapkan

tanggapan yang berupa tindakan dari lawan bicara.

2. Tindak ilokusi

Ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau

daya tuturan. Pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan tindak ilokusi. Ilokusi

adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan

sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu.

Tindak ilokusi adalah pengucapan suatu pernyataan ,tawaran, janji, dan

sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang

mewujudkan suatu ungkapan. Dengan kata lain tindak ilokusi adalah melakukan

suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu.

Contoh: Panas sekali di sini ( dalam ruangan)

Kalimat di atas memiliki beberapa maksud dibalik apa yang terwujud.

Tuturan tersebut dapat saja bermakna dalam ruangan itu ada orang yang tidak

disukai oleh penutur sehingga suasana hatinya menjadi panas. Namun, bisa juga

bukan sekadar ucapan panas, tetapi berharap orang yang ada di ruangan itu

membuka jendela dan menyalakan kipas angin.

Contoh lain: Suseno sedang sakit


2

Jika kalimat ini dituturkan kepada lawan tutur yang sedang menyalakan

televisi dengan volume yang sangat keras, berarti tuturan ini tidak hanya

dimaksudkan untuk memberikan informasi, tetapi juga menyuruh agar

mengecilkan volume atau bahkan mematikan televisi.

Contoh lain: Ujian sudah dekat

Analisisnya yaitu kalimat tersebut jika diucapkan seorang guru kepada

muridnya maka ilokusinya yaitu guru menyampaikan kepada muridnya untuk

bersiap-siap bahwa ujian sudah dekat. Tetapi jika orang tua, berarti seruan

berhenti untuk bermain tetapi harus belajar dengan baik. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa tindak ilokusi tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan

sesuatu tetapi juga mengacu untuk melakukan sesuatu.

Searle (dalam Leech, 1993:163:165) juga mengelompokkan tindak ilokusi

menjadi lima jenis, antara lain:

a. Arsetif (Assertives)

Bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang

diungkapkan, misalnya menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, dan

mengklaim.

b. Direktif (directives)

Bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar

si mitra tutur melakukan tindakan. Misalnya, memesan, memerintah,

memohon, menasehati, dan merekomendasi.

c. Ekspresif (expressives)
2

Bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap

psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Misalnya, berterimakasih,

memberi selamat, memuji, dan berbelasungkawa.

d. Komisif (commissives)

Bentuk tuturyang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran.

Misalnya, berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu.

e. Deklarasi (declaration)

Bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya,

misalnya, berpasrah, memecat, memberi nama, mengangkat, mengucilkan,

dan menghukum.

3. Tindak perlokusi

Tindak perlokusi adalah sebuah tuturan yang dituturkan oleh seorang

seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkan. Tindak

tutur perlokusi yaitu mengacu ke efek yang ditimbulkan penutur dengan

mengatakan sesuatu, seperti membuat seseorang menjadi yakin, senang, dan

termotivasi. Tindak tutur perlokusi merupakan tindak menumbuhkan pengaruh

kepada lawan tutur. Ibrahim (1993) menyatakan bahwa tindak perlokusi dapat

bersifat menerim topik, menolah, dan netral. Maksud yang terdapt dalam

perlokusi ditentukan oleh adanya situasi konteks dan berlangsungnya percakapan.

Makna yang terkandung dalam suatu ujaran sabgat ditentukan oleh kemampuan

penafsiran dari mitra tutr. Penafsiran terhadap suatu ujaran atau tuturan berbeda

antara satu orang dengan orang yang lain, karena persepsi orang yang satu dengan

yang lain pasti akan berbeda.


2

Contoh: Panas sekali di sini

Efek yang diharapkan dari tuturan tersebut agar pendengar yang ada di ruangan

itu segera berdiri membuka jendela atau menyalakan kipas angin.

Contoh: Sudah 3 minggu kamar ini tidak dibersihkan

Maka arti dari kalimat ini yaitu si anak akan mengambil alat-alat untuk

membersihkan kamarnya.

Tindak tutur perlokusi juga dapat menghasilkan efek atau daya ujaran

terhadap mitra tutur hasilnya rasa khawatir, rasa takut, sedih, putus asa, kecewa,

dan sebagainya.

5. Karya Sastra dan Novel Ayat-Ayat Cinta

a. Karya sastra

Sastra adalah seni bahasa. Maksudnya adalah, lahirnya sebuah karya sastra

adalah untuk dapat menikmati suatu karya sastra secara sungguh-sungguh dan

baik diperlukan pengetahuan tentang sastra. Tanpa pengetahuan yang cukup,

penikmatan akan sebuah karya sastra hanya bersifat dangkal dan sepintas karena

kurangnya pemahaman yang tepat. Sebelumnya, patutlah semua orang tahu.

Karya sastra bukanlah ilmu. Karya sastra adalah seni, di mana banyak unsur

kemanusiaan yang msuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit

diterapkan untuk metode keilmuan. Perasaan, semangat, kepercayaan, dan sebagai

keyakinan sebagai unsur karya sastra sulit dibuat batasannya.

Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran


2

kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan

dalam bentuk tulisan.

Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan karya sastra, tidak ada

salahnya kita melirik lebih mendalam tentang genre (jenis) karya sastra. karya

sastra dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni karya sastra imajinatif

dan karya sastra nonimajinatif. Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra

yang lebih menonjolkan sifat khayal, dengan menggunakan bahasa yang konotatif

dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.

Karya fiksi yang berupa prosa adalah novel dan cerpen. Kata novel berasal

dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan “baru” karena jika dibandingkan

dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, jenis novel ini

muncul kemudian (Tarigan,1986). Dalam sastra Indonesia, pada angkatan 45 dan

seterusnya, jenis prosa fiksi yang disebut roman lazim dinyatakan sebagai novel.

Dengan demikian, untuk selanjutnya penyebutan istilah novel disamping

mewakili pengertian novel yang sebenarnya juga mewakili roman.

b. Novel Ayat-Ayat Cinta

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.

Bentuk astra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas

pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan

yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga

ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan

bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel bukan saja dituntut agar dia

merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan
2

hiburan pada kita. Tetapi dia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya

adalah bahwa dia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah

orang habis membacanya.

Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan

atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang

mereka pergunakan juga berbeda-beda. Definisi-definisi itu antara lain adalah

sebagai berikut:

Novel adalah bentuk sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini

paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya

yang luas pada masyrakat.

Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai

budaya sosial, moral, dan pendidikan. Novel adalah karya sastra yang berbentuk

prosa yang mempunyai unsur-unsur.

Sebuah novel memiliki alur kisah kehidupan. Kisah ini dapat diungkapkan

dengan gaya, cerita, narasi atau percakapan tokoh. Percakapan dalam sebuah

novel mempunyai konteks sesuai dengan situasi yang terdapat dalam novel

tersebut. Percakapan seperti ini dapat dianalisis dengan pendekatan pragmatik.

Dengan demikian, jelas bahwa novel yang dimaksud dalam penelitian adalah

kajian pragmatik linguistik pada karya sastra.

Novel Ayat-Ayat Cinta adalah novel islami yang ditulis oleh

Habibburahman El Shirazy. Pengarang muda yang akrab dipanggil kank Abik ini

adalah Sarjana Al-Azhar University Cairo. Novel Ayat-Ayat Cinta diterbitkan

oleh Republika Jakarta bekerjasama dengan Pesantren Basmalah Indonesia, dan


2

telah mengalami 22x cetakan dari tahun 2004 sampai tahun 2007. Novel ini berisi

418 halaman dengan 33 bab. Novel ini juga disebut novel Pembangun Jiwa karena

isinya yang sangat menggugah jiwa dan mengandung nilai-nilai agama yang

dikemas dengan bahasa yang indah dan tidak menggurui.

B. Kerangka Pikir

Dari pembahasan teoritis pada bagian tinjauan pustaka di atas, maka

penulis akan mengemukakan kerangka pikir sebagai bahan untuk kelancaran

penelitian ini. Landasan berpikir yang di maksud akan mengarahkan penulis untuk

memenukan data-data guna untuk memecahkan masalah yang telah dipaparkan.

Hal-hal berikut:

1. Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna ucapan yang tidak

dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi

kebenaran yang diucapkan.

2. Tindak tutur merupakan kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada

mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan tidak hanya dapat dipahami

berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi juga

ditentukan oleh aspek-aspek situasional komunikasi. Tindak tutur terbagi

menjadi tiga jenis yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

3. tindak tutur dalam novel sangat berfungsi untuk menggambarkan dengan jelas

bahwa penggunaan bahasa dalam karya sastra merupakan pilihan yang

menguntungkan. Karena tidak akan ada revisi-revisi yang berat dalam tata

bahasa yang digunakan. Berbeda dengan karya sastra yang ditulis


3

menggunakan bahasa yang susah untuk dimengerti seseorang, bila

menginginkan eksistensi untuk diterbitkan mesti untuk direvisi kembali.

BAGAN KERANGKA PIKIR

Pragmatik

Novel Ayat-Ayat Cinta

Tindak Tutur

Tindak Lokusi Tindak Ilokusi Tindak Perlokusi

Analisis Data

Temuan
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Fokus Penelitian

Batasan istilah digunakan untuk menghindari perbedaan terhadap istilah

yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga hal yang dimaksud menjadi jelas

yaitu analisis tindak tutur novel Ayat-Ayat Cinta.

Berdasarkan judul penelitian ini yakni analisis tindak tutur dalam novel

Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman El Shirazy, maka peneliti menggunakan

metode penelitian kualitatif deskriptif, artinya yang dianalisis dan hasil analisinya

berbentuk deskripsi, tidak berupa angka tentang hubungan variabel.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data merupakan tahap awal dalam sebuah penelitian, begitu pula dengan

penelitian ini, pertama kali diadakan observasi data-data. Data ini diambil dari

novel Ayat-Ayat Cinta yang dijadikan sebagai data dalam penelitian ini. Peneliti

kemudian mencatat tuturan-tuturan tersebut ke dalam analisis data. Konteks

tuturan ditulis berdasarkan situasi yang terjadi di dalam cerita dalam novel Ayat-

Ayat Cinta.

32
3

2. Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari cerita novel Ayat-Ayat cinta karya

Habibburahman El Shirazy yang berjumlah 418 halaman.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah melalui pengamatan

langsung, membaca, mencatatan. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

1. Peneliti mengamati secara langsung bagaimana penggunaan tindak tutur

dalam novel Ayat-Ayat Cinta.

2. Peneliti mulai mengumpulkan data dengan cara membaca dan mencatat

penggunaan tindak tutur dalam novel Ayat-Ayat Cinta.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah:

Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasikan peneliti menggunakan

analisis pragmatis yaitu analisis bahasa berdasarkan pada sudut pandang

pragmatik. Analisis ini untuk menemukan maksud penutur baik diekspresi secara

tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat dibalik tuturan.

Teknik yang digunakan pada peneliti ini adalah teknik pilah unsur

penentu. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki

oleh penelitinya. Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau

dibagi menjadi berbagai unsur itu maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah

pragmatik. Langkah-langkah metode analisis konten adalah sebagai berikut:

1. Tahap induksi komparasi, yaitu melakukan pemahaman dan penafsiran

antardata.
3

2. Tahap kategorasi, yaitu mengelompokkan data-data yang telah diperoleh

berdasarkan lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

3. Tahap tabulasi, yaitu data-data yang menunjukkan indikasi tentang

permasalahan yang diteliti.

4. Tahap pembuatan inferensi, yaitu dilakukan berdasarkan deskripsi tentang

tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang telah disesuaikan dengan

penguatan data.
35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Penelitian

Dalam menguraikan hasil penelitian, menguraikannya sesuai dengan

urutan masalah yang telah ditentukan. Sebelum menguraikan lebih lanjut

mengenai hasil penelitian, maka terlebihdahulu akan dibahas kembali jenis tindak

tutur.

Pada dasarnya pengelompokan tindak tutur terdiri atas tindak tutur lokusi,

ilokusi dan perlokusi. Tindak tutur lokusi yaitu tindak mengatakan sesuatu dengan

makna dasar, dan terdiri atas tiga bagian yaitu Imperatif, Deklaratif, dan

Interogatif. Tindak tutur ilokusi yaitu tindak melakukan sesuatu dengan maksud

tertentu, seperti janji, perintah, tawaran, permintaan, dan seterusnya. Ilokusi ini

terdiri atas Arsetif, Direktif, Komisif, Ekspresif, dan Deklarasi. Tindak tutur

perlokusi yakni dampak yang ditimbulkan oleh ujaran tersebut.

1. Lokusi

Tindak tutur lokusi yaitu tindak mengatakan sesuatu dengan mengandung

makna dasar.

a. Deklaratif

Lokusi deklaratif adalah rangkaian kata yang mengandung informasi dari

penutur. Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia mengandung maksud

memberitahukan sesuatu kepada si mitra tutur.

Data 1 (hal-45)

“Kapten, kau tidak boleh berkata seperti itu”.

35
3

Data di atas mengandung makna memberitahukan atau menginformasikan kepada


pemuda mesir itu bahwa ia tidak boleh berkata sekasar itu ataupun merendahkan
fahri karna ia seorang murid dari Syaikh Utsman.

Data 2 (hal-46)

“kebetulan saat ini saya sedang menuju masjid Abu Bakar Ash-Shaddiq untuk
talaqqi. Kalau ada yang mau ikut menjumpai Syaikh Utsman boleh menyertai
saya”.
Data di atas mengandung makna memberitahukan sesuatu, dalam dialog ini Fahri
memberitahukan kepada perempuan bercadar dan beberapa penumpang di atas
metro bahwa jika mereka ingin bertemu dengan Syaikh Utsman bisa melaluinya.

Data 3 (hal-60)

“Tapi Maria sepertinya punya perhatian lebih pada Mas”


Data di atas mengandung makna memberitahukan informasi, dalam tuturan ini
penutur (Rudi) secara langsung memberitahukan kepada mitra tuturnya (Fahri)
bahwa sepertinya Maria tetangga flatnya menyimpan rasa kepada temannya itu.

Data 4 (hal-69)

“Mabruk. Kamu lulus, kamu bisa nulis tesis. Tadi sore pengumumannya
keluar”
Data di atas mengandung makna memberitahukan sesuatu, bentuk tuturan ini
yaitu tidak langsung karena Mustafa memberitahukan informasi pengumuman
lulus fahri telah keluar melalui pesan singkat kepada Fahri bahwa ia dapat menulis
tesisnya.

Data 5 (hal-118)

“Begini Fahri, setelah aku beritahukan semuanya, mama memutuskan


untuk membatalkan rencana ke Alex”. Ucap Yousef
Data di atas mengandung makna memberitahukan informasi, pada dialog ini
penutur (Yousef) secara langsung memberitahukan kepada Fahri mitra tuturnya
bahwa ibunya telah membatalkan rencananya ke Alex karena Yousef telah
mengatakan kepada ibunya bahwa Fahri tidak bisa ikut karena banyak hal yang
penting untuk ia selesaikan.
3

Data 6 (hal-253)

“Sayang, asin begini kah dibilang manis. Mungkin bukan gula yang kau
masukkan tapi garam. Coba kaurasakan lagi! Aisha kembali mencicipi.
Dia memandangku dengan sedikit heran”.
Data di atas mengandung makna memberitahukan, pada tuturan ini Fahri
menginformasikan kepada Aisha bahwa makanan yang sedang ia makan terasa
asin dan menyuruh istrinya itu untuk mencobanya juga.

Data 7 (hal-265)

“Dengarlah baik-baik kasihku, jangan sampai ada satu huruf yang


terlewatkan. Puisi ini lebih berharga dari dunia ini seisinya. Kehilangan
satu huruf saja kau akan sangat menyesalinya”.
Data di atas mengandung makna memberitahukan sesuatu, dalam hal ini
menginformasikan bahwa penutur (Aisha) ingin membacakan puisi kepada fahri
dan meminta agar tidak ada huruf dari puisinya terlewatkan oleh fahri karena itu
sangatlah penting dari apapun dan akan menyesalinya.

Data 8 (hal-278)

“subhanallah! Bagaimana mungkin kita memiliki kebiasaan yang sama


ibuku sejak kecil telah mengajarkan hal seperti ini padaku. Dan aku juga
memiliki peta dan rancangan seperti ini”.
Data di atas mengandung makna memberitahukan sesuatu atau menginformasikan
bahwa ia juga memiliki kebiasaan yang sama dengannya. Ia menginformasikan
bahwa kebiasaanya itu telah diajarkan oleh ibunya sedari kecil.

Data 9 (hal- 308)

“Kapten, aku memilih membuktikan di pengadilan bahwa aku tidak


bersalah. Aku yakin negara ini punya undang-undang dan hukum”.
Data di atas mengandung makna memberitahukan atau menginformasikan bahwa
ia akan membuktikan segala tuduhan yang membuatnya bersalah hingga harus
menekam di penjara.

b. Interogatif

Lokusi interogatif adalah kalimat yang mengandung manksud menanyakan

sesuatu kepada lawan tuturnya. Dengan perkataan lain, apabila seorang penutur
3

bermaksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur

akan bertutur dengan kalimat interogatif.

Data 1 (hal-59)

“Siapa nih yang beli ashir ashab”?


Berdasarkan tuturan di atas, tuturan ini termasuk bentuk tindak tutur lokusi
interogatif yaitu menanyakan sesuatu kepada lawan tuturnya. Tuturan ini
disampaikan oleh fahri kepada temannya rudi. Ia menanyakan tentang ashir ashab
yang dibawa oleh maria untuknya. Si penutur menanyakan karena ia merasa
sangat senang melihat ashir ashab pada saat membuka lemari es matanya seakan-
akan membelalak akibat cuaca yang sangat panas.

Data 2 (hal-59)

“Terus dapat dari mana”?


Berdasarkan tuturan di atas, penutur yaitu Fahri menanyakan tentang ashir ashab
kepada Rudi lawan tuturnya karena lawan tuturnya sudah mengakui bahwa bukan
ia yang membeli ashir ashab tersebut sehingga penutur kembali
mempertanyakannya.

Data 3 (hal-77)

“Tidak bisakah kau ajak ke kamarmu?


Maksud dari tuturan di atas, penutur Fahri menanyakan bahwa apakah Noura bisa
kamu (maria) lawan tuturnya membawa kekamarnya yang sedang menangis
karena ulah ayahnya.

Data 4 (hal-81)

“Hal yang ia tidak bisa melakukan itu maksudnya apa? Tanyaku.


Berdasarkan tuturan di atas, tuturan ini termasuk lokusi interogatif yaitu
menanyakan sesuatu kepada lawan tuturnya, yang dimana penutur (Fahri)
menanyakan kepada (Maria) lawan tuturnya tentang sesuatu yang tidak ingin
diceritakan oleh gadis yang bernama Noura soal kejadian yang menimpanya.

Data 5 (hal-88)

“karena Noura. Apa kalian menerimanya dengan terpaksa?


Berdasarkan tuturan di atas, tuturan ini termasuk lokusi interogatif yaitu
menanyakan sesuatu kepada mitra tuturnya. Pada tuturan ini Fahri menanyakan
3

tentang Noura yang sedang tinggal di rumah salah satu mahasiswi yang bernama
Nurul. Ia menanyakan apakah Noura diterima tinggal dengan unsur keterpaksaan
mereka.

Data 6 (hal-89)

“pertanyaanmu memang aneh, jawabnya ya, dia berambut pirang.


Kenapa kautanyakan itu”?
Berdasarkan tuturan di atas, maka tuturan ini termasuk lokusi interogatif yaitu
menanyakan sesuatu, yang dimana maksud pada tuturan ini yaitu Maria
menanyakan kembali pertanyaan yang disampaikan oleh Fahri kepadanya tentang
kepribadian Noura yang menurutnya aneh karna hanya dirinya yang berbeda
diantara keluarganya.

Data 7 (hal-112)

“Kapan kado ini akan disampaikan Mas? Tanya Saiful”

Berdasarkan tuturan di atas, maka tuturan ini juga termasuk lokusi interogatif

karena menanyakan sesuatu yang ditandai dengan tanda tanya, maksud dari

tuturan ini yaitu menanyakan tentang kado yang telah saiful bungkus. Ia

menanyakan kepada Fahri untuk siapa kado ini akan diberikannya, apakah kado

itu untuk calon istrinya atau siapa sehingga ia menyakannya langsung.

Data 8 (hal-132)

“Fahri, mau coba berdansa denganku”?


Berdasarkan tuturan di atas, tuturan ini termasuk dalam lokusi interogatif karena
menanyakan sesuatu hal yang ditandai dengan kalimat tanya pada tuturan.
Maksud dari tuturan ini yaitu Maria yang sebagai lawan tutur dari Fahri
menanyakan apakah ia ingin mencoba berdansa dengan dirinya karena ini kali
pertamanya ia mencoba berdansa sehingga ia mengajak Fahri.

Data 9 (hal-257)

“Terus bagaimana kisah ibumu dengan ayahmu setelah menikah, apakah


tujuan ibumu untuk berakwah berhasil?
Bersarkan tuturan di atas, ini termasuk dalam lokusi interogatif karena
menanyakan sesuatu kepada mitra tuturnya yang juga ditandai dengan kalimat
4

tanya pada tuturan tersebut. Maksud dari tuturan ini menanyakan kepada lawan
tuturnya tentang tujuan ibunya yang dulu ingin berdakwah apakah ibunya berhasil
berdakwah walaupun ia telah menikah. Si penutur menanyakan hal tersebut
karena lawan tutrnya itu pernah bercerita seputar orang tuanya yang ingin
berdakwah.
Data 10 (hal-297)

“Aisha, entah dengan bahasa apalagi aku mengungkapkan rasa cintaku


padamu?
Maksud tuturan di atas yaitu penutur menanyakan kepada pendengar (Aisha)
bahwa segala cara untuk menunjukkan cintanya ia telah lakukan dan tak tahu lagi
bahasa yang dapat mengungkapkan rasa cintanya kepada istrinya itu. Penutur
menanyakan hal itu karena begitu cintanya kepada Aisha istrinya.

c. Imperatif

Lokusi imperatif yaitu rangkaian kata yang mengandung unsur perintah

atau suruhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Data 1 (hal- 19)

“Saif, Rudi minta dibangunkan pukul setengah dua”.


Berdasarkan tuturan di atas, tuturan ini termasuk lokusi imperatif yaitu berbentuk
suruhan untuk melakukan sesuatu. Si penutur (Fahri) menyampaikan sesuatu
berbentuk suruhan kepada lawan tuturnya (Saiful) untuk membangunkan Rudi
ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah dua. Penutur menyampaikan
secara langsung karena Rudi yang memintanya untuk membangunkannya.
Data 2 (hal-19)

“Terus tolong nanti bilang sama dia untuk membeli gula dan minyak
goreng”.
Maksud tuturan di atas adalah si penutur (Fahri) secara langsung menyuruh atau
meminta Saiful agar mengingatkan Rudi berbelanja untuk keperluan dapur. Si
penutur menyampaikan ini karena berhubung hari ini adalah piket dari Rudi.

Data 3 (hal- 76)

“Kumohon, demi rasa cintamu pada Al-masih”.


Berdasarkan tuturan di atas, maka tuturan ini termasuk lokusi imperatif berbentuk
perintah dan suruhan. Maksud tuturan di atas adalah menyuruh melakukan
sesuatu untuk dapat membantu gadis malang yang sedang menangis di bawah
4

apartementnya itu. Si penutur menyampaikan itu kepada lawan tuturnya karena ia


tahu benar bahwa tidak baik jika ia yang turun langsung membantunya karena ia
belum halal baginya sehingga menyuruh Maria yang melakukannya.

Data 4 (hal-112)

“Rud, Tolong sambil kau bantu membungkus yang satunya! Kau kan
jagonya membungkus kado, pintaku pada Rudi.
Berdasarkan tuturan di atas, maka tuturan ini termasuk lokusi imperatif yaitu
berbentuk perintah atau suruhan. Maka maksud tuturan di atas penutur (Fahri)
memberikan perintah kepada Rudi untuk membantunya membungkus kado yang
ingin diberikannya kepada madame Nahed karena menurut si penutur Rudi
sangatlah jago dalam membungkus kado.

2. Ilokusi

a. Arsetif

Ilokusi arsetif dimaksudkan bentuk tutur yang mengikat penutur pada

kebenaran yang diungkapkan, misalnya menyatakan, menyarankan, membual,

mengeluh, dan mengklaim.

Berikut ini adalah uraian tentang tindak tutur ilokusi arsetif dalam novel

Ayat-Ayat Cinta berikut kutipan tindak tutur arsetif.

Data 1 (hal-75)

“Tidakkah kau bisa turun dan menyeka airmatanya. Kasihan Noura, dia
perlu seseorang yang menguatkan hatinya.
Berdasarkan tuturan di atas, diutarakan oleh penutur yaitu Fahri kepada lawan
tuturnya Maria. Data di atas mengandung tindak tutur arsetif “menyarankan” data
tersebut terdapat pada tuturan “tidakkah kau bisa”. Pada tuturan ini bermaksud
penutur menyarankan agar ia bisa membantu menghapus ataupun menghibur
Noura karena si penutur tidak tega melihanya bersedih.

Data 2 (hal-110)

“Sudahlah akhi, aku lagi capek sekali nanti habis maghrib aku jelaskan
semua”
4

Tuturan di atas, diutarakan oleh Fahri kepada Rudi yang disebut akhi atau saudara
laki-lakinya. Data di atas mengandung tindak tutur arsetif “mengeluh” data
tersebut terdapat pada tuturan “Sudahlah akhi, aku lagi capek sekali”. Pada tuturan
ini bermaksud si penutur sedang capek sekali sehingga ia tidak ingin menjelaskan
tentang belanjaan yang dibawanya tetapi akan menjelaskan kepada saudaranya itu
nanti setelah maghrib.

Data 3 (hal-125)

“Apa saya tidak memiliki urusan yang lebih penting dari mengurusi
anakmu, Heh”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh Tuan Boutros kepada Bahadur. Data di atas
mengandung tindak tutur arsetif “mengklaim” maksud tuturan ini yaitu penutur
tidak mengakui bahwa ia telah membantu Noura dan menyembunyikannya dari
Bahadur. Si penutur berkata seperti itu karena ia tahu bagaimana sifat Bahadur
dan tak ingin mencari masalah dengannya sehingga ia tidak mengakuinya.

Data 4 (hal-125)

“Tuan Bahadur, memang benar, malam itu aku turun menghibur Noura.
Tapi Noura tidak bisa dihibur. Ia menangis terus dan tidak berbicara
sepatah kata pun padaku. Aku jengkel, lalu ya kutinggal dia. Setelah itu
aku tidak tahu kemana dia”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh Maria kepada Bahadur. Data di atas mengandung
tindak tutur arsetif “mengklaim” maksud dari tuturan ini yaitu penutur
menjelaskan kepada lawan tuturnya soal yang terjadi pada malam ketika Noura
menangis, tetapi dalam tuturan tersebut jelas si penutur tidak mengakui bahwa
pada malam itu ia membantu Noura dan mengajaknya ke kamarnya. Si penutur
mengklaim tuturan tersebut karena ia juga tidak ingin mencari masalah dengan
Bahadur ayah dari Noura.

Data 5 (hal-335)

“Saya merasa rumah Fahri adalah tempat yang aman untuk sementara.
Akhirnya tepat pukul tiga maria mengantarkan saya turun ke tempat
Fahri. Fahri sendiri yang masih bangun ia membukakan pintu dengan
mempersilahkan saya masuk ke kamarnya.
Tuturan di atas, diutarakan oleh Noura kepada hakim dan para orang yang ada
dalam tempat persidangan. Data di atas mengandung tindak tutur arsetif
“mengklaim” maksud tuturan di atas yaitu penutur memberikan penjelasan kepada
hakim persidangan yang tidak sesuai dengan yang terjadi pada dirinya yang
4

sesungguhnya. Si pentur jelas mengklaim karena pada malam itu ia bersama


Maria dan tak pernah keluar kamar.

Data 6 (hal-347)

“Mendengar semua pembicaraan itu aku merasa nasibku benar-benar


berada di ujung tanduk”.
Tuturan di atas, diurtarakan oleh Fahri kepada Eqbal. Data di atas mengandung
tindak tutur arsetif “mengeluh” maksud tuturan di atas yaitu penutur seakan-akan
telah menyatakan susah karena penderitaanya jika ia betul-betul bersalah pada
kasus ini. Si penutur mengeluhkan nasib yang akan terjadi pada dirinya jika Noura
sampai tidak mengakui yang sesungguhnya pada persidangan berikutnya.

Data 7 (hal-351)

“Selesai membaca surat itu aku tak mampu menahan isak tangisku.
Usahaku sekian tahun belajar mati-matian seakan sia-sia belaka.
Tuturan di atas, diutarakan oleh Fahri. Data di atas mengandung tindak tutur
arsetif “menyatakan” maksud tuturan tersebut yaitu penutur sangat kecewa ketika
ia membaca sepucuk surat dari KBRI bahwa ia telah dikeluarkan dari kampus
tempat ia menimbah ilmu akibat asusila yang menimpa dirinya walaupun
sebenarnya ia tak bersalah. Si penutur menyatakan hal ini karena ia merasa
uasahanya gagal padahal ia telah belajar mati-matian selama ini.

Data 8 (hal-376)

“Menikahlah dengan dia, demi anak kita! Jika Maria tidak memberikan
kesaksiannya, maka aku tak tahu lagi harus berbuat apa untuk
menyelamatkan ayah dari anak yang kukandung ini”.
Tuturan di atas, di utarakan oleh Aisha kepada Fahri. Data di atas mengandung
tindak tutur arsetif “menyarankan” maksud dari tuturan ini yaitu penutur
memberikan saran kepada suaminya agar ia mau menikahi Maria untuk
menyelamatkan dirinya dari penjara Si penutur menyarankan seperti itu kerana ia
tahu bahwa hanya maria saksi kunci dari masalah suaminya ini.

b. Direktif

Tindak tutur ini dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan

tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu, misalnya memesan, memerintah,

memohon, menasehati, dan merekomendasi.


4

Data 1 (hal- 31)

“Apa tidak sebaiknya kamu istirahat saja”.


Berdasarkan tuturan di atas, tuturan ini diutarakan oleh Syaikh Ahmad kepada
fahri. Data diatas mengandung tindak tutur ilokusi direktif yaitu “merekomendasi”
maksud dari tuturan ini yaitu penutur memberikan nasihat kepada lawan tuturnya
agar sejenak beristirahat karena cuaca di luar sangatlah panas dan perjalanan yang
akan ia tempuh itu tdaklah dekat.

Data 2 (hal-76)

“Aku tidak tahan, kumohon andaikan aku halal baginya tentu aku akan
turun mengusap airmatanya dan membawanya ke tempat yang jauh dari
linangan airmata selama-lamanya”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Maria).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “memohon” maksud dari tuturan ini
penutur meminta dengan sangat kepada lawan tuturnya agar ia bisa menolong
gadis yang sedang merasakan kesedihan agar bisa menghiburnya. Si penutur
memohon kepada lawan tuturnya karena ia tahu bahwa gadis malang tersebut
bukan lah istrinya.

Data 3 (hal-76)

“Ku mohon, demi rasa cintamu pada Al-Masih”.


Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Maria).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “memohon” maksud dari tuturan ini
penutur meminta dengan hormat kepada lawan tuturnya agar ia bisa membantu
Noura gadis yang sedang menangis di bawah apartement tempat Fahri dan Maria
tinggal. Si penutur memohon kembali ke lawan tuturnya agar bisa melakukan
tindakan yang bisa membantu gadis malang tersebut.

Data 4 (hal-76)

“Tidak bisakah kau ajak dia ke kamarmu”.


Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Maria).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “merekomendasi” maksud dari
tuturan ini penutur memberikan saran kepada lawan tuturnya agar ia dapat
mengajak gadis yang ditolongnya ke kamarnya. Si penutur menyampaikan kepada
lawan tuturnya karena ia tidak tahu harus menempatkan gadis itu dimana sehingga
ia menyarankan Maria membawanya ke kamarnya.
4

Data 5 (hal- 85)

“Begini saja kak Fahri, si Noura suruh turun di depan Masjid Rab’ah.
Aku dan Farah akan menjemputnya tepat pukul setengah sembilan.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Nurul) kepada lawan tuturnya (Fahri).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “merekomendasi” maksud dari
tuturan ini penutur menyarankan agar ia menyuruh Nourah agar turun di masjid
nanti ia akan menjemputnya bersama temannya. Nurul menyarankan itu karena ia
telah mengiakan permintaan dari Fahri untuk bisa memberikan tempat tinggal
kepada Noura.

Data 6 (hal-108)

“Nanti kalau ada apa-apa, atau ada yang kurang bilang saja. Juga kalau
Noura sudah menceritakan masalahnya, langsung kontak secepatnya!
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Nurul).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “memerintah” maksud dari tuturan
ini bahwa penutur menyuruh melakukan sesuatu kepada lawan tuturnya untuk
mengatakan kebutuhan yang diperlukan Noura gadis yang tinggal bersamanya dan
memberi perintah agar lawan tuturnya ini dapat menelponnya jikalau Nourah telah
menceritakan semua hal yang menimpa dirinya.
Data 7 (hal-112)

“Rud, tolong sambil kau bantu membungkus kadonya, kau kan jago
membungkus kado”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tutunya (Rudi).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “memerintah” maksud dari tuturan
ini yaitu memberikan perintah kepada lawan tuturnya untuk membantu
membungkus kado. Si penutur meminta ini kepada lawan tuturnya karena ia tahu
bahwa temannya itu sangat berbakat dalam hal ini.

Data 8 (hal-308)
“Kapten, aku memilih membuktikan di pengadilan bahwa aku tidak
bersalah, aku yakin negara ini punya undang-undang dan hukum. Aku
minta disediakan pengacara!”
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (polisi).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “memohon” maksud dari tuturan ini
agar penutur berharap supaya mendapat sesuatu yang dapat meringankan dirinya
nannti pada persidangan. Si penutur menyampaikan ini kepada polisi karena ia
ingin membuktikan bahwa semua tuduhan pada dirinya tidaklah benar.
4

Data 9 (hal-329)

“Jika nanti ada wartawan Mesir mewawancarai tolong opinikan yang


baik mengenai diriku, tolong! Juga teman-teman yang jadi koresponden
media massa di tanah air tolong kisahkan yang sebenarnya jangan yang
malah menimbulkan interpretasi”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Ketua
PPMI). Data di atas mengandung tindak tutur direktif “memohon” maksud dari
tuturan ini yaitu meminta agar dapat memberikan keterangan sesuai yang terjadi
sebenarnya kepada para wartawan dan kepada para teman-temanya.

c. Ekspresif

Tindak tutur ekspresif dimaksudkan penuturnya agar tuturan diartikan

sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan ini, meliputi tuturan

berterimakasih, memberi selamat, memuji, dan berbelasungkawa.

Data 1 (hal- 25)

“Ia gadis yang sangat cerdas, nilai ujian akhir sekolah lanjutan atasnya
adalah terbaik kedua tingkat nasional Mesir. Bahkan ia masuk Fakultas
Komunikasi, Cairo University, dan tiap tingkat selalu meraih predikat
mumtaz atau comlaude”.
Berdasarkan tuturan di atas, di utarakan oleh penutur (Fahri). data di atas
mengandung tindak tutur ekspresif “memuji” maksud dari tuturan ini yaitu Fahri
mengatakan bahwa Maria adalah seorang gadis yang sangat cerdas terbukti dari
apa yang telah dapatkan sewaktu ia sekolah.

Data 2 (hal-31)

“Meskipun masih muda, namun kedalaman ilmu agama dan kefasihannya


membaca serta menafsirkan Al-Quran membuat masyarakat
memanggilnya “syaikh”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh Fahri. Data di atas mengandung tindak tutur
ekspresif “memuji” maksud dari tuturan ini yaitu Fahri menuturkan bahwa Syaikh
Ahmad Taqiyyuddin Abdul Majid pantas untuk di panggil sebagai Syaikh karena
ilmu agamanya sangatlah tinggi meskipun Syaik ini masih muda dan krendahan
hatinya yang membuat banyak orang menyukai dan mengaguminya.
4

Data 3 (hal-41)

“Thank you, It’s very kind of you”.


Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Perempuan Bule) kepada lawan tuturnya
(Aisha). Data di atas mengandung tindak tutur ekspresif “berterimakasih” maksud
tuturan ini diutarakan yaitu penutur menyampaikan rasa terima kasihnya kepada
lawan tuturnya karena telah memberikan kesempatan untuk duduk.

Data 4 (hal-51)

“Salah satu keindahan hidup di mesir adalah penduduknya yang lembut


hatinya, jika sudah tersentuh mereka akan memperlakukan kita
seumpama raja.
Tuturan di atas, di utarakan oleh penutur (Fahri). data di atas mengandung tindak
tutur ekspresif “memuji” maksud tuturan ini yaitu Fahri menuturkan bahwa orang
mesir adalah orang yang yang sangat baik kepada para tamunya ia bahka bisa
memperlakukan tamunya seperti raja tetapi terkadang orang mesir sangat keras
kepala namun muda untuk dijinakkan. Si penutur mengungkapkan hal tersebut
setelah kejadian di dalam metro.

Data 5 (hal-62)

“Dapat, terima kasih atas ashir ashabnya”.


Tuturan di atas, di utarakan oleh penutur (Maria) kepada lawan tuturnya (Fahri).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “berterimakasih” maksud dari
tuturan ini menyampaikan rasa terima kasih karena bersyukur makanan yang ia
titipkan untuk dibelinya sudah dipenuhi oleh lawan tuturnya tersebut. Si penutur
wajar menyampaikan itu karena ia sadar tak bisa keluar membelinya karena cuaca
yang lagi panas.

Data 6 (hal-65)

“Baiklah kalau begitu,dengan senang hati. Syukran!”


Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Maria) kepada lawan tuturnya (Fahri).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “berterimakasih” maksud dari
tuturan ini yaitu penutur menyampaikan tuturan ini secara tidak langsung ke
lawan tuturnya dengan melalui pesan singkat. Si penutur mengutarakan rasa
terima kasihnya karena ia mendapatkan makanan tanpa harus mengeluarkan biaya
dan rasa lelah untuk makanan yang ia titipkan itu, lawan tuturnya malah
menyampaikan agar uangnya disimpan saja.
4

Data 7 (hal-327)

“Oh ya ada salam dari Syaikh Abdurrahim Hasuna, imam masjid kita.
Beliau ikut berbelasungkawa atas musibah yang menimpamu dan beliau
akan ikut serta mendoakanmu”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Magdi) kepada lawan tuturnya (Fahri).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “berbelasungkawa” maksud dari
tuturan ini yaitu menyampaikan pesan yang dititipkan oleh Syaikh Abdurrahim
Hasuna untuk Fahri yang sedang menjalani hukuman di penjara. Si penutur
menyampaikan ini ke lawan tuturnya karena Imam Masjid dari merka ini tidak
dapat menjenguknya, namun akan terus mendoakan untuk kebebesannya.
Data 8 (hal-330)

“Sungguh sangat tragis nasibmu anakku, kau menolong dia tapi dia
malah membalasnya dengan fitnah yang keji sekali”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh Madame Nahed kepada Fahri. data di atas
mengandung tindak tutur direktif “berbelasungkawa” maksud dari tuturan ini
yaitu menyampaikan rasa duka citanya kepada tetengganya itu yang sudah ia
anggap sebagai anaknya. Si penutur sangat merasa kasihan atas apa yang telah
menimpa Fahri, ia mengutakan bahwa kau telah menolongnya tetapi mengapa
sekarang gadis itu malah memfitnahmu dengan sekeji ini.

Data 9 (hal-381)

“Terima kasih atas segala ketulusanmu Aisha. Aku akan berusaha


membalas cintamu dengan sebaik-baiknya.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Aisya).
Data di atas mengandung tindak tutur direktif “berterima kasih” maksud dari
tuturan ini Fahri mengutarakan rasa syukurnya kepada Aisyah istri pertamanya
atas kesungguhan dan kebesaran hati karena telah mengizinkan suaminya untuk
menikahi Maria. Ia mengungkapkan kepada istrinya itu bahwa ia akan
mengimbangi cinta istrinta dengan sebaik-baiknya.

d. Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk

melaksanakan segala hal yang disebutkan dalamujarnya, misalnya berjanji,

bersumpah, dan menawarkan sesuatu.


4

Data 1 (hal-75)

“Bagaimana kalau kau turun dan menyeka air matanya. Kasihan Noura,
dia perlu seseorang yang mengiatkan hatinya”.
Berdasarkan tuturan di atas, di utarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan
tuturnya (Maria). Data di atas mengandung tindak tutur komisif “menawarkan
sesuatu” tersebut terdapat pada tuturan Fahri “bagaimana kalau kau turun”.
Maksud dari tuturan ini mengunjutkan sesuatu dengan maksud agar lawan
tuturnya untuk melakukannya. Si penutur menyampaikan tuturannya agar lawan
tuturnya dapat membantu Noura dalam menguatkan hatinya.

Data 2 (hal-84)

“Bagaimana kalau sementara waktu Noura tinggal di salah satu rumah


mahasiswa Indonesia di Nasr City”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Keluarga
Tuan Boutros). Data di atas mengandung tindak tutur komisif “menawarkan
sesuatu” tersebut terdapat pada tuturan Fahri “bagaimana kalau sementara waktu”.
Maksud dari tuturan ini penutur memberikan tawaran kepada keluarga Tuan
Boutros tentang tempat tinggal sementara untuk Noura di tempatkan di rumah
mahasiswi dari Indonesia . Si penutur menyampaikan ini agar keluarga Tuan
Boutros tidak memiliki lagi masalah dengan Bahadur ayah Noura.

Data 3 (hal-102)

“O, begitu. Kalau ingin bertemu mahasiswi Indonesi, seandainya di


masjid nanti tidak ada, namun semoga ada, Insya Allah aku bisa bantu”.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Fahri) kepada lawan tuturnya (Aisha).
Data di atas mengandung tindak tutur komisif “menawarkan sesuatu”maksud dari
tuturan ini yaitu penutur memberikan saran jika nanti lawan tuturnya ini tidak
dapat menemui mahasiswa dari Indonesia ia dapat memanggil Fahri untuk
membantu menemuinya denga mahasiswi tersebut.

Data 4 (hal-384)

“Pak hakim dan seluruh yang hadir dalam sidang ini, saya berani bersaksi
atas nama Tuhan Yang Maha Mengetahui bahwa Noura malam itu, sejak
pukul dua malam sampai pagi berada di kamarku.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Maria) kepada lawan tuturnya (Pak
Hakim). Data di atas mengandung tindak tutur komisif “bersumpah” maksud dari
tuturan ini penutur mengutarakan pernyataannya dengan menyatakan kebenaran
5

tentang sesuatu hal. Si penutur memberikan pernyataan bahwa ia bersaksi bahwa


Noura sedang bersamanya pada malam itu dan tidak pernah terjadi apa-apa antara
Noura dengan Fahri.

e. Deklaratif

Tindak tutur deklaratif merupakan bentuk tutur yang menghubungkan isi

tuturan dengan kenyataannya. Misalnya, berpasrah, memecat, memberi nama,

mengangkat,dan menghukum.

Data 1 (hal-309)

“Bawa dia ke penjara dan cambuk sepuluh kali atas penghinaannya


padaku”.
Berdasarkan tuturan di atas, diutarakan oleh penutur (Polisi) kepada lawan
tuturnya (Anak buahnya). Data di atas mengandung tindak tutur direktif
“Menghukum” maksud dari tuturan ini penutur memerintahkan kepada
bawahannya agar segera memberikan hukuman kepada orang yang telah
memakinya dengan sangat kasar. Tuturan tersebut berisi sikap yang menunjukkan
bahwa pak polisi ini telah menerima penghinaan yang diterimanya.

Data 2 (hal-354)

“Aku juga memiliki prediksi dan kalkulasi yang tidak jauh berbeda,
sekarang senjata kita tinggal kesaksian Maria. Dan dia masih koma di
rumah sakit, kondisinya sangat memprihatinkan, susah untuk kita
harapkan.
Tuturan di atas, diutarakan oleh penuturr (Amru) kepada lawan tuturnya (Fahri).
data di atas mengandung tindak tutur direktif “berpasrah” maksud dari tuturan ini
penutur menyampaikan prakiraan tentang hal-hal yang yang belum pasti terjadi. Si
penutur sepenuhnya menyampaikan bahwa ia tinggal mengharapkan kesembuhan
dari Maria karena hanya dia saksi kunci dari masalah ini.

3. Perlokusi

Wujud perlokusi adalah hasil atau efek ujaran terhadap pendengarnya,

baik yang nyata maupun yang diharapkan. Sebuah tuturan yang disampaikan

penutur pada dasarnya sering menimbulkan pengaruh pada pendengarnya dalam


5

hal ini mitra tutur atau lawan tutur. Misalnya, karena adanya ucapan ibu (kepada

anaknya) “mungkin kamu tidak bisa melanjutkan kuliah karena ayah sudah tidak

lagi bekerja”, maka si anak akan merasa sedih karena impian dan cita-citanya

tidak tercapai. Tindak perlokusi yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta, yaitu:

Data 1 (hal-43)

“Kau sungguh keterlaluan! Kelihatannya saja bercadar , sok alim, tapi


sebetulnya kau perempuan bangsat !” kata si pemuda itu.
Berdasarkan tuturan di atas, diutarakan oleh (pemuda mesir) kepada lawan
tuturnya (Aisha). Data di atas mengandung tindak tutur perlokusi, karena tuturan
yang dilontarkan si pemuda terlalu kasar dan membuat wanita bercadar itu merasa
kesal hal ini dapat membuat pendengarnya merasa kesal dan marah atas
perlakuannya.

Data 2 (hal-32)

“ya kapten, wahid shubra! (kapten, shubra satu!)


Ketika penutur mengucapkan kata tersebut, si pendengar langsung mengambulkan
tiket. Hal ini karena apa yang disampaikan penutur mempengaruhi pendengar
untuk melakukan perbuatan sepeti apa yang di minta penutur.

B. Pembahasan

Pada penelitian ini objek yang dikaji adalah tindak tutur yang digunakan di

dalam Novel Ayat-Ayat Cinta. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui

bahwa terdapat tiga jenis tindak tutur dalam Novel Ayat-Ayat Cinta, yaitu tindak

lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tuturan lokusi deklaratif (memberitahukan) dari si

penutur yang ditanggapi oleh mitra tutur sebanyak 9 data, tuturan lokusi

interogatif (pernyataan) dari si penutur yang ditanggapi oleh mitra tutur sebanyak

10 data, dan tuturan lokusi imperatif (perintah) dari si penutur yang ditanggapi

oleh mitra tutur sebayak 4 data. Jadi pada tuturan lokusi yang terdapat dalam
5

Novel Ayat-Ayat Cinta berjumlah 23 data. Tututran ilokusi arsetif dari si penutur

yang ditanggapi oleh mitra tutur 8 data, tuturan ilokusi direktif dari si penutur

yang ditanggapi oleh mitra tutur sebanyak 9 data, tuturan ilokusi ekspresif dari si

penutur yang ditanggapi oleh mitra tutur sebanyak 9 data, tuturan ilokusi komisif

dari si penutur yang ditanggapi oleh mitra tutur sebanyak 4 data, dan ilokusi

deklaratif dari si penutur yang ditanggapi oleh mitra tutur sebanyak 2 data. jadi

pada tuturan ilokusi yang terdapat dalam Novel Ayat-Ayat Cinta berjumlah 32

data. Sedangkan tuturan perlokusi hanya terdapat 2 data pada Novel Ayat-Ayat

Cinta dan tidak memiliki pembagian di dalamnya.

Data-data yang diperoleh dan dibahas merupakan tindak tutur yang

digunakan dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Pembagian jenis tindak tutur dalam

penelitian ini berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Austin. Secara analitis,

Austin membagi tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan

tindak perlokusi. Tindak tutur pada Novel Ayat-Ayat Cinta dapat digolongkan

menjadi tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi.

Lokusi berbentuk memberitahukan berfungsi hanya untuk memberikan informasi

kepada orang lain sehingga diharapkan pendengar untuk memahami. Lokusi

berbentuk pernyataan atau pertanyaan merupakan tuturan yang berfungsi

menanyakan sesuatu sehingga pendengar diharapkan memberikan jawaban atas

pertanyaan yang diajukan oleh penutur. Lokusi berbentuk perintah merupakan

tuturan yang memiliki maksud agar pendengar memberi tanggapan berupa

tindakan atau perbuatan tertentu.


5

Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandug maksud dan

fungsi yang ditujukan untuk memberikan efek atau pengaruh kepada lawan tutur.

Jika melihat hasil penelitian yang diperoleh dalam tindak tutur ilokusi dalam

Novel Ayat-Ayat Cinta, ditemukan adanya jenis-jenis ilokusi yang berupa tindak

tutur arsetif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Tindak ilokusi arsetif

pada Novel Ayat-Ayat Cinta meliputi tuturan yang berfungsi menanyakan,

menyarankan, membual, mengeluh, dan mengklaim. Tindak tutur ilokusi direktif

pada Novel Ayat-Ayat Cinta meliputi tuturan yang memiliki maksud memesan,

memerintah, memohon, menasehati, dan merekomendasi. Tindak tutur ilokusi

komisif pada Novel Ayat-Ayat Cinta meliputi tuturan yang memiliki makna

berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu. Tindak tutur ilokusi ekspresif

pada Novel Ayat-Ayat Cinta meliputi tuturan yang memiliki makna

berterimakasih, memberi selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, dan

berbelasungkawa. Dan yang terakhir yaitu tindak ilokusi deklaratif pada Novel

Ayat-Ayat Cinta meliputi tuturanyang memiliki makna pasrah, memberi nama,

dan menghukum. Tindak tutur perlokusi merupakan hasil atau efek ujaran

terhadap pendengarnya baik yang nyata maupun yang diharapkan. Tindak

perlokusi pada Novel Ayat-Ayat Cinta memiliki makna yang sebenarnya dengan

begitu pada tindak tutur perlokusi tidak memiliki pembagian di dalamnya.

Untuk menguatkan dan membandingkan penelitian tindak tutur dalam

Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman El-Shirazy ini, peneliti

membandingkan penelitian ini dengan peneliti terdahulu sebagai berikut :

Sappewali (2014) yang mengangkat judul Analisis Tindak Tutur Musyawarah


5

Adat Kajang Ammatoa Kabupaten Bulukumba melalui pendekatan sosiolingustik

sebagai skripsinya. Antara penelitian yang dilakukan Sappewali dengan

penelitian ini, sama-sama memiliki persamaan, seperti sama-sama menggunakan

kajian yang sama, yaitu mengkaji tentang tindak tutur, namun antara penelitian

yang dilakukan Sappewali dengan penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu

menggunakan pendekatan yang berbeda, Sappewali menggunakan pendekatan

sosiolinguistik sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendekatan

pragmatik. Selain itu, objek yang digunakan antara kedua penelitian ini memiliki

perbedaan. Jika dalam penelitian yang dilakukan oleh Sappewali menggunakan

wacana lisan yang dituturkan langsung pada rapat musyawarah yang dilakukan

oleh masyarakat kajang sebagai sumber data yang dikaji, dalam penelitian ini

menggunakan wacana sastra berupa Novel.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, penulis menarik

simpulan sebagai berikut:

1. Bentuk lokusi dalam tuturan novel Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman El-

Shirazy merupakan makna dasar yang yang diacu oleh ujaran tersebut yaitu

pertama wujud lokusi yang berupa deklaratif (kalimat berita) kedua wujud

lokusi yang berupa interogatif (kalimat tanya), dan ketiga wujud lokusi yang

berupa imperatif (kalimat perintah). Tuturan tersebut dituturkan oleh

seseorang (tokoh-tokoh dalam novel Ayat-Ayat Cinta) yang membicarakan

tentang sesuatu (kehidupan Fahri dan masyarakat di Mesir).

2. Bentuk ilokusi dalam tuturan novel Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman

El-Shirazy adalah tuturan yang mengandung maksud tertentu untuk mitra

tuturnya. Bentuk ilokusi yang ditemukan yaitu pertama tindak tutur tindak

tutur ilokusi bentuk arsetif, direktif, ekspresif, komisif,dan deklaratif. Dalam

penelitian ini ditemukan bahwa dalam satu tindak tutur selalu terdapat tuturan

yang lebih dari satu pada halaman-halaman selanjutnya pada novel.

3. Bentuk perlokusi dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habibburahman El-

Shirazy merupakan sebuah tindakan untuk mempengaruhi mitra tutur. Bentuk

perlokusi ini dapat berupa hasil yang nyata setelah ujaran tersebut dituturkan

ataupun hasil yang diharapkan oleh penutur. Dalam penelitian ini ditemukan

bahwa tidak semua daya perlokusi menghasilkan efek seperti yang

55
56

diharapkan penutur. Ada kalanya ucapan seseorang tidak memiliki daya

pengaruh kepada mitra tuturnya.

Kesimpulan dari seluruh pembahasan pada penelitian ini adalah bentuk

tindak tutur yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta ialah tindak tutur lokusi,

ilokusi, dan perlokusi. Berdasarkan hasil analisis di bab IV, penulis

menyimpulkan bahwa tindak tutur yang paling banyak dituturkan oleh para tokoh

dalam novel Ayat-Ayat Cinta, yaitu tindak tutur Ilokusi, karena novel ini berisi

tuturan-tuturan yang mengandung tindakan dengan mengatakan sesuatu. Penutur

mengatakan sesuatu dengan menggunakan suatu yang khas dan membuat si

penutur bertindak sesuatu dengan apa yang telah dituturkan oleh penutur.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dapat diberikan sebagai berikut

ini.

1. Penulis berharap penulisan tentang tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi

dapat dilakukan oleh penulis lain dengan menggunakan konsep dan objek

yang berbeda dari penulisan ini.

2. Bagi penelitian lain, dapat menjadikan sumbangan pemikiran dalam

memberikan gambaran tindak tutur serta konteks yang menyertai percakapan

di dalam bentuk tindak tutur yang terdapat dalam novel dan selanjutnya

disarankan untuk mengembangkan penelitian ini dengan menggali bentuk

tindak tutur dan keterkaitan antarbentuk tindak tutur, sehingga diharapkan

dapat menyempurnakan karya sederhana ini menjadi lebih baik demi

perkembangan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. Cambridge-Mass: Harvard


University Prees.

Bell. 1976. Sosiolinguistik Goals, Approaches, and Problems. London: Bastford.

Black. 2011. Stilistika Pragmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik dan Linguistik Umum. Jakarta: Rineke Cipta.

Chomsky, Noam. 1979. Language and Responsibility. New York: Phanteon


Books.

Fadilah. 2001. Tinjauan Kesalahan Berpragmatik Pembelajar BIPA sebagai Salah


Satu Upaya Meningkatkan Komunikatif Berwacana Secara Tertulis di
Bandung. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.

FKIP, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.2010. Bahan Ajar Pragmatik,


Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ibrahim, Abd. Syukur.1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.

Kasmawati, 2011. Analisis Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur Guru dengan Siswa
di KelasSkripsi, Makassar: BID UNISMUH.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip- prinsip Pragmatik. Penerjemah MD.D. Oka.


Jakarta: Universitas Indonesia.

Lubis. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: PT.
Rineke Cipta.

Nababan, Subyakto Sri Utami.1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT


Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.

Sappewali. 2014. Analisis Tindak Tutur Masyarakat Adat Kajang Ammatoa


Kabupaten Bulukumba ( Melalui Pendekatan Sosiolinguistik).Skripsi,
Makassar. BID UNISMUH.

Shirazy Habibburahman El. 2008. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Republika.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Susanti, Heru. 2014. Analisis Bentuk Tindak Tutur Pada Novel Rembulan
Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye.Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Suwito, 1983. Sosiolinguistik. Surakarta: Hinary Offset.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Wentuk. 2012. Struktur dan Tindak Ujar Wacana Surat Kabar Harian di Manado.
Skripsi, Manado: Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi.

Wibowo, Wahyu, 2015. Konsep Tindak Tutur Komunikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Wijana, Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik. Surakarta: Yuma Pressindo.


Sinopsis Ayat-Ayat Cinta

Dikisahkan seorang lelaki bernama Fahri yang sedang menempuh

kuliahnya di Al-Azhar. Ketika akan melakukan perjalanan menuju Masjid Abu

Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima ujung utara kota Cairo,

Maria memanggil Fahri dan titip untuk dibelikan disket. Maria adalah puteri

sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Sebuah

keluarga Kristen Koptik yang sangat taat.

Di dalam metro Fahri tidak mendapatkan tempat duduk. Ia berkenalan

dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim.

Mereka bercerita tentang banyak hal. Tak lama kemudian, ada tiga orang bule

yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke

dalam metro. Satu diantara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang

kelihatannya sudah sangat lelah yang membutuhkan tempat duduk. Akhirnya

Aisha memberikan tempat duduknya kepada nenek tersebut.

Disinilah awal perdebatan itu terjadi. Mereka mengeluarkan berbagai

umpatan kepada Aisha dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian Fahri berusaha

untuk meredakan perdebatan itu. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat

orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan

Misbah. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya.

Maria itu seorang non-muslim, namun ia mampu menghafal surat Al-Maidah dan

surah Maryam. Suatu ketika keluarga Pak Boutros mengajak Fahri dan teman-

temannya untuk makan malam di tepi sungai Nil kebanggaan kota Mesir, Madame

Nahed meminta Fahri untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah

mau di ajak berdansa. Fahri menolaknya dengan alasan Maria bukan mahramnya.
Fahri juga mempunyai tetangga yang bernama Bahadur. Ia bersikap kasar

kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya

Noura. Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan

Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia

berkulit putih dan berambut pirang.

Suatu malam Bahadur menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh

dengan luka cambukan. Fahri meminta bantuan Maria. Malam itu Noura

menginap di rumah keluarga Boutros. Besoknya Fahri membawa Noura untuk

menginap di rumah Nurul. Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga

Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan Madame

Syaima. Akhirnya benar, Noura bukanlah anak mereka. Noura yang malang itu

akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Sekarang

Fahri terfokus pada ujian yang sangat menentukan. Jika proposalnya ditolak maka

ia harus menunggu setengah tahun lagi untuk mengajukan proposal baru.

Aisha mulai jatuh cinta pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk

menjodohkannya dengan Fahri. Aisha telah mengenal Fahri dan Fahri juga telah

mengenalnya. Eqbal banyak cerita tentang keluarganya. Fahri pun telah cerita

banyak pada Eqbal. Tentang keluarganya yang miskin. Tentang bagaimana Fahri

datang ke Mesir dengan menjual sawah warisan kakek. Harta satu-satunya yang

dimiliki keluarga. Tentang awal-awal di Mesir yang penuh derita. Tak ada

beasiswa. Tak ada pemasukan. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia

untuk menikah dengan Aisha.

Kira-kira setengah jam sebelum azan ashar berkumandang, Sarah Ali

Faroughi, memberi tahu semuanya telah siap. Fahri minta tolong pada Eqbal agar
bisa melihat wajah Aisha sebelum berangkat. Tepat saat adzan ashar

berkumandang mereka sampai di masjid tempat akad nikah akan dilangsungkan.

Sudah banyak teman-teman mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Turki yang

sampai di sana. Aisha dan dua bibinya langsung menuju lantai dua tempat jamaah

wanita. Acara dilangsungkan di depan mihrab masjid. Syaikh Ustman, Syaikh

Prof.Dr. Abdul Ghafur Ja’far, Bapak Atdikbud, Eqbal Hakan Erbakan, Akbar Ali

dan beberapa syaikh Mesir yang diundang Syaikh Ustman duduk dengan khidmat

tepat di depan mihrab menghadap ke arah jamaah dan hadirin yang memenuhi

masjid. Rupanya saat shalat Jum’at tadi telah diumumkan akan ada acara akad

nikah antara mahasiswa Indonesia dan muslimah Turki, sehingga orang Mesir

yang ada di sekitar masjid penasaran dan masjidpun penuh. Fahri duduk di

sebelah kanan Akbar Ali.

Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman

dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa

keponakannya sangat mencintai Fahri. Namun terlambat, Fahri akan segera

menikah dengan Aisha. Malang benar nasib Nurul. Fahri dan Aisha memutuskan

untuk berbulanmadu menyewa flat di pinggir sungai Nil.

Sepulang dari bulanmadunya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan

Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah

kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang saat

Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Begitu

mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat,

Maria sangan terpukul.


Kebahagiaan Fahri dan Aisha tidak bertahan lama, karena Fahri harus

menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Fahri

dibawa ke markas polisi Abbasca. Fahri diinterogasi dan dimaki dengan kata-kata

kotor. Fahri dituduh memperkosa Noura hingga hamil hampir tiga bulan. Noura

teramat luka hatinya saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di

persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin

yang dikandungannya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-

apa, karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari

segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di penjara selama beberapa minggu.

Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam

Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu yaitu malam yang

Noura sebut dalam persidangan sebagai malam di mana Fahri memperkosanya.

Maria sedang terluka lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk

sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi

Maria. Pernikahan itu berlangsung di rumah sakit. Aisha berharap dengan

mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma

panjangnya. Aisha berharap agar harapannya menjadi kenyataan.

Akhirnya Maria dapat membuka matanya dan bersedia untuk memberikan

kesaksian di persidangan. Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata

lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu. Takbir bergemuruh

di ruang pengadilan itu dilantunkan oleh semua orang yang membela dan simpati

pada Fahri. Seketika Fahri sujud syukur kepada Allah Swt. Aisha memeluk Fahri

dengan tangis bahagia tiada terkira. Paman Eqbal dan Bibi Sarah tidak mampu
membendung airmatanya. Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman juga sama. Satu

persatu orang Indonesia yang ada di dalam ruangan itu memberi selamat dengan

wajah baru.

Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar

Fahri memaafkan Noura. Terungkaplah bahwa ayah dari bayi dalam kandungan

Noura adalah Bahadur. Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga

mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula

Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak.

Maria tiba-tiba ingin masuk surga. Akhirnya Fahri membantu Maria

dengan cara mengambilkan air untuk berwudlu. Dengan sekuat tenaga Fahri

membopong Maria yang kurus kering itu menuju kamar mandi. Aisha juga

membantu membawakan tiang infus. Dengan tetap dibopong oleh Fahri, Maria

diwudhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali dibaringkan di atas kasur

seperti semula. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia

mengucapkan syahadat. Ia tetap tersenyum. Perlahan pandangan matanya redup.

Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu tertutup rapat.

Fahri memegang tangannya dan denyut nadinya telah berhenti. Tidak ada

yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Maria menghadap Tuhan

dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya.

Kata-kata yang tadi diucapkannya denagn bibir bergetar itu kembali terngiang

ditelinga Fahri. Namun Maria sangat beruntung karena sebelum ajal

menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf dengan bantuan Fahri dan Aisha.
Biografi Habiburrahman El Shirazy

Habiburrahman EL Shirazy dikenal di Indonesia sebagai seorang penulis novel.

Beliau kini telah menjadi seorang penulis yang sangat terkenal dengan

reputasinya sebagai Novelist No.1 Indonesia, dinobatkan oleh Insani Universitas

Diponegoro (UNDIP). Selain dikenal menjadi seorang penulis novel, pria

kelahiran semarang ini ternyata juga telah mengembangkan sayapnya dan

membuatnya dikenal sebagai seorang penyair, dai’, bahkan sutradara.

Habiburrahman El Shirazy
Habiburrahman El Shirazy Pg.D

Nama lengkap: Habiburrahman El Shirazy

Pg.D Alias: Kang Abik

Agama: Islam

Tempat Lahir: Semarang, Indonesia

Tanggal lahir: Kamis, 30 September

1976 Hobby: Menulis

Warga Negara: Indonesia

Nama Istri : Muyasaratun Sa'idah

Nama Anak : Muhammad Neil Author dan Muhammad Ziaul Kautsar

Semua itu bisa diraih olehnya dengan sederet karya yang banyak dikenal

oleh masyarakat Indonesia seperti, Di Atas Sajadah Cinta (ditayangkan di televisi,

2004), Ayat-Ayat Cinta (versi film, 2004), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005),

Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Dalam Mihrab Cinta (2007), Ketika Cinta

Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007), Bumi Cinta (2010) dan The

Romance.

Semua itu tentu tidak lepas dari latar belakang pendidikan yang telah

ditempuh olehnya. beliau pernah bersekolah di Madrasah Aliyah Program Khusus

(MAPK) Surakarta pada tahun 1995, kemudian ia melanjutkan studinya di

Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, jurusan Hadist Fakultas Ushuluddin hingga

lulus pada tahun 1999. Gelar Postgraduate Diploma (Pg.D) ia raih setelah

Habiburrahman EL Shirazy lulus Strata 2 (S2) dari Institute for Islamic Sudies,

Kairo, pada tahun 2001. Bisa dikatakan semua perguruan tinggi itulah yang
mengasah kemampuan dan bakat Habibirrohman El Shirazy untuk meraih

kesuksesan dalam bidang yang ditekuninya, hingga bisa sukses seperti sekarang

ini. Nah, berarti sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi, kamupun bisa meraih

hal yang sama seperti yang telah beliau hasilkan.

Saat beliau sedang menempuh masa pendidikannya di Mesir, tercatat

bahwa beliau adalah seorang perintis tersebuah organisasi, yaitu Komunitas Sastra

Indonesia (KSI) dan Forum Lingkar Pena (FLP), di manakedua organisasi itu

berada di Kairo Mesir. Selain itu, selama berada di Mesir untuk berkuliah, beliau

juga tercatat pernah menjadi pemimpin kelompok kajian Majelis Intensif

Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam (MISYKATI) di Kairo selama 1

tahun, dimulai tahun 1996 hingga 1997. Selain itu, ia juga pernah menjabat

sebagai koordinator Islam ICMI Orsat Kairo dalam 2 periode (1998-2000 dan

2000-2002). Ternyata, selain bisa menulis dan menyutradarai juga menciptakan

film, ternyata seorang Habibirrohman El Shirazy juga memiliki kemampuan

dalam membangun sebuah organisasi yang berkualitas, apalagi di luar negeri sana.

Keren, ya?!

Hingga saat inipun beliau telah mendapatkan banyak penghargaan, dan

semua itu didapatkannya dimulai dari semenjak duduk di bangku SMA. Seperti

Juara II dalam Lomba menulis artikel se-MAN I Surakarta (1994), Juara I dalam

lomba baca puisi keagamaan tingkat SLTA se-Jateng (1994), Juara I lomba pidato

tingkat remaja se-eks Keresidenan Surakarta (1994), Juara I lomba pidato bahasa

Arab se-Jateng dan DIY (1994), Pemenang Pertama dalam lomba baca puisi Arab
tingkat Nasional (1994), Pena Award (2005), The Most Favorite Book and Writer

(2005), IBF Award (2006), Novelis No.1 Indonesia versi UNDIP.

Dibalik semua penghargaan, karya-karyanyapun telah dikenal oleh banyak

masyarakat Indonesia baik itu novel, syair maupun film. Pria yang telah

dikaruniai 2 orang anak dengan pernikahannya dengan Muyasaratun Sa'idah ini,

ternyata juga pernah berkarir di dunia pendidikan dengan menjadi seorang guru di

MAN 1 Jogjakarta pada tahun 2003-2004. Tak hanya sampai di situ saja, beliau

juga pernah mendedikasikan ilmunya sebagai guru besar atau dosen Lembaga

Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq UMS Surakarta,

Indonesia.
Riwayat Hidup

Megawati, lahir di Kabupaten Gowa Desa Pakatto,

pada tanggal 29 Oktober 1992. Anak pertama dari empat

bersaudara, buah hati dari pasangan Mahmud dan Hasnah.

Pendidikan yang ditempuhnya dimulai dari Sekolah

Dasar Negeri Unggulan Bontomanai pada tahun 2001 dan melanjutkan pendidikan

ke jenjang selanjutnya di SMP Negeri 1 Bontomarannu tahun 2007. Pada saat itu

penulis memulai mengikuti organisasi yang dinaungi oleh OSIS yaitu

kepramukaan. Pada tahun 2009 penulis kembali melanjutkan studinya di SMK

Negeri 2 Somba Opu dan mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual dan

dinyatakan lulus pada tahun 2012.

Penulis akhirnya kembali melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi

disalah satu perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar di tahun

itu juga pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Keinginan terbesar

penulis adalah membahagiakan kedua orang tua dan suami tercinta dan semoga

penulis menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional seperti apa yang

diharapkan selama ini.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.....

Anda mungkin juga menyukai