Tri Mulyono
Abstract
Tri Mulyono, “Majas in Abdurahman Faiz Poem”, 2014. This paper is written in
accordance to analyze how form majas of Abdurahman Faiz poems. Based on the
qualitative research with discourse analysis approach. It can be concluded their
poems is majas perbandingan, metofora, personifikasi, sinekdoke, and epos
simile.
Aku Ini Puisi Cinta (2005) termasuk kumpulan puisi yang bernilai. Muakhir
(2008: 102) menyebutkan bahwa kumpulan puisi tersebut mengantarkan
penulisnya meraih penghargaan Penulis Cilik Berprestasi dari Yayasan Taman
Bacaan Indonesia pada 2005. Dalam kumpulan puisi tersebut, Taufik Ismail heran
terhadap kemampuan Faiz dalam menulis puisi. Menurut Ismail, kemampuan Faiz
dalam menulis puisi sepuluh tahun melompati usianya (2005: 7). Sementara itu,
Agus R. Sarjono dalam buku yang sama mengatakan bahwa Faiz adalah seorang
penyair. Bukan karena sekecil itu sudah menulis puisi, dan bukan pula karena
puisi-puisinya mengagumkan, melainkan ia memang hidup sebagai penyair. Puisi
adalah sebuah struktur. Oleh karena itu, untuk mengetahui nilai sebuah puisi maka
puisi itu harus dianalisis.
Lotman (1971: 78) mengatakan bahwa analisis teks puisi dapat dilakukan atas
hubungan sintagmatik dan paradigmatiknya. Berkaitan dengan itu, maka ada dua
prinsip hubungan antar teks, yaitu prinsip repetisi yang menghasilkan aspek rima
dan metafora atau bahasa kias. Penelitian ini hanya akan membahas puisi-puisi
Abdurahman Faiz yang terkumpul dalam buku Aku Ini Puisi Cinta dari aspek
majasnya.
PERMASALAHAN
PEMBAHASAN MASALAH
1. Perbandingan
Majas perbandingan disebut juga perumpamaan, disebut juga simile. Majas
perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal yang
lain dengan menggunakan kata-kata perbandingan seperti: bagai, bagaikan,
sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se-, dan
sejenisnya.
Dalam kumpulan puisi Aku Ini Puisi Cinta, majas perbandingan terdapan
dalam dua judul puisi, yaitu “Ayah” dan “Ayah Bundaku”. Pada puisi yang
pertama, majas perbandingan terdapat pada bait I sebagai berikut.
AYAH
I
Sedalam laut, seluas langit
cinta tak selalu dapat diukur
begitulah ayah mengurai waktu
meneteskan keringat dan rindunya
untukku
Pada puisi tersebut di atas, maja perbandingan tampak pada bait I baris
pertama, yaitu pada kata-kata yang berbunyi /Sedalam laut, seluas langit/.
Dalamnya cinta sang ayah, dibandingkan dengan dalamnya laut. Luasnya cinta
sang ayah, dibandingkannya dengan luasnya langit. Dalam baris tersebut kata
perbandingan yang digunakan adalah se-, tepatnya yaitu terdapat pada kata
sedalam dan seluas.
Pada puisi yang berjudul “Ayah Bundaku” majas perbandingan tampak
pada bait III puisi tersebut.
AYAH BUNDAKU
Ayah
engkau adalah
matahari yang menghangatkan
hatiku
Ayah bunda
kucintai kau berdua
seperti aku
mencintai surga
Semoga Allah mencium ayah bunda
dalam tamanNya terindah
Nanti
(Januari 2002)
Di dalam puisi tersebut di atas, majas perbandingan tampak pada bait III
yang berbunyi: //Ayah bunda/kucintai kau berdua/seperti aku/mencintai surga//.
Dalam bait tersebut tampak jelas bahwa cintanya si aku (anak) kepada ayah dan
bunda sepert si aku mencintai surga. Jadi besarnya cinta si anak kepada ayah dan
bundanya dibandingkan denan cintanya kepada surga. Dalam hal ini kata
perbandingan yang digunaka adalah sepertui. Karena itu, disebut majas
perbandingan, perumpamaan, atau majas.
2. Metafora
Puisi yang berjudul “Ayah Bundaku” terdiri atas lima belas baris yang
dikemas dalam empat bait. Bait I terdiri atas empat baris, yaitu: //Bunda/engkau
adalah/rembulan yang menari/dalam dadaku//.
Seperti bait yang pertama dan kedua, bait ketiga juga terdiri atas empat baris.
Keempat baris tersebut adalah: //Ayah bunda/kucintau kau berdua/seperti
aku/mencintai surga//.
Bait keempat terdiri atas tiga baris. Ketiga baris tersebut adalah: //Semoga
Allah mencium ayah bunda/dalam tamanNya terindah/Nanti//.
Dalam puisi “Ayah Bunda” majas metafora tampak pada bait I dan II. Dalam
bait I bunda diumpamakan sebagai /rembulan yang menari/. Ini artinya bahwa
bunda itu senantiasa menyenangkan. Sedangkan dalam bait II, ayah diumpamakan
sebagai /matahari yang menghangatkan/. Ini artinya, bahwa ayah merupakan
sosok yang disamping menyenangkan juga akrab dengan si anak.
Puisi yang berjudul “Jalan Bunda” merupakan puisi yang paling pendek di
antara puisi-puisi lain yang ada di dalam kumpulan puisi Aku Ini Puisi Cinta
karya Abdurahman Faiz itu. Puisi dimaksud adalah sebagai berikut.
JALAN BUNDA
Bunda
engkaulah yang menuntunku
ke jalan kupu-kupu
(September 2003)
Puisi yang berjudul “Dari Seorang Anak Irak dalam Mimpiku, untuk Bush”
terdiri atas empat bait. Bait I terdiri atas tiga baris, bait II terdiri atas tiga baris,
bait III terdiri atas tujuh baris, sedangkan bait IV terdiri atas tujuh baris. Barikut
ini puisi tersebut.
DARI SEORANG ANAK IRAK
Kini
kami tak pernah lagi melihat pelangi
hanya api di matamu
dan sejarah yang perih
api sudah tak bisa lagi menangis
kami berdarah
kami mati
(Oktober 2003)
Dalam puisi yang berjudul “Dari Seorng Anak Irak dalam Mimpiku, untuk
Bush” majas metafora terdapat pada bait yang terakhir, tepatnya pada baris yang
berbunyi /hanya api di matamu/. Api itu panas. Oleh karena itu, yang dimaksud
dengan /hanya api di matamu/ adalah kemarahan. Jadi, Amerika dikatakan
senantiasa menebarkan api keramarahan, khususnya kepada Irak dan Afganistan.
Majas metofora juga ada pada puisi yang berjudul “Tujuh Luka di Hari
Ulang Tahunku”. Puisi ini terdiri atas lima bait. Bait I terdiri atas empat baris, bait
II terdiri atas Sembilan baris, bait III terdiri atas lima baris, sedangkan bait IV
terdiri atas satu baris. Puisi dimaksud lengkapnya adalah sebagai berikut.
TUJUH LUKA
DI HARI ULANG TAHUNKU
Berbeda dengan puisi-puisi yang lainnya, pada puisi yang berjudul “Tujuh
Luka di Hari Ulang Tahunku” itu majas metafora diciptka bukan di dalam baris
atau antar baris, tetapi antar bait. Seperti si aku yang mempunyai /…tujuh luka
membekas, berdarah/, sebagaimana tampak pada bait I baris ketiga, negeri
Indonesia tercinta juga demikian, mempunyai /lebih dari tujuh luka membekas/.
Jadi, majas metafora dalam puisi ini diciptakan dengan membandingka antara
luka yang dimiliki si aku dengan luka Indonesia. Karena perbandingannya tidak
menggunakan kata pembanding seperti umpama atau seumpama, maka majas
tersebut dikatakan sebagai metafora, dan bukan macam perbandingan biasa.
3. Personifikasi
Puisi yang berjudul “Kepada Guru” terdiri atas dua bait. Bait pertama terdiri
atas empat baris dan baris yang kedua terdiri atas lima baris. Puisi tersebut
lenkapnya adalah sebagai berikut.
KEPADA GURU
Aku selalu bermimpi
matahari telah melahirkan para guru’
dan guru melahirkan banyak matahari
hingga matahari tak lagi sendiri
Puisi yang berjudul “Siti dan Udin di Jalan” terdiri atas delapan bait. Bait
Iterdiri atas lima baris, bait II terdiri atas empat baris, bait II terdiri atas empat
baris, bait III terdiri atas empat baris, bait IV terdiri atas empat baris, bait V terdiri
atas empat baris, bait VI terdiri atas empat baris, bait VII terdiri atas empatis,
sedangkan bait VIII terdiri atas sembilan baris. Lengkapnya adalah sebagai
berikut.
Pada puisi tersebut, majas personifikasi tampak pada bait V baris ketiga,
yaitu /ditemani nyanyian nyamuk/. Di sini nyamuk diibaratkan sebagai manusia,
yang dapat menemani manusia yang lain.
Puisi yang berjudul “Sahabatku Buku” terdiri atas tiga bait. Bait I terdiri atas
empat baris, bait II terdiri atas Sembilan baris, sedangkan bait III terdiri atas dua
baris. Puisi tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut.
SAHABATKU BUKU
Pada puisi tersebut, majas personifikasi terdapat pada bait I baris pertama,
yaitu /Buku adalah sahabat yang paling setia/. Pada baris tersebut, buku
diibaratkan sebagai manusia, bisa menjadi sahabat yang paling setia.
Puisi yang berjudul “Dari Seorang Anak Irak dalam Mimpiku, untuk Bush”
terdiri atas tiga bait. Bait I yang terdiri atas enam baris itu di dalamnya terdapat
majas personifikasi.
Pada kutipan di atas, majas personifikasi tampak pada baris kedua, yaitu
pada /peluru-peluru itu bicara pada tubuh kami/. Seperti layaknya manusia, peluru
bisa bicara.
4. Sinekdoke
Menurut Altenbernd (1970: 22) sinekdoke adalah majas yang menyebutkan suatu
bagian yang penting suatu benda untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdoke
macamnya ada dua, yaitu pars pro toto dan totem pro parte. Pars pro toto adalah
majas sinekdoke yang bercirikan penyebutan sebagian untuk keseluruhannya.
Sampai detik ini dia belum kelihatan batang hidungnya, sampai kapan pun kamu
tidak aku ijinkan menginjakkan kaki di rumahku ini, dan si Tompel kemarin
kembali lagi dapat juara adalah sebagai contohnya.
Pada umpulan puisi Aku Ini Puisi Cinta, majas sinekdoke tampak pada puisi
yang berjudul “Muhammad Rinduku”, yaitu pada bait I yang berbunyi sebagai
berikut.
MUHAMMAD RINDUKU
Dalam puisi tersebut di atas, majas sinekdoke tampakm pada bait I baris
ketiga yang berbunyi /sepenuh hati/. Kata sepenuh hati bukan berarti hanya
hatinya saja yang mengikuti jejak Nabi, tetapi keseluruhan tubuhnya, sepenuh
jiwa dan raga. Majas semacam ini dinamakan sinekdoke-pars pro toto.
5. Perumpamaan Epos
Pada puisi di atas, perang yang tidak kunjung usai itu diibaratkan dengan
hujan mortir peluru serta gerimis darah dan air mata. Perbandingan itu, kemudian
dilanjutkan dengan kata-kata “kebiadaban menanti di setiap tapak jalan”.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian atau kajian di atas, dapat disimpulkan dua hal sebagai
berikut.
a. Berbagai bentuk majas yang terdapat pada kumpulan puisi Aku Ini Puisi
Cinta karya Abdurahman Faiz adalah: perbandingan, metafora,
personifikasi, sinekdoke, dan perumpamaan epos. Majas perbandingan
terdapat puda puisi yang berjudul “Ayah”. Majas metafora terdapat pada
puisi yang berjudul “Ayah Bundaku”. “Jalan Bunda”, “Dari Seorang Anak
Irak dalam Mimpiku, untuk Bush”, dan “Tujuh Luka di Hari Ulang
Tahunku”. Majas personifikasi terdapat pada puisi yang berjudul “Kepada
Guru”, “Siti dan Udin di Jalan”, “Sahabatku Buku”, dan “Dari Seorang
Anak Irak dalam Mimpiku, untuk Bush”. Majas sinekdoke terdapat pada
puisi yang berjudul “Muhammad Rinduku”. Sedangkan majas
perumpamaan epos terdapat pada puisi yang berjudul “Sajak Anti Perang”.
b. Semua majas tersebut kehadirannya bermakna sebagai pendukung tema.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Tepri, Metode, dan Aplikasi Pengkajian
Estetika Bahasa. Karanganyar: Cakra Books.
Aminuddin, M. 2003. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru & YA3
Malang.
Eddy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Jassin, H.B. 1963. Poejangga Baroe Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung.
Junus, Umar. 1989. Metafora, Tak Metafora, dan Anti Metafora. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa.
Mulyono, Tri. 2013. “Bentuk dan Makna Gaya Kata pada Kumpulan Puisi Aku Ini
Puisi Cinta Karya Abdurahman Faiz”. Tegal: Laporan Penelitian.
Mulyono, Tri. 2013. “Bentuk dan Makna Majas pada Kumpulan Puisi Aku Ini
Puisi Cinta karya Abdurahman Faiz”. Tegal: Laporan Penelitian.
***