Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Faiq Khoirul Anam

Kelas : VIII F

No. Absen : 14

Analisis Puisi Serenada Hijau


Karya W.S. Rendra
Puisi :

Serenada Hijau

Kupacu kudaku
Kupacu kudaku menujumu
Bila bulan
menegur salam
dan syahdu malam

bergantung di dahan-dahan

Menyusuri kali kenangan


yang berkata tentang rindu
dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam

Kupacu kudaku
Kupacu kudaku menujumu
Dan kubayangkan
sedang kautunggu daku
sambil kaujalin
rambutmu yang panang

Analisis Puisi :

A. Unsur Instrinsik

 Rima

Rima yang terdapat dalam sajak Serenada Hijau berfungsi untuk membentuk keindahan bunyi
yang diwujudkan dengan pengulangan-pengulangan bunyi pada kalimat yang terdapat pada
beberapa bait di dalamnya, seperti:

Kupacu kudaku
Kupacu kudaku menujumu

Kalimat ini tidak hanya terdapat pada bait ke-1 dan bait ke-2 saja, tetapi juga terdapat pada bait
ke-11 dan bait ke-12. Rima sajak seranada hijau ini berakhiran dengan persamaan bunyi
konsonan (alitrasi), dan pengulangan bunyi vokal (asonansi).
 Irama

Irama pada sajak ini terdapat pada “kupacu kudaku” yang menjadi penekanan sehingga
menimbulkan estetika tersendiri.

 Majas

Ditemukan beberapa majas atau gaya bahasa dalam puisi ini, antara lain :

1. Repetisi

Kupacu kudaku
Kupacu kudaku menujumu

Pengulangan kata kupacu kudaku di atas merupakan bentuk majas repetisi, dengan tujuan untuk
menegaskan.

2. Personifikasi

Bila bulan
Menegurkan salam
Dan terdengar keluhan
Dari batu yang terendam

 Citraan

Si aku sedang dalam sebuah perjalanan menuju tempat kekasihnya berada dengan menggunakan
sebuah alat transportasi yang memiliki daya tahan yang kuat pada waktu malam tiba. Dalam
perjalanannya itu, diiringi dengan suara-suara binatang yang mendiami dahan-dahan pohon pada
malam hari. Suara yang menurut si aku membuat perjalanan malamnya menjadi syahdu.
Saat menyusuri setiap jengkal jalan yang dilaluinya, dia merasa seperti bernostalgia dengan
kenangan-kenangannya. Kenangan-kenangan yang membuatnya menjadi sangat merindu,
membuat suara hatinya yang selama ini bungkam menyuarakan isi hatinya karena rasa rindu
dalam dirinya sudah tidak tertahankan lagi.

Si aku semakin mempercepat perjalanannya untuk menuju ke tempat kekasihnya. Dia


membayangkan kalau di sana, di tempat kekasihnya, kekasihnya tengah menunggu
kedatangannya dengan memain-mainkan rambutnya yang panjang.

 Tema

Serenada Hijau merupakan sajak yang berisi tentang percintaan.


Serenada merupakan bagian dari kakawin-kawin (dalam sastra Jawa Kuno) yang berisi tentang
asmara. Kakawin-kawin adalah dendang lagu tentang perkawinan yang terdiri atas romansa dan
kealtaran. Serenada Hijau termasuk dalam kakawin-kawin romansa.

 Tipografi

Pada puisi ini Rendra membut puisi dengan tipografi huruf besar di awal kalimat, dan
menggunakan tanda baca.
 Kata Kongkrit

Bait ke-1

Kupacu kudaku

Merupakan kalimat inversi, yakni kalimat yang pola kalimatnya terbalik. Pada bait tersebut,
kalimat “Kupacu kudaku” seharusnya ditulis dengan pola “Kudaku kupacu”.
Mungkin yang dimaksud kuda dalam sajak ini adalah salah satu anggota tubuh tokoh si aku
sendiri dengan segenap tenaga dan kekuatan yang ia miliki untuk mencapai apa yang ia mau atau
bisa juga diartikan sebagai sebuah alat transportasi pada masa itu yang memiliki daya tahan yang
kuat. Karena kuda dikenal sebagai hewan yang cepat, memiliki tenaga yang cukup kuat, dan
tidak cepat lelah

Bait ke-2

Kupacu kudaku menujumu

Terdapat kalimat repitisi yang merujuk pada kalimat bait pertama “Kupacu kudaku” dan terdapat
tambahan “menujumu”. Kalimat repitisi (pada sajak ini) merupakan pengulangan kalimat yang
terdapat pada bait sebelumnya yang berfungsi sebagai penekanan makna kalimat. Kalimat
repitisi dapat menunjukkan dominasi kalimat yang menjadi sesuatu yang penting dalam sajak ini.

Bait ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6

Bila bulan
menegur salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan

Pada bait ke-3, terdapat kata “bila” yang menjelaskan keterangan waktu. Kemudian keterangan
waktu pada bait ke-3 dijelaskan pada bait ke-4, bait ke-5 dan bait ke-6. Pada bait ke-4, bait ke-5,
dan bait ke-6 menjelaskan bahwa waktu yang terjadi adalah malam hari. Pada bait ke-6
ditemukan penggunaan majas personifikasi pada “bergantung”.

Bait ke-7

Menyusuri kali kenangan

Pada bait ini, menjelaskan keterangan tempat yang merujuk pada sosok “aku” yang mengacu
kudanya pada malam hari menyusuri sungai yang sebelumnya oleh aku menjadi tempat yang
pernah menjadi saksi bisu aku dalam percintaannya sehingga menjadi tempat kenangan.

Bait ke-8, bait ke-9, dan bait ke-10

yang berkata tentang rindu


dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam

Bait ke-8 menegaskan isi pada bait sebelumnya. Bait ke-9 dan bait ke-10 juga menegaskan isi
yang terdapat pada bait sebelumnya yang menjelaskan keterangan tempat. Terdapat majas
personifikasi pada bait ke-9 yang merujuk pada bait ke-10, yaitu pada kalimat “terdengar
keluhan dari batu yang terendam”. Pada kalimat tersebut menjelaskan bahwa batu yang terendam
seakan-akan hidup dengan adanya keluhan-keluhan yang didengar aku. Batu yang dimaksud
dalam sajak ini lebih mendekati ke suara hati si aku yang terendam atau dipendamnya selama ini.
Bait ke-11

Kupacu kudaku

Terdapat kalimat repitisi atau pengulangan kalimat kembali yang menjadi penegas pada sajak ini
bahwa kalimat “kupacu kudaku” merupakan hal yang penting pada sajak ini. Kalimat repitisi
pada bait ini merujuk total terhadap bait ke-1, artinya kalimat pada bait ke-1 diulang sepenuhnya
pada bait ke-11.

Bait ke-12

Kupacu kudaku menujumu

Terdapat kalimat repitisi kembali pada bait ini yang merujuk pada bait ke-2. Repitisi total ini
menunjukkan bahwa kalimat ini merupakan hal yang penting sehingga terdapat beberapa kali
pengulangan atau penegasan.

Bait ke-13, bait ke-14, bait ke-15, dan bait ke-16

Dan kubayangkan
sedang kautunggu daku
sambil kaujalin
rambutmu yang panjang

Keempat bait ini menjelaskan bahwa aku (dalam perjalananya) sedang membayangkan wanita
yang dijemputnya menunggu dengan menjalin rambut panjangnya.

B. Unsur Ekstrinsik

 Biografi Pengarang

Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang
kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun
1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif
menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus
Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.

Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di
samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton
Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai
pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952),
di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud
bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke
Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak
menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia
memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa
dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang
kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam
sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau
kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya
terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak
karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris,
Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di
antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki
International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The
First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry
Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival
(1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah
Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari
Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku
Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The
S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Karya Sajak/Puisi W.S.
Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Empat Kumpulan
Sajak, Rick dari Corona, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota
Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem
(terjemahan), Perjuangan Suku Naga, Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of
Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak, Rumpun Alang-
alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali, Sajak Seonggok Jagung.

Anda mungkin juga menyukai