Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL KARYA ILMIAH REMAJA

(KIR)
DAMPAK KETIDAKPEDULIAN MASYARAKAT
MINANGKABAU TERHADAP PERAN NINIAK
MAMAK KHUSUSNYA
NAGARI SUAYAN KECAMATAN AKABILURU
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
PROVINSI SUMATERA BARAT

SOSIAL DAN HUMANIORA


Oleh :
Mila Syukria
Rahmat Putra Ilahi
Raihan Maulana Hamid
Rissa Rahmatika Nurilhidayat
Wiwi Fismariza
MADRASAH ALIYAH NEGERI INSAN CENDEKIA
PADANG PARIAMAN
PROPINSI SUMATERA BARAT

i
HALAMAN PENGESAHAN
Dampak Ketidakpedulian Masyarakat Minangkabau Terhadap Peran Niniak

Mamak Khususnya Nagari Suayan Kecamatan Akabiluru Kabupaten Lima Puluh

Kota Propinsi Sumatra Barat

Nama : Rahmat Putra Illahi dan Rissa Rahmatika Nurilhidayat

Kelas : X IPA 2

Madrasah : Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Padang Pariaman

Sintuk , Mei 2019

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Nur Azizi,S.Pd Surya Ningsih,S.Pd

(matematika) (Sosiologi)

Mengetahui :

Kepala Madrasah

Rudianto,S.Pd,M.M.Pd

i
ABSTRAK
Karya tulis ilmiah remaja dengan judul “Dampak Ketidakpedulian Masyarakat
Minangkabau Terhadap Peran Niniak Mamak Khususnya Nagari Suayan Kecamatan
Akabiluru Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatra Barat” disusun untuk
menambah wawasan penulis dan pembaca tentang dampak yang terjadi di Minangkabau jika
peran mamak dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak dianggap lagi dan juga untuk memenuhi
tugas karya tulis ilmiah sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Nasional ( UN ).

Penulis mengangkat karya tulis ini dikarenakan sudah mulai lunturnya budaya
Minangkabau, khususnya peran niniak mamak dalam kehidupan masyarakat. Karya tulis ini
diharapkan mampu memberikan gambaran bagi masyarakat tentang situasi saat ini serta
mencarikan solusi dalam mengatasi masalah yang timbul, agar tercipta kehidupan masyarakat
yang harmonis di Nagari Suayan khususnya dan Minangkabau pada umumnya.

Karya tulis ini disusun dengan metode kuantitatif dengan menyebarkan angket kepada
beberapa masyarakat nagari Suayan dan beberapa niniak mamak yang ada di nagari Suayan.
Selain itu, karya tulis ini juga disusun dengan metode kualiatatif dengan mengadakan
wawancara bersama masyararakat di lingkungan nagari Suayan.

ii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt, yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya. Sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kemudian shalawat dan

salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw.

Adapun karya tulis yang berjudul “Dampak Ketidakpedulian Masyarakat


Minangkabau Terhadap Peran Niniak Mamak Khususnya Nagari Suayan
Kecamatan Akabiluru Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatra Barat”
ditulis untuk menambah wawasan penulis tentang peran niniak mamak di Minangkabau
dan salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir Nasional

Penyelesaian karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yaitu :

1. Ustadz Rudianto, S.Pd.M.M.Pd selaku kepala madrasah

2. Ustadzah Nur Azizi, S.Pd selaku pembimbing penulis ;

3. Ustadzah Surya Ningsih,S.Pd

4. Keluarga besar Sapeda Unto selaku sahabat penulis yang telah memberikan

kritik dan sarannya kepada penulis;

5. Keluarga besar MAN INSAN CENDEKIA Padang Pariaman

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian karya tulis ini.

Karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis juga

mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada semuanya, agar karya tulis ini

lebih baik lagi. Atas kritik dan saran, penulis ucapkan terima kasih.

Padang Pariaman, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................................i

ABSTRAK ..................................................................................................................................... ii

Kata Pengantar .............................................................................................................................. iii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................................................... 2

C. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3

D. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 3

E. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................................ 4

A. Minangkabau................................................................................................................. 4

B. Niniak Mamak di Minangkabau ................................................................................... 5

C. Sumatera Barat .............................................................................................................. 9

D. Kabupaten Lima Puluh Kota ....................................................................................... 10

E. Kecamatan Akabiluru ................................................................................................. 12

F. Nagari Suayan ............................................................................................................. 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................... 15

A. Jenis dan Metode Penelitian ........................................................................................ 15

B. Data dan Sumber Data ................................................................................................ 15

C. Instumen Penelitian ..................................................................................................... 15

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 15

E. Teknik Pengabsahan Data ........................................................................................... 16

F. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................................... 16

G. Alat yang dibutuhkan .................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara majemuk yang menjadikan Indonesia memiliki
beragam kebudayaan. Banyaknya kebudayaan di Indonesia menjadikan
masyarakatnya juga memiliki beragam pola dan aturan hidup. Salah satunya adalah
kebudayaan Minangkabau. Sistem adat Minangkabau dicetuskan oleh dua orang
bersaudara yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih Nan Sabatang. Datuk
Katumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang demokratis. Sedangkan
Datuk Parpatih Nan Sabatang mewariskan sistem adat Bodi Chaniago yang egaliter.
Dua sistem adat ini dikenal dengan keselarasan yang saling mengisi membentuk
sistem masyarakat.

Dalam masyarakat Minangkabau ada tiga pilar yang membangun keutuhan


budaya serta adat istiadat, yaitu alim ulama, cadiak pandai, niniak mamak yang
dikenal dengan istilah Tungku Tigo Sajarang.

Suatu landasan yang menjadi pondasi di adat Minangkabau adalah adat dan
budaya kekerabatan menurut garis keturunan menurut garis ibu dengan prinsip “anak
dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan”. Prinsip
hubungan seperti itu, tidak hanya menyangkut antara ayah dan anak-anaknya, tetapi
juga hubungan dengan para kamanakan. Niniak mamak adalah seorang laki-laki dari
suatu kaum telah dituakan dan jadi “tampek baiyo dan bamolah” (bermusyawarah)
walupun ia masih muda. Dalam hal ini termasuk mamak kepala jurai dan mamak
kepala waris dalam kaum, apakah dia alim ulama, cadiak pandai, pemuka masyarakat,
buruh, petani atau sebagai pejabat sekalipun. Karena itu kita sering mendengar dalam
pertemuan dan rapat-rapat kata-kata yang diucapkan oleh penceramah atau pembicara
menyebutkan “Niniak mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.

Niniak mamak merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan nagari


menurut pola tradisional. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang sistem
pemerintahan terendah yang mulai berlaku di Sumatra Barat tahun 1983 berdasarkan
Perda Nomor 13 Tahun 1983 menyebabkan sistem pemerintahan nagari digantikan
dengan sistem pemerintahan desa dan kelurahan.

1
Dampak dari aturan tersebut adalah berkurangnya peran niniak mamak dalam
kehidupan masyarakat nagari. Fungsi niniak mamak telah digantikan oleh Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) buatan Pemerintah Orde Baru. Tumbangnya
Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi tahun 1998 menimbulkan keinginan
masyarakat Minangkabau untuk kembali menghidupkan lembaga niniak mamak dalam
nagari.

Ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah


disikapi oleh Pemerintah Sumatra Barat dengan mencanangkan “Gerakan Kembali ke
Nagari” yang diterapkan sejak tahun 2001. Oleh karena fungsi dan peranan ninik
mamak telah banyak berubah selama diberlakukannya Undang-undang Nomor 5
Tahun 1979, maka diperlukan usaha keras untuk mensosialisasikan kembali peran dan
fungsi mamak terhadap masyarakat Minangkabau, terutama kepada generasi muda
yang sebelumnya tidak pernah mengalami kehidupan dengan sistem pemerintahan
nagari secara tradisional.
Namun, seiring perkembangan zaman, peran niniak mamak tersebut mulai
kembali memudar dan niniak mamak tidak lagi dianggap oleh masyarakat
Minangkabau. Niniak mamak saat sekarang ini pada umumnya tidak memperhatikan
kemenakan dan kaum adat yang dipimpinnya. Kebanyakan mereka merasa tidak
mengharapkan kemenakan dan kaum mereka lagi. Dengan demikian, mereka memilih
untuk berpangku tangan dan tidak memperhatikan kemenakan mereka. Malahan saat
ini tidak jarang lagi kita temukan fenomena yang sangat lazim seperti halnya seorang
mamak tidak mengetahui kemenakan mereka sendiri atau mayarakat Minangkabau
tidak mengetahui siapa niniak mamaknya. Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat
sebuah karya ilmiah dengan judul “Dampak Ketidakpedulian Masyarakat
Minangkabau Terhadap Peran Niniak Mamak Khususnya Nagari Suayan
Kecamatan Akabiluru Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatra Barat”

B. Identifikasi Masalah
Seiring perkembangan zaman, adat istiadat mulai tergoyahkan oleh berbagai
pengaruh-pengaruh luar. Begitu juga dengan adat istiadat Minangkabau, salah satunya
adalah keberadaan niniak mamak di Minangkabau. Oleh karena itu, identifikasi
masalah mengenai dampak ketidakpedulian masyarakat Minangkabau terhadap peran
niniak mamak khususnya di Nagari Suayan Kecamatan Akabiluru Kabupaten Lima

2
Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat, akan dikumpulkan dan selanjutnya akan
dilakukan penelitian sesuai dengan batasan kemampuan penulis.

a. Peran niniak mamak di Minangkabau

b. Sikap masyarakat terhadap peran niniak mamak di Minangkabau, khususnya di


Nagari Suayan, Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi
Sumatera Barat

c. Pengetahuan masyarakat Nagari Suayan terhadap peran niniak mamak di


Minangkabau?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, rumusan penelitian
ini adalah “Bagaimana dampak ketidakpedulian masyarakat terhadap peran niniak
mamak di Minangkabau khususnya Nagari Suayan Kecamatan Akabiluru Kabupaten
Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat terhadap kehidupan masyarakat itu
sendiri?”

D. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui dampak ketidakpedulian masyarakat Minangkabau terhadap peran
niniak mamak

b. Membantu mencarikan solusi dalam mengatasi masalah ini, agar tercipta


kehidupan masyarakat yang harmonis di Nagari Suayan khususnya dan
Minangkabau pada umumnya.

E. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, menambah wawasan tentang pentingnya peran niniak mamak dalam
kehidupan masyarakat Minangkabau dan memenuhi tugas Karya Tulis Ilmiah
(KTI)

b. Bagi madrasah, menambah koleksi hasil karya siswa-siswi

c. Bagi masyarakat, mengingatkan kembali masyarakat tentang peran niniak mamak


yang berdampak dalam kehidupan sehari-hari, serta mengembalikan adat istiadat
Minangkabau yang mulai memudar.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Minangkabau
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan
dengan suatu legenda yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada
suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang
dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat
setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan
menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat
menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang
lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu
langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau
besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama
Minangkabau, yang berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau).
Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan
bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Pariangan
menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga
digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di
Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Dari tambo yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek
moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut
tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta
cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak.
Namun kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan Sulalatus
Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau mengutus
wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah seorang keturunan Iskandar Zulkarnain
tersebut untuk menjadi raja mereka.

Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu


Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar
2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah
timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang
disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan
darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama
4
luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari
Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa pemerintahan
Hindia Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang
disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen , oleh masyarakat Minangkabau
disebut dengan nama Tuan Luhak

B. Niniak Mamak di Minangkabau


Niniak mamak adalah satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Pangulu
dalam suatu kanagarian di Minangkabau yang terdiri dari beberapa datuk-datuk kepala
suku atau pangulu suku atau kaum yang mana mereka berhimpun dalam satu
kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN). Diantara para datuk-datuk
atau niniak mamak itu dipilih salah satu untuk menjadi ketuanya itulah yang
dinamakan Ketua KAN. Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah yang disebut
niniak mamak,“Niniak mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek
babarito”.

Niniak mamak adalah sebuah sifat yang ditujukan kepada orang terkemuka dan
disegani dalam nagari di Minangkabau. Gelar penghulu yang juga disebut datuak
adalah salah satu komponen penting niniak mamak di Minangkabau sebuah
kebesaran dan terhormat, sebab dialah yang akan diamba gadang nan kadijunjuang
tinggi (dibesarkan dan ditinggikan), Pai tampaek batanyo , pulang tampek babarito (
Orang yang selalu diminta petunjuknya sebelum melakukan suatu pekerjaan oleh anak
kemenakannya dan orang yang dihormati dan disegani tempat kembali melaporkan
setiap selesai melakukan tugas kesukuan). Begitu mulia kedudukan niniak mamak di
tengah masyarakatnya.Niniak mamak adalah kelompok penentu setiap keputusan yang
menyangkut hajat orang banyak dalam masyarakat di alam Minangkabau. Maka setiap
tindak tanduk dan prilaku masyarakat Minangkabau harus berdasarkan kesepakatan
Niniak mamak. Sebaliknya, tidak akan terlaksana dan tidak akan diakui ketika
pekerjaan menyangkut kepentingan oang banyak tanpa persetujuan niniak mamak
nan gadang basa batuah ( dibesarkan dan dituakan).

5
Niniak mamak adalah seorang laki-laki dalam suatu kaum yang didahulukan
salangkah, ditinggikan sarantiang. Mereka punya kedudukan kuat dalam kaumnya.
Niniak mamak adalah seorang laki- laki dari suatu kaum telah dituakan dan jadi
“tampek baiyo dan bamolah”. Setiap suku haruslah memiliki niniak mamak. Tidak
ada kewajiban bahwa niniak mamak haruslah dari golongan kaya ataupun telah
dewasa, apakah dia ulama, cerdik pandai, pemuka masyarakat, buruh, petani sekalipun
juga bisa diangkat menjadi niniak mamak. Karena niniak mamak hanyalah simbol
kepemimpinan dalam suku sedangkan yang menjalankan tugasnya adalah panungkek
(wakil niniak mamak). Niniak mamak tidak hanya menjabat dalam kaumnya namun ia
juga menjabat dalam nagari dengan membuat suatu badan yang disebut Kerapatan
Adat Nagari (KAN). Kan dianggotai oleh niniak mamak yang diutus dari setiap jorong
3 orang. Niniak mamak bertugas menyelesaikan perselisihan mengenai tanah pusako.
Sebagai anggota niniak mamak adalah perwakilan dari kaumnya dalam pemerintahan
nagari yang mewakili konstituentenya untuk menyampaikan dan memperjuangkan
anspirasi kaum yang dipimpinnya serta untuk membantu menyelesaikan berbagai
persoalan yang timbul pada kemenakannya dalam nagari,”Andiko di dalam kampuang
kusuak nan kamanyalasai karuah nan kamampajaniah”. Di antara para niniak mamak
itu dipilih satu yang akan menjadi ketuanya itulah yang dinamakan ketua KAN.
Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah yang disebut niniak mamak,”Niniak
mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”(Niniak mamak
dalam nagari pergi tempat bertanya pulang tempat berberita). Jabatan niniak mamak
adalah sebagai pemenang sako datuak secara turun temurun menurut garis keturunan
ibu dalam sistem matrilineal. Sebagai pemimpin adat maka dia memelihara, menjaga,
mengawasi, mengurusi dan menjalankan seluk beluk adat. Dia adalah pemimpin dan
pelindung kaumnya atau anak kemenakannya menurut sepanjang adat. Keberadaan
niniak mamak di tengah masyarakat lebih jauh terlihat dalam pepetah petitih kato
pusako. “Bakbaringin di tangah koto, Ureknyo tampek baselo, Batangnyo tampek
basanda. Dahannyo tampek bagantuang, Daunnyo tampek bataduah kahujanan,
Tampek balinduang kapanehan, nan didahulukan salangkah, Nan ditinggikan
sarantiang, Kapai tampek batanyo, Kapulang tampek babarito”(Seperti pohon
beringin di tengah kota, akarnya tempat bersila duduk, batangnya tempat bersandar,
dahannya tempat bergantung, daunnya tempat berteduh bila hujan, tempat berteduh
bila kepanasan).

6
Adapun kedudukan niniak mamak dalam kebudayaan masyarakat adalah:
1) Kedudukan dalam adat, nagari dan masyarakat
Di Minangkabau banyak unsur yang berperan berbasis di lembaga
Kerapatan Nagari (KN) sekarang Kerapatan Adat Nagari (KAN). Diantara
unsur yang terpenting, unsur fungsional talitigo sapilin dan tungku tigo
sajarang, yakni unsur niniak mamak dipimpin penghulu atau datuak, unsur
ulama dipimpin ketua majelis ulama nagari dan atau tuanku, dan unsur
cadiak pandai dipimpin yamng cerdik cendekia dan atau yang piawai. Di
dalam kelembagaan penghulu atau datuk secara umum ada urang nama 4
jinih, yakni: penghulu, manti, malin dan dubalang. (Yunus 2015, 325)
Menurut Neparli (2017) mengatakan tugas niniak mamak di tingkat
adat, nagari, dan masyarakat ialah:
a. Rapat dengan datuk-datuk (anggota KAN) lain untuk memecahkan
persoalan apa yang timbul dan terjadi, dan jalan apa yang harus
ditempuh, begitupun sengketa yang terjadi dalam masyarakat.
b. memikirkan dan memecahkan persoalan pembangunan nagari,
kampung halaman, dan rumah tangganya, dan mendorong anak
kemenakan untuk melaksanakan barek sapikua ringan
sajenjeng(bergotong-royong) dalam pelaksanaan pembangunan seperti
gedung sekolah, kantor, mesjid, jalan raya, kebersihan nagari dan
kampung.
c. menjadi seorang pemimpin yang tulus dan ikhlas dalam membantu
setiap kegiatan nagari dan menyukseskan lancarnya jalan pemerintahan
nagari serta memikirkan kemajuan nagari dalam segala bidang

2) Kedudukan niniak mamak terhadap keluarga (menyelesaikan persoalan


kemenakan).
Mamak sangat dituntut sekali peranannya dalam keluarga. Sebab
mamak berkedudukan penting dalam membina dan membimbing
kemenakan-kemenakannya, diantaranya adalah
a. Mamak sebagai kepala kaum
Peranan mamak sebagai kepala kaum terutama diperuntukkan
bagi seorang penghulu yang dipilih sebagai mamak kaum. Mamak
kaum bertugas memimpin seluruh anggota yang berdiam pada
7
kelompok suatu rumah gadang. Mamak didalam kaummya berperan
sebagaimana peran seorang laki-laki di dalam kaummya sebab yang
dipimpinnya adalah sebuah kaum yang jumlahnya cukup banyak. Ia
harus menempatkan diri secara adil sesuai dengan ketentuan adat yang
berlaku. (Zulfahmi 2003:75).
Tugas niniak mamak sebagai kepala kaum mencakupi segala
bidang seperti: masalah perekonomian anak kemenakan, pendidikan,
kesehata, keamanan, pelaksanaan menjalankan keagamaan dan lain-
lain. Dalam bidang perekonomian, biasanya mamak mengikutsertakan
kemenakan dalam kegiatan produktif di sawah dan ladang, seperti
membajak, mencangkul, menjaga air sawah, menem padi, memetik
hasil dan sebagainya. Hal semacam ini akan beguna sekali bagi
kemenakan karena dapat mengetahi seluk beluk pertanian. Jadi, secara
tidak langsung mamak atau datuak akan memberikan tanggung jawab
pada kemenakannya dalam menyelenggarakan kehidupan ekonomi
demi peningkatan kehidupan keluarganya nanti. Selain itu, mamak juga
menanamkan kepada kemenakannya cara hidup yang hemat dan
bekerhja keras seperti memeliharaperlengkapak sepeti rumah, cangkul,
baja, dan lain-lain.(Neparli 2017)
b. Mamak sebagai kepala waris
Menurut peraturan adat minagkabau, pusaka harta maupun gelar
diwariskan dari niniak mamak, dari mamak kepada kemenakan
berdasarkan garis keturunan ibu, baik pusaka gelar maupun pusaka
harta tidak boleh diwariskan kepada anak, karena semuanya itu di
Minangkabau pada hakikatnya adalah milik kaum perempuan.
Pengelolaan harta tersebut dipimpin oleh laki laki tertua dalam sebuah
rumah gadang yang bertugas sebagai mamak kepala waris. Mamak
kepala waris bertanggung jawab untuk mengembangkan warisan
sehingga dapat memelihara keutuhan, kebersamaan, dan kesejahteraan
kamanakan. Seperti dalam pengelolaan sawah, sawah tersebut dikelola
secara bergiliran dan yang memperoleh hasilnya pun didapat secara
bergiliran. Misalnya panen tahun ini dipetik oleh Agus sedangkan
tahun selanjutnya diperoleh oleh Ahmad. (Neparli 2017).

8
c. Mamak sebagai pembimbing
Mamak sangat dituntut sekali peranannya dalam membimbing
kemenakan. Peran mamak sebagai pembimbing kemenakan ini
terhadap kemenakan laki- laki telah mempersiapkan kemenakannya
agar suatu saat bisa menggantikan kedudukannya sebagai seorang
mamak, bila ia soerang penghulu mempersiapkannya untuk menjadi
seorang penghulu.(Zulfahmi 2003, 76). Dalam upacara adat misalnya
batagak penghulu atau datuak niniak mamak selalu memberi
kesempatan kepada kemenakan untuk mencoba ikut aktif dalam acara
tersebut.hal ini dimaksukan untuk mendidik kemenakannya agar
mandiri atau wawasan berfikir kearah kehidupan bermasyarakat, agar
suatu saat ketika kemenakannya sudah dewasa dapat menjadu
pemimpin yang disegani orang. (Rafflis 2017)
Di dalam kaummya, mamak befungsi dalam menghadapi dan
menyelesaikan persoalan kaummnya, namun apabila belum didapat
kepuasan, maka berikunya barulah penghulu yang akan melakukan
tugasnya, hal itu pun telah digambarkan oleh pepatah:
Kamanakan baraja ka mamak
Mamak barajo ka panghulu
Panghulu barajo kapado alua dam patuik (Anwar 1997, 15)
(kemenakan belajar kepada mamak, mamak belajar kepada
penghulu, dan penghulu belajar kepada yang benar dan patut).

C. Sumatera Barat
Sumatera Barat adalah sebuah propinsi di Indonesia yang terletak di pulau
Sumatera dengan Padang sebagai ibu kotanya. Sesuai dengan namanya, wilayah
provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah, dataran tinggi
Bukit Barisan di sebelah timur, dan sejumlah di lepas pantainya seperti Kepulauan
Mentawai. Dari utara ke Selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km2 ini
berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau Jambi dan Bengkulu.
Sumatera Barat adalah rumah bagi etnis Minangkabau, walaupun wilayah adat
Minagkabau sendiri lebih luas dari wilayah administratif Provinsi Sumatera Barat saat
ini. Provinsi ini berpenduduk sebanyak 4.846.909 jiwa dengan mayoritas beragama
Islam. Provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan pembagian wilayah

9
administratif pada kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali Kabupaten Kepulauan
Mentawai) dinamakan sebagai nagari.
PRRI berdasarkan Undang- Undang darurat no 19 tahun 1957, Provinsi
Sumatera Tengah dipecah lagi menjadi tiga provinsi yakni Provinsi Sumatera Barat,
Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi. Wilayah Kerinci yang sebelumnya tergabung
dalam Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, digabungkan ke dalam provinsi Jambi
sebagai kabupaten tersendiri. Begitu pula wilayah Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan
Singingi ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Riau. Selanjutnya ibu kota
provinsi Sumatera Barat yang baru ini masih tetap di Bukittinggi.. Bahasa resmi
Sumatera Barat adalah bahasa Indonesia, bahasa utamanya Minang, Melayu, Batak,
Mentawai, dan Tamil. Lagu daerah Sumatera Barat yaitu, Ayam Den Lapeh,
Kampuang Nan Jauah di Mato, Kambanglah Bongo, dan Minangkabau. Rumah Adat
Minangkabau adalah Rumah Gadang dengan senjata tradisionalnya Karih, Karambiak
dan Ruduih.

D. Kabupaten Lima Puluh Kota


Kabupaten Lima Puluh Kota
‫كابوڤاتين ليمو ڤولوه كوتو‬

Lambang Kabupaten Lima Puluh Kota


‫كابوڤاتين ليمو ڤولوه كوتو‬

Moto: -

10
Kantor Bupati Lima Puluh Kota

Peta lokasi Kabupaten Lima Puluh Kota


‫ كابوڤاتين ليمو ڤولوه كوتو‬di Sumatera Barat
Koordinat: -

Provinsi Sumatera Barat

Dasar -
hukum

Tanggal -
peresmian

Ibu kota Sarilamak

Pemerintahan

-Bupati Irfendi Arbi

APBD

-DAU Rp. 632.930.786.000.-(2013)[1]

Luas 3.354,30 km2

Populasi

-Total 348.555 jiwa (2010)

- 103,91 jiwa/km2
11
Kepadatan

Demografi

-Kode area 0752


telepon

Pembagian administratif

- 13
Kecamatan

-Kelurahan 180

Simbol khas daerah


Tabel.1.data Kabupeten Lima Puluh Kota

Batas Wilayah

Utara Provinsi Riau


Selata KabupatenTanahDatar dan Kabupaten
n
Barat Sijunjung
KabupatenAgam dan KabupatenPasaman
Timur Provinsi Riau

E. Kecamatan Akabiluru

Akabiluru

Kecamatan

Negara Indonesia

Provinsi Sumatera Barat

Kabupaten Lima Puluh Kota

Pemerintahan

• Camat Herman Azmar, AP.M.Si

Luas 94,26 Km2

12
Jumlah penduduk 25.631 Jiwa

Kepadatan 272 jiwa /Km2

Nagari/kelurahan 7 Nagari

Tabel.2. Data Kecamatan Akabiluru

Akabiluru adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota,


Sumatera Barat, Indonesia. Kecamatan yang sebelumnya merupakan bagian dari
wilayah Kelarasan Koto Nan Bunta Batu Hampa ini dibentuk berdasarkan Perda No.
14 Tahun 2001 dan diresmikan pada 22 Januari 2002. Kecamatan ini melingkupi tujuh
nagari, yaitu Koto Tangan, Batu Hampar, Sariak Laweh, Sungai Balantik, Suayan,
Pauh Sangik, dan Durian Gadang.

Batas Kecamatan sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Kecamatan


Payakumbuh dan Guguak, Selatan dengan Kabupaten Agam, Timur dengan
Kecamatan Situjuah Limo Nagari dan Barat dengan Kabupaten Agam. Ibu Kota
Kecamatannya adalah Padang Laweh-Nagari Sariak Laweh yang berjarak 26 Km dari
Ibu Kabupaten Sarilamak.

Topografi Kecamatan Akabiluru berbukit dan bergelombang dengan


ketinggian tempat terendah dari permukaan laut berada di sekitar aliran persawahan
Batang Lampasi Nagari Batu Hampa (540 m dpl), dan tertinggi adalah Bukit Runciang
1.100 m dpl.

Di kenagarian Batu Hampa, bukit yang mengelilingi Kecamatan Akabiluru di


antaranya adalah : B. Bajak,B. Kulit Manis, B.Tungku, B. Godang.B. Sarang Olang,
B. Kanduang, B. Sagiriak, B. Siatang, B. Sulah, B. Runciang, B. Panjang, B. Kandang
Kudo dan B. Lereng Karasak. B.Pinak.

Daratannya dialiri oleh Batang Agam, Batang Lampasi, Sungai Balantiak,


Batang Lamparik, Batang Haruwar, dan Batang Sawah yang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk sumber pengairan sawah dan sebagai sumber Galian C sirtukil, serta
tempat PLTA Batang Agam.

13
F. Nagari Suayan
Suayan adalah sebuah nagari yang berada di wilayah Kecamatan Akabiluru,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Terdapat 4 jorong
yaitu: Jorong Suayan Tinggi, Suayan Randah, Suayan Sariak dan Batu Baroguang.
Nagari ini berada di lembah Bukit Sarang Elang dan Bukit Sugiran. pekerjaan
masyarakat bertani dan seperti kebanyakan Nagari di Sumatera Barat, masyarakat
Suayan kebanyakan pergi merantau. Mereka merantau ke Malaysia, Aceh, Jakarta,
Riau, Medan dan daerah lainnya. Bukit Sarang Elang berbatasan dengan Kabupaten
Agam. Nagari ini punya tempat penghasil batu cincin yaitu Bukit Parmato suayan

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif. Menurut (Semi
1993:23), penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-
angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep
yang sedang dikaji secara empriris. Sedangkan kuantitatif mengutamakan angka –
angka.Empriris berarti berdasarkan pengalaman, terutrama yang diperoleh dari
penemuan, percobaan, dan pengamatan yang telah dilakukan. Berdasarkan tujuan
penelitian dan permasalahan, metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan teknik analisis isi. Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif,
artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, bukan
berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel.

B. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data penelitian ini adalah jawaban dari angket yang
diberikan kepada masyarakat dan kalangan niniak mamak serta wawancara yang
dilakukan oleh penulis dengan masyarakat dan niniak mamak yang berada di
Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat.

C. Instumen Penelitian

Sebagai instrumen dalam penelitian ini adalah penelitian sendiri. (Moleong


2005:168) mengatakan kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia
sekaligus perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan pada
akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan cara
pengamatan langsung, memahami, mengidentifikasi, mensosialisasikan, dan
mengumpulkan data-data yang diperlukan.

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan secara deskriptif dengan tahapan berikut (1)
mengamati perubahan masyarakat yang tidak peduli peran ninik mamak di
Minangkabau (2) Melakukan wawancara bersama masyarakat dan ninik mamak di
15
Nagari Suayan Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi
Sumatera Barat (3) Melakukan pengambilan data dengan cara memberikan angket
kepada 50 orang masyarakat dan 20 orang ninik mamak yang berada di Nagari Suayan
Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (4)
Mengumpulkan data dan melakukan analisis terhadap data tersebut, kemudian
membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diperoleh

E. Teknik Pengabsahan Data

Tahap akhir dari penelitian ini menyimpulkan dan menulis laporan. Dalam
penelitian ini, teknik pengabsahan data yang digunakan adalah teknik uraian rinci.
Menurut (Moleong 2005:338), teknik uraian rinci ini menuntut peneliti agar
melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat
mungkin yang menggambarkan konteks serta tempat penelitian yang diselenggarakan.
Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus segala sesuatu yang dibutuhkana oleh
pembaca agar pembaca dapat memehami temuan-temuan yang diperoleh.

F. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Nagari Suayan Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima
Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, pada bulan April 2019

G. Alat yang dibutuhkan


Dalam penelitian ini dibutuhkan alat-alat berupa:

1. Kamera 3. Hp / Recorder

2. alat- alat tulis 4. Kertas angket

16
DAFTAR PUSTAKA
M.D. Mansoer (1970), Sedjarah Minangkabau, Jakarta: Bhratara.
Nadra. Merekonstruksi Bahasa Minangkabau. Padang: Andalas University Press.2006
Nasroen, M. (1971). Dasar Filsafat Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bintang.

Navis, A.(1986). Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan. Jakarta: PT
Pustaka Grafiti
Sjarifoedin Tj.A, Amir. Minangkabau dari Dinasti Iskandar Zulkarnain sampai
Tuanku Imam Bonjol. Jakarta: PT Gria Media Utama. 2011
Zulfahmi, HB, Lintas Budaya dan Adat Minang Kabau, Jakarta : PT. kartika Insan
Lestari, 2003
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Lima_Puluh_Kota&oldid=1443
9818"
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sumatera_Barat&oldid=14329601
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pernikahan_Minangkabau&oldid=137412

17

Anda mungkin juga menyukai