Kau bilang sangat menyukai laut. Kau memang tidak mengatakannya langsung
kepadaku sebagaimana juga hal-hal lainnya. Namun, dari balik dinding kamar aku
pernah mendengar kau bicara tentang itu; tentang keinginanmu berdiri di depan laut dan
“Laut itu melambangkan kebebasan yang membentang luas. Tanpa kekangan dan
Segelintir kalimat yang kau ucapkan saat itu sekarang kembali terlintas. Kalimat yang
mengandung harapan, janji, dan kekuatan. Seolah menenumkan secercah cahaya, saat
itu juga aku memutuskan untuk merengkuh sang cahaya agar ia membawaku pergi
menjemput asa.
Kini ku memandang kosong hamparan biru yang membentang luas di depanku. Setelah
sekian lama kita bertahan melalui segala rintangan, kini semua itu seolah hilang tak
berarti bagai istana pasir tersapu ombak. Kekuatan dan harapan yang ku miliki, telah
Hanya satu kata yang kau ucapkan, “Ma’af..” dan kau melangkah pergi
Kau memilih untuk bersama dia, seseorang yang kau janjikan kepada almarhum
orangtuanya bahwa kau akan selalu menjaga anak gadis mereka. Seseorang yang kau
bening mulai mengalir membasahi wajahku. Bagaimana bisa kau melakukan ini?
Bukankah rasa yang kita miliki begitu dalam seperti lautan dan harus menunggu kering
Walau sulit, namun aku akan mencoba. Hanya aku yang dapat membangkitkan kembali
diriku sendiri. Dan ma’af, tidak ada harapan yang kulantunkan dalam do’a untukmu.
Aku bukan manusia naïf dan munafik bermulut manis kepada mereka yang telah
menghancurkanku. Namun aku juga tidak akan mengutukmu, karena hal itu hanya akan
Aku hanya akan terus melangkah maju dan menggapai mimpiku sendiri. Meninggalkan
semua kenangan buruk di dalam sebuah laci dan menguncinya. Kelak akan kembali ku
buka, sekedar untuk mengingatkan diriku dalam setiap langkah, agar aku tidak kembali