Anda di halaman 1dari 91

SKRIPSI

BENTUK DAN MAKNA KATA BERAFIKS BERKATEGORI VERBA


PADA TEKS CERITA RAKYAT DALAM BUKU BAHASA INDONESIA
KELAS X

FORMS AND MEANINGS OF VERBALLY AFFYXED WORDS IN


FOLKLORE TEXTS IN CLASS X INDONESIAN BOOKS

SYAMSINAR
1951042025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
SKRIPSI

BENTUK DAN MAKNA KATA BERAFIKS BERKATEGORI VERBA


PADA TEKS CERITA RAKYAT DALAM BUKU BAHASA INDONESIA
KELAS X

FORMS AND MEANINGS OF VERBALLY AFFYXED WORDS IN


FOLKLORE TEXTS IN CLASS X INDONESIAN BOOKS

Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Bahasa dan Sastra untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana

SYAMSINAR
1951042025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
PERSYARATAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil

karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar. Bila kemudian hari ternyata pernyataan saya

terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan

oleh Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar.

Yang membuat pernyataan

Nama : Syamsinar
NIM : 1951042025
Tanggal : 29 Maret 2023

Motto
“Tidak selamanya yang meninggalkan selalu membawa luka”
ABSTRAK

Syamsinar 2023, “Bentuk dan Makna Kata Berafiks Berkategori Verba Pada
Teks Cerita Rakyat dalam Buku Bahasa Indonesia Kelas X”. Skripsi, Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra,
Universitas Negeri Makassar. (dibimbing oleh Sulastriningsih dan Muhammad
Saleh).

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk menelaah bentuk afiksasi verba
pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X, (2) Untuk menelaah
makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas
X. Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari teks bacaan dalam
buku bahasa Indonesia kelas X edisi revisi 2017 karya Suherli dkk.Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik baca, identifikasi, dan
klasifikasi.

Hasil penelitian ini ditemukan bentuk afiksasi verba yang terdiri dari: 1)
prefiks: men-. ke-, di-, meng-, ter-, se-, dan ber-; 2) sufiks: -an, -kan, dan -i; dan
3) infiks: -el, -em, dan -er; 4) konfiks: ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-an, dan
se-nya. Makna afiksasi verba yang ditemukan yaitu makna gramatikal karena
proses pembentukan kata dapat mengakibatkan perubahan makna. Makna
gramatikal terbentuk karena adanya proses gramatikalisasi seperti pemberian
imbuhan (afiks), reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan kata sehingga kata
dasar menjadi kata majemuk.

Kata kunci: Teks Cerita Rakyat, Afiksasi Verba, Buku Bahasa Indonesia.
ABSTRACT

Syamsinar 2023, "The Forms and Meanings of Affixed Words in the Verb
Category in Folklore Texts in Class X Indonesian Language Books". Thesis,
Indonesian Language and Literature Education Study Program, Faculty of
Languages and Literature, Makassar State University. (supervised by
Sulastriningsih and Muhammad Saleh).

This study aims to: (1) To examine the form of verb affixation in folklore
texts in Indonesian language books for class X, (2) To examine the meaning of
verb affixations in folklore texts in Indonesian language books for class X. This
type of research is qualitative research with using descriptive method. The source
of the data in this study was obtained from reading texts in the 2017 revised
edition of class X Indonesian books by Suherli et al. The techniques used in data
collection were reading, identification, and classification techniques.

The results of this study found a form of verb affixation consisting of: 1)
prefix: men-. to-, in-, to-, to-, to-, and to-; 2) suffixes: -an, -kan, and -i; and 3)
infixes: -el, -em, and -er; 4) konfiks: ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, role, and se-
nya. The meaning of the verb affixation found is the grammatical meaning
because the word formation process can result in a change in meaning.
Grammatical meaning is formed due to grammaticalization processes such as
giving affixes, reduplication (repetition), or compounding words so that the basic
word becomes a compound word.

Keywords: Folklore Texts, Verb Affixation, Indonesian Language Books.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Karena berkat limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Bentuk dan Makna Kata Berafiks Berkategori Verba Pada Teks Cerita Rakyat

dalam Buku Bahasa Indonesia Kelas X “ Skripsi ini merupakan syarat untuk

menyelesaikan pendidikan jenjang strata 1 (S1) pada Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar. Dalam

penyusunan skripsi ini , penulis banyak menemukan hambatan dan tantangan serta

penulis menyadari bahwa hanya dengan keikhlasan, usaha, dan doa yang akan

membawa kemudahan dalam menyusun skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dengan segala ketulusan

dan kerendahan hati kepada Prof. Dr. Sulastriningsih Djumingin, M.Hum., selaku

pembimbing 1 dan Dr. Muhammad Saleh, S.Pd.,M.Pd., selaku pembimbing II

yang telah banyak mencurahkan tenaga dan pikirannya serta meluangkan waktu

demi memberi nasihat, motivasi, arahan, dan bimbingan dengan penuh kesabaran

serta tanggung jawab dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan

penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ramly, M.Hum.,

selaku penguji 1 dan Dr. Tuti wijayanti, M.Pd., selaku penguji II yang telah

meluangkan waktu dan banyak memberikan masukan, koreksi, serta arahan yag

sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima

kasih penulis ucapkan dengan segala ketulusan kepada Dr. Usman, S.Pd., selaku

ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr. Mayong,
M.Pd., selaku ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Prof. Dr. Anshari,

M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra, Prof. Dr. Husain Syam,

M.Tp. IPU., ASEAN Eng., selaku Rektor Universitas Negeri Makassar, serta

seluruh dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra

yang telah banyak membimbing, memotivasi, memberikan ilmu pengetahuan

selama penulis menempuh pendidikan di fakultas ini beserta staf yang

memudahkan penuilis dalam mengurus segala hal yang berkaitan dengan

persoalan administrasi.

Penghargaan istimewa penulis sampaikan kepada orang tua, ayahanda

tercinta Kaharuddin dan Nurfitri yang telah sabar mendidik, memotivasi, dan

membesarkan penulis. Saudara tercinta saya Muhammad Ikhsan Kaharuddin serta

teman-teman seperjuangan saya yang selalu memberikan dukungan serta doa

yang tulus, ikhlas agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Keluarga

besar saya yang selalu memberiksn motivasi untuk penulis. Teman-teman

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2019 khususnya

kelas B, terima kasih atas bantuan serta motivasi yang diberikan. Ucapan terima

kasih juga kepada Saudara Aulia Zalsabila Said yang telah memberikan motivasi,

dukungan, dan setia menemani penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan, Nastaira,

Nur Almutmainna, Nur fatiha, Wulandari, Nurfitra Sahrani, Muh. Ikhsan Basir,

Anis Dwi Putra, Adi Nugraha, Fani Adriani, Fatmawati, Ahmad Sofyan,Nur
Hijrah sari, Nur Linda, serta teman-teman Alauddin bersatu yang senantiasa

memberikan masukan, hiburan, serta memotivasi penulis untuk menyelesaikan

tugas akhir ini. Serta ucapan terima kasih kepada sosok yang telah memberi luka

sehingga saya bisa mengerti arti untuk menjadi kuat adalah belajar untuk berjuang

sendiri. Ucapan terima kasih juga kepada lembaga saya tercinta HIPERMATA

KOMISARIAT UNM yang telah memberikan saya banyak pengalaman dalam

berorganisasi. Semoga Allah Swt. membalas semua kebaikan dari semua pihak

yang telah membantu. Penulis juga menyadari sepenuhnhya bahwa penyusunan

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kepada segenap pembaca agar memberikan saran dan masukan

demi perbaikan tulisan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

terutama diri penulis pribadi.

Makassar, 29 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................iv
MOTTO ..........................................................................................................v
ABSTRAK ......................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ....................8
A. Kajian Teori.................................................................................................8
B. Kerangka Pikir ............................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................28
A. Jenis Penelitian ..........................................................................................28
B. Fokus Penelitian ..........................................................................................28
C. Definisi Istilah .............................................................................................29
D. Data dan Sumber Data ................................................................................30
E. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................31
F. Instrumen Penelitian ....................................................................................31
G. Teknik Analisis Data ..................................................................................33
H. Pemeriksaan Keabsahan Data .....................................................................34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................37
A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 38
B. Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 68
A. Kesimpulan ................................................................................................. 69
B. Saran ............................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN ................................................................................................... 72
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 73
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hlm.

3.1 Kartu Data 26


DAFTAR GAMBAR

Tabel Judul Hlm.

2.1 Bagan Kerangka Pikir 22

1
DAFTAR LAMPIRAN

Nama Lampiran Hlm.

Lampiran 1 Kartu Data Afiksasi Verba 72

Lampiran 2 Teks Bacaan pada Buku Bahasa Indonesia Kelas X 92

Lampiran 3 Persuratan 110

BAB I
PENDAHULUAN

2
A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan

sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Karena itu, manusia tidak

mungkin hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Di dalam kehidupan

sehari-hari, manusia mengenal kebudayaan dan menciptakan berbagai wujud ide,

aktivitas, hingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahasa, menjadi salah

satu unsur paling penting yang mempengaruhi kehidupan maupun kebudayaan.

Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia untuk saling

berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Manusia memiliki kemampuan

berbahasa yang berbeda-beda dalam berkomunikasi. Sebuah symbol bunyi yang

bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan

konvensional, yang digunakan sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok

manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Dalam ilmu bahasa, kata dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk serta

perilakunya, kata yang mempunyai bentuk dan perilaku yang sama atau mirip

dimasukkan dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang dibentuk dan

perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok

pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata dapat

dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya atau kelas katanya. Sebagai salah

satu dari kategori sintaksis utama, verba sering muncul dalam sebuah kalimat,

3
2

verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena sangat

berpengaruh besar terhadap unsur lain yang boleh dan tidak boleh ada dalam

kalimat tersebut.

Saat ini pendidik maupun peserta didik sering menggunakan dan

membicarakan tentang buku siswa bahasa indonesia. Buku teks merupakan

pedoman bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, buku

teks perlu perhatian penuh dalam penulisannya maupun implementasinya, karena

ketidaktepatan penulisan buku teks akan berdampak buruk bagi siswa. Di dalam

buku teks tersebut terdapat beberapa jenis afiksasi sehingga setiap jenis afiksasi

tersebut dapat dikaji. Afiksasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk

dipahami dengan baik oleh siswa karena afiksasi membahas mengenai suatu

proses pembentukan kata yang mengalami proses pengimbuhan dan pembubuhan

afiks pada sebuah bentuk atau kata dasar. Selain itu, verba juga diteliti karena

pemakaiannya sangat produktif, bentuknya variatif, dan perilaku sintaksisnya pun

bermacam-macam. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti secara

mendalam tentang afiksasi pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia

SMA/SMK kelas X. Namun, peneliti hanya memfokuskan afiksasi terutama yang

terdapat dalam kategori verba. Selain itu, peneliti ingin mengetahui bentuk dan

makna afiksasi yang dipakai pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia

SMA/SMK kelas X.

Pada penelitian ini, rumusan masalah dapat dipecahkan dengan teori-teori

penting, yaitu afiks dan macam-macam afiks. Afiks adalah morfem yang tidak

dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi, tetapi hanya
3

menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi, (Chaer, 2015). Artinya, afiks

tidak dapat berdiri sendiri karena tidak memiliki arti, namun dapat melekat pada

bentuk dasar lain yang merubah arti atau menciptakan arti baru. Contoh: afiks pe-,

pe- apabila berdiri sendiri tidak akan memiliki arti. Tetapi, apabila melekat pada

bentuk dasar akan merubah atau membentuk arti baru.

Misalnya, bentuk dasar tari yang berarti gerakan badan yang berirama.

Kata tari mendapat imbuhan afiks pe- berubah menjadi pe + tari = penari. Kata

penari yang semula tari mendapat imbuhan pe- berubah makna menjadi orang

yang melakukan atau pekerjaannya menari. Dalam bahasa Indonesia afiks

dibedakan menjadi empat macam, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Proses

afiks biasanya ditandai dengan adanya penambahan atau pelekatan pada bentuk

dasar. Pada prefiks, imbuhan akan melekat di awal kata dasar (me+tari=menari).

Infiks merupakan imbuhan yang disisipkan pada kata dasar (em+getar=gemetar).

Sedangkan sufiks merupakan imbuhan yang di akhir kata dasar

(makan+an=makanan). Afiks yang ke empat yaitu konfiks biasanya juga disebut

imbuhan gabungan, karena menambah imbuhan pada awal-akhir kata dasar (per-

an+cinta=percintaan).

Terdapat tiga penelitian relevan yang menjadi acuan peneliti sebagai

referensi dalam penelitian ini. Di antaranya, (Aulia Zalsabilah Said, 2022) dengan

judul penelitian Analisis Afiksasi Verba Pada Teks Bacaan Dalam Buku Bahasa

Indonesia Kelas VIII pada penelitian tersebut, peneliti mengkaji tentang bentuk

afiksasi verba pada teks bacaan dalam buku bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa bentuk afiksasi verba yang ditemukan di dalam teks bacaan
4

di antaranya prefiks men-, ke-, di-, meng-, ter-, se-, dan ber-, sufiks -an, -kan, dan

-I, dan konfiks ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-an, dan se-nya. Afiksasi tersebut

dapat membentuk verba aktif maupun pasif. Bentuk verba yang ditemukan

merupakan verba turunan karena dibentuk melalui proses pembubuhan afiks pada

morfem dasar dari kelas kata yang berbeda, sehingga membentuk kata dengan

kelas kata baru.

Kedua, (Saenal, 2019) dengan judul penelitian Tinjauan Bentuk dan

Makna Kata Berafiks yang Bergategori Verba dalam Artikel Koran Harian Fajar.

Pada penelitian tersebut, peneliti mengkaji tentang makna kata berafiks yang

berkategori verba dalam artikel Koran harian Fajar. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kata yang berafiks yang berhasil dikumpulkan peneliti

terdapat 46 kata berafiks me, me-kan, dan ber-. Di antaranya ada 15 kata dari 10

artikel yang berkategori afiks me-, terdapat 18 kata berafiks ber-, dari ke semua

afiks tersebut beragam, di antara kata yang bersifat verba transitif dan juga

berkategori kalimat transitif. Setiap kata yang muncul dari kata turunan maupun

kata yang telah mengalami proses afiksasi tidaklah selalu bermakna sama.

Ketiga, (Endah, 2020) dengan judul penelitian Analisis Bentuk dan Makna

Berafiks Berkategorikan Verba di Pesan Singkat Whatsapp. Penelitian tersebut

mengkaji tentang makna kata berafiks yang berkategori verba yang terdapat pada

pesan singkat Whatsapp. Dalam penelitian tersebut, penelitian ini menemukan

bentuk verba meliputi verba asal dan verba turunan, verba dari segi turunan (verba

transitif dan verba semitransitif).


5

Berdasarkan dari penelitian relevan yang mengkaji terkait bentuk dan

makna afiks verba, peneliti mengkaji secara mendalam mengenai bentuk dan

makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas

X.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang

menjadi fokus penelitian yang akan dibahas oleh peneliti adalah :

1. Bagaimanakah bentuk afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku

bahasa Indonesia kelas X?

2. Bagaimanakah makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku

bahasa Indonesia kelas X?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dari penelitian

ini, yaitu :

1. Untuk menelaah bentuk afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku

bahasa Indonesia kelas X.

2. Untuk menelaah makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam buku

bahasa Indonesia kelas X.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini baik secara teoretis maupun

praktis, yakni sebagai berikut :

1. Secara Teoretis
6

Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pada bidang kebahasaan, khususnya morfologi yang

berkaitan dengan afiksasi.

2. Secara Praktis

a. Bagi guru, khususnya guru bahasa Indonesia sebagai tambahan

pengetahuan dalam memahami bentuk dan makna kata berafiks pada teks

cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X.

b. Bagi siswa, khususnya siswa tingkat SMA/SMK dapat memperdalam

pemahaman bentuk dan makna kata berafiks pada teks cerita rakyat dalam

buku bahasa Indonesia kelas X sehingga siswa dapat memanfaatkan

pengetahuan tersebut secara praktis dalam belajar.

c. Bagi peneliti lain sehingga referensi dalam penelitian dan sumber informasi

pengetahuan dalam bidang morfologi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh

para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasi diri, (Achmad, 2012: 3). Bahasa adalah alat komunikasi antara

anggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia. Pengertian bahasa itu meliputi dua bidang. Pertama bunyi yang

dihasilkan oleh alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi itu

sendiri. Kedua, arti makna yaitu isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang

menyebabkan adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar.

Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas dan manusiawi untuk

membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Bahasa sebagai suatu sistem

komunikasi adalah suatu bagian dari sistem kebudayaan, bahkan merupakan

bagian inti kebudayaan. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat

berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Pengertian bahasa

itu meliputi dua bidang. Pertama, bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan arti

atau makna yang tersirat dalam arus bunyi itu sendiri. Bunyi itu merupakan

getaran yang merangsang alat pendengaran kita. Kedua, arti atau makna, yaitu isi

yang

7
8

terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya reaksi terhadap hal

yang kita dengar (Devianti, 2017).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan

lambang bunyi yang arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap dan memiliki arti

(makna) tersirat yang menyebabkan adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar.

b. Hakikat Bahasa

Hakikat Bahasa adalah inti atau dasar kenyataan yang sebenarnya dari

Bahasa. Bahasa itu berupa bunyi, namun spesifik terhadap bunyi-bunyi bermakna

yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bunyi tersebut disebut dengan fon/fonem.

Pada umumnya bahasa meliputi, Bahasa sebagai sistem merupakan cara atau

aturan sedangkan sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu

keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Kemudian Bahasa sebagai lambang

merupakan kata berupa simbol yang diartikan dengan pengertian yang sama.

Bahasa yang bersifat arbitrer berarti suatu Bahasa yang dipilih secara acak dan

tanpa alasan, ringkasnya manasuka atau seenaknya, asal bunyi, tidak ada

hubungan logis antara kata-kata sebagai simbol atau lambang dengan yang

dilambangkannya. Bahasa itu merupakan sistem lambang yang wujud bunyi sudah

pasti melambangkan suatu pengertian tertentu. maka yang dilambangkan itu

adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide atau suatu pikiran yang ingin

disampaikan dalam wujud bunyi tersebut.


9

2. Morfologi

a. Pengertian Morfologi

Morfologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-

satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-

beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap

golongan dan arti kata. Morfologi adalah suatu kajian dalam ilmu lingusitik yang

membahas, mengkaji serta menganalisis mengenai bagaimana terbentuknya suatu

kata, bagaimana perubahan pada suatu kata, beserta seluk beluknya. Morfologi

berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani

morphe yang memiliki arti bentuk serta logos yang memiliki arti ilmu (Jannah,

2020).

Menurut Ramlan (2012: 20) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa

yang membicarakan atau mempelajari seluk-seluk bentuk kata serta pengaruh

perubahan bentuk kata terhadap golongan dari arti kata. Dari beberapa pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu tata bahasa yang

membicarakan hubungan gramatikal bagian-bagian intern kata serta pengaruh

bentuk terhadap golongan dan arti kata.

Misalnya pada kata beristri secara morfologis terdiri atas dua satuan

minimal, yaitu ber-, dan -istri. Satuan minimal gramatikal itu dinamai “morfem”

kata beristri adalah kata “polimorfemis” yang artinya kata tersebut terdiri atas

lebih dari satu morfem, sedangkan kata istri adalah kata “monofermesis” yang

artinya kata tersebut terdiri dari satu morfem saja. Dalam morfologi, asal usul

terbentuknya kata seperti beristri itulah yang dibicarakan secara lebih detail,
10

masalah pembentukan kata seperti contoh tersebut banyak disinggung ketika

membicarakan bentuk derivasional dan infleksional.

Menurut Ramlan (2012: 20) dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses

pembentukan morfologis, antara lain :

1.) Proses Pembubuhan Afiks (Afiksasi)

Proses afiksasi atau pengimbuhan merupakan proses pembentukan kata

dengan mengimbuhkan afiks pada bentuk dasar, baik betuk dasar tunggal maupun

kompleks. Misalnya mengimbuhkan ber- pada bentuk dasar komunikasi dan

berkomunikasi, atau pada kata buat menjadi berbuat.

2.) Proses Pengulangan (Reduplikasi)

Proses reduplikasi atau pengulangan merupakan proses penurunan kata

dengan perulangan utuh maupun sebagian. Misalnya pada kata jalan menjadi

jalan-jalan, dan pada kata warna menjadi warna-warni.

3.) Proses Pemajemukan (Komposisi)

Proses pemajemukan atau komposisi merupakan proses penggabungan

morfem dasae dengan morfem dasar baik yang bebas maupun terikat sehingga

terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda.

Misalnya pada kata daya tahun, daya juang, kamar tunggu, kamar kerja, tenaga

kerja, dan lain sebagainya.

b. Morfem dan Alomorf

Morfem merupakan satuan terkecil, atau satuan gramatikal terkecil,

(Achmad, 2013: 55). Morfem sendiri merupakan satuan bunyi bahasa yang

terkecil yang mengandung arti atau ikut mendukung arti, (Mahamu, dkk, 2021).
11

Dapat disimpulkan bahwa morfem adalah bentuk-bentuk satuan berulang terkecil

beserta arti yang bermakna. Maksud dari bagian terkecil adalah bahwa bentuk

kebahasaan tersebut tidak dapat dianalisis menjadi bagian atau unsur yang lebih

kecil lagi tanpa harus merusak maknanya. Dengan kata lain, pembagian bentuk

menjadi bentuk yang lebih kecil lagi akan merusak makna bentuk itu. Misalkan

berbaju dapat dipisahkan menjadi ber- dan baju. Kedua bentuk tersebut masing-

masing memiliki makna. Prefiks ber- bermakna menggunakan, baju memiliki

makna pakaian, dengan demikian berbaju terdiri atas dua morfem.

Dalam bahasa Indonesia morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa

kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan, (Chaer, 2012: 152).

Morfem bebas sebuah ujaran terdapat makna leksikal yang di dalamnya berupa

kata dasar dan dapat pula berupa pokok kata, (Rohmadi, 2020). Sejalan dengan

pendapat sebelumnya, (Achmad, dkk: 2012: 57) berpendapat bahwa morfem

bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam

ujaran dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem bebas

adalah morfem yang berpotensi mandiri dan dapat diisolasikan dari morfem-

morfem yang lain sehingga tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam

ujaran atau pertuturan.

Menurut (Kridalaksana, 2013) morfem terikat adalah morfem yang tidak

bisa berdiri sendiri dari segi makna. Morfem terikat juga dianggap sebagai

morfem yang tidak memiliki potensi untuk berdiri sendiri dan selalu terikat

dengan morfem lainnya. Morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu
12

dengan morfem yang lain tidak dapat muncul dalam ujaran, (Achmad, 2012: 57).

Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat, (Chaer, 2015).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa morfem terikat adalah

morfem yang tidak dapat mandiri dan tidak dapat diisolasikan dari morfem-

morfem yang lain sehingga tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat

muncul ujaran.

Dalam bahasa Indonesia semua bentuk afiks morfem terikat, contohnya

terdapat pada kata-kata berambut. Kata rambut merupakan morfem bebas karena

kata rambut dapat berdiri sendiri, sedangkan yang melekat pada bentuk lain,

seperti prefiks ber-disebut dengan morfem terikat. Kata berambut terbentuk dari

prefiks ber- + rambut. Prefiks ber- yang bertemu dengan fonem /r/ pada kata

rambut mengakibatkan fonem /r/ lesap sehingga pengucapannya tidak panjang.

Perubahan bentuk ber-menjadi ber, be- atau bel disebut dengan alomorf ber-.

Alomorf yaitu alomorf (allomorph, morpheme, alternant) adalah anggota morfem

yang telah ditentukan posisinya, misalnya [bər], [bə], dan [bə] merupakan alomorf

dari morfem {ber-}, (Kridalaksana, 2011).

3. Bentuk dan Makna Kata

a. Bentuk

Bentuk merupakan suatu penampakan gramatikal atau leksikal yang

dipandang secara fonis dan grefemis, bentuk bahasa merupakan sebuah homonim

karena artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.

Bentuk Bahasa adalah bagian dari bahasa yang dapat diserap panca indera baik
13

dengan mendengar atau dengan membaca. Dari pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa bentuk bahasa ialah bentuk fonetis yang bermakna yang dapat

diserap panca indra baik dengan mendengar maupun dengan membaca.

b. Makna

Makna adalah isi yang terkandung dalam sebuah bentuk yang dapat

menimbulkan reaksi tertentu. Makna mempunyai jenis atau tipe yang dapat

dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang, (Chaer, 2013: 60-78).

Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna

gramatikal. Makna leksikal (Chaer, 2013: 60) yaitu makna yang sesuai dengan

hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam

kehidupan kita. Makna leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dengan

bentuk nomina leksikon, (Chaer, 2012: 60). Makna leksikal juga bisa dikatakan

makna kata ketika itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau atau bentuk

berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dibaca di dalam

kamus Bahasa tertentu, (Pateda, 2010: 119). Misalnya, kata tikus makna

leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan penyakit

tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat tikus itu mati diterkam kucing. Kata

dalam kalimat itu jelas merujuk pada binatang tikus bukan yang lain.

Makna gramatikal (Pateda, 2010: 103) adalah makna yang muncul sebagai

akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Makna gramatikal juga terbentuk karena

adanya proses gramatikalisasi seperti pemberian imbuhan (afiks), pengulangan

kata (reduplikasi). Atau pemajemukan kata sehinga kata dasar sehingga kata dasar

menjadi kata majemuk, (Chaer, 2013: 6). Misalnya dalam proses afiksasi prefiks
14

ber- pada bentuk dasar sepatu menjadi bersepatu melahirkan makna gramatikal

mengenakan atau memakai sepatu. Makna sebuah kata, baik kata dasar atau kata

jadian, sering tergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, (Gani, 2019).

Makna gramatikal dapat dibedakan menjadi makna morfologis dan makna

sintaksis. Makna morfologis adalah makna yang muncul karena akibat proses

morfologi atau akibat hubungan antar bagian-bagian itu. Contoh dari makna

morfologis ada pada kata berbaju yang memiliki makna “memakai baju” makna

tersebut timbul karena adanya kombinasi antara prefiks ber- dengan baju.

Berbeda dengan makna morfologis, makna sintaksis yaitu makna yang

terjadi akibat adanya proses sintaksis, contohnya baju ibu : kata-kata baju dan ibu

masing-masing telah memiliki makna leksikal jika baju dan ibu digabungkan

menjadi baju ibu, timbullah makna yang menimbulkan hubungan antar kata yaitu

“milik”. Makna itulah yang disebut makna sintaksis.

c. Kata

Secara sederhana kata merupakan sekumpulan huruf yang mempunyai arti.

Namun kamus besar bahasa Indoensia mempunyai arti tersendiri mengenai

kata .Pertama, pengertian kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau yang

dituliskan merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan fikiran yang dapat

digunakan dalam berbahasa. Yang kedua yakni kata juga sebanding dengan

pengertian ujar atau bicara.

Menurut Ramlan (2012: 33) kata merupakan dua macam satuan, yaitu

satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik kata terdiri dari

satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem.
15

Misalnya, kata belajar terdiri dari beberapa fonem /I/ dan /a/, dan suku jar terdiri

dari fonem /j/, /a/, /r/. Jadi kata belajar terdiri dari tiga suku kata dan tujuh

fonem /b, e, l, a, j, a,r/.

Kata mempunyai fungsi sebagai penyusun suatu kalimat. Sangat diketahui

bahwa masing-masing kata mempunyai arti yang berbeda-beda, arti kata dapat

berubah sesuai dengan pemakaiannya pada kalimat. Membuat kalimat yang efektif

dibutuhkan beberapa jenis kata sebagai penyusunannya.

Sebagai satuan gramatik, kata mempunyai satu atau beberapa fonem.

Misalnya, berjalan terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber-+ jalan = berjalan.

Kata mempunyai fungsi sebagai penyusun suatu kalimat, diketahui bahwa masing-

masing kata mempunyai arti yang berbeda-beda, arti kata dapat berubah sesuai

dengan pemakainnya pada kalimat. Membuat kalimat yang efektif dibutuhkan

beberapa jenis kata sebagai penyusunnya. Menurut tata bahasa buku Indonesia,

kata dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1.) Kata Kerja (Verba)

Kata verba merupakan jenis kelas kata yang menyatakan suatu tindakan,

keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Pada kalimat, kata

kerja mempunyai posisi sebagai predikat. Misalnya pada kata makan, minuman,

lari dan lain sebagainya.

2.) Kata Sifat (Adjektiva)

Kata sifat adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus

tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Ada beberapa

bentuk atau macam kata sifat, diantaranya adalah kata sifat yang berbentuk kata
16

dasar, kata sifat yang berbentuk dari kata ulang, kata sifat yang berbentuk dari

frase, dan kata sifat yang berbentuk dari kata serapan.

3.) Kata Keterangan (Adverba)

Kata keterangan merupakan kata yang memberikan keterangan atau

penjelasan terhadap kata lainnya. Kata keterangan dapat dibagi menjadi:

keterangan waktu (sedang, kemudian, sering), keterangan tempat (di, ke, dari, ke

sana) , keterangan sifat dan jumlah ( sangat, amat, terlalu ).

4. Proses Morfologi

a. Pengertian Proses Morfologi

Sebuah buku, khususnya buku bacaan dapat ditemukan proses

pembentukan kata. Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dikenal dengan

sebuah proses morfologi, (Rumilah dan Ibnu, 2020:85). Proses morfologi

merupakan peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem yang lain

menjadi kata, (Muslich, 2010). Dari pendapat diatas, peneliti dapat menarik

sebuah kesimpulan mengenai proses morfologis. Proses morfologis adalah proses

perubahan pada bentuk dasar dari morfem dalam rangka pembentukan kata-kata

baru. Proses morfologi dalam Bahasa Indonesia terbagi menjadi tiga macam,

yakni pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar,

pembentukan kata dengan mengulang kata dasar, dan pembentukan kata dengan

menggabungkan dua atau lebih bentuk dasar, (Muslich, 2010).

b. Pengertian Afiksasi

1.) Pengertian Afiks


17

Menurut (Ramlan, 2012: 57) afiks adalah satuan gramatik terikat yang di

dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang

memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata

baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh (Muslich, 2010: 41) yang berpendapat

bahwa afiks adalah bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti

gramatikal, bukan merupakan bentuk dasar, dan berkemampuan untuk membentuk

kata baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh (Chaer, 2014: 177) yaitu afiks

merupakan sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan

pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dari beberapa pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa afiks adalah satuan gramatik terikat dalam satu

kata merupakan unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan

melekat pada satuan lain untuk untuk membentuk kata atau pokok kata baru dalam

proses pembentukan kata.

2.) Jenis Afiks

Berdasarkan posisi melekatnya pada bentuk dasar afiks terbagi menjadi

empat bagaian yaitu :

a. Prefiks

Prefiks merupakan sebuah imbuhan yang diletakkan di bagian awal kata

dasar. Bentuk atau morfem yang terdapat pada prefiks awalan yaitu seperti : ber-,

meng-, peng-, dan per-.

b. Sufiks

Sufiks atau akhiran merupakan imbuhan yang terletak diakhir kata, dalam

pembentukan kata ini sufiks tidak pernah mengalami perubahan bntuk. Proses
18

pembentukan afiks disebut sufiksasi. Sufiks terdiri dari kan, an, I, nya, man, wati,

asi, isme. Sufiks –an sangat produktif dalam pembentukan kata pada bahasa

Indonesia. Sufiks –an tidak mengalami bentuk dalam penggabungannya dengan

unsure-unsur lain.

c. Infiks

Infiks merupakan afiks yang disisipkan ditengah bentuk dasar untuk

membentuk kata-kata baru yang biasanya tidak berbeda jenis dengan kata dasar.

Misalnya dari kata tunjuk = telunjuk, getar = gemetar, suling = seruling. Infiks

terdiri dari –el-, -em-, -er-. Pembentukan kata dengan infiks yaitu dengan

menyisipkan infiks tersebut diantara konsonan dan vocal pada suku pertama kata

dasar.

d. Konfiks

Konfiks merupakan kesatuan afiks secara bersama-sama membentuk

sebuah kelas kata yang melekat dibelakang kata dasar yang bersama-sama

mendukung satu fungsi. Konfiks merupakan morfem terbagi, yang kedua bagian

dari afiks tersebut dianggap sebagai satu kesatuan, dan pengimbuhannya

dilakukan sekaligus, tidak ada yang lebih dahulu, dan tidak ada yang lebih

kemudian.

3.) Makna Afiks

a. Prefiks atau awalan, yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar,

(Ramlan, 2012). Afiks yang ditempatkan di depan suatu kata dasar disebut

prefiks atau awalan. Awalan juga memiliki makna maknanya sendiri. Makna

yang dimaksud ialah makna yang muncul sebagai akibat peristiwa gramatikal
19

atau disebut makna gramatikal. Makna gramatikal terdapat pada setiap morfem

yang selalu terikat dengan bentuk dasar yang lain. Ramlan juga menyebutkan

makna-makna yang dihasilkan oleh awalan-awalan jika bentuk dasarnya

berupa verba. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

(a) Awalan (meN-) menyatakan makna:

 Melakukan kegiatan. Contohnya: menulis, melukis, dan sebagainya.

(b) Awalan (ber-) menyatakan makna:

 Melakukan kegiatan. Contoh: bekerja.

(c) Awalan (di) menyatakan makna melakukan kegiatan yang pasif.

(d) Awalan (ter-) menyatakan makna:

 Aspek perfektif. Contoh: terbuka.

 Ketidaksengajaan. Contoh: terjahit.

 Ketiba-tibaan atau spontan. Contoh: terbangun, teringat, dan sebagainya.

(e) Awalan (peN-) menyatakan makna:

 Pelaku. Contoh: penyanyi.

 Alat. Contoh: pemotong.

(f) Awalan (pe-) menyatakan makna:

 Yang biasa/pekerjaannya/gemar. Contoh: petaruh.

(g) Awalan (se-) menyatakan makna:

 Setelah. Contoh: sesampai.

b. Makna infiks. Infiks -em- memiliki makna “berulang-ulang” (frekuentatif)

terlihat pada contoh berikut. Sesak dan mahal, berumpuk serta gemerlapan

memiliki makna “sesak dan mahal, bertumpuk serta gemerlap”.


20

c. Sufiks -kan memiliki makna “melakukan untuk/bagi orang lain” terlihat pada

contoh di bawah ini. Saksikanlah inilah yang kepada kami mereka wariskan

“memberi waris/warisan”.

d. Konfiks ber-…-an memiliki makna “saling” atau “berbalasan” terlihat pada

contoh di bawah ini. Maka kita berpapasan memang mungkin kenal di mana

“saling papas”.

4.) Fungsi Afiks Verba

a) Berfungsi untuk menempatkan imbuhan

b) Mengontruksi kata kerja

c) Membangun kata sifat

d) Membentuk kata benda

e) Membentuk kata bilangan

f) Penggunaan pada kata keterangan

5.) Ciri-Ciri Afiks Verba

Menurut (Alwi, dkk, 2010) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan

mengamati (1) perilaku semantis, (2) perilaku sintaksis, (3) bentuk

morfologinya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan

dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama adjektiva, karena ciri-ciri berikut

(1) verba memiliki fungsi utama sebagi predikat atau predikat inti dalam

kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain, (2) verba mengandung

makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau

kualitas, (3) verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi
21

prefiks ter- yang berarti ‘paling’, dan (4) pada umumnya verba tidak dapat

bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan.

5. Pengertian Teks Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan suatu cerita yang diyakini dan berkembang di

suatu masyarakat tempatan. Cerita rakyat hidup dan berkembang di dalam suatu

masyarakat dan menjadi dasar acuan norma bagi masyarakatnya. Cerita rakyat

biasanya terbentuk berdasarakan berbagai ragam peristiwa yang biasanya

terbentuk berdasarkan berbagai ragam peristiwa yang berkaitan dengan

masyarakat terebut. Oleh karena itu, cerita rakyat hidup dan berkembang dari

masyarakat tradisional yang bersifat unik dan didistribusikan secara tetap dan

relatif dalam jangka waktu lama (Asnawi, 2020). Cerita rakyat adalah cerita yang

tergolong karya sastra yang diwariskan dengan cara turun-temurun secara lisan

dari generasi ke generasi.

Cerita rakyat merupakan cerita yang berasal dan berkembang di

masyarakat. Sebagaimana pendapat (Nurgiyantoro, 2017: 1) yang menyatakan

cerita rakyat adalah cerita rakyat yang berasal dari masyarakat dan berkembang

secara turun temurun dalam masyarakat pada masa lampau sebagai sarana untuk

memberikan pesan moral. Cerita ini juga diwariskan secara turun-temurun melalui

bahasa lisan. Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya

tersebar secara lisan dan diwariskan turun-temurun dari kalangan masyarakat

pendukungnya secara tradisional. Jadi, dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat


22

merupakan cerita yang berasal dan berkembang di masyarakat diwariskan secara

turun-temurun melalui tuturan lisan.

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk faktor yang dijumpai di

Indonesia. Pada mulanya cerita rakyat di sampaikan melalui budaya lisan berupa

bagian-bagian cerita kepahlawanan yang digambarkan melalui wayang, bentuk-

bentuk lainnya berupa pertunjukkan. Cerita rakyat disebarkan melalui budaya

lisan, bukan budaya tulis. Cerita-cerita rakyat ini biasanya terdapat di daerah-

daerah Indonesia. Cerita rakyat di wariskan secara lisan, sehingga banyak

tambahan yang disisipkan atau dikembangkan dn bervariasi tergantung pencerita,

sehingga muncul beberapa versi yang berbeda meskipun ceritanya sama (Rahmat,

2019).

6. Pengertian Buku Teks

Buku ajar yang berupa buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan

tentang mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang disusun secara sistematis

dan telah diseleksi berdasarkan ujian tertentu, orientasi pembelajaran, dan

perkembangan siswa untuk diasimaliasasikan (Muslich, 2010: 50-51).

Buku atau buku teks adalah buku yang berisi bahan tertulis untuk

memberikan pelajaran, (Mudzakir, 2010). Di sini tidak ditegaskan apakah buku itu

murid atau guru, tetapi hanya dijelaskan bahwa buku itu digunakan untuk

memberikan pelajaran (oleh guru atau orang yang berperan sebagai guru). Apabila

ditelusuri lebih lanjut, kata buku teks buka kata Indonesia asli, melainkan kata

serapan dari Bahasa inggris ‘textbook’ atau ‘coursebook’.


23

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, buku teks

adalah buku sekolah, buku pengajaran, buku ajar, atau buku pelajaran yang

digunakan disekolah atau lembaga Pendidikan dan dilengkapi dengan bahan-

bahan untuk latihan, atau lebih jelasnya adalah buku pengajaran siswa. Buku teks

sebagai salah satu sumber belajar yang disusun oleh pakar secara khusus yang

disesuaikan dengan tujuan Pendidikan (kurikulum) yang memiliki standar tertentu

sebagai sumber pembelajaran.

Buku teks dalam proses belajar mengajar memiliki beberapa peranan dan

fungsi. Peranan atau fungsi buku teks (Nisja, 2018) sebagai berikut :

a. Mencerminkan suatu pandang yang Tangguh dan modern mengenai

pengajaran serta mendemontrasikan aplikasinya dalam bahan pengajaran yang

disajikan.

b. Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca, dan

bervariasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa.

c. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai

keterampilan-keterampilan ekspresional yang mengemban masalah pokok

dalam komunikasi.

d. Menyajikan metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi

para siswa.

e. Menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu dan juga

sebagai penunjang bagi pelatihan-pelatihan dan tugas-tugas praktis.

f. Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepat guna.
24

Buku teks bukanlah sesuatu yang diproduksi begitu saja, tetapi buku teks

memiliki standarisasi tertentu sehingga menghasilkan buku teks yang berkualitas.

Oleh sebab itu, selain memiliki fungsi, buku teks juga memiliki kriteria-kriteria

tertentu sehingga dianggap memiliki kualitas. Kualitas buku teks yang baik (Nisja,

2018) sebagai berikut :

a. Buku teks haruslah menarik para siswa yang menggunakannya.

b. Buku teks haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa yang

menggunakannya.

c. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik perhatian para siswa

yang memanfaatkannya.

d. Buku teks Sebagian hanyalah mempertimbangkan aspek-aspek linguistik

sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang menggunakannya.

e. Buku teks isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran

lainnya.

f. Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep

yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak membingungkan para siswa

yang menggunakannya.

g. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas

sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pembacanya

(para siswa).

h. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas

sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pembacanya

(para siswa).
25

i. Buku teks haruslah mampu memberi pemantapan dan penekanan pada

nilai-nilai anak dan orang dewasa.

j. Buku teks ini haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para

siswa pemakainya.

Mengingat pentingnya fungsi buku teks bagi sekolah, dalam hal ini guru

dan siswa maka diperlukan adanya uji kelayakan buku. Salah satu upaya

pemerintah untuk mengatasi hal tersebut dengan adanya Peraturan Pemerintah

Republilk Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Bab VII pasal 43 ayat (5) kelayakan isi, Bahasa, penyajian, dan kegrafian buku

teks pelajaran dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan

ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan modal atau gambaran atau model yang berupa

konsep yang menjelaskan suatu hubungan antara variabel yang satu dengan

variable yang lainnya. Kerangka pikir tersebut adalah suatu penjelasa sementara

terhadap adanya gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan.

Morfologi adalah cabang ilmu tata bahasa yang membicarakan hubungan

gramatikal bagian-bagian intern kata serta pengaruh perubahan bentuk terhadap

golongan dan arti kata. Proses morfologis adalah proses perubahan pada bentuk

dasar dari morfem dalam rangka pembentukan kata-kata baru. Dalam Bahasa

Indonesia proses morfologis meliputi: afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

Bentuk Bahasa ialah bentuk fonetis yang bermakna yang dapat dicerap panca
26

indera baik dengan mendengar atau dengan membaca. Makna adalah isi yang

terkandung dalam sebuah bentuk yang dapat menimbulkan raeksi tertentu.

Prefiks ber- merupakan sebuah imbuhan yang diletakkan di awal bentuk

dasar. Dilihat dari bentuknya, prefiks ber- dapat mengalami perubahan bentuk.

Terdapat tiga bentuk prefiks ber- jika diletakkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk

terssebut adalah ber-, bel-, dan be-. Prefiks ber- mempunyai fungsi dan memiliki

arti setelah bersentuhan dengan bentuk dasar.

Bagan Kerangka Pikir

Morfologi

Reduplikasi Afiksasi Komposisi

Bentuk Afiksasi Verba: Makna Afiksasi Verba:


Prefiks, Sufiks, Infiks, Prefiks, Sufiks, Infiks,
Konfiks Konfiks

Teks Cerita Rakyat

Buku Bahasa Indonesia


Kelas X

Analisis

Temuan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif

karena data yang diteliti berupa kata-kata dan bukan angka-angka. “penelitian

kualitatif adalah metode pengkajian atau metode penelitian suatu masalah yang

tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik” (Subroto,

2010: 5). Penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti

dan cermat data yang terwujud kata-kata, kalimat, wacana, gambar-gambar atau

foto, kemudian peneliti melakukan analisis data dilakukan semata-mata hanya

didasarkan pada fakta atau fenomena yang ada dan secara empiris hidup pada

penuturnya, sehingga hasilnya adalah perian bahasa yang mempunyai sifat

pemaparan yang apa adanya.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada dua hal yaitu (1) Bentuk kata berafiks

berkategori verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X

dan (2) Makna kata berafiks berkategori verba pada teks cerita rakyat dalam buku

bahasa Indonesia kelas X.

27
28

C. Definisi Istilah

Definisi istilah digunakan sebagai batasan untuk menghindari terjadinya

penafsiran yang salah mengenai penelitian ini, penelitian memperjelas definisi

istilah yang dimaksud:

1. Bahasa ialah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi atau

berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam arti Bahasa merupakan alat yang

digunakan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan,

Dalam kajian ilmiah bahasa disebut sebagai ilmu linguistik menggunakan

tanda, misalnya kata dan gerakan, dalam kehidupan sehari-hari kita sering

melafalkan bahasa tertentu saat berbicara, baik itu Bahasa Indonesia, Bahasa

daerah ataupun Bahasa asing.

2. Hakikat Bahasa adalah inti atau dasar kenyataan yang sebenarnya dari Bahasa.

Bahasa itu berupa bunyi, namun spesifik terhadap bunyi-bunyi bermakna yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia, bunyi tersebut disebut dengan fon/fonem.

3. Morfologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan

dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk

bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap

golongan dan arti kata.

4. Morfem adalah bentuk-bentuk berulang yang paling kecil beserta yang tidak

dapat dibagi lagi menjadi unsur yang lebih kecil. Morfem merupakan satuan

terkecil, atau satuan gramatikal terkecil.


29

5. Bentuk afiksasi verba merupakan suatu penampakan satuan gramatikal atau

leksikal yang dipandang secara fonis dan grefemis yang berwujud antara lain:

prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks (sisipan), dan konfiks (gabungan).

6. Makna afiksasi verba adalah makna yang muncul sebagai akibat peristiwa

gramatikal atau disebut makna gramatikal yang berwujud antara lain: makna

prefiks (awalan), makna sufiks (akhiran), makna infiks (sisipan), dan makna

konfiks (gabungan).

7. Teks cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar

secara lisan dan diwariskan turun-temurun dari kalangan masyarakat

pendukungnya secara tradisional.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini adalah diksi dalam kalimat yang mengandung

afiks verba yang terdapat pada teks bacaan dalam buku bahasa Indonesia kelas X

yang terbagi menjadi 4 afiks antara lain prefiks (awalan), sufiks (akhiran), infiks

(sisipan), dan konfiks (gabungan).

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah teks cerita rakyat yang terdapat

pada buku teks bacaan bahasa Indonesia Kelas X SMA/SMK edisi revisi 2017

karya Suherli dkk.


30

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk

memperoleh data-data yang berkualitas. Berikut teknik pengumpulan data yang

peneliti gunakan, yaitu:

1. Teknik baca dilakukan dengan membaca secara seksama isi buku bahasa

indonesia kelas X SMA/SMK edisi 2017 karya Suherli dkk. Teknik ini

dilakukan pula penyimakan secara seksama terhadap buku bahasa indonesia

kelas X SMA/SMK edisi 2017 karya Suherli dkk yang menjadi objek kajian.

Teknik ini dilakukan secara berulang-ulang untuk memperoleh data yang

akurat.

2. Identifikasi. Peneliti melaksanakan tahap pengidentifikasian data-data yang

ada dalam teks cerita rakyat buku bahasa indonesia kelas X. Data yang akan

diidentifkasi berupa kata-kata berafiks yang digunakan dalam teks bacaan

buku bahasa indonesia kelas X.

3. Klasifikasi. Setelah data di dapatkan dari hasil identifkasi, selanjutnya data

akan diklasifikasi sesuai dengan fenomena kebahasaan, kemudian dilakukan

penomoran data sesuai dengan tanggal, bulan, tahun, dan nomor urut.

Berdasarkan yang mana termasuk bentuk-bentuk afiks verba.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah human instrument yaitu

manusia sebagai instrumen, dalam hal ini peneliti sendiri. Peneliti merupakan
31

perencana, pelaksana, pengumpulan data, penganalisis data, menarik kesimpulan

dan menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2012:121). Peneliti

menggunakan alat bantu berupa kartu data dengan pemberian kode terhadap

segmen-segmen data, sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kartu Data

No. Afiksasi Verba Kode Data Sumber

1. Bentuk Afiksasi Verba

Prefiks:

 me -(meng)

 ke-

 di-

 pe- (peng)

 pe -(pen)

 per-

 ter-

 se-

 ber-

Sufiks:

 -an

 -kan

 -i

Infiks :
32

 -el

 -em

 -er

Konfiks :

 Ber-an

 Ber-kan

 Ke-an

 Pe-an

 Per-an

 Se-nya

2. Makna Afiksasi Verba:

 Makna Prefiks

 Makna Sufiks

 Makna Infiks

 Makna Konfiks

G. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasikan, data akan dianalisis

dengan metode tertentu. “Pekerjaan analisis data adalah mengatur, mengurutkan,

mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya”. Langkah analisis

data akan melalui beberapa tahap, yaitu:


33

1. Tahap pengumpulan data merupakan proses awal dalam penelitian untuk

mengumpulkan data kemudian divalidasi dengan triangulasi. Dengan

demikian, peneliti dapat memperoleh bentuk dan makna afiksasi verba

pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X.

2. Deskripsi dan Klasifikasi Data. Pada tahap ini dilakukan penjelasan yang

akan dilakukan tahap analisis yang bertujuan untuk menemukan bentuk-

bentuk yang diklasifikasikan menjadi 4 bentuk afiksasi verba yaitu: (1)

Prefiks, (2) Sufiks, (3) Infiks, (4) Konfiks dan makna afiksasi verba yaitu

(1) Makna prefiks, (2) Makna Sufiks, (3) Makna infiks, dan (4) Makna

konfiks yang terdapat dalam teks cerita rakyat dalam buku bahasa

Indonesia kelas X.

3. Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan tahapan penarikan

kesimpulan yang akan dilakukan ketika data yang diperoleh dan sudah

mampu mencapai tujuan penelitian berdasarkan pada data yang akan

ditemukan dalam proses pengumpulan data sehingga peneliti daat menarik

kesimpulan dalam penelitian afiksasi verba pada teks cerita rakyat dalam

buku bahasa indonesia kelas X.

H. Pemeriksaan Keabsahan Data

Tahap pemeriksaan kebahasaan data sangat diperlukan agar dapat

meyakinkan hasil penelitian yang ditemukan sudah berdasarkan fakta dan

menghindari adanya kekeliruan data hasil penelitian yang diperoleh peneliti.


34

Pada penelitian ini, terdapat tiga tahap pemeriksaan keabsahan data yang

dilakukan oleh peneliti agar hasil penelitian dapat diyakini bersifat ilmiah, yakni:

1. Tahap peningkatan kecermatan peneliti sangat diperlukan agar dapat

memperoleh hasil analisis yang sesuai. Tahap peningkatan kecermatan atau

ketekukanan peneliti terhadap hasil analisis data yang telah dilakukan, sangat

penting untuk dicermati kembali agar dapat memperoleh hasil penelitian yang

sesuai dengan masalah-masalah yang diteliti. Tahap peningkatan kecermatan

atau ketekunan peneliti dilakukan dengan peneliti mencermati kembali

kesesuaian hasil analisis data tentang bentuk dan makna afiksasi verba pada

teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X dengan teori relevan

yang digunakan dalam penelitian.

2. Tahap pakar bahasa dan penggunaan bahan regerensi sangat penting dalam

proses pemeriksaan kebahasaan data. Referensi dapat dijadikan sebagai

penopang untuk memberikan kekuatan terhadap kebenaran hasil analisis data

yang telah dilakukan peneliti. Tahap penggunaan referensi dapat dijadikan

sebagai penunjang agar hasil penelitian yang diperoleh diyakini bersifat ilmiah

dan autentik.

3. Tahap pengamatan dilakukan dengan menambah atau memperpanjang waktu

pengamatan terhadap data yang telah diperoleh peneliti. Perpanjangan

pengamatan dilakukan dengan tujuan agar dapat memastikan validnya data

yang telah ditemukan. Pada penelitian ini, tahap perpanjangan pengamatan

dilakukan oleh peneliti dengan mengamati kembali data bentuk dan makna

afiks verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X yang
35

telah ditemukan dengan hasil analisis berdasarkan teori yang digunakan dalam

penelitian.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari: (A) Hasil Penelitian dan

(B) Pembahasan. Kedua hal tersebut diuraikan seperti pada subbab berikut ini:

A. Hasil Penelitian

Bagian ini diuraikan hasil analisis teks cerita rakyat pada buku bahasa

Indonesia edisi revisi 2017 telah peneliti kumpulkan. Uraian dibatasi pada

rumusan masalah yang telah ditentukan. Setelah dilakukan proses pengumpulan

melalui buku bahasa Indonesia kelas X berupa teks cerita rakyat. Data kemudian

dianalisis berdasarkan bentuk dan makna afiksasi verba pada teks cerita rakyat

buku bahasa Indonesia kelas X sebagai berikut:

1. Deskripsi Afiksasi verba Pada Teks Cerita Rakyat dalam Buku Bahasa

Indonesia Kelas X

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bentuk-bentuk afiksasi verba

pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X. Afiksasi verba yang

ditemukan terdiri atas empat, yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks.

A. Bentuk Prefiks

a. Prefiks men- berkategori verba

Prefiks men- dilekatkan di depan morfem dasar. Prefiks men- memiliki

lima morf di antaranya meng-, men-, meny-, mem-, dan me-. Berikut analisis

prefiks men- pada buku siswa bahasa Indonesia kelas X.

36
37

Data (1): “Maka bayan pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati

Bibi Zainab pergi mendapatkan anak raja”. (BP. 5/2)

Data (1) terdapat kata mendengar yang membentuk kata kerja transitif

pada kalimat di atas. Kalimat di atas terdapat prefiks men- yang dilekatkan di

depan morfem dasar dengar sehingga membentuk kata mendengar. Morfem dasar

dengar termasuk kategori verba dan ketika dibubuhi oleh prefiks men- tidak

berubah kelas kata.

b. Prefiks ke- berkategori verba

Prefiks ke- melekat pada morfem dasar yang termasuk golongan kata

bilangan misalnya kelima. Prefiks ke- memiliki fungsi membentuk pokok kata.

Berikut analisis prefiks ke- pada buku siswa bahasa Indonesia kelas X.

Data (2): “Kesepuluh putri itu dinamai dengan nama-nama warna.” (BP. 5/2)

Data (2) terdapat kata Kesepuluh yang membentuk bilangan pada kalimat

di atas. Kalimat di atas terdapat prefiks ke- yang dilekatkan di depan morfem

dasar sepuluh sehingga membentuk kata Kesepuluh yang menyatakan suatu

bilangan atau urutan.

c. Prefiks di- berkategori verba

Prefiks di- merupakan afiks verba pasif, dan tidak mengalami perubahan

bentuk atau tidak mempunyai alomorf dalam proses penggabungannya dengan

morfem dasar. Berikut analisis prefiks di- pada teks cerita rakyat buku bahasa

Indonesia kelas X.

Data (3): “ Maka diusir oranglah akan si Miskin hingga sampailah ke tepi hutan”.

(BP. 5/5)
38

Data (3) terdapat kata diusir pada kalimat di atas membentuk kalimat pasif

yang menyatakan suatu tindakan. Kata diusir terbentuk dari prefiks di- dilekatkan

pada morfem dasar usir. Morfem dasar usir termasuk kategori verba dan ketika

dibubuhi oleh prefiks di- tidak berubah kelas kata.

Data (4): “Maka apabila dilihat oleh pasar itu si miskin datang, maka masing-

masing pun datang ada yang melontari dengan batu, ada yang memalu dengan

kayu. (BP. 5/5)

Data (4) terdapat kata dilihat pada kalimat di atas membentuk kalimat

pasif yang menyatakan tindakan. Kalimat di atas terdapat prefiks di- yang

dilekatkan di depan morfem dasar lihat sehingga membentuk kata dilihat. Morfem

dasar lihat termasuk kategori verba dan ketika dibubuhi oleh prefiks di- tidak akan

berubah kata.

d. Prefiks meng- berkategori verba

Prefiks meng- dalam proses pembentukan kata mengalami morfofonemik

(proses perubahan bentuk morfem yang terjadi karena penyesuaian diri dengan

lingkungan kata yang dimasuki). Perubahan itu tidak berarti membentuk prefiks

baru, tetapi hanya merupakan variasi dari prefiks meng-. Prefiks meng-

menyatakan suatu perbuatan atau tindakan. Berikut analisis prefiks meng- pada

buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (5): “Tanpa ragu, Putri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan

taman itu”. (BP. 5/2)

Data (5) terdapat kata mengambil pada kalinmat di atas membentuk

kalimat yang menyatakan suatu perbuatan. Kalimat di atas terdapat prefiks di-
39

yang dilekatkan di depan morfem dasar ambil sehiungga membentuk kata

mengambil yang merupakan sebuah kata kerja.

Data (6): “Kami sempat menganggap dia adalah pengemis yang di utus kitab

suci”. (BP. 5/5)

Data (6) terdapat kata menganggap pada kalimat di atas terdapat prefiks

meng- dilekatkan di depan morfem dasar anggap sehingga membentuk kata

menganggap yang merupakan sebuah kata kerja.

e. Prefiks peng- dan pen- berkategori verba

Prefiks peng- dan per- adalah imbuhan yang diletakkan di awal sebuah

kata dasar. Prefiks peng- mempunyai variasi bentuk seperti pem-, pen-, peny, pe-,

peng-, dan penge-. Prefiks per- memiliki alomorf pe-, dan pel-. Prefiks peng-

sebagian besar adalah kata benda. Hasil penelitian ini, peneliti tidak menemukan

kata yang mengalami proses afiksasi prefiks peng- dan per-.

f. Prefiks per- berkategori verba

Prefiks per- berfungsi untuk membentuk kata kerja imperatif (perintah).

Prefiks per- memiliki alomorf pe- dan pel-. Alomorf tersebut merupakan variasi

dari Prefiks per-. Hasil penelitian ini, peneliti tidak menemukan kata yang

mengalami proses afiksasi prefiks per-.

g. Prefiks ter- berkategori verba

Prefiks ter- merupakan salah satu afiks pembentuk verba. Prefiks ter-

memiliki tiga morf, yakni te-, ter-, dan tel-. Morfem dasar yang melekat pada

prefiks ter- dapat berupa nomina, adjektiva, dan verba. Penanaman morfem

prefiks ter- didasarkan pada variannya yang paling umum atau paling banyak
40

distribusinya. Berikut analisis prefiks ter- pada buku siswa bahasa Indonesia kelas

X.

Data (7): “Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu

minta izinlah dia kepada istrinya”. (BP. 5/3)

Data (7) di atas terdapat prefiks ter- yang diletakkan di depan morfem

tarik. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar tarik merupakan kategori

kelas kata verbia dan mengalami proses afiksasi sehingga menjadi kata tertarik

sehingga kelas kata berubah menjadi adjektiva atau kata kerja.

Data (8): “Bibi Zainab terpaksa menangguh dari satu malam ke satu malam

pertemuannya dengan putera raja”. (BP. 5/3)

Data (8) di atas terdapat prefiks ter- yang dilekatkan di depan morfem

dasar paksa. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar paksa adalah kelas

kata kategori verba, meskipun dibubuhi dengan prefiks ter- tetapi tidak berubah

kelas kata sifat

Data (9): “Pantaslah bila terkadang ada pelanggan yang tertidur saat sedang

dipijat”. (BP. 5/4).

Data (9) di atas terdapat prefiks ter- yang dilekatkan di depan morfem

dasar kadang. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar kadang adalah kelas

kata kategori verba, meskipun dibubuhi dengan prefiks ter- tetapi tidak berubah

kelas kata.

Data (10): “Dia bertubuh jangkung tetapi terkesan membungkuk, barang kali

karena usia” BP. 5/4)


41

Data (10) di atas terdapat prefiks ter- yang dilekatkan di depan morfem

dasar kesan. Wujudnya berupa alomorf ter-. Morfem dasar kesan adalah kelas

kata kategori verba, meskipun dibubuhi dengan prefiks ter- tetapi tidak berubah

kelas kata.

h. Prefiks se- berkategori verba

Prefiks se- berfungsi sebagai pembentuk keterangan atau adverbia. Prefiks

se- tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Berikut analisis prefiks se- pada

teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (11): “Kami melihat mata yang bagai selalu ingin memejam, hanya selapis

putih yang terlihat:. (BP. 5/4)

Data (11) di atas terdapat prefiks se- yang dilekatkan di depan morfem

dasar lalu yang merupakan kelas kata berkategori adverbia. Kata selalu

merupakan sebuah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk.

Data (12): “Dengan biaya murah, bahkan terkadang hanya dengan mengganti

sepiring nasi dan teh panas, kami bisa mendapatkan kenikmatan pijat yang tiada

tara”. (BP.5/4)

Data (12) di atas terdapat prefiks se- yang dilekatkan di depan morfem

dasar piring. Morfem dasar piring adalah kategori verba, meskipun mengalami

proses afiksasi prefiks se- tetapi tidak mengalami perubahan bentuk kelas kata.

Data (13):”Seminggu kemudian orang-orang kampung gusar”. (BP.5/4)

Data (13) di atas terdapat prefiks se- yang dilekatkan di depan morfem

dasar minggu. Morfem dasar minggu adalah kategori verba, meskipun mengalami

proses afiksasi prefiks se- tetapi tidak mengalami perubahan bentuk kelas kata.
42

i. Prefiks ber- berkategori verba

Prefiks ber- merupakan salah satu afiks pembentuk verba. Di mana

dilekatkan di depan morfem dasar. Prefiks ber- dapat melekat pada nomina,

adjektiva, dan verba. Dalam proses morfologisnya memiliki tiga morf diantaranya

bel-, be-, dan ber-. Berikut analisis prefiks ber- pada teks cerita rakyat buku

bahasa Indonesia kelas X.

Data (14): “Kurit serius menyimaknya masih dalam keadaan berbaring”. (BP. 5/4)

Data (14) terdapat prefiks ber- pada kalimat di atas yang dilekatkan pada

morfem dasar baring yang merupakan kelas kata berkategori nomina. Setelah

mengalami proses afiksasi ber- maka kata baring mengalami perubahan kelas

kata menjadi kategori verba atau kata kerja.

B. Bentuk Infiks (Tengah)

Infiks adalah imbuhan yang disisipkan ditengah-tengah suatu kata dasar.

Infiks atau sisipan kini dianggap sebagai kata dasar, bukan sebuah kata

berimbuhan sisipan. Karena imbuhan sisipan tidak terlalu terlihat fungsi dan

penggunaannya, sehingga jarang digunakan sebagai imbuhan atau bubuhan pada

suatu kata dasar. Dari hasil penelitian, peneliti tidak menemukan adanya proses

afiksasi infiks -el, -er, dan -em- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia

kelas X.

C. Bentuk Sufiks (Akhiran)

a. Sufiks -an berkategori verba

Sufiks adalah pembentukan kata dengan menggunakan sufiks (akhiran).

Sufiks adalah morfem gramatikal yang terletak dibelakang morfem dasar. Sufiks -
43

an sebagai pembentuk atau pembentuk verba berdistribusi dengan bentuk dasar

nomina, verba, dan adjektiva. Berikut analisis sufiks -an pada teks cerita rakyat

buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (15): “Selain itu, Darko memiliki pembawaan sikap yang ramah, tidak

mengherankan bila orang-orang kampung segera merasa akrab dengan dirinya”.

(BS. 5/4)

Data (15) terdapat sufiks -an pada kalimat di atas yang dilekatkan pada

morfem dasar pembawa yang merupakan kelas kata berkategori adjektiva atau

kata sifat. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan sufiks -an maka kata

pembawa mengalami perubahan kelas kata menjadi nomina.

Data (16): “Tiba-tiba saja datang ke kampung kami dengan pakaian tampak lusuh.

(BS. 5/4)

Data (16) di atas terdapat sufiks -an di belakang morfem dasar pakai yang

merupakan kelas kata berkategori nomina dan sebelumnya belum mengalami

proses afiksasi. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan sufiks -an maka

kata pakaian tetap tidak berubah kelas kata.

Data (17): “Begitulah, dengan sangat berkobar-kobar kami menceritakan lamaran

masing-masing. (BS. 5/4)

Data (17) di atas terdapat sufiks -an di belakang morfem dasar lamar yang

merupakan kelas kata berkategori verba atau kata benda. Setelah mengalami

proses afiksasi penambahan sufiks -an maka kata lamaran mengalami perubahan

kelas kata menjadi nomina.

b. Sufiks -kan berkategori verba


44

Sufiks -kan mengubah suatu kata menjadi kata kerja. Berikut analisis

sufiks -kan pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (18): “Kami menemukan ketenangan di wajahnya yang membuat kami

senantiasa merasa dekat”.(BS. 5/4)

Data (18) di atas terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar menemu

yang merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami

proses afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata menemukan tetap tidak berubah

kelas kata.

Data (19): “Setiap hari kami harus menumpahkan tenaga di ladang”. (BS. 5/4)

Data (19) di atas terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar

menumpah yang merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah

mengalami proses afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata menumpahkan

tetap tidak berubah kelas kata.

Data (20): “Entahlah, dia lebih memilih tinggak di pemakaman, membersihkan

kuburan kapan saja”. (BS. 5/4)

Data (20) terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar membersih yang

merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses

afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata membersihkan tetap tidak berubah

kelas kata.

Data (21) Hamba hendak memohonkan buah mempelan tuan yang sudah busuk itu

barang sebiji sahaja tuan”. (BS. 5/5)

Data (21) di atas terdapat sufiks -kan di belakang morfem dasar memohon

yang merupakan kelas kata berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami
45

proses afiksasi penambahan sufiks -kan maka kata memohonkan tetap tidak

berubah kelas kata.

c. Sufiks -i berkategori verba

Kata yang mengalami proses afiksasi dengan membubuhi sufiks -i akan

mengubah makna menjadi makna perintah. Berikut hasil analisis sufiks -i pada

teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

Data (22): “Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul, fikih,

hingga saraf, tafsir ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan”. (BS.

5/1)

Data (22) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar mengaji yang

berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan

sufiks -i maka kata mengaji tetapi tidak berubah kelas kata.

Data (23): “Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua

anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda”. (BS. 5/1)

Data (23) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar mencari yang

berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan

sufiks -i maka kata mencari tetapi tidak berubah kelas kata.

Data (24): “Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu, pelayan

tak sempat membersihkan taman itu”. (BS. 5/3)

Data (24) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar menuruti

yang berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi

penambahan sufiks -i maka kata menuruti tetapi tidak berubah kelas kata.
46

Data (25): “Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli

seekor burung bayan jantan”. (BS. 5/4)

Data (25) di atas terdapat sufiks -i di belakang morfem dasar membeli yang

berkategori verba atau kata kerja. Setelah mengalami proses afiksasi penambahan

sufiks -i maka kata membeli tetapi tidak berubah kelas kata.

D. Bentuk Konfiks (Awalan dan Akhiran/Penggabungan)

a. Konfiks ber-an berkategiru verba

Konfiks ber-an berfungsi untuk membentuk kata kerja. Penggunaan

konfiks ber-an dapat ditambahkan pada kata kerja, kata benda, maupun kata sifat.

Berikut hasil analisis konfiks ber-an pada teks cerita rakyat buku Bahasa

Indonesia kelas X.

Data (26): “Ia lebih suka berpergian dengan Inang pengasuh daripada dengan

kakak-kakaknya”. (BK. 5/2)

Data (26) di atas terdapat konfiks ber-an. Proses penambahan konfiks ber-

an awalnya dimulai dengan menambahkan prefiks ber- di depan morfem dasar

pergi yang merupakan kelas kata nomina sehingga menjadi kata berpergi dan

mengalami perubahan kelas kata menjadi kata verba atau kata kerja. Kemudian

mengalami proses afiksasi sufiks -an di belakang kata berpergi sehingga menjadi

kata berpergian yang berkategori verba atau kata kerja.

Data (27): “Bertepatan dengan naiknya harga bawang yang memang tak

menentu”. (BK. 5/5)

Data (27) di atas terdapat konfiks ber-an. Proses penambahan konfiks ber-

an awalnya dimulai dengan menambahkan prefiks ber- di depan morfem dasar


47

tepat yang merupakan kelas kata nomina sehingga menjadi kata bertepat dan

mengalami perubahan kelas kata menjadi kata verba atau kata kerja. Kemudian

mengalami proses afiksasi sufiks -an di belakang kata bertepat sehingga menjadi

kata bertepatan yang berkategori verba atau kata kerja.

b. Konfiks ber-kan berkategori verba

Konfiks ber-kan adalah gabungan awalan ber- dan akhiran -kan pada

sebuah kata dasar. Pengimbuhannya dilakukan secara bertahap. Konfiks ber-kan

berfungsi membentuk kata kerja intransitive yang dilengkapi dengan sebuah

pelengkap (komplemen). Dari hasil penelitian, peneliti tidak menemukan adanya

proses afiksasi ber-kan pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

c. Konfiks ke-an berkategori verba

Konfiks ke-an merupakan afiks pembentuk verba. Fungsi konfiks ke-an

untuk membentuk kata benda (nomina) abstrak atau konkret, kata kerja verba

(intransitive), serta kata sifat/keadaan (adjektiva). Kata dasar yang melekat dengan

konfiks ke-an dapat berkategori nomina, adjektiva, dan verba. Berikut analisis

konfiks ke-an pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

Data (28): “Kami menemukan ketenangan di wajahnya yang membuat kami

senantiasa merasa dekat”. (BK. 5/5)

Data (28) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar tenang. Morfem dasar

tenang berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an

kelas kata berubah menjadi kategori nomina.


48

Data (29): “Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko

dalam memijat”. (BK. 5/5)

Data (29) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar istimewa. Morfem dasar

istimewa berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an

kelas kata berubah menjadi kategori nomina.

Data (30): “Hampir kebanyakan warga di kampung kami ini adalah buruh tani”.

(BK. 5/5)

Data (30) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar banyak. Morfem dasar

banyak berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an

kelas kata berubah menjadi kategori nomina.

Data (31): “Ada kekuatan tersimpan di telapak tanganmu”. (BK. 5/5)

Data (31) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar kuat. Morfem dasar kuat

berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an kelas

kata berubah menjadi kategori nomina.

Data (32): “Sementara kurit terus menyimpan ucapan Darko,berharap akan

menjadi kenyataan. (BK. 5/5)

Data (31) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar nyata. Morfem dasar

nyata berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an

kelas kata berubah menjadi kategori nomina.


49

Data (32): “Maka di namainya akan anaknya itu Markaromah artinya anak di

dalam kesukaran “. (BK. 5/5)

Data (32) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks ke-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar sukar. Morfem dasar

sukar berkategori verba atau kata kerja. Namun, ketika dibubuhi konfiks ke-an

kelas kata berubah menjadi kategori nomina.

d. Konfiks pe-an berkategori verba

Konfiks pe-an adalah konfiks yang berfungsi untuk membentuk kata

benda. Konfiks pe-an dapat bergabung dengan kata kerja, kata benda, dan kata

sifat. Berikut analisis konfiks pe-an pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia

kelas X.

Data (33): “Sebuah tempat pemakaman yang muram menegaskan keterasingan”.

(BK. 5/4)

Data (33) di atas terdapat afiks pembentuk verba berupa konfiks pe-an

yang diletakkan di depan dan di belakang morfem dasar makam. Morfem dasar

makam yang merupakan kelas kata berkategori nomina. Namun, ketika dibubuhi

konfiks ke-an tidak berubah kelas kata.

e. Konfiks per-an berkategori verba

Konfiks per-an adalah awalan per- dan akhiran -an yang diimbuhkan

secara sekaligus pada sebuah bentuk kata dasar. Konfiks per-an berfungsi untuk

membentuk kata benda dari jenis kata lain yang bukan yang bukan kata benda.

Konfiks per-an dapat dibentuk melalui bentuk tiga kata dasar yaitu berkategori
50

nomina, verba, dan adjektiva. Berikut analisis konfiks per-an pada teks cerita

rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

Data (34): “Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari

negeri kobat syahrial”. (BK. 5/4)

Data (34) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-

an awalnya dimula dengan menambahkan prefiks per- di depan morfem dasar

kata yang berkategori verba dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata

perkata sehingga menjadi kata perkataan yang berkategori nomina.

Data (35): “Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu

hikmat, dan isyarat ilmu tipu peperangan “. (BK. 5/1)

Data (35) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-

an awalnya dimula dengan menambahkan prefiks per- di depan morfem dasar

perang yang berkategori verba dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata

peperang sehingga menjadi kata peperangan yang berkategori nomina.

Data (36): “Hata Raja mengumumkan hari pernikahan Indera Bangsawan dan

puteri”. (BK. 5/1)

Data (36) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-

an awalnya dimula dengan menambahkan prefiks per- di depan morfem dasar

nikah yang berkategori verba dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata

pernikah sehingga menjadi kata pernikahan yang berkategori nomina.

Data (36): “Pertengkaran sering terjadi di antara mereka”. (BK. 5/2)

Data (36) di atas terdapat konfiks per-an. Proses penambahan konfiks per-

an awalnya dimula dengan menambahkan prefiks per- di depan morfem dasar


51

tengkar yang berkategori nomina dan menambahkan konfiks per- di akhiran kata

pertengkar sehingga menjadi kata pertengkaran yang berkategori nomina.

f. Konfiks se-nya berkategori verba

Konfiks se-nya berfungsi untuk membentuk jenis-jenis kata keterangan

dari kata sifat. Berikut analisis konfiks se-nya pada teks cerita rakyat buku Bahasa

Indonesia kelas X.

Data (37): “Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko

dalam memijat”. (BK. 5/4)

Data (37) di atas terdapat konfiks se-nya. Proses penambahan konfiks se-

nya awalnya dimulai dengan menambahkan prefiks se- di depan morfem dasar

sebenar yang berkategori verba dan menambahkan konfiks -nya di akhiran kata

sebenar sehingga menjadi kata sebenarnya yang menjadi kata keterangan.

2. Makna Afiks Verba Pada Teks Bacaan dalam Buku Bahasa Indonesia

Kelas X

Berdasarkan data yang ada, peneliti dapat dapt mendeskripsikan makna afiks

verba pada teks cerita rakyat dalam buku Bahasa Indonesia kelas X. Afiks verba

terbagi menjadi empat yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.

A. Makna Prefiks

a. Prefiks men-

Makna prefiks men- sebagai pembentuk kata kerja transitif dan intransitif.

Berikut hasil analisis makna prefiks men- pada teks cerita rakyat buku bahasa

Indonesia kelas X.
52

Data (1): “Maka pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca do’a qunut dan

sedekah kepada fakir dan miskin”. (MP. 5/1)

Data (1) terdapat kata menyuruh yang telah mengalami proses

pembubuhan prefiks men- di depan kata dasar. Kata dasar nyuruh bermakna

memerintah (supaya melakukan sesuatu) atau memerintahkan supaya pergi.

Setelah mengalami pembubuhan, kata menyuruh bermakna yaitu perintah.

Data (2): “Maka menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan itu dengan tersengat

lapar dahaganya seperti akan matilah rasanya”. (MP. 5/5)

Data (2) terdapat kata menangislah yang telah mengalami proses

pembubuhan prefiks men- di depan kata dasar. Kata dasar nangislah bermakna

ungkapan perasaan sedih (kecewa, menyesal, dan sebagainya) dengan

mencucurkan air mata atau mengeluarkan suara. Setelah mengalami

pembubuhan, kata menangislah bermakna yaitu bersedih.

Data (3): “Dapat di bayangkan keletihan kami bila malam menjelang “ (MP. 5/4)

Data (3) terdapat kata menjelang yang telah mengalami proses

pembubuhan prefiks men- di depan kata dasar. Kata dasar jelang bermakna

mengunjungi atau menengok . Setelah mengalami pembubuhan, kata menjelang

bermakna yaitu menjenguk.

b. Prefiks ke-

Prefiks ke- mempunyai makna untuk menyatakan kumpulan yang terdiri

dari jumlah yang tersebut pada bentuk dasar dan menyatakan urutan. Beriku hasil

analisis makna prefiks ke- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.
53

Data (4): “Jikalau baginda pun mencari muslihat, ia menceritakan kepada kedua

anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang berkata

kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang dipegangnya,

ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri”. (MP. 5/1)

Data (4) terdapat kata kedua yang telah mengalami proses pembubuhan

prefiks ke- di depan kata dasar. Kata dasar dua bermakna bilangan yang

dilambangkan dengan angka dua. Setelah mengalami pembubuhan, kata kedua

bermakna yaitu nomor dua.

c. Prefiks di-

Makna prefiks di- untuk menyatakan suatu tindakan pasif. Berikut hasil

analisis makna prefiks di- pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

Data (5): “Hanya beberapa orang yang memiliki sawah, dapat dihitung dengan

jari”. (MP. 5/4)

Data (5) terdapat kata dihitung yang telah mengalami proses pembubuhan

prefiks di- di depan kata dasar. Kata dasar hitung bermakna menjumlahkan atau

mengurangi. Setelah mengalami pembubuhan, kata dihitung bermakna yaitu

membilang.

d. Prefiks meng-

Makna prefiks meng- untuk melakukan suatu tindakan yang berulang.

Berikut hasil analisis prefiks meng- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia

kelas X.

Data (6): “Maka saudagar itupun menangkap dan membunuh anak kera itu untuk

mengobati anaknya”. (MP. 5/3)


54

Data (6) terdapat kata obati yang telah mengalami proses pembubuhan

prefiks meng- di depan kata dasar. Kata dasar obati bermakna menggunakan obat.

Setelah mengalami pembubuhan, kata mengobati bermakna yaitu memberi obat.

e. Prefiks peng- dan pen-

Makna Prefiks peng- dan pen- menyatakan orang yang melakukan

tindakan yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan makna alat yang dipakai

untuk melakukan tindakan, menyatakan makna yang memiliki sifat, menyatakan

makna yang menyebabkan adanya sifat, dan menyatakan makna yang biasanya

melakukan tindakan berhubungan dengan benda. Hasil penelitian ini, peneliti

tidak menemukan kata yang mengalami proses afiksasi prefiks peng- dan pen-.

f. Prefiks per-

Prefiks per- hanya memiliki satu makna yaitu menyatakan kuasatif. Hasil

penelitian ini, peneliti tidak menemukan kata yang mengalami proses afiksasi

prefiks per- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

g. Prefiks ter-

Makna prefiks ter- yaitu makna aspek prefektif, menyatakan

ketidaksengajaan, menyatakan ketiba-tibaan, menyatakan suatu kemungkinan, dan

menyatakan makna paling. Berikut hasil analisis prefiks ter- pada teks cerita

rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

Data (7): “Ucapannya terngiang kembali, menghadap ke telinga kami bagai dating

dari keterasingan yang kelana”. (MP. 5/4)

Data (7) terdapat kata tergiang yang telah mengalami proses pembubuhan

prefiks ter- di depan kata dasar. Kata dasar ngiang bermakna suara denging.
55

Setelah mengalami pembubuhan, kata terngiang bermakna yaitu terdengan

berdenging atau terdengar mengiang.

h. Prefiks se-

Makna prefiks se- yaitu menyatakan makna satu. Berikut analisis prefiks

se- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (8): “Entah dari mana asalnya, tiada seorang warga pun yang tahu”. (MP.

5/4)

Data (8) terdapat kata seorang yang telah mengalami proses pembubuhan

prefiks se- di depan kata dasar. Kata dasar orang bermakna manusia atau dirinya

sendiri. Setelah mengalami pembubuhan, kata seorang bermakna yaitu satu orang

atau yang bermakna satu.

i. Prefiks ber-

Makna prefiks ber- yaitu menyatakan memiliki atau mempunyai,

menyatakan menggunakan, melakukan tindakan yang ditujukan untuk diri

sendiri, berada dalam sebuah keadaan, dan menyatakan hubungan timbal balik.

Berikut analisis prefiks ber- pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas

X.

Data (9): “Berjalan kembali menapaki malam yang lengan”. (MP. 5/ 4)

Data (9) terdapat kata berjalan yang telah mengalami proses pembubuhan

prefiks ber- di depan kata dasar. Kata dasar jalan bermakna lintasan atau lintasan.

Setelah mengalami pembubuhan, kata berjalan bermakna yaitu melangkahkan

kaki bergerak maju.


56

B. Makna Infiks

Infiks adalah imbuhan yang terletak di dalam kata. Jenis imbuhan ini tidak

produktif, artinya pemakainnya terbatas hanya pada kata-kata tertentu. Infiks

mempunyai makna yang menyatakan banyak dan bermacam-macam,

menyatakan intensitas frekuentif atau menyatakan banyaknya waktu, dan

menyatakan banyaknya waktu, dan menyatakan sesuatu yang mempunyai sifat

seperti pada kata kerja dasarnya. Dari hasil penelitian, peneliti tidak

menemukan adanya proses afiksasi infiks -el, -er, dan -em- pada teks cerita

rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

C. Makna Sufiks

a. Sufiks -an

Makna sufiks -an yaitu mengandung makna tempat, makna alat, makna

cara, makna akibat atau hasil perbuatan, mengandung makna sesuatu yang di,

dan mengandung makna seluruh atau kumpulan. Berikut analisis sufiks -an

pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

Data (10): “Tak lama jelang itu, Surtini si perawan tua menerima lamaran

seorang duda dari kampung sebelah”. (MS. 5/4)

Data (10) terdapat kata lamaran yang telah mengalami proses

pembubuhan prefiks -an di depan kata dasar. Kata dasar lamar bermakna

pinangan. Setelah mengalami pembubuhan, kata lamaram bermakna yaitu

permintaan untuk meminang.


57

b. Sufiks -kan

Sufiks -kan di pakai pada suatu kata kerja tanpa awalan, berarti kalimat

yang dibentuk adalah kalimat perintah dan kata kerjanya menjadi intransitif.

Kata kerja yang terbentuk akibat mendapat sufiks -kan menyatakan makna

perintah. Berikut analisis sufiks -kan pada teks cerita rakyat buku bahasa

Indonesia kelas X.

Data (11): “ Hatta setiap malam, Bibi Sainab yang selalu ingin mendapatkan

anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan”. (MS. 5/3)

Data (11) terdapat kata mendapatkan yang telah mengalami proses

pembubuhan sufiks -kan di depan kata dasar. Kata dasar mendapat bermakna

beroleh. Setelah mengalami pembubuhan, kata mendapatkan bermakna yaitu

memperoleh .

Data (12): “Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan

cerita tersebut”. (MS. 5/3)

Data (12) terdapat kata mendengarkan yang telah mengalami proses

pembubuhan sufiks-kan di depan kata dasar. Kata dasar mendengar bermakna

dapat menangkap suara (bunyi). Setelah mengalami pembubuhan, kata

mendengarkan bermakna yaitu mendengar akan sesuatu atau mendapat kabar.

c. Sufiks -i

Sufiks -i mengubah makna menjadi makna perintah. Berikut hasil analisis

sufiks -i pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.


58

Data (13): “Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamtkan nyawanya,

tetapi juga dapat menyekat istri tuannya daripada menjadi istri yang curang”.

(MS. 5/2)

Data (13) terdapat kata tetapi yang telah mengalami proses pembubuhan

sufiks -i di depan kata dasar. Kata dasar tetap bermakna selalu berada (tinggal,

berdiri) atau tidak berpindah. Setelah mengalami pembubuhan, kata tetapi

bermakna yaitu sebagai kata penghubung intrakalimat untuk menyatakan hal

yanh bertentangan atau tidak selurus.

D. Makna Konfiks

a. Konfiks ber-an

Konfiks ber-an memiliki makna yaitu menyatakan banyak pelaku atau

perbuatannya terjadi secara berulang dan menyatakan hubungan timbal balik antar

dua pihak. Berikut analisis konfiks ber-an pada teks cerita rakyat buku bahasa

Indonesia kelas X.

Data (14): “Namun, berhamburan kabar Pak Lurah akan mengorbankan tanah

masjid dan sekitarnya ini kepada orang kota untuk sebuah proyek di kampung”.

(MS. 5/4)

Data (14) terdapat kata berhamburan yang telah mengalami proses

pembubuhan konfiks ber-an di depan kata dasar. Kata dasar hambur bermakna

menyebarkan atau menghamburkan. Setelah mengalami pembubuhan, kata

berhamburan bermakna yaitu Bertaburan ke sana-sini.

b. Konfiks ber-kan
59

Konfiks ber-kan memiliki makna yaitu memiliki atau memaka da sebagai

perintah. Dari hasil penelitian peneliti tidak menemukan afiksasi ber-kan pada

teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X.

c. Konfiks ke-an

Konfiks ke-an memiliki makna yaitu menyatakan tempat, perbuatan yang

tidak disengaja, bermakna berlalu, bermakna menyerupai, bermakna dalam

keadaan, keadaan yang berhubungan dengan, dan bermakna kumpulan. Berikut

analisis konfiks ke-an pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (15): “Kami menemukan ketenangan di wajahnya yang membuat kami

senantiasa merasa dekat”. (MS. 5/4)

Data (15) terdapat kata ketenangan yang telah mengalami proses

pembubuhan konfiks ke-an di depan kata dasar. Kata dasar tenang bermakna

kelihatan diam dan tidak melakukan apa-apa atau tidak gelisah. Setelah

mengalami pembubuhan, kata ketenangan bermakna yaitu menjadikan pikiran

tenang (tidak rusuh, tidak gelisah).

d. Konfiks pe-an

Konfiks pe-an memiliki makna yaitu menyatakan proses, menyatakan

tempat, dan menyatakan alat dan indera. Berikut analisis konfiks pe-an pada teks

cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (16): “Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan

saudaranya Indera Bangsawan”. (MS. 5/1)


60

Data (16) terdapat kata perkataan yang telah mengalami proses

pembubuhan konfiks pe-an di depan kata dasar. Kata dasar kata bermakna ujar

atau bicara. Setelah mengalami pembubuhan, kata perkataan bermakna yaitu

sesuatu yang dikatakan.

e. Konfiks per-an

Konfiks per-an memiliki makna yaitu menyatakan tempat, menyatakan hasil

perbuatan, menyatakan peristiwa itu sendiri, dan manyatakan kumpulan. Berikut

analisis konfiks per-an pada teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (17): “Hatta Raja mengumumkan hari pernikahan Indera Bangsawan dan

Putri”. (MS. 5/1)

Data (17) terdapat kata pernikahan yang telah mengalami proses

pembubuhan konfiks pe-an di depan kata dasar. Kata dasar nikah bermakna

ikatan atau akad. Setelah mengalami pembubuhan, kata pernikahan bermakna

yaitu menjadikan bersuami (istri).

f. Konfiks se-nya

Konfiks se-nya memiliki makna yaitu menyatakan makna tingkat atau paling

menyatakan makna waktu atau setelah. Berikut analisis konfiks se-nya pada teks

cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Data (18): “Sesampainya di sana, kami tetap tidak menjumpai Darko”. (MS.

5/4)

Data (18) terdapat kata sesampainya yang telah mengalami proses

pembubuhan konfiks se-nya di depan kata dasar. Kata dasar sampai bermakna
61

mencapai atau datang. Setelah mengalami pembubuhan, kata sesampainya

bermakna yaitu setiba atau setelah tiba.

A. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Bentuk Afiks Verba Pada Teks Cerita Rakyat Buku Bahasa Indonesia

Kelas X

Setelah mengidentifikasi dan menganalisis data, terdapat bentuk afiksasi

verba yang terdapat dalam teks cerita rakyat buku bahasa Indonesia kelas X.

Relevan dengan hasil penelitian ini, (Rika. Dkk, 2019) melakukan penelitian

Analisis Makna Kata Berafiks Pada Teks Cerita dalam Buku Ajar Bahasa

Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bentuk prefiks men-, ter-, ke-, di-, se-,

dan ber, bentuk sufiks -kan, -an, dan -i bentuk konfiks men-kan,pe-an, per-an.

Jumlah keseluruhan kalimat yang telah peneliti analisis dari teks cerita

rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X terdapat keseluruhan 56 dari 5 teks cerita

rakyat yang mengalami proses afiksasi yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks.

Afiks ialah satuan unsur gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan

unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan

melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata lain dan membentuk kata

baru, (Ramlan, 2012:57). Di antara sepuluh jenis prefiks men-, ke-, di-, meng-,

peng-, pen-, per-, ter-, se-, dan ber-, Pada teks cerita rakyat tersebut prefiks ber-

yang berkategori nomina tetapi setelah mendapat imbuhan kata tersebut

mengalami perubahan kelas kata menjadi verba. Namun, prefiks peng-, pen-, dan

per- tidak ditemukan kemunculannya pada teks cerita rakyat buku bahasa

Indonesia kelas X, tetapi hal tersebut tidaklah berpengaruh pada bentuk dan kata
62

keseluruhan. Ditemukan pula verba transitif yang ditandai oleh imbuhan yang

digunakan pada prefiks mn-. Untuk verba intransitive ditandai oleh imbuhan

yang digunakan pada prefiks ber- dan prefiks ter-.

Sedangkan untuk bentuk afiksasi yaitu infiks (-el, -er, -em) yang sama

sekali tidak terdapat kemunculannya di dalam teks cerita rakyat tersebut.

Selanjutnya, ada tiga jenis sufiks -an, -kan, dan -i. Pada teks cerita rakyat buku

bahasa Inonesia kelas X, proses pembubuhan sufiks -an ditemuan di kata dasar

kategori verba, nomina, dan adjektiva. Namun, setelah mendapatkan

pembubuhan, kata dasar tersebut kelas katanya dapat berubah. Untuk

pembubuhan sufiks -kan yang di temukan di kata dasar kategori verba dan selah

mendapatkan pembubuhan, kelas katanya tidak berubah. Sedangkan untuk sufiks

-i ditemukan kata dasar kategori verba dan setelah mendapatkan pembubuhan,

kata tersebut berubah menjadi kata perintah. Pada sufiks atau akhiran ini, sufiks

-an yang paling banyak ditemukan kemunculannya pada teks cerita rakyat

tersebut.

Selain itu, ada enam jenis konfiks yang ditemukan pada teks cerita rakyat

buku bahasa Indonesia kelas X yaitu konfiks ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-

an, dan se-nya. Pada teks cerita rakyat buku Bahasa Indonesia kelas X, proses

pembubuhan konfiks ber-an ditemukan dapat ditambahkandi kata kerja (verba),

kata benda (nomina), maupun kata sifat (adjektiva). Selanjutnya, ditemukan kata

kerja intransitif pada konfiks ber-kan yang dilengkapi oleh pelengkap

(komplemen). Untuk konfiks ke-an dapat melekat pada kata dasar kategori

nomina, verba intransitif, dan adjektiva dan setelah mendapatkan pembubuhan,


63

kata tersebut ditemukan berubah kelas kata menjadi kategori nomina.

Selanjutnya kata dasar yang mendapatkan pembuuhan konfiks pe-an kelas

katanya tidak berubah. Pada teks cerita rakyat tersebut, konfiks per-an dapat

melekat pada kata yang berkategori nomina, verba, dan adjektiva. Setelah

mendapatkan pembubuhan, kelas katanya tidak berubah. Dan konfiks se-nya

dapat melekat pada kata sifat dan berubah menjadi kata keterangan setelah

mendapat pembubuhan.

2. Makna Afiksasi Verba Pada Teks Cerita Rakyat Buku Bahasa

Indonesia Kelas X

Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan Bahasa dalam

pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau sekelompok manusia,

hubungan, dalam arti kesepadanan antara bahasa dan alam di luar Bahasa,

atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukannya, (Kridalaksana, 2011).

Makna ditemukan berupa makna gramatikal, karena proses pembentukan ata

dapat mengakibatkan perubahan makna. Makna gramatikal terbentuk karena

adanya proses gramatikalisasi seperti pemberian imbuhan (afiks), reduplikasi

(pengulangan), atau pemajemukan kata sehingga kata dasar menjadi kata

majemuk (Chaer, 2013: 60). Dari ke tiga jenis afiksasi yang peneliti

kumpulkan terbukti bahwa dari setiap kata yang muncul dari kata turunan

maupun kata yang mengalami proses afiksasi tidaklah selalu bermakna sama.

Meskipun beberapa diantaranya bermakna sama dengan kata turunannya,


64

seperti contoh kata mengambil dan ambil kedua kata tersebut adalah kata

yang maknanya sama.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai bentuk dan makna kata berafiks

berkategori verba pada teks cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia kelas X,

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bentuk afiksasi verba yang ditemukan di dalam teks cerita rakyat di

antaranya: prefiks men-, ke-, di-, meng-, ter-, se-, dan ber-; sufiks -an, -kan,

dan -i; dan konfiks ber-an, ber-kan, ke-an, pe-an, per-an, dan se-nya.

Afiksasi tersebut dapat membentuk verba aktif maupun pasif. Bentuk verba

yang ditemukan merupakan verba turunan karena dibentuk melalui proses

pembubuhan afiks pada morfem dasar dari kelas kata yang berbeda, sehingga

membentuk kata dengan kelas kata baru.


65

2. Makna yang ditemukan berupa makna gramatikal, karena proses

pembentukan kata dapat mengakibatkan perubahan makna. Makna

gramatikal merupakan makna yang muncul karena adanya proses afiksasi,

reduplikasi, dan komposisi.

B. Saran

Peneliti selanjutnya diharapkan mengembangkan penelitian ini dalam

penelitian selanjutnya dengan menggunakan focus yang sama, sumber yang

berbeda dan rancangan penelitian yang lebih kompleks. Hal ini bertujuan

agar wawasan mengenai afiksasi dapat dikuasai pembelajar dengan baik

Lampiran 1

Kartu Data Afiksasi Verba Pada Teks Cerita Rakyat Buku Bahasa Indonesia

Kelas X

Jenis Afiksasi Kode Data Sumber


Verba

Prefiks men- (BP. 5/3) “Maka bayan pun berpura- Teks 3


pura terkejut dan
mendengar kehendak hati “Hikayat Bayan
Bibi Zainab pergi Budiman”.
mendapatkan anak raja”
Hal 122

ke- (BP.5/2) “Kesepuluh putri itu Teks 2


dinamai dengan nama-nama
warna”. “Hikayat Bunga
Kemuning”

Hal. 116

di- (BP.5/5) “Maka diusir oranglah akan Teks 5


66

si Miskin hingga sampailah


ke tepi hutan”. “Hikayat Si
Miskin”

Hal. 143
(BP.5/5) “Maka apabila dilihat oleh Teks 5
pasar itu si miskin datang,
maka masing-masing pun
datang ada yang melontari “Hikayat Si
dengan batu, ada yang Miskin”
memalu dengan kayu”.
Hal. 141

meng- (BP.5/2) “Tanpa ragu, Putri Kuning Teks 2


mengambil sapu dan mulai
membersihkan taman itu”. “Hikayat Bunga
Kemuning”

Hal. 117

(BP.5/4) “Kami sempat menganggap Teks 4


dia adalah pengemis yang
di utus kitab suci”. “Tukang Pijat
Keliling”

Hal. 133

ter- (BP.5/3) “Pada suatu hari Khojan Teks 3


Maimun tertarik akan
perniagaan di laut, lalu “Hikayat Bayan
minta izinlah dia kepada Budiman”.
istrinya”.
Hal 121
67

(BP.5/3) “Bibi Zainab terpaksa Teks 3


menangguh dari satu malam
kesatu malam “Hikayat Bayan
pertemuannya dengan Budiman”.
putera raja”. Hal 122

(BP.5/4) “Pantaslah bila terkadang Teks 4


ada pelanggan yang tertidur
“Tukang Pijat
saat sedang dipijat”. Keliling”

Hal. 133

(BP.5/4) “Dia bertubuh jangkung Teks 4


tetapi terkesan
membungkuk, barang kali Tukang Pijat
karena usia” Keliling

Hal. 133

se- (BP.5/4) “Kami melihat mata yang Teks 4

bagai selalu ingin Tukang Pijat


Keliling
memejam, hanya selapis

putih yang terlihat”. Hal. 135

(BP.5/4) “Dengan biaya murah, Teks 4

bahkan terkadang hanya “Tukang Pijat


Keliling”
dengan mengganti sepiring

nasi dan teh panas, kami Hal. 133

bisa mendapatkan

kenikmatan pijat yang tiada


68

tara”.

(BP.5/4) ”Seminggu kemudian Teks 4


orang-orang kampung
gusar”. “Tukang Pijat
Keliling”

Hal. 135
ber- (BP.5/1) “Kurit serius menyimaknya Teks 4
masih dalam keadaan
(BP.4/1) berbaring”.
Tukang Pijat
Keliling

Hal 133

Sufiks -an (BS.5/4) “Selain itu, Darko memiliki Teks 4


pembawaan sikap yang
ramah, tidak mengherankan Tukang Pijat
bila orang-orang kampong
Keliling
segera merasa akrab dengan
dirinya”
Hal 133

(BS.5/4) “Tiba-tiba saja datang ke Teks 4


kampung kami dengan
pakaian tampak lusuh”. Tukang Pijat
Keliling

Hal 136
(BS.5/4) “Begitulah, dengan sangat Teks 4
berkobar-kobar kami
menceritakan lamaran Tukang Pijat
masing-masing”
Keliling
69

Hal 132

-kan (BS.5/4) “Kami menemukan Teks 4


ketenangan di wajahnya
yang membuat kami Tukang Pijat
senantiasa merasa dekat”.
Keliling

Hal 135
(BS.5/4) “Setiap hari kami harus Teks 4
menumpahkan tenaga di
lading”. Tukang Pijat
Keliling

Hal 132
(BS.5/4) “Entahlah, dia lebih Teks 4
memilih tinggak di
pemakaman, membersihkan Tukang Pijat
kuburan kapan saja”.
Keliling

Hal 133
(BS.5/5) “Hamba hendak Teks 5
memohonkan buah
mempelan tuan yang sudah Hikayat Si Miskin
busuk itu barang sebiji
sahaja tuan”. Hal. 143
-i (BS.5/1) “Sesudah tahu mengaji, Teks 1
mereka dilatih pula mengaji
kitab usul, fikih, sara, tafsir Hikayat Indera
ilmu senjata, ilmu hikmat, Bangsawan
dan isyarat tipu
peperangan”. Hal. 108
(BS.5/1) “Jikalau baginda pun Teks 1
mencari muslihat; ia
menceritakan kepada kedua Hikayat Indera
anaknya bahwa ia bermimpi Bangsawan
bertemu dengan seorang
pemuda”. Hal. 109
(BS.5/2) “Karena sibuk menuruti Teks 2
permintaan para puteri yang
rewel itu, pelayan tak semat “Hikayat Bunga
membersihkan taman itu”. Kemuning”.
70

Hal 117
(BS.5/3) “Hatta beberapa lamanya Teks 3
Khojan Maimun beristri itu,
ia membeli seekor burung “Burung Bayan
bayan jantan” Budiman”

Hal 121

Konfiks ber-an (BK.5/2) Ia lebih suka berpergian Teks 2


dengan Inang pengasuh dari
pada dengan kakak- “Hikayat Bunga
kakaknya Kemuning”

Hal 117

(BK.5/5) Bertepatan dengan naiknya Teks 5


harga bawang yang
memang tak menentu. Hikayat Si Miskin

Hal 144

ke-an (BK.5/4) Kami menemukan Teks 4


ketenangan di wajahnya
yang membuat kami Tukang Pijat
senantiasa merasa dekat Keliling

Hal 132
(BK.5/4) Sebenarnya tidak Teks 4
keistimewaan khusus
mengenai keahlian Darko Tukang Pijat
dalam memijat. Keliling

Hal 132
(BK.5/5) Hampir kebanyakan warga Teks 5
dikampung kami ini adalah
buruh tani. Hikayat Si Miskin

Hal 142
(BK.5/4) Ada kekuatan tersimpan di Teks 4
dalam tanganmu.
Tukang Pijat
Keliling

Hal 135
71

(BK.5/5) Sementara kurir terus Teks 4


menyimpan ucapan Darko,
berharap akan menjadi Tukang Pijat
kenyataan. keliling

Hal. 133
(BK.5/5) Maka di namainya akan Teks 5
anaknya itu Markaromah
artinya anak di dalam Hikayat Si Miskin
kesukaran .
Hal 144
Pe-an (BK.5/1) Sesedah tempat Teks 1
pemakaman yang muram
menegaskan keterasingan. Hikayat Indera
Bangsawan

Hal 110
(BK.5/2) Setelah beberapa lamanya, Teks 1
mereka belajar pula ilmu
senjata, ilmu hikmat, dan Hikayat Indera
isyarat ilmu tipu Bangsawan
peperangan
Hal 108
per-an (BK.5/1) Hata Raja mengumumkan Teks 1
hari pernikahan Indera
Bangsawan dan puteri Hikayat Indera
Bangsawan

Hal 110
(BK.5/4) Tersebutlah perkataan Teks 1
seotang raja yang bernama
Indera Bungsu dari negeri Hikayat Indera
kobat syahrial. Bangsawan

Hal 109
(BK.5/2) Pertengkaran sering terjadi Teks 2
di antara mereka.
Hikayat Bunga
Kemuning

Hal 116
72

se-nya (BK.5/4) Sesampainya tidak Teks 4


keistimewaan khusus
mengenai keahlian Darko Tukang Pijat
dalam memijat Keliling

Hal 137

Prefiks men- (MP.5/1) Maka pada suatu hari, ia Teks 1


pun menyuruh orang
membaca do’a qunut dan Hikayat Indera
sedekah kepada fakir dan Bangsawan
miskin.
Hal 108
(MP.5/5) Maka menangislah ia Teks 5
berseru-seru sepanjang
jalan itu dengan tersengat Hikayat Si Miskin
lapar dahaganya seperti
akan matilah rasanya Hal 141

(MP.5/4) Dapat di bayangkan Teks 4


keletihan kami bila malam
menjelang. Tukang Pijat
Keliling

Hal 133

ke- (MP.5/1) Jikalau baginda pun Teks 1


mencari muslihat, ia
menceritakan kepada kedua Hikayat Indera
anaknya bahwa ia bermimpi Bangsawan
bertemu dengan seorang
pemuda yang berkata Hal. 108
kepadanya: barang siapa
yang dapat mencari buluh
perindu yang dipegangnya,
ialah yang patut menjadi
raja di dalam negeri.
di- (MP.5/4) Hanya beberapa orang yang Teks 4
memiliki sawah, dapat
dihitung dengan jari. Tukang Pijit
73

Keliling

Hal 133
meng- (MP.5/3) Maka saudagar itupun Teks 3
menangkap dan membunuh
anak kera itu untuk Hikayat Burung
mengobati anaknya. Budiman

Hal 121

ter- (MP.5/4) Ucapannya terngiang Teks 4


kembali, menghadap ke
telinga kami bagai dating Tukang Pijat
dari keterasingan yang Keliling
kelana.
Hal 135
se- (MP.5/4) Entah dari mana asalnya, Teks 4
tiada seorang warga pun
yang tahu. Tukang Pijat
Keliling

Hal 132
ber- (MP.5/4) Berjalan kembali menapaki Teks 4
malam yang lengan.
Tukang Pijat
Keliling

Hal 132

Sufiks -an (MS.5/4) Tak lama jelang itu, Surtini Teks 4


si perawan tua menerima
lamaran seorang duda dari Tukang Pijat
kampung sebelah. Keliling

Hal 136

-kan (MP.5/3) Hatta setiap malam, Bibi Teks 3


Sainab yang selalu ingin
mendapatkan anak raja itu, Hikayat Burung
74

dan setiap berpamitan


dengan bayan. Budiman

Hal 122
-i (MP.5/2) Bayan yang bijak bukan Teks 2
sahaja dapat menyelamatka
nyawanya, tetapi juga Hikayat Bunga
dapat menyekat istri Kemuning
tuannya dari oada menjadi
istri yang curang Hal 117

Konfiks ber-an (MS.5/4) Namun, berhamburan Teks 4


kabar Pak Lurah akan
mengorbankan tanah masjid Tukang Pijat
dan sekitarnya ini kepada Keliling
orang kota untuk sebuah
proyek di kampung. Hal 134
ke-an (MS.5/4) Kami menemukan Teks 4
ketenangan di wajahnya
yang membuat kami Tukang Pijat
senantiasa merasa dekat Keliling

Hal 135
per-an (MP.5/4) Hatta Raja mengumumkan Teks 4
hari pernikahan Indera
Bangsawan dan puteri. Tukang Pijat
Keliling

Hal 132

Se-nya (MP.5/4) Sesampainya di sana, kami Teks 4


tetap tidak menjumpai
Darko. Tukang Pijat
Keliling

Hal 137
75

Keterangan:

B : Bentuk

P : Prefiks

S : Sufiks

K : Konfiks

M : Makna

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Bahasa.

Achmad. (2013). Panduan Lengkap Timur. Penebar Swadaya.

Achmad. (2012). Linguistik Umum. PT. Gelora Aksara Pratama.

Aulia Zalsabila Said. (2020). Analisis Afiksasi Verba Pada Teks Bacaan Dalam
Buku Bahasa Indonesia Kelas VIII.

Asnawi, Asnawi. “Kategori dan Fungsi Sosial Teks Cerita Rakyat Masyarakat
Banjar Hulu: Sebagai Pengukuh Warisan Kebudayaan Lokal Bangsa.”
Jurnal Sastra Indonesia 9.3 (2020): 212-221.

Chaer, Abdul. (2012). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka


Cipta.

Chaer, Abdul. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka


Cipta.

Chaer, Abdul. (2015). Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses) (2 nd


ed). Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. (2014). Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Devianty, Rina. “Bahasa sebagai cermin kebudayaan”. Jurnal tarbiyah 24.2


(2017).

Endah. (2020). Analisis Bentuk dan Makna Berafiks Berkategorikan Verbal di


Pesan Singkat Whatsapp.
76

Ghani, S. (2019). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa ( fonologi, morfologi,


sintaksis, dan semantik). A. Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7(1),
120.

Jannah, Miftachul. “Afiksasi (prefiks dan sufiks) dalam kolom ekonomi bisnis di
koran Jawa POS edisi kamis 14 November 2019.” Jurnal Disastri:
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2.1 (2020): 18-25.

Kridalaksana, Harimurti. (2013). Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia


Pustaka Umum.

Kridalaksana, Harimurti. (2011). Kamus Lingusitik. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Muslich, Masnur. (2010). Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian Ke Arah Tata
Bahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. (2012). Prinsip Pengenalan Morfem dalam Bahasa Inggris:


Kajian Morfologi. Suar Betang, 16 (2), 199-209.

Mudzakir, A.S. (2010). Penulisan Buku Teks Bahasa Yang Berkualitas. Pustaka:
Bandung, 2010.

Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Pateda, Mansoer. (2010). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Rumilah, Siti dan Intan. Ibnu Cahyani. (2020). “Struktur Bahasa; Pembentukan
Kata dan Morfem Sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik Dalam
Bahasa Indonesia”. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8 (1), 70-87.

Ramlan, M. (2020). Ilmu Bahasa Indonesia, morfologi,Suatu Tinjauan Deskriptif.


Yogyakarta: CV. Karyono Muslich, Masnur. 2010. Tata Bentuk Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Rohmadi, M. Y. N. A. B. W. (2020). Morfologi Telaah Morfem dan Kata. (Y.


Kusumawati (ed); 4th ed.). Yuma Pustaka.

Ramlan, M. (2012). Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi, Suatu Tinjauan


Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono Muslich, Masnur. 2010. Tata
Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Rahmat, Lutfi Irawan. “Kajian antropologi sastra dalam cerita rakyat Kabupaten
Banyuwangi pada masyarakat Using. KREDO: Jurnal Ilmiah Bahasa dan
Sastra, 2019, 3.1: 83-93.
77

Saenal. (2019). Tinjauan Bentuk dan Makna Kata Berafiks yang Berkategori
Verba Dalam Artikel Koran.

Subroto, Edi. (2010). Pengantar Metode Penelitian Libguistik Struktural.


Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.

Anda mungkin juga menyukai