Anda di halaman 1dari 10

Persamaan ra katini dan dewi sartika

Pahlawan Nasional

Pelopor emansipasi wanita

Menjadi pahlawan karena menulis

Pelopor pendidikan di Indonesia

Mempunyai tujuan yang sama dalam mengangkat harkat, derajat dan


martabat perempuan

Para pejuang ini hanya berusaha untuk menjadikan perempuan itu agar
menjadi ibu yang binangkit, kreatif dan berguna bagi keluarga,
lingkungan dan negaranya, agar dalam melahirkan generasi genersi
penerus bangsa yang berkualitas

BIOGRAFI R.A KARTINI


Raden Ajeng Kartini atau lebih dikenal Ibu Kartini merupakan
keturunan keluarga terpandang Jawa. Dia lahir 21 April 1879, dimana adat
istiadat masih kukuh dipegang oleh masyarakat, termasuk keluarganya. Satu
hal yang diwariskan dari keluarganya adalah pendidikan. Ya, Kartini pernah
merasakan bangku sekolah hingga tamat pendidikan dasar. Karakternya yang
haus akan ilmu pengetahuan membuatnya ingin terus melanjutkan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi. Sayangnya, ayahnya tidak memberikan izin Kartini
melanjutkan sekolah. Mengetahui sikap ayahnya, Kartini sebenarnya sedih.
Namun, dia tidak bisa mengubah keputusan itu. Sebab, dia adalah anak pada
zamannya yang masih terbelenggu oleh keadaan.

Lukisan Gambar R.A. Kartini | Wikipedia.

Alhasil, justru Kartini tidak boleh lagi keluar dari rumah sampai
waktunya menikah. Istilahnya dipingit. Demi menghilangkan rasa bosan dan
suntuk berada di rumah terus. Kartini menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk membaca buku ilmu pengetahuan. Kesukaannya membaca ini
berubah menjadi rutinitas harian. Bahkan, dia tidak segan untuk bertanya
kepada ayahnya bila ada hal yang tidak dimengertinya. Lambat laun
pengetahuannya bertambah dan wawasannya pun meluas.
Banyak karya dan pemikiran wanita Eropa yang dikaguminya. Terlebih
kebebasan mereka untuk bisa terus bersekolah. Rasa kagum itu
menginspirasinya untuk memajukan wanita Indonesia. Dalam pandangannya,
wanita tidak hanya harus bisa urusan belakang rumah tangga saja. Lebih
dari itu, wanita juga harus bisa dan punya wawasan dan ilmu yang luas. Dia
pun mulai bergerak mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajari
baca tulis dan pengetahuan lainnya. Makin hari, Kartini makin disibukkan
dengan aktivitas membaca dan mengajarnya.
Dia juga punya banyak teman di Belanda dan sering berkomunikasi
dengan mereka. Bahkan, dia sempat memohon kepada Mr. J.H. Abendanon
untuk memberinya beasiswa sekolah di Belanda. Belum sempat permohonan
tersebut dikabulkan dia dinikahkah oleh Adipati Rembang bernama Raden
Adipati Joyodiningrat.

Foto R.A. Kartini dan suaminya | Wikipedia.


Berdasarkan data sejarah, R.A. Kartini ikut dengan suaminya ke
Rembang setelah menikah. Walau begitu api cita-citanya tidak padam.
Beruntung Kartini memiliki suami yang mendukung cita-citanya. Berkat
kegigihan serta dukungan sang suami, Kartini mendirikan Sekolah Wanita di
berbagai daerah. Seperti Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun,
Cirebon, dan sebagainya. Sekolah Wanita itu dikenal dengan nama Sekolah
Kartini.
Kartini merupakan seorang wanita Jawa yang memiliki pandangan
melebihi zamannya. Meski dia sendiri terbelenggu oleh zaman yang
mengikatnya dengan adat istiadat. Pada 17 September 1904, Kartini
menghembuskan napas terakhir di usia 25 tahun, setelah melahirkan anak

pertama dan satu-satunya. Dia salah satu wanita yang menjadi pelopor
emansipasi wanita di tanah Jawa.
Surat-surat korespondensinya dengan teman-temannya di Belanda
kemudian dibukukan oleh Abendanon dengan judul Door Duisternis Tot
Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku ini telah menginspirasi banyak
wanita, tidak saja, wanita di zamannya tapi juga wanita kini dan masa depan.
Sesuai Keppres No. 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964, Kartini resmi
digelari pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia. Keppres ini juga
menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Namanya kini diabadikan
sebagai nama jalan. Tidak hanya di kota-kota di Indonesia saja, melainkan di
kota-kota di Belanda. Seperti Kota Utrecht, Venlo, Amsterdam, dan
Harleem. WR. Supratman bahkan membuatkan lagu berjudul Ibu Kita Kartini
untuk mengenang jasa-jasanya.
Beberapa buku biografi Kartini yang melukiskan tentang Perjuangan
R.A. Kartini. Antara lain: Imron Rosyadi, R.A Kartini Biografi Singkat 1879-

1904, Garasi: Yogyakarta, 2012;Ishadi, RA Kartini, Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan, Jakarta: 1986; Farhan MH,Ayo Mengenal Lebih Dekat

Biografi R.A. Kartini, Bintang Cemerlang, tkt: tt; dan masih banyak lagi
lainnya.

BIOGRAFI DEWI SARTIKA

Dewi Sartika dilahirkan di kota Bandung tanggal 4 Desember 1884


lalu wafat di kota Tasikmalaya tanggal 11 September 1947 saat usia 62 tahun
yaitu tokoh pelopor pendidikan buat golongan wanita, diakui menjadi
Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia th. 1966. Ayahnya, Raden
Somanagara yaitu seseorang pejuang kemerdekaan. Paling akhir, sang bapak
dihukum buang ke Pulau Ternate oleh Pemerintah Hindia Belanda sampai
wafat dunia disana. Dewi Sartika terlahir dari keluarga priyayi Sunda, Nyi
Raden

Rajapermas

serta

Raden

Somanagara.

Walau

tidak

mematuhi

kebiasaan waktu itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika,


ke sekolah Belanda juga.

Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak


ibunya) yang berkedudukan untuk patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau
memperoleh didikan tentang kesundaan, sedang wawasan kebudayaan Barat

diperolehnya dari karena didikan seseorang nyonya Asisten Residen bangsa


Belanda. Dari kecil, Dewi Sartika telah tunjukkan bakat pendidik serta
kegigihan untuk mencapai perkembangan. Sembari bermain di belakang
gedung kepatihan, beliau kerap memperagakan praktek di sekolah, mengajari
baca-tulis, serta bhs Belanda, pada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan
bilik kandang kereta, arang, serta pecahan genting dijadikannya alat bantu
belajar.

Raden Dewi Sartika yang mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di


Cicalengka, sejak kecil memang sudah menunjukkan minatnya di bidang
pendidikan. Dikatakan demikian karena sejak anak-anak ia sudah senang
memerankan perilaku seorang guru. Sebagai contoh, sebagaimana layaknya
anak-anak, biasanya sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain sekolahsekolahan dengan teman-teman anak perempuan sebayanya, ketika itu ia
sangat senang berperan sebagai guru. Waktu itu Dewi Sartika baru berumur
sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan bacatulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh
anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena di waktu itu belum banyak
anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan
diajarkan oleh seorang anak perempuan.

Sekolah

Istri

tersebut

terus

mendapat

perhatian

positif

dari

masyarakat. Murid- murid bertambah banyak, bahkan ruangan Kepatihan


Bandung yang dipinjam sebelumnya juga tidak cukup lagi menampung murid-

murid. Untuk mengatasinya, Sekolah Isteri pun kemudian dipindahkan ke


tempat yang lebih luas. Seiring perjalanan waktu, enam tahun sejak didirikan,
pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi Sekolah
Keutamaan Isteri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata
pelajaran juga bertambah.
Ia berupaya keras mendidik anak-anak gadis supaya nantinya dapat jadi
ibu rumah-tangga yang baik, dapat berdiri dengan sendiri, luwes, serta
trampil. Maka karenanya, pelajaran yang terkait dengan pembinaan rumah
tangga banyak diberikannya. Untuk menutupi cost operasional sekolah, ia
membanting tulang mencari dana. Seluruhnya jerih payahnya itu tak
dirasakannya jadi beban, namun bertukar jadi kepuasan batin lantaran sudah
sukses mendidik kaumnya. Satu diantara yang menaikkan semangatnya yaitu
dorongan dari beragam pihak terlebih dari Raden Kanduruan Agah
Suriawinata,

suaminya,

yang

sudah

banyak

membantunya

wujudkan

perjuangannya, baik tenaga ataupun pemikiran.

Pada

tahun-tahun

berikutnya

di

beberapa

wilayah

Pasundan

bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuanperempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika.
Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten
(setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia kesepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri

(Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan


yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini
menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh
Encik Rama Saleh.
Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di
tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di
kota kewedanaan. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan
peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian
berganti nama menjadi "Sakola Raden Dwi". Atas jasanya dalam bidang ini,
Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Terlepas dari bentuk atau cara perjuangannya, seorang pahlawan pasti telah
berbuat sesuatu yang heroik untuk bangsanya sesuai kondisi zamannya.
Demikian halnya dengan Raden Dewi Sartika. Jika pahlawan lain
melakukan perjuangan untuk bangsanya melalui perang frontal seperti angkat
senjata, Dewi Sartika memilih perjuangan melalui pendidikan, yakni dengan
mendirikan sekolah. Berbagai tantangan, khususnya di bidang pendanaan
operasional sekolah yang didirikannya sering dihadapinya. Namun berkat
kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat negerinya,
sekolah yang didirikannya sebagai sarana pendidikan kaum wanita bisa berdiri
terus, bahkan menjadi panutan di daerah lainnya.

TUGAS BAHASA INDONESIA


BIOGRAFI
R.A KARTINI DAN DEWI SARTIKA

Nama : Tri Cahyani


Kelas

: XI. MIA 5

SMA NEGERI 1 PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2014/2015

Anda mungkin juga menyukai