SYAMSINAR
1951042025
SYAMSINAR
1951042025
karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar. Bila kemudian hari ternyata pernyataan saya
terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan
Nama : Syamsinar
NIM : 1951042025
Tanggal : 29 Maret 2023
Motto
“Tidak selamanya yang meninggalkan selalu membawa luka”
ABSTRAK
Syamsinar 2023, “Bentuk dan Makna Kata Berafiks Berkategori Verba Pada
Teks Cerita Rakyat dalam Buku Bahasa Indonesia Kelas X”. Skripsi, Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra,
Universitas Negeri Makassar. (dibimbing oleh Sulastriningsih dan Muhammad
Saleh).
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk menelaah bentuk afiksasi verba
pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X, (2) Untuk menelaah
makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas
X. Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari teks bacaan dalam
buku bahasa Indonesia kelas X edisi revisi 2017 karya Suherli dkk.Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik baca, identifikasi, dan
klasifikasi.
Hasil penelitian ini ditemukan bentuk afiksasi verba yang terdiri dari: 1)
prefiks: men-. ke-, di-, meng-, ter-, se-, dan ber-; 2) sufiks: -an, -kan, dan -i; dan
3) infiks: -el, -em, dan -er; 4) konfiks: ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-an, dan
se-nya. Makna afiksasi verba yang ditemukan yaitu makna gramatikal karena
proses pembentukan kata dapat mengakibatkan perubahan makna. Makna
gramatikal terbentuk karena adanya proses gramatikalisasi seperti pemberian
imbuhan (afiks), reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan kata sehingga kata
dasar menjadi kata majemuk.
Kata kunci: Teks Cerita Rakyat, Afiksasi Verba, Buku Bahasa Indonesia.
ABSTRACT
Syamsinar 2023, "The Forms and Meanings of Affixed Words in the Verb
Category in Folklore Texts in Class X Indonesian Language Books". Thesis,
Indonesian Language and Literature Education Study Program, Faculty of
Languages and Literature, Makassar State University. (supervised by
Sulastriningsih and Muhammad Saleh).
This study aims to: (1) To examine the form of verb affixation in folklore
texts in Indonesian language books for class X, (2) To examine the meaning of
verb affixations in folklore texts in Indonesian language books for class X. This
type of research is qualitative research with using descriptive method. The source
of the data in this study was obtained from reading texts in the 2017 revised
edition of class X Indonesian books by Suherli et al. The techniques used in data
collection were reading, identification, and classification techniques.
The results of this study found a form of verb affixation consisting of: 1)
prefix: men-. to-, in-, to-, to-, to-, and to-; 2) suffixes: -an, -kan, and -i; and 3)
infixes: -el, -em, and -er; 4) konfiks: ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, role, and se-
nya. The meaning of the verb affixation found is the grammatical meaning
because the word formation process can result in a change in meaning.
Grammatical meaning is formed due to grammaticalization processes such as
giving affixes, reduplication (repetition), or compounding words so that the basic
word becomes a compound word.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Karena berkat limpahan rahmat dan
“Bentuk dan Makna Kata Berafiks Berkategori Verba Pada Teks Cerita Rakyat
dalam Buku Bahasa Indonesia Kelas X “ Skripsi ini merupakan syarat untuk
menyelesaikan pendidikan jenjang strata 1 (S1) pada Jurusan Bahasa dan Sastra
penyusunan skripsi ini , penulis banyak menemukan hambatan dan tantangan serta
penulis menyadari bahwa hanya dengan keikhlasan, usaha, dan doa yang akan
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dengan segala ketulusan
dan kerendahan hati kepada Prof. Dr. Sulastriningsih Djumingin, M.Hum., selaku
yang telah banyak mencurahkan tenaga dan pikirannya serta meluangkan waktu
demi memberi nasihat, motivasi, arahan, dan bimbingan dengan penuh kesabaran
serta tanggung jawab dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ramly, M.Hum.,
selaku penguji 1 dan Dr. Tuti wijayanti, M.Pd., selaku penguji II yang telah
meluangkan waktu dan banyak memberikan masukan, koreksi, serta arahan yag
sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima
kasih penulis ucapkan dengan segala ketulusan kepada Dr. Usman, S.Pd., selaku
ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Mayong,
M.Pd., selaku ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Prof. Dr. Anshari,
M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra, Prof. Dr. Husain Syam,
M.Tp. IPU., ASEAN Eng., selaku Rektor Universitas Negeri Makassar, serta
seluruh dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra
persoalan administrasi.
tercinta Kaharuddin dan Nurfitri yang telah sabar mendidik, memotivasi, dan
yang tulus, ikhlas agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Keluarga
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2019 khususnya
kelas B, terima kasih atas bantuan serta motivasi yang diberikan. Ucapan terima
kasih juga kepada Saudara Aulia Zalsabila Said yang telah memberikan motivasi,
dukungan, dan setia menemani penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
Nur Almutmainna, Nur fatiha, Wulandari, Nurfitra Sahrani, Muh. Ikhsan Basir,
Anis Dwi Putra, Adi Nugraha, Fani Adriani, Fatmawati, Ahmad Sofyan,Nur
Hijrah sari, Nur Linda, serta teman-teman Alauddin bersatu yang senantiasa
tugas akhir ini. Serta ucapan terima kasih kepada sosok yang telah memberi luka
sehingga saya bisa mengerti arti untuk menjadi kuat adalah belajar untuk berjuang
sendiri. Ucapan terima kasih juga kepada lembaga saya tercinta HIPERMATA
berorganisasi. Semoga Allah Swt. membalas semua kebaikan dari semua pihak
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat
demi perbaikan tulisan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................iv
MOTTO ..........................................................................................................v
ABSTRAK ......................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ....................8
A. Kajian Teori.................................................................................................8
B. Kerangka Pikir ............................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................28
A. Jenis Penelitian ..........................................................................................28
B. Fokus Penelitian ..........................................................................................28
C. Definisi Istilah .............................................................................................29
D. Data dan Sumber Data ................................................................................30
E. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................31
F. Instrumen Penelitian ....................................................................................31
G. Teknik Analisis Data ..................................................................................33
H. Pemeriksaan Keabsahan Data .....................................................................34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................37
A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 38
B. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 68
A. Kesimpulan ................................................................................................. 69
B. Saran ............................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN ................................................................................................... 72
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 73
DAFTAR TABEL
1
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
2
A. Latar Belakang
sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Karena itu, manusia tidak
mungkin hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Di dalam kehidupan
bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan
perilakunya, kata yang mempunyai bentuk dan perilaku yang sama atau mirip
dimasukkan dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang dibentuk dan
perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok
pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata dapat
satu dari kategori sintaksis utama, verba sering muncul dalam sebuah kalimat,
3
2
verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena sangat
berpengaruh besar terhadap unsur lain yang boleh dan tidak boleh ada dalam
kalimat tersebut.
pedoman bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, buku
ketidaktepatan penulisan buku teks akan berdampak buruk bagi siswa. Di dalam
buku teks tersebut terdapat beberapa jenis afiksasi sehingga setiap jenis afiksasi
tersebut dapat dikaji. Afiksasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dipahami dengan baik oleh siswa karena afiksasi membahas mengenai suatu
afiks pada sebuah bentuk atau kata dasar. Selain itu, verba juga diteliti karena
mendalam tentang afiksasi pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia
terdapat dalam kategori verba. Selain itu, peneliti ingin mengetahui bentuk dan
makna afiksasi yang dipakai pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia
SMA/SMK kelas X.
penting, yaitu afiks dan macam-macam afiks. Afiks adalah morfem yang tidak
dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi, tetapi hanya
3
menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi, (Chaer, 2015). Artinya, afiks
tidak dapat berdiri sendiri karena tidak memiliki arti, namun dapat melekat pada
bentuk dasar lain yang merubah arti atau menciptakan arti baru. Contoh: afiks pe-,
pe- apabila berdiri sendiri tidak akan memiliki arti. Tetapi, apabila melekat pada
Misalnya, bentuk dasar tari yang berarti gerakan badan yang berirama.
Kata tari mendapat imbuhan afiks pe- berubah menjadi pe + tari = penari. Kata
penari yang semula tari mendapat imbuhan pe- berubah makna menjadi orang
dibedakan menjadi empat macam, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Proses
afiks biasanya ditandai dengan adanya penambahan atau pelekatan pada bentuk
dasar. Pada prefiks, imbuhan akan melekat di awal kata dasar (me+tari=menari).
imbuhan gabungan, karena menambah imbuhan pada awal-akhir kata dasar (per-
an+cinta=percintaan).
referensi dalam penelitian ini. Di antaranya, (Aulia Zalsabilah Said, 2022) dengan
judul penelitian Analisis Afiksasi Verba Pada Teks Bacaan Dalam Buku Bahasa
Indonesia Kelas VIII pada penelitian tersebut, peneliti mengkaji tentang bentuk
afiksasi verba pada teks bacaan dalam buku bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa bentuk afiksasi verba yang ditemukan di dalam teks bacaan
4
di antaranya prefiks men-, ke-, di-, meng-, ter-, se-, dan ber-, sufiks -an, -kan, dan
-I, dan konfiks ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-an, dan se-nya. Afiksasi tersebut
dapat membentuk verba aktif maupun pasif. Bentuk verba yang ditemukan
merupakan verba turunan karena dibentuk melalui proses pembubuhan afiks pada
morfem dasar dari kelas kata yang berbeda, sehingga membentuk kata dengan
Makna Kata Berafiks yang Bergategori Verba dalam Artikel Koran Harian Fajar.
Pada penelitian tersebut, peneliti mengkaji tentang makna kata berafiks yang
berkategori verba dalam artikel Koran harian Fajar. Hasil penelitian ini
terdapat 46 kata berafiks me, me-kan, dan ber-. Di antaranya ada 15 kata dari 10
artikel yang berkategori afiks me-, terdapat 18 kata berafiks ber-, dari ke semua
afiks tersebut beragam, di antara kata yang bersifat verba transitif dan juga
berkategori kalimat transitif. Setiap kata yang muncul dari kata turunan maupun
kata yang telah mengalami proses afiksasi tidaklah selalu bermakna sama.
Ketiga, (Endah, 2020) dengan judul penelitian Analisis Bentuk dan Makna
mengkaji tentang makna kata berafiks yang berkategori verba yang terdapat pada
bentuk verba meliputi verba asal dan verba turunan, verba dari segi turunan (verba
makna afiks verba, peneliti mengkaji secara mendalam mengenai bentuk dan
makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas
X.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku
2. Bagaimanakah makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku
C. Tujuan Penelitian
ini, yaitu :
1. Untuk menelaah bentuk afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku
2. Untuk menelaah makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini baik secara teoretis maupun
1. Secara Teoretis
6
2. Secara Praktis
pengetahuan dalam memahami bentuk dan makna kata berafiks pada teks
pemahaman bentuk dan makna kata berafiks pada teks cerita rakyat dalam
c. Bagi peneliti lain sehingga referensi dalam penelitian dan sumber informasi
A. Kajian Teori
1. Bahasa
a. Pengertian Bahasa
mengidentifikasi diri, (Achmad, 2012: 3). Bahasa adalah alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Pengertian bahasa itu meliputi dua bidang. Pertama bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi itu
sendiri. Kedua, arti makna yaitu isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang
Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas dan manusiawi untuk
bagian inti kebudayaan. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pengertian bahasa
itu meliputi dua bidang. Pertama, bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan arti
atau makna yang tersirat dalam arus bunyi itu sendiri. Bunyi itu merupakan
getaran yang merangsang alat pendengaran kita. Kedua, arti atau makna, yaitu isi
yang
7
8
terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya reaksi terhadap hal
lambang bunyi yang arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap dan memiliki arti
(makna) tersirat yang menyebabkan adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar.
b. Hakikat Bahasa
Hakikat Bahasa adalah inti atau dasar kenyataan yang sebenarnya dari
Bahasa. Bahasa itu berupa bunyi, namun spesifik terhadap bunyi-bunyi bermakna
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bunyi tersebut disebut dengan fon/fonem.
Pada umumnya bahasa meliputi, Bahasa sebagai sistem merupakan cara atau
aturan sedangkan sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu
merupakan kata berupa simbol yang diartikan dengan pengertian yang sama.
Bahasa yang bersifat arbitrer berarti suatu Bahasa yang dipilih secara acak dan
tanpa alasan, ringkasnya manasuka atau seenaknya, asal bunyi, tidak ada
hubungan logis antara kata-kata sebagai simbol atau lambang dengan yang
dilambangkannya. Bahasa itu merupakan sistem lambang yang wujud bunyi sudah
adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide atau suatu pikiran yang ingin
2. Morfologi
a. Pengertian Morfologi
golongan dan arti kata. Morfologi adalah suatu kajian dalam ilmu lingusitik yang
kata, bagaimana perubahan pada suatu kata, beserta seluk beluknya. Morfologi
berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani
morphe yang memiliki arti bentuk serta logos yang memiliki arti ilmu (Jannah,
2020).
Menurut Ramlan (2012: 20) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa
perubahan bentuk kata terhadap golongan dari arti kata. Dari beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu tata bahasa yang
Misalnya pada kata beristri secara morfologis terdiri atas dua satuan
minimal, yaitu ber-, dan -istri. Satuan minimal gramatikal itu dinamai “morfem”
kata beristri adalah kata “polimorfemis” yang artinya kata tersebut terdiri atas
lebih dari satu morfem, sedangkan kata istri adalah kata “monofermesis” yang
artinya kata tersebut terdiri dari satu morfem saja. Dalam morfologi, asal usul
terbentuknya kata seperti beristri itulah yang dibicarakan secara lebih detail,
10
Menurut Ramlan (2012: 20) dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses
dengan mengimbuhkan afiks pada bentuk dasar, baik betuk dasar tunggal maupun
dengan perulangan utuh maupun sebagian. Misalnya pada kata jalan menjadi
morfem dasae dengan morfem dasar baik yang bebas maupun terikat sehingga
Misalnya pada kata daya tahun, daya juang, kamar tunggu, kamar kerja, tenaga
(Achmad, 2013: 55). Morfem sendiri merupakan satuan bunyi bahasa yang
terkecil yang mengandung arti atau ikut mendukung arti, (Mahamu, dkk, 2021).
11
beserta arti yang bermakna. Maksud dari bagian terkecil adalah bahwa bentuk
kebahasaan tersebut tidak dapat dianalisis menjadi bagian atau unsur yang lebih
kecil lagi tanpa harus merusak maknanya. Dengan kata lain, pembagian bentuk
menjadi bentuk yang lebih kecil lagi akan merusak makna bentuk itu. Misalkan
berbaju dapat dipisahkan menjadi ber- dan baju. Kedua bentuk tersebut masing-
Dalam bahasa Indonesia morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa
kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan, (Chaer, 2012: 152).
Morfem bebas sebuah ujaran terdapat makna leksikal yang di dalamnya berupa
kata dasar dan dapat pula berupa pokok kata, (Rohmadi, 2020). Sejalan dengan
bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam
ujaran dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem bebas
adalah morfem yang berpotensi mandiri dan dapat diisolasikan dari morfem-
morfem yang lain sehingga tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam
bisa berdiri sendiri dari segi makna. Morfem terikat juga dianggap sebagai
morfem yang tidak memiliki potensi untuk berdiri sendiri dan selalu terikat
dengan morfem lainnya. Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu
12
dengan morfem yang lain tidak dapat muncul dalam ujaran, (Achmad, 2012: 57).
Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat, (Chaer, 2015).
morfem yang tidak dapat mandiri dan tidak dapat diisolasikan dari morfem-
morfem yang lain sehingga tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat
muncul ujaran.
terdapat pada kata-kata berambut. Kata rambut merupakan morfem bebas karena
kata rambut dapat berdiri sendiri, sedangkan yang melekat pada bentuk lain,
seperti prefiks ber-disebut dengan morfem terikat. Kata berambut terbentuk dari
prefiks ber- + rambut. Prefiks ber- yang bertemu dengan fonem /r/ pada kata
Perubahan bentuk ber-menjadi ber, be- atau bel disebut dengan alomorf ber-.
yang telah ditentukan posisinya, misalnya [bər], [bə], dan [bə] merupakan alomorf
a. Bentuk
dipandang secara fonis dan grefemis, bentuk bahasa merupakan sebuah homonim
karena artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.
Bentuk Bahasa adalah bagian dari bahasa yang dapat diserap panca indera baik
13
disimpulkan bahwa bentuk bahasa ialah bentuk fonetis yang bermakna yang dapat
b. Makna
Makna adalah isi yang terkandung dalam sebuah bentuk yang dapat
menimbulkan reaksi tertentu. Makna mempunyai jenis atau tipe yang dapat
dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang, (Chaer, 2013: 60-78).
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal. Makna leksikal (Chaer, 2013: 60) yaitu makna yang sesuai dengan
hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam
kehidupan kita. Makna leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dengan
bentuk nomina leksikon, (Chaer, 2012: 60). Makna leksikal juga bisa dikatakan
makna kata ketika itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau atau bentuk
berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dibaca di dalam
kamus Bahasa tertentu, (Pateda, 2010: 119). Misalnya, kata tikus makna
tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat tikus itu mati diterkam kucing. Kata
dalam kalimat itu jelas merujuk pada binatang tikus bukan yang lain.
Makna gramatikal (Pateda, 2010: 103) adalah makna yang muncul sebagai
akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Makna gramatikal juga terbentuk karena
kata (reduplikasi). Atau pemajemukan kata sehinga kata dasar sehingga kata dasar
menjadi kata majemuk, (Chaer, 2013: 6). Misalnya dalam proses afiksasi prefiks
14
ber- pada bentuk dasar sepatu menjadi bersepatu melahirkan makna gramatikal
mengenakan atau memakai sepatu. Makna sebuah kata, baik kata dasar atau kata
jadian, sering tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, (Gani, 2019).
sintaksis. Makna morfologis adalah makna yang muncul karena akibat proses
morfologi atau akibat hubungan antar bagian-bagian itu. Contoh dari makna
morfologis ada pada kata berbaju yang memiliki makna “memakai baju” makna
tersebut timbul karena adanya kombinasi antara prefiks ber- dengan baju.
terjadi akibat adanya proses sintaksis, contohnya baju ibu : kata-kata baju dan ibu
masing-masing telah memiliki makna leksikal jika baju dan ibu digabungkan
menjadi baju ibu, timbullah makna yang menimbulkan hubungan antar kata yaitu
c. Kata
kata .Pertama, pengertian kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau yang
digunakan dalam berbahasa. Yang kedua yakni kata juga sebanding dengan
Menurut Ramlan (2012: 33) kata merupakan dua macam satuan, yaitu
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik kata terdiri dari
satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem.
15
Misalnya, kata belajar terdiri dari beberapa fonem /I/ dan /a/, dan suku jar terdiri
dari fonem /j/, /a/, /r/. Jadi kata belajar terdiri dari tiga suku kata dan tujuh
bahwa masing-masing kata mempunyai arti yang berbeda-beda, arti kata dapat
berubah sesuai dengan pemakaiannya pada kalimat. Membuat kalimat yang efektif
Misalnya, berjalan terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber-+ jalan = berjalan.
Kata mempunyai fungsi sebagai penyusun suatu kalimat, diketahui bahwa masing-
masing kata mempunyai arti yang berbeda-beda, arti kata dapat berubah sesuai
beberapa jenis kata sebagai penyusunnya. Menurut tata bahasa buku Indonesia,
Kata verba merupakan jenis kelas kata yang menyatakan suatu tindakan,
kerja mempunyai posisi sebagai predikat. Misalnya pada kata makan, minuman,
Kata sifat adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus
tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Ada beberapa
bentuk atau macam kata sifat, diantaranya adalah kata sifat yang berbentuk kata
16
dasar, kata sifat yang berbentuk dari kata ulang, kata sifat yang berbentuk dari
keterangan waktu (sedang, kemudian, sering), keterangan tempat (di, ke, dari, ke
4. Proses Morfologi
menjadi kata, (Muslich, 2010). Dari pendapat diatas, peneliti dapat menarik
perubahan pada bentuk dasar dari morfem dalam rangka pembentukan kata-kata
baru. Proses morfologi dalam Bahasa Indonesia terbagi menjadi tiga macam,
yakni pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar,
pembentukan kata dengan mengulang kata dasar, dan pembentukan kata dengan
b. Pengertian Afiksasi
Menurut (Ramlan, 2012: 57) afiks adalah satuan gramatik terikat yang di
dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang
baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh (Muslich, 2010: 41) yang berpendapat
bahwa afiks adalah bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti
kata baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh (Chaer, 2014: 177) yaitu afiks
pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa afiks adalah satuan gramatik terikat dalam satu
kata merupakan unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan
melekat pada satuan lain untuk untuk membentuk kata atau pokok kata baru dalam
a. Prefiks
dasar. Bentuk atau morfem yang terdapat pada prefiks awalan yaitu seperti : ber-,
b. Sufiks
Sufiks atau akhiran merupakan imbuhan yang terletak diakhir kata, dalam
pembentukan kata ini sufiks tidak pernah mengalami perubahan bntuk. Proses
18
pembentukan afiks disebut sufiksasi. Sufiks terdiri dari kan, an, I, nya, man, wati,
asi, isme. Sufiks –an sangat produktif dalam pembentukan kata pada bahasa
unsure-unsur lain.
c. Infiks
membentuk kata-kata baru yang biasanya tidak berbeda jenis dengan kata dasar.
Misalnya dari kata tunjuk = telunjuk, getar = gemetar, suling = seruling. Infiks
terdiri dari –el-, -em-, -er-. Pembentukan kata dengan infiks yaitu dengan
menyisipkan infiks tersebut diantara konsonan dan vocal pada suku pertama kata
dasar.
d. Konfiks
sebuah kelas kata yang melekat dibelakang kata dasar yang bersama-sama
mendukung satu fungsi. Konfiks merupakan morfem terbagi, yang kedua bagian
dilakukan sekaligus, tidak ada yang lebih dahulu, dan tidak ada yang lebih
kemudian.
a. Prefiks atau awalan, yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar,
(Ramlan, 2012). Afiks yang ditempatkan di depan suatu kata dasar disebut
prefiks atau awalan. Awalan juga memiliki makna maknanya sendiri. Makna
yang dimaksud ialah makna yang muncul sebagai akibat peristiwa gramatikal
19
atau disebut makna gramatikal. Makna gramatikal terdapat pada setiap morfem
yang selalu terikat dengan bentuk dasar yang lain. Ramlan juga menyebutkan
terlihat pada contoh berikut. Sesak dan mahal, berumpuk serta gemerlapan
c. Sufiks -kan memiliki makna “melakukan untuk/bagi orang lain” terlihat pada
contoh di bawah ini. Saksikanlah inilah yang kepada kami mereka wariskan
“memberi waris/warisan”.
contoh di bawah ini. Maka kita berpapasan memang mungkin kenal di mana
“saling papas”.
dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama adjektiva, karena ciri-ciri berikut
(1) verba memiliki fungsi utama sebagi predikat atau predikat inti dalam
kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain, (2) verba mengandung
makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau
kualitas, (3) verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi
21
prefiks ter- yang berarti ‘paling’, dan (4) pada umumnya verba tidak dapat
suatu masyarakat tempatan. Cerita rakyat hidup dan berkembang di dalam suatu
masyarakat dan menjadi dasar acuan norma bagi masyarakatnya. Cerita rakyat
masyarakat terebut. Oleh karena itu, cerita rakyat hidup dan berkembang dari
masyarakat tradisional yang bersifat unik dan didistribusikan secara tetap dan
relatif dalam jangka waktu lama (Asnawi, 2020). Cerita rakyat adalah cerita yang
tergolong karya sastra yang diwariskan dengan cara turun-temurun secara lisan
cerita rakyat adalah cerita rakyat yang berasal dari masyarakat dan berkembang
secara turun temurun dalam masyarakat pada masa lampau sebagai sarana untuk
memberikan pesan moral. Cerita ini juga diwariskan secara turun-temurun melalui
bahasa lisan. Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya
Indonesia. Pada mulanya cerita rakyat di sampaikan melalui budaya lisan berupa
lisan, bukan budaya tulis. Cerita-cerita rakyat ini biasanya terdapat di daerah-
sehingga muncul beberapa versi yang berbeda meskipun ceritanya sama (Rahmat,
2019).
Buku ajar yang berupa buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan
tentang mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang disusun secara sistematis
Buku atau buku teks adalah buku yang berisi bahan tertulis untuk
memberikan pelajaran, (Mudzakir, 2010). Di sini tidak ditegaskan apakah buku itu
murid atau guru, tetapi hanya dijelaskan bahwa buku itu digunakan untuk
memberikan pelajaran (oleh guru atau orang yang berperan sebagai guru). Apabila
ditelusuri lebih lanjut, kata buku teks buka kata Indonesia asli, melainkan kata
adalah buku sekolah, buku pengajaran, buku ajar, atau buku pelajaran yang
bahan untuk latihan, atau lebih jelasnya adalah buku pengajaran siswa. Buku teks
sebagai salah satu sumber belajar yang disusun oleh pakar secara khusus yang
Buku teks dalam proses belajar mengajar memiliki beberapa peranan dan
fungsi. Peranan atau fungsi buku teks (Nisja, 2018) sebagai berikut :
disajikan.
b. Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca, dan
dalam komunikasi.
para siswa.
e. Menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu dan juga
f. Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.
24
Buku teks bukanlah sesuatu yang diproduksi begitu saja, tetapi buku teks
Oleh sebab itu, selain memiliki fungsi, buku teks juga memiliki kriteria-kriteria
tertentu sehingga dianggap memiliki kualitas. Kualitas buku teks yang baik (Nisja,
b. Buku teks haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa yang
menggunakannya.
c. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik perhatian para siswa
yang memanfaatkannya.
lainnya.
yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak membingungkan para siswa
yang menggunakannya.
g. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas
(para siswa).
h. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas
(para siswa).
25
siswa pemakainya.
Mengingat pentingnya fungsi buku teks bagi sekolah, dalam hal ini guru
dan siswa maka diperlukan adanya uji kelayakan buku. Salah satu upaya
Bab VII pasal 43 ayat (5) kelayakan isi, Bahasa, penyajian, dan kegrafian buku
teks pelajaran dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan modal atau gambaran atau model yang berupa
konsep yang menjelaskan suatu hubungan antara variabel yang satu dengan
variable yang lainnya. Kerangka pikir tersebut adalah suatu penjelasa sementara
golongan dan arti kata. Proses morfologis adalah proses perubahan pada bentuk
dasar dari morfem dalam rangka pembentukan kata-kata baru. Dalam Bahasa
Bentuk Bahasa ialah bentuk fonetis yang bermakna yang dapat dicerap panca
26
indera baik dengan mendengar atau dengan membaca. Makna adalah isi yang
dasar. Dilihat dari bentuknya, prefiks ber- dapat mengalami perubahan bentuk.
Terdapat tiga bentuk prefiks ber- jika diletakkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk
terssebut adalah ber-, bel-, dan be-. Prefiks ber- mempunyai fungsi dan memiliki
Morfologi
Analisis
Temuan
A. Jenis Penelitian
karena data yang diteliti berupa kata-kata dan bukan angka-angka. “penelitian
kualitatif adalah metode pengkajian atau metode penelitian suatu masalah yang
2010: 5). Penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti
dan cermat data yang terwujud kata-kata, kalimat, wacana, gambar-gambar atau
didasarkan pada fakta atau fenomena yang ada dan secara empiris hidup pada
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada dua hal yaitu (1) Bentuk kata berafiks
berkategori verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X
dan (2) Makna kata berafiks berkategori verba pada teks cerita rakyat dalam buku
27
28
C. Definisi Istilah
berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam arti Bahasa merupakan alat yang
tanda, misalnya kata dan gerakan, dalam kehidupan sehari-hari kita sering
melafalkan bahasa tertentu saat berbicara, baik itu Bahasa Indonesia, Bahasa
2. Hakikat Bahasa adalah inti atau dasar kenyataan yang sebenarnya dari Bahasa.
Bahasa itu berupa bunyi, namun spesifik terhadap bunyi-bunyi bermakna yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, bunyi tersebut disebut dengan fon/fonem.
4. Morfem adalah bentuk-bentuk berulang yang paling kecil beserta yang tidak
dapat dibagi lagi menjadi unsur yang lebih kecil. Morfem merupakan satuan
leksikal yang dipandang secara fonis dan grefemis yang berwujud antara lain:
6. Makna afiksasi verba adalah makna yang muncul sebagai akibat peristiwa
gramatikal atau disebut makna gramatikal yang berwujud antara lain: makna
prefiks (awalan), makna sufiks (akhiran), makna infiks (sisipan), dan makna
konfiks (gabungan).
7. Teks cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah diksi dalam kalimat yang mengandung
afiks verba yang terdapat pada teks bacaan dalam buku bahasa Indonesia kelas X
yang terbagi menjadi 4 afiks antara lain prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah teks cerita rakyat yang terdapat
pada buku teks bacaan bahasa Indonesia Kelas X SMA/SMK edisi revisi 2017
1. Teknik baca dilakukan dengan membaca secara seksama isi buku bahasa
indonesia kelas X SMA/SMK edisi 2017 karya Suherli dkk. Teknik ini
kelas X SMA/SMK edisi 2017 karya Suherli dkk yang menjadi objek kajian.
akurat.
ada dalam teks cerita rakyat buku bahasa indonesia kelas X. Data yang akan
penomoran data sesuai dengan tanggal, bulan, tahun, dan nomor urut.
F. Instrumen Penelitian
manusia sebagai instrumen, dalam hal ini peneliti sendiri. Peneliti merupakan
31
menggunakan alat bantu berupa kartu data dengan pemberian kode terhadap
Prefiks:
me -(meng)
ke-
di-
pe- (peng)
pe -(pen)
per-
ter-
se-
ber-
Sufiks:
-an
-kan
-i
Infiks :
32
-el
-em
-er
Konfiks :
Ber-an
Ber-kan
Ke-an
Pe-an
Per-an
Se-nya
Makna Prefiks
Makna Sufiks
Makna Infiks
Makna Konfiks
2. Deskripsi dan Klasifikasi Data. Pada tahap ini dilakukan penjelasan yang
Prefiks, (2) Sufiks, (3) Infiks, (4) Konfiks dan makna afiksasi verba yaitu
(1) Makna prefiks, (2) Makna Sufiks, (3) Makna infiks, dan (4) Makna
konfiks yang terdapat dalam teks cerita rakyat dalam buku bahasa
Indonesia kelas X.
kesimpulan yang akan dilakukan ketika data yang diperoleh dan sudah
kesimpulan dalam penelitian afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam
Pada penelitian ini, terdapat tiga tahap pemeriksaan keabsahan data yang
dilakukan oleh peneliti agar hasil penelitian dapat diyakini bersifat ilmiah, yakni:
ketekukanan peneliti terhadap hasil analisis data yang telah dilakukan, sangat
penting untuk dicermati kembali agar dapat memperoleh hasil penelitian yang
kesesuaian hasil analisis data tentang bentuk dan makna afiksasi verba pada
teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X dengan teori relevan
2. Tahap pakar bahasa dan penggunaan bahan regerensi sangat penting dalam
sebagai penunjang agar hasil penelitian yang diperoleh diyakini bersifat ilmiah
dan autentik.
dilakukan oleh peneliti dengan mengamati kembali data bentuk dan makna
afiks verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X yang
35
telah ditemukan dengan hasil analisis berdasarkan teori yang digunakan dalam
penelitian.
BAB IV
Bab hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari: (A) Hasil Penelitian dan
(B) Pembahasan. Kedua hal tersebut diuraikan seperti pada subbab berikut ini:
A. Hasil Penelitian
Bagian ini diuraikan hasil analisis teks cerita rakyat pada buku bahasa
Indonesia edisi revisi 2017 telah peneliti kumpulkan. Uraian dibatasi pada
melalui buku bahasa Indonesia kelas X berupa teks cerita rakyat. Data kemudian
dianalisis berdasarkan bentuk dan makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat
1. Deskripsi Afiksasi verba Pada Teks Cerita Rakyat dalam Buku Bahasa
Indonesia Kelas X
pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X. Afiksasi verba yang
ditemukan terdiri atas empat, yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks.
A. Bentuk Prefiks
lima morf di antaranya meng-, men-, meny-, mem-, dan me-. Berikut analisis
36
37
Data (1): “Maka bayan pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati
Data (1) terdapat kata mendengar yang membentuk kata kerja transitif
pada kalimat di atas. Kalimat di atas terdapat prefiks men- yang dilekatkan di
depan morfem dasar dengar sehingga membentuk kata mendengar. Morfem dasar
dengar termasuk kategori verba dan ketika dibubuhi oleh prefiks men- tidak
Prefiks ke- melekat pada morfem dasar yang termasuk golongan kata
bilangan misalnya kelima. Prefiks ke- memiliki fungsi membentuk pokok kata.
Berikut analisis prefiks ke- pada buku siswa bahasa Indonesia kelas X.
Data (2): “Kesepuluh putri itu dinamai dengan nama-nama warna.” (BP. 5/2)
Data (2) terdapat kata Kesepuluh yang membentuk bilangan pada kalimat
di atas. Kalimat di atas terdapat prefiks ke- yang dilekatkan di depan morfem
Prefiks di- merupakan afiks verba pasif, dan tidak mengalami perubahan
morfem dasar. Berikut analisis prefiks di- pada teks cerita rakyat buku bahasa
Indonesia kelas X.
Data (3): “ Maka diusir oranglah akan si Miskin hingga sampailah ke tepi hutan”.
(BP. 5/5)
38
Data (3) terdapat kata diusir pada kalimat di atas membentuk kalimat pasif
yang menyatakan suatu tindakan. Kata diusir terbentuk dari prefiks di- dilekatkan
pada morfem dasar usir. Morfem dasar usir termasuk kategori verba dan ketika
Data (4): “Maka apabila dilihat oleh pasar itu si miskin datang, maka masing-
masing pun datang ada yang melontari dengan batu, ada yang memalu dengan
Data (4) terdapat kata dilihat pada kalimat di atas membentuk kalimat
pasif yang menyatakan tindakan. Kalimat di atas terdapat prefiks di- yang
dilekatkan di depan morfem dasar lihat sehingga membentuk kata dilihat. Morfem
dasar lihat termasuk kategori verba dan ketika dibubuhi oleh prefiks di- tidak akan
berubah kata.
(proses perubahan bentuk morfem yang terjadi karena penyesuaian diri dengan
lingkungan kata yang dimasuki). Perubahan itu tidak berarti membentuk prefiks
baru, tetapi hanya merupakan variasi dari prefiks meng-. Prefiks meng-
menyatakan suatu perbuatan atau tindakan. Berikut analisis prefiks meng- pada
Data (5): “Tanpa ragu, Putri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan
kalimat yang menyatakan suatu perbuatan. Kalimat di atas terdapat prefiks di-
39
Data (6): “Kami sempat menganggap dia adalah pengemis yang di utus kitab
Data (6) terdapat kata menganggap pada kalimat di atas terdapat prefiks
Prefiks peng- dan per- adalah imbuhan yang diletakkan di awal sebuah
kata dasar. Prefiks peng- mempunyai variasi bentuk seperti pem-, pen-, peny, pe-,
peng-, dan penge-. Prefiks per- memiliki alomorf pe-, dan pel-. Prefiks peng-
sebagian besar adalah kata benda. Hasil penelitian ini, peneliti tidak menemukan
Prefiks per- memiliki alomorf pe- dan pel-. Alomorf tersebut merupakan variasi
dari Prefiks per-. Hasil penelitian ini, peneliti tidak menemukan kata yang
Prefiks ter- merupakan salah satu afiks pembentuk verba. Prefiks ter-
memiliki tiga morf, yakni te-, ter-, dan tel-. Morfem dasar yang melekat pada
prefiks ter- dapat berupa nomina, adjektiva, dan verba. Penanaman morfem
prefiks ter- didasarkan pada variannya yang paling umum atau paling banyak
40
distribusinya. Berikut analisis prefiks ter- pada buku siswa bahasa Indonesia kelas
X.
Data (7): “Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu
Data (7) di atas terdapat prefiks ter- yang diletakkan di depan morfem
tarik. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar tarik merupakan kategori
kelas kata verbia dan mengalami proses afiksasi sehingga menjadi kata tertarik
Data (8): “Bibi Zainab terpaksa menangguh dari satu malam ke satu malam
Data (8) di atas terdapat prefiks ter- yang dilekatkan di depan morfem
dasar paksa. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar paksa adalah kelas
kata kategori verba, meskipun dibubuhi dengan prefiks ter- tetapi tidak berubah
Data (9): “Pantaslah bila terkadang ada pelanggan yang tertidur saat sedang
Data (9) di atas terdapat prefiks ter- yang dilekatkan di depan morfem
dasar kadang. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar kadang adalah kelas
kata kategori verba, meskipun dibubuhi dengan prefiks ter- tetapi tidak berubah
kelas kata.
Data (10): “Dia bertubuh jangkung tetapi terkesan membungkuk, barang kali
Data (10) di atas terdapat prefiks ter- yang dilekatkan di depan morfem
dasar kesan. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar kesan adalah kelas
kata kategori verba, meskipun dibubuhi dengan prefiks ter- tetapi tidak berubah
kelas kata.
se- tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Berikut analisis prefiks se- pada
Data (11): “Kami melihat mata yang bagai selalu ingin memejam, hanya selapis
Data (11) di atas terdapat prefiks se- yang dilekatkan di depan morfem
dasar lalu yang merupakan kelas kata berkategori adverbia. Kata selalu
Data (12): “Dengan biaya murah, bahkan terkadang hanya dengan mengganti
sepiring nasi dan teh panas, kami bisa mendapatkan kenikmatan pijat yang tiada
tara”. (BP.5/4)
Data (12) di atas terdapat prefiks se- yang dilekatkan di depan morfem
dasar piring. Morfem dasar piring adalah kategori verba, meskipun mengalami
proses afiksasi prefiks se- tetapi tidak mengalami perubahan bentuk kelas kata.
Data (13) di atas terdapat prefiks se- yang dilekatkan di depan morfem
dasar minggu. Morfem dasar minggu adalah kategori verba, meskipun mengalami
proses afiksasi prefiks se- tetapi tidak mengalami perubahan bentuk kelas kata.
42
dilekatkan di depan morfem dasar. Prefiks ber- dapat melekat pada nomina,
adjektiva, dan verba. Dalam proses morfologisnya memiliki tiga morf diantaranya
bel-, be-, dan ber-. Berikut analisis prefiks ber- pada teks cerita rakyat buku
Data (14): “Kurit serius menyimaknya masih dalam keadaan berbaring”. (BP. 5/4)
Data (14) terdapat prefiks ber- pada kalimat di atas yang dilekatkan pada
morfem dasar baring yang merupakan kelas kata berkategori nomina. Setelah
mengalami proses afiksasi ber- maka kata baring mengalami perubahan kelas
Infiks atau sisipan kini dianggap sebagai kata dasar, bukan sebuah kata
berimbuhan sisipan. Karena imbuhan sisipan tidak terlalu terlihat fungsi dan
suatu kata dasar. Dari hasil penelitian, peneliti tidak menemukan adanya proses
afiksasi infiks -el, -er, dan -em- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia
kelas X.
Sufiks adalah morfem gramatikal yang terletak dibelakang morfem dasar. Sufiks -
43
nomina, verba, dan adjektiva. Berikut analisis sufiks -an pada teks cerita rakyat
Data (15): “Selain itu, Darko memiliki pembawaan sikap yang ramah, tidak
(BS. 5/4)
Data (15) terdapat sufiks -an pada kalimat di atas yang dilekatkan pada
morfem dasar pembawa yang merupakan kelas kata berkategori adjektiva atau
kata sifat. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan sufiks -an maka kata
Data (16): “Tiba-tiba saja datang ke kampung kami dengan pakaian tampak lusuh.
(BS. 5/4)
Data (16) di atas terdapat sufiks -an di belakang morfem dasar pakai yang
proses afiksasi. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan sufiks -an maka
Data (17) di atas terdapat sufiks -an di belakang morfem dasar lamar yang
merupakan kelas kata berkategori verba atau kata benda. Setelah mengalami
proses afiksasi penambahan sufiks -an maka kata lamaran mengalami perubahan
Sufiks -kan mengubah suatu kata menjadi kata kerja. Berikut analisis
sufiks -kan pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
Data (18) di atas terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar menemu
yang merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami
proses afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata menemukan tetap tidak berubah
kelas kata.
Data (19): “Setiap hari kami harus menumpahkan tenaga di ladang”. (BS. 5/4)
menumpah yang merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah
Data (20) terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar membersih yang
merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses
afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata membersihkan tetap tidak berubah
kelas kata.
Data (21) Hamba hendak memohonkan buah mempelan tuan yang sudah busuk itu
Data (21) di atas terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar memohon
yang merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami
45
proses afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata memohonkan tetap tidak
mengubah makna menjadi makna perintah. Berikut hasil analisis sufiks -i pada
Data (22): “Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul, fikih,
hingga saraf, tafsir ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan”. (BS.
5/1)
Data (22) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar mengaji yang
berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan
Data (23): “Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua
Data (23) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar mencari yang
berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan
Data (24): “Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan
yang berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi
penambahan sufiks -i maka kata menuruti tetapi tidak berubah kelas kata.
46
Data (25): “Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli
Data (25) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar membeli yang
berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan
konfiks ber-an dapat ditambahkan pada kata kerja, kata benda, maupun kata sifat.
Berikut hasil analisis konfiks ber-an pada teks cerita rakyat buku Bahasa
Indonesia kelas X.
Data (26): “Ia lebih suka berpergian dengan Inang pengasuh daripada dengan
Data (26) di atas terdapat konfiks ber-an. Proses penambahan konfiks ber-
pergi yang merupakan kelas kata nomina sehingga menjadi kata berpergi dan
mengalami perubahan kelas kata menjadi kata verba atau kata kerja. Kemudian
mengalami proses afiksasi sufiks -an di belakang kata berpergi sehingga menjadi
Data (27): “Bertepatan dengan naiknya harga bawang yang memang tak
Data (27) di atas terdapat konfiks ber-an. Proses penambahan konfiks ber-
tepat yang merupakan kelas kata nomina sehingga menjadi kata bertepat dan
mengalami perubahan kelas kata menjadi kata verba atau kata kerja. Kemudian
mengalami proses afiksasi sufiks -an di belakang kata bertepat sehingga menjadi
Konfiks ber-kan adalah gabungan awalan ber- dan akhiran -kan pada
proses afiksasi ber-kan pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.
untuk membentuk kata benda (nomina) abstrak atau konkret, kata kerja verba
(intransitive), serta kata sifat/keadaan (adjektiva). Kata dasar yang melekat dengan
konfiks ke-an dapat berkategori nomina, adjektiva, dan verba. Berikut analisis
konfiks ke-an pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.
Data (28) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar tenang. Morfem dasar
tenang berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an
Data (29): “Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko
Data (29) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar istimewa. Morfem dasar
istimewa berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an
Data (30): “Hampir kebanyakan warga di kampung kami ini adalah buruh tani”.
(BK. 5/5)
Data (30) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar banyak. Morfem dasar
banyak berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an
Data (31) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar kuat. Morfem dasar kuat
berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an kelas
Data (31) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar nyata. Morfem dasar
nyata berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an
Data (32): “Maka di namainya akan anaknya itu Markaromah artinya anak di
Data (32) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar sukar. Morfem dasar
sukar berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an
benda. Konfiks pe-an dapat bergabung dengan kata kerja, kata benda, dan kata
sifat. Berikut analisis konfiks pe-an pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia
kelas X.
(BK. 5/4)
Data (33) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks pe-an
yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar makam. Morfem dasar
makam yang merupakan kelas kata berkategori nomina. Namun, ketika dibubuhi
Konfiks per-an adalah awalan per- dan akhiran -an yang diimbuhkan
secara sekaligus pada sebuah bentuk kata dasar. Konfiks per-an berfungsi untuk
membentuk kata benda dari jenis kata lain yang bukan yang bukan kata benda.
Konfiks per-an dapat dibentuk melalui bentuk tiga kata dasar yaitu berkategori
50
nomina, verba, dan adjektiva. Berikut analisis konfiks per-an pada teks cerita
Data (34): “Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari
Data (34) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-
kata yang berkategori verba dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata
Data (35): “Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu
Data (35) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-
perang yang berkategori verba dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata
Data (36): “Hata Raja mengumumkan hari pernikahan Indera Bangsawan dan
Data (36) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-
nikah yang berkategori verba dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata
Data (36) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-
tengkar yang berkategori nomina dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata
dari kata sifat. Berikut analisis konfiks se-nya pada teks cerita rakyat buku Bahasa
Indonesia kelas X.
Data (37): “Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko
Data (37) di atas terdapat konfiks se-nya. Proses penambahan konfiks se-
nya awalnya dimulai dengan menambahkan prefiks se- di depan morfem dasar
sebenar yang berkategori verba dan menambahkan konfiks -nya di akhiran kata
2. Makna Afiks Verba Pada Teks Bacaan dalam Buku Bahasa Indonesia
Kelas X
Berdasarkan data yang ada, peneliti dapat dapt mendeskripsikan makna afiks
verba pada teks cerita rakyat dalam buku Bahasa Indonesia kelas X. Afiks verba
A. Makna Prefiks
a. Prefiks men-
Makna prefiks men- sebagai pembentuk kata kerja transitif dan intransitif.
Berikut hasil analisis makna prefiks men- pada teks cerita rakyat buku bahasa
Indonesia kelas X.
52
Data (1): “Maka pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca do’a qunut dan
pembubuhan prefiks men- di depan kata dasar. Kata dasar nyuruh bermakna
Data (2): “Maka menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan itu dengan tersengat
pembubuhan prefiks men- di depan kata dasar. Kata dasar nangislah bermakna
Data (3): “Dapat di bayangkan keletihan kami bila malam menjelang “ (MP. 5/4)
pembubuhan prefiks men- di depan kata dasar. Kata dasar jelang bermakna
b. Prefiks ke-
dari jumlah yang tersebut pada bentuk dasar dan menyatakan urutan. Beriku hasil
analisis makna prefiks ke- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
53
Data (4): “Jikalau baginda pun mencari muslihat, ia menceritakan kepada kedua
kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang dipegangnya,
Data (4) terdapat kata kedua yang telah mengalami proses pembubuhan
prefiks ke- di depan kata dasar. Kata dasar dua bermakna bilangan yang
c. Prefiks di-
Makna prefiks di- untuk menyatakan suatu tindakan pasif. Berikut hasil
analisis makna prefiks di- pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.
Data (5): “Hanya beberapa orang yang memiliki sawah, dapat dihitung dengan
Data (5) terdapat kata dihitung yang telah mengalami proses pembubuhan
prefiks di- di depan kata dasar. Kata dasar hitung bermakna menjumlahkan atau
membilang.
d. Prefiks meng-
Berikut hasil analisis prefiks meng- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia
kelas X.
Data (6): “Maka saudagar itupun menangkap dan membunuh anak kera itu untuk
Data (6) terdapat kata obati yang telah mengalami proses pembubuhan
prefiks meng- di depan kata dasar. Kata dasar obati bermakna menggunakan obat.
tindakan yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan makna alat yang dipakai
makna yang menyebabkan adanya sifat, dan menyatakan makna yang biasanya
tidak menemukan kata yang mengalami proses afiksasi prefiks peng- dan pen-.
f. Prefiks per-
Prefiks per- hanya memiliki satu makna yaitu menyatakan kuasatif. Hasil
penelitian ini, peneliti tidak menemukan kata yang mengalami proses afiksasi
prefiks per- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
g. Prefiks ter-
menyatakan makna paling. Berikut hasil analisis prefiks ter- pada teks cerita
Data (7): “Ucapannya terngiang kembali, menghadap ke telinga kami bagai dating
Data (7) terdapat kata tergiang yang telah mengalami proses pembubuhan
prefiks ter- di depan kata dasar. Kata dasar ngiang bermakna suara denging.
55
h. Prefiks se-
Makna prefiks se- yaitu menyatakan makna satu. Berikut analisis prefiks
Data (8): “Entah dari mana asalnya, tiada seorang warga pun yang tahu”. (MP.
5/4)
Data (8) terdapat kata seorang yang telah mengalami proses pembubuhan
prefiks se- di depan kata dasar. Kata dasar orang bermakna manusia atau dirinya
sendiri. Setelah mengalami pembubuhan, kata seorang bermakna yaitu satu orang
i. Prefiks ber-
sendiri, berada dalam sebuah keadaan, dan menyatakan hubungan timbal balik.
Berikut analisis prefiks ber- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas
X.
Data (9) terdapat kata berjalan yang telah mengalami proses pembubuhan
prefiks ber- di depan kata dasar. Kata dasar jalan bermakna lintasan atau lintasan.
B. Makna Infiks
Infiks adalah imbuhan yang terletak di dalam kata. Jenis imbuhan ini tidak
seperti pada kata kerja dasarnya. Dari hasil penelitian, peneliti tidak
menemukan adanya proses afiksasi infiks -el, -er, dan -em- pada teks cerita
C. Makna Sufiks
a. Sufiks -an
Makna sufiks -an yaitu mengandung makna tempat, makna alat, makna
cara, makna akibat atau hasil perbuatan, mengandung makna sesuatu yang di,
dan mengandung makna seluruh atau kumpulan. Berikut analisis sufiks -an
Data (10): “Tak lama jelang itu, Surtini si perawan tua menerima lamaran
pembubuhan prefiks -an di depan kata dasar. Kata dasar lamar bermakna
b. Sufiks -kan
Sufiks -kan di pakai pada suatu kata kerja tanpa awalan, berarti kalimat
yang dibentuk adalah kalimat perintah dan kata kerjanya menjadi intransitif.
Kata kerja yang terbentuk akibat mendapat sufiks -kan menyatakan makna
perintah. Berikut analisis sufiks -kan pada teks cerita rakyat buku bahasa
Indonesia kelas X.
Data (11): “ Hatta setiap malam, Bibi Sainab yang selalu ingin mendapatkan
anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan”. (MS. 5/3)
pembubuhan sufiks -kan di depan kata dasar. Kata dasar mendapat bermakna
memperoleh .
c. Sufiks -i
Data (13): “Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamtkan nyawanya,
tetapi juga dapat menyekat istri tuannya daripada menjadi istri yang curang”.
(MS. 5/2)
Data (13) terdapat kata tetapi yang telah mengalami proses pembubuhan
sufiks -i di depan kata dasar. Kata dasar tetap bermakna selalu berada (tinggal,
D. Makna Konfiks
a. Konfiks ber-an
perbuatannya terjadi secara berulang dan menyatakan hubungan timbal balik antar
dua pihak. Berikut analisis konfiks ber-an pada teks cerita rakyat buku bahasa
Indonesia kelas X.
Data (14): “Namun, berhamburan kabar Pak Lurah akan mengorbankan tanah
masjid dan sekitarnya ini kepada orang kota untuk sebuah proyek di kampung”.
(MS. 5/4)
pembubuhan konfiks ber-an di depan kata dasar. Kata dasar hambur bermakna
b. Konfiks ber-kan
59
perintah. Dari hasil penelitian peneliti tidak menemukan afiksasi ber-kan pada
c. Konfiks ke-an
analisis konfiks ke-an pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
pembubuhan konfiks ke-an di depan kata dasar. Kata dasar tenang bermakna
kelihatan diam dan tidak melakukan apa-apa atau tidak gelisah. Setelah
d. Konfiks pe-an
tempat, dan menyatakan alat dan indera. Berikut analisis konfiks pe-an pada teks
Data (16): “Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan
pembubuhan konfiks pe-an di depan kata dasar. Kata dasar kata bermakna ujar
e. Konfiks per-an
analisis konfiks per-an pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
Data (17): “Hatta Raja mengumumkan hari pernikahan Indera Bangsawan dan
pembubuhan konfiks pe-an di depan kata dasar. Kata dasar nikah bermakna
f. Konfiks se-nya
Konfiks se-nya memiliki makna yaitu menyatakan makna tingkat atau paling
menyatakan makna waktu atau setelah. Berikut analisis konfiks se-nya pada teks
Data (18): “Sesampainya di sana, kami tetap tidak menjumpai Darko”. (MS.
5/4)
pembubuhan konfiks se-nya di depan kata dasar. Kata dasar sampai bermakna
61
1. Bentuk Afiks Verba Pada Teks Cerita Rakyat Buku Bahasa Indonesia
Kelas X
verba yang terdapat dalam teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
Relevan dengan hasil penelitian ini, (Rika. Dkk, 2019) melakukan penelitian
Analisis Makna Kata Berafiks Pada Teks Cerita dalam Buku Ajar Bahasa
Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bentuk prefiks men-, ter-, ke-, di-, se-,
dan ber, bentuk sufiks -kan, -an, dan -i bentuk konfiks men-kan,pe-an, per-an.
Jumlah keseluruhan kalimat yang telah peneliti analisis dari teks cerita
rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X terdapat keseluruhan 56 dari 5 teks cerita
rakyat yang mengalami proses afiksasi yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks.
Afiks ialah satuan unsur gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan
unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan
melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata lain dan membentuk kata
baru, (Ramlan, 2012:57). Di antara sepuluh jenis prefiks men-, ke-, di-, meng-,
peng-, pen-, per-, ter-, se-, dan ber-, Pada teks cerita rakyat tersebut prefiks ber-
mengalami perubahan kelas kata menjadi verba. Namun, prefiks peng-, pen-, dan
per- tidak ditemukan kemunculannya pada teks cerita rakyat buku bahasa
Indonesia kelas X, tetapi hal tersebut tidaklah berpengaruh pada bentuk dan kata
62
keseluruhan. Ditemukan pula verba transitif yang ditandai oleh imbuhan yang
digunakan pada prefiks mn-. Untuk verba intransitive ditandai oleh imbuhan
Sedangkan untuk bentuk afiksasi yaitu infiks (-el, -er, -em) yang sama
Selanjutnya, ada tiga jenis sufiks -an, -kan, dan -i. Pada teks cerita rakyat buku
bahasa Inonesia kelas X, proses pembubuhan sufiks -an ditemuan di kata dasar
pembubuhan sufiks -kan yang di temukan di kata dasar kategori verba dan selah
kata tersebut berubah menjadi kata perintah. Pada sufiks atau akhiran ini, sufiks
-an yang paling banyak ditemukan kemunculannya pada teks cerita rakyat
tersebut.
Selain itu, ada enam jenis konfiks yang ditemukan pada teks cerita rakyat
buku bahasa Indonesia kelas X yaitu konfiks ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-
an, dan se-nya. Pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X, proses
kata benda (nomina), maupun kata sifat (adjektiva). Selanjutnya, ditemukan kata
(komplemen). Untuk konfiks ke-an dapat melekat pada kata dasar kategori
katanya tidak berubah. Pada teks cerita rakyat tersebut, konfiks per-an dapat
melekat pada kata yang berkategori nomina, verba, dan adjektiva. Setelah
dapat melekat pada kata sifat dan berubah menjadi kata keterangan setelah
mendapat pembubuhan.
Indonesia Kelas X
hubungan, dalam arti kesepadanan antara bahasa dan alam di luar Bahasa,
atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukannya, (Kridalaksana, 2011).
majemuk (Chaer, 2013: 60). Dari ke tiga jenis afiksasi yang peneliti
kumpulkan terbukti bahwa dari setiap kata yang muncul dari kata turunan
maupun kata yang mengalami proses afiksasi tidaklah selalu bermakna sama.
seperti contoh kata mengambil dan ambil kedua kata tersebut adalah kata
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
berkategori verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X,
antaranya: prefiks men-, ke-, di-, meng-, ter-, se-, dan ber-; sufiks -an, -kan,
dan -i; dan konfiks ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-an, dan se-nya.
Afiksasi tersebut dapat membentuk verba aktif maupun pasif. Bentuk verba
pembubuhan afiks pada morfem dasar dari kelas kata yang berbeda, sehingga
B. Saran
berbeda dan rancangan penelitian yang lebih kompleks. Hal ini bertujuan
Lampiran 1
Kartu Data Afiksasi Verba Pada Teks Cerita Rakyat Buku Bahasa Indonesia
Kelas X
Hal. 116
Hal. 143
(BP.5/5) “Maka apabila dilihat oleh Teks 5
pasar itu si miskin datang,
maka masing-masing pun
datang ada yang melontari “Hikayat Si
dengan batu, ada yang Miskin”
memalu dengan kayu”.
Hal. 141
Hal. 117
Hal. 133
Hal. 133
Hal. 133
bisa mendapatkan
tara”.
Hal. 135
ber- (BP.5/1) “Kurit serius menyimaknya Teks 4
masih dalam keadaan
(BP.4/1) berbaring”.
Tukang Pijat
Keliling
Hal 133
Hal 136
(BS.5/4) “Begitulah, dengan sangat Teks 4
berkobar-kobar kami
menceritakan lamaran Tukang Pijat
masing-masing”
Keliling
69
Hal 132
Hal 135
(BS.5/4) “Setiap hari kami harus Teks 4
menumpahkan tenaga di
lading”. Tukang Pijat
Keliling
Hal 132
(BS.5/4) “Entahlah, dia lebih Teks 4
memilih tinggak di
pemakaman, membersihkan Tukang Pijat
kuburan kapan saja”.
Keliling
Hal 133
(BS.5/5) “Hamba hendak Teks 5
memohonkan buah
mempelan tuan yang sudah Hikayat Si Miskin
busuk itu barang sebiji
sahaja tuan”. Hal. 143
-i (BS.5/1) “Sesudah tahu mengaji, Teks 1
mereka dilatih pula mengaji
kitab usul, fikih, sara, tafsir Hikayat Indera
ilmu senjata, ilmu hikmat, Bangsawan
dan isyarat tipu
peperangan”. Hal. 108
(BS.5/1) “Jikalau baginda pun Teks 1
mencari muslihat; ia
menceritakan kepada kedua Hikayat Indera
anaknya bahwa ia bermimpi Bangsawan
bertemu dengan seorang
pemuda”. Hal. 109
(BS.5/2) “Karena sibuk menuruti Teks 2
permintaan para puteri yang
rewel itu, pelayan tak semat “Hikayat Bunga
membersihkan taman itu”. Kemuning”.
70
Hal 117
(BS.5/3) “Hatta beberapa lamanya Teks 3
Khojan Maimun beristri itu,
ia membeli seekor burung “Burung Bayan
bayan jantan” Budiman”
Hal 121
Hal 117
Hal 144
Hal 132
(BK.5/4) Sebenarnya tidak Teks 4
keistimewaan khusus
mengenai keahlian Darko Tukang Pijat
dalam memijat. Keliling
Hal 132
(BK.5/5) Hampir kebanyakan warga Teks 5
dikampung kami ini adalah
buruh tani. Hikayat Si Miskin
Hal 142
(BK.5/4) Ada kekuatan tersimpan di Teks 4
dalam tanganmu.
Tukang Pijat
Keliling
Hal 135
71
Hal. 133
(BK.5/5) Maka di namainya akan Teks 5
anaknya itu Markaromah
artinya anak di dalam Hikayat Si Miskin
kesukaran .
Hal 144
Pe-an (BK.5/1) Sesedah tempat Teks 1
pemakaman yang muram
menegaskan keterasingan. Hikayat Indera
Bangsawan
Hal 110
(BK.5/2) Setelah beberapa lamanya, Teks 1
mereka belajar pula ilmu
senjata, ilmu hikmat, dan Hikayat Indera
isyarat ilmu tipu Bangsawan
peperangan
Hal 108
per-an (BK.5/1) Hata Raja mengumumkan Teks 1
hari pernikahan Indera
Bangsawan dan puteri Hikayat Indera
Bangsawan
Hal 110
(BK.5/4) Tersebutlah perkataan Teks 1
seotang raja yang bernama
Indera Bungsu dari negeri Hikayat Indera
kobat syahrial. Bangsawan
Hal 109
(BK.5/2) Pertengkaran sering terjadi Teks 2
di antara mereka.
Hikayat Bunga
Kemuning
Hal 116
72
Hal 137
Hal 133
Keliling
Hal 133
meng- (MP.5/3) Maka saudagar itupun Teks 3
menangkap dan membunuh
anak kera itu untuk Hikayat Burung
mengobati anaknya. Budiman
Hal 121
Hal 132
ber- (MP.5/4) Berjalan kembali menapaki Teks 4
malam yang lengan.
Tukang Pijat
Keliling
Hal 132
Hal 136
Hal 122
-i (MP.5/2) Bayan yang bijak bukan Teks 2
sahaja dapat menyelamatka
nyawanya, tetapi juga Hikayat Bunga
dapat menyekat istri Kemuning
tuannya dari oada menjadi
istri yang curang Hal 117
Hal 135
per-an (MP.5/4) Hatta Raja mengumumkan Teks 4
hari pernikahan Indera
Bangsawan dan puteri. Tukang Pijat
Keliling
Hal 132
Hal 137
75
Keterangan:
B : Bentuk
P : Prefiks
S : Sufiks
K : Konfiks
M : Makna
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Bahasa.
Aulia Zalsabila Said. (2020). Analisis Afiksasi Verba Pada Teks Bacaan Dalam
Buku Bahasa Indonesia Kelas VIII.
Asnawi, Asnawi. “Kategori dan Fungsi Sosial Teks Cerita Rakyat Masyarakat
Banjar Hulu: Sebagai Pengukuh Warisan Kebudayaan Lokal Bangsa.”
Jurnal Sastra Indonesia 9.3 (2020): 212-221.
Jannah, Miftachul. “Afiksasi (prefiks dan sufiks) dalam kolom ekonomi bisnis di
koran Jawa POS edisi kamis 14 November 2019.” Jurnal Disastri:
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2.1 (2020): 18-25.
Muslich, Masnur. (2010). Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian Ke Arah Tata
Bahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Mudzakir, A.S. (2010). Penulisan Buku Teks Bahasa Yang Berkualitas. Pustaka:
Bandung, 2010.
Rumilah, Siti dan Intan. Ibnu Cahyani. (2020). “Struktur Bahasa; Pembentukan
Kata dan Morfem Sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik Dalam
Bahasa Indonesia”. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8 (1), 70-87.
Rahmat, Lutfi Irawan. “Kajian antropologi sastra dalam cerita rakyat Kabupaten
Banyuwangi pada masyarakat Using. KREDO: Jurnal Ilmiah Bahasa dan
Sastra, 2019, 3.1: 83-93.
77
Saenal. (2019). Tinjauan Bentuk dan Makna Kata Berafiks yang Berkategori
Verba Dalam Artikel Koran.